STRUKTUR VEGETASI DAN MINTAKAT HUTAN MANGROVE DI KUALA BAYEUN KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
IVAN EZWARDI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
STRUKTUR VEGETASI DAN MINTAKAT HUTAN MANGROVE DI KUALA BAYEUN KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
IVAN EZWARDI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN IVAN EZWARDI. E34104023. Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan SISWOYO. Indonesia mempunyai luas total hutan mangrove sebesar 4.250.000 ha, keberadaannya tersebar di berbagai daerah dan memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia (Soerianegara dan Kusmana, 1993). Salah satu lokasi penyebaran hutan mangrove tersebut adalah di Kuala Bayeun, Kabupaten Aceh Timur NAD. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi mengakibatkan ancaman terhadap hutan mangrove semakin meningkat. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan benturan kepentingan akan pemanfaatan kawasan hutan mangrove, maka diperlukan informasi mengenai potensi dan peran hutan mangrove. Diantara faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pengelolaan hutan mangrove adalah rincian informasi mengenai kondisi struktur mintakat dan komposisi vegetasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur mintakat hutan mangrove dan mengetahui komposisi serta struktur vegetasi hutan mangrove pada masing-masing mintakatnya. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan analisis vegetasi; sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan Indeks Nilai Penting (INP), indeks keanekaragaman jenis, profil vegetasi dan potensi tegakan. Pengamatan dilakukan pada 3 (tiga) tingkatan pertumbuhan (pohon, pancang dan semai) dengan masing-masing 3 (tiga) kali pengulangan pada setiap mintakatnya. Di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur, terdapat 4 (empat) mintakat hutan mangrove yaitu: mintakat I dengan lebar 40-60 meter; mintakat II dengan lebar 140-170 meter; mintakat III dengan lebar 50-70 meter dan mintakat IV dengan lebar 60-80 meter. Jumlah total jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan pada keempat mintakat sebanyak 23 jenis, dengan rincian yaitu: pada mintakat I jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah api-api (Avicennia marina), dengan INP masing-masing sebesar 115,69%, 136,36% dan 72,47%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,297), pancang (1,274) dan semai (1,202). Pada mintakat II jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah bangka minyak (Rhizophora apiculata), dengan INP masing-masing sebesar 127,55%, 145,09% dan 93,51%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,495), pancang (1,476) dan semai (1,353). Pada mintakat III jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah tengar (Ceriops decandra), dengan INP masing-masing sebesar 146,36%, 99,48% dan 54,93%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,594), pancang (1,942) dan semai (1,704). Sedangkan pada mintakat IV jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah nyireh (Xylocarpus granatum), dengan INP masing-masing sebesar 149,06%, 105,15% dan 77,31%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (0,881), pancang (1,605) dan semai (1,209). Struktur vegetasi pada keempat mintakat terdiri dari 1 strata, yaitu stratum C. Kata kunci: hutan mangrove, mintakat, struktur vegetasi, potensi tegakan
ABSTRACT IVAN EZWARDI. E34104023. Structure Vegetations and Mangrove Forest Zonations in Kuala Bayeun East Aceh Province of Nanggroe Aceh Darussalam. Under Supervision of NYOTO SANTOSO dan SISWOYO. Width of mangrove forest in Indonesia is 4.250.000 ha, it has spread in some regions in Indonesia and giving great advantages for humans life (Soerianegara and Kusmana, 1993). One of the spreading location of mangrove forest is in Kuala Bayeun, East Aceh. Increasingly the number of population in Indonesia make some threatened to mangrove forest become larger. To prevent a confusion and clash of interests in using mangrove forest, we needed some informations about potentions and functions of mangrove forest. Among of the factors that influenced the policy about mangrove forest management is information details about zonation structure condition and their vegetation compositions the aims of the research are to identify zonation structure of mangrove forest and to know the composition and their structure of vegetations for each zonations. The method to collecting data was done using vegetations analysis. To analyzing data using important value index, variety index, species distribution, canopy profile and standing potention. Monitoring do to 3 growth levels (tree, stake and seedling) with 3 times repeating to each zonations. In Kuala Bayeun East Aceh, it have four zonations of mangrove forest, there are zonation I with 40 – 60 meters width, zonation II with 140 – 170 meters width, zonation III with 50 – 70 meters width, and zonation IV with 60 – 80 meters width. Total variety of mangrove plants were found in four zonations is 23 varieties, specify zonation I, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Avicennia marina with each the important value index are 115,69%, 136,36% and 72,47%. Mangrove variety index in tree level is 1,297; stake level is 1,274 and seedling level is 1,202. In zonation II, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Rhizophora apiculata, with each important value index are 127,55%, 145,09% and 93,51%. Variety index of mangrove in growth, stake and seedling continuously are 1,495; 1,476; and 1,353. In zonation III, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Ceriops decandra, with each important value index are 146,36%, 99,48% and 54,93%. Variety index of mangrove in growth, stake and seedling continuously are 1,594; 1,942 and 1,704. Zonation IV, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Xylocarpus granatum, with each important value index are 149,06%, 105,15% and 77,31%. Variety index of mangrove in growth, stake and seedling continuously are 0,881; 1,605 and 1,209. Vegetation structure in fourth zonation has one strata, it is stratum C. Keywords: mangrove forest, zonation, structure of vegetations, standing potention
RINGKASAN IVAN EZWARDI. E34104023. Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dibimbing oleh NYOTO SANTOSO dan SISWOYO. Indonesia mempunyai luas total hutan mangrove sebesar 4.250.000 ha, keberadaannya tersebar di berbagai daerah dan memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia (Soerianegara dan Kusmana, 1993). Salah satu lokasi penyebaran hutan mangrove tersebut adalah di Kuala Bayeun, Kabupaten Aceh Timur NAD. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi mengakibatkan ancaman terhadap hutan mangrove semakin meningkat. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan benturan kepentingan akan pemanfaatan kawasan hutan mangrove, maka diperlukan informasi mengenai potensi dan peran hutan mangrove. Diantara faktor yang mempengaruhi kebijaksanaan pengelolaan hutan mangrove adalah rincian informasi mengenai kondisi struktur mintakat dan komposisi vegetasinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi struktur mintakat hutan mangrove dan mengetahui komposisi serta struktur vegetasi hutan mangrove pada masing-masing mintakatnya. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan analisis vegetasi; sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan Indeks Nilai Penting (INP), indeks keanekaragaman jenis, profil vegetasi dan potensi tegakan. Pengamatan dilakukan pada 3 (tiga) tingkatan pertumbuhan (pohon, pancang dan semai) dengan masing-masing 3 (tiga) kali pengulangan pada setiap mintakatnya. Di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur, terdapat 4 (empat) mintakat hutan mangrove yaitu: mintakat I dengan lebar 40-60 meter; mintakat II dengan lebar 140-170 meter; mintakat III dengan lebar 50-70 meter dan mintakat IV dengan lebar 60-80 meter. Jumlah total jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan pada keempat mintakat sebanyak 23 jenis, dengan rincian yaitu: pada mintakat I jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah api-api (Avicennia marina), dengan INP masing-masing sebesar 115,69%, 136,36% dan 72,47%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,297), pancang (1,274) dan semai (1,202). Pada mintakat II jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah bangka minyak (Rhizophora apiculata), dengan INP masing-masing sebesar 127,55%, 145,09% dan 93,51%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,495), pancang (1,476) dan semai (1,353). Pada mintakat III jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah tengar (Ceriops decandra), dengan INP masing-masing sebesar 146,36%, 99,48% dan 54,93%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,594), pancang (1,942) dan semai (1,704). Sedangkan pada mintakat IV jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah nyireh (Xylocarpus granatum), dengan INP masing-masing sebesar 149,06%, 105,15% dan 77,31%. Indeks keanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (0,881), pancang (1,605) dan semai (1,209). Struktur vegetasi pada keempat mintakat terdiri dari 1 strata, yaitu stratum C. Kata kunci: hutan mangrove, mintakat, struktur vegetasi, potensi tegakan
ABSTRACT IVAN EZWARDI. E34104023. Structure Vegetations and Mangrove Forest Zonations in Kuala Bayeun East Aceh Province of Nanggroe Aceh Darussalam. Under Supervision of NYOTO SANTOSO dan SISWOYO. Width of mangrove forest in Indonesia is 4.250.000 ha, it has spread in some regions in Indonesia and giving great advantages for humans life (Soerianegara and Kusmana, 1993). One of the spreading location of mangrove forest is in Kuala Bayeun, East Aceh. Increasingly the number of population in Indonesia make some threatened to mangrove forest become larger. To prevent a confusion and clash of interests in using mangrove forest, we needed some informations about potentions and functions of mangrove forest. Among of the factors that influenced the policy about mangrove forest management is information details about zonation structure condition and their vegetation compositions the aims of the research are to identify zonation structure of mangrove forest and to know the composition and their structure of vegetations for each zonations. The method to collecting data was done using vegetations analysis. To analyzing data using important value index, variety index, species distribution, canopy profile and standing potention. Monitoring do to 3 growth levels (tree, stake and seedling) with 3 times repeating to each zonations. In Kuala Bayeun East Aceh, it have four zonations of mangrove forest, there are zonation I with 40 – 60 meters width, zonation II with 140 – 170 meters width, zonation III with 50 – 70 meters width, and zonation IV with 60 – 80 meters width. Total variety of mangrove plants were found in four zonations is 23 varieties, specify zonation I, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Avicennia marina with each the important value index are 115,69%, 136,36% and 72,47%. Mangrove variety index in tree level is 1,297; stake level is 1,274 and seedling level is 1,202. In zonation II, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Rhizophora apiculata, with each important value index are 127,55%, 145,09% and 93,51%. Variety index of mangrove in growth, stake and seedling continuously are 1,495; 1,476; and 1,353. In zonation III, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Ceriops decandra, with each important value index are 146,36%, 99,48% and 54,93%. Variety index of mangrove in growth, stake and seedling continuously are 1,594; 1,942 and 1,704. Zonation IV, mangrove plant which have dominated in growth, stake and seedling level is Xylocarpus granatum, with each important value index are 149,06%, 105,15% and 77,31%. Variety index of mangrove in growth, stake and seedling continuously are 0,881; 1,605 and 1,209. Vegetation structure in fourth zonation has one strata, it is stratum C. Keywords: mangrove forest, zonation, structure of vegetations, standing potention
Judul Skripsi
: Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nama Mahasiswa : Ivan Ezwardi Nrp : E34104023
Menyetujui: Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Ir. Nyoto Santoso, MS NIP. 131 634 382
Ir. Siswoyo, MSi NIP. 131 999 965
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus: 12 Januari 2009
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009 Ivan Ezwardi NRP E34104023
ii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tapaktuan pada tanggal 22 Juli 1986 dari pasangan H. Muchtaruddin dan Hj. Erawati sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis lulus pendidikan dasar di SDN 1 Tapaktuan pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 1 Tapaktuan hingga tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat menengah atas diselesaikan di SMUN 1 Tapaktuan dari tahun 2002-2004. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif menjadi anggota Himpunan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) di Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) pada tahun 2006. Bersama HIMAKOVA, penulis melakukan kegiatan SURILI di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung Sulawesi Selatan pada tahun 2007. Selain itu, penulis juga aktif menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) di Departemen Peningkatan Sumberdaya Manusia pada tahun 2005 dan Departemen Olah Raga dan Seni pada tahun 2006. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan penelitian di Kuala Bayeun, Kabupaten Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam Untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dibimbing oleh Ir. Nyoto Santoso, MS dan Ir. Siswoyo, M.Si.
iii
UCAPAN TERIMAKASIH Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT, atas seizin-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Rasa terimakasih disampaikan kepada Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan segala bentuk bantuan penelitian dalam penyusunan skripsi yang dilakukan penulis dengan judul ”Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam”. Penulisan karya ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari banyak pihak. Karena itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda H. Muchtaruddin, Ibunda Hj. Erawati, abang Andi, adik Rinda dan seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan doa dan dorongan serta kasih sayangnya. 2. Ir. Nyoto Santosa, MS dan Ir. Siswoyo, M.Si. yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama melakukan penelitian dan menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Prof. Dr. Ir. I Ketut Nuridja Pandit, MS dan Dr. Ir. Leti Sundawati, Msc.F selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis. 4. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan izin penelitian. 5. Bang Daus dan bapak geuchik, yang telah menemani pengambilan data dan menyediakan tempat tinggal. 6. Trio Mangrove Kuala Bayeun (Abu Grek, Heru Padang) yang selalu setia menemani selama pengambilan data dilapangan. 7. Leuser Crew 08 dan tamu (Ryan, Lukman, Arifka, Agus, B’ Oji, Yasar, Heru, B’ Michael, Richie, Hamzah, Bocet) dan anggota IMTR yang telah menjadi teman se-atap yang setia. 8. Wiwit dan Rahayu (Toa’), terimakasih atas bantuannya selama ini. 9. Teman-teman KSH ’41, terimakasih atas masa-masa indahnya selama lebih dari empat tahun. 10. Alparahe’ crew, you are the best.
i
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah yang berjudul “Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2008. Hutan mangrove merupakan tipe ekosistem yang memiliki karakteristik dipengaruhi oleh pasang surut air laut, salinitas, substrat lumpur sampai berpasir, memiliki sistem perakaran yang khas serta membentuk zonasi tertentu. Skripsi ini membahas tentang stuktur vegetasi, mintakat dan potensi tegakan hutan mangrove dengan harapan dapat bermanfaat untuk penyediaan informasi mengenai struktur vegetasi, potensi kayu dan mintakat mangrove guna mendukung pengelolaan hutan mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2009
Penulis
iv
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ............................................................................................ i RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... ii UCAPAN TERIMAKASIH..................................................................................iii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................viii BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ............................................................................................. 1 1.3 Manfaat penelitian .......................................................................... 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Hutan Mangrove.................................................. 3 2.1.1 Pengertian Hutan Mangrove ................................................ 3 2.1.2 Luas dan Penyebaran di Indonesia ....................................... 4 2.2 Struktur dan Komposisi Flora ........................................................ 4 2.3 Kondisi Tegakan ............................................................................. 6 2.4 Mintakat Hutan Mangrove secara Umum ...................................... 7 2.5 Fungsi Hutan mangrove ............................................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 13 3.2 Bahan dan Peralatan ..................................................................... 13 3.3 Metode .......................................................................................... 14 3.3.1 Pengumpulan Data ............................................................. 14 3.3.2 Analisis Vegetasi ............................................................... 15 3.3.3 Peubah yang Diamati ......................................................... 16 3.3.4 Jumlah Unit Risalah ........................................................... 16 3.3.5 Identifikasi Jenis Tumbuhan .............................................. 16 3.4 Analisis Data ................................................................................ 16 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Luas dan Letak ............................................................................. 19 4.2 Iklim dan Curah Hujan ................................................................. 20 4.3 Topografi dan Tanah .................................................................... 20 4.4 Potensi Kawasan........................................................................... 20 4.4.1 Flora ................................................................................... 20 4.4.2 Fauna .................................................................................. 21 4.5 Masyarakat sekitar Kawasan ........................................................ 21
v
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur dan Karakteristik Mintakat Hutan Mangrove ................. 22 5.2 Komposisi dan Struktur Vegetasi ................................................. 23 5.2.1 Komposisi Vegetasi ........................................................... 23 5.2.2 Struktur Vegetasi ............................................................... 31 5.2.3 Potensi Tegakan ................................................................. 36
BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................... 41 6.2 Saran ............................................................................................. 42 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 43 LAMPIRAN ......................................................................................................... 46
vi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
Tabel 1.
Luas dan penyebaran hutan mangrove di Indonesia menurut Giesen (1993) dan PHPA-AWB (1987) dalam Kadarusman dan Razak (2007) ..................................................................................... 5
Tabel 2.
Jenis tumbuhan, kerapatan dan potensi kayu mangrove di Indonesia (Rambe et al. (1983) dalam Hamzah (1998) ...................................... 7
Tabel 3.
Keberadaan jenis pada beberapa kawasan mangrove di Indonesia ... 24
Tabel 4.
Jumlah jenis tumbuhan mangrove tiap tingkat pertumbuhan pada empat mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun ........................... 25
Tabel 5. Kerapatan tumbuhan mangrove pada berbagai tingkat pertumbuhan di masing-masing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun .................................................................................. 25 Tabel 6.
Daftar jenis yang memiliki nilai kerapatan tertinggi pada masingmasing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun .......................... 26
Tabel 7.
Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat I pada tiap tingkat pertumbuhan ......................................................... 27
Tabel 8. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat II pada tiap tingkat pertumbuhan ......................................................... 28 Tabel 9. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat III pada tiap tingkat pertumbuhan ......................................................... 29 Tabel 10. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat IV pada tiap tingkat pertumbuhan ......................................................... 29 Tabel 11. Indeks keanekaragaman jenis tiap tingkat pertumbuhan pada empat mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun ........................... 30 Tabel 12. Jumlah individu berdasarkan kelas diameter pada masing-masing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun ...................................... 31 Tabel 13. Jumlah individu berdasarkan kelas tinggi pada masing-masing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun ...................................... 31 Tabel 14. Volume pohon pada mintakat I ........................................................ 32 Tabel 15. Volume pohon pada mintakat II ....................................................... 33 Tabel 16. Volume pohon pada mintakat III ..................................................... 33 Tabel 17. Volume pohon pada mintakat IV ..................................................... 34
vii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
Gambar 1.
Sistem perakaran hutan mangrove ................................................. 8
Gambar 2.
Contoh mintakat hutan mangrove di Cilacap, Jawa Tengah (White dkk, 1989) ....................................................................... 11
Gambar 3.
Peta penyebaran mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur ............................................................... 13
Gambar 4.
Desain petak risalah dalam analisis vegetasi ................................ 15
Gambar 5.
Peta Kabupaten Aceh Timur........................................................ 19
Gambar 6.
Profil vegetasi pohon pada mintakat I.......................................... 35
Gambar 7.
Profil vegetasi pohon pada mintakat II ........................................ 36
Gambar 8.
Profil vegetasi pohon pada mintakat III ....................................... 37
Gambar 9.
Profil vegetasi pohon pada mintakat IV ...................................... 38
Gambar 10. (a) Pemanfaatan lahan mangrove di Kabupaten Aceh Timur untuk tambak; (b) bahan baku pembuatan arang bakar ................ 39
viii
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
Lampiran 1.
Daftar jenis tumbuhan mangrove berdasarkan famili ................... 45
Lampiran 2.
Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat I............................................................................ 46
Lampiran 3.
Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat I............................................................................ 46
Lampiran 4.
Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat I .................................................................................... 47
Lampiran 5.
Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat II .......................................................................... 48
Lampiran 6.
Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat II .......................................................................... 48
Lampiran 7.
Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat II .................................................................................. 49
Lampiran 8.
Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat III ......................................................................... 50
Lampiran 9.
Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat III ......................................................................... 50
Lampiran 10. Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat III ................................................................................. 51 Lampiran 11. Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat IV ......................................................................... 52 Lampiran 12. Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat IV ......................................................................... 52 Lampiran 13. Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat IV ................................................................................. 53 Lampiran 14. Diagram profil pada mintakat I.................................................... 54 Lampiran 15. Diagram profil pada mintakat II .................................................. 55 Lampiran 16. Diagram profil pada mintakat III ................................................. 55 Lampiran 17. Diagram profil pada mintakat IV ................................................. 56
BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia mempunyai luas total hutan mangrove seluas 4.250.000 ha atau sebesar 3,16% dari luas total areal berhutan. Keberadaannya tersebar di berbagai daerah dan memberikan manfaat yang sangat besar bagi manusia, terutama hasil yang berupa kayu dan perikanan (Soerianegara dan Kusmana, 1993). Salah satu lokasi penyebaran hutan mangrove tersebut adalah di Kuala Bayeun, Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khas dengan ekosistem yang unik serta merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat potensial dan merupakan perpaduan antara unsur fisik, biologi daratan dan lautan, sehingga menciptakan keterkaitan suatu ekosistem daratan dan lautan. Peranan hutan mangrove sebagai daerah peralihan daratan dan lautan diantaranya adalah menekan atau mengurangi terjadinya abrasi dan pengrusakan pantai. Akar mangrove yang kokoh dapat meredam pengaruh-pengaruh gelombang air laut, mampu hidup di dalam genangan air dengan kadar garam yang bervariasi, selain itu akar mangrove juga dapat mengendapkan lumpur sehingga mampu memperluas daratan dengan menciptakan tanah timbul. Hutan mangrove juga mampunyai fungsi hayati sebagai sumber pakan, tempat pembiakan, perlindungan dan pemeliharaan biota perairan, burung dan mamalia. Secara fisik dan kimiawi hutan mangrove berfungsi sebagai penahan gelombang, penahan angin, pencegah erosi tanah, pengendali banjir serta perlindung terhadap pencemaran. Melihat beragam fungsinya tersebut, Indonesia yang memiliki garis pantai yang panjang dengan potensi hutan mangrovenya yang besar sangat diuntungkan dengan keadaan tersebut. Pertumbuhan penduduk di Indonesia yang sangat tinggi mengakibatkan ancaman terhadap hutan semakin meningkat, termasuk hutan mangrove. Saat ini luas hutan mangrove telah mengalami degradasi karena berbagai sebab dan permasalahan yang dihadapinya. Menurut Bengen dan Andrianto (1998) dalam Soemartono (2002), selama kurun waktu 11 tahun telah terjadi degradasi hutan mangrove sebesar 47,92 % dari tahun 1982 sampai 1993. Degradasi hutan
2
mangrove Indonesia terjadi akibat pemanfaatan yang kurang tepat atau mengalami perubahan fungsi. Disamping itu, kegiatan pemanfaatan kayu hutan bakau untuk bahan baku arang dan kayu bakar menjadi pendorong menurunnya kualitas hutan mangrove. Agar tidak terjadi kesimpangsiuran dan benturan kepentingan akan pemanfaatan kawasan hutan mangrove, maka diperlukan informasi yang jelas mengenai potensi dan peran hutan mangrove pada ekosistem pesisir. Diantara faktor yang ikut mempengaruhi kebijaksanaan dalam pengelolaan hutan mangrove adalah rincian informasi mengenai kondisi struktur mintakat dan komposisi vegetasi hutan mangrove. Penelitian mengenai “Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur” ini didasarkan pada kondisi mangrove di daerah ini yang masih ada, sehingga struktur mintakatnya dapat terlihat dengan lebih jelas, selain itu arealnya masih cukup luas untuk pengambilan jalur pengamatan.
1. 2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian “Struktur Vegetasi dan Mintakat Hutan Mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam” ini antara lain: 1. Mengidentifikasi struktur mintakat hutan mangrove yang ada di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur. 2. Mengetahui komposisi dan struktur vegetasi hutan mangrove pada masingmasing mintakatnya.
1. 3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk penyediaan informasi mengenai mintakat hutan mangrove dan struktur vegetasi guna mendukung pengelolaan hutan mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Tinjauan Umum Hutan Mangrove 2. 1. 1. Pengertian Hutan mangrove secara umum didefinisikan sebagai hutan yang ditemui di daerah yang selalu atau secara periodik tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut, tidak terpengaruh oleh iklim, terdapat pada tanah lumpur, berpasir dan lumpur berpasir. Mangrove merupakan vegetasi khas mintakat pantai, flora pada umumnya berhabitus semak hingga pohon besar dan tingginya bisa mencapai 50-60 meter serta hanya mempunyai satu stratum tajuk, tumbuh di pantai diantara batas-batas permukaan air tertinggi dan sedikit di atas rata-rata permukaan laut. Pada umumnya mangrove terdapat di daerah tropis yang memiliki pantai terlindung di muara sungai dan goba (lagoon), dimana air laut dapat masuk, di sepanjang lapisan pantai berpasir atau berbatu maupun karang yang telah tertutup oleh lapisan pasir dan lumpur (Istomo, 1992; Hardjosentono, 1978). Menurut Soerianegara (1986) hutan mangrove adalah hutan yang terutama tumbuh pada lapisan alluvial di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, atau ekosistem peralihan antara darat dan laut, mempunyai multifungsi dan merupakan mata rantai yang penting dalam memelihara keseimbangan di suatu perairan dengan jenis jenis pohon dominan Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Exocaria, Xylocarpus, Aigiceras, Scyphiphora dan Nypa. Hutan mangrove seringkali juga disebut sebagai hutan payau atau bakau. Hutan mangrove dianggap sebagai salah satu ekosistem yang khas, menempati habitat pada garis pantai daerah tropika. Menurut Ewusie (1990), hutan mangrove didefinisikan sebagai komunitas yang ditemukan menutupi sebagian tanah-tanah pasang surut di daerah tropika karena terletak di perairan payau. Hutan mangrove merupakan suatu tipe ekosistem kompleks dan khas, ruang lingkup permasalahan yang sangat luas, terdapat di daerah pasang surut tepi pantai di daerah tropis yang merupakan ekoton antara daratan dan lautan yang
4
terdapat di muara sungai yang menggambarkan beberapa sifat fisik, kimia dan biologi dari lautan, perairan tawar dan dataran tinggi; sedangkan pengelolaannnya melibatkan berbagai instansi pemerintah dan berbagai lembaga masyarakat. Penanganan masalah hutan mangrove memerlukan kerjasama antara instansiinstansi dan lembaga masyarakat yang berkepentingan (Soemodihardjo, 1979; Reimond dan Queen, 1974). 2. 1. 2. Luas dan Penyebaran di Indonesia Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan secara terestris, luas hutan mangrove di Indonesia seluruhnya mencapai lebih kurang 4.250.000 ha. Sebarannya yang dominan terdapat di daerah-daerah pantai timur Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung), muaramuara sungai di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, pantai Timur dan Tenggara Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Darsidi, 1986). Menurut Wiroatmojo dan Yudi (1979) dalam Rosyad (2000), luas hutan mangrove di Indonesia adalah 3.600.000 ha. Dari luas tersebut yang masih dinyatakan berhutan adalah 2,1 juta ha. Dari berbagai survei yang dilakukan oleh beberapa instansi mengenai luas hutan mangrove di Indonesia menghasilkan data luas yang berbeda-beda. Data luas hutan mangrove disajikan pada Tabel 1.
2. 2. Struktur dan Komposisi Flora Van Steenis (1958) dalam Hamzah (1998) melukiskan hutan bakau sebagai hutan yang seragam dan monoton yang berkembang baik pada pantai berlumpur di estuari dan goba (lagoon) dengan pohon-pohon berbatang lurus dan tinggi 35-40 meter; sedangkan di pantai berpasir dan terumbu karang tumbuhnya kerdil, rendah jarang dan dengan batang sering bengkok. Daun-daun berbagai jenis pohon dalam hutan bakau biasanya mempunyai arsitektur yang serupa. Hutan biasanya hanya terdiri dari satu lapis (statum) dan hutan yang sudah tua biasanya hanya didominasi oleh beberapa jenis saja. Menurut Departemen Kehutanan (1989) dalam Hamzah (1998), komposisi flora di hutan mangrove ditentukan oleh beberapa faktor alamiah, seperti kondisi jenis tanah dan genangan pasang surut. Di pantai terbuka, pohon dominan dan
5
merupakan perintis umumnya adalah jenis api-api (Avicennia sp.) dan pedada (Sonneratia sp.). Tumbuhan ini masing-masing cenderung hidup di bagian tanah yang berpasir agak keras atau tanah yang berlumpur lembut. Kemudian secara berturut-turut tumbuh lebih baik kedalam di perairan dengan kadar garam yang semakin menurun yaitu bakau (Rhizophora sp.) dan tancang (Bruguiera sp.). Pada daerah dekat perairan tawar tumbuh nypah (Nypa fruticans), Hibiscus tilliaceus dan Oncorsperma horida. Tabel 1. Luas dan penyebaran hutan mangrove di Indonesia menurut Giesen (1993) dan PHPA-AWB (1987) dalam Kadarusman dan Razak (2007) No.
Lokasi
Luas Hutan Mangrove (ha) Giesen (1993) 20.000
PHPA-AWB (1987) 55.000
Sumatera Utara
30.750
60.000
3.
Jambi
4.050
50.000
4.
Riau
184.400
470.000
5.
Sumatera Selatan
231.205
110.000
6.
Bengkulu
< 2.000
20.000
7.
Lampung
11.000
3.000
8.
Kalimantan Barat
40.000
60.000
9.
Kalimantan Tengah
20.000
20.000
10.
Kalimantan Timur
266.800
750.000
11.
Kalimantan Selatan
66.650
90.000
12.
Sulawesi Selatan
34.000
55.000
13.
Sulawesi Tenggara
29.000
25.000
14.
Sulawesi Utara
4.833
10.000
15.
Maluku
100.000
46.500
16.
Jawa Barat dan DKI Jakarta
< 5.000
5.700
17.
Jawa Tengah
13.577
1.000
18.
Jawa Timur
500
500
19.
Bali
< 500
500
20.
Nusa Tenggara Barat
4.500
-
21.
Nusa Tenggara Timur
27.500
21.500
21.
Irian Jaya
1.382
1.382.000
2.490.185
3.235.700
1.
Nanggroe Aceh Darussalam
2.
Total
6
Di Indonesia pada saat ini diinventarisir ada sekitar 157 jenis tumbuhan mangrove, baik yang khas maupun tidak khas habitat mangrove. Jenis-jenis tumbuhan mangrove tersebut terdiri dari 52 jenis pohon, 21 jenis semak, 13 jenis liana (tumbuhan pemanjat), 6 jenis palma, 1 jenis pandan, 14 jenis rumput, 8 jenis herba, 3 jenis parasit, 36 jenis epifit dan 3 jenis terna. Penyebaran jenis pohon mangrove di pulau-pulau utama di Indonesia adalah 27 jenis di Jawa dan Bali, 30 jenis di Sumatera, 11 jenis di Kalimantan, 20 jenis di Sulawesi, 28 jenis di Maluku dan 21 jenis di Irian Jaya (Soemodihardjo, 1993 dalam Kusmana, 1995). Di pesisir Sumatera dan Kalimantan, jenis yang dominan pada mintakat pioner adalah Avicennia alba yang sering berasosiasi dengan Sonneratia alba. Lebih menjauh kedalam terdapat jenis Rhizophora sp. Bruguiera sp., Xylocarpus sp. dan pada daerah perbatasan payau dengan air tawar tumbuh Nypa fruticans yang sering berasosiasi dengan Sonneratia acida (Richard, 1964).
2. 3. Kondisi Tegakan Komposisi tegakan hutan mangrove alami sangat tergantung pada frekuensi penggenangan air laut, kadar garam, kekuatan ombak dan kedalaman serta keadaan tanahnya. Jenis-jenis pohon yang terdapat pada hutan mangrove diantaranya adalah jenis-jenis dari genera Rhizopohora, Bruguiera, Ceriops, Sonneratia, Avicennia, Lumnitzera dan Xylocarpus, jenis-jenis tersebut tidak membentuk tegakan campuran secara bersama-sama (Wiroatmojo dan Judi, 1978). Masa
tegakan
hutan
mangrove
sangat
bervariasi.
Hasil
survei
menunjukkan bahwa untuk diameter 10 cm keatas masa tegakan berkisar antara 20 hingga 150 m³/ha. Diantara jenis-jenis di hutan mangrove, Rhizophora dan Bruguiera merupakan jenis-jenis yang sampai saat ini dipandang berharga serta dipergunakan sebagai bahan baku chip, pulp dan tanin. Berdasarkan hasil perhitungan sementara rata-rata masa tegakan jenis tersebut dengan diameter 10 cm keatas adalah 45 m³/ha (Wiroatmojo dan Judi, 1978).
7
Rambe et al. (1983) dalam Hamzah (1998) melaporkan hasil cruising yang dilakukan di enam propinsi (Aceh, Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Irian Jaya) pada tegakan berdiameter 10 cm keatas seperti disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Jenis tumbuhan, kerapatan dan potensi kayu mangrove di Indonesia (Rambe et al. (1983) dalam Hamzah (1998) Jenis
Kerapatan (ind/ha)
Potensi (m³/ha)
a
b
a
b
Avecennia spp.
-
6-45
11,60
1-17
Sonneratia spp.
-
2-23
7,58
1-12
Rhizophora spp.
-
37-185
40,72
19-90
Bruguiera spp.
-
7-125
13,61
3-29
Data potensi hutan mangrove tertinggi yang pernah disurvei, yaitu 135,5 m³/ha diperoleh di Kalimantan Selatan, sedangkan kerapatan pohon yang cukup tinggi terdapat di Aceh, Riau, Kalimantan Barat (estuaria Sungai Kapuas), Kalimantan Timur (estuari Sungai Sesayap), Jawa tengah (Segara Anakan, Bali Benua) dan Irian Jaya (Teluk Bintan dan Cendrawasih) dengan potensi rataratanya lebih tinggi dari 400 m³/ha (Soemodihardjo et al., 1979).
2. 4. Mintakat Hutan Mangrove Secara Umum Hutan mangrove mempunyai tajuk rata dan rapat serta memiliki jenis pohon selalu berdaun (Anwar 1984), bervariasi mulai dari bentuk belukar merana setinggi 2 meter sampai hutan setinggi 30 meter atau lebih. Jenis utama yang ditemukan adalah spesies Rhizophora dan Avicennia, sedangkan di dalam kelompok bakau Semenanjung Malaya, ditemukan lebih beberapa spesies. Spesies dari genus Avicennia adalah Avicennia alba dan A. intermedia, marga Rhizophora conjugate dan R. mucronata. Spesies lainnya dalam kelompok ini adalah Sonneratia grifithi, Bruguiera caryophylloides, B. gimnorhiza dan Xylocarpus moluccensis (Polunin, 1960). Hutan bakau dicirikan oleh kehadiran bentuk perakaran yang khas dan merupakan suatu cara adaptasi terhadap suatu habitat yang khusus pula. Berbagai
8
marga atau jenis mempunyai bentuk perakaran yang khas, seperti disajikan pada Gambar 1.
a.
b.
c.
Gambar 1. Sistem perakaran hutan mangrove Keterangan: a. Akar lutut b. Akar tunjang c. Akar nafas
Sonneratia dan Avicennia mempunyai akar horizontal yang dilengkapi dengan Pneumatophora (akar napas) yang berbentuk pasak, berfungsi sebagai alat pertukaran udara yang dapat menyerap hara tumbuh cepat kedalam lapisan endapan, sehingga akar penyerap tidak kekurangan oksigen. Bruguiera dan Lumnitzera berakar lutut, Rhizophora berakar tunjang, Xylocarpus mempunyai akar horizontal dengan Pneumatophora berbentuk kerucut atau penebalan akar di
9
bagian atas; sedangkan Ceriops mempunyai perakaran khusus yang terbuka dan bagian bawah batang mempunyai lentisel yang besar. Ciri khas lain hutan bakau adalah terjadinya vivipari pada beberapa jenis yang kecil (Stennis, 1958 dalam Kartawinata 1978). Avicennia dan Sonneratia merupakan perdu yang terkenal karena akar nafasnya yang mencuat dari tanah ke udara meliputi daerah sekeliling tumbuhan itu, meskipun sifat vivipari-nya tidak begitu mencolok seperti Rhizophora, lembaga bijinya telah berkembang baik sehingga bijinya cepat berkecambah ketika jatuh dari pohon (Brown, 1935 dalam Ewusie, 1990). Sejumlah pohon mangrove mempunyai sistem perakaran yang istimewa, pohon bakau (Rhizophora) mempunyai akar jangkar panjang untuk menopang pohon tersebut dan mungkin untuk mencegah tumbuhnya semai di dekatnya (Anwar 1984). Hutan mangrove mempunyai mintakat-mintakat yang khas sepanjang jalur dari pantai ke darat. Anwar 1984 menjelaskan beberapa mintakat hutan mangrove yang khas sebagai berikut: 1. Mintakat I (Mintakat Avicennia) Terletak paling depan, yaitu perbatasan antara laut dan daratan. Tumbuhan yang mendominasi di mintakat ini adalah jenis api-api (Avicennia), yang sering merupakan komunitas murni, dengan lebarnya antara 200-300 m. Ciri khas mintakat ini adalah frekuensi penggenangan air laut yang relatif tinggi, bahkan di beberapa tempat genangan ini terjadi sepanjang hari. Avicennia mempunyai akar horizontal yang dilengkapi dengan Pneumatophora yang berbentuk pasak dan akar-akar pohon Avicennia terdiri atas empat bagian yang berbeda, akar kawat terletak sejajar dengan permukaan tanah yang mempunyai akar-akar yang tumbuh tegak dari akar kawat dan akar-akar penyerap zat hara, tumbuh mendarat dari akar napas. 2. Mintakat II (Mintakat Rhizophora) Terletak di belakang mintakat Avicennia, Rhizophora merupakan jenis tumbuhan dominan, sedangkan jenis-jenis Avicennia jauh berkurang. Substrat berupa lumpur yang cukup dalam genangan air laut antara 0,5-1,5 meter.
10
Rhizophora merupakan pohon yang bagian bawah batangnya berakar tunjang untuk mendukung tegaknya batang pohon tersebut dan bersifat vivipar. Akar lembaga yang panjang dihasilkan oleh buah yang berkecambah sebelum kecambahnya jatuh kedalam air. Akar lembaga ini cukup ringan sehingga buah tetap terapung. Kecambah ini kemudian hanyut ke tepi dan tertanam di lumpur (Ewusie, 1980). 3. Mintakat III (Mintakat Bruguiera) Terletak di belakang mintakat Rhizophora, tanahnya relatif digenangi air laut. Mintakat ini dipandang sebagai mintakat peralihan dari hutan pantai kedaratan. Bruguiera adalah pohon dengan akar nafas berbentuk lutut (tidak berakar tunjang). Daun tunggal, ranting-ranting segi empat beruas-ruas, pada ruas membengkak kenyal dan berempulur (Samingan, 1982). Akar nafas berbentuk lutut dari pohon Bruguiera untuk memberikan kesempatan bagi oksigen masuk kedalam sistem perakaran, tanah mangrove pada umumnya jenuh air, maka akar-akar berada pada beberapa sentimeter dibawah permukaan akan mengalami keadaan kekurangan oksigen, kecuali kalau banyak terdapat liang-liang kepiting atau hewan lainnya (Anwar 1984). 4. Mintakat IV (Mintakat Hutan Darat Kering) Pengaruh air laut pada mintakat ini hampir tidak ada lagi, karena letaknya relatif jauh dari garis pantai yang berada dibelakang mintakat Bruguiera. Jenis tumbuhan yang terdapat disini adalah jenis-jenis tumbuhan darat biasa, seperti Nypa fruticans dan Xylocarpus granatum. Di beberapa tempat juga ditemui mintakat hutan kering langsung ditepi pantai, ini terjadi apabila tanah tersebut cukup tinggi atau merupakan bukit kecil (Haditenojo dan Abas, 1982). Contoh mintakat hutan mangrove di Cilacap, Jawa Tengah disajikan pada Gambar 2.
2. 5. Fungsi Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan berbagai macam fungsi, yaitu: fungsi fisik, fungsi biologi, fungsi ekonomi atau fungsi produksi (Naamin 1990). Fungsi fisik dari ekosistem mangrove, yaitu: menjaga garis pantai tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi
11
pantai, serta sebagai zat perangkap bahan pencemar dan limbah. Fungsi biologi ekosistem mangrove adalah sebagai daerah pasca larva dan yuwana jenis-jenis ikan tertentu dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota. Sedangkan White (1987) dalam Naamin (1990) menyatakan bahwa ekosistem mangrove memiliki produktivitas yang tinggi.
Gambar 2. Contoh mintakat hutan mangrove di Cilacap, Jawa Tengah (White dkk, 1989)
Fungsi ekonomi ekosistem mangrove sangat banyak baik jumlah maupun kualitasnya. Menurut Saenger 1983 dalam Dahuri 1996, ada 70 macam kegunaan tumbuhan mangrove bagi kepentingan manusia, baik produk langsung seperti bahan bakar, bahan bangunan, alat perangkap ikan, pupuk pertanian, bahan baku kertas, makanan, obat-obatan, minuman, dan tekstil, maupun produk tidak langsung, seperti tempat-tempat rekreasi dan bahan makanan dan produk yang dihasilkan sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang ketentuan pokok kehutanan, fungsi hutan dibedakan atas hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Menurut Kusmana (1993), beberapa fungsi hutan mangrove sebagai berikut: a. Mencegah abrasi pantai akibat terjangan gelombang dan angin yang kuat b. Tempat memijah, mencari makan dan tempat berkembang biak bagi organisme laut, yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, khususnya ikan c. Sebagai habitat satwa liar seperti burung, primata, ampibi, reptil, mamalia dan lain-lain
12
d. Hasil kayu (kayu pertukangan, kayu bakar, bahan baku arang) dan hasil hutan ikutan (tanin, madu, alkohol, makanan, obat-obatan, minuman) e. Bernilai penting untuk pendidikan, pengkajian ilmu pengetahuan, penelitian dan rekreasi f. Di Asia Tenggara dan Pasifik, areal mengrove digunakan untuk cadangan bagi tempat tinggal baru penduduk, industri minyak dan kolam ikan (tambak). Jenis-jenis mangrove yang banyak dimanfaatkan adalah dari marga Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Nypah dan Onchosperma (nibung). Empat jenis yang tersebut pertama menghasilkan kayu bahan bakar, arang, kayu pertukangan dan bahan penyamak. Daun dimanfaatkan untuk keperluan antara lain atap rumah, tikar, keranjang, pembungkus dan peralatan rumah tangga lainnya. Tangkai bunga disadap untuk memperoleh niranya yang dimasak menjadi gula merah dan dapat diolah menjadi sejenis minuman, sedangkan nibung batangnya dimanfaatkan untuk tiang-tiang rumah (Kartawinata 1978).
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3. 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kawasan hutan mangrove Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur (Gambar 3), Nanggroe Aceh Darussalam. Penelitian ini dilakukan kurang lebih selama dua bulan, yaitu pada bulan Juni - Juli 2008.
Gambar 3. Peta penyebaran mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur
3. 2. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekosistem hutan mangrove, khususnya struktur mintakat hutan mangrove yang ada; sedangkan alat-alat yang digunakan adalah peta, parang, phi band, kompas, kamera, alat tulis menulis, pita ukur, tali tambang, tally sheet dan personal computer.
14
3. 3. Metoda 3. 3. 1. Pengumpulan Data a. Jenis Data yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari 2 macam, yaitu data primer dan data sekunder. -
Data Sekunder
Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang kondisi umum Kabupaten Aceh Timur khususnya di kawasan Kuala Bayeun serta data penelitian hutan mangrove yang pernah dilakukan. Data tentang kondisi umum Kabupaten Aceh Timur, meliputi: sejarah kawasan, luas dan letak, geologi dan tanah, topografi, iklim, vegetasi dan satwa, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat. -
Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan di lokasi penelitian hutan mangrove. Data primer yang dikumpulkan meliputi: jenis dan jumlah tingkat permudaan pohon (semai, pancang dan pohon), serta jenis tumbuhan mangrove pada masing-masing mintakat. b. Teknik Pengumpulan Data -
Data Sekunder Data sekunder dihimpun dari instansi yang terkait serta melakukan studi
pustaka. Hal ini bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai kondisi umum lokasi kawasan, meliputi: iklim, suhu, kelembaban, lama penyinaran, angin curah hujan, fisiografi kawasan, tanah, dan hidrologi. -
Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan melalui 4 (empat) tahapan kegiatan,
yaitu: (a). analisis vegetasi, (b). peubah yang diamati, (c). jumlah unit risalah, dan (d). identifikasi jenis tumbuhan mangrove.
15
3. 3. 2. Analisis Vegetasi Analisis vegetasi dilakukan dalam tiga jalur kontinu pada setiap mintakat yang dibuat dengan arah tegak lurus pantai terus menuju daratan sampai tidak ditemukan lagi tegakan hutan. Arah jalur dan azimuth ditentukan dengan menggunakan kompas.
Jalur 20 m
C B A Gambar 4. Desain petak risalah dalam analisis vegetasi
Keterangan: A= 10m x 10m, B= 5m x 5m, C= 2m x 2m
Pada jalur, kemudian dibuat petak-petak risalah dengan ukuran menurut tingkat tegakan: 10 x 10 meter untuk tingkat pohon, 5 x 5 meter untuk tingkat pancang dan 2 x 2 meter untuk tingkat semai (Gambar 4). Dengan kategori tingkat tegakan tersebut sebagai berikut: •
Pohon
: Vegetasi berkayu dengan diameter
•
Pancang
: Permudaan pohon yang tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm.
•
Semai
: Permudaan pohon mulai dari kecambah sampai setinggi < 1,5 m.
10 cm.
3. 3. 3. Peubah yang Diamati 1. Pada pohon dan pancang Dilakukan pengukuran posisi tegakan menurut sumbu x dan sumbu y. Sumbu x merupakan lebar petak risalah dan sumbu y merupakan panjang petak risalah, untuk menggambarkan diagram profil vegetasi. Dilakukan pengukuran diameter dengan menggunakan phi band, untuk jenis Rhizophora diameter diukur pada 10 cm diatas akar teratas,
16
sedangkan jenis lain diukur pada ketinggian 1,3 m dari atas permukaan tanah. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran tinggi bebas cabang dan tinggi total dengan menggunakan haga hypsometer, topografi dianggap datar (0%). 2. Pada semai Pada tingkat semai hanya dihitung nama lokal, jumlah per jenis, dan habitus atau bentuk hidup. 3. 3. 4. Jumlah Unit Risalah Jumlah unit risalah dibuat pada empat mintakat hutan mangrove yang dibuat dengan arah tegak lurus pantai terus menuju daratan sampai tidak ditemukan lagi tegakan hutan. Jumlah transek adalah sebanyak tiga transek untuk masing-masing mintakat, sedangkan jumlah plot tergantung lebar pada masingmasing mintakat. 3. 3. 5. Identifikasi Jenis Tumbuhan Identifikasi jenis tumbuhan mangrove dilakukan dengan mengumpulkan data dari masing-masing jenis tumbuhan mangrove meliputi: nama lokal, nama botani, nama famili dan habitus. Untuk identifikasi tumbuhan mangrove digunakan buku panduan pengenalan mangrove di Indonesia, karangan Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra tahun 1999.
3. 4. Analisis Data a. Indeks Nilai Penting Untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi hutan mangrove, maka pada masing-masing petak risalah dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominasi untuk setiap jenis tumbuhan (Soerianegara & Indrawan 1980). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
17
Kerapatan
=
Jumlah individu Luas contoh
Kerapatan Relatif (KR)
=
Kerapa tan dari suatu jenis × 100% Kerapa tan seluruh jenis
Dominansi
=
Jumlah bidang dasar Luas petak contoh
Dominansi Relatif (DR)
=
Do min ansi dari suatu jenis × 100% Do min ansi seluruh jenis
Frekuensi
=
Jumlah plot ditemukan suatu jenis Luas seluruh plot
Frekuensi Relatif (FR)
=
Frekuensi dari suatu jenis × 100% Frekuensi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) pohon dan pancang = KR + FR + DR sedangkan untuk semai Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR. Total Indeks Nilai Penting (INP) untuk setiap tingkat pohon, pancang dan semai dihitung untuk setiap mintakat hutan mangrove.
b. Keanekaragaman Jenis Untuk menghitung keanekaragaman jenis tumbuhan digunakan Indeks Keanekaragaman Shannon (H’) dengan persamaan sebagai berikut: H’ = - [PiLnPi]
Pi = ni/N
Keterangan: H’ : Indeks Keanekaragaman Shanon Ni : Jumlah individu suatu jenis N : Jumlah individu seluruh jenis
c. Distribusi Jenis Data hasil analisis vegetasi diklasifikasikan berdasarkan kelas tinggi dan diameter untuk mengetahui komposisi distribusi jenis yang disajikan dalam bentuk tabel.
18
d. Potensi Kayu Potensi kayu didapatkan didapatkan dari hasil analisis vegetasi. Hasil pengukuran diameter digunakan untuk menghitung luas bidang dasar setiap tegakan pohon dan pancang dengan menggunakan rumus : LBDS = 0,25 x
x D2
Keterangan : LBDS : Luas bidang dasar (m2/ha) D : Diameter (cm) : 3,14
V = LBDS x TT x fb Keterangan : V : Volume (m3/ha) TT : Tinggi total (m) Fb : 0,8
e. Struktur Tegakan Untuk menggambarkan struktur tegakan hutan mangrove, dilakukan dengan membuat profil vegetasi dalam satu jalur kemudian dianalisis. Tujuan dari pemetaan ini adalah supaya penyebaran jenis dan batas-batas mintakat dapat terlihat secara jelas, untuk itu digunakan tanda perakaran dan warna tajuk yang berbeda pada jenis mangrove. Stratum pada hutan mangrove dapat dilihat dengan perlapisan yang dibagi menjadi: 1) Stratum A
: Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30m ke atas. Biasanya tajuknya diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole), tinggi.
2) Stratum B
: Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30m, tajuknya pada umumnya kontinu, batang pohon biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi.
3) Stratum C
: Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20m, tajuknya kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, dan banyak cabang.
4) Stratum D
: Lapisan tumbuh-tumbuhan perdu dan semak yang tingginya 14m.
5) Stratum E
: Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah yang tingginya 0-1m.
BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. I. Luas dan Letak Kabupaten Aceh Timur secara geografis terletak pada 04°24 35,68 04°33 47,03 LU dan 97°53 14,59 - 98°04 42,16 BT (Gambar 5), dengan luas 6.040,60 km². Batas administrasi Kabupaten Aceh Timur adalah sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten Aceh Tamiang, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeum Kabupaten Aceh Timur, sebelah utara berbatasan dengan selat malaka dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Birem Bayeum Kabupaten Aceh Timur.
Sumber: Dishut Aceh Timur 2000
Gambar 5. Peta Kabupaten Aceh Timur
20
4. 2. Iklim dan Curah Hujan Menurut klasifikasi iklim Schmidt
dan Fergusson (1952), Kabupaten
Aceh Timur termasuk dalam Tipe Iklim A dan B. Kondisi iklim sangat dipengaruhi oleh perubahan arah angin yang senantiasa bertukar setiap tahunnya, sehingga terdapat dua musim yang berbeda, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan terjadi dari bulan September sampai dengan bulan Februari, sedangkan musim kemarau mulai Maret sampai dengan Juli. Rata-rata curah hujan tiap tahun diantara 1.500 mm sampai 3.000 mm, suhu udara antara 26° - 30°C, dengan kelembaban nisbi rata-rata 75%.
4. 3. Topografi dan Tanah Kabupaten Aceh Timur memiliki tiga topografi meliputi daerah landai/datar, berbukit dan bergelombang serta daerah pegunungan. Daerah yang datar terletak di sebelah utara dan tengah, daerah berbukit dibagian tengah dan tenggara dan daerah pegunungan didaerah tenggara. Jenis tanah didominasi adalah organosol gleihumus. Jenis tanah ini secara umum mempunyai kedalaman gambut berkisar 1-3 m, diatas fisiografi dataran pasang surut.
4. 4. Potensi Kawasan 4. 4. 1. Flora Berbagai tipe ekosistem terdapat di wilayah Aceh Timur, yaitu mulai dari hutan pantai, hutan dataran rendah, hingga hutan dataran tinggi. Ragam flora yang terdapat di Kabupaten Aceh Timur relatif sama dengan yang umumnya terdapat di wilayah Propinsi NAD lainnya. Jenis tumbuhan yang ada, diantaranya adalah: pinus (Pinus merkusii Jung et de Vriese), akasia (Acacia auriculiformis), beringin (Ficus sp.), asam kandis (Dialium sp.), damar laut (Agathis loranthifolia Salisb.), bungo (Michelia champaca L.), kenari (Canarium sp.), ketapang (Terminalia catappa.), mahoni (Swietenia spp.), berbagai jenis rotan (Calamus sp.), dan lainlain.
21
4. 4. 2. Fauna Berbagai jenis fauna yang dapat dijumpai di Aceh Timur, antara lain: gajah (Elephas maximus), rusa (Cervus unicolor), babi hutan (Sus scrofa), landak (Hystric brachyura), kancil (Tragulus javanicus), lutung (Presbytis moloch), ayam hutan (Gallus gallus) dan lain-lain. Fauna yang ditemukan dilapangan adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan burung srigunting (Dicrurus paradiseus).
4. 5. Masyarakat Sekitar Kawasan Penduduk Kabupaten Aceh Timur sebanyak 312.236 jiwa, terdiri dari lakilaki 156.924 jiwa dan perempuan 155.294 jiwa. Pertumbuhan penduduk negatif selama periode 2002-2006, yaitu dari 335.950 jiwa (2002) menjadi 312.236 jiwa (2006). Pertumbuhan penduduk yang negatif ini terbesar terjadi tahun 2005, yakni sekitar 1,70%. Kabupaten Aceh Timur dibagi atas 21 kecamatan, 45 pemukiman, 486 desa dan satu kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah: Banda Alam, Birem Bayeun, Darul Aman, Idi Rayeuk, Idi Tunong, Indra Makmur, Julok, Madat, Nurussalam, Pante Bidari, Peudawa, Peureulak, Peureulak Barat, Peureulak Timur, Rantau Selamat, Ranto Peureulak, Serbajadi, Simpang Jernih, Simpang Ulim, Sungai Raya dan Darul Ihsan. Kecamatan-kecamatan dengan wilayah terluas adalah: Serbajadi (2.245,40 km²), Simpang Jemih (844,63 km²) dan Peureulak (318,02 km²), sedangkan Kecamatan-kecamatan dengan wilayah terkecil adalah: Darul Ihsan (54,50 km²), Idi Tunong (74,70 km²) dan Peudawa (78,90 km²). Sebagian besar masyarakat Aceh Timur bermatapencaharian terkait sektor pertanian dalam arti luas, dengan mata pencaharian utama berupa petani, buruh tani dan buruh perkebunan.
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Struktur dan Karakteristik Mintakat Hutan Mangrove Hutan mangrove umumnya tumbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan, dengan lebar yang berbeda-beda. Menurut Kusmana (2002) zonasi mangrove yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi), tergantung pada kondisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Hasil penelitian di Kuala Bayeun di temukan empat mintakat hutan mangrove, dengan lebar yang berbeda-beda pada setiap mintakatnya. Adapun keempat mintakat tersebut antara lain: a. Mintakat I (Mangrove depan) Mintakat ini terdapat di Madarana, dengan jarak dari pantai 0 meter. Tanah pada mintakat ini adalah berpasir dan berlumpur dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi, karena sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Lebar mintakat pada lokasi ini berkisar antara 40-60 meter, dengan jumlah vegetasi yang sangat sedikit apabila dibandingkan dengan tiga mintakat mangrove lainnya. Frekuensi tergenang air laut pada mintakat pertama ini sangat tinggi dibandingkan dengan mintakat lainnya, yaitu sebanyak 56-62 kali setiap bulan dan termasuk kedalam kelas rendam I. Adapun vegetasi dominan yang terdapat pada mintakat I ini adalah: Avicennia marina dan Rhizophora apiculata. b. Mintakat II (Mangrove tengah) Mangrove di zona ini terletak dibelakang mangrove zona terbuka. Mintakat tengah ini merupakan zonasi kedua hutan mangrove di Kuala Bayeun, yang berlokasi di Batang Nibung, dengan lebar mintakatnya berkisar antara 140170 meter. Frekuensi tergenang air laut pada mintakat ini termasuk kedalam kelas rendam II, yaitu sebanyak 45-59 kali setiap bulan. Keadaan tanah pada mintakat ini adalah berdebu sampai liat berdebu. Vegetasi yang paling dominan di mintakat ini adalah Rhizophora apiculata.
23
c. Mintakat III (Mangrove tengah-belakang) Mintakat III adalah zonasi mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar, berlokasi di Lubuk Benih. Lebar mintakat pada zonasi ini berkisar antara 50-70 meter, tanah pada lapisan ketiga ini adalah berdebu-liat berdebu sampai liat, yang merupakan tanah dengan kelas rendam III (tanah yang terendam air pasang sebanyak 20-45 kali setiap bulan) dan kelas rendam IV (tanah yang terendam air pasang sebanyak 2-20 kali setiap bulan). Vegetasi yang mendominasi pada mintakat ini adalah jenis Ceriops decandra. d. Mintakat IV (Mangrove daratan) Mintakat ini tumbuh pada lapisan akhir dengan lebar berkisar antara 60-80 meter dan mempunyai peranan sebagai mintakat peralihan antara ekosistem mangrove dengan ekosistem daratan. Mangrove pada zonasi ini berada di zona perairan payau atau hampir, berlokasi di Krueng Bayen. Mintakat ini berada pada kelas rendam V (tanah-tanah yang mengalami genangan air pasang antara 0-2 kali setiap bulan), dengan keadaan tanah yang berpasir sampai liat berpasir. Vegetasi yang terdapat pada mintakat ini adalah Xylocarpus granatum.
5. 2. Komposisi dan Struktur Vegetasi 5. 2. 1. Komposisi Vegetasi 1. Jumlah Jenis Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Kadarusman dan Razak, 2007). Penelitian ini dilakukan di lokasi hutan mangrove Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur Profinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan menggunakan tiga buah transek kontinyu pada setiap mintakatnya. Dari hasil penelitian ditemukan 23 jenis tumbuhan mangrove sejati yaitu: Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Ceriops decandra, Xylocarpus granatum, Avicennia marina, Avicennia alba, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera
24
cylindrica, Sonneratia alba, Ceriops tagal, Excoearia agallocha, Camptostemon philippinense, Amyema gravis, Rhizophora mucronata, Aegiceras cornitulatum, Bruguiera parviflora, Lumnitzera littorea, Heritiera littoralis, Bruguiera sexangula, Avicennia lanata, Sonneratia caseolaris, Bruguiera ex, dan Acanthus illicifolius. Menurut Iri (1980), jumlah jenis mangrove yang terdapat di Aceh Timur adalah sebanyak 14 jenis. Secara umum hutan mangrove memiliki keragaman jenis yang relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan hutan alam tipe lainnya, hal ini disebabkan oleh kondisi lahan mangrove yang senantiasa atau secara periodik selalu digenangi air laut, sehingga mempunyai salinitas yang tinggi dan berpengaruh terhadap keberadaan jenisnya. Jenis yang dapat tumbuh pada hutan mangrove adalah jenisjenis halofit, yaitu jenis-jenis tegakan yang mampu bertahan pada tanah yang mengandung garam dan genangan air laut. Famili Rhizophoraceae merupakan jenis yang paling banyak ditemukan dibandingkan dengan famili yang lain, dengan jumlah 11 jenis tumbuhan (Lampiran 1). Bila dibandingkan dengan kawasan hutan mangrove lainnya yang ada di Indonesia, keberadaan jenis di Kuala Bayeun relatif lebih tinggi (Tabel 3). Tabel 3. Keberadaan jenis pada beberapa kawasan mangrove di Indonesia No.
Peneliti
Tahun
Jumlah jenis
Lokasi
1.
Kartawinata dan Waluyo
1977
10
Sebelah Utara Teluk Jakarta
2.
Mustafa et al.
1979
17
Musi Banyu Asin
3.
Suparjo dan Kartawinata
-
25
Cilacap
4.
Sukarjo dan Ahmad
1982
27
Pantai Jawa dan Bali
5.
Hardjo Sumarno et al
-
10
Sulawesi Tengah
6.
Damaidi
1984
14
Irian Jaya
-
13
Tanjung Ampar, Kaltim
dan
Budiman
Prawiro Atmodjo Sukarjo Sumber: Kusmana (1993)
Meskipun habitat hutan mangrove bersifat khusus dan setiap jenisnya mempunyai tingkat kemunculan yang berlainan di setiap tipe mangrove, namun setiap biota di dalamnya mempunyai kisaran ekologi sendiri dan masing-masing mempunyai relung khusus, hal ini menjadi penyebab terbentuknya keberagaman komunitas, sehingga komposisi jenis berbeda dari satu tempat ke tempat lain.
25
Berdasarkan tingkat pertumbuhan (pohon, pancang, semai), jumlah jenis yang ditemukan disajikan pada Tabel 4. Pada mintakat I ditemukan lima jenis tumbuhan mangrove yang terdiri dari empat jenis tingkat pohon, lima jenis tingkat pancang dan lima jenis tingkat semai. Pada mintakat II ditemukan 12 jenis tumbuhan mangrove dengan komposisi enam jenis tingkat pohon, 12 jenis tingkat pancang dan delapan jenis tingkat semai. Tabel 4. Jumlah jenis tumbuhan mangrove tiap tingkat pertumbuhan pada empat mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Tingkat pertumbuhan
Jumlah jenis Mintakat I (jenis) 4
Mintakat II (jenis) 6
Mintakat III (jenis) 8
Mintakat IV (jenis) 3
Pancang (sapling)
5
12
12
10
Semai (seedling)
5
8
7
5
5
12
12
10
Pohon (tree)
Total jenis tumbuhan
Pada mintakat III ditemukan 12 jenis tumbuhan mangrove, terdiri dari delapan jenis tingkat pohon, 12 jenis tingkat pancang dan tujuh jenis tingkat semai. Sedangkan pada mintakat IV ditemukan 10 jenis tumbuhan mangrove, yang terdiri dari tiga jenis tingkat pohon, 10 jenis tingkat pancang dan lima jenis tingkat semai. Semua tumbuhan mangrove yang ditemukan merupakan jenis mangrove sejati. 2. Kerapatan Kerapatan jenis tumbuhan merupakan parameter untuk menduga kepadatan jenis tumbuhan pada suatu komunitas. Kerapatan pada suatu area dapat memberi gambaran ketersediaan dan potensi tumbuhan. Tabel 5. Kerapatan tumbuhan mangrove pada berbagai tingkat pertumbuhan di masingmasing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Tingkat pertumbuhan
Kerapatan pada lokasi (individu/ha) Mintakat I 640
Mintakat II 126
Mintakat III 189
Mintakat IV 76
Pancang (sapling)
2.213
3.336
4.289
3.219
Semai (seedling)
70.667
24.255
57.778
28.214
Pohon (tree)
26
Kerapatan pada tingkat pohon pada keempat mintakat antara 76-640 (ind/ha), pada tingkat pancang antara 2.213-4.289 (ind/ha), sedangkan pada tingkat semai antara 24.255-70.667 (ind/ha) (Tabel 5). Dari tingkat permudaan, yang memiliki kerapatan tertinggi terdapat pada tingkat semai, sedangkan kerapatan terendah terdapat pada tingkat pohon. Karena tingkat pohon tidak terlalu rapat, maka cahaya matahari yang masuk dapat menyinari lantai hutan. Keterbukaan ini membuat semai dapat tumbuh dengan baik dan mempunyai kerapatan yang tinggi. Jenis yang memiliki nilai kerapatan tertinggi di keempat mintakat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Daftar jenis yang memiliki nilai kerapatan tertinggi pada masing-masing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Tingkat
No.
Mintakat I
1.
Pohon
Api-api
Avicennia marina
267
2.
Pancang
Api-api
Avicennia marina
1.013
3.
Semai
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
28.167
1.
Pohon
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
49
2.
Pancang
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
1.855
3.
Semai
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
13.830
1.
Pohon
Tengar
Ceriops decandra
89
2.
Pancang
Tengar
Ceriops decandra
1.578
3.
Semai
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
17.639
1.
Pohon
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
38
2.
Pancang
Nyireh
Xylocarpus granatum
1.238
3.
Semai
Nyireh
Xylocarpus granatum
1.2024
Mintakat II
Mintakat III
Mintakat IV
pertumbuhan
Nama lokal
Nama ilmiah
Kerapatan
Lokasi
(Ind/ha)
Bangka minyak (Rhizophora apiculata) dari tingkat permudaan semai merupakan jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi (28.167 ind/ha). Hal ini dikarenakan jenis bangka minyak mendominasi beberapa plot contoh. Rhizophora apiculata merupakan jenis yang dapat mendominasi disekitar tempat tumbuhnya, hal ini disebabkan karena sebagian besar lakan mangrove tersebut kondisinya sesuai dengan kondisi lahan yang dibutuhkan atau setidaknya berada pada batasan toleransi lahan yang dibutuhkan oleh Rhizophora apiculata untuk melangsungkan pertumbuhannya. Pada tingkat pancang kerapatan tertinggi
27
dimiliki oleh jenis Rhizophora apiculata (1.855 ind/ha), serta tingkat pohon Avicennia marina (267 ind/ha). 3. Dominasi a. Indeks Nilai Penting (INP) di mintakat I Indeks Nilai Penting (INP) atau impontant value merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya. Apabila INP suatu jenis vegetasi bernilai tinggi, maka jenis itu sangat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut (Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, 2002). Jenis mangrove yang memiliki nilai INP tertingggi pada tiap tingkat vegetasi pohon, pancang dan semai di mintakat I berturut-turut yaitu Avicennia marina (INP 115,69%), Avicennia marina (INP 136,36%) dan Rhizophora apiculata (INP 72,47%) (seperti disajikan pada Lampiran 2, 3, dan 4). Tabel 7. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat I pada tiap tingkat pertumbuhan Tingkat pertumbuhan Pohon
Pancang
Semai
Nama lokal
Nama ilmiah
INP (%)
Api-api
Avicennia marina
115,69
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
82,45
Perepat
Sonneratia alba
52,39
Api-api
Avicennia marina
136,36
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
86,93
Bangka U
Rhizophora stylosa
38,77
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
72,47
Api-api
Avicennia marina
72,00
Bangka U
Rhizophora stylosa
34,66
Pada mintakat I nilai INP tertinggi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai yaitu jenis Avicennia marina, Avicennia marina dan Rhizophora apiculata (Tabel 7). Keberadaan jenis yang ditemukan di mintakat I sangat sedikit, yaitu sebanyak lima jenis. Hal ini disebabkan karena tanahnya yang mengandung endapan lumpur, sehingga hanya jenis-jenis tertentu dari famili
28
rhizophoraceae, avicenniaceae dan sonneratiaceae yang dapat tumbuh dengan baik pada mintakat ini. b. Indeks Nilai Penting (INP) di mintakat II Jenis mangrove yang memiliki nilai INP tertinggi pada tiap tingkat vegetasi pohon, pancang dan semai di mintakat II berturut-turut yaitu Rhizophora apiculata (INP 127,55%) Rhizophora apiculata (INP 145,09%) Rhizophora apiculata (INP 93,51%) (seperti disajikan pada Lampiran 5, 6 dan 7). Rhizophora apiculata merupakan jenis mangrove yang mendominasi pada mintakat I, baik untuk tingkatan pohon, pancang maupun semai (Tabel 8). Hal ini disebabkan karena tanahnya yang mengandung substrat berlumpur, sehingga sangat baik untuk pertumbuhan Rhizophora apiculata. Menurut Chapman (1976) dalam Sjafrie (2007), Rhizophora apiculata adalah jenis mangrove yang dapat tumbuh dengan baik pada endapan lumpur yang terakumulasi. Tabel 8. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat II pada tiap tingkat pertumbuhan Tingkat pertumbuhan Pohon
Pancang
Semai
Nama lokal
Nama ilmiah
INP (%)
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
127,55
Jampe
Avicennia alba
74,82
Bangka U
Rhizophora stylosa
64,53
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
145,09
Bangka U
Rhizophora stylosa
54,09
Jampe
Avicennia alba
40,06
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
93,51
Jampe
Avicennia alba
38,85
Bangka U
Rhizophora stylosa
34,11
c. Indeks Nilai Penting (INP) di mintakat III Nilai INP tertinggi pada tiap tingkat vegetasi pohon, pancang dan semai di mintakat III berturut-turut yaitu Ceriops decandra (INP 146,36%), Ceriops decandra (INP 99,48%) dan Ceriops decandra (INP 54,93%) (seperti disajikan pada Lampiran 8, 9 dan 10).
29
Tabel 9. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat III pada tiap tingkat pertumbuhan Tingkat
Nama lokal
pertumbuhan Pohon
Pancang
Semai
Nama ilmiah
INP (%)
Tengar
Ceriops decandra
146,36
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
36,59
Pertut
Bruguiera gymnorrhiza
34,90
Tengar
Ceriops decandra
99,48
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
48,79
Bangka U
Rhizophora stylosa
36,26
Tengar
Ceriops decandra
54,93
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
53,72
Bangka U
Rhizophora stylosa
30,61
Pada mintakat III nilai INP tertinggi untuk tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai dimiliki oleh Ceriops decandra, dimana jenis tengar merupakan jenis yang paling dominan (Tabel 9). Selain itu juga terdapat jenis mangrove lainnya seperti Bruguiera gymnorrhiza, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa. d. Indeks Nilai Penting (INP) di mintakat IV Tabel 10. Daftar tiga jenis tumbuhan dengan INP tertinggi di mintakat IV pada tiap tingkat pertumbuhan Tingkat pertumbuhan Pohon
Pancang
Semai
Nama lokal
Nama ilmiah
INP (%)
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
149,06
Nyireh
Xylocarpus granatum
135,26
Kreb bu
Camptostemon philippinense
15,68
Nyireh
Xylocarpus granatum
105,15
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
82,22
Kreb bu
Camptostemon philippinense
38,20
Nyireh
Xylocarpus granatum
77,31
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
76,82
Kreb bu
Camptostemon philippinense
18,64
30
Jenis mangrove yang memiliki nilai INP tertinggi pada tiap tingkat vegetasi pohon, pancang dan semai di mintakat III berturut-turut yaitu Rhizophora apiculata (INP 149,06%) Xylocarpus granatum (INP 105,15%) Xylocarpus granatum (INP 77,31%) (seperti disajikan pada Lampiran 11, 12 dan 13). Pada mintakat IV jenis mangrove yang paling mendominasi adalah nyireh (Xylocarpus granatum) (Tabel 10). Tingkat pertumbuhan pohon di mintakat ini sangat sedikit dibandingkan dengan mintankat lainnya, yaitu hanya sebanyak lima jenis pohon. 4. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Berdasarkan perhitungan Indeks Shannon pada tiap mintakat hutan mangrove diketahui keanekaragaman jenis pada berbagai tingkatan pertumbuhan. Kelimpahan jenis tumbuhan sebagai salah satu indikator untuk menduga keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove pada suatu komunitas ditunjukan secara kuantitatif dengan perhitungan nilai indeks keanekaragaman Shannon. Tabel 11. Indeks keanekaragaman jenis tiap tingkat pertumbuhan pada empat mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Tingkat pertumbuhan
Indeks keanekaragaman jenis (H’)
Pohon (tree)
Mintakat I 1,324
Mintakat II 1,426
Mintakat III 1,573
Mintakat IV 0,861
Pancang (sapling)
1,314
1,647
2,047
1,733
Semai (seedling)
1,333
1,522
1,760
1,320
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragaman pada tiga tingkat pertumbuhan (pohon, pancang, semai) tertinggi yaitu pada mintakat III. Indeks keanekaragaman terendah untuk tingkat pertumbuhan pohon yaitu pada mintakat IV (0,861), tingkat pancang yaitu pada mintakat I (1,314), sedangkan tingkat pertumbuhan semai yaitu pada mintakat IV (1,320). Pada keempat mintakat hutan mangrove, keanekaragaman jenis tertinggi yaitu pada tingkat pancang, dimana tingkat pertumbuhan pancang merupakan yang paling ditemukan.
31
5. 2. 2. Struktur Vegetasi 1. Struktur Vegetasi Mintakat I Struktur vegetasi pada keempat mintakat terdiri dari satu strata, yaitu stratum C. Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinu dan pohonya rendah, kecil, serta mempunyai banyak cabang. Pada mintakat I didominasi oleh api-api (Avicennia marina), mintakat II didominasi oleh bangka minyak (Rhizophora apiculata), mintakat III didominasi oleh tengar (Ceriops decandra), dan mintakat IV didominasi oleh nyireh (Xylocarpus granatum). Bentuk profil vegetasi pohon yang digambarkan satu jalur (Gambar 6) menunjukan letak pohon yang cenderung berdekatan antara yang satu dengan lainnya, dengan tinggi berkisar antara 4-7 m. Selain itu, pada gambar juga terlihat banyaknya pohon yang kontinu (bersentuhan) dan diskontinu (tidak bersentuhan), sehingga tegakan pada mintakat ini seperti dalam keadaan alami.
Gambar 6. Profil vegetasi pohon pada mintakat I Jenis tumbuhan mangrove Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Avicennia marina Sonneratia alba
32
Mintakat ini merupakan zonasi hutan mangrove yang paling dekat dengan lautan, terdapat di Madarana. Di lokasi ini masyarakat setempat dilarang untuk memanfaatkan tegakan mangrove. Selain karena jaraknya yang jauh dari pemukiman, masyarakat setempat juga mempercayai bahwa mangrove di lokasi ini sebagai benteng untuk melindungi kawasan disekitarnya dari terpaan ombak. 2. Struktur Vegetasi Mintakat II Bentuk profil vegetasi pohon yang digambarkan satu jalur (Gambar 7) menunjukan letak pohon yang cenderung berdekatan dengan jumlah 12 individu pohon. Pada gambar juga terlihat semua pohon yang diskontinu (tidak bersentuhan) dengan jarak antar pohon yang jarang.
Gambar 7. Profil vegetasi pohon pada mintakat II Jenis tumbuhan mangrove Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Avicennia alba Bruguiera gymnorrhiza
3. Struktur Vegetasi Mintakat III Mintakat III adalah zonasi mangrove yang berada disepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar, berlokasi di Lubuk Benih. Bentuk profil vegetasi pohon yang digambarkan satu jalur (Gambar 8) menunjukan letak pohon
33
yang berjauhan antara yang satu dengan lainnya. Selain itu, pada gambar juga semua pohon yang diskontinu (tidak bersentuhan) dengan letak pohon yang saling berjauhan. Mintakat ini merupakan jalur lalu lintas untuk keluar masuk laut dan daratan, sehingga masyarakat banyak yang memanfaatkan tegakan mangrove pada kawasan ini untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang. Selain itu, pada bagian pinggir dari mintakat ini terdapat beberapa tambak, yang banyak dimanfaatkan penduduk sekitar kawasan untuk membudidayaan hasil perikanan.
Gambar 8. Profil vegetasi pohon pada mintakat III Jenis tumbuhan mangrove Rhizophora apiculata Amyema gravis Ceriops decandra Bruguiera cylindrica
4. Struktur Vegetasi Mintakat IV Bentuk profil vegetasi pohon yang digambarkan satu jalur (Gambar 9) menunjukan letak pohon yang cenderung berjauhan dengan nilai kerapatan yang lebih rendah dibandingkan dengan mintakat lainnya (76 ind/ha). Pada gambar juga terlihat semua individu pohon yang diskontinu (tidak bersentuhan), dengan jumlah jenis yang sangat sedikit yaitu sebanyak lima jenis tumbuhan mangrove.
34
Jumlah vegetasi yang ditemukan pada mintakat ini relatif sangat sedikit bila dibandingkan dengan mintakat lainnya, hal ini dipengaruhi oleh peralihan lahan mangrove menjadi tambak oleh penduduk sekitar kawasan. Akses jalur yang dekat dengan perkampungan menjadikan tegakan pada mintakat ini banyak dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan baku pembuatan arang, selain peralihan lahan tersebut menjadi tambak untuk budidaya hasil perikanan, seperti kepiting, udang dan ikan.
Gambar 9. Profil vegetasi pohon pada mintakat IV Jenis tumbuhan mangrove Rhizophora apiculata Amyema gravis Avicennia marina Bruguiera gymnorrhiza
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan berbagai macam fungsi, yaitu:fungsi fisik, fungsi biologi, fungsi ekonomi atau fungsi produksi (Naamin 1990). Fungsi fisik dari ekosistem mangrove yaitu: menjaga garis pantai tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinya erosi pantai, serta sebagai zat perangkap bahan pencemar dan limbah. Fungsi biologi ekosistem mangrove adalah sebagai daerah pasca larva dan yuwana jenis-jenis ikan tertentu dan menjadi habitat alami berbagai jenis biota. Sedangkan menurut White (1989) dalam Naamin (1990), fungsi ekonomi hutan mangrove memiliki produktivitas yang tinggi dan sangat banyak, baik jumlah maupun kualitasnya.
35
Degradasi, konversi dan hilangnya mangrove bukan merupakan sesuatu yang baru terjadi pada dekade terakhir ini, termasuk di Kabupaten Aceh Timur. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas manusia yang tidak ramah lingkungan. Kegiatan masyarakat utama yang memberikan sumbangan terbesar terhadap menurunnya luas areal mangrove di Kabupaten Aceh Timur adalah pengambilan kayu untuk bahan baku pembuatan arang serta peralihan lahan peruntukan untuk tambak (Gambar 10).
Gambar 10. (a) Pemanfaatan lahan mangrove di Kabupaten Aceh Timur untuk tambak, (b) bahan baku pembuatan arang bakar
Dampak yang ditimbulkan oleh pengambilan kayu adalah penurunan kualitas tegakan mangrove, yang dapat menghambat terjadinya regenerasi tumbuhan mangrove. Meskipun mangrove tersebut dapat tumbuh kembali, akan tetapi tidak berarti bahwa tumbuhan yang baru tersebut akan selalu sama dengan jenis sebelumnya. Kegiatan pemanfaatan areal mangrove untuk pembangunan tambak merupakan kontribusi yang sangat besar dalam pengrusakan eksositem mangrove (Dahuri, dkk. 2001). Iri 1980 menyimpulkan dari hasil penelitian yang dilakukan di pantai timur Nanggroe Aceh Darussalam bahwa lebar jalur hijau mempunyai hubungan yang nyata (signifikan) dengan produksi udang dari tambak tradisional dan populasi udang dari hasil tangkapan nelayan disekitarnya. Perubahan pemanfaatan lahan pesisir yang merusak hutan mangrove, yaitu dengan membuat tambak dapat mengakibatkan hilangnya komponen sumberdaya hayati lain yang terkandung di dalamnya dan sumberdaya perikanan di wilayah perairan
36
sekitarnya. Komponen sumberdaya tersebut memiliki nilai ekonomi, sehingga perubahan hutan mangrove menjadi tambak mengakibatkan hilangnya nilai ekonomi dan komponen hayati yang terkandung di dalamnya dan nilai ekonomi sumberdaya perikanan di wilayah perairan sekitarnya. Selain itu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa lahan mangrove yang tersisa setelah dijadikan tambak juga mengalami ancaman berupa tidak adanya regenerasi setelah dibabat untuk kepentingan komersial, suksesi menjadi vegetasi sekunder non-hutan setelah terjadinya eksploitasi berlebihan oleh masyarakat setempat, erosi pantai, serta konversi menjadi lahan pertanian. 5. 2. 3. Potensi Tegakan 1. Kelas diameter Bila dilihat berdasarkan kelas diameter, maka yang mendominasi kawasan mangrove Kuala Bayeun adalah tegakan yang berada pada kelas diameter 4,1-8 cm dan 21,1-16 cm pada mintakat I, sedangkan pada mintakat II didominasi oleh 4,1-8 cm dan 8,1-12 cm (Tabel 12). Di mintakat II pada kelas diameter 4,1-8 cm merupakan jumlah individu yang paling banyak di jumpai, dengan jumlah 248 individu, kemudian disusul kelas diameter 8,1-12 cm dengan jumlah 138 individu. Tabel 12. Jumlah individu berdasarkan kelas diameter pada masing-masing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Mintakat I II III IV
0-4 2 13 3 2
4,1-8 54 248 113 126
Kelas Diameter (cm) 8,1-12 12,1-16 16,1-20 28 43 30 138 26 16 80 13 13 43 6 8
20,1-24 16 6 4 -
24,1-28 6 4 1 -
Jumlah 179 451 227 185
Pada mintakat III dan IV, diameter yang mendominasi masih sama dengan mintakat I dan II yaitu berada pada kelas diameter 4,1-8 dan 8,1-12 cm, namun terjadi berubahan yang nyata pada kelas diameter lainnya, dimana jumlah individu yang ditemukan mengalami penurunan yang sangat nyata, bahkan di mintakat IV pada kelas diameter 20,1-24 dan 24,1-28 cm tidak ditemukan adanya individu mangrove.
37
2. Kelas tinggi Berdasarkan kelas tinggi, distribusi tegakan pada mintakat I didominasi oleh tegakan pada kelas tinggi 2,1-4 dan 4,1-6 meter, dengan jumlah masingmasing tegakan mangrove 88 dan 87 individu, sedangkan pada mintakat II, III, dan IV didominasi oleh tegakan yang berada pada selang 2,1-4 meter yang selanjutnya diikuti oleh selang 4,1-6 dan 0-2, serta 6,1-8 meter (Tabel 13). Tabel 13. Jumlah individu berdasarkan kelas tinggi pada masing-masing mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun Mintakat
0-2 3 32 7 5
I II III IV
Kelas tinggi (meter) 2,1-4 4,1-6 88 87 318 101 165 53 142 38
6,1-8 1 0 2 0
Jumlah 179 415 227 185
Di mintakat II pada kelas tinggi 2,1-4 meter merupakan jumlah individu yang paling banyak di jumpai, dengan jumlah 318 individu. Sedangkan pada kelas tinggi 6,1-8 meter di mintakat II dan IV tidak ditemukan individu mangrove. 3. Volume Pohon a. Mintakat I (mangrove depan) Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Keanekaragaman jenis hutan mangrove berdasarkan analisis vegetasi tercatat sebanyak 23 jenis mangrove, dengan jenis dominan adalah bangka minyak (Rhizophora apiculata). Potensi hutan mangrove pada mintakat I disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Volume pohon pada mintakat I No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Ilmiah Avicennia marina Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Sonneratia caseolaris Jumlah Rata-rata
Volume pohon (m³/ha) Pohon Pancang 7,704 15,195 11,067 7,623 17,992 2,937 27,768 2,057 0,424 64,531 28,236 16,133 5,6472
Jumlah 22,899 18,690 20,929 29,825 0,424 92,767 18,553
38
Berdasarkan Tabel 14, jumlah jenis yang ditemukan di mintakat I adalah lima jenis mangrove. Potensi mangrove yang besar terdapat pada tingkat pertumbuhan pohon, dengan nilai volume tertinggi adalah jenis Sonneratia alba (27,768 m³/ha). Volume rata-rata pada mintakat ini adalah sebesar 18,553 m³/ha. b. Mintakat II (mangrove tengah) Pada mintakat II, Rhizophora apiculata merupakan jenis mangrove yang memiliki potensi tegakan yang paling besar dibandingkan jenis mangrove di mintakat lainnya, dengan nilai volume sebesar 27,545 m³/ha (Tabel 15). Selanjutnya disusul jenis Rhizophora stylosa dan Avicennia alba dengan nilai volume sebesar 8,840 m³/ha dan 6,496 m³/ha. Volume rata-rata pada mintakat ini adalah sebesar 4,178 m³/ha. Tabel 15. Volume pohon pada mintakat II No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama Ilmiah Rhizophora apiculata Avicennia alba Rhizophora stylosa Bruguiera gymnorrhiza Bruguiera Ex Ceriops decandra Xylocarpus granatum Aegiceras cornitulatum Ceriops tagal Bruguiera cylindrica Rhizophora mucronata Amyema gravis Jumlah Rata-rata
Volume pohon (m³/ha) Pohon Pancang 5,285 22,26 1,736 4,760 1,762 7,078 0,198 0,952 0,023 0,074 1,509 0,662 0,438 0,134 0,583 1,002 0,306 1,193 0,184 9,945 40,197 1,421 3,349
Jumlah 27,545 6,496 8,840 1,150 0,023 1,583 0,662 0,438 0,134 1,585 1,499 0,184 50,139 4,178
c. Mintakat III (mangrove tengah-belakang) Ceriops decandra adalah jenis mangrove yang mendominasi mintakat II hutan mangrove di Kuala Bayeun, dengan potensi volume yang besar (33,86 m³/ha). Sedangkan untuk jenis mangrove yang memiliki volume terbesar kedua mengalami penurunan jumlah volume yang sangat nyata yaitu sebesar 9,736 m³/ha, volume rata-rata pada mintakat ini adalah sebesar 6,283 m³/ha. Seperti disajikan pada Tabel 16.
39
Tabel 16. Volume pohon pada Mintakat III No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Nama Ilmiah Ceriops decandra Bruguiera gymnorrhiza Amyema gravis Bruguiera cylindrica Rhizophora apiculata Excoearia agallocha Rhizophora stylosa Ceriops tagal Xylocarpus granatum Aegiceras cornitulatum Heritiera littoralis Bruguiera sexangula Jumlah Rata-rata
Volume pohon (m³/ha) Pohon Pancang 9,244 24,616 2,133 4,017 1,111 1,642 0,433 3,551 1,600 8,136 1,628 0,767 5,276 2,600 5,055 1,520 0,173 0,917 0,985 17,889 57,522 2,556 4,793
Jumlah 33,86 6,15 2,753 3,984 9,736 1,628 6,043 7,655 1,52 0,173 0,917 0,985 75,404 6,283
d. Mintakat IV (mangrove daratan) Nyireh (Xylocarpus granatum) merupakan jenis mangrove yang paling dominan pada mintakat ini, dengan memiliki potensi tegakan yang besar dibandingkan jenis mangrove lainnya yaitu sebesar 17,735 m³/ha. Potensi tegakan pada mintakat ini lebih kecil dibandingkan mintakat lainnya, seperti disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Volume pohon pada mintakat IV No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Ilmiah Xylocarpus granatum Rhizophora apiculata Excoearia agallocha Camptostemon philippinense Bruguiera parviflora Lumnitzera littorea Avicennia lanata Acanthus illicifolius Bruguiera sexangula Heritiera littoralis Jumlah Rata-rata
Volume pohon (m³/ha) Pohon Pancang 2,508 15,227 2,812 10,091 4,664 0,180 6,009 1,567 1,159 0,125 0,119 0,296 0,385 5,500 39,646 1,833 3,964
Jumlah (m³/ha) 17,735 12,903 4,664 6,189 1,567 1,159 0,125 0,119 0,296 0,385 45,142 4,5142
40
Pada mintakat IV jenis mangrove untuk tingkat pertumbuhan pohon hanya ditemukan sebanyak tiga jenis. Hal ini disebabkan karena lokasi mintakat IV yang dekat
dengan
perkampungan
penduduk
sehingga
masyarakat
banyak
memanfaatkan tegakan mangrove di mintakat ini untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang dan kayu bakar. Selain itu, di mintakat ini juga terdapat banyak tambak sehingga menyebabkan mangrove menjadi semakin rusak. Pengambilan hasil hutan untuk dijadikan bahan baku pembuatan arang dan kayu bakar serta peralihan lahan menjadi tambak merupakan masalah yang sangat besar terhadap terjadinya penurunan tegakan hutan mangrove di Kuala Bayeun. Penduduk Kuala Bayeun sangat bergantung pada hutan mangrove dan juga merupakan bagian penting bagi kehidupan mereka. Dengan asumsi terjadi kenaikan populasi manusia di Kuala Bayeun, maka pemanfaatan hutan mangrove pun tidak terkendali dan menjadikan hutan mangrove semakin rusak. Sehingga perlu diambil langkah-langkah untuk mengendalikan dan mengawasi pemanfaatan hutan mangrove. Pertama, pengambilan tegakan mangrove harus menggunakan prinsipprinsip pengelolaan hutan yang baik, salah satunya yaitu dengan melakukan penanaman kembali. Kedua, menekan pemanfaatan hutan mangrove dengan cara memberikan penyuluhan pada masyarakat bahwa langkah ini perlu untuk menjaga keberadaan hutan mangrove. Ketiga, upaya pengembangan sosial ekonomi masyarakat Kuala Bayeun dengan pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan pengembangan kegiatan pariwisata di Kuala Bayeun.
41
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6. 1. Kesimpulan 1. Di Kuala Bayeun Kabupaten Aceh Timur, terdapat empat mintakat hutan mangrove yaitu: mintakat I dengan lebar 40-60 meter; mintakat II dengan lebar 140-170 meter; mintakat III dengan lebar 50-70 meter dan mintakat IV dengan lebar 60-80 meter. 2. Jumlah total jenis tumbuhan mangrove yang ditemukan pada keempat mintakat sebanyak 23 jenis, dengan rincian: Pada mintakat I: jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah api-api (Avicennia marina), dengan INP masing-masing sebesar 115,69%, 136,36% dan 72,47%. Indeks kanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,297), pancang (1,274) dan semai (1,202). Pada mintakat II: jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah bangka minyak (Rhizophora apiculata), dengan INP masing-masing sebesar 127,55%, 145,09% dan 93,51%. Indeks kanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,495), pancang (1,476) dan semai (1,353). Pada mintakat III: jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah tengar (Ceriops decandra), dengan INP masing-masing sebesar 146,36%, 99,48% dan 54,93%. Indeks kanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (1,594), pancang (1,942) dan semai (1,704). Pada mintakat IV: jenis tumbuhan mangrove yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan pohon, pancang dan semai adalah nyireh (Xylocarpus granatum), dengan INP masing-masing sebesar 149,06%, 105,15% dan 77,31%. Indeks kanekaragaman mangrove pada tingkat pohon (0,881), pancang (1,605) dan semai (1,209). 3. Struktur vegetasi pada keempat mintakat terdiri dari 1 strata, yaitu stratum C. Pada mintakat I didominasi oleh api-api (Avicennia marina), mintakat II didominasi oleh bangka minyak (Rhizophora apiculata), mintakat III
42
didominasi oleh tengar (Ceriops decandra), dan mintakat IV didominasi oleh nyireh (Xylocarpus granatum).
6. 2. Saran 1. Perlu kiranya diadakan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan jenis pada setiap mintakat hutan mangrove di Kuala Bayeun. 2. Perlu kiranya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai dampak yang ditimbulkan dengan adanya pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat sekitar kawasan pada tiap mintakatnya.
DAFTAR PUSTAKA Anwar, J. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera. Gajah Mada Universitu Press. Yogyakarta. Chapman, V.J. 1976. Mangrove vegetation. J. Cramer, Valduz. 447 pp. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J., Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta, Indonesia. Dahuri, R. Rais, J. Ginting, S.P., Sitepu M.J. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta Darsidi, A. 1986. Perkembangan Pemanfaatan Hutan Mangrove di Indonesia. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove, Denpasar, bali. 5-8 Agustus 1986. Departemen Kehutanan. 1989. Statistik Kehutanan Indonesia (s/d 1988/1989). Jakarta. Dinas Kehutanan Kabupaten Aceh Timur. 2000. Peta Penutupan Lahan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Berwarna, skala 1: 50.000. Ewusie, J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung Haditenojo, P.S. dan T.S. Abas. 1982. Pengalaman Pengelolaan mangrove Cilacap. Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove, Batu Raden. 3-5 agustus 1982. Hardjosentono, P. 1978. Hutan di Indonesia dan Peranannya dalam Pelestarian Sumberdaya Alam. Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove 27 Februari 1978 – 1 Maret 1978: 199 – 204. Hamzah, S. 1998. Mintakat dan Struktur Vegetasi Hutan Mangrove Kuala Mandah Kelompok Hutan Mangrove Sungai Mandah Areal HPH PT Bina Lestari I Riau [Tugas Akhir]. IPB. Bogor. Iri, BH. 1980. Studi Evaluasi Usaha Pengembangan Eksport Hasil dan Produksi Arang Kayu Bakau serta Pengaruhnya terhadap Kelestarian Hutan Bakau Studi Kasus di Langsa. Jurusan Ekonomi Perusahaan Hutan Fakultas Kehutanan Univesitas Gajah Mada. Yogyakarta Istomo. 1986. Tinjauan Ekologi Mangrove dan Pemanfaatannya di Indonesia. Lab. Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.
44
Kadarusman dan A.D. Razak. 2007. Interkoneksitas Pengelolaan Mangrove istem Wanamina Berkelanjutan. Sekjen DKP Sorong. Sorong. Kartawinata, K. 1978. Status Pengetahuan Hutan Bakau Indonesia. Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove, Jakarta 27 Februari – 1 Maret 1978: 2153. Kusmana, C. 1992. Vegetation Description of Mangrove Forest in Talidendang Besar Riau. Lab. Ekologi Hutan Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Kusmana, C. 1993. A Study on Mangrove Forest Management Based on Ecological Data in East Sumatera, Indonesia. Desertation at Faculty of Agriculture, Kyoto University, Japan. Kusmana, C. 1995. Manajemen Hutan Mangrove Indonesia. Lab. Ekologi Hutan. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor Kusmana, C. 2002. Ekologi Mangrove. Lab. Ekologi Hutan Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, 2002. Mangrove, akar kehidupan bagi kehidupan laut. Naamin, N and A.Hardja Mulia. 1990. Potensi Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Indonesia, Proseding Puslitbangka. Jakarta. Polunin, N. V. C. 1960. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Reimond, R. J. and William H. Queen. Ed. 1974. Ecology of Halophytes Academic Press, Inc. London. Richad, P. W. 1964. The Tropical Rain Forest: An Ecological Studi. Cambridge University Press. London. Rosyad, N. 2000. Studi Produktivitas Serasah pada Berbagai Umur Tegakan Rhizophota spp. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti. Jatinangor. Tidak dipublikasikan. Rusila Noor, Y., M. Khazali, I N.N. Suryadiputra. (1999). Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP, Bogor. Samingan M.T. 1982. Rhizophoraceae. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saenger, P.E., Hegerl,. J. davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystem Gland, Switzerland. International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources.
45
Simbolon, M. 1990. Sumberdaya Hutan Mangrove Menjelang Tahun 2000. Prosiding seminar IV Ekosistem Mangrove. Bardar Lampung, 7-9 Agustus 1990: 25-33. Sjafrie, N.D.M. 2007. Survei Ekologi di Perairan Kecamatan Selat Nasik Kabupaten Belitung. Belitung. Soemartono. 2002. Kontribusi Perguruan Tinggi dalam Rehabilitasi dan Pengembangan Hutan Mangrove. Proseding Workshop Rehabilitasi Mangrove Tingkat Nasional; Yogyakarta 24-25 September 2002. Soemodihardjo, s et al. 1979. Intisari Hasil Seminar Ekosistem Mangrove II. Jakarta 27 Februari-1 Maret 1978. Jakarta. Soerianegara dan C. Kusmana. 1993. Sumberdaya Hutan Mangrove di Indonesia. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soerianegara, I dan A. Indrawan. 1980. Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soerianegara. 1986. Masalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau untuk Mangrove, Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove, Denpasar, Bali, 5-8 Agustus 1986. Soerianegara. 1995. Penelitian Ekologi Hutan dan Implementasinya dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia, Lab. Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB Darmaga. Bogor. Tiwow, C. 2003. Kawasan Pesisir Penentu Stok Ikan di Laut [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. White, A.T. 1987. Coral reefs; Valuable Resources of Southeast Asia. ICLARM. Education Series I. International Centre for Living Aquatic Resources Management. Manila, Philipines White, A.T., P. Martosubroto and M.S.M. Sadorra. Editor. 1989. The Coastal Environmental Profile of Segara Anakan-Cilacap, South Java, Indonesia. ICLARM Technical Report 25, 82 hal. International Center for Living Aquatic Resources Management, Manila, Philippines. Wiroatmojo, P. Dan Judi D.M. 1978. Pengelolaan Hutan Payau di Indonesia. Prosiding Seminar II Ekosistem Mangrove, Jakarta 27 februari – 1 Maret 1978: 191 – 196.
Lampiran 1. Daftar jenis tumbuhan mangrove berdasarkan famili Famili Rhizophoraceae
Nama Daerah
Nama Latin
Keterangan
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
-
Bangka U
Rhizophora stylosa
-
Bangka itam
Rhizophora mucronata
-
Tengar
Ceriops decandra
-
Tengar jarang cabang
Ceriops tagal
-
Brus
Bruguiera cylindrica
-
Tumus
Bruguiera ex
-
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
-
Langgade
Bruguiera parviflora
-
Busung
Bruguiera sexangula
-
Jampe
Avicennia alba
-
Jampe paloh
Avicennia lanata
-
Api-api
Avicennia marina
-
Perepat
Sonneratia alba
-
Perepat hitam
Sonneratia caseolaris
-
Meliaceae
Nyireh
Xylocarpus granatum
-
Loranthaceae
Cingam
Amyema gravis
-
Myrsinaceae
Teruntum
Aegiceras cornitulatum
-
Acanthaceae
Jeruju hitam
Acanthus illicifolius
Perlu penelitian lanjutan
Euphorbiaceae
Buta-buta
Excoearia agallocha
Perlu penelitian lanjutan
Sterculiaceae
Dungun
Heritiera littoralis
-
Combretaceae
Teruntum merah
Lumnitzera littorea
-
Avicenniaceae
Sonneratiaceae
Ket: Perlu penelitian lanjutan untuk jenis Acanthus illicifolius dan Excoearia agallocha
Lampiran 2. Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat I K KR No. Nama Lokal Nama Latin (ind/ha) (%) 1. Api-api Avicennia marina 267 41,67 2.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
173
3.
Bangka U
Rhizophora stylosa
4.
Perepat
Sonneratia alba
1,00
FR (%) 31,25
D (m²/ha) 7,091
DR (%) 42,77
LBDs (m²/ha) 1,064
INP (%) 115,69
0,367
27,08
0,93
29,17
4,344
26,20
0,652
82,45
0,355
107
16,67
0,67
20,83
1,985
11,97
0,298
49,47
0,297
93
14,58
0,60
18,75
3,159
19,05
0,474
52,39
0,305
640
100,00
3,20
100,00
16,579
100,00
2,487
300,00
1,324
Lampiran 3. Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat I K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Api-api Avicennia marina 1.013 45,78 1,00
FR (%) 38,46
D (m²/ha) 5,009
DR (%) 52,12
LBDs (m²/ha) 0,188
INP (%) 136,36
0,358
Jumlah
F
H’
H’
2.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
693
31,33
0,73
28,20
2,633
27,39
0,099
86,93
0,359
3.
Bangka U
Rhizophora stylosa
267
12,05
0,40
15,38
1,090
11,34
0,041
38,77
0,264
4.
Perepat
Sonneratia alba
187
8,43
0,33
12,82
0,702
7,30
0,026
28,56
0,224
5.
Perepat hitam
Sonneratia caseolaris
53
2,41
0,13
5,12
0,177
1,84
0,007
9,38
0,108
2.213
100,00
2,60
100,00
9,610
100,00
0,360
300,00
1,314
Jumlah
Lampiran 4. Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat I K KR No. Nama Lokal Nama Latin (ind/ha) (%) 1. Api-api Avicennia marina 27.833 39,39
1,00
FR (%) 32,61
INP (%) 72,00
0,368
F
H’
2.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
28.167
39,86
1,00
32,61
72,47
0,368
3.
Bangka U
Rhizophora stylosa
10.667
15,09
0,60
19,57
34,66
0,304
4.
Perepat
Sonneratia alba
3.500
4,95
0,33
10,87
15,82
0,201
5.
Perepat hitam
Sonneratia caseolaris
500
0,71
0,13
4,35
5,06
0,093
70.667
100,00
3,07
100,00
200,00
1,333
Lampiran 5. Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat II K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Bangka minyak Rhizophora apiculata 49 38,98 0,36
FR (%) 34,69
D (m²/ha) 1,319
DR (%) 53,87
LBDs (m²/ha) 0,6201
INP (%) 127,55
0,364
Jumlah
H’
2.
Jampe
Avicennia alba
34
27,12
0,28
26,53
0,519
21,17
0,2437
74,82
0,346
3.
Bangka U
Rhizophora stylosa
26
20,34
0,26
24,49
0,483
19,70
0,2268
64,53
0,331
4.
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
6
5,08
0,06
6,12
0,080
3,28
0,0377
14,48
0,146
5.
Tengar
Ceriops decandra
2
1,69
0,02
2,04
0,024
0,98
0,0113
4,72
0,065
6.
Brus
Bruguiera cylindrica
2
3,39
0,02
2,04
0,024
0,98
0,0113
0,01
0,092
126
100,00
1,04
100,00
2,449
100,00
1,1510
300,00
1,426
Jumlah
Lampiran 6. Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat II K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Bangka minyak Rhizophora apiculata 1.855 55,61 1,17
FR (%) 34,16
D (m²/ha) 7,896
DR (%) 55,32
LBDs (m²/ha) 0,9278
INP (%) 145,09
0,351
H’
2.
Jampe
Avicennia alba
400
11,99
0,55
16,15
1,701
11,92
0,1999
40,06
0,269
3.
Bangka U
Rhizophora stylosa
553
16,58
0,68
19,88
2,517
17,63
0,2958
54,09
0,309
4.
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
85
2,55
0,19
5,59
0,340
2,38
0,0399
10,52
0,118
5.
Tumus
Bruguiera ex
9
0,26
0,02
0,62
0,012
0,09
0,0015
0,96
0,018
6.
Tengar
Ceriops decandra
136
4,08
0,26
7,45
0,551
3,86
0,0648
15,40
0,152
7.
Nyireh
Xylocarpus granatum
43
1,28
0,11
3,11
0,211
1,48
0,0248
5,86
0,077
8.
Teruntum
Aegiceras cornitulatum
60
1,79
0,11
3,11
0,187
1,31
0,0220
6,20
0,080
9.
Tengar jarang cabang
Ceriops tagal
9
0,26
0,02
0,62
0,043
0,30
0,0050
1,18
0,022
10.
Brus
Bruguiera cylindrica
60
1,79
0,13
3,73
0,311
2,18
0,0366
7,69
0,094
11.
Bangka itam
Rhizophora mucronata
102
3,06
0,15
4,35
0,422
2,96
0,0496
10,37
0,116
12.
Cingam
Amyema gravis
26
0,77
0,04
1,24
0,081
0,57
0,0096
2,58
0,041
3.336
100,00
3,43
100,00
14,274
100,00
1,6772
300,00
1,647
Jumlah
Lampiran 7. Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat II K KR No. Nama Lokal Nama Latin (ind/ha) (%) 1. Bangka minyak Rhizophora apiculata 13.830 57,02
1,06
FR (%) 36,50
INP (%) 93,51
0,355
F
H’
2.
Jampe
Avicennia alba
3.404
14,04
0,72
24,82
38,85
0,318
3.
Bangka U
Rhizophora stylosa
3.670
15,13
0,55
18,98
34,11
0,302
4.
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
1.170
4,82
0,15
5,11
9,93
0,149
5.
Tengar
Ceriops decandra
851
3,51
0,17
5,84
9,35
0,143
6.
Nyireh
Xylocarpus granatum
319
1,32
0,06
2,19
3,51
0,071
7.
Tengar jarang cabang
Ceriops tagal
160
0,66
0,04
1,46
2,12
0,048
8.
Brus
Bruguiera cylindrica
851
3,51
0,15
5,11
8,62
0,135
24.255
100,00
2,91
100,00
200,00
1,522
Lampiran 8. Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat III K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Tengar Ceriops decandra 89 47,06 0,67
FR (%) 41,38
D (m²/ha) 2,244
DR (%) 57,92
LBDs (m²/ha) 0,404
INP (%) 146,36
0,350
Jumlah
H’
2.
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
22
11,76
0,17
10,34
0,496
12,80
0,089
34,90
0,250
3.
Cingam
Amyema gravis
11
5,88
0,11
6,90
0,275
7,11
0,050
19,88
0,180
4.
Brus
Bruguiera cylindrica
6
2,94
0,06
3,45
0,117
3,03
0,021
9,42
0,109
5.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
22
11,76
0,22
13,79
0,428
11,03
0,077
36,59
0,257
7.
Bangka U
Rhizophora stylosa
17
8,82
0,17
10,34
0,229
5,91
0,041
25,08
0,207
8.
Tengar jarang cabang
Ceriops tagal
22
11,76
0,22
13,79
0,085
2,21
0,015
27,76
0,220
189
100,00
1,61
100,00
3,875
100,00
0,697
300,00
1,573
Jumlah
Lampiran 9. Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat III K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Tengar Ceriops decandra 1.578 36,79 1,00
FR (%) 21,69
D (m²/ha) 8,281
DR (%) 41,01
LBDs (m²/ha) 0,373
INP (%) 99,48
0,366
H’
2.
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
289
6,74
0,28
6,02
1,372
6,80
0,062
19,56
0,178
3.
Cingam
Amyema gravis
222
5,18
0,33
7,23
0,727
3,60
0,033
16,01
0,156
4.
Brus
Bruguiera cylindrica
267
6,22
0,28
6,02
1,278
6,33
0,058
18,57
0,172
5.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
733
17,10
0,78
16,87
2,993
14,82
0,135
48,79
0,295
6.
Buta-buta
Excoearia agallocha
67
1,55
0,17
3,61
0,463
2,29
0,021
7,46
0,092
7.
Bangka U
Rhizophora stylosa
533
12,44
0,61
13,25
2,135
10,57
0,096
36,26
0,255
8.
Tengar jarang cabang
Ceriops tagal
356
8,29
0,61
13,25
1,701
8,42
0,077
29,97
0,230
9.
Nyireh
Xylocarpus granatum
111
2,59
0,22
4,82
0,544
2,69
0,024
10,10
0,114
10.
Teruntum
Aegiceras cornitulatum
22
0,52
0,06
1,20
0,074
0,36
0,003
2,09
0,035
11.
Dungun
Heritiera littoralis
67
1,55
0,17
3,61
0,336
1,66
0,015
6,83
0,086
12.
Busung
Bruguiera sexangula
44
1,04
0,11
2,41
0,292
1,45
0,013
4,89
0,067
4.289
100,00
4,61
100,00
20,195
100,00
0,909
300,00
2,047
Jumlah
Lampiran 10. Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat III K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Tengar Ceriops decandra 16.667 28,85 1,00
FR (%) 26,09
INP (%) 54,93
0,355
H’
2.
Perta
Bruguiera gymnorrhiza
4.444
7,69
0,28
7,25
14,94
0,194
3.
Cingam
Amyema gravis
4.306
7,45
0,28
7,25
14,70
0,192
4.
Brus
Bruguiera cylindrica
2.222
3,85
0,17
4,35
8,19
0,131
5.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
17.639
30,53
0,89
23,19
53,72
0,353
6.
Bangka U
Rhizophora stylosa
8.472
14,66
0,61
15,94
30,61
0,287
7.
Tengar jarang cabang
Ceriops tagal
4.028
6,97
0,61
15,94
22,91
0,248
57.778
100,00
3,83
100,00
200,00
1,760
Jumlah
Lampiran 11. Indeks Nilai Penting tingkat pohon untuk analisis vegetasi pada mintakat IV K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Nyireh Xylocarpus granatum 33 43,75 0,38
FR (%) 47,06
D (m²/ha) 0,674
DR (%) 44,45
LBDs (m²/ha) 0,141
INP (%) 135,26
0,359
H’
2.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
38
50,00
0,38
47,06
0,788
52,00
0,166
149,06
0,348
3.
Kreb bu
Camptostemon philippinense
5
6,25
0,05
5,88
0,054
3,55
0,011
15,68
0,154
76
100,00
0,81
100,00
1,516
100,00
0,318
300,00
0,861
Lampiran 12. Indeks Nilai Penting tingkat pancang untuk analisis vegetasi pada mintakat IV K KR No. Nama Lokal Nama Latin F (ind/ha) (%) 1. Nyireh Xylocarpus granatum 1.238 38,46 0,86
FR (%) 27,27
D (m²/ha) 5,602
DR (%) 39,42
LBDs (m²/ha) 0,294
INP (%) 105,15
0,367
Jumlah
H’
2.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
952
29,59
0,81
25,76
3,820
26,88
0,201
82,22
0,355
3.
Buta-buta
Excoearia agallocha
343
10,65
0,29
9,09
1,592
11,20
0,084
30,94
0,234
4.
Kreb bu
Camptostemon philippinense
362
11,24
0,43
13,64
1,893
13,32
0,099
38,20
0,262
5.
Langgade
Bruguiera parviflora
95
2,96
0,19
6,06
0,488
3,43
0,026
12,45
0,132
6.
Teruntum merah
Lumnitzera littorea
95
2,96
0,24
7,58
0,417
2,93
0,022
13,47
0,139
7.
Jampe paloh
Avicennia lanata
57
1,78
0,14
4,55
0,092
0,64
0,005
6,97
0,087
8.
Jeruju hitam
Acanthus illicifolius
19
0,59
0,05
1,52
0,054
0,38
0,003
2,49
0,040
9.
Busung
Bruguiera sexangula
38
1,18
0,10
3,03
0,135
0,95
0,007
5,16
0,070
10.
Dungun
Heritiera littoralis
19
0,59
0,05
1,52
0,121
0,85
0,006
2,96
0,046
3.219
100,00
3,14
100,00
14,212
100,00
0,746
300,00
1,733
Jumlah
Lampiran 13. Indeks Nilai Penting tingkat semai untuk analisis vegetasi pada mintakat IV K KR No. Nama Lokal Nama Latin (ind/ha) (%) 1. Nyireh Xylocarpus granatum 12.024 42,62
0,81
FR (%) 34,69
INP (%) 77,31
0,367
F
H’
2.
Bangka minyak
Rhizophora apiculata
11.310
40,08
0,86
36,73
76,82
0,368
3.
Buta-buta
Excoearia agallocha
1.667
5,91
0,24
10,20
16,11
0,203
4.
Kreb bu
Camptostemon philippinense
2381
8,44
0,24
10,20
18,64
0,221
5.
Langgade
Bruguiera parviflora
833
2,95
0,19
8,16
11,12
0,161
28.214
300,00
2,33
300,00
200,00
1,320
Jumlah
Lampiran 14. Diagram profil pada mintakat I No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Nama Ilmiah
Avicennia marina Avicennia marina Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Avicennia marina Rhizophora stylosa Avicennia marina Rhizophora stylosa Sonneratia alba Avicennia marina Rhizophora apiculata Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata Avicennia marina Rhizophora stylosa Rhizophora apiculata Avicennia marina
Posisi (m) Sumbu Sumbu X Y 3,0 5,4 5,0 3,5 7,8 6,2 8,0 8,0 10,0 2,3 13,0 8,9 16,0 3,3 18,0 8,0 18,5 1,5 22,0 3,0 23,5 9,5 25,0 6,7 28,0 8,5 33,0 7,7 35,0 8,0 38,5 3,5 40,2 1,0 45,5 4,5
Tinggi (m)
Diameter (cm)
TBC
TT
12,3 28,0 18,0 13,5 13,3 16,0 21,0 15,0 24,6 15,5 19,0 22,6 17,0 17,6 23,0 18,0 27,2 14,4
1,5 3,0 2,0 1,5 1,6 1,8 2,5 1,5 2,7 2,2 2,5 3,0 2,0 2,0 1,9 2,4 3,0 1,7
4,3 6,0 4,0 3,7 4,5 4,5 4,8 4,0 6,0 4,3 4,0 5,4 5,0 4,5 5,0 4,7 7,0 4,0
Lampiran 15. Diagram profil pada mintakat II No.
Nama Ilmiah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Rhizophora apiculata Rhizophora apiculata Avicennia alba Rhizophora apiculata Rhizophora apiculata Rhizophora stylosa Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora apiculata Avicennia alba Bruguiera gymnorrhiza Rhizophora stylosa Rhizophora stylosa
Posisi (m) Sumbu Sumbu X Y 5,0 4,5 16,0 6,3 37,0 2,4 45,0 8,0 58,0 5,0 64,0 6,0 85,0 3,0 90,0 2,5 101,0 7,8 115,0 9,0 125,0 5,0 144,0 3,0
Tinggi (m)
Diameter (cm)
TBC
TT
24,7 14,5 17,0 22,0 25,4 16,5 14,9 14,0 16,5 20,6 20,6 12,7
3,0 2,0 2,4 2,0 2,4 1,6 1,7 1,7 2,0 2,8 2,5 1,4
5,5 5,0 4,5 5,0 5,5 4,2 4,0 4,5 5,0 5,6 5,0 4,0
Lampiran 16. Diagram profil pada mintakat III No.
Nama Ilmiah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Ceriops decandra Ceriops decandra Rhizophora apiculata Bruguiera gymnorrhiza Ceriops decandra Ceriops decandra Amyema gravis Bruguiera cylindrica
Posisi (m) Sumbu Sumbu X Y 3,0 2,3 8,0 5,0 10,0 8,5 14,0 4,0 15,0 5,7 27,0 3,8 30,0 8,0 40,0 6,8
Tinggi (m)
Diameter (cm)
TBC
TT
27,7 16,3 18,6 13,9 14,0 18,6 18,5 16,4
3,2 1,7 2,3 1,5 1,6 2,0 2,0 2,0
6,3 4,7 5,4 4,6 4,5 4,7 5,0 4,6
Lampiran 17. Diagram profil pada mintakat IV No. 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Ilmiah Xylocarpus granatum Rhizophora apiculata Rhizophora apiculata Xylocarpus granatum Xylocarpus granatum
Posisi (m) Sumbu Sumbu X Y 8,5 7,5 21,0 2,0 36,0 5,4 54,0 8,0 65,0 4,0
Tinggi (m)
Diameter (cm)
TBC
TT
19,6 14,5 17,8 18,0 17,2
2,2 2,8 2,6 2,7 2,8
5,0 4,5 4,9 5,0 4,6