Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
STRATEGI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK DENGAN SISTIM SANITASI SKALA LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT DI KOTA BATU JAWA TIMUR Alfi Nurhidayat, Joni Hermana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Email :
[email protected]
ABSTRAK Masyarakat Kota Batu yang berada di pusat kota terutama di wilayah Kecamatan Batu, menggunakan sistem on-site untuk limbah tinja dengan membangun WC di tiaptiap rumah sebagai prasarana sanitasi. Akan tetapi prasarana sanitasi yang ada juga masih kurang memenuhi standar. Disisi lain program pembangunan masih kurang memperhatikan sektor pengelolaan air limbah. Hal ini mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Penelitian ini mengkaji strategi pengelolaan air limbah domestik di Kota Batu Jawa Timur. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan cara mengidentifikasi permasalahan, menganalisa kondisi eksisting dari data yang diolah, menentukan tingkat prioritas penanganan, menganalisis pengelolaan air limbah domestik dan menganalisis strategi sehingga didapatkan suatu kesimpulan strategi pengelolaan air limbah domestik dengan sistem sanitasi skala lingkungan/ komunal (off site) berbasis masyarakat. Penelitian ini menghasilkan suatu konsep strategi pengelolaan air limbah domestik dengan sistem sanitasi skala lingkungan berbasis masyarakat. Dengan memanfaatkan teknologi tepat guna, memperkuat kapasitas kelembagaan, mengembangkan alternatif sumber pendanaan untuk mengantisipasi anggaran yang terbatas serta meningkatkan peran serta masyarakat. Kata kunci : Kota Batu, air limbah domestik, sanitasi skala lingkungan, strategi
PENDAHULUAN Kota Batu merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang sangat potensial terutama untuk pengembangan di sektor pariwisata dan pertanian. Lokasi Kota Batu terletak di sebelah selatan Kota Surabaya dengan jarak sekitar 100 Km yang banyak memiliki potensi sumber daya alam dengan didukung kondisi fisik wilayah yang berada di daerah pegunungan dengan ketinggian 600 – 3.000 m DPL dan suhu udara antara 17oC hingga 25,6oC, luas wilayah 199,087 Km², jumlah penduduk Kota Batu pada tahun 2008 sebesar 187.753 jiwa dan proyeksi 5 (lima) tahun kedepan mencapai jumlah 213.261 jiwa. Pengembangan sektor pariwisata dan pertanian mempunyai prospek yang baik bila dikembangkan dengan cara berkelanjutan dan terpadu serta berwawasan lingkungan. Untuk mewujudkan Batu sebagai Kota Pariwisata dan Kota Pertanian, perlu mengkaji berbagai potensi dan masalah yang dapat menunjang pengembangan tersebut. Sebagai salah satu kota agropolitan di Indonesia memiliki ragam permasalahan sanitasi yang cukup kompleks, terutama berkaitan dengan sanitasi lingkungan pada pemukiman tradisional. Kebiasaan masyarakat memanfaatkan saluran ataupun sungai sebagai media pembuangan air limbah permukiman, minimnya ketersediaan MCK karena keterbatasan lahan atau ketidaktahuan warga serta penyediaan air bersih yang belum menjangkau semua lapisan masyarakat merupakan permasalahan sanitasi lingkungan yang ada di Kota Batu.
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survei pengamatan langsung di lapangan serta melakukan wawancara dan kuesioner terhadap masyarakat Kota Batu untuk memperoleh data baik data primer maupun data sekunder. Dari hasil data yang diperoleh akan dilakukan pengkajian terhadap aspek teknis, pembiayaan, kelembagaan dan peran serta masyarakat. Pengumpulan Data Sumber-sumber data yang digunakan dalam studi ini berupa data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan yang dilakukan dengan melakukan observasi/pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan serta wawancara langsung kepada masyarakat dan petugas dari instansi terkait, sehingga diketahui secara langsung kondisi nyata permasalahan yang ada di lapangan. . b. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari hasil survey sekunder baik melalui wawancara maupun mencari data yang berasal dari berbagai sumber atau instansi terkait. Data sekunder meliputi data kependudukan, data kondisi fisik alam serta data-data mengenai peraturan dan kebijakan daerah Pemerintah Kota Batu. Pengolahan dan Analisa Data Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis yang ditinjau dari aspek teknis, aspek finansial dan aspek kelembagaan. - Aspek Teknis Tinjauan dari sisi aspek teknis dengan melihat kondisi eksisting prasarana sanitasi di permukiman Kota Batu dan dari data serta kondisi yang ada dilakukan evaluasi dan perbandingan secara deskriptif atau gambaran secara sistematis yang didasarkan kepada kriteria standar pelayanan minimal, Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) dan SNI, sistem sanitasi disuatu lingkungan permukiman di Kota Batu.. - Aspek Finansial Kajian terhadap aspek pembiayaan merupakan tinjauan terhadap kebutuhan investasi, biaya operasional dan pemeliharaan serta biaya pengelolaan sanitasi dan pemasukan yang bisa didapatkan dari retribusi. - Aspek Kelembagaan Kajian terhadap aspek kelembagaan perlu dilakukan dengan menggunakan SWOT untuk melihat potensi kelembagaan yang ada terhadap organisasi, dinas/ instansi pemerintah yang menangani pengelolaan prasarana lingkungan permukiman (sanitasi lingkungan) di masyarakat. - Aspek Peran Serta Masyarakat Tinjauan dari sisi aspek peran serta masyarakat lebih ditekankan pada kemampuan masyarakat dalam hal keikutsertaan didalam pembangunan, pembiayaan, operasional, dan pemeliharaan sistem sanitasi skala lingkungan berbasis masyarakat di Kota Batu.
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Aspek Teknis Timbulan Limbah Tinja dan Non Tinja Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa sesuai dengan hasil analisa limbah tinja (black water) pada tahun 2008 terdapat timbulan lumpur tinja sebanyak 375,506 m3/hari atau 1,29 m3/tahun. Pada tahun 2015 terdapat timbulan lumpur tinja sebanyak 446,926 m3/hari atau 1,22 m3/tahun. Sedangkan untuk wilayah Kecamatan Batu pada tahun 2008 terdapat timbulan lumpur tinja sebanyak 147,6 m3/hari atau sebesar 39% dari timbulan lumpur tinja Kota Batu pada tahun tersebut. Pada tahun 2013 sebesar 38,2% dan pada tahun 2015 sebesar 37,84% dari akumulasi timbulan lumpur tinja Kota Batu. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan diketahui bahwa akses pelayanan prasarana dan sarana air limbah domestik di Kota Batu pada tahun 2008 hanya terdapat 21% penggunaan jamban dengan tangki septik individu/bersama yang layak. Artinya bahwa jika akses tersebut dianggap tetap, maka dari jumlah timbulan lumpur tinja pada tahun 2008 sebanyak 375,506 m3/hari tersebut, hanya sebesar 21% atau sebesar 78,86 m3/hari saja yang dapat tertangani, sedangkan sisanya 79% atau sebesar 296,65 m3/hari tentunya akan masuk kedalam tanah dan mencemari sumber air tanah. Dari data tersebut diketahui bahwa lumpur tinja yang tidak tertangani sebesar 296,65 m3/hari. Kondisi sebesar ini tentunya sangat berbahaya bagi lingkungan karena didalamnya pasti terkandung bahan pencemar yang tinggi dan jika di buang ke badan air, maka badan air akan kehilangan kemampuan pemurnian diri (self purification) sehingga akan terjadi gangguan dan kerusakan ekosistem badan air tersebut, jika dibuang kedalam tanah, akan menyebabkan kerusakan tanah dan pencemaran badan air tanah. Begitu pula dengan perhitungan air bersih yang menjadi air limbah non tinja (grey water) adalah sebesar 70% dari pemakaian air bersih masyarakat Kota Batu, maka debit air limbah yang dihasilkan pada tahun tersebut adalah sebesar 19.714,065 m3/hari atau sebesar 7.195.633 m3/tahun. Jumlah timbulan pada tahun 2013 sebesar 22.392,405 m3/hari atau sebesar 8.173.227,825 m3/tahun, dan pada tahun 2015 sebesar 23.463,615 m3/hari atau sebesar 8.564.219,475 m3/tahun Jumlah timbulan limbah tinja maupun non tinja tersebut tentunya akan meningkat berbanding lurus dengan laju pertumbuhan penduduk. Jika tidak dikelola dengan baik, hal tersebut akan menjadi ancaman yang sangat serius bagi kelestarian lingkungan maupun kesehatan masyarakat. Pemilihan Sistim Pengelolaan Air Limbah Domestik Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan sistem pengolahan air limbah domestik menurut Pedoman Pengelolan Air Limbah perkotaan Departemen Kimpraswil tahun 2003 didasarkan pada faktor-faktor Kepadatan Penduduk, Sumber Air Yang Ada, Kedalaman Muka Air Tanah, Kemampuan Membiayai. Berdasarkan faktor - faktor tersebut kemudian dilakukan pemilihan pemilihan sistem pengolahan air limbah dengan mempertimbangkan kondisi tersebut terhadap kemungkinan penerapan sistem pengolahan terpusat (Off Site System) ataupun sistem pengolahan setempat (On Site System) dengan membandingkan keuntungan dan kerugiannya seperti pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut ini.
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009 Tabel 1. Perbandingan Off Site System dan On Site System Menurut Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan Off Site System
On Site System
Keuntungan :
Keuntungan :
Menyediakan pelayanan yang terbaik. Sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi. Pencemaran terhadap air tanah dan badan air dapat dihindari. Memiliki masa guna lebih lama. Dapat menampung semua Limbah. Kerugian :
Menggunakan teknologi sederhana. Memerlukan biaya yang rendah. Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri. Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat. Manfaat dapat dirasakan secara langsung. Kerugian :
Memerlukan biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang tinggi. Menggunakan teknologi tinggi. Tidak dapat dilakukan oleh perseorangan. Manfaat secara penuh diperoleh setelah selesai jangka panjang. Waktu yang lama dalam perencanaan dan pelaksanaan. Perlu pengelolaan, operasional, dan pemeliharaan yang baik.
Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah, misalkan sifat permeabilitas tanah, tingkat kepadatan, dan lainlain. Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas cucian. Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan.
Tabel 2. Pemilihan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik di Kota Batu dan Kecamatan Batu Aspek Yang Dipertimbangkan No
Sistem Pengolahan
1
Off Site System
2
Kepadatan Penduduk
Sumber Air
Permea bilitas
Kedalaman MAT
Kemiringan Tanah
Kemampuan Membiayai
- Kota Batu
x
x
- Kec. Batu
x
x
- Kota Batu
x
x
x
x
- Kec. Batu
x
x
x
On Site System
Keterangan :
= Mendukung. x = Tidak Mendukung.
Sumber : Hasil Analisis, 2008 Sumber : Hasil Analisis, 2008
Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka dipilih off site system untuk diterapkan di Kecamatan Batu Kota Batu dengan dasar pertimbangan utama adalah situasi dan kondisi yang ada saat ini dimana kemampuan teknologi, pembiayaan, dan kelembagaan pemerintah daerah serta masyarakat yang masih rendah.
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Pemilihan Teknologi Pengelolaan Air Limbah Domestik Ada 3 (tiga) alternatif teknologi off site system, antara lain : private system (sistem individual), communal system (sistem bersama) dan semi communal system (gabungan on site dan off site system), sebagai berikut : 1. Private system (sistem individual) : - Jamban keluarga + tangki septik individu. - Jamban keluarga + tangki septik individual + IPLT. - Jamban keluarga + cubluk. 2. Communal system (sistem komunal) : - Jamban komunal + tangki septik komunal. - Jamban komunal + tangki septik komunal + IPLT. 3. Semi communal system (Sistem semi komunal) : - Jamban keluarga + tangki septik komunal + IPLT - Jamban keluarga + tangki septik + Small Bore Sewer (SBS). Pemilihan sistem individual, komunal maupun semi komunal ditentukan berdasarkan kondisi wilayah setempat, kerapatan hunian, jumlah penduduk dan keadaan sosial ekonomi. Sistem komunal dan semi komunal dapat diterapkan bagi masyarakat yang tidak memiliki jamban pribadi, tingkat ekonomi yang rendah, daerah kumuh, daerah padat penduduk. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, direkomendasikan untuk diterapkan sistem komunal berupa jamban komunal + tangki septik komunal + IPLT. Dalam kaitan dengan penyediaan sarana sanitasi tersebut, bentuk penanganan yang perlu dilakukan adalah perbaikan tangki septik individual, pembangunan tangki septik individual, pembangunan jamban individu + tangki septik komunal, dan pembangunan MCK umum + tangki septik komunal. Tabel 3. Rencana Penyediaan Prasarana Sanitasi Air Limbah Domestik di Kota Batu Tahun 2008,2013,2015 Jumlah Penduduk
Keb. Penanganan
Target Penanganan
Tahun
Rencana Penanganan
(Jiwa)
(KK)
(Jiwa)
(KK)
(Jiwa)
(Unit)
Rehab TSI (Unit)
Pemb. TSI (Unit)
Pemb. TSK (Unit)
Pemb. MCK (Unit)
Pemb. IPALK (Unit)
2008
187.753
37.550
178.365
35.673
17.836
3.567
1.469
1.588
34
50
14
2013
213.261
42.652
202.598
40.519
17.836
3.567
1.469
1.588
46
75
16
2015
223.463
44.692
212.289
42.457
5.307
1.061
-
401
63
100
19
Keterangan: TSI = Tangki Septik Individu TSK = Tangki Septik Komunal IPALK = Instalasi Pengolahan Air Limbah Komunal Sumber: Hasil Analisis, 2008
Bentuk penanganan yang dilakukan seperti pada tabel di atas didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut : 1. Perbaikan tangki septik individual bagi yang rumah tangga yang sudah memiliki tangki septik namun kondisinya tidak layak secara teknis.
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
2. Pembangunan tangki septik individual bagi setiap pembangunan rumah baru. 3. Pembangunan MCK umum + tangki septik komunal bagi keluarga yang belum memiliki jamban dan secara ekonomi tidak mampu. 4. Pembangunan IPAL komunal sebagai pengolahan lanjutan dari tangki septik komunal. Analisis Pembiayaan a. Biaya Investasi Kebutuhan biaya untuk kegiatan penyediaan fasilitas pengolahan air limbah domestik adalah sebagai berikut : Kegiatan pembangunan 1 (satu) unit MCK Umum membutuhkan biaya sebesar Rp. 75.075.000,-. Selama periode perencanaan akan dibangun 225 unit MCK Umum sehingga membutuhkan biaya investasi sebesar : Rp. 75.075.000,- x 225 unit = Rp. 16.891.875.000,- (enam belas miliard delapan ratus sembilan puluh satu juta delapan ratus tujuh puluh lima ribu rupiah). b. Biaya Operasional Biaya operasional dan pemeliharaan (O&P) yang dibutuhkan untuk memelihara fasilitas tersebut adalah sebesar Rp. 11.750.000,- pertahun ; sehingga biaya yang dibutuhkan adalah sebesar : Rp. 11.750.000,- x 225 unit = Rp. 2.643.750.000,- (dua miliard enam ratus empat puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). c. Potensi Pendapatan Pendapatan dari pemberlakuan tarif retribusi yang nantinya akan diterima selama periode perencanaan adalah sebagai berikut : Retribusi MCK Umum. Pendapatan retribusi untuk 1 (satu) unit MCK Umum adalah sebesar Rp. 1.260.000,/bulan. Total pendapatan dari retribusi tersebut adalah sebagai berikut : R = 225 unit x Rp. 1.260.000,- x 12 bulan. = Rp. 3.402.000.000,-. Dengan demikian pendapatan dari retribusi MCK Umum pada tahun 2015 adalah sebesar Rp. 3.402.000.000,- (tiga miliard empat ratus dua juta rupiah). Analisis Kelembagaan Lembaga Pengelola dapat dilaksanakan oleh masyarakat (mandiri), masyarakat di bawah yayasan, pengurus tingkat RT/RW dan desa dengan pengurusan berdasarkan kesepakatan masyarakat yang dilaksanakan dalam musyawarah/ rembug warga. Bentukbentuk kelembagaan tergantung pada kondisi dan situasi kebutuhan yang ada di masyarakat. Struktur organisasi pengelola yang ada di masyarakat sifatnya fungsional dan teknis operasional, bukan struktural, walaupun bersatu dengan organisasi kepengurusan RT/RW dan kelurahan/desa.Baik seluruhnya atas inisiatif warga dari pembangunan sampai pengelolaan maupun yang dibangun oleh pihak pemerintah/swasta, namun pengelolaannya tetap dilakukan oleh masyarakat, keputusan tertinggi ada pada hasil musyawarah warga masyarakat. Dalam tahap awal pembangunan prasarana dan sarana sanitasi dibentuk panitia pembangunan, yang mengatur pelaksanaan pembangunan. Panitia pembangunan merupakan perwakilan masyarakat yang bertanggung jawab dari mulai pengaturan perencanaan, pengumpulan dana pembangunan, baik yang berasal dari pihak donor (swasta atau pemerintah) maupun dana yang berasal dari masyarakat itu sendiri, sampai tahap penyelesaian pembangunan. Dan sebagai mediator/penghubung antara swasta/ pemerintah dengan masyarakat, sehingga pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik.
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
Analisis Peran Serta Masyarakat Dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah berbasis masyarakat, inisiatif awal bisa berasal dari pemerintah, lembaga swasta (yayasan, LSM, dll), serta masyarakat (individu, Ormas, dll). Dalam pelaksanaannya, inisiatif awal yang ada dimasyarakat diawali oleh adanya keinginan dan kebutuhan individu untuk hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Dan diimplementasikan dalam suatu keinginan kelompok dengan menciptakan visi dan misi yang sama. Tahap sosialisasi program ini disampaikan dalam forum-forum warga masyarakat, seperti dalam rapat RT/RW, pendekatan langsung ke masyarakat lain, majelis taklim, dll. Tahapan-tahapannya adalah sebegai berikut : 1. Tahap awal pelaksanaan pembangunan prasarana dan sarana sanitasi berbasis masyarakat, dilakukan melalui beberapa tahap pertemuan rembug warga, untuk menentukan Perumusan kebutuhan, Perumusan program, Perumusan sumber dana, Pembentukan panitia pembangunan. 2. Tahap pembangunan dilaksanakan secara berdampingan dengan pihak donor baik dari lembaga pemerintah maupun swasta bahkan dari masyarakat itu sendiri. Dalam tahap pembangunan terdiri dari beberapa kegiatan : Mobilisasi sumber daya yang ada baik dana atau sumber daya manusia, Program pelaksanaan pembangunan dan pengembangan, Rencana pelibatan stakeholder terkait. 3. Tahap pengembangan dengan melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan yang dikelola dalam struktur organisasi RT/RW. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengelolaan prasarana air limbah domestik permukiman di Kota Batu belum optimal karena disebabkan oleh beberapa faktor, sebagai berikut : a. Aspek Teknis Sampai dengan tahun 2008 akses masyarakat terhadap fasilitas pengolahan limbah yang layak belum memadai yakni hanya sebesar 33%,. Khusus untuk air limbah black water, dari 30% prasarana pengolahan berupa tangki septik yang ada, hanya sebesar 21% saja yang memenuhi ketentuan secara teknis. Mayoritas warga masih memiliki persepsi yang keliru tentang bangunan tangki septik.Laju pertumbuhan rata-rata penduduk Kota Batu cukup tinggi yakni sebesar 2,71% per tahun. Dengan asumsi pemakaian air bersih 150 liter/org/hari dan jumlah penduduk tahun 2008 sebanyak 187.753 orang, Dengan perhitungan air bersih yang menjadi air limbah adalah sebesar 70%, maka debit air limbah yang dihasilkan pada tahun tersebut adalah sebesar 19.714,065 m3/hari atau sebesar 7.195.633 m3/tahun. Jumlah timbulan pada tahun 2013 sebesar 22.392,405 m3/hari atau sebesar 8.173.227,825 m3/tahun, dan pada tahun 2015 sebesar 23.463,615 m3/hari atau sebesar 8.564.219,475 m3/tahun. b. Aspek Kelembagaan Pengelolaan air limbah domestik di Kota Batu sampai dengan saat ini dilaksanakan oleh Dinas KLH, namun di dalam struktur organisasi dinas tersebut (berdasarkan PP No. 41 Tahun 2007) secara spesifik tidak ada perangkat organisasi Bidang atau Seksi yang mengelola limbah.
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi X Program Studi MMT-ITS, Surabaya 1 Agustus 2009
c. Aspek Peran Serta Masyarakat. Akses masyarakat terhadap informasi dan persepsi terhadap air limbah, maupun kesediaan untuk ikut berpartisipasi dalam pengelolaan prasarana air limbah domestik masih perlu ditingkatkan. d. Aspek Biaya Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan terhadap aspek aspek yang mempengaruhi pengelolaan air limbah domestik maka dapat disimpulkan bahwa untuk mendukung pencapaian sasaran pengelolaan air limbah domestik di Kota Batu Jawa Timur perlu didukung dengan peran serta masyarakat Kota Batu dan dunia usaha/ swasta. Dengan peran serta aktif masyarakat maka segala kendala baik itu kendala teknis, kelembagaan, maupun pembiayaan akan dapat terselesaikan. DAFTAR PUSTAKA Hermana, J. (2008), Keberlanjutan Sistem Pengelolaan Sanitasi Perkotaan Dalam Perspektif Rekayasa Ilmu Perencanaan Bangunan Pengolahan Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Untuk Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Perencanaan Bangunan Pengolahan pada Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu 2003-2013, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Batu, 2003. Sugiharto. (1987), Dasar – dasar Pengelolaan Air Limbah, Cetakan Pertama, UI Press, Jakarta. Metcalf and Eddy.(1981), Wastewater Engineering Collection and Pumping of Wastewater, Mc Graw Hill Inc. New York. Purba. R. (1985), Analisis Biaya dan Manfaat (Cost and Benefit Analysis), Rineka Cipta, Jakarta. Rangkuti. F., (2003) Analisa SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.. Anonim, (1995) Kebijaksanaan Operasional Repelita V Program Air Bersih, Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. Anonim, (2003) Studi National Action Plan, Direktorat Tata Perkotaan Dan Tata Perdesaan Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah. Tuti.K., (2005) Kajian Kebijakan Pengelolaan Sanitasi Berbasis Masyarakat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum
ISBN : 978-979-99735-8-0 D-2-8