STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI DANAU PONDOKLAPAN DESA NAMAN JAHE KECAMATAN SALAPIAN KABUPATEN LANGKAT (Community Structure of Macrozoobenthos in Pondok Lapan Lake’s Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat) Desy Ariska1), Yunasfi2), Ahmad Muhtadi2) 1)
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, (Email :
[email protected]) 2) Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara ABSTRACT
Makrozoobenthos can be used as bioindicators as it can determine the condition of a body water. This study focused on community structure of macrozoobenthos and measurement of physical and chemical factors. This study was conducted in January until March 2015. Macrozoobenthos retrived done using Eckman grabb, samples sorted using the Hand sorting. Samples were obtained identified in the Integrated Laboratory of USU. The highest density of species found in Bithynia tentaculata were namely 48 ind / m2 was found in station I and the lowest in Campeloma decisum species were namely 6 ind / m2 was found at stations II and IV. The value of the highest diversity (H ') contained in the station III were namely 1.09 and the lowest at station IV were namely 1.04. Habitat Similarity between stations based on physical parameters that are most similar water chemistry contained in the station I and III were namely 94%. Habitat Similarity between species are most similar to the station I and III were namely 92%. Based on a Pondok Lapan lake’s LQI value categorized into polluted waters being were namely 3 and based on the FBI Pondok Lapan Lake’s category rather poor waters that have were namely 6. Keywords : Pondok Lapan Lake’s, Community Structure, Macrozoobenthos PENDAHULUAN Ekosistem air yang terdapat di daratan dibagi atas 2 yaitu perairan lentik dan lotik. Bentos merupakan organisme akuatik yang menetap di dasar perairan yang memiliki pergerakan relatif lambat. Makrozoobentos memiliki sifat kepekaan terhadap beberapa bahan pencemar, mobilitas yang rendah, mudah ditangkap dan memiliki kelangsungan hidup yang panjang. Oleh karena itu peran makrozoobentos dalam keseimbangan suatu ekosistem perairan dapat menjadi indikator kondisi ekologi terkini pada kawasan tertentu (Purnami, dkk., 2010).
Salah satu biota yang dapat digunakan sebagai parameter biologi dalam menentukan kondisi suatu perairan adalah makrozoobentos. Makrozoobenthos dapat dijadikan sebagai bioindikator karena dapat menentukan kondisi suatu perairan. Kepadatan makrozoobenthos di perairan dapat dipakai untuk menilai kualitas suatu perairan. Perairan yang memiliki kualitas air yang baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi. Demikian juga dengan keanekaragaman yang rendah dapat mengindikasikan perairan yang tercemar (Fachrul, 2007).
Sejauh ini belum ada kajian tentang keanekaragaman makrozoobenthos di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui struktur komunitas makrozoobenthos di Danau Pondok Lapan. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2015 sampai Maret 2015 di Perairan Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan interval waktu sekitar 4 minggu. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eckman grabb, Global Positioning System, ember kapasitas 5 liter, lakban bening, keping secchi, kertas label, pH meter, tali penduga, stop watch, bola pelampung, botol BOD, meteran rol, alat tulis, buku identifikasi, baki, peralatan titrasi, tali
meteran, kamera digital, peralatan titrasi, buku identifikasi, termometer, pipet tetes, kantong plastik bening ukuran 5 kg. Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah aquades, alkohol 70%, MnSO4, KOH-KI, Na2S2O3, H2SO4, amilum. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel makrozoobentos dilakukan menggunakan metode Purposive Random Sampling, yaitu pemilihan stasiun secara acak dengan maksud atau tujuan tertentu, dengan menentukan empat stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada setiap stasiun dengan penjelasan sebagai berikut, yaitu pada stasiun I merupakan daerah outlet dan terdapat aktivitas masyarakat seperti pemancingan dan dekat dengan pemukiman, stasiun II merupakan daerah outlet dan banyak terdapat rawa, stasiun III merupakan daerah yang dekat perkebunan dan terdapat aktivitas masyarakat seperti pemancingan serta dekat dengan pemukiman, dan stasiun IV merupakan daerah dekat dengan perkebunan. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta dan Titik Lokasi Penelitian di Danau Pondok Lapan
Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan Metode dan alat ukur yang digunakan untuk menganalisa parameter fisika dan kimia perairan mencakup suhu, penetrasi cahaya, pH, kedalaman, Chemical Oxygen Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), Biological Oxygen Demand (BOD5), C-organik, tekstur substrat. Analisis Data a. Kepadatan 2004)
Populasi
(K)
(Barus,
K=
Keterangan : E = Indeks kemerataan jenis H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon S = Jumlah Jenis
f. Indeks Dominansi Reynolds, 1988)
(Ludwig
dan
2
C=∑
Keterangan : C = Indeks Dominansi Simpson ni = Jumlah Individu Spesies ke-i N = Jumlah Individu Semua Spesies
g. Kemiripan Habitat Antar Stasiun (Krebs, 1989)
b. Kepadatan Relatif (KR) (Brower, dkk., 1990)
n
∑(
Ic = 1 -
|
|
)
i =1
x 100 %
KR =
c. Frekuensi Kehadiran (FK) (Barus, 2004)
Keterangan : Ic n X1j dan X2j
x 100 %
FK =
d. Indeks Keanekaragaman Shannon (H’) (Ludwig dan Reynolds, 1988)
= Indeks Similaritas Canberra = Jumlah Parameter yang dibandingkan = Nilai Parameter ke-i dan kej Pada Daerah yang Berbeda
h. Kemiripan Habitat Antar Spesies (Krebs, 1989)
H’ = -∑ Pi ln Pi
n
C=
∑(
|
|
)
i =1
Keterangan : H’ = Indeks Diversitas pi = Jumlah individu masingmasing jenis (i=1,2,3,…) ln = Logaritma nature
e. Indeks Kemerataan Jenis (Ludwig dan Reynolds, 1988) E=
Keterangan : C
n Xij, Xik
= Perbedaan Koefisien Matrik Canberra antara sampel j dan k = Jumlah Spesies dalam Sampel = Jumlah Individu dalam Spesies i dalam Setiap Sampel
i. Lincoln Quality Index (LQI) (Mason, 1991) Identifikasi hanya sampai tingkat famili Tiap family memiliki skor 0-10 Perlu penentuan skor BMWP, ASPT, OQR Skor BMWP adalah jumlah dari skor tiap kelompok yang ditemukan Nilai ASPT adalah total skor dibagi jumlah taxa yang ditemukan OQR diperoleh dari standar rating berdasarkan BMWP dan ASPT yang telah dihitung, dengan rumus: OQR = (X + Y) / 2 Nilai OQR digunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Index (LQI).
j. Family Biotic Index (FBI) (Hauer dan Lamberti, 2007) FBI = Keterangan : ni = Jumlah tiap jenis spesies ke i ti = Nilai skor tiap famili spesies N = Total seluruh spesies ke i HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdasarkan analisis data yang digunakan diperoleh nilai kepadatan populasi (K), kepadatan Relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) makrozoobentos pada setiap stasiun dapat di lihat pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.
60
40 30 Pomacea canaliculata
20
Bithynia tentaculata
10
Campeloma decisum
0 Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Kepadatan Populasi (ind/m2)
50
I
II
III
IV
STASIUN
70 60 50 40 30 20 10 0
Pomacea canaliculata Bithynia tentaculata Campeloma decisum Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Kepadatan Relatif (%)
Gambar 2. Grafik Kepadatan Populasi Makrozoobentos
I
II
III
IV
STASIUN
Gambar 3. Grafik Kepadatan Relatif Makrozoobentos
Pomacea canaliculata Bithynia tentaculata Campeloma decisum Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar Jan Feb Mar
Frekuensi Kehadiran (%)
70 60 50 40 30 20 10 0
I
II
III
IV
STASIUN
Gambar 4. Grafik Frekuensi Kehadiran Makrozoobentos Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) Makrozoobenthos di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
kabupaten langkat dapat dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.
Berdasarkan analisis data didapatkan nilai Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi makrozoobenthos pada tiap masing-masing stasiun yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi Makrozoobenthos Berdasarkan Stasiun pada Setiap Sampling di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian INDEKS H' E C
I 1.08 0.98 0.35
STASIUN II III 1.08 1.09 0.98 0.99 0.35 0.34
IV 1.04 0.94 0.38
Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Kemiripan Habitat Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Berdasarkan analisis data di peroleh nilai kemiripan habitat antar stasiun dan kemiripan habitat antar spesies di danau pondok lapan kecamatan salapian
Gambar 5. Grafik Indeks Similaritas Canberra
Gambar 6. Grafik Indeks Matrik Canberra Hasil Substrat Pada Setiap Stasiun di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Berdasarkan hasil substrat yang di dapat setiap stasiun yang ada di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian
Kabupaten Langkat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Substrat Tiap Stasiun Pengamatan Substrat Parameter
Satuan
Stasiun I
II
III
IV
Pasir
(%)
73.56
80.56
70.56
74.56
Debu
(%)
21
14
18
20
Liat
(%)
5.44
5.44
11.44
5.44
Tekstur
-
PL
PL
PL
PL
Keterangan : PL : Pasir Berlempung Pembahasan Kepadatan Populasi (K), Kepadatan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) Makrozoobenthos di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Pada Tiap Stasiun Berdasarkan hasil pengamatan pada stasiun I nilai kepadatan tertinggi didapatkan pada spesies Bithynia tentaculata dari kelas Gastropoda dengan nilai kepadatan sebesar 48 ind/m2 pada bulan Januari. Hal ini disebabkan karena Bithynia tentaculata pada stasiun I dapat mentolerir perubahan faktor lingkungan abiotik yang drastis sehingga jumlahnya banyak ditemukan. Menurut Barus (2002) menyatakan bahwa setiap takson dari benthos mempunyai toleransi yang berbeda terhadap perubahan faktor lingkungan. Artinya bahwa bagi yang toleran, maka perubahan faktor lingkungan yang besar dan drastis tidak akan menyebabkan punah atau berkurangnya jenis tersebut. Nilai kepadatan populasi terendah terdapat pada spesies Campeloma decisum, pada stasiun II di bulan Januari dan Februari dengan nilai kepadatan populasi sebesar 6 ind/m2 dan pada stasiun IV dengan nilai kepadatan populasi yaitu sebesar 6 ind/m2 pada bulan Februari sampai Maret. Hal ini dikarenakan kualitas air yang ada di stasiun II dan IV memiliki
substrat dasar berupa pasir berlempung, selain itu banyak terdapat rawa sehingga kurang mendukung atau tidak cocok bagi kehidupan Campeloma decisum yang tidak dapat mentolerir kondisi perairan yang ekstrim. Jenis makrozoobentos yang perkembangannya sesuai dan cocok dengan habitat di Danau Pondok Lapan terdapat pada spesies Pomacea canaliculata, spesies Bithynia tentaculata dan spesies Campeloma decisum, dimana ketiga jenis bentos ini habitatnya masih sesuai dengan perkembangannya karena memiliki nilai KR > 10%. Menurut Barus (2002) yang menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR > 10 %. Frekuensi kehadiran pada ketiga spesies Pomacea canaliculata, spesies Bithynia tentaculata dan spesies Campeloma decisum yang terdapat di Danau Pondok Lapan dikategorikan bahwa ketiga jenis bentos ini habitatnya masih sesuai dengan perkembangannya karena memiliki nilai FK > 25%. Menurut Barus (2004) menyatakan bahwa suatu habitat dikatakan sesuai bagi perkembangan suatu organisme apabila nilai FK > 25%. Kariono, dkk., (2013) menyatakan bahwa spesies yang memiliki frekuensi kehadiran tertinggi disebabkan karena lokasi pengambilan sampel menunjukkan bahwa lingkungannya masih sesuai dengan habitat gastropoda. Hal ini menunjukkan bahwa spesies yang diperoleh mempunyai kisaran toleransi yang cukup tinggi terhadap faktor lingkungan, spesies ini mampu berkembangbiak dengan baik. Indeks Keanekaragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) Makrozoobenthos di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 8 nilai indeks keanekaragaman (H') makrozoobentos yang didapat pada
setiap stasiun penelitian yaitu berkisar 1.09 – 1.04. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi perairan Danau Pondok Lapan memiliki keanekaragaman makrozoobentos yang rendah. Hal ini sesuai dengan literatur Kusmana (2006) diacu Yunasfi (2006) yang menyatakan nilai indeks keanekaragaman 1 artinya keanekargaman rendah. Nilai indeks keanekaragaman 2 artinya keanekaragaman sedang, dan nilai indeks keanekaragaman > 3 artinya keanekaragaman tinggi. Berdasarkan hasil pengamatan nilai Indeks Keseragaman (E) yang didapat dari empat stasiun berkisar antara 0.99 - 0.94 dapat dilihat pada Tabel 8. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 0.99 dan terendah pada stasiun IV sebesar 0.94. Hasil indeks keseragaman (E) dari keempat stasiun masih berkisar diantara nilai nol, artinya penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan dapat dikategorikan indeks keseragaman di danau pondok lapan masih terbilang rendah. Menurut Krebs, (1989) menyatakan bahwa semakin kecil nilai indeks keseragaman suatu populasi, yaitu penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama serta ada kecendrungan suatu spesies mendominansi populasi tersebut. Pada Tabel 8. nilai indeks dominansi pada keempat stasiun berkisar antara 0.38 - 0.34. Dapat dilihat bahwa pada keempat stasiun indeks dominansinya mendekati nol yang artinya bahwa tidak ada jenis yang mendominansi. Menurut Odum, (1994) menyatakan bahwa nilai indeks 1 menunjukkan dominansi oleh satu jenis spesies sangat tinggi (hanya terdapat satu jenis pada satu stasiun). Sedangkan indeks 0 menunjukkan bahwa diantara jenis-jenis yang ditemukan tidak ada yang dominansi.Waty, dkk., (2009) menyatakan hal ini menunjukkan bahwa habitat makrozoobenthos masih mampu mendukung kehidupannya sehingga tidak terjadi persaingan dan kondisi ekstrim yang menimbulkan dominansi pada spesies tertentu.
Kemiripan Habitat Antar Stasiun dan Kemiripan Habitat Antar Spesies di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kemiripan habitat antar stasiun di Danau Pondok Lapan, didapat bahwa nilai dari keempat stasiun yang memiliki kemiripan antar stasiun berdasarkan parameter fisika kimia perairan dengan menggunakan Indeks Similaritas Canberra adalah stasiun I dan III dengan nilai sebesar 94%. Hasil ini menunjukkan bahwa stasiun I memiliki kesamaan karakteristik fisika kimia perairan dengan stasiun III dibandingkan dengan stasiun II dan IV. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi bentos pada stasiun pengamatan di Danau Pondok Lapan memang di pengaruhi oleh kondisi lingkungannya yaitu parameter fisika dan kimia perairan. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kemiripan habitat antar spesies makrozoobentos dengan menggunakan indeks Matrik Canberra. menunjukkan bahwa stasiun I dan III adalah yang mirip dan termasuk kedalam satu kelompok dengan nilai sebesar 92%. Hal ini menunjukkan bahwa stasiun I dan stasiun III memiliki komposisi makrozoobenthos yang lebih sama dibandingkan stasiun II dan IV. Pada stasiun I dan III mirip disebabkan karena pada stasiun I dan III lebih banyak orang yang melakukan aktivitas seperti pemancingan, selain itu stasiun I dan III juga memiliki nilai DO yang tinggi sehingga kandungan bahan organik yang ada distasiun tersebut rendah, hal ini menyebabkan jumlah makrozoobentos lebih banyak terdapat di stasiun I dan III dibandingkan stasiun II dan IV. Menurut Anzani (2012) menyatakan bahwa komposisi makrozoobentos sangat dipengaruhi oleh kemampuan toleransi dari organisme terhadap perubahan lingkungan perairan. Komposisi makrozoobentos berdasarkan stasiun yang sama disebabkan karena
lingkungan pada kedua stasiun memiliki kualitas air yang tidak jauh berbeda. Lincoln Quality Index (LQI) dan Family Biotic Index (FBI) di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Perairan Danau Pondok Lapan pada stasiun I sampai IV tergolong kualitas air yang tercemar sedang karena jenis makrozoobentos yang ditemukan lebih banyak memiliki nilai BMWP yang rendah yaitu 3. Menurut Mariantika dan Catur (2014) menyatakan bahwa kualitas air yang tercemar sedang (nilai 4-5) dibuktikan dengan banyak ditemukannya makroinvertebrata bentos yang memiliki skor BMWP rendah (0-3), seperti Chironomidae, Planorbidae dan Lymnaeidae yang menunjukkan bahwa tingkat toleransi terhadap pencemar sangat tinggi. Pada stasiun I, II, III dan IV didapat masing-masing nilai FBI pada stasiun I sebesar 5.99, stasiun II sebesar 6, stasiun III sebesar 5.98 dan stasiun IV sebesar 6 (Tabel 11), sehingga dapat diartikan bahwa kualitas air di danau pondok lapan berada pada keadaan agak buruk. Hal ini disebabkan karena stasiun I, II, III, dan IV ditemukan jumlah individu organisme yang berasal dari famili Ampullaridae dan famili Bithyniidae tinggi pada ke empat stasiun tersebut. Menurut Anzani (2012) menyatakan bahwa nilai yang termasuk kedalam kategori agak buruk, diduga karena pada stasiun tersebut terdapat jumlah organisme yang berasal dari famili yang tinggi dan mendominansi stasiun tersebut, dimana famili tersebut memiliki kisaran toleransi yang luas terhadap kandungan oksigen terlarut.
Parameter Fisika dan Kimia Perairan di Danau Pondok Lapan Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat a. Suhu Suhu sangat berhubungan erat dengan cuaca, waktu, ketinggian lokasi. Dari Tabel 12. dapat bahwa rata-rata nilai suhu berkisar antara 29 - 32 oC. Suhu pada empat stasiun tersebut relatif sama, tidak mengalami fluktuasi, karena keadaan cuaca pada saat pengukuran suhu relatif sama, sehingga suhu tidak mengalami perubahan. Secara umum kisaran suhu tersebut merupakan kisaran normal bagi makrozoobentos, karena kisaran toleransi suhu untuk kehidupan makrozoobentos yaitu dibawah 35 oC. Menurut Barus (2002) yang menyatakan bahwa fluktuasi suhu diperairan tropis umumnya sepanjang tahun mempunyai fluktuasi suhu udara yang tidak terlalu tinggi sehingga mengakibatkan fluktuasi suhu air juga tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa suhu secara keseluruhan pada stasiun penelitian di Danau Pondok Lapan masih mendukung kehidupan makrozoobentos. b. Penetrasi Cahaya Berdasarkan hasil pengamatan nilai penetrasi cahaya dari keempat stasiun yang ada di Danau Pondok Lapan berkisar antara 80 - 119 cm dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil ini menunjukkan bahwa penetrasi cahaya yang ada di Danau Pondok Lapan masih mampu mendukung kehidupan makrozoobentos yang ada di danau tersebut. Menurut Odum (1994), interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan, selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan makrozoobentos.
c. Derajat Keasaman (pH) Berdasarkan hasil pengamatan nilai pH di Danau Pondok Lapan berkisar antara 6.6 - 7.2 (Tabel 12). Hal ini menunjukkan bahwa perairan di Danau Pondok Lapan masih tergolong baik atau netral. Karena pH yang netral di perairan berkisar antara 6 - 9, dan secara keseluruhan nilai pH yang ada di Danau Pondok Lapan masih mendukung kehidupan dan perkembangan makrozoobentos. Menurut Barus (2004) menyatakan bahwa organisme akuatik dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai pH netral. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. d. Biochemical Oxygen Demand (BOD5) Berdasarkan hasil pengamatan di dapat nilai BOD dari keempat stasiun yang ada di Danau Pondok Lapan berkisar antara 1.1 - 2.6 mg/L dapat dilihat pada Tabel 12. Hal ini menunjukkan bahwa perairan di Danau Pondok Lapan masih tergolong baik karena nilai BOD masih dibawah 5 mg/L. Menurut Brower, dkk., (1990) menyatakan bahwa nilai konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan, perairan tergolong baik jika konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar sampai 5 mg/l O2 maka perairan tersebut tergolong baik dan apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/l-20 mg/l O2 akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah nilai BOD umumnya lebih besar dari 100 mg/l. e. Chemical Oxygen Demand (COD) Berdasarkan hasil pengamatan di dapat nilai COD dari keempat stasiun yang ada di Danau Pondok Lapan berkisar antara 3.8 - 17.6 mg/L (Tabel 12). Dimana nilai tertinggi terdapat pada stasiun II sampling ketiga. Hal ini diduga karena sebagian besar dipengaruhi oleh masuknya
bahan organik baik yang mudah terurai maupun yang sulit terurai dimana pada stasiun II ini banyak terdapat rawa sehingga nilai COD tinggi akan tetapi jenis makrozoobentos di stasiun II sedikit. Menurut Siregar (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi kadar COD maka keanekaragaman bentos semakin rendah dan sebaliknya jika kadar COD rendah keanekaragaman bentos semakin tinggi. f. Kedalaman Kedalaman dapat berubah-ubah sesuai keadaan lingkungan sekitarnya yang biasanya sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan keadaan substrat. Kedalaman tertinggi terdapat pada stasiun I dan III dengan nilai sebesar 3.4 meter dan terendah terdapat pada stasiun II dengan nilai sebesar 1.4 meter. Hal ini dikarenakan pada stasiun II merupakan outlet dan memiliki substrat pasir berlempung tetapi kegiatan yang mempengaruhi kedalaman tidak ada dan jenis substrat tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kedalaman. Stasiun I dan III tinggi dikarenakan adanya aktivitas masyarakat yang sangat mempengaruhi kedalaman seperti sisa pupuk dari kegiatan pertanian yang sangat tampak pada permukaan perairan sendiri terkhusus stasiun I. Hal ini juga menyebabkan keruhnya perairan di daerah tersebut. g. Kandungan Organik Substrat Pada Tabel 12. nilai kandungan organik substrat yang didapatkan pada keempat stasiun di Danau Pondok Lapan berkisar antara 5.15 – 12.05 %. Kandungan organik substrat tertinggi didapat pada stasiun II dengan nilai sebesar 12.05 %, dan yang terendah didapat pada stasiun III dengan nilai sebesar 5.15 %. Secara keseluruhan nilai kandungan organik substrat yang didapat di Danau Pondok Lapan tergolong sangat tinggi karena nilai kandungan organiknya > 5.01 %. Pada Tabel 13. dapat dilihat bahwa tekstur substrat di Danau Pondok Lapan
tergolong dari ke empat stasiun pengamatan di golongkan ke dalam tekstur pasir berlempung. Tekstur pasir berlempung ini merupakan lingkungan hidup yang kurang baik bagi kehidupan makrozoobentos sehingga memiliki keanekaragaman yang rendah. Menurut Koesoebiono (1979) yang menyatakan bahwa dasar perairan yang berupa pasir dan sedimen halus merupakan lingkungan hidup yang kurang baik untuk hewan bentos. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kepadatan dan keanekaragaman makrozoobentos di Danau Pondok Lapan tergolong rendah. Kepadatan tertinggi terdapat spesies Bithynia tentaculata dengan nilai kepadatan sebesar 48 ind/m2 pada stasiun I. Kepadatan terendah terdapat pada spesies Campeloma decisum dengan nilai kepadatan yaitu 6 ind/m2. Keanekaragaman makrozoobentos berkisar antara 1.09-1.04. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi perairan Danau Pondok Lapan memiliki keanekaragaman makrozoobentos yang rendah karena memiliki nilai keanekaragaman (H’) sebesar 0 < H' < 2,302 yang dikategorikan kedalam keanekaragaman yang rendah. 2. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kemiripan antar stasiun dan kemiripan antar spesies yang paling mirip atau sama yaitu terdapat pada stasiun I dan III, dengan nilai kemiripan habitat antar stasiun I dan III yaitu 94 % dan kemiripan habitat antar spesies di stasiun I dan III yaitu 92 %. 3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa keanekaragaman makrozoobentos dilihat dari nilai LQI
dikategorikan sedang dan FBI dikategorikan agak buruk, karena banyaknya bahan organik yang ada di Danau Pondok Lapan. Dimana untuk nilai LQI dari stasiun I sampai IV yaitu 3 dan untuk FBI pada stasiun I sampai IV yaitu 6. Saran Agar perairan Danau Pondok Lapan tidak tercemar dan memiliki kualitas air yang baik, diharapkan untuk para masyarakat yang ada di Danau Pondok Lapan dan pemerintah setempat dapat menjaga dan lebih memperhatikan lagi penggunaan lahan, fungsi dan manfaat dari danau tersebut. Disamping itu diharapakan adanya penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah di Danau Pondok Lapan tersebut terdapat jenis lain selain Gatropoda. DAFTAR PUSTAKA Anzani, Y. M. 2012. Makrozoobenthos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Di Sungai Ciambulawung, Lebak Banten. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. USU Press, Medan. Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. USU Press, Medan. Brower, J., Z. Jerold dan E.C. Von. 1990. Field and Laboratory Methode for General Ecology. Third Edition. W. M. C. Brown Publisers, USA. Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta.
Hauer, F. R dan G. A. Lamberti. 2007. Biological Indicators of Water Quality. Academic Press, San Diego. Kariono, M., R. Achmad dan Bustamin. 2013. Kepadatan dan Frekuensi Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Gumbasa Kabupaten Sigi. Jurnal e-Jipbiol. (1) : 57-64. ISSN 2338-1795. . Koesbiono. 1979. Dasar-Dasar Ekologi Umum. Pascasarjana Program Studi Lingkungan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Krebs, C. J. 1989. Experimental Analysis of Distribution and Abundanc. Third Edition. Harper & Prow Publisher, New York. Ludwig, J.A dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology A Primer On Methods And Computing. A Willey-Interscience Publication, Canada. Mariantika, L dan R. Catur. 2014. Perubahan Struktur Komunitas Makroinvertebrata Bentos Akibat Aktivitas Manusia di Saluran Mata Air Sumber Awan Kecamatan Singosari Kabupaten Malang. Jurnal Biotropika. 2 (5) : 254-259. Mason, C. F. 1991. Biology of Freshwater Pollution. Second edition. Longman Scientific dan Technical, New York. Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
Purnami, A. T., Sunarto. dan P. Setyono. 2010. Study of Benthos Community Based on Diversity and Similarity Index in Cengklik Dam Boyolali. Jurnal Ekosains. 2 (2) : 50 - 65. Siregar, Z. 2011. Keanekaragaman Makrozoobentos Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Siais Kabupaten Tapanuli Selatan. [Tesis]. Program Pasca Sarjana USU, Medan. Waty, E., I. Nurrachmi dan Zulkifli. 2009. Distribusi Makrozoobenthos di Perairan Manis Kabupaten Sibolga Sumatera Utara. Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. 38 (1) :1-7. ISSN 0126-6265 Yunasfi. 2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Oleh Bakteri dan Fungi Pada Berbagai Tingkat Salinitas. [Tesis]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.