STRATEGI PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR DALAM PEMANFAATAN MESIN RICE PROCESSING COMPLEX BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
INDRA KESUMA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Bersama ini saya menyatakan sebenarnya, bahwa Tugas Akhir Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Dalam Pemanfaatan Mesin Rice Processing Complex Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat adalah karya dan pemikiran saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun dan oleh siapapun kepada perguruan tinggi manapun dimana karya tulis ini murni muncul dari pemikiran saya. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini. Demikianlah surat pernyaatan mengenai Tugas Akhir ini saya buat dengan penuh tanggung jawab.
Bogor,
Agustus 2008
Indra Kesuma NRP. A0153024445
ABSTRACT INDRAKESUMA. The Rokan Hilir Regency Government Strategy in Taking Advantage of Rice Processing Complex Machine to Enhance Community Earning. Under direction of LALA M. KOLOPAKING, and SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA. Agriculture development is remaining strategic as a sector in The Province of Riau. So as in Rokan Hilir (Rohil) Regency, where at 2005, contributions of agriculture sector reaches 57, 36 percent of Regional Domestic Product. Expansion of food agriculture sector is also important to prevent land use reorientation from agricultural land into plantation, especially palm oil trees. The Rokan Hilir Government strive this expansion variously, including cooperation with the Riau Province Government and Logistic Division (Bulog) in levying of paddy processing machine --- Rice Processing Complex (RPC). Contribution of food crop and horticulture in Rokan Hilir Regency is increasingly developed every year with highest production in paddy rice. Besides, problems of food agricultural land use conversion into palm oil plantation also need to be seriously paid attention. In 2005, converted agricultural land into palm oil plantation reaches value of 3, 56 percent from total of 3,67 percent land use conversion. This study aim is formulating RPC advantaging strategy and program to support the food agriculture sub-sector and increases farmer earnings. Especially in comprehending the condition of food commodity production development in Rokan Hilir Regency, analyzing roles and business eligibility for RPC in Rohil and determines strategy and program to optimize RPC usage beneficiation in Rokan Hilir Regency. Based on field assessment, it is found that RPC machine which still be operated is only the property of Bulog. Other RPC machine, which are belongs to The Government of Rokan Hilir and The Province of Riau is still have not been operated. Analysis express that RPC machine is profitable with the R/C value reaches more than 1. This assessment doesn't examining the investment eligibility, but more focusing in emphasizing improvement program of farmer community earnings. Based on AWOT analysis, formulated the strategy of management fixation through cooperation with the Government of Rokan Hilir Regency and addition of fund. Assessment also suggests that the Government of Rokan Hilir Regency works along with some third party in advantaging RPC, the wholesalers for example, to make the results more maximum. Keywords: Rice Processing Complex (RPC) Machine, Farmers Earnings,
RINGKASAN INDRAKESUMA. Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Dalam Pemanfaatan Mesin Rice Processing Complex Bagi Peningkatan Pendapatan Masyarakat. Komisi Pembimbing : LALA M. KOLOPAKING dan SUTARA HENDRAKUSUMAATMADJA. Pembangunan pertanian masih merupakan kebijakan strategis untuk pembangunan di Provinsi Riau. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sektor ini tidak hanya dilihat dari sumbangannya terhadap perekonomian wilayah, tetapi perlu juga dilhat dari kemampuannya menyerap tenaga kerja dari penduduk yang umumnya bermukim di pedesaan. Sumbangan sektor pertanian di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) masih cukup berarti, pada Tahun 2005 kontribusinya dicatat sekitar 57,36 persen (%) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Faktor lain yang menjadi alasan untuk memperhatikan sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Rohil adalah ancaman pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, terutama ke perkebunan sawit. Belum lagi, proses itu bersamaan dengan pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman akibat pertumbuhan penduduk yang cepat. Pemerintah Kabupaten Rohil telah memberi perhatian pada persoalan tersebut. Salah satunya adalah bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Riau dan Bulog dalam pengadaan mesin pengolahan padi---Rice Processing Complex (RPC). Tujuan Umum dari kajian ini adalah merumuskan strategi dan program untuk memanfaatkan RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Secara khusus, tujuan kajian adalah: (1) Mengetahui kondisi dan perkembangan areal dan produksi komoditi tanaman pangan di Kabupaten Rohil; (2) Menganalisis peranan dan kelayakan usaha RPC di Kabupaten Rohil; (3) Menentukan strategi dan merumuskan program dalam kerangka mengoptimalkan pemanfaatan RPC di Kabupaten Rohil. Kegunaan dari kajian ini ialah dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam memberikan arah pemanfaatan RPC agar optimal meningkatkan nilai tambah komoditas tanaman pangan, khususnya padi untuk peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Rohil. Kontribusi tanaman pangan dan hortikultura terhadap perekonomian Kabupaten Rokan Hilir dari tahun ke tahun mengalami peningkatan begitu pula dengan nilainya. Produksi tertinggi untuk tanaman pangan adalah padi sawah. Sementara itu konversi lahan ke perkebunan sawit perlu mendapat perhatian, karena pada tahun 2005 telah terjadi konversi lahan menjadi perkebunan sawit dari lahan pertanian lainnya sebesar 3,56 persen dari total konversi lahan sebesar 3,67 persen. Berdasarkan hasil kajian, ditemukan, bahwa yang masih dioperasikan hanya mesin RPC milik Bulog,. Mesin RPC yang dibangun oleh Pemda adalah milik Pemerintah Rokan Hilir dan Pemerintah Provinsi Riau (yang dihibahkan kepada Pemkab Rokan Hilir)dan memang belum dioperasionalkan.
Analisis finansial menyatakan bahwa RPC menguntungkan dengan nilai R/C lebih dari 1. Namun kajian ini hanya melihat kelayakan investasinya, karena hal yang utama dari penggunaan RPC adalah lebih ditekankan pada program untuk peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya petani. Berdasarkan hasil analisis AWOT, didapat strategi yang perlu dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk pengembangan RPC, yaitu strategi perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penambahan dana. Berdasarkan kajian yang dilakukan, maka saran yang perlu diambil oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir melalui bekerjasama dengan pihak ketiga dalam pemanfaatan RPCnya, seperti para tengkulak, agar hasil yang diharapkan bisa lebih maksimal. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dapat bekerjasama dengan RPC yang ada seperti dalam hal memasarkan produk hasil RPCnya kepada para aparat Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir.
@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR DALAM PEMANFAATAN MESIN RICE PROCESSING COMPLEX BAGI PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT
INDRA KESUMA
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuala Enok tanggal 5 Februari 1966 yang merupakan anak pertama dari sembilan (9) bersaudara dari pasangan Muchtar Yusuf (alm) dan Syahwalti B. Sekolah menegah atas di SMUN 2 Pekanbaru. Menyelesaikan pendidikan S1 pada tahun 1998 dengan Jurusan Pembangunan Program Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Riau. Pada tahun 2002, melanjutkan Studi Pasca Sarjana di Magister Profesional Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, lulus tahun 2008. Penulis hingga saat ini tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Pemerintah BAPPEDA Kabupaten Rohil dan menjabat sebagai Kabid. Perencanaan Pembangunan 111 BAPPEDA Rohil .
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT, karena atas kekuatan dari-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa apa-apa yang penulis tuangkan dalam karya ilmiah ini adalah masih jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis tetap berharap karya ilmiah yang sangat sederhana ini nantinya dapat berguna untuk semua pihak dan menjadi tambahan pengetahuan bagi yang ingin meneliti dalam masalah yang sama. Oleh karena itu, penulis menyadari bahwa tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan sesuai yang diharapkan. Namun demikian, penulis berusaha dengan memohon kehadirat Allah SWT agar senantiasa diberikan petunjuk dan kecerahan hati dalam penulisan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini penulis selesaikan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan penulis dan memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini terselesaikan karena bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segenap kerendahan hati dan ketulusan jiwa saya menyampaikan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.S selaku Pembimbing I dan Bapak Ir. Sutara Hendrakusumaatmadja, M.Sc selaku Pembimbing II atas segala bimbingan dan arahannya sehingga penulisan tesis ini bisa terselesaikan. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M. Ec Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pasacasarjana IPB. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi kepada penulis sehingga tesis ini bisa diselesaikan. Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya di masa yang akan datang. Semoga semua yang telah dilakukan senantiasa menjadi ibadah untuk mencapai Ridho Allah SWT. Amin.
Bogor, Agustus 2008 Indra Kesuma
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1.2 Permasalahan ............................................................................................... 1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1.4 Kegunaan Kajian .........................................................................................
1 1 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 5 2.1 Pembangunan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan ............................ 5 2.2. Faktor Yang Menentukan Peningkatan Pendapatan Petani ...................... 8 2.3. Analisis Pendapatan Usahatani .................................................................10 III. METODE KAJIAN ....................................................................................17 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian ...................................................................17 3.2 Lokasi dan Waktu Kajian .......................................................................17 3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................................17 3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................................19 3.4.1 Analisis Kelayakan Finansial.........................................................19 3.4.2 Analisis Deskriptif Kontribusi Pertanian Tanaman Pangan terhadap PDRB ............................................................................20 3.4.3 Analisis AWOT ............................................................................20 3.5 Metode Perancangan Program ..............................................................21 IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR..................................................................22 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah ..........................................................22 4.2 Keadaan Kependudukan ...........................................................................23 4.3 Distribusi Penggunaan dan Potensi Lahan ...........................................25 4.4 Potensi Pertanian Tanaman Pangan .....................................................29 4.5 Kelompok Tani ..................................................................................31 4.6 Mesin Rice Milling Unit ......................................................................32 4.7 Pasar .......................................................................................................35 V. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN ....................................................36 5.1 Kontribusi Beras terhadap Perekonomian Kabupaten Rokan Hilir .......36 5.2 Analisis Kelayakan Usaha Rice Processing Complex ............................39 5.3 Analisis AWOT .......................................................................................43 5.4 Hasil Analisis AWOT .............................................................................46
VI. STRATEGI DAN PROGRAM PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR DALAM PEMANFAATAN RPC ..................................50 ...................................................................................................... 6. 1 Strategi untuk mengoptimalkan RPC.............................................50 ...................................................................................................... 6. 1.1. Strategi Perbaikan Manajemen/Kelembagaan dan Penambahan ................................................ Da na Usaha ................50 6.1.2. Strategi Bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir ..........................................................................................52 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................54 7.1. Kesimpulan ................................................................................................54 7.2. Saran ............................................................................................................54 Daftar Pustaka.....................................................................................................56
DAFTAR TABEL
1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rokan Hilir Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah) ............. 2 2. Luas Wilayah Kecamatan dan Kepenghuluan/kelurahan di Kabupaten Rokan Hilir .................................................................................................................23 3 Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Menurut Jenis Kelamin, dan Kepadatan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004 .........................................24 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2003 .................................................................................................................24 5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 .....................................................................................................26 6. Luas Lahan Menurut Jenis Lahan dan Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004 .................................................................................27 7. Alih Fungsi Lahan Tanaman Pangan Ke Non Pangan Diwilayah Kabupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005 .....................................28 8. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Lahan Padi dan Padi Gogo di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 ...............................................................30 9. Produktivitas Lahan Teringgi Komoditas Padi dan Palawija Pada Kecamatan Sentra Produksi di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 .................................31 10. Jumlah Kelompok Tani di Kebupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005 ................................................................................32 11. Jumlah Mesin RMU di Kabupaten Rokan Hilir per Kecamatan Tahun 2007 ....................................................................................................33 12. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007 ....................................................................................................34 13. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007 ............................................................34 14. PDRB Kabupaten Rokan Hilir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah).........................................36 15. Kontribusi Subsektor Tanaman Bahan Pangan terhadap Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten Rokan Hilir .............................................37
16. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ton)............................................................................................37 17. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ha) .............................................................................................38 18. Jumlah Produksi Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ton) .................................................................................38 19. Jumlah Luas Panen Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ha) .......................................................................39 20. Tabel 20. Analisis Pendapatan Usaha RPC per 9 Jam ....................................42 21. Hasil AWOT untuk Variabel SWOT .............................................................46 22. Hasil AWOT untuk Variabel Kekuatan ........................................................47 23. Hasil AWOT untuk Variabel Kelemahan .......................................................47 24. Hasil AWOT untuk Variabel Peluang ............................................................48 25. Hasil AWOT untuk Variabel Ancaman ..........................................................48 26. Hasil AWOT untuk Strategi Pengotimalan RPC ............................................48
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Berpikir ...........................................................................................18 2. Struktur Hirarki AWOT ..................................................................................20 3. Model Pengelolaan Mesin RPC ........................................................................52
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian masih merupakan kebijakan strategis untuk pembangunan di Provinsi Riau. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sektor ini tidak hanya dilihat dari sumbangannya terhadap perekonomian wilayah, tetapi perlu juga dilhat dari kemampuannya menyerap tenaga kerja dari penduduk yang umumnya bermukim di pedesaan. Pertanian adalah sektor yang bersifat padat karya, memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang dengan sektor lain yang tinggi, sehingga pengembangan sektor ini dapat memberi manfaat yang besar dan bagi pembangunan aspek sosial-ekonomi wilayah. Sumbangan sektor pertanian di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) masih cukup berarti, pada Tahun 2005 kontribusinya dicatat sekitar 57,36 persen (%) dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Lihat Tabel 1.1. Kabupaten Rokan Hilir sebagai kabupaten yang relatif baru hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, memang masih patut memperhatikan pembangunan sektor pertanian.. Dari Tabel 1.1. itu juga ditunjukkan, bahwa selain sektor industri pengolahan (21,63%), perdagangan, hotel dan restoran (13,86%), sektor pertanian khususnya sub-sektor perkebunan dan kehutanan masih cukup penting. Hal yang menarik kemudian, meskipun sumbangan sub-sektor pangan tercatat paling kecil (3,40%), sub-sektor ini perlu diperhatikan. Oleh karena, sub-sektor ini melibatkan paling banyak rumahtangga petani di Kabupaten Rohil. Disamping itu, sub-sektor pertanian pangan, khususnya untuk padi sawah di kabupaten ini, adalah sub-sektor yang sudah lama menonjol dan menjadi ciri penting dari Kabupaten Rohil dibanding kabupaten-kabupaten lain di Provinsi Riau. Beras dengan sebutan ”asal Rohil” sudah menjadi simbol beras asal Provinsi Riau..
Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Rohil Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA Pertanian
2005
PERSENTASE
3,902,130.34
57.36%
231,175.01
3.40%
1,454,701.06
21.38%
49,491.69
0.73%
868,431.90
12.77%
1,298,330.69
19.08%
17,574.85
0.26%
1,470,654.34
21.62%
Listrik, Gas dan Air Bersih
14,931.88
0.22%
Bangunan
35,031.03
0.51%
942,567.03
13.86%
Pengangkutan dan Komunikasi
91,387.50
1.34%
Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan
98,621.83
1.45%
239,046.61
3.51%
6,802,945.41
100.00%
a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Jasa – Jasa PDRB Tanpa Migas Sumber: Rohil dalam Angka 2005
Faktor lain yang menjadi alasan untuk memperhatikan sub-sektor tanaman pangan di kabupaten Rohil adalah ancaman pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, terutama ke perkebunan sawit. Belum lagi, proses itu bersamaan dengan pengalihan fungsi lahan untuk pemukiman akibat pertumbuhan penduduk yang cepat (Distan Kabupaten Rohil, 2006). Sebenarnya Pemerintah Kabupaten Rohil telah memberi perhatian pada persoalan tersebut.
Tidak sedikit kebijakan yang bertujuan untuk dapat
meningkatkan kesejahteraan petani di sub-sektor pertanian pangan. Salah satunya adalah bekerjasama dengan berbagai pihak, seperti Pemerintah Provinsi Riau dan Bulog dalam pengadaan mesin pengolahan padi---Rice Processing Complex (RPC).
Saat ini telah ada tiga buah mesin RPC di Kabupaten Rohil, yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Rohil, Bulog dan Pemerintah Provinsi Riau, tetapi ketiganya belum dapat dipergunakan dengan baik (Bappeda Kabupaten Rohil, 2006) . Di lain pihak ada suatu permasalahan besar yang mengancam pertanian tananam pangan di Kabupaten Rohil, yaitu tingginya tingkat pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, seperti perkebunan terutama tanaman sawit dan pemukiman sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat (Distan Kabupaten Rohil, 2006). Menurut Asni, 2005, memang ada kecenderungan umum bahwa lahan padi sawah bukan irigasi teknis banyak beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal ini disebabkan efisiensi usahatani kelapa sawit rakyat lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi sawah, dengan nilai B/C ratio padi sawah adalah 1,41 sedangkan nilai B/C ratio kelapa sawit adalah 2,54. Kondisi yang dapat mengancam keberlanjutan subsektor pertanian pangan dan penyediaan pangan di Kabupaten Rohil maupun Provinsi Riau pada umumnya. Berdasarkan uraian di atas, maka menjadi penting untuk memberi perhatian terhadap pengembangan sub-sektor pangan di Kabupaten Rohil. Hal yang khusus, adalah menemukan sebuah kebijakan untuk memanfaat RPC yang sudah dibangun agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan yang meningkatkan pendapatan untuk petani. Kajian ini mencoba memfokuskan pada persoalan tersebut. 1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang diajukan di atas, maka permasalahan umum yang menjadi perhatian kajian ini adalah menemukan stategi dan program untuk memanfaat RPC yang sudah dibangun agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan untuk petani.
Dari permasalahan umum tersebut, secara khusus ada tiga permasalahan
yang dikaji, yaitu:. 1.
Bagaimana kondisi pertanian tanaman pangan (padi) di Kabupaten Rohil sampai saat ini?
2.
Bagaimana sebenarnya peluang peranan dan kelayakan usaha RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil?
3.
Bagaimana strategi dan program yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rohil dalam mengoptimalkan peran RPC?
1.3. Tujuan Tujuan umum dari kajian ini adalah merumuskan stategi dan program untuk memanfaatkan RPC yang sudah dibangun di Kabupaten Rohil agar dapat lebih mendukung pengembangan sub-sektor tanaman pangan dan meningkatkan pendapatan petani. Secara khusus, tujuan kajian adalah: 1.
Mengetahui kondisi dan perkembangan areal dan produksi komoditi tanaman pangan di Kabupaten Rohil,.
2.
Menganalisis peranan dan kelayakan usaha RPC di Kabupaten Rohil.
3.
Menentukan strategi dan merumuskan program dalam kerangka mengoptimalkan pemanfaatan RPC di Kabupaten Rohil.
1.4. Kegunaan Kajian Kegunaan kajian ini adalah dapat memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi para pembuat kebijakan dan pengambil keputusan dalam memberikan arah pemanfaatan RPC agar optimal meningkatkan nilai tambah komoditas tanaman pangan, khususnya padi untuk peningkatan kesejahteraan petani di Kabupaten Rohil.
II. 2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Pembangunan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan Keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat
atau pra kondisi yang berbeda-beda untuk setiap daerah atau negara. Pra kondisi tersebut meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, sosial-budaya dan lain-lain. Menurut AT. Mosher, 1991, ada lima syarat yang harus ada untuk adanya pembangunan pertanian. Kalau satu syarat saja dari syarat-syarat tersebut tidak ada maka akan terhentilah pembangunan pertanian, pertanian dapat berjalan terus tetapi statis. Syarat-syarat tersebut adalah: 1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani 2. teknologi yang senantiasa berkembang 3. tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal 4. adanya perangsang produksi bagi petani 5. tersedianya pengangkutan yang lancar dan berkelanjutan. Disamping syarat-syarat mutlak yang lima ini menurut Mosher ada lima syarat lagi yang adanya tidak mutlak tetapi kalau ada maka akan sangat memperlancar pembangunan pertanian. Syarat-syarat pelancar tersebut adalah: 1. Pendidikan pembangunan 2. kredit produksi 3. kegiatan gotong royong petani 4. perbaikan dan perluasan tanah pertanian 5. perencanaan nasional pembangunan pertanian. Masih banyaknya masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan semakin mempertegas Pemerintah Indonesia untuk menjadikan sektor pertanian sebagai penggerak perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian dalam pembangunan nasional ada 4 macam, yaitu:
1. Peranan dalam pembentukan produk domestik bruto (PDB). Pada tahun 1996, PDB sektor pertanian, termasuk pula kehutanan dan perikanan, adalah sebesar Rp 63,8 triliun. Nilai ini terus meningkat menjadi Rp 66,4 triliun pada tahun 2000. Besarnya PDB pertanian tersebut memberikan kontribusi sekitar 17 persen terhadap PDB nasional. Bila dibandingkan dengan sektor lain, maka kontribusi PDB pertanian menduduki urutan kedua setelah sektor industri manufaktur.
Di samping kontribusi langsung terhadap PDB yang cukup
signifikan, sektor pertanian juga telah menunjukkan ketangguhan dalam menjaga stabilitas ekonomi pada masa krisis perekonomian nasional. Ketangguhan sektor ini ditunjukkan oleh kemampuannya untuk tetap tumbuh secara positif pada masa (1998) sementara perekonomian nasional secara agregat mengalami kontraksi yang sangat hebat, yaitu sebesar 13,7 persen (Gie, 2002). 2. Peranan dalam penyerapan tenaga kerja, sektor pertanian berikut sistem agribisnisnya sangat dominan perannya dalam penyerapan tenaga kerja, yang mampu menyerap 45,0 persen dari total penyerapan tenaga kerja nasional, atau menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat selama masa kontraksi ekonomi nasional akibat krisis pada tahun 1998, yang secara penyerapan tenaga kerja nasional menurun sebesar 2,13 persen, atau sebesar 6,4 juta orang di semua sektor ekonomi (kecuali listrik), maka sektor agribisnis justru mampu meningkatkan kapasitas penyerapan tenaga kerja sebanyak 0,4 juta orang. Fakta empiris ini menunjukkan bahwa sektor agribisnis masih merupakan sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis dan paling berjasa dalam menampung pengangguran sebagai akibat krisis ekonomi. 3. Peranan sebagai penghasil devisa. Peran sektor pertanian yang sangat penting adalah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Sesuai tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan berbagai sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agroklimat), sumber daya manusia di bidang agribisnis, dan teknologi di bidang agribisnis. Selain itu, sektor agribisnis adalah penyumbang terbesar dalam produk domestik regional bruto (PDRB) dan ekspor daerah. Dalam penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha di setiap daerah, sebagian besar juga disumbang oleh sektor agribisnis. Oleh karena itu, pembangunan agribisnis
untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah merupakan pilihan yang paling rasional. Dengan kata lain, pembangunan agribisnis perlu dijadikan sebagai pilar pembangunan ekonomi wilayah. 4. Peranan dalam pelestarian lingkungan hidup. Keprihatinan akan kemerosotan mutu lingkungan hidup bukan lagi sebatas isu lokal suatu negara melainkan sudah menjadi keprihatinan masyarakat internasional. Kemerosotan mutu lingkungan hidup saat ini telah sampai pada tingkat yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia tidak hanya di sekitarnya namun juga seluruh manusia di muka bumi. Pembangunan agribisnis mempunyai potensi untuk dapat mencegah dan memperbaiki kemerosotan mutu lingkungan hidup melalui beberapa cara. Pertama, pembangunan agribisnis akan membuka kesempatankesempatan ekonomi yang luas di setiap daerah (ruang). Kesempatan ekonomi tersebut akan menarik penyebaran penduduk beserta aktivitasnya, sehingga tekanan penduduk pada suatu ruang tertentu dapat dikurangi; Kedua, pembangunan agribisnis yang pada dasarnya mendayagunakan keragaman hayati, dapat mempertahankan keberadaan keanekaragaman hayati; Ketiga, pembangunan agribisnis yang antara lain mendayagunakan pertumbuhan keragaman tumbuhan, pada dasarnya merupakan “perkebunan karbon” yang efektif dalam mengurangi emisi gas karbon atmosfir yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global; Keempat, pembangunan agribisnis akan menghasilkan produk-produk yang bersfiat biodegradable yang dapat terurai secara alamiah. Produk agribisnis yang biodegradable ini akan dapat mengurangi penggunaan produk-produk petrokimia yang non-biodegradable; dan Kelima, pembangunan agribisnis yang bergerak dari factor-driven ke capital driven dan kemudian kepada innovation-driven dalam menghasilkan nilai tambah dapat mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup (Gie, 2002). 2.2.
Faktor Yang Menentukan Peningkatan Pendapatan Petani Rumah tangga pertanian adalah satu kesatuan aktivitas ekonomi keluarga
dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sektor pertanian dan di luar sektor pertanian sebagai sumber pendapatannya. Berbagai rumah tangga petani memiliki sumber pendapatan berbeda yang ditentukan dari
kemampuan produksinya. Rumahtangga petani kecil misalnya, kekuatan produksi terbatas pada pemilikan dan atau penguasaan lahan yang sempit. Dan untuk itu rumahtangga petani melakukan berbagai strategi termasuk penggunaan tenaga kerja anggota rumahtangga untuk bekerja di sektor pertanian maupun non pertanian. Terkait dengan pengelolaan ekonomi pertanian atau usahatani yang dilakukan oleh rumahtangga, Soekartawi (1991) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian alam, tenaga kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya) sebagai tenaga kerja, tanah (alam), modal (termasuk tanaman) dan unsur pengelolaan atau manajemen yang dijalankan oleh petani itu sendiri. Secara umum, sumber pendapatan rumahtangga petani yang berasal dari sektor pertanian ditentukan oleh faktor-faktor: 1] kekuatan produksi, 2] permintaan atas produk usahatani/pasar, 3] sistem bagi hasil yang diterapkan, dan 4] Regulasi. Kekuatan produksi dipengaruhi oleh: a] luas lahan yang dimiliki atau dikuasai, b] jumlah tenaga kerja yang digunakan, c] teknologi yang digunakan, d] variable cost (pupuk dan bibit), e] pengalaman berusahatani. Soekartawi (1986) menjelaskan bahwa dalam berproduksi pertimbangan atas prinsip kenaikan hasil yang berkurang (diminishing returns) penting untuk dilakukan. Prinsip ini berguna untuk menentukan jumlah produksi yang dihasilkan dari sumberdaya yang terbatas. Kepada sumberdaya yang terbatas ini ditambahkan faktor-faktor (variable) yang ada dalam jangkauan petani, misalnya dalam bentuk kerja, benih, pupuk, dan insektisida. Kenaikan hasil yang berkurang berasal dari hubungan fisik antara faktor-faktor variabel ini terhadap faktor-faktor tetap (fixed cost). Yang mendasari prinsip ini adalah: tambahan faktor variabel kepada sumberdaya tetap selama tambahan hasil yang diharapkan dari pemakaian unit terakhir faktor variabel itu hampir-hampir cukup untuk menutupi tambahan biaya tersebut. Terkait dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan dan teknologi, Jenahar (dalam Chuzaimah, 2006) menjelaskan bahwa kebutuhan terbesar tenaga kerja produktif dalam suatu proses produksi usahatani adalah kegiatan pengolahan tanah, penanaman dan panen. Semakin luas penguasaan lahan dan semakin tinggi
tingkat penerapan teknologi dalam proses produksi maka semakin efisien pemanfaatan tenaga kerja produktif rumahtangga. Pendapatan yang diperoleh petani meningkat lebih besar melalui usaha perluasan lahan dibanding usaha penerapan teknologi. Potensi tenaga kerja merupakan jumlah orang yang bekerja dalam kemampuannya bekerja. Perbandingan kemampuan tenaga kerja laki-laki dan perempuan adalah 1:0,8. Permintaan atas produk usahatani (pasar) dipengaruhi oleh tingkat kebutuhan konsumen, semakin tinggi kebutuhan konsumen (permintaan meningkat) maka harga akan cenderung meningkat dan akhirnya mempengaruhi pendapatan petani (produsen). Kebutuhan dipisahkan dari konsep selera. Selera lebih dekat dengan produk pertanian yang bersifat susbstitusi, sehingga konsumen memilik alternative untuk memilih produk yang disukainya. Asumsi yang mendasari mekanisme permintaan ini adalah, bahwa produk usahatani merupakan produk kebutuhan pokok dan pada saat tertentu permintaan akan mengalami titik maksimal karena kebutuhan pokok konsumen sudah terpenuhi. Mengingat sistem pertanian di Indonesia yang memiliki lahan terbatas, maka rumahtangga petani juga melakukan pengelolaan dan penyewaan atas tanah milik orang lain dengan mekanisme sistem bagi hasil yang diterapkan. Kebanyakan petani di Indonesia memiliki lahan sempit bahkan ada yang tidak memiliki lahan sama sekali sehingga pilihan sistem bagi hasil menjadi alternatif sumber pendapatan rumahtangga petani. Pembayaran pada sistem bagi hasil ini tidak terbatas pada bentuk uang tetapi juga bisa dalam bentuk barang atau produk pertanian. Penguasaan atas tanah pertanian dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas. White (dalam Chuzaimah, 2006) menjelaskan bahwa semakin luas tanah yang dikuasai, pendapatan yang diterima dari usaha pada tanah (dalam arti usahatani) semakin tinggi, yang memungkinkan untuk diinvestasikan pada usaha di luar usahatani. Regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah akan sangat mempengaruhi pelaksanaan usahatani. Soekartawi (1986) mengartikan regulasi sebagai kebijaksanaan pertanian yaitu perincian oleh pemerintah mengenai ketentuan dan peraturan yang harus ditaati dalam penyelenggaraan pertanian. Soekartawi menambahkan bahwa tidak semua aspek lingkungan pertanian dapat diawasi oleh
pemerintah. Contoh berbagai kebijakan pertanian adalah kebijakan bagi hasil, hak atas tanah dan air, harga, pengaturan pasar, pengawasan terhadap hama dan penyakit, ekspor, pemberian kredit dan tingkat bunga. Banyak aspek dalam kebijaksanaan nasional, seperti pembangunan jalan raya, pembiayaan pendidikan dan penelitian mempunyai pengaruh nyata terhadap pertanian. Hubungan regulasi pemerintah dengan tenaga kerja yang akhirnya mempengaruhi pendapatan petani, misalnya dengan adanya bantuan pemerintah kepada petani kecil berupa obat pemberantas hama maka akan meniadakan kesempatan kerja bagi petani yang bendapatannya bersumber dari pekerjaan menyiang. 2.3.
Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan
biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua input milik keluarga yang juga diperhitungkan sebagai biaya. Secara matematik penerimaan total, biaya dan pendapatan dalam kegiatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = Y . Hy TC = TFC + TVC Пtunai = TRtotal - TCtunai Пtotal = TRtotal – (TCtunai + TCdiperhitungkan) Dimana: TR
= Total Penerimaan usahatani (Rp)
TC = Total biaya usahatani (Rp) П
= Pendapatan usahatani (Rp)
Y
= Jumlah produksi yang dihasilkan (unit)
Hy
= Harga produk yang dihasilkan (Rp/unit)
TFC = Total biaya tetap TVC = Total biaya variable (Soekartawi, 1991) Dalam ekonomi rumahtangga ada kesalingterkaitan antara produksi dan konsumsi, bahkan kedual hal tersebut terkadang tidak dapat dipisahkan oleh rumahtangga petani. Kondisi ini berimplikasi pada analisa pendapatan
rumahtangga petani, dimana penerapan model ekonomi tidak dapat mengikuti model konvensional yang biasa diterapkan pada ekonomi perusahaan. Untuk menganalisis model khusus ini maka digunakan model ekonomi khusus rumahtangga pertanian atau biasa disebut agricultural household model. Terkait dengan model ekonomi khusus rumahtangga ini, Bagi dan Singh (1974) menyatakan bahawa keputusan usahatani adalah saling tergantung, dinamik dan kompleks, saling mempengaruhi secara simultan. Enam kategori dari persamaan simultan perilaku usahatani rumahtangga yaitu keputusan produksi, keputusan konsumsi, surplus pasar, keputusan penggunaan tenaga kerja, keputusan investasi dan keputusan finansial. 2.4.
RPC Penggilingan Padi dan Peningkatan Pendapatan Petani RPC Penggilingan Padi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan pendapatan petani. RPC dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan nilai tambah dari produksi padi dan peningkatan pendapatan petani. Sehingga apabila RPC penggilingan padi meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan pendapatan petani. 2.4.1
RPC sebagai sarana Peningkatan nilai Tambah Produksi Padi Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Nurtama et al. (1996) yang
dimantapkan oleh Suismono dan Damardjati (2000) dalam Widowati (2001) menyatakan bahwa sistem penggilingan padi, baik ditinjau dari kapasitas giling maupun teknik penggilingan akan berpengaruh terhadap mutu beras. Sistem penggilingan padi secara tidak langsung juga menentukan jumlah dan mutu hasil sampingnya, terutama bekatul dan menir. Semua ini pada hakikatnya adalah untuk meningkatkan pendapatan petani. Penggilingan dengan kapasitas besar dan kontinu, umumnya menghasilkan beras dengan mutu bagus dan rendemen beras keseluruhan tinggi (63-67%). Penggilingan kapasitas besar biasanya dilengkapi dengan grader, sehingga menir langsung dipisahkan dari beras kepala. Ditinjau dari menir yang terpisahkan, maka dari sistem penggilingan ini diperoleh menir bermutu baik dengan jumlah yang banyak (3-5%). Bekatul yang dihasilkan dari sistem penggilingan ini
mutunya kurang baik, karena masih tercampur dengan dedak dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala sedang, dengan sistem semi kontinu maupun diskontinu akan menghasilkan bekatul dengan jumlah cukup banyak dan mutu baik. Hal ini karena bekatul, yang dihasilkan dari mesin sosoh kedua, terpisah dengan dedak, yang dihasilkan dari mesin sosoh pertama. Apabila bekatul akan digunakan sebagai bahan pangan, maka sebaiknya hanya diambil dari hasil mesin sosoh kedua, karena tidak lagi tercampur dengan dedak (bekatul kasar) dan serpihan sekam. Penggilingan padi skala kecil, yang hanya menggunakan satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit mesin sosoh umumnya menghasilkan bekatul dengan mutu kurang baik dan jumlah sedikit. Kapasitas Giling.
Berdasarkan kapasitas giling, penggilingan padi
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan padi skala besar (PPB), penggilingan padi skala sedang/menengah (PPS), dan penggilingan padi skala kecil (PPK). Penggilingan padi skala besar, yaitu penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak lebih dari 60 HP (Horse Power) dan kapasitas produksi lebih dari 1000 kg/j, baik menggunakan sistem kontinu maupun diskontinu. PPB sistem kontinu terdiri dari satu unit penggiling padi lengkap, semua mesin pecah kulit, ayakan, dan penyosoh berjalan secara kontinu, dengan kata lain masuk gabah keluar beras giling. PBB diskontinu minimal terdiri dari empat unit mesin pemecah kulit dan empat unit mesin penyosoh yang dioperasikan tidak sinambung atau masih menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan dari satu tahapan proses ke tahapan lain. Penggilingan padi skala sedang menggunakan tenaga penggerak 40-60 HP, dengan kapasitas produksi 7001000 kg/j. Umumnya PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh. PPS ini menggunakan sistem semi kontinu, yaitu mesin pecah kulitnya kontinu, sedangkan mesin sosohnya masih manual. Penggilingan padi skala kecil ialah penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak 20-40 HP, dengan kapasitas produksi 300-700 kg/j. Penggilingan padi manual yang terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh ini sering disebut Rice Milling Unit (RMU). Di pedesaan
masih terdapat Huller, yaitu penggilingan padi yang menggunakan tenaga penggerak kurang dari 20 HP dan kapasitasnya kurang dari 300 kg/j. Huller terdiri dari satu unit mesin pemecah kulit dan satu unit penyosoh. Beras yang dihasilkan mutu gilingnya kurang baik, umumnya untuk dikonsumsi sendiri di pedesaan. Teknik Penggilingan. Berdasarkan teknik penggilingannya, penggilingan padi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu penggilingan kontinu, semi kontinu, dan diskontinu. Sistem penggilingan kontinu ialah sistem penggilingan di mana seluruh tahapan proses berjalan langsung/ban berjalan. Mesin ini sangat lengkap, terdiri dari mesin pembersih gabah, pemecah kulit, pengayak beras pecah kulit (paddy separation), penyosoh (polisher), dan ayakan beras (grader). Sistem semi kontinu, yaitu sistem penggilingan padi di mana mesin pemecah kulitnya dioperasikan secara kontinu, namun mesin penyosohannya masih manual. Umumnya sistem ini terdapat pada PPS. Pada sistem diskontinu seluruh proses dilakukan secara manual, umumnya digunakan pada PPK. Mutu Beras dan Rendemen Hasil Samping Penggilingan. Sistem penggilingan padi berpengaruh terhadap mutu beras maupun hasil sampingnya. Mesin pemecah kulit menggunakan rubber roll yang berputar berlawanan arah, masing-masing ke arah dalam. Jarak antar rol dan kecepatan putar akan berpengaruh terhadap tingkat kesempurnaan pengupasan sekam dan keretakan beras pecah kulit. Tipe mesin penyosoh berpengaruh terhadap mutu fisik beras. Tipe friksi menghasilkan mutu giling yang baik, yaitu menir rendah (±2%), mengkilap tetapi derajat putihnya relatif rendah (41%). Tipe abrasive memberikan kenampakan beras yang lebih putih (derajat putih 55%) namun menirnya lebih tinggi (±5%). Tipe friksi bekerja dengan cara gesekan antar butiran beras, sedangkan tipe abrasive bekerja dengan cara pengikisan kulit ari/ aleuron beras dengan batu gerinda. Derajat sosoh merupakan salah satu kriteria mutu beras BULOG. Derajat sosoh minimal persyaratan BULOG ialah 90% karena tujuannya untuk menyimpan. Semakin tinggi derajat sosoh, beras semakin awet disimpan, karena kandungan bekatul yang tersisa semakin sedikit. Pengembangan metode penetapan derajat telah dilakukan oleh Damardjati (1989), baik secara fisik (membandingkan dengan contoh) maupun secara kimia (dengan methylen blue).
Derajat sosoh menunjukkan persentase penghilangan bekatul. Derajat sosoh 90%, berarti 90% lapisan bekatul disosoh atau dibuang. Jadi dalam sistem penggilingan padi, semakin tinggi derajat sosoh beras, semakin banyak bekatul yang dibuang. Dengan kata lain rendemen bekatul makin tinggi. Ditinjau dari nilai gizinya, semakin tinggi derajat sosoh semakin rendah nilai gizi, terutama proteinnya (Widowati et al., 1988). Komposisi gizi hasil samping penggilingan padi bervariasi. Menurut Hermanianto et al. (1997), yang telah melakukan survei mutu hasil samping penggilingan padi di beberapa daerah di Jawa Barat, variasi tersebut diduga dipengaruhi oleh varietas dan teknik penggilingan. Pemanfaatan Hasil Samping. Dalam mutu giling beras, dikenal tiga tingkatan ukuran beras, yaitu (1) beras kepala, mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 2/3 panjang beras, (2) beras patah 1/3-2/3 panjang beras, dan (3) menir, yaitu patahan beras berukuran kurang dari 1/3 bagian. Di Karawang dan Bekasi dikenal dua macam menir, yaitu menir kasar (bagian dari beras giling) dan menir halus atau disebut jitai, yaitu bagian beras dengan ukuran sangat kecil, yang ikut tersosoh dan keluar bersama-sama bekatul. Jitai dipisahkan dari bekatul dengan cara diayak dan dimanfaatkan sebagai pakan bebek/ayam (Nurtama et al., 1996 dalam Widowati, 2001). Menir kasar juga dimanfaatkan sebagai pakan unggas dan bahan baku makanan tradisional. Agar nilai sosial ekonomi dan gunanya meningkat maka menir harus diproses lebih lanjut sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku produk pangan. Masyarakat mempunyai anggapan bahwa menir merupakan beras bermutu rendah, sehingga hanya dikonsumsi oleh masyarakat strata sosial rendah. Namun, jika diproses, misalnya menjadi tepung dan diolah lebih lanjut menjadi produk makanan, maka status sosialnya meningkat karena produk tersebut dikonsumsi oleh segala lapisan masyarakat. Pengolahan menir menjadi produk lanjutan akan meningkatkan nilai guna dan ekonominya. Bentuk antara (intermediate) yang paling cocok untuk menir ialah tepung. Mutu tepung beras asal menir tidak kalah nilai gizinya dibandingkan dengan tepung beras dari bahan beras kepala. Harga menir relatif lebih murah dibandingkan dengan beras kepala (setengah dari harga beras), sehingga
pembuatan tepung beras dari bahan baku menir akan mengurangi biaya produksi, tanpa mengurangi mutunya. Dalam bentuk tepung, pemanfaatannya lebih luas. Untuk meningkatkan jumlah dan mutu protein tepung dapat dilakukan dengan membuat komposit dengan kacang-kacangan. Protein dalam menu makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh disajikan pada Tabel 2. Dari serealia yang diuji, beras mempunyai kandungan protein yang tidak tinggi (6,9%) tetapi protein yang dapat dimanfaatkan relatif tinggi (4,01%). Kacang-kacangan merupakan sumber protein nabati, oleh sebab itu pembuatan tepung komposit dengan kacangkacangan dapat meningkatkan mutu gizinya (Winarno, 2000 dalam Widowati, 2001).. Peningkatan gizi tepung beras selain dengan penambahan tepung kacangkacangan juga dapat dilakukan dengan cara enzimatis, yaitu memanfaatkan amilase. Prinsip proses pembuatan tepung beras kaya protein (BKP) ialah suspensi tepung beras yang telah tergelatinasi dihidrolisis dengan amilase, disaring, residunya dikeringkan dengan menggunakan drum dryer. Dengan cara ini tepung BKP mengandung protein ±15%, meningkat dari tepung beras awal (68%). Tepung BKP ini dapat dimanfaatkan sebagai makanan bayi. Tepung BKP komposit dapat meningkatkan sumbangan protein 6070% (Damardjati dan Purwani, 1995 dalam Widowati, 2001). Di daerah tertentu misalnya di Jawa Barat, dedak dan bekatul disamakan pengertiannya, yaitu bagian kulit ari beras yang terpisah selama penyosohan. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur keduanya dibedakan, yaitu dedak merupakan hasil penyosohan pertama (ukuran relatif kasar dan kadang-kadang masih tercampur dengan potongan sekam) umumnya digunakan sebagai pakan. Bekatul merupakan hasil penyosohan kedua (ukuran halus) sering digunakan sebagai bahan pangan. Pemanfaatan dedak/bekatul masih terbatas, karena hambatan sifat komoditas ini yang mudah rusak/tengik. Oleh sebab itu, pemanfaatan bekatul sebagai bahan pangan harus segar (tidak lebih 24 jam setelah digiling). Beberapa usaha pengawetan dan pemanfaatan bekatul, selain untuk pakan.
III. METODE KAJIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Kajian Sebagai kabupaten baru yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkalis, maka untuk mempercepat proses pembangunan daerah, adanya otonomi di Kabupaten Rokan Hilir telah memberi ruang gerak yang lebih luas bagi pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan pembangunan daerah secara keseluruhan, dan melaksanakan pembangunan secara otonom berdasarkan dengan ketersediaan dan daya dukung sumberdaya daerah tersebut. Oleh karena itu pada penelitian ini dilihat peranan dari sektor pertanian tanaman pangan, khususnya padi, kemudian dikaitkan dengan pengadaan beberapa RPC di Kabupaten Rokan Hilir, apakah sudah mencukupi atau belum suplai padi dari masyarakat. Selain itu untuk mengetahui kelayakan usaha dari RPC, karena dari tiga RPC yang ada hanya satu yang beroperasi. Tujuan akhir dari kajian ini adalah untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir untuk mengoptimalkan peranan dari RPC. 3.2. Lokasi dan Waktu Kajian Kajian strategi pengembangan subsektor pertanian tanaman pangan dilakukan di Kabupaten Rokan Hilir. Pelaksanaan kajian berlangsung dari bulan September 2007 hingga Januari 2008.
3.3. Metode Pengumpulan Data Pada kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Analisis data menggunakan AHP, maka data primer diperoleh dari beberapa ahli yang dipilih karena mengetahui masalah ini, seperti Dinas Peranian Kabupaten Rokan Hilir, Bulog Kabupaten Rokan Hilir dan Dinas Pertanian Provinsi Riau, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi pemerintahan, seperti BPS, dinas pertanian dan perkebunan, Bappeda Kabupaten Rokan Hilir.
Peranan RPC dalam Meningkatkan Pendapatan Petani
kontribusi pertanian tanaman pangan/padi
Peranan dan kelayakan RPC
Analisis PDRB
Analisis Kelayakan
AWOT
Strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dalam Pemanfaatan Peran Rice Processing Complex di Kabupaten Rokan Hilir
Gambar 1. Kerangka Berpikir
3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data yang digunakan pada kajian ini adalah : 3.4.1
Analisis Kelayakan Finansial Analisis ini dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kelayakan finansial usahatani komoditas unggulan yang dipilih. a. Biaya Produksi Biaya produksi dalam kajian ini adalah biaya produksi yang urutannya dari pembelian gabah hingga proses produksi menghasilkan beras. Penekanan pada kajian ini adalah analisis finansial untuk biaya variabel, biaya investasi tidak diikutsertakan karena proyek RPC penekanannya adalah pada peningkatan pendapat petani. b. Pendapatan Kotor Pendapatan kotor merupakan perkalian dari jumlah produksi beras yang dihasilkan dan harga jual. c. Pendapatan Bersih Pendapatan bersih merupakan selisih antara pendapatan kotor dengan total biaya. d. Kelayakan Ekonomi Untuk melihat kelayakan ekonomi uahatani ini, dianalisis menggunakan model Return Cost Ratio, dengan formulasi:
RCR =
TR TC
Keterangan: RCR = Return Cost Ratio TR = Total Revenue TC = Total Cost Dengan ketentuan, jika RCR > 1 maka usahatani merugi Jika RCR > 1 maka usahatani menguntungkan dan Jika RCR = 1 maka usahatani berada pada titik Break Even Point
3.4.2
Analisis Deskriptif Kontribusi Pertanian Tanaman Pangan terhadap PDRB Analisis ini digunakan untuk menggambarkan besarnya kontribusi sub
sektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian dan PDRB Kabupaten Rokan Hilir. 3.4.3. Analisis AWOT Pada kajian ini digunakan analisis AWOT yang merupakan gabungan antara analisis SWOT dan AHP. Teknik ini merupakan penggabungan antara analisis AHP dan SWOT. AHP adalah salah satu bentuk pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model-model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecah dalam kelompok-kelompoknya, kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki/tingkatan (Falatehan, 2006). Level 1 Fokus
Level 2 Komponen SWOT
Level 3 Faktor
Level 4 Strategi
Tujuan Pemilihan Kebijakan
Strenght S
Weakness W
Opportunity O
Threat T
A
D
G
J
B
E
H
K
C
F
I
L
Strategi 1
Strategi 2
Strategi 3
Gambar 2. Struktur Hirarki AWOT
Strategi 4
AHP diperlukan karena SWOT banyak memiliki kelemahan, seperti terlalu kualitatif apabila dikuantifikasikan maka tidak jelas berapa bobot antara faktor masing-masing komponen SWOT.
Demikian juga bobot antara faktor dari
masing-masing komponennya, perlu dibuat prioritas sehingga dalam penentuan strategi mana yang menjadi prioritas akan lebih mudah jika menggabungkan SWOT dengan AHP. Penentuan faktor-faktor dari setiap komponen SWOT dan pembobotan diperoleh dari hasil wawancara dengan responden (Falatehan, 2006).
3.5. Metode Perancangan Program Perancangan program dilakukan dengan mengkaitkan visi, misi pembangunan Kabupaten Rokan Hilir dan strategi yang didapat yang telah diperoleh melalui analisis PDRB, kelayakan usaha RPC serta hasil pelaksanaan AWOT.
IV. KONDISI SUB-SEKTOR PERTANIAN TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN ROKAN HILIR
4.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Rokan Hilir merupakan hasil pemekaran Kabupaten Bengkalis dengan Undang-Undang Nomor 53 tahun 1999. Wilayah ini terletak dibagian paling utara dari Provinsi Riau atau pada pesisir Timur Pulau Sumatera, yaitu antara 1°14' - 2°30' lintang Utara dan 100°16' - 101°21' Bujur Timur. Berdasarkan letak geografis ini, Kabupaten Rokan Hilir berada pada posisi yang strategis, yaitu jalur pelayaran internasional Selat Malaka. Hal ini menempatkannya menjadi salah satu gerbang lintas regional bagi Provinsi Riau dari/ke Selangor Malaysia maupun ke Sumatera Utara. Disamping itu, Kabupaten Rokan Hilir mempunyai keunggulan dengan dekatnya wilayah administrasi dan aksesibilitas yang baik dengan Kota Dumai yang salah satu fungsi utama kotanya sebagai pusat kegiatan dan alih muat angkutan laut nasional dan internasional. Wilayah Kabupaten Rokan Hilir memiliki luas daerah sebesar 8.881,59 km2 berbatasan dengan Propinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka di sebelah Utara, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Rokan Hulu di sebelah Selatan, Kota Dumai di sebelah Timur dan Propinsi Sumatra Utara di sebelah Barat yang terbagi dalam 12 kecamatan dan 107 kepenghuluan/kelurahan, seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Tanah Putih, mencapai 24,16 persen sedangkan Kecamatan Tanjung Melawan adalah kecamatan terkecil yang hanya 2,23 persen dari totol luas Kabupaten Rokan Hilir. Sementara itu, jumlah kepenghuluan/kelurahan terbanyak terdapat di Kecamatan Bangko, yaitu sebanyak 22 atau 20,56 persen dan terkecil di 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Tp. Tanjung Melawan, Simpang Kanan, Pasir Limau Kapas dan Sinaboi yang masing-masing hanya 4 desa atau 3,74 persen dari total desa yang ada di Kabupaten Rokan Hilir. Banyak sedikit jumlah kepenghuluan/kelurahan pada setiap kecamatan dapat menggambarkan keadaan jangkaunan pelayanan administrasi pemerintah terhadap masyarakat. Semakin besar
jumlah
kepenghuluan/kelurahan
di
suatu
kecamatan
maka
akan
memperpendek dan mempercepat pelayanan administrasi pemerintah kepada masyarakat yang ada di kawasan tersebut.
Tabel 2. Luas Wilayah Kecamatan dan Kepenghuluan/kelurahan di Kabupaten Rokan Hilir Luas Kepenghuluan Persentase (km2) Kelurahan 1 Tanah Putih 2.146 24,16 10 2 Pujud 985 11,10 8 3 Tp. Tj. Melawan 199 2,23 4 4 Bagan Sinembah 847 9,54 14 5 Simpang Kanan 446 5,02 4 6 Kubu 1.1061 12,45 14 7 Ps. Limau Kapas 670 7,54 4 8 Bangko 941 10,59 22 9 Senaboi 336 3,78 4 Lo Rimba Melintang 236 2,65 8 11 Bangko Pusako 733 8,25 9 12 Batu Hampar 284 3,20 6 Jumlah 8.882 100,00 107 Sumber: Dinas Pertanian TanamanPangan Kabupaten Rokan Hilir No
Kecamatan
Persentase 9,34 7,48 3,74 13,08 3,74 13,08 3,74 20,56 3,74 7,48 8,41 5,61 100,00
4.2. Keadaan Kependudukan Penduduk merupakan potensi sumberdaya manusia penting dalam pembangunan suatu daerah. Potensi ini dapat dilihat dari segi jumlah, umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan penduduk itu sendiri. Penduduk Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2004 menurut BPS tercatat sebanyak 440.894 jiwa yang terdiri dari 93.896 rumah tangga dengan laju pertumbuhan penduduk 4,40 persen per tahun. Untuk melihat jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan dan jenis kelamin disajikan pada Tabe1 3
Tabe1 3 Jumlah Rumah Tangga, Penduduk Menurut Jenis Kelamin, dan Kepadatan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004
Kecamatan
Luas Rumah wilayah tangga (km)
Tanah Putih 2.146,36 9.910 Pujud 984,90 9.973 Tp. Tj. Melawan 198,39 1.772 Bagan Sinembah 847,35 24.572 Simpang Kanan 445,55 4.105 Kubu 1.061,06 6.204 Ps. Limau Kapas 669,63 6.077 Bangko 940,56 14.148 Senaboi 335,48 1.806 Batu Hampar 284,31 1.109 Rimba Melintang 235,48 5.943 Bangko Pusako 732,52 8.277 Jumlah 8.881,59 93.896 Sumber: BPS Tahun 2004
Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan Total 23.853 22.277 46.130 21.814 24.808 46.622 3.627 4-319 7-946 53.622 53.806 107.428 9.318 10.126 19.444 15.273 15.864 31.137 14.695 13.971 28.666 38.252 36.483 74.735 4.671 4.476 9.147 2.881 2.609 5.490 14.440 11-686 26.126 19.092 18.931 38.023 221.538 219.356440.894
Kepadatan (jiwa /km) 21 47 40 127 44 29 43 61 27 23 111 52 50
Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Rokan Hilir terbanyak terdapat di Kecamatan Bagan Sinembah yakni berjumlah 107.428 jiwa dan terkecil terdapat di Kecamatan Batu Hampar yang hanya 5.490 jiwa. Kepadatan penduduk terpadat terdapat di Kecamatan Bagan Sinembah sebanyak 127 jiwa/km2 dan yang terjarang dijumpai di Kecamatan Tanah Putih yakni 21 jiwa/km2. Sementara rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Rokan Hilir sebanyak 50 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk penduduk berdasarkan kelompok umur disajikan dalam Tabe1 4 Tabel 4 Jumlah Penduduk Kabupaten Rokan Hilir Berdasarkan Kelompok Umur tahun 2003 No Kelompok Umur 1 2 3 4 5 6 7
<2 2-4 5-9 10-14 15-49 50-64 65+
Jumlah (jiwa)
Persentase
12.279 2,91 40,698 7,81 51,268 2,17 53-219 12,63 233-070 55,32 22.865 5,43 7.882 1,87 421.281 100,00 Sumber: Dinas pertanian Tanaman Pangan Provinsi Riau Tahun 2005
Tabel 4 memperlihatkan bahwa kelompok umur produktif berjumlah 255.935 jiwa (60,75%) dengan asumsi umur produktif dari 15 tahun sampai 64 tahun. Kelompok umur ini sangat penting dalam kaitannya dengan ketersediaan tenaga kerja produktif untuk melakukan usaha pertanian dan usaha fisik lain pada suatu daerah tertentu. Jumlah penduduk berdasarkan golongan ini juga dapat menggambarkan rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu perbandingan penduduk produktif terhadap non produktif. Dependency ratio penduduk di Kabupaten Rokan Hilir adalah sebesar 65 persen yang berarti setiap 100 penduduk produktif menanggung sebanyak 65 jiwa penduduk non produktif.
4.3 Distribusi Penggunaan dan Potensi Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam sekaligus faktor produksi penting dalam usaha pertanian. Disamping sebagai tempat pemukiman penduduk, di atas tanah dapat diusahakan berbagai jenis tanaman tergantung kepada tingkat kesuburan dan kesesuaian lahan yang ada. Disamping itu, di atas tanah dapat juga dibangun usaha ekonomi lain seperti kolam/empang untuk pemeliharaan ikan air tawar. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Rokan Hilir disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 menjelaskan bahwa dari luas wilayah Kabupaten Rokan Hilir seluas 888.159 hektar, 8,20 persen (72.791 ha) adalah lahan sawah dan selebihnya 91,80 persen (815.368 ha) adalah lahan kering. Sawah di Kabupaten Rokan Hilir didominasi oleh sawah tadah hujan seluas 50.321 hektar (68,13 persen), sawah lebak dan pasang surut yang masing-masing 12,17 persen dan 2,94 persen. Sementara lahan sawah yang tidak diusahakan masih cukup luas yang mencapai 11.991 hektar (16,47%). Sedangkan penggunaan lahan bukan sawah (lahan kering) didominasi untuk perkebunan negara/swasta yang mencapai 190.288 hektar (23,34%), kemudian diikuti lahan untuk tegalan seluas 121.564 hektar (14,91%), dan hutan negara seluas 108.303 hektar (13,28%).
Tabel 5. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 No Penggunaan lahan A Sawah 1 Pasang surut 2 Tadah hujan 3 Lebak 4 Sedan tidak diusahakan Jumlah B Bukan lahan sawah 1 Lahan kering A Pekarangan/bangunan/halaman sekitarnya b Tegalan/Kebun c Ladang/Huma d Pengembalaan padang rumput e Rawa-rawa yang tidak diusahakan f Kolam/Tebat/Empang g Perkebunan negara/swasta h Sedang tidak diusahakan 2 Lahan hutan a Hutan Negara b Hutan Rak at 3 Lahan Lainnya Jumlah Lahan sawah + bukan lahan sawah
Luas (ha)
Persentase
2.140 50.321 8.861 11.991 72.791
2,94 69,13 12, 16,47 8,20
29.063 121.564 5.857 99 27.839 89 190.288 31-977
3,56 14,91 0,72 0,02 3,41 0,01 23,34 3,83
108.303 41.676 258.513 815.368 888.159
13,28 5,11 31,71 91,80 100,00
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Rokan Hilir Tahun 2006. Penggunaan tanah yang tersempit adalah untuk kolam/tebat/empang yang hanya 0,01 persen. Ini menunjukkan bahwa potensi budidaya perikanan darat, khususnya usaha budidaya perkoloman belum tergarap dengan baik pada hal punya potensi yang cukup besar bila dilihat dari ketersediaan air di kawasan tersebut. Disamping penggunaan lahan di atas, masih ada penggunaan lainnya seluas 815.368 hektar atau 31,71 persen dari luas lahan bukan sawah. Khusus mengenai potensi lahan sawah di Kabupaten Rokan Hilir dapat dilihat pada Tabel 6. Luas lahan sawah terluas dijumpai di Kecamatan Bangko seluas 24.619 hektar atau 33,82 persen dari seluruh lahan sawah yang ada di Kabupaten Rokan Hilir. Urutan kedua terluas adalah di Kecamatan Kubu yaitu seluas 14,050 hektar atau 19,30 persen dari total lahan sawah. Luas lahan sawah terkecil dijumpai di Kecamatan Pujud yang hanya 130 hektar atau 0,18 persen,
akan tetapi lahan kering di daerah tersebut cukup potensial yaitu nomor 2 terluas setelah Kecamatan Tanah Putih, yaitu 98.360 hektar atau 12,60 persen. Sedangkan di Kecamatan Tanah putih mencapai 212.866 hektar atau 26,11 persen dari total luas lahan kering di Kabupaten Rokan Hilir seluas 815.368 hektar. Dari luas lahan sawah dan lahan kering yang ada ternyata tidak semua luas lahan tersebut dapat diusahakan karena berbagai kendala. Luas lahan yang sementara tidak dapat diusahakan ini merupakan potensi potensi yang belum diusahakan untuk menghasilkan produksi tanaman. Untuk lahan sawah potensi yang belum diusahakan selnas 11.991 hektar (1,35%), sedangkan lahan kering mencapai luas 31.977 hektar (3,60%). Untuk mengetahui luas lahan sawah dan kering yang sementara tidak diusahakan di Kabupaten Rokan Hilir tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Luas Lahan Menurut Jenis Lahan dan Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2004 Luas lahan (ha) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1o 11 12
Kecamatan Tanah Putih Pujud Tp. Tj. Melawan Bagan Sinembah Simpang Kanan Kubu Ps. Limau Kapas Bangko Senaboi Batu Hampar Rimba Melintang Bangko Pusako
Lahan sawah
1.770 130 1.500 480 663 14.050 1.947 24.619 11.812 7.177 7.141 1.931 72.791 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman 2006
Sementara Sementara tidak Lahan kering tidak diusahakan diusahakan 1.252 212.866 18.000 0 98.360 0 306 18.339 0 0 84.255 0 438 43.984 150 150 92.056 3.000 25 65.016 1.150 4.833 69.573 1.953 2.232 21.827 2.875 2.140 21.254 2.875 408 16.407 978 570 71.431 996 11.991 815.368 31.977 Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun
Tabel 6 juga menunjukkan jumlah luas lahan sawah dan lahan kering sedang tidak diusahakan yang terdapat di 12 kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir seluas 45.378 hektar. Lahan sawah yang sementara tidak dapat diusahakan terluas
dijumpai di Kecamatan Bangko yang mencapai 4.833 hektar, sedangkan lahan kering terluas yang untuk sementara tidak diusahakan dijumpai di Kecamatan Tanah Putih yang mencapai 18.000 hektar. Lahan ini cukup potensial untuk perluasan pengembangan (ekstensifikasi) tanaman padi dan palawija serta tanaman hortikultura. Permasalahan serius yang mengancam pertanian tananam pangan dilihat dari penggunaan lahan di Kabupaten Rokan Hilir adalah tingginya tingkat pengalihan (alih fungsi) lahan dari lahan tanaman pangan ke tanaman non pangan, seperti perkebunan terutama tanaman sawit dan pemukiman sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang cepat. Dalam kasus kelapa sawit, penyebab utama alih fungsi lahan tersebut semata karena masalah ekonomi dimana tanaman sawit mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi dari pada tanaman pangan seperti padi, palawija dan sayursayuran. Luas alih fungsi lahan di Kabupaten Rokan Hilir pada tahun 2005 disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7. Alih Fungsi Lahan Tanaman Pangan Ke Non Pangan Diwilayah Kabupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005.
No
Kecamatan
1 Tanah Putih 2 Pujud 3 Tp. Tj. Melawan 4 Bagan Sinembah 5 Simpang Kanan 6 Kubu 7 Ps. Limau Kapas 8 Bangko 9 Senaboi 10 Batu Hampar 12 Rimba Melintang 13 Bangko Pusako Total Persentase
Potensi Lahan (ha) 470 1.150 1.100 550 1.210 59.346 17.299 4.155 2.665 21.312 3.865 59.346 100,00
Pemanfaatan padi (ha) 1x T
Alih fungsi lahan (ha)
2 x T Sawit
280 0 60 559 0 25 160 0 0 150 0 0 810 0 25 1.672 0 0 11.287 0 561 2.206 0 18 1.581 0 41 3.088 2.756 253 2.487 0 507 2.75 2.11 24.280 40,91 4,64 3,561
Pemu kiman
Dll
Jum lah
0 0 60 0 0 25 600 0 600 0 0 0 2 4 31 39 27,5 0 14 10 606 4 3 25 5 4 50 13,5 6,5 273 0,5 0 507,5 39 27,5 2.176 0,07 0,05 3,67
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2006
Tabel 7 memperlihatkan bahwa selama tahun 2005 telah terjadi alih fungsi lahan 3,67 persen dari potensi lahan yang ada seluas 59.346 hektar. Dari total luas alih fungsi lahan tersebut didominasi oleh tanaman kelapa sawit yang mencapai 3,56 persen. Dari semua kecamatan yang ada, alih fungsi lahan untuk kelapa sawit selama tahun 2005 terluas terjadi di Kecamatan Bangko yang mencapai 561 hektar, kemudian diikuti oleh Kecamatan Bangko Pusako dan Kecamatan Rimba Melintang. Sementara alih fungsi untuk pemukiman terluas terjadi di Kecamatan Bagan Sinembah seluas 606 hektar, kemudian diikuti oleh Kecamatan Pasir Limau Kapas dan Kecamatan Rimba Melintang; yang masing-masing seluas 39 dan 13,5 hektar selama tahun 2005.
4.4. Potensi Pertanian Tanaman Pangan Lebih dari 50 persen perekonomian penduduk bersumber dari sektor pertanian, sehingga pembangunan bidang ekonomi dititikberatkan pada sektor pertanian guna mendorong dan menopang sektor industri dan sektor perdagangan serta sektor-sektor lainnya untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman pangan yang diusahakan petani di Kabupaten Rokan Hilir adalah padi, palawija, sayuran dan buah-buahan. Untuk melihat potensi komoditas padi berdasarkan tingkat produktivitas yang dicapai dapat dilihat pada Tabel 8. Produktivitas lahan tanaman padi sawah di Kabupaten Rokan Hilir mencapai 4,26 ton gabah kering giling (GKG) per hektar, sedangkan pada lahan kering padi gogo mencapai 2,43 ton GKG per hektar. Rata-rata produktivitas lahan komoditas jagung 2,06 ton pipilan kering per hektar, kedelai 1,34 ton biji kering per hektar, kacang hijau 1,08 ton biji kering per hektar, kacang tanah 1,01 ton biji kering per hektar, ubi kayu 9,96 umbi basah per hektar, dan ubi jalar 5,30 ton umbi basah per hektar.
Tabel 8. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Lahan Padi dan Padi Gogo di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 No 1
Komoditas Padi sawah
Luas panen (ha) 34.547
Produksi (ton)
Produktivitas (ton ha)
147.242,8
4,26
2 Padi gogo 353 726,6 3 Jagung 634 1.512,8 4 Kedelai 973 1.307,5 5 Kacang Hijau 42 45,5 6 Kacang tanah 66 66,6 7 Ubi kayu 272 2.708,0 8 Ubi jalar 92 488,0 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir 2006.
2,06 2,43 1,34 1,08 1,01 9,96 5,30 Tahun
Sedangkan produktivitas lahan tertinggi yang pernah dicapai komoditas padi dan palawija pada sentra-sentra produksi di Kabupaten Rokan Hilir disajikan pada Tabel 9. Bila produktivitas lahan tertinggi dapat dicapai melalui program intensifikasi, maka pada kondisi luas panen tahun 2005 saja, prediksi produksi padi dan palawija Kabupaten Rokan Hilir adalah sebagai berikut: padi sawah 190353,97 ton dan padi gogo 1.129,6 ton. Ini artinya Kabupaten Rokan Hilir bisa memproduksi padi sebanyak 191483,57 ton. Sedangkan jagung 1.512,8 ton, kedelai 1.361,64 ton, kacang hijau 54,60 ton, kacang tanah 70,62 ton, ubi kayu 2.720 ton dan ubi jalar 552 ton. Melihat rendahnya produktivitas tanah di kecamatan-kecamatan tertentu dapat disebabkan rendahnya penerapan teknologi Sapta Usahatani tanaman pangan yang telah dianjurkan. Produksi padi dan palawija di Kabupaten Rokan Hilir mempunyai peluang untuk ditingkatkan melalui peningkatan mutu intensifikasi dan pengelolaan yang efektif dan efisien. Minimal mencapai proyeksi produktivitas lahan tertinggi yang dapat dicapai pada sentra-sentra produksi padi dan palawija di Kabupaten Rokan Hilir.
Tabel 9. Produktivitas Lahan Teringgi Komoditas Padi dan Palawija Pada Kecamatan Sentra Produksi di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 No
Komoditas
Produktivitas Tertinggi (ton/ha)
Kecamatan
1
Padi sawah
5,51
Bangko
2
Padi gogo
2,20
Pujut
3
Jagung
3,12
Simpang Kanan
4
Kedelai
1,40
Bangko
5
Kacang hijau
1,30
6
Kacang tanah
1,07
7
Ubi Kayu
10,0
8
Ubi jalar
6,0
Batu Hampar, Rimba Melintang, Bangko Pusako, Pujut dan Bagan Sinembah Tanah Putih, Pujut dan Tp. Tj. Melawan Rimba Melintang, Bangko, Tanah Putih, Pujut, Tp. Tj. Pusako, Kubu, Ps. Limau Kapas, Melawan, Bagan Sinembah dan Sp. Kanan. Simpang Kanan
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hi1ir Tahun 2006 4.5. Kelompok Tani Kelompok tani adalah kumpulan petani yang terlibat secara non formal atas dasar keserasian, keakraban dan kepentingan bersama serta saling percaya untuk mencapai tujuan bersama dalam melakukan usahatani. Kelompok tani juga
merupakan
kelembagaan
yang
berfungsi
sebagai
wadah
untuk
mengorganisir petani dalam mendapatkan pembinaan dan penyuluhan. Untuk meningkat pengetahuan dan ketrampilan petani serta merubah perilaku peranan kelompok tani sangat penting. Selanjutnya untuk mengorganisasikan kegiatan usahatani, kelompok tani berfungsi sebagai wadah untuk mengajukan programprogram kelompok terutama yang berhubungan dengan permohonan kredit usahatani. Adapun jumlah kelompok tahun 2005 di Kabupaten Rokan Hilir dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabe1 10. Jumlah Kelompok Tani di Kebupaten Rokan Hilir Dirinci Menurut Kecamatan Tahun 2005 Kelas Kelompok Tani Pemula Lanjut Madya Utama 1 Tanah Putih 24 12 12 0 0 2 Pujud 33 33 0 0 0 3 Tp. Tj. Melawan 12 12 0 0 0 4 Bagan Sinembah 84 42 26 10 6 5 Simpang Kanan 32 32 0 0 0 6 Kubu 108 67 36 4 1 7 Ps. Limau Kapas 5 5 0 0 o 8 Bangko 128 84 44 0 0 9 Senaboi 30 30 0 0 0 10 Batu Hampar 30 30 0 0 0 11 Rimba Melintang 65 42 21 2 0 12 Bangko Pusako 37 37 0 0 0 Jumlah 588 428 139 16 7 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2006 No
Kecamatan
Jumlah
Melihat kepada Tabel 10 terlihat bahwa jumlah kelompok tani tahun 2005 berjumlah 588 kelompok, 72,79 persen masih kelompok tani pemula, 23,64 persen lanjut, 2,72 persen madya dan baru 1,19 persen yang termasuk ke dalam kelas lanjut. Semakin banyak kelompok tani tentunya semakin baik karena semakin banyak pula petani yang terlibat sebagai anggota kelompok tani tersebut. Hal ini tentunya membawa dampak pada perluasan penyebaran teknologi ke petani sehingga produksi usahatani yang dilakukan berpeluang untuk meningkat. 4.6. Mesin Rice Milling Unit Setelah panen gabah yang dihasilkan oleh petani akan diolah di mesin RMU.
Mesin ini tersedia hampir di setiap kecamatan, kecuali Kecamatan
Tanah Putih, Bagan Sinembah, Pujud dan Ps. Limau Kapas.
Jumlah mesin
RMU terbanyak adalah di Kecamatan Bangko sejumlah 55 buah (30 persen), berikutnya adalah Kecamatan Rimba Melintang sejumlah 47 RMU (25 persen) dan Kecamatan Kubu sejumlah 44 RMU (24 persen).
Tabel 11. Jumlah Mesin RMU di Kabupaten Rokan Hilir per Kecamatan Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Jumlah RMU Persentase Bangko 55 30% Rimba Melintang 47 25% Tanah Putih 0 0% Simpang Kanan 2 1% Tanah Putih Tg.Melawan 5 3% Bangko Pusako 12 6% Sinaboi 10 5% Kubu 44 24% Bagan Sinembah 0 0% Pujud 0 0% Ps. Limau Kapas 0 0% Batu Hampar 10 5% Total 185 100% Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir, 2007 Kepemilikan
mesin
RMU
terbagi
dua,
yaitu
masyarakat
dan
pemerintah, berdasarkan Tabel 12, Kecamatan Bangko merupakan kecamatan yang paling banyak memiliki mesin RMU di Kabupaten Rokan Hilir yang dimiliki masyarakat, sebesar 42 buah (33 persen).
Berikutnya adalah
Kecamatan Kubu sebanyak 30 buah (23 persen) dan Rimba Melintang sebanyak 25 buah (19 persen). Kepemilikan mesin RMU yang berasal dari bantuan pemerintah, yang terbanyak adalah di Kecamatan Rimba Melintang yaitu sejumlah 22 buah (39 persen), lalu Kecamatan Kubu sebanyak 14 buah (25 persen) dan Kecamatan Bangko sebanyak 13 buah (23 persen).
Tabel 12. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Bangko Rimba Melintang Tanah Putih Simpang Kanan Tanah Putih Tg.Melawan Bangko Pusako Sinaboi Kubu Bagan Sinembah Pujud Ps. Limau Kapas Batu Hampar Total
Swadaya Persentase Pemerintah Persentase 42 33% 13 23% 25 19% 22 39% 0 0% 0 0% 2 2% 0 0% 5 9 7 30 0 0 0 9 129
4% 7% 5% 23% 0% 0% 0% 7% 100%
0 3 3 14 0 0 0 1 56
0% 5% 5% 25% 0% 0% 0% 2% 100%
Jika dibandingkan setiap kecamatan, Kecamatan Simpang Kanan dan Tanah Putih Tg Melawan kepemilikannya 100 persen milik masyarakat. Sedangkan kecamatan yang terbanyak memiliki RMU dari pemerintah di kecamatannya adalah Kecamatan Rimba Melintang, sejumlah 22 buah (47 persen), Kecamatan Kubu sebanyak 14 buah (32 persen) dan Kecamatan Sinaboi sejumlah 3 RMU (30 persen). Selengkapnya dapat dilihat di Tabel 13. Tabel 13. Jumlah dan Persentase RMU menurut Kepemilikan per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Bangko Rimba Melintang Tanah Putih Simpang Kanan Tanah Putih Tg.Melawan Bangko Pusako Sinaboi Kubu Bagan Sinembah Pujud Ps. Limau Kapas Batu Hampar Total
Swadaya Persentase Pemerintah Persentase 42 76% 13 24% 25 53% 22 47% 0 0 2 100% 0 0% 5 9 7 30 0 0 0 9 129
100% 75% 70% 68%
90% 70%
0 3 3 14 0 0 0 1 56
0% 25% 30% 32%
10% 30%
4.7. Pasar Pasar merupakan saraan ekonomi sangat penting di suatu daerah. Di pasar orang bisa mendapatkan segala kebutuhan rumah tangga sehari-hari dan yang lebih penting lagi adalah di pasar orang dapat menjual produksi barang dan produksi pertanian dengan imbalan berupa perolehan dalam bentuk uang yang dapat digunakan untuk kepentingan lain. Berkaitan dengan pasar ini, Mosher (1968) menyatakan bahwa pasar merupakan faktor mutlak dalam pembangunan pertanian. Tidak ada lebih menggembirakan petani dari pada diperolehnya harga yang layak (tinggi) pada waktu mereka menjual produksi. Hal ini akan dapat terealisasi salah satunya jika pasar tempat menjual produk tersebut tersedia di sekitar areal petani. Jadi petani bisa langsung menjual produksinya ke pasar tanpa melalui pedagang (perantara) dalam keadaan segar. Bagaimanapun keterlibatan pedagahg perantara dalam memasarkan produksi pertanian akan menyebabkan harga ditingkat petani rendah yang pada akhirnya pendapatn petani rendah. Jarak pasar dari areal produksi juga mempengaruhi terhadap pendapatan petani sebagai akibat dari besarnya biaya transprotasi. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pasar yang ada di Kabupaten Rokan Hilir umunya ada di Ibukota Kecamatan. Sementara jarak antara tempat produksi dengan pasar kecamatan tersebut sangatlah jauh dengan sarana transportasi yang kurang memadai (tidak lancar). Ini salah satu permasalahan pemasaran produksi pangan di Kabupaten Rokan Hilir.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN 5.1. Kontribusi Beras terhadap Perekonomian Kabupaten Rokan Hilir Salah satu manfaat dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas ekonomi yang dihasilkan oleh seluruh faktor produksi, besarnya laju pertumbuhan ekonomi dan struktur perekonomian pada satu periode di daerah tertentu. Tabel 14. PDRB Kabupaten Rokan Hilir Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2004-2005 (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa – Jasa PDRB
2003
2004 Rp Juta
2005
Rp Juta
%
%
Rp Juta
%
1393057.6
14.10
1,480,606.85
15.12
1,593,421.59
15.63
7446709.7
75.39
7,180,172.75
73.31
7,380,106.19
72.37
239201.69
2.42
262,970.90
2.68
282,613.60
2.77
6975.27
0.07
7,219.20
0.07
7,479.67
0.07
10643.19
0.11
21,079.22
0.22
22,594.13
0.22
522293.07
5.29
560,559.96
5.72
609,564.93
5.98
66776.62
0.68
71,647.45
0.73
77,412.48
0.76
37092.43
0.38
41,689.22
0.43
44,544.86
0.44
154483.75
1.56
168,464.21
1.72
179,597.06
1.76
9877233.4
100.00
9794409.76
100.00
10197334.5
100.00
Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006 PDRB dapat dilihat dua sisi, yaitu berdasarkan harga nominal dan harga konstan. Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa peranan sektor pertanian di Kabupaten Rokan Hilir mengalami peningkatan, dari 14,10 persen sekitar Rp 1.393.057,6 juta tahun 2003 menjadi 15,12 persen, sekitar Rp 1.480.606,85 juta tahun 2004 dan pada tahun 2005 menjadi 15,63 persen, sekitar Rp 1.593.421,59 juta. Sedangkan jika dilihat dari peranan tanaman bahan makanan terhadap sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 dapat dilihat peranan sektor pertanian tanaman pangan menempati urutan keempat, yaitu sebesar Rp 165.856,81 juta atau sekitar 29,56 persen di tahun 2005.
Nilai tersebut mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya, 2004, yaitu Rp 161.886,57 juta. Jika dilihat dari nilai sharenya dari sektor pertanian, tahun 2005 lebih rendah dari 2004, tetapi nilainya lebih tinggi. Urutan dari subsektor-subsektor yang ada pada sektor pertanian adalah perikanan menempati urutan pertama, kedua adalah tanaman perkebunan, ketiga adalah subsektor kehutanan dan subsektor tanaman pangan menempati urutan keempat. Terakhir adalah subsektor peternakan dan hasil-hasilnya (Tabel 15). Tabel 15. Kontribusi Subsektor Tanaman Bahan Pangan terhadap Sektor Pertanian dalam PDRB Kabupaten Rokan Hilir SUBSEKTOR a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
2004 (Juta Rp) 161,886.57 428,763.85 33,803.98 274,689.59 581,462.86
% 10.93 28.96 2.28 18.55 39.27
1,480,606.85
2005 (Juta Rp) 165,856.81 470,973.54 36,198.38 291,897.70 628,495.16
% 10.41 29.56 2.27 18.32 39.44
1,593,421.59
Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006 Jika dikaitkan dengan jumlah anggota kelompok tani di Kabupaten Rokan Hilir yang berjumlah 14.305 anggota, maka pendapatan per kapita dari setiap anggotanya adalah Rp 11,594,324.36 pada tahun 2005. Tanaman pangan di Kabupaten Rokan Hilir terdiri dari delapan jenis, yaitu padi sawah dan ladang, jagung, ketela pohon dan rambat, kacang tanah, kedele dan hijau.
Produksi tertinggi (Tabel 16) untuk tanaman pangan adalah padi
sawah, sebesar 147.243 ton (95,48 persen). Tabel 16. Produksi Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ton) NO PANGAN PRODUKSI PERSENTASE 1 Padi Sawah 147243 95.48 2 Padi Ladang 727 0.47 3 Jagung 1564 1.01 4 Ketela Pohon 2708 1.76 5 Ketela Rambat 549 0.36 6 Kacang Tanah 66 0.04 7 Kacang Kedele 1309 0.85 8 Kacang Hijau 54 0.04 Total 154220 100.00 Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006
Jika dilihat dari luas lahan produksi tanaman pangan yang dapat dilihat pada Tabel 17, untuk tanaman pangan jenis padi sawah yang paling luas, yaitu 34.547 ha, atau sekitar 93,41 persen. Tabel 17. Luas Panen Tanaman Pangan Menurut Jenis Tanaman Tahun 2005 (Ha) NO 1 2 3 4 5 6 7 8
PANGAN LUAS PERSENTASE Padi Sawah 34547 93.41 Padi Ladang 353 0.95 Jagung 634 1.71 Ketela Pohon 272 0.74 Ketela Rambat 100 0.27 Kacang Tanah 66 0.18 Kacang Kedele 965 2.61 Kacang Hijau 49 0.13 TOTAL 36986 100.00 Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006 Pada Tabel 17 dapat dilihat produksi tanaman pangan berdasarkan atas kecamatan dan jumlah produksinya, terdapat tiga kecamatan yang memiliki produksi padi relatif besar, yaitu Kecamatan Kubu dengan produksi 34.232 ton (23 persen), Kecamatan Bangko dengan produksi 50.566 ton (34 persen) dan Kecamatan Rimba Melintang dengan nilai produksi sebesar 40.050 ton (27 persen). Tabel 18. Jumlah Produksi Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ton) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kecamatan T. Putih Pujud Tp. Tj. Melawan Rantau Kopar Bagan Sinembah Simpang Kanan Kubu Ps. Limau Kapas Bangko Senaboi Batu Hampar Rimba Melintang Bangko Pusako Rohil Riau
Padi Sawah Persentase 0 0% 0 0% 1.726 1% 0 0% 0 0% 416 0% 34.232 23% 5.632 4% 50.566 34% 9.144 6% 0 0% 40.050 27% 5.477 4% 147.243 100% 380.335 39%
Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006
Sebagian besar petani di Kabupaten Rokan Hilir melaksanakan penanaman padi setahun sekali, kecuali untuk Kecamatan Rimba Melintang. Di daerah ini pelaksanaan penanaman padi dua kali satu tahun, tetapi hanya 2.756 ha saja. Hal ini bisa terjadi karena Kabupaten Rokan Hilir sebagian besar lahannya merupakan lahan gambut. Jika dilihat dari luas panennya pada Tabel 19, dapat dilihat tiga besar wilayah yang memiliki luas panen terbesar, yaitu Kecamatan Kubu dengan luas panen 9.056 ha (26 persen), Kecamatan Bangko dengan luasan sebesar 11.212 ha (32 persen) dan Kecamatan Rimba Melintang seluas 8.900 ha (26 persen). Dari jumlah produksi dan luas wilayah panen, ternyata Kecamatan Bangko merupakan kecamatan dengan jumlah produksi dan luas wilayah panen terluas. Tabel 19. Jumlah Luas Panen Padi Sawah per Kecamatan di Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005 (Ha) No
Kecamatan Padi Sawah Persentase T. Putih 0 0% Pujud 0 0% Tp. Tj. Melawan 473 1% Rantau Kopar 0 0% Bagan Sinembah 0 0% Simpang Kanan 114 0% Kubu 9.056 26% Ps. Limau Kapas 1.543 4% Bangko 11.212 32% Senaboi 2.032 6% Batu Hampar 0 0% Rimba Melintang 8.900 26% Bangko Pusako 1.217 4% Rohil 34.547 100% Riau 114.028 30% Sumber: Kabupaten Rokan Hilir dalam Angka Tahun 2006 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
5.2. Analisis Kelayakan Usaha Rice Processing Complex Jumlah mesin RPC di Kabupaten Rokan Hilir ada tiga buah, yaitu milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang berada di Kecamatan Kubu, milik Bulog yang berada di Kecamatan Rimba Melintang dan milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang merupakan hibah dari Pemerintah Provinsi Riau berada di Kecamatan Bangko.
Jika dihubungkan dengan luas lahan dan jumlah produksi dari tiga kecamatan dengan nilai produksi dan luas lahan terbesar, ternyata letak RPC sebenarnya sudah optimal, yaitu di wilayah yang merupakan produsen beras di Kabupaten Rokan Hilir. Berdasarkan hasil lapangan dan wawancara, ternyata yang masih dioperasikan hanya mesin RPC milik Bulog, oleh karena itu analisis usahanya akan dilihat dari bagian ini. Mesin RPC lainnya adalah milik Pemerintah Rokan Hilir dan Pemerintah Provinsi Riau (yang dihibahkan kepada Pemkab Rokan Hilir) belum dioperasionalkan. Kapasitas dari ketiganya sama, yaitu 3 ton gabah kering panen per jam, selain itu ketiganya pun relatif baru, yaitu mulai dipasang sekitar tahun 2005. Mesin RPC milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang berada di Kecamatan Kubu, hingga saat ini belum berjalan dikarenakan adanya masalah pengelolaan.
Mesin tersebut pernah diuji coba, hasilnya relatif baik.
Pada
awalnya mesin tersebut dikelola oleh BUMD milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, kemudian diserahkan ke KUD di Kecamatan Kubu.
Sekarang mesin
tersebut tidak dapat beroperasional, karena selain masalah pengelolaan, juga masalah pendanaan, karena KUD yang mendapatkan hak pengelolaan tidak memiliki dana untuk membeli beras, sehingga akhirnya mesin tersebut tidak digunakan lagi, karena tidak ada kegiatan akibat tiadanya dana untuk pembelian beras. Hal ini pernah dibicarakan dengan pihak pemerintah, tetapi belum ada kelanjutannya. Mesin berikutnya adalah milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir yang merupakan hibah dari Pemerintah Provinsi Riau.
Pada mulanya, keberadaan
mesin RPC ini ditujukan untuk membantu petani dan daerah dalam meningkatkan mutu hasil pertanian.
Saat itu, pada tahun 2005 Pemerintah Provinsi
menghibahkan dua buah mesin RPC untuk Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Inderagiri Hilir. Kedua kabupaten tersebut ditunjuk karena merupakan daerah penghasil beras di Provinsi Riau. Dana proyek RPC di Inderagiri Hilir dan Rokan Hilir ini berasal dari APBD Riau sebesar Rp12,6 miliar. Untuk RPC di Inderagiri Hilir senilai Rp7,6 miliar, sisanya untuk Rokan Hilir, yaitu sebesar 5 miliar. Sedangkan pemerintah kabupaten setempat hanya mempersiapkan lahannya.
Mesin hasil hibah dari Pemerintah Provinsi Riau ini akhirnya tidak berjalan juga seperti mesin yang diusahakan oleh Pemerintah Kabupeten Rokan Hilir. Permasalahannya hampir sama, yaitu dalam pengelolaan. Pihak Provinsi Riau merasa telah memberikan mesin tersebut, sehingga setelah pemberian mesin, training operator dan pembangunan infrastruktur, dilepaskanlah kepada pihak Kabupaten Rokan Hilir.
Di lain pihak, Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir
ternyata belum dapat mengoperasionalkan karena belum merasa mesin itu milik pemkab, sehingga ada salah pengertian diantara keduanya dan terbengkalailah mesin tersebut. Mesin yang terakhir adalah mesin milik Bulog, bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, yaitu Bulog menyediakan mesin dan pembangunan kantor/gudang dengan nilai total adalah Rp 2,8 miliar.
Pihak
Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir pada kerjasama ini mempersiapkan lahannya. Mesin RPC milik Bulog pun ternyata cukup banyak kendalanya, antara lain SDM dan dana yang terbatas. Staf operasional Bulog (pegawai Bulog) untuk operasional mesin RPC milik Bulog ini hanya satu orang yang bertugas yang merangkap/teknis untuk membeli gabah, menjual beras dan operasional mesin RPC. Pegawai Bulog tersebut diberi dana Rp 200 juta untuk anggaran tahun 2007, ternyata dengan hanya satu orang dan dana yang terbatas pegawai tersebut tidak berhasil dalam mengelola mesin RPC-nya, karena kesulitan dalam menampung gabah hasil panen serta dalam pemasarannya. Dalam menampung mengalami kesulitan karena keterbatasan dana untuk membeli . Sementara itu dalam pemasarannya terjadi persaingan dengan tengkulak dari Sumatera Utara, karena para tengkulak berani membeli gabah dan menjualnya dengan pembayaran tempo.
Sedangkan untuk Bulog harus cash,
sehingga menyulitkan pegawai tersebut untuk bersaing dengan para tengkulak. Padahal dengan adanya RPC ini yang merupakan satu-satunya RPC yang masih jalan di Kabupaten Rokan Hilir, dapat menstabilkan harga GKG di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu penjualan paling rendah adalah Rp 1800/kg dan tertinggi mencapai Rp 2200/kg.
Sebelumnya harga tidak stabil, bervariasi antara Rp
900/kg hingga Rp 1800/kg.
Sementara itu untuk biaya operasional RPC selama 9 jam yang merupakan satu periode dalam menjalankan mesin secara optimal untuk 8 ton adalah seperti yang digambarkan pada Tabel 20. Pada Tabel 20 dapat dilihat dengan harga GKP Rp 2.000/kg yang dibeli dari masyarakat, dari biaya yang dikeluarkan, pembelian GKP ini mencapai 91 persen dari total pengeluaran. Sedangkan variabel yang lainnya adalah untuk minya sebesar 5 persen dan lainnya masing-masing satu persen untuk tenaga kerja dan karung. Artinya dalam produksi beras ini padat modal, karena nilai tenaga kerjanya relatif rendah. Jika dilihat dari keuntungan bersihnya, Bulog hanya mendapatkan Rp 435.000 dari harga beras Rp 5.000/kg, dengan total penerimaan dari beras sebesar Rp 16.960.000,00 dengan persentase sebesar 94 persen. Hasil lainnya adalah menir dan dedak senilai Rp 995.000. Artinya jika yang dilihat hanya beras saja, maka usaha ini mendapatkan keuntungan, merugi. Tabel 20. Analisis Pendapatan Usaha RPC per 9 Jam No
Uraian
1 2 3 4 5
Pembelian GKP Minyak Solar Diesel Tenaga Kerja Karung Total Pengeluaran
1 2 3
Beras Menir Dedak Total Penerimaan Keuntungan Bersih Nilai B/C Nilai R/C Nilai R/C tanpa dedak dan menir
Jumlah Harga Jumlah Persentase Unit (Rp) (Rp) Pengeluaran 8000 2.000 16.000.000 91% 210 4.500 945.000 5% 75 4.500 337500 2% 2 50.000 100.000 1% 110 1.250 137.500 1% 17.520.000 Penerimaan 3392 5.000 16.960.000 94% 200 1.600 320.000 2% 900 750 675.000 4% 17.955.000 435.000 0.025 1.025 0.968
Keterangan: Dari 8000 kg beras menjadi 6400 kg GKG, kemudian menjadi 3392 kg beras
Berdasarkan Tabel 20, nilai B/C (perbandingan antara keuntungan dan biaya) adalah 0,025 artinya usaha ini mendapatkan keuntungan sebesar 2,5 persen dari biaya yang dikeluarkan.
Sedangkan nilai R/C (perbandingan antara
penerimaan dan biaya) adalah 1, 025, tetapi jika tidak mengikutsertakan dedak dan menir nilai R/C-nya adalah 0,968. Artinya usaha ini tidak menguntungkan karena tidak balik modal, penerimaannya kurang dari biayanya. Hasil analisis usaha tersebut dapat dilihat bahwa usaha RPC kurang efisien jika dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasaran. Selain itu, jika dilihat di lapangan ternyata penjualan berasnya tidak mudah karena adanya persaingan dengan tengkulak dari Asahan (Provinsi Sumatera Utara). Para tengkulak berani menjual dengan harga yang tidak begitu jauh berbeda dengan yang dijual oleh Bulog, tetapi memiliki kelebihan dapat dihutangkan.
Jika hasil Bulog
dihutangkan maka akan mengalami kesulitan dalam perputaran dananya. Oleh karena itu jika ingin melihat kelayakan investasinya, sepertinya jauh dari target pengembalian investasi, karena program ini lebih ditekankan pada program peningkatan pendapatan masyarakat. 5.3. Analisis AWOT Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Pertanian Kabupaten Rokan Hilir, Pegawai Bulog dan Dinas Pertanian Provinsi Riau, didapatlah beberapa hasil SWOT, yaitu: Kekuatan -
Banyak tersedia bahan baku dan lahan sawah Daerah yang dijadikan tempat kegiatan RPC adalah daerah-daerah yang merupakan penghasil beras, yaitu Kecamatan Kubu, Kecamatan Bangko dan Kecamatan Rimba Melintang
-
Mesin RPC Mesin ini merupakan mesin yang kompleks, karena dari GKP bisa menghasilkan beras yang baik, selain itu kapasitasnya 3 ton GKP per jam.
-
Bangunan Bangunan tempat usaha RPC merupakan bangunan permanen yang relatif besar, cukup untuk menampung GKP sesuai dengan kapasitas mesinnya.
Kelemahan -
Kelembagaan/manajemen Kelembagaan yang disiapkan untuk mengelola mesin RPC belum ada, oleh karena itu ada mesin RPC yang belum beroperasi
-
Panen 1 kali 1 tahun Untuk dapat menunjang operasional mesin RPC untuk jangka panjang, maka sebaiknya pola tanam untuk padi adalah 2 kali setahun.
-
Patahan beras relatif masih tinggi Jika patahan beras bisa diminimalkan, maka mutu beras akan membaik dan harga pun bisa menjadi lebih tinggi
-
Pemasaran Selama ini untuk RPC yang jalan, yaitu milik Bulog, pemasarannya hanya menunggu yang datang, sehingga pasarnya terbatas
-
SDM belum sesuai Untuk RPC milik Bulog, sudah berjalan tetapi SDMnya terbatasl sehingga seorang pegawai bertugas macam-macam, sehingga tidak fokus
-
Harga jual tinggi dan Pembayaran langsung Dikarenakan biaya operasional yang tinggi, maka akan sulit bagi beras produksi RPC ini untuk bersaing, selain itu jika menjual ke pihak ke tiga akan kalah bersaing dengan tengkulak, karena tengkulak memberikan tempo untuk pembayarannya.
-
Dana/modal kurang Untuk RPC milik pemerintah, salah satu permasalahannya adalah kurangnya dana untuk operasional, sehingga tidak jalan.
-
Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir kurang bergerak Kurangnya koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dengan pihak pemberi mesin RPC, sehingga program tidak berjalan dengan baik
Peluang -
Adanya bantuan dari Bulog dan Provinsi Riau Ini bisa dilihat pada keadaan yang sudah ada, dimana terdapat dua mesin RPC yang merupakan bantuan dari pihak Bulog dan Pemerintah Provinsi Riau.
-
Kerjasama dengan Pemkab Rohil Peluang ini dapat digunakan dalam pemasarannya, sehingga beras yang dibagikan kepada pegawai Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir merupakan beras hasil olahan sendiri.
-
Adanya kebijakan dan bantuan infrastruktur dari Pemprov Pemerintah Provinsi Riau dalam mengoptimalkan mesin RPC yang ada melakukan perbaikan infrastruktur di sekitar tempat penggilingan. Ini dilakukan agar mesin dapat berjalan dan beroperasional.
Ancaman -
Harga beras yang relatif rendah Jika dibandingkan dengan beras hasil produksi RPC milik Bulog, ternyata harga beras di pasaran bisa lebh murah dari pada beras produksi Bulog tersebut, sehingga sulit bagi Bulog untuk bersaing.
-
adanya RMU Sementara ini banyak petani yang menggiling berasnya ke RMU terdekat, tetapi pihak Bulog mencoba untuk bekerja sama dengan pemilik RMU, yaitu jika menggiling beras kurang dari satu ton maka pemggilingan yang digunakan adalah RMU, sedangkan jika beras yang akan digiling lebih dari satu ton maka akan menggunakan RPC milik Bulog
-
adanya Tengkulak Tengkulak merupakan pihak yang sudah lama berhubungan dengan para petani, mereka berani untuk membeli dengan cara ijon kepada petani, setelah itu untuk pemasarannya mereka berani untuk menghutankan berasnya. Inilah yang membuat beratnya persaingan antara RPC Bulog dan tengkulak
-
adanya konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit Di lain pihak ada beberapa petani yang sudah mengkonversikan lahannya dari sawah menjadi kelapa sawit, oleh karena itu perlu aturan khusus dari Pemerintah Rokan Hilir dalam menghadapi masalah ini.
Strategi: -
Perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penambahan dana
Diharapkan dengan hal-hal tersebut maka pengelolaan akan berjalan baik, jika tidak maka akan tidak seimbang dan dapat mengakibatkan operasional akan berhenti -
Peningkatan produksi padi, seperti intensifikasi dan ekstensifikasi Untuk menunjang RPC maka harus dapat ditingkatkan produksi padi, jika tidak maka mesin tersebut akan terbengkalai. Yang akan digunakan hanya RMU saja
-
Sosialisasi dan pemanfaatan RPC Dengan adanya sosialisasi dan pemanfaatan RPC maka masyarakat akan mengetahui bahwa mesin penggilingan padi milik Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir telah berjalan dengan baik, maka diharapkan masyarakat dapat menggunakan mesin tersebut.
-
RMU dijadikan mitra Pihak Bulog telah mencoba untuk bekerja sama dengan pemilik RMU, yaitu jika menggiling beras kurang dari satu ton maka pemggilingan yang digunakan adalah RMU, sedangkan jika beras yang akan digiling lebih dari satu ton maka akan menggunakan RPC milik Bulog
5.4 Hasil Analisis AWOT Berdasarkan hasil analisis AWOT dengan bantuan Expertchoice 2000 maka didapat bahwa sebaiknya strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir mengoptimalkan mesin RPC-nya perlu menekankan pada kelemahan yang ada. Hal ini bisa dilihat dari faktor yang berada pada variabel kelemahan paling banyak, selain itu jika dilihat dari hasil analisis nilainya paling tinggi, yaitu nilai 0,512 (Tabel 21). Tabel 21. Hasil AWOT untuk variabel SWOT No 1 2 3 4
Variabel Kekuatan Kelemahan Peluang Ancaman Total
Nilai 0,093 0,512 0,100 0,295 1,000
Sementara itu jika dilihat faktor-faktor yang ada pada variabel SWOT, maka untuk variabel kekuatan ternyata masing-masing faktor memiliki nilai yang sama, yaitu 0,333 (Tabel 22). Tabel 22. Hasil AWOT untuk Variabel Kekuatan No 1 2 3
Variabel Banyak tersedia bahan baku dan lahan sawah Mesin RPC Bangunan Total
Nilai 0,333 0,333 0,333 1,000
Pada variabel kelemahan, seperti pada Tabel 23, kelemahan pada kelembagaan/manajemen memiliki peringkat teratas dengan nilai 0,227. Hal ini memang dapat dilihat bahwa masalah kelembagaan dan manajemen merupakan masalah inti selain masalah pendanaan yang berada pada uruta kedua bersamaan dengan kurang aktifnya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, dengan nilai masingmasing adalah 0,185. Tabel 23. Hasil AWOT untuk Variabel Kelemahan No 1 2 3 4 5 6 7 8
Variabel Kelembagaan/manajemen Panen 1 kali 1 tahun Patahan beras relatif masih tinggi Pemasaran SDM belum sesuai Harga jual tinggi dan pembayaran langsung Dana/modal kurang Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir kurang bergerak Total
Nilai 0,227 0,083 0,046 0,073 0,072 0,130 0,185 0,185 1,000
Untuk variabel peluang, ternyata faktor-faktor yang ada pada variabel peluang berada pada urutan yang sama penting, semuanya bernilai 0,333 untuk masing-masingnya (Tabel 24).
Tabel 24. Hasil AWOT untuk Variabel Peluang No 1 2 3
Variabel Adanya bantuan dari Bulog dan Provinsi Riau Kerjasama dengan Pemkab Rohil Adanya kebijakan dan bantuan infrastruktur dari Pemprov Total
Nilai 0,333 0,333 0,333 1,000
Variabel terakhir adalah variabel ancaman, ternyata tengkulak merupakan ancaman yang paling tinggi dengan nilai 0,523.
Hal ini dapat dilihat dari
keberanian tengkulak untuk membeli gabah terlebih dahulu sebelum panen tiba (sistem ijon) dan berani untuk menyimpan beras terlebih dahulu kepada para agen dan pengecer sebelum berasnya laku atau pembayaran tempo (Tabel 25). Tabel 25. Hasil AWOT untuk Variabel Ancaman No 1 2 3 4
Variabel Harga beras yang relatif rendah Adanya RMU Adanya Tengkulak Adanya konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit Total
Nilai 0,263 0,099 0,523 0,116 1,000
Berdasarkan variabel SWOT dan faktor-faktor yang ada didalamnya, maka sebaiknya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir menekankan pada strategi perbaikan manajemen serta bekerjasama dengan pihak pengelola dalam pengelolaan RPC, juga perlunya penambahan dana (Tabel 26). Tabel 26. Hasil AWOT untuk Strategi Pengotimalan RPC No 1 2 3 4
Variabel Perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penambahan dana Peningkatan produksi padi Sosialisasi dan pemanfaatan RPC RMU dijadikan mitra Total
Nilai 0,442 0,180 0,211 0,166 1,000
Ini dapat dilihat di lapangan dengan tidak beroperasinya mesin RPC milih Pemerintah Kabupaten Rohil, yang diakibatkan tidak adanya pihak pengelola karena dana yang terbatas.
Sehingga pihak pengelola agak kesulitan dalam
mengelolanya, ini pun dapat dilihat pada mesin milik Bulog, dimana perlunya kerjasama dengan pemerintah daerah. Ini perlu dilakukan pihak Bulog khususnya dalam masalah pemasaran. Jika dihubungkan dengan analisis pendapatannya, maka dengan harga yang bersaing dengan pihak tengkulak, maka akan sulit bagi Bulog untuk bersaing. Oleh karena itu salah satu strateginya adalah bekerjasama dengan pihak pemerintah dalam pemasaran hasil.
VI.
STRATEGI DAN PROGRAM PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HILIR DALAM PEMANFAATAN RPC
6.1. Strategi untuk mengoptimalkan RPC Berdasarkan hasil analisis AWOT di Bab V, maka didapat strategi untuk mengoptimalkan RPC di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu Perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penambahan dana. Strategi ini layak dan sangat diperlukan dalam pemanfaatan RCP yang selama ini belum berjalan, khususnya yang telah dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, baik dari dana APBD Rokan Hilir maupun hibah Pemerintah Provinsi Riau. Oleh karena itu berdasarkan strategi yang didapat, dibagi menjadi dua program, yaitu: 1. Perbaikan manajemen/kelembagaan dan penambahan dana usaha 2. Bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Sedangkan untuk penambahan produksi padi/gabah belum perlu dilakukan untuk jangka pendek, karena dengan kapasitas produksi yang ada saja ternyata belum terserap oleh mesin-mesin RPC yang ada. 6.1.1. Strategi Perbaikan Manajemen/Kelembagaan dan Penambahan Dana Usaha Program ini perlu mendapat perhatian utama, karena berdasarkan hasil wawancara ternyata yang menjadi permasalahan utama dari tidak berjalannya operasional mesin RPC adalah karena ketidakjelasan manajemen serta kurang berpengalamannya manajemen. Pada awalnya pengelolaan RPC milik Pemerintah Rokan Hilir, yang berada di Kecamatan Kubu ini adalah kepada BUMD di Rokan Hilir, setelah itu diberikan pengelolaannya kepada koperasi, ternyata tidak berjalan. Sementara itu untuk pengelolaan RPC milik Bulog di Kecamatan Rimba Melintang, semuanya dilakukan sendiri oleh seorang staf pegawai Bulog. RPC ini berjalan, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan untuk RPC yang merupakan hibah dari Pemerintah Provinsi Riau di Kecamatan Bangko Pusako, ini pun tidak berjalan, karena adanya
kesalahan manajemen dan kesalahan persepsi antara pihak pemkab dan pemprov. Sehingga RPC menjadi tidak berfungsi. Selain itu beberapa responden menyatakan bahwa selain karena masalah manajemen, masalah utama lainnya adalah kurangnya dana operasional dari pengelola RPC. Oleh karena itu pada program ini dapat diusulkan agar adanya pembenahan manajemen, seperti: 1.
Pengikutsertaan para tengkulak pada program pemanfaatan RPC ini, karena yang paling berpengalaman dalam pemasaran adalah para tengkulak.
Bahkan petani pun jika tidak didukung
pengelolaan pertaniannya oleh tengkulak, maka hal ini akan merepotkan petani juga, khususnya dalam permodalan dan pemasaran. 2.
Penambahan dana untuk operasional RPC, seperti pemudahan pinjaman dana bagi pengelola RPC yang akan digunakan untuk pembelian gabah ataupun pemasarannya.
Dengan bekerjasama dengan tengkulak, maka hal ini akan mempermudah kerja pengelola, berdasarkan hasil analisis usaha ternyata hasil dari usaha ini tidak begitu menguntungakan dengan harga beras yang ada.
Jika
bekerjasama dengan tengkulak, maka persaingan harga akan dapat diminimalkan, sehingga biaya operasional akan tertutupi. Rancangan model kerjasama adalah bekerjasama dengan pihak III, dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3, terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu petani sebagai penyuplai gabah, pemerintah sebagai pemilik mesin RPC dan Pihak III sebagai pengelola mesin dan pemasaran hasil. kemungkinan PIhak III pun mengelola suplai gabah dari petani.
Tidak tertutup
Suplai Gabah Petani
Kepemilikan Mesin Pemerintah
Penampungan RPC
Pemasaran Beras
Pengelola RPC Pihak III
Gambar 3. Model Pengelolaan Mesin RPC 6.1.2. Strategi Bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Meski dikenal sebagai daerah penghasil beras, ternyata Kabupaten Rokan Hilir sampai sekarang masing mengalami kekurangan beras. Untuk kebutuhan beras, daerah ini masih bergantung pada pasokan dari luar daerah. Kabupaten Rokan Hilir, produksi gabah petani tidak dijual di Riau, melainkan dikirim ke Pematangan Siantar. Misalnya beras ramos, kuku balam yang selama ini dikenal sebagai produksi Pematang Siantar, Sumut. Sebenarnya beras tersebut bukanlah berasal dari Siantar tapi dibawah dari Rokan Hilir, kemudiah diolah dengan teknologi (packaging) dengan merek Pematang Siantar, kemudian dikirim lagi ke Riau dan supermarket-supermarket besar di Riau dan daerah lainnya. Oleh karena itu agar tidak terjadi hal seperti ini maka program berikutnya adalah pemerintah harus bersedia membeli beras yang dihasilkan oleh RPC, karena dengan dibelinya beras oleh pemerintah untuk dibagikan kepada pegawainya, paling tidak masalah pemasaran sudah terselesaikan walaupun untuk jumlah yang terbatas, disesuaikan dengan yang dihasilkan oleh mesin RPC. Dengan sudah jelasnya konsumen maka perputaran dana tidak begitu menyulitkan pengelola. RPC. Apalagi jika pengelolaan RPC ini bekerjasama dengan para tengkulak, seperti pada program pertama, karena para tengkulak ini
lebih mengetahui bagaimana caranya mengumpulkan gabah dari masyarakat, sehingga produksi RPC pun tidak mengalami hambatan. Kerjasama lainnya dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir, khususnya Dinas Pertanian Tanaman Pangan. Pihak Pemerintah berfungsi sebagai regulator, seperti pembatasan perluasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit di lahan sawah, kemudian untuk menunjang produksi padi/gabah maka pihak pemerinatah dapat memfasilitasi kegiatan produksi padi.
Contoh kegiatan yang dapat
menunjang produksi padi/gabah adalah: 1. pompanisasi 2. pemberian bibit unggul 3. pemberian bantuan pupuk dan pestisida 4. bantuan alsintan (alat dan mesin pertanian) seperti hand tractor, dryer,
power thereser dan lainnya 5. sosialisasi penanaman padi dua kali setahun 6. pembukaan lahan baru dan lainnya (intensifikasi dan ekstensifikasi).
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.2. Kesimpulan 1. Kontribusi tanaman pangan dan hortikultura terhadap perekonomian Kabupaten Rokan Hilir dari tahun ke tahun mengalami peningkatan begitu pula dengan nilainya. Produksi tertinggi untuk tanaman pangan adalah padi sawah. Sementara itu konversi lahan ke perkebunan sawit perlu mendapat perhatian, karena pada tahun 2005 telah terjadi konversi lahan menjadi perkebunan sawit dari lahan pertanian lainnya sebesar 3,56 persen dari total konversi lahan sebesar 3,67 persen. 2. Secara finansial, untuk analisis pendapatan usaha RPC menguntungkan dengan nilai R/C lebih dari 1. Pada kajian ini tidak dilihat kelayakan investasinya, karena program ini lebih ditekankan pada program untuk peningkatan pendapatan masyarakat, khususnya petani.
3. Berdasarkan hasil analisis AWOT, didapat strategi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir adalah strategi perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penambahan dana
7.2. Saran 1. Berdasarkan kajian yang dilakukan, maka saran yang perlu diambil oleh Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir melalui bekerjasama dengan pihak ketiga dalam pemanfaatan RPCnya, seperti para tengkulak, agar hasil yang diharapkan bisa lebih maksimal.
2. Sebaiknya Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir dapat bekerjasama dengan RPC yang ada seperti dalam hal memasarkan produk hasil RPCnya kepada para aparat Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Kabupaten Rokan Hilir Dalam Angka Tahun 2004. BPS Kabupaten Rokan Hilir. Bagansiapiapi. Anonymous. 2006. Alihfungsi Lahan di Rohil Jadi Ancaman Serius. 19 Desember 2006 5:01:47 PM. Riau Online Anonymous. 2006. Kabupaten Rokan Hilir Dalam Angka Tahun 2005. BPS Kabupaten Rokan Hilir. Bagansiapiapi. Anonymous. 2006. Laporan Akhir. Analisis Potensi Pertanian dan Usahatani di Kabupaten Rokan Hilir. Kerjasama Pusat Kajian Pembangunan Universitas Riau dengan Bappeda Kabupaten Rokan Hilir. Bagan Siapiapi Anonymous. 2006. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2005. Dinas Pertanian TanamanPangan Kabupaten Rokan Hilir. Bagan Siapiapi Anonimous. 2006. Manual Rice Milling Plant. PT. Agrindo. Surabaya Anonymous. 2006. Produksi Dijual Ke daerah Lain, Rohil dan Inhil Sering Kekurangan Beras. 11 April 2006 6:36:52 PM. Riau Online Anonymous. 2006. RPC Kurangi Dominasi Tengkulak. 29 Desember 2006 8:19:26 PM . Riau Online Anonymous. 2007. Kabupaten Rokan Hilir Dalam Angka Tahun 2006. BPS Kabupaten Rokan Hilir. Bagansiapiapi. Bagi, F.S dan I.J Singh. 1974. A Mocroeconomic Model of Farm Decisions In an LDC: A Simultaneous Equation Approach. Economic and Sociology Occasional Paper No. 207. Departemen of Agicultural Economics and rural Sociology, The Ohio State Univercity. Ohio. Chuzaimah. 2006. Thesis:Analisis Keragaan Ekonomi Rumahtangga Petani Peserta dan Nonpeserta Rice Estate di Lahan Pasang Surut Delta Telangi Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Falatehan, A. Faroby. 2007. Tehnik Pengambilan Keputusan (Aplikasi Analytic Hierarchy Process (AHP) Menggunakan Program Expertchoice 2000). Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Gie, Kwik Kian. 2002. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional:Sektor Pertanian Sebagai “Prime Mover” Pembangunan Ekonomi Nasional. Makalah pada Rapat Koordinasi Nasional Partai Golkar bidang Pertanian, Kehutanan dan Kelautan di Jakarta, 2 November 2002 Mosher, A. T. 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Press, Jakarta. -------------. 1986. Ilmu Usahatani. Widowati, Sri. 2001. Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi dalam Menunjang Sistem Agroindustri di Pedesaan. Buletin AgroBio. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
1/12/2008 10:59:49 PM
Page 1 of 2
Model Name: Optimalisasi RPC Treeview
Goal: Stategi Pemerintah Rokan Hilir dalam Mengoptimalkan Peranan RPC di Kabupaten Rokan Hilir Kekuatan (L: .093 G: .093) Banyak tersedia bahan baku dan lahan sawah (L: .333 G: .031) Mesin RPC (L: .333 G: .031) Bangunan (L: .333 G: .031) Kelemahan (L: .512 G: .512) Kelembagaan/manajemen (L: .227 G: .116) Panen 1 kali 1 tahun (L: .083 G: .042) Patahan beras masih relatif tinggi (L: .046 G: .023) Pemasaran (L: .073 G: .037) SDM belum sesuai (L: .072 G: .037) Harga jual tinggi dan pembayaran harus langsung (L: .130 G: .066) Dana/modal kurang (L: .185 G: .095) Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir kurang bergerak (L: .185 G: .095) Peluang (L: .100 G: .100) Adanya bantuan dari Bulog dan Provinsi Riau (L: .333 G: .033) Kerjasama pemasaran dengan Pemkab Rohil (L: .333 G: .033) Adanya kebijakan dan bantuan infrastruktur dari Pemprov (L: .333 G: .033) Ancaman (L: .295 G: .295) Harga beras yang relatif rendah (L: .263 G: .077) Adanya RMU (L: .099 G: .029) Adanya tengkulak (L: .523 G: .154) Adanya konversi lahan menjadi perkebunan sawit (L: .116 G: .034)
A Faroby Falatehan
1/12/2008 10:59:49 PM
Page 2 of 2
Alternatives
Perbaikan manajemen, bekerjasama dengan Pemkab Rohil dan penamba Peningkatan produksi padi Sosialisasi dan pemanfaatan RPC RMU dijadikan mitra
* Distributive mode
A Faroby Falatehan
.442 .180 .211 .166
1. Strategi Perbaikan Manajemen/Kelembagaan dan Penambahan Dana Usaha No 1
Program Pelaku Pengikutsertaan para tengkulak Dinas Perindustrian dan pada program pemanfaatan RPC ini Perdagangan
Peserta Tengkulak
Sumber Dana Materi/Alat APBD Operasionalisasi RPC
2
Penambahan operasional RPC
Pengelola RPC
APBD
No
dana
untuk Dinas Koperasi dan UKM
2. Strategi Bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir Program Pelaku Peserta
Analisis usaha
1
Pompanisasi
Dinas Pertanian
Petani
Sumber Dana APBD
2
Pemberian bibit unggul.
Dinas Pertanian
Petani
APBD
Bibit
3
Pemberian bantuan pupuk dan Dinas Pertanian pestisida Bantuan alsintan (alat dan mesin Dinas Pertanian pertanian) Sosialisasi penanaman padi dua Dinas Pertanian kali setahun
Petani
APBD
Pupuk dan pestisida
Petani
APBD
Petani
APBD
hand tractor, dryer, power thereser dan lainnya Usahatani
Pembukaan lahan baru lainnya (intensifikasi ekstensifikasi)
Petani
APBD
Usahatani
4 5 6
dan Dinas Pertanian dan
Materi/Alat Pompa
1/12/2008 10:57:20 PM
Page 1 of 1
Model Name: Optimalisasi RPC
Synthesis: Summary
Synthesis with respect to: Goal: Stategi Pemerintah Rokan Hilir dalam Mengoptimalkan Peranan RPC di Kabupaten Rokan Hilir
Overall Inconsistency = .06
Perbaikan manajemen,
.442
bekerjasama deng an PemkabRPC Ro... Sosialisasi dan pemanfaatan
.211
Peningkatan produksi padi
.180
RMU dijadikan mitra
.166
A Faroby Falatehan