STRATEGI PENGELOLAAN KINERJA BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SAMBOJA PERFORMANCE MANAGEMENT STRATEGY OF RESEARCH CENTER OF NATURAL RESOURCES CONSERVATION TECHNOLOGY OF SAMBOJA
ADI SURYA
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
STRATEGI PENGELOLAAN KINERJA BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM SAMBOJA
Tesis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah
Disusun dan diajukan oleh
ADI SURYA
kepada
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS Yang bertanda tangan di bawah ini Nama : Adi Surya Nomor mahasiswa : P0204211511 Program Studi : PPW / Konsentrasi Studi Manajemen Perencanaan Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis/disertasi yang saya tulis ini benar-benar nar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi at atas as perbuatan tersebut. Makassar, 26 Pebruari ebruari 2013 Yang menyatakan
Adi Surya
iv
PRAKATA
Segala puji hanya bagi Allah tuhan semesta alam yang telah memberikan nikmat kesempatan dan kejernihan pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
dan
mempertahankan
tesis
dengan
judul
“Strategi
Pengelolaan Kinerja Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja”. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada tauladan utama umat manusia, Nabi Besar Muhammad SAW yang dengan kasih sayangnya berhasil mewujudkan Islam secara sempurna dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Keberadaan Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan di Kalimantan Timur belum dirasakan oleh stakeholder di daerah. Padahal dengan sumber daya alamnya yang kaya, Kalimantan Timur memiliki dinamika kegiatan konservasi SDA yang kompleks. Berangkat dari hal tersebut maka dipandang perlu untuk meneliti kinerja Balitek KSDA Samboja dalam kaitannya dengan kebutuhan dan harapan stakeholder sehingga dapat diketahui langkah-langkah yang perlu diambil dalam pengelolaan kinerjanya. Penelitian ini sendiri membatasi stakeholder pada yang memiliki keterkaitan atau pengaruh langsung yaitu instansi pemerintah pusat dan daerah di bidang kehutanan, perusahaan swasta serta lembaga penelitian yang dimiliki oleh perguruan tinggi di Kalimantan Timur.
v
Penulis menyadari bahwa keterbatasan dan kendala yang ada selama proses penyelesaian tesis ini dapat dilengkapi dan diatasi dengan adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayahanda (almarhum) H. Endjo Suhardjo dan Ibunda Hj. Sri Setyawati, yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan do’a yang selalu menyertai. 2. Ayah mertua H. Djangi dan ibu Hj. Hadijah, yang telah memberi dukungan dan do’a restu kepada penulis selama studi di Makassar. 3. Tambatan hati, Hj. dr. Inrawati yang disela-sela kesibukannya sebagai istri dan mahasiswa PPDS Gizi Klinik UNHAS tak henti-hentinya mendoakan dan memotivasi penulis. 4. Kedua buah hati : Aniisah Fauziyah dan Husna Dzakiyah, yang dengan keceriaan dan kepolosannya selalu menjadi pelipur kepenatan penulis. 5. Adik penulis : Santika Adzani, S.Pd. beserta keluarga, si kembar Lina Maulana, S.Sos dan Leni Maulani tidak lupa juga dengan adik ipar : Murniati, S.Si., Ramlah, A.Md dan suami, Ismail Marzuki, ST. dan istri serta Bahrul, ST. Terima kasih atas dukungan dan doanya. 6. Kepala Pusbindiklatren yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S-2 melalui Beasiswa BAPPENAS. 7. Menteri Kehutanan R.I., Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Kepala Balitek KSDA Samboja atas kesediaannya memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan melalui izin tugas belajar.
vi
8. Rektor
Universitas
Universitas
Hasanuddin,
Hasanuddin,
Ketua
Direktur
Program
Pascasarjana
Studi
Perencanaan
Program
Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin, dan Direktur PSKMP Universitas Hasanuddin yang telah memberi dukungan fasilitas yang memadai dalam menempuh jejang magister manajemen perencanaan. 9. Prof. Dr. M. Yusran Nur Indar, M.Phil dan Dr. Muhammad Yunus, MA selaku Ketua dan Anggota Komisi Penasehat atas kesediaannya memberikan bimbingan dan saran kepada penulis serta kepada Prof. Dr. Ambo Tuwo, DEA, Prof. Dr. Budimawan, DEA dan Dr. Suryadi Lambali, MA. selaku penguji. 10. Para informan dan responden yang telah memberikan data sehingga memudahkan penulis dalam menguraikan fakta penelitian. 11. Dosen dan staf administrasi PSKMP Universitas Hasanuddin atas segala bimbingan dan bantuannya yang diberikan kepada penulis tanpa pamrih. 12. Teman-teman
senasib
seperjuangan
peserta
Program
Beasiswa
BAPPENAS Angkatan IX yaitu Mas Hari, Pak Tahir, Bu Simpur, Pak Asep, Prof. Hadri, Pak Kris, Pak Udin, Pak Aan, Pak Hendri, Pak Agus, Pak Achyar, Pak Sa’di, Bu Astuna, Bu Yunita, Bu Suci dan Bu Nina. Akhirnya penulis berharap agar tesis ini dapat dimanfaatkan secara kritis dan semoga hasil karya ini memperoleh nilai ibadah di sisi-Nya.
Makassar, 26 Pebruari 2013
Adi Surya
vii
ABSTRAK
ADI SURYA. Strategi tegi Pengelolaan Kinerja Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja (dibimbing oleh Muhammad Yusran Nur Indar dan Muhammad Yunus). Penelitian ini bertujuan (1) menemukenali tingkat capaian kinerja Balitek KSDA Samboja, (2) mengidentifikasi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap dap Balitek KSDA Samboja, (3) merumuskan strategi kinerja untuk memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap Balitek KSDA Samboja dan (4) mengetahui faktor faktor-faktor faktor yang mempengaruhi kinerja Balitek KSDA Samboja. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Sum Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja. Metode penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam untuk mengetahui persepsi informan dan responden terhadap kinerja Balitek KSDA Samboja dan observasi terhadap kesesuaian persepsi dengan fakta kelembagaan yang ada. Data dianalisis dengan teknik perumus perumusan langkah strategis terkait keberadaan stakeholder. stakeholder Hasil penelitian menunjukkan bahwa Balitek KSDA Samboja berada pada kondisi memelihara elihara keseimbangan dan strategi umum yang tepat adalah strategi ofensif. Fakto Faktorr yang mempengaruhi kinerja Balitek KSDA Samboja di antaranya : faktor internal ((sumber daya manusia dan rencana strategis) dan faktor eksternal (kebijakan pemerintah, RPI, persepsi stakeholder, stakeholder dan masyarakat sekawasan). Pemantapan keseimbangan organisasi dilakukan dengan : aktualisasi prosedur administrasi dan keuangan, perencanaan anggaran yang faktual, penguatan integritas internal, peningkatan kapasitas peneliti, penambahan teknisi litkayasa, peninjauan keberadaan tenaga fungsional yang diperbantukan, penambahan pegawai administratif, serta pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana penelitian. Strategi trategi ofensif yang dapat dilakukan: mengubah apa yang dipercayai oleh stakeholder, mengadopsi posisi stakeholder stakeholder, konektivitas isu dengan isu lain yang dipandang oleh stakeholder lebih baik, dan mengubah proses transaksi. Program integratif berbasis stakeholder yang dapat dilakukan adalah Pengelolaan Taman man H Hutan Raya Bukit Soeharto. Kata kunci : kinerja, lembaga penelitian kehutanan, perilaku stakeholder.
viii
ABSTRACT
ADI SURYA. Performance Management Strategy of Research Center of Natural Resources Conservation Technology of Samboja (supervised by Muhammad Yusran Nur Indar and Muhammad Yunus). The aims of the research were to (1) acknowledge the performance achievement level, (2) identify the needs and expectations of stakeholders, stakeholder (3) formulate performance strateg strategy to fulfill the needs and the expectations of stakeholders, and (4) acknowledge the factors influencing the performance of Balitek KSDA Samboja Samboja. The research was conducted at Research Center of Natural Resources Conservation Technology (Balitek KSDA) of Samboja.. The research method was an indepth interview to acknowledge informant and respondent resp perceptions on Balitek KSDA Samboja performance and observing observ its’ suitability to available institutional facts. Data were analyzed with the strategic step formulation technique related to stakeholders’ existence. The results of the research indicated that Balitek KSDA Samboja is in the condition of maintain maintaining balances and approriate strategy is an offensive strategy. Some of the ffactors affecting Balitek KSDA Samboja performance are internal factors (human resources and strategic planning)) and external factors (government government policies, RPI, stakeholders’ perceptions,, and regional community). Organization balance sstrengthening was made by : procedure actualization, factual budget planning planning, internal integrity empowerment, researchers capacity ity improvement, technicians recruitment, personnel reposition,, administration staff recruitment, and the fulfillment ment of research infrastructure needs.. Offensive strategy which could be conducted are : changing what stakeholder stakeholders’ believed, adopting stakeholders’ position, position issues connectivity to stakeholders stakeholders’ issues, and changing transaction process. Stakeholder based integrative program which can be conducted was wa Bukit Soeharto Great Forest Park Management. Keywords: performance, forestry research institution, stakeholder behavior.
ix
DAFTAR ISI
halaman PRAKATA
iv
ABSTRAK
vii
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
ix
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xv
DAFTAR LAMPIRAN I.
xviii
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
6
C. Tujuan Penelitian
7
D. Manfaat Penelitian
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
9
A. Kinerja Lembaga Publik
9
x
B. Lembaga, Organisasi dan Kelembagaan
12
C. Teori Kelembagaan
18
D. Pengembangan Organisasi
18
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
24
F. Manajemen (Berbasis) Kinerja
26
G. Kinerja Lembaga Penelitian
29
H. Kinerja Lembaga Penelitian Kehutanan
34
I. Evaluasi Perilaku Stakeholder untuk Meningkatkan Kinerja
38
J. Manajemen Strategis Freeman (1984)
40
K. Kebijakan Kehutanan di Indonesia
43
L. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
45
M. Rencana Penelitian Integratif
48
N. Tinjauan Hasil Penelitian
51
O. Kerangka Pemikiran
62
III. METODE PENELITIAN
64
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
64
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
65
C. Sumber Data
65
D. Teknik Pengumpulan Data
67
xi
E. Teknik Analisis Data
67
F. Pengecekan Validitas Temuan/Kesimpulan
69
G. Definisi Operasional
69
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
76
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
76
B. Identifikasi Kondisi Balitek KSDA Samboja
79
C. Evaluasi Prilaku Stakeholder
128
D. Strategi Kinerja Balitek KSDA Samboja
153
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Balitek KSDA Samboja 174 V. KESIMPULAN DAN SARAN
183
A. Kesimpulan
183
B. Saran
185
DAFTAR PUSTAKA
187
xii
DAFTAR TABEL
nomor
halaman
Tabel 1.
Tiga pilar institusi
17
Tabel 2.
Matriks komponen kelembagaan
21
Tabel 3.
Matrik Desain Logframe Proyek atau Program diadaptasi dari Delp dkk. (1977) dan McLean (1988) dalam (IUFRO, 1994). 38
Tabel 4.
Realitas Perusahaan dalam Kaitannya dengan Kekuatan Pengaruh Stakeholder
40
Pembagian urusan penelitian dan pengembangan kehutanan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota
47
Kebijakan dan Strategi Peningkatan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
47
Tabel 5.
Tabel 6.
Tabel 7.
Struktur Hirarkis Program Nasional, Kegiatan Puslitbang, Program Litbang dan RPI 48
Tabel 8.
Matriks Tinjauan Hasil Penelitian terkait Kinerja Lembaga Penelitian
60
Matriks penelitian Kinerja Balitek KSDA Samboja
73
Tabel 9.
Tabel 10. Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Triwulan III Tahun 2012 84
xiii
Tabel 11. Pegawai Berdasarkan Tingkat Golongan pada Triwulan III Tahun 2012 85 Tabel 12. Komposisi Peneliti Berdasarkan Jabatan Fungsional pada tahun 2010 s.d. Triwulan III Tahun 2012 85 Tabel 13. Komposisi Teknisi Litkayasa Berdasarkan Jabatan Fungsional pada Tahun 2010 s.d. Triwulan III Tahun 2012 86 Tabel 14. Perbandingan anggaran penelitian dan jumlah kegiatan penelitian di luar penelitian yang mendapat dana hibah (dalam ribuan rupiah) 98 Tabel 15. Persentase Realisasi anggaran Balitek KSDA Samboja
106
Tabel 16. Rencana dan Realisasi Diseminasi Hasil Penelitian Balitek KSDA Samboja 2010 s.d. 2012 108 Tabel 17. Realisasi anggaran penelitian Balitek KSDA 2010 – 2012
115
Tabel 18. Daftar Peneliti lingkup Balitek KSDA Samboja Tahun 2010 – 2012 121 Tabel 19. Daftar peneliti dan calon peneliti yang menjalani tugas belajar 122 Tabel 20. Persentase realisasi anggaran non-penelitian Balitek KSDA Samboja 2010 – 2012
123
Tabel 21. Stakeholder Internal dan Eksternal Balitek KSDA Samboja
128
Tabel 22. Kuantifikasi relatif potensi kerja sama dan ancaman persaingan Stakeholder Balitek KSDA Samboja 152
xiv
Tabel 23. Perbandingan hasil temuan penelitian dengan permasalahan dalam Renstra Balitek KSDA Samboja 155 Tabel 24. Jenis penelitian yang diperlukan oleh stakeholder eksternal dan substansi RPI yang bersesuaian dengannya 164
xv
DAFTAR GAMBAR
nomor
halaman
Gambar 1.
Kinerja organisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 24
Gambar 2.
Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi 25
Gambar 3.
Manajemen kinerja menurut Marr (2008)
Gambar 4.
Sepuluh prinsip manajemen kinerja yang baik dan dampaknya. 28
Gambar 5.
Level makro dan mikro pada kegiatan ilmu pengetahuan
Gambar 6.
Hubungan mekanisme pengaturan, sumber daya dan kinerja penelitian 32
Gambar 7.
Model Evaluasi Stakehoder
Gambar 8.
Perbandingan Model strategi stakeholder dan proses formulasi strategi 41
Gambar 9.
Generic stakeholders strategies
27
30
39
42
Gambar 10. Kerangka konseptual Kinerja Balitek KSDA Samboja
63
Gambar 11. Stakeholder Strategy Formulation Process
68
Gambar 12. Bagan alir pembahasan hasil penelitian
72
xvi
Gambar 13. Lokasi Penelitian
78
Gambar 14. Struktur Organisasi Balitek KSDA Samboja
83
Gambar 15. Grafik perbandingan alokasi anggaran kegiatan penelitian dan kegiatan pendukung penelitian Balitek KSDA Samboja. 98 Gambar 16. Alokasi anggaran untuk kegiatan pendukung penelitian yang berkaitan langsung dengan kegiatan penelitian Balitek KSDA Samboja tahun 2010 - 2012 99 Gambar 17. Penelitian Teknik Penanaman Beberapa Jenis Mangrove Di Delta Mahakam. 109 Gambar 18. Pengambilan data vegetasi dan pembuatan herbarium pada penelitian Potensi dan Karakteristik Floristik di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. 109 Gambar 19. Seekor rusa sambar tertangkap camera trap pada penelitian Habitat dan Sebaran Populasi Rusa Sambar di Hutan Lindung Sungai Wain Balikpapan Kalimantan Timur. 110 Gambar 20. Pengukuran tinggi tanaman Ficus variegata umur 1 tahun dengan perlakuan arang kelapa sawit 1 liter per lubang tanam pada penelitian Perbaikan Kesuburan Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Asam Humat dan Kompos.110 Gambar 21. Beberapa jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam kelompok buah-buahan: Durio graveolens (kiri atas), Dialium platicepalum (kiri tengah), Pangium edule (kanan atas dengan buah yang dibesarkan), Artocarpus lanceifolius (kiri bawah) dan Dimocarpus longan (kanan bawah) dalam penelitian Jenis-Jenis Tumbuhan Hutan Asli Kalimantan yang Berpotensi Sebagai Sumber Pangan dan Aspek Konservasinya. 111
xvii
Gambar 22. Persentase realisasi anggaran penelitian berdasarkan kode RPI Balitek KSDA Samboja Tahun 2010 dan Tahun 2011 116 Gambar 23. Hasil pemetaan perilaku stakeholder Balitek KSDA Samboja 152 Gambar 24. Peta Zonasi Tahura Bukit Soeharto
173
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
nomor
halaman
Lampiran 1. Pedoman Studi Dokumen
193
Lampiran 2. Pedoman Wawancara 1
194
Lampiran 3. Pedoman Wawancara 2
195
Lampiran 4. Daftar Informan Wawancara
196
Lampiran 5. Daftar Responden Wawancara
197
Lampiran 6. Daftar kegiatan penelitian Balitek KSDA Samboja 2010 – 2012 198
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor kehutanan menempati posisi yang strategis dalam pembangunan. Berbagai pihak memiliki kebutuhan dan harapan terhadap sektor ini sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Pemerintah pusat maupun daerah menjadikan sektor kehutanan sebagai modal utama pembangunan di samping sektor minyak dan gas. Pada era orde baru yang bersifat sentralistik dengan jargon pembangunan berbasis modernisme, sektor kehutanan mengalami eksploitasi yang masif untuk menghasilkan devisa. Sementara pada era reformasi dan otonomi daerah, sektor kehutanan juga tetap menjadi primadona sebagai sektor yang paling mudah dan cepat dalam menghasilkan pendapatan bagi daerah. Pihak swasta sebagai mitra pemerintah pun tidak hanya memerlukan hutan dalam memenuhi bahan baku industri kayu, kertas dan farmasi namun juga terkait potensi lahan untuk pengembangan perkebunan dan food estate serta potensi bahan tambang yang terkandung di dalamnya seperti batubara dan emas. Masyarakat yang telah berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan juga memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kesemua jenis pemanfaatan hutan tersebut ekologis
hutan
yang
tetap
harus
dihadapkan dengan fungsi
dipertahankan
dalam
menjaga
keseimbangan ekosistem yang telah menjadi isu global sebagaimana komitmen pemerintah untuk mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca (GRK)
2
sebesar 26% pada tahun 2020 di mana 13,3% berasal dari sektor kehutanan (Anonim, 2009). Melihat kenyataan tersebut maka keberhasilan mewujudkan keseimbangan dalam pembangunan sektor kehutanan akan bermanfaat tidak hanya dari sisi ekonomi namun juga dari sisi ekologi. Pada titik itulah, visi Kementerian Kehutanan R.I. “Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan” menjadi sangat tepat dan semakin strategis untuk memberi pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembangunan sektor kehutanan. Untuk mendukung tercapainya visi Kementerian Kehutanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) telah menyusun agenda riset jangka panjang yang dirancang lebih terarah, terintegrasi dan selaras dengan kebutuhan pengguna dengan menggunakan payung Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Roadmap tersebut mengakomodasi 5 tema besar litbang yaitu: (1) Lansekap Hutan, (2) Pengelolaan Hutan (dengan 5 sub-tema, yaitu: Hutan Alam, Hutan Tanaman, Biodiversitas, Pengelolaan DAS, dan HHBK), (3) Perubahan Iklim, (4) Pengolahan Hasil Hutan, dan (5) Kebijakan Kehutanan. Tema dan sub-tema tersebut selanjutnya menjadi 9 program litbang dan dijabarkan menjadi 25 Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2010-2014. Salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Balitbanghut yang khusus membidangi teknologi konservasi sumber daya alam (SDA) adalah Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) Samboja. Balitek KSDA Samboja mempunyai tugas pokok dan fungsi melaksanakan kegiatan penelitian di bidang teknologi konservasi sumber daya alam sesuai peraturan perundangundangan dengan wilayah kerja seluruh Indonesia. Balitek KSDA Samboja dalam kurun waktu 2010 s.d. 2014 diamanatkan untuk melaksanakan 7 (tujuh) RPI yaitu RPI 3 Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lahan Kering, RPI 4 Pengelolaan Hutan Mangrove, RPI 5 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut,
3
RPI 10 Konservasi Flora, Fauna, dan Mikro Organisme, RPI 11 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi berbasis Ekosistem, RPI 15 Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air Pendukung Pengelolaan DAS dan RPI 18 Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya terhadap Perubahan Iklim. Di samping itu, Balitek KSDA Samboja ditetapkan untuk memiliki kegiatan Penelitian Integratif Unggulan (PIU) di bidang Teknik Rehabilitasi Areal Bekas Tambang Batubara Melalui Perbaikan Kualitas Lahan dan Penggunaan Jenis-Jenis Alternatif. Dalam kaitannya dengan kebutuhan pengguna, Butar-butar (2008) mengungkapkan bahwa semakin tinggi keterkaitan antara program penelitian dengan kebutuhan pengguna akan meningkatkan eksistensi lembaga penelitian. Pengguna ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang konservasi sumber daya alam yang dihasilkan oleh Balitek KSDA Samboja adalah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan RI sebagai stakeholder utama dan lembaga pemerintah dan non-pemerintah lainnya di tingkat pusat dan daerah yang memiliki perhatian utama di bidang konservasi SDA (Anonim, 2012). Sebagaimana telah dijelaskan di atas, RPI yang menjadi landasan pelaksanaan kegiatan penelitian di tingkat UPT Badan Litbang Kehutanan merupakan bentuk penjabaran dari agenda riset jangka panjang yang dirancang selaras dengan kebutuhan pengguna. Namun, kesesuaian dan keterkaitan antara RPI dengan kebutuhan pengguna khususnya pada level daerah masih belum dievaluasi sehingga eksistensi dan peranan UPT Badan Litbang Kehutanan masih belum sepenuhnya diketahui. Demikian pula dengan Balitek KSDA sebagai salah satu UPT Badan Litbang Kehutanan, keberadaan institusi beserta RPI yang dilaksanakannya belum diketahui keselarasannya dengan kebutuhan stakeholder terkait di Kalimantan Timur sebagai tempat kedudukannya. Evaluasi terhadap kegiatan penelitian yang
4
dilakukan oleh Balitek KSDA Samboja semakin penting untuk dilakukan mengingat Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang kaya sumber
daya
alam
dan
memiliki
kompleksitas
masalah
dalam
pengelolaannya. Identifikasi dan evaluasi terhadap apa yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah di Kalimantan Timur tersebut akan memberi arahan pada peningkatan kinerja Balitek KSDA sehingga kegiatan penelitian yang dilaksanakan benar-benar link and match dengan kebutuhan praktis di daerah. Selain itu, Jansen (2007) menyebutkan bahwa kinerja lembaga penelitian tidak hanya berupa publikasi (jumlahnya dan perujukan literatur ilmiah (citation)), originalitas atau kualitas ilmiah, relevansi atau transfer teknologi, hak paten, adanya pembiayaan dari pendanaan pihak tiga namun juga termasuk kontrak kerja sama dan peningkatan profil kelembagaan. Kontrak kerja sama hanya memungkinkan dilakukan bila Balitek KSDA Samboja telah memiliki baseline tentang kebutuhan dan harapan serta potensi kerja sama dan persaingan dari berbagai stakeholder terkait di daerah. Sementara peningkatan profil kelembagaan terkait dengan upaya untuk memperkuat eksistensi dan peranan Balitek KSDA juga baru dapat dirumuskan setelah mengetahui memperkuat
kondisi
kelembagaannya.
pentingnya
identifikasi
Kedua
dan
hal
tersebut
semakin
evaluasi
terhadap
perilaku
stakeholder dan kondisi kelembagaan Balitek KSDA Samboja. Identifikasi terhadap kondisi kelembagaan akan membantu dalam mengetahui sumber daya yang dimiliki Balitek KSDA dalam memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder. Sementara evaluasi terhadap perilaku stakeholder akan memberi pemahaman terkait jenis ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi SDA yang benar-benar dibutuhkan oleh stakeholder. Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap peranan stakeholder sebagai mitra dan pesaing selain sebagai pengguna/pelanggan sehingga dapat diketahui
5
potensi kerjasama dan persaingannya untuk menciptakan sinergi dengan Balitek KSDA. Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan dalam membuat strategi organisasi dalam mengaitkan antara tugas pokok dan fungsi serta kegiatan penelitian yang dilaksanakan dengan kebutuhan dan harapan stakeholder sehingga memperkuat keberadaan dan peranan Balitek KSDA di daerah. Rivai & Basri (2005) menyatakan bahwa model evaluasi untuk mengidentifikasi stakeholder terbagi menjadi dua bagian yaitu eksternal dan internal di mana dalam setiap bagian terdapat tiga komponen yaitu pelanggan, pesaing dan mitra. Model evaluasi tersebut memudahkan kita dalam mengukur kekuatan pengaruh stakeholder internal dan ekternal yang mengendalikan perubahan di dalam organisasi. Sementara terkait dengan strategi organisasi, Freeman (1984) menjelaskan pengaruh dimensi kekuatan relatif stakeholder dan potensinya untuk bekerjasama atau bersaing dalam perumusan strategi industri yang tepat. Kedua teori tersebut dapat diterapkan sebagai alat analisa untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kondisi kelembagaan dan perilaku stakeholder Balitek KSDA Samboja. Hasil analisa tersebut akan menjadi bahan dalam merekomendasikan strategi pengelolaan kinerja yang bersesuaian dengan kebutuhan dan harapan stakeholder dengan tetap memperhatikan potensi kerja sama dan persaingan yang ada. Secara keseluruhan dapat diperoleh benang merah bahwa untuk mengurai kompleksitas permasalahan konservasi SDA di tingkat daerah yang dihadapi Balitek KSDA Samboja maka perlu dilakukan evaluasi terhadap
6
perilaku stakeholder yang berkaitan secara langsung. Stakeholder tersebut terdiri dari instansi sesama UPT Kementerian Kehutanan, instansi kehutanan daerah,
instansi
penelitian
dan
pengembangan
daerah,
pengusaha
pertambangan serta perguruan tinggi. Selain itu, kapasitas Balitek KSDA Samboja dalam menghadapi kompleksitas tersebut juga perlu diketahui dengan mengidentifikasi unsur kelembagaan, rencana strategis dan kinerja organisasinya. Data yang tersedia untuk mendukung kedua hal tersebut masih didominasi oleh data sekunder sehingga perlu pengayaan dan pendalaman
data
sehingga
dapat
mewakili
kondisi
sesungguhnya.
Selanjutnya pembahasan terhadap kedua hal tersebut dikristalisasikan menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan kinerja Balitek KSDA Samboja. Faktor-faktor tersebut akan menjadi acuan dalam menentukan strategi pengelolaan kinerja yang tepat sekaligus memberi arahan dalam merumuskan program integratif berbasis stakeholder berdasarkan potensi kerja samanya.
B. Rumusan Masalah
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang ada dapat dirumuskan sebagai berikut :
7
1. Bagaimana
kondisi
Balitek
KSDA
Samboja
terkait
dengan
kelembagaan, rencana strategis dan kinerjanya ? 2. Bagaimana perilaku stakeholder Balitek KSDA Samboja ? 3. Bagaimana strategi meningkatkan kinerja untuk memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap Balitek KSDA Samboja ? 4. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja Balitek KSDA Samboja ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menemukenali
kondisi
Balitek
KSDA
Samboja
terkait
dengan
kelembagaan, rencana strategis dan kinerjanya. 2. Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap Balitek KSDA Samboja. 3. Merekomendasikan arahan strategi meningkatkan kinerja untuk memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap Balitek KSDA Samboja. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Balitek KSDA Samboja.
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan kontribusi bagi peningkatan kinerja Balitek KSDA Samboja. 2. Bermanfaat bagi peneliti untuk meningkatkan kapasitas pribadi dalam peningkatan kinerja Balitek KSDA Samboja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja Lembaga Publik
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kinerja adalah 1) sesuatu yang dicapai; 2) prestasi yang diperlihatkan atau 3) kemampuan kerja (Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, 2008). Sementara menurut kamus Merriam-Webster's, kinerja berarti seberapa baik seseorang atau sesuatu bekerja atau berfungsi (Anonim, 2008). Boyne (2003) mendefinisikan kinerja sebagai efisiensi, kesigapan dan atau kesetaraan, sementara Pollitt (2000) menetapkan empat kriteria besar kinerja yaitu penghematan, penyederhanaan dan perbaikan proses, peningkatan efisiensi, peningkatan efektifitas
dan
perkembangan
dalam
kapasitas/fleksibilitas/kemampuan
adaptasi sistem administratif secara keseluruhan (Boyne dkk., 2006). Tiga asumsi dasar yang berkaitan dengan perbedaan antara kinerja tugas dan kinerja kontekstual (Borman & Motowidlo (1997); Motowidlo & Schmit (1999)): (1) Aktivitas yang berhubungan dengan kinerja tugas beragam di antara pekerjaan sementara aktivitas kinerja kontekstual secara relatif sama dalam pekerjaan; (2) kinerja tugas berhubungan dengan
10
kemampuan,
sementara
kinerja
kontekstual
berhubungan
dengan
kepribadian dan motivasi; (3) kinerja tugas ditentukan dan merupakan kebiasaan peran di dalam, sementara kinerja kontekstual lebih leluasa dan peran ekstra. Menurut Bourguignon (1996) dalam Tahssain & Zgheib (2009) , kinerja bermakna “The performance indicates the realization of the organizational objectives, no matter what the nature and the variety of these objectives are (…) The performance is multidimensional, with the image of the organizational goals, it is subjective and depends on the selected referents” “Kinerja mengindikasikan realisasi dari tujuan organisasi, tidak berkaitan dengan jenis dan beragamnya tujuan-tujuan tersebut ... Kinerja bermakna multidimensional dengan gambaran tujuan organisasi, subyektivitas dan tergantung pada referen yang dipilih” Tahssain & Zgheib (2009) juga mengungkapkan bahwa kinerja merupakan konsep yang kompleks yang beberapa diantaranya memiliki signifikansi dengan tiga makna utama: (Burgundian 1996): keberhasilan, hasil dari aksi dan proses dari aksi (Baird, 1986). Sistem pengukuran kinerja untuk manajemen operasi difokuskan pada pengukuran input and output yang diterjemahkan dengan melakukan pengukuran ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Pengukuran ekonomi menjelaskan tingkat penggunaan sumber daya dalam membuat dan menghantarkan produk dan jasa. Kinerja dikatakan membaik berdasarkan
11
timbangan ekonomi bila menggunakan sedikit sumber daya. Efisiensi menggambarkan sebaik apa operasi dilakukan dalam mengubah input menjadi output. Pengukuran efisiensi menitikberatkan pada unit barang atau jasa yang dihasilkan oleh setiap pekerja atau setiap satuan waktu. Efektivitas lebih menekankan pada seberapa baik barang atau jasa dihasilkan dibandingkan sekedar efisiensi yang dilakukan untuk menghasilkannya (Brown dkk., 2001). Sementara itu, Planning Officers Society (2002) dalam (Chai, 2009) menyatakan bahwa untuk menghantarkan kemajuan yang nyata dalam pelayanan publik, lima dimensi digunakan dalam Indikator Kinerja Lokal dan Nasional di Inggris yaitu disamping tiga E (Ekonomi, Efisiensi dan Efektifitas); Environmental (sustainability) atau Lingkungan (kelestarian) dan social Equity atau
Kesetaraan
sosial
juga
dimasukkan
sebagai
standar.
Lingkungan/Kelestarian berkaitan dengan bagaimana kontribusi layanan terhadap tujuan terpadu pada pembangunan yang berkelanjutan khususnya terkait kondisi lingkungan. Kesetaraan berkaitan dengan seberapa efektif layanan yang diberikan pada pencapaian tujuan kesetaraan sosial seperti keadilan dalam memperoleh akses layanan, perlakuan yang sama untuk kebutuhan yang sama, layanan yang ditargetkan untuk kebutuhan tertentu, dan bahkan kepuasan warga terhadap kondisi sosial.
12
Brumbrach (1988) dalam Armstrong (2000) mendefinisikan kinerja sebagai berikut : Performance means both behaviours and results. Behaviours emanate from the performer and transform performance from abstraction to action. Not just the instruments for results, behaviours are also outcomes in their own right the product of mental and physical effort applied to tasks and can be judged apart from results. Kinerja berarti keduanya yaitu perilaku dan hasil. Perilaku berasal dari pelaku dan perubahan kinerja dari abstraksi menjadi aksi. Tidak hanya sebagai alat untuk mencapai hasil, perilaku juga merupakan outcome dari hasil upaya fisik dan mental yang pelaku miliki yang diterapkan pada pekerjaan dan menjadi bagian dari hasil. Dari berbagai definisi di atas maka kinerja lembaga publik dapat diartikan sebagai seberapa baik lembaga publik bekerja atau berfungsi dalam melayani publik yang berorientasi tidak hanya hasil yang dicapai tetapi juga perbaikan
sikap
mental
dalam
menjalankan
pekerjaannya
dengan
memperhatikan lima indikator pokok yaitu ekonomi, efisiensi, efektivitas, kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.
B. Lembaga, Organisasi dan Kelembagaan
Lembaga menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti badan (organisasi) yang tujuannya rnelakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha. Selain itu lembaga juga bermakna pola perilaku
13
manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur dalam suatu kerangka nilai yang relevan (Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, 2008). Lembaga (institution) meliputi aturan, mekanisme penegakkannya dan organisasi.
Lembaga
merupakan
aturan
termasuk
kode
etik
dalam
berperilaku serta sekaligus merupakan organisasi yang menerapkan keduanya untuk mencapai hasil yang diinginkan. Penegakan aturan dapat berlangsung secara internal yang dijalankan oleh bagian tertentu sesuai dengan aturan dan atau secara eksternal yang dijalankan oleh pihak ketiga (Anonim, 2002). Hubungan institusi dengan organisasi juga dapat diketahui dari pemyataan Scott (1995) dalam Hassard & Holliday (2000) : Organizations are creatures of their institutional environments, but most modern organizations are constituted as active players, not passive pawns Organisasi adalah hasil ciptaan dari lingkungan kelembagaannya, namun hampir seluruh organisasi modern telah menjadi pemain yang aktif, bukan lagi pasif. Hubungan institusi dengan perilaku organisasi dijelaskan oleh North (1990) : institutions as "rules of the game in a society" or, more formally, "humanly devised constraints that shape human interaction"
14
institusi sebagai "aturan main dalam perhimpunan" atau lebih formalnya "batasan manusiawi yang membentuk interaksi manusia" Sejalan dengan North, Hodgson (2004) dalam Stein (2008) menaruh perhatian pada aturan atau lebih tepatnya "sistem jangka panjang yang ditetapkan dan bersifat melekat yang membentuk interaksi sosial." Hodgson (2004) dalam Stein (2008) berkesimpulan bahwa institusi berkontribusi pada "bentuk dan konsistensi" terhadap tindakan manusia dan menghasilkan "pemikiran, tujuan dan tindakan yang terarah". Sementara kelembagaan dimaknai sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu, organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai tujuan bersama (Djogo et al., 2003). Menurut Djogo dkk. (2003), kelembagaan memiliki unsur-unsur penting yaitu : 1. Institusi merupakan landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat.
15
2. Norma tingkah laku yang mengakar dalam rnasyarakat dan diterima secara luas untuk melayani tujuan bersama yang mengandung nilai tertentu dan menghasilkan interaksi antar manusia yang terstruktur. 3. Peraturan dan penegakan aturan/hukum. 4. Aturan
dalam
masyarakat
yang
memfasilitasi
koordinasi
dan
kerjasama dengan dukungan tingkah laku, hak dan kewajiban anggota. 5. Kode etik. 6. Kontrak. 7. Pasar. 8. Hak milik (property rights atau tenureship). 9. Organisasi. 10. Insentif untuk mengubah perilaku yang diinginkan. Selain itu terkait dengan pelaksanaan program REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation Plus) di Indonesia terdapat prinsip dasar dalam kelembagaan sebagaimana disebutkan oleh Anonim (2010) yaitu 1. Keteraturan : mengacu pada pemahaman bahwa pelembagaan REDD+ dilakukan dengan proses yang teratur, sistemik, mudah dikontrol, dan melalui pentahapan yang jelas.
16
2. Fungsional : mengacu pada pemahaman bahwa pelembagaan REED+ bersifat fungsional, dalam anti mewadahi berbagai kepentingan yang terkait dengan pengembangan strategi REDD+ 3. Otonomi mengacu pada pemahaman bahwa pelembagaan REDD+: a. sangat menghargai dan mengakui otonomi berbagai kelompok masyarakat adat atas model atau pendekatan kearifan dalam pengelolaan hutan dan sumberdaya alam setempat. b. mengakui otonomi dan kewenangan berbagai lembaga Iainnya yang sudah diatur atau ditetapkan undang-undang. c. mengintegrasikan model atau pendekatan dan kewenangan tersebut ke dalam sistem kelembagaan REDD+. d. menghargai berbagai keberagaman kepentingan dalam proses pengambilan keputusan tentang Stranas, kelembagaan, dan pembiayaan REDD+. 4. Adaptasi : mengacu pada pemahaman bahwa proses maupun hasil REDD+ mampu beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan dan terbuka untuk penyempurnaan balk secara inkremental maupun perubahan rnendasar sesuai kebutuhan dan kapasitas sumberdaya. 5. Komprehensif mengacu pada pemahaman bahwa muatan substansi strategi maupun kelembagaan REDD+ haruslah komplit dalam artian mengetengahkan gambaran tentang kondisi hutan dan lahan, faktorfaktor yang mempengaruhi deforestasi dan degradasi, baik itu
17
menyangkut
ketidakseimbangan
penggunaan
ruang,
problem
kelembagaan, governance, dan ekonomi. Juga menggambarkan apa dan bagaimana strategi yang harus dikembangkan untuk menjawab masalah yang ada serta bagaimana keterkaitan antar keduanya. 6. Koherensi : mengacu pada pemahaman bahwa masing-masing pihak dan masing-masing sub sistem di dalam keseluruhan sistem dan proses pengembangan REDD+ memiliki koherensi satu dengan lainnya. Scott (2001) dalam Heiskala (2007) menyatakan bahwa institusi berdiri di atas 3 (tiga) pilar sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1.
Tiga pilar institusi Regulatif
Dasar Pemenuhan (Basis of compliance)
Kelayakan
Normatif
Kultural-kognitif
Kewajiban sosial pemahaman
Diterima apa adanya, berbagi pemahaman
Dasar arahan (Basis Aturan regulatif of order) (Regulative rules)
Tujuan yang mengikat
Skema konstitutif
Mekanisme Logika
Koersif Instrumentalitas
Normatif Kepantasan
Mimetik Bersifat ortodoks
Indikator
Aturan, Hukum, sanksi
Sertifikasi, akreditasi Keyakinan bersama, berbagi logika aksi
Dasar legitimasi (Basis of legitimacy)
Disepakati secara legal
Mengatur secara moral
Sumber : (Heiskala, 2007) halaman 61
Dapat dipahami, mudah dikenali, Didukung secara budaya
18
C. Teori Kelembagaan
Dalam Encyclopedia of Social Theory halaman 408, Ritzer (2005) mengartikan teori kelembagaan sebagai : Institutional theory examines the processes and mechanisms by which structures, schemas, rules, and routines become established as authoritative guidelines for social behavior. It asks how such systems come into existence, how they diffuse, and what role they play in supplying stability and meaning to social behavior. It also considers how such arrangements deteriorate and collapse, and how their remnants shape successor structures. Teori kelembagaan membahas tentang proses dan mekanisme di mana struktur, skema, aturan dan kegiatan rutin menjadi pedoman otoritatif yang baku bagi perilaku sosial. Teori ini menelisik lebih lanjut bagaimana keberadaan sebuah sistem, bagaimana sistem mengalami penyimpangan dan peran apa yang dimainkan dalam menciptakan stabilitas dan memberi arti pada perilaku sosial. Ia juga berkaitan dengan bagaimana tatanan yang ada memburuk dan kemudian tenggelam serta bagaimana sisa bangunan struktur yang ada dapat mempersiapkan penggantinya.
D. Pengembangan Organisasi
Siagian (2012) mengungkapkan faktor-faktor utama yang mendorong dilakukannya perubahan dan pengembangan organisasi yaitu 1) tantangan utama di masa depan, 2) perubahan dalam konfigurasi ketenagakerjaan, 3) tingkat pendidikan para pekerja, 4) teknologi, 5) situasi perekonomian, 6) berbagai kecenderungan sosial, 7) faktor geopolitik, 8) persaingan dan 9) pelestarian lingkungan.
19
Untuk menjawab hal tersebut, Sutarto (2006) merekomendasikan jalan yang saling berkait untuk menyesuaikan diri yaitu 1. Mengubah struktur yaitu menambah atau mengurangi satuan, mengubah kedudukan satuan, menggabung beberapa satuan menjadi satuan yang lebih besar, memecah satuan besar menjadi satuansatuan yang lebih kecil, mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi atau sebaliknya, mengubah sempitnya rentangan kontrol, merinci kembali kegiatan atau tugas, menambah atau mengurangi pejabat. 2. Mengubah tatakerja yang dapat meliputi tata cara, tata tertib, dan syarat-syarat rnelakukan pekerjaan. 3. Mengubah orang dalam artian mengubah sikap, tingkah laku, perilaku,meningkatkan pengetahuan,meningkatkan keterampilan dari para pejabat. 4. Mengubah peralatan kerja. Terkait dengan pengertian pengembangan organisasi, Sutarto (2006) merinci unsur penting pengembangan organisasi yaitu : 1. Pengembangan organisasi merupakan jawaban terhadap perubahan. 2. Pengembangan organisasi merupakan usaha penyesuaian dengan hal-hal baru. 3. Pengembangan organisasi merupakan usaha berencana.
20
4. Pengembangan organisasi merupakan usaha untuk menyempurnakan organisasi. 5. Pengembangan organisasi merupakan kegiatan yang menerapkan ilmu perilaku. 6. Pengembangan organisasi merupakan usaha jangka panjang yang dilakukan secara terus menerus. 7. Pengembangan organisasi merupakan usaha memecahkan masalahmasalah yang timbul. 8. Pengembangan organisasi merupakan usaha yang dapat dilakukan oleh para pejabat dari dalam organisasi sendiri atau dengan bantuan ahli dari luar organisasi. Stein (2008) membuat matrik komponen kelembagaan dikaitkan dengan tingkat kesukaran proses perubahannya sebagaimana tampak pada Tabel 2.
Tabel 2.
Matriks komponen kelembagaan
Kategori
Definisi
Hubungan dengan matrik kelembagaan
Tujuan kelembagaan
Tingkat perubahan
Norma
Norma adalah aturan formal dan non-formal yang mengatur apa yang akan dituju, apa yang diperlukan dan apa saja yang diterima dalam lembaga. Kesemua hal itu penting untuk menentukan perilaku dalam kelompok.
Norma mempengaruhi perilaku secara korelatif dengan mengubah apa yang diterima atau diperlukan sebagaimanaperilaku yang berkorelasi dapat mengubah norma dengan membuat diterimanya sesuatu yang sebelumnya tidak diterima.
Tujuannya adalah internalisasi peningkatan dan pengembangan norma dalam lembaga.
Termasuk bagian matriks yang paling sulit untuk berubah.
Organisasi
Organisasi adalah entitas yang dikenali secara konseptual yang mengombinasikan kelompok-kelompok orang yang mengikuti aturan dan tujuan yang telah disepakati bersama. Terdapat 6 pendekatan untuk melihat kekuatan yang mempengaruhi perubahan dan rancangan organisasi.
Organisasi dapat berpengaruh korelatif dengan mengubah bagaimana orang menafsirkan perilaku dan dengan mengubah aturan yang mengatur perilaku. Organisasi misalnya dapat mengubah bagaimana akuntan merasakan penerapan aturan akuntansi yang baru dan membuatnya terinternalisasi. Hal ini memungkinkan organisasi untuk berinteraksi lebih balk daripada sebelumnya.
Tujuannya adalah untuk merancang organisasi yang dapat mendorong internalisasi norma dan mengembangkan tujuan dan aturan dengan mengubah bagaimana para pelaku mengetahul perasaan mereka sendiri, sehingga perubahan berkorelasi dengan perilaku.
Organisasi termasuk yang sulit diubah.
21
Lanjutan Tabel 2
Kategori Regulasi
Kapasitas .
Definisi Regulasi adalah batasan legal yang berisi seperangkat aturan operasional dalam ekonomi.
Hubungan dengan matrik kelembagaan
Regulasi berpengaruh terhadap perilaku secara korelatif dengan mengubah perilaku apa yang secara legal dapat diterima. Regulasi dapat mempengaruhi organisasi dan kemudian mempengaruhi individu secara langsung maupun tidak. Perilaku yang berkorelasi juga dapat mempengaruhi regulasi. Jika sebuah kebiasaan telah diadopsi secara luas atau diinternalisasi oleh sebagian besar orang atau organisasi maka hal tersebut dapat ditetapkan sebagai hukum. Dalam konteks organisasi, Kapasitas berpengaruh terhadap kapasitas adalah perilaku yang berkorelasi dengan kemampuan setiap anggota menentukan ruang lingkup untuk bekerja secara efektif perilaku. Dengan kata lain, dalam mencapai tujuan semakin besar kapasitas maka organisasi sesuai dengan semakin besar juga kemungkinan aturan dan harapan yang interaksi dan jangkauan kegiatan telah disepakati. antar individu atau organisasi .
Tujuan kelembagaan Tujuannya adalah untuk merancang dan menerapkan regulasi yang mudah dimengerti, mudah diterima dan menyediakan konsistensi antara regulasi formal dan aturan operasional.
Apa yang diperlukan dalam pengembangan adalah memahami kapasitas yang ada kemudian menyesuaikan atau mengubahnya agar sesuai dengan tujuan pengembangan yang baru.
Tingkat perubahan Regulasi relatif mudah untuk diubah dalam penulisan/penetapannya. Namun sulit dalam merancang regulasi yang siap diinternalisasi khususnya di negara berkembang. Kapasitas agak sulit diubah karena memerlukan waktu untuk membangun kapasitas (misalnya melalui training)
22
Lanjutan Tabel 2
Kategori Insentif
Definisi Insentif adalah penghargaan dan hukuman yang timbul dari pola perilaku yang berbeda. Insentif dapat bersifat material atau non material dalam penarapannya dan sering kali sangat kontekstual. Ketika membicarakan insentif, harus memperhatikan tujuan dan nilai, evaluasi diri dan antisipasi kognitif.
Hubungan dengan matrik kelembagaan Insentif berpengaruh terhadap perilaku yang berkorelasi dengan memotivasi orang atau organisasi untuk bertindak secara berlainan. Insentif juga tergantung pada bagian lain dari matriks ini, misalnya kapasitas yang memadai diperlukan untuk menjalankan insentif dan harus memiliki aturan untuk mendukungnya. Kapasitas berpengaruh terhadap organisasi dan dapat mengubah perilaku organisasi beserta rancangannya sehingga merupakan tanggapan terhadap norma yang ada.
Tujuan kelembagaan Insentif harus dirancang agar konsisten dengan dan sesuai dengan kapasitas dan regulasi dalam rangka memperkuat efek internalisasi kebiasan berfikir yang baru. Hal ini diperlukan untuk mengubah perilaku yang berkorelasi.
Tingkat perubahan Insentif dapat diubah lebih cepat dibandingkan ketika melibatkan hukum atau perubahan kebijakan. Efek insentif utamanya yang non-material dapat berlangsung sangat lambat ketika terdapat hambatan untuk memahami tanda-tanda baru.
Sumber : (Stein, 2008) halaman 141
23
24
E. Faktor Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
International Development Research Centre (IDRC) dan Universalia Management Group telah membuat kerangka kerja untuk membantu organisasi menilai dirinya sendiri. Kerangka kerja itu menunjukkan menunju bahwa kinerja organisasi dipengaruhi oleh motivasi organisasional, kapasitas organisasi dan lingkungan eksternal (Lusthaus dkk., 1999) yang secara sederhana digambarkan pada Gambar 1.
Sumber : (Lusthaus et al., 1999) halaman 45 Gambar 1.
Kinerja organisasi dan fak faktor-faktor faktor yang mempengaruhinya.
25
Faktor motivasi organisasional terdiri dari sejarah, misi dan budaya organisasi serta insentif dan penghargaan. Kepemimpinan strategis, sumber daya manusia, manajemen keuangan, proses organi organisasional, sasional, manajemen program, sarana-prasarana prasarana (infrastruktur) serta jaringan antar institusi merupakan faktor yang termasuk ke dalam kapasitas organisasi. Sementara yang menjadi bagian dari faktor lingkungan eksternal adalah aturan hukum dan administrasi, sosial sosial-budaya, teknologi, stakeholder,, ekonomi dan politik. Sementara itu, McLean (2006) dalam kerangka berfikir sistem terdapat faktor internal dan faktor ekternal yang berpengaruh terhadap kesuksesan organisasi sebagaimana yang tampak pada Gambar 2.
Sumber : (McLean, 2006) halaman 68. Gambar 2.
Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan organisasi
26
Faktor internal mencakup sistem, keahlian, produk/layanan, tujuan/nilai, misi, personil, budaya, struktur organisasi dan strategi yang menitikberatkan pada proses. Sementara faktor eksternal yang berpengaruh adalah kependudukan, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi, situasi dunia, teknologi, pesaing global, pesaing lokal, perubahan sosial, penyedia barang dan jasa serta aturan pemerintah.
F. Manajemen (Berbasis) Kinerja
Manajemen berbasis kinerja adalah sebuah pendekatan sistematis untuk meningkatkan kinerja melalui proses yang terus berjalan dari penerapan tujuan
kinerja
strategis,
pengukuran
kinerja,
pengumpulan,
analisa,
pengkajian dan pelaporan data kinerja dan menggunakan data itu untuk mengarahkan perkembangan kinerja (Artley dkk., 2001). Manajemen kinerja menjelaskan sebuah proses di mana organisasi atau individu dalam sebuah organisasi yang berjalan dalam rangka menghasilkan program, produk dan layanan terbaik dengan biaya rendah. Manajemen kinerja juga digunakan untuk membantu pengambilan keputusan dan pengembangan program (Schultz, 2004). Redburn dkk. (2008) menyatakan bahwa manajemen kinerja memiliki pengertian yang beragam : dapat berkaitan dengan manajemen atau sistem
27
perusahaan
untuk
mengevaluasi
dan
menilai
kinerja
individu
atau
sekelompok orang. Definisi yang lebih menyeluruh, manajemen kinerja adalah sebuah siklus manajemen di mana tujuan kinerja program dan targetnya telah ditetapkan, manajer memiliki fleksibilitas untuk mencapainya, kinerja aktual diukur dan dilaporkan, dan informasi ini menjadi bahan dalam mengambil keputusan tentang pembiyaan program, desain, operasional, serta penghargaan atau hukuman. Menurut Marr (2008) pada prinsipnya, manajemen kinerja sangat sederhana : Pertama, perlu adanya kesepakatan dan kejelasan masalahmasalah dalam organisasi; kedua, pengumpulan informasi manajemen yang benar untuk memahami bagaimana menghantarkan kinerja dalam kaitannya dengan rencana yang sudah dibuat; dan ketiga adalah perlunya pengetahuan atau wawasan yang mendalam dari informasi yang ada yang akan membantu dalam menghantarkan kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang.
Sumber : (Marr, 2008) halaman 1 Gambar 3.
Manajemen kinerja menurut Marr (2008)
Marr (2008) juga mengemukakan sepuluh prinsip manajemen kinerja yaitu 1) Ciptakan kejelasan dan kesepakatan tujuan strategis, 2) Kumpulkan
28
indikator kinerja yang paling bermakna, 3) Gunakan indikator tersebut untuk mendapatkan pengetahuan mendalam yang sesuai, 4) Ciptakan budaya belajar yang positif, 5) Ciptakan kesadaran dan keterlibatan bersama dalam manajemen kinerja di semua lapisan organisasi ((cross-organizational organizational buy-in), buy 6)
Selaraskan
proses
manajemen
organisasi
yang
lain
(seperti
penganggaran, pelaporan kinerja, manajemen proyek dan program serta manajemen resiko) dengan tujuan str strategis ategis yang telah ditetapkan dalam manajemen kinerja, 7) Jaga tujuan strategis dan indikator kinerja tetap “segar” dan “up up to date date” agar selalu relevan dengan kondisi lingkungan lingkun strategisnya, 8) Laporkan dan komunikasikan informasi kinerja dengan baik, 9) Gunakan infrastruktur teknologi informasi yang sesuai untuk mendukung aktifitas manajemen kinerja dan 10) Berikan cukup waktu dan sumber daya bagi setiap orang yang terlibat dalam mengatur kinerja secara strategis.
Sumber :(Marr, 2008) halaman 272. Gambar 4. Sepuluh prinsip manajemen kinerja yang baik dan dampaknya. dampaknya
29
G. Kinerja Lembaga Penelitian
Lembaga Penelitian Publik (Public Research Intitution) menjadi hal yang sangat penting bagi kinerja inovasi dan kinerja ekonomi sebuah negara melalui kegiatannya dalam menciptakan, menemukan, menggunakan dan menyebarkan pengetahuan (OECD, 2011). Betz (2011) mengemukakan bahwa terdapat dua prosedur organisasional dalam ilmu pengetahuan untuk perencanaan penelitian dan pendanaannya yaitu aktivitas ilmu pengetahuan tingkat mikro dan makro sebagaimana tampak pada Gambar 5. Pada tingkat mikro terdiri dari empat kategori utama yaitu metode (epistemologi), paradigma (ontologi), penelitian (administrasi proyek), atau aplikasi (teknologi). Sementara pada tingkat makro terdapat empat
kategori
utama
yaitu
strategi
penelitian,
kualitas
penelitian,
manajemen penelitian, atau pengembangan teknologi. Pada tingkat makro, aktifitas ilmu pengetahuan dijabarkan lagi ke dalam empat prosedur yaitu: 1. Prosedur aktifitas keilmuan yang menitiberatkan perhatian pada proses dan filosofi yang menjadi panduan strategi penelitian yang mengarah pada pembiayaan ilmu pengetahuan. 2. Prosedur aktifitas keilmuan yang menitiberatkan perhatian pada proses dan organisasi yang menjadi panduan manajemen penelitian yang mengarah pada kinerja lembaga penelitian.
30
3. Prosedur aktifitas ifitas keilmuan yang menitiberatkan perhatian pada isi dan filosofi yang menjadi panduan kualitas penelitian yang mengarah pada kajian mendalam. 4. Prosedur aktifitas keilmuan yang meniti menitikberatkan beratkan perhatian pada isi dan organisasi yang menjadi panduan pengemb pengembangan angan teknologi (inovasi).
Sumber :(Betz, 2011) halaman 17. Gambar 5.
Level makro dan mikro pada kegiatan ilmu pengetahuan
Hubungan mekanisme pengaturan, sumber daya dan kinerja penelitian yang dilaksanakan di Jerman terlihat jelas dal dalam am kerangka kerja teoritis lembaga riset Jansen (2007) yang dideskripsikan pada Gambar 6. Mekanisme pengaturan melibatkan pasar, regulasi negara, panduan eksternal yang berasal dari para pemangku kepentingan dan kerangka kompetisi yang diatur oleh organisa organisasi si antara, organisasi akademik yang
31
swadaya, aksi kolektif yang didukung oleh “wiraswastawan ilmiah” (“scientific entrepreneurs”), sistem manajemen berjenjang, jaringan yang bersifat koordinasi horizontal, skala dan perubahan konsensus pada tema utama serta koordinasi intelektual oleh komunitas ilmiah. Sumber daya penelitian berasal dari kemampuan bersaing, kemampuan inovasi, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan komunikasi, dukungan staf yang kompeten serta sumber daya finansial dan material. Mekanisme pengaturan dan sumber daya yang tersedia diarahkan untuk mampu meningkatkan kinerja lembaga penelitian yang terdiri dari : publikasi (jumlahnya dan perujukan literatur ilmiah (citation)), originalitas atau kualitas ilmiah, relevansi atau transfer teknologi, hak paten, pembiayaan dari pendanaan pihak ketiga, kontrak kerjasama dan peningkatan profil kelembagaan. Cozzens (1999) dalam Artley dkk. (2001) merinci empat faktor yang menyebabkan munculnya kesulitan dalam mengevaluasi kegiatan penelitian dan pengembangan : 1) sifat penelitian yang dapat ditelusuri dan diukur tidak selalu penting dilakukan, 2) hasil penelitian yang meyakinkan tidak dapat diperkirakan kemunculannya dan tidak dapat dijadwalkan secara pasti, 3) banyak sumber pendanaan dan kontribusi yang seringkali menyatu dalam satu program penelitian dan 4) tidak ada metode yang mudah dan akurat untuk secara obyektif mengevaluasi kualitas atau hasil penelitian.
32
Sumber : (Jansen, 2007) halaman 116. Gambar 6.
Hubungan mekanisme pengaturan, sumber daya dan kinerja penelitian
Cozzens dkk. (1994), NRC (1994), Hauser (1997), Geisler (1999) dalam Artley dkk. (2001) menyatakan bahwa metode kuantitatif untuk mendapatkan data kinerja lembaga penelitian bersumber dari indikator input seperti sepe pendanaan dan sumber daya manusia serta indikator output seperti jumlah publikasi, perujukan literatur ilmiah ((citation)) dan hak paten sehingga dapat menemukenali efektifitas dan produktifitas program penelitian. Cozzens (1989) dan NSTC (1996) dalam Artley tley dkk. (2001) juga mengungkapkan bahwa validitas kinerja indikator kuantitatif didasarkan pada argumen bahwa penelitian harus menjadi pokok bahasan untuk dikaji secara mendalam (peer (
33
review) sebelum disebarluaskan dan dampaknya dapat diekstrapolasi dari frekuensi publikasi yang diterbitkan dan hak paten yang diperoleh. Metode
ekonomi
juga
dapat
digunakan
untuk
menilai
besaran
keuntungan (benefit) yang diperoleh dari investasi awal kegiatan penelitian yang meliputi (Artley dkk., 2001) : 1. Rates of Return – memperkirakan nilai ekonomi aktual yang diturunkan dari investasi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan 2. Production Functions – fungsi matematika nilai perusahaan untuk input dan output teknologi untuk memperkirakan dampak penelitian dan pengembangan melalui peningkatan produktifitas. 3. Customer Surplus – memperkirakan dampak ekonomi yang diperoleh dari berapa banyak konsumen yang bersedia membayar untuk produk yang dihasilkan. 4. Social Rate of Return – fungsi untuk menilai jumlah manfaat sosial dari perubahan teknologi dibandingkan dengan biaya dan investasi untuk menghasilkan teknologi tersebut. Metode ekonomi dapat mengukur nilai penelitian aplikatif atau penelitian pengembangan dengan mudah dibandingkan penelitian fundamental (murni semata untuk ilmu pengetahuan) (Averch (1994), Hauser (1997) dalam Artley dkk., 2001). Keduanya, baik Averch (1994) dan Cozzens dkk. (1994) dalam Artley dkk. (2001) menyarankan bahwa nilai ekonomi penelitian dan
34
pengembangan yang bersifat umum dan mendasar dapat diukur dengan variasi dari production function analysis, surplus methods dan social rate of return. Artley dkk. (2001) merekomendasikan berdasarkan hasil kajian tim studi Kanada bahwa metode yang digunakan dalam menilai kinerja kegiatan penelitian dan pengembangan tergantung pada : 1) apakah penilaian dilakukan sebelum atau setelah kegiatan penelitian dan pengembangan selesai, 2) apa tipe penelitian dan pengembangan yang dinilai, dan 3) tujuan atau kategori penelitian dan pengembangan.
H. Kinerja Lembaga Penelitian Kehutanan
Globalisasi membawa perubahan besar dalam merancang agenda penelitian kehutanan yang menuntut berkembangnya proses strategis untuk lembaga penelitian kehutanan. Hal tersebut ditandai dengan membesarnya keterlibatan dan kesempatan dari para pemangku kepentingan sebagai input dari proses yang berjalan, introduksi “agenda-agenda berskala” seperti agenda yang berbasis pada kebutuhan global dan nasional yang selaras dengan penekanan pada perencanaan jangka panjang, serta adanya penelitian yang bersifat temporal (IUFRO, 2007).
35
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor SK.56/VIII-SET/2011 tentang Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja Pengelolaan Satker Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dalam rangka evaluasi kinerja yang obyektif terhadap semua aspek kegiatan dan pencapaian kinerja manajemen institusi penelitian dan pengembangan. Penilaian kinerja tersebut meliputi : 1. Substansi Penelitian (Progress capaian Rencana Penelitian Integratif dan Progress pelaksanaan Penelitian Integratif Unggulan), 2. Publikasi dan Diseminasi (Jumlah Publikasi (dalam dan luar negeri) yang terakreditasi, Hak Kekayaan Intelektual (paten, desain, prototipe, baik yang telah “granted” maupun yang dalam proses pendaftaran), dan Tingkat kerjasama (Jejaring dan kemitraan) penelitian), 3. Penugasan Khusus (Tingkat pengelolaan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus, Progress pembangunan dan pengelolaan Kebun Benih,
Progress
Pembangunan
dan
Pengelolaan
Persemaian
Permanen), 4. Sarana Prasarana (Adanya layanan dan jasa teknologi yang terakreditasi dan dimanfaatkan oleh pengguna, Ketersediaan sarana/ prasarana penelitian dan pengembangan, ketersediaan website), 5. Administrasi Pelaporan (Tertib penyampaian laporan, Hasil penilaian Inspektorat Jenderal),
36
6. Sumber Daya Manusia (Tingkat kelayakan, Peningkatan kapabilitas), 7. Kinerja Keuangan (Keakuratan laporan keuangan, Bersih dari Pemeriksaan Khusus Inspektorat Jenderal, keakuratan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah). Di tingkat internasional, penggunaan Kerangka kerja logis (Logical Framework/Logframe) dapat membantu perencana dan manajer secara sistematis mengidentifikasi tujuan untuk beberapa aktifitas, rencana untuk input yang diperlukan dan output yang diinginkan serta mendefinisikan indikator yang dapat digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja lembaga penelitian dan pengembangan kehutanan (IUFRO, 1994). Kolom paling kiri pada tabel merupakan kesimpulan naratif singkat dari tujuan yang telah ditetapkan, kolom tersebut berisi empat hal yaitu : 1. The goal adalah tujuan utama di mana proyek atau program penelitian memberi kontribusinya, misalnya program penelitian pemanenan hutan dapat membantu untuk mencapai tujuan pembangunan nasional seperti ketersediaan produk kayu yang memadai; 2. The purpose of a research project or program adalah apa yang diharapkan untuk mencapai penyelesaian tugas, misalnya dalam pemanenan hutan maksudnya agar produktifitas kegiatan pemanenan hutan dapat dicapai dalam pembangunan dan adanya pengadopsian teknologi pemanenan yang lebih efisien;
37
3. Outputs adalah hasil proyek atau program penelitian yang diinginkan yang diturunkan secara langsung dari input manajemen, misalnya program
penelitian
pemanenan
hutan
diharapkan
untuk
mengembangkan sistem pemanenan yang baru dengan karakteristik yang khusus dan memiliki tata waktu yang dapat diperkirakan; dan 4. Inputs adalah sumber daya manusia, lingkungan fisik dan keuangan yang diperlukan untuk menghasilkan output yang diinginkan. Kuantitas dan kualitas input harus spesifik, misalnya jumlah ilmuwan dan teknisi serta tingkat pelatihan mereka. Keempat faktor tersebut dinamakan "vertical logic". Ide dasarnya adalah untuk secara sistematis berfikir mengapa proyek atau program dijalankan, bagaimana hal tersebut berkontribusi terhadap tujuan sosial yang lebih luas dan input apa saja yang diperlukan untuk mencapai output, maksud dan tujuan. Bagian "horizontal logic" dari Logframe, membantu dalam memahami bagimana kita memastikan sudah atau tidak tercapainya target yang dijelaskan di bagian "vertical logic". Ide dasarnya adalah agar manajer penelitian tetap realistik dalam ekspektasinya. Bagian tersebut dirinci sebagai berikut : 1. verifiable indicators adalah sesuatu yang dapat diukur untuk menunjukkan bahwa hasil yang diinginkan telah dicapai;
38
2. means of verification adalah spesifikasi di mana bukti tersebut dapat diperoleh dan bagaimana bukti tersebut dapat diukur; dan 3. important assumptions adalah kualifikasi terhadap faktor-faktor lain yang tidak dapat dikendalikan oleh manajer penelitian namun berpengaruh pada kesuksesan proyek atau program. Secara sederhana, Logframe dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3.
Matrik Desain Logframe Proyek atau Program diadaptasi dari Delp dkk. (1977) dan McLean (1988) dalam (IUFRO, 1994).
NARRATIVE SUMMARY Goal (the broader objective to which this project contributes) : Project Purpose :
Outputs :
Inputs :
VERIFIABLE INDICATORS
MEANS OF VERIFICATION
IMPORTANT ASSUMPTIONS
Measures of goal achievement :
Sources of information, methods used :
Assumptions for achieving goal :
End of project status (conditions that will indicate purpose has been achieved) : Magnitude of outputs, planned completion date : Type, level, and cost of inputs, planned starting date :
Sources of information, methods used :
Assumptions for achieving purpose :
Sources of information, methods used : Sources of information, methods used :
Assumptions for generating outputs: Assumptions for providing inputs, initial assumptions about the project :
Sumber :(IUFRO, 1994) halaman 116. I. Evaluasi Perilaku Stakeholder untuk Meningkatkan Kinerja
Kebutuhan dan harapan dari perusahaan-perusahaan yang melayani stakeholder perlu diketahui dan ditemukan secara tepat (Rivai & Basri, 2005).
39
Rivai & Basri (2005) juga menyatakan bahwa model evaluasi untuk mengidentifikasi stakeholder terbagi menjadi dua bagian yaitu eksternal dan internal di mana dalam setiap bagian terdapat tiga peran yaitu sebagai pelanggan, pesaing dan mitra sebagaimana terlihat pada Gambar 7.
Sumber : Rivai & Basri (2005) halaman 192 Gambar 7.
Model Evaluasi Stakehoder
Ketika stakeholder telah teridentifikasi, perusahaan telah memiliki keuntungan dasar di dalam kompetisi. Selain itu penting pula untuk memahami realitas perusahaan dalam kaitannya dengan kekuatan pengaruh stakeholder internal dan ekternal yang mengendalikan perubahan di dalam perusahaan. Terdapat empat kondisi yang mewakili realitas perusahaan (Rivai & Basri, 2005) sebagaimana terlihat pada Tabel 4.
40
Tabel 4.
Realitas Perusahaan Pengaruh Stakeholder
Memelihara keseimbangan
dalam
Mencegah krisis
Organisasi masih berupaya untuk menyeimbangkan antara output yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan stakeholder.
Terjadi krisis terhadap reputasi dan kinerja organisasi sehingga timbul upaya untuk mewujudkan akuntabilitas dan integritas organisasi serta pemenuhan kebutuhan dan harapan dari stakeholder
Kaitannya
dengan
Mengatasi pemusatan usaha (over confident) Organisasi terlalu percaya diri atas apa yang sudah dilakukan selama ini sehingga tidak menyadari bahwa perubahan yang semakin kompleks terus terjadi demikian pula dengan kebutuhan dan harapan stakeholder.
Kekuatan
Mencoba ekspansi Organisasi telah mempersiapkan ekspansi dengan pandangan yang jauh ke depan pada kebutuhan dan harapan stakeholder.
Sumber : (Rivai & Basri, 2005)
J. Manajemen Strategis Freeman (1984)
Friedman & Miles (2006) menjelaskan bahwa sampai dengan karya Freeman (1984), ahli strategi seperti Porter (1980) masih mengabaikan pengaruh stakeholder pada perumusan strategi, dan mendukung bahwa struktur industri saja yang menentukan strategi yang tepat. Friedman & Miles (2006) juga menyebutkan bahwa di antara sekian banyak teori tentang manajemen strategis berbasis stakeholder, teori yang dikembangkan oleh Freeman merupakan yang paling lengkap dan menyangkut dua sifat utama stakeholder sebagai individu dan kelompok yang berbeda serta sebagai
41
individu dan kelompok yang interaktif. Secara sederhana perbandingan antara teori tersebut terlihat pada Gambar 8. Segmen proses formulasi strategi Identifikasi isu Kepentingan stakeholder Identifikasi stakeholder Menjelaskan perilaku Analisa perilaku Formulasi dan aplikasi strategi umum Program spesifik untuk stakeholder Program integratif berbasis stakeholder
Sudut pandang peranan stakeholder Sebagai individu dan Sebagai individu dan kelompok yang berbeda kelompok yang interaktif
Mitchell, Agle dan Wood Frooman
Rowley dan Moldoveanu
Friedman dan Miles
Rowley
Savage, dkk.
Jones; Clarkson
Freeman Jawahar dan McLaughlin
Sumber : (Friedman & Miles, 2006) halaman 115. Gambar 8.
Perbandingan Model strategi stakeholder dan proses formulasi strategi
Freeman menggunakan model analisis lima kekuatan Porter (persaingan, kekuatan relatif pelanggan dan pemasok, dan ancaman dari substituen dan pendatang baru dan menambahkan dimensi yang lebih lanjut : kekuatan relatif stakeholder dan potensinya untuk bekerjasama atau mengancam strategi organisasi). Hasilnya adalah tipologi empat cara atau strategi umum stakeholder (generic stakeholder strategies) (Gambar 9).
42
Sumber : (Freeman, 1984) halaman 143. Gambar 9.
Generic stakeholders strategies
Penjabaran dari empat strategi itu adalah sebagai berikut : 1. Strategi Ofensif harus diadopsi bila kelompok stakeholder relatif memiliki potensi kerja sama yang tinggi dan relatif sedikit memiliki ancaman persaingan dalam rangka memanfaatkan potensi kerjasama dari stakeholder yang ada. Termasuk strategi ofensif adalah upaya untuk mengubah tujuan atau persepsi stakeholder, mengadopsi kedudukan
stakeholder atau menghubungkan
program dengan
program yang lain yang dipandang baik oleh stakeholder. 2. Strategi Defensif diambil jika kelompok stakeholder memiliki ancaman persaingan yang relatif tinggi dan potensi kerjasamanya relatif rendah. Contoh strategi ini seperti menguatkan kepercayaan terhadap perusahaan, menjaga keberlangsungan program yang telah berjalan, menghubungkan
program
dengan
program
lain
yang
dalam
43
pandangan stakeholder lebih baik, atau membiarkan stakeholder mengarahkan proses transaksi. 3. Strategi
Berayun
(Swing
Strategies),
yang
berupaya
untuk
mempengaruhi aturan main dalam hubungan organisasi pemerintah dengan stakeholder.
Dapat diterapkan bila kelompok stakeholder
mempunyai potensi kerja sama yang relatif tinggi demikian pulan ancaman persaingannya. Contoh strateginya adalah mengubah satu atau lebih dari beberapa hal sebagai berikut : aturan, keputusan forum, keputusan yang sedang dibuat atau proses transaksi. 4. Strategi Menjaga (Hold Strategies) dapat dijalankan bila kelompok stakeholder relatif rendah ancaman persaingannya dan potensi kerjasamanya, dalam rangka untuk melanjutkan program strategis yang sedang dijalankan dan memelihara posisi stakeholder tersebut. Contoh strategi ini termasuk tidak melakukan apapun dan mengawasi program yang berjalan atau menguatkan kepercayaan terhadap perusahaan.
K. Kebijakan Kehutanan di Indonesia
Sesuai Undang-Undang Nomor 41/1999 Pasal 20, Pemerintah telah menyusun Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) Tahun 2011-2030 berdasarkan hasil inventarisasi hutan dengan mempertimbangkan faktor
44
lingkungan dan kondisi sosial masyarakat yang disusun menurut jangka waktu perencanaan, skala geografis dan menurut fungsi pokok kawasan hutan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 44/2004 dan penyusunannya telah melibatkan para pihak/stakeholder kehutanan sehingga dapat mengatasi masalah dinamika kompleksitas pengurusan, pengelolaan, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan. RKTN diputuskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/MenhutII/2011 yang merupakan arahan makro indikatif sebagai acuan untuk penyusunan rencana pembangunan, rencana investasi dan rencana kerja usaha dalam berbagai skala geografis, jangka waktu dan fungsi-fungsi pokok kawasan hutan. RKTN
memberikan
arah
pengurusan
hutan
ke
depan
melalui
pemanfaatan sumberdaya hutan secara adil dan berkelanjutan, potensi multi fungsi hutan untuk kesejahteraan masyarakat serta untuk mencapai posisi penting Kehutanan Indonesia di tingkat nasional, regional dan global di tahun 2030 melalui optimalisasi dan pemantapan kawasan hutan, peningkatan produktivitas dan nilai sumberdaya hutan, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan, peningkatan riset dan teknologi kehutanan, mewujudkan kelembagaan bagi tata kelola kehutanan secara efisien dan efektif serta mengoptimalkan keunggulan komparatif kehutanan Indonesia.
45
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, pada 9 Juli 2007 pemerintah pusat mengeluarkan PP No. 38/2007 yang mengatur pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan pemerintah tersebut mempunyai arti penting bagi para pihak di berbagai daerah, khususnya instansi kehutanan daerah, yang selama ini cenderung untuk menunggu, berhati-hati dan tidak mengeluarkan kebijakan kehutanan yang berdampak luas terhadap sumberdaya hutan di wilayahnya (Ngakan, 2007).
L. Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian dan Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi : Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh data, informasi dan keterangan
yang
berkaitan
dengan
pembuktian
kebenaran
dan
ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik suatu kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan Pengembangan adalah
kegiatan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
yang
bertujuan
memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti
46
kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru. Kebijakan penelitian dan pengembangan kehutanan di Indonesia termuat dalam Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010–2025 berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.163/MENHUTII/2009 tanggal 3 April 2009. Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010–2025 adalah Rencana penelitian dan pengembangan Kehutanan secara makro, berjangka-panjang, dan menyeluruh yang memuat tujuan antara (intermediate goal), tujuan akhir (ultimate goal), arah (trajectories) serta garis besar kegiatan penelitian dan pengembangan serta hasilnya. Selain itu, roadmap ini juga menjadi acuan untuk penyusunan program-program penelitian dan pengembangan Kehutanan serta sarana untuk meningkatkan sinergitas kegiatan penelitian dan pengembangan Kehutanan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait di Indonesia. Selain itu, pembagian urusan dalam penelitian dan pengembangan kehutanan diatur dalam PP No. 38/2007 sebagaimana tampak pada Tabel 5. Khusus terkait dengan kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan, RKTN juga memuat kebijakan dan strategi sebagaimana tampak pada Tabel 6.
47
Tabel 5.
Pembagian urusan penelitian dan pengembangan kehutanan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota
PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI Penetapan norma, standar, Koordinasi dan prosedur, dan kriteria serta penyelenggaraan penelitian penyelenggaraan penelitian dan pengembangan dan pengembangan kehutanan di tingkat provinsi kehutanan, pemberian dan/atau yang memiliki perizinan penelitian oleh dampak antar kabupaten/kota lembaga asing, pemberian dan pemberian perizinan perizinan penelitian pada penelitian pada hutan kawasan hutan konservasi produksi dan hutan lindung dan kawasan hutandengan yang tidak ditetapkan sebagai tujuan khusus penelitian dan kawasan hutan dengan tujuan pengembangan, pemantauan khusus skala provinsi. dan evaluasi kegiatan penelitian yang dilakukan oleh asing, provinsi dan kabupaten/kota. PEMERINTAH
PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan kehutanan di tingkat kabupaten/kota dan pemberian perizinan penelitian pada hutan produksi serta hutan lindung yang tidak ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan tujuan khusus skala kabupaten/kota.
Sumber : PP No. 38/2007
Tabel 6.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kehutanan
Strategi Penetapan berbagai tema riset (contoh: lanskap hutan, pengelolaan hutan, perubahan iklim, kebijakan, pengolahan hasil hutan) Pengembangan penelitian berbasis kebutuhan Pemanfaatan dan penerapan hasil riset dan teknologi bagi perbaikan pengelolaan hutan Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses teknologi dan hasil riset kehutanan.
Peningkatan
Penelitian
dan
Milestone 2011-2015 2016-2020 2021-2025 2026-2030
Sumber : Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2011
48
M. Rencana Penelitian Integratif
Kegiatan penelitian secara integratif mutlak diperlukan. Kompleksitas permasalahan dan tantangan sektor kehutanan tidak mungkin lagi dijawab melalui kegiatan penelitian yang sifatnya parsial. Penelitian integratif bersifat lintas unit kerja, melibatkan berbagai disiplin ilmu terkait, untuk menjawab kompleksitas tantangan dan permasalahan sektor kehutanan secara lebih komprehensif dari sisi hulu sampai hilir dengan keterkaitan yang tidak terpisahkan antara dimensi ekonomi, sosial-budaya dan ekologi (lingkungan) dalam mendukung terwujudnya pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Tabel 7.
Struktur Hirarkis Program Nasional, Kegiatan Puslitbang, Program Litbang dan RPI
Program Nasional
KEGIATAN PUSLITBANG
PROGRAM LITBANG
Litbang Konservasi Biodiversitas dan Rehabilitasi
RPI Konservasi Flora, Fauna dan Mikroorganisme Model Pengelolaan Kawasan Konservasi berbasis Ekosistem
Hutan Alam
Program Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan
Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lahan Kering Pengelolaan Hutan Mangrove Pengelolaan Hutan Gambut
DAS
Sistem Pengelolaan DAS Hulu, Lintas Kabupaten, Lintas Provinsi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air Pendukung Pengelolaan DAS
Litbang Hutan Tanaman Pengelolaan Hutan Tanaman Kayu Produktivitas Hutan Pertukangan Pengelolaan Hutan Tanaman Kayu Pulp Pengelolaan Hutan Tanaman Kayu Energi Pemuliaan Tanaman Hutan
49
Lanjutan Tabel 7.
Program Nasional
KEGIATAN PUSLITBANG
PROGRAM LITBANG
Litbang HHBK (Hasil Produktivitas Hutan Hutan Bukan Kayu) Litbang Keteknikan Pengolahan dan Pengolahan Hasil Hutan Hasil Hutan
RPI Pengelolaan HHBK FEM (Food, Energy and Medicine) Pengelolaan HHBK Non-FEM Sifat Dasar Kayu dan Bukan Kayu Keteknikan dan Pemanenan Hasil Hutan Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu Pengolahan Hasil Hutan Kayu
Perekayasaan Alat dan Substitusi Bahan Pembantu Program Penelitian dan Pengembangan Litbang Perubahan Lansekap Hutan Manajemen Lansekap berbasis DAS Kementerian Iklim dan Kebijakan Pengembangan Hutan Kota/ Lansekap Kehutanan Kehutanan Perkotaan Perubahan Iklim Ekonomi dan Kebijakan Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Pengembangan Perhitungan Emisi GRK Kehutanan (Inventory) Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Terhadap Perubahan Iklim Kebijakan Penguatan Tata Kelola Kehutanan Kehutanan Penguatan Tata Kelola Industri dan Perdagangan Hasil Hutan
Sumber : Data diolah dari RPI Badan Litbang Kehutanan 2010 – 2014 Rencana Penelitian Integratif (RPI) Badan Litbang Kehutanan 2010 – 2014 merupakan penjabaran dari Road Map Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010 – 2025 yang sudah disahkan oleh Menteri Kehutanan melalui Keputusan Nomor SK.163/MENHUT-II/2009 tanggal 3 April 2009. Roadmap tersebut mengakomodasi 5 tema besar litbang yaitu: (1) Lansekap Hutan, (2) Pengelolaan Hutan (dengan 5 sub-tema, yaitu: Hutan Alam, Hutan Tanaman, Biodiversitas, Pengelolaan DAS, dan HHBK), (3) Perubahan Iklim, (4) Pengolahan Hasil Hutan, dan (5) Kebijakan Kehutanan. Tema dan sub-
50
tema tersebut selanjutnya menjadi sembilan program litbang dan dijabarkan menjadi 25 Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2010-2014. Sembilan program litbang itu adalah : (1) Lansekap Hutan, (2) Hutan Alam, (3) Hutan Tanaman, (4) Biodiversitas, (5) Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), (6) Daerah Aliran Sungai (DAS), (7) Perubahan Iklim, (8) Pengolahan Hasil Hutan, dan (9) Kebijakan Kehutanan. Disamping itu Badan Litbang Kehutanan menetapkan tiga program pendukung/ komplemen, yaitu (1) Penguatan Institusi dan Peningkatan Kualitas SDM, (2) Pemantapan Pelaksanaan Penelitian dan Komunikasi Hasil Litbang, dan (3) Peningkatan Sarana & Prasarana Litbang. Selain itu untuk menajamkan hasil penelitian yang ada maka Badan Litbang Kehutanan juga mengarahkan adanya Penelitian Integratif Unggulan (PIU) yang merupakan bagian dari satu atau lebih RPI yang dirancang untuk menghasilkan IPTEK yang menjadi unggulan masing-masing unit kerja teknis di lingkup Badan Litbang Kehutanan. Untuk itu, PIU harus sesuai dengan ”core research” masing-masing unit kerja pelaksana serta diupayakan dapat mencerminkan kekhasan tantangan kehutanan di masing-masing-masing unit kerja tersebut.
51
N. Tinjauan Hasil Penelitian
Lunenburg (2011) mengemukakan bahwa penilaian kinerja adalah observasi dan evaluasi sistemik terhadap kinerja karyawan atau pegawai yang secara ideal harus benar-benar akurat dan obyektif. Namun hasil kajiannya tidak menunjukkan kondisi ideal itu karena ada kesalahan dalam pemeringkatan (rating errors). Rating errors yang umum terjadi adalah : 1. ketegasan atau kelonggaran dalam penilaian sehingga menghasilkan penilaian yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dari yang seharusnya. 2. kecenderungan menengah yang menghasilkan penilaian rata-rata bagi semua karyawan karena beranggapan bahwa tidak ada yang pantas mendapatkan nilai terendah maupun tertinggi. 3. Efek halo yaitu penilaian dipengaruhi oleh kedekatan personal antara penilai dengan yang dinilai. 4. dan kebaharuan capaian yaitu penilai hanya memperhatikan tingkat capaian kinerja pada waktu terkini tanpa memperhatikan tingkat capaian sebelumnya. Berkaitan dengan dukungan pemerintah, Mohan (2012) menyimpulkan bahwa pengembangan dan transfer teknologi yang berhasil memerlukan identifikasi awal terhadap teknologi yang potensial sejalan dengan penilaian potensi komersialnya. Pemerintah India menyediakan dana untuk industri dan
52
lembaga penelitian untuk menangani pembangunan generasi teknologi baru. Dana diserahkan dalam bentuk grants, loan, dan atau equity dengan penguatan hubungan strategis antara lembaga riset dengan industri. Pemerintah mendorong lembaga penelitian publik dan sektor industri swasta untuk membangun hubungan yang aktif mulai dari tahap awal, tahap semikomersial dan tahap komersial akhir. Dari sisi kerangka kerja, Matsumoto dkk. (2010) telah berhasil merancang model kerangka kerja yang terkait dengan proses output penelitian dan pengembangan sehingga mampu menimbulkan dampak ekonomi melalui penciptaan
pasar
serta
memperkirakan
jumlah
dampak
yang
perlu
ditawarkan untuk itu. Model tersebut merumuskan proses dalam empat tahap yaitu output penelitian dan pengembangan, transfer teknologi, komersialisasi dan dampak pasar. Model terdiri dari enam parameter – tiga parameter waktu, dua parameter rasio dan satu parameter dampak pasar. Lembaga penelitian publik harus mengatasi berbagai isu terkait dengan manajemen kelembagaan penelitian dan pengembangan seperti rancangan sistem dan reformasi organisasi, penetapan tujuan untuk mendorong kinerja dalam setiap tahapan penelitian dan pengembangan (misalnya meningkatkan output penelitian
dan
pengembangan,
mengupayakan
transfer
teknologi,
mendukung komersialisasi, memperpendek jangka waktu, dll.). Hal tersebut akan sangat membantu dalam pembuatan keputusan mengenai manajemen
53
kelembagaan penelitian dan pengembangan jika lembaga mengetahui efek dari meningkatnya jumlah output selama satu tahun, rasio output yang bergerak ke arah transfer teknologi dan rasio transfer teknologi yang mengarah ke tahapan komersialisasi serta mempersingkat parameter selang waktu terhadap dampak ekonomi akhir dari output yang dihasilkan. Terkait dengan evaluasi penelitian, Coccia (2004) mengungkapkan bahwa evaluasi penelitian pada lembaga publik penting dilakukan untuk mengukur kinerja sektor ilmu pengetahuan dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi biaya publik. Analisa diskriminan dengan metode langsung dan metode Wilks digunakan dalam menilai kinerja 200 lembaga penelitian publik di bawah Dewan Riset Nasional Italia sejak tahun 2001. Hasilnya menunjukan bahwa 22.5% lembaga penelitian tergolong “lembaga berkinerja tinggi” (high performance research institute – HPI) dan kesemuanya memiliki kapasitas kelembagaan dan dukungan pendanaan yang lebih besar dibandingkan yang tergolong “lembaga berkinerja rendah” (low performance research institute – LPI). HPI memiliki rata-rata jumlah peneliti 26 orang sementara LPI 21 orang. Kemampuan pembiayaan mandiri HPI 200% lebih tinggi dibandingkan LPI, jumlah calon peneliti dan pelatihan yang dilakukan oleh HPI 100% lebih banyak dari LPI, publikasi internasional yang dihasilkan HPI lebih banyak 50% dibandingkan LPI, sementara publikasi nasional yang
54
diterbitkan oleh HPI 100% lebih banyak. Model ini dapat menjadi alat andalan untuk pembuatan keputusan dalam lembaga riset dan mengurangi inefisiensi. Selain itu ada pula peneliti yang mengamati dinamika bentuk lembaga penelitian, Cruz-Castro & Sanz-Menéndez (2007) menemukan bahwa dinamika transformasi sektor riset publik dan semi publik di Spanyol tidak mengarah pada upaya swastanisasi namun lebih disebabkan intervensi kebijakan yang aktif. Dinamika yang terjadi justru mengarah pada munculnya tipe organisasi baru dalam sektor semi publik. Bentuk lembaga riset yang baru ini masih berstatus non-profit dan masih di bawah kendali pemerintah serta mendapatkan block-grant dari pemerintah sebagai basis anggarannya. Fitur baru dari lembaga riset tersebut antara lain melayani industri dan masyarakat sebagai misinya, ukuran organisasi yang lebih ramping, lebih fleksibel dalam struktur organisasi, lebih mengarah pada spesialisasi di bidang riset dan teknologi serta mengembangkan pendanaan dari sumber yang beragam. Khusus terkait penelitian dan pengembangan di bidang kehutanan, Ellefson dkk. (2007) telah melakukan kajian terhadap 40 organisasi penelitian dan pengembangan hasil hutan dan yang terkait dengan kehutanan di 23 negara (termasuk Indonesia) dan secara umum menemukan bahwa : 1. dari sisi Organisasi dan Kepemerintahan : lembaga-lembaga yang ada mengidentifikasi dirinya dengan beragam label (institut, pusat,
55
laboratorium), umumnya dikelola oleh pemerintah namun bersifat independen; dipandu oleh misi yang berupaya untuk memajukan posisi kompetitif industri, cenderung menghindari perbedaan yang tajam dalam tanggung jawab untuk kegiatan penelitian antara sektor publik dan swasta, umumnya diatur oleh badan operasional dan komite penasihat yang independen, terdapat penempatan sub-unit dalam induk lembaga penelitian, memiliki struktur organisasi yang tersusun secara tradisional namun tetap terbuka dengan bentuk yang lebih rumit, memanfaatkan subsidi dan joint ventures secara ekstensif, mendapat manfaat nyata dari lokasi sarana fisik yang tersebar. 2. dari sisi administrasi dan manajemen : lembaga-lembaga yang ada melayani
klien publik dan swasta dengan latar belakang yang
beragam dengan semangat untuk memenuhi kebutuhannya, berupaya untuk melayani klien di seluruh dunia, dalam kaitannya dengan penelitian, memberikan tawaran pelayanan yang luas dengan menjadikan sintesa dan pelaporan informasi terkini sebagai layanan utama, membatasi distribusi informasi sesuai dengan kepentingan milik klien tertentu, menitikberatkan pada penelitian hasil hutan baik itu mengenai pulp dan kertas atau produk kayu solid, namun jarang keduanya, mendapatkan manfaat dengan memiliki cara beragam untuk menghasilkan pendapatan dari sumber daya yang bervariasi, berkeinginan untuk mengenakan biaya atas pelayanan dan produk
56
yang dihasilkan, merasa nyaman dalam aktivitas pendidikan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. 3. Kinerja dan Outcome : lembaga-lembaga yang ada menggunakan standar yang bervariasi untuk mengukur kinerja, di antaranya seperti pelaporan hasil pelaksanaan program, pernyataan pertanggungjawaban asset, pencapaian target yang telah ditetapkan, berpedoman pada tanggung jawab sosial dan kesehatan organisasi, serta berdasarkan pada tingkat kemampuan menilai kembali pernyataan misi dalam rangka mempertahankan relevansi organisasi dengan perubahan kondisi nasional dan internasional di bidang industri berbasis kayu. Sebagai lembaga yang merekomendasikan kebijakan, Hart & Vromen (2008) meneliti peran lembaga penelitian di Australia. Mereka menyatakan bahwa lembaga penelitian sebagai “think tanks” di masa kini dan yang akan datang
semakin
perlu
untuk
meningkatkan
kemampuan
dalam
memanfaatkan setiap kesempatan dengan kecilnya organisasi, fleksibilitas, biaya rendah, jaringan pertukaran ide yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi
dan
menerapkan
pengetahuan
baru
yang
partisipasi publik. Tipe ideal think tank abad ke-21 adalah :
memungkinkan
57
1. Memiliki core research yang spesifik namun terhubung dengan jaringan para ahli, mitra, penyandang dana, pengguna dan kelompok masyarakat yang luas dan beragam, 2. Menyatukan “pemikir” dan “pakar” tradisional dengan “pedagang ide” dan “manajer proses”, 3. Secara rutin berupaya melihat melampaui batasan disiplin ilmu, sektoral dan yurisdiksional dalam seluruh aspek kegiatannya, 4. Menghasilkan laporan konvensional sesederhana paket informasi untuk menyesuaikan dengan kesibukan pengambil keputusan, 5. Mengorganisir pertemuan, pengalaman dan kegiatan mobilisasi peningkatan kemampuan yang dirancang untuk menfasilitasi produksi, pertukaran dan pengkajian mendalam terhadap ide kebijakan inovatif, 6. Kehadirannya sangat dirasakan di dunia kekuasaan namun tetap menghindari ketergantungan pada siapapun dalam dunia tersebut. Mengenai pentingnya manajemen riset atau penelitian, Subarudi (2001) menyatakan bahwa parameter dan indikator untuk menilai keberhasilan suatu lembaga riset perlu dibuat dengan pendekatan manajemen riset dan ditetapkan dengan peraturan sehingga akan menjadi saringan dan arena kompetisi yang adil bagi lembaga-lembaga riset yang ada untuk tetap bertahan atau bergabung dengan lembaga riset lainnya atau hilang begitu saja karena tidak adanya dana yang diberikan oleh pihak manapun berkaitan dengan rendahnya mutu lembaga riset tersebut. Disarankan setiap lembaga
58
riset dapat membentuk suatu tim evaluasi guna mengevaluasi kinerja organisasi risetnya saat ini dengan menggunakan parameter dan indikator yang telah ada dan mencoba membandingkannya dengan lembagalembaga riset yang ada di departemen lainnya. Terkait dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, hasil kajian Subarudi (2008) menunjukkan bahwa rentang kendali yang dipegang oleh Kepala Badan Litbang kurang efektif dan terlalu lebar dengan 20 unit organisasi binaannya. Oleh karena itu sebagian kendali organisasi harus dialihkan kepada Pusat-Pusat Litbangnya. Pelaksanaan penelitian kurang efektif dilaksanakan karena seorang peneliti masih memegang 2-4 judul penelitian. Alokasi dana untuk kegiatan non penelitian masih lebih besar (lebih dari 70%) dibandingkan dengan dana untuk kegiatan penelitian. Alokasi
dana
penelitian
kepada
Balai-Balai
penelitiannya
dilakukan
berdasarkan prinsip pemerataan sehingga disarankan untuk tahun yang akan datang Badan Litbang menerapkan pembagian dana penelitian berdasarkan kinerja dari Balai-Balai tersebut. Ada 6 (enam) strategi yang perlu dilakukan Badan Litbang untuk meningkatkan kinerjanya, meliputi: (i) perubahan visi dan misinya, (ii) penerapan budaya kerja litbang, (iii) pembatasan maksimal 2 judul per peneliti, (iv) penerapan alokasi dana penelitian berdasarkan kinerja, (v) pengalokasian dana untuk usulan penelitian yang kompetitif, dan (vi) perpaduan dan sinergi program penelitian dengan isu-isu nasional seperti
59
pengentasan kemiskinan, pencegahan bencana nasional (longsor, banjir, dan kekeringan), pengurangan asap kebakaran hutan (dengan penemuan teknologi pembersihan lahan tanpa bakar). Dari sisi keterkaitan antara kemampuan mengidentifikasi kebutuhan stakeholder
dan
eksistensi
lembaga
penelitian,
berdasarkan
studi
manajemen terhadap lembaga penelitian di Australia menunjukkan bahwa perencanaan sebagai salah satu unsur manajerial mempunyai peranan penting untuk menentukan prioritas penelitian yang berdasarkan kebutuhan pengguna. Jika program penelitian sudah berdasarkan kebutuhan pengguna maka hasil penelitian akan memberikan dampak yang nyata terhadap pengguna. Hasil studi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi keterkaitan antara program penelitian dengan kebutuhan pengguna akan meningkatkan eksistensi lembaga penelitian di Australia. Penyesuaian terhadap perubahan kebutuhan pengguna merupakan kunci untuk mendapatkan perencanaan terbaik, terutama untuk institusi penelitian (Butarbutar, 2008).
Tabel 8.
Matriks Tinjauan Hasil Penelitian terkait Kinerja Lembaga Penelitian Peneliti
Hasil Penelitian
Lunenburg (2011)
Penilaian kinerja seringkali tidak benar-benar akurat dan obyektif karena ada kesalahan dalam pemeringkatan (rating errors). Rating errors yang umum terjadi adalah : 1) ketegasan atau kelonggaran dalam penilaian, 2) kecenderungan menengah yang menghasilkan penilaian rata-rata, 3) efek halo yaitu penilaian dipengaruhi oleh kedekatan personal, 4) dan kebaharuan capaian yaitu penilai hanya memperhatikan tingkat capaian kinerja pada waktu terkini.
Mohan (2012)
Pengembangan dan transfer teknologi yang berhasil memerlukan identifikasi awal terhadap teknologi yang potensial sejalan dengan penilaian potensi komersialnya.
Matsumoto dkk. (2010)
Berhasil merancang model kerangka kerja yang terkait dengan proses output penelitian dan pengembangan sehingga mampu menimbulkan dampak ekonomi melalui penciptaan pasar serta memperkirakan jumlah dampak yang perlu ditawarkan untuk itu. Model tersebut merumuskan proses dalam empat tahap yaitu output penelitian dan pengembangan, transfer teknologi, komersialisasi dan dampak pasar.
Coccia (2004)
Evaluasi penelitian pada lembaga publik penting dilakukan untuk mengukur kinerja sektor ilmu pengetahuan dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi alokasi biaya publik.
Cruz-Castro & Sanz-Menéndez Transformasi sektor riset publik dan semi publik di Spanyol yang terjadi justru mengarah pada (2007) munculnya tipe organisasi baru dalam sektor semi publik. Fitur baru dari lembaga riset tersebut antara lain melayani industri dan masyarakat sebagai misinya, ukuran organisasi yang lebih ramping, lebih fleksibel dalam struktur organisasi, lebih mengarah pada spesialisasi di bidang riset dan teknologi serta mengembangkan pendanaan dari sumber yang beragam. Ellefson dkk. (2007)
Kajian terhadap 40 organisasi penelitian dan pengembangan hasil hutan dan yang terkait dengan kehutanan di 23 negara (termasuk Indonesia) secara umum menemukan bahwa : 1) dari sisi organisasi dan kepemerintahan : lembaga-lembaga yang ada mengidentifikasi dirinya dengan beragam label (institut, pusat, laboratorium), umumnya dikelola oleh pemerintah namun bersifat independen, 2) dari sisi administrasi dan manajemen : lembaga-lembaga yang ada melayani klien publik dan swasta dengan latar belakang yang beragam dengan semangat untuk memenuhi kebutuhannya, 3) lembaga-lembaga yang ada menggunakan standar yang bervariasi untuk mengukur kinerja.
60
Lanjutan Tabel 8. Peneliti
Hasil Penelitian
Hart & Vromen (2008)
Lembaga penelitian sebagai “think tanks” di masa kini dan yang akan datang semakin perlu untuk meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan setiap kesempatan dengan kecilnya organisasi, fleksibilitas, biaya rendah, jaringan pertukaran ide yang ditawarkan oleh kemajuan teknologi dan menerapkan pengetahuan baru yang memungkinkan partisipasi publik.
Subarudi (2001)
Parameter dan indikator untuk menilai keberhasilan suatu lembaga riset perlu dibuat dengan pendekatan manajemen riset dan ditetapkan dengan peraturan sehingga akan menjadi saringan dan arena kompetisi yang adil bagi lembaga-lembaga riset yang ada.
Subarudi (2008)
Rentang kendali yang dipegang oleh Kepala Badan Litbang kurang efektif dan terlalu lebar dengan 20 unit organisasi binaannya. Oleh karena itu sebagian kendali organisasi harus dialihkan kepada Pusat-Pusat Litbangnya.
Butar-butar (2008)
Semakin tinggi keterkaitan antara program penelitian dengan kebutuhan pengguna akan meningkatkan eksistensi lembaga penelitian di Australia. Penyesuaian terhadap perubahan kebutuhan pengguna merupakan kunci untuk mendapatkan perencanaan terbaik, bagi institusi penelitian
61
62
O. Kerangka Pemikiran
Untuk mendukung tercapainya visi Kementerian Kehutanan “Hutan Lestari untuk Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan”, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) telah menyusun agenda riset jangka panjang dengan menggunakan payung Roadmap Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Roadmap tersebut mengakomodasi 5 tema besar litbang yaitu: (1) Lansekap Hutan, (2) Pengelolaan Hutan (dengan 5 sub-tema, yaitu: Hutan Alam, Hutan Tanaman, Biodiversitas, Pengelolaan DAS, dan HHBK), (3) Perubahan Iklim, (4) Pengolahan Hasil Hutan, dan (5) Kebijakan Kehutanan. Tema dan sub-tema tersebut selanjutnya menjadi 9 program litbang dan dijabarkan menjadi 25 Rencana Penelitian Integratif (RPI) 2010-2014. Namun kesesuaian dan keterkaitan antara RPI dengan kebutuhan pengguna khususnya pada level daerah masih belum dievaluasi sehingga eksistensi dan peranan UPT Badan Litbang Kehutanan masih belum sepenuhnya diketahui. Demikian pula dengan Balitek KSDA sebagai salah satu UPT Badan Litbang Kehutanan, keberadaan institusi beserta RPI yang dilaksanakannya
belum
diketahui
keselarasannya
dengan
kebutuhan
stakeholder terkait di Kalimantan Timur sebagai tempat kedudukannya. Evaluasi terhadap kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Balitek KSDA Samboja semakin penting untuk dilakukan mengingat Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi yang kaya sumber daya alam dan memiliki kompleksitas masalah dalam pengelolaannya. Identifikasi dan evaluasi terhadap apa yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah di Kalimantan Timur tersebut akan memberi arahan pada peningkatan kinerja Balitek KSDA sehingga kegiatan penelitian yang dilaksanakan benar-benar link and match dengan kebutuhan praktis di daerah.
63
Identifikasi terhadap kondisi kelembagaan akan membantu dalam mengetahui sumber daya yang dimiliki Balitek KSDA dalam memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder. Sementara evaluasi terhadap perilaku stakeholder akan memberi pemahaman terkait jenis ilmu pengetahuan dan teknologi konservasi SDA yang benar-benar dibutuhkan oleh stakeholder. Evaluasi juga perlu dilakukan terhadap peranan stakeholder sebagai mitra dan pesaing selain sebagai pengguna/pelanggan sehingga dapat diketahui potensi kerjasama dan persaingannya untuk menciptakan sinergi dengan Balitek KSDA. Hasil evaluasi ini akan menjadi bahan dalam membuat strategi organisasi dalam mengaitkan antara tugas pokok dan fungsi serta kegiatan penelitian yang dilaksanakan dengan kebutuhan dan harapan stakeholder sehingga memperkuat keberadaan dan peranan Balitek KSDA di daerah. Kompleksitas Konservasi SDA di Kalimantan Timur
Kebutuhan dan Harapan Stakeholder : a. Pelanggan b. Mitra c. Pesaing
Kondisi Organisasi : a. Kelembagaan b. Renstra c. Capaian kinerja
Balitek KSDA Samboja
Strategi Meningkatkan Kinerja
Gambar 10. Kerangka konseptual Kinerja Balitek KSDA Samboja
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif untuk melihat kinerja Balitek KSDA Samboja sehingga dapat diketahui tingkat pencapaiannya serta rekomendasi dalam peningkatannya. Pendekatan kualitatif dipilih mengingat pencapaian kinerja kelembagaan berangkat dari kualitas sumber daya lembaga yang dinilai berdasarkan persepsi para pihak dalam organisasi yang mengarah pada self assesment. Para pihak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mereka yang menempati posisi jabatan struktural dan fungsional yang memiliki pengalaman dan pemahaman yang memadai terkait dengan organisasi penelitian dan pengembangan kehutanan. Para pihak tersebut kemudian akan diobservasi persepsinya terkait kinerja kelembagaan. Selain itu penelitian ini juga mencoba melihat pencapaian kinerja Balitek KSDA Samboja dari sisi luar yaitu dari berbagai stakeholder yang terkait baik dalam lingkup Kementerian Kehutanan, lembaga penelitian perguruan tinggi, perusahaan swasta dan instansi kehutanan di daerah.
65
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus s.d. September 2012 di Balitek KSDA Samboja dan beberapa instansi pemerintah dan swasta di Kalimantan Timur. Pemilihan lokasi didasarkan pada aksesibilitas terhadap data primer dan data sekunder yang menjadi sumber utama data penelitian serta memudahkan dalam proses observasi dalam memperkaya pemahaman melalui pengamatan langsung dan validasi terhadap data yang diperoleh.
C. Sumber Data
Data merupakan hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta maupun angka. Sedangkan informasi merupakan hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data yang akan diambil dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian baik melalui wawancara, diskusi kelompok terbatas, dokumentasi, catatan lapangan, dan sebagainya. Data primer yang dikumpulkan berupa data tentang pengelolaan Balitek KSDA Samboja pada aspek perencanaan, organisasi/kelembagaan, dan proses pelaksanaan pengelolaan. Sumber data primer adalah para informan yang terlibat langsung dalam pengelolaan yaitu
66
dari unsur struktural : Kepala Balai, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Program, Evaluasi dan Kerjasama serta Kepala Seksi Data Informasi dan Sarana Penelitian. Sementara dari unsur jabatan fungsional akan diwakili oleh tiga orang peneliti dan dua orang teknisi litkayasa. Sementara sumber data responden berasal dari Taman Nasional Kutai, Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kaltim, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mahakam Berau, Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawaraman,
Dinas
Kehutanan
Kaltim,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Daerah (BPPD) Kaltim dan PT. Singlurus Pratama. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui dokumen dan publikasi yang diterbitkan oleh instansi yang terkait terhadap penelitian ini. Data yang dikumpulkan berupa data pengelolaan Balitek KSDA Samboja pada aspek perencanaan, organisasi, dan proses pelaksanaan pengelolaan. Pemilihan informan dilakukan dengan cara sengaja (purposive sampling) berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu : 1. Keterkaitan dengan fokus penelitian 2. Keterlibatan dalam pengelolaan Balitek KSDA Samboja 3. Ketersediaan dalam memberikan informasi 4. Kesesuaian peneliti terkait waktu dan sumberdaya yang terbatas 5. Dapat dihubungi
67
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara mendalam untuk mengetahui persepsi informan dan responden terhadap kinerja Balitek KSDA Samboja dan observasi terhadap kesesuaian persepsi dengan fakta kelembagaan yang ada. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan peraturan perundangan terkait dengan kebijakan pengelolaan sektor kehutanan, Profil Balitek KSDA Samboja dan arsip-arsip lain yang terkait dengan obyek penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu : reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan. Reduksi data diperlukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, mengorganisasikan penyajiannya
dalam
data
sedemikian
rangka
rupa
pengambilan
sehingga
kesimpulan.
memudahkan Reduksi
data
diarahkan pada identifikasi kondisi Balitek KSDA Samboja serta identifikasi kebutuhan dan harapan stakeholder yang dikaitkan dengan perannya sebagai pelanggan, mitra dan pesaing sebagaimana konsep Rivai & Basri
68
(2005). Penyajian data adalah penggambaran data yang sudah tersusun dalam bentukk tulisan atau deskripsi visual. Pengambilan kesimpulan dilakukan setelah melakukan kajian dan pemaknaan yang mendalam terhadap data-data data yang sudah tersaji secara te terstruktur. Teknik eknik analisis data ini mengadopsi teknik yang dikembangkan oleh Freeman (1984) dalam proses merumuskan langkah strategis terkait keberadaan stakeholder sebagaimana tampak pada Gambar 11.
Sumber : (Freeman, 1984) halaman 131. Gambar 11. Stakeholder Strategy Formulation Process Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini selanjutnya merupakan kombinasi dimana tahapan stakeholder behaviour analysis, analysis stakeholder behaviour explanation dan coalition analysis menggunakan
69
konsep evaluasi perilaku stakeholder oleh Rivai & Basri (2005) sementara tahapan selanjutnya yaitu tahapan untuk menghasilkan strategi umum tetap menggunakan teknik analisis Freeman (1984) sebagaimana Gambar 12.
F. Pengecekan Validitas Temuan/Kesimpulan
Untuk memperoleh kebenaran temuan, dilakukan validitas data dengan cara sebagai berikut : 1. Melakukan pengamatan yang mendalam pada saat pengambilan data. 2. Terlibat langsung dalam penelitian. 3. Melakukan pengecekan kembali terhadap data yang telah dikumpulkan untuk kemudian dikonfirmasi kepada informan bila ada yang dianggap meragukan. G. Definisi Operasional
1. Stakeholder internal adalah “pelanggan”, “mitra” dan “pesaing” dalam organisasi Balitek KSDA Samboja. 2. Pelanggan internal adalah individu atau kelompok internal yang menjadi target pelaksanaan tugas pokok dan fungsi bagian tertentu dari Balitek KSDA Samboja dalam menghasilkan teknologi konservasi SDA secara langsung maupun tidak langsung.
70
3. Mitra internal adalah dua atau lebih kelompok internal Balitek KSDA Samboja yang bergabung untuk memberikan produk atau jasa kepada pelanggan internal dan berbagi sumber daya dan resiko yang berkaitan dengan hubungan tersebut. 4. Pesaing internal adalah dua atau lebih kelompok internal Balitek KSDA Samboja yang bersaing dalam menghasilkan paket teknologi atau paket kebijakan konservasi dan rehabilitasi SDA atau – dari sisi manajemen – dua atau lebih kelompok internal yang bersaing dalam menunjukkan kinerjanya dari sudut pandang masing-masing dengan tujuan untuk peningkatan kinerja Balitek KSDA Samboja. 5. Stakeholder eksternal adalah pelanggan, mitra dan pesaing organisasi Balitek KSDA Samboja. 6. Pelanggan adalah instansi pengguna atau pemanfaat hasil penelitian Balitek KSDA Samboja. 7. Mitra
adalah
instansi
yang
membantu
dalam
mendesain,
mengembangkan dan mengantarkan hasil penelitian Balitek KSDA Samboja ke pelanggan. 8. Pesaing adalah instansi yang menghasilkan teknologi konservasi SDA. 9. Teknologi konservasi SDA adalah paket teknologi atau paket kebijakan konservasi dan atau rehabilitasi SDA.
71
10. Kebutuhan stakeholder adalah hasil penelitian Balitek KSDA Samboja yang diperlukan untuk menunjang operasional pelanggan. 11. Harapan stakeholder adalah hasil penelitian Balitek KSDA Samboja yang diinginkan di atas dari apa yang dibutuhkan. 12. Identifikasi kondisi Balitek KSDA Samboja adalah menemukenali tipe kondisi Balitek KSDA Samboja sehingga diketahui termasuk ke dalam salah satu dari empat kondisi : memelihara keseimbangan, krisis, pemusatan usaha atau ekspansi. 13. Analisa informasi adalah proses memahami dan memaknai informasi dan data yang telah terpilih dan terstruktur sehingga memungkinkan untuk pengambilan kesimpulan. 14. Analisa capaian kinerja adalah analisa terhadap hasil yang telah dicapai oleh Balitek KSDA Samboja baik dari sisi kegiatan penelitian maupun non-penelitian (pendukung kegiatan penelitian) ditinjau dari realisasi keuangan, fisik kegiatan dan outcomenya. 15. Rekomendasi Strategi Kinerja adalah rekomendasi cara untuk mencapai target yang telah ditetapkan Balitek KSDA Samboja secara efektif dan efisien dalam upaya untuk menjadi center of excellence di bidang teknologi konservasi sumber daya alam.
Gambar 12. Bagan alir pembahasan hasil penelitian
72
Tabel 9.
Matriks penelitian Kinerja Balitek KSDA Samboja
Variabel dan atau Rumusan masalah Tujuan penelitian Data dan informasi konsep
Sumber informasi
1. Bagaimana kinerja Mengetahui capaian Kondisi Data Primer : Informan : Balitek KSDA kinerja Balitek KSDA kelembagaan Laporan Tahunan Kepala Seksi Samboja ? Samboja dan LAKIP Balitek Program, Evaluasi Capaian kinerja KSDA Samboja dan Kerjasama Renstra Balitek (2011) dan BPTP Balitek KSDA KSDA 2010 - 2014 Samboja (2010), Samboja Laporan Semester I Balitek KSDA Samboja Data Sekunder : Peraturan perundangundangan, Profil Balitek KSDA Samboja dan arsiparsip lain yang terkait dengan hasil penelitian
Pengumpulan data dan informasi Studi dokumen dan wawancara mendalam
73
Lanjutan Tabel 8.
Rumusan masalah Tujuan penelitian
Variabel dan atau Data dan informasi konsep
2. Bagaimana Mengidentifikasi Data Primer : Hasil Kebutuhan perilaku kebutuhan dan wawancara mendalam stakeholder stakeholder Balitek harapan stakeholder terhadap litbang KSDA Samboja ? terhadap Balitek teknologi KSDA KSDA Samboja. Harapan stakeholder terhadap litbang teknologi KSDA
Sumber informasi
Pengumpulan data dan informasi
Informan : Wawancara Kepala Balai, mendalam Kasubag TU, Kasie. PEK, Kasie DISP, Peneliti dan teknisi Balitek KSDA Samboja Responden : • Humas PT. Singlurus Pratama • Peneliti di lingkungan Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman • Staf setingkat Kasie di BKSDA Kaltim • Staf setingkat Kasie di BPDAS Kaltim • Kepala UPTD PPA Kaltim
74
Lanjutan Tabel 8.
Rumusan masalah
Variabel dan atau Tujuan penelitian Data dan informasi konsep
Merumuskan strategi Jenis penelitian Data Primer : Hasil kinerja untuk yang telah wawancara mendalam memenuhi dihasilkan kebutuhan dan Jenis penelitian harapan stakeholder yang diperlukan Data Sekunder: terhadap Balitek oleh stakeholder Laporan Tahunan dan KSDA Samboja. Ada tidaknya LAKIP Balitek KSDA kerjasama antara Samboja (2011) dan para pihak dengan BPTP Samboja (2010) Balitek KSDA Samboja terkait penelitian konservasi dan rehabilitasi 4s. Faktor-faktor Mengetahui faktor- Faktor internal Hasil pembahasan yang faktor yang kondisi kelembagaan Faktor eksternal mempengaruhi mempengaruhi dan perilaku stakeholder kinerja Balitek kinerja Balitek KSDA KSDA Samboja Samboja 3. Bagaimana strategi kinerja untuk memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder terhadap Balitek KSDA Samboja ?
Sumber informasi
Pengumpulan data dan informasi
Informan dan Wawancara Responden mendalam sebagaimana di rumusan masalah 2. Kepala Seksi Studi dokumen Program, Evaluasi dan Kerjasama Balitek KSDA Samboja
Informan dan Wawancara Responden mendalam dan sebagaimana di observasi rumusan masalah 2.
75
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/MenhutII/2011 tanggal 2 Agustus 2011. Balitek KSDA Samboja merupakan salah satu UPT yang secara khusus menanggani kegiatan penelitian teknologi konservasi dan rehabilitasi yang berada di bawah tanggungjawab Badan Litbang Kehutanan dengan ruang lingkup daerah penelitian seluruh Indonesia. Kantor Balitek KSDA Samboja berada di sisi jalan poros Balikpapan – Samarinda, tepatnya 38 km dari Balikpapan atau 77 km dari Samarinda, Ibu kota Propinsi Kalimantan Timur. Balitek KSDA Samboja berada dalam Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja dan bertanggungjawab untuk menjaga dan mengelolanya. Sejarahnya diawali dengan penetapan kawasan Wanariset Samboja pada tahun 1979 berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No. 723/Kpts/Um/II/1979 dengan luas 504 ha yang kemudian diperluas berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 290/Kpts-II/91 menjadi 3.504
77
ha. Wanariset Samboja tersebut selanjutnya ditunjuk menjadi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan
No.
201/MENHUT-II/2004.
Secara
administratif
pemerintahan, KHDTK Samboja berada dalam dua wilayah Pemerintah Kabupaten di Provinsi Kalimantan Timur, yaitu Kel. Sungai Merdeka, Kec. Samboja, Kab. Kutai Kartanegara dan Desa Semoi, Kec. Sepaku, Kab. Penajam Paser Utara. KHDTK Samboja berbatasan di sebelah selatan : PT Inhutani I Batu Ampar di Jl Soekarno Hatta km 36 dan Jl Samboja - Sepaku km 5; di sebelah Timur : Desa Sungai Merdeka Kec Samboja Kab Kutai Kertanegara; di sebelah barat : Desa Semoi Dua Kec. Sepaku Kab. Penajam Paser Utara dan di sebelah Utara : Tahura Bukit Soeharto. KHDTK Samboja mempunyai peran penting dalam pengaturan tata air di Kecamatan Samboja dan Desa Semoi karena dilalui oleh Sungai Saka Kanan, Sungai Petatai dan Sungai Muarawali yang termasuk ke dalam dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu: DAS Seluang dan DAS Semoi. Di dalam KHDTK Samboja terdapat 296 jenis tumbuhan dari 54 suku. Suku yang paling dominan adalah Palmae sebesar 18,5%, Dipterocarpaceae 15,6%, Euphorbiaceae 9,2%, Lauraceae 6,9%, Myrtaceae 6,5%, Sapotaceae 4,4%, Burceraceae 3%, dan suku lainnya seperti Annonaceae, Moraceae, Anacardiaceae, Rubiaceae dan Leguminosae. Fauna yang dapat dijumpai
78
antara lain: Babi hutan ((Sus sp.), landak (Hystrix sp.), ), kancil (Trangulus ( javanicus), napu (Trangulus Trangulus napu napu), rusa sambar (Cervus Cervus unicolor), unicolor ayam hutan (Gallus sp.), ), berbagai jenis ular, kupu kupu-kupu kupu dan berbagai jenis burung.
Sumber : (Simbolon, 2005) halaman 2 Gambar 13. Lokasi Penelitian Selain itu, Balitek KSDA Samboja juga memiliki Herbarium Wanariset yang terdaftar secara internasional dalam “Index Herbariorum” dengan akronim WAN. Herbarium yang merupakan milik Badan Litbang Kehutanan ini didirikan pada tahun 1989 atas hasil kerja sama dengan Rijksherbarium Leiden (melalui Tropenbos Foundation Belanda). Jumlah koleksi (spesimen)
79
tumbuhan yang disimpan hingga bulan Agustus 2011 adalah 18.513 nomor dengan jenis yang terdeterminasi sebanyak 3.739 jenis. Saat ini ekosistem di KHDTK Samboja dan sekitarnya sudah mengalami perubahan.
Hal itu diawali kebakaran besar pada tahun 1997/1998 yang
terjadi di sebagian besar hutan Kalimantan termasuk juga kawasan KHDTK Samboja.
Pembukaan/perbaikan jalan Samboja-Semoi yang membelah
areal kawasan KHDTK Samboja, mengakibatkan tekanan dari luar semakin besar. Ancaman terbesar saat ini adalah perambahan lahan untuk pemukiman atau perladangan dan penebangan liar yang semakin marak.
B. Identifikasi Kondisi Balitek KSDA Samboja
Untuk mendapatkan gambaran yang utuh terhadap kondisi Balitek KSDA Samboja maka perlu mengkaji tiga hal pokok yaitu kelembagaan Balitek KSDA Samboja, rencana strategis Balitek KSDA Samboja tahun 2010 – 2014 dan capaian kinerja Balitek KSDA Samboja. Dari aspek kelembagaan, dapat diketahui sumber daya kelembagaan yang dimiliki oleh Balitek KSDA Samboja dalam mendukung optimalisasi kinerja organisasi. Rencana strategis akan memberikan arahan bagaimana cara yang ditempuh oleh Balitek KSDA Samboja dalam mencapai target yang telah ditetapkan. Muara dari itu semua adalah mengaitkan kedua aspek sebelumnya dengan capaian
80
kinerja yang berhasil diraih pada dari tahun 2010 hingga triwulan III tahun 2012. Setelah mendapatkan gambaran yang utuh tentang kondisi Balitek KSDA kemudian dilakukan pengkategorian terhadap kondisi tersebut ke dalam salah satu dari empat kategori yang telah diadopsi dari Rivai & Basri (2005) yaitu : 1) Memelihara keseimbangan, 2) Mencegah krisis, 3) Mengatasi pemusatan usaha (over confident), dan 4) Mencoba ekspansi. 1. Kelembagaan Balitek KSDA Samboja Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) pada awalnya adalah Wanariset I Samboja yang ditetapkan tahun 1979 melalui SK Menteri Pertanian No. 723/Kpts/Um/II/1979 yang dikelola oleh Lembaga Penelitian Hutan Bogor. Pada tahun 1985, status Wanariset diubah menjadi stasiun penelitian bagi Balai Penelitian Kehutanan Samarinda. Pada tahun 2002, dari stasiun penelitian berubah menjadi Loka Penelitian dan Pengembangan Satwa Primata (LP2SP) berdasar SK Menhut No. 6175/KptsII/2002 yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) setingkat eselon IV yang berada dibawah Badan Litbang Kehutanan. Fokus kegiatan organisasi pada saat itu adalah penelitian konservasi yang meliputi flora dan fauna dengan ruang lingkup penelitian meliputi Pulau Kalimantan. Kemudian pada tahun 2006 melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/Menhut-II/2006 LP2SP berubah menjadi Balai Penelitian Teknologi Perbenihan (BPTP)
81
Samboja. Pengembangan organisasi menjadi setingkat eselon III dengan fokus penelitian yang menitikberatkan pada teknologi perbenihan hutan alam dengan ruang lingkup meliputi Pulau Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Perubahan terakhir pada tahun 2011, BPTP Samboja berubah menjadi Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam (Balitek KSDA) berdasar Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32/Menhut-II/2011. Balitek KSDA Samboja merupakan salah satu UPT yang secara khusus menanggani kegiatan
penelitian
teknologi
konservasi
yang
berada
di
bawah
tanggungjawab Badan Litbang Kehutanan dengan ruang lingkup daerah penelitian seluruh Indonesia. Sejak tanggal 2 Agustus 2011 Balitek KSDA Samboja secara operasional mulai mengemban tugas pokok dan fungsi yang baru di bidang teknologi konservasi sumber daya alam dengan wilayah kerja seluruh Indonesia. Walaupun masih terbilang cukup baru, namun demikian sejak tahun anggaran 2010 kegiatan penelitiannya sudah diarahkan untuk menangani riset bidang konservasi. Kegiatan penelitian Balitek KSDA Samboja 20102014 mengacu pada 4 program Badan Litbang Kehutanan dan 3 program pendukung, yaitu: program ke-2 Program Litbang Hutan Alam, ke-4 Biodiversitas dan program ke-6 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan program ke-7 Perubahan Iklim untuk mendukung kebijakan prioritas Kementerian Kehutanan. Dalam implementasi tugas pokoknya, Balitek KSDA
82
Samboja diamanatkan melaksanakan 5 RPI (Rencana Penelitian Integratif) yang
terkait
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Konservasi
dan
Rehabilitasi, 1 RPI terkait Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan dan Perubahan Iklim, yaitu RPI-3 Pengelolaan Hutan Lahan Kering, RPI-4 Pengelolaan Hutan Mangrove dan Ekosistim Pantai, RPI-5 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut,
RPI-12 Konservasi Flora, Fauna, dan Mikro
Organisme, RPI-13 Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem, RPI-15 Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air Pendukung Pengelolaan DAS dan RPI-18 Adaptasi Bioekologi dan Sosial Ekonomi Budaya Terhadap Perubahan Iklim. Dalam hirarki organisasi Badan Litbang Kehutanan, Balitek KSDA Samboja termasuk Balai Tipe B dimana dipimpin oleh seorang Kepala Balai (Eselon IIIa) dan dibantu oleh Kepala Sub-bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Program, Evaluasi dan Kerjasama, serta Kepala Seksi Data, Informasi dan Pelayanan Sarana Penelitian yang masing-masing berstatus Eselon IVa. Selain jabatan struktural dan non-struktural, dalam organisasi
Balitek
KSDA Samboja terdapat kelompok jabatan fungsional yang bertugas melaksanakan kegiatan penelitian di bidang teknologi konservasi sumber daya alam. Kelompok jabatan fungsional terdiri dari jabatan fungsional peneliti dan teknisi litkayasa. Terkait dengan tugas pokok dan fungsi Balai, peneliti dan teknisi litkayasa dibagi ke dalam dua kelompok peneliti (kelti)
83
yaitu Kelti Konservasi Jenis dan Kelti Konservasi Kawasan. Struktur organisasi Balitek KSDA Samboja dapat dilihat pada Gambar 13.
Sumber : Balitek KSDA Samboja Gambar 14. Struktur Organisasi Balitek KSDA Samboja a.
Sumber Daya Manusia
Sebaran pegawai berdasarkan tingkat pendidikan sampai dengan Triwulan III tahun 2012 memperlihatkan bahwa pendidikan pegawai didominasi oleh SLTA sebanyak 34 orang dan S-1 sebanyak 21 orang (Tabel 9). Sementara itu, berdasarkan tingkat golongan, maka sebaran pegawai dominan pada tingkat manajemen menengah. Golongan III berjumlah 35 orang dan Golongan II berjumlah 34 orang (lihat Tabel 10).
84
Tabel 10. Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Triwulan III Tahun 2012
1 Tenaga Struktural/Non Struktural a. Struktural 1 1 2 - - - b. Non Struktural - 1 6 4 15 1 3 2 Tenaga Fungsional a. Peneliti 1 3 5 - - - b. Calon Peneliti 1 2 5 - - - c. Teknisi Litkayasa - - 1 14 - d. Calon Teknisi Litkayasa - - - - - e. Pustakawan - - - - - f. Calon Pustakawan - - 1 - - - g. Analis Kepegawaian - - - - - . Calon Analis Kepegawaian - - - - - i. Pranata Humas - - - - - j. Calon Pranata Humas - - 1 - - - k. Arsiparis - - - - - l. Calon Arsiparis - - - - - JUMLAH PNS 3 7 20 5 29 1 3 3 Honorer/Kontrak Kerja - - 1 1 5 2 JUMLAH SELURUHNYA 3 7 21 6 34 3 3 Sumber : Laporan Triwulan III Balitek KSDA Samboja Tahun 2012
Jumlah
SD
SLTP
SLTA
Sarjana Muda
Sarjana
Unit kerja
Master
No
Doktor
Tingkat pendidikan
4 30 9 8 15 1 1 68 9 77
Dari sisi kegiatan penelitian dapat diketahui bahwa jumlah peneliti yang dimiliki oleh Balitek KSDA Samboja adalah 17 orang di mana 8 di antaranya masih berstatus Calon Peneliti dan jumlah teknisi penelitian dan perekayasa (litkayasa) adalah 15 orang (Tabel 11).
85
Tabel 11. Pegawai Berdasarkan Tingkat Golongan pada Triwulan III Tahun 2012
NO 1
2
3
UNIT KERJA
IV
Tenaga Struktural/Non Struktural a. Struktural b. Non Struktural Tenaga Fungsional a. Peneliti b. Calon Peneliti c. Teknisi Litkayasa d. Calon Teknisi Litkayasa e. Pustakawan f. Calon Pustakawan g. Analis Kepegawaian h. Calon Analis Kepegawaian i. Pranata Humas j. Calon Pranata Humas k. Arsiparis l. Calon Arsiparis JUMLAH PNS Honorer/Kontrak Kerja JUMLAH SELURUHNYA
III
GOLONGAN II I JUMLAH
1 -
3 12
14
4
4 30
1 2 2
8 8 1 1 1 34 1 35
14 28 6 34
4 2 6
9 8 15 1 1 68 9 77
Sumber : Laporan Triwulan III Balitek KSDA Samboja Tahun 2012 Tabel 12. Komposisi Peneliti Berdasarkan Jabatan Fungsional pada tahun 2010 s.d. Triwulan III Tahun 2012
No
Jabatan fungsional
1 Peneliti Utama 2 Peneliti Madya 3 Peneliti Muda 4 Peneliti Pertama 5 Calon Peneliti JUMLAH
Kelti Konservasi Konservasi jenis kawasan L P L P 1 2 1 2 3 4 1 2 7 1 4 4
Diperbantukan di seksi PEK
Jumlah
L 1 1
1 3 5 8 17
Sumber : Laporan Triwulan III Balitek KSDA Samboja Tahun 2012
86
Kelti Jabatan Konservasi Konservasi No fungsional jenis kawasan L P L P 1 Teknisi Litkayasa 2 1 2 Penyelia 2 Teknisi 1 2 Pelaksana Lanjutan 3 Teknisi 3 1 Pelaksana 4 Teknisi Pemula 5
Calon Teknisi Litkayasa JUMLAH
Diperbantukan di TU
Diperbantukan di DISP
Jumlah
Tabel 13. Komposisi Teknisi Litkayasa Berdasarkan Jabatan Fungsional pada Tahun 2010 s.d. Triwulan III Tahun 2012
L -
P -
L -
P -
5
-
-
-
-
3
1
1
1
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
1
5
-
1
1
1
15
Sumber : Laporan Triwulan III Balitek KSDA Samboja Tahun 2012 Lebih jauh, Tabel 11 dan 12 menunjukkan adanya peneliti dan teknisi litkayasa yang diperbantukan di sub bagian Tata Usaha, Seksi Program, Evaluasi dan Kerja Sama (PEK) dan Seksi Data Informasi dan Sarana Penelitian (DISP). Secara keseluruhan, data kepegawaian pada Triwulan III Tahun 2012 sama dengan data pada tahun 2011. Dari hasil wawancara diketahui bahwa kondisi sumber daya manusia Balitek KSDA Samboja sudah cukup memadai meskipun masih ada beberapa hal yang perlu dilengkapi, disesuaikan kembali dan ditingkatkan kapasitasnya. Selain arsiparis dan analis kepegawaian di Sub Bagian Tata Usaha, ternyata masih ada satu posisi lagi yang masih diperlukan di Seksi
87
Data Informasi dan Sarana Penelitian yaitu yang khusus menangani masalah HAKI (Hak atas Kekayaan Intelektual). Padahal keberadaannya menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari tugas pokok dan fungsi Seksi ini yaitu melakukan
pengelolaan
data
dan
informasi
hasil-hasil
penelitian,
penyebarluasan data dan informasi hasil-hasil penelitian, pengelolaan sarana dan prasarana penelitian termasuk hutan penelitian dan laboratorium, pengelolaan perpustakaan dan dukungan administrasi pengajuan dan pelaksanaan perlindungan hak hasil penelitian di bidang teknologi konservasi sumber daya alam. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Bapak IGN Oka Suparta : “Kaya’ di Datin ini kan ada beberapa yang masih kosong, yang ngurus HAKI kan belum ada ... ada juga diperbantukan teknisi itu.” (IGN Oka Suparta, Kasi Data Informasi dan Sarana Penelitian, 4 September 2012) Dari hasil observasi, Seksi ini juga belum memiliki staf yang memiliki kapasitas sebagai laboran untuk bertanggungjawab terhadap pengelolaan laboratorium. Untuk Seksi Program, Evaluasi dan Kerja Sama sudah terpenuhi semua posisinya namun pada tahun 2011 sampai dengan Triwulan III Tahun 2012 masih memperbantukan seorang calon peneliti dikarenakan adanya tiga orang staf yang menjalani karya siswa dari Pusbindiklaren BAPPENAS.
88
Dari sisi kelompok fungsional, jumlah dan kualitasnya masih dirasa kurang memadai. Komposisi peneliti yang ada memperlihatkan adanya kesenjangan keahlian yang cukup lebar karena masih didominasi oleh Peneliti Pertama dan Calon Peneliti. Untuk teknisi, jumlahnya belum ideal di mana minimal dua orang teknisi untuk seorang peneliti. Kenyataan tersebut diperkuat oleh pernyataan dari unsur teknisi sebagai berikut : “Kita kan pasti mendukung kegiatan penelitian karena itu menjadi tugas pokok kita. Namun terkadang terbentur di SDM juga, karena apalagi di kita kan masih banyak (peneliti) yang muda-muda kan yang masih kurang pengalaman sementara juga kita selalu berikan peluang untuk meningkatkan ini pengetahuan khususnya sekolah kan.” (Drinus Arruan, Kasi Program, Evaluasi dan Kerja Sama, 5 September 2012) “Sebenarnya (jumlah teknisi) nggak masalah ... Satu peneliti satu teknisi sebenarnya sudah cukup, untuk tenaga kasarnya bisa memanfaatkan HOK. Yang perlu ditekankan teknisi harus mempu mempunyai kemampuan bukan keahlian dalam hal teknisnya.” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) “Belum (memadai) masih amburadul nih macam-macam ndak ada aturannya itu nah ... saling nyerobot-nyerobotlah itu Pak, ndak bagus sebenarnya” (Agus Ahmadi, Teknisi, 5 September 2012) b.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana merupakan pendukung pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Balitek KSDA Samboja dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan pada tahun 2010 s.d. 2012. Sarana dan prasarana yang ada saat ini sebagian besar merupakan hibah dari Tropenbos dan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa serta dari pihak lainnya dan umumnya dalam kondisi
89
yang tidak layak lagi untuk mendukung kegiatan. Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk merehabilitasi atau merenovasi sarana prasarana yang tidak layak tersebut agar dapat berfungsi dengan baik. Selain itu perlu ada penambahan sarana prasarana yang baru. 1. Gedung Kantor Gedung kantor Balitek KSDA Samboja diresmikan penggunaannya pada tahun 2009 dan terdiri dari dua lantai. Kondisi gedung beserta fasilitasnya telah memadai untuk mendukung pencapaian kinerja organisasi. Lantai satu digunakan untuk kegiatan manajemen dan administrasi perkantoran. Sarana perkantoran yang ada telah memadai sehingga dapat dikatakan setiap staf administrasi telah memiliki seperangkat komputer untuk bekerja, bahkan di antara mereka ada yang diberikan fasilitas laptop. Meskipun demikian, dari sisi Sub Bagian Tata Usaha masih merasa perlu untuk mengadakan laptop atau seperangkat komputer baru yang kualitas dan kapasitasnya sesuai dengan aplikasi keuangan yang terus mengalami pengembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini dinyatakan oleh Ibu Hj. Khairiyah sebagai berikut : “Sarana prasarana masih kurang karena contohnya misalnya di aplikasi SAI itu khususnya untuk Laporan Keuangan dan BMN kita dapat bantuan saran berupa laptop ... semua prasarana tersebut sudah jadul dan tidak sesuai dengan perkembangan program ... satker perlu mengadakan sendiri (laptop) yang lebih canggih” (Hj. Khairiyah, Kasubag Tata Usaha, 4 September 2012)
90
Sementara untuk ruangan kelompok peneliti berada di lantai dua dan telah disekat dengan panel partisi untuk masing-masing peneliti beserta teknisinya. Perangkat komputer dan printer juga telah ada meskipun belum semua peneliti mendapatkannya sehingga masih berbagi dengan peneliti lain dalam kelti yang sama. 2. Kendaraan Dinas Roda 4 dan 2 Balitek KSDA Samboja memiliki kendaraan dinas roda empat sebanyak 11 unit dan roda dua sebanyak 11 unit. Adapun kondisi kendaraan tersebut pada umumnya baik, namun ada 2 unit kendaraan roda empat dan 6 unit kendaraan roda dua yang rusak. 3. Kondisi dan Pemanfaatan Perpustakaan Pada tahun anggaran 2011 terdapat perubahan jumlah koleksi perpustakaan Balitek KSDA Samboja dari 270 pustaka pada tahun 2009 menjadi 459 buah pustaka pada tahun 2010 yang terdiri dari buku, jurnal dan majalah. Koleksi pustaka pada tahun berasal dari pembelian sendiri dan sisanya berupa hibah dari instansi luar seperti CIFOR. Perpustakaan yang ada saat ini belum dimanfaatkan secara optimal baik oleh pegawai Balitek KSDA Samboja maupun oleh instansi luar dilihat dari jumlah pengunjung tiap bulannya, maka perlu dilakukan upaya sosialisasi secara terus menerus mengenai keberadaan perpustakaan Balitek KSDA Samboja dengan koleksi pustakanya. Data jumlah pustaka pada akhir tahun 2011 sampai dengan Triwulan III Tahun 2012 belum di-up-date jumlah pastinya dikarenakan calon
91
pustakawan yang bertanggungjawab untuk itu sedang menjalani karyasiswa Pusbindiklatren BAPPENAS 2011 – 2012. 4. Kondisi
dan
Pemanfaatan
Hutan
Penelitian,
Herbarium
dan
Laboratorium Balitek KSDA Samboja mempunyai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) untuk hutan penelitian dengan luas 3.504 Ha berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor: 201/Menhut-II/2004 tanggal 10 Juni 2004. Dari 3.504 Ha Luas KHDTK Samboja ternyata 504 Ha masih merupakan hutan alam yang mempunyai potensi keragaman biodiversitas hutan hujan tropis yang sangat tinggi, sedangkan sisanya 3.000 Ha merupakan bekas hutan produksi yang terdiri dari semak belukar dan alang-alang. KHDTK Samboja berada pada lokasi yang sangat strategis dan mudah dijangkau baik dari Balikpapan, Samarinda maupun Penajam Paser Utara. Dengan demikian tekanan masyarakat terhadap KHDTK Samboja semakin meningkat, hal ini terlihat dari maraknya penebangan kayu ilegal dan perambahan. Untuk mengantisipasi agar kegiatan masyarakat tidak meluas, Balitek KSDA Samboja secara rutin melakukan patroli kawasan dan melakukan kerjasama dengan BKSDA Kalimantan Timur dan melakukan penyuluhan dengan melibatkan pemerintah setempat. Kendala yang dihadapi adalah tidak tersedia tenaga tetap Polhut untuk membantu pengamanan hutan, akses masyarakat masuk-keluar hutan sangat mudah karena sebagian besar
92
wilayah dilalui jalan umum. Selain perambahan dan penebangan liar, masalah lain adalah kebakaran hutan. Pada setiap musim kemarau resiko kebakaran hutan sangat tinggi karena adanya aktivitas masyarakat di sekitar hutan. Selain untuk kegiatan penelitian yang sudah banyak dilakukan, KHDTK Samboja juga digunakan untuk kegiatan pendidikan oleh Balai Diklat Kehutanan Samarinda dan Sekolah Menengah Kejuruan Kehutanan Samarinda. Kondisi umum hutan penelitian yang ada terwakili dalam pernyataan sebagai berikut : “Di antara pemangku KHDTK ini, kita yang hutannya termasuk paling bagus, padahal saya melihat sudah coreng moreng begitu. Tapi masih yang paling bagus ... pertama yang 500 ha (Tapak Wartono Kadri) meskipun itu sudah mulai terancam kebakaran, illegal logging dan perambahan namun karena mendapat pelaporan sehingga dapat segera ditangani.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) Selain hutan penelitian, Balitek KSDA Samboja juga mengelola Herbarium Wanariset yang berdiri sejak tahun 1989 dan merupakan salah satu Herbarium di Indonesia yang terdaftar secara international dalam “Index Herbariorum”. Hingga akhir tahun 2011 koleksi yang disimpan di Herbarium ini mencapai 18.744 nomor dari total jenis terditerminasi 3.741. Koleksi tumbuhan terbanyak berasal dari Kalimantan, dan sebagian dari Sulawesi dan Irian Jaya.
93
Sebagai sebuah laboratorium tumbuhan, Herbarium Wanariset erat hubungannya dengan berbagai bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, inventarisasi dan penelitian khususnya konservasi biodiversitas, baik flora maupun fauna sehingga Herbarium Wanariset berpotensi menjadi pusat informasi flora Kalimantan dan bagian Indonesia Timur. Kendala utama dari herbarium adalah keberadaan pengenal jenis yang terbatas dan belum terjadi regenerasi kepada staf yang lebih muda. Hal ini juga ternyata menjadi masalah di tingkat nasional sehingga mendorong Kepala Balai untuk mencoba mengatasi hal ini dengan bekerja sama dengan Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan di Samarinda untuk mengadakan pelatihan pengenalan jenis pohon sebagaimana tersirat dalam pernyataan sebagai berikut : “Kita kan sekarang kekurangan tenaga pengenal pohon otomatis hanya Pak Kade (Kade Sidiyasa) saja ahlinya, di mana-mana sebenarnya kekurangan tenaga pengenal pohon ... saya pingin mengadakan pelatihan itu, kita punya herbarium punya tenaga ahlinya ... sehingga bisa ditaining di tempat kita ... saya pingin menjalin kerja sama dengan Balai Diklat Kehutanan Samarinda.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) Selain masalah pengenalan jenis, ternyata dari hasil observasi juga ditemukan bahwa teknisi yang menangani program BRAHMS juga merasa perlu untuk mendapatkan pelatihan yang lebih intensif dalam menjalankan program sehingga tidak sekedar tahu cara meng-input data saja. Selama ini bila ada masalah dalam pengoperasiannya mengandalkan tenaga dari luar
94
yang sebelumnya telah mendapat pelatihan semasa masih ditangani dalam kerjasama dengan Wagennigen University, Belanda pada era tahun 1980-an. Satu lagi fasilitas penelitian yang dimiliki oleh Balitek KSDA Samboja adalah laboratorium. Laboratorium dan perpustakaan berada dalam satu gedung tersendiri, laboratorium berada di lantai satu dan sementara perpustakaan di lantai dua. Dari sisi kapasitas ruangan sudah memadai namun masih kekurangan pendingin ruangan dan peralatan laboratorium yang ada sebagian besar merupakan peninggalan dari proyek kerjasama dengan Wagennigen University, Belanda dan Tropenbos. Kondisi peralatan yang ada umumnya sudah tidak terawat dan tidak dapat berfungsi dengan baik karena tidak pernah dilakukan kalibrasi dan perawatan yang seharusnya. Selain itu peralatan yang ada juga lebih mengarah pada laboratorium perbenihan tanaman hutan sementara tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA Samboja tidak sesuai dengan itu. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan sebagai berikut : “Sarana prasana masih kurang terutama di laboratorium ... yang berfungsi hanya timbangan digital ... laboratorium masih terlalu umum ... bisa diarahkan ke Laboratorium Mikoriza terkait perbaikan tanah untuk tempat tumbuh jenis Dipterocarpaceae” (Massofian Noor, Peneliti, 4 September 2012) “Peralatan laboratorium sudah banyak namun barangnya lama-lama dan tidak untuk mendukung kegiatan penelitian konservasi, peralatan yang mendukung konservasi sangat minim untuk saat ini ... Laboratorium yang ada awalnya didesain untuk ke arah perbenihan dan saat ini harus ada pembenahan di laboratoriumnya seperti apa sehingga bisa mendukung
95
ke arah konservasinya ... Bisa diarahkan ke Laboratorium Satwa Liar” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) 5. Kondisi peralatan dan perlengkapan penelitian Peralatan dan perlengkapan penelitian yang spesifik terkait dengan konservasi dan rehabilitasi seperti camera trap, fish finder, mist net, binokuler profesional dan GPS telah mulai diadakan sejak tahun 2011 dalam jumlah yang masih terbatas. Selain itu peralatan dan perlengkapan yang telah ada sebelumnya juga masih bisa dipergunakan namun kondisinya kurang terawat dan tidak pernah dikalibrasi keakuratannya. Dari sisi manajemen perencanaan, pelibatan peneliti dalam menyusun kebutuhan peralatan dan perlengkapan penelitian sebenarnya sudah dilakukan namun seringkali tidak disertai spesifikasi yang jelas dan realisasinya tetap tergantung pada jumlah anggaran yang ditetapkan kemudian. 6. Kondisi dan Pemanfaatan Website Balitek KSDA Samboja Balitek KSDA Samboja telah memiliki website resmi sejak tahun 2010 dan terus mengalami penyempurnaan dari sebelumnya diakses melalui website resmi Badan Litbang Kehutanan (www.forda-mof.org) hingga sekarang telah memiliki alamat situs sendiri di www.balitek-ksda.or.id dengan tampilan yang lebih interaktif dan up to date. Namun efektivitas dari media ini masih belum dirasakan dalam mendukung kinerja Balai dikarenakan
96
sosialisasinya yang masing kurang sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu stakeholder eksternal sebagai berikut : “Database harus kuat, database yang kuat berarti mau nggak mau harus menguasai IT. Kalo orang lain pingin agar dia tahu apa yang kita lakukan harusnya IT kita kan mudah diakses orang... terus promosinya harus gencar, paling tidak ya entah bentuk surat, ngirimkan leaflet, bahwa kami ini hasil penelitian kami ini ini ini apabila anda memerlukan data kami memiliki (website resmi)...” (Hernowo Supriyanto, Kasi Pengelola Taman Nasional Kutai Wilayah I Sangatta) c.
Anggaran
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, Balitek KSDA Samboja masih mengandalkan dana APBN. Total anggaran pada tahun 2010 sebesar Rp. 7.629.032.000. Dari pagu anggaran tersebut sebesar Rp. 5.925.132.000 (77,67%) digunakan untuk mendanai Belanja Pegawai yang terdiri dari pembayaran gaji, honorarium dan tunjangan; penyelenggaraan operasional perkantoran; perawatan sarana dan prasarana kantor; perencanaan, evaluasi, kerjasama dan peningkatan sarana litbang; dan penerapan hasil litbang kehutanan. Sedangkan sisanya sebesar Rp. 1.703.900.000 (22,33%) dialokasikan untuk membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan. Selain itu, Balitek KSDA Samboja (saat itu masih bernama BPTP Samboja) juga mendapatkan dana hibah dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi untuk lima kegiatan penelitian 592.300.000.
dengan anggaran sebesar Rp.
97
Pada tahun berikutnya, jumlah keseluruhan anggaran adalah sebesar Rp. 8.282.682.000 di mana Rp. 1.248.303.000 (15,07%) dialokasikan untuk membiayai kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan. Sementara sebagian besar yang lain sejumlah Rp. 7.034.379.000 (84,93%) digunakan untuk mendanai Belanja kegiatan pendukung. Pada tahun 2011, Balitek KSDA Samboja juga mendapatkan dana hibah dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi untuk 2 (dua) kegiatan penelitian
dengan anggaran
sebesar Rp. 500.000.000. Pada tahun 2012, Balitek KSDA Samboja mendapat alokasi dana sebesar
Rp.
8.161.906.000
dengan
kondisi
alokasi
dana
:
Rp.
1.478.661.000,00 (18,11%) untuk kegiatan penelitian dan Rp. 6.683.245.000 (81,88%) untuk kegiatan pendukung. Bila dikaitkan dengan jumlah kegiatan penelitian yang dilaksanakan mulai tahun 2010 hingga tahun 2012 maka dapat dilihat bahwa alokasi anggaran yang diberikan mengalami fluktuasi dengan tingkat terendah pada tahun 2011 (lihat Tabel 14).
98
Tabel 14. Perbandingan anggaran penelitian dan jumlah kegiatan penelitian di luar penelitian yang mendapat dana hibah (dalam ribuan rupiah)
2010 2011 2012 B nR B/nR B nR B/nR B nR B/nR 1,703,900 13 131,069 1,248,303 17 73,430 1,478,661 19 77,824 Keterangan : B : Budget (Anggaran) nR : jumlah kegiatan penelitian B/nR : rata-rata anggaran kegiatan penelitian Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan Balitek KSDA Samboja
10,000,000,000.00 8,000,000,000.00 6,000,000,000.00 4,000,000,000.00 2,000,000,000.00 0.00 2010
2011
2012
Total anggaran
7,629,032,000.00
8,282,682,000.00
8,161,906,000.00
Anggaran keg. penelitian
1,703,900,000.00
1,248,303,000.00
1,478,661,000.00
Anggaran keg. Pendukung penelitian
5,925,132,000.00
7,034,379,000.00
6,683,245,000.00
Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan Balitek KSDA Samboja Gambar 15. Grafik perbandingan alokasi anggaran kegiatan penelitian dan kegiatan pendukung penelitian Balitek KSDA Samboja. Meskipun terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara alokasi anggaran untuk penelitian dengan pendukung penelitian (Gambar 15) tidak dapat dilihat sebagai ketimpangan dalam alokasi anggaran karena pada
99
dasarnya kedua-duanya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggaran sebuah lembaga penelitian. Hal tersebut dapat kita ketahui dari alokasi anggaran kegiatan pendukung penelitian yang terkait langsung yaitu Pembahasan Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP), Seminar Pembahasan Hasil Penelitian dan Diseminasi dan Pemasyarakatan Hasil Penelitian dari tahun 2010 sampai dengan 2012 sebagaimana tampak pada Gambar 15. 2010
2011
2012
400,000,000.00 300,000,000.00 200,000,000.00 100,000,000.00 0.00 RPTP
Seminar Hasil Penelitian
Diseminasi dan Pemasyarakatan
Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan Balitek KSDA Samboja Gambar 16. Alokasi anggaran untuk kegiatan pendukung penelitian yang berkaitan langsung dengan kegiatan penelitian Balitek KSDA Samboja tahun 2010 - 2012 2. Renstra Balitek KSDA Samboja 2010 – 2014 Rencana
Strategis
(Renstra)
Balitek
KSDA
Samboja
2010-2014
merupakan penjabaran dari Renstra Badan Litbang Kehutanan sesuai core research Balitek KSDA Samboja sebagai lembaga penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. Renstra ini menjadi pedoman bagi Balitek
100
KSDA Samboja dalam menyelenggarakan tugas pokok dan fungsinya selama lima tahun ke depan. 1. Visi Visi Balitek KSDA Samboja adalah “Menjadi Institusi Penyedia Iptek Konservasi dan Rehabilitasi Hutan yang Tepat Guna”. Visi tersebut bermakna Institusi penyedia Iptek Konservasi dan Rehabilitasi Hutan Yang Tepat Guna adalah prestasi yang ingin dicapai Balitek KSDA Samboja, yaitu menjadi penghasil Iptek Konservasi dan Rehabilitasi Hutan yang mampu menjawab kebutuhan pengguna dan tantangan pembangunan sektor kehutanan, terutama di wilayah Kalimantan. 2. Misi Untuk mewujudkan visi tersebut, maka ditetapkan misi Balitek KSDA Samboja adalah: a. Menyelenggarakan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. b. Menyelenggarakan
diseminasi
dan
komunikasi
hasil
Iptek
Konservasi dan Rehabilitasi Hutan. c. Menyelenggarakan kegiatan pendukung kelitbangan di bidang konservasi dan rehabilitasi kehutanan
101
3. Tujuan a. Meningkatkan ketersediaan hasil penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. b. Meningkatkan kemanfaatan IPTEK di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. c. Memantapkan unsur pendukung kelitbangan di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. 4. Sasaran dan Indikator Berdasarkan masing-masing tujuan, ditetapkan sasaran dan Indikator yang akan dicapai yaitu: a. Tercapainya luaran hasil penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan sebanyak 100 % b. Tercapainya kemanfaatan IPTEK di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan minimal 60 % c. Terpenuhinya
kebutuhan
SDM,
Sarpras
dan
kelembagaan
kelitbangan
5. Arah Kebijakan Selaras dengan arah kebijakan Badan Litbang Kehutanan dalam peningkatan peran iptek untuk mendukung pembangunan kehutanan, maka kebijakan Balitek KSDA Samboja diarahkan pada tiga hal utama, yaitu:
102
a. Peningkatan kemampuan penguasaan iptek melalui kegiatan penelitian berdasarkan RPI b. Pemantapan dukungan kelitbangan c. Peningkatan kemanfaatan dan penerapan iptek konservasi dan rehabilitasi hutan 6. Strategi Untuk mengefektifkan pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran Balitek KSDA Samboja sesuai dengan arah kebijakan yang ditetapkan, dilakukan beberapa langkah strategis, yaitu: a. Penguatan institusi dan peningkatan kapasitas SDM Dukungan institusi yang kuat dan SDM yang profesional sangat berpengaruh terhadap kualitas penelitian yang dapat dihasilkan oleh Balitek KSDA Samboja. Karena itu, kedua hal tersebut menjadi strategi yang akan ditempuh Balitek KSDA Samboja pada kurun waktu lima tahun mendatang. Kegiatannya meliputi sertifikasi kinerja untuk menyusun prosedur baku seluruh unit kerja, pengelolaan surat dan kearsipan, pengelolaan keuangan, pengelolaan layanan kantor serta pengelolaan kepegawaian dan peningkatan tenaga kerja untuk memperoleh jumlah tenaga yang sesuai dengan kapasitas dan kepakaran. Untuk itu dilakukan pemantapan SDM baik peneliti maupun non peneliti melalui diklat, kursus, pelatihan, research school, ijin belajar, maupun tugas belajar.
103
b. Melakukan Penelitian Unggulan Penelitian Integratif Unggulan dirancang untuk menghasilkan IPTEK Konservasi dan Rehabilitasi hutan yang menjadi unggulan dan brand images yang mencerminkan kekhasan tantangan kehutanan Balitek KSDA Samboja. PIU Balitek KSDA Samboja disusun dengan memperhatikan potensi organisasi
dan
permasalahan
di
wilayah
kerja,
serta
berpeluang
menghasilkan inovasi IPTEK nasional. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor SK. 24/VII-SET/2010, PIU Balitek KSDA Samboja adalah Teknik rehabilitasi areal bekas tambang batubara melalui perbaikan kualitas lahan dan penggunaan jenis-jenis alternatif. c. Peningkatan sarana dan prasarana litbang Sarana dan prasarana kegiatan penelitian konservasi dan rehabilitasi hutan serta perubahan iklim perlu dilengkapi dan ditingkatkan agar dapat mendukung kegiatan penelitian yang sesuai dengan kebutuhan pengguna sehingga dapat menjawab permasalahan kehutanan terkini. Kegiatannya meliputi pengelolaan perpustakaan, pengelolaan laboratorium penelitian konservasi KHDTK/hutan
dan
rehabilitasi,
penelitian,
pendukung lainnya
serta
pengelolaan peningkatan
herbarium, sarana
dan
pengelolaan prasarana
104
d. Komunikasi hasil litbang Untuk meningkatkan pemanfaatan iptek hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi hutan harus didukung dengan komunikasi hasil litbang yang efektif dan tepat sasaran. Strategi ini akan ditempuh melalui dua kegiatan pokok, yaitu (1) penyelenggaraan seminar hasil penelitian pengelolaan hutan alam, konservasi dan rehabilitasi hutan serta perubahan iklim, (2) informasi hasil penelitian pengelolaan hutan alam, konservasi dan rehabilitasi hutan serta perubahan iklim, baik melalui penulisan jurnal ilmiah, leaflet, booklet, maupun website. e. Kerjasama dengan pihak lain Kerjasama dengan pihak lain dilakukan dengan lembaga penelitian maupun praktisi kehutanan sebagai pengguna iptek konservasi dan rehabilitasi hutan. Melalui strategi ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan hasil iptek dan kualitas penelitian yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna serta sharing biaya penelitian. Dari hasil wawancara diketahui bahwa pemahaman terhadap perubahan tugas pokok dan fungsi serta tujuan yang ingin diraih serta strategi untuk mencapainya telah dimiliki oleh semua unsur dalam Balitek KSDA Samboja meskipun dalam skala yang berbeda-beda sebagaimana tersirat dalam petikan wawancara sebagai berikut : “Melihat target harus melihat rencana ... kita punya rencana hingga tahun 2014, ... harus dipertanggungjawabkan administrasi keuangan,
105
keproyekan dan sebagainya.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “... perubahan tupoksi memang diperlukan untuk di Litbang Kehutanan, tupoksinya memang sudah spesifik jadi lebih jelas arahnya ke depan ... tidak lagi umum seperti sebelumnya.” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) “ ... dari segi pekerjaannya agak berbeda, ... dulu fokus ke tanaman, sekarang ke konservasi” (Agus Ahmadi, Teknisi Litkayasa, 5 September 2012) 3. Capaian Kinerja Balitek KSDA Samboja Titik berangkat dalam menilai capaian kinerja Balitek KSDA Samboja dimulai dengan tujuan yang ingin dicapai sebagaimana yang dikemukakan oleh Bourguignon (1996) dalam Tahssain & Zgheib (2009) bahwa kinerja bermakna “Kinerja mengindikasikan realisasi dari tujuan organisasi, tidak berkaitan dengan jenis dan beragamnya tujuan-tujuan tersebut ... Kinerja bermakna multidimensional dengan gambaran tujuan organisasi, subyektivitas dan tergantung pada referen yang dipilih” Dalam Renstra Balitek KSDA Samboja 2010 – 2014 dicantumkan bahwa tujuan Balitek KSDA Samboja adalah : a. Meningkatkan ketersediaan hasil penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. b. Meningkatkan kemanfaatan IPTEK di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan.
106
c. Memantapkan unsur pendukung kelitbangan di bidang konservasi dan rehabilitasi hutan. Dari ketiga hal tersebut capaian kinerja Balitek KSDA Samboja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu capaian kegiatan penelitian dan capaian kegiatan non-penelitian. Capaian kegiatan penelitian berkaitan dengan marka a dan b. Sementara capaian kegiatan non-penelitian terkait dengan marka c. Perlu diketahui bahwa penilaian capaian kinerja Balitek KSDA Samboja sebagai sebuah lembaga penelitian tidak hanya dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sejak berubahnya organisasi dari Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja pada tahun 2011. Hal ini mengingat bahwa pada tahun 2010, kegiatan penelitian telah diarahkan ke bidang konservasi dan rehabilitasi sehingga penilaian capaian kinerja organisasi dapat dilakukan mulai tahun 2010 hingga Triwulan III Tahun 2012. Dari sisi realisasi anggaran, kinerja keuangan Balitek KSDA Samboja tahun 2010 dan 2011 menunjukkan hal yang positif di mana realisasinya selalu di atas 80% (lihat Tabel 14). Tabel 15. Persentase Realisasi anggaran Balitek KSDA Samboja Tahun Total anggaran 2010 7.629.032.000 2011 8.282.682.000 2012* 8.161.906.000 *) hingga Triwulan III Tahun 2012 Sumber : Balitek KSDA Samboja
Total realisasi 6.520.726.292 7.799.657.407 4.276.643.258
Realisasi (%) 85.47 94.17 52.40
107
Pada akhir tahun 2011, Badan Litbang Kehutanan mengeluarkan Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja Pengelolaan Satker Lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dengan terbitnya Surat Keputusan Nomor SK.56/VIII-SET/2011 pada tanggal 31 Oktober 2011. Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja Pengelolaan Satker digunakan oleh masing-masing satker lingkup Badan Litbang Kehutanan dalam melakukan penilaian kinerjanya masing-masing (self assessment atau self evaluation). Hasil penilaian kinerja yang telah dilakukan Balitek KSDA Samboja pada tahun 2011 menunjukkan nilai 77,00 atau tergolong cukup. a.
Kegiatan Penelitian
Kinerja lembaga penelitian terdiri dari : publikasi (jumlahnya dan perujukan literatur ilmiah (citation)), originalitas atau kualitas ilmiah, relevansi atau transfer teknologi, hak paten, pembiayaan dari pendanaan pihak ketiga, kontrak kerjasama dan peningkatan profil kelembagaan (Jansen, 2007). Khusus terkait dengan publikasi (jumlahnya dan perujukan literatur ilmiah (citation)), originalitas atau kualitas ilmiah, relevansi atau transfer teknologi, dan hak paten, Badan Litbang Kehutanan berdasarkan SK.50/VIII-SET/2010 tentang
Pedoman
Monitoring
dan
Pelaporan
Pelaksanaan
Rencana
Penelitian Integratif (RPI) Tahun 2010 - 2014 Lingkup Badan Litbang Kehutanan memasukkannya sebagai output hasil penelitian. Sementara dari sisi akuntabilitas anggaran, laporan hasil penelitian yang harus disampaikan
108
setiap akhir tahun anggaran merupakan output. Bersesuaian dengan itu maka kinerja kegiatan penelitian Balitek KSDA dari sisi akuntabilitas anggaran output-nya telah tercapai 100% namun outcome-nya belum sepenuhnya tercapai. Sementara dari sisi Badan Litbang Kehutanan maka kegiatan penelitian di Balitek KSDA belum bisa dikatakan telah menghasilkan output. Realisasi diseminasi hasil penelitian tampak dalam Tabel 16, sementara kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Balitek KSDA Samboja dari tahun 2010 s.d. 2012 berikut penelitinya terinci dalam Lampiran 6. Tabel 16. Rencana dan Realisasi Diseminasi Hasil Penelitian Balitek KSDA Samboja 2010 s.d. 2012
Jenis Diseminasi Jurnal Info Hutan Publikasi Khusus Pedoman/ Petunjuk Teknis Bahan Gelar Teknologi
2010
2011
2012*
Rencana Realisasi Rencana Realisasi Rencana Realisasi 1 0 8 0 10 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
10
0
0
0
* sampai dengan Triwulan III 2012 Sumber : Data diolah Dari Lampiran 6 diketahui bahwa dalam perjalanannya ada kegiatan penelitian di bawah judul RPI tertentu mengalami pergantian peneliti yang melaksanakannya. Penggantian itu disebabkan oleh adanya peneliti yang menjalani tugas belajar dan penggantian peneliti sebagai akibat penggantian sebelumnya.
109
Berikut beberapa foto kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Balitek KSDA Samboja tahun 2010 – 2011.
Sumber : Laporan Tahunan Buku 2 Balitek KSDA Samboja Gambar 17. Penelitian Teknik Penanaman Beberapa Jenis Mangrove Di Delta Mahakam.
Sumber : Laporan Tahunan Buku 2 Balitek KSDA Samboja Gambar 18. Pengambilan data vegetasi dan pembuatan herbarium pada penelitian Potensi dan Karakteristik Floristik di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.
110
Sumber : Laporan Tahunan Buku 2 Balitek KSDA Samboja Gambar 19. Seekor rusa sambar tertangkap camera trap pada penelitian Habitat dan Sebaran Populasi Rusa Sambar di Hutan Lindung Sungai Wain Balikpapan Kalimantan Timur.
Sumber : Laporan Tahunan Buku 2 Balitek KSDA Samboja Gambar 20. Pengukuran tinggi tanaman Ficus variegata umur 1 tahun dengan perlakuan arang kelapa sawit 1 liter per lubang tanam pada penelitian Perbaikan Kesuburan Tanah Bekas Tambang Batubara dengan Asam Humat dan Kompos.
111
Sumber : Laporan Tahunan Buku 2 Balitek KSDA Samboja Gambar 21. Beberapa jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam kelompok buah-buahan: Durio graveolens (kiri atas), Dialium platicepalum (kiri tengah), Pangium edule (kanan atas dengan buah yang dibesarkan), Artocarpus lanceifolius (kiri bawah) dan Dimocarpus longan (kanan bawah) dalam penelitian Jenis-Jenis Tumbuhan Hutan Asli Kalimantan yang Berpotensi Sebagai Sumber Pangan dan Aspek Konservasinya.
112
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun selama tahun 2010 - 2011 belum ada hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi SDA yang diterbitkan pada jurnal ilmiah padahal sesuai dengan Rencana Diseminasi Hasil Penelitian (RDHP) yang diisi oleh setiap peneliti seharusnya ada delapan hasil penelitian yang dimuat di jurnal ilmiah (lihat Tabel 16). Untuk menghindari pengambilan kesimpulan yang keliru terkait dengan kinerja kegiatan penelitian yang dilakukan di Balitek KSDA Samboja maka perlu dipahami tentang adanya kesulitan dalam mengukur kinerja kegiatan penelitian. Cozzens (1999) dalam Artley dkk. (2001) merinci empat faktor yang menyebabkan munculnya kesulitan dalam mengevaluasi kegiatan penelitian dan pengembangan : 1) sifat penelitian yang dapat ditelusuri dan diukur tidak selalu penting dilakukan, 2) hasil penelitian yang meyakinkan tidak dapat diperkirakan kemunculannya dan tidak dapat dijadwalkan secara pasti, 3) banyak sumber pendanaan dan kontribusi yang seringkali menyatu dalam satu program penelitian dan 4) tidak ada metode yang mudah dan akurat untuk secara obyektif mengevaluasi kualitas atau hasil penelitian. Cozzens (1989) dan NSTC (1996) dalam Artley dkk. (2001) juga mengungkapkan bahwa validitas kinerja indikator kuantitatif didasarkan pada argumen bahwa penelitian harus menjadi pokok bahasan untuk dikaji secara mendalam (peer review) sebelum disebarluaskan dan dampaknya dapat
113
diekstrapolasi dari frekuensi publikasi yang diterbitkan dan hak paten yang diperoleh. Dari uraian tersebut setidaknya ada dua hal yang pelu diperhatikan dalam menilai kinerja Balitek KSDA Samboja, pertama adalah hasil penelitian yang meyakinkan tidak dapat dijadwalkan secara pasti serta penyebarluasan dan dampaknya hanya dapat terjadi setelah dikaji secara mendalam. Kedua, tidak ada metode obyektif yang mudah dan akurat dalam mengevaluasi kualitas hasil penelitian. Berangkat dari kedua hal tersebut maka sebenarnya kegiatan penelitian Balitek KSDA baru berkinerja dari sisi realisasi fisik dan keuangan kegiatan penelitian di mana output-nya masih sekedar berupa Laporan Hasil Penelitian (LHP) dalam satu tahun anggaran. Tentu saja ini belum ideal sebagaimana tidak idealnya bila menilai kinerja kegiatan penelitian hanya dalam kurun waktu dua tahun. Sebagai pembanding, paket teknologi stek pucuk untuk jenis Dipterokarpa baru dihasilkan setelah memakan waktu kurang lebih 15 tahun yaitu sejak ditemukannya bagian terbaik untuk stek pucuk jenis Dipterokarpa pada tahun 1987 hingga berkembang menjadi Teknik stek pucuk KOFFCO akronim dari Komatsu – FORDA Fog Cooling system yang merupakan paket teknologi yang dikembangkan oleh Badan Litbang Kehutanan berkerjasama dengan Research Center, Komatsu Ltd pada tahun 2002 (Subiakto, 2006). Hal tersebut sebagaimana disampaikan oleh salah seorang teknisi litkayasa
114
senior di Balitek KSDA Samboja yang pernah terlibat dalam proses tersebut saat masih berstatus sebagai karyawan Wanariset I Samboja : “Dari proses riset hingga menghasilkan teknologi stek pucuk hampir 15 tahunan” (Agus Ahmadi, Teknisi Litkayasa, 5 September 2012) Selain itu, terkait dengan penerbitan hasil penelitian di jurnal ilmiah tidak serta merta dinilai kinerjanya rendah karena sama sekali tidak ada yang terwujud. Perhatian terhadap prosedur pemuatan artikel di jurnal ilmiah mulai dari pengiriman naskah, koreksi dari tim internal Balitek KSDA, koreksi dari dewan redaksi, perbaikan tulisan hingga dipublikasikannya tulisan tersebut harus dilakukan untuk mendapatkan gambaran proses pemenuhan target kinerja. Hal tersebut meniscayakan adanya pembobotan terhadap setiap prosedur yang sudah terpenuhi menuju terbitnya hasil penelitian di jurnal ilmiah. Sebagai contoh ketika telah mencapai tahapan perbaikan naskah diberi bobot 80% target kinerja penerbitan hasil penelitian x telah terpenuhi pada akhir tahun anggaran n. Pengawasan terhadap perkembangan proses tersebut telah dilakukan mulai tahun 2010 hingga sekarang namun tidak disertai dengan pembobotan sehingga kemajuan dalam pencapaian target tidak tergambarkan. Pedoman Monitoring dan Pelaporan Pelaksanaan Rencana Penelitian Integratif (RPI) Tahun 2010 -2014 Lingkup Badan Litbang Kehutanan sudah cukup maju dalam memberikan scoring (pembobotan) terhadap output dan
115
outcome kegiatan penelitian. Namun pedoman ini hanya melihat pada berapa kegiatan penelitian dalam satu judul RPI atau dari keseluruhan kegiatan penelitian di tingkat UPT yang telah menghasilkan output atau outcome tanpa mempertimbangkan sejauh mana kemajuan proses menuju tercapainya output atau outcome itu sehingga bila belum mencapainya maka dianggap sama sekali tidak berkinerja. Dari sisi anggaran, realisasi kegiatan penelitian menunjukkan kinerja yang baik dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 17. Tabel 17. Realisasi anggaran penelitian Balitek KSDA 2010 – 2012 Tahun 2010 2011 2012*) Anggaran 1,703,900,000.00 1,248,303,000.00 1,150,553,150.00 Realisasi Keuangan 1,287,249,032.00 1,062,898,376.00 804,617,250.00 Persentase (%) 75.55 85.15 69.93 *) Hingga Triwulan III 2012 ditargetkan realisasi anggaran sebesar Rp. 1.150.553.150 dari total anggaran penelitian Rp.1.478.661.000 Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan Balitek KSDA Samboja Meskipun serapan anggarannya tidak sampai 100% namun realisasi fisik kegiatan sepenuhnya tercapai dalam bentuk laporan hasil penelitian. Serapan anggaran tersebut bisa dilihat sebagai efisiensi penggunaan anggaran atau perencanaan anggaran yang kurang mendekati kondisi faktual di lapangan. Dari hasil observasi yang dilakukan, masih ada sebagian peneliti yang menilai bahwa anggaran penelitian yang ada masih tidak memadai
116
terutama terkait dengan biaya di lapangan yang mencakup upah hari orang kerja (HOK) dan biaya transportasi, namun bila melihat tingkat realisasi anggaran maka anggapan itu diragukan validitasnya. Bahkan bila dirinci ke dalam masing-masing kegiatan penelitian tidak ada satu pun yang realisasinya mendekati anggaran yang ada serta tidak berhasil mencapai target output sebagai tanda bahwa penelitian tersebut terhambat dari sisi anggaran sebagaimana terlihat pada Gambar 23.
18.1.2.16
15.2.1.16
15.1.3.16B
15.1.3.16A
15.1.1.16
11.3.2.16
11.2.1.16…
11.1.1.16…
10.5.1.16…
% Realisasi 2011
10.4.1.16…
10.3.1.16…
10.2.1.16…
10.1.2.16…
5.4.1.16
4.4.1.16
4.1.1.16
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 -
10.1.1.16…
% Realisasi 2010
Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan Balitek KSDA Samboja Gambar 22. Persentase realisasi anggaran penelitian berdasarkan kode RPI Balitek KSDA Samboja Tahun 2010 dan Tahun 2011 Masih adanya peneliti yang mengalami masalah terkait dengan biaya di lapangan justru mengindikasikan bahwa perencanaan anggaran kegiatan penelitian kurang mendekati kondisi faktual di lapangan. Sebenarnya dalam proses pembuatan rencana anggaran, pihak manajemen telah melibatkan
117
setiap peneliti dari unsur fungsional dan pelaksana kegiatan dari unsur struktural dengan meminta mereka membuat TOR (Term of Reference) kegiatan penelitian atau kegiatan non-penelitian. Dalam pembuatan TOR tersebut setiap mata anggarannya merujuk pada Standar Biaya Umum yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan. Dari sisi non-penelitian hal tersebut tidak menjadi masalah, yang menjadi masalah justru terkait dengan kegiatan penelitian karena standar yang ditetapkan khususnya terkait belanja bahan, upah harian dan biaya transportasi lebih rendah dari yang ada di lapangan. Sebenarnya ada solusi bagi masalah ini yaitu dengan mengajukan Standar Biaya Khusus (SBK) berdasarkan hasil survei lapangan terkait dengan besaran biaya faktual di lapangan. Selain itu bila ditelisik lebih lanjut, ternyata mata anggaran kegiatan penelitian utamanya terkait dengan kegiatan perjalanan juga seringkali dipengaruhi oleh faktor luar kegiatan penelitian itu sendiri seperti perjalanan untuk menghadiri seminar, pameran dan ekspose ilmiah, perjalanan untuk koordinasi dengan koordinator RPI dan perjalanan untuk monitoring dan evaluasi kegiatan penelitian. Terkait perjalanan monitoring dan evaluasi tidak dapat direalisasikan seluruhnya karena ada beberapa kegiatan penelitian yang lokasinya berdekatan sehingga dengan satu kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan terhadap dua kegiatan penelitian. Sementara terkait perjalanan untuk menghadiri pameran dan ekspose ilmiah, serta perjalanan
118
untuk
koordinasi
dengan
koordinator
RPI
sangat
bergantung
dari
dilaksanakan tidaknya kegiatan tersebut serta kesediaan waktu yang dimiliki oleh koordinator RPI. Ketiga mata anggaran inilah yang seringkali tidak dapat direalisasikan dan tidak dapat juga dialihkan untuk mata anggaran yang lain yang terkait langsung dengan kegiatan penelitian seperti upah harian, belanja bahan atau biaya transportasi. Tingkat capaian kinerja juga dapat menggunakan persentase kemajuan pencapaian outcome akhir dengan syarat target tahunan terdefinisi dan terukur dengan jelas. Sebagai contoh misalnya penelitian rehabilitasi delta sungai terdegradasi yang berlangsung sejak tahun 2010 s.d. 2014 untuk tahun pertama outcomenya belum ada karena baru tahap penanaman, pada tahun kedua sudah ada perubahan ekosistem terkait keberadaan organisme yang muncul diakibatkan oleh kondusifnya lingkungan sering pertumbuhan tanaman bakau, pada tahun ketiga tingkat erupsi delta akibat hempasan air laut semakin menurun secara signifikan sebagai akibat berfungsinya tanaman bakau sebagai pemecah gelombang, pada tahun keempat nilai tambah sosial dan ekonomi telah dirasakan oleh masyarakat sekitar delta yang dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan dari tambak sebagai akibatnya
menurunnya
tingkat
kematian
ikan
dan
udang
karena
berkurangnya potensi penyakit serta menurunnya kejadian jebolnya tambak akibat erupsi air laut dan seterusnya hingga pada tahun kelima dihasilkan
119
paket teknologi rehabilitasi delta yang aplikatif. Masing-masing outcome kemudian diberi bobot dalam bentuk persentase yang besarannya dapat disesuaikan. Di
samping
masalah
perencanaan
anggaran,
tidak
faktualnya
perencanaan kegiatan penelitian juga terkait dengan integritas peneliti karena ada indikasi ketidakjujuran yang terpaksa dilakukan atau sengaja dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan penelitian di lapangan. Namun hal ini tidak mudah dibedakan (antara yang terpaksa atau yang sengaja) selama perencanaan anggaran yang ada tidak memiliki standar yang faktual sehingga memungkinkan untuk dijadikan justifikasi dari pelanggaran yang ada akibat anggaran yang dianggap masih kurang. Pelanggaran yang dimaksud mulai dari perencanaan jumlah hari perjalanan yang melebihi dari yang seharusnya atau pada saat pelaksanaan penelitian jumlah harinya kurang dari yang sudah direncanakan. Pembelian bahan penelitian yang berulang dari tahun ke tahun juga termasuk bentuk pelanggaran yang seringkali dimaklumi padahal bahan yang dibeli termasuk bahan yang tidak habis pakai yang semestinya menjadi inventaris kantor. Tentu saja hal ini harus diatasi karena kinerja yang dimaksud tidak semata terkait dengan realisasi fisik dan keuangan tetapi terkait juga dengan akuntabilitas dan integritas dari setiap pelakunya.
120
Masalah ini juga menjadi perhatian dari pihak manajemen maupun pihak peneliti dan teknisi sebagaimana pendapat mereka sebagai berikut : “Penelitian itukan kerja kepercayaan. Kalo punya passion atau gairah penelitian dan senang meneliti, itu nikmatnya ya di situ. Tapi kalo setengah-setengah yang tidak nyaman ya dirinya.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “... yang paling penting ya attitude, jadi kebiasaan kita untuk bekerja di bidang penelitian itu yang harus lebih dikembangkan. Jadi baik kita peneliti maupun pendukung lainnya, apakah teknisi ataupun dari pihak struktural harus berfikir seperti di lembaga penelitian, bukan lagi berfikir seperti di birokrat biasa.Jadi dari situ akan kelihatan bahwa penelitian inilah yang menjadi fokus dan target capaiannya.” (Bina Swasta Sitepu, Calon Peneliti, 4 September 2012) Dari sisi efektivitas kegiatan penelitian, Balitek KSDA dinilai cukup efektif karena rata-rata peneliti pada setiap tahun anggaran yang ada hanya memegang satu judul penelitian sebagaimana terlihat pada Lampiran 6. Namun bila dilihat dari keseluruhan jumlah peneliti yang ada maka tampak seolah-olah tidak efektif karena seharusnya setiap peneliti memiliki judul penelitian sehingga setiap tahun Balitek KSDA memiliki 18 judul penelitian. Hal ini terjadi disebabkan adanya enam orang peneliti dan calon peneliti yang masih menjalani pendidikan lanjutan atas dana dari Kementerian Kehutanan maupun dari sponsor (Lihat Tabel 18).
121
Tabel 18. Daftar Peneliti lingkup Balitek KSDA Samboja Tahun 2010 – 2012 No.
Nama
Jabatan
A.
Kelompok Peneliti Konservasi Jenis
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Dr. Ir. Kade Sidiyasa Ir. H. Massofian Noor, M.P. drh. Amir Ma’ruf , M.Hum. Tri Atmoko, S.Hut. Teguh Muslim, S.Hut Mukhlisi, S.Si. Septina Asih Widuri, S.Si. Ardiyanto Wahyunugroho, S.Hut. Bina Swasta Sitepu, S.Hut.
B.
Kelompok Peneliti Konservasi Kawasan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Faiqotul Falah, S.Hut., M.Si. Ishak Yassir, S.Hut., M.Si. Wahyu C. Adinugroho, S.Hut. Noorcahyati, S.Hut, Burhanuddin Adman, S.Hut. Antun Puspanti, S.Hut. Wawan Gunawan, S.Hut, M.Si.
8. 9.
Tri Sayektiningsih, S.Hut. Syamsu Eka Rinaldi, S.Hut.
Peneliti Utama Peneliti Muda Calon Peneliti Peneliti Pertama Calon Peneliti Peneliti Pertama Calon Peneliti Calon Peneliti Calon Peneliti
Keahlian Konservasi Sumber Daya Hutan Silvikultur Konservasi Satwa Ekologi Hutan Konservasi Sumber Daya Hutan Biologi Konservasi Biologi Budidaya Hutan Manajemen Hutan
Peneliti Muda Calon Peneliti Peneliti Pertama Peneliti Pertama Peneliti Pertama Peneliti Pertama Calon Peneliti
Sosiologi Kehutanan Ilmu Kehutanan Ekologi Hutan Silvikultur Silvikultur Silvikultur Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Peneliti Pertama Konservasi Sumber Daya Hutan Calon Peneliti Teknologi Hasil Hutan
Sumber : Laporan Triwulan III Balitek KSDA Samboja Tahun 2012 Dari Lampiran 6 diketahui bahwa pada tahun 2010 terdapat 13 judul penelitian yang ditangani oleh 12 peneliti sementara jumlah keseluruhan peneliti yang ada adalah 13 orang sehingga ada satu peneliti yang menangani dua judul kegiatan penelitian dan satu peneliti yang tidak memegang judul. Sementara pada tahun 2011, terdapat 17 judul penelitian dan seluruh peneliti yang ada (13 orang) menanganinya sehingga masih ada tiga peneliti yang menangani dua judul kegiatan penelitian. Pada tahun 2012, Balitek KSDA melaksanakan 19 judul kegiatan penelitian dengan jumlah peneliti 12 orang sehingga ada 7 peneliti yang melaksanakan dua kegiatan
122
penelitian. Dari rincian tersebut, maka dapat dilihat bahwa kegiatan penelitian di Balitek KSDA berlangsung efektif karena setiap peneliti mendapatkan satu atau paling banyak dua judul kegiatan. Tabel 19. Daftar peneliti dan calon peneliti yang menjalani tugas belajar
NO.
1
LAMA JENJANG PT/ PENDIDIKAN/ PENDIDIKAN UNIVERSITAS TMT
NAMA
SUMBER DANA
KET.
Ishak Yassir, S-3, S.Hut , M.Si Soil Science and Geology Wawan S-3 Gunawan, Ilmu S. Hut, M.Si Pengelolaan SDA
Wageningen Belanda
48 Bulan 01/03/2006
Gibbon Foundation
Calon Peneliti
IPB Bogor
48 Bulan 01/09/2006
DEPHUT
Calon Peneliti
3
Wahyu C. S-2 Adinugroho , Silvikultur S. Hut Tropika
IPB Bogor
24 Bulan 01/09/2008
DEPHUT
Peneliti Pertama
4
Antun Puspanti, S.Hut
24 Bulan 01/03/2010
KOICA
Peneliti Pertama
5
Tri Atmoko, S.Hut.
S-2 KIST Green Korea Chemistry and Environmental Biotech S-2 Primata IPB
24 Bulan 23/08/2010
IPB
Peneliti Pertama
6
Burhanuddin S-2 Adman, Manajemen S.Hut. Lingkungan
13 Bulan 01/09/2011
Pusbin Peneliti diklatren Pertama BAPPENAS
2
Universitas Diponegoro
Sumber : Laporan Triwulan III Balitek KSDA Samboja Tahun 2012 b.
Kegiatan Non-Penelitian
Penggunaan
istilah
kegiatan
non-penelitan
hanya
dipergunakan
untukpenyederhanaanistilah meskipun pada hakikatnya mencakup semua kegiatan yang ditujukan untuk mendukung kegiatan penelitian. Hal ini perlu
123
dijelaskan agar tidak ada dikotomi antara kegiatan penelitian dan kegiatan pendukung penelitian dalam sebuah institusi penelitian dan pengembangan sebagaimana yang diulas oleh Subarudi (2008). Berbeda dengan kegiatan penelitian, kinerja kegiatan non-penelitian pada umumnya diukur semata dari tingkat realisasi keuangan dan fisik kegiatan. Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, realisasi anggaran non-penelitian selalu lebih dari 80% sebagai mana terlihat dalam Tabel 20. Tabel 20. Persentase realisasi anggaran non-penelitian Balitek KSDA Samboja 2010 – 2012
Anggaran keg. Pendukung penelitian
Tahun
Realisasi keg. Pendukung Realisasi (%) penelitian
2010 5.925.132.000 2011 7.034.379.000 2012* 4.276.643.258 * hingga Triwulan III Tahun 2012
5,233,477,260.00 6,736,759,031.00 4,151,362,734.00
88.33 95.77 97.07
Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan Balitek KSDA Samboja Tentu saja pengukuran itu tidak cukup karena sebagaimana kriteria yang dibuat
oleh
Pollit
(2000)
bahwa
kinerja
mencakup
penghematan,
penyederhanaan dan perbaikan proses, peningkatan efisiensi, peningkatan efektifitas
dan
perkembangan
dalam
kapasitas/fleksibilitas/kemampuan
adaptasi sistem administratif secara keseluruhan (Boyne dkk., 2006). Mengacu pada hal tersebut maka perlu didalami lebih lanjut sejauh mana sistem administrasi dan keuangan yang berlangsung selama ini. Dari hasil
124
wawancara diperoleh informasi bahwa dari sisi manajemen merasa bahwa sistem yang ada telah berjalan dengan baik dan jelas prosedurnya sementara dari sisi fungsional pada umumnya merasa sebaliknya. Hal tersebut tercermin dalam komentar mereka sebagai berikut : “Memang prosedur kerjanya sudah dibuat sih ... semua kegiatan di kantor sudah ... namun meskipun sudah ada prosedur kadang tidak dijalankan juga ... penelitian juga sudah tepat waktu ... memang belum maksimal untuk kegiatan penelitian ... memang anu juga peneliti ini kan sudah merencanakan sudah merencanakan setahun kegiatannya itu kadang tidak ditepati itu kadang lambat ... masalahnya apa ? Karena sudah dibuat tata waktunya dalam setahun” (Drinus Arruan, Kasi Program, Evaluasi dan Kerja Sama, 5 September 2012) “Nggak semua orang tahu prosedur ... SOP (standar operasional) sudah dijelaskan, masih ada juga yang tidak mengikuti prosedur ... SPT (Surat Perintah Tugas) langsung SPT prosedurnya LKPD (Laporan Kegiatan Perjalanan Dinas) belum dilaksanakan” (IGN Oka Suparta, Kasi Data Informasi dan Sarana Penelitian, 4 September 2012) “Prosedur kegiatan-kegiatan penelitian lebih baik penataannya ... kendala masih ada ... terkadang terkendala dengan birokrasinya yang agak panjang ... untuk mengajukan kita melakukan penelitian harus melibatkan beberapa (pihak) ketua kelti, PPK sama Kepala Balai ... apalagi kalo pada bulan-bulan yang sibuk di mana salah satu dari unsur-unsur itu tidak ada di tempat ... untuk keuangan sudah lebih baik.” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) “Penelitian belum waktunya laporan (perjalanan dinas) masuk sudah hilang orangnya ... seharusnya laporan dan SPJ-nya masuk secepatnya baru mulai jalan ... bukan semua peneliti ... padahal aturan sudah jelas.” (Agus Ahmadi, Teknisi Litkayasa, 5 September 2012) Informasi di atas menunjukkan bahwa tingkat capaian kinerja kegiatan non-penelitian masih bersifat formalitas administratif saja dan belum
125
berdampak nyata pada perbaikan sistem layanan administrasi sebagai substansi utamanya. Meskipun tampak bertentangan, dari hasil observasi diperoleh bahwa sebenarnya prosedur yang ada sudah jelas namun belum tersosialisasikan dengan baik dan ada hambatan pada proses pertanggungjawaban atas penggunaan anggaran. Terkait dengan hal ini, sisi manajemen menilai bahwa penelitilah yang terlambat dalam membuat pertanggungjawaban sehingga menghambat kegiatan yang lain karena pengajuan uang persediaan (UP) atau tambahan uang persediaan (TUP) berikutnya ke kas negara hanya bisa dilakukan setelah pertanggungjawaban penggunaan anggaran sebelumnya telah selesai. Sementara dari pihak peneliti menilai bahwa proses verifikasi yang dilakukan terlalu rumit sehingga seringkali pertanggungjawaban mereka harus diperbaiki berkali-kali. Mengatasi masalah tersebut, jalan keluar yang tepat adalah sosialisasi yang lebih intensif terkait prosedur administrasi. Selain itu integritas dari masing-masing unsur juga harus dibentuk untuk menciptakan akuntabilitas organisasi dari sisi moral dan prosedur karena tidak dapat dipungkiri bahwa hambatan pertanggungjawaban penggunaan anggaran
umumnya
lebih
disebabkan
kesulitan
memperoleh
bukti
penggunaan dana yang sah. Hal tersebut tidak hanya dari sisi peneliti namun juga dari sisi manajemen.
126
Satu prestasi lain yang berhasil dicapai adalah dengan ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama antara Balitek KSDA - Badan Litbang Kehutanan dengan PT Singlurus Pratama tentang Penelitian Reklamasi Lahan Pascatambang Batubara PT Singlurus Pratama pada tanggal 3 Juli 2012. Perjanjian yang terdaftar di Balitek KSDA Samboja dengan nomor PKS.338/VIII/BPTK-2/2012 dan diregistrasi oleh PT. Singlurus Pratama dengan nomor 009/SGP-BPN/VII/2012 menunjukkan adanya hasil dari upaya pihak manajemen Balitek KSDA dalam mendukung kegiatan penelitian khususnya terkait dengan lokasi penelitian yang representatif. Tahun sebelumnya memang pernah dilakukan kerja sama dengan perusahaan tambang namun tidak disertai dokumen kerja sama yang mengikat kedua belah pihak sehingga keberadaan plot penelitian di lokasi tambang tersebut tidak dijamin keberlangsungannya dan mengakibatkan Balitek KSDA Samboja harus mencari pengganti lokasi penelitian yang ternyata telah digusur secara sepihak oleh perusahaan. Terkait dengan kerja sama, dari hasil wawancara yang ada menunjukkan bahwa semua unsur dalam Balitek KSDA Samboja mendukung penuh upaya ini dengan beberapa catatan terkait dengan kejelasan komitmen, integritas dan obyektivitas. Berikut beberapa penyataan yang mengindikasikan hal tersebut : “... intinya yang paling utama komitmen dengan kerja sama kita ... yang terkait dengan kerja sama itu apa ... konsekuen masalah waktu, masalah dana dan SDM ...” (Hj. Khairiyah, Kasubag Tata Usaha, 4 September 2012)
127
“kerja sama terbuka luas dan penting sekali untuk membuat jejaring kerja sama litbang tetapi terutama untuk kerja sama dengan pihak perusahaan ... kita harus lebih hati-hati ... independen(si) kita sebagai litbang jangan sampai tergadaikan ... jangan sampai menjadi legitimasi terhadap aktivitas mereka yang tidak sesuai ... tetapi kerja sama memang penting sekali tapi kita harus hati-hati” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) Setelah mengidentifikasi kondisi Balitek KSDA Samboja dari sisi kelembagaan, rencana strategis dan capaian kinerjanya dapat diperoleh gambaran bahwa Balitek KSDA Samboja berada pada kondisi memelihara keseimbangan. Kondisi ini ditandai dengan masih adanya kekurangan sumber daya manusia untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi dari beberapa bagian organisasi serta adanya upaya perbaikan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder melalui kegiatan penelitian dan kegiatan pendukung penelitian sehingga tidak terjadi ketimpangan antara yang diinginkan oleh stakeholder dengan apa yang dihasilkan oleh Balitek KSDA Samboja. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Kepala Balai sebagai berikut “... kemudian Sistemnya dalam lingkup kecil ya kemudian dibreakdown lagi dalam yang lebih teknis – mekanisme, jadi mekanisme kita benahi.... kita pelan-pelan kita buat SOP kita laksanakan tetapi saya melihat belum bisa seluruhnya terlaksanakan tetapi itu sudah di titik-titik ini sudah mulai berjalan dengan baik ...” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) Selain itu, dari hasil wawancara dengan stakeholder eksternal berkaitan dengan kondisi Balitek KSDA tersebut juga dapat ditelusuri dari pernyataan mereka sebagai berikut :
128
“Kita harus mawas diri emang siapa sih kita ... orang butuh kita kalo memang kita diperlukan kalo orang sempat bilang emang elo siapa ... artinya kita harus meningkatkan kapasitas kita harus upgrade kemampuan kita sehingga orang lain itu tanpa kita minta dia datang ... “ (Hernowo Supriyanto, Kasi Pengelola Taman Nasional Kutai Wilayah I Sangatta, 10 September 2012).
C. Evaluasi Perilaku Stakeholder
Evaluasi prilaku stakeholder sangat diperlukan sebagai baseline bagi Balitek KSDA Samboja dalam memenuhi kebutuhan dan harapan sekaligus menetapkannya sebagai target kinerja yang harus dipenuhi. Evaluasi ini mencakup dua tipe stakeholder yaitu stakeholder internal dan stakeholder eksternal (Rivai & Basri, 2005). Dalam penelitian ini, penggolongan antara stakeholder internal dan stakeholder eksternal dapat dilihat pada Tabel 21. Masing-masing stakeholder kemudian dikaji kebutuhan dan harapannya melalui wawancara mendalam. Tabel 21. Stakeholder Internal dan Eksternal Balitek KSDA Samboja Stakeholder Internal Kepala Balai Kasubag TU Kasi DISP Kasi PEK Staf administrasi Peneliti Teknisi litkayasa
Stakeholder Eksternal BKSDA Kalimantan Timur BPDAS Mahakam Berau TN Kutai PT. Singlurus Pratama UPTD PPA B2PD Samarinda PPHT Universitas Mulawarman BPPD Kalimantan Timur Puskonser Bogor
129
1. Stakeholder Internal Pemahaman tentang keberadaan stakeholder internal akan membantu peningkatan kinerja Balitek KSDA Samboja secara keseluruhan karena akan menciptakan mekanisme saling kontrol dan koreksi, suasana diskusi yang sehat, kebersamaan dan perbaikan layanan dari setiap unsur sesuai dengan uraian tugasnya masing-masing. a.
Pelanggan
Pelanggan internal adalah individu atau kelompok internal yang menjadi target pelaksanaan tugas pokok dan fungsi bagian tertentu dari Balitek KSDA Samboja dalam menghasilkan teknologi konservasi SDA secara langsung maupun tidak langsung. Berangkat dari definisi tersebut maka pelanggan internal Balitek KSDA berasal dari unsur struktural dan fungsional yaitu mulai dari Kepala Balai dan jajaran administrasi di bawahnya termasuk staf hingga peneliti dan teknisi litkayasa. Sebagai pelanggan, Kepala Balai memerlukan dukungan sepenuhnya dari setiap unsur dalam Balitek KSDA Samboja untuk menghasilkan kinerja kelembagaan yang sesuai dengan target yang sudah ditetapkan. Hal ini tersirat dalam pernyataan sebagai berikut : “dalam manajemen itu ada istilah 20% ke kanan 20% ke kiri 60% di tengah, artinya dari sekian di kantor ada yang 60% sinergi itu kantor sudah bergerak bagus ... begitu kalo 60% orang bergerak sama-sama ini kantor bakal maju ... apalagi 80%, kalo 80% mendayung ke depan itu sudah kuat ... akan maju tetap maju meskipun yang 20% berusaha
130
menghalangi, tidur-tiduran, atau cuek atau ah terserahlah akan tetap jalan asal jangan melubangi perahunya.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) Pernyataan yang senada juga diungkapkan oleh jajaran manajemen di bawahnya sebagai berikut : “manajemen mendukung peneliti ... tapi ada beberapa peneliti yang tidak memanfaatkan kesempatan itu ... dilihat dari realisasi keuangannya kan nampak itu.” (IGN Oka Suparta, Kasi Data Informasi dan Sarana Penelitian, 4 September 2012) Peneliti juga memiliki pandangan yang senada “Jadi kebiasaan kita untuk bekerja di bidang penelitian itu yang harus lebih dikembangkan, jadi baik kita peneliti maupun pendukung lainnya apakah teknisi ataupun dari pihak struktural dan non struktural harus berfikir seperti di lembaga penelitian.” (Bina Swasta Sitepu, Peneliti, 4 September 2012) Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa dalam rangka memperkuat suasana ilmiah, pihak manajemen telah berhasil menerbitkan Majalah Swara Samboja sebagai bentuk layanan bagi peneliti yang mendapatkan respon positif peneliti dilihat dari jumlah materi artikel yang masuk ke redaksi. Bentuk pelayanan yang lebih baik bagi peneliti sebagai pelanggan adalah adanya mekanisme yang lebih longgar terkait pelaksanaan kegiatan penelitian. Bila sebelumnya kegiatan penelitian baru bisa dilaksanakan setelah Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP) dikoreksi dan direvisi dalam
131
bentuk tertulis, maka pada tahun 2012 hal itu tidak menjadi penghalang. Kegiatan penelitian dapat langsung dilaksanakanbila secara subtansi dan metode penelitiannya telah dikoreksi dan disetujui oleh koordinator RPI. Namun di sisi administrasi, kelonggaran ini menimbulkan masalah karena bagian evaluasi tidak memiliki alat yang valid dalam memantau dan mengevaluasi kegiatan yang sudah berjalan. Semestinya secara administrasi tetap harus ada deadline terkait pengumpulan kembali RPTP yang sudah direvisi tersebut. Hal ini terungkap dalam wawancara dengan salah seorang teknisi yang juga diperbantukan di Seksi Data Informasi dan Sarana Penelitian sebagai berikut : “dulu peneliti belum boleh jalan kalo RPTP belum rampung semuanya atau mungkin belum boleh jalan kalo LHP-nya belum selesai, kalo sekarang sepertinya itu mulai kendor tidak seperti itu. Cuma kelebihannya dengan dikendorkannya itu peneliti lebih fleksibel mengatur perjalanannya segala macam ...” (Deny Adi Putra, Teknisi, 5 September 2012) Peneliti sebagai pelanggan masih melihat bahwa peralatan dan perlengkapan penelitian yang tersedia masih kurang memadai dari sisi jumlah dan kualitasnya. Perlu penambahan jumlah dan perawatan yang memadai terhadap peralatan dan perlengkapan yang ada sehingga selalu siap untuk digunakan sebagaimana ungkapan pernyataan berikut : “Peralatan laboratorium sudah banyak namun barangnya lama-lama dan tidak untuk mendukung kegiatan penelitian konservasi, peralatan yang mendukung konservasi sangat minim untuk saat ini ...” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012)
132
Dari sisi manajemen juga menuntut peneliti untuk berkomitmen kuat dalam mewujudkan target kinerja yang telah disusun oleh mereka sendiri yaitu Rencana Diseminasi Hasil Penelitian (RDHP). Pihak manajemen sudah mempersiapkan sumber daya yang memadai dalam mengumpulkan, mendesain dan menyebarluaskan produk publikasi hasil penelitian yang tentu saja akan menjadi sia-sia bila bahan baku utamanya yaitu tulisan ilmiah dari peneliti dan teknisi tidak ada. Informasi itu tersirat dalam pernyataan berikut “Rencana Diseminasi sudah ada namun belum terpenuhi oleh para peneliti, padahal dia sendiri yang menentukan ... ada beberapa peneliti yang tidak ada tulisannya.” (IGN Oka Suparta, Kasi Data Informasi dan Sarana Penelitian, 4 September 2012) Kepala Balai juga berharap agar pencapaian kinerja tidak meninggalkan aspek integritas dari setiap pelaku dalam organisasi sehingga kinerja yang diraih tidak hanya dari sisi kuantitas namun juga dari sisi kualitas. Berikut pernyataan berhubungan dengan harapan tersebut : “Penelitian itukan kerja kepercayaan. Kalo punya passion atau gairah penelitian dan senang meneliti, itu nikmatnya ya di situ. Tapi kalo setengah-setengah yang tidak nyaman ya dirinya.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “... yang paling penting ya attitude, jadi kebiasaan kita untuk bekerja di bidang penelitian itu yang harus lebih dikembangkan. Jadi baik kita peneliti maupun pendukung lainnya, apakah teknisi ataupun dari pihak struktural harus berfikir seperti di lembaga penelitian, bukan lagi berfikir seperti di birokrat biasa. Jadi dari situ akan kelihatan bahwa penelitian inilah yang menjadi fokus dan target capaiannya.” (Bina Swasta Sitepu, Calon Peneliti, 4 September 2012)
133
Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa dalam posisinya sebagai pelanggan, semua unsur dalam Balitek KSDA perlu menyadari tugas pokok dan fungsi masing-masing sehingga tercipta hubungan yang setara dan saling menghargai dalam tataran upaya optimalisasi kinerja. b.
Mitra
Mitra internal adalah dua atau lebih kelompok internal Balitek KSDA Samboja yang bergabung untuk memberikan produk atau jasa kepada pelanggan internal dan berbagi sumber daya dan resiko yang berkaitan dengan hubungan tersebut. Dalam konteks Balitek KSDA Samboja, hubungan kemitraan terjadi antar unsur ketika ada tugas pokok dan fungsi yang bersinggungan namun memiliki tujuan yang sama dan bersifat sejajar. Dalam batasan tertentu hubungan ini tidak mengenal status atasan dan bawahan namun pada umumnya tetap memperhatikan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh masing-masing unsur. Sebagai mitra, Kepala Balai telah melakukan pendekatan personal dengan karyawan dalam kaitannya dengan peningkatan kinerja dan sosialisasi kebijakan yang telah diambil sebagaimana pernyataan sebagai berikut : “Selain Pak Kade dan Pak Sofyan, yang lain kan masih muda-muda semua sehingga masih panjang perjalanannya sehingga sebelum ke lapangan selalu saya ajak ngobrol ... bukan untuk siapa-siapa sebenarnya tetapi untuk yang bersangkutan sendiri ... artinya kalau melakukan penelitian dengan kesungguhan, kecintaan, terus keseriusan
134
... pertama ia akan terbiasa menjadi orang yang bekerja dengan baik, pertama mungkin terpaksa tetapi lama-lama akan terbiasa dan yang memetik bukan siapa-siapa ... secara profesi akan dihargai, secara kerja juga akan puas.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) Unsur struktural kerap kali juga menggunakan tenaga fungsional dalam kegiatan diseminasi dan pemasyarakatan selain sebagai sumber materi juga sebagai nara sumber yang akan menjelaskan penelitian dan hasilnya kepada masyarakat. Selain itu, pihak manajemen juga telah menerbitkan Majalah Swara Samboja yang mendapat respon positif dari para peneliti dengan membuat sejumlah artikel ilmiah yang bersifat populer. Kegiatan kemitraan seperti ini mendapat apresiasi dari pihak peneliti karena dapat menciptakan suasana ilmiah dalam Balitek KSDA Samboja, sebagaimana petikan hasil wawancara sebagai berikut : “ide untuk menerbitkan Majalah Swara Samboja dari dulu memang diwacanakan seperti itu dan dengan adanya Kepala Balai yang baru ternyata mempunyai semangat untuk menerbitkan itu dan ternyata bisa dan juga melihat naskah-naskah yang masuk temen-temen (peneliti) itu juga responnya bagus.” (Triatmoko, Peneliti, 5 Spetember 2012) Pola kemitraan yang telah dilakukan memang menjadi bagian dari rekayasa yang dibuat oleh pihak manajemen dalam rangka optimalisasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Pernyataan berikut menyiratkan hal tersebut : “Berikan mereka (peneliti) ruang yang luas, tetapi yang terkait dengan administrasi mereka juga diminta komitmennya ... setiap bulan ada
135
pertemuan untuk melihat tiga hal : apa yang sudah kita capai, posisi hari ini, permasahlahan-permasalahannya dan apa yang harus dilkaukan terkait masalah-masalah yang ada ... termasuk mengevaluasi seraan (anggaran) ... yang diviasainya di atas atau di bawah 10% itu diberikan tekanan untuk diminta menjelaskan, mereka setiap bulan kan ada target.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) Dari hasil observasi, hubungan sebagai mitra dua kelompok peneliti menunjukkan kondisi yang baik setidaknya dilihat dari penggunaan peneliti pengganti dari kelti yang berbeda terkait dengan tugas belajar yang harus dijalani oleh peneliti sebelumnya. Data mengenai hal tersebut terdapat dalam Lampiran 6. c.
Pesaing
Pesaing internal adalah dua atau lebih kelompok internal Balitek KSDA Samboja yang bersaing dalam menghasilkan paket teknologi atau paket kebijakan konservasi dan rehabilitasi SDA atau – dari sisi manajemen – dua atau lebih kelompok internal yang bersaing dalam menunjukkan kinerjanya dari sudut pandang masing-masing dengan tujuan untuk peningkatan kinerja Balitek KSDA Samboja. Terbatasnya sumber daya manusia peneliti dan teknisi yang dimilki oleh Balitek KSDA memicu adanya persaingan yang kurang sehat. Persaingan tersebut berkaitan dengan pendampingan teknisi dalam kegiatan penelitian yang dalam prakteknya mengarah pada subyektivitas peneliti dalam memilih teknisi. Kenyataan ini terungkap dari hasil wawancara sebagai berikut :
136
“masih kurang koordinasi antara peneliti dan teknisi ini, bingung juga teknisi ini ... kalo dulu dia (peneliti) lapor dulu ke Ketua Kelti mau bawa anak buahnya ini ... anak buah siapa yang di bawa ini. Ndak jelas gitu na.” (Agus Ahmadi, Teknisi Litkayasa, 5 September 2012) “... kurang, teknisi sangat kurang (jumlahnya) ... sangat tidak ideal ...” (Deny Adi Putra, Teknisi Litkayasa, 5 September 2012) Di sisi lain sebenarnya jumlah teknisi yang terbatas tidak menjadi masalah, justru yang menjadi masalah adalah kapasitas dari teknisi yang belum sepenuhnya mengarah pada spesialisasi sesuai dengan kelompok peneliti yang menaunginya. Tepat kiranya hal ini dimunculkan karena bila semata masalah jumlah masih bisa diatur jadwal perjalanan yang melibatkan teknisi sehingga tidak sampai terjadi persaingan dalam menggunakan tenaga teknisi. Hal ini tersirat dalam pernyataan berikut “Sebenarnya (jumlah teknisi) nggak tidak masalah ... Satu peneliti satu teknisi sebenarnya sudah cukup, untuk tenaga kasarnya bisa memanfaatkan HOK. Yang perlu ditekankan teknisi harus mempunyai kemampuan dan keahlian dalam hal teknisnya.” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) Sementara di sisi struktural relatif tidak hal yang menimbulkan persaingan mengingat semua mengarah pada dukungan terhadap kegiatan penelitian. Persaingan yang terjadi justru antara struktural dengan fungsional terkait dengan keberadaan beberapa orang teknisi dan peneliti yang diperbantukan di struktural. Pada Tabel 11 dan Tabel 12 diketahui bahwa terdapat satu orang peneliti yang diperbantukan di Seksi Program, Evaluasi dan Kerja
137
Sama untuk menangani kegiatan Monitoring dan Evaluasi, satu orang teknisi diperbantukan di Seksi Data Informasi dan Sarana Penelitian untuk menangani Diseminasi dan Pemasyarakatan Hasil Penelitian serta dua orang teknisi lagi diperbantukan di Sub Bagian Tata Usaha untuk menangani Keuangan. Meskipun tidak sampai menghambat pelaksanaan tugas pokok dan fungsi personil yang diperbantukan serta organisasi dalam skala yang lebih besar, namun hal ini tetap perlu ditinjau ulang terutama terkait dengan tingkat kepentingannya mengingat sudah mulai dipenuhinya beberapa jabatan yang masih lowong melalui pengadaan pegawai pada tahun 2011. Keberadaan tenaga yang diperbantukan umumnya karena alasan kedaruratan
di
mana
tidak
ada
lagi
staf
struktural
yang
mampu
menanganinya sehingga terpaksa menggunakan tenaga fungsional. Seperti yang terjadi di Seksi Program, Evaluasi dan Kerjasama di mana ada tiga stafnya
yang
mengikuti
tugas
belajar atas
sponsor
Pusbindiklatren
BAPPENAS secara bersamaan pada tahun 2011 – 2012. Ketiga staf tersebut manangani kegiatan Program, Monitoring dan Evaluasi serta Kerja Sama. Sementara
itu,
Seksi
Data
Informasi
dan
Sarana
Penelitian
telah
mendapatkan staf baru yang menangani kehumasan (diseminasi dan pemasyarakatan) pada tahun 2011 serta satu orang staf yang telah selesai tugas belajar dan menangani pengumpulan dan pengolahan bahan publikasi, seminar dan pameran pada pertengahan tahun 2012, keberadaan dua staf
138
tersebut dipandang sudah cukup memadai sehingga tenaga perbantuan perlu ditinjau ulang. Selain itu yang sudah mulai mendekati ideal adalah Sub Bagian Tata Usaha, terutama terkait dengan bagian keuangan dan barang milik negara. Pada tahun 2011, bagian ini mendapat tambahan staf yang terdiri dari dua orang yang mengisi posisi jabatan sebagai penata administrasi keuangan dan satu orang sebagai penata Usaha BMN dan Barang Persediaan. Masuknya staf baru tersebut sebenarnya sudah cukup untuk mengisi jabatan yang semula menggunakan tenaga perbantuan sebanyak dua orang dari teknisi sehingga keberadaannya perlu ditinjau ulang. Reposisi pegawai ini semata-mata dilakukan untuk menciptakan profesionalitas personil dan pembagian beban tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing unsur dalam Balitek KSDA Samboja.
2. Stakeholder Eksternal Stakeholder eksternal sebenarnya merupakan sesuatu yang umumnya dipahami sebagai stakeholder. Istilah stakeholder selalu dimengerti sebagai pihak di luar organisasi yang berkepentingan terhadap hasil kerja dan kinerja organisasi. Dalam penelitian ini, yang terkategori stakeholder eksternal Balitek KSDA Samboja terlihat pada Tabel 14, di antaranya ada yang
139
menempati lebih dari satu posisi dari tiga posisi yang ada (pelanggan, mitra dan pesaing). a.
Pelanggan
Pelanggan adalah instansi pengguna atau pemanfaat hasil penelitian Balitek KSDA Samboja. Dalam penelitian ini, terdapat empat stakeholder eksternal yang terkategori sebagai pelanggan yaitu : Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Mahakam Berau, Balai Taman Nasional Kutai (TNK) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan dan Pelestarian Alam (UPTD PPA) Kalimantan Timur. Pengkategorian ini didasarkan pada tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA yang bertujuan untuk menghasilkan paket teknologi konservasi dan rehabilitasi. Selain itu hal ini juga ditegaskan oleh mantan Kepala Badan Litbang Kehutanan melalui pernyataannya dalam edisi pertama Majalah Swara Samboja sebagai berikut : Pertama, harus ada perubahan paradigma dan “mainset” seluruh karyawan Balitek KSDA, bahwa kalian mengelola organisasi yang bersifat nasional dan satu-satunya di Indonesia yang menangani teknologi konservasi. Untuk itu, semua pegawai termasuk manajemen dan terutama para penelitinya harus meningkatkan diri agar menguasai IPTEK KSDA serta meluaskan networking dengan berbagai pihak dalam dan luar negeri (pemerintah maupun NGO), dan terutama harus sangat mengenal secara mendalam program dan personil Ditjen PHKA pusat dan seluruh Balainya, sebagai mita utama, WWF, WCS, CI, Kehati dan lain-lain. (Anonim, 2012)
140
Keempat instansi tersebut dipandang merupakan pelanggan langsung dari produk yang dihasilkan oleh Balitek KSDA, namun dari hasil wawancara menunjukan bahwa sosialisasi tentang apa yang akan, sedang dan telah dilakukan dan dihasilkan oleh Balitek KSDA Samboja masih dirasa kurang. Dari hasil wawancara, pelanggan eksternal telah mengenal keberadaan Balitek KSDA Samboja meskipun dalam tingkat yang berbeda-beda sebagaimana tampak pada pernyataan berikut “(Saya) kenal sejak masih Loka Litbang Satwa Primata dulu. Cuman permasalahannya kan dinamika perkembangnya kan berubah-ubah nama-namanya sering tidak mengikuti cuman tahu kantornya di situ, tupoksinya apa ya kita tidak mengikuti secara detail.” (Hernowo Supriyanto, Kasi Pengelola Taman Nasional Kutai Wilayah I Sangatta, 10 September 2012) “Saya juga baru mengenal 2 tahun yang lalu karena dulunya hanya BPTP ... hasil-hasil penelitiannya bisa kita manfaatkan.” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012) “Pernah ada kerja sama kegiatan-kegiatan yang menyangkut rehabilitasi kemudian menyangkut pengembangan bibit.” (Johny Kawulusan, Kasi Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi BPDAS Mahakam Berau, 12 September 2012) “Balitek KSDA merupakan salah satu UPT Badan Litbang Kehutanan, yang mengelola KHDTK di Taman Hutan Raya Bukit Soeharto yakni KHDTK Samboja.” (Sutan Alamsyah, Kepala UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Kaltim, 12 September 2012)
141
Sementara dari kebutuhan terhadap hasil penelitian Balitek KSDA terdapat variasi, namun tetap dalam cakupan tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA sebagaimana terindikasi dalam pernyataan berikut “Penelitian-penelitian yang membumi jangan di awang-awang ... penelitian yang bisa aplikatif dan bisa menyelesaikan masalah ... kita pengen tahu TNK itu isinya (secara detail) apa sih ... jadi kalo misalkan dari Litbang punya petak ukur permanen di daerah kawasan konservasi itu sangat bagus ... harus kita akui dinamika aturan kita itu tidak bisa mengimbangi cepat lajunya dinamika masyarakat makanya seringkali kita keteteran menemmukan suatu kasus tetapi dicari justifikasi di aturan undang-undang tidak ada akhirnya lepas tidak bisa kita proses ke tingkat hukum” (Hernowo Supriyanto, Kasi Pengelola Taman Nasional Kutai Wilayah I Sangatta, 10 September 2012) “Hasil teknologi penelitian penangkaran itu seperti apa yang nanti hasilnya itu kita bisa dijadikan semacam percontohan atau demplot untuk memberikan manfaat kepada masyarakat ...” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012) “bahan referensi (database) kita bahwa di daerah-daerah ini cocok untuk jenis-jenis yang ini dikembangkan yang sudah diuji coba dan secara signifikan bisa berdasarkan hasil penelitian ... secara nilai sosial, ekonomi, budaya.” (Johny Kawulusan, Kasi Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi BPDAS Mahakam Berau, 12 September 2012) “Hasil penelitian yang dapat mendukung pengelolaan kawasan pelestarian alam secara umum dan kawasan Tahura Bukit Soeharto secara keseluruhan, baik menyangkut kelestarian ekosistem, flora maupun faunanya.” (Sutan Alamsyah, Kepala UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Kaltim, 12 September 2012) Selain itu dari hasil wawancara, diketahui bahwa judul-judul penelitian dalam Rencana Penelitian Integratif (RPI) yang menjadi acuan pelaksanan
142
tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA Samboja masih belum mampu mengakomodir adanya jenis-jenis penelitian yang dibutuhkan daerah khususnya di Kalimantan Timur. Padahal Kalimantan Timur merupakan tempat yang sangat tepat dalam melakukan penelitian di bidang konservasi dan rehabilitasi mengingat kompleksitas kondisi sumber daya alam khususnya hutan yang terus menerus terancam oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik. Dari sisi internal menilai bahwa kegiatan penelitian yang dilaksanakan di Balitek KSDA Samboja telah memenuhi kebutuhan dari sisi substansi namun belum dari sisi praktis, sementara dari eksternal mengharapkan hasil penelitian yang lebih kongkrit menyentuh aspek praktis di lapangan. Dialog ini dapat ditelusuri dari pernyataan-pernyataan berikut : “Dilihat kesesuaiannya itu kalo kesesuaiannya bersifat pragmatis kita masih banyak belum sesuai karena kebutuhannya sangat banyak sekali dan kita ini nyambungnya ke RPI di tingkat Badan Litbang ... Dilihat kesesuaian dengan kebutuhan mereka menurut versi kita itu sangat sesuai tidak mungkin penelitian tidak ada gunanya untuk mereka hanya pas kebutuhan pragmatisnya kan mereka butuhnya saat ini ini ini ini. Kesesuaian substansi, semua penelitian tidak mungkin tidak ada gunanya.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “Kalo yang kita kerjakan saat ini saya rasa sudah (sesuai dengan kebutuhan masyarakat) cuman kalo apakah sudah memenuhi itu yang masih menjadi pertanyaan.” (Bina Swasta Sitepu, Calon Peneliti, 4 September 2012) Para pelanggan umumnya berharap agar Balitek KSDA Samboja bersegera mewujudkan center of excellence di bidang konservasi dan
143
rehabilitasi sehingga dapat segera menjawab berbagai persoalan yang sedang dihadapi oleh mereka. Pernyataan berikut mengungkapkan hal tersebut “Sinergitas perlu dikembangkan, kemudian penelitian-penelitian yang membumi jangan di awang-awang ... penelitian yang bisa aplikatif dan bisa menyelesaikan masalah ... kalo sudah ada hasil penelitiannya ya tolong untuk disosialisasikan dishare dengan mudah bisa diakses orang.” (Hernowo Supriyanto, Kasi Pengelola Taman Nasional Kutai Wilayah I Sangatta, 10 September 2012) “ (memerlukan penelitian dan teknologi) yang berhubungan dengan masalah illegal logging, pengendalian kebakaran dan upaya-upaya BKSDA untuk melaksanakan tupoksinya.” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012) “jadi seharusnya sebelum memberi rekomendasi jenis tanaman tertentu (untuk rehabilitasi hutan dan lahan) harus disosialisasikan kepada masyarakat sehingga kemudian masyrakat yang mengusulkan ke BPDAS ... penelitiannya sudah bisa dijamin ndak hasilnya ? Karena kita juga tidak sembarang yang diterapkan kepada masyarakat ... ” (Johny Kawulusan, Kasi Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi BPDAS Mahakam Berau, 12 September 2012) “Agar dapat diekspose (hasil penelitian) kepada instansi terkait dan masyarakat luas terutama terhadap penelitian yang menunjang program Kaltim Green..” (Sutan Alamsyah, Kepala UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Kaltim, 12 September 2012) b.
Mitra
Mitra
adalah
instansi
yang
membantu
dalam
mendesain,
mengembangkan dan mengantarkan hasil penelitian Balitek KSDA Samboja ke pelanggan. Stakeholder yang ada umumnya membuka diri terhadap kerja
144
sama dengan Balitek KSDA meskipun dengan latar belakang dan kepentingan yang berbeda. Kesediaan untuk menjadi mitra dan menjalin kerja sama dengan Balitek KSDA dinyatakan dalam petikan di antaranya sebagai berikut “Tentunya pasti Kami sangat mengharapkan adanya kerja sama ... saya pikir selama para eselon I menyetujui adanya kerja sama atau ikatan semacam MoU, kita ini tinggal melaksanakan sebagai pelaksana di lapangan ...” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012) “kalau sifatnya saling menguntungkan gitu ya ... ada faedah kebaikannya kenapa tidak, misalnya kita perlukan tanaman lokal (untuk reklamasi) ... kerja sama terbuka dalam konteks itu (penelitian) ... bantu kami untuk melakukan reklamasi DAS di Sungai Wain ...” (Agus Tandri, Humas PT. Singlurus Pratama, 5 September 2012) “Terbuka peluang kerja sama untuk kegiatan antara lain : dalam pengamanan kawasan Tahura Bukit Soeharto, penanggulangan kebakaran, dan upaya pemberdayaan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar kawasan.” (Sutan Alamsyah, Kepala UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Kaltim, 12 September 2012) Terkait
dengan
Pusat
Penelitian
Konservasi
dan
Rehabilitasi
(Puskonser), data yang diperoleh tidak dari wawancara langsung dengan instansi tersebut melainkan dari hasil wawancara dengan stakeholder internal Balitek KSDA Samboja dan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda dalam melihat peran Puskonser sebagai Puslit Pembina yang telah ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan Litbang Kehutanan Nomor SK.29/VIII-SET/2011. Dari hasil wawacara, informan dan responden menilai
145
positif peran yang dimainkan oleh Puskonser selama ini bahkan sudah sampai pada tataran yang sifatnya lebih personal sebagaimana pernyataan berikut “Pak Adi (Kepala Puskonser) punya perhatian terhadap baik Puslitnya maupun di Balai di bawah binaannya sehingga hubungannya menjadi sangat baik dari sisi kantor maupun sisi pribadi” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “koordinasi selama ini sudah bagus ... kita rajin mengundang koordinator RPI di Puskonser untuk pembahasan RPTP dan Seminar Hasil.” (IGN Oka Suparta, Kasi Data Informasi dan Sarana Penelitian, 4 September 2012) “untuk pembinaan dari Puskonser saya lihat cukup baik artinya sewaktuwaktu ada tim yang datang untuk memberikan pembinaan” (Hj. Khairiyah, Kasubag Tata Usaha Data, 4 September 2012) Namun bila dikaitkan dengan koordinator RPI yang pada umumnya adalah peneliti senior di Puskonser mulai muncul pendapat yang sebaliknya. Umumnya stakeholder internal menilai koordinator RPI yang ada belum optimal dalam menjalankan perannya. Hal ini tampak pada pernyataan berikut : “Kurang koordinasi antara penelti dengan koordinatornya, harusnya koordinator sering-sering ke daerah ... lihat langsung kegiatan penelitian teman-teman di Balai ... koordinator tidak perlu lagi meneliti hanya mengkoordinir saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan di daerah.” (Drinus Arruan, Kasi Program Evaluasi dan Kerja Sama, 5 September 2012) Sebab tidak optimalnya peran koordinator RPI adalah adanya RPI yang cakupan aspeknya sangat luas, sulitnya menyesuaikan jadwal koordinasi
146
karena selain sebagai koordinator RPI juga sebagai peneliti juga memegang judul penelitian dan di sisi peneliti di tingkat UPT di daerah juga tidak semuanya rajin menghubungi koordinatornya demikian pula sebaliknya. Kenyataan tersebut menjadi bagian dari pernyataan berikut : “Teorinya memang bagus tetapi penerapannya agak susah karena terkendala jarak dan waktu karena koordinator sebagian besar ada di Bogor dan kegiatan menyebar di seluruh indonesia dan interkasinya juga terkendala karena selain jarak ruang dan waktu itu juga ada yang koordinatornya itu aktif untuk memantau kegiatan daerah yang di berada di bawahnya, terkadang juga ada koordinator yang kurang aktif ... demikian juga untuk peneliti pemegang kegiatan-kegiatan di daerah ada yang aktif ada yang nggak.” (Triatmoko, Peneliti, 5 September 2012) Kemitraan yang mungkin dibangun juga terkait dengan status kawasan Balitek KSDA dan KHDTK Samboja yang menjadi bagian integral dari Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Kemitraan yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan penelitian dan pengamanan kawasan hutan. Setidaknya ada empat instansi yang berkaitan dalam kemungkinan kemitraan tersebut yaitu Balitek KSDA Samboja sendiri, BKSDA Kalimantan Timur, UPTD PPA Kalimantan Timur dan Pusat Penelitian Hutan Tropis Universitas Mulawarman. Pernyataan berikut mencerminkan kenyataan itu : “Pengamanan kawasan yang kita lakukan adalah mengikuti aturan yang ditetapkan dalam pengelolaan KHDTK kita menyadari itu tidak cukup untuk di kawasan Tahura sangat tidak cukup tetapi itulah yang bisa kita lakukan, jadi pengamanan secara ini sebenarnya terletak di ... kawankawan kepolisian ataupun BKSDA SPORC itu ...” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012)
147
“Masalah pengamanan, tentunya kita pun ada juga kelemahankelemahan kita ...tidak hanya SDM-nya juga mungkin keterbatasan dananya ... ada kalanya Balitek KSDA Samboja sebagai pengelola KHDTK meminta bantuan tidak bisa dilayani karena keterbatasan itu.” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012) “Terbuka peluang kerja sama untuk kegiatan antara lain : dalam pengamanan kawasan Tahura Bukit Soeharto, ...” (Sutan Alamsyah, Kepala UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Kaltim, 12 September 2012) “Di kawasan konservasi Bukit Soeharto itu kan ada tiga KHDTK yang pertama PPHT dengan luas sekitar 21.000 ha, Samboja dengan BLK (Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan) ... tapi kalau pemanfaatan kawasan itu antara yang satu dengan yang lain itu tetap berjalan, itu namanya juga kan satu kawasan cuma yang mengurusnya lain-lain saja tapi pada prinsipnya kita satu pemikiran bahwa kawasan itu perlu kita lestarikan.” (Syahrir, Direktur PPHT Unmul, 11 September 2012) Berkaitan dengan sektor swasta, Balitek KSDA Samboja telah berhasil menjalin kerja sama dengan PT. Singlurus Pratama selaku perusahaan tambang di kawasan hutan dengan status IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) yang memiliki kewajiban untuk reklamasi setelah eksploitasi sebelum diserahkan kembali ke Kementerian Kehutanan.Kerja sama yang dijalin terkait dengan pembangunan plot ujicoba teknik reklamasi. Berikut petikan wawancara yang terkait dengan itu “Salah satu yang kita butuhkan adalah ada-ada penelitian juga terhadap kondisi tanah, revegetasi sehingga untuk mencapai hasil reklamasi revegetasi... (tambang) kita berada di kawasan hutan ... hutan itu setelah kita eksploitasi kita ada kewajiban reklamasi revegetasi kembalikan lagi ke negara ... kita sudah melakukan MoU dua bualn lalu... kemudian kita berikan juga demplot kepada teman-teman peneliti dari (Balitek) KSDA” (Agus Tandri, Humas PT. Singlurus Pratama, 5 September 2012)
148
Fakta yang diperoleh di lapangan juga menghubungkan antara potensi kemitraan dengan pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Riset dan Teknologi dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 03 Tahun 2012 / Nomor : 36 Tahun 2012 tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah. SKB ini mengatur masalah penguatan sistem inovasi daerah (SIDa) secara terarah dan berkesinambungan yang di dalamnya terdiri dari tiga kegiatan pokok yaitu kebijakan penguatan SIDa, penataan unsur SIDa dan pengembangan SIDa. SIDa sendiri adalah keseluruhan proses dalam satu sistem untuk menumbuhkembangkan inovasi yang dilakukan antar institusi pemerintah, pemerintahan daerah, lembaga kelitbangan, lembaga pendidikan, lembaga penunjang inovasi, dunia usaha, dan masyarakat di daerah. Dalam kaitan itu, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD) Provinsi Kalimantan Timur menjadi bagian dari Tim Koordinasi Penguatan SIDa di tingkat provinsi yang dibentuk oleh Gubernur yang mempunyai tugas: a) menyusun dokumen Roadmap penguatan SIDa; b) mengintregrasikan program SIDa dalam dokumen RPJMD; c) melakukan sinkronisasi, harmonisasi dan sinergi SIDa;d) melakukan penataan unsur SIDa di daerah; e) melakukan pengembangan SIDa di daerah; f) mempersiapkan rumusan kebijakan penguatan SIDa di daerah; g) mengoordinasikan penyusunan program dan kegiatan penguatan SIDa di daerah; h) melakukan monitoring dan evaluasi; dani) melaporkan
149
hasil pelaksanaan penguatan SIDa. Dalam rangka melakukan sinkronisasi harmonisasi dan sinergi SIDa, kemitraan antara BPPD dengan seluruh lembaga
penelitian
yang
berkedudukan
dan
beroperasi
di
Provinsi
Kalimantan Timur baik sifatnya instansi pusat maupun daerah maupun lembaga pemerintah atau non-pemerintah menjadi sangat penting dilakukan. Dalam kaitan itulah kemitraan dengan Balitek KSDA Samboja menemui titik persinggungannya, sebagaimana diungkapkan dalam pernyataan berikut “ada rapat staf Gubernur pada tanggal 27 Juli 2012 ... menindaklanjuti hasil kunjungan ke wilayah utara, dalam pesan terakhir kepada Balitbangda (BPPD), Gubernur meminta supaya Balitbangda menginventarisir semua lembaga penelitian daerah termasuk perusahaan ... dan kita harus bekerja sama terkait semua karena tujuannya kan sama untuk membangun daerah ... Litbang (BPPD) itu sebagai perpanjangan tangan Gubernur untuk penelitian jadi sedapat mungkin kami memberi informasi beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti SKPD di lingkup propinsi dan kalau bisa yang ada instansi vertikal ... kalau bisa kita ada koordinasi ... kita mengiventarisir mendata lengkap profil kelitbangan di daerah-daerah termasuk instansi vertikal dan LSM dalam rangka koordinasi.” (Juraidi, Kasubid Sumber Daya Alam BPPD Kaltim, 13 September 2012) c.
Pesaing
Pesaing adalah instansi yang menghasilkan teknologi konservasi SDA. Mengingat adanya kesamaan atau irisan dari beberapa tugas pokok dan fungsi antar lembaga penelitian maka hal ini berpotensi menimbulkan persaingan. Dalam penelitian ini ada tiga lembaga penelitian yang berpotensi menjadi pesaing Balitek KSDA Samboja yaitu Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Samarinda, Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT)
150
Universitas Mulawaran, Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPD) Kalimantan Timur. Namun yang menarik dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa persaingan yang terjadi bersifat positif dan mengarah pada upaya kolaborasi. Pernyataan berikut menegaskan fakta tersebut “RPI sebenarnya tidak terpisah-pisah lagi seperti dulu ... sangat mungkin sekali itu misalnya dalam suatu lokasi ... dari segi teknik-teknik konservasi sumber daya alam dan jenis-jenis lainnya digarap oleh Balitek KSDA terus untuk pengembangan Dipterokarpa-nya digarap oleh Balai Besar Penelitian Dipterokarpa.” (Adang Sopandi, Kabid Program dan Evaluasi Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, 11 September 2012) “Di kawasan konservasi Bukit Soeharto itu kan ada tiga KHDTK yang pertama PPHT dengan luas sekitar 21.000 ha, Samboja dengan BLK (Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan) ... tapi kalau pemanfaatan kawasan itu antara yang satu dengan yang lain itu tetap berjalan, itu namanya juga kan satu kawasan cuma yang mengurusnya lain-lain saja tapi pada prinsipnya kita satu pemikiran bahwa kawasan itu perlu kita lestarikan.” (Syahrir, Direktur PPHT Unmul, 11 September 2012) “... saya pikir Balai Penelitian Teknologi Konservasi sudah banyak hasilhasil penelitian, bagaimana hasil penelitian mereka - Litbang (BPPD) tidak ngambil tupoksinya dia – cuma dia punya hasil ini gimana kalau Berau mau nanam ini lo ada contoh, kita Litbang (BPPD) mengembangkannya saja di deltanya dengan memakai teknologi dan personil di Balitek KSDA sehingga tidak harus mulai dari nol” (Juraidi, Kasubid Sumber Daya Alam BPPD Kaltim, 13 September 2012) Di bagian yang lain diperoleh informasi bahwa pesaing dapat juga berasal dari instansi non-penelitian karena memiliki kapasitas untuk menghasilkan teknik-teknik tertentu dalam menjalankan tugasnya tanpa harus menunggu hasil kajian dari lembaga penelitian. Hal tersebut diketahui
151
dari hasil wawancara dengan BPDAS Mahakam Berau yang tercermin dari petikan wawancara berikut “kita identifikasi sendiri karena BPDAS punya ilmu yang beragam ... tidak terbatas pada sarjana kehutanan yang ada di sini berbagai macam sarjana ada di sini ... karena wilayah kerja BPDAS adalah Daerah Aliran Sungai di dalam dan di luar ... lembaga litbang kehutanan lebih spesifik di dalam kawasan hutan ... lebih mengarah pada keanekaragaman hayati ... tidak kesulitan dalam justifikasi ilmiah karena sama-sama punya dasar ilmiah dasar-dasar kehutanan.” (Johny Kawulusan, Kasi Kelembagaan dan Pengembangan Organisasi BPDAS Mahakam Berau, 12 September 2012) Berangkat dari teknik yang dikembangkan oleh Freeman (1984) dalam proses merumuskan langkah strategis terkait keberadaan stakeholder maka langkah selanjutnya adalah memetakan evaluasi perilaku stakeholder berdasarkan potensi kerja sama relatif dan ancaman persaingan relatifnya sehingga dapat diketahui strategi atau cara apa yang tepat dalam mengakomodasi berbagai kebutuhan dan harapan stakeholder yang ada. Pemetaan dilakukan berdasarkan kuantifikasi relatif (dalam skala Likert 1 10) terhadap potensi kerja sama dan ancaman persaingan sebagaimana terlihat pada Tabel 22. Setelah dipetakan terlihat bahwa stakeholder yang ada berada pada bagian yang berwarna kanan atas karena potensi kerja sama relatif tinggi sementara ancaman persaingannya rendah (Gambar 23). Hal tersebut yang berarti bahwa strategi umum yang tepat untuk menyikapi kondisi tersebut bagi Balitek KSDA Samboja adalah strategi ofensif.
152
Tabel 22. Kuantifikasi relatif potensi kerja sama dan ancaman persaingan Stakeholder Balitek KSDA Samboja Stakeholder a b c d e f g h i j k l m n o p
Kemitraan
Kepala Balai Kasubag TU Kasi DISP Kasi PEK Staf administrasi Peneliti Teknisi litkayasa BKSDA Kalimantan Timur BPDAS Mahakam Berau TN Kutai PT. Singlurus Pratama UPTD PPA B2PD Samarinda PPHT Universitas Mulawaran BPPD Kalimantan Timur Puskonser Bogor
Persaingan
10 10 10 10 10 10 10 8 5 9 8 5 5 8 8 10
0 5 3 1 0 5 5 0 5 0 1 0 1 1 2 1
Sumber : Data diolah Tinggi
10
b
f g
c
p
d
a e j
o
Potensi Kerja Sama Relatif
Berayun
Rendah
k
h
m
l
Ofensif
i
Defensif
n
Menjaga
a b c d e f g h i j k l m n o p
Kepala Balai Kasubag TU Kasi DISP Kasi PEK Staf administrasi Peneliti Teknisi litkayasa BKSDA Kalimantan Timur BPDAS Mahakam Berau TN Kutai PT. Singlurus Pratama UPTD PPA B2PD Samarinda PPHT Universitas Mulawaran BPPD Kalimantan Timur Puskonser Bogor
0 10
0
Tinggi
Rendah Ancaman Persaingan Relatif
Gambar 23. Hasil pemetaan perilaku stakeholder Balitek KSDA Samboja
153
D. Strategi Kinerja Balitek KSDA Samboja
Dari uraian sebelumnya diperoleh jawaban bahwa Balitek KSDA Samboja kondisinya masih berupaya mewujudkan dan menjaga keseimbangan serta dari evaluasi perilaku stakeholder mengarahkan pada langkah-langkah strategis yang bersifat ofensif mengingat potensi kerja samanya lebih besar dibandingkan ancaman persaingannya. 1. Strategi untuk memelihara keseimbangan organisasi Sebelum
memberikan
rekomendasi
strategi
untuk
memelihara
keseimbangan organisasi perlu dikaitkan antara kondisi kelembagaan dan capaian kinerja 2010-2012 dengan rencana strategis (Renstra) Balitek KSDA Samboja 2010-2014. Secara ringkas, hasil temuan penelitian terhadap kondisi kelembagaan dan capaian kinerja Balitek KSDA Samboja terlihat pada Tabel 23 dan ternyata secara umum tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang diangkat dalam Renstra. Hal ini menunjukkan bahwa Renstra yang dibuat sudah cukup memadai dalam membaca berbagai permasalahan yang melingkupi Balitek KSDA Samboja. Meskipun demikian, Renstra belum mengidentifikasi permasalahan secara lebih rinci terutama terkait dengan keberadaan stakeholder sehingga strategi yang ada masih bersifat umum dan normatif. Berikut langkah strategis dalam Renstra Balitek KSDA Samboja :
154
a. Penguatan institusi dan peningkatan kapasitas SDM b. Melakukan Penelitian Unggulan c. Peningkatan sarana dan prasarana litbang d. Komunikasi hasil litbang e. Kerjasama dengan pihak lain Identifikasi masalah yang mendalam diperlukan untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam mengatasinya. Berdasarkan hasil temuan penelitian
maka
rekomendasi
stategis
terkait
dengan
pemantapan
keseimbangan organisasi adalah : a. Mensosialisasikan
dan
mengaktualisasikan
berbagai
prosedur
administrasi dan keuangan serta uraian tugas secara intensif sehingga masing-masing unsur baik dari pihak manajemen / struktural maupun pihak fungsional mengetahui secara persis hak dan kewajiban mereka dalam kerangka peningkatan kinerja Balitek KSDA Samboja. b. Merencanakan anggaran kegiatan penelitian yang sesuai dengan kondisi faktual di lapangan untuk menutup peluang terjadinya penyimpangan dalam pertanggungjawaban penggunaan anggaran. c. Membangun kebersamaan, integritas dan mekanisme saling kontrol dari setiap komponen dalam Balitek KSDA Samboja sehingga kinerja yang dihasilkan adalah kinerja yang berkualitas dan tidak hanya bersifat pencapaian administratif keuangan semata.
Tabel 23. Perbandingan hasil temuan penelitian dengan permasalahan dalam Renstra Balitek KSDA Samboja Hasil Temuan Penelitian
Permasalahan dalam Renstra
1) Terkait sarana dan prasarana yang ada : a) b) c) d) e) f)
1) Sebagian peneliti BPTKSDA Samboja memiliki latar belakang pendidikan dan keahlian yang belum sesuai Masih ada kekurangan fasilitas laptop atau komputer dengan core research organisasi. khusus untuk aplikasi keuangan. 2) Sarana dan prasarana untuk kegiatan penelitian Masih ada kekurangan fasilitas laptop atau komputer lapangan maupun laboratorium masih sangat kurang. khusus untuk penelitian. 3) Belum semua hasil penelitian dipublikasikan dalam Hutan penelitian mengalami perambahan oleh jurnal ilmiah maupun media massa. masyarakat. 4) Kerja sama dengan institusi penelitian lain dan Herbarium Wanariset kekurangan tenaga pengguna hasil penelitian masih belum maksimal pengenalan jenis dan penginput data ke BRAHMS. diupayakan. Laboratorium dan peralatannya belum sesuai 5) Sarana dan prasarana publikasi dan informasi serta dengan tugas pokok dan fungsi Balai. komunikasi yang belum memadai juga menjadi kendala Peralatan dan perlengkapan penelitian masih kurang dalam publikasi hasil penelitian dan pengembangan dari sisi jumlah dan pemeliharaannya. jaringan kerja.
g) Website Balitek KSDA Samboja sudah berfungsi 6) Ancaman paling utama adalah kekurangpercayaan dengan baik namun belum dimanfaatkan secara pengguna pada hasil litbang domestik dibandingkan optimal. preferensi pengguna terhadap hasil penelitian dan produk IPTEK asing. h) Pemahaman tentang Renstra Balitek KSDA Samboja belum merata.
155
Lanjutan Tabel 23. Hasil Temuan Penelitian
Permasalahan dalam Renstra
2) Terkait capaian kinerja : a) Belum ada hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi SDA yang diterbitkan pada jurnal ilmiah. b) Kurangnya pengawasan dari pihak manajemen dan komitmen peneliti terhadap pelaksanaan Rencana Diseminasi Hasil Penelitian. c) Pengukuran capaian kinerja kegiatan masih berpatokan pada tingkat realisasi fisik dan keuangan. d) Perencanaan anggaran kegiatan penelitian kurang mendekati kondisi faktual di lapangan. e) Kurangnya sosialisasi tentang prosedur penggunaan anggaran. f) Integritas masing-masing unsur perlu ditingkatkan untuk menciptakan kinerja yang berakuntabilitas. g) Pemberian dukungan yang seluas-luasnya kepada peneliti tidak diimbangi dengan pemenuhan prosedur administratif oleh peneliti dan melemahnya kontrol terhadapnya.
156
Lanjutan Tabel 23. Hasil Temuan Penelitian
Permasalahan dalam Renstra
3) Terkait sumber daya manusia : a) Keterbatasan jumlah teknisi litkayasa menimbulkan persaingan yang tidak sehat antar peneliti dan teknisi sendiri. b) Kapasitas keilmuan dari para peneliti masih perlu ditingkatkan dan disesuaikan dengan bidang keahliannya. c) Kapasitas keterampilan teknisi litkayasa perlu ditingkatkan dengan mengikuti pelatihan terkait konservasi dan rehabilitasi. d) Perlunya peninjauan ulang terkait keberadaan beberapa tenaga fungsional peneliti dan teknisi di bagian administrasi Balai. 4) Terkait Rencana Penelitian Integratif (RPI) : a) RPI belum tersosialisasi dengan baik dan belum mengakomodir kebutuhan di daerah. b) Koordinasi antara koordinator RPI dengan peneliti di Balitek KSDA Samboja belum optimal.
157
Lanjutan Tabel 23. Hasil Temuan Penelitian
Permasalahan dalam Renstra
5) Terkait perilaku stakeholder eksternal : a) Kurangnya sosialisasi profil Balitek KSDA dan kegiatan yang akan, sedang dan sudah dilakukan. b) Potensi kerja sama dengan stakeholder eksternal besar kemungkinannya untuk diperluas. c) Persaingan dengan sesama lembaga litbang relatif kecil dan mengarah pada kemungkinan kerja sama. d) Persaingan yang relatif sedang justru muncul dari BPDAS Mahakam Berau. e) Kredibilitas Balitek KSDA Samboja sebagai center of excellence di bidang teknologi konservasi dan rehabilitasi belum terwujud.
158
159
d. Merencanakan peningkatan kapasitas dan keahlian peneliti untuk mengatasi kesenjangan kualitas peneliti yang didominasi oleh Calon Peneliti dan Peneliti Pertama untuk membangun profil lembaga penelitian teknologi konservasi dan rehabilitasi yang kredibel. e. Menambah jumlah teknisi litkayasa dan meningkatkan keterampilannya terkait
teknis
pelaksanaan
kegiatan
penelitian
konservasi
dan
rehabilitasi. f.
Meninjau ulang keberadaan tenaga fungsional yang diperbantukan di bagian administrasi untuk menciptakan profesionalitas tenaga yang bersangkutan sehingga kinerjanya lebih optimal sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
g. Melengkapi posisi jabatan administratif yang masih kosong seperti analis kepegawaian, arsiparis dan pengelola HAKI (hak kekayaan intelektual) sehingga keseimbangan organisasi semakin baik dan seluruh fungsinya bisa dilaksanakan dengan optimal. h. Melengkapi dan mengelola sarana dan prasarana penelitian yang ada dengan baik dan terus menerus mengalami pemutakhiran sehingga peneliti tidak lagi kesulitan dalam menjalankan tugasnya dan hasil penelitiannya mampu menjawab pemasalahan terkini terkait konservasi dan rehabilitasi.
160
2. Strategi terkait perilaku stakeholder Freeman
(1984)
menyebutkan
bahwa
strategi
ofensif
dalam
mengoptimalkan pemanfaat peluang kerja sama dari berbagai stakeholder yang ada terdiri dari : a) mengubah apa yang dipercayai oleh stakeholder, b) mengerjakan sesuatu (apapun) yang berbeda, c) mencoba mengubah tujuan stakeholder, d) mengadopsi posisi stakeholder, e) menghubungkan isu yang ada dengan isu lain yang dipandang oleh stakeholder lebih baik, dan f) mengubah proses transaksi. Berkaitan dengan kondisi lingkungan strategis yang dimiliki oleh Balitek KSDA Samboja tentu saja strategi yang direkomendasikan oleh Freeman tersebut tidak semuanya memungkinkan untuk dilaksanakan atau dalam beberapa hal akan mengalami penyesuaian. Hal tersebut akan diuraikan secara runtut sesuai dengan urutan rekomendasi Freeman di atas sebagai berikut : a.
Mengubah apa yang dipercayai oleh stakeholder tentang Balitek KSDA Samboja.
Dari hasil wawancara, keberadaan Balitek KSDA Samboja masih tersamarkan dengan keberadaan Wanariset I Samboja di era tahun 1980-an. Hal tersebut diketahui dari penyataan para stakeholder eksternal yang lebih familiar dengan Wanariset Samboja dibandingkan Balitek KSDA Samboja. Bahkan stakeholder internal pun masih menggunakan istilah Wanariset Samboja untuk memudahkan dalam menjelaskan lokasi keberadaan Balitek
161
KSDA
Samboja.
Untuk
mengubah
persepsi
tersebut
maka
perlu
mengintensifkan dan memperluas kegiatan diseminasi dan pemasyarakatan tentang Balitek KSDA Samboja beserta kegiatan penelitian yang akan, sedang dan sudah dilakukan. Selain itu, kegiatan membangun jaringan kerja sama perlu dijalankan berdasarkan perencanaan yang baik sehingga hasilnya lebih optimal. b.
Mengerjakan sesuatu (apapun) yang berbeda.
Meskipun peluang kerja sama terbuka luas namun tidak berarti bahwa persepsi negatif tentang Balitek KSDA Samboja tidak ada. Langkah untuk mengerjakan sesuatu yang berbeda ini diperlukan bila respon negatif stakeholder
mendominasi.
Namun
pada
kenyataannya
penelitian
ini
menemukan bahwa respon yang ada terkait keberadaan Balitek KSDA Samboja umumnya adalah respon yang positif. Kalau pun harus dilakukan, langkah yang dimaksud lebih terkait pada upaya perubahan opini stakeholder yang melibatkan fungsi kehumasan dan masih terkait dengan langkah sebelumnya. c.
Mencoba mengubah tujuan stakeholder.
Langkah untuk mengubah tujuan stakeholder agar sama dengan tujuan Balitek KSDA Samboja merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan karena beberapa sebab yaitu :
162
1. Stakeholder utama Balitek KSDA Samboja adalah Kementerian Kehutanan terutama Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam beserta seluruh UPT di bawahnya sehingga kewenangan Balitek KSDA Samboja tidak mungkin mengubah tujuan stakeholder utama dan justru harus merujuk padanya. 2. Stakeholder yang lain sudah memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas sehingga perubahan terhadap tujuan stakeholder hanya dapat terjadi pada tataran substansi dan tidak pada tataran pragmatis bila pendalaman tentang apa yang dibutuhkan oleh stakeholder tidak atau belum dilakukan. 3. Setiap stakeholder memiliki latar belakang kepentingan yang berbeda terkait dengan pencapaian visi dan misinya. Stakeholder yang profit oriented akan lebih sulit diubah tujuannya mengingat Balitek KSDA Samboja adalah lembaga yang public service oriented. Terhadap stakeholder yang merupakan lembaga publik, perubahan tujuan juga bukan hal yang mungkin dilakukan karena dibatasi oleh regulasi yang ada. d.
Mengadopsi posisi stakeholder.
Upaya untuk mengadopsi kepentingan stakeholder dikaitkan dengan posisi masing-masing memungkinkan untuk dilakukan meskipun dalam batasan tertentu. Kegiatan penelitian di Balitek KSDA Samboja harus berpedoman pada RPI yang telah ditetapkan oleh Badan Litbang Kehutanan.
163
Di sisi lain, penelitian ini menemukan fakta bahwa kegiatan penelitian yang dilaksanakan masih belum sesuai dengan kebutuhan pragmatis stakeholder meskipun secara substansi sudah terpenuhi. Hal tersebut disadari oleh stakeholder internal sebagaimana komentar berikut “Dilihat kesesuaiannya itu kalo kesesuaiannya bersifat pragmatis kita masih banyak belum sesuai karena kebutuhannya sangat banyak sekali dan kita ini nyambungnya ke RPI di tingkat Badan Litbang ... Dilihat kesesuaian dengan kebutuhan mereka menurut versi kita itu sangat sesuai tidak mungkin penelitian tidak ada gunanya untuk mereka hanya pas kebutuhan pragmatisnya kan mereka butuhnya saat ini ini ini ini. Kesesuaian substansi, semua penelitian tidak mungkin tidak ada gunanya.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “Kalo yang kita kerjakan saat ini saya rasa sudah (sesuai dengan kebutuhan masyarakat) cuman kalo apakah sudah memenuhi itu yang masih menjadi pertanyaan.” (Bina Swasta Sitepu, Calon Peneliti, 4 September 2012) Menyikapi hal tersebut maka diperlukan adanya upaya kompromi antara penelitian yang dinaungi RPI dengan kebutuhan riil di lapangan. Kompromi tersebut tidak berarti bahwa salah satu harus mengalah dan menyesuaikan dengan yang lain namun lebih kepada upaya membangun kesepahaman tentang sisi praktis dan subtantif RPI serta melakukan upaya koreksi terhadap RPI pada periode selanjutnya. Meskipun sifatnya masih dominan top down, RPI sebenarnya ditetapkan setelah melibatkan berbagai stakeholder terkait kehutanan di tingkat pusat dan daerah dan juga
164
merupakan penjabaran dari Roadmap Badan Litbang Kehutanan 2010-2025 sebagaimana pernyataan berikut “RPI itu turunan dari Roadmap Litbang Kehutanan ... disusun berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai pihak terutama di Kementerian Kehutanan juga dengan unsur-unsur instansi pemerintah daerah, swasta, dunia usaha, masyarakat lain dan LSM ...” (Adang Sopandi, Kabid Program dan Evaluasi Balai Besar Penelitian Dipterokarpa, 11 September 2012) Berkaitan dengan hal itu jenis-jenis penelitian yang secara pragmatis diperlukan oleh stakeholder eksternal beserta substansinya terlihat pada Tabel 24. Tabel 24. Jenis penelitian yang diperlukan oleh stakeholder eksternal dan substansi RPI yang bersesuaian dengannya
Stakehoder Eksternal Jenis Penelitian yang Diperlukan Taman Nasional Kutai
BKSDA Kaltim
BPDAS Kaltim
PT. Singlurus Pratama
Identifikasi keanekaragaman hayati di Taman Nasional Kutai secara detail Pengamanan kawasan hutan Penelitian yang memiliki nilai konservasi sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat : Paket teknologi penangkaran satwa Pengamanan dan pengendalian kebakaran Rekomendasi jenis pohon untuk rehabilitasi hutan dan lahan yang telah mencakup faktor-faktor sosial, ekonomi dan budaya tidak semata konservasi jenis saja Penelitian Rehabilitasi DAS Sungai Wain
Substansi RPI yang bersesuaian 10/12**) 11/13**) 10/12**)
11/13**)
15
15
165
Lanjutan Tabel 24
Stakehoder Eksternal Jenis Penelitian yang Diperlukan
Substansi RPI yang bersesuaian
Rapid Assesment kondisi lahan 15 Metode remedial dalam proses 15 rehabilitasi Struktur penghitungan karbon dalam 17*) REDD Neraca Sumber Daya Alam BPPD Kaltim Penelitian tentang Karst 11/13**) Pelestarian plasma nutfah 10/12**) Konservasi Tahura Bukit Soeharto 11/13**) Teknologi reklamasi lahan bekas 15 tambang Pengelolaan kawasan pelestarian alam secara umum dan kawasan UPTD PPA Kaltim 15 Tahura Bukit Soeharto secara khusus *) Tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA Samboja **) Pada tahun 2011, RPI 10 dan 11 berubah nomor urutnya menjadi 12 dan 13
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebenarnya secara substansi, RPI yang diamanahkan untuk dilaksanakan oleh Balitek KSDA Samboja telah sesuai dengan kebutuhan stakeholder namun belum memenuhi sisi praktisnya. Data tersebut bisa dijadikan bahan koreksi terhadap RPI periode berikutnya (2015 – 2019) untuk bisa diakomodir dalam salah satu judul besar RPI. e.
Menghubungkan isu yang ada dengan isu lain yang dipandang oleh stakeholder lebih baik.
Pemahaman stakeholder yang masih bersifat umum serta tugas pokok dan fungsi masing-masing menyebabkan pandangan yang berbeda terkait
166
isu yang mereka anggap penting untuk ditangani oleh Balitek KSDA Samboja. Sebagai contoh pemahaman yang dimiliki oleh BPDAS Mahakam Berau tentang pentingnya sosialisasi penggunaan jenis pohon tertentu untuk kepentingan rehabilitasi lahan kepada masyarakat sehingga kemudian masyarakat mengusulkannya kepada BPDAS untuk ditindaklanjuti sebagai rekomendasi dalam proyek serta anggapan bahwa BPDAS lebih fokus pada konservasi tanah sementara Balitek KSDA Samboja pada konservasi jenis. Pandangan tersebut dapat disikapi dengan mengadakan aktivitas penelitian bersama yang mengkolaborasikan keahlian dari BPDAS Mahakam Berau dan Balitek KSDA Samboja sehingga hasilnya menjadi lengkap karena telah didekati dengan berbagai pendekatan. BPDAS Mahakam Berau mendekati dari sisi hidrologi, sosial, ekonomi dan budaya sementara Balitek KSDA mendekati dari sisi konservasi jenis, kesesuaian tempat tumbuh dan aspek ekologi lainnya. Kolaborasi seperti ini juga akan berdampak pada peningkatan kapasitas dan kredibilitas masing-masing instansi. f.
Mengubah proses transaksi.
Transaksi yang dimaksud pada marka ini adalah pola hubungan yang untuk membentuk kesepahaman. Freeman (1984) menetapkan ada empat tipe umum pola hubungan dengan stakeholder yaitu pengabaian (ignore), pendekatan kehumasan (public relation approach), negosiasi tersirat (implicit negotiation) dan negosiasi tersurat (explicit negotiation). Pola pengabaian
167
adalah satu-satunya pola yang tidak direkomendasikan karena tidak sesuai dengan upaya untuk membangun jaringan kerja sama, selain itu stakeholder yang dimasukkan dalam penelitian ini adalah stakeholder yang memiliki kepentingan cukup signifikan terhadap tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA Samboja. Pola hubungan dengan stakeholder yang selama ini masih belum jelas bentuknya dapat diubah ke arah pendekatan kehumasan, negosiasi tersirat maupun negosiasi tersurat. Pendekatan kehumasan menjadi sangat mungkin dilakukan karena sejak tahun 2011, Balitek KSDA Samboja sudah memiliki satu orang Calon Pranata Humas. Sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/109/M.PAN/11/2005 tentang Jabatan Fungsional Pranata Hubungan Masyarakat dan Angka Kreditnya, tugas pranata humas di antaranya adalah : 1) mengumpulkan data, informasi untuk penyusunan rencana pelayanan informasi dan kehumasan; 2) menyusun rencana kerja pelayanan informasi dan kehumasan dan 3) mengumpulkan data dan informasi untuk pelayanan informasi. Untuk pola hubungan negosiasi tersirat dapat dilakukan bila menginginkan stakeholder yang ada terlibat dalam merumuskan program namun program tersebut selanjutnya dijalankan melalui mekanisme yang ada dalam Balitek KSDA Samboja. Pola ini sebenarnya sudah dikembangkan di Balitek KSDA Samboja saat mengadakan kegiatan seminar pembahasan Rencana
168
Penelitian Tim Peneliti (RPTP) dan Seminar Hasil Penelitian yang selain mengundang Koordinator RPI di tingkat Puslit Konservasi dan Rehabilitasi juga melibatkan akademisi dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman, Balai Taman Nasional Kutai dan UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam (PPA). Khusus terkait pola negosiasi tersurat hanya dapat dilakukan bila Balitek KSDA Samboja sudah memiliki kapasitas manajemen stakeholder yang tinggi. Proses negosiasi tersurat yang efektif memerlukan pemahaman dan pengaturan beberapa variabel kunci yaitu : komunikasi dua arah, negosiasi informal, pengaturan dan penyegaran status stakeholder (setting and turf), siklus proposal-tanggapan-kompromi, aksi unilateral dan solusi sama-sama menang (win-win solution)(Freeman, 1984). Belajar dari proses dicapainya kesepakatan kerja sama pada tahun 2012, maka sebenarnya Balitek KSDA Samboja dapat memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh masing-masing unsur terutama peneliti sebagaimana kerja sama dengan dengan PT Singlurus Pratama. Pada tahun 2011 juga pernah terjalin kerja sama dengan perusahaan tambang swasta namun tidak sampai pada penandatanganan perjanjian kerja sama yang uniknya diawali dengan jaringan yang dimiliki oleh salah seorang akademisi yang menjadi peneliti pendamping pada kegiatan penelitian tentang koridor orang utan. Hal tersebut mengarah pada perlunya membentuk sebuah tim khusus yang berperan untuk membantu pihak
169
manajemen untuk menjalin kerja sama. Tim tersebut melibatkan perwakilan dari masing-masing unsur karena tidak menutup kemungkinan stakeholder internal memiliki jaringan yang potensial sebagai mitra kerja sama. Tentu saja perencanaan kegiatan kerja sama harus terlebih dahulu dibuat sebagai pedoman berdasarkan basis data yang lengkap. Perpaduan antara strategi memantapkan keseimbangan organisasi dengan strategi dalam menyikapi perilaku stakeholder dapat menjadi pijakan yang kuat bagi Balitek KSDA Samboja untuk mewujudkan visi “Menjadi Institusi Penyedia Iptek Konservasi dan Rehabilitasi Hutan yang Tepat Guna”.
3. Program integratif berbasis stakeholder : Pengelolan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto Dari hasil wawancara mendalam, diperoleh fakta bahwa stakeholder yang ada selain Balai Taman Nasional Kutai dan PT. Singlurus Pratama memiliki irisan kepentingan secara substantif pada kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto. Tahura Bukit Soeharto yang terletak di Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian kecil di Kabupaten Pasir, pada awalnya adalah taman wisata alam yang ditetapkan berdasarkan SK. Menteri Kehutanan Nomor: 270/KptsII/1991 Tanggal 20 Mei 1991. Luas kawasan ini sebesar 61.850 ha, dan
170
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.419/MENHUTII/2004, kawasan hutan Taman Wisata tersebut diubah fungsinya menjadi kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Secara geografis Tahura Bukit Soeharto terletak antara 0°41’-1°00’LS dan 116°55’ - 117°03’BT. Dalam kawasan konservasi Tahura Bukit Soeharto, terdapat tiga Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK), yaitu : a). KHDTK Penelitian Samboja seluas 3.504 ha berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan No.: SK.201/MENHUT-II/2004; b). KHDTK Balai Pendidikan dan Latihan (Diklat) Kehutanan Samarinda seluas 4.130 ha (SK.Menhut. No. 8815/Kpts-II/2002) dan c). KHDTK Pusat Penelitian Hutan Tropis Lembab (PPHT) Universitas Mulawarman seluas 20.271 ha (SK.Menhut. No. 160/Menhut-II/2004). Hal tersebut menunjukkan bahwa dari luasan total kawasan konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto 61.850 ha (SK.419/MENHUT-II/2004), terdapat 33.765 ha yang belum memiliki kejelasan pengelolaannya. Luas kawasan yang tidak jelas pengelolaan semakin
bertambah
menjadi
39.861
ha
bila
dikaitkan
dengan
SK.577/Menhut-Il/2009 yang menetapkan luas kawasan menjadi 67.766 ha dengan tata batas yang tetap namun menggunakan penghitungan luas yang lebih teliti. Khusus KHDTK Samboja sendiri terdapat banyak area penelitian yang dilakukan tidak hanya oleh Balitek KSDA Samboja namun juga oleh peneliti
171
dari LIPI dan Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda seperti penelitian penanaman Shorea johorensis (2,5 ha), penelitian penanaman Agathis (2,5 ha), penelitian penanaman Jarak (4 ha), penelitian tanaman Aren pada Batas Km 1,5 – Km 5, penelitian penanaman Gaharu, penelitian penanaman Ulin, plot plasma nutfah tanaman asli Kalimantan (8 Ha), plot plasma nutfah tanaman buah-buahan (5 Ha), penelitian Agroforestry, penelitian pengembangan lebah madu dan penelitian tentang penangkaran Rusa Sambar. Selain itu di KHDTK Samboja juga terdapat Plot Rehabilitasi PT KEM Ulin (10 Ha), Plot Rehabilitasi PT KEM Gaharu (10 Ha), Gerakan Indonesia Menanam 1 juta pohon (km 2,5) dan Penanaman dalam rangka OMOT (One Man One Tree) (km 1,5) yang kesemuanya melibatkan BPDAS Mahakam Berau. Terkait pengamanan kawasan KHDTK, Balitek KSDA Samboja selalu berkoordinasi dengan BKSDA Kaltim dan UPTD PPA Kaltim. Irisan kepentingan yang bersifat substantif dapat diketahui dari pernyataan berikut : “Pengamanan kawasan yang kita lakukan adalah mengikuti aturan yang ditetapkan dalam pengelolaan KHDTK kita menyadari itu tidak cukup untuk di kawasan Tahura sangat tidak cukup tetapi itulah yang bisa kita lakukan, jadi pengamanan secara ini sebenarnya terletak di ... kawankawan kepolisian ataupun BKSDA SPORC itu ...” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012) “Masalah pengamanan, tentunya kita pun ada juga kelemahankelemahan kita ... tidak hanya SDM-nya juga mungkin keterbatasan dananya ... ada kalanya Balitek KSDA Samboja sebagai pengelola
172
KHDTK meminta bantuan tidak bisa dilayani karena keterbatasan itu.” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012) “Terbuka peluang kerja sama untuk kegiatan antara lain : dalam pengamanan kawasan Tahura Bukit Soeharto, ...” (Sutan Alamsyah, Kepala UPTD Pembinaan dan Pelestarian Alam Kaltim, 12 September 2012) “Di kawasan konservasi Bukit Soeharto itu kan ada tiga KHDTK yang pertama PPHT dengan luas sekitar 21.000 ha, Samboja dengan BLK (Balai Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan) ... tapi kalau pemanfaatan kawasan itu antara yang satu dengan yang lain itu tetap berjalan, itu namanya juga kan satu kawasan cuma yang mengurusnya lain-lain saja tapi pada prinsipnya kita satu pemikiran bahwa kawasan itu perlu kita lestarikan.” (Syahrir, Direktur PPHT Unmul, 11 September 2012) “Dua tahun terakhir ini Litbang sedang ingin berperan aktif dalam konservasi Tahura (Bukit Soeharto) kita sudah mencoba beberapa konsep untuk menanam aren disana atau jati tetapi masih dalam proses juga ... bekerja sama dengan Rand (Rain ?) Foundation, LSM yang berkedudukan di Australi untuk kemudian memetakan daerah-daerah yang bisa kita garap dan daerah yang ada masyarakat di situ.” (Juraidi, Kasubid Sumber Daya Alam BPPD Kaltim, 13 September 2012) Dari sisi pengelolaan Tahura Bukit Soeharto sendiri hingga sekarang belum ada lembaga Pengelola Taman Hutan Raya Bukit Soeharto sejak serah terima pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto kepada Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur (Surat Dirjen PHKA No. S.466/IVKK/2007 Tgl. 11 Mei 2007) yang telah dilaksanakan sesuai dengan Memori Serah Terima No. 2512/IV-K.24/KK/2007 tgl. 24 Agustus 2007. Ketiadaan lembaga ini semakin memperlemah posisi Tahura Bukit Soeharto dalam menghadapi perluasan okupasi lahan oleh masyarakat, pembalakan liar,
173
judicial review atas pengukuhan kawasan konservasi serta munculnya kuasa pertambangan di sekitar batas kawasan.
Sumber : Balitek KSDA Samboja – KHDTK Samboja. Gambar 24. Peta Zonasi Tahura Bukit Soeharto Kompleksitas masalah yang dihadapi Tahura Bukit Soeharto serta banyaknya stakeholder akeholder yang terlibat di dalamnya menjadi faktor penarik utama bagi pentingnya sebuah program integratif yang akan mengikat setiap stakeholder yang ada dengan pendekatan win-win solution.. Bagi Balitek KSDA Samboja, keberhasilan program ini nantinya akan menjadikan kredibilitasnya sebagai lembaga penelitian di bidang konservasi dan
174
rehabilitasi menjadi terangkat. Bagi BKSDA Kalimantan Timur dan UPTD PPA Kaltim, keterlibatannya dalam program ini menjamin adanya keamanan kawasan selama program berjalan di samping juga mampu meningkatkan kapasitas kelembagaan. Bagi stakeholder sesama lembaga penelitian, seperti PPHT Universitas Mulawarman, Balai Besar Penelitian Dipterokarpa Samarinda dan BPPD Kalimantan Timur, program ini akan mengoptimalkan kegiatan penelitian konservasi dan rehabilitasi dalam batasan capaian kinerja masing-masing. Secara umum program ini bertujuan untuk menciptakan mutual share sehingga dicapai mutual benefit dalam pola hubungan yang setara.
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Balitek KSDA Samboja
Setelah membahas strategi kinerja, pembahasan kondisi instansi dan perilaku
stakeholder
mengarahkan
kita
pada
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kinerja Balitek KSDA Samboja. Faktor-faktor tersebut terbagi menjadi dua kelompok yaitu faktor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam Balitek KSDA Samboja yang berpengaruh terhadap pencapaian target kinerja. Dari
175
pembahasan kondisi organisasi dan perilaku stakeholder internal dapat diidentifikasi hal-hal yang termasuk dalam faktor internal yaitu : a.
Sumber Daya Manusia.
Dari sisi ini, Balitek KSDA masih mengalami masalah pada jumlah dan reposisi karyawan. Pada fungsional peneliti dan teknisi litkayasa jumlahnya masih belum memadai dan masih ada beberapa orang dari mereka yang diperbantukan di bagian administrasi. Secara administratif keuangan hal tersebut tidak mempengaruhi tingkat capaian kinerja karena setiap tahun output berupa Laporan Hasil Penelitian selalu bisa dicapai, namun bila dilanjutkan pada kualitas dan sejauhmana hasil penelitian itu kemudian dapat dimanfaatkan dan disebarluaskan ke tengah masyarakat hal itu menjadi dipertanyakan mengingat kinerja yang dimaksud tidak semata bicara tentang hasil melainkan juga mengenai proses, perilaku dalam mencapainya dan outcome yang dihasilkan. Selain dari sisi kuantitas, secara kualitas sumber daya manusia di lingkup peneliti juga terdapat kesenjangan yang cukup lebar dan masih didominasi oleh Calon Peneliti dan Peneliti Pertama. Keadaan tersebut bila disertai dengan pola peningkatan dan pengembangan kualitas peneliti yang tertata dengan baik akan menjadikan Balitek KSDA Samboja menjadi lembaga riset terkemuka. Di samping itu, keberadaan beberapa teknisi yang diperbantukan di bagian administrasi dan keuangan sudah
176
saatnya ditinjau ulang mengingat berbagai posisi diperlukan telah diisi oleh pegawai baru pada Tahun 2011. b.
Sarana dan Prasarana.
Dari sisi penelitian, perubahan tugas pokok dan fungsi dari yang semula balai penelitian perbenihan kemudian menjadi balai penelitian konservasi dan rehabilitasi mengakibatkan banyak peralatan dan perlengkapan penelitian yang perlu diganti, diadakan atau ditambahkan. Para peneliti mengatasi hal itu dengan menyewa alat di lembaga penelitian lain atau melakukan uji sampel di laboratorium yang dimiliki oleh perguruan tinggi di Samarinda. Tentu saja hal ini berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas kegiatan penelitian. Meskipun demikian, upaya untuk menutupi kekurangan tersebut terus dilakukan dalam kegiatan pengadaan barang yang perencanaannya melibatkan unsur peneliti sebagai pengguna akhir. Sementara itu dari sisi manajemen, sarana dan prasarana yang dimiliki sudah cukup memadai meskipun masih perlu pemutakhiran agar sesuai dengan kemajuan teknologi yang berkembang. Website resmi Balitek KSDA Samboja juga sudah beroperasi dengan baik meskipun belum secara optimal disosialisasikan keberadaannya
dan
belum
dimanfaatkan
secara
maksimal
dalam
mendiseminasikan dan memasyarakatkan profil lembaga dan hasil-hasil penelitian.
177
c.
Standar prosedur operasi.
Balitek KSDA Samboja sudah memiliki standar prosedur operasi dalam memandu berbagai proses kerja sehingga dapat menjaga konsistensi dan kinerja dalam bekerja. Namun kurangnya sosialisasi dan komitmen dalam menjalankan prosedur yang ada membuat masih adanya karyawan yang merasa bahwa prosedur yang ada terlalu berbelit-belit dan membingungkan sementara dari pihak manajemen mengungkapkan hal yang sebaliknya. d.
Kebersamaan dan integritas.
Secara umum kebersamaan dalam interaksi antar unsur dalam Balitek KSDA Samboja sudah cukup baik. Pihak manajemen sendiri lebih memilih pendekatan personal dalam memotivasi karyawan yang berkinerja rendah. Selain itu integritas yang bersifat individual dan kolektif juga didorong untuk terus ditingkatkan dan dikaitkan dengan nilai-nilai transendental sehingga tidak semata dilakukan karena nilai material semata. Kedua hal ini berdampak positif dalam menciptakan lingkungan yang berkinerja tidak semata karena motivasi material yang lemah namun diarahkan pada motivasi yang sifatnya integral bagi setiap unsur dalam Balitek KSDA Samboja. e.
Rencana strategis.
Rencana strategis Balitek KSDA Samboja 2010 – 2014 sudah memadai dalam mengidentifikasi permasalah di lingkungan strategisnya secara umum dan langkah-langkah untuk mengatasinya. Namun pemahaman terhadap
178
renstra tersebut masih bervariasi sehingga keterlibatan dan antusiasme masing-masing
unsur
untuk
berjalan
bersama
mendukung
dan
menjalankannya masih tidak merata dan terbatas pada apa yang dipahami. Sosialisasi yang lebih intensif perlu dilakukan demi optimalisasi pencapaian target kinerja. Selain itu renstra yang ada perlu dibuat lebih rinci dalam menemukenali fakta
lingkungan
strategisnya
sehingga
strategi
yang
dihasilkan akan lebih operasional sifatnya. f.
Kepemimpinan.
Komitmen dari Kepala Balai dan jajaran manajemen Balitek KSDA Samboja cukup kuat dalam mengawal dan mengarahkan upaya setiap komponen dalam tercapai visi, misi dan target kinerja yang telah ditetapkan. Pola kepemimpinan yang egaliter dan fleksibel dalam tataran tertentu cukup memberi pengaruh pada peningkatan kinerja Balai. Namun perlu disadari bahwa sesungguhnya pondasi Balitek KSDA Samboja sudah dipersiapkan dan dibangun secara baik oleh pemimpin sebelumnya pada tahun 2010 saat masih berstatus Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Samboja dan ternyata cukup
memadai
sebagai
landasan.
Ini
membuktikan
bahwa
faktor
kepemimpinan menjadi salah satu faktor penting dalam memelejitkan kinerja Balitek KSDA Samboja. Kepemimpinan yang dimaksud tidak hanya bermakna kepemimpinan struktural namun juga bermakna kepeloporan dari setiap unsur untuk selalu berlomba dalam menunjukkan kinerja terbaiknya
179
sebagai bagian yang inheren dalam bekerja. Hal ini penting agar tingkat capaian kinerja tidak bergantung pada kinerja orang tertentu atau semata kinerja pemimpinnya namun harus melibatkan partisipasi dari seluruh komponen organisasi sesuai dengan uraian tugas masing-masing.
2. Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar Balitek KSDA Samboja yang berpengaruh terhadap pencapaian target kinerja. Dari pembahasan kondisi organisasi dan perilaku stakeholder eksternal dapat disarikan hal-hal yang termasuk dalam faktor eksternal yaitu : a.
Kebijakan Pemerintah.
Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap kinerja Balitek KSDA Samboja mengingat kedudukannya sebagai salah satu lembaga penelitian dan pengembangan milik pemerintah. Kebijakan terkait moratorium pengadaan pegawai pada tahun 2011 dan 2012 menyebabkan pemenuhan kebutuhan pegawai untuk mengisi posisi yang masing kosong menjadi tidak mungkin dilaksanakan. Kebijakan anggaran juga sangat berpengaruh karena hingga saat ini sumber satu-satunya pendanaan kegiatan berasal dari anggaran
yang
dialokasikan
oleh
pemerintah
belum
lagi
bila
ada
penghematan anggaran yang selalu terjadi setiap tahun anggaran. Selain itu perubahan kebijakan di tingkat Kementerian Kehutanan berpengaruh
180
signifikan sebagaimana terlihat dalam perubahan bentuk organisasi yang disertai perubahan tugas pokok dan fungsi yang dialami oleh Wanariset Samboja I hingga menjadi Balitek KSDA Samboja saat ini. b.
Pola hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah.
Otonomi daerah dan penghapusan beberapa wewenang pemerintah pusat di bidang kehutanan di daerah salah satunya ditandai dengan penghapusan keberadaan Kantor Wilayah Departemen Kehutanan yang posisinya kemudian digantikan dengan koordinator wilayah. Di Kalimantan Timur, koordinator wilayahnya dipercayakan kepada Balai Besar Penelitian Dipterokarpa (B2PD) Samarinda. B2PD Samarinda dalam menjalankan fungsinya masih dirasa kurang optimal termasuk dalam hal sosialisasi RPI kepada sesama UPT Kementerian Kehutanan dan instansi pemerintah daerah di bidang kehutanan. Hal ini dapat ditelusuri dari pernyataan berikut : “Harusnya perannya lebih strategis ... sebagian besar berperannya di bidang administrasi keuangan ... mungkin perlu ditingkatkan (perannya dalam mensinergikan antar UPT Kementerian Kehutanan)” (Hernowo Supriyanto, Kasi Pengelola Taman Nasional Kutai Wilayah I Sangatta, 10 September 2012) “Perlu ada semacam forum pertemuan ... apakah tiap tiga bulan sekali atau enam bulan sekali ... untuk membicarakan program-program yang sudah disusun, realisasi yang sudah dilaksanakan lalu kemudian permasalahan yang berhubungan dengan tupoksi masing-masing UPT disampaikan siapa tahu nanti itu juga dapat memberikan solusi dari maisng-masing UPT yang tentunya dikoodinir oleh Korwil itu sendiri.” (Amad Ruyadi, Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim, 12 September 2012)
181
c.
Rencana Penelitian Integratif (RPI).
Meskipun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi Balitek KSDA Samboja, RPI tetap dianggap faktor eksternal karena dirumuskan oleh Badan Litbang Kehutanan untuk kemudian diamanahkan pelaksanaannya
kepada Balitek KSDA Samboja. Judul-judul penelitian
dalam RPI secara substansi memang telah mencakup hampir seluruh aspek kehutanan namun dari sisi pragmatis masih belum bersesuaian dengan kebutuhan stakeholder. d.
Persepsi stakeholder.
Perbedaan kepentingan di antara stakeholder menimbulkan perbedaan persepsi di antara mereka terhadap Balitek KSDA Samboja terkait kebutuhan dan harapan mereka. Hal ini telah dibahas secara rinci pada bagian strategi terkait perilaku stakeholder di daerah. e.
Masyarakat sekawasan.
Lokasi Balitek KSDA Samboja dengan KHDTK Samboja-nya berada dalam kawasan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto. Sejarah awal luas Hutan Penelitian (Wanariset) Samboja hanya 504 ha, hal ini berdasar SK Menteri Pertanian : No. 23/Kpts/Um/II/1979. Perubahan luasan dilakukan dengan alasan perlunya pengembangan kegiatan penelitian dan pengembangan kehutanan karena areal hutan tersebut telah memenuhi syarat sebagai tempat penelitian dan pengembangan. Kawasan ini mulai mendapat berbagai
182
masalah sejak keluarnya SK.Menhut : No.290/Kpts-II/1991 tentang perluasan lahan penelitian untuk kehutanan 3000 ha, hingga muncul ancaman berupa perambahan, penebangan liar dan konflik lahan antara wanariset dengan masyarakat yang memiliki lahan di dalam kawasan, keadaan seperti terus terjadi dan sampai sekarang belum bisa diselesaikan oleh kedua belah pihak, akibatnya kelestarian hutan dan pelaksanaan kegiatan penelitian menjadi terganggu. Ancaman itu tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan tapijuga oleh orang yang berada di luar Kelurahan Sungai Merdeka. Mengingat aktivitas polisional tidak menjadi wewenang Balitek KSDA Samboja, maka untuk masalah pengamanan dan penegakan hukum Balitek KSDA Samboja bekerja sama dengan pihak BKSDA dengan Polisi Hutan dan SPORC (Satuan Polisi Reaksi Cepat)-nya serta dengan Kepolisian Sektor Samboja, sementara yang bisa dilakukan sendiri adalah aktivitas patroli kawasan. Secara umum, Balitek KSDA Samboja memilih sikap hati-hati untuk menghindari konflik dengan masyarakat sekawasan sebagaimana terungkap dalam pernyataan berikut : “Kita lihat sejarah ... kita tidak mungkin mengembalikan masyarakat (yang sudah ada) ... tidak bisa mengusir mereka ... apalagi zamannya zaman reformasi begini ... harus hati-hati.” (Nur Sumedi, Kepala Balitek KSDA Samboja, 3 September 2012).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan dan uraian pada bab hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Dari sisi kelembagaan, rencana strategis dan capaian kinerjanya, Balitek
KSDA
Samboja
berada
pada
kondisi
memelihara
keseimbangan organisasi. 2. Stakeholder Balitek KSDA Samboja memiliki potensi kerja sama relatif tinggi sementara ancaman persaingannya rendah sehingga strategi umum yang tepat untuk menyikapi kondisi tersebut adalah strategi ofensif. 3. Strategi
untuk
memantapkan
keseimbangan
organisasi
dan
menghadapi perilaku stakeholder sudah tercakup dalam Rencana Strategis Balitek KSDA Samboja 2010 – 2014 namun belum mengidentifikasi permasalahan secara lebih rinci terutama terkait dengan keberadaan stakeholder sehingga strategi yang ada masih
184
bersifat umum dan normatif. Langkah strategis yang direkomendasikan adalah : a. Langkah strategis untuk memantapkan keseimbangan organisasi : sosialisasi dan aktualisasi berbagai prosedur administrasi dan keuangan, perencanaan anggaran kegiatan penelitian yang sesuai dengan kondisi faktual di lapangan, penguatan kebersamaan, integritas dan mekanisme saling kontrol, perencanaan peningkatan kapasitas dan keahlian peneliti untuk mengatasi kesenjangan kualitas peneliti, penambahan jumlah teknisi litkayasa dan meningkatkan keterampilannya, peninjauan ulang keberadaan tenaga fungsional yang diperbantukan di bagian administrasi, pengisian posisi jabatan administratif yang masih kosong, serta pemenuhan kebutuhan dan pengelolaan sarana dan prasarana penelitian. b. Langkah strategis ofensif untuk menyikapi perilaku stakeholder yang dapat dilakukan sesuai dengan kapasitas Balitek KSDA Samboja : mengubah apa yang dipercayai oleh stakeholder tentang Balitek KSDA Samboja, mengadopsi posisi stakeholder, menghubungkan isu yang ada dengan isu lain yang dipandang oleh stakeholder lebih baik, dan mengubah proses transaksi. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja Balitek KSDA Samboja adalah :
185
a. Faktor internal : sumber daya manusia, sarana dan prasarana, standar prosedur operasi, kebersamaan dan integritas, dan rencana strategis. b. Faktor eksternal : kebijakan pemerintah, pola hubungan pemerintah pusat dan daerah, rencana penelitian integratif (RPI), persepsi stakeholder, dan masyarakat sekawasan.
B. Saran
Mengingat penelitian ini berangkat dari lingkup kelembagaan Balitek KSDA Samboja dalam kurun waktu 2010 sampai dengan triwulan III 2012 untuk melihat kompleksitas masalah yang lebih besar maka penulis menyarankan : 1. Alternatif
pogram
integratif
berbasis
stakeholder
yang
dapat
dilaksanakan adalah program Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Soeharto
karena
kompleksitas
masalah
yang
dihadapi
serta
banyaknya stakeholder yang terlibat di dalamnya. 2. Perlunya penelitian lanjutan dengan perluasan stakeholder yang diamati dengan melibatkan lembaga swadaya masyarakat, media massa dan masyarakat sekitar serta penggunaan teknik evaluasi
186
perilaku stakeholder yang berbeda untuk memperkaya deskripsi terkait stakeholder Balitek KSDA Samboja. 3. Penelitian ini perlu dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi (Badan Litbang
Kehutanan
bahkan
Kementerian
Kehutanan)
sehingga
cakupan bahasannya dapat menjangkau berbagai kebijakan dalam penelitian dan pengembangan kehutanan di Indonesia. 4. Perlunya melakukan penelitian terkait kinerja Balitek KSDA Samboja setelah berakhirnya Renstra 2010 – 2014.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. World Development Report 2002 : Building Institutions for Markets. New York: Oxford University Press, Inc. Anonim, 2008. Merriam-Webster's Advanced Learner's English Dictionary. Hamburg: Kreutzfeldt Electronic Publishing GmbH. Anonim, 2009. Greenomics Indonesia. (Online) (http://www.greenomics.org/docs/Laporan%20Emisi%20Greenomics_b ahasa.pdf diakses 30 Maret 2012). Anonim, 2010. forestclimatecenter.org. (Online) (http://forestclimatecenter.org/files/2010-1127%20Jalan%20Panjang%20Penataan%20Kembali%20Kebijakan%2 0Kehutanan%20di%20Indonesia%20%20Catatan%20Proses%20Penyusunan%20Rancangan%20Stranas %20REDD+%20di%20Indonesia.pdf diakses 30 Maret 2012). Anonim, 2012. Dr. Ir. Tachrir Fathoni, M.Sc. : Bekerja Ikhlas dan Bersemangat. Majalah Swara Samboja, 1(1), pp.6 - 9. Armstrong, M., 2000. Performance Management : Key strategies and practical guidelines. 2nd ed. Dover: Kogan Page Limited. Artley, W., Ellison, D.J. & Kennedy, B., 2001. The Performance-Based Management Handbook Volume 1 Establishing and Maintaining a Performance-Based Management Program. Oak Ridge Associated Universities (ORAU). Betz, F., 2011. Managing Science, Methodology and Organization of Research. New York: Springer Science+Business Media, LLC.
188
Borman, W.C. & Motowidlo, S.J., 1997. Task performance and contextual performance: The meaning for personnel selection research. Human Performance, 10, pp.99-109. Boyne, G.A., Meier, K.J., Jr, L.J.O. & Walker, R.M., eds., 2006. Public Service Performance : Perspectives on Measurement and Management. New York: Cambridge University Press. Brown, S., Blackmon, K. & Maylor, P.C.a.H., 2001. Performance measurement and improvement. In Operations Management. Oxford: Butterworth-Heinemann. pp.309-3011. Butarbutar, T., 2008. Studi Manajemen pada Beberapa Institusi Penelitian di Australia sebagai Bahan Pembelajaran di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 5, p.19. Chai, N., 2009. Evaluation Standard: From 3 E’s to 5 E’s. In Sustainability Performance Evaluation System in Government : A Balanced Scorecard Approach Towards Sustainable Development. New York: Springer Science+Business Media. pp.66-69. Coccia, M., 2004. New models for measuring the R&D performance and identifying the productivity of public research institutes. R&D Management, 34(3), pp.267-80. Cruz-Castro, L. & Sanz-Menéndez, L., 2007. New Legitimation Models and the Transformation of the Public Research Organizational Field. Internasional Studies of Management and Organization, 37(1), p.27– 52. Djogo, T., Sunaryo & Sirait, M., 2003. Kelembagaan dan Kebijakan dalam Pengembangan Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF) South East Asia. Ellefson, P.V., Kilgore, M.A., Skog, K.E. & Risbrudt, C.D., 2007. Forest Product Research and Development Organization : Organization,
189
Governance, and Measures of Performance in a Worldwide Setting. Forest Products Journal, 57(10), p.6–13. Freeman, R.E., 1984. A Process for Formulating Strategic Programs for Stakeholders. In Strategic Management: A Stakeholder Approach. Massachusetts: Pitman Publishing Inc. pp.128-53. Friedman, A.L. & Miles, S., 2006. 4.2.1 Strategic Management : Freeman (1984). In Stakeholders Theory and Practice. New York: Oxford University Press. pp.85-87. Hart, P.’. & Vromen, A., 2008. Research and Evaluation : A New Era for Think Tanks in Public Policy? International Trends, Australian Realities. The Australian Journal of Public Administration, 67(2), p.135–148. Hassard, J. & Holliday, R.a.W.H., eds., 2000. Body and Organization. London: SAGE Publications. Heiskala, T.J.H.a.R., ed., 2007. Social Innovations, Institutional Change and Economic Performance. Massachusetts: Edward Elgar Publishing, Inc. IUFRO, 1994. Planning and Managing Forestry Research : A Self-Learning Course - Module 5 Developing The Research Program. Vienna: IUFRO. IUFRO, 2007. Forest Research Management in an Era of Globalization. IUFRO News, Volume 36(6/2007), p.1. Jansen, D., 2007. New Forms of Governance in Research Organizations, Disciplinary Approaches, Interfaces and Integration. Dordrecht: Springer. Lunenburg, F.C., 2011. Performance Appraisal: Methods and Rating Errors. International Journal of Scholarly Academic Intellectual Diversity, 14(1), p.1–9.
190
Lusthaus, C., Adrien, M.-H. & Carden, G.a.F., 1999. Chapter 4 - Diagnosing the Performance of Your Organization. In Enhancing Organization Performance : a Toolbox for Self Assesment. Ottawa: International Development Research Center. Marr, B., 2008. Managing and Delivering Performance. Oxford: Elsevier Ltd. Matsumoto, M., Yokota, S., Naito, K. & Itoh, J., 2010. - Development of a model to estimate the economic impacts of R&D output of public research institutes. R&D Management, 40(1), pp.91-100. McLean, G.N., 2006. Systems Theory. In Organization Development : Principles, Processes, Performance. San Francisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc. pp.65-70. Mohan, S.R., 2012. Government Initiatives for Developing Technologies in Public Research Institutes through Strategic Relationship with Industry. Journal of Technology Management for Growing Economies, 3(1), pp.79-94. Motowidlo, S.J. & Schmit, M.J., 1999. Performance assessment in unique jobs. In D.R. Ilgen & E.D. Pulakos, eds. The changing nature of job performance: Implications for staffing, motivation, and development. San Fransisco: Jossey-Bass. pp.56-86. Ngakan, P.O., 2007. Implikasi Perubahan Kebijakan Otonomi Daerah terhadap Beberapa Aspek di Sektor Kehutanan. Jakarta: Center for International Forestry Research. North,
D.C., 1990. Institutions, Institutional Change and Performance. Cambridge: Cambridge University Press.
Economic
OECD, 2011. Public Research Institutions: Mapping Sector Trends. OECD Publishing.
191
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Redburn, F.S., Shea, R.J. & Buss, a.T.F., eds., 2008. Performance Management and Budgeting : How Governments can Learn from Experience. New York: M.E. Sharpe, Inc. Ritzer, G., 2005. Institutional Theory. In Encyclopedia of Social Theory. California: Sage Publications, Inc. p.408. Rivai, V. & Basri, A.F.M., 2005. Pentingnya Mengevaluasi Perilaku Stakeholder untuk Meningkatkan Kinerja Perusahaan dan Karyawan. In Performance Appraisal. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. pp.191207. Schultz, D., 2004. Encyclopedia of Public Administration and Public Policy. New York: Facts On File, Inc. Siagian, S.P., 2012. Teori Pengembangan Organisasi. 7th ed. Jakarta: Bumi Aksara. Simbolon, H., 2005. Dinamika Hutan Dipterocarp Campuran Wanariset Semboja, Kalimantan Timur Setelah Tiga Kali Kebakaran Tahun 19802003. B I O D I V E R S I T A S, 6(2), pp.133-37. Stein, H., 2008. Beyond the World Bank Agenda : An Institutional Approach to Development. Chicago: The University of Chicago Press. Subarudi, 2001. Riset itu Mahal : Manajemen Riset Sangat Diperlukan. Info Sosial Ekonomi, 2(2), pp.87-95. Subarudi, 2008. Kajian Strategi Peningkatan Kinerja Badan Litbang Kehutanan. Info Sosial Ekonomi, 8(4), p.251–265.
192
Subiakto, A., 2006. Departemen Kehutanan. (Online) (http://www.dephut.go.id/files/Atok.pdf diakses 30 Oktober 2012). Sutarto, 2006. Dasar-dasar Organisasi. 21st ed. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Tahssain, L. & Zgheib, M., 2009. Perceived Performance of the Human Resources Information Systems (HRIS) and Perceived Performance of the Management of Human Resources (HRM). In T. Bondarouk, H. Ruël, K. Guiderdoni-Jourdain & E. Oiry, eds. Handbook of Research on E-Transformation and Human Resources Management Technologies: Organizational Outcomes and Challenges. New York: Information Science Reference (an imprint of IGI Global).
193
Lampiran 1. Pedoman Studi Dokumen 1. Dokumen yang diperlukan adalah Laporan Tahunan dan LAKIP Balitek KSDA Samboja tahun 2011 dan BPTP Samboja Tahun 2010. 2. Hal yang diamati dalam dokumen adalah data angka terkait dengan kondisi kepegawaian, jumlah kegiatan penelitian dan kinerja yang dicapai, kondisi sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan penelitian dan jumlah kerja sama dengan pihak luar yang telah dilaksanakan. 3. Selain
itu
diperlukan
pemasyarakatan
dan
data
pendukung
diseminasi
hasil
terkait
penelitian,
dengan akta
upaya
perjanjian
kerjasama penelitian serta sejauh mana perkembangan website yang dimiliki oleh Balitek KSDA Samboja.
194
Lampiran 2. Pedoman Wawancara 1 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Balitek KSDA Samboja
Nama Informan : NIP : Jabatan : 1. Menurut Bapak, bagaimana kinerja Balitek KSDA Samboja sekarang ? Prestasi apa saja yang telah dicapai ? 2. Faktor apa saja yang mendukung optimalisasi kinerja Balitek KSDA Samboja ? 3. Faktor apa saja yang menghambat optimalisasi kinerja Balitek KSDA Samboja ? 4. Terkait dengan Puslitbang pembina RPI (Puskonser dan Puspijak), bagaimana perannya selama ini ? Bagaimana seharusnya Puslitbang berperan dalam mendukung pencapaian kinerja Balitek KSDA Samboja ? 5. Apakah penelitian yang selama ini dilakukan di Balitek KSDA telah mampu menjawab tantangan yang ada atau telah sesuai dengan kebutuhan stakeholder ? 6. Bagaimana dengan peluang untuk menjalin kerjasama dengan pihak luar seperti dengan a. sesama UPT Kemenhut di Kaltim ? b. Dinas Kehutanan Kaltim ? c. Badan Litbang Daerah ? d. Pusat Penelitian Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman ? e. Perusahaan Swasta ? f. dan LSM Lingkungan?
195
Lampiran 3. Pedoman Wawancara 2 Persepsi Keberadaan Balitek KSDA Samboja
Nama Informan : NIP : Instansi : Jabatan : 1. Apakah Bapak/Ibu mengetahui keberadaan Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam Samboja ? (Bila belum mengetahui maka berikan gambaran singkat tentang Balitek KSDA Samboja, lokasi keberadaannya, jejak sejarah dan tupoksinya) 2. Apakah lembaga/instansi Bapak/Ibu memandang perlu adanya pemanfaatan hasil penelitian Balitek KSDA Samboja dalam mendukung kinerja lembaga/instansi Bapak/Ibu? 3. Hasil penelitian dan paket teknologi seperti apa yang instansi Bapak/Ibu perlukan ? 4. Apakah terbuka peluang kerjasama antara lembaga/instansi Bapak/Ibu dengan Balitek KSDA Samboja ? Bentuk kerjasamanya dalam hal apa saja ? 5. Apa saran Bapak/Ibu terhadap kinerja Balitek KSDA Samboja selama ini terutama terkait hasil penelitian konservasi dan rehabilitasi serta perubahan iklim ?
196
No.
Lampiran 4. Daftar Informan Wawancara Keterangan Wawanca Tgl
Tempat
Informan 1 3-Sep-12 Kantor Balitek KSDA 2 4-Sep-12
Waktu
Nama Informan
13.00 WITA Dr. Nur Sumedi. S.Pi, MP 08.00 WITA Ir. IGN Oka Suparta
3
10.00 WITA
4
11.00 WITA
5
09.30 WITA
6
09.00 WITA
7
15.00 WITA
8
19.30 WITA
9 5-Sep-12
08.30 WITA
NIP
Jabatan
196907181994 Kepala Balai 031001
196008211986 Kasie. Data, 031001 Informasi dan Sarana Penelitian Hj. Khairiyah, SE, M.Si. 196309151987 Kasubag 122001 Tata Usaha Drinus Arruan 196112061988 Kasie. 031005 Program, Evaluasi dan Kerjasama Ir. Massofian Noor, 195905151988 Peneliti M.P. 021001 Bina Swasta Sitepu, 198105222009 Calon S.Hut. 121003 Peneliti Triatmoko 198104222003 Peneliti 121001 Muda Deny Adi Putra 198404252007 Teknisi 101001 Litkayasa Agus Akhmadi 196108271987 Teknisi 031004 Litkayasa Penyelia
197
Lampiran 5. Daftar Responden Wawancara
No.
Keterangan Wawanca
Tanggal
Tempat
Waktu
Nama Responden
Jabatan
1 5-Sep-12 Kantor 10.00 WITA Perwakilan PT. Sunglurus Pratama di Balikpapan 2 10-Sep- Kantor Balai 11.30 WITA 12 TN Kutai di Bontang
Agus Tandri
Humas PT. Singlurus Pratama
Hernowo Supriyanto, S.Hut., MP.
3 11-Sep12
09.00 WITA
Ir. Adang Sopandi, M.Sc.
Kasie Pengelola TN Wilayah I Sangatta Kabid Program dan Evaluasi
10.30 4.00 WITA
Dr. Ir. Syahrir
Direktur PPHT Unmul
09.00 WITA
Drs. H. Amad Ruyadi, S.H,, M.Si.
10.00 WITA
Ir. Johny Kawulusan, M.Si., M.B.A.
Kasubag Tata Usaha BKSDA Kaltim Kasie Kelembagaan dan Pengembanga n Organisasi Sekretaris
4
5 12-Sep12 6
Kantor Balai Besar Penelitian Dipterokarp a di Samarinda Kantor PPHT Unmul Kantor BKSDA Kaltim Kantor BPDAS Mahakam Berau
7
Kantor 11.00 WITA Balitbangda Kaltim
8
11.20 WITA
Ir. Sri Widowati Asra
9
11.45 WITA
Drs. Juraidi, M.T.P.
Kantor 14.00 WITA UPTD PPA Kaltim
Ir. Sutan Alamsyah
10
Ir.Noor Barakati
Kasubid Teknologi Informasi Kasubid Sumber Daya Alam Kepala UPTD PPA
Lampiran 6. Daftar kegiatan penelitian Balitek KSDA Samboja 2010 – 2012
Kode RPI
Judul Penelitian
3.2.1 Uji jenis dan 3.2.1.16 Penelitian Sistem provenan jenisPengelolaan dan jenis Rehabilitasi IUPHHK pohon Restorasi Ekosistem dan unggulan Terbangunnya Petak setempat di Contoh di Lapangan PT. berbagai RHOI (Restorasi Habitat kondisi hutan Orangutan Indonesia) alam bekas Kaltim tebangan alam lahan kering 3.2.2 Kajian teknik 3.2.2.16 Penelitian Penilaian rehabilitasi Kawasan Bernilai hutan bekas Konservasi Tinggi di Hutan tebangan yang Produksi telah rusak di hutan alam lahan kering 3.3.1 Kajian 3.3.1.16 Penelitian Status dinamika Pengelolaan Hutan Lindung biodiversitas di Era Desentralisasi pada Kehutanan serta Nilai berbagai Manfaat Jasa Aliran Air kondisi hutan Hutan Lindung bekas tebangan di hutan alam lahan kering
Penelitis Syamsu Eka Rinaldi, S.Hut.
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Teknologi Kawasan Hasil Hutan
Tahun 2010 2011 2012
x
Ardianto Wahyu Nugroho, S.Hut
Konservasi Budidaya Jenis Hutan x
Faiqotul Falah, S.Hut, M.Si.
Konservasi Sosiologi Kawasan Kehutanan
x
198
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI 4.1.1 Ujicoba penanaman pada delta terdegradasi
Judul Penelitian
4.1.1.16 TEKNIK PENANAMAN BEBERAPA JENIS MANGROVE DI DELTA MAHAKAM Teknik Penanaman Beberapa Jenis Mangrove di Delta Mahakam Pengaruh Ukuran Bibit terhadap Pertumbuhan Anakan Bakau dan Api-api Penelitian Uji Penanaman Jenis Rhizopora spp. untuk Rehabilitasi Kawasan Magrove di Delta Mahakam, Kaltim (4.1.1.16) 4.4.1 Kajian potensi 4.4.1.16 KAJIAN KERAGAMAN jasa FLORA DAN FAUNA lingkungan HUTAN MANGROVE DI hutan TANJUNG BATU, mangrove KABUPATEN BERAU, KALIMANTAN TIMUR Kajian Potensi Wisata Hutan Mangrove di Tanjung Batu, Berau
Peneliti Burhanuddin Adman, S.Hut
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Silvikultur Kawasan
Tahun 2010 2011 2012
Burhanuddin Adman, S.Hut x Burhanuddin Adman, S.Hut x Bina Swasta Sitepu, S.Hut.*) Konservasi Manajemen Jenis Hutan x
Mukhlisi, S.Si
Konservasi Biologi Jenis Konservasi
Mukhlisi, S.Si x
199
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
5.4.1 Kajian phenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut 10.1.1 Eksplorasi habitat dan populasi 6 jenis flora (ulin, eboni, cendana dan ramin, ki beusi)
Judul Penelitian Kajian Potensi Pengembangan Ekowisata di Pusat Informasi Mangrove (PIM) Berau Penelitian Potensi Pengembangan Ekowisata Mangrove di Balikpapan 5.4.1.16 Kajian Phenologi Berbunga dan Berbuah Jenis-jenis Pohon Hutan Rawa Gambut Fenologi Pohon Hutan Rawa Gambut (5.4.1.16) 10.1.1.16 POPULASI ULIN DI KALIMANTAN Habitat dan Populasi Ulin di Kalteng dan Kalbar Habitat dan Populasi Ulin di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan (12.1.1.16) Penelitian Teknologi Konservasi Ek-Situ Ulin di KHDTK Samboja (12.2.1.16 B) Penelitian Habitat dan Populasi Ki Beusi dan Kempis di Kaltim (12.1.1.16)
Peneliti
Kelompok Peneliti
Keahlian Peneliti
Tahun 2010 2011 2012
Mukhlisi, S.Si x Mukhlisi, S.Si x Ardianto Wahyu Nugroho, S.Hut Ardianto Wahyu Nugroho, S.Hut Dr. Ir. Kade Sidiyasa
Dr. Ir. Kade Sidiyasa
Konservasi Budidaya Jenis Hutan
x x
Konservasi Konservasi Jenis Sumber Daya Hutan x
Dr. Ir. Kade Sidiyasa x Dr. Ir. Kade Sidiyasa x Dr. Ir. Kade Sidiyasa x
200
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian
10.1.2 Eksplorasi 10.1.2.16 HABITAT DAN SEBARAN habitat dan POPULASI RUSA SAMBAR populasi 7 DI KALIMANTAN jenis fauna Eksplorasi Habitat dan (orang utan, Populasi Rusa Sambar tarsius, owa (Rusa unicolor) di jawa, elang Kalimantan Timur jawa, banteng, Habitat dan Sebaran anoa dan rusa) Populasi Rusa Sambar (Rusa unicolor) di Kalimatan Timur (12.1.2.16) Penelitian Kajian Keberhasilan Lokasi Pelepasliaran Orang utan di Kalimantan (12.1.2.16) 10.2.1 Teknologi 10.2.1.16 PELESTARIAN konservasi BANGGERIS jenis flora dan SEBAGAI JENIS FLORA fauna kunci KUNCI PADA EKOSISTEM pada habitat di DATARAN TINGGI DI dataran rendah KALIMANTAN dan dataran Kajian pelestarian tinggi Banggeris Sebagai Jenis Flora Kunci pada Ekosistem Dataran Tinggi di Kalimantan
Peneliti drh. Amir Ma’ruf, M.Hum
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Konservasi Jenis Satwa
Tahun 2010 2011 2012
drh. Amir Ma’ruf, M.Hum x drh. Amir Ma’ruf, M.Hum x drh. Amir Ma’ruf, M.Hum x Teguh Muslim, S.Hut
Konservasi Konservasi Jenis Sumber Daya Hutan
Teguh Muslim, S.Hut x
201
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian Penelitian Kajian Pelestarian Bangeris sebagai Jenis Flora Kunci pada Ekosistem Dataran Tinggi di Kalimantan (12.2.1.16)
10.2.1.16 Kajian Sebaran dan Habitat Labi-labi di Kalimantan Timur Penelitian Kajian Sebaran dan Habitat Labi-Labi di Kaltim (12.2.1.16 A) 10.3.1 Teknologi 10.3.1.16 KAJIAN KELAYAKAN penangkaran PENANGKARAN RUSA jenis-jenis SAMBAR (CERVUS aves, primata, UNICOLOR) DI KHDTK amphibi, SAMBOJA mamalia Kajian Kelayakan potensial yang Penangkaran Rusa Sambar terancam di KHDTK Samboja punah Kajian Desain Tapak Penangkaran Rusa Sambar (Rusa unicolor) di KHDTK Samboja (12.3.1.16) Penelitian Uji Penanaman Jenis-Jenis Pakan Rusa Sambar di KHDTK Hutan Penelitan Samboja (12.3.1.16)
Peneliti
Kelompok Peneliti
Keahlian Peneliti
Tahun 2010 2011 2012
Teguh Muslim, S.Hut x
drh. Amir Ma’ruf, M.Hum
Konservasi Konservasi Jenis Satwa
Teguh Muslim, S.Hut*)
Konservasi Konservasi Jenis Sumber Daya Hutan Konservasi Ekologi Hutan Jenis
Tri Atmoko, S.Hut
x
Tri Atmoko, S.Hut x Mukhlisi, S.Si*)
Konservasi Biologi Jenis Konservasi
x
Mukhlisi, S.Si x
202
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian
10.4.1 Eksplorasi dan 10.4.1.16 KEANEKARAGAMAN bioprospeksi JENIS JAMUR MAKRO fungi KALIMANTAN Kajian Keanekaragaman Fungi Makro di Kalimantan Selatan Eksplorasi Fungi Makro di Areal Hutan Lindung Datar Alai dan PT. Ayayang Kalimantan Selatan (12.4.1.16) Penelitian Keanekaragaman Fungi Makro di TN Sebangau dan TN Tanjung Putting, Kalteng (12.4.1.16) 10.5.1 Kajian 10.5.1.16 KAJIAN ETNOBOTANI etnobotani POHON POTENSIAL beberapa jenis BERKHASIAT OBAT ANTI pohon sebagai KOLESTEROL DAN bahan baku DIABETES DI obat anti KALIMANTAN kolesterol dan Kajian Etnobotani Beberapa diabetes Jenis Pohon Sebagai Bahan Baku Obat Anti Kolesterol dan Diabetes di Kalimantan Kajian Etnobotani Pohon Potensial Berkhasiat Obat Anti Diabetes dan Kolesterol di Kalimantan Timur (12.5.1.16)
Peneliti Ir. Massofian Noor, MP
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Silvikultur Jenis
Tahun 2010 2011 2012
Ir. Massofian Noor, MP x Ir. Massofian Noor, MP x
Ir. Massofian Noor, MP x Noorcahyati, S.Hut
Konservasi Silvikultur Kawasan
Noorcahyati, S.Hut x Noorcahyati, S.Hut x
203
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian
Penelitian Kajian Etnobotani Pohon Potensial Berkhasiat Obat Anti Diabetes dan Kolesterol di Kalteng (12.5.1.16) 11.1.1 Evaluasi 11.1.1.16 DAMPAK SOSIAL DAN zonasi Taman EKONOMI Nasional PENGEMBANGAN ZONA (target menjadi PEMANFAATAN UNTUK produk hukum EKOWISATA BAGI MASYARAKAT Kajian Tata Ruang dan Koridor Satwa pada Zona Khusus TNK Kajian Potensi Pembangunan Koridor Orangutan (Pongo pygmaeus morio) di Taman Nasional Kutai (13.1.2.16) Penelitian Kajian Potensi Pembangunan Koridor Orang Utan di TN Kutai, Kaltim (13.3.3.16)
Peneliti
Kelompok Peneliti
Keahlian Peneliti
Tahun 2010 2011 2012
Noorcahyati, S.Hut X
Tri Sayektiningsih, S.Hut
Konservasi Konservasi Kawasan Sumber Daya Hutan
Tri Sayektiningsih, S.Hut x Tri Sayektiningsih, S.Hut x
Tri Sayektiningsih, S.Hut x
204
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI 11.2.1 Kajian model pengelolaan kawasan konservasi berdasarkan tipologi TN
11.3.1 Restorasi ekosistem kawasan konservasi
11.3.2 Evaluasi pengelolaan kawasan konservasi secara kolaboratif
Judul Penelitian
Peneliti
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Ekologi Jenis Hutan
11.2.1.16 KAJIAN MODEL Tri Atmoko, S.Hut PENGELOLAAN EKOSISTEM RAWA GAMBUT DI TAMAN NASIONAL SEBANGAU Analisis Implementasi Syamsu Eka Rinaldi, S.Hut.*) Konservasi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Kolaboratif Kawasan Lindung : Studi Kasus Taman Nasional Sebangau (13.3.2.16) 11.3.1.16 Kajian Karakteristik Lahan Tri Sayektiningsih, S.Hut Konservasi dan Vegetasi Ekosistem Kawasan Mangrove Sangkima, Taman Nasional Kutai Restorasi Habitat Bekantan Tri Sayektiningsih, S.Hut di Taman Nasional Kutai (13.3.2.16) Penelitian Restorasi Habitat Tri Sayektiningsih, S.Hut Bekantan di TN Kutai, Kaltim (13.3.1.16) 11.3.2.16 EVALUASI PENGELOLAAN Faiqotul Falah, S.Hut, M.Si. Konservasi KAWASAN KONSERVASI Kawasan SECARA KOLABORATIF DI TAMAN NASIONAL KUTAI Analisis Kebijakan Faiqotul Falah, S.Hut, M.Si. Pengelolaan dan Perumusan Model Pengelolaan Kolaboratif Taman Nasional Kutai
Tahun 2010 2011 2012
x
Teknologi Hasil Hutan x
Konservasi Sumber Daya Hutan
x
x Sosiologi Kehutanan
x
205
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian
15.1.1 Pendekatan 15.1.1.16 Kelembagaan Partisipatif partisipatif dan Manfaat Ekonomi dalam Kegiatan RLKTA pengembangan (Rehabilitasi Lahan dan model RLKTA Konservasi Tanah dan Air) di Wilayah DAS Mahakam Evaluasi Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan di Wilayah DAS Mahakam (15.1.1.16) Penelitian Kajian Kebijakan Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Rehabilitasi Hutan dan Lahan Wilayah DAS Mahakam, Kaltim (15.1.1.16) 15.1.3 Teknologi 15.1.3.16 PERBAIKAN KUALITAS rehabilitasi dan TANAH BEKAS TAMBANG restorasi lahan BATUBARA MELALUI bekas tambang PEMANFAATAN HASIL (emas, timah, PENGOLAHAN LIMBAH batubara KELAPA SAWIT Peningkatan Kualitas Tanah Bekas Tambang Batu Bara melalui Pemanfaatan Arang Kelapa Sawit
Peneliti Faiqotul Falah, S.Hut, M.Si.
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Sosiologi Kawasan Kehutanan
Tahun 2010 2011 2012
Faiqotul Falah, S.Hut, M.Si. x
Faiqotul Falah, S.Hut, M.Si.
x
Septina Asih Widuri, S.Si
Konservasi Biologi Jenis
Septina Asih Widuri, S.Si x
206
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian Penelitian Peningkatan Kualitas Tanah bekas Tambang Batubara melalui Pemanfaatan Arang Kelapa Sawit (15.1.3.16 B) Penelitian Perbaikan Kualitas Tanah Bekas Tambang Batubara di Kaltim dengan Asam Humat dan Kompos(15.1.3.16 B) 15.1.3.16 PEMANFAATAN JENISJENIS LOKAL UNTUK REHABILITASI LAHAN BEKAS TAMBANG BATUBARA DI KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR Pemanfaatan Jenis-jenis Lokal untuk Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Batubara di Kalimantan Timur Pemanfaatan Jenis-Jenis Lokal utk Rehabilitasi lahan bekas Tambang Batu Bara di Kaltim (15.1.3.16 A)
Peneliti
Kelompok Peneliti
Keahlian Peneliti
Tahun 2010 2011 2012
Septina Asih Widuri, S.Si x
Ardianto Wahyu Nugroho, S.Hut*)
Konservasi Budidaya Jenis Hutan x
Burhanuddin Adman, S.Hut
Konservasi Silvikultur Kawasan
Burhanuddin Adman, S.Hut x
Burhanuddin Adman, S.Hut x
207
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian
Penelitian Penanaman Jenis-Jenis Lokal untuk Rehabilitasi Lahan Bekas Tambang Batubara di Kaltim (15.1.3.16 A) 15.2.1 Teknik 15.2.1.16 Kajian Pengelolaan Sumber Pengelolaan Daya Lahan dan Air Sumberdaya Wilayah Gambut Lahan dan Air Keberhasilan Pertumbuhan pada Lahan Tanaman di Areal Rawa Gambut Rehabilitasi Lahan Gambut di Kalimantan Tengah (15.2.1.16) Penelitian Keberhasilan Pertumbuhan Tanaman di Areal Rehabilitasi Lahan Gambut di Kalteng (15.2.1.16) 18.1.2 Analisis 18.1.2.16 Pengaruh Perubahan Iklim Kerentanan terhadap Bekantan (Nasalis Satwa Hutan Larvatus) di Daerah Pesisir Akibat Kalimantan Timur Perubahan Studi Habitat dan Perilaku Iklim dan Bekantan (Nasalis larvatus) Cuaca Ekstrim terhadap Variasi Cuaca Ekstrim di Pesisir Kalimantan Timur (18.1.2.16)
Peneliti Septina Asih Widuri, S.Si*)
Kelompok Keahlian Peneliti Peneliti Konservasi Biologi Jenis
Tahun 2010 2011 2012
x
Bina Swasta Sitepu, S.Hut.
Konservasi Manajemen Jenis Hutan
Bina Swasta Sitepu, S.Hut. x
Bina Swasta Sitepu, S.Hut. x
drh. Amir Ma'ruf, M.Hum.
Konservasi Konservasi Jenis Satwa
drh. Amir Ma'ruf, M.Hum. x
208
Lanjutan Lampiran 6. Kode RPI
Judul Penelitian
Peneliti
Penelitian Pengaruh drh. Amir Ma'ruf, M.Hum. Perubahan Iklim terhadap Bekantan Daerah Hulu Sungai di Kalimantan Timur (18.1.2.16)
Kelompok Peneliti
Keahlian Peneliti
Tahun 2010 2011 2012
x
*) Peneliti pengganti Sumber : Data diolah dari Laporan Tahunan BPTP Samboja 2010, Balitek KSDA Samboja 2011 dan Laporan Triwulan III 2012 Balitek KSDA Samboja
209