Skripsi
Strategi Manajemen Usaha Pedagang Makanan Orang Jawa Di Makassar
Oleh :
ISKANDAR MIRZA E 511 06 031 Skripsi ini Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
JURUSAN ANTROPOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS HASANUDDIN 2014
1
HALAMAN PENERIMAAN
Nama
: ISKANDAR MIRZA
Nim
: E 511 06 031
Judul Skripsi : Strategi Manajemen Usaha Pedagang Makanan orang Jawadi Makassar
Telah diterima oleh panitia Ujian Sarjana Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Hasanuddin Makassar untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana.
Panitia Ujian
Ketua
:Dr. Munsi Lampe, MA
(………………………..)
Sekretaris
:Prof. Dr. Supriadi Hamdat, MA
(………… ……….…….)
Anggota
:Prof. Dr. H Pawennari Hijjang, MA(……………….……….)
Dr.TasrifinTahara,M.si
(……………….……….)
Muhammad Neil. S.Sos. M.Si
(………………………..)
2
HALAMAN PENGESAHAN Judul
: Strategi Manajemen Usaha Pedagang Makanan orang Jawa di Makassar
Nama
: ISKANDAR MIRZA
Nim
: E 511 06 031
Program studi
: Antropologi Sosial
Fakultas
: Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan Pada ujian Skripsi
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Tasrifin Tahara, M.Si NIP.19750823 200212 1 002
Muhammad Neil, S.Sos, M.si NIP.19720605 200501 1 001
Mengetahui Ketua Jurusan Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politk Universitas Hasanuddin
Dr. Munsi Lampe, MA NIP.19561227 198612 1 001
3
ABSTRAK Skripsi ini berjudul Strategi Manajemen Usaha Pedagang Makanan Orang Jawa di Makassar, studi tentang sistem manajemen orang Jawa Di Makassar. Penelitian dilakukan di Kelurahan Timungan Lompoa dan Malimongan Baru Kecamatan Bontoala Kota Makassar. Penelitian ini bertujuan mengungkapkan sistem manajemen dan usaha serta pengolahan makanan kecil orang orang Jawa. penulisan skripsi ini dibimbing oleh Dr. Tasrifin Tahara, M.Si sebagai pembimbing I dan Muhammad Neil, S.Sos, M.si sebagai pembimbing II. Data hasil temuan yaitu para pedagang makanan yang berasal dari Jawa ini merupakan para pendatang yang datang ke Makassar untuk mengadu nasib hanya sebagai pedagang. Mereka mempunyai pola kerja yang berbeda beda, peralatan kerja dan penampilannya begitu sederhana begitu pun tempat tinggal mereka. Ada berbagia jenis makanan yang dijajakan, dan makanan yang dijajakan ini memang berasal dari daerah mereka, hanya mereka yang tahu bahan dan cara pengolahan makanan makanan kecil tersebut. Sekilas makanan yang tidak begitu istimewa bagia orang awan tetapi disisi lain, begitu digandrungi oleh anak anak dan para ibu ibu. Dari hasil makanan inilah mereka mampu bertahan, apalagi di Negara kita ini masih terjadi krisis global yang kapan akan berakhir di Negeri kita ini Pada kesimpulannya, sistem Manajemen mereka merupakan suatu sistem yang begitu sederhana. Sistem yang telah mengubah hidup mereka. Kerja sama dan semangat yang baik mampu merubah pola hidup mereka. Dari hasil menjajakan makanan ini juga ia biasa gunakan untuk biaya kedua orang tua mereka di Jawa, tanpa diduga mereka juga mampu membeli kendaraan pribadi. Suatu kerja keras dan kesabaran yang kuatlah mereka mampu hidup yang baik ditengah tengah masyarakat Makassar ini.
4
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur penulis kepada Yang Maha Kuasa, karena berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik setelah melalui proses panjang dan memakan waktu yang relatip lama. Sekalipun demikian, tidak berarti bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan sempurna tanpa keselahan didalamnya. Bagaimanapun juga penulis adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari segala kelemahan dan kekurangan. Karena itu, adalah hal yang wajar bila nantinya para pembaca, menemukan sejumlah kekurangan dalam skripsi ini, untuk itu, penulis mengharapkan, pada para pembaca yang menemukan kelemahan dan kekurangan tersebut dijadikan sebagai suatu kritikan yang membangun demi penyempurnaan penulisan skripsi ini lebih lanjut. Penulis menyukai pula, bahwa dalam penulisan skripsi ini ada banyak bantuan yang datang dari berbagai pihak, karena itu, selayaknya apabila penulis mengucapkan terimah kasih yang setulusnya. Kepada mereka yang telah memberi bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dari awal hingga selesai
5
Dalam penyusunan skripsi ini, Untuk itu penulis mengucapkan terimah kasih banyak kepada : 1. Ayahanda dan ibunda tercinta, Pamanku H Nazir serta kakak dan adik sekalian yang telah banyak memberikan perhatian dan kasihnya. Serta mendorong penulis untuk bersungguh sungguh dalam menyelesaikan studi. 2. Bapak Dr. Tasrifin Tahara, M.Si dan Kanda Muhammad Neil, S.Sos, M.si Masing-masing sebagai Pembimbing I dan II yang telah banyak meluangkan waktunya untuk selalu mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyusunan dan pembahasan karya ilmiah ini 3. Dr. Munsi Lampe, MA , Prof. Dr. Supriadi Hamdat, MA (Mantan sekretaris Jurusan Antropologi) Dan Drs. Yahya Kadir, MA sebagai ketua dan wakil ketua, segenap dosen Antropologi dan tak lupa segenap staf Antropologi, yang tak henti-hentinya memberikan bimbingan dan masukan berupa kritik dan saran kepada penulis hingga skripsi ini selesai. 4. Buat Prof. Dr. H. Pawennari Hijjang, MA selaku penguji ujian meja, terimah kasih banyak atas saran dan kritikannya yang mendidik sehingga penulisan skripsi ini bias selesai dengan baik.
6
5. Bapak Dr. Muh. Basir Said, MA, yang aku anggap sebagai orang tua kedua di Jurusan Antropologi Fisip Unhas, yang selalu menyemangatiku dalam penyusunan skripsi ini. 6. Terimah kasih kepada Ka Minah selaku pegawai akademik Jurusan Antroplogi Fisip Unhas, yang selama ini selalu mendukung dan mensuport serta memberikan banyak informasi dalam suka dan duka. Semoga kebaikannya dapat dibalas oleh Yang Maha Kuasa. (Amin) 7. Teman-Teman angkatanku di 06 : Abdy, Ikbal, Rustam, Said, Aris, Sandry (ketua angkatan), Mimin, Syam, Anto, Yasser, Aco, Yudi, Icha, Ochi, Ella, Mbah Diah. Yuli, Sulis, Enho, Ainun, Kia, Riri, Ima, Vera, Nasrah, yang telah memberikan dorongan, semangat dan bantuan secara langsung.
Terimakasih atas
kebaikan dan kemuliaan hati kalian selama ini. Serta para kerabat antroplogi yang telah memberi
semangat dan do’anya. serta
Kerabat Antropologi angkatan 2002, 2003, 2004, 2005, 2007, 2008, 2009 dan 2010 yang telah memberi semangat dan do’a. Saya sebagai penulis hanya dapat mengucapkan banyak terima kasih semoga bantuan itu bernilai ibadah adanya dan dapat dirahmati oleh Allah SWT. Amin. 8. Buat sang pelatihku di Karateka Gojukai
Unhas, Sihan Prof
Muzakkir, Shensei suhardiman, Shensei Andi Naharuddin, 7
Shensei Budi, dan Sensei lainnya
yang tak sempat disebutkan
namanya, terimah kasih banyak ku ucapkan atas bantuan dan semangatnya 9. Kakanda dan adik adik Karateka Gojukai Fisip, Hukum dan UKC Unhas, baik anggota lama dan anggota baru, terutama buat Kakanda Achmad Arida Putra, S.ip (mantan ketua UKC 20082009), kakanda Mukhardiaman, SS (mantan ketua UKC 20062007) serta adinda Muh andi zudjudi, SH (mantan ketua UKC 2010-2011) dan Rezky Kanuna (ketua UKC 2012-2013). Yang selalu memberikan semangat dan perhatian yang begitu mendalam. Thank’z yaa… 10. Buat informanku Mas Yudi dll, serta Mas Sugeng sebagai informan kunci dan juga sebagai sahabat lama, terimah kasih banyak atas bantuannya selama ini yang telah mencari informasi sampai keliling keliling Kota Makassar dan meskipun juga jika kau berada di pulau Jawa kau tetap memberikan informasi untukku. Salut buat anda Mas,… Sebagai penutup penulis berdo’a semoga segala bantuan, bimbingan dan pengarahan dari bapak, ibu, sanak saudara dan pihak-pihak yang terkait senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Billahi Taufik Walhidayah, Wassalamualaikum Wr. Wb. 8
Makassar, Desember 2014
ISKANDAR MIRZA
9
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii BAB I
PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F.
BAB II
Latar Belakang ............................................................................. 1 Masalah Penelitan ........................................................................ 3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 4 Kegunaan Penelitian .................................................................... 4 Tinjaun Konseptual ..................................................................... 4 Metode Penelitian ........................................................................ 7
TINJAUN PUSTAKA A. Pedagang Kaki Lima .................................................................. 11 B. Pedagang Makanan ..................................................................... 19
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI A. B. C. D.
Letak Dan Luas Wilayah ........................................................... 27 Keadaan Penduduk .................................................................... 29 Pedagang Makanan di Makassar ............................................... 35 Etnisitas ( asal daerah ) .............................................................. 37
10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengetahuan berkenaan dengan jenis penganan ........................ 40 1. Pengetahuan tentang rasa dan bentuk makanan .................... 40 2. Pengetahuan tentang konsumen dan makanan yang digemari .................................................................................. 44 B. Beberapa jenis penganan/makanan orang Jawa ......................... 46 C. Manajemen usaha ...................................................................... 58 1. Organisasi kerja ..................................................................... 58 1.1. Bekerja dengan keluarga ................................................ 59 1.2. Bekerja dengan pengusaha makanan .............................. 61 1.3. Melakukan kongsi ........................................................... 64 2. Modal usaha ........................................................................... 65 D. Strategi berjualan ....................................................................... 73 1. Pemilihan makanan yang dijajakan ....................................... 74 2. Pemilihan waktu berjualan ..................................................... 75 3. Pemilihan tempat berjualan ................................................... 77
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 90 B. Saran .......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 94
DAFTAR INFORMAN .................................................................................... 96
11
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Banyaknya RT RW dan lingkungan di Kecamatan Bontoala ..................... 28 2. Jumlah penduduk di kota Makassar ............................................................ 30 3. Jumlah penduduk Kecamatan Bontoala ...................................................... 31 4. Jumlah penduduk Kelurahan Malimongan Baru ........................................ 32 5. Jumlah penduduk Kelurahan Timungan lompoa ........................................ 32 6. Jumlah RT penduduk dan kepadatan Kelurahan di Kecamatan Bontoala .. 33
12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1997 telah menggoyahkan perekonomian nasional yang beberapa tahun sebelumya dikategorikan sebagai bagian dari gugus keajaiban ekonomi dunia, karena tingginya prestasi pertumbuhan yang mampu dicapai. Melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar Amerika dengan cepat menyebar menjadi krisis ekonomi yang berdampak tidak hanya pada menurunnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, tapi juga mendorong berlangsungnya perubahan sistematik Indonsia.Salah satu dampak dari krisis tersebut adalah menghilangnya sejumlah usaha yang pada gilirannya meningkatkan angka pengangguran. Tingginya angka pengangguran tentu tidak hanya berpengaruh pada aspek keamanan karena dapat memicu kriminalitas, tetapi juga pada menurunnya konsumsi pangan masyarakat. Tetapi tekanan tersebut ternyata mampu direspons oleh sebagian masyarakat kita dengan membuka usaha kecil-kecilan pada sektor ekonomi informal. Memasuki dunia ekonomi informal merupakan salah satu cara untuk dapat bertahan hidup guna memenuhi kebutuhan dan mengusahakan kembali pengingkatan ekonomi skala rumah tangga yang dipandang sebagai sebuah strategi ekonomi.
13
Secara spesifik, bentuk ekonomi informal yang banyak tumbuh yaitu usaha makanan kecil yang terbukti mampu bertahan selama krisis. Kelompok pedagang makanan kecil di Kota Makassar umumnya berasal dari Jawa. Kelompok usaha kecil ini selayaknya dipandang sebagai bagian dari aset pembangunan nasional berbasis kerakyatan. Merupakan bagian integral dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang juga strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Pedagang makanan kecil sebagai bagian dari usaha sektor informal berpotensi untuk dapat menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenagakerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki. Kelompok ini biasa juga di sebut pedagang kaki lima atau PKL, istilah yang banyak digunakan untuk menyebut pengusaha sektor informal berskala kecil. Istilah PKL merupakan mulai digunakan di Indonesia pada pertengahan tahun 1990-an untuk menyebutkan pedagang yang memiliki mobolitas yang tinggi. Kaki Lima yang dimaksudkan adalah jumlah kaki atau tumpuan para pedagang yang terdiri atas dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki gerobak” yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda ditambah satu kaki kayu dari gerobak yang mereka gunakan sebagai transportasi berjualan.
14
Para pedagang makanan kecil asal Jawa yang bertebaran di sekitar Kota Makassar merupakan salah satu wujud cerminan Orang Jawa yang ulet. Meskipun kondisi ekonomi yang kian melambung tapi semangat untuk berusaha mereka yang tinggi mampu mendukung upaya bertahan dalam kondisi yang semakin tak menentu. Hasil usaha tersebut dapat dikatakan tidak kecil sebab mereka tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan sehari harinya, tetapi bahkan dapat mengirimkan sejumlah kepada keluarga yang ada di Jawa, bahkan mampu membeli kendaraan. Kalau kita lihat penampilan mereka cukup sederhana bahkan tingkat pendidikan pun ratarata masih SMU atau bahkan hanya tamatan SD atau SMP. Sungguh luar biasa, padahal mereka ini adalah perantau dari luar Makassar. Pekerjaannya hanya sebagai pedagang kecil seperti penjual gorengan keliling,penjual bakso baik pedagang kaki lima maupun seperti warung kecil. B. Masalah Penelitian Mengacu pada latar belakang yang telah dikemukakan,maka penelitian ini membahas bagaimana sistem manajemen pedagang makanan kecil Orang Jawa untuk bertahan di Kota Makassar dan memenuhi kebutuhan sehari-harinya, serta pola-pola hubungannya dengan masyarakat sekelilingnya. Secara lebih rinci, penelitian ini akan difokuskan pada upaya menjawab tiga pertanyaan inti yaitu : 1. Jenis-jenis makanan apa yang dijual oleh pedagang makanan ?
15
2. Bagaimana sistem manajemen Orang Jawa dalam menjual makanan di Makassar ? 3. Bagaimana pola hubungan diantara pengusaha makanan dengan konsumen makanan di Makassar ? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Menggambarkan jenis-jenis makanan yang dijual oleh Orang Jawa 2. Menjelaskan bagaimana strategi manajemen usaha Orang Jawa di Makassar dalam menjajakan makananya. 3. Menjelaskan pola hubungan dengan masyarakat lokal D. Kegunaan Penelitian Mengacu pada tujuan penelitian, maka diharapkan kelak penelitian ini memberikan manfaat ganda. Disatu sisi, secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih yang berarti terhadap ilmu pengetahuan terkhusus kepada studi tentang sosial ekonomi dan Dan di sisi lain, secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang terkait, khususnya pemerintah daerah setempat, guna memberikan perhatian yang dan memberikan perlindungan bagi pedagang PKL, khususnya yang menjajakan makanan ringan. E. Tinjauan Konseptual
Hampir seluruh aktifitas manusia membutuhkan manajemen atau pengaturan walaupun dalam bentuk sederhana. Kita belum menyadari 16
betapa pentingnya peranan manajemen atau pengelolaan dalam kehidupan sehari hari, ada wadah pengetahuan tentang manajemen terorganisir yang biasa disebut manajemen modern dan ada wadah pengetahuan tentang manajemen yang tidak terorganisir yang disebut manajemen tradisional Pengertian manajemen dapat dirumuskan oleh para ahli, antara lain Agus Ashari (1984:33) mengemukakan : “ manajemen atau sering disebut pengelolaan atau tata laksana dalam suatu proses perencanaan, pengorganisasian dan pengarahan serta pengendalian Berdasarkan kutipan tersebut jelas bahwa jika ingin berhasil dalam sektor eknomi maupun sektor lainnya, harus mampu menerapkan prinsip manajemen dalam sektor ekonomi maupun sektor lainnya harus mampu diterapkan. Namun menurut Soerwidjaya (1987:157): “ Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan tindakan diantaranya perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah di tetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber lainnya. Berdasarkan kutipan diatas, jelaslah bahwa untuk mencapai sasaran yang diinginkan perlu adanya perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan yang ditunjang oleh sumber daya manusia dan sumber daya alam Para penjaja makanan ini adalah salah satu contoh usaha kemandirian yang begitu sederhana dan berkarakter tradisional. Dimana sistem-sistem yang mereka pelajari berasal dari pendahulunya yang 17
memang sudah diwariskan, sistem manajemen yang begitu sederhana dan kerja sama yang baik, menjadikan mereka salah satu usaha kecil yang bisa diandalkan. Pedagang makanan atau biasa juga disebut pedagang kaki lima merupakan sub sektor dari sektor informal meskipun sub sektor ini sedikit saja di pelajari, namun pedagang kaki lima banyak disebut dalam studi proses urbanisasi tentang masalah yang dihadapi yaitu antara lain kesempatan kerja dan kebijakan, serta tentang kerangka dan perencanaan kota. Di sisi lain dari kehidupan pedagang kaki lima adalah pola dan siklus penggantian lapangan kerja yang unik sekaligus menjadi petunjuk paling besar dan nyata sebagai tingkah laku mereka, terhadap sikap mereka dalam menanggapi lingkungan sosial dam lingkungan alamnya. Antropologi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari dan mengkaji manusia dan seluruh aspeknya, terutama termasuk aspek biologi dan sosial budaya, yang menarik untuk dikaji dengan pendekatan Antropologis adalah aktifitas ekonomi. Kegiatan ekonomi merupakan unsur yang universal dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 1987:2) Para ahli Antropologi yang menggunakan pendekatan subtantif mengemukakan bahwa kegiatan ekonomi merupakan kegiatan yang mencakup produksi, distribusi dan konsumsi yang amat berkaitan dengan aspek-aspek sosial budaya seperti kepercayaan, sistem kekerabatan, struktur/stratifikasi sosial, politik organisasi sosial dan realigi. 18
F. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian yang lazim dalam ilmu Antropologi yaitu metode kualitatif dengan tipe deskriptif. Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau hubungan antara fenomena yang diteliti. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menghasilkan gambaran akurat tentang sebuah kelompok, menggambarkan mekanisme sebuah proses, serta memberikan gambaran lengkap baik dalam bentuk verbal atau numerikal. Penelitian dsekriptif merupakan suatu tipe penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan atau fenomena tertentu (Arikunto,1992: 207) 2. Penentuan lokasi penelitian Penelitian ini dilangsungkan pada bulan Januari 2011 hingga Februari 2011 bertempat di Kelurahan Timungan Lompoa, dan Kelurahan Malimongan Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar. Lokasi tersebut sengaja dipilih mengingat di wilayah tersebut banyak bermukim Orang Jawa yang bekerja sebagai pedagang kaki lima dan lokasi tersebut merupakan salah satu lokasi tempat menjajakan makanan yang cukup besar. 19
3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Studi literatur Membaca beberapa buku yang relevan dengan penelitian. Dalam study literatur dapat ditemukan beberapa teori yang dapat digunakan sebagai pisau analisis dalam melihat fenomena sosial budaya, serta definisi beberapa konsep yang dapat membantu menjelaskan fenomena yang diteliti. b. Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pengetahuan informan tentang hal-hal yang berhubungan dengan manajeman usaha makanan jajanan. c. Observasi Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengamati fenomena-fenomena yang terjadi di lokasi penelitian. Alwasilah (2003:211)
mendefinisikan
observasi
sebagai
pengamatan
sistematis dan terencana yang diniati untuk perolehan data yang dikontrol validitas dan reabilitasnya. Teknik ini bertumpu pada indra yang dimiliki, yakni penglihatan, penciuman, peraba serta pendengaran. Dengan melakukan observasi, maka data yang diperoleh meliputi bagaimana aspek fisik dari daerah yang 20
diteliti, apa saja kegiatan dan interaksi yang terjadi, siapa pelaku yang terlibat dari aktivitas tersebut, serta berapa lama durasi serta frekuensi terjadinya. Adapun pengamatan yang di lakukan meliputi, tempat tinggal informan, proses pembuatan makanan, aktifitas menjual makanan antara penjual dan pembeli, lokasi penjualan dan aktifitas sehari hari yang mendukung dari penelitian. 4. Teknik penentuan informan Informan dalam penelitian ini terbagi atas duayakni, (1) Informan ahli yakni orang yang mengetahui dengan jelas manajemen dan strategi penjualan makanan kecil dan mampu menunjukkan siapasiapa saja yang dapat memberikan informasi mengenai masalah yang akan diteliti. Biasanya yang bertindak sebagai informan ahli orang sudah lama menetap di Kota Makassar. (2) Informan biasa, yakni orang yang mengetahui tentang masalah yang akan diteliti. 5. Teknik analisa Analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara, pengamatan yang tertulis dalam catatan harian di lapangan, hasil observasi dan lain sebagainya (Moleong, 1989:209). Langkah menganalisis data adalah dengan menarik kesimpulan atau verifikasi. Proses analisisdilakukan setelah data terkumpul semua baik itu wawancara, pengamatan yang sudah 21
tertulis dalam catatan harian di lapangan, hasil observasi dan lain sebagainya. Setelah itu dilakukan pengelompokan-pengelompokan jawaban berdasarkan topik-topik. 6. Sistematika penulisan Skripsi ini disusun dan diuraikan dengan lima bab yang memuat bahasan-bahasan sebagai berikut: Bab pertama :
Memuat pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang masalah, tujuan dan keguanaan penelitian, kerangka konseptual, teori, konsep, metode penelitian serta komposisi bab.
Bab kedua
:
Memuat tinjauan pustaka berisi konsep-konsep tentang pengertian pedagang kaki lima dengan pedagang makanan
Bab ketiga
:
Bab keempat :
Memuat gambaran umum lokasi penelitian. Memuat tentang hasil penelitian dan pembahasan, dimana dalam bab ini diuraikan tentang motifasi dan pengembangan usaha makanan kecil, strategi menjajakan makanan,dan lokasi penjualan.
Bab kelima
:
Penutup, memuat tentang kesimpulan dan saransaran.
22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pedagang Kaki Lima Perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat telah membawa fenomena baru dalam dunia ekonomi. Makin sempitnya lapangan pekerjaan disadari atau tidak sangat berpengaruh pada kehidupan ekonomi masyarakat kita. Ditambah semakin banyaknya urbanisasi oleh masyarakat desa untuk mengais rejeki di kota membuat para pedagang kaki lima semakin merebak. “Fenomena PKL yang muncul di perkotaan di Indonesia seyogyanya dipahami dalam konteks transformasi perkotaan. Pergeseran sistem ekonomi dari yang berbasis pertanian ke industri dan jasa menyebabkan terjadinya urbanisasi seiring dengan intensitas sektor informal. Sektor informal realita perekonomian negara yang berkembang termasuk Indonesia yang melibatkan sebagian besar penduduk. Meski berada pada tingkat ekonomi yang rendah namun sektor informal justru merupakan pelaku ekonomi yang tingkat kemandiriannya paling tinggi (Sadhana,1996). Secara teoritis, pedagang kaki lima adalah unit produksi, distribusi, sekaligus konsumsi. Pedagang kaki lima tidak saja dilihat dari sudut ekonomis karena pedagang kaki lama merupakan salah satu sistem dalam
23
struktural sosial. Pola tingkah laku dalam perdagangan adalah abstraksi pola budaya yang sudah berakar dalam masyarakat. Pedagang kaki lima biasanya di gambarkan sebagai perwujudan pengangguran tersembunyi. Hal ini disebabkan oleh jam kerja tidak menentu dan penghasilan yang tidak tetap sedangkan menurut pandangan positif, ia di pandang sebagai korban, langkahnya kesempatan kerja yang produktif di kota. Pedagang kaki lima dipandang sebagai jawaban terakhir (Manning,1996). Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki" gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Kemungkinan besar istilah ini lahir datang dari perencanaan kata akhir abad silam (abad 19) hingga permulaan abad ini, lajur yang terletak di bagian depan banguna rumah toko (ruko) yang berbatasan langsung dengan garis sepadan bangunan (GSB) dikawasan perdagangan tengah Kota, yang lebarnya 5 leat (kaki) wajib dijadikan untuk pejalan kaki. Namun lajur kaki lima itu kemudian dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan sehingga kemudian selanjutnya kini dikenal dengan pedagang kaki lima. Sekian puluh tahun setelah itu, saat Indonesia sudah merdeka, ruas jalan untuk pejalan kaki banyak dimanfaatkan oleh para pedagang untuk 24
berjualan. Dahulu namanya adalah pedagang emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima. Padahal jika merunut sejarahnya, seharusnya namanya adalah pedagang lima kaki. Beberapa karakteristik khas pedagang kaki lima dikemukakan oleh Bagong Suyanto (2005:47-48) adalah pertama, pola persebaran kaki lima umumnya mendekati pusat keramaian dan tanpa ijin menduduki zona-zona yang semestinya menjadi milik publik (depriving public zoning). Kedua, para pedagang kaki lima umumnya memiliki daya resistensi sosial yang sangat lentur terhadap berbagai tekanan dan kegiatan penertiban. Ketiga, sebagai sebuah kegiatan usaha, pedagang kaki lima umumnya memiliki mekanisme involutiv penyerapan tenaga kerja yang sangat longgar. Keempat sebagian besar pedagang kaki lima adalah kaum migran, dan proses adaptasi serta eksistensi mereka didukung oleh bentuk-bentuk hubungan patronase yang didasarkan pada ikatan faktor kesamaan daerah asal (locality sentiment). Kelima, para pedagang kaki lima rata-rata tidak memiliki keterampilan dan keahlian alternatif untuk mengembangkan kegiatan usaha baru luar sektor informal Kota (Bagong Suyanto,2005: 4748). Penjelasan berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada pedagang kaki lima nampaknya menjadi alternative yang dapat digunakan untuk memahami keberadaan pedagang kaki lima dalam usaha untuk melakukan pembinaan dan penataanya. Apa yang dikemukakan oleh Kartono (1980:325
7) berdasarkan hasil penelitianya di Bandung, dalam menjelaskan ciri-ciri pedagang kaki lima dapat berguna membantu pembinaan dan penataan pedagang kaki lima tersebut. Menurut Kartono (1980:3-7) pedagang kaki lima mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Merupakan pedagang yang sekaligus sebagai berarti produsen. b. Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari tempat yang satu ketempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta dorong, tempat atau stan yang tidak permanen serta bongkar pasang). c. Menjajakan bahan makanan, minuman, barang-barang konsumsi lainya yang tahan lama secara eceran. d. Umumnya bermodal kecil, kadang hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya. e. Kualitas barang yang diperdagangkan relatif rendah dan biasanya tidak berstandar. f. Volume peredaran uang tidak seberapa besar, para pembeli umumnya merupakan pembeli yang berdaya beli rendah. g. Usaha berskala kecil bisa merupakan family enterprise, dimana ibu dan anak-anak turut membantu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. h. Tawar menawar antar pembeli merupakan relasi yang ciri khas.
26
i. Dalam melaksanakan pekerjaanya ada yang secara penuh, sebagian lagi setelah kerja atau pada waktu senggang dan ada pula yang secara musiman. j. Barang yang dijual biasanya convenience goods jarang sekali specialty goods. k. Dan seringkali berada dalam suasana psikologis yang tidak tenang, meliputi perasaan takut kalu tiba-tiba kegiatan mereka dihentikan oleh Tim Penertiban Umum (TIBUM) dan Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah. Ciri-ciri yang digambarkan oleh Kartono (1980:3-7) tersebut memperlihatkan bahwa pedagang kaki lima mempunyai keragaman baik dari segi tempat berdagang, skala usaha, permodalan, jumlah tenaga kerja, jenis
dagangan,
dan
lokasi
usahanya.
(Alisyahbana,
2005:43-44)
berdasarkan penelitianya di kota Surabaya telah mengkategorikan pedagang kaki lima menjadi 4 tipologi. Keempat tipologi tersebut adalah: Pertama pedagang kaki lima murni yang masih bisa dikategorikan PKL, dengan skala modal terbatas, dikerjakan oleh orang yang tidak mempunyai pekerjaan selain pedagang kaki lima, ketrampilan terbatas, tenaga kerja yang bekerja adalah anggota keluarga. Kedua, pedagang kaki lima yang hanya berdagang ketika ada bazar (pasar murah/pasar rakyat, berjualan di Masjid pada hari Jumat, halaman kantor-kantor). Ketiga, pedagang kaki lima yang sudah melampaui ciri pedagang kaki pertama dan kedua, yakni 27
pedagang kaki lima yang telah mampu mempekerjakan orang lain. Ia mempunyai karyawan, dengan membawa barang daganganya dan peraganya dengan mobil, dan bahkan ada yang mempunyai stan lebih dari satu tempat. Termasuk dalam tipologi ini adalah pedagang kaki lima yang nomaden berpindah-pindah tempat dengan menggunakan mobil bak terbuka. Keempat pedagang kaki lima yang termasuk pengusaha kaki lima. Mereka hanya mengkoordinasikan tenaga kerja yang menjualkan barangbarangnya. Termasuk pedagang kaki lima jenis ini yaitu padagang kaki lima yang mempunyai toko, dimana tokonya berperan sebagai grosir yang menjual barang daganganya kepada pedagang kaki lima tak bermodal dan barang yang diambil baru dibayar setelah barang tersebut laku. Ciri pedagang kaki lima yang juga sangat menonjol adalah bersifat subsistensi. Mereka berdagang hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Apa yang diperoleh pada hari ini digunakan sebagai konsumsi hari ini bagi semua anggota keluarganya dengan demikian kemampuan untuk menabung juga rendah. Kondisi ini menyebabkan para pedagang kaki lima menjadi sangat kawatir terhadap berbagai tindakan aparat yang dapat mengganggu kehidupan subsistensinya. Yustika (2001) menggambarkan pedagang kaki lima adalah kelompok masyarakat marjinal dan tidak berdaya. Mereka rata-rata tersisih dari arus kehidupan kota dan bahkan tertelikung oleh kemajuan kota itu sendiri dan tidak terjangkau dan
28
terlindungi oleh hukum, posisi tawar rendah, serta menjadi obyek penertiban dan peralatan kota yang represif. Dibeberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena menggangu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi. Tetapi PKL kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih, bahkan sangat, murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya disekitar rumah mereka. Mereka yang mencari penghasilan dengan menjual jasa melalui pendistribusian barang tertentu kepada konsumen, khususnya pedagan kaki lima yang beroperasi di pusat keramaian tertentu. Pedagang kaki lima ini bekerja dalam unit unit usaha kecil yang sangat bergantung baik pada produsen, kondisi pasar dan konsumen. Hal itu terlihat pada berbagai usaha dan strategi yang dilakukan baik menyangkut jaringan penjualan maupun cara
menghadapi
konsumen.
Kondisi
permintaan
dan
penawaran
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan atai aktivitas perdagangan,
melalui
institasi
pasar
berlangsung. 29
permintaan
dan
penawaran
Pedagang kaki lima merupakan sub sektor dari sektor informal meskipun sub sektor ini sedikit saja dipelajari, namun pedagang kaki lima banyak disebut sebut dalam studi proses urbanisasi tentang masalah yang dihadapi yaitu antara lain kesempatan kerja dan kebijakan, serta tentang kerangka dan perencanaan kota. Sebagaimana yang terjadi di Kota Makassar, kehadiran pedagang kaki lima bukanlah hal yang baru, pedagang kaki lima yang tumbuh dan berkembang bersama sama dengan pertumbuhan dan perkembangan suatu kota dengan kata lain, kaki lima merupakan salah satu ciri perekonomian kota dan merupakan sarana pelayan pasar yang timbul dalam masyarakat. Sisi lain dari kehidupan pedagang kaki lima adalah pola dan siklus penggantian lapangan kerja yang unik sekaligus menjadi petunjuk paling besar dan nyata sebagai tingkah laku mereka, terhadap sikap mereka dalam menanggapi lingkungan sosial dam lingkungan alamnya Kehadiran pedagang kaki lima (PKL) diperkotaan, selain sebagai penyedia lapangan pekerjaan, bahkan keberadaannya mampu bertahan dalam kegiatan usahanya tanpa bantuan pemerintah. Hal disebabkan adanya kebutuhan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor ini. Sehingga kegiatan PKL berkembang pesat apalagi pasca krisis ekonomi yang melanda Indonesia tak kunjung usai (Karnaji,2003:11) akan tetapi keberadaan sektor ini termasuk PKL oleh pengelola kota dianggap semakin merepotkan karena selama ini masih tetap dianggap pembawa masalah 30
diantaranya, masalah kebersihan lingkungan Kota namun usaha pemerintah kota tersebut, tidak pernah berhasil sebaliknya usaha PKL semakin bertambah pesat. Pedagang kaki lima adalah bagian dari kehidupan perkotaan sehingga tidak terlepas dari usaha usaha perkembangan kota secara fungsional kegiatan sektor informal membutuhkan lokasi sosial ruang perkotaan tertentu. Dalam hubungannya dengan perkembangan kota yang menuntut pemerintah kota untuk menciptakan kota yang teratur, bersih dan indah serta rapi, kehadiran pedagan kaki lima. Ditempat-tempat yang tidak diperuntukkan berdagang menjadi fenomena tersendiri bagi masyarakat dan pemerintah kota, pedagang kaki lima juga sesungguhnya merupakan akibat dari rendahnya pendidikan dan keterampilan pada umumnya mereka berasal dari keluarga miskin, dari sebutannya sudah merupakan status yang sangat berbeda dengan kelompok pengusaha menengah atau mereka yang sektor formal, apalagi denagn pengusaha papan atas, sebagai sektor informal, pedagang kaki lima merupakan “pelayan kebutuhan” dari lapisan bawah sektor formal. B. Pedagang Makanan Seperti yang kita ketahui tentang pedagang makanan ada baiknya kita bahas konsep pedagang terlebih dahulu. Secara garis besar pedagang adalah semua tindakan yang tujuannya menyampaikan barang untuk tujuan 31
hidup sehari-hari, prosesnya berlangsung dari produsen kepada konsumen. Orang yang pekerjaannya memperjualbelikan barang atas prakarsa dan resiko dinamakan pedagang. Pedagangan dibedakan atas pedagangan besar dan perdagangan kecil. Dalam pedagangan besar jual beli berlangsung secara
besar-besaran.
Dalam
pedagangan
besar,
barang
tidak
dijual/disampaikan langsung kepada konsumen atau pengguna, sedangkan dalam pedagangan kecil, jual beli berlangsung secara kecil-kecilan dan barang dijual langsung kepada konsumen. Sementara itu, pedagang sendiri jenisnya bermacam-macam. Ada pedagang keliling, pedagang asongan, pedagang dari pintu ke pintu (door to door), pedangang kios, pedangang kaki lima, grosir (pedagang besar), pedagang supermarket, pedagang makanan dan sebagainya. Jenis-jenis pedagang ini lazim dibedakan berdasarkan pada cara menawarkan barang dagangannya masing-masing. Adapun pengertian dari pedagang tersebut : 1. Pedagang keliling
Pedagang
keliling adalah
pedagang
yang menawarkan
barang
dagangannya dengan cara berkeliling. Berkeliling di sini biasanya dilakukan dari RT ke RT, dari RW ke RW, dari kampung ke kampung, atau dari desa ke desa. Barang yang mereka tawarkan biasanya digendong, dipikul. Didorong dengan gerobak, atau diangkut dengan sepeda atau kendaraan bermotor yang termasuk pedagang jenis ini
32
adalah pedagang jamu gendong, pedagang bakso, pedagang es krim dan lain-lain. 2. Pedagang asongan
Pedagang asongan adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menempatkannya di kotak kecil yang mudah dibawa dan dipindah-pindahkan. Kotak tersebut biasanya mereka kalungkan di leher seperti tas, dan barang-barang yang mereka tawarkan biasanya berupa rokok, korek api, kembang gula, kertas tisu, kacang, kuaci, buah, dan barang barang ringan lainnya. 3. Pedagang kaki lima
Pedagang kaki lima adalah pedagang yang menawarkan barang dagangannya dengan cara menggelarnya di trotoar atau di tepi jalan yang ramai. Untuk menggelar dagangannya, mereka menggunakan tikar, terpal atau semacam balai-balai. Barang-barang yang mereka tawarkan umumnya berupa sepatu, pakaian, makanan, buah-buahan dan lain – lain. 4. Pedagang grosir
Grosir adalah pedagang yang dalam menawarkan barang tidak langsung berhadapan dengan calon pembeli. Pedagang grosir tidak langsung menawarkan barang kepada calon pembeli sebagaimana pedagang eceran, melainkan calon pembelilah yang mendatangi pedagang grosir.
33
Sedang pengertian dari pedagang makanan sendiri adalah suatu pedagang yang menawarkan jenis-jenis makanan baik itu makanan berat, maupun makanan ringan. Biasanya para pedagang makanan menjajakan makanan baik itu di warung maupun di gerobak dorong maupun menggunakan kendaraan. Pedagang makanan yang menjual makanan berat biasanya berjualan di warung, warung makanan biasanya bearada di pinggir jalanan yang berupa rumah-rumah kecil, kios ataupun ruko yang mereka sewa. Adapun warung yang menjual makanan cuman satu jenis saja seperti: Coto Makassar, Sop Saudara, Pallu Basa, Sop konro dan lain lain. Warung yang menjual makanan ini biasanya penduduk lokal (orang Makassar), orang menjual makanan yang banyak jenisnya itu kebanyakan orang pendatang (Orang Jawa). Makanan yang di jual itu cukup murah, cocok untuk kalangan menengah kebawah. Disamping itu, ada juga ada makanan berat yang di jajakan memakai gerobak keliling seperti bakso, mie kuah, mie goreng, mie kuah, gado-gado, dan soto ayam. Biasanya mereka berjualan mulai dari pagi sampai malam. Sedangkan pedagang makanan kecil biasa menjajakan makanannya dengan mengunakanan baik itu dengan gerobak dorong, sepeda, dan motor. Biasanya para pedagang makanan ringan ini menjajakan makanannya dengan cara berkeliling di suatu kompleks perumahan, ke perumahan yang lain. Selain itu juga para pedagang makanan ringan ini biasa mangkal di 34
Sekolah-Sekolah. Pola penjualan mereka tidak tetap melainkan berpindah pindah tempat misalnya apabila tempat yang mereka tempati menjajakan makanan sepi mereka akan mencari tempat yang ramai. Mencari lokasi berjualan makanan ini biasa berlangsung selama empat bulan bila tempat yang biasa tempati sudah kurang dari pembeli, bahkan ada pula pedagang makanan yang sudah memang berlangganan dengan warga kompleks. Dan ada pula pedagang makanan ini yang lokasi berjualannya berpindah pindah tempat (berkeliling). Selain itu para pedagang makana ringan ini, tidak selamanya berpatokan dengan satu jenis makanan saja yang dijajakan, biasa ia ganti dengan makanan lain apabila makanan yang di jualkan sudah tak diminati lagi (sepi). Jika ia mengandalkan makanan jajanan tersebut biasanya ia mencari lokasi baru, tetapi jika ia tetap bertahan di lokasi tersebut misalnya di Sekolah maka ia biasa diganti dengan jenis makanan lain. Jenis makanan ringan yang biasa jajankan biasa berlangsung paling lama satu tahun lebih. Pedagang yang berjualan makanan ringan ini biasa menggunakan sepeda atau motor, rata-rata para pengguna kendaraan ini lokasi tempat berjualannya boleh di bilang jauhsedangkan yang menggunakan gerobak dorong lokasinya jualannya tidaklah terlalu jauh. Karena mereka memang mempunyai tempat mangkal tertentu dan para pedagang ini biasa sangat jarang untuk berpindah pindah, seperti yang di bahas sebelumnya para pedagang makanan ini menjajakan jenis makanan berat. 35
Pedagang makanan ringan biasanya banyak kita jumpai di sekolahsekolah, dan di sekitaran jalan-jalan kecil di kompleks perumahan warga. Karena para pembelinya memang kebanyakan dari anak kecil. Mereka lebih suka berjualan di tempat-tempat keramaian. Mereka biasa menjual mulai dari pagi sampe sore hari. Para pedagang makanan yang bertebaran di sekitar kota di Indonesia salah satu wujud cerminan masyarakt kecil meskipun kondisi ekonomi yang kian melambung tapi berkat usaha dang semangat pantang menyerah mereka mampu bertahan dalam kondisi yang semakin tak menentu, bahkan boleh dilihat ia masih mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya. Kelompok pedagang makanan sebagai bagian dari kelompok usaha kecil adalah kelompok usaha yang tak terpisahkan dari aset pembangunan nasional yang berbasis kerakyatan, jelas merupakan bagian integral dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam turut mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Pedagang makanan sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, terutama bagi tenagakerja yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai untuk bekerja di sektor formal karena rendahnya tingkat pendidikan yang mereka miliki.
36
Pedagang makanan sebagaian dari sektor informal ini nampaknya juga merupakan kemampuan yang cukup besar untuk menerima jumlah tenaga kerja yang tidak dapat diterima di sector formal. Untuk menjadi pedagang makanan nampaknya merupakan salah satu alternatif yang diambil, mengingat menjadi pedagan makanan tidak di tuntut persyaratan yang bermacam-macam selain kemampuan dan kemampuan serta sedikit modal. Sumber daya andalan pedagang makanan adalah tenaga kerja, kejujuran, dan loyalitas kerja, sebagian besar pedagang makanan berasal dari golongan ekonomi lemah, tidak memiliki spesialisasi keterampilan, umumnya mereka berasal dari Desa. Mereka yang masuk dalam kategori pedagang kaki lima ini mayoritas berada dalam usia kerja utama (prime-age). Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak adanya keahlian tertentu menyebabkan mereka sulit menembus sektor formal. Bidang informal berupa pedagang kaki lima menjadi satu-satunya pilihan untuk tetap mempertahankan hidup. Walaupun upah yang diterima dari usaha pedagang kaki lima ini di bawah tingkat minimum, tapi masih jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan mereka di tempat asalnya. Menurut Barnet (1984:238), bahwa gaya manajemen ini merupakan suatu konsep antropologi yang esensial, sejauh mana konsep ini diusahakan memandang perilaku managerial sebagai suatu perlakuan yang holistik, jadi perilaku managerial dapat terkait atau dikaitkan atau
37
mempengaruhi oleh aspek aspek nilai, pranata sosial, seperti kekerabatan, politik, realigi dll.
38
BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI
A. Letak Dan Luas Wilayah
Kota Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119.1827,94-119.3231,03 bujur timur dan 5°00 30,18-514 dan 6,49 lintang selatan, memiliki iklim tropis dengan kondisi kelembaban udara sekitar 71%-88%, curah hujan per tahun sekitar 21 mm, temperatur udara sekitar 20°C-32°C. Kota ini berbatasan dengan kabupaten Pangkajene dan Kepulauan di sebelah utara, Kabupaten Gowa di sebelah selatan, Kabupaten Maros di sebelah timur. Bagian barat Kota Makassar merupakan daerah perairan Selat Makassar dimana terdapat 11 buah pulau yang juga masuk dalam wilayah adimistrasi Kota ini. Dengan luas 175.77 km², Makassar yang memiliki berbagai potensi berupa lahan pertanian, persawahan, pemukiman, kawasan industri, pelabuhan udara dan laut serta perkotaan dan lain sebagainya. Kota Makassar disebut juga Kota Angin Mamiri atau Kota Daeng, berada pada ketinggian antara 0 – 25 m di atas permukaan laut, terbagi ke dalam 14 wilayah administrasi tingkat Kecamatan. Kecamatan Bontoala yang merupakan lokasi dimana penelitian ini dilakukan, merupakan salah satu dari kecamatan tersebut. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Ujung Tanah di sebelah utara, Kecamatan Tallo, disebelah timur
39
Kecamatan Makassar di sebelah selatan dan di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan dengan Kecamatan Ujung Pandang. Kecamatan Bontoala terdiri dari 12 Kelurahan dengan luas wilayah 2,10 km². menurut jaraknya letaknya masing–masing kelurahan ke ibukota kecamatan berkisar anatara 1-2 km, dan di kecamatan inilah tempat berlangsungnya tempat penelitian, karena Desa/Kelurahan berada naungan di kecamatan tersebut. Berikut ini adalah banyaknya desa/kelurahan, rukun tetangga, rukun warga dan lingkungan yang ada di Kecamatan Bontoala. Tabel I Banyaknya RT. RW dan Lingkungan di Desa/Kelaurahan Kecamatan Bontoala Tahun 2010 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Desa / kelurahan Gaddong Wajo baru Tompo balang Malimongan baru Timongan lompoa Baraya Bontoala Bontoala parang Bontoala tua Bunga Ejaya Layang Parang layang Kecamatan
RT 18 24 13 20 25 22 16 16 24 21 35 23 257
RW 5 6 4 4 5 6 4 4 5 4 6 4 57
Sumber : BPS Kota Makassar tahun 2010
40
Lingkungan -
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Kelurahan Layang merupakan Kelurahan yang paling banyak memiliki rukun warga yaitu 35 RT, kemudian Kelurahan yang paling sedikit rukun warga adalah Kelurahan Tompo Balang dengan 13 RT. Jadi total keseluruhan kelurahan yang berada dibawah naungan Kecamatan Bontoala adalah 12 kelurahan, 257 RT, dan 57 RW dan tak mempunyai lingkungan. Lokasi penelitian ini berada di dua kelurahan di Kecamatan Bontoala yaitu Kelurahan Malimongan baru dan Kelurahan Timongan Lompoa yang mana Kelurahan Malimongan baru terdiri dari 20 RW, 4 RT dan tak mempunyai lingkungan sedangkan Kelurahan Timongan Lompoa terdiri dari 25 RW, 5 RT dan tak mempunyai lingkungan. B. Keadaan Penduduk Kota Makassar sebagaimana diketahui merupakan ibukota propinsi Sulawesi Selatan yang mana terdiri dari berbagai macam suku yaitu, suku Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Jawa dan lain lainnya. Makassar sebagai pusat kota tentu saja memiliki daya tarik tersendiri oleh para pendatang, begitu pula kelurahan Malimongan baru dan kelurahan Timongan Lompoa yang pada saat ini memliki pemukiman yang begitu padat dan sedikit kumuh dimana banyak juga dihuni oleh para pendatang dari luar Kota Makassar Berikut ini jumlah penduduk tabel menurut umur tahun 2010.
41
Tabel 2 Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin Di Kota Makassar tahun 2010 Kelompok umur 0-4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 59 60 – 64 65 + Jumlah
Laki – laki 66.076 67. 321 52.437 51.661 67.292 51.697 48.900 48.496 37.272 29.275 20.034 12.836 21.240 601.304
Perempuan 55.733 63.769 62.959 60.558 70.667 66.637 57.362 47.364 44.190 26.494 20.493 14.826 32.483 652.352
Jumlah 121.809 131.090 115.396 112.219 137.959 118.334 106.262 98.860 81.412 56.142 40.526 27.662 53.723 1.263.656
Sumber : BPS Kota Makassr Tahun 2010
Berdasarkan BPS pada tahun 2010 jumlah penduduk Kota Makassar berjumlah 1.263.656 yang man terdiri dari 652.352 jiwa perempuan dan 601.304 jiwa laki laki. Untuk mendapatkan gambaran mengenai jumlah penduduk di tingkat kecamatan, berikut ini akan dikemukakan table penduduk kelompok umur dan jenis kelamin di Kecamatan Bontoala
42
Tabel 3 Jumlah penduduk menurut umur dan jenis kelamin Di Kecamatan Bontoala 2010 Kelompok umur 0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 + Jumlah
Laki – laki 2.798 2.622 2.418 2.815 3.199 2.613 2.394 1.825 1.464 1.129 959 687 625 885 26.432
Perempuan 2.686 2.369 2.305 2.931 3.431 2.831 2.494 1.941 1.602 1.247 1.137 814 743 1.231 27.765
Jumlah 5.484 4.991 4.722 5.746 6.629 5.444 4.888 3.766 3.067 2.376 2.098 1.501 1.309 2.116 54.197
Sumber : BPS Kota Makassar Tahun 2010
Sedangkan berdasarkan tabel di atas dapat dibandingkan penduduk Kecamatan Bontoala pada tahun 2010 berjumlah 54.197 dengan perhitungan yang terdiri 27.765 jiwa perempuan dan 26.432 jiwa laki laki. Dimana usia penduduk Kecamatan Bontoala yang paling banyak di usia 2024 tahun. Tabel jumlah penduduk untuk Kelurahan Malimongan baru dan Timongan lompoa menurut jenis kelamin.
43
Tabel 4 Jumlah penduduk Kelurahan Malimongan baru Menurut jenis kelamin pada tahun 2010 Jenis kelamin Laki – laki Perempuan Jumlah
Jumlah 1.701 1.755 3.456
Dari hasil tabel diatas menunjukkan bahwa, jumlah wanita lebih banyak dibandingkan laki laki, dimana aktifitas para penduduk disiang hari terlihat sepi, karena kaum laki laki berangkat kerja, begitu pun anak laki laki dan perempuan yang berangkat ke Sekolah. Sedangkan kaum perempuan yang biasanya ibu ibu rumah tangga kebanyakan tinggal dirumah, aktifitas pada masyarakat Kelurahan Timungan Lompoa akan terlihat ramai jika memasuki disore hari. Para kaum lelaki sudah pulang bekerja. Begitu pun juga dengan anak anak. Sedangkan kaum perempuan keluar bercengkrama dengan para tetangga. Tabel 5 Jumlah penduduk Kelurahan Timongan lompoa Menurut jenis kelamin pada tahun 2010 Jenis kelamin Laki – laki Perempuan Jumlah
Sedangkan
jumlah
Jumlah 2.737 2.681 5.418
penduduk
di
Kelurahan
Timungan
Lompoa,terlihat laki laki begitu banyak dibandingkan dengan perempuan,
44
berbanding terbalik dengan Kelurahan Malimongan Baru. Biasanya aktifitas di siang hari sering terlihat para kaum laki laki (pemuda) nongkrong di pos ronda atau tempat teduh lain. Aktifitas lebih ramai jika menjelang sore. Berdasarkan 2 tabel (4 dan 5) diatas dapat diperoleh gambaran jumlah penduduk Kota Makassar yang berada di Kelurahan Malimongan baru pada tahun 2010 yaitu 3.456 jiwa dan terdiri dari 1.701 orang laki laki dan 1.755 jiwa perempuan sedangkan di Kelurahan Timongan Lompoa pada tahun 2010 yaitu 5.418 jiwa dan terdiri dari 2.737 jiwa orang laki laki dan 2.681 jiwa perempuan. Dari pemaparan jumlah penduduk mulai dari tingkat Kecamatan Bontoala tingkat kelurahan hingga tingkat Kota Makassar maka berikut ini akan di kemukakan kepadatan penduduk KM persegi menurut Kelurahan di Kecamatan Bontoala. Jumlah penduduk RT penduduk serta kepadatan penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Bontoala pada tahun 2010. Tabel 6 Jumlah penduduk, rumah tangga, penduduk serta kepadatan penduduk menurut Kelurahan di Kecamatan Bontoala
No
Desa kelurahan
1. 2. 3. 4. 5.
Gaddong Wajo baru Tompo balang Malimongan baru Timongan lompoa
Rumah tangga 862 894 640 722 1.099
Luas km² 0,25 0,13 0,11 0,15 0,19
45
penduduk 4.294 4.602 2.873 3.456 5.418
Kepadatan Per km² 17.176 35.400 26.118 23.040 28.516
6. 7. 8. 9 .10. 11. 12.
Baraya Bontoala Bontoala parang Bontoala tua Bunga ejaya Layang Parang layang Kecamatan
0,21 0,13 0,23 0,12 0,18 0,21 0,19 2,10
1.178 395 994 876 1.008 1.594 812 11.074
5.751 1.819 4.199 4.382 5.054 8.326 4.023 54.197
27.386 13.992 18.257 36.517 28.078 39.698 21.174 25.808
Sumber : BPS Kota Makassar 2010
Dari pemaparan tabel diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepadatan penduduk di Kecamatan Bontoala pada tahun 2010 telah mencapai 25.808 jiwa/km². Kelurahan terpadat terdapat di Kelurahan Layang dengan kepadatan mencapai 39.698 jiwa/km² sedangkan Kelurahan yang tingkat kepadatannya paling rendah ialah Kelurahan Bontoala dengan kepadatan 13.992 jiwa/km². Adapun kelurahan yang memiliki area yang paling luas di Kecamatan Bontoala adalah Kelurahan Gaddong dengan luas area 0,25 km² menyusul Kelurahan Bontoala Parang dengan luas wilayah 0,23 km² sedangkan kelurahan yang memiliki wilayah yang tidak begitu luas adalah Kelurahan Tompo balang dengan luas wilayah 0,11 km². Kota Makassar sebagai mana yang diketahui sebagai ibukota propinsi Sulawesi selatan, tentu saja penduduk yang berdiam Kota Makassar tersebut memiliki agama dan kepercayaan, antara lain Agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, dan Budha. Di Kecamatan Bontoala rata-rata penduduk atau mayoritas penduduk beragama Islam. 46
Dari tiap tiap Kelurahan itu terdapat orang Orang Jawa yang sudah tinggal menetap di Makassar, misalnya Kelurahan Timongan Lompoa dan Malimongan Baru yang paling banyak Orang Jawa bermukim mereka biasa sudah punya istri dan anak, meskipun terkadang rmereka ngontrak rumah dan tak jarang pula mereka sudah berbaur dengan warga dan di lihat dari sudut pandang pekerjaan, semua rata rata adalah pedagang makanan. Menurut data informasi tiap tahun biasanya penduduk dari tiap kelurahan tersebut bertambah baik itu orang pindah rumah, pendatang dari kampong bahkan dari luar Makassar sendiri. Itu mungkin di sebabkan karena Kota Makassar sekarang ini sudah berkembang pesat dan maju jadi tak ayal banyak pendatang yang mengadu nasib atau mencari pekerjaan. C. Pedagang Makanan Di Makassar Kota Makassar adalah salah satu kota terbesar yang ada di Indonesia, Makassar boleh di bilang salah satu tempat kuliner. Karena memiliki ciri khas makanan tersendiri, banyak tempat tempat makanan yang tersebar. Lokasi pedagang makanan yang paling banyak berada di sekitaran anjungan losari,di daerah tersebut berbagai jenis makanan di jual, baik itu makanan berat maupun makanan ringan, pisang epe, adalah salah satu makanan ringan khas Kota Makassar, makanan yang di jual yang menggunakan gerobak dorong ini, cukup banyak tersebar di sekitaran pantai, dan di pinggir jalanan.
47
Selain itu Adapun beberapa lokasi penjualan yang dianggap sangat favorit bagi untuk berjualan makanan kecil seperti : 1. Sekolah Boleh dibilang hampir ditiap sekolah di Makassar ditongkrongi oleh penjaja makanan dari sumber informan yang saya dapat. Lokasi informan yang berjualan di Sekolah antara lain, SD Sudirman, SD Pongtiku, Atirah (Tk, SD, SMP, SMU), SMP Neg 4 Makassar, SMP Neg 75 Makassar, SMP Neg 10 Makassar, SMP Neg 7, SMA Neg 4 dan SMU Datuk Ribandang. 2. Kawasan/perkampungan Tidak selamanya para penjaja makanan ini menjual makanan di sekitar kawasan tempat tinggal, lokasi jualannya terkadang cukup jauh, dan hampir di Kelurahan Kota Makassar terdapat penjaja makanan ini, adapun lokasi informan seperti Panakukang, Pannampu, Panaikang, Maccini, Pampang, Aspol Tallo 3. Pantai dan anjungan pantai losari 4. Kampus Kampus adalah salah satu lokasi tempat menjajakan makanan, seperti unhas yang mulai di banjiri pedagang ini, adapun di Kampus lain seperti, UIT, UNM dan UMI. Di lokasi tersebut adalah tempat favorit bagi penjaja makanan ini, makanan yang biasa dijajakan adalah makanan ringan yang jenisnya lain 48
pada yang lain, sejenis makanan kecil yang dibawa oleh pendatang dari pulau Jawa. Dalam satu lokasi berbagai jenis makanan ringan yang biasa kita temui. Bentuknya yang sederhana dan murah meriah.Biasanya makanan ini paling digemari oleh anak anak. D. Etnisitas ( asal daerah ) Banyak penjual makanan yang tersebar di Kota Makassar dan jenis makanan yang di jualnya ini, tidak selamanya berasal dari Kota Makassar sendiri, perlu di ketahui bahwa orang orang berjualan ini bukan saja orang Makassar saja, tetapi kebanyakan dari orang luar Makassar sendiri, palu butung, pisang ijo, pisang epe, coto makassar, pallu basa, dan konro, adalah makanan khas Makassar dan tidak perlu dipungkiri lagi, mereka adalah orang-orang Makassar sendiri yang berjualan. Bakso yang paling sering kita jumpai, selain orang Makassar yang berjualan ternyata kebanyakan orang berjualan adalah orang Orang Jawa . Di Kota Makassar, ada beberapa etnis atau suku yang datang entah itu transmigran, merantau atau dia ajak sanak keluarga untuk datang berjualan di Makassar, selain berjualan makanan ada juga di antara mereka yang tidak berjualan makanan. Seperti berdagang pakaian, bisnis, atau jenis usaha lainnya. Berbagai etnis pedagang makanan di Makassar, dan tentu saja, para pendatang ini datang ke Makassar bukan berjualan makanan khas Makassar melainkan makan khas dareahnya sendiri seperti orang Padang yang 49
terkenal dengan masakan padangnya (jenis makanan berat) yang biasa kita jumpai dengan nama warung padangnya, Betawi, Madura yang biasa kita kenal dengan sate Madura, dan yang paling sering kita jumpai adalah etnis Jawa, rata-rata para pedagang makanan kecil atau berat adalah Orang Jawa. Orang Makassar biasanya sering memanggilnya dengan sebutan “Mas“. Perlu diketahui bahwa Orang Jawa
berasal dari berbagai
daerah,kebanyakan mereka berasal dari Jawa Timur. Selebihnya Orang Jawa tengah dan Yogyakarta, berasal dari Tuban, Madiun, Karanganyar, Sragen, Solo, Lamongan, dan semua rata-rata tanggal di daerah pedesaan di Jawa yang pada umumnya tak memiliki pekerjaan tetap. Tidak semuanya Orang Jawa di Makassar saling mengenal, di tiaptiap Kecamatan di Kota Makassar terdapat komunitas Orang Jawa, mereka biasa tinggal bersama, dalam satu kontrakan, dan itu bagi mereka yang belum menikah, selain itu ada juga yang tinggal sendiri, bersama teman, saudara, atau bahkan istrinya sendiri. Jarang kita lihat ada Orang Jawa menikah dengan orang lokal kebanyakan dari mereka biasanya pulang ke kampung untuk menikah dan kembali lagi ke Makassar untuk berjualan bersama istrinya. Orang Jawa yang tinggal bersama/komunitas, biasanya mereka di bawahi seorang majikan atau disebut bos yang juga berasal dari Jawa, Bos inilah yang mempekerjakan mereka, fungsi Bos ini sendiri biasanya adalah membeli bahan dan pembuat makanan yang dibantu dengan istri dan anak 50
buahnya disamping itu mereka juga penyedia sarana transportasi perjualan (pemegang gerobak dll). Bos Jawa ini dulunya adalah pedagang makanan kecil yang bekerja sendirian dan telah sukses yang sekarang memiliki anak buah/pekerja untuk menjajakan makanannya, orang yang biasa di rekrut adalah kerabatnya sendiri, pemuda sekampung yang tak memiliki pekerjaan tetap.
51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Di dunia ini begitu banyak jenis makanan dan setiap negara memiliki jenis makanan khas tersendiri. Indonesia yang terkenal sebagai negara dengan keaneka ragaman suku dan budaya tentunya juga memiliki berbagai jenis makanan dan merupakan salah satu daya tarik bagi turis mancanegara atau lokal. Secara umum masyarakat mengenal atau menggunakan istilah “makanan berat” dan “makanan ringan”. Jenis makanan yang dikategorikan sebagai makanan berat utamanya berupa nasi dan lauk-pauk lengkap, seperti yang umum ditemukan di rumah dan pesta-pesta, seperti pernikahan. Sedangkan jenis makanan ringan umumnya terdiri atas berbagai jenis kue dan minuman. Tulisan ini akan difokuskan pada makanan ringan, tetapi lebih spesifik pada pedagang makanan atau penjaja makanan. A. Pengetahuan berkenaan dengan jenis penganan/makanan dan selera konsumen 1. Pengetahuan tentang rasa dan bentuk makanan Tidak semua penjaja makanan yang datang dari Jawa berniat untuk menjadi penjaja makanan. Beberapa di antara mereka ada yang datang untuk mencari pekerjaan lain, tetapi karena tidak kunjung memperoleh pekerjaan yang diinginkan, maka beralih ke penjaja makanan. Atau mereka
52
telah memperoleh pekerjaan tetapi sifat pekerjaan tersebut tidak panjang karena mereka hanya dikontrak untuk beberapa lama, seperti buruh bangunan. Tetapi setelah berada di Makassar dan bertemu dengan sesama orang Jawa dari daerah yang sama, mereka mulai tertarik untuk menjajakan makanan, dari pada harus kembali ke pulau Jawa dimana persaingan memperoleh pekerjaan sangat ketat. Karena tidak semua penjaja makanan asal Jawa ini datang dengan maksud menjajakan makanan, maka sebagian dari mereka tidak memiliki banyak pengetahuan tentang makanan, terutama resep, dan hanya mengandalkan jasa menjualkan makanan dari pembuatnya, atau setidaknya membantu rekan yang dapat membuatnya untuk berjualan dengan sedikit upah. Sambil bekerja mereka mulai belajar membuat sendiri agar kelak dapat mandiri. Tetapi umumnya karena tidak memiliki modal dan telah lelah setelah berjualan, beberapa dari mereka tetap saja bekerja sebagai pembantu bagi rekannya untuk berjualan. Umumnya mereka hanya akan mempelajari satu resep yang mudah dikuasai. Sebagian dari penjaja makanan ini juga sengaja merantau ke Makassar setelah bertemu dengan teman-temannya di Kampung yang menuai sukses dengan menjajakan makanan. Seperti Restono (24 tahun), pemuda asal Karang Anyar (Solo) yang menginjakan kaki pertama kali di Kota
Makassar
pada
tahun
2001.
Restono
merupakan
pemuda
pengangguran dan hanya tamat SD, merantau ke Makassar atas keinginan 53
sendiri setelah mendengar kabar bahwa beberapa temannya telah menui sukses sebagai pedagang makanan di Makassar. Bentuk yang sederhana, mudah dibuat dan bahan-bahan yang diperlukan mudah di dapat merupakan ciri khas makanan ini, menurut informan. Disamping
proses pembuatan yang sederhana dan cepat,
makanan ini juga cukup tahan lama, yaitu 2-3 hari. Keunggulan lain dari makanan ini adalah harga yang sangat terjangkau atau murah meria, sesuai dengan isi kantong anak-anak sekolah dasar yaitu berkisar antara Rp. 1.000,- – Rp. 2.000,-/potong. Tidak semua makanan yang dijajakan orang Jawa di Makassar merupakan makanan asli Jawa. Beberapa diantaranya seperti empek-empek sebenarnya berasal dari Palembang. Empek-empek yang dijajakan penjaja makanan dari Jawa merupakan hasil modifikasi mereka. Modofikasi tersebut dilakukan dari segi bentuk dan rasa. Dari segi bentuk, makanan dibuat lebih sederhana, tanpa kuah seperti pada empe-empe Palembang. Kuah kemudian digantikan dengan saos tomat atau saos lombok yang dibuat sendiri untuk menambah rasa nikmat bagi konsumen. Sedangkan dari segi rasa, mereka tetap berusaha menggunakan bahan-bahan yang dapat mendekati rasa asli empek-empek, seperti dengan menggunakan daging ikan dan bawang putih yang banyak. Dengan kata lain, resep makanan ini hanya mereka yang mengetahui seperti yang diungkapkan oleh Sugeng (27 tahun) asal Sragen mengatakan dalam dialek bahasa jawa : 54
“ Macem panganan seng tak dol iki memang wong jowo tok seng ngerti soale iki resep di rahasiakke gor sak sedulor seng ngerti (yang artinya jenis makanan yang biasa kita jajakan ini memang hanya kita yang tahu (maksudnya orang Jawa) karena jenis makanan ini mempunyai resep tertentu yang hanya diketahui sesama pedagang Jawa)“ .Wawancara tanggal 15 Januari 2011, sekitar pukul 21.00 WITA. Tetapi untuk makanan-makanan khas Jawa, terutama yang berbahan dasar tahu, tempe, daging dan mie, mereka kreasikan sendiri. Makanan-makanan seperti bakso dan mie dengan berbagai variasinya, dibuat dengan berbagai kreasi baik dari segi rasa maupun bentuk. Kreasi bentuk lebih banyak dilakukan, karena menurut mereka, sebagian besar orang membeli makanan pada awalnya karena melihat bentuknya yang menarik, kemudian baru rasanya. Sehingga makanan-makanan yang baru dijajakan perlu dibentuk dengan cara yang menarik, tetapi dengan tetap menggunakan bahan yang sedikit untuk mengurangi biaya produksi. Untuk itu, pengetahuan mengenai berbagai bahan penguat dan penyedap rasa sangat dipelukan. Bahan-bahan tersebut seperti petsin, berbagai jenis bumbu, serta pewarna sekaligus perasa untuk bahan kue yang banyak ditemukan di pasar dan super-market. Penggunaan bahan-bahan tersebut menurut mereka sangat wajar pada bahan makanan yang mereka jajakan, dan tidak mengandung racun atau membahayakan konsumen. Meskipun kenyataannya, bahan-bahan yang digunakan terkadang sudah tidak layak untuk dikonsumsi seperti sudah basi atau sudah busuk, terutama pada
55
tempe, tahu dan daging. Tetapi dengan menambahkan penguat rasa dan pewarna yang menarik, makanan tetap menarik bagi para pembeli. 2. Pengetahuan tentang konsumen dan makanan yang digemari Pembahasan pengetahuan penjaja makanan tentang konsumen dan makanan yang digemari sangat terkait dengan unsur waktu berjualan dan rasa makanan. Beberapa pedagang makanan asal Jawa mengungkapkan bahwa tidak semua jenis penganan yang dijual di Makassar terdapat di Jawa. Beberapa makanan dibuat kreasi sendiri oleh penjaja makanan Jawa di Makassar untuk menyesuaikan dengan selera pembeli di kota ini, terutama pada aspek rasa. Seperti misalnya makanan di Jawa umumnya memiliki rasa manis yang sangat tinggi, disebabkan berbagai resep makanan memang menggunakan gula sebagai penyedap, baik gula merah maupun gula pasir. Tetapi di Makassar, orang lebih senang mengkonsumsi makanan dengan rasa asin, kecut yang sedang, dan pedas yang tinggi. Rasa pedas mungkin sama baik di jawa maupun di Makassar, tetapi dua rasa lainnya tidak banyak digemari di Jawa. Para pedagang juga menyesuaikan nama setiap makanan dengan nama lokalnya, atau setidaknya nama yang sering digunakan konsumen untuk menyebut sebuah makanan. Seperti misalnya di pulau Jawa, dikenal dua jenis martabak yaitu martabak asin dan martabak manis, sedangkan di Makassar hanya mengenal satu jenis saja yaitu Martabak. Martabak manis di Jawa, di Sulawesi secara umum di sebut dengan “terang bulan”. 56
Demikian pula dengan “pangsit” yang memiliki bentuk yang berbeda antara Jawa dan Makassar. Menurut para penjaja makanan ini, “pangsit” yang dijual di Makassar di Jawa disebut dengan “mie ayam”. Sedangkan “pangsit” di Jawa adalah fariasi dari makanan bakso dengan menggunakan kuah dari sumsum dan tulang ayam, ditambah sedikit sayuran dan kerupuk. Pangsit di Makassar tidak menggunakan kuah ayam tetapi tetap menggunakan kuah daging seperti yang digunakan pada bakso. Kreasi makanan ini tidak hanya untuk memudahkan pembuatan, tetapi juga menekan penggunaan bahan sehingga irit biaya. Waktu berjualan juga sangat penting dalam menjajakan makanan ringan. Para penjaja bakso keliling mulai menjual pada siang hari, mendekati waktu makan siang, dan juga pada sore hari ketika orang-orang sedang bersantai. Sedangkan penjual pisang moleh dan tahu isi barjualan mulai magrib hingga tengah malam dimana orang-orang membutuhkan makanan ringan untuk bersantai dengan keluarga atau dengan teman, atau sebagai penganan begadang. Menurut Sugeng (27 tahun), biasa makan jenis baru ini akan di kota ini jika makanan tersebut sudah agak kurang diminati di pulau Jawa. Tetapi, mereka harus mengubahnya sedikit menyesuaikan dengan selera orang di Makassar agar dapat laku. Tidak semua jenis makanan yang mereka bawa dari Jawa tersebut laku dijual, meskipun sudah disesuaikan dengan selera lokal. Beberapa jenis makanan, terutama yang sudah ada pada masyarakat 57
Makassar seperti saraba, olahan pisang dan ubi menjadi tidak laku bila dibawa dari Jawa. Karena itu, mereka harus tetap mempertahankan apa yang sudah disenangi masyarakat, sembari menambah sedikit demi sedikit sesuatu yang baru. Seperti misalnya “batagor” yang baru dijual di Makassar dua tahun terakhir. Banyaknya warga makasaar yang sering mengunjungi beberapa tempat di Jawa membantu makanan ini menjadi laku. Demikian pula maraknya acara kuliner di TV, terutama makanan-makanan yang bersifat tradisional juga memiliki pengaruh menurut informan. Pengganti jenis jualan biasannya berlangsung sekitar 7-10 bulan sebelum mereka memastikan apakah makanan tersebut sudah dapat diterima oleh masyarakat konsumen. B. Beberapa Jenis Penganan/Makanan Orang Jawa Terdapat begitu banyak makanan ringan yang biasa dijajakan oleh para penjual makanan dari Jawa. Menjual makanan merupakan sumber pokok pendapatan mereka, sehingga mereka harus pandai memilih dan membuat penganan agar tetap di sukai oleh konsumen. Bentuk yang sederhana dan murah, makanan ini mampu menarik perhatian masyarakat dari berbagai golongan. Tidak yang mengetahui siapa yang pertama kali membuat jenis makanan kecil ini. Para penjajanya pun hanya mengatahui bahwa makanan ini datang dari pulau Jawa. Lagi pula hampir tiap tahun muncul jenis makanan kecil yang baru dijajakan oleh orang Jawa.
58
Terdapat beberapa jenis makanan yang biasa di jual para pendatang dari jawa ini, yaitu : 1. Empe empe Jenis penganan ini aslinya berasal dari Palembang, dengan bahan utama ikan tenggiri. Bentuk makanan asli Palembang mirip dengan “jalan kote” di Makassar namun di makan dengan menggunakan kuah pedas paduan asam, gula merah, cabai dan cincangan buah ketimun. Penganan ini sering disebut “empek-empek kapal selam” untuk membedakannya dengan berbagai bentuk empek-empek lainnya. Oleh pedagang Jawa, makanan ini dibentuk menjadi lebih sederhana dengan bahan yang juga sederhana. Bila makanan aslinya berisi telur, makanan empek-empek buatan orang Jawa berbentuk bulat mirip koin tetapi lebih tebal dan berwarna agak kekuningan. Bahan penganan yang terbuat dari kanji dan rempah-rempah yang telah dihaluskan, dicampur sehingga membentuk adonan cair, yang kemudian di masukkan ke dalam plastik berbentuk selang kecil panjang, direbus dan di dinginkan, setelah itu di iris iris kecil berbentuk koin. Empek-empek kemudian di goreng dan tusuk di lokasi jajanan bila ada konsumen yang ingin membeli. Biasanya empe empe ini bisa bertahan selama 3 hari. Harga sekarang berkisar Rp 1.000 dengan isi, satu tusuk 5 biji
59
2. Bakso goreng tusuk Bakso goreng merupakan kreasi orang Jawa dengan bahan yang sama dengan bakso yang biasa dijajakan tukang mie bakso. Bedanya bakso ini di goreng dan tidak terlalu banyak menggunakan daging sebagai bahan utama seperti pada bakso biasa. Ukuran bakso goreng ini agak kecil, dan dijual dengan harga Rp. 500,-/tusuk, dimana satu tusuk berisi 5 biji bakso. Penganan ini dimakan dengan mencampurkannya dalam saos cabai, dan sangat mudah ditemukan terutama di jajakan di area sekolah dengan menggunakan sepeda motor. 3. Sosis goreng Penganan ini merupakan kreasi para penjaja makanan dari Jawa, menyesuaikan dengan kegemaran anak-anak dengan makanan sosis merk sonice yang diklankan di TV. Sosis yang dijajakan bukanlah buatan pabrik tetapi buatan sendiri dengan bahan yang sama dengan bahan bakso goreng, dan hanya berbeda dari segi bentuknya saja. Sosis seperti ini dapat dibuat sendiri oleh para penjaja makanan, terutama mereka yang juga berjualan bakso, tetapi sebagian besar membelinya pada produsen bakso yang juga berasal dari Jawa tetapi tinggal di Makassar. Ketika dijajakan, sosis ini akan digoreng terlebih dahulu lalu diberi hiasan berupa balutan mie. Sebagai pnyedap, para penjaja makanan
60
menyediakan saos cabai dan kecap. Umumnya penganan ini dijajakan para penjual keliling di sekitar sekolah. 4. Leker Leker merupakan penganan berbentuk dadar kecil yang di goreng kering dengan minyak sedikit. Leker kemudian digulung dan diberi mesis coklat dari berbagai merk, bergantung modal yang dimiliki pedagang, atau diberi selai, keju, dan susu. Beberapa pedagang bahkan menggabungkan beberapa variasi ini baik untuk membuat menarik bagi pembeli, maupun atas permintaan pelanggan. Leker kurang diminati penduduk Makassar disebabkan karena bentuknya yang kecil dan sangat manis. Juga dibutuhkan jumlah yang banyak, sebab kebiasaan orang di Makassar untuk mengkonsumsi makanan ringan bersama orang lain, dan tidak sendiri-sendiri. Beberapa pedagang jajanan ini menuturkan bahwa orang Makassar senang jika makan bersama sahabat atau saudaranya. Sehingga leker yang kecil menjadi tidak menarik bagi mereka. Beberapa penjaja makanan masih tetap menjual penganan ini, tetapi dalam jumlah yang tidak banyak. 5. Somai Somai atau Siomai. Makanan ini berasal dari China dengan menggunakan daging babi sebagai salah atu bahan utama. Tetapi karena penduduk Indonesia sebagian besar beragama Islam, maka
61
makanan ini dimodifiksi dengan mengganti daging babi dengan daging sapi, ayam dan daging ikan tenggiri. Makanan ini sudah lama populer di Jawa dan baru masuk ke Makassar pada sekitar tahun 1997. Menurut para penjaja makanan, mudahnya jajanan ini dijual di kota Makassar disebabkan oleh seringnya orang makassar berkunjung ke , adalah jenis makanan sudah lama, popular pada tahun 1997 dan sudah jarang sekali kita jumpai. Somai juga hampir sama dengan bakso, cuman somai ini bentuk besar besar dan lembek. Bahannya tidak memakai daging, melainkan tepung kanji dan rempah rempah 6. Terang Bulan Mini Terang bulan mini merupakan bentuk sederhana dari terang bulan, dan menurut para pedagang merupakan varian dari terang bulan. Ide pembuatan terang bulan mini karena para pembeli di Jawa lebih senang jika ukuran penganan yang mereka konsumsi lebih kecil, agar memudahkan untuk membawa dan mengkonsumsinya. Sedangkan jika mereka membeli terang bulan, bentuknya yang besar tentu akan menyulitkan untuk dihabiskan, terutama jika hanya akan dikonsumsi oleh satu orang saja. Tetapi tampaknya makanan ini kurang digemari di Makassar. 7. Telur goreng
62
Jenis penganan ini merupakan tiruan para pedagang makanan dari acara TV, terutama acara yang menyajikan kuliber sederhana dan sehat. Penganan ini sangat sederhana baik dari segi bahan maupun bentuk. Hanya diperlukan sebutir telur yang di goreng menjadi telur dadar. Sebagai bahan tambahan hanya diberikan garam dan potongan daun seledri bagi beberapa pedagang. Telur dadar tersebut kemuidian dipotong memanjang berbentuk pita, lalu dililitkan pada sebatang tusuk sate agar menarik. Penganan seperti ini baru dibuat ketika ada pesanan dari pembeli. Untuk lebih menambah rasa, penganan ini diberi bumbu saos yang ditambahkan sendiri oleh pembeli. Pada umumnya makanan ini hanya menarik bagi anak-anak. 8. Empek-empek telur Empek-empek telur merupakan fariasi dari empek-empek kreasi penjaja makanan dari Jawa, seperti yang telah dijelaskan di atas. Perbedaannya hanya pada pemberian telur sebagai penambah rasa pada bagian luar penganan. Sedangkan bahan dan cara pembuatannya sama. Penggunaan telur hanya untuk membuat fariasi makanan yang dijajakan menjadi lebih berfariasi, dan semakin banyak pilihan, maka pembeli, terutama anak-anak menjadi semakin tertarik. 9. Bakso tusuk Dikatakan bakso tusuk, karena ketika di konsumsi, bakso yang telah dimasukkan ke dalam wadah berupa kantong plastik transparan dengan 63
diberi bumbu saus kacang, saus tomat, saus cabai dan kecap, membutuhkan tusuk sate sebagai pengganti sendok. Bahan bakso yang digunakan sama dengan yang digunakan para penjual bakso. 10. Rujak Jajanan rujak merupakan makanan asli orang Jawa yang terdiri atas campuran berbagai bahan dari buah-buahan. Penganan seperti ini di Jawa dihidangkan dengan menggunakan piring atau daun pisang. Tetapi untuk memudahkan penjualan, penganan ini dimasukkan ke dalam wadah plastik. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rujak terdiri atas buah pepaya, mangga, nenas, dan bengkoang. Bahan-bahan tersebut merupakan buah-buahan mengkal, bahkan ada yang masih hijau, untuk menampilkan rasa asam, mengimbangi saus rujak yang umumnya terdiri atas gula merah yang banyak, ditambah rasa pedas dari penggunaan cabai. Bahan-bahan pembuatan penganan jajanan tersebut sangat murah dan sederhana. Daya kreasi para penjaja makanan dari Jawa membuat bahan-bahan tersebut menjadi penganan yang digemari oleh kalangan anakanak hingga remaja, usia yang belum banyak memperhatikan masalah kesehatan makanan, dan bahkan harga jika dibandingkan dengan apa yang dibeli.
64
Contoh gambar makanan, yang biasa dijajakan.
Contoh makanan Sosis goreng
Contoh makanan empe-empe telur 65
Contoh makanan bakso goreng
Contoh makanan terang bulan mini 66
Contoh makanan Leker
Contoh makanan Bakso tusuk
67
Contoh makanan telur goreng
Contoh makanan somai
68
Contoh makanan empe empe
Contoh makanan rujak 69
C.
Manajemen Usaha
1. Organisasi kerja Mangan ora mangan yang penting ngumpul, pepatah orang Jawa yang sering digunakan untuk menggambarkan kebiasaan orang Jawa di daerah mereka, rupanya juga berlaku ketika mereka berada di perantauan. Para penjaja makanan ringan yang berasal dari Jawa, juga tinggal berkumpul dan membentuk kelompok-kelompok berdasarkan asal wilayah mereka, seperti orang Solo, Sidoarjo dan sebagainya. Tinggal dalam satu tempat
membuat
mereka
dapat
saling
berbagi
pengalaman
dan
pengetahuan, dan saling membantu khususnya dalam mencari penghidupan yang dipandang layak di daerah mereka. Tidak terkecuali dengan para penjaja makanan asal Jawa. Pekerjaan sebagai penjaja makanan meskipun jajanan ringan, membutuhkan suatu bentuk kerjasama, setidaknya antara produsen bahan makanan dan penjaja makanan tersebut. Pada jenis pekerjaan, ini, produsen dan penjaja makanan sama-sama berasal dari Jawa. Penjaja makanan yang berasal dari Jawa, sebagai perantau, tentunya menggunakan rasa kesukuan yang terwujud dalam bentuk solidaritas kesukuan, bukan hanya untuk keselamatan bersama, tetapi untuk keberlanjutan penghidupan mereka. Setidaknya terdapat tiga cara orang Jawa di Makassar menjalankan usaha mereka yaitu bekerjasama dengan keluarga sendiri, bekerjasama dengan orang Jawa pengusaha makanan, dan berkongsi dengan sesama 70
orang Jawa lain yang berasal dari satu daerah ataupun tidak dalam sebuah kelompok usaha dan juga dengan orang lain yang non Jawa. Ketiga bentuk kerjasama ini memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Namun umumnya yang ditemukan bahwa jika mereka datang dengan membawa keluarga atau keluarga mereka kemudian menyusul yang telah terlebih dahulu tiba, maka bekerja sama dalam keluarga menjadi dominan. Tetapi jika mereka datang merantau sendirian, mereka cenderung untuk bergabung dengan kelompok tertentu yang sudah ada, baru kemudian memisahkan diri setelah mereka merasa mampu mapan, meskipun menurut informan hal itu jarang sekali terjadi. Pembuatan bahan jajanan yang hanya dikuasai oleh beberapa orang saja membuat mereka menjadi terspesialisasi menjadi pembuat dan penjaja makanan. Contohnya pembuat bakso hanya ada beberapa orang saja, dan semua orang jawa hanya membeli pada satu orang yang mereka percaya. Sedangkan selebihnya mengambil bagian menjadi penjual makanan, entah itu makanan ringan atau yang lainnya, dan terikat hubungan kerja dengan produsen untuk dapat memperoleh bahan jualan. 1.1 Bekerja Dengan Keluarga Bekerja dengan keluarga dipilih jika salah satu atau beberapa orang dalam keluarga tersebut, tanpa melihat jenis kelamin, menguasai cara pembuatan satu atau lebih jajanan. Disini terlihat peran para istri menjadi sangat penting. Keluarga dalam istilah mereka tidak terbatas pada hubungan 71
darah dan penikahan saja, tetapi meluas hingga sesama orang Jawa meskipun berbeda daerah asal. Para wanita umumnya akan berperan sebagai juru masak, baik sebagai juru masak utama jika mereka lebih menguasai resep, maupun membantu kaum pria, jika kaum pria yang menguasai resep. Namun pada dasarnya, mereka lebih banyak bekerja di rumah sebagai penyedia bahan jajanan, daripada berkeliling menjajakannya. Kaum wanita juga yang mencari bahan kebutuhan di pasar, selain menjadi pihak pengolah. Sementara sebagian besar kaum pria bekerja sebagai penjaja makanan keliling, baik dengan menggunakan kendaraan ataupun media lain seperti gerobak. Perbedaan penguasaan resep pada setiap keluarga berimplikasi pada variasi jajanan yang dijajakan. Tetapi meskipun mereka menguasai banyak resep, tetapi jumlah tenaga kerja juga perlu diperhatikan. Tetapi menurut beberapa informan, lebih baik menguasai resep banyak dengan sedikit tenaga kerja, daripada sebaliknya. Keuntungannya adalah bahwa para penjaja makanan dapat mengganti jenis jualan mereka untuk menarik pembeli. Sedangkan menguasai banyak tenaga kerja tetapi untuk satu atau dua jenis dagangan saja akan lebih sulit mengingat persaingan yang sangat ketat. Untuk menjaga agar usaha keluarga tetap berjalan, maka perhatian pada
faktor
modal
menjadi
sangat
penting.
Karena
itu,
selain
mengusahakan sendiri, beberapa keluarga melakukan pembagian tugas 72
yang lebih luas. Misalnya satu atau dua orang tetap ikut dengan suatu kelompok tertentu, sementara yang lain tetap bekerja dalam lingkup keluarga. Dengan cara tersebut, mereka tetap dapat mengumpulkan modal dan kecil kemungkinan rugi, kare asumber modal berasal dari penghasilan keluarga dan kelompok lainnya. 1.2 Bekerja Dengan Pengusaha Makanan Beberapa pedagang makanan dari Jawa memiliki modal yang cukup besar, baik karena telah lama berusaha di Makassar, pandai menabung dan mengelola usahanya, maupun pendatang baru dengan modal besar. Umumnya mereka disebut dengan istilah “bos” oleh pekerjanya, meskipun dalam percakapan sehari-hari diantara mereka, hanya memanggil dengan kata “mas” saja. Bos penjual makanan ada yang menguasai resep dan adapula yang tidak. Tetapi sebagian besar dari mereka memiliki istri atau saudara dekat yang menguasai resep makanan. Bagi model kedua, maka Bos hanya bertugas mengatur keluar masuknya modal usaha. Tetapi pengambilan keputusan untuk menjajakan makanan tertentu ada pada yang menguasai resep. Dalam kasus tertentu, adapula bos yang juga turun tangan untuk berjualan, seperti yang dilakukan Darmanto asal Sragen. Bos dalam hal ini, selain mengatur modal, juga menjadi penyedia peralatan seperti gerobak, bak makanan dan bahkan motor bagi pekerjanya. Tetapi khusus motor, Bos hanya membantu untuk mendapatkan dengan harga murah, tetapi uang muka dan cicilan ditanggung oleh para pekerja. 73
Bos sendiri juga memiliki kendaraan tetapi lebih banyak digunakan untuk keperluan berbelanja, mengantar jualan kelokasi jualan jika penjualan dilakukan dengan menggunakan gerobak dan mengontrol para pekerja. Di bawah Bos terdapat sejumlah juru masak utama yang menguasai resep makanan dan dibantu beberapa orang tenaga kerja. Umumnya pengusaha besar seperti ini menjadi penyedia bahan baku jualan tidak hanya untuk pekerja mereka, tetapi juga bagi kelompok lain yang bekerja dalam bentuk kelompok kongsi maupun keluarga. Bahan baku yang dimaksud seperti tahu, tempe, bakso dan berbagai macam kerupuk khas Jawa. Selain para juru masak dan pekerja yang membantunya, Bos juga membawahi para penjaja makanan yang menjadi tenaga kerjanya. Perekrutan tenaga kerja dilakukan melalui jaringan keluarga, kerabat dan orang sekampung. Para pekerja ini setiap hari mendapatkan target penghasilan yang harus mereka setorkan pada Bos, dan sisanya menjadi bagian
mereka.
Penentuan
besar
setoran
dilakukan
dengan
mempertimbangkan kepandaian para pekerja ini menjajakan makanan. Semakin pandai mereka berjualan, maka semakin tinggi target setorannya. Akibatnya, seringkali mereka yang pandai berjualan, berusaha untuk menguasai resep dan kemudian memutuskan untuk berdiri sendiri, meskipun bahan utama masih dibeli dari mantan Bosnya tersebut. Setoran
74
tersebut digunakan Bos untuk membayar upah juru masak, pembantu juru masak, membeli bahan kebutuhan dapur dan sebagainya. Kelebihan dari para Bos menurut para pekerja adalah rasa solidaritanya pada sesama orang Jawa yang datang merantau ke Makassar dan belum memperoleh pekerjaan. Bos biasanya menampung mereka dan menawari pekerjaan sementara. Tetapi umumnya mereka tidak lagi berpindah pekerjaan ke pekerjaan lain jika sudah bekerja pada Bos. Cara lain adalah dengan mengajak orang-orang sekampung yang belum bekerja untuk ikut dalam bisnisnya. Bos juga biasanya menanggung separuh biaya perjalanan mereka ke Makassar.Alasan bos menawarkan pekerjaan kepada orang sekampung mereka adalah karena para pemuda kampung tersebut mereka kenal dengan baik, bahkan masih keluarga atau di pandang keluarga. Selain pekerja dari Jawa, beberapa orang lokal juga ada yang bekerja dengan orang Jawa dalam menjajakan penganan ringan ini, meskipun jumlahnya tidak banyak. Sebagian besar mereka ikut berdagang makanan ringan karena memiliki hubungan kerabat akibat perkawinan dengan orang Jawa. Tetapi beberapa Bos enggan mengambil orang lokal sebagai pekerja, seperti yang diungkapkan oleh Suryono (37 tahun), Bos asal Tuban, Jawa timur : “ Biasanya orang orang non Jawa tidak begitu menyukai pekerjaan tersebut dan susah untuk diajak kerja sama apalagi sebagai anak buah serta ia juga tidak begitu mengenal tabiat 75
mereka ” (Wawancara tanggal 18 Januari 2011, sekitar pukul 15.00 WITA)
Salah satu contoh dari perjalanan karir seorang penjaja makanan adalah Darmanto (33 tahun) asal Sragen. Darmanto datang ke Kota Makassar pada tahun 1996 setelah diajak oleh pamannya yang sudah terlebih dahulu berdagang bakso di Makassar. Awalnya ia bekerja pada pamannya, dan sambil bekerja, ia menabung sedikit demi sedikit dengan menyisihkan penghasilannya. Pada akhir tahun 1997 ia mulai membuat usahanya sendiri dengan tetap menjual bakso keliling dengan menggunakan gerobak. Meskipun masih mengambil bahan kepada pamannya, tetapi gerobak dan kemampuan membuat bakso sudah dimilikinya sendiri. Usaha kerasnya mulai membuahkan hasil sebelas tahun setelahnya, yaitu tahun 2008, ia mulai merekrut tenaga kerja untuk menjajakan bakso racikannya. Mas Darmanto yang kini mempunyai 4 pekerja. 1.3 Melakukan Kongsi Bentuk ketiga dari kerjasama perdagangan adalah melakukan kongsi dengan sesama teman. Kerjasama seperti ini biasanya dilakukan jika kedua orang yang berkongsi berasal dari satu daerah dan memiliki modal yang berbeda. Misalnya salah seorang dari mereka tahu bagaimana membuat penganan, dan yang lain memiliki modal berupa gerobak dan lokasi berjualan.
76
Kesulitan melakukan kongsi seperti ini sangat bergantung pada kepribadian masing-masing. Menurut informan keduanya harus memiliki rasa saling mempercayai dan sabar. Sebab sedikit saja kesalahan akan membuat kongsi menjadi bubar dan akan merugikan keduanya. Karena itu kongsi seperti ini lebih banyak melibatkan sesama saudara seperti yang dilakukan Iswayudi yang bekerja dengan 3 saudaranya. Berusaha dengan cara kongsi berkonsekuensi dengan pembagian kerjasama yang longgar di antara mereka, karena sebagian besar pekerjaan harus dilakukan secara bersama-sama seperti: -
Bersama-sama mengolah bahan penganan
-
Bersama-sama menjajakan makanan kecil, meskipun berbeda lokasi penjualan. Mereka masing-masing memiliki kendaraan baik sepeda maupun sepeda motor.
-
Masing-masing menyisihkan hasil penjualan untuk membeli bahan dan membayar ongkos lainnya, sementara sisanya diambil masingmasing.
-
Uang kontrakan disisihkan dari penghasilan masing-masing.
2. Modal usaha Modal adalah salah satu hal yang penting untuk membangun usaha. Modal bagi penjaja makanan tidak saja berupa uang, tetapi juga berupa benda, terutama yang digunakan untuk membantu menjual jajanan dan 77
membuat jajanan tersebut. Namun dalam bagian ini, yang akan dijelaskan adalah bagaimana mereka memperoleh modal usaha awal. Setidaknya terdapat dua cara yang umum digunakan para pengusaha makanan kecil ini untuk dapat memperoleh modal usaha yaitu: 1. Menabung Sebagian besar penjaja makanan berusaha untuk menabung uang hasil jerih payah mereka sedikit demi sedikit. Tetapi di antara mereka ada yang menabung untuk membangun rumah di Jawa dan ada pula yang menabung untuk membuka usaha, baik di jawa maupun di Makassar. Tetapi banyak penjaja makanan dari Jawa mengatakan bahwa sebagian besar modal dari tabungan mereka, merupakan hasil bekerja di Makassar dan bukan dari Jawa. Alasannya adalah sangat sulit menabung di daerah Jawa daripada di Makassar. Di Jawa mereka susah menabung sebab kebutuhan keluarga sangat besar, dan godaan untuk membeli sesuatu yang tidak produktif sangat tinggi karena persaingan dengan tetangga. Dan karena mereka tinggal di rumah sendiri, maka tidak ada kekhawatiran di usir orang. Berbeda hanya ketika mereka berusaha di luar Jawa termasuk di Makassar. Rasa malu jika tidak memperoleh sukses, kebutuhan rumah tangga yang dapat ditekan, keinginan untuk memiliki usaha sendiri mendorong mereka untuk menyisihkan sebanyak mungkin penghasilan mereka dalam sehari untuk di tabung. Bahkan mereka telah 78
memanfaatkan jasa bank untuk kegiatan tersebut. Meskipun mereka memiliki anak yang harus bersekolah, namun lebih mudah memberikan pengertian kepada anak-anak bahwa mereka berada di daerah rantau dibandingkan jika mereka tinggal di Jawa. Itulah sebabnya mengapa mereka dapat menabung. 2. Meminjam Meminjam dapat dilakukan kepada keluarga, teman, kenalan pengusaha dan bank. Tetapi lebih banyak dari mereka meminjam kepada keluarga terutama saudara dan kepada teman. Sementara meminjam kepada pengusaha sangat jarang dilakukan, sebab mereka tidak mau terikat dengan pengusaha tersebut. Menurut informan, meminjam kepada pengusaha hanya jika sangat perlu saja dan diusahakan agar sesegera mungkin dikembalikan agar tidak lama terikat utang. Demikian pula dengan meminjam ke bank lebih banyak dilakukan oleh para bos yang memang telah memiliki usaha besar bahkan telah membuat cabang dibeberapa lokasi. Meminjam kepada saudara dan teman merupakan cara yang paling umum dilakukan pedagang makanan. Selain aspek saling percaya lebih kuat, masa pengembalian juga bisa diundur karena perasaan saling mengerti. Sedangkan untuk pengembalian pinjaman, umumnya dilakukan dengan cara mencicil. 79
Menjajakan makanan tentunya membutuhkan beberapa peralatan, terutama peralatan masak. Hal ini tidak dapat dihindarkan karena jajanan dijajakan dalam bentuk panas atau hangat. Selain itu diperlukan tempat penyimpanan bahan baku dan saos berupa gerobak ataupun boks kayu berlapis seng. Terdapat tiga alat transportasi utama yang umum digunakan para penjaja makanan keliling ini yaitu gerobak, sepeda (ontel) dan sepeda motor. 1. Gerobak dorong Beberapa penjaja makanan, terutama penjual bakso menggunakan gerobak sebagai media membawa jualan mereka. Gerobak tebuat dari kayu dan dibagi menjadi dua bilk. Satu bilik digunakan sebagai tempat memasak dan bilik lainnya digunakan untuk meletakkan bahan baku dan bumbu. Gerobak dorong tidak dibuat sendiri oleh penajual bakso, tetapi dibeli dari penjual bakso lain atau meminta dibuatkan kepada tukang kayu. Keungguan dari menggunakan gerobak yaitu dapat digunakan membawa banyak bahan. Tetapi kekurangannya adalah sangat mudah terbalik karena terlalu tinggi. Terutama ketika gerobak harus melalui jalanan yang sedikit menanjak di pembelokan jalan atau lorong. Karena tidak memiliki mesin penggerak sehingga jarak tempuh penjual yang menggunakan gerobak bergantung pada kekuatan penjual sendiri. 80
Sebelum penggunaan sepeda motor marak digunakan oleh penjual bakso, gerobak menjadi satu-satunya media membawa barang dagangan, Atau media pertama yang digunakan untuk berjualan.
Gambar : contoh transportasi gerobak 2. Sepeda (ontel) Penggunaan sepeda ontel sebagai alat transportasi bagi para penjaja makanan juga sudah lama dilakukan. Dahulu sepeda ini tidak disebut ontek tetapi sepeda kumbang. Sepeda diberi boks kayu berlapis seng pada bagian belakang yang digunakan sebagai tempat penyimpanan makanan yang dijajakan, dimana boks tersebut dapat dilepas dari sepeda. Penggunaan sepeda ontel terbatas pada menjual makanan jadi seperti roti atau kerupuk. Penjual yang menggunakan ontel ini daerah jualannya boleh dikatakan cukup jauh dari rumahnya. 81
Gambar : contoh transportasi sepeda (ontel)
3. Motor Seperti gerobak, sebagian besar sepeda motor yang digunakan menjajakan jajanan secara keliling bukan sepeda motor baru melainkan sepeda motor bekas. Dan seperti sepeda, untuk membawa bahan jajanan sepeda motor juga menggunakan boks kayu berlapis seng untuk membawa alat masak, bahan baku jajanan dan bumbu serta saos. Boks yang digunakan dibuat dalam bentuk dua bilik. Satu bilik digunakan untuk menempatkan alat memasak seperti kompor dan wajan, sementara bilik lain dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan bahan baku jajanan. Sementara saos dan tusuk sate diletakkan pada bagian atas gerobak. Tidak seperti gerobak yang akan mengalami kesulitan ketika berbelok 82
dan bergantung pada kekuatan fisik para penjual, penggunaan sepeda motor dirasakan lebih mudah, meskipun sangat sulit menyeimbangkan antara bilik kiri dan kanan boks karena berat dari isi masing-masing boks berbeda. Apalagi bahan baku jajanan akan habis pada sore hari, tetapi berat kompor tidak akan berkurang.
Gambar : contoh transportasi motor Menjajakan makanan dalam kondisi hangat tentunya membutuhkan peralatan memasak. Berikut beberapa peralatan memasak yang dibawa oleh para penjaja makanan, baik yang menggunakan gerobak, sepeda maupun sepeda motor. 1. Kompor Alat masak berupa kompor telah mengalami banyak perubahan akibat modifikasi yang dilakukan penjaja makanan. Modifikasi tersebut 83
dilakukan untuk menyesuaikan dengan bentuk kompor yang lebih baik dan simpel, serta alat transportasi yang mereka gunakan untuk menjajakan makanan. Dahulu para penjaja makanan menggunakan kompor minyak berukuran kecil yang diletakkan pada bilik bagian bawah dari gerobak mereka. Untuk menyalakan kompor, penjaja makanan membawa minyak tanah yang diletakkan di dalam jerigen sepuluh liter. Ketika menggunakan kompor minyak, alat transportasi yang digunakan berupa gerobak, sementara penjaja makanan yang menggunakan sepeda tidak membawa kompor karena takut terbalik dan terbakar, selain karena terlalu berat dan beresiko tinggi. Setelah munculnya kompor gas yang lebih ringan dan sederhana, para penjaja makanan tidak dengan cepat menggunakannya karena pada saat tersebut, tabung gas kecil ukuran 3 kg belum keluar. Sehingga mereka masih menggunakan kompor minyak yang modifikasi. Modifikasi terutama pada tabung bahan bakar yaitu dengan menggunakan tabung kecil yang dapat diisi udara sehingga berfungsi sama seperti tabung gas. Beberapa penjaja makanan ada yang menggunakan tabung khusus, sementara yang lain menggunakan tabung minyak lampu petromak. Setelah tabung gas ukuran 3 kg dikeluarkan pemerintah, maka para penjaja makanan dengan mudah mengadopsi teknologi baru tersebut.
84
2. Alat Masak Peralatan memasak yang digunakan para penjaja makanan sama dengan peralatan memasak yang biasa kita temukan di dapur. Alat-alat tersebut berupa panci, wajan, sendok, sutil dan sebagainya. Meskipun demikian, tentunya alat-alat tersebut tidak selengkap yang ada di dapur karena hanya digunakan sebentar dan aktifitas memasak tidak banyak dilakukan. Selain itu, beberapa bentuk wadah juga dibawa serta terutama untuk meletakkan bumbu dan saos, baik dalam bentuk botol maupun wadah berupa tabung. D. Strategi Berjualan Persaingan usaha tentunya terjadi pula pada para pedagang dan pengusaha makanan ringan. Tetapi persaingan tersebut menurut sejumlah informan tidak sampai menyebabkan terjadinya permusuhan, tetapi terbatas pada upaya memperoleh penghasilan yang banyak. Memperoleh uang yang banyak tentunya berhubungan dengan strategi-strategi yang dilakukan dalam berjualan. Strategi-strategi yang digunakan para penjaja makanan dapat dikategorikan dalam empat cara yaitu, pemilihan makanan yang dijajakan, pemilihan waktu berjualan, pemilihan tempat berjualan, dan strategi berhubungan dengan konsumen. Keempat strategi ini saling terkait satu sama lain.
85
1. Pemilihan Makanan yang Dijajakan Memilih jenis makanan yang akan dijajakan sangat berhubungan dengan pengetahuan mereka tentang berapa banyak resep makanan yang diketahui, besar modal yang dimiliki dan bahan yang dibutuhkan. Pengetahuan tentang resep makanan dapat dikatakan merupakan kunci bagi kesuksesan mereka. Sedangkan modal dan bahan masih dapat diusahakan, sedangkan resep makanan merupakan rahasia yang tidak dapat dibagikan kepada orang lain. Masing-masing pengusaha memiliki dan berusaha merahasiakan resep mereka masing-masing. Tetapi umumnya para penjaja makanan ringan mengatakan bahwa ketika mereka mulai berjualan, mereka akan memilih penganan yang sudah dikenal dan digemari orang secara umum, sehingga tidak sulit untuk menawarkannya. Menjajakan sesuatu yang sama sekali baru memiliki resiko kerugian yang lebih besar. Apalagi jika masyarakat belum mengenal baik makanan tersebut, atau selera mereka, terutama masalah rasa tidak terpenuhi. Sebagai contoh di Makassar orang lebih senang dengan makanan dengan rasa asin dan kecut, dibandingkan dengan rasa manis. Sementara sebagian besar makanan jawa menggunakan gula merah dan gula pasir sebagai penambah rasa manis, selain rasa manis dari bahan baku lainnya. Kemudian orang Makassar senang membeli makanan dalam jumlah banyak
86
atau porsi besar karena kegiatan makan selalu atau lebih sering dilakukan secara bersama-sama. Jenis-jenis makanan yang paling sering dibeli atau digemari orang di Makassar seperti tahu isi, pisang molen, martabak, terang bulan, empeempe dan bakso tusuk. Makanan-makanan tersebut digemari baik oleh orang dewasa atau oleh anak-anak. Penjaja makanan tersebut juga dapat dijumpai hampir disepanjang jalan Kota Makassar. Penganan tersebut dibeli untuk dijadikan lauk maupun untuk makanan ringan ketika bersantai. Selain karena selera masyarakat, kemudahan dalam proses pembuatan juga menjadi aspek yang dipertimbangkan para penjaja makanan ringan untuk menjual suatu jenis makanan. Dibutuhkan waktu yang cepat untuk dapat menyajikan jajanan karena para pembeli juga membutuhkan makanan tersebut dalam waktu yang cepat untuk di konsumsi. Selain karena makanan jenis jajanan dibeli ketika sudah sangat diperlukan, para konsumen juga menghendaki mengkonsumsi jajanan tersebut ketika masih hangat. 2. Pemilihan Waktu Berjualan Pemilihan waktu berjualan juga merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan penjaja makanan ringan. Beberapa jenis makanan dapat dijajakan setiap waktu dalam sehari, tetapi makanan tertentu hanya dijajakan pada waktu-waktu tertentu. Pertimbangan waktu berjualan dilakukan berdasarkan pengetahuan para penjaja makanan ini pada 87
kebiasaan makan para konsumen. Pengetahuan tersebut diperoleh dengan memperhatikan kecenderungan masyarakat dalam membeli jajanan, dan keterangan dari pembeli sendiri ketika terjadi tanya jawab antara penjaja makanan dan pembeli. Jajanan seperti bakso dapat dijual sepanjang hari karena dapat menggantikan makanan rumahan. Tetapi makanan seperti bakso tusuk, sosis goreng dan empe-empe, meskipun memiliki bahan yang hampir sama dengan bakso tusuk, tetapi bakso tusuk, sosis goreng dan empe-empe dan pada umumnya dibeli konsumen hanya untuk menunda lapar saja, atau makanan penganan disaat santai. Makanan yang baru dijajakan pada sore hari terutama jajanan yang dikategorikan sebagai kue, seperti terang bulan, pisang molen, tempe goreng dan beberapa jenis lainnya (tergantung penjual dan selera masyarkat). Makanan seperti ini umumnya di konsumsi pada waktu bersantai, terutama sore hingga malam hari. Sedangkan pada pagi hari sangat jarang penjaja makanan jenis ini karena konsumen baru saja makan pagi di rumah mereka masing-masing. Pemilihan jenis makanan yang dijajakan dalam hubungannya dengan waktu berjualan juga ditentukan seberapa cepat menyajikannya. Seperti jajanan yang dijajakan di sekolah-sekolah dengan konsumen anak-anak. Jajanan tersebut adalah jajanan yang bentuk dan proses pembuatannya simpel dan mudah. Jajanan seperti ini contohnya adalah bakso tusuk, 88
empek-empek, soimai dan beberapa lainnya. Selain singkat dalam pembuatan, penyajian dan konsumsi, jajanan jenis ini juga hanya untuk mengatasi rasa lapar sementara. Dan meskipun jajanan ini dikonsumsi dalam jumlah banyak, juga tetap tidak mengenyangkan bagi konsumennya. 3. Pemilihan Tempat Berjualan Memilih tempat berjualan dilakukan dengan mempertimbangkan jenis jajanan yang akan dijual dan siapa yang akan membeli jajanan tersebut. Jenis jajanan, terutama jajanan yang dapat di konsumsi sebagai pengganti makanan utama umumnya dijajakan d engan cara berkeliling. Para penjaja makanan ini menjajakan makanan mereka pada lokasi-lokasi yang tidak terbatas pada jalan poros, tetapi juga di lorong-lorong. Jajanan yang dapat dikategorikan demikian seperti jajanan bakso. Tukang bakso, terutama yang menggunakan gerobak dan kendaraan roda dua berkeliling lokasi-lokasi dimana mereka memiliki konsumen tetap, maupun lokasi yang diduga ada penduduk yang mau membeli penganan yang mereka jajakan. Menurut beberapa penjual bakso keliling, meskipun di dalam lorong tersebut sudah ada penjual bakso yang membuka warung, tetapi ada juga orang yang gemar makan bakso tetapi malu untuk makan di warung. Sehingga konsumen seperti itu lebih menunggu penjaja bakso keliling lewat di depan rumah mereka, baru mereka membeli. Para penjaja bakso keliling yang ikut pada Bos, memiliki strategi sendiri dalam menentukan lokasi berjualan. Menurut beberapa penjaja 89
bakso keliling, tidak masalah jika sudah ada warung atau penjaja bakso keliling lainnya yang sudah ada di lokasi tersebut, seperti di satu lorong. Mereka akan saling memaklumi dan tidak akan terjadi konflik. Sebab boleh jadi seorang tukang bakso yang sudah masuk terlebih dahulu hanya memiliki sedikit persediaan, sehingga tidak dapat melayani seluruh orang yang ingin membeli. Atau mereka lebih salah satu tukang bakso yang menurut konsumen baik, dan bagi tukang bakso lainnya itu dilihat sebagai bukan reaksi mereka. Maka mereka akan berlalu saja atau hanya berhenti sejenak untuk melihat reaksi konsumen. Tidak ada wilayah khusus bagi mereka ketika berjualan. Menurut para penjaja bakso, luas wilayah penjualan mereka bergantung pada kekuatan tenaga berjalan dan mendorong gerobak, serta persediaan yang mereka miliki. Tidak selalu mereka harus berjalan jauh untuk pergi menjajakan jualan mereka. Sangat bergantung rezki, itu kata para penjaja bakso. Demikian pula halnya dengan penjaja bakso yang menggunakan kendaraan roda dua. Penggunaan kendaraan roda dua tidak menjamin luasnya wilayah jelajah mereka. Sebab para tukang bakso harus pula memperhatikan besar biaya yang harus mereka keluarkan untuk membeli BBM. Apalagi motor yang mereka gunakan bukanlah kendaraan roda dua yang dibeli dalam kondisi baru. Umumnya mereka membeli kendaraan roda dua tersebut dengan harga murah karena merupakan motor bekas. 90
Penggunaan kendaraan bekas tentunya berdampak pada penggunaan BBM yang cenderung boros. Beberapa penjaja makanan mengungkapkan bahwa ada beberapa lokasi yang memang menjadi favorit penjual. Tetapi mereka harus mempertimbangkan faktor tenggangrasa ketika berjualan di lokasi-lokasi tersebut. Lokasi-lokasi yang dimaksud seperti sekolah, kantor atau lokasilokasi lain dimana konsumen berkumpul dalam jumlah yang relatif besar seperti pasar. Masing-masing penjaja makanan harus mengerti siapa yang berjualan secara tetap di lokasi tersebut dan meminta izin padanya ketika akan berjualan. Tetapi jika kebetulan mereka melintasi jalur tersebut dan ada yang memanggil, mereka dapat menjajakan jajanan mereka pada konsumen yang memanggil, dan itu dilihat sebagai “rezki nomplok” dalam istilah orang Jawa. Dalam kasus seperti itu, penjaja makanan tetap yang ada di lokasi tersebut tidak dapat marah atau menegur. Menurut informan, sebagian besar kejadian yang terjadi di lokasilokasi demikian tidak menimbulkan konflik di antara mereka. Bahkan meskipun berlainan bos, mereka akan saling memberikan informasi dimana konsumen banyak mencari jajanan yang mereka jajakan. Perasaan tolong menolong terhadap sesama orang Jawa yang mendorong hal tersebut terjadi. Bahkan kadang ada penjaja makanan ringan yang kemudian meminta penjaja makanan yang sama untuk berjualan di lokasi yang sama, karena tidak memiliki persediaan yang banyak untuk dapat melayani 91
seluruh konsumen. Seorang informan mengatakan itu namanya berbagi rezki. Tetapi mereka akan tahu diri dengan tidak memanggil teman lainnya untuk datang pula berjualan di lokasi tersebut. Beberapa lokasi berjualan yang dianggap sangat favorit bagi penjaja makanan ini di kota Makassar menurut informan yaitu: 1. Sekolah Hampir di setiap sekolah yang ada di kota Makassar selalu dipadati pejaja makanan ringan, apalagi lokasi-lokasi dimana terdapat sekolah dasar (SD). Lokasi ini sangat strategis karena anak-anak memang memiliki kebiasaan meniru dan jajan, ditambah lagi sebagian besar anak-anak diberi uang jajan oleh orang tua mereka. Meskipun semua sekolah melarang para penjaja makanan berjualan di dalam lokasi sekolah, tetapi karena tidak ada kantin di dalam sekolah SD maka penjaja makanan penting bagi anak-anak. Para guru juga tidak pernah melarang anak-anak untuk keluar jajan, bahkan para guru juga ikut membeli makanan tersebut. Untuk itu penjaja makanan harus dapat memanfaatkan lokasi yang sempit untuk berjualan, dan kadang mereka menjadi sumber utama kemacetan lalu lintas di depan sekolah. Keuntungan yang besar terutama diperoleh penjaja makanan di lokasi sekolah SD karena anak-anak belum dapat memanfaatkan uang dengan baik, sehingga mereka cenderung untuk menghabiskannya dalam waktu singkat. 92
Berbeda halnya dengan sekolah SD, sekolah-sekolah tingkatan SMP dan SMA umumnya memiliki kantin yang juga menjajakan aneka makanan dan permen. Tetapi makanan tersebut memiliki harga yang sedikit mahal dengan yang dijajakan pada pedagang makanan keliling, meskipun variasi makanan yang dibawa para penjaja makanan keliling tidak banyak. Karena memiliki kantin, para penjaja makanan memanfaatkan daerah dimana pagar sekolah tidak terlalu menjadi pembatas bagi anak-anak dan penjual untuk saling bertransaksi. Meskipun kebiasaan jajan di antara anak-anak SMP dan SMA tidak terlalu besar karena mereka sudah dapat mengatur uang, tetapi para penjaja makanan tetap saja merasa masih memperoleh keuntungan. Umumnya menurut informan, para siswa wanita lebih banyak menjadi pelanggan dibandingkan siswa laki-laki. Makanan yang dijajakan pada ketiga jenjang pendidikan tersebut sama saja, yaitu makanan ringan yang cepat dan mudah dikonsumsi seperti bakso tusuk, siomai, sosis goreng, leker, telur goreng, bakso goreng tusuk dan empe-empe. Salah satunya informan bernama Muh Gufron (31 tahun) asal Tuban yang berjualan di SD Sudirman Makassar mengatakan bahwa mereka yang menjajakan makanan di sekolah umumnya sudah memiliki langganan tetap yang mereka kenal. Mereka sangat mudah dikenal karena anak sekolah memiliki nama yang dilekatkan di baju seragamn mereka. Apabila sudah akrab, mereka bahkan sudah dapat mengutang 93
pada penjaja makanan. Bahkan menurut informan, kadang mereka menawarkan jika uang anak-anak tersebut kuirang untuk membayarnya esok hari. Tetapi meskipun tidak dibayar, menurut informan, juga tidak masalah karena mereka sudah punya untuk banyak.
Gambar : Sekolah dasar salah satu lokasi favorit penjaja makanan
Beberapa penjaja makanan menjajakan makanan secara tetap di satu sekolah, dan beberapa yang lainnya berpindah ke sekolah lainnya pada siang hari seperti Mas Sugeng yang berpindah dari sekolah ke sekolah lainnya setiap pukul 13.00 wita. Berpindah ke sekolah lain bergantung pada besarnya sekolah. Jika sekolah tersebut merupakan kompleks sekolah-sekolah dan menerapkan jadwal belajar pagi dan siang, para penjaja makanan tidak akan berpindah. Tetapi jika hanya satu sekolah
94
saja, mereka harus berpindah untuk menghabiskan sisa jajanan yang masih tersisa. 2. Kawasan Perkampungan
Gambar : perkampungan salah satu lokasi favorit penjaja makanan
Kawasan perkampungan terutama
yang
padat penduduk juga
merupakan salah satu lokasi faforit berjualan bagi penjaja makanan. Di lokasi-lokasi seperti ini umumnya terdapat banyak anak-anak kecil dan wanita yang gemar jajan. Demikian pula kumpulan anak-anak muda yang juga menjadi konsumen potensil bagi penjaja makanan. Lapangan, mesjid dan lorong merupakan lokasi yang baik untuk berjualan
dalam
sebuah
perkampungan.
Lokasi-lokasi
tersebut
merupakan tempat dimana banyak orang berkumpul menghabiskan waktu sore mereka. Anak-anak umumnya mengaji pada sore hari di 95
mesjid, sementara para ibu memanfaatkan sisi lorong untuk berkumpul. Anak-anak moda beraktifitas di lapangan dan pos ronda menghabiskan waktu sore mereka. Sedangkan di waktu siang para penjaja jajanan berkeliling perkampungan menjajakan dagangan mereka. 3. Pantai dan Anjugan Pantai Losari Sejak dahulu, pantai Losari telah menjadi lokasi strategis untuk berdagang. Berbagai macam penganan ringan hingga makanan yang dikategorikan makanan berat dijajakan di sekitar Pantai Losari. Meskipun telah dilakukan penataan, tetapi para penjaja makanan keliling masih memiliki kesempatan untuk berjualan di beberapa lokasi di pantai ini meskipun beresiko diusir oleh petugas atau oleh pedagang yang memiliki izin resmi. Setiap sore lokasi ini menjadi lokasi yang ramai dikunjungi penduduk kita yang ingin bersantai. Kepadatan terjadi pada malam hari, terutama malam minggu. Tentunya tidak semua pengunjung membawa uang banyak, karena itu makanan ringan yang memang sangat cocok untuk bersantai bersama teman menjadi faforit bagi pengunjung. Meskipun demikian, hanya beberapa penjaja makanan yang mau berjualan di lokasi ini. Menurut informan, ini disebabkan karena terlalu banyak makanan yang sama yang dijajakan di pantai, dan terlalu banyak pilihan bagi pengunjung untuk jenis makanan. Karena itu yang dapat memperoleh keuntungan jika berjualan hanya mereka yang tidak 96
memiliki saingan dalam hal makanan yang dijajakan seperti siomai, kerupuk ubi dan beberapa jenis makanan lainnya.
Gambar : Anjungan losari salah satu lokasi favorit penjaja makanan
4. Kampus Sejumlah kampus juga mebjadi lokasi vaforit bagi para pedagang makanan. Area ini bagi para penjaja makanan merupakan area bebas, terutama disekitar jalan dan beberapa lokasi di kampus. Pada umumnya kampus memiliki kantin dalam jumlah banyak, dan makanan yang dijajakan oleh para pedagang sebagian juga dapat ditemukan di kampus. Tetapi aktifitas kampus yang sangat banyak dan lokasi-lokasi tersebut dapat dilakukan dimana saja, sementara kantin yang permanen jauh dari lokasi aktifitas tersebut, memberi peluang bagi para penjaja makanan untuk dapat memperoleh penghasilan. 97
Seperti di kampus Unhas dimana para penjaja makanan memanfaatkan lokasi-lokasi terminal dalam kampus, dan tempat-tempat dimana mahasiswa banyak berkumpul seperti di tepi danau Unhas, PKM, Ramsis dan sekitaran baruga Unhas. Sama seperti di sekolah-sekolah SD, SMP dan SMA, kebanyakan pembeli makanan kecil ini adalah kaum wanita.
Gambar : Kampus Unhas Salah satu lokasi penjaja makanan kecil
1.4 Strategi Berhubungan Dengan Konsumen. Hubungan dengan konsumen sangat penting bagi para penjaja makanan ini, terutama untuk menjamin bahwa apa yang mereka jajakan dibeli oleh konsumennya. Semakin banyak jualan mereka yang laku, maka tentunya mereka akan semakin beruntung. Istilah pembeli adalah raja sangat penting artinya bagi mereka. 98
Terdapat beberapa cara untuk menarik konsumen yang dilakukan para penjaja makanan kecil ini. Cara-cara tersebut meliputi bersikap ramah kepada konsumen, memberikan kelonggaran untuk membeli dengan uang seadanya, dan membolehkan pembayaran dibelakang, atau bahkan lebih dari jumlah makanan yang diberikan. Sejumlah informan mengatakan bahwa tidak semua konsumen mau diajak bercanda. Tetapi ada pula konsumen yang senang bila diajak bercanda soal apa saja, atau bahkan balik bertanya tentang penjual. Para penjaja makanan menyikapinya dengan membalas percakapan tersebut dan berusaha melakukannya dengan sopan. Sebagian besar pelanggan senang bertanya terutama tentang darimana para penjaja makanan datang, dimana tempat mereka tinggal dan hal-hal yang berhubungan dengan masalah penjaja makanan. Ketika berhubungan dengan pelanggan, selain aspek keramahan, para penjaja makanan juga harus berusaha menyajikan pesanan para pembeli dengan cepat. Hal tersebut tidak menjadi masalah jika pelanggan hanya satu orang saja. Tetapi pada umumnya ketikan menjajakan makanan di lorong atau area pemukiman yang padat, jumlah pelanggan yang memesan dapat lebih dari tiga orang dan datang secara bersamaan. Untuk itu sifat sabar sangat diperlukan oleh para penjaja makanan tersebut agar dapat melayani setiap permintaan pembeli yang terkadang sangat banyak dan berfariasi. Misalnya ada yang hanya ingin makan bakso tanpa mie, ada 99
yang ingin menggunakan mie, ada yang tidak ingin menggunakan vetsin, dan ada yang hanya ingin makan bakso tusuk saja. Bahkan ada yang mengambil sendiri. Karena itu, para penjaja makanan ini harus berusaha mengawasi setiap pembeli sampil berusaha dengan cepat melayani permintaan pembelinya. Demikian pula ketika berjualan, beberapa pembeli ada yang hanya membeli dengan uang seribu rupiah dan ada pula yang lebih. Menurut para penjaja makanan, terutama bakso, harga lebih banyak ditentukan oleh pembeli, sementara penjaja makanan harus pandai menakar berapa besar porsi makanan yang sesuai dengan harga pesanan pembeli. Terkadang para pembeli merasa bahwa makanan yang diterimanya kurang dari pembayaran yang diberikan. Berbagai fariasi harga tersebut juga terjadi pada penjual makanan keliling lainnya, terutama mereka yang tidak menetapkan harga satuan atau sulit menetapkan harga satuan pada makanan yang dijajakannya. Tetapi bagi para penjaja makanan seperti pisang molen dan tahu isi, untuk membuat pelanggan setia mereka senang, mereka menambahkan jumlah satuan bagi para pelanggan mereka. ini dilakukan agar para konsumen tetap tersebut tetap datang ke lokasi mereka berjualan. Beberapa penjaja makanan terutama di sekolah-sekolah, bahkan mengizinkan para pembelinya membayar dibelakang atau mengutang. Keputusan tersebut diambil sebab para pelanggan setiap hari beraktifitas di 100
tempat tersebut sehingga mereka sangat mudah dikenali dan dicari. Tetapi para penjaja makanan juga harus dapat mengingat mereka yang belum membayar, karena mereka tidak membuat catatan khusus untuk itu.
101
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pedagang makanan kecil merupakan sosok unik yang tidak habisnya dibicarakan. Sejak dahulu, kebudayaan yang dianut oleh hampir seluruh manusia di dunia sejak dahulu mendikotomikan pedagang makanan kecil dengan kedomestikannya. Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat di tarik kesimpulan : 1. Pedagang makanan kecil atau juga disebut penjaja makanan ini dalam usaha menjajakan makanannya dapat dilihat dalam 2 cara, yakni dengan memilih satu lokasi penjualan dan dengan cara berpindah pindah tempat dari satu tempat ke tempat lain. Cara yang mereka lakukan itu memang boleh dibilang sama sama menguntung tergantung rejeki dan cara menarik simpatik pelanggan. secara otomatis hasil yang didapatkan. Biasanya ia tabung guna memperbaiki taraf kehidupan menjadi lebih baik.atau biasa juga ia kirim keluarganya yang ada di Jawa. Bahkan dengan hasil tabungan ini ia mampu membeli sebuah kendaraan bermotor. Bahkan banyak diantara yang sukses, pedagang makanan yang telah mempunyai pekerja adalah salah satu contoh pedagang yang berhasil. Kalau diperahatikan jajanan mereka cukup sederhana dan murah. Apalagi
102
mereka adalah pendatang otomatis ia tidak mempunyai tempat tinggal. Dengan system manajemen yang sederhana mereka mampu bertahan. Dimana bangsa kita yang sekarang masih di landa krisis ekonomi yang tak berkesudahan. 2. Dalam menjalankan usahanya tentunya tidak terlepas dari faktorfaktor pendorong dan penghambat. Faktor pendukung secara garis besar meliputi faktor sosial, dan faktor Ekonomi. Faktor sosial yakni paradigma masyarakat tentang para pendatang dari Jawa ini bekerja dan keikhlasan keluarga membiarkan turun untuk bekerja sedangkan faktor ekonomi, yakni tuntutan kebutuhan ekonomi yang hari semakin tinggi apalagi tingkat pendidikan mereka rendah dan pekerjaan
semakin
sulit
untuk
didapatkan.
Adapun
faktor
penghambat yakni faktor, keadaan mereka ditengah tengah masyarakat, cemohan, pengusiran dan pemalakan. Yang biasa ia dapatkan. faktor psikis, yaitu rasa kelelahan di saat menjajakan makanan serta faktor sosial yakni aktivitas sosial yang menghambat pekerjaan seperti adanya tawuran dan demo mahasiswa. premanisme Kini, eksistensi pedagang makanan telah terlepas dari stigma perdagangan hanya di ranah domestik. Peran pedagang makanan menjadi semakin kompleks dengan turut serta di dunia publik. Meskipun demikian, sesibuk apapun pedagan makanan ini berkiprah dalam usahanya, tidak begitu saja meninggalkan apa yang menjadi tanggung jawabnya di ranah 103
domestiknya. Para pendatang ini tetap saja melakonkan kedua peranan di kedua ranahnya. Suatu hal yang patut mendapatkan acungan jempol.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, ada beberapa masalah yang hendaknya perlu di benahi. Beberapa saran dan masukan yang bisa penulis berikan antara lain : 1. Secara umum, makanan kecil yang di kelola pedagang ini. Harus
mendapat perhatian dari kalangan masyarakat. Dapat menerima mereka dengan baik. Apalagi para pendatang ini datang dengan itikad baik. Dan kita sebagi manusia seharusnya saling membantu. 2. Untuk para pedagang, disarankan untuk tetap menjaga kondisi
tubuhnya. Apalagi yang bekerja dimalam hari. Desakan ekonomi yang tinggi terkadang membuat mereka melupakan bahkan mengabaikan kesehatan mereka sendiri. 3. Untuk Pemerintah diharapkan memperhatikaan yang lebih terhadap
para penjaja makanan ini. Berikan mereka ruangan untuk mengembangkan usahanya. Seringjuga terjadi pengusiran ditempat keramain. Terkadang membuat mereka semakin tersudut. 4. Kepada
para
ilmuan,
termasuk
mahasiswa
agar
mau
mengembangkan ilmu, tenaga dan pikirannya untuk mempelajari sistem manajemen yang dimiliki oleh pedagang makanan kecil ini yang berasal dari Jawa, yang dapat dijadikan sebagai suatu bahan 104
masukan yang penting dalam bidang ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang antropologi.
105
DAFTAR PUSTAKA Alisyahbana., 2005, Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan, ITS Press, Surabaya. Arikunto, Suharsini. 1992. “Prosedur Penelitian”. Jakarta: Rineka Cipta. Alwasilah. A. Chaedar 2003. Pokoknya Penelitian Kualitatif. Pustaka Jaya. Jakarta. Ashari, Agus, 1986. Management produksi, Yogyakarta. B P F E, BPS Kota Makassar tahun 2010 Karnaji,2008, Nadi kehidupan kota bernama PKL (www.kompas.com/cetak/10202/jatim/nadi 39.htm.daksis Kartono, dkk. (1980), Pedagang Kaki Lima, Universitas Katholik Parahiyangan, Bandung. Koentjaraningrat, 1987. Pengantar Antropologi budaya, Jakarta, Bina Aksara. Manning, Chriss dan Tadjuddin Noer Effendi, 1996 urbanisasi pengangguran dan sector informal di kota Jakarta: yayasan obor Indonesia. Moleong, Lexy J, Ma. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, Remaja Rosdakarya: Bandung. Sadhana.1996. komunikasi peristiwa dan perhatian sosial ekonomi, Jakarta, komisi PSe-kw. Santoso.2008,Katanye “kata kaki lima, artikel rubric kota kita, edisi tgl 2 agustus 2008 Suyanto, Bagong, 2005, Kemiskinan dan kesenjangan social, Airlangga University Press Terry, R. George, 1988. Prinsip prinsip manajemen, Jakarta. PT Bina Karsa
106
Yustika, A. Erani, (2001), Industrialisasi Pinggiran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta http://www.shvoong. com/26/8/2011/Definisi pedagang kaki lima oleh lanangesejhatie Pengarang : m.hasyim/.Di download tanggal 10/6/2011 Skripsi, OCTORA LINTANG SURYA, Kajian Karakteristik berlokasi pedagan kaki lima, Universitas di ponegoro, PDF
107
DAFTAR INFORMAN 1. Nama Umur Asal Datang ke Makassar Posisi 2. Nama Umur Asal Datang ke Makassar Posisi 3. Nama Umur Asal Datang ke Makassar Posisi 4. Nama Umur Asal Datang ke Makassar Posisi 5. Nama Umur Asal Datang ke Makassar Posisi 6. Nama Umur Asal Datang ke Makassar Posisi
: Darmanto : 33 tahun : Sragen, Jawa tengah : Tahun 1996 : Bos (4 pekerja) : Suryono : 37 tahun : Tuban, Jawa Timur : Tahun 1997 : Bos (4 pekerja) : Restono : 26 tahun : Karang anyar, Solo : Tahun 2001 : individu : Iswayudi : 31 Tahun : Lamongan : Tahun 2000 : individu : Muh Gufron : 32 tahun : Tuban, Jawa Timur : 2000 : individu : Sugeng : 27 tahun : Sragen, Jawa Tengah : 2000 : individu
108