Artikel ini sudah dipublikasikan di Jurnal Agriculture Vol VII No. 3, November 2011 Hal 895-903
Rumusan dan Penentuan Prioritas Strategi Program Pemberdayaan Ekonom i Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kota Bengkulu Oleh Indra Cahyadinata Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu Abstract Government (Department Fisheries) make society empowerment program’s with revolving fund., where one of the target of is Bengkulu Regency. This Research aim to formulate strategies in developing program of PEMP and at the same time to determine priority strategy. Tools analysis which used in this research is SWOT and MAHP. The research result, the strategies in development of PEMP program’s base on priority are improvement the scale of society effort, empowering of coastal society, improvement of good technology in environment and create of good condition. Keyword : society empowerment, revolving fund, priority strategies
PENDAHULUAN Kawasan pesisir didefinisikan sebagai kawasan peralihan antara daratan dan laut, dimana batas darat meliputi daerah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut dan batas laut meliputi daerah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan (Bengen 2002). Ini berarti, sumberdaya wilayah pesisir terdiri dari sumberdaya yang ada di laut dan di darat yang dapat dimanfaatkan oleh orang-orang yang hidup di daerah pesisir (masyarakat pesisir). Ekosisitem pesisir dan laut merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (organisme hidup) dan non-hayati (fisik), yang secara fungsional berhubungan dan saling berinteraksi membentuk suatu sistem yang di kenal dengan ekosistem atau sistem ekologi (Bengen 2002). Sumberdaya hayati dan non-hayati dapat dimanfaatkan oleh masyarakat di kawasan pesisir untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Agar tetap lestari dan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan, maka sumberdaya tersebut perlu dikelola dengan baik melalui kelengkapan sarana usaha yang baik dan memadai. Pada tataran ini, umumnya masyarakat pesisir yang memanfaatkan sumberdaya pesisir dihadapkan pada persoalan permodalan. Salah satu upaya untuk membantu masyarakat pesisir dalam hal permodalan, maka pemerintah melalui Departemen Kelautan dan Perikanan membuat kebijakan berupa program pemberdayaan ekonomi masiayakat pesisir (PEMP) secara nasional, dimana salah satu kawasan pesisir sasarannya adalah kawasan pesisir Kota Bengkulu. Dana ekonomi produktif (DEP) pada program PEMP dikelola oleh lembaga keuangan mikro yang pembentukannya difasilitasi oleh dinas masing-masing daerah,
dimana di Kota Bengkulu dikenal dengan LEPP-M3 (lembaga ekonomi pengembangan perikanan mikro-mitra-mina) Bina Masyarakat Pesisir. Program PEMP Kota Bengkulu pada awal proyek masih dalam pengawasan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu, yang secara intensif juga didampingi oleh Tenaga Pendamping Desa (TPD). Namun pada saat ini, LEPP-M3 Bina Masyarakat Pesisir diharapkan dapat mengelola DEP secara mandiri dengan diminimalkannya peran dan fungsi dinas dan TPD. Untuk memberikan acuan dan bahan pertimbangan bagi LEPP-M3 untuk mengembangkan program PEMP secara berkelanjutan dan menguntungkan, maka menjadi perlu untuk merumuskan alternatif-alternatif strategi yang sederhana dan bersifat aplikatif. Dari berbagai alternatif strategi, maka perlu pula disusun skala prioritas dalam perencanaan implementasinya. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kasus. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir 1999). Sedangkan studi kasus atau penelitian kasus adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu fase spesifik atau khas (Maxfield 1930, diacu dalam Nazir 1999). Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bengkulu – Propinsi Bengkulu. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa Kota Bengkulu mendapatkan Program PEMP pada Tahun 2002 dan 2003, yang berarti implementasi program sudah berjalan dalam waktu yang cukup lama sehingga sudah dapat
dilakukan
kajian
secara
mendalam
untuk
merumuskan
strategi
pengembangannya. Pada penelitian ini, analisis yang digunakan adalah analisis SWOT dan analisis MAHP. Analisis SWOT bertujuan untuk mengidentifikasi kelemahan, keunggulan, peluang dan ancaman yang dimiliki masyarakat pesisir Kota Bengkulu. Pada analisis SWOT, faktor yang di kaji di bagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Kekuatan
dan
kelemahan
dikategorikan
sebagai
faktor
internal
(IFAS/internal factors alternative strategy) serta peluang dan ancaman dikategorikan sebagai faktor eksternal (EFAS/eksternal factors alternative strategy). Setiap faktor
internal akan dibandingkan dengan faktor eksternal sehingga akan didapat alternatifalternatif strategi dan dapat diwujudkan dalam program-program nyata yang bertujuan untuk memecahkan permasalahan . MAHP adalah salah satu metode analisis dalam pengambil keputusan yang baik dan fleksibel. Metode MAHP merupakan metode AHP yang dimodifikasi untuk menjangkau dalam penentuan prioritas suatu kegiatan dengan banyak alternatif pilihan. Secara teknis AHP murni sulit digunakan bila dihadapkan pada banyak pilihan, untuk itu metode MAHP digunakan. Program AHP-MAHP merupakan program komputer yang disusun dalam memudahkan teknis proses pelaksanaan metode AHP – MAHP. Program ini dirancang dengan bahasa BASIC dan menggunakan tools Visual Basic 6 yang telah mendukung ActiveX. Program berjalan dibawah Sistem Operasi Windows 98 SE (Second Edition) atau Sistem Operasi yang lebih baru yang dikembangkan Microsoft, seperti Windows 2000, WindowsMe maupun WindowsXP. Program AHP-MAHP menggunakan format database Access97 (Budiharsono 2004b). Proses pengambilan keputusan terhadap alternatif-alternatif strategi yang telah ditetapkan untuk pemberdayaan masyarakat pesisir di Kota Bengkulu dilakukan dengan menggunakan software MAHP (Modification Analytical Hierarchy Process), suatu metode AHP yang dimodifikasi untuk menjangkau dalam penentuan prioritas suatu kegiatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi program PEMP di Kota Bengkulu tidak terlepas dari kekurangan baik yang bersumber dari pelaksana program maupun masyarakat pesisir. Namun dalam analisis SWOT, kajian tidak diarahkan pada strategi yang harus dilakukan agar masyarakat mengembalikan DEP karena strategi tersebut telah dibahas pada bagian sebelumnya. Oleh karena itu, secara umum analisis SWOT lebih diarahkan pada masyarakat pesisir Kota Bengkulu dan pendekatan program ke depan. Strategi yang dihasilkan merupakan upaya perguliran dana yang telah dikumpulkan oleh LEPP sehingga pengembalian pinjaman dari masyarakat tidak tersendat dan perguliran menjadi
lancar.
Pada
masa
yang
akan
datang,
DEP
PEMP
tidak
lagi
diimplementasikan dalam bentuk proyek sehingga ke depan kelembagaan PEMP tidak lagi berfungsi dan berjalan dengan baik. LEPP harus menemukan pola pemberdayaan yang tepat untuk masyarakat pesisir Kota Bengkulu. Analisis
SWOT
yang
dapat
disusun
untuk
merumuskan
pendekatan
pemberdayaan masyarakat pesisir Kota Bengkulu seperti pada Tabel 1. Kawasan
pesisir dengan garis pantai 60 km (8,5% dari panjang garis pantai Propinsi Bengkulu), menjadikan Kota Bengkulu sebagai daerah yang memiliki sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Dengan panjang garis pantai sebesar 708 km, Propinsi Bengkulu memiliki potensi perikanan pada laut teritorial sebesar 46.195 ton/tahun dan pada ZEE sebesar 80.022 ton/tahun. Pada laut teritorial, tingkat pemanfaatan oleh nelayan Propinsi Bengkulu sebesar 67% per tahun jika diasumsikan nelayan hanya menangkap ikan pada perairan territorial. Bila memperhitungkan laut ZEE dan diasumsikan nelayan yang menangkap ikan pada laut ZEE hanya nelayan Propinsi Bengkulu, maka tingkat pemanfaatan hanya sekitar 25%. Namun asumsi ini sangat lemah, karena kemungkinan besar nelayan dari luar Propinsi Bengkulu juga menangkap ikan di laut ZEE tersebut. Tabel 1. Hasil Analisis SWOT INTERNAL
EKSTERNAL PELUANG (O) : O1.Sarana transportasi dari dan ke Kota Bengkulu yang membaik O2.Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan ANCAMAN (T) : T1.Lemahnya penegakan hukum terhadap sistem panangkapan yang terlarang T2.Percampuran budaya mempengaruhi perilaku masyarakat pesisir
KEKUATAN (S) : S1. Panjang garis pantai ± 60 km dengan potensi perikanan 46.195 ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan 67%. S2. Produktivitas nelayan 25 kg/orang/hari.
KELEMAHAN (W) : W1. Masih adanya kesenjangan teknologi dan modal antar nelayan W2. Kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan dan usahanya masih lemah.
Strategi SO : Peningkatan skala usaha masyarakat
Strategi WO : Pembinaan masyarakat pesisir (program pendampingan).
Strategi ST: Menciptakan iklim usaha yang kondusif
Strategi WT : Peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan.
Rata-rata nelayan di Kota Bengkulu memiliki produktivitas sekitar 25 kg/orang/hari. Sedangkan pada laut teritorial tingkat pemanfaatan baru sekitar 67%, sehingga ada peluang untuk meningkatkan pemanfaatan dan produktivitas nelayan. Namun dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir, masih terdapat kesenjangan teknologi penangkapan antar nelayan yang ditunjukkan oleh adanya nelayan yang menggunakan kapal motor, perahu motor tempel dan perahu tanpa motor. Kesenjangan ini disebabkan oleh terbatasnya modal usaha yang dimiliki oleh setiap nelayan. Dalam berusaha, masyarakat juga belum mengalokasikan pendapatan atau keuntungan yang diperoleh untuk biaya penyusutan aset yang dimiliki sehingga setiap aset yang dimiliki tidak produktif lagi, maka masyarakat membutuhkan dana baru untuk
pembelian aset. Dapat dikatakan, masyarakat belum mampu mengelola keuangan dan usahanya dengan baik. Terlepas dari kelemahan yang ada, masyarakat pesisir Kota Bengkulu memiliki peluang untuk mengembangkan usahanya. Salah satu indikasinya terlihat dari membaiknya sarana transportasi dari dan ke Kota Bengkulu, khususnya transportasi udara. Jika pada beberapa tahun yang lalu hanya ada satu kali penerbangan ke Bengkulu, maka saat ini setidaknya ada sekitar 3 – 4 kali penerbangan. Transportasi udara membuat proses pemasaran semakin cepat dengan jangkauan wilayah pemasaran yang lebih luas. Perhatian pemerintah yang besar terhadap perikanan juga menjadi peluang pengembangan usaha perikanan di Kota Bengkulu. Program PEMP merupakan salah satu wujud nyata kebijakan pemerintah dalam membangaun perikanan dan kelautan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut di Kota Bengkulu hendaknya terjadi secara berkelanjutan sehingga generasi yang akan datang juga dapat menikmati kesejahteraan yang dirasakan oleh generai saat ini. Untuk itu perlu diantisipasi dan diperhitungkan ancaman yang dapat merusak sumberdaya. Salah satunya adalah penggunaan sistem penangkapan yang terlarang oleh sebagian masyarakat, seperti penggunaan trawl, bom dan racun. Namun hingga saat ini, belum ada sanksi yang diberikan oleh aparat penegak hukum. Disamping itu, sebagai wilayah yang terbuka, daerah pesisir Kota Bengkulu dapat dihuni oleh siapa saja tanpa ada pembatasan. Hal ini menyebabkan terjadinya percampuran budaya antar masyarakat dan menimbulkan perilaku yang kurang baik seperti adanya masyarakat yang berprofesi sebagai pelepas uang informal (rentenir), penggunaan sistem penangkapan yang terlarang, kebiasaan berjudi dan minum minuman keras. Rumusan strategi yang diperoleh dari analisis SWOT diatas merupakan rumusan strategi yang bertujuan untuk memanfaatkan kekuatan dan peluang serta meminimalkan kelemahan dan ancaman, dimana dalam implementasinya harus melibatkan masyarakat, pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya. Dengan strategi tersebut, diharapkan pemerintah dan masyarakat memiliki kewenangan masingmasing dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, yang dikenal dengan istilah komanajemen (Nikijuluw 2002). Penyusunan tabel SWOT diatas pun telah melibatkan masyarakat pesisir Kota Bengkulu. Strategi SO merupakan strategi yang bertujuan untuk memanfaatkan sumberdaya pesisir dan sumberdaya manusia dalam mendukung pembangunan nasional untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendapatan masyarakat yang kecil
disebabkan oleh skala usaha yang kecil pula. Pada strategi ini, DEP PEMP dapat disalurkan pada masyarakat yang tergabung dalam KMP baik untuk jenis usaha penangkapan, pemasaran, pengolahan, tambak dan pengadaan BBM dengan jumlah yang lebih besar sehingga sehingga terjadi peningkatan skala usaha. Tujuan peningkatan skala usaha adalah meningkatkan pendapatan masyarakat. Strategi ini mengharapkan masyarakat pesisir Kota Bengkulu yang menjadi sasaran program PEMP sadar terhadap pilihan-pilihan dan sumberdaya yang dimiliki, yang dikenal dengan strategi fasilitatif (Soesilowati 1996, diacu dalam Latif 1999) Strategi WO bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola usaha sehingga peluang usaha yang tersedia dapat dimanfaatkan secara baik dengan usaha yang berkesinambungan. Strategi ini harus difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu sebagai lembaga resmi pemerintah yang khusus menangani perikanan dan kelautan. Sebelum DEP digulirkan, masyarakat harus memiliki pengetahuan dan keahlian dalam mengelola usaha melalui program pendampingan terhadap kelompok-kelompok masyarakat pesisir, yang lebih dikenal dengan strategi edukatif (Soesilowati 1996, diacu dalam Latif1999) Strategi ST menjadi strategi yang penting dalam mewujudkan usaha yang berkesinambungan dengan skala yang lebih besar dan menciptakan rasa aman dalam berusaha.
Penggunaan sistem
penangkapan
yang
terlarang
dapat
merusak
sumberdaya perikanan, baik yang ada di darat maupun di laut. Untuk itu, perlu suatu aturan yang jelas dengan sanksi yang tegas dari masyarakat dan pemerintah (termasuk aparat penegak hukum). Disamping itu, wilayah pesisir di Kota Bengkulu yang dihuni oleh masyarakat yang heterogen dengan budaya dan perilaku masingmasing sehingga juga dibutuhkan nilai-nilai yang dibangun dari kemajemukan masyarakat tentang aturan berperilaku. Iklim usaha yang kondusif yang dimaksudkan pada strategi ini adalah penegakan hukum, kemudahan mengakses sumber permodalan dan bunga pinjaman yang rendah. Strategi ini dikenal dengan strategi persuasif, yaitu yang berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku (Soesilowati 1996, diacu dalam Latif 1999) Strategi WT adalah strategi yang bertujuan untuk menghilangkan kesenjangan teknologi penangkapan antar nelayan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan pesisir dan laut. Program DEP yang diberikan kepada masyarakat nelayan harus menimbulkan kemajuan teknologi alat tangkap yang digunakan, tetapi tidak merusak lingkungan. Jika sebelumnya seorang nelayan menumpang pada kapal nelayan lainnya untuk melaut, maka dengan DEP PEMP nelayan tersebut bisa
memiliki kapal dan mesin sendiri. Jika sebelumnya seorang nelayan menggunakan bom dan racun dalam menangkap ikan, maka dengan DEP PEMP nelayan tersebut bisa menangkap ikan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan tetapi menguntungkan. Strategi ini juga termasuk sebagai salah satu bentuk strategi fasilitatif. Untuk mengetahui pendapat stakeholder perikanan di Kota Bengkulu terhadap strategi yang telah dirumuskan diatas sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan ekonomi masyarakat, maka dilakukan analisis MAHP. Dengan pengetahuan dan pengalamannya, pendapat yang diberikan stakeholder diharapkan menjadi lebih objektif dan sesuai dengan kondisi masyarakat pesisir di Kota Bengkulu. Pendapat stakeholder ini menghasilkan strategi yang paling diprioritaskan dalam perguliran DEP PEMP sehingga pinjaman yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraannya. Penentuan prioritas strategi yang diterapkan sangat tergantung pada tujuan/kriteria yang hendak dicapai dalam memanfaatkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, maka dapat disusun beberapa kriteria, yaitu : 1. Termanfaatkannya
sumberdaya
pesisir dan
lautan secara lestari melalui
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kriteria ini diperoleh dari kekuatan (S1 dan S2) dan peluang (O1 dan O2). 2. Minimalnya kesenjangan teknologi dan modal antar nelayan. Kriteria ini diperoleh dari kelemahan (W2). 3. Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan dan usaha. Kriteria ini diperoleh dari kelemahan (W2). 4. Minimalnya penggunaan sistem penangkapan yang terlarang. Kriteria ini diperoleh dari kelemahan (W1) dan ancaman (T1 dan T2). Penentuan prioritas dengan menggunakan MAHP terdiri dari 3 level, yaitu level 1 : fokus/tujuan, level 2 : kriteria, dan level 3 : alternatif strategi. Seorang responden pakar memberikan penilaian pada level 2 dan 3 dengan skala nilai antara 1 – 9 (skala Saaty). Semakin tinggi nilai maka semakin penting pula suatu kriteria atau alternatif strategi. Kriteria skala Saaty adalah : 1
: Sama pentingnya
3
: Perbedaan penting yang lemah antara yang satu terhadap yang lain
5
: Sifat lebih pentingnya kuat
7
: Menunjukkan sifat sangat penting
9
: Ekstim penting
2,4,6,8 : Nilai tengah diantara dua penilaian Pemberian nilai pada suatu variabel akan menghasilkan bobot pada variabel tersebut, dimana jumlah bobot setiap level adalah satu. Pada level 2, secara umum (gabungan), urutan bobot dari yang tinggi ke rendah adalah 0,3864, 0,3552, 0,1946 dan 0,0638. Ini berarti, meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan dan usaha serta minimalnya kesenjangan teknologi dan modal antar nelayan merupakan kriteria yang menjadi prioritas pertama dan kedua. Sedangkan minimalnya penggunaan sistem penangkapan yang terlarang merupakan kriteria prioritas keempat atau dapat juga disebut sebagai kriteria yang paling tidak prioritas. Menurut responden, penggunaan racun dan bom oleh nelayan di Kota Bengkulu dalam menangkap ikan cenderung menurun sehingga tidak lagi menjadi ancaman yang serius. Secara rinci, prioritas pada level 2 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Prioritas Kriteria Program PEMP Kota Bengkulu Kriteria Termanfaatkannya sumberdaya pesisir dan lautan secara lestari melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat Minimalnya kesenjangan teknologi dan modal antar nelayan Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan dan usaha Minimalnya penggunaan sistem penangkapan yang terlarang
1
2
3
4
B
P
B
P
B
P
B
P
0,36
2
0,10
3
0,16
3
0,19
3
0,16 0,42
3 1
0,21 0,62
2 1
0,52 0,25
1 2
0,36 0,39
2 1
0,06
4
0,07
4
0,07
4
0,06
4
Keterangan : 1 = Pemerintah Daerah Kota Bengkulu ; 2 = Perguruan Tinggi ; 3 = KM dan LEPP-M3 4 = Gabungan ; B = Bobot ; P = Prioritas
Organisasi pemerintah, yang terdiri dari Pemerintah Daerah Kota Bengkulu dan perguruan tinggi, memberikan prioritas pertama pada kriteria “meningkatnya kemampuan masyarakat mengelola keuangan dan usaha”. Sedangkan organisasi nonpemerintah, yang terdiri dari KM dan LEPP-M3, memberikan prioritas pertama pada kriteria “minimalnya kesenjangan teknologi dan modal antar nelayan”. Dari kondisi ini dapat dikatakan bahwa organisasi non-pemerintah cenderung memberdayakan masyarakat pesisir dengan memberikan bantuan modal dan organisasi pemerintah lebih mempertimbangkan kemampuan dari masyarakat pesisir Kota Bengkulu. Organisasi non-pemerintah memprioritaskan tujuan “minimalnya kesenjangan teknogi dan modal antar nelayan” yang dapat dicapai dengan peningkatan skala usaha masyarakat pesisir di Kota Bengkulu. Untuk mencapai tujuan pada level 2 (kriteria), maka pada level 3 bobot dari yang tinggi ke rendah berturut-turut adalah 0,3017, 0,2702, 0,2157 dan 0,2125 (secara umum/gabungan). Bobot tersebut menghasil prioritas strategi dalam implementasi program PEMP di Kota Bengkulu seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Prioritas Strategi dalam Implementasi Program PEMP Kota Bengkulu Kriteria
1
Peningkatan skala usaha masyarakat Pembinaan masyarakat pesisir (program pendampingan). Menciptakan iklim usaha yang kondusif Peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan.
2
3
4
B
P
B
P
B
P
B
P
0,28 0,24
2 3
0,30 0,31
2 1
0,31 0,27
1 2
0,30 0,27
1 2
0,17 0,31
4 1
0,21 0,18
3 4
0,23 0,19
3 4
0,21 0,22
4 3
Keterangan : 1 = Pemerintah Daerah Kota Bengkulu ; 2 = Perguruan Tinggi ; 3 = KM dan LEPP-M3 4 = Gabungan ; B = Bobot ; P = Prioritas Sumber : Lampiran 8 ; Hasil Pengolahan Data dengan MAHP
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan dan usaha, pendekatan/strategi yang dapat diterapkan adalah peningkatan skala usaha masyarakat dan program pendampingan. Dua strategi ini merupakan strategi prioritas pertama dan kedua, dengan nilai bobot sekitar 57% dari total bobot. Namun antar organisasi pemerintah dan organisasi non-pemerintah menghasilkan alternatif pendekatan yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan pada level 2 (kriteria). Menurut Pemerintah Daerah Kota Bengkulu, kriteria utama dalam menilai keberhasilan program PEMP adalah “meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengelola keuangan dan usaha” yang dapat dicapai dengan “ peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan”. Untuk mencapai tujuan yang sama, pihak perguruan tinggi menyarankan
adanya
pembinaan
terhadap
masyarakat
pesisir
(program
pendampingan) dalam menjalankan usahanya. Sedangkan menurut organisasi nonpemerintah, kriteria keberhasilan program PEMP Kota Bengkulu adalah “minimalnya kesenjangan teknologi dan modal antar nelayan” yang dapat dicapai dengan peningkatan skala usaha masyarakat. Hasil analisis MAHP diatas menunjukkan bahwa pihak-pihak yang terkait (stakeholder) dengan implementasi program PEMP di Kota Bengkulu belum memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir di Kota Bengkulu. Dengan kesamaan persepsi dan pemahaman diharapkan stakeholder perikanan dapat mendukung secara optimal program PEMP untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, hasil analisis MAHP secara umum memprioitaskan peningkatan skala usaha masyarakat melalui DEP PEMP. Dengan strategi peningkatan skala usaha masyarakat dalam perguliran DEP PEMP di Kota Bengkulu, sumberdaya pesisir dan SDM masyarakat pesisir dapat dimanfaatkan dan diberdayakan secara optimal. DEP PEMP dapat diberikan kepada
masyarakat pesisir yang masih memiliki skala usaha yang kecil, dengan jumlah pinjaman yang lebih besar. Strategi ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga dari pendapatan tersebut dapat dialokasikan untuk membayar pinjaman kepada LEPP-M3. Khusus untuk nelayan, dengan peningkatan skala usaha diharapkan anggota KMP memiliki armada penangkapan yang lebih baik sehingga produktivitas nelayan dapat ditingkatkan. Sebagai ilustrasi, jika dengan armada yang lebih baik mampu meningkatkan produktivitas nelayan sebesar 33% (sekitar 8 kg/orang) dengan harga jual ikan rata-rata Rp 10.150 per kg, maka pendapatan kotor nelayan meningkat sekitar Rp 81.200 per hari atau sekitar
Rp 1.360.000 per bulan.
Peningkatan pendapatan yang diperoleh anggota KMP diharapkan dapat meningkatkan tingkat pengembalian DEP. Tingkat pengembalian masyarakat dapat mempercepat perguliran dana kepada masyarakat pesisir yang membutuhkan dan belum pernah mendapatkan pinjaman. Namun, pinjaman yang lebih besar untuk meningkatkan skala usaha harus diberikan kepada masyarakat pesisir yang telah berpengalaman dibidangnya masing-masing. Untuk itu, LEPP-M3 harus hati-hati dan selektif dalam mempelajari dan memvalidasi RDKK setiap KMP. Dengan demikian, anggota KMP yang menerima perguliran DEP PEMP adalah masyarakat yang berpengalaman, masih produktif dan memiliki usaha yang jelas. Pemberian
penilaian
oleh
responden
terhadap
kriteria
pemberdayaan
masyarakat pesisir Kota Bengkulu dan alternatif pendekatan/strategi pemberdayaan pada analisis MAHP memiliki konsistensi penilaian yang tinggi, yaitu sekitar 93,34%. Ini berarti, hanya sekitar 6,66% penilaian yang tidak konsisten atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa tingkat kepercayaan dalam penilaian adalah 93,34%. Pada MAHP, konsistensi penilaian tidak boleh lebih kecil dari 90%.
Berdasarkan
analisis
KESIMPULAN SWOT dan MAHP,
rumusan
strategi
dalam
pengembangan program PEMP berdasarkan urutan prioritasnya adalah peningkatan skala usaha masyarakat, pembinaan masyarakat pesisir (program pendampingan), peningkatan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
DAFTAR PUSTAKA Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. PKSPL IPB. Bogor. BPS Kota Bengkulu. 2004. Kota Bengkulu dalam Angka 2003. Bengkulu. BPS Propinsi Bengkulu. 2003. Bengkulu dalam Angka 2002. Bengkulu. Budiharsono, Sugeng. 2004. Analisis dan Formulasi Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Bahan Kuliah Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PS SPL) IPB. Bogor ________ , 2004 . Tuntunan Penggunaan Program AHP – MAHP. Dahuri, Rokhmin. 2004. Kebijakan dan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Nasional. Makalah pada acara Ocean Out Look BEM FPIK – IPB Tanggal 16 Mei 2004. Bogor. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bengkulu. 2003. Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Bengkulu Tahun 2003. Bengkulu. DKP RI, 2002. Data Kelompok Masyararakat Pemanfaat (KMP) PEMP TA 2002. Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. Kusumastanto, T. 2000. Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Diktat Kuliah PS SPL – IPB. Bogor. Latif, A. Gunawan. 1999. Peran LSM dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam di Pulau Barang Caddi Kota Makasar. Tesis Program Pasca Sarjana IPB PS SPL. Bogor. LEPP-M3 Bina Masyarakat Pesisir. 2003. Laporan Kegiatan Program PEMP Kota Bengkulu Bulan April, Mei, Juni 2003. Bengkulu. Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Cetakan Keempat. Penerbit Ghalia Indonesia. Nikijuluw, Victor PH. 2002. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Kerjasama Pusat Pemberdayaan dan Pembangunan Regional dengan PT Pustaka Cidesindo. Jakarta. Rangkuti, Freddy. 2002. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Penerbit RT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Saaty, Thomas L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.