KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH SULAWESI TENGAH SATUAN BRIMOB
PERATURAN KEPALA SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEKANISME PERBANTUAN PERKUATAN BRIMOB SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG
Palu,
Februari 2015
PERATURAN KEPALA SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG S. O. P MEKANISME PERBANTUAN PERKUATAN BRIMOB SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG,
Menimbang : a. bahwa Reformasi Birokrasi Polri (RBP) merupakan upaya Polri untuk melakukan pembenahan serta meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat. Program RBP ini diterjemahkan ke dalam bentuk mekanisme perbantuan perkuatan brimob; b. mekanisme perbantuan perkuatan brimob ini diharapkan untuk dapat memberikan pelayanan prima kepada Satuan Kewilayahan dan masyarakat dengan kecepatan, ketepatan, kemampuan dan peralatan yang mencukupi yang dilandasi dengan etika untuk melaksanakan dan mendatangi TKP dalam rangka penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri Berkadar Tinggi; c. bahwa dalam rangka pelaksanaan mekanisme perbantuan perkuatan Brimob diperlukan pengelolaan sumber daya baik personel maupun sarana yang dimiliki Satuan Brimob Polda Sulteng untuk melaksanakan segala upaya, pekerjaan, dan kegiatan serta tindakan yang terarah agar lebih integratife, proporsional, akuntabel, efektif dan efisien, proaktif dan non diskriminatif guna mewujudkan keamanan dalam negeri; d. bahwa . . . .
2
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menentapkan Peraturan Kepala Satuan Brimob Polda Sulteng Tentang S.O.P mekanisme perbantuan perkuatan Brimob Satuan Brimob Polda Sulteng; Mengingat
:1
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Restrukturisasi Oganisasi Polri. 3. Peraturan Kapolri No. 3 Tahun 2009 tentang Pedoman tindakan bagi anggota Polri dalam penggunaan kekuatan Kepolisian.
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG TENTANG S.O.P QUICK RESPON SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan : 1. Peraturan Kasatbrimob Polda Sulteng adalah segala peraturan yang dikeluarkan oleh Kasatbrimob Polda Sulteng yang bersifat mengikat dalam rangka menunjang efektifitas pelaksanaan tugas dengan ruang lingkup berlakunya internal Satbrimob Polda Sulteng. 2. Satbrimob . . . .
3
2. Satbrimob Polda Sulteng adalah Satuan Pelaksana utama pada tingkat Polda Sulteng yang berkedudukan dibawah Kapolda dan dalam bidang pembinaan teknis dibawah Kakorbrimob Polri dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan terhadap gangguan keamanan berkadar tinggi antara lain terorisme, huru-hara, kejahatan terorganisir yang menggunakan senjata api dan bom termasuk penyelamatan dan pertolongan bersama unsur pelaksana operasional Kepolisian dalam rangka penegakan hukum guna menjamin terwujudnya Kamdagri. 3. Kepala Satuan Brimob Polda Sulteng yang selanjutnya disingkat Kasatbrimob Polda Sulteng adalah Pimpinan Satbrimob Polda Sulteng dan penanggung jawab penyelenggaraan bantuan teknis Brimob Sulteng. 4. Quick Response adalah ketanggapan Satuan dalam menangulangi / menindak lanjuti gangguan keamanan dalam negeri berkadar tinggi dengan serius, cepat, tepat dan tegas. 5. Mekanisme adalah urutan / tata cara dalam menyusun suatu perencanaan hingga sampai pada tahan pelaksanaan dan evaluasi. 6. Perbantuan perkuatan Brimob adalah tindakan / upaya yang dilakukan Satuan Brimob dalam melaksanakan back up kekuatan baik dari personel maupun sarana yang dimiliki ke instansi intern maupun ekstern yang membutuhkan bantuan kekuatan Brimob. 7. Kondisi biasa adalah setiap situasi yang membutuhkan perkuatan Brimob yang telah direncanakan sebelumnya dengan tingkat kerawanan biasa dan jumlah kekuatan personel yang telah ditentukan. 8. Kondisi insidentil/darurat adalah setiap situasi dengan tingkat kerawanan tinggi yang membutuhkan perkuatan Brimob dengan sesegera mungkin dan jumlah kekuatan personel yang sesuai dengan kebutuhan kondisi kewilayahan. 9. Pelayanan Operasional Rutin adalah ketentuan yang ditetapkan secara baku tentang tata cara untuk mendapatkan bantuan kekuatan Brimob oleh Kasatwil dalam menghadapi tugas-tugas yang ditetapkan secara rutin. 10. Pelayanan . . . .
4 10. Pelayanan Operasional Insidental adalah ketentuan atau tata cara yang ditempuh oleh Kasatwil untuk mendapat bantuan kekuatan Brimob dalam tugas – tugas tertentu yang didasarkan atas analisa kerawanan daerah dalam kurun waktu tertentu yang menjadi prioritas pimpinan. 11. Pelayanan Operasional Kontijensi adalah ketentuan atau tata cara yang ditempuh oleh Kasatwil untuk mendapat bantuan kekuatan Brimob dalam tugas – tugas tertentu yang didasarkan atas analisa kerawanan daerah dalam kurun waktu tertentu yang menjadi prioritas pimpinan. 12. Gangguan Keamanan dalam negeri berkadar tinggi adalah gangguan keamanan yang dampaknya tidak hanya dirasakan oleh korban melainkan juga dirasakan oleh masyarakat luas, memiliki ciri-ciri antara lain : 1) Pelaku / penyebab : Kelompok atau organisasi pelaku kejahatan atau akibat bencana alam. 2) Modus Operandi : Memanfaatkan aksi massa, menggunakan kekerasan, menggunakan senjata api dan bom. 3) Korban : Korban yang timbul baik perorangan maupun kelompok warga masyarakat di tempat kejadian dan sekitarnya, dampaknya juga menimbulkan rasa panik yang meluas. 4) Mempunyai jaringan Nasional, Regional dan Internasional. 5) Terorganisir dengan rapi mempunyai pimpinan, mempunyai anggota yang terlatih dan militan. 6) Menggunakan senjata api, bom dan KBR 7) Mobilitas tinggi dalam manuver dan gerakan serta daya serang secara Destruktif terhadap semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dan berdampak lingkungan Extra Ordinary 8) Mengancam simbol-simbol negara dan sendi-sendi kebangsaan serta merongrong kewibawaan pemerintah 13. Keadaan . . . .
5
13. Keadaan Darurat adalah keadaan sukar/sulit yang tidak disangka-sangka yang memerlukan penanggulangan segera. 14. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana. 15. Kontijensi adalah keadaan dalam kehidupan atau tata kehidupan masyarakat yang oleh suatu sebab tertentu sangat mungkin menjadi sumber penyebab kerawanan, krisis, sehingga perlu senantiasa diwaspadai/ diantisipasi secara dini dengan pilihan alternatif yang diambil sesegera mungkin secara efektif dan efisien. Pasal 2 Tujuan peraturan ini : a. Sebagai pedoman bagi instansi intern Polri maupun instansi ekstern dalam melakukan permintaaan bantuan kekuatan Brimob. b. Sebagai acuan bagi pengguna dalam rangka mandapatkan pelayanan Satbrimob Polda Sulteng. c. Menjamin efektifitas dan efisiensi pelayanan Satbrimob Polda Sulteng sesuai rencana. . Pasal 3 Prinsip-Prinsip dalam mekanisme perbantuan kekuatan Brimob : a. Legalitas yang berarti bahwa semua penugasan yang dilakukan oleh Satbrimob Polda Sulteng harus sesuai dengan hukum yang berlaku. b. Nessesitas yang berarti bahwa penugasan yang dilakukan oleh Satbrimob Polda Sulteng memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi. c. Proporsionalitas . . . .
6
c. Proporsionalitas yang berarti bahwa penugasan yang dilakukan Satbrimob Polda Sulteng harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon yang dilaksanakan, sehingga tidak menimbulkan kerugian/korban penderitaan yang berlebihan. d. Preventif yang berarti bahwa tindakan Kepolisian mengutamakan pencegahan dilakukan dengan pertimbangan yang reasonable / masuk akal yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.
BAB II TUGAS POKOK Bagian kesatu Tugas Pokok, Fungsi dan Peranan Satbrimob Polda Sulteng Pasal 4 Tugas Pokok Satbrimob Polda Sulteng adalah melaksanakan dan mengerahkan kekuatan Satbrimob guna menanggulangi gangguan kamtibmas berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan berorganisir bersenjata api, bom, bahan kimia, biologi dan radiokatif bersama dengan unsur pelaksana operasional kepolisian lainnya guna mewujudkan tertib hukum serta ketentraman masyarakat diseluruh yuridis NKRI dan tugas tugas lain yang dibebankan padanya. Pasal 5 Fungsi Satbrimob Polda Sulteng sebagai satuan pamungkas Polri yang memiliki kemampuan spesifik kemampuan dasar Kepolisian, Penanggulangan HuruHara, Reserse Mobil, Penjinakan Bom dan Search and Rescue. Penangulangan keamanan dalam negeri yang berkadar tinggi dan penyelamatan masyarakat yang didukung personil yang terlatih dan memiliki kepemimpinan yang solid, peralatan dan perlengkapan dengan teknologi modern. Pasal . . . .
7
Pasal 6 Peranan Satbrimob Polda Sulteng adalah bersama-sama dengan fungsi Kepolisian lainnya melakukan penindakan terhadap pelaku kejahatan yang berkadar tinggi, utamanya kerusuhan massa, kejahatan yang terorganisir senjata api, bom, Kimia, biologi dan radio aktif guna mewujudkan tertib hukum serta ketentraman masyarakat diseluruh wilayah yuridis NKRI, meliputi : a. Berperan untuk membantu fungsi kepolisian lainnya. b. Berperan untuk melengkapi dalam Operasi Kepolisian yang dilaksanakan bersama-sama dgn fungsi Kepolisian lainnya. c. Berperan untuk melindungi anggota Kepolisian demikian juga masyarakat yang sedang mendapat ancaman. d. Berperan untuk memperkuat fungsi Kepolisian lainnya dalam pelaksanaan tugas Operasi. e. Berperan untuk menggantikan tugas Kepolisian pada Satuan Kewilayahan apabila situasi atau sasaran tugas sudah mengarah pada kejahatan yang Berkadar Tinggi. Bagian Kedua Dimensi Pasal 7 Dimensi Pelayanan Satbrimob Polda Sulteng : a. Berkomunikasi berbasis kepedulian. b. Cepat dan tanggap. c. Kemudahan pemberian informasi. d. Prosedur yang efektif dan efisien. e. Kemudahan . . . .
8
e. Kemudahan penyelesaian urusan. f. Ruang penerimaan laporan pelayanan publik yang representatif dan nyaman. Bagian Ketiga Sasaran Pelayanan Pasal 8 Perbantuan Perkuatan Satbrimob Polda Sulteng difokuskan kepada gangguan kamtibmas yang berkadar tinggi, yang di identifikasi menurut : a. Ciri-ciri b. Bentuk
Pasal 9 Ciri-ciri gangguan kamtibmas berkadar tinggi sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a, meliputi : (1) Pelaku / penyebab: Kelompok atau organisasi kejahatan dan Bencana Alam. (2) Modus Operandi: Memanfaatkan aksi massa, menggunakan kekerasan, menggunakan senjata api dan bom. (3) Korban: Korban yang timbul baik perorangan maupun kelompok warga masyarakat di tempat kejadian dan sekitarnya, dampaknya juga menimbulkan rasa panik yang meluas.
(4) Jaringan . . . .
9
(4) Jaringan : Nasional, Regional dan Internasional. (5) Terorganisir rapi: Mempunyai pimpinan, dengan anggota terlatih dan militan. (6) Persenjataan: Menggunakan senjata api, Bom dan KBRN. (7) Mobilitas: Sangat tinggi dalam manuver dan gerakan serta daya serang secara Destruktif terhadap semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dan berdampak lingkungan Extra Ordinary.
(8) Ancaman: Mengancam simbol-simbol negara dan sendi-sendi kebangsaan serta merongrong kewibawaan pemerintah. Pasal 10 Bentuk Gangguan Keamanan Dalam Negeri Berkadar Tinggi sebagai mana dimaksud pada Pasal 8 huruf b, melipui : (1) Kerusuhan yang Anarkis. (2) Kejahatan Transnasional. (3) Kejahatan terhadap kekayaan negara. (4) Kejahatan yang berimplikasi kontijensi. (5) Bencana alam.
Pasal . . . .
10 Pasal 11 Kerusuhan yang Anarkis sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1), meliputi: a. Penangulangan Huru-Hara bersifat anarkhis yang dilakukan oleh sekelompok orang atau lebih dalam unjuk rasa yang telah berubah menjadi tindakan kekacauan, kerusuhan dan melawan hukum. b. Massa yang potensial menimbulkan kerusuhan akibat ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah yang disebabkan faktor ekonomi, politik, sosial, budaya dan agama. c. Massa pengunjuk rasa yang sengaja berkumpul untuk satu tujuan yang sama yang akan mengarah pada tindakan Anarkis. d. Massa perusuh yang telah melakukan tindakan-tindakan yang mengganggu ketertiban ataupun melanggar hukum. e. Keramaian/tontonan yang mengakibatkan tindakan anarkis. Pasal 12 Kejahatan transnasional sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (2), meliputi: a. Terorisme. b. temuan bom / handak. c. Penyelundupan senpi. d. penyelundupan wanita / anak. e. bajak laut f. narkoba. g. perampokan . . . .
11
g. perampokan dengan menggunakan senjata api dan bahan peledak. Pasal 13 Kejahatan terhadap Kekayaan Negara sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (3), meliputi : a. Kejahatan Illegal Loging. b. illegal Minning. c. illegal Fishing. d. Korupsi. e. Uang Palsu. f. Pengerusakan Lingkungan. g. Operasi yang bersifat rutinitas/direncanakan(ops lilin,ops ketupat,dan lainlain). h. Turjawali. Pasal 14 Kejahatan yang berimplikasi kontijensi sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (4), meliputi : a. Perkelahian antar suku Adanya perbedaan kultur, kecemburuan sosial dan perasaan dendam yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya perkelahian antar suku / kelompok. Apabila pertikaian tersebut tidak segera diselesaikan secara musyawarah dan tuntas, dikhawatirkan dapat memicu timbulnya konflik horizontal yang berpengaruh terhadap stabilitas nasional. b. Perkelahian . . . .
12
b. Perkelahian antar kelompok Perkelahian antar kelompok / kampung yang disebabkan rasa solidaritas kesukuan dapat menimbulkan perasaan dendam yang dapat memicu kesalah pahaman menjadi perkelahian massal yang dapat mengganggu stabilitas keamanan. c. Konflik Horisontal Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk (Plural Society) yang sendi-sendi utamanya adalah suku bangsa yang memiliki budaya berbeda, yang askriptif dan primordial. Ciri askriptif dan primordial tersebut mencuat sampai kesistem pemerintahan nasional. Akibatnya akan menimbulkan konflik antar suku bangsa (suku Dayak dan Madura , konflik agama yang terjadi di Poso dan Maluku). Selain itu konflik-konflik tersebut biasanya juga dipacu oleh faktor-faktor lain yang dominan, seperti kesenjangan ekonomi, fanatisme sempit dan berlebihan, streotif terhadap suatu suku, ketidakadilan, dan lain-lainnya. Kesemuanya itu telah menimbulkan terjadinya konflik antar masyarakat dengan masyarakat atau suku dengan suku yang dikenal dengan istilah “konflik horizontal”. d. Konflik Vertikal Konflik vertikal akan terjadi apabila polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat dan yang sering terjadi disebabkan polarisasi dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah seperti tuntutan reformasi terhadap pemeritah dalam penyelenggaraan demokrasi, penegakan hukum, tranparansi, perlindungan terhadap ham maupun akuntabilitas publik untuk terciptaanya good governance dan good government apabila tidak disikapi dengan baik oleh pemerintah akan menimbulkan ketidak percayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan melakukan unjuk rasa damai sampai unjuk rasa yang mengarah tindakan anarkis yang akan mengarah terjadinya konflik vertikal.
BAB . . . .
13
BAB III PELAKSANAAN Pasal 15 Proses pergeseran pasukan sebagai bagian dari kegiatan mobilisassi kekuatan Brimob baik yang berasal dalam satu Zona maupun antar Zona termasuk penggunaan kekuaatan dari Satuan Cadangan Pusat / Satcadpus dapat dilakukan dengan mempertimbangkan : kepada aspek skala prioritas yang dilihat dari dimensi dan dampak dari suatu gangguan kemanan yang muncul di suatu daerah ; aspek mekanisme pergeran pasukan sebagai satu kesatuan dalam formasi ikatan, kemampuan ,kebutuhan alat , sarana angkutan ; aspek Komando dan pengendalian dan terakhir adalah dengan mempertimbangkan kesiapan dukungan Administrasi dan Logistik. Pasal 16
Mekanisme perbantuan perkuatan Brimob dibagi dalam beberapa kondisi yaitu : a. Kondisi biasa ; b. Kondisi insidentil/darurat. Pasal 17 Contoh perbantuan perkuatan Brimob Polda Sulteng sebagaimana yang di maksud dalam pasal 16 huruf a sebagaimana di jelaskan pada pasal 11 dan 13. Pasal 18 Contoh perbantuan perkuatan Brimob Polda Sulteng sebagaimana yang di maksud dalam pasal 16 huruf b sebagaimana di jelaskan dalam pasal 11,12 dan 14. Pasal . . . .
14 Pasal 19 Mekanisme perbantuan perkuatan Satbrimob Polda Sulteng sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 huruf a yaitu : a. Kasatwil meminta bantuan perkuatan Satuan Brimob sesuai dengan tupoksiran Brimob secara tertulis kepada Kapolda; b. Kapolda secara tertulis membuat Nota Dinas untuk Kasat Brimob Polda dalam rangka bantuan perkuatan Brimob; c. Kasat Brimob memerintahkan Kaden dan Kasiops untuk mempersiapkan personil, peralatan dan kendaraan yang di butuhkan sesuai dengan ancaman tugas yang dibutuhkan dalam memback up satuan kewilayahan; d. Dukungan administrasi dan logistik disesuaikan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) dan Prosedur Tetap Kapolri (Protap) serta SOP yang berlaku; e. Komandan pasukan BKO berkoordinasi dengan Kasatwil dan dalam pelaksanaan tugas di bawah kendali Kasatwil serta melaporkan secara berjenjang kepada pimpinan di Satbrimob Polda Sulteng. f.
Kasatwil setempat bertanggung jawab penuh atas penggunaan kekuatan Brimob Polda.
Pasal 20 Mekanisme perbantuan perkuatan Satbrimob Polda Sulteng sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 16 huruf b yaitu: a. Kasatwil meminta bantuan perkuatan Satuan Brimob sesuai dengan tupoksiran Brimob secara langsung kepada Kaden/Kasubden; b. Kaden/Kasubden menyiapkan personil, peralatan dan perlengkapan sesuai dengan fungsi Brimob yang dibutuhkan dalam rangka bantuan perkuatan Satuan Kewilayahan, dalam pelaksanaan tugas dilapangan;
c. Kaden . . . .
15
c. Kaden/Kasubden melaporkan kepada Kasat Brimob permintaan perkuatan Brimob dari Satuan Kewilayahan;
tentang adanya
d. Dukungan administrasi awal dikeluarkan Kaden/Kasubden dan ditembuskan kepada Kasat Brimob untuk dibuatkan Surat Perintah Kapolda; e. Logistik dan peralatan disesuaikan dengan Peraturan Kapolri (Perkap) dan Prosedur Tetap Kapolri (Protap) serta SOP yang berlaku; f.
Kasatwil setempat bertanggung jawab penuh atas penggunaan kekuatan Brimob Polda.
BAB IV PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 21 Pengawasan dan pengendalian mekanisme perbantuan perkuatan Brimob berada pada Kasiops Satbrimob Polda Sulteng dan melaporkan kepada Kasatbrimob Polda Sulteng.
BAB . . . .
16
BAB V PENUTUP Pasal 22 Demikian Peraturan Kasatbrimob Polda Sulteng Tentang S.O.P Mekanisme Perbantuan Perkuatan Brimob Satuan Brimob Polda Sulteng ini disusun, sebagai program unggulan dalam rangka pelaksanaan tugas Satuan Brimob Polda Sulteng. Pasal 23 Peraturan ini mulai berlaku terhitung pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Palu pada tanggal :
Februari 2015
KEPALA SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG
GATOT HARIBOWO, SIK.M.A.P KOMISARIS BESAR POLISI NRP 68060513
Disahkan di Palu pada tanggal Februari 2015 KEPALA KEPOLISIAN DAERAH SULAWESI TENGAH,
Drs. IDHAM AZIS,M.Si BRIGADIR JENDERAL POLISI REGISTRASI SETUM POLDA SULTENG NOMOR
TAHUN 2015
PERATURAN KEPALA SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG NOMOR 07 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MEKANISME PERBANTUAN PERKUATAN BRIMOB SATUAN BRIMOB POLDA SULTENG
Palu,
Februari 2015