TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Strategi Kampung Kreatif sebagai Upaya Perbaikan Lingkungan Kota menurut Kerangka Pemenuhan Kebutuhan Manusia Studi Kasus : Kampung Jambangan Devi Hanurani Sugianti(1), Agus S. Ekomadyo(2) (1) (2)
Kelompok keilmuan Perancangan Arsitektur, Program Studi Magister Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung. Kelompok Keilmuan Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung.
Abstrak Keberhasilan Kampung Jambangan untuk bertahan dalam situasi perkembangan kota Surabaya yang padat penduduk dan berevolusi menjadi kampung kreatif, menjadi sebuah fenomena unik yang menarik untuk dikaji. Berangkat dari fenomena tersebut, peneliti berusaha melihat proses pembentukan kampung kreatif ditinjau dari strategi kreatif dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Mengambil studi kasus di Kampung kreatif Jambangan Surabaya yang cukup dikenal hingga mancanegara, penelitian ini bertujuan untuk mengamati tingkat keberhasilan strategi kreatif yang diterapkan dalam mewujudkan kampung kreatif ditinjau dari kerangka hierarchy of needs oleh Abraham Maslow. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis isi. Diterapkan untuk mengetahui strategi para aktor dalam rangka proses pembentukan kampung kreatif Jambangan, serta menerangkan tahapan yang terjadi dalam kerangka pemenuhan kebutuhan warga Kampung Jambangan. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa strategi kreatif berperan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat kampung Jambangan yang sebelum perbaikan terbatas pada tahap kebutuhan biologis dan kebutuhan rasa aman. Kata-kunci : kampung jambangan, kampung kota, kampung kreatif, strategi kreatif, surabaya
Kepadatan penduduk selalu memiliki korelasi dengan masalah pemukiman, demikian pula dengan kota Surabaya. Keanekaragaman penduduk kampung yang berasal dari berbagai daerah telah mendorong berdirinya bangunanbangunan ilegal yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan permukiman. Hal ini diakibatkan ketidakmampuan daya dukung lingkungan untuk menyangga kehidupan masyarakat kampung-kota. Sehingga kampung-kota di Surabaya mulai kehilangan pengakuan Internasional dan tenggelam secara perlahan. Namun hal ini tidak berlaku bagi Kampung Jambangan yang berhasil mendapatkan peng-akuan dan penghargaan atas perbaikan kualitas lingkungan kampung. Keberhasilan Kampung Jambangan untuk bertahan dalam situasi perkembangan kota Sura-
baya yang padat penduduk, menjadi sebuah fenomena unik yang menarik untuk dikaji. Menurut Utami (2014) Kampung Jambangan dapat dikategorikan sebagai kam-pung kreatif dikarenakan bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Jam-bangan merupakan bagian dari pengembangan ekonomi wilayah dan upaya penyelesaian yang menghasilkan solusi permasalahan. Eksistensi Kampung Jambangan yang berevolusi menjadi kampung kreatif daur ulang sampah telah menjadi generator hidupnya kembali kampung-kampung lain dan penyumbang ekonomi wilayah dalam bidang pelestarian lingkungan permukiman di Surabaya. Muncul dugaan, strategi kreatif lahir dalam proses pembentukan Kampung Kreatif sebagai akibat tuntutan kebutuhan masyarakat Jambangan yang tidak puas dengan kondisi lingkungan permukiman pada saat itu. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 119
Strategi Kampung Kreatif Sebagai Upaya Perbaikan Lingkungan Kota Menurut Kerangka Pemenuhan Kebutuhan Manusia
Pada hakikatnya setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar yang sama. Kebutuhan tersebut bersifat manusiawi dan menjadi syarat untuk keberlangsungan hidup manusia, yang menyebabkan setiap manusia pasti membutuhkan pemenuhan akan kebutuhan dasar tersebut (Asmadi, 2008). Menurut Maslow (1954) manusia mempunyai naluri dasar yang dapat memotivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Pemenuhan kebutuhan tersebut didorong motivasi kekurangan (deficiency motivation) yang bertujuan untuk mengurangi masalah ketegangan manusia karena berbagai kekurang-an yang ada dan motivasi pertumbuhan atau perkembangan (growth motivation).
Strategi kreatif atau ide kreatif merupakan solusi permasalahan yang hadir atas desakan kebutuhan dasar manusia. Menurut Lang dalam Driandra (2004) motivasi kebutuhan lahir dari suatu proses yang disebut persepsi akan informasi tentang suatu lingkungan. Informasi yang diperoleh dari lingkungan akan membentuk penafsiran dan kesadaran lingkungan yang mempengaruhi respon emosi manusia. Pada kasus pembentukan Kampung Kreatif, kondisi awal lingkungan permukiman yang tidak sesuai harapan menjadi suatu latar belakang yang memotivasi warga untuk mengambil tindakan dalam wujud ide atau strategi kreatif sebagai solusi permasalahan lingkungan tersebut.
Pada dasarnya, ketika manusia merasa cukup dalam sebuah tingkat kebutuhan, maka akan timbul motivasi yang memicu manusia untuk melakukan usaha ke jenjang berikutnya. Usaha tersebut dilakukan hingga kebutuhan pada tahapan tersebut terpenuhi dan dilakukan se-cara berulang hingga manusia mencapai tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Newmark (1977) dalam Safira (2012) mengungkapkan bahwa tingkatan kebutuhan yang sesuai dengan Maslow’s hierarchy of needs dapat diwujudkan di dalam suatu ruang hunian; 1) Kebutuhan fisik atau biologis (survival) merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup dengan makan, tidur, dan beristirahat yang diwujudkan dengan hunian sebagai sarana penyedia fasilitas pemenuhan kebutuhan dasar (biologis). 2) Kebutuhan Rasa Aman (safety) adalah kebutuhan manusia untuk berlindung dan memperoleh rasa aman yang didapatkan dari hunian atau tempat tinggal se-bagai pelindung dan pembatas antara manusia dengan lingkungan luar. 3) Kebutuhan rasa saling memiliki (sense of belonging) merupakan kebutuhan untuk berinteraksi dan berkegiatan yang mempengaruhi suatu pengalaman sosial diwadahi dalam ruang hunian tempat tinggal. 4) Kebutuhan akan penghargaan dan harga diri (self-esteem) adalah kebutuhan akan suatu ruang huni dapat disebut sebagai simbol dari kesuksesan yang merupakan cerminan karakter manusia yang menempatinya. 5) Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization) merupakan kebutuh-an untuk mewujudkan aktualisasi diri bagi seseorang atau kelompok. Dimana ruang dapat menjadi wadah untuk membentuk karakter manusia di dalamnya.
Keberhasilan Kampung Kreatif dalam memenuhi kebutuhannya, dapat terwujud dengan penerapan strategi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk mengembangkan potensi kampung. Gagasan atau ide yang muncul dari masyarakat ini dapat disebut juga sebagai strategi kreatif. Kajian strategi kreatif dari proses pembentukan kampung kreatif, terdapat dalam konsep The Cycle of Urban Creativity dari buku The Creativity City oleh Charles Landry. Konsep tersebut digunakan sebagai mekanisme yang berfungsi untuk menilai kekuatan dan kelemahan proyek-proyek kreatif pada suatu kota di berbagai tahapan perkembangannya (Utami, 2014). 1) Pembentukan ide kreatif, yaitu tahap pengenalan dan pengembangan kreativitas pada masyarakat sebagai solusi permasalahan. Tahap ini dimulai dengan adanya inisiator berupa individu ataupun komunitas yang membantu membangkitkan ide awal masyarakat sebagai solusi permasalahan yang ada. 2) Realisasi ide kreatif masyarakat menjadi produkproduk yang dapat dipasarkan. 3) Penguatan sistem pendukung, merupakan tahapan yang memperkuat sistem pendukung dari aktivitas kreatif agar dapat terus berkelanjutan. Hal ini dilakukan dengan membangun jaringan dan mengembangkan sistem pendukung keberlanjutan aktifitas kreatif oleh stakeholder. 4) Penyediaan ruang basis aktivitas kreatif, yaitu tahap penyediaan ruang berbasis pengembangan kreativitas. 5) Evaluasi aktivitas kreatif, yaitu tahap evaluasi aktivitas kreatif yang terjadi dengan tujuan meningkatkan ide kreatif berikuitnya.
G 120 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Devi Hanurani Sugianti
Metode Penelitian ini bersifat deskriptif yang akan menguraikan proses pembentukan dan pengembangan Kampung Kreatif Jambangan di kota Surabaya dengan melihat strategi kreatif sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat adanya hubungan antara strategi kreatif dengan pencapaian kebutuhan masyarakat Kampung Jambangan, sehingga dapat diketahui peran kedua faktor tersebut terhadap keberlangsungannya. Peneliti menetapkan tiga sasaran penelitian berupa deskripsi Kampung Jamba-ngan sebelum perbaikan berdasarkan hierarki pemenuhan kebutuhan manusia, deskripsi strategi kreatif perbaikan Kampung Jambangan, dan deskripsi Kampung Jambangan setelah perbaikan berdasarkan kebutuhan manusia. Untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti mengumpulkan data primer secara langsung melalui wawancara dan observasi. Sedangkan untuk data sekunder didapatkan dari studi literatur berbagai sumber. Pada tahap awal penelitian, dilakukan wawancara tidak terstruktur kepada beberapa narasumber (responden) yang telah ditentukan secara purposive sampling. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai isu atau permasalahan yang terjadi pada kampung kreatif. Metode observasi dilakukan di dalam cakupan wilayah kampung kreatif Jambangan. Objek observasi adalah produk kreativitas, aktivitas aktor yang terkait, serta interaksi atau hubungan antar aktor di dalam kampung kreatif Jambangan. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur yang diperoleh dari buku, naskah akademik, jurnal, artikel, dan internet, yang berkaitan dengan informasi dan teori pemahaman, perkembangan, dan faktor-faktor pembentuk kota dan kampung kreatif. Analisis dan Interpretasi Kampung Jambangan sebagai Kampung Kreatif Kampung yang dikenal dengan Kampung Wisata Lingkungan ini, menjadi sebuah Kampung percontohan dikarenakan memiliki kualitas lingkungan yang bersih, hijau, dan tertata rapi. Wisata yang ditawarkan warga Kampung Jambangan adalah wisata lingkungan yang memperlihatkan sistem pengelolaan sampah secara
mandiri. Sampah basah rumah tangga diolah menjadi kompos, sedangkan sampah kering didaur ulang menjadi berbagai kerajinan tangan. Keberhasilan kampung ini terlihat dari banyaknya penghargaan dalam bermacam lomba yang berkaitan dengan lingkungan. Bahkan menjadi daerah percontohan untuk pengolahan lingkungan di wilayah perkotaan. Pada awalnya Kampung Jambangan merupakan kawasan permukiman dengan lahan pertanian yang minim. Kawasan ini termasuk dalam wilayah Jabakota (luar kota) Surabaya yang terdaftar di wilayah administrasi Kabupaten Gresik. Pada tahun 1960-an wilayah ini bersama dengan Kecamatan Tandes, Wiyung, Lakarsantri, dan Karangpilang bergabung dengan Kota Surabaya. Banyaknya warga pendatang dari daerah Gresik dan pusat kota Surabaya yang bermukim di wilayah ini sejak tahun 1970-an menyebabkan kualitas lingkungan permukiman menjadi menurun. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah ini tidak diiringi dengan penataan lingkungan yang baik. Selain itu masyarakat saat itu belum memiliki kesadaran dan kepedulian akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar. Keberhasilan Kampung Jambangan dalam mewujudkan kampung kreatif, merupakan hasil dari serangkaian proses panjang dalam waktu yang tidak singkat. Dibutuhkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Merubah pola pikir dan perilaku masyarakat yang apatis akan lingkungan tidaklah mudah. Peran aktor kepentingan kunci yang menginisiasi sangatlah penting. Proses sosialisasi tersebut dilakukan melalui pendekatan secara personal kepada masyarakat kampung oleh para penggiat. Selain itu, adanya koordinasi yang baik antar warga dan Stakeholder turut berperan penting Strategi Kampung Kreatif Jambangan Dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar Kondisi Awal Kampung Jambangan sebelum perbaikan Pada awalnya kampung dengan kepadatan penduduk tinggi ini, memiliki kualitas lingkungan yang buruk. Lokasinya di bantaran sungai, menjadikan sungai satu-satunya ruang terbuka sebagai pusat aktifitas warga. Hanya saja, masyarakat Jambangan tidak memiliki rasa peduli dan tanggung jawab terhadap lingkungan Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 121
Strategi Kampung Kreatif Sebagai Upaya Perbaikan Lingkungan Kota Menurut Kerangka Pemenuhan Kebutuhan Manusia
sekitarnya. Kebersihan sungai sebagai sumber air bersih diabaikan begitu saja. Masyarakat yang tidak peduli dengan kebersihan, membuang hajat dan sampah sembarangan di sungai tersebut. Begitu juga dengan lingkungan sekitar kampung yang tidak terjaga kebersihannya. Keterbatasan penyediaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) pada kawasan ini menyebabkan masyarakat menjadi semakin acuh. Akibatnya tidak ada yang peduli dan mencoba untuk memperbaiki keadaan. Puncaknya Kampung Jambangan mengalami kondisi terburuk pada tahun 2001. Banyaknya sampah yang berserakan menyebabkan bau yang mengganggu dan muncul belatung di mana-mana hingga masuk ke dalam rumah warga (effendi, 2004). Hal ini menyebabkan warga semakin enggan beraktivitas di luar rumah dan lebih memilih berdiam diri. Akibatnya tidak ada interaksi sosial yang terjadi antar warga. Spirit of place yang seharusnya ada pada sebuah kampung menjadi hilang. Kampung Jambangan menjadi kampung yang tidak bernyawa. Berdasarkan informasi yang dihimpun, diketahui bahwa pada tahun 1976 pemerintah mengusung program KIP (Kampung Improvement Program) untuk memperbaiki Kampung Jambangan. Program perbaikan yang diusung pemerintah ini hanya menyentuh fisik kampung, salah satu proyek yang terealisasi adalah didirikannya toilet umum bagi warga Kampung Jambangan dengan harapan agar warga tidak membuang hajat di sungai. Namun, pola pikir dan perilaku warga yang masih acuh dan tidak peduli terhadap kebersihan lingkungan, menyebabkan program ini kurang berhasil. Kunci utama perbaikan kondisi lingkungan kampung adalah dengan mengubah pola pikir dan perilaku warga terlebih dahulu. Hal inilah yang dilakukan oleh seorang penggiat atau penggagas awal yang berinisatif mengajak warga Jambangan untuk menciptakan lingku-ngan bersih. Selama kurang lebih 35 tahun, sejak tahun 1972 almarhum Sriyatun Djupri berusaha mengubah pola hidup masyarakat dengan melakukan sosialisasi secara personal kepada warga kampung. Diketahui, bahwa diawal usaha Alm. Sriyatun bersosialisasi, masyarakat masih terkesan acuh dan tidak peduli, bahkan cenderung menyepelekan. G 122 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Telaah Hierarki Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia pada Kampung Jambangan sebelum Perbaikan Kebutuhan masyarakat Kampung Jambangan menjadi faktor pendorong (motivasi) utama akan lahirnya strategi kreatif dalam proses pembentukan Kampung Kreatif. Tahapan pemenuhan kebutuhan masyarakat Kampung Jambangan diuraikan sebagai berikut; Pada tahap kebutuhan fisik (survival), masyarakat Kampung Jambangan berhasil me-menuhi kebutuhan dasar untuk makan, tidur, ber-istirahat, dan melakukan aktifitas lainnya dengan terwujudnya ruang hunian (rumah) sebagai wadah yang memfasilitasi kebutuhan biologis tersebut. Latar belakang status sosial masyarakat Kampung Jambangan yang tergolong sebagai masyarakat swasembada memperlihatkan bahwa kebutuhan akan ruang hunian dapat terpenuhi dengan baik. Begitu pula dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman (safety) yang dapat terpenuhi dengan mudah. Bagi masyarakat Kampung Jambangan kebutuhan safety bukanlah suatu masalah yang meresahkan dan dapat terpenuhi dengan mudah. Ketika warga telah merasa aman maka akan dibutuhkan pemenuhan kebutuhan pada level selanjutnya, yaitu rasa saling memiliki. Namun kondisi lingkungan yang buruk menyebabkan warga enggan untuk keluar rumah dan lebih memilih berdiam diri. Bahkan tidak sedikit yang pergi keluar dari kampung untuk mencari ruang publik dengan kualitas yang lebih baik. Pada akhirnya tidak terjadi interaksi sosial antar masyarakat sehingga spirit of place dari Kampung Jambangan hilang dan kebutuhan rasa saling memiliki tidak dapat terpenuhi. Sehingga berdasarkan analisa awal, diketahui bahwa pemenuhan kebutuhan masyarakat Jambangan berhenti pada tingkatan kebutuhan akan rasa aman. Pada dasarnya, ketika manusia merasa cukup dalam sebuah tingkat kebutuhan, kemudian akan timbul motivasi yang memicu manusia untuk melakukan usaha ke jenjang berikutnya. Akan tetapi, ketidakberhasilan masyarakat Kampung Jambangan dalam memenuhi kebutu-han rasa saling memiliki mengakibatkan pe-menuhan kebutuhan di tingkat berikutnya juga tidak dapat terpenuhi. Kegagalan pemenuhan kebutuhan tersebut menimbulkan kondisi yang tidak
Devi Hanurani Sugianti
seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhannya. Strategi Kreatif Jambangan
Perbaikan
Kampung
Strategi menurut Cycle of Urban Creativity terdiri dari lima tahap yang berkelanjutan. Pada kasus Kampung Jambangan Surabaya, tahap pertama dimulai dengan Pembentukan Ide kreatif yang ditandai dengan adanya aktor yang menginisiasi. M. Yadi merupakan warga Kampung Jambangan yang berinisiatif menerap-kan sistem pengolahan sampah mandiri “Komposter Aerob”. Komposter aerob adalah sebuah metode pengolahan sampah organik menjadi kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk dengan memanfaatkan kerja bakteri untuk menguraikan sampah, terutama sampah rumah tangga. Penerapan metode ini dapat mengurangi volume sampah rumah tangga hingga 50% dan menjadi solusi bagi isu pengelolaan sampah di lingkungan perkotaan padat hunian yang memiliki keterbatasan kapasitas dan metode pegelolaan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Terbentuknya kerjasama antara M. Yadi dengan Pemerintah Kota Surabaya dan pihak Unilever merupakan salah satu langkah awal dalam tahap Realisasi ide kreatif. Dibutuhkan usaha dan kerja keras yang ekstra dalam pelaksanaannya. Kunci keberhasilan dari ide kreatif ini terletak pada kesadaran warga untuk mau menerima dan secara sukarela menerapkan metode ini. Hanya saja respon yang diberikan warga kurang memuaskan. Hal ini disebabkan karena masih banyak warga yang kurang paham kegunaannya dan proses pembuatan komposter aerob, sehingga wadah yang telah dibuat banyak yang gagal dan terbengkalai. Hingga pada tahun 2004, pihak Unilever berinisiatif untuk membentuk Kader Lingkungan yang diketuai oleh Alm. Ibu Sriatun Djupri dengan jumlah anggota 40 orang di RW 3 wilayah Jambangan. Kegiatan utama dari kader lingkungan adalah pelatihan bagi warga sekitar untuk memelihara lingkungan dengan memilah dan mengolah sampah, pembibitan tanaman, penghijauan pekarangan, jalan, dan pinggir sungai serta membuat dan menggunakan jamban umum. Para kader diajari untuk memilah sampah basah dan kering. Dengan dibekali pemahaman dan pengetahuan akan pentingnya menjaga ling-
kungan, para kader mulai bersosialisasi kepada warga sekitar. Hanya saja warga masih enggan peduli dan tidak menanggapinya secara serius.
Gambar 1. Tahapan strategi kreatif yang terjadi di Jambangan
Ketika Alm. Sriatun menawarkan diri secara sukarela untuk membuat dan mengolah pekarangan rumah warga secara gratis, warga masih enggan membuka diri. Seiring berjalannya waktu, secara perlahan sosialisasi rutin dilakukan kepada warga. Akhirnya sedikit demi sedikit masyarakat Jambangan mulai sadar akan pentingnya menjaga lingkungan. Setelah tahap realisasi ide kreatif berhasil diterapkan, maka diperlukan strategi selanjutnya berupa penguatan sistem pendukung (gambar 1). Tahap penguatan sistem pendukung diperlukan untuk mempertahankan keberlangsungan dan mengembangkan ide kreatif yang berhasil diterapkan. Pada tahun 2005, Dinas Kebersihan membantu mengembangkan kader lingkungan ke seluruh Kelurahan Jambangan. Program ini pun berjalan sukses dan menyebar dengan cepat dan merata ke seluruh RT dan RW di Kampung Jambangan. Semakin berkembangnya jumlah anggota kader, menunjukkan bahwa sistem pengolahan sampah mandiri yang diusulkan telah diterima dengan baik dan menjadi semakin solid sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. Penerapan sistem pengolahan sampah mandiri yang semakin dikenal, membutuhkan tahap pengembangan selanjutnya. Penyediaan ruang Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 123
Strategi Kampung Kreatif Sebagai Upaya Perbaikan Lingkungan Kota Menurut Kerangka Pemenuhan Kebutuhan Manusia
basis kreatif merupakan tahap lanjutan yang bertujuan untuk dapat menyediakan suatu wadah sebagai sarana pengembangan ide kreatif. Pada kasus Kampung Jambangan, pro-ses pengolahan sampah yang berbeda antara jenis sampah basah dan kering berujung pada kebutuhan sarana yang berbeda. Pada pengolahan sampah kering, sampah yang dikumpulkan dimanfaatkan kembali sebagai kerajinan tangan atau dijual. Bank Sampah hadir sebagai sarana penampungan sementara sampah kering. Warga yang telah memilah sampah rumah tangganya, dapat menyetorkan sampah kering yang terkumpul di Bank Sampah. Sampah yang terkumpul di Bank Sampah kemudian akan dijual ke pengepul atau pemilik usaha kerajinan daur ulang. Kemudian uang yang diperoleh dari hasil penjualan akan diberikan kepada warga yang membutuhkan.
Gambar 2. Bank Sampah RT VII di RW 3 (kiri) dan Galeri Kerajinan Tangan RT IIA di RW 1.
Selain Bank Sampah, banyak berdiri rumah usaha kerajinan yang lebih dikenal sebagai Galeri Kerajinan Daur Ulang Sampah. Salah satunya adalah CV. Kreatif Indah Alam (gambar 2). Galeri kerajinan tangan daur ulang ini merupakan usaha yang dikembangkan oleh para kader lingkungan di masing-masing tempat tinggalnya. Produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah kering berupa taplak, payung, jaket, aneka macam bentuk tas, hingga suvenir cantik dari bahan botol plastik. Tidak hanya fokus dalam usaha menjual kerajinan tangan daur ulang, galeri ini juga menyediakan jasa pelatihan, seperti pelatihan motivasi lingkungan, pembinaan pembuatan kerajinan tangan daur ulang sampah kering, pelatihan pengadaan alat pengolahan sampah Komposter Aerob, serta pelatihan sistem Bank Sampah dan pemberdayaan masyarakat. Evaluasi aktifitas kreatif dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi keberlangsungan aktifitas kreatif setelah tersedia ruang basis G 124 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
kreatif berupa Bank Sampah dan Galeri Kerajinan Daur Ulang Sampah. Hal ini bertujuan untuk melihat manfaat dan potensi akan kelanjutan dari aktifitas kreatif yang terjadi di Kampung Jambangan. Manfaat utama yang diperoleh dari penerapan sistem pengolahan sampah secara mandiri adalah adanya peningkatan kualitas lingkungan hidup di Kampung Jambangan. Baik secara kualitas fisik lingkungan yang menjadi lebih bersih, hijau, dan tertata, serta adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakat Kampung. Peningkatan kualitas fisik lingkungan tercapai dengan pemanfaatan kembali sampah basah yang diuraikan menjadi kompos dan penggunaan sampah kering sebagai bahan dasar kerajinan yang dijual. Sedangkan kenaikan pendapatan diperoleh dari hasil aktifitas usaha kerajinan daur ulang sampah yang turut meningkatkan perekonomian masyarakat, terutama dalam menggerakkan pemberdayaan kaum perempuan (Bu Risnani dalam effendi, 2014). Manfaat yang diperoleh dari sistem pengolahan sampah memperlihatkan potensi keberlangsungan penerapannya hingga waktu yang lama. Hal ini dibuktikan dengan bertahannya usaha masyarakat dalam mengelola sampah secara mandiri dan juga usaha kerajinan daur ulang sampah yang masih beroperasi hingga sekarang. Telaah kondisi Kampung Jambangan setelah perbaikan berdasarkan Hierarki Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Berdasarkan analisa awal, diketahui bahwa sebelum sistem pengolahan sampah mandiri diterapkan, pemenuhan kebutuhan masyarakat Jambangan terhenti pada tingkat kebutuhan rasa aman. Setelah perbaikan mulai dilakukan, secara perlahan tapi pasti tampak perubahan yang berarti bagi warga kampung. Perbaikan tersebut menghasilkan sebuah setting baru yang berbeda dengan kondisi kampung sebelumnya. Perubahan setting fisik Kampung Jambangan ini mampu menjadi stimulus pengalaman ruang yang meningkatkan aktifitas sosial. Dalam konteks arsitektur, perubahan setting fisik yang terjadi adalah munculnya ruang baru yang memfasilitasi interaksi sosial warga. Balebale yang pada awalnya berfungsi sebagai tempat jaga malam, memiliki fungsi baru
Devi Hanurani Sugianti
sebagai tempat berkumpul warga untuk duduk santai dan mengobrol. Bahkan beberapa warga ikut meletakkan kursi santai di depan halaman rumah, sebagai penanda semakin besarnya wilayah ruang bersama akibat munculnya perasaan menyatu dengan setting yang baru. Lingkungan kampung yang bersih, tertata, dan indah membuat warga merasa nyaman untuk beraktifitas di ruang terbuka. Warga yang tadinya cenderung memilih berdiam diri di rumah, akhirnya mau keluar rumah dan menjadi lebih interaktif dengan warga lainnya. Kampung yang tadinya mati kemudian hidup kembali dengan munculnya makna baru. Warga Kampung Jambangan telah melalui proses perbaikan bersama-sama. Warga yang ikut bergotong royong membersihkan selokan, melakukan penghijauan, menanam pohon, dan mengecat lingkungan mengalami pengalaman ruang baru di Kampung Jambangan. Peningkatan kualitas fisik lingkungan kampung turut serta diiringi dengan adanya peningkatan aktifitas sosial yang terjadi di Kampung Jambangan. Sehingga secara tidak langsung kebutuhan rasa memiliki (sense of belonging) pada Kampung Jambangan berhasil terpenuhi. Setelah Kampung Jambangan memiliki kualitas yang lebih baik, masyarakat bersama kader berusaha untuk mempertahankan kondisi tersebut. Dengan kondisi setting fisik yang telah berubah, para warga perlahan tapi pasti turut merubah kebiasaanya dari yang acuh menjadi lebih peduli. Berbagai usaha pun dilakukan oleh warga untuk menunjukkan eksistensinya, salah satunya adalah aktif mengikuti berbagai perlombaan lingkungan bersih. Keberhasilan warga dalam mewujudkan visi misi bersama terlihat dari berbagai pencapaian dalam bentuk penghargaan kampung terbaik di tahun 2015. Pencapaian tersebut merupakan sebuah kebanggaan bersama yang diperoleh atas kerja sama warga Kampung Jambangan. Secara tidak langsung, hal tersebut menjadi pembuktikan bahwa kebutuhan penghargaan dan harga diri (self esteem) masyarakat Kampung Jambangan telah terpenuhi. Berbagai penghargaan yang telah diperoleh tidak membuat warga berpuas diri dan berhenti meningkatkan kualitas lingkungan Kampung Jambangan. Berbagai inovasi terus dikembangkan oleh warga yang memiliki kesadaran tinggi terhadap kebersihan lingkungan. Salah
satu strateginya adalah menggalakkan slogan hidup sehat yang direalisasikan dengan penyediaan westafel di pinggiran jalan RW III Kampung Jambangan. Selain itu, inovasi berupa vertical urban farming diterapkan dengan menggantung tanaman sayur atau buah-buahan pada lahan sempit di pinggiran jalan (gambar 3). Warga yang peduli dengan kesehatan juga menerapkan sistem lingkungan bebas rokok dengan menyediakan bale-bale sebagai tempat khusus merokok.
Gambar 3. (ki-ka) Westafel umum & urban farming
Berbagai inovasi/usaha yang telah dilakukan oleh warga tersebut merupakan dampak dari perbaikan yang telah dilakukan. Setelah proses perbaikan, terdapat dampak yang terjadi sesudahnya. Dampak ini merupakan tahap terakhir sebagai implikasi dari setting yang baru. Merujuk pada pernyataan Gehl (1987) dalam Safira (2001), bahwa aktivitas baru yang terjadi dapat menjadi daya tarik dalam interaksi sosial dalam Kampung.
Gambar 4. Pemenuhan kebutuhan Kampung Jambangan setelah perbaikan
masyarakat
Keberhasilan suatu proses perbaikan (proyek) bergantung pada tahap ini. Bila aktivitas yang terjadi akibat setting yang baru berlaku menerus, maka proses perbaikan kampung ini menjadi berhasil. Pada Kampung Jambangan, terdapat kontinuitas yang terjadi. Hal ini terlihat dari usaha warga yang senantiasa berinovasi untuk terus memperbaiki kualitas lingkungan hidup warga Kampung Jambangan. Sehingga secara tidak sadar warga Kampung Jambangan telah Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | G 125
Strategi Kampung Kreatif Sebagai Upaya Perbaikan Lingkungan Kota Menurut Kerangka Pemenuhan Kebutuhan Manusia
berhasil memenuhi kebutuhan dasar untuk aktualisasi diri (self-actualization) (gambar 4). Kesimpulan Sebelum perbaikan, masyarakat Kampung Jambangan hanya mampu memenuhi kebu-tuhan dasar pada tahap tuntutan biologis dan rasa aman. Untuk memenuhi kebutuhan pada tahap selanjutnya, diperlukan perbaikan yang dimulai dengan strategi ide kreatif dari M. Yadi tentang sistem pengolahan sampah mandiri “Komposter Aerob”. Realisasi ide kreatif tersebut diwujudkan dalam bentuk kerja sama dengan pihak Unilever dan Pemkot Surabaya. Namun pada perjalanannya ide tersebut masih mendapat tanggapan negatif sehingga kemudian dibentuk pelatihan Kader Lingkungan yang diketuai oleh alm. Ibu Sriyatun oleh pihak unilever. Strategi tersebut berhasil menyadarkan warga yang kemudian mampu meningkatkan kualitas fisik lingkungan. Sehingga kebutuhan rasa saling memiliki berhasil terpenuhi dengan adanya interaksi sosial yang terjadi di dalamnya. Penguatan sistem pendukung dilakukan dengan mengembangkan Kader Lingkungan keseluruh Kelurahan Jambangan yang dilanjutkan dengan penyediaan ruang basis aktifitas kreatif berupa Bank Sampah dan Galeri Kerajinan Daur Ulang Sampah. Keberhasilan strategi kreatif yang diterapkan dibuktikan dengan berbagai penghargaan lingkungan yang diperoleh. Hal ini membuktikan bahwa kebutuhan penghargaan dan harga diri masyarakat Kampung Jambangan telah terpenuhi. Warga yang mulai memiliki rasa memiliki Kampung Jambangan, membutuhkan pengakuan (aktualisasi diri). Sehingga warga terus melakukan inovasi untuk memperbaiki kualitas lingkungan kampung. Hasil evaluasi aktifitas kreatif menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas fisik lingkungan dan perekonomian warga yang turut meningkatkan kualitas hidup masyarakat Kampung Jambangan. Inovasi yang dilakukan oleh warga terjadi menerus. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kampung Jambangan berhasil memenuhi kebutuhannya hingga tahapan tertinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Dari uraian yang telah disampaikan, dapat ditarik benang merah bahwa strategi kreatif G 126 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
terbukti berperan dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia di Kampung Jambangan. Hanya saja strategi kreatif yang diterapkan di Kampung Jambangan terealisasi tanpa rencana (dibawah kesadaran). Sehingga penelitian yang dilakukan ini masih belum signifikan dan perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam. Daftar Pustaka Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika Effendi, M. Mahfud. (2009). Pemberdayaan Lingkungan : Studi tentang Peran Perempuan dalam Pemberdayaan Lingkungan melalui Pendidikan Daur Ulang Sampah di Kelurahan Jambangan, Kec. Jambangan, Surabaya. Tesis UIN Sunan Ampel. Gehl (1987) dalam (Safira. (2012). Kampung Kreatif Sebuah Solusi Spasial Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Skripsi Sarjana Arsitektur Universitas Indonesia. Landry, Charles. (1995). The Creative City. London: Demos. Lang (1994) dalam Driandra, Riela Provi. (2004). Persepsi & Preferensi Stakeholders Kawasan Braga : Masukan bagi Revitalisasi Kawasan. Tugas Akhir Departemen Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung. Newmark (1977) dalam (Safira. (2012). Kampung Kreatif Sebuah Solusi Spasial Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia. Skripsi Sarjana Arsitektur Universitas Indonesia. Sumilah, Rita. (1985). Pengaruh Program Perbaikan Kampung Terhadap Kondisi Fisik Beberapa Perkampungan di Kotamadya Surabaya. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya. Utami, S. (2014). Proses Pembentukan Kampung Kreatif (Studi Kasus: Kampung Dago Pojok dan Cicukang Bandung). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V3N1, 147 - 155. Yulandara, I., Trilaksana, T. (2013). Perbaikan Kampung di Surabaya tahun 1953 ; Studi kasus Kampung Ketandan dan Kampung Kebangsren. AVATARA, e-journal Pendidikan Sejarah, 1 (2), 143152.