STRATEGI PENGEMBANGAN PABRIK RICE PROCESSING COMPLEX (RPC) ANABANUA KABUPATEN WAJO
THE DEVELOPMENT STRATEGY OF ANABANUA RICE PROCESSING COMPLEX (RPC) IN WAJO REGENCY
Sukiman1, Mursalim2 , Rahman Kadir3 1
Agribisnis, Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin Makassar (
[email protected]) 2 Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin (
[email protected]) 3 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin (
[email protected])
Alamat Korespondensi ; Sukiman Program Studi Agribisnis Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : +6281342746370 Email :
[email protected]
Abstrak Strategi pengembangan pabrik Rice Processing Complex (RPC) Anabanua Kabupaten Wajo diharapkan dapat meningkatkan peran RPC dalam sistem agribisnis di Kabupaten Wajo. Penelitian ini bertujuan merumuskan strategi pengembangan pabrik RPC Anabanua Kabupaten Wajo. Penelitian ini dilakukan di Anabanua Kabupaten Wajo. Data dikumpulkan melalui observasi dan wawancara dengan menggunakan kuesioner dan wawancara yang tidak terstruktur yang dipilih dengan menggunakan purposive sampling dan snowboll sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah Kepala Produksi dan Penanggung jawab Produksi RPC, Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian, Wakil Bupati, Komisi II DPRD Kabupaten Wajo dan petani di Kabupaten Wajo. Jumlah sampel yang diambil yaitu 1 orang Kepala Produksi, 1 orang Penanggung jawab Produksi RPC, 3 orang Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian, 1 orang Wakil Bupati, 2 orang Komisi II DPRD Kabupaten Wajo dan 97 Petani dengan menggunakan analisis Matriks IFE dan EFE, analisis SWOT dan analisis QSPM. Hasil penelitian menunjukkan (a) strategi 1 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 8,98 yaitu peningkatan dan pengembangan produksi RPC, (b) strategi 2 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,66 yaitu peningkatan akseptabilitas informasi dalam hubungan kerjasama antara anggota rantai pasok, (c) strategi 3 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,74 yaitu Revitalisasi mesin pabrik, (d) strategi 4 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,44 yaitu Penyiapan, pembinaan dan pemeliharaan jaringan pemasok bahan baku dan jaringan distribusi produk RPC, (e) strategi 5 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,15 yaitu Peningkatan akses modal RPC baik dari pemerintah maupun dari pihak ke tiga, (f) strategi 6 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,01 yaitu Peningkatan dan perluasan promosi keunggulan pabrik penggilingan padi RPC, (g) strategi 7 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 5,25 yaitu Peningkatan kemampuan daya saing pembelian bahan baku produksi RPC, (h) strategi 8 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 6,64 yaitu pembentukan kembali RPC sebagai BUMD atau PERUSDA. Kata Kunci: Rice Processing Complex, Titik Impas, Rantai Pasok, Strategi Pengembangan RPC
Abstract The development strategy rice processing complex (RPC) in Wajo Regency is expected to improve the role of RPC factory in the agribusiness system in Wajo Regency. The aims of research are to describe the condition of the supply chain and to formulate development strategies of RPC factory Anabanua Wajo. The research was conducted in Anabanua Wajo Regency. Data were collected through observation and interviews using questionnaires and interviews unstructured selected by using purposive sampling and snowball sampling. The samples are the Head of Production and Production RPC undertaking, Cooperatives,Micro Small Medium and Industry, Vice Mayor, Commission II MPs Wajo and farmers. The number of samples taken are 1 Head of Production, 1 undertaking Production RPC, 3 Cooperative, Micro Small Medium and Industry Departments, 1 Vice Mayor, 2 Commissions II People’s Representatives Wajo and 97 Farmers using matrix IFE and EFE analysis, SWOT analysis and QSPM analysis. The results showed (a) strategy 1 has attractive total score (TAS) of 8.98 is the improvement and development of RPC production, (b) strategiy 2 has attractive total score (TAS) of 7.66 is an increase in the acceptability of information in the relationship of cooperation between supply chain members, (c) strategy 3 has attractive total score (TAS) amounted to 7.74 revitalization machinery factory, (d) strategy 4 has attractive total score (TAS) of 7.44 is setup, training and maintenance of the network supplier raw materials and product RPC distribution network , (e) strategy 5 has attractive total score (TAS) at 7.15 is RPC improved access to capital either from the government or from the third hand, (f) strategy 6 has attractive total score (TAS) of 7.01 is the promotion of excellence improvement and expansion of rice mill factory RPC, (g) strategy 7 has attractive total score (TAS) of 5.25 is increased competitiveness RPC purchase of raw materials production, (h) strategiy 8 has attractive total score (TAS) of 6.64 is reshaping RPC as enterprises or Perusda. Keywords: Rice Processing Complex, Break Even Point, Supply Chain, RPC Development Strategy
PENDAHULUAN Kabupaten Wajo merupakan salah satu sentra penghasil beras terbesar dalam mendorong ketahanan pangan beras di Sulawesi Selatan. Kabupaten Wajo memiliki luas lahan terbesar pertama di provinsi Sulawesi Selatan yaitu 93.002 Ha dibandingkan Kabupaten Bone yang memiliki luas wilayah terbesar di Sulawesi Selatan hanya berada di urutan kedua setelah Wajo dengan memiliki luas lahan sawah sebesar 89.700 Ha (BPS Sulawesi Selatan, 2014). Produksi padi di Kabupaten Wajo pada tahun 2014 sebesar 731.950 ton, hal ini meningkat dari tahun 2013 dari produksi sebesar 637.808 ton dengan tingkat rata-rata produktivitas sebesar 5,3 ton per hektar. Pemerintah daerah Kabupaten Wajo dalam menjaga kualitas produksi dan stabilitas harga beras petani, pada tahun 2003 telah mengeluarkan kebijakan dengan membangun pabrik Rice Processing Complex (RPC) di Anabanua Kabupaten Wajo yang memiliki kapasitas optimal produksi 25.920 ton beras per tahun atau kemampuan produksi perjamnya sebesar 4 ton dengan maksimal produksi 18 jam per hari dengan rendemen 65 persen. RPC dengan mesin dan konstruksinya menggunakan lisensi Korea Selatan memiliki kapasitas pengering 80 ton per hari dan kapasitas silo 900 ton gabah. Efisiensi gabah hilang melalui pemrosesan di RPC dinyatakan hanya antara 5 - 10 persen. Kabupaten Wajo yang merugi sejak tahun pendiriannya dan dikhawatirkan akan menjadi beban pemerintah daerah. Hal ini terungkap setelah pihak DPRD Kabupaten Wajo mengkaji sebuah rencana kerjasama Pemkab Wajo dengan salah satu perusahaan swasta berkaitan dengan pengoperasian RPC Anabanua Kabupaten Wajo, yang dinilai justru tetap akan membebani pihak pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan Zaki et al (2001), di Bangladesh, menemukan bahwa industri (pabrik) pengolahan padi merupakan sektor pengolahan yang menyediakan sejumlah besar pekerjaan untuk masyarakat pedesaan. Thongrattana et al (2009), mengatakan bahwa aspek-aspek tertentu dari permintaan dan ketidakpastian (seperti; pasokan, permintaan, proses, perencanaan dan pengendalian, tindakan pesaing, kondisi iklim dan ketidakpastian kebijakan pemerintah) secara signifikan terkait dengan penurunan efisiensi dalam penggilingan beras Thailand. Selanjutnya Teguh & Wahyu (2008), mengatakan bahwa pentingnya ketersediaan bahan baku padi sebagai faktor menunjang daya dukung kelancaran operasional produksi beras pada RPC masih mengandalkan pasokan bahan baku dari luar bengkalis. Keberadaan usaha tani yang cukup, penting untuk memasok gabah sebagai bahan
baku pada RPC (Purwadaria, 2004). Pada distribusi padi, penggilingan merupakan saluran distribusi yang memiliki margin pemasaran terbesar (Sobichin, 2012). Pada komoditas padi paska panen yang menjadi salah satu akar masalah adalah rantai pasok. Rendahnya tingkat penerimaan informasi
sehingga sering terjadi penumpukan
komoditas maupun kekosongan komoditas di sisi yang lain. Permasalahan komunikasi dan koordinasi ini mengakibatkan distribusi komoditas padi tidak berjalan dengan baik sehingga sangat merugikan konsumen, petani dan semua pihak yang terlibat di dalam sistem managemen rantai pasokan. Berbagi informasi, hubungan jangka panjang, kerjasama dan integrasi proses berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajemen rantai pasokan di perusahaan. Integrasi proses memiliki nilai signifikan terbesar, dan kemudian berbagi informasi maka hubungan jangka panjang dan kerjasama (Ariani, 2013). NCRI (2006), dalam penelitiannya menemukan analisis sensitivitas dari dampak perubahan beberapa input dasar seperti investasi dalam peralatan, biaya bahan bakar, biaya tenaga kerja, biaya bahan baku gabah dan harga jual beras diproses pada titik impas menunjukkan bahwa peningkatan biaya input akan meningkatkan nilai titik impas, sehingga menghambat pencapaian nilai titik impas awal, sedangkan kenaikan harga akan menurunkan nilai titik impas, dan dengan demikian mendukung profitabilitas usaha. Untuk mendukung keputusan operasi dalam menentukan kapasitas produksi pada sebuah perusahaan dapat digunakan metode Break Even Point (BEP) (Yamit, 2007). Menurut Chopra & Meindl (2007), bahwa desain supply chain, perencanaan, dan keputusan operasi memberikan peranan yang penting dalam mementukan keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi. Lebih lanjut Heizer & Render (2005), menyatakan bahwa, perusahaan perlu mempertimbangkan masalah rantai pasokan untuk memastikan bahwa rantai pasokan mendukung strategi perusahaan. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah merumuskan strategi pengembangan pabrik RPC Anabanua Kabupaten Wajo.
BAHAN DAN METODE Lokasi dan Desain Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi didasarkan terhadap fenomena yang terjadi sejak didirikannya RPC kabupaten Wajo pada tahun 2003 yang dianggap merugi sejak tahun pendiriannya dan akan menjadi beban pemerintah daerah oleh aggota DPRD kabupaten Wajo.
Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah Kepala Produksi dan Penanggung jawab Produksi RPC, Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian, Wakil Bupati, Komisi II DPRD Kabupaten Wajo dan petani di Kabupaten Wajo. Jumlah sampel yang diambil yaitu 1 orang Kepala Produksi, 1 orang Penanggung jawab Produksi RPC, 3 orang Dinas Koperasi UMKM dan Perindustrian, 1 orang Wakil Bupati, 2 orang Komisi II DPRD Kabupaten Wajo dan 97 Petani. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dan snowboll sampling, dimana purposive sampling merupakan bentuk pemilihan sampel yang memiliki hubungan atau pemahaman terkait dengan objek penelitian, sedangkan snowboll sampling merupakan bentuk pemilihan sampel berdasarkan penelurusuran sampel sebelumnya. Desain Penelitian Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif untuk menggambarkan jumlah minimal yang harus diproduksi pada RPC Anabanua Kabupaten Wajo untuk mencapai nilai titik impas dan kondisi anggota rantai pasok padi pada RPC Anabanua Kabupaten Wajo dan sebagai data dasar dalam membantu mengidentifikasi faktor-faktor kunci internal dan eksternal untuk penyusunan strategi pengembangan RPC Anabanua Kabupaten Wajo. Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan melalui 2 model wawancara yaitu wawancara dengan menggunakan kuesioner dan wawancara yang tidak terstruktur yang merupakan wawancara bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar besar permasalahan yang akan ditanyakan. Analisa Data Merumuskan Strategi Pengembangan Pabrik Rice Processing Complex (RPC) Anabanua Kabupaten Wajo dengan menggunakan matrix IFE dan matrix EFE, matrix IE, analisis SWOT, dan analisis quantitative strategic planning matrix (QSPM).
HASIL Hasil penilaian skala rating dan pemberian nilai bobot dengan total skoring sebesar 3,15 pada matrix IFE dan total skoring sebesar 3,46 pada matrix EFE RPC Anabanua Kabupaten Wajo. Adapun faktor-faktor kunci kekuatan dan kelemahan pada matrix IFE serta faktor-faktor kunci peluang dan ancaman pada matrix EFE, adalah:
Faktor-faktor kunci kekuatan (strength) pada matrix IFE RPC, antara lain; 1) RPC memiliki mesin kualitas produksi beras ekspor dengan nilai skoring 0,21, 2) RPC memiliki mesin dengan kapasitas produksi yang cukup besar yaitu 25.920 ton per tahun dengan nilai skoring 0,19, 3) RPC memiliki penampungan gabah 900 ton (silo) dengan nilai skoring 0,20, 4) RPC memiliki potensi sebagai sumber PAD untuk Kabupaten Wajo dengan nilai skoring 0,19, 5) Mesin RPC memiliki kecepatan proses produksi dengan nilai skoring 0,21, 6) Lokasi Pabrik RPC yang representative dengan nilai skoring 0,02, 7) Sarana dan Prasarana tersedia untuk menunjang menajemen pengelolaan dengan nilai skoring 0,02, dan 8) Efisiensi Tenaga kerja dengan nilai skoring 0,04. Sedangkan faktor-faktor kunci kelemahan (weakness) pada matrix IFE RPC Anabanua, antara lain; 1) Keterbatasan pengelola RPC dalam pengambilan keputusan dengan nilai skoring 0,28, 2) Tidak adanya modal digunakan untuk pembelian gabah dalam menjaga ketersediaan pasokan bahan baku untuk mendukung Produksi pada RPC dengan nilai skoring 0,21, 3) Kondisi mesin RPC yang sudah termakan usia sehingga beberapa komponen sudah mulai aus dan perlu diperbaiki atau diganti dengan nilai skoring 0,25, 4) Lemahnya kemampuan managemen pengelolaan RPC dengan nilai skoring 0,21, 5) Rendahnya kemampuan daya saing harga pembelian RPC (sehingga pemahaman petani dan pelaku pemasok lainnya menganggap bahwa pembelian gabah oleh RPC terlalu murah dari harga pasar) dengan nilai skoring 0,19, 6) RPC masih memiliki hutang pembelian gabah terdahulu dengan nilai skoring 0,21, 7) Tidak adanya kerjasama RPC dengan pihak pemasok bahan baku dan distributor dalam menjaga stabilitas pasokan bahan baku dan distribusi produk beras dari RPC dengan nilai skoring 0,23, 8) Rendahnya pasokan gabah yang memakai jasa penggilingan padi RPC sehingga tidak mampu mencapai nilai titik impas produksi dengan nilai skoring 0,23, 9) Tidak adanya sosialisasi akan keunggulan kapasitas dan kualitas produksi RPC dalam menyiapkan pemasok dan distribusi produk dengan nilai skoring 0,13, 10) Lemahnya SDM Pengelolaan RPC dengan nilai skoring 0,04, 11) Tidak adanya pangsa pasar yang jelas untuk pemasaran hasil produksi RPC dengan nilai skoring 0,04, dan 12) Operasi mesin RPC perlu tambahan modal untuk operasional dan perbaikan mesin dengan nilai skoring 0,03. Faktor-faktor kunci peluang (opportunity) pada matrix EFE RPC, antara lain; 1) Adanya program pemerintah provinsi untuk peningkatan mutu dan hasil pertanian beras di Sul-Sel dengan nilai skoring 0,28, 2) Adanya dukungan pemerintah kabupaten Wajo terhadap RPC dengan nilai skoring 0,24, 3) Adanya dasar Hukum Pembentukan perusahaan daerah dan BUMD (UU No.5 Tahun 1962) dengan nilai skoring 0,22, 4) Adanya Pedoman untuk melakukankerja sama dengan pihak ketiga, baik dalam maupun luar negeri (Kepmendagri
No.42 Tahun 2000) dengan nilai skoring 0,28, 5) Ketersediaan bahan baku yang cukup karena produksi gabah kabupaten Wajo yang besar dari tahun ke tahun dengan nilai skoring 0,30, 6) Adanya kesediaan dari pihak PD Pasar Jaya Jakarta untuk bekerjasama menerima pasokan beras dari RPC yang sesuai standar kualitas beras kebutuhan dari PT Pasar Jaya dengan nilai skoring 0,28, 7) Banyaknya petani dan pedagang pengumpul lokal yang masih memasok gabahnya ke pedagang pengumpul besar dari luar kabupaten Wajo (seperti; Sidrap dan Pinrang) dan dapat menjadi mitra dalam memasok gabah ke RPC dengan nilai skoring 0,27, 8) Harga pasar penjualan beras relatif tinggi dengan nilai skoring 0,24, dan 9) Pangsa pasar Nasional, regional dan lokal yang cukup besar dengan nilai skoring 0,28. Sedangkan faktorfaktor kunci ancaman (threats) pada matrix IFE RPC Anabanua, antara lain; 1) Banyaknya penggilingan padi kecil (RMU) yang menjadi pilihan alternatif bagi petani maupun pedagang pengumpul untuk melakukan penggilingan padi dengan nilai skoring 0,14, 2) Banyaknya pedagang pengumpul besar dan kecil dari luar Wajo yang memiliki penggilingan padi telah masuk membeli gabah petani di Kabupaten Wajo dengan nilai skoring 0,23, 3) Harga pembelian gabah dari para pedagang pengumpul lebih tinggi 0,20, 4) Tidak adanya perda PERUSDA atau perda BUMD yang mengatur untuk dijadikan dasar hukum pengelolaan RPC dalam menjalankan fungsi bisnisnya dengan nilai skoring 0,26, dan 5) Perda no. 9 tahun 2013 tentang penetapan tarif retribusi jasa sewa penggunaan penggilingan padi pada RPC dengan nilai skoring 0,24. Hasil penilaian skala rating dan pemberian nilai bobot pada matrix IFE dan matrix EFE di atas kemudian dipilih 5 penilaian skoring tertinggi pada masing-masing faktor kunci kekuatan dan kelemahan seperti pada Gambar 1 dan Gambar 2 (Lampiran) dan dipilih 5 penilaian skoring tertinggi pada masing-masing faktor kunci peluang dan ancaman seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4 (Lampiran) untuk dilakukan pencocokan (matching tool) dalam merumuskan strategi pengembangan RPC pada matrix SWOT seperti pada Tabel 1 (Lampiran).
PEMBAHASAN Berdasarkan nilai total skoring pada matrix IFE sebesar 3,15 dan total skoring pada matrix EFE sebesar 3,46. Hal ini menggambarkan bahwa dalam analisa matrix IE (Internal Eksternal) posisi strategi bisnis pabrik RPC Anabanua Kabupaten Wajo adalah Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan atas upaya sendiri. Dimana RPC Anabanua Kabupaten Wajo berada pada sel strategi 1 yaitu konsentrasi integrasi vertikal
merupakan strategi yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat dalam industri yang berdaya tarik tinggi. Perumusan strategi dalam matrix SWOT setelah dilakukan pencocokan (matching tool) menghasilkan 8 strategi pengembangan pabrik RPC Anabanua Kabupaten Wajo yang terbagi dalam 4 komponen strategi yaitu; strategi SO, strategi WO, strategi ST dan strategi WT. Adapun strategi pengembangan pabrik RPC Anabanua Kabupaten Wajo dari ke 4 komponen strategi tersebut, sebagai berikut: Strategi SO adalah untuk mengoptimalkan kekuatan pada faktor internal dan memanfaatkan peluang pada faktor eksternal yang dapat menguntungkan RPC Anabanua Kabupaten Wajo, yang dihasilkan adalah; 1) Strategi peningkatan dan pengembangan produk RPC, 2) Strategi peningkatan akseptabilitas informasi dalam hubungan kerjasama antara anggota rantai pasok. Strategi ST adalah untuk mengoptimalkan faktor internal pada kekuatan dan menekan ancaman pada faktor eksternal yang tidak menguntungkan RPC Anabanua Kabupaten Wajo, yang dihasilkan adalah; 1) Strategi peningkatan dan perluasan promosi keunggulan pabrik penggilingan padi RPC, 2) Strategi peningkatan kemampuan daya saing pembelian bahan baku produksi RPC Strategi WO adalah untuk meminimalkan kelemahan pada faktor internal dan memanfaatkan peluang pada faktor eksternal yang menguntungkan RPC Anabanua Kabupaten Wajo, yang dihasilkan adalah; 1) Strategi revitalisasi mesin pabrik penggilingan padi RPC, 2) Strategi penyiapan, pembinaan dan pemeliharaan jaringan pemasok bahan baku dan jaring distributor produk RPC, 3) Strategi peningkatan akses modal RPC baik dari pemerintah maupun dari pihak ke tiga. Strategi WT adalah untuk meminimalkan kelemahan pada faktor internal dan menekan ancaman pada faktor eksternal yang tidak menguntungkan RPC Anabanua Kabupaten Wajo, yang dihasilkan adalah; 1) Strategi pembentukan kembali RPC sebagai BUMD atau PERUSDA. Setelah dirumuskan strategi-strategi dalam matrix SWOT berdasarkan faktor-faktor kunci pada matrix IFE dan matrix EFE ke dalam 4 komponen strategi, maka selanjutnya menentukan prioritas strategi yang akan dijalankan dalam meningkatkan produksi pada RPC untuk mencapai nilai titik impas. Prioritas strategi pada RPC berdasarkan Quantitative Strategy Planning
Matrix (QSPM), maka hasilnya yaitu ; (a) strategi 1 memiliki total
attractive score (TAS) sebesar 8,98 yaitu peningkatan dan pengembangan produksi RPC, (b) strategi 2 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,66 yaitu peningkatan akseptabilitas
informasi dalam hubungan kerjasama antara anggota rantai pasok, (c) strategi 3 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,74 yaitu Revitalisasi mesin pabrik, (d) strategi 4 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,44 yaitu Penyiapan, pembinaan dan pemeliharaan jaringan pemasok bahan baku dan jaringan distribusi produk RPC, (e) strategi 5 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,15 yaitu Peningkatan akses modal RPC baik dari pemerintah maupun dari pihak ke tiga, (f) strategi 6 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 7,01 yaitu Peningkatan dan perlusan promosi keunggulan pabrik penggilingan padi RPC, (g) strategi 7 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 5,25 yaitu Peningkatan kemampuan daya saing pembelian bahan baku produksi RPC, (8) strategi 8 memiliki total attractive score (TAS) sebesar 6,64 yaitu pembentukan kembali RPC sebagai BUMD atau PERUSDA.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan identifikasi 5 faktor-faktor internal dan eksternal pada RPC Anabanua Kabupaten Wajo nilai dari matriks IFE sebesar 3,15 dan nilai matriks EFE sebesar 3,46. Hal ini menggambarkan bahwa dalam analisa matrix IE (Internal Eksternal) RPC Anabanua Kabupaten Wajo berapa pada kondisi Growth Strategy yang merupakan pertumbuhan perusahaan atas upaya sendiri. RPC Anabanua Kabupaten Wajo berada sel strategi 1 merupakan strategi yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat dalam industri yang berdaya tarik tinggi. Dengan demikian RPC Anabanua Kabupaten Wajo penting menjalankan 8 strategi pengembangan RPC secara komprehensif, berikut ini berdasarkan urutan prioritas strategi; 1) Peningkatan dan pengembangan produksi RPC, 2) Revitalisasi mesin pabrik penggilingan padi RPC, 3) Peningkatan akseptabilitas informasi dalam hubungan kerjasama antara anggota rantai pasok, 4) Penyiapan, pembinaan dan pemeliharaan jaringan pemasok bahan baku dan jaringan distribusi produk RPC, 5) Peningkatan akses modal RPC baik dari pemerintah maupun dari pihak ke tiga, 6) Peningkatan dan perlusan promosi keunggulan pabrik penggilingan padi RPC, 7) Pembentukan kembali RPC sebagai BUMD atau PERUSDA dan 8) Peningkatan kemampuan daya saing pembelian bahan baku produksi RPC.
DAFTAR PUSTAKA Ariani D. (2013). Jurnal Analisis Pengaruh Supply Chain Management Terhadap Kinerja Perusahaan , (Studi Pada Industri Kecil Dan Menengah Makanan Olahan Khas Padang Sumatera Barat), UNDIP. BPS Sulawesi Selatan. (2014). Data Dalam Angka 2014 Provinsi Sulawesi Selatan. Chopra S & Meindl P. (2007). Supply Chain Management, Planning and Operation. Pearson Prentice Hall.
Heizer J & Render B. (2005). Operations Management edisi ketujuh, Jakarta, Salemba Empat. NCRI. (2006). Report On Financial Analysis Of Rice Parboiling/Processing Systems In Bida Area. Niger State, Nigeri. Purwadaria H K. (2004). Teknologi Panen dan Pasca Panen Padi. Makalah disajikan dalam Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengelolaan Padi, Jakarta 2021 Juli 2004. Sobichin M. (2012). Nilai Rantai Distribusi Komoditas Gabah dan Beras di Kabupaten Batang, UNS. Teguh W & Wahyu N L. (2008). Analisis Daya Dukung Ketersediaan bahan Baku Padi Dalam Menunjang Kelancaran Operasional Produksi Pada Rice Processing Complex Di Kabupaten Bengkalis, POLITEKNIK, Bengkalis. Thongrattana P., Ferry J., & Parera N. (2009). Understanding the impact of environmental uncertainty on efficiency performance indicator of Thai rice millers. Proceedings of the Australian and New Zealand Marketing Academy Conference (pp. 1-8). Melbourne, Australia: Australian and New Zealand Marketing Academy. Yamit Z. (2007). Manajemen Operasi dan Produksi.Edisi kedua. Cetakan ketiga, EKONISA, Yogyakarta. Zaki U Z., Mhizima T., & Hisano S. (2001). The Role of Rice Processing Industries in Bangladesh: A Case Study of the Sherpur District, Vol. 57, The Review of Agricultural Economics, Hokkaido University Collection of Scholarly and Academic Papers (HUSCAP).
LAMPIRAN FAKTOR KEKUATAN 0.2500
0.2098
0.2000
8
5 faktor kunci kekuatan pada matrix IFE RPC berdasarkan urutan dari nilai skor tertinggi pertama ke skor tinggi ke lima, sebagai berikut:
1
2
0.1500
0.191
0.1000 0.04 0.0500
7
5 1
3
0.02-
0.2018
0.02
3 4
0.193
6
2
4 5
0.210
Mesin RPC memiliki kecepatan proses produksi RPC memiliki mesin kualitas produksi beras ekspor RPC memiliki penampungan gabah 900 ton (silo) RPC memiliki potensi bisnis yang dapat menjadi sumber PAD untuk Kabupaten Wajo RPC memiliki mesin dengan kapasitas produksi yang cukup besar pertahun yaitu 25.920 ton
Gambar 1. Diagram faktor-faktor kunci kekuatan dalam matrix IFE RPC FAKTOR KELEMAHAN
5 faktor kunci kelemahan pada matrix IFE RPC berdasarkan urutan dari nilai skor tertinggi pertama ke skor tinggi ke lima, sebagai berikut:
1
11
10
0.28 0.30 12 0.25 0.20 0.15 0.100.03 0.04 0.05 0.04 -
2 0.2149 1
0.25
3.
4
0.2138
0.13
0.19
9 0.231
8
3
0.226
7
0.211
6
8.
7.
5 2.
Keterbatasan pengelola RPC dalam pengambilan keputusan Kondisi mesin RPC yang sudah termakan usia sehingga beberapa komponen sudah mulai aus dan perlu diperbaiki atau diganti Rendahnya pasokan gabah yang memakai jasa penggilingan padi RPC sehingga tidak mampu mencapai nilai titik impas produksi Tidak adanya kerjasama RPC dengan pihak pemasok bahan baku dan distributor dalam menjaga stabilitas pasokan bahan baku dan distribusi produk beras dari RPC Tidak adanya modal digunakan untuk pembelian gabah dalam menjaga ketersediaan pasokan bahan baku untuk mendukung Produksi pada RPC
Gambar 2. Diagram faktor-faktor kunci kelemahan dalam matrix IFE RPC
FAKTOR PELUANG
9
0.2781
8
0.24
1
0.3000 0.2500 0.2000 0.1500 0.1000 0.0500 -
5 faktor kunci peluang matrix EFE RPC berdasarkan urutan dari nilai skor tertinggi pertama ke skor tinggi ke lima, sebagai berikut:
0.2775 5
2
0.24
4.
0.22
0.27
3
9.
0.283
7
1
4 6.
6
0.276
5 0.30
Ketersediaan bahan baku yang cukup karena produksi gabah kabupaten Wajo yang besar dari tahun ke tahun Adanya Pedoman untuk melakukankerja sama dengan pihak ketiga, baik dalam maupun luar negeri (Kepmendagri No.42 Tahun 2000) Pangsa pasar Nasional, regional dan lokal yang cukup besar. (konsumsi beras pertahun kabupaten Wajo sebesar ± 48.953.836 kg/tahun) Adanya program pemerintah provinsi untuk peningkatan mutu dan hasil pertanian beras di Sul-Sel Adanya kesediaan dari pihak PD Pasar Jaya Jakarta untuk bekerjasama menerima pasokan beras dari RPC yang sesuai standar kualitas beras kebutuhan dari PT Pasar Jaya
Gambar 3. Diagram faktor-faktor kunci peluang dalam matrix EFE RPC
FAKTOR ANCAMAN
5 0.24
0.30 0.25 0.20 0.15 0.10 0.05 -
5 faktor kunci ancaman pada matrix EFE RPC berdasarkan urutan dari nilai skor tertinggi pertama ke skor tinggi ke lima, sebagai berikut:
1
4 5
0.14
2 0.23 2
0.20
4 0.26
3
3
1
Tidak adanya perda PERUSDA atau perda BUMD yang mengatur untuk dijadikan dasar hukum Perda no. 9 tahun 2013 tentang penetapan tarif retribusi jasa sewa penggunaan penggilingan padi pada RPC (Rice Processing Complex) Anabanua (nilai tarif sewa sangat menentukan jumlah kg gabah yang harus digiling dalam setahun untuk mencapai nilai titik impas) Banyaknya pedagang pengumpul besar dan kecil dari luar Wajo yang memiliki penggilingan padi telah masuk membeli gabah petani di kabupaten Wajo Harga pembelian gabah dari para pedagang pengumpul lebih tinggi dari harga tertinggi yang terdata dari sensus pertanian 2014 Banyaknya penggilingan padi kecil (RMU) yang menjadi pilihan alternatif bagi petani maupun pedagang pengumpul untuk melakukan penggilingan padi.
Gambar 4. Diagram faktor-faktor kunci ancaman dalam matrix EFE RPC
Tabel 1.
Strategi pengembangan rantai pasok RPC Anabanua Kabupaten Wajo STRENGTH (S)
WEAKNES
1.
Mesin RPC memiliki kecepatan proses produksi
1 .
2.
RPC memiliki mesin kualitas produksi beras ekspor
2 .
3.
RPC memiliki penampungan gabah 900 ton (silo)
3 .
4.
RPC memiliki potensi menjadi sumber PAD untuk Kabupaten Wajo
4 .
5.
RPC memiliki mesin dengan kapasitas produksi yang cukup besar pertahun yaitu 25.920 ton per tahun
5 .
IFE
EFE
OPPORTUNITIES (O) 1. 2.
3. 4.
5.
Adanya Pedoman untuk melakukankerja sama dengan pihak ketiga, baik dalam maupun luar negeri (Kepmendagri No.42 Tahun 2000). Pangsa pasar Nasional, regional dan lokal yang cukup besar. ( konsumsi beras pertahun kabupaten Wajo sebesar ± 48.953.836 kg/tahun) Adanya program pemerintah provinsi untuk peningkatan mutu dan hasil pertanian beras di Sul-Sel Adanya kesediaan dari pihak PD Pasar Jaya Jakarta untuk bekerjasama menerima pasokan beras dari RPC yang sesuai standar kualitas beras kebutuhan dari PT Pasar Jaya
THREATS (T) 1.
2.
3. 4 5.
STRATEGI
SO
Ketersediaan bahan baku yang cukup karena produksi gabah kabupaten Wajo yang besar dari tahun ke tahun
Tidak adanya perda PERUSDA atau perda BUMD yang mengatur untuk dijadikan dasar hukum pengelolaan RPC dalam menjalankan fungsi bisnisnya Perda no. 9 tahun 2013 tentang penetapan tarif retribusi jasa sewa penggunaan penggilingan padi pada RPC (Rice Processing Complex) Anabanua (nilai tarif sewa sangat menentukan jumlah kg gabah yang harus digiling dalam setahun untuk mencapai nilai titik impas) Banyaknya pedagang pengumpul besar dan kecil dari luar Wajo yang memiliki penggilingan padi telah masuk membeli gabah petani di kabupaten Wajo Harga pembelian gabah dari para pedagang pengumpul lebih tinggi Banyaknya penggilingan padi kecil (RMU) yang menjadi pilihan alternatif bagi petani maupun pedagang pengumpul untuk melakukan penggilingan padi
1. PENINGKATAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK RPC (S1,S3,S4,S5,O1,O3,O4,O5) 2. PENINGKATAN AKSEPTABILITAS INFORMASI DALAM HUBUNGAN KERJASAMA ANTARA ANGGOTA RANTAI PASOK (S1,S2,S5,O1,O5)
STRATEGI
ST
1.PENINGKATAN DAN PERLUASAN PROMOSI KEUNGGULAN PABRIK PENGGILINGAN PADI RPC (S1,S2,S5,T3,T5) 2. PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA SAING PEMBELIAN BAHAN BAKU PRODUKSI RPC (S4,T2,T3,T4)
Keterbatasan pengelola RPC dalam pengambilan keputusan Kondisi mesin RPC yang sudah termakan usia sehingga beberapa komponen sudah mulai aus dan perlu diperbaiki atau diganti Rendahnya pasokan gabah yang memakai jasa penggilingan padi RPC sehingga tidak mampu mencapai nilai titik impas produksi Tidak adanya kerjasama RPC dengan pihak pemasok bahan baku dan distributor dalam menjaga stabilitas pasokan bahan baku dan distribusi produk beras dari RPC Tidak adanya modal digunakan untuk pembelian gabah dalam menjaga ketersediaan pasokan bahan baku untuk mendukung Produksi pada RPC
STRATEGI
WO
1. REVITALISASI MESIN PABRIK PENGGILINGAN PADI RPC (W2,O3,O4,O5) 2. PENYIAPAN, PEMBINAAN DAN PEMELIHARAAN JARINGAN PEMASOK BAHAN BAKU DAN JARING DISTRIBUTOR PRODUK RPC (W3, W4,O1,O3,O5) 3. PENINGKATAN AKSES MODAL RPC BAIK DARI PEMERINTAH MAUPUN DARI PIHAK KE TIGA (W5, O2)
STRATEGI
WT
1. PEMBENTUKAN KEMBALI RPC SEBAGAI BUMD ATAU PERUSDA (W1,W5,T1,T2)