Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014
STRATIGRAFI FORMASI SEMILIR DI DUSUN KRAKITAN, DESA CANDIREJO, KECAMATAN SEMIN, KABUPATEN GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA W. V. Efendi1, M. I. Novian1, R. W. Utama1 1
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada
Abstrak Formasi Semilir merupakan salah satu formasi di Pegunungan Selatan yang tersusun oleh material – material asal vulkanik pada umur Miosen Awal. Formasi ini terendapkan pada lingkungan darat hingga laut dengan mekanisme pengendapan yang bervariasi. Di dusun Krakitan, desa Candirejo, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, DIY dijumpai bentukan kerucut sirkuler yang tersusun oleh batuan – batuan dari Formasi Semilir. Pengukuran stratigrafi dengan skala 1 : 100 dan analisa petrografi serta paleontologi menghasilkan 9 fasies pada daerah ini, yaitu fasies tuf, fasies tuf lapili, fasies tuf foraminifera, fasies tuf lapili foraminifera, fasies tuf foraminifera wavy ripple, fasies tuf lapili wavy ripple, fasies tuf foraminifera planar cross bedding, fasies tuf lapili foraminifera planar cross bedding dan fasies breksi piroklastik. Masing – masing fasies tersebut berupa endapan piroklastik jatuhan, piroklastik aliran dan hasil sedimentasi ulang material vulkaniklastik yang diendapkan dengan mekanisme suspensi, fluid flow dan mass flow. Lingkungan pengendapan dari masing – masing fasies akan berbeda – beda, namun berdasarkan kandungan foraminifera bentoniknya dapat diinterpretasikan lingkungan pengendapannya berada di daerah laut dangkal hingga daerah transisi antara laut dan darat. Berdasarkan kandungan foraminifera planktonik dan foraminifera besarnya, umur dari fasies batuan ini berkisar antara Miosen Tengah – Miosen Akhir ( N9 – N16 ). Umur fasies batuan ini jauh lebih muda daripada umur Formasi Semilir pada umumnya yang berakhir pada Miosen Awal (N5). Kata Kunci : Stratigrafi, Semilir, Pegunungan Selatan
Pendahuluan Formasi Semilir merupakan salah satu formasi di Pegunungan Selatan yang tersusun atas material asal gunung api. Formasi ini sangat menarik untuk diteliti karena keterdapatannya yang tersebar luas dan di setiap daerah menunjukkan kenampakan yang berbeda – beda. Formasi Semilir yang tersingkap di Desa Candirejo ini memiliki kenampakan yang berbeda dari Formasi Semilir yang sudah pernah diteliti sebelumnya. Di desa ini, Formasi Semilir mengandung fragmen – fragmen cangkang karbonat dan berbatasan langsung dengan batuan karbonat. Oleh karena itu, penelitian dilakukan untuk mengetahui fasies, lingkungan pengendapan dan umur dari Formasi Semilir di daerah ini.
Lokasi Penelitian berada di Dusun Krakitan, Desa Candirejo, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan koordinat 49S 473958 9135873 (lihat gambar 1).. Rute perjalanan melewati jalan utama Cawas – Manyaran, di pertigaan Watuadeg belok ke arah selatan hingga bertemu dengan jalan bercabang 5. Dari percabangan tersebut masuk ke dalam gapura Dusun Krakitan kurang lebih 750m hingga bertemu dengan lokasi penambangan batugamping. Dari lokasi penambangan batugamping ini, ke selatan lagi melewati jalan setapak kurang lebih 300m. Jalur pengukuran yang dilakukan berada di tebing tepian sawah, di mulai dari lembah sungai intermitten hingga ke puncak teratas dari singkapan batuan vulkanik yang ada.
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014
Metode Penelitian Penelitian dilakukan dengan cara pengambilan data di lapangan, analisis data di laboratorium dan penggabungan hasil interpretasi keduanya. Pengambilan data di lapangan dengan cara stratigrafi terukur skala 1 : 100. Pengamatan dilakukan di setiap lapisan batuan yang meliputi pemerian geometri, litologi, struktur sedimen dan fosil. Contoh batuan diambil untuk dilakukan analisis paleontologi dan petrografi di laboratorium. Pengambilan contoh batuan untuk analisis paleontologi diambil pada lapisan yang mengandung unsur karbonatan atau pada lapisan dengan ukuran butir halus. Sedangkan pengambilan contoh batuan untuk analisis petrografi diambil pada setiap lapisan yang memiliki kenampakan litologi berbeda. Analisis paleontologi dilakukan pada 15 contoh batuan untuk mengetahui umur dan paleobathimetri. Fosil foraminifera planktonik dan foraminifera besar yang ada digunakan untuk penentuan umur batuan, sedangkan untuk penentuan lingkungan pengendapan digunakan asosiasi fosil foraminifera kecil bentonik dan fosil foraminifera besar. Identifikasi fosil foraminifera besar dilakukan dengan melihat hubungan antara kamar lateral, kamar ekuator dan kamar pertama, kemudian dicocokan dengan hasil penelitian Boudagher – Fadel (2008) dan Lunt (2004). Sedangkan identifikasi fosil foraminifera kecil dilakukan dengan melihat kenampakan dari sisi dorsal, ventral dan perifer, kemudian dicocokan dengan deskripsi dari Bolli (1985), Postuma (1971) dan Jones (1994). Analisis petrografi dilakukan pada 12 contoh batuan untuk mengetahui komposisi batuan sehingga dapat ditentukan proses pembentukan dari batuan tersebut. Identifikasi dilakukan di semua medan pandang dengan kenampakan nikol sejajar, nikol bersilang dan keping gips. Penamaan dilakukan dengan melihat komposisi batuan dan dicocokan dengan klasifikasi Schmid (1981). Interpretasi petrogenesa menggunakan deskripsi McPhie (1993).
Setelah semua analisis di atas dilakukan, data – data yang ada saling dihubungkan baik data lapangan, data paleontologi, dan data petrografi. Berdasarkan hubungan data- data tersebut, stratigrafi daerah penelitian akan dibagi menjadi beberapa fasies dan ditentukan lingkungan pengendapan, mekanisme sedimentasi, umur dan dinamika sedimentasinya.
Stratigrafi Regional Desa Candirejo secara fisiografis termasuk ke dalam regional Pegunungan Selatan. Stratigrafi regional Pegunungan Selatan tersusun oleh 8 formasi batuan (lihat gambar 2) dimana salah satunya merupakan Formasi Semilir yang menjadi fokus penelitian ini. Formasi Semilir Formasi ini merupakan formasi yang tersusun atas material asal gunung api. Kenampakan di lapangan berupa batuan yang masif dan tebal. Berdasarkan hasil penelitian Bothe (1929), formasi ini tersusun atas batuserpih berwarna putih keabu – abuan pada bagian bawah, tuf dasitan dan dominasi berupa breksi tuf pumisan. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Sumosusastro (1956) yang menyebutkan bahwa isi dari formasi ini berupa perulangan breksi tuf pumisan, batupasir tufan, tuf pumis dasitan dengan perlapisan yang baik dan sedikit kandungan fosil. Berdasarkan kandungan foraminifera bentoniknya, Formasi Semilir diperkirakan terendapkan pada lingkungan laut dangkal. Menurut Toha (1994), formasi ini tersusun atas perulangan tuf, breksi pumis dasitan, batupasir tufan dan serpih. Novian (2007) mengusulkan anggota baru dari Formasi Semilir bagian atas yaitu Anggota Buyutan dengan litologi penyusun berupa konglomerat, batulanau, batupasir tufan dan batubara. Menurut Surono (2008), Formasi Semilir memiliki umur Miosen Awal, menindih selaras Formasi Kebo Butak dan ditindih selaras oleh Formasi Nglanggran. Batuan
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014 penyusunnya berupa batupasir, tuf lapilli, breksi pumis, dan breksi batuapung andesitan yang menunjukkan lingkungan pengendapan pendangkalan ke atas dari laut berubah menjadi darat. Formasi Semilir ini terlampar cukup luas mulai dari pegunungan selatan bagian Barat dan memanjang di bagian Utara hingga bagian Timur dengan ketebalan diperkirakan 460m (Surono, 2009).
Data dan Pembahasan Hasil pengukuran stratigrafi di lapangan menghasilkan kolom stratigrafi setebal 59,8m. Berdasarkan hasil pengamatan, kolom stratigrafi dibagi menjadi 9 fasies, yaitu fasies tuf, fasies tuf lapili, fasies tuf foraminifera, fasies tuf lapili foraminifera, fasies tuf foraminifera wavy ripple, fasies tuf lapili wavy ripple, fasies tuf foraminifera planar cross bedding, fasies tuf lapili foraminifera planar cross bedding dan fasies breksi piroklastik (lihat gambar 3). 1.Fasies tuf (Ft) Fasies ini tersusun atas lapisan tuf berlapis tipis – tipis dan perulangan gradasi normal tuf. Struktur sedimen yang berkembang adalah gradasi normal, berlapis dan laminasi sejajar. Fasies ini berulang di bagian bawah hingga atas stratigrafi daerah penelitian dimana setiap perulangannya memiliki ketebalan yang bervariasi. Analisis paleontologi dilakukan pada 5 contoh batuan di fasies ini. Contoh batuan yang diambil berasal dari lapisan tuf dengan ukuran butir fine sand atau silt. Hasil dari lima contoh tersebut adalah barren. Analisis petrografi juga dilakukan pada 2 contoh batuan di fasies ini. Keduanya didominasi oleh plagioklas feldspar (labradorit) dan disertai dengan litik andesit, pumis, piroksen dan gelas vulkanik. Berdasarkan klasifikasi yang digunakan, secara petrografis fasies ini bernama crystal tuff. Kenampakan tekstur dari batuan ini menunjukkan ukuran butir
coarse sand – silt, kemas tertutup, grain supported dan sortasi baik. Kristal – kristal batuan yang ada masih berbentuk angular dengan batas kristal yang tegas (lihat Gambar 6 A, B). Fasies ini merupakan hasil endapan piroklastik primer tipe jatuhan, dengan mekanisme pengendapan arus suspensi. Letusan gunung api yang terjadi tidak terlalu besar namun intensif sehingga material yang terlontarkan memiliki ukuran kecil dan kenampakannya berlapis tipis – tipis. Lingkungan pengendapan dari fasies ini berada di daerah transisi antara laut ke darat dimana material karbonat tidak dapat tumbuh akibat suplai material vulkanik yang banyak. 2.Fasies tuf lapili (Ftl) Fasies ini tersusun atas perulangan gradasi tuf lapili menjadi tuf. Struktur sedimen yang berkembang adalah gradasi normal, berlapis dan laminasi sejajar yang terdapat di bagian atas lapisan dimana ukuran butir relatif lebih halus. Fasies ini berulang di bagian bawah dan tengah stratigrafi daerah penelitian dimana setiap perulangannya memiliki ketebalan yang bervariasi. Analisis paleontologi tidak dilakukan pada fasies ini, sedangkan analisa petrografi dilakukan pada 1 contoh batuan. Hasil yang didapatkan berupa komposisi yang didominasi oleh plagioklas feldspar (labradorit) dan disertai dengan litik andesit, pumis, piroksen dan gelas vulkanik. Berdasarkan klasifikasi yang digunakan, secara petrografis fasies ini bernama crystal lapilli tuff. Kenampakan tekstur dari batuan ini menunjukkan ukuran butir kerikil - kerakal, kemas terbuka, matrix supported dan sortasi buruk. Kristal – kristal batuan yang ada masih berbentuk angular dengan batas kristal yang tegas (lihat Gambar 6 D). Fasies ini merupakan hasil endapan piroklastik primer tipe jatuhan dengan mekanisme pengendapan arus suspensi.
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014 Letusan gunung api yang membentuk fasies ini merupakan letusan yang besar yang intensif sehingga dijumpai material berukuran besar dengan lapisan yang tipis. Lingkungan pengendapan dari fasies ini merupakan lereng vulkanik bagian proximal dan pada paleobathymetri daerah transisi laut ke darat dimana material karbonatan tidak dapat berkembang akibat suplai material vulkanik yang besar. 3.Fasies tuf foraminifera (Ftf) Fasies ini terdiri atas lapisan tuf tebal bergradasi normal. Pada fasies ini terdapat kandungan cangkang – cangkang foraminifera besar yang cukup melimpah serta foraminifera kecil yang didominasi oleh bentik. Fosil foraminifera besar akan banyak ditemukan di bagian bawah lapisan, sedangkan fosil foraminifera kecil akan banyak dijumpai baik di bagian bawah maupun di bagian atas lapisan. Struktur sedimen yang berkembang di fasies ini adalah, laminasi paralel dan gradasi normal (lihat Gambar 4 F). Fasies ini berulang pada bagian tengah dan atas daerah penelitian dengan ketebalan masing – masing fasies bervariasi. Pada fasies ini juga ditemukan adanya batas erosi dengan fasies tuf lapili foraminifera. (lihat Gambar 4 B). Analisis paleontologi banyak dilakukan di fasies ini dan meliputi fosil foraminifera besar dan foraminifera kecil. Contoh batuan yang digunakan untuk analisis foraminifera besar sebanyak 5 contoh. Sedangkan contoh batuan yang digunakan untuk analisis foraminifera kecil sebanyak 6 contoh. Fosil foraminifera besar yang dijumpai berasal dari genus Myogipsina, Lepidocyclina, Paleonumulites, Cyclocypeus, Austrotrilina. Genus yang paling banyak dijumpai adalah Myogipsina dan Lepidocyclina. Keterdapatannya relatif sama di setiap fasiesnya. Fosil foraminifera kecil yang dijumpai didominasi oleh foraminifera bentonik
sedangkan foraminifera planktonik sedikit dijumpai. Foraminifera bentonik yang ada berupa Ammonia beccarii, Amphistegina lessonii, Cassidulina subglobosa, Elphidium discoidale, Elphidium advenum, Quinqueloculina tenagos (lihat Gambar 5 F - I). Sedangkan foraminifera planktonik yang dijumpai berupa Globoquadrina altispira, Orbulina suturalis, Orbulina universa, Praeorbulina sicana. Analisis petrografi juga dilakukan pada 6 contoh dari fasies ini. Hasil yang didapat menunjukkan komposisi didominasi oleh plagioklas feldspar (labradorit) disertai dengan litik andesit, cangkang foraminifera, pumis, piroksen, gelas vulkanik dan kalsit. Berdasarkan klasifikasi yang digunakan, secara petrografis fasies ini bernama foraminiferal crystal tuff. Kenampakan tekstur dari batuan ini menunjukkan ukuran butir coarse sand – silt, kemas tertutup, grain supported dan sortasi baik. Kristal – kristal batuan yang ada masih berbentuk angular dengan batas kristal yang tegas (lihat Gambar 6 F). Fosil yang ada menunjukkan lingkungan pengendapan berada di daerah transisi hingga neritik dalam. Fasies ini secara umum merupakan hasil endapan piroklastik jatuhan. Proses vulkanisme yang terjadi tidak intensif dan memiliki kekuatan yang kecil. Material yang terlontarkan akan jatuh di lingkungan dekat dengan sumber karbonat sehingga terjadi pencampuran antara material hasil letusan gunung api dan material karbonatan. Pada saat pembentukan fasies ini, kondisi laut di dekatnya memungkinkan untuk pertumbuhan karbonat karena suplai material vulkanik yang sedikit. 4.Fasies tuf lapili foraminifera (Ftlf) Fasies ini memiliki kenampakan serupa dengan fasies tuf lapili, namun pada fasies ini dijumpai fosil foraminifera yang hadir sebagai fragmen batuan(lihat Gambar 4 E). Fragmen – fragmen lainnya yang ditemukan di
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014 fasies ini adalah litik andesit dan feldspar sedangkan kandungan matriksnya sangat sedikit. Struktur sedimen yang berkembang di fasies ini adalah load cast dan gradasi normal. Analisis paleontologi dilakukan pada 2 contoh batuan di fasies ini dan meliputi fosil foraminifera besar dan foraminifera kecil. Fosil foraminifera besar yang dijumpai berasal dari genus Myogipsina, Lepidocyclina, Paleonumulites, Cyclocypeus, Austrotrilina. Genus yang paling banyak dijumpai adalah Myogipsina dan Lepidocyclina. Keterdapatannya relatif sama di kedua fasiesnya. Fosil foraminifera kecil yang dijumpai didominasi oleh foraminifera bentonik sedangkan foraminifera planktonik sedikit dijumpai. Foraminifera bentonik yang ada berupa Ammonia beccarii, Amphistegina lessonii, Elphidium discoidale, Elphidium advenum, Quinqueloculina tenagos (lihat Gambar 5 F - I). Sedangkan foraminifera planktonik yang dijumpai berupa Globigerina venezuelana, Globigerinoides extremus, Globigerinoides diminutus, Globigerinoides obliquus (lihat Gambar 5). Analisis petrografi juga dilakukan pada 3 contoh dari fasies ini. Hasil yang didapat menunjukkan komposisi didominasi oleh plagioklas feldspar (labradorit) disertai dengan litik andesit, cangkang foraminifera, pumis, piroksen, gelas vulkanik dan kalsit. Berdasarkan klasifikasi yang digunakan, secara petrografis fasies ini bernama foraminiferal crystal lapilli tuff. Kenampakan tekstur dari batuan ini menunjukkan ukuran butir kerikil kerakal, kemas terbuka, matrix supported dan sortasi buruk. Kristal – kristal batuan yang ada masih berbentuk angular dengan batas kristal yang tegas (lihat Gambar 6 E). Fosil yang ditemukan akan mencirikan lingkungan pengendapan berada di daerah transisi hingga neritik dalam. Fasies ini secara umum
merupakan hasil endapan piroklastik jatuhan. Proses vulkanisme yang terjadi tidak intensif namun memiliki kekuatan yang besar. Material yang terlontarkan akan jatuh di lingkungan dekat dengan sumber karbonat sehingga terjadi pencampuran antara material hasil letusan gunung api dan material karbonatan. Pada saat pembentukan fasies ini, kondisi laut di dekatnya memungkinkan untuk pertumbuhan karbonat karena suplai material vulkanik yang sedikit. 5.Fasies tuf foraminifera wavy ripple (Ftfw) Fasies ini memiiki kenampakan lapangan serupa dengan fasies tuf foraminifera, namun pada fasies ini berkembang struktur sedimen wavy ripple. Fasies ini berulang sebanyak dua kali pada bagian atas dari stratigrafi daerah penelitian. Setiap perulangannya hanya memiliki ketebalan 0,1m. Analisa paleontologi dilakukan pada satu contoh batuan difasies ini (sampel 25) dan memiliki kandungan banyak foraminifera planktonik. Fosil foraminifera tersebut antara lain Globigerinoides diminutus, Globigerinoides immaturus, Globigerinoides trilobus, Globoquadrina altispira, Globorotalia fohsi periperorondha, Orbulina universa, Praeorbulina sicana. Fasies ini diendapkan bersamaan dengan fasies tuf foraminifera. Pada saat letusan terjadi, material yang dilontarkan akan masuk ke dalam laut dangkal sehingga pada bagian bawah terbentuk fasies tuf foraminifera. Sedangkan pada bagian atas, fasies tuf foraminifera wavy ripple akan terbentuk akibat adanya arus gelombang yang menyebabkan material vulkanik tersedimentasi ulang. Mekanisme pengendapan dari fasies ini merupakan fluid flow. 6.Fasies tuf lapili wavy ripple (Ftlw) Fasies ini memiiki kenampakan lapangan serupa dengan fasies tuf lapili,
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014 namun pada fasies ini berkembang struktur sedimen wavy ripple (lihat Gambar 4 A). Fasies ini berulang sebanyak dua kali pada bagian bawah dari stratigrafi daerah penelitian dimana setiap perulangannya hanya memiliki ketebalan 0,1m. 7.Fasies tuf foraminifera planar cross bedding (Ftfp) Fasies ini memiiki kenampakan lapangan serupa dengan fasies tuf foraminifera, namun pada fasies ini berkembang struktur sedimen planar cross bedding. Fasies ini berkembang hanya sekali, dan terletak di bagian tengah dari daerah penelitian. Ketebalan fasies ini mencapai 0,5m dan menjadi satu lapisan dengan fasies tuf foraminifera. Pada fasies ini dijumpai juga kehadiran foraminifera besar yang akan menunjukkan penjajaran searah dengan arah silang siurnya. Mekanisme pengendapan dari fasies ini merupakan fluid flow yang terjadi di daerah transisi laut ke darat. Material vulkanik hasil erupsi gunung api akan dibawa oleh fluida sebelum mengalami litifikasi sehingga kenampakannya akan mirip dengan endapan piroklastik primer (McPhie, 1993). Selama proses pengendapan ini berlangsung, aktifitas vulkanik akan terus berlangsung sehingga pada bagian atas akan terbentuk tuf foraminifera dengan batas lapisan yang tidak tegas. 8.Fasies tuf lapili foraminifera planar cross bedding (Ftlfp) Fasies ini memiiki kenampakan lapangan serupa dengan fasies tuf lapili foraminifera, namun pada fasies ini berkembang struktur sedimen planar cross bedding (lihat Gambar 4 D). Fasies ini berkembang hanya sekali, dan terletak di bagian tengah dari daerah penelitian. Ketebalan fasies ini mencapai 0,5m dan menjadi satu lapisan dengan fasies tuf lapili foraminifera. Pada fasies ini dijumpai juga kehadiran foraminifera
besar yang akan menunjukkan penjajaran searah dengan arah silang siurnya. Mekanisme pengendapan dari fasies ini merupakan fluid flow yang terjadi di daerah transisi laut ke darat. Material vulkanik hasil erupsi gunung api akan dibawa oleh fluida sebelum mengalami litifikasi sehingga kenampakannya akan mirip dengan endapan piroklastik primer (McPhie, 1993). Selama proses pengendapan ini berlangsung, aktifitas vulkanik akan terus berlangsung sehingga pada bagian atas akan terbentuk tuf foraminifera dengan batas lapisan yang tidak tegas. 9.Fasies breksi piroklastik (Fbp) Fasies ini terdiri atas lapisan breksi piroklastik masif yang cukup tebal (lihat Gambar 4 C). Fasies ini berulang sebanyak dua kali dan masing – masing memiliki ketebalan 8m dan 0,8m. Struktur sedimen yang berkembang di fasies ini adalah gradasi terbalik. Pada fasies ini juga ditemukan batas erosi dengan fasies tuf yang berada di bawahnya. Erosi terjadi dengan arah Barat Daya – Timur Laut di mana lapisan yang tererosi berada di sebelah Timur Laut. Fasies breksi piroklastik ini merupakan fasies terakhir yang berkembang dan keterdapatannya hanya pada bagian paling atas dari stratigrafi daerah penelitian. Analisis petrografi dilakukan pada satu contoh batuan berupa matriks dari breksi piroklastik ini. Komposisi yang didapat berupa plagioklas feldspar dominan dengan kehadiran piroksen, litik andesit, gelas vulkanik dan kalsit. Sedangkan fragmen dari breksi ini merupakan litik andesit dengan ukuran mencapai bongkah (30 – 50cm) dan memiliki bentuk angular – subangular (lihat Gambar 6 C). Fasies ini diendapkan dengan mekanisme piroklastik aliran. Letusan yang terjadi tidak intensif namun memiliki kekuatan yang sangat besar sehingga dapat mengeluarkan material
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014 berukuran bongkah. Lingkungan pengendapannya berupa proximal volcanic slope yang diperkirakan berada di daerah transisi laut ke darat sehingga terdapat pencampuran dengan kalsit. Penentuan umur fasies batuan pada daerah penelitian dilakukan dengan membuat biozonasi berdasarkan kandungan foraminifera planktonik dan foraminifera bentik besar yang menghasilkan umur batuan pada Miosen Atas (N15? – N16 / bagian bawah TF3? – bagian atas TF3).
Dinamika Sedimentasi Dinamika sedimentasi dari daerah penelitian akan berawal dari daerah transisi antara laut ke darat dimana letusan gunung api sangat intensif. Letusan ini akan mengakibatkan kondisi dimana material karbonat tidak dapat tumbuh. Kekuatan dari letusan ini terus berubah secara cepat sehingga menghasilkan material vulkanik dengan ukuran yang besar maupun kecil. Material – material tersebut akan terlontarkan ke udara dan terendapkan tidak jauh dari sumbernya. Sebagian material tersebut akan terendapkan langsung sebagai endapan piroklastik primer dan beberapa material lainnya akan mengalami proses sedimentasi ulang akibat terkenai arus atau gelombang laut. Proses sedimentasi ulang yang terjadi akan berjalan seiring dengan aktifitas vulkanisme yang ada. Selama kedua proses tersebut berlangsung, terjadi perubahan lingkungan dari daerah transisi laut ke darat menjadi daerah laut dangkal. Pada saat perubahan lingkungan ini terjadi, aktifitas vulkanisme yang terjadi tidak terlalu intensif lagi sehingga material karbonatan dapat mulai tumbuh. Hal ini menyebabkan bercampurnya material vulkanik dengan cangkang – cangkang fosil karbonatan dan mineral kalsit. Pada akhirnya, akan terjadi sebuah letusan yang sangat besar sehingga material berukuran bongkah akan terlontarkan dan terbawa menuruni lereng gunung api hingga
menuju ke daerah transisi antara laut ke darat. Material ini akan bercampur dengan mineral – mineral kalsit, namun cangkang karbonatan tidak dapat tumbuh akibat adanya suplai material vulkanik yang cukup besar (lihat tabel 2).
Diskusi Secara regional, Formasi Semilir terdiri atas batuan asal gunung api dan memiliki umur paling muda adalah Miosen Awal (N5). Namun, hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa material asal gunungapi bercampur dengan material karbonatan. Lingkungan pengendapan dari fasies tersebut menunjukkan daerah yang masih dekat dengan gunung api namun juga memungkinkan material karbonat untuk tumbuh. Sedangkan penarikan umur yang ada dari fosil foraminifera planktonik dan foraminifera besar akan menghasilkan kisaran umur Miosen Akhir (N15? – N16). Dikarenakan keterbatasan data fosil yang ada, zonasi yang dibuat akan memiliki rentang umur yang panjang. Fosil yang digunakan sebagai biodatum berupa Globigerinoides extremus (N16) sedangkan fosil – fosil penciri umur lainnya tidak ditemukan. Hal ini dapat dikarenakan keterbatasan lingkungan hidup foraminifera akibat suplai material vulkanik yang berlimpah. Penarikan umur ini jauh lebih muda dibandingkan Formasi Semilir pada Miosen Awal (N5) sehingga dari penelitian ini dapat disarankan untuk pembuatan formasi baru yang memiliki ciri serupa dengan Formasi Semilir namun memiliki umur jauh lebih muda.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1. Batuan penyusun dari Formasi Semilir di daerah ini terbagi menjadi 9 fasies, yaitu fasies tuf, fasies tuf lapili, fasies tuf foraminifera, fasies tuf lapili foraminifera, fasies tuf foraminifera wavy ripple, fasies tuf lapili wavy
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014 ripple, fasies tuf foraminifera planar cross bedding, fasies tuf lapili foraminifera planar cross bedding dan fasies breksi piroklastik. 2. Lingkungan pengendapannya menunjukkan lereng vulkanik bagian proximal medial dengan paleobathymetri menunjukkan daerah transisi laut ke darat hingga laut dangkal (zona neritik dalam). 3. Fasies batuan yang ada di daerah ini merupakan hasil endapan piroklastik jatuhan, piroklastik aliran dan hasil resedimentasi material vulkaniklastik dengan mekanisme pengendapan berupa suspensi, fluid flow dan mass flow. 4. Formasi Semilir di dusun Krakitan memiliki kisaran umur Miosen Akhir (N15? - N16). Umur ini jauh lebih muda dibandingkan Formasi Semilir pada umumnya yang berakhir pada Miosen Awal (N5). Pustaka Bolli, H.M., Saunders, J.B., Perch-Nielsen, K. 1985, Plankton Stratigraphy, Cambridge University Press : United States Bothe, A.Gh.D., 1929, Djiwo Hills and The Southern Range : Fieldtrip Guide Book for 4th Pasific Science Congress, Bandung BouDagher-Fadel, Marcelle K., 2008, Evolution and Geological Significance of Larger Benthic Foraminifera, Elsevier : London Jones, Robert Wynn., 1994, The Challenger Foraminifera, Oxford University Press : United States Lunt, P. dan Allan, T., 2004, A History and Application of Larger Foraminifera in
Indonesian Biostratigraphy, Calibrated to Isotropic Dating, The Museum of GRDC, Bandung McPhie, J., Doyle, M., Allen, R., 1993, Volcanic Textures : A Guide to the Interpretation of Textures in Volcanic Rocks, Centre for Ore Deposit and Exploration Studies, University of Tasmania Novian, M.I., Setiawan, P.K.D., Husein, S., dan Rahardjo, W., 2007, Stratigrafi Formasi Semilir Bagian Atas di Dusun Boyo, Desa Ngalang, Kecamatan Gedang Sari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY : Pertimbangan Untuk Penamaan Anggota Buyutan, Kumpulan Makalah Workshop Yogya, halaman 201 – 214 Postuma, J.A., 1971, Manual of Planktonic Foraminifera, Elsevier Publishing, Co. : Netherlands Sumosusastro,S., 1956, A Contribution to the Geology of Eastern Djiwo Hills and the Southern Range in Central Java, Department of Geology, Faculty of Science, University of Indonesia Surono, 2008, Sedimentasi Formasi Semilir di Desa Sendang, Wuryantoro, Wonogiri, Jawa Tengah, J.S.D. Geol. Vol. 18 No.1 Februari 2008s, halaman 29 - 41 Surono, 2009, Litotratigrafi Pegunungan Selatan Bagian Timur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, J.S.D.Geol. Vol.19 No.3 Juni 2009, halaman 31 - 43 Surono, Toha, B., dan Sudarno, 1992, Peta Geologi Lembar Surakarta – Giritronto, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014
Prosiding Seminar Kebumian ke-7 dan Simposium Pendidikan Nasional 2014