PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Yogyakarta, 9 – 10 Juni 2015
STABILITAS RADIOFARMAKA 99MTc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK DETEKSI INFEKSI Eva Maria Widyasari, Maula Eka Sriyani, Witri Nuraeni Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan Jl. Tamansari No 71Bandung
[email protected]
ABSTRAK 99m
Tc-KANAMYCIN SEBAGAI SEDIAAN UNTUK STABILITAS RADIOFARMAKA DETEKSI INFEKSI. Penyakit infeksi masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. Deteksi dini dan penentuan lokasi infeksi yang tepat dan akurat melalui pencitraan menggunakan teknik nuklir dapat mempermudah pengobatannya. Antibiotik bertanda radioaktif dapat menjadi solusi untuk membedakan antara infective inflamatory dan non-infective inflammatory. Kanamycin telah berhasil ditandai secara langsung dengan radionuklida Tc-99m dengan kemurnian radiokimia > 90 %. Kit radiofarmaka 99mTc-kanamycin ini akan diberikan kepada pasien secara intravena. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas 99m radiofarmaka Tc-kanamycin yang telah diformulasi ketika berada dalam lingkungan plasma darah manusia. Stabilitas ditunjukkan dari kemurnian radiokimia 99mTckanamycin setelah diinkubasi dalam berbagai kondisi yang ditentukan dengan 99m menggunakan metode kromatografi kertas naik. Hasil menunjukkan bahwa Tckanamycin stabil dalam plasma darah manusia hingga 4 jam setelah inkubasi pada 37°C dengan kemurnian radiokimia > 90%. Kata Kunci : 99mTc-kanamycin, stabilitas, infeksi, radiofarmaka
ABSTRACT 99m
Tc-KANAMYCIN RADIOPHARMACEUTICAL FOR DETECTION STABILITY OF OF INFECTION. Infectious diseases are still the leading cause of death in the world. Early detection and determination of the exact and accurate location of the infection and through the imaging using nuclear techniques could ease the treatment. Antibiotics labelled radioactive compound could be a solution to distinguish between infective and non-infective inflammatory. Kanamycin has been successfully labeled by Tc-99m radionuclide trough the direct method and gave a high radiochemical purity (>90%). 99mTc-kanamycin radiopharmaceutical will be given intravenously to the patient. Therefore the aim of this study is to determine the stability of 99mTc-kanamycin radiopharmaceutical that have been formulated in medium of human blood plasma. The stability was shown by radiochemical purity of 99mTc-kanamycin after incubation in various conditions and determined by the ascending paper chromatography method. The results showed that 99mTc-kanamycin stable in human blood plasma up to 4 h after incubation at 37 °C with a radiochemical purity under 90%. Keywords : 99mTc-kanamycin, stability, infection, radiopharmaceutical
PENDAHULUAN
I
nfeksi masih menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia terutama di negara-negara
114
berkembang pada awal abad 21 ini. Para klinisi menggunakan sejumlah petunjuk klinis, laboratorium, dan uji radiologi untuk membantu diagnosis
ISSN 1410 – 8178
Eva Maria Widyasari, dkk.
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Yogyakarta, 9 – 10 Juni 2015
dan pengobatannya [1]. Pada tahun 2007 hingga 2008 angka kematian akibat infeksi menduduki peringkat kedua tertinggi di Indonesia setelah penyakit sistem sirkulasi darah [2]. Penentuan daerah terjadinya infeksi yang tepat dan cepat dapat memudahkan dalam mengatasi penyakit. Teknik diagnosis dengan metode pencitraan (imaging) menggunakan beberapa peralatan diantaranya Magnetic Resonance Imaging (MRI), sinar X, maupun Computed Tomography Scan (CTScan) hanya menunjukkan adanya abnormalitas yang disebabkan oleh perubahan morfologi, sehingga tidak cukup untuk mendiagnosis penyakit infeksi dengan tepat. Untuk mengatasi masalah ini, dilakukan suatu teknik diagnosis dengan metode pencitraan menggunakan radiofarmaka. Penggunaan radiofarmaka dalam bidang kedokteran nuklir merupakan metode alternatif yang memiliki kelebihan diantaranya dapat menunjukkan adanya abnormalitas berdasarkan perubahan fungsi dan morfologi suatu organ. Kanamycin (Gambar 1) merupakan antibiotik yang termasuk dalam golongan aminoglikosida yang bekerja menghambat proses sintesis protein mikroorganisme. Sifatnya sebagai antibiotika berspektrum luas memungkinkannya dapat berikatan dengan bakteri Gram negatif maupun positif. Kanamycin ditemukan pertama kali di Jepang pada tahun 1957 oleh Umezawa dkk., yang diperoleh dari filtrat biakan Streptomyces kanamyceticus [3]. Kanamycin sulfat yang merupakan bentuk garam sulfat dari kanamycin, merupakan antibiotika bakterisidal yaitu antibiotika yang bersifat membunuh bakteri. Kanamycin biasanya digunakan untuk pengobatan infeksi, jika penisilin ataupun obat yang kurang toksik lainnya tidak dapat digunakan [1,4,5]. Adanya gugus fungsi pendonor elektron seperti -NH2, -OH, dan -O- pada struktur kanamycin, memungkinkan senyawa ini untuk berikatan dengan 99mTc-perteknetat [6].
Gambar 1. Struktur kanamycin 99m Radiofarmaka Tc-kanamycin dapat diformulasi dalam bentuk kit kering, yaitu sediaan setengah jadi, steril, dan bebas pirogen yang dikemas secara terpisah dari radionuklidanya dan dikeringkan dengan cara liofilisasi (kering-beku), dan sediaan kering ini diharapkan lebih stabil dibandingkan bentuk cairnya. Kit kering tersebut berisi kanamycin yang telah diformulasikan
Eva Maria Widyasari, dkk.
sedemikian rupa dengan bahan-bahan pembantu lainnya, sehingga apabila ditandai dengan radionuklida 99mTc dapat menghasilkan senyawa bertanda 99mTc-kanamycin dengan kemurnian radiokimia yang tinggi (> 90 %). Apabila sediaan tersebut disuntikan secara intravena secara selektif dapat terakumulasi pada organ terinfeksi di dalam tubuh [7]. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi stabilitas kit kanamycin pada penyimpanan serta stabilitas sediaan 99mTc-kanamycin di dalam plasma darah manusia secara in-vitro. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas radiofarmaka 99mTc-kanamycin ketika berada dalam lingkungan plasma darah manusia mengingat radiofarmaka ini nantinya akan diberikan secara intravena. BAHAN DAN METODE 1. Bahan dan peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: generator 99Mo-99mTc (BATEK), serum darah manusia (PMI), kanamycin sulfat (Meiji), tin(II) chloride/SnCl2 (Sigma-Aldrich), aseton (E. Merck), natrium hidroksida ( E. Merck), asam klorida (E. Merck), asetonitril (E. Merck), aqubidest, kertas Whatman 3, ITLC-SG (Agilent), dan indicator pH universal (E. Merck). Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: neraca analitis (Mettler Toledo), freeze dryer (Freezone 6, Labconco), ruang aseptik, laminar air flow (Koy Pharma), dose calibrator (Victoreen), vortex mixer, single channel analyzer (Ortec), inkubator (Memmert), seperangkat alat kromatografi kertas, dan peralatan gelas. 2. Penyiapan kit kering kanamycin Kit kering kanamycin dirancang dalam 1 buah flakon 10 mL , dalam keadaan steril, kering dan vakum, berisi 5 mg kanamycin dan 30 µg SnCl2 sebagai reduktor. Di dalam vial 50 ml dilarutkan 181,5 mg kanamycin dengan 33 mL aquabidest steril kemudian dikocok hingga homogen (Larutan A). Di dalam vial 25 ml lainnya dilarutkan 5,5 mg SnCl2 dalam 0,5mL HCl 1N dan 4,5 mL HCl 0,1 N kemudian dikocok hingga homogen (Larutan B). Ke dalam larutan A ditambahkan 0.99 mL larutan B dan dikocok hingga homogen dan volume akhir dijadikan 36,3 mL dengan penambahan aquabidest steril. Kemudian campuran tersebut disaring menggunakan penyaring bakteri (0,22 µm) dan dibagi-bagi ke dalam 30 buah flakon 10 mL steril masing-masing 1,1 mL setelah itu dikeringbekukan dengan menggunakan alat Freezone 6 (Labconco).
ISSN 1410 – 8178
115
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Yogyakarta, 9 – 10 Juni 2015
3. Penyediaan radiofarmaka 99mTc-kanamycin Ke dalam flakon kit kering kanamycin ditambahkan 1,1 mL aquabidest steril dan dikocok hingga larut sempurna lalu ditambahkan 0,9 mL larutan radionuklida Na99mTcO4. Campuran dikocok sebentar dengan vortex mixer, diinkubasi 30 menit pada temperatur ruang dan kemurnian radiokimianya ditentukan dengan metode kromatografi kertas menaik. 4. Penentuan kemurnian radiokimia sediaan 99mTc-kanamycin Penentuan kemurnian radiokimia dilakukan dengan kromatografi kertas menaik menggunakan kertas Whatman 3 (10 x 1 cm) sebagai fase diam dan aseton sebagai fase gerak yang dapat memisahkan pengotor dalam bentuk 99mTcperteknetat (99mTcO4-) bebas dengan Rf = 1,0, sedangkan untuk pengotor dalam bentuk 99mTctereduksi (99mTcO2) dipisahkan dengan menggunakan fase diam ITLC-SG (10 x 1 cm) dan fase gerak larutan NaOH 0,5 N pada Rf = 0,0. Kromatogram dikeringkan, dipotong-potong sepanjang 1 cm kemudian setiap potongan dicacah dengan alat single channel analyzer. 5. Penentuan stabilitas 99mTc-kanamycin pada temperatur ruang Uji stabilitas 99mTc-kanamycin dilakukan dengan menentukan kemurnian radiokimianya dalam interval waktu penyimpanan 1, 2, 3, dan 4 jam setelah inkubasi (30 menit) pada temperatur ruang. Kemudian kemurnian radiokimia pada setiap interval waktu ditentukan dengan metode kromatografi seperti tertera pada sub bab nomor 4. 6. Penentuan stabilitas 99mTc-kanamycin dalam plasma darah manusia Sebanyak 100 µL 99mTc-kanamycin dengan kemurnian radiokimia yang tinggi ditambahkan ke dalam 900 µL plasma darah manusia di dalam tabung reaksi, kemudian dikocok menggunakan vortex mixer dan diinkubasi pada temperatur 37°C dengan variasi waktu mulai 1, 2, 3 dan 4 jam. Setiap rentang waktu inkubasi tercapai, sebanyak 100 µL dan dipindahkan ke dalam tabung sentifuga, kemudian ditambahi 100 µL asetonitril. Campuran dikocok dengan pengaduk vortex, kemudian disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm sehingga endapan dan supernatannya
116
terpisah. Setelah endapan dan supernatant dipisahkan, terhadap supernatan tersebut dilakukan penentuan kemurnian radiokimia 99mTc-kanamycin sesuai dengan prosedur nomor 4. Sebagai blanko/pembanding juga dilakukan penentuan stabilitas 99mTc-kanamycin dalam PBS 0,2 N pH 7,4 sebagai pengganti plasma darah manusia, dengan perlakuan yang sama seperti dengan plasma darah manusia. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan radiofarmaka dalam bentuk kit kering bertujuan untuk memperpanjang waktu daluwarsanya dengan tetap memperhatikan aspekaspek farmasetik yang harus dipenuhi setelah melalui serangkaian proses pembuatan kit kering seperti kejernihan sediaan, sterilitas, kevakuman dan stabilitas senyawa bertandanya. Dalam penelitian ini telah dilakukan evaluasi stabilitas radiofarmaka 99mTc-kanamycin pada penyimpanan di temperatur ruang serta stabilitas plasmatik di dalam plasma darah manusia secara in-vitro. Hal ini dilakukan, dengan pertimbangan bahwa penggunaan radiofarmaka 99mTc-kanamycin kepada pasien diberikan dengan cara penyuntikan secara intravena (langsung ke dalam pembuluh darah). Oleh karena itu perlu ditentukan kestabilan 99mTckanamycin di dalam plasma darah manusia, karena di plasma darah manusia kondisi pH nya cukup berbeda dengan pH sediaan. Darah mempunyai pH sekitar 7,4 sedangkan pH sediaan 99mTc-kanamycin adalah 8,5, dan kondisi pH ini sangat berpengaruh pada stabilitas suatu senyawa bertanda. Pada penelitian ini stabilitas sediaan ditentukan dengan melihat kemurnian radiokimia dari sediaan 99mTc-kanamycin. Jika kemurnian radiokimia dari sediaan 99mTc-kanamycin di dalam darah menurun berarti 99mTc-kanamycin terurai dalam darah sehingga tidak layak untuk digunakan secara intravena. Plasma darah merupakan cairan yang mengandung berbagi macam senyawa seperti karbohidrat, lemak, garam, vitamin, asam amino, asam nukleat, hormon dan protein, yang dapat merusak/menguraikan senyawa 99mTc-kanamycin [8]. Jika 99mTc-kanamycin mudah terurai / rusak di dalam darah maka target organ terinfeksi yang akan ditunjukkan dalam pencitraan akan tidak sesuai. Beberapa literatur mempersyaratkan kemurnian radiokimia yang masih dapat diterima untuk suatu radiofarmaka adalah > 85 % [9].
ISSN 1410 – 8178
Eva Maria Widyasari, dkk.
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Yogyakarta, 9 – 10 Juni 2015
Pada penelitian ini pelarut organik yang digunakan adalah asetonitril. Asetonitril adalah senyawa organik yang dapat menurunkan kelarutan protein di dalam air sehingga protein yang terkandung dalam plasma akan diendapkan sedangkan supernatan yang tersisa hanya berisi ikatan antara 99m Tc-kanamycin dengan plasma darah.
Gambar 2. Stabilitas 99mTc-kanamycin pada temperatur ruang. Pengujian stabilitas 99mTc-kanamycin pada temperatur ruang memberikan hasil seperti Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa sediaan 99m Tc-kanamycin yang disimpan dalam temperatur ruang hingga waktu penyimpanan 4 jam masih memberikan nilai kemurnian radiokimia lebih dari 90 %. Selain itu data stabilitas 99mTc-kanamycin pada plasma darah manusia (Gambar 3) menunjukkan hasil bahwa hingga 4 jam inkubasi 99m Tc-kanamycin juga masih memberikan kemurnian radiokimia > 90%. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan plasma darah manusia tidak merusak/menguraikan senyawa 99mTc-kanamycin, sehingga dalam aplikasinya nanti sediaan 99mTckanamycin masih aman digunakan untuk pasien walaupun telah dilakukan penandaan pada empat jam sebelum penyuntikan. Berbeda halnya dengan sediaan 99mTc-kanamycin yang disimpan dalam media PBS (Gambar 4), kemurnian radiokimia terus menurun sejak satu jam pertama dan hingga 4 jam pencampuran, kemurnian radiokimianya sudah < 50 %. Jadi bukan pH lingkungan yang berpengaruh pada stabilitas 99mTc-kanamycin karena pH plasma darah manusia dan larutan PBS adalah sama yaitu sekitar pH 7,4. PBS merupakan larutan penyangga yang berisi larutan garam fosfat dan NaCl sedangkan serum darah manusia merupakan campuran berbagai macam zat organik dan anorganik diantaranya mineral, glukosa, asam amino, enzim dan protein. Zat-zat dalam plasma darah inilah yang diduga menjaga stabilitas dari 99m Tc-kanamycin dalam plasma darah. Protein yang terkandung dalam plasma darah dapat menggangu pengujian sehingga harus didenaturasi/diendapkan terlebih dahulu. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mendenaturasi protein yaitu menggunakan metode fisika (pemanasan, gelombang suara, sinar UV dll) atau secara kimia dengan menggunakan pelarut organik (asam, basa, aseton alkohol dll) [10]. Untuk serum darah atau plasma darah denaturasi protein umumnya dilakukan dengan menggunakan pelarut organik. Eva Maria Widyasari, dkk.
Gambar 3. Stabilitas 99mTc-kanamycin dalam plasma darah manusia.
Gambar 4. Stabilitas PBS.
99m
Tc-kanamycin dalam
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sediaan 99mTc-kanamycin baik disimpan pada temperatur ruang maupun disimpan dalam media plasma darah manusia hingga 4 jam inkubasi masih stabil dengan kemurnian radiokimia > 90%. Stabilitas sediaan 99mTc-kanamycin yang diinkubasi dalam media PBS menurun drastis sejak jam pertama, dan pada jam ke-4 kemurnian radiokimianya < 50 %. DAFTAR PUSTAKA 1. Jehangir M., Mushtaq A., Malik S.A., dan Roohi S., Synthesis and Evaluation of 99mTcKanamycin and 99mTc-Isoniazid for Infection
ISSN 1410 – 8178
117
PROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Sains dan Teknologi Akselerator Yogyakarta, 9 – 10 Juni 2015
Imaging, Trends in Radiopharmaceuticals (ISTR-2005), Proceedings of International Symposium, Vienna, Austria, International Atomic Energy Agency,149-165 (2007). 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, “Profil Kesehatan Indonesia 2008’’,Depkes RI, Jakarta, 30 – 31 (2009) 3. Umezawa H., The basic and clinical research of the new antibiotic, Kanamycin : Its discovery, Annals of the New York Academy of Science, 76, 20-26 (1958) 4. Roohi S., Mushtaq A., Jehangir M., dan Malik S.A., Synthesis, Quality Control and Biodistribution of 99mTc-Kanamycin, Journal of Radioanalytical and Nuclear Chemistry, 267, 561–566 (2006) 5. Roohi S., Preparation and Quality Control of Technetium-99m Labelled Compounds for Diagnostic Purpose, Tesis Program Doktor, Quaid-I-Azam University, 1 – 64 (2006) 6. Zolle I., ‘Technetium-99m Pharmaceuticals : Preparation and Quality Control in Nuclear Medecine”, Springer, New York, 78-79 (2006) 7. Widyasari E.M., Misyetti, Wibawa T.H.A., dan Nuraeni W., Karakteristik Fisikokimia Kit Kering Kanamycin, Jurnal Sains dan Teknologi Nulir XIV, 2, 117-126 (2013) 8. Mostovenko E., Scott H.C., Klychnikov O., Dalebout H., Deelder A.M. dan Palmblad M., Protein Fractionation for Quantitative Plasma Proteomics by Semi-Selective Precipitation, Journal Proteomics and Bioinformatic, 5:9, 217221 (2012) 9. Kowalsky, Richard J., Falen, Steven W., Radiopharmaceuticals in nuclear pharmacy and nuclear medicine, 2nd ed. American Pharmacist Association, Washington D.C.,418-419 (2004) 10. Schwenzer K.S., Gurnee, Magic S.E., dan Bluff L., Precipitation of Protein, United State Patent, 4,171,204 (1979)
TANYA JAWAB Gede S.W. ¾ Kenapa perlu dilakukan pengujian PBS, apa yang diwakili dari PBS jika diidentikan dengan bagian tertentu tubuh manusia?
118
¾ Apakah radiofarmaka ini sensitif di setiap organ tubuh untuk deteksi infeksi mengingat jaringan tubuh sangat bervariasi? Eva Maria Widyasari PBS mewakili kondisi pH darah manusia. Iya, radiofarmaka ini menggunakan antibiotik sebagai ligan dimana antibiotik akan spesifik mengarah ke jaringan organ yang terinfeksi. Darlina ¾ Bagaimana cara mengukur stabilitas radiofarmaka di kultur darah? Eva Maria Widyasari Pengukuran dilakukan dengan mencampurkan sediaan 99mTc-Kanamycin kedalama serum atau plasma darah manusia dan diinkubasi pada rentang waktu tertentu dalam inkubator 37 0C. Kemudian campuran ditambah asetonitril untuk mengendapkan protein dan fast supernatan diuji kemurnian radiokimianya dengan kromatografi. Prayitno ¾ Jelaskan misalnya disuntikkan kepada manusia apabila sebelum kena yang terkena target, maka terjadi degradasi, bagaimana mekanismenya? ¾ Bagaimana dampaknya apabila terjadi degradasi tersebut? Eva Maria Widyasari Jika terjadi degradasi sebelum 99mTcKanamycin mencapai target maka mekanisme yang terjadi adalah sediaan yang disuntikkan akan berubah menjadi tiga komponen yaitu 99m TcO4 -,99mTcO2 dan Kanamycin tidak bertanda dimana 99mTcO2 akan menuju ke hati dan ginjal, 99mTcO4 – akan menuju ke kelenjar tiroid sedangkan kanamycin akan bergerak ke arah bakteri, namun tidak akan dapat terdeteksi karena kanamycin sudah tidak bertanda radioaktif. Dampak yang akan terjadi jika terjadi degradasi adalah, proses pencitraan dengan gamma-kamera akan menghasilkan hasil yang bias/meragukan karena tingginya pengotor radioaktif yang akan mengganggu proses pencitraan karena pengotor dalam 99mTcO4 – akan terakumulasi di kelenjar tiroid sehingga penarikan kesimpulan akan susah apakah tiroid terinfeksi ataukan akumulasi pengotor radiokimia.
ISSN 1410 – 8178
Eva Maria Widyasari, dkk.