PERUBAHAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TANAMAN GENJER (Limnocharis flava) AKIBAT PENGUKUSAN
MARISA PERMATASARI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
RINGKASAN MARISA PERMATASARI. C34080084. Perubahan Aktivitas Antioksidan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Akibat Pengukusan. Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M JACOEB. Genjer merupakan jenis tanaman air yang tersebar di seluruh daratan Asia dan berasal dari Amerika. Genjer dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan yang dapat menambah nafsu makan dan melancarkan pencernaan. Kajian ilmiah mengenai khasiat genjer penting dan perlu dilakukan, di antaranya ialah uji komponen bioaktif dan uji aktivitas antioksidan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen genjer utuh, rendemen ekstrak, kandungan zat gizi (air, lemak, protein, karbohidrat, abu, abu tidak larut asam, serat kasar), komponen bioaktif dan aktivitas antioksidan yang terkandung dalam genjer segar, genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit serta pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH. Bahan baku berupa genjer yang digunakan pada penelitian ini berasal dari persawahan Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Hasil analisis proksimat pada genjer segar adalah kandungan air sebesar 93,92%, lemak sebesar 0,20%, protein sebesar 2,38%, abu sebesar 0,70%, abu tidak larut asam sebesar 0,10%, serat sebesar 1,31% dan karbohidrat sebesar 2,70%. Proses pengukusan menyebabkan perubahan kandungan gizi. Hasil analisis proksimat pada genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit berturut-turut adalah kandungan air sebesar 92,49% dan 91,18%, lemak sebesar 0,29% dan 0,39%, protein sebesar 2,81% dan 2,03%, abu sebesar 0,89% dan 0,99%, abu tidak larut asam sebesar 0,10%, serat sebesar 1,34% dan 1,53% dan karbohidrat sebesar 3,42% dan 5,31%. Senyawa fitokimia dari ketiga ekstrak kasar genjer yang terdeteksi meliputi steroid, saponin, fenol hidroquinon dan gula pereduksi. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar genjer dapat dilihat dari nilai IC50 yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 dari ekstrak kasar genjer segar sebesar 131,03 ppm, genjer kukus 3 menit sebesar 1350 ppm dan genjer kukus 5 menit sebesar 3409 ppm. Hasil tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan ketiga ekstrak kasar genjer sangat lemah karena IC50-nya kurang dari 200 ppm untuk gejer segar dan lebih dari 200 untuk genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit. Antioksidan BHT yang digunakan sebagai pembanding memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (< 50 ppm) dengan IC50 sebesar 3,88 ppm.
PERUBAHAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN TANAMAN GENJER (Limnocharis flava) AKIBAT PENGUKUSAN
Skripsi
Oleh:
MARISA PERMATASARI C34080084
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Departemen Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul
: Perubahan Aktivitas Antioksidan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Akibat Pengukusan
Nama
: Marisa Permatasari
Nrp
: C34080084
Program Studi
: Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Nurjanah, MS. NIP.1959 1013 1986 01 2 002
Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.- Biol. NIP. 1959 1127 1986 01 1 005
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Periran
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, Mphil. NIP. 1958 0511 1985 03 1 002
Tanggal Pengesahan :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Perubahan Aktivitas Antioksidan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Akibat Pengukusan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Marisa Permatasari C34080084
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya,
penulis
dapat
menyelesaikan
penyusunan
skripsi
ini
dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul “Perubahan Aktivitas Antioksidan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Akibat Pengukusan”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1.
Dr. Ir. Nurjanah, MS. selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, pengarahan serta masukan yang telah diberikan kepada penulis.
2.
Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol. selaku Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan dan pembimbing atas segala bimbingan, pengarahan serta masukan yang telah diberikan kepada penulis.
3.
Roni Nugraha, S.Si, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran serta pengarahan kepada penulis.
4.
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil. sebagai Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.
5.
Keluarga terutama Bapak, Mama, dan kakak-kakakku tercinta (Mas Feri, Mas Budi, Mas Ismet, Mbak Teti) yang telah memberikan semangat, materi dan doa kepada penulis selama menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.
6.
Taufik Hidayat yang telah menemani dan memberikan semangat, motivasi serta saran kepada penulis selama menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
7.
Teman-teman asisten m.k Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan (Asni, Euis, Hilma, Ika, Ningrum, Silvia dan kak Sabri) atas kerja sama dan kebersamaannya.
8.
Teman-teman THP 45 yang telah memberikan masukan dan semangat pada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan (Diah, Intan, Kurniawati, Yulista, Desi dan Hani).
9.
Teman-teman THP 44, 46, dan 47 yang telah memberikan informasiinformasi kepada penulis.
10. Bu Emma, Mbak Lastri, Mbak Dini, Mas Zaky, Mbak Ina, Mas Endi dan Mbak Wiwi yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian di Laboratorium. 11. Pak Ade, bang Mail, Seluruh dosen, pegawai, dan staf TU atas bantuannya selama ini. 12. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dalam proses penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.
Bogor, Juli 2012
Marisa Permatasari C34080084
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada 29 Maret 1991. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara pasangan Suyatman dan Sri Rejeki. Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Cempaka Baru 02 PG pada tahun 1996 hingga tahun 2002.
Penulis
melanjutkan
pendidikan
di
MTs
Al-Muddatsiriyah (Tahun 2002-2005). Pendidikan formal selanjutnya di tempuh di SMAN 5 Jakarta (Tahun 2005-2008). Penulis diterima sebagai Mahasiswi Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SMNPTN (Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada tahun 2008. Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum m.k Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan tahun ajaran 2011-2012. Selain itu penulis pernah mengikuti kepanitiaan sanitasi (Tahun 2011) dan sensori (Tahun 2012). Sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana Perikanan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Perubahan Aktivitas Antioksidan Tanaman Genjer (Limnocharis flava) Akibat Pengukusan” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurjanah, MS. dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.- Biol.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Air Genjer (L. flava) ....................... 3 2.2 Komposisi Kimia Tanaman Genjer ......................................................... 4 2.3 Antioksidan .............................................................................................. 4 2.4 Mekanisme Antioksidan .......................................................................... 5 2.5 Ekstraksi Senyawa Bioaktif ..................................................................... 6 2.6 Uji Aktivitas Antioksidan ........................................................................ 7 2.7 Komponen Bioaktif ................................................................................. 8 2.7.1 Alkaloid............................................................................................ 8 2.7.2 Steroid .............................................................................................. 9 2.7.3 Flavonoid ......................................................................................... 9 2.7.4 Saponin .......................................................................................... 10 2.7.5 Fenol hidrokuinon .......................................................................... 10 2.7.6 Karbohidrat .................................................................................... 11 2.7.7 Gula pereduksi ............................................................................... 12 2.7.8 Peptida............................................................................................ 12 2.7.9 Asam amino ................................................................................... 13 2.8 Pengukusan ................................................................................................. 14 3 METODOLOGI......................................................................................... 15 3.1 Waktu dan Tempat................................................................................. 15 3.2 Bahan dan Alat ...................................................................................... 15 3.3 Metode yang digunakan......................................................................... 16 3.3.1 Preparasi sampel ............................................................................ 17 3.3.2 Pengukusan genjer ......................................................................... 17 3.3.3 Analisis proksimat ......................................................................... 17
3.3.4 Ekstraksi bahan aktif ...................................................................... 20 3.3.5 Uji fitokimia ................................................................................... 20 3.3.6 Analisis antioksidan (Metode DPPH) ............................................ 22 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 24 4.1 Karakteristik Genjer (L. flava)............................................................... 24 4.1.1 Rendemen ...................................................................................... 24 4.1.2 Komposisi kimia ............................................................................ 26 4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Genjer (L. flava) .................................... 30 4.2.1 Ekstrak kasar .................................................................................. 31 4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar .......................................... 32 4.3 Aktivitas Antioksidan Genjer dengan Metode DPPH ........................... 35 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 39 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 39 5.2 Saran ...................................................................................................... 39 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1 Tanaman genjer (L. flava).............................................................................. 3 2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal bebas ................ 6 3 Struktur diphenylpycrilhydrazil dan diphenylpycrilhydrazine ...................... 7 4 Diagram alir proses penelitian ..................................................................... 16 5 Morfologi genjer (L. flava) .......................................................................... 24 6 Rendemen genjer ......................................................................................... 25 7 Diagram batang rendemen hasil ekstraksi ................................................... 31 8 Diagram batang nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak kasar genjer ............. 37
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Komposisis gizi tanaman genjer (L. flava) .................................................... 4 2 Hasil uji proksimat genjer............................................................................ 26 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar genjer ....................................................... 33 4 Nilai IC50 larutan BHT dan ekstrak kasar genjer (L. flava) ......................... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1 Perhitungan rendemen genjer ...................................................................... 45 2 Perhitungan analisis proksimat .................................................................... 45 3 Data rendemen ekstrak kasar genjer ............................................................ 48 4 Gambar-gambar proses ekstraksi genjer (L. flava) ...................................... 48 5 Gambar-gambar hasil uji fitokimia genjer (L. flava) ................................... 49 6 Perhitungan pengenceran DPPH, BHT dan ekstrak genjer ......................... 49 7 Perhitungan persen inhibisi dan penentuan IC50 .......................................... 51 8 Grafik hubungan konsentrasi dan persen inhibisinya .................................. 52
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kesibukan kerja di zaman sekarang menjadikan sebagian masyarakat lebih menyukai pola makan yang serba instan. Konsumsi makanan instan secara terus menerus dapat memberikan dampak negatif terhadap kesehatan. Makanan instan kebanyakan mengandung pengawet, pewarna, tinggi lemak, namun rendah serat yang berpotensi meninggalkan racun dalam tubuh serta sumber radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang tidakstabil dan sangat reaktif karena
mengandung
satuatau
lebih
elektron
tidak
berpasangan
pada
orbitalterluarnya. Radikal bebas akan bereaksi dengan molekul disekitarnya untuk memperoleh pasangan elektron. Reaksi ini akan berlangsung terusmenerus dalam tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit (Andayani et al. 2008) Radikal bebas yang berlebihan di dalam tubuh dapat menyababkan penyakit degeneratif antara lain kardiovaskuler, aterosklerosis, diabetes melitus dan kanker (Winarsih 2007). Radikal bebas dapat dihasilkan dari metabolisme tubuh dan faktor eksternal lainnya misalnya zat kimiawi dalam makanan sehingga diperlukan senyawa yang dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas, yaitu antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsih 2007). Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik dan alami.Antioksidan sintetik yang diijinkan untuk makanan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi toluen (BHT), propil galat, tert-butil hidroksi quinon (TBHQ) dan tokoferol.Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami pada umumnya berasal dari tumbuhan yang berupa senyawa fenolik atau polifenolik (Trilaksani 2003) Salah satu tumbuhanair yang berpotensi sebagai alternatif antioksidan alami adalah genjer (Limnocharis flava).
Tanaman genjer merupakan tanaman asli
2
wilayah tropis dan subtropis Amerika. Genjer merupakan tanaman air yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Pengolahan tanaman genjer di Indonesia dilakukan dengan cara pengukusan, perebusan, maupun penumisan (Jacoeb et al. 2010). Komposisi kimia dalam setiap 100 g genjer mengandung energi 39 kkal, protein 1,7 g, karbohidrat 7,7 g, kalsium 62 mg, fosfor 33 mg dan zat besi 2,1 mg. Sayuran ini juga kaya akan serat yang baik untuk menjaga saluran sistem pencernaan (Diantika 2011). Hasil penelitian Maisuthisakul et al. (2008) menunjukkan bahwa L. flava di wilayah Thailand mengandung total fenolik sebesar 5,4 mg GAE/g berat kering dan total flavonoid sebesar 3,7 mg RE/g berat kering. Tanaman genjer merupakan tanaman yang tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya misalnya tepi sungai. Genjer juga mudah ditemui pada lapisan tanah gembur dan lapisan lumpur yang tergenang air dangkal. Lahan persawahan yang digenangi air setelah masa panen atau disela tanaman padi yang masih muda juga merupakan habitat dari genjer. Penelitian-penelitian sebelumya mengenai genjer telah dilakukan dan untuk melengkapi data tentang aktivitas antioksidan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
informasi
untuk
pemanfaatannya dalam bidang farmasi, pangan, industri, dan lain-lain. Penelitian ini bersifat deskriftif, yaitu untuk menentukan pengaruh waktu pengukusan terhadap aktivitas antioksidan pada genjer.
1.2Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh waktu pengukusan genjer (L. flava) terhadap kandungan zat gizi (air, lemak, protein, abu, abu tidak larut asam, karbohidrat dan serat kasar), komponen bioaktif dan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Air Genjer (L. flava) Genjer merupakan tanaman yang tumbuh di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Tanaman genjer merupakan tanaman asli wilayah tropis dan subtropis Amerika (Jacoeb et al. 2010). Warna daunnya hijau dengan lapisan lilin sehingga terlihat mengkilat.Di berbagai daerah, genjer dikenal dengan sebutan haleyo (Batak), eceng (Melayu), genjer, saber (Sunda) dan centongan (Jawa). Klasifikasi dari tanaman genjer menurut Plantamor (2008) adalah sebagai berikut. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Alismatales
Famili
: Limnocharitaceae
Genus
: Limnocharis
Spesies
: L. flava (L.) Buch
Morfologi tanaman genjer (L. flava) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Tanaman genjer (L. flava) Sumber: www.plantamor.com Genjer mempunyai daun yang berbentuk membulat, ukurannya bisa mencapai lebar telapak tangan orang dewasa dan ditopang batang bersegi tiga yang berongga di dalamnya.Genjer merupakan tanaman air yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Di beberapa daerah di Indonesia daun genjer sudah lama diolah menjadi beragam masakan, yaitu masyarakat Jawa Timur mengolah genjer menjadi tumis atau urap, sedangkan di Klaten Jawa Tengah ditemui pecel dengan sayuran daun genjer.
4
2.2 Komposisi Kimia Tanaman Genjer Pemanfaatan tanaman genjer dilakukan terhadap daun muda dan bunga yang belum terbuka yang dimakan sebagai sayuran, di Indonesia terutama di Jawa Barat, di Malaysia, dan di Thailand. Tanaman ini biasanya tidak dimakan mentah tetapi dipanaskan di atas api atau dimasak untuk waktu yang singkat. Pengolahan genjer sebagai penambah nafsu makan adalah dengan pengukusan genjer segar hingga setengah matang yang dikonsumsi sebagai lalapan. Komposisi gizi tanaman genjer disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisis gizi tanaman genjer (L. flava) Komposisi gizi Jumlah (a) Air 97,34 ± 0,15% Protein 0,28 ± 0,01% Lemak 1,22 ± 0,01% Serat 3,81 ±0,04% Karbohidrat 14,56 ± 0,14% Total energy 343,26 ± 9,75% Potasium 4202,50 ± 292,37 mg/100 g Sodium 107,72 ± 17,15 mg/100 g Kalsium 770,87 ± 105,2 mg/100 g Magnesium 228,10 ± 15,26 mg/100 g Tembaga 8,31 ± 1,83 mg/100 g Zinc 0,66 ± 0,05 mg/100 g (a) Saupi et al. (2009), jumlah dalam 100 gram berat basah
Daun dan bunga genjer berkhasiat sebagai penambah nafsu makan.Daun dan
bunga
genjer
(Plantamor 2008).
mengandung
kardenolin,
flavonoid
dan
polifenol
Menurut Maisuthisakul et al. (2008) menunjukan bahwa
L. flava di wilayah Thailand mengandung total fenolik sebesar 5,4 mg GAE/g berat kering dan total flavonoid sebesar 3,7 mg RE/g berat kering. Genjer juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, dengan cara batang genjer dicacah menjadi bagian kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bekatul atau dedak sebagai pakan sapi dan kambing.
2.3 Antioksidan Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
5
disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksida lipid pada makanan (Kuncahyo dan Sunardi 2007).
Antioksidan sangat beragam jenisnya, berdasarkan
sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia (Trilaksani 2003). Antioksidan sintetik yang banyak digunakan adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan ekonomis. Empat macam
antioksidan
sintetik
yang
sering
digunakan
adalah
butylated
hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propylgallate (PG) dan nordihidroquairetic acid (NDGA) (Winarno 2008). Antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Trilaksani 2003). Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk α, β, γ, δ-tokoferol (Winarno 2008).
2.4 Mekanisme Antioksidan Mekanisme kerja antioksidan menurut Ong et al. (1995) dalam Hariyatmi (2004) ada lima, yaitu (1) Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal, (2) Mencegah pembentukkan jenis oksigen reaktif, (3) Mengubah jenis oksigen reaktif menjadi kurang toksik, (4) Mencegah kemampuan oksigen reaktif dan (5) Memperbaiki kerusakan yang timbul. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relative
6
stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul tertentu membentuk radikal bebas baru (Gordon 1990dalam Apriandi 2011). Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal bebas pada Gambar 2. Inisiasi :
R*
+ AH --------------------------RH + A*
Propagasi : ROO* + AH ------------------------- ROOH + A* Gambar 2 Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal bebas Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Antioksidan dapat berperan dalam menekan prolifersi (perbanyakan) sel kanker, karena antioksidan berfungsi menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent). Dalam mempertahankan mutu pangan, antioksidan dapat menghambat berbagai kerusakan seperti ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi (Trilaksani 2003).
2.5 Ekstraksi Senyawa Bioaktif Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu.
Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponenkomponen aktif (Harborne 1984). Menurut Ansel (1989) dan Winarno et al. 1973, ekstraksi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu fase cairdan fase organik. Cara fase cair dilakukan dengan menggunakan air, sedangkan cara fase organik dilakukan dengan menggunakan pelarut organik. Berdasarkan prinsipnya, proses ekstraksi dapat berlangsung bila terdapat kesamaan dalam sifat kepolaran antara senyawa yang diekstrak dengan senyawa pelarut. Suatu zat memiliki kemampuan terlarut yang berbeda dalam pelarut yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya interaksi antara zat telarut dengan pelarut. Senyawa polar akan larut pada pelarut polar juga, begitu juga sebaliknya. Sifat penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah kepolaran senyawa yang dilihat dari gugus polarnya (seperti gugus OH, COOH,
7
dan lain sebagainya). Hal ini yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kemampuan untuk mengekstrak, toksisitas, kemudahan untuk diuapkan, dan harga (Harborne 1984). Harborne (1984) mengelompokkan metode ekstraksi menjadi dua, yaitu ekstraksi sederhana dan ekstraksi khusus. Ekstraksi sederhana meliputi maserasi, perkolasi, reperkolasi, dan dialokasi sedangkan ekstraksi khusus terdiri dari sokletasi, arus balik dan ultrasonik.
2.6 Uji Aktivitas Antioksidan Kandungan senyawa antioksidan dalam suatu bahan dapat diketahui melalui uji aktivitas antioksidan. Pengukuran aktivitas antioksidan dapat menggunakan beberapa metode.Salah satu metode yang umum digunakan yaitu menggunakan radikal bebas stabil diphenilpycrylhydrazil (DPPH). Prinsip metode-metode yang digunakan untuk mengetahui aktivitas antioksidan adalah mengevaluasi adanya aktivitas penghambatan proses oksidasi oleh senyawa antioksidan yang terdapat dalam bahan pangan atau contoh ekstrak bahan alam (Setyaningsih 2003). Metode radikal bebas stabil diphenilpycrylhydrazil (DPPH) merupakan radikal sintetik yang larut dalam pelarut polar misalnyaetanol dan metanol. DPPH merupakan radikal stabil yang dapat diukur intensitasnya pada panjang gelombang 515 nm(Rohman dan Riyanto 2005).
Menurut Molyneux (2004)
Meningkatnya jumlah diphenilpycrilhydrazine akan ditandai dengan berubahnya warna
ungu
pada
larutan
menjadi
warna
kuning
pucat.
Struktur
Diphenylpycrilhydrazil dan Diphenylpycrilhydrazine disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur Diphenylpycrilhydrazil dan Diphenylpycrilhydrazine Hasil
dari
metode
DPPH
umumnya
dalam
bentuk
IC 50
(Inhibitor Concentration 50), yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan
8
substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%.
Semakin besar aktivitas antioksidan maka nilai IC 50 akan semakin kecil.
Suatu senyawa antioksidan dinyatakan baik jika nilai IC50-nya semakin kecil (Molyneux 2004).
2.7 Komponen Bioaktif Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis. Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik misalnya polifenol dan komponen asam (phenolic acid). Komponen bioaktif tidak terbatas pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan aktivitas biologis fungsional, misalnya protein dan peptida (Kannan et al. 2009). Pengujian terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia. 2.7.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1984). Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin (analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata), skopolamin (sedatif/obat penenang menjelang operasi), kokain (analgesik), piperin (antifeedant), quinin (obat malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamin (analgesik untuk migrain), reserpin (pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif), serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker) (Putra 2007).
9
2.7.2 Steroid Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbon asiklik.
Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,
terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Senyawa tersebut tidak berwarna, kristalin, sering mempunyai titik lebur tinggi, umumnya sulit untuk dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif, yang banyak digunakan untuk tes adalah reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4 pekat), yang membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen dan sterol (Sirait 2007). Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa (Harborne 1984). 2.7.3 Flavonoid Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak (Harborne 1984). Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid. Flavonoid dalam kehidupan
10
manusia berfungsi sebagai stimulant pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler.Flavon terhidrolisasi berkerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak (Sirait 2007). 2.7.4 Saponin Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi, diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat.
Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sapogenin triterpenik dan steroidik (Muchtadi 1989 dalam Permatasari 2011). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat misalnya sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Saponin terkadang dapat menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1984). Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan (Sirait 2007). Saponin merupakan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan spesies tanaman yang berbeda, terutama tanaman dikotil dan berperan sebagai bagian dari sistem pertahanan tanaman dan termasuk kedalam kelompok besar molekul pelindung tanaman yang disebut phytoanticipins atau phytoprotectans. Saponin diketahui mempunyai efek sebagai antimikroba, menghambat jamur dan melindungi tanaman dari serangan serangga (Suparjo 2008). 2.7.5 Fenol hidrokuinon Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel.
11
Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolatalami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit (Harborne 1984). Pigmen kuinon alami berada pada kisaran warna kuning muda hingga hitam. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, misalnya kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Ketaren 2008). Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon. Tiga kelompok pertama umumnya terhidrolisis dan memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon terdapat pada respirasi seluler (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) (Harborne 1984). Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak bewarna dan banyak digunakan karena tidak beracun. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Beberapa contoh yang termasuk golongan ini antara lain hidrokuinon gossypol, pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenoli (Ketaren 2008). 2.7.6 Karbohidrat Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa-senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisis. Nama karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan senyawa dari golongan ini mempunyai rumus empiris, yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah karbon “hidrat” dan memiliki nisbah karbon terhadap hidrogen dan terhadap oksigen sebagai 1:2:1. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama kalori total yang dikonsumsi manusia dan bagi kebanyakan kehidupan Ahewan, misalnya juga bagi berbagai mikroorganisme. Karbohidrat juga merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lainnya yang menggunakan energi solar untuk melakukan sintesis karbohidrat dari CO2 dan H2O (Lehninger 1988).
12
Karbohidrat menurut Sirait (2007) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) Monosakarida, merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C. Contoh: glukosa, fruktosa, arabinosa 2) Oligosakarida, merupakan polimer dari dua sampai sepuluh monosakarida. Contoh: sukrosa rafinosa 3) Polisakarida Polisakarida merupakan rantai panjang yang terdiri dari monosakarida di mana ikat satu dengan yang lainnya dapat berupa ikatan head to tail dan dapat bercabang-cabang. Contoh: pati, selulosa, inulin. 2.7.7 Gula pereduksi Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi.
Monosakarida akan segera mereduksi
senyawa-senyawa pengoksidasi misalnya ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisis gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa, kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosis diabetes mellitus (Lehninger 1988). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008).
13
2.7.8 Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisa sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988). Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dll) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008). 2.7.9 Asam amino Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim. Asam amino tumbuhan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam amino protein dan asam amino bukan protein. Asam amino protein pada umumnya diketahui berjumlah 20 dan ditemukan dalam hidrolisat asam dari protein tumbuhan dan hewan. Hanya satu asam amino bukan protein yang selalu terdapat dalam tumbuhan, yaitu asam γ-amino-butirat. Perannya dalam tumbuhan tidak begitu nyata, meski ada (sering dalam konsentrasi tinggi) dalam biji dan dalam metabolisme selanjutnya dalam perkecambahan yang memungkinkan sebagai bahan penyimpan nitrogen (Harborne 1984). Asam amino dalam kondisi netral (pH isolistrik) berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter.Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi.Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH.Gugus karboksilnya tidak
14
terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion pada pH yang rendah (misalnya pada pH 1,0). Gugus karboksilnya terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak pada pH yang tinggi (misalnya pada pH 11,0) (Winarno 2008).
2.8 Pengukusan Penyiapan makanan dalam kehidupan sehari-hari umumnya menggunakan proses pengolahan panas. Proses pengolahan makanan dapat meningkatkan daya cerna dan penampakan, memperoleh flavor, dan merusak mikroorganisme dalam bahan pangan (Azizah et al. 2009). Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan. Salah satu proses pengolahan panas yang biasa digunakan untuk mengolah sayuran adalah pengukusan. Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan, atau pengalengan. Pengukusan tradisional menggunakan air panas atau uap panas sebagai medium penghantar panas. Suhu air pengukusan harus lebih tinggi dari 66 oC, tetapi kurang dari 82 oC (Harris dan Karmas 1989). Proses pengukusan menggunakan berupa dandang yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian bawah untuk air pengukus dan bagian berlubang di atasnya untuk tempat sayuran. Sebelum sayuran dimasukkan sebaiknya air dididihkan terlebih dahulu, setelah itu baru sayuran dimasukkan. Sayuran berwarna hijau sebaiknya dandang jangan ditutup terlalu rapat. Metode pengukusan memberikan beberapa keuntungan yaitu kandungan gizi tidak banyak berkurang, rasa sayur lebih enak, renyah dan harum, serta kemungkinan sayur menjadi hangus hampir tidak ada (Novary 1999). Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran. Pengukusan dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus.
Proses pengolahan dapat mengakibatkan kandungan
fitokimia dan antioksidan dalam sayuran yang telah diolah lebih rendah daripada sayuran dalam keadaan segar (Azizah et al. 2009).
15
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Sampel genjer (L. flava) diambil dari Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten
Bogor.
Proses
preparasi
sampel
dilakukan
diLaboratorium
Karakteristik Bahan Baku dan Laboratorium Preservasi dan Pengolahan. Analisis proksimat (Kadar air, abu, lemak, protein dan abu tidak larut asam) dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan. Analisis total serat dilakukan di Balai Besar Industri Agro (BBIA). Proses ekstrasi, uji fitokimia dan uji aktivitas antioksidan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (LPSB), Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah genjer (L. flava) yang diambil di desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, H2SO4pekat, asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green-methyl red (1:2) berwarna merah muda, HCl 0,0947N, pelarut lemak (n-heksana), HCl 10% dan AgNO3 0,10 N. Bahan yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi dan evaporasi adalah etanol 96%.
Bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner (uji alkaloid), pereaksi Meyer (uji alkaloid), pereaksi Dragendroff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil
alkohol (uji
flavonoid), air panas, larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70%, larutan FeCl3 5% (uji fenolhidrokuinon), peraksi Molisch, asam sulfat pekat (uji Molisch), pereaksi Benedict (uji Benedict), pereaksi Biuret (uji Biuret) dan larutan Ninhidrin 0,10% (uji Ninhidrin).Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak kasar genjer, kristal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), etanol dan BHT (butylated hydroxytoluena) sebagai pembanding. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pisau, talenan, wadah plastik, timbangan digital, pengukus, alumunium foil, sudip, gegep,
16
desikator, oven, kompor listrik, tanur, kertas saring Whatman 42 bebas abu, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl, destilator, blender, labu Erlenmeyer, buret, botol kaca kecil, pipet, tabung reaksi, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, grindmill, orbitalshaker, rotaryvacuumevaporator, corong kaca, botolgelas, gelas piala, tabung reaksi, ELISA reader, microplate, multipipette, dan labu takar.
3.3 Metode yang Digunakan Rangkaian proses penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Pengambilan sampel
Preparasi sampel dan pengukusan selama 3 dan 5 menit
Analisis kimia meliputi: a. kadar air b. lemak c. protein d. abu total e. abu tidak larut asam f. karbohidrat g. serat kasar
Pengeringan dengan sinar matahari selama 3 hari
Ekstraksi dengan pelarut etanol
Uji fitokimia Uji aktivitas antioksidan dengan DPPH
Gambar 4 Diagram alir proses penelitian 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Sampel genjer yang digunakan diambil dari Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Sampel yang telah diambil dipisahkan antara bunga dan
akarnya kemudian dicuci dan ditiriskan.
Genjer yang telah ditiriskan
dipotong-potong menjadi lebih kecil dan dibagi menjadi tiga bagian dengan berat yang sama menjadi genjer segar, genjer untuk pengukusan selama 3 dan 5 menit.
17
3.3.2 Pengukusan tanaman genjer Proses pengukusan genjer dilakukan terhadap bagian daun dan batang. Proses pengukusan bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses pengukusan terhadap analisis proksimat, fitokimia dan aktivitas antioksidan genjer. pengukusan akan dilakukan selama menit 3 dan 5 menit hingga daun terlihat agak layu tetapi warna genjer tetap hijau. Setelah proses pengukusan dilakukan analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu tidak larut asam) dan pengeringan genjer selama 3 hari dibawah sinar matahari kemudian genjer dihaluskan dengan blender. 3.3.3 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, lemak, protein, abu larut asam dan serat. 1) Analisis kadar air (AOAC 2005) Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam.Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dikeringkan dengan oven pada suhu 105oC selama 5 atau hingga beratnya konstan.Setelah selesai proses pengeringan, cawan tersebut didinginkan dalam desikator ±30 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang kembali. Perhitungan kadar air : % Kadar air = B - C x 100% B-A Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram) B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (AOAC 2005) Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu o
105 C, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam
18
cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu
600 oC
sampai pengabuan sempurna, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus: % Kadar abu = C - A x 100% B-A Keterangan : A = Berat cawan porselen kosong (gram) B = Berat cawan dengan sampel (gram) C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 3) Analisis kadar protein (AOAC 2005) Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.Sampel ditimbang sebanyak 0,25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambah0,25 gram selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi pada suhu 410oC sampai larutan jernih lalu didinginkan, kemudian ditambah 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi.
Hasil destilasi ditampung
dalam labu Erlenmeyer 125 ml yang berisi campuran 10 ml asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 200 ml maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda kemudian volume titran dibaca dan dicatat. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut : % N = (ml HCl – ml blanko) x N HCl x 14,007 x 100% Mg contoh x faktor koreksi alat * % kadar protein = %N x faktor konversi* *) Faktor konversi = 6,25 4) Analisis kadar lemak (AOAC 2005) Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak.Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W 2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet.Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang
ekstraktor
tabung
soxhlet
dan
disiram
dengan
pelarut
lemak.
19
Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 ºC menggunakan pemanas listrik selama 6 jam.Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan ditampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak:
Keterangan : W1 W2 W3
% Kadar lemak = (W3- W2) x 100% W3 = Berat sampel (gram) = Berat labu lemak kosong (gram) = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
5) Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI-2354.1-2010 (BSN 2010) Abu hasil pengukurankadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO3).
Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven.
Kertas
saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya.Cawan tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap.Cawan kemudian dimasukkan dalam pada suhu 600 ºC.Setelah dilakukan pengabuan, cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus: ( )
x 100%
( )
6) Analisis kadar serat kasar menurut SNI 01-2891-1992 Metode analisis kadar serat kasar yaitu sebanyak 2-4 gram sampel dilarutkan dengan 100 ml H2SO4 1,25% dan dipanaskan hingga mendidih kemudian didestruksi selama 30 menit dan ditambahkan 50 ml NaOH 1,25%, kemudian didihkan kembali. Tahap selanjutnya adalah disaring menggunakan kertas saring Whatman (ф:10 cm) dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih sebanyak 3 kali. Residu didestruksi kembali dibilas dengan 100 ml NaOH
1,25% selama 30 menit.
20
Setelah itu disaring dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1,25%; 2,5 ml air sebanyak 3 kali; dan 25 ml alkohol. Residu beserta kertas saring dipindahkan ke cawan porselin yang telah diketahui bobotnya dan dikeringkan dalam oven 130 oC selama 2 jam. Setelah dingin residu beserta cawanporselin ditimbang (A), dan dimasukkan dalam tanur 600 oC selama 30 menit, lalu didinginkan dan ditimbang kembali (B).
3.3.4 Ekstraksi bahan aktif Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu persiapan sampel dan ekstraksi bahan aktif. Pada tahap persiapan sampel, genjer yang telah diambil dari desa Cikarawang, Dramaga, Bogor dipreparasi kemudian dilakukan pengukusan. Genjer segar dan genjer yang telah mengalami pengukusan dikeringkan dengan panas matahari. Genjer yang telah dikeringkan tersebut kemudian dihancurkan dengan blender sehingga didapat tekstur yang halus. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bahan aktif. Metode ekstraksi yang digunakan adalah metode ekstraksi tunggal (Quinn 1988). Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu etanol 96%. Sampel genjer yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 20 gram dan dimaserasi dengan pelarut etanol 96% sebanyak 100 ml selama 24 jam.Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whattman 42 sehingga didapat filtrat dan residu.Filtrat yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50 ºC. Berdasarkan proses ini maka akan diperoleh ekstrak etanol genjer segar, genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit. 3.3.5 Uji fitokimia (Harborne 1984) Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar genjer yang memiliki aktivitas antioksidan.Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid,
saponin,
fenol
hidrokuinon,
Molisch,
Ninhidrin.Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984).
Benedict,
Biuret
dan
21
a)
Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian
diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades dipipet kemudian ditambah 2,5 gram iodin dan 2 gram kalium iodida lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismut subnitrat ditambah dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air.
Sebelum digunakan, satu volume campuran ini diencerkan dengan 2,3
volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga. b) Steroid/ triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambah 10 tetes anhidrat asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif. c) Flavonoid Sejumlah sampel ditambah serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan metanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok.
Terbentuknya warna
merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid. d) Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.
22
e) Fenol Hidrokuinon (pereaksi FeCl3) Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 mlmetanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambah 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan. f)Uji Molisch Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung.
Uji positif yang menunjukkan adanya
karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan. g) Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi. 3.3.6 Analisis antioksidan dengan metode DPPH (Salazar et al. 2009) Analisis aktivitas uji aktioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Ekstrak kasar genjer dari hasil ekstraksi tunggal menggunakan pelarut etanol dilarutkan dalam etanol.Uji aktivitas antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel dalam mereduksi radikal bebas stabil DPPH. Larutan DPPH yang digunakan, dibuat dengan melarutkan kristal DPPH dalam pelarut etanol 1 mM. Pembanding yang digunakan adalah BHT.Sampel dan pembanding dipindahkan dalam microplate sebanyak 100 µl menggunakan pipet mikro dan ditambah 100 µl DPPH.Campuran diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan ELISA Reader.
Aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dinyatakan
dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: % inhibisi = (A blanko – A sampel) x 100% A blanko Nilai konsentrasi sampel (ekstrak ataupun antioksidan pembanding) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear.Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan
23
y = a + bx, digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel (ekstrak ataupun antioksidan pembanding) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%.
24
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Genjer (L. flava) Morfologi genjer yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari areal kolam di daerah Desa Cikarawang, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Morfologi genjer (L. flava) Genjer mempunyai daun yang berbentuk membulat dan terdapat lapisan lilin pada bagian daun. Tumbuhan genjer yang subur ukurannya bisa mencapai lebar telapak tangan orang dewasa yang ditopang batang bersegi tiga yang berongga di dalamnya. Batangnya berwarna hijau muda dan tebal dengan diameter sekitar 7,4 cm. Genjer yang diperoleh dalam penelitian ini hidup di lingkungan dengan air yang jernih, kedalaman air 3 sampai 4 cm dan suhu perairan 27 ºC. Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang akan digunakan. Sifat bahan baku tidak terbatas pada sifat fisik saja seperti pengukuran rendemen, tetapi juga sifat kimia sehingga perlu dilakukan analisis kandungan gizi genjer dengan uji proksimat. 4.1.1 Rendemen Rendemen adalah persentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan.Rendeman digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai rendemennya,
maka
semakin
tinggi
pula
pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif.
nilai
ekonomisnya
sehingga
25
Rendemen genjersegarbagian daun, batang dan akar dapat dilihat pada Lampiran 1. Nilai rendemen genjer disajikan pada Gambar 6.
Daun 9,84% Akar 20,49% Batang 68,85%
Gambar 6 Rendemen genjer (L. flava)
Rendemen batang genjer lebih besar dibandingkan dengan rendemen daun dan akar, yaitu sebesar 61,76%. Hal ini disebabkan karena bagian batang genjer lebih besar dibandingkan bagian lain, yaitu daun dan akar sehingga menyebabkan rendemen batang genjer lebih besar. Genjer biasanya dimanfaatkan sebagai sayuran, di wilayah Indonesia, Malaysia dan Thailand.Tanaman ini biasanya tidak dimakan mentah tetapi dipanaskan di atas api atau dimasak untuk waktu yang singkat. Genjer berkhasiat sebagai penambah nafsu makan dan menjaga kesehatan saluran pencernaan karena kaya akan serat. Menurut Susmiati (2007) peran utama serat dalam makanan adalahmampu mengikat air, selulosa dan pektin.Serat membantu mempercepat keluarnya sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban. Hasil perhitungan rendemen pada Lampiran 1 menunjukkan bahwa rendemen daun, batang dan akar genjer berturut-turut adalah 9,84%, 68,65% dan 20,49%.
Perhitungan rendemen apabila dijumlahkan tidak mencapai 100%.Hal
ini disebabkan adanya bagian yang tidak dapat dimanfaatkan pada penelitian ini.
26
4.1.2 Komposisi kimia Komposisi kimia genjer dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi kadar air, lemak, protein, abu, abu tidak larut asam, karbohidrat dan serat kasar. Kadar karbohidrat genjer diperoleh melalui perhitungan by difference.Cara perhitungan analisis proksimat genjer dapat dilihat pada Lampiran 2 dan hasil analisis proksimat disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji proksimat genjer (n=2) Kandungan (% bb) Komponen Segar Kukus menit ke-3 Kadar air 93,92 ± 0,13 92,49 ± 0,04 Kadar lemak 0,20 ± 0,00 0,29 ± 0,13 Kadar protein 2,38 ± 0,01 2,81 ± 0,52 Kadar abu 0,70 ± 0,14 0,89 ± 0,13 Kadar abu tidak 0,10 ± 0,00 0,10 ± 0,00 larut asam Kadar serat kasar 1,31 ± 0,06 1,34 ± 0,03 Kadar karbohidrat 2,70 ± 0,00 3,42 ± 0,49
Kukus menit ke-5 91,18 ± 0,07 0,39 ± 0,01 2,03 ± 0,33 0,99 ± 0,00 0,10 ± 0,00 1,53 ± 0,17 5,31 ± 0,39
1) Kadar air Air merupakan komponen dasar dari bahan makanan terutama hasil perikanan.Kandungan air pada tumbuhan dapat mencapai 85-98% (Utama et al. 2007).Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 1997).Buah dan sayuran merupakan bahan pangan yang kandungan airnya cukup tinggi.Hal ini membuat buah dan sayuran memberikan efek rasa segar ketika dikonsumsi. Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut zat-zat gizi, terutama vitamin larut air dan mineral. Air juga berfungsi sebagai katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu, dan peredam benturan.Kandungan air yang tinggi menyebabkan buah dan sayuran mudah mengalami kerusakan (perishable).Kadar air rata-rata genjer segar, kukus 3 menit dan kukus 5 menit secara berurut adalah 93,92%, 92,49% dan 91,18%. Kadar air pada genjer segar dan kukus ini lebih besar
27
dibandingkan semanggi air yang memiliki kadar air rata-rata sebesar 89,02% untuk semanggi air segar dan 87,92% untuk semanggi air kukus (Kristiono 2009). Proses pengolahan pada sayuran dapat menyebabkan perubahan kadar air.Kadar air genjer segar mengalami perubahan setelah proses pengukusan dari 93,92 % menjadi 92,49% pada pengukusan 3 menit dan 91,18 % pada pengukusan 5 menit. Perubahan kadar air ini dapat disebabkan oleh mudahnya air menguap ketika mengalami proses pemanasan. Transfer panas dan pergerakan aliran air maupun udara menyebabkan proses penguapan dan pengeringan pada bahan makanan. Menurunnya kadar air pada sayuran akan mengakibatkan perubahan tekstur pada sayuran tersebut. Sayuran setelah dikukus akan menjadi renyah dan lebih mudah dikonsumsi (Novary 1999). 2) Kadar lemak Lemak merupakan zat yang penting dan merupakan sumber energi yang lebih efektif bagi tubuh dibandingkan karbohidrat dan protein.Lemak memberi cita rasa dan memperbaiki tekstur pada makanan juga sebagai sumber pelarut bagi vitamin A, D, E dan K (Winarno 1997).Kandungan lemak pada buah dan sayuran umumnya sedikit, lemak yang terkandung dalam pangan nabati biasanya berupa asam lemak tidak jenuh (Wirakusumah 2007).Kadar lemak (basis basah) pada tanaman genjer segar, genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit secara berturut-turut sebesar 0,20%, 0,29% dan 0,39%.
Hal ini lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian Kristiono (2009) yang menunjukkan kadar lemaksemanggi air segar (0,27%) dan lebih tinggi pada kadar lemak semanggi kukus (0,3%). Perubahan kadar lemak secara proporsional terjadi pada genjer setelah proses pengukusan. Kadar lemak genjer segar sebesar 0,20% berubah menjadi 0,39% setelah mengalami pengukusan selama 5 menit. Hal ini disebabkan oleh sifat lemak yang volatil.Lemak yang terdapat pada daun dan tangkai dapat mencair dan menguap karena proses pemanasan sehingga kandungan di dalam bahan berkurang (Kristiono 2009). Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran. Pengukusan secara nyata dapat menurunkan dan menaikan
kadar zat gizi
28
makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus (Harris dan Karmas 1989). 3) Kadar protein Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan zat pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Lehninger 1990). Tubuh kita membutuhkan asam amino essensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh dan hanya bisa didapatkan melalui makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Kadar protein genjer segar pada penelitian ini sebesar2,38%. Nilai kadar protein ini lebih tinggi dibandingkan dengan kadar protein hasil penelitian Saupi et al. (2009) sebesar 0,28%. Hal ini diduga karena perbedaan habitat dan kondisi genjer yang digunakan. Pengukusan menyebabkan penurunan kadar protein genjer. Kadar protein genjer mengalami peningkatan setelah mengalami pengukusan selama 3 menit dari 2,38% menjadi 2,81%, kemudian mengalami penurunan setelah pengukusan selama 5 menit menjadi 2,03%.
Menurut Jacoeb et al. (2010) peningkatan
presentasi kadar protein pada genjer setelah pengukusan diduga karena adanya penguraian tanin pada daun dan batang genjer. Protein tersebut tidak terlarut bersama air yang keluar dari bahan pangan.Hal ini diduga menyebakan perubahan kandungan protein pada daun genjer. 4) Kadar abu Kadar abu dapat digunakan sebagai petunjuk adanya keberadaan mineral suatu bahan.Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air.Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai zat anorganik (kadar abu). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak (Winarno 1997). Kandungan abu dan komponennya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Genjer memiliki kadar abu (basis basah) sebesar 0,7% yang nilainya lebih rendah apabila dibandingkan dengan kadar abu selada air (1,14%) hasil penelitian Permatasari (2011).
29
Kadar abu genjer sebesar 0,70% berubah menjadi 0,85% dan 0,99% akibat proses pengukusan selama 3 dan 5 menit. Kadar abu mengalami perubahan karena adanya air yang keluar akibat proses pengukusan. Mineral-mineral yang terkandung dalam tanaman genjer seperti kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga, dan seng ikut keluar bersama dengan keluarnya air akibat proses pengukusan. 5) Kadar abu tidak larut asam Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan suatu produk. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk (Basmal et al. 2003). Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam menunjukkan bahwa genjer mengandung residu abu tak larut asam sebesar 0,10% dari ketiga sampel. Nilai kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Pernatasari (2011) yang menunjukkan nilai kadar abu tidak larut asam selada air sebesar 0,29%. Kadar abu tidak larut asam ini diduga berasal dari material-material abu yang tidak larut asam yang terdapat pada substrat perairan tempat genjer tumbuh. 6) Kadar karbohidrat Hasil perhitungan by difference memberikan nilai karbohidrat sebesar 2,70% pada genjer segar 3,42% pada pengukusan selama 3 menit dan 5,31% pada proses pengukusan selama 5 menit. Kadar karbohidrat pada genjer segar ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Saupi et al. (2009) sebesar 14,56%. Nilai karbohidrat pada genjer yang mengalami pengukusan terjadi peningkatan, hal ini diduga karena pada kloroplas terkandung amilum yang tinggi. Karbohidrat utama yang disimpan pada sebagian besar tumbuhan adalah pati dan selulosa (Almatsier 2006). Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam, karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia.
Terbentuknya
karbohidrat dalam tanaman melalui proses asimilasi atau fotosintesa, yang terjadi melalui permukaan daun yang menghisap udara (CO2), bersamaan dengan air yang diserap oleh akar, kemudian dibawa ke dalam jaringan daun. Butir-butir
30
hijau daun, CO2 dan air dalam daun dengan bantuan sinar matahari diubah menjadi zat tepung atau pati (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010 dalam Permatasari 2011). 7) Kadar serat kasar Sayuran merupakan sumber serat yang paling baik dibandingkan dengan bahan pangan lainnya.Serat pada tumbuhan umumnya terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.Genjer segar memiliki kandungan serat (basis basah) sebesar 1,31% sedangkan genjer yang telah mengalami proses pengukusan selama 3 dan 5 menit memiliki kandungan serat sebesar 1,34% dan 1,53%. Kandungan serat ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan kadar serat pada semanggi air segar dan lebih tinggi kandungan serat genjer kukus dibandingkan dengan semanggi air kukus. Proses pengukusan menyebabkan perubahan kandungan serat pada genjer. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya.Pada umumnya kadar serat dalam tanaman akan mengalami proses penurunan akibat pengolahan panas (Muchtadi et al. 1993). Serat pada tumbuhan yang sebagian besar berupa selulosa akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Serat yang berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin ini merupakan polisakarida yang banyak terdapat pada dinding sel tumbuhan.Selulosa yang terhidrolisis akan menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti selodekstrin yang terdiri dari satuan glukosa atau lebih sedikit, kemudian selobiosa dan akhirnya glukosa (Robinson 1995).
4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Genjer (L. flava) Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu.
Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponenkomponen aktif (Harborne 1984). Ekstrak kasar genjer diperoleh dari proses ekstraksi yang meliputi pengeringan genjer, penghancuran genjer hingga menjadi serbuk-serbuk yang halus, maserasi menggunakan orbital shaker, penyaringan dan evaporasi dengan rotary vacuum evaporator.
31
Proses ekstraksi (maserasi) yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstraksi tunggal dengan pelarut etanol. Penggunaan ekstraksi tunggal dilakukan karena hanya menggunkan satu pelarut yang memiliki satu kepolaran.Menurut Prabowo (2009) rendemen ekstrak keong matah merah dari hasil ekstraksi tunggal lebih besar daripada ekstraksi bertingkat.Rendemen hasil ekstraksi dipengaruhi oleh kepolaran dari pelarut yang digunakan. 4.2.1 Ekstrak kasar Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol. Penggunakan pelarut ini mengingat sifat etanol yang merupakan pelarut polar. Menurut Filho (2006) dalam Yusro (2011) ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol sangat efektif dalam mengisolasi senyawa-senyawa bioaktif. Proses evaporasi filtrat dari hasil maserasi pelarut menghasilkan ekstrak genjer dalam bentuk pasta dan berwarna hijau pekat (Lampiran 4). Produk ekstrak mempunyai banyak keuntungan antara lain semua kandungan bioaktif tanaman terdapat dalam bentuk konsentrat, dan masih dalam bentuk matrik alami (Hanani et al. 2005).Hasil perhitungan rendemen ekstrak genjer dari masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan nilai rendemen ekstrak dari masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 7.
16 13,53
14
12,28
%Rendemen
12 10
9,29
8 6 4 2 0 segar
kukus menit ke-3 Perlakuan
kukus menit ke-5
Gambar 7 Rendemen hasil ekstraksi genjer
32
Diagram batang di atas menunjukkan bahwa genjer segar memiliki persentase rendemen ekstrak terkecil yaitu 9,26%, sedangkan ekstrak genjer yang mengalami pengukusan selama 5 menit memiliki rendemen terbesar yaitu 13,53%. Proses pengukusan menyebabkan serat-serat yang terdapat pada genjer menjadi lebih lunak sehingga kelarutan komponen dalam pelarut juga berbeda. Hal ini diduga menyebabkan serat-serat yang lebih lunak memudahkan komponen bioaktif yang terdapat pada genjer mudah larut pada pelarutnya.Menurut Harborne (1984), jumlah rendemen ekstrak bergantung pada kondisi alamiah senyawa, metode ekstraksi, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu ekstraksi, kelarutan komponen dalam pelarut serta perbandingan sampel dengan pelarut. 4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar Senyawa bioaktif dalam genjer dapat diketahui dengan mengunakan uji fitokimia.Menurut Sirait (2007) dalam Anwariyah (2011)fitokimia merupakan bagian ilmu pengetahuan alam yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman.Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman. Fitokimiapada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bagian primer dan
bagian
sekunder,
tergantung
pada
fungsinya
pada
metabolisme
tanaman.Bagian primer terdiri dari gula, asam amino, protein dan klorofil.Bagian sekunder terdiri dari alkaloid, terpenoid, saponin, komponen fenol, flavonoid, tannin dan lain-lain (Koche et al. 2010). Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, uji Molisch, uji Benedict, uji Biuret dan uji Ninhidrin.Hasil uji fitokimia pada masing-masing ekstrak kasar genjer dapat dilihat pada Tabel 3 dan gambar hasil uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 5.
33
Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar genjer (L. flava) Uji Fitokimia
Segar
Akaloid
-
Ekstrak K. menit ke-3 -
Steroid
+
+
+
Terbentuk warna hijau kebiruan
Flavonoid
-
-
-
Tidak terbentuk lapisan amil alcohol
Saponin
+
+
+
Terbentuk busa
Molisch
-
-
-
Tidak terbentuk lapisan berwarna ungu tua
Benedict
+
+
+
Warna hijau
Fenol Hidroquinon
+
+
+
Terbentuk warna hijau tua
Ninhidrin
-
-
-
Tidak terbentuk warna biru
Biuret
-
-
-
Tidak terbentuk warna ungu
Keterangan K. menit ke-5 Tidak terdapat endapan putih alam pereaksi Meyer, endapan coklat dalam pereaksi Wagner dan endapan merah dalam pereaksi Dragendorff
Hasil pengujian pada Tabel 3 menunjukan pengaruh pengukusan tidak memberikan perbedaan komponen bioaktif yang dihasilkan pada ekstrak genjer. Komponen bioaktif pada ekstrak genjer dari ketiga perlakuan meliputi steroid, saponin, fenol hidroqinon, dan gula pereduksi.Nurjanah et al. (2009) melaporkan bahwa komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar, misalnya alkaloid, steroid, saponin, fenol, asam amino bebas, dan karbohidrat diduga berperan sebagai antioksidan. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Jacoeb et al. (2010) komponen bioaktif pada daun tanaman genjer adalah flavonoid, fenol hidroquinon, gula pereduksi dan asam amino.
Komponen bioaktif pada batang
tanaman genjer berupa flavonoid dan gula pereduksi merupakan metabolit sekunder utama pada daun dan batang tanaman genjer.
34
Pada uji steroid didapatkan hasil yang positif (+) dimana pada uji steroid dihasilkan warna hijau kebiruan.Adanya kandungan steroid ini menarik dan penting dalam bidang farmasi.Steroid merupakan salah satu senyawa kimia yang banyak digunakan dalam bidang pengobatan.Steroid dapat dimanfaatkan sebagai anti bakteri, anti inflamasi, dan obat pereda sakit.Proses pengukusan selama 3 dan 5 menit yang dilakukan pada genjer tidak terlalu berpengaruh secara kualitatif terhadap kandungan steroid (Sirait 2007). Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan.Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon).Glikon bersifat mudah larut dalam air dan
glikosida-glikosida
mempunyai
tegangan
permukaan
yang
kuat
(Suradikusumah 1989dalam Anwariyah 2011).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak genjer segar, kukus 3 dan 5 menitterdeteksi adanya saponin. Hal ini dibuktikan dengan adanya busa yang terbentuk. Menurut Suparjo (2008) Saponin adalah senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan heomolisis sel darah merah. Sifat saponin sebagai senyawa aktif permukaan disebabkan adanya kombinasi antara aglikon lipofilik dengan gula yang bersifat hidrofilik. Menurut
Robinson
(1991)
dalam
Yusro
(2011)
saponin
hipokolesterolemik, immunostimulator dan antikarsinogenik.
bersifat
Mekanisme
antikarsinogenik saponin meliputi efek antioksidan dan sitotoksik langsung pada sel kanker. Uji gula pereduksi dilakukan melalui uji benedict yang memberikan reaksi positif dengan terbentuknya warna hijau pada ekstrak.Gula pereduksi merupakan monosakarida yang mereduksi senyawa lain. Pada uji gula pereduksi yang dilakukan timbul endapan berwarna merah bata yang merupakan reaksi reduksi dari
pereaksi
Benedict,
yaitu
proses
reduksi
Cu 2+
menjadi
Cu+
(Roswiem et al. 2006). Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Komponen fenolat bersifat larut air (polar) selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne 1984).
Hasil penelitian menunjukkan
35
adanya komponen fenol hidrokuinon pada ekstrak kasar genjer segar dan genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit yang. Komponen fenol dapat bertindak sebagai terminator oksidasi dengan cara menangkap radikal untuk membentuk radikal stabil.
Hasil penelitian Maisuthisakul et al. (2008)
menunjukan adanya total fenol sebesar 5,4 mgGAE/g BDD pada tanaman genjer.
4.3 Aktivitas Antioksidan Genjer (L. flava) dengan Metode DPPH Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralkan radikal bebas, atau suatu bahan yang berfungsi mencegah sistem biologi tubuh dari efek yang merugikan yang timbul dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang berlebihan (Hariyatmi 2004). Pengujian aktivitas antioksidan pada genjer dalam penelitian ini dilakukan dengan metode diphenylpicrylhydrazil (DPPH) free radical scavenging assay. Pada metode ini, larutan DPPH yang berperan sebagai radikal bebas akan bereaksi dengan senyawa antioksidan sehingga DPPH akan berubah menjadi diphenilpycrilhydrazine yang bersifat non-radikal. Hasil dari metode DPPH diinterpretasikan dalam parameter IC 50 (Inhibition Concentration 50)yang didefinisikan sebagai konsentrasi larutan substrat atau sampel yang akan menyebabkan tereduksi aktivitas DPPH sebesar 50%. Pembanding yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan ini adalah BHT. Nilai IC50 yang diperoleh dari larutan BHT dan ekstrak kasar genjer(segar, kukus 3 menit dan kukus 5 menit) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai IC50 larutan BHT dan ekstrak kasar genjer (L. flava) Jenis sampel
IC50(ppm)
BHT (pembanding)
3,88
Ekstrak kasar genjer segar
131
Ekstrak kasar genjer kukus 3 menit
1350
Ekstrak kasar genjer kukus 5 menit
3409
Pembanding BHT memiliki nilai IC50 terendah yaitu 3,88 ppm. Nilai ini hampir sama dengan hasil penelitian Hanani et al. (2005) yaitu 3,81 ppm. Molyneux (2004) menggolongkan aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC 50 yang diperoleh, yaitu nilai IC50<50 ppm tergolong antioksidan kuat. Perhitungan
36
aktivitas antioksidan BHT dan masing-masing ekstrak kasar genjer ditunjukkan oleh nilai inhibisinya pada beberapa konsentrasi yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Nilai inhibisi pada beberapa konsentrasi yang terdapat pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi BHT dan ekstrak kasar genjeryang digunakan maka semakin besar persentase penghambatan radikal bebas yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan kenaikan nilai inhibisi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Andayani et al. (2008) yang menyatakan bahwa pada konsentrasi yang lebih tinggi akan menunjukkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Data-data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa antioksidan BHT memiliki aktivitas yang lebih kuat dari senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat pada ketiga ekstrak kasar genjer. Nilai IC50 antioksidan BHT jauh lebih kecil dari nilai IC50 ketiga ekstrak kasar genjer. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa BHT memiliki kemampuan 43 kali lebih efektif dalam mereduksi radikal bebas DPPH dibandingkan ekstrak kasar genjer segar, 450 kali dari ekstrak kasar genjer kukus 3 menit dan 1136 kali dari ekstrak kasar genjer kukus 5 menit. Hal ini dapat terjadi karena ekstrak kasar genjeryang digunakan dalam pengujian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar (crude). Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi. Hasil penelitian menunjukan semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar genjer yang ditambahkan, maka semakin tinggi persen inhibisi yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanani et al. (2005) yaitu bahwa persentase penghambatan ekstrak terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak.Nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak kasar genjer (segar, kukus 3 dan 5 menit) dapat dilihat pada Gambar 8.
Rata-rata IC50 (ppm)
37
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
3409
1350
131 segar
3,88 kukus menit kukus menit ke-3 ke-5 Perlakuan
BHT
Gambar 8 Nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak kasar genjer Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Molyneux 2004).Diagram batang pada Gambar 7, menunjukkan bahwa ekstrak kasar genjer segar memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari dua ekstrak kasar genjer lainnya, ditandai dengan nilai IC50-nya yang terkecil, yaitu 131ppm. Ekstrakgenjer merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan yang paling lemah ditunjukkan dengan nilai IC 50-nya yang terbesar, yaitu 3409ppm. Nilai IC50 pada genjer segar lebih rendah dibandingkan dengann penelitian Sakong et al. (2011) yang menunjukan total aktivitas antiokasidan pada daun genjer sebesar 317 ppm. Proses pengukusan mempengaruhi nilai IC50 dari genjer, semakin lama waktu pengukusan semakin besar nilai IC50.Proses pengolahan akan memberikan perubahan karakteristik secara fisik maupun komposisi kimia dalam sayuran. Pengukusan dapat menurunkan kadar zat gizi makanan yang besarnya bergantung pada cara mengukus dan jenis makanan yang dikukus. Hasil penelitian menunjukkan Proses pengolahan dapat mengakibatkan kandungan fitokimia dan antioksidan dalam sayuran yang telah diolah lebih rendah daripada sayuran dalam keadaan segar (Azizah et al. 2009). Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC 50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat apabila nilai IC 50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 0,10-0,15 mg/ml, dan lemah apabila nilai IC 50
38
berkisar antara 0,15-0,20 mg/ml (Blois 1958 dalam Molyneux 2004). Menurut klasifikasi ini, ketiga ekstrak kasar genjer tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah karena nilai IC50-nya lebih besar dari 0,20 mg/ml atau 200 ppm. Hal ini jauh berbeda dengan aktivitas antioksidan BHT.Hasil penelitian ini jauh lebih baik dibandingkan hasil penelitian Raghu et al. (2010) terhadap sepuluh macam sayuran yang biasa dikonsumsi di India dimana nilai IC 50-nya berkisar 950 - 4750 ppm. Proses pengukusan menyebabkan penurunan pada aktivitas antioksidan pada genjer. Hal ini didukung dengan penelitian Sejati (2012) yang menyatakan bahwa kandungan vitamin C genjer segar dan genjer kukus mengalami penurunan, nilai vitamin C pada genjersegar sebesar 46,63 mg/100 g menurun setelah pengukusan 3 menit menjadi 43,81 mg/100 g dan pada pengukusan 5 menit semakin menurun menjadi 37,34 mg/100 g. Menurut Trilaksani (2003) asam askorbat atau vitamin C merupakan salah satu jenis antioksidan alami yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan.
39
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil analisis proksimat pada genjer segar adalah kandungan air sebesar 93,92%, lemak sebesar 0,20%, protein sebesar 2,38%,abu sebesar 0,70%, abu tidak larut asam sebesar 0,10%, serat sebesar 1,31% dan karbohidrat sebesar 2,70%. Proses pengukusan menyebabkan perubahan kandungan gizi.
Hasil
analisis proksimat pada genjer yang mengalami pengukusan selama 3 dan 5 menit berturut-turut adalah kandungan air sebesar 92,49% dan 91,18%, lemak sebesar 0,29% dan 0,39%, protein sebesar 2,81% dan 2,03%,abu sebesar 0,89% dan 0,99%, abu tidak larut asam sebesar 0,10%, serat sebesar 1,34% dan 1,53% dan karbohidrat sebesar 3,42% dan 5,31%. Fitokimia dari ketiga ekstrak kasar genjer yang terdeteksi meliputi steroid, saponin, gula pereduksi dan fenol hidroquinon. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar genjer dapat dilihat dari nilai IC50 yang diperoleh.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai IC50 dari ekstrak kasar genjer segar sebesar 131ppm, genjer kukus 3 menit sebesar 1350ppm dan genjer kukus 5 menit sebesar 3409ppm. Hasil tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan ketiga ekstrak kasar genjer sangat lemah (IC50<200 ppm) untuk gejer segar dan lebih dari 200 untuk genjer kukus 3 dan 5 menit. Antioksidan BHT memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (IC50< 50 ppm) dengan IC50 sebesar 3,88 ppm. 5.2 Saran Penelitian ini masih menggunakan ekstrak kasar (crude extract) yang masih mengandung senyawa lain sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pemurnian ekstrak dan pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak murni tersebut. Penelitian ini hanya menghitung aktivitas antioksidan dengan metode DPPH sehingga perlu dilakukan perhitungan aktivitas antioksidan dengan metode lain untuk mengetahui aktivitas antioksidan pada genjer.
40
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Edisi ke-6. Jakarta: Gramedia. Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan Aktivitas Antioksidan, Kadar Fenolat Total Dan Likopen Pada Buah Tomat(Solanum Lycopersicum L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 13(1): 1-9. Ansel. 1989. Pengatur Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: UI Press. Anwariyah S. 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia Dan Aktivitas Antioksidan Lamun Cymodocea rotundata [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan Dan IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Apriandi A. 2011. Aktivitas Antioksidan Dan Komponen Bioaktif Keong Ipong Ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan Dan IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor. Azizah AH, Wee KC, Azizah O, Azizah M. 2009. Effect Of Boiling And Stir Frying On Total Phenolics, Carotenoids And Radical Scavenging Activity Of Pumpkin (Cucurbita moschato). International Food Research Journal. 16: 45-51. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara uji kimia-nagian 1: penentuan kadar serat panganSNI 01-2891-1992. Jakarta: Standadisasi Nasional Indonesia. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Cara uji kimia-nagian 1: penentuan kadar abu dan abu tidak larut asam pada produk perikanan SNI-2354.1-2010.Jakarta: Standadisasi Nasional Indonesia. Basmal J, Syarifudin, Ma’ruf WF. 2003. Pengaruh Konsentrasi Larutan Potassium Hidroksida terhadap Mutu Kappa-Karaginan yang di Ekstraksi dari Euchema cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.9(5):95-103. Diantika. 2011. Kandungan Sayuran Genjer. http://www.smallcrab_online.com. [Diunduh 20 Maret 2012]. Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan Dalam SponsCallyspongia sp. dari Kepulauan Seribu.Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3):127-133. Harborne JB. 1984. Phytochemical Methods. Ed ke-2. New York: Chapman and Hall. Harris RS, Karmas E. 1989.Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Suminar Achmadi, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB Bandung. Terjemahan dari: Nutritional evaluation of food processing. Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin E Sebagai Antioksidan Terhadap Radikal Bebas Pada Lanjut Usia. J.MIPA Vol. 14(1): 52 – 60.
41
Jacoeb AM, Abdullah A, Rusydi R. 2010. Karakteristik Mikroskopis dan Komposisi Tanaman Genjer (Limnocharis flava) dari Situ Gede Bogor.Jurnal Sumberdaya Perairan. 4 (2): 1-6. Kannan A, Hettiarachchy N, Narayan S. 2009. Colon and breast anti-cancer effects of peptide hydrolysates derived from rice bran. The Open Bioactive Coumpounds Journal.2:17-20. Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Koche D, Shirsat R, Imran S, Bhadange DG. 2010. Phytochemical screening of eight traditionally used ethnomedicinal plants from Akola district (MS) India. International Journal of Pharma and Bio Sciences.1(4):253-256. Kristiono SS. 2009. Analisis Mikroskopis Dan Fitokimia Semanggi Air Marsilea crenata Presl (Marsileaceae) [skripsi].Bogor: Fakultas Perikanan Dan IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor. Kuncahyo I, Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi, L.) Terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH). Seminar Nasional Teknologi, Yogyakarta. Lehninger AL. 1990. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Thenawidjaja M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Maisuthisakul P, Pasuk S, Ritthiruangdej P. 2008. Relationship Between Antioxidant Properties And Chemical Composition Of Some Thai Plants. Journal of Food Composition and Analysis. 21: 229–240. Molyneux P. 2004. The Use of The Stable Free Radical Dyhenylpicrylhydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Journals Science and Technology: 26:211-219. Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1993.Metabolisme Zat Gizi. Bogor: Pustaka Sinar Harapan. Pusat Antar Universitas,IPB. Novary EW. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Jakarta: Penebar Swadaya. Nurjanah, Hardjito L, Monintja D, Bintang M, Agungpriyono DR. 2009. Aktivitas antioksidan lintah laut (Discodoris sp.) dari perairan Pulau Buton Sulawesi Tenggara.Prosiding Seminar Nasional Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan danPerikanan. Hal: 49-58. Permatasari E. 2011. Aktivitas Antioksidan Dan Komponen Bioaktif Pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan Dan IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor. Plantamor. 2008. Informasi Spesies. http://www.plantamor.com. [Diunduh 17 September 2011]. Prabowo TT. 2009. Uji aktivitas antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
42
Putra SE. 2007. Alkaloid: senyawa organik terbanyak di alam. http://www.chemistry.org/artikel_kimia/biokimia/alkaloid_senyawa_organik_terbanyak_di alam/ [8 Februari 2011]. Quinn R J. 1988. Chemistry of Aqueous Marine Extracts: Isolation Techniques in Bioorganic Marine Chemistry, Vol. 2.Verlag Berlin Heidelberg:Springer. Raghu KL, Ramesh CK, Srinivasa TR, Jamuna KS. 2010. DPPH Scavenging And Reducing Power Properties In Common Vegetables. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 1(4):399-406. Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Edisi keenam. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: The organic constituents of higher plants. Rohman A, Riyanto S. 2005. Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning (Murraya paniculata (L) Jack) Secara InVitro.Majalah Farmasi Indonesia. 16(3): 136-140. Roswiem AP, Bintang M, Kustaman E, Ambarsari L, Safithri M, Hawab M. 2006. Biokimia Umum. Bogor: Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Sakong P, Khampitak T, Cha’on U, Pinitsoontorn C, Sriboonlue P, Yongvanit P, Boonsiri P. 2011. Antioxidant activity and bioactive phytochemical contents of traditional medicinal plants in northeast Thailand. Journal of Medicinal Plants. 5(31): 1-10. Salazar R, Perez L A, Lopez J, Alanis B A, Waksman N. 2009. Antimicrobial and Antioxidant Activities of Plants from Northeast ofMexico.Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine. 2011: 1-6. Sejati T K A. 2012. Perubahan Komposisi Kimia, Vitamin C, Dan Mineral Pada Pengukusan Genjer (Limnocharis Flava) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan Dan IlmuKelautan, Institut Pertanian Bogor. Saupi N, Zakaria M H, Bujang J S. 2009. Analytic Chemical Compotition and Mineral Content of Yellow Velvetleaf (Limnocharis flava L. Buchenau)’s Edible Parts. Jurnal of Applied Sciences. 9(16): 2969-2974. Setyaningsih A. 2003. Studi Pendahuluan Bahan Aktif Dari Bintang Laut (Astropecten sp.) Sebagai Antioksidan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi.Bandung: ITB. Suparjo. 2008. Saponin: Peran dan Pengaruhnya terhadap Ternak dan Manusia. Fakultas Peternakan, Universitas Jambi. Susmiati.2007. Peran Serat Makanan (Dietary Fiber) Dari Aspek PemeliharaanKesehatan, Pencegahan Dan Terapi Penyakit.Majalah Kedokteran Andalas. 31 (2): 1-8. Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja dan peran terhadap kesehatan [makalah]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
43
Utama IMS, Nocianitri KA, Pudja IARP. 2007. Pengaruh Suhu Air Dan Lama Waktu Perendaman Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Proses Crisping. Journal Agritrop 26(3): 117-123. Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO Press. Winarsih H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius. Wirakusumah ES.2007. Kandungan Gizi Buah dan Sayuran. Jakarta: Penebar Swadaya. Yusro F. 2011. Rendemen Ekstrak Etanol Dan Uji Fitokimia Tiga Jenis Tumbuhan Obat Kalimantan Barat (Rendement of Ethanol Extracts and Phytochemical Tests In Three of Species Medicinal Plants of West Borneo) [makalah]. Kalimantan Barat: Universitas Tanjungpura.
44
45
Lampiran 1 Perhitungan rendemen genjer Berat total : 122 gram Berat daun : 12 gram Berat batang : 84 gram Berat akar : 25 gram a. %Rendemen daun b. %Rendemen batang c. %Rendemen akar Lampiran 2 Perhitungan analisis proksimat a. Kadar air sampel
kode
A (gram)
B (gram)
C (gram)
1 2 3 4 5 6
5,01 5,02 5,08 5,04 5,05 5,02
33,92 33,32 32,46 25,78 31,80 24,65
29,21 27,51 27,76 21,12 27,19 20,07
segar
kukus 3 menit kukus 5 menit Keterangan: A = bobot sampel awal (gram) B = bobot cawan kosong + sampel (gram) C = bobot cawan + sampel setelah dioven (gram)
kadar air (%) 94,01 93,82 92,52 92,46 91,13 91,23
rata-rata (%) 93,92 92,49 91,18
Contoh perhitungan kadar air genjer (duplo) % kadar air U1 % kadar air U2
(
)
(
)
Rata-rata kadar air b. Kadar abu Sampel Segar kukus 3 menit kukus 5 menit
kode 1 2 3 4 5 6
A (gram) 5,01 5,02 5,08 5,04 5,05 5,02
B (gram) 0,03 0,04 0,05 0,04 0,05 0,05
Keterangan: A = bobot sampel awal (gram) B = bobot sampel setelah ditanur (gram) Contoh perhitungan kadar abu genjer (duplo)
kadar abu (%) 0,60 0,80 0,98 0,79 0,99 0,99
rata-rata (%) 0,70 0,89 0,99
46
% kadar abu U1 % kadar abu U2 Rata-rata kadar abu c. Kadar lemak sampel kode segar
S
kukus 3 menit
K3
kukus 5 menit
K5
A (gram) 5,10 5,08 5,04 5,07 5,07 5,05
B (gram) 77,00 70,73 70,72 70,72 75,08 77,00
C (gram) 77,01 77,01 70,73 70,73 75,10 77,02
Kadar lemak (%) 0,20 0,20 0,20 0,39 0,39 0,40
Rata-rata 0,20 0,29 0,40
Keterangan: A = bobot sampel awal (gram) B = bobot labu kosong (gram) C = bobot labu + lemak (gram) Contoh perhitungan kadar lemak genjer % kadar lemak % kadar lemak
(
)
(
)
Rata-rata kadar abu d. Kadar protein Sampel
kode
Segar
S
kukus 3 menit
K3
kukus 5 menit
bobot sampel 1,06 1,08
K5
0,20 0,20
kadar protein (%) 2,39 2,38
1,55
0,30
2,45
1,19
0,30
3,19
1,41
0,20
1,79
1,11
0,20
2,25
VHCl
Keterangan: NHCl = 0,1446 N FP = 10 Contoh perhitungan kadar protein genjer (duplo) % kadar protein % kadar protein
(
– )
(
– )
Rata-rata 2,39 2,82
2,02
47
Rata-rata kadar abu e. Kadar abu tidak larut asam Sampel
ulangan 1 2 1 2 1 2
Segar kukus 3 menit kukus 5 menit
A B (gram) (gram) 5,01 0,01 5,02 0,01 5,08 0,01 5,04 0,01 5,05 0,01 5,02 0,01
kadar abu (%)
rata-rata (%)
0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20
0,20 0,20 0,20
Keterangan: A = bobot sampel awal (gram) B = bobot sampel akhir (gram) Contoh perhitungan kadar abu tidak larut asam % kadar abu tidak larut asam U1 % kadar abu tidak larut asam U2 Rata-rata kadar abu tidak larut asam f. Kadar karbohidrat (by difference) kadar karbohidrat Sampel (%) (U1) Segar 2,70 kukus 3 menit 3,76 kukus 5 menit 5,58
kadar karbohidrat (%) (U2) 2,70 3,07 5,03
Rata-rata 2,70 3,42 5,31
Contoh perhitungan kadar karbohidrat % kadar karbohidrat = 100% - (94,01 + 0,6+ 0,10 + 2,39 + 0,20) = 2,70% g. Kadar serat kasar Ulangan Sampel Segar kukus 3 menit kukus 5 menit
1 2 1 2 1 2
A (gram) 1,3013 1,2928 1,6302 1,6428 1,4410 1,3591
B (gram) 0,0190 0,0174 0,0245 0,0237 0,0240 0,0196
Keterangan: A = bobot sampel awal (gram) B = bobot abu (gram) C = bobot endapan pada kertas saring (gram) Contoh perhitungan kadar serat kasar
C (gram) 0,0014 0,0010 0,0024 0,0020 0,0002 0,0004
kadar serat kasar (%) 1,35 1,27 1,36 1,32 1,65 1,41
rata-rata (%) 1,31 1,34 1,53
48
(
)
(
)
Lampiran 3 Data rendemen ekstrak kasar genjer sampel Berat sampel (gram) Berat ekstrak (gram) segar 20 1,86 kukus 3 menit 20 2,46 kukus 5 menit 20 2,71 Contoh perhitungan rendemen ekstrak kasar genjer
Rendemen (%) 9,28 12,28 13,53
Lampiran 4 Gambar-gambar proses ekstraksi genjer (L. flava)
Proses maserasi dengan orbital shaker
Proses evaporasi filtrat
Proses filtrasi hasil ekstrak
Ekstrak genjer pekat hasil evaporasi
49
Lampiran 5 Gambar-gambar hasil uji fitokimia genjer (L. flava) a. Uji fitokimia pada genjer segar
b. Uji fitokimia pada genjer kukus 3 menit
c. Uji fitokimia pada genjer kukus 5 menit
Lampiran 6 Perhitungan pengeceran DPPH, BHT dan ekstrak genjer a. DPPH 0,00013 M sebanyak 25 ml (Mr = 394 g/mol)
m = 1,3 gram DPPH sebanyak 1, 3 gram ditambahkan etanol sampai 25 ml b. BHT 1000 ppm sebanyak 1 ml
m = 1 mg BHT sebanyak 1 mg ditambahkan etanol sampai 1 ml
50
c. Larutan ekstrak
m = 1 mg Ekstrak sebanyak 1 mg ditambahkan etanol sampai 1 ml Larutan ekstrak 200 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 400 ppm = 200 µl x M2 M2 = 200 ppm Larutan ekstrak 100 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 200 ppm = 200 µl x M2 M2 = 100 ppm Larutan ekstrak 50 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 100 ppm = 200 µl x M2 M2 = 50 ppm Larutan ekstrak 25 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 50 ppm = 200 µl x M2 M2 = 25 ppm Larutan ekstrak 12,5 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 25 ppm = 200 µl x M2 M2 = 12,5 ppm Larutan ekstrak 6,3 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 12,5 ppm = 200 µl x M2 M2 = 6,3 ppm Larutan ekstrak 3,1 ppm V1 x M1 = V2 x M2 100 µl x 6,3 ppm = 200 µl x M2 M2 = 3,1 ppm
51
Lampiran 7 Perhitungan persen inhibisi dan penentuan IC50 a. Persen inhibisi IC50 pada BHT Konsentrasi Inhibisi Sampel Absorbansi (ppm) (%) Blanko 0 0,36 100 0,005 98,61 50 0,04 87,78 25 0,08 77,50 BHT 12,5 0,13 63,89 6,25 0,16 54,72 3,13 0,19 46,39 1,56 0,22 40 1) Contoh perhitungan persen inhibisi
Persamaan garis
IC50 (ppm)
Y=14,49 ln(x) + 30,36
3,88
BHT 100 ppm 2) IC50 y 50 19,64 ln(x) x
= 14,49 ln(x) + 30,36 = 14,49 ln(x) + 30,36 = 14,49 In(x) = 1,36 = 3,88
b. Persen inhibisi IC50 pada ekstrak kasar genjer Sampel Blanko
Segar
Kukus 3 menit
Konsentrasi (ppm) 0 200 100 50 25 12,5 6,3 3,1 200 100 50 25 12,5 6,3 3,1
Absorbansi 0,34 0,15 0,17 0,19 0,20 0,23 0,23 0,24 0,21 0,29 0,22 0,23 0,25 0,26 0,25
Inhibisi (%) 53,82 48,06 42,99 39,40 32,54 30,75 29,85 42,38 42,11 39,06 36,01 31,30 28,25 31,30
Persamaan garis
IC50 (ppm)
y = 6,106 ln(x) + 20,24
131,03
y = 3,976 ln(x) + 21,34
1350,53
52
Konsentrasi (ppm) 200 100 50 25 12,5 6,3 3,1
Sampel
Kukus 5 menit
Absorbansi 0,19 0,21 0,21 0,22 0,23 0,23 0,24
Inhibisi Persamaan garis (%) 44,32 40,34 39,20 36,93 y = 2,503 ln(x) + 29,64 35,22 34.66 33,24
1) Contoh perhitungan persen inhibisi BHT 100 ppm 2) Contoh perhitungan IC50 y 50 29,76 ln(x) x
= 6,106 ln(x) + 20,24 = 6,106 ln(x) + 20,24 = 6,106 In(x) = 4,87 = 131,03
Lampiran 8 Grafik hubungan konsentrasi dan persen inhibisinya 120
%Inhibisi
100 80
y = 14,49In(x)+30,36 R² = 0,990
60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi (ppm) (a) Grafik hubungan konsentrasi BHT dengan persen inhibisinya
120
IC50 (ppm)
3409,22
53
60
%Inhibisi
50 40
y = 6,106ln(x)+20,24 R² = 0,958
30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (ppm) (b) Grafik hubungan konsentrasi ekstrak genjer segar dengan persen inhibisinya 50
%Inhibisi
40 y = 3,976ln(x )+21,34 R² = 0,908
30 20 10 0 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (ppm) (c) Grafik hubungan konsentrasi ekstrak genjer yang mengalami pengukusan selama 3 menit dengan persen inhibisinya 120
%Inhibisi
100 80
y = 2,503ln(x) + 29,64 R² = 0,985
60 40 20 0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi (ppm) (d) Grafik hubungan konsentrasi ekstrak genjer yang mengalami pengukusan selama 5 menit dengan persen inhibisi.
54