VI.
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ARSITEKTUR STRATEGIK MINYAK SAWIT INDONESIA
6.1.
Analisis Strategi Pengembangan Minyak Sawit Indonesia Setelah melakukan analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di
Indonesia, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi informasi menjadi dua kelompok, yaitu informasi yang termasuk ke dalam lingkup internal, dan informasi yang termasuk ke dalam lingkup eksternal. Selanjutnya, dilakukan identifikasi kekuatan dan kelemahan yang berasal dari lingkup internal kemudian identifikasi peluang dan ancaman yang berasal dari lingkup eksternal. Sumber informasi yang digunakan berasal dari analisis dayasaing minyak sawit dan turunannya di Indonesia. Kemudian, dilakukan proses pencocokan dengan menggunakan Matriks SWOT sehingga diperoleh strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi industri minyak sawit dan turunannya di Indonesia saat ini. 6.1.1. Identifikasi Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Tahap pertama yang dilakukan dalam perumusan strategi adalah melakukan identifikasi strengths, weaknesses, opportunities dan threaths (SWOT). Faktor strengths dan weaknesses diperoleh dari informasi yang berasal dari lingkup internal. Dimana lingkup internal merupakan kegiatan dan pihakpihak yang terlibat dalam kegiatan pengolahan minyak sawit. Sementara faktor opportunities dan threats diperoleh dari kegiatan dan pihak-pihak yang berada di luar kegiatan pengolahan minyak sawit, termasuk lingkungan global (lingkup eksternal). Identifikasi mengenai strengths, weaknesses, opportunities dan threaths tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
78
Tabel 15. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Komponen
Identifikasi SWOT
A. Faktor Sumberdaya 1. Sumberdaya Manusia 2. Sumberdaya IPTEK
Kelemahan Peluang
3. Sumberdaya Modal
Peluang
4. Sumberdaya Infrastruktur
Kelemahan
B. Permintaan Domestik Komposisi Permintaan serta Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Internasioalisasi
C. Industri Terkait dan Pendukung D. Struktur, Persaingan dan Strategi
E. Peranan Pemerintah
Terbatasnya tenaga ahli dalam industri CPO Adanya kontribusi penelitian dari lembaga riset PPKS, MAKSI, dan APKASINDO serta lembaga litbang Adanya insentif dari Pemerintah bagi pelaku industri hilir CPO Infrastruktur yang ada saat ini belum memadai untuk menunjang produksi dan distribusi minyak sawit
Peluang
Semakin berkembangnya tren produk berbasis minyak sawit baik pangan maupun nonpangan
Ancaman
Isu negatif (black campaign) terhadap produk CPO Indonesia akibat dari pembukaan lahan yang menyebabkan global warming Adanya pesaing yang kuat yaitu Malaysia Ekspor berupa produk hulu yang nilainya rendah Potensi pengembangan industri hilir pengolahan minyak sawit yang cukup besar Minyak sawit memiliki keunggulan teknis dibandingkan dengan minyak nabati lainnya Produksi CPO yang telah berstandar nasional dan internasional Kompetisi dengan produsen minyak nabati lainnya Perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan pemerintah yang mendukung CPO dan industri turunannya Lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga pemangku kepentingan Stabilitas politik, keamanan dan pemerintahan nasional dan kebijakan pemerintah Peningkatan konsumsi dan prospek CPO yang cerah di masa depan
Ancaman Kelemahan Peluang Kekuatan Kekuatan Ancaman Peluang Ancaman Ancaman
F. Peranan Kesempatan
Faktor SWOT
Peluang
6.1.2. Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Analisis komponen SWOT terdiri dari analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang diperoleh dari analisis industri minyak sawit pada bab sebelumnya dengan menggunakan Sistem Berlian Porter. Berikut ini akan dijelaskan apa saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman industri minyak sawit di Indonesia. Selanjutnya kita dapat merumuskan strategi untuk mengembangan dan meningkatkan dayasaing minyak sawit di Indonesia berdasarkan analisis tiap komponen SWOT yang telah dilakukan.
79
1) Analisis Faktor Strategis Internal : Kekuatan a) Minyak sawit memiliki keunggulan teknis dibandingkan dengan minyak nabati lainnya Permintaan industri terhadap minyak nabati semakin meningkat dan industri pun mempunyai banyak pilihan untuk membeli minyak nabati. Hal ini menyebabkan persaingan diantara para produsen minyak nabati yang semakin ketat, selain dari sisi kualitas, kuantitas maupun kontinyuitas produk. Kelapa sawit mampu menghasilkan buah sepanjang tahun dan tanaman ini tahan terhadap musim kering dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Selain itu, minyak sawit memiliki keunggulan dari tingkat produktivitas dan kebutuhan lahan dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. b) Produksi CPO yang telah berstandar nasional dan internasional Produk CPO dan turunannya di Indonesia telah memiliki kualitas seragam dan telah terstandar di seluruh Indonesia (SNI). (Lampiran 10). Selain SNI, ada dua jenis sertifikasi yang berlaku pada CPO yang dijual pada pasar internasional, yaitu RSPO dan ISCC. Keuntungan sertifikasi ini adalah diakui sebagai produsen ramah lingkungan dan harga yang premium. Harga jual CPO dari perusahaan yang sudah bersertifikasi RSPO lebih tinggi US$ 6 per ton. Sementara CPO bersertifikasi ISCC berpotensi untuk mendapatkan premium sekitar US$20 – US$30 per ton dari harga di pasar dunia. 2) Analisis Faktor Strategis Internal : Kelemahan a) Ekspor berupa produk hulu yang nilainya rendah Pada tahun 2010, nilai perdagangan ekspor minyak sawit Indonesia unggul lebih dari tiga kali lipat dibandingkan dengan Malaysia. Hal ini dikarenakan 57,97 persen ekspor minyak sawit Indonesia masih berupa CPO, dan 42,03 persen dalam bentuk produk olahan sederhana yang berupa olein/minyak goreng dan oleokimia dasar. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum memanfaatkan menjadi rumpun industri oleochemical. b) Terbatasnya tenaga ahli dalam industri CPO Implementasi teknologi akan semakin cepat apabila jumlah sumberdaya manusia yang mempunyai pengetahuan dan pendidikan mencukupi. Hambatan untuk implementasi teknologi diakibatkan oleh terbatasnya jumlah tenaga ahli 80
dalam industri CPO. Misalnya dalam hal pemasaran CPO, terbatasnya tenaga ahli menyebabkan kurangnya jaringan pasar dan lemahnya market intelligent. c)
Infrastruktur yang ada saat ini belum memadai untuk menunjang produksi dan distribusi minyak sawit Infrastruktur merupakan salah satu komponen untuk menunjang produksi
dan distribusi CPO. Di Indonesia saat ini pembangunan infrastruktur masih difokuskan pada kawasan barat. Hal ini terlihat dengan pelabuhan utama yang terletak di Belawan dan Dumai sementara untuk kawasan timur belum memiliki pelabuhan untuk mengangkut CPO keluar negeri. 3) Analisis Faktor Strategis Eksternal : Peluang a) Adanya kontribusi penelitian dari lembaga riset PPKS, MAKSI, dan APKASINDO serta lembaga litbang Perkembangan informasi dan teknologi yang pesat membutuhkan peranan asosiasi yang mampu menyampaikan informasi kepada anggotanya. Lembaga riset yang berperan penting dalam industri minyak sawit Indonesia adalah PPKS. Ditambah lagi oleh riset dan pengembangan yang dilakukan oleh lembaga litbang baik litbang pemerintah (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) maupun litbang dari universitas (SEAFAST Center IPB, SEAMEO Biotrop IPB, Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, Pusat Penelitian Bioteknologi UGM). Selain itu, adanya peranan asosiasi dalam menyampaikan informasi. Asosiasi ini menaungi masing-masing kepentingan dari stakeholders, seperti MAKSI yang merupakan komunitas yang berisi peneliti, petani, industri, dan pemerintah. GAPKI yang merupakan asosiasi bagi para pengusaha dan APKASINDO yang menaungi para petani kelapa sawit. b) Adanya insentif dari Pemerintah bagi pelaku industri hilir CPO Pemerintah menjanjikan tiga macam insentif kepada para pelaku usaha dalam pengembangan industri hilir minyak sawit (CPO). Ketiga insentif tersebut adalah subsidi bunga pinjaman untuk program peremajaan mesin-mesin produksi, pembebasan pajak (tax holiday), dan dukungan infrastruktur dasar. Pada insentif subsidi bunga, Kemenperin memberikan subsidi bunga kredit bagi sektor hilir CPO yang melakukan peremajaan mesin.
81
c)
Semakin berkembangnya tren produk berbasis minyak sawit baik pangan maupun nonpangan CPO yang merupakan produk utama dari kelapa sawit dapat dimanfaatkan
dalam bentuk pangan maupun nonpangan. Dalam produksi pangan, CPO digunakan sebagai bahan untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus (substitusi cacao butter), kue, biskuit, dan es krim. Sementara itu, dalam produksi nonpangan CPO digunakan sebagai bahan untuk membuat sabun, detergen, surfakat, pelunak (plasticizer), pelapis (surface coating), pelunas, sabun metalik, bahan bakar mesin diesel, dan kosmetika. d) Perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan pemerintah yang mendukung CPO dan industri turunannya Pemerintah merupakan lembaga terbesar dan sangat berpengaruh dalam industri minyak sawit (CPO) dan turunannya. Dikatakan sangat berpengaruh dikarenakan
pemerintah
menciptakan
perundang-undangan,
aturan,
serta
kebijakan yang wajib dilaksanakan oleh pelaku industri sawit. Salah satunya adalah adanya Roadmap pengembangan industri pengolahan kelapa sawit yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian. Hal ini menjadikan CPO sebagai salah satu komoditas prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah sebagaimana dituangkan dalam Kebijakan Pembangunan Industri Nasional. Pengembangan industri CPO diarahkan dengan pendekatan klaster yang terbagi atas kelompok industri hulu, antara, dan hilir. 4) Analisis Faktor Strategis Eksternal : Ancaman a) Isu negatif (black campaign) terhadap produk CPO Indonesia akibat dari pembukaan lahan yang menyebabkan global warming Kebutuhan industri akan minyak nabati sebagai bahan pangan dan nonpangan akan semakin meningkat. Pertumbuhan konsumsi CPO di pasar internasional yang tinggi menyebabkan Indonesia akan memenuhi permintaan pasar dengan menambah luasan penanaman perkebunan. Perluasan perkebunan kelapa sawit ini dihadang oleh isu negatif yang disebarkan oleh LSM di negeranegara di Eropa dan Amerika. Isu negatif ini antara lain perusakan lingkungan dalam pembukaan lahan perkebunan yang memiliki dampak negatif, seperti
82
adanya pembakaran hutan, dan perusakan terhadap habitat orang utan24. Isu berikutnya adalah tuduhan penggunaan lahan gambut yang dalam, yang sangat besar melepaskan emisi karbon ke udara dan dituding sebagai pemicu pemanasan global. Ditambah lagi adanya isu tentang tingginya emisi gas metan ke udara, sebagai hasil dari dekomposisi limbah cair pabrik kelapa sawit yang kurang terkendali. Serta adanya isu global mengenai kesehatan minyak sawit sebagai bahan pangan, yang dituduh mengandung trans fat dan senyawa 3-MCPD, yang dianggap dapat menimbulkan penyakit kanker.25 b) Adanya pesaing yang kuat yaitu Malaysia Pesaing ekspor CPO terkuat bagi Indonesia di pasar internasional adalah Malaysia. Banyaknya ekspansi perusahaan-perusahaan dari Malaysia untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit di Indonesia akan menyebabkan mengalirnya minyak CPO Indonesia ke Malaysia untuk diolah lebih lanjut. Semakin banyaknya CPO yang mengalir ke Malaysia maka akan menguntungkan Malaysia karena CPO akan diolah menjadi produk yang mempunyai nilai tambah c)
Kompetisi dengan produsen minyak nabati lainnya Minyak sawit merupakan salah satu dari 13 jenis minyak nabati
(vegetable oils) yang diproduksi, diperdagangkan, dan dikonsumsi secara internasional. Minyak nabati tersebut adalah palm oil/palm kernel oil, soybean oil, sunflower oil, rapessed oil, coconut oil, groundnut oil, cotton seed oil, corn oil, olive oil, castor oil, sesame oil, dan linseed oil. Dari ketigabelas jenis minyak nabati tersebut, hanya empat jenis yang cukup besar yakni minyak sawit, minyak kedelai, minyak rape, dan minyak bunga matahari. d) Lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga pemangku kepentingan Sipayung (2012) menyatakan bahwa saat ini di Indonesia berkembang asosisasi pada tiap subsistem agribisnis (horizontal) yang membuat agribisnis kelapa sawit dari hulu hingga hilir menjadi tersekat-sekat. Kondisi ini sering menimbulkan konflik antar asosiasi dalam menghadapi kebijakan/isu eksternal. Idealnya untuk kepentingan nasional dan kepentingan agribisnis kelapa sawit ke
24
25
Natural Resources Management Program : Analisis Valuasi Ekonomi Investasi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Edisi September 2001. [MAKSI]. 2011. Profil Masyarakat Perkelapa-Sawitan Indonesia (MAKSI)
83
depan, asosiasi yang ideal terbentuk adalah asosiasi vertikal mulai dari hulu hingga hilir. e)
Stabilitas politik, keamanan dan pemerintahan nasional dan kebijakan pemerintah Kondisi keamanan negara dan politik yang kondusif akan mempengaruhi
minat investor menanamkan modalnya di dalam negeri. Kurang pastinya keamanan dan politik nasional, menyebabkan konflik sosial di masyarakat masih terjadi. Selain itu kebijkan pemerintah yang tidak berpihak kepada investor dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah akan menyebabkan ancaman bagi keberlanjutan investasi perkebunan kelapa sawit. 6.1.3. Perumusan Matriks SWOT Industri Minyak Sawit Indonesia Tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi berdasarkan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah dianalisis sebelumya. Dalam merumuskan strategi pengembangan industri minyak sawit Indonesia alat yang digunakan adalah Matriks SWOT. Rumusan strategi yang dihasilkan merupakan kombinasi antara beberapa faktor SWOT. Dengan menggunakan Matriks SWOT strategi yang dihasilkan terdiri dari strategi SO (penggunaan kekuatan dari industri minyak sawit nasional untuk memanfaatkan peluang yang ada), strategi WO (memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan dari industri minyak sawit Indonesia), strategi ST (penggunaan kekuatan industri minyak
sawit
nasional
untuk
mengatasi
ancaman)
dan
strategi
WT
(meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal). Hasil perumusan matriks SWOT industri minyak sawit Indonesia dapat dillihat pada Tabel 16.
84
Tabel 16. Matriks SWOT Industri Minyak Sawit Nasional Kekuatan (Strengths-S) 1. Minyak sawit memiliki keunggulan teknis dibandingkan dengan minyak nabati lainnya 2. Produksi CPO yang telah berstandar nasional dan internasional Peluang (Opportunitties-O) 1. Adanya insentif dari Pemerintah bagi pelaku industri hilir CPO 2. Semakin berkembangnya tren produk berbasis minyak sawit baik pangan maupun nonpangan 3. Perundang-undangan, peraturan, serta kebijakan pemerintah yang mendukung CPO dan industri turunannya 4. Adanya kontribusi penelitian dari lembaga riset PPKS, MAKSI, dan APKASINDO Ancaman (Threats-T) 1. Isu negatif (black campaign) terhadap produk CPO Indonesia akibat dari pembukaan lahan yang menyebabkan global warming 2. Adanya pesaing yang kuat yaitu Malaysia 3. Kompetisi dengan produsen minyak nabati lainnya 4. Lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga pemangku kepentingan 5. Stabilitas politik, keamanan dan pemerintahan nasional dan kebijakan pemerintah
SO Strategy 1. Pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO (S1, S2, O1, O3)
Kelemahan (Weaknesses-W) 1. Ekspor berupa produk hulu yang nilainya rendah 2. Terbatasnya tenaga ahli dalam industri CPO 3. Infrastruktur yang ada saat ini belum memadai untuk menunjang produksi dan distribusi minyak sawit WO Strategy 1. Pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan peningkatan kegiatan inovasi (W2, O3)
2. Pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit (S1, S2, O2, O3)
2. Menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada (W1, W2, W3, O2, O3) 3. Meningkatkan ekspor produk hilir (W1, O2, O3)
ST Strategy
WT Strategy
1. Memperhatikan isu nasional dan internasional dengan memperbaiki kebijakan pemerintah (S2, T1, T4, T5)
1. Memanfaatkan ekspor ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu, misalnya India (W1, T1, T2, T3) 2. Meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain melalui promosi (W1, T1, T5)
1) Strategi SO Strategi
SO
merupakan
strategi
yang
dirumuskan
dengan
mempertimbangkan kekuatan yang dimiliki industri minyak sawit nasional untuk memanfaatkan
peluang-peluang
yang
ada
seoptimal
mungkin.
Dengan
menggunakan faktor-faktor kekuatan dan peluang yang telah diperoleh dari analisis faktor strategis sebelumnya, maka rumusan strategi SO yang dapat diterapkan untuk meningkatkan dayasaing industri minyak sawit Indonesia adalah pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO dan pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit. 85
a.
Pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO Menurut Sipayung (2012) pengembangan sistem pemasaran dilakukan
dengan menerapkan pola integrasi dan koordinasi vertikal. Pola integrasi vertikal adalah seluruh mata rantai industri minyak sawit mulai dari hulu sampai ke hilir berada pada satu induk perusahaan (holding company). Sedangkan koordinasi vertikal setiap rantai industri minyak sawit mulai dari hulu hingga ke hilir dilakukan oleh beberapa perusahaan yang berbeda dan terpisah satu sama lain namun strategi dan implementasinya terkoordinasi secara harmonis. Langkah pertama yang dilakukan untuk memperkenalkan pola integrasi dan koordinasi vertikal adalah melalui program workshop, seminar serta mendorong peran lembaga yang berhubungan dengan minyak sawit nasional. b. Pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor CPO terbesar di dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia belum memanfaatkan industri hilir secara optimal. Menurut Surfactant and Bio Energy Centre IPB (2009) diacu dalam Sipayung (2012), produk-produk industri hilir CPO yang memiliki nilai tambah tertinggi sampai terendah, berturut-turut adalah surfakan, metil ester, fatty alcohol, gliserin, margarin, stearat, fatty acid dan minyak goreng. Sampai saat ini, sebagian besar CPO yang diolah di dalam negeri masih pada produk bernilai tambah rendah yakni minyak goreng. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan industri hilir minyak sawit antara lain: menjalin kerjasama R&D pada lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri; diversifikasi produk oleokimia yang bernilai tambah tinggi; inovasi produk dan teknologi melalui
peningkatan
R&D;
serta
pembangunan
klaster
industri
untuk
pengembangan industri hilir minyak sawit 2) Strategi ST Strategi ST adalah strategi yang digunakan untuk menghindari ancaman yang datang dari luar lingkungan internal dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki. Rumusan strategi ST yang dapat diterapkan untuk meningkatkan dayasaing industri minyak sawit Indonesia antara lain adalah sebagai berikut:
86
a.
Memperhatikan isu nasional dan internasional dengan memperbaiki kebijakan pemerintah Strategi ini dilakukan agar CPO Indonesia tetap dapat diekspor ke negara-
negara yang memiliki kriteria dan standar mutu tertentu. Hingga saat ini banyak isu negatif tentang industri minyak sawit di Indonesia. Disinyalir isu ini dihembuskan oleh Amerika dan Uni Eropa yang merupakan negara penghasil minyak nabati selain
minyak
sawit. Saat ini beberapa negera telah
mengembangkan bahan bakar nabati (biofuel) sesuai dengan bahan baku negaranya. Amerika Serikat dan China mengembangkan etanol dari jagung, Brazil dan India mengembangkan etanol dari gula/tebu. Sementara Uni Eropa mengembangkan biodiesel dari minyak nabati. Isu nasional dan internasional ini bisa diatasi dengan cara peningkatan koordinasi dan sinergi instansi yang berhubungan dengan industri minyak sawit nasional terkait dengan penetapan kebijakan pemerintah. 3) Strategi WO Strategi WO merupakan strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi efek yang muncul dari kelemahan-kelemahan pada industri minyak sawit Indonesia dengan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Strategi WO yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dayasaing minyak sawit Indonesia diantaranya adalah pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan peningkatan kegiatan R&D, menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada, serta meningkatkan ekspor produk hilir. a.
Pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan peningkatan kegiatan inovasi Seiring dengan persaingan global yang semakin ketat, diperlukan
kompetensi sumberdaya manusia unggulan, yang mampu melaksanakan pengembangan industri minyak sawit nasional dengan cara yang berkelanjutan. Hal ini mendorong pihak yang berkepentingan dalam industri minyak sawit nasional melakukan kegiatan revitalisasi sumberdaya manusia. Saat ini, berbagai perusahaan yang bergerak di sektor industri minyak sawit telah memiliki serta mengembangkan unit-unit khusus untuk Riset dan Pengembangan (R&D) atau inovasi dan juga pelatihan SDM. Dalam memenuhi kebutuhan SDM di bidang
87
riset dan pengembangan (R&D) industri minyak sawit nasional, ada beberapa lembaga yang berkecimpung di dalamnya, antara lain Pusat Penelitian Kelapa Sawit, SEAFAST Center IPB, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan IPB, Pusat Penelitian Bioteknologi ITB, Pusat Penelitian Ilmu Hayati ITB, Pusat Penelitian Bioteknologi UGM, Pusat Studi Pangan dan Gizi UGM. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Balai Penelitian Bioteknologi dan Perkebunan Indonesia, Forum Biodiesel Indonesia, Universitas Lampung, dan SEAMEO Biotrop IPB. Sementara itu, dalam pemenuhan SDM teknis pada industri minyak sawit, Indonesia memiliki beberapa institusi antara lain INSTIPER, Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi, dan Lembaga Pendidikan Perkebunan. b. Menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada Keterbatasan infrastruktur terutama di Kawasan Timur Indonesia yang masih belum memiliki pelabuhan untuk mengangkut minyak sawit keluar negeri menyebabkan Indonesia masih belum mampu menangani distribusi minyak sawit dengan baik. Indonesia saat ini hanya memiliki beberapa pelabuhan yang memiliki tangki timbun/pompa CPO, antara lain Belawan, Kuala Tanjung, Dumai, Tanjung Perak/Cilegon, Tanjung Perak/Gresik. Selain pelabuhan, transportasi juga menjadi faktor yang menentukan delivery system dan kecepatan merespon pasar dalam industri minyak sawit. Saat ini pemerintah sedang melakukan pengembangan kawasan industri berbasis oleokimia, pemerintah mengembangkan kawasan industri strategis yakni, Sei Mangkei di Sumatera Utara, Dumai di Riau dan Maloy di Kalimantan Timur. Ketiga kawasan industri ini menerapkan pola integrasi pengolahan CPO dan turunannya. Khusus untuk daerah Maloy pemerintah
merencanakan
pembangunan
pelabuhan
ekspor
CPO
untuk
memudahkan penjualan CPO keluar negeri. c.
Meningkatkan ekspor produk hilir Secara garis besar, industri hilir minyak sawit digolongkan menjadi tiga
jenis yaitu industri oleokimia, industri oleopangan, dan industri oleo-nonpangan. Hilirisasi minyak sawit ke arah industri surfaktan, industri pelumas, dan biodiesel serta meningkatkan ekspor produk hilir minyak sawit dapat memperbesar
88
kontribusi industri minyak sawit dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pendapatan negara dari ekspor pun akan meningkat. 4) Strategi WT Strategi WT adalah strategi yang sifatnya defensif, dimana strategi yang dilakukan harus mampu meminimalisir kerugian akibat dari kelemahan yang dimiliki sekaligus bagaimana menghindari ancaman-ancaman yang mungkin datang. Strategi WT yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dayasaing industri minyak sawit nasional adalah memanfaatkan ekspor hulu ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu, misalnya India serta meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain melalui promosi. a.
Memanfaatkan ekspor hulu ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu, misalnya India Strategi ini dilakukan untuk menghindari kehilangan pangsa pasar dari
negara-negara yang lebih membutuhkan produk hulu. India merupakan negara terbesar kedua dalam hal jumlah penduduk setelah China. Selain itu, India merupakan konsumen utama pada ekspor CPO Indonesia. Pada tahun 2010, India mengimpor 47,11 persen CPO Indonesia atau setara dengan 4.449.537.347 kg. Dalam menjaga kualitas ekspor CPO, pemerintah pun melakukan standarisasi produk CPO dengan menggunakan standar SNI, selain itu ada sertikasi dari RSPO dan ISCC yang dapat meningkatkan harga jual produk CPO di pasar internasional. b. Meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain melalui promosi Meningkatkan kerjasama antara Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) yang mewakili pemerintah Indonesia dengan Malaysia Palm Oil Board yang mewakili negara Malaysia serta negara-negara produsen CPO untuk menghadapi isu negatif dari LSM lingkungan dan dunia internasional dengan membangun komunikasi yang berkelanjutan. Peningkatan kerjasama bilateral antara Malaysia dan Indonesia melalui kampanye green product atau countering negative campaign on palm oil di negara tujuan ekspor minyak sawit kedua negara Uni Eropa dan Amerika. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun citra positif terhadap perkebunan kelapa sawit dan juga memberi manfaat ekonomi melalui
89
penyediaan sumber pendapatan, sumber devisa dan penyediaan lapangan pekerjaan di pedesaan, juga memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Indonesia juga melakukan promosi penjualan dapat dilakukan dengan mengadakan pameran dan seminar yang bertaraf internasional, seperti Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) yang dilaksanakan setiap tahun dan mulai sejak tahun 2006. Selain IPOC Indonesia juga menyelenggarakan International Conference & Exhibition of Palm Oil yang dimulai sejak tahun 2010 dan diselenggarakan setiap tahun. 6.2. Rancangan Arsitektur Strategik 1) Sasaran Pengembangan Minyak Sawit Indonesia Mengacu pada tujuan penetapan minyak sawit sebagai komoditas unggulan nasional dan Road Map Pengembangan Klaster Industri Prioritas Tahun 2010-2014, maka sasaran pembangunan industri minyak sawit Indonesia adalah: A. Jangka Menengah (2010 -2014) 1. Terbentuknya klaster industri pengolahan CPO dan turunannya di Sumut dan Riau 2. Iklim usaha dan investasi yang kondusif. B. Jangka Panjang (2015-2025) 1. Memperluas pengembangan produk akhir; 2. Terbentuknya centre of excellence industri oleokimia; 3. Penguasaan pasar; 4. Pemantapan industri berwawasan lingkungan; 5. Terintegrasinya industri turunan minyak sawit di Kaltim, Kalbar, Kalteng dan Papua. 2) Tantangan Pengembangan Industri Minyak Sawit Indonesia Berdasarkan Outlook Industri 2012 yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian, industri minyak sawit Indonesia tidak lepas dari beberapa tantangan yang harus dihadapi, seperti: 1. Permasalahan bagi hilirisasi minyak sawit adalah permintaan minyak sawit dunia yang semakin meningkat disertai dengan harga internasional cukup menarik mendorong kecenderungan ekspor CPO dalam bentuk mentah.
90
2. Tidak seimbangnya kapasitas industri hilir dengan produksi CPO, sehingga muncul idle capacity, khususnya refinery. 3. Kurangnya intergrasi antara industri CPO dengan industri hilirnya sehingga rantai nilai industri kurang efisien dan kurang berdayasaing. 4. Kegiatan riset dan teknologi industri oleokimia masih perlu ditingkatkan. 5. Penerapan aturan perpajakan mengenai PPN atas produk primer TBS (Tandan Buah Segar) memberatkan pelaku usaha sehingga justru berpotensi menghambat hilirisasi. 6. Kampanye negatif khususnya terkait masalah lingkungan terkait perkebunan kelapa sawit semakin gencar dilakukan, antara lain berupa Isu REACH/Registration, Evaluation, Authorisation and Restriction of Chemical substances (kebijakan registrasi bahan kimia, termasuk Oleokimia untuk pasar Uni Eropa), dan Isu EU Directive (Kebijakan biodiversitas dan lingkungan oleh Parlemen Uni Eropa). 7. Infrastruktur pendukung industri antara lain pelabuhan, akses jalan, angkutan kereta api, listrik, dan gas bumi belum memadai. 3) Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Minyak Sawit Indonesia Perwujudan dari strategi yang telah diperoleh melalui analisis SWOT kemudian diturunkan ke dalam program. Program-program tersebut disusun berdasarkan pertimbangan sasaran dan tantangan yang dihadapi oleh industri minyak sawit Indonesia. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 17.
91
Tabel 17. Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Minyak Sawit Indonesia No
Strategi
Program
1
Pengembangan sistem pemasaran produk industri CPO
2
Pengembangan industri hilir serta peningkatan nilai tambah minyak sawit
3
Pengembangan SDM pelaku industri minyak sawit dengan pelatihan dan kegiatan inovasi Menambah dan memperbaiki infrastruktur yang ada
Program workshop, seminar, dan mendorong peran lembaga terkait pemasaran Menjalin kerjasama R&D pada lembaga riset, perguruan tinggi, dan industri Diversifikasi produk oleokimia yang bernilai tambah tinggi Inovasi produk dan teknologi melalui peningkatan R&D Pembangunan klaster industri untuk pengembangan industri hilir minyak sawit Program pendidikan, pelatihan dan magang
4
5
Meningkatkan ekspor produk hilir
6
Memperhatikan isu nasional dan internasional dengan memperbaiki kebijakan pemerintah Memanfaatkan ekspor hulu ke negara yang lebih membutuhkan produk hulu, misalnya India Meningkatkan pola kerjasama dengan produsen negara lain melalui promosi
7
8
Integrasi industri pengolahan CPO dan turunannnya Membangun satu pelabuhan ekspor CPO di Kawasan Timur Indonesia untuk memudahkan penjualan CPO keluar negeri Pengembangan industri turunan CPO ke arah industri surfaktan, industri pelumas dan biodiesel Peningkatan koordinasi dan sinergi instansi terkait dalam penetapan kebijakan Meningkatkan kualitas produk sesuai dengan SNI Program Kampanye Green Product atau Countering Negative Campaign On Palm Oil Berpartisapasi aktif dalam pameran dan seminar, seperti seperti Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dan International Conference & Exhibition of Palm Oil
Penanggung Jawab DMSI dan Gapki PPKS, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi DMSI, Gapki, Apsakindo, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah, Asosisasi Kementerian perindustrian, Kementerian Pertanian Pemerintah, Asosiasi, PT & Litbang Pemerintah Pusat, Gapki, Apkasindo DMSI dan Malaysia Palm Oil On Board Pemerintah Pusat, Asosiasi, Perusahaan Swasta, Perguruan Tinggi & Litbang
92
4) Tahap Penyusunan Arsitektur Strategik Dalam menyusun rancangan arsitektur strategik bagi industri minyak sawit Indonesia, penulis menggabungkan antara strategi, program dan rancang desain arsitektur yang bertujuan memberi gambaran kepada pembaca akan urutan program, prioritas serta tahapan strategi. Tidak ada pertimbangan baku dalam merancang sebuah arsitektur strategik, namun penyusunan prioritas strategi dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu seperti waktu, sasaran yang ingin dicapai, serta tantangan yang harus dihadapi. Rancangan arsitektur strategik industri minyak sawit Indonesia merupakan rancangan program kegiatan yang dibuat untuk membantu memberi gambaran mengenai tahapan-tahapan yang dapat ditempuh demi mewujudkan sasaran di masa depan. Sumbu X dan Y merupakan sumbu yang menggambarkan dimensi waktu yang diperlukan untuk suatu strategi dan program tertentu. Sumbu X merupakan periode waktu yang digunakan dalam periode tahun, sedangkan sumbu Y waktu yang menggambarkan urutan program kegiatan. Program yang akan dicetak ke dalam arsitektur strategik tersebut terbagi menjadi program bertahap dan program rutin. Berikut ini adalah pembagian program bertahap dan program rutin : 1) Program Bertahap a. Periode I i. Meningkatkan kualitas produk sesuai dengan SNI b. Periode II i. Pembangunan klaster industri untuk pengembangan industri hilir minyak sawit ii. Integrasi industri pengolahan CPO dan turunannnya iii. Pengembangan industri turunan CPO ke arah industri surfaktan, industri pelumas dan biodiesel iv. Membangun satu pelabuhan ekspor CPO di Kawasan Timur Indonesia untuk memudahkan penjualan CPO ke luar negeri v. Program workshop, seminar, dan mendorong peran lembaga terkait pemasaran
93
c. Periode III i. Inovasi produk dan teknologi melalui peningkatan R&D ii. Diversifikasi produk oleokimia yang bernilai tambah tinggi 2) Program Rutin : a. Program pendidikan, pelatihan dan magang b. Peningkatan koordinasi dan sinergi instansi terkait dalam penetapan kebijakan c. Menjalin kerjasama R&D antara lembaga penelitian, perguruan tinggi, dan industri d. Program Kampanye Green Product atau Countering Negative Campaign On Palm Oil e. Berpartisapasi aktif dalam pameran dan seminar, seperti seperti Indonesian
Palm
Oil
Conference
(IPOC)
dan
International
Conference & Exhibition of Palm Oil
94
Gambar 13. Rancangan Arsitektur Strategik Industri Minyak Sawit Indonesia
95