Departemen Federal bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Penelitian Sekretariat Negara Swiss bidang Ekonomi SECO
Konfederasi Swiss
Dukungan Swiss untuk Pembangunan Ekonomi
Strategi Kerja Sama Pembangunan Ekonomi Indonesia 2013-2016
Indonesia
1
Sekretariat Negara Swiss bidang Ekonomi (SECO) perdagangan SECO diupayakan untuk mengintegrasikan negara-negara mitra ke dalam perekonomian global dan membangun pertumbuhan ekonomi yang memiliki tanggung jawab sosial dan ramah lingkungan. Divisi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan mendasarkan kegiatan-kegiatannya pada pengalaman dan kompetensi yang dimilikinya pada bidang-bidang tertentu guna memajukan kebijakan ekonomi dan fiskal, infrastruktur dan utilitas perkotaan, sektor swasta dan kewirausahaan, perdagangan berkelanjutan, dan pertumbuhan yang ramah lingkungan. Penekanan khusus diberikan pada isuisu terkait tata kelola ekonomi dan gender. SECO dipimpin oleh Sekretaris Negara Marie-Gabrielle Ineichen-Fleisch. Divisi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan SECO, yang Sasaran terpenting dalam kerja sama internasional Swiss dikepalai oleh Duta Besar Beatrice Maser Mallor, memiliki ialah pembangunan global yang berkelanjutan yang dapat 70 pegawai yang bekerja di kantor pusat dan memiliki mengurangi kemiskinan dan risiko-risiko global. Oleh anggaran sekitar CHF 300 juta per tahun. sebab itu, langkah-langkah kebijakan perekonomian dan Divisi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan SECO bertanggung jawab melakukan perencanaan dan implementasi kegiatan kerja sama ekonomi dan pembangunan dengan negara-negara berkembang yang berpendapatan menengah, dengan negara-negara Eropa Timur dan Commonwealth of Independent States (negara-negara transisi), serta negara-negara anggota baru Uni Eropa. SECO mengkoordinasikan hubungan antara Swiss dan Kelompok Bank Dunia, bank-bank pembangunan regional, dan badan/organisasi PBB yang bergerak di bidang ekonomi. SECO merupakan bagian dari Departemen Federal Swiss bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Penelitian.
2
Indonesia
Pengantar Mesir, Ghana, Afrika Selatan, Indonesia, Vietnam, Kolombia, Peru – semuanya merupakan negara dengan perekonomian yang berkembang pesat yang berada di ambang integrasi pasar global namun masih menghadapi permasalahan kemiskinan. Negara-negara tersebut merupakan negara yang menjadi prioritas kegiatan SECO sejak tahun 2008 dan, ditambah dengan Tunisia, seluruh negara tersebut akan tetap menjadi fokus upaya penguatan yang kami berikan selama empat tahun ke depan. Seluruh negara mitra yang menjadi prioritas SECO termasuk dalam kategori negara berpendapatan menengah. Seiring dengan meningkatnya peranan mereka dalam perekonomian global, kontribusi negara-negara tersebut juga akan menjadi semakin penting, misalnya, dalam hal penyediaan barang publik di skala global. Meskipun negara-negara tersebut mengalami tingkat pertumbuhan yang pesat, pembangunan yang terjadi masih bersifat rapuh. Kemiskinan serta kesenjangan sosial masih dijumpai, dan turut diimbuhi berbagai tantangan global lainnya seperti urbanisasi, hambatan infrastruktur, dan pengangguran. Melalui kerja sama di bidang ekonomi, SECO berupaya mendukung integrasi negara-negara mitra ke dalam perekonomian global serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang mengutamakan tanggung jawab sosial dan ramah terhadap lingkungan. Pendekatan tersebut berkaitan dengan tantangan-tantangan utama yang dihadapi negara berpendapatan menengah. Negara berpendapatan menengah juga menjadi titik penghubung pembangunan yang penting dan dapat menjadi contoh yang berharga bagi negara-negara tetangga di tingkat regional. Berbagai kegiatan SECO didasarkan pada pengalaman kami selama bertahun-tahun di bidang kerja sama internasional serta keahlian khusus kami dalam bidang ekonomi. Upaya-upaya kami dalam memperkuat kebijakan fiskal dan ekonomi, mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan, mendukung sektor swasta dan kewirausahaan, mempromosikan perdagangan berkelanjutan, atau mendorong pertumbuhan yang ramah-iklim seluruhnya diselaraskan dengan kebijakan perdagangan luar negeri Swiss serta sasaran kebijakan luar negeri Dewan Federal Swiss. Pada tahun 2012, Parlemen Swiss mengesahkan Pesan Kerja Sama Internasional 2013-2016. Untuk pertama kalinya, seluruh program kerja sama internasional disusun dalam satu peraturan dan dimuat dalam suatu strategi bersama yang bersifat menyeluruh. Sasaran utama yang ingin dicapai ialah terwujudnya pembangunan global berkelanjutan yang dapat mengurangi kemiskinan dan risiko-risiko global. Strategi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi ini didasarkan pada kerangka pembiayaan untuk kegiatan ekonomi dan kebijakan perdagangan sebagaimana tercantum dalam Pesan Kerja Sama Internasional tersebut di atas. Strategi ini ditetapkan berdasarkan bidang keahlian serta keunggulan komparatif yang kami miliki, serta membuka jalan untuk kelanjutan dukungan yang kami berikan dalam empat tahun ke depan. Dengan pendekatan tersebut, kami amat yakin bahwa kami mendukung tujuan pembangunan negara-negara mitra kami dan turut berkontribusi dalam upaya mengatasi berbagai tantangan global.
Marie-Gabrielle Ineichen-Fleisch Sekretaris Negara, Direktur, SECO
Beatrice Maser Mallor Duta Besar, Kepala Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, SECO Indonesia
3
Daftar singkatan Aid Information Management System (Sistem Manajemen Informasi Dana Bantuan Hibah) APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ASEAN Association of South-East Asian Nations (Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara) BAU Business As Usual (tanpa adanya perubahan apapun) Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia CHF Swiss Franc EFTA European Free Trade Association (Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa) EU European Union (Uni Eropa) FDI Foreign Direct Investment (Penanaman Modal Asing) FTA Free Trade Agreement (Perjanjian Perdagangan Bebas) G2G Government to Government (Kerja Sama Antarpemerintah) GRK Gas Rumah Kaca HKI Hak Kekayaan Intelektual ILO International Labour Organization (Organisasi Perburuhan Internasional) IMF International Monetary Fund (Lembaga Dana Moneter Internasional) AIMS
4
Indonesia
KPS Kemitraan Publik-Swasta MP3EI Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011- 2025 Official Development Assistance (Bantuan ODA Pembangunan Resmi) OECD Organization for Economic Cooperation and Development (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi) OJK Otoritas Jasa Keuangan PDB Produk Domestik Bruto PEFA Public Expenditure and Financial Accountability Program (Program Akuntabilitas Keuangan dan Pengeluaran Publik) PFM Public Financial Management (Manajemen Keuangan Publik) REDD+ Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan) RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah SECO State Secretariat for Economic Affairs (Sekretariat Negara Swiss Bidang Ekonomi) UKM Usaha Kecil dan Menengah WB World Bank (Bank Dunia)
Daftar isi Pengantar
3
Daftar singkatan
4
1. Konteks negara 1.1. Situasi politik 1.2. Situasi ekonomi dan sosial 1.3. Hubungan bilateral bidang ekonomi
6 6 8 10
2. Konteks kerja sama pembangunan 11 2.1. Strategi pembangunan negara mitra 11 2.2. Gambaran dan lingkup mitra pembangunan Indonesia 12 2.3. Pembelajaran yang diperoleh dari tahun 2009-2012 13 3. Tantangan pembangunan dan tanggapan SECO 14 4. Sumber daya keuangan
18
5. Monitoring capaian kegiatan
19
6. Lembaga-lembaga mitra
21
7. Lampiran data statistik 22
Rantai nilai yang berkelanjutan memerlukan hasil bumi berkualitas baik.
Indonesia
5
1. Konteks negara 1.1 Situasi politik Indonesia telah berhasil meraih kembali stabilitas politik. Hal ini didukung oleh berbagai pencapaian pada era reformasi, yaitu lembaga yang demokratis, kebebasan pers, dan pengalihan kewenangan pada pemerintah daerah. Adanya beberapa kasus yang menyebabkan lambatnya pelaksanaan reformasi dan adanya sasaran reformasi yang tidak tercapai kemungkinan disebabkan oleh lingkungan politik yang kurang kondusif, ketidakberhasilan memenuhi tenggat waktu, atau sasaran yang terlampau ambisius. Keberhasilan reformasi akan senantiasa tergantung pada besarnya kehendak para pejabat tinggi pemerintah untuk mendorong agar reformasi terus bergulir. Pada tahun 2008, terbentuk situasi dan kondisi yang mendorong kemajuan yang lebih pesat. Indonesia belum lama bangkit dari krisis ekonomi dan transisi politik yang berlangsung selama satu dasawarsa. Pada tahun 2009, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpilih kembali untuk masa jabatan yang kedua. Pemerintahan tersebut merupakan pemerintahan yang kembali terpilih setelah sepuluh tahun terjadinya instabilitas dan perubahan. Hal ini merupakan perwujudan kepercayaan para pemilih terhadap pencapaian terkait tuntutan reformasi, yaitu pembaruan mendasar atas sistem ekonomi dan politik yang dibangun pada masa pemerintahan Suharto. Tidak lama setelah pemilu dilangsungkan, muncul harapan tinggi agar reformasi dapat terus dijalankan dengan penuh tekad dan keberanian. Akan tetapi, banyaknya perkara besar korupsi yang terungkap dalam dua tahun terakhir ini mengakibatkan bertambahnya rasa frustrasi di kalangan masyarakat. Meskipun telah terjadi kemajuan dalam pelaksanaan reformasi kelembagaan serta upaya penegakan hukum, agenda reformasi masih belum berakhir. Tantangan infrastruktur di Indonesia perlu diatasi dengan segera. Laju reformasi dalam pemerintahan dan badan peradilan serta dalam pemberantasan korupsi dinilai oleh banyak pihak berjalan terlalu lamban, dan telah muncul klaim bahwa terjadi kemunduran dalam perlindungan terhadap kelompok minoritas
agama atau suku. Pemerintah saat ini terbentuk dari koalisi yang dipimpin oleh Partai Demokrat (dengan pemerolehan 25% suara) yang dalam menghadapi berbagai isu tidak selalu memiliki pandangan yang sama dengan mitra-mitra koalisinya, termasuk Partai Golkar yang cukup kuat. Di kancah internasional, Indonesia telah meraih kepercayaan diri. Peran dan pentingnya keberadaan Indonesia di berbagai forum multilateral (misalnya G20) dan di tingkat regional (yaitu di ASEAN, East Asian Summit) semakin meningkat. Sebagai satu-satunya anggota ASEAN yang juga merupakan anggota tetap G20, Indonesia diharapkan turut berkontribusi menciptakan dampak yang sistemik di kawasan Asia Tenggara sekaligus memperkuat hubungan antara sistem demokratis-liberal dan negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim. Di tingkat regional, Indonesia sebagai ketua ASEAN pada tahun 2011 telah berhasil mengadopsi atau memperkuat beberapa agenda penting, termasuk rencana induk ASEAN Connectivity. Selain itu, ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic Partnership (Kerangka ASEAN untuk Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional) menegaskan kembali komitmen Indonesia dan negara-negara anggota lainnya untuk terus memperkuat kerja sama ekonomi melalui kemitraan komprehensif antara negara anggota dengan negara mitra lainnya.1 Segala keterlibatan ini memperkuat integrasi regional dan global, mendorong kebijakan luar negeri Indonesia yang semakin proaktif, serta meningkatkan pertukaran dan pembelajaran antarsejawat terkait pokok-pokok kebijakan utama. Di tingkat daerah, isu utama yang dihadapi ialah koordinasi, kapasitas kelembagaan, dan tata kelola pemerintahan yang baik. Isu-isu ini masih terus dihadapi meskipun program desentralisasi besar-besaran telah dijalankan di Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun. Dengan jumlah keseluruhan 530 pemerintah daerah (33 provinsi, 399 kabupaten, dan 98 kota) – dan 217
1 ASEAN Framework for Regional Comprehensive Economic Partnership, www.aseansec.org/26744.htm
6
Indonesia
Lembaga yang kompeten untuk penyelenggaraan layanan yang baik bagi masyarakat.
di antaranya merupakan daerah otonomi hasil pemekaran – koordinasi vertikal antara berbagai tingkatan pemerintah menjadi semakin rumit, sedangkan koordinasi horizontal antarkementerian masih perlu ditingkatkan. Pada dasarnya, berbagai tantangan yang dihadapi di tingkat daerah tidak berbeda dengan tantangan yang dihadapi di tingkat pusat, yaitu adanya kebutuhan untuk membangun lembaga yang lebih berdaya dan akuntabel serta perlunya menciptakan permintaan yang lebih kuat dari masyarakat terhadap penyelenggaraan layanan pemerintah. Perencanaan di tingkat pusat dan provinsi dihadapkan pada tantangan di tingkat implementasi. Tumpang-tindihnya berbagai fungsi pemerintah mengakibatkan banyak hal berjalan dengan tidak efisien serta terbengkalainya pelayanan publik. Untuk menanggapi hal tersebut, pemerintah saat ini tengah merevisi dan menyusun sejumlah peraturan perundangan.2 Pemerintah pusat memegang peran penting dalam menetapkan arahan dan menciptakan mekanisme pendukung. Saat ini landasan strategis dan relevan yang dapat mempengaruhi jalannya
atau bidang kebijakan (misalnya perdagangan) yang dapat mereka gunakan untuk menaikkan suara. Hal ini membawa risiko dan peluang tersendiri: dapat saja mendorong beberapa partai yang tergabung dalam koalisi pemerintah yang berkuasa untuk menyelesaikan berbagai isu dalam agenda reformasi mereka, namun dapat juga mengakibatkan pemerintahan di tahun 2014 berjalan lamban serta mempengaruhi prinsip pemerintah dalam kerja sama dengan mitra pembangunan internasional. Selain itu, akan disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2015-2019) yang baru sebagai kerangka program kerja sama pemerintah yang akan dijalankan setelah tahun 2014.
Pemilihan Umum 2014 akan menentukan kondisi politik. Perjalanan menuju pemilihan umum presiden mendatang (2014) akan semakin menentukan kondisi politik dalam negeri di Indonesia. Para bakal-calon presiden kemungkinan akan mencoba mencari isu (misalnya perkara korupsi)
2 Undang-undang terkait pemerintahan daerah untuk memperjelas pendelegasian tugas/fungsi pemerintah di tiga tingkatan pemerintahan; Undang-undang tentang aparatur sipil negara untuk menegaskan profesionalisme dan meritokrasi.
Indonesia
7
1.2 Situasi ekonomi dan sosial
“
Fundamental ekonomi makro Indonesia tampak baik. Kondisi inilah yang tampak ketika kita melihatnya dalam konteks permasalahan perekonomian global saat ini. Pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan melaju kokoh dan berjalan baik. Data resmi menunjukkan tingkat pengangguran yang cenderung menurun. Akan tetapi data ini menyamarkan tingginya tingkat setengah-pengangguran di sektor informal. Ukuran serta ketangguhan perekonomian dalam negeri telah membantu Apabila tidak dikelola Indonesia melewati krisis dengan baik, subsidi keuangan 2008 dengan relatif BBM dan pertumbuhan lancar. Faktor-faktor yang ekonomi yang pesat berkontribusi pada tingkat menimbulkan risiko bagi ketangguhan ini masih tetap ada: kelas menengah yang lingkungan hidup. terus tumbuh, populasi berusia muda, urbanisasi yang berjalan pesat, dan diversifikasi ekonomi berdasarkan komoditas ekspor dan konsumsi dalam negeri yang luas. Di samping itu, Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat tinggi dan berkontribusi terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, misalnya dari ekspor batu bara, kayu, dan minyak kelapa sawit. Namun demikian, perekonomian Indonesia tetap memiliki kerentanan di beberapa bidang dan perlu upaya yang kuat untuk tetap mempertahankan laju pertumbuhan yang diproyeksikan rata-rata 6,5% per tahun untuk periode 2012-2016.
Kemiskinan ekstrem masih menjadi permasalahan. Dari sudut pandang sosial, seperlima jumlah penduduk Indonesia masih hidup dalam kemiskinan ekstrem dan separuh jumlah penduduk hidup di ambang batas kemiskinan. Meningkatnya kesenjangan dan tingginya harga pangan, bahan bakar, dan gas membawa risiko terjadinya keresahan sosial. Oleh sebab itu, harga BBM dan beras, misalnya, tetap disubsidi. Akan tetapi subsidi BBM pemerintah mengakibatkan beban anggaran yang semakin meningkat, serta menghambat pengeluaran publik yang dapat lebih efektif. Ironisnya, masyarakat miskin justru kurang memperoleh manfaat dari subsidi ini dibandingkan dengan kelompok penduduk yang kaya dan berpendapatan menengah. Sejauh ini berbagai upaya menghapuskan subsidi tersebut berjalan sia-sia. Selain itu, bila perekonomian tidak dapat menciptakan lapangan kerja yang memadai di luar sektor pertanian bagi kelompok masyarakat muda berpendidikan yang jumlahnya semakin besar, dampaknya akan amat terasa, dan potensi demografi tersebut justru akan menjadi beban tanggungan. Maraknya korupsi, bila tidak ditangani, juga dapat mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat. 3 Subsidi BBM serta perekonomian yang terus tumbuh juga membawa berbagai risiko lingkungan hidup apabila tidak dikelola dengan baik. Dalam hal ini, niat baik pemerintah Indonesia untuk menjalankan perekonomian ramah lingkungan mendapat sambutan baik.
3 Indonesia Competitiveness Report 2011: Sustaining the Growth Momentum, http://www3.weforum.org/docs/WEF_GCR_Indonesia_ Report_2011.pdf.
8
Indonesia
Kakao, komoditas dengan permintaan yang tinggi di tingkat dunia.
Ketangguhan menghadapi guncangan keuangan eksternal lebih baik dibandingkan di masa lalu. Pemerintah telah membuktikan kemampuannya dalam mengelola utang sektor publik serta menyatakan komitmen terhadap kesinambungan finansial. Rasio antara utang dan PDB juga amat rendah (sebesar 26% di tahun 2011). Jumlah kapital dan profitabilitas sektor perbankan cukup baik namun tetap rentan menghadapi volatilitas bursa saham global (misalnya modal jangka pendek yang dilarikan ke luar). Terlepas dari berbagai capaian dalam penguatan sektor keuangan, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan untuk mempertahankan stabilitas serta mengembangkan sistem keuangannya. Lemahnya kerangka hukum dan tata kelola menjadi penghambat bagi Indonesia untuk dapat memanfaatkan potensi yang dimilikinya secara penuh. Untuk memperkuat pengawasan sektor keuangan, pemerintah telah membentuk sebuah regulator independen (Otoritas Jasa Keuangan, OJK). Akan tetapi, secara keseluruhan, para investor masih meyakini stabilitas perekonomian secara makro, dan penanaman modal asing (FDI) mengalami peningkatan. Terdapat kesadaran yang terus meningkat bahwa pertumbuhan ekonomi dunia akan semakin tergantung pada pasar di negara-negara berkembang di Asia, termasuk Indonesia dan kawasan ASEAN. Penanaman modal di sektor publik masih tetap rendah. Investasi di bidang-bidang strategis masih belum memadai. Ada kekhawatiran bahwa sejumlah besar pengeluaran pemerintah digunakan untuk membayar gaji pegawai, dan bahwa pemerintah masih belum berhasil mencapai rasio penanaman modal
sebagaimana dicapai sebelum tahun 1998 (dalam persentase terhadap PDB) dalam bidang-bidang yang dianggap memiliki relevansi penting terhadap pengembangan ekonomi (misalnya infrastruktur). Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025 dinilai penuh ambisi, dan pelaksanaannya akan diwarnai berbagai tantangan. Selain itu, pengeluaran fiskal terkait kebijakan subsidi yang tidak efektif (misalnya BBM) terus berlanjut dan amat membebani APBN. Perekonomian Indonesia perlu menjadi lebih berdaya saing. Kondisi ini khususnya berlaku bagi sektor manufaktur, dan berdampak terhadap kesinambungan komoditas ekspor hasil ekstraksi sumber daya alam. Tingginya biaya logistik, kurangnya tenaga kerja terampil, serta rendahnya inovasi merupakan hambatan utama di dalam negeri, dan sektor manufaktur Indonesia semakin harus berhadapan dengan para pesaingnya di luar negeri, terutama Cina. Meskipun komoditas ekspor berkontribusi besar pada tingkat pertumbuhan saat ini, ongkos sosial dan ongkos lingkungan hidup yang ditimbulkan berjumlah besar, dan kemungkinan akan kian meningkat di masa mendatang. Masing-masing komoditas utama – batu bara, gas, minyak kelapa sawit, kayu, komoditas pertanian – memiliki risiko sosial dan lingkungan tersendiri dalam hal ini. Ekspor Indonesia pun tidak hanya berupa komoditas, namun juga buruh migran (ke Malaysia, Timur Tengah), dan kiriman uang (remittance) dari para pekerja migran tersebut penting peranannya di banyak daerah. Terlepas dari mantapnya kinerja ekonomi yang ditunjukkan, Indonesia menghadapi
Indonesia
9
Indonesia berada dalam tahap pembangunan yang digerakkan oleh efisiensi, seperti halnya Malaysia, Cina, dan Afrika Selatan. berbagai tantangan yang menghambat pengembangan sektor swasta. Kurangnya tenaga kerja terampil, buruknya infrastruktur, serta kerangka peraturan yang memberatkan merupakan tiga penghambat utama dalam pengembangan kegiatan usaha. Sektor keuangan masih belum inklusif. Dalam hal inklusi keuangan, akses terhadap keuangan – juga bagi UKM – serta sistem keuangan yang berjalan dengan baik merupakan prasyarat mendasar dalam proses pembangunan ekonomi dan sosial di Indonesia, terlebih karena sekitar separuh penduduk belum memiliki akses ke sistem keuangan formal. Suatu survei rumah tangga nasional tentang akses terhadap layanan keuangan di Indonesia (dilakukan oleh Bank Dunia pada tahun 2010) menunjukkan bahwa hanya 49% penduduk memiliki akses ke sektor perbankan formal. Bila digabungkan dengan akses ke lembaga keuangan formal non-bank, hanya 52% penduduk terlayani oleh sistem keuangan formal. Hal ini berarti bahwa ada lebih dari 110 juta orang yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan formal. Sekitar 31% penduduk mendapatkan layanan keuangan dari lembaga non-formal. Alhasil, 17% penduduk (atau sekitar 40 juta orang) tidak tercakup sama sekali dalam sistem keuangan. Selain itu, meski Indonesia telah menunjukkan kemajuan ekonomi makro yang patut dicatat, berbagai upaya untuk meningkatkan administrasi publik masih berjalan terlalu perlahan. Tingkat penanaman modal publik masih belum dapat kembali ke tingkat pra-krisis keuangan di Asia, dan kualitas layanan publik masih belum memadai. Hal ini merupakan cerminan dari lemahnya sistem kelembagaan dan kurangnya transparansi dan akuntabilitas terkait penggunaan sumber daya publik serta pemasukan keuangan negara. Hambatan tersebut akan terus menjadi kendala dalam upaya pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan. Ke depannya, tantangan ekonomi dan sosial terpenting bagi Indonesia ialah menempuh jalur pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Hal ini berarti diperlukan upaya untuk mengatasi permasalahan rendahnya tingkat penanaman modal di bidang-bidang strategis, kesenjangan ekonomi antara daerah perkotaan dan perdesaan, daya saing perekonomian Indonesia, iklim investasi dan perdagangan terbuka, dan keadilan sosial serta kerusakan lingkungan hidup. Indonesia dipandang berada dalam tahap pembangunan yang “digerakkan oleh efisiensi”, seperti halnya Cina, Malaysia, dan Afrika Selatan. Dalam pemeringkatan internasional, Indonesia tetap menjadi salah satu negara dengan kinerja terbaik di kalangan negara-negara 10
Indonesia
berkembang di kawasan Asia, namun masih tetap perlu memperbaiki infrastruktur fisik (misalnya fasilitas pelabuhan, listrik) dan mempertahankan kegigihannya dalam pemberantasan korupsi. Meningkatkan efisiensi pasar, misalnya dengan cara menghilangkan kekakuan operasional dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja, tidak kalah penting dalam upaya Indonesia menciptakan perekonomian dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Terlebih lagi, sangat penting bagi Indonesia untuk mengalihkan subsidi BBM yang ada saat ini untuk pengeluaran lain yang lebih penting dan bermanfaat bagi masyarakat miskin dan rumah tangga berpendapatan rendah. Meskipun terdapat berbagai program bantuan sosial, jumlah alokasi anggarannya sebagai persentase terhadap APBN cenderung menurun. Hal ini perlu ditanggapi, khususnya mengingat bahwa satu dari empat penduduk Indonesia tergolong miskin setidaknya satu kali antara tahun 2008 dan 2010, dan pengeluaran untuk bantuan sosial secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan standar regional. Sebagaimana digarisbawahi oleh Bank Dunia, sasaran pelaksanaan dan pengelolaan program bantuan sosial tersebut perlu ditingkatkan, dan perlu dikembangkan suatu sistem untuk memantau dan menanggapi krisis agar Indonesia mampu secara cepat menanggapi guncangan perekonomian makro maupun mikro.
1.3 Hubungan bilateral bidang ekonomi Volume perdagangan antara Swiss dan Indonesia terus meningkat. Secara historis, skala perdagangan cenderung lebih besar bagi pihak Swiss. Berdasarkan volume total perdagangan Swiss, pangsa pasar Indonesia hanya sebesar 0,2%. Volume ekspor Swiss ke Indonesia kebanyakan berupa mesin dan produk-produk kimia dan farmasi. Sebaliknya, impor yang masuk ke Swiss banyak berupa tekstil dan pakaian, serta produk pertanian. Para investor dari Swiss memainkan peran yang penting di Indonesia. Saat ini ada sekitar 70 perusahaan Swiss yang aktif di Indonesia. Dari segi investasi dalam bentuk saham, penanaman modal Swiss di Indonesia kurang lebih berjumlah CHF 7 milyar. Angka ini setara dengan 0,8% total penanaman modal asing langsung dari Swiss dan turut menciptakan lebih dari 40.000 pekerjaan di Indonesia secara keseluruhan. EFTA, Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (yang turut beranggotakan Swiss) saat ini tengah merundingkan suatu Perjanjian Kemitraan Komprehensif di Bidang Ekonomi ( Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) dengan Indonesia.
SECO menyelaraskan dukungannya dengan prioritas pembangunan Indonesia.
2. Konteks kerja sama pembangunan 2.1 Strategi pembangunan nasional Indonesia Perencanaan pembangunan nasional di Indonesia diatur dalam undang-undang dan dikoordinasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Kerangka perencanaan jangka panjang (2005-2025) yang ada saat ini akan terdiri dari empat rencana lima-tahunan yang disebut sebagai Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). RPJM yang saat ini berlaku ialah untuk periode 2010 hingga 2014. Dua tahun pertama dalam periode komitmen program SECO untuk Indonesia ini menggunakan arahan dari RPJM periode tersebut. RPJM juga memuat informasi tentang perencanaan strategis dan anggaran di berbagai kementerian, dan merupakan dokumen rujukan utama bagi para mitra pembangunan. RPJM menetapkan lima agenda dan 11 prioritas nasional. Agenda yang paling erat kaitannya dengan sasaran dan instrumen SECO ialah Agenda 1, “Pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat” yang memuat enam prioritas. Pada tataran hasil, rencana tersebut menyasar tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,3%6,8% per tahun, dan tingkat kemiskinan di bawah 10% di tahun 2014. RPJM juga menetapkan angka sasaran untuk perkara korupsi (Corruption Perception Index sebesar 5,0 di tahun 2014).
MP3EI menguraikan cara-cara menyelesaikan beberapa hambatan infrastruktur yang mendesak. Pada tahun 2011, pemerintah meluncurkan suatu rencana tambahan jangka panjang (2011-2025) untuk percepatan pembangunan infrastruktur yang disebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia melalui fokus pada upaya mengatasi tantangan-tantangan utama tersebut. Rencana ini didasarkan pada konsep enam “koridor ekonomi” khusus, yang masing-masing dikaitkan dengan fungsi ekonomi utama serta investasi di bidang infrastruktur yang diperlukan dalam jangka panjang (yaitu hingga tahun 2025). MP3EI menetapkan sasaran yang cukup ambisius namun memiliki peranan penting dalam mengarahkan langkah pemerintah serta perencanaan penanaman modal. Rencana ini juga menetapkan 22 kegiatan dan bidang ekonomi yang menjadi prioritas4 yang memerlukan – atau yang didukung oleh – langkah kebijakan publik. 4. Iklim investasi dan usaha: Berbagai kebutuhan yang difasilitasi melalui perbaikan kepastian hukum, sistem informasi yang lebih baik (misalnya National Single Window untuk ekspor dan impor), penyederhanaan prosedur (misalnya mengurangi biaya untuk memulai kegiatan usaha), dan pengembangan zona ekonomi khusus. Hubungan antara kebijakan tenaga kerja dan lapangan kerja juga diakui, meskipun penanganannya masih belum diatur dengan jelas.
Prioritas dalam RPJM yang dapat dibantu melalui dukungan SECO ialah sebagai berikut: 1. Reformasi pemerintahan: “Reformasi birokrasi” dalam pemerintahan, meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik serta kualitas layanan publik, baik di tingkat pusat (misalnya reformasi jabatan publik) dan di tingkat daerah (misalnya efektivitas transfer fiskal, harmonisasi peraturan perundang-undangan yang lebih 5. Pasokan energi termasuk energi terbarukan: baik antara tingkat pusat dan daerah). Kapasitas pembangkitan energi Indonesia yang masih rendah ditanggapi melalui program singkat yang 2. Penanggulangan kemiskinan: Mengurangi dimaksudkan untuk menambah daya sebesar 3.000 angka kemiskinan absolut hingga di bawah 10% MW per tahun. Sepertiga dari total penambahan daya dan meningkatkan distribusi pendapatan melalui selama kurun waktu 5 tahun periode RPJM (atau sama perlindungan sosial (misalnya program bantuan pangan) dengan 4.000 MW) – diharapkan dapat berasal dari dan perluasan peluang ekonomi (dana pemberdayaan energi terbarukan, termasuk panas bumi. masyarakat, kredit usaha kecil). 6. Perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi 3. Pembangunan infrastruktur: Mengingat isu perubahan iklim: Pada bidang prioritas ini, infrastruktur dianggap sebagai hambatan terbesar Pemerintah Indonesia menekankan berbagai upaya dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, untuk mengurangi deforestasi yang dapat berkontribusi pendekatan dalam RPJM masih belum komprehensif. terhadap pencapaian target pengurangan emisi GRK Koordinasi kebijakan terkait pemanfaatan lahan, Indonesia yang ambisius (-26% pada tahun 2020); pembebasan lahan, dan perencanaan tata ruang mengatasi kerusakan bantaran sungai dan polusi merupakan kendala yang telah umum diketahui. dari kegiatan industri juga disebutkan, termasuk juga Dalam skala geografis yang lebih besar di Indonesia, semakin pentingnya isu risiko bencana. 4 Daftar ini bersifat pragmatis dan berfokus pada komoditas, dan mencakup kakao, perikanan, pangan, peternakan, pertanian, kayu, migas, batu bara, nikel, tembaga, bauksit, pariwisata, dll. Indonesia
11
2.2 Gambaran dan lingkup mitra pembangunan Indonesia Pada tahun 2010, jumlah keseluruhan bantuan pembangunan resmi (Official Development Assistance/ ODA) yang dikucurkan kepada Indonesia mencapai hampir USD 6,5 milyar (atau sama dengan 0,93% PDB Indonesia yang mencapai USD 707 milyar; nilai APBN sebesar USD 104 milyar).5 Saat ini terdapat 25 mitra pembangunan yang aktif, yang berdasarkan jumlah yang ambil bagian dalam survei dalam-jaringan (online) yang dilakukan oleh Bappenas (Aid Information Management System/AIMS) pada tahun 2011.6 Dalam konteks programnya, SECO bekerja sama dengan berbagai mitra pembangunan (misalnya Jerman, Belanda, Bank Dunia). Mitra pembangunan bilateral yang berskala besar di tahun 2011 mencakup Jepang, Prancis, Amerika Serikat, dan Australia. Di kalangan mitra pembangunan multilateral, Bank Dunia (WB) menempati peringkat pertama dan diikuti oleh Bank Pembangunan Asia (ADB). Bantuan dari WB, ADB, Jepang, dan Prancis banyak disalurkan melalui pinjaman, yang sebagian di antaranya diselenggarakan menggunakan skema pembiayaan bersama (co-financing). Dana hibah, yang lebih banyak berasal dari mitra pembangunan bilateral, memainkan peranan penting dalam hal dukungan
teknis dan peningkatan kapasitas. Jenis bantuan hibah seringkali digunakan sebagai pelengkap penanaman modal yang lebih besar yang diberikan melalui pinjaman. Beberapa kenyataan yang perlu dicatat secara khusus antara lain: Norwegia memberikan komitmen pendanaan penting di bidang perubahan iklim (hingga USD 1 milyar untuk REDD+); DFID (pemerintah Inggris) menghentikan kegiatan di Indonesia pada tahun 2011 namun kemudian membentuk “Unit Perubahan Iklim” di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta; dan USAID tengah merampingkan arah kegiatannya agar dapat lebih luwes dalam hal pengadaan dan memungkinkan mereka bergabung dengan dana perwalian multi-donor (multidonor trust funds). Pemerintah Indonesia mengkoordinasikan dana bantuan pembangunan melalui Bappenas dan Kementerian Keuangan (“on-budget, on-treasury”, yaitu bantuan yang dicatat dalam anggaran dan melalui kas negara). Strategi kerja sama diselaraskan dengan prioritas Pemerintah Indonesia melalui konsultasi antara mitra pembangunan terkait dengan Bappenas.
5 Sumber data terkait jumlah bantuan pembangunan resmi yang dikucurkan di tahun 2010, PDB, dan APBN masing-masing diperoleh dari survei AIMS, Indonesia Economic Quarterly edisi Desember 2011, dan UU No. 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2010. 6 Survei OECD tahun 2011 tentang Pemantauan Pelaksanaan Paris Declaration, Draft Pertama tentang Indonesia, OECD, Juni 2011. Lihat www.aims-indonesia.org untuk memperoleh data berupa angka negara untuk tahun 2010.
12
Indonesia
Perencanaan wilayah perkotaan yang baik untuk prioritas penanaman modal bidang pembangunan infrastuktur.
SECO perlu tetap bersikap fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan yang disampaikan oleh para mitra. 2.3 Pembelajaran yang diperoleh dari periode 2009-2012 Dokumen strategi kerja sama pembangunan ini disusun berdasarkan strategi kerja sama SECO di Indonesia 2009-2012, yang telah terbukti relevan dan sejalan dengan strategi pembangunan nasional Indonesia. Peningkatan signifikan telah berhasil dicapai di bidang manajemen keuangan publik (perencanaan dan pelaksanaan anggaran, pengawasan anggaran oleh DPR, pemungutan pajak dan pendapatan negara) serta di bidang akses terhadap sektor keuangan. Selain itu, dukungan lain yang juga amat relevan ialah dukungan teknis terkait logistik perdagangan (misalnya pembentukan portal National Single Window Indonesia beserta peraturan terkait). Beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik ialah sebagai berikut:
Kerja sama bilateral dengan pemerintah memerlukan keluwesan, kecakapan lintas-budaya, dan kesabaran, namun sangat bermanfaat dalam memperdalam hubungan kerja sama. Dari sisi operasional, perencanaan dan persetujuan anggaran serta proses pengadaan di sisi pemerintah yang relatif berjalan kaku menuntut investasi sumber daya yang banyak untuk dapat melaksanakan dan mengelola program bantuan menggunakan sistem pemerintah. SECO akan mempertahankan kombinasi antara modalitas multilateral-bilateral dan modalitas bilateral dalam pelaksanaan program agar dapat memanfaatkan potensi sinergi dan upaya saling melengkapi.
Dukung koordinasi antarmitra pembangunan. Koordinasi antarmitra pembangunan seringkali terjadi secara informal. Kelompok kerja yang dibentuk berdasarkan Komitmen Jakarta masih belum berjalan aktif. Koordinasi atau pertukaran informasi di sektorsektor tertentu (misalnya perubahan iklim, energi terbarukan, pengembangan pertanian) dilakukan secara ad-hoc oleh para mitra pembangunan utama. Multidonor Trust Funds (Dana Perwalian Multidonor), yang turut mendapat kontribusi dari SECO, juga berperan dalam hal ini (melalui Bank Dunia dan kementerian terkait sebagai penyelenggara koordinasi). Selain itu, masih terbuka peluang untuk melaksanakan Paris Agenda. SECO akan terus mendukung penguatan koordinasi melalui partisipasi dalam pertemuan informal Dukung bidang khusus (niche) yang relevan. antarmitra pembangunan yang berkaitan dengan Indonesia adalah negara dengan perekonomian yang program dukungan SECO. bergerak pesat di kawasan Asia Tenggara. Jumlah bantuan dari mitra pembangunan internasional Tetap ikuti perkembangan desentralisasi. tidak melebihi 1% dari PDB. Hal ini berarti bahwa Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah signifikansi volume bantuan keuangan dari pihak mitra daerah marak dengan ketidakpastian dan permasalahan pembangunan menjadi semakin berkurang, sedangkan koordinasi. Guna mengatasi tantangan pembangunan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas masih yang dihadapi di pusat maupun daerah, dibutuhkan tetap menjadi kebutuhan penting bagi pemerintah penyampaian informasi dan koordinasi yang lebih dan masyarakat Indonesia secara luas. Program baik terkait tindakan yang diambil oleh pemerintah pembangunan yang dilakukan tidak serta-merta bersifat pusat dan daerah (misalnya dalam hal penggunaan padat sumber-modal, namun perlu dirancang dan anggaran). Alih-alih mendukung fasilitas strategis ditetapkan secara konkrit agar dapat mengisi niche untuk menanggapi isu seputar desentralisasi, program yang dibutuhkan. SECO akan berupaya untuk terus bantuan SECO akan mengidentifikasi berbagai peluang menerapkan pendekatan ini. yang ada yang tercakup dalam bidang fokus SECO yang dinilai memerlukan bantuan kegiatan di tingkat daerah Gunakan modalitas kerja sama multilateral- (kabupaten, kotamadya, provinsi) dan dapat dijustifikasi, bilateral dan bilateral secara seimbang. misalnya dalam penguatan kapasitas manajemen Mengandalkan modalitas kerja sama multilateral- keuangan publik (PFM) di kabupaten, atau pelaksanaan bilateral tetap penting, mengingat kehadiran mitra peningkatan sistem pengelolaan limbah padat di pembangunan multilateral yang telah mantap dan tingkat kota. SECO akan secara selektif menanggapi mapan, serta kecenderungan Pemerintah Indonesia desentralisasi sebagai isu lintas-bidang. untuk bekerja sama secara terkoordinasi dengan para mitra pembangunan guna mengedepankan agenda pembangunan dan strategi pembaruan pemerintah. Pertahankan sikap responsif dan fleksibel. Para mitra, termasuk pemerintah Indonesia, memandang berbagai kegiatan SECO di Indonesia sebagai kegiatan yang relevan, tepat waktu, dan dapat disambut baik (dalam bentuk hibah). Untuk dapat memanfaatkan hal ini, SECO perlu tetap bersikap fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan yang disampaikan oleh para mitra. Hal ini menjadi ciri kerja yang telah berhasil dibentuk melalui kerja sama pembangunan antara Swiss dan Indonesia yang telah berjalan serta dapat terus dikembangkan oleh SECO. Hal ini juga memberikan keunggulan komparatif bagi Swiss dibandingkan donordonor lainnya, dan perlu dipertahankan.
Indonesia
13
3. Tantangan pembangunan dan tanggapan SECO Berdasarkan analisis atas konteks yang ada serta dan pembelanjaan publik yang berkualitas, serta prioritas pembangunan Indonesia dan orientasi strategis menanggulangi lemahnya kapasitas yang ada di tingkat dan kompetensi inti yang dimiliki SECO, program kerja daerah. sama ekonomi dengan Indonesia akan berkontribusi pada tercapainya beberapa sasaran berikut ini:
Sasaran 1: Manajemen perekonomian yang baik di sektor publik
Lingkup kegiatan:
Tantangan: Mempertahankan capaian dan meneruskan agenda tata kelola di bidang ekonomi yang masih perlu dirampungkan. Pemerintah Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan dalam tata kelola ekonomi (kelembagaan, penegakan peraturan perundangan, upaya memerangi korupsi). Unsur-unsur ini juga dianggap penting dalam agenda desentralisasi Indonesia yang juga masih belum rampung, yaitu ketika kabupaten dan kotamadya masih perlu membuktikan bahwa mereka mampu memberikan layanan yang diperlukan masyarakat. Mempertahankan upaya reformasi, khususnya dalam orientasi kinerja anggaran dan pengelolaan keuangan publik (PFM), akan tetap menjadi tantangan utama bagi Indonesia terlepas dari prestasi mengesankan yang dicapai di berbagai aspek kebijakan ekonomi (misalnya pengelolaan utang, kebijakan fiskal, pertumbuhan ekonomi). Berbagai upaya untuk meningkatkan tata kelola ekonomi perlu mencakup peningkatan kerangka persyaratan (framework condition) bagi para pelaku ekonomi agar dapat meningkatkan lingkungan usaha. Oleh karenanya, kelanjutan upaya membina pengembangan sektor swasta dalam hal kemudahan melakukan usaha dan kemudahan akses pada keuangan tetap menjadi agenda yang diutamakan. Berbagai capaian yang diraih sejauh ini perlu dimantapkan agar dapat mendorong Indonesia mengejar dan terus meningkatkan pertumbuhannya.
• Memperkuat manajemen keuangan publik dan administrasi pendapatan (termasuk di bidang administrasi pendapatan, reformasi anggaran dan perbendaharaan, perbaikan pelaporan keuangan, serta pengendalian dan pembaruan perpajakan). • Memperkuat kapasitas penanggulangan risiko fiskal dan pengelolaan utang. • Memperkuat dan menggiatkan sektor keuangan (misalnya peraturan sektor keuangan, stabilitas, diversifikasi, dan keterbukaan sektor keuangan). • Mengembangkan strategi pembiayaan atas risiko bencana dan strategi asuransi nasional.
Kontribusi terhadap sasaran pembangunan Indonesia: Dengan usulan langkah-langkah tersebut, SECO bertujuan memberikan kontribusi pada reformasi pemerintahan Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam RPJM (meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan kualitas layanan publik), baik di tingkat pusat (misalnya reformasi tugas/ jabatan publik) dan di tingkat daerah (misalnya Fokus: SECO mendukung Indonesia dalam upaya efektivitas transfer fiskal, harmonisasi peraturan membangun kerangka persyaratan makroekonomi perundangan antara tingkat pusat dan daerah). yang stabil melalui langkah-langkah yang berkontribusi pada peningkatan pemberian layanan publik, lembaga keuangan publik yang akuntabel dan efisien, stabilitas, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Dengan melanjutkan keberhasilan yang telah dicapai sebelumnya (misalnya, kerangka hukum yang lebih efisien, pengendalian dan pengawasan yang lebih baik terhadap penyelenggaraan perpajakan dan perbendaharaan), pembaruan manajemen keuangan publik saat ini seyogyanya mengutamakan penganggaran yang efektif
14
Indonesia
Sasaran 2: Daya saing sektor swasta, kerangka persyaratan usaha, dan perdagangan Tantangan: Meningkatkan daya saing agar dapat mengangkat posisi perdagangan Indonesia di tingkat internasional. Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia Tenggara, Indonesia perlu meningkatkan daya Kelas menengah saingnya agar dapat mengangkat yang terus tumbuh, posisinya dalam perdagangan penduduk berusia tingkat internasional serta menarik investasi dari dalam dan muda, urbanisasi luar negeri. Faktor-faktor pemicu yang berjalan pesat, biaya, misalnya tingginya biaya dan perekonomian logistik atau kurangnya tenaga yang terdiversifikasi kerja terampil dan kurangnya merupakan ancaman bagi merupakan peluang inovasi, posisi ekonomi Indonesia. Peran yang baik bagi Indonesia dalam perdagangan regional dan internasional Indonesia. senantiasa berada di bawah tekanan, dan semua komoditas ekspor yang berkontribusi pada pertumbuhan seperti batu bara, gas, minyak kelapa sawit, kayu, dan produkproduk pertanian memiliki ongkos sosial dan ongkos lingkungan hidup masing-masing. Peluang ekspor perlu dimanfaatkan, isu ketenagakerjaan perlu diatasi, dan kepatuhan pada norma dan standar internasional perlu ditingkatkan. Pada saat yang sama, sektor swasta yang dinamis dan kuat menciptakan lapangan kerja dan membantu memperkenalkan teknologi inovatif serta meningkatkan pendapatan pajak. Oleh karenanya, perlu dilakukan peningkatan lingkungan usaha Indonesia serta mendukung UKM untuk dapat mengakses pembiayaan dengan lebih mudah. Kelas menengah yang terus tumbuh, jumlah penduduk berusia muda, urbanisasi yang berjalan pesat, dan perekonomian yang terdiversifikasi merupakan peluang bagi Indonesia yang tengah menuju integrasi yang lebih besar dalam lingkup ASEAN, dan merupakan faktor pendukung untuk menghilangkan beban tersebut. Fokus: Dukungan SECO terhadap upaya Indonesia untuk memperoleh akses pasar secara bebas dan tanpa diskriminasi untuk berbagai barang, jasa, dan sumber daya alam. Hal ini akan meningkatkan pembagian kerja di tingkat global, menciptakan lapangan kerja di Indonesia, dan berkontribusi pada pengurangan tingkat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi. Lingkungan usaha yang tidak transparan, ketimpangan akses pembiayaan bagi UKM, hambatan infrastruktur, biaya logistik, kurangnya tenaga
kerja terampil, serta kelemahan inovasi perlu ditangani. Selain itu, peluang ekspor perlu dimanfaatkan, isu tenaga kerja perlu diatasi, dan kepatuhan pada norma dan standar internasional perlu diperkuat.
Lingkup kegiatan: • Memperkuat daya saing ketenenagakerjaan dan sektor ekspor yang terkait dengan peningkatan pendapatan; memfasilitasi integrasi UKM ke dalam rantai nilai dan akses bagi UKM ke pasar Eropa dan Swiss. • Memajukan standar sosial dan lingkungan hidup; meningkatkan kepatuhan pada standar perburuhan internasional dan undang-undang ketenagakerjaan dalam negeri; memberikan perangkat yang efektif bagi UKM dalam rangka meningkatkan produktivitas dan memantau kepatuhan. • Meningkatkan akses pada pembiayaan jangka panjang bagi perusahaan-perusahaan swasta melalui SIFEM AG (Swiss Investment Fund for Emerging Markets); termasuk untuk investasi di bidang teknologi bersih; mendukung pengembangan keterampilan melalui program-program kewirausahaan bersasaran; mendukung upaya tata kelola perusahaan yang berkelanjutan bagi UKM dan sektor swasta secara luas (termasuk lembaga keuangan). • Meningkatkan iklim usaha (pembaruan peraturan, transparansi, kemudahan prediksi, penyederhanaan proses administrasi; dan biaya melakukan kegiatan usaha); meningkatkan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual, dan meningkatkan manfaat ekonomi dari upaya tersebut.
Kontribusi terhadap sasaran pembangunan Indonesia: Usulan langkah tersebut diharapkan dapat berkontribusi pada tercapainya sasaran pembangunan Indonesia sebagaimana tercantum dalam RPJM yang terkait dengan penanaman modal di sektor usaha, yaitu kebutuhan fasilitasi peningkatan kepastian hukum, sistem informasi yang lebih baik, penyederhanaan prosedur, dan pengembangan zona ekonomi khusus.
Indonesia
15
Meningkatkan manfaat ekonomi dari iklim usaha yang semakin baik
Sasaran 3: Perlindungan lingkungan hidup, mitigasi perubahan iklim, dan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan Tantangan: Pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Meskipun tingkat pertumbuhan diproyeksikan akan tetap tinggi dan mantap, hal ini selayaknya tidak mengorbankan keberlanjutan (sustainability) dan inklusivitas. Dari sudut pandang lingkungan hidup, target pengurangan emisi gas rumah kaca Indonesia yang penuh ambisi (-26% di tahun 2020) layak memperoleh dukungan internasional. Pencapaian target ini akan tergantung pada banyak faktor, termasuk penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan – misalnya penggunaan energi terbarukan dan menerapkan langkah-langkah hemat energi – dan perubahan laju proses urbanisasi di Indonesia. Proses ini akan memunculkan beberapa tantangan terkait dengan akses terhadap layanan infrastruktur publik yang andal dan terjangkau di perkotaan yang dapat mendukung kehidupan layak bagi manusia serta menghadirkan kegiatan perekonomian yang inklusif. Fokus: Tercapainya target pengurangan GRK akan tergantung pada berbagai faktor, termasuk seberapa cepat dan efektif Indonesia dapat meningkatkan efisiensi energi dan mengalihkan bauran energi yang digunakannya menjadi energi terbarukan. Capaian ini juga akan tergantung pada bagaimana Indonesia menyediakan akses energi di daerahdaerah terpencil (saat ini lebih dari 30% penduduk tidak memiliki akses listrik), bagaimana Indonesia mengatasi berbagai tantangan urbanisasi, serta berbagai kebutuhan infrastruktur yang muncul akibat peningkatan urbanisasi. Pembiayaan karbon mungkin akan dapat membantu memobilisasi penanaman modal yang diperlukan, namun hal ini akan memerlukan monitoring dan verifikasi dampak CO2. SECO mendukung upaya peningkatan akses terhadap infrastruktur publik yang andal dan terjangkau, dan dengan demikian membantu Indonesia menjalani transisi menjadi negara dengan perekonomian ramah lingkungan dan tingkat pertumbuhan karbon yang rendah.
16
Indonesia
Lingkup kegiatan: Mendukung berbagai investasi, langkah, dan saran bertransaksi (transaction advisory) dalam energi terbarukan dan efisiensi energi. • Mendukung proses perencanaan perkotaan yang terintegrasi dan berkelanjutan yang mengarah pada prioritas pembiayaan infrastruktur. • Mengurangi GRK dari limbah padat perkotaan dengan cara memperkenalkan sistem pengelolaan limbah padat yang berkelanjutan di perkotaan. • Meningkatkan akses sektor swasta terhadap pembiayaan untuk investasi di bidang efisiensi energi serta mengembangkan kapasitas industri untuk menerapkan metode produksi yang bersih dan hemat sumber daya. • Memperkuat kapasitas untuk mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, termasuk koordinasi bantuan keuangan dari mitra pembangunan internasional, serta memfasilitasi kesiapan pasar Indonesia terkait skema pasar karbon yang baru.
Kontribusi terhadap sasaran pembangunan Indonesia: Langkah-langkah tersebut di atas mengangkat berbagai prioritas yang telah ditetapkan Indonesia dalam RPJM yang terkait dengan pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang lebih baik, mengingat bahwa isu infrastruktur dianggap sebagai hambatan utama dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Langkah tersebut juga mendukung keinginan pemerintah untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta serta menyediakan serangkaian aturan yang dapat menciptakan insentif bagi para investor untuk dapat lebih terlibat, misalnya melalui Kemitraan Publik-Swasta (KPS). Selain itu, juga berkontribusi untuk menempatkan energi terbarukan sebagai suatu pilihan pasokan energi dan dalam upaya perlindungan lingkungan hidup serta dalam mitigasi perubahan iklim.
Modalitas implementasi kegiatan
Tata kelola ekonomi dan gender sebagai isu lintas-bidang
Program SECO akan dilaksanakan sejalan dengan prinsip Efektivitas Bantuan dan Pembangunan. SECO akan berupaya menyelaraskan program-program yang didukungnya dengan prioritas Pemerintah Indonesia, dan melakukan harmonisasi dengan kegiatan mitra pembangunan lain. Program SECO akan diperkokoh melalui dialog kebijakan yang menyeluruh dengan mitra-mitra pemerintah utama dan, bila memungkinkan, akan menggunakan sistem pemerintah untuk membangun rasa kepemilikan dan penguatan kelembagaan. Untuk memastikan kerja sama pembangunan berlangsung secara efektif, SECO berkomitmen membangun kapasitas dan berinteraksi secara erat dengan para pelaku publik dan swasta.
Penguatan tata kelola ekonomi di negara mitra merupakan komponen penting dalam dukungan SECO untuk mengintegrasikan negara mitra ke dalam perekonomian global serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Tata kelola ekonomi meliputi lembaga, peraturan, norma dan sistem peradilan yang mendorong efektivitas, non-diskriminasi, legitimasi, dan akuntabilitas kegiatan ekonomi, dan oleh karenanya berkontribusi pada upaya memerangi korupsi. Sebagian besar upaya penguatan dari SECO dimaksudkan untuk memperkuat tata kelola ekonomi yang baik di tingkat publik dan swasta.
Modalitas kegiatan menggunakan pengaturan multidonor semakin sering digunakan pemerintah Indonesia dalam mengkoordinasi bantuan para mitra pembangunan agar sejalan dengan agenda pembangunan dan strategi pembaruan pemerintah, serta untuk mengurangi terserapnya pejabat pemerintah untuk mengelola program kerja sama tersebut. Dengan adanya kecenderungan ini, semakin banyak kegiatan SECO di Indonesia yang diselenggarakan dalam konteks multidonor. Agar kebutuhan dan harapan pemerintah Indonesia dapat diselaraskan dengan keahlian dan kapasitas yang dimiliki SECO, keseimbangan antara dukungan program dalam konteks multilateral dan bilateral akan senantiasa dijaga. Kegiatan-kegiatan SECO dikoordinasikan dengan kegiatan-kegiatan regional Badan Pemerintah Swiss untuk Kerja Sama dan Pembangunan (Swiss Agency for Cooperation and Development/SDC).
SECO melihat kesetaraan gender sebagai unsur penting dalam penanggulangan kemiskinan dan dalam peningkatan prospek ekonomi. Tidak boleh ada proyek yang merugikan perempuan maupun laki-laki. Dimensi gender diintegrasikan ke dalam rancangan dan implementasi proyek agar dapat berkontribusi membuat proyek-proyek SECO menjadi lebih efektif.
Indonesia
17
4. Sumber daya keuangan Bantuan SECO bagi Indonesia yang dicantumkan dalam strategi ini akan didanai melalui Swiss Framework Credit for International Cooperation (Kerangka Pembiayaan Swiss untuk Kerja Sama Internasional) 2013-2016. Realisasi penggunaan dana yang tersedia bagi masing-masing negara mitra, termasuk Indonesia, akan dipengaruhi oleh identifikasi program yang dinilai sesuai dengan strategi kerja sama, kapasitas penyerapan dana, dan efisiensi dan efektivitas kerja sama. Sehubungan dengan hal itu, informasi pada tabel berikut menunjukkan indicative commitment (rencana pengeluaran) untuk periode empat tahun berlakunya strategi ini. Informasi ini sebaiknya tidak dianggap ataupun diakui oleh negara mitra sebagai komitmen yang mengikat sebab informasi ini ditujukan sebagai dasar rencana pengeluaran mendatang yang akan ditinjau ulang setiap tahun. Penyerapan dana secara aktual akan tergantung pada berbagai pada faktor, misalnya perubahan terkait muatan dan pelaksanaan program dan kondisi serta framework conditions (kerangka persyaratan kerja) di negara mitra.
Logistik perdagangan adalah faktor pendukung utama untuk akses pasar yang lebih baik.
18
Indonesia
Komitmen bagi Indonesia 2013-2016: CHF 75 juta* Perkiraan alokasi pendanaan untuk tiga sasaran kerja sama ialah sebagai berikut: 1. Manajemen perekonomian yang baik di sektor publik
13%
2. Daya saing sektor swasta, kerangka persyaratan usaha, dan perdagangan
51%
3. Perlindungan lingkungan hidup, mitigasi perubahan iklim, dan kehidupan perkotaan berkelanjutan (sustainable urbanization)
36%
* Indonesia sebagai negara mitra SECO juga memperoleh manfaat dari berbagai prakarsa regional dan global yang didanai SECO. Bila besarnya alokasi dana khusus untuk Indonesia tidak dapat ditetapkan di awal (earmark), maka anggaran kegiatan tersebut tidak disertakan dalam proyeksi keuangan ini.
5. Monitoring capaian kegiatan Tabel berikut ini memuat ikhtisar kerja sama ekonomi di masa mendatang dengan usulan indikator monitoring dan evaluasi pada tingkat capaian hasil (outcome) serta penyelarasan dengan sasaran pembangunan Indonesia. Indikator monitoring dan evaluasi merupakan contohcontoh terpilih; keberhasilan implementasi strategi ini akan diukur dalam kaitannya dengan proyekproyek yang dilaksanakan oleh SECO. Berbagai proyek yang mendapatkan persetujuan akan menggunakan
beberapa indikator ini. Hal ini dilakukan agar SECO dan mitra-mitra Indonesia menjadi akuntabel terhadap capaian proyek-proyek yang dilaksanakan berdasarkan kerangka strategi ini. SECO tidak bermaksud mengukur keseluruhan sasaran pembangunan Indonesia.
Sasaran keseluruhan kerja sama ekonomi SECO dan Indonesia Mendukung Indonesia untuk terus meningkatkan tata kelola ekonomi dan meningkatkan daya saing internasional di bidang investasi dan perdagangan sekaligus berupaya mencapai pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Sasaran utama kerja sama ekonomi SECO dan Indonesia
Kontribusi program kerja sama
Sasaran pembangunan Indonesia (dari RPJM 2010-2014)
Sasaran 1: Manajemen perekonomian yang baik di sektor publik
• Pembaruan ekonomi dan perbaikan kebijakan keuangan yang mengarah pada kebijakan fiskal secara lebih transparan dan pengelolaan sumber daya publik yang lebih andal. Indikator terpilih: Jumlah dan jenis langkah relevan yang diambil untuk mengatur dan mengawasi pasar keuangan; Indikator Utama Keuangan Publik yang mengikuti metodologi PEFA.
Reformasi pemerintahan: Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik serta kualitas layanan publik di tingkat pusat (misalnya reformasi jabatan publik) dan di tingkat daerah (misalnya efektivitas transfer fiskal, harmonisasi peraturan perundang-undangan yang lebih baik antara tingkat pusat dan daerah)
Sasaran 2: Daya saing sektor swasta, kerangka persyaratan usaha, dan perdagangan
• Pemahaman yang lebih mendalam tentang kerangka persyaratan perdagangan internasional meningkatkan akses negara mitra ke pasar dunia. Indikator terpilih: Jumlah langkah pembaruan yang berhasil dilakukan untuk memfasilitasi akses pasar; jumlah lapangan kerja yang diciptakan dan dipertahankan; pelaksanaan standar-standar inti perburuhan ILO.
Penanaman modal di sektor usaha: Berbagai kebutuhan yang difasilitasi melalui perbaikan kepastian hukum, sistem informasi yang lebih baik (misalnya National Single Window untuk ekspor dan impor), penyederhanaan prosedur (misalnya mengurangi biaya untuk memulai kegiatan usaha) dan pengembangan zona ekonomi khusus.
• Kerangka persyaratan kewirausahaan yang lebih baik melalui administrasi yang ramping dan tata kelola yang baik meningkatkan daya saing. Indikator terpilih: Jumlah dan jenis prosedur yang menghambat yang telah berhasil dihapuskan; indikator Doing Business (khususnya perubahan indikator tersebut dalam kurun waktu 5 tahun ke depan).
Indonesia
19
Sasaran utama kerja sama ekonomi SECO dan Indonesia Sasaran 3: Perlindungan lingkungan hidup, mitigasi perubahan iklim, dan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urbanization)
Kontribusi program kerja sama
Sasaran pembangunan Indonesia (dari RPJM 2010-2014)
• Melalui langkah-langkah pembaruan dan investasi, para penyedia energi makin mampu menawarkan infrastruktur dasar yang andal berdasarkan efisiensi energi dan sumber energi terbarukan; keberlanjutan dan kecocokan iklim dimasukkan sebagai kriteria penting dalam kebijakan energi; daya (kWh) tambahan dari energi terbarukan dan dari langkah-langkah efisiensi energi melalui upaya penguatan yang dilakukan proyek. Indikator terpilih: Pengurangan emisi gas rumah kaca (dalam tCO2).
Pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang lebih baik di nusantara merupakan sasaran utama mengingat isu infrastruktur dianggap sebagai penghambat utama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Koordinasi kebijakan yang mendukung investasi di bidang infrastruktur (yaitu kerangka KPS, pembebasan lahan, dan perencanaan tata ruang) perlu ditingkatkan.
• Peningkatan kapasitas perencanaan dan struktur pembiayaan melalui dukungan pengembangan infrastruktur perkotaan yang terintegrasi. Indikator terpilih: Jumlah penduduk yang diperkirakan akan memperoleh manfaat dari rencana pengembangan perkotaan; jumlah orang yang memiliki akses layanan publik yang lebih baik; rasio unit keluaran untuk • volume air • bahan baku • energi • CO2 • volume limbah
Pasokan energi, termasuk energi terbarukan: kapasitas pembangkitan tenaga yang masih rendah di Indonesia diatasi melalui suatu program singkat yang direncanakan akan menambah daya sebesar 15.000 MW hingga tahun 2014, yang mana sepertiganya – atau sebanyak 5.000 MW – seharusnya berasal dari energi terbarukan (terutama panas bumi).
Pelaksanaan strategi ini akan dimonitor setiap tahunnya dengan tujuan sebagai berikut: Pembelajaran di tingkat kelembagaan: Dokumentasi dan replikasi praktik-praktik terbaik. Monitoring relevansi, kesesuaian topik, efisiensi, dan efektivitas program dan proyek dukungan SECO (serta koreksi/adaptasi bilamana diperlukan) Akuntabilitas: • antara lapangan dan kantor pusat SECO • terhadap publik • terhadap negara mitra
20
Indonesia
Meningkatnya partisipasi sektor swasta serta tersedianya serangkaian peraturan yang dapat menciptakan insentif bagi para investor untuk dapat lebih terlibat.
Perlindungan lingkungan hidup dan mitigasi perubahan iklim: pemerintah mengedepankan berbagai upaya untuk mengurangi deforestasi yang dapat berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi GRK Indonesia (-26% di tahun 2020 dibandingkan dengan tanpa adanya perubahan apapun/BAU), dan mengatasi kerusakan bantaran sungai dan polusi dari kegiatan industri (termasuk isu risiko bencana).
Strategi SECO diselaraskan dengan strategi pembangunan negara mitra. Oleh karena itu, upaya monitoring strategi yang dilakukan tiap tahun ini ditujukan untuk memastikan bahwa program SECO secara keseluruhan benar-benar berkontribusi terhadap pencapaian tujuan pembangunan Indonesia. Langkahlangkah adaptasi atau koreksi akan dilakukan apabila terjadi perubahan besar di Indonesia atau dalam tujuan pembangunan terkait.
6. Lembaga-lembaga mitra SECO akan terus melanjutkan kerja sama dengan beberapa mitra utama berikut ini, sesuai dengan bidang mitra-mitra lokal dan internasional di sektor publik dan masing-masing dan prioritas yang ada: swasta. Khususnya, SECO akan bekerja sama dengan
Singkatan
Lembaga
Mitra-mitra lokal Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kemenko Perekonomian
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian
Ditjen HKI
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual
KLH
Kementerian Negara Lingkungan Hidup
Kemenkeu
Kementerian Keuangan
Kemenperin
Kementerian Perindustrian
Kemendag
Kementerian Perdagangan
Kemenparekraf
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
OJK
Otoritas Jasa Keuangan
Kemen PU
Kementerian Pekerjaan Umum
Mitra-mitra Swiss IPI SC SIFEM SIPPO
Swiss Federal Institute for Intellectual Property Swisscontact Swiss Investment Fund for Emerging Markets Swiss Import Promotion Programme
Mitra-mitra internasional GIZ HEID IFC ILO IMF ITC ITTO IUCN KFW PPIAF (WB) PIDG UNCTAD UNIDO UNDP WB
Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit Graduate Institute of International and Development Studies International Finance Corporation International Labour Organization International Monetary Fund International Trade Centre International Tropical Timber Organization International Union for the Conservation of Nature Kreditanstalt für Wiederaufbau Public Private Infrastructure Advisory Facility (World Bank) Private Infrastructure Development Group United Nations Conference on Trade and Development United Nations Industrial Development Organization United Nations Development Programme World Bank
Indonesia
21
7. Lampiran data statistik Data berikut ini diperoleh dari Bank Dunia dan badan-badan internasional lainnya, termasuk IMF7, World Economic Forum, ILO, dan UNDP.
Pertumbuhan berkelanjutan * 2008 PDB per kapita (USD atas dasar harga berlaku)
2011
2.212 2.299 2.981
2012
2013
(proyeksi) (proyeksi)
3.509 3.797
4.255
6.0
4.6
6.2
6.5
6.1
6.6
Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index) (peringkat)
–
–
54
44
46
–
Utang saham eksternal (% dari PDB)
28.9
30.2
25.3
–
–
–
Utang bruto pemerintah (% dari PDB)
33.2
28.6
27.4
25.0
23.2
21.1
Pembentukan Modal Bruto (% dari PDB)
28
31
32
–
–
–
Inflasi. indeks harga konsumen (% per tahun)
9.8
4.8
5.1
5.4
6.2
6.0
36.8
37.0
36.5
–
–
–
5.1
5.2
6.2
–
–
–
Penguatan integrasi ke dalam perekonomian dunia*
2008
2009
2010
2011
Ekspor barang dan jasa (E) (% dari PDB)
29.8
28.7
24.1
–
Impor barang dan jasa (I) (% dari PDB)
28.7
24.1
21.3
–
Penanaman Modal Asing (FDI) (aliran masuk bersih. BoP. USD berlaku) (dalam jutaan USD)
9.318
4.877
13.371
–
7 International Monetary Fund, World Economic Outlook Database, April 2012. 8 Tingkat suku bunga pinjaman dikurangi tingkat suku bunga simpanan
Indonesia
2010
Pertumbuhan PDB riil (% per tahun)
Kredit dalam negeri yang disediakan sektor perbankan (% dari PDB) Sebaran suku bunga8
22
2009
Penurunan kesenjangan* Indeks Gini9 Tingkat pengangguran (%). survei angkatan kerja
2008
2009
2010
2011
–
–
–
–
8.4
7.9
7.1
6.6
Rasio jumlah penduduk miskin di garis 15.4 14.2 13.3 – kemiskinan nasional (% dari jumlah penduduk) Peningkatan sumber air. perkotaan (% dari jumlah penduduk yang memiliki akses)
89
– 92 –
Peningkatan fasilitas sanitasi. perkotaan (% dari jumlah penduduk)
36
– 73 –
Akses terhadap listrik (%)
– 64.5 –
–
Peningkatan tata kelola ekonomi
2008
2009
2010
2011
Kemudahan melakukan usaha (peringkat)
129
122
121
129
–
45
47
39
a) Efektivitas pemerintah (%)
46.6
46.4
47.8
–
b) Kualitas pengaturan (%)
44.7
43.1
39.7
–
c) Penegakan aturan hukum (%)
31.7
34.1
31.3
–
d) Pengendalian korupsi (%)
33.5
21.5
27.3
–
2008
2009
2010
2011
Perdagangan lintas negara (peringkat) Indikator tata kelola Bank Dunia: 10
Peningkatan kondisi lingkungan hidup* Emisi CO2 / penduduk (ton per kapita)
1.69
1.64
–
–
Porsi energi terbarukan pada TPES/ total pasokan energi primer (%)
34.4
34.6
–
–
Penggunaan energi per unit PDB (ton minyak yang setara dengan per seribu USD)11
0.22
0.22
–
–
* Tidak adanya data dikarenakan salah satu dari beberapa alasan berikut ini: – Tergantung sumbernya, tidak ada ada proyeksi yang bisa dibuat; – Data statistik yang dikumpulkan hanya berbasis tahunan; – Data tahun yang bersangkutan masih belum tersedia.
9 Angka 0 berarti kesetaraan absolut, sedangkan angka 100 berarti ketimpangan absolut. 10 Peringkat persentil menunjukkan persentase negara di seluruh dunia yang peringkatnya berada di bawah negara tertentu. Angka yang lebih tinggi menunjukkan peringkat tata kelola yang lebih baik. 11 Data PBD dikumpulkan per negara dengan menggunakan harga pasar berdasarkan mata uang setempat dan suku bunga tahunan. Skala data ini telah disesuaikan naik/turun sesuai dengan level harga 2000 dan kemudian dikonversikan ke mata uang dolar AS menggunakan nilai tukar rata-rata tahunan sebesar 2000 atau paritas daya beli (PPP). Indonesia
23
Departemen Federal bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Penelitian Sekretariat Negara Swiss bidang Ekonomi SECO
Konfederasi Swiss
Edisi cetak Departemen Federal Swiss bidang Ekonomi, Pendidikan, dan Penelitian Sekretariat Negara Swiss bidang Ekonomi SECO Holzikofenweg 36 CH-3003 Berne, Swiss Tel. + 41 31 324 09 10 www.seco-cooperation.ch
[email protected] Kedutaan Swiss Jl. H.R. Rasuna Said Blok X 3/2, Kuningan Jakarta Selatan 12950, Indonesia Tel. + 62 21 525 60 61 http://www.eda.admin.ch/jakarta
[email protected] Penyunting/Koordinasi: SECO Cooperation Desain Grafis/Konsep: Casalini, Berne www.casalini.ch Foto proyek: SECO Dokumen ini juga tersedia dalam Bahasa Inggris Untuk memesan, silakan hubungi:
[email protected] Tel. + 41 31 324 09 10 atau
[email protected] Tel. + 62 21 525 60 61
Berne 2013
24
Indonesia