2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Tanaman Genjer (L. flava) Genjer (L. flava) merupakan tanaman yang hidup di rawa atau kolam berlumpur yang banyak airnya. Tanaman ini berasal dari Amerika, terutama bagian negara beriklim tropis. Selain daunnya, bunga genjer muda juga enak dijadikan masakan. Genjer cocok diolah menjadi tumisan, lalap, pecel, atau campuran gado-gado. Biasanya ditemukan bersama-sama dengan eceng gondok (Bergh 1994). Morfologi tanaman genjer dapat dilihat pada Gambar 1. Adapun klasifikasi tanaman genjer menurut Plantamor (2008) adalah : Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Subkelas
: Alismatidae
Ordo
: Alismatales
Famili
: Limnocharitaceae
Genus
: Limnocharis
Spesies
: L. flava (L.) Buch
Gambar 1 Tanaman genjer (L. flava) (Sumber: Plantmor 2008) Genjer dalam bahasa internasional dikenal sebagai limnocharis, sawahflower rush, sawah-lettuce, velvetleaf, yellow bur-head, atau cebolla de chucho. Tumbuhan ini tumbuh di permukaan perairan dengan akar yang masuk ke dalam lumpur. Tinggi tanaman genjer dapat mencapai setengah meter, memiliki daun
4
tegak atau miring, tidak mengapung, batangnya panjang dan berlubang, dan bentuk helainya bervariasi. Genjer memiliki mahkota bunga berwarna kuning dengan diameter 1,5 cm dan kelopak bunga berwarna hijau (Steenis 2006). Tanaman genjer biasa hidup di air, sawah ataupun rawa-rawa. Tanaman ini mempunyai akar serabut. Akar lembaga dari tanaman ini dalam perkembangan selanjutnya mati atau kemudian disusul oleh sejumlah akar yang kurang lebih sama besar dan semuanya keluar dari pangkal batang. Akar-akar ini bukan berasal dari calon akar yang asli yang dinamakan akar liar, bentuknya seperti serabut, dinamakan akar serabut (radix adventicia). Tanaman genjer merupakan tanaman yang mempunyai daun yang termasuk kategori daun lengkap, memiliki ujung daun meruncing dengan pangkal yang tumpul, tepi daun rata, panjang 5-50 cm, lebar 4-25 cm, pertulangan daun sejajar, dan berwarna hijau. Batang tanaman genjer memiliki panjang 5-75 cm, tebal, berbentuk segitiga dengan banyak ruang udara, terdapat pelapis pada bagian dasar. Berdasarkan pada letaknya, bunga pada tanaman genjer ini terdapat di ketiak daun (flos lateralis atau flos axillaries), majemuk, berbentuk payung, terdiri dari 3-15 kuntum, kepala putik bulat, ujung melengkung ke arah dalam, dan berwarna kuning (Anonim 2009). Tanaman genjer dapat bereproduksi secara vegetatif dan dengan biji. Biji yang terkandung dalam kapsul matang atau folikel merupakan biji yang ringan. Kapsul yang menekuk ke arah air, menyediakan biji-biji untuk dilepas. Kapsul yang kosong dapat berkembang menjadi tanaman vegetatif yang membentuk tanaman inang atau mengapung untuk menetap di tempat lain. Tanaman ini selalu berbunga sepanjang tahun di wilayah dengan kelembaban yang cukup. Namun, tanaman ini dapat menjadi tanaman tahunan dimana kelembaban bersifat musiman (Department of Primary Industries and Fisheries 2007). 2.2 Anatomi dan Jaringan pada Tumbuhan Secara umum, tubuh tumbuhan terdiri dari organ vegetatif dan merupakan organ pokok tubuh tumbuhan yaitu akar, batang, dan daun. Akar tumbuh ke dalam tanah sehingga memperkuat berdirinya tumbuhan. Akar juga berfungsi untuk mengambil air dan garam mineral dari dalam tanah. Seperti halnya beberapa organ lain pada tumbuhan, akar juga berfungsi untuk menyimpan makanan. Batang memiliki daun yang berfungsi menghasilkan makanan melalui fotosintesis
5
dan mengeluarkan air melalui proses respirasi. Selain itu, batang berperan untuk lewatnya hasil fotosintesis dari daun keseluruh bagian tumbuhan (Mulyani 2006). 2.2.1 Daun Daun termasuk dalam organ pokok pada tubuh tumbuhan. Pada umumnya berbentuk pipih bilalateral, berwarna hijau, dan merupakan tempat utama terjadinya fotosintesis (Sumardi et al. 2006). Fungsi utama daun adalah melakukan fotosintesis untuk menghasilkan bahan organik dengan memanfaatkan matahari. Fotosintesis terjadi di dalam organel sel khusus yang disebut kloroplas, yang di dalamnya terdapat pigmen klorofil. Struktur luar dan dalam daun berkaitan dengan perannya dalam proses fotosintesis dan transpirasi. Daun biasanya rata dan tipis sehingga memudahkan masuknya sinar matahari ke dalam sel. Luasnya permukaan daun juga memungkinkan terjadinya pertukaran gas (Mulyani 2006). Secara umum daun terdiri dari sistem jaringan dermal, yakni epidermis, jaringan pembuluh dan jaringan dasar yang disebut mesofil. Model penampang 3 dimensi jaringan pada daun dapat dilihat pada Gambar 2.
Epidermis atas Palisade
kutikula
Bunga karang Pembuluh daun Floe Xile m m Epidermis bawah
Ruang kosong sub stomata Sel penutup
Celah utama Celah utama Gambar 2 Model 3 dimensi jaringan pada daun (Kück dan Wolff 2009)
1) Epidermis Epidermis daun dari tumbuhan yang berbeda beragam dalam hal jumlah lapisan, bentuk, struktur, susunan stomata, penampilan, dan susunan trikoma,
6
serta adanya sel khusus. Struktur daun biasanya pipih. Jaringan epidermis atas berbeda dengan epidermis bawah. Permukaan atas daun disebut permukaan adaksial dan permukaan bawah disebut abaksial (Mulyani 2006). Sifat penting daun adalah susunan selnya yang kompak dan adanya kutikula dan stomata. Stomata bisa ditemukan di kedua sisi daun (daun amfistomatik), atau hanya pada satu sisi, yakni pada sebelah atas atau adaksial (daun epistomatik) atau hanya lebih sering di sebelah bawah atau sisi abaksial. Letak stomata tersebar pada daun yang lebar kelompok dikotil. Stomata sering tersusun dalam deretan memanjang yang sejajar dengan sumbu daun pada monokotil dan gymnospermae. Sel penutup pada stomata dapat berada di tempat yang sama tingginya, lebih tinggi, atau lebih rendah dari epidermis (Hidayat 1995). Epidermis tumbuhan air tidak berfungsi untuk perlindungan, tetapi untuk pengeluaran zat makanan, senyawa air, dan pertukaran gas. Kutikula dan dinding selnya sangat tipis. Sel epidermis berisi kloroplas. Daun yang mengapung mempunyai stomata hanya pada permukaan atas daun. Daun yang tenggelam biasanya tidak mempunyai stomata. Beberapa tumbuhan air yang tenggelam mempunyai sekelompok sel yang disebut hydropotes, yang berfungsi untuk memudahkan pengangkutan air dan garam ke luar dan ke dalam tumbuhan. Hidrofit yang tenggelam mempunyai sangat sedikit sklerenkim atau bahkan tidak mempunyai sklerenkim (Mulyani 2006). 2) Jaringan Pembuluh Sistem jaringan pembuluh tersebar di seluruh helai daun dan menunjukkan adanya hubungan ruang yang erat dengan mesofil. Jaringan pembuluh membentuk sistem yang saling berkaitan, dan terletak dalam bidang median, sejajar dengan permukaan daun. Berkas pembuluh daun biasanya disebut tulang daun dan sistemnya adalah sistem tulang daun (Hidayat 1995). Jaringan pembuluh bersama jaringan non pembuluh disekelilingnya sering dinamakan tulang daun atau vena. Ada tumbuhan yang mempunyai tulang daun tunggal, misalnya pada coniferalas dan equisetum. Pteridophyta tingkat tinggi dan sebagian besar angiospermae mempunyai sejumlah tulang daun. Susunan tulang daun pada daun disebut pertulangan daun atau venation (Mulyani 2006).
7
Angiospermae memiliki empat tipe pertulangan daun, yaitu menyirip atau reticulate, sejajar atau pararel, menjari atau pelmatus, dan melengkung. Tumbuhan dikotil mempunyai pertulangan daun menyirip dengan tulang daun yang ukurannya berbeda, tergantung pada tingkat percabangannya. Tumbuhan monokotil mempunyai daun dan pertulangan sejajar. Ibu tulang daun terus melalui seluruh daun dan hampir sejajar dengan panjang daun. Tulang daun yang lain bergabung dengan ibu tulang daun pada bagian ujung dan pangkal daun. Pertulangan sejajar ini saling berhubungan dengan ikatan yang sangat tipis dan tersebar di seluruh helai daun (Mulyani 2006). Daun menunjukkan kolerasi penting antara sifat sistem pembuluh dan sifat struktural dan jaringan non pembuluh yang dapat mempengaruhi konduksi. Di antara jaringan non pembuluh, epidermis dan jaringan spons dapat dianggap teradaptasi lebih baik bagi konsumsi lateral di bandingkan dengan jaringan tiang yang hubungan selnya terjadi dalam arah abaksial dan adaksial. Sesuai dengan konsep tersebut, rasio jaringan tiang terhadap jaringan spons berkaitan erat dengan luas ruang antara tulang daun, makin besar rasio ini makin rapat tulang daunnya. Telah ada bukti bahwa perluasan seludung pembuluh yang bersifat parenkimatis mengkonduksi air ke arah epidermis ( Hidayat 1995). 3) Mesofil Mesofil daun terletak di sebelah dalam epidermis dan tersusun dari jaringan parenkim. Bentuk sel parenkim antara lain polihedral, sel dengan lipatan atau tonjolan, bentuk bintang, ataupun memanjang. Bentuk dan susunannya itu menyebabkan parenkim memiliki ruang-ruang antar sel. Umumnya sel parenkim berdinding tipis tetapi ada juga yang berdinding tebal. Dinding tebal ini merupakan tempat terakumulasinya hemiselulosa sebagai cadangan makanan. Mesofil mengalami diferensiasi menjadi jaringan palisade dan bunga karang (Bold et al. 1980). Bagian utama helai daun adalah mesofil yang mengandung kloroplas dan ruang antar sel. Mesofil dapat bersifat homogen atau terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan jaringan spons (bunga karang). Jaringan tiang lebih kompak daripada jaringan spons yang memiliki ruang antarsel yang luas. Jaringan tiang terdiri dari sejumlah sel yang memanjang tegak lurus terhadap permukaan helai
8
daun. Meskipun jaringan tiang tampak lebih rapat, sisi panjang selnya saling terpisah sehingga udara dalam ruang antarsel tetap mencapai sisi panjang. Kloroplas pada sitoplasma melekat di bagian tepi dinding sel itu. Hal tersebut mengakibatkan proses fotosintesis dapat berlangsung efisien (Hidayat 1995). Sel parenkim palisade memanjang dan pada penampang melintangnya tampak berbentuk batang yang tersusun dalam deretan. Sel palisade terdapat di bawah epidermis unilateral (selapis) atau multilateral (berlapis banyak) (Mulyani 2006). Sel palisade tegak pada permukaan daun, rapat satu sama lain, dan banyak mengandung kloroplas, berfungsi untuk menangkap cahaya. Jaringan bunga karang terdiri dari sel-sel yang bentuknya bervariasi dari isodiametrik sampai tidak teratur dan terdapat ruang-ruang antar sel sehingga dapat menampung CO2 untuk fotosintesis (Sutrian 1992). Jaringan pengangkut daun terdapat pada tulang daun serta merupakan kelanjutan dari berkas pembuluh batang yang menuju tangkai daun. Tulang daun yang berukuran besar sering dikelilingi oleh jaringan parenkim tanpa kloroplas yang disebut seludang pembuluh (Sutrian 1992). Model tipe daun berdasarkan susunan jaringan palisadenya dapat dilihat pada Gambar 5. Epidermis atas Palisade
Epidermis atas Palisade
Bunga karang
Bunga karang Palisade
Epidermis bawah A
Epidermis bawah B
Gambar 3 Tipe daun bifasial dan equifasial; A= tipe bifasial; B= tipe equifasial (Frohne 1985) 2.2.2 Batang Batang merupakan sumbu dengan daun yang melekat padanya. Di ujung sumbu titik tumbuhnya, batang dikelilingi daun muda dan menjadi terminalnya. Batang tumbuhan memiliki bagian buku (node) dan ruas (internode). Batang berbentuk silindris atau yang lain, tetapi biasanya mempunyai penampang melintang yang bersimetri regular, pertumbuhannya fototropi atau heliotropi.
9
Batang selalu mengalami pertumbuhan di ujung (pertumbuhan tidak terbatas), mengadakan percabangan dari pertumbuhan dan perkembangan kuncup samping (lateral), dan umumnya tidak berwarna hijau (Sumardi 2006). Penampang jaringan batang monokotil dan dikotil dapat dilihat pada Gambar 4.
Serabut xilem
Kambium gabus
Floem
Serabut floem
Kambium Xilem
Xilem
Empulur
Floem
Epidermis
Empulur
A
B Korteks
Pembuluh angkut
Gambar 4 Penampang batang monokotil dan dikotil; A= monokotil; B= dikotil (Sumber:Sumardi 2006)
Batang tanaman memiliki fungsi mendukung tajuk tumbuhan, termasuk daun, bunga, dan biji. Selain memperluas bidang fotosintesis melalui pola percabangannya, batang juga merupakan jalan pengangkutan air dan unsur hara dari dalam tanah ke daun. Kadang batang juga menjadi tempat penyimpanan zat makanan cadangan (Sumardi 2006). Perbedaan nyata antara penampang melintang batang
dan
penampang
melintang
akar
hanyalah
ukuran
unsur-unsur
pengangkutan dalam batang yang lebih besar dan lokasinya yang jauh dari pusat batang (Fisher dan Dunham 1992). Organ batang memiliki tiga bagian pokok yang berkembang dari jaringan protoderm, prokambium, dan meristem dasar, yaitu epidermis dan derivatnya, korteks, dan stele (Nugroho et al. 2006). a) Epidermis biasanya terdiri dari satu lapisan sel yang memiliki mulut daun (stomata) dan rambut daun (trikoma). Sel epidermis adalah sel hidup dan mampu bermitosis. Hal itu penting dalam upaya memperluas permukaan apabila terjadi tekanan dari dalam akibat pertumbuhan sekunder. Respon sel epidermis akibat tekanan itu adalah dengan melebar tangensial dan membelah antiklinal (Hidayat 1995).
10
b) Korteks adalah kawasan di antara epidermis dan sel silinder pembuluh paling luar. Korteks batang biasanya terdiri dari parenkim yang dapat berisi kloroplas. Di tepi luar sering terdapat kolenkim dan sklerenkim. Batas antara korteks dengan jaringan pembuluh sering tidak jelas karena tidak ada endodermis (Hidayat 1995). Beberapa tumbuhan memiliki parenkim korteks bagian tepi yang mengandung kloroplas sehingga dapat berfotosintesis, yang disebut klorenkim (Nugroho et al. 2006). Sel parenkim korteks juga dapat menyimpan granula dan kristal pati (Berg 2008). c) Stele merupakan daerah sebelah dalam dari endodermis yang terdiri atas perikamium, parenkim, dan berkas pengangkut (Nugroho et al. 2006). Terdapat dua tipe jaringan pembuluh, yaitu floem yang biasanya terletak di bagian luar dan xilem yang biasanya terletak di bagian dalam. Xilem berfungsi untuk mengangkut air dan mineral terlarut dari akar menuju batang, sedangkan floem berfungsi mengangkut karbohidrat terlarut (sukrosa) dari daun menuju batang (Berg 2008). Jenis-jenis pembuluh dapat digolongkan berdasarkan letak xylem dan floem (Hidayat 1995) yaitu : 1. Ikatan pembuluh kolateral, floem bertempat di sebelah luar xilem. 2. Ikatan pembuluh bikolateral, seperti kolateral namun terdapat floem di sebelah dalam xilem sehingga ada floem eksternal dan floem internal. 3. Ikatan pembuluh konsentris amfikribal, floem mengelilingi xilem dan sering terdapat pada paku. 4. Ikatan pembuluh konsentris amfivasal, xilem mengelilingi floem. 5. Ikatan pembuluh radial, letak berkas xilem bergantian dan berdampingan dengan berkas floem. Korteks batang tumbuhan air dan jaringan dasar petiol dan mesofil, terdapat ruang skizogen antar sel tempat berlangsungnya pertukaran udara lakuna. Lakuna terjadi di tengah-tengah korteks batang. Korteks bagian luar terdiri atas parenkima dan kolenkima yang padat. Bagian dalam korteks yang mengelilingi silinder pembuluh juga terdiri atas kolenkima yang rapat. Lakuna dapat tersusun dalam satu lingkaran atau beberapa lingkaran maupun dalam suatu pola retikulasi. Lakuna dipisahkan sewaktu-waktu oleh lempengan atau diafragma, yang memperkuat organ-organ dan dapat juga meniadakan bahaya penyumbatan air
11
melalui luka. Ruang antar diafragma dipenuhi parenkima berbentuk bintang pada tumbuhan akuatik yang tidak tenggelam. (Fahn 1991). 2.3 Kandungan Gizi Tanaman Genjer Tanaman genjer (L. flava) mengandung gizi yang cukup lengkap, dari protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Nilai masing-masing komponen gizi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan gizi tanaman genjer (L. flava) Komposisi gizi Energi Protein kasar Lemak kasar Karbohidrat Abu Kalsium Fosfor Besi Potasium Tembaga Magnesium Zinc Natrium Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air Serat kasar B.D.D
Jumlah/100 g bahan (a) 33 kkal 1,7 g 0,2 g 7,7 g 62 mg 33 mg 2,1 mg 3.800 mg 0,07 mg 54 mg 90 g 70 %
Jumlah (b) 343,26 ± 9,75 kJ/100 g 0,28 ± 0,01 % 1,22 ± 0,01 % 14,56 ± 0,14 % 0,79 ± 0,03 % 770,87 ± 105,26 mg/100 g 4202,5 ± 292,37 mg/100g 8,31 ± 1,83 mg/100 g 228,1 ± 15,26 mg/100 g 0,66 ± 0,05 mg/100 g 107,72 ± 17,15 mg/100 g 79,34 ± 0,15 % 3,81 ± 0,04 % -
Sumber: (a) Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan (1992), diacu dalam Astawan dan Kasih (2008) (b) Bujang et al. (2009), jumlah dalam berat kering
Daun dan bunga dari tanaman genjer (Limnocharis flava) berkhasiat sebagai penambah nafsu makan. Kandungan kimia dari daun dan bunga tanaman genjer diantaranya kardenolin, flavonoida dan polifenol. Pengolahan genjer sebagai penambah nafsu makan adalah dengan pengukusan genjer segar hingga setengah matang dan dikonsumsi sebagai lalapan (Anonim 2009). 2.4 Pemeriksaan Histologi Tumbuhan Histologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur internal dari tanaman. Histologi berhubungan dengan struktur sel dan jaringan. Tanaman
12
terdiri atas jaringan vegetatif dan jaringan reproduktif. Secara morfologi, jaringan merupakan kesatuan sejumlah sel, serupa dalam asal-usul dan fungsi utama, bersifat terus-menerus. Kajian objektif untuk mengidentifikasi histologi pada tanaman diukur dalam gambaran mikroskopis. Morfologi sel digambarkan dengan ukuran sel dan bentuk dan dengan ketebalan dinding sel (Guillemin et al. 2004). Metode utama dari pengkajian struktur tanaman adalah menggunakan peralatan penyayatan tipis untuk bahan tanaman dan maserasi dalam larutan yang membebaskan sel-sel dari sel lainnya. Metode umum untuk mempelajari jaringan diantaranya metode beku, metode seloidin, metode paraffin, metode penanaman rangkap. Metode paraffin banyak digunakan karena hampir semua macam jaringan dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metode ini. Kelebihan metode paraffin diantaranya irisan dapat jauh lebih tipis daripada menggunakan metode beku atau metode seloidin. Irisan-irisan yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah bila menggunakan metode ini dan prosesnya jauh lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin (Suntoro 1983). Metode
pembuatan
preparat
terlebih
dahulu
dilakukan
sebelum
mempelajari histologi tanaman. Metode pembuatan preparat dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu preparat segar, preparat utuh (whole mount), dan preparat yang dilakukan proses penanaman (embedding). Pembuatan preparat segar dilakukan dengan sayatan tipis melintang dan diletakkan pada gelas objek kemudian diwarnai. Pembuatan preparat utuh merupakan metode pembuatan preparat sampel secara utuh biasanya untuk tanaman dengan ukuran kecil. Tahapan untuk preparat ini terdiri atas fiksasi bertahap, penggunaan xilol berseri, pewarnaan, inkubasi, dehidrasi, dan perekatan ke gelas preparat, dan dilakukan penutupan. Proses pembuatan preparat embedding terdiri atas gelatin embedding, paraffin embedding, nitrocellulose embedding, double embedding, dan embedding pada plastik (Kiernan 1990, diacu dalam Kristiono 2009). 2.5 Mineral dan Fungsinya Terdapat sekitar 19 mineral dalam tubuh. Dari jumlah tersebut hanya sekitar 13 yang esensial untuk kehidupan dan kesehatan. Jumlah mineral tersebut dapat berubah sesuai hasil penemuan baru (Syafiq 2007). Mineral esensial merupakan merupakan mineral yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan,
13
reproduksi dan kesehatan sepanjang siklus hidup (O’dell dan Sunde 1997). Mineral tidak seperti asam amino atau vitamin, yaitu tidak dapat hancur akibat terpapar panas, agen pengoksidasi, pH yang ekstrim, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi nutrisi organik. Mineral bersifat indestructible (Fennema 1996). Mineral di dalam tubuh secara umum memiliki fungsi sebagai berikut (Syafiq 2007) : 1) Sebagai bahan pembentuk bermacam-macam jaringan tubuh, seperti tulang dan gigi (Ca danP), rambut, kuku, dan kulit (S) serta sel darah merah (Fe); kalsium dan phospor merupakan mineral yang terbanyak terdapat dalam tubuh. 2) Memelihara keseimbangan asam dan basa di dalam tubuh melalui penggunaan Cl, P, S sebagai pembentukan asam dan Ca, Fe, Mg, K, seta Na sebagai pembentuk basa. 3) Mengkatalisis reaksi yang bertalian dengan pemecahan karbohidrat, lemak, protein maupun mengkatalisis pembentukan lemak dan protein tubuh. 4) Merupakan komponen hormon dan enzim, misalnya mineral Fe merupakan komponen cytochrom oksidase dan cu merupakan komponen enzim tyrosinase maupun pembentukan antibodi. 5) Membantu dalam pengiriman isyarat syaraf ke seluruh tubuh dan mengatur kepekaan saraf serta kontraksi otot (Ca, K, dan Na). Beberapa unsur mineral yang dibutuhkan tubuh diantaranya adalah sebagai berikut : 2.5.1 Kalsium (Ca) Kalsium penting untuk tanaman dan tanah. Kalsium merupakan bagian dari semua sel tanaman. Di dalam tanaman, kalsium bersifat immobial dan tidak bergerak
dari
daun-daun
muda,
sehingga
menyediakan
kalsium
yang
berkesinambungan selama siklus hidup tanaman yang bersangkutan. Bagi tanah kalsium yang seimbang jumlahnya dapat memperbaiki struktur tanah. Kalsium memiliki peran penting pada tumbuhan sebagai pengikat molekul-molekul fosfolipida atau antara fosfolipida dengan protein penyusun membran, hal ini menyebabkan membran dapat berfungsi secara normal pada semua sel. Kalsium juga dapat memacu aktivitas enzim, sekaligus dapat menghambat aktivitas beberapa enzim lainnya (Lakitan 2007).
14
Dalam tubuh dewasa terdapat sekitar 1.200 gr kalsium, yang hampir semuanya terdapat di dalam tulang. Tulang ini terdiri dari dua bentuk, yaitu trabecural dan cortical. Proses puncak pembentukan masa tulang terjadi hingga usia 35- 40 tahun (Syafiq 2007). Kalsium mempunyai fungsi di dalam tubuh sebagi pembentukan tulang dan gigi (Almatsier 2003). Kekurangan kalsium dalam waktu lama dapat meningkatkan resiko osteoporosis (Syafiq 2007). 2.5.2 Fosfor (F) Fosfor dalam tanaman penting di dalam pertumbuhan jaringan dan produksi tanaman. Fosfor yang sudah tidak terpakai keluar dari metabolisme dan disimpan sebagai asam fitat dimana diperlukan dalam masa dormansi pada biji dan umbi-umbian. Dedaunan tidak mengandung fosfor sebagai asam fitat, karena fosfor dalam daun selalu dalam bentuk aktif. (Johnson and Uriu 1990). Kekurangan fosfor pada tanaman dapat menyebabkan tajuk daun berwarna hijau gelap, sering membentuk warna merah atau ungu, tepi daun bercabang, pada batang terdapat warna merah ungu lambat laun menjadi kuning (Lakitan 2007), Fosfor merupakan unsur mineral dengan lambang P dan memiliki nomor atom 15 dengan berat atom 30,974. Fosfor merupakan unsur esensial dalam diet. Unsur ini merupakan komponen utama dalam fase mineral tulang dan terdapat secara berlimpah dalam semua jaringan (Harjono et al. 1996). Dalam tubuh, fosfor adalah salah satu mineral terbanyak jumlahnya setelah kalsium. Jumlah fosfor rata-rata dalam tubuh pria dewasa kurang lebih 700 g, sedangkan kalsium 1200 g. Kira-kira 85% fosfor terdapat dalam tulang sebagai mineral tulang, kalsium fosfat [Ca3(PO4)2] dan hidroksiapit [Ca10(PO4)6 (OH)2] (Olson et al 1988). 2.5.3 Kalium (K) Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kekurangan kalium dapat menyebabkan daun mengalami klorosis, terdapat bercak pada jaringan mati, bercak berukuran kecil, biasanya pada bagian ujung, tepi, dan
15
jaringan antara tulang dan daun (Lakitan 2007). Batangnya lemah dan pendekpendek, sehingga tanaman tampak kerdil, Buah tumbuh tidak sempurna, kecil, mutunya jelek, hasilnya rendah dan tidak tahan disimpan (Anonim 2009). Kalium dalam tubuh manusia berfungsi sebagai pengatur kandungan cairan sel, yaitu bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium membantu dalam mengaktivasi reaksi enzim, misal piruvat kinase yang menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008). Kalium yang dikonsumsi dalam jumlah besar mampu menurunkan tekanan darah, hal ini dapat mencegah penyakit tekanan darah tinggi (Okuzumi dan Fujii 2000). Kekurangan kalium menyebabkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan, kelumpuhan, mengigau, dan konstipasi serta jantung akan berdebar detaknya dan menurunkan kemampuannya dalam memompa darah (Almatsier 2003). 2.5.4 Natrium (Na) Peranan natrium di dalam tanaman telah menjadi perdebatan selama bertahun-tahun. Tumbuhan dapat tumbuh dengan baik ketika tidak tersedianya natrium. Ketersediaan natrium yang berlebih akan menghambat penyerapan kalium yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Namun penelitian beberapa ahli menyebutkan bahwa natrium yang dicampurkan ke dalam pupuk dapat meningkatkan vigor, ketahanan terhadap penyakit, rasa, warna dan penampakan, serta menjaga kualitas dari hasil panen (Gilbert 1957 ; Chapin 2008). Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. 35% sampai 45% natrium ada di dalam kerangka tubuh. Sebagai kation utama dalam cairan ekstraselular, natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Natriumlah yang sebagian besar mengatur tekanan osmosis yang menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel (Almatsier 2003). Sumber natrium adalah garam dapur, mono sodium glutamate (MSG), kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Diantara makanan yang belum diolah, sayuran dan buah juga mengandung sedikit natrium. Taksiran kebutuhan natrium sehari untuk orang dewasa adalah sebanyak 500 mg. Kebutuhan natrium didasarkan pada kebutuhan untuk pertumbuhan, kehilangan natrium melalui keringat atau sekresi lain (Almatsier 2003).
16
2.5.5 Besi (Fe) Besi bergabung dengan protein menjadi bagian penting dari enzim tanaman. Sebagian besar besi bergabung dengan kloroplas, sebagai tempat pembuatan klorofil yang bertempat pada daun (Bourne 1985). Gejala defisiensi yang tampak adalah pada daun muda, mula-mula secara bertempat-tempat daun berwarna hijau pucat dan hijau kekuningan, sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau serta jaringannya tidak mati. Selanjutnya pada tulang daun terjadi klorosis yang tadinya berwarna hijau berubah menjadi warna kuning dan ada pula yang menjadi warna putih (Sutedjo dan Kartasapoetra 2008). Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+). Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik). Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3), gutit (FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3) dan ilmenit (FeTiO3). Fe dalam tanaman sekitar 80% yang terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daun dianggap lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman yang mengalami defisiensi Fe. Dengan demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien. Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas (Ginta 2005). Besi mempunyai fungsi membawa oksigen dan karbon dioksida. Besi bertanggung jawab terhadap kemampuan hemoglobin dan myoglobin dalam membawa oksigen yang dibutuhkan respirasi seluler. Besi membantu formasi darah melalui pembentukan hemoglobin yang merupakan komponen yang penting dalam sel darah merah atau eritrosit (Guthrie 1975). Defisiensi besi dapat menyebabkan anemia yang berpengaruh luas terhadap kualitas sumberdaya manusia, yaitu kemampuan belajar dan produktivitas kerja (Almatsier 2003). 2.5.6 Tembaga (Cu) Kebanyakan Cu terdapat dalam kloroplas (>50%) dan diikat oleh plastosianin. Senyawa ini mempunyai berat molekul sekitar 10.000 dan masingmasing molekul mengandung satu atom Cu. Hara mikro Cu berpengaruh pada klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin (Ginta 2005). Tembaga terdapat pada berbagai enzim atau protein yang terlibat dalam reaksi oksidasi dan
17
reduksi. contohnya adalah dalam enzim sithokrom oksidase (enzim respirasi pada mitokondria) dan platosianin (protein pada kloroplas) (Lakitan 2007). Fungsi dan peranan Cu antara lain mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase dan lactase, dan berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan terhadap perkembangan tanaman generatif, serta berperan terhadap fiksasi N secara simbiotis dan penyusunan lignin. Gejala defisiensi Cu antara lain pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil, daun-daun lemah, layu dan pucuk mengering serta batang dan tangkai daun lemah (Ginta 2005). Tembaga memegang peranan dalam mencegah anemia dengan cara membantu absorbsi besi, merangsang sintesis hemoglobin, melepas simpanan besi dari feritin dalam hati. Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak yang kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare, selain itu kekurangan tembaga bisa terjadi pada pada seseorang yang kekurangan nutrisi parental, bayi lahir prematur, dan bayi yang mendapat susu sapi dengan komposisi gizi yang tidak disesuaikan. Kekurangan tembaga dapat mengganggu pertumbuhan, metabolisme dan demineralisasi tulang (Almatsier 2003). 2.5.7 Seng (Zn) Zn diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++. Zn dapat diserap lewat daun. Kadr Zn dalam tanah adalah 16- 300 ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman 20-70 ppm. Mineral Zn yang ada dalam tanah antara lain sulfida (ZnS), spalerit [(ZnFe)S], smithzonte (ZnCO3), zinkit (ZnO), wellemit (ZnSiO3 dan ZnSiO4). Fungsi Zn antara lain pengaktif enzim anolase, aldolase, asam oksalat dekarboksilase, lesitimase, sistein desulfihidrase, histidin deaminase, super okside demutase (SOD), dehidrogenase, karbon anhidrase, proteinase dan peptidase. Zn juga berperan dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang (Ginta 2005). Selain itu, seng juga dibutuhkan untuk pembentukan triptopan sebagai prekusor IAA, metabolism triptamin. Terutama sebagai kofaktor enzim dehidrogenase, alcohol, glukosa-6-P dan trease. Merangsang sintesa sitokinin C (Agustina 1990).
18
Seng terkandung di dalam setiap jaringan tanaman dengan tingkat yang berbeda-beda (bourne 1985). Seng berpartisipasi dalam pembentukan klorofil dan mencegah kerusakan klorofil. Beberapa enzim juga hanya dapat berfungsi jika terdapat unsur seng yang terikat kuat pada molekul enzim tersebut (Lakitan 2007). Adapun gejala defisiensi Zn antara lain tanaman kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan klorosis pada daundaun muda dan intermedier serta adanya nekrosis. Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun. Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn, terutama pada tanah berkapur (Ginta 2005). Seng terdapat dalam semua jaringan tubuh manusia yakni hati, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku. Di tubuh seng terutama merupakan ion intraseluler. Seng di dalam plasma hanya 0,1% dari seluruh seng di dalam tubuh dengan masa pergantian yang cepat (Almatsier 2003).