STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA KUSU LOVRA KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA
JOHN RAIMOND PATTIASINA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Desa Kusu Lovra Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutif dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagiah akhir tesis ini.
Bogor, Nopember 2010
JOHN RAIMOND PATTIASINA C452070304
ABSTRACT
JOHN RAIMOND PATTIASINA. Empowerment Strategy for Fisherman Communities in Kusu Lovra Village of Kao Subdistrict of North Halmahera Regency. Supervised by MULYONO S. BASKORO and BUDHI H. ISKANDAR. The e aims of this research are: 1) To identify socio-economic conditions of fisherman communities in the village of Kusu lovra, 2) To know how the fisheries business sector able to fill out the fishermen family life needs in the village of Kusu lovra. 3) To determine what factors impede successful community empowerment programs Kusu lovra fishing village. And 4) To formulate the strategy of community empowerment Kusu lovra fishing village, and determine priority community development programs. Research method used is the case study method. And analysis used are descriptive analysis, SWOT analysis, and Analysis Hierarchy Process (AHP). The results showed that the fisherman in Kusu Lovra village divided into two groups thei are katinting fishermen (owner) and katinting laborers fishermen. Average income from the agricultural sector are about 300,000, - to Rp.500.000, - per harvested from an area of one to two hectares. While the averagincome of owner and laborers from going to sea fishing is Rp.588.000, - per month. Internal factors are dominant as a barrier to community empowerment programs in Kusu Lovra Village such as skills and mastery of technology is still less with a weight value 0.585. While the dominant external factor as a barrier to empowerment program is marine ecosystem damage caused by destructive fishing weights with a value 0.600. Empowerment strategy for fisherman communities in Kusu Lovra Village such as: (1) Increasing the productivity of fishermen with 0.714 weight value, (2) increasing the role of local institutions with total weight of 0.143, and (3) The conservation of fishery resources with a value of 0.143 weight. Keywords: strategy, empowerment, fisherman.
RINGKASAN
JOHN RAIMOND PATTIASINA. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Di Desa Kusu Lovra Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR. Masyarakat nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. Pada umumnya mereka adalah kelompok masyarakat tertinggal yang berada pada level paling bawah, baik tertinggal secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Karena penghasilan mereka masih tergantung pada kondisi alam, maka sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Sebagai nelayan tradisional bukan saja berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang, tetapi mereka juga dihadapkan dengan persoalan manajemen keuangan dan pemasaran hasil produksinya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk berusaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, baik melalui pemberian bantuan peralatan tangkap, kemudahan akses permodalan, maupun melalui program pemberdayaan masyarakat pesisir. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejehteraan masyarakat pesisir, termasuk nelayan. Akan tetapi tidak semua program tersebut tepat sasaran dan hasil yang diperolehpun belum sesuai dengan yang diharapkan. Fakta-fakta permasalahan itulah mendorong dilaksanakannya suatu penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat program pemberdayaan masyarakat nelayan, serta untuk merumuskan kembali strategi kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, dimana sebagian besar dari mereka adalah termasuk nelayan tradisional dengan tingkat pendidikan yang relative rendah. Tujuan dari dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di Desa Kusu lovra, 2) Mengetahui sejauh mana usaha di sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan di desa Kusu Lovra, 3) Mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra? dan 4) Merumuskan kembali strategi pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu lovra, serta menentukan prioritas program pemberdayaan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah studi intensif dan terperinci mengenai suatu objek yang dilakukan dengan berpedoman pada kuesioner (Soekartawi 1986). Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan yang dimulai dari studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilakukan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Analisys deskriptif yaitu analisis yang dilakukan melalui membaca tabel-tabel, informasi, gambar-gambar, grafik beserta angka-angka yang tersedia kemudian melakukan perbandingan, penafsiran, menarik kesimpulan dari hasil analisis. Hal ini mengandung pengertian bahwa data yang terkumpul baik berupa data kuantitatif maupun kualitatif dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan penguraian dan perbandingan dalam bentuk kalimat atau kata-kata untuk ditarik kesimpulan. 2) Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor-faktor eksternal yang dihadapi suatu sektor. Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Dengan analisis ini, kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) sebagai faktor eksternal. 3) Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan SWOT, langkah selanjutnya adalah membuat urutan prioritas program dengan menggunakan Analysis Hierarchy Procces (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Nelayan desa Kusu Lovra terbagi menjadi dua yaitu nelayan katinting dan buruh nelayan katinting, sumber pendapatan mereka tidak hanya dari hasil melaut, tetapi sebagian diantaranya memiliki kebun kelapa sebagai sumber penghasilan tambahan. 2) Potensi sumber daya kelautan yang terdapat di perairan Teluk Kao sangat berperan dalam menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan di desa Kusu lovra, namun pengelolaannya masih sederhana dan bersifat tradisional, sehingga belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Rata-rata pendapatan dari sektor pertanian sebesar Rp.450.000,- per bulan dari lahan seluas 1 sampai 2 hektar. Sedangkan pendapatan nelayan maupun buruh nelayan dari hasil melaut rata-rata sebesar Rp.588.000,- per bulan. 3) Faktor internal yang dominan sebagai penghambat program pemberdayaan masyarakat desa Kusu Lovra antara lain keterampilan dan penguasaan teknologi masih kurang dengan nilai bobot 0,585, sedangkan faktor eksternal yang dominan sebagai penghambat program pemberdayaan adalah kerusakan ekosistem laut akibat penangkapan destruktif dengan nilai bobot 0,600. 4) Strategi pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra antara lain: (1) Peningkatan produktivitas nelayan dengan nilai bobot 0,714, (2) Peningkatan peran kelembagaan lokal dengan nilai bobot 0,143, dan (3) Konservasi sumberdaya ikan dengan nilai bobot 0,143.
Kata kunci: strategi, pemberdayaan, nelayan.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
STRATEGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA KUSU LOVRA KECAMATAN KAO KABUPATEN HALMAHERA UTARA
JOHN RAIMOND PATTIASINA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Sistem dan Permodelan Perikanan Tangkap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2010
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. M. IMRON, MS
Judul Tesis
:
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Desa Kusu Lovra Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara
Nama
:
JOHN RAIMOND PATTIASINA
NIM
:
C452070304
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Anggota
Diketahui, Koordinator Mayor Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc
Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian : 5 Nopember 2010
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan Syukur patut penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, atas Kasih dan SayangNya penulis masih diberi kesempatan menyelesaikan proposal penelitian ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada program Studi Teknologi Kelautan, Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, terbuka ruang atas saran, masukan, maupun kritik yang konstruktif guna kesempurnaan tulisan ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Hein Namotemo, MSp selaku Bupati Halmahera Utara yang telah memberikan kesempatan dan dukungan biaya kepada penulis untuk mengikuti program Magister di Institut Pertanian Bogor, serta Bapak Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si selaku pembimbing, juga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc yang terus memberikan dorongan dan motivasi. Disamping itu penghargaan yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak Solihin yang telah membantu selama pengumpulan dan analisa data, juga kepada semua rekan-rekan mahasiswa IPB dari Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara yang telah memberikan dukungan moril dan materil. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, isteri dan anak-anak tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat di kemudian hari. Bogor, Nopember 2010 John R. Pattiasina
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara pada tanggal 27 Juni 1968 sebagai anak kedua dari pasangan Markus Pattiasina dan Petronela Oei. Pendidikan Sarjana di tempuh di Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Kristen Indonesia Tomohon, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 2008 diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan mayor Sistem Pemodelan Perikanan Tangkap mendapat dukungan Beasiswa Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Utara. Penuslis bekerja sejak tahun 1992-2008 di Pusat Pengkajian dan Latihan Pengembangan Pedesaan (PPLPP) Yayasan SARO NIFERO memulai sebagai Tenaga Pendamping Lapangan dan mengakhiri masa tugas sebagai Direktur. Pada tahun 2002-2007 dipercayakan oleh Yayasan Saro Nifero sebagai Direktur Politeknik Perdamaian Halmahera (Politeknik PADAMARA) Tobelo Halmahera Utara, dan sampai sekarang ini masih menjadi dosen. Sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat, pada tahun 1994-2005 mengabdikan diri sebagai Dosen Luar Biasa pada Sekolah Tinggi Teologia (STT) Gereja Masehi Injili di Halmahera (GMIH), pada tahun 2001 bersama Yayasan SARO NIFERO memfasilitasi pendirian Credit Union SARO NIFERO dan dipercayakan menjadi Ketua Dewan Pengurus tahun 2001-2010. Usai konflik Horisontal di Maluku Utara tahun 2003 menjadi Anggota Dewan Perwakilan Masyarakat untuk proyek-proyek UNDP dalam rangka pemulihan konflik di wilayah kecamatan Tobelo dan Galela kabupaten Halmahera Utara, tahun 2003-2006 menjadi anggota Kelompok Kerja UNDP Propinsi Maluku Utara mewakili unsur LSM dari Kabupaten Halmahera Utara. Tahun 2006-2007 dipercayakan sebagai Konsultan Manajemen Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) di Kabupaten Halmahera Utara. Tahun 2009 April terpilih sebagai Anggota DPRD Kabupaten Halmahera Utara. Sebagai bentuk pengabdian pada Gereja, tahun 2002 sampai dengan saat ini menjadi Wakil Ketua I Majelis Jemaat Elim Wosia, tahun 2007-2008 sebagai pejabat Pimpinan Jemaat Elim Wosia, dan tahun 2002-2007 menjadi Wakil Ketua II Majelis Pekerja Wilayah Pelayanan Tobelo, tahun 2007 sampai dengan saat ini sebagai Anggota Badan Pembinaan, Pemeriksa Perbendaharaan Gereja (BP3G) di Gereja Masehi Injili di Halmahera.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.........................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
xv
DAFTAR ISTILAH..............................................................................................
xvi
1 PENDAHULUAN ............................................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
Latar Belakang .......................................................................................... Perumusan Masalah .................................................................................. Tujuan Penelitian ...................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................... Kerangka Pemikiran.................................................................................. Hipotesis....................................................................................................
1 3 3 3 4 4
2 TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
6
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7
Strategi Pemberdayaan ............................................................................. Konsep Pemberdayaan.............................................................................. Tipe Pemberdayaan................................................................................... CSR (Corporate Social Responsibility) .................................................... Pendapatan ................................................................................................ Nelayan .................................................................................................... Kesejahteraan Nelayan..............................................................................
6 8 9 10 11 13 14
3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................
18
3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7
Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... Metode Penelitian ..................................................................................... Pengolahan dan Analisis Data................................................................... Jenis dan Sumber Data.............................................................................. Bahan dan Alat.......................................................................................... Metode Pengumpulan Data....................................................................... Metode Analisis Data................................................................................ 3.7.1 Analisis deskriptif............................................................................ 3.7.2 Analisis SWOT................................................................................ 3.7.3 Analitical Hierarchy Process (AHP)...............................................
18 18 19 19 20 20 21 21 23 25
4 HASIL PENELITIAN ......................................................................................
29
4.1 Kondisi Umum Nelayan Halmahera Utara ................................................ 29 4.2 Sumber Pendapatan Nelayan...................................................................... 32 4.3 Tingkat Pendidikan .................................................................................... 33 4.4 Sosial Ekonomi Nelayan ............................................................................ 34 4.5 Strategi Pemberdayaan Nelayan ................................................................ 36 4.5.1 Identifikasi faktor strategis............................................................... 36 4.5.2 Program strategis pemberdayaan nelayan........................................ 37 4.5.3 Program pemberdayaan masyarakat …………………………….... 41 4.5.4 Rencana kegiatan ............................................................................. 42 5 PEMBAHASAN...............................................................................................
44
5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan .............................................................. 5.2 Prioritas Strategi dan Penjabaran Program ................................................ 5.2.1 Peningkatan produktivitas nelayan .................................................. 5.2.2 Peningkatan peran kelembagaan lokal ............................................. 5.2.3 Konservasi sumberdaya ikan ...........................................................
44 45 46 50 53
6 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
56
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 6.2 Saran...........................................................................................................
56 56
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................
58
LAMPIRAN..........................................................................................................
61
DAFTAR TABEL
1.
Matrik Analisis SWOT................................................................................
24
2.
Skala Angka Saaty.......................................................................................
27
3.
Matrik Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal............................................
37
4.
Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Kusu Lovra Kecamatan Kao .............................................................................................................. 37
5.
Rencana kegiatan berdasarkan bobot dan prioritas program pemberdayaan masyarakat nelayan ..................................................................................... 43
DAFTAR GAMBAR
1.
Kerangka pemikiran ....................................................................................
5
2.
Peta Lokasi Penelitian .................................................................................
18
3.
Hierarki strategi pemberdayaan masyarakat nelayan .................................
28
4.
Pelaku ekonomi di desa Kusu Lovra...........................................................
35
5.
Prioritas komponen faktor kekuatan dalam pemberdayaan nelayan ...........
38
6.
Prioritas komponen faktor kelemahan dalam pemberdayaan nelayan ........
39
7.
Prioritas komponen faktor peluang dalam pemberdayaan nelayan.............
40
8.
Prioritas komponen faktor ancaman dalam pemberdayaan nelaya .............
41
9.
Bobot dan prioritas program strategis pemberdayaan nelayan ...................
42
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Kuesioner Sosial Ekonomi ..........................................................................
61
2.
Gambar Alur Proses Penelenitian ...............................................................
62
3.
Tabel Rencana Program Pemberdayaan Masyarakat Nelayan desa…….. Kusu Lovra (AHP)………………………………………………….…….. 65
4.
Hasil Ananalitical Hierarchy Process Foto (AHP) ....................................
66
5.
Foto Aktivitas Nelayan Desa Kusu Lovra...................................................
69
DAFTAR ISTILAH
ABK
: Anak Buah Kapal yang bekerja pada kapal-kapal penangkap ikan dalam kapasitas besar.
Buruh Nelayan
: orang yang bekerja sebagai nelayan tetapi tidak memiliki peralatan tangkap sendiri
CSR
: corporate social responsibility tanggungjawab social perusahaan terhadap masyarakat disekitarnya)
Destruktif
: kegiatan menangkap ikan dengan cara merusak lingkungan
Dibo-dibo
: ibu-ibu istri nelayan yang bekerja menjual ikan hasil tangkapan Nelayan
Fishing Ground
: lokasi penangkapan ikan oleh nelayan
Juragan
: pemilik perahu yang digunakan oleh buruh nelayan
Katinting
: jenis perahu tradisional dengan kapasitas kecil yang digunakan oleh nelayan di Desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara
Kolega
: hubungan kerja yang terjalin antara pemilik perahu (juragan) dengan buruh nelayan
Paceklik
: musim dimana hasil tangkapan menurun akibat cuaca yang tidak bersahabat
Pengumpul
: pedagang yang membeli ikan hasil produksi nelayan yang kemudian dijual secara eceran kepada konsumen langsung
Terumbu karang
: sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masyarakat nelayan merupakan bagian dari kelompok masyarakat yang
tinggal di daerah pesisir. Pada umumnya mereka adalah kelompok masyarakat tertinggal yang berada pada level paling bawah, baik tertinggal secara ekonomi, sosial, maupun budaya. Karena penghasilan mereka masih tergantung pada kondisi alam, maka sulit bagi mereka untuk merubah kehidupannya menjadi lebih baik. Sebagai nelayan tradisional bukan saja berhadapan dengan ketidakpastian pendapatan dan tekanan musim paceklik ikan yang panjang, tetapi mereka juga dihadapkan dengan persoalan manajemen keuangan dan pemasaran hasil produksinya. Selain itu, keterbatasan teknologi dan aset produksi yang dimiliki, menyebabkan daya jelajah para nelayan miskin umumnya terbatas, yang berimplikasi pada jumlah dan jenis tangkapan ikan. Rata-rata penghasilan yang diperoleh nelayan miskin sangat kecil dan hanya pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan sebagian terpaksa hidup serba kekurangan. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, tak jarang istri dan anak mereka ikut serta membantu mencari nafkah. Hanson dalam Siti A, et al (2006) mengemukakan bahwa masyarakat pesisir memiliki kehidupan yang khas, yang dihadapkan langsung dengan keadaan ekosistem yang keras, dan sumber kehidupan yang tergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut (SDP). Masyarakat pesisir, khususnya nelayan, masih terbelit oleh persoalan kemiskinan, keterbelakangan, dan kesulitan mengakses berbagai layanan publik. Dalam mengatasi persoalan yang dihadapi masyarakat nelayan, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk berusaha meningkatkan tingkat
kesejahteraan, baik melalui pemberian bantuan peralatan tangkap, kemudahan akses permodalan, maupun melalui program pemberdayaan masyarakat pesisir. Program pemberdayaan masyarakat pesisir bertujuan untuk meningkatkan kesejehteraan masyarakat pesisir, termasuk nelayan. Dalam pelaksanaannya tidak semua program tepat sasaran dan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan, terutama terhadap keberlanjutan program. Secara teoritis, memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena di dalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya: masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan di laut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Ada juga kelompok masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakat pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul kebanyakan adalah dari kalangan istri-istri nelayan dan kelompok masyarakat pesisir perempuan. Kelompok ketiga adalah kelompok masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
Ketiga kelompok ini juga terdapat di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara. Masyarakat di desa ini masih tergolong tertinggal, baik dari sektor pendidikan, ekonomi, sosial, maupun budaya meskipun sudah banyak program yang dilaksanakan di desa tersebut. Bahkan hingga saat ini, desa ini tetap menjadi salah satu lokasi sasaran pemberdayaan oleh perusahaan tambang yang ada di daerah ini. Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah belum terjadi perubahan yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat desa setempat, khususnya masyarakat nelayan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian mendalam untuk mengetahui faktorfaktor yang menghambat program pemberdayaan masyarakat nelayan, serta untuk merumuskan kembali strategi kebijakan pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra dimana sebagian besar dari mereka adalah termasuk nelayan tradisional dengan tingkat pendidikan yang relative rendah. 1.2
Perumusan Masalah Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra? 2) Sejauhmana usaha di sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan? 3) Faktor-faktor apa yang menghambat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra? 4) Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, serta apa program prioritas pemberdayaan masyarakat desa Kusu Lovra?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan desa Kusu Lovra 2) Untuk Mengetahui sejauh mana usaha di sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan desa Kusu Lovra 3) Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra?
4) Untuk merumuskan kembali strategi, pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, serta menentukan prioritas program pengembangan masyarakat.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Sebagai rujukan dan acuan bagi masyarakat nelayan, khususnya masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, kecamatan Kao Kabuupaten Halmahera Utara 2) Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi pemerintah dalam mengembangkan masyarakat nelayan. 3) Sebagai bagian dari sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dan semua pihak yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir.
1.5
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995). Kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara, maka hal penting yang perlu diberdayakan adalah faktor pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat nelayan itu sendiri untuk mendorong peningkatan pendapatan mereka. Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara memiliki wilayah laut yang cukup luas, hal ini menjadikan salah satu potensi ekonomi yang cukup besar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi permasalahan klasik masih saja terjadi yaitu rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan, penguasaan teknologi yang masih rendah, maupun ketertinggalan. Semua ini bermuara pada ketertinggalan di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Akan tetapi, program pemberdayaan masyarakat yang selama ini telah dilakukan, belum mampu merubah kondisi tersebut secara signifikan. Sehingga
diperlukan evaluasi dan rekonstruksi strategi pemberdayaan masyarakat nelayan yang lebih efektif dan efisien.
1.6
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis tersebut, maka dibanguan hipotesis
penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 1)
Kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra masih tertinggal secara ekonomi, sosial dan budaya.
2)
Sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan di desa Kusu Lovra.
3)
Faktor utama penghambat tidak optimalnya program pemberdayaan masyarakat di Desa Kusu Lovra adalah karena kualitas sumberdaya manusia yang relative masih rendah. PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMILIK PERAHU
DIBO-DIBO (PEDAGANG PENGEPUL DARI ISTRI-ISTRI
Buruh Nelayan
PROGRAM PEMBERDAYAAN
PERUBAHA N
PERUBAHA N SOSIAL
YA
TIDAK
PERUBAHA N BUDAYA
PROGRAM DIOPTIMALKA
PERUMUSAN STRATEGI
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
1.7
Perumusan Masalah Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
5) Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra? 6) Sejauhmana usaha di sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan? 7) Faktor-faktor apa yang menghambat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra? 8) Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, serta apa program prioritas pemberdayaan masyarakat desa Kusu Lovra?
1.8
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
5) Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan desa Kusu Lovra 6) Untuk Mengetahui sejauh mana usaha di sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan desa Kusu Lovra 7) Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menghambat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra? 8) Untuk merumuskan kembali strategi, pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, serta menentukan prioritas program pengembangan masyarakat.
1.9
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
4) Sebagai rujukan dan acuan bagi masyarakat nelayan, khususnya masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, kecamatan Kao Kabuupaten Halmahera Utara
5) Sebagai masukan dan bahan evaluasi bagi pemerintah dalam mengembangkan masyarakat nelayan. 6) Sebagai bagian dari sumbangan pemikiran bagi pemerintah daerah dan semua pihak yang terlibat dalam pemberdayaan masyarakat di wilayah pesisir. 1.10
Kerangka Pemikiran Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering, and sustainable" (Chambers, 1995). Kaitannya dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara, maka hal penting yang perlu diberdayakan adalah faktor pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat nelayan itu sendiri untuk mendorong peningkatan pendapatan mereka. Sebagai daerah kepulauan, Kabupaten Halmahera Utara memiliki wilayah laut yang cukup luas, hal ini menjadikan salah satu potensi ekonomi yang cukup besar untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi permasalahan klasik masih saja terjadi yaitu rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, rendahnya tingkat pendidikan, penguasaan teknologi yang masih rendah, maupun ketertinggalan. Semua ini bermuara pada ketertinggalan di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Akan tetapi, program pemberdayaan masyarakat yang selama ini telah dilakukan, belum mampu merubah kondisi tersebut secara signifikan. Sehingga diperlukan evaluasi dan rekonstruksi strategi pemberdayaan masyarakat nelayan yang lebih efektif dan efisien.
1.11
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran teoritis tersebut, maka dibanguan hipotesis
penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut : 4)
Kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra masih tertinggal secara ekonomi, sosial dan budaya.
5)
Sektor perikanan mampu menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan di desa Kusu Lovra.
6)
Faktor utama penghambat tidak optimalnya program pemberdayaan masyarakat di Desa Kusu Lovra adalah karena kualitas sumberdaya manusia yang relative masih rendah.
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PEMILIK PERAHU
DIBO-DIBO (PEDAGANG PENGEPUL DARI ISTRI-ISTRI
Buruh Nelayan
PROGRAM PEMBERDAYAAN
PERUBAHA N
PERUBAHA N SOSIAL
PERUBAHA N BUDAYA PROGRAM DIOPTIMALKA
YA
TIDAK
PERUMUSAN STRATEGI
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Strategi Pemberdayaan Strategi pada hakekatnya adalah merupakan perencanaan dan manajemen dengan tujuan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Strategi tidak hanya sekedar sebagai peta yang hanya menunjukkan arahnya saja, tetapi sangat penting bagaimana strategi yang dirumuskan mampu memaparkan secara rinci bagaimana melaksanakannya. Strategi sering dikatakan sebagai perencanaan strategis atau perencanaan jangka panjang. Langkah pertama dalam melakukan strategi adalah menentukan misi, yaitu suatu gambaran terhadap maksud atau alasan bagi keberadaan suatu perusahaan atau suatu lembaga. Misi ini penting karena berfungsi sebagai arah bagi suatu perusahaan atau lembaga pemerintah dalam merencanakan kegiatan usahanya (Soesilowati, 1997). Potensi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil kaya namun poverty headcount index (PHI) mencapai 3.2 atau dua kali rata-rata kemiskinan nasional. Untuk mengatasi permasalahan ini DKP melalui Direktorat PMP mengembangkan strategi pemberdayaan masyarakat. Adapun Strategi Pemberdayaan Masyarakat dimaksud adalah: 1) Strategi Pemberdayaan Ekonomi a. Pengembangan Keuangan Mikro, Akses ke CSR dan PKBL b. Pengembangan Usaha Mikro (SPDN, Kedai Pesisir, Garam, Klinik Bisnis) 2) Strategi Pemberdayaan Sosial-Budaya Iptek
a. Pengembangan Sosial-budaya: (P3MP, Gender, Punggawa Nusantara, Pemuka Agama & Adat, Anak Nelayan). b.
Penerapan Iptek : identifikasi Iptek, melalui : lomba, desiminasi, workshop, kerjasama dengan lembaga pengembang Iptek), implementasi teknologi tepat guna meliputi peningkatan kualitas SDM pemuda nelayan melalui regenerasi nelayan implementasi teknologi tepat guna
3) Strategi PNPM-Mandiri Kelautan dan Perikanan 4. Program Baru “pemberdayaan masyarakat pesisir” yang didanai IFAD. Dalam strategi pembangunan perikanan di Indonesia menurut Dahuri (2000) ada 2 aspek penting untuk melakukan langkah reformasi agar sumberdaya perikanan dapat meningkatkan kinerjanya dan mampu memberikan kontribusi bagi penguatan perekonomian nasional adalah sebagai berikut: 1) Reformasi aspek teknis pembangunan perikanan. Jika sektor perikanan diharapkan menjadi sektor unggulan, maka pengembangan perikanan harus dilakukan melalui pendekatan agribisnis secara komprehensif dan terpadu. Untuk mewujudkan hal ini beberapa program yang harus dilakukan meliputi: pemanfaatan sumberdaya perikanan berwawasan lingkungan, pemberdayaan masyarakat nelayan dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan
usaha
perikanan,
pengembangan
teknologi
pascapanen,
pengembangan sumberdaya manusia dan iptek, pengembangan prasarana dan sarana keamanan laut, serta pola insentif bagi daerah-daerah terpencil. 2) Reformasi kebijakan pembangunan perikanan. Reformasi yang dilakukan meliputi empat aspek antara lain: reformasi hukum, reformasi kelembagaan, reformasi ekonomi, serta reformasi politik. Pendapat atau pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu langkah yang strategis bagaimana suatu sistem pengelolaan sumberdaya perikanan secara efektif dan efisien sehingga benar-benar dapat memberikan kontribusi yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan khususnya serta bagaimana sumberdaya perikanan tersebut dapat meningkatkan perekonomian baik daerah maupun nasional.
Dalam proses pengelolaan dan pemberdayaan masyarakat, Soesilowati (1997) memaparkan beberapa bentuk strategi yang dapat dilaksanakan sebagai berikut: 1. Strategi Persuasif, merupakan suatu langkah yang diambil dalam hal bagaimana membawa langkah suatu perubahan melalui kebiasaan dalam berperilaku, dimana pesan disusun secara terstruktur dan dipresentasikan. Strategi persuasif lebih sering digunakan bila sasaran tidak sadar terhadap perubahan atau mempunyai komitmen yang rendah terhadap perubahan. 2. Strategi Fasilitasi, yaitu strategi yang dipergunakan bila kelompok atau sistem yang dijadikan target mengetahui adanya suatu masalah dan membutuhkan perubahan serta adanya sikap keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan keinginan pribadi yang kuat untuk terlibat. Melalui strategi ini diharapkan perubahan dapat bertindak sebagai fasilitator. Strategi ini dikenal sebagai kooperatif, yaitu agen perubahan bersama-sama dengan sasaran mencari penyelesaian melalui kerjasama yang bisa bersifat implementatif.
2.2 Konsep Pemberdayaan Perberdayaan merupakan satu istilah yang diterjemahkan dari istilah empowerment yang merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pemikiran dan kebudayaan masyarakat. Pemberdayaan memiliki dua kecendrungan yaitu kecendrungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecendrungan primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya; Kecenderungan skunder, merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan mereka. Menurut Sumodiningrat (1999), bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua
kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur dasar yang memungkinkan suatu masyarakat bertahan, dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dan mencapai kemajuan. Keberdayaan masyarakat itu sendiri menjadi sumber dari apa yang di dalam wawasan politik disebut sebagai ketahanan nasional. Artinya bahwa apabila masyarakat memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka hal tersebut merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional. Dalam kerangka pikir inilah upaya memberdayakan masyarakat pertamatama haruslah dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. Di sini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya, karena kalau demikian akan punah. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu sendiri, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, upaya tersebut diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Dalam konteks ini diperlukan langkahlangkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Perkuatan ini meliputi langkah-langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses kepada berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya (Kartasasmita, 1996). Dalam pengertian yang lebih luas, pemberdayaan masyarakat merupakan proses untuk memfasilitasi dan mendorong masyarakat agar mampu menempatkan diri secara proporsional dan menjadi pelaku utama dalam memanfaatkan lingkungan strategisnya untuk mencapai suatu keberlanjutan dalam jangka panjang. Pemberdayaan masyarakat memiliki keterkaitan erat dengan sustainable development dimana pemberdayaan masyarakat merupakan suatu prasyarat utama serta dapat
diibaratkan sebagai gerbong yang akan membawa masyarakat menuju suatu keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi yang dinamis.
2.3 Tipe Pemberdayaan Banyak sudah program pemberdayaan yang dilaksanakan pemerintah, salah satunya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP). Pada intinya program ini dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: (a)
Kelembagaan. Bahwa untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan secara baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif diantara kelompok lainnya.
(b) Pendampingan. Keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin karena kekurangtauan, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan yang rendah, atau mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigma-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendapingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula. (c)
Dana Usaha Produktif Bergulir. Pada program PEMP juga disediakan dana untuk mengembangkan usaha-usaha produktif yang menjadi pilihan dari masyarakat itu sendiri. Setelah kelompok pemanfaat dana tersebut berhasil, mereka harus menyisihkan keuntungannya untuk digulirkan kepada kelompok masyarakat lain yang membutuhkannya.
Pengaturan pergulirannya akan
disepakati di dalam forum atau lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dengan fasilitasi pemerintah setempat dan tenaga pendamping.
2.4 CSR (Corporate Social Reponsibility) Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah dikenal sejak awal 1970, yang secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan (Corporate Social Reponsibility) CSR dan tidak hanya merupakan kegiatan kreatif perusahaan dan tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata, (Chairil, 2007). Cook (1994) dalam Supriyanto (2004) menyatakan pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan masyarakat menuju kearah yang positif. Sedangkan Giarci (2001) dalam Supriyanto (2004) memandang community development sebagai suatu hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Bartle (2003) dalam Supriyanto (2004) mendefinisikan community development sebagai alat untuk menjadikan masyarakat semakin komplek dan kuat. Ini merupakan suatu perubahan sosial dimana masyarakat menjadi lebih komplek, institusi lokal tumbuh, collective power-nya meningkat serta terjadi perubahan secara kualitatif pada organisasinya.
2.5 Pendapatan Ada beberapa definisi pengertian pendapatan dari para ahli antara lain Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 20), pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada saat itu. Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 66) juga membedakan pendapatan menjadi dua yaitu pendapatan yang berupa uang dan pendapatan yang berupa barang. Pendapatan yang berupa uang yaitu segala penghasilan yang berupa
uang yang sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra prestasi, sumber-sumber utama adalah: 1) dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja lemburan, dan kerja kadang-kadang 2) dari usaha sendiri yang meliputi: hasil bersih dari usaha sendiri, komisi, dan penjualan dari kerajinan rumah 3) dari hasil investasi yakni pendapatan yang di peroleh dari hak milik tanah 4) keuntungan sosial, yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial. Pendapatan yang berupa barang yaitu segala penghasilan yang sifatnya regular dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam bentuk barang atau jasa. Pendapatan berupa : 1) Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentuk dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan, dan rekreasi. 2) Beras yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah antara lain pemakaian barang yang diproduksi di rumah, sewa yang seharusnya dikeluarkan terhadap rumah sendiri yang di tempati. Pengertian pendapatan menurut Simanora dalam Astuti (2004: 28-29) adalah kenaikan aktiva perusahaan atau penurunan kewajiban perusahaan (atau kombinasi antara keduanya) selama periode tertentu yang berasal dari pengiriman barang– barang, penyerahan jasa, atau kegiatan-kegiatan lainya yang merupakan kegiatan sentral perusahaan. Menurut Tohar dalam Eko (2003:15) pendapatan perseorangan adalah jumlah pendapatan yang diterima setiap orang dalam masyarakat yang sebelum dikurangi transfer payment. Transfer Payment yaitu pendapatan yang tidak berdasarkan balas jasa dalam proses produksi dalam tahun yang bersangkutan. Tohar dalam Eko (2003) juga menambahkan bahwa pendapatan dibedakan menjadi : 1) Pendapatan asli, yaitu pendapatan yang diterima oleh setiap orang yang langsung ikut serta dalam produksi barang
2) pendapatan turunan (sekunder) yaitu pendapatan dari golongan penduduk lainnya yang tidak langsung ikut serta dalam produksi barang seperti dokter, ahli hukum dan pegawai negeri. Sedangkan menurut Kasryno (1984: 263) pendapatan menurut perolehannya dibedakan menjadi: 1) Pendapatan kotor, yaitu pendapatan yang diperoleh sebelum dikurangi pengeluaran dan biaya-biaya 2) Pendapatan bersih, yaitu pendapatan yang diperoleh sesudah dikurangi pengeluaran dan biaya-biaya Pendapatan menurut bentuknya dibedakan menjadi: 1) Pendapatan berupa uang, adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balasa jasa, sumber utamanya berupa gaji, upah, bangunan, pendapatan bersih dari usaha sendiri dan pendapatan dari penjualan seperti : hasil sewa, jaminan sosial, premi asuransi. 2) Pendapatan berupa uang, adalah segala penghasilan yang sifatnya reguler dan biasanya tidak berbentuk balas jasa dan diterima dalam bentuk barang. Yudhohusodo dalam Aryani A. (2005) tingkat pendapatan seseorang dapat digolongkan dalam 4 golongan yaitu: 1) Golongan yang berpenghasilan rendah (low income group) yaitu pendapatan ratarata dari Rp. 150.000 perbulan 2) Golongan berpenghasilan sedang (Moderate income group) yaitu pendapatan rata-rata Rp. 150.000 – Rp.450.000 perbulan 3) Golongan berpenghasilan menengah (midle income group) yaitu pendapatan ratarata yang diterima Rp. 450.000 – Rp. 900.000 perbulan 4) Golongan yang berpenghasilan tinggi (high income group) yaitu rata-rata pendapatan lebih dari Rp. 900.000.
2.7. Nelayan Nelayan Indonesia masih sangat memprihatinkan, bahkan sering dianggap sebagai kelompok termiskin diantara yang miskin. Mereka miskin modal usaha, informasi, pendidikan, pengetahuan dan kemampuan usaha, tinggal di daerah yang
miskin akan sarana prasarana dalam mengaktualisasikan dirinya. Banyak Faktor penyebab kemiskinan nelayan, baik itu faktor internal maupun faktor eksternal yang berkaitan dengan lingkugan secara umum. Menurut Undang-undang (UU) No 31 tahun 2004 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang air lainnya atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal, tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkap dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan. Berdasarkan curahan waktu kerjanya, nelayan dibedakan menjadi: 1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan 2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan 3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil dari waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan. Menurut Hermanto (1986) secara umum berdasarkan bagian yang diterima dalam usaha penangkapan ikan dibagi menjadi lima kelompok, yaitu: 1) Juragan darat adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menangggung seluruh biaya operasi penangkapan 2) Juragan laut adalah orang yang tidak punya perahu dan alat tangkap, tetapi bertanggung jawab dalam operasi penangkapan ikan di laut 3) Juragan darat-laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekaligus ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat-laut menerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan
4) Buruh atau pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberikan upah harian, dan 5) Anggota kelompok adalah orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara berkelompok. Perahu yang dioperasikannya adalah perahu yang dibeli dari modal yang dikumpulkan oleh semua anggota kelompok.
2.7 Kesejahteraan Nelayan Pengertian mengenai kesejahteraan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga keadaan sejahtera yang dialami oleh seseorang belum tentu berarti sejahtera bagi yang lainnya. Kesejahteraan tidak saja menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material, tetapi juga yang bersifat batiniah atau spritual. Menurut Sukirno (1985) dalam Suswanti (2005), kesejahteran adalah suatu yang bersifat subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Menurut Sawidak (1985), kesejahteraan merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi sendiri pada hakekatnya bukan hanya sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsi pun dapat dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya. BPS (1991) menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain. Pada prinsipnya kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kebutuhan dasar erat kaitannya dengan kemiskinan. Apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga berada dibawah garis kemiskinan. Menurut BPS (1996), pendapatan per kapita sering digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang tinggi, dan sebaliknya
ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan per kapita yang rendah. Kesejahteraan rakyat mempunyai aspek yang sangat kompleks dan tidak memungkinkan untuk menyajikan data yang mampu mengukur semua aspek kesejahteraan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan indikator kesejahteraan yang dipergunakan Badan Pusat Statistik dalam Susenas 1991, indikator tersebut adalah: 1)
Pendapatan per kapita per tahun
2)
Konsumsi rumah tangga per tahun
3)
Keadaan tempat tinggal
4)
Fasilitas tempat tinggal
5)
Kesehatan anggota rumah tangga
6)
Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dan medis
7)
Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan
8)
Kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi
9)
Kehidupan beragama
10) Perasaan aman dari tindakan kejahatan. Tingkat kesejahteraan sosial diukur dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga yang didasarkan pada pola pengeluaran untuk pangan, barang dan jasa, rekreasi, bahan bakar dan perlengkapan rumah tangga. Pendekatan pengamatan dilakukan terhadap kondisi perumahan, kesehatan, pendidikan, dan pola pengeluaran rumah tangga. Penilaian terhadap kondisi perumahan didasarkan pada jenis dinding rumah, jenis lantai, jenis atap serta status kepemilikan. Pendekatan untuk menilai kondisi kesehatan berdasarkan kondisi sanitasi perumahan serta kondisi perlengkapan air minum, air mandi, cuci dan kakus (BPS 1991). Pengukuran kemiskinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah garis kemiskinan menurut Sajogyo (1977) yang membedakannya berdasarkan tingkat pendapatan per kapita per tahun setara beras antara desa dengan kota. Sajogyo (1977) membagi tingkat kemiskinan tersebut sebagai berikut
1) Tidak Miskin, yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih tinggi dari nilai 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan lebih dari 480 kg beras untuk daerah perkotaan 2) Miskin (nilai ambang kecukupan pangan), yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 320 kg beras untuk daerah pedesaan dan 480 kg beras untuk daerah perkotaan 3) Miskin sekali (tidak cukup pangan), yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk daerah pedesaan 360 kg beras untuk daerah perkotaan, dan 4) Paling miskin (melarat), yaitu apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 180 kg beras untuk daerah pedesaan dan 270 kg beras untuk daerah perkotaan. Selain pengukuran kemiskinan menurut Sajogyo, juga dapat digunakan konsep kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Tata Guna Tanah, Ditjen Agraria diacu dalam Hardjanto (1996) yang mengklasifikasikan tingkat kemiskinan berdasarkan nilai konsumsi total sembilan bahan pokok dalam setahun yang dinilai dengan harga setempat. Kebutuhan hidup minimum yang digunakan sebagai tolak ukur adalah: 1) 100 kg beras 2) 15 kg ikan asin 3) 6 kg gula pasir 4) 4 M tekstil kasar 5) 6 kg minyak goreng 6) 60 liter minyak tanah 7) 9 kg garam 8) 20 batang sabun 9) 2 potong kain batik kasar. Dengan mengunakan tingkat pendapatan per kapita per tahun setara dengan pengeluaran untuk konsumsi sembilan bahan pokok, Direktorat Tata Guna Tanah, Ditjen Agraria diacu dalam Hardjanto (1996) membagi tingkat kemiskinan menkadi empat golongan, yaitu:
1) Miskin sekali: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih rendah 75% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 2) Miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 75-125% dari total pengeluaran 9 bahan pokok 3) Hampir miskin: apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun berkisar antara 126-200% dari total pengeluaran 9 bahan pokok, dan 4) Tingkat miskin: Apabila tingkat pendapatan per kapita per tahun lebih besar 200% dari total pengeluaran 9 bahan pokok.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 7 bulan yang dimulai dari studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian ini dilakukan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara. Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
Sumber : Hasil Analisa GIS Tim RDTR Kota Kao, 2007
3.2 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi kasus. Studi kasus adalah studi intensif dan terperinci mengenai suatu objek yang dilakukan dengan berpedoman pada kuesioner (Soekartawi 1986). Aspek yang diteliti meliputi aspek sosial dan ekonomi berupa tingkat kesejahteraan nelayan.
3.3 Pengolahan dan Analisis Data Untuk mengarahkan pada pengambilan keputusan berdasarkan situasi organisasi dan pertimbangan lainnya dibutuhkan suatu kerangka kerja yang logis. Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan analisis kuantitatif terhadap aktoraktor yang berperan dalam pengentasan kemiskinan di desa Kusu Lovra. Sedangkan analisis kualitatif menggunakan observasi dan wawancara mendalam dengan lembaga pemerintah, LSM dan tokoh masyarakat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang meliputi: 1. Pengambilan data primer, yaitu data yang dikumpulkan secara langsung melalui wawancara responden (stakeholders) dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun sebelumnya. Data primer meliputi data yang menyangkut karakteristik dan pola konsumsi masyarakat nelayan, pendapat responden mengenai strategi pemberdayaan nelayan, serta beberapa faktor pendukung terhadap kegiatan ekonomi masyarakat nelayan dalam meningkatkan kesejahteraan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang terdiri dari beberapa bagian: a. Karakteristik masyarakat nelayan meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan jumlah tanggungan b. Faktor eksternal meliputi: kondisi sosial ekonomi masyarakat, fluktuasi harga, musim panen c. Faktor pendukung meliputi: program pemberdayaan, bantuan kredit, pendamping, informasi pasar.
2. Data sekunder, yaitu data- data yang mendukung yang diperoleh dari lembaga yang terkait, data tersebut di peroleh dari: a. Kantor Bupati Halmahera Utara b. Kantor Bappeda Halmahera Utara c. Kantor BPS Halmahera Utara d. Kantor Perikanan dan Kelautan Halmahera Utara e. Kantor Kecamatan Setempat f. Pengamatan Langsung
g. Literatur yang relevan dengan topik penelitian ini h. Data penunjang lainnya yang berhubungan dengan tujuan penelitian ini
3.5 Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Alat tulis memulis, kuesioner dan kamera.
3.6 Metode Pengumpulan Data Pada pelaksanaan kegiatan kajian, untuk mengumpulkan dan mendapatkan data kualitatif berupa fakta-fakta lisan/tulisan adalah dengan cara:
(1) Observasi Tujuan teknik observasi adalah agar kita memperoleh gambaran yang lebih jelas melalui kegiatan pengamatan tentang kehidupan sosial yang sukar diperoleh melalui metode lain. Adapun syarat untuk melakukan pengumpulan data dengan teknik ini yaitu bahwa peneliti harus secara langsung ada dalam lingkungan peneliti. Hal ini dibuktikan bahwa peneliti berasal dari lokasi penelitian sehinga diharapkan dapat mendalami dan memaknai permasalahan sebagai suatu upaya mengkaji kondisi masyarakat.
(2) Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan dengan cara tatap muka anatara peneliti dengan responden dan stakeholders yang dilakukan dalam suasana formal dan informal. Tujuan teknik wawancara adalah mencari informasi yang sedalamdalamnya dalam bentuk komunikasi verbal (3) Kuesioner.
Mengedarkan daftar pertanyaan kepada responden dan stakeholders, baik itu pertanyaan terbuka maupun tertutup (4) Studi Kepustakaan. Tujuan teknik ini adalah untuk mempelajari arsip-arsip atau dokumendokumen yang terkait dengan situasi dan kondisi masyarakat desa Kusu Lovra kecamatan Kao.
3.7 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini, metode analisa yang digunakan antara lain:
3.7.1 Analisis Deskriptif Analisys deskriptif yaitu analisis yang dilakukan membaca tabel-tabel, informasi, gambar gambar, grafik beserta angka angka yang tersedia kemudian melakukan perbandingan, penafsiran, menarik kesimpulan dari hasil analisis. Hal ini mengandung pengertian bahwa data yang terkumpul baik berupa data kuantitatif maupun kualitatif dianalisa secara kualitatif untuk mendapatkan penguraian dan perbandingan dalam bentuk kalimat atau kata kata untuk ditarik kesimpulan. Adapun populasi kajian yang menjadi sasaran adalah anggota masyarakat sebanyak 17 orang yang beraktifitas baik sebagai nelayan, buruh nelayan, maupun pedagang pengumpul yang dilakukan baik secara perorangan maupun secara kelompok dan stakholder lain seperti tokoh masyarakat 2 orang, pemerintah terkait 3 orang, tokoh agama 1 orang, tokoh nelayan 2 orang, maupun tokoh LSM 2 orang. Sedangkan pengambilan sampel responden dilakukan berdasarkan sampling (random sampling dan purposive sampling) yakni ditujukan kepada perorangan maupun anggota kelompok dan pihak-pihak terkait baik sebagai responden maupun sebagai informan yang langsung berkenan dengan kegiatan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao, sebagai berikut: a. Anggota kelompok b. Pengurus kelompok
c. Pemilik katinting d. Nelayan e. Pedagang pengumpul f. Aparat desa g. Tokoh agama. h. Tokoh masyarakat i. Instansi terkait. Selanjutnya untuk mendapatkan data yang lebih optimal maka análisis deskriptif diharapkan paling kurang dapat menyajikan data dalam beberapa tahapan sebagai berikut: 1) Reduksi, data yang diperoleh dilapangan dicatat secara lengkap dan rinci. Data tersebut perlu dirangkum, dipilih hal-hal pokok dan difokuskan sesuai dengan tujuan penelitian, hasil dari reduksi data adalah tersusunnya data ini secara sistematis yang memberi gambaran lebih tajam tentang hasil pengamatan dan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data yang diperoleh bila diperlukan 2) Display data yaitu melihat gambar keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian maka perlu display data, yaitu menyajikan data dalam tabel, gambar, matriks, grafik, network dan chart. Dalam tahap ini data hasil wawancara diuraikan secara terperinci dan selanjutnya ditampilkan tabel untuk memudahkan membaca hasil penelitian sesuai dengan pertanyaan peneliti 3) Kesimpulan dan verifikasi, yaitu: upaya mencari pola, model, tema, hubungan dan persamaan serta hal-hal yang sering muncul, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan. Data hasil penelitian dan analisis berdasarkan kerangka pemikiran yang telah ditetapkan untuk kemudian dilihat hubungan dan persamaan dari implikasi teoritiknya, sehinga diperoleh suatu kesimpulan jawaban peneliti.
3.7.2 Analisa SWOT Analisis ini digunakan sebagai alat untuk menyusun suatu strategi yang sesuai dan tepat dalam mengembangkan suatu kegiatan. Analisis SWOT dilakukan berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Analisis SWOT digunakan
untuk memperoleh hubungan antara faktor eksternal dan faktor internal. Dengan analisis ini, kekuatan (Strengths), kelemahan (Weaknesses), yang merupakan faktor internal dapat diidentifikasi, begitu pula peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) sebagai faktor eksternal. Analisis SWOT adalah identifikasi secara sistematik atas kekuatan dan kelemahan dari faktor-faktor eksternal yang dihadapi suatu sektor. Analisis ini digunakan untuk memperoleh hubungan antara faktor internal dan faktor eksternal. Lingkup kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman adalah sebagai berikut: (1). Kekuatan Kekuatan yang diidentifikasikan meliputi semua aspek yang berada dalam strategi pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan yang memberikan nilai positif. (2). Kelemahan Kelemahan yang diidentifikasikan meliputi semua aspek yang berada dalam sistem pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan yang memberikan nilai negatif. (3). Peluang Peluang yang diidentifikasi adalah potensi atau kesempatan dari strategi pemberdayaan masyarakat nelayan yang dapat diambil untuk penanggulangan kemiskinan.
(4). Ancaman Ancaman yang diidentifikasi adalah semua dampak negatif dari luar strategi pemberdayaan masyarakat nelayan yang mungkin dihadapi untuk penanggulangan kemiskinan. Kemudian, langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT ini adalah sebagai berikut: 1) Identifikasi faktor internal dan eksternal
Dari potensi sumberdaya Desa Kusu Lovra, akan diidentifikasi beberapa faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan. 2) Analisis SWOT Setelah teridentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal (faktor strategis) yang berperan dalam pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan kemudian dibangkitkan (generating) berbagai alternatif strategi yang relevan dengan menggunakan Matriks SWOT (Tabel 1). Dari matriks SWOT pada tabel itu diperoleh 4 (empat) kemungkinan alternatif strategi, yaitu: 1.
Strategi SO yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada.
2.
Strategi ST yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang dihadapi.
3.
Strategi WO yaitu berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari peluang yang ada dengan mengatasi kelemahan-kelemahan.
4.
Strategi WT yaitu berusaha meminimumkan kelemahan dengan menghindari ancaman yang ada
Tabel 1 Matriks Analisis SWOT Faktor Internal Faktor
STRENGTHS
WEAKNESSES
(S)
(W)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Eksternal
OPPORTUNITI ES (O)
THREATS (T)
3.7.3
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang.
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman.
Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman.
ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Setelah dilakukan analisa dengan menggunakan SWOT, maka langkah
selanjutnya adalah membuat urutan prioritas program dengan menggunakan analysis Hirarkhy Proces (AHP). Adapun langkah-langakah dalam analisis data dengan AHP adalah: 1) Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah. 2) Membuat struktur hirarki yang di awali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub-sub tujuan, kriteria dan memungkinkan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3.
Membuat matrik perbadingan berpasangan yang menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgment dari para pengambil keputusan dengan nilai tingkat kepentingan satu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya. Untuk mengkuantifikasikan data kualitatif pada materi wawancara digunakan nilai skala komparasi berdasarkan skala Saaty.
4.
Melakukan perbandingan berpasangan. Kegiatan ini dilakukan oleh stakeholder yang berkompeten.
5.
Menghitung akar ciri, vektor ciri, dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi atau dikoreksi. Indeks Konsistensi (CI) menyatakan penyimpangan konsistensi dan menyatakan ukuran tentang konsisten tidaknya suatu penelitian perbandingan berpasangan. Nilai pengukuran
konsistensi diperlukan untuk mengetahui konsistensi jawaban dari respon karena akan berpengaruh terhadap keabsahan hasil. Menurut Saaty, 1993 ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki (Decomposition), prinsip menentukan prioritas (Comparative Judgement), dan prinsip konsistensi logis (Logical Consistency). Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponen-komponen yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria-kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) Lengkap. Kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk pencapaian tujuan. 2) Operasional. Operasional dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi. 3) Tidak berlebihan. Menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. 4) Minimum. Diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah
pemahaman
terhadap
persoalan,
serta
menyederhanakan
persoalan dalam analisis. 5) Tabel 2 Skala Angka Saaty Intensitas/ Pentingnya
Definisi
Keterangan
1
Atribut yang satu dengan yang lainnya sama penting
Dua aktivitas memberikan kontribusi yang sama kepada tujuan
3
Atribut yang satu sedikit lebih penting (agak kuat) dari atribut
Pengalaman dan selera sedikit menyebabkan yang satu lebih disukai
yang lainnya.
daripada yang lain
5
Sifat lebih pentingnya atribut yang satu dengan lain kuat
Pengalaman dan selera sangat menyebabkan penilaian yang satu lebih dari yang lain, yang satu lebih disukai dari yang lain.
7
Menunjukkan sifat sangat penting satu atribut dengan atribut lain
Aktivitas yang satu sangat disukai dibandingkan dengan yang lain, dominasinya tampak dalam kenyataan
Satu atribut ekstrim penting dari atribut lainnya
Bukti bahwa antara yang satu lebih disukai daripada yang lain menunjukkan kepastian tingkat tertinggi yang dapat dicapai.
Nilai tengah di antara dua penilaian
Diperlukan kesepakatan (kompromi)
Jika atribut i dibandingkan dengan j mendapat nilai bukan nol, maka j jika dibandingkan dengan i mempunyai nilai kebalikannya
Asumsi yang masuk akal
Rasio yang timbul dari skala
Jika konsistensi perlu dipaksakan dengan mendapatkan sebanyak n nilai angka untuk melengkapi matriks
9
2, 4, 6, 8
Resiprokal
Rasional
Hirarki strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini
KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN NELAYAN DESA KUSU LOVRA
NELAYAN
EKOLOGI
TOKOH MASY.
EKONOMI
DKP
SOSIAL
PEMERINT AH DESA
TEKNOLO GI
KOPERASI
SDM
Gambar 3. Hierarki Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Desa Kusu Lovra Kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Kondisi Umum Nelayan Halmahera utara Luas perairan Halmahera Utara adalah 19.536,02 Km2 atau 76 % dari luas wilayah keseluruhan, mengandung berbagai sumber daya perikanan yang bernilai
ekonomis penting. Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Halmahera Utara standing stock perikanan sebesar 89.865,69 Ton/tahun, potensi lestari Maksimum Sustainable Yield (MSY) yang dapat dimanfaatkan setiap tahun diperkirakan sebesar 26.946,41 ton/tahun dengan perincian sebagai berikut: Perikanan pelagis : 17.986,44 ton/tahun, Perikanan demersel : 71.879,25 ton/tahun. Perikanan laut di Halmahera Utara merupakan daerah sebaran jenis ikan Pelagis dan Demersal yang mempunyai nilai ekonomis penting, (Laporan tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan kabupaten Halmahera Utara, 2008). Menurut laporan tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Halmahera Utara tahun 2008, produksi perikanan laut dapat mencapai sebesar 14.686,581 ton. Secara keseluruhan jenis ikan ekonomis penting yang terdapat dalam sumberdaya alam laut di kabupaten Halmahera Utara yaitu : cakalang (Katsuwonus pelamis), tatihu / madidihang (Thunnus albacores), mata besar (Thunnus abesus), albacore (Thunnus alalunga), layang (Decapterus spp), kembung (Rastreliger sp), lemuru (Clupea spp), teri (Stolephorus spp), komo (Auxis spp), bubara (Caranx spp), julung (Hanirhampus sp), ikan terbang (Cypsilerus sp) peperek (Leiognathus sp), beloso (Sameda sp), biji nangka (Upeneus spp), gerot-gerot (Prada tyas spp), ikan merah (Lutjanus spp), kerapu (Ephynephelus sp), suwangi (Priocathus sp), kakap (Lotes spp), cucut (Hemigalerus sp), pari (Trygen sp), bawal hitam (Pormia niger), bawal putih ( Panpus argentus), baronang (Siganus sp), jenis – jenis bukan ikan krustasea, moluska, echinodermata dan rumput laut, serta terumbu karang. Sumber daya alam pantai yaitu : ketam kenari (Birgus latro), penyu, burung laut, hutan mangrove. Dalam perairan ini terdapat juga jenis udang (Penaied sp), kepiting (Brachyura sp), cumi-cumi (Chaphalopoda sp), kerang mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pinctada margaritifera), lola (Trochus niloticus), teripang (Holothuridae sp). Dalam laporan yang sama juga menyebutkan bahwa di beberapa wilayah kecamatan yang berada di wilayah perairan Teluk Kao merupakan daerah penangkapan jenis ikan komersial, cakalang, tuna, komo, kerapu, kakap merah, baronang, ekor kuning, sedangkan alat tangkap yang dominan digunakan nelayan
untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan di perairan Teluk Kao adalah jaring. Alat tangkap jaring tetap lebih dominan digunakan pada perairan pantai yang jaraknya dari pantai kurang dari 6 mil. Produksi ikan dengan menggunakan jenis alat tangkap tersebut antara lain ikan ekor kuning dan ikan komo. Selain memiliki luas perairan laut yang potensial, kabupaten Halmahera Utara dikaruniakan sumberdaya darat, tanah yang subur yang ditumbuhi berbagai jenis pohon dan tanaman yang dapat diusahakan masyarakat berupa tanaman hortikultura, tanaman perkebunan dan tanaman pangan, menjadi kekuatan penopang sumber pendapatan masyarakat. Masyarakat Halmahera Utara terdiri dari berbagai etnis diantaranya etnis Tobelo, Kao, Galela, Tobaru (sebagai suku-suku asli) dan suku-suku pendatang diantaranya; suku Batak, Jawa, Toraja, Ambon, Minahasa, Bugis-Makasar, Cina, Buton Sanger dan Talaud. Etnis-etnis ini sudah sejak lama berbaur dalam kehidupan masyarakat di Halmahera Utara. Keterbukaan yang tinggi terhadap siapa saja dimiliki oleh masyarkaat Halmahara Utara karena filosofi “Hibualamo” yang dianut masyarakatnya. Hibualamo adalah rumah besar tempat berkumpulnya komunitas masyarakat asli untuk membicarakan berbagai persoalan dalam komunitas tersebut. Hibualamo sebagai Rumah besar dibangun dalam bentuk segi delapan tanpa dinding, dengan filosofi siapapun dapat bertetduh dirumah itu. Selain keterbukaan, nilai-nilai kebersamaan, tolong-menolong, membantu orang lain dalam keadaan susah, telah membentuk pola hidup masyarakat yang gampag, tidak perlu terlalu sulit menghadapi kehidupan kesehariannya. O’dora, mencintai, menyayangi; O’leleani, melayani merupakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat adat Hibualamo. Kondisi itu menyebabkan masyarakat Halmahera Utara di era sampai dengan tahun 1980-an tidak sulit dalam menghadapi hidup, dan hidup dibangun dengan biaya yang masih relativ kecil. Kondisi hidup seperti ini berlangsung sudah sangat lama yang menyebabkan masyarakat setempat terlena. Etos kerja menjadi relatif rendah kerena semua kebutuhan telah terpenuhi dengan mudah dan
masyarakat bisa hidup dengan nyaman. Mereka menganggap bahwa dari hasil kebun saja mereka bisa hidup dengan aman dan nyaman. Sebagai ilustrasi, jika kita melihat buah-buahan di kebun orang lain, jika kita menghendakinya kita bisa mengambilnya dengan bebas, asalkan sekembali dari kebun dapat diinformasikan kepada pemiliknya. Artinya bahwa kondisi kesejahteraan masyarakat ketika itu sudah cukup sejahtera dengan ketersediaan sumberdaya alam di sekitarnya. Berbeda dengan kondisi sekarang, sejak era 1990-an, masyarakat sudah mulai menganggap uang menjadi penting bagi kehidupannya, oleh karena itu semua hasil sumberdaya sudah dapat diperdagangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan perkembangan kondisi terakhir inilah membuat sebagian besar masyarakat desa di kabupaten Halmahera Utara mengalami kesulitan dalam menghadapi kehidupan kesehariannya terutama dalam upaya membangun masa depan kehidupan keluarga sejahtera.
4.2 Sumber Pendapatan Nelayan Kabupaten Halmahera Utara secara geografis sebagian besar adalah wilayah laut yang dapat menggambarkan bahwa masyarakat dalam aktifitasnya baik segi ekonomi, sosial dan lain-lain selalu ada hubungan dengan perairan laut. Pemukiman masyarakat pada umumnya berada pada pesisir pantai dan pulaupulau
tetapi
sumber
pencaharian
utama
adalah
sebagai
petani
dengan
mengembangkan tanaman Kelapa dan berbagai jenis tanaman perkebunan seperti cengkeh, pala, kakao, vanili juga berbagai jenis tanaman hortikurltura dan tanaman pangan. Oleh karena itu selain bermata pencaharian sebagai petani, sector perdagangan dan perikanan juga mulai diusahakan oleh masyarakat di Halmahera Utara. Khusus pada sektor perikanan masyarakat memanfaatkan sumberdaya ini sebagai pekerjaan sambilan Nelayan di desa Kusu Lovra terbagi menjadi dua kelompok yaitu nelayan katinting dan buruh nelayan katinting. Nelayan katinting yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah nelayan yang melakukan penangkapan dengan perahu katinting milik sendiri. Sedangkan buruh nelayan katinting yaitu nelayan yang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan perahu katinting milik orang lain. Pendapatan buruh nelayan diperoleh melalui pembagian hasil penangkapan dengan pemilik perahu katinting setelah dikurangi total biaya operasional. Pemilik perahu katinting mendapat setengah dari total pendapatan bersih, begitu juga dengan buruh nelayan mendapat bagian yang sama dengan pemilik perahu katinting. Secara umum, nelayan desa Kusu Lovra tidak sepenuhnya mengandalkan pendapatannya dari hasil melaut, tetapi banyak juga dari mereka yang sumber pendapatannya dari hasil bekerja sebagai petani, khususnya petani kopra. Rata-rata pendapatan dari sektor pertanian tanaman kelapa sebesar Rp. 450.000,- per bulan dari lahan seluas 1 sampai 2 hektar. Satu kilogram kopra dijual seharga Rp.3.000,dari rata-rata kopra yang dihasilkan sebanyak 1.200 kilogram. Sedangkan panen kelapa dilakukan setiap tiga kali dalam setahun. Sebagian besar dari mereka menjual kelapa di lokasi pemanenan tanpa harus membawanya ke pasar, atau penjual yang datang langsung ke kebun kelapa, tetapi ada sebagian masyarakat yang sudah sejak awal menerima panjar sehingga hasil kelapa mereka dijual kepada langganan mereka. Model yang terakhir ini terkadang selaku petani kelapa ada dalam ketidakberdayaan karena harga dapat dimainkan oleh pembeli langganan tersebut, dengan berbagai alasan diantaranya bunga atas panjar yang telah diambil. Bagi nelayan maupun buruh nelayan di desa Kusu Lovra, pendapatan dari hasil kebun dianggap sebagai pendapatan tambahan yang diperoleh tanpa mengorbankan waktu yang cukup banyak. Mereka menjual hasil kebun (kelapa) setelah kelapa terlihat mulai mengering. Pendapatan kotor nelayan dari hasil melaut sebesar Rp.100.000-150.000/hari. Setelah pendapatan tersebut dikurangi dengan total biaya operasional, sisanya kemudian dibagi dua antara pemilik perahu dengan buruh nelayan. Rata-rata biaya operasional perhari untuk nelayan katinting adalah sebesar Rp.41.000. Sehingga
rata-rata pendapatan bersih untuk nelayan maupun untuk buruh nelayan perhari sebesar kurang lebih Rp.42.000,- Begitu juga pendapatan untuk buruh nelayan. Jika diasumsikan (berdasarkan pengalaman nelayan desa Kusu Lovra) bahwa penangkapan efektif 14 hari dalam sebulan maka rata-rata pendapatan nelayan adalah sebesar Rp.588.000- per bulan. Upah Minimum Propinsi (UMP) Maluku Utara tahun 2008 sebesar Rp. 700.000,-per bulan, pada tahun 2009 naik sebesar 10% menjadi Rp. 770.000,-per bulan . 4.3 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan suatu gambaran secara umum untuk melihat kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat nelayan desa Kusu Lovra. Hal ini disebabkan karena pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan adaptasi dan adopsi terhadap teknologi dan perubahan (kemajuan). Keragaan pendidikan pada masyarakat nelayan, secara umum diperoleh informasi bahwa tingkat pendidikan masyarakat nelayan serendah-rendahnya Sekolah Dasar (SD) dan setinggi-tingginya adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP), hal ini tidak menunjukkan adanya perbedaan berdasarkan perbedaan klasifikasi nelayan. Artinya baik pemilik nelayan katinting maupun buruh nelayan katinting mempunyai kesempatan yang sama dalam hal pendidikan. Namun demikian secara keseluruhan tingkat pendidikan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra dapat dikatakan masih relatif rendah karena ditemukan sebanyak 76,4% nelayan hanya berpendidikan Sekolah Dasar (SD), dan 23,5% berpendidikan SMP dari total jumlah penduduk 341 jiwa. Tingkat pendidikan tersebut sangat berpengaruh terhadap inovasi dan kreativitas nelayan dalam melaksanakan aktivitasnya, dan akan berpengaruh pula terhadap tingkat pendapatan nelayan. Menurut Dahuri (2000) bahwa pada umumnya masyarakat pesisir lebih merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah
dan relatif sederhana. Pendidikan formal yang diterima masyarakat pesisir secara umum jauh lebih rendah dari pendidikan masyarakat non pantai lainnya. Berkaitan dengan tingkat sosial ekonomi masyarakat, Rahardjo (1996) menyatakan bahwa masyarakat pesisir dapat dibedakan secara jelas dari masyarakat kota, perbedaan utamanya karena keadaan sosial ekonomi mereka yang umumnya terbelakang. Seperti terlihat dari beberapa indikator, misalnya pendapatan yang relatif rendah, kurangnya kelembagaan penunjang, lemahnya infrastruktur (sosial, fisik, ekonomi), rendahnya tingkat pendidikan dan status kesehatan. Sedangkan perhatian dan tingkat partisipasi nelayan terhadap pendidikan anak-anaknya cukup tinggi, baik untuk anak perempuan maupun anak laki-laki. Anak-anak mereka pada umumnya bersekolah hingga jenjang SLTP, walaupun tidak semua anak nelayan bersekolah hingga SLTP. Kepedulian masyarakat setempat terhadap arti penting pendidikan bagi masa depan kehidupan anak-anak mereka, mulai berubah sejak dasa warsa 90-an. Walaupun dengan kondisi yang demikian, ada juga nelayan yang mulai menyekolahkan anak-anaknya hingga ke jenjang pendidikan tinggi. 4.4 Sosial ekonomi nelayan Masayarakat desa Kusu Lovra terdiri dari etnis Tobelo, Boeng, Pagu, Kao, Tobaru (suku-suku asli), dan suku pendatang; Sanger, Talaud dan Minahasa. Khusus untuk masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra didominasi oleh etnis Sanger dan Talaud, dan mereka berdomisili dalam satu lokasi yang tidak bercampur banyak dengan etnis yang lain, oleh karena itu sebagai kelompok masyarakat sesama etnis, tolong-menolong, saling membantu, gotong royong juga masih hidup dan berkembang dalam masyarakat., tetapi
dalam perkembangan terakhir ini,
dalam banyak hal, nilai-nilai yang pernah ada dulu sudah mulai terdegradasi hanya karena berbagai usaha dan aktifitas masyarakat telah memiliki nilai materi (uang). Kehidupan para nelayan desa Kusu Lovra bukanlah bersifat individual, tetapi dalam melaksakan pekerjaan sebagai nelayan, sebagian dari mereka ada yang
hidup berkelompok. Setiap kelompok nelayan terdiri dari: (1) juragan pemilik kapal/perahu; (2) dan buruh nelayan. Ketika melaut buruh nelayan juga terkadang ada yang sendiri dan ada juga yang lebih dari satu orang. Sebagai sebuah (organisasi) kelompok nelayan, pola relasi kerja, baik antara juragan/pemilik perahu dan buruh nelayan sendiri, bukan terjadi dalam kerangka hubungan kerja antara “atasan” dan “bawahan” yang bersifat “hubungan pengabdian”, tetapi lebih bersifat “kolegialisme” dan “kekeluargaan”, sekalipun terdapat klasifikasi di antara mereka sesuai dengan spesifikasi kerja masing-masing. Hubungan kerja di antara mereka pun sangat longgar, terbuka, suka-hati dan didasarkan atas kerjasama yang saling menguntungkan. Hal ini menunjukkan betapa faktor-faktor sosial dan budaya bercampur baur dengan faktor-faktor ekonomi. Menurut Boeke dalam Mintaroem (2008), masyarakat desa tradisional mampu membangun dan mengembangkan struktur ekonomi secara otonom dan swasembada, hal itu tidak lain karena didukung penuh oleh adanya ikatan-ikatan sosial dan budaya yang asli dan organis, sistem kesukuan tradisional, kebutuhankebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja, prinsip produksi pertanian yang semata-mata untuk keperluan keluarga, pengekangan pertukaran sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan, serta tidak terlalu didasarkan pada motif-motif murni ekonomi yang sangat berorientasi kepada pasar dan laba (non profit oriented). Sehubungan dengan hal itu maka pekerjaan tidak lain dipandang sebagai “sarana pengabdian” terhadap kewajiban-kewajiban moral, sosial, etika dan keagamaan; atau hanya sebatas sebagai upaya manusia untuk mempertahankan hidup. Dengan kata lain, setiap aktivitas ekonomi, apapun bentuk dan jenisnya, ia senantiasa dikuasai atau berada di dalam “konteks tradisi”.
PEMILIK KAPAL/JURAG AN
BURUH NELAYAN
PEDAGANG PENGEPUL
KONSUMEN AKHIR
Gambar 4. Pelaku Ekonomi di Desa Kusu Lovra
Gambar di atas terlihat bahwa sebagian nelayan yang tidak memiliki perahu, mereka membawa perahu milik orang lain dengan system bagi hasil. Hasil tangkapan di bagi rata antara pemilik perahu dengan buruh nelayan, setelah dikurangi total biaya operasional. Biaya operasional sepenuhnya dikeluarkan oleh buruh nelayan, sedangkan pemilik perahu hanya bermodalkan perahu saja. Disini terlihat hubungan antara pemilik perahu dengan buruh nelayan seperti hubungan “patron-klien”. Hubungan ini terjadi karena buruh nelayan tidak ada pilihan lain kecuali mengoperasikan perahu milik orang lain. Akibatnya, penghasilan yang diperoleh relatif lebih kecil dibanding jika perahu milik sendiri. Munculnya pelaku-pelaku ekonomi lokal (juragan, pedagang pengepul) dalam relasi perdagangan ikan, tidak saja memiliki arti penting bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi para nelayan yang menjadi “kliennya”, tetapi di lain pihak juga telah menciptakan hubungan “patronklien” yang cenderung melahirkan “ketergantungan ekonomis” bagi umumnya para buruh nelayan. Organisasi dan hubungan kerjasama di antara pemilik perahu dengan buruh nelayan di atas tidaklah terlalu ketat, tidak semata-mata didasarkan pada hubungan ekonomi-bisnis, faktor-faktor yang bersifat “kekeluargaan” juga mewarnai pola relasi kerjasama di antara mereka. Artinya, siapapun orangnya, dia dapat masuk menjadi pengikut atau awak perahu dari seorang pemilik perahu tertentu dan/atau para pemilik perahu yang lain, secara sukarela, tanpa ada paksaan. Demikian pula, mereka dapat keluar dari buruh nelayan tersebut kapan mereka menghendakinya, tanpa ada tekanan dari pemilik perahu. Buruh nelayan berhenti apabila hasil tidak memuaskan atau beralih pada pekerjaan lain yang lebih menguntungkan atau memuaskan kebutuhan diri dan keluarganya. Longgarnya ikatan keorganisasian dan hubungan kerjasama kemitraan di antara pemilik kapal dengan buruh nelayan tersebut tampaknya disebabkan oleh pola rekrutmen yang juga tidak terlalu ketat, tidak terlalu prosedural, atau dengan
berbagai persyaratan sebagaimana layaknya sebuah usaha profesional. Jika ada yang ingin menjadi nelayan tapi tidak memiliki perahu, maka pilihannya adalah membawa perahu milik orang lain dengan sistem bagi hasil.
4.5 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan. 4.5.1 Identifikasi faktor strategis Konsep
pemberdayaan
masyarakat
penanggulangan
kemiskinan
masyarakat nelayan secara umum akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis wilayahnya, baik lingkungan internal maupun eksternal, yang dapat menentukan tingkat keberhasilan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk lingkungan internal secara sinergis akan menentukan kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses),
kemudian lingkungan eksternal secara sinergis akan menentukan
peluang (opportunities) dan ancaman (threats) yang akan dihadapi masyarakat nelayan desa Kusu Lovra. komprehensif
dari
berbagai
Hasil analisis situasi dengan pendekatan secara aspek
yang
berpengaruh
penting
terhadap
pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao Kabupaten Halmahera Utara, faktor-faktor lingkungan internal (kekuatan dan kelamahan) dan eksternal strategis (peluang dan ancaman), berdasarkan hasil survey, diketahui kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman dari lingkungan masyarakat nelayan sebagaimana tertuang dalam Tabel 3. Tabel 3 Matrik Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal Kekuatan:
Faktor Internal
Kelemahan:
1. Ketrampilan dan 1. Potensi sumberdaya perikanan penguasaan teknologi tangkap yang besar masih kurang 2. Semangat kerja tinggi 2. Jiwa enterpreneur rendah 3. Tegar dalam menghadapi 3. Tingkat pendidikan ratakesulitan hidup rata rendah 4. Posisi tawar terhadap pedangan pengepul rendah
Faktor Eksternal
4.5.2
Peluang:
Ancaman:
1. Permintaan hasil produksi ikan tinggi 2. Tersedianya fasilitas kredit bagi nelayan 3. Lokasi penangkapan (fishing ground) dekat dan luas 4. Tenaga kerja murah 5. Kualitas perairan yang cukup baik
1. Kerusakan ekosistem laut akibat penangkapan destruktif 2. Harga pasar ditentukan oleh pihak pengumpul 3. Harga BBM tinggi 4. Penangkapan ikan tergantung pada musim. 5. Hasil produksi berfluktuasi
Program strategis pemberdayaan nelayan Perumusan strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra
kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT dengan berdasarkan pada faktor-faktor lingkungan strategis. Alternatif-alternatif strategi yang merupakan rumusan rencana strategi (renstra) pemberdayaan masyarakat untuk penanggulangan kemiskinan desa Kusu Lovra kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara, hasil generating dari matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Strategi Pemberdayaan Masyarakat Nelayan di Kusu Lovra Kecamatan Kao WO
S
SO
T
1. Sosialisasi fasilitas kredit yang 1. Pengenalan teknologi tepat guna kepada nelayan lebih intensif terhadap nelayan 2. Intervensi pasar (membuka 2. Pengembangan diversifikasi usaha pengolahan ikan peluang pasar) oleh pemerintah dan instansi terkait.
R A
T
ST:
E
1. Mengintensifkan pengamanan 1. Subsidi harga BBM bagi nelayan laut oleh aparat keamanan 2. Regulasi untuk mencegah 2. Deregulasi distribusi BBM penangkapan ikan destruktif khusus untuk nelayan. melalui aturan adat.
G I
WT.
Untuk memudahkan perumusan dan penjabaran program strategis, maka semua komponen faktor yang di SWOT dilakukan analisis dengan AHP (A’WOT) untuk mendapatkan prioritas terbobot dan prioritas tiap komponen dari setiap faktor yang di SWOT. Hasil pembobotan dan prioritas tiap faktor sebagai berikut: 1) Pembobotan faktor kekuatan (strengths) Hasil identifikasi faktor kekuatan pada masyarakat nelayan desa Kusu Lovra adalah (1) semangat kekeluargaan tinggi, (2) semangat kerja tinggi, (3) tegar menghadapi kesulitan hidup. Bobot dan prioritas dari masing-masing komponen dalam faktor kekuatan dapat dilihat pada Gambar 5 Komponenbobot Kekuatan 0.5 0.319 Tinggi Semangat Kekeluargaan 0.45 Kerja Tinggi 0.46 Semangat 0.4Menghadapi 0.221 Tegar Kesulitan Hidup 0.35
0.46
0.319
0.3 0.221
0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 Semangat Kekeluargaan Tinggi
Semangat Kerja Tinggi
Tegar Menghadapi Kesulitan Hidup
Gambar 5 Prioritas komponen faktor kekuatan dalam pemberdayaan nelayan
Gambar 5, memmperlihatkan bahwa dari 3 komponen faktor kekuatan, komponen semangat kerja tinggi mendapat prioritas pertama. Hal ini dapat berarti bahwa di desa Kusu Lovra dalam upaya membangun kehidupan masyarakat yang lebih memadai, modal yang diandalkan adalah semangat kerja, yang ditopang oleh semangat kekeluargaan yang tinggi. 2) Pembobotan faktor kelemahan (weaknesses) Hasil identifikasi faktor kelemahan (weaknesses) pada masyarakat nelayan desa Kusu Lovra adalah (1) keterampilan dan penguasaan teknologi masih kurang, (2) jiwa entrepreneur rendah, (3) tingkat pendidikan rata-rata rendah, (4) posisi tawar terhadap pedagang pengumpull rendah. Bobot dan prioritas dari masing-masing komponen dalam faktor kelemahan dapat dilihat pada Gambar 4 . program bobot 0.7 0.585 Keterampilan0.585 dan Penguasaan Teknologi Masih Kurang 0.6Enterpreneur 0.132 Jiwa Rendah 0.132 Tingkat Rata-Rata Rendah 0.5 Penditikan 0.151 Possisi Tawar terhadap Pedagang Pengepul Rendah 0.4 0.3 0.2
0.132
0.132
0.151
bobot
0.1 0 Keterampilan Jiwa Tingkat Possisi Tawar dan Penguasaan Enterpreneur Penditikan Rataterhadap Teknologi Masih Rendah Rata Rendah Pedagang Kurang Pengepul Rendah
Gambar 6, Prioritas komponen faktor kelemahan dalam pemberdayaan nelayan.
Gambar 6, memperlihatkan bahwa ternyata peringkat komponen-komponen faktor kelemahan prioritas tertinggi berada pada persoalan keterampilan dan penguasaan teknologi masyarakat desa Kusu Lovra masih kurang karena mayoritas masyarakat nelayan 73% berpendidikan sekolah dasar (SD) sehingga kemampuan penyerapan terhadap perkembangan teknologi lemah.
3) Pembobotan faktor peluang (opportunities) Hasil identifikasi faktor peluang (opportunities) pada masyarakat nelayan desa Kusu Lovra adalah (1) permintaan hasil produksi ikan tinggi, (2) tersedianya fasilitas kredit bagi nelayan, (3) lokasi penangkapan (fishing ground) dekat dan luas, (4) tenaga kerja murah, (5) kualitas perairan yang cukup baik. Bobot dan prioritas dari masing-masing komponen dalam faktor peluang dapat dilihat pada Gambar 7 Hasil analisis sebagaimana pada Gambar 7, memperlihatkan bahwa peringkat komponen-komponen faktor peluang diketahui bahwa komponen tenaga kerja murah merupakan faktor yang paling penting untuk dioptimalkan sebagai peluang pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, diikuti oleh komponen lokasi penangkapan (fishing ground) yang dekat dan luas. Data Laporan dinas Perikanan dan Kelautan Halmahera
Utara
memberikan
gambaran
bahwa
standing stock bobot 0.35 0.047 Permintaan Hasil Produksi Ikan Tinggi 0.3 0.204Kredit bagi Nelayan Tersedianya Fasilitas 0.241Dekat dan Luas Lokasi 0.25Penangkapan 0.306 Tenaga Kerja Murah 0.2 0.206 Kualitas Perairan yang Cukup Baik 0.15 bobot
0.1 0.05 0 Permintaan Tersedianya Lokasi Tenaga Kerja Kualitas Hasil Fasilitas Penangkapan Murah Perairan yang Produksi Ikan Kredit bagi Dekat dan Cukup Baik Tinggi Nelayan Luas
Gambar 7, Prioritas komponen faktor Peluang dalam strategi pemberdayaan nelayan.
perikanan Halmahera Utara sebesar 89.865,69 Ton/tahun, dengan potensi lestari maksimum sustainable yield (MSY) 26.946,41 Ton/tahun, produkti tahun 2008 sebesar 14.686,581 ton. Artinya bahwa dari potensi sumberdaya perairan tersebut baru dapat dikelola sebesar 54,5%, masih memiliki peluang untuk pengembangan.
4) Pembobotan faktor ancaman (threats) Hasil identifikasi faktor ancaman (threats) pada masyarakat nelayan desa Kusu Lovra adalah (1) kerusakan ekosistem laut akibat penangkapan destruktif, (2) harga pasar ditentukan oleh pihak pengumpul, (3) harga bahan bakar minyak (BBM) tinggi, (4) penangkapan ikan tergantung pada musim. Bobot dan prioritas dari masing-masing komponen dalam faktor peluang dapat dilihat pada Gambar 8 Gambar 8, memperlihatkan bahwa komponen faktor ancaman yang mendapatkan bobot tertinggi ada pada kerusakan ekosistem laut akibat penangkapan dekstrutif. Ini dapat berarti bahwa dalam upaya pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra dalam rangka penanggulangan kemiskinan dapat berhasil dengan baik bila selalu memperhatikan dan mengupayakan agar kerusakan ekosistem laut dapat tetap terjaga dan terpelihara, jika tidak akan memberikan dampak yang tidak menguntungkan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga nelayan.
bobot 0.6 Laut akibat Penangkapan Destruktif Kerusakan Ekosistem 0.6 0.086 oleh Pihak Pengumpul Harga Pasar Ditentukan 0.5 BBM Tinggi 0.043 Harga 0.216 Penangkapan Ikan Tergantung pada Musim 0.4 0.055 Hasil Produksi Berfluktuasi 0.3 0.7
0.2
bobot
0.1 0 Kerusakan Ekosistem Laut akibat Penangkapan Destruktif
Harga Pasar Harga BBM Penangkapan Hasil Produksi Ditentukan Tinggi Ikan Berfluktuasi oleh Pihak Tergantung Pengumpul pada Musim
Gambar 8, Prioritas komponen faktor ancaman dalam pemberdayaan nelayan. 4.5.3
Program pemberdayaan nasyarakat Dari hasil analisis strategi pemberdayaan masyarakat nelayan, terumuskan
strategi pemberdayaan masyarakat nelayan,
kemudian dirumuskan beberapa
program strategis untuk penanggulanan kemisikinan, sebagai berikut; 1) Peningkatan peran kelambagaan, 2) Peningkatan Produktivitas Nelayan, 3) Konservasi sumberdaya ikan. Rancangan program strategis ini kemudian dibuatkan matriks berganda yang mengacu pada tabel skala angka Saaty, dan kemudian diresponi oleh responden. Hasil penilaian masing-masing stakeholders ternyata memiliki pilihan prioritas program yang berbeda, seperti prioritas program dari pemerintah berbeda dengan prioritas program dari LSM maupun dari akademisi. Begitu juga sebaliknya, antara LSM dengan akademisi maupun pemerintah memiliki prioritas program yang berbeda.
Setelah dilakukan analisis dengan A’WOT hasilnya menunjukkan bahwa komponen peningkatan produktifitas nelayan memiliki nilai bobot paling tinggi dalam pemilihan alternatif program strategis pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, kemudian diikuti oleh program peningkatan peran kelembagaan lokal, dan konservasi sumberdaya ikan di sekitar perairan Teluk Kao dengan nilai bobot yang sama. Bobot dan prioritas dari masing-masing komponen tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
0.8 Program bobot 0.143 Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal 0.7 0.714 Peningkatan Produktivitas Nelayan 0.143 Konservasi Sumberdaya Ikan 0.6 0.5 0.4 bobot
0.3 0.2 0.1 0 Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal
Peningkat an Produktivitas Nelayan
Konservasi Sumberdaya Ikan
Gambar 9 Bobot dan Prioritas Program Strategis Pemberdayaan Nelayan (diolah dari hasil A’WOT)
4.5.4
Rencana Kegiatan Agar program yang telah direncanakan berjalan sesuai dengan rencana,
maka program kerja tersebut kemudian dituangkan dalam rencana pelaksanaan kegiatan, sebagaimana tertuang pada Tabel 5. Maksud
utama
dari
penyusunan
rencana strategi
penanggulangan
kemiskinan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra adalah untuk menggagas strategi utama dan program kerja yang perlu diambil untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra. Hal ini juga dapat memberikan arahan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara
optimal dan berkelanjutan guna peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra. Argumentasi utama dalam merumuskan rencana strategi ini, didasarkan pada kenyataan bahwa kabupaten Halmahera Utara memiliki sumberdaya pesisir dan laut yang cukup besar. Salah satu kunci keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra adalah partisipasi aktif dan dukungan penuh dari semua stakeholders yang sumber kehidupannya secara langsung bergantung pada hasil laut. Table 5. Rencana Kegiatan berdasarkan Bobot dan Prioritas Program Pemberdayaan Masyarakat Nelayan Desa Kusu Lovra Program
Peningkatan Produktivitas Nelayan
Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal
Konservasi Sumberdaya Ikan
Kegiatan 1. Memfasilitasi kredit kepemilikan kapal bagi buruh nelayan 2. Membuka tabungan khusus untuk buruh nelayan 3. Mendorong Peran lembaga keuangan mikro dan koperasi
1. Membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan dan pendampingannya 2. Memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan
1. Pembangunan pos 2. Melakukan patrol rutin 3. Menambah armada patrol pengamanan laut 4. Melarang penangkapan ikan dengan bahan peledak
Bobot
Prioritas
0,738
P1
0,170
P2
0,092
P3
0,167
P2
0,833
P1
0,481
P1
0,103
P4
0,297
P2
0,119
5
P3
PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Sosial Ekonomi Nelayan Desa kusu Lovra merupakan salah satu desa pesisir yang ada di kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara. Sebagian besar penduduknya bekerja di sektor perkebunan, khususnya perkebunan kelapa. Namun ada juga penduduk setempat yang bekerja sebagai nelayan penuh, ada juga yang bekerja sebagai nelayan sambilan. Secara umum, masyarakat desa Kusu Lovra tergolong sebagai nelayan tradisional karena peralatan yang digunakan masih dalam kapasitas kecil. Begitu juga dengan petani setempat, mereka bukan petani yang aktif yang setiap saat bekerja di kebun, tetapi umumnya mereka hanya menunggu musim panen tiba baru bekerja. Dari jumlah penduduk 341 jiwa (90 kepala keluarga), 42 kepala keluarga berprofesi sebagai nelayan penuh, dan diantara 48 kepala keluarga ada yang bermata pencaharian sebagai nelayan sambilan.
Bertambah dan berkurangnya jumlah
nelayan di desa ini disebabkan karena masih banyaknya masyarakat yang bekerja di dua sektor, yaitu sektor perikanan dan sektor perkebunan. Nelayan di desa ini ada yang berstatus sebagai nelayan pemilik, dan ada juga sebagai buruh nelayan. Buruh nelayan umumnya tidak memiliki perahu sendiri, mereka hanya bekerja pada orang lain dengan system bagi hasil. Diantara pemilik perahu dan buruh nelayan tidak ada kontrak kerja yang mengikat mengenai target produksi maupun jadwal melaut.
Pemilik perahu tidak dapat memaksa buruh nelayan bekerja dalam jumlah waktu tertentu, termasuk hasil tangkapan yang harus di hasilkan dalam setiap kali melaut. Besar kecilnya hasil melaut di bagi rata antara pemilik perahu dengan buruh nelayan setelah dikurangi biaya operasional, akan tetapi jika buruh nelayan tidak mendapatkan hasil tangkapan, maka kerugian (biaya operasional) ditanggung oleh buruh nelayan. Sebagaimana halnya dengan kehidupan masyarakat desa pada umumnya, masyarakat desa Kusu Lovra sebagian kebutuhan bahan konsumsi rumah tangga sehari-hari dihasilkan sendiri atau semi swasembada. Kemampuan masyarakat desa Kusu Lovra membangun struktur ekonomi seperti ini karena didukung oleh pontensi sumberdaya tanah yang subur, ikatan-ikatan sosial yang asli, sistem kesukuan tradisional, kebutuhan-kebutuhan yang tak terbatas dan bersahaja, serta tidak terlalu berorientasi kepada laba (non profit oriented). Hal ini juga terkait dengan tingkat pendidikan masyarakat nelayan yang relatif rendah, sehingga tingkat inovasi dan kreativitas masyarakat nelayan dalam mengelola sumberdaya perikanan masih relatif rendah. Hasil produksi masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra sangat tergantung pada cuaca. Pada musim-musim tertentu, jumlah produksi bisa melimpah hingga tidak mampu diserap oleh pasar. Hal ini menyebabkan harga menjadi sangat rendah akibat panen melimpah. Tetapi ketika musim kemarau atau cuaca buruk, hasil produksi sangat kecil hingga hasil melaut tidak mampu menutupi biaya operasional.
5.2 Prioritas Strategi dan Penjabaran Program Berdasarkan kajian kepustakaan dan kondisi riil objek penelitian, disusun strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan memperhatikan faktor eksternal dan internal yang mempengaruhinya. Secara umum, dari semua komponen dalam faktor SWOT yang telah diidentifikasi, program strategis berdasarkan hasil generating dari matriks SWOT
adalah sebagai berikut: (1) strategi SO (kekuatan-peluang) meliputi program sosialisasi fasilitas kredit yang lebih intensif terhadap nelayarn, dan program intervensi pasar (membuka peluang pasar) oleh pemerintah, (2) strategi WO (kelemahan-peluang) meliputi program pengenalan teknologi tepat guna kepada nelayan, dan program pengembangan divesivikasi usaha pengolahan ikan; (3) strategi ST (kekuatan-ancaman) meliputi program pengintensifan pengamanan laut oleh aparat keamanan, dan program deregulasi distribusi bahan bakar minyak (BBM) khusus untuk nelayan; (4) strategi WT (kelemahan-ancaman) meliputi program subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) bagi nelayan dan program pembuatan regulasi untuk mencegah penangkapan ikan destruktif melalui aturan adat. Dari delapan program strategis hasil generating dari matriks SWOT dengan mengacu juga pada seluruh komponen faktor-faktor yang di SWOT dalam rangka pemberdayaan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra, dirumuskan 3 (tiga) program prioritas, sebagai berikut: (1) peningkatan produktivitas nelayan, (2) peningkatan peran kelembagaan lokal, dan (3) konservasi sumberdaya ikan. Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan A’WOT untuk mendapatkan alternative prioritas program, menurut responden program peningkatan produktifitas nelayan memiliki nilai bobot paling tinggi, kemudian diikuti oleh komponen peningkatan peran kelembagaan lokal, dan konservasi sumberdaya ikan di sekitar perairan Teluk Kao.
5.2.1 Peningkatan Produktifitas Nelayan Sumberdaya perikanan yang ada di perairan Teluk Kao seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan disekitarnya termasuk nelayan di desa Kusu Lovra. Hasil observasi lapangan dapat diidentifikasi faktor-faktor penyebab rendahnya tingkat pendapatan nelayan, antara lain karena nelayan di desa Kusu Lovra dalam melakukan aktivitas penanggkapan ikan menggunakan alat tangkap yang masih tradisional dan skala kecil, selain itu pengetahuan dan keterampilan juga masih terbatas. Sedangkan khusus untuk buruh nelayan, ditemukan bahwa mereka belum mampu membeli perahu dan peralatan tangkap sendiri. Salah satu penyebab
adalah akses terhadap lembaga keuangan seperti bank sangat rendah padahal hampir sebagian besar kegiatan perikanan tangkap di Indonesia didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Charle, et al (2008) mengemukakan bahwa kegiatan perairan Indonesia, hingga saat ini masih didominasi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), baik oleh nelayan penangkap maupun nelayan pengolah hasil tangkapan. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statistik perikanan tahun 2006 yang menunjukkan bahwa dari 412.497 unit armada perikanan yang digunakan oleh seluruh nelayan di Indonesia, sekitar 90.9% merupakan perahu tanpa motor, perahu motor temple dan kapal motor yang berukuran di bawah 5 GT. Hasil penelitian Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia pada tahun 2006 mencapai hampir 49 juta unit. Dari angka tersebut hanya 13% saja yang mampu mengakses perbankkan, sedangkan 49,87% mengandalkan modal sendiri. Secara umum, pendapatan nelayan desa Kusu Lovra masih lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran. Diketahui bahwa pendapatan rata-rata nelayan desa Kusu Lovra sebesar Rp. 1.038.000-per bulan (pendapatan dari sektor perkebunan sebesar Rp. 450.000 dan sektor perikanan Rp. 588.000 per bulan) sedangkan pengeluaran sebesar Rp.673.303 per bulan sehingga masih terdapat selisih pendapatan sebesar Rp.364.697 per bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga nelayan dari sektor perikanan sebesar Rp. 588.000-per bulan, nilai pendapatan rata-rata nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan masih sangat jauh dari upah minimum provinsi (UMP) Maluku Utara tahun 2009 yakni sebesar Rp.770.000-per bulan. Jika nelayan di desa Kusu Lovra hanya mengandalkan pendapatan dari sektor perikanan maka untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari saja sangat tidak mungkin tercukupi. Kehidupan selama ini berlangsung karena pemenuhan sebagian kebutuhan konsumsi rumah tangga sehari-hari dihasilkan dari usaha kebun sendiri. Bila diperhadapkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang seharusnya dipenuhi misalnya; biaya pendidikan anak-anak, dan lain-lain maka pendapatan nelayan dari sektor perikanan sangat tidak memadai. Selisih lebih pendapatan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra karena didorong oleh pendapatan yang bersumber dari sektor
perkebunan yakni perkebunan tanaman kelapa. Oleh karena itu bagi masa depan kehidupan masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra sektor perkebunan tanaman kelapa dan pertanian tanaman pangan perlu mendapat perhatian terutama ketika musim peceklik tiba, agar para nelayan bisa mengusahakan kebun mereka, dan istriistri nelayan dapat mengusahakan tanaman pangan untuk mengatasi persoalan pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan pangan keluarga nelayan setiap hari. Gambaran pendapatan nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan sebagaimana di atas, umumnya terjadi karena masyarakat nelayannya sebagian besar hanya sebagai buruh nelayan, disamping itu sarana tangkapan yang dioperasikan juga masih sangat sederhana dan tradisional, sehingga kapasitas tangkapnya juga sangat kecil. Pendapatan nelayan desa Kusu Lovra dari sektor perikanan sebagaimana digambarkan sebelumnya setelah diakumulasikan dengan pendapatan dari sektor perkebunan dan dibandingkan dengan total nilai kebutuhan rumah tangga setiap bulan, masih terdapat selisih lebih pendapatan. Terhadap selisih lebih pendapatan tidak semua nelayan memiliki tabungan di bank maupun di lembaga keuangan mikro yang ada di lingkungan sekitarnya. Kondisi sebagaimana dialami masyarakat nelayan desa Kusu Lovra ternyata sangat tidak berbeda dengan kondisi nelayan pada umumnya di Indonesia terutama terkait dengan akses permodalan terhadap lembaga-lembaga keuangan seperti bank. Ketiadaan dan keterbatasan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra untuk mengakses modal pada lembaga keuangan seperti bank juga menjadi salah satu penyebab kurangnya produktifitas mereka. Agar produktifitas nelayan di desa Kusu Lovra terjadi peningkatan, semua faktor yang berperan dalam peningkatan produksi perlu dioptimalkan pemanfaatannya, terutama terhadap peralatan tangkap, karena itu langkah yang perlu dilakukan adalah membuka akses bagi masyarakat nelayan terutama dari lembaga-lembaga keuangan seperti bank dan juga lembaga keuangan lain seperti koperasi, dan dapat juga mendorong keswadayaan masyarakat melalui penguatan kelembagaan dengan membentuk kelompok usaha bersama. Pengalaman program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) dengan pendekatan kelembagaan dengan maksud untuk memperkuat posisi tawar masyarakat, mereka
haruslah terhimpun dalam suatu kelembagaan yang kokoh, sehingga segala aspirasi dan tuntutan mereka dapat disalurkan dengan baik. Kelembagaan ini juga dapat menjadi penghubung (intermediate) antara pemerintah dan swasta. Selain itu kelembagaan ini juga dapat menjadi suatu forum untuk menjamin terjadinya perguliran dana produktif di antara kelompok lainnya. Lembaga keuangan seperti bank, koperasi dan lembaga keuangan lain agar dapat memfasilitasi pembinaan dan pelatihan tentang pengembangan usaha perikanan tangkap, memfasilitasi informasi-informasi kebijakan pinjaman bagi masyarakat, serta membuka peluang pemberian kredit untuk kepemilikan kapal terutama bagi buruh nelayan, sekaligus memfasilitasi masyarakat untuk pembiasaan menyisihkan sebagian dari pendapatan mereka untuk ditabung, penghapusan investasi, dan penyisihan biaya pemeliharaan. Persoalan yang dihadapi masyarakat terhadap pemberian pinjaman, adalah kepercayaan lembaga-lembaga keuangan seperti bank kepada masyarakat kecil sangat rendah, karena selama ini fasilitas pinjaman pada lembaga keuangan seperti bank hanya dimanfaatkan oleh kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas, dan juga banyak fakta terjadi kegagalan pengembalian pinjaman yang dikucurkan bagi masyarakat kecil, oleh karena itu pembinaan adalah kata kunci, membangun keberdayaan masyarakat adalah cara satu-satunya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan
masyarakat.
Somodiningrat
(1999)
mengatakan
bahwa
pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Pemberdayaan memiliki dua kecenderungan
yaitu
kecenderungan
primer
dan
kecenderungan
sekunder.
Kecenderungan primer merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi berdaya; kecenderungan sekunder, merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan mereka. Pola pendekatan yang dilakukan dalam rangka membangun keberdayaan masyarakat adalah pola pendampingan, dimana pendamping dapat berperan sebagai
fasilitator, masyarakat dampingan dan fasilitator sama-sama dapat bertindak sebagai narasumber untuk memecahkan berbagai persoalan mereka. Pengalaman penerapan program Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) menyatakan pentingnya pendampingan, karena keberadaan pendamping memang dirasakan sangat dibutuhkan dalam setiap program pemberdayaan. Masyarakat belum dapat berjalan sendiri mungkin masih kuatnya tingkat ketergantungan mereka karena belum pulihnya rasa percaya diri mereka akibat paradigm-paradigma pembangunan masa lalu. Terlepas dari itu semua, peran pendamping sangatlah vital terutama mendampingi masyarakat menjalankan aktivitas usahanya. Namun yang terpenting dari pendampingan ini adalah menempatkan orang yang tepat pada kelompok yang tepat pula. Masyarakat tidak hanya diperlakukan sebagai objek tapi harus terlibat aktif dalam sebuah proses, dalam proses pemberdayaan, masyarakat tidak bisa dipandang bagaikan murid sekola dikelas, dan pendamping/penyuluh bagaikan seorang guru, sehingga yang terjadi adalah guru mengajar dan siswa belajar, tetapi proses pemberdayaan untuk membangun keberdayaan selalu memandang bahwa kita semualah pembelajar-pembelajar itu, kitalah yang belajar bersama, anda belajar saya mengajar saya mengajar anda belajar, kita semua menjadi sumber belajar. Selain itu semua faktor produksi yang dapat mempengaruhi hasil tangkapan perlu diketahui agar dapat dilakukan efisiensi dan efektifitas terhadap faktor-faktor input guna menghasilkan output yang optimal. Dengan demikan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan sehingga kesejahteraannya juga meningkat. Dalam upaya membangun keberdayaan dalam bidang usaha, cepat dan lambatnya perkembangan usaha juga perlu ditopang oleh upaya pendampingan untuk penguatan nelayan, khususnya kepada para buruh nelayan agar dapat memiliki kesadaran dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang fasilitas kredit pada lembaga keuangan seperti bank dan koperasi untuk memiliki kapal sendiri, sekaligus dapat memiliki kemampuan untuk mengelola dan mengatur usaha dan mengatur Ekonomi Rumah Tangga (ERT) keluarga nelayan. Secara garis besar rencana
program peningkatan produktivitas nelayan desa Kusu Lovra dapat dilihat pada lampiran lampiran 2.
5.2.2 Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal Dalam upaya untuk meningkatkan peran kelembagaan lokal, hasil SWOT menegaskan bahwa ada dua prioritas program yang dapat dilaksanakan yaitu membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan, dan kedua adalah memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan. Dari kedua program tersebut, memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan mendapat prioritas paling tinggi, sedangkan prioritas program membentuk kelompok usaha bersama bagi istri nelayan merupakan prioritas kedua. Kegiatan usaha ekonomi di desa Kusu Lovra hingga saat ini masih dilakukan secara individu, belum ada kelompok usaha bersama yang lahir dari masyarakat nelayan sendiri. Kondisi ini memang sangat sulit bagi masyarakat desa umumnya di Halmahera Utara karena tingkat kepercayaan antar sesama dalam masyarakat sudah sangat rendah terutama menyangkut dengan soal-soal keuangan, disamping itu kemampuan mengelola usaha bersama juga masih rendah karena keterbatasan sumberdaya manusia. Pada hal dengan berkelompok maka beban bisa menjadi lebih ringan, kemungkinan mendapatkan dukungan dari pihak luar lebih besar dibandingkan usaha dilakukan secara perorangan. Oleh karena itu pendampingan untuk penguatan dalam rangka pembiasaan pengelolaan usaha bersama menjadi sangat penting diperhatikan. Pendamping atau Penyuluh tidak hanya ditugaskan datang dan memberikan penyuluhan, tetapi peran pendampingan untuk melatih ketelatenan masyarakat, membangun dan memperkuat kebiasaan baru, menjadi kunci membangun budaya baru terhadap kemampuan usaha masyarakat. Hubungan kerja yang terjadi saat ini adalah hubungan antara atasan dengan bawahan atau pemilik perahu dengan buruh nelayan dengan sistem bagi hasil. Penghasilan diperoleh ketika buruh nelayan melaut, ketika buruh nelayan tidak melaut maka pemilik perahu juga ikut tidak mendapatkan penghasilan. Kondisi ini mestinya dipahami bersama antar kedua pihak agar kerja-kerja yang saling
menguntungkan dapat diupayakan dan jangan satu pihak saja yang dikorbankan, oleh karena itu dalam kegiatan kunjungan pendampingan untuk penguatan, pendamping atau juga penyuluh, mestinya memiliki kesempatan untuk mencairkan suasana ini, mengkomunikasikan kondisi ini agar para pihak yang bekerja sama berada dalam hubungan kemitraan yang saling menguntungkan dan menghargai otonomi masingmasing, karena itu upaya saling menghargasi perlu mendapat tempat yang istimewa dalam hugungan kerjasama itu. Keberadaan koperasi simpan pinjam di desa Kusu Lovra belum bisa dimanfaatkan secara optimal oleh nelayan dan masyarakat setempat, alasannya karena bunga pinjaman yang ditetapkan oleh koperasi dinilai terlalu tinggi jika hendak meminjam uang. Nelayan setempat juga tidak ada yang menjadi anggota dari koperasi tersebut. Meskipun ada koperasi yang menawarkan kemudahan, dan bunga pinjaman yang relatif lebih rendah, tidak semua nelayan maupun masyarakat mengetahui keberadaan maupun jasa yang ditawarkan oleh koperasi tersebut. Mencermati kondisi seperti ini, peran pendamping sangat dibutuhkan. Pendamping mestinya dapat mengupayakan untuk memiliki informasi, paling tidak mengupayakan informasi untuk diteruskan kepada masyarakat, sekaligus dapat mengajak masyarakat, membiasakan masyarakat untuk belajar bagaimana cara mengakses informasi, dan memanfaatkan peluang-peluang disekitarnya untuk kepentingan peningkatan usaha mereka. Desa Kusu Lovra secara geografis terletak cukup jauh dari ibu kota kabupaten yang menjadi sumber pasokan berbagai kebutuhan baik kebutuhan rumah tangga maupun kebutuhan usaha. Banyak kebutuhan masyarakat dan nelayan yang harus dipasok dari pusat ibu kota kabupaten seperti BBM, es batu, dan kebutuhan pokok lainnya. Hingga saat ini semua kebutuhan tersebut masih dipenuhi oleh masing-masing anggota masyarakat. Selain itu, pemasaran hasil produksi ikan, dilakukan dengan cara masing-masing kepada para pedagang maupun kepada konsumen. Hal-hal inilah yang menjadi peluang untuk dilakukannya usaha secara berkelompok, misalnya segala kebutuhan nelayan dan masyarakat tersebut disediakan oleh kelompok usaha bersama, sehingga keuntungan nantinya bisa dinikmati bersama-sama. Begitu juga dengan proses pemasaran, pemasaran bisa
dilakukan melalui kelompok usaha bersama, sehingga harga yang ditetapkan sama antara nelayan yang satu dengan nelayan yang lain terhadap jenis dan ukuran (spesifikasi) hasil tangkapan yang sama. Pembentukan kelompok usaha bersama ini harus dibangun atas dasar kepentingan bersama dan adanya tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula. Kelompok usaha bersama ini dibentuk tidak hanya bagi para nelayan, melainkan dapat melibatkan istri-istri nelayan yang sebagian besar aktivitasnya di darat sambil menunggu suami mereka pulang melaut. Adapun kegiatan usaha bersama yang bisa dilakukan oleh para istri nelayan adalah usaha pengeringan ikan, atau inti dari kegiatan usaha istri nelayan adalah mengolah ikan menjadi produk yang memiliki nilai tambah, sehingga membuka peluang bagi para istri nelayan untuk membantu menambah penghasilan rumah tangga nelayan. Hasil analisa A’WOT diketahui bahwa yang menjadi prioritas pertama dalam upaya peningkatan kapasitas kelembagaan lokal adalah memberikan pelatihan diversifikasi usaha pengolahan ikan. Pelatihan bagi anggota kelompok merupakan pemberian modal yang sangat penting dalam melakukan kegiatan usaha. Sebab modal dalam melakukan usaha tidak hanya dalam bentuk uang semata, tetapi keterampilan dan pengetahuan mengenai jenis usaha yang akan mereka lakukan merupakan modal yang paling mendasar. Tanpa adanya keterampilan dari masingmasing anggota, maka kegiatan usaha yang akan dilakukan menjadi sia-sia. Jenis pelatihan yang akan diberikan sangat tergantung pada minat dari masing-masing anggota dan ketersediaan sumberdaya alam yang ada disekitar tempat tinggal mereka. Misalnya mereka tinggal di daerah pesisir, maka pelatihan keterampilan yang sesuai diberikan adalah pelatihan pengolahan ikan menjadi barang yang memiliki nilai tambah, seperti membuat ikan asap, pengeringan, penggaraman, pindang, terasi, pengasapan, tepung ikan dan kerupuk. Kegiatan semacam ini sudah lama dilakukan di beberapa kecamatan di kabupaten Halmahera Utara, kecuali di kecamatan Kao dan kecamatan Galela. Selain pelatihan untuk memperkuat keterampilan pemanfaatan sumberdaya ikan terutama
pada musim panen besar, pelatihan-pelatihan lainpun menjadi penting. Salah satu persoalan yang juga menonjol di desa Kusu Lovra adalah persoalan kemampuan mengelola keuangan dari pendapatan. Oleh karena itu pelatihan pengaturan ekonomi rumah tangga menjadi pilihan pendukung agar keluarga-keluarga nelayan memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik untuk mengatur dan mengelola keuangan dari pendapatan mereka dan secara bijak dapat memanfaatkan pendapatan sesuai dengan tingkat kebutuhan dan bukan keinginannya. Model pelatihan yang dilakukan adalah betul-betul pelatihan dimana selama proses pelatihan berlangsung, terjadi pengalihan kertampilah dari pelatih kepada yang dilatih dan bukan pelaksanaan ceramah, penyuluhan, seperti seorang guru mengajar pada murid-muridnya. Dalam pemberdayaan, proses itu menjadi sangat penting, karena di dalam proses itulah, pendamping, fasilitor dapat mengajak dan membimbing masyarakat untuk belajar membiasakan diri. Secara garis besar rencana program peningkatan peran kelembagaan local desa Kusu Lovra dapat dilihat pada lampiran lampiran 2.
5.2.3 Konservasi sumberdaya ikan Dalam dinamika perikanan, tangkap masyarakat nelayan selalu di hadapkan dengan persoalan bagaimana memelihara sumberdaya secara berkelanjutan, dimana kehidupan mereka digantungkan padanya. Memelihara sumberdaya perikanan memang menjadi sangat kompleks dalam pembangunan perikanan sebab sumberdaya ini dikategorikan sebagai sumberdaya yang dapat pulih, tetapi selalu muncul pertanyaan terhadap pemanfaatan sumberdaya tersebut, berapa besar ikan yang dapat dimanfaatkan tanpa harus menimbulkan dampak negatif untuk masa mendatang? Budi W (2008) mengemukakan bahwa sumberdaya pesisir dan lautan merupakan modal dasar pembangunan perikanan dan dalam pemanfaatannya digunakan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Perlu diketahui bahwa sifat sumberdaya perikanan adalah tidak tak terbatas, sehingga pemanfaatannya harus lebih hati-hati agar tidak terjadi kepunahan. Dewasa ini di beberapa tempat telah terjadi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan dari
berbagai gangguan yang kurang terkendali karena penggunaan bahan peledak, dan pemakaian alat tangkap yang terlarang. Bagi masyarakat nelayan desa Kusu Lovra, sumberdaya perairan Teluk Kao adalah tempat menggantungkan harapan dan masa depan mereka, oleh karena itu agar sumberdaya ini tetap terjaga dan terpelihara, program konservasi sumberdaya ikan menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam rangka konservasi
sumberdaya
ikan
terdapat
empat
alternative
strategi
kegiatan
pemberdayaan nelayan di desa Kusu Lovra, antara lain: 1) pembangunan pos jaga, 2) melakukan patroli rutin, 3) menambah armada patrol pengamanan laut, dan 4) melarang penangkapan ikan dengan bahan peledak. Hasil analisis AWOT menunjukkan bahwa prioritas kegiatan dari 4 (empat) kegiatan dalam rangka konservasi sumberdaya ikan adalah pembangunan pos jaga, dengan nilai bobot paling tinggi. Nelayan desa Kusu Lovra memberikan tanggapan demikian karena tindakan melarang penangkapan ikan dengan cara destruktif sudah sering dilakukan tetapi hasilnya tidak maksimal bahkan dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang mengarah kepada konflik fisik antar nelayan. Oleh karena itu pelibatan keamanan dengan membangun pos jaga dan patroli secara rutin untuk melakukan pengawasan menjadi pilihan yang perlu dipertimbangkan. Persoalan yang dapat muncul kemudian adalah darimanakah sumber pembiayaan untuk menopang operasional keamanan bila patroli dilakukan secara rutin? Oleh karena itu pengawasan dengan melibatkan masyarakat menjadi pilihan alternatif. Pengawasan berbasis masyarakat hanya bisa dilakukan bila diawali dengan diskusi-diskusi untuk membangun kesadaran semua pihak dalam masyarakat pesisir. Proses diskusi itu sendiri harus selalu memberi ruang bagi masyarakat untuk ikut aktif dimana pendamping/penyuluh hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi tukar pengalaman, tukar informasi, proses belajar bersama antar nelayan terhadap perbagai persoalan yang menjadi pergumulan mereka. Hasil-hasil diskusi diupayakan dapat dituangkan dalam rencana tindak lanjut, dan sedapat mungkin diupayakan agar ada kesepakatan untuk melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan rencana tindak lanjut, agar dapat teridentifikasi masalahmasalah yang ditemui ketika pelaksanaan rencana tersebut. Diskusi dapat dilakukan antar nelayan di dalam desa, dan agar permasalahan dan pemikiran-pemikiran yang berkembang dalam diskusi tersebut dapat menyebar ke banyak pihak yang berkepentingan terhadap sumberdaya itu, maka diskusi-diskusi dapat pula dilakukan bagi nelayan antar desa. Langkah ini akan banyak membantu mempercepat upaya membangun kesadaran bersama terhadap kelompok yang lebih luas atas kepentingan keberlanjutan sumberdaya perikanan yang menjadi sumber utama pengasilan mereka. Suatu saat nanti bila kesadaran sudah terbangun dengan baik, manfaat diterima dan dirasakan dari sumberdaya tersebut, maka motivasi dan keterpanggilan untuk terus bertanggungjawab menjaga kelestariaan akan semakin kuat. Program konservasi sumberdaya ikan menjadi penting dilakukan karena pada masa yang akan datang jumlah nelayan sudah pasti akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (angkatan kerja). Sedangkan disisi lain, jumlah ikan belum tentu akan bertambah mengingat adanya penangkapan ikan dengan cara destruktif yang dapat merusak habitat ikan serta rusaknya tampat ikan berpijah dan berkembang biak. Kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak merupakan masalah yang serius saat ini hingga pada masa yang akan datang karena itu upaya pencegahanpun telah dilakukan, namun hingga saat ini hasilnya belum optimal. Upaya pembangunan pos jaga, patroli rutin, melibatkan masyarakat dalam pengawasan diharapkan dapat mengurangi kerusakan ekosistem sumberdaya ikan sebagai tempat ikan berpijah, berkembang biak, dan sebagai tempat pembesaran.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
1) Masyarakat nelayan desa Kusu Lovra berasal dari beragam etnis, dengan semangat kekeluargaan yang sangat tinggi. Sebagai nelayan, terbagi menjadi dua yaitu nelayan katinting dan buruh nelayan katinting, sumber pendapatannya tidak hanya dari hasil melaut, tetapi sebagian dari mereka memiliki kebun Kelapa sebagai sumber penghasilan tambahan. 2) Potensi sumberdaya kelautan yang terdapat di perairan Teluk Kao sangat berperan dalam menopang pemenuhan kebutuhan hidup keluarga nelayan di desa Kusu Lovra, namun pengelolaannya masih tradisional dan sederhana sehingga belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. 3) Faktor internal yang dominan sebagai penghambat program pemberdayaan masyarakat desa Kusu Lovra antara lain keterampilan dan penguasaan teknologi, sedangkan faktor eksternal yang
dominan adalah kerusakan ekosistem laut
akibat penangkapan destruktif. 4) Program strategis pemberdayaan masyarakat nelayan desa Kusu Lovra antara lain: (1) Peningkatan produktivitas nelayan (2) Peningkatan peran kelembagaan lokal, dan (3) Konservasi sumberdaya ikan.
6.2.
Saran
1) Untuk mencegah penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan, aparat penegak hukum diharapkan dapat melakukan penertiban tata niaga bahan baku pembuatan bom, serta mengawasinya. 2) Kesadaran nelayan dan masyarakat pesisir lainnya atas dampak yang ditimbulkan dari penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak perlu diimbangi dengan melibatkan mereka dalam menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan habitatnya. 3) Pemerintah agar lebih memberdayakan nelayan-nelayan tradisional di desa Kusu Lovra melalui modernisasi peralatan tangkap dan pengembangan sektor perkebunan dan pertanian. 4) Semua stakeholders diharapkan ikut terlibat dalam setiap pembuatan kebijakan yang menyangkut pemberdayaan masyarakat nelayan 5) Perlu ada penelitian mendalam dari aspek non ekonomi mengenai strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di Desa Kusu Lovra Kabupaten Halmahera Utara.
Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
Desa Kusu Lovra
John R Pattiasina C452070304
Lampiran 2 Gambar Alur Proses Penelitian
Observasi Wawancara
STUDI
Teridentifikasi : • Faktor-faktor SWOT • Kondisi umum desa Kuesioner Matriks Berpasangan Faktor yang di-
Kuesioner Sosial Ekonomi, Data informasi pendukung penelitian
AHP-Pembobotan
KomponenKomponen Faktor Internal Terbotot
KomponenKomponen Faktor Eksternal Terbobot Pengolahan Data
AHP - Pembobotan Program Strategis
Program Strategis
Prioritas Program Strategis
Prioritas kegiatan Strategis
Analisis Deskriptif
Strategi Pemberdayaan Masyarakat nelayan di desa Kusu Lovra kecamatan Kao kabupaten Halmahera Utara
Lampiran 3 Tabel Rencana Program Pemberdayaan Masyarakat Nelayan desa Kusu Lovra
Tabel Rencana Program Peningkatan Produktifitas Nelayan desa Kusu Lovra No
Nama Kegiatan
Peran Pendamping 1. Memfasilitasi informasi tentang perkreditan
1. Kredit pemilikan Kapal bagi Buruh Nelayan
Membuka Tabungan Khusus bagi Nelayan 2
Target Pencapaian kegiatan
1. Tersedia informasi tentang perkreditan yang memungkinkan untuk dimanfaatkan burh nelayan 2. Membuat analisa kelayakan 1. Tersedia hasil analisa usaha penangkapan ikan kelayakan usaha dengan menggunakan penangkapan perahu/kapal bagi buruh 2. Tersusun permohonan nelayan bersama pinjaman ke lembaga masyarakat nelayan keuangan 3. Menghubungkan dengan 1 Lembaga keuangan (bank, lembaga keuangan Koperasi) bersedia memfasilitasi kredit 4. Melakukan pelatihan 1. Paham tentang pemilahan pengelolaan Ekonomi unsure kebutuhan dan rumah tangga nelayan keinginan. 2. Ada tekat untuk mengelola uang 3. Ada penyisihan pendapatan untuk: pengembalian pinjaman, biaya pemeliharaan, penghapusan investasi, dan tabungan. 5. Melakukan pendampingan 1. Tterperiksa pemanfaatan sebagai suatu proses pendapatan keluarga nelayan pembiasaan pengelolaan se bulan sekali. keuangan keluarga nelayan 2. Terlaksana kegiatan refleksi selama kurang lebih 1 tahun bersama dengan keluarga atau paling tidak sampai terhadap pencapaian hasil kredit selesai dikembalikan. selama satu bulan 1. Terlaksana sosialisasi tentang menabung oleh Melakukan Sosialisasi tentang lembaga keuangan pentingnya menabung 2. Ada kesediaan menabung dari keluarga nelayan 3. Tersisihkan sejumlah uang dari pendapatan untuk
ditabung 3
Meningkatkan Peran Lembaga Keuangan Mikro dan Koperasi Nelayan
Memfasilitasi Sosialisasi kebijakan-kebijakan lembagai keuangan untuk menopang usaha mikro, kecil dan menengah.
kebijakan untuk menopang usaha mikro, kecil dan menengah dapat diakses oleh masyarakat
Lampiran 3 (lanjutan) Tabel Rencana Program Peningkatan Peran Kelembagaan Lokal desa Kusu Lovra No
1
2
Nama Kegiatan Pelatihan Diversifikasi Usaha Pengolahan Ikan
Membentuk Kelompok Usaha Bersama Bagi Istri Nelayan
Peran Pendamping
Target Pencapaian kegiatan
1. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan
1. Teridentifikasi kebutuhan pelatihan 2. Teridentifikasi narasumber
2. Mempersiapkan proses memfasilitasi pelatihan 1. Memfasilitasi pertemuan dengan istri-istri nelayan
1. Tersedia materi 2. Tersedia alur proses pelatihan yang melibatkan peserta (bukan penyuluhan) 3. Peserta terlibat aktif dalam pelatihan 1. Terlaksana pertemuan bagi istri-istri nelayan
2. Menjelaskan tentang pentingnya membangun usaha dalam kelompok 3. Mendiskusikan kemungkinan masalahmasalah & jalan keluar yang ditemui kelompok usaha bersama dalam menjalankan usahanya 4. Mendiskusikan kemungkinan jenis usaha yang da pat diusahakan kelompok usaha Bersama 5. Membentuk Kepengurusan Kelompok Usaha bersama
6. Memfasilitasi diskusi perumusan bentuk tugastugas tanggungjawab (peraturan-peraturan)
1. Peserta paham tentang peran kelompok dalam membangun usaha anggota 2. Ada minat untuk membentuk kelompok 1. Teridentifikasi kemungkinan masalah yang dihadapi 2. Tersedia informasi kemungkinan pemecahan masalah 3. Teridentifikasi kebutuhan untuk menjalankan Kelompok Usaha Bersama. 1. Teridentifikasi kemungkinan jenis-jenis usaha yang akan diusahakan KUB 2. Teridentifikasi kemungkinan pengusahaan modal usaha bersama 1. Ada tekat untuk mengabdikan diri bagi kelompok 2. Ada kesediaan dan kerelaan anggota untuk mengurus KUB 3. Terbentuk Kepengurusan KUB 1. Terumuskan tugas, fungsi, tanggungjawab, hak dan kewajiban anggota 2. Tersedia aturan (hak, kewajiban dan sangsi)
7. Memfasilitasi Evaluasi rutin 1. Terlaksana evaluasi setiap bulan setiap bulan 2. Teridentifikasi masalah dan hambatan dalam mengelola usaha 3. Terpecahkan oleh anggota sendiri masalah-masalah yang ditemui 4. Tersusun rencana penyelesaian dalam bentuk rencana kegiatan pada bulan berikutnya.
Lampiran 3 (lanjutan) Tabel Rencana Program Konservasi Sumberdaya Ikan desa Kusu Lovra No
Nama Kegiatan
1.
Pembangunan pos jaga
2
Melakukan patroli rutin
3
Menambah armada ptroli Melarang penangkapan ikan dengan bahan peledak
Peran Pendamping
Target Pencapaian kegiatan
1. Memfasilitasi diskusi 1. Diskusi terlaksana kemungkinan pembangunan 2. Diperoleh kesepakatan pos jaga pembangunan pos jaga oleh masyarakat 3. Diperoleh kesepakatan kemungkinan pemanfaatan pos jaga 2. Melakukan penjejakan 1. Tersedia informasi kemungkinan dukungan 2. Tersedia proposal pemerintah daerah 3. Proposal terajukan kepada SKPD terkait di pemerintah daerah 3. Memfasilitasi 1. Terbangun pos jaga pada pembangunan pos jaga daerah tertentu yang dianggap rawan 1. Melakukan koordinasi Diperoleh informasi dengan pihak keamanan kemungkinan-kemungkinan 2. Melakukan koordinasi pelaksanaan patroli dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Melakukan koordinasi Diperoleh infomasi kemungkinan penambahan kemungkinan-kemungkinan pengadaan armada patroli armada patroli
Pembuatan peraturan oleh lembaga adat
1. Memfasilitasi diskusi persiapan pembuatan peraturan 2. Pembuatan peraturan adat
3. Memfasilitasi pembahasan rancangan peraturan adat tentang pelestarian sumberdaya perikanan
1. Seluruh pihak terkait di desa ikut dalam rapat 2. Ada kesepakatan kemungkinan pembuatan peraturan adat 1. Terbentuk kelompok kerja 2. Tersedia rancangan peraturan adat 1. Terlaksana pembahasan melibatkan pihak terkait di desa 2. Rancangan peraturan disepakati 3. Rancangan peraturan ditetapkan 4. Rancangan peraturan disosialisasikan
Lampiran 4 : Hasil Analitical Hierarchy Process (AHP)
Lampiran 4 (lanjutan)
Lampiran 4 (lanjutan)
Lampiran 5
Foto-Foto Aktivitas Nelayan dan Pengambilan Data
Ikan hasil tangkapan nelayan
Kebun kelapa nelayan Lampiran 5 (lanjutan)
Bantuan perahu nelayan yang tidak lagi beroperasi
Bantuan perahu nelayan yang tidak lagi beroperasi
Lampiran 5 (lanjutan)
Pasar kecamatan Kao Utara
Aktivitas nelayan Desa Kusu Lovra ketika tidak melaut
Lampiran 5(lanjutan)
Pengambilan data dari salah satu respondes pemilik katinting
Alat tangkap: alat tangkap yang dominan digunakan nelayan desa Kusu Lovra
Lampiran 5 (lanjutan)
Hasil tangkapan, langsung dijual kepada pedagang pengepul
Perairan Teluk Kao