STRATEGI PENINGKATAN KINERJA GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (GP3A) DI KABUPATEN BOGOR
BOBBY WAHYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul STRATEGI PENINGKATAN KINERJA GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (GP3A) DI KABUPATEN BOGOR adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif atau dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor
Bogor, Oktober 2014
Bobby Wahyudi NIM H252110095
RINGKASAN BOBBY WAHYUDI, Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING
Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait pengelolaan irigasi secara partisipatif. Setiap tahunnya para pihak menyusun rencana kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan secara paralel sesuai pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masingmasing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan akhir peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada awal evaluasi perlu dilihat dan dianalisa bagaimanakah kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program WISMP I pada lima tahun pertama ini sudah sesuai dengan yang direncanakan, Bagaimanakah kondisi GP3A pada DI yang menerima dan DI tidak menerima Program WISMP I di Kabupaten Bogor. Berdasarkan permasalahaan tersebut, secara spesifik tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP dan bukan penerima program WISMP. 2) Merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Metoda analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analisys (IPA) untuk mengetahui kinerja, Analisis SWOT (Strangths-Weaknesses-Opportunities-Threats) dan Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix (QSPM). Hasil Importance Performance Analisys (IPA) menunjukan ada 6 variabel di kuadran A (tingkat kinerja), 6 variabel di kuadran B (pertahankan kinerja), 6 variabel di kuadran C (prioritas rendah) dan 2 variabel di kuadran D (cenderung berlebihan). Berdasarkan hasil kajian, prioritas Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Bogor sebesar 30% atau 6 variabel yang dinilai harus ditingkatkan kinerjanya, antara lain a) Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air (B3), b) Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar (B4), c) Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) (C1), d) GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan (D3), e) Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program pemberdayaan tersebut. (E2), f) Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3). Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal penekanan strategi dengan memanfaatkan peluang eksternal terhadap kelemahan internal yang ada (Strategi WO), dalam Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor menekankan pada strategi menggunakan kekuatan internal yang ada dengan memanfaatkan peluang eksternal, Hasil analisis QSPM didapatkan strategi yang menjadi prioritas adalah : a) Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD
Kabupaten Bogor, dengan nilai TAS 8,34; b) Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi, dengan nilai TAS 8,14; c) Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif dengan nilai TAS 7,93. Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan strategi peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor maka disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor adalah a) Menyiapkan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya dari dana APBD untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara rutin terhadap GP3A; b) Meningkatkan kerjasama dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian untuk penerapan teknologi pertanian dan pengelolaan irigasi partisipatif. c) Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian yang mempunyai nilai jual tinggi. d) Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan air meningkat. Kata Kunci : GP3A, Kinerja, Strategi, WISMP
SUMMARY BOBBY WAHYUDI, Strategies for Increasing The Performance of Water User Associations Federation (WUAF) in Bogor District. Supervised by YUSMAN SYAUKAT dan LALA M. KOLOPAKING
WISMP activity in Bogor District was conducted by involved stakeholders in participatory irrigation management approach. Each year the parties plan activities based on mutual agreement and execute in parallel according to their assigned roles. The activities performed by each agency are basically intended to achieve the ultimate goal of improving the welfare of farmers through increased incomes. In the beginning of the evaluation the performance of Water User Associations Federation (WUAF) needs to be observed and analyzed for both WUAFs who received WISMP and WUAFs who did not apply the program especially in the first five years. Based on the problems analysis, specific purpose of this study are 1) Analyzing the performance of WUAF program recipients and non-recipients WISMP program 2) Formulating Strategies for Increasing The Performance of WUAF. This research was conducted in Bogor District. Data used in this study consists of primary data and secondary data. Method for analysis was using the Importance Performance Analisys (IPA) to determine the performance, SWOT Analysis (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) to know the opportunities and threats and Quantitative Analysis of Strategies Planning Matrixs (QSPM) to develop strategies. The Importance Performance Analisys (IPA) shows there are 6 variables in quadrant A (level of performance), 6 variables in quadrant B (keep performance), 6 variables in quadrant C (low priority) and 2 variables in quadrant D (likely exaggerated). Priority strategy for increasing the performance of WUAF in Bogor District 30% or 6 variables were assessed to be improve, among other a) Having ability to give a sense of justice to members (upstream and downstream) in the distribution of water (B3), b) Having ability to solve problems, pressing / defuse conflicts related water distribution among members and with outsiders (B4), c) Having ability to improve and to maintain cropping intensity at a high level with an efficient water management (in addition to other aspects of non-irrigated agriculture), d) WUAF have another independent economic enterprises and received funding assistance from financial institutions (D3), e) Allocation of sufficient funds to support the development program (E2), f) Assistance of farmers and empowerment unit with qualified human resources at the district level / city. (E3). Based on internal and external factors analysis, strategy to increase performance could be done by utilizing external opportunities to internal weaknesses that exist (WO Strategies). Strategy for increasing the performance of WUAF in Bogor District emphasis on strategies to use existing internal strength by utilizing external opportunities. Analysis results obtained QSPM priority strategies are a) Programmed plan of participatory irrigation management to increase production and improve the welfare of farmers in RPJMD Bogor District, with a value of 8.34 TAS, b) Strengthening coordination among stakeholders through coordination function Irrigation Commission, with a value of 8.14 TAS,
c) Increasing government support for the development of the Bogor District farmers to participate in participatory irrigation management by TAS value 7.93 To improve the effectiveness of strategy for increasing the performance of WUAF in Bogor District, the recommendations to the Government are a) Setting up a bigger budget from the local budget to provide guidance and assistance on a regular basis to WUAF, b) Increasing cooperation with academia and research institutions for the implementation of agricultural technology and participatory irrigation management. c) Increasing income of farmers, through high sales value agricultural commodities cultivation. d) Increasing operation system for better water distribution to achieve equity. Keywords: Performance, Strategy, WISMP, WUAF
@ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengintipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENINGKATAN KINERJA GABUNGAN PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (GP3A) DI KABUPATEN BOGOR
BOBBY WAHYUDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi Pembimbing Ujian Tugas Akhir : Ir. Fredian Tonny, MS
Judul Tugas Akhir Nama NRP
: Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Di Kabupaten Bogor : Bobby Wahyudi : H252110095
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Ketua
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Anggota
Diketahui Oleh
Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian :
2014
Tanggal Lulus :
2014
PRAKATA
Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan petunjuk, semangat, kesempatan, dan kemudahan sehingga Kajian Pembangunan Daerah yang berjudul “Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor” dapat diselesaikan dengan baik dan lancar. Kajian ini merupakan salah saatu syarat untuk memperoleh gelar Magister Propesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Ir. Fredian Tony, MS selaku Penguji Luar Komisi Pembimbing yang telaah memberikan bimbingan, arahan, saran dan masukan kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus kepada : 1. Ibunda Hajjah Yetti Setiawati dan Ayahanda Drs. H. Soemarno, MM yang selalu memberikan dorongan, do‟a dan semangat. 2. Istri saya Rubai‟ah Darmayanti, ST. M.Sc. yang telah memberikan dorongan moril dan materil serta anak-anak kami tersayang Diva Carissa Ramasuci Wahyudi dan Abyan Tsyaqif Musyafa Wahyudi. 3. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB. 4. Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor yang telah mendukung penulis untuk menempuh pendidikan di PS-MPD IPB. 5. Bapak Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec. selaku ketua Program Studi dan seluruh sivitas akademika Program Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dan semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan, sumbangsih pemikiran, motivasi serta doa kepada penulis sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis berharap semoga hasil dari kajian ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor,
Oktober 2014
Bobby Wahyudi
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR
i ii iv
I.
1 1 3 3 3 4 4
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Sistematika Penulisan
II. TINJAUAN PUSTAKA 5 Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G3A) 5 Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program) 6 Tujuan Program WISMP 7 Sasaran Program WISMP 7 Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif 8 Kelembagaan Pengelolaan Irigasi 10 Kinerja Organisasi 12 Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja 12 Kinerja Kelompok Tani 14 Strategi 14 Kajian Empiris Terdahulu 16 III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Metoda Pengumpulan Data Metoda Pengambilan Contoh Metode Analisis Importance Performance Analysis (IPA) Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program. Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor Eksternal Analisis Matriks IFE dan EFE Analisis Matrik SWOT Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
18 18 20 20 20 22 22 25
IV. KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Kondisi Demografi Kondisi Ekonomi
33 33 34 35
25 26 28 31
V.
Kondisi Sumber Daya Pertanian Karakteristik Responden
35 36
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Manajemen Program WISMP Sistem Pembiayaan Proyek Sistem Pengelolaan Proyek Kinerja Proyek Pola Tanam Tingkat Produksi GP3A Perbedaan Kinerja GP3A WISMP dan GP3A Non WISMP Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Kualitas Kinerja Faktor Internal dan Eksternal Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor Faktor Strategis Internal Faktor Strategis Eksternal Matrik IFE - EFE Hasil Evaluasi Faktor Internal Hasil Evaluasi Faktor Eksternal Perumusan Program Strategi S-O (Strengths-Opportunities) Strategi S-T (Strengths-Threats) Strategi W-O (Weaknesses- Opportunities) Strategi W-T (Weaknesses - Threats )
41 41 41 43 47 48 48 49 50 56 56 58 60 61 61 62 64 64 64 65
VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 67 Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor 67 Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor 67 VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN
72 72 72
DAFTAR TABEL 2.1 2.2 2.3 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10
5.11 5.12 5.13 5.14
Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan Indikator yang digunakan Dalam Pengukuran Kinerja GP3A dengan Program WISMP Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Eksternal Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Internal Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Eksternal Matriks SWOT Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif - QSPM Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan ussaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Sebaran Responden Menurut Pengalaaman Lama Bertani Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usaha Tani Sebaran Responden Menurut Kepemilikan Lahan Sebaraan Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga Sebaraan Responden Menurut Komoditas Utama Usaha Dana bantuan Pemerintah Pusat ke Pemkab Bogor Nama DI dan GP3A Kabupaten Bogor yang menerima Program WISMP I Dana APBN dan APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A Mitra Tani peserta WISMP APL I Dana APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A Leubak (Leuwimekar-Barengkok) non peserta WISMP APL I Daerah Irigasi Cianten Cigatet Daerah Irigasi Citeureup Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Cianten Cigatet Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Citeureup Perbedaan GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program WISMP Perbandingan rata-rata penggunaan input dan hasil antara petani GP3A penerima program WISMP dan GP3A bukan penerima program WISMP Perbedaan Kinerja GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program WISMP Data Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Kualitas Kinerja Responden Hasil Matrik IFE (Internal Factor Evaluation) Hasil Matrik EFE (External Factor Evaluation)
10 11 11 21 23 24 27 27 28 28 29 32 35 37 37 38 38 39 39 40 41 41 42 42 44 44 45 45 47
49 49 51 61 62
5.16 Matriks SWOT strategi Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor 63 5.17 Hasil Analisis QSPM dalam perumusan Strategi Peningkatan GP3A di Kabupaten Bogor 65 6.1 Matriks Program Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor PeriodeTahun 2015 - 2020. 71
DAFTAR GAMBAR 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4.1 5.1 5.2
Bagan Alur Kerangka Pemikiran Kuadran Importance Performance Analisys Kerangka Formulasi Strategi Indikator Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Diagram SWOT Peta Administrasi Kabupaten Bogor Grafik Pendanaan dari APBN dan APBD untuk pembinaan GP3A Pembagian Kuadran IPA Terhadap Hasil Pengukuran Tingkat Kinerja dan Kulitas Kinerja
19 22 25 26 28 33 43 53
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sektor sumber daya air dan irigasi menjadi bagian yang sangat penting dalam pencapaian kesejahteraan masyarakat, khususnya penyediaan air untuk kebutuhan pertanian. Penyediaan air untuk kebutuhan pertanian, khususnya padi, dilakukan melalui penyelenggaraan sistem irigasi. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (PP 20/2006), irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Sedangkan sistem irigasi sendiri meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia. Aspek-aspek yang termasuk dalam suatu penyelenggaraan sistem irigasi tersebut menjadikan sistem irigasi merupakan salah satu sistem yang bersifat sosia-teknis dan komplek dimana tidak hanya berisikan seperangkat piranti teknis (hardware) tetapi juga terdapat piranti kelembagaan (software) maka pengelolaannya harus dilaksanakan dengan tepat dan terpadu. Amanat yang terdapat dalam PP 20/2006 adalah pembagian wewenang pengelolaan sistem irigasi, penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi, dan penyelenggaraan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Berdasarkan luasannya pengelolaan daerah irigasi (DI) dibagi menjadi 3 (tiga) kewenangan meliputi: ≥ 3.000 ha menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, 3.000 ha - 1.000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah Provinsi, dan < 1.000 ha menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten. Pengelolaan di jaringan primer dan sekunder menjadi tanggung jawab pemerintah, petani bertangung jawab terhadap pengelolaan di jaringan tersier. Kelembagaan pengelolaan irigasi meliputi lembaga atau dinas yang membidangi irigasi, Komisi Irigasi, dan P3A/GP3A. Adapun partisipasi masyarakat petani dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Partsipasinya dapat berupa sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material, dan dana. Sejak tahun 1997, Pemerintah Pusat memulai program untuk reformasi kelembagaan untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien, akuntabel, dan berkelanjutan. Tujuannya adalah peningkatan peran serta (partisipasi) masyarakat dalam mengelola fasilitas umum dan desentralisasi seperti yang diamanatkan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah1. Sejalan dengan program Pemerintah tersebut Bank Dunia yang telah lama mengikuti perkembangan perubahan peraturan yang ada di Indonesia menyediakan dana untuk membantu Pemerintah menerapkan peraturan-peraturan tersebut. Bank Dunia telah terlibat dalam program JWIMP (Java Irrigation Improvement and Water Management Project 1992-2002) dan WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan 1999-2003) yang merupakan program yang membantu pelaksanaan reformasi pengelolaan irigasi dan penguatan kelembagaan P3A/GP3A yang dipusatkan di Pulau Jawa. Program tersebut diikuti dengan IWIRIP (2001-2004) dengan tujuan yang sama yang dilaksanakan di luar Pulau Jawa. Melihat dari pengalaman program-program 1
Preparation of Program Implementation Plan – Phase I, 2004
tersebut Pemerintah bekerja sama dengan Bank Dunia meluncurkan program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program). WISMP merefleksikan pendekatan baru dalam pembangunan berbasis sektoral untuk menjawab tantangan pelaksaan reformasi. Hal itu disebabkan karena kapasitas kelembagaan, pemerintah daerah, dan petani dinilai masih memiliki kapasitas yang lemah dan pengalaman yang kurang. Adapun tujuan program secara detail adalah: penyempurnaan sistem pengaturan, pengelolaan lembaga, keberlajutan fiskal, perencanaan dan kinerja dalam pengelolaan sumberdaya air dan irigasi dan fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi2. Yang menjadi sasaran program WISMP adalah sektor pengelolaan sumber daya air dan sektor pengelolaan jaringan irigasi. Sektor pengelolaan sumber daya air tidak akan dibahas dalam tesis ini meskipun tujuan utama program WISMP ini adalah mengkonsolidasikan sektor sumberdaya air yang sudah didesentralisasi dan lembaga pengelolaan irigasi partisipatif masyarakat. Tujuan khusus untuk sektor pengelolaan jaringan irigasi adalah untuk memperjelas pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan, mendorong kerjasama antar pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah dengan pusat, menata kelembagaan pemerintah daerah dan pusat, meningkatkan kualitas aparatur pemerintah, meningkatkan kapasitas keuangan pemerintah daerah khususnya di bidang pengelolaan sumber daya air serta rehabilitasi prasarana sungai prioritas dan jaringan irigasi. Peserta WISMP adalah Provinsi dan Kabupaten yang pernah mengikuti program JWIMP dan IWIRIP (Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Program) mengingat WISMP merupakan program lanjutan dari program-program tersebut. Provinsi tersebut adalah Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah. Program WISMP secara resmi dimulai pada tahun 2006. Kabupaten Bogor yang terletak di wilayah Provinsi Jawa Barat terpilih mengikuti program WISMP bersama Kabupaten Cianjur, Karawang, Subang, Sukabumi, Purwakarta, Bekasi, dan Bandung, karena di wilayah Kabupaten Bogor terdapat 980 DI (43.608 ha) kewenangan pemerintah kabupaten, 8 DI kewenangan provinsi karena letaknya yang lintas dengan kabupaten lain, serta 1 DI kewenangan Pusat yang juga berbatasan dengan kabupaten lain. Kegiatan WISMP dilaksanakan pada Daerah Irigasi yang menjadi kewenangan Kabupaten Bogor sejumlah 10 DI yang melibatkan 10 GP3A. Kegiatan-kegiatan pada WISMP pada dasarnya terbagi dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahaan dan P3A, Peningkatan Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan Irigasi Selektif, dan Pendukung Pertanian Beririgasi. Dinas yang terlibat meliputi Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) serta Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) sesuai pembagian peran yang ditetapkan oleh Bappenas. Didalam pelaksanaan program WISMP Kabupaten Bogor, melalui APBD, diharuskan menyediakan dana pendamping sebesar 20% dari besarnya dana loan yang akan dianggarkan pada tahun berjalan. Dengan dana pinjaman dari Bank Dunia dan dana pendamping dari APBD tersebut Kabupaten Bogor melaksanakan kegiatan WISMP. Setelah keikutsertaan WISMP Kabupaten Bogor selama 2006-2010 perlu dievaluasi perkembangan yang telah ada serta bagaimana dampaknya terhadap kebijakan pengelolaan irigasi secara partisipatif dalam kebijakan pengelolaan irigasi 2
Project Management Manual WISMP, 2005
di Kabupaten Bogor. Maka tesis ini disusun untuk mengetahui dampak dari pelaksanaan kegiatan WISMP terhadap lembaga petani sebagai pelaksana pengelolaan irigasi di Kabupaten Bogor meliputi dampak terhadap kelembagaan pengelolaan irigasi, kondisi jaringan irigasi dan tata kelola airnya. Aspek-aspek tersebut sesuai tujuan khusus pelaksanaan WISMP khususnya untuk pengelolaan irigasi secara partisipatif. Lebih jauh, analisa penerapan kebijakan pengelolaan irigasi secara partisipatif juga perlu dicarikan strategi untuk bisa dilanjutkan setelah berakhirnya program WISMP. Perumusan Masalah Kegiatan WISMP di Kabupaten Bogor dilaksanakan pihak yang terkait pengelolaan irigasi secara partisipatif yaitu Bappeda, DBMP, dan Distanhut. Kegiatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan P3A/GP3A, Peningkatan Kapasitas Dinas SDA Kabupaten, Perbaikan Pekerjaan Irigasi Selektif, dan Pendukung Pertanian Beririgasi, Setiap tahunnya para pihak menyusun rencana kegiatan berdasarkan kesepakatan bersama dan dilaksanakan secara paralel sesuai pembagian peran yang ditetapkan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan masing-masing instansi pada dasarnya ditujukan untuk mencapai tujuan akhir peningkatan kesejahteraan petani melalui peningkatan pendapatan petani. Sehingga pada awal evaluasi perlu dilihat dan dianalisa Bagaimanakah kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) penerima Program WISMP I pada lima tahun pertama ini sudah sesuai dengan yang direncanakan?. Penguatan kapasitas (pemberdayaan) kelembagaan pengelolaan irigasi mempunyai peran sangat penting dalam usaha melaksanakan keberlanjutan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Mengingat kelembagaan pengelolaan irigasi bersifat lintas instansi dan melibatkan beberapa organisasi, maka sangat penting untuk merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), sehingga dapat diambil langkah-langkah strategis yang tepat dalam pengembangan program tersebut oleh Pemerintah Kabupaten Bogor terutama untuk mendukung keberlanjutan pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran aktual tentang kondisi lembaga petani yaitu Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Bogor, baik yang menerima program maupun yang tidak menerima program WISMP dan sebagai bahan pembelajaran untuk pengambilan kebijakan selanjutnya bagi pemerintah daerah. Selain itu, penelitian ini dapat pula dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan cakupan yang komprehensif dan representatif. Namun berdasarkan perumusan masalah di atas, secara spesifik tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis kinerja GP3A penerima program WISMP dan bukan penerima program WISMP. 2. Merumuskan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Manfaat Penelitian Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan pengelolaan irigasi secara partisipatif di daerah lain seperti yang diamanatkan dalam PP 20/2006 tentang Irigasi. Lebih jauh hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi
masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor tentang hasil pelaksanaan WISMP dan pertimbangan kelanjutan program dalam kerangka kebijakan pengelolaan irigasi Kabupaten Bogor. Selanjutnya kajian ini merupakan media penerapan ilmu pengetahuan yang di peroleh bagi penulis. Dan yang terakhir, kajian ini bermanfaat sebagai bahan informasi dan rujukan bagi penulisan dan penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Secara umum Program WISMP terdiri dari beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan seperti kegiatan penyerahan kewenangan, pembinaan, pelatihan, motivasi, fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji pelaksanaan program WISMP APL Tahap I yang telah dilaksanakan pada kurun waktu tahun 2006 sampai dengan tahun 2010, dan pengambilan data sampel untuk penelitian ini adalah pada akhir pelaksanaan APL I yaitu dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua indikator kinerja kegiatan Program WISMP ini diukur. Pengukuran dibatasi pada evaluasi dampak kegiatan Program WISMP terhadap kinerja GP3A penerima manfaat. Dan membatasi daerah penelitian pada GP3A Mitra Tani di Desa Karehkel dan GP3A Leubak di Desa Leuwimekar Kecamatan Leuwiliang. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pemahaman pembaca terhadap isi tesis, maka penulis membuat sistematika penulisan tesis dengan menguraikan isi pokok bab dari bab 1 sampai dengan bab terakhir. Bab 1 merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang, permasalahan, tujuan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 merupakan tinjauan pustaka yang isinya menjelaskan pijakan teori apa yang digunakan dalam penelitian ini. Selain pijakan teori, juga ditampilkan kajian empiris sebelumnya mengenai evaluasi dampak program-program bantuan dana bergulir di Indonesia. Langkah ini perlu dilakukan untuk melihat aspek mana yang telah dan belum dikaji oleh peneliti sebelumnya. Bab 3 merupakan metodologi penelitian yang menjelaskan metode apa yang digunakan, data dan alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini. Bab 4 menerangkan gambaran umum wilayah yang menjadi lokasi kajian. Bab 5 merupakan pembahasan hasil analisis tentang pelaksanaan program WISMP, kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam hal ini adalah Dinas Bina Marga dan Pengairan dan analisis dampak pelaksanaan program WISMP terhadap GP3A. Bab 6 merupakan hasil strategi pengembangan dan keberlanjutan program di Kabupaten Bogor yang ingin disampaikan sebagai masukan alternatif strategi bagi pimpinan daerah dalam menetukan arah kebijakan strategi yang tepat guna, mutu, waktu dan biaya. Terakhir Bab 7 merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
II. TINJAUAN PUSTAKA Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (G3A) Dalam rangka mendukung Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP) sesuai yang tertuang dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi, perlu dilaksanakan Pemberdayaan Kelembagaan Petani Pemakai Air dalam hal ini adalah Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A). Pemberdayaan GP3A merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan irigasi bagi petani pemakai air yang tergabung dalam wadah organisasi GP3A.3 Pembaharuan kebijakan irigasi ini berjalan terus searah dengan pengembangan dan pengalaman yang diperoleh pada pelaksanaan kebijakan pengembangan irigasi yang diformulasikan dalam tahun 1987, yang memgandung unsur-unsur yang sama. Namun kebijakan baru memberikan peran yang lebih besar untuk pemberdayaan P3A dan Gabungan P3A (GP3A) yang lebih besar, dengan prinsip satu sistem satu pengelolaan, dan lebih spesifik pada partisipasi P3A dalam pengelolaan dan pendanaan sistem irigasi. Program ini awalnya didasarkan atas Instruksi Presiden 3/1999, dan disahkan dengan Peraturan Pemerintah No. 77/2001 dan Keputusan Menteri lainnya mengenai penyerahan pengelolaan irigasi, pemberdayaan, pendanaan, dan pendefinisian kembali tugas-tugas. Dengan disahkannya Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7/2004, PP77/2001 saat ini sedang disesuaikan dan dengan demikian Keputusan Menteri juga harus disesuaikan sesuai Undang-Undang yang baru. Tujuan dari WISMP dalam rangka Pemeberdayaan GP3A adalah untuk melanjutkan, mempertahankan dan memperbaiki program Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) di Indonesia.4 Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) adalah istilah umum untuk wadah kelembagaan dari sejumlah P3A yang memamfaatkan fasilitas irigasi, yang bersepakat bekerjasama dalam pengelolaan pada sebagian daerah irigasi atau pada tingkat sekunder. Tujuan Pembentukan GP3A / IP3A a. Untuk mengkoordinasikan anggota GP3A/IP3A yang ada diwilayah kerjanya dalam rangka berpartisipasi pada penyelenggaraan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. b. Untuk mengkoordinasikan peran serta anggotanya dalam pembagian, pemberian dan penggunaan air irigasi diwilayah kerja GP3A/IP3A dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengelolaan irigasi. c. Untuk mewakili perkumpulan petani pemakai air pada Komisi Irigasi Kabupaten/Kota dan Komisi Irigasi Provinsi.
3 4
Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PT-PSP C 4. 2-2011) WISMP Main Report, 2004
Secara umum pemberdayan P3A/GP3A/IP3A untuk memandirikan lembaga/ organisasi tersebut dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan organisasi sehingga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistim irigasi partisipatif. Meskipun demikian, karena fungsi dan tugas P3A dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi sedikit berbeda dengan GP3A/IP3A, maka sarana untuk menuju ke ”mandiri” berbeda, dan tingkatan status hukum perlu selektif sesuai kebutuhannya masing-masing Pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air pada sistem irigasi (daerah irigasi) ditujukan untuk memandirikan kelembagaan tersebut dalam bidang teknik, sosial ekonomi, kelembagaan dan pembiayaan melalui perkuatan terhadap organisasi sampai berstatus badan hukum, hak dan kewajiban anggota, manajemen organisasi, pengakuan keberadaannya dan tanggung jawab pengelolaan irigasi diwilayah kerjanya. Kemampuan teknis pengelolaan irigasi dan teknis usaha tani. Kemampuan keuangan dan pengelolaannya dalam upaya mengurangi ketergantungan dari pihak lain. Kemampuan kewirausahaan untuk dapat menunjang jalannya roda organisasi dalam rangka membayar iuran pengelolaan irigasi yang dimanfaatkan untuk pembiayaan pengelolaan jaringan irigasi tersier dan jaringan irigasi lainnya yang menjadi tanggung jawabnya dan partisipasi dalam pengelolaan jarigan irigasi primer dan sekunder yang menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota. Program Pemberdayaan GP3A terdiri dari berbagai kegiatan seperti kegiatan motivasi, pelatihan, penyerahan kewenangan, fasilitasi, bimbingan teknis, pendampingan, kerjasama pengelolaan dan audit pengelolaan irigasi. Program Pemberdayaan GP3A melalui kerjasama pengelolaan Irigsai secara partisipatif, dilakukan untuk mengembangkan kemampuan GP3A di Kabupaten Bogor yang memenuhi syarat untuk mengelola sistem irigasi secara partisipatif. Sehingga apa yang dimaksud dengan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dapat tercapai. Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program) Sejak krisis moneter pada tahun 1997, Pemerintah Indonesia telah mempraksai program untuk reformasi kelembagaan, menuju perkembangan yang berlanjut dan pemerintah yang efektif, efisien dan dapat dipertanggung jawabkan. Tujuan pertamanya adalah untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mengembangkan dan mengoperasikan fasilitas umum, seperti misalnya bangunan prasarana sumber daya air dan jaringan irigasi, merubah peran Pemerintah dari „penyedia” atau provider barang dan jasa menjadi “pemberi peluang” atau enabler kepada masyarakat untuk memobilisasi kemampuannya sendiri dalam memecahkan masalah. Tujuan kedua adalah desentralisasi keputusan Pemerintah dan keuangan kepada propinsi dan kabupaten, yang diwujudkan dalam dua Undang – Undang (UU 22 dan 25) tahun 1999 dan diperbaiki dalam tahun 2004. Bank Dunia melalui IWIRIP (Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Program), membantu Pemerintah Indonesia dalam penyiapan WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program). Tujuannya adalah (a) Memperbaiki pemerintahan sektor dengan mengkonsolidasikan reformasi sektor dan memperkuat institusi-institusi rencana, pengelolaan dan informasi pengelolaan baru yang dibentuk melalui WATSAL
(Water Resources Sector Loan) WATSAL; (b) Memperbaiki kinerja pengelolaan sumber daya air dan irigasi melalui peningkatan kemampuan staf pemerintah dan organinasi masyarakat irigasi, (c) Memperbaiki keberlanjutan fiskal sektor dengan melaksanakan berbagai macam mekanisme pemulihan dana yang perlu diperhatikan; dan (d) Melaksanakan program rehablitasi bergulir pada bangunan prasarana sungai dan irigasi umum yang selektif dan stategis. WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Management Program) merupakan program pemberdayaan (capacity building) atas pengembangan dan pengelolaan sumber daya air yang dibiayai oleh dana dari bantuan luar negeri (BLN). Disebutkan dalam PAD (Project Appraisal Document, 2005), WISMP merupakan kelanjutan dari program Java Irrigation Improvement and Water Resources Management Project (JIWMP; Loan 3762-IND) dan program Indonesia Water Resources and Irrigation Reform Implementation Project (IWIRIP; Grant TF 027755). WISMP direncanakan akan diselenggarakan dalam jangka waktu 10 tahun (2005-2015), yang pelaksanaannya dibagi dalam 3 tahap yang disebut dengan Adaptable Program Loan (APL). APL 1 dilaksanakan dari tahun 2006 - 2010, APL 2 dan 3 direncanakan akan dilaksanakan tahun 20112015. Tujuan Program Water Resources and Irrigation Sector Management Program (WISMP) WISMP - APL 1 memiliki tujuan umum sebagai berikut : a) Menyempurnakan sistem perencanaan, pengaturan, kelembagaan, kinerja, serta keberlanjutan fiskal dalam pengelolaan sumber daya air dan irigasi, sesuai dengan kebijakan yang tertuang dalam UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah, UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah. b) Melaksanakan fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi. Sasaran Program WISMP Dalam pelaksanaannya, WISMP dibagi atas 3 komponen utama : (a) Komponen A -Perkuatan pengelolaan SDA wilayah sungai pada tingkat nasional dan provinsi; (b) Komponen B - Perkuatan pengelolaan irigasi partisipatif pada tingkat provinsi dan kabupaten; dan (c) Komponen C - Perkuatan pengelolaan proyek di tingkat pusat. Seperti yang diuraikan dalam Project Management Manual, 2005, kegiatankegiatan dalam komponen B Peningkatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif adalah : 1. Pengembangan kemampuan P3A dan GP3A untuk dapat mengelola sistem irigasi melalui pemberian (a) bantuan teknis dan pelayanan tenaga ahli untuk membantu pelaksanaan; dan (b) pelatihan dan lokakarya antara lain untuk pengembangan kemampuan teknis dan pengelolaan administrasi, mekanisme pertukaran informasi diantara GP3A dan penentuan langkah untuk memecahkan kendala yang muncul dalam mencapai tujuan bersama.
2. Mengembangkan kemampuan Dinas Pengairan/SDA, Bappeda, dan lembaga terkait lainnya pada pengelolaan sumberdaya air di provinsi dan kabupaten untuk pelaksanaan pengelolaan irigasi secara partisipatif melalui penyediaan (a) bantuan teknis untuk membantu antara lain dalamuntuk pembentukan dan/atau pengembangan Komisi Irigasi dan Forum Koordinasi Daerah Irigasi, desain modul pelatihan untuk kemampuan komunikasi dan kemampuan O&P, penentuan tingkat pelayanan irigasi, persiapan kemampuan pengelolaan aset jaringan irigasi, pengembangan tata laksana jaminan mutu, persiapan penyusunan harga satuan tenaga dan bahan dari Dinas, pengenalan tata laksana anggaran kebutuhan nyata, dan kaji ulang serta pemutakhiran dari tata laksana dan standar desain bangunan; (b) pelayanan tenaga ahli untuk kegiatan seperti kalibrasi alat ukur dan bangunan bagi; (c) komputer, peralatan transportasi dan komunikasi; dan (d) serangkaian pelatihan dan lokakarya. 3. Pengembangan layanan dukungan pertanian beririgasi di kabupaten dengan GP3A yang terbentuk dan melaksanakan proyek pertanian beririgasi IAIP (Irrigated Agriculture Improvement Program) melalui bantuan teknis termasuk antara lain pelayanan penyuluhan terpadu), pelatihan UKM, pengadaan peralatan pertanian, membangun gudang beras, fasilitas pemasaran, dan penyediaan alokasi biaya sub proyek IAIP. Selanjutnya kegiatan dalam Komponen B ini dibagi dalam 4 sub kegiatan yaitu: 1. B.1 Kemampuan Pemerintahan P3A dengan tujuan utama peningkatan kinerja Lembaga yang terlibat dalam pengelolaan irigasi partisipatif seperti Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan P3A, IP3A dan Komisi Irigasi Kabupaten/Provinsi; 2. B.2 Kemampuan Dinas Pengairan/Irigasi dengan tujuan utama peningkatan kinerja pelayanan irigasi oleh dinas yang membidangi irigasi; 3. B.3 Perbaikan Pendanaan Dinas Pengairan dengan tujuan utama peningkatan keberfungsian dan keberlanjutan sistem pembiayaan untuk pengelolaan irigasi; 4. B.4 Program Bantuan Pertanian Beririgasi dengan tujuan utama meningkatnya produksi pertanian dan pendapatan petani di daerah proyek melalui penyediaan air yang lebih baik, fasilitasi layanan sarana produksi dan akses perolehan kredit usaha tani. Pembiayaan dan Pengelolaan Irigasi Partisipatif Bantuan luar negeri yang digunakan untuk membiayai WISMP bersumber dari : (1) Bank Dunia sebesar USD 45.000.000; (2) IDA (International Development Assistance) Credit Nomor 3807-IND sebesar IDR 17.900.000; dan (3) Grant dari Pemerintah Belanda Nomor TF 052124 sebesar USD 14.000.000. Pembiayaan kegiatan-kegiatan dalam WISMP dilakukan dengan sistem sharing 80% BLN (Loan/Credit/Grant) dan 20% pemerintah (APBN/APBDP/APBDK). Kesepakatan pelaksanaan WISMP yang tertuang dalam Loan Agreement/Development Credit Agreement/Grant Agreement ditandatangani pada tanggal 24 Juni 2005 (Project Management Manual WISMP, 2005). Seperti diamanatkan dalam PP 20/2006 Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan mengutamakan kepentingan dan peran serta masyarakat petani dalam
keseluruhan proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi. Sehingga pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air dan Dinas atau instansi kabupaten/kota atau provinsi yang terkait di bidang irigasi harus ditingkatkan kapasitasnya secara berkesinambungan. Selanjutnya, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan memaksimalkan penggunaan sumber daya air baik yang berupa air hujan, air permukaan, dan air tanah. Namun demikian PP 20/2006 menyebutkan bahwa pemanfaatan yang maksimal adalah air permukaan. Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan dengan prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan dengan memperhatikan kepentingan pemakai air irigasi dan pengguna jaringan irigasi di bagian hulu, tengah, dan hilir secara selaras. Hal tersebut untuk menghindari adanya ketidakadilan dan menghilangkan potensi konflik antara hulu dan hilir. Kelembagaan pengelolaan irigasi yang meliputi instansi pemerintah, perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi merupakan pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan irigasi partisipatif. Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi disusun dengan memegang prinsip satu sistem irigasi satu kesatuan pengembangan dan pengelolaan. Selanjutnya, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dilaksanakan secara partisipatif dilakukan dengan pengaturan kembali tugas, wewenang, dan tanggung jawab kelembagaan pengelolaan irigasi, pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air, penyempurnaan sistem pembiayaan pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi untuk mewujudkan keberlanjutan sistem irigasi. Prinsip partisipatif dalam keseluruhan proses pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi diawali dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan kegiatan, pada tahap perencanaan, pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi. Kemudian, Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi dan memberikan bantuan sesuai dengan permintaan perkumpulan petani pemakai air dengan tidak melupakan prinsip kemandirian (PP 20/2006). Kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang efisien dan efektif diperlukan untuk menjamin keberlanjutan sistem irigasi dan hak guna air untuk irigasi. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan (Project Implementation Plan WISMP, 2004): a. adanya pergeseran nilai air dari sumber daya air milik bersama yang melimpah dan dapat dimanfaatkan tanpa biaya menjadi sumber daya yang bernilai ekonomi dan berfungsi sosial; b. terjadinya kerawanan ketersediaan air secara nasional; c. meningkatnya persaingan pemanfaatan air antara irigasi dengan penggunaan oleh sektor-sektor lain; d. makin meluasnya alih fungsi lahan irigasi untuk kepentingan lainnya. Sesuai dengan kenyataan tersebut di atas, pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyediakan pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi primer dan sekunder, sedangkan perkumpulan petani pemakai air dapat berperan serta. Perkumpulan petani pemakai air menyediakan pembiayaan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang menjadi tanggung jawabnya, sedangkan
pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya dapat membantu sesuai permintaan perkumpulan petani pemakai air dengan memperhatikan prinsip kemandirian. Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Dalam PP 20/2006 Bab III mengenai Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI), yang termasuk dalam KPI adalah instansi pemerintah yang membidangi irigasi, perkumpulan petani pemakai air, dan komisi irigasi. KPI dibentuk oleh pemerintah untuk mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi. Mengenai perangkat KPI dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Instansi Pemerintah yang membidangi irigasi Sesuai dengan tingkatannya maka instansi pemerintah yang membidangi irigasi ditunjukkan dalam Tabel 2.1. Tabel 2.1 Instansi Pemerintah Daerah yang Membidangi Pemerintah Pusat Provinsi Kabupaten/Kota Bappenas Bappeda Provinsi Bappeda Kabupaten/Kota Kementerian Pekerjaan Dinas PU / PSDA Umum Provinsi Dinas PU / PSDA Kabupaten/Kota Kementerian Dalam Negeri Dinas Pertanian Provinsi Dinas Pertanian Kementerian Pertanian Kabupaten/Kota b.
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33/PRT/2007 tentang Pedoman Pemberdayaan P3A (Permen PU 33/2007) disebutkan petani pemakai air adalah semua petani yang mendapat manfaat secara langsung dari pengelolaan air dan jaringan irigasi, termasuk irigasi pompa yang meliputi pemilik sawah, penggarap sawah, penyakap sawah, pemilik kolam ikan yang mendapat air irigasi, dan badan usaha di bidang pertanian yang memanfaatkan air irigasi. Perkumpulan petani pemakai air atau disebut P3A adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah layanan/petak tersier atau desa yang dibentuk secara demokratis oleh petani pemakai air termasuk lembaga lokal pengelola irigasi. Sedangkan gabungan petani pemakai air atau disebut GP3A adalah kelembagaan sejumlah P3A yang bersepakat bekerja sama memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok sekunder, gabungan beberapa blok sekunder, atau satu daerah irigasi.pada beberapa daerah irigasi terdapat Induk perkumpulan petani pemakai air atau disebut IP3A adalah kelembagaan sejumlah GP3A yang bersepakat bekerja sama untuk memanfaatkan air irigasi dan jaringan irigasi pada daerah layanan blok primer, gabungan beberapa blok primer, atau satu daerah irigasi. Adapun pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air diartikan sebagai upaya penguatan dan peningkatan kemampuan P3A/GP3A/IP3A yang meliputi aspek kelembagaan, teknis dan pembiayaan dengan dasar keberpihakan kepada petani melalui pembentukan, pelatihan, pendampingan, dan menumbuhkembangkan partisipasi (Permen PU 33/2007). Adapun Nama-nama GP3A tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3
Tabel 2.2 Data GP3A Dengan Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor
1
Cidurian Sodong
Luas Areal (Ha) 740
2
Cidurian Sendung
482
3
Cianteun Cigatet
421
Sodong Saluyu Sendung Lestari Mitra Tani
4
Cigamea
502
Seulir Julangga
Sukamaju
5
Cigambreng
177
Tapos 1
6
Cimarayana
315
7 8 9 10
Situbala Cibeet Cikompeni Ciomas Tonjong Cipamingkis Leungsir
96 790 410 703
Sauyunan Marayana Mukti Harum Sari Ciunjang Jaya Tirta Buana Sugih Mukti
No
Daerah Irigasi
Badan Hukum Nama GP3A
Desa
Kecamatan
Pangaur
Jasinga
√
Sipak
Jasinga
√
Karehkel
Leuwiliang Cibungbulan g Tenjolaya
√
Cinangneng
Ciampea
√
Purwasari Sirnasari Cikutamahi Sukasirna
Darmaga Tanjung Sari Cariu Jonggol
√ √ √ √
Sudah
Belum
√ √
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Tabel 2.3 Data GP3A Tanpa Program WISMP APL I pada Kabupaten Bogor No
Daerah Irigasi
Luas Areal (Ha)
1
Cibuntu
219
Maju Jaya
Cibuntu
2 3 4
Cicadas Cikahuripan Cigede
191 501 338
5
Cinangka
146
Giri Setra Giri Saluyu Tirta Harmonis Darma Sauyunan Leubak Tirta Tani Banyu Agung Mina Pelita Mina Tirta
6 Citeureup 7 Cihideung 8 Cibarengkok 9 Cinagara 10 Angke Sumber : DBMP Kab. Bogor
125 166 790 194 40
Nama GP3A
Desa
Kecamatan
Badan Hukum Sudah Belum √
Cicadas Sukawening Gunung Bunder I
Klapa Nunggal Ciampea Dramaga Pamijahan
Cinangka
Ciampea
√
Leuwimekar Cihideung Ilir Pasir Gaok Cinagara Kemang
Leuwiliang Ciampea RancaBungur Caringin Kemang
√ √ √ √ √ √ √ √
c.
Komisi Irigasi Komisi Irigasi dibentuk berjenjang pada tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi dan antar provinsi. Keanggotaan komisi irigasi beranggotakan wakil pemerintah kabupaten/kota/provinsi/provinsi terkait, wakil komisi irigasi kabupaten/kota/provinsi yang terkait, wakil perkumpulan petani pemakai air, dan wakil kelompok pengguna jaringan irigasi di suatu daerah irigasi dengan prinsip keanggotaan proporsional dan keterwakilan. Pada dasarnya tugas Komisi irigasi kabupaten/kota/provinsi membantu bupati/walikota/gubernur terkait untuk : a). merumuskan kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi dan fungsi irigasi; b). merumuskan pola dan rencana tata tanam pada daerah irigasi dalam kabupaten/kota (khusus Komisi Irigasi kabupaten/kota); c). merumuskan rencana tahunan penyediaan air irigasi; d). merumuskan rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi bagi pertanian dan keperluan lainnya; e). merekomendasikan prioritas alokasi dana pengelolaan irigasi; dan f). memberikan pertimbangan mengenai izin alih fungsi lahan beririgasi (khusus Komisi Irigasi kabupaten/kota). Lebih lanjut mengenai Komisi Irigasi diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007 tentang Komisi Irigasi. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di sini adalah semua orang yang terlibat secara langsung dalam usaha pengelolaan sistem irigasi. Assesment terhadap sumber d.
daya manusia harus meliputi kualitas, kuantitas, status, jabatan, dan kompetensi. Kajian permasalahan dan hambatan dalam SDM serta rekomendasi pemberdayaannya. Kinerja Oranisasi Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang merosot. Kinerja menurut Mangkunegara (2000) “Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kemudian menurut Sulistiyani (2003) “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Hasibuan (2001) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu”. Menurut Whitmore (1997) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum ketrampikan”. Menurut Cushway (2002) “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”. Menurut Rivai (2004) mengemukakan kinerja adalah “merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”. Menurut Mathis et al. Terjamahaan Sadeli et al. (2001), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”. Menurut Witmore dalam Coaching for Perfomance (1997) “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan”. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (1993) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Menurut Mathis et al. (2001) faktor-faktor yang memengaruhi kinerja individu tenaga kerja, yaitu: 1) Kemampuan mereka, 2) Motivasi, 3) Dukungan yang diterima, 4) Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan 5) Hubungan mereka dengan organisasi. Berdasarkaan pengertian di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan kualitas dan kuantitas dari suatu hasil kerja
(output) individu maupun kelompok dalam suatu aktivitas tertentu yang diakibatkan oleh kemampuan alami atau kemampuan yang diperoleh dari proses belajar serta keinginan untuk berprestasi. Menurut Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa faktor yang memengaruhi kinerja antara lain : a. Faktor kemampuan Secara psikologis kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realita (pendidikan). Oleh karena itu pegawai perlu dtempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlihannya. b. Faktor motivasi Motivasi terbentuk dari sikap (attiude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. Mc Cleland (1997) seperti dikutip Mangkunegara (2001), berpendapat bahwa “Ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi dengan pencapaian kerja. Motif berprestasi adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (performance) dengan predikat terpuji. Selanjutnya Mc. Clelland, mengemukakan 6 karakteristik dari seseorang yang memiliki motif yang tinggi yaitu : 1) Memiliki tanggung jawab yang tinggi 2) Berani mengambil risiko 3) Memiliki tujuan yang realistis 4) Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuan. 5) Memanfaatkan umpan balik yang kongkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukan 6) Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogamkan Menurut Gibson (1987) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja : 1) Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 2) Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja 3) Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Menurut Kopelman (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: karakteristik individual (individual characteristics), karakteristik organisasi (organizational charasteristic), dan karakteristik kerja (work characteristics). Lebih lanjut oleh Kopelman dijelaskan bahwa kinerja selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan juga sangat tergantung dari karakteristik individu seperti kemampuan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, norma dan nilai. Dalam kaitannya dengan konsep kinerja, terlihat bahwa karakteristik individu seperti kepribadian, umur dan jenis kelamin, tingkat pendidikan suku bangsa, keadaan sosial ekonomi, pengalaman terhadap keadaan yang lalu, akan menentukan perilaku kerja dan produktivitas kerja, baik individu maupun organisasi sehingga hal tersebut akan menimbulkan kepuasan bagi pelanggan atau pasien. Karakteristik individu selain dipengaruhi oleh lingkungan, juga dipengaruhi oleh: 1) karakteristik orgnisasi seperti reward system, seleksi dan pelatihan, struktur organisasi, visi dan misi organisasi serta kepemimpinan; 2) karakteristik pekerjaan, seperti deskripsi pekerjaan, desain pekerjaan dan jadwal kerja.
Kinerja Kelompok Tani Berbagai penelitian tentang kelompok tani telah dilakukan dengan tolok ukur yang berbeda-beda. Perbedaan tolok ukur ini mungkin disebabkan peneliti belum mengetahui tolok ukur yang ada, atau telah mengetahui tetapi tidak mungkin menerapkannya karena berbagai keterbatasan. Faktor lainnya adalah peneliti mempunyai kepentingan tertentu terhadap suatu aspek yang hendak diteliti. Zakiah et al. (2000) telah mengamati dinamika kelompok tani berdasarkan SK Mentan No. 41/Kpts/OT.210/1992 di wilayah Proyek Pengembangan Lahan Rawa Terpadu (Integrated Swamps Development Project = ISDP). Proyek ini implementasinya dimulai tahun 1994/95 sampai 2000 di Riau, Jambi, Palembang, dan Kalimantan Barat. Disimpulkan oleh Zakiah et al. (2000) bahwa menurunnya dinamika kelompok disebabkan oleh faktor teknis dan faktor sosial. Faktor teknis di antaranya adalah kegagalan panen oleh berbagai sebab seperti serangan hama dan kondisi air, sedang kan faktor sosial yang utama adalah realisasi dari perencanaan yang sudah disepakati yang selalu tidak bisa ditepati. Faktor sosial lainnya adalah kurangnya kepercayaan anggota terhadap pengurus dalam mengelola modal kelompok, keberadaan petugas yang dapat membina kelompok, dan rendahnya kemampuan untuk menjalin hubungan dengan lembaga lain khususnya dengan koperasi unit desa (KUD). Strategi Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif5 . Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan serangkai kebijakan (policy formulation method and technique). Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri, 2008) Ada tiga tingkatan strategi dibuat dalam organisasi yang lebih besar, yakni meliputi strategi perusahaan, bisnis, dan fungsional (atau operasional). Sementara strategi perusahaan akan menentukan bisnis apakah yang perusahaan akan benarbenar beroperasi di sana, strategi bisnis akan menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing di masing-masing bisnis yang telah dipilih. Dan strategi tingkat operasional akan menentukan bagaimana masing-masing bidang fungsional (seperti sumber daya manusia atau akuntansi) benar-benar akan mendukung strategi-strategi bisnis dan korporasi. Semua strategi ini harus berkaitan erat untuk memastikan bahwa organisasi bergerak ke arah yang menyatu. Data dari pemantauan lingkungan ini kemudian digunakan untuk membuat rencana strategis bagi organisasi - yang kemudian dilaksanakan. Sebuah pepatah lama menyatakan bahwa "gagal dalam merencanakan sama dengan merencanakan untuk gagal”. Jika sebuah organisasi tidak merencanakan arahnya, dia juga 5
wikipedia. 2011
terbilang tidak mengambil kendali atas masa depannya. Tahap implementasi melibatkan hampir semua anggota organisasi. Akibatnya, perusahaan akan perlu melibatkan lebih banyak karyawan dalam tahap perencanaan. Sementara perhatian historis lebih diberikan untuk tahap perencanaan, organisasi saat ini yang cerdik juga menyadari sifat kritis dari aspek pelaksanaan. Rencana terbaik tak ada artinya jika implementasinya cacat. Komponen terakhir dari manajemen strategis adalah evaluasi dan pemantauan kemajuan perusahaan ke arah sasaran strategisnya. Organisasiorganisasi yang meyakini bahwa proses terbilang selesai setelah rencana diimplementasikan hanya akan menemukan diri mereka menemui kegagalan. Penting sekali bagi organisasi untuk terus memantau kemajuannya. Menurut Adisasmita (2006), dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi : 1. Strategi pembangunan (growth strategy) 2. Strategi kesejahteraan (welfare strategy) 3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy) 4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy). Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama, pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up yang melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan. Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada : 1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis, jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran. 2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan sosial masyarakat perdesaan. 3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan sosial masyarakat. 4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan. 5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan. 6. Penciptaan iklim sosial yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya pemerintahan di perdesaan.
Kajian Empiris Terdahulu Beberapa studi terkait dengan peningkatan kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A), diantaranya seperti yang dilakukan oleh Caesarion (2011), melakukan penelitian mengenai efektivitas program PUAP terhadap kinerja usaha kecil dengan menggunakan metode statistik analisis regresi linier berganda. Variabel yang digunakan adalah kesesuaian perencanaan dengan pelaksanaan kegiatan usaha tani; pengembangan agribisnis perdesaan; pengembangan usaha mikro; dan peran pendampingan. Hasil analisis menunjukkan bahwa setelah adanya bantuan program PUAP kinerja usaha kecil pertanian menjadi lebih efektif. 1) Santosa et al. (2003) pendekatan penelitian evaluasi dampak yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode ESCAP (Economic and Social Commision for Asian and Pacific) yakni dengan menilai beberapa indikator seperti peningkatan pendapatan, pengurangan kemiskinan, efisiensi penyaluran program dan kelangsungan dana. Program penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi meliputi program Inpres Desa Tertinggal (IDT), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP), yang ketiganya dikategorikan sebagai Program Kerja Mandiri dan Proyek Pembangunan Fisik dalam Program PPK yang dikategorikan sebagai Program Padat Karya. Hasil kesimpulan dari penelitiannya adalah bahwa pelaksanaan program pinjaman bergulir lebih berhasil dalam menanggulangi kemiskinan di wilayah sampel dibanding dengan program padat karya. 2) Ravallion et al. (2005) melakukan evaluasi dampak pelaksanaan Program Trajabar di Argentina. Penelitian ini bertujuan untuk melihat evaluasi dampak (Impact Evaluation) tentang manfaat yang diperoleh orang miskin dari pasar tenaga kerja. Metode yang digunakan dalam mengukur evaluasi dampak ini adalah Selisih-dalam selisih (Difference-in-difference). Evaluasi dampak yang dilakukan menyangkut aspek tingkat pendapatan, tingkat partisipasi orang miskin, dan tingkat pengangguran. Langkah yang dilakukan adalah menghitung perubahan tingkat pendapatan orang miskin yang mengikuti program Trajabar sebelum intervensi program (baseline) dan setelah adanya intervensi. Selain itu dilakukan juga proses netting-out dengan membentuk Kelompok Kontrol sehingga diperoleh besar dampak yang ditimbulkan dari program tersebut. 3) Chandra et al. (2010) melakukan pendekatan evaluasi dampak pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan dengan menggunakan evaluasi kualitatif yakni mengukur penilaian baik, sedang, dan buruk dari suatu program dengan menitikberatkan pada proses pelaksanaan program mulai dari input, proses, output, outcome, dan benefit. 4) Akbar (2011) melakukan penelitian mengenai Strategi Keberlanjutan Program PUAP di Kabupaten Karawang dengan menganalisis pada kinerja gapoktan penerima PUAP dengan metode analisis yang digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA), Analisis Pendapatan Petani, Evaluasi Faktor Internal (IFE- Internal Factor Evaluation), Evaluasi Faktor Ekxternal (EFE- Eksternal Factor Evaluation), Analisis SWOT (StrengthsWeaknesses-Opportunities-Threats) dan Analisis QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix). Hasil analisis dan kajiannya memperioritaskan
strategi keberlanjutan program PUAP didasarkan pada aspek peningkatan kualitas dan kinerja Gapoktan di Kabupaten Karawang. Posisi penelitian ini adalah mengacu pada Akbar (2011) dan Ravallion et al. (2005). Penulis membatasi evaluasi yang dianalisis pada dampak peningkatan pendapatan penerima program WISMP. Penulis tertarik untuk meneliti kinerja GP3A penerima program dan bukan penerima program GP3A terhadap tingkat pendapatan petani, karena menurut penulis kinerja kelembagaan petani (GP3A) dan tingkat pendapatan merupakan variabel yang langsung dirasakan oleh petani dan juga merupakan indikator kemajuan dan prestasi kelompok dan masyarakat. Selain itu penelitian ini juga dilakukan karena evaluasi dampak pelaksanaan program WISMP terhadap peningkatan kinerja dan tingkat pendapatan petani belum pernah dilakukan. Padahal penting bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai pelaksana program di daerah, juga bagi stakeholder lainnya untuk mengetahui sejauhmana indikator-indikator tujuan program dapat dicapai.
III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian tentang strategi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Program WISMP yang prakarsai oleh Direktorat Jederal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2005 dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam pengelolaan air irigasi dan meningkatkan kesejahteraan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga Ibu Kota Negara Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri. Sampai tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunaakan untuk sawah yaitu sekitar hanya 18 % dari seluruh luas lahan yang ada di Kabupaten Bogor, luas lahan sawah pad tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunakan irigasi mencapai 81,10 %. Penelitian ini dimulai dengan pengindetifikasian objek GP3A yang ada di Kabupaten Bogor. Kemudian dilakukan penentuan objek penelitian yang dapat mempengaruhi berkembangnya pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten Bogor. Metode ini menggunakan data primer yakni melalui kuisioner dan serangkaian wawancara langsung. Sumber data primer diperoleh dari responden yang dipilih secara sengaja (purposive sampling), responden yang dipilih dianggap mempunyai pengetahuan, kemampuan dan beberapa pihak yang berkepentingan. Penilaian kinerja GP3A Mitra Tani dianalisis dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Dalam memperoleh strategi yang diinginkan untuk Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor, selanjutnya dengan analisa SWOT dilakukan pemilahan mana yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman nantinya diharapkan mampu memetakan kondisi yang ada, sehingga dapat dibuat strategi kebijakan yang terdiri dari strategi SO, strategi ST, strategi WO dan strategi WT. Hasil strategi yang dilakukan dari analisis SWOT akan didapatkan beberapa alternatif strategi pengembangan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor. Kemudian dilakukan penyususnan matriks Quantitatif Strategy Planing (QSP) untuk mendapatkan strategi pengembangan yang di inginkan. Kerangka pemikiran kajian tentang Evaluasi Pelaksanaan Program Water Resources and Irrigation Project (WISMP) Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor disajikan dalam Gambar 3.1.
PERMASALAHAN Rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan irigasi partisipatif
Pemerintah Pusat Bappenas, Kementerian PU
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Dinas Bina Marga dan Pengairan
Kinerja GP3A Tanpa Program WISMP
WORLD BANK
PROGRAM WISMP APL I
Kinerja GP3A Dengan Program WISMP Evaluasi Peran Kelembagaan Kesejahteraan Petani Produktifitas Usaha Tani
Analisis SWOT
STRATEGI PENGEMBANGAN PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF DI KABUPATEN BOGOR
Quantitif Strategi Planing Matrik
Gambar 3.1 Bagan Alur Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian secara umum ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor, khususnya pada Daerah Irigasi yang terdapat di Kecamatan Leuwiliang, yang sudah memiliki pengurus GP3A, sebanyak 1 Daerah Irigasi dalam masa periode pelaksanaan program WISMP I (2005-2010), dan 1 Daerah Irigasi yang belum menerima program WISMP 1. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan Kabupaten Bogor merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi Jawa Barat. Sejak pelaksanaan kegiatan Program WISMP tahun 2007 belum pernah dilakukan evaluasi dampak terhadap peningkatan pendapatan petani penerima manfaat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor sebagai pelaksana Program WISMP di Kabupaten Bogor. Mengingat segala upaya yang telah dilakukan untuk program ini, mulai dari perencanaan, pelaksanaan program dan dana yang dialokasikan, evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan Program WISMP di Kabupaten Bogor harus dilakukan untuk mengetahui sejauh mana indikator keberhasilan program tercapai, sehingga penggunaan segala sumber daya tersebut tidak sia-sia. Pengambilan sampel dilaksanakan sejak bulan Juli sampai dengan bulan September 2013, dalam dua priode, priode kedua selama 30 hari, merupakan priode evaluasi dan melengkapi kekurangan data yang telah diperoleh pada priode pertama. Metode Pengumpulan Data Dilihat dari sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan data primer dan data sekunder (Kuncoro, 2003). Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Dalam hal ini penulis menggunakan dokumendokumen yang berhubungan dengan program WISMP dari berbagai lembaga pemerintah seperti Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum berupa dokumen Project Appraisal Document (PAD), Project Implementation Program (PIP) dan Project Management Manual (PMM) serta dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabuapten Bogor, Kantor Kecamatan Leuwiliang, Kantor Desa Karehkel, Kantor Desa Barengkok, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan Program WISMP. Data primer adalah data yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro, 2003). Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang selengkapnya disajikan dalam lampiran yang ditujukan kepada GP3A penerima manfaat dan GP3A bukan penerima manfaat. Selain kuesioner, untuk memperdalam pemahaman terhadap masalah yang sedang diteliti, penulis juga melakukan wawancara (interview) pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan program WISMP di GP3A, antara lain dengan Kepala GP3A dan pengurusnya, pendamping/penyuluh yang mendampingi GP3A tersebut. Metoda Pengambilan Contoh Kecamatan Leuwiliang dipilih secara purposive sebagai lokasi contoh, selanjutnya pada kecamatan terpilih ditentukan 2 desa sebagai lokasi penelitian. Penentuan desa terpilih berdasarkan penyebaran jumlah kelompok tani penerima
program WISMP antara tahun 2006 sampai tahun 2010. Dua desa terpilih adalah Desa Karehkel dan Desa Leuwimekar. Pengambilan contoh dilakukan terhadap GP3A Mitra Tani pada DI Cianten – Cigatet yang berlokasi di Desa Karehkel sebagai penerima manfaat Program WISMP dan GP3A Leubak pada DI Citeureup yang berlokasi di Desa Leuwimekar sebagai bukan penerima manfaat Program WISMP dipilih secara purposive sebagai lokasi contoh, alasan pertimbangan pemilihan GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak dengan pertimbangan sebagai berikut : 1. Keberadaan GP3A Mitra Tani sudah terbentuk sejak awal dimulainya program WISMP sebagai lembaga otonom dari unit usaha GP3A penerima bantuan dana WISMP. GP3A Mitra Tani merupakan GP3A yang sudah lama berdiri di antara rata-rata GP3A lainnya. 2. Kelengkapan administrasi juga merupakan salah satu penilaian didalam menentukan GP3A yang dipilih untuk penelitian. 3. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat Desa Karehkel dan Desa Leuwimekar adalah buruh dan petani dengan jumlah warga miskinnya hampir merata. 4. GP3A Leubak pada DI Citeureup Desa Leuwimekar sebagai kelompok yang tidak/belum pernah menerima program WISMP hanya dari dana APBD saja. Jumlah pengambilan petani contoh dilakukan secara proporsional. Total petani contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 30 petani contoh dengan pembagian 15 petani contoh penerima program WISMP dan 15 petani contoh bukan penerima program WISMP. Tabel 3.1 Data GP3A Sampel Kabupaten Bogor No 1
2
Daerah Irigasi Cianteun Cigatet
Citeureup
Luas Areal (Ha)
Nama GP3A dan P3A
Kecamatan Leuwilian g
√
Leuwilian g
√
421
Mitra Tani
Karehkel
22 71 73 75 180
Anggota : P3A Hegar Mukti P3A Mekar Tani P3A Cinta Damai P3A Laksana Paritas P3A Sugih Tani
Barengkok Leuwimekar Cibeber I Leuwiliang Karehkel
125
Leubak
Leuwimekar
Anggota : P3A Sugih Mukti P3A Suka Asih
Barengkok Leuwimekar
75 50
Badan Hukum Sudah Belum
Desa
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Metode analisis SWOT dan QSPM dilakukan secara purposive terhadap pengambil kebijakan pelaksanaan program WISMP yaitu Ketua GP3A 2 orang, Tenaga Pendamping Masyarakat 2 orang, Staf Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor 2 orang, Staf Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2 orang dan Staf Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor 2 orang.
Metoda Analisis Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum mengenai pelaksanaan pengelolaan program WISMP di GP3A Mitra Tani. Penilaian kinerja GP3A Mitra Tani dianalisis dengan menggunakan metode Importance Performance Analysis. Data yang dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis sehingga mampu memberikan gambaran dan penjelasan terhadap permasalahan dalam penelitian ini. Metode Importance Performance Analysis (IPA) IPA bertujuan untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor- faktor pelayanan yang menurut pelanggan sangat memengaruhi loyalitas dan kepuasan mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut pelanggan perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan pelanggan. IPA menyatukan pengukuran faktor tingkat kinerja (performance) dan tingkat kepentingan (importance) yang kemudian digambarkan dalam diagram dua dimensi yaitu diagram importance-performance untuk mendapatkan usulan praktis dan memudahkan penjelasan data. Grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran importance-performance seperti yang terlihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Kuadran Importance-Performance Analysis
Kuadran yang terdapat pada Gambar 3.2, dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Kuadran A, “Concentrate Here” menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap sangat penting, namun memperlihatkan tingkat kepuasan yang rendah menurut pelanggan. 2. Kuadran B, “Keep up with The Good Work” menunjukkan unsur pokok yang sudah ada pada produk sehingga wajib dipertahankan karena dianggap sangat penting dan memuaskan pelanggan. 3. Kuadran C, “Low Priority” menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan (keberadaannya biasa-biasa saja) dan dianggap kurang memuaskan. 4. Kuadran D, “Possible Overkill” menunjukkan faktor yang menurut pelanggan kurang penting namun pelaksanaannya berlebihan. Faktor yang dianggap kurang penting tetapi kinerjanya sangat memuaskan. Matriks di atas digunakan untuk menggambarkan prioritas atribut-atribut guna perbaikan ke depan. Skala yang digunakan adalah skala Likert, yaitu skala 1 sampai 5 dengan keterangan sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2 Skor Nilai Kepentingan dan Kepuasan Skor / Nilai Tingkat Kepentingan 5 Sangat Penting 4 Penting 3 Cukup Penting 2 Kurang Penting 1 Tidak Penting
Tingkat Kepuasan Sangat Puas Puas Cukup Puas Kurang Puas Tidak Puas
Rumus yang di gunakan dalam metode Importance-Performance Analysis (IPA) (Ariyoso. 2009) Tki = Xi/Yi X 100% Keterangan : TKi = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan Yi = Skor penilaian kepentingan Penerapan teknik Importance-Performance Analysis (IPA) dimulai dengan identifikasi atribut-atribut yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat dikembangkan dengan mengacu kepada literaturliteratur, melakukan interview, dan menggunakan penilaian manajerial. Di lain pihak, sekumpulan atribut yag melekat kepada barang atau jasa yang dievaluasi berdasarkan seberapa penting masing-masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana barang atau jasa tersebut dipersepsikan oleh konsumen. Proses pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan survei ke lapangan. Pengukuran kinerja GP3A penerima manfaat dapat dinilai melalui evaluasi kinerja beberapa aspek, yaitu aspek organisasi/kelembagaan, aspek teknis irigasi, aspek teknis pertanian aspek keuangan dan bidang usaha dan aspek peran pemerintah. Selanjutnya setiap aspek tersebut diberi indikator kinerja seperti terlihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Indikator yang digunakan dalam pengukuran Kinerja GP3A penerima dan bukan penerima Program WISMP, Aspek Kinerja GP3A Aspek Aspek Organisasi / Kelembagaan
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aspek Teknis Irigasi
1. 2. 3. 4.
5. Aspek Teknis Usaha Tani
1.
2.
3.
Aspek Keuangan dan Bidang Usaha
1.
2. 3.
Aspek Peran Pemerintah
1.
2. 3.
Indikator GP3A memiliki AD/ART GP3A Berbadan Hukum Memilki Bank Rekening dan NPWP. Tertib admnistrasinya (ada peta jaringan irigasi, buku anggota, program kerja dan sebagainya). GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus Dapat mengatasi masalah organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar. Memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi baik. Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan Rencana Pembagian Airnya setiap tahun. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar. GP3Adapat berpartisipasi pada kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain nonirigasi). Dapat memperkecil perbedaan produktivitas hasil tanaman daerah hulu dan hilir melalui pengaturan air yang adil. Dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien. Terwujudnya perkumpulan petani pemakai air yang dapat menghimpun dana 50% dari Angka Kebutuhan Nyata Operasi & Pemeliharaan jaringan primer dan sekunder. Dapat menggerakan di atas 70% jumlah anggotanya untuk memberi kontribusi iuran pengelolaan irigasi. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan. Adanya program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan, penyuluhan, pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A, GP3A, dan IP3A. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program pemberdayaan tersebut. Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota.
Tahap Kedua dilakukan penyebaran dan pengisian kuisioner oleh para petani penerima program WISMP. Data hasil survei diolah untuk mendapatkan gambaran tentang kepentingan dan kepuasan terhadap kinerja GP3A dari pihak penerima program. Persepsi digambarkan dalam diagram kartesius. Tahap ketiga, menghitung nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja untuk setiap faktor, rentang skala Importance-Performance yang digunakan adalah skala Likert, dengan nilai terendah adalah 1 (satu) dan nilai tertinggi adalah 5 (lima). Kriteria jawaban tingkat kepentingan terdiri atas: SP = sangat penting (nilai 5), P = penting (nilai 4), CP = cukup penting (nilai 3), KP = kurang penting (nilai 2), dan TP = tidak penting (nilai 1), sedangkan kriteria jawaban tingkat kinerja terdiri atas SB = sangat baik (nilai 5), B = baik (nilai 4), CB = cukup baik (nilai 3), KB = kurang baik (nilai 2), dan TB= tidak baik (nilai 1). Tahap keempat, membuat grafik IPA dengan mempergunakan nilai rata-rata tingkat kinerja pada sumbu X dan tingkat kepentingan pada sumbu Y untuk mengetahui secara spesifik letak masing-masing faktor pada IP-matrix. Memplotkan nilai rata-rata setiap atribut kepentingan pada sumbu vertikal dan nilai rata-rata setiap atribut tingkat kepuasan pada sumbu horisontal yang kemudian digambarkan dalam diagram dua dimensi yaitu diagram importanceperformance, dimana pusat pemotongan garis adalah nilai rata-rata yang terdapat pada dimensi kepentingan dan kepuasan. Dan tahap terakhir adalah melakukan interpretasi dan analisis seputar indikator-indikator apa yang masuk ke dalam kategori Concentrate Here, Keep Up with the Good Work, Low Priority, dan Possibly Overkill. Metode Perumusan Strategi dan Perancangan Program Berdasarkan pada hasil analisis LQ, SSA, Rasio efektivitas dan analisis diskriptif maka dalam penyusunan strategi program pengembangan jagung di Kabupaten Karawang, dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Setelah dilakukan penetapan strategi, selanjutnya menyusun perancangan program sesuai dengan visi-misi-tujuan Kabupaten Karawang. Kerangka formulasi strategi menurut David (2002) ditunjukkan pada Gambar 3.3. 1. Tahap Masukan (Input Stage) Evaluasi Faktor Eksternal Evaluasi Faktor Internal (EFE- External Factor Evaluation) (IFE-Internal Factor Evaluation) 2. Tahap Analisis (Matching Stage) Matriks SWOT 3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision Stage) Matrik Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix) Gambar 3.3 Kerangka Formulasi Strategi Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor Eksternal Agar penelitian lebih terfokus dan tepat dalam pengidentifikasian faktorfaktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan pengidentifikasian faktor-faktor
eksternal (peluang dan ancaman) harus ditentukan dahulu indikator yang termasuk keladamnya. Sebagai dasar analisa dalam penelitian ini adalah pengembangan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Untuk Indikator faktor internal adalah stakeholder di Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor yang terkait dalam pengelolaan irigasi, dan petani di wilayah Kabupaten Bogor. Sedangkan yang menjadi faktor-faktor eksternal adalah semua stakeholder yang di luar wilayah Kabupaten Bogor seperti Pemerintah Pusat/Provinsi, dan Program Bantuan WISMP. Indikator faktor internal dan eksternal dapat dilihat pada gambar 3.4. Faktor Eksternal 1. Pemerintah Pusat 2. Pemerintah Provinsi 3. Program WISMP
Faktor Internal 1. Pemerintah Daerah Kabuapaten Bogor 2. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A)
Gambar 3.4 Indikator Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Exsternal Factor Evaluation) Untuk mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mengembangkan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor adalah dengan menggunakan matrik IFE, sedangkan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang dihadapi adalah dengan menggunakan matrik EFE. Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut : a. Identifikasi Faktor-faktor Internal dan Eksternal Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam mengembangkan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, seanjutnya mendaftarkan kelemahannya. Identifikasikan faktor eksternal dengan melakukan penaftaran semua peluang dan ancaman dalam mengembangkan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Daftarkan peluang terlebih dahulu, selanjutnya mendaftarkan ancaman. Daftar harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan. Hasil kedua identifikasi faktor-faktor di atas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot. b. Penentuan Nilai Bobot Variable Pemberian bobot setiap faktor dimulai dengan hasil survey dari responden dengan skala mulai dari 1 (tidak penting/kelemahan utama), 2 (kurang
penting/kelemahan kecil), 3 (penting/kekuatan kecil) dan 4 (sangat penting/kekuatan utama) terhadap faktor-faktor internal dan skala dari 1 (tidak penting/ tidak berpengaruh), 2 (kurang penting/kurang berpengaruh), 3 (penting/ kuat pengaruhnya) dan 4 ( sangat penting/ sangat kuat pengaruhnya) terhadap faktor-faktor eksternal yang sudah didaftarkan. Kemudian penetuan bobot akan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skala dengan jumlah responden yang telah memilih skala tersebut. Setelah jumlah didapat dibagi dengan jumlah responden sehingga didapat angka rata-rata nilai dan kemudian dibagi total bobot faktor-faktor internal dan total bobot faktor-faktor eksternal untuk mendapatkan nilai bobot. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 3.4 dan Tabel 3.5. Tabel 3.4 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Internal No
Faktor Strategis Internal
1
2
3
Bobot 4
N
Jumlah
Ratarata
Nilai Bobot
Ratarata
Nilai Bobot
Jumlah
Tabel 3.5 Penentuan Nilai Bobot Faktor Strategis Eksternal No
Faktor Strategis Internal
1
2
3
Bobot 4
N
Jumlah
Jumlah
c. Penentuan Rating Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk memperoleh nilai rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata dan setiap hasil yang dimiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah jika pecahan desimal berada pada kisaran dibawah 0,5 (< 0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil rating diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau di atas 0,5 (> 0,5) dibulatkan ke atas. Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan secara signifikan. Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor pembobotan berkisar antara 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal pengembangan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor lemah. Dan jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 maka menunjukan kondisi pengembangan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang dihadapi dengan baik. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan Tabel 3.7.
Tabel 3.6 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Internal No
Faktor Strategis Internal
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Total
Tabel 3.7 Penentuan Nilai Rating Faktor Strategis Eksternal No
Faktor Strategis Eksternal
Bobot
Rating
Bobot x Rating
Total
Analisis Matriks SWOT Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) Program WISMP APL I yang di teliti di Kabupaten Bogor. Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisa SWOT dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru. Menurut Rangkuti (2004) Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman.
Gambar 3.5 Diagram SWOT
Petunjuk umum yang sering diberikan untuk perumusan adalah : 1.
Memanfaatkan kesempatan atau peluang dan kekuatan (O dan S). Analisis ini diharapkan membuahkan rencana jangka panjang.
2.
Mengatasi atau kurangi ancaman dan kelemahan (T dan W). Analisa ini lebih condong menghasilkan rencana jangka pendek, yaitu rencana perbaikan (short-term improvement plan).
Tabel 3.8 Matriks SWOT Faktor Eksternal
Faktor Internal
Opportunities (O) Tentukan Faktor-faktor Peluang Ekternal Threats (T) Tentukan Faktor-faktor Ancaman Ekternal
Strengths (S) Tentukan Faktor-faktor Kekuatan Internal Strategi S-O Ciptakan Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memamfaatkan peluang Strategi S-T Ciptakan Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Weakness (W) Tentukan Faktor-faktor Kelemahan Internal Strategi W-O Ciptakan Strategi yang meminimalkan kelemahan dengan memamfaatkan peluang Strategi W-T Ciptakan Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT adalah perkembangan hubungan atau interaksi antar unsur-unsur internal, yaitu kekuatan dan kelemahan terhadap unsur-unsur eksternal yaitu peluang dan ancaman. Didalam penelitian analisis SWOT kita ingin memproleh hasil berupa kesimpulan-kesimpulan berdasarkan ke-4 faktor dimuka yang sebelumnya telah dianalisa : a.
Strategi Kekuatan-Kesempatan (S dan O atau Maxi-maxi) Strategi yang dihasilkan pada kombinasi ini adalah memanfaatkan kekuatan atas peluang yang telah diidentifikasi. Misalnya bila kekuatan perusahaan adalah pada keunggulan teknologinya, maka keunggulan ini dapat dimanfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang membutuhkan tingkat teknologi dan kualitas yang lebih maju, yang keberadaanya dan kebutuhannya telah diidentifikasi pada analisis kesempatan. b. Strategi Kelemahan-Kesempatan (W dan O atau Mini-maxi) Kesempatan yang dapat diidentifikasi tidak mungkin dimanfaatkan karena kelemahan perusahaan. Misalnya jaringan distribusi ke pasar tersebut tidak dipunyai oleh perusahaan. Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah bekerjasama dengan perusahaan yang mempunyai kemampuan menggarap pasar
tersebut. Pilihan strategi lain adalah mengatasi kelemahan agar dapat memanfaatkan kesempatan. c.
Strategi Kekuatan-Ancaman (S atau T atau Maxi-min) Dalam analisa ancaman ditemukan kebutuhan untuk mengatasinya. Strategi ini mencoba mencari kekuatan yang dimiliki perusahaan yang dapat mengurangi atau menangkal ancaman tersebut. Misalnya ancaman perang harga.
d. Strategi Kelemahan-Ancaman (W dan T atau Mini-mini) Dalam situasi menghadapi ancaman dan sekaligus kelemahan intern, strategi yang umumnya dilakukan adalah “keluar” dari situasi yang terjepit tersebut. Keputusan yang diambil adalah “mencairkan” sumber daya yang terikat pada situasi yang mengancam tersebut, dan mengalihkannya pada usaha lain yang lebih cerah. Siasat lainnya adalah mengadakan kerjasama dengan satu perusahaan yang lebih kuat, dengan harapan ancaman di suatu saat akan hilang. Dengan mengetahui situasi yang akan dihadapi, anak perusahaan dapat mengambil langkah-langkah yang perlu dan bertindak dengan mengambil kebijakankebijakan yang terarah dan mantap, dengan kata lain perusahaan dapat menerapkan strategi yang tepat6. Analisa SWOT adalah suatu metoda penyusunan strategi perusahaan atau organisasi yang bersifat satu unit bisnis tunggal. Ruang lingkup bisnis tunggal tersebut dapat berupa domestik maupun multinasional. SWOT itu sendiri merupakan singkatan dari Strength (S), Weakness (W), Opportunities (O), dan Threats (T) yang artinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman atau kendala, dimana yang secara sistematis dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor luar (O dan T) dan faktor didalam perusahaan (S dan W). Kata-kata tersebut dipakai dalam usaha penyusunan suatu rencana matang untuk mencapai tujuan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Tahap awal proses penetapan strategi adalah menaksir kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman yang dimiliki organisasi. Analisa SWOT memungkinkan organisasi memformulasikan dan mengimplementasikan strategi utama sebagai tahap lanjut pelaksanaan dan tujuan organiasasi, dalam analisa SWOT informasi dikumpulkan dan dianalisa. Hasil analisa dapat menyebabkan dilakukan perubahan pada misi, tujuan, kebijaksanaan, atau strategi yang sedang berjalan. Dalam penyusunan suatu rencana yang baik, perlu diketahui daya dan dana yang dimiliki pada saat akan memulai usaha, mengetahui segala unsur kekuatan yang dimiliki, maupun segala kelemahan yang ada. Data yang terkumpul mengenai faktor-faktor internal tersebut merupakan potensi di dalam melaksanakan usaha yang direncanakan. Dilain pihak perlu diperhatikan faktorfaktor eksternal yang akan dihadapi yaitu peluang-peluang atau kesempatan yang ada atau yang diperhatikan akan timbul dan ancaman atau hambatan yang diperkirakan akan muncul dan mempengaruhi usaha yang dilakaukan. Faktor-faktor strategis ekternal dan internal merupakan pembentuk Matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk 6
sumber : e-je.blogspot.com
membantu pemerintah dalam mengembangkan empat tipe strategis. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S, W, O dan T) serta empat sel alternatif strategi dan satu sel kosong. Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang ekternal 2. Tentukan faktor-faktor ancaman ekternal 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan internal 4. Tentukan faktor-faktor kelemahan internal 5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O 6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O 7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T 8. Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-T Terkait dengan penulisan tesis ini, data sebagai bahan analisis selain didapatkan dari dokumen-dokumen yang ada, didapatkan juga dari kegiatan survey berupa penyebaran kuesioner ke GP3A penerima dan bukan penerima program WISMP APL I dengan masalah umum, kemampuan teknis, sistem administrasi dan sumber daya manusia. Pertanyaan kuesioner tersebut mewakili komponen yang terdapat pada analisis SWOT, yakni kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunities), dan ancaman (threats). Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak yaitu Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) atau matriks PerencanaanStrategi Kuantitatif. Analisis ini selain membuat peringkat strategi, juga dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik ini secara sasaran menunjukan strategi alternatif mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor kunci eksternal dan internal yang dikenali pada tahap awal. Langkah untuk mengembangkan matriks QSPM ini sebagai berikut : Langkah Pertama Langkah Kedua Langkah Ketiga
Langkah Keempat
: Mendaftar peluang dan ancaman kunci ekternal dan kekuatan serta kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM. : Memberikan nilai/bobot untuk faktor kunci eksternal dan internal : Memeriksa (tahap pencocokan) matrik dan mengidentifikasi strategi alternatif harus dipertimbangkan untuk ditetapkan. : Menetapkan nilai daya tarik (Attractive Score) yang menunjukan daya tarik relatif dari tiap strategi terhadap strategi lainnya (yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak
menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = sangat menarik) Langkah Kelima : Menghitung total nilai daya tarik (Total Attractive Score) yang merupakan hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik setiap baris. Semakin tinggi nilai TAS semakin menarik strategi itu. Langkah : Menghitung jumlah total nilai daya tarik menunjukan Keenam total nilai daya tarik dalam setiap kolom strategi QSPM. Jumlah ini menunjukan strategi mana yang paling menarik dalam setiap strategi. Semakin tinggi jumlah total nilai daya tarik, menunjukan strategi itu semakin menarik Seperti alat analitis perumusan strategi lainnya, QSPM memerlukan penilaian intuitif yang baik. QSPM merupakan teknik yang dipakai pada tahap Pengambilan Keputusan. Teknik ini secara jelas menunjukan strategi alternatif yang man yang paling baik untuk dipilih (David, 2002). Bentuk dasar QSPM tersaji dalam Tabel 3.9. Tabel 3.9 Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif – QSPM Faktor-faktor Strategis
Bobot
I AS
II TAS
FAKTOR INTERNAL Kekuatan : ................................. ................................. Kelemahan : ................................. ................................. ................................. FAKTOR EKSTERNAL Peluang : ................................. ................................. Ancaman : ................................. ................................. JUMLAH RANGKING
AS = Nilai Daya Tarik, TAS = Total Nilai Daya Tarik
AS
Strategi alternatif III TAS AS TAS
N ASn
TASn
IV. KONDISI UMUM WILAYAH KAJIAN
Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor Secara geografis Kabupaten Bogor terletak diantara 6°19”0” Lintang Utara – 6°47”10” Lintang Selatan dan 106°23”45”-107°13”30” Bujur Timur, dengan tipe morfologi wilayah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara, hingga dataran tinggi di bagian selatan, yaitu sekitar29,28 % berada pada ketinggian di atas 15-1001 50 m di atas permukaan laiut (dpl), 42,62 % berada pada ketinggian 100 – 150 dpl. 19, 53% berdidiri pada ketinggian 500 – 1000 m dpl, 8, 34 % berada pada ketinggian 1000 – 2000 m dpl dan 0,22 % berada pada ketinggian 2000 – 2500 m dpl. Secara Administratif Kabupaten Bogor merupakan bagian dari Wilayah Provinsi Jawa Barat, luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 2.301,95 Km². Berarti luas Kabupaten Bogor sekitar 5,19% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan, 17 kelurahan, dan 413 desa, Ibukota Kabupaten Bogor adalah Cibinong, dan memiliki batas-batas yang secara strategis antara lain : a. Sebelah Utara : Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan (Provinsi Banten), Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok, b. Sebelah : Kabupaten Karawang dan Kabupaten Purwakarta Timur c. Sebelah : Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi Selatan d. Sebelah Barat : Kabupaten Lebak Provinsi Banten e. Bagian : Kota Bogor Tengah Kabupaten Bogor berdekatan dengan Ibukota Negara sebagai pusat pemerintahan, jasa dan perdagangan dengan aktifitas pembangunan yang cukup tinggi dan merupakan daerah perlintasan antara Ibukota Negara dan Ibukota Provinsi JawaBarat.
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupaten Bogor
Kabupaten Bogor terdiri dari 413 desa dan 17 kelurahan (430 desa/kelurahan), 3.768 RW dan 14.951 RT yang tercakup dalam 40 kecamatan. Jumlah kecamatan sebanyak 40 tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran 5 (lima) kecamatan di tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng (pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang), Kecamatan Tanjungsari (pemekaran dari Kecamatan Cariu), Kecamatan Cigombong (pemekaran dari Kecamatan Cijeruk), Kecamatan Tajurhalang (pemekaran dari Kecamatan Bojonggede) dan Kecamatan Tenjolaya (pemekaran dari Kecamatan Ciampea). Selain itu, pada akhir tahun 2006 telah dibentuk pula sebuah desa baru, yaitu Desa Wirajaya, sebagai hasil pemekaran dari Desa Curug Kecamatan Jasinga dan pada awal tahun 2011 telah dibentuk 2 ( dua) desa baru yaitu Desa Gunung Mulya hasil pemekaran dari Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya dan Desa Batu Tulis hasil pemekaran dari Desa Parakan Muncang Kecamatan Nanggung. Kondisi Demografi Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2012 berdasarkan hasil Estimasi Penduduk 2012 sebanyak 5.077.210 jiwa, sama dengan ± 11,80 % dari jumlah penduduk Provinsi Jawa Barat (43.021.826 jiwa), dan merupakan jumlah penduduk terbesar di antara kabupaten/kota di Jawa Barat. Komposisi penduduk tersebut, terdiri dari 2.604.873 jiwa penduduk laki-laki dan 2.472.337 jiwa penduduk perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan atau dengan rasio jenis kelamian (sex ratio) sebesar 105 (Sumber, BPS 2013). Komposisi penduduk Kabupaten Bogor berdasarkan usia pada tahun 2012 sangat bervariasi dimana penduduk berusia 5-9 tahun berjumlah 548.568 jiwa atau sekitar 10,80% dan 10 – 14 tahun berjumlah 534.018 jiwa atau sekitar 10,52%. Data tersebut juga memperlihatkan bahwa jumlah penduduk terbanyak pada usia sekolah dasar. Jumlah penduduk usia produktif atau usia 15 – 64 tahun berjumlah 3.561.983 jiwa atau sekitar 70,16%. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor setiap tahunnya cenderung bertambah, kondisi ini dikarenakan dampak dari perkembangan wilayah di Kabupaten Bogor yang letaknya dalam lingkup Jabodetabekpunjur, yang mana pertumbuhan wilayahnya sangat pesat dan berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk pada setiap wilayah yang terus bertambah. Berdasarkan data dan perkembangan jumlah penduduk pada tahun 2011 tercatat bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor berjumlah 4.354.915 jiwa dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Jumlah tertinggi terdapat di Kecamatan Cibinong dengan jumlah penduduk 253.292 Jiwa, menyusul Kecamatan Gunung Putri dengan jumlah penduduk 242.460 Jiwa dan Kecamatan Bojonggede dengan jumlah penduduk 207.375 Jiwa. Sedangkan untuk kecamatan yang jumlah penduduknya rendah yakni Kecamatan Cariu dengan jumlah penduduk 47.248 Jiwa. Sedangkan kepadatan tertinggi terdapat di Kecamatan Ciomas mencapai 81.000 jiwa/ha, kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Tanjungsari mencapai 4000 jiwa/ha. Menurut struktur mata pencaharian diketahui penduduk Kabupaten Bogor umumnya bekerja dalam bidang Industri Pengolahan keadaan ini sesuai dengan karakteristik daerahnya yang merupakan daerah industri dan perkotaan selain
bidang usaha tersebut, mata pencaharian yang banyak dilakukan oleh penduduk Kabupaten Bogor adalah bidang Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Restoran. Secara rinci jumlah penduduk menurut strutur mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut lapangan usaha utama dan jenis kelamin di Kabupaten Bogor Tahun 2012 No 1 1
Lapangan Usaha Utama
Laki-laki (Jiwa) 3 164.894
2 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2 Industri Pengolahan 346.312 3 Perdagangan Besar, Eceran, Hotel 286.283 dan Restoran 4 Jasa-jasa Kemasyarakatan 168.081 5 Lainnya(Pertambangan dan 352.058 Penggalian, Listrik, Gas dan Air Bersih, Bangunan / Konstruksi, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan) Jumlah 1.317.628 Sumber : Kabupaten Bogor Dalam Angka Tahun 2012
Perempuan (Jiwa) 4 101.598
Jumlah (Jiwa) 5 85.996
229.458 225.068
575.770 511.351
31,73 28,18
105.939 15.341
274.020 367.399
15,10 20,25
677.404
1.814.536
100,00
% 6 4,74
Kondisi Ekonomi Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan perekonomian daerah. Tinggi rendahnya nilai PDRB yang dihasilkan suatu daerah menggambarkan tinggi rendahnya tingkat perekonomian daerah tersebut. Kinerja ekonomi Kabupaten Bogor sepanjang 2012 menunjukan hasil yang cukup baik yaitu sebesar 15,50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 3,01%. Pertumbuhan ekonomi tertinggi selama tahun 2012 terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 23,23% hal ini disebabkan oleh pesatnya tambang galian c di wilayah barat Kabupaten Bogor, sedangkan pertumbuhan terendah disektror pertanian yaitu sebesar 5,78%. Rendahnya pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian disebabkan oleh masih rendahnya tingkat kinerja dan kemampuan kelembagaan yang terlibat dalam pengelolaan irigasi, sehingga masih banyaknya jaringan irigasi yang belum terpelihara dengan baik yang menyebabkan banyaknya kebocoran dari sumber air untuk pertanian sehingga produksi dan peroduktivitas pertaniannya masih sangat kecil, oleh karena itu program WISMP diperlukan di Kabupaten Bogor yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian. Kondisi Sumber Daya Pertanian Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyangga ibukota Negara Republik Indonesia, hal ini menyebabkan lahan pertanian khususnya lahan sawah semakin sedikit karena banyak beralih fungsi menjadi pemukiman dan industri. Sampai tahun 2012 besarnya luas lahan yang dipergunakan untuk sawah, yaitu sekitar hanya 18% dari seluruh luas lahanyang ada di Kabupaten Bogor.
Dengan luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunkan irigasi mencapai 81,10% Kabupaten Bogor juga salah satu daerah yang dapat memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional. Potensi tanaman padi di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : a.
b.
Luas Lahan Sawah 47.932 Ha - Sawah pengairan teknis - Sawah setengah teknis - Sawah pengairan sederhana - Sawah tadah hujan - Sawah irigasi desa/Non PU Luas Pemanfaatan Lahan Sawah - Ditanami padi 3 kali satu tahun - Ditanami padi 2 kali satu tahun - Ditanami padi 1 kali satu tahun - Tidak ditanami padi - Sementara tidak diusahakan
: : : : : : : : : : : :
1.917 Ha 12.942 Ha 13.900 Ha 9.107 Ha 10.066 Ha
( 4%) (27%) (29%) (19%) (21%)
5.679 Ha 31.386 Ha 7.843 Ha 2.821 Ha 203 Ha
Pada tahun 2011 produksi padi mencapai 526.767 ton sedangkan pada tahun 2012 mengalami peningkatan sebesar 4,25% menjadi 549.154 ton. Sedangkan jika dilihat dari luas panen mengalami penurunan yaitu dari 85.768 Ha pada tahun 2011 menjadi 85.652 hapada tahun 2012 atau turun sekitar 0,14% (BPS Kab. Bogor, 2013). Selain tanaman padi tersebar juga berbagai jenis tanaman palawija. Jenis yang ditanam adalah jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, ubi jalar dan talas. Pada tahun 2012 produksi jagung mencapai 2.213 ton dengan luas panen 512 ha atau dengan produktivitas mencapai 4,3 ton per hektar. Produksi ubi kayu sebanyak 159.670 ton dengan luas panen 7.792 Ha sedangkan untuk ubi jalar ada sebanyak 56.255 ton dengan luas panen 3.764 Ha. Karakteristik Responden Responden yang dijadikan objek penelitian ini terbagi menjadi kelompok penerima Program WISMP dan kelompok bukan penerima program WISMP di dua desa yang berbeda. Deskripsi karakteristik responden dilihat dari beberapa kriteria antara lain usia, tingkat pendidikan, lama pengalaman bertani, luas kepemilikan lahan, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan status usaha tani. Usia Responden 1. Berdasarkan kriteria usia, responden dibagi menjadi empat kelompok usia yaitu kelompok usia 21-40 tahun, kelompok 41-60 tahun, dan kelompok usia 6180 tahun. Sebaran responden dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Sebaran Responden Menurut Golongan Umur GP3A Mitra Tani Frekuensi % Frekuensi 21 - 40 4 26,67 6 41 - 60 6 40,00 4 61 - 80 5 33,33 5 Total 15 100 15 Sumber : Data Primer telah diolah Usia
GP3A Leubak % 40,00 26,67 33,33 100
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa para responden yang melakukan kegiatan usahatani baik yang telah mendapatkan Program WISMP sebagian besar berada pada rentang usia 41 – 60 tahun yakni pada GP3A Mitra Tani sebanyak 40% sedanglkan pada GP3A Leubak sebanyak pada rentang usia 21 – 40 sebanyak 40%. Namun faktor usia tidak membatasi petani untuk melakukan kegiatan usahatani, karena pada kelompok aksi dan kelompok kontrol terdapat responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif yang masih mampu melakukan aktifitas usahatani yakni sebesar 33,33%. 2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yang banyak ditempuh oleh petani yang menjadi responden umumnya setingkat sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi dari SD masih sedikit ditempuh oleh responden, hanya sebagian kecil dari mereka yang mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ataupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Gambaran umum tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Tingkat Pendidikan Frekuensi % Frekuensi % Tidak Sekolah 1 6,67 2 13,33 SD 6 40,00 7 46,67 SLTP 4 26,67 3 20,00 SLTA 4 26,67 3 20,00 S1 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Berdasarkan Tabel 4.3. dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden hanya memiliki jenjang pendidikan pada tingkat SD. Hal ini terlihat pada responden kelompok GP3A Mitra Tani memiliki persentase sebesar 40,00% dan kelompok GP3A Leubak memiliki persentase 46,67% pada tingkat pendidikan SD, sedangkan untuk tingkat SLTP dan SLTA tidak sebanyak responden yang lulusan SD. Responden yang tamatan SLTP yakni sebesar 26,67% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak sebesar 20,00%. Sedangkan untuk tamatan SLTA kelompok GP3A Mitra Tani memiliki persentase sebesar 26,67% % dan kelompok GP3A Leubak sebesar 20,00%. Dari kedua kelompok responden tidak ada yang lulusan sarjana (S1). Secara umum pendidikan petani di kelompok aksi dan kelompok kontrol adalah tamat SD dan
tidak tamat SD. Rendahnya tingkat pendidikan petani miskin menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia petani tidak memadai di dalam pengembangan agribisnis dan akses kesempatan kerja di luar pertanian. 3.
Lama Pengalaman Bertani Berdasarkan hasil wawancara melalui kuesioner dengan para responden dapat disampaikan bahwa sebagian besar responden berpengalaman bertani lebih dari 15 (lima belas) tahun yakni 33,33% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 40,00% untuk kelompok GP3A Leubak. Responden yang memiliki pengalaman bertani kurang dari 5 tahun sebanyak 20% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 13,33% untuk kelompok GP3A Leubak. Pengalaman usaha bertani dari responden disajikan dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Sebaran Responden Menurut Pengalaman Bertani GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Pengalaman Bertani Frekuensi % Frekuensi % < 5 Tahun 3 20,00 2 13,33 6 – 10 Tahun 3 20,00 4 26,67 11 – 15 Tahun 4 26,67 3 20,00 > 15 Tahun 5 33,33 6 40,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Pengalaman berusahatani padi menunjukan lamanya petani dalam berusaha tani padi, semakin lama pengalaman bertani yang dimiliki maka dapat dikatakan bahwa petani sudah menguasai teknik budidaya padi dalam kegiatan usaha tani yang dijalankan. Luas Lahan Usaha Tani Hasil penyebaran kuesioner menunjukkan bahwa sebagian besar responden baik yang telah maupun yang belum menerima program WISMP memiliki luas lahan untuk usahatani berkisar antara 0,1 - 0,5 Ha, dimana luas lahan dibawah 0,1 Ha sebesar 20,00% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 26,67 % untuk kelompok GP3A Leubak dan untuk luas lahan diantara 0,1 – 0,5 Ha sebesar 40,00% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 26,67% untuk kelompok GP3A Leubak. Responden yang luas lahan usaha taninya lebih dari 0,5 Ha untuk kelompok GP3A Mitra Tani sebanyak 40,00 % dan untuk kelompok GP3A Leubak sebesar 46,66 %. Sebaran petani responden menurut luas lahan usaha tani disajikan dalam Tabel 4.5. 4.
Tabel 4.5 Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usaha Tani GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Luas Lahan Frekuensi % Frekuensi % < 0,1 Ha 3 20,00 4 26,67 0,1 – 0,5 Ha 6 40,00 4 26,67 0,6 – 1 Ha 3 20,00 5 33,33 > 1 Ha 3 20,00 2 13,33 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah
Lahan merupakan modal utama produksi pertanian di pedesaan. Penguasaan sumberdaya lahan pertanian bagi petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak yang relatif sempit (rata-rata kurang dari 0,5 Ha) menunjukkan adanya indikasi lemahnya akses lahan bagi petani kecil. Sempitnya lahan pertanian mengakibatkan keluaran output hasil pertaniannya juga sedikit dan tidak efisien 5.
Status Kepemilikan Lahan Sebagian besar cara yang dilakukan bagi petani kelompok GP3A Mitra Tani didalam menggunakan lahan usaha tani adalah dengan sistem bagi hasil sebanyak 46,67%, sewa dan milik pribadi sebesar 26,67%. Untuk kelompok GP3A Leubak cara petani didalam menggunakan lahan usaha tani adalah bagi hasil dan sewa sebesar 40,00%, milik pribadi 20,00%. Status kepemilikan lahan dari responden disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Sebaran Responden Menurut Kepemilikan Lahan GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Kepemilikan Lahan Frekuensi % Frekuensi % Pribadi 4 26,67 3 20,00 Bagi Hasil 7 46,67 6 40,00 Sewa 4 26,67 6 40,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah Tabel 4.6 menunjukkan bahwa petani pada kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak sebagian besar adalah petani penggarap, dimana petani menguasai lahan pertaniannya dengan cara bagi hasil atau sewa dengan pemilik lahan. 6.
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga dapat mengukur tingkat kemampuan petani dalam menghidupi keluarganya secara layak dari hasil usahataninya. Dengan luas lahan usaha tani yang biasanya relatif tetap maka besarnya tanggungan keluarga menjadi faktor yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga petani tersebut. Sebaran jumlah tanggungan keluarga (termasuk kepala keluarga) petani responden kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak disajikan dalam Tabel 4.7. Tabel 4.7 Sebaran Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Jumlah Tanggungan Frekuensi % Frekuensi % 1 – 4 orang 5 33,33 5 33,33 5 – 6 orang 6 40,00 7 46,67 > 7 orang 4 26,67 3 20,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah
Berdasarkan Tabel 4.7. terlihat bahwa sebagian besar jumlah tanggungan keluarga di kedua kelompok tersebut berada di kisaran jumlah 5 – 6 orang yakni sebesar 40% untuk kelompok GP3A Mitra Tani dan 46,67% untuk kelompok GP3A Leubak. Salah satu ciri yang menonjol petani di Desa Leuwimekar adalah ukuran keluarga yang relatif besar. Jumlah anak cenderung besar, karena anak dinilai bukan sebagai aset (investasi), tetapi sebagai sumber faktor produksi (tenaga kerja) untuk menambah pendapatan keluarga. 7.
Komoditas Utama Usaha Data menunjukkan sebagian besar komoditas utama kelompok GP3A Mitra Tani adalah usahatani bidang padi sebesar 86,67% dan komoditas hortikultura sebesar 13,33% sedangkan untuk kelompok GP3A Leubak usahatani bidang padi sebesar 60.00% dan komoditas hortikultura sebesar 40,00%. Hal ini dikarenakan GP3A Mitra Tani sudah mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan Rencana Pembagian Air setiap tahun, dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi), sehingga dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien. Karena GP3A Mitra Tani memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi dengan baik. Hasil sebaran kuesioner usahatani petani responden kelompok GP3A Mitra Tani dan kelompok GP3A Leubak menurut komoditas utama usaha disajikan daam Tabel 4.8. Tabel 4.8. Sebaran Responden Menurut Komoditas Utama Usaha GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Komoditas Utama Frekuensi % Frekuensi % Komoditas Padi 13 86,67 9 60.00 Komoditas Palawija 2 13,33 6 40.00 Industri rumah tangga 0 0,00 0 00,00 Total 15 100,00 15 100,00 Sumber : Data Primer telah diolah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Manajemen Program WISMP Sistem Pembiayaan Proyek Salah satu program yang dikembangkan dalam reformasi untuk pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan irigasi dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi dan produksi pertanian, serta untuk menunjang keberlanjutan pembangunan. Program ini didanai dari loan/credit/grant Bank Dunia No 4711-IND And Credit No 3807-IND serta dana APBD Provinsi/Kabupaten sebagai pendamping /supporting / dana paralel financial. Berikut ini data dana bantuan yang diturunkan ke Kabupaten Bogor. Tabel 5.1 Dana bantuan Pemerintah Pusat ke Pemkab Bogor APBN APBD No Tahun (dana loan) (dana pendamping ± 20%) 1 2007 1.348.454.000 252.065.000 2 2008 1.134.583.000 222.696.000 3 2009 1.361.400.000 340.350.000 4 2010 460.000.000 550.265.000 Jumlah 4.304.437.000 1.365.376.000
Jumlah 1.600.519.000 1.357.279.000 1.701.750.000 1.010.265.000 5.669.813.000
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Penggunaan pendanaan kegiatan program WISMP seperti yang terlihat pada Tabel 5.1, akan diperuntukkan untuk daerah irigasi yang berada di Kabupaten Bogor sebanyak 10 daerah irigasi. Dimana sebelum turunnya program WISMP tersebut pemerintah Kabupaten Bogor sudah melaksanakan survei ke petani pemakai air dan menampung permasalahan seputar sistim irigasi serta Pembentukan Kabupaten Project Managemen Unit (KPMU) sesuai Keputusan Bupati Bogor No 611/464/KPTS/HUK/2005, selanjutnya didukung dengan adanya surat keputusan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor No 050/433/Bapp/2005 tentang Pembentukan Kabupaten Project Implementation Unit (KPIU). Daerah irigasi yang masuk kedalam program WISMP harus disahkan melalui Nota Kesepahaman dan Nota Kesepakatan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat. Daerah irigasi tersebut terdiri dari 10 Daerah Irigasi yang menjadi Aset pemerintah seperti yang terlihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Nama D I dan GP3A Kabupaten Bogor yang menerima program WISMP I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nama Daerah Irigasi Cidurian Sodong Cidurian Sendung Cianteun Cigatet Cigamea Cigambreng Cimarayana Situbala Cibeet Cikompeni Ciomas Tonjong Cipamingkis Leungsir
Sumber : DBMP Kab. Bogor
Nama GP3A Sodong Saluyu Sendung Lestari Mitra Tani Seulir Julangga Sauyunan Marayana Mukti Harum Sari Ciunjang Jaya Tirta Buana Sugih Mukti
Luas (Ha) 740 482 421 502 177 315 96 790 410 703
Desa Pangaur Sipak Karehkel Sukamaju Tapos 1 Cinangneng Purwasari Sirnasari Cikutamahi Sukasirna
Kecamatan Jasinga Jasinga Leuwiliang Cibungbulang Tenjolaya Ciampea Dramaga Tanjung Sari Cariu Jonggol
Program pembiayaan yang digulirkan melalui program WISMP terhadap GP3A di Kabupaten Bogor seperti yang terlihat dalam tabel 5.3, dimulai pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 kepada GP3A Mitra Tani, untuk Dana Loan sebesar Rp. 202.342.000,- dengan dana pendamping sebesar 20% dengan cara roll sharing finacing, artinya 80% dana loan dan 20% dana APBD diluncurkan dalam satu Daerah Irigasi dan dalam satu kegiatan yang sama, selanjutnya sistem keuangan ini pada tahun 2009 berubah menjadi paralel financing artinya dana pendamping dari APBD tidak harus bergulir dalam kegiatan yang sama, sehingga menjadi lebih memudahkan dalam penyerapan anggarannya, karena merupakan kegiatan yang berbeda dari kegiatan yang didanai oleh program WISMP. Tabel 5.3 Dana APBN dan APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap GP3A Mitra Tani peserta WISMP APL I APBN APBD No Tahun Jumlah (dana loan) (dana pendamping ± 20%) 1 2007 89.600.000 22.400.000 112.000.000 2 2008 52.742.000 13.185.000 65.927.000 3 2009 50.000.000 50.000.000 4 2010 10.000.000 10.000.000 Jumlah 202.342.000 35.585.000 237.927.000 Sumber : DBMP Kab. Bogor
Tabel 5.4 menunjukan pembiayaan yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam kegiatan pembentukan dan pembinaan GP3A, salah satunya GP3A Leubak yang baru terbentuk pada tahun 2009, terlihat bahwa jumlah anggaran yang di terima oleh GP3A Leubak sangat sedikit dibandingkan GP3A Mitra Tani, karena dana tersebut hanya di alokasikan dalam bentuk pembentukan, pelatihan dan pembinaan, sedangkan dana loan dari program WISMP mencakup lebih luas lagi kedalam kegiatan desain dan konstruksi partisipatif, sehingga GP3A yang mendapatkan program WISMP bisa lebih baik karena dengan dana yang sebesar itu mereka mampu melakukan operasi dan pemeliharaan terhadap daerah irigasi yang menjadi kewenangannya, selain anggotanya dapat melaksanakan pengelolaan irigasi di tingkat tersier, untuk GP3Anya mampu turut serta dalam pengelolaan irigasi di tingkat sekunder, sehingga jaringan irigasinya dapat terpelihara dengan baik dan mampu menyediakan air yang cukup. Tabel 5.4 Dana APBD DBMP Kab. Bogor dalam pembinaan terhadap (Leuwimekar-Barengkok) non peserta WISMP APL I APBN No Tahun APBD (dana loan) 1 2007 2 2008 3 2009 14.228.000 4 2010 11.472.000 Jumlah 25.700.000 Sumber : DBMP Kab. Bogor
GP3A Leubak Jumlah 14.228.000 11.472.000 25.700.000
Gambar 5.1
Grafik Perbandingan Pendanaan dari APBN dan APBD untuk pembinaan GP3A
Gambar 5.1 merupakan grafik perbandingan perolehan dana bantuan dalam rangka pembinaan terhadap GP3A, untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan kesenjangan antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima manfaat program WISMP dan GP3A Leubak yang tidak menerima manfaat program WISMP. Dengan perbedaan tersebut ternyata program WISMP mampu memberikan manfaat lebih terhadap penigkatan kinerja bagi GP3A Mitra Tani. Sistem Pengelolaan Proyek Peran sektor pertanian sangat strategis dalam perekonomian nasional. Kegiatan pertanian tidak dapat terlepas dari air, sementara ketersediaan air semakin terbatas (kuantitas, kualitas, waktu) sedangkan fungsinya tidak dapat tergantikan oleh yang lain. Oleh karena itu, irigasi sebagai salah satu komponen pendukung keberhasilan pembangunan pertanian memiliki peran yg sangat penting. Agar irigasi dapat berfungsi dengan baik, maka harus di buat perangkat yang dapat melakukan pemeliharan baik secara rutin maupun berkala. Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Irigasi sebagai pengganti PP 77/2001 tentang irigasi, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab masyarakat petani pemakai air. Operasi dan pemeliharaan adalah kegiatan pengaturan air dan jaringan irigasi yang meliputi penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya, termasuk usaha mempertahankan kondisi jaringan irigasi agar tetap berfungsi dengan baik. Maka dibentuklah kelompok-kelompok tani dari masyarakat petani pemakai air untuk dapat melakukan pemeliharan secara partisipatif, untuk jaringan tersiaer dikelola oleh P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dan untuk jaringan sekunder oleh GP3A yang merupakan Gabungan dari beberapa P3A dalam satu hamparan Daerah Irigasi. GP3A yang mendapatkan Program WISMP adalah Daerah Irigasi (DI) Cianteun Cigatet yang berada di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat. Luas areal lahan yang terairi DI Cianteun Cigatet sekitar 421 hektar. Sumber air DI Cianteun Cigatet berasal dari Sungai Cianteun. Gabungan
Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di wilayah DI Cianteun Cigatet bernama Mitra Tani. GP3A Mitra Tani membawahi 5 (lima) P3A yang tersebar di lima desa dengan rincian dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Daerah Irigasi Cianten Cigatet Nama GP3A Mitra Tani
Luas Areal (Ha) 421
Lokasi Kecamatan Leuwiliang
Desa Terairi Barengkok Leuwimekar Cibeber I Leuwiliang Karehkel
L .A. (Ha) 22 71 73 75 180
Nama P3A Hegar Mukti Mekar Tani Cinta Damai Laksana Paritas Sugih Tani
Sumber Profil GP3A Mitra Tani
GP3A yang belum menerima Program WISMP adalah Daerah Irigasi (DI) Citeureup yang berada di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor propinsi Jawa Barat. Luas areal lahan yang terairi DI Citeureup sekitar 125 hektar. Sumber air DI Citeureup berasal dari Sungai Citeureup. Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di wilayah DI Citeureup bernama Leubak (LeuwimekarBarengkok). GP3A Leubak membawahi 2 (dua) P3A yang tersebar di dua desa dengan rincian seperti pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Daerah Irigasi Citeureup Nama GP3A Leubak
Luas Areal (Ha) 125
Lokasi Kecamatan Leuwiliang
Desa Terairi Barengkok Leuwimekar
L .A. (Ha) 75 50
Nama P3A Sugih Mukti Suka Asih
Sumber Profil GP3A Leubak
Pada tanggal 07 Oktober 2004 melalui bimbingan Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM), GP3A Mitra Tani dikukuhkan melalui rapat pengukuhan GP3A yang disahkan oleh Kepala desa dan Camat menjadi GP3A Mitra Tani dengan anggota 150 orang. Sebagai legalitas GP3A Mitra Tani, tanggal 22 Desember 2006, GP3A Mitra Tani telah dikukuhkan dihadapan Notaris (Akta Notaris No 188 Tahun 2006). Visi GP3A Mitra Tani adalah “Menjadikan GP3A MITRA TANI Sebagai lembaga terdepan dalam usaha Peningkatan Kesejahteraan Petani Pemakai Air di Kecamatan Leuwiliang”. Dengan misi yang akan dilaksanakan oleh GP3A Mitra Tani adalah : 1). Meningkatkan SDM Petani; 2). Mengembangkan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) / KOPERASI; 3). Memberdayakan Petani untuk Pengembangan Ekonomi Produktif sebagai penunjang Usaha Pertanian. Sedangkan tujuan dari dibentuknya GP3A Mitra Tani ini adalah sebagai berikut : 1). Terwujudnya Sistem pertanian yang terintegrasi di setiap wilayah DI Cianten Cigatet; 2). Terciptanya Lapangan Kerja di daerah pedesaan; 3). Meningkatnya Pendapatan bagi Para Petani Pemakai Air di DI Cianten Cigatet. GP3A Leubak dikukuhkan pada tanggal 21 April 2009 melalui bimbingan Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM), melalui rapat pengukuhan GP3A yang disahkan oleh Kepala desa dan Camat menjadi GP3A Mitra Tani dengan anggota
100 orang. Sebagai legalitas GP3A Leubak, tanggal 26 Nopember 2012, GP3A Leubak telah dikukuhkan dihadapan Notaris (Akta Notaris No13 Tahun 2012). Untuk GP3A Leubak belum memiliki visi dan misi dalam pelaksanaan kelembaagaan mereka, oleh karena GP3A Leubak belum measuk kedalam Program WISMP yang di dalam AD/ARTnya memang mencantum visi dan misinya. Akan tetapi secara tradisional mereka menganut faham “ Cai Walatra, Tani Sejahtera” artinya jika air tersedia secara cukup maka mereka akan sejahtera, maka oleh sebab itu permasalahan air ini harus di jaga kelestariannya. Proses pembentukan organisasi P3A dan GP3A dilakukan secara musyawarah. Setelah P3A/GP3A terbentuk selanjutnya disusun anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) sebagai panduan pengurus untuk menjalankan gerak organisasi. Tingkat implementasi AD/ART sampai saat ini sekitar 51-75% sesuai dengan ketetapan. AD/ART disusun oleh pengurus GP3A bersama unit P3A bersama tenaga pendamping Masyarakat (TPM). Berikut ini tabel mengenai waktu pembentukan kepengurusan P3A dan GP3A dapat dilihat pada Tabel 5.7 dan Tabel 5.8. Tabel 5.7 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Cianteun Cigatet Nama Organisasi Pembentukan Tempat Pembentukan P3A Hegar Mukti 7 Maret 2008 Desa Barengkok P3A Mekar Tani 4 Agustus 2004 Desa Cibeber I P3A Cinta Damai 6 Agustus 2004 Desa Leuwi Mekar P3A Laksana Paritas 3 Agustus 2004 Desa Leuwiliang P3A Sugih Tani 2 Agustus 2004 Desa Karehkel GP3A Mitra Tani 7 Oktober 2004 Desa Leuwiliang Sumber : DBMP Kab. Bogor Tabel 5.8 Waktu Pembentukan Pengurus GP3A/P3A DI Citeureup Nama Organisasi Pembentukan Tempat Pembentukan P3A Sugih Mukti 07 Mei 2008 Desa Barengkok P3A Suka Asih 27 April 2008 Desa Leuwi Mekar Sumber : DBMP Kab. Bogor Struktur kepengurusan organisasi GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris dan bendahara, serta adanya bagianbagian yang terdiri atas bagian teknis, bagian humas, dan bagian usaha, dengan membawahi lima anggota P3A untuk GP3A Mitra Tani dan dua anggota P3A untuk GP3A Leubak dengan unit ulu-ulu pada setiap P3A. Perubahan tujuan pembangunan pertanian dari swasembada beras menjadi melestarikan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kesempatan kerja di pedesaan dan perbaikan gizi keluarga, serta sejalan dengan semanagat demokrasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan perlu adanya kebijakan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi .
Dampak dari pelaksanaan WISMP I terhadap GP3A yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : 1. Adanya pengaturan ketersediaan air bagi pertanian - Pengaturan air ini penting dilakukan guna menjaga konflik diantara sesama petani karena ada yang tidak terairi . Hal ini dilakukan terutama dimusim kemarau yang volume airnya berkurang. 2. Kelembagaan GP3A berperan aktif dalam partisipatif Pelaksanaan kegiatan Program WISMP APL 1 - Kegiatan Program WISMP APL I yang dititik beratkan pada penguatan kelembagaan diharuskan keaktifan para pengurusnya dalam melaksanakan operasi pemeliharaan saluran irigasi, dan penentuan pola tanam di Kabupaten Bogor 3. Pengaturan pola tanam - GP3A/P3A yang mendapatkan Program WISMP APL I telah dapat menentukan pola tanam berdasarkan musim tanam (MT I, MT II, dan MT III dengan pola tanam padi-padi-palawija) berdasarkan Rencana Tata Tanam Detail dan Rencana Tata Tanam Global. 4. Peningkatan hasil produksi usaha tani dan pendapatan petani - Pada GP3A yang mendapatkan program WISMP mendapatkan pelatihan diversifikasi pertanian, hal ini terlihat dengan meningkatnya hasil produksi pertanian dengan hasil produktivitas 64,95 Ku/Ha. 5. Legalisasi badan hukum GP3A pada 50 % daerah irigasi - Penguatan kelembagaan dengan mendaftarkan GP3A/P3A ke kantor akte notaris untuk ditingkatkan statusnya menjadi badan hukum. Hal ini dimaksudkan supaya organisasi yang dibentuk dapat tumbuh dan berkembang serta dapat melaksanakan kegiatan operasi pemeliharaan sistem irigasi secara mandiri. Adapun daftar Nama-nama GP3A yang statusnya telah badan hukum dapat dilihat pada Tabel 5.4 bawah ini. 6. Adanya pendampingan oleh TPP (Tenaga Pendamping Petani)/TPM (Tenaga Pendamping Masyarakat) . - Tenaga Pendamping Masyarakat dalam Program WISMP APL I sebanyak 5 orang yang tersebar di masing-masing daerah irigasi untuk penempatan sesuai dengan domisili TPM terdekat 7. Adanya manajemen konflik dan pertemuan berkala oleh GP3A . - Konflik yang sering terjadi terutama dalam pengaturan pembagian air, dimana air yang tersedia sering digunakan bersama-sama oleh masingmasing petani maupun pihak perusahaan daerah. Majemen konflik akan mengatur pembagian air tersebut sehingga tidak terjadi konflik dalam pembagian air tersebut 8. Adanya Forum Gabungan GP3A (FORGAB) tingkat Kabupaten Bogor - FORGAB P3A pada saat program WISMP APL I tahun ke 3, dimana Forum ini dibentuk untuk mempermudah koordinasi dengan Komisi Irigasi dan Bupati Kabupaten Bogor. Di samping itu untuk menampung saran, masukan dan permasalahan yang sering terjadi di daerah irigasi yang berada di Kabupaten Bogor
Dari dampak dari pelaksanaan WISMP I terhadap GP3A yang dilaksanakan di Kabupaten Bogor maka dapat dilihat perbedaan antara GP3A dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program WISMP seperti yang terlihat pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Perbedaan GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program WISMP GP3A Mitra Tani Dengan Program WISMP
Komponen
Aspek Organisasi/Kelembagaan
Aspek Teknis Irigasi
Aspek Teknis Usaha Tani
Aspek Keuangan dan Bidang Usaha
Aspek Peran Pemerintah
-
Memiliki AD/ART, Memiliki rekening bank, Sudah berbadan hukum, Tertib Adminitrasi, dan mampu mengatasi masalah organisasi
- Irigasi Teknis. - Memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi baik. - Sudah dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien. - Pola tanam : Padi - Padi - Ubi jalar - Produksi Padi Cenderung meningkat di atas 5 ton/ha - Pendapatan pengurus dan anggota GP3A meningkat dengan adanya peningkatan daya beli, tingkat kesehatan, dan pendidikan rata-rata anak sekolah - Tersedia dari Iuran Anggota. - Terwujudnya perkumpulan petani pemakai air yang dapat menghimpun dana 50% dari Angka Kebutuhan Nyata Operasi & Pemeliharaan jaringan primer dan sekunder. - Mendapatkan pelatihan, penyuluhan, pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A, GP3A, dan IP3A.
-
GP3Aleubak Tanpa Program WISMP Belum ada aturan yang mengatur kelompok, Belum adanya rekam data administrasi, Belum mampu mengatasi permasalahan yang muncul dalam kelompoknya Irigasi Sederhana, Masih sering terjadi konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar.
- Belum mampu meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi karena masih belum optimalnya pola pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi). - Belum menerapkan pola tanam sendiri. - Belum mampu meningkatkan produksi padi, masih di bawah 3 ton/ha - Pendapatan belum meningkat (statis) - belum memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri yang mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan - Kurangnya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota.
Sumber : Data primer diolah
Kinerja Proyek Menurut Rivai dan Basri (2005) pengertian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedangkan menurut Bambang Guritno dan Waridin (2005) kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Dalam penilaian kinerja proyek yang dijalankan oleh GP3A dengan Program WISMP dan GP3A tanpa Program WISMP dilihat dari aspek Usahatani
mengenai pola tanam, tingkat produksi dan pendapatan petani. Aspek Usahatani tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut. Pola Tanam Dari data sekunder Surat Keputusan Buapti Bogor Nomor 611/668/Kpts/Per-UU/2012 tanggal 18 Desember 2012 tentang Penetapan Pola Tanam dan Tata Tanam (Musim Hujan dan Musim Kemarau) Tahun 2012-2013 Pada Daerah Irigasi Pemerintah dan Irigasi Desa di Kabupaten Bogor, diketahui untuk GP3A Mitra Tani pada Daerah Irigasi Cianten Cigatet Kecamatan Leuwiliang, diterapkan Pola I yaitu Padi – Padi – Palawija (Ubi Jalar) untuk satu tahun musim tanam yang di mulai pada musim penghujan untuk MT I antara bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Pebruari 2013 dengan tanam padi, MT II antara bulan Pebruari sampai dengan bulan Juni 2013 dengan tanam padi dan terakhir MT III antara bulan Juli sampai dengan September 2013 dengan menanam palawija. Untuk GP3A Leubak pada kurun waktu tersebut belum mampu melakukan pola tanam seperti yang dilakukan oleh GP3A Mitra Tani, karena kondisi daerah irigasi yang belum terpelihara dengan baik dan adanya bocoran-bocoran yang belum tertangani secara optimal, seperti halnya pemanfaatan air irigasi selain untuk pertanian, melainkan untuk komersil, seperti contoh yaitu oleh kolam pemancingan, tempat pencucian kendaraan bermotor, rumah tangga bahkan oleh salah satu badan usaha milik daerah, yang mana air tersebut tidak kembali secara utuh kedalam jaringan irigasi semula, sehingga debit air yang dibutuhkan oleh petani di GP3A Leubak daerah irigasi citeureup sangat jauh berkurang yang menyebabkan krisis air untuk persawahan yang akhirnya tidak dapat menerapkan pola tanam sesuai yang diharapkan. Tingkat Produksi GP3A Pada akhirnya usaha tani yang dilakukan akan memperhitungkan biayabiaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan pendapatan usahatani yang dijalankan petani. Analisis pendapatan petani bertujuan untuk menggambarkan keadaan sekarang terhadap suatu kegiatan usahatani. Analisis pendapatan memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan (input) dan keadaan pengeluaran (output) selama jangka waktu tertentu. Total nilai produk yang dihasilkan dengan diperoleh dari perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan (output) dengan harga produk tersebut itulah yang maksud dengan penerimaan. Sedangkan pengeluaran biaya adalah pengorbanan semua sumberdaya ekonomi dalam santuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi. Penggunaan input dalam kegiatan usaha tani responden antara GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak di Kecamtan Leuwiliang dan Kabupaten Bogor menunjukan bahwa secara umum penggunaan inputnya tidak terlalu berbeda hanya saja tingkat penggunaan input di GP3A Leubak lebih besar dibandingkan dengan GP3A Mitra Tani. Penggunaan input pada GP3A Mitra Tani lebih sedikit dibandingkan pada GP3A Leubak namun hasil produksinya lebih banyak yakni berselisih 1.873,01 kg. Hal ini bisa jadi sebagai efek dari keberadaan program WISMP yang telah
memberikan pembinaan dan pelatihan terhadap anggotannya. Penggunaan pupuk pada GP3A Mitra Tani dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan dengan GP3A Leubak. Penggunaan tenaga kerja di GP3A Mitra Tani lebih rendah dibandingkan dengan GP3A Leubak yakni berselisih 22,17 HOK. Hal ini disebabkan proporsi penggunaan tenaga kerja oleh GP3A Leubak untuk penanaman dan pemanenan cenderung dilakukan dengan sistem borongan. Perbandingan rata-rata penggunaan input dapat dilihat pada tabel 5.10. Tabel 5.10 Perbandingan rata-rata penggunaan input dan hasil antara petani GP3A penerima program WISMP dan GP3A bukan penerima program WISMP Uraian GP3A Mitra Tani GP3A Leubak Selisih Produksi 421 125 296 - Luas lahan (Ha) 5.631,98 3.758,97 1.873,01 - Hasil (Kg/Ha) Input - Benih (Kg/Ha) - Pupuk (Kg/Ha) a. Urea b. SP36 c. KCL - Tenaga Kerja (HOK)
22,31
40,10
-17,78
208,97 95,29 74,87 95,18
295,13 149,36 35,88 117,35
-86,16 -54,07 38,99 -22,17
Sumber : Data Primer diolah
Perbedaan Kinerja GP3A WISMP dan GP3A Non WISMP Berdasarkan PP 20/2006 (pasal 26) bentuk-bentuk partisipasi masyarakat petani dimulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan, kontribusi, sumberdaya manusia dan kemampuan teknis dalam pengelolaan jaringan irigasi. Hal ini dimaksudkan agar bisa ditindak lanjuti pada posisi mana tingkat partisipasi GP3A tersebut yang perlu ditingkatkan atau perlu dipertahankan. Tabel 5.11 Perbedaan Kinerja GP3A Dengan Program WISMP dan GP3A Tanpa Program WISMP GP3A Dengan GP3A Tanpa No Komponen Program WISMP Program WISMP 1 Irigasi Irigasi Teknis Irigasi Sederhana 2 Pengaturan Pola - Terlibat dalam - Belum terlibat dalam Tanam penyusunan RTT penyusunan RTT ditingkat GP3A - Pola tanam masih - Pola Tanam Padimenyesuaikan dengan Padi-Ubi Jalar kondisi alam dan ketersediaan air 3 Hasil produksi Rata-rata mencapai di Rata-rata baru mencapai di atas ± 5 ton/Ha atas ± 3 ton/Ha
Dari Tabel 5.11 menunjukan perbedaan yang sangat signifikan dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi, dapat dilihat bahwa GP3A yang mendapatkan program WISMP, lebih terarah dan teratur dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi, sehingga memperlihatkan kinerja yang lebih baik dari pada GP3A yang tidak menerima program WISMP. Dengan demikian bisa menjadi tolok ukur bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor khususnya Dinas Bina Marga dan Pengairan dalam melakukan pembinaan terhadap GP3A. Rendahnya partisipasi GP3A dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi bisa disebabkan oleh beberapa hal, yaitu 1) Tingkat pendapatan petani yang rendah sehingga cukup berat untuk memberikan kontribusi yang tinggi dalam pengelolaan jaringan irigasi yang tentu saja membutuhkan biaya yang besar. 2) Jaminan/kepastian terhadap kecukupan air yang rendah sehingga menyebabkan masyarakat petani menjadi apatis terhadap kegiatan pengelolaan jaringan irigasi. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat petani atau GP3A dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi maka yang perlu dilakukan yaitu 1) Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian yang mempunyai nilai jual tinggi. 2) Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan air meningkat. Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Kualitas Kinerja Hasil evaluasi kinerja GP3A dengan menggunakan metode ImportancePerformance Analysis (IPA) seperti yang terlihat pada Tabel 5.12 adalah data antara tingkat kepentingan dan kepuasan terhadap kualitas kinerja responden yang akan digunakan untuk membuat diagram kartesius mengenai posisi penempatan data berdasarkan Importance-Performance Analysis (IPA).
Tabel 5.12 Perbandingan Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Kualitas Kinerja Responden
Sumber : Data primer. Telah diolah.
Dari tabel 5.12 diketahui bahwa tingkat kepentingan terhadap indikator tingkat kualitas kinerja GP3A Mitra Tani dan GP3A Leubak setelah dirataratakan. Menurut Martinez, 2003 ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA, yaitu pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum penyebaran data terletak pada kuadran berapa, kedua menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu perioritas penanganan dengan tujuan untuk mengetahui secara sepesifik masing-masing faktor terletak pada kuadran berapa. Untuk tingkat kepentingan terhadap indikator penilaian kualitas kinerja dari GP3A Mitra Tani sebagai penerima program WISMP dan GP3A Leubak sebagai bukan penerima program WISMP menunjukan skor 4,45 artinya bahwa kedua GP3A menganggap seluruh aspek tersebut adalah penting untuk dilakukan agar dapat mengembangkan penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelajutan di Kabupaten Bogor. Untuk penilaian tingkat kepuasan responden terhadap aspek-aspek tersebut pada kondisi saat ini oleh GP3A Mitra Tani dengan skor 3,23 artinya GP3A Mitra Tani merasa cukup puas dengan kulitas kinerja yang telah mereka capai sampai saat ini, namun tentunya dengan meningkatkan variabel GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus, dapat mengatasi masalah organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar, dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar, serta GP3A dapat berpartisipasi pada kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan, yang merupakan prioritas utama bagi GP3A untuk menentukan alternatif strategi dengan demikian diharapkan kulitas kinerja GP3A menjadi lebih optimal. Sedangkan penilaian tingkat kepuasan responden terhadap aspek-aspek di atas pada kondisi saat ini oleh GP3A Leubak dengan skor 1,68 dinilai sangat rendah, artinya GP3A Leubak masih belum puas dengan kualitas kinerja mereka sampai saat ini, sehingga diperlukan peningkatan dari baerbagai aspek agar kinerja GP3A Leubak kedepannya dapat lebih optimal. Dari hasil skoring kuisioner responden terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kualitas kinerja diketahui perbedaan antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima program WISMP dan GP3A Leubak sebagai bukan penerima program WISMP dengan selisih skor kualitas kinerja sebesar 1,55 lebih besar GP3A Mitra Tani menunjukan bahwa ada manfaat perubahan dari seluruh aspek indikator kualitas kinerja dengan adanya program WISMP di Kabupaten Bogor. IPA menyatukan pengukuran faktor tingkat kepentingan (importance) dan tingkat kepuasan (performance) yang kemudian digambarkan dalam diagram dua dimensi yaitu diagram importance-performance untuk mendapatkan usulan praktis dan memudahkan penjelasan data, dimana pusat pemotongan garis adalah nilai rata-rata yang terdapat pada dimensi kepentingan dan kepuasan. Grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran berdasarkan hasil pengukuran Importance Performance Analysis seperti yang terlihat pada Gambar 5.2.
A
B
C
D
Sumber : Data primer telah diolah
Gambar 5.2 Pembagian Kuadran IPA Terhadap Hasil Pengukuran Tingkat Kinerja dan Kualitas Kinerja GP3A
Berdasarkan grafik IPA pada gambar 5.2 di atas, maka indikator yang berkaitan dengan tingkat kinerja dan kualitas kinerja GP3A yang berada di Kabupaten Bogor dapat dikelompokan dalam masing-masing kuadran sebagai berikut : 1.
Kuadran A : Tingkatkan Kinerja Pada kuadran A terdapat enam variabel (30 %) yang dinilai sangat penting dan sesuai dengan keinginan anggotanya. Variabel-variabel yang termasuk dalam Kuadran A tersebut yaitu : a. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air (B3), b. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar (B4), c. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) (C1), d. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan (D3) e. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program pemberdayaan tersebut. (E2) f. Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3) Variabel yang terdapat dalam kuadran ini dianggap sebagai faktor yang sangat penting namun kondisinya saat ini belum memuaskan responden, sehingga lembaga atau instansi terkait dipandang perlu untuk meningkatkan kinerja pada berbagai sektor tersebut. Pada aspek teknis irigasi variabel dapat
memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air dan dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar merupakan variabel yang belum optimal. Pada aspek usaha tani variabel dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) juga dirasakan belum optimal oleh anggota karena tingkat kinerjanya masih sangat rendah. Pada aspek keuangan dan bidang usaha variabel GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan dinilai belum sesuai denganharapan karena GP3A masih kesulitan dalam hal berhubungan dengan pihak lembaga pembiayaan maka perlu untuk ditingkatkan kinerjanya. Pada aspek peran pemerintah variabel Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program pemberdayaan tersebut dan Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota dinilai belum dapat meningkatkan kinerja GP3A karena masih rendahnya dana bantuan yang mencukupi dan tenaga pendamping yang ada belum mampu mendampingi petani secara optimal karena hanya tersedia 5 orang Tenaga Pendamping Petani untuk 30 GP3A yang sudah terbentuk sampai bulan Desember 2013, sehingga dipandang perlu untuk ditingkatkan. Berdasarkan hasil analisis, maka variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran A adalah sebagai prioritas utam bagi GP3A untuk menentukan alternatif strategi agar kinerja GP3A menjadi lebih optimal di kemudian hari. 2.
Kuadran B : Pertahankan Kinerja Yang termasuk dalam Kuadran B terdapat enam variabel (30%), yang di nilai sudah optimal dalam pelaksanaanya, yaitu diantaranya : a. GP3A memiliki AD/ART (A1) b. Dapat memperkecil perbedaan produktivitas hasil tanaman daerah hulu dan hilir melalui pengaturan air yang adil. (C2) c. Dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien. (C3) d. Terwujudnya perkumpulan petani pemakai air yang dapat menghimpun dana 50% dari Angka Kebutuhan Nyata Operasi & Pemeliharaan jaringan primer dan sekunder. (D1) e. Dapat menggerakan di atas 70% jumlah anggotanya untuk memberi kontribusi iuran pengelolaan irigasi. (D2) f. Adanya program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan, penyuluhan, pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A, GP3A, dan IP3A. (E1) Variabel kinerja yang terletak pada kuadran ini dianggap sebagai faktor penunjang bagi pengembangan kelembagaan GP3A penerima Program WISMP. Dalam aspek organisasi variabel GP3A memiliki AD/ART telah terlaksana dengan baik sehingga memberikan kepuasan dalam tingkat kinerja bagi anggotannya. Pada aspek teknis usaha tani variabel Dapat memperkecil perbedaan produktivitas hasil tanaman daerah hulu dan hilir melalui
pengaturan air yang adil dan dapat meningkatkan produktivitas hasil tanaman dari waktu ke waktu dan mempertahankannya pada tingkat yang tinggi melalui pengaturan air yang baik dan efisien dinilai anggotanya sudah berjalan dengan baik sehingga perlu untuk dipertahankan. Pada aspek peran pemerintah mengenai Adanya program pemberdayaan dalam bentuk pelatihan, penyuluhan, pendampingan dan sebagainya yang sesuai kebutuhan P3A, GP3A, dan IP3A sudah berjalan dengan optimal dan dapat membantu meningkatkan kinerja GP3A sehingga pantas untuk dipertahankan dan jika memungkinkan ditingkatkan lagi. 3.
Kuadran C : Prioritas Rendah Pada kuadran C terdapat enam variabel (30%) yang dinilai tingkat kepentingan dan kinerjanya rendah. Variabel tersebut yaitu : a. Memilki Bank Rekening dan NPWP. (A3) b. GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus (A5) c. Dapat mengatasi masalah organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar. (A6) d. Memiliki jaringan irigasi yang terpeliharan dan berfungsi baik. (B1) e. Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail dan Rencana Pembagian Airnya setiap tahun. (B2) f. GP3A dapat berpartisipasi pada kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan. (B5) Variabel ini memiliki tingkat kepuasan yang rendah cenderung belum dianggap penting oleh petani responden, artinya pada aspek organisasi manfaat dari kepemilikan bank rekening dan NPWP oleh petani responden dinilai masih sangat rendah sehingga masih menggap tidak terlalu penting untuk memiliki rekening bahkan NPWP. Begitu pula dengan variabel GP3A aktif melakukan pertemuan/rapat pengurus dan dapat mengatasi masalah organisasi, mengatasi konflik antar anggota atau dengan pihak luar belum bisa memuaskan anggotanya karena dinilai kinerjanya sangat rendah. Dari aspek teknis irigasi anggota masih menilai rendah untuk pemeliharaan irigasi karena mungkin belum berjalan sesuai harapan dan keterlibatan GP3A dalam partisipasi kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem jaringan dianggap kurang penting namun memiliki kinerja yang sudah cukup baik.
4.
Kuadran D : Cenderung Berlebihan Pada kuadran D terdapat dua variabel (10%) yang dinilai tingkat kepentingan rendah dengan kinerjanya tinggi, dengan kata lain pada kuadran ini beberapa variabel dilaksanakan secara berlebihan, variabel tersebut yaitu : a. GP3A Berbadan Hukum (A2) b. Tertib admnistrasinya (ada peta jaringan irigasi, buku anggota, program kerja dan sebagainya). (A4) Variabel yang terletak pada kuadran ini dianggap sudah baik namun tidak dianggap penting oleh petani responden, pada aspek organisasi atau kelembagaan variabel GP3A berbadan hukum serta tertib administrasi dianggap kurang penting namun memiliki kinerja yang baik, karena semuanya sudah dapat berjalan sesuai dengan rencana program.
Dari hasil Importance-Performance Analysis (IPA), terhadap tingkat kepentingan dan tingkat kualitas kinerja diketahui perbedaan antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima program WISMP dan GP3A Leubak sebagai bukan penerima program WISMP dengan selisih skor kualitas kinerja sebesar 1,55 lebih besar GP3A Mitra Tani menunjukan bahwa ada manfaat perubahan dari seluruh aspek indikator kualitas kinerja dengan adanya program WISMP di Kabupaten Bogor. Faktor Internal dan Eksternal Yang Berpengaruh Terhadap Peningkatan Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor Untuk mengetahui faktor-faktor strategis yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor digunakan analisis faktor internal eksternal. Tahap awal analisis ini adalah mengidentifikasi terlebih dahulu indikator faktor internal yaitu kekuatan dan kelemahan dan indikator eksternal yaitu peluang dan ancaman. Faktor internal dan eksternal ditentukan oleh penulis melalui studi pustaka, wawancara dengan pihak dinas instansi terkait, ketua GP3A, Tenaga Pendamping Masyarakat dan juga dengan pengalaman penulis sebagai bagian dari instasi pengelola dan pembina lembaga petani GP3A di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh beberapa faktor stratetgis dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Faktor strategis tersebut terdiri dari faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan, serta faktor eksternal yang meliputi peluang dan ancaman. Faktor Strategis Internal Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor, untuk faktor kekuatan (strengths) antara lain : (1) Lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup; (2) Petani sudah mempunyai wadah untuk berpartisipasi melaui GP3A; (3) Komisi Irigasi Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda Irigasi sudah terbit; (4) Jaringan irigasi berfungsi dengan baik; (5) Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyediakan Dana Pendamping untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif. Adapun faktor-faktor Kekuatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup - Dengan luas lahan sawah pada tahun 2012 sebesar 47.932 Ha dan yang menggunkan irigasi mencapai 81,10% Kabupaten Bogor masih cukup menyediakan lahan sawah bagi para petani di seluruh wilayah Kabuapten Bogor, selain itu juga Bogor salah satu daerah yang dapat memberikan kontribusi kebutuhan beras nasional. 2. Petani sudah mempunyai wadah untuk berpartisipasi melaui GP3A - Dengan telah dibentuknya GP3A pada setiap jaringan Daerah Irigasi diharapkan dapat meningkatkan kemapuan dan keterampilan anggotanya sehingga pengelolaan irigasi partisipatif dapat terlaksana dengan baik. 3. Komisi Irigasi Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda Irigasi sudah terbit. - Sesuai dengan Permen PU No. 31 Tahun 2007, Komisi Irigasi berfungsi sebagai lembaga koordinasi dan komunikasi dalam rangka pemanfaatan air irigasi. Komisi Irigasi minimal melakukan rapat tiga kali dalam setahun,
4.
5.
yaitu sebelum musim tanam. Hasil Rapat Komisi Irigasi setidaknya menentukan rencana tata tanam global sehingga sejak awal musim tanam rencana pelaksanaan pengelolaan air irigasi sudah disepakati. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan terhadap air irigasi yang biasa terjadi. Komisi Irigasi diharapkan dapat menjadi payung yang cukup baik dalam mengawal pelaksanaan pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor. - Dengan telah diterbitkannya Perda Irigasi Kabupaten Bogor diharapkan keandalan air irigasi, keandalan sarana dan prasarana irigasi dapat terkendali dengan baik, sehingga dapat mewujudkan tertib pengelolaan jaringan irigasi yang dibangun pemerintah, pemerintah provinsi, dan Pemerintah Daerah, yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah dibentuk kelembagaan pengelolaan irigasi tingkat daerah. Jaringan irigasi berfungsi dengan baik - Terjaminnya penyediaan air irigasi memiliki arti penting dalam produksi padi karena bibit unggul, pupuk, pestisida dan cara bercocok tanam yang baik akan memberikan hasil tinggi jika air irigasinya cukup tersedia dan pemberian air dapat disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Pada dasarnya, air perlu diatur agar pemberiannya pada lahan tepat jumlah dan waktu. Dengan teknologi manapun, untuk mengelola air irigasi dengan baik, perlu dilaksanakan serangkaian kegiatan yang menyangkut semua aspek operasi dan pemeliharaan, mulai dari pengerahan tenaga untuk pembersihan, perbaikan dan penyelesaian konflik tentang pembagian air dan perencanaan untuk musim tanam berikutnya. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyediakan Dana Pendamping untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif. - Ketersediaan dana pemeliharaan, menjadi faktor utama tertunda atau kurang baiknya pemeliharaan jaringan irigasi. Saat ini, ketersedian dana operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi sudah mencapai kurang dari 50 % kebutuhan, sehingga banyak jaringan irigasi menjadi tidak terpelihara dan memberikan konsekuensi yang lebih mahal karena jaringan irigasi tersebut harus direhabilitasi. Dengan tersediaanya dana yang cukup untuk pelaksanaan pengembangan progam pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten Bogor maka penerapan program kedepannya diharapkan dapat berkelanjutan sehingga akan lebih banyak lagi jaringan irigasi yang terpelihara.
Yang menjadi faktor kelemahan (weaknesses) meliputi : (1) Kurangnya pengalaman dan pelatihan; (2) Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air; (3) Bukan pemilik lahan hanya penggarap; (4) Partisipasi petani hanya untuk mendapat upah; (5) Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani. Adapun faktor-faktor Kelemahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Kurangnya pengalaman dan pelatihan - Pelatihan masyarakat merupakan salah satu kegiatan penyuluhan dalam rangka memberdayakan masyarakat khususnya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat sasaran penyuluhan pertanian. Keberadaan masyarakat yang memiliki sikap, pengetahuan dan
2.
3.
4.
5.
keterampilan yang memadai dalam bidang yang relevan dengan pembangunan pertanian, diharapkan akan dapat mendukung dan berperanserta dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu pelatihan masyarakat perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan memperhatikan faktor efisiensi, efektivitas dan relevansi. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air - Kesadaran masyarakat perlu dirancang sedemikian rupa mengingat pada dasarnya mereka adalah orang dewasa, petani atau orang yang berprofesi selain petani yang kegiatannya berkaitan dengan pembangunan pertanian. Oleh karenanya, maka dalam pelaksanaan meningkatkan dan menumbuhkembangkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi orang dewasa diantaranya bersifat partisipatif, reflektif, dan memberikan umpan balik. Bukan pemilik lahan hanya penggarap - Dengan banyaknya petani penggarap, maka penghasilan petani berada di bawah standar. Terlebih petani pemilik lahan yang diasumsikan 1 hektar hanya bisa meraup dua juta rupiah per bulannya. Partisipasi petani hanya untuk mendapat upah - Masih sangat banyak petani kita yang hidup secara subsisten, dengan mengkonsumsi komoditi pertanian hasil produksi mereka sendiri. Mereka adalah petani-petani yang luas tanah dan sawahnya sangat kecil, atau buruh tani yang mendapat upah berupa pangan, seperti padi, jagung, ataupun ketela. Mencari keuntungan adalah wajar dalam usaha pertanian, namun hal itu tidak dapat dijadikan orientasi dalam setiap kegiatan usaha para petani. Petani kita pada umumnya lebih mengedepankan orientasi sosial-kemasyarakatan, yang diwujudkan dengan tradisi gotong royong (sambatan/kerigan) dalam kegiatan mereka. Sehingga perencanaan terhadap perubahan kegiatan pertanian harus pula mempertimbangkan konsep dan dampak perubahan sosial-budaya yang akan terjadi. Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani. - Permasalahan mendasar yang dihadapi petani adalah kurangnya akses kepada sumber permodalan, pasar dan teknologi, serta organisasi tani yang masih lemah. Dan kurang tersediannya anggaran pemerintah daerah dalam hal meningkatkan kemandirian masyarakat petani melalui pembinaan.
Faktor Strategis Eksternal Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap pengembangan penguatan program WISMP terhadap pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor, untuk faktor peluang (opportunities) antara lain : (1) Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 7/2004, PP Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Irigasi Partisipatif; (2) Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif; (3) Adanya pendamping masyarakat untuk petani; (4) Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik; (5) Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk meningkatkan pendapatan petani. Adapun faktor-faktor peluang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 7/2004, PP Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Irigasi Partisipatif. - Prinsip utama pengelolaan irigasi dalam Reformasi KebijakanPengembangan dan Pengelolaan Irigasi adalah pengelolaan irigasi yang melibatkan seluruh stakeholder (Pemerintah, petani, LSM danlainnya) yang terkait mulai dari perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, dengan tujuan akhir untuk mengoptimalkan penggunaan air irigasi, sehingga dapat meningkatkan satu hasil usahatani. Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif. - Hal tersebut telah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi Daerah, pemerintah daerah diberikan peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan. Adanya pendamping masyarakat untuk petani. - Dalam rangka mendukung program Ketahanan Pangan Nasional dan upaya peningkatan kemampuan ekonomi serta kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat petani dalam perbaikan jaringan irigasi secara partisipatif, Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air melaksanakan Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air (P4-ISDA) Bidang Irigasi Tahun Anggaran 2014. - Tenaga Pendamping Masyarakat yang selanjutnya disingkat TPM adalah orang yang bertugas dalam melakukan sosialisasi tingkat masyarakat dan pendampingan KPP4-ISDA, perlu mengikuti (training of trainer) ToT yang diselenggarakan oleh (Tim Pelaksana Balai) TPB, agar TPM memperoleh pembekalan baik pengetahuan maupun keterampilan sebagai tenaga fasilitator KPP4-ISDA dilapangan. Pelaksanaan kegiatan Training Of Trainer (ToT) bagi Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) tersebut dimaksudkan untuk Memberikan pengetahuan dan keterampilan bagi Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) mengenai Program P4-ISDA, sehingga diharapkan TPM. Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik. - Dengan diterbitkannya Perda Irigasi di Kabupaten Bogor dan telah dibentuknya Komisi Irigasi kabupaten Bogor maka hal tersebut dapat diasumsikan adanya usaha untuk menjaga jaringan sehungga dapat berfungsi dengan baik. Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk meningkatkan pendapatan petani. - Upaya peningkatan produksi padi harus dikaitkan dengan upaya peningkatan pendapatan petani. Sumber pertumbuhan peningkatan nilai tambah bagi petani meliputi: (1) pengembangan agroindustri pedesaan, (2) konsolidasi manajemen usaha pertanian di tingkat petani untuk meningkatkan posisi tawar petani, (3) pengembangan warehouse system
untuk tunda jual dan peningkatan mutu produk, dan (4) penerapan PTT padi yang terintegrasi dengan komoditas lain. Sedangkan yang menjadi faktor ancaman (threats) meliputi : (1) Rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait; (2) Kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat; (3) Alih fungsi lahan (4) Kurangnya Sosialisasi; (5) GP3A berperan sebagai kontraktor. Adapun faktor-faktor ancaman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait - Belum optimalnya integrasi dan koordinasi program kebijakan pemerintah terkait dengan pengembangan ekonomi lokal dan daerah, serta masih rendahnya kesadaran dalam pengelolaan irigasi partisipatif 2. Kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) - Jumlah TPM yang tersedia jauh dari jumlah yang ideal, hanya ada 5 orang TPM untuk melayani masyarakat petani sekabupaten Bogor. 3. Alih fungsi lahan - Ada sekitar 40 ribuan hektare lahan sawah di seluruh Kabupaten Bogor yang hendak dipertahankan menjadi lahan pertanian abadi melalui peraturan bupati maupun ditingkatkan lagi menjadi Perda bagi ketahanan pangan. Hal ini sebagai tindak lanjut dari banyaknya lahan sawah yang terus beralih fungsi dari peruntukan awalnya, yang dikhawatirkan akan semakin tidak terkendali dan bisa menjadi ancaman untuk target produksi padi 10 juta ton yang dicanagkan oleh pemerintah 4. Kurangnya Sosialisasi - Sosialisasi atau pemasyarakatan program adalah tahapan penting dalam program pengembangan program pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan. Kegiatan sosialisasi tidak hanya menyampaikan informasi tentang program dan jasa layanannya, tetapi juga mencari dukungan dari berbagai kelompok masyarakat. 5. GP3A berperan sebagai kontraktor - Hal ini dapat menjadi ancaman dari tujuan khusus program WISMP bahwa GP3A berperan aktif dalam pengelolaan irigasi tapi tidak secara partisipatif namun jadi bersifat komersil atau mencari keuntungan semata, sehingga tujuan utama agar mendapatkan hasil pembangunan yang lebih baik nyatanya hanya sebagai tempat mencari keuntungan pribadi maupun kelompok.
Matrik IFE - EFE Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor strategis yang mempengaruhi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor digunakan matrik Internal Factor Evaluation (IFE) dan untuk faktor Internal dan matrik External Factor Evaluation (EFE) untuk faktor eksternal. Tujuan menggunakan matrik IFE dan matrik EFE ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor strategis internal dan ekternal terhadap keberhasilan peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor.
Hasil Evaluasi Faktor Internal Faktor-faktor strategis internal yang mempengaruhi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor setelah diperoleh dari pengumpulan data kuisioner sepuluh orang responden untuk penelitian bobot dan rating maka diperoleh hasil perhitungannya pada tabel 5.13 Tabel 5.13 Hasil Matrik IFE (Internal Factor Evaluation) No
Faktor-faktor Strategis Internal Kekuatan : 1 Lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup; 2 Petani sudah mempunyai wadah untuk berpartisipasi melaui GP3A; 3 Komisi Irigasi Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda Irigasi sudah terbit; 4 Jaringan irigasi berfungsi dengan baik; 5 Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyediakan Dana Pendamping untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif Jumlah Kelemahan : 6 Kurangnya pengalaman dan pelatihan 7 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air 8 Bukan pemilik lahan hanya penggarap 9 Partisipasi petani hanya untuk mendapat upah 10 Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani Jumlah Jumlah Total Sumber : Data primer diolah
Bobot
Rating
Skor
0,11
4
0,42
0,10
4
0,41
0,10
4
0,39
0,10
4
0,40
0,08
3
0,25
0,49 0,10 0,10 0,10 0,11 0,10 0,51 1,00
1,87 4 4 4 4 4
0,39 0,41 0,40 0,43 0,41 2,05 3,92
Peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor ditentukan oleh faktor internal dengan tingkat kepentingan relatif satu faktor dengan faktor lainnya ditentukan oleh besarnya bobot faktor tersebut. Pada Tabel 5. 13 dapat dilihat bahwa faktor internal yang dinilai paling penting terhadap keberhasilan peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor adalah lahan sawah masih cukup luas dan sumber air tersedia cukup, dengan nilai sebesar 0,42 dengan peringkat sebesar 4 yang berarti faktor tersebut merupakan salah satu faktor kekuatan utama. Selain mengidentifikasi kekuatan internal, matrik IFE juga menunjukan berbagai kelemahan dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Faktor internal yang dimiliki kelemahan terbesar adalah partisipasi petani hanya untuk mendapat upah yang memiliki nilai sebesar 0,43. Hal ini menunjukan bahwa dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor harus mampu merubah pola pikir mereka sehingga orientasinya berubah menjadi lebih baik dari sekedar mendapatkan upah saja. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal Berdasarkan hasil identifiksi faktor strategis eksternal yang mempengaruhi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor yang terdiri dari peluang dan ancaman, kemudian dilanjutkan dengan evaluasi faktor eksternal menggunakan matrik EFE diperoleh hasil seperti pada Tabel 5.14. Bobot yang diperoleh menentukan tingkat kepentingan relatif satu faktor eksternal terhadap faktor
eksternal lainnya yang berpengaruh pada peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Tabel 5.14 Hasil Matrik EFE (External Factor Evaluation) No
Faktor-faktor Strategis Eksternal Peluang : 1 Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 7/2004, PP Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Irigasi Partisipatif; 2 Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif; 3 Adanya pendamping masyarakat untuk petani; 4 Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik; 5 Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk meningkatkan pendapatan petani. Jumlah Ancaman : 6 Rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait 7 Kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat 8 Alih fungsi lahan 9 Kurangnya Sosialisasi 10 GP3A berperan sebagai kontraktor Jumlah Jumlah Total Sumber : Data primer diolah
Bobot
Rating
Skor
0,10
3
0,31
0,10
3
0,31
0,10 0,11
3 3
0,31 0,32
0,10
3
0,30
0,52 0,09 0,08 0,09 0,12 0,10 0,48 1,00
1,55 3 2 3 4 3
0,28 0,15 0,28 0,47 0,30 1,49 3,04
Berdasarkan Tabel 5.14 terlihat bahwa faktor-faktor kunci eksternal yang memberikan peluang terbesar dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor adalah adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik, peluang ini diharapkan dapat mendorong kemajuan peningkatan kinerja kelembagaan petani. Nilai skor terbesar yang dimiliki faktor kunci eksternal ini yaitu sebersar 0,32 dengan bobot 0,11 dan rating sebesar 3. Faktor eksternal yang memberikan ancaman terbesar bagi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor adalah kurangnya sosialisasi yang di tunjukan dengan bobot 0,12 dan rating 4 sehingga skornya menjadi 0,47. Hal ini menunjukan bahwa dalam peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor harus mampu mengatasi ancaman terbesar yaitu meningkatkan sosialisasi sehingga jika masyarakat petani yang di wakili oleh lembaga GP3A maka akan meningkatkan kualitas kinerja mereka.
Perumusan Program Formulasi alternatif pengembangan program pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor diperoleh dengan tiga tahap yaitu (1) identifikasi faktor internal dan eksternal yang diperoleh melalui wawancara; (2) tahap penggabungan; dan terakhir (3) tahap pengambilan keputusan. Metoda yang digunakan dalam merumuskan strategi adalah pendekatan analisis SWOT, yakni dengan mencocokan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan dengan faktor-faktor ekternal berupa peluang dan ancaman, untuk mendapatkan
alternatif strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T, dan QSPM (Quantitatif Strategic Planning Matrix). Dari hasil evaluasi di atas maka di susun kedalam matrik SWOT untuk menganalisis antara kekuatan dengan kelemahan dan peluang dengan ancaman. Matriks SWOT tersebut digambarkan pada Tabel 5.15. Tabel 5.15 Matriks SWOT strategi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Faktor Internal
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
1. Lahan sawah masih cukup luas
1. Kurangnya pengalaman dan
dan sumber air tersedia cukup;
2. Petani sudah mempunyai wadah
Faktor Eksternal
Peluang (O)
1. Mekanisme partisipatif sudah disebut jelas dalam UU SDA No 7/2004, PP Irigasi no 20/2006, Permen PU No 30/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Irigasi Partisipatif; 2. Tersedianya dana hibah dari Pemerintah Pusat untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif; 3. Adanya pendamping masyarakat untuk petani; 4. Adanya usaha untuk menjaga jaringan irigasi dapat berfungsi dengan baik; 5. Adanya usaha untuk meningkatkan produksi padi untuk meningkatkan pendapatan petani. Ancaman (T) 1. Rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait 2. Kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat 3. Alih fungsi lahan 4. Kurangnya Sosialisasi 5. GP3A berperan sebagai kontraktor
untuk berpartisipasi melaui GP3A; 3. Komisi Irigasi Kabupaten Bogor sudah terbentuk dan Perda Irigasi sudah terbit; 4. Jaringan irigasi berfungsi dengan baik; 5. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyediakan Dana Pendamping untuk penerapan pengelolaan irigasi partisipatif Strategi (S-O) 1. Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada (S1, S2, S3, S4, O1, O3, O4); 2. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor (S3, S4, S5, O1, O2, O4, O5);
Strategi (S-T)
pelatihan
2. Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air
3. Bukan pemilik lahan hanya penggarap
4. Partisipasi petani hanya untuk mendapat upah
5. Kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani
Strategi (W-O)
3. Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan studi banding (W1,W2,O1,O3) 4. Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif. (W2, W3,W4,W5,O1,O2,O3) 5. Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang proporsional (W1,W2,W3,O3,O4)
Strategi (W-T)
6. Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi; (S3,S5,T1,T2)
Berdasarkan hasil analisis SWOT, diperoleh 6 (enam) alternatif strategi yang dapat digunakan dalam Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor.
Strategi S-O (Strengths-Opportunities) Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Strategi tersebut menghasilkan dua alternatif strategi yaitu : 1. Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada Pendanaan harus dimanfaatkan seefektif mungkin agar lebih tepat sasaran, memiliki multiflier effect yang besar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat petani. 2. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor Untuk menjaga keberlanjutan pengelolaan jaringan irigasi maka akan sangat penting diprogramkan dalam rencana kerja resmi Pemerintah Kabupaten Bogor. Seperti diketahui pengelolaan jaringan irigasi menurut Undangundang Sumber Daya Air No 7/2004 meliputi rehabilitasi dan upgrading serta operasi dan pemeliharaan (O&P). Strategi S-T (Strengths-Threats) Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman yang ada dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Strategi tersebut menghasilkan alternatif strategi yaitu “Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi”. Maka dibentuklah Komisi Irigasi sesuai amanat UU RI No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan implementasi dari PP No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi. Strategi W-O (Weaknesses- Opportunities) Strategi W-O merupakan strategi yang mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam rangka peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Strategi ini pun menghasilkan tiga alternatif strategi yaitu : 1. Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan studi banding Strategi ini dilakukan untuk mengatasi faktor kelemahan kurangnya pengalaman dan pelatihan dan rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air dengan memanfaatkan peluang utama dengan telah ditetapkannnya mekanisme partisipatif dalam UU, PP, beserta turunnya. Peluang tersebut juga didukung dengan adanya dana hibah dari Pemerintah Pusat sebagai stimulan penerapan pengelolaan irigasi partisipatif. 2. Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, peran pembinaan petani menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah.
3.
Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang proporsional”. Strategi ini dapat dilakukan untuk meminimalisir faktor kelemahan kurangnya pengalaman dan pelatihan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan air, kepemilikan lahan, partisipasi petani hanya untuk mendapat upah dan kurangnya dukungan dana untuk pembinaan petani, serta untuk menghindari faktor ancaman rendahnya tingkat koordinasi antar stakeholder terkait, kurangnya jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dilapangan, alih fungsi lahan, kurangnya sosialisasi dan GP3A berperan sebagai kontraktor yang akhirnya hanya mencari keuntungan semata.
Strategi W-T (Weaknesses - Threats ) Strategi W-T merupakan strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan dan ditunjukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman yang mungkin timbul dalam rangka pengembangan program Pelaksanaan WISMP Terhadap peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil analisis SWOT maka strategi W-T tidak perlu dilakukan. Dengan banyaknya alternatif strategi yang diperoleh, harus dipilih beberapa strategi yang akang di jadikan prioritas. Tahap pengambilan keputusan merupakan tahap selanjutnya dari perumusan strategi dengan menggunakan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis ini ditunjukan untuk menentukan prioritas strategi pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten Bogor. Setelah dialakukan perhitungan nilai TAS, maka diperoleh hasil QSPM seperti disajikan pada Tabel 5.16. Tabel 5.16 Hasil analisis QSPM dalam perumusan strategi peningkatan kinerja GP3A di Kabupaten Bogor. Nilai No Alternatif Strategi Prioritas TAS 1 Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana 7,71 IV yang ada 2 Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan 8,34 I peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor 3 Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi 8,14 II koordinasi Komisi Irigasi 4 Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, 7,53 V bimbingan teknis, dan studi banding 5 Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi 7,93 III dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif 6 Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh 6,89 VI tenaga pendamping yang proporsional
Analisis QSPM dilakukan dengan cara memberikan nilai kemenarikan relatif (Attractive Score = AS) pada masing-masing faktor internal maupun ekternal. Strategi yang mempunyai total kemenarikan relatif (Total Attractive Score = TAS) tinggi merupakan prioritas utama strategi. Berdasarkan hasil analisis QSPM Tabel 5.18 didapatkan prioritas strategis yang sangat tinggi sampai dengan yang terendah untuk keberlanjutan program pengembangan pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif di Kabupaten Bogor. Strategi yang menjadi prioritas pertama adalah memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor dengan nilai TAS 8,34. Strategi yang menjadi prioritas kedua adalah memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi dengan nilai TAS 8,14. Strategi yang menjadi prioritas yang ketiga adalah meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif dengan nilai TAS 7,93. Startegi yang menjadi prioritas keempat adalah mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada dengan nilai TAS 7,71. Strattegi yang menjdi prioritas kelima adalah memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan studi banding dengan nilai TAS 7,53. Strategi yang menjdi prioritas keenam adalah meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang proporsional dengan nilai TAS 6,89.
VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM
Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air di Kabupaten Bogor merupakan langkah akhir dalam memberikan masukan alternatif strategi bagi pimpinan daerah dalam menetukan arah kebijakan strategi yang tepat guna, mutu, waktu dan biaya sehingga pelaksanaan kegiatan Water Resources And Irrigation Management Program (WISMP) yang telah diterapkan di Kabuapten Bogor mengenai pengelolaan irigasi partisipatif dapat terus berlanjut walau pun program tersebut telah selesai. Dalam rancangan pengembangan strategi program pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan ini, juga memperhatikan visi dan misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor. 6.1
Visi dan Misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor Adapun visi dan misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor adalah “Terwujudnya Penyelenggaraan Sistem Jaringan Jalan dan Irigasi Yang Dapat Mendorong Perkembangan Wilayah dan Perekonomian Masyarakat”. Visi tersebut dapat dicapai melalui upaya-upaya yang dijabarkan dalam misi dinas, yakni sebagai berikut : 1. Memenuhi kebutuhan infrastruktur jalan dan irigasi untuk mendukung pengembangan wilayah dan perekonomian masyarakat 2. Meningkatkan keandalan mutu infrastruktur jalan dan irigasi sesuai dengan fungsinya 3. Melestarikan Sumber-Sumber Air Permukaan Guna Menjaga Ketersediaan Air 4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dinas dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur jalan dan iaringan irigasi. 6.2
Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor. Strategi alternatif serta program pengembangan terbaik yang dapat dilaksanakan pemerintah daerah untuk mempertahankan tingkat kinerja dan partisipasi GP3A dalam rangka meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi, berdasarkan hasil analisis kajian dengan memperhatikan visi dan misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, maka didapatkan 6 (enam) rumusan strategi, yang terbagi dalam 3 (tiga) katagori rencana pembangunan daerah, antara lain yaitu : A. Rencana Pembangunan Jangka Pendek 1. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor 2. Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi.
B. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 1. Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif 2. Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada C. Rencana Pembangunan Jangka Panjang 1. Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan studi banding 2. Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang proporsional Melalui stakeholder yang terkait dalam pengelolaan irigasi partisipatif seperti Petani, P3A/GP3A, Juru Pengairan, UPT Pengairan, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, yang berkoordinasi dalam satu wadah yang di sebut Komisi Irigasi, keenam rumusan strategi tersebut dapat dijabarkan sebagai beriktut : 1. Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor Rehabilitasi bisa dilaksanakan dalam jangka waktu 5-10 tahun pada saat terjadi penurunan fungsi layanan jaringan irigasi. Peran O&P adalah untuk menjaga agar jaringan tidak mengalami penurunan fungsi sehingga pendanaan untuk rehabilitasi, yang memerlukan dana besar, bisa dikurangi. Dengan dimasukkannya pengelolaan irigasi secara partisipatif dalam RPJMD maka keberlanjutan pendanaan akan terjamin, peran serta petani akan diakui, dan jaringan irigasi dapat dijaga fungsi layanannya. Dalam RPJMD harus dijelaskan tugas dan peran masing-masing dinas pemerintah daerah yang bertanggungjawab dalam pengelolaan irigasi antara lain Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, Dinas Bina Marga dan Pengairan serta Dinas Pertanian dan Kehutanan.Tugas dan peran masing-masing dinas tersebut sebaiknya dilengkapi dengan rencana penganggarannya. 2.
Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi. Yang dimaksud dengan stakeholder dalam pengelolaan irigasi adalah Petani, P3A/GP3A, Juru Pengairan, UPT Pengairan, Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, yang berkoordinasi dalam satu wadah yang di sebut Komisi Irigasi. Komisi Irigasi Kabupaten Bogor bertanggung jawab langsung kepada Bupati, pengurus komisi irigasi terdiri dari ketua di jabat oleh Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah, ketua harian di jabat oleh Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan, dalam rangka memperkuat koordinasi komisi irigasi bersidang 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun pada waktu menjelang musim hujan dan musim kemarau, yang dihadiri oleh seluruh anggota komisi irigasi dan di pimpin oleh ketua komisi irigasi.
Untuk dua strategi di atas tersebut merupakan pengembangan untuk strategi rencana pembangunan jangka pendek. Adapun detail rencana jangka panjangnya adalah sebagai berikut : 1. Adanya pengusulan anggaran perbaikan fisik saluaran irigasi mulai dari pintu bendung sampai bangunan tersier. 2. Tersusunnya peraturan Gubernur Jawa Barat tentang sistem Irigasi. 3. Adanya pelimpahan wewenang pembangunan dan pemeliharan sistem jaringan irigasi kepada GP3A. 4. Pelimpahan kewenangan pembinaan GP3A/P3A dari Dinas Bina Marga dan Pengairan Kepada Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Ketahangan Pangan Penyuluhan Pertanian Peternakan Perikanan dan Kehutanan (BKKP5K) Kabupaten Bogor. 3.
Meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk pembinaan petani agar bisa berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi secara partisipatif Sebagaimana diamanatkan dalam UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, peran pembinaan petani menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten melalui Dinas Bina Marga dan Pengairan, Dinas Pertanian dan Kehutanan serta Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. Peningkatan dukungan pemerintah kabupaten dalam pembinaan petani antara lain bisa dilakukan dengan penyediaan dana yang cukup untuk kegiatan pelatihan, bimbingan teknis dan lain sebagainya.
4.
Mengelola jaringan irigasi secara partisipatif dengan dana yang ada Kebijakan pengembangan program Pelaksanaan WISMP Terhadap Keberlanjutan Pengelolaan Irigasi Partisipatif di Kabupaten Bogor harus berbasis masyarakat dengan menitikberatkan pada partisipasi masyarakat dengan menerapkan prinsip local ownership (pengelolaan dan pemilikan oleh masyarakat setempat) sehingga pola ini akan memberikan nilai ekonomi dan edukasi yang besar khususnya bagi masyrakat petani untuk dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk dua strategi di atas tersebut merupakan pengembangan untuk strategi rencana pembangunan jangka menengah. Adapun detail rencana jangka menengahnya adalah sebagai berikut : 1. Pemberdayaan kelembagaan pengelolaan irigasi 2. Pengadaan TPM/KTPM kabupaten Bogors 3. Up dating PSETK 4. Rapat Koordinasi KPI secara berkala 5. Penentuan SK Bupati GP3A/P3A 6. Adanya kegiatan penyadaran Publik dalam sistem irigasi 7. Memfasilitasi kegiatan pelatihan-pelatihan di tingkat GP3A/P3A (pelatihan administrasi dan keuangan)
5.
Memperkuat kualitas SDM petani melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan studi banding Pemerintah Pusat sebagai stimulan penerapan pengelolaan irigasi partisipatif meberikan dana hibah kepada pemerintah daerah. Melalui dana hibah tersebut beberapa daerah irigasi dapat melaksanakan tahapan-tahapan partisipatif dan memenuhi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi untuk bisa berpartisipasi sehingga bisa menjadi contoh yang baik untuk daerah-daerah irigasi yang belum menerapkannya. Untuk dapat berpartisipasi secara berkelanjutan oleh petani, pemerintah daerah harus mampu memberikan dana bantuan pembinaan terhadap petani, pada saat pendanaan berupa hibah dari pemerintah pusat sudah selesai. Melalui tahapan sosialisasi, pemerintah daerah harus mampu menyusun PSETK, membentuk organisasi (GP3A), dan melegalisasi organisasinya. Kemudian petani juga harus mengikuti pelatihan-pelatihan terkait desain dan konstruksi sehingga dalam mewujudkan partisipasinya lebih terarah dan tepat sasaran. Jika dana tersedia cukup, petani bisa diajak untuk melihat keberhasilan penerapan partisipasi pada daerah irigasi di daerah lain.
6.
Meningkatkan kesadaran petani dalam Pengelolaan Irigasi Partisipatif melalui sosialisasi dan pendampingan oleh tenaga pendamping yang proporsional. Strategi ini merupakan pengembangan untuk strategi pembangunan jangka panjang. Adapun detail rencana jangka panjangnya adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan pengalaman dan pelatihan bagi para petani yang tergabung dalam P3A/GP3A, 2. Melibatkan partisipasi petani dalam pengelolaan irigasi sesuai wilayah dan kewenangannya, 3. Mengalokasikan dana APBD yang cukup untuk pembinaan petani, 4. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder terkait sehingga dapat terjalin tata kerja yang baik, 5. Menambah jumlah Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dilapangan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan yang dibutuhkan dalam memberikan bimbingan dan arahan terhadap petani yang tergabung dlam P3A/GP3A sehingga maksud dan tujuan yang diingikan dapat tercapai sesuai target, 6. Melakuan invetarisasi dan sertifikasi lahan pertanian dan luas areal pengairan untuk meminalisir terjadinya alih fungsi lahan, 7. Melakukan sosialisasi dan pembinaan terhadap GP3A yang telah berbadan hukum yang telah memiliki keterampilan secara teknis, untuk tidak berperan sebagai kontraktor semata, yang akhirnya hanya mencari keuntungan, akan tetapi justru lebih memperkuat kemandirian serta kemampuan dalam melakukan rehabilitasi, operasi dan pemeliaraan dalam pengelolaan irigasi pada daerah irigasi wilayah kerja masingmasing GP3A.
Dengan melihat strategi-strategi yang telah dibuat, selanjutnya disusun rancangan program dan kegiatan yang bisa dilaksanakan untuk pengembangan program pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor
yang disesuaikan dengan analisis IFE-EFE, Matrik IE, Matrik SWOT dan QSPM, serta disesuaikan juga dengan visi misi Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor. Rancangan program dan kegiatan ini disusun berdasarkan waktu pelaksanaan kegiatan pada tahun 2015 samapai dengan 2020, pada akhir tahun anggaran rancangan program tersebut diprioritaskan bisa tercapai. Rancangan program dan kegiatan mengenai Pengembangan Program Pengelolaan Irigasi Partisipatif Yang Berkelanjutan yang berdasarkan pada Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor PeriodeTahun 2015 – 2020 dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1 Matriks Pengembangan Program Pengelolaan Irigasi Partisipatif Yang Berkelanjutan di Kabupaten Bogor Periode Tahun 2015 - 2020.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian mengenai Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor, didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Terlihat perbedaan kinerja antara GP3A Mitra Tani sebagai penerima Program WISMP dan GP3A Leubak yang bukan penerima Program WISMP. GP3A Mitra Tani setelah mendapatkan pembinaan dan pelatihan melalui Program WISMP menjadi lebih terarah dan teratur dalam kontribusi pengelolaan jaringan irigasi sehingga dapat meningkatkan jaringan irigasi sederhana menjadi irigasi teknis, mampu melakukan penyusunan dan mengusulkan Rencana Tata Tanam ditingkat GP3A kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor serta mampu meningkatkan hasil produksi rata-rata mencapai di atas ± 5 Ton/Ha. 2.
Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, dalam rancangan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor menekankan pada strategi menggunakan kekuatan internal yang ada dengan memanfaatkan peluang eksternal, Hasil analisis QSPM didapatkan strategi yang menjadi prioritas adalah : a) Memprogramkan rencana pengelolaan jaringan irigasi secara partisipatif untuk peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani dalam RPJMD Kabupaten Bogor; b) Memperkuat koordinasi antar stakeholder melalui fungsi koordinasi Komisi Irigasi.
Saran Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor didasarkan pada Aspek Tingkat Kinerja dan Kualitas Kinerja GP3A di Kabupaten Bogor dinilai perlu ada peningkatan kinerja. Faktor yang perlu ditingkatkan kinerjanya terdiri dari : a. Dapat memberi rasa keadilan kepada anggota (hulu dan hilir) dalam pembagian air (B3), b. Dapat memecahkan masalah, menekan/meredakan konflik pembagian air diantara anggota atau dengan pihak luar (B4), c. Dapat meningkatkan dan mempertahankan intensitas tanaman pada tingkat yang tinggi dengan pengaturan air yang efisien (disamping aspek pertanian lain non-irigasi) (C1), d. GP3A memiliki usaha ekonomi lain yang mandiri dan mendapat bantuan permodalan dari lembaga pembiayaan (D3) e. Adanya alokasi dana yang mencukupi untuk menunjang program pemberdayaan tersebut. (E2) f. Adanya pendampingan petani dan unit pemberdayaan dengan sumber daya manusia yang handal ditingkat kabupaten/kota. (E3)
Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan Strategi Peningkatan Kinerja Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) di Kabupaten Bogor maka GP3A dapat memberikan argumentatif kepada Pemerintah Kabupaten Bogor dan Pemerintah Pusat untuk memberikan perhatian dan keterlibatan atas pentingnya keberlangsungan program pengelolaan irigasi partisipatif pada petani dengan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk itu saran yang diberikan pada : 1. Pemerintah Kabupaten Bogor a. Menyiapkan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya dari dana APBD untuk melakukan pembinaan dan pendampingan secara rutin terhadap GP3A; b. Meningkatkan kerjasama dengan pihak akademisi dan lembaga penelitian untuk penerapan teknologi pertanian dan pengelolaan irigasi partisipatif. c. Peningkatan pendapatan petani, melalui penanaman komoditas pertanian yang mempunyai nilai jual tinggi. d. Peningkatan operasi pembagian air yang lebih baik sehingga kemerataan air meningkat 2.
Pemerintah Pusat a. Menempatkan prioritas kebijakan dan meningkatkan anggaran bantuan langsung masyarakat; b. Melakukan pembinaan dan pelatihan kepada anggota GP3A penerima program WISMP secara intensif; dan c. Melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala pada anggota GP3A penerima program WISMP.
3.
Masyarakat Petani a. Turut berperan serta dalam menjaga keberlangsungan program pengelolaan irigasi partisipatif di perdesaan untuk kepentingan bersama sesuai dengan rencana. b. Pengembangan penguatan program WISMP terhadap pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan di Kabupaten Bogor sebaiknya dilakukan dengan pola comunity base development (pembangunan berbasis masyarakat) dengan prinsip partisipasi, edukasi dan local ownership sehingga lebih mensejahterkan masyarakat lokal. Perencanaan dan implementasi strategi dan program pengelolaan irigasi partisipatif yang berkelanjutan harus memperhatikan carrying capacity (daya dukung), capacity building (peningkatan kemampuan) lingkungan sehingga pengelolaan irigasi secara partisipatif yang di desain untuk Kabupaten Bogor akan sustainable (keberlanjutan), bertahan lama, semakin berkembang dan mandiri. Daftar Pustaka
Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yokyakarta: Graha Ilmu
Akbar. (2011). Strategi Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Kasus Kabupaten Karawang). Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alwasilah, et al. (1996). Glossary of educational Assessment Term. Jakarta: Ministry of Education and Culture. Arikunto, S & Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Artiningtyas. (2012). Analisis Tingkat Keberhasilan Pinjaman Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Berdasarkan Tingkat Konsumsi Masyarakat (Studi Kasus Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Bappeda Kab. Bogor. (2011). Perda Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kab. Bogor Tahun 2008 – 2013. Bogor. Bappenas. (2004). Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta www.bappenas.go.id/get-file-server/node/161 BPS Kab. Bogor. (2011). Indikator Makro Kabupaten Bogor Tahun 2011. Bogor. BPS Prov. Jabar. (2012). Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2012. Berita Resmi Statistik No. 31/07/32/Th. XIV, 2 Juli 2012. Bandung. Basri, A. F. M.,& Rivai, V. (2005). Perfomance Appraisal. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Calongesi, J.S. 1995. Merancang Tes untuk Menilai Prestasi Siswa. Bandung : ITB Caesarion, Rio. (2011). Efektifitas Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Kinerja Usaha Kecil di Kabupaten Lampung Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Chandra, Rama. (2010). Analisis Pelaksanaan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Dampaknya terhadap Peserta Program. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Chatani, Kazutoshi. (2012). Diagnosing The Indonesian Economy : Toward Inclusive and Green Growth. Chapter 9 : Economic Growth Employment Creation, and Poverty Alleviation. Penerbit Anthem Press. Desa Cibedug. (2009). Dokumen Jangka Panjang Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis). Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Bogor. Gardiner dkk. (2007). Kumpulan Bahan Latihan Pemantauan Evaluasi ProgramProgram Penanggulangan Kemiskinan. Modul 3 : Target, Indikator dan Basis Data. Bappenas. Jakarta. www.ditpk.bappenas.go.id Ginting, J. (2004). Analisis Faktor Penyebab Pendapatan Petani Miskin di Kecamatan Deli Tua. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. Guritno,Bambang dan Waridin. (2005). Pengaruh Persepsi Karyawan Mengenai Perilaku Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Motivasi Terhadap Kinerja . Jurnal Riset Bisnis Indonesia Vol.1 No.1, p. 63-74. Habibillah, Ahmad Darma. (2010). Evaluasi Pelaksanaan Program Dana Penguatan Modal (DPM APBN TA. 2006) melalui Mekanisme Pinjaman bagi Pembudidaya Ikan Skala Kecil di Kota Metro. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Ismawan, Bambang. (2003). Peran Lembaga Keuangan Mikro. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Univeritas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Janvry, Alain de. (2004). Handout#10: Rural Development Policy and Household and Community Behaviour. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2013, Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. Kumano, Y. 2001. Authentic Assessment and Portfolio Assessment-Its Theory and Practice. Japan: Shizuoka University. Kuncoro, Mudrajad. (2003). Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta. Penerbit Erlangga. Lederer, Adam Mark, Using Public Policy Models to Evaluate Nuclear Stimulation Projects: Wagon Wheel in Wyoming, M.A., Department of Political Science, May 1998. Lehmann, H. (1990). The Systems Approach to Education. Special Presentation Conveyed in The International Seminar on Educational Innovation and Technology Manila. Innotech Publications-Vol 20 No. 05. Martilla, John A and James, John C. (1977). Importance-Performance Analysis. Journal of Marketing, Vol. 41, No. 1, pp. 77-79. American Marketing Association. http://www.jstor.org/stable/1250495. Mahaga, Radiana. (2009). Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Tahap 2 (P2KP-2) di Jawa Barat terhadap Tingkat Konsumsi Masyarakat. Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Pedoman Teknis Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PT-PSP C 4. 2-2011). Jakarta. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. Project Appraisal Document (PAD) Water Resources and Irrigation Sector Management Project I Buku 1. Jakarta. National Project Management Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. Project Implementation Program (PIP) Water Resources and Irrigation Sector Management Project I Buku 1. Jakarta. National Project Management Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. Project Management Manual (PMM) Water Resources and Irrigation Sector Management Project I Buku 1. Jakarta. National Project Management Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum Pasaribu, Ali Musa. (2012). Perencanaan & Evaluasi Proyek Agribisnis (Konsep dan Aplikasi). Jakarta. Lily Publisher. Pasaribu dkk. (2011). Penentuan Desa Calon Lokasi PUAP 2011 dan Evaluasi Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Bogor. Ravallion et al. (2005). What Can Ex-Participants Reveal about a Program‟s Impact?. The Journal of Human Resources, Vol. 40, No. 1. University of Wisconsin Press. www.jstor.org/stabel/4129571 Rangkuti, F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta Riadi, Alan. 2011. Pengaruh program pemberdayaan Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) terhadap pendapatan petani anggota
GP3A di Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor. Rivai, R.S. 2010. Evaluasi dan Penyusunan Desa Calon Lokasi Pengembangan usaha agribisnis Perdesaan (PUAP). Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Santosa, Hidayat, dan Indroyono. (2003). Evaluasi Dampak Program Penanggulangan Kemiskinan Bersasaran di Propinsi D.I. Jogjakarta. Singarimbun, Masri. 1994. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LPS3ES Soegijoko, et all. 2005. Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. Jakarta. Stiggins, R.J. (1994). Student-Centered Classroom Assessment. New York : Macmillan College Publishing Company Suharsimi, Arikunto (2004 : 1)PENGERTIAN EVALUASI “menurut para ahli” Suharyanto, Arys. 2007. Dampak Keberadaan IPB terhadap Ekonomi Masyarakat Sekitar Kampus dan Kontribusinya terhadap Perekonomian Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor. Suradisastra, K., W.K. Sejati, Y. Supriatna, dan D. Hidayat. 2002. Institutional Description of Balinese Subak. Jurnal Kajian dan Pengembangan pertanian, Vo. 21 No.1, 2002. Badan Kajian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. Syahyuti, 2007. Strategi dan Tantangan dalam Pengembangan Gabungan Kelompoktani (GAPOKTAN) sebagai Kelembagaan Ekonomi di Pedesaan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor Tolang Lubis, Sutan. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai di Kelurahan Gedung Johor, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan. Medan : USU e-Repository © 2008. Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat Warsito, Hermawan. 1992. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Water Resources and Irrigation Sector Management Project (WISMP) Main Report, 2004. Jakarta. National Project Management Unit. Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Kementerian Pekerjaan Umum. http://www.scribd.com/doc/82137738/Kerangka-Acuan-Kerja-pendamping-PPSIP www.jabar.bps.go.id/system/files_force/ publikasi/miskin072012_0.pdf http://are.berkeley.edu/courses/ARE253/2004/handouts/PP04-10-peasants.pdf
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 23 Desember 1976, merupakan anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. H. Soemarno, MM dan Hj. Yeti Setiawati. Pada tahun 1989 penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri IPPOR Cariu Kabupaten Bogor, dilanjutakan dengan menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri Cariu dan lulus pada tahun 1992. Kemudian penulis hijrah ke Kota Bogor dan menamatkan Sekolah Menegah Atas Negeri 6 Bogor pada tahun 1995. Pada tahun 1995 penulis melanjutkan pendidikan pada Fakultas Teknik Sipil Universitas Pakuan Bogor dan berhasil menyelesaikan pendidikan Strata Satu pada Tahun 2003. Pada tahun 2012 penulis mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan Strata Dua di Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2006 penulis diterima bekerja sebagai Pegawai negeri Sipil (PNS) di Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor pada Dinas Bina Marga dan Pengairan.Pada tahun 2006 penulis ditugaskan di Seksi Pengelolaan pada Bidang Pemeliharaan dan Pengelolaan Dinas Bina Marga dan Pengairan, kemudian pada tahun 2012 penulis beralih tugas ke Seksi Pembangunan dan Rehabilitasi Jembatan pada Bidang Pembangunan dan Rehabilitasi Dinas Bina Marga dan Pengairan. Penulis Menikah dengan Rubai‟ah Darmayanti, M.Sc, yang merupakan putri ke tiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. Marsam dan Hj. Siti Wati‟ah, saat ini penulis telah dikaruniai satu orang putri dan satu orang putra yaitu Diva Carissa Ramasuci (21 Nopember 2002) dan Abyan Tsaqif Musyafa Wahyudi (01 Mei 2012).