STRATEGI RISET BIDANG MIKROBIOLOGI UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN PANGAN BI INDONESIA
PENDAHULUAN
M
asalah keamanan pangan (tibod safely) masih merupakan topik hangat dunia yang selalu dibicarakan pada setiap pertemuan pangan intemasional. Laporan dari berbagai negara menunjukkan bahwa kasus keracunan dan p e n w t melalui makanan m i . selalu terjadi di berbagai negara. WHO (1993) melaporkan bahwa sekitar 70% dari penyalut diare yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang disebabkan oleh konsumsi makanan yang terCemar.
Jika dilihat dari jumlah b u s keracuuan makanan yang terjadi, industri jasa boga dan rumah rnakan memegang peranan penting. sebagai penyebab utama kasus keracunan. Hasil sumi di Amerika Serikat menyebutkan bahwa &anyak 77% kasus keracunan makanan disebabkan oleh makanan yang dipersiapkan oleh industri jasa boga dan rumah makan, 20% kasus disebabkan oleh makamn yang dunasak di rumah, dan hanya 3% kasus disebabkan oleh makanan yang diproduksi oleh industri pangan (Bryan, 1992b). Meskipun jurnlah kasus yang disebabkan oleh produk industri pangan cukup kecil, tetapi karena dalarn setiap kali produksi industri pangan menghasilkan produk dalam jumlah besar dengan jangkauan konsumen yang luas, maka jika produk tersebut menimbulkan keracunan banyaknya penderita per kasus dapat mencapai jumlah yang sangat tinggi. Kasus keracunan makanan p g paling seriug dilaporkan melalui media massa di Indonesia juga berasal dari konsumsi makanan jasa boga clan rurnab makan. Akan tetapi data yang lengkap rnengenai
h u s penyakit melalui makanan di Indonesia serta penyebabnya mas& sangat kurang, clan diduga perbandingan antara b u s yang dilaporkan dengan kasus sebeaamya mas& sangat rcadah. W H O (1993) memperkirakan di negara-negam yang sedang berkembang perbandmgan antan b u s kencunan makanan yang dilaporkan dengan kasus sebenamya hanya mencapai 1:25 sampai 1:100 (14%), bahkan di negara-negara yang sudah maju masih menunjukkan angka 1:lO (10%)).
,
Penyakit melalui rnakanan (foodbornediseases) dapat berasal dari ' berbagai sumber yaitu organisme patogem t e m u k bakteri, ' kapang, parasit clan virus; dari bahan M a seperti racun alami, 1 logam berat, pestisida, hormon, antibiotdc, bahan tarnbahan berbahaya, dan bahan-baban pertauian lainny2; atau dari bahan fisik seperti potonean tulang, dun, pecahan kaca, dan lain-lain. \I Dari kelompdr bahan behhaya tersebut, mihoba patogen merupakan penyebab p e n w t yang relatif selalu berubah dari j waktu ke waktu dan serurgkai menirnbulkan kasus yang mengejutkan. 1
Y,
Terjadinya perubaban dalam kependudukan, gaya hidup, dan kebiasaan makan menga)abatkau perubahan dalarn fonnulasi, pengolahan, dan distribusi produk pangau. Konsumen semakin memmtuttemdmqaprodulrpanganyanglebihcepatdanmudah dipersiapkan, lebih segar atau prcduk yang menerima proses minimal, serta memenuhi persyaratan kesebatan dan gizi. Keadaan ini dikombinasikan deagan kemampuan mikroba untuk berkembang biak dengan cepat dan beradaptasi dengan hgkuqan menimbulkan tantangan banr di bidang mikrobiologi dalarn sistem pangan. ,'
Salah sa.tu contoh perubahan ekologi pada mikroba pangan adalah munculnya beberapa bakteri patogem p s i k r d yang marnpu tumbub pada suhu readah di berbagai negara subtropis, yang munglan dapt muuk ke Inckmesia melalui mrbaan impqr. i Contoh lainnya adalah my-a gepla gastroenteritis oleh Campylobacter di Merapa negara, bahkan di Amerika Serikat mat ini bakteri fenebut pahg banyak ditemukan pada pedenta
: i
',
diare, rnengalahkan Salmonella yang sejak dafiulu rnerupakan penyebab utama gejala gastroenteritis (Anocum, 19%; ICMSF, 1996a).
Data mengenai prom penyakit melalui makanan atau pencemaran &ba patogen pada rnakanan belwn tersedia di Iadoaesia, dan keadaan ini sangat menyulitkan &lam memtapkan prioritas dan menyusun strategi yang tepat di bidang keamanan pangan. Sebagai contoh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan tqadinya 4000 kematian &ri 5 juta penderita setiap tahunnya sebagai akibat mengkmumsi prudukproduk d a m yang tercemar empat jenis bakteri . patogen yaitu Campylobacter, Salmonella, Eschenchia coli 0157:H7, dan Usteria monocytogenes, dan sekitar 4 juta penderita dan 3000 kematian diantaranya disebabkan oleh produk-produk daghg uuggas yang tercemar (Anonim, 1996). ICMSF (International Commission on Microbiological Specijkxzfions for Foods) (1966b) juga menyarankan bahwa keempat bakteri ini perlu mendapat perhatran khusus dalam industri pangan. Di Indonesia sampai saat ini belurn diketahui secara jelas jenis mikroba yang paling banyak menirnbulkan kasus penyalat melalui makanan. Dari uraian di atas jelas bahwa kita mash membutuhkan banyak informasi yang diperlukan untuk meaingkatkan keamanan pangan dan meqantisipasi kemuaglanan timbulnya mikroba patogen lain yang sampai saat ini mungkm mash kurang mendapat perhatian. Dengan tidak mengabaikan pentingnya riset di bidang lahnya, riset di bidang mikrobiologi mash perlu ditingkatkan di Indonesia, baik riset dasar di bidang rnikrobiologi pangan, maupm riset terapan yang hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk m e n & a t k m keamanan pangan, atau dapat menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam program keamanan pangan. Untuk mewtapkan &rategi riset yang tepat terlebih dahulu perlu diidentifikasi masalab kearnanan pangan di Indonesia dm perkembangan riset di bidang mikrobiologi pangan yang telah dilakukan.
7
,
Strategi Riset Mikrobiologi Pengan
MASALAH KEAMANAN PANGAN DI INDONESIA
D-
alam GBHN 1993 ditesalah satu saaran am-PE-II--adalah pembangunan .------- di -ib terjanunnya E pangan-yang- dicirikan-oleh-terbeb~nya e1yarakat h r i jenis pangan yang berbahaya--bagL kesehatan manusia dan tidak sesuai dengan.-keyakinan-my-akarat. Dalam pelaksanaan Pelita VI s k p a i saat ini, keamanan pangan rnasih merupakan salah satu rnasalah utama di bidang pangan. Berdasarkan informasi dan data yang tersedia mengenai keamanan pangan, dapat diidentifikasi ernpat masalah utarna keamanan pangan di Indonesia, yaitu masih b a @ y a k - ~ ~ ~ ~ e e ~ , r a n produk pangan yang tidak mernenuhi persyaratan-kesesfan; banyak terjadi kasus penyalrit--dan-k~q-meIalui yang sebagian -besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya;- banyak ditemukan saraba produ9i dan distribusi pangan -yang tidak. mernenuhi - p e r ~ ~ ~temta& t & ~ ind"mi keciI/rumah tangga, industri jasa_boga-~~>jualal.~m&ai@m$n jajanan; dan rendahnya pengetahuan clan kepedulian konsurnen -tentang keamanan panganan-pardiaz, 1996a). Untuk menyusun strategi yang tepat dalam program keamanan pangan dibutuhkan data yang lexqkap yang dapat menggambarkan prom nasional tentang kearnanan pangan. Data yang tersedia dari berbagai instansi mengenai keamanan pangan di Indonesia pada saat ini belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Beberapa kelemahan dari data tersebut diantaranya cara pengambilan contoh yang belum tepat sehingga data yang dihasilkan munglun tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya, metode analisis yang kurang teliti dan seringkali berbeda antara satu laboratorium dengan laboratorium lainnya, dan data yang berbeda antara satu instansi dengan instansi lainnya, misalnya dalam haI data kasus keracwan makanan. Laporan-dama-&lita V dan VI menunjukkan bahwa rnasih -.bananyak ditemukan peredaran p d u k panga~fanggtiticldak~emenuhi persyaratan keamanan daii mutri - p ~ E - - & s a l n y a cemaran _-_-- _ . A . -
Strategi Riset Mikmbiologi h n g a n
mikroba yang tinggi pada beberapa produk; penggunaan bahan tambah& yang dilarang atau ~&ebihi%~&@a@Gr&i&&h, terutarna pewarna, pernanis dan pengawet; cernaran kimia dalam jumlah tinggi seperti residu pestisida pada sayuran clan buahbuahan, cernaran logam berat, serta penggunaan hormon, antibiotika dan obat-obat pertanian untuk produksi pangan. Sglain itu masih banyak ditem*-gr_edaran-prmemenuhi persyaratan label .dan iklan,- produkd-qpn kedaluwarsa, dan produk pangan y a n ~ e m e n d u t a n d a r - m u m - d a n komposisi (Streetfood Project. 199O~Djtjen.POM, 1995, 1996). ~ ~ a h % % E 661&banyak 3 dibahas oleh berbagai paEFidT-aa& berbagai pertemuan, oleh karena itu pada kesempatan ini perkenankanlah saya hanya menguraikan mengenai masalah keamanan pangan clan faktor--mya dari segi mikrobiologi.
C/
Laporan mengenai kasus penyakrt melalui makanan di Indonesia dan identifikasi penyebabnya masih sangat terbatas. Dalam Pelita V hanya dilaporkan sebanyak 126 kasus penyakit melalui rnakanan di seluruh Indonesia dengan 10.376 orang penderita dan 52 orang meninggal dunia (Ditjen. PPM PLP, 1994). Selama Pelita VI, dalam tahun 199411995 dilaporkan sebanyak 26 kasus penyalut melalui makanan dengan 1.552 orang penderita dan 25 orang meninggal, sedangkan dalarn tahun 1995/1996 dilaporkan sebanyak 30 kasus dengan 992 orang penderita dan 13 orang meninggal (Ditjen POM, 1995, 1996). Dari kasus tersebut ternyata hanya 7,7% kasus dalam tahun 199411995 dan 16,7% kasus &lam tahun 199511996 yang telah berhasil, diidentifikasi dengan jelas penyebabnya, sedangkan sisanya belum berhasil diidentifikasi. Jurnlah kasus yang dilaporkan tersebut diduga masih sangat rendah dibandmgkan dengan kasus yang sebenarnya tejadi di 27 propinsi di Indonesia. Sebagai perbandingan, di Amerika Serikat diperkirakan sebanyak 6,5 sampai 81 juta penderita dan 9100 kematian per tahun akibat penyakit melalui rnakanan, dengan kerugian mencapai 5 sampai lebih dari 22 milyar dolar per tahun, terrnasuk untuk biaya pengobatan dan kehilangan produktivitas (Anonim, 1996). Banyahya jumlah kasus yang belum
.
Stretegi Riset Mikrobiologi Pangen
diidentifikasi penyebabnya di Indonesia akan sangat menyulitkan dalam penanggulangan masalah kearnanan makanan.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MUTU MIKROBIOLOGI PRODUK PANGAN DI INDONESIA
B
erbagai faktor penting mempengaruhi mutu rnikrobiologi produk pangan di Indonesia. Faktor-faktor tersebut diantaranya faktor sosial ekonomi, jenis rnakanan dan kebiasaan makan, t~ngkatpendidikan masyarakat tennasuk produsen clan konsurnen, faktor lingkungan, dan pengawasan pangan.
Faktor Sosial Ekonomi Sistem pangan dalam memproduksi, mengolah, mendistribusikan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan berkaitan erat dengan tingkat perkembangan, pendapatan, dan karakteristik sosiokultur masyarakat. Sistem pangan pada penduduk kota berpenghasilan rendah lebih mengandalkan pada makanan jajanan siap santap dengan mutu yang rendah dan tidak tejamin kearnanannya. Kelompok ini terutama terdiri dari buruh, pedagang, sopir, clan lain-lain yang tidak mempunyai waktu untuk mengkonsumsi rnakanan di rumah sehmgga sebagian besar pendapatannya yang terbatas digunakan untuk membeli rnakanan jajanan. Pencemaran mikroba patogen pada makanan dalam kelompok ini terutama disebabkan oleh penggunaan air yang tidak memenuhi syarat, pembuangan sampah tidak pada tempatnya, higiene dan sanitasi yang tidak baik dalam penyiapan makanan di rumah atau oleh pedagang makanan jajanan tennasuk pedagang yang menderita penyakit menular, dan penjualan makanan di tempat-tempat yang kotor atau di pinggir jalan. Penyakit melalui makanan yang sering menyerang penduduk dalam kelompok ini pada umumnya merupakan penyakit menular seperti tifbs, paratifus, kolera dan disenteri,
.
Strategi Riset Mikrobiologi Pengan
serta keracunan Staphylococcus aureus dan Clostridium perfi7ngens yang sering mencemari makanan siap santap. Dengan semakin meningkatnya penghasilan penduduk, rnaka sernakin kecil persentase pendapatan yang digunakan untuk mernbeli makanan. Penduduk dengan penghasilan menengah ke atas mempunyai menu yang lebih bervariasi dan lebih menyukai membeli produk pangan olahan atau setengah olahan sehingga tidak memerlukan waktu lama untuk menyiapkan makanan. Meskipun dernikian, masalah pencemaran bahan berbahaya pada rnakanan masih mun@ tejadi dan biasanya disebabkan oleh proses pemasakan yang kurang, penyimpanan makanan yang tidak benar, pemanasan kembali yang kurang, kontaminasi silang di antara bahan mentah dan rnakanan siap santap, atau kesalahan proses oleh industri pangan.
Jenis Makanan dan Kebiasaan Makan Masyarakat di Indonesia pada umumnya mernasak lauk pauk dengan prosesbe&b& misalnya dalam pembuatan rendang, gulai, gudeg, dan lain-lain. Jenis makanan semacam ini jika langsung dikonsumsi relatif aman terhadap bahaya oleh b mikroba patogen. Tetapi rnaralah yang sering timbul addah kebiasaan menyimpan makanan sisa dalam waktu lama, yaitu selama 6-12 jam atau lebih pada suhu kamar tanpa pendinginan, misalnya selama penyimpanan di rumah atau selama penjualan. Kasus keracunan oleh makanan semacam ini sering disebabkan oleh i-b p e m b e d s p a yang relatif tahan panas yaitu Closhi_diumperfn'ngens dan Bacillus cereus. Dengan munculnya warung-wanmg nasi goreng di pinggir jalan yang menggunakan nasi dingin untuk membuat nasi goreng, perlu pula diwaspadai kemungkmn timbulnya keracunan oleh enterotoksin B , c ~ e _ q karena bakteri ini sering ditemukan padais.a n yang telah bsi. Kebiasaan menyimpan atau menjajakan makanan selama beberapa jam pada suhu karnar, terutarna makanan siap santap berisiko
Stretegi Riset Mikrobiologi Pengsn
tinggi (pH > 4,5 dan aw > 0,85), dapat menirnbulkan risiko bahaya bagi kesehatan. Penyimpanan dan penjualan makanan siap santap seharusnya dilakukan pada suhu di bawah 7°C atau di atas 60°C. Hal ini disebabkan suhu di antara 7°C dan60°C merupakan & s yang mtimuq untuk pertumbuhan a -, oleh karena itu merupakan suhu yang berisiko tinggi untuk pyimpanan rnakanan (Bryan, 1992a). Ada suatu kepercayaan masyarakat Indonesia yang turun temurun
i/
bahwa makanan yang masih mentah mempunyai khasiat lebih tinggi terhadap kesehatan daripada makanan yang sudah dimasak, oleh karena itu dianjurkan untuk makan telur mentah d i m p u r rnadu, susu mentah, dan lain-lain. Karena bernilai gizi tinggi bahan pangan tersebut juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Dengan tidak dilakukannya pernasakan atau pernanasan terhadap bahan pangan tersebut, maka risiko untuk menirnbulkan penyakit atau keracunan juga sangat tinggi. Selain diolah dengan proses pernanasan, sayuran sexing dikonsumsi &lam bentuk segar sebagai lalapan atau salad. Pencucian sayuran dengan air kotor dapat mencemari makanan, dan yang sexing terjadi adalah pencemaran oleh bakteri kolera dan disenteri serta virus. M e n q M n y a konsumsi bahan pangan segar mengalabatkan -tan risiko terhadap kesehatan. Dengaa menjamurnya restoran-restoran Jepang di kota-kota besar seperti Jakarta yang menyajikan rnakanan hasil laut mentah (sushimi), maka perlu diwaspadai kemungkmn timbulnya keracunan yang disebabkan oleh bakteri patogen halofilik (tahan garam) yang berasal dari air laut yaitu Vibrio paruhuemolyticus.
Dengan masuknya behagai makanan impor dari negara-negara subtropis yang munglun dikonsumsi dalam keadaan dingin atau dipersiapkan dengan cara pernasakan ala kadamya, maka perlu &wasp& kemugkman timbulaya penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen yang bersifht psikrotrof, yaitu bakteri yang mampu tumbuh baik pada suhu ruangan -pun pada suhu rendah di dalam lemari es. Bakteri semacam ini misalnya
I
Listena monocytogenes, Yersinia enterocolitica, Aeromonas hydrophila, Bacillus cereus, Pleisiomonas shigelloides, dan beberapa galur Clostridium botulinum (Schofield, 1992; Fernando et al., 1995), terutama C. botulinum tipe B, E dan F (ICMSF, 1996a). Dengan digalakkannya prinsip rnakanan alami (natural foods) tanpa penggunaan bahan pengawet, garam, dan lain-lain, maka pengawetan rnakanan akan lebih mengandalkan pada penyirnpanan suhu rendah. Oleh karena itu bahaya yang mungkm tirnbul dari bakteri patogen semacam ini perlu diwaspadai. Meningkatnya kasus penyakit atau keracunan oleh bakteri-bakteri psikrotrof melalui berbagai rnakanan siap santap disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: meningkatnya penjualan makanan-makanan yang didinginkan; pendinginan membantu penyembuhan sel-sel bakteri yang rusak akibat pemanasan, selain itu juga merangsang pembentukan beberapa senyawa yang membantu sifat virulensi bakteri, misalnya pembentukan listeriolisin pada L. monocytogenes yang diduga berperan dalam masuknya bakteri ini ke dalarn jaringan tubuh; karena terbatasnya waktu untuk berbelanja rnakanan konsumen mengin* produkproduk yang dapat dishpan lebih lama di dalam lemari es; dan sernakin banyak penggunaan oven microwave untuk memanaskan kembali makanan dingin, sedangkan hasil riset menunjukkan bahw-a pemanasan dengan oven microwave temyata tidak efektif untuk mernbunuh beberapa bakteri patogen, diantaranya L. monocytogenes (Coote et al., 1991). Laporan mengenai gejala penyakit yang disebabkan oleh L. monocytogenes melalui makanan di Indonesia mungkm belum ada. Akan tetapi data dari negara tetangga kita di Malaysia mengenai pencemaran bakteri ini pada berbagai produk pangan dapat menjadi gambaran bahwa bakteri ini juga dapat mencernari makanan kita, karena iklirn negara tersebut dan kebiasaan makan penduddcnya hampir sarna dengan Indonesia. Suatu hasil suwei di Malaysia menunjukkan bahwa dari sebanyak 234 contoh makanan yang diuji yang terdiri dari bahan pangan mentah dan rnakanan siap santap
yang dikumpulkan dari beberapa kota besar di Malaysia, sebanyak 43% tercemar oleh L. monocytogenes (Arumugaswarny, 1994). Munculnya kasus penyakit karena pencemaran makanan oleh Escherichia coli 0157:H7 (E. coli enterohemorhagk) di Jepang beberapa waktu lalu yang menyerang sekitar 9500 penduduk terutama anak-anak sekolah, dan juga sering terjadi dalam sepuluh tahun terakhir di negara-negara lain seperti Arnerika Serikat, Kanada clan Inggris (Anonim, 1996), menunjukkan bahwa beberapa patogen tertentu mash menjadi masalah di negara-negara yang sudah maju. Penyebab keracunan tersebut terutama adalah konsurnsi daging giling yang dimasak setengah matang. Dengan masuknya makanan-rnakanan ala Barat seperti hamburger yang dijual oleh pedagang keliling dari pagi sampai sore kemudian disajikan dengan pemasakan yang tidak sempuma, rnaka perlu diwaspadai kernungkman terjadinya keracunan oleh bakteri ini. Bakteri ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 1 sarnpai 45"C, dan hasil riset pada dagmg giling menunjukkan bahwa bakteri ini tidak berkurang jurnlahnya selarna pembekuan pada suhu -20°C sampai 9 bulan (ICMSF, 1996a). Salah satu penyakit melalui rnakanan yang mungkin masuk ke negara kita rnelalui makanan irnpor adalah penyakit sapi gila (mad cow diseuse) yang dapat mencemari makanan melalui dagmg sapi atau organ sapi lainnya terutama otak sapi. Penyakit yang disebut Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) ini diketahui dapat ditularkan melalui sapi di Inggris dalam tahun 1986, kemudian menjalar ke negara-negara Eropah lainnya. Penyakit ini disebabkan oleh prion (self-replicant protein) yang sangat tahan terhadap berbagai proses fisik dan kimia yang dapat menginaktifkan kebanyakan mikroba. Kernarnpuan infeksi bakteri ini berkurang pada suhu di atas 100°C, tetapi dibutuhkan suhu di atas 120°C untuk inaktivasi (Brewer dan Novakofski, 1996). Buah-buahan yang masih utuh jarang merupakan sumber pencemaran bakteri patogen karena terlindung oleh kulit buah dan pada umumnya mempunyai pH rendah. Akan tetapi beberapa
buah-buahan yang telah masak mempunyai pH mendekari netral, dan kebiasaan pedagang asongan memotong buah-buahan dan menjajahnya sepanjang hari mungkrn dapat menimbulkan risiko bahaya terhadap kesehatan. Salah satu contoh adalah laporan mengenai suatu kasus salmonellosis yang disebabkan oleh konsumsi semangka (Blostein, 1991). E. coli 0157:H7 ternyata juga dapat tumbuh pada semangka pada suhu 25°C (Del Rosario dan Beuchat, 1995).
Tingkat Pendidikan Masyarakat Salah satu fakbr yang mempengaruhi keamanan pangan di Indonesia adalah rendahnya tanggung jawab, kesadaran dan pengetahuan produsen pangan terhadap masalah keamanan pangan. Hal ini terutama disebabkan produksi pangan mas& didorninasi oleh industri berskala keciVrumah tangga dengan tingkat pendidikan dan sosialekonomi produsen yang mash rendah. Dari data jwnlah industri pangan yang ada di Indonesia dbeberapa (Soesilo, 1996) diperkirakan perbandingan antara industri menengah ke atas dengan indistri kecivnunah taugga adalah sekitar 1:20. Produsen pangan primer seperti petani, peternak dan nelayan pada umumnya belum menerapkan GAP (Good Agricultural Practice) dan belum menerapkan teknologi produksi bemwasan lingkungan untuk menjamin keamanan pangau. Produsen pangan, terutama yang berskala kecil atau rumah tangga, pada umumnya belum mempunyai pengetahuan atau kesadaran untuk meaerapkan GMP (Good Manufachrring Practice) dan GHP (Good Handling Practice), serta belum menerapkan HACCP ( H a r d Analysis Critical Control Point) yang merupakan sistem -an keamanan pangan yang sangat efkktif.
T
i p e n d i h pengusaha jasa boga dan restoran juga memegang fakbr penting dalam keamanan pangan. Dalam Pelita V dilaporkan bahwa dari sejumlah 236.547 perusahaan jasa boga dan
Strstegi Riset Mikrobiologi Psngan
restoran yang terdaftar baru sekitar 2,5% pengusaha yang telah menghti kursus mengenai sanitasi dan cara mengolah makanan yang benar. Oleh karena itu persentase jumlah perusahaan jasa boga dan restoran yang memenuhi syarat kesehatan juga mash rendah, yaitu dari 134.981 perusahaan dan restoran yang diperiksa hanya 44% yang memenuhi syarat (Ditjen PPM PLP, 1994). Selain produsen, distributor dan penjual pangan juga tidak kalah pentingnya dalam menjamin keamanan pangan yang beredar di pasaran. Distributor pangan di Indonesia masih banyak yang belum memahami dan menerapkan GDP (Good Distribution Practice). Hasil pemeriksaan dalam tahun 1995/1996 terhadap sarana distribusi dan penjualan produk pangan menunjukkan bahwa lebih dari 40% sarana tidak memenuhi syarat sebagai distributor pangan karena faktor sanitasi, bangunan dan hilitas yang tidak memenuhi syarat, dan menjual produk-produk yang . tidak memenuhi syarat (Ditjen. POM, 1996). Konsumen pada umumnya belum mempedulikan serta belum mempunyai kesadaran atau pengetahuan tentang keamanan dan mutu pangan, sehingga belum banyak menuntut produsen untuk menghasilkan produk pangan yang aman dan bennutu. Selain itu tingkat sosial ekonomi yang sangat berbeda-beda menuntut mutu produk pangan yang berbeda pula. Masyarakat dari golongan tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah sudah merasa puas jika dapat membeli makanan dengan harga murah, meskipun produk tersebut bennutu rendah dan tidak tejamin k-ya.
Faktor Lingkungan Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan suhu udara dan kelembaban yang tinggi sehingga merupakan kondisi yang sangat baik untuk pertumbuhan kebanyakan mikroba. Kasus penyalat menular biasanya meningkat pada musirn kemarau yang panjang dengan persediaan air yang kurang, sehingga tejadi pemekatan mikroba patogen pada sumber air. Pada suhu udara dan
Strategi Riset Mikrobiologi Pangan
kelembaban yang demikian mikroba dapat berkembang biak dengan =pat sehingga jumlahnya menjadi sangat tinggi. Sebagai contoh, bakteri patogen halofilik, yaitu Vibn'o parahaemolyticus, yang sering menyebabkan kasus keracunan makanan di Jepang, banyak ditemukan di dalam air laut dan ikan pada bulan-bulan m u s h kemarau yang panas. I
I
,
i/
Penggunaan air sungai untuk mencuci alat-alat masak dan bahan pangan sekaligus untuk keperluan MCK (mandi, cuci, kakus), serta penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan untuk memasak masih banyak dipraktekkan oleh masyarakat di Indonesia, terutama oleh penduduk berpendapatan rendah di kota-kota yang padat penduduknya. Keadaan ini dapat mengakibatkan crmaran mikroba yang tinggi pada makanan dan timbulnya penyakit menular. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan dalam Pelita V terhadap contoh air yang digunakan untuk mernasak oleh pengusaha jasa boga dan restoran, ternyata sebanyak 54% contoh air tidak memenuhi syarat kesehatan (Ditjen PPM PLP, 1994). Penyimpanan biji-bijian dalam kondisi suhu dan kelembaban yang tinggi dapat mengakibatkan turnbuhnya berbagai kapang pembentuk mikotoksin yang berbahaya. Survei oleh beberapa peneliti terhadap kandungan aflatoksin pada produk kacangkacangan sejak tahun 1971 sarnpai beberapa tahun yang lalu di Jawa Barat menunjukkan bahwa beberapa contoh kacangtanah dan -.produk olahannya mengandung aflatoksin BJ ~ p a 20044pb i (Fardiaz, 1996b). Keadaan ini jauh di atas arnbang batas aflatoksin yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission yaitu sebesar 15 ppb aflatoksin B1pada kacang tanah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai proses pengolahan tidak dapat men&langkan aflatoksin dari procluk kacang tanah, misalnya dalam pembuatan oncom merah maupun oncom hitam, selai kacang, dan minyak kacang tanah (Edi et al., 1990; Fardiaz, 1992; Fardiaz clan Jenie, 1992; Fardiaz el al., 1993, 1994). '
Strategi Riset Mikrobiologi Pangan
Pembuangan air lirnbah industri yang tidak diolah atau telah diolah tetapi dengan cara yang tidak benar merupakan ha1 yang umum dilakukan di Indonesia. Keadaan ini dapat mencemari bahan pangan, rnisalnya melalui tanarnan yang disirarn menggunakan air lirnbah atau melalui hasil laut yang ditangkap dari air laut yang tercemar limbah industri. Konsumsi kerang-kerangan yang ditangkap dari air yang tercemar oleh lirnbah industri yang tidak diolah dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit seperti tifus, kolera, dan hepatitis A.
Pengawasan Pangan Pengawasan pangan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan keamanan dan mutu pangan. Program pengawasan pangan di Indonesia belurn dapat dilaksanakan secara optimum karena adanya berbagai hambatan, diantaranya belurn mantapnya kelembagaan dan koordinasi pengawasan pangan, peraturan dan pedoman yang belum lengkap, jurnlah dan kualitas surnber daya manusia yang terbatas, surnber dana yang terbatas, dan kemarnpuan laboratoriurn analisis pangan yang terbatas. Keterbatasan dalam jumlah tenaga pengawas pangan dan'dana pengabwan mengakibatkan rendahnya jumlah sarana produksi pangan yang mendapatkan pengawasan. Sebagai contoh, selarna Pelita V dari sejurnlah 236.547 industri jasa boga dan restoran yang terdaftar, hanya sekitar 57% yang terjangkau pengawasan dan pembinaan (Ditjen. PPM PLP, 1994).
PERKEMBANGAN RISET DI BIDANG MlKROBIOLOGI PANGAN
R
iset dalam bidang rnikrobiologi yang berkaitan dengan kearnanan pangan sebenarnya telah banyak dilakukan di berbagai instansi atau lembaga di Indonesia, meskipun demikian jumlah dan kualitasnya masih belum memadai dibandmgkan dengan riset di bidang lainnya clan dibandingkan dengan masalah
Shstegi Riset M~Rrobiologih g e n
keamaaan pangan di Indonesia. Selain itu arah penelitian belum jelas, dan belum semua hasil riset telah dipublikasikan dalam jurmal atau majalah ilmiah sehingga belum dapat dhdhatkan oleh masyarakat. Dari segi kualitas riset di bidang mikrobiologi, Indonesia mas& jauh tertinggal dari negara-negara maju. Oleh karena itu di dalam tulisan ini akan diuraikan berbagai riset mikrobiologi dalam bidang keamanan pangan yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Untuk memudahkan &lam pembahasan, riset mikrobiologi pangan yang telah dilakukan dibedakan sebagai berikut: Riset mengenai organisme patogen termasuk bakteri, kapang, parasit dan virus, serta toksin mikroba. Riset mengenai keamanan produk pangan terrnasuk kearnanan berbagai jenis komoditas dan produk olahannya.
Riset Mengenai Organisme Patogen dan Toksin Mikroba Berdasarkan jenis mikroba, riset yang paling banyak dilakukan di Indonesia adalah terhadap bakteri patogen, tetapi hauya terbatas pada beberapa bakteri tertentu seperti Salmonelhwsp.,Shigella sp. dan Staphylococcus uureus, sedangkan riset terhadap bakteri lainnya masih sangat terbatas. Riset yang telah dilakukan terutarna mengenai i d e n t i m i bakteri menggunakan cara k o n v e m i d , dan stabilitas bakteri krhadap proses pengolahan. Tabel 1 menunjukkan kelompok bakteri patogen yang sering ditemukan pada makanan dan masih perlu diteliti lebih lanjut, terutarna mengenai keberadaan dan perhunbuhannya pada beproduk pangan Indonesia. bakteri di Indonesia masih Riset mengenai karakteristik &in sangat terbatas. Dengan mengetahui karakteristik toksin bakteri maka kita dapat mengelompokkan toksin bakteri menggudan sistem penomoran seperti enzirn yaitu menggunakan nomor TX. Dengan sistem penomoran tersebut, &in diberi nomor dengan
Stretegi Riset Mikrobiologi Pangan
Tabel 1. Kelompok bakteri patogen yang sering ditemukan pada produk pangan * L
Tingkat bahaya dan penyebaran Bahaya sedang, penyebaran terbatas
Bahaya sedang, penyebaran cepat
Sangat berbahaya
* ICMSF (1986,
Spesies bakteri
Staphylococcus aureus i Vibrioparahaemolyticus Bacillus cereus Clostridium perfingens Campylobacter jejuni Yersinia enterocolitica Vibrio cholerae non-0 1 Salmonella (non-typhi) Escherichia coli Shigella (nonaysenteriae 1) Listeria monocytogenes Streptococcus pyogenes Clostridium botulinum Vibrio cholerae 01 Salmonella Vphi dan paravphi A, B Shigella dysenteriae Brucella abortus
1996b).
empat digit, nomor pertama menunjukkan jenisnya yaitu menyebabkan infeksi atau intoksikasi, nomor kedua menunjukkan jenis toksinnya, nomor ketiga menunjukkan targetnya, sedangkan nomor keempat menunjukkan nomor umt dalam grup tersebut Tabel 2 menyajikan karakteristik toksin berdasarkan sistem penomoran TX. Sebagai contoh, toksin Vibrio cholerae mempmyai nomor TX 2.1.2.2 karena toksin tersebut diproduksi setelah sel bakteri melekat pada sel epitel, tergoloag entemtoksin, dan targetnya adalah adenilat siklase (Granum et al., 1995). Riset
Strategi Riset Mikrobiologi h n g a n
lainnya yang penting mengenai toksin bakteri adalah mekanisme produksi toksin di dalam produk pangan dan pengaruh faktor lingkungan termasuk komposisi bahan terhadap produksi toksin. Tabel 2. Karakteristik toksin bakteri berdasarkan sistem penomoran TX * Katagori
Keterangan
1. Mekanisme produksi toksin
1. Sel bakteri menembus sel epitel (infeksi) 2. Produksi toksin di dalam tubuh setelah terjadi interaksilmelekat pada sel epitel 3. Produksi toksin di dalam tubuh dalam bentuk sel bebas 4. Produksi sel di luar tubuh (intoksikasi)
2. Jenis toksin
1. Enterotoksin 2. Neurotoksin 3. Non protein
1. 2. 3. 4. 5. 6. * Granum et al. (1995).
3. Aktivitasltarget di &lam tubuh
Merusak mekbran sitoplasrna Adenilat siklase Guanilat siklase Ribosorna Neuron Belum diketahui
P d t a n bakteri mtuk memproduksi senyawa-senyawa antimikroba telah mulai dilakukan di Indonesia beberapa tahun terakhir h i , tennasuk produksi bakteriosin dari bakteri asam laktat. Riset dalam bidang h i dimulai dengan isolasi galur-galur bakteri asam laktat yang potensial memproduksi bakteriosin dan senyawasenyawa antimikroba lainnya dari berbagai produk fermentasi laktat (Jenie dan Rini, 1995; Djafaar eta!., 1996; Wardhani et
r Strategi Riset Mikrobiologi Pangan
al., 1996; Wardbani et al., 1996), identifikasi isolat, dan pemanfaatan bakteri tersebut dalam pengawetan pangan, atau produksi bakteriosin untuk digunakan sebagai pengawet pangan. Selanjutnya beberapa peneliti telah melakukan peningkatan produksi senyawa antimikroba oleh bakteri asam laktat (Winarti et al., 1996, Wijaya, 1996) dan optimasi produksinya (Santosa el al., 1996). Penelitian sernacam ini dapat dilanjutkan dengan m-aatkan bakteri asam laktat yang potensial dalam memproduksi bakteriosin tersebut untuk memperbaiki proses fermentasi sekaligus mengawetkan makanan-makanan tradisional yang dibuat melalui fermentasi laktat seperti sayur asin, produkproduk ikan, dan lain-lain. Bakteriosin dan bakteri penghasil bakteriosin telah digunakan dalam pengawetan berbagai produk pangan seperti produk susu, produk ikan, dan produk dagmg (Abee et al., 1995).
Pemanfaatan galur probiotik seperti bakteri asam laktat dalam pengolahan pangan dengan tujuan untuk meningkatkan kesehatan saluran pencemaan telah mulai dilakukan beberapa tahun terakhir ini di Indonesia, misalnya produk-produk fermentasi laktat dari berbagai bahan seperti santan kelapa @h dan % Fardiaz, 1990; Fardiatet al., 1993), air kelapa (Fardiaz et al., 1996), ekstrak wortel (Fardiaz et al., 1996), b a n g tolo dan kacang rnerah (Kusumaningrum et al., 1996; Zakaria dan Suciono, 1996; Zakaria dan Soesanto, 1996 ), ubi jalar (Kusumaningrum et al., 1996), dan susu kedelai (Jenie et al., 1996). Untuk meujngkatkan nilai gizi produk-produk laktat tersebut telah dilakukan fermentasi menggunakan campuran bakteri asam laktat dengan bakteri pembentuk vitamin Bl2 yaitu Propionibacterium fieudenreichii (Fardiaz et al., 1996; Kusumaningrum et al., 1996).
J
Riset mengenai mikotoksin di Indonesia terutama baru dilakukan terhadap aflatoksin, walaupun jumlah dan kualitasnya masih sangat kumng. Penelitian mengpMi mikotoksin lainnya, misalnya mikotoksin Fusarium yang ditemukan pada serealia seperti fiunonisin (diproduksi oleh F. monilifonne dan F. proliferaturn),
Strategi Riset Mikrobidogi Pangan
I I I
I
1
\
1
I I)
I
serta zearalenon dan deoksinivalenol (diproduksi oleh E graminearurn), m u n g h belum pernah dilakukan. Laporan dari ACWCSIRO (1994) menyebutkan bahwa selain aflatoksin dan okratoksin, ketiga toksin Fusarium tersebut merupakan mikotoksin yang paling banyak ditemukan pada produk-produk pertanian. Berbeda dengan Aspergillus dan Penicillium yang sering tumbuh pada produk pertanian setelah m e n a n dan memproduksi rnikotoksin selama penyimpanan bahan pangan, Fusarhm merupakan patogen tanaman dan hanya tumbuh pada a, tinggi, oleh karena itu pertumbuhan Fusarium dan produksi toksin terjadi sebelurn atau segera setelah panen sebelurn bahan pangan dikeringkan. Ketiga mikotoksin Fusanum tersebut sangat tahan terhadap proses penggilingan serealia secara basah rnaupun kering (Bennett dan Richard, 1996). Riset mengenai virus dan parasit pada makanan masih sangat jarang dilakukan, meskipun penyakit yang disebabkan oleh virus merupakan penyakit yang cukup berbahaya. Beberapa virus yang ditularkan melalui makanan seperti hepatovirus (virus Hepatitis A) dan virus Norwalk banyak diternukan pada makanan hasil laut yang ditangkap dari laut yang tercernar dan pada say-sawran, serta ent_e_rpvirus (misalnya poliovirus) yang mungkm ditemukan pada susu. Sebagai contoh, Jepang pernah menolak impor tornat dari Kanada dan Amerika Serikat selama beberapa tahun karena ditemukannya cemaran virus (Anonim, 1996). Kebutuhan akan metode deteksi mikroba yang lebih cepat, akurat dan praktis semakin meningkat >aim untuk mengimbangi perkembangan industri pangan di Indonesia. Kareua mikroba patogen pada produk pangan seringkali terdapat dalam jumlah kecil, rnaka diperlukan metode yang sangat sensitif untuk mendeteksinya. Metode konvensional yang umurn digunakan di berbagai laboratorium di Indonesia untuk mendeteksi rnikroba patogen pada produk memerlukan beberapa tahap, sehingga membutuhkan waktu beberapa hari untuk melakukan uji secara lengkap. Selain itu metode ini juga dianggap kurang seasitif, sehingga
Strstegi Riset Mikrobiologi Psngsn
seringkali tidak dapat mendeteksi mikroba yang terdapat dalam jumlah sangat - kecil dan--sukar dikulturkan (viable but non--------.--culturable). Deteksi bakteri pada bahan pangan dengan metode cepat, akurat
dan spesifik, rnisalnya metode imunoasai menggunakan a n t i b d poliklonal maupun monoMonal telah berkembang dengan cepat. Metode sernacam ini diantaranya radioimunoasai (RIA), fluoroimunoasai (FIA), dan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). Kelebihan metode imunoasai dengan metode lainnya dalam mendeteksi toksin atau sel mikroba adalah sensitivitasnya. yang tin@ yaitu mencapai beberapa ppb, persiapannya sederhana dibandingkan dengan metode konvensional, dan biayanya lebih rendah. Metode-metode tersebut di atas perlu dikembangkan di Indonesia untuk mendeteksi cemaran mikroba patogen pada berbagai produk pangan dengan cara yang cepat, akurat dan murah, serta dapat diterapkan langsung di lapangan. Metode cepat lainnya yang telah dikembangkan dalam uji mikrobiologi pangan adalah metode biolurninesens (berdasarkan jumlah ATP nukroba), impedimetri (berdasarkan perubahan impedans di dalam media), dan lain-lain yang sampai saat ini belum banyak dimadaatkan oleh industri pangan d Indonesia. I d e n t i W i mikroba patogen berdasarkan sidik jari DNA (DNA fingerprinting) merupakan uji yang sangat sensitif. Akan tetapi jumlah mikroba patogen di dalam rnakanan mungkm sangat kecil dibandingkan dengan total mikroflora yang ada sehingga sangat sulit untuk mendeteksinya. Untuk mengatasi masalah 1111 telah dikernbangkan metode PCR (polymerase chain reaction) terrnasuk LCR (ligase chain reaction) dan RAPD (random amplified polymorphic DNA) sehingga sensitivitas uji dapat ditingkatkan.
Metode PCR telah banyak digunakan untuk mendeteksi L. monocytogenes pada produk pangan (Farber dan Peterkin, 199l), clan kombinasi teknik PCR dengan hibridisasi pada membran nilon dapat mendeteksi bakteri tersebut dalarn jwnlah 2-25 koloni dalam
Stretegi Riset Mikrobiologi Pangan
waktu 6 jam (Bsat dan Batt, 1993; Bsat et al., 1994). Metode PCR juga telah digunakan untuk mendeteksi galur-galur C. botulinum tipe A, B, E clan F (Campbell et al., 1993; Szabo et al., 1994), dan neurotoksin botulinum (NTBo) A sampai E (Szabo et al., 1993), serta membedakan Mycobacterium tuberculosis dengan M.bovis (Henera et al., 1996). Metode IMS (immuno magnetic separation) dilanjutkan dengan PCR telah- digunakan untuk mendeteksi beberapa rnikroba patogen pada produk pangan seperti Salmonella (Fluit et al., 1993b), L. monocytogenes (Fluit et al., 1993a), dan Y. enterocolitica (Kapperud et al., 1993). Kombinasi penggunaan kolom afinitas DNA dan teknik PCR telah berhasil mendeteksi E. coli enteroinvasif pada berbagai makanan (Andersen dan Omiecinski, 1992). Metode LCR rnarnpu membedakan urutan DNA dari beberapa rnikroba yang sangat mirip yaitu yang hanya berbeda dalam satu pasangan basa (Barany, 1991). Sebagai contoh teknik ini dapat membedakan L. monocytogenes dengan Listeria lainnya yang hanya berbeda dalam satu pasangan basa pada bagian V9 dari rDNA 16s (Wiedmann et al., 1992). L. monocytogenesjuga dapat dibedakan dari Listeria lainnya menggunakan metode lain seperti RAPD (Csajka et al., 1993) dan PFGE (pulse-field gel electrophoresis) (Howard et al., 1992). T e l d PCR atau metode lainnya mungkm telah dicoba di beberapa laboratoriurn di Indonesia, tetapi belum digunakan secara rutin untuk rnendeteksi mikroba patogen pada produk pangan. Perkembangan dalam bidang bioteknologi dan elektronik memunglunkan dikembangkamya teknik biosenSor untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam mendeteksi analit atau metabolit rnikroba (Deshpande dan Rocco, 1994). Salah satu metode biosensor yang telah dikembangkan adalah metode ELlEC (Enzyme-linked immunoelectrochemical assay). Metode ini dapat mendeteksi Salmonella typhimurium dan Escherichia coli 0157:H7 dalam jumlah kurang dari 100 sel (Giese, 1995). Kecepatan dan sensitivitas uji ini m e m u n m penggunaan
Strategi Riset Mikmbiologi Pangan
metode ini untuk pengujian sanitasi secara online dalam industri pangan, misalnya dalam industri pemotongan ayam. Industriindustri yang telah maju di Indonesia dapat menggunakan metode ini untuk pengendalian mutu dan keamanan produknya.
-
Riset Mengenai Keamanan Produk Pangan - ____ - ______ ,
- ------
\
mikrobiologi di bidang - keamanan p e p di Indonesia ---- lebih - banyak dilakukan terhadap jroduk-iibduk pang* hewani ~ e ~ e @ ~ u & g ~ , - i a g ~ ~ ~ telur dan susu serta produk-produknya, terutama mengenai bakeri . perusak dan patogen selama penang& pasca panen, pengolahan dan penyirnpanan. Riset rnikrobiologi terhadap sayuran dan buahbuahan sangat terbatas, sedangkan riset terhadap serealia terutarna aflatoksin. I/-
'
'L- ---
.-
-
- ------
Indonesia belum mempunyai profil nasional mengenai pencemaran bakteri patogen pada bahan pangan. Sebagai contoh di Amerika Serikat tersedia data yang menggambarkan profil nasional mengenai pencemaran Salmonella pada dagmg unggas, dan tercatat sebanyak 20% dagmg ayam, 15% dagmg kalkun, 44% daging ayam giling, dan 49% dagmg kalkun giling tercemar oleh Salmonella (Anonim, 1996). Riset untuk rnenghasilkan profil nasional semacam ini sangat diperlukan di Indonesia untuk menetapkan prioritas program keamanan pangan. Berbagai senyawa antimikroba alami yang ditemukan pada hewan dan tanaman telah diketahui karakterisasinya. Sebagai contoh aliltiosianat yang ditemukan di dalam lobak, bunga kol, kubis dan brokoli dilaporkan clapat menghambat atau mernbunuh bakteri patogen seperti Salmonella typhimurium, Escherichia coli dan Listeria monocytogenes (Delaquis dan Mazza, 1995). Senyawasenyawa antimkmba alarni belum banyak dimaafbtkan dalam pengawetan pangan, dan penelitian mengenai ha1 ini perlu dikembangkan di Indonesia untuk rnenggantikau penggunaan bahan
1
Stretegi Riset Mikrobiologi Psngen
pengawet sintetis. Produksi senyawa-senyawa tersebut dapat dilakukan melalui teknik kultur sel tanaman atau hewan. Riset mengenai aktivitas antimikroba berbagai rempah-rempah terhadap mikroba pembusuk dan patogen telah banyak dilakukan di Indonesia (Sugiarto et al., 1986; Thomas et al., 1987; Ikasari et al., 1990; Sutedja dan Agustina, 1991, 1995; Jenie dan Undriyani, 1992, dan lain-lain). Akan tetapi riset mengenai aktivitas antimikroba tersebut di dalam sistem pangan yang terdiri dari campuran bahan dan burnbu-bumbu masih sangat terbatas, misalnya stabilitasnya selama pengolahan dan penyimpanan, dan adanya senyawa-senyawa lain di dalam makanan tersebut yang mungkm menghambat atau merangsang sifat antimikroba tersebut. Berdasarkan jenis produk pangan, riset yang telah banyak dilakukan di Indonesia terutama terhadap produk industri pangan dan makanan jajanan, sedangkan riset terhadap makanan siap santap yang dibuat oleh industri jasa boga dan restoran belum .. u r v e i ~u kan -,~ p banyak dilakukan%--minuman yang sensitif terhadap cemaran \ rnikroba terutama adalah minuman bersantan dan makanan lengkap L h g disajikan---tanpa pemanasan (Slnztfooh4soject- 1990). ~ a k katering senng -&j& penyebab kasus keracun& makanan, oleh karena itu perlu dilakukan survei mengenai kearnanan makanan katering. Selain itu banyak makanan siap santap yang merupakan makanan tradisional yang perlu dikaji kearnanannya selama penyirnpanan atau penyajian.
E T a h = w ~ ~ -
-_
Makanan tradisional siap santap urnumnya diolah dengan cara yang telah dilakukan secara turun temurun. Cara pemasakan ini mungkm tidak menjamin keamanan makanan, atau menyebabkan timbulnya senyawa-senyawa berbahaya bagi kesehatan. Oleh karena itu perlu diketahui tahap-tahap kritis dalam pengolahan makanan tradisional yang dapat menjamin keamanan makanan tersebut, atau tahap-tahap yang perlu dihindari atau dimodifikasi untuk meningkatkan kearnanannya. Riset untuk meningkatkan
/
Strategi Riset Mikrobiologi Pengan
keamanan dan mutu makanan-makanan tradisional perlu ditingkatkan untuk mendukung pemerintah dalam program ACMI (Aku Cinta Makanan Indonesia). Pada saat ini banyak produk pangan yang diproduksi oleh industri berskala besar tetapi dijual atau disajikan oleh pedagang makanan jajanan atau oleh warung-warung di pinggir jalan, yang seringkali dilakukan dengan cara yang tidak benar. Contoh yang sering kita lihat sehari-hari adalah penjualan produk susu fermentasi tanpa pendinginan di warung atau penjual rokok, penjualan susu pasteurisasi tanpa pendinginan di warung, clan penjualan produk-produk dagmg seperti hamburger clan sosis tanpa pendinginan oleh pedagang keliling. Produk-produk tersebut merupakan makanan berisiko tinggi terhadap pencemaran oleh bakteri patogen sehingga perlu diawasi sejak produksi bahan baku, pengolahan, penjualan, sampai ke tangan konsumen.
Riset yang bersifat praktis seharusnya dapat dilakukan oleh industri, misalnya untuk menduga masa simpadpenjualan produknya. Sebagai contoh, jika seorang pedagang hamburger atau sosis berkeliling selarna 8 jam pada suhu udara yang mungkm cukup hangat sehingga sangat baik untuk pertwnbuhan mikroba patogen, maka jika di dalam produk tersebut terdapat satu bakteri patogen dengan waktu membelah setiap 20 menit, rnaka dalam waktu 8 jam jumlahnya dapat rnenjapai lebih dari 16juta sel. Jika produk tersebut kemudian hanp rnendapatkan panas minimal sebelum dikonsumsi, maka dapat diduga bahaya kesehatan yang mungkm tirnbul. Industri yang memproduksi produk semacam ini seharusnya sudah dapat rnengantisipasi ttngkat bahaya yang mungkm terjadi pada produk tersebut, rnisalnya menggunakan modeling rnikrobiologi untuk menduga jumlah mikroba selama penyimpanan, serta memikirkan cara pengendalian mutu dan keamanannya.
STRATEGI RISET BIDANG MIKROBIOLOGI PANGAN DI INDONESIA
D
ari uraian mengenai berbagai faktor penyebab timbulnya masalah keamanan pangan dan riset mikrobiologi yang telah dilakukan baik di Indonesia maupun di negara lain, rnaka dapat disarankan berbagai riset yang perlu dikembangkan di bidang mikrobiologi. Untuk meningkatkan kearnanan pangan di Indonesia, strategi riset mikrobiologi pangan sebaiknya diarahkan pada beberapa ha1 sebagai berikut: Peningkatan kernarnpuan untuk mendeteksi mikroba patogen pada produk pangan. Pengembangan proses mikrobiologi untuk meningkatkan keamanan pangan, terrnasuk pemanfaatan kultur murni dalam fermentasi pangan. Pemanfaatan mikroba untuk produksi makamdrninurnan kesehatan. Penggalian inforrnasi mengenai masalah kearnanan pangan di Indonesia untuk menyusun profil keamanan pangan secara nasional. Berdasarkan strategi tersebut dapat disusun program riset di bidang mikrobiologi pangan yang dapat dibedakan atas riset dasar di bidang mikrobiologi, dan riset terapan baik yang dapat dimanfaatkan oleh rnasyarakat maupun yang berguna untuk menunjang program pemerintah di bidang keamanan pangan. Di bawah ini akan diuraikan beberapa topik payung riset di bidang mikrobiologi pangan yang perlu dikembangkan di Indonesia.
Pengembangan Metode Deteksi Mikroba dan Toksin Salah satu kendala dalam pengawasan makanan adalah keterbatasan fasilitas laboratorium dan lemahnya metode yang digunakan untuk mendeteksi mikroba patogen, karena metode yang digunakan pada umumnya masih konvensional.. Pengembangan metode cepat untuk rnendeteksi mikroba patogen dan toksinnya berdasarkan
Strategi Riset Mikrobiologi Pangan
prinsip imunoasai dan pelacakan DNA perlu dilakukan di Indonesia untuk menggantikan metode konvensional yang meiherlukan waktu lama dan kurang teliti. Pengembangan suatu kit yang relatif murah dan dapat mendeteksi mikroba dan toksin secara cepat dan akurat akan sangat membantu dalam mengidentifikasi kasus keracunan makanan. Metode yang telah dikembangkan di negara-negara lain yang telah maju mungkm perlu disesuaikan untuk kondisi di Indonesia, terutama karena jenis makanan dan kondisi lingkungan di Indonesia yang berbeda dengan negara-negara tersebut.
Karakterisasi Mikroba dan Toksin Jenis makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia pada saat ini sangat beragam, mulai dari makanan tradisional sampai makanan ala Barat. Karena cara pengolahan, penjualan dan konsurnsi yang khas Indonesia serta sifat mikroba yang cepat menyesuaikan dengan lingkungan, rnaka isolat-isolat mikroba patogen yang diisolasi dari berbagai makanan Indonesia perlu diteliti kembali sifat-sifatnya. %set mengenai sifat patogenik, faktor-faktor pe-buhan dan produksi toksin, serta ekologi rnikroba patogen pada rnakanan tradisional sangat berguna untuk menunjang riset terapan tentang makanan tradisional.
-
26
-
Riset mengenai toksin mikroba yang rnasih sangat terbatas di Indonesia perlu dikembangkan, termasuk toksin bakteri dan mikotoksin. Beberapa karakteristik yang perlu diketahui mengenai toksin rnikroba rnisalnya mekanisme terbentulcnya toksin di dalam rnakanan atau di dalam tubuh rnanusia, gejala yang ditirnbulkan, struktur dan komposisi toksin, transpor toksin di dalam tubuh, kofaktor yang diperlukan, reseptor dan target toksin, gejala yang ditimbu~a~x..m_f-o_k$.i (nilai _LDw),- dm metode deteksi Selain aflatoksin, rnikoto&$ l a h y a y&g perlu diteliti-' okratoksin, funonisin, zearalenon dan deoksinivalenol ang banyak ditemukan pada produk pangan. , j ------- .--------- - - I
Strategi Riset Mikrobiologi Pangan
Perlu dilakukan riset rnengenai pengaruh berbagai proses pengolahan dan penyimpanan terhadap rnikroorganisme patogen serta kernampuannya untuk rnemproduksi toksin dan rnenirnbulkan penyakit. Pengolahan dan penyimpanan yang diterapkan hendaknya diprioritaskan pada praktek pengolahan dan penyimpanan yang biasa diterapkan di Indonesia, terutama pada rnakanan-makanan tradisional dan makanan yang dijual oleh pedagang tradisional, sehingga hasil penelitian dapat rnemberikan inforrnasi kepada masyarakat rnengenai keamanan pangan, dan para produsen serta penjual rnakanan mengetahui risiko bahaya yang rnuntirnbul sebagai akibat dari penyimpanan dan penjualan yang tidak benar.
Karakterisasi dan Pemanfaatan Senyawa Antimikroba Alami Penggunaan bahan pengawet alami pada .produk pangan rnenjadi salah satu tuntutan konsumen pada saat ini. Oleh karena itu perlu dilakukan seleksi dan karakterisasi senyawa-senyawa antimikroba alami, terutarna yang berasal dari bahan-bahan yang urnum digunakan atau dicarnpur dalarn makanan, misalnya berbagai sayuran dan rernpah-rempah. Selain itu perlu diketahui efektivitas ----:senyawa tersebut sebagai-. antimkoba. -_YI-: m k a r a k t e n s a s i , senyawa antimikroba yang berasal dari d w b a serta teknik rekayasa genetik juga perlu dikembangkan untuk meningkatkan ,
.
/ . \
T _ _ \
-
N
- s w -
. J X L '
Beberapa rempah-rempab yang terdapat di &lam bumbu-bumbu makanan tradisional Indonesia diketahui mempunyai sifat antimikroba dan antioksidan karena kandungan senyawa-senyawa tertentu. Walaupun demikiau, belum banY& riset yang dilakukan rnengenai pemanFdatan bumbu yang terdiri dari campuran rernpahrernpah sebagai pengawet makanan, atau pengaruh berbagai faktor pada makanan seperti kornposisi, pH, a,,pengolahan dan lain-lain terhadap sifat anhikmba bumbu.. Riset perlu dilakukan untuk rnengetahui sifat anthikmba m p a h dan bumbu, terutama yang banyak dig& dalam makanan tradisional Indonesia.
~
Strategi Riset Mikrobiologi Pangan
P e n p a a n antirnikroba alami perlu ditingkatkan untuk menggantikan bahan pengawet sintetis pada produk pangan. Oleh karena itu produksi antirnikroba alarni dengan cara kultur sel, baik sel mikroba, tanaman rnaupun hewan, perlu dikembangkan untuk mempercepat produksi.
Peningkatan Keamanan dan Mutu Makanan Tradisional
,
Berbagai makanan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia diproses dengan cara yang sederhana sehingga keamanan dm mutunya kurang tejarnin. Oleh karena itu diperlukan pengembangan teknologi proses untuk meningkatkan kearnanan dan mutu makanan tradisional. Sebagai contoh pembuatan makanan fermentasi yang pada umurnnya menggunakan fermentasi secara spontan, yaitu dengan cara membiarkan mikroba tumbuh secara alami. Dengan cara ini makanan tersebut tidak tejamin kearnanan dan mutunya, karena seleksi mikroba yang tumbuh tejadi secara alarni. Dalam ha1 ini diperlukan riset untuk mengisolasi dan menyeleksi galur-galur mikroba yang potensial dalam proses fermentasi tersebut, kemudian menggunakannya untuk proses fermentasi terkontrol sehingga produk yang dihasilkan leblh tejarnin kearnanan clan mutuny a.
Karakterisasi dan Pemanfaatan Galur Probiotik Seleksi dan karakterisasi galur-galur probiotik dari alam diperlukan dengan tujuan untuk mendapatkan galur-galur yang mempunyai sifat yang diingmkan sebagai probiot~k,diantaranya - ._ dapat mempgr._ baiki keseimbangan nukrobial dan enzimatik pada permukaan sel mukosa usus, dapat berkomp&isi dengan bakteri patogen sehingga mencegah adesi bakteri patogen, merangsang sistem irnun di dalam tubuh, dan menekan produksi senyawa karsinogenik (penyebab kanker) di dalam usus. Juga perlu diteliti hktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifkt tersebut dan jurnlah mikroba yang efektif untuk tujuan tersebut. Teknik rekayasa genetik dibutuhkan untuk meningkatkan kemarnpuan bakteri dalarn mencegah pembentukan
Stretegi Riset Mikrobiofogi Pangan
senyawa karsinogemk, mudah berkolonisasi dan stabil di dalam saluran usus. Galur probiotik tersebut dapat dimanfaatkan dalarn produksi pangan, pakan dan obat-obatan. Riset dasar diperlukan untuk mengidentifikasi komponen-komponen sel bakteri asam laktat, termasuk komponen dinding sel pada Bifidobacteriurn dan Lactobacillus sp. yang dapat merangsang sistem imun sehingga meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi dan tirnbulnya kanker. Selain itu perlu diketahui mekanisme penyerapan senyawa karsinogenik oleh bakteri asam laktat. Teknik rekayasa genetik diperlukan untuk beberapa tujuan misalnya meningkatkan produksi bakteriosin oleh bakteri asam laktat, memindahkan gen pembentuk bakteriosin ke dalam spesies lainnya, dan untuk mengembangkan galur yang mempunyai spektrurn aktivitas antirnikroba yang lebih tinggi dan lebih luas. Bifidobakteria merupakan bakteri yang paling potensial digunakan sebagai probiotik, akan tetapi bakteri ini bersifat anaerob obligat yang tidak dapat tumbuh jika ada oksigen, tidak tahan terhadap pH di bawah 5,0, dan melakukan fermentasi gula menghasilkan asam laktat dan asam asetat. Asam asetat menghasilkan flavor asam yang sangat kuat sehingga tidak dikehendaki di dalam produk pangan. Oleh karena itu diperlukan riset untuk menyeleksi bifidobakteria yang tahan terhadap oksigen dan tahan terhadap pH cairan lambung yang rendah, serta melakukan rekayasa genetik untuk mengurangi produksi asam asetat oleh bifidobakteria. Riset mengenai pemanfktan galur probiotik dalarn produksi makanan atau minuman diperlukan untuk menghasilkan produk yang dapat diterima oleh konsumen dengan sifat yang diingmkan. Yang perlu diteliti misalnya jurnlah sel probiotik yang efektif di dalam produk pangan yang dikonsumsi, frekuensi clan lama konsumsi, dan stabilitasnya selarna penyimpanan. Pengembangan proses fermentasi menggunakan bifidobakteria perlu dilakukan untuk mengurangi flavor yang keras karena terbentuknya asam
Stretegi Riset Mikrobiologi Pangan
asetat oleh bakteri ini, misalnya dengan fermentasi bertahap atau menggunakan kultur campuran dengan bakteri asarn laktat lainnya. Riset mengenai proses fermentasi menggunakan kombinasi galur probiotik dengan senyawa-senyawa prebiotik dan biogenik perlu dilakukan untuk memproduksi minuman fbngsional. Senyawa prebiotik adalah senyawa-senyawa yang tidak dapat dicerna oleh enzirn saluran pencemaan manusia tetapi dapat merangsang pertumbuhan bakteri asarn laktat seperti bifidobakteria. Senyawasenyawa semacarn ini misalnya transgalaktosil oligosakarida (TOS) clan 6'-galaktosillaktose yang diproduksi secara enzimatis dari laktosa, ~ o - o l i g o s a k a r i d ayang diproduksi secara enzimatis dari sukrosa, fiukto-galakto+ligosakarida, dan inulin (Mitsuoka, 1996). Senyawa biogenik adalah senyawa-senyawa yang mempunyai efek langsung terhadap tubuh, misalnya merangsang respon imun, atau menekan mutagenesis, pembentukan tumor, reaksi peroksidasi, dan hiperkolesterolernia. Senyawa-senyawa semacarn ini misalnya vitamin A, C dan E, peptida biogenik, flavonoid, karotenoid, bakteriosin, dan lain-lain.
Survei Keamanan Pangan Untuk menunjang kebijaksanaan pernerintah dalam program keamanan pangan diperlukan survei keamanan pangan dengan tujuan mengumpulkan inforrnasi mengenai keamanan dan mutu pangan untuk penyusunan data-base dan profil keamanan pangan, membantu masyarakat termasuk produsen untuk meningkatkan keamanan pangan, clan membantu pernerintah dalarn menetapkan prioritas program kearnanan pangan. Beberapa riset yang perlu dilakukan diantaranya: studi epidemiologi penyakit karena makanan di Indonesia, mencakup surnber makanan, penyebab, jurnlab kasus clan penderita yang sakit clan lain-lain; studi aspek atau meninggal, penyebaran, pen& keamanan dan mutu produk pangan yang beredar di pasaran, terutama produk-produk pangan berisiko tinggi seperti produk 1
Strategi Riset Mikrobiologi Pangen
susu, daging, telur, Ikan, makanan jasa boga, serta rnakanan tradisional yang berupa makanan jajanan, rnakanan fermentasi, jamdrninuman tradisional, dan lain-lain.
PENUTUP
P
eningkatan keamanan pangan merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah, industri atau produsen pangan, rnaupun konsurnen. Dengan melihat keadaan kearnanan pangan di negara kita yang rnasih jauh ketinggalan dari negara-negara maju, maka diperlukan strategi riset seperti yang telah diuraikan di atas yang dapat dimanfaatkan oleh semua pihak. Riset dasar maupun terapan harus dikembangkan bersama-sama karena diharapkan dapat saling menunjang. Karena keterbatasan dana pemerintah untuk riset, maka riset di bidang rnikrobiologi keamanan pangan selain dilakukan oleh instansi pemerintah dan perguruan tinggi seyogyanya juga dilakukan oleh industri maupun lembaga swadaya masyarakat.
Dana dari pernerintah untuk riset dapat diperoleh melalui berbagai surnber seperti HB (Htbah Bersaing), RUT (Riset Unggulan Terpadu), RUSNAS (Riset Unggulan Nasional), Hibah Tim/ URGE (University Research for Graduate Education), ARMP (Agriculture Research Management Project), dan lain-lain, akan tetapi dana tersebut hams M a a t k a n untuk kegiatan riset berbagai bidang ilmu. Oleh karena itu balai penelitian dan pengembangan rnilik pemerintah serta industri sebaiknya menfokuskan pada riset terapan p ~ hasilnya g dapat dhanfhtkan langsung oleh masyarakat. Perguruan tinggi dengan dana riset yang terbatas lebih mengutamakan pada riset dasar, meskipun perlu juga mengembangkan riset terapan yang diperlukan untuk membantu pemerintah dalam menanggulangi masalah kearnanan pangan dan membantu industri dalam menjamin kearnanan pangan. Pada saat ini sudah ada industri-industri besar yang mempunyai hilitas yang lengkap untuk melakukan riset, tetapi sumber daya manusia yang