STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI BERBASIS SISTEM AL-MAQASHID Asmuni, Mth Dosen Prodi Hukum Islam FIAI UII, kandidat Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta email:
[email protected]
ABSTRACT The economic crises are occurred not only in the developing countries, but also in the developed ones. The signals provide a strong approval that economic based on capitalism and socialism has failed to create prosperity and to humanize the human-being themselves. Furthermore, Moslem countries which are the victims of both capitalism and socialism are getting sufferer, since they are trapped on foreign loan with high interest accumulation. Consequently, those Moslem countries cannot develop themselves, for their natural resources are more given to the developed countries as compensation and investment. The remaining is for foreign loan payment and is often corrupted. If collaboration is established based on a mutual interest, foreign hegemony towards the developing countries is not occurred. From this point, it is important to develop economy using the maqashid system which is planning and involving the substantial problem. The system proposes the investment loan must be used to develop productive sectors, such as infrastructure and facilities of education and training in order that the society has skill to live independent, and capable to improve their prosperity.
94 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 Key words: al-maqashid, pembangunan, kapitalisme, sosialisme. A. Pendahuluan Berdasarkan hasil penelitiannya, Thomas Piketty membuktikan bahwa kapitalisme telah membentuk ketimpangan atau jurang antara si kaya dengan si miskin semakin besar.1Cara mengukurnya cukup sederhana,yaitu dengan membandingkan rate of return dengan tingkat pertumbuhan (growth) ekonomi suatu negara. Rumusnya adalah nilai rate of return lebih besar dari pada growth (r > g). Dengan kata lain, pada saat pasar yang dikuasai oleh pemilik modal meraup keuntungan besar, tidak akan pernah sebanding dengan nilai pertumbuhan ekonomi yang diperoleh suatu negara. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang biasanya akan mengalami bagaimana ketimpangan ekonomi, kemiskinan, pengangguran dan lain sebagainya sebagai “hantu” di balik pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan. Mengikuti tesis tersebut, adalah sangat wajar dipahami bila setiap krisis ekonomi akan diikuti oleh gejolak politik. Krisis ekonomi 1997 misalnya, menghantarkan gejolak politik dengan ditumbangkannya presiden Soeharto. Pada saat subrame mortage mengancam Amerika Serikat, diikuti oleh gejolak politik bertajuk “demokratisasi” di kawasan Timur Tengah yang berujung perang saudara, konflik agama dan semua itu bukannya memperbaiki kondisi, sebaliknya Thomas Piketty, Capital in the Twenty-First Century, ( Cambridge : Harvard Univercity Press, 2014). 1
Strategi Pembangunan Ekonomi
95
memperkeruh keadaan.2 Kondisi ini, berdasarkan prinsip liberalisasi dalam semangat globalisasi, ibarat melepas ular besar ke kandang kambing. Bagi ular, kambing tersebut adalah mainan yang mengasyikkan sekaligus mengenyangkan, namun sebaliknya keberadaan ular adalah ancaman bagi kehidupannya. Ular akan terus mengancam mangsanya, sekalipun ia tengah tidur kekenyang an.3 Terkait dengan tulisan ini, pertanyaannya adalah bagaimanakah realitas umat muslim di tengah arus besar liberalisasi ekonomi dan politik tersebut? Langkah apa yang telah dilakukan, sebagai contoh oleh negara Republik Indonesia yang mayoritas muslim dalam menghadang arus “McDonalisasi” tata kehidupan saat ini? Dua pertanyaan ini dijawab dengan pendekatan sistem maqashid. Sekalipun pendekatan ini cukup klasik dan telah banyak upaya memperbaharuinya, namun sedikit yang memposisikan maqashid dalam kerangka teori sistem. Sasaran pokoknya adalah bagaimana merancang sistem strategis dalam konsep pembangunan untuk negara ketiga yang pada umumnya dihuni oleh mayoritas penduduk muslim.
B. Realitas Umat Muslim; Menengok Kondisi Indonesia Jika diperhatikan, hampir seluruh negara muslim masuk dalam kategori sebagai negara ketiga.4 Sekalipun memiliki struktur yang berbeda, dapat dipastikan mereka menghadapi masalah-masalah yang hampir sama berhubungan dengan ekonomi. Sebutlah misalnya persoalan makro ekonomi yang ditandai Tentang revolusi sipil Timur Tengah lihat: Cahyo, Agus N., Tokoh-Tokoh Timur Tengah yang Diam-Diam Jadi Antek Amerika dan Sekutunya, , (Yogyakarta: DIVA Press, 2011). Hendrajit Dkk, Tangan-Tangan Amerika Operasi Siluman di Pelbagai Belahan Dunia, (Jakarta: Global Future Institute, 2010). Ricardo, David Akhmad, Khadafi Jagoan Tanah Arab, (Makassar: Arus Timur). 3 Uraian bagus tentang kerakusan dan dominasi Barat terhadap ekonomi negara-negara berkembang dapat dilihat dalam: Perkins, John, Confessions of An Economic Hit Man, San Francisco: BK: Barrett Koehler Publishers, 2004, dan The Secret History of The American Empire Economic Hit Man, Jackals and The Truth About Global Corruption, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Wawan Eko Yulianto & Meda Satrio, (Jakarta: Ufuk Press, 2007). 4 Uraian tentang kemiskinan dapat dilihat dalam: Agenda Ekonomi Kerakyatan, Revrisond Baswir, Pengantar Dr.Srutua Arief, Pustaka Pelajar bekerjasama IDEA (Institute of Development and Economic Analysis), Yogyakarta, 1997, hal. 17. 2
96
Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014
dengan tingginya tingkat pengangguran dan inflasi, defisit neraca pembayaran, depresiasi nilai mata uang, beban utang yang besar. Sebaliknya, realitas sosio-ekonomi menunjukkan adanya ketimpangan sosial yang tinggi dan tidak meratanya kesejahteraan dengan ditandai oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan etos kerja, dan berujung pada rendahnya pendapatan sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar dan lain sebagainya. Indonesia, misalnya. Selama ini, pembangunan Indonesia tersendera oleh paradigma pembangunan ketergantungan yang menegaskan bahwa pembangunan di negara berkembang sangat tergantung pada kerja sama atau peran negara maju yang “menginvestasikan” teknologi. Indonesia, sebagaimana jauh hari ditegaskan oleh Sritura Arif, belum mampu keluar dari pihak asing. Bahkan sumber daya penting yang terkandung di perut bumi Indonesia hampir sepenuhnya dikuasai oleh pihak asing. Dahulu, negara ini terkenal sebagai pengekspor beras, tapi kini justeru menjadi pengimpor; bahkan dari negara seperti Vietnam. Celakanya, sebagai negara maritim, Indonesia sempat menjadi pengimpor garam yang bahan bakunya adalah air laut. Agaknya, keterjebakan ke dalam nalar ketergantungan ini, dimanfaatkan oleh sementara jamaah “oknum” elit penguasa untuk meraup keuntungan pribadi. Persis pada titik itu, saat ini, Indonesia tengah menghadapi triple crises, yaitu di bidang: energi, pangan dan keuangan, demikian ditegaskan oleh Dawam Rahardjo. Satu contoh pada sektor energi. Indonesia pernah dimanjakan oleh booming harga minyak pada 1970-an. Pada saat itu, pembangunan didefenisikan sebagai industrialisasi untuk kemudian mengimpor berbagai produk luar, khususnya berkaitan degan teknologi. Di awal 1980-an, eforia tersebut muncullah kebijakan memperkencang ‘ikat pinggang’. Pasalnya, harga minyak kembali turun dan produksi minyak Indonesia mulai melemah. Berturut-turut, hingga saat ini, Indonesia justeru menjadi pengimpor minyak sekalipun memiliki ladang minyak yang cukup banyak. Walhasil, anggaran belanja negara tercekik oleh subsidi. Kondisi ini, dijadikan dalih untuk mengurangi subsidi dan menaikkan harga minyak di pasar. Padahal, tata kelola hulu energi, mulai dari peraturan perundang-undangan, kebijakan, hingga infrastrukturnya berantakan, dikuasai oleh mafia migas, namun seolah tak dapat disentuh. Justeru, pemerintah ke pemerintah, melestarikan kebijakan neoliberal (menyerahkan harga pada pasar) atas dalih anggaran. Tentu yang tersenyum lebar adalah para mafia
Strategi Pembangunan Ekonomi
97
migas, karena selain mendapat untung lebih dari ekspor-impor, juga bisa ikut bermain di sektor pengisian bbm. Pertanyaannya, dalam kondisi demikian, apakah Indonesia sanggup bersaing dengan negara kawasan dalam mempertahankan kedaulatan ekonomi negara, mengingat Indonesia termasuk sebagai negara yang memiliki sumber energi yang banyak?Ketimpangan ekonomi di Indonesia setidaknya dapat dilihat pada gini ratio dan tingkat korupsi. Hingga saat ini, Index Gini menunjukkan bahwa kesenjangan (inequality) ekonomi di Indonesia masih tinggi, sehingga berdampak pula terhadap kesenjangan sosial, pendidikan, dan lain sebagainya. Perhatikan table gini ratio di bawah ini! Sejak tahun 2006, terjadi peningkatan kesenjangan dengan nilai gini pada tahun 2013 adalah 0.41%. Dalam kondisi kesenjangan ini, dapat dipastikan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin. 29 juta berada dalam kondisi kemiskinan absolut, 11,5% dari total penduduk Indonesia berada pada posisi kemiskinan relative.
Gini Ratio
2006 0.36%
2007 0.36%
2008 0.35%
2009 0.37%
2010 0.38%
2011 0.41%
2012 0.41%
2013 0.41%
Sources: Statistik Indonesia
Pada posisi yang lain, angka korupsi Indonesia terbilang sangat tinggi. Dengan berada pada posisi 118 negara terkorup dari 176 negara berdasarkan penilaian Transparency International Corruption Perception Index 2012, Indonesia boleh dikatakan berada pada era ‘jahiliyah modern’ yang lebih ‘jahiliyah’ dibandingkan zaman jahiliyah yang dihadapi Rasulullah saw. Karena kejahiliyahan modern dilakoni oleh orang-orang yang tidak hanya berpendidikan, namun juga beragama.
yang lebih ‘jahiliyah’ dibandingkan zaman jahiliyah yang dihadapi Rasulullah saw. Karena kejahiliyahan modern dilakoni oleh orang-orang yang tidak hanya berpendidikan, namun juga beragama.
98
Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014
Grafik 1. Penanganan TPK Berdasarkan Instansi
Grafik 1. Penanganan TPK Berdasarkan Instansi
Sumber:http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidanaSumber: http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsi-berdasarkan-instansi korupsi-berdasarkan-instansi Data atas mempertegas mempertegasbahwa bahwa korupsi telah terdistribusi ke tingkat Data di atas korupsi telah terdistribusi ke tingkat lokal melalui saluran otonomi daerah yang minim akuntabilitas, yang lokal melalui saluran otonomi daerah yang minim akuntabilitas, yang hingga hingga juni 2013 secara keseluruhan tercatat 320 kasus. Akan tetapi, pada juni 2013 secara keseluruhan tercatat 320 kasus. Akan tetapi, pada titik yang titik yang lain, otonomi daerah yang dijalankan dengan akuntabilitas, lain, otonomiyang daerah yang dijalankan dengandampak akuntabilitas, transparansi yang transparansi baik, cukup memberikan bagi pembangunan baik, cukup memberikan dampak bagi Corruption pembangunan daerah. Memperkuat daerah. Memperkuat data ini, Indonesian Watch mengeluarkan data ini, korupsi kepalaCorruption daerah berdasarkan partai pengusung. Tahun 2012, data Indonesian Watch mengeluarkan data korupsi kepala daerah ICW mencatat terdapat 147 kasus korupsi kepala daerah. Para elit politik berdasarkan partai pengusung. Tahun 2012, ICW mencatat terdapat 147 kasus banyak terjebak kasus, dan didominasi oleh partai penguasa. korupsi kepala daerah. Para elit politik banyak terjebak kasus, dan didominasi oleh partai penguasa. Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika 5 dan Bisnis UGM, merilis hasil analisis terhadap 1365 kasus korupsi dari tahun
2001-2012 yang sudah mendapatkan putusan tetap dari Mahkamah Agung.5 Kerugian negara dari kasus-kasus tersebut adalah 168,19 triliun. Kerugian ini belum termasuk hasil jarahan korporasi asing yang begitu massif melalui state capture corruption. Kekayaan Indonesia, baik yang ada di darat, laut, dan udara dijarah sedemikian rupa dan ironisnya justeru “dilegalkan” negara. Ini da pat dilihat dalam berbagai Undang-Undang yang bukannya mensejahterakan rakyat, namun justeru membuka lebar pihak asing menjarah Indonesia. Berdasarkan dua data di atas (gini ratio dan tingkat korupsi), dapat dipahami bahwa perilaku komponen dalam sistem pembangunan di Indonesia 5
http://www.tempo.co/read/news/2013/03/04/058464996
Strategi Pembangunan Ekonomi
99
bergerak pada dua pola, yaitu minimum. Perilaku minimum tercermin pada begitu lebarnya jarak antara yang kaya dan miskin dengan membentuk struktur masyarakat piramida. Banyak yang miskin, sedang yang kaya sangat sedikit. Kondisi ini melahirkan sikap mental yang minimum, tidak memenuhi persyaratan untuk menggerakkan sistem dengan baik. Tingginya korupsi yang dilakukan para elit ekonomi dan rendahnya etos kerja, menjadikan pemba ngunan seakan ada namun hakikatnya tidak ada. Ada namun terkonsentrasi pada satu titik, tidak ada karena mayoritas masyarakat belum menikmati hasil pembangunan yang digadang-gadangkan. Karena kemiskinan secara otomatis berdampak pada rendahnya pendidikan, tidak berketerampilan, dan lain sebagainya.
C. Kegagalan Strategi yang Diadopsi Setiap sistem ekonomi memiliki nilai dan landasan filosofi yang dengannya sebuah sistem dibentuk dan dilaksanakan. Sebutlah misalnya sistem ekonomi Pancasila. Nilai dan landasan filosofinya termaktub dalam tiap-tiap sila dan butir-butir pengamalannya. Dengan nilai dan landasan filosofi itu, suatu sistem ekonomi setidaknya harus memiliki: (a) mekanisme preventif guna menghindari segala bentuk tindakan eksploitasi dan diskriminasi yang dengannya tujuan dari aktifitas sosio-ekonomi diarahkan; (b) nilai etos yang tinggi guna mendorong setiap individu dan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama; dan (c) media atau saluran distribusi untuk mengalokasikan sumber daya yang ada demi tercapainya tujuan. Oleh sebab itu, nilai dan dasar filosofi ini harus kokoh dan konsisten, sehingga pengejah-wentahannya ke dalam konsep dan strategi pembangunan dapat berjalan dengan baik. Indonesia diakui atau tidak selama ini telah mencoba melaksanakan strategi-strategi pembangunan dikonsepsikan dalam sekulerisme dan perspektif kapitalisme serta sosialisme. Akan tetapi permasalahan menjadi semakin memburuk dan negeri ini telah bergerak menjauh dan semakin menjauh dari maqashid. Alasan utamanya adalah bahwa strategi-strategi, yang diadopsi, telah dipinjam dari masyarakat yang memiliki tujuan-tujuan yang mungkin sama dengan tujuan-tujuan dalam Islam, namun filosofis dasar dan starteginya tidak sesuai dengan perwujudan dari tujuan-tujuan tersebut.
100 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 Kapitalisme menganggap kepentingan individu sebagai kekuatan motivasi atau spirit utama yang mendorong aktifitas ekonomi. Berdasarkan nilai ini, kapitalisme menandaskan bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk memaksimalisasi kepuasan, keuntungan, kepemilikan harta, tanpa terikat pada rasa kepedulian sosial. Pasar menjadi tempat, baik bagi konsumen maupun produsen untuk mewujudkan tujuan maksimalisasi dan meminimalisasi resiko dan biaya. Bagaimana mungkin hal demikian bisa terjadi? Tak lain adalah karena kerangka asumsi-asumsi yang menegaskan bahwa: pertama, apapun bentuk kepentingan sosial dilakukan atas dasar motif atau untuk kepentingan pribadi; kedua, oleh sebab itu, perlu sarana sekularisasi guna mengharmoniskan dua kepentingan yang berbeda agar tidak terjadi konflik yang lazim disebut “pasar” di mana setiap orang memiliki hak dan kebebasan yang sama untuk mendapatkan tujuannya; ketiga, terpenuhinya motif-motif individu, secara otomotis merefleksikan terbentuknya tatanan sosial yang baik. Akan tetapi, ketiga asumsi ini tidak dapat dibenarkan, mengingat kapitalisme dengan instrument yang dimilikinya telah melakukan eksploitasi dan dehumanisasi yang akut. Sosialisme dengan semangat “komunalnya” bertujuan membentuk ma syarakat tanpa kelas sebagaimana telah diakibatkan oleh kapitalisme. Caranya adalah dengan menghapus kepemilikan pribadi dan apapun motif yang hanya mementingkan keuntungan pribadi dianggap sebagai semangat yang bertentangan dengan kepentingan sosial. Pemerintah memegang kendali terhadap seluruh sumber daya yang ada, baik dalam pemanfaatan maupun mendistribusikannya kepada masyarakat. Akan tetapi, sentralisme seperti ini justeru menjadikan roda ekonomi tidak berjalan, sebaliknya malah membentuk sistem pemerintahan yang tiran dan otoriter. Dalam kondisi seperti itu, ketimpangan akan tetap ada, seturut dengan adanya konflik sosial. Kelemahan logis dari sosialisme dan kapitalisme juga terlihat dari fakta nya. Pengalaman dari negara-negara kapitalis menunjukkan bahwa sekalipun mereka paling kaya dan sangat maju namun belum mampu menghilangkan kemiskinan dan memenuhi kebutuhan, meskipun sudah lama berkembang dan kekayaan yang melimpah pada masyarakatnya. Ketimpangan pendapatan dan kekayaan kenyataannya muncul, dan pengangguran telah menjadi permasalahan jangka panjang dan kronis. Beberapa negara ini juga sedang meng-
Strategi Pembangunan Ekonomi 101
hadapi ketimpangan eksternal dan makroekonomi yang kronis, yang sulit me reka hilangkan. Catatan dari negara-negara sosialis juga tidak berbeda dalam hal pemenuhan kebutuhan untuk mengurangi ketimpangan sosial ekonomi meskipun sumber dayanya melimpah. Perekonomiannya cenderung stagnan karena kurangnya motivasi antara pekerja dan eksekutif serta ketidakmapuan dari sistem tersebut untuk menjawab realitas perubahan. Utang-utang dari negara-negara ini juga meningkat tajam seperti halnya sejumlah negara-negara berkembang. Adopsi dari solusi pasar, dimana perestroika tunjukkan, dalam kerangka sekularisme dari masyarakat terikat dan memaksanya terlibat dalam motivasi antara pekerja dan eksekutif serta ketidakmapuan dari sistem persoalan inflasi, pengangguran dan ketimpangan ekonomi dimana tersebut untuk menjawab realitas perubahan. Utang-utang dari negara-lainnya motivasi antara pekerja negara ini juga meningkat sepertisendiri. halnya sejumlah negara-negara tersebut untuk menjawa masyarakat kapitalis tajam mengalami berkembang. Adopsi dari solusi pasar, dimana perestroika tunjukkan, dalam negara ini juga meningk Maka kedua sistem tersebut telah gagal mewujudkan tujuan-tujuan yang kerangka sekularisme dari masyarakat terikat dan memaksanya terlibat berkembang. Adopsi dari Sebabnya adalah bahwa filosofis dasarnya dari kehidupan dan dalamditetapkan. persoalan inflasi, pengangguran dan ketimpangan lainnya motivasi ekonomi antara pekerja dankerangka eksekutifsekularisme serta ketidak da dimana masyarakat kapitalis mengalami sendiri. strateginya tidak sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan tersebut. Tu- inflasi, tersebut untuk menjawab realitas perubahan. Utan dalam persoalan negara strategi-strateginya ini juga meningkat dimana tajam seperti halnya sej masyarakat kapita Maka kedua sistem berprikemanusiaan tersebut telah gagal mewujudkan tujuan-tujuan juannya adalah tetapi berorientasi berkembang. Adopsi dari solusi pasar, dimana perestro yang konflik ditetapkan. Sebabnya adalah bahwaDarwinism filosofis dasarnya dari kehidupan Makadasar kedua sistem berdasarkan atas social atau dialektika daripada atas sekularisme dari masyarakat terikat dan dan strateginya tidak sesuai dengan tujuan-tujuankerangka yang ditetapkan tersebut. yang ditetapkan. Sebabny konsep kebersamaan antar manusia, tanggung jawabberorientasi terhadap sumber-sumber dalam persoalan inflasi, pengangguran dan ketimpan Tujuannya adalah berprikemanusiaan tetapi strategi-strateginya dan strateginya tidak sesu masyarakat kapitalis mengalami sendiri. konflik berdasarkan atas Maha social Tinggi. Darwinism ataudimana dialektika daripada atas Tujuannya alam kepada yang Dengan kerangka referensi tentang pandang an berprik adalah dasardan konsep kebersamaan antar manusia, tanggung jawab terhadap Maka kedua sistem tersebut gagal mewu konfliktelah berdasarkan atas strateginya, mereka tidak mampu memperkenalkan perubahan-perubah sumber-sumber alam kepada yang Maha Tinggi. Dengan kerangkaSebabnya referensi adalah yang ditetapkan. bahwa filosofis das konsep kebersam an pandangan strukturaldan yang radikal yang diperlukan untuk mewujudkan dasar tujuan-tujuan tentang strateginya, mereka tidakdan mampu memperkenalkan strateginya tidak sesuai dengan tujuan-tujuan yan sumber-sumber alam kep yang ditetapkanstruktural tanpa menonjolkan ketimpangan perubahan-perubahan yang radikal Tujuannya yang diperlukan untuk tentangSistemadalahmakroekonomi. berprikemanusiaan tetapi strategi-st pandangan dan st mewujudkan tujuan-tujuan yang ditetapkan tanpa menonjolkan konflik berdasarkan atas social Darwinism sistem yang telah gagal diwujudkan tidak dapat dijadikan sebagai contoh bagi atau dia perubahan-perubahan st ketimpangan makroekonomi. Sistem-sistem yang telah gagal diwujudkan dasar konsep kebersamaan antar manusia, tangg mewujudkan tujuan-tuj bahkan bagi negara-negara Muslim lainnya. Oleh karena itulah, tidak Indonesia, dapat dijadikan sebagai contoh bagi Indonesia, bahkan bagi negarasumber-sumber alam kepada ketimpangan yang Maha Tinggi. Deng makroekon negara-negara Muslim dan melihat apakahdan Islam mampu memnegara Muslim lainnya. Oleh harus karena kembali itulah, negara-negara Muslim harus tentang pandangan strateginya, mereka tidak mam tidak dapat dijadikan seb kembali dan melihat apakah Islam mampu memberikan satu alokasi sistem yang berikan satu sistem yang membantu menghasilkan dan distribusi sumperubahan-perubahan struktural radikal yan negarayang Muslim lainnya. membantu menghasilkan alokasi dan distribusi sumber-sumber daya kembali mewujudkan tujuan-tujuan yangsejalan danditetapkan melihat apa ber-sumber daya tersebut yang berbeda dari kedua sistem di atas dan tersebut yang berbeda dari kedua sistem di ketimpangan atas dan sejalan dengan makroekonomi.membantu Sistem-sistem yang tel menghasilkan dengan maqashid syariah. maqashid syariah. tidak dapat dijadikan sebagaitersebut contoh yang bagi Indonesia, berbeda
negara Muslim lainnya. Oleh karena syariah. itulah, negaramaqashid kembali dan melihat apakah Islam mampu memberi D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Komprehensif D. Al-Maqâsid Sebagai Sistem Pembangunan Komprehensif membantu menghasilkan alokasi dan distribusi s Al-Maqâṣid tersebut yang berbeda dariD.kedua sistem Sebagai di atas S Al-Maqâṣid bukanlah disiplin ilmu baru, jika Al-Maqâ id sesungguhnya sesungguhnya bukanlah disiplin ilmuterutama baru, terutama jika dipomaqashid syariah. diposisikan ilmu ushul al-fiqh. Geneologi teorisasi sisikan dalam dalamruang ruanglingkup lingkup ilmu ushul al-fiqh. Geneologi teorisasi Al-Maqâṣid al-maqâ sesungg al-maqâṣid telah memakan rentang waktu yang lama, dengan berbagai diposisikan dalam ruang id telah rentang waktu lama, dengan berbagai dinamika dan dinamika danmemakan dialektika antara pihak yangyang pro dan kontra, liberal-radikal, al-maqâṣid telah mema D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Kom dialek tika antara pihak yang protengah. dan kontra, liberal-radikal, maupun mereka maupun mereka yang mengambil posisi Konstruksi ilmu maqâṣid dinamika dan dialektika mulai terstruktur secara lebihtengah. baik diKonstruksi tangan al-Syatibi. Akan tetapi, ia maupun Al-Maqâṣid sesungguhnya bukanlah disiplin yang mengambil posisi ilmu maqâ id mulai terstruktur secara mereka yangilm m tetap saja menjadi disiplin yang belum selesai.diposisikan Terlebih jika dikaitkan dalam ruang lingkup ushul al-fiqh mulai ilmu terstruktur secara dalam konteks pengembangan ekonomi syari’ah. Para ahlitelah ushul, ahli tetap al-maqâṣid memakan rentang yangdisip la sajawaktu menjadi ekonomi Islam, dan lainnya belum bertemu pada satu titik kesepakatan dinamika dan dialektika antara pihakkonteks yang pro dan k dalam pengem dalam memposisikan al-maqâṣid sebagai metode analisa atau yang sebagai maupun mereka mengambil posisi tengah. ekonomi Islam, danKon lai general principle.
dimana masyarakat kapitalis perubahan-perubahan struktural yangba tidak dapat dijadikan sebagai contoh bagi Indonesia, mewujudkan tujuan-tujuan yang d Maka itulah, kedua negara-neg sistem ter negara Muslim lainnya. Oleh karena ketimpangan makroekonomi. Sistem-sist ditetapkan. Sebabnya a kembali dan melihat apakahyang Islam mampu memberikan tidak dapat dijadikan sebagai contoh bag dan strateginya tidak sesuai 102 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014membantu menghasilkan alokasi dan distribusi sum lainnya. Oleh dikarena adalah berprikem tersebut yang negara berbedaMuslim dariTujuannya kedua sistem atas itu da kembali dan melihat apakah Islam mam konflik berdasarkan atas so maqashid syariah. membantu dan lebih baik di tangan al-Syatibi. Akan tetapi, ia tetap saja menjadimenghasilkan disiplin yangalokasi dasar konsep kebersamaan tersebut yangsumber-sumber berbeda dari alam kedua siste kepada belum selesai. Terlebih jika dikaitkan dalam konteks pengembangan ekonomi maqashid syariah. D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Kompre tentang pandangan dan strat syari’ah. Para ahli ushul, ahli ekonomi Islam, dan lainnya belum bertemu pada perubahan-perubahan struk sesungguhnya bukanlah ilmu b satu titik kesepakatan dalam memposisikanAl-Maqâṣid al-maqâ id sebagai metode analisadisiplin mewujudkan tujuan-tujuan D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembang diposisikan dalam ruang lingkup ilmu ushul al-fiqh. G ketimpangan makroekonomi atau sebagai general principle. al-maqâṣid telah memakantidak rentang yangsebaga lama, dapatwaktu dijadikan Al-Maqâṣid sesungguhnya bukanlah Kebelum selesaian itu, tampak jelas dinamika dengan terjebaknya maqâ idpihak ke dalam dan dialektika antara yang pro dan kont negara Muslim lainnya. Ole diposisikan dalam ruang lingkup ilmu nalar utilitarianisme. Maslahah seolah menjadi instrumen menyatakan maupun mereka yanguntuk mengambil posisi tengah. Konstr kembali dan melihat apakah al-maqâṣid telahbaik memakan rentang wa terstruktur secara lebih di menghasilkan tangan al-Syatib membantu a segala sesuatu, sepanjang memiliki nilaimulai maslahah maka mendapatkan legitidinamika dan dialektika antara pihak ya tetap saja menjadi disiplintersebut yang belum yang selesai. berbedaTerle dar masi syari’ah. Pada ujungnya, argumentdalam maslahah tersebut terperangkap pada maupun mereka yang mengambil posisi konteks pengembangan ekonomi syari’ah. Par maqashid syariah. mulai terstruktur secara lebih baik di t kasus-kasus tertentu, bersifat individualekonomi atau berpretensi kelompok ter- pada satu Islam, danpada lainnya belum bertemu tetap saja menjadi sebagai disiplin yang belum memposisikan al-maqâṣid metode ana tentu, sehingga acapkali tidak mampu dalam menjawab persoalan komunitas, baik dalam konteks pengembangan ekonom general principle. D. Al-Maqâṣid Sebagai Sist pada level local, nasional, terlebih internasional. ekonomi Islam, dan lainnya belum ber menjawab persoalan komunitas, baik pada level local, nasional, terlebih dalam memposisikan al-maqâṣid sebag menjawab persoalan komunitas, baik pada level local, nasional, terlebih Kebelum selesaian itu, tampak jelas dengan terjeb Al-Maqâṣid sesungguh Pada titik tersebut, diperlukan upaya pemikiran ulang teorisasi al-maqâ internasional. general principle. internasional. dalam nalar utilitarianisme. Maslahah seolah menjadi diposisikan dalam ruang li id sebagai sebuah sistem pembangunan. Sekalipun sekedar pengantar, ulas Pada titik tersebut, diperlukan upaya pemikiran ulangal-maqâṣid teorisasi menyatakan segala sesuatu, sepanjangalmemiliki nila telah memakan selesaian itu,ujungnya, tampak jela an singkat berikut diharapkan mampu menjelaskan the Kebelum ideal state socio, Padamaqâṣid titik tersebut, upaya pemikiran ulang teorisasi al-ofsekedar sebagaidiperlukan sebuah sistem pembangunan. Sekalipun mendapatkan legitimasi syari’ah. Pada ar dinamika dan dialektika an dalam nalar utilitarianisme. Maslahah maqâṣid sebagai sebuah sistem pembangunan. Sekalipun sekedar ulasan singkat berikut diharapkan mampu menjelaskan thetertentu, tersebut pada kasus-kasus cultural andpengantar, economic development based on terperangkap maqashid al-syari’ah. maupunSyarat mereka yang bersif meng menyatakan segala sesuatu, sepanjang pengantar, ulasan berikut diharapkan mampu menjelaskan the ideal statesingkat of socio, cultural and economic development based on berpretensi pada kelompok tertentu, sehingga acapk mulai terstruktur secara le utama pembentukan tatanan ideal bagieconomic sistem pembangunan, adalah dengan mendapatkan legitimasi syari’ah. Pada ideal state of socio, cultural and development based on maqashid al-syari’ah. Syarat utama pembentukan tatanan ideal tetap sajabagi menjadi disiplin tersebut terperangkap pada kasus-kasus menentukan komponen-komponen apadengan saja yang menentukan terlaksananya maqashid al-syari’ah. Syarat adalah utama pembentukan tatanan ideal bagi konteks sistem pembangunan, menentukan komponen-komponen dalam pengemban berpretensi pada kelompok tertentu, 6 tersebut. sistem pembangunan, adalah dengan dijelaskan menentukan komponen-komponen apa tersebut. saja yang menentukan terlaksananya pembangunan pembangunan Sebagaimana oleh Husni Muadz , masingekonomi Islam, dan lainnys 8 6 apa saja yang menentukan terlaksananya pembangunan tersebut. , masing-masing komponen Sebagaimana dijelaskan oleh Husni6 Muadz dalam memposisikan al-m masing komponen merupakan satu kesatuan yang utuh dan akan membentuk , masing-masing komponen Sebagaimana dijelaskan oleh Husni Muadz merupakan satu kesatuan yang utuh dan akan membentuk relasi invariant general principle. relasi invariant (tetap) yangyang secara terus menerus akan relasi melahirkan emergent merupakan satu kesatuan utuh dan akan membentuk invariant (tetap) yang secara terus menerus akan melahirkan emergent properties. 8 (tetap) Berdasarkan yang secara terus menerus akan melahirkan emergent properties. Kebelum Berdasarkan sudut pandang ini, maka maṣlaḣah tidak lagi dijadikan dijadikan selesaian itu, properties. sudut pandang ini, maka tidak lagi Berdasarkan sudut pandang ini, maka maṣlaḣah tidakdari lagi dijadikan dalam nalar sebagai tujuan. Melainkan emergent properties terpeliharanya relasi sebagai tujuan. Melainkan emergent properties dariterpeliharanya terpeliharanya relasi in-utilitarianisme sebagai tujuan. Melainkan emergent properties dari relasi menyatakan invariant antar komponen. Relasi tersebut merupakan relasisegala sesuat variant antar komponen. Relasi tersebut merupakan relasi invariant antar komponen. Relasiterus tersebut relasi Lalu, legitimasi s mendapatkan intersubyektifitas yang bersifat menerus, merupakan unity danintersubyektifitas terintegrasi. intersubyektifitas yang bersifat terus menerus, unity dan terintegrasi. Lalu,menjadi tersebut terperangkap pada apaterus yang menjadi komponennya? yang bersifat menerus, unity dan terintegrasi. Lalu, apa yang apa yang menjadi komponennya? berpretensi pada kelompo komponennya? Sistem pembangunan dalam perspektif maqâṣid adalah berbasis pada Sistem pembangunan dalamperspektif perspektif maqâṣid adalah berbasis Sistem pembangunan dalam adalah berbasispada pada untuk pempembelajaran berkelanjutan (long time learning). Tujuannya adalah pembelajaran berkelanjutan (long time learning). Tujuannya adalah untuk memanusiakan(long manusia; meletakkan manusia adalah pada prinsip belajaran berkelanjutan time learning). Tujuannya untukkedalaman, memanumemanusiakan manusia; meletakkan manusia pada prinsip kedalaman, yaitu bahwa manusia bukanlah terbatas sebagai makhluk materi yang siakan manusia; meletakkan manusia pada prinsip kedalaman, yaitu bahwa yaitu bahwa bukanlah terbatas materi yang bahkan beradamanusia pada alam kehidupan. Lebihsebagai dari itu,makhluk ia memiliki kesadaran beradabukanlah pada alamterbatas kehidupan. Lebihspiritual dari itu, ia memiliki kesadaran bahkan manusia sebagai makhluk materi yang berada pada alam manusia adalah makhluk yang memiliki pengalaman di dunia manusia adalah makhluk spiritual yang memiliki pengalaman di dunia pembangunan tidak lagi diarahkan kehidupan. materi. Lebih Berdasarkan dari itu, ia perspektif memiliki ini, kesadaran bahkan manusia adalah materi. pada Berdasarkan perspektif ini, pembangunan diarahkan upaya penumpukan materi, eksploitasitidak alam,lagi yang pada ujungnya makhluk spiritual yang memiliki pengalaman di dunia materi. Berdasarkan pada upaya penumpukan materi, eksploitasi alam, yang pada ujungnya menimbulkan berbagai bentuk ketimpangan, kerusakan, ketidak-teraturan. menimbulkan bentuk ketimpangan, kerusakan, Lebih berbagai jauh, menciptakan dehumanisasi terhadapketidak-teraturan. manusia. Di sini, dapat Lebih jauh, menciptakan dehumanisasi terhadap manusia. Di adalah sini, dapat dipahami bahwa komponen dasar bagi pembangunan manusia itu 6 M. Husni Muadz, Anatomi Sistem Sosial Rekonstruksi Normalitas Relasi Intersubyektivdipahamisendiri. bahwaAkan komponen dasar bagi pembangunan adalah manusia itu sikap tetapi, ia tidak dilihat sebatas makluk individu karena itas dengan Pendekatan Sistem, (Mataram: Institut Pembelajaran Gelar Hidup [IPGHI], 2014). sendiri. Akan tetapi, ia sikap tidak individualis-utilitarianism. dilihat sebatas makluk individu karena sikap ini melahirkan ini melahirkan sikap individualis-utilitarianism. 7 sistem pembangunan Menggunakan perspektif Jamaluddin al-Aṭiyah, 7 sistem pembangunan Menggunakan perspektif Jamaluddin al-Aṭiyah, dengan sistem al-maqâṣid diarahkan untuk membangun manusia pada dengan sistem al-maqâṣid diarahkan untuk membangun manusia pada
konflikpembangunan berdasarkan atas social Darwinism atau dialektika daripadapada atas Sistem dalam perspektif maqâṣid adalah berbasis dasar konsep kebersamaan antar manusia, tanggung jawab terhadap pembelajaran berkelanjutan (long time learning). Tujuannya adalah untuk sumber-sumber alam kepada yang Maha Tinggi. Dengan kerangka referensi memanusiakan manusia; meletakkan manusia pada prinsip kedalaman, tentang pandangan dan strateginya, mereka tidak mampu memperkenalkan yaitu bahwa manusia bukanlah terbatas sebagai Strategi Pembangunan Ekonomiyang 103 makhluk materi perubahan-perubahan struktural yang radikal yang diperlukan untuk berada pada alam kehidupan. Lebih dari itu, ia memiliki kesadaran bahkan mewujudkan tujuan-tujuan yang ditetapkan tanpa menonjolkan manusia adalah makhluk spiritualSistem-sistem yang memiliki pengalaman di dunia makroekonomi. telah gagalpenumpukan diwujudkan perspektifketimpangan ini, pembangunan tidak lagi diarahkanyang pada upaya materi.tidak Berdasarkan perspektif pembangunan tidak lagi bagi diarahkan dapat dijadikan sebagaiini, contoh bagi Indonesia, bahkan negaramateri, alam, yangmateri, pada ujungnya menimbulkan berbagai bentuk pada eksploitasi upaya penumpukan eksploitasi alam, yang pada ujungnya negara Muslim lainnya. Oleh karena itulah, negara-negara Muslim harus ketimpangan, kerusakan, ketidak-teraturan. Lebih jauh, menciptakan menimbulkan berbagai bentuk ketimpangan, kerusakan, ketidak-teraturan. kembali dan melihat apakah Islam mampu memberikan satu sistem dehuyang membantu menghasilkan alokasi dan distribusi sumber-sumber Lebih jauh, menciptakan dehumanisasi terhadap manusia. Di sini, dapat manisasi terhadap manusia. Di sini, dapat dipahami bahwa komponen daya dasar tersebut yang berbeda dasar dari kedua sistem di atas adalah dan sejalan dengan dipahami bahwa komponen bagi pembangunan manusia itusebagi pembangunan adalah manusia itu sendiri. Akan tetapi, ia tidak dilihat syariah. sendiri.maqashid Akan tetapi, ia tidak dilihat sebatas makluk individu karena sikap batas makluk individu karena sikap ini melahirkan sikap individualis-utilita ini melahirkan sikap individualis-utilitarianism.
rianism. D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Komprehensif Menggunakanperspektif perspektifJamaluddin Jamaluddin al-Aṭiyah,,77 sistem Menggunakan sistem pembangunan pembangunan dengan sistem al-maqâṣid diarahkan untuk membangun manusia pada sesungguhnya bukanlah disiplin ilmu baru, pada terutama jika dengan sistemAl-Maqâṣid al-maqâ id diarahkan untuk membangun manusia level inlevel individu, masyarakat, berbangsa atau negara, serta internasional. diposisikan dalam ruang lingkup ilmu ushul al-fiqh. Geneologi teorisasi dividu, masyarakat, berbangsa atau negara, serta internasional. Artinya, proses Artinya,al-maqâṣid proses pembelajaran intersubyektifitas pada telah memakandalam rentanghubungan waktu yang lama, dengan berbagai pembelajaran dalam hubungan intersubyektifitas pada masing-masing level dinamika level dan dialektika yang pro dan utuh. kontra,Pembangunan liberal-radikal, masing-masing tersebutantara dalampihak kesatuan yang tersebut dalam kesatuan utuh. Pembangunan tidak akan membawa pada maupun mereka yang yang mengambil posisi tengah. Konstruksi ilmu maqâṣid tidak akan membawa pada taraf kesejahteraan yang diidealkan manakala mulai terstruktur secara lebih baik di tangan al-Syatibi. Akan tetapi, ia taraf kesejahteraan yang diidealkan manakala salahpenyimpangan satu dari komponen tersesalah satu dari komponen tersebut mengalami (deviasi). tetap saja menjadi disiplin yang belum selesai. Terlebih jika dikaitkan anak yang terdidik (deviasi). secara baik dalamanak lingkuangan keluarga, butSeorang mengalami Seorang terdidik dalam penyimpangan konteks pengembangan ekonomi syari’ah. yang Para ahli ushul,secara ahli belum menjadi baik manakala tatanan masyarakat di sekitarnya baik dalamtentu lingkuangan belum tentu menjadi tatanan ekonomi Islam, keluarga, dan lainnya belum bertemu padabaik satu manakala titik kesepakatan dalam memposisikan sebagai metodemadani analisatidak atau akan sebagai masyarakat di sekitarnya rusak.al-maqâṣid Sebaliknya, masyarakat ter6 M. Husni Muadz, Anatomi Sistem Sosial Rekonstruksi Normalitas Relasi general principle. rusak. Sebaliknya, masyarakat madani tidak akan terwujud man Sebaliknya, masyarakat madani tidak yang akan terwujud manakala wujud manakala ada pada setiap keluarga tidak Gelar baik. Hidup Begitu Intersubyektivitas denganindividu Pendekatan Sistem, (Mataram: Institut Pembelajaran individu yang adatampak pada setiap keluarga tidak baik. Begituke seterusnya. 2014).keluarga yang ada[IPGHI], pada setiap tidakselesaian baik. Begitu seterusnya. Kebelum itu, jelas dengan terjebaknya maqâṣid seterusnya. 7 Jamal al-Dîn Aţiyah, Nahwa Taf’îl Maqâşid al-Syarî’ah, (Amman: al-Ma’had al-‘âlamî li dalam nalar utilitarianisme. seolah menjadi instrumenmaslahah untuk polabagaimanakah relasi Maslahah ideal yang dapat mewujudkan al-FikrLalu, al-Islâmî, 1999M).ideal Lalu, pola relasi ideal yang maka dapat mewuju u, bagaimanakah polabagaimanakah relasi yang dapat mewujudkan menyatakan segala sesuatu, sepanjang memiliki nilai maslahah sebagai emergence properties yang diharapkan? dapat merujuk surat Kita d maslahah sebagai emergence properties yang pada diharapkan? h sebagai emergence properties yang diharapkan? Kita dapat mendapatkan legitimasi syari’ah. PadaKita ujungnya, argument maslahah merujuk pada surat Fâṭir [35] : 32. Ayat ini, pada dasarnya terperangkap pada kasus-kasus tertentu, bersifat individual atau menjela ini, pada dasarnya bagaimana sikap manusia pada surat Fâṭir [35] [35]:tersebut :32. 32.Ayat Ayat ini, pada dasarnya menjelaskan 9 menjelaskan bagaimana sikap manusia terhadap al-Qur’an sebagai kitab berpretensi pada kelompok tertentu, acapkali tidak Artinya, mampu na sikap manusia terhadap al-Qur’an sebagai kitabsehingga yang terhadap al-Qur’an sebagai kitab yang menentukan derajat manusia.
menentukan derajat manusia. Artinya, relasi manusia dengan al-Q kan derajat relasi manusia. Artinya, relasial-Qur’an manusia dengan al-Qur’an manusia dengan mencerminkan pola hubungannya dengan mencerminkan pola hubungannya minkan pola hubungannya dengan sesama manusia dan alam dengan sesama manusia dan sesama manusia dan alam semesta. Pada ayat ini, tigayang relasidijelaskan, yang dijelasPada ayat ini, tigaada relasi yaitu: zôlim Pada ayat ini, ada tiga relasi semesta. yang dijelaskan, yaitu: zôlimun li 8 ada kan, yaitu: zôlimun li nafsihi (menganiaya diri mereka sendiri), (posisi nafsihi (menganiaya diri mereka sendiri), muqtaṣid (posisi tengah) menganiaya diri rusak. mereka sendiri), muqtaṣid tengah), Sebaliknya, masyarakat madani8(posisi tidak akan terwujud dan manakala 8 8 sâbiqun bi al-khairât (lebih dahulu kebaikan). dan sâbiqun bisetiap al-khairât (lebih dahulu berbuatberbuat kebaikan). bi al-khairâttengah), (lebih dahulu berbuat kebaikan). individu yang ada pada keluarga tidak baik. Begitu seterusnya.
Lalu, bagaimanakah pola relasi ideal yang dapat mewujudkan 7 Relasi pertama, (zôlimun liKita nafsihi) adalah relasi yanglimemposi maslahah Jamallial-Dîn Aţiyah, Nahwa Taf’îl Maqâşid al-Syarî’ah, (Amman: al-Ma’had al-‘âlamî asi pertama, (zôlimun nafsihi) adalah relasi yang sebagai emergence properties yang memposisikan diharapkan? dapat sebagai untuk melegalkan setiap tindak-tanduk ma merujuk pada suratal-Qur’an Fâṭir [35] : 32. Ayat ini, objek pada dasarnya menjelaskan al-Fikruntuk al-Islâmî, 1999M). n sebagai objek melegalkan setiap tindak-tanduk manusia 8 bagaimana sikap manusia terhadap al-Qur’an sebagai kitab yang Para ahli tafsir secara tradisional menjelaskan tingkatan muslim tersebut atau bahkan mengabaikan al-Qur’an sama sekali. Pola relasi hkan mengabaikan al-Qur’an sama Artinya, sekali. ini kualitas menentukan derajat manusia. relasi Pola manusiarelasi dengan al-Qur’an berdasarkan volume amal perbuatan sehari-hari. Pada tingkatan pertama zôlimun linafsihi merupakan individualistik mencerminkan pola hubungannya relasi dengan sesama manusia dan yang alam sasarannya adalah maksima an relasi individualistik yang sasarannya adalah maksimalisasi yaitu mereka yangayat menganiaya sendiri dengan melaksanakan tetapi juga mesemesta. Pada ini, ada tigadiri relasi yang dijelaskan, yaitu: zôlimun li perintah, kepuasan dan minimalisasi resiko dengan mengabaikan atau masa b n dan minimalisasi resiko dengan mengabaikan atau masa bodoh langgar larangan agamadiri sekaligus, kedua muqtaṣid yaitu nafsihi (menganiaya mereka sendiri), (posisimelakukan tengah), dan perbuatan kebajikan dan 8 terhadap orang lain. Relasi kedua (muqtaṣid), yaitu mereka yang mem orang lain. Relasi kedua (muqtaṣid), yaitu mereka yang membaca sâbiqun bi al-khairât (lebih dahulu berbuat kebaikan). meninggalkan perbuatan kemungkaran tapi terkadang terjebak pada kemaksiatan, sedanal-Qur’an namun tidak menjadikannya sebagai untuk kema n namun tidak pedoman untuk kemajuan gkanmenjadikannya ketiga sâbiqun bisebagai al-khairât adalahadalah mereka perbuatan terpujipedoman (al-ma’rufât) Relasi pertama, (zôlimun li nafsihi) relasimelakukan yang memposisikan umat. Al-Qur’an dibaca sebatas ritual untuk meningkatkan kesal secaraal-Qur’an konsisten dan objek tidak maumelegalkan menyentuh amalan tercelamanusia (al-munkarât) meskipun kecil. Al-Qur’an dibaca sebatassebagai ritual untuk meningkatkan kesalehan untuk setiap tindak-tanduk ataual-Maragi bahkan mengabaikan al-Qur’an sama sekali. Pola relasi ini uraian individual. Sekalipun berbicara mengenai umat, bersifat eks menjelaskan kualitas muslim tersebut dengan yang namun sedikit beral. SekalipunMustafa berbicara mengenai umat, namun bersifat ekslusif merupakan linafsihi relasi individualistik yangyang sasarannya adalah amalan maksimalisasi beda: Zôlimun yaitu mereka melakukan kemaksiatan lebih besar dari dan cenderung sporadis. Adapun pola relasi ketiga, (sâbiqun b derung sporadis.kepuasan Adapun pola relasi (sâbiqunataubimasaal-bodoh dan minimalisasi resikoketiga, dengan mengabaikan mereka yangyang mempelajari al-Qur’an dan menjadika terhadap orang lain.khairât), Relasial-Qur’an keduayaitu (muqtaṣid), yaitu mereka membaca yaitu mereka yang mempelajari dan menjadikannya al-Qur’an namun tidak menjadikannya sebagaiuntuk pedoman untuk kemajuanperadaban manusia dan berlo sebagai pedoman memajukan pedoman untuk umat. memajukan berlombaAl-Qur’an peradaban dibaca sebatas manusia ritual untuk dan meningkatkan kesalehan lomba melakukan kebaikan dengan individual. Sekalipun berbicara mengenai umat, namun bersifat ekslusif pedoman tersebut. Pengemba melakukan kebaikan dengan pedoman tersebut. Pengembangan dan cenderung sporadis. Adapun pola relasi ketiga, (sâbiqun bi al-
rakat madani tidak akan terwujud manakala ap keluarga baik. Begitu seterusnya. 104 tidak Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014
pola relasi ideal yang dapat mewujudkan Relasi pertama, (zôlimun nce properties yang diharapkan? Kitali nafsihi) dapat adalah relasi yang memposisikan al35] : 32. Qur’an Ayat ini, pada dasarnya menjelaskan sebagai objek untuk melegalkan setiap tindak-tanduk manusia atau ia terhadap al-Qur’an sebagai kitab yang sekali. Pola relasi ini merupakan relasi bahkan mengabaikan al-Qur’an sama sia. Artinya, relasi manusia dengan al-Qur’an yang sasarannya adalah maksimalisasi kepuasan dan minimalisangannya individualistik dengan sesama manusia dan alam si resiko mengabaikan atau limasa bodoh terhadap orang lain. Relasi a tiga relasi yang dengan dijelaskan, yaitu: zôlimun kedua (muqtaṣid ),(posisi yaitu mereka mereka sendiri), tengah),yang dan membaca al-Qur’an namun tidak men8 h dahulu berbuat kebaikan). jadikannya sebagai pedoman untuk kemajuan umat. Al-Qur’an dibaca sebatas ritual untuk meningkatkan kesalehan individual. Sekalipun berbicara menge-
un li nafsihi) adalah relasi yang memposisikan nai umat,setiap namun bersifat ekslusif dan cenderung sporadis. Adapun pola relasi ntuk melegalkan tindak-tanduk manusia ketiga,sama (sâbiqun bi al-khairât), yaitu ini mereka yang mempelajari al-Qur’an dan an al-Qur’an sekali. Pola relasi alistik yang sasarannya sebagai adalah maksimalisasi menjadikannya pedoman untuk memajukan peradaban manusia dan resiko dengan mengabaikan atau masa bodoh dengan pedoman tersebut. Pengembaberlomba-lomba melakukan kebaikan kedua (muqtaṣid), yaitu mereka yang membaca ngan sains, teknologi, lingkungan hidup, sosial, budaya, dan lain sebagainya njadikannya sebagai pedoman untuk kemajuan merupakan dari proseskesalehan pembelajaran manusia yang ia peroleh dengan sebatas ritual untuk hasil meningkatkan memahami sebagai ekslusif ayat al-qauliyah dan alam sebagai ayat al-kauniicara mengenai umat,al-Qur’an namun bersifat Adapun yah. polaRelasi relasiyang ketiga, (sâbiqun adalah bi al- dalam rangka menunjukkan al-Qur’an diperlihatkan ng mempelajari al-Qur’an dan menjadikannya sebagai rahmatan lil ‘âlamîn, karena inti dari sifat Allah swt. adalah rahmah atau memajukan peradaban manusia dan berlombamemberikan kebaikan yang nyata (Q.S. al-An’am : 12). an dengan pedoman tersebut. Pengembangan Berdasarkan relasisebagainya tersbut, sebagai bagian dari proses pembelajaran, an hidup, sosial, budaya, pola dan lain pembangunan dapat terwujud dengan semestinya manakala arah dan tus pembelajaran manusia tidak yang ia peroleh dengan gai ayat al-qauliyah dan alamadalah sebagai ayat meningkatkan aljuan pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi atau rlihatkan untuk adalah meningkatkan dalam rangka menunjukkan alindeks pembangunan manusia sebagaimana selama ini lil ‘âlamîn, karena inti dari sifat Allah swt. dielu-elukan. Sebab, pola relasi yang dibangunan adalah relasi persaingan unberikan kebaikan yang nyata (Q.S. al-An’am :
tuk meningkatkan pertumbuhan pada setiap indikator ekonomi. Terlebih, teori pembangunan semacam ini telah dikritik oleh para ekonom sendiri seperti Joelasi tersbut, sebagaiAmartya bagian Sen, dariUmer proses seph Stiglitz, Chapra, Abbas Mirakhor, Hossein Askari, an tidak dan dapat terwujud dengan semestinya Sebaliknya, masyarakat pertumbuhan madani tidak akanekonomi terwujud manakala lain sebagainya.rusak. Tegasnya, indikator tidak menjaindividu yang ada pada setiap keluarga tidak baik. Begitu seterusnya. min terciptanya kesejahteraan, kemakmuran, dan kedamaian yang merata di onal menjelaskan tingkatan kualitas Lalu, muslim tersebut pola relasi ideal yang dapat mewujudkan bagaimanakah suatu negara. maslahah linafsihi sebagai emergence properties yang diharapkan? Kita dapat hari-hari. Pada tingkatan pertama zôlimun yaitu merujuk pada surat Fâṭir [35] : 32.bahwa Ayat ini,kapitalisme pada dasarnya menjelaskan dengan melaksanakan perintah, juga mengingatkan melanggar Karl Marx jauh tetapi hari telah akan membuat bagaimana sikap manusia terhadap al-Qur’an sebagai kitab yang muqtaṣid yaitu melakukan perbuatan kebajikan dan derajat manusia. relasi manusia dengan manusia teralienasi menentukan dari kehidupan atau Artinya, hakikatnya sendiri danal-Qur’an pada ujung-
n tapi terkadang terjebak pada kemaksiatan, mencerminkansedangkan pola hubungannya dengan sesama manusia dan alam ereka melakukan perbuatan terpujisemesta. (al-ma’rufât) Pada ayatsecara ini, ada tiga relasi yang dijelaskan, yaitu: zôlimun li nafsihi (menganiaya mereka sendiri), muqtaṣid adalah (posisi tengah), amalan kebajikanmeskipun dengan selalu menuruti hawanafsunya, orang dan yang seimmalan tercela (al-munkarât) kecil. Mustafadiri al8 sâbiqun bidan al-khairât (lebih dahulusedangkan berbuat kebaikan). bang antara kebaikan kejahatannya, sâbiqun bi al-khairât adalah tersebut dengan uraian amalan yang sedikit berbeda: Zôlimun orang yanglebih terusbesar menerus mencari ganjaran dengan amal-amal kebain amalan kemaksiatan dari Relasi amalan kebajikan pertama, (zôlimunAllah li nafsihi) adalah melakukan relasi yang memposisikan , muqtaṣidkan. adalah orang yang seimbang al-Qur’anantara sebagaiamalan objek untuk melegalkan setiap tindak-tanduk manusia atau bahkan sâbiqun bi al-khairât adalah orang yang terusmengabaikan menerus al-Qur’an sama sekali. Pola relasi ini merupakan relasi individualistik yang sasarannya adalah maksimalisasi kan amal-amal kebaikan. kepuasan dan minimalisasi resiko dengan mengabaikan atau masa bodoh terhadap orang lain. Relasi kedua (muqtaṣid), yaitu mereka yang membaca al-Qur’an namun tidak menjadikannya sebagai pedoman untuk kemajuan
negara ini juga meningkat tajam seperti halnya sejumlah negara-nega endiri seperti Joseph Stiglitz, Amartya berkembang. Adopsi dari solusi pasar, dimana perestroika tunjukkan, dala or, Hossein Askari, dan lain sebagainya. kerangka sekularisme dari masyarakat terikat dan memaksanya terlib ekonomi tidak menjamin terciptanya dalam persoalan inflasi, pengangguran dan ketimpangan ekonomi lainn merata di suatu negara. Strategi Pembangunan Ekonomi 105 edamaian yang dimana masyarakat kapitalis mengalami sendiri.
Maka kedua sistem tersebut telah gagal mewujudkan tujuan-tuju mengingatkannya bahwa kapitalisme akan menjadi agama sekedar penghilang rasa sakit candu. Fenomena yang ditetapkan. Sebabnya adalahatau bahwa filosofis dasarnya ini dari kehidup kehidupan atau hakikatnya sendiridandan strateginya tidak sesuai dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan terseb agaknya sangat beralasan. Dalam laporan Happy Planet Index tidak satu pun kedar penghilang rasa sakit atau candu. Tujuannya adalah berprikemanusiaan tetapi strategi-strateginya berorienta negara-negara maju disebut sebagai kategori negara yang dapat memberikan ralasan. Dalam laporan Happy Planet konflik berdasarkan atas social Darwinism atau dialektika daripada at a maju disebut sebagai kategori negara kebahagiaan. Pekerjaan telahkonsep membuat manusia larut rutinitas dan perdasar kebersamaan antar dalam manusia, tanggung jawab terhad aan. Pekerjaan telah membuat manusia sumber-sumber alam kepada yang Maha Tinggi. Dengan kerangka saingan untuk mencapai target-target yang telah ditentukan perusahaan. Tu- referen tentang pandangan dan strateginya, mereka tidak mampu memperkenalk gan untuk mencapai yang juan dari target-target target tersebut adalah untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. perubahan-perubahan struktural yang radikal yang diperlukan unt uan dari target tersebut adalah untuk Pada titik ini, sesungguhnya telah terjadi penyimpangan sangat jauh tujuan-tujuan yang yang ditetapkan tanpadarimenonjolk aan. Pada titik ini, sesungguhnyamewujudkan telah makroekonomi. Sistem-sistem yang telah gagal diwujudk yang diharapkan yaitu dari memanusiakan manusia t jauh dari sistem sistem pembangunan pembangunan ketimpangan yang tidak dapat dijadikan sebagai contoh bagi Indonesia, bahkan bagi negar motivasi antara pekerja dan eksekutif serta ketidakmapuan manusia sebagai mesin penghasil keuntungan. Betapa ba- dari siste an manusia (maqâṣid) menjadi manusia negara Muslim lainnya. Oleh karena itulah, negara-negara har tersebut untuk menjawab realitas perubahan. Utang-utang Muslim dari negar gan. Betapa nyak banyak menyaksikan, kitakita menyaksikan, khusus kaum wanita, objek untuk menarik kembali melihat apakahdijadikan Islamseperti mampu memberikan satunegara-nega sistem ya negara inidan juga meningkat tajam halnya sejumlah jek untuk menarik perhatian konsumen membantu menghasilkan alokasi distribusi sumber-sumber da berkembang. Adopsi dari solusi pasar,dan dimana perestroika tunjukkan, dala perhatian konsumen dengan identitas pekerjaan sebagai “SPG-Sales Promotion ai “SPG-Sales Promotion Girl” kerangka yang yang tersebut berbeda dari kedua sistem di atas dan sejalan deng dari masyarakat terikat dan memaksanya terlib yang seringkali dijadikansekularisme objek ekploitasi seksual. Ironisnya, teori mana asi seksual. Girl” Ironisnya, teori manadalam yang persoalan maqashid syariah. inflasi, pengangguran dan ketimpangan ekonomi lainny yang penyimpangan? menjelaskan bahwa relasi demikian sebagai penyimpangan? Alihemikian sebagai Alih-pola dimana masyarakat kapitalis mengalami sendiri. alih, yang terjadi justeru ‘pembedakan’ terhadap wajah dari sistem ekonomi bedakan’ terhadap wajah dari sistem Maka kedua sistem tersebut telah gagal mewujudkan tujuan-tujua
D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Komprehensif yang telah rusak. yang ditetapkan. Sebabnya adalah bahwa filosofis dasarnya dari kehidupa dan strateginya tidak sesuai dengan tujuan-tujuan yang tersebu Al-Maqâṣid sesungguhnya bukanlah disiplin ilmuditetapkan baru, terutama ji Sebagai sebuah sistem, al-maqâ id memerlukan konsep yang menggambar-maqâṣid memerlukan konsep Tujuannya yang adalah berprikemanusiaan tetapi strategi-strateginya berorienta diposisikan dalam ruang lingkup ilmu ushul al-fiqh. Geneologi teorisa kan perilaku semua komponen. Konsep ini dalam perspektif teori komplekomponen. Konsep ini dalam perspektif konflik berdasarkan atas social Darwinism daripada at al-maqâṣid telah memakan rentang waktu atau yangdialektika lama, dengan berbag sitas, of dikenal dengan limited degree of freedom,antara maximum degreepro oftanggung freedom, dan n limited degree freedom, maximum dasar konsep kebersamaan antar manusia, jawab terhada dinamika dan dialektika pihak yang dan kontra, liberal-radik sumber-sumber alam kepada yang Maha Tinggi. Dengan kerangka d degree ofrequired freedom. Yang pertama degree of freedom. Yang pertama mengacu pada perilaku komponen (inmaupun mereka yang mengambil posisi tengah. Konstruksi ilmureferen maqâṣ tentang pandangan dan strateginya, mereka tidak mampu memperkenalka mulai terstruktur secara lebih baik di tangan al-Syatibi. Akan tetapi, (individu, masyarakat, dst) sistem yang dividu, masyarakat, dst) sistem yang tidak cukup dinamis dan tergerak untuk perubahan-perubahan struktural diperlukan untu tetap saja menjadi disiplin yangyang belumradikal selesai.yang Terlebih jika dikaitk erak untuk melahirkan sinkronisasi. melahirkan sinkronisasi. Sebaliknya, maximum degree of freedom adalah kondisi mewujudkan tujuan-tujuan yang ditetapkan tanpa menonjolka dalam konteks pengembangan ekonomi syari’ah. Para ahli ushul, ah eedom adalah kondisi di mana tiap-tiap ketimpangan makroekonomi. yang diwujudka di mana tiap-tiap komponen terlalu liar tidak akan melahirkan polaekonomi Islam, dansehingga lainnya Sistem-sistem belum bertemu padatelah satugagal titik kesepakat idak akan melahirkan pola-pola tidak relasi dapat dijadikan sebagai contoh bagi Indonesia, bahkan bagi negar Berdasarkan konsep-konsep di komponen atas, makaatau kita da dalam memposisikan al-maqâṣid sebagai metode analisa sebag yang sama dan tidak berubah. Kedua perilaku dari relasi edua perilakupola darirelasi relasi komponen ini negara Muslim lainnya.ulang Oleh terhadap karena itulah, Muslim har pembacaan level negara-negara maqâṣid, yaitu ḍarûrîya general principle. disi yang diperlukan (required degree of dan melihat ini sama-sama tidak menciptakan kondisi yangIslam diperlukan (required degree kembali apakah mampu memberikan satuofsebagai sistem yan taḥsînîyah. Level ḍarûrîyah dapat dikategorikan k Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka kita dapat mel kanlah expanding the degree of freedom membantu menghasilkan alokasi dan distribusi sumber-sumber day Kebelum selesaian itu, tampak jelas dengan terjebaknya maqâṣid freedom). Untuk itu, maka diperlukanlah expanding the degree of freedom sebagai degree of freedom, level ḣâjîyah,sebagai required degree o pembacaan ulang terhadap level sistem maqâṣid, yaitu ḍarûrîyah, untuk menghasilkan pola relasi tersebut yang yang berbeda darisebagai kedua di degree atas dan sejalan ḣâjîya denga dalam nalar utilitarianisme. Maslahah seolah menjadi instrumen unt level taḥsînîyah maximum ofkeufreedom. Art konsep yang digunakan untuk menghasilkan pola relasi yang menjamin taḥsînîyah. Level ḍarûrîyah dapat dikategorikan sebagai konsepma m maqashid syariah. menyatakan segala sesuatu, sepanjang memiliki nilai maslahah tidak dimaksudkan untuk melahirkan keutuhan komponen dalam sistem pembangunanof berbasis tuhan sistem, serta tidak dimaksudkan untuk melahirkan degree of freedom, levelsyari’ah. ḣâjîyah,sebagai requireddegree degree of maslah freedo mendapatkan legitimasi Pada maximum ujungnya, argument ditentukan pada perilaku masing-masing komponen. D level taḥsînîyah sebagai degree of freedom. Artinya, rel tersebut terperangkap padamaximum kasus-kasus tertentu, bersifat individual at freedom.9 kondisi ḍarûrîyah, mencerminkan kondisi pada tiap-t D.keutuhan Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Komprehensif berpretensikomponen pada kelompok tertentu, sehingga acapkali tidak mam dalam kita sistem pembangunan berbasis maqâṣid Berdasarkan konsep-konsep di atas, maka dapat melakukan pemBerdasarkan konsep-konsep dibergerak atas, maka kita sangat dapat melakukan dengan tidak dinamis, sehingga mela ditentukan pada perilaku masing-masing komponen. Dapat dim pembacaan ulang terhadap level maqâṣid, yaitu ḍarûrîyah, ḣâjîyah, Al-Maqâṣid sesungguhnya bukanlah disiplin ilmu baru, terutama jik dan bacaan ulang terhadap level maqâ id, yaitu , , dan ketimpangan. Sebaliknya, kondisi taḥsînîyah mencer sep di atas, maka kita dapat melakukan kondisi ḍarûrîyah, mencerminkan kondisi pada tiap-tiap kom diposisikan dalam ruang lingkup ilmu ushul al-fiqh. Geneologi teorisa taḥsînîyah. Level ḍarûrîyah dapat dikategorikan sebagai konsep minimum komponen yang terlalu liar, sehingga tidak berdampak p Level dapat dikategorikan minimum sehingga degree of freevel maqâṣid, yaitu ḍarûrîyah, ḣâjîyah, dan dengansebagai bergerak sangat konsep tidak8 dinamis, melahirkan atas, maka .kita dapat melakukan al-maqâṣid telah memakan rentang waktu yang lama, dengan berbag degree of freedom, level ḣâjîyah,sebagai required degree of freedom, dan dinamika relasi antar komponen, yaitu bahwa manusia bu apat dikategorikan sebagai konsep dom, level ,sebagai required of freedom, dan level sebagai ketimpangan. Sebaliknya, kondisi taḥsînîyah mencerminkan âṣid, yaitu ḍarûrîyah, ḣâjîyah, danminimum dinamika dandegree dialektika antara pihak yang prodan dan kontra, level taḥsînîyah sebagai maximum degree ofmakhluk freedom. Artinya, relasi sebagai materi yang berada pada alamliberal-radika kehidupan yah,sebagai required degree of freedom, dan komponen yang terlalu liar, sehingga tidakdalam berdampak positif te ategorikan sebagai konsep minimum maximum degree of freedom. Artinya, relasi dan keutuhan komponen sistem maupun mereka yang mengambil posisi tengah. Konstruksi ilmu maqâṣ 1 keutuhan komponen dalam sistem pembangunan berbasis maqâṣid sangat ia memiliki kesadaran bahkan manusia adalah makhluk mum degreedegree of freedom. Artinya, dan dinamika relasi antar komponen, yaitu bahwa manusiaAkan bukanlah t gai required of freedom, danrelasi mulai terstruktur secara lebih baik di tangan al-Syatibi. tetapi, ditentukan pada perilaku masing-masing Dapat memilikikomponen. pengalaman di dimaknai, dunia materi. Berdasarkan stemofpembangunan berbasis maqâṣid sangat sebagai alamTerlebih kehidupan. d gree freedom.9 Artinya, relasi dantetap sajamakhluk menjadi materi disiplinyang yangberada belumpada selesai. jika Lebih dikaitka kondisikomponen. mencerminkan kondisi padatidak tiap-tiap komponen pada upaya penum ḍarûrîyah, Muazd, Anatomi Sistem, hal. 19. pembangunan lagi diarahkan asing-masing Dapat ia memiliki bahkan manusia adalahPara makhluk spiritua dalam kontekskesadaran pengembangan ekonomi syari’ah. ahli ushul, ah mbangunan berbasis maqâṣid sangatdimaknai, bergerak dengan sangat tidak dinamis, sehingga melahirkan banyak eksploitasi alam, yang pada ujungnyasatu menimbulkan b minkan kondisi pada komponen ekonomi dan lainnya titik kesepakata memilikiIslam, pengalaman di belum dunia bertemu materi.pada Berdasarkan perspek sing komponen. Dapattiap-tiap dimaknai, ketimpangan. Sebaliknya, dalam kondisi taḥsînîyahal-maqâṣid mencerminkan gerak ketimpangan, kerusakan, ketidak-teraturan. Lebih jauh ak dinamis, banyak memposisikan sebagai metode analisa atau sebag tidak lagi diarahkan pada upaya penumpukan kondisi pada sehingga tiap-tiap melahirkan komponen pembangunan komponen yang terlalu liar, sehingga tidak berdampak positif terhadap dehumanisasi terhadap manusia. Di sini, dapat dipahami ba kondisi taḥsînîyah mencerminkan gerakprinciple. eksploitasi alam, yang pada ujungnya menimbulkan berbagai mis, sehingga melahirkan banyakgeneral
dinamika relasi antar komponen, yaitu bahwa manusia bukanlah terbatas dasar bagi pembangunan adalah manusia itu sendiri. Akan
tersebut yangkonsep-konsep berbeda dari kedua sistem di kita atas dapat dan sejalan dengan Berdasarkan di atas, maka melakukan maqashid syariah. pembacaan ulang terhadap level maqâṣid, yaitu ḍarûrîyah, ḣâjîyah, dan taḥsînîyah. Level ḍarûrîyah dapat dikategorikan sebagai konsep minimum 106 Millah Vol. of XIV, No. 1, Agustus 2014 degree freedom, level ḣâjîyah,sebagai required degree of freedom, dan D. Al-Maqâṣid Sebagai Sistem Pembangunan Komprehensif level taḥsînîyah sebagai maximum degree of freedom. Artinya, relasi dan keutuhan komponen sistem pembangunan berbasis maqâṣid sangat Al-Maqâṣid sesungguhnya disiplin ilmu baru, terutama jika pembangunan berbasis maqâ iddalam sangat pada perilaku masing-masing Berdasarkan konsep-konsep di atas, makaditentukan kita bukanlah dapat melakukan ditentukan pada perilaku masing-masing komponen. Dapat dimaknai, diposisikan dalam ruang lingkup ilmu ushul al-fiqh. Geneologi teorisasi pembacaankomponen. ulang terhadap maqâṣid, yaitu ḍarûrîyah,, mencerminkan ḣâjîyah, dan kondisi pada Dapatlevel dimaknai, kondisi kondisial-maqâṣid ḍarûrîyah, mencerminkan kondisi pada komponen telah memakan rentang waktu yang tiap-tiap lama, dengan berbagai aḥsînîyah.tiap-tiap Level ḍarûrîyah dapat dikategorikan sebagai konsep minimum komponen bergerak dengan sangat tidak dinamis, sehingga melahirbergerak dengan sangat tidak dinamis, sehingga melahirkan banyak dinamika dan dialektika antara pihak yang pro dan kontra, liberal-radikal, degree of freedom, level ḣâjîyah,sebagai required degree of freedom, dan kan banyak ketimpangan. Sebaliknya, kondisi posisi mencerminkan gerak maupun mereka yang mengambil tengah. Konstruksi ilmu maqâṣid ketimpangan. Sebaliknya, kondisi taḥsînîyah mencerminkan gerak evel taḥsînîyah sebagai maximum degree secara of freedom. Artinya, relasi al-Syatibi. dan mulai terstruktur lebih baik di tangan Akan tetapi, komponen yang terlalu liar, sehingga tidak berdampak positif terhadap komponendalam yang terlalu liar, sehingga berbasis tidak berdampak positif terhadap dina- ia keutuhan komponen sistem maqâṣid sangat tetap sajapembangunan menjadi disiplin yang Terlebih jika terbatas dikaitkan dinamika relasi antar komponen, yaitubelum bahwaselesai. manusia bukanlah antar komponen, yaitu bahwa manusia terbatas sebagai ditentukanmika padarelasi perilaku masing-masing komponen. Dapat bukanlah dimaknai, dalam konteks pengembangan ekonomi syari’ah. Para ahli ushul, ahli sebagai makhluk materi yang berada pada alam kehidupan. Lebih dari itu, kondisi ḍarûrîyah, mencerminkan kondisi padakehidupan. tiap-tiap komponen makhlukia materi yang berada pada alam Lebih dari itu, ia memiliki ekonomi Islam, dan lainnya belum bertemu pada satu titik kesepakatan memiliki kesadaran bahkan manusia adalah makhluk spiritual yang bergerak kesadaran dengan sangat tidak dinamis, sehingga melahirkan banyak dalam memposisikan al-maqâṣid sebagai metode analisa atau sebagai bahkan manusia adalah spiritual yang memiliki pengalamemiliki pengalaman di makhluk dunia materi. Berdasarkan perspektif ini, ketimpangan. Sebaliknya,general kondisi taḥsînîyah mencerminkan gerak principle. pembangunan tidak lagiperspektif diarahkan upaya penumpukan materi, di terlalu dunia materi. Berdasarkan ini,pada pembangunan komponenman yang liar, sehingga tidak berdampak positif terhadaptidak lagi diaraheksploitasi alam, yang pada ujungnya menimbulkan berbagai bentukke Kebelum itu,eksploitasi tampak jelas dengan terjebaknya maqâṣid penumpukan materi, alam, yang pada ujungnya dinamika kan relasipada antarupaya komponen, yaitu selesaian bahwa manusia bukanlah terbatas ketimpangan, kerusakan, ketidak-teraturan. Lebih jauh, menciptakan dalam nalar utilitarianisme. Maslahah seolah instrumen untuk sebagai makhluk materi yang berada pada alam kehidupan. Lebih dari menjadi itu, menimbulkan berbagai bentuk ketimpangan, ketidak-teraturan. dehumanisasi terhadap manusia. Disepanjang sini, kerusakan, dapatmemiliki dipahami bahwa komponen menyatakan segala sesuatu, nilai maslahah maka a memiliki kesadaran bahkan manusia adalah makhluk spiritual yang Lebih jauh, menciptakan dehumanisasi terhadap manusia. DiAkan sini, dapat dipadasar bagi pembangunan adalahsyari’ah. manusiaPada itu sendiri. tetapi, ia tidak mendapatkan legitimasi ujungnya, argument maslahah memiliki pengalaman di dunia materi. Berdasarkan perspektif ini, dilihat sebatasterperangkap makluk karena adalah sikap inibersifat melahirkan sikap tersebut pada kasus-kasus tertentu, individual atau hami bahwa komponen dasar bagiindividu pembangunan manusia itu sendiri. pembangunan tidak lagi diarahkan pada upaya penumpukan materi, berpretensi pada kelompok tertentu, sehingga acapkali tidak mampu individualis-utilitarianism. tetapi, tidak ujungnya dilihat sebatas makluk individu sikap ini melahireksploitasiAkan alam, yangia pada menimbulkan berbagaikarena bentuk ketimpangan, kerusakan, ketidak-teraturan. Lebih jauh, menciptakan kan sikap individualis-utilitarianism. E. SISTEM STRATEGI MAQASHID dehumanisasi terhadapPemanfaatan manusia. Di sini, dapat dipahami bahwakepentingan komponen mensejahterakan sumber daya untuk 8 dasar bagi pembangunan adalah manusia sendiri.hanya Akan dengan tetapi, iamengedepankan tidak masyarakat tidak dapat itu dilakukan kekuatan E. Sistem Strategi Maqashid dilihat sebatas makluk individu karena sikap ini melahirkan sikap pasar (kapitalisme) atau perencanaan terpusat (sosialisme).10 Sebaliknya, ndividualis-utilitarianism. realokasi sumber daya yang ada dalam bingkai maqashid mendorong
Pemanfaatan sumber daya untuk kepentingan mensejahterakan masyarakat terbentuknya hubungan intersubyektif yang tidakkekuatan lagi berdasarkan pada tidak dapat dilakukan hanya dengan mengedepankan pasar (kapiE. SISTEM STRATEGI MAQASHID
semangat kompetisi, survival of the fittes, melainkan dilandasi semangat 10 Pemanfaatan sumber daya untuk kepentingan mensejahterakan talisme)nilai-nilai atau perencanaan terpusat (sosialisme). Sebaliknya, sumber persaudaraan, kesetaraan, kasih dan sayang.realokasi Akan tetapi, pada asyarakat tidak dapat dilakukan hanya dengan mengedepankan kekuatan daya yang dalam bingkai terbentuknya hubungan indiriadamanusia juga maqashid terdapat mendorong potensi 10 keburukan (fujủr) sehingga asar (kapitalisme) atau perencanaan terpusat (sosialisme). Sebaliknya, memungkinkan mereka bertindak eksploitatif, merusak, dan mengacaukan tersubyektif berdasarkan pada semangat kompetisi, survival of alokasi sumber daya yang yangtidak ada lagi dalam bingkai maqashid mendorong keharmonisan sistem. Untuk itu, perlu upaya restrukturisasi yang the hubungan fittes, melainkan dilandasi semangat nilai-nilai persaudaraan, kesetaraan, rbentuknya intersubyektif yang tidak lagi berdasarkan pada mendorong agar terbentuknya: emangat kompetisi, survival Akan of thetetapi, fittes, pada melainkan dilandasi semangat kasih dan sayang. diri manusia juga terdapat potensi kebua) Tranformasi faktor manusia dalam pada pembangunan untuk lai-nilai persaudaraan, kesetaraan, kasih dan sayang. Akan tetapi, rukan (fujur) sehingga memungkinkan mereka bertindak eksploitatif, merusak, memainkan peran yang aktif sehingga dan konstruktif. ri manusia juga memungkinkan terdapat potensi keburukan (fujủr) dan mengacaukan keharmonisan sistem. Untuk itu, perlu upaya restrukturisasi emungkinkan mereka bertindak eksploitatif, merusak, dankepemilikan mengacaukan b) Mengurangi pemusatan dalam alat-alat produksi. yangsistem. mendorong agaritu, terbentuknya: eharmonisan Untuk perlu upaya restrukturisasi yang c) Menghilangkan atau dalam meminimalkan semua konsumsi yang siaendorong agara) terbentuknya: Tranformasi faktor manusia pembangunan untuk memungsia dan tidak perlu pada tingkat pribadi dan masyarakat agar sumber kinkan memainkan peran yang aktif dan konstruktif. a) Tranformasi faktor manusia dalam pembangunan tersebut dapat diberikan tujuan-tujuan sosial. untuk memungkinkan memainkan peran yang aktif dan konstruktif. b) Mengurangi pemusatan dalam kepemilikan alat-alat produksi. c) 10Menghilangkan ataual-Habib, meminimalkan semua konsumsi sia-sia dan b) Mengurangi pemusatan dalam kepemilikan produksi. Lihat Fayiz Ibn Ibrahim Isti’radhalat-alat li al-Kitabat al-Mu’sharahyang fi al-Tanmiya dalam:
, Isham al-Fikr al-Islami fi al-Iqtishad al-Mu’ashir yang dipublikasikan oleh al-Ma’had al-‘Alami li c) Menghilangkan atau meminimalkan semua konsumsi yang sia10al-Fikr al-Islami, 1412 H/1992 M, hal. 385-425. Lihat Fayiz Ibn Ibrahim al-Habib, Isti’radh li al-Kitabat al-Mu’sharah fi al-Tanmiya dasia dan tidak perlu pada tingkat pribadi dan masyarakat agar sumber lam: , Isham al-Fikr al-Islami fi al-Iqtishad al-Mu’ashir yang dipublikasikan oleh al-Ma’had tersebut al-‘Alami dapat diberikan li al-Fikrtujuan-tujuan al-Islami, 1412 sosial. H/1992 M, hal. 385-425.
12 fi al-Tanmiya dalam: ihat Fayiz Ibn Ibrahim al-Habib, Isti’radh li al-Kitabat al-Mu’sharah al-Fikr al-Islami fi al-Iqtishad al-Mu’ashir yang dipublikasikan oleh al-Ma’had al-‘Alami li al-Islami, 1412 H/1992 M, hal. 385-425.
Strategi Pembangunan Ekonomi 107
tidak perlu pada tingkat pribadi dan masyarakat agar sumber tersebut dapat diberikan tujuan-tujuan sosial. d) Melakukan reorganisasi investasi guna memungkinkan sistem produksi berbasis kebutuhan, dan e) Melakukan reformasi sistem keuangan sesuai dengan ajaran Islam guna sebagai tindakan aktif untuk mewujudkan maqashid. Restrukturisasi seperti itu tidak mungkin tanpa peran yang aktif dan positif dari pemerintah dalam bidang ekonomi. Peran ini tidak dalam bentuk totaliarisme seperti yang terjadi pada sistem sosialisme. Peran ini lebih kepada peran komplementer yang harus dimainkan, tidak melalui pengawasan yang berlebihan, pelanggaran yang tidak semestinya terhadap kebebasan individu dan abolisi terhadap hak-hak milik. Sebaliknya peran itu berupa penciptaan lingkungan yang sehat dan pembangunan lembaga-lembaga tepat fungsi. Keempat pendekatan dimensional dalam Islam (ada mekanisme filter nilai-nilai, ada motivasi individu, ada restrukturisasi sosial ekonomi, dan ada peran positif pemerintah) harus menjadi lebih efektif dalam menjamin kehidupan yang lebih baik bagi semua manusia. Bertolak belakang dari hal ini, maka pemerintahan Indonesia yang miskin secara umum di dalamnya menganut faham sekuler, terkait dengan warisan kolonial dan kebijakan konvensional. Negara ini boleh dikatakan tidak memiliki filosofi pembangunan yang konsisten untuk mewujudkan maqashid. Maka, kebijakan-pemerintah tidak punya arah yang jelas dan telah berpaling kepada sosialisme dan berusaha bebas kontrol serta kebebasan yang sangat digemari dalam pembangunan pada tiga era ini yaitu orde lama, orde baru dan orde reformasi. Tidak adanya arah yang jelas, diikuti dengan fluktuasi dan tidak konsisten dalam kebijakan-kebijakan, telah mengakibatkan ketidakpastian dan menyebabkan bahaya yang luar biasa terhadap proses pembangunan. Apapun pembangunan yang berhasil dijalankan kenyataanya mengakibatkan biaya tinggi berkaitan dengan ketimpangan makroekonomi, ketidaksemibangan yang meningkat terhadap pendapatan, kesejahteraan, dan tensi sosial. Langkah-langkah kebijakan-kebijakan yang dianjurkan di bawah ini umumnya dikenal dalam literatur pembangunan. Originalitas tidak ada pada langkah-langkah tersebut. Apa yang penting adalah pendekatan terpadu dalam kerangka pandangan Islam dan strategi untuk mewujudkan maqashid untuk
108 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 kepentingan Indonesia tanpa meletakkan tekanan yang berlebihan atas sumber-sumber terbatas yang ada.
F. Faktor Manusia: Motivasi dan Kemampuan Mengalokasi sumber-sumber daya secara efisien dan sesuai dan menghilangkan ketimpangan-ketimpangan dimulai dengan meningkatkan kualitas pada diri masyarakat itu sendiri, yakni kualitas yang memungkinkan mereka dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan kualitas yang dapat menjamin kesejahteraan seluruh manusia. Mereka harus mau dan mampu menunjukkan kemampuan terbaiknya dengan bekerja keras dan efisien, dengan integritas kesadaran dan disiplin dan harus juga mau mengorbankan kesenagan diri sendiri guna menghilangkan hambatan-hambatan dalam pembangunan. Mereka juga harus me rubah perilaku konsumsi, deposito dan investasi berkaitan dengan apa yang diperlukan untuk mewujudkan maqashid. Ini membutuhkan motivasi dan kemampuan yang sesuai dan memadai. 1. Motivasi 11 Jika masing-masing manusia tidak terdorong secara baik, tidak ada sistem dapat merealisasikan baik efisiensi dalam penggunaan sumber daya atau ekuitas dalam distribusinya. Lingkungan sosial ekonomi umat Islam di Indonesia saat ini terlihat secara jelas belum adil yakni belum mampu mendorong orang untuk menunjukkan kemampuan terbaiknya baik berkaitan dengan kepentingan diri sendiri maupun kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, penting mengadopsi kebijakan-kebiajakan yang akan membantu menjamin kedua hal ini. Untuk membuat orang bekerja untuk pemenuhan kepentingan pribadi, mereka harus memiliki jaminan bahwa pemenuhan kebutuhannya tersebut harus dicapai dengan kerja keras, kreatifitas dan kontribusi untuk output. Dengan kata lain, harus ada keadilan sosial ekonomi–hubungan yang saling berkaitan antara kuantitas dan kualitas dari output dan penghargaan. Jika individu tersebut, terlepas dari apakah mereka pekerja, penabung, in Konsep tersebut juga lihat Economic Development in Muslim Countries: A Strategy for Development in the Light of Islamic Teachings, by M. Umer Chapra, hal.475-534 salah satu dari sejumlah makalah dalam: Isham al-Fikr al-Islami fi al-Iqtishad al-Mu’ashir yang dipublikasikan oleh al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Islami, 1412 H/1992 M. 11
masih berlangsung terus, telah membatasi kompetisi, menyebarkan kolusi dan menciptakan iklim kondusif terhadap kemiskinan massa. Strategi Pembangunan Ekonomi 109 Hal ini telah menurunkan kemauan dan kemampuan untuk menujukkan kerja terbaik mereka.
vestor, atau eksportir, mampu membagi secara Islam, wajar hasil dari kontriUpah riiltidak minimum dalam masyarakat hendaknya bisa busi outputmencapai melalui penghargaan resiprokal, apatis taraf dimana mereka mereka dapat cenderung memenuhimenjadi kebutuhankebutuhan diri dansangat keluarganya kelaziman yang dan inisiatif, doronganpokok dan efisiensi rendah.menurut Dalam praktik di Indone12 berlaku.materi Faktanya, di sebagian besar upah para buruh sia, penghargaan tidak pernah dapat adilnegara karenaIslam adanya bias-bias serta sangat kecil, meskipun mereka bekerja 10-14 jam.13 Mereka tidak kurangnya realisme dalam kebijakan-kebijakan resmi, dan konsentrasi kekamampu memenuhi kebutuhan pokok diri dan keluarganya. Hal ini yaan dan kekuatan pada segelintir baik di daerah perkokarena eksploitasi yang tangan berasalyang dariterjadi ketidaktepatan kebijakantaan ataupun di pedesaan. Kurangnya realisme telah mengakibatkan distorsi kebijakan pemerintah, konsentarsi kekayaan dan kekuatan, kemiskinan dan kurangnya fasilitas pelatihan bagi tenaga kerja dan terhadap harga primer dimana secara tidak sadar mengakibatkan penurunan anak-anak mereka. Jika situasi ini tidak diluruskan, tidaklah pendapatan petani-petani dan pengusaha-pengusaha kecil serta para pekerja. mungkin untuk mendorong pekerja untuk bekerja secara sadar dan Ini juga mengakibatkan berkurangnya pemenuhan atas kebutuhan dan tercipefisien.14 tanya alokasi yang tidak tepat terhadap sumber-sumber daya yang tidak sesuai Tidak bisa dinafikan, upah menjadi faktor utama yang dengan pemenuhan Pemusatan kekayaan dan kekuatan, juga memotivasikebutuhan seseorang itu. bekerja, di samping juga ada faktor lain, baik tidak terlepas daribersifat kebijakan-kebijakan resmi dan juga tidak terlepas dari sistem yang teologis maupun psikologis. Sebagaimana telah disebutkan, persoalan upah menjadi sarana eksploitasi terhadap ekonomi eksploitatif yang masih berlangsung terus, telah membatasi kompetimanusia dan dan menjadi sarana untuk mengeksploitasi Akan si, menyebarkan kolusi menciptakan iklim kondusif terhadapalam. kemiskinan tetapi, sekalipun sangat penting, namun penetapan upah selalu massa. Hal ini telah menurunkan kemauan dan kemampuan untuk menunjukmenjadi masalah yang terus menghantui di sebagian besar negara kan kerja terbaik mereka.Hal ini disebabkan oleh telah terjadinya pertarungan berkembang. duaminimum kepentingan, alasan “kompetisi” menjadikan upaya Upah riil dalamdan masyarakat Islam, hendaknya bisa mencapai menciptakan upah yang adil seolah sulit dilakukan. Sebutlah di taraf dimana mereka dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok diri dan
Indonesia. Banyak pekerja, baik laki-laki maupun perempuan yang
12 keluarganya menurut kelazimanbesar, yang digaji berlaku. Faktanya, di sebagian besar bekerja di perusahan di bawah standar hidup layak. negara Islam upah dihadapkan para buruh pada sangat kecil, sulit. meskipun mereka bekerjaupah 10-14 Mereka pilihan Menuntut kenaikan 13 harus diancam sedang terus bekerja mereka jam. Mereka tidak mampuPHK, memenuhi kebutuhan pokok menjadikan diri dan keluarganya. manusia yang nilainya lebih murah dari pada mesin-mesin produksi. Hal ini karena eksploitasi yang berasal dari ketidaktepatan kebijakan-kebijakan pemerintah, konsentrasi kekayaan dan kekuatan, kemiskinan dan kurangnya fasilitas pelatihan bagi tenaga kerja dan anak-anak mereka. Jika situasi ini tidak 2. Kemampuan diluruskan, tidaklah mungkin untuk mendorong pekerja untuk moral bekerjaadalah secara Walaupun keadilan sosial ekonomi dan kesadaran
penting14untuk mendorong masyarakat, keduanya tidak cukup untuk sadar dan efisien. mewujudkan ‘efisiensi dan equitas’. Dua orang mungkin saja sama-
Asmuni al-Mawarid Fakultas Syariah UniAsmuni Mth, Mth,Perburuhan PerburuhanPrespektif PrespektifIslam, Islam,Jurnal Jurnal al-Mawarid Fakultas Syariah versitas Islam Indonesia, Edisi I, 1994. Universitas Islam Indonesia, Edisi I, 1994. 1313 Sehubungan denganjam jamkerja kerjadiperlukan diperlukan penelitian serius tentang jumlah jumSehubungan dengan penelitian serius tentang jumlah jam,jam, jumlah lah hari para pekerja di Indonesia bekerja dalam satu tahun, dikhawatirkan jika para pekerja hari para pekerja di Indonesia bekerja dalam satu tahun, dikhawatirkan jika para pekerja hanya hanya mendapat kerja dalam tahun 100 hari dengan upah minimum yang mendapat hari kerjahari dalam satu tahunsatu hanya 100 hanya hari dengan upah minimum yang tidak sesuai tidak sesuai dengan maqashid sangatmengatakan sulit untuk mengatakan bahwa mereka terbedengan maqashid adalah sangatadalah sulit untuk bahwa mereka terbebaskan dari baskan dari kemiskinan. kemiskinan. 14 .١٧ ص، ﻣﻔﻬﻮم اﳊﺎﺟﺎت ﰲ اﻹﺳﻼم وأﺛﺮﻩ ﻋﻠﻰ اﻟﻨﻤﻮ اﻻﻗﺘﺼﺎدي، ( ﻋﺒﺪ اﷲ ﻋﺒﺪ اﻟﻌﺰﻳﺰ ﻋﺎﺑﺪ )ﻛﻠﻴﺔ اﻟﺘﺠﺎرة ﺟﺎﻣﻌﺔ اﻷزﻫﺮ١٤ 1212
15
110 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 Tidak bisa dinafikan, upah menjadi faktor utama yang memotivasi seseorang bekerja, di samping juga ada faktor lain, baik yang bersifat teologis maupun psikologis. Sebagaimana telah disebutkan, persoalan upah menjadi sarana eksploitasi terhadap manusia dan menjadi sarana untuk mengeksploitasi alam. Akan tetapi, sekalipun sangat penting, namun penetapan upah selalu menjadi masalah yang terus menghantui di sebagian besar negara berkembang. Hal ini disebabkan oleh telah terjadinya pertarungan dua kepentingan, dan alasan “kompetisi” menjadikan upaya menciptakan upah yang adil seolah sulit dilakukan. Sebutlah di Indonesia. Banyak pekerja, baik laki-laki maupun perempuan yang bekerja di perusahan besar, digaji di bawah standar hidup layak. Mereka dihadapkan pada pilihan sulit. Menuntut kenaikan upah harus diancam PHK, sedang terus bekerja menjadikan mereka manusia yang nilainya lebih murah dari pada mesin-mesin produksi. 2. Kemampuan Walaupun keadilan sosial ekonomi dan kesadaran moral adalah penting untuk mendorong masyarakat, keduanya tidak cukup untuk mewujudkan ‘efisiensi dan equitas’. Dua orang mungkin saja sama-sama memiliki motivasi, tetapi mereka tidak mampu menyumbangkan secara seimbang untuk mereali sasikan maqashid. Perbedaannya berada pada kemampuan yang tidak hanya sejak lahir tetapi juga dipelajari, sebagian melalui pendidikan dan pelatihan dan sebagian lagi melalui akses keuangan. Perluasan fasilitas pendidikan dan pelatihan dan akses orang miskin kepada faktor keuangan juga sangat pen ting. Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan kualitas manusia, keadil an sosial ekonomi yang lebih besar dan pertumbuhan yang lebih cepat. Hal inilah yang terlihat sekarang ini diseluruh belahan negara di dunia. Pendidikan membuka pintu kesempatan serta pendidikan pula yang bisa membuat seseorang dengan yang orang lain memiliki persamaan. Akan tetapi, pemerintahan negara-negara Islam telah mengabaikan sektor penting dalam alokasi sumbersumber daya ini. Bahkan belum seluruh penduduk di negara-negara Islam bisa membaca (melek huruf), dimana hal ini merupakan langkah pertama dalam pendidikan. Pengabaian seperti itu berlangsung lama tanpa merusak struktur masyarakat Islam.
Strategi Pembangunan Ekonomi 111
Penekanan utama dari pendidikan adalah untuk menciptakan manusia Muslim yang ‘baik’. Dalam perspektif sistem maqashid, keberadaan manusia sebagai khalifah adalah mengemban tugas pembelajaran yang berkelanjutan. Manusia dituntut untuk terus belajar tanpa mengenal usia, tempat, waktu, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah agar terbentuknya pola relasi yang seimbang dan harmonis. Pola relasi ini dibangun berdasarkan kemampuan intelektual, skill, dan kreatifitas untuk memanfaatkan sumber daya alam sehingga menghasilkan produk yang dapat mewujudkan kesejahteraan bersama.
G. Reformasi Pertanahan dan Pembangunan Pedesaan Tanah merupakan sumber daya yang sangat fital dan sejarah mencatat berbagai bentuk peperangan di dunia ini disebabkan oleh adanya keinginan menguasai tanah dan segala sumber daya yang ada di dalam dan di atasnya. Indonesia sebagai negara tropis memiliki tanah yang subur dan menyimpan banyak sumber energi yang dibutuhkan untuk berbagai kepentingan umat manusia. Akan tetapi, tata kelola tanah di negeri ini, sejak dahulu kala hingga saat ini masih menyimpan banyak permasalahan. Alih-alih, beberapa peraturan justeru membuka peluang sebebas-bebasnya bagi pihak asing untuk menguasi tanah dan sumber daya yang melekat padanya. Sebutlah misalnya UU migas, agraria, dan lain sebagainya. Sejumlah kecil tuan tanah mengawasi sebagian besar alur tanah di dae rah pedesaan dan bagian penting dari penduduk yang bertani merupakan mereka yang tidak memiliki tanah atau memiliki tanah yang tidak bernilai ekonomis. Hal ini menimbulkan eksploitasi oleh tuan-tuan tanah dan rentenir, serta hal ini pula merupakan salah satu sumber penyebab ketimpangan ekonomi yang berlanjut, dan ketiadaan proses demokrasi. Kemiskinan dari para petani penggarap dan buruh-buruh pedesaan mencegah mereka mengadopsi teknik-teknik bertani yang lebih baik, maka melanggengkan mereka kedalam kemiskinan dan degradasi moral yang permanen. Hal ini juga membunuh insentif dari penduduk pedesaan tersebut untuk menunjukkan yang terbaik dan menciptakan karaketeristik-karakteristik berupa malas, tidak jujur, dan apatis. Ini juga mendorong penduduk tersebut pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Disana juga mereka berada pada kondisi hidup yang tidak sehat dan jauh dari mereka-mereka yang disayangi. Kontrol sosial menurun dan, disertai de
ketimpangan ekonomi ekonomi yang yang berlanjut, berlanjut, dan dan ketiadaan ketiadaan proses proses demokrasi. demokrasi. ketimpangan Kemiskinan dari dari para para petani petani penggarap penggarap dan dan buruh-buruh buruh-buruh pedesaan pedesaan Kemiskinan 112 mencegah Millah Vol.mereka XIV, No. 1, Agustus 2014 mencegah mereka mengadopsi teknik-teknik bertani bertani yang yang lebih lebih baik, baik, maka maka mengadopsi teknik-teknik melanggengkan mereka kedalam kemiskinan dan degradasi moral yang melanggengkan mereka kedalam kemiskinan dan degradasi moral yang permanen. Hal Hal ini ini juga juga membunuh membunuh insentif dari dari penduduk penduduk pedesaan pedesaan tersebut tersebut nganpermanen. upah yang rendah dan frustrasi insentif lainnya, mengakibatkan meningkatnya untuk menunjukkan menunjukkan yang yang terbaik terbaik dan dan menciptakan menciptakan karaketeristikkaraketeristikuntuk kejahatan dan gangguan-gangguan sosial lainnya. karakteristik berupa malas, malas, tidak tidak jujur, dan apatis. apatis. Ini Ini juga juga mendorong mendorong karakteristik berupa jujur, dan Tidaklah mungkin untuk mengubah keadaan seperti ini tanpa melakukan penduduk tersebut tersebut pindah pindah ke ke kota kota untuk untuk mencari mencari pekerjaan. pekerjaan. Disana Disana juga juga penduduk mereka berada pada kondisi hidup yang tidak sehat dan jauh dari merekamereka berada pada kondisi hidup langkah yang tidak sehat bagi dan jauh dari merekareformasi pertanahan yang merupakan pertama semua kebiajakan mereka yang disayangi. Kontrol sosial menurun dan, disertai dengan upah mereka yang disayangi. Kontrol sosial menurun dan, disertai dengan upah ekonomi yang bertujuan untuk merealisasikan maqashid. Akan tetapi reformasi yang rendah rendah dan dan frustrasi frustrasi lainnya, lainnya, mengakibatkan mengakibatkan meningkatnya meningkatnya kejahatan kejahatan yang pertanahan berkait dengan langkah pemegang tanah dan istilah kepemilikan. dan gangguan-gangguan gangguan-gangguan sosial sosial lainnya. lainnya. dan Jika kedua hal ini tidak diselesaikan sesuai dengan tuntutan keadilan sosial Tidaklah mungkin mungkin untuk untuk mengubah mengubah keadaan keadaan seperti seperti ini ini tanpa tanpa Tidaklah dan ekonomi, sangatlah sulit untuk melakukan tindakan yang berarti dalam melakukan reformasi pertanahan yang merupakan langkah pertama bagi melakukan reformasi pertanahan yang merupakan langkah pertama bagi mewujudkan maqashid. semua kebiajakan kebiajakan ekonomi ekonomi yang yang bertujuan bertujuan untuk untuk merealisasikan merealisasikan maqashid. maqashid. semua Akan tetapi reformasi pertanahan berkait dengan langkah pemegang tanah Jika tanah telah diperoleh dengan cara-cara yang adil dan diolah baiktanah oleh Akan tetapi reformasi pertanahan berkait dengan langkah pemegang dansendiri istilah kepemilikan. kepemilikan. Jika kedua kedua halpetani ini tidak tidak diselesaikan sesuai dengan dan istilah Jika hal ini diselesaikan sesuai dengan pemilik atau disewakan kepada penggarap dalam ‘arti yang tuntutan keadilan keadilan sosial sosial dan dan ekonomi, ekonomi, sangatlah sangatlah sulit sulit untuk untuk melakukan melakukan tuntutan ‘sah’, dan jika sistem Islam tentang warisan telah dilaksanakan dengan baik, tindakan yang yang berarti berarti dalam dalam mewujudkan mewujudkan maqashid. maqashid. tindakan kepemilikan tanah tersebut tidak akan lagi terkonsentarsi pada segelintir keluJika tanah tanah telah telah diperoleh diperoleh dengan dengan cara-cara cara-cara yang yang adil adil dan dan diolah diolah baik baik Jika arga/orang saja. Akan tetapi karena tanah tersebut diperoleh dengan cara-cara oleh pemilik sendiri atau disewakan kepada petani penggarap dalam ‘arti oleh pemilik sendiri atau disewakan kepada petani penggarap dalam ‘arti yangyang tidak adil selama berabad-abad dan hukum Islam tentang warisan telah yang ‘sah’, ‘sah’, dan dan jika jika sistem sistem Islam Islam tentang tentang warisan warisan telah telah dilaksanakan dilaksanakan lamadengan diabaikan, tanah menjadi mengakibatkan dengan baik,kepemilikan kepemilikanatas tanah tersebut tidaktidak akan merata, lagi terkonsentarsi terkonsentarsi pada baik, kepemilikan tanah tersebut tidak akan lagi pada segelintir keluarga/orang saja. Akan tetapi karena tanah tersebut diperoleh 15 segelintir saja. Akan tetapi karena tanah tersebut diperoleh sebagian besar keluarga/orang penduduk pedesaan mengalami kemiskinan dan penderitaan. dengan cara-cara cara-cara yang yang tidak tidak adil adil selama selama berabad-abad berabad-abad dan dan hukum hukum Islam Islam dengan Karena adanya situasi yang tidak adil ini, maka penting sekali membentuk tentang warisan telah lama diabaikan, kepemilikan atas tanah menjadi tidak tentang warisan telah lama diabaikan, kepemilikan atas tanah menjadi tidak 15 15 batasan ukuran maksimum kepemilikan lahan dan mendistribusikan kelebi15 mengalami merata, mengakibatkan mengakibatkan sebagian sebagian besar besar penduduk penduduk pedesaan pedesaan mengalami merata, kemiskinan danpetani penderitaan. Karena adanya situasi yang yang tidak tidak adil adil ini, ini, kemiskinan dan penderitaan. Karena adanya situasi hannya kepada para yang tidak memiliki lahan. maka penting sekali membentuk batasan ukuran maksimum kepemilikan maka penting batasan ukuranbatasan maksimum kepemilikan Hukum syari’ahsekali tidakmembentuk menunjukkan rancangan tentang kekayaan lahan dan dan mendistribusikan mendistribusikan kelebihannya kelebihannya kepada para petani yang tidak lahan kepada para petani yang tidak pribadi dalam sistuasi yang normal.16 Meskipun demikian, Syari’ah tegas memmemiliki lahan. lahan. memiliki berikan wewenang kepada negara untuk mengambil semua langkah-langkah Hukum syari’ah syari’ah tidak tidak menunjukkan menunjukkan rancangan rancangan batasan batasan tentang tentang Hukum 16 yang kekayaan dianggap pribadi perlu untuk mewujudkan maqashid. Hal ini karenademikian, langkah16 16 Meskipun dalam sistuasi yang normal. kekayaan pribadi dalam sistuasi yang normal. Meskipun demikian, 17 langkah tersebut tidak secara khusus dilarang oleh Syari’ah. Karena kepemiSyari’ah tegas memberikan wewenang kepada negara untuk untuk mengambil Syari’ah tegas memberikan wewenang kepada negara mengambil semua langkah-langkah yang dianggap dianggap perlu untuk mewujudkan mewujudkan maqashid. likansemua lahan terpusat pada segelintir orang saja, eksploitasi, kemiskinan dan pelangkah-langkah yang perlu untuk maqashid. Hal ini karena langkah-langkah tersebut tidak secara khusus dilarang oleh Hal iniyang karena langkah-langkah tersebut khusus oleh manfaatan tidak efisien lahan dan buruhtidak akansecara berlanjut, dandilarang tujuan untuk 17 17 17 Karena kepemilikan kepemilikan lahan lahan terpusat terpusat pada pada segelintir segelintir orang orang saja, saja, Syari’ah. Karena Syari’ah. mewujudkan distribusi sebaran yang adil atas kekayaan masih belum menentu ÎÒ ǂǿ±ȋ¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ªȂƸƦdz¦ ªȂƸƦdz¦ ǞǸĐ ǞǸĐ ¾Âȋ¦ ¾Âȋ¦ ǂŤƚŭ¦ ǂŤƚŭ¦ ĿĿĿ °ȂnjǼǷ °ȂnjǼǷ ƮŞ ƮŞ ¿¿¿ȐLJȍ¦ ȐLJȍ¦ ĿĿĿ ƢȀǠǧƢǼǷ ƢȀǠǧƢǼǷ µ°Ȍdz µ°Ȍdz ®¦®¦®¦ǂǂǂǧȋ¦ ǧȋ¦ ƨȈǰǴǷ ƨȈǰǴǷ ²ȂǴLjdz¦ ²ȂǴLjdz¦ ȆǴǟ ȆǴǟ ƾǸŰ ƾǸŰÎÒÎÒ ǂǿ±ȋ¦ ǂǿ±ȋ¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ªȂƸƦdz¦ ǞǸĐ ¾Âȋ¦ ǂŤƚŭ¦ °ȂnjǼǷ ƮŞ ȐLJȍ¦ ƢȀǠǧƢǼǷ µ°Ȍdz ǧȋ¦ ƨȈǰǴǷ ²ȂǴLjdz¦ ȆǴǟ ƾǸŰ ÏÎÐ ´ ´ ÎÖÓÑ ÎÖÓÑ ...ÏÎÐ ÏÎÐ ´ ÎÖÓÑ ÎÓ 16 ƨǠǷƢƳ ƨǠȇ ƨǠȇǂǂǂnjdz¦ njdz¦Â ¼ȂǬū¦ ¼ȂǬū¦ ƨȈǴǯ ƨȈǴǯ ƨǠȇ ƨǠȇǂǂǂnjdz¦ njdz¦Â ¼ȂǬū¦ ¼ȂǬū¦ ƨǴů ƨǴů ĿĿĿ ƨȈǷȐLJȍ¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ƨǠȇ ƨǠȇǂǂǂnjdz¦ njdz¦ Ȇǫ Ȇǫ ƨǷƢǠdz¦ ƨǷƢǠdz¦ ƨƸǴǐǸǴdz ƨƸǴǐǸǴdz ƨȈǰǴŭ¦ ƨȈǰǴŭ¦ ®ȂȈǫ ®ȂȈǫ ÄÂƢǫǂnjdz¦ ÄÂƢǫǂnjdz¦ DzȈŦ DzȈŦÎÓÎÓ ƨǠǷƢƳ ƨǠǷƢƳ ƨǠȇ njdz¦ ¼ȂǬū¦ ƨȈǴǯ ƨǠȇ njdz¦ ¼ȂǬū¦ ƨǴů ƨȈǷȐLJȍ¦ ƨǠȇ njdz¦ Ȇǫ ƨǷƢǠdz¦ ƨƸǴǐǸǴdz ƨȈǰǴŭ¦ ®ȂȈǫ ÄÂƢǫǂnjdz¦ DzȈŦ ƢǿƾǠƥ ƢǷ ƢǷ ÖÔ ÖÔ ´ ´´ ´ ÎÖÔÕ ÎÖÔÕ ȂȈǻȂȇ ȂȈǻȂȇ ÎÐÖÕ ÎÐÖÕ ÀƢƦǠNj ÀƢƦǠNj ňƢưdz¦ ňƢưdz¦ ®ƾǠdz¦ ®ƾǠdz¦ ƨȈǻƢưdz¦ ƨȈǻƢưdz¦ ƨǼLjdz¦ ƨǼLjdz¦ ƪȇȂǰdz¦ ƪȇȂǰdz¦ ...ƢǿƾǠƥ ƢǿƾǠƥ ƢǷ ÖÔ ´ ´ ÎÖÔÕ ȂȈǻȂȇ ÎÐÖÕ ÀƢƦǠNj ňƢưdz¦ ®ƾǠdz¦ ƨȈǻƢưdz¦ ƨǼLjdz¦ ƪȇȂǰdz¦ ÎÔ ǂǿ±ȋ¦ ƨǠǷƢƳ ƨǠǷƢƳ ::: ¨ǂǿƢǬdz¦ ¨ǂǿƢǬdz¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ªȂƸƦdz¦ ªȂƸƦdz¦ ǞǸĐ ǞǸĐ ¾Âȋ¦ ¾Âȋ¦ ǂŤƚŭ¦ ǂŤƚŭ¦ ¿ȐLJȍ¦ ¿ȐLJȍ¦ ĿĿĿ Ƣǿ®ÂƾƷ Ƣǿ®ÂƾƷ ƨǏƢŬ¦ ƨǏƢŬ¦ ƨȈǰǴŭ¦ ƨȈǰǴŭ¦ ĺǂǠdz¦ ĺǂǠdz¦ ƅ¦ ƅ¦ ƾƦǟ ƾƦǟ ƾǸŰ ƾǸŰÎÔÎÔ 17 ǂǿ±ȋ¦ ǂǿ±ȋ¦ ƨǠǷƢƳ ¨ǂǿƢǬdz¦ ƨȈǷȐLJȍ¦ ªȂƸƦdz¦ ǞǸĐ ¾Âȋ¦ ǂŤƚŭ¦ ¿ȐLJȍ¦ Ƣǿ®ÂƾƷ ƨǏƢŬ¦ ƨȈǰǴŭ¦ ĺǂǠdz¦ ƅ¦ ƾƦǟ ƾǸŰ ÎÔÑ ´ ´ ÎÖÓÑ ÎÖÓÑ ...ÎÔÑ ÎÔÑ ´ ÎÖÓÑ 15
17 17
eksploitasi, kemiskinan dan pemanfaatan yang tidak efisien lahan dan buruh Strategi Pembangunan Ekonomi 113 akan berlanjut, dan tujuan untuk mewujudkan distribusi sebaran yang adil atas kekayaan masih belum menentu sepanjang kekuatan tuan tanah yang monopolistik dantuan monosomatic tidak diputus dengan batasan sepanjang kekuatan tanah yang monopolistik dan menentukan monosomatic tidak yang jelas atas ukuran maksimum tanah yang bisa dimiliki oleh satu diputus denganSekalipun menentukan batasan yang jelas atas ukuran maksimum tanah keluarga. besarnya penduduk pedesaan sekarang dibandingkan yang dengan bisa dimiliki olehkeseluruhan satu keluarga. Sekalipun besarnyamengharuskan penduduk pedesaan jumlah lahan yang tersedia adopsi terhadap satu tindakan mewujudkan maqashid. Sesuai dengan hal ini, sekarang dibandingkan dengan jumlah keseluruhan lahan yang tersedia mengsejumlah sarjana yang satu terkenal berpendapat setuju maqashid. terhadap pembatasan haruskan adopsi terhadap tindakan mewujudkan Sesuai deuntuk mengembalikan keseimbangan ekuitas dalam kepemilikian dan untuk ngan hal ini, sejumlah sarjana yang18terkenal berpendapat setuju terhadap pemmenjaga kepentingan sosial. Karena Syari’ah menuntut pembayaran batasan untukkonpensasi mengembalikan keseimbangan ekuitas dalam kepemilikian dan terhadap yang pantas kepada pemilik yang sah, lahan tersebut 18 untuktidak menjaga sosial. Syari’ah menuntut pembayaran harus kepentingan diberikan kepada para Karena petani secara bebas. Akan lebih baik jika mereka membayar dengan harga yang fair, yakni nilai keseluruhan yang terhadap konpensasi yang pantas kepada pemilik yang sah, lahan tersebut tidak diwujudkan oleh pemerintah secara bertahap beberapa tahun sesuai dengan harus diberikan kepada para petani secara bebas. Akan lebih baik jika mereka penghasilan petani tersebut, serta sebagian digunakan untuk kompensasi membayar denganyang harga‘sah’ yang(dan fair,hanya yaknipemilik nilai keseluruhan diwujudkan para pemilik yang sah) yang dan sebagian lagi oleh untuk pemerintah secara bertahap beberapa tahundesa sesuai dengan penghasilan memenuhi biaya pembanguan pedesaan tersebut.
petani tersebut, sebagian untuk kompensasi para pemilik Lebihserta jauh, untuk digunakan menurunkan ukuran kepemilikan lahan, yang juga ‘sah’ penting (dan hanya yang sah) dan sebagian untuk memenuhi biaya untukpemilik mereformasi istilah-istilah sewa lagi menyewa. Walaupun tujuan
membangun keadilan antara tuan tanah dan penyewa masih diperdebatkan pembanguan pedesaan desa tersebut. oleh para ulama fiqih disemua aliran yurisprudensi Islam, hakikat dari sewa Lebih jauh, untuk menurunkan ukuran kepemilikan lahan, juga penting menyewa lahan telah menjadi satu isu yang sangat kontroversial dalam untukliteratur mereformasi Walaupun tujuanbagi membaSebagian kecilsewa ahli menyewa. hukum tidak membolehkan hasil fiqih.16 istilah-istilah ngunpanen keadilan tanahyang dan tetap penyewa diperdebatkan olehlahan para atauantara sewa tuan meyewa dan masih menuntut bahwa pemilik harus mengolah sendiri sesuai kemampuannya dan memberikan ulama fiqih disemua aliran yurisprudensi Islam, hakikat dari sewa menyewa pemanfaatan keseimbangan pada seseorang yang dapat melakukan hal ini. lahan telah menjadi satu isu yang sangat kontroversial dalam literatur fiqih. Sebagian besar lainnya yang membolehkan bagi hasil panen tetapi Sebagian kecilsewa-menyewa ahli hukum tidak bagi hasil panen atau sewa Penolakannya adalah bahwa meskipun Nabi melarang tetap.membolehkan meyewa yang tetap dan menuntut bahwa pemilik lahan harus mengolah senMuhammad SAW. tidak melakukan kedua hal itu, namun kemudian beliau membolehkan bagi hasil panen, dan ini telah dilakukankeseimbangan oleh para pengikut diri sesuai kemampuannya dan memberikan pemanfaatan pada beliau turun temurun. Akan tetapi mayoritas ahli hukum membolehkan seseorang yang dapat melakukan hal ini. Sebagian besar lainnya yang memkedua hal itu, ini sejalan dengan diperbolehkannya mudarabah dan bolehkan bagi hasil panen tetapi melarang sewa-menyewa tetap. Penolakannya penyewaan dalam Syari’ah. Alasannya adalah bahwa kemiskinan dari adalah bahwa besar meskipun SAW. tidak melakukan kedua hal sebagian umatNabi IslamMuhammad dalam periode Madinah telah membuat Nabi tidak mendorong sistem ini.bagi Akan tetapi, kemudian hari ketika itu, namun kemudian sistem beliaukedua membolehkan hasil panen, dan ini telah dikondisi ekonomi umat Islam membaik, beliau membolehkan bagi hasil lakukan oleh para pengikut beliau turun temurun. Akan tetapi mayoritas ahli panen dan sewa menyewa tetap, dan tidak hanya bagi hasil panen saja hukum membolehkan kedua hal itu, ini sejalan dengan diperbolehkannya museperti pendapat sebagian ahli hukum yang kedua. Meskipun demikian, darabah penyewaan dalam Syari’ah. Alasannya bahwa bahwa kemiskinan Ibnudan Taimiyah dan sejumlah ahli hukum lainnyaadalah menganggap sewa dari sebagian besar umat Islam dalam periode Madinah telah membuat Nabi tidak mendorong sistem kedua sistem ini. Akan tetapi, kemudian hari ketika 18
ƨȈǷȐLJȍ¦ ªȂƸƦdz¦ ǞǸĐ ¾Âȋ¦ ǂŤƚŭ¦ Ŀ °ȂnjǼǷ ƮŞ ¿ȐLJȍ¦ Ŀ ƢȀǠǧƢǼǷ µ°Ȍdz ®¦ǂǧȋ¦ ƨȈǰǴǷ ²ȂǴLjdz¦ ȆǴǟ ƾǸŰ ÎÕ .ÏÎÐ ´ ÎÖÓÑ ǂǿ±ȋ¦
18
eksploitasi, kemiskinan dan pemanfaatan yang tidak efisien lahan dan buruh akan berlanjut, dan tujuan untuk mewujudkan distribusi sebaran yang adil 114 Millah Vol. XIV, No. masih 1, Agustus 2014 atas kekayaan belum menentu sepanjang kekuatan tuan tanah yang monopolistik dan monosomatic tidak diputus dengan menentukan batasan yang jelas atas ukuran maksimum tanah yang bisa dimiliki oleh satu kondisi ekonomi umat Islam membaik, beliau membolehkan bagi hasil panen keluarga. Sekalipun besarnya penduduk pedesaan sekarang dibandingkan dan sewa dengan menyewa tetap, dan tidak hanya bagi hasiltersedia panen saja seperti pendajumlah keseluruhan lahan yang mengharuskan adopsi terhadap satu tindakan mewujudkan Sesuai dengan dan hal ini, pat sebagian ahli hukum yang kedua. Meskipunmaqashid. demikian, Ibnu Taimiyah sejumlah sarjana yang terkenal berpendapat terhadap sejumlah ahli hukum lainnya menganggap bahwa sewasetuju menyewa tetap pembatasan itu huuntuk mengembalikan keseimbangan ekuitas dalam kepemilikian dan untuk 19 kumnya makruh. Menurut mereka bagi hasil panen itu leih baik sebab lebih menjaga kepentingan sosial.18 Karena Syari’ah menuntut pembayaran dekat kepada keadilan; bagi hasil inipantas menuntut pemilik lahan dansah, penyewa terhadap konpensasi yang kepada pemilik yang lahan untersebut tuk membagi sekaligus pertanian, berbeda tidakhasil harus diberikanrisiko kepada para petani secaradengan bebas. sewa Akan menyewa lebih baik jika mereka membayar dengan harga tetap yang meskipun fair, yakni penyewa nilai keseluruhan tetap, yang menjamin tuan tanah untung memper-yang oleh pemerintah oleh hasil diwujudkan ataupun tidak ada hasilnya. secara bertahap beberapa tahun sesuai dengan penghasilan petani tersebut, serta sebagian digunakan untuk kompensasi Karena penggarap dan petani yang hanya tidak memiliki lahansah) lemah tidak lagi para pemilik yang ‘sah’ (dan pemilik yang dandan sebagian berdaya dan mungkin masih terus demikian untuk beberapa waktu meskipun untuk memenuhi biaya pembanguan pedesaan desa tersebut.
pelaksanaan terhadap pembatasan kepemilikan tersebut, sewa juga Lebih jauh, untuk ukuran menurunkan ukuran lahan kepemilikan lahan, meyewa tetap lahan dapat menjadi penyebab ketidakadilan dan penting untukmungkin mereformasi istilah-istilah sewa menyewa. Walaupun tujuan membangun antara tuanmenentu. tanah danOleh penyewa masih diperdebatkan kemiskinan jika outputkeadilan masih terus tidak karena itu akan lebih oleh para ulama fiqih disemua aliran yurisprudensi Islam, hakikat dari sewa menyenangkan bagi pemerintah Islam untuk membuat bagi hasil panen sebamenyewa lahan telah menjadi satu isu yang sangat kontroversial dalam gai dasar umum dari sewa lahan dan berusaha untuk membagi secara adil hasil kecil ahli hukum tidak membolehkan bagi hasil literatur fiqih.16 Sebagian antara pemilik Hal ini harus palinglahan panentanah atau dan sewapenggarap. meyewa yang tetap dan berlanjut menuntutsetidaknya bahwa pemilik harusdasar mengolah sesuai kemampuannya dan dan memberikan tidak sampai kekuatansendiri di wilayah pedesaan telah diperluas sisi keseimbangan pada seseorang yang dapat melakukan hal ini. eksploitasipemanfaatan dari keluarga pemilik lahan telah dikurangi secara substansial. Sebagian besar lainnya yang membolehkan bagi hasil panen tetapi Pentingnya reformasi pertanahan guna menciptakan iklim yang demokramelarang sewa-menyewa tetap. Penolakannya adalah bahwa meskipun Nabi tis dan egalitarian dimaksudkan terbentuknya desa-desa yang memiliki Muhammad SAW. tidak agar melakukan kedua hal itu, namun kemudian beliau inisiatif dan kemandirianbagi untuk meningkatkan pertaniannya. Di para samping membolehkan hasil panen, dan inihasil telah dilakukan oleh pengikut beliau Akanusaha tetapikecil mayoritas ahli hukum membolehkan itu, mereka juga turun dapattemurun. membentuk dan menengah pada sektorkedua hal itu, ini sejalan dengan diperbolehkannya mudarabah sektor lain, seperti dengan menghasilan produk-produk ekonomi kreatif dan dan penyewaan dalam Syari’ah. Alasannya adalah bahwa kemiskinan dari kewirausahaan. Pada ujungnya, reformasi pertanahan dapattelah meningkatkan sebagian besar umat Islam dalam periode Madinah membuat Nabi kualitas hidup masyarakat desa, sehingga dapat mengurangi urbanisasi, tidak mendorong sistem kedua sistem ini. Akan tetapi, kemudian haripe ketika kondisi ekonomidan umat Islam membaik, ngangguran, kemsikinan, kriminalitas di kota. beliau membolehkan bagi hasil
panen dan sewa menyewa tetap, dan tidak hanya bagi hasil panen saja seperti pendapat sebagian ahli hukum yang kedua. Meskipun demikian, H. Pengembangan Usaha-Usaha dan Kecil Ibnu Taimiyah dan sejumlahMikro ahli hukum lainnya menganggap bahwa sewa 19 menyewa tetap itu hukumnya makruh. Menurut mereka bagi hasil panen
Setelah melakukan reformasi pertanahan, langkah selanjutnya adalah mendo١٨ rong terciptanya berbagai kecil sam ping اﻷوﻝ ﻟﻤﺠﻤﻊ اﻟﺒﺤوث ﻓﻲ اﻟﻤؤﺘﻤرbentuk ﺒﺤث ﻤﻨﺸورusaha ، اﻹﺴﻼمmikro وﻤﻨﺎﻓﻌﻬﺎ ﻓﻲdan ﻟﻸرض (اﻷﻓ رادUMK). ﻤﻠﻛﻴﺔ، وسDi ﻋﻠﻲ اﻟﺴﻠ ﻤﺤﻤد itu, adanya UMK diharapkan mampu menurunkan konsentrasi .٢١٣ ص، ١٩٦٤kekayaan ، اﻷزﻫر، اﻹﺴﻼﻤﻴﺔ
19
.٤٧-٤٦ ص ص،١٩٦٨ ، ١٢ اﻟﺴﻨﺔ، ١ اﻟﻌﺪد، ﺧﺼﺎﺋﺺ اﻻﺷﱰاﻛﻴﺔ ﰲ اﻹﺳﻼم – ﳎﻠﺔ ادارة ﻗﻀﺎﻳﺎ اﳊﻜﻮﻣﺔ، ﳏﻤﺪ ﺷﻮﻗﻲ اﻟﻔﻨﺠﺮي١٩
18
Strategi Pembangunan Ekonomi 115
dan modal di kawasan perkotaan saja. Lebih dari itu, UMK merupakan fondasi ekonomi yang sangat kuat yang dapat melindungi suatu negara pada saat mengalami krisis atau depresi ekonomi. Indonesia, misalnya. Banyaknya UMK telah menyelamatkan Indonesia dari kondisi chaos akibat krisis moneter. Namun sayang, sekalipun 99% bisnis di Indonesia masuk ke dalam kategori UMK, namun perhatian pemerintah dirasakan masih sangat kurang. Untuk itu, saat ini, Bank Indonesia tengah berupaya memperkuat sektor UMKM sebagai konsekuensi dari kebijakan moneter yang menuntut stabilitas ekonomi tetap terjaga. BI telah membuat beberapa klaster UMKM dan menyediakan data perkembangannya, sebagaimana dapat dilihat di website resmi BI. Kebijakan ini juga diikuti dengan tengah dicanangkannya sistem branchless atau sistem perbankan tanpa kantor. Tujuan utamanya adalah agar bisa menjangkau kebutuhan permodalan masyarakat di daerah atau desa-desa kecil. Di sisi lain, data menunjukkan bahwa 99.9% perekonomian Indonesia ditopang oleh sektor UMKM, bukan UB (usaha besar).
No 1
2
Unit Usaha A. UMKM Usaha Mikro (UMi) Usaha Kecil (UK) Usaha Menengah (UM) B. Usaha Besar
Tabel 1.1 Perkembangan UMKM dan UB 2010 Jumlah Pangsa (%) 53.823.732 99,99 53.207.500 98,85 537.601 1,07 42.631 0,08 4.838 0,01
2011 Jumlah Pangsa (%) 55.206.444 99,99 54.595.969 99 602.195 1,09 44.280 0,08 4.952 0,01
Sumber : www.depkop.go.id (diolah)
Menurut Tulus Tambunan, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memainkan peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hnya di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.20Artinya, melemahnya pertumbuhan UMKM merupakan indikasi kerapuhan ekonomi suatu negara. Pada titik ini, posisi Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki kekuatan sangat besar pada sektor UMKM. Tipe piramida penduduk Indonesa yang ekspansif di mana sebagian besar penduduk berada pada kelompok umur muda atau usia produktif menuntut terse20 Tulus Tambunan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-isu Penting, (Jakarta : LP3ES, 2012), hal., 1
116 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 dianya lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja. Lebih dari itu, angka kemiskinan dan pengangguran Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan data BPS, hingga September 2012 tercatat 11,66% atau setara dengan 28.59 juta. Adapun jumlah pengangguran terbuka hingga Agustus 2012 sebanyak 6,14% atau sekitar 7.244.956.21
I. Kesimpulan Pembangunan ekonomi dengan keadilan sosial ekonomi, di mana Islam mensucikannya, tidak dapat dicapai dalam batasan kemampuan sumber dari ne gara-negara Islam jika tidak terdapat satu perubahan revolusioner dalam hal prioritas dan satu mekanisme motivasi guna membawa masyarakat merubah perilaku kerja, konsusmsi, penghematan dan investasi sesuai dengan prioritas ini. Kaum sekuler, nilai netral dan perspektif keduniaan baik kapitalis dan sosialis, dimana negara-negara Islam sekarang sedang menerapkan, tidak dapat membantu baik dalam membentuk prioritas yang benar atau dalam mendorong orang untuk merestrukturisasi kliam-klaim atas sumber-sumber sesuai dengan prioritas ini. Jika masyarkat kapitalis dan sosialis telah gagal mencapai tujuan sosial ekonomi yang ditetapkan, mereka tidak dapat berfungsi sebagai model negara-negara Islam dengan sumber-sumber yang relatif semakin langka. Oleh karena itu Islam telah berpindah dari kedua sistem tersebut untuk mejamin realisasi efisiensi dan juga ekuitas. Walaupun Islam telah mengenal kontribusi dimana motif keuntungan, properti swasta dan proses pengambilan keputusan yang terpusat dari sebuah ekonomi pasar dapat membuat efisiensi, namun Islam juga memperkenalkan cara unsur-unsur penting lain dalam sistem ekonominya guna mengaktualisasikan keadilan. Oleh karena itu, adanya ketimpangan eksternal dan makroekonomi diikuti dengan ketidakpantasan dan tensi sosial politik yang masih ada di negara-negara Islam, hanya alternatif yang layak adalah meng-Islamkan perekonomian tersebut. Hal ini tidak hanya akan mengurangi ketimpangan tetapi juga membuat kontribusi nyata pada harmonisasi sosial melalui aktualisasi maqashid. Konsep pertanggungjawaban kepada Allah akan berfungsi sebagai daya motivasi yang kuat. Badan Pusat Statistik, Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 34, Maret 2013, (Jakarta : BPS, 2013). 21
Strategi Pembangunan Ekonomi 117
Konsep ini menjaga kepentingan pribadi dalam batasan kesejahteraan sosial, dan bersama dengan mekanisme filter terhadap nilai dan harga yang realistis, mengahsilkan kualitas dan kuantitas pengurangan klaim-klaim dimana reali sasi maqashid memerlukannya.
Daftar Pustaka Al-Quran al-karim Abd al-Mannan, Muhammad, tt, Al-Iqtisâd al-Islâmi baina al-nazariyat wa al-tathbiq, (Al-Maktab al-ârabi al-hadis) Abu Su’ud, Mahmud 1968, Khuthut ra’isiyyah fi` al-Iqtisha`d al-Isla`miyy, Maktabat al-mana`r al-isla`miyyah, Kuwait. Abu Zahrah, Muhammad, 1977, al-Milkiyah wa Nazariyat al-‘Aqd, al-Qohirah, Dar al-Fikr al-‘Arabi). Affar, Muhammad Abdul Mun’im, 1985, al-Takhtith wa al-Tanmiyah fi al-Islam, (Jeddah : Dar al-bayan al-Arabi). Afifi, Ahmad Mustafa , 1407 H/1986 M, Istismâr al-mâl fi al-Islâm, Maktabah Wahbah, 1424 H/2003 M. Ahmad, Abdurrahman Yasri, 1985, Al-‘Alaqât al-iqtisôdiyah baina al-buldân alislâmiyah wa dauruha fi al-tanmiyah al-iqtisôdiyah, (Jeddah: Dirâsât fi aliqtisôd al-islâmi, Markaz abhâs al-iqtisôd al-islami, Jami’ah al-malik Abdul Aziz). Aţiyah, Jamal al-Dîn, Nahwa Taf’îl Maqâşid al-Syarî’ah, (Amman: al-Ma’had al‘âlamî li al-Fikr al-Islâmî, 1999M). Ahmad, Khursyid, 1985, Al-Tanmiyah al-iqtisôdiyah fi ithorin islamiyin, tarjamah Rafiq Al-misri, Majalah Abhâs al-iqtisôd al-islâmi, nomor 2, bagian 2. Ajwah, Athif, 1983, Mafhum al-Tanmiyah al-Iqtisodiyah wa al-Fikr al-Iqtisodi al-Islami, dalam Majallah al-Iqtisod wa al-Idarah, (Jeddah: Markaz al-Buhus wa al-Tanmiyah, Jami’ah Malik Abdul Aziz), nomor 17, edisi Sya’ban 1403 H, Mei 1983. Ali Al-Qirô, Muhammad bin ‘Abid, 1412H/1992, Isti’râd li al-kitâbât al-mu’âsirah fi al-tanmiyah. Alim, Yusuf Hamid, 1412 H/1991 M, al-Maqâsid al-’ammah li al-Syari’ah al-Islamiyah, Herndon, al-Ma’had al-’alami li al-Fikr al-Islami.
118 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 Ansari, Javed, 1985, Ekonomi Islam antar Neoklasik dan Strukturalis: Laporan dari Islamabad dalam Islamisasi Ekonomi: suatu Sketsa Evaluasi dan Prospek Gerakan Perekonomian Islam, (Amrullah dkk., e.,) PLP2M, Yogyakarta. Ibn ‘Asyur, Muhammad Thohir, 1988, Maqasid al-Syari’ah al-Islamiah, Tunis: alSyarikah al-Tunisiah li al-tauzi’, Ba’li, Abdu al-Hamid Mahmud, 1421 H/2000, al-Istikhlâf wa al-Milkiyah,. Cahyo, Agus N., 2011, Tokoh-Tokoh Timur Tengah yang Diam-Diam Jadi Antek Amerika dan Sekutunya, , (Yogyakarta: DIVA Press,). Chapra, M. Umer, Economic Development in Muslim Countries: A Strategy for Development in the Light of Islamic Teachings, , hal.475-534 salah satu dari sejumlah makalah dalam: Isham al-Fikr al-Islami fi al-Iqtishad al-Mu’ashir yang dipublikasikan oleh al-Ma’had al-‘Alami li al-Fikr al-Islami, 1412 H/1992 M. Dunya, Syauqi Ahmad, 1979, Al-Islâm wa al-tanmiyah al-iqtisôdiyah, (Kairo: Dar al-fikr al-‘Arabi). Dunya, 1984, Tamwil al-tanmiyah fi al-iqtisôd al-islami, (Beirut: Muassasah alrisalah). Bakhit. Ali Khidar, 1404 H, Al-Tamwil al-dakhil li al-tanmiyah al-iqtisadiyah dalam al-Islam, (Jeddah: Al-Dar al-Su’udiyah li al-Nasyr wa al-Tauzi’) Fanjari, Muhammad Syauqi Khosois al-Isytirokiyah fi al-Islam, Majallah Idarat Qodhoya al-Hukumah, al-‘adad 1, al-sanah 12, 1968. Fanjari, Al-Islam wa al-Musykilah al-Iqtisodiyah, (Maktabah al-Anglo al-Misriyah), hal. 81, dan Al-Mazhab al-Iqtisodi fi al-Islam, (Jeddah: Buhus Mukhtarah min al-Mu’tamar al’alami al-awwal li al-iqtisod al-islami, (Jeddah: Markaz abhas al-iqtisod al-islami). Muadz, M. Husni, Anatomi Sistem Sosial Rekonstruksi Normalitas Relasi Intersubyektivitas dengan Pendekatan Sistem, (Mataram: Institut Pembelajaran Gelar Hidup [IPGHI], 2014). Al-Fâsi, ‘Allal al, Maqosid al-syari’ah al-Islamiyah wa makarimuha, Maroko Maktabah al-Wahdah al-Arabiyah, Al-Dar Al-Baidho’. Al-Fâsi, al-Islâm wa mutatollabât al-tanmiyah fi mujtama’ al-yaum,(Dahran: Multaqâ al-fikr al-islâmi, 1971).
Strategi Pembangunan Ekonomi 119
Hasry, Ahmad , as-Siyâsah al-Iqtisâdiyah wa an-Nuzum al-Maliyah fi al-Fiqh alIslami, Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabi. Hendrajit Dkk, 2010, Tangan-Tangan Amerika Operasi Siluman di Pelbagai Belahan Dunia, (Jakarta: Global Future Institute). Iwadhi, Rif’at al-Sayyid, 1990, Kitab al-Ummah: Fi al-Iqtisâdal-Islâmi, al-murtakazâ, al-Tauzî’, al-Istismâr. Junaidal, Hamad Ibn Abd Rahman, 1402 H, Manahij al-Bahisin fi al-Iqtishad alIslami, Riyad: Syarikah al-‘Abikan li al-Thiba’ah wa al-Naysr. Jundi, Muhammad Al-Syahatah, 1985, Qowa’id al-Tanmiyah al-Iqtisodiyah fi alQanun al-dauli wa al-fiqh al-islami, (Kairo: Dar al-nahdah al-Arabiyah). Karim, Adiwarman , 2003, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, IIIT Indonesia, Jakarta. Kasbah, Mustafa Dasuqi, Maqashid al-Syari’ah Fi Tanmiyatin wa Istismar al-Mal ma’a al-Tathbiq ‘ala al-Muassasat al-Maliyah,. Khafîf, Ali,1968, al-Milkiyah fi Syari’ati al-Islâmiah Ma’a muqâranatiha bi al-qawânîn al-‘Arabîyah, Ma’had al-buhûs wa al-Dirâsât. Malik Ben Nabi, 1974, Al-Muslim fi ‘alam al-Iqtisad, (Beirut: Dar Al-Syuruq). Muhammad, Abdul Mannan, 1993, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta. Perkins, John, 2004, Confessions of An Economic Hit Man, San Fransisco: BK: Berrett Koehler Puslishers. Perkins, John, 2004, The Secret History of The American Empire Economic Hit Man, Jakals and The Truth About Golbal Corruption, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Wawan Eko Yulianto & Meda Satrio, (Jakarta: Ufuk Press,). Ricardo, David Akhmad, 2004, Khadafi Jagoan Tanah Arab, (Makassar: Arus Timur. Al-Rubi, Mahmud, 1984, Al-Minhaj al-Islami fi al-Tanmiyah al-Iqtisodiyah wa alIjtima’iyah dalam Majallat al-dirasat all-tijariyah wa al-islamiyah, (Markaz solih Abdullah Kamil li al-dirasat al-tijariyah wa al-islamiyah), nomor 3, tahun ke satu Juli 1984. Al-Sallus, Muhammad Ali, 1964, Milkiyat al-Afrad li al-Ardhi wa manafi’uha fi alIslam, Bahsun Mansyur fi al-Mu’tamar al-Awwal li Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, al-Azhar.
120 Millah Vol. XIV, No. 1, Agustus 2014 Sardar, Ziauddin & Merryl Wyn Davies, Mengapa Orang Membenci Amerika (Why do People Hate Amerika?), Batam: Classic Press. Surahman, M. Anwar, Marye Agung Kusmagi, 2011, 69 Konspirasi Dunia versi Wikileaks, (Jakarta: Penerbit Raih Asa Sukses). Al-Syarqawi, Jamil, Quyud al-Milkiyah li al-Mashlahah al-‘Ammah fi al-Syari’ah al-Islamiyah, Majallah al-Huquq wa al-Syari’ah, Kulliyat al-Huquq wa al-Syari’ah Jami’ah al-Kuwait, al-Sanah al-salitsah,, al-‘adad al-Sani, Sya’ban 1398 H, Juni 1978. AL-Syatibi, Abu Ishak, al-Muwafaqat, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1415H/1994M. AL-Syukairy, Abd al-Haq, 1408 H, al-Tanmiyah al-Iqtishadiyah fi al-Minhaj al-Islami (kitab al-Ummah), Qatar: Mathobi’ Muasasatu al-Kholij li al-Nasyr wa al-Thiba’ah). Tamburaka, Apriadi Tamburaka, 2011, Revolusi Timur Tengah Kejatuhan para penguasa otoriter di Negara-Negara Timur Tengah, (Yogyakarta: Penerbit NARASI,.