STRATEGI KOMUNIKASI PROGRAM CSR KONSERVASI KAWASAN LAUT BADAK LNG DAN PENINGKATAN KEMANDIRIAN MASYARAKAT (Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Komunikasi Program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG Melalui Budidaya Ikan Kerapu dan Transplantasi Terumbu Karang di Kelompok Nelayan Kedo-Kedo Sunu Abadi, Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Selatan, Kota Bontang) Miftah Faridl Widhagdha Sofiah Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The damage of marine ecosystems in the region of East Kalimantan caused by illegal bombing activities for large-scale fishing by local fishermen has been going on for many years. The ongoing activities happen due to the low quality of public welfare and education, impacting to the low level of awareness of population around the environment. Badak LNG as a natural gas company located in Bontang, East Kalimantan, believes that they have to take role in handling these problems through their CSR Program of Marine Conservation Area which has been involved the Kedo – Kedo Sunu Abadi Fishermen Group in Bontang Kuala, Bontang, to rehabilitate coastal reef coral and provide additional income to the community for the long term. The aim of this study is figuring out the implementation of communication strategy of CSR program to ensure the sustainability of the program. The methodology used is qualitative descriptive with data collection through interviews to several people who are considered as competent and who know the keys of information, observation and literature reviews. The Communication Strategy of CSR program of Marine Conservation Area conducted by Badak LNG is in accordance with the model proposed by Cutlip & Center to find out the problems emerge in the society, to design a program which is appropriate with the community needs, implementing the communication strategy through the socialization of many intense programs, and evaluation of the program. Keywords : Corporate Social Responsibility, Marine Conservation Area, Participatory Rural Appraisal
Pendahuluan Fenomena perusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia kini semakin masif dan terjadi diluar kendali manusia untuk memulihkan kondisinya seperti sedia kala. Perusakan lingkungan di Indonesia dilakukan tidak hanya oleh perusahaan yang ingin mengeruk kekayaan alam Indonesia untuk mendapatkan keuntungan yang sebanyak – banyaknya tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan, melainkan juga dilakukan oleh masyarakat mulai dari nelayan, petani, hingga masyarakat perkotaan. Di Bontang, Kalimantan Timur, kerusakan terumbu karang sudah terjadi sejak puluhan tahun lalu diakibatkan oleh aktifitas manusia berupa1 : Penangkapan ikan menggunakan Bom Ikan berbahan pupuk urea, Penangkapan ikan menggunakan Belat (sejenis alat penangkap ikan tradisional terbuat dari bambu yang ditancapkan ke terumbu karang), Penangkapan ikan menggunakan Bubu (alat tangkap ikan tradisional terbuat dari rotan yang menggunakan terumbu karang sebagai alat sandaran supaya bubu tidak terbawa arus), Pengambilan terumbu karang untuk bahan bangunan dan cinderamata. Namun dari beberapa aktifitas manusia tersebut, yang paling masif dan berdampak buruk terhadap terumbu karang adalah penggunaan bom ikan berbahan pupuk urea untuk menangkap ikan yang berakibat pada rusaknya terumbu karang dan biota laut lainnya. Akibat dari penggunaan Bom Ikan tersebut, Dinas Tata Ruang Kota Bontang pada tahun 2007 melansir data bahwa 1.402 Ha terumbu karang di perairan Kota Bontang rusak parah dari total 2.802 Ha luas terumbu karang di wilayah Bontang2. Penggunaan bom ikan sendiri menurut Kusumastuti terjadi karena dua hal, yaitu rendahnya taraf ekonomi masyarakat dan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir Kota Bontang, sehingga mereka menggunakan cara – cara yang ilegal dan membahayakan keselamatan untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih banyak daripada menggunakan alat tangkap tradisional.
Kusumastuti Arni. Kajian Faktor – Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Perairan Bontang Kuala dan Alternatif Penanggulangannya (Semarang: Universitas Diponegoro, 2004), hlm. 37 – 44. 2 http://www.tribunnews.com/regional/2013/11/13/1402-hektare-terumbu-karang-di-laut-bontangrusak diakses pada 21 Maret 2014 pukul 13.00 WIB 1
Kondisi ini diperparah karena 65% masyarakat di pesisir Kota Bontang berprofesi sebagai nelayan tradisional dan tidak adanya industri pengolah hasil laut untuk meningkatkan nilai tambah hasil laut, sehingga hasil laut dijual mentah ke luar daerah dengan harga rendah. Akibatnya, tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir di Kota Bontang relatif rendah apabila dibandingkan dengan masyarakat Kota Bontang yang bekerja di sektor Migas. Pendapatan per kapita tanpa migas pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 62.208.766,06 dibanding Rp 355.781.786,46 pada sektor migas3. Hal tersebut menunjukkan adanya ketimpangan kesejahteraan antara masyarakat yang bekerja di sektor migas dan tanpa migas. Sejak tahun 2012 Badak LNG meluncurkan program CSR Konservasi Kawasan Laut yang ditujukan kepada masyarakat pesisir Kota Bontang yang berprofesi sebagai nelayan tradisional. Program ini merujuk pada Undang – undang tentang Perseroan Terbatas No. 40 Pasal 74 tahun 2007 tentang pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Lingkungan. Komitmen Badak LNG untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat di sekitar Badak LNG yang berprofesi sebagai nelayan dan konservasi lingkungan laut diwujudkan melalui program yang terpadu dan berkelanjutan, baik dari bidang ekonomi dan lingkungan. Tujuan utamanya, tentu selain untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat pesisir serta menjaga ekosistem laut di kawasan tersebut, juga menimbulkan kepercayaan masyarakat (public trust) bahwa Badak LNG senantiasa berkomitmen berkembang bersama masyarakat. Hal itu untuk memastikan kegiatan operasional perusahaan berjalan baik dan tidak ada konflik dari masyarakat sekitar. Penelitian ini akan melihat pelaksanaan program CSR Konservasi Kawasan Laut dari kajian komunikasi yang meliputi strategi komunikasi dan proses-proses komunikasi yang terjadi dalam pelaksanaan program tersebut, melalui beberapa tahapan komunikasi antara lain: Fact Finding, Planning, Communicating, dan Evaluation4. Tahapan-tahapan komunikasi tersebut menjamin pelaksanaan
3
Bontang Dalam Angka 2013 (Bontang: Badan Pusat Statistik, 2014), hlm. 298. Susanto Phil. Astrid S. Komunikasi dalam Teori dan Praktik. Jilid III: Hubungan Masyarakat dan Periklanan (Bandung: Binacipta, 1989), hlm. 99. 4
program sesuai kaidah yang berlaku sehingga pelaksanaannya dapat sesuai dengan tujuan dilaksanakannya CSR oleh Badak LNG.
Rumusan Masalah Bagaimana Badak LNG melaksanakan Strategi Komunikasi Program CSR Konservasi Kawasan Laut ?
Tujuan Penelitan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Badak LNG dalam melaksanakan Strategi Komunikasi Program CSR Konservasi Kawasan Laut melalui 4 (Empat) tahap komunikasi, yaitu : 1. Menemukan permasalahan yang timbul di masyarakat yang tinggal di sekitar Badak LNG, terutama Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Selatan, Kota Bontang. 2. Merencanakan strategi komunikasi program CSR Konservasi Kawasan Laut yang sesuai dengan permasalahan ekonomi lingkungan masyarakat di sekitar Badak LNG. 3. Melaksanakan strategi komunikasi program CSR Konservasi Kawasan Laut yang telah direncanakan. 4. Mengevaluasi program CSR Konservasi Kawasan Laut.
Telaah Pustaka A. Strategi Komunikasi Strategi pada dasarnya adalah perencanaan dan pengelolaan untuk mencapai tujuan. Namun strategi tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk arah saja, melainkan turun kepada konsep operasionalnya juga5. Komunikasi pada dasarnya adalah proses pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain. Untuk mendukung keberhasilan komunikasi, terdapat tiga unsur utama yang terdapat
5
Effendy Onong Uchjana. Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 32.
dalam proses komunikasi, antara lain: pengirim pesan (komunikator/sender), pesan (message), dan penerima pesan (komunikan/receiver). Willbur Schramm menjelaskan komunikasi adalah kesatuan proses timbal balik yang didalamnya terjadi pertukaran lambing / isyarat untuk menginformasikan, mengintruksikan, atau membujuk, agar mendapatkan pengertian yang sama antara komunikator dan komunikan6. Lebih lanjut, Schramm menjelaskan model keduanya mengenai komunikasi sebagai berikut :
Source
Encoder
Signal
Decoder
Destination
B. Field of Experiece
Field of Experiece
Gambar 1.1 : Model Kedua Komunikasi Willbur Schramm Model kedua Schrramm tersebut menekankan pada efektifitas komunikasi dan unsur-unsur yang berpengaruh didalamnya untuk meminimalkan gangguan komunikasi. Menurut Schramm, setiap proses komunikasi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan sosial (field of experience), kita menafsirkan tanda – tanda lingkungan sosial berupa faktor sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang terkadang bisa menjadi gangguan komunikasi. Selain itu, masih menurut Schramm, proses komunikasi juga dipengaruhi oleh konteks hubungan (context of relationship). Konteks hubungan ini diartikan sebagai pengalaman, pengetahuan, ketrampilan komunikasi, keadaan sosial dan sikap yang samaa sehingga proses komunikasi yang terjadi antar komunikator dan komunikan dapat dimengerti dan berjalan lancer. Gangguan komunikasi yang muncul dan menyebabkan gagalnya komunikasi terjadi karena ketidaksamaan lingkungan sosial (field of experience) dan ketiadaan konteks hubungan (context of relationship) yang kuat antar komunikator dan komunikan. Kegagalan komunikasi dapat menyebabkan efek yang diharapkan dari proses komunikasi tidak tercapai sesuai rencana. Maka agar
6
Schramm Willbur & Robert, D. F. The Process and Effect of Mass Communication (ed). (Urbana: University of Illionis, 1971), hlm 17.
komunikasi berjalan efektif dan tujuan dari komunukasi itu tercapai apabila terdapat banyak kesamaan field of experience antara komunikator dan komunikannya. Strategi Komunikasi merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi dengan pengelolaan komunikasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Karena strategi komunikasi adalah sebuah konsep, maka strategi komunikasi harus mampu dijabarkan kedalam tataran operasional dan praktis, artinya pendekatan operasional dan praktis ini bisa berubah sewaktu – waktu tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Adapun strategi komunikasi mempunyai tujuan utama, menurut R. Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Techniques for Effective Communication, adalah pertama, to secure understanding, memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang disampaikan. Kedua, setelah komunikan mengerti pesan yang diterima, maka komunikan harus dibina (to establish acceptance). Terakhir, untuk dimotivasikan ke dalam perilaku (to motive action)7. B. Public Relations Definisi Public Relations menurut Frank Jefkins adalah “Public Relations consist of all from of planned communication, outwards and inwards, between an organizations and its public for the purpose of achieving specific objectives concerning mutual understanding”8 Sedangkan menurut Lattimore, dkk dalam bukunya “Public Relations: Profesi dan Praktik”, definisi Public Relations adalah “Sebuah fungsi kepemimpinan dan manajemen yang membantu pencapaian tujuan sebuah organisasi, membantu mendefinisikan filosofi, serta memfasilitasi perubahan organisasi”9. Secara sederhana, Public Relations bertanggung jawab dalam aktifitas komunikasi dua arah antara organisasi dengan publik dalam rangka tercapainya kepentingan bersama. Untuk mencapai kepentingan bersama antara organisasi dan
7
Effendy. hlm. 32. Jefkins Frank.Public Relations Edisi Keempat (Jakarta: Erlangga, 1992), hlm. 9. 9 Lattimore Dan, et.al. Public Relations: Profesi dan Praktik (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), hlm. 4. 8
masyarakatnya, Public Relations berperan untuk membangun partisipasi publik, baik itu internal maupun eksternal melalui tahapan-tahapan komunikasi guna memberikan pemahaman, saling pengertian, motivasi dan partisipasi publik sehingga tercipta opini yang positif. Dalam melakukan komunikasinya, Public Relations senantiasa menggunakan perencanaan yang terpadu dan berkesinambungan sehingga kepentingan organisasi dapat tercapai dengan baik tanpa harus meniadakan kepentingan publik. Perencanaan bagi Public Relations digunakan untuk menentukan prioritas yang akan diambil dan pada level mana kebijakan diambil unutk melaksanakan suatu kegiatan komunikasi. Untuk itu, Public Relations sebagai pelaksana komunikasi menggunakan strategi komunikasi dalam setiap tahapan managerial komunikasi (Cutlip dan Center) yaitu10: 1. Fact Finding (Menyelidiki temuan) Tahap ini meliputi penelitian pendapat, sikap dan reaksi publik, serta pengumpulan data. Disini dapat diketahui masalah apa yang sedang dihadapi. 2. Planning (Merencanakan) Setelah tahap Fact Finding, maka dilanjutkan dengan integrasi dengan kebijakan yang ada pada organisasi. Pada tahap ini dapat ditentukan pilihanpilihan rencana aksi yang akan diambil serta orang-orang yang akan melaksanakan strategi komunikasi. 3. Communicating (Melaksanakan komunikasi) Rencana-rencana komunikasi yang telah disusun pada tahap Planning kemudian harus dikomunikasikan dengan semua pihak yang terlibat dan berkepentingan (stakeholder) sesuai dengan metode yang sesuai. Dalam tahap Communicating ini dijelaskan tindakan yang diambil serta tujuan dari tindakan tersebut.
10
Susanto. hlm. 125.
Tahap Communicating meliputi serangkaian kegiatan, diantaranya sebagai berikut11: a. Memberi tahu banyak publik sasaran, baik itu internal maupun eksternal, mengenai tindakan yang akan dilakukan. b. Mempersuasi publik sasaran untuk berperan aktif dalam bentuk dukungan dan penerimaan mengenai tindakan yang dimaksud. c. Mendorong publik sasaran yang telah menentukan sikap mendukung dan menerima untuk melakukan tindakan yang dimaksud. 4. Evaluation (Penilaian) Pada tahap ini, penilaian-penilaian mengenai keberhasilan dari pilihan tindakan ditinjau untuk diketahui apa capaian-capaiannya. Penilaian atas suatu kegiatan meliputi keberhasilan, masalah yang timbul, dan hal-hal lain terkait pelaksanaan kegiatan. Hasil dari pelaksanaan suatu kegiatan komunikasi menjadi luaran yang dihasilkan dalam tahap evaluasi. Hasil tersebut penting karena digunakan untuk dijadikan bahan bagi perencanaan selanjutnya.
C. Corporate Social Responsibility Howard Bowen melalui bukunya bertajuk Social Responsibilities of the Businessman yang terbit di tahun 1953 yang pertama kali membahas tentang CSR secara modern. Selanjutnya, definisi tentang CSR juga dikemukakan oleh Maignan & Ferrel yang mendefenisikan CSR sebagai “A bussiness acts in socially responsible manner when its desicion and action account for and balance diverse stakeholder interest”12. Selain itu, Crowther & Aras mendefinisikan CSR adalah Hubungan antara perusahaan dengan /komunitas lokal baik itu penduduk maupun karyawan13. Sedangkan Lingkar Studi CSR
11
Morissan. Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm. 187. 12 Susanto A.B. Reputation-Driven Corporate Social Responsibility (Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 10. 13 Crowther David & Guler Aras. Corporate Social Responsibility. (Ebook: Ventus Publishing, 2008), hlm 10.
menyebutkan bahwa CSR adalah Upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan14. Marrewijk mengklasifikasikan teori CSR ke dalam tiga kategori dasar. Pertama, pendekatan pemegang saham mengadopsi pendapat Friedman bahwa perhatian utama perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan untuk kepentingan pemegang saham. Kedua, pendekatan pemangku kepentingan mengadopsi pendekatan Freeman bahwa pemangku kepentingan di perusahaan harus bertanggung jawab atas peran masing-masing dalam aktifitas operasional dalam mencari keuntungan. Ketiga, pendekatan sosial, yang memandang perusahaan bertanggung jawab atas penuh terhadap masyarakat di sekitar perusahaan. Perusahaan dianggap sukses ketika mampu mendapat kepercayaan public (public trust) dalam operasional perusahaannya dengan memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat di sekitar perusahaan15. Konsep CSR yang paling sering digunakan adalah milik John Elkington melalui konsep Triple Bottom Line (Profit, People, Planet)16. Profit
Planet
People
Gambar 1.2 : Konsep Triple Bottom Line Konsep CSR Elkington ini menekankan bahwa organisasi atau perusahaan tidak boleh semata-mata mengejar keuntungan (profit) saja, namun juga harus
14
www.csrindonesia.com diakses pada 30 Maret 2014 pukul 15.00 WIB Menatallah Darrag & Noha El-Bassiouny. An Introspect into the Islamic roots of CSR in the Middle East: the Case of Savola Group in Egypt (Social Responsibility Journal. Vol. 9 No. 3, 2013), hlm. 365. 16 Soemanto Bakdi. Sustainable Corporation: Implementasi Hubungan Harmonis antara Perusahaan dan Masyarakat (Gresik: PT Semen Gresik, 2007), hlm. 13. 15
mengembangkan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap masyarakat (people) baik itu masyarakat internal perusahaan maupun eksternal perusahaan beserta stakeholdernya dan juga menjamin keberlangsungan lingkungan hidup (planet) tempat perusahaan itu berada.
Metodologi Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mana bertujuan untuk menggambarkan data melalui kata-kata atau uraian penjelasan yang bersumber pada hasil wawancara mendalam, observasi partisan, dokumentasi, rekaman, dan bukti-bukti fisik lainnya. Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang bersumber dari hasil wawancara
dengan
sample.
Pengambilan
sample
dalam
penelitian
ini
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu memilih narasumber yang dipercaya dalam memberikan keterangan dan informasi mengenai strategi komunikasi program CSR Konservasi Kawasan Laut yang dilaksanakan Badak LNG sehingga mendapat informasi yang lengkap. Sample yang dipilih antara lain : Tim Comdev Badak LNG, yang terdiri dari Manager Eksternal, CSR & Media Badak LNG, CSR Specialist, Kelompok masyarakat yang terdiri dari Ketua Kelompok dan Anggota Kelompok Kedo – Kedo Sunu Abadi, serta untuk Koordinator Forum CSR Kota Bontang. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara, observasi dan telaah pustaka. Peneliti mengambil data dalam kurun waktu April 2014 di Kota Bontang. Karena penelitian ini bersifat deskriptif, setelah semua data terkumpul, berdasarkan pendapat Miles & Huberman maka akan dianalisis menggunakan teknis analisis interaktif yang pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, antara lain : Reduksi data (Data Reduction), Penyajian data (Data Display), Penarikan kesimpulan dan verifikasi kesimpulan (Drawing and Verifying Conclusions).
Sajian dan Analisis Data 1.
Fact Finding (Penemuan Masalah) Program CSR Konservasi Kawasan Laut di Badak LNG Penemuan masalah (Fact Finding) yang menjadi dasar pelaksanaan CSR Badak LNG merupakan hasil dari usulan masyarakat, kajian pihak ketiga melalui Pemetaan Sosial (Social Mapping) dan Koordinasi dengan pemerintah daerah selaku stakeholders perusahaan. Penemuan masalah melalui usulan masyarakat dilakukan melalui metode Participatory Rural Appraisal, yang melibatkan masyarakat dalam menentukan masalah apa yang sedang mereka hadapi. Robert Chambers dalam jurnal The Origin and Practice of Participatory Rural Appraisal17 menyebutkan, Participatory Rural Apprasisal adalah pendekatan dan metode untuk mempelajari tentang kehidupan masyarakat dari, dengan dan oleh masyarakat sendiri. Sedangkan Pratiwi menjelaskan Participatory Rural Appraisal adalah suatu pendekatan dalam proses pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, yang tekanannya pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pembangunan18. Komunikasi yang terjalin antara Badak LNG dengan masyarakat dalam menemukan masalah ini sesuai dengan pendapat Joseph A. Devito yang mengatakan bahwa komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan, atau pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat di dalamnya guna mencapai kesamaan makna. Masalah yang ditemukan antara lain : a. Nelayan sebagai profesi mayoritas masyarakat di daerah pesisir, b. Tingkat Pendidikan dan Ekonomi masyarakat yang rendah, c. Penggunaan Bahan Peledak untuk mencari ikan.
17
Chambers Robert. The Origins and Practice of Participatory Rural Appraisal (Journal of World Development Vol. 22 No. 7, 1994), hlm. 953 – 969. 18 Pratiwi Wiwik D. Participatory Rural Appraisal (Bandung: Presentasi, 2007).
2.
Planning (Perencanaan) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Perencanaan program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) dalam Community Development Masterplan Badak LNG dan dijabarkan dalam level operasional ke dalam Rencana Kerja (Renja) dan Term of Reference Community Development Program Badak LNG tentang Konservasi Kawasan Laut. Rencana Strategis merupakan instrument penting bagi perusahaan dalam menjalankan operasional kegiatannya CSR-nya agar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Penetapan rencana strategis ini seperti yang dikatakan Morrisan bahwa penetapan rencana strategis merupakan bagian penting dari kerja Public Relations. Program CSR Konservasi Kawasan Laut merupakan bentuk dari Program Pemberdayaan Masyarakat (Society Empowerment), yakni program yang bertujuan untuk mengembangkan kemandirian ekonomi masyarakat melalui berbagai usaha mandiri, sementara perusahaan terlibat dalam memberikan bantuan yang bersifat partisipatoris berdasarkan kebutuhan masyarakat19. Maka untuk itu dalam tahap perencanaan ditemukan beberapa temuan yang berpengaruh pada tahap perencanaan program antara lain : a. Komitmen Perusahaan b. Pemetaan Sosial c. Usulan Masyarakat d. Usulan Pemerintah Daerah (Forum CSR) Selain itu juga ditemukan tahap perencanaan program yang digambarkan dalam bagan berikut :
19
Dokumen Community Development Badak LNG.
Gambar 1.3 : Tahap Perencanaan Program CSR Badak LNG 3.
Communicating (Pelaksanaan Komunikasi) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Strategi Komunikasi dilakukan oleh Tim CSR untuk mengelola komunikasi dengan masyarakat dalam melaksakanan Program CSR terutama kelompok masyarakat yang menjadi mitra binaan Badak LNG. Pada tahap ini, terjadi
komunikasi
organisasi
(Organization
Communication)
antara
perusahaan dan kelompok masyarakat. Melalui Strategi Komunikasi yang dibangun, perusahaan melakukan aktifitas komunikasinya kepada kelompok sasaran dalam tahapan Sosialisasi Program, yang mana Sosialisasi Program tersebut merupakan tahapan untuk membangun hubungan dan berkomunikasi dengan stakeholders terkait, seperti Instansi Pemerintah, Perusahaan, LSM dan masyarakat sekitar. Pada Tahap Sosialisasi Program ini, Badak LNG juga aktif terlibat dalam forum – forum yang diselenggarakan masyarakat untuk lebih dekat dengan masyarakat sehingga aspirasi dan masukan – masukan untuk program bisa terserap dengan baik sesuai dengan prinsip Participatory Rural Apprasial.
Aktifitas Sosialisasi Program oleh Badak LNG juga sesuai dengan penjelasan Schramm mengenai peran penting Lingkungan Sosial (frame of reference) dan Konteks Hubungan (context of relationship) sebagai dua aspek yang perlu dijaga agar komunikasi berjalan efektif. Badak LNG mencoba untuk menyamakan pemahaman atas permasalahan yang dihadapi masyarakat dan harapan yang ada di masyarakat dengan cara berada sedekat mungkin dengan masyarakat. Kedekatan yang dibangun Badak LNG pada akhirnya menimbulkan modal sosial yang kuat untuk menjalankan program CSR dengan terciptanya two ways communications yang lancar dan berkesinambungan. Modal Sosial seperti dikatakan John Field adalah utamanya soal hubungan. Dengan membangun hubungan dengan masyarakat dan menjaganya untuk terus berlangsung, seseorang atau organisasi bisa mencapai berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sendirian20. Lebih lanjut, Putnam mengatakan bahwa dalam hubungannya dengan ekonomi, modal sosial mendorong kinerja ekonomi secara keseluruhan lebih baik dalam masyarakat yang terkait erat daripada masyarakat yang tidak banyak menjalin hubungan21. Keterlibatan Badak LNG dalam forum – forum masyarakat menjadi kunci untuk membangun hubungan baik dengan masyarakat untuk memetakan kebutuhan masyarakat secara bersama - sama. Pada tahap ini terjadi Komunikasi Kelompok (Group Communication) yang menurut Fred L. Casmir apabila terjadi di kelompok kecil dapat berinteraksi secara sadar dan personal untuk membicarakan masalah dan tujuan yang ingin dicapai bersama. Membangun kedekatan dan hubungan baik ini seperti konsep kualitas hubungan antar dua orang yang dikemukakan Miller dan Steinber dalam buku Tubbs & Moss yang menyatakan bahwa dalam hubungan antarpersona yang berkualitas tinggi, informasi yang bersifat psikologis lebih penting dibandingkan informasi yang bersifat kultural maupun sosiologis. Sehingga pada praktiknya, tim CSR perusahaan lebih banyak menggali faktor – faktor
20 21
John Field. Modal Sosial (Bantul: Kreasi Wacana, 2011), hlm. V. Field. hlm. 81.
psikologis, selain tentunya faktor kultural dan sosiologis untuk dapat mengetahui permasalahan yang berkembang dimasyarakat. Hubungan baik dengan masyarakat inilah yang pada akhirnya menimbulkan hubungan timbal balik (resiprokal) antara masyarakat dan perusahaan. Apabila hubungan resiprokal itu tercipta, menurut Nursahid harapannya adalah keamanan opersaional perusahaan akan terjada terutama untuk meminimalkan konflik – konflik antara perusahaan dengan masyarakat, sehingga perusahaan dapat meningkatkan citra perusahaan selain tentunya untuk membantu dan mengembangkan masyarakat sekitar. 4.
Evaluating (Evaluasi) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Tujuan dari pengawasan dan evaluasi sendiri adalah untuk mengetahui mengenai pelaksanaan kegiatan kehumasan sudah dilakukan sesuai prosedur yang ada atau belum, dan untuk mengetahui sejauh mana kegiatan kehumasan menghasilkan dampak yang telah direncanakan. Evaluasi Program CSR Konervasi Kawasan Laut Badak LNG yang dilakukan di Kelurahan Bontang Kuala, dengan penerima program Kelompok Nelayan Kedo – Kedo Sunu Abadi sejauh ini dinilai perusahaan telah menghasilkan dampak positif dalam upayanya meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan merehabilitasi terumbu karang di perairan Bontang. Berdasarkan data internal perusahaan, dari bantuan yang telah diberikan Badak LNG kepada Kelompok Nelayan Kedo – Kedo Sunu Abadi sepanjang tahun 2013 sejumlah Rp 328.479.500 yang terbagi dalam beberapa program antara lain Penggemukan dan Budidaya Bibit Ikan Kerapu, Transplantasi Terumbu Karang Buatan dan Penggemukan Ikan Bibit Alam (Ikan Putih), menghasilkan beberapa pencapaian, yang terbadi dalam tiga aspek utama, antara lain : 1. Dampak Lingkungan : direhabilitasnya lahan perairan seluas 0,5 hektar melalui program penanaman terumbu karang buatan, berkurangnya aktifitas pengeboman ikan. 2. Dampak Ekonomi : munculnya unit usaha baru yang dikelola oleh masyarakat, meningkatnya variasi jenis ikan budidaya dari yang
semula hanya ikan kerapu, menjadi bertambah seperti ikan putih dan ikan barracuda, meningkatnya jumlah ikan yang dibudidayakan, meningkatnya omzet kelompok melalui usaha pembuatan terumbu karang buatan dari tahun 2012 sebesar Rp 46.875.000 / tahun menjadi Rp 138.125.000 / tahun pada tahun 2013 atau naik sebesar 195%, terjadi peningkatan pendapatan di antara anggota dari yang semula berpendapatan Rp 940.000 / bulan / KK menjadi Rp 3.069.444 / bulan / KK atau naik sebesar 227% 3. Dampak Sosial : meningkatnya kebisaan dan kapasitas masyarakat dalam mengelola unit usaha bersama, meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengolah batok kelapa menjadi terumbu karang buatan yang bernilai ekonomis, menguatnya ikatan antar anggota, meningkatnya kapabilitas masyarakat untuk mengelola kelompok dan usaha bersama, meningkatnya lembaga swadaya masyarakat yang terlibat dalam program ini, dari semula tidak ada lembaga yang terlibat, menjadi dua lembaga yang terlibat, meningkatknya dinas pemerintahan yang terlibat, yaitu Dinas Perikanan, Kelautan, dan Kehutanan Kota Bontang dan Badan Lingkungan Hidup dalam program ini. Meskipun pelaksanaan strategi komunikasi program CSR sudah dilaksanakan sesuai kaidah yang berlaku dan telah mencapai tujuan pelaksanaan program, namun pada praktiknya tetap dijumpai hambatan hambatan yang terjadi dilapangan baik dikarenakan faktor teknis dan nonteknis. Beberapa hambatan komunikasi yang terjadi antara lain : a. Lemahnya peran ketua kelompok sebagai Opinion Leader. b. Lemahnya keterlibatan anggota dalam pemecahan masalah.
Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh peneliti baik melalui observasi di lapangan, wawancara dengan berbagai narasumber, dan telaah pustaka, maka pada Bab ini peneliti dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Fact Finding (Penemuan Masalah) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG dilakukan oleh Tim CSR Badak LNG yang berada dibawah departemen Corporate Communication. Beberapa masalah yang menjadi dasar pelaksanaan program, antara lain : Mayoritas penduduk yang tinggal di daerah pesisir Kota Bontang berprofesi sebagai nelayan tradisional; Nelayan – nelayan tradisional tersebut berada pada tingkatan ekonomi dan pendidikan yang rendah karena pekerjaan tersebut mereka warisi dari nenek moyang mereka secara turun temurun; Karena keterbatasan pengetahuan dan informasi, nelayan – nelayan tradisional tersebut menggunakan bahan peledak berbahan urea untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan mereka yang mana penggunaan bahan peledak itu tidak hanya mematikan ikan – ikan kecil saja namun juga merusak terumbu karang sebagai habitat hidup ikan – ikan di laut. Ketiga permasalahan tersebut yang menjadi dasar pelaksanaan program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG yang bekerja sama dengan masyarakat nelayan di Bontang Kuala yang diwakili oleh Kelompok Nelayan Kedo – Kedo Sunu Abadi 2. Planning (Perencanaan) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG dilakukan berdasarkan beberapa hal, antara lain : Komitmen Perusahaan untuk melaksanakan CSR yang kemudian disebut sebagai Community Development (Comdev) tertuang dalam Kebijakan dan Sistem Tata Kelola Community Development yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program – program CSR perusahaan; Perusahaan melakukan Pemetaan Sosial (Social Mapping) secara berkala yang menggandeng pihak eksternal perusahaan agar mendapatkan hasil yang objektif dalam memetakan permasalahan sosial yang berkembang di masyarakat;
Perusahaan
menampung
usulan
masyarakat
dalam
penyusunan program CSR sebagai bagian dari sumber informasi yang diterima dari masyarakat, karena perusahaan meyakini bahwa program CSR
yang
dilakukan
haruslah
usulan
dari
masyarakat
karena
masyarakatlah yang mengerti permasalahan yang berkembang di
lingkungan mereka dan mengetahui cara terbaik untuk menyelesaikan permasalahan mereka sendiri, pada tahap ini, perusahaan menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA) yaitu dengan melakukan berbagai pendekatan seperti diskusi publik, maupun dengar pendapat di masyarakat; Perusahaan bekerja sama dengan Pemerintah Kota Bontang melalui Forum CSR yang dikoordinasi oleh Bappeda Kota Bontang dalam pembagian wilayah kerja dalam pelaksanaan Program CSR sehingga pelaksanaan kegiatan dapat merata di seluruh wilayah Kota Bontang. Keempat hal tersebut menjadi cara bagi perusahaan dalam merumuskan dan merencakana program – program CSR perusahaan agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan sejalan dengan program Pemerintah Kota Bontang, sehingga program CSR yang dirancang dapat tepat sasaran. 3. Communicating (Pelaksanaan Komunikasi) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG dilakukan mulai dari tahap sosialisasi hingga pendampingan program dan berjalan secara berkelanjutan. Pelaksanaan Komunikasi Program CSR dilakukan oleh Tim CSR yang terdiri dari Comdev Specialist, Comdev Facilitator Coordinator, dan Comdev Analyst yang bertugas sebagai perencana, pendamping dan evaluator program. Pelaksana kebijakan CSR perusahaan melakukan komunikasi empatik, sehingga perusahaan berusaha untuk mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan yang dihadapi masyarakat, sehingga proses komunikasinya menjadi lebih terarah dan efektif. Pada tahap sosialisasi program, terjadi hubungan resiprokal (saling membutuhkan) baik antara perusahaan dan masyarakat sehingga proses komunikasi dapat berjalan dengan baik. Upaya – upaya pelaksanaan komunikasi tersebut mempunyai tujuan untuk menciptakan suasana harmonis, sehingga dalam pelaksanaan program dapat berjalan dengan lancar dan meminimalkan konflik. 4. Evaluating (Evaluasi) Program CSR Konservasi Kawasan Laut Badak LNG dilakukan secara berkala oleh Tim CSR melalui mekanisme Monitoring dan Evaluasi (Monev) secara partisipatif sesuai dengan Indikator Kinerja Program Community Development. Pada tahap evaluasi
didapatkan temuan bahwa Program CSR Konservasi Kawasan Laut telah berhasil meningkatkan pendapatan anggota sebesar 227% dari yang semula berpendapatan Rp 940.000 / bulan menjadi Rp 3.069.444) / bulan setelah mengikuti program sejak tahun 2012. Peningkatan pendapatan ini juga berarti meningkatkanya taraf ekonomi masyarakat setelah mengikuti program ini. Selain meningkatknya taraf ekonomi masyarakat, keberadaan program ini juga mampu meningkatkan kekuatan kelembagaan masyarakat melalui pembentukan kelompok dan menjadi contoh positif bagi nelayan lainnya dalam rangka pengurangan penggunaan bahan peledak dalam menangkap ikan, serta melahirkan relawan – relawan pelestari lingkungan laut.
Saran Berdasarkan data yang terkumpul dalam penelitian ini, maka peneliti ingin memberikan beberapa saran kepada Badak LNG dalam pelaksanaan Program CSR Konservasi Kawasan Laut, antara lain : 1. Penguatan peran ketua kelompok sebagai tokoh kunci (Opinion Leader) dalam masyarakat sebagai fasilitator program CSR. 2. Perusahaan perlu mendorong keterlibatan anggota dalam pemecahan masalah di kelompok karena peneliti menemukan temuan bahwa kebanyakan anggota bersikap pasif terhadap pesan – pesan komunikasi yang disampaikan kepada mereka.
Daftar Pustaka Chambers, Robert. (1994). The Origins and Practice of Participatory Rural Appraisal. Journal of World Development Vol. 22 No. 7. Crowther, David & Guler Aras. (2008). Corporate Social Responsibility. Ebook: Ventus Publishing. Darrag, Menatallah & Noha El-Bassiouny. 2013. An Introspect into the Islamic roots of CSR in the Middle East: the Case of Savola Group in Egypt. Social Responsibility Journal. Vol. 9 No. 3. Effendy, Onong Uchjana, M.A. (2014). Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Field, John. (2011). Modal Sosial. Bantul: Kreasi Wacana. Jefkins, Frank. (1992). Public Relations Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga. Kusumastuti, Arni. (2004). Kajian Faktor – Faktor Penyebab Kerusakan Terumbu Karang di Perairan Bontang Kuala dan Alternatif Penanggulangannya. Universitas Diponegoro Semarang: Tesis. Lattimore, Dan, et.al. (2010). Public Relations: Profesi dan Praktik. Jakarta: Salemba Humanika. Morissan. (2008). Manajemen Public Relations: Strategi Menjadi Humas Profesional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Nursahid, Fajar. (2008). CSR Bidang Kesehatan dan Pendidikan: Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indonesia Business Link. Pratiwi, Wiwik D. (2007). Participatory Rural Appraisal (PRA). Bandung: Presentasi. Schramm, Willbur & Robert, D. F. (1971). The Process and Effect of Mass Communication (ed). Urbana: University of Illionis. Shoemaker, J. Pamela. (1991). Communication Concept 3: Gatekeeping. California: Sage. Soemanto, Bakdi. 2007. Sustainable Corporation: Implementasi Hubungan Harmonis antara Perusahaan dan Masyarakat. Gresik: PT Semen Gresik. Susanto, A.B. (2009), Reputation-Driven Corporate Social Responsibility, Jakarta: Erlangga. Susanto, Phil. Astrid S. (1989). Komunikasi dalam Teori dan Praktik. Jilid III: Hubungan Masyarakat dan Periklanan. Bandung: Binacipta. Tim Penyusun. (2014). Bontang Dalam Angka 2013. Bontang: BPS Kota Bontang. Tubbs, Steward L & Sylvia Moss. (2001). Human Communication. Bandung: Remaja Rosda Karya. www.tribunnews.com/regional/2013/11/13/1402-hektare-terumbu-karang-di-lautbontang-rusak Diakses pada tanggal 21 Maret 2014 pukul 13.00 WIB www.csrindonesia.com Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 pukul 15.00 WIB