IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TANJUNG PURA KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Diajukan Oleh : RAZAK MIRAZA 030902064
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTRAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama NIM Judul
: Razak Miraza : 030902001 : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Sebagai Negara bahari, Indonesia sangat kaya akan sumberdaya laut dan pesisir, tetapi nelayannya masih banyak hidup miskin, ditambah lagi dengan melonjaknya harga Bahan Bakar Minyak yang semakin memperparah kehidupan mereka dan keterbatasan mereka terhadap akses permodalan. Lingkungan laut, termasuk lingkungan pesisir secara geografis berbeda dengan daratan. Perbedaan letak geografis ini akan berdampak kepada perbedaan upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat pesisir, maka untuk mengatasi hal ini, dibentuklah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan untuk masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan dan penggalangan partisipasi masyarakat. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini membuka peluang bagi masyarakat pesisir untuk mempermudah akses permodalan. Untuk melaksanakan hal ini, maka Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat menunjuk Koperasi Nelayan Langkat sebagai pelaksana Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat dengan tujuan mempermudah akses permodalan bagi masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Paparan di atas meyakinkan penulis melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masya-rakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metoda deskriptif dengan data yang diperoleh dari data primer yaitu kuesioner dan wawancara mendalam (depth interview). Metode wawancara mendalam ditujukan kepada informan kunci dan informan biasa. Data-data yang telah diperoleh dari data primer dijelaskan secara kualitatif. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa imple-mentasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura belum tepat sasaran dan penggunaan dananya. Penggunaann dana yang didapat hanya sebagian kecil saja yang dibelikan peralatan-peralatan maupun kepentingan perikanan dan kelautan serta banyak keterlembatan pengembalian dana pinjaman yang disebabkan karena menurunnya keuntungan, menurunnya penjualan dagangan serta modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang. Akan tetapi secara kasat mata semuanya kegiatannya berjalan dengan lancar. Kata Kunci : Program PEMP, Masyarakat Pesisir, Tanjung Pura
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan, kesabaran, ketenangan hati, dan membukakan pikiran. Hanya karena rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sampai rangkum. Penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada orang tua penulis yang tersayang dan tercinta, Ayahanda Nazaruddin dan Ibunda Suprapti, tidak terbatas kasih sayangnya yang telah ayah dan ibu berikan serta segala pengorbanan baik materi, spiritual dan kesabaran, sampai akhir hidup ini pun tidak dapat membalas. Namun cinta, kasih, sayang dan doa ayah dan ibu yang tulus selalu menyertai penulis di dunia pendidikan dari awal sampai sekarang, memberi motivasi, menaungi, dan mengingatkan penulis ketika berlaku salah. Terima kasih untuk pengertian, pengorbanan, kesabaran, cinta, kasih dan sayang yang tulus dan tiada hentinya untuk membesarkan penulis sampai saat ini. Selain itu, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Arif Nasution, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Drs. Matias Siagian MSi., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
3. Almarhum Bapak Drs. Sudirman M.Sp., selaku Dosen Pembimbing pertama yang telah banyak memberikan ide, motivasi dan semangat kepada penulis. Semoga arwah mu ditempatkan di tempat yang sebaik-baiknya di sisi-Nya. 4. Bapak Husni Thamrin S.Sos, M.SP, selaku Dosen Pembimbing pengganti yang telah banyak meluangkan waktu dan tidak pernah lelah membimbing penulis hingga skripsi ini selesai. 5. Bapak Amir Chan, selaku Ketua Koperasi Nelayan Langkat yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Koperasi Nelayan Langkat. 6. Bapak Irhamuddin SE,. Selaku Manager Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat yang dengan senang hati telah membantu penulis dalam melakukan penelitian. 7. Segenap elemen Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, Bagian Pembina Kredit (Ibu Imelda dan Bang Fahmi), Bagian Credit Support (Pak Rusli dan Bang Maman), Bagian Teller (Bang Gonda dan Kak Adek) dan masyarakat yang telah membantu penulis. Terima kasih atas kemudahan yang diberikan untuk penulis dalam melakukan penelitian. 8. Kepada saudara dan saudari penulis yaitu Bade dan Puan, yang telah memberikan dukungan dan doanya untuk Bajak. 9. Seluruh Keluarga Kessos 2003 baik yang masih tersisa atau yang sudah mendahului. (Dayat, Dika Bacok, Erik “Pak Tua” Sirait, Anto, Angga, Jo, Nando dan semua keluarga Kessos 2003 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu).
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
10. Kepada seseorang bidadari paling istimewa yang selalu menghiasi taman hatiku dan selalu memberi aroma kedamaian di hatiku, dan juga telah banyak membantu atas selesainya skripsi ini. Terimakasih atas omelannya. “You’re always with me, from the beginning until the end, I Promise….” 11. Kepada segenap keluarga besar yang telah memotivasi penulis demi selesainya skripsi ini. 12. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu. Terima kasih atas dukungan moral dan materi yang diberikan. Akhirnya, penulis juga berharap semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak
Medan,
Maret 2009
Penulis.
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI ABSTRAKS………………………………………………………….............
i
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
v
DAFTAR TABEL……………………………………………………………
viii
BAB I
PENDAHULUAN…………………………………………...
1
1.1
Latar Belakang Masalah………………………………..
1
1.2
Perumusan Masalah…………………………………….
7
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………
7
1.4
Sistematika Penulisan…………………………………..
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………..
10
2.1
Implementasi Program…………………………………
10
2.2
Pemberdayaan………………………………………….
12
2.3
Defenisi Pesisir………………………………………...
16
2.4
Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)……………………………
17
2.5
Kerangka Pemikiran……………………………………
21
2.6
Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional…………….
24
2.6.1 Defenisi Konsep………………………………..
24
2.6.2 Defenisi Operasional…………………………...
25
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
BAB III
METODE PENELITIAN…………………………………………. 27 3.1
Tipe Penelitian………………………………………………. 27
3.2
Lokasi Penelitian……………………………………………. 27
3.3
Populasi dan Sampel………………………………………… 27 3.3.1 Populasi……………………………………………… 27 3.3.2 Sampel………………………………………………. 28
BAB IV
3.4
Teknik Pengumpulan Data…………………………….…… 29
3.5
Teknik Analisa Data…………………………………………. 30
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN…………………………….. 31 4.1
Swamitra Mina …………………………………………........ 31 4.1.1 Profil Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat…… 31 4.1.2 Perjalanan Program Koperasi Nelayan Langkat……... 32 4.1.3 Visi dan Misi Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat………………………………………………. 32 4.1.4 Kelompok Sasaran Koperasi Nelayan Langkat……… 33
4.2
Kecamatan Tanjung Pura 4.2.1 Sejarah Singkat………………………………………. 34 4.2.2 Letak dan Geografis…………………………………. 40
4.3
Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan……………………. 40
4.4
Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah…………… 42
4.5
Banyaknya Lingkungan, Dusun, RW dan RT………………. 44
4.6
Gambaran Umum Penduduk Kecamatan Tanjung Pura……. 45 4.6.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin……… 45
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
4.6.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia………………… 46 4.6.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama……………… 47 4.6.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa………... 47 4.6.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian……49 4.7 Sarana dan Prasarana Kecamatan Tanjung Pura…………….. 50 4.7.1 Jarak dan Waktu Tempuh Ke Ibukota Kecamatan….. 50 4.7.2 Sarana Transportasi…………………………………. 52 4.7.3 Sarana Rumah Ibadah……………………………….. 54 4.7.4 Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis……………….. 55 4.7.4 Sarana Listrik dan Telepon Rumah…………………. 58 4.7.5 Sarana Pendidikan…………………………………... 59 BAB V
BAB VI
HASIL DAN ANALISA DATA…………………………………. 61 5.1
Data Hasil Penelitian………………………………………… 61
5.2
Analisa Data…………………………………………………. 94
PENUTUP………………………………………………………… 98 6.1
Kesimpulan………………………………………………….. 98
6.2
Saran………………………………………………………… 100
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….. 101 Lampiran - lampiran
Razak Miraza : Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR TABEL
Hal Tabel 5.1
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………………….
61
Tabel 5.2
Identitas Responden Berdasarkan Usia……………………….......
62
Tabel 5.3
Identitas Responden Berdasarkan Agama…………………………
63
Tabel 5.4
Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa…………………..
64
Tabel 5.5
Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir…………..
65
Tabel 5.6
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan………………..
66
Tabel 5.7
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha……………………
67
Tabel 5.8
Alat Transportasi yang Umum Digunakan Responden Menuju Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat……..
Tabel 5.9
68
Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasinya dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura. ……………………………...
69
Tabel 5.10 Sumber Informasi Responden Mengenai Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura………………………………………………………
70
Tabel 5.11 Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Paling Berhak Mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir…………………………………………………
71
Tabel 5.12 Status Responden di Koperasi Nelayan Langkat………………….
72
Tabel 5.13 Status Keanggotaan Responden di Koperasi Nelayan Langkat……
73
Tabel 5.14 Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi
ix
Masyarakat Pesisir Menurut Responden………………………….
73
Tabel 5.15 Persyaratan Yang Diperlukan Responden Dalam Mendapatkan Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir…………………………………………………
74
Tabel 5.16 Pengetahuan Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir…………………………………………………
75
Tabel 5.17 Pendapat Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir…………………………………………………
76
Tabel 5.18 Pendapat Responden Mengenai Diskriminasi dalam Mendapatkan Bantuan Pinjaman…………………………………...
77
Tabel 5.19 Jumlah Pinjaman yang Diajukan Responden……………………...
78
Tabel 5.20 Jumlah Pinjaman Responden yang Disetujui Swamitra Mina……..
79
Tabel 5.21 Jumlah Uang yang Diterima……………………………………….
80
Tabel 5.22 Biaya - Biaya yang Dipungut………………………………………
81
Tabel 5.23 Kesepakatan atas Biaya - Biaya yang Dipungut…………………...
82
Tabel 5.24
Pinjaman yang Disetujui Oleh Koperasi…………………………..
83
Tabel 5.25 Status Pinjaman Responden………………………………………..
84
Tabel 5.26 Waktu yang Dibutuhkan Dalam Proses Pengurusan Pinjaman……
85
Tabel 5.27 Kendala Dalam Proses Pengurusan Pinjaman……………………..
86
Tabel 5.28
Ketepatan Waktu Pengembalian Pinjaman…………………………
88
Tabel 5.29 Dasar Pengajuan Pinjaman…………………………………………
89
x
Tabel 5.30 Penggunaan Dana Pinjaman………………………………………..
89
Tabel 5.31 Proses Pengajuan Pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat…………
91
Tabel 5.32 Cara Penyelesaian Pengembalian Pinjaman Bermasalah…………...
92
Tabel 5.33 Pengetahuan Responden Mengenai Penempatan Tenaga Pendamping Desa …………………………………………………..
93
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang dikelilingi oleh laut, hampir semua provinsi di
Indonesia memiliki perairan laut. Artinya, pasti ada daerah pesisir yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai nelayan. Sayangnya, dengan potensi kelautan yang besar itu, tidak ada sistem pengelolaan yang terpadu berkenaan dengan sumberdaya laut dan sumberdaya masyarakat pesisir di Indonesia. Sistem yang ada hanya sistem pengelolaan sentralistik yang hanya memungkinkan penguasaan sumberdaya laut di Indonesia oleh nelayan maupun masyarakat pesisir dengan kekuatan modal yang besar. Pada awalnya, pengelolan semacam ini dimulai sejak masa kolonial belanda setelah itu, diikuti oleh rezim Orde Baru dan Orde Lama (Satria, 2002: 3). Pembangunan daerah pesisir kelautan selama tiga dasawarsa terakhir selalu diposisikan sebagai sektor pinggiran dalam pembangunan ekonomi nasional. Dengan posisi semacam ini bidang kelautan yang didefenisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari, pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan dan jasa kelautan serta masyarakat pesisir bukan menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional. Kondisi ini menjadi sangat ironis mengingat hampir 70% wilayah Indonesia merupakan lautan dengan potensi ekonomi yang sangat besar serta berada pada posisi geopolitis yang penting yakni lautan Pasifik dan Lautan Hindia - kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia baik secara ekonomi dan politik di dunia.
xii
Sehingga secara ekonomis dan politis sangat logis jika bidang kelautan dan masyarakat pesisir dijadikan tumpuan dalam pembangunan ekonomi nasional (Kusumastanto, 2002: 1). Implikasi dari tidak adanya prioritas kebijakan pembangunan perikanan tersebut, mengakibatkan sangat minimnya prasarana perikanan di wilayah pesisir, terjadinya abrasi wilayah pesisir dan pantai, pengrusakan ekosistim laut dan terumbuh karang, serta belum teroptimalkannya pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan. Bersamaan dengan arus reformasi yang sedang berjalan, pemikiran ke arah ekonomi daerah menjadi perhatian baru dalam pengelolaan sumber daya masyarakat pesisir dan kelautan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa otonomi daerah yang dimaksudkan untuk memberi kesempatan pemerataan hasilhasil pembangunan, justru dijadikan alat untuk membentuk rezim baru, tidak terkecuali dalam pengelolaan sumber daya masyarakat pesisir dan kelautan. Sekarang ini pembangunan daerah pesisir mulai menjadi fokus utama akibat terjadinya ketertinggalan pada masyarakat pesisir, karena selain terbatasnya dalam mengakses sumber permodalan dan lemahnya infrastruktur kelembagaan sosial ekonomi masyarakat di tingkat desa. Kondisi seperti ini membuat masyarakat pesisir semakin tertinggal. Untuk itu, Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dalam kiprahnya berusaha meningkatkan pendapatan dan mengurangi beban masyarakat pesisir. Hal ini ditempuh dengan memberikan penguatan baik yang bersifat ekonomi kelembagaan maupun yang sifatnya sosialbudaya yang muaranya kepada peningkatan kesejahteraan.
xiii
Kemiskinan
masyarakat
pesisir
berakar
pada keterbatasan
akses
permodalan dan kultur kewirausahaan yang tidak kondusif. Keterbatasan akses permodalan ditandai dengan realisasi modal melalui investasi pemerintah dan swasta selama periode Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama (PJPT I) yang hanya 0,02 % dari keseluruhan modal pembangunan. Konsekuensinya, masyarakat daerah pesisir terutama nelayan, kebutuhan permodalan dipenuhi oleh para tengkulak, toke, atau ponggawa, yang kenyataannya tidak banyak menolong untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, malah cendurung menjeratnya dalam lilitan utang yang tidak pernah bisa dilunasi. Demikian pula kultur kewirausahaan mereka masih bercorak manajemen keluarga dengan orientasi sekedar memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (subsistence). Lingkungan laut (termasuk lingkungan pesisir) secara geografis sangat berbeda dengan daratan. Perbedaan letak geografis tersebut tentu saja berdampak kepada perbedaan upaya atau sistem pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat yang mendiaminya, maka dalam hal ini, untuk meningkatkan kesejahteraan dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat pesisir, melalui pengembangan kultur kewirausahaan (entrepreneurship), mengadakan penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkesinambungan maka dibentuklah Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dikhususkan untuk masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2005: 1). Program ini berjalan dengan dana yang berasal dari APBN dan dana kompensasi BBM serta dukungan penuh dari Departemen Kelautan dan Perikanan
xiv
kini program PEMP telah dilaksanakan di 247 kabupaten/kota dengan jumlah LEPP-M3 kurang lebih 300 buah. Dalam mengakses permodalan, melalui program PEMP pada tahun 2003 dikucurkan dana sebesar Rp 120 milyar mengakomodir 126 kabupaten/kota, tahun 2002 dikucurkan dana Rp 90 milyar mengakomodir 90 kabupaten/kota, tahun 2001 dikucurkan dana sebesar Rp 105,8 milyar untuk 125 kabupaten/kota. Untuk tahun 2004 ini dialokasikan dana sebesar Rp 140 milyar untuk 160 Kabupaten/Kota yang pelaksanaannya ditempuh melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina kerjasama Departemen Kelautan dan Perikanan dengan Bank Bukopin (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006: 1). Pada awalnya program PEMP diadakan untuk memberdayakan masyarakat pesisir sekaligus mengatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan DEP dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal usaha bersama milik masyarakat pesisir (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006: 2).
Pembentukan kelembagaan dan sistem baru ini semata-mata dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara menyeluruh dan sistematis sesuai dengan prinsip pemberdayaan, yaitu helping the poor to help themselves. Program ini diharapkan dapat menghasilkan tingkat pertumbuhan swasembada, dalam banyak hal didahului oleh “tahap tinggal landas” yang
xv
disebutkan oleh Rostow. Perubahan organisasional dan struktural ini dapat mempengaruhi produktivitas masyarakat karena dibentuknya lembaga-lembaga yang memberikan kemungkinan permodalan usaha penanggulangan berbagai macam kemacetan, terutama dalam bidang pembentukan modal. Pemanfaatan dari pada Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini melalui unit Lembaga Keuangan Mikro (LKM) USP - Swamitra Mina oleh masyarakat pesisir merupakan salah satu jenis bantuan tidak langsung yang diberikan Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk mengatasi masalah permodalan dan sosial kepada masyarakat pesisir. Dengan adanya Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) ini diharapkan dapat terjadi peningkatan kualitatif berupa peningkatan budaya berkelompok, kesadaran menjaga kualitas lingkungan dan sumberdaya ikan berupa kesepakatan melarang kegiatan penangkapan yang bersifat merusak (penggunaan
potasium dan
bom),
peningkatan budaya
menabung
dan
berkurangnya penyakit sosial (seperti mabuk, judi, dan sebagainya).
Istilah pemberdayaan telah menjadi perhatian yang mendalam dalam Kesejahteraan Sosial, khususnya masyarakat yang lemah dan kurang beruntung (disadvantage groups). Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
xvi
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan inspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Kenyataan ini yang menjadikan pekerjaan sosial seharusnya berperan serta untuk memberikan apa yang menjadi kebutuhan dasar dalam pemberdayaan masyarakat agar masyarakat yang lemah dan kurang beruntung tersebut dapat menjadi individu yang lebih baik. Karena itu juga penulis sebagai mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial melihat ini menjadi suatu masalah yang harus diteliti. Mengingat bahwa masyarakat pesisir juga warga Negara Indonesia yang mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalani hidup di Bumi Indonesia tercinta ini. Di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) sudah berjalan lebih kurang selama tiga tahun, tetapi dalam kenyataannya masih banyak masyarakat pesisir terutama para nelayan di Kecamatan Tanjung Pura yang belum dapat membangun ataupun mengembangkan usahanya, masih maraknya hubungan patron-client antara nelayan dengan para toke/tengkulak, sebagian besar masyarakat pesisir di Tanjung Pura belum dapat memenuhi biaya hidup yang memadai dan kegagalan dalam menguasai potensi produktif yang tersedia. Hal ini yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina dan di Kecamatan Tanjung Pura.
1.2
Perumusan Masalah
xvii
Berdasarkan pengamatan penulis pada lokasi penelitian dan sesuai dengan latar belakang yang ada, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang patut diteliti, yaitu: “Bagaimana Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat?”
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang ingin diperoleh dengan pengumpulan data yaitu: 1.
Untuk mengetahui mekanisme pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat berdasarkan.
2.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam hal: 1. Secara akademis, untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka penyelesaian program pendidikan jenjang Strata 1 dengan memperoleh gelar Sarjana Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara.
xviii
2. Secara teoritis, dapat melatih diri dan mengembangkan pemahaman serta
kemampuan
berfikir
melalui
penulisan
ilmiah
dengan
menerapkan pengetahuan yang diperoleh selama belajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. 3. Secara praktis, memberikan masukan dan sebagai wadah sosialisasi kepada Dinas Kelautan dan Perikanan serta masyarakat luas dalam memperoleh bantuan modal untuk memajukan kehidupan masyarakat pesisir, khususnya masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
1.4 SISTEMATIKA PENULISAN Adapun sistematika penulisan adalah: BAB I
:
PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II
:
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III :
METODE PENELITIAN
xix
Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data. BAB IV :
DESKRIPSI LOKASI TEMPAT PENELITIAN Bab ini berisikan sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian.
BAB V
:
ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian dan analisa data.
BAB VI :
PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian serta masukan berupa saran-saran yang bermanfaat.
xx
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Implementasi Program Implementasi kebijakan merupakan yang terpenting dari keseluruhan
prospek kebijakan. Dalam kaitan ini seperti yang dikemukakan oleh Van Master dan Van Horn yang merumuskan “proses implementasi” adalah tindakan-tindakan oleh individual atas pejabat atau kelompok pemerintah dan swasta yang diarahkan pada terciptanya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Wahab, 1990: 51). Sedangkan Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) dalam Wahab (1991:51), mendefenisikan implementasi adalah: “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu proyek atau program diberlakukan atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan yaitu kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedomanpedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat atau dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.”
Program merupakan urusan pertama yang harus ada demi terlaksananya kegiatan implementasi program. Secara harfiah diartikan sebagai rencana aktifitas atau rencana kegiatan dalam suatu wadah tertentu. United Nation mendefenisikan program sebagai: “Hal yang mengatur aktifitas sosial dengan objek yang khusus, waktu dan tempat yang dibatasi dan selalu terdiri dari suatu hal yang bersangkut paut pada suatu organisasi atau beberapa organisasi atau beberapa organisasi pada hal pengorganisasian dan pelaksanaannya” (Bintoro, 1991:195). Program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas, program
xxi
memeperlihatkan: a. Langkah utama yang diperlukan untuk mencapai tujuan, b. Unit atau anggota organisasi yang bertanggung jawab untuk setiap langkah, c. Urutan serta pengaturan waktu dan setiap langkah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa “implementasi” dalam pengertian luas adalah pelaksanaan suatu program kebijaksanaan dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi adalah diantara merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan (Chema dan Rondinelli, dalam Tangkilisan, 2005: 219). Program akan menunjang implementasi, karena dalam program memuat berbagai aspek yaitu: a. Adanya tujuan yang ingin dicapai. b. Adanya kebijakan yang harus diambil dalam mencapai suatu tujuan. c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui. d. Adanya perkiraan yang dibutuhkan. e. Adanya strategi dalam pelaksanaan. (Chema dan Rondinelli, dalam Tangkilisan, 2005: 219). Menurut Jones (1991), program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan. Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi yaitu, adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program sehingga masyarakat tersebut merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupannya. Tanpa memberi manfaat kepada masyarakat maka boleh dikatakan program tersebut gagal dilaksanakan (Jones, dalam Waluyo, 2007: 44).
xxii
Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksana penting artinya karena pelaksana, baik organisasi maupun perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi. Dengan demikian, isi dari pada kebijaksanaan pada program yang bermanfaat. Adanya kelompok sasaran, terjadinya jangkauan perubahan, terdapatnya sumber-sumber daya serta adanya pelaksanaan-pelaksanaan program. Hasil akhir dari kegiatan dalam kegiatan implementasi nantinya dari dampaknya terhadap masyarakat, kelompok, individu, ataupun dari tingkat perubahan penerimanya.
2.2
Pemberdayaan Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment),
berasala dari kata power (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan (Suharto, 2005: 57). Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya pemberdayaan sangat tergantung pada hal: 1. Kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah maka pemberdayaan tidak akan mungkin terjadi dalam keadaan apapun. 2. Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis. Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
xxiii
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam memenuhi tugastugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses. Tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, baik karena kondisi internal seperti persepsi mereka sendiri, maupun karena kondisi eksternal seperti ditindas oleh struktur sosial yang tidak adil (Suharto, 2005: 58). Untuk mengetahui fokus pemberdayaan secara operasional perlu diketahui beberapa indikator keberdayaan yang dapat menunjukkan orang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pemberdayaan diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan. Misalnya dalam hal ini ekonomi masyarakat pesisir. Schuler,
Hashemi,
dan
Riley
menembangkan
delapan
indikator
pemberdayaan, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pemberdayaan (Suharto, 2005: 63). 1. Kebebasan mobilitas: kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika ia mampu pergi sendirian.
xxiv
2. Kemampuan membeli komoditas kecil, merupakan kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan sehari-hari seperti sembako, kebutuhan dirinya sendiri seperti rokok, minyak rambut dan lain-lain. Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin pasangannya, terlebih lagi jika ia menggunakan uangnya sendiri. 3. Kemampuan membeli komoditas besar, merupakan kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder dan tersier, seperti televisi, lemari, baju dan lain-lain. Seperti hal indikator di atas, poin tinggi kepada individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin kepada pasangannya, terlebih jika ia menggunakan uangnya sendiri. 4. Terlibat dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah tangga, seperti mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama anggota keluarga mengenai keputusan-keputusan keluarga. 5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga. 6. Kesadaran hukum dan politik. 7. Keterlibatan dalam kampanye ataupun protes-protes. 8. Jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga; memiliki rumah, tanah, asset produktif maupun tabungan. Dalam konteks pekerjaan sosial pemberdayaan dapat dilakukan memui tiga tiga aras atau matra pemberdayaan, yaitu (Suharto, 2005: 66): 1. Aras Mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan, konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan
xxv
utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugastugas kehidupannya. 2. Aras
Mezzo.
Pemberdayaan
dilakukan
terhadap
sekelompok
klien.
Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kelompok dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, ketrampilan dan sikap-sikap klien dalam memecahkan permasalahannya. 3. Aras Makro. Pendekatan ini disebut juga sebagai Strategi Sistem Besar (largesystem strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying, pengorganisasian masyarakat, manejemen konflik adalah beberapa strategi dalam pendekatan ini. Strategi Sistem Besar memandang klien sebagai orang yang memiliki kompetensi untuk memahami situasisituasi mereka sendiri dan untuk memilih serta menentukan strategi yang tepat untuk bertindak.
2.3
Defenisi Masyarakat Pesisir. Masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu (Mayo, dalam
Suharto, 2005: 39) : 1.
Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama.
2.
Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan berdasarkan kebudayaan dan identitas.
xxvi
Menurut Pedoman umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah pertemuan antara darat dan laut. ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Sedangkan ke wilayah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimenasi dan aliran air tawar maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Ditinjau dari garis pantai, suatu wilayah pesisir memiliki dua kategori batas; yaitu yang sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas yang tegak lurus dengan garis pantai (crosshore). Definisi di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat garis batas yang nyata wilayah pesisir. Batas tersebut hanyalah garis Khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat. Di tempat yang landai, garis ini dapat berada jauh dari garis pantai, dan sebaliknya untuk wilayah yang terjal. Maka defenisi masyarakat pesisir adalah masyarakat yang bertempat tinggal di daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering maupun terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin laut.
2.4
Gambaran Umum Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) secara
umum bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro
xxvii
(LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan. Pada
awalnya
program
PEMP
diinisiasi
untuk
memberdayakan
masyarakat pesisir sekaligus mangatasi dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan DEP dilakukan oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3) yang sejatinya dibentuk sebagai cikal bakal holding company milik masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam jangka waktu panjang Program PEMP tetap diarahkan pada: 1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir. 2. Peningkatan
kemampuan
masyarakat
pesisir
untuk
mengelola
dan
memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan. 3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah. Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelambagaan, penggalangan partisipasi masyarakat serta diversifikasi usaha yang berbasis pada sumber daya lokal dan berkelanjutan. Sedangkan sasaran Program
xxviii
PEMP adalah masyarakat pesisir skala usaha mikro yang dibagi ke dalam 2 tahapan sasaran, yaitu: 1. Koperasi LEPP-M3/ Koperasi Perikanan/Koperasi lainnya sebagai sasaran antara, dan 2. Sasaran akhir yaitu masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan serta pengelolaan wisata bahari, yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil. Kegiatan Pokok Program PEMP Memasuki tahap akhir periode institusionalisasi dan mempersiapkan periode diversifikasi, maka kegiatan pokok program PEMP mencakup LKM, SPDN (Solar Packed Dealer untuk Nelayan)/ SPBN (Stasiun Pengisisan BBM untuk Nelayan) dan Kedai Pesisir. Organisasi Pengelola Program Dalam pelaksanaannya PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan dengan susunan, tugas dan fungsi sebagai berikut: d. Pemerintah Pusat Pemerintah Pusat adalah Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) yang bertindak sebagai penanggung jawab dan Pembina program di tingkat nasional. Penanggung jawab kegiatan ini adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (Dirjen KP3K) yang bertugas mengelola program di
tingkat
nasional,
seperti penyusunan
pedoman
umum,
xxix
melaksanakan sosialisasi regional, pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. d. Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah (Pemda) adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan kabupaten/ kota yang menangani Program PEMP. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi sebagai representasi DKP di daerah bertugas melakukan koordinasi sosial, monitoring dan evaluasi serta pelaporan. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi juga mengusulkan kabupaten/kota calon penerima PEMP tahun berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tahun berjalan. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab operasional program bertugas menetapkan Konsultan Pelaksana Kegiatan di Kabupaten/Kota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi dan publikasi tingkat kabupaten/kota, fasilitasi pembentukan LKM (bagi kabupaten/kota baru penerima Program PEMP), rekruitmen Tenaga Pendamping Desa (TPD), pelatihan, monitoring dan evaluasi serta pelaporan . c. Konsultan Manajemen Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/ kota berfungsi membantu Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/ kota dalam aspek teknis dan manajemen Program PEMP. d. Tenaga Pendamping Desa (TPD) TPD merupakan tenaga profesional dibidangnya yang bersedia tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat secara terus-menerus (selama program berlangsung) dalam bentuk mempersiapkan masyarakat pesisir untuk mengakses kredit pada LKM, mendampingi mereka
xxx
menjalankan dan mengembangkan usaha baik dalam proses produksi maupun pemasaran, membuat laporan perkembangan kegiatan setiap bulan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/ kota. e. Koperasi Koperasi berfungsi sebagai komponen utama pelaksanaan Program PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi harus berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab operasional di daerah dan juga dengan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha mereka. f. Bank Pelaksana Bank Pelaksana adalah lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan dengan tugas dan fungsi: 1. Menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya DEP yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal, 2. Menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksana BPR pesisir, SPDN dan atau Kedai Pesisir, dan 3. Melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada koperasi dan atau LKM/USP. (Sumber : Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir, 2006)
xxxi
2.5
Kerangka Pemikiran Kemiskinan dan kurangnya akses untuk permodalan merupakan penyebab
sekaligus akibat dari rendahnya tingkat pembentukan modal suatu negara, sehingga terjadinya tingkat produktivitas yang rendah yang menyebabkan pendapatan yang rendah pula, lalu tabungannya juga rendah, investasi rendah dan tingkat pembentukan modal kerja rendah pula (Jhingan, 1999: 337). Kenaikan harga BBM sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat pesisir yang mengalami ketinggalan pembangunan selama ini. Selain terbatasnya permodalan, lemahnya infrastruktur kelembagaan sosial ekonomi masyarakat di tingkat desa juga menjadi penyebab masyarakat pesisir semakin tertinggal. Untuk mengatasi keadaan-keadaan seperti di atas, maka Pemerintah melalui Depertemen Kelautan dan Perikanan membentuk Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat pesisir. Oleh karena itu dalam jangka panjang Program PEMP diarahkan kepada: 1. Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir. 2. Peningkatan
kemampuan
masyarakat
pesisir
untuk
mengelola
dan
memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan. 3. Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga swasta dan pemerintah.
xxxii
Pelaksanaan Program PEMP ini dijalankan melalui LKM USP-Swamitra Mina yang merupakan salah satu jenis bantuan tidak langsung dari Pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan untuk mangatasi masalah permodalan dan sosial kepada masyarakat pesisir. Sebagian besar masyarakat pesisir mengalami keterbatasan modal untuk mengembangkan usahanya sehingga dengan keberadaan LKM Swamitra Mina yang dikhususkan untuk masyarakat daerah pesisir diharapkan agar meringankan beban mereka. Dengan ini, maka pengelolaan kelangsungan Program PEMP, syarat mutlak yang diperlukan adalah tersedianya Lembaga Keuangan Mikro (LKM) untuk mengeluarkan dana yang bersifat kredit/ pinjaman seperti LKM Swamitra Mina. Keberadaan LKM Swamitra Mina itu akan mempengaruhi kelangsungan Program PEMP, SPBN maupun kedai pesisir karena kelompok masyarakat pemanfaat tergantung atas keberadaan unit-unit usaha yang ada di daerahnya masing-masing. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir mempunyai tujuan utama yakni memberikan akses dan kemudahan modal untuk masyarakat pesisir sesuai dengan pedoman umum PEMP. Bagan berikut menunjukkan kerangka pemikiran secara sistematis yaitu: Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina
Implementasi : - Tepat Jumlah - Tepat Guna - Tepat Sasaran
Masyarakat Pesisir xxxiii
2.6
Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.6.1
Defenisi Konsep Konsep merupakan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara
abstrak kejadian, keadaan, keluarga atau individu yang menjadai pusat perhatian ilmu sosial. (Singarimbun, 1989: 34) Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat menggambarkan tujuan penelitian. Adapun yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah: 1.
Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun pemerintah sendiri.
2.
Pemberdayaan
ekonomi
adalah
serangkaian
kegiatan
untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah ekonomi. 3.
Masyarakat pesisir, merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah antara pertemuan laut dengan darat, baik kering maupun terendam yang masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan angin laut.
4.
Swamitra, suatu lembaga perekonomian yang bergerak dalam bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk
xxxiv
segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan berperan penting sebagai kunci daripada penyaluran bantuan permodalan kepada masyarakat pesisir.
2.6.2 Defenisi Operasional Defenisi
Operasional
merupakan
unsur
penelitian
yang
akan
menggambarkan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Maksud dari defenisi operasional ini adalah untuk mempemudah operasional kerangka pemikiran yang telah diajukan sebelumnya. Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura: 1. Implementasi adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan atau mengoperasikan sebuah program baik itu yang dilakukan oleh individu, kelompok, organisasi, masyarakat maupun pemerintah sendiri yang di ukur melalui: a. Ketepatan jumlah. Merupakan ketepatan jumlah dana yang diterima oleh masyarakat dari Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Swamitra Mina. b. Tepat sasaran. Merupakan ketepatan atas dana yang diberikan oleh LKM kepada masyarakat pengguna sesuai dengan kriteria pedoman umum PEMP. c. Tepat guna. Merupakan ketepatan atas penggunaan dana yang diberikan LKM kepada masyarakat. d. Tepat waktu. Merupakan ketepatan pelunasan pinjaman berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati.
xxxv
2.
Pemberdayaan ekonomi adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah ekonomi. Dalam hal ini pemberdayaan ekonomi berupa kemudahan terhadap akses pinjaman modal yang diberikan kepada masyarakat yang berada di pesisir ataupun yang berusaha di sektor perikanan baik perikanan tangkap ataupun budidaya.
xxxvi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tipe Penelitian Tipe penelitian bersifat deskriptif yang bertujuan untuk melukiskan atau
menggambarkan sejumlah variabel yang berkenan dengan masalah dan unit yang di teliti tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2006: 11). Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena mengenai fakta dari bagaimana sebenarnya Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
3.2
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Koperasi Nelayan Langkat sebagai
pelaksana Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kab. Langkat . Alasan pemilihan lokasi, karena daerah ini merupakan salah satu daerah dimana program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dilaksanakan.
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakterisistik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dam kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 72).
xxxvii
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang telah mendapatkan akses untuk bantuan pinjaman modal dari Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina di Tanjung Pura yang jumlahnya 1200 orang.
3.3.2 Sampel Sampel merupakan suatu bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh suatu populasi (Sugiyono, 2006: 73). Menurut penentuan jumlah sampel dari populasi yang dikembangkan oleh Isaac dan Michael (Sugiyono, 2006: 81) dan penelitian ini dilakukan dengan tingkat kesalahan 10% (sepuluh persen), maka dari jumlah keseluruhan 1200 populasi jumlah yang diambil sebagai sampel adalah 221 orang. Peneliti menggunakan sampel sebagai informasi dan data. Selanjutnya untuk penentuan informan yang akan diwawancarai secara mendalam digunakan pertimbangan tertentu. Kriteria informan dalam penelitian ini antara lain, pertama, informan, merupakan staf dari organisasi yang melakukan atau melaksanakan program kepada masyarakat, khususnya masyarakat pengguna program di Kecamatan Tanjung Pura.
3.4
Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, penulis menggunakan
metode pengumpulan data sebagai berikut: 1. Memperoleh data sekunder, melalui studi kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dan
xxxviii
diperoleh dari buku-buku, artikel, buletin, majalah, surat kabar, internet, dan lain sebagainya sesuai dengan masalah yang diteliti. 2. Memperoleh data primer melalui lapangan, yaitu suatu cara yang dilakukan dengan turun ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data melalui: -
Wawancara, yaitu berdialog ataupun mengajukan pertanyaan secara langsung guna melengkapi data yang diperoleh.
-
Kuesioner, yaitu mengumpulkan informasi dan data yang relevan melalui daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden.
3.5
Teknik Analisis Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini dianalisis dengan teknik
analisa data kualitatif. Data hasil wawancara mendalam kemudian diolah, karena data yang di dapat dari lapangan sifatnya sangat luas dan tidak semua data tersebut dibutuhkan untuk memperkuat analisa data dan mendukung tujuan penelitian. Informasi yang didapat dari lapangan dikelompokkan dan disederhanakan dengan sistematis untuk membuat deskripsi yang jelas dalam menggambarkan proses Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, sehingga jawaban yang relevan pada saat wawancara dapat dipakai dalam analisa data.
xxxix
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pada bab ini, penulis menguraikan dua buah deskripsi penelitian yakni deskripsi umum tentang Unit Usaha Koperasi Nelayan Langkat yaitu Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina sebagai organisasi pelaksana dan program dan deskripsi umum Kecamatan Tanjung Pura. 4.1
Swamitra Mina
4.1.1 Profil Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat merupakan salah satu unit usaha milik Koperasi Nelayan Langkat dengan Badan Hukum no.254 /BII / KDK 2.3/ XII /1999 tanggal 02 Desember 1999 Sebagai Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) yang bergerak dalam bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk segmen usaha mikro. Unit usaha ini bermitra dengan Bank Bukopin dengan orientasi pelayanan permodalan berbasiskan sistem teknologi perbankan yang online. Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan usaha keuangan dapat dipantau setiap saat baik di tingkat pusat maupun daerah. Koperasi Nelayan Langkat beralanat di
Jl. T.Amir Hamzah no. 44
Kecamatan Tanjung Pura Kab. Langkat. Telepon 061-8960397 Email:
[email protected].
4.1.2 Perjalanan Program Koperasi Nelayan Langkat
xl
Program yang ada di Koperasi Nelayan Langkat masih berfokus kepada Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yaitu salah satunya adalah dengan mendirikan Lembaga Keuangan Mikro dan Unit Simpan Pinjam Swamitra Mina Swamitra Mina merupakan salah satu unit usaha milik koperasi yang bergerak dalam bidang pelayanan permodalan bagi masyarakat pesisir, terutama untuk segmen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Unit usaha ini bermitra dengan Bank Bukopin dengan orientasi pelayanan permodalan berbasiskan sistem teknologi perbankan yang online. Dengan teknologi ini diharapkan kegiatan usaha keuangan dapat dipantau setiap saat baik di tingkat pusat maupun daerah.
4.1.3 Visi dan Misi Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat Visi, Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan kelembagaan dan permodalan melalui penggalangan partisipasi masyarakat yang berbasis pada sumberdaya lokal dan berkelanjutan. Misi. Membentuk kelembagaan dan perubahan-perubahan sistem untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir secara sistematik sesuai dengan prinsip pemberdayaan.
Pendanaan kegiatan LKM Swamitra Mina Nelayan Langkat berasal dari Koperasi Nelayan Langkat yang menerima Dana Ekonomi Produktif (DEP) dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yang dijaminkan kepada
xli
Bank Bukopin untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman itu selanjutnya disalurkan untuk dapat diakses masyarakat pesisir Langkat melalui LKM Swamitra Mina Langkat dengan skema alur dana sebagai berikut: Proses / Aturan
PRODUK FUNDING
Proses / Aturan
PRODUK EKSPANSI
S W A M I T R A
M A S Y A R A K A T
4.1.4 Kelompok Sasaran Koperasi Nelayan Langkat. Sasaran akhir pada umumnya yaitu masyarakat pesisir di Kabupaten Langkat dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan serta pengelolaan wisata bahari, yang berlokasi di daerah sekitar pesisir dan pulau-pulau kecil Kabupaten Langkat. Dan secara khususnya pada anggota Koperasi Nelayan Langkat
4.2
Kecamatan Tanjung Pura
4.2.1 Sejarah Singkat Pada masa Pemerintahan Belanda, Daerah tingkat II Kabupaten Langkat masih berstatus sebagai Asisten Keresidenan dan Kesultanan (raja). Asisten
xlii
Residen dijabat oleh seorang asisten residen (Ass. Res.) yaitu Mr.Morrey berkedudukan di Binjai, kekuasaannya hanya sekedar mendampingi Sultan Langkat yang berkuasa penuh terhadap penduduk asli (pribumi) berkedudukan di Tanjung Pura. Pada masa itu tercatat ada 3 (tiga) Slutan yang pernah memegang kekuasaan yaitu: − Sultan Pertama adalah Sultan Al. Haj − Sultan Kedua adalah Sultan Abdul Aziz − Sultan Ketiga adalah Sultan Mahmud Pada waktu Sultan Abdul Aziz berkuasa, kedudukan Ass. Res.,berada di tanjung Pura, namun pada Sultan Mahmud kedudukannya di Binjai. Adapun jenjang Pemerintahan ketika itu adalah dibawah “Kesultanan dan Ass. Res. disebut “LUHAK” didampingi oleh seorang “Pangeran” sedangkan dibawah luhak tersebut “Kejuruan” (Raja Kecil) didampingi oleh seorang “Datok”. Selanjutnya dibawah Distrik secara berjenjang disebut “Penghulu Balai” (Raja Kecil Karo) dan Penghulu Biasa untuk Tingkat Kampung (Desa). Kesultanan pada masa itu 3 (tiga) wilayah Luhak yaitu: 1. Luhak Langkat Hulu dipimpin Pangeran Tengku Kamil berkedudukan di Binjai, yang dibawahi 3 (tiga) Kejuruan dan 2 (dua) Distrik yaitu: a.
Kejuruan Selesai dipimpin oleh Datok Tengku Sentol,
b.
Kejuruan Bahorok dipimpin oleh Tengku Bagi,
c.
Kejuruan Sei Bingei dipimpin oleh Datok Tengku Ibrahim,
d.
Distrik Kuala,
e.
Distrik Salapian.
xliii
2.
Distrik Langkat Hilir dipimpin oleh Pangeran Tengku Jabak, yang kemudian digantikan oleh Pangeran Amir Hamzah, berkedudukan di Tanjung Pura, membawahi 2 (dua) Kejuruan dan 4 (empat) Distrik.
3.
Luhak Teluk Haru dipimpin oleh Tengku Temingging, berkedudukan di Pangkalan Brandan, dibawahi 4 (empat) kejuruan yang dipimpin masingmasing: a. Datok Pekan Pangkalan Brandan, b. Datok Lepan, c. Datok Besitang, d. Datok Pangkalan Susu/Pulau Kampai. Awal kemerdekaan, Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu
Mr. Mohammad Hasan, dan Kabupaten Langkat masih berstatus Asisten Residen (istilah Belanda) yang secara administratif sebagai Kepala Pemerintahan saat it ditunjuk Tengku Amir Hamzah, kemudian diganti oleh Adnan Noer Lubis dengan sebutan Bupati, berkedudukan di Pangkalan Brandan dan diresmikan pada tanggal 2 April 1946. Dalam masa transisi yang demikian pada tanggal 5 Juli 1946 dilakukan pengambil-alihan tambang minyak Pangkalan Brandan dari tangan Jepang (sayutai) dan resmi diganti dengan Tambang Minyak Negara RI (TMRI). Sejalan dengan kedudukan kota Pangkalan Brandan sebagai Ibukota Kabupaten Langkat maka Komando Militer diwilayah ini dikembangkan pula menjadi Plaat sleyche Commandan (PMC) atau setingkat Komandan Garnizum dibawah pimpinan Mayor Nazaruddin. Pada sekitar tahun 1974 s/d 1949 terjadi Agresi Militer I dan II, Kabupaten Langkat dari segi pemerintahan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
xliv
− Pemerintahan Negara Sumatera Timur berkedudukan di Binjai dengan Kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin, − Negara Kesatuan RI untuk Langkat berkedudukan di Pangkalan Brandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidullah. Pada Agresi Militer Belanda I (21 Juli 1947) hampir semua daerah Tanjung Pura diduduki Belanda. Kesatuan untuk daerah Sumatera Timur menetapkan Pejabat Pimpinan Pemerintahan disemua Kabupaten Langkat yang berkedudukan di Binjai dan sebagai Bupatinya H. O. K. Samaluddin, sejak itu pula resmilah Ibukota Kabupaten Langkat dipindahkan dari Pangkalan Brandan ke Kota Binjai. Dalam perkembangan selanjutnya, keluarlah Undang-undang Darurat No. 7 Tahun 1956, tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Sumatera Utara, dengan membawahi 3 (tiga) Wilayah Kewedaan dengan 15 (lima belas) Kecamatan yaitu:
1.
Kewedaan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai dengan 6 (enam) kecamatan: −
Kecamatan Bahorok
−
Kecamatan Salapian
−
Kecamatan Kuala
−
Kecamatan Selesei
−
Kecamatan Sei Bingei
−
KecamatanBinjai
xlv
2.
Kewedanaan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura dengan 5 (lima) kecamatan:
−
Kecamatan Stabat
−
Kecamatan Secanggang
−
Kecamatan Hinai
−
Kecamatan Padang Tualang
−
Kecamatan Tanjung Pura
3.
Kewedanaan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Brandan dengan 4 (empat) kecamatan: −
Kecamatan Gebang
−
Kecamatan Besitang
−
Kecamatan Pangkalan Susu
−
Kecamatan Pangkalan Brandan Dalam kewedanaan secara berjenjang turun, Struktur Pemerintahannya
disebut Assisten Wadana dan Kampung (Desa). Pada tanggal 1 Oktober 1964 dilakukan likuidasi/ penghapusan terhadap Wilayah Kewedanaan dan sejak ini pula Pangkalan Brandan hanya Ibukota Kecamatan Babalan. Sementara itu istilah Assisten Wedana sebutannya mnjadi Camat, tugas dan wewenang dan penanggung jawabannya langsung kepada Bupati Langkat. Dalam perkembangan berikutnya, Daerah Tingkat II Langkat dibagi dalam 3 (tiga) Wilayah Kerja Pembangunan dipimpin oleh seorang Pembantu Bupati: 1. Wilayah Kerja Pembangunan II Langkat Hilir berkedudukan di Kuala,
xlvi
2. Wilayah Kerja Pembangunan II Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura, 3. Wilayah Kerja Pembangunan II Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Susu. Seperti yang telah di singgung di atas, dengan keluarnya Undang-Undang Darurat No.7 Tahun 1956, tentang Pembentukan Otonomi Kabupaten-Kabupaten dalam propinsi Sumatera Utara, maka sekaligus Kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Langkat, saat itu Kecamatan Tanjung Pura mempunyai 16 (enam belas) Desa dan pada Tahun 1980 Desa Pekan Tanjung Pura statusnya berubah menjadi Kelurahan Pekan Tanjung Pura. Dalam
perkembangan
berikutnya
berdasarkan
Peraturan
Daerah
Kabupaten Langkat Nomor 11 Tahun 2003, Desa Pantai Cermin dimekarkan menjadi 2 (dua) desa. Dengan demikian saat ini jumlah desa/ kelurahan menjadi 19 (sembilan belas) desa/ kelurahan yaitu:
1.
Kelurahan Pekan Tanjung Pura
2.
Desa Serapuh Asli
3.
Desa Pematang Tengah
4.
Desa Paya Perupuk
5.
Desa Pekubuan
6.
Desa Teluk Bekung
7.
Desa Baja Kuning
8.
Desa Pematang Sungai
9.
Desa Pulau Banyak
10.
Desa Lalang
xlvii
11.
Desa Pantai Cermin
12.
Desa Pematang Cengal
13.
Desa Bubun
14.
Desa Tapak Kuda
15.
Desa Kwala Langkat
16.
Desa Kwala Serapuh
17.
Desa Karya Maju
18.
Desa Suka Maju
19.
Desa Pematang Cengal Barat
4.2.2 Letak dan Geografis 1. Terletak antara: Lintang Utara
:
03°14’ 00” - 04°13’ 00”
Bujur Timur
:
97° 52’ 00” – 98° 45’ 00”
2. Letak diatas permukaan laut
:
4 meter
3. Luas Wilayah
:
16578 Ha (165.78 Km²)
4. Panjang Garis Pantai
:
22.289 m
Sebelah Utara
:
Selat Malaka
Sebelah Selatan
:
Kec. Hinai/Kec. Pd. Tualang
Sebelah Barat
:
Kec. Gebang/Kec. Pd. Tualang
5. Berbatasan dengan
xlviii
Sebelah Timur
:
Kec.Secanggang
6. Jarak Kantor Camat Tanjung Pura ke Kantor Bupati ±20 Km
4.3
Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan Dapat kita lihat pada Tabel 4.1 bahwa Desa Kwala Serapuh merupakan
desa terluas di Kecamatan Tanjung Pura dengan luas ± 24,61 Km2 atau sekitar 14,81 % dari total rasio terhadap luas kecamatan. Desa Kwala Serapuh merupakan salah satu desa pesisir yang ada di Kecamatan Tanjung Pura. Perincian luas wilayah setiap desa dan kelurahan adalah pada Tabel 4.1 di halaman berikut :
Tabel. 4.1 Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan
8,05
Rasio terhadap total Luas Kecamatan (%) 4,86
Pematang Tengah
2
1,21
3.
Paya Perupuk
3
1,81
4.
Pekan T. Pura
2,5
1,51
5.
Lalang
2,32
1,4
6.
Pantai Cermin
11,48
6,92
7.
Pekubuan
6,4
3,86
8.
Teluk Bakung
5,6
3,38
9.
Pematang Serai
7,5
4,52
10.
Baja Kuning
4,5
2,71
11.
Pulau Banyak
7,5
4,52
12.
Pematang Cengal
19,5
11,76
No.
Desa/Kelurahan
1.
Serapuh Asli
2.
Luas (Km²)
xlix
13
Kwala Serapuh
24,61
14,84
14.
Kwala Langkat
10
6,03
15.
Bubun Suka Maju
14.40
8,69
16.
Tapak Kuda
6,4
3,86
17.
Karya Maju
12,21
7,37
18.
Suka Maju
10,31
6,22
19.
Pematang Cengal Barat
7,5
4,52
165,78
100
Jumlah
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.4
Luas Wilayah Menurut Jenis Penggunaan Tanah Data selengkapnya mengenai rincian pola penggunaan lahan dapat dilihat
dari Tabel 4.2. Berdasarkan data dari Tabel 4.2 dapat terlihat bahwa Desa Pematang Cengal mempunyai pola penggunaan lahan sebagai sawah yang terbesar sedangkan Desa Kwala Serapuh mempunyai pola penggunaan lahan bukan sawah yang terbesar. Hal ini diakibatkan oleh letak geografis desa tersebut berbeda. Desa Pematang Cengal memang termasuk salah satu daerah pesisir di Kecamatan Tanjung Pura tetapi keadaan tanahnya lebih bagus untuk pertanian daripada Desa Kwala Serapuh yang sebagaian besar lahannya dijadikan kolam-kolam tambak.
l
Tabel. 4.2 Luas Wilayah Menurut Pola Penggunaan Tanah Luas Daerah (Ha) Desa/Kelurahan Sawah
Perumahan dan
Bukan
Pemukiman
Sawah
(Ha)
1.
Serapuh Asli
30
759
16
2.
Pematang Tengah
60
107,5
32,5
3.
Paya Perupuk
50
219,5
30,5
4.
Pekan T. Pura
0
81,5
168,5
5.
Lalang
53
150
29
6.
Pantai Cermin
614
436,5
97,5
7.
Pekubuan
180
403
57
8.
Teluk Bakung
88
423,5
48,5
9.
Pematang Serai
165
546,5
38,5
10. Baja Kuning
248
175,5
26,5
11. Pulau Banyak
337
367,5
45,5
1130
712,55
107,45
196
2239,5
25,5
12. Pematang Cengal 13. Kwala Serapuh
li
14. Kwala Langkat
96
876,5
27,5
15. Bubun Suka Maju
2
1405
33
16. Tapak Kuda
0
615
25
17. Karya Maju
459
716,5
45,5
18. Suka Maju
688
293
50
19. Pematang Cengal Barat
480
246,45
23,55
4876
10774,5
927,5
Jumlah
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.5
Banyaknya Lingkungan, Dusun, RW dan RT Berikut ini adalah perincian banyaknya lingkungan, dusun, RW dan RT di
setiap desa/ kelurahan : Tabel. 4.3 Jumlah Lingkungan, Dusun, RW dan RT No.
Desa/Kelurahan
Lingkungan
Dusun
RW
RT
1.
Serapuh Asli
0
3
4
8
2.
Pematang Tengah
0
5
9
16
3.
Paya Perupuk
0
5
10
19
4.
Pekan T. Pura
12
0
12
24
5.
Lalang
0
3
4
6
6.
Pantai Cermin
0
12
22
44
7.
Pekubuan
0
10
15
30
8.
Teluk Bakung
0
8
7
14
9.
Pematang Serai
0
7
7
11
10.
Baja Kuning
0
6
10
20
11.
Pulau Banyak
0
8
8
14
12.
Pematang Cengal
0
13
18
36
lii
13.
Kwala Serapuh
0
4
7
10
14.
Kwala Langkat
0
6
7
10
15.
Bubun Suka Maju
0
8
10
16
16.
Tapak Kuda
0
5
7
10
17.
Karya Maju
0
8
5
10
18.
Suka Maju
0
9
8
16
19.
Pematang Cengal Barat
0
6
0
0
12
126
170
314
Jumlah Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.6.
Gambaran Umum Penduduk Kecamatan Tanjung Pura
4.6.1 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin No.
Desa/Kelurahan
1
Serapuh Asli
2
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
543
562
1.105
Pematang Tengah
1.496
1.491
2.987
3
Paya Perupuk
1.390
1.344
2.734
4
Pekan Tg. Pura
6.981
6.683
13.664
5
Lalang
1.089
1.050
2.139
6
Pantai Cermin
2.722
2.659
5.381
7
Pekubuan
2.417
2.369
4.786
8
Teluk Bakung
1.966
1.869
3.835
9
Pematang Serai
1.301
1.268
2.569
10
Baja Kuning
1.074
989
2.063
11
Pulau Banyak
1.626
1.567
3.193
12
Pematang Cengal
4.290
4.048
8.338
13
Kwala Serapuh
1.010
895
1.905
liii
14
Kwala Langkat
938
804
1.742
15
Bubun
1.491
1.494
2.985
16
Tapak Kuda
1.069
1.072
2.141
17
Karya Maju
1.164
1.137
2.301
18
Suka Maju
1.706
1.665
3.371
19
Pematang Cengal Barat
915
917
1.832
35.188
33.883
69.071
Jumlah Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Jumlah penduduk Kecamatan Tanjung Pura ± 69071 jiwa. Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa komposisi penduduk Kecamatan Tanjung Pura ini berdasarkan jenis kelamin. Tercatat bahwa 35.188 jiwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura ini berjenis kelamin laki-laki dan 33.883 jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan.
4.6.2 Komposisi Penduduk Menurut Usia Tabel 4.5 Distribusi Penduduk Menurut Usia No.
Kelompok Umur
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
00-04
3.933
3.823
7.756
2
05-09
3.755
3.650
7.405
3
10-14
4.017
3.949
7.966
4
15-19
4.416
3.868
8.284
5
20-24
3.919
3.552
7.471
6
25-29
2.831
2.710
5.541
7
30-34
2.640
2.488
5.128
8
35-39
2.137
2.268
4.405
9
40-44
2.028
2.001
4.029
liv
10
45-49
1.567
1.429
2.996
11
50-54
1.186
1.116
2.302
12
55-59
724
868
1.592
13
60-64
774
778
1.552
14
65-69
490
568
1.058
15
70-74
398
410
808
16
75+
373
405
778
Jumlah 35.188 Sumber: KSK Kec. Tanjung Pura (2007)
33.883
69.071
4.6.3 Komposisi Penduduk Menurut Agama Penduduk Kecamatan Tanjung Pura pada umumnya menganut Agama Islam, selengkapnya diuraikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 menunjukkan bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas menganut Agama Islam yaitu sebanyak 63.994 orang, kemudian penganut Agama Budha sebanyak 4.179 orang, Kristen Protestan 784 orang, Kristen Katholik 70 orang dan Hindu 44 Orang. 4.6.4 Komposisi Penduduk Menurut Suku Bangsa Tabel 4.6 Distribusi Penduduk Menurut Suku Bangsa No.
Nama Suku Bangsa
Jumlah
Persentase
(Jiwa)
(%)
1
Melayu
29.470
42,28
2
Jawa
25.434
36,49
3
Cina
2.635
3,78
4
Madina
2.140
3,07
5
Minang
1.157
1,66
6
Tapanuli / Tob
962
1,38
7
Karo
934
1,34
8
Pak-pak
91
0,13
lv
9
Simalungun
56
0,08
10
Nias
35
0,05
11
Lainnya
6.789
9,74
69.701
100
Jumlah Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Tabel 4.7 Distribusi Penduduk Menurut Agama yang Dianut No.
Desa / Kelurahan
Islam
Katholik Protestan Hindu Budha Jumlah
1
Serapuh Asli
1.105
1.105
2
Pematang Tengah
2.987
2.987
3
Paya Perupuk
2.723
4
Pekan Tg. Pura
8.823
5
Lalang
2.139
6
Pantai Cermin
5.356
7
Pekubuan
4.730
8
Teluk Bakung
3.797
9
Pematang Serai
10
39
632
5
6
2.734
37
4.134
13.665 2.139
31
25
5.381
25
4.786 6
3.834
2.540
29
2.569
Baja Kuning
2.059
4
2.063
11
Pulau Banyak
3.193
12
Pematang Cengal
8.286
13
Kwala Serapuh
1.905
1.905
14
Kwala Langkat
1.742
1.742
15
Bubun
2.967
16
Tapak Kuda
2.141
2.141
17
Karya Maju
2.301
2.301
18
Suka Maju
3.368
19
Pematang Cengal Barat 1.832
Jumlah 63.994 70 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
29
2
3.193 52
8.338
18
2.985
3
3.371 1.832
784
44
4.179
lvi
69.071
4.6.5
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Tanjung Pura pada umumnya mempunyai mata
pencaharian yang bervariasi, namun mayoritas penduduknya bekerja di sektor non-formal seperti pedagang, petani, nelayan dan lain-lain. Serta mata pencaharian lain seperti PNS, TNI, POLRI, BUMN. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel berikut : Tabel 4.8 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian No.
Jenis Mata Pencaharian
Jumlah (Jiwa)
1
Pertanian
6.539
2
Pedagang
3.654
3
Nelayan
4.125
4
Buruh
1.416
5
PNS, TNI dan POLRI
1.033
6
BUMN
254
7
Industri
226
8
Lain-lain
Jumlah Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
3.546 19.333
Dari Tabel 4.8 terlihat bahwa jenis mata pencaharian masyarakat Kec. Tanjung Pura didominasi bidang pertanian yang menyerap 6.539 orang, pedagang sebanyak 3.654 orang, nelayan 2665 orang dan lain sebagainya. Untuk secara
lvii
spesifik, khusus untuk masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura dapat dilihat pada Tabel 4.9:
Tabel 4.9 Distribusi Mata Pencaharian Penduduk Wilayah Pesisir Kecamatan Tanjung Pura MATA PENCAHARIAN Nelayan
Budidaya Ikan
Jiwa
KK
Jiwa
4.125
2.068
159
KK 110
Petani Jiwa
KK
7.471
2.023
Wiraswasta
Lain - Lain
Jiwa
KK
Jiwa
711
259
96
KK 65
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Langkat (2008)
4.7
Sarana dan Prasarana Kecamatan Tanjung Pura
4.7.1 Jarak dan Waktu Tempuh Ke Ibukota Kecamatan Adapun jarak dan waktu tempuh dari Kecamatan Tanjung Pura ke Ibukota Kabupaten Langkat adalah ± 18 Km, Jarak ke Ibukota Propinsi ± 60 Km. Waktu tempuh ke Ibukota Kabupaten, lebih kurang 30 menit jika menggunakan angkutan umum. Untuk selengkapnya seperti diuraikan pada Tabel 4.10.
lviii
Jumlah 17.087
Tabel 4.10 Jarak dari Ibukota Kecamatan Ke Kantor Kepala Desa Jarak dari Kantor Kepala No.
Desa / Kelurahan
Desa Ke Ibukota Kecamatan (Km)
1
Serapuh Asli
3,00
2
Pematang Tengah
2,50
3
Paya Perupuk
2,00
4
Pekan Tg. Pura
0,25
5
Lalang
1,00
6
Pantai Cermin
3,50
7
Pekubuan
1,20
8
Teluk Bakung
2,00
9
Pematang Serai
6,00
10
Baja Kuning
5,00
11
Pulau Banyak
6,50
12
Pematang Cengal
8,00
13
Kwala Serapuh
25,00
14
Kwala Langkat
24,00
15
Bubun
17,00
16
Tapak Kuda
18,00
17
Karya Maju
5,00
18
Suka Maju
9,00
19
Pematang Cengal Barat
8,00
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
lix
Berdasarkan Tabel 4.10, desa yang terjauh dari Ibukota Kecamatan adalah Desa Kwala Serapuh yakni 25 Km, kemudian Desa Kwala Langkat yakni 24 Km. Perjalanan ke kedua desa ini tidak dapat dilakukan dengan jalan darat melainkan dengan kapal motor penumpang.
4.7.2 Sarana Transportasi Sarana pengangkutan antar kota, setiap hari ada angkot atau bus antar kota. Untuk antar desa, setiap hari ada angkutan desa atau becak baik yang bermotor atau tidak. Khusus untuk angkutan desa, tidak semua desa mempunyai mobil angkutan pedesaan hal ini diakibatkan oleh sarana jalan yang kurang memadai maka untuk daerah yang belum mempunyai angkutan desa tersebut perannya digantikan oleh ojek. Kecamatan Tanjung Pura mempunyai pengangkutan perairan yang membawa penumpang menuju daerah-daerah pesisir yang tidak dapat dilalui oleh jalan darat. Pada Tabel 4.11 diuraikan panjang jalan dan jenisnya yang ada di setiap desa. Dari Tabel 4.11 di dapat kita lihat jumlah panjang jalan di Kecamatan Tanjung Pura 1.961,4 Km. jumlah jalan yang diaspal sepanjang 47,7 Km, diperkeras sepanjang 708 Km, jalan tanah sepanjang 815,7 Km, jalan setapak sepanjang 390 Km
lx
Tabel 4.11 Panjang Jalan Menurut Jenisnya No.
Desa / Kelurahan
Aspal Diperkeras
Jalan
Jalan
Jumlah
1
Serapuh Asli
2,0
Tanah Setapak 20,0 20,0 15,0
2
Pematang Tengah
3,0
40,0
5,0
20,0
68,0
3
Paya Perupuk
2,0
10,0
20,0
10,0
42,0
4
Pekan Tg. Pura
15,0
20,0
0,0
0,0
35,0
5
Lalang
2,0
25,0
10,0
15,0
52,0
6
Pantai Cermin
5,0
117,0
213,0
100,0
435,0
7
Pekubuan
3,0
50,0
50,0
20,0
123,0
8
Teluk Bakung
4,0
35,0
15,0
20,0
74,0
9
Pematang Serai
2,0
65,0
10,0
10,0
87,0
10
Baja Kuning
2,5
35,0
15,0
20,0
72,5
11
Pulau Banyak
2,2
35,0
15,0
15,0
67,2
12
Pematang Cengal
5,0
96,0
174,0
60,0
335,0
13
Kwala Serapuh
0,0
10,0
80,0
10,0
100,0
14
Kwala Langkat
0,0
10,0
20,0
10,0
40,0
15
Bubun
0,0
30,0
40,0
15,0
85,0
16
Tapak Kuda
0,0
30,0
20,0
10,0
60,0
17
Karya Maju
0,0
30,0
40,0
10,0
80,0
18
Suka Maju
0,0
50,0
60,0
20,0
130,0
19
Pematang Cengal Barat
0,0
0,0
8,7
10,0
18,7
47,7
708,0
815,7
390,0
1961,4
Jumlah
57,0
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
4.7.2 Sarana Rumah Ibadah
lxi
Tabel 4.12 Distribusi Sarana Rumah Ibadah No.
Desa / Kelurahan
Mesjid Musholla Gereja Kuil Vihara Jumlah
1
Serapuh Asli
1
1
0
0
0
2
2
Pematang Tengah
1
3
0
0
0
4
3
Paya Perupuk
1
2
0
0
0
3
4
Pekan Tg. Pura
3
17
1
0
3
24
5
Lalang
1
3
0
0
0
4
6
Pantai Cermin
5
6
0
0
0
11
7
Pekubuan
2
6
0
0
0
8
8
Teluk Bakung
1
5
0
0
0
6
9
Pematang Serai
3
5
0
0
1
9
10
Baja Kuning
1
4
0
0
0
5
11
Pulau Banyak
3
7
0
0
0
10
12
Pematang Cengal
11
8
0
0
0
19
13
Kwala Serapuh
2
5
0
0
0
7
14
Kwala Langkat
1
1
0
0
0
2
15
Bubun
2
2
0
0
0
4
16
Tapak Kuda
1
0
0
0
0
1
17
Karya Maju
4
2
0
0
0
6
18
Suka Maju
2
2
0
0
0
4
19
Pematang Cengal Barat
1
5
0
0
0
6
46
84
1
0
4
135
Jumlah
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Pada Tabel 4.12 terlihat, jumlah sarana ibadah di Kecamatan Tanjung Pura sebanyak 135 buah yang terdiri dari 46 mesjid, 84 musholla, 1 gereja dan 4 Vihara, sementara untuk kuil sama sekali tidak ada. Hal ini berarti bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas memeluk agama Islam. Sebagian penduduk yang menganut Agama Kristen, bila akan melakukan ibadah pada
lxii
umumnya mereka pergi ke Kelurahan Pekan Tanjung Pura atau keluar daerah Kecamatan Tanjung Pura.
4.7.4 Sarana Kesehatan dan Tenaga Medis Dapat kita lihat pada Tabel 4.13, bahwa Kecamatan Tanjung Pura hanya mempunyai satu rumah sakit dan satu puskesmas yang terletak di ibukota kecamatan, tujuh puskesmas pembantu, satu poliklinik, dua apotik dan 80 Posyandu yang tersebar di desa-desa. Pada umumnya, masyarakat-masyarakat desa yang ingin berobat atau bersalin maka ke puskesmas atau poliklinik terdekat namun, untuk situasi yang lebih darurat mereka akan pergi berobat ke rumah sakit yang berada di ibukota kecamatan atau yang di luar kota seperti Stabat, Binjai bahkan Medan. Hal ini terjadi karena keterbatasan tenaga medis yang ada, untuk selengkapnya mengenai distribusi tenaga medis di Kecamatan Tanjung Pura dapat kita lihat pada Tabel 4.14.
.Tabel 4.13 Distribusi Sarana Kesehatan No.
Desa / Kelurahan
Rumah Puskes- Puskesmas PoliPos Apotik Sakit mas Pembantu Klinik Yandu
lxiii
1
Serapuh Asli
0
0
0
0
0
2
2
Pematang Tengah
0
0
1
0
0
4
3
Paya Perupuk
0
0
0
0
0
3
4
Pekan Tg. Pura
1
0
0
1
2
15
5
Lalang
0
0
0
0
0
2
6
Pantai Cermin
0
1
0
0
0
8
7
Pekubuan
0
0
0
0
0
5
8
Teluk Bakung
0
0
0
0
0
4
9
Pematang Serai
0
0
1
0
0
4
10
Baja Kuning
0
0
0
0
0
5
11
Pulau Banyak
0
0
1
0
0
4
12
Pematang Cengal
0
0
1
0
0
12
13
Kwala Serapuh
0
0
1
0
0
3
14
Kwala Langkat
0
0
1
0
0
2
15
Bubun
0
0
1
0
0
1
16
Tapak Kuda
0
0
1
0
0
1
17
Karya Maju
0
0
0
0
0
2
18
Suka Maju
0
0
0
0
0
3
19
Pematang Cengal Barat
0
0
0
0
0
0
1
1
8
1
2
80
Jumlah
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Tabel 4.14 Distribusi Tenaga Medis
1
Serapuh Asli
0
1
1
Dukun Bayi 1
2
Pematang Tengah
0
1
3
3
No.
Desa / Kelurahan
Dokter Perawat Bidan
Jumlah 3 7
lxiv
3
Paya Perupuk
0
2
3
2
7
4
Pekan Tg. Pura
4
7
12
1
24
5
Lalang
0
2
3
2
7
6
Pantai Cermin
0
2
4
5
11
7
Pekubuan
0
1
6
4
11
8
Teluk Bakung
0
1
4
4
9
9
Pematang Serai
0
1
1
3
5
10
Baja Kuning
0
1
3
3
7
11
Pulau Banyak
0
2
1
5
8
12
Pematang Cengal
0
2
3
11
16
13
Kwala Serapuh
0
1
1
5
7
14
Kwala Langkat
0
1
1
3
5
15
Bubun
0
2
1
3
6
16
Tapak Kuda
0
0
1
2
3
17
Karya Maju
0
1
0
2
3
18
Suka Maju
0
0
0
2
2
19
Pematang Cengal Barat
0
0
1
1
2
4
28
49
62
143
Jumlah
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007) Berdasarkan Tabel 4.13 dan 4.14 dapat dilihat bahwa, Kelurahan Pekan merupakan desa/kelurahan yang mempunyai fasilitas medis yang terlengkap karena kelurahan ini satu-satunya yang mempunyai dokter sebagai tenaga medisnya. Maka tidak jarang penduduk desa atau kelurahan lain yang datang untuk berobat atau bersalin ke Kelurahan Pekan Tanjung Pura. Sarana Listrik dan Telepon Rumah
Tabel 4.15 Distribusi Rumah Tangga Pelanggan Listrik dan Telepon Rumah No.
Desa / Kelurahan
Listrik PLN Non-PLN
RT Pelanggan telepon
lxv
1
Serapuh Asli
148
-
12
2
Pematang Tengah
297
-
32
3
Paya Perupuk
463
-
61
4
Pekan Tg. Pura
2.486
-
1.112
5
Lalang
284
-
8
6
Pantai Cermin
671
75
-
7
Pekubuan
498
-
33
8
Teluk Bakung
257
-
51
9
Pematang Serai
401
-
21
10
Baja Kuning
113
-
9
11
Pulau Banyak
221
-
16
12
Pematang Cengal
503
75
-
13
Kwala Serapuh
15
321
-
14
Kwala Langkat
221
-
-
15
Bubun
323
12
-
16
Tapak Kuda
217
-
-
17
Karya Maju
112
-
-
18
Suka Maju
175
-
-
19
Pematang Cengal Barat
525
-
-
483
1.355
Jumlah 7.930 Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
Berdasarkan Tabel 4.15 terlihat bahwa seluruh desa telah terjangkau oleh listrik PLN walaupun ada juga yang menggunakan listrik non-PLN. Hal ini diakibatkan oleh industri-industri tambak yang tidak memungkinkan memakai listrik PLN dan juga ada beberapa lokasi pulau-pulau kecil yang tidak terjangkau oleh listrik PLN.
lxvi
4.7.5 Sarana Pendidikan Pada umumnya, untuk desa/ kelurahan lain yang belum/tidak memiliki sekolah SMP atau SMA di desa/ kelurahannya, anak-anak usia sekolah banyak yang pergi sekolah ke desa/ kelurahan terdekat bahkan jika ekonomi memungkinkan ada yang bersekolah di ibukota kecamatan atau bahkan kekotakota tetangga. Biasanya, mereka yang sekolah di luar desa/ kelurahannya dititipkan kepada sanak-familinya ataupun kos. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.16. Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa setiap desa/kelurahan di Kecamatan Tanjung Pura telah memiliki sekolah SD baik negeri maupun swasta yakni sebanyak 59 sekolah. Untuk SMP baik negeri maupun swasta sebanyak 23 buah dan SMA baik negeri atau swasta sebanyak 12 buah.
Tabel 4.16 Sarana Pendidikan No.
Desa / Kelurahan
MDA
SD SMP SMA Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta 2 0 0 1 0 0
1 Serapuh Asli
1
2 Pematang Tengah
1
1
0
0
1
0
0
3 Paya Perupuk
0
1
0
0
0
0
0
lxvii
4 Pekan Tg. Pura
3
10
3
2
5
3
6
5 Lalang
1
1
0
1
0
0
0
6 Pantai Cermin
0
3
2
1
0
0
0
7 Pekubuan
2
3
0
1
0
1
0
8 Teluk Bakung
1
1
1
0
1
0
1
9 Pematang Serai
0
1
2
0
0
0
0
10 Baja Kuning
0
1
1
0
0
0
0
11 Pulau Banyak
1
2
1
0
2
0
1
12 Pematang Cengal
1
6
3
0
1
0
0
13 Kwala Serapuh
2
2
0
0
0
0
0
14 Kwala Langkat
1
1
0
0
0
0
0
15 Bubun
0
1
1
0
1
0
0
16 Tapak Kuda
0
1
0
0
0
0
0
17 Karya Maju
1
1
1
0
0
0
0
18 Suka Maju
0
3
1
0
0
0
0
19 Pematang Cengal Barat
0
1
1
0
0
0
0
Jumlah
15
42
17
5
12
4
8
Sumber: Tanjung Pura dalam Angka (2007)
lxviii
BAB V HASIL DAN ANALISA DATA
5.1
Data Hasil Penelitian Dalam bab ini akan dijelaskan hasil penelitian yang dilakukan di
Lembaga Keuangan Mikro Swamitra Mina Unit Usaha Koperasi Nelayan Langkat di Kecamatan Tanjung Pura. Dalam penelitian ini sebanyak 221 orang yang terdiri dari masyarakat yang telah mendapatkan bantuan pinjaman ataupun yang ingin mendapatkan pinjaman dari LKM Swamitra Mina sebagai wujud dari pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis diantaranya ada metode angket dan wawancara, dengan menggunakan metode ini penulis berusaha mengelola data dan mentabulasikan angket yang terkumpul guna menyelesaikan skripsi ini. Tabel 5.1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No.
Kategori
1 Pria 2 Wanita Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%) 159
72
62
28
221
100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa, jenis kelamin pria yang dijadikan responden ada sebanyak 159 orang responden (72%) dan jenis kelamin wanita yang dijadikan responden sebanyak 62 orang responden (28%).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jawaban didominasi oleh kategori pria (72%). Hal ini terjadi karena pria merupakan tulang punggung
lxix
keluarga yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup keluarganya dan biasanya para pria memiliki kekuasaan yang lebih dominan dalam membuat keputusan di dalam sebuah keluarga dibandingkan dengan para wanita. Tabel 5.2 Identitas Responden Berdasarkan Usia No.
Kategori
1 < 20 tahun
Frekuensi (F)
Persentase (%) 2
0,9
2 20 - 25 tahun
31
14,0
3 26 - 30 tahun
25
11,3
4 31 - 35 tahun
31
14,0
5 36 - 40 tahun
39
17,6
6 41 - 45 tahun
30
13,6
7 46 - 50 tahun
24
10,9
8 51 - 55 tahun
26
11,8
9 > 56 tahun
13
5,9
Jumlah
221
100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa usia peminjam yang menjadi responden di LKM Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat pada kategori kurang dari 20 tahun ada sebanyak 2 orang responden (0,9%), kategori 20-25 tahun ada 31 orang responden (14%), kategori 26-30 tahun ada 25 orang responden (11,3%), kategori 31-35 tahun ada 31 orang responden (14%), kategori 36-40 tahun ada 39 orang responden (17,6%), kategori 41-45 tahun ada 30 orang responden (13,6%), kategori 46-50 tahun ada 24 orang responden (10,9%), kategori 51-55 ada 26 orang responden (11,8%) dan kategori lebih dari 56 tahun ada 13 orang responden (5,9%).
lxx
Data ini menunjukkan bahwa usia yang paling banyak mendapatkan pinjaman adalah pada rentang usia 36-40 tahun (17,6%) walaupun tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok dengan kategori lainnya. Sebanyak 158 responden diharapkan dapat meningkatkan performa usahanya dan dapat menopang kelompok usia non-produktif yang berada di tanggungannya. Tabel 5.3 Identitas Responden Berdasarkan Agama No.
Kategori
1 Islam 2 Kristen Protestan Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%)
220
99,55
1
0,45
221
100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden yang beragama Islam ada sebanyak 220 orang (99,55%) dan satu orang responden yang beragama Kristen Protestan (0,45%). Data ini sesuai dengan data kependudukan dari kantor Camat yang menyatakan bahwa penduduk Kecamatan Tanjung Pura mayoritas Islam.
Keadaan ini tidak merepresentasikan bahwa Swamitra Mina koperasi Nelayan Langkat melakukan pembedaan terhadap sekelompok atau orang tertentu karena Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat memberikan pelayanan kepada semua masyarakat pesisir tanpa memandang agama, suku dan ras.
lxxi
Tabel 5.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa No.
Kategori
Frekuensi (F)
1 Melayu
Persentase (%)
150
67,87
2 Jawa
58
26,24
3 Batak
11
4,98
4 Karo
2
0,91
221
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa masyarakat yang mendapat fasilitas pinjaman bersuku Melayu sebanyak 150 orang (67,87%), suku Jawa sebanyak 58 orang responden (26,24%), suku Batak 11 orang responden (4,98%) dan suku Karo dua orang responden (0,90%). Adapun yang menjadi penyebab suku Melayu menjadi mayoritas dikarenakan Kecamatan Tanjung Pura merupakan pusat kebudayaan melayu yang ada di Kabupaten Langkat. Selain suku Melayu, suku Jawa juga menjadi suku yang mendominasi Kecamatan Tanjung Pura. Keberadaan hal ini dapat dilihat dari keberadaan suku Jawa yang sebenarnya hampir ada di setiap daerah karena keberadaannya yang sangat banyak di Indonesia khususnya di Sumatera Utara.
Tabel 5.5 Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No. Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Tidak Sekolah
2
0,91
2 SD Sederajat
17
7,69
3 SMP Sederajat
70
31,67
4 SMA sederajat
107
48,42
25
11,31
5 Pendidikan Tinggi Sederajat
lxxii
Jumlah
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden mayoritas tamat pendidikan SMA sederajat yakni sebanyak 107 orang responden (48,42%), kemudian tamat SMP sederajat sebanyak 70 orang responden (31,67%), tamat pendidikan tinggi sederajat sebanyak 25 orang responden (11,31%), tamat pendidikan SD sederajat sebanyak 17 orang responden (7,69%) dan yang tidak sekolah sebanyak 2 orang responden (0,90%). Tingkat pendidikan responden secara langsung ataupun tidak akan mempengaruhi pola fikir tentang memilih kebutuhan dan keinginan serta kesadaran untuk bertanggung jawab. Bila melihat data, mayoritas responden berpendidikan SMA maka diharapkan kreatifitas dan tanggung jawab dalam mengelola rumah tangganya akan dapat lebih baik lagi, akan tetapi masih terdapat 89 responden yang tingkat pendidikannya di bawah SMA sederajat sehingga dikhawatirkan ada perbedaan pola berfikir mengenai pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
lxxiii
Tabel 5.6 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan No.
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Wirausaha
221
100
Jumlah
221
100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa semua responden yakni sebanyak 221 orang bergerak dalam bidang wirausaha (100%). Khusus untuk kaum perempuan pada umumnya mereka berwirausaha untuk bekerja menambah penghasilan keluarga. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan seorang responden, “Kebutuhan sehari-hari aja kadang kurang, kalau mengharapkan pendapatan suami yang cuma nelayan Jadi untuk menambah penghasilan keluarga ya saya jualan kecilkecilan di depan rumah,” (Ida Rusmala, 38) Selanjutnya mengenai bidang usaha yang dibiayai oleh Swamitra Mina dapat di lihat pada Tabel 5.7. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat sebanyak 90 (40,72%) orang responden bergerak di bidang pembeli hasil laut. Para pembeli hasil laut ini merupakan para tokee yang membeli ikan hasil tangkapan para nelayan. Sangat disayangkan tidak adanya nelayan yang mendapatkan pinjaman dalam penelitian ini yang bergerak langsung dalam bidang usaha perikanan hanya toke/ tengkulak yang membeli hasil tangkapan dari para nelayan, sehingga dikhawatirkan hubungan patron-client yang kurang menguntungkan bagi nelayan akan terus berlangsung.
Tabel 5.7
lxxiv
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Usaha No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Kategori Agen Kelapa Agen Minyak Bengel Sepeda Motor Doorsmeer Mobil & Spd. Motor Jual Beli Ayam Kios Jajanan Kosmetik Penjual Makanan Pedagang Buah Pedagang Sembako Pembeli Asam Potong Pembeli Barang Bekas (Botot) Pembeli Hasil Laut Pembeli kayu Pembuat dodol Pembuat Kaporit Pembuat Tahu Pencari Keong Penggali Pasir Penjahit Penjual Jamu Penjual Pakaian Penjual Sayuran Penjual Sepatu Ponsel Salon Supir Tenda Ternak kambing Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Frekuensi (F) 4 1 8 4 1 12 1 8 1 30 2 2 90 2 2 2 2 2 2 10 2 16 4 2 2 2 1 1 5 221
Persentase (%) 1,81 0,45 3,62 1,81 0,45 5,43 0,45 3,62 0,45 13,57 0,90 0,90 40,81 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 0,90 4,52 0,90 7,24 1,81 0,90 0,90 0,90 0,45 0,45 2,26 100,00
Tabel 5.8
lxxv
Alat Transportasi Yang Umum Digunakan Responden Menuju Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat No
Kategori
Frekuensi Persentase (F)
(%)
1
Berjalan kaki atau bersepeda
98
44,34
2
Dengan angkutan umum / sepeda motor
56
25,34
3
Boat / perahu dilanjutkan dengan kombinasi dari
67
30,32
221
100,00
kategori sebelumnya di atas Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa 98 orang responden (44,34%) umumnya datang ke kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat dengan berjalan kaki atau bersepeda, 56 orang responden (25,34%) umumnya datang dengan angkutan umum atau bersepeda motor dan 67 orang responden (30,32%) umumnya datang menggunakan boat/ perahu kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki atau angkutan umum. Hal ini menunjukkan alat transportasi yang umumnya digunakan untuk menuju kantor Swamitra Mina yang dibutuhkan setiap responden berbeda-beda menurut jaraknya. Responden yang paling jauh datang ke Kantor Swamitra umumnya dengan boat/ perahu.
Tabel 5.9
lxxvi
Pengetahuan Responden Mengenai Partisipasinya dalam Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura No
Kategori
1
Tahu
2
Tidak Tahu Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%) 33
14,93
188
85,07
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.9 menunjukkan bahwa hanya 33 orang responden (14,93%) yang mengetahui bahwa di Kecamatan Tanjung Pura sedang dilaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Selebihnya sekitar 188 orang responden (85,07%) menyatakan tidak mengetahui bahwa di daerah ini sedang dilaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan program ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program ini. Karena keterlibatan masyarakat secara langsung akan memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan. Tapi pihak koperasi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak memberitahukan tentang program ini kepada masyarakat umum, karena koperasi sendiri mempunyai pengalaman yang buruk pada saat awal-awal program ini berjalan ketika dihadapkan dengan para peminjam-peminjam yang macet. Karena sebagian besar kredit macet yang terjadi karena si peminjam mengetahui bahwa program ini adalah bantuan pemerintah sehingga terjadi banyak kerugian yang di alami oleh koperasi. Akan tetapi kepada masyarakat pesisir informasi tentang ini diberitahukan sesuai dengan tujuan Program PEMP.
lxxvii
Tabel 5.10 Sumber Informasi Responden Mengenai Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura No
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase %
1 Pengurus Koperasi
15
45,45
2 Anggota Koperasi
18
54,55
Jumlah
33
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Berdasarkan data pada Tabel 5.10, dari 33 responden yang mengetahui bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini sedang dilaksanakan sebanyak 15 orang responden (45,45%) mengetahui informasi ini dari pengurus koperasi dan sebanyak 18 orang responden (54,55%) mengetahui hal ini dari anggota koperasi. Data di atas menunjukkan yang banyak berperan aktif dalam penyampaian informasi mengenai program ini adalah para pengurus dan anggota koperasi. Hal diperkuat dengan sebuah wawancara dengan Bapak Amir Chan selaku Ketua koperasi Nelayan Langkat, sebagai berikut: “Biasanya yang menyampaikan informasi mengenai PEMP ini adalah para pengurus dan anggota Koperasi Nelayan Langkat, karena mereka lebih tahu tentang program ini”.
Tabel 5.11 Pendapat Responden Mengenai Pihak Yang Paling Berhak Mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir No
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
lxxviii
1 Anggota Koperasi
33
14,93
2 Masyarakat Pesisir
69
31,22
3 Masyarakat Umum
119
53,85
221
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Dari data pada Tabel 5.11 secara mayoritas menunjukkan bahwa 119 orang responden (53,85%) berpendapat program ini paling berhak kepada masyarakat umum, 69 responden (31,22%) berpendapat paling berhak kepada masyarakat pesisir dan 33 (14,93%) orang responden berpendapat program ini paling berhak kepada anggota koperasi. Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini menurut pedoman umum Program PEMP yang paling berhak mendapatkannya sebenarnya adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi. Karena diharapkan kepada masyarakat pesisir ini mereka dapat memberdayakan kemampuannya dalam mengelola simpan pinjam dan berkarya melalui koperasi sehingga sesuai dengan visi misi koperasi yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya secara khusus dan masyarakat pesisir secara umum. Sehingga anggota koperasi dan koperasinya sendiri ikut maju. Menurut penulis hal ini terjadi dikarenakan minimnya informasi yang diberikan oleh Koperasi Nelayan Langkat kepada masyarakat di Kecamatan Tanjung Pura. Tabel 5.12 Status Responden di Koperasi Nelayan Langkat No
Kategori
1 Anggota 2 Bukan Anggota
Frekuensi (F)
Persentase (%) 33
14,93
188
85,07
lxxix
Jumlah
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.12 menunjukkan bahwa sebanyak 188 responden (85,07%) bukan anggota Koperasi Nelayan Langkat dan sebanyak 33 orang responden (14,93%) merupakan anggota dari Koperasi Nelayan Langkat. Bila melihat data pada Tabel 5.11 maka dapat digambarkan bahwa sebagian besar responden yang mendapatkan pinjaman dari Koperasi Nelayan Langkat bukanlah anggota koperasi. Keadaan ini terjadi karena Koperasi Nelayan Langkat bersifat tertutup terhadap perekrutan anggota koperasi yang baru. Sewaktu penulis melakukan penelitian di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, sama sekali tidak di temukan brosur atau formulir permohonan untuk menjadi anggota koperasi yang dapat dengan mudah di akses oleh siapapun.
Tabel 5.13 Status Keanggotaan Responden di Koperasi Nelayan Langkat No.
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 7 - 12 bulan
10
30,30
2 > 12 bulan
23
69,70
lxxx
Jumlah
33
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Menurut data pada Tabel 5.13 di atas, 10 orang responden (30,30%) telah menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat selama 7 - 12 bulan dan 23 orang responden (69,70%) telah menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat selama lebih dari 12 bulan. Tabel 5.14 Ketepatan Sasaran Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir Menurut Responden No
Kategori
1 Tepat Sasaran 2 Tidak Tepat Sasaran Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%)
188
85,07
33
14,93
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Dari data pada Tabel 5.14 menunjukkan bahwa 188 responden (85,07%) menyatakan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir yang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Pura ini sudah tepat sasaran. Sedangkan 33 responden lainnya (14,93%) menyatakan bahwa program ini tidak tepat sasaran. Responden yang menyatakan sudah tepat sasaran banyak beralasan karena dengan adanya Program PEMP ini mereka sangat terbantu dalam kebutuhan permodalan untuk usaha mereka. Sedangkan responden yang menyatakan tidak tepat sasaran beralasan karena seharusnya yang berhak mendapatkan bantuan dari Program PEMP ini adalah mereka yang sudah menjadi anggota koperasi, karena masyarakat pesisir diharapkan tidak hanya menjadi peminjam tetapi juga berperan aktif dalam setiap kegiatan koperasi. Seperti yang disampaikan oleh Bapak
lxxxi
Irhamuddin selaku Manager Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat sebagai berikut: “Sangat dianjurkan kepada para para peminjam untuk menjadi anggota koperasi, karena tujuan utama PEMP ini adalah untuk meningkatkan kekuatan kelembagaan koperasi itu sendiri melalui peran serta para anggotanya, Tapi yang terjadi di sini sepertinya pihak koperasi tidak banyak bertindak untuk melakukan oerekrutan anggota baru. Mungkin mereka punya alasan sendiri”
Tabel 5.15 Persyaratan Yang Diperlukan Responden Dalam Mendapatkan Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir No.
Kategori
Frekuensi (F)
1 Ada Jumlah
Persentase (%) 221
100
221
100
Sumber ; Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa semua responden sebanyak 221 orang (100%) menyatakan bahwa mutlak diperlukan persyaratan untuk mendapatkan
bantuan
pinjaman
dari
Program
Pemberdayaan
Ekonomi
Masyarakat Pesisir. Responden menyatakan syarat-syarat yang bervariasi tapi umumnya seperti; membuka rekening tabungan di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, mengajukan surat permohonan kredit, fotokopi KTP, fotokopi kartu keluarga, rekening listrik terakhir dan jaminan. Jaminan ini diperlukan apabila ada permohonan pengajuan kredit yang nilainya lebih dari Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir resiko kredit macet yang akan dihadapi oleh Swamitra Mina. Seperti yang disampaikan seorang responden kepada penulis,
lxxxii
“Ya iyalah, kalau mau minjam di sini ya banyak syaratnya. Tapi kalau di bawah dua juta biasanya gak perlu jaminan. Orang saya aja sudah delapan kali minjam di sini. Tapi ya dua juta ajalah paling banyak. Habis saya gak punya jaminannya.” (Sri Hartati, 31) Tabel 5.16 Pengetahuan Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir No
Kategori
Frekuensi (F)
1 Ada
Persentase (%) 216
97,74
2 Tidak Ada
5
2,26
Jumlah
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Dari data pada Tabel 5.16, menunjukkan bahwa 216 orang responden (97,74%) menyatakan adanya prioritas pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir ini dan lima orang responden (2,26%) menyatakan tidak ada prioritas penerima pinjaman. 216 Responden yang menjawab “ada” beralasan karena terjadi perbedaan dalam waktu proses pinjaman mereka, ada yang merasa temannya lebih cepat dan ada yang merasa lambat. Sedangkan 5 orang responden yang menjawab “tidak ada” karena mereka tidak tahu.
Menurut Pedoman Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan dalam hal ini koperasi sebagai wadah penggalangan partisipasi masyarakat dan mempunyai sasaran akhir yaitu masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor usaha perikanan dan kelautan. Maka yang menjadi prioritas dalam program ini adalah
lxxxiii
masyarakat pesisir Kecamatan Tanjung Pura yang menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat. Untuk lebih lengkapnya mengenai responden yang menjawab ada dapat dilihat pada Tabel 5.16.
Tabel 5.17 Pendapat Responden Mengenai Prioritas Penerima Bantuan Pinjaman dari Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir No.
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Anggota Koperasi
33
15,28
2 Calon Anggota Koperasi
10
4,63
173
80,09
216
100,00
3 Masyarakat Pesisir Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Berdasarkan data pada Tabel 5.17, ada sebanyak 173 orang responden (80,09%) berpendapat masyarakat pesisir mempunyai prioritas yang lebih tinggi dalam penerimaan bantuan program ini, kemudian 33 orang responden (15,28%) berpendapat bahwa anggota koperasi merupakan prioritas penerima bantuan pinjaman dan 10 orang responden (4,63%) berpendapat calon anggota koperasi yang menjadi prioritas dalam mendapatkan bantuan pinjaman. Dari 33 orang responden yang berpendapat bahwa anggota koperasi merupakan prioritas pemberian bantuan pinjaman dari program PEMP ini mereka semuanya adalah anggota Koperasi Nelayan Langkat. Umumnya pendapat mereka diikuti dengan pernyataan karena mereka adalah masyarakat pesisir dan merupakan anggota Koperasi Nelayan Langkat. Sementara 173 orang responden yang berpendapat bahwa masyarakat pesisir adalah prioritas dalam program PEMP ini dikarenakan judul program yang diadakan oleh pemerintah ini yaitu
lxxxiv
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Hal ini disampaikan dalam suatu wawancara dengan responden. “Ya jelas untuk masyarakat pesisirlah.. Judulnya aja sudah jelas-jelas menyebutkan masyarakat pesisir.”(Rusmala, 49).
Tabel 5.18 Pendapat Responden Mengenai Diskriminasi dalam Mendapatkan Bantuan Pinjaman No
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Tidak ada
221
100
Jumlah
221
100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.18 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%) menyatakan tidak mengalami diskriminasi dalam mengajukan ataupun dalam mendapatkan pinjaman. Sebagaimana wawancara penulis dengan responden, “Bapak gak pernah dibedain sama mereka walaupun mata Bapak buta sebelah. Yang ada malah kita sering bercanda. Kami ini udah kayak keluarg, habisnya selama 3 tahun ini saya selalu rutin datang ke sini sama teman-teman saya” (Abdul Karim, 53)
Tabel 5.19 Jumlah Pinjaman Yang Diajukan Responden No
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 500.000 - 1.000.000
58
26,24
2 > 1.000.000 - 1.500.000
19
8,60
3 > 1.500.000 - 2.000.000
130
58,82
4 > 2.500.000 - 3.000.000
2
0,90
5 > 3.000.000 - 4.000.000
3
1,36
6 > 4.000.000 - 5.000.000
4
1,82
7 > 5.000.000 - 10.000.000
3
1,36
lxxxv
8 > 10.000.000 Jumlah
2
0,90
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.20 menunjukkan bahwa ada sebanyak 58 orang responden (26,24%) yang mengajukan pinjaman di antara Rp. 500.000 - Rp. 1.000.000, sebanyak 19 orang responden (8,60%) mengajukan pinjaman di antara > Rp. 1.000.000 - Rp. 1.500.000, sebanyak 130 orang responden (58,82%) mengajukan pinjaman > Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000, sebanyak 2
orang
responden (0,90%) mengajukan pinjaman > Rp. 2.500.000 - Rp. 3.000.000, 3 orang responden (1,36%) mengajukan pinjaman >Rp. 3.000.000 - Rp. 4.000.000, 4 orang responden (1,81%) mengajukan pinjaman > Rp. 4.000.000 - Rp. 5.000.000, 3 orang responden (1,36%) mengajukan pinjaman > Rp.5.000.000 Rp. 10.000.000 dan 2 orang responden (0,90%) mengajukan pinjaman > Rp. 10.000.000. Data ini juga menunjukkan bahwa seluruh responden berjumlah 221 orang (100%) telah melakukan pengajuan pinjaman kepada Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Jumlah pengajuannya bervariasi,selengkapnya dapat dilihat pada Tabel. Pinjaman Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000 menjadi mayoritas di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Hal ini dikarenakan batas maksimum pinjaman tanpa jaminan di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Hal ini dinyatakan oleh seorang responden ketika penulis menyanyakan kenapa dia tidak mengajukan pinjaman lebih dari Rp. 2.000.000 (Dua Juta Rupiah). “Saya sanggupnya cuma sampai di dua juta aja. Kepingin sih lebih dari dua juta, biar lebih banyak modal yang bisa diputar.
lxxxvi
Tapi apa daya…. Saya tidak punya agunan. Jadi cukup dua juta ajalah” (Sri Hartati, 31)
Tabel 5.20 Jumlah Pinjaman Responden Yang Disetujui Swamitra Mina No.
Kategori
Frekuensi (F) Persentase (%)
1
Rp.
500.000
-
1.000.000
57
25,79
2
Rp.
1.500.000
-
2.000.000
149
67,44
3
Rp.
5.000.000
-
6.000.000
10
4,52
4
Rp.
9.000.000
-
10.000.000
3
1,35
5 > Rp.
10.000.000
2
0,90
221
100,00
Jumlah Sumber : Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.21 menunjukkan 57 orang responden (25,79%) mendapat pinjaman Rp.500.00 - Rp. 1.000.000, 149 orang responden (67,42%) mendapat pinjaman Rp. 1.500.000 - Rp. 2.000.000, 10 orang responden (4,52%) mendapatkan pinjaman Rp. 5.000.000 - Rp. 6.000.000, 3 orang responden (1,35%) mendapatkan pinjaman Rp. 9.000.000 - Rp. 10.000.000 dan 2 orang responden (0,90%) mendapatkan pinjaman di atas Rp. 10.000.000. Terjadi perbedaan antara pinjaman yang di ajukan oleh responden dan pinjaman yang diterima oleh responden. Hal-hal yang menjadi sebabnya selain karena kurang kuatnya jaminan untuk pinjaman di atas Rp. 2.000.000 juga karena analisa yang di buat oleh pembina kredit atas pengajuan pinjaman yang masuk untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kredit macet. Hal yang menarik, ada dua orang responden yang mendapatkan pinjaman di atas Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Mereka yang mendapatkan pinjaman ini berusaha di bidang pembeli botot (barang-barang bekas) dan pembeli asam potong. Alasan Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk menyetujui
lxxxvii
pinjaman ini karena mereka menilai performance usaha dan jaminan yang diberikan layak untuk dibiayai.
Tabel 5.21 Jumlah Uang Yang Diterima No Kategori
Frekuensi (F)
1 Sama dengan kwitansi
Persentase (%) 100
221
100
Jumlah
221
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.22 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%) menyatakan uang yang diterimanya sama dengan yang tertera dan yang ditandatangani di kwitansi. Dalam hal ini, jumlah pinjaman yang disetujui dengan uang yang diberikan dan ditandatangani di kwitansi tidak sama jumlahnya karena biayabiaya yang timbul akibat perjanjian kredit dibebankan kepada peminjam. Untuk memudahkan prosedur, maka biaya-biaya yang timbul dipotong di muka.
Tabel 5.22 Biaya - Biaya yang Dipungut No
Kategori
1 Ada biaya-biaya Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%) 221
100
221
100
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.23 menunjukkan bahwa 221 orang responden (100%) menyatakan ada dikenakan biaya - biaya dalam proses pencairan pinjaman mereka.
lxxxviii
Adapun biaya - biaya yang dikutip seperti; biaya provisi sebesar 2% dari jumlah pinjaman yang disetujui, biaya materai, biaya asuransi dan pembukaan rekening tabungan bagi nasabah yang baru. Biaya provisi yang sudah menjadi ketentuan dalam pedoman swamitra sebagai pemasukan, sedangkan biaya lainnya seperti biaya materai dan asuransi merupakan inisiatif dari Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk memudahkan urusan dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga, apabila peminjam meninggal dunia pinjaman langsung ditutupi oleh asuransi sehingga tidak membebani keluarga ahli waris.
Tabel 5.23 Kesepakatan atas Biaya - Biaya yang Dipungut No
Kategori
1 Sudah disepakati
Frekuensi (F)
Persentase (%) 89
40,27
2 Terpaksa disepakati
132
59,73
Jumlah
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.24 menunjukkan bahwa 89 orang responden (40,27%) sudah menyepakati biaya - biaya yang timbul, 132 orang responden (59,73%) menyatakan terpaksa menyepakati biaya - biaya yang timbul. Responden yang menyatakan terpaksa menyepakati pada umumnya disebabkan karena mereka tidak punya pilihan lain lagi, karena mereka benar benar membutuhkan dana tersebut. Biaya yang dirasakan paling memberatkan oleh para responden adalah biaya asuransi. Demikian hal ini disampaikan dalam suatu wawancara penulis dengan responden berhubungan dengan hal asuransi,
lxxxix
“Mau macam mana lagi, terpaksalah saya ikut asuransi.Karena saya harus membeli bahan. Padahal saya belum tentu mati kalau saya tidak mati beruntunglah asuransinya” (Uli, 49)
Tabel 5.24 Pinjaman Yang Disetujui Oleh Koperasi No
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Pinjaman Pertama
59
26,70
2 Pinjaman ke 2 - 3
83
37,56
3 Pinjaman ke 4 - 5
47
21,27
4 Pinjaman ke 6 - 7
26
11,76
5 Pinjaman ke 8 - 9
6
2,71
221
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.25 menunjukkan bahwa 59 orang responden (26,70%) pinjaman yang diberikan koperasi merupakan pinjaman yang pertama kali, 83 orang responden (37,56%) merupakan pinjaman ke 2 - 3, 47 orang responden (21,27%) merupakan pinjaman ke 4 - 5, 26 orang responden (11,76%) merupakan pinjaman ke 6 - 7 dan 6 orang responden (2,71%) merupakan pinjaman ke 8 - 9.
xc
Jika diperhatikan data pada Tabel 5.25 terjadi penurunan terhadap pinjaman yang disetujui oleh koperasi di mulai dari pinjaman ke 4 - 5, sampai pinjaman ke 8 - 9. Berdasarkan keterangan pembina kredit di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat yakni Ibu Hj. Imelda, penurunan pinjaman yang disetujui dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu : 1. Nasabah sudah mulai dapat berusaha mandiri, sehingga mereka tidak perlu di biayai lagi.
2. Terjadinya kemacetan terhadap kredit pinjaman yang lama, dan. 3. Biasanya, semakin sering nasabah melakukan pinjaman di Swamitra Mina maka ia menginginkan nilai plafond pinjamannya bertambah terus, tetapi hal ini belum tentu dapat disetujui oleh koperasi karena tergantung atas jenis usaha yang akan di biayai sehingga mereka memutuskan untuk berhenti dan meminjam di tempat lain.
Tabel 5.25 Status Pinjaman Responden No.
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Sudah lunas
32
14,48
2 Belum lunas
189
85,52
221
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer 2009
xci
Data pada Tabel 5.26 menunjukkan bahwa 32 orang responden (14,48%) sudah melunasi pinjaman mereka dan 189 orang responden (85,52%) pinjaman mereka belum lunas. Responden yang menyatakan pinjamannya sudah lunas kembali datang ke Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat untuk mengajukan pinjaman yang baru. Sedangkan responden yang belum lunas sedang menyicil pinjaman mereka. Demikian keadaan responden yang ditemui penulis di kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat.
Tabel 5.26 Waktu Yang Dibutuhkan Dalam Proses Pengurusan Pinjaman No
Kategori
1 < 7 hari
Frekuensi (F)
Persentase (%) 33
14,94
2 7 - 14 hari
146
66,06
3 15 - 21 hari
21
9,50
4 21 - 30 hari
21
9,50
Jumlah
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.27 menunjukkan bahwa 33 orang responden (14,93%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung < 7 hari, 146 orang responden (66,06%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung diantara 7 - 14 hari, 21 orang responden (9,50%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung antara 15 - 21 hari dan 21 orang responden lainnya (9,50%) menyatakan proses pinjaman mereka berlangsung di antara 21 - 30 hari.
xcii
Waktu yang dibutuhkan dalam proses pengajuan pinjaman ini dipengaruhi oleh jarak tempuh yang diperlukan dari rumah responden menuju Kantor Swamitra Mina dan juga karena keterbatasan tenaga, seperti yang dituturkan oleh Bapak Rusli, seorang Credit Support yang tugasnya untuk melakukan survey terhadap pinjaman. “Kami yang melaksanakan survey terhadap permohonan kredit yang masuk jumlahnya hanya tiga orang saja. Jadi kalau alamat pemohon tersebut masih dapat ditempuh dengan sepeda motor maka proses pengurusan pinjaman akan lebih cepat. Tapi jika alamatnya harus ditempuh dengan jalan sungai maka pemohon harus menunggu sampai jadwal kami ke sana.”
Tabel 5.27 Kendala Dalam Proses Pengurusan Pinjaman No.
Katagori
1 Ada 2 Tidak Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%)
154
69,68
67
30,32
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.28 menunjukkan bahwa 154 (orang responden mempunyai kendala dalam proses pengurusan pinjaman dan 67 (30,32%) orang responden menyatakan tidak menemukan kendala dalam proses pengurusan pinjaman mereka. Pada umumnya kendala - kendala yang dialami oleh responden dalam pengurusan pinjaman mereka seperti ; kartu identitas (KTP/SIM) yang sudah tidak berlaku lagi, tidak mempunyai agunan/jaminan untuk pinjaman yang lebih besar jumlahnya dan jarak yang jauh dari rumah mereka menuju kantor Swamitra Mina.
xciii
Untuk mengantisipasi kendala - kendala yang dihadapi oleh nasabahnya Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat memberi beberapa kemudahan yakni. 1. Untuk kartu identitas yang sudah lewat masa berlakunya, diberi kemudahan cukup hanya dengan surat keterangan dari kepala desa masing - masing ataupun resi. 2. Untuk mendapatkan pinjaman di atas Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) tanpa agunan, dapat dilakukan dengan cara memulai pinjaman dari Rp. 500.000,- secara bertahap menurut aturan Swamitra Mina dan nasabah setiap saat harus dapat di monitoring kegiatan usahanya untuk menentukan kelayakan pembiayaan pinjaman berikutnya. 3. Untuk jarak tempuh nasabah yang cukup jauh, Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat telah menetapkan kolektor yang di tunjuk oleh Koperasi agar bertugas di desa masing-masing, sehingga untuk proses pengajuan pinjaman yang sudah ditandatangani ataupun untuk pembayaran cicilan pinjaman dapat di lakukan melalui kolektor. Akan tetapi tidak semua nasabah mau dikutip oleh kolektor karena ada tambahan biaya Rp. 1.000,- (seribu rupiah) perhari jika cicilan mereka di kutip oleh kolektor. Lebih baik datang langsung ke kantor. Seperti halnya yang disampaikan responden dalam suatu wawancara, “Daripada saya harus menambah cicilan saya seribu sehari, mendingan saya datang langsung ke kantor setiap satu atau dua minggu sekali, lagian saya berjualan disekitar sini juga kok….” (Abdul Karim, 38)
Pengembalian pinjaman dapat dilakukan dengan cara : 1.
Menyetor langsung ke Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat.
xciv
2.
Dikutip oleh kolektor dengan tambahan Rp. 1.000,- perhari. Berdasarkan cara pengembalian pinjaman di atas, 154 orang responden
(69,68%) melakukan pengembalian pinjaman dengan cara menyetor langsung ke Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Sedangkan 67 orang responden (30,32%) menyatakan bahwa mereka melakukan pembayaran melalui kolektor yang datang untuk mengutip angsuran pinjaman walaupun dengan tambahan biaya Rp.1.000-,. Mereka merasa lebih nyaman jika di kutip oleh kolektor karena tidak harus datang jauh-jauh ke Kantor Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat. Tabel 5.28 Ketepatan Waktu Pengembalian Pinjaman No
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
74
33,48
2 Tidak Tepat Waktu
147
66,52
Jumlah
221
100,00
1 Tepat Waktu
Sumber: Data Primer 2009 Data
pada Tabel 5.29 menunjukkan bahwa 74 orang responden
(33,48%) mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu dan 147 orang responden (66,52%) tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu. Responden yang tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar 3% perbulan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya. Alasan responden yang tidak mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu cukup bervariasi tapi pada umumnya seperti berikut : 1. Menurunnya keuntungan. 2. Menurunnya penjualan dagangan.
xcv
3. Modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang. Ketiga alasan yang dikemukakan oleh responden yang tidak dapat mengembalikan pinjamannya dengan tepat waktu, hal ini terkait karena terjadinya karena krisis ekonomi melanda dunia yang membuat turunnya daya beli masyarakat, sehingga berpengaruh kepada penurunan penjualan dagangan, keuntungan yang semakin menurun sehingga modal semakin menipis karena lambatnya perputaran uang.
Tabel 5.29 Dasar Pengajuan Pinjaman No
Kategori
Frekuensi (F)
1 Modal Usaha Jumlah
Persentase (%)
221
100,00
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Dari hasil kuesioner yang didapat, maka responden yang menyatakan dasar pengajuan pinjaman sebagai modal adalah 221 orang responden (100%). Responden lebih memilih untuk melakukan pinjaman atas dasar untuk menambah modal usaha karena bunga yang ditawarkan lebih ringan dan kemungkinan mendapatkan persetujuan pinjaman dari koperasi lebih besar, walaupun sebenarnya tujuannya tergantung dengan apa yang diperlukan responden. Seperti yang disampaikan oleh seorang responden dalam suatu wawancara sebagai berikut : “Kalau untuk modal usaha, selama yang saya tahu gampang cairnya, daripada untuk kebutuhan lain” (Adek, 24)
Tabel 5.30 Penggunaan Dana Pinjaman
xcvi
No.
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
175
79,19
2 Membeli alat-alat perikanan
10
4,52
3 Menutupi hutang yang ada
36
16,29
221
100,00
1 Membeli bahan/barang untuk usaha non-perikanan
Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.31 menunjukkan, 175 orang responden (79,19%) menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membeli bahan / barang keperluan usaha non-perikanan, 10 orang responden (4,52%) menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membeli alat-alat perikanan, 35 orang responden (15,84%) menggunakan pinjaman yang didapat untuk menutupi hutang yang ada sebelumnya. Menurut responden yang menggunakan pinjaman yang didapatkan untuk membeli bahan/ barang keperluan usaha sudah tepat karena sampai saat ini usahanya bertambah maju. Responden yang menggunakan pinjaman yang didapatkan untuk membeli alat-alat perikanan (mesin, jaring ataupun keperluan lain dalam usaha perikanan) menurut mereka sudah paling tepat karena mereka sangat menginginkan barang tersebut tetapi tidak dapat membelinya secara kontan, bila kredit melalui Swamitra Mina mereka merasa lebih ringan dibandingkan dengan koperasi yang lain. Sedangkan bagi mereka yang menggunakan dana pinjaman yang didapat untuk membayar hutang yang ada sebelumnya, karena kurangnya biaya untuk melunasi pinjaman yang ada sebelumnya. Sebagaimana disampaikan responden dalam sebuah wawancara mengenai bagaimana dasar pengajuan pinjamannya berbeda penggunaan dana pinjamannya, yaitu untuk membayar hutang yang ada sebagai berikut :
xcvii
“Saya mengaku salah karena berbohong, tetapi saya benar-benar memerlukan uang itu” (Dedek, 24)” Hal ini menunjukkan masih lemahnya kontrol pinjaman yang dilakukan Swamitra Mina, karena telah terjadi pergeseran realisasi penggunaan dana pinjaman dengan dasar pengajuan pinjaman. Tabel 5.31 Proses Pengajuan Pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat No
Kategori
1 Mudah 2 Biasa saja Jumlah
Frekuensi (F)
Persentase (%) 67
30,32
154
69,68
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Data pada Tabel 5.32 menunjukkan bahwa 67 responden (30,32%) mengatakan proses pengajuan pinjaman di Koperasi Nelayan Langkat adalah mudah, 154 responden (69,68%) mengatakan proses pengajuan pinjaman adalah biasa saja dan tidak ada satupun responden yang menyatakan proses pengajuan pinjaman berbelit - belit. Alasan responden yang mengatakan mudah karena mereka telah diberi kemudahan dalam proses pengajuan pinjaman baik dalam hal persyaratan maupun keringanan bunga. Sedangkan responden yang menyatakan proses pengajuan pinjaman biasa saja karena mereka tidak menemukan banyak perbedaan di bandingkan dengan koperasi - koperasi maupun dengan bank - bank lainnya. Dari 221 responden, 132 diantaranya (59,73%) mengatakan terdapat syarat yang dianggap mereka cukup memberatkan, yaitu mereka harus mengikuti program asuransi supaya apabila nasabah meninggal dunia, pinjaman tidak dibebankan kepada keluarga ahli waris, melainkan langsung diselesaikan oleh
xcviii
asuransi. Tetapi menurut mereka ini merugikan, karena terjadi tambahan potongan lagi untuk biaya asuransi ini.
Tabel 5.32 Cara Penyelesaian Pengembalian Pinjaman Bermasalah No.
Kategori
Frekuensi (F)
1 Tegas sesuai aturan 2 Melalui negosiasi Jumlah
Persentase (%)
132
59,73
89
40,27
221
100,00
Sumber: Data Primer 2009 Tabel 5.31 menunjukkan bahwa 132 orang responden (59,73%) mengatakan bahwa pengembalian pinjaman yang bermasalah diselesaikan tegas sesuai dengan aturan, 89 orang responden (40,27%) mengatakan bahwa pengembalian pinjaman yang bermasalah dapat diselesaikan melalui negosiasi dan tidak satu pun responden yang menyatakan sama sekali tidak ada penyelesaian untuk pinjaman yang bermasalah. Berdasarkan keterangan Manager Operasional Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat, Bapak Irhamuddin menyatakan bahwa penyelesaian pinjaman yang mempunyai masalah Swamitra Mina mempunyai dua macam model penyelesaian tergantung dengan situasi dan kondisi yang terjadi, yaitu: 1. Tegas sesuai aturan. Model ini dipakai kepada setiap nasabah yang mempunyai
masalah
dalam
pengembalian
pinjamannya
tetapi
ingin
mengajukan pinjaman yang baru, maka ia harus membayar segala denda/bunga keterlambatan sesuai dengan yang disepakati.
xcix
2. Melakukan negosiasi (musyawarah). Metode ini digunakan untuk peminjam yang tidak ingin mengajukan pinjaman lagi di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat sehingga tercapai win - win solution. Contohnya sperti dapat dilakukan penghapusan sebagian denda ataupun bunga, bahkan hanya pokok pinjaman saja yang dikembalikan. Dalam kenyataannya metode negosiasi ini juga dilakukan bagi peminjam yang bermasalah dalam pengembalian pinjamannya, seperti yang di alami oleh 89 responden (40,27%) bahwa mereka dapat mengajukan pinjaman baru dengan catatan bunga dan denda mereka langsung dipotong pada saat mereka menerima uang. Tabel 5.33 Pengetahuan Responden Mengenai Penempatan Tenaga Pendamping Desa No.
Kategori
Frekuensi (F)
Persentase (%)
1 Ada
10
4,52
2 Tidak Ada
23
10,41
3 Tidak Tahu
188
85,07
221
100,00
Jumlah Sumber: Data Primer 2009
Data pada Tabel 5.34 menunjukkan bahwa 10 orang responden (4,52%) menyatakan mereka tahu ada Tenaga Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka, 23 orang responden (10,41%) menyatakan tidak ada Tenaga Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka dan sebanyak 188 orang responden (85,07%) tidak mengetahui adanya Tenaga Pendamping Desa. 33 orang responden yang menyatakan ada maupun tidak ada Tenaga Pendamping Desa yang ditempatkan di daerah mereka semuanya merupakan anggota Koperasi Nelayan Langkat, sedangkan 188 responden yang menyatakan
c
tidak tahu merupakan nasabah biasa di Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat dan tidak seorang pun responden yang pernah mendapatkan bantuan dari Tenaga Pendamping Desa tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan bagi masyarakat pesisir yang membutuhkan bantuan Tenaga Pendamping Desa menjadi terlantar dan membuat mereka mendapatkan informasi yang tidak memadai mengenai usaha yang akan mereka lakukan dalam segi teknisnya.
5.2
Analisa Data Penulis mendapatkan bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pesisir yang dilaksanakan Koperasi Nelayan Langkat melalui Unit Usaha Swamitra Mina sudah berjalan dengan fasilitas yang memadai baik akan tetapi masih banyak yang belum mengetahui bahwa Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir sedang dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Pura hal ini dapat di lihat pada Tabel 5.9. Hal ini disebabkan karena tidak terbukanya Koperasi Nelayan Langkat mengenai pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi masyarakat Pesisir yang sedang berjalan di Kecamatan Tanjung Pura. Tingkat pengetahuan masyarakat mengenai pelaksanaan program ini tentunya akan berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan program ini. Karena keterlibatan masyarakat secara langsung akan memperkuat kekuasaan masyarakat, khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan. Akan tetapi, pihak koperasi mempunyai alasan tersendiri untuk tidak memberitahukan tentang program ini kepada masyarakat umum, karena koperasi sendiri mempunyai pengalaman yang buruk pada saat awal-awal program ini berjalan
ci
ketika dihadapkan dengan para peminjam-peminjam yang macet. Karena sebagian besar kredit macet yang terjadi karena si peminjam mengetahui bahwa program ini adalah bantuan pemerintah sehingga terjadi banyak kerugian yang di alami oleh koperasi. Dalam hal ini, khusus kepada masyarakat pesisir informasi tentang ini diberitahukan sesuai dengan tujuan dan sasaran akhir dari Program PEMP. Yang paling berhak mendapatkan Program Pemberdayaan Ekonomi masyarakat Pesisir ini menurut pedoman umum Program PEMP sebenarnya adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi. Karena diharapkan kepada masyarakat pesisir ini mereka dapat memberdayakan kemampuannya dalam mengelola simpan pinjam dan berkarya melalui koperasi sehingga sesuai dengan visi misi koperasi yaitu dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya secara khusus dan masyarakat pesisir secara umum. Sehingga anggota koperasi dan koperasinya sendiri ikut maju. Dalam kenyataannya, Koperasi Nelayan Langkat terkesan tertutup atas perekrutan anggota-anggota koperasi yang baru. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.12 dimana lebih dari 85% responden bukanlah anggota koperasi dan mereka tidak tahu tentang Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Menurut Pedoman Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir secara umum program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui penguatan kelembagaan dalam hal ini koperasi sebagai wadah penggalangan partisipasi masyarakat dan mempunyai sasaran akhir yaitu masyarakat pesisir dengan usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor usaha perikanan dan kelautan. Maka yang menjadi prioritas dalam program ini adalah
cii
masyarakat pesisir Kecamatan Tanjung Pura yang menjadi anggota Koperasi Nelayan Langkat. Kegiatan yang dilaksanakan Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat merupakan suatu sistem yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat pesisir yang bergerak di usaha skala mikro yang berorientasi pada sektor kelautan dan perikanan seperti kegiatan penangkapan, budidaya, perniagaan hasil perikanan, pengolahan ikan, usaha jasa perikanan dan pengolaan wisata bahari tanpa ada pembedaan suku, agama dan ras. Sesuai dengan hal ini, Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat telah melenceng dari sasaran akhir Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir secara umum hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.7, dimana sektor perikanan yang dibiayai oleh Swamitra Mina hanya sebesar 40,72%. Penggunaan dana pinjaman yang didapat dari Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat hanya sebagian kecil saja yang digunakan untuk membeli alatalat perikanan yakni hanya 4,52% hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.31. Terjadi pergeseran antara dasar pengajuan pinjaman dengan realisasi penggunaan dana yang didapatkan oleh 36 orang responden, hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.30 dengan 5.31. Seratus persen Dasar pengajuan pinjaman adalah sebagai modal usaha tetapi telah disalahgunakan untuk membayar hutang-hutang yang ada sebelumnya. Hal ini juga menunjukkan masih lemahnya kontrol pinjaman yang dilakukan oleh Swamitra Mina karena masih adanya kebobolan walaupun sudah dilakukan survey sebelumnya oleh Credit Support
ciii
Dari uraian sebelumnya, maka didapatlah jawaban dari perumusan masalah “Bagaimana Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat?” 1. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura belum tepat sasaran. 2. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura belum tepat penggunaan dananya. Berdasarkan dua hal di atas maka telah terjadi telah terjadi pergeseran antara rancangan program yang ditetapkan dengan sasaran yang diinginkan.
civ
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan pemaparan data pada Bab V maka dapat ditarik beberapa
kesimpulan
penelitian
“Implementasi
Program
Pemberdayaan
Ekonomi
Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat tahun 2009” adalah sebagai berikut: 1. Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat sudah dilaksanakan oleh Koperasi Nelayan Langkat melalui Unit Usaha Swamitra Mina. Walaupun tidak terlalu semua usaha yang diberi bantuan bergerak di bidang sektor perikanan dan kelautan, namun masyarakat pesisir di Kecamatan Tanjung Pura sudah dapat mengakses permodalan dengan tingkat suku bunga yang ringan dan dengan pinjaman yang transparan. 2. Adapun hal-hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat adalah: -
Terdapat pergeseran atas penggunaan dana pinjaman dengan dasar pengajuan pinjaman yang dilakukan oleh responden. Misalnya, pada awal mereka mengajukan pinjaman sebagai modal usaha akan tetapi realisasi penggunaan pinjamannya untuk membayar hutang-hutang yang ada sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya fungsi kontrol ataupun monitoring pinjaman masih lemah.
cv
-
Tidak terdapat nelayan yang mendapatkan pinjaman dalam penelitian ini, melainkan hanya toke/tengkulak yang membeli hasil dari tangkapan para nelayan, sehingga sangat dikhawatirkan hubungan patron-client yang kurang menguntungkan bagi nelayan akan terus berlangsung di Kecamatan Tanjung Pura.
-
Sebagian besar responden yang mendapatkan pinjaman bukanlah anggota koperasi dimana seharusnya yang paling berhak mendapatkan bantuan pinjaman dari Program PEMP adalah masyarakat pesisir yang menjadi anggota koperasi, hal ini disebabkan minimnya informasi yang diberikan oleh Koperasi Nelayan Langkat.
-
Waktu yang dibutuhkan dalam proses pencairan pinjaman dipengaruhi oleh jarak tempuh yang diperlukan dari rumah responden menuju Kantor Swamitra Mina, yang terjadi akibat keterbatasan tenaga dan wilayah kerja Swamitra Mina Koperasi Nelayan Langkat yang luas.
-
Banyak terjadi keterlambatan atas pengembalian dana pinjaman yang didapatkan oleh responden yang disebabkan oleh: 1. Menurunnya keuntungan. 2. Menurunnya penjualan dagangan. 3. Modal yang menipis dan menurunnya perputaran uang.
-
Tidak satupun responden (bukan anggota koperasi) yang mengetahui adanya Tenaga Pendamping Desa (TPD)
yang ditempatkan di daerah
mereka dan mereka tidak pernah mendapatkan bantuan apapun dari TPD sehingga TPD yang disediakan Program PEMP untuk membantu
cvi
masyarakat pesisir menjadi tidak efektif, juga karena minimnya informasi yang diberikan oleh koperasi.
6.2
Saran Berdasarkan hambatan-hambatan yang terjadi pada Pelaksanaan Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat, maka penulis dapat mengajukan beberapa saran yaitu: 1. Untuk mengatasi perubahan atas penggunaan dana pinjaman dengan dasar pengajuan pinjaman yang terjadi dapat dilakukan dengan memperketat survey/ analisis kebutuhan dana dan tujuan penggunaan dana pinjaman. 2. Bergerak lebih aktif dalam mensosialisasikan Program PEMP agar langsung dirasakan oleh para nelayan. 3. Mengadakan perekrutan anggota koperasi baru dari para nasabah/ peminjam, agar sasaran Program PEMP di Kecamatan Tanjung Pura menjadi lebih tepat. 4. Mempersempit ruang kerja Swamitra Mina atau menambah tenaga kerja. Sehingga dapat mempercepat proses pengurusan pinjaman yang memerlukan survey/ analisa. 5. Bersikap terbuka dan memberikan informasi mengenai ketersediaan Tenaga Pendamping Desa (TPD) kepada anggota/ calon anggota koperasi.
cvii
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Bina Aksara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. 2007. Kecamatan Tanjung Pura dalam Angka 2007. Stabat. Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat. Bintoro, Tjokroamidjojo. 1986 Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta. LP3ES. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2005. Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta. Dirjen Kelautan. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006. Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Jakarta. Dirjen Kelautan. Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. Rajawali Press. Kartohadikoesoemo, Soetardjo. 1984. Desa. Jakarta. Balai Pustaka. Kusumastanto, Tridoyo. 2002. Reposisi “Ocean Policy” Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia di Era Otonomi Dareah. Bandung. IPB Press. Marbun, Leonardo dkk. 2002. Masyarakat Pinggiran Yang Kian Terlupakan. Jakarta. Konphalindo. Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta. Gajah Mada University Press. Nurdin, Fadhil. 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung. Angkasa. Samin Siregar, Prof. H. Ahmad. 2003. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Medan. USU Press. Satria, Arif. dkk. 2002. Menuju Desentralisasi Kelautan. Jakarta. Cidesindo. Singarimbun, Masri. 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta. LP3ES. Sugiyono. 2006, Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta . Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung. PT. Refika Aditama.
cviii
Tangkilisan, Hessel Nogi. 2005. Manajemen Publik. Jakarta. Grasindo Wahab, Solichin Abdul. 1990. Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara. Waluyo. 2007. Manajemen publik: konsep, aplikasi, dan implementasinya dalam pelaksanaan otonomi daerah. Bandung. Mandar Maju. ___________. 2002. Laporan Akhir Pemetaan Sumberdaya Pesisir dan Kelautan Kabupaten Langkat. Medan. Lembaga Studi dan Kajian Geographika.
cix