LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 351/KMK.09/2012 TENTANG JOINT AUDIT ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
STRUKTUR DAN SUSUNAN KEANGGOTAAN TIM JOINT AUDIT ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI 1. Struktur dan susunan keanggotaan Tim Joint Audit antara Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari: a. Komite Joint Audit; b. Tim Pengawas Mutu Joint Audit; c. Tim Pelaksana Joint Audit; dan d. Sekretariat Joint Audit. 2. Komite Joint Audit terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komite, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komite Joint Audit ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. b. Ketua dan Wakil Ketua Komite Joint Audit dijabat masing-masing oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktur Audit, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) secara bergantian setiap 1 (satu) tahun sekali. c. Untuk pertama kali Ketua Komite Joint Audit dijabat oleh Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, DJP. d. Anggota Komite Joint Audit terdiri dari: 1) Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan DJP; 2) Kepala Sub Direktorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan DJP; 3) Kepala Sub Direktorat Teknik dan Pengendalian Pemeriksaan DJP; 4) Kepala Sub Direktorat Perencanaan Audit DJBC; 5) Kepala Sub Direktorat Pelaksanaan Audit DJBC; dan
6) Kepala Sub Direktorat Evaluasi Audit DJBC. 4. Tim Pengawas Mutu Joint Audit terdiri dari: a. Pejabat DJP yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak; dan b. Pejabat DJBC yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 3. Tim Pelaksana Joint Audit. a. Tim Pelaksana Joint Audit terdiri dari pemeriksa pajak dan auditor bea dan cukai yang masing-masing ditugaskan oleh Direktur Jenderal Pajak, dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. b. Susunan Tim Pelaksana Joint Audit adalah sebagai berikut: 1) Supervisor; 2) Ketua Tim; dan 3) Anggota Tim. c. Pemeriksa pajak yang ditetapkan dalam Tim Pelaksana Joint Audit merupakan pegawai DJP yang ditugaskan oleh Direktur Jenderal Pajak dan diangkat oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai sebagai tenaga ahli DJBC. d. Auditor bea dan cukai yang ditetapkan dalam Tim Pelaksana Joint Audit merupakan pegawai DJBC yang ditugaskan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan diangkat oleh Direktur Jenderal Pajak sebagai tenaga ahli DJP. e. Pada penugasan Joint Audit, apabila Supervisor dijabat oleh pemeriksa pajak maka Ketua Tim dijabat oleh auditor bea dan cukai, atau sebaliknya. f. Susunan Anggota Tim Pelaksana Joint Audit terdiri dari gabungan pemeriksa pajak dan auditor bea dan cukai yang masing-masing ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 4. Dalam melakukan administrasi kegiatan Joint Audit, Komite Joint Audit dibantu oleh Sekretariat Joint Audit. a. Sekretariat Joint Audit dikepalai oleh pejabat Eselon III DJP yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak. b. Kepala Sekretariat Joint Audit dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa orang staf sesuai dengan kebutuhan yang merupakan pegawai DJP. c. Sekretariat Joint Audit berkedudukan di Kantor Pusat DJP.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO
LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 351/KMK.09/2012 TENTANG JOINT AUDIT ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI
PEDOMAN PELAKSANAAN JOINT AUDIT ANTARA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI A. KETENTUAN UMUM 1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. 2. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. 3. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007. 4. Audit kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan Surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta Surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang kepabeanan. 5. Audit cukai adalah serangkaian kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, serta Surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan di bidang cukai. 6. Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan.
7. Data adalah catatan atas kumpulan fakta atau kejadian. Data dapat berupa simbol, gambar, suara, huruf, angka, bahasa, ataupun simbolsimbol lainnya yang dapat digunakan melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupun suatu konsep. 8. Informasi adalah data yang sudah/dapat diolah yang lebih berguna dan berarti bagi yang membutuhkannya untuk pengambilan keputusan saat ini atau untuk masa yang akan datang. B. TUGAS DAN FUNGSI 1. Ketua dan Wakil Ketua Komite Joint Audit bertanggung jawab atas pelaksanaan Joint Audit. 2. Untuk menjalankan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam butir 1, Ketua dan Wakil Ketua Komite Joint Audit: a. mengusulkan Surat Tugas kepada Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan proposal yang diajukan oleh Tim Pelaksana Joint Audit; dan b. melaporkan hasil Joint Audit kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. 3. Komite Joint Audit mempunyai tugas melakukan koordinasi dan pengendalian pelaksanaan Joint Audit. 4. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam butir 3, Komite Joint Audit: a. menentukan Wajib Pajak/Auditee yang akan dilakukan Joint Audit; b. menentukan susunan Tim Pelaksana Joint Audit; c. menentukan ruang lingkup Joint Audit; d. membagi Wajib Pajak/Auditee pada masing-masing Tim Pelaksana Joint Audit; e. menentukan batasan waktu untuk pengajuan proposal penugasan Joint Audit; dan f. menetapkan jadwal rencana waktu (time schedule) Joint Audit. 5. Tim Pengawas Mutu Joint Audit bertugas: a. memberikan arahan kepada Tim Pelaksana Joint Audit sebelum melaksanakan tugas; b. membahas hasil Joint Audit sebelum Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan/atau Daftar Temuan Sementara disampaikan
kepada Wajib Pajak/Auditee; c. menelaah/melakukan reviu atas konsep Laporan Hasil Pemeriksaan(LHP) dan Laporan Hasil Audit (LHA); dan d. memberikan pandangan dan saran dalam hal terdapat perbedaan pendapat dalam pembahasan hasil Joint Audit kepada Tim Pelaksana Joint Audit dan/atau meneruskan kepada Komite Joint Audit. 6. Tim Pelaksana Joint Audit bertugas: a. menyampaikan dan memberikan penjelasan mengenai Joint Audit dan penugasan Joint Audit kepada Wajib Pajak/Auditee; b. menjaga keterpaduan (sinergi) Tim Joint Audit; c. memanfaatkan data Wajib Pajak/Auditee secara optimal; d. melakukan kerja sama dan saling mendukung antar anggota tim; dan e. melakukan pembahasan Daftar Temuan Sementara (DTS) Joint Audit dengan Wajib Pajak/Auditee dimulai dari pembahasan temuan perpajakan, pembahasan temuan kepabeanan, dan pembahasan temuan cukai. 7. Sekretariat Joint Audit bertugas: a. melaksanakan pelayanan ketatausahaan dan kehumasan; b. melaksanakan pelayanan kerumahtanggaan; c. melaksanakan persuratan, kearsipan, dan ekspedisi; d. menyusun rencana kebutuhan; e. melaksanakan pengadaan; f. menyiapkan dokumen dan pelaporan; g. melaksanakan pencatatan dan penyimpanan data dan informasi; h. melaksanakan administrasi penugasan pengawasan dan urusan perjalanan dinas; dan i. menyampaikan daftar usulan nama-nama pemeriksa pajak dari DJP dan usulan auditor bea dan cukai dari DJBC, tembusan setiap Surat Tugas Tim Joint Audit, tembusan Laporan Pelaksanaan Joint Audit, termasuk LPP dan LHA yang diterbitkan untuk pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Joint Audit.
C. MEKANISME PELAKSANAAN JOINT AUDIT 1. PENERBITAN SURAT TUGAS DAN PELAPORAN a. Tim Joint Audit mengajukan proposal untuk penerbitan Surat Tugas kepada Ketua Komite Joint Audit dengan melampirkan: 1) susunan Tim Joint Audit; 2) program kerja Joint Audit; 3) biaya pelaksanaan Joint Audit; dan 4) tahapan dan waktu pelaksanaan Joint Audit. b. Surat Tugas terdiri dari: 1) Surat Tugas Joint Audit yang ditandatangani oleh Ketua Komite Joint Audit; 2) Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pajak; dan 3) Surat Tugas yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai. c. Pelaporan Surat Tugas terdiri dari: 1) Laporan Joint Audit yang ditujukan kepada Ketua Komite Joint Audit; 2) Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) untuk kepentingan DJP; dan 3) Laporan Hasil Audit (LHA) untuk kepentingan DJBC. 2. JANGKA WAKTU JOINT AUDIT a. Jangka waktu Joint Audit paling lama 4 (empat) bulan sejak Surat Tugas awal diterima Wajib Pajak/Auditee, dan dapat diperpanjang dengan tambahan waktu paling lama 4 (empat) bulan. b. Apabila ditemukan indikasi yang bersifat khusus atau indikasi pelanggaran pidana maka pelaksanaan Joint Audit dapat diperpanjang paling banyak 2 (dua) kali sesuai kebutuhan. 3. PENENTUAN WAJIB PAJAK/AUDITEE a. Untuk menentukan Wajib Pajak/Auditee yang dapat dilakukan Joint Audit, berlaku ketentuan sebagai berikut: 1) Wajib Pajak/Auditee yang sekaligus perusahaan/importir yang
memiliki kewajiban perpajakan serta kewajiban kepabeanan dan cukai; 2) Wajib Pajak/Auditee sebagaimana dimaksud dalam huruf a, meliputi: a) Perusahaan yang mendapatkan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE); b) Wajib Pajak/Auditee bergerak dalam sektor usaha berikut: (1) rokok; (2) industri kelapa sawit; (3) pertambangan; (4) minyak dan gas bumi; atau (5) otomotif. c) Wajib Pajak/Auditee merupakan Pengusaha Kawasan Berikat (PKB) atau Pengusaha Dalam Kawasan Berikat (PDKB); atau d) Wajib Pajak/Auditee merupakan importir indentor. b. Wajib Pajak/Auditee selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a), dapat dilakukan Joint Audit berdasarkan pertimbangan dari Komite Joint Audit dan/atau atas permintaan Menteri Keuangan. c. Komite Joint Audit membuat skala prioritas usulan Wajib yang akan dilakukan Joint Audit. 4. PERIODE JOINT AUDIT a. Periode Joint Audit untuk pemeriksaan pajak minimal 1 (satu) tahun pajak, sedangkan periode Joint Audit untuk audit kepabeanan dan/atau audit cukai ditetapkan selama 2 (dua) tahun sampai dengan akhir bulan sebelum penerbitan surat tugas sepanjang dalam periode pemeriksaan pajak tersebut. b. Dalam hal sebelum dilakukan Joint Audit pada bagian tahun pajak telah dilakukan audit kepabeanan dan/atau audit cukai, periode Joint Audit untuk pemeriksaan pajak adalah selama 1 (satu) tahun pajak dimulai sejak awal tahun pajak yang bersangkutan, dan audit kepabeanan dan/atau audit cukai yang telah dilakukan tersebut diperhitungkan sebagai bagian periode Joint Audit. 5. PEMANTAUAN DAN EVALUASI a. Pemantauan atas pelaksanaan kegiatan Joint Audit oleh Inspektorat
Jenderal dapat dilaksanakan pada setiap tahapan dalam pelaksanaan kegiatan Joint Audit dengan memberikan umpan balik (feedback). b. Evaluasi atas pelaksanaan kegiatan Joint Audit oleh Inspektorat Jenderal dilaksanakan secara berkala.
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO