STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM PENGURANGAN ANGKA PUTUS SEKOLAH BAGI SISWA YANG TIDAK MAMPU UNTUK PENUNTASAN WAJAR SEMBILAN TAHUN Oleh: Nova Eko Hidayanto* IKIP PGRI Jember E-mail:
[email protected] Abstract The research method is qualitative. It was conducted at SMPN 2 Tegalampel, Bondowoso city, East Java Province. This area belongs to poor and small village. The result of this research is that the head master who works in poor and small village, attempts to make all students at yunior high school and primary school graduated. The first step is the head master must try to know economy situation of the people near the school, the second is to give BOS fund for student. If it is insufficient, the head master must trying to find a help like ask uniform to the other school and funding. The other is giving attention to the parents of their students. The next is that to cancel married and give the loan bicycle for student living far from school. The other is giving money to eat cake. Keywords: Head master’s strategy, drop out student. PENDAHULUAN Pendidikan dasar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting. Diantaranya yaitu memberi dasar- dasar ilmu pengetahuan yang dapat menjadi bekal dasar pada setiap anak usia sekolah yaitu usia 7 tahun sampai 15 tahun. Hal ini sangat merugikan bilamana banyak anak usia sekolah pada pendidikan dasar tidak bersekolah atau putus sekolah (tidak sampai menamatkan jenjang SMP). Hal ini biasanya terjadi di daerah- daerah terpencil yang bercirikan sebagian besar masyarakatnya golongan miskin. Jika tidak ada pemerataaan maka pembangunan bangsa
tidak akan berjalan pada seluruh masyarakat, bahkan sebagian besar golongan masyarakat Indonesia adalah golongan ekonomi menengah ke bawah dan golongan miskin. Pendidikan dasar 9 tahun dalam pemerataan kesempatan pendidikan dinyatakan dalam beberapa undang- undang. Salah satunya pada UUD 1945 pasal 31 ayat (1), “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan” dan pada Pembukaan UUD 1945 alinea 4, “..., mencerdaskan kehidupan bangsa, ...”. Juga UU SISDIKNAS pasal 12 ayat 1 (d), “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapat biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya”
*Nova Eko Hidayanto adalah Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Jember
19
Didaktika, Vol. 13 No. 3 Desember 2015
19-30
dan ayat 2 (b), “Setiap peserta didik ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan perundang- undangan yang berlaku”. Kemudian ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11 tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran: Pasal 8 ayat: 1. Guru dapat menganjurkan kepada peserta didik yang mampu untuk memiliki buku teks pelajaran. 2. Anjuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat tidak memaksa atau tidak mewajibkan. 3. Untuk membantu peserta didik yang tidak mampu memiliki akses ke buku teks pelajaran, satuan pendidikan wajib menyediakan paling sedikit 10 (sepuluh) eksemplar buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran pada setiap kelas, untuk dijadikan koleksi perpustakaannya. Pasal 10 ayat :
ISSN: 1858-0084
sekolah lanjutan. Siswa yang putus sekolah di Jakarta mencapai 15 ribu, Jawa Barat 13 ribu, Daerah Istimewa Yogyakarta 7 ribu, serta Jawa Timur 13, 6 ribu. Bahkan Departemen Sosial mencatat data yang berasal dari 10 propinsi, dari ratusan ribu anak yang putus sekolah, 41 ribu diantaranya sudah menjadi anak jalanan. Kemudian menurut Prasetyo (2006: 17) bahwa sampai tahun 2000, lebih dari enam juta anak usia sekolah yang tidak mampu menyelesaikan pendidikan tingkat dasar (Kompas 18 November 2000). Juga menurut Republika 28 Oktober 2003, data dari Depdiknas tahun 2000 tentang sejumlah orang yang tidak bisa sekolah. Sedikitnya 7, 2 juta anak di Indonesia tidak mampu merasakan bangku sekolah, terdiri dari 4, 3 juta siswa SLTP dan 2, 9 juta siswa SD. Oleh karena itu pemerintah berkewajiban untuk memperdulikan warga negaranya yang miskin agar dapat mengenyam pendidikan dasar 9 tahun. Beberapa diantaranya ditegaskan dalam Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas 2005- 2009 melalui kebijakan “Perluasan dan Pemerataan Kesempatan Pendidikan” yaitu:
3. Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau masyarakat dapat membantu pengadaan buku teks pelajaran kepada satuan pendidikan dalam bentuk hibah uang 1. Pemberian bantuan biaya operasional atau subsidi. (BOS) untuk SD atau MI dan SMP atau Berikut ini adalah angka putus sekolah MTs dengan target sampai dengan 2009. pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia, yaitu 2. Program pembangunan Unit Sekolah menurut Irawan (2004: 4): Baru (USB) SMP atau MTs dengan target Masalah drop out lebih parah lagi. 750 pada tahun 2009. Ratusan ribu anak mesti bergulat di 3. Penuntasan wajar dikdas 9 tahun dengan jalanan karena tak mampu melanjutkan APK SMP atau Mts 95 % pada 2009. sekolah. Pada tahun 2000/ 2001, Biasanya sebagian besar masyarakat dari sekitar 25 juta siswa SD, 670 miskin terdapat di desa- desa khususnya ribu putus sekolah. Selain itu, dari terpencil. Hal ini sesuai menurut Supriatna angka tersebut hanya 72, 12 persen (1997: 81),”Wilayah pedesaan umumnya yang mampu melanjutkan ke jenjang ditandai oleh karakteristik penduduk yang 20
Nova Eko Hidayanto: Strategi Kepala Sekolah ...
kesehatan dan gizi yang lemah”. Juga sesuai pernyataan Efendi (1995: 184),”Masalah utama yang dihadapi di daerah pedesaan tampaknya adalah masalah pekerja miskin...”. Hal yang senada menurut Supriatna (1997 : 66):
yang rendah akan berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan desa, karena tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola berfikir dan cara bertindak masyarakat terhadap kegiatan pembangunan. Pendidikan yang rendah membuat masyarakat pedesaan Sedangkan indikator kantung atau sulit untuk diajak maju. Juga dengan sumber wilayah kemiskinan ditandai oleh : kutipan yang sama (2004 : 65),”Masyarakat pendapatan perkapita wilayah yang desa dengan rata- rata berpendidikan rendah rendah, persentase rawan gizi yang memiliki sikap kurang dapat menerima tinggi, tingkat pendidikan yang rendah pembaruan, meskipun menerima pembaruan (tamatan SD dan tidak tamat SD). tersebut, namun sangat lambat dalam bersikap Disamping itu transportasi, sarana air atau menerima.” bersih, jalan, fasilitas kesehatan, sarana Diketahui bahwa wajib belajar pendidikan dan fasilitas umum lainnya (wajar) 9 tahun adalah termasuk pendidikan yang tidak memadai. dasar. Tentang pendidikan dasar menurut Pendapat yang sama, disebutkan di Jawa Koster (2006),”...jenjang pendidikan dasar Pos (2006): yaitu pendidikan umum yang lamanya sembilan tahun terdiri dari enam tahun ...jumlah daerah tertinggal di Indonesia di Sekolah Dasar (SD) dan tiga tahun di saat ini mencapai 199 kabupaten Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)”. diantara 440 kabupaten atau kota di Pendapat yang sama, termuat dalam pasal 17 seluruh Indonesia. Desa tertinggal UU SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003: mencapai 45 persen, yakni 32 ribu desa dari 70 ribu desa yang ada. ‘Sebanyak Ayat (1) Pendidikan dasar 14 ribu desa berada di kabupaten atau merupakan jenjang pendidikan kota non tertinggal’. Ketertinggalan menengah, (2) Pendidikan dasar menyebabkan disparitas dalam akses berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan pendidikan, layanan kesehatan, Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk infrastruktur, pelayanan publik, angka lain yang sederajat serta Sekolah kemiskinan, pengangguran, gizi, dampak Menengah Pertama (SMP) dan lingkungan dan partisipasi politik. Madrasah Tsanawiyah (Mts), atau bentuk lain yang sederajat. Mengenai kebanyakan tingkat pendidikan penduduk pedesaan yang rendah METODE PENELITIAN (tamatan SD dan tidak tamat SD) menurut Wisadirana (2004: 51) yaitu bila dilihat dari Penelitian ini bertujuan untuk kualitas sumber daya manusia pedesaan memperoleh informasi secara akurat dan yang tersedia sebagai tenaga kerja masih komprehensif tentang strategi kepala sekolah sangat rendah, mereka pada umumnya hanya dalam pengurangan angka putus sekolah bagi berpendidikan lulus Sekolah Dasar atau tidak siswa yang tidak mampu untuk penuntasan lulus Sekolah Dasar, sangat jarang yang lulus wajar 9 tahun. Berkaitan dengan tujuan tingkat SMP atau SMA. Tingkat pendidikan penelitian tersebut, maka pendekatan penelitian
21
Didaktika, Vol. 13 No. 3 Desember 2015
19-30
yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Fokus penelitian ini adalah (1). bagaimana kebijakan kepala sekolah SLTP Negeri 2 Tegalampel di Kecamatan Taman Krocok dalam penuntasan wajar 9 tahun, (2). masalah- masalah apa yang dihadapi di SLTPN 2 Tegalampel dalam penuntasan wajar 9 tahun bagi mereka yang tidak mampu dan (3). bagaimana pemecahan masalah putus sekolah. Lokasi penelitiannya adalah di SLTP Negeri 2 Tegalampel, Kecamatan Taman Krocok, Kabupaten Bondowoso- Jawa Timur. Kecamatan Taman Krocok ini termasuk baru dibentuk pada tahun 2006 sebagai pemekaran wilayah dari Kecamatan Tegalampel. Kecamatan ini terdiri dari beberapa desa, yang mempunyai wilayah geografis jalan yang jauh dari kota dan berbatu- batu yang terdapat di desa- desa tersebut. Hanya jalan utama yang menghubungkan ke kota yang sudah berjalan aspal. Tanah pertanian seluruhnya berupa tanah tadah hujan. Jarak kota ke Kec. Taman Krocok adalah 13 km (dekat dengan Kab. Bondowoso). Daerah ini termasuk daerah terpencil dan kantong kemiskinan yaitu sebagian besar penduduknya adalah golongan miskin, sehingga banyak terjadi penduduknya hanya berpendidikan rendah (tamatan SD atau tidak tamat SD). Juga banyak terjadi putus sekolah atau tidak melanjutkan di SMPN 2 Tegalampel. Sekolah ini baru dibangun pada tahun 2004 yang tentu saja termasuk USB (Unit Sekolah Baru). USB ini dibangun agar dapat menjangkau masyarakat desa- desa di sekitar kecamatan tersebut, yang dulunya hanya ada SMP di pinggiran kota yang letaknya sangat jauh dari masyarakat di desa- desa tersebut. Sampling atau teknik pengambilan subjek penelitian adalah purposeful sampling (sampling purposif) atau teoritis kemudian digabungkan dengan snowball sampling. Yang menjadi informan adalah orang- orang 22
ISSN: 1858-0084
yang dianggap menguasai dan berhubungan, juga yang terkena dampak program wajib belajar 9 tahun. Rencana responden (termasuk juga snowballnya), yang paling utama adalah kepala sekolah, guru- guru dan murid- murid yang harus terpaksa bekerja atau membantu orang tua bekerja karena kondisi ekonomi juga orang- orang yang berpengaruh atau mengetahui kondisi masyarakat seperti wali murid, kyai, dan lain- lain. Teknik pengumpulan data adalah wawancara langsung, observasi (pengamatan) dan studi dokumen. Setelah data terkumpul dari langkah teknik pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah analisis data. Analisis data serta pemeriksaan keabsahan data dalam metode penelitian kualitatif menurut Moleong (2002: 190): Proses analisis data dimulai dengan seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Data tersebut banyak sekali, kira- kira segudang. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, maka langkah berikutnya ialah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataanpernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan- satuan. Satuan- satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah selanjutnya. Kategori- kategori itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah
Nova Eko Hidayanto: Strategi Kepala Sekolah ...
kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu Keterlibatan peneliti sewaktu melakukan observasi adalah pengamat sebagai peserta (observer as participant). Hal ini dilakukan dengan peneliti tidak melibatkan langsung menjadi obyek penelitian tetapi hanya mengamati saja. Observasi (pengamatan) dengan sasaran pengamatan yaitu keadaan geografis wilayah, mata pencaharian warga belajar, budaya masyarkat dan kegiatan proses belajar- mengajar. Mengingat keterbatasan waktu dan biaya maka peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber, seperti membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berlaku. Hal ini berdasarkan Moleong (2002: 178): Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam dalam metode kualitatif (Patton 1987: 37). Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi; (3) membandingkan apa yang dikatakan orang- orang tentang situasi penelitian dengan apa dikatakannya sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan;
(5) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berlaku. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, daerah terpencil dengan ciri- ciri sebagian besar orang tua siswa adalah tidak mampu atau termasuk pada kategori masyarakat bawah mempunyai tingkat hambatan terbesar dalam penuntasan wajar 9 tahun. Diantaranya yaitu sebagian besar orang tua siswa golongan miskin sehingga menghadapi kendala waktu untuk mencari nafkah sendiri atau membantu orang tua bekerja. Oleh karena itu untuk mengatasi para siswa yang harus membantu orang tuanya di saat tertentu misal saat musim tanam dan musim panen yaitu kepala sekolah mempermaklumkan (mengizinkan) diantara anak- anak didiknya yang suatu saat atau saat- saat tertentu saja (misal musim tanam dan musim panen) saja harus membantu orang tuanya bekerja, sehingga kadang- kadang tidak dapat mengikuti proses belajar- mengajar. Hal ini kepala sekolah juga memberikan pemahaman kepada seluruh guru dan warga sekolah terhadap masalah ini, diantaranya melalui kegiatan- kegiatan rapat di sekolah. Juga keadaan yang mengenaskan lagi bahwa jumlah muridnya sangat minim dan semakin lama semakin berkurang karena banyak yang putus sekolah. Alasan putus sekolah diantaranya yaitu banyak yang menikah dan bekerja. Hal ini sebagian besar karena dipengaruhi budaya masyarakat di daerah itu yaitu adanya budaya nikah usia dini. Selain itu SMPN 2 Tegalampel termasuk USB (Unit Sekolah Baru) yang didirikan sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat sekitarnya termasuk kantong kemiskinan sehingga faktor kemiskinan yang menjadi penyebab putus sekolah. Juga bisa 23
Didaktika, Vol. 13 No. 3 Desember 2015
19-30
diakibatkan oleh kedua- duanya yaitu budaya cepat menikah usia dini dan kemiskinan. Selain itu juga merupakan SMP satu- satunya yang ada di daerah tersebut sehingga bagi anak didik yang bertempat tinggal terlalu jauh tidak bisa atau sangat kesulitan untuk pergi ke sekolah. Hal ini juga dikarenakan faktor geografis yang bergunung- gunung dan berbukit- bukit. Untuk mengatasinya maka kepala sekolah bertindak menyosialisasikan (penggiringan masuk sekolah) dalam rangka mencari pemasukan jumlah murid agar mau bersekolah di SMP tersebut. Diantaranya yaitu kepala sekolah bersama guru- guru SMP tersebut anjangsana atau mengunjungi SD- SD di sekitarnya dengan memberikan pengarahan pada murid SD kelas 6 agar mau melanjutkan ke SMP dengan memberikan fasilitas bebas SPP, seragam dan buku, juga memberikan pinjaman sepeda kayuh kepada siswa yang berdomisili agak jauh dari SMP. Selain itu mengarahkan juga agar jangan cepat menikah dulu karena usianya masih terlalu kecil. Kemudian usaha yang telah dilakukan kepala sekolah yaitu meminta bantuan seragam- seragam bekas lulusan SMP- SMP di kota. Hal ini didapat dengan cara baik pada acara rapat MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) ataupun anjangsana ke sekolah- sekolah di kota. Terhadap budaya masyarakat di sekitar lokasi desa ini adalah adat yang masih belum maju yaitu budaya cepat menikah pada usia dini seperti usia kelas 4, 5 dan 6 SD juga kelas 1, 2 dan 3 SMP. Maka untuk mengatasinya, usaha yang dilakukan kepala sekolah adalah selain memberikan pengarahan pada murid- murid SD khususnya kelas 6 SD dengan berkunjung langsung ke SD- SD di sekitarnya, yaitu meminta bantuan pada tokoh- tokoh masyarakat seperti kepala desa dan modin (penghulu) atau kyai agar memberikan penyuluhan kepada masyarakat. 24
ISSN: 1858-0084
Khususnya kepada bapak modin (penghulu) atau kyai agar menolak menikahkan pada pasangan usia dini (yang belum tamat SMP). Kemudian usaha yang telah dilakukan kepala sekolah lainnya adalah sering memberikan penyuluhan pada wali murid kelas 1, 2 dan 3 SMP dengan mengundang datang ke sekolah. Selain itu adalah sering mengunjungi langsung ke rumah- rumah wali murid. Seperti yang telah dibahas diatas bahwa SMP yang berada di kantong kemiskinan dan terpencil, maka sangat diperlukan adanya langkah- langkah yang perlu diambil untuk mengatasi jumlah pemasukan siswa yang sangat minim dan banyak yang putus sekolah. Diantaranya yaitu untuk mengatasi para siswa yang harus membantu orang tuanya di saat tertentu misal saat musim tanam dan musim panen yaitu kepala sekolah mempermaklumkan (mengizinkan) diantara anak- anak didiknya yang suatu saat atau saat- saat tertentu saja (misal musim tanam dan musim panen) saja harus membantu orang tuanya bekerja, sehingga kadang- kadang tidak dapat mengikuti proses belajar- mengajar. Hal ini kepala sekolah juga memberikan pemahaman kepada seluruh guru dan warga sekolah terhadap masalah ini. Untuk dapat menggratiskan bersekolah dengan cara mengalokasikan sebagian besar dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) untuk kebutuhan siswa seperti SPP, seragam, buku pelajaran dan lain- lain. Tindakan yang telah dilakukan kepala sekolah tersebut adalah merupakan suatu usaha untuk mengatasi masalah. Tentunya nantinya juga akan menjadi usaha- usaha yang dilakukan tidak hanya kepala sekolah saja tetapi juga bersama guru- guru. Usahausaha itu adalah termasuk usaha untuk menolong, dalam konteks ini adalah anak didik. Usaha- usaha tersebut juga termasuk
Nova Eko Hidayanto: Strategi Kepala Sekolah ...
peningkatan mutu. Jika suatu daerah suatu kebijakan. Yang dimaksud kebijakan sekolah disini, wisdom (kebijakan) adalah masih setengah- setengah, APK cukupan suatu kearifan pimpinan kepada bawahan dan mutu juga cukupan saja, maka fokus atau masyarakatnya. Hal ini senada dengan kegiatannya adalah dua- duanya, yaitu pendapat Imron (2002 : 17) tentang pengertian peningkatan APK dan mutu. kebijaksanaan (policy): Kemudian menurut sumber kutipan Aturan- aturan yang semestinya yang sama (2006 : 4),”Pembetahan anak dan harus diikuti tanpa pandang didik di sekolah juga merupakan upaya bulu, mengikat kepada siapapun yang perlu ditempuh, jangan sampai anak yang dimaksud untuk diikat oleh yang sudah di sekolah putus sekolah”. kebijaksanaan tersebut. Sedangkan Bahwa strategi- strategi diatas yang telah kebijakan atau wisdom adalah disebutkan (memberikan beasiswa dana, suatu ketentuan dari pimpinan yang pengadaan bantuan pakaian seragam dan berbeda dengan aturan yang ada, yang penekanan lebih pada mempermaklumkan dikenakan kepada seseorang karena atau mengizinkan anak- anak didik yang adanya alasan yang dapat diterima tidak mampu atau miskin harus bekerja untuk tidak memberlakukan aturan sehingga saat- saat tertentu tidak dapat yang berlaku. mengikuti proses belajar- mengajar adalah Jadi kesimpulannya adalah pimpinan cara- cara yang digunakan untuk pembetahan yang arif dapat saja mengecualikan aturan di sekolah). Tidak hanya pada satu- satunya yang baku kepada seseorang atau sekelompok pemberian dana bantuan, walaupun hal orang, jika seseorang atau sekelompok orang yang satu ini juga tidak boleh ditinggalkan tersebut tidak mungkin memenuhi aturan mengingat kondisi atau keberadaan USB umum tadi. Bahwa sebagai kepala sekolah SMP- SMP yang dibangun di daerah- daerah yang menjabat atau memimpin suatu sekolah, terpencil yang bercirikan sebagian besar diharapkan mempunyai banyak keterampilan masyarakatnya golongan miskin. Sehingga dalam penanganan atau pengelolaan terhadap keadaan di tempat tersebut adalah banyak siswanya khususnya sebagian besar orang anak yang tidak sekolah (lulusan SD tidak tuanya kurang mampu (miskin). Tentunya ini melanjutkan ke SMP) dan putus sekolah sangat tidak mudah. Hal ini sesuai pendapat atau tidak sampai tamat SMP, karena pada penelitian ini pada program penuntasan Slamet (2006:5): wajar 9 tahun lebih menekankan pada tingkat Fokus kegiatan di daerah (kota atau SMP reguler. Jadi usaha pembetahan anak kabupaten, kecamatan, dan desa) sangat didik di sekolah juga merupakan faktor tergantung kondisinya. Misalnya, jika yang tidak boleh dilupakan. Selain itu, di daerah tersebut banyak anak yang usaha pembetahan di sekolah banyak tidak sekolah (APK rendah), maka bersinggungan kepada aspek bantuan non gerakan peningkatan jumlah anak materi. Hal ini sangat penting yang kadangmasuk sekolah (penggiringan masuk kadang tidak diperhatikan atau sering sekolah) merupakan prioritasnya. Jika diabaikan karena berkenaan dengan faktor suatu daerah semua anak telah sekolah psikologis. Misalnya kepala sekolah harus (APK tinggi), maka fokusnya pada memberikan pemahaman kepada para guru
25
Didaktika, Vol. 13 No. 3 Desember 2015
19-30
dan seluruh staf sekolah agar jangan sampai menyinggung perasaan anak didik yang tidak mampu dalam memberikan bantuan. Dalam memberikan pemahaman seharusnya juga dikaitkan dengan ajaran agama Islam yang termaktub dalam alquran dan hadis yaitu bahwa kemiskinan dan kekayaan adalah ujian dari Allah dan kita tidak boleh menghina. Juga wajib menyantuni para fakir miskin. Sehingga nantinya seluruh staf sekolah khususnya kepala sekolah memperlakukan sebagian besar anak didiknya yang tidak mampu dengan kasih sayang yang sesuai dengan ajaran agama Islam, bukan sematamata dengan besar keciknya pemberian bantuan atau separuh- separuh. Hal ini bisa terwujud dalam seluruh aktivitas di sekolah maupun di luar waktu sekolah. Tentunya juga hal ini bisa terjadi di sekolah manapun juga dari SD sampai SMA baik di kota maupun desa yaitu diantara muridnya ada yang mampu dan tidak mampu, tetapi yang membedakannya hanyalah sebagian besar atau sebagian kecil. Baik di kota maupun desa pasti terdapat juga orangorang miskin, tetapi yang membedakannnya adalah hanya sebagian besar atau sebagian kecil. Oleh karena itu yang menjadi pertanyaan bagaimana perlakuannya dan dimanakah anak didik tidak mampu dari orang- orang miskin di kota bersekolah dan apakah mereka bisa menamatkan wajib belajar 9 tahun atau sebaliknya. Oleh karena itu hal- hal yang telah disebutkan diatas harus menjadi landasan atau peraturan yang wajib dilakukan di sekolah. Tentunya landasan atau peraturan ini lebih baik diselenggarakan oleh pemerintah baik pemerintah daerah maupun khususnya pemerintah pusat bukan kepala sekolah seperti dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan kepala sekolah sifatnya akan berganti- berganti, sifatnya personal atau pribadi dalam tiap- tiap sekolah dan 26
ISSN: 1858-0084
jenjang pendidikan juga sulit memantaunya di seluruh sekolah di wilayah Indonesia. Selain itu juga sulit dalam penerapannya jika diberlakukan di seluruh sekolah di wilayah Indonesia. Landasan atau peraturannya ialah berisi perlakuan antara murid yang mampu dan yang tidak mampu, yang untuk murid yang tidak mampu negara wajib membantu dana pendidikannya sepenuhnya pada tiap sekolah dari PAUD sampai SMA baik di kota dan desa, murid yang tidak mampu mempunyai hak untuk memilih dan memasuki atau bersekolah di sekolah negara maupun sekolah swasta baik di kota maupun desa di seluruh wilayah RI. Di tiap- tiap sekolah dari PAUD sampai SMA baik di kota maupun desa, baik sekolah negeri maupun swasta wajib menampung anak didik yang tidak mampu. Juga seluruh staf sekolah wajib memperlakukan anak didiknya yang tidak mampu dengan penuh kasih sayang sampai menamatkan sekolah, secara psikologis tidak berbuat yang menyinggung perasaannya dan tidak membeda- bedakan perlakuan dalam bidang akademiknya. Tentunya lebih baik lagi landasan atau peraturan ini dibuat atau dijadikan Undang-Undang. KESIMPULAN Bahwa ketika kita dilantik menjadi kepala sekolah seyogyanya harus mempertimbangkan beberapa pertanyaan inti dalam benak pikiran, yaitu dimana lokasi sekolah kita ditempatkan dan hal ini berkenaan dengan letak geografis, bagaimana keadaan ekonomi sebagian besar masyarakatnya, bagaimana budaya atau keadaan sosial sebagian besar masyarakatnya dan sebagainya. Hal ini sangat penting agar ketika kita menjadi kepala sekolah agar tidak salah melangkah yang akhirnya membawa kegagalan fatal. Jangan sampai misalnya
Nova Eko Hidayanto: Strategi Kepala Sekolah ...
jika kita ditempatkan di suatu sekolah yang sebagian besar masyarakatnya miskin lalu kita mengambil kebijakan semua anak didik kita diwajibkan membayar SPP seperti sekolahsekolah yang berada di kota, yang sebagian besar masyarakatnya mampu. Maka akibatnya tidak akan ada sama sekali siswa yang mau bersekolah di sekolah kita baik swasta ataupun terlebih- lebih negeri atau pemerintah. Diharapkan juga kepala sekolah harus sering berkunjung ke rumah- rumah siswa. Hal ini sangat berguna yaitu untuk mengetahui keadaan geografis sekaligus bisa lebih mempererat hubungan dengan wali murid karena wali murid akan lebih merasa diperhatikan. Selain itu kepala sekolah harus banyak bersosialisasi dengan sekolahsekolah lainnya terutama di kota- kota.. Hal ini selain bisa bekerja sama dengan mereka, bisa juga untuk saling membantu khususnya meminta bantuan- bantuan baik dana maupun non dana dan dapat saling bertukar pikiran. Juga untuk mengatasi kesulitankesulitan dalam penuntasan putus sekolah SMP maka kita juga perlu mengadakan kerja sama dengan tokoh- tokoh masyarakat di sekitarnya, harus lebih banyak bergaul dan berkunjung baik ke rumah- rumah siswa dan masyarakat sekitarnya juga ke para siswa yang saat musim tanam dan panen harus bekerja membantu orang tuanya, mengadakan kerjasama dengan berbagai pihak misal yayasan- yayasan sosial seperti PKK di kota untuk meminta bantuan baik dana maupun non dana untuk membantu anak didik kita. Hal ini adalah usaha- usaha yang perlu kita lakukan khususnya jika kita menjadi kepala sekolah di daerah- daerah terpencil yang sebagian besar masyarakatnya miskin. Tentunya ini lebih sulit ketimbang jika kita menjadi kepala sekolah ditempatkan di sekolah- sekolah di kota yang sebagian besar masyarakatnya mampu. Diantaranya
di daerah- daerah terpencil yang sebagian besar masyarakatnya miskin yaitu terkendala oleh faktor geografis yaitu tanahnya masih bebatuan belum beraspal, becek jika musim hujan, masih diliputi hutan dan air juga domisili masyarakatnya ada yang di puncakpuncak bukit atau gunung, tidak berlistrik dan jauh dari kota. Kemudian terkendala oleh dana baik itu masyarakatnya (sebagian besar miskin) juga sekolah. Oleh karena itu hal ini tidak mudah baik sebagai kepala sekolah, guru dan khususnya murid- murid untuk pergi ke sekolah. Selain itu kepala sekolah juga wajib mau tidak mau mengalokasikan sebagian besar dana BOS (Bantuan Operasinal Sekolah) untuk bantuan seragam, SPP dan buku- buku atau dengan kata lain menggratiskan sekolah. Kemudian jika masih dirasakan belum cukup maka berusaha meminta bantuan kepada segenap pihak yang terkait yang telah disebutkan diatas. Kemudian telah disebutkan diatas bahwa pembetahan anak didik di sekolah juga merupakan upaya yang perlu ditempuh, jangan sampai anak yang sudah di sekolah putus sekolah. Hal ini tentunya juga sangat penting diperhatikan karena bisa menyangkut faktor psikologis setiap anak didik. Hal ini bisa diwujudkan dengan pengarahan dari kepala sekolah dan guruguru kepada seluruh anak didiknya yaitu dengan saling menghargai atau toleransi dan saling menolong antara sesama murid terutama jika ada salah satu atau beberapa temannya yang kadang- kadang tidak bisa masuk sekolah karena harus membantu orang tuanya bekerja. Kepala sekolah dan guru bisa menugaskan beberapa murid yang terdekat untuk mengunjungi temannya yang tidak bisa masuk sekolah karena harus membantu orang tuanya, dengan memberitahu agar mencatat materi- materi pelajaran yang telah 27
Didaktika, Vol. 13 No. 3 Desember 2015
19-30
diajarkan dan mengerjakan tugas. Selain itu kepala sekolah dan guru juga harus sering mengunjungi murid- muridnya yang tidak bisa masuk sekolah karena harus membantu orang tuanya, baik untuk mengecek ketika waktu bekerja dan sesudah pulang bekerja. Kegiatan kepala sekolah dan para guru yang harus sesering mungkin mengunjungi murid- muridnya yang tidak bisa masuk sekolah karena harus membantu orang tuanya ini sangat penting sekali karena secara tidak langsung mereka secara psikologis tetap akan mendapatkan perhatian penuh dari kepala sekolah dan guru sehingga mereka akan tetap menamatkan sekolah walaupun kadang- kadang mereka tidak bisa masuk sekolah karena harus bekerja membantu orang tua. Kegiatan guru yang menugaskan beberapa murid yang terdekat untuk mengunjungi temannya yang tidak bisa masuk sekolah karena harus membantu orang tuanya, dengan memberitahu agar mencatat materi- materi pelajaran yang telah diajarkan dan mengerjakan tugas, tentunya hal ini mengandung manfaat menumbuhkan adanya saling kepedulian antara teman dan bermanfaat juga sebagai belajar kelompok. Hal ini sebaiknya juga membuat buku khusus yang berisi untuk mendata siswa- siswa yang tidak mampu dan kadang- kadang tidak bisa masuk karena harus bekerja membantu orang tua dan jadwal khusus hari, jam berapa mulai dan selesai bekerja. Selain itu dalam pembetahan anak didik di sekolah, perlu adanya kegiatan untuk menambah gizi anak didik yaitu memberikan susu dengan cuma- cuma di sekolah dan bisa bekerja sama dengan para petugas kesehatan dengan memberikan pengobatan cuma- cuma. Hal ini seperti kutipan yang telah disebutkan diatas yaitu bahwa di wilayah pedesaan umumnya ditandai oleh karakteristik penduduk yang kesehatan dan gizi yang lemah. Kemudian 28
ISSN: 1858-0084
kegiatan yang lain yaitu memberikan uang jajan atau kue- kue jajanan walaupun sedikit. Hal ini bermanfaat agar bisa mengisi perut bagi anak didik yang belum sarapan ketika sebelum pergi ke sekolah dan memberikan ketahanan pangan karena sesuai yang telah disebutkan diatas yaitu wilayah pedesaan yang sebagai kantong kemiskinan identik dengan kelaparan. Selain itu kegiatan ini memang seharusnya dilakukan, mengingat kegiatan ini sangat jarang dilakukan dan sebagai wujud kepedulian sekolah terhadap sebagian besar anak didiknya yang tidak mampu. DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Rulam. 2005. Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang : UM Press. Alwasilah A. Chaedar. 2002. Pokoknya Kualitatif : Dasar- Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya. Depdiknas. 2006. Peraturan Mendiknas No. 11 Th. 2005 tentang Buku Teks Pelajaran. Bandung : Citra Umbara. Depdiknas. 2006. UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Bandung : Citra Umbara. Effendi, Tadjuddin Noer. 1995. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja dan Kemiskinan. Yogya : Tiara Wacana. Irawan,Ade, dkk. 2004. Mendagangkan Sekolah : Studi kebijakan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) di DKI Jakarta. Jakarta : ICW (Indonesia Corruption Watch). Jaringan Kerjasama Penelitian Kebijakan Pendidikan (Jarlit). 2002. Pengantar Analisis Kebijakan. Jakarta : Proyek
Nova Eko Hidayanto: Strategi Kepala Sekolah ...
: Pusat Publikasi dan Penerbitan FKIP Pengkajian Sistem Manajemen Unmuh Malang. Pendidikan Nasional. Pusat Penelitian Kebijakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional. Koster, Wayan. 2006. Restrukturisasi Penyelenggaraan Pendidikan : Studi Kapasitas Sekolah dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan. Jurnal No. 26, www. yahoo. com. Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Prasetyo, Eko. 2006. Orang Miskin Dilarang Sekolah. Yogyakarta : Resist Book. Slamet. 2006. Handout Mata Kuliah Kebijakan Pengembangan Pendidikan : Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun. Disajikan untuk Mahasiswa Program MKPP Unmuh Malang. Taufik, Marhan. 1994. Upaya Pendidikan dalam Mengantisipasi Kemiskinan. Alternatif : Jurnal Pemikiran Pendidikan Th III No 4 Agustus 1994Januari 1995. Malang : Pusat Publikasi dan Penerbitan FKIP Unmuh Malang. Tirtaraharjo, Umar dan La Sula. 2000. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Wisadirana, Darsono. 2004. Sosiologi Pedesaan : Kajian Kultural dan Struktural Masyarakat Pedesaan. Malang : UMM Press. Wurianto, Arif Budi. 1994. Takhsis Kemiskinan dan Peran Dunia Pendidikan. Alternatif : Jurnal Pemikiran Pendidikan Th III No 4 Agustus 1994- Januari 1995. Malang
29
Didaktika, Vol. 13 No. 3 Desember 2015
30
19-30
ISSN: 1858-0084