ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA
PITSON YOSUA KUTANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ”Analisis Kelembagaan Program
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2010
Pitson Yosua Kutani C 452070184
ABSTRACT
PITSON KUTANI. Institutional Analysis of Coastal Community Economic Empowerment Program (PEMP) In District Tobelo North Halmahera Regency. Supervised by BUDY WIRYAWAN, TRI WIJI NURANI
Optimizing the implementation and achievement of program objectives PEMP highly dependent on role and performance of institutional PEMP as a locomotive of the program. Thus the purpose of this study was to 1) evaluate the rule and performance of institutional PEMP; 2) analyzing the sustainability of the institutional status PEMP; 3) and identify strategies to strengthen institutional PEMP. This research was conducted in the district of North Halmahera District Tobelo in June – November 2009. Primary data collection is done by a participatory approach using interviews, questionnaires and observation. Respondent in this study is the management board (2 person) of each institution or group involved in the program PEMP (DKP Country, LEPP-M3, MI, TD and KMP). The primary data collected were analyzed using RAPFISH method to analyze the status of institutional sustainability and IFAS and EFAS matrix method for evaluation of internal conditions and external groups, as well as SWOT analyze the status of institutional performance is largely (80%) the role and performance indicators belong to very important (>80 – 100) and a small portion (20%) classified as self-important (>60 – 80). Score assessment of the rule and institutional performance based on field condition showed that the majority (45%) indicator only has (>40 – 60) optimal/good value, even some less optimal (30 %) and bad (5 %). Institutional sustainability of the program resulted in Tobelo was Good (42.17). The evaluation results of internal and external conditions, it is known that the actual strength to overcome potential problems have weaknesses in these institutions. Strategies for institutional strengthening program in the District PEMP Tobelo, among others: a) optimizing the role and performance of institutional PEMP; b) expanding the network of institutions and enterprises; c) diversification of institutional and business system in accordance with the potential and problems of the region; d) Optimization of media publicity and promotion agencies and business; e) improved financial management and business systems, f) improve internal communication and external communication agencies, and g) affirm and uphold the institutional rules and business systems. Keywords : institutional, PEMP, role, performance, sustainability
RINGKASAN
PITSON KUTANI. Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh BUDY WIRYAWAN dan TRI WIJI NURANI. Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu kabupaten pesisir kepulauan yang kaya akan sumberdaya perikanan dan kelautan. Besarnya potensi tersebut menjadi daya tarik masyarakat untuk memanfaatkannya dengan berbagai cara dan berbagai kepentingan. Namun demikian, potensi tersebut belum dimanfaatkan optimal untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Sampai saat ini masih banyak masyarakat pesisir di daerah tersebut, khususnya di Kecamatan Tobelo yang hidup di bawah garis kemiskinan. Besarnya potensi dan permasalahan perikanan tersebut menjadi alasan pemerintah pusat menunjuk Kabupaten Halmahera Utara termasuk Kecamatan Tobelo sebagai salah satu daerah penerima dan pelaksana Program PEMP sejak tahun 2004. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, salah satunya melalui penguatan kelembagaan ekonomi masayarakat. Pelaksanaan program PEMP mengharus sertakan lembaga dan pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat desa. Kelembagaan merupakan tujuan sekaligus penggerak pelaksanaan program PEMP. Di Kecamatan Tobelo kelembagaan PEMP terdiri atas DKP Kabupaten sebagai penanggung jawab dan serta pembina program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Produktif sampai M3 sebagai lembaga pengelola keuangan dan usaha, Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai kelompok pemanfaat program, Konsultan Menegemen (KM) sebagai pendamping DKP Kabupaten dan LEPPsampai M3, serta Tim Pendamping Desa (TPD) sebagai pendamping KMP. Besarnya peranan dari kelembagaan PEMP tersebut menuntut kinerja yang maksimal untuk pencapaian tujuan dari program tersebut. Sudah 6 tahun program PEMP dilaksanakan di Kabupaten Halmahera Utara khususnya di Kecamatan Tobelo, perlu dilakukan evaluasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP terutama dari sisi peranan dan kinerja kelembagaan yang menjadi penggerak pelaksanaan program PEMP. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengevaluasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP; 2) Menganalisis keberlanjutan kelembagaan program PEMP; dan 3) Mengidentifikasi strategi untuk penguatan kelembagaanprogram PEMP. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam pemberdaayan masyarakat pesisir. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada bulan Juni sampai dengan November tahun 2009. Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data sekunder melalui studi literatur yang diperoleh dari instansi terkait, yang dilanjutkan dengan pengambilan data primer melalui pendekatan partisipatif menggunakan metode observasi, kusioner dan interview pengurus kelembagaan PEMP (DKP Kabupaten, LEPPsampai M3, KM, TPD dan KMP). Setiap responden memberikan penilaian terhadap indikator kelembagan berdasarkan nilai penting indikator dan kondisi saat ini. Penilaian menggunakan
skor 0 (buruk) sampai dengan 100 (sangat penting/optimal/baik). Indikator kelembagaan mengacu pada Laporan Evaluasi PEMP tingkat nasional yang dilakukan DKP tahun 2006. Tahap akhir dari penelitian ini adalah analisis data, yaitu analisis keberlanjutan kelembagaan menggunakan Rapfish dan analisis strategi penguatan kelembagaan menggunakan matrik IFAS. Berdasarkan penilaian responden terhadap penting atau tidaknya (nilai penting) peranan dan kinerja kelembagaan dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo diketahui bahwa sebagian besar (80 %) indikator peranan dan kinerja kelembagan tergolong sangat penting (>80 sampai 100) dan sebagian kecil (20%) tergolong cukup penting. Tingginya nilai penting indikator peranan dan kinerja tersebut tidak sebanding dengan kondisi dilapangan (kondisi saat ini). Sebagian besar (45%) indikator hanya memiliki nilai >40 sampai 60 atau status optimal/baik, bahkan ada beberapa indikator yang berstatus kurang (30%) dan buruk (5%). Semua indikator peranan dan kinerja DKP kabupaten saat ini berstatus optimal (>40 sampai 60). Sebagian besar indikator peranan dan kinerja KM dan TPD saat ini bersatus optimal (>40 sampai 60), hanya satu indikator yang berstatus kurang optimal (> 20 sampai 40) yaitu kemajuan hasil pendampingan. Terdapat 5 indikator peranan dan kinerja LEPP sampai M3 saat ini yang berstatus optimal/Baik (>40 sampai 60), 3 indikator yang berstatus kurang optimal (> 20 sampai 40) dan 2 indikator berstatus buruk (0 sampai 20), yaitu Pembinaan Bank mitra terhadap LEPP sampai M3 dan Proporsi daya serap dan pengembalian dana DEP. Sebagian besar indikator kondisi KMP saat ini berstatus tidak optimal/kurang baik (> 20 sampai 40) dan hanya 2 indikator yang berstatus Optimal/baik (>40 sampai 60), yaitu Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP dan Prospektif usaha. Status keberlanjutan DKP Kabupaten Halmahera Utara dalam pelaksanaan dan pencapaian program PEMP adalah cukup baik (47.32) dan lembaga pendamping (KM dan TPD) juga berstatus cukup baik (47.01). Lain halnya dengan LEPP sampai M3 berstatus kurang baik (37.71) dan KMP yang juga berstatus kurang baik (36.64). Secara keseluruhan status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo adalah berstatus cukup baik (42.17). Hasil evaluasi kondisi internal dan eksternal, diketahui bahwa potensi kekuatan sebenarnya dapat mengatasi permasalahan kelemahan yang di miliki kelembagaan tersebut. Sedangkan potensi peluang (1623.40) kelembagaan PEMP sebenarnya tidak bisa menutupi besarnya permasalahan ancaman (1834.32) yang dihadapi oleh kelembagaan tersebut. Strategi untuk penguatan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo, antara lain: a) Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; b) Memperluas jaringan kelembagaan dan usaha; c) Diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah; d) Optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha; e) Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha; f) Meningkatkan komunikasi internal dan eksternal lembaga; dan g) mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha.
Kata kunci : Kelembagaan, PEMP, Peranan, Kinerja, Keberlanjutan.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA
PITSON YOSUA KUTANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Judul Tesis
: Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara
Nama
: Pitson Yosua Kutani
NRP
: C 452070187
Mayor
: Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 28 Desember 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis persembahkan ke hadirat Tuhan YME atas kasih dan anugerah-Nya yang dilimpahkan, sehingga karya ilmiah dengan judul “Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara” dapat diselesaikan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc, dan Ibu Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan saran selama ini. Berkenan dengan itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hein Namotemo, MSP sebagai Bupati Kabupaten Halmahera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti studi strata 2, Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara. Terimakasih penulis haturkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Halmahera Utara selama menempuh studi, Ima Kusumanti S.Pi dan Dini Handayani, A.Md atas motivasi yang tiada henti kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penulisan tesis ini. Penghargaan setinggi-tingginya kepada istri tercinta Selvina yang telah mendamping dalam perjuangan meraih cita-cita dan kepada ketiga anak tersayang Erich, Levana dan Andre yang setiap saat memberikan dorongan serta menantu terkasih Tesy Tidore.
Kepada Hilman Ahyadi dan
Solihin yang telah membantu selama proses penyelesaian sekolah S2 di IPB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan kepada kita terutama Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara, dalam menentukan langkah kebijakan strategis menuju kepada suatu perubahan dan penyempurnaan program-program pemberdayaan masyarakat pesisir. Semoga Tesis ini bermanfaat bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Halmahera Utara. Bogor, Desember 2010 Pitson Yosua Kutani C 452070184
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Galela, Kabupaten Maluku Utara Propinsi Maluku tanggal 11 Januari 1960, sebagai anak ke-4 dari 5 bersaudara pasangan Bapak Frets Kutani (Alm.) dan Ibu Maria Nones (Alm.). Penulis lulus Sekolah Dasar pada tahun 1973, Sekolah Lanjutan Pertama tahun 1976 di Galela Maluku Utara. Lulus SMA Negeri 1 Tobelo pada tahun 1980 dan pada tahun yang sama melanjutkan studi pada Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP) Program Studi MIPA Universitas Patimura Ambon dan lulus pada tahun 1987. Pada tahun 2001-2005 penulis menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Tobelo. Kemudian pada tahun 2005-2006 menjadi Kepala Bidang di Dinas Pendidikan Kabupaten Halmahera Utara. Penulis menjadi Kepala Badan Perpustakaan Daerah pada tahun 2006-2008, selanjutnya 2008-2009 menjadi Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana dan pada tahun 2009 sampai saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Halmahera Utara. Penulis menikah dengan Selvina Leibo dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Erich Kutani, Levana Kutani, Andre Kutani. Penulis dinyatakan lulus dalam ujian tesis yang dilaksanakan pada tanggal 28 Desember 2010 dengan judul “Analisis Kelembagaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) Di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara”.
xi
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR. ..............................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvii 1
2
3
43
5
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang......................................................................................... 1.2. Rumusan Permasalahan ........................................................................... 1.3. TujuanPenelitian ...................................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................................
1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Masyarakat Pesisir ............................................................. 2.2 Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat ......................... 2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pesisir .......................................................... 2.4 Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) ............................. 2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP.................................................... 2.4.2 Daerah penerima dan pelaksana program PEMP .......................... 2.4.3 Mekanisme pengelolaan keuangan PEMP ....................................
5 7 11 13 13 16 19
METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian ............................................................. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 3.4 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 3.5 Analisis Data ........................................................................................... 3.5.1 Analisis kondisi peranan dan kinerja kelembagaan ....................... 3.5.2 Analisis keberlanjutan kelembagaan ............................................. 3.5.3 Analisis kondisi internal dan eksternal kelembagaan .................... 3.5.4 Analisis strategi penguatan kelembagaan ......................................
21 22 22 23 23 23 24 24 25
KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1. Gambaran Umum Kecamatan Tobelo ..................................................... 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo ...................................... 4.1.2 Kondisi kependudukan .................................................................. 4.1.3 Keadaan umum perikanan laut ...................................................... 4.2. Kelembagaan PEMP ................................................................................
26 26 28 32 36
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Peranan dan Kinerja Kelembagaan PEMP ................................................ 5.1.1 Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara ...... 5.1.2 Konsultan Manajemen dan Tim Pendamping Desa (KM dan TPD) .....................................................................................
37 37 40
xii
5.1.3 LEPP-M3 ..................................................................................... 5.1.4 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) .................................. 5.2. Keberlanjutan Kelembagaan PEMP .......................................................... 5.3 Kondisi Internal dan Eksternal Kelembagaan PEMP................................ 5.3.1 Kondisi internal kelembagaan PEMP .......................................... 5.3.2 Kondisi eksternal kelembagaan PEMP ....................................... 5.3.3 Strategi penguatan kelembagaan PEMP...................................... 5.4 Pembahasan ................................................................................................ 5.4.1 Kelembagaan PEMP dan keberlanjutannya ................................ 5.4.2 Strategi kelembagaan PEMP .......................................................
42 44 46 47 48 50 51 57 57 60
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 6.2 Saran ..........................................................................................................
62 62
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
64
LAMPIRAN ...........................................................................................................
67
6
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman 1
Jenis dan sumber data penelitian ........................................................................
23
2
Kategori peranan kelembagaan Program PEMP ................................................
24
3
Kategori keberlanjutan kelembagaan Program PEMP.......................................
24
4
Jumlah penduduk kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ..................
29
5
Jumlah penduduk menurut pemeluk agama di Kecamatan Tobelo ...................
31
6
Jenis dan jumlah armada tangkap di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara ................................................................................................
35
7
Indikator kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara ............
38
8
Penilaian kondisi internal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. .............
49
9
Penilaian kondisi eksternal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo............
50
10 Identifikasi strategi pengutan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo ........
53
xiv
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Peta kemiskinan masyarakat pesisir ...................................................................
7
2
Skematis hubungan dan peran kelembagaan PEMP secara nasional .................
16
3
Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah pengelolaan perikanan ........................................................................................
17
4
Fluktuasi jumlah kabupaten/kota penerima dan pelaksana program PEMP ......
18
5
Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia ............................
19
6
Kerangka pendekatan penelitian ........................................................................
22
7
Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara.................................................
29
8
Penyebaran mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tobelo .........................
30
9
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Tobelo ..........................................
32
10 Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia tahun 2001 .........................................................................................
33
11 Jumlah nelayan dan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo tahun 2007 .......
34
12 Kondisi peranan dan kinerja kelembagaan DKP Kabupaten Halmahera Utara dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo ......................
40
13 Kondisi peranan dan kinerja KM dan TPD dalam dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo ...............................................................
42
14 Kondisi peranan dan kinerja LEPP-M3 dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo ........................................................................................
44
15 Kondisi KMP dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo ........
46
16 Status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo........
47
17 Tingkat kemacetan DEP-PEMP dari tahun 2005 hingga 2009 ..........................
59
xvi
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Peta Lokasi Penelitian ........................................................................................
68
2
Kelompok masyarakat pemanfaat( KMP) Progran PEMP .............................
69
3
Aktivitas KMP nelayan tangkap ........................................................................
70
4
Aktivitas KMP pedagang ikan ..........................................................................
71
5
Kuisioner peranan dan kinerja kelembagaan PEMP ..........................................
72
6
Kuisioner evaluasi kondisi internal dan eksternal kelembagaan PEMP ............
76
7
Pendapat responden tentang tingkat penting indikator keberlanjutan lembaga PEMP .................................................................................................................
79
Pendapat responden tentang kondisi saat ini indikator keberlanjutan lembaga PEMP ...................................................................................................
80
8
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF): Tata cara pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab yang dapat diacu oleh Negara pantai dan kepulauan untuk mengelola sumberdaya perikanannya (FAO, 1995). KM: Konsultan Manajemen KMP: Kelompok Masyarakat Pemanfaat LEPP M3: Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina Maximum Sustainable Yield (MSY): Potensi lestari yang merupakan produksi pada tingkat maksimum lestari yang diijinkan. Maximum Economic Yield (MEY): Potensi lestari pada tingkat keuntungan ekonomi yang maksimum.
Membangun: Memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan. Pemberdayaan masyarakat: Membangun collective personality of a society. Pendapatan perseorangan: Jumlah pendapatan yang diterima setiap orang dalam masyarakat sebelum dikurangi transfer payment (subsidi).
Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (Community Based Management = CBM): Suatu strategi untuk mencapai pembangunan berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah. Pengelolaan berbasis masyarakat: Pengelolaan yang mengakomodir berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (COManagement). Perikanan berkelanjutan:
Pengelolaan sumberdaya ikan dan
lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Pemberdayaan: Suatu proses untuk berdaya, memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. PEMP: Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Proses pemberdayaan: Pembangunan, yaitu sebagai collective action yang berdampak pada individual welfare. Responsible
fisheries:
Suatu
konsep
mencakup
pemanfaatan
sumberdaya ikan yang berkelanjutan dalam keseimbangannya dengan lingkungan; pemanfaatan melalui kegiatan penangkapan dan budidaya yang tidak merusak lingkungan, sumberdaya dan lingklungannya; peningkatan nilai produk melalui proses pengolahatn yang memenuhi standar kesehatan, kode etik praktek perdagangan sehingga tersedia akses terhadap produk yang berkualitas (FAO, 1995). Suatu kelembagaan: Suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan peranan sosial Strategi Fasilitasi, yaitu mengharapkan kelompok yang
menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki. Strategi edukatif: Strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan. Strategi persuasive: Strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi kekuasaan: Strategi yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses.
Tenaga Pendamping Desa (TPD : Tenaga profesional yang bersedia tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat selama kegiatan program dalam bentuk menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal, dan pengelolaan kegiatan usahanya. WPP: Merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan yang meliputi perairan pedalamanan, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia (KKP, 2007).
1
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan perikanan Indonesia dengan potensi sumberdaya yang begitu besar
diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan nasional Indonesia, terutama terhadap tiga komponen penting pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, perluasan lapangan kerja, dan penurunan tingkat kemiskinan.
Struktur perekonomian
nasional, sektor perikanan memiliki peran strategis sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa bagi negara. Namun ternyata harapan tersebut masih jauh dari kenyataan. DKP (2003) melaporkan, bahwa berdasarkan data BPS tahun 2002, dari 8.090 desa pesisir di Indonesia sebanyak 3,91 juta KK (16,42 juta jiwa) penduduknya masih termasuk ke dalam peduduk miskin dengan Poverty Headcount Index (PHI) sebesar 0,32. Fauzi (2005) menyebutkan sebagian besar nelayan Indonesia berpendapatan kurang dari US$ 10/kapita/ bulan, jika dilihat dari konteks Millenium Development Goals (MDGs) termasuk ke dalam extreme poverty, karena lebih kecil dari US$ 1/hari. Menurut Kusnadi (2003), ada dua sebab yang menyebabkan kemiskinan nelayan, yaitu sebab yang bersifat internal dan bersifat eksternal. Kedua sebab kemiskinan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi. Sebab kemiskinan yang bersifat internal berkaitan dengan kondisi internal sumber daya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah : (1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, (2) keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, (3) hubungan kerja (pemilik perahu-nelayan buruh) dalam organisasi penangkapan yang dianggap kurang menguntungkan nelayan buruh, (4) kesulitan melakukan diversifikasi usaha penangkapan, (5) ketergantungan yang tinggi terhadap okupasi melaut, dan (6) gaya hidup yang dipandang boros sehingga kurang berorientasi ke masa depan. Faktor penyebab kemiskinan yang bersifat eksternal berkaitan dengan kondisi di luar diri dan aktivitas kerja nelayan. Sebab-sebab eksternal ini mencakup masalah : (1) kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial, (2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih
2
menguntungkan pedagang perantara, (3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah darat, praktik penangkapan dengan bahan kimia, perusakan terumbu karang, dan konversi hutan bakau di kawasan pesisir, (4) penggunaan peralatan tangkap yang tidak ramah lingkungan, (5) penegakan hukum yang lemah terhadap perusak lingkungan, (6) terbatasnya teknologi pengolahan hasil tangkapan pascapanen, (7) terbatasnya peluangpeluang kerja di sektor non perikanan yang tersedia di desa-desa nelayan, (8) Kondisi alam dan fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun, dan (9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang, jasa, modal dan manusia (Kusnadi, 2003). Pemerintah telah banyak mengeluarkan berbagai kebijakan pembangunan perikanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan mengentaskan kemiskinan. Namun demikian pembangunan perikanan sampai saat ini belum secara signifikan memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi perolehan devisa negara, penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Salah satu program pemberdayaan nelayan kecil yang saat ini masih berjalan adalah program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang diinisiasi oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sejak tahun 2000. Program yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), partisipasi masyarakat, dan usaha ekonomi produktif ini dalam pelaksanaannya dibagi ke dalam tiga tahapan proses, yaitu 1) periode inisiasi, yakni introduksi kebijakan dan penggalangan partisipasi, serta perintisan kelembagaan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat sasaran, 2) periode institusionalisasi, yakni proses lanjutan dari periode inisiasi berupa penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, baik secara organisasi maupun tatalaksana, dan 3) periode diversifikasi, yaitu tahap pengembangan dan diversifikasi usaha ekonomi produktif (DKP, 2003). Kabupaten Halmahera Utara merupakan salah satu daerah yang menerima dan melaksanakan program PEMP sejak tahun 2004. Sampai saat ini semua proses PEMP yang meliputi 3 tahap seperti yang diurai di atas, telah dilaksanakan. Program PEMP seharusnya sudah dapat memperlihatkan hasil terutama dari aspek kelembagaan, yaitu peningkatan peranan dan kinerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP.
Aspek kelembagaan merupakan
dalam pelaksanaan program.
basis pendekatan dan penggerak
3
1.2
Rumusan Permasalahan Kecamatan Tobelo merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara
dari sejak pemekaran kabupaten tersebut. Selain itu kecamatan tersebut juga menjadi pusat perekonomian pada tingkat kabupaten.
Kondisi dan posisi strategis tersebut
menjadi potensi dan tantangan bagi keberadaan PEMP di kecamatan tersebut terutama dari aspek kelembagaan. Kedekatan dengan lembaga pemerintahan akan mempermudah dalam mengakses informasi dan koordinasi dengan instansi terkait. Sebagai pusat perekonomian akan mempermudah lembaga dalam memainkan peranannya dalam pemasaran maupun sistem keuangan (simpan pinjam) serta mempermudah anggota dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hasil evaluasi Program PEMP tingkat kabupaten/kota diseluruh di Indonesia yang dilakukan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir DKP-RI tahun 2006, dilaporkan bahwa peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara tergolong kurang baik (skor 40 dari 0 sampai dengan 100). Status tersebut lebih rendah dibanding beberapa kabupaten/kota lain, seperti Manggarai Barat (NTT), Buleleng (Bali), dan Wakatobi (Sulawesi Tengah) (DKP, 2007). Berdasarkan hasil tersebut, perlu kiranya dilakukan suatu evaluasi terhadap peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo. Evaluasi terutama dilakukan secara partisipatif unuk semua lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo. Dalam hal ini kelembagaan program PEMP meliputi DKP Kabupaten Halmahera Utara sebagai penanggung jawab program, Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) sebagai pengelolaa keuangan dan usaha, Kelompok Manajemen (KM) dan TPD (Tenaga Pendamping Desa) sebagai pendamping serta Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) sebagai pemanfaat program. Melihat
pentingnya
keberadaan
PEMP
bagi
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat pesisir Kecamatan Tobelo terutama aspek kelembagaan sebagai penggerak pelaksanaan program tersebut. Terdapat beberapa permasalahan yang perlu dikaji untuk mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang peranan dan kinerja serta keberelanjutan kelembagaan PEMP, antara lain: 1) Bagaimanan peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo?
4
2) Bagaimana tingkat keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo? 3) Strategi apa yang perlu dilakukan untuk penguatan kelembaagan program PEMP di Tobelo?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi
peranan
dan
kinerja
kelembagaan
program
PEMP
diKecamatan Tobelo; 2. Menganalisis status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo; 3. Menentukan strategi penguatan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi data dan informasi
bagi para pemangku kepentingan dalam upaya menguatkan peranan dan kinerja kelembagaan PEMP untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pesisir, antara lain: 1. Sebagai tambahan refrensi dan wacana bagi para peneliti dan pemerhati kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir; 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menggalakkan program pemberdayaan masyarakat pesisir; 3. Sebagai bahan introspeksi internal kelembagaan program PEMP untuk meningkatkan peranan dan kinerja lembaga terkait.
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Karakteristik Masyarakat Pesisir Secara geografis, masyarakat pesisir adalah masyarakat yang hidup, tumbuh, dan
berkembang di kawasan pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan wilayah laut. Sebagai suatu sistem, masyarakat nelayan terdiri atas kategori-kategori sosial yang membentuk kekuatan sosial. Mereka juga memiliki sistem nilai dan simbolsimbol kebudayaan sebagai referensi perilaku mereka sehari-hari. Faktor budaya ini menjadi pembeda masyarakat nelayan dari kelompok masyarakat lainnya. Sebagian besar masyarakat pesisir, baik langsung maupun tidak langsung, menggantungkan kelangsungan menjadi
hidupnya
komponen
dari mengelola potensi sumberdaya perikanan. utama
konstruksi
masyarakat
maritim
Mereka Indonesia
(Mulekom 1999; Kusnadi 2009). Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir, masyarakat pesisir mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daratan.
Di beberapa kawasan pesisir yang relatif berkembang pesat, struktur
masyarakatnya bersifat heterogen, memiliki etos kerja tinggi, solidaritas sosial yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi sosial (Christie dan White 1997). Sebagai dampak dari keterbukaan tersebut masyarakat pesisir rentan terhadap berbagai permasalahan politik, sosial dan ekonomi yang kompleks. Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut: (1) kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanantekanan ekonomi yang datang setiap saat, (2) keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, sehingga mempengaruhi dinamika usaha, (3) kelemahan fungsi kelembagaan sosial ekonomi yang ada, (4) kualitas SDM yang rendah sebagai akibat keterbatasan akses pendidikan, kesehatan,dan pelayanan publik, (5) degradasi sumberdaya lingkungan, baik di kawasan pesisir, laut maupun pulau-pulau kecil, dan (6) belum kuatnya kebijakan yang berorientasi pada kemaritiman sebagai pilar utama pembangunan nasional (Kusnadi 2009; Pomeroy dan Carlos 1997). Masalah-masalah di atas tidak berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu sama lain. Misalnya, masalah kemiskinan. Masalah ini disebabkan oleh hubungan-hubungan korelatif antara keterbatasan akses, lembaga ekonomi belum berfungsi, kualitas SDM
6
rendah, degradasi sumber daya lingkungan.
Karena itu persoalan penyelesaian
kemiskinan dalam masyarakat pesisir harus bersifat integralistik.
Kalaupun harus
memilih salah satu faktor sebagai basis penyelesaian persoalan kemiskinan, pilihan ini benar-benar menjangkau faktor-faktor yang lain atau menjadi motor untuk mengatasi masalah-masalah yang lain. Pilihan demikian memang sulit dilakukan, tetapi harus ditempuh untuk mengefisiensikan dan mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia yang memang terbatas. Populasi masyarakat pesisir diperkirakan mencapai 16,42 juta jiwa dan mendiami 8.090 desa (DKP, 2003). Menurut hasil analisis SMERU (dalam DKP 2003), Poverty Headcount Index (PHI) rata-rata 0,3241, yang berarti sekitar 32% dari populasi berada pada level di bawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria Sajogyo. Menurut Sajogyo (1977) pendapatan per kapita dalam setahun setara beras dapat dikategorikan: 1. Paling miskin :
kurang dari 270 kg
2. Miskin sekali :
270 – 360 kg
3. Miskin
360 – 480 kg
:
4. Di atas miskin :
lebih dari 480 kg
Pada umumnya Kawasan Indonesia Timur (KTI) mempunyai tingkat PHI atau indek kemiskinan cukup tinggi dengan kisaran antara 0,4382-0,6284 (warna merah) disusul Pulau Jawa, sebagian Sulawesi dan sebagian Kalimantan sebesar 0,2809-0,4382. Wilayah yang mempunyai tingkat kemiskinan cukup rendah ada pada sebagian wilayah Kalimantan dan Sumatera, sedangkan yang mempunyai tingkat kemiskinan paling rendah adalah Riau dan Kalimantan Tengah (Gambar 1).
7
Kondisi Faktual Masyarakat Pesisir
Sumber diolah dari Yayasan SMERU dan BPS, 2002
• Jumlah Desa pesisir 8.090 desa • Jumlah Penduduk 16,42 juta • Jumlah KK 3,91 juta
• masyarakat Poverty Headcount Index Gambar 1 Peta kemiskinan ,3241
2.2
0
Kelembagaan dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat Kelembagaan (institusion) merupakan suatu sistem aktivitas dari kelakuan
berpola dari manusia dalam kebudayaannya beserta komponen-komponennya yang terdiri dari sistem norma dan tata kelakuan untuk wujud ideal kebudayaan, kelakuan berpola untuk wujud kelakuan kebudayaan dan peralatan untuk wujud fisik kebudayaan ditambah dengan manusia atau personil yang melaksanakan kelakuan berpola (Koentjaraningrat, 1997).
Wiriatmaja (1978) menggunakan konsep lembaga sosial
sebagai pengertian dan pola aktivitas-aktivitas yang terbentuk untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia.
Asal mulanya adalah kelaziman kemudian menjadi adat
istiadat terbentuklah suatu susunan tertentu. Dengan demikian lembaga sosial bukan saja mengenai pola aktivitas-aktivitas yang diakui masyarakat, tetapi juga mencakup organisasi pelaksanaannya. Secara ringkas menurut Wiriatmaja (1978) lembaga adalah pola-pola aktivitas yang sudah tersusun baik.
Suatu masyarakat telah menyusun pola-pola untuk
pemenuhan kebutuhan dasar ekonominya.
Makanan, pakaian, perumahan dan lain-
lainnya harus disediakan. Aktivitas-aktivitas untuk melaksanakannya dapat berbedabeda, misalnya pada beberapa masyarakat tidak terdapat sistem kredit atau sistem uang,
8
kadang-kadang ada yang tidak mempunyai pembagian tugas pekerjaan yang intensif atau tidak ada sistem pemasaran terbuka dan sebagainya. Menurut Anwar (2001b), Institusi atau kelembagaan merupakan aturan main (the rule of the game) dalam masyarakat yang secara lebih formal dapat dikatakan sebagai alat manusia guna mengatur prilaku individual anggotanya yang membangun pengaturan dalam interaksi antar anggota-anggota dalam masyarakat tersebut melalui norma-norma tertentu. Dalam beberapa institusi, hal tersebut merupakan kendala-kendala terhadap kebebasan individual anggota anggotanya dalam masyarakat. Karena individual sering membuat tindakan yang menimbulkan eksternalitas (terutama yang negatif) yang sering mengancam kepentingan masyarakat keseluruhan.
Sehingga masyarakat perlu
membatasi kebebasan individual-individual tersebut agar perilakunya bersesuaian dengan kepentingan masyarakat. Agar institusi dapat berjalan dan ditaati oleh para anggota-anggotanya, maka dalam institusi tersebut harus ada struktur insentif yang mengandung pahala (reword) dan sanksi (sanctions), sehingga masyarakat akan mentaatinya. Kelembagaan memiliki dua pengertian.
Pertama kelembagaan sebagai suatu
aturan main (rule of the game) dalam interaksi interpersonal. Dalam kaitan dengan kelembagaan lumbung pangan masyarakat, kelembagaan diartikan sebagai sekumpulan aturan baik yang formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan kewajiban dalam kelembagaan. Kedua kelembagaan sebagai suatu organisasi dalam pengertian ekonomi menggambarkan aktivitas ekonomi yang dikoordinasikan bukan oleh sistem harga, tetapi oleh mekanisme administratif dan kewenangan (Ferrer, 1994). Pakpahan (1991), menjelaskan bahwa kelembagaan dicirikan oleh tiga hal yaitu batas yuridis (juridictional boundary), hak-hak kepemilikan (property right) yang berupa hak atas benda materi maupun non materi, aturan representasi (rule of representation). Perubahan kelembagaan dicirikan oleh perubahan satu atau lebih unsur-unsur kelembagaan tersebut. (1) Batas yuridis (juridictional boundary), menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam kelembagaan suatu masyarakat. Konsep batas yuridis dapat berarti batas wilayah kekuasaan dan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu kelembagaan, sehingga terkandung makna bagaimana batas yuridis berperan dalam mengatur
9
alokasi sumber daya. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan batas yuridis antara lain: Perasaan sebagai suatu masyarakat. Menentukan siapa yang termasuk kita dan siapa yang termasuk mereka. Hal ini erat kaitannya dengan konsep jarak sosial yang akan menentukan kadar komitmen yang dimiliki oleh suatu masyarakat terhadap suatu kebijakan. Eksternalitas (externality), suatu analisis dalam mempelajari institusi adalah transaksi yang mencakup transaksi melalui mekanisme pasar, administrasi atau hibah. Dalam setiap transaksi selalu terjadi transfer suatu yang dapat berupa hakhak istimewa, kewajiban dan lain-lain.
Sesuatu yang ditransaksikan apakah
bersifat internal atau eksternal ditentukan oleh batas yuridis.
Perubahan batas
yuridis akan merubah struktur eksternalitas yang akhirnya merubah siapa menanggung apa. Homogenitas. Homogenitas preferensi dan kepekaan politik ekonomi terhadap perbedaan preferensi merupakan hal yang penting dalam menentukan batas yuridis, terutama dalam hal merefleksikan permintaan barang dan jasa. Apabila barang dan jasa harus dikonsumsi secara kolektif, maka isu batas yuridis menjadi penting dalam merefleksi preferensi konsumsi dalam aturan pengambilan keputusan. Homogenitas preferensi dan distribusi individu masyarakat yang memiliki preferensi yang berbeda akan mempengaruhi jawaban atas pertanyaan siapa yang memutuskan. Skala ekonomi. Konsep ini memegang peranan penting dalam menelaah permasalahan batas yuridis. Dalam pengertian ekonomi, skala ekonomi menunjukkan suatu situasi dimana ongkos persatuan terus menurun apabila output ditingkatkan. Batas yuridis yang sesuai akan menghasilkan ongkos persatuan yang lebih dibandingkan dengan alternatif batas yudiksi yang lainnya. (2) Hak kepemilikan (property right), mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat dalam hal kepentinganya terhadap sumber daya, situasi atau kondisi. Dalam bentuk formal, property right merupakan produk dari tradisi atau adat kebiasaan dalam suatu masyarakat. Oleh karena itu tidak seorangpun yang dapat menyatakan hak milik
10
atau hak penguasaan apabila tanpa pengesahan dari masyarakat sekitarnya. Implikasinya adalah 1) hak seorang adalah kewajiban orang lain dan 2) hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumber daya. Property right yang paling penting adalah faktor kepemilikan terhadap lahan, hasil produksi dan lain-lain. Hak kepemilikan yang lebih jelas pasti akan menentukan besarnya bargaining position terhadap persoalan (3)
Aturan representasi (rule of representation).
Mengatur siapa yang berhak
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah perwakilan/representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Aturan represtasi menentukan jenis keputusan yang dibuat, oleh karena itu berperan penting dalam menentukan alokasi dan distribusi sumber daya yang langka. Suatu kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan peranan sosial. Dengan demikian, kelembagaan memiliki aspek kultural dan struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dari segi struktural berupa pelbagai peranan sosial (Tony. et al, 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Syahyuti (2003) bahwa kelembagaan berisikan dua aspek penting yaitu "aspek kelembagaan" dan "aspek keorganisasian”. Aspek kelembagaan meliputi perilaku atau perilaku sosial, dimana inti kajiannya adalah tentang nilai (value), norma (norm) custom, mores, folkways, usage, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain. Bentuk perubahan sosial dalam aspek kelembagaan bersifat kultural dan proses perubahannya membutuhkan waktu yang lebih lama. Sementara dalam aspek keorganisasian meliputi struktur atau struktur sosial dengan inti kajiannya terletak pada aspek peran (role). Lebih jauh aspek struktural mencakup peran, aktivitas, hubungan antar peran, integrasi sosial, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur faktual, struktur kewenangan atau kekuasaan, hubungan antar kegiatan dengan tujuan yang hendak dicapai, aspek solidaritas, profil dan pola kekuasaan. Bentuk perubahan sosial dalam aspek keorganisasian bersifat struktural dan berlangsung relatif lebih cepat (Mulekom 1999). Menurut USAID (1984) dalam Ndraha (1990) keanggotaan institusi lokal dapat didasari oleh kesamaan tempat tinggal, fungsi ekonomi, usia, jenis kelamin, etnis, pemilikan umum, pekerjaan, kepercayaan atau kombinasi dari fungsi-fungsi di atas.
11
Sementara itu urgensi fungsi institusi lokal dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat telah diteliti oleh Goldsmith dan Blustain di Jamaica yang berkesimpulan bahwa masyarakat tergerak untuk berpartisipasi jika partisipasi itu dilaksanakan melalui organisasi yang sudah dikenal di tengah-tengah masyarakat yang bersangkutan.
2.3
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Menurut Kamus Besar Bahasa pemberdayaan adalah suatu proses untuk berdaya,
memiliki kekuatan, kemampuan dan tenaga untuk menguasai sesuatu. Karena itu maka pemberdayaan sosial ekonomi masyarakat adalah suatu proses untuk memiliki atau menguasai kehidupan atau status sosial ekonomi yang lebih baik. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan tingkat individu dan sosial. Menurut Hikmat (2006), pemberdayaan diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang. Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan.
Proses pemberdayaan adalah
pembangunan, yaitu sebagai collective action yang berdampak pada individual welfare. Dengan demikian membangun adalah memberdayakan individu dalam masyarakat yang berarti bahwa keseluruhan personalitas lahir dan batin seseorang ditingkatkan.
Jadi
pemberdayaan masyarakat berarti membangun collective personality of a society. Suatu pembangunan
yang
tidak
berdampak
pada
individu
bukanlah
pembangunan
(Pomeroy, et al., 1997). Personalitas yang dibangun itu tidak lain merupakan identitas yang berbeda dari sebelumnya yang memiliki
keyakinan diri (self confidence), kemampuan berkreasi
(creative ability), serta kemampuan untuk menghadapi dunia dengan 3P yaitu poise (sikap tenang), purpose (tujuan hidup), dan pride (bangga dengan keberadaannya) (Pomeroy dan Carlos 1997). Wujud dari pernyataan hak masyarakat adalah partisipasi
mereka dalam pembangunan, mulai dari
perencanaan hingga evaluasi hasil
pembangunan. K arena itu maka pemberdayaan mendorong adanya proses partisipasi masyarakat yang akhirnya membuat proses pembangunan lebih bernuasa dari bawah (bottom-up) dari pada perintah atau arahan atas (top-down) (Ferrer 1994).
12
Berdasarkan konsep tersebut, proses pemberdayaan secara umum meliputi kegiatan-kegiatan
sebagai
berikut:
(1)
merumuskan
relasi
kemitraan,
(2) mengartikulasikan tantangan dan mengidentifikasi berbagai kekuatan yang ada, (3) mendefinisikan arah yang ditetapkan, (4) mengeksplorasi sistem-sistem sumber, (5) menganalisis kapabilitas sumber, (6) menyususn frame pemecahan masalah, (7) mengoptimalkan pemanfaatan sumber dan memperluas kesempatan-kesempatan, (8) mengakui temuan-temuan, dan (9) mengintegrasikan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai (Mulekom 1999). Berkaitan dengan pemberdayan masyarakat pesisir, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat pesisir, di antaranya adalah: (1) Strategi Fasilitasi, yaitu mengharapkan kelompok yang menjadi sasaran program sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki.
Strategi ini dikenal
sebagai strategi kooperatif, yaitu agen peubah secara bersama-sama dengan kliennya (masyarakat) mencari penyelesaian. (2) Strategi edukatif, yaitu strategi yang diperuntukan bagi masyarakat yang tidak mempunyai pengetahuan dan keahlian terhadap segmen yang akan diberdayakan. (3) Strategi persuasive, yaitu strategi yang ditujukan untuk membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku. Strategi ini lebih cocok digunakan bila target tidak sadar terhadap kebutuhan perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan. (4) Strategi kekuasaan, yaitu strategi yang efektif membutuhkan agen peubah yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk monopolis akses. Untuk terlaksananya strategi-strategi tersebut, program unggulan harus dibuat dan dilaksanakan secara terstrukur dan terencana dengan komitmen yang kuat (Sen dan Nielsen 1996). Berkaitan dengan strategi pemberdayaan dikatakan bahwa pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (Community Based Management = CBM) adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan berpusat pada masyarakat, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah (Sen S, Nielsen, 1996). Pengelolaan berbasis masyarakat merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Pengembangan masyarakat dengan CBM dikaitkan dengan kepercayaan
13
(religion).
Oleh sebab itu pengelolaan berbasis masyarakat adalah pengelolaan yang
mengakomodir berbagai kepentingan (termasuk pemerintah) dalam pengelolaan sumberdaya alam yang disebut CO-Operative Management (CO- Management) (Ferrer 1994). Pengelolaan dengan konsep CBM ini hampir tidak ada campur tangan pemerintah. Pengelolaan dengan CBM ini memiliki resiko jika sumberdaya manusianya tidak siap. Namun demikian, dalam konsep pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarakat dalam kenyataannya juga tidak sepenuhnya berhasil tanpa keterlibatan pemerintah dalam implementasinya (Ferrer 1994). Masyarakat memiliki banyak kekurangan terutama dalam kualifikasi pendidikan, kesadaran akan pentingnya lingkungan, keuangan/permodalan dan sebagainya.
2.4
Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP)
2.4.1 Tujuan dan kelembagaan PEMP Kemiskinan masyarakat pesisir merupakan kemiskinan yang tidak berdiri sendiri dan bersifat multidimensi (Kusnadi 2009). Dalam upaya mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2000 meluncurkan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP). Program PEMP secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pengembangan kultur kewirausahaan, penguatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), penggalangan partisipasi masyarakat dan kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumber daya lokal dan berkelanjutan.
Dalam upaya mewujudkan tujuan
tersebut maka program PEMP menjadi sebuah program besar pemberdayaan masyarakat pesisir yang dilaksanakan dari tahun 2001 sampai dengan 2009. Secara periodik pelaksanaan Program PEMP dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : (1) Inisiasi (2001 – 2003), (2) Institusionalisasi (2004 – 2006), dan (3) Diversifikasi (2007 – 2009) (DKP, 2003). Dalam pelaksanaannya, Program PEMP dikelola oleh organisasi yang melibatkan beberapa pemangku kepentingan mulai dari tingkat nasional sampai tingkat desa. Adapun kelembagaan PEMP dan peranannya dalam pelaksanaan program tersebut, antara lain (DKP, 2003): (1) Pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), yang bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina Program PEMP pada tingkat nasional, seperti penyusunan pedoman umum, melaksanakan sosialisasi ……………………………………………………………………………………..
14
di tingkat nasional, pelatihan lingkup nasional, monitoring dan evaluasi, serta pelaporan. Penanggungajwab program adalah Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (Dirjen KP3K). (2) Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang menangani Program PEMP. Dinas Kelautan dan Perikanan provinsi bertugas mengusulkan nama-nama kabupaten /kota calon penerima program, dan terlibat dalam sosialisasi, monitoring dan evaluasi dengan menggunakan dana dekonsentrasi. Dinas Kelautan kabupaten/kota sebagai penanggung jawab operasional program bertugas menetapkan Konsultan Manajemen (KM) kabupaten/kota, menetapkan koperasi pelaksana, sosialisasi, dan publikasi tingkat kabupaten/kota, pembentukan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) bagi kabupaten/kota penerima baru Program PEMP, perekrutan TPD (Tenaga Pendamping Desa), pelatihan, monitoring, evaluasi dan pelaporan. (3) Konsultan Manajemen (KM), yaitu konsultan yang membantu aspek teknis dan manajemen Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota dalam pelaksanaan Program PEMP.
Pendampingan meliputi kegiatan: inventarisasi potensi dan
kebutuhan masyarakat pesisir dalam modal usaha, pemetaan jalur produksi, pasar dan konsumen, serta kemungkinan pengembangan program melalui kerjasama dengan berbagai pihak. Sejak tahun 2005, KM juga bertugas membantu Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten/kota dalam proses revitalisasi LEPP-M3 menjadi berbadan hukum koperasi, dan bersama dengan TPD mendampingi masyarakat pesisir untuk mengakses
DEP, melakukan pendampingan teknis
serta manajemen usaha. KM diutamakan yang berasal dari daerah setempat, dengan harapan mengetahui karakter, potensi, dan permasalahan daerahnya. (4) Tenaga Pendamping Desa (TPD), yaitu tenaga profesional yang bersedia tinggal di tengah masyarakat sasaran dan bertugas mendampingi masyarakat selama kegiatan program dalam bentuk menyusun perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, terutama dalam upaya menyiapkan rencana usaha, mengakses modal, dan pengelolaan kegiatan usahanya. TPD diutamakan berkualifikasi minimal D3 di bidangnya dan berasal dari daerah sekitar kegiatan program.
15
(5) Koperasi, yang merupakan holding company masyarakat pesisir dengan berbagai unit usaha, yang berfungsi sebagai ujung tombak pelaksanaan Program PEMP di daerah. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi berkoordinasi dengan Dinas Kelautan
dan
Perikanan
kabupaten/kota,
dan
dengan
lembaga
perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha. Dalam menjalankan fungsinya, koperasi menerima DEP sebagai hibah yang dijaminkan kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman. Dana pinjaman selanjutnya disalurkan ke masyarakat pesisir melalui LKM Swamitra Mina, USP, atau BPR Pesisir milik koperasi. Bagi kabupaten yang baru dan belum memiliki koperasi, dalam waktu 3 bulan pemerintah daerah harus meningkatkan status kelembagaan LEPP-M3 menjadi Koperasi LEPP-M3. Koperasi juga diharapkan berperan dalam pemberdayaan masyarakat pesisir melalui pengembangan unit usaha lain, seperti unit usaha perikanan tangkap/budidaya, SPDN, kedai pesisir, dan wisata bahari. (6) Bank Pelaksana, yaitu lembaga keuangan perbankan yang ditetapkan oleh DKP dengan tugas dan fungsi: (1) menyediakan kredit bagi koperasi sebagai konsekuensi dari adanya Dana Ekonomi Produktif (DEP) yang dijaminkan untuk kegiatan penguatan modal, (2) menyalurkan DEP langsung dengan pola hibah melalui rekening koperasi yang ada di Bank Pelaksana untuk kegiatan pelaksanaan BPR Pesisir, SPDN, dan atau Kedai Pesisir; dan, (3) melakukan pendampingan teknis dan administratif kepada Koperasi LEPP-M3 dan atau LKM/USP. (7) Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) merupakan kelompok masyarakat yang terpilih untuk mendapat dana ekonomi produktif (DEP). KMP dapat berasal dari berbagai kelompok masyarakat yang didasarkan atas usaha dan wilayah tempat tinggal, misalnya kelompok nelayan, kelompok pedagang, dan lain-lain. Kelompok tersebut di tunjuk oleh DKP Kabupaten atas dasar kualifikasi kelompok dan rekomendasi mitra desa dalam hal ini adalah Pemerintah Desa.
16
Secara skematis hubungan lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP, disajikan pada gambar dibawah ini (Gambar 2) (DKP, 2003). BANK PELAKSANA TINGKAT PUSAT
Kesepakatan Bersama
Koordinasi
KM KAB/KOTA
DKP DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROPINSI
TPD
KANTOR CABANG BANK PELAKSANA Pendampingan
DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KAB/KOTA
KOPERASI LEPP-M3/ KOPERASI PERIKANAN/ KOPERASI LAINNYA
Perjanjian Kerjasama
MASYARAKAT PESISIR
Gambarhubungan 3.1. Bagandan organisasi pengelola PEMP 2006secara nasional Gambar 2 Skematis peran kelembagaan PEMP
2.4.2 Daerah penerima dan pelaksana Program PEMP Hampir semua provinsi yang ada di Indonesia telah memperoleh Program PEMP, tetapi tidak semua kabupaten/kota yang terdapat di setiap propinsi menerima Program PEMP.
Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan kabupaten/kota mendapatkan
Program PEMP adalah karakteristik geografis kabupaten/kota, yakni sebagai kabupaten/kota pesisir. Secara keseluruhan, kabupaten/kota penerima Program PEMP menempati kawasan pesisir, baik yang berada di daratan pulau-pulau besar maupun pulau-pulau kecil. Apabila dikaitkan dengan wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia, maka kabupaten/kota penerima Program PEMP berdekatan dengan berbagai perairan wilayah penangkapan perikanan. Pertama, kabupaten/kota di Pulau Sumatera, wilayah pesisirnya berbatasan dengan perairan laut Selat Malaka, Samudera Hinda, dan Laut Cina Selatan. Kedua, kabupten/kota di Pulau Jawa, wilayah pesisirnya berbatasan dengan perairan Laut Jawa dan Samudera Hindia.
Ketiga adalah kabupaten/kota di Bali, NTB dan NTT,
wilayah pesisirnya berbatasan dengan perairan Laut Flores, Selat Makassar, Laut Banda, Samudera Hindia, dan Laut Jawa.
Keempat, kabupaten/kota yang berada di Pulau
17
Kalimantan, wilayah pesisirnya berbatasan dengan peraiaran Laut Cina Selatan, Laut Jawa, Laut Sulawesi, dan Laut Flores. Kelima, kabupaten/kota di Pulau Sulawesi, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Laut Sulawesi, Samudera Pasifik, Laut Seram, Teluk Tomini, Selat Makassar, dan Laut Flores. Keenam, kabupaten/kota di Kepulauan Maluku Utara dan Maluku, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Samudera Pasifik, Teluk Tomini, Laut Seram, Laut Banda, dan Laut Arafuru. Ketujuh adalah kabupaten/kota di Papua, wilayah pesisirnya berbatasan dengan Samudera Pasifik, Laut Banda, dan Laut Arafuru (Gambar 3).
Gambar 3
Peta penyebaran daerah penerima program PEMP terkait dengan wilayah pengelolaan perikanan
Sejak digulirkan tahun 2000 hingga tahun 2006, jumlah kabupaten penerima Program PEMP mengalami pasang surut. Jumlah kabupaten yang menerima Program PEMP antara tahun 2000-2004 menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Jika pada tahun 2000 jumlah kabupaten penerima hanya 26 kabupaten, maka pada tahun 2004 menjadi 160 kabupaten, atau meningkat 515,38%. Meskipun demikian, pada tahun 2006 jumlahnya menurun lagi, hanya 121 kabupaten (turun 24,38%).
Dengan demikian,
18
jumlah kabupaten penerima Program
PEMP terbanyak adalah pada tahun 2004
Jumlah Kabup aten/Kota
(Gambar 4).
160 126 125 140 120 90 100 80 60 40 26 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0
160 111
121
0
TA 2000TA 2001TA 2002TA 2003 TA TA 2005TA 2006 20004
Gambar 4 Fluktuasi jumlah kabupaten/kota penerima dan pelaksana program PEMP
Jumlah kecamatan penerima Program PEMP paling banyak terjadi pada tahun 2004, yaitu 610 kecamatan dan paling sedikit tahun 2005, yakni 108 kecamatan. Dengan demikian, antara tahun 2004-2005 mengalami penurunan jumlah kecamatan sebanyak 82,30%. Penurunan juga terjadi jika dibandingkan pada tahun 2001 sebagai tahun awal Program PEMP, yaitu mengalami penurunan sebesar 81,41%. Dilihat dari jumlah desanya, penerima Program PEMP terbesar adalah pada tahun 2002, sebanyak 1.321 desa. Sejak tahun 2003 sampai 2005, jumlah desa penerima Program PEMP cenderung menurun. Jumlah desa penerima Program PEMP pada tahun 2005 adalah yang paling sedikit selama periode 2000-2005, yaitu hanya 238 desa. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan tahun 2002, jumlah pada tahun 2005 itu mengalami penurunan sebesar 81% (Gambar 5).
19
Saat Proyek
800
Jum lah Desa
700
720
585 601
600 508 500
Pasca Proyek
568598
400
323 287
300 200
119119
100 0
2001 2002 2003 2004 2005 Tahun Gambar 5 Fluktuasi jumlah desa penerima PEMP di seluruh Indonesia
2.4.3 Mekanisme pengelolaan keuangan PEMP Pada tahun 2004 Program PEMP diarahkan pada penguatan kelembagaan LEPPM3 dalam format koperasi dan pada masing-masing koperasi dibentuk Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Peningkatan status kelembagaan ini diiringi oleh perubahan sistem penyaluran DEP, yang semula berstatus sebagai dana bergulir dikelola LEPP-M3 menjadi dana hibah kepada koperasi yang dijaminkan pada perbankan (cash collateral). Selanjutnya, dana yang dikeluarkan oleh perbankan berstatus kredit/pinjaman dikelola oleh LKM Swamitra Mina/USP atau sejenisnya, yang merupakan salah satu unit usaha milik koperasi LEPP-M3/koperasi perikanan.
Pembentukan dan pengelolaan LKM
tersebut bekerja sama antara koperasi dengan bank pelaksana (DKP, 2007). LKM ini diharapkan berfungsi sebagai lembaga pembiayaan alternatif, yang cepat atau lambat akan menggantikan peran rentenir. Perbankan juga dapat menyalurkan kredit melalui LKM dengan skim kredit tidak langsung (two steps loan). Alokasi kredit diberikan kepada LKM untuk kemudian disalurkan kepada masyarakat dengan skim kredit mikro yang sesuai dengan kondisi masyarakat pesisir. Upaya penguatan kelembagaan tersebut sampai saat ini (periode institusionalisasi 2004-2006) telah menghasilkan 278 Koperasi LEPP-M3/Koperasi Perikanan yang mempunyai unit usaha …………………………………………………………………………………………….
20
LKM (242 unit), baik Swamitra Mina, Unit Simpan Pinjam (USP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pesisir, dan Baitul Qirodl. Swamitra Mina, baik online (52 unit), maupun offline (95 unit) (DKP, 2007). Berdasarkan data dari 52 Swamitra Mina online, 67% sasaran Program PEMP berkaitan langsung dengan sektor perikanan dan 33% tidak terkait langsung, misalnya untuk mendukung kegiatan ekonomi pemilik bengkel, tukang ojek, industri pengolahan bahan makanan dan minuman, pemilik toko/warung makanan, dan konsumtif warga masyarakat pesisir. Berdasarkan kondisi tersebut, jangka panjang Program PEMP diarahkan pada tiga hal berikut ini (DKP, 2007). 1) Peningkatan kemandirian masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), partisipasi masyarakat, penguatan modal, dan penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pesisir. 2) Peningkatan kemampuan masyarakat pesisir untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut secara optimal, berkelanjutan sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan. 3) Pengembangan kemitraan masyarakat pesisir dengan lembaga-lembaga swasta dan pemerintah.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka Pendekatan Penelitian Besarnya potensi sumberdaya laut Kabupaten Halmahera Utara dan masih tingginya tingkat kemiskinan masyarakat pesisir terutama nelayan menjadi alasan pemerintah pusat menunjuk daerah tersebut sebagai penerima dan pelaksana Program PEMP sejak tahun 2004.
Dengan harapan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kesadaran untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya laut, penguatan kelembagaan ekonomi dan pengembangan usaha produktif masyarakat. Kecamatan Tobelo merupakan salah satu kecamatan yang melaksanakan dan memanfaatkan program tersebut sejak tahun 2004.
Dalam upaya
mewujudkan tujuan pelaksanaan program PEMP tersebut dibentuk dan dilibatkan berbagai lembaga, seperti DKP Kabupaten, LEPP-M3, KM, TPD dan KMP. Setiap lembaga memiliki fungsi dan peranan masing-masing yang saling melengkapi, sehingga terbentuk saling ketergantungan dan sinergisme dalam pelaksanaan program PEMP. Optimalisasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP sangat tergantung pada peranan dan kinerja kelembagaan PEMP. Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kelembagaan secara partisipatif yang melibatkan pemangku kepentingan masing-masing lembaga yang terlibat dalam program PEMP tersebut. Analisis kelembagaan tersebut meliputi: 1). evaluasi peranan dan kinerja kelembagaan; 2). analisis keberlanjutan kelembagaan; dan 3). identifikasi strategi penguatan kelembagaan tersebut. Penelitian “Analisis Kelembagaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo” merupakan penelitian survei atau observasi. Penelitian survei ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif yaitu melibatkan stakeholder lembaga-lembaga yang terlibat lansung dalam pelaksanaan program PEMP, antara lain: DKP Kabupaten, LEPP-M3, KM, TPD dan KMP. Pendekatan partisipatif dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi dari para pelaku secara langsung sehingga dapat mengurangi bias atau lebih sesuai dengan kenyataan. Penelitian ini di
22
tujukan untuk: 1). mengevaluasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; 2). menentukan keberlanjutan kelembagaan PEMP; dan 3). Mengidentifikasi strategi penguatan kelembagaan PEMP. Dengan demikian diharapkan kedepan dapat di jadikan refrensi atau bahan untuk pengambilan kebijakan dalam pemberdayaan masyarakat terutama penguatan kelembagaan masyarakat Kecamatan Tobelo (Gambar 6). PELAKSANAAN PROGRAM PEMP DI TOBELO MENINGKATKAN PARTISIPASI
PENGUATAN KELEMBAGAAN
PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI
KELEMBAGAAN PROGRAM PEMP
DKP
LEPP-M3
KM
TPD
KMP
ANALISIS KELEMBAGAAN Secara Partisipatif EVALUASI PERANAN DAN KINERJA Wawancara & Kuisioner
ANALISIS KEBERLANJUTAN LEMBAGA RAPFISH
STRATEGI PENGUATAN LEMBAGA Matrik SWOT
Gambar 6 Kerangka pendekatan penelitian 3.2
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian “Analisis Kelembagaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo”
ini dilakukan di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Propinsi Maluku Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai pada bulan Juni s/d November tahun 2009 (Lampiran 1).
3.3
Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Secara garis besar data yang dikumpulkan sebagai berikut (Tabel 1).
23
Tabel 1 Jenis dan sumber data penelitian Jenis Data
Data
Sumber Data
Sekunder
Demografi Wilayah Data Perikanan
BPS Kecamatan dan Kabupaten Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Internet dan Perpustakaan Dokumen atau Arsip lembaga Hasil wawancara dan Kuisisoner Hasil Observasi
Primer
Penelitian terdahulu yang terkait Persepsi Pemangku Kepentingan: Kondisi Kelembagaan PEMP Peranan Kelembagaan Kinerja Kelembagaan PEMP
3.4 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi pustaka
melalui
media internet maupun pustaka. Pengumpulan data dan informasi primer dilakukan secara partisipatif dengan metode observasi, kuisioner dan wawancara. Penentuan responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling), yaitu pemilihan responden yang didasarkan atas pengetahuan dan kedudukannya di kelembagaan PEMP, dalam hal ini adalah pengurus lembaga (2 orang perlembaga), antara lain: DKP Halmahera, LEPP-M3, KM, TPD, dan KMP. Setiap koresponden diminta untuk menilai peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP berdasarkan atribut yang disajikan. Penilaian terhadap atribut mengacu pada sistem skor yang dilakukan DKP (2007) dalam mengevaluasi program PEMP pada tingkat kabupaten/kota diseluruh Indonesia dengan menggunakan skor 0 s/d 100. Proses penilaian terdiri dari 2 tahap, yaitu: 1). penilaian atribut berdasarkan penting (skor 100) dan tidak penting (0); 2). Penilaian berdasarkan baik (100) atau buruk (0) kondisi atribut saat ini. Penilaian terhadap pengaruh satu atribut terhadap atribut lain dalam satu faktor dengan menggunakan skor 1 s/d 5, dimana skor 1 jika tidak berpengaruh dan 5 sangat berpengaruh.
3.5 Analisis Data 3.5.1 Analisis kondisi peranan dan kinerja kelembagaan Penilaian kondisi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo didasarkan pada indikator-indikator peranan dan kinerja yang diacu dari Laporan Evaluasi PEMP tahun 2006. Penilaian ini meliputi dua aspek yaitu nilai
24
penting indikator dan kondisi indikator saat ini. Nilai penting adalah tingkat kepentingan indikator menurut responden terhadap suatu indikator, sedangkan kondisi saat ini merupakan tingkat kinerja kelembagaan terhadap suatu indikator. Status penilaian peranan dan kinerja kelembagaan di bagi menjadi 5 kategori, sebagai berikut (Tabel 2): Tabel 2 Kategori peranan kelembagaan Program PEMP Status Peranan & Kinerja Nilai Penting Kondisi Saat Ini Sangat Tidak Penting Buruk
Interval Skor 0,00 – 20,00 >20,00 – 40,00 >40,00 – 60,00 >60,00 – 80,00 >80,00 – 100,00
Tidak Penting Cukup Penting Penting Sangat Penting
Tidak Optimal Cukup Optimal Optimal Sangat Optimal
Sumber : DKP (2006)
3.5.2 Analisis keberlanjutan kelembagaan Metode yang digunakan dalam analisis keberlanjutan kelembagaan program PEMP ini adalah menggunakan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan. RAPFISH adalah teknik untuk mengevaluasi keberlanjutan sumberdaya (perikanan) secara komprehensif berdasarkan atribut/indikator yang mudah untuk di-skoring (Fauzi, 2002). Perhitungan RAPFISH dihitung manual menggunakan program Excel. Penentuan tingkat
keberlanjutan
kelembagaan
mengacu
pada
DKP
(2007)
yang
mengkategorikan nilai Sustainable Indeks Criteria (SIC) menjadi 5 kategori, sebagai berikut (Tabel 3). Tabel 3 Kategori keberlanjutan kelembagaan Program PEMP SIC 0,00 – 20,00 >20,00 – 40,00 >40,00 – 60,00 >60,00 – 80,00 >80,00 – 100,00
Status Buruk Kurang Cukup Baik Baik Sangat Baik
Sumber : DKP (2006)
3.5.3 Analisis kondisi internal dan eksternal kelembagaan Analisis kondisi internal dan ekternal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo menggunakan metode internal factors analysis summary (IFAS) dan eksternal factors analysis summary (EFAS).
penilaian dengan metode ini
25
didasarkan pada nilai penting suatu atribut/indikator dan pengaruh atribut tersebut terhadap atribut yang laian dalam satu faktor (Marimin, 2008). Proses penilaian tersebut sebagai berikut: 1) Pengelompokkan atribut kedalam 4 faktor, yaitu kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Pengelompokkan atribut kedalam faktor kekuatan dan kelemahan didasarkan pada nilai atau status kondisi saat ini, dimana atribut yang memiliki status Buruk s/d Kurang optimal/Kurang baik masuk faktor kelemahan, sedangkan atribut dengan status Optimal/baik s/d sangat optimal/sangat baik masuk faktor kekuatan. 2) Penilaian atribut pada masing-masing faktor berdasarkan nilai penting (bobot), pengaruh (rating). Nilai penting berkisar antara 0 (tidak penting) s/d 100 (sangat penting), sedangkan Nilai pengaruh atau rating berkisar antara 1 (tidak berpengaruh) s/d 5 (sangat berpengaruh). Dilakukan penghitungan skor berdasarkan perkalian antara nilai penting/bobot dengan pengaruh/rating. 3) Atribut yang memiliki skor tertinggi merupakan atribut kunci dalam sutau faktor.
3.5.4 Analisis strategi penguatan kelembagaan Penentuan strategi penguatan kelembagaan menggunakan metode Strength Weakness Oppourtunity Threats (SWOT). Penentuan strategi dengan metode SWOT didasarkan pada kombinasi kondisi internal (Kekuatan dan Kelemahan) dengan kondisi eksternal (Peluang dan Ancaman). Kombinasi tersebut dibuat dalam matrik SWOT (Tabel 4). Berdasarkan kombinasi tersebut maka dihasilkan 4 kelompok strategi, yaitu Strategi Kekuatan-Peluang (KP), Strategi KekuatanAncaman (KA), Strategi Kelemahan-Peluang (LP) dan Strategi KelemahanAncaman (LA) (Marimin, 2008). Tabel 4 Model matriks analsis SWOT IFAS
Kekuatan (K)
Kelemahan (L)
Peluang (P)
Strategi K-P
Strategi L-P
Ancaman (A)
Strategi K-A
Strategi L-A
EFAS
4
4.1
KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA
Gambaran Umum Kecamatan Tobelo
4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1)
Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0o40’00”–2o40’00”
LU dan 127o25’00” – 128o45’00” BT.
Kabupaten tersebut memiliki luas wilayah
2
sebesar 24.983,32 Km , terdiri dari luas daratan sebesar 5.447,3 Km2 (22% dari luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara) dan luas perairannya sebesar 19.536,02 Km2 (78% dari luas wilayah Kabupaten Halmahera Utara). Luas wilayah ini terbentang dari Utara ke Selatan sepanjang 333 Km dan dari Timur ke Barat sepanjang 148 Km. Kabupaten Halmahera Utara berbatasan: (1) sebelah utara berbatasan dengan Samudera Pasifik; (2) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Timur dan Laut Halmahera; (3) sebelah selatan, berbatasan Kabupaten Halmahera Barat; dan (4) sebelah barat, berbatasan Kabupaten Halmahera Barat.
2)
Letak administrasi Kabupaten Halmahera Utara merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten
Maluku Utara Provinsi Maluku Utara, sebagaimana diamanatkan Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2003. Kabupaten Halmahera Utara secara administratif terdiri dari 17 kecamatan dan sebagian besar wilayah kecamatannya merupakan kecamatan pesisir. Kecamatan Tobelo merupakan salah satu kecamatan pesisir yang ada di Kabupaten Halmahera Utara. Kecamatan ini lebih dikenal dibandingkan dengan kecamatan lainnya karena statusnya sebagai ibukota kabupaten Halmahera Utara.
Kecamatan Tobelo
memiliki beberapa buah pulau yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni seperti Pulau Kumo, Pulau Kakara, Pulau Tagalaya, Pulau Tulang, Pulau Rarangane dan Pulau Tupu Tupu. Kecamatan
Tobelo
dibentuk
berdasarkan
Peraturan
Daerah
Kabupaten
Halmahera Utara Nomor 2 tahun 2006, Kecamatan Tobelo memiliki luas wilayah 33,0 km2 , terdiri atas 10 desa dan terletak pada posisi koordinat 1270 55’ 55” BT – 1280 01’ 58” BT dan 10 39 46” LU- 10 46’ 17” LU, dengan batas administratif sebelah Utara
27
berbatasan dengan Kecamatan Tobelo Utara, sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tobelo Tengah dan Laut Halmahera
dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Barat
(BAPPEDA dan BPS, 2009). Seiring semakin berkembangnya pembangunan di Tobelo, penataan ruang menjadi langkah awal yang mendasari pembangunan wilayah Tobelo masa sekarang dan masa yang akan datang. Hal ini di latarbelakangi oleh status Kecamatan Tobelo sebagai ibukota Kabupaten Halmahera Utara, sudah waktunya bila Kecamatan Tobelo dikembangkan sesuai dengan karakteristik sebuah kota, yaitu sebagai pusat pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi, pusat pemukiman dan pusat pemerintahan.
Kondisi
eksisting beserta permasalahan yang ada sedang dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan perencanaan ruang dan konsep yang jelas dan sesuai dengan kebutuhan daerah.
3)
Iklim, kondisi oseanografi dan daerah penangkapan ikan Kabupaten Halmahera Utara memiliki pantai yang cukup panjang, pantai timur
daratan Halmahera berada di sisi barat perairan Teluk Kao. Teluk Kao merupakan perairan semi tertutup yang terletak di Pulau Halmahera dan terbuka ke arah Samudera Pasifik. Morfologi perairan teluk ini memanjang dengan sumbu utama mengarah ke timur laut dan barat daya. Secara umum teluk ini dapat dibagi menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh celah yang menyempit. Di bagian dalam teluk atau kepala teluk lebih tertutup dibandingkan bagian luar teluk atau mulut teluk yang lebar serta terbuka ke Samudera Pasifik. Di samping itu Kabupaten ini juga memiliki berberapa pulau kecil salah satu diantaranya adalah Pulau Morotai. Diantara Pulau Morotai dan Pulau Halmahera terdapat selat. Gambaran teluk dan selat seperti itu menyebabkan karakter dinamika teluk dan selat yang unik. Kondisi iklim di Kecamatan Tobelo tidak berbeda jauh dengan keadaan iklim yang terjadi di Kabupaten Halmahera Utara pada umumnya yang dipengaruhi oleh iklim laut tropis terdiri atas dua musim, yaitu: musim hujan pada bulan November sampai dengan bulan Februari, dan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Oktober yang diselingi pancaroba yang terjadi pada bulan Maret dan Oktober. …………………………………………………………………………………………….
28
Kondisi iklim mempengaruhi pola arus, salinitas dan sebaran suhu permukaan laut (spl) di sekitar Pulau Halmahera. Pola arus di sekitar Pulau Halmahera pada bulan Juni sampai Oktober arus di depan teluk cenderung bergerak ke utara sampai timur laut dengan kecepatan mencapai 75 cm/detik. Pada bulan Desember arus bergerak ke tenggara dengan kecepatan 25 cm/detik. Bulan Februari arus bergerak ke timur laut dekat pantai sedangkan di lepas pantai masih bergerak ke tenggara. Pengaruh musim terhadap salinitas terlihat dari sebaran salinitas rata-rata antara bulan Februari sebagai puncak musim timur laut (musim barat kalau di Laut Jawa) dan musim tenggara. Salinitas di sekitar mulut Teluk Kao pada bulan Februari (34.1) lebih rendah dari pada bulan Agustus (34.4). Tingginya salinitas tersebut tidak terlepas dari posisi mulut teluk yang berhadapan dengan Samudera Pasifik. Suhu permukaan air laut di sekitar Pulau Morotai berkisar antara 28,99 oC sampai dengan 30,08 oC. Pada daerah pantai yang berada di sisi barat dekat kepala teluk bagian dalam suhu air laut di lapisan permukaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Wilayah perairan Kabupaten Halmahera Utara merupakan daerah penangkapan ikan yang potensial.
Kabupaten Halmahera Utara berhadapan langsung dengan
Samudera Pasifik dan Laut Maluku, sehingga perairan Kabupaten Halmahera Utara menjadi daerah penangkapan bagi nelayan. Jangkauan daerah penangkapan tergantung pada besarnya armada penangkapan ikan.
4.1.2 Kondisi kependudukan 1)
Jumlah penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara pada tahun 2007 berkisar 180.782
jiwa. Kecamatan Tobelo merupakan Kecamatan yang paling banyak jumlah penduduknya diantara kecamatan yang lain, yaitu 20.631 jiwa dan Teluk Kao menjadi Kecamatan yang paling sedikit jumlah penduduknya (DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2008). Banyaknya jumlah penduduk di Kecamatan Tobelo dimungkinkan karena Tobelo
sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan pusat pemerintahan Kabupaten (Gambar 7). Berdasarkan Monografi Kecamatan Tobelo, sampai bulan Februari tahun 2010 penduduk Kecamatan Tobelo berjumlah 29.611 orang dengan jumlah kepala keluarga ...............................................................................................................................................
29
sebanyak 7.388.
Jumlah penduduk Kecamatan Tobelo terbesar berada di Desa
Gamsungi dengan jumlah 8.188 orang dan terkecil berada di Desa Tagalaya dengan jumlah 495 orang. Untuk jumlah penduduk laki-laki sebanyak 15.126 orang lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan 14.485 orang (Tabel 4).
Gambar 7 Jumlah penduduk Kabupaten Halmahera Utara per kecamatan tahun 2007 Tabel 4 Jumlah penduduk Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Desa Gamsungi Gura Wari Kakara Kumo Gosoma Rawajaya Mkcm Tagalaya Wari Ino Jumlah
Jumlah KK 2404 837 515 165 184 1521 889 400 108 365 7388
Jumlah Penduduk Laki – Laki Perempuan 4263 3925 1646 1700 1157 1053 361 388 371 382 2982 2860 2518 2402 954 850 257 238 617 687 15.126 14.485
Total (orang) 8188 3346 2210 749 753 5842 4920 1804 495 1304 29.611
Sumber: Monografi Kecamatan Tobelo, 2010
2)
Kondisi perekonomian Kabupaten Halmahera Utara khususnya Kecamatan Tobelo memiliki sumberdaya
laut yang cukup besar baik hayati maupun non-hayati. Sumberdaya tersebut menjadi penyedia barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Penyedia barang misalnya
30
ikan, teripang, dan garam. Sedangkan sebagai penyedia jasa, misalnya obyek pariwisata, pelabuhan dan penelitian. Besarnya potensi tersebut menjadi daya tarik sebagian besar masyarakat Tobelo dan pendatang untuk memanfaatkan potensi tersebut.
Berdasarkan Monografi
Kecamatan Tobelo (2010) tercatat bahwa sebagian besar masyarakat Tobelo memiliki mata pecaharian disektor kelautan (60 %), seperti nelayan, pedagang ikan, dan pengolah hasil perikanan. Selain sektor kelautan, profesi yang cukup pesat berkembang adalah di sektor jasa (6 %) dan pertokoan atau perdagangan (3 %) (Gambar 8). Hal ini disebabkan karena Kecamatan Tobelo sebagai pusat perekonomian dan pusat pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara.
Gambar 8 Penyebaran mata pencaharian masyarakat Kecamatan Tobelo 3)
Agama dan kepercayaan Masyarakat Kecamatan Tobelo merupakan masyarakat yang heterogen dari sisi
keagamaan. Agama-agama yang di peluk oleh masyarakat Tobelo antara lain: Kristen, Katolik, Islam, Hindu dan Budha.
Sebagian besar penduduk Kecamatan Tobelo
memeluk agama Kristen (17.617 orang), sedangkan pemeluk agama Hindu dan Budha paling sedikit (12 orang) (Tabel 5).
31
Tabel 5 Jumlah penduduk menurut pemeluk agama di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Desa Gamsungi Gura Wari Kakara Kumo Gosoma Rawajaya Mkcm Tagalaya Wari Ino
Islam 3691 629 227 98 2015 4015 109 -
Pemeluk Agama (orang) Kristen Katholik Hindu Budha 4404 86 7 2648 69 1888 90 5 651 747 6 3739 88 703 202 1049 646 495 1293 11 -
Jumlah 10.784 17.617 1.198 Sumber: Monografi Kecamatan Tobelo, 2010
4)
12
Jumlah (orang) 8188 3346 2210 749 753 5842 4920 1804 495 1304 29.611
Tingkat pendidikan Pendidikan merupakan salah satu barometer dalam indeks pembangunan
manusia. Pendidikan menjadi otak suatu pembangunan daerah, sehingga secara nasional pemerintah dengan berbagai program terus mendorong masyarakat untuk bersekolah. Hal tersebut juga menjadi salah satu prioritas pembangunan di Halmahera Utara, termasuk di Kecamatan Tobelo. Berdasarkan Monografi Kecamatan Tobelo 2010, dapat diketahui bahwa dari jumlah penduduk 29.611 jiwa terdapat 4.348 jiwa yang pernah dan sedang mengikuti pendidikan mulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Jumlah tersebut merupakan jumlah paling banyak dibanding kecamatan lain di Kabupaten Halmahera Utara. Sebagian besar penduduk mengikuti pendidikan pada jenjang SMA (33%) dan SD (32%), sedangkan paling sedikit (10%) adalah Perguruan Tinggi (S1/S2) (Gambar 9 ).
32
Gambar 9 Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Tobelo
5)
Budaya dan bahasa Sebagian besar masyarakat Tobelo tinggal di daratan terutama di pusat kota
kecamatan.
Tetapi sebagian masyarakat Tobelo juga tingga di pulau-pulau kecil
disekitar pesisir Kecamatan Tobelo, seperti pulau Kumo, pulau Tagalaya dan pulau Kakara. Pulau-pulau tersebut memiliki panorama pantai dan bawah laut yang indah. Kondisi tersebut merupakan potensi untuk pengembangan wisata bahari, yang dapat menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat dan PAD Kabupaten Halmahera Utara. Bahasa sehari-hari masyarakat Kecamatan Tobelo menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
Namun pada kegiatan-kegiatan tertentu, seperti upacara-
upacara adat biasanya menggunakan bahasa Tobelo sebagai bahasa pengantar dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Pada acara-acara penerimaan tamu pejabat, ketika pejabat tersebut hendak dikukuhkan sebagai anggota keluarga besar masyarakat adat Halmahera Utara (masyarakat Hibua Lamo), maka bahasa yang digunakan adalah bahasa Tobelo dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
4.1.3 Keadan umum perikanan laut 1)
Potensi sumberdaya ikan Sebagian besar (78%) wilayah Kabupaten Halmahera Utara adalah perairan laut
yang langsung berbatasan dengan Samudera Pasifik. Hal tersebut menjadi potensi dan peluang ekonomi yang cukup besar terutama sektor perikanan (Gambar 10).
Hasil
33
penelitian Direktorat Jendral Perikanan dan Balai Penelitian Perikanan Laut tahun 1983 menyatakan bahwa perairan laut Halmahera Utara diperkirakan mempunyai potensi sumberdaya ikan laut (standing stock) sebesar 148.473,8 ton/tahun, yang berarti memiliki potensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) sebesar 86.660,6 ton/tahun, terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 ton/tahun (DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2007).
Sumber: DKP dan LIPI (2007)
Gambar 10 Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di Indonesia tahun 2001 2)
Nelayan Jumlah nelayan di wilayah Kabupaten Halmahera Utara tahun 2007 tercatat
sebanyak 6.999 orang. Sementara untuk jumlah nelayan yang ada di Kecamatan Tobelo sebanyak
344
orang
yang
tergabung
dalam
17
kelompok
nelayan
(DKP Kabupaten, 2010). Konsentrasi nelayan di Kecamatan Tobelo terdapat di desa Rawajaya dengan jumlah 101 nelayan dan desa Kumo 70 nelayan serta desa Kakara 64 nelayan (Gambar11).
34
Gambar 11 Jumlah nelayan dan kelompok nelayan di Kecamatan Tobelo tahun 2007
Selain kegiatan usaha penangkapan ikan, terdapat pula nelayan yang melakukan usaha perikanan budidaya laut untuk jenis ikan kerapu.
Namun tingkat
perkembangannya dapat dikatagorikan masih berada dalam skala belum berkembang, karena masih banyak masalah yang berhubungan dengan teknologi serta ketersediaan benih dan pakan yang terbatas.
3)
Unit penangkapan ikan Sebagian armada penangkapan ikan di Kabupaten Halmahera Utara berukuran
lebih kecil dari 5 GT atau termasuk armada penangkapan skala kecil. Dengan demikian, jangkauan daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan hanya terkonsentrasi di sekitar perairan pantai (dibawah 12 mil laut). Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan sebagian besar masih menggunakan teknologi yang sederhana, karena sebagian besar nelayan mengunakan perahu tanpa motor dan perahu motor tempel serta sebagian kecil menggunakan kapal motor (Tabel 6).
35
Tabel 6 Jenis dan jumlah armada tangkap di Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Armada Penangkapan (Unit) No Nama Desa Perahu Perahu Motor Kapal Tanpa Motor Tempel Motor 1 Gamsungi 9 15 2 2 Rawajaya 6 15 8 3 Wari 4 7 4 Wari Ino 5 3 5 Kumo 5 6 6 Kakara 30 7 7 Tagalaya 15 3 Jumlah 74 56 10 Sumber: DKP Kabupaten Halmahera Utara, 2010
Sebagian besar nelayan di Kecamatan Tobelo menggunakan pancing untuk menangkap ikan. Alat tangkap tersebut tergolong tradisional dalam usaha perikanan tangkap. Selain pancing sebagian kecil masyarakat menggunakan pukat cincin, jaring insang dan jaring angkat. Sarana prasarana penunjang usaha perikanan merupakan salah satu komponen utama penentu keberhasilan pembangunan di sektor perikanan. Secara umum sarana prasarana tersebut di Kabupaten Halmahera Utara masih terbatas sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan baik kapasitas maupun kuantitasnya.
Kondisi
eksisting sarana dan prasarana yang ada adalah: 1 Balai Pertemuan Nelayan, 1 unit Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tobelo, 1 unit Tempat Tempat Pelelangan Ikan, 1 unit ABF, 1 unit perbengkelan motor laut, 1 unit docking, 2 unit pabrik es, 1 unit cold storage di PPP Tobelo, dan beberapa alat bantu penangkapan, berupa: 42 unit rumpon laut dangkal, 5 unit rumpon laut dalam, dan 15 unit lampu celup bawah air (Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara, 2008).
4)
Produksi hasil tangkapan Kekayaan potensi sumber daya laut di wilayah Kabupaten Halmahera Utara saat ini
mulai memperlihatkan tendensi kenaikan yang signifikan. Pada tahun 2007 produksi perikanan mengalami kenaikan sebesar 6,4% dari produksi tahun 2006 yaitu total mencapai sebesar 11.799,01 ton dari 6.014 ton (DKP Kabupaten Halamahera Utara, 2008). Hal ini disebabkan kebijakan pembangunan perikanan di Kabupaten Halmahera Utara melalui beberapa program, seperti PEMP, modernisasi dan penambahan armada
36
tangkap serta penambahan infrastruktur di bidang perikanan yang telah berhasil meningkatkan produksi hasil perikanan. Namun demikian tingkat pemanfaatan oleh nelayan setempat dibandingkan potensi sumberdaya ikan di perairan Halmahera Utara masih sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat pemanfaatannya pada tahun 2007 baru sekitar 13,3% dari MSY, walaupun menggunakan nilai estimasi potensi terkecil (86.660,6 ton/tahun). Tingkat pemanfaatan masih rendah ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah armada penangkapan ikan didominasi skala kecil yang sangat tergantung kondisi alam/cuaca, dan terbatasnya jaringan pasar, sehingga ikan sulit untuk dijual. Selain itu, maraknya penangkapan ikan illegal oleh nelayan dari daerah lain dan nelayan asing (Phillipina) di kawasan perairan Halmahera Utara.
4.2
Kelembagaan PEMP Program PEMP merupakan program nasional yang tergolong besar, baik dari
aspek anggaran, waktu dan banyaknya lembaga yang terlibat. Banyaknya lembaga yang terlibat dan dibentuk dalam pelaksanaan program PEMP disebabkan karena salah satu tahapan dan tujuan program PEMP adalah untuk penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat. Pelibatan dan pembentukan lembaga tersebut mulai dari pusat sampai pada tingkat desa. Pada tingkat kecamatan khususnya Kecamatan Tobelo, kelembagaan PEMP terdiri atas: Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Halmahera Utara, Konsultan Manajemen (KM), Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3), Tim Pendamping Desa (TPD) dan Kelompok Masyarakat Pemanfaat(KMP). Masing-masing lembaga memiliki fungsi dan peranan berbeda dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP. Optimalisasi pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP di Kecamatan Tobelo tergantung pada peranan dan kinerja dari kelembagaan PEMP yang ada. Dengan demikian perlu dilakukan evaluasi peranan dan kinerja kelembagaan program PEMP. Dalam penelitian ini evaluasi terhadap peranan dan kinerja kelembagaan PEMP dilakukan secara partisipatif yaitu dengan melibatkan pengurus masing-masing lembaga tersebut, sehingga hasil penilaian lebih realistis.
5
5.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peranan dan Kinerja Kelembagaan PEMP Pedoman umum pelaksanaan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir
ditetapkan
melalui
Keputusan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Nomor
:
KEP.18/MEN/2004. Secara umum PEMP bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi dengan mendayagunakan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal dan berkelanjutan. Cakupan kinerja PEMP meliputi aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan infrastruktur dengan upaya yang dilakukan meliputi upaya pendampingan, akses perbankan dan fasilitasi badan hukum. Kelembagaan yang terlibat dalam program PEMP di Kabupaten Halmahera Utara adalah Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Halmahera Utara, Konsultan Manajemen (KM), Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPPM3), Tim Pendamping Desa (TPD) dan Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP). Kinerja masing-masing lembaga yang terlibat menggunakan indikator sesuai Laporan Evaluasi PEMP tahun 2006 yang dilakukan secara nasional oleh DKP-RI. Rincian masing-masing indikator disajikan dalam Tabel 7.
5.1.1
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Halmahera Utara merupakan
lembaga yang berperan sebagai penanggung jawab, pengawas dan pembina program PEMP di tingkat daerah (Kabupaten). Besarnya peranan dan tanggung jawab DKP dalam pelaksanaan program PEMP tersebut menuntut kualifikasi SDM, kemantapan oraganisasi, dan yang paling penting adalah pemahaman tentang peranan dan tanggung jawab (poksi).
38
Tabel 7 Indikator kinerja kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara
No
1
2
Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Halmahera Kesesuaian kualifikasi SDM Kemantapan organisasi pelaksanan
Konsultan Manajemen
Tim Pendamping Desa
Kesesuaian kualifikasi organisasi
Kesesuaian kualifikasi organisasi
Kesesuaian kualifikasi SDM
Kesesuaian kualifikasi SDM
LEPP-M3
Kesesuaian kualifikasi lembaga Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi
Status penerima
Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM Penerima DEP Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP
3
Pemahaman terhadap tupoksi
Pemahaman terhadap tupoksi
Pemahaman terhadap tupoksi
4
Pelakasanaan tupoksi
Pelaksanaan tupoksi
Pelaksanaan tupoksi
5
Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP Mekanisme pengawasan DEP
Mekanisme pendampingan
Mekanisme pendampingan
Sistem kepengurusan LEPP-M3
Relevansi rencana dengan pelaksanaan
Relevansi rencana dengan pelaksanaan
Relevansi rencana dengan anggaran
Obyektifitas dan transparansi penetapan KM, TPD dan KMP Relevansi renacana dengan anggaran Pelaporan periodik
Relevansi rencana dengan anggaran
Relevansi rencana dengan anggaran
Pelaporan periodic perkembangan kinerja
Pelaporan periodik
Pelaporan periodik
Transparansi laporan keuangan
Pola hubungan keanggaotaan kelompok usaha
Kemajuan hasil pendampingan
Kemajuan hasil pendampingan
Pembinaan bank terhadap LEPPM3
Kesesuaian honor terhadap kinerja
Kesesuaian honor terhadap kinerja
Kesesuaian honor terhadap kinerja
Kesesuaian honor terhadap kinerja
Pola hubungan antar kelompok/individu usaha Infrastruktur usaha
6
7
8
9
10
Kondisi kesehatan keuangan koperasi LEPPM3 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran DEP
Kelompok Masyarakat Pemanfaat
Pemahaman terhadap manajemen kelompok dan usaha Prospektif usaha
Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu
39
Penilaian responden terhadap indikator peranan dan kinerja lembaga DKP Kabupaten yang didasarkan pada nilai penting indikator tersebut dalam mendukung atau menunjang optimalisas peranan dan kinerja lembaga DKP Kabupaten terkait dengan pelaksanaan program PEMP. Indikator sesuai Laporan Evaluasi PEMP tahun 2006 yang dilakukan secara nasional oleh DKP-RI yaitu 1) Kesesuaian kualifikasi SDM; 2) Kemantapan organisasi pelaksana 3) Pemahaman terhadap tupoksi; 4) Pelaksanaan tupoksi; 5) Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP; 6) Mekanisme pengawasan DEP; 7) Obyektifitas dan transparansi penetapan KM, TPD, KMP 8) Relevansi rencana dengan anggaran;
9) Pelaporan periodik; dan 10) Kesesuaian honor
terhadap kinerja. Berdasarkan hasil penilaian dapat diketahui bahwa sebagian besar indikator peranan dan kinerja lembaga DKP Kabupaten tergolong sangat penting (>80 – 100), kecuali kesesuain honor yang tergolong penting (>60 – 80). Indikator yang paling tinggi nilai pentingnya adalah Pelakasanaan Tupoksi ( 96.33), sedangkan kesesuaian honor merupakan indikator paling rendah (77.44) (Gambar 11). Tingginya nilai penting indikator peranan dan kinerja kelembagaan DKP Kabupaten tidak punya arti jika dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak optimal. Sebaliknya, akan sangat berarti atau baik jika pelaksanaan peranan dan kinerja kelembagaan saat ini dapat optimal sesuai dengan nilai penting indikator tersebut.
Hasil penilaian responden menyatakan bahwa semua indikator
peranan dan kinerja DKP Kabuapten Halmahera Utara dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo tergolong cukup optimal (>40 – 60). Indikator paling tinggi nilai optimalnya adalah pemahaman terhadap tupoksi (56.67), sedangkan mekanisme pengawasan DEP paling rendah (40.89) (Gambar 12).
40
Gambar 12
Kondisi peranan dan kinerja kelembagaan DKP Kabupaten Halmahera Utara dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo
Berdasarkan grafik kondisi peranan dan kinerja DKP Kabupaten (Gambar 12) dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap skor indikator saat ini sangat rendah (± 50 %) dibanding nilai penting (harapan) dari indikator tersebut.
5.1.2 Konsultan Manajemen dan Tim Pendamping Desa (KM dan TPD) Konsultan Manajemen (KM) dan Tim Pendamping Desa (TPD) merupakan dua lembaga yang berperan sebagai pendamping dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP di Kecamatan Tobelo. KM berperan penting membantu aspek teknis dan manajemen Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten dalam pelaksanaan Program PEMP. Diantara peran KM, adalah inventaris potensi dan permasalahan daerah untuk menetukan strategi dalam program PEMP. Selain itu, KM juga berperan membantu DKP Kabupaten dalam merevitalisasi LEPP-M3. Tenaga Pendamping (TPD) merupakan kelompok tenaga profesional yang bertugas mendampingi masyarakat secara terus menerus selama kegiatan program berlangsung. Pada tahap awal TPD berperan membantu DKP Kabupaten dalam sosialisasi program PEMP pada tingkat masyarakat, memberikan bantuan teknis kepada masayarakat pemanfaat (KMP) dalam penyusunan usulan kegiatan. Pada tahap pelaksanaan TPD berperan memebrikan bimbingan pengelolaan dan pengembangan usaha. Secara singkat peranan TPD dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program
41
PEMP di tingkat masyarakat desa (KMP) adalah sebagai motivator, fasilitator, komunikator, dan dinamisator KMP. Pentingnya peranan tersebut, maka dibutuhkan KM dan TPD yang memiliki SDM yang mempunyai kredibilitas dalam bidang yang terkait dengan pelaksanaan program PEMP dan kemantapan organisasi yang baik. Optimalisasi peranan dan kinerja KM dan TPD dalam pelakasanaan program PEMP dapat diketahui berdasarkan beberapa indikator, antara lain: 1) Kesesuaian kualifikasi organisasi; 2) Kesesuaian kualifikasi SDM; 3) Pemahaman terhadap tupoksi; 4) Pelaksanaan tupoksi; 5) Mekanisme pendampingan 6) Relevansi rencana dengan pelaksanaan; 7) Relevansi rencana dengan anggaran 8) Pelaporan periodik TPD; 9) Kemajuan hasil pendampingan; 10) Kesesuaian honor terhadap kinerja Berdasarkan penilaian responden dapat diketahui bahwa sebagian besar indikator peranan dan kinerja lembaga KM dan TPD di Kecamatan Tobelo tergolong sangat penting (>80 – 100), kecuali kesesuaian honor yang tergolong penting (>60 – 80). Indikator yang paling tinggi nilai pentingnya adalah Pelakasanaan Tupoksi ( 97.33), sedangkan kesesuaian honor merupakan indikator paling rendah (78.33). (Gambar 12). Tingginya nilai penting indikator peranan dan kinerja di harapkan dapat sebanding dengan kondisi dilapangan (kondisi saat ini).
Berdasarkan penilaian
responden terhadap kondisi dilapangan, dapat diketahui bahwa sebagian besar indikator peranan dan kinerja KM dan TPD tergolong cukup optimal (>40 – 60) kecuali indikator kemajuan hasil pendampingan (>20 – 40). Kondisi tersebut jauh lebih rendah (±50 %) dari nilai penting (harapan) dari setiap indikator yang ada (Gambar 13).
42
Gambar 13 Kondisi peranan dan kinerja KM dan TPD dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo 5.1.3 LEPP-M3 Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir-Mikro Mitra Mina (LEPP-M3) merupakan lembaga pengelola keuangan dan usaha (Holding Company) masyarakat pesisir Kecamatan Tobelo dengan berbagai unit usaha, antara lain Usaha Simpan Pinjam (USP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Kedai Pesisir. Dalam pelaksanaan kegiatan, koperasi berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten dan lembaga perbankan/pembiayaan sebagai mitra usaha. LEPP-M3 berperan lembaga sentral dan ujung tombak dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo.
Besarnya peranan dari lembaga tersebut
menuntut kondisi kondisi kelembagaan yang memadai yang didukung oleh SDM yang tidak hanya memiliki kemampuan bersifat teknis tapi juga harus memiliki sensitivitas terhadap kondisi sosial-budaya serta sumber daya alam wilayah setempat. Optimalisasi peranan dan kinerja LEPP-M3 dalam pelakasanaan program PEMP dapat diketahui berdasarkan beberapa indikator, antara lain: 1) Kesesuaian kualifikasi lembaga; 2) Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi; 3) Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3; 4) Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran DEP; 5) Sistem kepengurusan LEPP-M3; 6) Relevansi rencana dengan anggaran; 7) Pelaporan periodik perkembangan kinerja 8) Transparansi laporan keuangan 9) Pembinaan bank terhadap LEPP-M3; 10) Kesesuaian honor terhadap kinerja.
43
Berdasarkan penilaian responden dapat diketahui bahwa sebagian besar indikator peranan dan kinerja lembaga KM dan TPD di Kecamatan Tobelo tergolong sangat penting (>80 – 100), kecuali sistem kepengurusan dan kesesuain honor yang tergolong penting (>60 – 80).
Indikator yang paling tinggi nilai pentingnya adalah Kondisi
kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 (91.89), sedangkan Sistem kepengurusan LEPPM3 merupakan indikator paling rendah (76.44). (Gambar 13). Lebih lanjut, penilaian responden terhadap peranan dan kinerja kelembagaan LEPP-M3 berdasar kondisi dilapangan atau kondisi saat ini, dapat diketahui bahwa (Gambar 14): 1 indikator yang tergolong optimal (>60 – 80), yaitu Kesesuaian kualifikasi organisasi atau lembaga (63.33). 4 indikator tergolong cukup optimal (>40 – 60), yaitu: 1). Pelaporan periodik perkembangan kinerja (41.11); 2). Transparansi laporan keuangan (44.44); 3). Kesesuaian honor terhadap kinerja (46.67); dan 4). Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi (46.22). 3 indikator tergolong tidak optimal (>20 – 40), yaitu: 1). Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 (30.56);
2). Sistem kepengurusan LEPP-M3
(37.78); 3). Relevansi rencana dengan anggaran (33.33). 2 indikator tergolong buruk (0 – 20), yaitu: 1). Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran DEP (19.44); dan 2). Pembinaan bank thdp LEPP-M3 (14.44).
44
Gambar 14 Kondisi peranan dan kinerja LEPP-M3 dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo Secara umum (rata-rata nilai) peranan dan kinerja lembaga LEPP-M3 tergolong cukup optimal (>40 – 60). Kondisi tersebut sama dengan hasil evaluasi komprehensif Program PEMP pada tahun 2006 yang dilakukan oleh DKP, dimana kondisi kinerja Koperasi LEPP-M3 secara nasional tergolong cukup optimal (>40 - 60), termasuk di dalamnya Kabupaten Halmahera Utara. Sebagai lembaga pengelola keuangan dan usaha, kesehatan keuangan lembaga adalah indikator utama kondisi lembaga. Grafik di atas (Gambar 14) memperlihatkan bahwa kondisi keuangan LEPP-M3 Kecamatan Tobelo tergolong tidak optimal atau kurang baik (>20 -40).
5.1.4 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) merupakan sasaran pelaksanaan program PEMP, yaitu untuk meningkatkan motivasi dan peranannya dalam pemanfaatan sumberdaya laut, penguatan kelembagaan usaha dan pengembangan usaha ekonomi produktif. KMP ditunjuk oleh KM atau DKP Kabupaten melalui proses seleksi, verikasi dan penilaian kelayakan serta kesesuaian usaha sesuai dengan sistem dan mekanisme yang dipersyaratkan. Poses ini setidaknya menjadi parameter awal yang menentukan
45
keberlajutan usaha dan kelancaran proses pengangsuran pinjaman kredit yang disediakan oleh Program PEMP di bawah pengelolaan USP Koperasi LEPP-M3. Tercapai atau tidaknya tujuan program PEMP dalam penguatan kelembagaan KMP di Kecamatan Tobelo tergantung pada kondisi, antara lain: 1) Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum); 2) Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP; 3) Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP; 4) Pemahaman terhadap Manajemen kelompok dan usaha; 5) Prospektif usaha; 6) Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok; 7) Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu; 8)
Pola
hubungan
keanggotaan
kelompok
usaha;
9)
Pola
hubungan
antar
kelompok/individu usaha; dan 10) Infrastruktur usaha. Penilain responden terhadap kondisi KMP dalam pelaksanaan program PEMP berdasarkan nilai penting masing-masing indikator, dapat diketahui bahwa terdapat 6 indikator yang tergolong Sangat Penting (>80 – 100) dan 4 indikator tergolong penting (>60 – 80).
Indikator yang tergolong sangat penting antara lain: 1) Kesesuaian
kualifikasi usaha penerima dengan DEP (92.78); 2) Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP (90.00); 3) Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum) (83.44); 4) Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok (82.56); 5) Prospektif usaha (84.89); 6) Pemahaman terhadap Manajemen kelompok dan usaha (80.56). Indikator yang tergolong Cukup Penting, antara lain: 1) Pola hubungan antar kelompok/individu usaha (75.22); 2) Infrastruktur usaha (78.44); 3) Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu (78.33); dan 4). Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha (75.67) (Gambar 15). Tingginya nilai penting indikator kondisi KMP sangat berbeda dengan kondisi dilapangan (kondisi saat ini).
Hal ini terlihat pada hasil
penilaian responden terhadap kondisi KMP yang ada di Kecamatan Tobelo, dimana sebagaian besar dari indikator kondisi KMP tergolong kurang optimal (>20 – 40) atau tidak baik, kecuali 2 indikator yang tergolong cukup optimal/ cukup baik (>40 -60). Indikator prospektif usaha merupakan indikator tertinggi yang memiliki nilai tertinggi (84.89), sedangkan kondisi infarastruktur usaha paling rendah (27.22) (Gambar 15).
46
Gambar 15 Kondisi KMP dalam pelaksanaan Program PEMP di Kecamatan Tobelo
5.2
Keberlanjutan Kelembagaan PEMP Program PEMP memiliki tujuan dan manfaat jangka panjang dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir, termasuk masyarakat pesisir di Kecamatan Tobelo. Tercapai tidaknya tujuan dan ada tidaknya manfaat dari pelaksanaan program tersebut salah satunya ditentukan oleh kondisi keberlanjutan lembaga-lembaga yang terlibat dan dibentuk selama pelaksanaan program tersebut. Karena kelembagaan merupakan tujuan sekaligus lokomotif dalam pelaksanaan program PEMP. Keberlanjutan lembaga tersebut secara internal dapat diketahui berdasarkan pada kondisi peranan dan kinerja dari lembaga tersebut dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP. Salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui keberlanjutan suatu obyek kajian terutama kajian perikanan adalah RAPFISH. Metode tersebut berkerja dengan menggabungkan berbagai elemen atau dimensi (multi-dimensi atau
multi-indikator)
(Fauzi, 2002).
yang
mempengaruhi
keberlanjutan
dari
obyek
tersebut
47
Berdasarkan hasil analisis keberlanjutan kelembagaan dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program PEMP dapat diketahui bahwa: 1) Peran dan kinerja DKP Kabupaten Halmahera menunjukkan status keberlanjutan “ Cukup Baik” (>40 - 60); 2) Peranan dan kinerja LEPP-M3 menunjukkan status keberlanjutan “Kurang Baik” (>20 - 40); 3) Peranan dan kinerja KM dan TPD menunjukkan status keberlanjutan “Baik”( >40 - 60 ); dan 4) Kondisi KMP menunjukkan status keberlanjutan “Kurang Baik”(>20 - 40). Dengan demikian status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo berstatus “Cukup Baik’ (>40 – 60) (Gambar 16). Hasil analisis keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo tersebut hampir sama dengan hasil evaluasi PEMP yang dilakukan DKP pada tingkat nasional yaitu status “Baik” dengan nilai Sustainable Indeks Criteria (SIC) sebesar 54.90.
Keberlanjutan Kelembagaan : 42.17 Status Keberlanjutan: Cukup Baik
Gambar 16 Status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo
5.3
Kondisi Internal dan Eksternal Kelembagaan PEMP Upaya untuk penguatan kelembagaan PEMP, terlebih dahulu diperlukan suatu
analisis untuk mengidentifikasi indikator utama pada setiap faktor. Analisis faktor digunakan model matriks internal factors analysis summary (IFAS) dan matriks
48
eksternal factors analysis summary (EFAS). Analisis tersebut didasarkan pada penilaian responden terhadap tingkat penting (bobot) dan pengaruh (rating) atribut faktor terhadap atribut yang lain dalam satu kelompok faktor. Atribut yang memiliki skor tertinggi (perkalian bobot dengan pengaruh) merupakan atribut utama. Berdasarkan pengelompokkan indikator kelembagaan maka diperoleh 13 atribut masuk dalam faktor kekuatan dan 13 atribut faktor kelemahan. Sedangkan kondisi eksternal yang mempengaruhi kelembagaan, dalam hal ini adalah faktor peluang terdiri atas 5 atribut dan faktor ancaman 5 atribut.
5.3.1 Kondisi internal kelembagaan PEMP Berdasarkan analisis IFAS, 4366.48
nilai total faktor kekuatan yang diperoleh adalah
lebih besar dari total nilai faktor kelemahan 3474.32. Hal ini memberikan
gambaran bahwa potensi kekuatan kelembagaan PEMP sebenarnya dapat mengatasi permasalahan kelemahan yang dimiliki kelembagaan tersebut (Tabel 8).
Hasil perhitungan IFAS menunjukkan bahwa kondisi internal yang memiliki kekuatan utama kelembagaan PEMP, yaitu pelaksanaan tupoksi oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksaan program PEMP merupakan faktor kekuatan yang paling tinggi skornya (481.65), sehingga atribut tersebut menjadi atribut kunci. Atribut tersebut dianggap sangat penting dalam pelaksanaan dan pencapaian tujuan program dan berpengaruh besar terhadap atribut yang lain. Atribut kesesuaian honor dengan kinerja merupakan faktor kekuatan yang paling rendah skornya (156.08) diantara atribut yang lain. Hal ini disebabkan karena responden menganggap pekerjaan Program PEMP merupakan suatu pekerjaan voluntir atau suka relawan untuk ikut membantu usaha masyarakat nelayan termasuk anggota keluarga petugas. Sehingga besarnya honor yang diterima pada umumnya tidak perhitungkan.
49
Tabel 8 Penilaian kondisi internal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo No
Kondisi internal
Kekuatan (Strengths) 1 Kesesuaian kualifikasi SDM 2 Kemantapan organisasi pelaksana 3 Pemahaman tupoksi 4 Pelaksanaan tupoksi 5 Sistem pencairan DEP 6 Pengawasan DEP 7 Obyektivitas penetapan KM, TPD, KMP 8 Relevansi rencana dengan anggaran 9 Pelaporan periodik 10 Kesesuaian honor terhadap kinerja 11 Transparansi laporan keuangan 12 Kesesuaian kualifikasi usaha KMP 13 Prospektif usaha Total Skor Kelemahan (Weakness) 1 Kondisi kesehatan keuangan LEPP-M3 2 Proporsi daya serap dan pengembalian DEP 3 Kepengurusan LEPP-M3 4 Relevansi rencana dengan anggaran LEPP-M3 5 Pembinaan bank terhadap LEPP-M3 6 Status KMP (kelompok/individu) 7 Kesesuaian kualifikasi organisasi KMP 8 Pemahaman terhadap manajemen 9 Partisipasi anggota KMP 10 Stabilitas kegiatan usaha 11 Pola hubungan keanggotaan 12 Pola hubungan antar KMP 13 Sarana prasarana lembaga dan usaha KMP Total Skor
Bobot
Rating
Skor
91.67 91.44 94.00 96.33 85.78 85.44 86.56 85.63 85.52 78.04 89.00 92.78 84.89
4 4 5 5 3 4 4 4 3 2 4 4 3
366.68 365.76 470 481.65 257.34 341.76 346.24 342.52 256.56 156.08 356 371.12 254.67 4366.38
91.89 88.67 76.44 83.44 81.89 83.44 90.00 80.56 82.56 78.33 75.67 75.22 78.44
4 5 4 3 4 3 3 4 2 3 2 2 3
367.56 443.35 305.76 250.32 327.56 250.32 270 322.24 165.12 234.99 151.34 150.44 235.32 3474.32
Porsi daya serap dengan pengembalian DEP oleh anggota merupakan permasalahan internal yang memiliki skor tertinggi (443.35). Hal ini dianggap sebagai permasalahan internal yang paling utama karena bentuk usaha paling utama dari LEPPM3 di Kecamatan Tobelo adalah Usaha Simpan Pinjam (USP) sehingga kondisi keuangan lembaga sangat tergantung pada kelancaran dari usaha tersebut. Pada kenyataanya tingkat kemacetan pengembalian DEP sejak program PEMP dilaksanakan
50
(tahun 2005/2005) sampai saat ini cukup tinggi, bahkan ada KMP yang 100% tidak mengembalikan dana tersebut (Data LEPP-M3, 2010). Kondisi pola hubungan antar KMP merupakan permasalahan internal yang dinilai paling rendah skornya (150.44).
Rendahnya penilaian responden terhadap atribut
tersebut dibandingkan atribut yang lain karena ada atau tidaknya program PEMP hubungan antar KMP tetap kuat atau ada, karena sebagian besar hubungan yang terjadi adalah hubungan pemasaran, sehingga antar KMP saling membutuhkan, misalnya antara KMP nelayan tangkap dengan KMP pengepul ikan.
5.3.2 Kondisi eksternal kelembagaan PEMP Berdasarkan analisis EFAS, nilai total faktor peluang yang diperoleh adalah 1623.40 lebih kecil dari total nilai faktor ancaman 1834.32. Hal ini memberikan gambaran bahwa potensi peluang kelembagaan PEMP sebenarnya tidak bisa menutupi besarnya permasalahan ancaman yang dihadapi oleh kelembagaan tersebut (Tabel 9).
Tabel 9 Penilaian kondisi eksternal kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo No
Kondisi Eksternal
Peluang (Opportunity) 1 Banyak program pemberdayaan berbasis kelembagaan 2 Tobelo sebagai pusat Pemerintahan Kab. 3 Tobelo sebagai pusat perekonomian 4 Besarnya potensi SDA pesisir dan laut 5 Pemekaran Kabupaten Morotai (peluang pasar) Total Skor Ancaman (Threats) 1 Komitmen pemimpin 2 Daerah rawan konflik 3 Sistem sosial-budaya kekeluargaan dan kedaerahan tinggi 4 Jalur transportasi pemasaran keluar daerah kurang memadai 5 Persaingan pasar tinggi Total Skor
Bobot
Rating
Skor
80.50
3
241.5
95.34 99.44 90.67 70.33
4 5 4 2
381.36 497.2 362.68 140.66 1623.40
95.89 88.67
5 4
479.45 354.68
96.44
4
385.76
83.44
3
250.32
90.89
4
363.56 1833.77
Hasil perhitungan EFAS menunjukkah bahwa kondisi eksternal yang memiliki faktor peluang besar bagi kelembagaan PEMP adalah posisi kelembagaan PEMP di Tobelo yang menjadi pusat perekonomian Kabupaten Halmahera Utara (497.2).
51
Tingginya nilai skor tersebut dibanding atribut yang lain karena sebagai pusat perekonomian, peluang pasar produk usaha LEPP-M3 dan KMP akan semakin besar dan ketersediaan alat dan bahan produksi pun akan mudah didapat, dibanding dengan di Kecamatan lainnya. Dengan demikian peluang tersebut akan mendorong produkivitas kelembagaan PEMP lebih tinggi dibandingkan wilayah lain. Kehadiran Kabupaten Morotai sebagai Kabupaten baru merupakan peluang pasar yang cukup potensial bagi usaha KMP yang ada di Kecamatan Tobelo, akan tetapi dalam dalam kelembagaan PEMP atribut tersebut tidak begitu besar pengaruhnya karena di luar wilayah kerja PEMP Kecamatan Tobelo.
Dengan demikian penilaian responden
terhadap atribut tersebut paling rendah (140.66) dibanding atribut faktor peluang yang lain. Komitmen pemimpin dianggap sebagai faktor ancaman terbesar (497.20) bagi keberadaan dan produktivitas PEMP di Kecamatan Tobelo. Tingginya skor penilaian terhadap atribut ini di banding atribut yang lain, karena komitmen pemimpin sebagai salah satu penggerak adanya program PEMP di Kabupaten Halmahera Utara. Komitmen pemimpin terhadap pihak-pihak yang memiliki kunci kelembagaan dan kebijakan, sehingga ada keberpihakan terhadap masyarakat pesisir dan kepulauan (DKP 2006).
5.3.3 Strategi penguatan kelembagaan PEMP Besarnya potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo baik yang bersifat internal maupun eksternal, menuntut kerja keras dan tanggung jawab yang tinggi. Dalam upaya penyelesaian permasalahan diperlukan perumusan strategi yang tepat, efektif dan realistis atau sesuai dengan potensi atau kemampuan lembaga. Salah satu metode yang sudah banyak dan efektif digunakan adalah metode Strength Weakness Oportunity Threats (SWOT). Metode SWOT merupakan metode yang efektif, mudah, partisipatif serta konprehensif dalam merumuskan strategi. Metode SWOT menghasilkan suatu strategi yang mengoptimalkan potensi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada (Marimin, 2008).
Secara teknis strategi yang dihasilkan merupakan kombinasi faktor internal
dengan faktor eksternal, yang telah dievaluasi melalui Internal Faktor Analysis Summary (IFAS) dan External Faktor Analysis Summary (EFAS). Hasil kombinasi faktor internal dan faktor eksternal akan menghasilkan 4 kelompok strategi, yaitu (Marimin, 2008):
52
Strategi Kekuatan-Peluang (KP) , merupakan strategi yang mengoptimalkan kekuatan untuk mendapatkan atau menggunakan peluang yang ada.
Strategi Kekuatan-Ancaman (KA), merupakan strategi yang mengoptimalkan kekuatan untuk meminimalisasi pengaruh atau menghadapi ancaman.
Strategi Kelemahan-Peluang (LP), yaitu strategi yang memanfaatkan peluang untuk mengatasi kelemahan yang dialami.
Strategi Kelemahan-Ancaman (LA), yaitu strategi yang digunakan untuk mengatasi permasalahan dan mengurangi pengaruh ancaman. Berdasarkan hasil analisis strategi pengutan kelompok nelayan yang dilakukan
secara partisipatif, maka dapat dihasilkan 7 strategi. Strategi KP yaitu: 1) Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan; dan 2) Memperluas jaringan kelembagaan dan usaha. Strategi KA, diantaranya: 1) Diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah; dan 2) Optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha. Strategi LP meliputi, 1) Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha; dan 2) Meningkatkan komunikasi komunikasi internal dan eksternal lembaga. Strategi
LA hanya 1 strategi, yaitu
kelembagaan dan usaha.
mempertegas dan menegakkan sistem aturan
53
Tabel 10 Identifikasi strategi pengutan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo PELUANG
ANCAMAN
KELEMAHAN
KEKUATAN
Kualifikasi SDM Kemantapan organisasi Pemahaman tupoksi Pelaksanaan tupoksi Sistem pencairan DEP Pengawasan DEP Penetapan KM, TPD, KMP Relevansi rencana dengan anggaran DKP, KM, TPD Pelaporan periodik Kesesuaian honor Transparansi laporan Kualifikasi usaha KMP Prospektif usaha
Kondisi keuangan LEPP-M3 Daya serap dan pengembalian DEP Kepengurusan LEPP-M3 Relevansi rencana dengan anggaran LEPP-M3 Pembinaan bank ke LEPP-M3 Status KMP Kualifikasi organisasi KMP Pemahaman Manajemen Partisipasi anggota KMP Stabilitas kegiatan usaha Pola hubungan keanggotaan Pola hubungan antar KMP Sarana prasarana KMP
K9 K10 K11 K12 K13
Tobelo pusat perekonomian
Besarnya potensi SDA
Pemekaran Kabupaten Morotai
Intervensi kepentingan politik
Daerah rawan konflik
Sistem sosial-budaya kekeluargaan dan kedaerahan tinggi Jalur transportasi kurang memadai Persaingan pasar tinggi
P1 K1 K2 K3 K4 K5 K6 K7 K8
Tobelo pusat Pemerintahan
FAKTOR EKSTERNAL
Program Pemberdayaan berbasis kelembagaan
FAKTOR INTERNAL
P2
P3
P4
P5
A1
A2
A3
L5 L6 L7 L8 L9 L10 L11 L12 L13
A5
Strategi KP
Strategi KA
1. Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP
1. Diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah.
2. Memperluas jaringan kelembagaan dan usaha
2. Optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha
L1 L2 L3 L4
A4
Strategi LP
1.
Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha
2.Meningkatkan komunikasi internal dan eksternal lembaga.
Strategi LA Mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha.
54
Strategi optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo bertujuan untuk mengoptimalkan potensi peluang posisi strategis Kecamatan Tobelo dalam mendukung penguatan dan peningkatan produktivitas kelembagaan PEMP dengan memanfaatkan potensi kekuatan kapasitas SDM dan lembaga. Lemahnya dukungan dan konstribusi pemangku kepentingan berdasarkan tugas pokok dan lingkup otoritas yang dimilikinya sangat mempengaruhi keberhasilan Program PEMP. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tidak memadainya informasi yang sampai pada sasaran pemangku kepentingan, rendahnya intensitas hubungan antar pemangku kepentingan dalam konteks formal maupun non-formal, masih menggejalanya “ego sektoral” di lingkup institusi pemerintah, dan rendahnya kepercayaan pemangku kepentingan terhadap pelaksana / penanggung jawab program. Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan tersebut dapat dilakukan dengan keterpaduan dan sinergitas peran pemangku kepentingan dalam implementasi Program PEMP harus dilandasi atas pemahaman yang benar, komitmen dan keberpihakan untuk membangun daerah khususnya masyarakat pesisir. Kondusivitas “medan partisipasi” terbangun melalui proses sosialisasi/diseminasi secara intensif, koordinasi dan konsultasi berkala, serta advokasi dan penyadaran bagi pemangku kepentingan mengenai arti penting pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan dan nilai strategis. Secara teknis upaya yang perlu dilakukan untuk optimalisasi peranan dan kinerja lembaga-lembaga yang terlibat langsung dalam program PEMP adalah penilaian dan pemberian penghargaan berdasarkan kinerja dari masing-masing lembaga yang terlibat dalam program PEMP. Hal tersebut akan mendorong terciptanya aktivitas kelembagaan yang dinamis dan kompetitif secara sehat serta menghindari terjadinya diskriminasi lembaga. Selain ini penunjukan pengurus lembaga terutama LEPP-M3 dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kompetensi, baik kompetensi dalam bidang maupun lapangan. Kondisi ini sangat mungkin dilakukan mengingat jumlah pencari kerja cukup banyak terutama yang berpendidikan Diploma atau Sarjana. Strategi memperluas jaringan kelembagaan dan usaha dilakukan dengan mengoptimalkan potensi peluang posisi strategis kecamatan Tobelo sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian dengan memanfaatkan potensi kekuatan prospek usaha dan kapasitas kelembagaan. Sampai saat ini sebagian besar jaringan kelembagaan dan usaha terutama KMP di Kabupaten Halmahera Utara cenderung berupa jaringan profesi dan kedekatan wilayah usaha atau lembaga, misalnya hubungan antar kelompok
55
pedagang ikan. Upaya meningkatkan produktivitas usaha tidak bisa hanya memerlukan dukung lembaga-lembaga seprofesi tapi lebih dari itu, misalnya lembaga promosi (lembaga penyiaran), lembaga keuangan dan lain-lain. Upaya untuk memperluas jaringan kelembagaan dan usaha dapat dilakukan dengan meningatkan promosi dan komunikasi antar lembaga. Strategi diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah bertujuan untuk meminimalisir permasalahan faktor ancaman kondisi dan karakter sosial, budaya dan politik setempat dengan memanfaatkan potensi kekuatan kapasitas SDM dan organisasi PEMP. Strategi optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha bertujuan untuk meminimalisir pengaruh ancaman persaingan pasar yang semakin tinggi dan kondisi jalur transportasi pemasaran keluar yang sangat terbatas. Media publikasi yang bisa dipergunakan adalah media elektronik (internet, TV dan radio), media tulis (koran, majalah dan bosur, serta panplet), semua media tersebut sudah ada di Kecamatan Tobelo. Selain penggunaan media massa dalam promosi atau sosialisasi kelembagaan dan usaha, kegiatan pameran juga merupakan salah satu alternatif kegiatan yang tepat dan cepat dan intraktif. Strategi peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha bertujuan untuk mengatasi tingginya tingkat kemacatan pengembalian DEP sehingga kondisi keuangan LEPP-M3 tidak semakin memburuk. Pada umumnya kemacetan kredit di sebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat atau peminjam dalam pengembalian kredit. Sehingga Upaya yang perlu dilakukan adalah meningkatkan sosialisasi sistem kemasyarakat dan memperketat dalam pemberian kredit. Namun demikian, sebagian dari nasabah yang menghadapi kemacetan angsuran masih memiliki komitmen untuk membayar karena alasan tanggung jawab sosial dan agamis, pihak pengurus Koperasi LEPP-M3 dan LKM melakukan penjadwalan ulang atas pinjaman kredit tersebut. Dalam konteks demikian, pihak pengurus memberikan kemudahan pengangsuran sesuai dengan kemampuan keuangan yang ada. Misalnya, setiap hari atau setiap minggu, nasabah mengangsur kredit yang nilainya sesuai dengan kondisi keuangan yang ada. Juru tagih secara intensif melakukan komunikasi dengan nasabah untuk mengambil angsuran, dengan demikian sedikit demi sedikit pinjaman kredit nasabah bisa terlunasi.
56
Sistem dan mekanisme pengelolaan DEP yang baik juga didukung oleh adanya pengelolaan administrasi keuangan yang baik. Dalam hal ini, pengurus harus senantiasa mencatat transaksi harian dan merekapnya secara periodik baik bulanan dan tahunan. Pencatatan harus mengacu pada aturan perbankan dan karenanya pengurus harus mampu menyediakan formulir atau format yang terkait dengan persetujuan kredit, verifikasi transaksi dan hal lainnya sebagaimana keperluan/kebutuhan sesuai prinsip akuntansi keuangan yang berlaku di lembaga keuangan formal. Strategi meningkatkan komunikasi komunikasi internal dan eksternal lembaga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kelembagaan dan kesadaran masyarakat dalam upaya meminimalisir terjadinya konflik dan persaingan pasar yang tidak sehat. Dalam konteks Program PEMP, masyarakat tidak diposisikan sebagai objek atau pihak yang akan diintervensi, melainkan masyarakat sebagai subjek atau pihak yang berperan penting bersama-sama dengan Koperasi LEPP-M3 dalam menentukan sistem, mekanisme, dan tata cara pengelolaan fasilitas yang diberikan oleh PEMP, khususnya dana ekonomi produktif (DEP). Melalui penumbuhan wawasan dan pengetahuan, peningkatan kapasitas, penguatan jaringan usaha, serta pembinaan terhadap masyarakat diharapkan dapat mendorong partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam mengelola DEP yang difasilitasi Program PEMP. Sebelum masyarakat memanfaatkan DEP untuk mendukung UEP, dilakukan beberapa kegiatan sebagai “early action”. Tujuan kegiatan-kegiatan tersebut tidak hanya untuk memberikan pemahaman tentang tujuan, hasil dan target Program PEMP, tetapi juga untuk meningkatkan kepercayaan dan membangun kompetensi masyarakat dalam mengelola usaha. Strategi tersebut juga dapat meminimalisir intervensi politik, sistem sosial budaya kekeluargaan serta persaingan pasar yang tidak sehat. Strategi mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha bertujuan untuk mengurangi terjadinya kemacetan kredit, memperjelas sistem kepengurusan LEPP-M3 dan mempertegas persyaratan menjadi lembaga atau kelompok penerima bantuan dan binaan PEMP. Ketegasan aturan tersebut tidaklain lain tujuannya adalh untuk menumbuhkan kesadaran dan tanggung jawab bersama. Strategi tersebut juga dapat digunakan untuk meminimalisir pengaruh politik dan konflik yang menjadi ancaman yang sewaktu-waktu bisa terjadi, mengingat masyarakat Halmahera Utara masih trauma dengan konflik beberapa tahun yang lalu.
57
5.4 Pembahasan 5.4.1 Kelembagaan PEMP dan keberlanjutannya Penilaian kinerja dilakukan pada kelima kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara. Penilaian pertama dilakukan pada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara. Perbedaan penilaian responden terhadap nilai penting masing-masing indikator dengan kondisi saat ini disebabkan karena DKP belum memenuhi harapan responden dalam melaksanakan kegiatan PEMP atau dengan kata lain penilaian kinerja DKP berada di bawah harapan responden. Dalam pelaksanaannya, DKP cukup optimal melakukan perannya melaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo, sebagai salah satu lembaga yang berperan dan menentukan keberadaan dan pengembangan program. Kualitas SDM pada DKP yang baik mendukung pemahaman program dan ditindaklanjuti dalam pelaksanaannya yang secara runut dan terporgram dengan mekanisme yang jelas. Kondisi tersebut terlihat dalam memilih lokasi sasaran, hingga proses penyaluran DEP kepada KMP. Mekanisme pengawasan DEP merupakan nilai kinerja terendah dalam kelembagaan DKP, akan tetapi masih tergolong cukup optimal (>40-60). Kondisi tersebut sesuai dengan evaluasi yang dilakukan oleh DKP (2007) bahwa Dinas Kelautan dan Perikanan Halmahera Utara memiliki nilai dalam kategori cukup optimal (>41-60 ).
Tindakan yang perlu dilakukan DKP adalah
peningkatan terhadap pengawasan DEP, seperti yang dilakukan oleh DKP Kabupaten Pasuruan dalam melakukan pengawasan setiap tiga bulan dan dilakukan site visit ke kantor Koperasi LEPP-M3 hingga mendapat apresiasi dari kalangan legislatif dalam pemahaman program, penyajian rencana tindak lanjut pengembangan program PEMP, utamanya atas pendirian BPR (Prasodjo 2007). Harapan responden terhadap kinerja Konsultan Manajemen dan Tim Pendamping Desa lebih tinggi dibanding kondisi lapangan. Hal ini akan berdampak pada out put hasil dari tugas-tugas yang seharusnya dijalankan oleh KM dan TPD menjadi tidak optimal. Tugas dari KM adalah membantu Dinas Kabupaten/Kota dalam proses konsolidasi kelembagaan LEPP M3 hingga menjadi badan hukum koperasi, bersama TPD mendampingi dan memfasilitasi masyarakat pesisir untuk mengakses DEP, bersama TPD melakukan pendampingan teknis dan manajemen usaha.
Sedangkan TPD bertugas
bersama KM mendampingi dan memfasilitasi masyarakat pesisir untuk mengakses DEP, bersama KM melakukan pendampingan teknis dan manajemen usaha, membantu …………………………………………………………………………………………….
58
masyarakat pesisir untuk mengakses modal usaha yang bersumber dari perbankan. Pada dasarnya, DKP Kabupaten dan masyarakat sebagai lembaga atau kelompok yang didampingi sudah memahami segala hal yang menyangkut pelaksanaan program PEMP. Selain itu, peranan-peranan yang bersifat teknis sudah dianggap selesai, walaupun secara tujuan belum tercapai. Kondisi ini menyebabkan penilaian kondisi lapangan menjadi lebih rendah dengan nilai kepentingan tiap-tiap indikator penilaian kinerja KM dan TPD. Salah satu faktor penyebab diduga adalah proses perekrutan TPD dan KM yang kurang kompetitif, namun lebih didasarkan pada kedekatan atau loyalitas pada DKP Kabupaten atau oknum pejabat tertentu.
Adanya intervensi dan nepotisme yang dilakukan
menyebabkan hambatan dalam perekrutan TPD dan KM yang berkualitas. Penurunan perananan KM dan TPD cenderung dipengaruhi atau lebih ditentukan oleh proses administrasi pelaksanaan program PEMP, bukan pada pencapaian tujuan dari program tersebut. Penilaian responden terhadap peranan dan kinerja kelembagaan LEPP-M3 buruk pada indikator proporsi daya serap dan pengembalian anggaran DEP dan pembinaan bank terhadap LEPP M3. Kondisi ini menyebabkan kesehatan keuangan LEPP M3 Kecamatan Tobelo buruk. Kusnadi (2009) menyebutkan bahwa walaupun kemacetan kredit berdampak serius terhadap kinerja dan keberlanjutan usaha Koperasi LEPP M3, tetapi kredit yang disalurkan dan dimanfaatkan kepada masyarakat menjadi pemicu perubahan sosial-budaya dan ekonomi di kawasan Getem (salah satu desa penerima proyek). Faktor utama penyebab rendahnya kondisi kesehatan keuangan LEPP-M3 Kecamatan Tobelo adalah buruknya tingkat pengembalian DEP yang di pinjam oleh masyarakat. Berdasarkan data Laporan Keuangan LEPP-M3, diketahui bahwa terdapat kelompok usaha yang tidak sama sekali (100%) mengembalikan dana DEP mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009, yaitu Kelompok Usaha Kios Sembako (Gambar 17). Rendahnya tingkat pengembalian dana PEMP ke LEPP-M3 dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat di Kabupaten Halmahera Utara dan anggapan bahwa dana yang dipinjamkan adalah hibah kepada masyarakat.
59
Tingkat Kemacetan (%)
120 100
100
100 80 60
56
48
40 20
27 8
63
61 49
49 28
20
14
7 9
10 9
15
0 Nelayan
Pedagang Ikan
Kios Sembako
Masyarakat Lain
KMP (orang) 2005
2006
2007
2008
2009
Rata-rata
Sumber: LEPP-M3 Halmahera Utara
Gambar 17 Tingkat kemacetan DEP-PEMP dari tahun 2005 hingga 2009
Tingginya penilaian responden terhadap indikator kesesuaian kualifikasi organisasi atau lembaga LEPP-M3, sangat wajar karena lembaga tersebut sejak tahun 2004 sudah memiliki badan hukum koperasi dengan No:03/BH/DISPERINDAGKOPUKM/HU/VII/2004. Kondisi tersebut diharapkan dapat memperkuat dan meningkatkan peranan LEPP-M3 sebagai Holding Company masyarakat pesisir di Kecamatan Tobelo. Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) adalah kelompok masyarakat yang terpilih untuk memperoleh Dana Ekonomi Produktif (DEP). Hasil penilaian kinerja KMP tergolong tidak optimal kecuali pada indikator kualifikasi usaha dan prospektif usaha. Hal ini terlihat dari rendahnya partisipasi anggota kelompok dalam aktivitas kelompok, karena sebagian besar KMP tidak memiliki badan hukum dan kelompok yang terbentuk hanya sebatas untuk mendapatkan bantuan modal maupun teknis pengelolaan usaha. Tingginya penilaian responden terhadap indikator prospektif usaha KMP di Kecamatan Tobelo, karena sebagian besar usaha dari KMP adalah pengolah hasil perikanan dan berdagang. Hal ini didukung oleh strategisnya posisi usaha KMP, yaitu dipusat perekonomian dan pemerintahan Kabupaten Halmahera. Strategisnya posisi tersebut terkait dengan lahan usaha, kecenderungan kebutuhan konsumen, dan kemudahan mendapatkan alat dan bahan untuk produk usaha. Kinerja kelembagaan PEMP berdampak pada keberlanjutan masing-masing kelembagaan tersebut. Berdasarkan hasil penilaian kinerja dan analisis keberlanjutan kelembagaan PEMP, DKP Kabupaten Halmahera, KM dan TPD memiliki prospek keberlanjutan yang baik, sedangkan keberlanjutan kelembagaan KMP dan LEPP M3 berstatus kurang baik.
Rendahnya status keberlanjutan KMP di Kecamatan Tobelo
60
disebabkan karena rendahnya kapasitas SDM dalam manajemen kelompok dan usaha, sedangkan pada LEPP M3 disebabkan karena kurangnya pernanan Bank Bukopin dalam membina sistem pengelolaan keuangan LEPP M3 terutama unit usaha BPR dan USP, serta tingkat kemacetan pengembalian dana pinjaman yang menyebabkan buruknya konsisi keuangan lembaga tersebut.
5.4.2 Strategi kelembagaan PEMP Berdasarkan hasil Analisis SWOT, strategi penguatan kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo adalah 1) optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; 2)memperluas jaringan kelembagaan dan usaha; 3) diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah; 4) optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha; 5) peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha; 6) meningkatkan komunikasi internal dan eksternal lembaga; dan 7) mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha. Strategi optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP di Kecamatan Tobelo bertujuan untuk mengoptimalkan potensi peluang posisi strategis Kecamatan Tobelo untuk mendukung penguatan dan peningkatan produktivitas kelembagaan PEMP dengan memanfaatkan potensi kekuatan kapasitas SDM dan lembaga. Strategi ini muncul dikarenakan kinerja dari kelembagaan PEMP di Kabupaten Halmahera Utara belum optimal. Bentuk strategi ini dapat dilakukan dengan cara keterlibatan langsung dalam penyeleksian KM, membangun partisipasi masyarakat, terutama pembentukan LEPP-M3, termasuk jalinan kemitraan dengan Bank pelaksana. Pemerintah Halmahera Utara dapat mewujudkannya dalam suatu instrumen pendukung yang berisi tentang tugas pokok dan fungsi dari masing-masing kelembagaan tersebut. Strategi memperluas jaringan kelembagaan dan usaha dilakukan dengan mengoptimalkan potensi peluang posisi strategis Kecamatan Tobelo sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian dengan memanfaatkan potensi kekuatan prospek usaha dan kapasitas kelembagaan. Perluasan jaringan kelembagaan dapat menolong penerima DEP dalam optimalisasi (intensifikasi), pengembangan (ekstensifikasi) dan perluasan usaha (diversifikasi) yang dilakukan. Strategi diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah bertujuan untuk meminimalisir permasalahan faktor ancaman ……………………………………………………………………………………………..
61
kondisi dan karakter sosial, budaya dan politik setempat dengan memanfaatkan potensi kekuatan kapasitas SDM dan organisasi PEMP. Sistem tertib administrasi usaha menjadi salah satu tindakan yang dapt dilakukan pada strategi ini. Tentunya dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dengan memanfaatkan kapasitas SDM yang ada, sehingga memunculkan tingkat kepercayaan terhadap kelembagaan. Strategi optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha bertujuan untuk meminimalisir pengaruh ancaman persaingan pasar yang semakin tinggi dan kondisi jalur transportasi pemasaran keluar yang sangat terbatas. Media publikasi yang bisa dipergunakan adalah media elektronik (internet, TV dan radio), media tulis (koran, majalah dan bosur, serta pamflet), semua media tersebut sudah ada di Kecamatan Tobelo. Strategi peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha bertujuan untuk mengatasi tingginya tingkat kemacetan pengembalian DEP sehingga kondisi keuangan LEPP-M3 tidak semakin memburuk.
Strategi tersebut juga dapat digunakan untuk
meminimalisir pengaruh politik dan konflik yang menjadi ancaman yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Kemacetan pengembalian DEP dikarenakan kurangnya kesadaran penerima DEP dalam mengembalikan dan anggapan bahwa DEP adalah suatu hibah bukan sebagai pinjaman sementara.
Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dengan cara
pengawasan yang optimal terhadap pengembalian DEP. Strategi meningkatkan komunikasi internal dan eksternal lembaga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman kelembagaan dan kesadaran masyarakat dalam upaya meminimalisir terjadinya konflik dan persaingan pasar yang tidak sehat. Komunikasi dan koordinasi yang intensif dapat membangun sinergisitas dan keterpaduan dalam mendukung program PEMP.
Strategi ini juga dapat mengatasi kendala kemacetan
pengembalian DEP. Strategi mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha bertujuan untuk mengurangi terjadinya kemacetan kredit, memperjelas sistem kepengurusan LEPP-M3 dan mempertegas persyaratan menjadi lembaga atau kelompok penerima bantuan dan binaan PEMP. Munculnya strategi ini dikarenakan rendahnya pengawsan terhadap pengembalian DEP. Strategi tersebut juga dapat meminimalisir intervensi politik, sistem sosial budaya kekeluargaan serta persaingan pasar yang tidak sehat.
6
6.1
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut: 1) Peranan dan kinerja lembaga-lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program PEMP di Kecamatan Tobelo tergolong cukup optimal. 2) Keberlanjutan kelembagaan DKP Kabupaten Halmahera dalam pelaksanaan PEMP
menunjukkan status Baik, LEPP-M3 status Kurang Baik, lembaga
pendamping (KM dan TPD) status Baik dan Kondisi KMP berstatus Kurang Baik. Dengan demikian status keberlanjutan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo berstatus Baik. 3) Strategi untuk penguatan kelembagaan program PEMP di Kecamatan Tobelo, antara lain: a) Optimalisasi peranan dan kinerja kelembagaan PEMP; b) Memperluas jaringan kelembagaan dan usaha; c) Diversifikasi sistem kelembagaan dan usaha sesuai dengan potensi dan permasalahan wilayah; d) Optimalisasi media publikasi dan promosi lembaga dan usaha; e) Peningkatan sistem pengelolaan keuangan dan usaha; f) Meningkatkan komunikasi komunikasi internal dan eksternal lembaga; dan g) mempertegas dan menegakkan sistem aturan kelembagaan dan usaha.
6.2.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian tentang “Analisis Kelembagaan Program PEMP di
Kecamatan Tobelo” dapat disarankan beberapa hal dalam rangka pemberdayaan masyarakat pesisir di Kabupaten Halmahera Utara khususnya Kecamatan Tobelo, sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya motivasi dan tanggung jawab masyarakat penerima bantuan kredit program PEMP atau yang sejenis.
63
2. Perlu dilakukan penelitian lanjut tentang perbandingan sistem kelembagaan program PEMP dengan PNPM di sekitar Kabupaten Halmahera Utara khususnya Kecamatan Tobelo. 3. Implementasi PEMP hendaknya disesuaikan dengan kondisi SDA dan SDM serta sosial budaya setempat, sehingga program dapat berjalan secara efektif dan terhindar dari konflik.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. A. 1997. Ekonomi Organisasi. Konsep Pilihan Aktivitas Ekonomi Melalui Kelembagaan Pasar atau Organisasi. Bahan Kuliah Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Bahan Kuliah. Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Bogor. Program Pascasarjana. IPB. 12 hlm. Christie P,White AT. 1997. Trends in development of coastal area management in tropical countries: from central to community orientation. Coastal Management. 155p. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2003. Pedoman Umum Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan RI. 48 hlm. Departemen Kelautan dan Perikanan [DKP]. 2007. 6 Tahun PEMP sebuah Refleksi. Laporan Evaluasi PEMP Indonesia. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Dinas Perikanan dan Kelautan [DKP] Kabupaten Halmahera Utara. 2008. Rencana Induk Pengembangan Wilayah Pesisir Kabupaten Halmahera Utara. Halmahera Utara: DKP Kabupaten Halmahera Utara. 5:1-21. Dinas Kelautan dan Perikanan [DKP] Kabupaten Halmahera Utara. 2007. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2007. Halmahera Utara: DKP Kabupaten Halmahera Utara. 48 hlm. FAO. 1995. Code of Conduct for Responsible Fisheries. Food and Agricultural Organization of The United Nations. Rome. Italy. 41 pages. Fauzi, A dan Anna,A. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan; Aplikasi Pendekatan Rapfish (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 4 No. 3, 2002. Fauzi A, Anna S. 2005. Permodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 343 hlm.
65
Ferrer EM. 1994. People's participation in CB-CRM: Generating Social Energy for Community Management. College of Social Works and Community Development, PAR-CBCRM project. CSWCD, UP Diliman, Quezon City, Philippines, 1994:21. Hikmat H, 2006, Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press. 240 hlm. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.18/MEN/2004. 2004. Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir. 51 hlm. Koentjaraningrat. 1997. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara.148 hlm. Kusnadi. 2009. Keberdayaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Pusat Penelitian Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Jember: Lembaga Penelitian Universitas Jember. Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Mulekom. 1999. An Institutional Development Process in Community Based Coastal Resource Management: Building the Capacity and Opportunity for Community Based Co-management in a Small-Scale Fisheries Community. Ocean & Coastal Management 42 (1999) 439-456 Ndraha T.1990. Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta: PT. Bina Aksara. Nurhakim S, V.P.H. Nikijuluw, D. Nugroho, B.I. Prisantono, 2007. Status Perikanan menurut Wilayah Pengelolaan. BRKP-KKP. Jakarta. 45p. Pakpahan, A. 1991 Kerangka Analitik Untuk Penelitian Rekayasa Sosial: Persepektif Ekonomi Institusi. Proseding PATANAS Evolusi Kelembagaan Perdesaan di Tengah Perkembangan Teknologi Pertanian. Puslit Agronomi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Pauly D, Chua TE. 1988. The overfshing of marine resources: socioeconomic background in Southeast Asia. Ambio 1988;17(3):200;16. Pemerintah Kecamatan Tobelo. 2010. Monografi Kecamatan Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Tahun 2010. Tobelo.
66
Pomeroy RS, Carlos MB. 1997. Community-based coastal resource management in the Philippines:a review and evaluation of programs and projects, 1984;1994. Marine Policy 1997;21(5):445;64. Rivera R, Newkirk GF. 1997. Power from the People: a Documentation of non Governmental Organizations'experience in Community-based Coastal Resource Management in the Philippines. Ocean and Coastal Management 1997;36(1;3):73;95. Sajogyo. 1977. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minum Pangan. Mimeograf. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sen S, Nielsen JR. 1996. Fisheries co-Management: a Comparative Analysis. Marine Policy. 1996;20(5):405-418. Syahyuti. 2003. Bedah Konsep Kelembagaan: Strategi Pengembangan dan Penerapan dalam Penelitian Pertanian. Puslitbang Sosek Pertanian. Balitbangtan Bogor. 123 hlm. Tony NF dan Utomo BS. 2004. Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial. Modul Kulia Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Departemen Ilimu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Uphoff, Norman. 1993. Local Intitutional Development. An Analytical Source Book With Cases. United States of America. Kumarian Press. Wiriatmaja S. 1978. Pokok-pokok Sosiologi Pedesaan. Jakarta: CV.Jasa Guna.
LAMPIRAN
68
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian
69
Lampiran 2 Kelompok Masyarakat Pemanfaat (KMP) program PEMP di Kecamatan Tobelo No 1 2 3 4 5 6 7
KMP Nelayan Tangkap Nelayan Budidaya Pedagang Ikan Kelompok Pengolah Ikan Kelompok Pedagang Kios Sembako Kelompok Petani Kebun Kelompok Pedagang Sayur
Jumlah KMP 7 2 13 3 9 8 5
70
Lampiran 3 Aktivitas KMP Nelayan Tangkap
Penangkapan dengan Kapal Motor
Nelayan Pajeko
71
Lampiran 4 Aktivitas KMP Pedagang Ikan
Pedagang teri di pasar
Pedagang ikan di pasar
72
Lampiran 5 Kuisioner peranan dan kinerja kelembagaan PEMP
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM PERBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Oleh: PITSON KUTANI S2/SPT/IPB No. Kuesioner
:
Nama Responden
:
Lembaga
:
Jabatan
:
Tanggal
:
Dimohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Data dan semua informasi yang diberikan akan saya jamin kerahasiaannya. Data dan informasi tersebut akan saya pergunakan sebagai bahan untuk penulisan Tesis. Atas kesediaannya dan partisipasi Bapak/Ibu/Sdr ucapkan terima kasih.
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
73
Lampiran 5 (lanjutan) 1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara tahu tentang program PEMP di Kecamatan Tobelo? a. Tahu b. Tidak Tahu 2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara tahu lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut? a. Tahu b. Tidak Tahu c. Ragu-ragu 3. Apakah lembaga Bapak/Ibu/Saudara terlibat dalam pelaksanaan program tersebut? a. Ya b. Tidak 4. Apa peranan keterlibatan lembaga Bapak/Ibu/Saudara program tersebut? a. Penanggung jawab, pembina dan pengawas b. Pengelola keuangan dan usaha c. Pendamping DKP Kabupaten dan LEPP-M3 d. Pendamping KMP e. Pemanfaat program (KMP) f. ……………………………………….. g. ………………………………………….
dalam pelaksanaan
5. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah peranan dan kinerja lembaga yang telibat dalam program PEMP sudah baik ? a. Sangat baik b. Cukup baik c. Baik d. Kurang e. Buruk 6. Menurut Bapak/Ibu/Saudara bagaimana peranan dan kinerja kelembagaan PEMP berdasarkan nilai penting dan kondisi saat ini (kondisi lapangan)? Tolong di beri skor 0 (Tidak Penting) s/d 100 (Sangat Penting) pada kolom nilai penting dan 0 (Buruk) s/d 100 (Sangat Baik) pada kolom Kondisi Saat Ini. No A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Indikator Peranan dan Kinerja DKP Kabupaten Kesesuaian kualifikasi SDM Kemantapan organisasi pelaksana Pemahaman tupoksi Pelaksanaan tupoksi Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP Mekanisme pengawasan DEP Obyektifitas dan transfaransi penetapan KM, TPD, KMP Relevansi rencana dengan anggaran Pelaporan periodik Kesesuaian honor terhadap kinerja
Nilai Penting
Kondisi Saat Ini
74
Lampiran 5 (lanjutan) No
Indikator Peranan dan Kinerja
B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C 1 2
KM & TPD Kesesuaian kualifikasi organisasi Kesesuaian kualifikasi SDM Pemahaman tupoksi Pelaksanaan tupoksi Mekanisme pendampingan Relevansi rencana dengan pelaksanaan Relevansi rencana dengan anggaran Pelaporan periodik TPD Kemajuan hasil pendampingan Kesesuaian honor terhadap kinerja LEPP-M3 Kesesuaian kualifikasi organisasi Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP Sistem kepengurusan LEPP-M3 Relevansi rencana dengan anggaran Pelaporan periodik perkembangan kinerja Transfaransi laporan keuangan Pembinaan bank thdp LEPP-M3 Kesesuaian honor terhadap kinerja (kepuasan)
3 4 5 6 7 8 9 10 D 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai Penting
Kondisi Saat Ini
KMP Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum) Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha Prospektif usaha Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha Pola hubungan antar kelompok/individu usaha Infrastruktur usaha
7. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah pelaksanaan program PEMP sesuai dengan tujuan dan harapan? a. Sangat sesuai b. Sesuai c. Kurang Sesuai d. Sangat tidak sesuai
75
Lampiran 5 Lanjutan 8. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah pelaksanaan program PEMP sudah mencapai tujuannya? a. Sudah semua b. Sudah sebagian besar c. Sudah sebagian kecil. d. Belum. 9. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apakah program PEMP masih perlu terus galakkan dan dikembangkan? a. Perlu seperti saat ini b. Perlu tapi diperbaiki c. Tidak Perlu
Terima Kasih
76
Lampiran 6 Kuisioner evaluasi kondisi internal dan eksternal kelembagaan PEMP
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS KELEMBAGAAN PROGRAM PERBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR (PEMP) DI KECAMATAN TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA Oleh: PITSON KUTANI S2/SPT/IPB No. Kuesioner
:
Nama Responden
:
Lembaga
:
Jabatan
:
Tanggal
:
Dimohon kesediaan Bapak/Ibu/Sdr untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Data dan semua informasi yang diberikan akan saya jamin kerahasiaannya. Data dan informasi tersebut akan saya pergunakan sebagai bahan untuk penulisan Tesis. Atas kesediaannya dan partisipasi Bapak/Ibu/Sdr ucapkan terima kasih.
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
77
Lampiran 6 (lanjutan) 1. Menurut Bapak/Ibu/Saudara bagaimana peranan dan kinerja kelembagaan PEMP berdasarkan pengaruh indikator? Tolong di beri skor 1 (Tidak pengaruh) s/d 5 (Sangat Berpengaruh) pada kolom Pengaruh. No Kondisi Internal Kekuatan 1 Kesesuaian kualifikasi SDM 2 Kemantapan organisasi pelaksana 3 Pemahaman tupoksi 4 Pelaksanaan tupoksi 5 Sistem pencairan DEP 6 Pengawasan DEP 7 Obyektifitas penetapan KM, TPD, KMP 8 Relevansi rencana dengan anggaran 9 Pelaporan periodik 10 Kesesuaian honor terhadap kinerja 11 Transfaransi laporan keuangan 12 Kesesuaian kualifikasi usaha KMP 13 Prospektif usaha Kelemahan 1 Kondisi kesehatan keuangan LEPP-M3 2 Proporsi daya serap dan pengembalian DEP 3 kepengurusan LEPP-M3 4 Relevansi rencana dengan anggaran LEPP-M3 5 Pembinaan bank thdp LEPP-M3 6 Status KMP (kelompok/individu) 7 Kesesuaian kualifikasi organisasi KMP 8 Pemahaman terhadap menegemen 9 partisipasi anggota KMP 10 Stabilitas kegiatan usaha 11 Pola hubungan keanggotaan 12 Pola hubungan antar KMP 13 Sarana prasarana lembaga dan usaha KMP
Bobot 91.67 91.44 94.00 96.33 85.78 85.44 86.56 85.63 85.52 78.04 89.00 92.78 84.89 91.89 88.67 76.44 83.44 81.89 83.44 90.00 80.56 82.56 78.33 75.67 75.22 78.44
Rating
78
Lampiran 6 (lanjutan) 2. Menurut Bapak/Ibu/Saudara apa saja yang menjadi faktor luar (peluang dan ancaman) yang dapat mempengaruhi kondisi kelembagaan PEMP dan seberapa besar nilai penting faktor tersebut serta seberapa besar pengaruh terhadap faktor lain? Tolong diberi skor 0 (Tidak Penting) s/d 100 (Sangat Penting) dan 1 (Tidak pengaruh) s/d 5 (Sangat Berpengaruh) pada kolom Pengaruh. No A 1 2 3 4 5 6 7 8 B 1 2 3 4 5 6 7 8
Faktor Luar Peluang
Nilai penting
Ancaman
Terima Kasih
Pengaruh
79
Lampiran 7 Pendapat responden tentang tingkat penting indikator keberlanjutan lembaga PEMP No
Indikator Keberlanjutan
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 D 1 2 3 4 5 6 7 8
DKP Kesesuaian honor terhadap kinerja Pelaporan periodic Relevansi rencana dengan anggaran Obyektifitas dan transfaransi penetapan KM, TPD, KMP Mekanisme pengawasan DEP Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP Pelaksanaan tupoksi Pemahaman tupoksi Kemantapan organisasi pelaksana Kesesuaian kualifikasi SDM KM & TPD Kesesuaian honor terhadap kinerja Kemajuan hasil pendampingan Pelaporan periodik TPD Relevansi rencana dengan anggaran Relevansi rencana dengan pelaksanaan Mekanisme pendampingan Pelaksanaan tupoksi Pemahaman tupoksi Kesesuaian kualifikasi SDM Kesesuaian kualifikasi organisasi LEPP-M3 Kesesuaian honor terhadap kinerja (kepuasan) Pembinaan bank thdp LEPP-M3 Transfaransi laporan keuangan Pelaporan periodik perkembangan kinerja Relevansi rencana dengan anggaran Sistem kepengurusan LEPP-M3 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi Kesesuaian kualifikasi organisasi KMP Infrastruktur usaha Pola hubungan antar kelompok/individu usaha Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok Prospektif usaha Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum)
9 10
1
2
3
4
5
Pendapat Responden 6 7 8 9 Σ
80 83 80 85 90 90 99 97 90 95
75 90 81 90 85 80 95 95 80 95
80 85 90 90 87 90 90 85 90 80
79 90 80 87 83 80 99 95 99 95
80 90 90 83 90 85 90 96 95 90
75 84 80 85 70 82 99 95 99 90
70 91 80 90 86 80 97 95 90 95
78 90 85 79 83 90 99 93 90 90
80 90 95 90 95 95 99 95 90 95
697 793 761 779 769 772 867 846 823 825
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
70 80 80 95 95 90 99 95 95 90
80 90 85 80 93 87 99 95 82 80
80 80 80 92 95 90 95 90 85 90
80 80 90 80 90 95 99 95 88 85
80 83 90 90 95 88 96 90 90 87
76 80 90 95 95 90 99 99 95 90
80 85 91 94 90 90 99 95 93 96
80 76 83 90 86 80 95 93 90 87
79 83 80 84 83 90 95 80 95 95
705 737 769 800 822 800 876 832 813 800
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
75 75 90 80 85 70 85 90 90 85
85 80 95 85 82 80 83 87 90 90
80 76 90 82 80 80 90 95 87 90
85 90 95 90 90 70 90 90 95 95
75 86 95 90 93 75 95 95 95 88
80 80 90 89 80 70 95 90 90 80
70 85 86 80 70 80 85 95 85 83
75 80 80 78 86 83 80 90 85 80
80 85 80 73 85 80 95 95 90 80
705 737 801 747 751 688 798 827 807 771
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
70 75 70 75 70 85 80 90
75 70 80 80 73 85 80 94
80 78 70 85 90 90 80 90
75 70 75 80 85 80 75 90
80 79 70 75 85 80 85 95
80 80 76 75 90 85 79 95
79 75 80 80 85 88 83 90
80 70 80 75 80 81 80 95
87 80 80 80 85 90 83 96
706 677 681 705 743 764 725 835
95 80
90 80
90 95
95 85
90 86
85 83
80 80
90 82
95 80
810 751
Keterangan: 1 & 2 : Kepala dan Kasubdit DKP Kabupaten Halmahera Utara 3 & 4 : Direktur dan Wakil LEPP-M3 5 & 6 : Direktur KM dan Ketua TPD 7 & 8 : Ketua KMP Nelayan dan Ketua KMP Pedagang 9 : Peneliti N : Jumlah responden ∑ : Jumlah nilai AS : Nilai rata-rata (average score) RW : Nilai relatif tingkat penting indikator
N
RW
9 9 9 9 9 9 9 9
AS 881.3 77.44 88.11 84.56 86.56 85.44 85.78 96.33 94 91.44 91.67 883.8 78.33 81.89 85.44 88.89 91.33 88.89 97.33 92.44 90.33 88.89 848 78.33 81.89 89 83 83.44 76.44 88.67 91.89 89.67 85.67 821.9 78.44 75.22 75.67 78.33 82.56 84.89 80.56 92.78
9 9
90 83.44
0.11 0.10
0.09 0.10 0.10 0.10 0.10 0.10 0.11 0.11 0.10 0.10 0.09 0.09 0.10 0.10 0.10 0.10 0.11 0.10 0.10 0.10 0.09 0.10 0.10 0.10 0.10 0.09 0.10 0.11 0.11 0.10 0.10 0.09 0.09 0.10 0.10 0.10 0.10 0.11
80
Lampiran 8
Pendapat responden tentang kondisi saat ini indikator keberlanjutan lembaga PEMP
No
Indikator Keberlanjutan
A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
DKP Kesesuaian honor terhadap kinerja Pelaporan periodic Relevansi rencana dengan anggaran Obyektifitas dan transparansi penetapan KM, TPD, KMP Mekanisme pengawasan DEP Pelaksanaan sistem dan mekanisme pencairan DEP Pelaksanaan tupoksi Pemahaman tupoksi Kemantapan organisasi pelaksana Kesesuaian kualifikasi SDM KM & TPD Kesesuaian honor terhadap kinerja Kemajuan hasil pendampingan Pelaporan periodik TPD Relevansi rencana dengan anggaran Relevansi rencana dengan pelaksanaan Mekanisme pendampingan Pelaksanaan tupoksi Pemahaman tupoksi Kesesuaian kualifikasi SDM Kesesuaian kualifikasi organisasi
C 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
LEPP-M3 Kesesuaian honor terhadap kinerja (kepuasan) Pembinaan bank thdp LEPP-M3 Transparansi laporan keuangan Pelaporan periodik perkembangan kinerja Relevansi rencana dengan anggaran Sistem kepengurusan LEPP-M3 Proporsi daya serap dan pengembalian anggaran UEP Kondisi kesehatan keuangan Koperasi LEPP-M3 Kapasitas dan kapabilitas SDM pengurus koperasi Kesesuaian kualifikasi organisasi
D 1 2 3 4 5 6 7 8
KMP Infrastruktur usaha Pola hubungan antar kelompok/individu usaha Pola hubungan keanggotaan kelompok usaha Stabilitas kegiatan usaha kelompok atau individu Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok Prospektif usaha Pemahaman terhadap menegemen kelompok dan usaha Kesesuaian kualifikasi usaha penerima dengan EUP Kesesuaian kualifikasi organisasi dan SDM penerima DEP Status penerima (kelompok/individu/berbadan hukum)
9 10
1
2
3
4
5
Pendapat Responden 6 7 8 9 Σ
40 55 55 50 45 40 70 70 60 65
40 60 50 70 40 45 50 70 50 70
50 40 30 35 40 50 40 50 40 50
60 50 30 40 34 40 42 60 43 40
40 40 45 40 39 45 50 45 40 45
45 40 35 40 50 60 45 50 43 40
40 40 50 45 40 50 50 45 40 45
47 40 45 34 40 45 46 50 56 50
50 50 40 40 40 50 50 70 60 60
50 30 40 30 30 40 40 70 60 60
50 40 46 45 60 45 56 50 45 50
50 40 35 40 40 35 40 45 40 45
54 42 35 40 45 35 40 60 45 50
60 50 50 40 65 60 60 75 80 70
60 52 54 50 50 55 50 55 62 74
59 40 30 50 45 50 48 42 40 40
50 40 35 40 50 43 50 50 35 30
50 20 30 40 30 30 10 30 50 70
40 10 40 45 30 40 25 35 46 60
50 15 60 50 30 50 10 30 65 70
40 10 55 50 40 40 20 40 60 65
50 20 50 40 25 40 20 30 40 65
40 20 50 40 30 30 20 20 30 70
50 15 40 40 35 40 15 30 40 50
30 50 40 20 30 40 35 40
30 45 40 35 40 60 30 30
35 40 40 30 30 50 40 45
30 40 45 40 40 50 35 40
20 40 45 30 30 40 30 20
35 40 45 20 20 45 30 30
40 30
45 50
30 40
40 50
10 20
20 30
N
AS
412 415 380 394 368 425 443 510 432 465
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
45.78 46.11 42.22 43.78 40.89 47.22 49.22 56.67 48.00 51.67
50 20 40 40 40 30 40 45 40 50
483 354 365 375 425 393 424 492 447 469
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
53.67 39.33 40.56 41.67 47.22 43.67 47.11 54.67 49.67 52.11
SIC 47.321 4.023 4.610 4.051 4.299 3.964 4.596 5.380 6.044 4.980 5.374 47.010 4.757 3.645 3.921 4.191 4.880 4.392 5.189 5.718 5.077 5.241
50 10 40 30 40 30 20 30 45 50
50 10 35 35 40 40 35 30 40 70
420 130 400 370 300 340 175 275 416 570
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
46.67 14.44 44.44 41.11 33.33 37.78 19.44 30.56 46.22 63.33
37.709 4.311 1.395 4.665 4.024 3.280 3.406 2.033 3.311 4.887 6.398
20 40 30 30 30 60 50 60
15 30 20 25 20 50 40 60
30 30 40 40 20 50 30 40
245 355 345 270 260 445 320 365
9 9 9 9 9 9 9 9
27.22 39.44 38.33 30.00 28.89 49.44 35.56 40.56
36.636 2.598 3.610 3.529 2.859 2.902 5.107 3.485 4.578
50 40
60 50
40 35
335 345
9 9
37.22 38.33
4.076 3.892
Keterangan: 1 & 2 : Kepala dan Kasubdit DKP Kabupaten Halmahera Utara 3 & 4 : Direktur dan Wakil LEPP-M3 5 & 6 : Direktur KM dan Ketua TPD 7 & 8 : Ketua KMP Nelayan dan Ketua KMP Pedagang 9 : Peneliti N : Jumlah responden ∑ : Jumlah nilai AS : Nilai rata-rata (average score) SIC : Indeks Keberlanjutan (Sustainability index creteria)