STRATEGI PEMBINAAN BAHASA INDONESIA DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI SIGMA MILINIUM KOMPUTER KABUPATEN KARANGASEM I Nyoman Adi Susrawan, Ni Wayan Eminda Sari, Dewa Gede Bambang Erawan Universitas Mahasaraswati Denpasar Email:
[email protected]
ABSTRACT This research is a descriptive research which aimed at describing (1) condition of bahasa Indonesia supervision; (2) its factors; (3) strategies to improve it. Data was collected through observation, interview, and recording. The collected data was analyzed into three steps: data reduction, data display, data verification. Results shown that the condition was in a concerned to which there was deviation that was done by lecturers and students. It happened when they communicated in a formal situation. It was found that, there were deviation in terms of code mixing, pronunciation, and interference. Factors that made them occurred were (1) lack of positive attitude from users; (2) show off; (3) psychological factors; (4) unconsciousness from the users; (5) influence of local language; (6) English influence; (7) slank language; (8) lack of mastery on language structure; and (9) environmental factors. Regarding on those factors, strategies that were applied were (1) making them aware in using language; (2) asking them to join the globalization era without putting away bahasa Indonesia; (3) asking them to be confident in using bahasa Indonesia; (4) using English, local and slank language in a proper way, especially in a formal situation; (5) understanding bahasa Indonesia comprehensively and correctly; (6) having the institution as the base for bahasa Indonesia supervision; (7) improving the competency of human resources; (8) socializing bahasa Indonesia intensively. Based on the results of the study, it is expected that the users of bahasa Indonesia should have a positive attitude toward the language to which it is known as national language. Key words: bahasa Indonesia supervision, strategy.
PENDAHULUAN Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi di lembaga pendidikan formal sudah selayaknya menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar berorientasi integrasi nasional dan harmoni sosial. Namun, dalam prakteknya banyak ditemukan penyimpangan yang justru dilakukan oleh kalangan terdidik seperti siswa, mahasiswa dan para pengajar yang seharusnya mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh pemakai bahasa adalah percampuran bahasa (bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, Bahasa daerah dan bahasa gaul) dalam situasi resmi (formal). Berlandaskan alasan globalisasi, takut dikatakan ketinggalan zaman, kuno, tidak gaul, kepentingan kapitalisme (kapitalisme ekonomi) dan ingin hebat, yang dilakukan secara sadar atau tidak, perlahan tetapi pasti akan mengikis kepribadian dan jadi diri bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Selain itu, adanya anggapan bahwa kesalahan yang dilakukan oleh pemakai bahasa non-pendidik bahasa Indonesia merupkan sebuah kewajaran, masalah bahasa adalah masalah guru, dosen dan para pakar bahasa, serta adanya anggapan bahwa bahasa yang digunakan bisa dipahami dan dimengerti walaupun terdapat adanya percampuran bahasa dikatakan sebagai bahasa yang sudah baik dan benar merupakan sebuah kekeliruan besar yang berdampak terjadinya krisis atau degradasi terhadahap perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri.
21
Menilik kondisi seperti ini, lalu bagaimanakah strategi yang ditempuh untuk menghormati bahasa khususnya bahasa Indonesia? Mengingat pada zaman post modern sekarang ini, pengaruh globalisasi demikian dahsyat, termasuk pengaruh berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Langkah awal yang harus dilakukan untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan melaksanaan pembinaan bahasa Indonesia melalui pengajarannya di lembaga-lembaga pendidikan formal. Istilah pembinaan bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu usaha sadar, terencana, dan sistematis mengenai peningkatan mutu bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga masyarakat pemakainya memiliki kegairahan, kebanggaan, kesetiaan, dan kebertanggungjawaban dalam mempergunakannya (Sudiara, 2006). Berdasarkan dari fakta-fakta tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai “Strategi Pembinaan Bahasa Indonesia dalam Proses Pembelajaran di Sigma Milinium Komputer Kabupaten Karangasem”. Adapun masalah yang diteliti adalah (1) Bagaimanakah kondisi pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di Sigma Milinium Komputer Karangasem? (2) Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan rendahnya pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di Sigma Milinium Komputer Karangasem? (3) Bagaimanakah strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di Sigma Milinium Komputer Karangasem?
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Rancangan penelitian deskriptif kualitatif ini digunakan untuk mempreroleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis dan cermat mengenai faktafakta yang didapat dari sifat populasi tertentu. Data dalam penelitian ini adalah (1) kondisi pembinaan bahasa Indonesia, (2) faktor penyebab rendahnya pembinaan bahasa Indonesia dan (3) strategi untuk meningkatkan pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa dan dosen Sigma Milinium Komputer tahun ajaran 2013/2014. Selanjutnya, Objeknya adalah strategi pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dimulai secara terurut, yakni dari pengenalan objek, pencatatan data, dan seleksi data (Moleong, 2004: 160-165). Jati diri data dalam penelitian atau kajian ini didapat dengan menggunakan tiga macam metode, yakni metode observasi, wawancara, dan rekam. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama, penelitian ini juga menggunakan instrumen bantu, yaitu lembar observasi, pedoman wawancara, tape recorder dan catatan lapangan. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis melalui tiga tahap model alir, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Bungin (2006:132) menyatakan bahwa ketiga tahapan tersebut berlangsung secara simultan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Pembinaan Bahasa Indonesia Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi pembinaan bahasa Indonesia cukup memprihatinkan. Keprihatinan ini terlihat dari kecenderungan dosen dan mahasiswa mencampuradukkan penggunaan bahasa Indonesia dengan bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Inggris, bahasa gaul, dan bahasa daerah ketika berkomunikasi.
22
Istilah-istilah seperti include, backgraund lebih sering diucapkan dibandingkan dengan padanannya bergabung dan latar belakang. Selain itu, pemakai bahasa lebih senang mengatakan so untuk jadi, mem-back up untuk mendorong, life skill untuk keahlian diri, plus untuk tambah, urgent untuk penting, jadul untuk zaman dulu, gaptek untuk gagap teknologi. Kosa kata seperti kelamaan, buruan, pengin, dan kebayang juga tampak digunakan oleh pemakai bahasa dalam situasi formal. Penyisipan penggunaan bahasa Inggris bahasa gaul, dan bahasa daerah dalam peristiwa komunikasi tidak jarang peneliti temukan dalam situasi formal yang seharusnya dituntut menggunakan bahasa Indonesia formal. Para pemakai bahasa memang mengakui bahwa penyisipan ini dilakukan secara sadar dengan anggapan mampu berbahasa asing atau berbahasa Inggris merupakan ukuran derajat seseorang dan mengatasnamakan perkembangan zaman atau takut dikatakan ketinggalan zaman, kuno dan dikatakan tidak gaul, pemakai bahasa seolah-olah tidak peduli lagi terhadap aturan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar. Berdasarkan motivasi tersebut, pemakai bahasa lebih cenderung menggunakan istilah asing walaupun istilah tersebut sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Kondisi ini menandakan bahwa, pemakai bahasa kurang memiliki sikap positif (bangga, setia, dan bertanggung jawab) terhadap bahasa Indonesia. Rendahnya kondisi pembinaan bahasa Indonesia juga ditunjukkan dari kesalahan dalam hal pelafalan. Dalam bidang ini akan dibicarakan bagaimana bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia itu diucapkan. Kita menyadari bahwa ucapan memegang peranan yang sangat penting karena bahasa yang pertama ada adalah bahasa lisan. Betapapun baiknya susunan kalimat seseorang, tetapi apabila pengucapannya kurang atau tidak baik, kalimat tersebut tidak bisa dikatakan baik. Oleh karena itu, sudah sepantasnya masalah ucapan itu mendapat perhatian kita bersama. Sementara ini, memang belum ada ketentuan pasti yang bagaimana disebut ucapan baku. Akan tetapi, hal ini bukan berarti dalam bahasa Indonesia tidak ada ucapan yang dianggap baik. Kiranya sebagian besar anggota masyarakat bisa membedakan mana ucapan yang baik dan mana yang tidak baik. Sebagai pegangan sementara, ucapan bahasa Indonesia yang baik adalah ucapan bahasa Indonesia yang tidak dipengaruhi oleh ucapan-ucapan daerah maupun ucapan bahasa asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpangan dari segi pelafalan tampak pada kata [cuman],[temen], [dateng]. [pakultas], [kalo], [sodara], dan kata [liat] yang seharusnya dilafalkan dengan [cuma], [teman], [datang]. [fakultas], [kalau], [saudara], dan kata [lihat]. Selain itu, kesalahan dalam pelafan juga ditemukan pada saat melafalkan [pakai] dilafalkan [pake] seharusnya [pakai]; [rapat] dilafalkan [rapet] seharusnya [rapat] dan [bodoh] dilafalkan [bodo] seharusnya [bodoh]. Kesalahan semacam ini memang sering ditemukan dalam peristiwa berkomunikasi, dan apabila hal semacam ini tidak segara ditanggulangi maka keefektifan komunikasi akan terganggu. Selain percampuran bahasa dan penyimpangan pelafalan, ditemukan pula adanya penyimpangan bahasa yang dapat mengakibatkan terjadinya kontak bahasa yang merupakan gejala awal interferensi. Untuk lebih jelaskan berikut ini disajikan data yang menunjukkan terjadinya penyimpangan (interferensi) penggunaan bentuk afiks bahasa Bali yang melekat dengan bentuk kata dasar bahasa Indonesia. Kata ambilin, bayangin, dan titipin dalam konteks kalimat di atas merupakan kata dasar bahasa Indonesia ambil, bayang, dan titip yang terinterferensi oleh sufiks –in bahasa Bali. Hal semacam ini sewajarnya tidak perlu terjadi karena sufiks –in bahasa Bali sudah ada
23
padanan dalam bahasa Indonesia yakni sufiks –kan. Kata ambilin, bayangin, dan titipin mendapat pengaruh unsur bahasa Bali yang dipindahkan dalam bahasa Indonesia, apabila kata tersebut digunakan dalam kalimat berbahasa Indonesia sebaiknya sufiks –in diganti dengan sufiks –kan sehingga menjadi bentuk yang benar seperti ambilkan, bayangkan, titipkan. Selain itu, pemakai bahasa (dosen dan mahasiswa) tampak sering mengucapkan daftarin, hapusin, datangin, banding-bandingin, kecilin, besarin, masukin, sebutin dan ucapin dibandinkan mengucapkan daftarkan, hapuskan, datangkan, banding-bandingkan, kecilkan, besarkan, masukkan, sebutkan dan ucapkan ketika proses proses belajar-mengajar berlangsung. Bila pemakaian interferensi ini terus menerus berlangsung tentu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional semakin lama akan semakin tersingkirkan. Akan dapat digambarkan bahwa semakin luas dan semakin dalam kejadian interferensi ini, maka akan semakin terkesan bahwa bahasa Indonesia berkembang tanpa tujuan bahkan perkembangannya mengarah ke hal-hal yang merugikan bahasa Indonesia sendiri. Keadaan seperti itu dapat merugikan perkembangan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
2. Faktor Penyebab Rendahnya Pembinaan Bahasa Indonesia Jika kita amati pemakaian bahasa seseorang, khususnya pelajar, mahasiswa, dan pengajar, terlihatlah bahwa banyak di antara mereka berbahasa di luar aturan yang telah ada. Dengan kata lain, mereka sering berbuat kesalahan dalam berbahasa Indonesia. Pada hal, jika ditinjau dari segi tingkat pendidikan mereka, rasanya kesalahan itu tidak mesti muncul. Mereka sudah banyak menimba pengetahuan tentang aturan-aturan bahasa Indonesia melalui pendidikan formal. Lalu, mengapa mereka sering membuat kesalahan? Berikut ini adalah beberapa faktor yang ditemukan oleh peneliti sebagai penyebab rendahnya pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di Sigma Milinium Komputer, diantaranya sebagai berikut. (1) kurangnya kesadaran sikap positif pemakai bahasa, (2) ingin gagah “hebat”(3) faktor psikologis, (4) ketidaksengajaan pemakaian bahasa, (5) pengaruh bahasa Inggris, (6) pengaruh bahasa daerah, (7) pengaruh penggunaan bahasa gaul, (8) kurangnya pemahaman terhadap aturan bahasa Indonesia, dan (9) faktor lingkungan. Jika faktor-faktor semacam ini tidak segera diatasi maka jati diri dan kepribadian bahasa Indonesia akan terkikis bahkan hilang. Berkaitan dengan hal itulah, maka perlu dicarikan bagaimana strategi yang tepat dalam mekanisme berkomunikasi demi terjaganya eksistensi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, pemersatu, dan identitas bangsa Indonesia.
3. Strategi Meningkatkan Pembinaan Bahasa Indonesia Sebenarnya, sebagian masyarakat Indonesia sudah cukup mampu berbahasa Indonesia. Akan tetapi, tidak dapat dimungkiri bahwa masih banyak warga masyarakat seperti “malu” dan “enggan” mempelajari bahasa Indonesia dengan serius. Oleh sebagian anggota masyarakat, masalah bahasa Indonesia hanya dipandang sebagai masalah para pakar dan atau pembinanya (termasuk guru-guru dan dosen yang mengajarkannya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi). Pada pihak lain muncul sikap mengagung-agungkan bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya demi kepentingan kapitalisme ekonomi, kelihatan intelektual, berwibawa, gagah dan lain sebagainya masyarakat pemakai bahasa mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, tua, kalangan terdidik dan nonterdidik sudah mulai
24
meninggalkan dan tidak peduli lagi tentang kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kembali eksistensi bahasa Indonesia menurut peneliti strategi yang ditempuh untuk meningkatkan pembinaan bahasa Indonesia maka strategi yang kiranya dapat ditempuh adalah (1) menyadarkan diri pemakai bahasa, (2) berhenti mengatasnamakan globalisasi sebagai tolok ukur mengikuti perkembangan zaman, (3) menghilangkan rasa “malu” dan “enggan” dalam mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, (4) pembatasan penggunaan bahasa Inggris, bahasa daerah, ataupun bahasa gaul dalam berkomunikasi formal, (5) penanaman pemahaman terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar, (6) menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa, (7) peningkatan mutu sumber daya para pakar, dan (8) kegiatan penyuluhan bahasa di luar bulan bahasa dan sastra. Berdasarkan kedeladapan strategi ini diharapakan kepada seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua, baik golongan yang terdidik maupun non-terdidik untuk sadar (eling) dan berhenti “mengkambing hitamkan”globalisasi dan egoisme pribadi sebagai tolok ukur derajat inteletualitas pemakai bahasa. Oleh karena itu, sebaiknya kaum terpelajar atau pun orang-orang yang berpengaruh dalam masyarakat hendaknya menjadi contoh atau tauladan dalam berbahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.masyrakat pemakai bahasa
SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan pada bagian depan, maka simpulan yang dapat disampaikan pada bagian ini adalah sebagai berikut. 1) Kondisi pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran khusunya di Sigma Milinium Komputer Karangasem masih memperhatinkan. Keprihatinan ini tampak dari berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa ketika berkomuniksi dalam situasi formal. Adapun penyimpangan yang ditemukan dari hasil penelitian ini adalah percampuran bahasa (campur kode), baik bahasa Inggris maupun bahasa daerah (Bali) dan bahasa gaul ketika berkomunikasi dengan menggunakan Indonesia, pelafalan, dan interferensi. 2) Adapun faktor-faktor penyebab rendahnya pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran di Sigma Milinium Komputer adalah sebagai berikut. (1) Kurangnya kesadaran sikap positif pihak pemakai bahasa; (2) Ingin gagah “hebat” (3) Faktor psikologis; (4) Ketidaksengajaan pemakaian bahasa; (5) Pengaruh bahasa Inggris; (6) Pengaruh bahasa daerah; (7) Pengaruh penggunaan bahasa gaul; (8) Kurangnya pemahaman terhadap aturan bahasa Indonesia; (9) Faktor lingkungan.
25
3) Berlandaskan dari faktor penyebab rendahya pembinaan bahasa Indonesia maka strategi yang kiranya dapat ditempuh untuk meningkatkan pembinaan bahasa Indonesia dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut. (1) Menyadarkan diri pemakai bahasa; (2) Berhenti mengatasnamakan globalisasi sebagai tolok ukur mengikuti perkembangan zaman; (3) Menghilangkan rasa “malu” dan “enggan” dalam mempergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar; (4) Pembatasan penggunaan bahasa inggris, bahasa daerah, ataupun bahasa gaul dalam berkomunikasi (5) Penanaman pemahaman terhadap bahasa Indonesia yang baik dan benar; (6) Menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis pembinaan bahasa; (7) Peningkatan mutu sumber daya para pakar; (8) Kegiatan Penyuluhan bahasa di luar bulan bahasa dan sastra.
DAFTAR PUSTAKA Bungin, Burhan (Ed.). (2006). Metodelogi penelitian kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. . (2009). Metodologi penelitian kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Suandi, Nengah dkk. (Tanpa Tahun). Keterampilan berbahasa indonesia (beroientasi integrasi nasional dan harmoni sosial). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha, Sudiara, I Nyoman Seloka. (2006). Pembinaan dan pengembangan bahasa indonesia. Modul (tidak diterbitkan). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
26