STRATEGI PENINGKATAN MUTU PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA
SITTI BULKIS BANDJAR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa tugas akhir Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kabupaten Maluku Tenggara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, Mei 2009
Sitti Bulkis Bandjar NRP H251064105
2
ABSTRACT SITTI BULKIS BANDJAR. The Quality Improvement Strategy of Coastal Community Economy Empowerment Program (PEMP) in Sub-province South East Moluccas. Under direction of LALA M. KOLOPAKING and LUKMAN M. BAGA. PEMP Program in Sub-province South East Moluccas is executed since 2001-2007 expected can give positive result to coastal community and small islands especially to fisherman community. As for success indication of PEMP program will be seen from the increasing of prosperity of coastal community, functioning of formed PEMP institutes, and current of Productive Economy Fund (DEP). Nevertheless, so far the impact from PEMP program execution seen have not yet can improve local prosperity of coastal community as the same manner as expected, for that it is required Local Government interference in this case is Marine Affairs and Fisheries Service Office (Dinas Kelautan dan Perikanan) Sub-province South East Moluccas as the lengthening of government hand and local government to help with various of other policy strategies until what expected from PEMP program execution can be reached. To answer those problems conducted study with the main problem is quality improvement strategy of PEMP program in Sub-province South East Moluccas. This study has been executed in Sub-district Kei Kecil Sub-province South East Moluccas was as Sub-district that in routine and at most got the backing through PEMP program since 2001-2007. The objective of this research is evaluate the sustainable status of PEMP program and identify the performance elements that have an effect on to PEMP program execution so it can be formulated the policy strategy of marine and fisheries development of Sub-province South East Moluccas to support PEMP execution program in the coming years. The data collecting consist of primary data and secondary data executed by interview to all target evaluation stakeholders, and field observation. The result of this research indicates that program performance in totally pertained “enough” based on RAPFISH analysis result that show value 59.08. This means that its program sustainable status is at “enough” category that also mean the performance of PEMP program has walked in line with objective and specified target, nevertheless, PEMP program execution still must be completed and intensified. Based on Analytical Hierarchy Process (AHP) result there are fourth criterions that must be paid attention that are (1) PEMP program planning base on society aspect, (2) PEMP program socialization aspect, (3) PEMP program companion execution aspect, and (4) PEMP program execution evaluation aspect. From those fourth criterions, there are five alternatives of policy strategies that ought to conducted by local government of Sub-province South East Moluccas in exploiting PEMP program that is a government program (in this case Ministry of Marine Affairs and Fisheries, Republic of Indonesia), that are (1) Strategy of institute reinforcement policy PEMP and human resources, (2). Strategy fund
3
sharing policy from Government of Sub-province South East Moluccas, (3). Strategy of community participation quality improvement policy, (4) Strategy of system structuring current fund returns policy, and (5) Strategy of partnership development policy. Keywords: strategy, quality empowerment program.
improvement,
coastal
community
economy
4
RINGKASAN SITTI BULKIS BANDJAR, Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Maluku Tenggara. Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING dan LUKMAN M. BAGA. Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara yang dilaksanakan sejak Tahun 2001–2007 diharapkan dapat memberikan hasil yang positif kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya masyarakat nelayan. Adapun indikasi keberhasilan program PEMP tersebut akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya Dana Ekonomi Produktif (DEP). Namun sejauh ini, dampak dari pelaksanaan Program PEMP tersebut terlihat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir setempat sebagaimana yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan campur tangan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membantu dengan berbagai strategi kebijakan lainnya sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan program PEMP tersebut dapat tercapai. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan kajian dengan masalah utama adalah strategi peningkatan mutu program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Kajian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kecamatan yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui program PEMP yaitu sejak tahun 2001 – 2007. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi status keberlanjutan program PEMP, mengidentifikasi elemen kinerja yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program PEMP sehingga dapat dirumuskan strategi kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan Kabupaten Maluku Tenggara untuk menunjang pelaksanaan program PEMP diwaktu mendatang. Pengumpulan data terdiri dari data primer dan data sekunder dilaksanakan dengan wawancara terhadap seluruh stakeholder yang menjadi sasaran evaluasi serta observasi lapangan. Dalam penelitian ini, alat analisis yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara adalah dengan metoda Multi Dimensional Scalling (MDS) dalam Rapid Appraisal for Fisheries Status (RAPFISH). Metoda RAPFISH digunakan untuk menentukan posisi relatif dari setiap atribut pada elemen kinerja Program PEMP terhadap keberhasilan (good) dan kegagalan (bad). Metoda ini didasarkan pada hasil MDS dari kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil - Kabupaten Maluku Tenggara dimana mencakup lima elemen kinerja yang berpengaruh terhadap keberhasilan Program PEMP, yaitu (1) Kelembagaan Program PEMP, (2) Pengelolaan LEPP-M3, (3) Kapasitas Pemanfaat Program, (4) Kemitraan, dan (5)
5
Persepsi Pemangku Kepentingan (stakeholders). Data untuk analisis ini diperoleh dari kuesioner yang diedarkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program PEMP. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kinerja program secara menyuluruh tergolong “cukup” berdasarkan hasil analisis RAPFISH yang menunjukan nilai 59,08. Ini berarti status keberlanjutan programnya berada pada kategori “cukup“ yang juga berarti kinerja Program PEMP telah berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan meskipun demikan pelaksanaan program PEMP masih perlu disempurnakan dan diintensifkan. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara, dilakukan analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH. Dengan analisis Leverage ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh dari masing-masing atribut terhadap keberhasilan elemen kinerja yang dievaluasi. Untuk merumuskan strategi kebijakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan Analitik Hirarki Proses (AHP) dimana terdapat 4 kriteria yang harus diperhatikan yaitu (1) aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat, (2) aspek sosialisasi program PEMP, (3) aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP, dan (4) aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP. Hasil analisis pendapat gabungan rensponden yang diolah dengan Expert Choice versi 9.5 menunjukan besarnya kontribusi yang diberikan oleh masing-masing kriteria terhadap tujuan yang ingin dicapai secara hirarki. Kriteria yang merupakan prioritas pertama adalah perencanaan program PEMP berbasis masyarakat dengan jumlah nilai 154 (28,7%). Kriteria yang merupakan prioritas kedua adalah pelaksanaan pendampingan program PEMP dengan jumlah nilai 142 (26,5%). Kriteria yang merupakan prioritas ketiga adalah sosialisasi program PEMP dengan jumlah nilai 136 (25,4%). Kriteria yang merupakan urutan terakhir adalah evaluasi pelaksanaan program PEMP dengan jumlah nilai 104 (19,4%) Dari keempat kriteria tersebut ada lima alternatif strategi kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dalam memanfaatkan program PEMP yang merupakan program Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia), yaitu (1) Strategi kebijakan penguatan kelembagaan PEMP dan SDM, (2). Strategi kebijakan sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, (3) Strategi kebijakan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat, (4) Strategi kebijakan penataan sistem pengembalian dana bergulir, dan (5) Strategi kebijakan pengembangan kemitraan. Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden, diketahui bahwa prioritas alternatif kebijakan yang harus diperhatikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara dalam upaya peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, yang merupakan sintesis dari pendapat seluruh responden adalah penguatan kelembagaan PEMP dan SDM menempati urutan pertama dengan nilai 614 dan bobot 0,214 (21,4%), kemudian diikuti oleh sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 588 dan bobot 0,206 (20,6%), pengembangan kemitraan dengan nilai 566 dan bobot 0,20 (20,0%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 544 dan bobot 0,192 (19,2%), dan urutan terakhir adalah peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 530 dan bobot 0,188 (18,8%). Dengan demikian total persentase seluruh kriteria
6
terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 100%. Perancangan program dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Approach (LFA). Rancangan program strategi dalam rangka Peningkatan Mutu Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara adalah (1) Melaksanakan rapat koordinasi dan lokakarya antar elemen untuk membahas permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program PEMP, (2) Peningkatan kemampuan manajerial pengelola program PEMP maupun elemen PEMP lainnya, (3) Melakukan seleksi yang ketat dalam mengangkat TPD berdasarkan kualifikasi standar sesuai Pedoman umum PEMP, (4) Melakukan monitoring dan supervisi secara berkala, (5) Melaksanakan sosialisasi program PEMP melalui media dan berbagai sarana dan prasarana yang ada, dan (6) Peningkatan akses modal, pasar dan teknologi serta mengembangkan kelembagaan ekonomi dan jenjang kerjasama kemitraan. Kata kunci: strategi, peningkatan mutu, program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.
7
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2009 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
8
STRATEGI PENINGKATAN MUTU PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA
SITTI BULKIS BANDJAR
Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
9
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec.
10
Judul Tugas Akhir
:
Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ( PEMP ) Di Kabupaten Maluku Tenggara
Nama
:
Sitti Bulkis Bandjar
NRP
:
H251064105
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. Ketua
Ir. Lukman M. Baga, MAEc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc.
Tanggal Ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Lulus :
11
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Elat Kecamatan Kei Besar Kabupaten Maluku Tenggara pada tanggal 28 Desember 1964 dari pasangan yang berbahagia Ayahanda Hi. Salim Arifin Bandjar dan Ibunda Hj. Nur’aini Bandjar. Penulis adalah anak ketiga dari sebelas bersaudara. Pada Tahun 1998, penulis menikah dengan Suami tercinta Abdul Haris Anwar, S.Pi, M.Si dan dikaruniai tiga orang putera yang menjadi penyejuk hati penyenang mata, Rasyid Farhan Fajrin, Muhammad Fachrurrozi dan Dzaki Buhairil Ma’arif. Pernulis menamatkan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Elat Kecamatan Kei Besar dan Melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tual Kecamatan Kei Kecil pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Tual. Menyelesaikan Program Sarjana pada Jurusan Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pattimura Ambon tahun 1991. Selanjutnya pada tahun 2007 mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, beasiswa dari Pemerintah Provinsi Maluku. Pada tahun 1993 penulis diterima sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Departemen Dalam Negeri, tahun 1996 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNSP) diperbantukan di Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara dan ditempatkan pada Bagian Pemerintahan Sekertariat Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Tahun 1997 penulis ditempatkan sebagai Kepala Sub. Bagian Pengembangan Karier pada Bagian Kepegawaian. Sekertariat Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Tahun 1998, penulis pindah tugas dalam rangka mengikuti suami di Ambon dan penulis di tempatkan di Biro Organisasi Sekertariat Daerah Provinsi Maluku dan pada tahun 2002 penulis ditempatkan sebagai Kepala Sub. Bagian Analisis Jabatan pada Bagian Analisis Jabatan Biro Organisasi Sekertariat Daerah Provinsi Maluku.
12
PRAKATA Segala puja dan puji serta syukur hanya untuk Allah SWT Yang Maha Agung atas limpahan rahmat, hidayah dan ridha-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini. Kajian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pokok kajian yang dipilih berjudul “Strategi Peningkatan Mutu Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kabupaten Maluku Tenggara”. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS. dan Bapak Ir. Lukman M. Baga, MAEc atas bimbingannya selama penyusunan kajian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak dan ibu dosen serta staf administrasi Institut Pertanian Bogor atas dukungannya. Terima kasih dan penghargaan yang mendalam penulis
sampaikan kepada Pemerintah Daerah
Provinsi Maluku yang telah memberikan kesempatan dan dukungan dana bagi penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, juga kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara atas dukungannya selama penulis melakukan penelitian ini. Ungkapan terima kasih dan penghormatan yang tinggi kepada Ayahanda (almarhum), Ibunda, suami tercinta, anak–anakku serta seluruh keluarga atas ketulusan kasih sayang, do’a, pengertian, pengorbanan dan motivasinya. Terima kasih tak lupa juga disampaikan kepada teman–teman PS-MPD Angkatan VIII atas kebersamaan selama ini. Semoga kajian ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2009
Sitti Bulkis Bandjar
13
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
xiv
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………..
xvi
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………..
xvii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang …………………………………………………
1
1.2. Perumusan Masalah …………………………………………….
4
1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………….
6
1.4. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ………………………….....
6
1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………...
7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peningkatan Mutu ........................................................................
8
2.2. Gambaran Umum Tentang Program PEMP ……………………
9
2.3. Kinerja PEMP ..............................................................................
10
2.4. Masyarakat Pesisir ……………………………………………...
12
2.5. Sumberdaya Perikanan …………………………………………
13
2.6. Kesejahteraan …………………………………………………..
16
METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian ……………………………….
18
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………......
21
3.3. Metode Pengumpulan Data …………………………………….
21
3.4. Teknik Pengambilan Contoh/Responden ………………………
22
3.5. Teknik Pengumpulan Data ……………………………………..
23
3.6. Metode Analisis Data …………………………………………..
24
3.7. Metode Perumusan Strategi Perancangan Program dan Kebijakan ……….. …………………………………………….
27
14
IV.
V.
3.7.1. Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ...................
27
3.7.2. Metode Logical Framework Approach (LFA) ..................
28
PROGRAM PEMP DALAM KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum ...........………………………………………….
30
4.1.1. Kondisi Geografis dan Demografis ...……………………
30
4.1.2. Sarana dan Prasarana Perekonomian Masyarakat Pesisir ...………………………………………………......
32
4.2. Pemanfaatan Program PEMP .............................……………….
34
4.2.1. Tujuan dan Sasaran Program PEMP ...…………………..
34
4.2.2. Kebijakan Pemerintah Daerah yang Mendukung Program PEMP ....………………………………………………….
35
4.3. Dampak Pelaksanaan Program PEMP Terhadap Pendapatan Nelayan ...………………………………………………………
36
4.3.1. Dampak Langsung ............................................................
36
4.3.2. Dampak Tidak Langsung ..................................................
37
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Kinerja dan Status Keberlanjutan Pelaksanaan Program PEMP ………………………………………………..
39
5.1.1. Kinerja dan Status Keberlanjutan Pelaksanaan Program PEMP……………………………………………
39
5.1.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Program PEMP …………………………………………
42
a. Kelembagaan Program PEMP .......……………….....
43
b. Pengelolaan Koperasi LEPP-M3 ..........…………......
47
c. Kapasitas Pemanfaat Program PEMP ………….........
49
d. Kemitraan ……………………………………...........
52
e. Persepsi Pemangku Kepentingan ………………........
54
5.2. Analisis Skala Prioritas Alternatif Kebijakan Peningkatan Mutu Program PEMP …………………………………………..
57
5.2.1. Penentuan Alternatif Kebijakan ………………………….
57
5.2.2. Penentuan Tujuan Kriteria Kebijakan .………………….
58
5.2.3. Alternatif Kebijakan Pilihan ..……..…………………….
59
15
VI
PERANCANGAN PROGRAM STARATEGI PENINGKATAN MUTU PROGRAM PEMP 6.1.
VII.
Program penguatan kelembagaan PEMP dan SDM ....................
66
6.2. Sharing Dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara ....
67
6.3. Program Peningkatan Kualitas Partisipasi Masyarakat ...............
68
6.4. Program Penataan Sistem Pengembalian Dana Bergulir ……….
68
6.5. Program Pengembangan Kemitraan ............................................
68
KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ……………………………………………………..
71
7.2. Saran ……………………………………………………………
73
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
74
LAMPIRAN ………………………………………………………………
77
16
DAFTAR TABEL Halaman 1.
Jumlah DEP Yang Disalurkan ……………………………………
3
2.
Jenis dan Sumber Data Penelitian ………………………………...
22
3.
Rentang Scoring Data Kualitatif ……………………....................
24
4.
Rentang Scoring MDS ..................................................................
27
5.
Jumlah Kecamatan, Desa, Kelurahan, Dusun dan luas daratan Menurut Kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara .......
31
Perkembangan Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002-2006 ………................
32
Perkembangan RTP, Kelompok Nelayan, Nelayan Dan Jumlah Unit API Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002-2006 …………………………..................................
32
Perkembangan Produksi Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002-2006 …………………………….
33
Jumlah, Jenis, dan Penyerapan DEP Pada Pelaksanaan Program PEMP Di Kabupaten Maluku Tenggara …………........
34
10. Rekapitulasi Nilai Elemen Kinerja Program PEMP ……………..
40
11. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja Kelembagaan PEMP ………………………………….................
44
12. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja Pengelolaan LEPP-M3 ……………………………………………
48
13. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja Kapasitas Pemanfaat …..………………………………..................
50
14. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja Kemitraan …………………………………………......................
53
15. Atribut Yang Mempengaruhi Kinerja Pemangku Kepentingan ...………………………………................
55
6.
7.
8.
9.
17
16. Skala Prioritas Kriteria ……...........................................................
59
17. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Perencanaan Program PEMP Berbasis Masyarakat ……………….
60
18. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Sosialisasi Program PEMP ………………………............................
61
19. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Pelaksanaan Pendampingan Program PEMP …………...................
62
20. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Evaluasi Pelaksanaan Program PEMP ……………………………...
63
21. Skala Prioritas Alternatif Kebijakan Berdasarkan Kriteria ……….............................................................
64
22. Rancangan Program Peningkatan Mutu Program PEMP…………...
70
18
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Bagan Kerangka Pendekatan Studi .....………………….................
20
2.
Struktur Hirarki Kebijakan Peningkatan Mutu Pelaksanaan Program PEMP ……………………….....................
57
3.
Diagram Batang Skala Prioritas Kriteria............………..................
59
4.
Diagram Batang Skala Prioritas Strategi Kebijakan Pilihan ….......
64
19
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Bagan Model Pengembangan PEM ...…………………………………
77
2.
Bagan Struktur Kelembagaan PEMP …………………………………
78
3.
Peta Lokasi Penelitian …………………………………………………
79
4.
Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Kelembagaan Program PEMP......................................................................................................
80
5.
Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Pengelolaan LEPP-M3 ..........
81
6.
Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Kapasitas Pemanfaat...............
82
7.
Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Kemitraan...............................
83
8.
Rapfish Ordinasi untuk Elemen Kinerja Persepsi Pemangku Kepentingan ...........................................................................................
84
Diagram Layang Nilai Rata-Rata 5 Elemen Kinerja ..............................
85
10. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Kelembagaan PEMP………
86
11. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Pengelolaan LEPP-M3 ........
87
12. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Kapasitas Pemanfaat...........
88
13. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Kemitraan............................
89
14. Leverage Analysis untuk Elemen Kinerja Persepsi Pemangku Kepentingan............................................................................................
90
15. Daftar Responden ..…………………………………………………….
91
9.
20
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan 112 buah pulau dimana hampir seluruhnya merupakan pulau-pulau kecil, memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah. Luas wilayah administratif Kabupaten ini adalah 34.821,4 km2 dengan luas lautan 30.772,4 km2 (88,37%) dan luas daratan hanya 4.049 km2 (11,63%) atau dengan kata
lain luas lautannya adalah 7,6 kali luas
daratannya. Sebagian besar penduduk Kabupaten Maluku Tenggara bertempat tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga dengan demikian mata pencaharian utama masyarakatnya adalah sebagai nelayan. Berbicara tentang masyarakat pesisir, tidak akan terlepas dari masalah masyarakat nelayan karena sebagian besar penduduk daerah pesisir umumnya memiliki mata pencaharian sebagai nelayan (Satria dkk, 2002). Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir (Nikijuluw, 2001). Sebagian besar penduduk yang hidup di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini masih tergolong berada dibawah garis kemiskinan. bila dibandingkan dengan penduduk lainnya, padahal wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan yang secara hayati sangat produktif. Kemiskinan, rendahnya pendidikan dan pengetahuan serta kurangnya informasi sebagai akibat keterisolasian pulau-pulau kecil merupakan karakteristik dari masyarakat pulau-pulau kecil (Sulistyowati, 2003). Kondisi ini terjadi karena keterbatasan kemampuan masyarakat baik secara finansial maupun pengetahuan; terbatasnya akses terhadap modal, teknologi, informasi
dan
pasar;
belum
terlibatnya
masyarakat
dalam
proses
pengambilan keputusan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil; serta program peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dilakukan belum dapat
21
menjangkau semua lapisan masyarakat yang hidup di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Disatu sisi, disadari bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, karena didukung oleh adanya ekosistem dan sumberdaya alam hayati serta nir-hayati yang bernilai tinggi seperti ekosistem terumbu karang, mangrove,
padang lamun,
sumberdaya perikanan, dan lain sebagainya, dimana ekosistem dan sumberdaya alam tersebut dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat terutama dari sektor perikanan dan jasa lingkungan yang menunjang perekonomian daerah. Disisi lain, secara umum pemanfaatan ekosistem dan sumberdaya alam pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Maluku Tenggara sampai saat ini belum optimal, padahal kondisi masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil tersebut sebagian besar masih berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Sampai dengan tahun 2005, jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Maluku Tenggara adalah sebanyak 2.325 RTP termasuk didalamnya 9 perusahan perikanan. Produksi perikanan pada tahun 2005 tercatat sebesar 131.353,9 ton dengan total nilai produksi sebesar Rp 759.905.525 dimana hampir 90% dari produksi tersebut dihasilkan oleh perusahan-perusahan perikanan dengan armada penangkapan ikan dengan bobot kapal diatas 50 GT (Gross Tonage), sehingga Dengan demikian, posisi nelayan tradisional dengan armada penangkapan yang sederhana, bahkan dengan menggunakan jaring tanpa perahu, hanya sebagai penyumbang sebagian kecil produksi perikanan di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini tentunya berdampak pada tingkat kesejahteraan dari masyarakat nelayan itu sendiri. Dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara, maka penyusunan program pembangunan perlu melibatkan masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat dalam program pembangunan sangatlah penting karena akan membentuk sikap positif terhadap program yang akan dilaksanakan (Nikijuluw, 2001). Salah satu program yang telah dikembangkan dengan berbasis pada masyarakat adalah program PEMP.
22
Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP
bertujuan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
pesisir
melalui
pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Pada awalnya, program PEMP digagas untuk mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui perguliran (revolving fund) Dana Ekonomi Produktif (DEP). Namun dalam kurun waktu 7 tahun, pelaksanaan program PEMP yang diimplementasikan secara nasional tersebut telah mengalami beberapa perubahan dan diversifikasi usaha. Pembentukan kelembagaan dan perubahan-perubahan sistem semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara holistik dan sistematik sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu : membantu yang lemah/miskin untuk membantu diri mereka sendiri (DKP, 2006). Untuk Provinsi Maluku, program ini baru dilaksanakan pada tahun 2001 dan tersebar pada 8 Kabupaten/Kota. Khusus untuk Kabupaten Maluku Tenggara, jumlah DEP yang telah disalurkan sejak tahun 2001-2007 adalah sebesar Rp 3.821.975.000,- untuk 115 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) dengan jenis usahanya
adalah
Penangkapan ikan, Kios bahan bakar minyak (BBM), serta
Pengumpul ikan dan Pedagang ikan. Secara jelas dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Jumlah DEP yang Disalurkan
No 1 2 3 4 5 6
Tahun Menerima DEP 2001 2002 2003 2004 2006 2007
Jenis DEP yang Diterima Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal
Besarnya DEP yang Diterima 792.300.000 800.000.000 658.500.000 556.370.000 562.380.000 312.425.000
Jenis Usaha KMP Penangkapan Ikan,Kios,BBM Pengumpul Ikan dan Pedagang Ikan -
23
Program PEMP yang dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara sejak Tahun 2001–2007 tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang positif kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya masyarakat nelayan. Adapun indikasi keberhasilan program PEMP tersebut akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya DEP. Namun sejauh ini, dampak dari pelaksanaan Program PEMP tersebut terlihat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir setempat sebagaimana yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan campur tangan Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara sebagai perpanjangan tangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk membantu dengan berbagai strategi kebijakan lainnya sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan program PEMP tersebut dapat tercapai. Untuk dapat merealisasikan hal tersebut diatas, maka dibutuhkan suatu kajian mengenai Bagaimana strategi kebijakan pembangunan Kelautan
dan
Perikanan khususnya Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam upaya peningkatan mutu program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara agar peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dapat dicapai.
1.2 Perumusan Masalah Secara umum sebagian besar penduduk Kabupaten Maluku Tenggara adalah masyarakat pesisir karena bermukim atau bertempat tinggal di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan mata pencaharian utama adalah sebagai nelayan, dan dalam kenyataannya masih merupakan masyarakat tertinggal. Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara telah berjalan sejak tahun 2001. Kenyataan menunjukan bahwa dalam perjalanan pelaksanaan program PEMP tersebut ternyata belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya kelompok nelayan yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, sehingga untuk sementara dapat dikatakan bahwa program PEMP yang dilaksanakan tersebut belum dapat membawa masyarakat pesisir yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara menuju peningkatan taraf hidup mereka.
24
Permasalahan yang terlihat dari implementasi program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara adalah : Apakah perencanaan program PEMP yang dibuat sudah sesuai dengan kondisi sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara ? Program PEMP merupakan progam yang dibuat secara nasional yang diimplementasikan dibeberapa daerah di Indonesia secara serentak. Padahal permasalahan yang dihadapi masyarakat pesisir antara satu daerah dengan daerah lain belum tentu sama. Masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan, kekuatan dan kelemahan, peluang dan tantangan yang berbeda yang tidak bisa disamaratakan dengan daerah-daerah penerima Program PEMP lainnya di Indonesia, sehingga kondisi tersebut mengakibatkan tidak optimalnya pencapaian tujuan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Dengan demikian, untuk dapat mengelola dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam pesisir dan laut yang ada di masing-masing daerah secara optimal, maka setiap daerah tentunya membutuhkan pendekatan program yang berbeda pula. Permasalahannya kini adalah sejauh mana efektivitas pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tegggara dalam kaitannya dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat itu sendiri ? Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut maka perlu dikaji kinerja dari Kelembagaan PEMP yang mencakup Dinas Kelautan dan Perikanan, Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3), Konsultan Manajemen (KM), Tenaga Pendamping Desa (TPD), Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) dan Kemitraan. Dimensi atau elemen kinerja ini penting karena merupakan hal yang dapat menjawab dinamika bekerjanya aspek-aspek dalam Program PEMP, seperti input, proses dan outputnya. Sedangkan khusus untuk Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai salah satu perangkat otonom Pemerintah Daerah, perlu dikaji lebih lanjut berbagai program internal antar bidang (Perikanan Tangkap, Perikanan Budidaya, Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Pengawasan, dan lain-lain), sehingga dapat diketahui strategi peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Hal ini sangat penting karena dari hasil kajian tersebut, berbagai program antar bidang diharapkan dapat diintegrasikan dan disinergikan menjadi suatu kebijakan baru untuk mendukung pelaksanaan Program PEMP pada waktu mendatang .
25
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitan ini
adalah untuk merumuskan strategi
peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di Kabupaten Maluku Tenggara. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1) Mengidentifikasi elemen kinerja yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tegggara. 2) Mengevaluasi status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. 3) Merumuskan strategi kebijakan peningkatan mutu program PEMP di Maluku Tenggara.
1.4
Ruang Lingkup Wilayah Penelitian Melihat kondisi wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara yang
cukup luas dan kondisi geografisnya yang terdiri dari ratusan pulau-pulau kecil, maka ruang lingkup penelitian perlu dibatasi yaitu hanya di Kecamatan Kei Kecil, dengan pertimbangan bahwa dari beberapa Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Kecamatan ini yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui Program PEMP sejak tahun 2001 - 2007. Selain itu juga sebagian besar populasi penduduk Kabupaten Maluku Tenggara bermukim di Kecamatan Kei Kecil. Perlu dijelaskan bahwa sebelum tahun 2007 Kecamatan Kei Kecil ini meliputi Pulau Kei Kecil dan Pulau Dullah, namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku, maka sejak tanggal 10 Agustus 2007 sebagian wilayah administratif Kecamatan Kei Kecil khususnya yang berada di Pulau Dullah telah dialihkan ke dalam wilayah administratif Kota Tual dan dimekarkan menjadi
2 kecamatan dengan nama
Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan, sementara Kecamatan Kei Kecil yang merupakan Kecamatan Induk
tetap berada di wilayah administratif
Kabupaten Maluku Tenggara.
26
Walaupun telah beralih status wilayah administratif, namun pengambilan data primer tetap juga dilakukan di Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan yang sebelum pemekaran wilayah adalah merupakan bagian dari Kecamatan Kei Kecil – Kabupaten Maluku Tenggara, karena pelaksanaan Program PEMP tersebut berlangsung sebelum adanya pemekaran wilayah.
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pemerintah
Kabupaten Maluku Tenggara dalam merumuskan kebijakan pembangunan khususnya dibidang pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan, sekaligus juga sebagai bahan evaluasi pelaksanaan program PEMP bagi Departemen Kelautan dan Perikanan beserta seluruh jajarannya. Disamping itu penelitian ini juga bermanfaat sebagai bahan informasi bagi berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) terkait dengan masalah-masalah Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, dan juga untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
27
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Mutu Menurut Kristianty (2005) mutu adalah perasaan menghargai bahwa sesuatu lebih baik dari pada yang lain. Perasaan itu berubah sepanjang waktu dan berubah dari generasi ke generasi, serta bervariasi dengan aspek aktivitas manusia. Definisi lain, “mutu” seperti yang biasa digunakan dalam manajemen berarti lebih dari ratarata dengan harga yang wajar. Mutu juga berarti melakukan hal-hal yang tepat dalam organisasi pada langkah pertama, bukannya membuat dan memperbaiki kesalahan. Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah organisasi memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen. Deming mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah: 1. Ciptakan tujuan yang mantap demi perbaikan produk dan jasa 2. Adopsikan cara berpikir (filosofi) yang baru 3. Hentikan ketergantungan pada inspeksi masal untuk memperoleh kualitas 4. Akhiri praktek bisnis dengan hanya bergantung pada harga 5. Tingkatkan perbaikan secara terus-menerus 6. Lembagakan pelatihan kerja 7. Lembagakan kepemimpinan 8. Hilangkan rasa takut 9. Hilangkan hambatan–hambatan diantara area staf 10. Hilangkan slogan, nasihat, dan target untuk tenaga kerja. 11. Hilangkan kuota numerik,
kuota cenderung mendorong orang untuk
memfokuskan pada jumlah sering kali dengan mengorbankan mutu. 12. Hilangkan hambatan terhadap kebanggaan diri atas keberhasilan kerja 13. Lembagakan program pendidikan dan pelatihan yang kokoh. 14. Lakukan tindakan nyata/contoh nyata.
28
2.2 Gambaran Umum Tentang Program PEMP Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pemberdayaan masyarakat mendapatkan perhatian yang sangat besar yang dituangkan dalam bentuk kebijakan nasional. Melalui Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM), diluncurkan bantuan dana ekonomi produktif untuk beberapa bidang yang dikelola oleh departemen terkait. Pada Departemen Kelautan dan Perikanan, salah satu bentuk program kompensasi melalui peluncuran dana ekonomi produktif dikemas dalam bentuk program PEMP yang dimulai sejak tahun 2001. Secara umum, PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi dengan mendayagunakan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal dan berkelanjutan (DKP 2003), Secara khusus, PEMP bertujuan untuk : 1. Meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan dan pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat yang didampingi dengan
pengembangan
kegiatan
sosial,
pelestarian
lingkungan
dan
pengembangan infrastruktur untuk mendorong kemandirian masyarakat pesisir. 2. Menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha utnuk meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir yang terkait dengan sumberdaya perikanan dan kelautan. 3. Mengelola dan memanfaatkan sumberdaya pesisir dan laut secara optimal dan berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkaungan. 4. Memperkuat kelembagaan sosial ekonomi masyarakat dan kemitraan dalam mendukung perkembangan wilayahnya. 5. Mendorong terwujudnya mekanisme manajemen pembangunan yang partisipasif dan transparan dalam kegiatan masyarakat. Sasaran PEMP adalah masyarakat pesisir yang memiliki mata pencaharian atau berusaha dengan memanfaatkan potensi pesisir seperti nelayan, pembudidaya ikan, pengolah ikan dan kelautan, yang kurang berdaya dalam peningkatan/penguatan usahanya. PEMP bukan bersifat hadiah, melainkan pemberdayaan sehingga diharapkan dapat terus berkembang dan menyentuh sebagian besar masyarakat pesisir yang menjalankan jenis usaha yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dan
29
laut serta usaha lain yang terkait. Program ini menggunakan model pengembangan usaha yang bersifat perguliran (revolving) yang dilakukan setelah ada keuntungan dan usaha kelompok telah kuat. Pinjaman modal melalui dana ekonomi produktif masyarakat yang diterima oleh sasaran wajib untuk dikembalikan agar terjadi perguliran kepada masyarakat pesisir lainnya yang membutuhkan serta terpilih sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Model Pengembangan PEMP dapat dilihat pada Lampiran 1, Sedangkan struktur kelembagaan PEMP adalah seperti terlihat pada Lampiran 2.
2.3 Kinerja PEMP Penelitian tentang PEMP telah dilakukan oleh Khasanahturodhiyah (2002) di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan – Jawa Tengah. Pada penelitian ini, digunakan istilah KUB (Kelompok Usaha Bersama) untuk kelompok pemanfaat dana ekonomi produktif program PEMP, sedangkan pada struktur kelembagaan PEMP kelompok tersebut dikenal dengan istilah KMP (kelompok masyarakat pemanfaat), maka dalam penulisan hasil penelitian ini digunakan istilah KMP. Beberapa kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan (Khasanaturodhiyah 2002), yaitu : 1. Mundurnya pelaksanaan sosialisasi di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. 2. Data
dari
desa-desa
yang
tersedia
kurang
lengkap
maka
perlu
adanya pengumpulan dari berbagai sumber. 3. Pandangan
masyarakat
yang
terbentuk
sekarang
ini
menganggap
bahwa bantuan dari pemerintah merupakan sebuah bantuan cuma-cuma dan tidak perlu dikembalikan. 4. Terlambatnya terbentuknya KMP mengakibatkan pelaksanaan pelatihan untuk semua KMP mundur dari waktu yang ditentukan. 5. Kurangnya pengetahuan KMP tentang pemilihan kapal, modifikasi teknologi dan pentingnya cool box (kotak pendingin).
6. Pada saat penelitian, kemampuan KMP dalam menguasai materi relatif lambat dikarenakan tingkat pendidikan rata-rata rendah.
30
Pada penelitian ini juga diukur tingkat partisipasi peserta program PEMP dengan indikator yang digunakan adalah (1) kemauan masyarakat untuk ikut menanggung biaya pembangunan baik berupa waktu maupun tenaga dalam melaksanakan program PEMP, (2) hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan program yang dilaksanakan di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan, dan (3) kemauan masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan hasil program (Khasanaturodhiyah, 2002). Tingkat partisipasi KMP Pedagang terhadap PEMP di Kecamatan Wonokerto Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah yang tergolong partisipasi tinggi sebanyak 57,1%, partisipasi sedang sebanyak 28,5% dan partisipasi rendah sebanyak 14,2% (jumlah responden 28 orang). Faktorfaktor yang secara nyata mempengaruhi tingkat partisipasi tersebut adalah jumlah tanggungan keluarga, status penduduk, pendidikan dan kondisi rumah. Sedangkan pada KMP Nelayan, 43,7% berpartisipasi tinggi, 37,5% berpartisipasi sedang dan 18,7% berpartisipasi rendah (jumlah responden 16 orang). Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi tingkat partisipasi ini adalah status penduduk, pendidikan, pendapatan dan kondisi rumah (Khasanaturodhiyah, 2002). Bantuan PEMP yang diberikan belum mampu memberikan surplus produksi yang dapat digunakan untuk akumulasi modal bagi produksi yang dapat digunakan untuk akumulasi modal bagi proses perdagangan dan pengolahan ikan dan hanya cukup memenuhi 12 kebutuhan sehari-hari. Sebanyak 70,3% responden menyatakan bahwa omzet per hari mereka tetap. Pengembalian pinjaman juga tidak lancar (ada pinjaman yang macet) karena adanya pedagang yang mendapat musibah (anggota keluarga sakit). Penelitian Cahyadinata (2005) menyebutkan bahwa DEP PEMP di Kota Bengkulu belum mampu meningkatkan skala usaha masyarakat dan masih ada anggota KMP yang tidak berusia produktif, tidak memiliki pengalaman dan tidak memiliki hari kerja sehingga pengembalian pinjaman hanya 21% dari DEP dan bunga serta perguliran DEP hanya 10% dari pengembalian. Akibat tingkat pengembalian yang rendah, LEPP-M3 dan Mitra Kelurahan tidak memiliki dana operasional yang cukup untuk menjalankan tugasnya. Meskipun demikian, DEP PEMP yang diterima oleh anggota KMP dapat meningkatkan pendapatan yang diindikasikan oleh berpengaruh nyatanya jumlah pinjaman terhadap pendapatan.
31
Setiap peningkatan jumlah pinjaman sebesar Rp 1, akan meningkatkan pendapatan anggota KMP sebesar Rp 0,04 per bulan. Berdasarkan analisis SWOT dan MAHP, alternative pendekatan program PEMP adalah peningkatan skala usaha masyarakat, pembinaan masyarakat pesisir (program pendampingan), peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
2.4
Masyarakat Pesisir Dalam kenyataan, perbedaan masyarakat pesisir atau pemukiman sukar
dibedakan karena sifat masyarakat yang memiliki mata pencaharian yang saling bertumpang tindih. Menurut Muluk (1996) klasifikasi masyarakat dapat dibedakan berdasarkan sifat mereka bermukim. Dengan kombinasi kiteria itu, masyarakat wilayah pesisir dapat dibagi kedalam : (a) Masyarakat nelayan,
(b) masyarakat
petani dan nelayan , (c) masyarakat petani (d) masyarakat pengumpul atau penjarah (collector, foreger), (e) masyarakat perkotaan dan perindustrian dan (f) masyarakat tidak menetap /sementara. Dalam konteks masyarakat menurut Satria (2002) yaitu masyarakat desa terisolisasi (masyarakat pulau kecil). Komunitas kecil tersebut memiliki beberapa ciri yaitu : 1. Mempunyai identitas yang khas; 2. Terdiri dari jumlah penduduk dengan jumlah yang cukup terbatas sehingga saling mengenal sebagai individu yang berkepribadian; 3. Bersifat beragam dengan diferensiasi terbatas; 4. Kebutuhan hidup penduduknya sangat terbatas sehingga semua dapat dipenuhi sendiri tanpa bergantung pada pasar diluar. Selanjutnya dikatakan bahwa masyarakat pesisir yang berjenis desa pantai dan desa terisolasi dicirikan oleh sikap mereka terhadap alam dan manusia. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir baik sebagai nelayan, pengolah maupun bakul/pedagang ikan dalam kegiatan usaha perikanan. Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan/budidaya binatang/tanaman air. Nelayan dibedakan nelayan pemilik
32
dan nelayan pekerja (buruh). Nelayan pemilik adalah orang atau badan hukum yang dengan hak apapunberkuasa atas kapal/perahu yang diperlukan dalam usaha penangkapan ikan di laut. Nelayan pekerja (buruh) yaiu semua orang yang sebagai satu kesatuan menyediakan tenaga kerjanya turut serta dalam usaha penangkapan ikan di laut baik sebagai nakoda/pendega maupun sebagai pengoperasian alat tangkap.
2.5 Sumberdaya Perikanan Sumberdaya perikanan bukan satu-satunya manfaat yang dapat diperoleh dari pengelolaan laut nasional. Laut juga memiliki fungsi penyedia produksi dan jasa bagi sektor-sektor transportasi, pertambangan mineral, pariwisata, pertahanan dan keamanan, serta produksi energi. Namun demikian, sebagai sebuah sistem, sumberdaya perikanan dapat dijadikan indikator yang baik bagi pengelolaan laut (Dahuri 2004). Hal ini terkait dengan premis bahwa sumberdaya perikanan merupakan sistem yang kompleks dan dinamik dimana dalam tataran empiris melakukan sharing dengan sumberdaya lain dalam konteks ruang (space). Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan secara langsung maupun tidak akan mencakup keterkaitan dengan sumberdaya lain. Persoalan yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya perikanan menjadi tanda (signals) bagi kesalahan kebijakan kelautan yang bisa berlaku baik di level lokal, regional maupun nasional. Namun demikian, pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan secara komprehensif tetap diperlukan dalam konteks bahwa seluruh manfaat laut memiliki keterkaitan kedalam maupun keluar antar sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Ini berarti pendekatan kebijakan kelautan (marine policy) menjadi salah satu prasyarat didalam konteks platform ini, sumberdaya perikanan menjadi salah satu indikator utamanya. Sementara
itu,
dalam
hal
struktur
pengelolaan,
Hanna
(1999)
mengindentifikasi bahwa tidak ada bentuk terbaik dari struktur pengelolaan sumberdaya perikanan. Selalu ada kesenjangan (trade-offs) antara stabilitas dan fleksibilitas, antara otoritas dan keterwakilan, antara sosial dan individu, dan lain sebagainya. Dalam teori kebijakan, fungsi utama dari struktur pengelolaan sumberdaya perikanan adalah adanya stabilitas dan konsistensi dari pengambilan
33
keputusan ketika sistem atau kondisi senatiasa harus adaptif terhadap perubahan (Nohria and Gulati, 1994). Dalam konteks ini maka struktur yang baik bagi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah struktur yang stabil dalam konteks representasi, distribusi otoritas pengambilan keputusan dan informasi serta mampu memberikan batas yang jelas antara advisory roles dan decision roles. Seperti yang telah diidentifikasi oleh Charles (2001), paling tidak ada dua makna dalam hal ini, yaitu pertama, bahwa sumberdaya perikanan yang tidak tak terbatas ini diakses oleh hampir semua kapal yang tidak terbatas (laissez-faire) yang diyakini akan menghasilkan kerusakan sumberdaya dan masalah ekonomi. Makna kedua adalah bahwa tidak ada kontrol terhadap akses kapal namun terdapat pengaturan terhadap hasil tangkapan. Hal ini diyakini menjadi salah satu kontributor dari over-kapitalisasi terhadap kapal yang didorong oleh pemahaman rush for the fish (siapa yang kuat dia yang menang). Indonesia, melalui penataan hukum yang menyangkut kegiatan sumberdaya perikanan maupun pengelolaan laut pada umumnya, memang menyebut adanya pembatasan akses terhadap wilayah penangkapan ikan. Namun demikian, pengaturan ini tidak diikuti dengan pembatasan jumlah kapal sehingga yang terjadi adalah quasi open access atau open access dalam makna kedua menurut Charles (2001) seperti yang telah diuraikan di atas. Selain itu, lemahnya penegakan hukum di laut menjadi kontributor utama dari belum berhasilnya rejim tata kelola (governance) sumberdaya perikanan kita. Dalam konteks ini revitalisasi tata kelola (governance revitalization) menjadi salah satu prasyarat utama sebagai bagian dari sebuah konsepsi negara kelautan terbesar (ocean state) di dunia. Charles (2001) memperingatkan bahwa rejim pengelolaan limited entry tidak dapat digunakan secara sendirian, namun harus dilakukan dalam skema manajemen portofolio dimana melibatkan tool lain seperti quantitative allocation of inputs atau allowable catches yang dipayungi oleh sebuah kerangka peraturan (legal endorsment) yang sesuai. Konsepsi limited entry ini akan semakin bermanfaat dalam konteks sumberdaya perikanan budidaya. Tidak jarang kegiatan budidaya yang sudah established harus kolaps karena tidak adanya kepastian hukum, ekonomi dan politik terhadap unsur spasialnya. Konsepsi limited entry ini dapat pula menjadi titik awal bagi pemberian hak yang jelas kepada nelayan sumberdaya perikanan pantai
34
untuk melakukan aktifitasnya melalui mekanisme fishing right. Dalam konteks ini, pemberian hak penangkapan ikan (fishing right) harus mempertimbangkan "kepada siapa hak tersebut diberikan". Oleh karena itu, definisi nelayan perlu pula direvitalisasi sehingga menghasilkan nelayan yang profesional bukan sekedar free raiders yang menjadi ciri utama pelaku sumberdaya perikanan dalam rejim open access. Pengetahuan nelayan terhadap Sumberdaya tidak berorientasi hanya kepada pertimbangan ekonomi saja, namun yang lebih penting adalah pertimbangan komunitas sehingga menjamin keberlanjutan sumberdaya perikanan dari sisi komunitas seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan karakteristik human system dalam tipologi fishery system seperti yang disampaikan oleh Charles (2001), terdapat beberapa karakteristik umum dari nelayan (fishers) yaitu bahwa : Pertama, nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat kohesitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu grup) atau dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya). Kedua, dalam komunitas nelayan komersial, nelayan dapat bervariasi menurut occupational commitment-nya seperti nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendapatan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan dapat bervariasi menurut motivasi dan perilaku di mana dalam hal ini terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan dengan karakteristik profit-maximizers yaitu nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti layaknya "perusahaan", dan kelompok nelayan satisficers atau nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup.
2.6
Kesejahteraan. Menurut Dahuri (2000), bahwa tidak adanya akses ke sumber moral, akses
terhadap teknologi, akses terhadap pasar serta rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam adalah alasan-alasan terjadinya kemiskinan. Alasan lain terkait dengan sifat sumberdaya pesisir. Selanjutnya dikatakan bahwa kemiskinan juga disebabkan karena faktor-faktor sosial seperti pertumbuhan jumlah
35
penduduk yang tinggi, rendahnya tingkat pendidikan dan berkembangnya kriminalitas. Alasan lain juga terkait dengan kurangnya prasarana umum di wilayah pesisir, lemahnya perencanaan yang berakhir pada tumpang tindih berbagai sektor di suatu kawasan, dampak polusi dan kerusakan lingkungan. Kemiskinan juga terjadi karena prasarana pembangunan yang kurang di wilayah pesisir. Prasarana di wilayah pesisir memang sangat dibutuhkan, mengingat masyarakat hanya mampu memanfaatkan dan tidak mampu membangun atau mengadakannya. Batas garis kemiskinan yang dipergunakan oleh BPS dihitung berdasarkan nilai dari kebutuhan pokok minimum masyarakat. Angka tersebut secara reguler direvisi sesuai dengan laju kenaikan indeks harga barang kebutuhan pokok. Akan tetapi penggunaan indeks harga untuk menetapkan garis kemiskinan harus dilakukan pembobotan dengan adanya variasi indeks harga antara wilayah. Dengan demikian penggunaan nilai konsumsi riil setara dengan kebutuhan kalori untuk hidup normal kiranya dapat diaplikasikan sebagai dasar menentukan garis kemiskinan seperti yang diperkenalkan oleh Sajogyo (1996). Klasifikasi tingkat kesejahteraan (kemiskinan) menurut Sajogyo (1977), didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita per tahun yang diukur dengan nilai beras setempat, yaitu : 1. Miskin, apabila nilai perkapita per tahun lebih rendah dari setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah kota. 2. Miskin sekali, apabila pengeluaran pekapita per tahun lebih rendah dari setara 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg beras untuk daerah kota. 3. Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg untuk daerah kota. Aspek lain yang juga penting dalam menganalisis kesejahteraan rumah tangga, menurut BPS (2006) berdasarkan pada data kependudukan, kesehatan, pendidikan, fertilitas, pengeluaran rumah tangga, kriminalitas serta perumahan dan lingkungan. Karakteristik sosial ekonomi penduduk yang lebih spesifik dikumpulkan berdasarkan : 1. Konsumsi/Pengeluaran/Pendapatan 2. Kesehatan, pendidikan, Perumahan dan Pemukiman, dan 3. Sosial Budaya, Kesejahteraan Rumah Tangga, Kriminalitas.
36
III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Beberapa kajian tentang masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan, di berbagai wilayah Indonesia telah memberikan gambaran yang jelas bahwa persoalan kerawanan sosial-ekonomi, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, keterbatasan akses pendidikan dan kesehatan, kelembagaan sosial yang lemah, serta kesulitan akses modal usaha, teknologi dan pasar, merupakan masalah-masalah serius yang perlu diatasi. Masyarakat pesisir yang berjumlah 16.420.000 jiwa hidup dan tersebar pada 8.090 desa pesisir. Mereka terdiri atas kelompok nelayan 4.015.320 jiwa, pembudidaya perairan 2.671.400 jiwa, dan kelompok sosial lainnya 9.733.280 jiwa. Persentase yang hidup di bawah garis kemiskinan sebesar 32% atau 5.254.400 jiwa, dari total masyarakat pesisir (DKP, 2006). Kabupaten Maluku Tenggara merupakan salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku yang terdiri dari Kecamatan Kei Kecil (termasuk Kei Kecil Barat, Kei Kecil Timur, Dullah Utara, dan Dullah Selatan) dengan luas 3.302 km2, Kecamatan Pulau-pulau Kur dengan luas 33 km2, Kecamatan Tayando-Tam dengan luas 133 km2, Kecamatan Kei Besar dengan luas 277 km2, Kecamatan Kei Besar Timur dengan luas 142 km2, dan Kei Besar Selatan dengan luas 162 km2, dengan demikian total luas daratan Kabupaten Maluku Tenggara adalah 4.049 km2. Sedangkan luas wilayah laut secara keseluruhan adalah 30.772,4 km2. Pada tahun 2006, produksi perikanan tangkap yang dihasilkan keenam kecamatan tersebut adalah sebesar 158.629,2 ton dengan total nilai produksi sebesar Rp. 761.217.270,(DKP Kabupaten Maluku Tenggara, 2007). Besarnya potensi sumberdaya perikanan dan kelautan di Kabupaten Maluku Tenggara belum mampu mengangkat kehidupan ekonomi masyarakat pesisirnya. Kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan kelautan ini bukan sematamata terkendala masalah pembiayaan/dana tetapi juga mencakup faktor sumberdaya manusia/nelayan yang tidak terampil menggunakan teknologi penangkapan ikan serta jumlah armada yang masih sedikit.
37
Sejak terpilih sebagai daerah penerima dana Program PEMP pada tahun 2001, Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan
menyalurkan
dana
program
PEMP
dengan
penekanan
pada
penanggulangan masalah setempat, oleh karena itu kucuran dana difokuskan pada pembelian/pembuatan kapal penangkap ikan. Sebagian lain dimanfaatkan sebagai modal usaha dan pembelian alat penangkap ikan baru (LEPP-M3 Kabupaten Maluku Tenggara 2006). Program PEMP yang dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2001 – 2006 diharapkan telah menunjukkan hasil yang positif sesuai dengan tujuannya. Adapun indikasi keberhasilan Program PEMP ini akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat Pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya DEP. Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dan kajian terhadap kinerja program PEMP selama 5 tahun di Kabupaten Maluku Tenggara. Penerapan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara yang mengacu Program PEMP secara nasional ini apakah sudah sesuai dengan kondisi sumberdaya alam dan kondisi faktual yang ada di lapangan ? Yang paling penting sebenarnya dalam menjalankan program PEMP adalah strategi yang tepat sesuai dengan kondisi riil Kabupaten Maluku Tenggara. Kerangka pendekatan studi yang digunakan dalam penelitian ini seperti terlihat pada Gambar 1.
38
BELUM SEJAHTERA
MASYARAKAT PESISIR (NELAYAN) KABUPATEN MALUKU TENGGARARA
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PESISIR
POTENSI SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT
KENDALA DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Kualitas SDM Nelayan Teknologi Pendanaan Lembaga Pembiayaan Kemitraan
PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR ( PEMP ) Penjaminan Modal Untuk Kegiatan : ¾ ¾ ¾ ¾
Usaha Penangkapan Ikan Usaha Pengumpulan Ikan Usaha Pedagang Ikan Usaha Kios BBM
RAPFISH
EVALUASI DAN ANALISIS KINERJA PROGRAM PEMP
AHP DAN LFA
STRATEGI DAN KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM PEMP
PENINGKATAN MUTU PROGRAM PEMP
Gambar 1. Bagan Kerangka Pendekatan Studi 39
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah di wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara – Provinsi Maluku yang menerima program PEMP yaitu di Kecamatan Kei Kecil. Kecamatan ini dipilih sebagai lokasi penelitian karena dari beberapa kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, kecamatan ini yang secara rutin dan paling banyak mendapat bantuan melalui Program PEMP sejak tahun 20012006. Waktu penelitian adalah selama 3 bulan mulai dari bulan Oktober hingga bulan Desember 2008. Perlu dijelaskan bahwa sebelum tahun 2007, Kecamatan Kei Kecil ini meliputi Pulau Kei Kecil dan Pulau Dullah, namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku, maka sejak tanggal 10 Agustus 2007 sebagian wilayah administratif Kecamatan Kei Kecil khususnya yang berada di Pulau Dullah telah dialihkan ke dalam wilayah administratif Kota Tual dan dimekarkan menjadi
2 Kecamatan dengan nama
Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan, sementara Kecamatan Kei Kecil yang merupakan Kecamatan Induk
tetap berada di wilayah administratif
Kabupaten Maluku Tenggara. Walaupun telah beralih status wilayah administratif, namun pengambilan data primer juga dilakukan di Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan yang sebelum pemekaran wilayah adalah merupakan bagian dari Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada lampiran 3.
3.3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini ada dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder. Data Primer dikumpulkan dari seluruh stakeholder yang menjadi sasaran evaluasi secara langsung. Proses untuk mendapatkan data primer ini melalui teknik wawancara terhadap responden dengan menggunakan kuesioner dan observasi langsung ke lapangan. Data sekunder berupa dokumen atau referensi yang relevan dengan Program PEMP seperti Laporan Keuangan LEPP-M3, kelengkapan administrasi lembaga, data statistik perikanan Kabupaten Maluku Tenggara serta kondisi geografis,
40
demografis dan sosial ekonomi masyarakat yang didapat dari instansi pemerintah setempat. Jenis dan sumber data seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan Sumber Data NO
B
ASPEK
A 1
Sosial Demografi Demografi
2
Mata Pencaharian
3
Pendidikan
4
Kesehatan
5
Ekonomi
LEPP-M3
JENIS DATA
Jumlah Penduduk, Kepadatan, Umur, Pertumbuhan dan Penyebaran Penduduk. Pekerjaan Utama penduduk, Banyaknya Rumah Tangga (RTP) persektor. Jumlah fasilitas sekolah TK, SD, SMTP dan SMTA per Kecamatan/desa Jumlah dokter , tenaga medis, dukun beranak dan fasilitas kesehatan perkecamatan/desa Jumlah fasilitas perekonomian; Bank, pasar, toko/warung, koperasi Per kecamatan/desa.
BPS, Hasil Wawancara
Laporan keuangan
Laporan Tahunan. LEPP-M3. Akta Pendirian LEPP-M3.
Rekapitulasi administrasi
C
Perikanan
SUMBER DATA
BPS,Hasil Wawancara Diknas, BPS
Dinkes, BPS, Hasil Wawancara BPS
Jumlah produksi perikanan Jenis dan jumlah alat tangkap
DKP Kab. Malra.
Sarana dan Prasarana perikanan
DKP Kab. Malra.
3.4 Teknik Pengambilan Contoh Teknik sampling dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) pada nelayan-nelayan yang menerima program PEMP. Jumlah masyarakat penerima
41
bantuan kredit dari Koperasi LEPP-M3 sebanyak 115 orang. Jumlah sampel yang diamati sebanyak 15 orang (digunakan data dari lima desa nelayan dimana tiap desa ditetapkan tiga orang).
3.5 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, wawancara terarah dan pengamatan lapangan (observasi). 1. Kuesioner Kuesioner merupakan daftar yang memuat himpunan pertanyaan yang dibuat secara terstruktur sebagai alat bantu dalam mengeksplorasi dan mengumpulkan data/informasi melalui wawancara. Penyusunan dan penggunaan kuesioner ini mengacu pada kebutuhan data/indikator untuk setiap elemen yang akan diukur, serta berdasarkan sasaran stakeholder yang diwawancarai. Pengumpulan data dengan Kuesioner akan dilakukan kepada anggota KMP dan stakeholder lainnya. 2. Wawancara Terarah Pola wawancara yang dilakukan merupakan wawancara dua arah (dialogis) dimana peneliti bertindak sebagai pewawancara dan stakeholder sebagai orang yang diwawancarai. Meskipun Topik wawancara dengan teknik seperti ini berpotensi memperluas cakupannya, namun pewawancara sudah dilengkapi dengan point-point (guide question) yang akan diwawancarakan dan didiskusikan. Wawancara dititik-beratkan pada sejumlah responden dari lembaga/stakeholder sasaran seperti : Kepala Dinas Kelautan Dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara, Kepala LEPP-M3, Ketua KMP, dan sejumlah key person lainnya. 3. Pengamatan Lapangan (observasi) Kegiatan ini untuk melihat secara langsung kondisi faktual yang terbangun dilapangan serta memperluas lingkup pengamatan terhadap subyek yang dinilai (faktor atau dinamika yang mempengaruhi kinerja). Observasi merupakan teknik dalam melakukan verifikasi (cross check) terhadap data dan informasi yang dihimpun dari wawancara yang dilakukan. Kegiatan observasi dapat dikembangkan untuk melihat secara langsung hal-hal yang terkait dengan
42
kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi sehari-hari masyarakat yang menjadi sasaran Program PEMP.
3.6. Metode Analisis Data Untuk mengetahui kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya wilayah pesisir dilakukan analisis deskriptif terhadap data primer yang diperoleh melalui pengamatan lapangan dan wawancara maupun data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait. Demikian pula kondisi dan potensi sumber daya alam dianalisis secara deskriptif. Kuantifikasi data kualitatif dilakukan dengan Tabulasi dan Pelevelan Data. Pentabulasian data kualitatif dilakukan dengan memberikan nilai skor (scoring) terhadap indikator-indikator kinerja yang dievaluasi. Teknik scoring ini dilakukan terhadap seluruh indikator keberhasilan. Dalam pemberian scoring ini digunakan rentang nilai sebagaimana terlihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rentang Scoring Data Kualitatif Rentang Scoring
Status
0 – 33
Baik
34 – 66
Cukup Baik
67 – 100
Buruk
Proses analisis statistik dilakukan terhadap hasil scoring dari seluruh indikator. Data-data hasil olahan akan dirangkum dan di analisis secara statistik untuk mendapatkan gambaran kinerja Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi status keberlanjutan adalah metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan kegiatan evaluasi kinerja komprehensif Program PEMP. RAPFISH adalah teknik untuk mengevaluasi sumberdaya (Perikanan) secara kompeherensif berdasarkan atribut/indikator yang mudah untuk di scoring (Fauzi, 2005). Multi-dimensional Scalling (MDS) sebagai uji statistik dalam RAPFISH adalah untuk mengetahui gambaran kinerja pelaksanaan Program PEMP berdasarkan
43
elemen kinerja yang di evaluasi. Dimensi atau elemen kinerja yang menjadi penekanan untuk dinilai adalah sebagai berikut : 1. Kelembagaan Program PEMP (DKP, LEPP-M3, KM, TPD, Bank Pelaksana, KMP). Indikator : a. Kemantapan organisasi pelaksana program. b. Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dalam program PEMP. c. Terlaksananya tupoksi dalam program PEMP. d. Kesesuaian kualifikasi TPD. e. Kapasitas TPD dalam operasional tupoksi. f. Proporsi daya serap anggaran DEP. g. Kesesuaian penetapan KMP/ individu penerima DEP. h. Keterwakilan gender dalam pengurus LEPP-M3. i. Pelaporan periodik perkembangan LEPP-M3. j. Status LEPP-M3. k. Berjalannya pembianaan terhadap LEPP-M3.
2. Pengelolaan LEPP-M3/ Koperasi LEPP-M3/ Koperasi Perikanan. Indikator : a. Pemahaman pengurus LEPP-M3 terhadap program dan gambaran tugasnya. b. Pengurus tetap/permanen LEPP-M3 dengan kualifikasi serta kompetensi yang relevan dengan bidang tugasnya. c. Berjalannya sistem dan mekanisme organisasi LEPP-M3. d. Berfungsinya sistem pengelolaan DEP yang disalurkan pada anggota KMP/individu. e. Berjalannya sistem administrasi keuangan DEP. f. Kualitas Portofolio LEPP-M3. g. Produktivitas dan efisiensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM). h. Pengembangan usaha LEPP-M3. i. Pelaporan kegiatan LEPP-M3.
44
3. Kapasitas Pemanfaat (KMP/Individu). Indikator : a. Adanya manajemen dan administrasi keuangan DEP yang dilaksanakan. b. Penguasaan teknis DEP. c. Ekstensifikasi dan diversifikasi jenis DEP. d. Perubahan pendapatan dan bertambahnya nilai manfaat. e. Transformasi dan replikasi DEP bagi kelompok/individu nonpemanfaat.
4. Kemitraan Indikator : a. Sinergisitas peran pemangku kepentingan mendukung pelaksanaan program. b. Pengembangan dan diversifikasi DEP yang diprakarsai atau diinisiasi dan difasilitasi pihak lain. c. Penguatan modal LEPP-M3 dari perbankan. d. Pembinaan DEP oleh lembaga mitra.
5. Persepsi Pemangku Kepentingan (stakeholders). Indikator : a. Pemahaman terhadap substansi dan manajemen program. b. Kesesuaian peran dalam program. c. Relevansi perencanaan program dan anggaran dari para pemangku kepentingan yang mendukung program. d. Bentuk partisispasi dalam implementasi program.
Metode
MDS
dilakukan
untuk
memudahkan
penggambaran
status
keberlanjutan Program PEMP dalam bentuk skala presentase dari 0% (sangat baik) hingga 100% (sangat buruk). Nilai 0% atau sangat baik mengindikasikan kinerja Program PEMP berjalan sebagaimana tujuan dan sasaran yang ditetapkan, sedangkan nilai 100% atau buruk mengindikasikan kinerja Program PEMP tidak sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Selang 0% - 100% tersebut dibagi kedalam lima level status keberlanjutan Program PEMP seperti terlihat pada Tabel 4.
45
Tabel 4. Rentang Scoring MDS RENTANG SCORING
STATUS
0 – 20
Sangat Baik
>20 – 40
Baik
>40 – 60
Cukup
>60 – 80
Buruk
>80 – 100
Sangat Buruk
Leverage analisis dilakukan untuk mengetahui pengaruh indikator kinerja terhadap status keberhasilan Program PEMP untuk setiap dimensi/elemen yang digunakan. Dengan menggunakan metode analisis ini akan dapat dinilai indikatorindikator kinerja yang mana dari setiap elemen yang paling berpengaruh terhadap status keberlanjutan pelaksanaan Program PEMP.
3.7
Metode Perumusan Strategi Perancangan Program dan Kebijakan
3.7.1 Metode Analytical Hierarch Process (AHP) Perancangan strategik dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) atau Proses Hirarki Analitik (PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK). AHP adalah suatu pendekatan yang biasanya digunakan untuk menganalisis kebijakan pembangunan dan/atau untuk memecahkan konflik kepentingan diantara para pemangku kepentingan (stakeholder). AHP pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang di desain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Langkah paling awal dalam AHP adalah merinci permasalahan kedalam komponen-komponennya, kemudian mengatur bagian dari komponen-komponen tersebut kedalam bentuk hirarki. Hirarki yang paling atas diturunkan kedalam
46
beberapa elemen set lainnya, sehingga pada akhirnya terdapat elemen-elemen yang spesifik atau elemen-elemen yang dapat dikendalikan dalam situasi konflik. Saaty (1991) mengemukakan bahwa tahapan dalam analisis data sebagai berikut (1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hirarki, (3) membuat matriks perbandingan/komparasi berpasangan (pairwise comparison), (4) menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6) pengolahan horisontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan posisi sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan posisi atribut yang penting absolut dibandingkan yang lainnya. Pengumpulan pendapat responden dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, sedangkan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Expert Choice Version 9.5.
3.7.2 Metode Logical Framework Approach (LFA) Perancangan program dilakukan dengan menggunakan metode Logical Framework Approach (LFA). Pemilihan metode ini didasarkan pada pemikiran bahwa metode ini dapat digunakan untuk menganalisis masalah yang terlebih dahulu dianalisis dan ditetapkan masalah pokok dan masalah prioritas. Dalam hal ini metode LFA lebih aplikatif untuk dilaksanakan dalam upaya mengatasi dampak yang timbul dan mampu mengakomodir sebagian keinginan masyarakat. Syaukat (2007) mengemukakan bahwa metode ini memiliki spesifik yaitu : 1. Menggunakan teknik visualisasi yang mampu membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses perencanaan dan pengelolaan program. 2. Merumuskan tujuan–tujuan secara jelas sehingga ikut mendorong tercapainya pengambilan keputusan saat ada pendapat dan harapan berbeda dari stakeholders.
3. Menyusun informasi secara sistematik. 4. Menghasilkan sebuah rancangan program yang konsisten dan realitis. 5. Menyajikan ringkasan rencana program pada satu halaman.
47
IV. PROGRAM PEMP DALAM KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1
Kondisi Umum
4.1.1 Kondisi Geografis dan Demografis Kabupaten Maluku Tenggara secara geografis terletak pada koordinat 131o27’ – 136º25’ Bujur Timur dan 5o32’ – 8o00’ Lintang Selatan, posisi Kabupaten Maluku Tenggara secara administratif adalah sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Papua bagian selatan • Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Arafura • Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda dan bagian utara Kepulauan Tanimbar • Sebelah Timur berbatasan dengan Kepulauan Aru Luas wilayah Kabupaten Maluku Tenggara ± 4.049 Km2 tetapi luas lautannya 7,6 kali luas daratannya dan terdiri atas gugusan kepulauan Kei Kecil dengan luas seluruhnya 2.468 Km2 dan pulau Kei Besar dengan Luas 581 Km2. Kabupaten Maluku Tenggara sebagai salah satu kabupaten induk di Propinsi Maluku, telah mengalami 3 kali pemekaran wilayah. Wilayah yang dimekarkan yaitu Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Kepulauan Aru, dan Kota Tual. Sebelum Kota Tual dimekarkan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki 10 Kecamatan, 112 Desa, 4 Kelurahan, 115 Dusun. Setelah pemekaran Kota Tual pada tahun 2008, Maluku Tenggara memiliki 6 Kecamatan, 86 Desa, 1 Kelurahan dan 104 Dusun. Lokasi
penelitian meliputi wilayah Kabupaten Maluku Tenggara
sebelum pemekaran Kota Tual. Kabupaten Maluku Tenggara dikenal dengan nama Kepulauan Kei terdiri dari beragam suku bangsa, suku asli adalah suku Kei dengan bahasa lokal adalah bahasa Kei dan terdapat suku-suku pendatang yang didominasi oleh suku-suku seperti Bugis, Makassar, Buton, Jawa, Padang, Banjar, Tanimbar, Aru, Ambon, Seram, dll. Jumlah penduduk Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2000 sebanyak 244.933 jiwa (sebelum pemekaran Kabupaten Maluku Tenggara Barat), tahun 2001 sebanyak 311.247 jiwa (sebelum pemekaran Kabupaten Kepulauan Aru),
48
dan pada tahun 2004 (sesudah pemekaran Kabupaten Kepulauan Aru) sebanyak 144.220 jiwa. Pada tahun 2004 laju pertambahan penduduk 5,05 %. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 6,26 % disebabkan karena terjadinya arus pengungsi sebagai akibat konflik sosial di Maluku. Data terakhir menunjukan jumlah penduduk pada tahun 2006 sebanyak 121.460 jiwa. Data lainnya dari Kabupaten Maluku Tenggara seperti terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah kecamatan, desa, kelurahan, dusun, dan luas daratan menurut kecamatan di Kabupaten Maluku Tenggara
Kecamatan
Nama Ibukota
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Desa
Dusun
Kelurahan
Pulau
Luas Daratan (Km2)
Kei Besar
Elat
21
41
-
6
291,8962
Kei Besar Selatan
Weduar
14
9
-
8
144,7933
Kei Besar Utara Timur
Holat
9
21
-
5
112,5818
Kei Kecil
Langgur
21
15
1
31
268,7039
Kei Kecil Barat
Ohoira
8
2
-
16
93,8421
Kei Kecil Timur
Rumwat
13
16
-
2
105,1531
P. Dullah Selatan
Tual
2
3
3
7
58,7746
P. Dullah Utara
Namser
8
3
-
23
66,5289
PP. Kur
Tubyal
11
4
-
9
46,1773
PP. Tayando
Yamtel
5
1
-
27
70,1536
Sumber : BPS dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kab. Maluku Tenggara (2007) Kondisi geografis kecamatan dan desa yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara secara keseluruhan merupakan daerah yang terletak di wilayah pesisir sehingga sebagian besar penduduk di daerah ini bermata pencaharian sebagai nelayan. Potensi sumberdaya alam Kabupaten Maluku Tenggara, yang terdapat dalam wilayah pesisir dan laut termasuk pulau-pulau kecil, merupakan potensi pembangunan yang besar dan beragam. Potensi pembangunan tersebut meliputi : (1) sumberdaya dapat diperbaharui (renewable resources); (2) sumberdaya tidak dapat diperbaharui (non renewable resources); (3) energi
kelautan dan (4) jasa-jasa
49
lingkungan (environmental services). Potensi ini merupakan andalan pembangunan daerah terutama bagi peningkatan ekonomi masyarakat pesisir/nelayan.
4.1.2 Sarana dan Prasarana Perekonomian Masyarakat Pesisir Pada tahun 2005, jumlah armada penangkapan sebanyak 2.430 unit dengan rincian sebagai berikut : Perahu Tanpa Motor (PTM) 2.093 unit, Motor Tempel (MT) 167 unit, Kapal Motor (KM) 193 unit. Sementara jumlah alat penangkapan di Kabupaten Maluku Tenggara tercatat sebanyak 6.318 unit dengan rincian sebagai berikut : Hand Line 2.403 unit, Gill Net 1.347 unit, Bubu 295 unit, Bagan 120 unit, Sero 50 unit, Alat Pengumpul Kerang 160 unit, Pukat udang 10 unit, Pukat Ikan 120 unit, dan lain – lain 1.813 unit. Tabel 6. Perkembangan Armada Penangkapan Ikan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002–2006 Tahun
PTM
MT
KM
Total
2002 2003 2004 2005 2006
3.253 3.336 2.133 2.093 7.535
153 180 98 167 505
374 377 193 170 228
3.780 3.893 2.424 2.430 8.268
Keterangan : PTM = Perahu Tanpa Motor , MT = Motor Tempel, KM = Kapal Motor
Tabel 6 menunjukan keadaan, jumlah dan jenis armada penangkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara. Jumlah armada yang mendominasi kegiatan penagkapan ikan di Kabupaten Maluku Tenggara adalah jenis perahu tanpa motor dimana jumlah terbesar pada tahun 2006 yaitu 7.535 armada. Armada penangkapan ikan jenis ini yang paling banyak digunakan oleh nelayan. Tabel 7. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan, Kelompok Nelayan, Nelayan dan Unit Alat Penangkapan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002 – 2006 Tahun 2002 2003 2004 2005
RTP 4.644 4.524 2.300 2.325
Kel. Nelayan 520 681 503 553
Nelayan 15.100 14.210 8.900 9.100
Unit Penangkapan 7.820 8.146 6.295 6.318
50
2006
3.858
575
9.310
20.786
Keterangan : RTP = Rumah Tangga Perikanan
Pada Tabel 7 memperlihatkan jumlah nelayan, kelompok nelayan dan rumah tangga perikanan (RTP) serta unit penangkapan. Jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebanyak 15.100 nelayan kemudian menurun pada tahun 2004 sebanyak 8.900 nelayan
dan meningkat lagi pada tahun 2006 menjadi 9.310
nelayan. Jumlah kelompok nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebanyak 681, kemudian menurun sampai 503 kelompok nelayan pada tahun 2004 dan meningkat lagi pada tahun 2006 sebanyak 575 kelompok nelayan. Tabel 8. Perkembangan Produksi Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2002–2006 Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Lokal 26.750 26.789,7 28.408,8 27.703,5 30.473,9
Intersuler 876,6 300 263,8 568 15.603,3
Ekspor 80.335,7 84.686,9 55.355,9 103.082,4 112.552
Total Produksi 107.962,3 111.776,6 84.028,5 131.353,9 158.629,2
Pada Tabel 8 terlihat bahwa total Produksi Perikanan mengalami penurunan. Pada tahun 2004. Hal ini akibat dari konflik sosial antar warga yang terjadi di Maluku termasuk Kabupaten Maluku Tenggara namun terjadi peningkatan pada tahun 2005 sampai tahun 2006 adalah sebesar 38,54 Jumlah nelayan yang teridentifikasi di Kabupaten Maluku Tenggara sampai dengan tahun 2004 sebanyak 503 kelompok yang terdiri atas penangkapan sebanyak 298 kelompok atau 53,97%, budidaya sebanyak 128 kelompok atau 23,10% dan modal usaha sebanyak 127 kelompok atau 26,35%. Dari 503 kelompok nelayan tersebut, 193 kelompok atau 34,83 % telah menerima bantuan yang dapat dirinci atas penangkapan sebanyak 146 kelompok atau 26,35%, budidaya sebanyak 13 kelompok atau 2,35 % serta modal usaha sebanyak 34 kelompok atau 6,13%. Selain itu terdapat pula sarana prasarana perikanan lainnya seperti Tempat Pelelangan Ikan di Dumar dan Tempat Pelelangan Ikan di Kelvik Tual. Adapun
51
beberapa negara tujuan ekspor adalah Thailand, Cina, Korea, Hongkong, dan Jepang.
4.2
Pemanfaatan Program PEMP Kabupaten Maluku Tenggara adalah salah satu kabupaten yang menerima
program PEMP sejak tahun 2001 hingga tahun 2007. Data penyerapan Dana Ekonomi Produktif (DEP) secara jelas dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Penyerapan Dana Ekonomi Produktif (DEP) di Maluku Tenggara No
Tahun Menerima DEP
Jenis DEP yang Diterima
Besarnya DEP yang Diterima
Penyerapan DEP yang Diterima
1 2 3 4 5 6
2001 2002 2003 2004 2006 2007
Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal Penjaminan Modal
792.300.000 800.000.000 658.500.000 556.370.000 562.380.000 312.425.000
792.300.000 800.000.000 658.500.000 556.370.000 545.500.000 312.425.000
Program PEMP pada tahun 2001 dialokasikan pada satu kecamatan yaitu Kecamatan Kei Kecil sementara tahun 2002, 2003 dan 2004 dialokasikan untuk dua kecamatan yaitu Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Kei Besar. Pada bulan April tahun 2004, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara bersamasama Konsultan Manajemen memfasilitasi pembentukan badan hukum Koperasi LEPP-M3 yang diberi nama MAREN dengan Akta Pendirian Nomor : 212/BH/KDK.2-2/IV/2004 tanggal 5 April 2004.
4.2.1. Tujuan dan Sasaran Program PEMP Tujuan pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara didasarkan pada Pedoman Umum PEMP
yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan, penggalangan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan serta diversifikasi usaha yang berkelanjutan dan berbasis sumberdaya lokal.
52
Tujuan pelaksanaan program PEMP di Maluku Tenggara adalah meningkatan SDM masyarakat lokal agar lebih mandiri dalam pengelolaan sumberdaya alam dengan berbasis karakteristik dan kearifan lokal yang dimiliki, mempertahankan fungsi lingkungan agar tetap memiliki kapasitas berkelanjutan sehingga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan per kapita nelayan melalui optimalisasi pengelolaan sumberdaya serta penguatan kelembagaan berupa institusi-institusi lokal, institusi pemerintahan secara sinergis dan terpadu. Tujuan tersebut telah direalisasikan dengan pemberian DEP bagi 115 KMP yang terseleksi dimana penggunaan DEP tersebut sebagai tambahan modal usaha yang diarahkan untuk kegiatan usaha berupa kegiatan pengumpul, perdagangan ikan lokal, pengelola wisata bahari serta kegiatan penjualan hasil olahan perikanan pada lokasi wisata, modal kegiatan Budidaya Rumput laut, Teripang, Ikan dan modal kegiatan kegiatan penangkapan (Pancing Dasar, Gill Net, Pancing Tonda, Bubu, Set Net / Sero Tancap, Bagan Apung). Sasaran yang dicapai adalah koperasi sebagai sasaran antara dan sasaran akhir yaitu masyarakat pesisir yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung menurut skala prioritas dengan usaha skala mikro dan kecil yang berorientasi pada sektor usaha kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan, pengelolaan wisata bahari serta usaha penunjang lainnya yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil.
4.2.2 Kebijakan Pemerintah Daerah yang Mendukung Program PEMP Kabupaten Maluku Tenggara saat ini terdiri dari 10 Kecamatan, 112 Desa, 4 Kelurahan dan 115 Dusun. Berdasarkan potensi geoekonomis yang dimiliki tersebut maka Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sudah sepatutnya berupaya membangun daerah dengan tetap memperhatikan karakteristik dan potensi yang dimiliki. Dalam kaitan itu maka Visi Kabupaten Maluku Tenggara : Terwujudnya Kabupaten Maluku Tenggara sebagai
daerah penghasil perikanan, pendidikan
perikanan dan kelautan, daerah perdagangan dan daerah pariwisata yang kompetitif pada tahun 2008.
53
Mengacu pada Visi Kabupaten di atas maka Visi Dinas Kelautan dan Perikanan adalah: Terwujudnya Laut Maluku Tenggara yang Amanah, Lestari, Kompetitif dan Mampu memenuhi kebutuhan Pasar Tahun 2008. Salah satu misi yang terkait dengan program PEMP yaitu Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Terkait dengan program PEMP, pemerintah daerah telah berupaya memberikan perhatian yang serius terhadap pembangunan kelautan dengan melihat berbagai permasalahan yang terjadi saat ini dimana kondisi masyarakat pesisir di Maluku Tenggara masih berada jauh di bawah garis kemiskinan. Untuk itu Pemerintah Daerah melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara sangat mendukung adanya Program PEMP, melalui upaya-upaya seperti 1) Koordinasi :
Memfasilitasi pelaksanaan koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintahan propinsi
2) Integrasi
:
Mengupayakan keterpaduan kegiatan dengan unit kerja dan lintas sektor
3) Fasilitasi
:
Mengalokasikan anggaran pendamping dan penunjang melalui APBD kabupaten & keikutsertaan masyarakat pesisir & Pulaupulau kecil dalam pengelolaan sumberdaya kelautan.
Langkah fasilitasi diatas diantaranya dengan : •
Pengalokasian dana pendamping PEMP setiap tahun mulai tahun 2004 sebesar 10 % dari jumlah dana PEMP
•
Dukungan pengadaan sarana dan prasarana yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat pesisir
•
Pembinaan dan Monitoring serta Evaluasi
•
Peningkatan kemampuan manajerial berupa pelatihan dan magang baik bagi aparatur maupun nelayan-nelayan pesisir di Maluku Tenggara
•
Sosialisasi terkait pengelolaan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil dari berbagai dimensi seperti ekologi (lingkungan), ekonomi, sosial serta peraturan perikanan
4.3. Dampak Pelaksanaan Program PEMP Terhadap Pendapatan Nelayan 4.3.1 Dampak Langsung
54
Bertambahnya pengetahuan nelayan sebagai dampak dari kegiatan pelatihan, pembinaan dan pendampingan yang dilakukan baik oleh aparatur Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara sebagai penanggung jawab dan pengelola PEMP di Kabupaten, KM, TPD, Koperasi LEPP-M3 serta Bank Pelaksana (BPDM). Kegiatan pelatihan, pendampingan dan pembinaan nelayan merupakan kegiatan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
keahlian
individu/kelompok nelayan sebagai sasaran program sehingga mereka mampu melakukan berbagai aktifitas berdasarkan kemampuan profesional yang didapat melalui kegiatan pelatihan, pembinaan dan pendampingan.
4.3.2 Dampak Tidak Langsung Secara umum pendapatan nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara relatif masih rendah. Pendapatan nelayan di lima desa lokasi penelitian dikelompokan dalam tiga kategori yaitu pendapatan rendah (kurang dari Rp 1.000.000 perbulan), pendapatan sedang (antara Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 perbulan) dan pendapatan tinggi (diatas Rp 2.000.000 perbulan). Hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum pelaksanaan Program PEMP mayoritas pendapatan nelayan berada pada kategori pendapatan rendah yaitu berada pada kisaran dibawah
Rp 1.000.000 perbulan.
Perolehan DEP dalam penelitian ini dikategorikan dalam tiga kategori yaitu DEP dengan jumlah kecil (kurang dari Rp 10.000.000) sebanyak lima orang responden, DEP dengan jumlah sedang (antara Rp 10.000.000 - Rp 25.000.000) sebanyak lima responden, dan DEP dengan jumlah yang dikategorikan besar (antara Rp 25.000.000 - Rp 50.000.000) sebanyak lima orang responden. Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa Program PEMP yang dijalankan mampu memberikan dampak tidak langsung terhadap perubahan jenis kegiatan masyarakat dengan adanya nilai ekonomis yang diperoleh melalui berbagai aktifitas yang dilaksanakan setelah memperoleh DEP, antara lain : 1. Penggunaan DEP dengan jumlah kecil yaitu kurang dari Rp 10.000.000, umumnya digunakan untuk kegiatan pengumpul, perdagangan ikan lokal, dan pengelola wisata bahari serta kegiatan penjualan hasil olahan perikanan pada lokasi wisata.
55
2. Penggunaan DEP dengan jumlah sedang yaitu antara Rp 10.000.000 Rp 25.000.000,
umumnya digunakan untuk penambahan modal kegiatan
Budidaya Rumput laut, Teripang, Ikan. 3. Penggunaan DEP dengan jumlah besar yaitu antara Rp 25.000.000 Rp 50.000.000, umumnya digunakan untuk kegiatan penangkapan (Pancing Dasar, Gill Net, Pancing Tonda, Bubu, Set Net / Sero Tancap, Bagan Apung), kegiatan budidaya rumput laut, teripang dan ikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa setelah Program PEMP berjalan, telah terjadi perubahan pendapatan nelayan penerima DEP yaitu meningkat lima sampai sepuluh persen perbulan, ini berarti pendapatan nelayan telah meningkat setelah Program PEMP berjalan . Hal ini ditunjang pula oleh adanya berbagai sarana pendukung kegiatan nelayan dan kemudahan aksesibilitas, kondisi ini merupakan dampak tidak langsung yang sangat dirasakan oleh masyarakat penerima Program PEMP karena ternyata nelayan penerima Program PEMP menjadi lebih efisien dalam melakukan aktifitasnya.
56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kinerja Dan Status Keberlanjutan Pelaksanaan Program PEMP
5.1.1 Kinerja Dan Status Keberlanjutan Pelaksanaan Program PEMP Dalam penelitian ini, alat analisis yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja dan status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara adalah dengan metoda Multi Dimensional Scalling (MDS) dan Rapid Appraisal for Fisheries Status (RAPFISH). Metoda RAPFISH digunakan untuk menentukan posisi relatif dari setiap atribut pada elemen kinerja Program PEMP terhadap keberhasilan (good) dan kegagalan (bad). Metoda ini didasarkan pada hasil MDS dari kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil - Kabupaten Maluku Tenggara dimana mencakup lima elemen kinerja yang berpengaruh terhadap keberhasilan Program PEMP, yaitu : (1) Kelembagaan Program PEMP, (2) Pengelolaan LEPP-M3, (3) Kapasitas Pemanfaat Program, (4) Kemitraan, dan (5) Persepsi Pemangku Kepentingan (stakeholders). Data untuk analisis ini diperoleh dari kuesioner yang diedarkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program PEMP. Nilai MDS adalah dalam bentuk skoring mulai dari angka 0 - 100 yang dibagi dalam tiga kategori, yaitu (1) kinerja dikatakan “baik” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval 0 – 33, (2) kinerja dikatakan “cukup baik” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval 34 – 66, dan (3) kinerja dikatakan “buruk” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval 67 – 100. Nilai yang diperoleh dari hasil MDS tersebut selanjutnya digunakan pada metoda RAPFISH untuk mengetahui status keberlanjutan dari pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil – Kabupaten Maluku Tenggara.
57
Hasil analisis pada metoda RAPFISH dibagi dalam lima kategori, yaitu
(1)
status keberlanjutan dikatakan “sangat baik” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval 0 – 20, (2) status keberlanjutan dikatakan “baik” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval >20 – 40, (3) status keberlanjutan dikatakan “cukup” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval
>40 – 60, (4)
status
keberlanjutan dikatakan “buruk” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval >60 – 80, dan (5) status keberlanjutan dikatakan “sangat buruk” apabila nilai elemen kinerja masuk dalam interval >80 – 100. Apabila nilai dari hasil analisis semakin mendekati 0 menunjukkan status keberlanjutannya semakin baik, begitu pula sebaliknya apabila nilai dari hasil analisis semakin mendekati 100 menunjukkan status keberlanjutannya semakin buruk. Hasil analisis dengan menggunakan metoda RAPFISH untuk kelima elemen kinerja Program PEMP dapat dilihat pada Lampiran 4 sampai dengan Lampiran 9. Selanjutnya, rekapitulasi nilai elemen kinerja dan status keberlanjutan kelima elemen kinerja Program PEMP dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rekapitulasi Nilai Elemen Kinerja Program PEMP No.
Elemen Kinerja Program PEMP
Nilai
Kategori
1
Kelembagaan PEMP
52,95
Cukup
2
Pengelolaan LEPP-M3
25,29
Baik
3
Kapasitas Pemanfaat
69,19
Buruk
4
Kemitraan
72,89
Buruk
5
Pemangku Kepentingan
75,08
Buruk
59,08
cukup
Rata-rata
Dari data pada Tabel 10 dan dengan mengacu pada rentang nilai skoring terlihat bahwa berdasarkan hasil analisis RAPFISH dari tiap elemen kinerja, ternyata elemen kinerja Kelembagaan PEMP (52,95) menunjukan status keberlanjutannya “cukup”, kemudian elemen kinerja Pengelolaan LEPP-M3 (25,29) menunjukan status keberlanjutannya “baik”, sedangkan elemen kinerja Kapasitas Pemanfaat
58
(69,19), Kemitraan (72,89), dan Pemangku Kepentingan (75,08) menunjukkan status keberlanjutannya “buruk”. Dengan demikian berdasarkan nilai analisis RAPFISH tersebut diatas, secara keseluruhan terlihat bahwa pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara menunjukan nilai rata-rata 59,08. Oleh karena nilai rata-rata dari kelima elemen kinerja Program PEMP tersebut berada pada rentang nilai >40 – 60, maka status keberlanjutannya berada pada kategori “cukup”. Berdasarkan analisis status keberlanjutan tersebut diatas dan juga hasil wawancara dengan responden serta data dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Maluku Tenggara, maka pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara pada umumnya menunjukan hal-hal sebagai berikut : 1.
Pengelolaan Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir – Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sudah mulai menguat, pengurus LEPP-M3 sebagian besar telah memahami tugas pokok dan fungsinya selaku salah satu lembaga ekonomi lokal berbasis masyarakat yang turut menentukan keberhasilan pelaksanaan Program PEMP. Pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
ini merupakan modal dasar dalam
pelaksanaan mekanisme pengelolaan LEPP-M3 secara baik dan benar. 2.
Kelembagaan Program PEMP belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tujuan dan sasaran dari Program PEMP itu sendiri. Masih ada stakeholders yang terlibat dalam Program PEMP seperti beberapa
aparat
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan,
Konsultan
Manajemen, dan Tenaga Pendamping Desa yang belum memahami tugas pokok dan fungsinya, bahkan belum berperan secara aktif dalam mengawal pelaksanaan Program PEMP di lapangan. 3.
Ada pemanfaat program yang kapasitasnya belum sesuai dengan apa yang disyaratkan dalam Pedoman Umum (pedum) Program PEMP, misalnya
rekruitmen
anggota
dalam
pembentukan
Kelompok
Masyarakat Pemanfaat (KMP) masih bersifat subjektif, karena diantara anggotanya masih terlibat hubungan kekerabatan walaupun mata pencaharian sehari-hari dari yang bersangkutan bukan sebagai
59
nelayan, pekerjaan sebagai nelayan hanya merupakan pekerjaan sampingan. 4.
Kemitraan belum berjalan dengan baik, karena baru melibatkan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara sebagai pihak yang turut memberikan sharing dana untuk kegiatan sosialisasi, padahal di Kabupaten Maluku Tenggara terdapat banyak perusahan-perusahan perikanan yang dapat diikut-sertakan dalam pelaksanaan Program PEMP. Perusahan-perusahan perikanan tersebut dapat dilibatkan sebagai mitra nelayan, baik dalam bentuk pola Perikanan Inti Rakyat (PIR) dimana nelayan merupakan inti dan perusahan perikanan sebagai plasma (bapak angkat). Selain itu juga perusahan perikanan dilibatkan sebagai pihak yang dapat menampung dan memasarkan hasil tangkapan nelayan.
5.
Pemangku kepentingan (stakeholders) juga masih banyak yang belum dilibatkan, baik dari kalangan eksekutif, legislatif, yudikatif, perguruan tinggi, lembaga adat, maupun lembaga swadaya masyarakat, padahal lembaga-lembaga tersebut mempunyai keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Program PEMP, baik sebagai penentu kebijakan, pembuat regulasi, pendampingan teknis, bahkan juga sebagai alat kontrol sosial dalam pelaksanaan Program PEMP di lapangan.
5.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Program PEMP Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara, dilakukan
analisis Leverage
dengan menggunakan RAPFISH. Dengan analisis Leverage ini dapat diketahui seberapa besar pengaruh dari masing-masing atribut terhadap keberhasilan elemen kinerja yang dievaluasi. Kuat lemahnya pengaruh atribut digolongan dalam lima kategori penilaian, yaitu (1) pengaruhnya dikatakan “sangat kuat” apabila nilai Leverage dari atribut tersebut berada pada kisaran 0 – 20,
(2) pengaruhnya
dikatakan “kuat” apabila nilai Leverage dari atribut tersebut berada pada kisaran >20 - 40,
(3) pengaruhnya dikatakan “cukup kuat” apabila nilai leverage dari atribut
60
tersebut berada pada kisaran >40 – 60, (4) pengaruhnya dikatakan “lemah” apabila nilai leverage dari atribut tersebut berada pada kisaran >60 – 80, dan (5) pengaruhnya dikatakan “sangat lemah” apabila nilai leverage dari atribut tersebut berada pada kisaran >80 – 100. Hasil analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH untuk kelima elemen kinerja Program PEMP dapat dilihat pada Lampiran 10 sampai dengan Lampiran 14.
a. Kelembagaan Program PEMP Program PEMP yang dilaksanakan sejak tahun 2001 hingga saat ini masih terus mencari bentuk ideal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Setidaknya terdapat dua elemen penting dalam memperkuat peran Program PEMP sebagai akselerator peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir yaitu
(1)
penguatan peran kelembagaan (institutional strengthening) pengelola program, dan (2) peningkatan kapasitas (capacity building) lembaga ekonomi mikro. Namun demikian, kedua elemen ini tidak dapat berperan secara optimal dan berkelanjutan jika tidak didukung oleh elemen lainnya, seperti KMP, keterlibatan Pemangku Kepentingan (stakeholders) dan Kemitraan yang dibangun oleh pengelola program dengan instansi terkait lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan evaluasi secara komprehensif terutama hubungan antar elemen yang terkait dalam Program PEMP. Analisis terhadap kinerja Kelembagaan Program PEMP mencakup enam komponen kelembagaan terkait yakni : Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara, Koperasi Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3), Konsultan Manajemen (KM), Tenaga Pendamping Desa (TPD), Bank Pelaksana, dan Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP). Berdasarkan hasil analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH seperti yang ditunjukan pada Tabel 11, terlihat besaran pengaruh yang diberikan oleh berbagai faktor terhadap capaian status kinerja Kelembagaan PEMP. Dari
6
komponen yang dinilai terlihat bahwa terdapat 20 atribut yang pengaruhnya “sangat kuat” terhadap kinerja Kelembagaan PEMP karena nilainya berada pada kisaran >0 – 20 yaitu yang dimulai dari nomor urut 1 sampai dengan 20, antara lain yang berhubungan dengan kemantapan organisasi, kepengurusan organisasi, kesesuaian
61
kualifikasi SDM, pemahaman terhadap Tupoksi, sistim administrasi dan keuangan, peran dan tanggung-jawab, keterwakilan unsur masyarakat dan gender, serta mekanisme pengawasan dalam penyaluran dan sirkulasi DEP. Selain itu terdapat 11 atribut yang pengaruhnya “cukup kuat” terhadap kinerja Kelembagaan PEMP karena nilainya berada pada kisaran >40 – 60 yaitu yang dimulai dari nomor urut 21 sampai dengan 31, antara lain yang berhubungan Tabel 11. Atribut yang mempengaruhi kinerja Kelembagaan PEMP No
Atribut Yang Berpengaruh
Nilai Leverage
1
Kemantapan organisasi pelaksana Program PEMP
0,01
2
Pemahaman terhadap Tupoksi Program PEMP
0,02
3
Pelaksanaan Tupoksi Program PEMP
0,04
4
Sistem dan mekanisme pencairan DEP
0,05
5
Laporan kemajuan Program PEMP
0,14
6
Pelaksanaan Tupoksi LEPP-M3
0,19
7
Status organisasi LEPP-M3
0,21
8
Mekanisme pemilihan pengurus LEPP-M3
0,22
9
Peran dan tanggung-jawab TPD
0,22
10
Keterwakilan unsur masyarakat dalam LEPP-M3
0,23
11
Keterwakilan unsur gender dalam LEPP-M3
0,23
12
Pelaksanaan Tupoksi Konsultan Manajemen (KM)
0,23
13
Kesesuaian kualifikasi KM dengan Program PEMP
0,23
14
Pemahaman terhadap Tupoksi TPD
0,24
15
Kapasitas KM dalam mendukung Program PEMP
0,26
16
Laporan kemajuan Konsultan Manajemen (KM)
0,26
17
Penetapan Konsultan Manajemen (KM)
0,55
18
Mekanisme pengawasan dalam penyaluran dan sirkulasi DEP
0,75
19
Pemahaman terhadap Tupoksi LEPP-M3
0,88
20
Pemahaman terhadap Tupoksi KM
1,25
21
Laporan kegiatan pembinaan LEPP-M3 oleh Bank Pelaksana ke DKP
52,28
22
Aksesibilitas KMP terhadap Bank Pelaksana
52,41
23
Sistem dan mekanisme pengaksesan DEP
52,60
24
Kesesuaian kegiatan KMP dengan jenis DEP
52,94
25
Penetapan KMP sebagai penerima DEP
52,95
26
Kesesuaian pembentukan KMP dengan Program PEMP
52,97
62
27
Pembinaan Bank Pelaksana kepada LEPP-M3
53,02
28
Proporsi daya serap DEP
53,11
29
Laporan kemajuan Tenaga Pendamping Desa (TPD)
53,12
30
Kapasitas TPD dalam Program PEMP
53,14
31
Kesesuaian kualifikasi TPD dengan Program PEMP
53,15
dengan kegiatan pembinaan LEPP-M3 oleh Bank Pelaksana, sistem dan mekanisme pengaksesan DEP, proporsi daya serap DEP, serta aktivitas LEPP-M3, KM, TPD, dan Bank Pelaksana Program PEMP. Atribut-atribut diatas saling mempengaruhi satu dengan lainnya sehingga membentuk satu kesatuan kinerja Kelembagaan PEMP, dimana berdasarkan hasil analisis Ordinasi yang telah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa kinerja dari Kelembagaan PEMP mencapai nilai 52,95. Oleh karena nilai tersebut berada dalam kisaran >40 - 60 maka status keberlanjutan dari elemen kinerja Kelembagaan dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam kategori “cukup”. Walaupun status keberlanjutan dari elemen kinerja Kelembagaan Program PEMP ini termasuk kategori cukup , namun kapasitas dan kinerja yang dimiliki oleh komponen-komponen Kelembagaan Program PEMP sejauh ini belum mengalami peningkatan yang signifikan. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholders didapatkan juga kondisi-kondisi sebagai berikut : 1. Optimalisasi peran kelembagaan pengelola program PEMP, seperti keterlibatan langsung dalam penyeleksian KM, membangun partisipasi masyarakat terutama dalam pembentukan LEPP-M3, termasuk menjalin Kemitraan dengan Bank pelaksana, dan bahkan kesetaraan gender dalam kepengurusan LEPP-M3 juga perlu ditingkatkan. Keterlibatan lembaga pemerintah mulai tingkat Pusat sampai dengan tingkat Kabupaten, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan menunjukkan dukungan terhadap pelaksanaan program PEMP yang ditunjukkan dengan dikeluarkannya sejumlah instrumen pendukung program, seperti Pedoman Umum dan mekanisme berbagai Surat Keputusan (SK Penunjukan
Konsultan
Manajemen
dan
Kepengurusan
LEPPM3),
63
termasuk didalamnya penjabaran tugas pokok dan fungsi pelaksana program.
Walaupun
demikian,
secara
eksplisit
masih
diperlukan
penguatan peran kelembagaan pengelola program, terutama dalam penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dari kelembagaan LEPP-M3 harus segera dibenahi, selain itu juga optimalisasi peran Bank Pelaksana yang dinilai belum mencapai titik optimal. 2. Peningkatan pemahaman terhadap tugas pokok dan fungsi pengelola program PEMP dalam menjelaskan subtansinya termasuk peluang mengatasi persoalan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Faktor koordinasi kelembagaan pengelola program menjadi instrumen sangat penting karena
menyangkut
fungsi
koordinatif,
supervisi,
verifikasi,
dan
pembinaan. Hal ini ditunjukkan dengan diperlukannya peningkatan koordinasi yang tidak hanya koordinasi internal diantara elemen pendukung, tetapi juga terhadap pihak luar yang justru menentukan efektivitas peran kelembagaan pengelola program, salah satunya adalah dengan Bank Pelaksana. 3. Dalam pelaksanaan tupoksi kelembagaan pengelola program, masih diperlukan konsistensi dalam proses rekruitmen tenaga KM dan TPD yang dinilai masih belum optimal sehingga proses transformasi manajerial program dan pembinaan belum terjadi seperti yang diinginkan. Konsistensi dari kualifikasi tenaga KM dan TPD menjadi penting ketika sumberdaya manusia dilokasi pelaksanaan program cukup tersedia, dan hal ini telah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dengan menempatkan sejumlah aparat sesuai kompetensinya yang juga turut mempengaruhi kinerja kelembagaan pengelola program. Dalam kondisi khusus, proses rekruitmen KM dan TPD yang dinilai tidak transparan terjadi akibat kurang tersedianya sumberdaya manusia KM dan TPD tetapi disisi lain pengelola program sedapat mungkin meminimalisir keterlambatan pelaksanaan sehingga hal ini bukan menjadi kendala utama. Hal ini ditunjukkan dengan tidak terpengaruhnya pencapaian tujuan program, seperti penyaluran DEP ke KMP. Proses institutionalisasi kelembagaan ekonomi mikro (LEPP-M3) menjadi suatu badan hukum
64
merupakan salah satu bentuk keberhasilan pencapaian program PEMP. Kompleksitas pemilihan lokasi pelaksanaan program dan Bank Pelaksana masih terjadi sehingga mempengaruhi efektivitas proses pembinaan terutama dalam pengelolaan DEP. 4. Intervensi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten masih menyisakan pekerjaan yang harus segera dibenahi. Misalnya, penentuan KM, TPD, KMP, dan Ketua Pengurus LEPP-M3 yang prosesnya terkesan tidak melibatkan anggotanya turut mempengaruhi kinerja dan semangat anggota pelaksana program. Artinya masih terdapat perbedaan persepsi diantara komponen pelaksana program, yang berakibat kepada disproporsi peran diantara komponen tersebut. Namun secara menyeluruh kinerja kelembagaan program menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan dengan terciptanya kemampuan pemanfaat program melakukan pembukuan pelaporan secara periodik. Sejalan dengan itu, maka diperlukan upaya secara terus menerus dalam bentuk sosialisasi manfaat program PEMP ke segenap lapisan masyarakat, termasuk tokoh adat dan kalangan dunia usaha. 5. Lembaga perbankan dalam hal ini Bank Maluku sebagai Bank Pelaksana Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara sebagai stakeholder vital, belum menunjukkan keseriusan untuk memberikan fasilitas dan pelayanan bagi masyarakat pesisir dalam mengakses modal. Dengan melakukan perbaikan terhadap beberapa hal seperti yang dikemukakan diatas, diharapkan status keberlanjutan dari elemen kinerja Kelembagaan
dapat
ditingkatkan
menjadi
lebih
baik
sehingga
pelaksanaan Program PEMP dapat berkelanjutan.
b. Pengelolaan Koperasi LEPP-M3 Salah satu faktor penyebab kemiskinan dan keterbelakangan sosial di kawasan pesisir adalah kedudukan kelembagaan ekonomi masyarakat setempat kurang berfungsi untuk mendukung berkembangnya dinamika pembangunan secara
65
berkelanjutan. Untuk mengatasi hal tersebut, program PEMP telah dirancang dengan pendekatan kelembagaan ekonomi melalui pembentukan LEPP-M3. Sesuai tuntutan yang berkembang untuk membenahi sistem pengelolaan DEP dan menguatkan kelembagaan, pada Tahun 2004 LEPP-M3 telah menjadi lembaga yang berbadan hukum koperasi yang di dalamnya didirikan LKM. Pada masa mendatang, Koperasi LEPP-M3 sebagai sasaran antara program PEMP diharapkan menjadi cikal-bakal holding company masyarakat pesisir dan memiliki tanggung jawab besar untuk mengelola Program PEMP. Sejak perubahan paradigma penyaluran dan pengelolaan DEP pada tahun 2004, pengelolaan Koperasi LEPP-M3 menunjukkan kecenderungan perkembangan yang positif. Tabel 12. Atribut yang mempengaruhi kinerja Pengelolaan Koperasi LEPP-M3 No
Atribut Yang Berpengaruh
Nilai Leverage
1
Pelaporan Kegiatan LEPP-M3
4,40
2
Pemahaman Tupoksi LEPP-M3 oleh pengurusnya
13,2
3
Kesesuaian kualifikasi SDM pengurus LEPP-M3
24,2
4
Mekanisme organisasi LEPP-M3
24,3
5
Produktivitas dan efisiensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
25,6
6
Bentuk pengelolaan DEP
28,8
7
Kualitas portofolio LEPP-M3
29,6
8
Sistem administrasi keuangan pengelolaan DEP
30,7
9
Pengembangan usaha LEPP-M3
34,3
10
Kuantitas dan perkembangan KMP
42,4
11
Laporan neraca keuangan LEPP-M3
51,8
Berdasarkan hasil analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH seperti yang ditunjukan pada Tabel 12, terlihat besaran pengaruh yang diberikan oleh berbagai faktor terhadap capaian status kinerja Pengeloaan LEPP-M3. Dari
11
atribut yang dinilai, terlihat bahwa terdapat 2 atribut yang pengaruhnya “sangat kuat” terhadap kinerja Pengelolaan LEPP-M3 karena nilainya berada pada kisaran >0 – 20, yaitu pelaporan kegiatan, pemahaman terhadap tupoksi LEPP-M3. Disamping itu terdapat 7 atribut yang pengaruhnya “kuat” terhadap kinerja Pengelolaan LEPP-M3 karena nilainya berada pada kisaran >20 – 40 yaitu kesesuaian kualifikasi SDM, mekanisme organisasi, produktivitas dan efisiensi
66
LKM, bentuk pengelolaan DEP, kualitas portofolio, sistem administrasi keuangan, dan pengembangan usaha LEPP-M3. Selain itu juga terdapat 2 atribut yang pengaruhnya “cukup kuat” terhadap kinerja Pengelolaan LEPP-M3 karena nilainya berada pada kisaran >40 – 60 yaitu kuantitas dan perkembangan KMP, dan laporan neraca keuangan LEPP-M3. Atribut-atribut diatas saling mempengaruhi satu dengan lainnya sehingga membentuk satu kesatuan kinerja Pengelolaan LEPP-M3, dimana berdasarkan hasil analisis Ordinasi yang telah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa kinerja Pengelolaan LEPP-M3 mencapai nilai 25,29. Oleh karena nilai tersebut berada dalam kisaran >20 - 30 maka dapat disimpulkan bahwa status keberlanjutan elemen kinerja Pengelolaan LEPP-M3 dalam pelaksanaan Program Kecamatan Kei Kecil - Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam
dari
PEMP di kategori
“baik”. Baiknya status keberlanjutan dari elemen kinerja Pengelolaan Koperasi LEPPM3 ini didukung oleh beberapa hal antara lain sebagian besar pengurus Koperasi LEPP-M3 telah memiliki kualifikasi sesuai persyaratan yang ditetapkan dengan kualitas potofolio yang baik. Kecakapan dalam mengelola koperasi ini dimotori oleh pengurus dengan kualitas SDM yang telah berpengalaman dan faham terhadap karakteristik masyarakat, disamping itu pengurus juga dibantu oleh pegawai yang mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup dan telah memiliki pengalaman didalam memahami karakter sosial budaya masyarakat setempat. Dalam melaksanakan aktivitasnya, pengurus Koperasi LEPP-M3 telah memahami tugas pokok dan fungsi, mekanisme organisasi, berbagai bentuk pelaporan kegiatan, cara mengembangkan usaha, dan teknis membuat neraca keuangan Koperasi LEPP-M3. Selain itu Koperasi LEPP-M3 juga memiliki sistem dan mekanisme yang baik untuk melakukan monitoring dan evaluasi. Adanya sistem monitoring yang baik disertai dengan pelaksanaannya membuat pengurus mampu mengidentifikasi berbagai masalah yang terjadi di lapangan yang berkaitan dengan pengelolaan Koperasi LEPP-M3. Sebagai tindak lanjutnya, pengurus kemudian menjadikan berbagai informasi hasil monitoring terhadap kondisi tersebut sebagai bahan evalusi untuk menentukan sistem dan mekanisme pengelolaan yang sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan.
67
Dengan melakukan peningkatan kualitas dari apa yang telah dijelaskan diatas dan membenahi beberapa hal yang masih terasa kurang maka diharapkan status keberlanjutan dari elemen kinerja Pengelolaan LEPP-M3 dapat lebih meningkat sehingga pelaksanaan Program PEMP dapat berkelanjutan.
c. Kapasitas Pemanfaat Progam PEMP Meskipun masih banyak terdapat kelemahan, dari beberapa aspek terlihat bahwa kapasitas pemanfaat program PEMP telah menunjukan kondisi yang lebih baik terutama pada proses penetapan jenis Usaha Ekonomi Produktif (UEP) yang difasilitasi oleh program PEMP, dan kesesuaian kriteria penerima DEP. Dalam hubungannya dengan proses penetapan jenis UEP dan penerima DEP, ada beberapa hal yang harus dipenuhi seperti penggunaan format standar dalam pembuatan proposal (rencana kegiatan) UEP yang telah disiapkan oleh LEPP-M3, rumusan kriteria sebagai acuan verifikasi UEP dan penerima DEP, instrumen untuk survei faktual, dan yang terpenting adalah adanya kerangka waktu yang digunakan mulai dari pengajuan usulan, verifikasi, persetujuan proposal, kontrak kerja sampai pada likuiditas dana kepada pemanfaat program. Untuk membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut, Departemen Kelautan dan Perikanan sebagai penanggung-jawab program PEMP telah menyediakan Pedoman Umum (Pedum), tetapi untuk hal-hal yang sifatnya lebih teknis belum disiapkan. Meskipun demikian, dengan melihat situasi dan kondisi maka untuk efektivitas proses tersebut, seharusnya penanggung-jawab program PEMP di daerah dan pelaku-pelaku lainnya berinisiatif untuk menyusun instrumeninstrumen yang terkait dengan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan, sehingga proses
pelembagaan
(sistem,
organisasi,
penatakelolaan)
dan
domestikasi
(pengambil-alihan peran pemangku kepentingan lokal) secara perlahan dapat terwujud. Tabel 13. Atribut yang mempengaruhi kinerja Kapasitas Pemanfaat No 1
Atribut Yang Berpengaruh Transformasi dan Replikasi DEP
Nilai Leverage 38,8
68
2
Tertib administrasi KMP
41,3
3
Ekstensifikasi dan Diversifikasi jenis DEP
91,7
4
Perubahan tingkat kesejahteraan anggota KMP
91,8
5
Pemahaman teknis pengelolaan DEP
96,9
Berdasarkan hasil analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH seperti yang ditunjukan pada Tabel 13, terlihat besaran pengaruh yang diberikan oleh berbagai faktor terhadap capaian status kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP. Dari 5 atribut yang dinilai, terlihat bahwa terdapat 1 atribut yang pengaruhnya “kuat” terhadap kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >20 – 40, yaitu transformasi dan replikasi DEP. Disamping itu juga terdapat 1 atribut yang pengaruhnya “cukup kuat” terhadap kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >40 – 60, yaitu tertib administrasi KMP. Selain itu terdapat 3 atribut yang pengaruhnya “sangat lemah” terhadap kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >80 – 100 yaitu ekstensifikasi dan diversifikasi jenis DEP, perubahan tingkat kesejahteraan anggota KMP, dan pemahaman tentang teknis pengelolaan DEP. Atribut-atribut diatas saling mempengaruhi satu dengan lainnya sehingga membentuk satu kesatuan kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP, dimana berdasarkan hasil analisis Ordinasi yang telah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP mencapai nilai 69,19. Oleh karena nilai tersebut berada dalam kisaran >60 - 80 maka dapat disimpulkan bahwa status keberlanjutan dari Kapasitas Pemanfaat dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam kategori “buruk”. Buruknya status keberlanjutan dari elemen kinerja Kapasitas Pemanfaat Program PEMP ini antara lain disebabkan karena belum efektifnya proses tranformasi dan replikasi jenis UEP/DEP, serta pembaruan wawasan dan kemampuan anggota KMP yang seharusnya difasilitasi oleh KM, TPD dan Koperasi LEPP-M3 yang diangkat dan dibentuk oleh Dinas Kelautan dan Perikanan. Fungsifungsi asistensi, supervisi dan pembinaan yang diperankan oleh pihak-pihak tersebut belum dijalankan secara baik dan konsisten. Selain itu, tertib administrasi usaha
69
akan mendukung KMP mewujudkan tertib administrasi, transparansi dan akuntabilitas usaha, sehingga akan menumbuhkan kepercayaan antar anggota kelompok dan lembaga-lembaga mitra (pemerintah, koperasi dan lembaga perbankan). Demikian juga penghantaran DEP dalam mendukung UEP harus lebih ditingkatkan agar dapat membantu dalam penguatan usaha (intensifikasi), pengembangan usaha (ekstensifikasi), dan perluasan usaha (diversifikasi), dengan itu akan terbangun kekuatan KMP yang selanjutnya secara mandiri dapat mengelola UEP bahkan dapat memberikan multiplier effect dan breakdown effect bagi kelompok masyarakat lainnya. Nilai manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan dari UEP yang dilaksanakan oleh KMP merupakan tujuan utama program PEMP sebagai salah satu bentuk upaya pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir. Untuk itu dibutuhkan upaya peningkatan pemahaman tentang teknis pengelolaan UEP/DEP. Manajemen usaha yang diterapkan oleh KMP dalam melakukan UEP terutama dalam hal keterampilan merencanakan usaha, kemampuan teknis, keterampilan mengelola keuangan dan kemampuan mengembangkan jaringan kemitraan akan sangat membantu efektifitas dan pengembangan UEP. Dengan perbaikan-perbaikan seperti yang dikemukakan diatas, diharapkan status keberlanjutan dari elemen kinerja Kapasitas Pemanfaat dapat ditingkatkan menjadi lebih baik sehingga pelaksanaan Program PEMP dapat berkelanjutan.
d. Kemitraan Kemitraan yang baik akan berpengaruh secara signifikan terhadap proses pencapain misi dari program PEMP. Keterlibatan pemangku kepentingan yang dibingkai dalam sebuah kemitraan, akan melahirkan sinergitas yang tinggi dan pembagian peran yang efektif.
Kemitraan yang dibangun dalam pelaksanaan
Program PEMP tidak bisa dipisahkan dari peran pemangku kepentingan dan peran pelaksana program sebagai penentu keberhasilan kemitraan tersebut. Berbagai alasan yang diberikan mengapa kemitraan masih rendah, antara lain misalnya belum adanya dukungan yang kuat dari para pemangku kepentingan sehingga belum terjalinnya kerjasama dan tidak terjadi sinergitas dalam pelaksanaan Program PEMP.
70
Berdasarkan hasil analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH seperti yang ditunjukan pada Tabel 14, terlihat besaran pengaruh yang diberikan oleh berbagai faktor terhadap capaian status kinerja Kemitraan dalam Program PEMP. Dari 5 atribut yang dinilai, terlihat bahwa terdapat 1 atribut yang pengaruhnya “cukup kuat” terhadap kinerja Kemitraan dalam Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >40 – 60, yaitu pembinaan DEP oleh Mitra Program PEMP.
Tabel 14. Atribut yang mempengaruhi kinerja Kemitraan No
Atribut Yang Berpengaruh
Nilai Leverage
1
Pembinaan DEP oleh Mitra program PEMP
40,4
2
Peran Mitra dalam mendukung program PEMP
65,6
3
Perguliran DEP yang difasilitasi oleh Mitra program PEMP
67,2
4
Penguatan modal LEPP-M3 oleh lembaga keuangan lainnya
84,8
5
Sharing dana oleh Mitra program PEMP
93,2
Selain itu terdapat 2 atribut yang pengaruhnya “lemah” terhadap kinerja Kemitraan dalam Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >60 – 80, yaitu peran Mitra dalam mendukung Program PEMP, dan perguliran DEP yang difasilitasi oleh Mitra Program PEMP. Disamping itu juga terdapat 2 atribut yang pengaruhnya “sangat lemah” terhadap kinerja Kemitraan dalam Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >80 – 100 yaitu penguatan modal LEPP-M3 oleh lembaga keuangan lainnya, dan sharing dana oleh Mitra Program PEMP. Atribut-atribut diatas saling mempengaruhi satu dengan lainnya sehingga membentuk satu kesatuan kinerja Kemitraan dalam pelaksanaan Program PEMP, dimana berdasarkan hasil analisis Ordinasi yang telah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa kinerja Kemitraan mencapai nilai 72,89. Oleh karena nilai tersebut berada dalam kisaran >60 - 80 maka dapat disimpulkan bahwa status keberlanjutan dari elemen kinerja Kemitraan dalam pelaksanaan Program
PEMP di Kecamatan Kei
Kecil Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam kategori “buruk”. Buruknya status keberlanjutan dari elemen kinerja Kemitraan ini antara lain disebabkan karena masih belum dilibatkannya berbagai pihak yang mempunyai
71
keterkaitan langsung maupun tidak langsung dengan pelaksanaan Program PEMP. Peran pihak eksekutif dalam Program PEMP baru hanya sebatas memberikan sharing dana untuk kegiatan sosialisasi. Sementara pihak legislatif, yudikatif, kalangan dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat belum dilibatkan secara aktif sebagai mitra Program PEMP. Dengan kondisi demikian pembinaan terhadap usaha ekonomi produktif yang diharapkan dari mitra Program PEMP praktis tidak berjalan. Disamping itu perguliran DEP yang diharapkan dapat difasilitasi oleh kalangan dunia usaha sebagai mitra Program PEMP juga tidak dapat dilaksanakan, padahal di Kabupaten Maluku Tenggara banyak terdapat perusahan-perusahan perikanan yang dapat dilibatkan sebagai mitra program PEMP. Demikian juga dengan penguatan modal LEPP-M3 yang diharapkan dari lembaga keuangan lainnya tidak dapat berjalan, karena sampai saat ini pengelola Program PEMP belum membangun jaringan kerja dengan lembaga-lembaga keuangan lainnnya yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara. Dengan melakukan perbaikan terhadap beberapa hal yang dikemukakan diatas, diharapkan status keberlanjutan dari elemen kinerja Kemitraan dapat ditingkatkan menjadi lebih baik sehingga pelaksanaan Program PEMP dapat berkelanjutan.
e. Persepsi Pemangku Kepentingan (Stakeholders) Keberhasilan suatu program sangat dipengaruhi oleh persepsi orang-orang yang terkait baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan program itu. Adapun mereka yang terkait secara langsung dengan program PEMP ini antara lain Pemerintah Daerah, KM, TPD, anggota LEPP-M3 dan masyarakat pesisir sebagai penerima/pemanfaat program PEMP, sedangkan yang terkait secara tidak langsung antara lain, pihak legislatif, yudikatif, kalangan dunia usaha, perguruan tinggi, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat. Gambaran tentang persepsi pemangku kepentingan yang cenderung negatif terhadap program PEMP umumnya terkait dengan pemahaman pemangku kepentingan terhadap Program PEMP itu sendiri, kesesuaian peran pemangku kepentingan dalam Program PEMP, dan relevansi program dan anggaran dari pemangku kepentingan. Selain itu kemampuan KM dan TPD, serta penunjukan
72
Bank Pelaksana menjadi hal yang paling banyak disoroti dalam pelaksanaan Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara.
Tabel 15. Atribut yang mempengaruhi kinerja Pemangku Kepentingan No
Atribut Yang Berpengaruh
Nilai Leverage
1
Kesesuaian peran stakeholders dalam program PEMP
12,22
2
Relevansi program dan anggaran dari stakeholders
12,37
3
Pemahaman stakeholders tentang program PEMP
23,10
Berdasarkan hasil analisis Leverage dengan menggunakan RAPFISH seperti yang ditunjukan pada Tabel 15, terlihat besaran pengaruh yang diberikan oleh berbagai faktor terhadap capaian status kinerja Pemangku Kepentingan dalam pelaksanaan Program PEMP. Dari 3 atribut yang dinilai, terlihat bahwa terdapat 2 atribut yang pengaruhnya “sangat kuat” terhadap kinerja Pemangku Kepentingan dalam Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >0 – 20, yaitu kesesuaian peran Stakeholders dalam Program PEMP, dan Relevansi program dan anggaran dari Stakeholders. Selain itu juga terdapat 1 atribut yang pengaruhnya “kuat” terhadap kinerja Pemangku Kepentingan dalam pelaksanaan Program PEMP karena nilainya berada pada kisaran >20 – 40, yaitu pemahaman Stakeholders tentang Program PEMP. Atribut-atribut diatas saling mempengaruhi satu dengan lainnya sehingga membentuk satu kesatuan kinerja Pemangku Kepentingan dalam pelaksanaan Program PEMP, dimana berdasarkan hasil analisis Ordinasi yang telah dijelaskan sebelumnya terlihat bahwa kinerja Pemangku Kepentingan mencapai nilai 75,08. Oleh karena nilai tersebut berada dalam kisaran >60 - 80 maka dapat disimpulkan bahwa status keberlanjutan dari Pemangku Kepentingan dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara termasuk dalam kategori “buruk”. Buruknya status keberlanjutan dari elemen kinerja Pemangku Kepentingan ini antara lain disebabkan karena kesesuaian peran pemangku kepentingan serta
73
relevansi program dan anggaran belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, hal ini terjadi karena masih kurangnya pemahaman pemangku kepentingan terhadap Program PEMP yang telah dilaksanakan selama ini. Hasil wawancara menunjukkan bahwa persepsi pemangku kepentingan termasuk masyarakat sebagai pemanfaat program dipengaruhi oleh beberapa hal. Adanya informasi yang keliru tentang program PEMP, ternyata memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap persepsi pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai pemanfaat program tentang Program PEMP itu sendiri. Adapun informasi yang keliru itu muncul karena keberadaan program-program lain di luar Program PEMP. Banyak program lain diluar Program PEMP yang menggulirkan dana bantuan ke masyarakat pemanfaat dengan sistem hibah, sehingga masyarakat tidak perlu mengembalikan dana yang sudah didapat. Hal itu sangat mempengaruhi pandangan pemangku kepentingan dan masyarakat sebagai pemanfaat program PEMP, dimana mereka beranggapan bahwa Program PEMP juga merupakan hibah, dan bukan dalam bentuk dana bergulir. Terkait dengan beberapa hal tersebut maka keterlibatan pemangku kepentingan untuk berpartisipasi aktif dalam sosialisasi juga merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam. membentuk persepsi masyarakat. Pembelajaran yang dapat ditarik dari evaluasi kinerja pemangku kepentingan adalah sebagai berikut : ¾
Persepsi yang baik dari pemangku kepentingan akan terbangun melalui proses penghantaran informasi yang benar dan intensif mengenai halhal yang terkait dengan program PEMP, baik yang bersifat substansi maupun manajemen. Selain itu, persepsi yang baik dari pemangku kepentingan dapat terbangun dan dipengaruhi oleh kemampuan pelaksana program menampilkan praktek-praktek transparansi dan akuntabilitas.
¾
Keterlibatan pemangku kepentingan umumnya masih bersifat partisipasi semata yang hanya mengukur manfaat yang dapat diperoleh dari keterlibatannya tanpa melihat tingkat urgensi dan kemanfaatan yang dapat diperoleh dengan keterlibatannya. Menumbuhkan partisipasi sejati dari pemangku kepentingan hanya dapat terjadi jika didekati dengan teknik persuasif, konsisten, dan keikhlasan. Seain itu, perlu melahirkan preseden-preseden yang baik dalam bentuk karya/presetasi
74
untuk menggantikan preseden-preseden buruk pada masa lalu, sehingga secara perlahan pemangku kepentingan dapat melihat manfaat dari Program PEMP.
Dengan perbaikan-perbaikan seperti yang dikemukakan diatas, diharapkan status keberlanjutan dari elemen kinerja Pemangku Kepentingan dapat ditingkatkan menjadi lebih baik sehingga pelaksanaan Program PEMP dapat berkelanjutan.
5.2. Analisis Skala Prioritas Alternatif Kebijakan Peningkatan Mutu Program PEMP 5.2.1. Penentuan Alternatif Kebijakan Penentuan alternatif kebijakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP dilakukan dengan menggunakan Analisis Hirarki Proses (AHP) dimana dengan metode ini diharapkan dapat menangkap persepsi atau pandangan stakeholders tentang pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara. Persepsi atau pandangan stakeholders tersebut diserap melalui pengisian kuesioner yang diberikan kepada setiap responden, prinsip penilaian AHP adalah membandingkan tingkat kepentingan prioritas antara satu elemen dengan elemen lainnya yang berada pada tingkatan atau level yang sama berdasarkan pertimbangan tertentu. Struktur yang dibangun terdiri dari 3 tingkatan keputusan yaitu : 1. Tujuan (warna kuning), 2. Kriteria (warna biru), dan
3. Alternatif kebjakan (warna hijau) sebagaimana
terlihat pada Gambar 2.
KEBIJAKAN PENINGKATAN MUTU PELAKSANAAN PROGRAM PEMP
PERENCANAAN
SHARING
SOSIALISASI
LEMBAGA
PENDAMPINGAN
KUALITAS
REVOLVING
EVALUASI
KEMITRAAN
75
Gambar 2. Struktur Mutu Pelaksanaan Program PEMP
5.2.2 Penentuan Tujuan Kriteria Kebijakan Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP
bertujuan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
pesisir
melalui
pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan LKM, penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara telah berjalan sejak Tahun 2001. Kenyataan menunjukan bahwa dalam perjalanan pelaksanaan program PEMP tersebut ternyata belum terlihat adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir khususnya kelompok nelayan yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara terarah yang dilaksanakan oleh penulis, hal ini disebabkan belum efektifnya pelaksanaan program PEMP di Kabupaten Maluku tenggara. Untuk itu perlu adanya kebijakan strategi peningkatan mutu PEMP di Maluku tenggara sehingga
program PEMP
yang dilaksanakan tersebut dapat
membawa masyarakat pesisir yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara menuju peningkatan taraf hidup mereka. Untuk dapat melaksanakan semua kebijakan tersebut dapat dipastikan akan menimbulkan konflik kepentingan diantara kelembagaan PEMP, salah satu cara untuk menghindari konflik kepentingan tersebut adalah dengan model AHP. Tujuan yang ingin dicapai adalah merumuskan “Strategi Kebijakan Peningkatan Mutu Pelaksanaan Program PEMP “ sehingga kepentingan antar lembaga dalam kelembagaan PEMP dapat dilaksanakan secara terencana, terpadu, terarah dan sistematis berdasarkan skala prioritas.
76
Untuk dapat mencapai tujuan diatas yaitu merumuskan Strategi kebijakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, terdapat 4 kriteria yang harus diperhatikan yaitu (1) aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat, (2) aspek sosialisasi program PEMP, (3) aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP, dan (4) aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP.
Hasil analisis pendapat gabungan rensponden yang diolah dengan Expert Choice versi 9.5 menunjukan besarnya kontribusi yang diberikan oleh masingmasing kriteria terhadap tujuan yang ingin dicapai seperti terlihat pada Tabel 16 dan Gambar 3. Tabel 16. Skala Prioritas Kriteria No
Kriteria
Nilai
Bobot
Persentase
Prioritas
1
Merencanakan Program Berbasis Masyarakat Melaksanakan Sosialisasi Program Melaksanakan Pendampingan Program PEMP Melaksanakan Evaluasi Pelaksanaan Program Jumlah
154
0,287
28,7
1
136 142
0,254 0,265
25,4 26,5
3 2
104
0,194
19,4
4
536
1
100
-
2 3 4
Sumber : Hasil olahan data primer
Gambar 3. Diagram Batang Skala Prioritas Kriteria.
77
Dari Tabel 16 dan Gambar 3 terlihat bahwa secara hirarki, kriteria yang paling penting menurut responden dalam upaya mencapai tujuan diatas adalah perencanaan program PEMP berbasis masyarakat dengan jumlah nilai
154
(28,7%).
Kriteria
yang
merupakan
prioritas
kedua
adalah
pelaksanaan pendampingan program PEMP dengan jumlah nilai 142 (26,5%). Kriteria yang merupakan prioritas ketiga adalah sosialisasi program PEMP dengan jumlah nilai 136 (25,4%). Kriteria yang merupakan urutan terakhir adalah evaluasi pelaksanaan program PEMP dengan jumlah nilai 104 (19,4%)
5.2.3 Alternatf Kebijakan Pilihan Dari keempat tujuan kriteria diatas dirumuskan lima alternatif strategi kebijakan pilihan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara, kelima alternatif tersebut adalah (1) Strategi kebijakan sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, (2) Strategi kebijakan penguatan kelembagaan PEMP dan SDM, (3) Strategi kebijakan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat, (4) Strategi kebijakan penataan sistem pengembalian dana bergulir, dan (5) Strategi kebijakan pengembangan kemitraan. Hasil analisis pendapat gabungan responden untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara sebagai berikut :
1. Kebijakan peningkatan mutu pelaksanan program PEMP berdasarkan aspek Perencanaan Program PEMP Berbasis Masyarakat Hasil analisis pendapat gabungan responden untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan
78
Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Perencanaan Program PEMP Berbasis Masyarakat
No 1 2 3 4 5
Alternatif Pengembangan Penguatan Kelembagaan PEMP dan SDM Sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat Pengembangan Kemitraan
Nilai
Bobot
Persentase
Prioritas
198
0,066
6,6
1
188
0,063 6,3
2
166
0.056 5,6
3
156
0,052
150
0,050
5,2 5,0
4 5
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden terlihat bahwa untuk aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat, penguatan kelembagaan PEMP dan SDM menempati urutan pertama dengan nilai 198 (6,6%), kemudian diikuti oleh sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 188 (6,3%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 166 (5,6%), peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 156 (5,2%), dan urutan terakhir adalah pengembangan kemitraan dengan nilai 150 (5,0%). Dengan demikian total persentase aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 28,7%.
79
2. Kebjakan peningkatan mutu pelaksanan program PEMP berdasarkan aspek Sosialisasi Program PEMP Hasil analisis pendapat gabungan responden untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan aspek sosialisasi program PEMP dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Sosialisasi Program PEMP No
Alternatif Pengembangan
Nilai
Bobot
Persentase
Prioritas
1
Pengembangan Kemitraan
152
0,059
5,9
1
2
Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat
136
0,053
5,3
2
3
Penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving)
132
0,051
5,1
3
4
Sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara
122
0,047
4,7
4
5
Penguatan Kelembagaan PEMP dan SDM
114
0,044
4,4
5
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden terlihat bahwa untuk aspek sosialisasi program PEMP, pengembangan kemitraan menempati urutan pertama dengan nilai 152 (5,9%), kemudian diikuti oleh peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 136 (5,3%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 132 (5,1%), sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 122 (4,7%), dan urutan terakhir adalah penguatan kelembagaan PEMP dan SDM dengan nilai 114 (4,4%). Dengan
80
demikian total persentase aspek sosialisasi program PEMP terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 25,4%. 3. Kebjakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP berdasarkan aspek Pelaksanaan Pendampingan Program PEMP Hasil analisis pendapat gabungan responden untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Pelaksanaan Pendampingan Program PEMP.
No
Alternatif Pengembangan
Nilai
Bobot
Persentase
Prioritas
1
Penguatan Kelembagaan PEMP dan SDM
172
0,061
6,1
1
2
Sharing dana dari Pemerintah Kabupaten 160
0,057
5,7
2
142
0,051
5,1
3
bergulir (revolving)
140
0,050
5,0
4
Pengembangan Kemitraan
130
0,046
4,6
5
Maluku Tenggara 3
Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat
4
5
Penataan sistem pengembalian dana
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden terlihat bahwa untuk aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP, penguatan kelembagaan PEMP dan SDM menempati urutan pertama dengan nilai 172 (6,1%), kemudian diikuti oleh sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 160 (5,7%), peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 142 (5,1%), penataan
81
sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 140 (5,0%), dan urutan terakhir adalah pengembangan kemitraan dengan nilai 130 (4,6%). Dengan demikian total persentase aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 26,5%.
4. Kebijakan peningkatan mutu pelaksanan program PEMP berdasarkan aspek Evaluasi Pelaksanaan Program PEMP Hasil analisis pendapat gabungan responden untuk menentukan prioritas alternatif kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Skala Prioritas Berdasarkan Aspek Evaluasi PelaksanaanProgram PEMP
No
Alternatif Pengembangan
Nilai
Bobot
Persentase
Prioritas
134
0,045
4,5
1
0,043
4,3
2
118
0,039
3,9
3
bergulir (revolving)
106
0,035
3,5
4
Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat
96
0,032
3,2
5
1
Pengembangan Kemitraan
2
Penguatan Kelembagaan PEMP dan SDM
3
Sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara
4
5
130
Penataan sistem pengembalian dana
Sumber : Hasil olahan data primer
Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden terlihat bahwa untuk aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP, pengembangan kemitraan menempati
82
urutan pertama dengan nilai 134 (4,5%), kemudian diikuti oleh penguatan kelembagaan PEMP dan SDM dengan nilai 130 (4,3%), sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 118 (3,9%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 106 (3,5%), dan urutan terakhir adalah peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 96 (3,2%). Dengan demikian total persentase aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 19,4%.
5. Sintesis Alternatif Kebjakan Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan responden, diketahui bahwa prioritas alternatif kebijakan yang harus diperhatikan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara dalam upaya peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, yang merupakan sintesis dari pendapat seluruh responden seperti terlihat pada Tabel 21 dan Gambar 4.
Tabel 21. Skala Prioritas Strategi Kebijakan Pilihan No
Alternatif Pengembangan
1
Penguatan Kelembagaan PEMP dan SDM Sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Pengembangan Kemitraan Penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat
2 3 4 5
Nilai
Bobot
Persentase
Prioritas
614
0,214
21,4
1
588
0,206
20,6
2
566
0,200
20,0
3
544
0,192
19,2
4
530
0,188
18,8
5
Sumber : Hasil olahan data primer
83
Gambar 4. Diagram Batang Skala Prioritas Strategi Keijakan Pilihan.
Dari Tabel 21 dan Gambar 4 terlihat bahwa berdasarkan keempat kriteria tersebut, penguatan kelembagaan PEMP dan SDM menempati urutan pertama dengan nilai 614 dan bobot 0,214 (21,4%), kemudian diikuti oleh sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dengan nilai 588 dan bobot 0,206 (20,6%), pengembangan kemitraan dengan nilai 566 dan bobot 0,20 (20,0%), penataan sistem pengembalian dana bergulir (revolving) dengan nilai 544 dan bobot 0,192 (19,2%), dan urutan terakhir adalah peningkatan kualitas partisipasi masyarakat dengan nilai 530 dan bobot 0,188 (18,8%). Dengan demikian total persentase seluruh kriteria terhadap tujuan yang ingin dicapai untuk kelima alternatif kebijakan tersebut adalah sebesar 100%.
84
VI. PERANCANGAN PROGRAM PROGRAM PEMP
PENINGKATAN
MUTU
Program PEMP merupakan kebijakan Departemen Kelautan dan Perikanan yang sejak tahun 2000 dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum program PEMP
bertujuan
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
pesisir
melalui
pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan LKM, penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi serta kegiatan ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Program PEMP yang dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara sejak Tahun 2001–2007 tersebut diharapkan dapat memberikan hasil yang positif kepada masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya masyarakat nelayan. Adapun indikasi keberhasilan program PEMP tersebut akan terlihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat pesisir, berfungsinya kelembagaan PEMP yang dibentuk, dan bergulirnya DEP. Namun sejauh ini, dampak dari pelaksanaan Program PEMP tersebut terlihat belum dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir setempat sebagaimana yang diharapkan, untuk itu dibutuhkan campur tangan Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara untuk membantu dengan berbagai strategi kebijakan lainnya sehingga apa yang diharapkan dari pelaksanaan program PEMP tersebut dapat tercapai. Oleh karena itu berdasarkan hasl kajian ini maka rancangan program Strategi Peningkatan Mutu Program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara adalah :
6.1 Program Penguatan Kelembagaan PEMP dan SDM. Penguatan peran kelembagaan PEMP dapat terlaksana atau berperan secara optimal dan berkelanjutan jika didukung oleh semua elemen kelembagaan PEMP.
85
Kerjasama antar elemen kelembagaan PEMP serta kerjasama antar elemen PEMP dengan institusi-institusi terkait lainnya perlu ditingkatkan.
Penguatan SDM
dimaksudkan agar pelaku–pelaku yang terlibat dalam Kelembagaan PEMP benar– benar berkualitas serta menguasai tupoksinya masing–masing agar dapat menjalankan tugasnya dengan penuh rasa tanggung jawab. Untuk itu
program
kegiatan yang dilaksanakan adalah : 1. Menerapkan prinsip Co-management. Perlu dibangun hubungan antar elemen yang terkait (stakeholder) dalam program PEMP serta institusi–institusi lokal, institusi pemerintahan secara sinergis dan terpadu dalam bentuk rapat koordinasi dan lokakarya antar elemen untuk membahas permasalahan-permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program PEMP. 2. Peningkatan kemampuan manajerial berupa pelatihan-pelatihan, kursus-kursus, magang dan studi banding baik bagi aparatur maupun bagi elemen PEMP lainnya. 3. Melakukan seleksi yang ketat dalam mengangkat TPD berdasarkan kualifikasi standar (sesuai Pedum). 4. Melakukan montoring dan supervisi
secara berkala, agar dapat diketahui
kemajuan pelaksanaan program serta kendala–kendala yang menghambat pelaksanaan program sehingga sedini mungkin dapat ditindak-lanjuti kemajuan pelaksanaan serta mengatasi kendala yang ada. 5. Melaksanakan sosialisasi terkait pengelolaan sumberdaya pesisir, laut dan pulaupulau kecil dari berbagai dimensi seperti ekologi (lingkungan), ekonomi, sosial serta peraturan (regulasi) perikanan. Selain itu sosialisasi program PEMP dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai media dan berbagai sarana dan prasarana yang ada, seperti tempat–tempat ibadah, media masa lokal yang ada baik cetak maupun elektronik serta menggunakan leaflet atau poster untuk menyebarluaskan informasi.
6.2 Sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Keberhasilan program PEMP di Kabupaten Maluku Tenggara tergantung dari dukungan dan kontribusi pemerintah, baik Pemerintah Provinsi Maluku maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara. Salah satu bentuk dukungan
86
adalah
berupa kebijakan mengalokasikan anggaran pendamping dan penunjang
melalui APBD kabupaten yang diperuntukan bagi elemen–elemen kelembagaan PEMP diantaranya penambahan jumlah TPD, peningkatan kegiatan sosialisasi program PEMP serta penguatan modal LEPP-M3. 6.3
Program Peningkatan Kualitas Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor pendukung berhasilnya
suatu program dalam pembangunan. Kegatan yang dilakukan adalah melalui : 1. Pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, pengembangan ekonomi, dan pengembangan sosial budaya masyarakat. 2. Peningkatan akses modal, pasar dan teknologi serta mengembangkan kelembagaan ekonomi dan jenjang kerjasama kemitraan.
6.4
Program Penataan Sistem Pengembalian Dana Bergulir Dana Ekonomi Produktif (DEP) adalah kredit bergulir yang diberikan kepada
masyarakat pesisir (KMP) dalam rangka peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui antara lain penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir yang pengelolaannya dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir - Mikro Mitra Mina (LEPP-M3). Dengan statusnya sebagai kredit bergulir, maka menjadi kewajiban masyarakat untuk mengembalikannya. Pandangan masyarakat terhadap program PEMP, yang menganggap bahwa program PEMP juga merupakan hibah, dan bukan kredit bergulir. menghambat pengembalian kredit yang sudah dipinjam oleh masyarakat.Untuk itu diperlukan adanya strategi kebijakan penataan sistim pengembalian dana bergulir sehingga dapat membantu mengurangi kemacetan kredit. Kegiatan yang dilakukan adalah : 1. Pemberlakuan aturan-aturan kredit yang
cukup ketat, seperti digunakannya
agunan, sehingga hal ini membantu mengurangi kemacetan kredit. 2. Memberkan kemudahan pengangsuran msalnya setap hari atau setap minggu nasabah (KMP/individu) mengangsur yang nilanya sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada
6.5
Program Pengembangan Kemitraan
87
Salah satu elemen kinerja program PEMP adalah kemitraan. Kecenderungan yang terjadi pada kemitraan program PEMP tidak bisa dipisahkan dari sisi pemangku kepentingan dan pelaku program sebagai penentu keberhasilan kemitraan tersebut Pelaku usaha/swasta sebagai salah satu pemangku kepentingan selama ini belum berperan
bahkan belum memahami substansi dan teknis pelaksanaan
program PEMP padahal sektor swasta yang berusaha dibidang perikanan (perusahaan perikanan) yang ada di Maluku Tenggara berjumlah semblan perusahaan perikanan yang seharusnya dapat berperan aktif dalam program PEMP sehingga dapat menjalin kemitraan dengan elemen–elemen kelembagaan PEMP khususnya koperasi LEPP-M3 dan KMP untuk mengatasi permasalahan kebutuhan modal usaha dan pemasaran hasil tangkapan. Kegiatan yang perlu dilakukan adalah kegiatan workshop atau lokakarya yang melibatkan semua pemangku kepentingan, baik dari pelaksana program, perbankan, pemda, DPRD dan sektor swasta dalam rangka pembnaan kemitraan yang diarahkan pada kegiatan fasilitasi kemitraan antara KMP dan LEPP- M3 dengan institusi-institusi tersebut serta yang bisa dimasukkan dalam jaringan guna mendukung seluruh kegiatan PEMP.Beberapa hal yang membutuhkan pembinaan kemitraan antara lain : (1). Penyediaan akses permodalan; (2). Fasilitasi pelayanan atau inovasi teknologi; dan (3). Pelayanan informasi pasar. Dengan mengacu pada pembahasan pada point (6.1) sampai dengan
point
(6.5), maka rancangan program Peningkatan Mutu Program PEMP secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 22.
88
Tabel 22. Rancangan Program Peningkatan Mutu Program PEMP. Program
Rencana Tindak
Pelaksana
Sasaran
Luaran
1. Penguatan kelembagaan PEMP dan SDM
- Rapat koordnasi dan lokakarya - Melanjutkan studi bagi aparatur pengelola program - Pelatihan, kursus, magang, studi banding - Seleksi TPD - Montoring dan evaluasi - Melaksanakan sosialsasi
Instansi Teknis (DKP), KM, LEPP-M3
Aparatur DKP, Aparatur pengelola program, LEPPM3, KM, TPD, KMP, Mitra
Akses antar kelembagaan, kemandirian usaha, peningkatan skala usaha, peningkatan pengetahuan.
2. Sharing dana dari PEMDA
Penetapan alokasi anggaran
PEMDA
Penguatan kelembagaan
3. Peningkatan kualitas partisipasi masyarakat
- Pengembangan SDM, ekonomi dan sosial budaya - Peningkatan akses modal, pasar, teknolgi, lembaga ekonom serta kemitraan
Instansi Teknis Dalam Hal ini DKP
Fasilitasi, koordinasi, integrasi. KMP
4. Penataan sistem pengembalan dana bergulir
Pemberlakuan aturan kredit berupa agunan, kemudahan angsuran sesuai kemampuan nelayan yakni per hari atau perminggu
LEPP-M3
KMP
5. Pengembangan kemitraan
Workshop, Lokakarya yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholders)
Instansi Teknis (DKP).
Eksekutif, - Peningkaan legislatif, swasta, partisipasi perbankan - Penguatan modal
Peningkatan pengetahuan, perubahan sikap, kemandran usaha
Mengatasi kredit macet
.
89
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan hal–hal sebagai berikut : 1. Berdasarkan rata-rata nilai total lima elemen kinerja Program PEMP hasil analisis Multi Dimentional Scalling (MDS) menunjukkan bahwa kinerja program secara menyuluruh mencapai nilai 59,08 atau tergolong “cukup” dengan demikian maka status keberlanjutanyapun berada pada kategori “cukup “. Hal ini berarti kinerja Program PEMP telah berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang ditetapkan, namun pada masa mendatang pelaksanaan program PEMP masih perlu disempurnakan dan diintensifkan. 2.
Hasil analisis RAPFISH menunjukan adanya kecenderungan–kecenderungan sebagai berikut : a. Kelembagaan Program PEMP belum berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dalam tujuan dan sasaran dari program PEMP itu sendiri. Masih ada beberapa aparat pengelola program PEM yang belum memahami tugas pokok dan fungsinya serta belum berperan secara aktif dalam mengawal pelaksanaan
program PEMP di lapangan, Pengelolaan Koperasi LEPP-
M3 sudah mulai menguat,
pengelola koperasi LEPP-M3 sudah mulai
memahami tugas pokok dan fungsinya. Pemahaman tupoksi ini merupakan modal kuat dalam pelaksanaan mekanisme dan prosedur program yang baik dan benar. b. Pemahaman dan persepsi pemangku kepentingan yang cenderung negatif terhadap konsep dan prinsip program PEMP merupakan bukti bahwa sosialisasi program belum sesuai dengan yang diharapkan.
90
c. Outcome program perlu ditingkatkan agar jumlah penduduk miskin Kabupaten
Maluku
Tenggara
dapat
berkurang
secara
di
signifikan.
Kapasitas Pemanfaat, Kemitraan dan Persepsi Pemangku Kepentingan yang masih tergolong buruk menunjukkan perlunya perbaikan dalam pelaksanaan Program PEMP pada masa mendatang.
3. Leverage Analysis dalam RAPFISH menunjukkan bahwa status kinerja Program PEMP per elemen yang dievaluasi tersebut sangat dipengaruhi oleh : (a) berjalan atau tidaknya peran dan fungsi TPD, Koperasi LEPP-M3 dan bank pelaksana didalam kelembagaan program PEMP, (b) berjalan atau tidaknya sistem dan mekanisme pengelolaan DEP yang mendukung baiknya kinerja keuangan Koperasi LEPP-M3, (c) ada atau tidaknya perubahan pendapatan bagi KMP/Individu dan bertambahnya nilai manfaat terhadap Program PEMP, (d) terwujud atau tidaknya sinergitas pemangku kepentingan program untuk bahu membahu mendukung pelaksanaan program, dan (e) ada atau tidaknya pemahaman yang baik dari kelompok masyarakat pemanfaat terhadap substansi, mekanisme, dan kelembagaan program PEMP yang tercermin pada tingkat partisipasi masyarakat pada pelaksanaan Program PEMP. 4.
Berdasarkan Proses Hirarki Analitik (PHA) dalam penentuan alternatif strategi dan kebijakan peningkatan mutu pelaksanaan program PEMP, maka struktur yang dibangun terdiri dari 3 tingkatan keputusan yaitu (1) Tujuan, (2) Kriteria dan (3) Alternatif. Tujuan yang ingin dicapai adalah merumuskan Strategi Kebijakan Peningkatan Mutu Pelaksanaan Program PEMP. Untuk dapat mencapai tujuan diatas, terdapat 4 kriteria yang harus diperhatikan yaitu (1) aspek perencanaan program PEMP berbasis masyarakat, (2) aspek sosialisasi program PEMP, (3) aspek pelaksanaan pendampingan program PEMP, dan (4) aspek evaluasi pelaksanaan program PEMP. Dari keempat kriteria diatas selanjutnya dapat dirumuskan 5 alternatif strategi kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara (dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan) dalam
91
memanfaatkan program PEMP yang merupakan program Pemerintah (dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia), yaitu (1) Strategi kebijakan sharing dana dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara,(2) Strategi kebijakan penguatan kelembagaan PEMP dan SDM, (3) Strategi kebijakan peningkatan kualitas partisipasi masyarakat, (4) Strategi kebijakan penataan sistem pengembalian dana bergulir, dan (5) Strategi kebijakan pengembangan kemitraan. 5.
Dengan melakukan perbaikan terhadap beberapa hal yang dikemukakan diatas diharapkan status keberlanjutan dari elemen kinerja Program PEMP dapat berkelanjutan.
7.2. Saran Berdasarkan hasil kajian yang telah dijelaskan diatas, maka untuk meningkatkan mutu pelaksanaan Program PEMP dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1. Untuk memaksimalkan kedudukan dan peran Kelembagaan dalam menunjang pelaksanaan program PEMP perlu ditingkatkan partisipasi segenap lapisan masyarakat sehingga menciptakan dukungan sumberdaya yang luas untuk mencapai tujuan program. 2. Dalam upaya mengoptimalkan kinerja dan pengelolaan Koperasi LEPP-M3 diperlukan peningkatan kualitas SDM, rumusan dan mekanisme kerja sebagai dasar menjalankan koperasi untuk menghindari konflik kepentingan dan kewenangan, pengembangan model pengelolaan koperasi sesuai dengan karakteristik sosial-budaya dan kebutuhan masyarakat pesisir, penerapan manajemen keuangan dan pelaporan yang baik, dan menyediakan biaya-biaya operasional yang memadai. 3. Untuk meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan manajemen usaha peserta program (KMP/Individu) harus dilakukan pendidikan/pelatihan yang relevan dengan kebutuhan, pembinaan usaha secara konsisten serta
92
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan usaha pemanfaat program. 4. Untuk membangun kemitraan dengan berbagai pihak perlu ditingkatkan interaksi dan komunikasi sosial, koordinasi dan membentuk forum-forum pertemuan berkala. 5. Perlu dibuatkan aturan yang bersifat detail dalam hal teknis pelaksanaan Program PEMP oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara berdasarkan Pedoman Umum (Pedum) Program PEMP yang dikeluarkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
93
DAFTAR PUSTAKA Alkadrie, S.I.T. 2008. Analisis Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Dengan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Di Kecamatan Pemangkat Kabupaten Sambas. [tesis] Bogor : Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Maluku Tenggara, 2006. Maluku Tenggara Dalam Angka Tahun 2006, Tual. Bryson. J.M. 2005. Perencanaan Strategis: Bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Cahyadinata, I. 2005. Analisis Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kota Bengkulu. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Charles, A.T. 2001. Sustainable Fishery Systems. Blackwell Sciences. London, UK. Dahuri, R. 2000. Pendayagunaan Sumberdaya Kelautan untuk Kesejahteran Rakyat. LISPI bekerjasama dengan Ditjen P3K DELP. Jakarta. Dahuri, R., Rais, J., Ginting, SP., Sitepu, MJ. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, R. 2004. Membangun Indonesia yang Maju, Makmur dan Mandiri Melalui Pembangunan Maritim. Makalah disampaikan pada Temu Nasional Visi dan Misi Maritim Indonesia dari Sudut Pandang Politik, Jakarta, 18 Februari 2004, Jakarta. Deming, W.E. 1986. Out of the Crisis. Massachusetts Institute of Technology. Massachusetts. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), 2003. Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun 2003. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Ditjen P3K - Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
94
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), 2006. Pedoman Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Tahun 2006. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, Ditjen KP3K - Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara, 2006. Statistik Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2005, Tual. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Maluku Tenggara, 2007. Blue Print Pembangunan Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2004-2008, Tual. Fauzi A, Anna S. 2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gasperst Vincent. 2005. Total Quality Management, Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Hanna, S., 1999. Strengthening Governance of Ocean Fishery Resources. Ecological Economics Vol. 31. Khasanaturodhiyah. ST. 2002. Kajian Partisipasi Peserta dan Kinerja Pengelolaan Program PEMP. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. Kristianty, T. 2005. Peningkatan Mutu Pendidikan Terpadu, Jurnal Penabur. No.04/Th.IV/Juli 2005. Jakarta.
Pendidikan
Muluk, C. 1996. Sistem Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir. Makalah Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Angkatan V. 16 April – 31 Agustus 1996. Bogor. Nikijuluw, V.P.H. 2001. Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. Makalah pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu, Proyek Pesisir, PKSPL, IPB. Hotel Permata, 29 Oktober 2001. Bogor. Nohria, N and Gulati, R., 1994. Firms and Their Environments. In : Smelser, N.J. and Swedberg, R. (Eds). The Handbook of Economic Sociology. Princenton University Press. Pricenton, NJ. Saaty, T.L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin ; Proses Hierarki Analitik Untuk Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. Seri Manajemen No.134 (Terjemahan). PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. Sajogyo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum Pangan. Mimeograf. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sajogyo. 1996. Memahami dan Menanggulangi Kemiskinan di Indonesia. PT. Gramedia Wicdiasarana Indonesia. Jakarta.
95
Satria, A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. Satria, A. dkk. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan, Pusat Kajian Agraria IPB, Partnership for Governance Reform in Indonesia dan PT. Pustaka Cidesindo. Jakarta. Sekretariat Negara RI, 2004. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118. Sekretariat Negara RI, 2007. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku. Sulistyowati, L. 2003. Analisis Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Gugus Kepulauan (Studi kasus Kelurahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Syaukat, Y. 2007. Metoda Kajian Pembangunan Daerah. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tonny, F. 2007. Manajemen Pembangunan Daerah, Modul Kuliah Pada Program Studi Manajemen Pembangunan Saerah. IPB Bogor. Tripomo, T. dan Udan. 2005. Manajemen Strategi. Bandung. Rekayasa Sains. Yoshida, D.T. 2006. Arsitektur Strategik : Sebuah Solusi Meraih Kemenangan dalam Dunia yang Senantiasa Berubah. Jakarta. PT. Elex Media Komputindo.
96
Lampiran 1. Bagan Model Pengembangan PEMP
Identifikasi : (Potensi dan Permasalahan) • SDA & SDM • Kegiatan Usaha Perikanan • Sarana dan Prasarana • Kelembagaan Sosial • Ekonomi • Kebijakan Pemerintah
Analisis Data
Program Ekonomi
Penyusunan Program Pengembangan
Program Sosial
Program Lingkungan dan Infrastruktur
Implementasi Program : • Pemilihan Peserta • Pelatihan • Pelaksanaan Kegiatan Ekonomi • Pelaksanaan Kegiatan Sosial, Lingkungan & Fasilitas • Penguatan Kelembagaan Sosial Ekonomi
Sosialisasi Program
Pendampingan
Monitoring dan Evaluasi
Sumber : Pedoman Umum PEMP 2003, Direktorat PMP, Ditjen KP3K – DKP.
97
Lampiran 2. Bagan Struktur Kelembagaan PEMP
Instansi Terkait
Departemen Kelautan dan Perikanan
Dinas Provinsi
BAPPEDA
CAMAT
Mitra Desa : • Aparat Desa • Tokoh Masyarakat/ Agama • KCD/PPL DKP
Dinas Kabupaten/Kota
LEPP-M3 : • Wakil KMP • Profesional
Konsultan Manajemen Kabupaten/Kota Mitra Pengembangan : • Pengusaha • Lembaga Keuangan • Perguruan Tinggi
Kelompok A
Pendamping (TPD)
Kelompok B
KMP1, KMP2, KMP3, … KMPn
Sumber : Pedoman Umum PEMP 2003, Direktorat PMP, Ditjen KP3K – DKP.
98
PETA LOKASI PENELITIAN
Lampiran 3. Peta Lokasi Penelitian
99
Lampiran 4. Rapfish Ordinasi untuk elemen kinerja Kelembagaan Program PEMP
100
Lampiran 5. Rapfish Ordinasi untuk elemen kinerja Pengelolaan LEPP-M3.
101
Lampiran 6. Rapfish Ordinasi untuk elemen kinerja Kapasitas Pemanfaat.
102
Lampiran 7. Rapfish Ordinasi untuk elemen kinerja Kemitraan.
103
Lampiran 8. Rapfish Ordinasi untuk elemen kinerja Persepsi Pemangku Kepentingan
104
Lampiran 9. Gambar Diagram Layang Nilai Rata-Rata 5 Elemen Kinerja
105
Lampiran 10. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Kelembagaan PEMP.
106
Lampiran 11. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Pengelolaan LEPP-M3.
107
Lampiran 12. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Kapasitas Pemanfaat.
108
Lampiran 13. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Kemitraan.
109
Lampiran 14. Leverage Analysis untuk elemen kinerja Persepsi Pemangku Kepentingan
110
Lampiran 15. Daftar Nama Responden
NAMA-NAMA RESPONDEN NO
NAMA
KELOMPOK
ALAMAT
1
Zamrud Wusurwud
Pengelola Program
Tual
2
M. Nasrun Amin Renuat
Pengelola Program
Tual
3
M. Taher Jamko
LEPP-M3
Tual
4
Awaludin Banapon
LEPP-M3
Tual
5
P. Masbaitubun
BAPPEDA
Tual
6
Djazuli Taher
TPD
Tual
7
Saleh Jamlean
KMP
Tual
8
Jalaudin
KMP
Tual
9
Alimudin Banda
KMP
Tual
10
Sanen Jamlean
KMP
Tual
11
Marjan
KMP
Tual
12
S. Warawarin
KMP
Tual
13
Tanasus Jamlean
KMP
Tual
14
Selvana Ubro
KMP
Tual
15
Mina Kerubun
KMP
Tual
16
Syarifuddin
KMP
Tual
17
B. Rahayaan
KMP
Tual
18
Yosep Karaten
KMP
Tual
19
Ketty Ohora
KMP
Tual
20
Ny. Rumaf
KMP
Tual
21
Oka Rahangiar
KMP
Tual
111