CATATAN
SEMINAR NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA TIMUR DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN MEA: PEMBERDAYAAN POTENSI LOKAL DAN INSTITUSI EKONOMI RAKYAT INDONESIA TIMUR Kota Sorong, 02 - 03 Maret 2016
Halaman 1 dari 25
SESI 1
: PEMBENAHAN DAN PENGEMBANGAN LOGISTIK DAN TRANSPORTASI Oleh : Yukki Nugrahawan Hanafi Kepala Badan Koordinasi Asosiasi KADIN Indonesia
RINGKASAN PRESENTASI 1.
Pembenahan Logistik penting untuk dilakukan karena logistik : 1.1. Bagian dari membangun daya saing bangsa 1.2. Menunjang terciptanya efisiensi Nasional 1.3. Mendorong National Economic Integration 1.4. Menjamin ketersediaan, akses, stabilisasi harga, dan kualitas barang Dengan kata lain, logistik adalah ENABLER bagi perdagangan
2.
Ada 5 (lima) Moda Transportasi yaitu : 2.1. Moda Transportasi Jalan 2.2. Moda Transportasi Kereta Api 2.3. Moda Transportasi Laut 2.4. Moda Transportasi Udara 2.5. Moda Transportasi Pipa Masing-masing moda memiliki keuntungan dan kerugian.
3.
Indonesia memiliki beberapa permasalahan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, antara lain : 3.1. Industri Indonesia sangat tergantung pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain, terutama negara-negara yang telah maju dalam berteknologi dan berindustri (industrially developed countries). Ini merupakan salah satu faktor penyebab kegagalan dari berbagai sistem industri dan sistem ekonomi di Indonesia. 3.2. Tataran nasional maupun internasional, sistem industri Indonesia tidak memiliki kemampuan responsif dan adaptif secara mandiri. Karenanya sangat lemah dalam mengantisipasi perubahan dan tak mampu melakukan tindakan-tindakan preventif untuk menghadapi terjadinya perubahan pasar, yang tidak hanya mencakup perubahan di dalam corak, sifat, kualitas, dan harga dari komoditas, tetapi juga berkembangnya hak azasi manusia, pelestarian lingkungan, liberalisasi perdagangan, dan sebagainya. 3.3. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk ke Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri. 3.4. Komposisi komoditi ekspor Indonesia pada umumnya bukan merupakan komoditi yang berdaya saing, melainkan karena adanya keunggulan komparatif yang berkaitan dengan (i) tersedianya sumber daya alam – seperti hasil perikanan, kopi, karet, dan kayu; dan (ii) tersedianya tenaga kerja yang murah – seperti pada industri tekstil, alas kaki, dan barang elektronik. Keunggulan komparatif, bukan keunggulan kompetitif, inilah yang dijadikan acuan untuk menarik investor. 3.5. Komoditi primer yang merupakan andalan ekspor Indonesia pada umumnya dalam bentuk bahan mentah (raw material), sehingga nilai tambah yang diperoleh sangat kecil. Misalnya Indonesia mengekspor kayu dalam bentuk gelondongan, yang kemudian diimpor lagi dalam bentuk mebel (furniture) karena terbatasnya penguasaan desain dan teknologi finishing. Halaman 2 dari 25
3.6. Masih relatif rendahnya kualitas sumber daya manusia. Hal ini sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan formal dan pola pelaksanaan pelatihan yang cebderung masih bersifat umum dan kurang berorientasi pada perkembangan kebutuhan dunia usaha. Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia akibat dari pola penyerapan tenaga kerja di masa lalu yang masih mementingkan pada jumlah tenaga manusia yang terserap (labor intensive) ketimbang kualitas tenaga manusianya (labor efficiency). 3.7. Tingginya biaya logistik juga memperlemah daya saing hampir semua komoditi yang dipoduksi Indonesia karena sektor logistik menghadapi banyak permasalahan, antara lain sebagai berikut: a) Masalah komoditas. b) Infrastruktur. c) Pelaku dan penyedia jasa logistik. d) Sumber daya manusia. e) Teknologi informasi dan komunikasi. f) Regulasi. g) Kelembagaan.
DINAMIKA DISKUSI 1.
Menyikapi Penanaman Modal Asing Ibarat rumah, sebelum kita menerima tamu, kita harus membereskan rumah kita terlebih dahulu agar kita bisa menjadi tuan di rumah sendiri. Peran serta para pelaku ekonomi di daerah harus ditingkatkan sehingga mendapat porsi yang lebih besar.
2.
Menyikapi dibangunnya Pabrik Semen di Papua Barat Perlu dilihat pola distribusi dan biaya yang akan berdampak pada harga jual. Jangan sampai produksi tidak bisa terserap secara maksimal karena pola distribusi yang tidak teratur dan harga jualnya menjadi lebih mahal bila dibandingkan dengan produksi luar Papua Barat.
3.
Menyikapi tingginya biaya logistik Perlu ada bedah tarif dari semua pihak yang terlibat dalam proses logistik agar bisa diketahui tingginya biaya logistik ada di titik yang mana.
4.
Terkait dengan semakin rendahnya utilitas kapal-kapal pelayaran rakyat akibat pengguna jasa yang berpindah menggunakan container, perlu ada edukasi kepada pengusaha pelayaran rakyat untuk menyikapi perubahan paradigma dalam dunia logistik dan transportasi.
5.
Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah lain sehingga pendekatan yang digunakan juga harus disesuaikan dengan karakteristik kewilayahan ditunjang dengan harmonisasi regulasi dan deregulasi.
6.
Di Sumatera Utara ada kasus dimana salah satu kapal pelayaran rakyat yang mengangkut general cargo dan ikan segar ditangkap aparat dengan alasan tidak memiliki Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI). Ini hal yang simpang siur dan perlu ada komunikasi dan koordinasi di tingkat pusat antara pihak-pihak terkait untuk membahas hal ini.
Halaman 3 dari 25
7.
KADIN saat ini fokus pada bagaimana meningkatkan nilai tambah pada komoditas nasional, salah satunya dengan memberi perhatian khusus pada sektor logistik. Karena itu diharapkan bahwa Ketua Umum KADIN di seluruh Indonesia memahami tentang logistik dan supply chain.
8.
Menyikapi kurangnya pelaku usaha asli Papua maka perlu adanya perhatian khususnya dari pemerintah dalam memberikan kesempatan kepada pelaku usaha asli Papua tanpa mengorbankan aspek prestasi kerja.
Halaman 4 dari 25
SESI 2
: GEOEKONOMI: STRATEGI UNTUK PEMBANGUNAN INDONESIA TIMUR Oleh : DR. Drs. Stepanus Malak, M.Si. Bupati Sorong
RINGKASAN PRESENTASI 1.
Program TOL LAUT ini menjadi bagian penting pelayaran MARITIM DUNIA dimana SORONG menjadi salah satu Pelabuhan Utama di bagian TIMUR dalam Program TOL LAUT ini.
2.
Posisi GEOGRAFIS mempengaruhi : 2.1. Geopolitik 2.2. Geostrategis 2.3. Geoekonomi
3.
Letak Pulau Papua yang STRATEGIS berbatasan langsung Sebelah Utara : Samudera Pasifik (Akses ke China, Amerika, Jepang) Sebelah selatan : Laut Arafuru (Akses ke Australia)
4.
Posisi strategis Sorong sebagai pintu gerbang Pulau Papua dapat dimanfaatkan sebagai jalur perekonomian nasional dan internasional.
5.
Papua Barat memiliki potensi Sumber Daya Alam yang melimpah, antara lain : 5.1. Potensi Minyak Bumi dan gas 5.2. Potensi Tambang dan Minerl seperti Nikel dan Batu bara 5.3. Potensi Batu Gamping dan Pasir Kwarsa 5.4. Potensi Hutan Produksi 5.5. Potensi Hutan Sagu Alam 5.6. Potensi Pertanian/Perkebunan 5.7. Potensi Peternakan 5.8. Potens Perikanan 5.9. Potensi Pariwisata
6.
Pemerintah memiliki program pengembangan infrastruktur untuk mempercepat pembangunan infrastruktur transportasi, energi, komunikasi, perumahan, air bersih, sanitasi dan pengelolaan lingkungan yang menjangkau seluruh kampung dan dapat dinikmati seluruh masyarakat.
7.
Papua Barat memiliki 6 Koridor Perhatian Investasi (KPI) yaitu : KPI 1 : Sorong – Bintuni (KEK Arar, Pelabuhan Utama Sorong, KEK Bintuni, Pertambangan, Pengoolahan Sagu Alam-Bioethanol) KPI 2 : Fak-fak – Kaimana (Agropolitan/Peternakan Sapi, Pertambangan, Perikanan, Perkebunan KPI 3 : Wondama – Ransiki (Perikanan, Perkebunan, Wisata Bahari) KPI 4 : Manokwari – Bintuni (Industri Semen, Pertambangan Batubara, Perkebunan) KPI 5 : Manokwari – Sorong (Pertambangan, Pertanian, Peternakan) KPI 6 : Kepulauan Raja Ampat (Wisata Bahari, Pertambangan, Perikanan) Halaman 5 dari 25
DINAMIKA DISKUSI 1.
Papua dan Papua Barat sedang mengalami pertumbuhan. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ini adalah dengan membangun Kawasan Ekonomi Khusus. Namun perlu ada harmonisasi regulasi Pemerintah Pusat agar berpihak kepada daerah.
2.
Dulu ada penerbangan langsung dari Biak ke luar negeri namun telah dihentikan. Bagaimana agar penerbangan langsung ini bisa dikembalikan sehingga ada akses langsung dari Papua/Papua Barat ke luar negeri untuk memperpendek jalur transportasi. Untuk mewujudkan hal ini perlu ada fasilitas khusus dan kemudahan-kemudahan. Selain itu potensi daerah harus terus dikembangkan agar ada komoditas unggulan daerah yang bisa diperdagangkan sehingga dapat membuka jalur transportasi udara langsung ke luar negeri.
3.
Indeks Pembangunan Manusia di Papua dan Papua Barat sangat rendah. Pembangunan di Papua dan Papua Barat belum secara maksimal dirasakan oleh orang asli Papua. Harus ada political will dari Pemerintah untuk menerapkan Otonomi Khusus secara sungguh-sungguh. Pengusaha Asli Papua harus diberikan lebih banyak kesempatan berusaha. Namun untuk mewujudkan hal ini Orang asli Papua harus mengubah mind set untuk menyesuaikan dengan perubahan dan perkembangan paradigma pembangunan. Para pelaku usaha asli Papua harus terus meningkatkan kapasitasnya agar dapat sejajar dengan orang lain.
Halaman 6 dari 25
SESI 3
: DISKUSI PANEL I I. PROGRAM AKSI PEMERINTAH DALAM MENYEIMBANGKAN KEGIATAN EKONOMI ANTARA WILAYAH BARAT DAN TIMUR INDONESIA Oleh : Ir. Tjahya Widayanti, MSc. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
II.
MEMBANGUN INFRASTRUKTUR DAN KEGIATAN USAHA LOGISTIK YANG IDEAL DENGAN LANSKAP EKONOMI DAN GEOGRAFI DI WILAYAH TIMUR INDONESIA Oleh : Zaldy Ilham Masita Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia
RINGKASAN PRESENTASI I 1.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia memiliki 3 (tiga) kebijakan umum yakni : 1.1. Peningkatan ekspor non-migas 1.2. Penguatan pasar dalam negeri 1.3. Pengamanan pasar dalam negeri Selain 3 (tiga) kebijakan umum tersebut, ada kebijakan pendukung yakni : “Meningkatkan Pelayanan Publik”
2.
Sasaran Kementerian Perdagangan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2016 adalah : 2.1. Pembangunan/Revitalisasi 1000 Pasar Rakyat, disertai pemberdayaan terpadu nasional di 100 pasar 2.2. Pertumbuhan PDB Sub Kategori Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 7,0% 2.3. Menjaga koefisien variasi harga kebutuhan pokok antar waktu dan antar wilayah masing-masing lebih kecil dari 9% dan 14,2%.
3.
Arah kebijakan dan strategi perdagangan dalam RKP 2016 adalah : 3.1. Arah Kebijakan : a) Peningkatan kuantitas sarana distribusi b) Peningkatan kualitas dan pemanfaatan sarana perdagangan c) Pengelolaan Impor 3.2. Strategi : a) Pasar Rakyat b) Sistem Resi Gudang (SRG) c) Pusat Distribusi Regional (PDR) dan Pusat Distribusi Propinsi (PDP) d) Pengelolaan Rantai Pasok Dingin e) Sistem Informasi Perdagangan Antar Wilayah f) Pemberdayaan Terpadu Nasional Pasar Rakyat g) Pengelolaan Early Warning System h) Penyerdehanaan Prosedur Saat Kelangkaan
Halaman 7 dari 25
4.
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang diarahkan untuk : 4.1. Menjaga keseimbangan antardaerah yg surplus dan daerah yg minus 4.2. Memperkecil kesenjangan harga antardaerah 4.3. Mengamankan distribusi barang yg dibatasi perdagangannya 4.4. Mengembangkan pemasaran produk unggulan setiap daerah 4.5. Menyediakan sarana dan prasarana antarpulau 4.6. Mencegah masuk dan beredarnya barang selundupan di dalam negeri 4.7. Mencegah penyelundupan ke luar negeri 4.8. Meniadakan hambatan perdagangan antarpulau
5.
Terdapat kondisi Imbalance antara wilayah barat dan timur Indonesia. 5.1. 81.24% PDB Indonesia ada di Wilayah Jawa, Sumatera, hanya 18.76% di wilayah lainnya (Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua dan Maluku) 5.2. Luas pulau Jawa dan Sumatera hanya 44.46% dari total wilayah Indonesia sementara populasi pulau Jawa dan Sumatera 82.22% dari total penduduk Indonesia.
6.
Biaya transportasi di wilayah timur Indonesia dibandingkan di wilayah barat. 6.1. Biaya Sea-fright ke wilayah Timur (Sby-Sorong) lebih mahal (3x) daripada ke Barat, karena faktor skala ekonomi / imbalance cargo dan infrastruktur di pelabuhan yang kurang mendukung. 6.2. Biaya Trucking di Sorong hampir 2x biaya trucking di Medan, karena faktor kualitas daya dukung infrastruktur pelabuhan, kondisi jalan dan kelancaran lalu lintas (tingkat kemacetan), serta peraturan lokal setempat.
7.
Rencana Aksi Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri : 7.1. Ketersediaan stok/pasokan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting a) Aspek Akurasi, Responsif dan Kontinuitas b) Instrumen Kebijakan 7.2. Peningkatan daya saing usaha di dalam negeri 7.3. Peningkatan daya saing UMKM 7.4. Peningkatan infrastruktur perdagangan 7.5. Tindak lanjut dan rencana aksi di daerah
8.
Rencana Aksi 1 : Ketersediaan stok/pasokan dan stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting 8.1. Aspek Akurasi, Responsif dan Kontinuitas a) Pengembangan Sistem Informasi yang lebih akurat dan tepat waktu - Pengembangan dan aktivasi gadget untuk pemantauan harga/stok/pasokan - Menambah Pasar Pantauan dari Pasar yang Telah Direvitalisasi oleh Kemendag - Penguatan kapasitas analisis data (SDM dan peralatannya) untuk penetapan dan pelaksanaan kebijakan - Membentuk Tim Kontributor tetap pemantau harga /stok/pasokan sebagai suplai data, dengan cara: Mengangkat orang – orang di daerah, meningkatkan pembiayaan operasional untuk insentif konstributor
Halaman 8 dari 25
b) Pengawasan pergudangan melalui Tanda Daftar Gudang (TDG), yakni Kewajiban mendaftardan melaporkan data keluar/masuk barang dan stok barang kebutuhan pokok dan barang penting (setiap tanggal 15). c) Pemantauan melalui Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) 8.2. Instrumen Kebijakan a) Tol Laut dan Gerai Maritim - Mengimplementasikan 3 trayek gerai maritim ke daerah terpencil dan terluar, yaitu 2 trayek dari Tanjung Perak dan 1 trayek dari Tanjung Priok. - Mengkoordinir pelaku usaha untuk menyiapkan barang yang akan dikirim ke daerah terpencil dan terluar. b) Kebijakan penetapan harga melalui mekanisme : Harga acuan dalam kondisi normal, harga khusus dalam festive season, harga subsidi. c) Fasilitas kemitraan usaha barang kebutuhan pokok antar daerah surplus dan daerah minus. d) Pengawasan termasuk verifikasi pasar, gudang dan pelabuhan yang berada di jalur distribusi utama e) Fasilitasi masyarakat berpenghasilan rendah, diantaranya melalui pasar murah f) Publikasi harga kepada masyarakat. 9.
Rencana Aksi 2 : Peningkatan daya saing usaha di dalam negeri 9.1. Memudahkan Pelaku Usaha dalam mengurus legalitasnya, salah satunya dengan mempercepat waktu proses izin seperti Tanda Daftar Perusahaan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menjadi 3 jam 9.2. Pemerintah memperoleh data akurat tentang pelaku usaha untuk pembinaan melalui Sistem Informasi Perusahaan Online (SIPO)
10. Rencana Aksi 3 : Peningkatan daya saing Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Melalui kebijakan Aktivasi, Promosi, Fasilitasi dan Peningkatan Kerja sama 10.1. Kebijakan waralaba (franchise) dan Penjualan langsung (direct selling/multi level marketing) 10.2. Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (TPMSE) 10.3. Perubahan Daftar Negatif Investasi (DNI) sejtor perdagangan dalam negeri 11. Rencana Aksi 4 : Peningkatan infrastruktur perdagangan Melalui Revitalisasi Pasar 11.1. Aspek FISIK : Meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang terbuka kawasan (urban realm). Pembangunan pasar di Maluku : 37 Pasar (Anggaran tahun 2015 = 132 Miliar, tahun 2016 = 65,6 Miliar) Pembangunan pasar di Papua : 64 Pasar (Anggaran tahun 2015 = 286,5 Miliar, tahun 2016 = 238,7 Miliar) 11.2. Aspek MANAJEMEN : Revitalisasi pasar harus juga mampu membangun manajemen penggelolaan pasar yang mengatur secara jelas aspek-aspek seperti hak dan kewajiban pedagang, tata cara penempatan, pembiayaan, fasilitas-fasilitas yang harus tersedia di pasar, standar operasional prosedur pelayanan pasar. 11.3. Aspek EKONOMI : Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek untuk mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic development). Halaman 9 dari 25
11.4. Aspek SOSIAL : Menciptakan lingkungan yang menarik (interesting) dan berdampak positif serta dapat meningkatkan dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realm). 12. Rencana Aksi 5 : Tindak lanjut dan rencana aksi di daerah 12.1. Stabilisasi harga a) Pemantauan dan pelaporan data/informasi di daerah yang konsisten dan akurat b) Menghasilkan MoU kerja sama perdagangan dari kegiatan kemitraan c) Kemandirian daerah dalam hal pembiayaan untuk kegiatan stabilisasi harga d) Optimalisasi kerja sama dengan pelaku usaha daerah melalui mekanisme CSR dalam kegiatan pasar murah e) Melakukan publikasi harga kepada masyarakat di daerah secara periodik f) Gerai Maritim : Menginformasikan dan mempersiapkan pelaku usaha agar menyiapkan barang yang akan diangkut serta memonitor dan melaporkan perkembangan harga g) Gudang : Melakukan pendataan dan pengawasan seluruh gudang yang ada di wilayahnya. 12.2. Peningkatan daya saing usaha Empat pilar peningkatan daya saing UMKM dapat diduplikasi di daerah dan pimpinan daerah sebagai koordinator pelaksana. 12.3. Revitalisasi Pasar a) Menyiapkan DED (Detail Engineering Design) bagi pasar yang akan direvitalisasi. b) Sosialisasi dan menyiapkan tempat sementara kepada pedagang c) Menyiapkan anggaran untuk pemeliharaan dan operasional pasar d) Menetapkan penggelola pasar dengan struktur seperti yang terdapat pada Standar Nasional Indonesia (SNI) pasar rakyat
RINGKASAN PRESENTASI II 1.
Kondisi Geografi & Demografi Papua yang mempengaruhi Logistik Infrastruktur 1.1. Luas daerah dengan penyebaran yang tidak merata 1.2. Penduduk 7 jiwa/km persegi 1.3. Akses darat sangat sulit 1.4. Outbound – komoditas tambang, hasil laut 1.5. Inbound – sembako, barang konsumsi, bahan bangunan 1.6. Volume minimal untuk container load
2.
Papua Logistik Setup 2.1. Kapasitas Infrastruktur untuk long term 2.2. Pemilihan Moda Transportasi yang tepat (Laut & Udara) 2.3. Akses yang murah untuk inbound untuk stabilisasi stock dan harga 2.4. Pembagian model Logistik untuk setiap type komoditas (pokok, strategis, konsumsi) 2.5. Pembangunan infrastruktur pendukung (Listrik, Air dan kawasan industry) 2.6. Investasi Infrastruktur oleh Pemerintah & BUMN 2.7. Pelaku Logistik oleh Swasta Beberapa langkah untuk jangka pendek untuk menurunkan biaya Logistik di Papua
.
Halaman 10 dari 25
3.1. Subsidi diberikan untuk memperbaiki fasilitas pelabuhan untuk menurunkan biaya pelabuhan 3.2. Pembebasan biaya pelabuhan origin dan destination untuk container kosong dari Indonesia Timur 3.3. Pembebasan biaya gudang di bandara origin dan destination untuk air cargo ke Indonesia Timur 3.4. BUMN & Swasta harus bersinergi untuk membangun Logistik di Papua – Indonesia 3.5. Memakai import beberapa komoditas tertentu untuk muatan balik dari Indonesia Timur ke Barat 3.6. Ecommerce delivery sebagai salah satu channel untuk distribusi 4.
Beberapa langkah untuk jangka panjang untuk menurunkan biaya Logistik di Papua 4.1. Membangun kawasan industri terpadu di beberapa lokasi logistics center (Sorong, Jayapura, Merauke) 4.2. Insentif pajak penghasilan untuk menarik SDM ke Papua 4.3. Mengembangkan komoditas outbound dari Papua untuk export atau lokal, untuk membalance load
DINAMIKA DISKUSI I dan II 1.
Volume Inbound dan Outbond di wilayah timur Indonesia tidak seimbang. Hal ini secara signifikan mempengaruhi biaya transportasi/freight cost
2.
Bila Pemerintah bisa menyelesaikan permasalahan logistik di Maluku dan Papua, maka permasalahan logistik Nasional bisa diselesaikan juga.
3.
Pemerintah berencana menjadikan Sorong sebagai Pelabuhan Hub Internasional, namun hingga saat ini belum ada payung hukumnya.
4.
BUMN seringkali memiliki kebijakan bisnis yang tidak sejalan dengan Road Map Logistik Nasional.
5.
Kebijakan Pemerintah sering berubah sehingga menimbulkan ketidak pastian.
6.
Pemerintah berencana untuk membangun 1000 pasar di seluruh Indonesia yang diharapkan dapat menggairahkan perekonomian daerah.
7.
Kota Sorong selalu mengalami inflasi (tahun 2014 di urutan 3 dan tahun 2015 di urutan 6). Hal ini terjadi karena sebagian besar barang masuk dari luar Papua.
8.
Usulan : 8.1. Subsidi angkutan bahan pokok dan strategis 8.2. Pembangunan gudang 8.3. Program-program pemerintah yang diharapkan dapat menurunkan inflasi
9.
Dulu pernah ada subsidi untuk ongkos angkut, namun saat ini sesuai informasi dari Kementerian Keuangan, anggaran subsidi tersebut telah diintegrasikan dengan dana Otsus. Halaman 11 dari 25
SESI 4
: DISKUSI PANEL II I. KEBIJAKAN NASIONAL SEKTOR LOGISTIK UNTUK MEWUJUDKAN INTEGRASI LOGISTIK DAERAH Oleh : Erwin Raza, SE., MM. Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI
II.
LOGISTIK, PERDAGANGAN DAN INTEGRASI INFRASTRUKTUR SEBUAH PENDEKATAN REALISTIS UNTUK MENYAMBUT PEMBERLAKUAN MEA Oleh : Dr. Nofrisel, SE., MM., CSLP Direktur Operasi & Pengembangan PT. Bhanda Ghara Reksa (Persero)
RINGKASAN PRESENTASI I 1.
Defenisi Logistik dalam Sistem Logistik Nasional adalah bagian dari Rantai Pasok yang menangani arus barang, arus informasi, dan arus uang melalui proses pengadaan, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan pelayanan pengantaran sesuai dengan jenis, kualitas, jumlah, waktu dan tempat yang dikehendaki konsumen, secara aman, efektif, dan efisien, mulai dari titik asal (point of origin) sampai dengan titik tujuan (point of destination).
2.
Fungsi Cetak Biru Sislognas Pasal 2 Perpres No.26 Tahun 2012: Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional berfungsi sebagai acuan bagi menteri, pimpinan lembaga non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam rangka penyusunan kebijakan dan rencana kerja yang terkait pengembangan Sistem Logistik Nasional di bidang tugas masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan pemerintah daerah sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan
3.
Enam Penggerak Utama Sislognas Paradigm : Ship follows the trade & Ship promotes the trade Based on Supply Chain Management 3.1. Komoditi Utama 3.2. Infrastruktur Transportasi 3.3. Pelaku dan Penyedia Jasa Logistik 3.4. Sumber Daya Manusia 3.5. Teknologi Informasi dan Komunikasi 3.6. Regulasi dan Kebijakan
4.
Rencana Aksi BIG WINS SISLOGNAS (Tahap I 2011 - 2015) 4.1. Pembangunan Pelabuhan Hub Laut Internasional Kuala Tanjung dan Bitung; Bandara Hub Internasional Jakarta, Kuala Namu dan Makasar 4.2. Pembangunan Pelabuhan Kali Baru, Jakarta 4.3. Pengoperasian Short Sea Shipping Pantai Utara Jawa dan Jalintim Sumatera Halaman 12 dari 25
4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11. 4.12. 4.13. 4.14. 4.15. 4.16. 4.17. 5.
Peningkatan Peran Kargo Kereta Api di Jawa dan Sumatera Sistem Otomasi informasi logistik INALOG Peningkatan kapasitas Kapal Perintis dan Nasional di Kawasan Timur Indonesia Pemberdayaan Pelayaran Nasional dan Pelayaran Rakyat Consolidated Container bagi eksportir UKM Pelayanan 24/7 kargo udara di Soeta Intl Airport Penguatan Penyedia Jasa Logistik Nasional sebagai pemain kelas dunia Revitalisasi BUMN Niaga menjadi Trading House komoditas pokok dan strategis serta unggulan ekspor Peningkatan peran BUMN dalam logistik pedesaan Terselenggaranya sistem pendidikan dan pelatihan profesi logistik nasional yang berstandar internasional Terwujudnya Pusat Distribusi Regional Komoditas Pokok dan Strategis pada tiap Koridor Ekonomi Harmonisasi regulasi dan kebijakan untuk mendorong efisiensi kegiatan ekspor/impor Penetapan tarif pelayanan jasa logistik dalam denominasi Rupiah Efektifnya pengoperasian Dry Port
Strategi perkuatan infrastruktur logistik Nasional di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
5.1. Transportasi Laut sebagai Tulang Punggung Sistem Logistik Nasional a) Kembangkan 24 pelabuhan strategis untuk mendukung tol laut b) Bangun Short Sea shipping (Coastal Shipping), terintegrasi dengan moda kereta api dan jalan raya 5.2. Kembangkan jaringan lalu-lintas angkutan jalan yang terintegrasi inter, intra dan antar moda, serta dengan pengembangan wilayah 5.3. Bangun sarana dan prasarana, serta industri transportasi, meliputi: a) Kembangkan Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung dan Bitung; b) Selesaikan Jalur KA Trans-Sumatera, dan tingkatkan jalur ganda; c) Bangun Jalur KA Trans-Kalimantan, Sulawesi dan Papua; d) Bangun jalan tol Trans-Sumatera, Trans-Jawa, Samarinda-Balikpapan, dan ManadoBitung; 5.4. Bangun Terminal Barang angkutan jalan; 5.5. Kembangkan 9 Bandara untuk pelayanan kargo (Kuala Namu, Soeta, Juanda, Syamsuddin Noor, Sepinggan, Hasannuddin, Samratulangi, Frans Kaisepo, dan Sentani) 6.
Konsep pengembangan Tol Laut di dalam RPJMN 2015-2019 dengan menjadikan Transportasi Laut sebagai Tulang Punggung Sistem Logistik Nasional 6.1. Pengembangan 24 pelabuhan strategis untuk mendukung tol laut; 6.2. Pengembangan Pelabuhan Hub Internasional Kuala Tanjung dan Bitung; 6.3. Membangun Short Sea shipping (Coastal Shipping); 6.4. Pembangunan dan pengembangan 200 pelabuhan non komersial sebagai sub feeder pengembangan Tol Laut 6.5. Subsidi Angkutan Laut Tetap dan Teratur untuk Kapal Barang dalam rangka Menunjang Tol Laut;
7.
NKRI dan Wawasan Nusantara (Wilayah Depan dan Wilayah Dalam) 7.1. Negara Maritim: Jalur laut dan udara dimanfaatkan sebesar-besarnya sebagai tulang punggung (backbone) Sistem Logistik Nasional. Halaman 13 dari 25
7.2. Menerima tamu di “ruang tamu”. Barang Impor diterima (receiving) di Wilayah Depan, lalu didistribusikan (delivery) ke Wilayah berlandaskan azas cabotage. 7.3. Bukan semata sektor perhubungan. Efektifitas strategi wilayah depan dan wilayah dalam ini melibatkan dan memerlukan dukungan seluruh pemangku amanah pembangunan (sektor dan wilayah) serta pemangku kepentingan. 8.
Pusat Logistik Berikat 8.1. PP No. 85 tahun 2015 tentang Tempat Penimbunan Berikat, dan PMK Nomor 272/PMK.04/2015 Tentang Pusat Logistik Berikat (PLB) 8.2. PLB adalah Kawasan Pabean yang digunakan untuk menimbun barang impor atau asal Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) dengan tujuan tertentu. 8.3. Fasilitas: Penangguhan Bea Masuk, Pembebasan Cukai, Tidak Dipungut Pajak Dalam Rangka Impor, (seperti pelabuhan tanpa kepabeanan) 8.4. Tujuan: Membangun fasilitas industri dan perdagangan yang efisien, karena lebih dekat dengan kegiatan ekonomi yang menurunkan biaya logistik
9.
Inland Free Trade Area (FTA) 9.1. Suatu terobosan pengembangan industri melalui fasilitas perdagangan bebas di dalam negeri. Suatu barang impor yang dibuat di Indonesia (inland) mendapatkan preferensi tarif yang sama dengan barang impor dalam kerangka FTA (0%), apabila tingkat kandungan lokalnya minimal 30% atau 40%. 9.2. Fasilitas: a) Bahan Baku, Bahan Penolong, dan Komponen asal Impor: BM di tangguhkan b) Local Resources (TKDN minimal 40% untuk barang jadi dan 30% untuk intermediary products: PPN tidak dipungut c) Barang Jadi atau Intermediary Products, industri tertentu: - untuk tujuan ekspor: BM 0%, BM + PPN Input dibebaskan, kecuali Bahan baku untuk produk tertentu - Untuk Pasar Dalam Negeri: (BM 0%, BM input dipungut) + PPN 9.3. Berlaku untuk kawasan dan sektor tertentu sesuai dengan prioritas yang ditetapkan Kemenperin. 9.4. Tujuannya: (1) mendorong penggunaan produk dalam negeri dalam kegiatan industri; (2) mengurangi impor dengan mengembangkan industri substitusi impornya; (3) mendukung perluasan industri, (4) mengurangi waktu/biaya inventory, dan (5) mendorong peningkatan ekspor.
10. Kawasan Industri Membangun ekosistem yang atraktif bagi pengembangan industri dan perdagangan yang nyaman, aman, efisien melalui penyediaan kawasan pengembangan investasi yang terintegrasi sebagai bagian dari supply chains (integrasi pelabuhan dan pergudangan/logistics center, dll) 11. Identitas Tunggal Importir 11.1. Permendag Nomor 70/M-DAG/PER/9/2015 tentang Angka Pengenal Improtir, bahwa API sebagai Identitas tunggal Importir, terdiri dari : Importir API Umum (API-U); dan API Produsen (API-P); 11.2. API-U untuk perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan; Halaman 14 dari 25
11.3. API-P untuk perusahaan yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri sebagai barang modal, bahan baku, bahan penolong, dan atau bahan untuk mendukung proses produksi. 12. Insentif Transportasi 12.1. PP Nomor 69 Tahun 2015 tentang Impor dan Penyerahan Alat Angkutan Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang merevisi PP No 146 Tahun 2000 12.2. Tujuan: insentif berupa PPN tidak dipungut bagi alat angkut tertentu (Kapal Laut, Kereta Api, Pesawat) 13. Single Billing Menyatukan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (single billing) oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengoperasikan pelabuhan. Sebagai penegasan pelaksanaan Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2013 tentang Panduan Penyusunan Pengelolaan Teknologi Informasi BUMN. 14. Penurunan Biaya Kepelabuhanan 14.1. PP Nomor 74 Tahun 2015 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Kepelabuhanan Tertentu Kepada Perusahaan Angkutan Laut yang Melakukan Kegiatan Angkutan Luar Negeri 14.2. Penyerahan jasa kepelabuhanan tertentu oleh BUP kepada perusahaan angkutan laut yang melakukan kegiatan Angkutan Laut Luar Negeri, dibebaskan dari Pengenaan PPN, berupa: (1) Jasa pelayanan kapal: labuh, pandu, tunda, dan tambat: (2) Jasa pelayanan barang: bongkar muat, peti kemas sejak sampai ke lapangan penumpukan dan/atau sejak dari lapangan penumpukan sampai ke kapal. 15. Agregator/Konsolidator Ekspor UMKM 15.1. Penugasan Menteri BUMN kepada BUMN logistik agar bersinergi dengan BUMN lainnya untuk membangun agregator/konsolidator bagi produk/komoditi ekspor UKM. 15.2. Mendorong kreativitas dan perluasan kegiatan ekonomi masyarakat dalam menciptakan nilai tambah produk UKM dan produk unggulan daerah (geograpical indication dan ekonomi kreatif) yang berdampak langsung terhadap ekonomi pedesaan seperti produk pertanian, perkebunan, perikanan, tekstil dan garmen, funiture, industri pengolahan, dan barang seni. 15.3. Meningkatkan konektivitas ekonomi desa-kota serta ekspor Indonesia ke pasar ASEAN dan global. 15.4. Agregator: memasarkan produk UKM ke luar negeri melalui exhibition, store, atau online; branding produk; memastikan sales and purchase agreement dengan buyer berjalan dengan baik; pembinaan produk kepada UKM; inovasi produk. 15.5. Consolidator: memastikan produk dikirim kepada buyer (kemudahan ekspor, sertifikasi, standarisasi, pengepakan, tepat jumlah, terjaga kualitas); Efisiensi biaya logistik melalui konsolidasi kargo ; on time delivery 16. Dominasi Rupiah (Kurs) 16.1. Pembayaran beberapa kegiatan logistik seperti transportasi laut dan pergudangan masih menggunakan tarif dalam bentuk mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang Rupiah dengan besaran kurs yang ditentukan oleh masing-masing pemberi jasa Halaman 15 dari 25
(tidak ada acuan kurs). Pada umumnya ketentuan kurs yang digunakan di atas kurs Bank Indonesia. 16.2. Maka diperlukan kepastian tarif dalam bentuk mata uang rupiah dengan merevisi Instruksi Menteri Perhubungan No. 3 tahun 2014. 17. Inaportnet System 17.1. Efektifitas Portal Indonesia National Single Window (INSW) dalam rangka penyelesaian dokumen kepabeanan belum didukung oleh sistem informasi pergerakan barang di pelabuhan yang terintegrasi (inaportnet), seperti yard planning system, kepabeanan, delivery order, trucking company, hingga billing system. 17.2. Maka perlu pengembangan port system menjadi inaportnet yang terintegrasi ke dalam INSW. 18. Revisi Daftar Negatif Investasi (DNI) 18.1. Revisi Pepres No. 39/2014 tentang Jenis/Bidang Usaha Yang Tertutup dan Terbuka Dengan Persyaratan (Daftar Negatif Investasi) 18.2. Terdapat 268 sektor yang dicadangkan untuk UMKMK: a) UMKMK bebas memasuki semua bidang usaha, yang sebelumnya ada pembatasan dengan PT. b) Diantaranya, terdapat 110 sektor merupakan bentuk kemitraan UMKMK dengan share dimulai dari 48% sampai dengan 62%, dengan pola inti plasma, subkontrak, keagenan, dan waralaba, antara lain: perbenihan perkebunan dengan luas 25 ha atau lebih, perdagangan eceran melalui pemesanan pos dan internet. 18.3. Peningkatan Kepemilikan Modal Asing antara lain: Pengelolaan jasa kepelabuhan menjadi 67% , jasa pergudangan menjadi 67%, jasa cold storage menjadi 100%, dll 19. Perkembangan Kawasan Industri Teluk Bintuni 19.1. Profil : a) Desa Onar Baru, Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni Papua Barat b) Luas Lahan ±2112 Ha c) Basis Industri Pupuk dan Petrokimia d) Nilai Investasi ± Rp 31,4 T e) Pengelola kawasan : PT Pupuk Indonesia f) Proyeksi kebutuhan tenaga kerja : 51.500 orang 19.2. Progress : a) Status lahan sudah dalam bentuk APL (Area Penggunaan Lain); b) Sudah dilakukan pengukuran lahan oleh BPN Propinsi Papua Barat; c) Rencana pembangunan akses jalan ke Kawasan industri ± 35 Km telah masuk dalam Renstra Kementerian PU-PERA 19.3. Masalah : a) Belum adanya kepastian harga gas untuk PT. Pupuk Indonesia. PT. Pupuk Indonesia tidak dapat menggunakan skema yang sedang dibuat oleh Pemerintah melalui Peraturan Presiden tentang Penetapan Harga Gas Bumi Tertentu karena belum melakukan kontrak hingga kini. b) Kemeneg BUMN meminta untuk pengelolaan kawasan industri sebaiknya dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. c) Belum selesainya Perda mengenai penetapan tanah hak ulayat marga Agofa akan berdampak pada saat pelepasan tanah. d) Relokasi Penduduk setempat sebanyak 88 KK. Halaman 16 dari 25
e) Belum ada ketersediaan jaringan listrik dan power plant ±200 MW. f) Belum ada ketersediaan air baku ± 2000 L/detik 19.4. Perkembangan per 2015 : Sudah diselesaikannya penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) sekitar kawasan industri 19.5. Rencana kegiatan 2016 : Koordinasi dalam rangka penyelesaian harga gas dan pelepasan tanah hak ulayat lokasi kawasan industri 20. Usulan KEK Sorong 20.1. Luas wilayah : 524 Ha 20.2. Pengusul : Kementerian Koordinator Bidang Maritim 20.3. Rencana Bisnis : a) Galangan Kapal b) Agroindustri : Sawit, Pengolahan daging sapi, Pengolahan sagu c) Logistik 20.4. Nilai investasi : Rp. 2,396 T (Investasi pembangunan kawasan hingga tahun 2020) 20.5. Proyeksi Tenaga Kerja 15.024 orang hingga tahun 2020 20.6. Kesiapan infrastruktur : a) Akses jalan Aimas-Arar (kondisinya baik) b) Pelabuhan Umum Sorong – 33 Km c) Pelabuhan Peti Kemas Sorong – 35 Km d) Pelabuhan Ro-Ro Arar – 0 Km e) Pelabuhan Arar – 0 Km f) PPI Katapop – 25 Km g) Pelabuhan Khusus Petrochina – 65 Km h) Rencana Pelabuhan Seget – 65 Km i) Bandar Udara Sorong – 30 Km j) Rencana Bandar Udara Segun – 35 Km k) Sumber air baku permukaan dari sungai Warsamson. Tahun 2016 – rencana pengerjaan intake dan jaringan air ke wilayah Arar. 20.7. Kesiapan Lahan : a) Sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sorong 2011-2031 Nomor 3 tahun 2012 b) Status HPL Pemda Sorong 198,5 Ha; Tanah adat dalam proses sertifikasi Pemda 100 Ha c) Lokasi yang diusulkan sebagian besar merupakan lahan kososng siap bangun 20.8. Kesiapan Investor: Terdapat perusahaan existing yang telah beroperasi di dalam lokasi usulan KEK : Semen Gresik (packaging semen), Bumi Sarana Utama (aspal curah), Henrison Iriana (Plywood/kayu lapis), Petrochina Int. Bermuda (gas alam) 20.9. Dukungan Pemerintah Daerah : Pemerintah Kabupaten Sorong dan Propinsi Papua Barat mendukung pengembangan KEK Sorong dengan Surat Komitmen Dukungan. 20. Hal-hal yang perlu segera diselesaikan 20.1. Pembentukan Konsorsium BUMN dari PT Pelindo IV, PT Perinus, dan BUMD Sorong untuk menjadi Badan Usaha Pengelola KEK 20.2. Kepastian Pembiayaan Pembangunan Kawasan Usulan KEK Sorong Halaman 17 dari 25
RINGKASAN PRESENTASI II 1.
Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar di 33 Propinsi (catatan: per 25 Oktober 2012, sudah ada 34 Propinsi). Manajemen logistik dan perdagangan di Indonesia mencakup aktivitas dengan skala ekonomi yang sangat besar.
2.
Potensi, Permasalahan dan Tantangan 2.1. Potensi : a) Sumber Daya Alam melimpah - Gas Alam : Cadangan sekitar 165 Trillion Cubic Feet (TCF) – Produksi rata-rata 3 TCF per tahun - Thermal Coal (Batubara CV rendah) : Indonesia adalah Eksportir terbesar kedua di dunia (setelah Australia-red) - Panas Bumi : Indonesia adalah penyimpan 40% sumber panas bumi dunia (terbesar di dunia) - Minyak Kelapa Sawit : Indonesia adalah eksportir terbesar di dunia - lebih dari 19 juta ton per tahun (sesuai data United States Department of Agricultur, produksi minyak sawit/palm oil Indonesia periode 2014/2015 mencapai 33 juta MT. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menyebutkan produksi minyak sawit pada tahun 2015 mencapai 32,5 ribu MT dengan total ekspor mencapai 26,4 juta MT-red) - Kakao : Produsen kedua terbesar di dunia dengan produksi 770 ribu ton per tahun (data dari FAO, pada tahun 2013 Indonesia menempati posisi ketiga produsen kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana dengan total produksi 777.500 ton-red) - Timah : Produsen terbesar kedua di dunia dengan produksi 65 ribu ton per tahun. (Data US Geological Survey menyebutkan bahwa produksi timah Indonesia pada 2013 mencapai 95.200 Ton dengan cadangan 800.000 Ton-red) - Nikel : Indonesia memiliki 12% cadangan nikel dunia atau keempat terbesar. (Produksi nikel Indonesia berdasarkan data US Geological Survey pada tahun 2013 mencapai 440.000 Ton-red) - Bauksit : Indonesia adalah produsen ke-4 terbesar di dunia dan penyimpan cadangan ke-7 di dunia. (Data USGS: Produksi Bauksit Indonesia tahun 2013 mencapai 55.700 Ton dengan cadangan 1.000.000 Ton-red) b) Pasar domestik besar - Jumlah penduduk Indonesia sesuai sensus penduduk tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa. Diprediksi hingga tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 285 juta jiwa. - Perbandingan persentase penduduk perkotaan dan pedesaan sesuai sensus penduduk tahun 2010 adalah 49,79% : 50,21%. Diperkirakan perbandingan persentase penduduk perkotaan dan pedesaan pada tahun 2025 adalah 60% : 40% 2.2. Permasalahan : a) Export berupa Raw Material b) Nilai tambah rendah c) Penduduk terkonsentrasi di wilayah perkotaan dan Pulau Jawa d) Ketimpangan pembangunan wilayah Barat-Timur dan wilayah Dalam-Depan e) Human Development Index Indonesia berada di urutan 108 dari 169 Negara 2.3. Tantangan : Halaman 18 dari 25
a) Membangun Sistem Ekonomi Untuk Meningkatkan Kesejahteraan b) Integrasi Logistik ASEAN tahun 2013 dan Integrasi Pasar ASEAN tahun 2015 c) Integrasi Pasar Global tahun 2020 3.
Penurunan Biaya Logistik : Fokus ke Sistem Logistik Berbasis Maritim 3.1. Paradigma lama : Setiap moda transportasi (Kapal, Kereta Api, Truk, Kargo Udara) saling terpisah dan diatur dengan regulasi masing-masing. 3.2. Paradigma baru : Menggunakan Inter-modal Transportation dengan jaringan Hubs dan Spokes 3.3. Jaringan transportasi laut sebagai tulang punggung (backbone) berperan sangat strategis dalam memperlancar distribusi atau pengiriman barang dan jasa, baik domestik maupun luar negeri, dalam rangka menciptakan keunggulan bersaing nasional, khususnya produk dan jasa logistik. Namun peran ini sangat bergantung pada dukungan infrastruktur yang baik dan sistem perdagangan yang menguntungkan.
4.
Struktur Biaya Logistik global : 4% 6%
>> 1. Administration
24%
>> 3. Inventory Carrying Cost
>> 2. Order Processing
>> Total (1-4) : 61% Logistics System
5.
27%
>> 4. Warehousing
39%
>> 5. Transportation Charge
Implikasi MEA terhadap Peran Dunia Usaha 5.1. Tantangan utama kita adalah bagaimana meningkatkan cost efficiency dlm rantai supply chain 5.2. Perlunya mapping biaya logistik untuk mencapai keseimbangan dengan tujuan akhir menurunkan total cost 5.3. Membangun Pusat Distribusi a) Pusat Distribusi berperan sbg Logistics Service Provider (incl. Regional Distribution Center - RDC, Value Added Services - VAS, Delivery to Market - D2M services) dan Market Place (Kiosks) Tenant Management, bisa dimiliki oleh Swasta, BUMN atau Pemerintah Setempat b) Pemerintah Kota/Kab menyiapkan properti (land & building) c) Para Distributor ataupun BUMN/BUMD menjual barang2nya via local partner Halaman 19 dari 25
5.4. Tersedianya Pusat Distribusi dengan dukungan a) Teknologi untuk material handling & warehouse management system (WMS) b) Secara fisik ada bangunan yang mengintegrasikan kegiatan trading, logistik dan distribusi, tetapi bukan sekedar pasar c) Ada pengawasan dan evaluasi yang intensif d) Pola relasi yang kuat di antara sesama pihak dalam rantai supply chain managementnya e) Regulasi yang tepat dan jelas
DINAMIKA DISKUSI I dan II 1.
Ada usulan agar Pemerintah membangun Pelabuhan Hub Internasional di Sorong. Namun Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk membangun Pelabuhan Hub Internasional di Bitung yang mewakili wilayah timur Indonesia. Selain itu perlu dikaji apakah untuk jangka panjang pembangunan pelabuhan hub internasional di Sorong akan efektif. Jangan sampai pelabuhan tersebut menjadi tidak produktif dan kemudian tutup.
2.
Pemerintah diharapkan serius dalam mengeksekusi rencana aksi untuk pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus di Papua dan Papua Barat dalam rangka memaksimalkan potensi komoditas unggulan daerah yang dapat meningkatkan aktivitas perdagangan dan pertumbuhan ekonomi daerah.
3.
Pemerintah berencana untuk membangun jaringan kereta api trans Papua, namun sejauh mana pemanfaatan jalur kereta api ini nantinya baik untuk angkutan penumpang maupun barang harus dikaji dengan cermat agar tidak mubazir.
4.
Salah satu kendala pembangunan infrastruktur di Papua dan Papua Barat adalah masalah pembebasan lahan. Kerja sama antara Pemerintah Pusat dan daerah harus dimaksimalkan serta pendekatan yang bersifat sosio-kultural harus dikedepankan untuk menyikapi hal ini.
5.
Salah satu solusi dalam mendorong peningkatan produk UMKM adalah sinergi antara BUMN Trading dan Logisitik yang dapat memberikan layanan perdagangan yang efektif, memenuhi standar kualitas, serta layanan logistik end to end yang mendorong availability dan efficiency. Namun hal ini tidak boleh sampai mematikan usaha trading dan logistik yang berskala UMKM.
Halaman 20 dari 25
SESI 5
: REVITALISASI DAN PENGEMBANGAN PELABUHAN DI LINGKUNGAN PT PELINDO IV (PERSERO) Oleh : Ir. Alif Abadi Direktur Operasi & Komersial PT. Pelindo IV (Persero)
RINGKASAN PRESENTASI 1.
PT. Pelindo IV memiliki wilayah kerja sekitar 45% dari wilayah Indonesia yang dicover oleh 4 BUMN Pelabuhan. Ada 26 Cabang Pelabuhan yang diusahakan oleh PT. Pelindo IV. Selain itu ada 87 pelabuhan lain yang dikelola oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) yang adalah Unit Pelaksana Teknis di bawah Kementerian Perhubungan.
2.
Karakteristik umum pelabuhan di kawasan timur Indonesia : 2.1. Cargo Imbalance (Inbound cargo lebih besar dari Outbond cargo) 2.2. Lokasi pelabuhan menyatu dengan pusat kota 2.3. Back up area untuk pengembangan sangat terbatas 2.4. Proses bongkar muat belum standar 2.5. Waktu tunggu relative cukup lama 2.6. Kedalaman pelabuhan umumnya tidak dirancang untuk deep sea port. 2.7. Berperan hanya sebagai feeder port.
3.
Pergerakan Peti Kemas di Indonesia sebagian besar ada di wilayah barat. Hal ini terjadi karena: 3.1. Industri tidak merata 3.2. Infrastruktur dan Kapasitas Terpasang Relatif Rendah 3.3. Network Pelabuhan-Pelabuhan KTI Relatif Terbatas a) Dominan Melayani Cargo Domestik. b) Transhipment Service diambil alih Surabaya dan Jakarta 3.4. MLO (Main Line Operator) / Shipping Line sangat Concern dengan Cargo Volume dan Produktivitas / port stay 3.5. Pergerakan Barang Mengacu Pada Mekanisme Pasar
4.
Upaya-upaya untuk mereduksi keterbatasan kepelabuhanan dalam rangka menghadapi MEA 4.1. Mempercepat pertumbuhan magnet ekonomi di KTI a) KEK dan Kawasan Industri b) Insentif dan Jaminan Investasi 4.2. Integrasi infrastruktur dan network transportasi laut a) Pemerintah > Infrastruktur ekonomi b) Port/Service Provider > Kapasitas dan Network c) Entitas Usaha > Cargo Volume / Produksi 4.3. Maritime Reform a) Kepastian dan keseimbangan barang (outbond dan inbond cargo) b) Kapasitas pelabuhan yang memenuhi syarat c) Carrier yang reguler dan connected dengan International network d) Foreland, hinterland serta inland access yang terintegrasi e) Interconnectivity
Halaman 21 dari 25
5.
Program Strategis Pelindo IV 5.1. Revitalisasi Pelabuhan / Terminal existing a) Zonasi dan spesialisasi terminal b) Full mekanisasi c) Integrasi sistem pelayanan 5.2. Pengembangan pelabuhan di lokasi baru a) New Terminal / New Port b) New Entity (Kerja sama) 5.3. Pengembangan Networking a) International Direct Call (misalnya : Rute Makassar – Hongkong – Korea – Jepang) b) Fasilitasi rute-rute baru 5.4. Integrasi Pelabuhan dan Kawasan Ekonomi Khusus
6.
Rencana Pengembangan Pelabuhan di wilayah PT. Pelindo IV 6.1. Pelabuhan Sorong (2015-2036) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 250.000300,000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 250 m c) Reklamasi : 5 Ha d) Container Crane : 2 unit e) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang f) Modernisasi Terminal Penumpang 6.2. Pelabuhan Jayapura (2015-2034) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 200.000225.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 462 m c) CY : 4,5 Ha d) RTG : 5 unit e) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang f) Perluasan lokasi pengembangan pelabuhan (pembebasan area sekitar) 6.3. Pelabuhan Manokwari (2015-2035) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 200.000250.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 337 m c) CY : 5 Ha d) Fix Crane : 2 unit e) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang 6.4. Pelabuhan Biak (2015-2034) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 125.000150.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 120 m c) CY : 3 Ha d) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang 6.5. Pelabuhan Merauke (2015-2035) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 100.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 233 m c) CY : 2 Ha d) Fix Crane : 2 unit Halaman 22 dari 25
e) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang 6.6. Pelabuhan Fakfak (2015-2034) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 50.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 181 m (penambahan 81 m) c) CY : 10,598 Ha d) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang 6.7. Pelabuhan Ternate (2015-2035) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 150.000200.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 100 m c) CY : 3 Ha d) Container Crane : 2 unit e) Pengembangan Pelabuhan melalui reklamasi dan restrengthening/perkuatan dermaga f) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang 6.8. Pelabuhan Ambon (2015-2025) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 200.000 TEU’s per tahun b) Pengembangan dermaga : 50 m c) CY : 4 Ha d) Container Crane : 2 unit e) RTG : 2 unit f) Pengembangan pelabuhan akan dilakukan pada lokasi baru g) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang 6.9. Pelabuhan Bitung (2015-2025) a) Kapasitas pelabuhan untuk pelayanan peti kemas akan ditingkatkan menjadi 750.000 TEU’s per tahun b) Total dermaga : 1.890 m c) CY : 25 Ha d) Container Crane : 10 unit e) Pengembangan pelabuhan akan dilakukan pada lokasi baru yaitu Tanjung Merah f) Zonasi pelayanan petikemas, general cargo, dan penumpang
DINAMIKA DISKUSI 1.
Dukungan Pemerintah seperti setengah hati dalam mengembangkan sistem logistik khususnya di Indonesia Timur. Sebagai contoh: Pelabuhan Bitung sebagai Hub Internasional pernah dikunjungi oleh Maersk Lines. Namun setelah kurang lebih satu tahun kemudian berhenti beroperasi karena sedikitnya volume cargo yang bisa diangkut. Selanjutnya Maersk Lines juga masuk ke Makassar. Jangan sampai kondisi serupa terjadi juga di Makassar.
2.
Pemerintah harus lebih serius dalam mengembangkan dan mengimplementasikan sistem National Single Window (NSW). Selain itu perlu ada integrasi sistem pelayanan jasa kepelabuhanan yang menghubungkan semua pelabuhan di Indonesia. Karena itu PT. Pelindo IV akan melakukan standarisasi pelayanan khususnya pelayanan peti kemas di Terminal Peti Halaman 23 dari 25
Kemas. PT. Pelindo IV juga sedang menyiapkan sistem terintegrasi untuk seluruh cabang pelabuhan. 3.
Terkait rencana reklamasi untuk pengembangan Pelabuhan Sorong, diharapkan tidak sampai merusak lingkungan. Apalagi seperti diketahui rencana reklamasi tersebut akan mencakup areal pantai yang selama ini menjadi tempat wisata maupun lokasi menikmati sunset yang indah di Kota Sorong. Perlu dipahami bahwa rencana pengembangan pelabuhan Sorong sudah melalui tahapantahapan dan telah mendapatkan rekomendasi dari daerah. Namun bila masih ada hal-hal yang perlu didiskusikan, maka PT. Pelindo IV terbuka untuk pembicaraan lebih lanjut.
4.
Harus ada keberpihakan kepada kawasan Indonesia Timur khususnya Maluku dan Papua demi mengakselerasikan pemerataan pembangunan ekonomi dan mensejajarkannya dengan wilayah lain. Terkait dengan upaya menekan biaya logistik, harus ada keterbukaan dan goodwill dari semua pihak untuk membuka konstruksi tarif/biaya masing-masing termasuk biaya di pelabuhan dan melihat bersama pos-pos biaya apa saja yang bisa disesuaikan agar secara real dapat menyumbang dalam menurunkan biaya logistik.
Halaman 24 dari 25
KESIMPULAN 1.
Mengikuti pemaparan dan dinamika diskusi yang terjadi selama Seminar Nasional ini, dapat disimpulkan bahwa Kawasan Timur Indonesia khususnya Maluku dan Papua belum benarbenar siap menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN.
2.
Wilayah Timur Indonesia memiliki potensi kewilayahan yang besar namun belum dikelola secara maksimal.
3.
Sistem Logistik Nasional yang diharapkan dapat menekan biaya logistik dan meningkatkan daya saing belum diimplementasikan secara baik. Kebijakan Pemerintah dalam hal ini terkesan tidak sinkron dan harmonis antar kementerian maupun lembaga pemerintah lainnya.
4.
Implementasi Sistem Logistik Nasional masih diwarnai dengan perbedaan pendapat dan pemahaman di antara Pemerintah, Akademisi/Pengamat, maupun Pelaku/Penyedia Jasa Logistik.
5.
Percepatan pembangunan dan pemberdayaan potensi lokal serta institusi ekonomi kerakyatan termasuk di dalamnya pengembangan Geoekonomi, Kawasan Ekonomi Khusus, komoditas unggulan daerah, Infrastruktur logistik dan perdagangan serta faktor-faktor penting lainnya khususnya di Maluku dan Papua harus terus didorong dan dikawal agar benarbenar terealisir untuk kesejahteraan masyarakat.
6.
Pada akhirnya siap tidaknya Wilayah Indonesia Timur khususnya Maluku dan Papua dalam menghadapi persaingan MEA akan dipengaruhi oleh ada tidaknya keberpihakan semua pihak yang berkepentingan untuk memberikan perlakuan khusus kepada wilayah ini dalam pembangunan ekonominya.
Halaman 25 dari 25