STRUKTUR JARINGAN DAUN DAN BATANG GENJER (Limnocharis flava) SERTA PERUBAHAN KANDUNGAN MINERAL MELALUI PENGUKUSAN
VERIANDIKA WISNU WARDANA C34052262
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN VERIANDIKA WISNU WARDANA. C34052262. Struktur Jaringan Daun dan Batang Genjer (Limnocharis flava) Serta Perubahan Kandungan Mineral Melalui Pengukusan. Dibimbing oleh AGOES MARDIONO JACOEB dan PIPIH SUPTIJAH. Genjer, atau dalam kamus ilmiah dikenal dengan nama L. flava digolongkan sebagai tanaman sayur-sayuran yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Asia khususnya Indonesia, Thailand dan India sebagai sayuran pendamping makan. Tanaman genjer mengandung gizi yang cukup lengkap, dari protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia adalah mineral. Mineral merupakan bagian dari penyusun tubuh manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat mikroskopis jaringan tanaman genjer meliputi jaringan daun, batang, dan akar, menentukan kandungan gizi tanaman genjer sebelum dan setelah proses pengukusan, serta menentukan kandungan mineral makro dan mikro tanaman genjer sebelum dan setelah proses pengukusan. Pengujian yang dilakukan meliputi analisis histologi daun dan batang, analisis kandungan gizi, serta analisis kandungan mineral. Tanaman genjer yang diteliti berasal dari Desa Ciherang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Daun genjer termasuk dalam tipe daun yang bertulang melengkung. Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar (mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat berupa kolenkim dan sklerenkim. Struktur anatomi batang genjer terdiri atas epidermis, korteks, ruang antar sel, ensodermis, diafragma, floem, dan xilem. Batang genjer memilki banyak ruang antar sel yang merupakan ciri dari tanaman yang hidup di air. Proses pengukusan menyebabkan perubahan proporsional pada daun dan batang genjer. Komposisi kimiawi daun dan batang genjer kukus adalah air sebesar 90,98% dan 94,03%; protein sebesar 2,08% dan 0,86%; lemak sebesar 1,76% dan 1,45%; abu sebesar 1,28% dan 0,92% serta serat kasar sebesar 0,95% dan 0,60%. Kandungan mineral makro paling tinggi pada genjer segar adalah kalium yaitu 300,46 mg/100g,lalu kalsium dengan konsentrasi sebesar 53,09 mg/100g, fosfor 32,19 mg/100g, natrium 3,13 mg/100g, dan yang paling rendah adalah magnesium dengan konsentrasi 2,81 mg/100g. Kandungan mineral mikro paling tinggi pada daun dan batang genjer segar adalah besi yaitu 17,97 mg/100g kemudian seng dengan nilai konsentrasi 1,28 mg/100g dan yang paling rendah adalah tembaga 0,613 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan terhadap tanaman genjer menyebabkan perubahan proporsional kandungan mineral makro dan mikro. Konsentrasi kalsium berubah menjadi 54,11 mg/100g, natrium menjadi 6,54 mg/100g, dan magnesium menjadi 5,5 mg/100g. Kadar besi menurun sebesar 1,15 mg/100g, seng 0,04 mg/100g, dan tembaga turun 0,003 mg/100g. Perubahan ini diduga disebabkan oleh hilangnya air yang terkandung pada daun dan tanaman genjer.
STRUKTUR JARINGAN DAUN DAN BATANG GENJER (Limnocharis flava) SERTA PERUBAHAN KANDUNGAN MINERAL MELALUI PENGUKUSAN
VERIANDIKA WISNU WARDANA C34052262
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Struktur Jaringan Daun dan Batang Genjer (Limnocharis flava) Serta Perubahan Kandungan Mineral Melalui Pengukusan
Nama
: Veriandika Wisnu Wardana
NRP
: C34052262
Program Studi : Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Agoes M Jacoeb Dipl.-Biol NIP. 1959 1127 1986 01 1 005
Dr. Pipih Suptijah, MBA NIP. 1953 1020 1985 03 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 1958 0511 1985 03 1 002
Tanggal lulus ...............
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Struktur Jaringan Daun dan Batang Genjer (Limnocharis flava) Serta Perubahan Kandungan Mineral Melalui Pengukusan” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juni 2012 Veriandika Wisnu Wardana C34052262
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Dumai, provinsi Riau pada tanggal 14 Agustus 1987 dan merupakan anak kedua dari 2 bersaudara pasangan Bakhrizal dan Widayarni. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Citeureup IV (tahun 1993 - 1999), selanjutnya penulis melanjutkan
pendidikannya
di
SMPN
01
Cibinong
(tahun 1999 - 2002) dan SMAN 6 Bogor (tahun 2002-2005). Selanjutnya, pada tahun 2005 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), penulis resmi diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Setelah satu tahun mengikuti tingkat persiapan bersama, penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana, penulis telah melakukan penelitian berjudul “Struktur Jaringan Daun dan Batang Genjer (Limnocharis flava) Serta Perubahan Kandungan Mineral Melalui Pengukusan” dibawah bimbingan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb Dipl.-Biol dan Dr. Pipih Suptijah MBA.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahiroobil’alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah, Tuhan semesta alam, karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul” Struktur Jaringan Daun dan Batang Genjer (Limnocharis flava) Serta Perubahan Kandungan Mineral Melalui Pengukusan” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk mendapatkan gelar Sarjana perikanan di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb Dipl.-Biol dan Dr. Pipih Suptijah MBA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan dukungan dengan segala ketulusan dan kesabaran. 2) Roni Nugraha, S.Si, M.Sc selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan arahan demi perbaikan skripsi ini. 3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4) Seluruh dosen dan staf Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah mendidik dan membantu penulis selama menempuh perkuliahan dan penyelesaian skripsi. 5) Kedua orang tua, kakak serta seluruh keluargaku yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, doa dan dukungan. 6) Bu Emma dan Mas Ipul yang banyak memberikan bantuan selama ini. 7) Teman- teman seperjuangan: Rinto, Nazar, Jamil, Adrian, Iyal, Adho, Fathu, Sugara, Dan, Zen, Rustam dan seluruh THPers ’42 yang tak dapat disebutkan satu-persatu atas kekompakan, semangat, suka dan duka selama ini. 8) Teman- teman di Wisma Aulia: Rinto, Navies, Jamil, Vabi, Wahyu, Adho, Aan, Andri, Husni, Doni, Husen, Miko, dan Anto atas kebersamaannya selama ini.
9) Rekan-rekan THP 43, 41, dan 44 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. 10) Rekan-rekan dari biologi yang telah memberikan bantuan selama penelitian. 11) Semua pihak yang telah banyak membantu dan tak dapat penulis sebutkan satu persatu di sini. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa pasti terdapat banyak kelamahan dan kekurangan dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, dari lubuk hati yang terdalam penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak dalam proses penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihakpihak yang memerlukannya.
Bogor , Juni 2012
Veriandika Wisnu Wardana C34052262
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
x
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................
1
1.2 Tujuan ..............................................................................................
2
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tumbuhan Genjer (L. flava) ......................
3
2.2 Anatomi dan Jaringan Tumbuhan ......................................................
4
2.3 Kandungan Gizi ................................................................................
11
2.4 Histologi Tumbuhan ..........................................................................
11
2.5 Mineral dan Fungsinya ......................................................................
12
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ...........................................................................
19
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................
19
3.3 Metode Penelitian ............................................................................
19
3.3.1 Analisis histologi ...................................................................... 3.3.2 Analisis kandungan gizi ............................................................ 3.3.3 Kandungan mineral .................................................................
20 22 25
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfometrik Tanaman Genjer (L. flava)............................................
27
4.2 Karakteristik Histologis Genjer (L. flava) ..........................................
28
4.2.1 Deskripsi histologi batang ........................................................ 4.2.2 Deskripsi histologi daun ..........................................................
28 30
4.3 Kandungan Gizi Tanaman Genjer Segar dan Kukus ..........................
31
4.3.1 Kadar air .................................................................................. 4.3.2 Kadar abu ................................................................................ 4.3.3 Kadar lemak ............................................................................ 4.3.4 Kadar protein ........................................................................... 4.3.5 Kadar serat kasar .....................................................................
32 33 35 36 37
4.4 Kandungan Mineral ..........................................................................
38
4.4.1 Mineral makro .........................................................................
39
4.4.2 Mineral mikro ..........................................................................
46
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ......................................................................................
50
5.2 Saran ................................................................................................
50
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Kandungan gizi tanaman genjer (L. flava) ......................................
11
2 Hasil pengukuran morfologi genjer (L. flava) .................................
27
3 Kandungan gizi daun dan batang genjer .........................................
32
4 Kandungan mineral makro genjer ..................................................
38
5 Kandungan mineral mikro genjer ...................................................
45
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Tanaman genjer (L. flava) .........................................................
3
2 Model 3 dimensi jaringan pada daun ..........................................
5
3 Tipe daun bifasial dan equifasial ...............................................
8
4 Penampang batang monokotil dan dikotil ...................................
9
5 Diagram alir penelitian ...............................................................
20
6 Gambar histologi batang genjer ..................................................
29
7 Gambar histologi daun genjer .....................................................
30
8 Histogram rata-rata kadar air tanaman genjer ..............................
32
9 Histogram rata-rata kadar abu tanaman genjer ............................
34
10 Histogram rata-rata kadar lemak tanaman genjer ........................
35
11 Histogram rata-rata kadar protein tanaman genjer .......................
36
12 Histogram rata-rata kadar serat kasar tanaman genjer .................
37
13 Histogram rata-rata kandungan kalsium tanaman genjer .............
39
14 Histogram rata-rata kandungan kalium tanaman genjer ...............
41
15 Histogram rata-rata kandungan fosfor tanaman genjer ................
42
16 Histogram rata-rata kandungan natrium tanaman genjer .............
43
17 Histogram rata-rata kandungan magnesium tanaman genjer ........
44
18 Histogram rata-rata kandungan besi tanaman genjer ...................
46
19 Histogram rata-rata kandungan seng tanaman genjer ..................
47
20 Histogram rata-rata kandungan tembaga tanaman genjer ............
48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Gambar-gambar pembuatan preparat awetan .............................
55
2 Perhitungan kadar air daun dan batang genjer segar ...................
56
3 Perhitungan kadar abu daun dan batang genjer segar .................
56
4 Perhitungan kadar lemak daun dan batang genjer segar .............
56
5 Perhitungan kadar protein daun dan batang genjer segar ............
57
6 Perhitungan kadar serat kasar daun dan batang genjer segar ......
57
7 Nilai konsentrasi dan absorbansi standar mineral natrium ..........
57
8 Perhitungan kandungan natrium dari genjer ...............................
58
9 Nilai konsentrasi dan absorbansi standar mineral besi ................
58
10 Perhitungan kandungan besi dari genjer.....................................
59
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman air di Indonesia sangatlah beragam, baik yang ada di laut maupun di perairan darat. Salah satu jenis tanaman di perairan darat yang telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia adalah genjer atau dalam bahasa ilmiah dikenal dengan nama L. Flava. Genjer merupakan salah satu produk sayuran yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Genjer di Sumatra dikenal dengan nama haleyo dan eceng, sedangkan di Pulau Jawa dikenal dengan nama saber dan centongan. Genjer merupakan tanaman yang hidup di daerah perairan yang sejak lama telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun pakan. Tanaman ini tumbuh di rawa-rawa, perairan dangkal misalnya sawah, kolam ikan, dan parit-parit. (Bergh 1994). Tanaman genjer yang digolongkan sebagai tanaman sayur-sayuran, dimanfaatkan oleh masyarakat di Asia (khususnya Indonesia, Thailand dan India) sebagai sayuran pendamping saat makan. Tanaman genjer mengandung gizi yang cukup lengkap, dari protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia adalah mineral. Mineral merupakan bagian dari penyusun tubuh manusia. Sediaoetama (1993) menyebutkan bahwa sekitar 4% dari tubuh manusia terdiri atas mineral, yang dalam analisa bahan makanan tertinggal sebagai kadar abu. Mineral memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2003). Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Sayuran, terutama genjer sangat mudah didapatkan oleh semua kelas masyarakat. Salah satu metode pemasakan tanaman genjer yang biasa dilakukan di Indonesia adalah dengan dikukus. Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan mengubah warna, cita rasa, maupun nilai gizi yang dilakukan pada suhu air lebih dari 66 ºC, tetapi kurang dari 82 ºC (Novary
1999).
Pengaruh
proses
pengukusan
tanaman
genjer
dapat
mengakibatkan perubahan struktur dan zat gizi tertentu dalam tanaman tersebut.
2
Informasi mengenai nilai gizi, khususnya mineral dari tanaman genjer masih kurang, terutama terkait dengan perubahan struktur jaringan dan komposisi mineral tanaman genjer akibat proses pemasakan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang struktur jaringan, komposisi gizi dan mineral dari genjer serta perubahannya akibat pemasakan. Analisis mengenai struktur jaringannya perlu dilakukan, mengingat pengetahuan mengenai struktur jaringan tanaman dapat memberikan gambaran umum kepada kita bagaimana tanaman menghasilkan metabolit dan perubahan yang akan terjadi akibat proses pengolahan dengan mengaitkan bentuk dan struktur jaringan tumbuhan tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Identifikasi sifat mikroskopis jaringan tanaman genjer meliputi jaringan daun, dan batang. 2) Menentukan kandungan gizi genjer sebelum dan setelah proses pengukusan. 3) Menentukan komposisi mineral makro dan mikro genjer sebelum dan setelah proses pengukusan.
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Genjer (L. flava) Genjer (L. flava) merupakan tanaman yang hidup di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Tanaman ini berasal dari Amerika, terutama bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya, bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi tumisan, lalap, pecel, atau campuran gado-gado. Biasanya ditemukan bersama-sama dengan eceng gondok (Bergh 1994). Morfologi tanaman genjer dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun klasifikasi tanaman genjer menurut Plantamor (2008) adalah : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Subkelas
: Alismatidae
Ordo
: Alismatales
Famili
: Limnocharitaceae
Genus
: Limnocharis
Spesies
: L. flava (L.) Buch
Gambar 1 Tanaman genjer (L. flava) (Sumber: Plantmor 2008) Genjer dalam bahasa internasional dikenal sebagai limnocharis, sawahflower rush, sawah-lettuce, velvetleaf, yellow bur-head, atau cebolla de chucho. Tumbuhan ini tumbuh di permukaan perairan dengan akar yang masuk ke dalam lumpur. Tinggi tanaman genjer dapat mencapai setengah meter, memiliki daun
4
tegak atau miring, tidak mengapung, batangnya panjang dan berlubang, dan bentuk helainya bervariasi. Genjer memiliki mahkota bunga berwarna kuning dengan diameter 1,5 cm dan kelopak bunga berwarna hijau (Steenis 2006). Tanaman genjer biasa hidup di air, sawah ataupun rawa-rawa. Tanaman ini mempunyai akar serabut. Akar lembaga dari tanaman ini dalam perkembangan selanjutnya mati atau kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang. Akar-akar ini bukan berasal dari calon akar yang asli yang dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut, dinamakan akar serabut (radix adventicia). Tanaman genjer merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap, memiliki ujung daun meruncing dengan pangkal yang tumpul, tepi daun rata, panjang 5-50 cm, lebar 4-25 cm, pertulangan daun sejajar, dan berwarna hijau. Batang tanaman genjer memiliki panjang 5-75 cm, tebal, berbentuk segitiga dengan banyak ruang udara, terdapat pelapis pada bagian dasar. Berdasarkan pada letaknya, bunga pada tanaman genjer ini terdapat di ketiak daun (flos lateralis atau flos axillaries), majemuk, berbentuk payung, terdiri dari 3-15 kuntum, kepala putik bulat, ujung melengkung ke arah dalam, dan berwarna kuning (Anonim 2009). Tanaman genjer dapat bereproduksi secara vegetatif dan dengan biji. Biji yang terkandung dalam kapsul matang atau folikel merupakan biji yang ringan. Kapsul yang menekuk ke arah air, menyediakan biji-biji untuk dilepas. Kapsul yang kosong dapat berkembang menjadi tanaman vegetatif yang membentuk tanaman inang atau mengapung untuk menetap di tempat lain. Tanaman ini selalu berbunga sepanjang tahun di wilayah dengan kelembaban yang cukup. Namun, tanaman ini dapat menjadi tanaman tahunan dimana kelembaban bersifat musiman (Department of Primary Industries and Fisheries 2007). 2.2 Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan Secara umum, tubuh tumbuhan terdiri dari organ vegetatif dan merupakan organ pokok tubuh tumbuhan yaitu akar, batang, dan daun. Akar tumbuh ke dalam tanah sehingga memperkuat berdirinya tumbuhan. Akar juga berfungsi untuk mengambil air dan garam mineral dari dalam tanah. Seperti halnya beberapa organ lain pada tumbuhan, akar juga berfungsi untuk menyimpan makanan. Batang memiliki daun yang berfungsi menghasilkan makanan melalui fotosintesis
5
dan mengeluarkan air melalui proses respirasi. Selain itu, batang berperan untuk lewatnya hasil fotosintesis dari daun keseluruh bagian tumbuhan (Mulyani 2006). 2.2.1 Daun Daun termasuk dalam organ pokok pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih bilalateral, berwarna hijau, dan merupakan tempat utama terjadinya fotosintesis (Sumardi et al. 2006). Fungsi utama daun adalah melakukan fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dengan memanfaatkan matahari. Fotosintesis terjadi di dalam organel sel khusus yang disebut kloroplas, yang di dalamnya terdapat pigmen klorofil. Struktur luar dan dalam daun berkaitan dengan perannya dalam proses fotosintesis dan transpirasi. Daun biasanya rata dan tipis sehingga memudahkan masuknya sinar matahari ke dalam sel. Luasnya permukaan daun juga memungkinkan terjadinya pertukaran gas (Mulyani 2006). Secara umum daun terdiri dari sistem jaringan dermal, yakni epidermis, jaringan pembuluh dan jaringan dasar yang disebut mesofil. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat dilihat pada Gambar 2.
Epidermis atas Palisade
kutikula
Bunga karang Pembuluh daun Floe Xile m m Epidermis bawah
Ruang kosong sub stomata Sel penutup
Celah utama Celah utama Gambar 2 Model 3 dimensi jaringan pada daun (Kück dan Wolff 2009)
1) Epidermis Epidermis daun dari tumbuhan yang berbeda beragam dalam hal jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan stomata, penampilan, dan susunan trikoma,
6
serta adanya sel khusus. Struktur daun biasanya pipih. Jaringan epidermis atas berbeda dengan epidermis bawah. Permukaan atas daun disebut permukaan adaksial dan permukaan bawah disebut abaksial (Mulyani 2006). Sifat penting daun adalah susunan selnya yang kompak dan adanya kutikula dan stomata. Stomata bisa ditemukan di kedua sisi daun (daun amfistomatik), atau hanya pada satu sisi, yakni pada sebelah atas atau adaksial (daun epistomatik) atau hanya lebih sering di sebelah bawah atau sisi abaksial. Letak stomata tersebar pada daun yang lebar kelompok dikotil. Stomata sering tersusun dalam deretan memanjang yang sejajar dengan sumbu daun pada monokotil dan gymnospermae. Sel penutup pada stomata dapat berada di tempat yang sama tingginya, lebih tinggi, atau lebih rendah dari epidermis (Hidayat 1995). Epidermis tumbuhan air tidak berfungsi untuk perlindungan, tetapi untuk pengeluaran zat makanan, senyawa air, dan pertukaran gas. Kutikula dan dinding selnya sangat tipis. Sel epidermis berisi kloroplas. Daun yang mengapung mempunyai stomata hanya pada permukaan atas daun. Daun yang tenggelam biasanya tidak mempunyai stomata. Beberapa tumbuhan air yang tenggelam mempunyai sekelompok sel yang disebut hydropotes, yang berfungsi untuk memudahkan pengangkutan air dan garam ke luar dan ke dalam tumbuhan. Hidrofit yang tenggelam mempunyai sangat sedikit sklerenkim atau bahkan tidak mempunyai sklerenkim (Mulyani 2006). 2) Jaringan Pembuluh Sistem jaringan pembuluh tersebar di seluruh helai daun dan menunjukkan adanya hubungan ruang yang erat dengan mesofil. Jaringan pembuluh membentuk sistem yang saling berkaitan, dan terletak dalam bidang median, sejajar dengan permukaan daun. Berkas pembuluh daun biasanya disebut tulang daun dan sistemnya adalah sistem tulang daun (Hidayat 1995). Jaringan pembuluh bersama jaringan non pembuluh disekelilingnya sering dinamakan tulang daun atau vena. Ada tumbuhan yang mempunyai tulang daun tunggal, misalnya pada coniferalas dan equisetum. Pteridophyta tingkat tinggi dan sebagian besar angiospermae mempunyai sejumlah tulang daun. Susunan tulang daun pada daun disebut pertulangan daun atau venation (Mulyani 2006).
7
Angiospermae memiliki empat tipe pertulangan daun, yaitu menyirip atau reticulate, sejajar atau pararel, menjari atau pelmatus, dan melengkung. Tumbuhan dikotil mempunyai pertulangan daun menyirip dengan tulang daun yang ukurannya berbeda, tergantung pada tingkat percabangannya. Tumbuhan monokotil mempunyai daun dan pertulangan sejajar. Ibu tulang daun terus melalui seluruh daun dan hampir sejajar dengan panjang daun. Tulang daun yang lain bergabung dengan ibu tulang daun pada bagian ujung dan pangkal daun. Pertulangan sejajar ini saling berhubungan dengan ikatan yang sangat tipis dan tersebar di seluruh helai daun (Mulyani 2006). Daun menunjukkan kolerasi penting antara sifat sistem pembuluh dan sifat struktural dan jaringan non pembuluh yang dapat mempengaruhi konduksi. Di antara jaringan non pembuluh, epidermis dan jaringan spons dapat dianggap teradaptasi lebih baik bagi konsumsi lateral di bandingkan dengan jaringan tiang yang hubungan selnya terjadi dalam arah abaksial dan adaksial. Sesuai dengan konsep tersebut, rasio jaringan tiang terhadap jaringan spons berkaitan erat dengan luas ruang antara tulang daun, makin besar rasio ini makin rapat tulang daunnya. Telah ada bukti bahwa perluasan seludung pembuluh yang bersifat parenkimatis mengkonduksi air ke arah epidermis ( Hidayat 1995). 3) Mesofil Mesofil daun terletak di sebelah dalam epidermis dan tersusun dari jaringan parenkim. Bentuk sel parenkim antara lain polihedral, sel dengan lipatan atau tonjolan, bentuk bintang, ataupun memanjang. Bentuk dan susunannya itu menyebabkan parenkim memiliki ruang-ruang antar sel. Umumnya sel parenkim berdinding tipis tetapi ada juga yang berdinding tebal. Dinding tebal ini merupakan tempat terakumulasinya hemiselulosa sebagai cadangan makanan. Mesofil mengalami diferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang (Bold et al. 1980). Bagian utama helai daun adalah mesofil yang mengandung kloroplas dan ruang antar sel. Mesofil dapat bersifat homogen atau terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan jaringan spons (bunga karang). Jaringan tiang lebih kompak daripada jaringan spons yang memiliki ruang antarsel yang luas. Jaringan tiang terdiri dari sejumlah sel yang memanjang tegak lurus terhadap permukaan helai
8
daun. Meskipun jaringan tiang tampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling terpisah sehingga udara dalam ruang antarsel tetap mencapai sisi panjang. Kloroplas pada sitoplasma melekat di bagian tepi dinding sel itu. Hal tersebut mengakibatkan proses fotosintesis dapat berlangsung efisien (Hidayat 1995). Sel parenkim palisade memanjang dan pada penampang melintangnya tampak berbentuk batang yang tersusun dalam deretan. Sel palisade terdapat di bawah epidermis unilateral (selapis) atau multilateral (berlapis banyak) (Mulyani 2006). Sel palisade tegak pada permukaan daun, rapat satu sama lain, dan banyak mengandung kloroplas, berfungsi untuk menangkap cahaya. Jaringan bunga karang terdiri dari sel-sel yang bentuknya bervariasi dari isodiametrik sampai tidak teratur dan terdapat ruang-ruang antar sel sehingga dapat menampung CO2 untuk fotosintesis (Sutrian 1992). Jaringan pengangkut daun terdapat pada tulang daun serta merupakan kelanjutan dari berkas pembuluh batang yang menuju tangkai daun. Tulang daun yang berukuran besar sering dikelilingi oleh jaringan parenkim tanpa kloroplas yang disebut seludang pembuluh (Sutrian 1992). Model tipe daun berdasarkan susunan jaringan palisadenya dapat dilihat pada Gambar 5. Epidermis atas Palisade
Epidermis atas Palisade
Bunga karang
Bunga karang Palisade
Epidermis bawah A
Epidermis bawah B
Gambar 3 Tipe daun bifasial dan equifasial; A= tipe bifasial; B= tipe equifasial (Frohne 1985) 2.2.2 Batang Batang merupakan sumbu dengan daun yang melekat padanya. Di ujung sumbu titik tumbuhnya, batang dikelilingi daun muda dan menjadi terminalnya. Batang tumbuhan memiliki bagian buku (node) dan ruas (internode). Batang berbentuk silindris atau yang lain, tetapi biasanya mempunyai penampang melintang yang bersimetri regular, pertumbuhannya fototropi atau heliotropi.
9
Batang selalu mengalami pertumbuhan di ujung (pertumbuhan tidak terbatas), mengadakan percabangan dari pertumbuhan dan perkembangan kuncup samping (lateral), dan umumnya tidak berwarna hijau (Sumardi 2006). Penampang jaringan batang monokotil dan dikotil dapat dilihat pada Gambar 4.
Serabut xilem
Kambium gabus
Floem
Serabut floem
Kambium Xilem
Xilem
Empulur
Floem
Epidermis
Empulur
A
B Korteks
Pembuluh angkut
Gambar 4 Penampang batang monokotil dan dikotil; A= monokotil; B= dikotil (Sumber:Sumardi 2006)
Batang tanaman memiliki fungsi mendukung tajuk tumbuhan, termasuk daun, bunga, dan biji. Selain memperluas bidang fotosintesis melalui pola percabangannya, batang juga merupakan jalan pengangkutan air dan unsur hara dari dalam tanah ke daun. Kadang batang juga menjadi tempat penyimpanan zat makanan cadangan (Sumardi 2006). Perbedaan nyata antara penampang melintang batang
dan
penampang
melintang
akar
hanyalah
ukuran
unsur-unsur
pengangkutan dalam batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan Dunham 1992). Organ batang memiliki tiga bagian pokok yang berkembang dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al. 2006). a) Epidermis biasanya terdiri dari satu lapisan sel yang memiliki mulut daun (stomata) dan rambut daun (trikoma). Sel epidermis adalah sel hidup dan mampu bermitosis. Hal itu penting dalam upaya memperluas permukaan apabila terjadi tekanan dari dalam akibat pertumbuhan sekunder. Respon sel epidermis akibat tekanan itu adalah dengan melebar tangensial dan membelah antiklinal (Hidayat 1995).
10
b) Korteks adalah kawasan di antara epidermis dan sel silinder pembuluh paling luar. Korteks batang biasanya terdiri dari parenkim yang dapat berisi kloroplas. Di tepi luar sering terdapat kolenkim dan sklerenkim. Batas antara korteks dengan jaringan pembuluh sering tidak jelas karena tidak ada endodermis (Hidayat 1995). Beberapa tumbuhan memiliki parenkim korteks bagian tepi yang mengandung kloroplas sehingga dapat berfotosintesis, yang disebut klorenkim (Nugroho et al. 2006). Sel parenkim korteks juga dapat menyimpan granula dan kristal pati (Berg 2008). c) Stele merupakan daerah sebelah dalam dari endodermis yang terdiri atas perikamium, parenkim, dan berkas pengangkut (Nugroho et al. 2006). Terdapat dua tipe jaringan pembuluh, yaitu floem yang biasanya terletak di bagian luar dan xilem yang biasanya terletak di bagian dalam. Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan mineral terlarut dari akar menuju batang, sedangkan floem berfungsi mengangkut karbohidrat terlarut (sukrosa) dari daun menuju batang (Berg 2008). Jenis-jenis pembuluh dapat digolongkan berdasarkan letak xylem dan floem (Hidayat 1995) yaitu : 1. Ikatan pembuluh kolateral, floem bertempat di sebelah luar xilem. 2. Ikatan pembuluh bikolateral, seperti kolateral namun terdapat floem di sebelah dalam xilem sehingga ada floem eksternal dan floem internal. 3. Ikatan pembuluh konsentris amfikribal, floem mengelilingi xilem dan sering terdapat pada paku. 4. Ikatan pembuluh konsentris amfivasal, xilem mengelilingi floem. 5. Ikatan pembuluh radial, letak berkas xilem bergantian dan berdampingan dengan berkas floem. Korteks batang tumbuhan air dan jaringan dasar petiol dan mesofil, terdapat ruang skizogen antar sel tempat berlangsungnya pertukaran udara lakuna. Lakuna terjadi di tengah-tengah korteks batang. Korteks bagian luar terdiri atas parenkima dan kolenkima yang padat. Bagian dalam korteks yang mengelilingi silinder pembuluh juga terdiri atas kolenkima yang rapat. Lakuna dapat tersusun dalam satu lingkaran atau beberapa lingkaran maupun dalam suatu pola retikulasi. Lakuna dipisahkan sewaktu-waktu oleh lempengan atau diafragma, yang memperkuat organ-organ dan dapat juga meniadakan bahaya penyumbatan air
11
melalui luka. Ruang antar diafragma dipenuhi parenkima berbentuk bintang pada tumbuhan akuatik yang tidak tenggelam. (Fahn 1991). 2.3 Kandungan Gizi Tanaman Genjer Tanaman genjer (L. flava) mengandung gizi yang cukup lengkap, dari protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Nilai masing-masing komponen gizi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi tanaman genjer (L. flava) Komposisi gizi Energi Protein kasar Lemak kasar Karbohidrat Abu Kalsium Fosfor Besi Potasium Tembaga Magnesium Zinc Natrium Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air Serat kasar B.D.D
Jumlah/100 g bahan (a) 33 kkal 1,7 g 0,2 g 7,7 g 62 mg 33 mg 2,1 mg 3.800 mg 0,07 mg 54 mg 90 g 70 %
Jumlah (b) 343,26 ± 9,75 kJ/100 g 0,28 ± 0,01 % 1,22 ± 0,01 % 14,56 ± 0,14 % 0,79 ± 0,03 % 770,87 ± 105,26 mg/100 g 4202,5 ± 292,37 mg/100g 8,31 ± 1,83 mg/100 g 228,1 ± 15,26 mg/100 g 0,66 ± 0,05 mg/100 g 107,72 ± 17,15 mg/100 g 79,34 ± 0,15 % 3,81 ± 0,04 % -
Sumber: (a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1992), diacu dalam Astawan dan Kasih (2008) (b) Bujang et al. (2009), jumlah dalam berat kering
Daun dan bunga dari tanaman genjer (Limnocharis flava) berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Kandungan kimia dari daun dan bunga tanaman genjer diantaranya kardenolin, flavonoida dan polifenol. Pengolahan genjer sebagai penambah nafsu makan adalah dengan pengukusan genjer segar hingga setengah matang dan dikonsumsi sebagai lalapan (Anonim 2009). 2.4 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari tanaman. Histologi berhubungan dengan struktur sel dan jaringan. Tanaman
12
terdiri atas jaringan vegetatif dan jaringan reproduktif. Secara morfologi, jaringan merupakan kesatuan sejumlah sel, serupa dalam asal-usul dan fungsi utama, bersifat terus-menerus. Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004). Metode utama dari pengkajian struktur tanaman adalah menggunakan peralatan penyayatan tipis untuk bahan tanaman dan maserasi dalam larutan yang membebaskan sel-sel dari sel lainnya. Metode umum untuk mempelajari jaringan diantaranya metode beku, metode seloidin, metode paraffin, metode penanaman rangkap. Metode paraffin banyak digunakan karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metode ini. Kelebihan metode paraffin diantaranya irisan dapat jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku atau metode seloidin. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin (Suntoro 1983). Metode
pembuatan
preparat
terlebih
dahulu
dilakukan
sebelum
mempelajari histologi tanaman. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar dilakukan dengan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas objek kemudian diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode pembuatan preparat sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran kecil. Tahapan untuk preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan xilol berseri, pewarnaan, inkubasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan. Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin embedding, paraffin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding pada plastik (Kiernan 1990, diacu dalam Kristiono 2009). 2.5 Mineral dan Fungsinya Terdapat sekitar 19 mineral dalam tubuh. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 13 yang esensial untuk kehidupan dan kesehatan. Jumlah mineral tersebut dapat berubah sesuai hasil penemuan baru (Syafiq 2007). Mineral esensial merupakan merupakan mineral yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan,
13
reproduksi dan kesehatan sepanjang siklus hidup (O’dell dan Sunde 1997). Mineral tidak seperti asam amino atau vitamin, yaitu tidak dapat hancur akibat terpapar panas, agen pengoksidasi, pH yang ekstrim, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nutrisi organik. Mineral bersifat indestructible (Fennema 1996). Mineral di dalam tubuh secara umum memiliki fungsi sebagai berikut (Syafiq 2007) : 1) Sebagai bahan pembentuk bermacam-macam jaringan tubuh, seperti tulang dan gigi (Ca danP), rambut, kuku, dan kulit (S) serta sel darah merah (Fe); kalsium dan phospor merupakan mineral yang terbanyak terdapat dalam tubuh. 2) Memelihara keseimbangan asam dan basa di dalam tubuh melalui penggunaan Cl, P, S sebagai pembentukan asam dan Ca, Fe, Mg, K, seta Na sebagai pembentuk basa. 3) Mengkatalisis reaksi yang bertalian dengan pemecahan karbohidrat, lemak, protein maupun mengkatalisis pembentukan lemak dan protein tubuh. 4) Merupakan komponen hormon dan enzim, misalnya mineral Fe merupakan komponen cytochrom oksidase dan cu merupakan komponen enzim tyrosinase maupun pembentukan antibodi. 5) Membantu dalam pengiriman isyarat syaraf ke seluruh tubuh dan mengatur kepekaan saraf serta kontraksi otot (Ca, K, dan Na). Beberapa unsur mineral yang dibutuhkan tubuh diantaranya adalah sebagai berikut : 2.5.1 Kalsium (Ca) Kalsium penting untuk tanaman dan tanah. Kalsium merupakan bagian dari semua sel tanaman. Di dalam tanaman, kalsium bersifat immobial dan tidak bergerak
dari
daun-daun
muda,
sehingga
menyediakan
kalsium
yang
berkesinambungan selama siklus hidup tanaman yang bersangkutan. Bagi tanah kalsium yang seimbang jumlahnya dapat memperbaiki struktur tanah. Kalsium memiliki peran penting pada tumbuhan sebagai pengikat molekul-molekul fosfolipida atau antara fosfolipida dengan protein penyusun membran, hal ini menyebabkan membran dapat berfungsi secara normal pada semua sel. Kalsium juga dapat memacu aktivitas enzim, sekaligus dapat menghambat aktivitas beberapa enzim lainnya (Lakitan 2007).
14
Dalam tubuh dewasa terdapat sekitar 1.200 gr kalsium, yang hampir semuanya terdapat di dalam tulang. Tulang ini terdiri dari dua bentuk, yaitu trabecural dan cortical. Proses puncak pembentukan masa tulang terjadi hingga usia 35- 40 tahun (Syafiq 2007). Kalsium mempunyai fungsi di dalam tubuh sebagi pembentukan tulang dan gigi (Almatsier 2003). Kekurangan kalsium dalam waktu lama dapat meningkatkan resiko osteoporosis (Syafiq 2007). 2.5.2 Fosfor (F) Fosfor dalam tanaman penting di dalam pertumbuhan jaringan dan produksi tanaman. Fosfor yang sudah tidak terpakai keluar dari metabolisme dan disimpan sebagai asam fitat dimana diperlukan dalam masa dormansi pada biji dan umbi-umbian. Dedaunan tidak mengandung fosfor sebagai asam fitat, karena fosfor dalam daun selalu dalam bentuk aktif. (Johnson and Uriu 1990). Kekurangan fosfor pada tanaman dapat menyebabkan tajuk daun berwarna hijau gelap, sering membentuk warna merah atau ungu, tepi daun bercabang, pada batang terdapat warna merah ungu lambat laun menjadi kuning (Lakitan 2007), Fosfor merupakan unsur mineral dengan lambang P dan memiliki nomor atom 15 dengan berat atom 30,974. Fosfor merupakan unsur esensial dalam diet. Unsur ini merupakan komponen utama dalam fase mineral tulang dan terdapat secara berlimpah dalam semua jaringan (Harjono et al. 1996). Dalam tubuh, fosfor adalah salah satu mineral terbanyak jumlahnya setelah kalsium. Jumlah fosfor rata-rata dalam tubuh pria dewasa kurang lebih 700 g, sedangkan kalsium 1200 g. Kira-kira 85% fosfor terdapat dalam tulang sebagai mineral tulang, kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] dan hidroksiapit [Ca10(PO4)6 (OH)2] (Olson et al 1988). 2.5.3 Kalium (K) Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kekurangan kalium dapat menyebabkan daun mengalami klorosis, terdapat bercak pada jaringan mati, bercak berukuran kecil, biasanya pada bagian ujung, tepi, dan
15
jaringan antara tulang dan daun (Lakitan 2007). Batangnya lemah dan pendekpendek, sehingga tanaman tampak kerdil, Buah tumbuh tidak sempurna, kecil, mutunya jelek, hasilnya rendah dan tidak tahan disimpan (Anonim 2009). Kalium dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengatur kandungan cairan sel, yaitu bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim, misal piruvat kinase yang menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah besar mampu menurunkan tekanan darah, hal ini dapat mencegah penyakit tekanan darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000). Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau, dan konstipasi serta jantung akan berdebar detaknya dan menurunkan kemampuannya dalam memompa darah (Almatsier 2003). 2.5.4 Natrium (Na) Peranan natrium di dalam tanaman telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Tumbuhan dapat tumbuh dengan baik ketika tidak tersedianya natrium. Ketersediaan natrium yang berlebih akan menghambat penyerapan kalium yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Namun penelitian beberapa ahli menyebutkan bahwa natrium yang dicampurkan ke dalam pupuk dapat meningkatkan vigor, ketahanan terhadap penyakit, rasa, warna dan penampakan, serta menjaga kualitas dari hasil panen (Gilbert 1957 ; Chapin 2008). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35% sampai 45% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraselular, natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2003). Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamate (MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah juga mengandung sedikit natrium. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg. Kebutuhan natrium didasarkan pada kebutuhan untuk pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat atau sekresi lain (Almatsier 2003).
16
2.5.5 Besi (Fe) Besi bergabung dengan protein menjadi bagian penting dari enzim tanaman. Sebagian besar besi bergabung dengan kloroplas, sebagai tempat pembuatan klorofil yang bertempat pada daun (Bourne 1985). Gejala defisiensi yang tampak adalah pada daun muda, mula-mula secara bertempat-tempat daun berwarna hijau pucat dan hijau kekuningan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringannya tidak mati. Selanjutnya pada tulang daun terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna kuning dan ada pula yang menjadi warna putih (Sutedjo dan Kartasapoetra 2008). Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik). Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3). Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daun dianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas (Ginta 2005). Besi mempunyai fungsi membawa oksigen dan karbon dioksida. Besi bertanggung jawab terhadap kemampuan hemoglobin dan myoglobin dalam membawa oksigen yang dibutuhkan respirasi seluler. Besi membantu formasi darah melalui pembentukan hemoglobin yang merupakan komponen yang penting dalam sel darah merah atau eritrosit (Guthrie 1975). Defisiensi besi dapat menyebabkan anemia yang berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier 2003). 2.5.6 Tembaga (Cu) Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh plastosianin. Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan masingmasing molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pada klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin (Ginta 2005). Tembaga terdapat pada berbagai enzim atau protein yang terlibat dalam reaksi oksidasi dan
17
reduksi. contohnya adalah dalam enzim sithokrom oksidase (enzim respirasi pada mitokondria) dan platosianin (protein pada kloroplas) (Lakitan 2007). Fungsi dan peranan Cu antara lain mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan lactase, dan berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, serta berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin. Gejala defisiensi Cu antara lain pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mengering serta batang dan tangkai daun lemah (Ginta 2005). Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin, melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak yang kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare, selain itu kekurangan tembaga bisa terjadi pada pada seseorang yang kekurangan nutrisi parental, bayi lahir prematur, dan bayi yang mendapat susu sapi dengan komposisi gizi yang tidak disesuaikan. Kekurangan tembaga dapat mengganggu pertumbuhan, metabolisme dan demineralisasi tulang (Almatsier 2003). 2.5.7 Seng (Zn) Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++. Zn dapat diserap lewat daun. Kadr Zn dalam tanah adalah 16- 300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3 dan ZnSiO4). Fungsi Zn antara lain pengaktif enzim anolase, aldolase, asam oksalat dekarboksilase, lesitimase, sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside demutase (SOD), dehidrogenase, karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Zn juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang (Ginta 2005). Selain itu, seng juga dibutuhkan untuk pembentukan triptopan sebagai prekusor IAA, metabolism triptamin. Terutama sebagai kofaktor enzim dehidrogenase, alcohol, glukosa-6-P dan trease. Merangsang sintesa sitokinin C (Agustina 1990).
18
Seng terkandung di dalam setiap jaringan tanaman dengan tingkat yang berbeda-beda (bourne 1985). Seng berpartisipasi dalam pembentukan klorofil dan mencegah kerusakan klorofil. Beberapa enzim juga hanya dapat berfungsi jika terdapat unsur seng yang terikat kuat pada molekul enzim tersebut (Lakitan 2007). Adapun gejala defisiensi Zn antara lain tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan klorosis pada daundaun muda dan intermedier serta adanya nekrosis. Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terutama pada tanah berkapur (Ginta 2005). Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh manusia yakni hati, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di tubuh seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh dengan masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003).
3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan april hingga Juni 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku, Laboratorium Biokimia, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Laboratorium Biologi Hewan dan Laboratorium Nutrisi dan Biologi Radiasi,
Pusat Antar
Universitas, Institut Pertanian Bogor. Laboratorium Mikroteknik dan Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman genjer (L. flava). Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis histologi daun dan batang genjer, larutan FAA, etanol absolut, TBA, minyak parafin, parafin, xilol, larutan Gifford, etanol 95%, etanol 70%, etanol 50%, etanol 30%, akuades, safranin 2%, dan fast green 0,5%, aniline blue, entellan, Toulidin blue. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4, asam borat (H3BO3), larutan HCl 10% larutan HCl 0,0947 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), dan larutan AgNO3 0,10 N. Bahan yang digunakan dalam analisis mineral adalah daun dan tangkai tanaman genjer, KH2PO4, H2SO4, HNO3, akuades, ammonium molibdat, H2NO3, dan HClO4. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, cawan porselen timbangan, oven, wadah porselen, tanur, labu soxhlet, labu kjeldahl, alat destilasi, labu erlenmeyer, kertas saring, dan corong Buchner, meja cetak, karton cetak, oven, mikrotom merk Yamator V-240, meja pemanas, gelas obyek, dan rak pewarna. mikroskop cahaya merk Olympus tipe CH20 dan kamera mikroskop merk Olympus DP12. oven, labu takar, labu kjeldahl, alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Novva 300, dan alat spektrofotometri Spektronik 20. 3.3 Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yang terdiri dari tahap analisis histologi daun dan batang genjer, analisis kandungan gizi daun genjer segar dan
20
kukus, serta kandungan mineral genjer segar dan khusus. Secara umum tahap penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5 : Tanaman genjer (L. flava)
1) Pengambilan sample.
3) Analisis histologis daun, batang, dan akar.
2) Pengukuran morfometrik.
4) Analisis kandungan gizi a. kadar air b. protein c. lemak d. kadar abu e. serat kasar
5) analisis kandungan mineral
Gambar 5 Diagram alir penelitian 3.3.1 Analisis histologi Hal pertama dalam analisis histologis adalah pembuatan preparat tanaman genjer (L. flava) kemudian pengamatan jaringan tanaman dilakukan dengan pengambilan gambar objek pada mikroskop. Pembuatan preparat dilakukan dengan metode paraffin, yang terdiri dari fiksasi, pencucian, dehidrasi dan penjernihan, infiltrasi, penanaman dalam blok, penyayatan, perekatan, dan pewarnaan. Bagian tanaman genjer yang diambil adalah daun, batang atas, batang tengah, batang bawah, dan akar. Fiksasi dilakukan dengan menggunakan larutan FAA, batang dan daun genjer yang telah dipotong kecil dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi larutan FAA dan didiamkan selama > 24 jam (5 hari), setelah itu larutan fiksasi dibuang dan sampel dicuci dengan etanol 50 % sebanyak 4 kali dengan waktu penggantian masing-masing selama 30 menit. Kemudian dilakukan dehidrasi dan penjernihan secara bertahap melalui perendaman dalam larutan seri Johansen I-VII pada suhu ruang dengan perincian : 1. Johansen I selama 2 jam 2. Johansen II selama 24 jam 3. Johansen III selama 2 jam 4. Johansen IV selama 2 jam
21
5. Johansen V selama 2 jam 6. Johansen VI (TBA murni) selama 24 jam 7. Johansen VI (TBA murni) selama 2 jam 8. Johansen VI (TBA murni) selama 2 jam 9. Johansen VI (TBA murni) selama 2 jam 10. Johansen VII selama 4 jam Langkah selanjutnya adalah proses infiltrasi atau penyusupan parafin ke dalam jaringan, dengan cara bahan dimasukkan dalam wadah berisi campuran TBA, minyak parafin, serta 1/3 parafin beku dan disimpan pada suhu kamar selama 1-4 jam yang dilanjutkan pengovenan pada suhu 58 0C selama 18 jam. Pergantian parafin dilakukan setiap 6 jam sekali sebanyak 3 kali pergantian. Setelah itu proses penanaman dilakukan, dengan penggantian parafin dan penyimpanan dalam oven pada suhu ruang selama 1 jam. Setelah parafin mengeras, dilakukan penyayatan dengan mikrotom putar setebal 10 μm. Hasil sayatan kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah diolesi albumin-gliserin dan ditetesi air. Gelas berisi pita parafin kemudian dipanaskan pada hot-plate dengan suhu 45 oC selama 3 sampai 5 jam. Pewarnaan dilakukan dengan menggunakan safranin 2% dalam air dan fastgreen 0,5% dalam etanol 95%. Pada proses pewarnaan ini gelas obyek direndam ke dalam larutan Xilol 1 dan 2 masing-masing selama 20 menit, dilanjutkan perendaman dalam Etanol absolut, 95%, 70%, 50%, dan 30% masingmasing 5 menit. Setelah itu obyek dibilas dengan akuades dan dimasukkan ke dalam safranin 20% selama satu hari. Pada proses selanjutnya gelas obyek dibilas ke dalam akuades dan dimasukkan ke etanol 30%, 50%, 70%, 95%, dan absolut masing-masing selama 5 menit. Setelah itu obyek dimasukkan ke dalam pewarna fast-green 0,5% selama 30 menit. Gelas obyek kemudian direndam dalam xilol 1 dan xilol 2. Warna yang kontras diperoleh bila merah cemerlang : lignin, kromatin, kutin ; merah muda-merah : kloroplast ; hijau : dinding selulosa dan sitoplasma. Proses pewarnaan diikuti dengan proses penutupan atau pemberian media perekat yaitu entellan atau canada balsam pada gelas obyek dan ditutup dengan gelas penutup dan dikeringkan pada suhu 40 0C. Setelah itu dilakukan pemberian
22
label di sebelah kiri gelas obyek. Proses pemfotoan objek dilakukan dengan mikroskop cahaya Olympus CH20 dan kamera digital merk Olympus DP12. 3.3.2 Analisis kandungan gizi Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. 1) Analisis kadar air (AOAC 2005) Analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat dalam suatu bahan. Tahap pertama cawan porselen dikeringkan pada suhu 105 oC selama 1 jam dengan menggunakan oven, lalu cawan didinginkan selama 15 menit di dalam desikator kemudian ditimbang. Cawan ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 6 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut: Perhitungan kadar air pada daun genjer : % Kadar air = B - C x 100% B-A Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan dengan daun genjer (gram) C = Berat cawan dengan daun genjer setelah dikeringkan (gram). 2) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Pertama kertas saring dibuat menjadi bentuk selongsong dan kedua ujungnya di tutup dengn kapas. Kemudian Daun genjer seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring tersebut dan dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2). Pelarut lemak (n-heksan) dituangkan ke dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan soxhlet dan direfluks selama 6 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan soxhlet dipasang kembali lalu didestilasi
23
hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak menguap. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama satu jam. Kemudian labu diletakkan dalam desikator untuk didinginkan hingga beratnya konstan (W3). Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut: Perhitungan kadar lemak pada daun genjer: % Kadar Lemak = W3 – W2 x 100% W1 Keterangan:
W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak kosong (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3) Analisis kadar protein (AOAC 2005) Analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. (a) Tahap destruksi Daun genjer ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Setengah butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4 p.a 98%. Tabung yang berisi larutan tersebut dipanaskan dengan suhu mencapai 400 oC menggunakan alat pemanas. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi bening. (b) Tahap destilasi Hasil destruksi diencerkan dengan akuades hingga 100 ml dengan labu takar. Air dipanaskan sampai mendidih di heater rangkaian alat Kjeldahl. Asam borat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut kemudian dipasang pada tempatnya (di tempat pengeluaran sampel dan NaOH). Hasil destruksi (larutan sampel) dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam kjeltec. Setelah itu, larutan NaOH 50% sebanyak 10 ml juga dimasukkan ke dalam alat pengujian. Setelah larutan di dalam erlenmeyer yang berisi asam borat berubah warna menjadi biru kehitaman atau hijau toska, erlenmeyer diangkat dan dilakukan proses titrasi.
24
(c) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut: Perhitungan kadar protein pada daun genjer : %N = (S-B) n NHCl x 14 x 100% W x 1000 x 2,5 % Protein = 6,25 x % N Ket : S = Volume titran (ml) B = balanko (0 ml) W = Berat sampel 2,5 = Faktor pengoreksi 4) Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan pengabuan dipanaskan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC hingga kering, kemudian cawan diletakkan dalam desikator untuk didinginkan selama 15 menit, kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat yang konstan. Daun genjer sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan lalu cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam hingga menjadi abu. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus berikut: Perhitungan kadar abu pada daun genjer : % Kadar abu = C - A x 100% B-A Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan porselen dengan daun genjer (gram) C = Berat cawan porselen dengan daun genjer kering (gram)
5) Analisis kadar serat kasar (AOAC 1995) Sebanyak 1 gram sample kering dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit,
25
dan disaring menggunakan kertas saring Whatman (ф: 10 cm) dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20 sampai 30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dengan 100 ml NAOH 1,25% selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2 SO4 1,25 % mendidih 2,5 ml air sebanyak tiga kali, dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130 oC selama 2 jam setelah dingin residu beserta cawan porselin ditimbang (A), lalu dimasukkan dalam tanur 600 oC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B). Penghitungan kadar serat kasar pada daun genjer
% Kadar serat kasar =
bobot serat kasar (gram) x 100% bobot sampel kering (gram)
3.3.3 Analisis kandungan mineral (a) Pengujian kadar mineral dengan Atomic Absorption Spectrophotometer (Reitz et al. 1987) Sampel sayuran yang akan mengalami pengujian mineral dilakukan proses pengabuan basah terlebih dahulu. Pada proses pengabuan basah, sampel ditimbang sebanyak 1 g, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml, lalu ke dalam labu ditambahkan 5 ml HNO3 dan dibiarkan selama 1 jam. Labu ditempatkan di atas hotplate selama ± 4 jam dan ditambahkan 0,4 ml H 2SO4 pekat, campuran (HClO4 dan HNO3) sebanyak 3 tetes, 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menjadi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merek Novva300 dengan panjang gelombang dari masing-masing jenis mineral. Langkah selanjutnya adalah pengukuran absorbansi atau tinggi puncak standar, blanko dan contoh pada panjang gelombang dan parameter yang sesuai untuk masing-masing mineral dengan spektrofotometer. Setelah diperoleh absorbansi standar, hubungkan antara konsentrasi standar
26
(sebagai sumbu y) dengan absorban standar (sebagai sumbu x) sehingga diperoleh kurva standar mineral dengan persamaan garis linier y = ax+b (dimana y: variable terikat ; a: kemiringan gradient ; x: variable bebas ; b: konstanta) yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi larutan sampel. Konsentrasi larutan sampel dihitung dengan mengalikan a dengan absorbansi contoh. (b) Pengujian fosfor metode molibdat-vanadat (Apriyantono et al. 1989) Sampel diperlakukan dengan asam nitrat untuk mengubah semua metafosfat dan pirofosfat menjadi ortofosfat. Kemudian sampel diperlakukan dengan asam molibdat dan asam vanadat sehingga ortofosfat yang ada dalam sampel akan bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut dan membentuk kompleks asam vanadimolibdifosfat yang berwarna kuning orange dan intensitas warnanya diukur dengan panjang gelombang 660 nm. Sebanyak 20 g ammonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat untuk pembuatan perekasi vanadat molibdat. Ammonium vanadat 1 gram ditimbang untuk dilarutkan dalam 300 ml akuades dan didinginkan, secara perlahan-lahan ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat, setelah tercampur ditambahkan pereaksi larutan vanadat molibdat dan diencerkan sampai volume 1 l dengan akuades. Pada pembuatan larutan standar, sebanyak 4,394 g KH2PO4 dilarutkan dengan menggunakan akuades sampai 1000 ml untuk mendapatkan konsentrasi fosfor 1000 ppm. Konsentrasi ini kemudian diencerkan dengan akuades untuk mendapatkan konsentrasi standar fosfor yaitu 0, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Larutan sampel hasil pengabuan basah diambil sebanyak 10 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Sebanyak 25 ml pereaksi vanadat molibdat ditambahkan ke dalam sampel tersebut, kemudian diencerkan dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya didiamkan sampel selama 10 menit, dan diukur absorbansi sampel pada panjang gelombang 660 nm dengan spektrofotometer merek spektronic 20 Milton Company.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfometrik Tanaman Genjer (L. flava) Genjer (L. flava) merupakan tanaman yang hidup di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya, berasal dari Amerika, terutama bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya, bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi tumisan, lalap, pecel, atau campuran gado-gado. Biasanya ditemukan bersama-sama dengan eceng gondok (Bergh 1994). Tabel 2 merupakan hasil pengukuran daun dan batang genjer yang meliputi panjang dan lebar daun, serta panjang dan tebal batang. Tabel 2 Hasil pengukuran morfologi genjer (L. flava) Hasil Pengukuran Obyek Pengukuran
Rata-rata (mm)
Panjang Daun
156,73±14,64
Lebar Daun
123,10±13,47
Tebal Daun
0,46±0,14
Panjang Batang Tebal Batang
281,36±26,14 11,71±1,24
Keterangan: Data diperoleh dari 30 tanaman genjer
Sampel tanaman genjer diperoleh dari Desa Ciherang, Kabupaten Bogor. Daun genjer memiliki ukuran cukup besar dengan rata-rata panjang daun 156,73 mm dengan standar deviasi 14,64 mm, serta lebar daun rata-rata 123,1 mm dengan standar deviasi 13,47 mm. Rata-rata tebal daun tanaman genjer adalah 0,46 mm dengan standar deviasi 0,143 mm. Tanaman genjer (L. flava) merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap dan berwarna hijau. Pada tanaman ini tidak ditemukan daun tambahan, dan jumlah helaian daun tanaman ini termasuk pada kategori daun tunggal. Berdasarkan susunan tulang daun, tanaman genjer memiliki tulang daun yang melengkung yaitu daun yang susunan tulang daunnya melengkung. Bagian daun terlebar pada genjer terletak pada bagian tengah helaian daun.
28
Batang genjer termasuk pada batang basah (herba), karena batang ini biasanya mengandung air, tidak berkayu dan berwarna hijau. Batang tanaman genjer berbentuk bundar (globosus). Berdasarkan arah batang di atas tanah genjer memiiki batang yang tegak lurus ke atas. Rata-rata panjang batang genjer adalah 281,36 mm dengan standar deviasi 26,14 mm, serta rata-rata tebal batang adalah 11,711 mm dengan standar deviasi 1,24 mm. 4.2 Karakter Histologi Genjer (L. flava) Tubuh tumbuhan terdiri dari organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun yang merupakan organ pokok tubuh tumbuhan, serta organ reproduktif yaitu organ yang bertanggung jawab bagi perbanyakan tumbuhan, pada tumbuhan berbiji meliputi bunga, buah dan biji. Anatomi tumbuhan genjer yakni batang dan daun dapat diamati dengan pembuatan preparat yang dilihat dengan menggunakan mikroskop. 4.2.1 Deskripsi histologi batang Batang genjer tersusun atas satu lapis jaringan epidermis yang terletak pada bagian luar. Epidermis batang genjer bersifat sebagai pelindung dengan bentuk yang tidak beraturan. Bagian dalam dari epidermis terdapat korteks yang tersusun tidak beraturan. Jaringan korteks yang terletak di sebelah dalam epidermis yang tersusun atas beberapa lapis sel berkloroplas serta jaringan pembuluh pengangkut yang tersebar. Pada jaringan korteks ke arah tengah daun berkembang dan membentuk ruang antar sel yang besar sebagai tempat untuk pertukaran dan penyimpanan udara. Batang merupakan bagian tubuh tumbuhan yang amat penting, disamping akar dan daun. Genjer memiliki batang berair dan berongga seperti tanaman air lainnya serta berbentuk segitiga. Batang genjer termasuk dalam golongan batang basah (herbaceus). Menurut Tjitrosoepomo (2007) batang basah adalah batang yang lunak dan berair. Irisan melintang batang tanaman genjer dapat dilihat pada Gambar 6.
29
A
c
B
b d a
e
C
f
Gambar 6 Anatomi bagian batang genjer (L. flava), A (perbesaran 4 x 10), B, C (perbesaran 10 x 10), a = epidermis, b = korteks, c = ruang antar sel, d = diafragma, e = floem, f = xilem Batang genjer banyak memiliki ruang antar sel yang memiliki bentuk tidak beraturan. Sistem jaringan pembeluh terdiri dari sejumlah berkas pembuluh yang berbeda-beda ukurannya. Posisi xilem dan floem dalam berkas pembuluh disebut ikatan pembuluh. Sistem jaringan pembuluh genjer terdiri atas endodermis yang mengelilingi xilem dan floem. Menurut Hidayat (1995) ada lima jenis ikatan pembuluh yaitu kolateral, bikolateral, konsentris amfikribal, konsentris amfivasal dan radial. Batang genjer termasuk dalam ikatan pembuluh konsentris amfikribal yaitu floem mengelilingi xilem.
30
4.2.2 Deskripsi histologi daun Daun termasuk organ pokok pada tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih bilateral, berwarna hijau, dan merupakan tempat utama terjadinya fotosisntesis (Nugroho et al 2006). Penampang potongan melintang daun genjer dapat dilihat pada Gambar 7.
A
a
B
g
b
f
c
c
d
e
Gambar 7 Anatomi bagian daun genjer (L. flava), A (perbesaran 10 x 10), B (perbesaran 4 x 10), a = epidermis atas, b = jaringan spons, c = epidermis bawah, d = jaringan pembuluh, e = jaringan bunga karang, f = palisade, g = stomata Daun genjer termasuk dalam tipe daun yang bertulang melengkung. Daun ini mempunyai beberapa tulang yang besar, tulang yang besar terdapat ditengah sedangkan yang lain mengikuti jalannya tepi daun. Sejumlah tulang cabang melengkung, tersusun seperti susunan jari muncul dari satu titik. Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar (mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat. Permukaan atas dan bawah daun genjer dilapisi oleh jaringan epidermis. Sel penyusun epidermis tanaman genjer memiliki bentuk tidak beraturan dan memanjang serta tersusun dengan rapat. Permukaan epidermis sering dilapisi oleh kultikula atau rambut halus (pilus), untuk melindungi daun dari serangga pemangsa, spora jamur atau tetesan air hujan. Jadi epidermis berfungsi untuk melindungi jaringan di bawahnya. Sebagian jaringan epidermis atas dan epidermis bawah tanaman genjer berdiferensiasi menjadi stomata terdapat pada epidermis atas dan bawah, yang berfungsi sebagai tempat pertukaran udara. Stoma berfungsi sebagai organ
31
respirasi. Stoma mengambil karbon dioksida dari udara untuk dijadikan bahan fotosintesis. Kemudian stoma akan mengeluarkan oksigen sebagai hasil fotosintesis. Menurut Nugroho et al (2006) stoma adalah lubang atau celah yang terdapat pada epidermis organ tumbuhan yang berwarna hijau yang di batasi oleh sel khusus yang disebut sel penutup. Bagian utama helai daun adalah mesofil yang banyak mengandung kloroplas dan ruang antar sel. Mesofil tanaman genjer terdapat pada bagian dalam daun setelah lapisan epidermis. Mesofil terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan jaringan spons (bunga karang). Jaringan Palisade atau jaringan tiang, adalah jaringan yang berfungsi sebagai tempat fotosintesis. oleh karena itu, bagian ini banyak mengandung kloroplas. Jaringan palisade tanaman genjer memiliki bentuk yang memanjang tegak lurus serta tersusun berderetan dan rapat. Menurut Hidayat (1995) meskipun jaringan tiang nampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling terpisah sehingga udara dalam ruang antarsel tetap mencapai sisi panjang. Jaringan spons atau jaringan bunga karang. Jaringan ini terdiri dari sel yang berlapis-lapis, terdapat rongga-rongga udara, sedikit mengandung kloroplas, dan berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan makanan. Jaringan spons memiliki bentuk tidak beraturan dan terdapat dibagian bawah jaringan palisade. Berkas pembuluh angkut, yang terdiri dari xilem atau pembuluh kayu dan floem atau pembuluh tapis. Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan garamgaraman yang diserap akar dari dalam tanah ke daun (untuk digunakan sebagai bahan fotosintesis). Sedangkan floem berfungsi untuk mengangkut hasil fotosintesis ke seluruh tubuh. Sel xilem genjer memiliki bentuk besar tidak beraturan sedangkan sedangkan sel floem memiliki bentuk kecil tidak beraturan. Jaringan pembuluh tanaman genjer berada di bawah jaringan palisade dan terletak di sekitar jaringan bunga karang. 4.2 Kandungan Gizi Tanaman Genjer Segar dan Kukus Genjer atau L. flava adalah sejenis tumbuhan air. Tumbuhan yang membentuk perdu ini dinyatakan berasal dari benua Amerika. Tanaman genjer juga banyak tumbuh di negara yang beriklim tropis. Selain daunnya, bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi tumisan, lalap,
32
pecel, serta campuran gado-gado. Biasanya ditemukan bersama-sama dengan eceng gondok. Kandungan gizi yang terdapat dalam tanaman genjer dapat diketahui dengan cara analisis proksimat terhadap bagian tanaman yang dikonsumsi, yaitu bagian batang dan daun. Karakter kimia yang dianalisis adalah kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat dan serat kasar. Kandungan gizi daun dan batang genjer dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kandungan gizi daun dan batang genjer Genjer segar (%)
Jenis Gizi
Genjer kukus (%)
Daun
Batang
Daun
Batang
Air
91,51
94,35
90,98
94,03
Abu
1,70
1,22
1,31
0,94
Lemak
1,18
1,15
1,92
1,33
Protein
2,85
0,92
2,25
0,89
Serat kasar
1,04
0,75
1,02
0,72
Keterangan : n=2
4.2.1 Kadar air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Hasil analisis kadar air tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gamabar 8. 95
94,35
94,03
Kadar air (%)
94 93 92
91,51
Segar 90,98
Kukus
91 90 89 Daun
Batang
Gambar 8 Histogram rata-rata kadar air tanaman genjer
33
Tanaman genjer memiliki kadar air yang tinggi yaitu 91,51% (daun) dan 94,35% (batang). Kadar air tanaman genjer lebih tinggi dibandingkan dengan Amaranthus aquatica (bayam) sebesar 84,47% Gladys (2011), dan tanaman genjer yang berasal dari malaysia sebesar 80% (Bujang et al. 2009). Kandungan air yang tinggi disebabkan oleh tanaman masih dalam keadaan segar dan memiliki habitat yang banyak mengandung air. Gambar 8 menunjukan bahwa terjadi perubahan proporsional kadar air pada tanaman genjer akibat pengukusan. Daun dan batang genjer yang telah dikukus memiliki kadar air sekitar 90, 98% dan 94, 03%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rusdy (2010), yang menunjukkan perubahan kadar air pada tanaman genjer yang dikukus. Penurunan kadar air tersebut disebabkan oleh menguapnya air yang terdapat pada bahan akibat proses pemanasan sehingga mempengaruhi karakteristik fisik, kimia dan penampakan sayuran. Menurut Winarno (2008), panas yang diterima oleh bahan selain digunakan untuk menguapkan air pada permukaan bahan, juga dapat menguapkan air yang terikat di dalam bahan. Secara umum, penguapan air berjalan lambat pada saat menguapkan air dalam jaringan karena adanya pengkerutan struktur sel. 4.2.2 Kadar abu Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan yang sangat bervariasi, baik macam maupun jumlahnya. Kandungan abu dan komponennya tergantung jenis bahan dan proses pengabuannya (Sudarmaji dan suhardi 1989). Hasil analisis menunjukan nilai kadar abu pada daun dan batang tanaman genjer 1,7% dan 1,22%. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan semanggi air yang memilki kadar abu 2,7% (Arifin 2010). Perbedaan kadar abu dapat disebabkan oleh perbedaan jenis organisme, dan lingkungan hidup dari organisme tersebut. Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi logam, hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan (Darmono 1995). Tanaman genjer yang telah dikukus mengandung kadar abu lebih rendah dibandingkan dalam keadaan segar. Hasil analisis kadar abu tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 9.
Kadar abu (%)
34
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1,7 1,31
1,22 0,94 Segar Kukus
Daun
Batang
Gambar 9 Histogram rata-rata kadar abu tanaman genjer Gambar 9 menunjukan perubahan kadar abu pada daun dan batang tanaman genjer menjadi 1,31% dan 0,94%. Hal ini disebabkan adanya proses pemasakan yang dapat mengubah karakteristik fisik dankimia yang terdapat pada bahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Thursina (2010), yang menunjukkan penurunan kadar abu pada tanaman kalakai setelah dikukus sebesar 6-14%. Menguapnya air akibat proses pengukusan menyebabkan kandungan mineral yang terdapat pada bahan menjadi berubah. Menurut gaman dan Sherrington (1992), terjadi perubahan yang besar terhadap kandungan mineral selama proses pemasakkan, misalnya saja proses perebusan yang menyebabkan larutnya mineral ke dalam air. 4.2.3 Kadar lemak Lemak merupakan salah satu zat gizi yang cukup penting, karena lemak menghasilkan energi bagi tubuh. Lemak adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut di dalam air, yang dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut non polar diantaranya klorofom dan eter (Lehninger 1990). Pada umumnya kadar lemak pada tumbuhan relatif lebih kecil daripada lemak hewan. Asam lemak pada tumbuhan lebih sering tidak jenuh tunggal atau tidak jenuh jamak (Wirakusumah 2007). Hasil analisis lemak menunjukan kadar lemak daun dan batang tanaman genjer berkisar 1,18 % dan 1,15%. Kadar lemak tanaman genjer lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian tanaman genjer yang dikemukakan Rusdy (2010) yaitu 0,65%. Menurut Gladys (2011), rendahnya persentase lemak sudah diduga
35
karena sayuran hanya membutuhkan sedikit lemak untuk pembentukan dinding sel. Pengukusan yang dilakukan pada tanaman genjer menyebabkan terjadinya perubahan terhadap kadar lemak. Hasil analisis kadar lemak tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 10.
Kadar lemak (%)
2,5 1,92
2 1,5
1,18
1,15
1,33
1
Segar Kukus
0,5 0 Daun
Batang
Gambar 10 Histogram rata-rata kadar lemak tanaman genjer Gambar 10 menunjukan perubahan kadar lemak pada tanaman genjer. Daun dan batang genjer yang telah dikukus memiliki kadar lemak sebesar 1,92% dan 1,33%. Lemak pada tanaman sebagian besar terdapat pada plastida, vakuola dan membran sel (Bastin 2000). Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian Indarti (2007) yang menunjukan peningkatan kadar lemak pada buah kakao. Proses pemanasan, menyebabkan lemak mencair dan viskositasnya berkurang sehingga memudahkan lemak keluar. 4.2.4 Kadar Protein Protein merupakan zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun atau pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur nitrogen (N), karbon (C), hidrogen (H), dan Oksigen (O) yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat (Winarno 2008). Hasil analisis menunjukan kadar protein daun dan batang genjer sebesar 2,85% dan 0,92%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Arifin (2009) yang memberikan nilai kadar protein 4,35%. Namun nilai tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian tanaman selada air yang dikemukakan Permatasari (2010) yaitu 1,14%.
36
Hasil analisis kadar protein tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 11.
Kadar protein (%)
3 2,5
2,85 2,25
2 1,5 0,92
1
Segar 0,89
Kukus
0,5 0 Daun
Batang
Gambar 11 Histogram rata-rata kadar protein tanaman genjer Gambar 11 menunjukan penerunan kadar protein pada daun dan batang tanaman genjer menjadi 2,25% dan 0,89%. Proses pemasakan dapat mengubah karakteristik serta kandungan protein yang terdapat pada bahan. Menguapnya air akibat proses pengukusan menyebabkan kandungan protein yang terdapat pada bahan menjadi berkurang. Perlakuan pemanasan pada suatu bahan pangan, menyebabkan protein terdenaturasi dan terhidrolisis sempurna. Panas atau suhu tinggi, pH, bahan kimia, kejadian mekanik, dan sebagainya akan menyebabkan denaturasi pada struktur protein. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen (Winarno 2008). Protein yang terdenaturasi akan berkurang kemampuannya untuk menahan air, dan terjadilah kehilangan air. Kandungan gizi termasuk protein yang terlarut atau yang telah terbentuk agregat-agregat ikut pula terbawa air. 4.2.5 Kadar serat kasar Serat pangan adalah bahan dalam pangan yang berasal dari tanaman yang tahan terhadap pemecahan oleh enzim dalam saluran pencernaan dan karenanya tidak dapat diabsorpsi (Gaman dan Sherrington 1992). Serat banyak berasal dari dinding sel berbagai sayuran dan buah – buahan. Secara kimia, dinding sel tersebut terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin dan nonkarbohidrat misalnya polimer lignin, beberapa gum dan mucilage ( Winarno 2008 ). Senyawa tersebut
37
sebagian besar berstruktur komplek sehingga tubuh tidak dapat mengubahnya menjadi energi. Ada dua tipe dasar serat, yaitu serat yang dapat larut dan tidak dapat larut (Yamaguchi dan Rubatzky 1999). Pengukusan yang dilakukan pada tanaman genjer menyebabkan perubahan terhadap kadar serat kasar. Hasil analisis kadar serat kasar tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 12. 1,2
1,04 1,02
Serat kasar (%)
1 0,75 0,72
0,8 0,6
Segar
0,4
Kukus
0,2 0 Daun
Batang
Gambar 12 Histogram rata-rata kadar serat kasar tanaman genjer Hasil analisis menunjukan kadar serat kasar yang terkandung pada daun dan tanaman genjer sebesar 1,04% dan 0,75%. Hasil peneletitian yang dilakukan Bujang et al. (2009) menunjukan hasil kadar serat kasar yang lebih tinggi yakni 1,22% Besarnya kadar serat kasar yang terkandung pada bahan dipengaruhi oleh lingkungan tempat hidup tanaman, keanekaragaman, umur tanaman, serta budaya yang diadopsi selama proses penanaman (Kuti dan Torres 1996). Gambar 12 menunjukan penerunan kadar serat kasar pada daun dan batang tanaman genjer menjadi 1,02 % dan 0,72%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2010) yang menunjukkan perubahan kadar serat kasar genjer setelah dikukus yaitu sebesar 11,5%. Proses pengukusan menyebabkan perubahan terhadap karakteristik sayuran. Sayuran menjadi layu karena air yang menguap. Pada umumnya kadar serat dalam tanaman akan mengalami proses penurunan akibat pengolahan panas. Menurut Yamaguchi dan Rubatzky (1999) penyusutan juga terjadi selama penyimpanan pangan selama konsumsi. Pencucian, pengupasan, pemasakkan dapat menyebabkan susutnya beberapa jenis zat gizi akibat proses oksidasi.
38
4.3 Kandungan Mineral Semua makhluk hidup membutuhkan zat gizi makro dan mikro. Zat gizi makro terdiri dari karbohidrat, lemak, dan protein. Sedangkan zat gizi mikro terdiri dari mineral dan vitamin. Berdasarkan perannya dalam fungsi biologis, mineral terbagi menjadi mineral esensial dan non esensial (Belitz dan Groch, 1999). Mineral berasal dari dalam tanah. Tanaman yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian disimpan dalam akar, batang, daun, bunga, dan buah. Hewan makan tanaman dan akan menyimpan mineral dalam tubuhnya. Manusia memperoleh mineral melalui pangan nabati maupun hewani (Syafiq 2007). 4.3.1 Mineral makro Unsur mineral makro merupakan unsur mineral pada tubuh manusia yang terdapat dalam jumlah besar. Mineral makro merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Kelompok mineral makro terdiri dari kalsium, kalium, fosfor, magnesium, klor, sulfur (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro yang terdapat pada tanaman genjer dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan mineral makro genjer Jenis Mineral
Genjer segar (mg/100g)
Genjer kukus (mg/100g)
Kalsium (Ca)
53,09
54,11
Kalium (K)
300,46
256,18
Fosfor (P)
32,19
30,46
Natrium (Na)
3,13
6,54
Magnesium (Mg)
2,81
5,5
Keterangan n=3
1) Kalsium Kandungan kalsium pada tanaman genjer segar adalah (53,09 mg/100g). Konsentrasi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tanaman genjer dari Malaysia yakni sebesar 770 mg/100g Bujang et al. (2009). Perbedaan nilai tersebut kemunginan disebabkan oleh habitat tanaman dan waktu pengambilan tanaman genjer. Menurut Yamaguchi dan Rubatzky (1999) kandungan gizi pada
39
saat panen adalah yang tertinggi, kemudian jumlah tersebut akan berkurang. Laju penyusutan kandungan gizi sangat dipengaruhi oleh waktu, kondisi panen, dan penyimpanan. Prose pengukusan yang dilakukan pada genjer menyebabkan perubahan proporsional terhadap kandungan kalsium. Hasil analisis kandungan
Kadar kalsium (mg/100g)
kalsium tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 13. 54,2 54 53,8 53,6 53,4 53,2 53 52,8 52,6 52,4
54,11
53,09
Segar
Kukus
Gambar 13 Histogram rata-rata kandungan kalsium tanaman genjer Gambar 13 menunjukan perubahan kandungan kalsium tanaman genjer menjadi 54,11 mg/100g. Perubahan ini diduga disebabkan oleh hilangnya air yang terkandung pada daun dan tanaman genjer. Hal ini didukung oleh Penelitian Adayeye dan Ayoola (2010) terhadap tanaman Arachys hypogea yang dikeringkan dengan menggunakan panas matahari menghasilkan perubahan proporsional kadar kalsium. Menurut Osagie dan Onigbide (1992) hilangnya air pada suatu bahan dapat meningkatkan kandungan gizi dan memperpanjang masa simpan pada makanan. Metode pemasakan yang dilakukan pada sayuran berupa pengukusan atau perebusan dapat menyebabkan perubahan terhadap kandungan kalsium. Menurut Gaman dan Sherington (1992) Kandungan kalsium makanan mungkin akan naik jika dididihkan dalam air sadah. Kalsium terdapat secara berlimpah di dalam tanah, kalsium juga banyak terdapat pada daun yang diambil secara pasif melalui pertumbuhan akar. Kalsium sebagian besar terdapat dalam xilem dan dalam konsentrasi lebih kecil terdapat dalam floem (Johnson and Uriu 1990). Kalsium memiliki peran penting pada tumbuhan sebagai pengikat molekul-molekul fosfolipida atau antara fosfolipida
40
dengan protein penyusun membran, hal ini menyebabkan membran dapat berfungsi secara normal pada semua sel. Gejala kekurangan kalsium pada tanaman antara lain tunas pucuk (terminal) mati, yang diikuti distorsi pada ujung pangkal daun muda. Daun muda pada titik tumbuh melengkung yang kemudian mengering pada bagian ujungnya Lakitan (2010). Berdasarkan hasil penelitian konsentrasi kalsium tanaman genjer yang diteliti dapat menyumbang 10 % dari total yang dibutuhkan orang dewasa. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang dewasa di Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998) diacu dalam Almatsier (2003) adalah 500-800 mg. 2) Kalium Kalium tidak diragukan lagi merupakan bahan esensial dan tidak dapat digantikan tugasnya di dalam metabolisme dan pertumbuhan tanaman sehingga dibutuhkan dalam jumlah besar. Salah satu fungsi dari kalium adalah mengaktifkan enzim, sebagian besar ion kalium tidak berbentuk molekul kompleks tetapi dalam bentuk ion dalam sel dengan mobilitas yang tinggi untuk membantu tekanan turgor (Bourne 1985 ; Chapin 2008). Dalam kaitannya dengan pengaturan turgor sel ini, peran yang penting adalah proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan 2004). Kandungan kalium yang terkandung pada daun tanaman genjer segar adalah 300,46 mg/100g. Kandungan kalium genjer jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanaman dari Bangladesh yakni Lemna trisulaca sebesar 4630 mg/100g dan Lemna perpusila sebesar 3740 mg/100g (Khan et al 2007). Perbedaan kandungan kalium pada tanaman dipengaruhi banyak faktor, diantaranya genetika tanaman dan lingkungan dimana tanaman itu tumbuh (Fennema 1996). Hasil analisis kandungan kalium tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 14.
Kadar kalium (mg/100g)
41
310 300 290 280 270 260 250 240 230
300,46
256,18
Segar
Kukus
Gambar 14 Histogram rata-rata kandungan kalium tanaman genjer Gambar 14 menunjukkan proses pemasakan yang dilakukan pada tanaman genjer menyebabkan perubahan konsentarsi kalium sebesar 44,28 mg/100g. Konsentrasi kalium tanaman genjer setelah pengukusan menjadi 256,18 mg/100g. Hal ini didukung oleh penelitian Banigo et al. (2007), dimana kandungan kalium Amaranthus hybridus segar 4,5 mg/100g menurun menjadi 4,2 mg/100g setelah dimasak. Proses pemasakan yang dilakukan terhadap beberapa jenis tanaman tersebut menurunkan konsentrasi mineral yang terkandung pada tanaman. Perlakuan panas yang diberikan pada tanaman menyebabkan perubahan pada karakteristik tanaman serta menghilangkan kandungan gizi pada tanaman. Menurut Hamuzu et al. (2004) sebagian besar sayuran yang dimasak dengan cara perebusan atau dipanaskan dalam microwave, akan mengalami perubahan karakteristik fisik dan perubahan komposisi kimia. Konsentrasi kalium yang diteliti pada tanaman genjer dapat menyumbang 300 mg dari total yang dibutuhkan orang dewasa yaitu sebesar 2000 mg. Menurut Almatsier (2003) angka kecukupan gizi kalium pada orang dewasa yang dibutuhkan sehari-hari adalah 2000 mg. Kalium dalam tubuh manusia berfungsi mengatur kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu keseimbangan asam basa dan menjaga tekanan osmotik. 3) Fosfor Fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainnya. Fosfor juga merupakan bagian dari nukleotida
42
(dalam RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan 2007). Hasil analisis kandungan fosfor tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 15.
Kadar fosfor (mg/100g)
32,5
32,19
32 31,5 31 30,46
30,5 30 29,5 Segar
Kukus
Gambar 15 Histogram rata-rata kandungan fosfor tanaman genjer Gambar 15 menunjukan penurunan kadar fosfor tanaman genjer menjadi 30,46 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan pada tanaman dapat menyebabkan penurunan konsentarsi kalium. Hal ini didukung oleh penelitian Arifin (2010), yang menyatakan Kandungan fosfor tanaman semanggi setelah proses pengukusan sebesar 65,63 mg/100 g, turun 3,42 mg/100g. Fosfor yang diserap tumbuhan sebagian besar dalam bentuk fosfat. Fosfor dalam tumbuhan berada dalam molekul DNA dan RNA, membran sel, dan molekul ATP yang dapat berupa simpanan energi pada batang, daun dan buah namun lebih banyak di ditemukan dalam jumlah besar pada biji dan buah daripada daun. Fosfor berperan dalam beberapa reaksi pelepasan energi (Johnson and Uriu 1990). Fosfor merupakan unsur utama pada sitoplasma dan protein nuklear, fosfolipid, dan asam-asam nukleotida. Fosfor juga berperan penting dalam mebabolisme karbohidrat( Banigo et al. 2007). Gejala kekurangan fosfor adalah lelah, kurang nafsu makan, dan kerusakan tulang (Almatsier 2003). 4) Natrium Natrium sangat berguna dalam pertumbuhan tanaman. Penelitian beberapa ahli menyebutkan bahwa natrium yang dicampurkan ke dalam pupuk dapat meningkatkan vigor, ketahanan terhadap penyakit, rasa, warna dan penampakan,
43
serta menjaga kualitas dari hasil panen (Gilbert 1957 ; Chapin 2008). Hasil analisis kandungan natrium tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 16. 6,54
Kadar natrium (mg/100g)
7 6 5 4
3,13
3 2 1
0 Segar
Kukus
Gambar 16 Histogram rata-rata kandungan natrium tanaman genjer Hasil analisis menunjukan perubahan proporsional terhadap kandungan natrium tanaman genjer. Kandungan natrium genjer segar 3,13 mg/100g berubah menjadi 6,54 mg/100g setelah dikukus. Pemasakan yang dilakukan terhadap sayuran dapat menyebabkan perubahan nutrisi akibat hilanganya air. Menurut Yamaguchi dan Rubatzky (1999) pemasakkan dapat menyebabkan perubahan beberapa jenis zat gizi akibat proses oksidasi Pengukusan yang dilakukan terhadap sayuran dapat menyebabkan perubahan proporsional kandungan mineral karena terjadi perubahan struktur serta kandungan gizinya. Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan mengubah warna, cita rasa, maupun nilai gizi. Pengukusan dilakukan dengan suhu air lebih tinggi dari 66 ºC, tetapi kurang dari 82 ºC. Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional yang telah lama dikenal untuk memasak (Romdhijati 2010). Kandungan natrium tanaman genjer sangat kecil untuk mencukupi kebutahan orang dewasa di Indonesia. Menurut Almatsier (2003)
angka
kecukupan gizi natrium orang dewasa yang dibutuhkan sehari-hari adalah sekitar 500-2400 mg. Kekurangan natrium dapat menyebabkan keseimbangan cairan terganggu dan dapat menurunkan tekanan darah (Winarno 2008).
44
5) Magnesium Magnesium merupakan unsur penyusun khlorofil. Magnesium sebagai unsur hara esensial
bergabung dengan ATP, sehingga ATP dapat berfungsi
dalam berbagai reaksi. Magnesium juga merupakan aktivator dari berbagai enzim dalam reaksi fotosisntesis, respirasi, dan proses pembentukan DNA dan RNA (Lakitan 2007). Kandungan magnesium tanaman genjer yang diteliti lebih kecil dibandingkan dengan tanaman genjer dari Malaysia. Konsentrasi magnesium yang diteliti sebesar 2,81 mg/100g sedangkan penelitian yang dilakukan Bujang et al. menghasilkan 228 mg/100g. Hasil analisis kandungan magnesium tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 17.
Kadar magnesium (mg/100g)
6
5,5
5 4 3
2,81
2 1 0 Segar
Kukus
Gambar 17 Histogram rata-rata kandungan magnesium tanaman genjer Gambar 17 menunjukkan perubahan proporsional kandungan magnesium tanaman genjer. Kandungan magnesium genjer segar 2,81 mg/100g berubah menjadi 5,5 mg/100g setelah dikukus. Keberadaan mineral pada organisme perairan umumnya dipengaruhi oleh daya absorpsi makanan dari berbagai zat yang tersuspensi dalam perairan tempat tinggalnya (Darmono 1995).
Jika
ketersediaan unsur hara esensial kurang dari jumlah yang dibutuhan tanaman, maka akan terganggu metabolismenya. Gejala kekurangan unsur hara ini dapat berupa pertumbuhan akar, batang, atau daun yang terhambat dan klorosis atau nekrosis pada berbagai organ tanaman. Menurut Lakitan (2007) kekurangan magnesium pada tanaman dapat mengakibatkan daun mengalami klorosis, warna daun kadang memerah, ujung dan tepi daun menggulung.
45
Magnesium pada tubuh manusia berfungsi sebagai aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang kerjanya memecah dan memindahkan gugus fosfat (Winarno 2008). Magnesium berperan dalam mencegah kerusakan gigi dengan cara menahan kalsium dan email gigi.
Kekurangan magnesium akan
menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan dalam pertumbuhan, koma, gagal jantung, dan hypomagnesema dengan gejala
denyut jantung tidak teratur,
insomnia, lemah otot, kejang kaki, serta telapak kaki dan tangan gemetar (Almatsier 2003). 4.3.2 Mineral mikro Mineral mikro ialah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Mineral mikro yang dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah kurang dari 100 mg sehari. Mineral mikro mempunyai peranan penting untuk kehidupan, kesehatan, dan rerproduksi (Muchtadi et al. 1993). Kandungan mikro mineral yang terdapat pada daun dan tanaman genjer dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan mineral mikro genjer Jenis Mineral
Genjer segar (mg/100g)
Genjer kukus (mg/100g)
Besi (Fe)
17,97
15,72
Seng (Zn)
1,28
1,24
Tembaga (Cu)
0,613
0,61
Keterangan n=3
1) Besi Besi dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daun dianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar. Besi di dalam tumbuhan terdapat dalam tiga bentuk yaitu metalloprotein (biasanya enzim), bentuk terlarut terdapat di dalam xilem, floem dan vakuola. Sebagai ion bebas atau komplek molekul kecil, serta bentuk komplek yang tidak fungsional dan bergabung dalam komponen-komponen simpanan (Bourne 1985). Kandungan zat besi yang terkandung pada genjer segar yang diteliti lebih adalah 17,27 mg/100g. Kandungan besi genjer lebih tinggi dibandingkan dengan
46
bayam segar yaitu 0,16mg/100g Gladys (2009). Namun nilai tersebut lebih kecil daripada semanggi air yaitu 108,3 mg/100g Arifin (2010). Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan kandungan zat besi tersebut adalah lingkungan hidup masing-masing tanaman. Menurut Yamaguchi dan Rubatzky (1999) lingkungan pertumbuhan adalah faktor penting yang mempengaruhi zat gizi tanaman. Hasil analisis kandungan besi tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada
Kadar besi (mg/100g)
Gambar 18. 18,5 18 17,5 17 16,5 16 15,5 15 14,5
17,97
15,72
Segar
Kukus
Gambar 18 Histogram rata-rata kandungan besi tanaman genjer Gambar 18 menunjukkan selama terjadi proses pengukusan terjadi penurunan kadar mineral mikro pada daun dan batang genjer. Kadar besi menurun sebesar 1,15 mg/100g. Besi memiliki sifat yang tidak mudah larut dalam air, sehingga perubahan kandungan besi akibat pengukusan tidak besar. Hal ini didukung oleh penelitian Septiani (2011) kadar besi keong ipong-ipong segar tidak berbeda nyata dengan keong ipong-ipong setelah dikukus. Menurut gaman dan Sherrington (1992) Besi tidak dirusakkan oleh proses pemasakan tetapi sejumlah kecil akan hilang jika air masakan atau kaldu daging yang masak dibuang. Sumber utama Fe adalah pangan berwarna merah, yaitu hati dan daging. Sedangkan sumber lain adalah sayuran berdaun hijau. Kekurangan Fe dapat menyebabkan anemia mikrositik. Anemia jenis ini adalah anemia yang banyak terdapat di dunia, rendahnya peredaran oksigen dalam tubuh sehingga mengakibatkan mudah pusing, lelah, letih, lesu dan turunnya konsentrasi berpikir (Syafiq 2007).
47
2) Seng Dalam sayuran secara umum jumlah seng yang terkandung adalah 1 sampai 10 ppm sedangkan biji-bijian mengandung beberapa kali lipatnya. Meskipun seng dibutuhkan dalam jumlah sedikit oleh tumbuhan, namun seng merupakan penyusun lebih dari enam puluh enzim dengan fungsi berbeda yang terdapat seperti dalam biji, buah dan daun (Bourne 1985). Kandungan seng yang terkandung pada tanaman genjer segar adalah 1,28 mg/100g. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan Azolla pinnata yakni sebesar 5,08 mg/100g dan Eichhornia crassipe sebesar 3,06 mg/100g Khan et al (2007). Pengukusan yang dilakukan terhadap genjer menurunkan kandungan seng sebesar (0,04 mg/100g). Hasil analisis kandungan seng tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 19.
Kadar seng (mg/100g)
1,29
1,28
1,28 1,27 1,26 1,25
1,24
1,24 1,23 1,22 Segar
Kukus
Gambar 19 Histogram rata-rata kandungan seng tanaman genjer Proses pemasakan yang dilakukan pada tanaman genjer menyebabkan penurunan konsentarsi seng sebesar 0,04 mg/100g. Konsentrasi seng tanaman genjer setelah pengukusan menjadi 1,24 mg/100g. Hal ini didukung oleh penelitian Adeyeye dan Ayoola (2010), dimana kandungan seng Arachis hypogea segar 4,4 mg/100g menurun menjadi 4,2 mg/100g setelah dimasak. Pengukusan akan mengurangi zat gizi, namun tidak sebesar pada proses perebusan. Pemanasan pada proses pengukusan kadang tidak merata karena bahan makanan di bagian tepi tumpukan biasanya mengalami pengukusan berlebihan, sementara di bagian tengah mengalami pengukusan lebih sedikit. (Romdhijati 2010).
48
Dalam tubuh zat gizi ini hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit, dan banyak terdapat pada pankreas, hati, ginjal, paru-paru, otot, tulang, dan mata. Dalam makanan Zn dapat diperoleh dari hewani, terutama daging telur dan kerang. Defisiensi Zn dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, terhambat pertumbuhan, perubahan kulit, dan turunnya kekebalan (Syafiq 2007). 3) Tembaga Tembaga (Cu) diserap dalam bentuk ion Cu++ dan dapat diserap dalam bentuk senyawa kompleks organik. Dalam getah tanaman baik dalam xylem maupun floem hampir semua Cu membentuk kompleks senyawa dengan asam amino (Ginta 2005). Sebagian besar tembaga di dalam daun-daunan terdapat dalam bentuk netral atau kompleks anionik yang lebih mudah larut daripada dalam bentuk lain misalnya tembaga sulfat. Lebih dari separuh tembaga berada di kloroplas dan terlibat dalam reaksi fotosintesis (Johnson dan Uriu 1990). Kandungan tembaga yang terkandung pada tanaman genjer segar adalah 0,613 mg/100g. Nilai tersebut lebih besar dibandingkan dengan Ipomoea aquatica yakni sebesar 0,36 mg/100g Umar et al (2007) dan Eichhornia crassipe sebesar 0,42 mg/100g Khan et al (2007). Tanaman genjer yang telah dikukus mengalami penurunan kadar tembaga sebesar 0,003 mg/100g. Hasil analisis kandungan
Kadar tembaga (mg/100g)
tembaga tanaman genjer segar dan kukus disajikan pada Gambar 20. 0,6135 0,613 0,6125 0,612 0,6115 0,611 0,6105 0,61 0,6095 0,609 0,6085
0,613
0,61
Segar
Kukus
Gambar 20 Histogram rata-rata kandungan tembaga tanaman genjer Gambar 20 menunjukkan setelah proses pengukusan kandungan tembaga genjer mengalami perubahan sebesar 0,003 mg/100g. Perubahan yang sedikit tersebut diduga karena proses pemasakan yang dilakukan menggunakan metode
49
pengukusan. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan, yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang; rasa sayuran lebih enak, renyah, dan harum; serta kemungkinan sayuran hangus hampir tidak ada (Novary 1999). Tembaga di dalam tubuh orang dewasa terdapat Sekitar 100-150 mg, dengan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, ginjal, rambut, dan otak. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan sebagai kofaktor bagi enzim tirokinase dan sitokom-oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Harjono et al. 1996).
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan Genjer, atau dalam kamus ilmiah dikenal dengan nama L. flava merupakan tanaman yang hidup di daerah perairan yang sejak lama telah dimanfaatkan sebagai bahan pangan maupun pakan. Daun genjer termasuk dalam tipe daun yang bertulang melengkung. Daun tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, jaringan dasar (mesofil), jaringan pengangkut, jaringan penguat berupa kolenkim dan sklerenkim. Genjer memiliki batang berair dan berongga seperti tanaman air lainnya serta berbentuk segitiga. Batang genjer termasuk dalam golongan batang basah (herbaceus). batang tanaman genjer tersusun atas jaringan epidermis, korteks, dan jaringan pengangkut. Kandungan gizi daun dan batang tanaman genjer segar memiliki kadar air (91,51% dan 94,35%), kadar abu (1,70% dan 1,22%), kadar lemak (1,18% dan 1,15%), kadar protein (2,85% dan 0,92 %), dan serat kasar (1,04% dan 0,75%). Selama proses pengukusan hanya kadar lemak yang mengalami peningkatan komposisi kimia menjadi (1,92% dan 1,33%). Kandungan mineral yang terdapat pada daun dan batang tanaman genjer adalah kalium 256,18 mg/100g; kalsium 54,1 mg/100g; magnesium 5,5 mg/100g; tembaga 0,613 mg/100g; fosfor 30,46 mg/100g; natrium 6,54 mg/100g; seng 1,24 mg/100g dan besi 15,71 mg/100g. Proses pengukusan yang dilakukan menyebabkan menyebabkan penurunan konsentrasi mineral pada besi, fosfor, seng, kalium, serta tembaga dan peningkatan konsentrasi mineral pada natrium, magnesium, dan kalsium. Perubahan tersebut disebabkan terjadinya berubahnya karakter fisik dari tanaman serta hilangnya kandungan air. 5. 2 Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat kandungan mineral genjer dengan perlakuan pemasakkan yang berbeda, perlu dilakukan uji bioavailibilitas mineral tanaman genjer, serta perbanyakan melalui kultur jaringan.
DAFTAR PUSTAKA Adeyeye A, Ayoola PB. 2010. Effect of Heating on the Chemical Composition and Physico – Chemical Properties of Arachis hypogea (Groundnut) Seed Flour and Oil. Pakistan Journal of Nurition 9 (8): 751-754. Agustina L. 1990. Nutrisi Tanaman. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Aitken A, Connel. 1979. Fish In Effect of Heating on Foodstuff, Priestly. Applied Science Publisher. Ltd. London. Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Gramedia. Anonym. 2009. Tanaman Genjer. http://habib-dk.blogspot.com/2009/05/ tanaman -genjer_06.html. [12 Desember 2011] Anonim. 2009. Umnocharis flava (L) Buch .www.Warintek.ristek.go.id/ pangan_kesehatan/tanaman_obat/.../4-059.pdf [18 Desember 2011] Arifin M. 2009. Analisis Mikroskopis dan Kandungan Mineral Semanggi Air (Marsilea crenata Presl (Marsileaceae) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: Association of Official Analytical Chemist Inc. Arlington. [AOCS] American Oil Chemists' Society. 2006. Official Methods of Analysis of the American Oil Chemists' Society. Urbana: American Oil Chemists' Society. Banigo DEB, Eboh L, Mebpa HD. 2007. Effects of Processing Treatments on The Nutritive Composition and Consumer Acceptance of Some Nigerian Edible Leafy Vegetables. African Joirnal of Food Agriculture Nutrition and Development 7 (1): 1684-5374 Bastin S. 2000. Vegetable preparation for the family. J. Agricultural Departement Kentucky State University. Bergh MH. 1994. Limnocharis flava (L) Buchenau. Di dalam: Siemonsma JS dan Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia. Bogor: Prosea. hlm 192-194. Berg L. 2008. Introductiory Botany Plants, People, and The Eenvironment. United States of America: Thomson Brooks Cole Belitz HD, Grosch W, Schieberle P. 2009. Food Chemistry, 4th revised and extended edition. Berlin: Springer-Verlag, Heidelberg.
52
Bold HC, Alexopoulos C, Delevoras T. 1980. Morphology of Plants and Fungi. New York: Harper and Row Publisher. Bourne GH. 1985. Mineral in Food and Nutritional Topics. Grenada: St. Georges University School of Medicine. Bujang JS, Saupi N, Zakaria MH. 2009. Analytic Chemical Composition and Mineral Content of Yellow Velvetleaf (Limnocharis flava L. Buchenau)’s Edible Parts. Journal of Applied Sciences 9(16): 2969-2974. Chapin S. 2008. The mineral nutrition on wild plant. Annual review journals of ecology and systematic. (11):233-260. Darmomo. 1995. Logam Dalam sistem Biologi. Jakarta: UI Press Fahn A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Ahmad Soediarto; Penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari; Plant Anatomy Fisher NM, Dunham RJ. 1992. Morfologi Akar dan pengambilan Zat Hara. Tohari: Penerjemah; Goldsworthy PR: editor. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fennema OR, editor. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc. Frohne S. 1985. Anatomisch-mikrochemische. Drogenanalyse. Georg Thieme Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gardjito et al, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: The Science of food, an introduction to food science, nutrition and microbiology. Second edition. Ginta
J. 2005. Unsur Hara Mikro Yang Dibutuhkan Tanaman. www.nasih.staff.ugm.ac.id/pnt3404/4%209417.doc. [10 Mei 2012]
Gladys HEO. 2011. Effect of Drying Methods on Chemical Composition of Spinach “Aieifo” (Amaranthus aquatica) and Pumpkin Leaf (Telfairia occidentalis) and Their Soup Meals. Pakistan Journal of Nutrition 10(11): 1061-1065 Guilemin F, Devaux MF, Guillon F. 2004. Evaluation of Plant Histology by automatic clustering based on individual cell morphological features. Image Anal Stereol of Original Research Paper 23: 13-22. Guthrie HA. 1975. Introductory Nutrition. The CV Mosby Company : Pennssylvania. Harjono RM, Oswari J, Ronardy DH, Santoso K, Setio M, Soenarno, Widianto G, Wijaya C, Winata I. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hidayat EB. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. Bandung: Penerbit ITB
53
Indarti E. 2007. Efek Pemasakan Terhadap Rendemen Lemak Pada Proses Pengepresan Biji Kakao. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 6(2): 50-54. Johnson, Uriu. 1990. Mineral nutrion. J. Nutrition Plant 7(3):101-104. Khan MJ, Steingaas H, Drochner W. 2002. Evaluation of Some Aquatic Plants from Bangladesh through Mineral Composition, In Vitro Gas Production and In Situ Degradation Measurements. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15 (4) : 537-542. Kristiono SS. 2009. Analisis Mikroskopis dan Fitokimia Semanggi Air (Marsilea crenata Presl (Marsileaceae) [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kück U, Wolff G. 2009. Botanisches Grundpraktikum. Springer. Lakitan B. 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Erlangga. Mertz W. 1987. Trace Element in Human and Animal. San Diego: Academic Press. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mulyani S. 2006. Anatomi Tumbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penerbit Swadaya Nugroho H, Purnomo, Sumardi I. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Jakarta: Penebar Swadaya O’Dell BL, Sunde RA. 1997. Handbook of Nutritionally Essential Mineral Elements. New York: Marcel Dekker Inc. Olson RE, Broquist HP, Chichester CO, Darby WJ, Stalvey RM. 1988. Pengetahuan Gizi Mutakhir Mineral. Nasoetion AH dan Karyadi D, penerjemah. Jakarta: PT Gramedia. Terjemahan dari: Present Knowledge in Nutrition Osagie, AU, Onigbide AO, 1992. Effect of growth, maturation and storage on the composition of plant foods. Nutritional Quality of Plant Foods. Oukuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties Of Squid and Cuttlefish. Tokyo: National Cooperative Assosiation of Squid Processor
54
Permatasari E. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br). [Skripsi]. Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Plantmor. 2008. Genjer. http//www.plantmor.com/index.php?plant=777 [30 Juli 2011] Romdhijati L. 2010. Olahan dari Kentang. Yogyakarta: Kanisius. Sediaoetama AD. 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jakarta: Dian rakyat. Sudarmadji S dan Suhardi BH. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan PAU Pangan dan Gizi UGM. Suntoro H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologi dan Histokimia). Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Sutedjo M. 2008. Analisis Tanah, Air, dan Jaringan Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta. Sutrian Y. 1992. Pengantar Anatomi Tumbuh-tumbuhan Tentang Sel dan Jaringan. Jakarta: Rineka Cipta. Syafiq A. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Tjitrosoepomo G. 1987. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Ugbogu AE, Akubugwo IE, Obasi NA, Chinyere GC. 2008. Mineral and Phytochemical Contents in Leaves of Amaranthus hybridus L and Solanum Nigrum L. Subjected to Different Processing Methods. African Journal of Biochemistry vol.2(2), pp. 040-044 Van Steenis. 2006. Flora. Jakarta: PT Pradnya Paramita. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia. Wirakusumah ES. 2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya. Yamaguchi M, Rubatzky VE. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip dan Gizi. Bandung: ITB Press. Zhang D, Hamauzu Y. 2004. Phenolics, ascorbic acid, carotenoids and antioxidant activity of broccoli and their changes during conventional and microwave cooking. Food Chemistry 88: 503–509.
LAMPIRAN
55
Lampiran 1 Gambar-gambar pembuatan preparat awetan
Perendaman dalam Larutan FAA
Perendaman dalam larutan seri johanshen
mikroskop cahaya Olympus CH20
Pencucian dengan etanol
Proses pewarnaan
56
Lampiran 2 Perhitungan kadar air daun dan batang genjer segar Daun Batang Keterangan U1 U2 U1 U2 Berat sample (gr) 0,81 0,84 1,76 1,78 Berat (sample+cawan) sebelum dikeringkan 28,81 29,16 27,34 27,45 (gr) Berat (sample+cawan) 28,07 28,39 25,68 25,77 sesudah dikeringkan (gr) Kadar air (%) 91,35 91,66 94,32 94,38 Rata-rata (%) 91,51 94,35 Contoh perhitungan: % Kadar air daun U2
=
(29,16-28,39) x 100% = 91,66% 0,81
Lampiran 3 Perhitungan kadar abu daun dan batang genjer segar Daun Batang Keterangan U1 U2 U1 U2 Berat sample (gr) 2,01 2,09 2,41 2,46 Berat abu (gr) 0,03 0,04 0,03 0.03 Kadar abu (%) 1,49 1,91 1,24 1,21 Rata-rata (%) 1,70 1,22 Contoh perhitungan: % Kadar abu daun U2
=
0,04 x 100% = 1,91% 2,09
Lampiran 4 Perhitungan kadar lemak daun dan batang genjer segar Daun Batang Keterangan U1 U2 U1 U2 Berat sample (g) 2,25 2,04 2,20 2,11 Berat labu lemak kosong (g) 38,61 39,36 38,97 37,89 Berat labu lemak dengan lemak (g) 38,63 39,39 39,00 37,91 Kadar lemak (%) 0,89 1,47 1,36 0,95 Rata-rata (%) 1,18 1,15 % Kadar lemak daun U2
=
39,39-39,36 x 100% = 1,47% 2,04
57
Lampiran 5 Analisis kadar protein daun dan batang genjer segar Daun U1 U2 0,3418 0,2948 0,11 0,11 0 0 2,7 3,00 2,85
Keterangan Berat sample (g) Volume HCl titrasi sampel (ml) Volume HCl titrasi blanko (ml) Kadar protein (%) Rata-rata (%)
Batang U1 U2 0,3241 0,3634 0,11 0,11 0 37,91 0,89 0,95 0,92
Contoh perhitungan: %N = (S-B) n NHCl x 14 w x 1000 x 2.5
x 100%
% protein = 6.25 x %N %N= (2,40-0)x0,11x14 x 100% 0,3418x1000x2,5 = 0,0043253 % protein = 6,25 x 0,0043253 = 2,7 Lampiran 6 Analisis kadar serat kasar daun dan batang genjer segar Keterangan Berat sample (gr) Berat serat kasar (gr) Kadar serat kasar (%) Rata-rata (%)
Daun U1 0,019 2,0137 0,97
Batang
U2 0,022 2,0476 1,11 1,04
U1 0,018 2,4214 0,74
U2 0,018 2,3327 0,77 0,75
Contoh perhitungan: % Kadar serat kasar daun U2
=
0,022 x 100% = 1,11% 2,0476
Lampiran 7 Nilai konsentrasi dan absorbansi standar mineral natrium Konsentrasi standar ppm 0 0,1 0,2 0,4 0,6 0,8
Absorban std 0 0,0764 0,1613 0,3546 0,5297 0,7143
58
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 -0,1 0
Series1 Linear (Series1)
0,2
0,4
0,6
0,8
1
y = 0,901x - 0,009 R² = 0,999
Lampiran 8 Perhitungan kandungan natrium dari genjer Contoh perhitungan: ppm sampel (segar) = ppm solution x
fp bobot sampel
= 0,137069922x 2500 5,257 = 65,1844 ppm = 6,518 mg/100 g Lampiran 9 Nilai konsentrasi dan absorbansi standar mineral besi Konsentrasi standar ppm 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,2
Absorban std 0 0,0106 0,0201 0,0290 0,0372 0,0579
59
0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0
Series1 Linear (Series1) 0
0,5
1
1,5
Lampiran 10 perhitungan kandungan besi dari genjer ppm sampel (segar) = ppm solution x
fp bobot sampel
= 0,342553191 x 2500 3,6383 = 162,9033 ppm = 16,2903 mg/100 g
y = 0,047x + 0,000 R² = 0,998