AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale L. R. Br)
ELLIS PERMATASARI
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN ELLIS PERMATASARI. C34070008. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br). Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH. Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) merupakan jenis tanaman air yang tersebar di seluruh daratan Eropa dan Asia. Selada air selain dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan, juga bermanfaat untuk membantu detoksifikasi pada liver, memurnikan darah dan melancarkan pencernaan. Kajian ilmiah mengenai khasiat selada air penting dan perlu dilakukan, di antaranya ialah uji aktivitas antioksidan dan uji kualitatif komponen bioaktifnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen (daun dan batang), rendemen ekstrak, kandungan zat gizi (air, lemak, protein, karbohidrat, abu dan abu tidak larut asam), aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif yang terkandung dalam selada air serta mengaplikasikan ekstrak dengan kandungan antioksidan terbaik dari selada air pada emulsi minyak, serta menentukan jumlah optimal ekstrak yang dapat menghambat pembentukan peroksida. Pengujian yang digunakan meliputi analisis proksimat, uji kuantitatif aktivitas antioksidan dengan metode DPPH, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia. Bahan baku berupa selada air yang digunakan pada penelitian ini berasal dari persawahan Desa Sindang Barang, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Rendemen daun dan batang selada air berturut-turut sebesar 23,43% dan 59,38%, hal ini cukup potensial dan ekonomis untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Hasil analisis proksimat pada selada air adalah kandungan air sebesar 94,64%, protein sebesar 2,11%, lemak sebesar 0,22%, abu sebesar 1,14%, abu tidak larut asam sebesar 0,29% dan karbohidrat sebesar 1,90%. Aktivitas antioksidan dari ekstrak kasar selada air dapat dilihat dari nilai IC50 yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IC50 dari ekstrak daunnya sebesar 331,39 ppm, ekstrak batangnya sebesar 439,10 ppm dan ekstrak selada air utuh sebesar 337,32 ppm. Hasil tersebut menunjukkan aktivitas antioksidan ketiga ekstrak kasar selada air sangat lemah karena IC50-nya kurang dari 200 ppm. Antioksidan BHT memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat (< 50 ppm) dengan IC50 sebesar 4,96 ppm. Hasil uji ekstrak terbaik (daun) dapat menghambat peroksidasi minyak seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Ekstrak daun dapat menghambat oksidasi lemak/minyak pada konsentrasi terbaik 800 ppm dengan bilangan peroksida sebesar 0,80 Meq/kg bahan. Ekstrak kasar daun dan selada air utuh mengandung 5 dari 9 komponen bioaktif yang diuji, yaitu alkaloid, steroid, fenol hidrokuinon, karbohidrat termasuk gula pereduksi dan asam amino bebas. Ekstrak kasar batang selada air hanya mengandung 4 komponen bioaktif yaitu alkaloid, steroid, karbohidrat (tidak termasuk gula pereduksi) dan asam amino.
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF PADA SELADA AIR (Nasturtium officinale L. R. Br)
ELLIS PERMATASARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)
Nama
: Ellis Permatasari
NRP
: C34070008
Departemen
: Teknologi Hasil Perairan
Menyetujui, Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dra. Ella Salamah, M.Si NIP. 1953 0629 1988 03 2 001
Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP. 1965 0713 1990 02 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan
Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 1958 0511 1985 03 1 002
Tanggal Lulus : ……………………….
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul ”Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Ellis Permatasari C34070008
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)”. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan penuh kesabaran. 2) Dra. Pipih Suptijah, MBA sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak saran. 3) Dr. Ir. Ruddy Suwandi, M.S, M.Phil. sebagai Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan. 4) Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb Dipl. Biol, sebagai Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan. 5) Ayah, ibu dan saudara-saudara saya atas perhatian dan dukungannya. 6) Ary Apriland atas saran dan dukungannya kepada penulis. 7) Kakak-kakak THP 43 yang atas bantuan, masukan, dan nasihatnya dalam penyusunan skripsi ini. 8) Teman-teman THP 44 atas kebersamaan dan dukungannya kepada penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak dalam proses penyempurnaan skripsi ini. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan. Bogor, Mei 2011 Ellis Permatasari iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis
dilahirkan
di
Jakarta
pada
tanggal
25 November 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Samsudin dan Suhati. Penulis
memulai
jenjang
pendidikan
formal
di
SDK Mater Dei Pamulang (tahun 1995-2001), selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SLTPK Mater Dei Pamulang (tahun 20012004) dan SMAK Mater Dei Pamulang (tahun 2004-2007). Tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan, seperti Fisheries Processing Club (FPC) tahun 2008-2010, UKM Keluarga Mahasiswa Katolik IPB sebagai anggota, dan magang BEM C tahun
2008.
Penulis
pernah
mengikuti
PIMNAS
tahun
2009
di
Universitas Brawijaya dan berhasil meraih juara 2 bidang kewirausahaan. Penulis juga aktif sebagai asisten praktikum m.k. Biokimia Hasil Perairan tahun ajaran 2009-2010 dan 2010-2011, asisten praktikum m.k. Teknologi Penanganan dan Transportasi Biota Perairan tahun ajaran 2009-2010, asisten praktikum m.k. Biotoksikologi Hasil Perairan tahun ajaran 2010-2011, asisten praktikum m.k. Fisiologi, Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan tahun ajaran 2010-2011 dan asisten praktikum m.k Teknologi Pengolahan Hasil Perairan tahun ajaran 2010-2011. Penulis juga aktif dalam kepanitian berbagai kegiatan mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul ”Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif pada Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br)” di bawah bimbingan Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si.
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………….....
viii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………
ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
x
1 PENDAHULUAN ………………………………………………….....
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….....
1
1.2 Tujuan ……………………………………………………………..
2
2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………...
4
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br) ……………………………………………………….…
4
2.2 Mekanisme Oksidasi Lemak ………………..………………….....
6
2.3 Antioksidan ………………………….……………………............
6
2.3.1 Fungsi antioksidan …………………..…………………….. 2.3.2 Jenis-jenis antioksidan ……………...……………………... 2.3.3 Mekanisme kerja antioksidan ……………………………...
7 8 10
2.4 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH ..……………....
12
2.5 Komponen Bioaktif ……………………………………………….
13
Alkaloid ………………………………………………….... Steroid/triterpenoid ………………………………………... Flavonoid ………………………………………………….. Saponin ……………………………………………………. Fenol hidrokuinon ………………………………………..... Karbohidrat ………………………………………………... Gula pereduksi …………………………………………….. Peptida …………………………………………………….. Asam amino ………………………………………………...
13 14 14 15 15 16 17 17 18
3 METODOLOGI ……………………...…..…………………………...
19
3.1 Waktu dan Tempat …………………………….....….………….…
19
3.2 Bahan dan Alat ………………………......……..….……………...
19
3.3 Metode Penelitian ……………………………….………………...
20
3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel …………………........... 3.3.2 Analisis proksimat ..…………….…..…………………….... 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) ………………………. 2) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) ..…………………..
20 21 21 22
2.5.1 2.5.2 2.5.3 2.5.4 2.5.5 2.5.6 2.5.7 2.5.8 2.5.9
vi
3.3.3
3.3.4
3.3.5 3.3.6
3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) ...………………… 4) Analisis kadar abu (AOAC 1995) ……………………… 5) Analisis kadar abu tidak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000) ……………………….. Analisis aktivitas antioksidan ………………………............ 1) Ekstraksi bahan aktif (Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995)………………………………….. 2) Uji aktivitas antioksidan (DPPH) (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005) ……………………………………. Evaluasi aktivitas antioksidan (penentuan bilangan peroksida) …………………………………………………. 1) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya………. 2) Penentuan bilangan peroksida …………………………. Uji fitokimia (Harborne 1984) …………………………….. Rancangan Percobaan dan Analisis Data …………………..
22 23 23 24 24 24 25 26 26 27 29
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………....
30
4.1 Karakteristik Selada Air .………………………………………….
30
4.1.1 Rendemen …………………………………………………. 4.1.2 Kandungan gizi ……………………………………………. 1) Kadar air ……………………………………………….. 2) Kadar lemak …………………………………………… 3) Kadar protein ………………………………………….. 4) Kadar abu ……………………………………………… 5) Kadar abu tidak larut asam ……………………………. 6) Kadar karbohidrat ……………………………………...
30 32 33 33 34 35 35 35
4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Selada Air .………………………..
36
4.2.1 Ekstrak kasar ………………………………………………. 4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar ……………………. 1) Alkaloid ………………………………………………... 2) Steroid …………………………………………………. 3) Fenol hidrokuinon ……………………………………... 4) Karbohidrat ……………………………………………. 5) Asam amino …………………………………………….
38 40 42 44 45 45 46
4.3 Aktivitas Antioksidan ……………………………………………..
47
4.4 Hasil Aplikasi Ekstrak Terpilih dalam Menghambat Oksidasi ……
54
5 KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………
57
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………..
57
5.2 Saran ……………………………………………………………….
57
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
58
LAMPIRAN ……………………………………………………………...
65
vii
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Komposisi kimia selada air ..……………………..….………….
5
2. Hasil uji proksimat selada air …………….….………………….
33
3. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar selada air ……………………..
41
4. Hubungan komponen bioaktif selada air dengan manfaatnya ….
42
5. Hasil uji aktivitas antioksidan …………………………………..
50
viii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Selada air (Nasturtium officinale) …………………..…………...
5
2. Reaksi penghambatan oleh antioksidan primer terhadap radikal lipid ……………………………………………………………..
11
3. Struktur kimia radikal bebas (1) dan bentuk non radikal (2) DPPH …………………………………………………………...
12
4. Kebun selada air di daerah Sindang Barang, Bogor ……………
30
5. Diagram batang rendemen daun dan batang selada air …………
31
6. Ekstrak kasar selada air …………………………………………
39
7. Diagram batang rendemen ekstrak kasar selada air …………….
39
8. Larutan stok ekstrak selada air dan BHT ……………………….
48
9. Perubahan warna yang mengindikasikan reaksi peredaman DPPH ……………………………………………………………
49
10. Grafik hubungan konsentrasi BHT dengan persen inhibisinya ....
51
11. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar selada air dengan rata-rata persen inhibisinya ……………………………………… 51 12. Diagram batang nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak selada air ..
52
13. Diagram batang bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak daun selada air …………………………….
55
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Tempat pengambilan selada air ………………………………..
65
2. Perhitungan rendemen selada air ………………………………
65
3. Perhitungan analisis proksimat selada air ……………………...
66
4. Data rendemen ekstrak kasar selada air ………………………..
68
5. Perhitungan pembuatan larutan stok dan pengencerannya ..…...
69
6. Perhitungan persen inhibisi dan IC50 ..…………………………
70
7. Perhitungan bilangan peroksida ekstrak terpilih ……………….
75
8. Analisis ragam pengujian bilangan peroksida …………………
76
9. Uji lanjut Duncan bilangan peroksida …………………………
76
10. Gambar-gambar selama proses ekstraksi ...……..……………..
76
11. Gambar hasil uji fitokimia ekstrak selada air ………………….
77
12. Gambar-gambar selama pengujian bilangan peroksida ……….
79
x
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Semakin padatnya aktivitas kerja cenderung menyebabkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang instan dan menerapkan pola hidup yang tidak sehat. Pola makan yang tidak tepat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas juga dapat disebabkan oleh asap rokok, polusi udara, makanan yang banyak mengandung lemak, radiasi sinar ultraviolet dan obat-obatan tertentu (PIPI 2010). Radikal bebas merupakan suatu bentuk senyawa oksigen reaktif yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan (Winarsi 2007). Radikal bebas ini diproduksi secara normal oleh tubuh sebagai hasil dari proses biokimia (Cholisoh dan Utami 2008). Radikal bebas yang berlebihan dapat mengakibatkan penyakit degeneratif seperti jantung, stroke, dan kanker (PIPI 2010). Radikal bebas ini dapat diatasi dengan suatu senyawa penangkal yang disebut antioksidan. Antioksidan adalah komponen yang dapat menunda atau mencegah oksidasi lipid, asam nukleat, atau molekul-molekul lain dengan cara menghambat inisiasi atau propagasi reaksi oksidasi berantai (Wang 2006). Fungsi antioksidan adalah menetralisasi radikal bebas, sehingga tubuh terlindungi dari berbagai macam penyakit degeneratif. Fungsi lain antioksidan adalah membantu menekan proses penuaan / antiaging (Tapan 2005). Antioksidan pada dasarnya dibedakan menjadi dua kategori dasar yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Antioksidan sintetik yang umum digunakan seperti butylated hydroxytoluene (BHT) dan butylated hydroxyanisole (BHA) tidak baik untuk dikonsumsi manusia (Wu 2009). Penambahan BHT dalam bahan makanan diduga dapat menyebabkan kanker dan mutasi gen pada manusia, sehingga penggunaannya mulai dilarang di Jepang dan negara-negara Eropa seperti Rumania, Swedia dan Australia (Rita et al. 2009). Hal tersebut menyebabkan senyawa antioksidan alami sangat diharapkan dan dibutuhkan. Senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami kebanyakan berasal dari tumbuhan. Isolasi antioksidan alami telah dilakukan dari tumbuhan yang
2
dapat dimakan tetapi tidak selalu dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji dan serbuk sari (Trilaksani 2003). Salah satu harapan sumber alternatif antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan
dan
dapat
ditemui
di
Indonesia
adalah
selada
air
(Nasturtium officinale L. R. Br). Selada air mengandung sejumlah besar zat besi, kalsium, asam folat, vitamin A dan C. Banyak manfaat dari memakan selada air bagi tubuh kita, seperti sebagai sumber phytochemical, diuretik, ekspektoran, membantu pencernaan, dan melindungi tubuh terhadap kanker paru-paru (Plantamor 2010). Selada air sebagai makanan obat mampu memurnikan darah, mengandung zat antioksidan penangkal radikal bebas, menurunkan demam, mencegah sariawan,
antiseptik, menghilangkan dahak dan melancarkan
pencernaan (Ayu 2008). Selada air dikenal sebagai bahan obat-obatan sejak ribuan tahun lalu. Bangsa Yunani dan Romawi kuno percaya bahwa selada air berkhasiat sebagai tonikum bagi otak dan membuat otak menjadi cerdas. Sementara, para ibu bangsa Persia selalu memasak selada air untuk anak-anaknya agar mereka tumbuh sehat dan kuat (Ayu 2008). Selada air termasuk sayuran yang mudah ditemui di pasar tradisional maupun pasar swalayan. Tanaman ini banyak digunakan sebagai sumber pangan dan bahan tambahan pada pembuatan pakan. Selada air juga merupakan salah satu komoditi ekspor, hal ini terbukti dengan nilai ekspor selada air oleh suatu perusahaan di Jakarta yang mencapai 600 kg - 1 ton/hari (Agropolitan 2008). Selada air mempunyai manfaat yang sangat baik untuk kesehatan tetapi informasi mengenai komposisi kimia di dalam selada air masih kurang. Penelitian mengenai senyawa kimia pada tanaman ini khususnya kandungan antioksidan perlu dilakukan sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang lengkap untuk pemanfaatannya dalam bidang farmasi, pangan, industri, dan lain-lain. 1.2 Tujuan Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas antioksidan dari selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) yang diambil dari
3
daerah Sindang Barang, Kecamatan Tamansari, Bogor. Tujuan khusus yang ingin dicapai antara lain: 1) Menentukan rendemen daun dan batang selada air. 2) Menentukan rendemen ekstrak selada air dan bagian-bagiannya (daun dan batang). 3) Menentukan kandungan gizi selada air meliputi kandungan air, lemak, protein, karbohidrat, abu dan abu tidak larut asam. 4) Menentukan jenis komponen bioaktif (alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon) serta komposisi asam amino yang terkandung dalam selada air dan bagian-bagiannya melalui uji fitokimia. 5) Mengaplikasikan ekstrak terbaik selada air pada emulsi minyak dan menentukan jumlah optimal ekstrak yang dapat menghambat pembentukan peroksida.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Selada Air (Nasturtium officinale L. R. Br) Selada air merupakan jenis tanaman yang tumbuh mengapung di air, tersebar di seluruh daratan Eropa dan Asia. Selada air ini sering dikonsumsi sebagai sayur tumis dan rasanya agak mirip dengan kangkung atau bayam (Pramudiarja 2010).
Selada air ini termasuk ke dalam famili Brassicaceae.
Tumbuhnya menjalar seperti tanaman kangkung dan biasa ditanam di rawa-rawa (Suwarjono 2010). Selada air berbeda dengan selada daun. Selada daun memiliki daun berwarna hijau segar, tepinya bergerigi atau berombak, dan lebih enak dimakan mentah. Selada air mempunyai ciri-ciri batang berongga dengan daun lonjong bertangkai. Daerah asalnya adalah wilayah timur Mediterania dan wilayah yang berbatasan dengan Asia (Astawan 2010). Klasifikasi selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) menurut Plantamor (2010) adalah sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Capparales
Famili
: Brassicaceae
Genus
: Nasturtium
Spesies
: Nasturtium officinale L.R.Br Selada air memiliki daun dengan bentuk agak bulat berdiameter sekitar
1,5-3 cm (Haryanto et al. 2007). Bentuk morfologi selada air dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Gambar 1. Selada air (Nasturtium officinale) (Sumber: Pramudiarja 2010)
Selada air mengandung sejumlah nutrisi seperti vitamin C, vitamin K, vitamin A, tiamin, riboflavin, asam folat, magnesium, kalium dan kalsium (Wind 2010). Dalam 100 gram berat kering selada air terdapat kandungan zat gizi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi gizi selada air Zat Gizi Jumlah Air 93 g Protein 1,7 - 2,0 g Lemak 0,2 - 0,3 g Karbohidrat 3,0 - 4,0 g Serat 0,8 - 1,1 g Kalsium 64 - 182 mg Fosfor 27 - 46 mg Besi 1,1 - 2,5 mg Vitamin A 2421 IU Vitamin B2 0,26 - 0,27 mg Vitamin C 45 - 50 mg Nilai Energi 70 - 118 kJ/100 g Sumber: PROSEA (1994)
Selada air berperan merangsang produksi cairan empedu dan membantu proses detoksifikasi pada liver. Selada air sebagai makanan obat mampu memurnikan darah, mengandung zat antioksidan penangkal radikal bebas, menurunkan demam, mencegah sariawan, antiseptik, menghilangkan dahak dan melancarkan pencernaan (Ayu 2008). Penelitian Özen (2009) menunjukkan bahwa ekstrak daun selada air dapat melawan dan mengurangi peroksidasi lipid pada hati, otak dan ginjal.
6
2.2 Mekanisme Oksidasi Lemak Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Proses oksidasi tidak ditentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecilpun mudah mengalami proses oksidasi (Ketaren 2008). Mekanisme oksidasi lemak dipengaruhi oleh kondisi oksidasi, yaitu temperatur, katalis, tipe asam lemak, distribusi dan bentuk ikatan ganda serta jumlah oksigen yang tersedia.
Mekanisme oksidasi dibagi dalam tiga tahap
dengan bilangan peroksida sebagai indikator derajat oksidasinya. Mekanisme oksidasi lemak tak jenuh terdiri dari tiga tahap, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi (Gordon 1990). Tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas bila lemak kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada grup metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap C=C (Winarno 2008). Tahap selanjutnya adalah tahap propagasi dimana pada tahap ini radikal lipid hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (Gordon 1990). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengikat ion hidrogen dari lemak lain membentuk hidrogen peroksida dan molekul radikal lemak baru, reaksinya akan berulang hingga merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir adalah terminasi, hidrogen peroksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno 2008). 2.3 Antioksidan Antioksidan adalah bahan yang digunakan untuk mencegah oksidasi lemak, misalnya digunakan pada bahan pangan yang akan digoreng, makanan dari biji-bijian, dan makanan-makanan lain yang mengandung banyak lemak dan mudah tengik (Winarno et al. 1980).
Senyawa antioksidan memiliki berat
molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal (Winarsi 2007). Antioksidan dapat menetralisasi radikal bebas, sehingga atom dan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron dan menjadi stabil. Radikal
7
bebas sendiri merupakan atom atau molekul yang sifatnya sangat tidak stabil. Ketidakstabilan ini disebabkan atom tersebut memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan.
Atom tunggal tersebut berusaha untuk memiliki
pasangan elektron sehingga sifatnya sangat reaktif saat itu. Atom ini cenderung untuk mengambil partikel dari molekul lain yang kemudian menghasilkan senyawa baru yang tidak normal. Partikel atau elektron yang dijadikan pasangan baru itu bisa diambil dari DNA, membran/selaput sel, membran liposom (bagian sel yang mengandung enzim hidrolitik), mitokondria (tempat produksi energi sel), enzim-enzim, lemak, protein, serta komponen jaringan lainnya (Tapan 2005). Syarat-syarat
antioksidan
untuk
bahan
makanan
menurut
Goutara et al. (1980) adalah sebagai berikut: a) Efektif pada konsentrasi rendah yaitu 0,001 sampai 0,01 persen dari total lemak. b) Bahan antioksidan dan hasil oksidasinya tidak beracun. c) Dalam proses penyimpanan makanan tidak memberikan perubahan rasa, bau dan warna. d) Mudah bercampur dengan bahan. e) Mudah dikenal dan didapat dengan harga murah. 2.3.1 Fungsi antioksidan Antioksidan digunakan untuk melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan rangkap), terutama lemak dan minyak. Antioksidan dapat pula digunakan untuk melindungi komponenkomponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang juga banyak mengandung ikatan rangkap dalam strukturnya (Siagian 2002). Antioksidan umumnya ditambahkan pada lemak, minyak atau makanan yang mengandung lemak atau minyak. Penambahan ini untuk mencegah terjadinya ketengikan pada makanan. Penyebab ketengikan tersebut adalah senyawa-senyawa yang merupakan produk akhir dari reaksi autooksidasi. Reaksi autooksidasi merupakan suatu reaksi berantai dimana inisiator dan propagatornya adalah radikal bebas (Rita et al. 2009).
8
Antioksidan berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: a) Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan cara menyumbangkan atom H, contohnya vitamin E. b) Tipe pereduksi yang mampu mentransfer atom H atau oksigen dan bersifat pemulung, contohnya vitamin C. c) Tipe pengikat logam yang mampu mengikat zat prooksidan (Fe2+ dan Cu2+), contohnya flavonoid, asam sitrat dan Ethylene Diamine Tetra Acid (EDTA). d) Antioksidan seluler yang mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, contohnya pada manusia dikenal Super Oksida Dismutase (SOD), katalase, glutation peroksidase. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Antioksidan berguna untuk mencegah ketengikan, perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan ini (Trilaksani 2003). Fungsi lain antioksidan membantu menekan proses penuaan/antiaging (Tapan 2005). Antioksidan sangat berperan terhadap kesehatan manusia. Hasil penelitian Musthafa dan Lawrence (2000) menunjukkan bahwa antioksidan mempunyai dampak positif dalam menghambat proses aterosklerosis, yang sering merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus dan sangat berperan untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Musthafa et al. (2000) menyatakan bahwa penyebab yang mendasari berbagai macam keadaan patologis termasuk penyakit aterosklerosis pada umumnya dan penyakit jantung koroner pada khususnya adalah radikal bebas. Hasil penelitian Musthafa et al. (2000) menunjukkan bahwa radikal bebas dapat digunakan sebagai prediktor aterosklerosis. 2.3.2 Jenis-jenis antioksidan Secara umum, antioksidan dibedakan menjadi dua kategori dasar, yaitu antioksidan alami dan antioksidan sintetik. Saat ini, ketertarikan masyarakat pada antioksidan alami meningkat tajam baik untuk digunakan dalam bahan pangan ataupun sebagai material obat menggantikan antioksidan sintetik. Hal ini
9
dikarenakan antioksidan sintetik justru berbahaya bagi kesehatan yaitu berpotensi menyebabkan penyakit kanker (Wang 2006) Antioksidan alami adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil ekstraksi bahan alami (Trilaksani 2003). Antioksidan alami antara lain tokoferol, lesitin, fosfatida, sesamol, gosipol, karoten dan asam askorbat yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan. Antioksidan alami yang paling banyak ditemukan dalam minyak nabati adalah tokoferol yang mempunyai keaktifan vitamin E dan terdapat dalam bentuk α, β, γ, δ-tokoferol (Winarno 2008). Antioksidan sintetik adalah antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Trilaksani 2003).
Antioksidan sintetik yang banyak digunakan
adalah senyawa-senyawa fenol yang biasanya agak beracun. Penambahan antioksidan ini harus memenuhi beberapa syarat, misalnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak menimbulkan warna yang tidak diinginkan, efektif pada konsentrasi rendah, larut dalam lemak, mudah didapat, dan ekonomis. Empat macam
antioksidan
butylated
sintetik
hydroxyanisole
(BHA),
yang
sering
butylated
digunakan
adalah
hydroxytoluene
(BHT),
propylgallate (PG) dan nordihidroquairetic acid (NDGA) (Winarno 2008). Antioksidan pada umumnya mengandung struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzena tidak jenuh disertai gugusan hidroksi atau gugusan amino (Ketaren 2008). Antioksidan berdasarkan gugus fungsinya dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan fenol, amin dan amino-fenol. Adapun penggolongan antioksidan tersebut menurut Ketaren (2008) sebagai berikut: a) Antioksidan golongan fenol Antioksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas warna yang rendah atau kadang-kadang tidak berwarna. Antioksidan golongan fenol meliputi sebagian besar antioksidan yang dihasilkan oleh alam dan sejumlah kecil antioksidan sintetis. Beberapa contoh antioksidan yang termasuk golongan ini antara lain, hidrokuinon, gosipol, katekol, resorsinol dan eugenol. b) Antioksidan golongan amin Antioksidan yang mengandung gugus amino atau diamino yang terikat pada cincin benzena biasanya mempunyai potensi tinggi sebagai antioksidan, namun beracun dan biasanya menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi
10
atau bereaksi dengan ion logam, dan umumnya stabil terhadap panas serta ekstraksi dengan kaustik. Beberapa contoh antioksidan golongan ini adalah N,N difenil p-fenilenediamin, difenilhidrazin, difenilguanidin dan difenil amin. c) Antioksidan golongan amino-fenol Antioksidan golongan ini biasanya mengandung gugus fenolat dan amino yang merupakan gugus fungsional penyebab aktivitas antioksidan. Golongan ini banyak digunakan dalam industri petroleum untuk mencegah terbentuknya gum dalam gasolin. Contoh antioksidan golongan ini yaitu N-butil-p-amino-fenol dan N-sikloheksil-p-amino-fenol. 2.3.3 Mekanisme kerja antioksidan Antioksidan memiliki dua fungsi berdasarkan cara kerjanya.
Fungsi
pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen.
Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering
disebut sebagai antioksidan primer.
Senyawa ini dapat memberikan atom
hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Trilaksani 2003). Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi (Ketaren 2008), yaitu: a) pelepasan hidrogen dari antioksidan. b) pelepasan elektron dari antioksidan. c) adisi lemak ke dalam cincin aromatik pada antioksidan. d) pembentukan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan. Antioksidan yang mempunyai fungsi sebagai pemberi atau pelepas atom hidrogen sering disebut sebagai antioksidan primer. Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat
11
menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi.
Radikal-
radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipid baru. Radikal-radikal antioksidan dapat saling bereaksi membentuk
produk
non
radikal
antioksidan
(Gordon
1990).
Reaksi
penghambatan radikal bebas oleh antioksidan pada tahap inisiasi dan propagasi dapat dilihat pada Gambar 2. Inisiasi
: R•
+ AH
RH
+ A•
Propagasi
: ROO•
+ AH
ROOH
+ A•
Keterangan: R* ROO* AH A* ROOH
: radikal lipida : radikal peroksida : antioksidan : radikal antioksidan yang terbentuk : hidroperoksida
Gambar 2. Reaksi penghambatan oleh antioksidan primer terhadap radikal lipid (Sumber: Gordon 1990)
Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada laju oksidasi.
Aktivitas antioksidan grup fenolik sering lenyap bahkan
antioksidan tersebut justru menjadi prooksidan pada konsentrasi tinggi. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi dipengaruhi oleh struktur antioksidan, kondisi dan sampel yang akan diuji (Trilaksani 2003). Mekanisme penghambatan oksidasi lemak oleh antioksidan yaitu dengan mengurangi peroksida yang dapat merangsang terjadinya proses ketengikan yang terbentuk pada permulaan autooksidasi.
Kemungkinan lain, antioksidan akan
dioksidasi secara langsung atau saling mempengaruhi dengan peroksida, sehingga dengan demikian mencegah oksidasi langsung atau tidak langsung dengan memutuskan rantai reaksi pembentukan gugusan peroksida (Goutara et al. 1980). Kemungkinan selanjutnya, molekul aktif dari lemak bereaksi dengan oksigen menghasilkan peroksida aktif. Peroksida aktif memberikan energinya lagi kepada molekul lemak yang lain sehingga terbentuk reaksi rantai. Adanya zat penghambat oksidasi, dalam hal ini antioksidan, sejumlah peroksida yang
aktif
dipisahkan
dari
rantai
reaksi
dengan
memindahkan
energinya kepada antioksidan. Molekul aktif dari antioksidan akan teroksidasi
12
dan menjadi tidak aktif lagi karena lemahnya pemindahan energi kepada molekul lemak (Goutara et al. 1980). 2.4 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH Metode uji 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan.
Pengujian antioksidan dengan
DPPH merupakan salah satu metode yang sederhana dengan menggunakan 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH) sebagai senyawa pendeteksi. Senyawa DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang bersifat stabil sehingga dapat bereaksi dengan atom hidrogen yang berasal dari suatu antioksidan membentuk DPPH tereduksi (Molyneux 2004). Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan terbentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Suratmo 2009). Struktur kimia DPPH dalam bentuk radikal bebas (1) dan bentuk kompleks non radikal (2) dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Struktur kimia radikal bebas (1) dan bentuk non radikal (2) DPPH (Sumber: Molyneux 2004)
Ada tiga tahap reaksi antara DPPH dengan zat antioksidan, yang dapat dicontohkan dengan reaksi antara DPPH dengan senyawa monofenolat (antioksidan). Tahap pertama meliputi delokalisasi satu elektron pada gugus yang tersubstitusi dari senyawa tersebut, kemudian memberikan atom hidrogen untuk mereduksi DPPH.
Tahap berikutnya meliputi dimerisasi antara dua radikal
fenoksil, yang akan mentransfer radikal hidrogen dan akan bereaksi kembali
13
dengan radikal DPPH.
Tahap terakhir adalah pembentukan kompleks antara
radikal aril dengan radikal DPPH. Pembentukan dimer maupun kompleks antara zat antioksidan dengan DPPH tergantung pada kestabilan dan potensial reaksi dari struktur molekulnya (Suratmo 2009). 2.5 Komponen Bioaktif Komponen bioaktif merupakan kelompok senyawa fungsional yang terkandung dalam bahan pangan dan dapat memberikan pengaruh biologis. Sebagian besar komponen bioaktif adalah kelompok alkohol aromatik seperti polifenol dan komponen asam (phenolic acid). Komponen bioaktif tidak terbatas pada hasil metabolisme sekunder saja, tetapi juga termasuk metabolit primer yang memberikan
aktivitas
biologis
fungsional,
seperti
protein
dan
peptida
(Kannan et al. 2009). Pengujian kualitatif terhadap komponen bioaktif ini dapat dilakukan dengan metode uji fitokimia. Istilah fitokimia (dari kata “phyto” = tanaman) berarti kimia tanaman. Fitokimia menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian tentang isolasi dan konstitusi senyawa kimia dalam tanaman, perbandingan struktur senyawa kimia tanaman dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman atau penelitian untuk pengembangan senyawa kimia dalam tanaman (Sirait 2007). 2.5.1 Alkaloid Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Umumnya, alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid biasanya tanpa warna, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne 1984). Beberapa contoh senyawa alkaloid yang telah umum dikenal dalam bidang farmakologi, diantaranya adalah nikotin (stimulan pada syaraf otonom), morfin (analgesik), kodein (analgesik dan obat batuk), atropin (obat tetes mata), skopolamin (sedatif/obat penenang menjelang operasi), kokain (analgesik),
14
piperin (antifeedant), quinin (obat malaria), vinkristin (obat kanker), ergotamin (analgesik untuk migrain), reserpin (pengobatan simptomatis disfungsi ereksi), mitraginin (analgesik dan antitusif), serta vinblastin (antineoplastik dan obat kanker) (Putra 2007). 2.5.2 Steroid/triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbon asiklik.
Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks,
terdiri atas alkohol, aldehid atau asam karboksilat.
Senyawa tersebut tidak
berwarna, kristalin, sering mempunyai titik lebur tinggi, umumnya sulit untuk dikarakterisasi karena secara kimia tidak reaktif, yang banyak digunakan untuk tes adalah reaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrida-H2SO4 pekat), yang membentuk warna biru hijau untuk sebagian besar triterpen dan sterol (Sirait 2007). Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantrena. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tingkat tinggi yaitu sitosterol, stigmasterol dan kampesterol. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah, contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungi. Sterol lain terutama terdapat dalam tumbuhan tingkat rendah tetapi kadang-kadang terdapat juga dalam tumbuhan tingkat tinggi, misalnya fukosterol, yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi pada kelapa (Harborne 1984). 2.5.3 Flavonoid Flavonoid umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Flavonoid terdapat pada seluruh bagian tanaman, termasuk pada buah, tepung sari dan akar. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, antosianidin, katekin dan flavan-3,4-diol (Sirait 2007). Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Flavonoid dapat diekstraksi dengan etanol 70%.
Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu
15
warnanya berubah bila ditambah basa atau ammonia sehingga mudah dideteksi pada kromatogram atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum Ultra Violet (UV) dan spektrum tampak (Harborne 1984). Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga di lapisan amil alkohol pada uji fitokimia menunjukkan adanya flavonoid. 2.5.4 Saponin Saponin merupakan glikosida yang apabila dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan gula dan satu fraksi non-gula yang disebut sapogenin atau genin. Gula-gula yang terdapat dalam saponin jumlah dan jenisnya bervariasi, diantaranya glukosa, galaktosa, arabinosa, ramnosa, serta asam galakturonat dan glukoronat.
Sapogenin sendiri dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
sapogenin triterpenik dan steroidik (Muchtadi 1989). Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun. Saponin dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting karena kadangkadang menimbulkan keracunan pada ternak (misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa) atau karena rasanya yang manis (misalnya glisirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra) (Harborne 1984). Saponin menyebabkan stimulasi pada jaringan tertentu misalnya, pada epitel hidung, bronkus, ginjal dan sebagainya. Stimulasi pada ginjal diperkirakan menimbulkan efek diuretika. Saponin dapat mempertinggi resorpsi berbagai zat oleh aktivitas permukaan. Saponin juga dapat meregangkan partikel tak larut dan menjadikan partikel tersebut tersebar dan terbagi halus dalam larutan (Sirait 2007). 2.5.5 Fenol hidrokuinon Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil, beberapa mungkin digantikan dengan gugus metil atau glikosil. Komponen fenolat bersifat larut air selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel. Flavonoid merupakan kelompok yang terbesar di antara komponen fenolat
16
alami yang strukturnya telah diketahui, tetapi fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoid dan fenolat quinon terdapat dalam jumlah sedikit (Harborne 1984). Pigmen kuinon alami berada pada kisaran warna kuning muda hingga hitam. Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon (Ketaren 2008). Kuinon dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftakuinon, antrakuinon, dan isoprenoid kuinon.
Tiga kelompok pertama
umumnya terhidrolisis dan memiliki sifat fenol, sedangkan isoprenoid kuinon terdapat pada respirasi seluler (ubikuinon) dan fotosintesis (plastokuinon) (Harborne 1984). 2.5.6 Karbohidrat Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawasenyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Nama karbohidrat berasal dari kenyataan bahwa kebanyakan senyawa dari golongan ini mempunyai rumus empiris, yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut adalah karbon “hidrat” dan memiliki nisbah karbon terhadap hydrogen dan terhadap oksigen sebagai 1 : 2 : 1. Karbohidrat dalam bentuk gula dan pati melambangkan bagian utama kalori total yang dikonsumsi manusia dan bagi kebanyakan kehidupan hewan, seperti juga bagi berbagai mikroorganisme. Karbohidrat juga merupakan pusat metabolisme tanaman hijau dan organisme fotosintetik lainnya yang menggunakan energi solar untuk melakukan sintesa karbohidrat dari CO2 dan H2O (Lehninger 1988). Karbohidrat menurut Sirait (2007) dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 1) Monosakarida, merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari lima atau enam atom C. Contoh: glukosa, fruktosa, arabinosa 2) Oligosakarida, merupakan polimer dari dua sampai sepuluh monosakarida. Contoh: sukrosa rafinosa
17
3) Polisakarida Polisakarida merupakan rantai panjang terdiri dari monosakarida di mana yang satu dengan yang lainnya dapat berupa ikatan head to tail dan dapat bercabang-cabang. Contoh: pati, selulosa, inulin. 2.5.7 Gula pereduksi Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi.
Monosakarida akan segera mereduksi
senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hidrogen peroksida atau ion kupri (Cu2+). Gula dioksidasi pada gugus karbonil dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi pada reaksi ini. Senyawa pereduksi adalah pemberi elektron dan senyawa pengoksidasi adalah penerima elektron. Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisa gula, dengan mengukur jumlah dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu, dapat dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Prinsip tersebut berguna dalam menganalisa kandungan gula dalam darah dan air seni untuk diagnosa diabetes mellitus (Lehninger 1988). Ada tidaknya sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) hidroksil reaktifnya terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya. Akibatnya, laktosa bersifat pereduksi sedangkan sukrosa bersifat non pereduksi (Winarno 2008). 2.5.8 Peptida Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan peptida dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Tiga asam amino dapat disatukan oleh dua ikatan peptida dengan cara yang sama untuk membentuk suatu
18
tripeptida, tetrapeptida dan pentapeptida. Jika terdapat banyak asam amino yang bergabung dengan cara demikian, struktur yang dihasilkan dinamakan polipeptida. Peptida dengan panjang yang bermacam-macam dibentuk oleh hidrolisa sebagian dari rantai polipeptida yang panjang dari protein, yang dapat mengandung ratusan asam amino (Lehninger 1988). Pengikatan asam amino dengan ikatan peptida berlangsung dalam bermacam-macam urutan dengan perbandingan molekul dan struktur ruang yang berbeda-beda (lipatan dari rantai, cincin makro, dll) (Sirait 2007). Pembentukan ikatan peptida memerlukan banyak energi, sedangkan untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi. Reaksi keseimbangan ini cenderung untuk berjalan ke arah hidrolisis daripada sintesis (Winarno 2008). 2.5.9 Asam amino Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, ataupun enzim. Asam amino tumbuhan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam amino protein dan asam amino bukan protein. Asam amino protein pada umumnya diketahui berjumlah 20 dan ditemukan dalam hidrolisat asam dari protein tumbuhan dan hewan. Hanya satu asam amino bukan protein yang selalu terdapat dalam tumbuhan, yaitu asam γ-amino-butirat. Perannya dalam tumbuhan tidak begitu nyata, meski ada (sering dalam konsentrasi tinggi) dalam biji dan dalam metabolisme selanjutnya dalam perkecambahan yang memungkinkan sebagai bahan penyimpan nitrogen (Harborne 1984). Asam amino dalam kondisi netral (pH isolistrik) berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi.
Derajat
ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Gugus karboksilnya tidak terdisosiasi sedangkan gugus aminonya menjadi ion pada pH yang rendah (misalnya pada pH 1,0). Gugus karboksilnya terdisosiasi sedangkan gugus aminonya tidak pada pH yang tinggi (misalnya pada pH 11,0) (Winarno 2008).
3 METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2010 sampai Januari 2011. Proses preparasi sampel dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Proses ekstraksi (maserasi) dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 1. Proses evaporasi ekstrak dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Analisis kadar abu, kadar abu tak larut asam, kadar air, kadar protein, kadar lemak, uji aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Bioteknologi Hasil Perairan 2 dan Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan utama yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah selada air (Nasturtium officinale). Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis proksimat meliputi akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 p.a. pekat, asam borat (H3BO3) 4% yang mengandung indikator bromcherosol green-methyl red (1:2) berwarna merah muda, larutan HCl 0,0947 N, pelarut lemak (n-heksana p.a.), larutan HCl 10% dan larutan AgNO3 0,10 N. Bahan-bahan yang diperlukan dalam proses ekstraksi dan evaporasi meliputi pelarut etanol p.a. dan es batu. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak selada air
dan
bagian-bagiannya,
kristal
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH),
metanol p.a., antioksidan sintetik BHT (butylated hydroxytoluena) sebagai pembanding dan es. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengujian bilangan peroksida yaitu asam asetat glacial, kloroform, minyak kelapa, kalium iodida, natrium tiosulfat, Tween 20 dan indikator pati. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam sulfat pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid), air panas, larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70%, larutan FeCl3 5% (uji fenol hidrokuinon),
20
pereaksi Molisch, asam sulfat pekat (uji Molisch), pereaksi Benedict (uji Benedict), pereaksi Biuret (uji Biuret) dan larutan Ninhidrin 0,10% (uji Ninhidrin). Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi pisau, sudip, cawan porselen, timbangan digital, alumunium foil, gegep, desikator, oven, kompor listrik, tanur pengabuan, kertas saring Whatman 42 bebas abu, kapas bebas lemak, labu lemak, kondensator, tabung Soxhlet, penangas air, labu Kjeldahl, destilator, labu Erlenmeyer, buret, pipet volumetrik, pipet mikro, pipet tetes, gelas ukur, blender, orbital shaker, rotary vacuum evaporator, corong kaca, botol gelas, gelas piala, tabung reaksi, spektrofotometer UV-VIS, inkubator dan vortex. 3.3 Metode Penelitian Rangkaian penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian tahap pendahuluan meliputi penghitungan rendemen daun dan batang serta menentukan waktu pengeringan bagian-bagian tanaman (daun, batang dan selada air utuh) dengan sinar matahari serta penyusutan beratnya. Selada air yang telah diambil, dicuci untuk membersihkan dari kotoran yang masih menempel.
Selada air tersebut kemudian dipisahkan daun dan
batangnya namun juga ada yang berupa tanaman utuh (tidak dipisahkan). Tanaman selada air utuh dan batangnya tersebut kemudian dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil (daun tidak dipotong-potong) dan dijemur di bawah sinar matahari sampai kadar airnya di bawah 10%. Bagian yang sudah dikeringkan kemudian dihaluskan dengan blender. Penelitian utama terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahap pengambilan sampel, tahap analisis kimia selada air berupa analisis proksimat (kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam), tahap pembuatan ekstrak kasar selada air, uji kuantitatif aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan uji fitokimia. 3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel Sampel selada air diambil di daerah Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan
Tamansari,
Bogor.
Pengambilan
sampel
dilakukan
mengumpulkan selada air di beberapa titik pada lokasi tersebut.
dengan
Selada air
21
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik berisi air sampai menutupi bagian akarnya, setelah itu dilakukan identifikasi dan penentuan rendemen. Rendemen sampel yang meliputi batang dan daun dihitung dengan menggunakan rumus mengacu pada Iswani (2007) yaitu: Rendemen % =
Bobot contoh (g) ×100% Bobot total (g)
Selada air kemudian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama merupakan bagian yang akan diuji kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. Bagian kedua merupakan bagian yang akan dikeringkan dan nantinya akan diekstrak untuk diuji aktivitas antioksidan, uji bilangan peroksida dan fitokimianya. 3.3.2 Analisis proksimat Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, protein, lemak, abu dan abu tidak larut asam. 1) Analisis kadar air (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah kadar air yang terdapat dalam suatu bahan.
Tahap pertama untuk
menganalisis kadar air yaitu mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan kemudian diletakkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan setelah terlebih dahulu dipotong kecil-kecil. Cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 6 jam atau hingga beratnya konstan. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang.
Kadar air dihitung dengan
menggunakan rumus berikut: Kadar air berat basah =
Kehilangan berat (g) ×100% Berat sampel awal (g)
Kehilangan berat (g) = berat sampel awal (g) – berat setelah dikeringkan (g)
22
2) Analisis kadar lemak (AOAC 1995) Selada air seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring yang telah dibuat menjadi bentuk selongsong dan kedua ujungnya ditutup dengan kapas. Sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2). Pelarut lemak (n-heksan) dituangkan ke dalam labu lemak kemudian labu lemak dihubungkan dengan soxhlet dan direfluks selama 6 jam. Sampel dikeluarkan, labu lemak dan soxhlet dipasang kembali lalu didestilasi hingga pelarut lemak yang ada dalam labu lemak menguap. Setelah itu, labu lemak dan soxhlet diangkat dan pelarut dikeluarkan. Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama satu jam. Labu kemudian didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus berikut: % Kadar lemak = Keterangan:
W3 -W2 ×100% W1
W1 = Berat sampel (gram) W2 = Berat labu lemak kosong (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)
3) Analisis kadar protein (AOAC 1995) Prinsip dari analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam
analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu dekstruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. (a) Tahap destruksi Selada air ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Setengah butir kjeltab dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 10 ml H2SO4 p.a 98%. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat pemanas dengan suhu 400 oC.
Proses destruksi
dilakukan sampai larutan menjadi bening. (b) Tahap destilasi Hasil destruksi diencerkan dengan akuades hingga 100 ml dengan labu takar. Air dipanaskan sampai mendidih di heater rangkaian alat destilator. Asam borat sebanyak 25 ml dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Erlenmeyer tersebut
23
kemudian dipasang pada tempatnya (di tempat pengeluaran sampel dan NaOH). Hasil destruksi (larutan sampel) dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam destilator. Setelah itu, larutan NaOH 50% sebanyak 10 ml juga dimasukkan ke dalam destilator. Setelah larutan di dalam erlenmeyer yang berisi asam borat berubah warna menjadi biru kehitaman atau hijau toska, erlenmeyer diangkat dan dilakukan proses titrasi. (c) Tahap titrasi Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,0947 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah (warna asam borat semula). Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut: ml HCl selada air-ml blanko × N HCl × faktor pengenceran × 14,007 ×100% mg contoh × faktor koreksi alat
%N =
% Kadar Protein = %N x faktor konversi 4) Analisis kadar abu (AOAC 1995) Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Cawan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Kadar abu ditentukan dengan rumus
berikut: Berat abu (g) = berat sampel dan cawan akhir (g) – berat cawan kosong (g) Kadar abu berat basah =
Berat abu (g) ×100% Berat sampel awal (g)
5) Analisis kadar abu tak larut asam menurut SNI 01-3836-2000 (BSN 2000) Abu hasil penetapan kadar abu total dilarutkan dalam 25 ml HCl 10% dan didihkan selama 5 menit. Larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman bebas abu dan dicuci dengan air suling sampai bebas klorida (dengan pereaksi AgNO3).
Kertas saring kemudian dikeringkan dalam oven.
Kertas
24
saring yang sudah dioven kemudian dilipat dengan menggunakan sudip dan diletakkan di dalam cawan porselen yang telah ditimbang bobotnya. tersebut dibakar di ruang asam sampai tidak berasap.
Cawan
Cawan kemudian
dimasukkan dalam tanur selama 6 jam. Cawan lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu tak larut asam dapat ditentukan dengan rumus: Kadar abu tidak larut asam berat basah =
Berat abu (g) ×100% Berat sampel awal (g)
3.3.3 Analisis aktivitas antioksidan Analisis aktivitas antioksidan meliputi tahap ekstraksi bahan aktif dan pengujian aktivitas antioksidan. Metode pengujian yang digunakan yaitu metode 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). 1) Ekstraksi bahan aktif (Quinn 1988 dalam Darusman et al. 1995) Tahap ini terdiri dari beberapa langkah, yaitu persiapan sampel dan ekstraksi bahan aktif. Pada tahap persiapan sampel, selada air yang telah diambil dari daerah Sindang Barang, Bogor segera dikeringkan dengan panas matahari. Selada air yang telah dikeringkan tersebut kemudian dihancurkan dengan blender sehingga didapat tekstur yang halus. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bahan aktif. Metode ekstraksi yang digunakan
adalah
metode
Darusman et al. 1995).
ekstraksi
tunggal
(Quinn
1988
dalam
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
etanol p.a. Sampel tanaman dan bagian-bagiannya yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 25 gram dan dimaserasi dengan pelarut etanol p.a sebanyak 150 ml selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whattman 42 sehingga didapat filtrat dan residu.
Filtrat yang
diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 50 oC. Berdasarkan proses ini maka akan diperoleh ekstrak etanol daun, batang dan selada air utuh. 2) Uji aktivitas antioksidan (DPPH) (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005) Ekstrak kasar selada air dan bagian-bagiannya dari hasil ekstraksi tunggal menggunakan pelarut etanol dilarutkan dalam metanol dengan konsentrasi 200, 400, 600 dan 800 ppm. Sebagai pembanding dan kontrol positif, digunakan
25
antioksidan sintetik BHT yang dibuat dengan cara dilarutkan dalam pelarut metanol dengan konsentasi 2, 4, 6 dan 8 ppm.
Larutan DPPH yang akan
digunakan dibuat dengan menggunakan kristal DPPH dalam pelarut metanol dengan konsentrasi 1 mM. Proses pembuatan larutan DPPH 1 mM dilakukan dalam kondisi suhu rendah dan terlindung dari cahaya matahari. Larutan ekstrak dan larutan antioksidan pembanding BHT yang telah dibuat, masing-masing diambil 4,5 ml dan direaksikan dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi yang berbeda yang telah diberi label. Campuran tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit dan diukur absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Absorbansi larutan blanko juga diukur untuk melakukan persen inhibisi.
Larutan blanko dibuat dengan mereaksikan 4,5 ml pelarut
metanol dengan 500 µl larutan DPPH 1 mM dalam tabung reaksi. Setelah itu, aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding BHT dinyatakan dengan persen inhibisi yang dihitung dengan rumus berikut: % inhibisi =
absorbansi blanko-absorbansi sampel ×100% absorbansi blanko
Nilai konsentrasi sampel (ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT) dan persen inhibisinya diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi linear. Persamaan regresi linear yang diperoleh dalam bentuk persamaan y = a + bx digunakan untuk mencari nilai IC50 (inhibitor concentration 50%) dari masing-masing sampel dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan diperoleh sebagai IC50. Nilai IC50 menyatakan besarnya konsentrasi larutan sampel (ekstrak maupun antioksidan pembanding BHT) yang dibutuhkan untuk mereduksi radikal bebas DPPH sebesar 50%. 3.3.4 Evaluasi aktivitas antioksidan (penentuan bilangan peroksida) Penentuan aktivitas antioksidan dari ekstrak selada air (bagian yang terbaik) diterapkan pada emulsi
minyak.
Antioksidan berfungsi
menghambat pembentukan peroksida pada minyak.
untuk
Pengujian ini dilakukan
melalui pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya yang dilanjutkan dengan evaluasi aktivitas antioksidan dengan penentuan bilangan peroksida.
26
1) Pembuatan minyak kelapa dan sistem emulsinya (Santoso et al 2004) Minyak yang digunakan dalam penelitian dibuat dari parutan kelapa yang diperas untuk diambil santan kentalnya.
Santan kental tersebut dipanaskan
dengan cara direbus untuk memisahkan komponen minyak yang terkandung di dalamnya, kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan minyak dan ampas parutan kelapa. Filtrat yang dihasilkan kemudian disaring lagi dengan kertas whatman agar diperoleh minyak kelapa yang bening.
Sistem emulsi
minyak dibuat dengan mengacu pada metode Santoso et al. (2004) yang dimodifikasi, yaitu dengan menghomogenkan 3% minyak kelapa dan 97% air yang mengandung 0,3% Tween 20. 2) Penentuan bilangan peroksida Sistem emulsi lemak ditambahkan ekstrak selada air terbaik dari tahap sebelumnya sebanyak 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak), 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm yang selanjutnya disebut sampel minyak. Sampel minyak selanjutnya disimpan selama tujuh hari dalam inkubator bersuhu 37 oC untuk mempercepat oksidasi. Sampel minyak kemudian ditimbang sebanyak 5 gram di dalam labu erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% kloroform. Minyak yang telah larut ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh dan didiamkan 15 menit dalam ruang gelap sambil dikocok. Iod yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N dengan indikator pati 1%. Titrasi dihentikan saat larutan sampel menjadi tidak berwarna.
Hasil pengurangan volume akhir terhadap volume awal larutan
Na2S2O3 0,01 N yang ditunjukkan oleh skala pada buret merupakan volume total larutan Na2S2O3 0,01 N yang digunakan untuk titrasi sampel. Cara yang sama dibuat juga untuk penerapan blanko. Nilai bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen per 1 kg minyak atau lemak yaitu dengan rumus: miliequivalen/kg bahan =
a-b ×N ×1000 × 100% G
Keterangan: a = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi sampel b = jumlah ml larutan Na2S2O3 untuk titrasi blanko N = normalitas larutan Na2S2O3 G = berat sampel (g)
27
3.3.5 Uji fitokimia (Harborne 1984) Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar selada air yang memiliki aktivitas antioksidan. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, uji steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin. Metode uji ini berdasarkan Harborne (1984). a) Alkaloid Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N. Pengujian menggunakan tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer dan pereaksi Wagner. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara 0,8 gram bismutsubnitrat ditambahkan dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram kalium iodida dalam 20 ml air. Sebelum digunakan, 1 volume campuran ini diencerkan dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air. Pereaksi ini berwarna jingga. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 gram HgCl 2 dengan 0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 100 ml dengan labu takar. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 ml akuades ditambahkan 2,5 gram iodine dan 2 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades menjadi 200 ml dalam labu takar. Pereaksi ini berwarna coklat. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendorff terbentuk endapan merah hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer dan endapan coklat dengan pereaksi Wagner. b) Steroid / triterpenoid Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering, kemudian ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau. c) Flavonoid Sejumlah sampel ditambahkan 0,1 mg serbuk magnesium dan 0,4 ml amil alkohol dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Adanya flavonoid
28
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. d) Saponin (uji busa) Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2N menunjukkan adanya saponin. e) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3) Sampel sebanyak 1 gram diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Adanya senyawa fenol dalam bahan ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru. f) Uji Molisch Larutan sampel sebanyak 1 ml diberi 2 tetes pereaksi Molisch dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai dengan terbentuknya kompleks warna ungu diantara 2 lapisan cairan. g) Uji Benedict Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict.
Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit.
Adanya gula
pereduksi ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau, kuning atau endapan merah bata. h) Uji Biuret Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Hasil uji positif adanya peptida ditunjukkan dengan terbentuknya larutan berwarna ungu. i) Uji Ninhidrin Larutan sampel sebanyak 2 ml ditambah beberapa tetes larutan ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Reaksi positif terhadap adanya asam amino ditunjukkan dengan larutan berwarna biru.
29
3.3.6 Rancangan Percobaan dan Analisis Data (Steel dan Torrie 1991) Analisis data dilakukan terhadap hasil pada tahap aplikasi terhadap emulsi minyak. Tahapan aplikasi terhadap emulsi minyak bertujuan untuk menentukan seberapa
besar
konsentrasi
ekstrak
terpilih
yang mampu
menghambat
pembentukan peroksida dalam emulsi minyak. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi ekstrak dengan lima taraf yaitu 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model: Yij = µ + αi + Ɛij Keterangan: Yij µ αi Ɛij i
= respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j = pengaruh rata-rata umum = pengaruh konsentrasi pada taraf i = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j = 0 ppm, 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm, 800 ppm (penentuan konsentrasi ekstrak terpilih)
Hipotesis untuk penentuan konsentrasi ekstrak terpilih: Ho = Konsentrasi ekstrak tidak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak selada air. H1 = Konsentrasi ekstrak mempengaruhi aktivitas antioksidan ekstrak selada air. Jika hasil dari pengujian menunjukkan adanya pengaruh yang berbeda nyata pada selang 95% (α=0,05) maka dilakukan uji lanjut Duncan. Rumus uji Duncan adalah: Rp = r Ʃp;dbs;α
kts r
Keterangan: Rp p dbs kts r
= nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan = perlakuan = derajat bebas = jumlah kuadrat tengah = ulangan
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Selada Air Morfologi selada air yang diambil dari areal persawahan di daerah Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Kebun selada air di daerah Sindang Barang, Bogor Sampel selada air yang diperoleh, kemudian dipreparasi untuk dipisahkan daun dan batangnya. Daun selada air yang diperoleh berwarna hijau, dengan bentuk daun agak membulat dengan lebar sekitar 2-3 cm. Batangnya berwarna hijau muda dan tidak terlalu tebal dengan diameter sekitar 0,5 cm. Selada air yang diperoleh dalam penelitian ini hidup di lingkungan dengan air yang jernih dengan kedalaman air 3 sampai 4 cm dengan suhu perairan sebesar 24 oC. Proses karakterisasi dilakukan untuk mengetahui sifat dari bahan baku yang akan digunakan. Sifat bahan baku tidak terbatas pada sifat fisik saja seperti pengukuran rendemen, tetapi juga sifat kimia sehingga perlu dilakukan analisis kandungan gizi selada air dengan uji proksimat. 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan presentase perbandingan antara berat bagian bahan yang dapat dimanfaatkan dengan berat total bahan. Nilai rendemen digunakan untuk mengetahui nilai ekonomis suatu produk atau bahan. Semakin tinggi nilai
31
rendemennya,
maka
semakin
tinggi
pula
nilai
ekonomisnya
sehingga
pemanfaatannya dapat menjadi lebih efektif. Perhitungan rendemen daun dan batang selada air dapat dilihat pada Lampiran 2. Nilai rendemen daun dan batang selada air disajikan pada Gambar 5. 70 59,38
Rendemen (%)
60 50 40 30
23,43
20 10
0 Daun
Batang
Bagian tanaman
Gambar 5. Diagram batang rendemen daun dan batang selada air Rendemen daun selada air tidak terlalu besar yaitu 23,43%.
Hal ini
disebabkan ukuran daun selada air yang kecil dan tipis sehingga bobot daun jauh lebih kecil daripada bobot batang yang berakibat pada rendemen daun yang kecil. Daun selada air mengandung phenethyl isothiocynate (PEITC) yang keluar bila daun ini dikunyah, yang merupakan agen kemopreventif pelawan kanker paru (Astawan 2010). Hasil penelitian Rajalakshmi dan Agalyaa (2010) menunjukkan bahwa selada air merupakan sayuran yang kaya PEITC yang merupakan inhibitor kuat karsinogenesis. Di Jerman, selada air digunakan untuk mengobati infeksi saluran kencing pada anak-anak. Bubuk daun selada air di India digunakan sebagai peluruh dahak untuk mengobati bronkitis dan gangguan lever. Daun selada air segar dalam pengobatan tradisional digunakan untuk membersihkan darah dan mengobati pasien yang mengalami gangguan metabolik kronis. Daun selada air yang dilumatkan lalu digunakan sebagai masker wajah dapat mengatasi jerawat, bintikbintik atau noda hitam (Astawan 2010). Hasil penelitian Özen (2009)
32
menunjukkan bahwa ekstrak daun selada air dapat melawan dan mengurangi peroksidasi lipid pada hati, otak dan ginjal. Rendemen batang selada air dari hasil penelitian mencapai lebih dari setengah dari berat keseluruhan selada air utuh, yaitu 59,38%.
Selada air
memiliki batang yang berongga dengan daun lonjong bertangkai (Astawan 2010). Batang selada air dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman selada air yang baru. Selada air yang banyak tumbuh di aliran sungai kecil, kolam, atau bahkan rawa memiliki batang yang menjalar dengan daun agak bulat berdiameter sekitar 1,5 sampai 3 cm. Selada air biasanya dipanen dengan memotong sebagian batangnya. Dari sisa batang yang ditinggalkan akan tumbuh tunas dan daun baru kembali (Haryanto et al. 2007). Rendemen daun dan batang selada air apabila dijumlahkan, maka jumlahnya tidak mencapai 100%.
Hal ini dikarenakan bagian akar tidak
digunakan dalam penelitian dan hanya bagian daun dan batang selada air yang biasanya dimanfaatkan. 4.1.2 Kandungan gizi Kandungan gizi pada selada air dapat diketahui melalui analisis proksimat. Analisis proksimat merupakan suatu metode yang digunakan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya kandungan air, lemak, protein, abu dan karbohidrat.
Kadar karbohidrat dalam selada air diperoleh
melalui perhitungan by difference. Analisis proksimat yang dilakukan meliputi kadar air, lemak, protein dan abu, selain itu pengujian kadar abu tidak larut asam juga dilakukan. Pengujian abu tidak larut asam pada sampel selada air dilandasi karena selada air tumbuh di perairan tawar berlumpur dan berpasir. Selada air diduga mengandung residu abu tidak larut asam yang berasal dari mineral-mineral dalam lumpur atau tanah yang ditransportasikan dari akar ke bagian tubuh tumbuhan. Cara perhitungan analisis proksimat selada air dapat dilihat pada Lampiran 3 dan hasil analisis proksimatnya disajikan pada Tabel 2.
33
Tabel 2. Hasil uji proksimat selada air (n=2) Komponen Kadar air Kadar lemak Kadar protein Kadar abu Kadar abu tidak larut asam Kadar karbohidrat
Kandungan (% bb) 94,64 0,22 2,11 1,14 0,29 1,90
1) Kadar air Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Hidrogen dan oksigen mempunyai daya padu yang sangat besar antara keduanya. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
daya
terima,
kesegaran,
dan
daya
tahan
bahan
tersebut
(Winarno 2008). Analisis kadar air dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung dalam selada air. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa selada air memiliki kadar air yang sangat tinggi, yaitu sebesar 94,64%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan data kadar air selada air pada PROSEA (1994) yaitu sebesar 93%. Selada air merupakan tanaman air yang memiliki kelembaban dan kebutuhan air yang tinggi. Selada air tumbuh di sepanjang kolam dan sungai, dan juga dapat ditanam dalam pot dengan bagian bawah pot terendam 2 – 3 inci air (Wind 2010). 2) Kadar lemak Lemak merupakan sumber zat tenaga yang kedua setelah karbohidrat. Molekul lemak terdiri dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Fungsi dari lemak diantaranya adalah memberikan kalori, dimana setiap gram lemak memberikan 9 kalori, melarutkan vitamin A, D, E, K sehingga dapat diserap oleh dinding usus halus, dan memberikan asam-asam lemak essensial. Rata-rata manusia membutuhkan lemak 0,75 sampai 1 gram setiap kilogram berat badan. Hampir 20-25 % dari kebutuhan kalori sehari diperoleh dari lemak (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Analisis kadar lemak yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan lemak yang terdapat pada selada air. Hasil pengujian
34
menunjukkan bahwa selada air mengandung lemak dalam kadar yang cukup rendah, yaitu hanya sebesar 0,22%. Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan kandungan air dalam selada air sangat tinggi, sehingga secara proporsional persentase kadar lemak akan turun drastis. Menurut United States Department of Agriculture (USDA 2006), dalam 80 gram selada air, mengandung lemak sebanyak 0,8 gram, kadar lemaknya yaitu sebesar 1%. Hasil penelitian Shahrokhi et al. (2009) menunjukkan bahwa ekstrak selada air dengan dosis 75 mg/dl yang diberikan kepada tikus selama 8 minggu dapat menurunkan kolesterol High Density Lipoprotein (HDL) sebesar hampir 10%. Semakin banyak dosis selada air yang diberikan, penurunan kolesterol dan Low
Density
Lipoprotein
(LDL)
juga
lebih
besar.
Hasil
penelitian
Gill et al. (2007) menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengkonsumsi selada air sebanyak 85 gram sehari selama 8 minggu mengalami penurunan kadar lemak meliputi Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL) dan total kolesterol sekitar 10% . 3) Kadar protein Protein terdiri dari unsur-unsur oksigen, karbon, hidrogen dan nitrogen. Ada juga yang mengandung unsur fosfor, belerang, dan lainnya. Bila karbohidrat dan lemak tidak dapat mencukupi kebutuhan kalori tubuh, maka protein dioksidasi untuk menambahkan kalori tersebut. Protein yang berasal dari hewani lebih tinggi kadarnya daripada protein nabati. Hal ini disebabkan protein hewani mengandung asam amino yang lebih lengkap dan memiliki susunan mendekati nilai protein tubuh. Protein nabati kadarnya lebih rendah, kecuali protein kacangkacangan dan produk olahannya (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Hasil pengujian kadar protein menunjukkan bahwa selada air memiliki protein dalam jumlah yang kecil yaitu sebesar 2,11%. Menurut United States Department of Agriculture (USDA 2006), dalam 80 gram selada air, mengandung protein sebanyak 2,4 gram. Kadar proteinnya yaitu sebesar 3%. Hasil penelitian Gill et al. (2007) menunjukkan bahwa orang dewasa yang mengkonsumsi selada air sebanyak 85 gram sehari selama 8 minggu mengalami peningkatan total protein sebesar 4% dibandingkan yang tidak mengkonsumsinya.
35
4) Kadar abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahanbahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu (Winarno 2008). Selada air mengandung mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium, besi, sodium dan kalium (Bakhru 2008). Hasil pengujian kadar abu menunjukkan bahwa selada air mengandung mineral yang tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 1,14%. Besar kecilnya kadar abu dapat disebabkan habitat dan kondisi lingkungan hidup yang berbeda. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Data kadar abu tersebut menunjukkan bahwa lingkungan perairan di Desa Sindang Barang menyediakan asupan mineral yang cukup untuk menunjang pertumbuhan selada air tersebut ditunjukkan dengan selada air yang dapat tumbuh dengan baik di daerah tersebut. 5) Kadar abu tidak larut asam Kadar abu tidak larut asam merupakan salah satu kriteria dalam menentukan tingkat kebersihan dalam proses pengolahan suatu produk. Abu tidak larut asam dicerminkan oleh adanya kontaminasi mineral atau logam yang tidak larut asam dalam suatu produk (Basmal et al. 2003). Hasil pengujian kadar abu tidak larut asam menunjukkan bahwa selada air mengandung residu abu tak larut asam sebesar 0,29%. Nilai kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini masih di bawah 1%, seperti yang disyaratkan oleh Food Chemical Codex (1992) untuk produk kappa-karaginan food grade. Kadar abu tidak larut asam ini diduga berasal dari material-material abu yang tidak larut asam yang terdapat pada substrat perairan tempat selada air tumbuh. 6) Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Karbohidrat terdiri dari tiga unsur yaitu karbon, oksigen dan hidrogen. Terbentuknya karbohidrat dalam tanaman melalui proses asimilasi atau fotosintesa, yang terjadi melalui permukaan daun yang menghisap udara (CO2), bersamaan dengan air
36
yang diserap oleh akar, kemudian dibawa ke dalam jaringan daun. Dari butirbutir hijau daun, CO2 dan air dengan bantuan sinar matahari diubah menjadi zat tepung atau pati (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Perhitungan kadar karbohidrat selada air dalam penelitian ini dilakukan dengan metode by difference, yaitu penentuan kadar karbohidrat dalam bahan pangan secara kasar.
Kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui
bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan dengan metode by difference (Winarno 2008). Hasil perhitungan kadar karbohidrat menunjukkan bahwa selada air mengandung karbohidrat sebesar 1,90%. Hasil tersebut cukup berbeda dengan hasil penelitian Costain (2007) yang menyebutkan bahwa selada air mengandung 0,4 gram karbohidrat dalam 100 gram selada air atau sebesar 0,4%. Variasi ini dapat terjadi karena perbedaan habitat atau lingkungan hidup, umur serta musim. Karbohidrat pada bahan pangan nabati dapat berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Selulosa dan lignin berperan sebagai penyusun dinding sel tanaman (Winarno 2008). 4.2 Ekstraksi Komponen Bioaktif Selada Air Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponenkomponen aktif (Harborne 1984). Proses ekstraksi pada penelitian ini meliputi proses pengeringan sampel, penghancuran sampel menjadi ukuran yang lebih kecil (serbuk), maserasi dalam pelarut dengan penggoyangan, penyaringan dan evaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator.
Sampel yang digunakan
meliputi bagian daun, batang dan selada air secara keseluruhan. Proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol p.a. yang bersifat polar. Hal tersebut mengacu pada hasil penelitian Özen (2009) yang juga menggunakan pelarut etanol pada selada air yang diambil dari Turki. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari selada air menunjukkan persentase inhibisi peroksidasi lemak yang paling baik yaitu sebesar 96,34%. Ekstraksi
37
selada air dengan pelarut etanol juga digunakan oleh Shahrokhi et al. (2009) dalam meneliti selada air yang diambil dari Iran timur. Ekstraksi dengan etanol bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang bersifat polar, seperti senyawa golongan polifenol, fenol, glikosida, dan flavonoid (Ayu 2010). Menurut Suratmo (2009), senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan dapat diprediksi dari golongan fenolat, flavonoid dan alkaloid yang merupakan senyawa-senyawa polar. Hasil penelitian Mohammedi dan Atik (2011) menunjukkan bahwa komponen bioaktif steroid, terpenoid, flavonoid dan tanin terdeteksi pada daun Tamarix aphylla yang diekstraksi dengan pelarut polar seperti air, campuran etanol dan air, campuran metanol dan air, dan campuran aseton dan air. Proses ekstraksi yang digunakan merupakan proses ekstraksi tunggal. Proses ekstraksi tunggal dipilih karena pelarut yang digunakan hanya satu jenis atau hanya memiliki satu sifat kepolaran. Hasil penelitian Sarastani et al. (2002), menunjukkan bahwa rendemen ekstrak biji atung dari hasil ekstraksi tunggal jauh lebih besar dibandingkan ekstraksi bertingkat. Hasil penelitian Prabowo (2009), menunjukkan bahwa rendemen ekstrak keong matah merah dari hasil ekstraksi tunggal lebih besar daripada ekstraksi bertingkat. Rendemen ekstrak tersebut juga dipengaruhi oleh kelarutan komponen bioaktif dalam pelarut yang digunakan. Sebelum proses ekstraksi dilakukan, sampel selada air dikeringkan terlebih dahulu selama 5 hari. Tujuan dari proses pengeringan ini adalah untuk mengurangi kadar air dalam bahan. Kadar air yang rendah menunjukkan bahwa air tipe III dalam bahan berada dalam jumlah yang rendah, sehingga proses pembusukan, hidrolisis komponen bioaktif dan oksidasi dalam sampel selama dilakukannya maserasi dapat dihindari. Sampel yang kering juga sangat berguna dalam evaporasi. Ketika proses ekstraksi dilakukan pada sampel basah, air akan bermigrasi dari bahan ke dalam lingkungan (pelarut) dalam jumlah yang cukup banyak. Air yang memiliki titik didih lebih tinggi dari pelarut, akan sangat sukar dan membutuhkan waktu yang lama untuk dipisahkan dari ekstrak dengan menggunakan pemanasan suhu rendah. Pada penelitian ini digunakan suhu 50 oC untuk mencegah kerusakan komponen bioaktif. Hal tersebut sesuai dengan
38
penelitian yang dilakukan oleh Özen (2009) dimana sampel selada air berbentuk sampel kering dan dievaporasi menggunakan suhu 50 oC. Sampel selada air yang sudah kering akan lebih mudah dihancurkan menjadi bentuk yang lebih kecil (serbuk).
Ukuran partikel yang lebih halus
mempunyai luas permukaan yang semakin luas sehingga semakin besar terjadinya kontak antara bahan dan pelarut. Hasil penelitian Gião et al. (2009) menunjukkan bahwa pada ekstraksi daun Agrimonia eupatoria, ternyata daya antioksidan ekstrak meningkat dengan semakin kecilnya ukuran partikel. Hal ini karena luas permukaan akan menyebabkan pemindahan molekul lebih ekstensif dari padatan ke larutan. Proses evaporasi pada penelitian ini menggunakan alat rotary vacuum evaporator dengan suhu 50 oC. Pemekatan pelarut umumnya dilakukan dengan penguap putar yang akan memekatkan larutan menjadi volume kecil. Pemekatan larutan bertujuan untuk memurnikan ekstrak dan memperoleh kembali pelarut yang dapat digunakan pada ekstraksi lain (Harborne 1984). Proses ekstraksi (maserasi) pada penelitian ini dilakukan selama 1 hari (24 jam). Hasil penelitian Salamah et al. (2008) menunjukkan bahwa lamanya waktu ekstraksi (maserasi) pada kijing taiwan selama 1 hari, 2 hari dan 3 hari tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah rendemen ekstrak yang dihasilkan, oleh karena itu penelitian ini menggunakan lama ekstraksi (maserasi) selama 1 hari. 4.2.1 Ekstrak kasar Proses evaporasi filtrat dari masing-masing hasil maserasi bagian daun, batang, dan selada air utuh akan menghasilkan ekstrak kasar selada air yang kental. Ketiga ekstrak selada air tersebut berbentuk pasta kental dan berwarna hijau pekat. Menurut Hernani et al. (2009), produk ekstrak mempunyai banyak keuntungan antara lain semua kandungan bioaktif tanaman terdapat dalam bentuk konsentrat, dan masih dalam bentuk matrik alami.
Faktor yang berpengaruh
dalam warna ekstrak yang dihasilkan adalah dari proses pengeringan, bila pemanasan terlalu tinggi ekstrak yang dihasilkan sedikit hitam. Ekstrak kasar selada air disajikan pada Gambar 6.
39
Gambar 6. Ekstrak kasar selada air (Kiri-kanan: ekstrak daun, batang, utuh)
Hasil ekstraksi dengan bagian tumbuhan yang berbeda-beda akan menghasilkan rendemen ekstrak yang berbeda-beda pula.
Rendemen ekstrak
merupakan perbandingan antara jumlah ekstrak yang dihasilkan dengan jumlah sampel awal yang diekstrak. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen, sama halnya dengan nilai rendemen bahan. Hasil perhitungan rendemen ekstrak dari masing-masing bagian tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 4 sedangkan nilai rendemen ekstrak dari masing-masing bagian dapat dilihat pada Gambar 7.
Rendemen ekstrak (%)
16 14
14,04 12,14 11,08
12 10 8 6 4 2 0
Daun
Batang
Utuh
Bagian tumbuhan
Gambar 7. Diagram batang rendemen ekstrak kasar selada air Diagram batang di atas menunjukkan bahwa ekstrak selada air utuh memiliki persentase rendemen ekstrak terkecil yaitu 11,09%, sedangkan ekstrak batang selada air merupakan ekstrak yang memiliki rendemen terbesar
40
yaitu 14,04%. Hasil fitokimia (Tabel 3) menunjukkan bahwa batang selada air memiliki komponen bioaktif yang lebih sedikit dari daun dan selada air utuh. Nilai rendemen ekstrak yang tinggi disebabkan terdapat suatu jenis komponen bioaktif yang dominan pada batang atau berada dalam jumlah lebih besar. Hal ini dikarenakan ekstrak yang diperoleh dari proses penelitian ini masih berupa ekstrak kasar. Menurut Harborne (1984), jumlah rendemen ekstrak bergantung pada kondisi alamiah senyawa, metode ekstraksi, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu ekstraksi, kelarutan komponen dalam pelarut serta perbandingan sampel dengan pelarut. 4.2.2 Komponen bioaktif pada ekstrak kasar Ekstrak kasar selada air yang diperoleh dari proses ekstraksi menggunakan pelarut etanol p.a. diuji kandungan komponen bioaktif menggunakan metode uji fitokimia. Uji ini akan menunjukkan komponen bioaktif apa saja yang terlarut pada masing-masing pelarut. Koche et al. (2010) mengemukakan bahwa fitokimia pada dasarnya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bagian primer dan bagian sekunder, tergantung pada fungsinya pada metabolisme tanaman.
Bagian primer terdiri dari gula, asam
amino, protein dan klorofil. Bagian sekunder terdiri dari alkaloid, terpenoid, saponin, komponen fenol, flavonoid, tannin dan lain-lain. Uji fitokimia yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi uji alkaloid, steroid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, uji Molisch, uji Benedict, uji Biuret dan uji Ninhidrin. Hasil uji fitokimia pada masing-masing ekstrak kasar selada air dapat dilihat pada Tabel 3.
41
Tabel 3. Hasil uji fitokimia ekstrak kasar selada air Uji Fitokimia
Ekstrak Daun Batang Utuh
Alkaloid: a. Dragendorff
+
+
+
b. Meyer
-
-
-
c. Wagner Steroid/ triterpenoid
+
+
+
Flavonoid
-
-
-
Saponin
-
-
-
Fenol Hidrokuinon
+
-
+
Molisch
+
+
+
Benedict
+
-
+
Biuret Ninhidrin
+
+
+
Standar (warna) Endapan merah atau jingga Endapan putih kekuningan Endapan coklat Perubahan dari merah menjadi biru/hijau Lapisan amil alkohol berwarna merah/kuning/hijau Terbentuk busa
Hasil Endapan jingga Tidak ada endapan Tidak ada endapan Hijau kebiruan
Tidak terbentuk lapisan amil alkohol Tidak terbentuk busa Warna hijau atau Daun: hijau biru, hijau biru batang: coklat tua, utuh: hijau tua Warna ungu antara 2 Terbentuk lapisan lapisan ungu tua Warna Daun: hijau lumut, hijau/kuning/endapan ada endapan merah bata merah bata, batang: coklat muda, utuh: hijau tua Warna ungu Warna hijau Warna biru Daun: biru keunguan, batang dan utuh: ungu tua
Hasil pengujian fitokimia pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak daun selada air dan ekstrak selada air utuh mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak dibandingkan ekstrak batang selada air. Komponen bioaktif pada ekstrak daun selada air dan selada air utuh meliputi komponen alkaloid, steroid, fenol hidrokuinon, karbohidrat (gula pereduksi) dan asam amino. Komponen bioaktif yang terdeteksi pada ekstrak batang selada air diantaranya komponen alkaloid, steroid, karbohidrat dan asam amino. Diagram batang pada Gambar 7 menunjukkan bahwa ekstrak batang selada air memiliki rendemen ekstrak yang lebih besar dari ekstrak daun dan
42
selada air utuh. Ekstrak batang selada air tersebut diduga mengandung komponen lain selain komponen tersebut di atas atau mengandung komponen alkaloid, steroid, karbohidrat dan asam amino dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan ekstrak daun dan selada air utuh. Hal ini dikarenakan ekstrak yang diperoleh pada penelitian ini masih berupa ekstrak kasar, sehingga perlu dilakukan pemurnian ekstrak. Setiap komponen bioaktif yang terdeteksi pada selada air dan bagianbagiannya memiliki berbagai manfaat yang telah dikaitkan antara khasiat secara empiris dan ilmiah. Manfaat dari setiap komponen bioaktif dari selada air dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hubungan komponen bioaktif selada air dengan manfaatnya Komponen Bioaktif Alkaloid
Bagian
Daun, batang, utuh Steroid/triterpenoid Daun, batang, utuh Fenol hidrokuinon Daun, utuh Karbohidrat
Gula pereduksi Asam amino
Daun, batang, utuh Daun, utuh Daun, batang, utuh
Pemanfaatan sebagai antioksidan, obat kanker, obat batuk
antitumor, meningkatkan stamina tubuh
sebagai masker wajah, mengatasi jerawat, bintik-bintik atau noda hitam, menghambat melanosis melancarkan pencernaan, mencegah sembelit
mencegah diabetes mellitus mempunyai peranan yang penting dalam pengolahan makanan seperti asam glutamat yang banyak terdapat pada tanaman dapat menimbulkan rasa yang lezat
1) Alkaloid Alkaloid secara umum mengandung paling sedikit satu buah atom nitrogen yang bersifat basa dan merupakan bagian dari cincin heterosiklik. Kebanyakan alkaloid berbentuk padatan kristal. Alkaloid dapat juga berbentuk amorf atau cairan (Putra 2007).
43
Hasil pengujian fitokimia menunjukkan adanya alkaloid pada ekstrak daun, batang dan selada air utuh. Hampir seluruh senyawa alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Lenny 2006). Beberapa pereaksi pengendapan digunakan untuk memisahkan jenis alkaloid. Pereaksi sering didasarkan pada kesanggupan alkaloid untuk bergabung dengan logam yang memiliki berat atom tinggi seperti merkuri, bismut dan yodium. Pereaksi Meyer mengandung kalium iodida dan merkuri klorida. Pereaksi Dragendorff mengandung bismut nitrat dan merkuri klorida dalam nitrit berair. Pereaksi Bouchardat mirip dengan pereaksi Wagner dan mengandung kalium iodida dan yodium. Berbagai pereaksi tersebut menunjukkan perbedaan yang besar dalam hal sensitivitas terhadap gugus alkaloid yang berbeda (Sastrohamidjojo 1996). Sejumlah
pereaksi
digunakan
untuk
mendeteksi
alkaloid
secara
kromatografi. Pereaksi yang sangat umum adalah pereaksi Dragendorff, yang akan memberikan noda berwarna jingga untuk senyawa alkaloid.
Beberapa
sistem tak jenuh, terutama koumarin dan α-piron dapat juga memberikan noda yang berwarna jingga dengan pereaksi tersebut (Robinson 1991). Kebanyakan alkaloid bereaksi dengan pereaksi-pereaksi tersebut tanpa membedakan kelompok alkaloid. Sejumlah pereaksi khusus tersedia untuk menentukan
atau
mendeteksi
jenis
alkaloid
khusus.
Pereaksi
Ehrlich
(p-dimetilaminobenzaldehid yang diasamkan) memberikan karakteristik warna yang sangat biru atau abu-abu hijau dengan alkaloid ergot.
Pereaksi serium
ammonium sulfat (CAS) berasam (asam sulfat atau fosfat) memberikan warna yang berbeda dengan berbagai alkaloid indol. Warna tergantung pada kromofor ultra ungu alkaloid (Sastrohamidjojo 1996). Alkaloid kerap kali bersifat racun pada manusia, tetapi ada juga yang memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan (Harborne 1984). Alkaloid pada ekstrak selada air ini
44
diduga memiliki sifat antioksidan, sama seperti jenis alkaloid yang ditemukan oleh Cheng et al. (2005) pada tanaman Sinomenium acutum, tanaman yang digunakan dalam pengobatan tradisional Cina. Ekstrak etanol dari tanaman tersebut dimurnikan dengan kromatografi menggunakan silika gel. Ekstrak tanaman tersebut menunjukkan hasil positif saat diberikan pereaksi Dragendorff sama dengan ekstrak daun, batang dan selada air utuh dalam penelitian ini yang menunjukkan hasil positif ketika diberikan pereaksi Dragendorff. Alkaloid umumnya larut pada pelarut organik (non polar), sedangkan beberapa kelompok pseudoalkaloid dan protoalkaloid larut dalam air (polar). Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik. Pseudoalkaloid merupakan komponen alkaloid yang tidak diturunkan dari prekursor asam amino, biasanya bersifat basa (Lenny 2006). Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol yang bersifat polar. Ekstrak etanol tersebut menunjukkan reaksi positif yang menunjukkan adanya alkaloid. Hal ini menunjukkan bahwa selada air mengandung alkaloid berupa protoalkaloid dan pseudoalkaloid. 2) Steroid/triterpenoid Triterpenoid adalah senyawa dengan kerangka karbon yang disusun dari 6 unit isoprena dan dibuat secara biosintesis dari skualen, suatu C30 hidrokarbon asiklik.
Triterpenoid dapat dibagi atas 4 kelompok senyawa, yaitu triterpen
sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung. Kedua kelompok terakhir disebut triterpen esensial (essentially triterpens) atau steroid yang umumnya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida (Sirait 2007). Ekstrak selada air pada penelitian ini menunjukkan hasil negatif pada pengujian saponin sehingga diduga kelompok triterpenoidnya berupa senyawa glikosida jantung atau kardenolid. Glikosida jantung banyak yang mempunyai aktivitas farmakologis (Sirait 2007). Hasil
pengujian
fitokimia
menunjukkan
bahwa
komponen
steroid/triterpenoid ini terdeteksi pada ketiga ekstrak kasar selada air (daun, batang dan selada air utuh).
Steroid pada mulanya dipertimbangkan hanya
sebagai komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, hormon adrenal, asam empedu, dan lain sebagainya), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan pada substansi tumbuhan (Harborne 1984). Hal tersebut dapat
45
ditunjukkan oleh hasil penelitian Kurniawati et al. (2005) dimana senyawa triterpenoid/steroid terdapat dalam jumlah yang tinggi pada tanaman pegagan sebagai bahan obat. 3) Fenol hidrokuinon Komponen fenolat merupakan struktur aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus hidroksil.
Komponen fenolat bersifat larut air (polar)
selama komponen tersebut berikatan dengan gula membentuk glikosida, dan biasanya terdapat dalam vakuola sel (Harborne 1984).
Hasil penelitian
menunjukkan adanya komponen fenol hidrokuinon pada bagian daun dan selada air utuh yang diekstraksi dengan pelarut etanol. Hasil penelitian Yim et al. (2009) menunjukkan bahwa total fenol pada lima spesies jamur di Malaysia yang diekstraksi dengan pelarut etanol lebih tinggi daripada yang diekstraksi menggunakan pelarut metanol dan aseton. Eksrak daun dan selada air utuh dalam penelitian ini yang menunjukkan adanya fenol diduga mempunyai aktivitas antioksidan. Glikosida fenol terdiri dari arbutin dan metal arbutin dimana arbutin berfungsi sebagai diuretik dan antiseptik saluran kemih (Sirait 2007). Hal yang sama juga ditunjukkan oleh hasil penelitian Escudero et al. (2008) dimana komponen polifenol yang diisolasi dari daun Piper aduncum L. yang diekstraksi dengan etanol memiliki aktivitas antioksidan dan menurunkan kandungan hidrogen peroksida secara in-vivo. Hasil penelitian Kiessoun et al. (2010) juga menunjukkan adanya komponen polifenol, aktivitas antioksidan dan anti-inflamasi yang tinggi pada tanaman Malvaceae spesies Cienfuegosia digitata dan Sida alba. 4) Karbohidrat Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin (Winarno 2008). Karbohidrat berperan dalam penyimpanan energi (pati), transportasi energi (sukrosa), serta pembangun dinding sel (selulosa) (Harborne 1984). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar selada air (daun, batang dan utuh) positif mengandung karbohidrat. Hasil pengujian ini mendukung hasil analisis proksimat karbohidrat selada air, yaitu sebesar 1,90%.
46
Hasil positif pengujian kandungan karbohidrat dengan menggunakan pereaksi Molisch ini diikuti dengan reaksi positif pengujian kandungan gula pereduksi pada ekstrak daun dan selada air utuh menggunakan pereaksi Benedict. Ekstrak batang selada air menunjukkan hasil negatif pada pengujian gula pereduksi dengan pereaksi Benedict. Hasil positif ditunjukkan pada ekstrak daun dan selada air utuh, diduga gula pereduksi pada ekstrak selada air utuh berasal dari bagian daun. Komponen aldosa dapat terdeteksi tetapi komponen ketosa tidak pada pereaksi Benedict yang tidak alkali. Ketosa hanya akan terdeteksi pada suasana alkali saja, seperti pada pereaksi Fehling. Hal ini dikarenakan ketosa akan terisomerisasi menjadi aldosa pada suasana alkali dan dapat mereduksi tembaga (II) menjadi tembaga (I) yang akan mengendap sebagai Cu2O yang berwarna merah bata (Fennema 1996). Ekstrak daun dan selada air utuh pada penelitian ini diduga memiliki gula pereduksi yang didominasi jenis aldosa, bukan ketosa. 5) Asam amino Nilai mutu protein tergantung pada asam amino yang dikandungnya, yang merupakan bagian terkecil dari protein (Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010). Campuran asam-asam amino akan dihasilkan apabila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali, atau enzim. Sebuah asam amino terdiri dari gugus amin, gugus karboksil, atom hidrogen, dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang (Winarno 2008). Hasil pengujian asam amino dengan pereaksi ninhidrin menunjukkan ketiga ekstrak selada air (daun, batang, utuh) positif mengandung komponen asam amino. Hasil positif pada pengujian kandungan asam amino ini tidak diikuti dengan hasil positif pada pengujian peptida menggunakan pereaksi biuret pada ketiga ekstrak. Hal tersebut menunjukkan ketiga ekstrak selada air tidak mengandung peptida. Umumnya, asam glutamat dan aspartat, asam amida glutamat, serta asparagin terdapat dalam jumlah yang lebih besar dari yang lainnya
47
pada tanaman. Histidin, triptofan, sistein dan metionin seringkali terdapat dalam jumlah yang rendah pada jaringan tumbuhan dan sulit dideteksi (Harborne 1984). 4.3 Aktivitas Antioksidan Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginaktivasi
berkembangnya
reaksi
oksidasi,
dengan
cara
mencegah
terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi 2007). Keberadaan senyawa antioksidan ini dalam suatu bahan dapat dideteksi dengan melakukan uji aktivitas antioksidan. Uji aktivitas antioksidan pada tiga ekstrak selada air (daun, batang dan selada air utuh) dilakukan dengan metode uji DPPH. Metode uji DPPH merupakan salah satu metode yang paling banyak digunakan untuk memperkirakan efisiensi kinerja dari substansi yang berperan sebagai antioksidan (Molyneux 2004). Senyawa 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam (Rakesh et al. 2010, Suratmo 2009).
Senyawa DPPH
menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH (Suratmo 2009). Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas DPPH dipilih karena merupakan metode yang sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani et al. 2005). Metanol dipilih sebagai pelarut karena metanol dapat melarutkan kristal DPPH (Molyneux 2004). Metanol juga cenderung lebih murah dibanding pelarut organik yang lain (Andayani et al. 2008). Antioksidan pembanding yang digunakan pada penelitian ini adalah antioksidan sintetik butylated hydroxytoluene (BHT). Larutan BHT pada penelitian ini dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm melalui proses pengenceran larutan stok BHT 250 ppm. Konsentrasi larutan ekstrak kasar selada
48
air yang diuji dengan metode DPPH ini adalah sebesar 200, 400, 600 dan 800 ppm.
Konsentrasi tersebut diperoleh melalui proses pengenceran dari
masing-masing larutan stok ekstrak kasar selada air 1000 ppm.
Perhitungan
pembuatan larutan stok dan proses pengencerannya dapat dilihat pada Lampiran 5. Larutan stok ekstrak selada air dan BHT dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Larutan stok ekstrak selada air dan BHT (Kiri-kanan: daun, batang, utuh, BHT)
Adanya aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam metanol yang semula berwarna violet pekat menjadi kuning pucat (Andayani et al. 2008). Ekstrak daun selada air dalam penelitian ini menunjukkan warna hijau. Hal ini diduga karena warna pigmen klorofil yang mendominasi pada daun sehingga warna larutan menjadi kehijauan. Perubahan warna yang mengindikasikan adanya reaksi peredaman radikal bebas DPPH oleh senyawa antioksidan pada larutan BHT dan larutan ekstrak selada air dapat dilihat pada Gambar 9. Intensitas perubahan warna yang terjadi pada larutan BHT dan larutan ekstrak kasar selada air ini dapat diukur absorbansinya dengan menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 517 nm yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH. Hal tersebut dilakukan dalam penelitian Özen (2009) yang menggunakan panjang gelombang 517 nm untuk mengukur absorbansi ekstrak selada air dari Turki. Nilai absorbansi tersebut selanjutnya digunakan untuk perhitungan persen inhibisi dan IC50 dari antioksidan BHT dan masing-masing ekstrak selada air.
49
a
b
c
d
Keterangan :
a = BHT + DPPH 1 mM b = ekstrak daun + DPPH 1 mM c = ekstrak batang + DPPH 1 mM d = ekstrak utuh + DPPH 1 mM
Gambar 9. Perubahan warna yang mengindikasikan reaksi peredaman DPPH Persen inhibisi adalah kemampuan suatu bahan untuk menghambat aktivitas radikal bebas, yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Persen inhibisi ini didapatkan dari perbedaan serapan antara absorban DPPH dengan absorban
sampel
yang
diukur
dengan
spektrofotometer
UV-Vis
(Andayani et al. 2008). Parameter yang dipakai untuk menunjukkan aktivitas antioksidan adalah Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan persen penghambatan 50% (Suratmo 2009).
Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya
semakin tinggi (Molyneux 2004). Perhitungan persen inhibisi dan IC50 dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil uji aktivitas antioksidan BHT dan masing-masing ekstrak kasar selada air dapat dilihat pada Tabel 5.
50
Tabel 5. Hasil uji aktivitas antioksidan Sampel BHT Ekstrak daun Ekstrak batang Ekstrak utuh
IC50 (ppm)
% Inhibisi 2 ppm 24,32 200 ppm
4 ppm 46,80 400 ppm
6 ppm 62,85 600 ppm
8 ppm 67,28 800 ppm
42,24
53,34
67,32
81,64
331,39
23,85
48,92
68,52
82,54
439,10
36,93
59,92
67,96
74,28
337,32
4,96
Konsentrasi larutan ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm. Konsentrasi tersebut mengacu kepada hasil penelitian Özen (2009) yang meneliti aktivitas antioksidan selada air dari Turki dengan konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm dan 500 ppm, dimana ekstrak etanol dengan konsentrasi 500 ppm menunjukkan aktivitas antioksidan yang tinggi dan penghambatan peroksidasi lipid yang besar sebesar 96,34%. Konsentrasi larutan BHT yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm dan 8 ppm dipilih berdasarkan hasil penelitian Hanani et al. (2005), dimana dengan menguji keempat konsentrasi tersebut diperoleh nilai IC50 BHT sebesar 3,81 ppm. Nilai IC50 BHT yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 4,96 ppm. Nilai IC50 BHT ini tidak jauh berbeda dengan nilai yang diperoleh Hanani et al. (2005) dalam penelitiannya dan Susanto (2010) dengan nilai IC50 BHT sebesar 4,91 ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa antioksidan BHT merupakan antioksidan dengan aktivitas yang sangat kuat, karena menurut Molyneux (2004), IC50 < 50 ppm merupakan antioksidan yang sangat kuat. Pengujian aktivitas antioksidan BHT ini menghasilkan hubungan antara konsentrasi BHT yang digunakan dengan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 10.
51
80 70 % Inhibisi
60 50
y = 7.245x + 14.08 R² = 0.926
40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
10
Konsentrasi (ppm)
Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi BHT dengan persen inhibisinya Tabel 5 menunjukkan bahwa ketiga ekstrak kasar selada air juga memiliki aktivitas antioksidan seperti BHT, walaupun aktivitasnya tergolong lemah. Ketiga ekstrak kasar selada air (daun, batang, dan selada air utuh) memiliki kekuatan penghambatan yang berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya. Pengujian aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak kasar menghasilkan hubungan antara konsentrasi ekstrak kasar yang digunakan dengan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 11. 90 80
y = 0.066x + 28.10 R² = 0.996
% Inhibisi
70
y = 0.06x + 29.74 R² = 0.902
60 50
daun
y = 0.097x + 7.042 R² = 0.984
40 30
batang utuh
20 10 0 0
200
400
600
800
1000
Konsentrasi (ppm)
Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar selada air dengan rata-rata persen inhibisinya
52
Gambar 11 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi ekstrak kasar yang terbanyak, yaitu larutan dengan konsentrasi 800 ppm pada masing-masing ekstrak kasar. Persen inhibisi terendah dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi ekstrak kasar terkecil yaitu larutan dengan konsentrasi 200 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar selada air yang ditambahkan, maka semakin tinggi persen inhibisi yang dihasilkan.
Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Hanani et al. (2005) yaitu bahwa persentase penghambatan ekstrak terhadap aktivitas radikal bebas meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak kasar selada air (daun, batang dan selada air utuh) dapat dilihat pada Gambar 12. 500 439,10
450 Rata-rata IC50 (ppm)
400 350
337,32
331,39
300 250 200 150 100 50
4,96
0 Daun
Batang
Utuh
BHT
Gambar 12. Diagram batang nilai rata-rata IC50 BHT dan ekstrak selada air Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan bahwa aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Molyneux 2004). Diagram batang pada Gambar 12, menunjukkan bahwa ekstrak daun selada air memiliki aktivitas antioksidan yang lebih besar dari dua ekstrak selada air lainnya, ditandai dengan nilai IC50-nya yang terkecil, yaitu 331,39 ppm.
Ekstrak batang selada air merupakan ekstrak yang memiliki
aktivitas antioksidan yang paling lemah ditunjukkan dengan nilai IC50-nya yang terbesar, yaitu 439,10 ppm.
53
Rendemen ekstrak daun selada air dan selada air utuh lebih sedikit dari rendemen ekstrak batang selada air, walaupun begitu aktivitas antioksidan ekstrak daun lebih kuat. Hal ini diduga karena pada ekstrak daun selada air dan selada air utuh terdapat komponen fenol yang terdeteksi melalui uji fitokimia, sedangkan pada ekstrak batang selada air tidak. Menurut Suratmo (2009), golongan fenolat merupakan senyawa-senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan. Peran fenol sebagai antioksidan ini terbukti dari hasil penelitian Escudero et al. (2008) dimana komponen polifenol yang diisolasi dari daun Piper aduncum L. yang diekstraksi dengan etanol memiliki aktivitas antioksidan dan menurunkan kandungan hidrogen peroksida secara in-vivo. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/ml, kuat apabila nilai IC50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 0,10-0,15 mg/ml, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 0,15-0,20 mg/ml (Blois 1958 dalam Molyneux 2004). Menurut klasifikasi ini, ketiga ekstrak kasar selada air tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah karena nilai IC50-nya lebih besar dari 0,20 mg/ml atau 200 ppm. Hal ini jauh berbeda dengan aktivitas antioksidan BHT. Hasil penelitian ini jauh lebih baik dibandingkan hasil penelitian Raghu et al. (2010) terhadap sepuluh macam sayuran yang biasa dikonsumsi di India dimana nilai IC50-nya berkisar 950 - 4750 ppm. Nilai IC50 BHT menunjukkan bahwa antioksidan BHT memiliki aktivitas yang lebih kuat dari senyawa-senyawa antioksidan yang terdapat pada ketiga ekstrak kasar selada air, ditunjukkan dengan nilai IC50 BHT yang jauh lebih kecil dari IC50 ketiga ekstrak kasar selada air. Hal tersebut dapat terjadi karena ekstrak selada air yang digunakan dalam penelitian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar (crude). Ekstrak kasar ini masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi. Senyawa-senyawa ini dapat meningkatkan nilai rendemen ekstrak, tetapi tidak dapat meningkatkan aktivitas antioksidan ekstrak tersebut.
54
4.4 Hasil Aplikasi Ekstrak Terpilih dalam Menghambat Oksidasi Salah satu sifat antioksidan adalah dapat menghambat pembentukan peroksida pada minyak. Peroksida adalah hasil reaksi antara lemak tidak jenuh dengan oksigen yang dapat dijadikan indikasi kerusakan minyak atau lemak. Penghitungan bilangan peroksida merupakan salah satu cara untuk menentukan derajat kerusakan minyak atau lemak (Ketaren 2008).
Penentuan aktivitas
antioksidan dari ekstrak terbaik dalam penelitian ini berdasarkan nilai IC50-nya yang terkecil yaitu ekstrak daun selada air, diterapkan pada emulsi minyak. Model yang digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan ekstrak daun selada air adalah menggunakan emulsi minyak kelapa.
Emulsi minyak
dibuat dengan menghomogenkan 3% minyak kelapa dengan 97% air yang mengandung 0,3% Tween 20 sebagai emulsifier (Santoso et al. 2004). Aktivitas antioksidan diukur dengan cara menghitung nilai bilangan peroksida emulsi minyak yang diinkubasi 37 oC selama 7 hari. Ekstrak daun selada air yang ditambahkan diharapkan akan menghambat oksidasi lemak sehingga nilai bilangan peroksida emulsi minyak akan lebih kecil. Konsentrasi ekstrak daun selada air yang digunakan yaitu 0 ppm (tanpa penambahan ekstrak), 200 ppm, 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm. Pengujian diulang sebanyak 3 kali. Hasil nilai bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan peyimpanan selama 7 hari dapat dilihat pada Gambar 13.
Bilangan peroksida Meq / kg bahan
55
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
7,84 d
4,70 c
4,09 bc 3,18 b 0,80 a
0
200
400
600
800
Konsentrasi ekstrak (ppm) Keterangan: Angka-angka pada diagram batang yang diikuti huruf berbeda pada konsentrasi ekstrak yang digunakan menunjukkan beda nyata (p<0,05)
Gambar 13. Diagram batang bilangan peroksida pada emulsi minyak dengan penambahan ekstrak daun selada air Gambar 13 menunjukkan bahwa bilangan peroksida menurun dengan bertambahnya
konsentrasi
ekstrak
daun
selada
air.
Hasil
penelitian
Nadheesha et al. (2007) tentang aktivitas antioksidan pada buah dan biji Indian gooseberry, menunjukkan bahwa nilai bilangan peroksida dari minyak ikan yang disimpan selama delapan hari lebih kecil daripada kontrol dengan adanya antioksidan dari ekstrak buah Indian gooseberry dengan konsentrasi 1000 ppm. Hasil analisis ragam nilai peroksida emulsi minyak (Lampiran 8) yang diberi ekstrak daun selada air dengan konsentrasi berbeda menunjukkan bahwa penambahan ekstrak daun selada air memberikan pengaruh terhadap jumlah bilangan peroksida pada emulsi minyak.
Hasil uji lanjut Duncan terhadap
bilangan peroksida emulsi minyak dengan penambahan ekstrak (Lampiran 9), menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak sebesar 0 ppm berbeda nyata dengan semua sampel yang ditambahkan ekstrak daun selada air. Emulsi minyak dengan konsentrasi ekstrak 800 ppm juga berbeda nyata dengan sampel yang lain. Sampel emulsi minyak dengan konsentrasi ekstrak 400 ppm tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ekstrak 200 ppm dan 600 ppm. Ditinjau dari segi ekonomis, konsentrasi ekstrak 200 ppm lebih efisien dan efektif untuk digunakan. Konsentrasi ekstrak 200 ppm lebih membutuhkan sedikit ekstrak dan bilangan
56
peroksidanya tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ekstrak 400 ppm. Konsentrasi ekstrak 600 ppm menghasilkan nilai bilangan peroksida yang lebih rendah tetapi membutuhkan lebih banyak ekstrak. Konsentrasi ekstrak 400 ppm membutuhkan ekstrak lebih banyak dari konsentrasi 200 ppm tetapi menghasilkan nilai bilangan peroksida yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 200 ppm sehingga konsentrasi 200 ppm dapat dikatakan lebih ekonomis. Emulsi minyak tanpa penambahan ekstrak daun selada air (0 ppm) mempunyai bilangan peroksida sebesar 7,84 Meq/kg bahan. Nilai tersebut menunjukkan
bahwa
emulsi
minyak
tersebut
sudah
tengik.
Menurut
SNI 01-3394-1998, batasan untuk minyak yang masih bagus adalah kurang dari 3 Meq/kg bahan. Ekstrak daun selada air, berdasarkan pada Gambar 13, terbukti mampu menghambat
pembentukan
bilangan
peroksida.
Emulsi
minyak
dengan
konsentrasi ekstrak 800 ppm mampu menghambat pembentukan peroksida paling tinggi dengan nilai bilangan peroksida sebesar 0,80 Meq/kg bahan. Emulsi minyak dengan penambahan ekstrak sebesar 800 ppm dalam penelitian ini merupakan penambahan ekstrak dengan konsentrasi terbaik. Hal tersebut didasarkan pada Syah (2005) yang menyebutkan bahwa bilangan peroksida maksimum 2 disarankan bagi minyak kelapa mentah berkualitas tinggi, meskipun Codex memberikan batas maksimum sampai 10. Nilai bilangan iod minyak kelapa berkisar 6-11. Bilangan iod digunakan untuk menentukan derajat ketidakjenuhan dan ketengikan minyak kelapa.
5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br) yang berasal dari persawahan di daerah Sindang Barang, Desa Pasir Eurih, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor memiliki rendemen daun sebesar 23,43% dan rendemen batang sebesar 59,38%. Rendemen ekstrak daun, batang dan selada air utuh masing-masing sebesar 12,14%, 14,04% dan 11,08%. Selada air mempunyai kadar air sangat tinggi (94,64%), lemak rendah (0,22%), protein (2,11%), abu (1,14%), abu tidak larut asam (0,29%) dan karbohidrat secara by difference (1,90%). Ekstrak kasar selada air memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah jika dibandingkan dengan aktivitas antioksidan BHT. Nilai IC50 untuk ekstrak daun, batang dan selada air utuh masing-masing sebesar 331,39 ppm, 439,10 ppm dan 337,32 ppm. Nilai IC50 untuk antioksidan BHT sebesar 4,96 ppm. Ekstrak terbaik selada air yaitu ekstrak daun dapat menghambat oksidasi lemak/minyak pada konsentrasi terbaik 800 ppm dengan bilangan peroksida sebesar 0,80 Meq/kg bahan. Ekstrak selada air ini mengandung 5 komponen bioaktif yang terdeteksi melalui uji fitokimia, yaitu komponen alkaloid, steroid, fenol hidrokuinon, karbohidrat dan asam amino. Komponen-komponen bioaktif ini diduga memiliki banyak aktivitas fisiologis yang positif bagi tubuh manusia. 5.2 Saran Penelitian ini masih menggunakan ekstrak kasar (crude extract) yang masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pemurnian ekstrak dan pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak murni tersebut. Penelitian ini juga hanya mengetahui jumlah protein selada air yang didapat melalui uji proksimat sehingga tidak diketahui asam amino yang terdapat di dalamnya yang terdeteksi pada uji fitokimia. Analisis asam amino diperlukan untuk mengetahui jenis-jenis asam amino yang terdapat pada selada air yang terdeteksi pada uji fitokimia karena asam amino juga termasuk salah satu komponen bioaktif.
DAFTAR PUSTAKA
Agropolitan. 2008. Selada air. http://klinik-agropolitan.com/news.php?id=17 [26 September 2010]. Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum Lycopersium L.). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 13(1):1-9. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington: The Association of Official Analytical Chemist, Inc. Astawan M. 2010. Selada: lindungi paru, cegah http://kesehatan.kompas.com/read/2010/04/23/0915034 [18 September 2010].
kanker.
Ayu
khasiat.
F. 2008. Selada air tabur wijen sarat www.conectique.com/practical_healthy_recipe/article.php? [20 September 2010].
Ayu VS. 2010. Pengaruh konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan waktu penyimpanan terhadap kualitas daging ikan tongkol [skripsi]. Surakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bakhru HK. 2008. Herbs that Heal: Natural Remedies for Good Health. Delhi: Ravindra Printing Press. Basmal J, Syarifudin, Ma’ruf WF. 2003. Pengaruh konsentrasi larutan potassium hidroksida terhadap mutu kappa-karaginan yang diekstraksi dari Euchema cottonii. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 9(5):95-103. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2000. Teh Kering dalam Kemasan. SNI 01-3836-2000. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Cheng WM, Qiu F, Wu LJ, Yao XS. 2005. A new alkaloid from Sinomenium acutum. J Chinese Chemical Letters 16(11):1481-1483. Cholisoh Z, Utami W. 2008. Aktivitas penangkap radikal ekstrak ethanol 70% biji jengkol (Archidendron jiringa). Jurnal Pharmacon 9(1):33-40. Costain L. 2007. Watercress the original superfood. http://www.watercress.co.uk/medical/superfood.pdf [7 Februari 2011].
59
Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1995. Naskah Seminar: Ekstraksi komponen bioaktif sebagai bahan obat dari karang-karangan, bunga karang dan ganggang laut di perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Buletin Kimia. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Escudero MR, Escudero FR, Remsberg CM, Takemoto JK, Davies NM, Yanes JA. 2008. Identification of polyphenols and anti-oxidant capacity of Piper aduncum L. The Open Bioactive Compounds Journal 1:18-21. Fennema OR, editor. 1996. Food Chemistry. Ed ke-3. New York: Marcel Dekker, Inc. Food Chemical Codex. 1992. Carragenan. Washington: National Academy Press. Gião MS, Pereira CI, Fonseca SC, Pintado ME, Malcata FX. 2009. Effect of particle size upon the extent of extraction of antioxidant power from the plants Agrimonia eupatoria, Salvia sp. and Satureja Montana. J Food Chemistry 117:412-416. Gill CI, Haldar S, Boyd LA, Bennet R, Whiteford J, Butler M, Pearson JR, Bradbury I, Rowland IR. 2007. Watercress supplementation in diet resources lymphocyte DNA damage and alters blood antioxidant status in healthy adults. The American Journal of Clinical Nutrition 85:504-510. Gordon MH. 1990. The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam: Hudson BJF, editor. Food Antioxidants. London: Elsevier Applied Science. Goutara, Ciptadi W, Djatmiko B, Wahab TA. 1980. Mempelajari pembuatan minyak kelapa dengan cara ekstraksi basah serta pemakaian antioksidan pada kelapa santan [laporan penelitian]. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor. Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3):127-133. Harborne JB. 1984. Phytochemical Methods. Ed ke-2. New York: Chapman and Hall. Haryanto E, Suhartini T, Rahayu E, Sunarjono H. 2007. Sawi & Selada. Jakarta: Penebar Swadaya. Hernani, Winarti C, Marwati T. 2009. Pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing wuluh terhadap penurunan tekanan darah pada hewan uji. J Pascapanen 6(1):54-61.
60
Iswani S. 2007. Proses preparasi ekstrak kasar (crude extract) etanol dari makroalga untuk uji farmakologi. Buletin Teknologi Litkayasa Akuakultur 6(1):57-60. Kannan A, Hettiarachchy N, Narayan S. 2009. Colon and breast anti-cancer effects of peptide hydrolysates derived from rice bran. The Open Bioactive Coumpounds Journal 2:17-20. Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Kiessoun K, Souza A, Meda NTR, Coulibaly AY, Kiendrebeogo M, Meda AL, Lamidi M, Rasolodimby JM, Nacoulma OG. 2010. Polyphenol contents, antioxidant and anti inflammatory activities of six malvaceae spesies traditionally used to treat hepatitis B in Burkina Faso. European Journal of Scientific Research 44(4):570-580. Koche D, Shirsat R, Imran S, Bhadange DG. 2010. Phytochemical screening of eight traditionally used ethnomedicinal plants from Akola district (MS) India. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1(4):253-256. Kurniawati A, Darusman LK, Rachmawaty RY. 2005. Pertumbuhan, produksi dan kandungan triterpenoid dua jenis pegagan (Centella asiatica L (Urban)) sebagai bahan obat pada berbagai tingkat naungan. Buletin Agronomi 33(3):62-67. Lehninger AL. 1988. Dasar-dasar Biokimia Jilid 1. Thenawidjaja M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry. Lenny S. 2006. Senyawa flavonoida, fenilpropanoida dan alkaloida [karya ilmiah]. Medan: Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Mohammedi Z, Atik F. 2011. Impact of solvent extraction type of total polyphenols content and biological activity from Tamarix aphylla (L.) Karst. International Journal of Pharma and Bio Sciences 2(1):609-615. Molyneux P. 2004. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) for estimating antioksidan activity. Songklanakarin J Sci Technol 26(2):211-219. Muchtadi D. 1989. Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi TR, Ayustaningwarno F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung: Alfabeta.
61
Musthafa Z, Lawrence GS. 2000. Peran antioksidan dalam penghambatan aterosklerosis pada tikus wistar diabetes mellitus. Cermin Dunia Kedokteran 127:32-33. Musthafa Z, Lawrence GS, Seweang A. 2000. Radikal bebas sebagai predictor aterosklerosis pada tikus wistar diabetes mellitus. Cermin Dunia Kedokteran 127:30-31. Nadheesha MKF, Bamunuarachchi A, Edirisinghe EMRKBM, Weerasinghe WMSK. Studies on antioxidant activity of Indian gooseberry fruit and seed. J. Sci. Univ. Kelaniya 3:83-92. Özen T. 2009. Investigation of antioxidant properties of Nasturtium officinale (watercress) leaf extract. J Drug Research 66(2):187-193. [PIPI]
Pusat Informasi Penyakit Infeksi. 2010. http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=1271 [25 September 2010].
Radikal
bebas.
Plantamor. 2010. Watercress. http://www.plantamor.com/index.php?plant=888 [25 September 2010]. Prabowo TT. 2009. Uji aktivitas antioksidan dari keong matah merah (Cerithidea obtusa) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pramudiarja U. 2010. Selada air, sayuran super pembasmi kanker. http://www.detikhealth.com/read/2010/08/23/090316/1425502/766/seladaair-sayuran-super-pembasmi-kanker [18 September 2010]. PROSEA. 1994. Plant Resources of South-East Asia Vol.8 (Vegetables). Bogor: Prosea Foundation. Putra SE. 2007. Alkaloid: senyawa organik terbanyak di alam. http://www.chemistry.org/artikel_kimia/biokimia/alkaloid_senyawa_organik_terbanyak_di alam/ [8 Februari 2011]. Raghu KL, Ramesh CK, Srinivasa TR, Jamuna KS. 2010. DPPH scavenging and reducing power properties in common vegetables. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences 1(4):399-406. Rajalakshmi PA, Agalyaa S. 2010. Docking analysis of phenethyl isothiocyanate (PEITC) from Nasturtium officinale (watercress), on 4(methylnitrosamino)-1-(3-pyridyl)-1-butanone (NNK), carcinogenic action in oral cancer. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1(4):67-74.
62
Rakesh SU, Patil PR, Salunkhe VR. 2010. Free radical scavenging activity of hydroalcoholic extracts of dried flowers of Nymphaea stellata Willd. International Journal of Pharma and Bio Sciences 1(2):1-9. Rita A, Tania SU, Heri H, Albana AM, Rini R. 2009. Produksi antioksidan dari daun simpur (Dillenia indica) menggunakan metode ekstraksi tekanan tinggi dengan sirkulasi pelarut. Di dalam: SNTKI 2009. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia; Bandung, 19-20 Oktober 2009. Bandung: Perhimpunan Teknik Kimia Indonesia. hlm 1-8. Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Salamah E, Ayuningrat E, Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen bioaktif dari kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11(2):119-132. Santoso J, Yoshie Y, Suzuki T. 2004. Antioxidant activity of methanol extract from Indonesian seaweeds in an oil emulsion model. J Fish Science 70:183-188. Sarastani D, Soekarto ST, Muchtadi TR, Fardiaz D, Apriyantono A.2002. Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi ekstrak biji atung (Parinarium glaberrimum Hassk). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan XIII(2):149-156. Sastrohamidjojo H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Shahrokhi N, Hadad MK, Keshavarzi Z, Shabani M. 2009. Effects of aqueous extract of water cress on glucose and lipid plasma in streptozotocin induced diabetic rats. J Physiol 5(2). Siagian A. 2002. Bahan Tambahan Makanan. Medan: Universitas Sumatera Utara. Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. SNI 01-3394-1998. 1998. Minyak Jagung sebagai Minyak Makan. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Ed ke-2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suratmo. 2009. Potensi ekstrak daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai antioksidan. http://fisika.ub.ac.id/bss-ub/PDF%20FILES/BSS_205_1.pdf [12 Februari 2011].
63
Susanto IS. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong mas (Pomaceae canaliculata Lamarck) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Suwarjono. 2010. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya. Syah ANA. 2005. Virgin Coconut Oil: Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka. Tapan E. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Trilaksani W. 2003. Antioksidan: jenis, sumber, mekanisme kerja dan peran terhadap kesehatan [makalah]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [USDA] United States Department of Agriculture. 2006. Watercress the natural superfood. http://www.watercress.co.uk/health.superfood.sthtml [27 September 2010]. Wang SY. 2006. Fruits with High Antioxidant Activity as Functional Foods. Di dalam: Shi J, editor. Functional Food Ingredients and Nutraceuticals: Processing Technologies. Boca Raton: CRC Press. hlm 371-413. Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia. Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor: M-BRIO Press. Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami & Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius. Wind D. 2010. Watercress (Nasturtium officinale). http://davesgarden.com/guides/articles/view/2814/ [5 Februari 2011]. Wu N, Fu K, Fu YJ, Zu YG, Chang FR, Chen YH, Liu XL, Kong Y, Liu W, Gu CB. 2009. Antioxidant activities of extracts and main components of Pigeonpea [Cajanus cajan (L.) Millsp.] leaves. Molecules 14:1032-1043. Yim HS, Chye FY, Ho SK, Ho CW. 2009. Phenolic profiles of selected edible wild mushrooms as affected by extraction solvent, time and temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry 2(3):392-401.
LAMPIRAN
65
Lampiran 1. Tempat pengambilan selada air
Lampiran 2. Perhitungan rendemen selada air Ulangan 1 Berat total
: 140,09 gram
Berat daun
: 31,58 gram
Berat batang
: 82,71 gram
a. % Rendemen daun
=
b. % Rendemen batang
=
31,58 gram 140,09 gram 82,71 gram 140,09 gram
×100 % = 22,54% ×100 % = 59,04%
Ulangan 2 Berat total
: 114,72 gram
Berat daun
: 27,90 gram
Berat batang
: 68,50 gram
a. % Rendemen daun
27,90 gram = 114,72 gram × 100 % = 24,32%
b. % Rendemen batang
68,50 gram = 114,72 gram × 100 % = 59,71%
Rata-rata rendemen daun Rata-rata rendemen batang
22,54% + 24,32% = 23,43% 2 59,04% + 59,71% = = 59,38% 2
=
66
Lampiran 3. Perhitungan analisis proksimat selada air a. Kadar air Ulangan 1 (duplo) % Kadar air U1
=
% Kadar air U2
=
% Kadar air rata-rata =
5,01-0,26 gram 5,01 gram 5,01-0,26 gram 5,01 gram
×100% = 94,81%
×100% = 94,81%
94,81% + 94,81% = 94,81% 2
Ulangan 2 (duplo) % Kadar air U1
=
% Kadar air U2
=
4,58-0,25 gram 4,58 gram 4,58-0,27 gram 4,58 gram
×100% = 94,54%
×100% = 94,38%
94,54% + 94,38% = 94,46% 2 94,81% + 94,46% Rata-rata kadar air ulangan 1 dan 2 = = 94,64% 2
% Kadar air rata-rata =
b. Kadar lemak % Kadar lemak U1
0,01 gram = 5,14 gram x 100% = 0,19%
% Kadar lemak U2
0,01 gram = 4,11 gram × 100% = 0,24%
% Kadar lemak rata-rata =
0,19% + 0,24% = 0,22% 2
c. Kadar protein Faktor pengenceran = 10 Ulangan 1 (duplo) % Kadar protein U1
=
% Kadar protein U2
=
0,27-0 ml×0,0947 N×14×10×6,25 1380 mg 0,25-0 ml×0,0947 N×14×10×6,25
% Kadar protein rata-rata =
1380 mg 1,62% + 1,50% =1,56% 2
×100%=1,62%
×100%=1,50%
67
Ulangan 2 (duplo) % Kadar protein U1
=
% Kadar protein U2
=
0,37-0 ml×0,0947 N×14×10×6,25 1090 mg 0,33-0 ml×0,0947 N×14×10×6,25 1090 mg
% Kadar protein rata-rata =
×100%=2,81%
×100%=2,50%
2,81% + 2,50% =2,655% 2
d. Kadar abu Ulangan 1 (duplo) % Kadar abu U1
0,05 gram = 5,08 gram × 100% = 0,98%
% Kadar abu U2
0,05 gram = 5,21 gram × 100% = 0,96%
% Kadar abu rata-rata =
0,98% + 0,96% = 0,97% 2
Ulangan 2 (duplo) % Kadar abu U1
0,06 gram = 4,58 gram × 100% = 1,31%
% Kadar abu U2
0,06 gram = 4,58 gram × 100% = 1,31%
1,31% + 1,31% = 1,31% 2 0,97% + 1,31% Rata-rata kadar abu ulangan 1 dan 2 = = 1,14% 2
% Kadar abu rata-rata =
e. Kadar abu tidak larut asam % Kadar abu tidak larut asam U1
0,02 gram = 5,08 gram × 100% = 0,39%
% Kadar abu tidak larut asam U2
0,01 gram = 5,21 gram × 100% = 0,19%
% Kadar abu tidak larut asam rata-rata =
0,39% + 0,19% = 0,29% 2
f. Kadar karbohidrat (by difference) % Kadar karbohidrat = 100% - (94,64 + 0,22 + 2,11 + 1,13)% = 1,90%
68
Lampiran 4. Data rendemen ekstrak kasar selada air Bagian tanaman Daun Batang Utuh
Ulangan 1 2 1 2 1 2
Berat Sampel Berat Ekstrak Rendemen Kering (g) (g) (%) 25,00 2,48 9,92 25,00 3,59 14,36 25,00 3,73 14,92 25,00 3,29 13,16 25,00 2,19 8,76 25,00 3,35 13,40
a. Ekstrak daun % Rendemen ekstrak U1
2,48 gram = 25 gram × 100% = 9,92%
% Rendemen ekstrak U2
3,59 gram = 25 gram × 100% = 14,36%
% Rendemen rata-rata
=
9,92% + 14,36% 2
= 12,14%
b. Ekstrak batang % Rendemen ekstrak U1
3,73 gram = 25 gram × 100% = 14,92%
% Rendemen ekstrak U2
3,29 gram = 25 gram × 100% = 13,16%
% Rendemen rata-rata
=
14,92% + 13,16% = 14,04% 2
c. Ekstrak utuh % Rendemen ekstrak U1
2,19 gram = 25 gram × 100% = 8,76%
% Rendemen ekstrak U2
3,35 gram = 25 gram × 100% = 13,40%
% Rendemen rata-rata
=
8,76% + 13,40% = 11,08% 2
Rata-rata (%) 12,14 14,04 11,08
69
Lampiran 5. Perhitungan pembuatan larutan stok dan pengencerannya a. DPPH 0,001 M sebanyak 50 ml (Mr = 394 g/mol) Konsentrasi 0,001 M
berat DPPH 1000 × ml Volume Mr berat DPPH 1000 = 394 g/mol × 50 ml
=
0,001M ×394
berat DPPH
=
g mol
×50 ml
1000
= 0,0197 g
DPPH sebanyak 0,0197 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 ml. b. Standar BHT 250 ppm sebanyak 50 ml Stok BHT 250 ppm
=
250 mg 1L × 1000 mL × 50 mL 1L
= 12,5 mg = 0,0125 g BHT sebanyak 0,0125 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 ml.
BHT 2 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 2 ppm = V2 × 250 ppm =
10 ml × 2 ppm = 0,08 ml 250 ppm
0,08 ml BHT 250 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
BHT 4 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 4 ppm = V2 × 250 ppm =
10 ml×4 ppm = 0,16 ml 250 ppm
0,16 ml BHT 250 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
BHT 6 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 6 ppm = V2 × 250 ppm =
10 ml × 6 ppm = 0,24 ml 250 ppm
0,24 ml BHT 250 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
BHT 8 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 8 ppm = V2 × 250 ppm =
10 ml × 8 ppm = 0,32 ml 250 ppm
0,32 ml BHT 250 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
70
c. Larutan ekstrak 1000 ppm sebanyak 50 ml Stok ekstrak 1000 ppm
=
1000 mg 1L × × 50 mL 1L 1000 mL
= 50 mg = 0,05 g Ekstrak sebanyak 0,05 g dilarutkan dalam metanol p.a. hingga 50 ml.
Ekstrak 200 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 200 ppm = V2 × 1000 ppm =
10 ml × 200 ppm = 2 ml 1000 ppm
2 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Ekstrak 400 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 400 ppm = V2 × 1000 ppm =
10 ml × 400 ppm = 4 ml 1000 ppm
4 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Ekstrak 600 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 600 ppm = V2 × 1000 ppm =
10 ml × 600 ppm = 6 ml 1000 ppm
6 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml.
Ekstrak 800 ppm
= V1 × M1 = V2 × M2 = 10 ml × 800 ppm = V2 × 1000 ppm =
10 ml×800 ppm = 8 ml 1000 ppm
8 ml ekstrak 1000 ppm ditambah metanol p.a. hingga 10 ml. Lampiran 6. Perhitungan persen inhibisi dan IC50 a. Persen inhibisi dan IC50 pada BHT Sampel Blanko1 Blanko2 BHT
Konsentrasi (ppm)
Abs 1
0 0 2 4 6 8
0,673 0,828 0,479 0,352 0,214 0,182
Abs 2
% inhibisi 1
% inhibisi 2
Rataan % inhibisi
0,664 0,448 0,352 0,318
28,83 47,70 68,20 72,96
19,81 45,89 57,49 61,59
24,32 46,795 62,845 67,275
71
Ulangan 1 Persen inhibisi
0,673-0,479 0,673 0,673-0,352 4 ppm = 0,673 0,673-0,214 6 ppm = 0,673 0,673-0,182 8 ppm = 0,673
2 ppm =
× 100% = 28,83% × 100% = 47,70% × 100% = 68,20% × 100% = 72,96%
Ulangan 2 Persen inhibisi
0,828-0,664 0,828 0,828-0,448 4 ppm = 0,828 0,828-0,352 6 ppm = 0,828 0,828-0,318 8 ppm = 0,828
2 ppm =
× 100% = 19,81% × 100% = 45,89% × 100% = 57,49% × 100% = 61,59%
Persamaan regresi linear : y = 7,24575x + 14,08 IC50 y 50 35,92 x
= 7,24575x + 14,08 = 7,24575x + 14,08 = 7,24575x = 4,96 ppm
IC50 untuk BHT adalah 4,96 ppm. b. Persen inhibisi dan IC50 pada ekstrak daun selada air Sampel Blanko1 Blanko2 Daun
Konsentrasi (ppm)
Abs 1
Abs 2
% inhibisi 1
% inhibisi 2
Rataan % inhibisi
0 0 200 400 600 800
0,860 0,828 0,441 0,373 0,287 0,185
0,532 0,413 0,265 0,126
48,72 56,63 66,63 78,49
35,75 50,12 68,00 84,78
42,235 53,375 67,315 81,635
72
Ulangan 1 Persen inhibisi
0,860-0,441 0,860 0,860-0,373 = 0,860 0,860-0,287 = 0,860 0,860-0,185 = 0,860
200 ppm
=
400 ppm 600 ppm 800 ppm
× 100% = 48,72% × 100% = 56,63% × 100% = 66,63% × 100% = 78,49%
Ulangan 2 Persen inhibisi
0,828-0,532 0,828 0,828-0,413 = 0,828 0,828-0,265 = 0,828 0,828-0,126 = 0,828
200 ppm
=
400 ppm 600 ppm 800 ppm
× 100% = 35,75% × 100% = 50,12% × 100% = 68,00% × 100% = 84,78%
Persamaan regresi linear : y = 0,06607x + 28,105 IC50 y = 0,06607x + 28,105 50 = 0,06607x + 28,105 21,895 = 0,06607x x = 331,39 ppm IC50 untuk ekstrak daun selada air adalah 331,39 ppm. c. Persen inhibisi dan IC50 pada ekstrak batang selada air Sampel Blanko1 Blanko2 Batang
Konsentrasi (ppm)
Abs 1
Abs 2
% inhibisi 1
% inhibisi 2
Rataan % inhibisi
0 0 200 400 600 800
0,673 0,560 0,638 0,422 0,288 0,181
0,322 0,221 0,113 0,045
5,20 37,30 57,21 73,11
42,50 60,54 79,82 91,96
23,850 48,920 68,515 82,535
73
Ulangan 1 Persen inhibisi
0,673-0,638 0,673 0,673-0,422 = 0,673 0,673-0,288 = 0,673 0,673-0,181 = 0,673
200 ppm
=
400 ppm 600 ppm 800 ppm
× 100% = 5,20% × 100% = 37,30% × 100% = 57,21% × 100% = 73,11%
Ulangan 2 Persen inhibisi
0,560-0,322 0,560 0,560-0,221 = 0,560 0,560-0,113 = 0,560 0,560-0,045 = 0,560
200 ppm
=
400 ppm 600 ppm 800 ppm
× 100% = 42,50% × 100% = 60,54% × 100% = 79,82% × 100% = 91,96%
Persamaan regresi linear : y = 0,097825x + 7,0425 IC50 y = 0,097825x + 7,0425 50 = 0,097825x + 7,0425 42,955 = 0,097825x x = 439,10 ppm IC50 untuk ekstrak batang selada air adalah 439,10 ppm. d. Persen inhibisi dan IC50 pada ekstrak selada air utuh Sampel Blanko1 Blanko2 Utuh
Konsentrasi (ppm)
Abs 1
Abs 2
% inhibisi 1
% inhibisi 2
Rataan % inhibisi
0 0 200 400 600 800
0,673 0,828 0,419 0,264 0,259 0,178
0,529 0,339 0,212 0,207
37,74 60,77 61,52 73,55
36,11 59,06 74,40 75,00
36,925 59,915 67,960 74,275
74
Ulangan 1 Persen inhibisi
200 ppm 400 ppm 600 ppm 800 ppm
0,673-0,419 0,673 0,673-0,264 = 0,673 0,673-0,259 = 0,673 0,673-0,178 = 0,673
=
× 100% = 37,74% × 100% = 60,77% × 100% = 61,52% × 100% = 73,55%
Ulangan 2 Persen inhibisi
200 ppm 400 ppm 600 ppm 800 ppm
0,828-0,529 0,828 0,828-0,339 = 0,828 0,828-0,212 = 0,828 0,828-0,207 = 0,828
=
× 100% = 36,11% × 100% = 59,06% × 100% = 74,40% × 100% = 75,00%
Persamaan regresi linear : y = 0,0600475x + 29,745 IC50 y = 0,0600475x + 29,745 50 = 0,0600475x + 29,745 20,255 = 0,0600475x x = 337,32 ppm IC50 untuk ekstrak selada air utuh adalah 337,32 ppm.
75
Lampiran 7. Perhitungan bilangan peroksida ekstrak terpilih Sampel
kons
Blanko Emulsi minyak
Ulangan
Berat bahan (gram)
Vol tio (ml)
Bil perox
Rata-rata
0,35 0
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
200
400
600
800
5,00 5,00 5,01 5,00 5,00 5,00 5,01 5,00 5,00 5,00 5,00 5,01 5,01 5,01 5,01
4,52 4,00 4,30 2,05 3,15 2,90 2,45 2,27 2,47 1,85 1,83 2,15 0,50 1,00 0,75
8,3400 7,3000 7,8842 3,4000 5,6000 5,1000 4,1976 3,8400 4,2400 3,0000 2,9600 3,5928 0,2994 1,2974 0,7984
7,84
4,70
4,09
3,18
0,80
Contoh perhitungan: Emulsi minyak Konsentrasi ekstrak
= 0 ppm
Ulangan
=1
Bilangan peroksida
=
(4,52 – 0,35)ml × 0,01 N × 1000 = 8,3400 Meq/kg bahan 5,00 gram
Rata-rata pada tabel merupakan rata-rata dari masing-masing bilangan peroksida Contoh: Konsentrasi ekstrak
= 0 ppm
Ulangan
= 1, 2 dan 3
Rata-rata =
(8,3400 + 7,3000 + 7,8842)Meq/kg bahan = 7,84 Meq/kg bahan 3
76
Lampiran 8. Analisis ragam pengujian bilangan peroksida Sumber keragaman Perlakuan Galat Total
Jumlah kuadrat 78,284 4,048 82,332
Derajat bebas 4 10 14
Kuadrat tengah 19,571 0,405
F hitung 48,347
Nilai P (P value) 0,000
Lampiran 9. Uji lanjut Duncan bilangan peroksida Konsentrasi ekstrak 800 ppm 600 ppm 400 ppm 200 ppm 0 ppm Nilai P
Ulangan (N) 3 3 3 3 3
Nilai P (P value) < 0,05 1 0,7984
2 3,184267 4,090533
1,000
3
4
4,090533 4,700000
0,112
0,268
7,8414 1,000
Lampiran 10. Gambar-gambar selama proses ekstraksi
Selada air (sampel kering)
Proses pengadukan dengan orbital shaker
(Kiri-kanan: batang, daun, utuh)
Proses filtrasi hasil maserasi (Kiri-kanan: batang, daun, utuh, batang)
Proses evaporasi filtrat
77
Ekstrak pekat hasil evaporasi (Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Lampiran 11. Gambar hasil uji fitokimia ekstrak selada air Uji alkaloid Bagian daun
Bagian batang
1 1
2
2
3
Keterangan : 1 = dragendorff 2 = meyer 3 = wagner
Keterangan : 1 = dragendorff 2 = meyer 3 = wagner
Utuh
1
2
Keterangan : 1 = dragendorff 2 = meyer 3 = wagner
3
3
78
Uji steroid
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Uji saponin
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Uji benedict
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Uji flavonoid
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Uji fenol hidrokuinon
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Uji Molish
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
79
Uji biuret
Uji ninhidrin
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
(Kiri-kanan: daun, batang, utuh)
Lampiran 12. Gambar-gambar selama pengujian bilangan peroksida
Sistem emulsi minyak
Sistem emulsi minyak ditambahkan ekstrak (Kiri-kanan: ekstrak 200, 400. 600, 800 ppm)
Sistem emulsi minyak setelah diinkubasi (Kiri-kanan: 0, 200, 400, 600, 800 ppm)
Titrasi dengan Na2S2O3