TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYALAHGUNAAN ALAT TAKAR DAN TIMBANGAN PADA PASAR TRADISIONAL DI KOTA PALU MUSLIMIN BOROALLO/ STB: D 101 09 454 Pembimbing : I.Dr. H . Saleh Muliadi, S.H.,M.H. II.Awaliah.S.H,M.M.H. ABSTRAK Penelitian ini membahas penyalahgunaan alat takar dan timbangan pada pasar tradisional di Kota Palu yang berindikasi merugikan kondumen. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini 1. Bagaimanakah pengaturan terhadap penyalahgunaan alat takar dan timbangan pada pasar tradisional 2. Bagaimanakah penerapan terhadap penyalahgunaan alat takar dan timbangan pasar tradisional di Kota Palu. Meode penelitian hukum normatif-sosiologis. Kesimpulan, Pengaturan sanksi terhadap penyalahgunaan alat takar dan timbangan merupakan tindak pidana yang bertujuan memberikan perlindungan terhadap konsumen dari perbuatan curang sebagaimana diatur dalam Undangundang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan KUHP dan penyalahgunaan alat takar dan timbangan pasar tradisional di Pasar Inpres lebih menekankan sanksi perdata untuk mengejar PAD, sedangkan konsumen yang merasa dirugikan tidak melaporkan kepada Kepolisian sebagai penyidik. Kepolisian tidak pernah melakukan penertiban terhadap penyalahgunaan alat takar dan timbangan. Hal ini dapat dibuktikan dengan sedikitnya alat takar dan timbangan yang digunakan sejumlah pelaku usaha terutama pedagang pasar tradisional di Pasar Inpres sudah ditera. Disarankan Sebaiknya penegak hukum seperti petugas tera, pengawas pasar dan Kepolisian melakukan koodinasi dalam penegakan hukum penyalahgunaan alat takar dan timbangan dapat diterapkan. Kata Kunci: Penyalahgunaan, Alat Takar dan Timbangan I. PENDAHULUAN
pasar tradisional. Berbeda halnya dalam
A. Latar Belakang
pasar modern pada umumnya barang yang
Salah satu alat dalam transaksi jual beli
dijual sudah dalam kemasan, dicantumkan
untuk mengetahui isi, volume dan berat
berat
bersihnya,
terhadap barang yang menjadi obyek jual
kadaluarsanya.
isi
atau volume dan
beli adalah alat takar dan timbangan yang
Salah satu permasalahan yang sering
pada umumnya masih digunakan dalam
terjadi dalam transaksi jual beli, yang pada
umumnya terjadi di pasar tradisional adalah
ketentuan UU No. 2 Tahun 1981 Tentang
alat yang digunakan sebagai alat takar dan
Metrologi Legal, dan tidak adanya proses
timbangan tidak sesuai dengan ketentuan
penegakan hukum terhadap para pelaku dan
perundang-undangan. Seperti alat takar dan
instansi terkait yang berwenang melakukan
timbangan yang tidak di tera, alat takar yang
tera ulang. Selain itu, sebagian besar
sudah berkarat, timbangan yang sudah ditera
masyarakat
tapi posisi dudukannya yang miring/tidak
melaporkan adanya pelanggaran tersebut.
tidak
memperdulikan
atau
rata, alat takar dari bekas tempat sabun dan alat takar dari botol bekas untuk mengukur
B. Rumusan Masalah
isi minyak dan sebagainya.
1.Bagaimanakah
Perbuatan yang dikemukakan di atas,
pengaturan
terhadap
penyalahgunaan alat takar dan timbangan
termasuk tindak pidana (kejahatan dan
pada pasar tradisional?
pelanggaran) yang diatur dalam Undang-
2.Bagaimanakah
undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang
penyalahgunaan alat takar dan timbangan
Metrologi Legal dan Undang-undang Nomor
pasar tradisional di Kota Palu?
8
Tahun
1999
tentang
penerapan
terhadap
Perlindungan
Konsumen. Pelanggaran yang terjadi di pasar
1. PEMBAHASAN
tradisional khususnya penggunaan alat takar
A. Pengaturan Terhadap Penyalahgunaan
dan timbangan, pada umumnya diselesaikan
Alat Takar Dan Timbangan Pada Pasar
antara pihak pembeli dan penjual seperti
Tradisional
pembeli
penjual
Secara etimologis, penyalahgunaan itu
memperbaiki, menambah barangnya dan
sendiri dalam bahasa asingnya disebut
mengurangi harganya. Tera ulang terhadap
“abuse”, yaitu memakai hak miliknya yang
alat
bukan pada tempatnya. Dapat juga diartikan
takar
protes
dan
biasanya
timbangan
merupakan
rangkaian tindakan perlindungan terhadap
salah
konsumen dalam segi kebenaran alat-alat
mempergunakan sesuatu yang tidak sesuai
ukur, takar dan timbang, sehingga kepastian
dengan fungsinya1.
“misuse”,
yaitu
Pasar sebagai tempat berjual beli2, pasar
tertib ukur akan memberi rasa aman dan nyaman bagi konsumen saat berbelanja.
pakaiatau
tradisional biasanya menampung banyak
Di Kota Palu, berdasarkan pengamatan 1
awal seperti Pasar Masomba, Pasar Inpres, Pasar Tua, Pasar Mamboro, Pasar Taweli, Pasar Tavanjuka dan Pasar Talise sangat mudah menemukan pelanggaran terhadap
2
M. Ridha Ma‟roef, Narkotika Masalah dan Bahayanya, CV. Marga Djaya, Jakarta, 1986, hlm. 9. W.J. S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 846 2
penjual, dilaksanakan dengan manajemen
Prodjodikoro
tanpa perangkat teknologi modern dan
hukum pidana di indonesia memberikan
mereka lebih memiliki golongan pedagang
definisi “tindak pidana”atau dalam bahasa
menengah kebawah dan tersebar, baik di
Belanda
kampung-kampung,
kota-kota kecil dan
sebenarnya merupakan istilah resmi dalam
kota-kota besar dengan masa operasi rata-
Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang
rata dari subuh sampai siang atau sore hari.
Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di
Sedangkan pasar modern adalah pasar yang
indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing,
menggunakan
modern,
yaitu delict. Tindak pidana berarti suatu
konsumennya dan pedagang dari golongan
perbuatan yang pelakunya dapat dikenai
menengah keatas, harga yang ditawarkan
hukum pidana. Dan, pelaku ini dapat
tetap dan sistem pelayanannya sendiri3.
dikatakan
teknologi
Penyalahgunan tersebut termasuk tindak
dalam
bukunyaasas-asas
strafbaar
merupakan
feit,
yang
“subjek”
tindak
pidana7.
pidana, menurut Moeljatno menggunakan
Tindak pidana yang dilakukan oleh
istilah perbuatan pidana untuk tindak pidana,
penjual yang berkaitan dengan alat takar dan
yang didefinisikan beliau sebagai “Perbuatan
timbangan. Kata penjual sering diartikan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum
sebagai pedagang dalam perkembangannya
larangan mana disertai ancaman (sanksi)
diartikan
yang
bermakna lebih luas. Istilah terakhir ini
berupa
pidana
tertentu,
bagi
barangsiapa melanggar larangan tersebut”4.
sebagai
pelaku
usaha
yang
dipilih untuk memberi arti sekaligus bagi,
Pompe, yang merumuskan bahwa suatu
produsen, penyalur, penjual, dan terminologi
strafbaar feit adalah “suatu tindakan yang
lain yang lazim diberikan. Bahkan, untuk
menurut sesuatu rumusan Undang-undang
kasus yang spesifik seperti dalam kasus
telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat
periklanan, pelaku usaha ini juga mencakup
dihukum”5.
perusahaan
Vos
merumuskan
bahwa
strafbaar feit adalah suatu kelakuan manusia yang
diancam
pidana
perundang-undangan6.
oleh
Menurut
tempat
iklan
itu
ditayangkan8.
peraturan Wirjono
media,
Ada
beberapa undang-undang
yang
memang mencantumkan kata „konsumen‟ di dalamnya, akan tetapi di beberapa undang-
3
4
5
6
Benyamin Molan, Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas Jilid 1, PT. Intan Sejati Klaten, Jakarta. 2005, hlm. 157 Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983, hlm. 54 P.A.F Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1990, hlm.174 Ibid
undang lain disebutkan pula kata „setiap 7
8
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 58 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2000, hlm. 5 3
orang, manusia, dan masyarakat‟. Namun,
Penyimpangan
terhadap
ketentuan
pengertiannya tetap saja mengandung makna
tersebut di atas, dalam Undang-undang
konsumen,
telah
Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi
dijelaskan dalam bab sebelumnya dalam
Legal terdiri atas dikategorikan kejahatan
pengertian
juga
dan pelanggaran dimana sanki terhadap
pengertian kata „setiap orang, manusia, dan
kejahatan lebih berat dari pada pelanggaran
masyarakat‟.
sesuai dengan tabel 1. dibawah ini:
karena
seperti
konsumen
yang
terkandung
Berikut akan dijelaskan ketentuan atau
Tabel. 1. Sistem Sanksi/Pemidanaan
pengaturan sanksi pidana bagi pelanggar
No
Jenis
Sumber
hak-hak
.
Sanksi
Perundang
konsumen,
masyarakat,
yang
berkaitan dengan penyalahgunaan alat takar
KET
-undangan
dan timbangan yang terkandung dalam undang-undang yang telah disebutkan di atas sebagai berikut:
Psl 25, Pasl 26, Psl 27
1.
Kejahatan
2.
Pelanggaran Psl 22, Psl 23,Psl 30, Psl 31
1.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
Sistem Komula tif : denda dan pencab utan Sistem absorsi
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal secara khusus
Undang-undang adanya
takar dan timbangan yang menyebutkan
perbuatan yang dilarang tersebut dibedakan
adanya
antara yang tergolong dengan kejahatan dan
yang
dilarang
dan
perbuatan yang dilarang tersebut dibedakan antara yang tergolong dengan kejahatan dan
Pasal 33 Undang-undang Nomor 2
dilarang
dan
pelanggaran. Undang-undang kepentingan
pelanggaran.
yang
menyebutkan
mengatur mengenai penyalahgunaan alat
perbuatan
perbuatan
ini
ini telah
konsumen
menjamin
yang
dalam
kesehariannya selalu berhubungan dengan
Tahun 1981 tentang Metrologi Legal hanya
pasar
menegaskan
antara
mengkonsumsi barang di pasaran baik dalam
kejahatan dan pelanggaran sebagaimana
bentuk kemasan maupun dalam bentuk
yang telah dijelaskan di atas dan mengenai
timbangan (tidak dikemas). Undang-undang
perampasan barang yang menjadi bukti
ini menuntut untuk adanya sikap jujur
kejahatan atau pelanggaran yang dapat
kepada pelaku usaha
dirampas untuk kepentingan negara.
memasarkan, mengedarkan, mempromosikan
tentang
pembedaan
yang
menuntut
untuk
dalam
terus
membuat,
4
suatu barang dan kegiatan lain yang sejalan
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
dengan itu.
lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
2.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
3. Kitab Undang-undang Hukum Pidana
Berlakunya ketentuan Undang-undang
Kejahatan penipuan yang termuat dalam
Nomor 19 Tahun 2012 tentang Pangan,
Buku II KUHP sebagai penipuan atau
apabila alat takar dan timbangan digunakan
perbuatan
untuk mengukur jumlah, isi dan berat adalah
pengertian luas dan pengertian sempit.
bahan makanan atau pangan selain pangan
Dalam KUHP, penipuan dalam arti luas
maka
dapat
yaitu semua kejahatan yang dirumuskan
diberlakukan seperti berat dan jumlah bahan
dalam Bab XXV KUHP sedangkan penipuan
bangunan, tidak dapat berlakukan Undang-
dalam arti sempit yaitu bentuk penipuan
undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang
yang dirumuskan dalam Pasal 378 (bentuk
Pangan karena bukan makanan, jadi hanya
pokoknya) dan 379 (bentuk khususnya) atau
makanan saja yang berkaitan dengan alat
yangbiasa disebut oplichting9.
ketentuan
tersebut
tidak
takar dan timbangan.
curang.
Penipuan
memiliki
Luasnya pengertian penipuan, sehingga
Kasus penyalahgunaan terhadap alat
penulis hanya membahas yang berkaitan
takar dan timbangan pada pasar yang
dengan
berkaitan dengan Undang-undang Nomor 19
penjual. Adapun Pasal 383 KUHP adalah:
Tahun 2012 tentang Pangan sebagai berikut:
Diancam dengan pidana penjara paling lama
Pasal 144 Setiap Orang yang dengan sengaja
memberikan
pernyataan menyesatkan
yang pada
keterangan
tidak label
benar
penipuan
yang
dilakukan oleh
satu tahun empat bulan, seorang penjual
atau
yang berbuat curang terhadap pembeli:
atau
1. Karena sengaja menyerahkan barang lain
sebagaimana
daripada yang ditunjuk untuk dibeli;
dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) dipidana
2. Mengenai jenis keadaan atau banyaknya
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
barang
tahun
menggunakan tipu muslihat.
atau
denda
paling
banyak
Rp.
yang
diserahkan,
dengan
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Pasal
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas,
145 Setiap Orang yang dengan sengaja
yang dimaksud dari menyerahkan barang
memuat keterangan atau pernyataan tentang
lain daripada
Pangan yang diperdagangkan melalui iklan
seseorang membeli sebuah kambing sesuai
yang
tidak
benar
atau
menyesatkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat
yang disetujui
misalnya;
9
Moeljatno, KUHP. Bumi Aksara, Jakarta, 2007, hlm. 133-134 5
dengan kesepakatan. Akan tetapi, penjual
dan/atau garansi atas barang yang dibuat
mengirimkan
dan/atau yang diperdagangkan;
kambing
tersebut
dengan
kambing yang lebih jelek. Sedangkan yang
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
dimaksud dari Pasal 383 (2) KUHP yaitu:
penggantian
melakukan tipu muslihat mengenai jenis
Penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
benda, keadaan benda atau jumlah benda.
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
Dan apabila keuntungan yang diperoleh oleh
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penjual tidak lebih dari Rp. 250,00. Maka
penggantian apabila barang dan/atau jasa
penipuan tersebut masuk pada penipuan
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
ringan.
dengan perjanjian.
Pasal 7 Undang-undang Nomor 8 Tahun Perlindungan
akibat
sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1)
tentang Perlindungan Konsumen
tentang
kerugian
Ada 10 larangan bagi pelaku usaha
4.Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
1999
atas
Konsumen
menegaskan bawah:
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tetapi yang berkaitan dengan penggunaan alat takar dan
Kewajiban pelaku usaha adalah :
timbangan ada 3 dapat diketahui sebagai
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan
berikut:
usahanya;
memproduksi dan/atau memperdagangkan
b. Memberikan informasi yang benar, jelas
barang dan/atau jasa yang:
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau
penjelasan
jasa
penggunaan,
serta
memberi
perbaikan
dan
usaha
dilarang
Tidak memenuhi atau tidak sesuai
dan ketentuan peraturan perundangundangan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen benar
pelaku
dengan standar yang dipersyaratkan
pemeliharaan;
secara
yakni
dan
jujur
serta
tidak
Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
diskriminatif;
hitungan
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
dinyatakan dalam label atau etiket
diproduksi
barang tersebut;
dan/atau
diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang
sebagaimana
yang
Tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
dan/atau jasa yang berlaku;
timbangan
dan
e. Memberi kesempatan kepada konsumen
hitungan
untuk menguji, dan/atau mencoba barang
sebenarnya;
menurut
jumlah ukuran
dalam yang
dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan 6
Pelanggaran
terhadap
ketentuan
dan timbangan. Pedagang menggunakan
tersebut di atas dapat dikenakan sanksi
timbangan dacin logam dalam jual beli
pidana sesuai dengan Pasal 62 ayat (1)
barang. Permasalahan yang timbul adalah
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
bagaimanakah penerapan dan pelaksanaan
tentang Perlindungan Konsumen berbunyi,
penegakan hukum terhadap perbuatan curang
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan
penggunaan timbangan dacin logam.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal
kegiatan
17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e,
terhadap alat-alat ukur, takar, timbang dan
ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
perlengkapannya,
penjara paling lama lima tahun atau pidana
penghambat dari terlaksananya Undang-
denda paling banyak Rp. 2 miliar
undang Nomor 2 tahun 1981 tentang
pengukuran
serta
melihat
penyuluhan
yang menjadi
Metrologi
Legal,
B. Penerapan Sanksi Penyalahgunaan
petugas
dari
Alat
Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan
Takar
Dan
Timbangan
Pasar
Secara umum masyarakat masih belum memahami
arti
yaitu
ketidaktegasan
Dinas
Perindustrian,
Menengah Kota Palu yang menjadi salah
Tradisional di Kota Palu
metrologi
satu faktor yang menghambat. Hal tersebut
walaupun
terbukti banyaknya alat ukur yang tidak
manfaatnya telah dirasakan secara luas.
memenuhi ketentuan tidak dilakukan proses
Masih banyak masyarakat yang tidak dapat
penegakan hukum, padahal sudah didepan
membedakan pengertian metrologi (ilmu
mata, petugas hanya melakukan penyuluhan
pengetahuan tentang ukur-mengukur) dengan
terhadap Undang-undang Nomor 2 Tahun
meteorologi (ilmu mengenai cuaca dan
1981 tentang Metrologi Legal. Menurut
prakiraan
dalam
penulis tidak perlu lagi diadakan penyuluhan
transaksi perdagangan misalnya masyarakat
karena aturan tersebut sudah lama berlaku
menggunakan pengukuran sebagai dasar
yaitu sejak tahun 1981, sehingga selayaknya
cuaca).Walau
begitu
10
penentuan kuantitas transaksi . Dalam
jual
beli
barang
dilakukan penegak hukum supaya ada efek di
pasar
tradisional, seringkali terjadi kecurangan,
10
Penulis mencermati ketika mengikuti
jera terhadap pelaku usaha. Hasil obsevasi peneliti, menunjukkan
yang disebabkan ketidakjujuran pedagang
bahwa
aparat
mengenai jumlah dan berat barang yang
perindustrian mudah terpengaruh oleh pelaku
dijual, terutama dalam penggunaan alat takar
usaha
atau
penegakan
mudah
pada
kompromi
dinas
bila
menemukan timbangan yang terindikasi Pegawai Pasar Inpres Palu, Wawancara 14 September 2015
tidak sesuai dengan aturan. Bahwa ada 7
oknum aparat menerima pemberian dari
Pengukuran ulang tersebut menunjukan
pelaku usaha sehingga tidak dilaporkan
adanya pelanggaran dalam hal penimbangan,
sebagai penyalagunaan timbangan. Tindakan
alat-alat
aparat tersebut merupakan perbuatan yang
perlengkapannya saat itu telah di periksa
tidak diperbolehkan dan termasuk tindak
pula dengan hasil yang menunjukan bahwa
pidana suap selain itu tindakan tersebut
tidak ada kerusakan pada perlengkapan alat-
merupakan perbuatan yang tidak patut dan
alat
merusak mentalitas aparat dalam bertugas11.
perlengkapannya, hal tersebut menunjukan
ukur,
ukur,
takar,
timbang
takar,
timbang
dan
dan
Pada Dinas Perindustrian, Perdagangan,
bahwa adanya kesengajaan dari pihak pelaku
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
usaha untuk mengurangi timbangan, namun
Kota Palu memiliki yang Penyidik Pegawai
tindakan dari pihak Dinas Perindustrian,
Negeri Sipil Metrologi Legal yang diberi
Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan
wewenang khusus oleh Undang-Undang
Menengah Kota Palu
tentang Metrologi Legal untuk melakukan
himbauan agar hasil penimbangan yang
pengawasan
kurang bisa ditambahkan.
dan
penyidikan
terhadap
pelanggaran di bidang metrologi legal. Tetapi Penyidik Pegawai
Negeri Sipil
hanya melakukan
Hal tersebut menunjukan penegak huku terkesan
tidak
tegas
atau
memberi
Metrologi
Legal
belum
melakukan
belaskasihan kepada pelaku usaha yang
penyidikan
hanya
sebatas
melakukan
melakukan pelanggaran, yang akibatnya bisa
pengawasan dan teguran kepada pelaku
menimbulkan
usaha yang melanggar.
konsumenpengguna barang dalam keadaan
Salah
satu
contoh,
ketika
Dinas
kerugian
terhadap
terbungkus tersebut.
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
Hasil Laporan Akuntabilitas Kinerja
Usaha Kecil dan Menengah Kota Palu
Instansi Pemerintah Tahun 2013 Dinas
melakukan kegiatan pengukuran ulang pada
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
bulan Juni 2015, di Pasar Inpres pedagang
Usaha Kecil dan Menengah Kota Palu,
terbukti dengan sengaja mengurangi berat
menunjukan
timbangan, seperti gula yang diambil 10
menunjukan bahwa sarana dan prasarana
sample terbukti ada 3 yang kurang berat
yang di miliki oleh Dinas Perindustrian,
timbangannya12.
Perdagangan, Koperasi dan Usaha Kecil dan
salah
Menengah Kota Palu
satu
point
yang
belum lengkap dan
memadai. 11
Observasi diadakan pada tanggal 23 Agustus 2015 di Pasar Inpres Kota Palu. 12 Hasi Observasi peneliti pada 14 September 2015 8
Jenis Sarana dan Prasarana Yang dimiliki
Jika
tera
Kantor Dinas Perindustrian dan Perdagangan
kewajiban
Kota Palu
menggunakan
Namun,
timbangan
yang
timbangannya
untuk
Metrologi Legal di Indonesia (khususnya di
idealnya arus permintaan tera ulang adalah
luar Jawa) mengalami penurunan kapasitas
dari pedagang
sejak masa otonomi daerah, akibat 13:
timbangan,
bukan
dalam
Kurangnya kepedulian pemerintah
sebaliknya,
dimana
tera
Propinsi/ Kabupaten/ Kota dalam
dilakukan oleh pedagang yang pasarnya
mengembangkan
didatangi
c.
metrologi,
oleh
penera
arah
yang
ulang
alat
dan
hanya
takar
dan
pedagang tidak tahu kewajiban tersebut,
persepsi
disebabkan karena
unit
tidak ada fungsi pengawasan dan penindakan
metrologi legal semata-mata sebagai
sehingga pedagang tidak merasa itu bukan
sumber retribusi PAD,
kegiatan yang penting, dan waktu pelayanan
Penurunan
jumlah
bahwa
ini
takar
APBD yang kurang memadai, Adanya
Hal
alat
timbangan.
instansi,
SDM
akibat
dari alat takar dan timbangan yang terlalu
lintas
pendek sehingga lepas dari masa pelayanan,
keterbatasan
pedagang tidak dapat lagi melakukan tera
rotasi kerja dan
pengembangan
e.
unit
kepada
yang ditunjukkan dengan besaran
pensiun atau
d.
pelayanan
pemilik
adalah
melakukan transaksi perdagangan, maka
b.
umum
tahunan
unit
a.
Secara
ulang
kompetensi
SDM
ulang. Ketiadaan fungsi pengawasan dan
metrologi daerah,
penindakan, membuat kewajiban tera ulang
Peralatan dan standar kerja yang
tidak menjadi prioritas pemilik timbangan.
kurang memadai jika dibandingkan
Tidak seperti STNK (Surat Tanda Nomor
dengan perkembangan jumlah alat
Kendaraan),
takar dan timbangan yang pesat di
diperhatikan oleh pengendara kendaraan
masyarakat, serta
bermotor, keberadaan Tanda Sah hasil
Kerjasama
antar
unit
metrologi
tera/tera
misalnya,
ulang
yang
bukanlah
hal
sangat
yang
daerah dinilai pada tingkat yang
dipentingkan oleh pedagang karena tanpa
sangat
tanda
rendah,
padahal
dunia
itu
kemetrologian menuntut intensitas
menggunakan
kerjasama dan saling pengakuan yang
berdagang.
tinggi antar unit metrologi.
pun,
mereka
masih
timbangannya
bisa untuk
Saat ini, pelaksana fungsi pengawasan ada
pada
Seksi
Pengawasan
dan
Perlindungan Konsumen yang ada dibawah 13
Op.Cit
Bidang Perdagangan Dalam Negeri. Namun 9
seksi ini lebih memfokuskan diri pada
tentang Metrologi Legal, Undang-undang
pengawasan terhadap barang, bukan kepada
Nomor
alat takar dan timbangan yang digunakan.
Undang-undang Nomor
Seksi
Pengawas
tentang Perlindungan Konsumen dan KUHP.
Metrologi Legal dan Penyidik Pegawai
Banyak ketentuan tersebut tidak membuat
Negeri Sipil (PPNS) Metrologi Legal yang
efek jera kepada pelaku penyalahgunaan alat
memiliki
takar dan timbangan.
juga
belum
memiliki
wewenang
untuk
melakukan
19 Tahun 2012 tentang Pangan, 8 Tahun 1999
pengawasan alat takar dan timbangan dan
2. Penerapan terhadap penyalahgunaan alat
penyidikan (berkoordinasi dengan penyidik
takar dan timbangan pasar tradisional di
Polri) jika ditemukan pelanggaran. Saat ini,
Kota Palu khususnya Pasar Inpres lebih
jika Seksi Pengawasan dan Perlindungan
menekankan sanksi perdata untuk mengejar
Konsumen akan melakukan pengawasan,
PAD, sedangkan konsumen yang merasa
maka mereka akan meminta tenaga Penera
dirugikan
dari alat takar dan timbangan Provinsi untuk
Kepolisian sebagai penyidik. Kepolisian
bertindak sebagai Pengawas dalam kegiatan
tidak pernah melakukan penertiban terhadap
pengawasan barang yang akan dilakukan.
penyalahgunaan alat takar dan timbangan,
tidak
melaporkan
kepada
Tidak ada sanksi jika ada pelanggaran yang
sehingga ketentuan terhadap perlindungan
ditemukan. Hal ini karena alat takar dan
konsumen yang berkaitan dengan alat takar
timbangan tidak memiliki kewenangan untuk
dan timbangan tidak berjalan dan tidak
melakukan
tindakan.
efektif. Sehingga tujuan pembentukan pasar
penyidikan
dan
Tindakan
pelanggaran
yang
sangat
tertib ukur belum tercapai. Hal ini dapat
merugikan
dilaporkan
kepada
pihak
dibuktikan dengan sedikitnya alat takar dan
kepolisian.
timbangan yang digunakan sejumlah pelaku usaha terutama pedagang pasar tradisional di
II. PENUTUP
Pasar
A. Kesimpulan
pengelolaan
1.Pengaturan
sanksi
terhadap
Inpres
sudah pasar
ditera, tidak
sehingga
membangun
kepercayaan masyarakat.
penyalahgunaan alat takar dan timbangan merupakan tindak pidana yang bertujuan
B. Saran
memberikan
1.Sebaiknya penegak hukum seperti petugas
perlindungan
terhadap
konsumen atau pembeli dari perbuatan
tera,
curang sebagaimana diatur dalam berbagai
melakukan
peraturan
hukum
perundang-undangan
Undang-undang Nomor
seperti
2 Tahun 1981
pengawas
pasar
koodinasi
dan
Kepolisian
dalam
penegakan
penyalahgunaan alat
takar
dan
timbangan dapat diterapkan. 10
2.Sebaiknya
pemerintah
daerah
meningkatkan pelayanan pasar tradisional dan
pemberdayaan
pasar
tradisional,
sehingga tercipta pasar tradisional yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat, terutama alat takar dan timbangan sesuai ketentuan.
DAFTAR PUSTAKA
Benyamin Molan, Manajemen Pemasaran. Edisi Kesebelas Jilid 1, PT. Intan Sejati Klaten, Jakarta. 2005
11
Moeljatno, KUHP. Bumi Aksara, Jakarta, 2007 Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1983 M. Ridha Ma‟roef, Narkotika Masalah dan Bahayanya, CV. Marga Djaya, Jakarta, 1986 P.A.F Lamintang. Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Sinar Baru, Bandung, 1990 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2000 Soerdjono Soekanto, Pengantar Penalitian Hukum, Universitas Indonesia.2005 Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press. Malang. 2009 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2008 S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Pusat Bahasa Depertemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, Jakarta, 2007 Undang-undang: Kitab Undang-undang Hukum Pidana Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
12
RIWAYAT PENULIS
Nama
: Muslimin Boroallo
No Stambuk
: D 101 09 454
Tempat/Tanggal Lahir : jl.Durian No. 36 A Agama
: Islam
No Handphone
: 0853 9427 5555 0812 4540 8080
Email
:
[email protected]
13