FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGY PROTEIN PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMALATA KELURAHAN TAMALATA KEC. MANGGALA KOTA MAKASSAR Darmawati1, Erna Kadrianti2, Suarnianti3 1 STIKES
Nani Hasanuddin Makassar STIKES Nani Hasanuddin Makassar 3 STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, pendapatan dan lingkungan, dengan kejadian kurang energy protein pada anak usia 2-5 tahun di wilayah kerja puskesmas tamalata kelurahan tamalata kec. Manggala kota makassar. Penelitian ini adalah penelitian non eksperimen dengan metode pendekatan deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional, Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak usia 2-5 tahun dan memeriksakan anaknya ke puskesmas tamangapa antara bulan Januari-Februari 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah diambel secara total sapling. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasilnya diolah menggunakan uji Chi-square dengan tingkat kemaknaan α=0,05. Hasil bivariat menunjukkan bahwa pengetahuan (p=0,020), pendapatan (p=0,016), lingkungan (p=0,037). Ada hubungan antara pengetahuan, pendapatan, dan lingkungan dengan kejadian kurang energi protein. Karena itu perlu adanya penyuluhan mengenai kurang energi protein di wilayah puskesmas. Kata Kunci : Pengetahuan, Pendapatan, Lingkungan.
PENDAHULUAN Masalah gizi kurang dan buruk hingga kini masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Krisis ekonomi, merosotnya nilai rupiah dan bencana alam yang berntun menjadi pemicu meningkatnya masalah ini. Secara umum terdapat 4 masalah gizi utama di Indonesia yakni KEP (kurang energy prortein) , KVA (kurang Vitamin A), kurang yoidum (Gondok Endemik), dan kurang zat besi (Anemia gizi besi). Akibat dari kurang gizi ini merupakan kerentanan terhadap penyakitpenyakit infeksi dan dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian (Suhardjo, 2010). Kurang energy protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa. KEP dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan gangguan perkembangan mental anak (Tarigan, 2001). Anak balita dengan KEP tingkat berat akan menunjukkan tanda klinis kwashiorkor atau marasmus (Edwin Saputra, 2009). Selain itu dampak dari KEP pada anak balita dapat menurunkan system kekebalan tubuh sehingga anak sering sakit (WHO, 2002). Menurut Schroeder, anak balita yang menderita KEP mempunyai resiko
menurunnya perkembangan motorik, rendahnya funsi kognitif serta kapasitas penampilan pada akhirnya KEP member efek negative terhadap tingginya resiko terhadap kematian. Disamping itu, anak yang pernah menderita kurang gizi akan sulit unuk mengejar pertumbuhan sesuai dengan umurnya. (Edwin Saputra, 2009). Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita disebabkan berbagai faktor diantaranya masih tingginya angka berat badan lahir rendah pada bayi (BBLR). Akibat dari BBLR dan gizi kurang pada balita akan menghasilkan masalah lanjutan pada pertumbuhan tinggi badan anak baru masuk sekolah (TBABS). Berdasarkan pemantauan TBABS didapatkan data bahwa dari 21.777.0000 anak usia 5-9 tahun yang sekolah, 7.800.000 anak tersebut mengalami hambatan dalam pertumbuhan. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2005 gizi kurang terdapat 19,2%, gizi buruk 8,8%. Untuk usia 0-5 bulan gizi buruk tahun 2005 8,5%, usia 6-11 bulan 14,2%, usia 12-23 bulan 20% dan usia 24-59 bulan 21,2%. (Ikeu Nurhidayah, 2008). KEP merupakan salah satu masalah gizi utama pada balita di Indonesia. Berdasarkan data Susens tahun 1999 di ketahui bahwa prevalensi gizi kurang yaitu sebesar 26,4 %. Sedangkan untuk tahun 2000
1 Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
prevalensi kurang gizi yaitu sebesar 26,9 % dan gizi buruk yaitu sebesar 7,1 %. Dari 5 juta anak balita Indonesia (27,5%) yang mengalami KEP terdapat 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak (8,3%) berstatus gizi buruk (Edwin Saputra, 2009). Salah satu gangguan gizi yang harus diwaspadai dalam masa tumbuh kembang anak , adalah Malnutrisi dan Gizi buruk yang menurut Riskesdas 2010 jumhanya 5,4% dan gizi kurang 17,9 % dengan stunting atau pendek 36% dari Balita yang dipantau. Apabila di Indonesia ada 27 juta Balita dari 237 juta(2010) dan sekarang 242 juta penduduk maka dapat diperkirakan ada seperempat yang mengalami malnutrisi, baikl gizi bruk maupun gizi kurang atau sekitar 5-6 juta Balita. Padahal saat Balita ini adalah periode keeemasan (Golden periode) dan jendela kesempatan (Window opportunity )dimana otak sedang berkembang pesat dan memerlukan nutria. Bila terjadi malnutrisi maka dipastikan mereka akan jatuh kedalam gizi kurang, gizi buruk dan pendek(Stunting) sehingga menjadi generasi yang tidak berkualitas (lost generation) yang oleh Butet kertajaya dalam kompas beberapa bulan lalu disebut generasi goblok permanen. (Rachmat, 2011). WHO mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler antara suplai nutrien dan energi dengan kebutuhan untuk pertumbuhan, maintenance dan fungsi spesifik. Malnutrisi Energi Protein (MEP) pertama kali digambarkan pada tahun 1920, banyak dijumpai di negara sedang berkembang, di samping itu jugIa banyak didapatkan pada penderita rawat inap dan kasus penyakit kronis di Amerika. Menurut WHO 49% dari 10,4 juta kematian pada anakanak usia di bawah 5 tahun di negara yang sedang berkembang berhubungan dengan MEP. Meskipun MEP lebih sering terjadi di negara dengan income yang rendah, keadaan ini juga dijumpai di negara dengan income yang lebih tinggi, di daerah urban dan sosek rendah, dan anak dengan penyakit kronis. (Rachmat, 2011). Prevalensi nasional Gizi Buruk pada Balita adalah 5,4%, dan Gizi Kurang pada Balita adalah 13,0%. Keduanya menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi (20%), maupun target Millenium Development Goals pada 2015 (18,5%) telah tercapai pada 2007. Namun demikian, sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi Gizi Buruk dan Gizi Kurang diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara,Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
2
Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI, 2008). Gizi buruk adalah keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada < -3 SD tabel baku WHO. Pada kasus gizi buruk dengan adanya gejala klinis terbagi atas 3 jenis, yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmik- kwashiorkor. Jumlah kasus gizi buruk berdasarkan ke tiga jenis tersebut di Sulsel pada tahun 2008 sebanyak 95 kasus, empat kabupaten/kota dengan kasus terbanyak antara lain Bone (16 kasus), Pinrang (15 kasus), Wajo (11 kasus), dan Jeneponto sebanyak (8 kasus). (Sudarianto, 2009) Kasus gizi buruk yang sebanyak 95 itu terdiri dari marasmus (48 kasus), kwashiorkor (25 kasus), dan marasmik- kwashiorkor (22 kasus). Marasmur adalah gizi buruk yang disertai tanda-tanda seperti badan sangat kurus (kulit membungkus tulang), wajah seperti orang tua (pipi kempot, mata terlihat cekung), cengeng dan rewel, iga gambang, perut cekung, tulang belakang terlihat menonjol, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada dan sering disertai penyakit infeksi serta diare. Kasus gizi buruk jenis marasmus di Sulsel pada tahun 2008 sebanyak 48 kasus, empat kabupaten/kota terbanyak antara lain Pinrang 12 kasus, Bone 11 kasus, Luwu Timur 7 kasus dan Jeneponto sebanyak 6 kasus. Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang disertai tanda-tanda klinis seperti edema di seluruh tubuh, rambut tipis, wajah membulat dan sembab. Kasus gizi buruk jenis kwashiorkor ditemukan terbanyak pada Kab. Wajo (5 kasus), Soppeng, Pinrang, Selayar, Bulukumba dan Bantaeng masingmasing (3 kasus). (Sudarianto, 2009) Sedangkan gizi buruk jenis marasmikkwashiorkor (M+K) adalah gizi buruk dengan gambaran klinis yang merupakan campuran dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. Kasus M+K di Sulsel pada tahun 2008 terbanyak di Kab. Enrekang (7 kasus), Pangkep (6 kasus), dan Bone (5 kasus). (Sudarianto, 2009) Prevalensi gizi kurang pada anak balita di kecamatan manggala pada tahun 1999 sebanyak 741 atau 21,61% dan gizi buruk sebanyak 464 atau 13,53 % (Depkes, Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
2000). Sedangkan KEP total pada anak balita tahun 2001 tingkat kecamatan 92 atau 5, 437% (Depkes, 2002). Dengan demikian banyaknya kantong-kantong daerah miskin di kota Makassar termasuk tempat pembuangan akhir sampah yang termasuk wilayah kecamatan manggala adalah salah satu wilayah kecil mengalami peningkatan masalah status gizi dan kesehatan. Salah satu factor yang menentukan dalam status gizi anak balita adalah besarnya asupan makanan. Pola pengasuahan anak berpengaruh terhadap pemberian makanan dari orang tua ke anaknya. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi kurang berperan nyata dalam resiko gizi kurang. Bentuk kepedulian pada gizi anak merupakan salah tanggung jawab dan keluarga dalam hal ini ibu rumah tangga dan secara tidak langsung merupakan tanggung jawab masyarakat. Dalam masyarakat, kegiatan-kegiatan yang menyangkut perbaikan gizi banyak melibatkan kaum ibu, maka ibu merupakan tokoh utama yang harus peduli pada gizi anak. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga juga berperan dalam penyusunan makanan keluarga, serta pengasuhan dan perawatan anak. Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai factor, disamping pendidikan yang pernah dijalani, factor lingkungan social dan frekuensi kontak dengan media massa juga mempengaruhi pengetahuan gizi. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga dapat menambah pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan seharihari (Suhardjo, 2010). Rendanya pendapatan keluarga menyebabkan keluarga tidak dapat leluasa membelanjakan pendapatannya untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya sehingga dalam keputusan terakhir keluarga umumnya akan lebih mendahulukan pemenuhan kebutuhan dasar, terutama makanan (Yayasan mitra Husada,2003). Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai “faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian kurang energy protein pada anak usia 2-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar.”. BAHAN DAN METODE Lokasi, populasi, dan sampel penelitian Penelitian ini adalah penelitian non eksperimen dengan metode deskriptif dengan rancangan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah kerja Puskesmas
Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar pada tanggal 14 januari 2013 s/d 4 Februari 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak yang berumur 2-5 tahun dan memeriksakan anaknya di puskesmas Tamangapa Kelurahan Manggala Kecamatan Manggala, Makassar. Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan total sampling yaitu semua ibu yang memiliki anak yang berumur 2-5 tahun yang datang memeriksakan anaknya puskesmas tamangapa Kelurahan Manggala Kecamatan Manggala Makassar yang memenuhi kriteria inklusi dengan besar sampel 42 orang . 1)Kriteria inklusif a)Ibu yang bersedia diteliti b)Ibu yang memiliki anak yang berumur 2-5 tahun yang memeriksakan anaknya ke puskesmas. c) Ibu yang kooperatif d)Ibu yang membawa KMS anaknya 2)Kriteria esklusif a)Pasien Morbus Hansen yang dinyatakan drop out. b)Pasien Morbus Hansen dengan kunjungan baru. c) Pasien Morbus Hansen yang dirujuk kembali ke puskesmas. d)Pasien Morbus Hansen yang telah dinyatakan RFT. e)Pasien Morbus Hansen yang menolak untuk dijadikan responden. Pengumpulan dan pengolahan data Data primer diperoleh dengan menggunakan kuesionerData sekunder diperoleh melalui data rekam medik di Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa Kec. Manggala. Data yang telah terkumpul, dikelompokan dan diberi kode sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan peneliti, kemudian dipindahkan kedalam kartu tabulasi. Perhitungan data untuk keperluan analisis menggunakan uji statistik menggunakan program komputerisasi dengan langkah – langkah sebagai berikut : 1. Editing Dimaksudkan untuk melihat apakah data yang diperoleh sudah terisi lengkap atau kurang lengkap. 2. Koding a. isi checklist ke daftar koding. b. Pemindahan Pembuatan daftar tabel. c. Pemindahan daftar koding. d. Pemindahan pembuatan tabulasi data sesuai dengan daftar variabel. 3. Skoring
3 Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Pertanyaan yang diberikan hanya mengacu pada pengetahuan, sikap dan motivasi berobat pasien Morbus Hansen. 4. Tabulasi Data Dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data ke dalam suatu tabel menurut sifat – sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian sehingga tabel mudah untuk dianalisa. 5. Analisa Data Setelah dilakukan tabulasi data, kemudian data diolah dengan menggunakan uji statistic yaitu analisi univariat dilakukan untuk variabel tunggal yang dianggap terkait dengan penelitian dan analisis bivariat untuk melihat distribusi beberapa variabel yang dinggap terkait dan menggunakan uji chisquare (X2) dengan kemaknaan 0,05. HASIL PENELITIAN 1. Hasil Analisis Univariat Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar Jenis Frekuensi Persentase Kelamin Laki-laki 32 76,2% Perempuan 10 23,8% Total 42 100% Sumber : Data Primer (Januari-Februari 2013)
Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 responden (72,6%) sedangkan perempuan sebanyak 10 responden (23,8%). Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umurdi Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBPKM) Makassar Umur Frekuensi Persentase (Tahun) 2 12 28,6% 3 14 33.3% 4 8 19.0% 5 8 19.0% Total 42 100% Sumber : Data Primer (Januari-Februari 2013)
Dari hasil penelitian,diperoleh jumlah responden yang berumur 2 tahun sebanyak 12 responden (19,0%), umur 3 tahun sebanyak 14 responden (33,3%), umur 4 sebanyak 8 responden (19,0%), umur 5 tahun sebanyak 8 responden (19,0%)..
4
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar Tingkat Frekuensi Persentase Pengetahuan Kurang 30 83,3% Cukup 12 16,67% Total 42 100% Sumber : Data Primer (Januari-Februari 2013)
Dari hasil penelitian,diperoleh jumlah responden yang pengetahuannya kurang yaitu 30 responden (83,3%), sedangkan yang cukup 12 responden (16,67%). Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Status Ekonomi Di Wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar. Status Frekuensi Persentase Ekonomi Menengah ke 25 73,3% bawah Menengah ke 17 26,67% atas Total 42 100% Sumber : Data Primer (Januari-Februari 2013)
Dari hasil penelitian,diperoleh jumlah responden yang memiliki satatus ekonomi menengah ke bawah yaitu 25 responden (73,3%), sedangkan yang berstatus ekonomi menengah ke atas yaitu sebanyak 17 responden (26,67%). Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Lingkungan Di Wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar Status Frekuensi Persentase Ekonomi Beresiko 26 61,9% Tidak 16 38,1% beresiko Total 42 100% Sumber : Data Primer (Januari-Februari 2013)
Dari hasil penelitian,diperoleh jumlah responden yang lingkungannya beresiko yaitu 26 responden (61,9%), sedangkan yang lingkungannya tidak beresiko sebanyak 16 responden (38,1%). Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pasien KEP Di Wilayahkerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar.
Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Status Ekonomi KEP Bukan KEP Total
Frekuensi
Persentase
23 19 42
54,8% 45,2% 100%
Sumber : Data Primer (Januari-Februari 2013)
Dari hasil penelitian,diperoleh jumlah responden yang kurang energi protein yaitu 30 responden (71,4%), sedangkan yang tidak kuang energi protein sebanyak 12 responden (28,4%). 2. Hasil Analisis Bivariat a. Hubungan antara kurang energi protein dengan pengetahuan Tabel 7. Hubungan antara kurang energi protein dengan pengetahuan di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar Kurang Energi Protein Pengeta huan
KEP n
kurang
%
20 47,6
Total
Bukan KEP n
%
n
%
10
23,8
30
71,4
cukup Jumlah
3 7,1 9 21,4 12 28,6 23 54,7 19 45,2 42 100 p = 0,020 Sumber : Data Primer (Januari- Februari) 2013
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 42 responden dimana diperoleh data bahwa responden yang mengalami kurang energi protein sebanyak 23 responden (54,7%) dimana yang memiliki kurang pengetahuan ada 20 responden (47,6%) dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 3 responden (7,1). Adapun responden yang tidak mengalami kurang energi protein yaitu 19 responden (45,2%) dimana yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 10 responden (23,8%) dan yang memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 9 responden (21,4%). Dari hasil uji statistik setelah menggunakan fisher’s exact test melalui program komputerisasi diperoleh nilai p = 0,020 dimana dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara kejadian kurang energi protein dengan pengetahuan orang tua tentang kurang energi protein.
b. Hubungan antara kurang energi protein dengan status ekonomi Tabel 8. Hubungan antara kurang energi protein dengan status ekonomi di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec. Maggala kota Makassar. Status Ekonomi Menengah ke bawah Menengah ke atas Jumlah
Kurang Energi Protein Bukan KEP KEP n % n % 17 40,5 7 6
Total n
%
16,6 24 57,1
14,3 12 28,6 18 42,9
23 54,8 19 45,2 42 100 p = 0,016 Sumber : Data Primer (Januari-Februari) 2013
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 42 responden dimana diperoleh data bahwa responden yang mengalami kurang energi protein sebanyak 23 responden (54,8%) dimana dari jumlah responden yang memiliki status ekonomi menengah kebawah sebanyak 17 responden (40,5%) dan responden yang memiliki status ekonomi menengah keatas sebanyak 6 responden (14,3%). Adapun responden yang tidak mengalami kurang energi protein yaitu 19 responden (45,2%) dimana dari jumlah responden yang memiliki status ekonomi menengah kebawah sebanyak 7 responden (16,6%) dan responden yang memiliki status ekonomi menengah keatas sebanyak 12 responden (28,6%). Dari hasil uji statistik setelah menggunakan uji chi-square melalui program komputerisasi diperoleh nilai p = 0,016 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara kurang energi protein dengan statue ekonomi. c. Hubungan antara kurang energi protein dengan lingkungan Tabel 9. Hubungan antara kurang energi protein dengan lingkungan di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Kel Tamangapa kec.Maggala kota Makassar Kurang Energi Protein Total Bukan Lingkungan KEP KEP n % n % n % Beresiko 17 40,5 8 19,0 25 59,5 Kurang 6 14,3 11 26,2 17 40,5 Beresiko Jumlah 23 54,8 19 45,2 42 100 p = 0,037 Sumber:Data Primer (Januari- Februari) 2013
5 Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 42 responden dimana diperoleh data bahwa responden mengalami kurang energi protein sebanyak 23 responden (54,8%) dimana dari jumlah daru jumlah responden yang memiliki lingkungan yang beresiko sebanyak 17 responden (40,5%) dan responden yang memiliki lingkungan yang kurang beresiko sebanyak 6 responden (14,3%). Adapun responden yang bukan kurang energi protein sebanyak 19 responden (45,2%) dimana dari jumlah responden yang memiliki lingkungan yang beresiko sebanyak 8 responden (19,0%) dan responden yang memiliki lingkungan yang kurang beresiko 11 responden (26,2%). Dari hasil uji statistik setelah menggunakan uji Chi-Square melalui program komputerisasi diperoleh nilai p = 0,037 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara kurang energi protein dengan lingkungan. PEMBAHASAN 1. Analisa hubungan antara kejadian kurang energi protein dengan pengetahuan Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 42 responden dimana diperoleh data bahwa responden yang mengalami kurang energi protein sebanyak 23 responden dimana yang memiliki kurang pengetahuan ada 20 responden dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 3 responden. Adapun responden yang tidak mengalami kurang energi protein yaitu 19 responden dimana yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 10 responden dan yang memiliki pengetahuan yang cukup yaitu sebanyak 9 responden. Dari hasil pengolahan data dengan komputerisasi didapatkan nilai p=0,020, Hal ini menunjukkan ada hubungan pengetahuan orang tua dengan kejadian kurang energi protein. Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa hasil penelitian dari peneliti sebelumnya. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang adanya makanan khusus untuk bayinya, serta mengusahakan agar makanan khusus tersebut tersedia untuk dikomsumsi anaknya cenderung mempunyai bayi atau anak dengan keadaan gizi baik (Jusat, 2008). Hal ini didukung ole penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2008) yang menyatakan bahwa status gizi anak sangat dpengaruhi oleh pengetahuan ibu tentang gizi.
6
Penelitian kusnandi (2008), menyatakan bahwa 44% balita yang mengalami kurang gizi ternyata memiliki ibu dengan pengetahuan gizi yang rendah. Menurut Sukmadewi (2008), menyatakan bahwa semakin buruk pengetahuan ibu tentang gizi maka akan semakin buruk pula status gizi anaknya. Pada hasil penelitian Taruna (2008) didapat kecenderungan bahwa semakin baik tingakt pengetahuan izi ibu maka akan semakin baikpula status gizi anaknya, dan hasil uji statistiknya mendapatkan hubungan yang bermakna. 2. Analisa hubungan antara kejadian kurang energi protein dengan status ekonomi Berdasarkan tabel 4.7 tentang distribusi hubungan kurang energi protein dengan status ekonomi diperoleh bahwa hasil penelitian yang dilakukan pada 42 responden yang mengalami kurang energi protein sebanyak 23 responden, dimana dari jumlah responden yang memiliki status ekonomi menengah kebawah sebanyak 17 responden dan responden yang memiliki status ekonomi menengah keatas sebanyak 6 responden. Adapun responden yang tidak mengalami kurang energi protein yaitu 19 responden dimana dari jumlah responden yang memiliki status ekonomi menengah kebawah sebanyak 7 responden dan responden yang memiliki status ekonomi menengah keatas sebanyak 12 responden. Dari hasil uji statistik setelah menggunakan uji chi-square melalui program komputerisasi diperoleh nilai p = 0,016 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara kurang energi protein dengan statue ekonomi. Hal ini didukung oleh penelitian mutmainnah, 2008 yang menyatakan bahwa orang tua yang berpenghasilan rendah cenderung mempunyai anak kurang gizi dan tidak sehat. Disamping itu keluarga miskin sering memililiki keluarga besar dengan jarak umur yang berdekatan. Hal ini menyebabkan setiap anak menerima sedikit perhatian. Menurut peneliti kurang energi protein ada hubungannya dengan status ekonomi karena kemampuan keluarga untuk memebeli bahan makanan yang bergizi kurang sehingga cenderung untuk memakan makanan tanpa memikirkan nilai gizi yang terkandung didalam makanan tersebut. 3. Analisa hubungan antara kejadian kurang energi protein dengan Lingkungan Berdasarkan tabel 4.8 tentang distribusi hubungan kejadian kurang energi protein dengan lingkungan menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan pada Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721
42 responden dimana diperoleh data bahwa responden mengalami kurang energi protein sebanyak 23 responden, dimana dari jumlah daru jumlah responden yang memiliki lingkungan yang beresiko sebanyak 17 responden dan responden yang memiliki lingkungan yang kurang beresiko sebanyak 6 responden. Adapun responden yang bukan kurang energi protein sebanyak 19 responden dimana dari jumlah responden yang memiliki lingkungan yang beresiko sebanyak 8 responden, dan responden yang memiliki lingkungan yang kurang beresiko 11 responden.Dari hasil uji statistik setelah menggunakan uji chi-square melalui program komputerisasi diperoleh nilai p=0,037 dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa nilai p < α, berarti ada hubungan antara kurang energi protein dengan lingkungan. Hal ini di dukung dengan teori DEPKES, 2008 yaitu faktor utama yang mempengaruhi kesehatan anak dan juga kesehatan orang dewasa adalah tersedianya air bersih dan sanitasi yang aman. Menurut peneliti ada hubungan antara lingkungan dengan kejadian kurang energi protein karena lingkungan yang buruk akan menyebabkan banyak kuman penyakit yang menyerang kekebalan tubuh sehingga menimbulkan beberapa penyakit.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitaan yang telah dilakukan mengenai faktor faktor yang mempengaruhi kejadian kurang energi protein disimpulkan bahwa Pengetahuan, Status ekonomi dan lingkungan berpengaruh terhadap kejadiang kurang energi protein, seseorang ibu yang yang memiliki kurang pengetahuan tentang kurang energi protein kebanyakan memiliki anak yang kurang energi protein, sedangakan sosial ekonomi menengah ke bawah lebih banyak yang menderita kurang energi protein, dan begitu juga dengan lingkungan kebanyakan penderita kurang energi protein berasal dari lingkungan yang kurang sehat. SARAN 1. Diharapkan perhatian pemerintah terhadap kejadian kurang energi protein khususnya di wilayah kerja puskesmas tamangapa. 2. Diharapkan ibu –ibu yang memiliki anak umur 2-5 tahun lebih memperhatikan asupan gizi untuk anaknya. 3. Diharapkan juga kepada petugas kesehatan di wilayah kerja puskesmas tamangapa untuk memberikan penyuluhan kepada ibuibu yang memiliki anak balita untuk menambah pengetahuan ibu-ibu tentang gizi.
DAFTAR PUSTAKA Alimul H, Aziz. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Penerbit Salemba Medika : Jakarta Anonim. 2012. Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Kejadian Gizi Buruk di Puskesmas.http://www.KTI-Skripsi.com. Di akses pada tanggal 28 November 2012 Anonim. 2011. Epidemiologi Kurang Energi Protein. http://arali2008.wordpress.com/2011/07 /16/masalah-giziburuk-dan-tanda-tanda-klinisnya/. Diakses pada tanggal 28 November 2012. Anonim. 2012. Konsep Dasar Penyakit Kekurangan Gizi Protein. (http//wwwdiagnostic\xpnetdiag.exe). Diakses pada tanggal 28 November 2012 Anonim. 2012. Kesehatan Lingkungan.http//www.crayonpedia.org/mw/bab.4 kesehatan lingkungan. Diakses pada tanggal 8 November 2012. Anonim. 2012. Pendapatan Nasional. http//www.wikipwdia.com. Diakses pada tanggal 8 November 2012. Anies. 2008. Seri Lingkungan Dan Penyakit Maanajemen Berbasis Lingkungan. PT Elex media kompendo : Jakarta. Bakhtiar, Amsal. 2010. Filsafat Ilmu Edisi Revisi. Penerbit Rajawali Pers : Jakarta. Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Penerbit Selemba Medika : Jakarta Fuad, M. 2008. Pengantar Bisnis. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Judarwanto, Widodo. 2012. Penanganan Terkini Kurang Energi Protein Pada Anak. http//emedicine.medscape. com./article/985140-overview. Diakses pada tanggal 28 November 2012.
7 Volume 3 Nomor 5 Tahun 2013 ● ISSN : 2302-1721