S TATISTIKA M ATEMATIKA
Muhammad Subianto
S TATISTIKA M ATEMATIKA
Muhammad Subianto
The work in this book/modul was partially supported by Jurusan Matematika FMIPA Universitas Syiah Kuala.
Printed by ... ISBN-10: XX–XXX–XXXX–X ISBN-13: XXX–XX–XXX–XXXX–X
S TATISTIKA M ATEMATIKA
O LEH
Muhammad Subianto
Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala 2009
Kata Pengantar
This work would not have been possible to complete without the help of so many people.
v
Daftar Isi
Kata Pengantar
v
Daftar Isi
vii
Daftar Gambar
ix
Daftar Tabel
xi
1
2
Peluang 1.1 Peristiwa dan Ruang Sampel . . . . . . . 1.2 Aljabar Peristiwa . . . . . . . . . . . . . 1.3 Ukuran Peluang . . . . . . . . . . . . . . 1.4 Menghitung Peluang: Teknik Pencacahan 1.4.1 Kaidah Perkalian . . . . . . . . . 1.4.2 Permutasi dan Kombinasi . . . . 1.5 Peluang Bersyarat . . . . . . . . . . . . . 1.6 Ketaktergantungan antar Peristiwa . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
1 1 2 3 5 5 6 8 8
Peubah Acak 2.1 Distribusi Variabel Random . . . . . . . . . . . . 2.2 Variabel Random Diskret . . . . . . . . . . . . . 2.2.1 Distribusi Uniform Diskret . . . . . . . . 2.2.2 Distribusi Hipergeometrik . . . . . . . . 2.2.3 Variabel Random Bernoulli dan Binom . 2.2.4 Distribusi Poisson . . . . . . . . . . . . 2.2.5 Distribusi Geometrik dan Binom Negatif 2.3 Variabel Random Kontinu . . . . . . . . . . . . 2.3.1 Beberapa fungsi dan integral . . . . . . . 2.3.2 Variabel Random Uniform . . . . . . . . 2.3.3 Distribusi Eksponensial . . . . . . . . . 2.3.4 Distribusi Gamma . . . . . . . . . . . . 2.3.5 Distribusi Normal . . . . . . . . . . . . . 2.3.6 Distribusi Beta . . . . . . . . . . . . . . 2.4 Fungsi dari Variabel Random . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .
9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9
vii
. . . . . . . .
. . . . . . . .
. . . . . . . .
Daftar Isi
viii 3
Distribusi Bersama 3.1 Variabel Random Diskret . . . . . 3.2 Variabel Random Kontinu . . . . 3.3 Variabel Random Takbergantungan 3.4 Distribusi Bersyarat . . . . . . . . 3.4.1 Kasus Diskret . . . . . . . 3.4.2 Kasus Kontinu . . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
. . . . . .
11 11 11 11 11 11 11
Daftar Gambar
2.1
This is a figure. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
ix
Daftar Tabel
xi
Bab 1 Peluang
Kata peluang akan dipakai untuk mewakili kata probability dalam buku-buku teks yang baku. Peluang berkaitan dengan adanya suatu mekanisme random (random mechanism) atau mekanisme alami (natural mechanism) yang realisasinya tidak dapat diatur sekehendak kita. Peluang yang ditinjau di sini khusus dibatasi pada lingkup bahasan teori dasar statistika, atau statistika matematik. Unsur kerandoman (randomness) memang datang secara alamiah (natural) seperti misalnya, jenis kelamin bayi yang ditunggu kelahirannya, sisi mata dadu yang akan muncul pada lemparan pertama, ukuran curah hujan yang akan turun hari ini, dan sebagainya.
1.1
Peristiwa dan Ruang Sampel
Kita berasumsi dulu tentang adanya peristiwa yang dalam khayalan kita dapat terulangi dalam kondisi umum yang sama. Setiap hasil yang terkhayalkan dari sebuah percobaan konseptual yang dapat diulang dalam kondisi serupa akan disebut sebuah titik sampel atau hasil elementer atau peristiwa elementer; totalitas dari hasil-hasil terangankan (atau titik sampel, peristiwa elementer), akan disebut ruang sampel. Sebuah himpunan bagian sebarang dari ruang sampel (dengan titik-titik sampel sebagai unsur-unsurnya) disebut sebuah peristiwa. Contoh 1.1 Pelemparan dua buah coin secara serentak memberikan empat hasil terangankan yakni (g, g), (g, a), (a, g), (a, a), dengan g = gambar dan a = angka, sebagai kemungkinan hasil terangankan dari setiap coin baik coin pertama maupun coin kedua. Jadi ada empat titik sampel yang menjadikannya sebuah ruang sampel. Ruang sampel S di sini berupa sebuah himpunan S = (g, g), (g, a), (a, g), (a, a). Peristiwa A = "coin pertama menghasilkan angka" dapat juga dinyatakan sebagai A = (a, g), (a, a); peristiwa B = "hanya satu angka dari kedua coin" ekivalen dengan B = (a, g), (g, a); peristiwa C = "tidak muncul satu angka pun dari kedua coin" adalah sama dengan C = (g, g) atau peristiwa elementer (g, g). Definisi 1.1 Himpunan S dari semua peristiwa elementer (hasil yang mungkin) dalam suatu percobaan tertentu disebut ruang sampel untuk percobaan itu. Definisi 1.2 Suatu peristiwa itu sebuah himpunan dari beberapa hasil yang mungkin dari suatu percobaan, yaitu suatu himpunan bagian dari S (termasuk S sendiri). 1
2
Bab 1. Peluang
1.2
Aljabar Peristiwa
Dengan ruang sampel S sebagai universum atau himpunan totalitas semua peristiwa elementer, kita akan gunakan operasi aljabar dalam S sebagaimana halnya operasi aljabar dari himpunan. Pada umumnya akan digunakan huruf kecil a, b, c, . . . untuk menyatakan unsur-unsur atau peristiwa elementer atau hasil yang mungkin dari suatu percobaan; huruf besar A, B, . . . , E untuk menyatakan peristiwa. Sementara a ∈ A menyatakan "a adalah unsur dalam A"; A ⊂ B menyatakan "A adalah himpunan bagian dari B" atau ekivalen dengan B ⊃ A yang menyatakan "B memuat A", kita perlu mendefinisikan secara formal relasi berikut ini.
A⊂B⇔x∈A⇒x∈B
pemuatan
A = B ⇔ [A ⊂ B dan B ⊂ A]
kesamaan
Beberapa contoh aljabar: Uni: Uni (jumlahan atau gabungan) dari A dan B, ditulis A ∪ B, adalah himpunan unsur-unsur dari A atau B atau keduanya:
A ∪ B = x ∈ S : x ∈ A atau x ∈ B Interseksi: Interseksi (atau pertemuan) dari A dan B, ditulis A ∩ B, adalah himpunan unsurunsur yang adalah sekaligus unsur dari kedua A dan B.
A ∩ B = x ∈ S : x ∈ A dan x ∈ B Komplemen: Komplemen dari A, ditulis Ac , adalah himpunan semua unsur yang di luar A. Ac = x ∈ S : x 6∈ A Komplemen relatif: Komplemen dari A relatif terhadap B, ditulis B − A, adalah himpunan semua unsur dari B yang di luar A.
B − A = x ∈ S : x ∈ B, x 6∈ A Jelas bahwa B − A = B ∩ Ac , sebagaimana B ∩ A dapat ditulis sebagai BA. Contoh 1.2 Pandang percobaan mencabut satu kartu dari tumpukan kartu bridge, dan mencatat ciri gambarnya yang mungkin sebagai peristiwa: keriting (K), berlian (B), hati (H), atau gunungan (G). Ruang sampelnya adalah S = K ∪ B ∪ H ∪ G. Sebagai peristiwa yang mungkin misalnya A = K ∪ B dan C = B ∪ H ∪ G Dari peristiwa-peristiwa ini dapat dibentuk A ∪ C = K ∪ B ∪ H ∪ G = S, A ∪ C = B, Ac = H ∪ G, C c = KC − A = H ∪ G = Ac
1.3. Ukuran Peluang
3
Sifat-sifat operasi aljabar peristiwa diberikan sebagai berikut ini. Dalil 1.1 Untuk peristiwa sebarang A, B, C ⊂ S, berlaku sifat-sifat 1. Komutatif A ∪ B = B ∪ A, A ∩ B = B ∩ A; 2. Asosiatif A ∪ (B ∪ C) = (A ∪ B) ∪ C, A ∩ (B ∩ C) = (A ∩ B) ∩ C; 3. Ditributif A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C); A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C); 4. De Morgan (A ∪ B)c = Ac ∩ B c , (A ∩ B)c = Ac ∪ B c . Definisi 1.3 Dua peristiwa A dan B dikatakan tak bertemu atau saling asing (disjoint atau mutually exclusive) apabila A ∩ B = ∅. Peristiwa-peristiwa A1 , A2 , . . . adalah saling asing apabila Ai ∩ Bj = ∅, untuk i 6= j. Definisi 1.4 Apabila A1 , A2 , . . . adalah peristiwa-peristiwa saling asing dan maka A1 , A2 , . . . membentuk suatu partisi dari S.
1.3
S∞
i=1 Ai
= S,
Ukuran Peluang
Kita mulai dahulu dengan ruang sampel yang unsurnya tercacah, dan terbatas, katakan S memuat n titik sampel. Definisikan fungsi pencacah unsur peristiwa c(.), yaitu untuk peristiwa A ⊂ S maka c(A) = banyaknya unsur dalam A. Jadi, c(∅) = 0, c(S) = n, ⇒ 0 ≤ c(A) ≤ n. Dengan menggunakan fungsi pencacah unsur ini dapat didefinisikan peluang a priori sebagai berikut: Definisi 1.5 Peluang a priori dari peristiwa A ⊂ S dinotasikan sebagai P (A), yang ukurannya ialah P (A) = c(A) c(S) Contoh 1.3 Dari pelemparan dua buah coin yang ’imbang’, akan dihitung peluang bahwa (a) coin pertama menampakkan angka, (b) hanya muncul satu angka, (c) tak satu angka pun yang muncul. Karena kedua coin itu ’imbang’, maka diasumsikan keempat titik sampel dari S = (g, g), (g, a), (a, g), (a, a) pada contoh 1.1 mempunyai ’kesempatan sama’ untuk muncul, 1 masing-masing dengan peluang 41 = c(S) . (a) Peristiwa ’coin pertama angka’ adalah A = (a, g), (g, a), sehingga P (A) = 1 2
c(A) c(S)
=
2 4
=
4
Bab 1. Peluang (b) Peristiwa ’hanya satu angka’ adalah B = (g, a), (a, g), dan P (B) = (c) Peristiwa ’tak muncul angka’ adalah C = (g, g), dan P (C) =
c(C) c(S)
c(B) c(S)
=
=
2 4
=
1 2
1 4
Selanjutnya, tanpa harus membatasi diri pada ruang sampel tercacah dan terbatas, secara umum ukuran peluang didefinisikan sebagai berikut: Definisi 1.6 Sebuah ukuran peluang pada ruang sampel S adalah sebuah fungsi dari S ke bilangan nyata yang memenuhi aksioma berikut ini: 1. P (S) = 1 2. Jika A ⊂ S maka P (A) ≥ 0 3. Jika A dan B tak-bertemu (disjoint, mutually exclusive), maka P (A ∪ B) = P (A) + P (B). Secara lebih umum, jika A1 , A2 , . . . An tak saling bertemu, maka P∞ S P( ∞ i=1 = P (Ai ) i=1 Ai ) = Sifat-sifat berikut ini adalah konsekuensi dari aksioma peluang di atas: S1 P (Ac ) = 1 − P (A). Sifat ini didapat dari A dan Ac tak bertemu dengan A ∪ Ac = S dan karenanya dari aksioma pertama dan ketiga, P (A) + P (Ac ) = 1. S2 P (∅) = 0. Sifat ini sebagai akibat dari S1 karena ∅ = S c . S3 Jika A ⊂ B, maka P (A) ≤ P (B). Sifat ini berlaku karena B dapat dinyatakan sebagai uni dari dua peristiwa tak-bertemu:
B = A ∪ (B − A) dan dari aksioma ketiga,
P (B) = P (A) + P (B − A) atau
P (A) = P (B) − P (B − A) ≤ P (B) S4 Hukum Jumlahan P (A ∪ B) = P (A) + P (B) − P (A ∩ B). Untuk melihat ini, Pertama, pandang B sebagai uni dari dua peristiwa tak-bertemu, B − A dan A ∩ B, sehingga P (B) = P (B − A) + P (A ∩ B) ⇒ P (B − A) = P (B) − P (A ∩ B)
(1.1)
1.4. Menghitung Peluang: Teknik Pencacahan
5
Kedua, pandang A ∪ B sebagai uni dari dua buah peristiwa tak-bertemu, A dan B − A, sehingga P (A ∪ B) = P (A) + P (B − A)
(1.2)
Substitusi (1.1) pada (1.2) memberikan hasil yang diharapkan.
1.4
Menghitung Peluang: Teknik Pencacahan
Untuk menghitung peluang pada situasi yang agak komplek, perlu dikembangkan cara sistematik dalam mencacah unsur peristiwa.
1.4.1
Kaidah Perkalian
Berikut adalah kaidah perkalian yang sangat bermanfaat. KAIDAH PERKALIAN: Jika sebuah percobaan mempunyai m hasil dan sebuah percobaan lainnya mempunyai n hasil, maka ada mn hasil yang mungkin (titik sampel) untuk pasangan kedua percobaan itu. Bukti: Nyatakan percobaan pertama sebagai A = (a1 , a2 , . . . , an ) dan percobaan kedua sebagai B = (b1 , b2 , . . . , bn ), maka pasangan dari kedua percobaan itu adalah
(a1 , b1 )
(a2 , b1 ) E =A×B = ...
(a1 , b2 )
...
(a1 , bn )
(a2 , b2 )
...
(a2 , bn )
...
...
...
(am , b1 ) (am , b2 ) . . . (am , bn )
Pengaturan unsur-unsur (titik sampel) percobaan E dalam susunan m baris dan n kolom ini memperlihatkan bahwa c(E) = c(A) × c(B) = mn. Cara lain juga dapat ditempuh dengan membuat diagram cabang, yaitu untuk setiap cabang (dari m cabang) percobaan pertama barcabang menjadi n cabang lagi untuk percobaan kedua. Banyaknya ujung cabang akhir adalah mn. Contoh 1.4 Suatu kelas terdiri atas 12 siswa laki-laki (siswa) dan 13 siswa perempuan (siswi). Guru menunjuk seorang siswa dan seorang siswi untuk mewakili kelas tersebut ke pertemuan antar kelas. Untuk itu guru mempunyai sebanyak 13 × 12 = 156 cara memilih wakil kelasnya. PERLUASAN KAIDAH PERKALIAN: Sebuah percobaan merupakan gabungan dari p buah percobaan komponen. Komponen percobaan pertama mempunyai n1 hasil yang mungkin, percobaan kedua mempunyai n2 , . . . , komponen percobaan ke-p mempunyai np hasil yang mungkin dari percobaan itu. Contoh 1.5 Sebuah kata biner 8-bit merupakan barisan 8 digit, yang masing-masing digitnya dapat bernilai 0 atau 1. Berapa macamkah dapat dibentuk kata biner 8-bit. Jawab: Ada 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 × 2 = 28 = 256 macam.
6
1.4.2
Bab 1. Peluang
Permutasi dan Kombinasi
Suatu permutasi itu suatu pengaturan beberapa obyek secara berurutan. Misalnya, tersedia n = 5 potong kertas yang sama dan sebangun berbentuk empat persegi panjang namun dalam warna yang berbeda, yaitu M(merah), B(biru), K(kuning), H(hijau), dan N(nila). Kemudian sebuah bendera harus dibuat dengan menyusun k = 3 potong di antara kertas warna yang tersedia itu (dalam susunan vertikal dari atas ke bawah). Pertanyaan: Berapa macam bendera yang mungkin dapat dibuat? Salah satu cara pandang adalah melihat ini sebagai sebuah percobaan dengan 3 tingkat komponen percobaan: pertama, untuk menetapkan warna lapis atas, ada tersedia 5 pilihan (M, B, K, H, atau N); kedua, untuk menetapkan lapis kedua hanya tinggal 4 pilihan warna; ketiga, untuk menentukan warna lapis bawah hanya tinggal 3 pilihan lagi. Sehingga dengan kaidah perkalian, didapat 5 × 4 × 3 = 60 cara yang mungkin untuk membuat bendera dalam susunan seperti dikehendaki. Untuk bilangan cacah c > 0, notasi c! dibaca c-faktorial, untuk menyatakan c! = c(c − 1)(c − 2) . . . (2)(1), dengan definisi 0! = 1. 5! Hasil 60 = 5 × 4 × 3 di atas sama dengan 5!2 = (5−3)! . Dikatakan bahwa pengaturan berurut 3 obyek dari 5 obyek yang tersedia dapat dilakukan dalam permutasi 3 dari 5 atau P (3, 5) = 5! n! (5−3)! = 60. Secara umum, untuk 0 ≤ k ≤ n, permutasi k dari n ialah P (k, n) = (n−k)! Aturan A Banyaknya ragam pengaturan berurut k obyek dari n obyek yang ada ialah permutasi k dari n, n! yaitu P (k, n) = (n−k)! Akibat A Banyaknya ragam pengaturan berurut n obyek yang ada ialah permutasi n obyek, yaitu P (n) = P (n, n) = n! [Catatan: penyebut (n, n)! = 0! = 1 dapat tidak dituliskan ]. Contoh 1.6 Anggaplah bahwa nomor plat mobil di suatu daerah dibedakan oleh susunan dari dua huruf dan diikuti oleh tiga digit. Berapakah peluang bahwa nomor plat sebuah mobil tidak memuat huruf atau tiga digit berulang? Sebut A adalah peristiwa ’nomor plat mobil tidak memuat huruf atau digit berulang’ dari ruang sampel S yang memuat semua susunan 2 huruf dan diikuti 3 digit. 26! 10! Jelaslah c(S) = (26).(10) = 676000, sedangkan c(A) = P (2, 26).P (3, 10) = 24! . 7! = (26 × 25) × (10 × 9 × 8) = 468000 468000 Sehingga, P (A) = c(A) c(S) = 676000 = 0.6923 Contoh 1.7 [Persoalan Ultah] Misalkan di suatu kamar asrama tinggal n orang mahasiswa. Berapa peluang bahwa sekurang-kurangnya dua diantara mereka mempunyai hari ulang tahun sama? Misalkan A adalah peristiwa dimaksud. Maka komplemennya, Ac , adalah peristiwa bahwa kesemua n orang itu berhari ulang tahun berbeda. Banyaknya unsur S yaitu banyaknya hari ulang tahun yang mungkin untuk n orang, yaitu c(S) = 365. Peristiwa Ac dapat terjadi dalam P (n, 365) = 365 × 364 × . . . × (365 − n + 1). Jadi
P (Ac ) =
365 × 364 × . . . × (365 − n + 1) c(Ac ) = c(S) 365n
1.4. Menghitung Peluang: Teknik Pencacahan
7
dan
P (A) = 1 − P (Ac ) = 1 −
365 × 364 × . . . × (365 − n + 1) 365n
Tabel berikut mempelihatkan peluang dimaksud untuk berapa nilai n yang mungkin n
4
16
23
32
40
56
P (A)
016
284
507
753
891
988
Dari tabel di atas ternyata bila n = 23 orang, peluang bahwa ada hari lahir beradu ialah P (A) > 0, 5. Sekarang sebagai pengganti dari 5 potong kertas berwarna, tersedia 5 botol tinta berbeda warna yaitu M(erah), B(iru), K(uning), H(ijau) and N(ila). Apabila 3 botol di antaranya dicampur isinya menjadi satu, hasilnya akan memberi warna tertentu tidak tergantung pada urutan ketiga warna dimaksud. Jadi untuk setiap3! ragam bendera yang dapat disusun dengan tiga warna kertas, kini berhubungan dengan hanya 1 ragam warna tinta (dari hasil campuran 3 warna serupa). Oleh karena penyusunan berurut 3 warna dari5 warna yang ada dalam pembuatan bendera menghasilkan P (3, 5) = 5!/(32)!, maka dalam pencampuran 3 warna tinta dari 5 warna tinta yang tersedia akan menghasilkan P (3, 5)/3! = 5!/[(53)!(3!)] = 10 ragam kombinasi warna. Kombinasi k dari n adalah banyaknya cara penggabungan k obyek dari n obyek yang tersedia (tanpa memperhatikan susunan urutan). Aturan B Banyaknya ragam gabungan k dari n obyek yang tersedia ialah kombinasi k dari n, yaitu
Bilangan
n k
n k
=
n! n(n − 1) . . . (n − k + 1) = (n − k)!k! k!
disebut koefisien binom, yang muncul dalam ekspansi
(a + b)n =
n X
k=0
n k
ak b(n−k)
Beberapa sifat koefisien binom yang bermanfaat adalah:
S1 Khususnya, apabila untuk a = b = 1.2n =
Pn
k=0
n k
Hasil terakhir ini dapat diinterpretasikan sebagai banyaknya himpunan bagian dari himpunan n obyek. Ini didapat dengan menjumlahkan banyaknya himpunan bagian dengan 2 obyek, dst.
S2
n k
=
n
n−k
8
Bab 1. Peluang
S3
n k
=
n−1 k−1
+
n−1 k
1.5
Peluang Bersyarat
1.6
Ketaktergantungan antar Peristiwa
Bab 2 Peubah Acak
2.1
Distribusi Variabel Random
2.2
Variabel Random Diskret
2.2.1
Distribusi Uniform Diskret
2.2.2
Distribusi Hipergeometrik
2.2.3
Variabel Random Bernoulli dan Binom
2.2.4
Distribusi Poisson
2.2.5
Distribusi Geometrik dan Binom Negatif
2.3
Variabel Random Kontinu
2.3.1
Beberapa fungsi dan integral
2.3.2
Variabel Random Uniform
2.3.3
Distribusi Eksponensial
2.3.4
Distribusi Gamma
2.3.5
Distribusi Normal
2.3.6
Distribusi Beta
2.4
Fungsi dari Variabel Random
Definisi 2.1 Parameter adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri atau karakteristik populasi. Sudah menjadi kebiasaan untuk melambangkan parameter dengan huruf Yunani. Untuk ratarata populasi dilambangkan dengan µ. Definisi 2.2 Statistik merupakan sembarang nilai yang menjelaskan ciri atau karakteristik suatu sampel. 9
10
Bab 2. Peubah Acak
Gambar 2.1: This is a figure. Statistik biasanya dinyatakan dalam huruf kecil biasa. Bila statistik itu berupa rata-rata sampel, kita melambangkan dengan x ¯. Karena dari populasi yang sama banyak sekali kemungkinan sampel acak yang dapat diambil, tentunya kita dapat membayangkan bahwa statistik itu bervariasi dari sampel satu ke sampel lainnya. Dengan kata lain, jika diambil lagi sebuah sampel acak dari populasi yang sama dan kemudian dihitung, maka nilai yang terbesar mungkin saja 5 bukan 4 dan rata-rata hitungnya tidak lagi 1,5 meskipun sangat dekat dengan itu.
Bab 3 Distribusi Bersama
3.1
Variabel Random Diskret
3.2
Variabel Random Kontinu
3.3
Variabel Random Takbergantungan
3.4
Distribusi Bersyarat
3.4.1
Kasus Diskret
3.4.2
Kasus Kontinu
11