Taman Kota dan Pemenuhan Kebutuhan Penggunanya
Rendy Primrizqi, Herlily
Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia
Email:
[email protected]
Abstrak
Taman Kota, sebagai salah satu bagian dari Ruang Terbuka Hijau (RTH), merupakan salah satu elemen penting bagi kehidupan di perkotaan. Tidak jarang taman menjadi sarana rekreasi bagi masyarakat. Masyarakat yang mendatangi taman kota ini—berasal dari berbagai kalangan usia—memiliki kebutuhan yang bermacam-macam. Namun, tidak semua taman mampu memenuhi kebutuhan setiap kalangan usia masyarakat. Mengacu pada teori kebutuhan manusia di setiap fase umur menurut Erikson (1982) dan Turner (1996), saya melakukan pengamatan langsung pada taman-taman di suatu kawasan yang berdekatan untuk mengetahui sejauh mana kebutuhan masyarakat pada suatu kawasan bisa terpenuhi oleh taman-taman kota yang tersedia di dalamnya. Pengamatan yang dilakukan di Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang menunjukkan bahwa belum semua taman di kawasan Menteng tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di setiap fase umur.
City Parks and The Fulfillment of Its Users Needs
Abstract
The presence of city parks has been unquestionably essential for our daily urban life. They frequently become recreational facilities for the people of the cities. These people—who come from different range of ages— certainly have different needs. However, not all city parks can fullfill those people needs. Referring to Erikson’s (1982) and Turner’s (1996) theories about human needs in every stages of life cycle, this undergraduate thesis observed city parks in the same neighborhood to discover whether the needs of its users can be fullfilled or not. The observation in Taman Menteng, Taman Suropati, and Taman Situ Lembang shows that the human needs in every stages of life cycle in Menteng neighborhood can not yet be fulfilled by the city parks. Keywords
: City parks, human needs, human life cycle
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Pendahuluan Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu elemen penting bagi sebuah kota. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 juga ikut mendukung pernyataan tersebut dengan menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Dilihat dari fungsi-fungsi yang dicantumkan pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, RTH tidaklah sepenuhnya berupa hutan kota yang pasif dan tidak bisa digunakan untuk fungsi lainnya. Namun, ruang terbuka hijau menyediakan fungsi lain di dalamnya sehingga menjadi sebuah “properti” yang bisa digunakan. Fungsi-fungsi lain yang diberikan pada ruang terbuka hijau ini membuatnya lebih aktif—terpakai. Salah satu bentuk dari RTH merupakan Taman Kota. Aktifnya sebuah taman kota tidak lepas dari peran masyarakat yang datang dan menggunakan taman kota tersebut. Pengguna taman kota ini berasal dari berbagai kalangan dengan rentang usia dan jenis kelamin yang berbeda-beda. Pengunjung taman kota yang beragam memiliki kebutuhan yang beragam pula. Manusia memiliki fase-fase perkembangan dengan kebutuhannya masing-masing pada setiap fase kehidupan (Erikson, 1982). Namun, tidak semua taman mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan manusia di setiap fase tersebut. Oleh karenanya, banyak taman yang sepi pengunjung dan malah tidak terpakai. Untuk mencegah hal tersebut terjadi lagi di masa yang akan datang, kita perlu mengetahui bagaimana taman bisa memenuhi kebutuhan manusia. Hal ini dilakukan karena taman kota—selain memiliki fungsi ekologis (sebagai paru-paru kota)— merupakan sarana pemenuhan kebutuhan dari masyarakat yang berada di sekitarnya. Sebagai sarana pemenuhan kebutuhan, kebutuhan masyarakat—berbagai usia—yang mana saja yang sebenarnya telah mampu terpenuhi oleh taman kota? Tulisan ini akan membahas tentang keaktifan—terpakainya—sebuah taman kota dan fungsinya sebagai sarana pemenuhan kebutuhan penggunanya pada lingkup neighborhood. Kebutuhan-kebutuhan manusia yang dimaksudkan dalam penulisan
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
skripsi ini merupakan kebutuhan-kebutuhan manusia secara psikologis berdasar fasefase umur yang dilaluinya. Teori dari Erik H. Erikson dalam bukunya The Life Cycle Completed dan Tom Turner dalam bukunya City as Landscape: A Post-postmodern View of Design and Planning akan menjadi landasan teori dari penulisan ini.
Tinjauan Teoritis •
Kebutuhan Daur Hidup Manusia
Selanjutnya, saya akan membahas kebutuhan-kebutuhan apa saja yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dipaparkan oleh Erik H. Erikson (1982) pada bukunya The Life Cycle Completed dan Tom Turner (1996) di dalam City as Landscape: A post-postmodern view of design and planning. Kebutuhan manusia ini dipaparkan dalam siklus hidup manusia yang terbagi menjadi: bayi, early childhood, pre-school, anak usia sekolah, remaja (adolescene), dewasa muda, dewasa (adult), manusia usia lanjut (manula/old).
Erikson (1982) menyatakan bahwa bayi membutuhkan sosok yang bisa dia percayai sepenuhnya. Dengan adanya sosok yang dipercayai, sang bayi akan bisa memiliki harapan (hope). Di sisi lain, bayi juga memerlukan pengawasan ekstra dari lingkungan sekitarnya. Mereka tidak boleh dibiarkan jauh dari orangtuanya (Turner, 1996). Pada tahapan early childhood, anak akan cenderung lebih ingin untuk bermain. Mereka playful dan mereka ingin untuk menunjukkan apa yang mereka bisa lakukan. Tapi, ada batasan akan hal yang bisa mereka lakukan (Erikson, 1982). Di sinilah pengawasan orangtua akan terasa sangat penting (Turner, 1996). Pada masa-masa pre-school anak sudah mulai memiliki inisiatif untuk melakukan sesuatu. Mereka mulai bergerak secara bebas untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka (Erikson, 1982). Pada masa-masa sekolah, anak mulai mengenal sesuatu yang dinamakan kemampuan. Mereka mulai belajar untuk mengetahui peraturan dan mematuhi jadwal yang ada. Dengan demikian anak mulai dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar untuk kehidupan mereka di masa depan. “... what are you good at, what are you good for..” (Erikson, 1982).
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
“A certain hierarchy of “work roles” has already entered the playing and learning child’s imagination by way of ideal examples, real or myhtical, that now present themselves in the persons of instructing adults, and in the heroes of legend, history, and fiction.” (sumber: Erikson. 1996: 75)
Identitas menjadi hal yang penting untuk remaja dan disalurkan dengan cara meyakinkan diri mereka kepada suatu ideologi atau “cara hidup”. Mereka mulai mencari dan menemukan bimbingan dari sumber-sumber lain—yang sebelumnya hanya diberikan oleh orangtua—terhadap sebuah ideologi atau “cara hidup” (Erikson, 1982). “In summary, the process of identity formation emerges as an “evolving configuration”—a configuration that gradually integrates constitutional givens, idiosyncratic libidinal needs, favored capacities, significant identifications, effective defenses, successful sublimations, and consistent roles.” (sumber: Erikson. 1996: 74)
Turner (1996) menyebutkan bahwa remaja ingin berada di tempat yang “happening”, bebas—dalam artian banyak hal yang bisa dilakukan, tempat mereka bisa melihat dan bertemu remaja lain.
Tahapan dewasa muda adalah masa saat manusia mulai memiliki perasaan cinta. Masa ketika manusia mencari dan—saat menemukannya—berkomitmen untuk melengkapi satu sama lain. Di tahapan ini mereka bersedia untuk berbagi “identitas” tersebut dengan orang lain yang mereka anggap bisa membuat mereka lengkap—utuh, sempurna—sebagai manusia (Erikson, 1982). “Young adult emerging from the adolescent search for a sense of identity can be eager and willing to fuse their identities in mutual intimacy and to share them with individuals who, in work, sexuality, and friendship promise to prove complementary. One can often be “in love” or engage intimacies, but the intimacy now at stake is the capacity to commit oneself to concrete affiliations which may call for significant sacrifices and compromises.” (sumber: Erikson. 1996: 70)
Turner (1996) menyebutkan bahwa “Yuppies” (sebutan Turner bagi orang yang ada di tahapan ini) memiliki minat yang tidak begitu berbeda dengan remaja. Manusia pada tahapan ini masih dalam proses pencarian sesuatu. Apabila pada tahapan sebelumnya mereka masih mencari “identitas”, di tahapan ini mereka mulai mencari “pelengkap” dari identitas itu. Karena tahapan remaja dan young adulthood ini masih berkutat pada hal yang sama—pencarian, maka kebutuhan dan minat mereka tidak berbeda jauh.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Tahapan dewasa menandakan ke-“matang”-an seorang manusia. Tahapan saat seorang manusia dianggap mampu menentukan sikap baik dan buruk serta dianggap menjadi panutan bagi para juniornya. Tahapan saat seseorang diharapkan bisa meneruskan dan menjelaskan nilai-nilai yang telah ada di masa mereka kepada generasi di bawahnya (Erikson, 1982). Dengan tuntutan yang tinggi, seseorang di tahapan ini akan menumbuhkan perasaan peduli (care) terhadap apapun yang berhubungan dengan dirinya (Erikson, 1982). “...Now conditions, circumstances, and associations have become one’s once-in-one-lifetime reality. Adult care thus must concentrate jointly on the means of taking lifelong care of what one has irrevocably chosen, or, indeed, has been forced to choose by fate, so as to care for it within the technological demands of the historical momentum.” (sumber: Erikson. 1996: 79)
Turner (1996) menyatakan bahwa para keluarga membutuhkan tempat untuk berekreasi bersama. Para ayah dan ibu, yang sudah mencapai tahapan ini, perlu untuk menunjukkan kepedulian (care) kepada keluarga mereka. Hal ini salah satunya bisa diwujudkan dengan cara berekreasi bersama seperti yang disebutkan Turner sebelumnya. Seorang manula akan mulai melihat kembali kehidupan yang sudah mereka jalani sebelumnya. Jika seseorang mengingat kehidupannya sebagai sesuatu yang disesali, maka dia akan termakan oleh rasa muak dan putus asa. Rasa putus asa pada tahapan ini juga sering muncul saat seseorang tersebut merasa mandek secara terus menerus (Erikson, 1982). “...Much of their despair is, in fact, a continuing sense of stagnation...” (sumber: Erikson. 1996: 63)
Turner (1996) menyebutkan bahwa para penduduk di usia tua membutuhkan tempat yang mengingatkan mereka akan kehidupan mereka di masa muda. Dengan mengingat masa lalu mereka, kemungkinan mereka untuk berpikir bahwa mereka berada di kondisi stagnan akan berkurang. Hal ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi rasa putus asa mereka. Dengan diketahuinya kebutuhan-kebutuhan manusia di setiap fase umur tersebut, bisa diketahui bahwa bayi, balita, anak usia pre-school membutuhkan ruang yang aman dan nyaman bagi mereka untuk berinteraksi dengan orangtuanya. Bisa dihadirkan dengan
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
material-material yang tidak membahayakan. Anak usia sekolah membutuhkan tempat yang bisa membuat mereka belajar akan nilai-nilai kehidupan. Remaja dan dewasa muda membutuhkan tempat yang bebas bagi mereka untuk melakukan berbagai hal. Orang dewasa membutuhkan tempat yang nyaman, sejuk, dan menyegarkan untuk menyalurkan
kepedulian
mereka
terhadap
keluarganya.
Sedangkan,
manula
membutuhkan tempat yang aman—hampir sama seperti fase umur bayi, balita, dan anak usia pre-school—dan tempat yang penuh dengan aktivitas dan keramaian.
Metode Penelitian Taman kota yang akan dianalisis adalah tiga taman di wilayah Menteng, Jakarta Pusat. Tiga taman tersebut adalah Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang. Ketiga taman ini memiliki jarak yang berdekatan (ada dalam radius ± 1km) dan dikelilingi oleh perumahan serta jalan protokol ibukota. Sebelum melakukan observasi terhadap taman, diperlukan pemahaman terhadap kebutuhan manusia melalui studi literatur. Setelah itu, diperlukan observasi langsung terhadap studi kasus. Dengan melakukan observasi langsung terhadap ketiga studi kasus taman kota (Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang), dapat diketahui kebutuhan siapa saja yang dapat dipenuhi oleh taman kota di wilayah tersebut. Wawancara terhadap pengunjung taman juga perlu dilakukan sehingga data yang didapat akan semakin valid. Setelah mengetahui kebutuhan fase umur manusia mana saja yang dapat dipenuhi oleh masing-masing taman, saya melakukan perbandingan terhadap kemampuan pemenuhan kebuituhan pengguna antara Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang. Hal tersebut dilakukan agar pemenuhan kebutuhan pengguna taman kota di wilayah Menteng, Jakarta Pusat dapat diketahui dengan lebih jelas.
Hasil Penelitian •
Taman Menteng
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Gambar 1. Peta Lokasi Taman Menteng Sumber: www.google.com/maps/@-‐6.1979475,106.8338977,17z, diakses pada tanggal 10 mei 2014
Lokasi : Jalan HOS. Cokroaminoto, Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, 10310 Luas
: 3,4 Hektar
Fasilitas : Lapangan Olahraga (futsal, basket, voli), tempat duduk, gedung parkir, akses bagi para difabel, tempat bermain anak, rumah kaca (bisa dialihfungsikan sebagai ruang pameran, kamar mandi, musholla. Tabel 1. Jenis Aktivitas dan Pelaku Kegiatannya di Taman Menteng No.
Jenis Kegiatan
Pelaku Kegiatan
1.
Bermain Bola Basket
Anak usia sekolah, remaja, dewasa muda
2.
Bermain Futsal
Anak usia sekolah, remaja, dewasa muda
3.
Tempat Bermain Anak
Anak bayi lima tahun (balita), anak usia sekolah, orang dewasa (orangtua anak)
4.
Bersantai
Bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa
5.
Bermusik
Remaja, dewasa muda
6.
Bermain Bersama Binatang Peliharaan
Remaja, dewasa muda sumber: observasi pribadi (mei 2014)
Bermain Sepakbola/Futsal Bermain Basket Bersantai Bermain Bersama Binatang Peliharaan Tempat Bermain Anak Bermusik Gambar 2. Pemetaan terjadinya aktivitas di Taman Menteng Sumber: Ilustrasi Pribadi
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Pengamatan terhadap persebaran manusia di Taman Menteng dilakukan pada tanggal 2 Mei 2014 dan 3 Mei 2014 yang terbagi dalam terbagi empat kelompok waktu, yaitu: pagi (pengamatan dilakukan pada pukul 09.00-10.00), siang (13.00-14.00), sore (17.0018.00), dan malam hari (19.00-20.00)
Pagi (09.00-‐10.00)
Sore (17.00-‐18.00)
Siang (13.00-‐14.00)
Malam (19.00-‐20.00)
Manusia Usia Lanjut (Manula) Orang Dewasa Dewasa Muda dan Remaja Anak Usia Sekolah, Balita, Bayi Gambar 3. Persebaran Manusia di Taman Menteng pada Hari Kerja Sumber: Ilustrasi Pribadi
Pada hari libur dan/atau akhir pekan, intensitas pengunjung taman bertambah.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Pagi (09.00-10.00)
Sore (17.00-18.00)
Siang (13.00-14.00)
Malam (19.00-20.00)
Manusia Usia Lanjut (Manula) Orang Dewasa Dewasa Muda dan Remaja Anak Usia Sekolah, Balita, Bayi Gambar 4. Persebaran Manusia di Taman Menteng pada Hari Libur Sumber: Ilustrasi Pribadi
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Gambar 5. Aktivitas yang Terjadi di Taman Menteng Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
•
Taman Suropati
Gambar 6. Peta Lokasi Taman Suropati Sumber: www.google.com/maps/@-‐6.1979475,106.8338977,17z, diakses pada tanggal 10 mei 2014
Lokasi : Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, 10310 Luas
: 16.322 m2
Fasilitas : tempat duduk, plaza, batu refleksi (pengalas yang sering dijadikan sarana memijat bagi beberapa pengunjung), kamar mandi, jogging track. Tabel 2. Jenis Aktivitas dan Pelaku Kegiatannya di Taman Suropati No.
Jenis Kegiatan
1.
Jogging
2.
Yoga
3.
Bermain Bersama Binatang Peliharaan
4.
Bersantai
Pelaku Kegiatan Remaja, dewasa muda Dewasa muda Remaja, dewasa muda Bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa, manula
5.
Bermusik
Remaja, dewasa muda sumber: observasi pribadi (mei 2014)
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Jogging Bersantai Bermain Bersama Binatang Peliharaan Yoga Bermusik Gambar 7. Pemetaan terjadinya aktivitas di Taman Suropati Sumber: Ilustrasi Pribadi
Persebaran manusia di Taman Suropati dilakukan pada tanggal 2 Mei 2014 dan 3 Mei 2014. Pengamatan dilakukan pada pada pagi (10.30-11.00), siang (12.00-13.00), sore (16.00-17.00), dan malam hari (20.30-21.00).
Gambar 8. Aktivitas yang Terjadi di Taman Suropati Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Pagi (10.30-11.00)
Siang (12.00-13.00)
Sore (16.00-17.00) Manusia Usia Lanjut (Manula)
Malam (20.30-21.00)
Orang Dewasa Dewasa Muda dan Remaja Anak Usia Sekolah, Balita, Bayi Gambar 9. Persebaran Manusia di Taman Suropati pada Hari Kerja Sumber: Ilustrasi Pribadi
Pada hari libur, Taman Suropati lebih ramai dikunjungi masyarakat.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Siang (12.00-13.00)
Pagi (10.30-11.00)
Sore (16.00-17.00)
Malam (20.30-21.00)
Manusia Usia Lanjut (Manula) Orang Dewasa Dewasa Muda dan Remaja Anak Usia Sekolah, Balita, Bayi
Gambar 10. Persebaran Manusia di Taman Suropati pada Hari Libur Sumber: Ilustrasi Pribadi
•
Taman Situ Lembang
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Gambar 11. Peta Lokasi Taman Situ Lembang Sumber: www.google.com/maps/@-‐6.1979475,106.8338977,17z, diakses pada tanggal 10 mei 2014
Lokasi : Jalan Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, 10310 Luas
: 11.150 m2
Fasilitas : tempat duduk, tempat memancing, akses bagi para difabel, tempat bermain anak, jogging track. Tabel 3. Jenis Aktivitas dan Pelaku Kegiatannya di Taman Situ Lembang No.
Jenis Kegiatan
1.
Memancing
2.
Tempat Bermain Anak
Pelaku Kegiatan Anak usia sekolah, dewasa Anak bayi lima tahun (balita), anak usia sekolah, orang dewasa (orangtua anak)
3.
Bersantai
Balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda, dewasa sumber: observasi pribadi (mei 2014)
Bersantai Memancing Tempat Bermain Anak Gambar 12. Pemetaan terjadinya aktivitas di Taman Situ Lembang Sumber: Ilustrasi Pribadi
Pengamatan persebaran manusia di taman ini juga dilakukan saat pagi (10.00-10.30), siang (14.00-14.30), sore (15.30-16.00), dan malam hari (20.00-20.30) pada 2 Mei 2014 dan 3 Mei 2014.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Pagi (10.00-10.30)
Sore (15.30-16.00)
Siang (14.00-14.30)
Malam (20.00-20.30)
Manusia Usia Lanjut (Manula) Orang Dewasa Dewasa Muda dan Remaja Anak Usia Sekolah, Balita, Bayi Gambar 13. Persebaran Manusia di Taman Situ Lembang pada Hari Kerja Sumber: Ilustrasi Pribadi
Intensitas pengunjung taman bertambah pada hari libur.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Pagi (10.00-10.30)
Sore (15.30-16.00)
Siang (14.00-14.30)
Malam (20.00-20.30)
Manusia Usia Lanjut (Manula) Orang Dewasa Dewasa Muda dan Remaja Anak Usia Sekolah, Balita, Bayi Gambar 14. Persebaran Manusia di Taman Situ Lembang pada Hari Libur Sumber: Ilustrasi Pribadi
Gambar 15. Aktivitas yang Terjadi di Taman Situ Lembang Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
Pembahasan •
Taman Menteng
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Taman Menteng dikunjungi oleh berbagai kalangan dari berbagai usia yang beraktivitas di dalamnya. Pengunjung bayi datang ke taman bersama orangtuanya. Keluarga ini berekreasi bersama sambil menikmati suasana taman. Dengan kegiatan seperti ini, bayi akan memiliki trust—Erikson (1982) menyebutkan bayi membutuhkan orang yang bisa dipercaya—terhadap keluarganya sehingga bisa berkembang lebih baik pada kemudian hari. Pengunjung balita juga banyak terlihat bermain di Taman Menteng.
Kebutuhan
bermain mereka dapat terfasilitasi dengan hadirnya area bermain anak di Taman Menteng. Area bermain ini juga aman karena berada di tengah taman dan memperbolehkan orangtua dan/atau pendamping untuk mengawasi anak-anak bermain. Anak usia pre-school juga terlihat hadir bermain di taman ini. Wilayah taman yang luas dengan berbagai fasilitasnya membuat anak usia pre-school bisa mengeksplorasi taman untuk memuaskan rasa ingin tahunya yang besar—Pada masa-masa pre-school anak bergerak secara bebas untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka (Erikson, 1982). Anak-anak usia sekolah juga bisa belajar tentang aturan-aturan—pada tahapan ini anak mulai mengenal dan belajar untuk mengetahui peraturan dan mematuhi jadwal yang ada (Erikson, 1982)—yang berlaku di taman. Dengan adanya jadwal penggunaan lapangan yang ada di taman, anak bisa belajar tentang aturan dan jadwal yang merupakan pengetahuan dasar untuk kehidupan di masa depan. Area yang dipakai bermain oleh anak-anak balita hingga usia sekolah memiliki material yang aman untuk aktivitas mereka, seperti pasir yang halus, dan paving yang tidak tajam serta halus, sehingga tidak membahayakan mereka ketika mereka terjatuh.
Gambar 16. Tekstur dan material pengalas Taman Menteng yang aman untuk bermain anak Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
Para pengunjung remaja dapat mengeksplorasi diri melalui lapangan olahraga sebagai salah satu fasilitasnya. Pada tahapan ini, remaja mulai mencari sesuatu yang disebut
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
“identitas” dengan cara meyakinkan diri mereka kepada suatu ideologi atau “cara hidup” (Erikson, 1982). Ada pula orang yang bereksplorasi dengan cara bermusik di taman. Hadirnya berbagai komunitas di malam hari juga merupakan proses pencarian “identitas” yang dilakukan pengunjung remaja dan dewasa muda—kebutuhan mereka tidak jauh berbeda dengan remaja (Turner, 1996)—di Taman Menteng. Pengunjung dewasa muda juga terlihat banyak berada di taman ini. Terdapat beberapa dewasa muda terlihat berpacaran sambil duduk bersantai di bangku taman. Tahapan ini adalah masa saat manusia mulai memiliki perasaan cinta. Masa ketika manusia mencari dan—saat menemukannya—berkomitmen untuk melengkapi satu sama lain (Erikson, 1982). Namun, kebutuhan mereka akan fasilitas untuk mengeksplorasi diri—lapangan olahraga, tempat bermusik, dll.—masih cukup besar. Oleh karena itu, masih banyak terlihat pengunjung dewasa muda memenuhi lapangan olahraga Taman Menteng. Pengunjung dewasa yang datang ke taman biasa membawa keluarganya untuk berekreasi bersama. Dengan ini mereka bisa menunjukkan rasa peduli kepada keluarga mereka ((Erikson, 1982). Namun, tetap terlihat beberapa pengunjung dewasa yang datang ke taman sendirian hanya untuk melepas penat dari keseharian mereka.
Gambar 17. Suasana yang sejuk disukai pengunjung dewasa Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
Walaupun terdapat banyak fasilitas yang memudahkan pengunjung manula dan difabel di taman ini serta keramaian dari berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung dari berbagai kalangan umur, tidak terlihat ada pengunjung dari kalangan tersebut di Taman Menteng. •
Taman Suropati
Taman Suropati dikunjungi oleh pengunjung dari berbagai umur. Banyak pengunjung bayi yang datang ke taman bersama orangtuanya untuk berekreasi bersama. Dengan
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
kegiatan ini si bayi dan keluarganya bisa mempererat ikatan (bond) sehingga si bayi dapat berkembang lebih baik di kemudian hari. Pengunjung balita juga terlihat berada di taman sambil bermain bersama keluarga mereka. Meskipun tidak terdapat area bermain anak di Taman Suropati, para balita ini bisa bermain di taman dengan aman karena pengawasan orangtua yang mudah dilakukan. Wilayah taman yang luas membuat banyak pengunjung pre-school bisa mengeksplorasi taman untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka. Kehadiran instalasi-instalasi karya seniman ASEAN dan banyaknya jenis tumbuhan juga ikut membantu para pengunjung balita untuk memuaskan rasa ingin tahu mereka. Walaupun tidak terdapat lapangan olahraga, anak usia sekolah yang hadir di sini bisa bermain dengan air mancur—yang hanya hidup pada waktu-waktu tertentu. Aturanaturan taman—contoh: tidak boleh buang sampah sembarangan, tidak boleh coret-coret, dilarang merusak tanaman, dsb.—juga membuat anak usia sekolah belajar tentang pengetahuan dasar. Area yang dipakai bermain oleh anak-anak balita hingga usia sekolah di Taman Suropati memiliki material yang aman untuk aktivitas mereka dengan paving yang tidak tajam serta halus sehingga tidak membahayakan mereka ketika mereka terjatuh.
Gambar 18. Tekstur dan material pengalas Taman Suropati yang aman untuk bermain anak Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
Pengunjung remaja banyak terlihat di taman ini untuk berkumpul bersama teman-teman dan beraktivitas bersama. Turner (1996) menyebutkan bahwa remaja ingin berada di tempat yang “happening”, bebas—dalam artian banyak hal yang bisa dilakukan, tempat mereka bisa melihat dan bertemu remaja lain. Kegiatan mengeksplorasi diri seperti bermusik juga terdapat di taman ini. Selain itu terdapat beberapa remaja dan dewasa
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
muda dengan peliharaannya membentuk komunitas pecinta hewan yang hadir di taman ini. Banyak pula terlihat pengunjung dewasa muda duduk bersantai di taman sambil berpacaran. Kebutuhan pengunjung dewasa muda untuk terus mengeksplorasi diri juga bisa disalurkan di sini dengan cara bermusik, yoga, dan jogging. Pengunjung dewasa juga terlihat banyak membawa keluarga mereka untuk berekreasi di Taman Suropati. Mereka terlihat menyalurkan kepedulian (care) mereka terhadap keluarganya di taman ini. Pengunjung manula juga terlihat duduk bersantai di bangku-bangku taman. Meskipun pada Taman Suropati tidak terdapat fasilitas yang memudahkan pengunjung manula dan difabel, pengunjung manula tetap terlihat datang ke taman untuk sekedar melihat-lihat kehidupan taman yang dipenuhi oleh aktivitas. Hal ini terjadi kerena pengunjung manula membutuhkan tempat yang mengingatkan mereka akan kehidupan mereka di masa muda (Turner, 1996). Pengunjung manula juga datang untuk melakukan pijat refleksi pada pengalas yang terdapat pada Taman Suropati. Sementara itu pengunjung difabel juga dimanjakan dengan pengalas yang rata dan tidak berundak-undak. Dengan demikian kebutuhan pengunjung manula dan difabel juga dapat dipenuhi oleh Taman Suropati.
Gambar 19. Tekstur dan material pengalas Taman Suropati yang dipakai oleh pengunjung manula dan difabel Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
•
Taman Situ Lembang
Meskipun ramai dikunjungi oleh pengunjung dari fase umur lainnya, pengunjung bayi tidak terlihat hadir di Taman Situ Lembang. Meskipun begitu, para pengunjung keluarga membawa anak balita untuk bermain di area taman. Kebutuhan mereka akan
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
bermain juga difasilitasi oleh area bermain anak yang hadir di taman ini. Pengawasan yang dilakukan orangtua ketika mereka bermain juga dipermudah dengan hadirnya pagar taman. Pengunjung anak usia pre-school juga bisa memuaskan rasa ingin tahu mereka di taman ini. Bentuk taman yang mengelilingi danau membuat pengunjung pre-school senang untuk bermain dan mengeksplorasi taman. Selain belajar tentang peraturan-peraturan yang berlaku di taman, ada anak-anak usia sekolah yang mulai dibekali dengan kemampuan-kemampuan dasar untuk kehidupan mereka di masa depan. Mereka diajarkan memancing oleh orangtuanya di taman ini. Dengan ini, mereka mulai diajarkan tentang peran kerja (work roles) yang dibutuhkan untuk bekal mereka di kemudian hari (Erikson, 1982). Material pengalas pada area bermain anak di Taman Situ Lembang memiliki material yang aman untuk aktivitas mereka dengan paving yang tidak tajam serta halus sehingga tidak membahayakan mereka ketika mereka terjatuh.
Gambar 20. Tekstur dan material pengalas Taman Situ Lembang yang aman untuk bermain anak Sumber: Dokumentasi Pribadi (Mei 2014)
Pengunjung remaja terlihat banyak berkumpul di taman ini. Mereka datang ke Taman Situ Lembang untuk berkumpul dengan remaja-remaja lainnya. Kegiatan yang mereka lakukan hanyalah bersantai dan berkumpul bersama sambil bersenda gurau di taman. Kegiatan pacaran yang dilakukan pengunjung dewasa muda yang dilakukan di Taman Menteng dan Taman Suropati juga terlihat di taman ini. Selain mereka yang berpacaran, para pengunjung muda hanya melakukan kegiatan bersantai sambil menikmati suasana danau di Taman Situ Lembang. Pengunjung dewasa juga hadir di Taman Situ Lembang untuk berekreasi bersama keluarga mereka. Dengan ini mereka bisa menunjukkan kepedulian (care) mereka
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
terhadap keluarga. Kegiatan yang biasa dilakukan adalah bersantai dan bermain bersama di area bermain anak. Meskipun terdapat fasilitas pendukung berupa ramp untuk pengunjung difabel, pagar untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengunjung, pengunjung manula tidak terlihat hadir di taman ini. Hal ini dikarenakan sedikitnya variasi aktivitas yang dilakukan di taman ini. Minimnya variasi aktivitas di Taman Situ Lembang tidak membuat para pengunjung manula bisa mengingat kehidupan masa lalu mereka (Turner, 1996).
Kesimpulan Kebutuhan manusia yang berbeda-beda di setiap fase kehidupan membuat proses merancang taman menjadi tidak mudah karena perbedaan kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh taman. Dari tiga taman yang dibahas (Taman Menteng, Taman Suropati, dan Taman Situ Lembang), hanya Taman Suropati yang didatangi oleh pengunjung dari segala kalangan umur. Keberagaman aktivitas yang terjadi di sini mampu mempengaruhi minat masyarakat untuk mendatangi taman. Meskipun tidak terdapat fasilitas penunjang bagi manula dan difabel (ramp dan toilet difabel) serta pagar pengaman dari lalu lintas jalanan, Taman Suropati berhasil memenuhi kebutuhan seluruh penggunanya. Taman Menteng, walaupun sudah dilengkapi dengan fasilitas penunjang pengunjung manula dan difabel, area bermain anak yang aman, dan beragam fasilitas olahraga, tidak didatangi oleh pengunjung manula. Hal ini menunjukkan bahwa Taman Menteng belum memenuhi kebutuhan mereka. Meskipun begitu, kebutuhan pengunjung taman dari kalangan umur lain (bayi, balita, anak usia pre-school dan sekolah, remaja, dewasa muda dan orang dewasa) tetap dapat dipenuhi dengan berbagai macam fasilitas yang dihadirkan dalam taman (lapangan olahraga, tempat bermain anak, bangku taman, dsb.). Pada Taman Situ Lembang, tidak terdapat pengunjung bayi dan manula. Variasi aktivitas yang terjadi di taman ini pun hanya sedikit (memancing, bersantai, dan tempat bermain anak). Meskipun begitu, pengunjung balita, anak usia pre-school, anak usia sekolah, remaja, dewasa muda, dan pengunjung dewasa tetap mengunjungi taman ini untuk berekreasi.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Dari tiga studi kasus di atas dapat dilihat bahwa tiga taman—yang berdekatan—di daerah Menteng ini cukup sukses untuk memenuhi kebutuhan pengguna-penggunanya. Meskipun begitu, kebutuhan pengunjung manula dan bayi masih belum bisa terpenuhi di seluruh taman tersebut. Hanya Taman Suropati yang bisa memenuhi kebutuhan semua pengunjung dari setiap periode umur. Kebutuhan-kebutuhan setiap periode umur manusia di taman direpresentasikan oleh keberagaman aktivitas yang dilakukan oleh mereka. Bayi, balita, dan anak usia preschool perlu beraktivitas dengan orangtuanya, anak usia sekolah beraktivitas untuk mengenal pengetahuan-pengetahuan dasar di kehidupan, remaja beraktivitas untuk menemukan jati diri mereka, pengunjung dewasa muda beraktivitas untuk mencari “pelengkap” hidup mereka, pengunjung dewasa yang beraktivitas untuk memunculkan dan menunjukkan rasa kepedulian (care) mereka, dan pengunjung manula yang beraktivitas untuk tidak merasa stagnan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, taman perlu untuk memfasilitasi keberagaman aktivitas yang mungkin dilakukan di dalamnya.
Kepustakaan Bandung. “Kajian Perkotaan: Mempertahankan Babakan Siliwangi Sebagai Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung”. Diakses pada tanggal 11 maret 2014 Erikson, Erik H. 1996. The Life Cycle Completed. W. W. Norton & Company, Inc.: New York Jakarta. “Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan
dan
Pemanfaatan
Ruang
Terbuka
Hijau
di
Kawasan
Perkotaan”.
http://www.penataanruang.com/pedoman-ruang-terbuka-hijau.html. Diakses pada tanggal 11 maret 2014 Jakarta. “Taman Menteng”. http://www.jakarta.go.id/web/news/1990/01/taman-menteng. Diakses pada tanggal 11 Mei 2014 Jakarta. “Taman Situ Lembang”. http://pertamananpemakaman.jakarta.go.id/web/berita/44/taman-situ-lembang. Diakses pada tanggal 11 Mei 2014
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014
Jakarta.
“Taman
Suropati”.
http://www.jakarta.go.id/web/news/1990/01/taman-suropati.
Diakses pada tanggal 11 Mei 2014 Laurie, Michael. 1994. An Introduction to Landscape Architecture. Departement of Landscape Architecture. University of California, Berkeley. Turner, Tom. 1996. City as Landscape: A post-postmodern view of design and planning. Alden Press, London.
Taman kota…, Rendy Primrizqi, FT UI, 2014