Low back pain merupakan suatu gejala bukan penyakit. Dasar patologis nyeri dapat berasal sesuatu di dalam spinal atau lesi diluar spinal. Penyebabnya dapat bermacam-macam, namun dapat diklasifikasikan sebagai spondylogenic atau neurogenic dan viscerogenic, vascular dan psycogenic. Spondylogenic Back Pain Spondylogenic back pain dapat didefinisikan sebagai nyeri yang berasal dari kolumna spinalis dan struktur disekitarnya. Nyeri diperparah dengan aktivitas umum dan spesifik dan mereda dengan istirahat. Nyeri dapat berasal dari lesi pada komponen tulang dari kolumna spinalis, perubahan pada sendi sacroiliac atau yang sering terjadi perubahan yang terjadi pada soft tissue seperti diskus, ligament dan otot. Neurogenic pain Regangan, iritasi, atau kompresi akar saraf lumbal biasanya akan menyebabkan nyeri menjalar ke salah satu atau kedua extremitias inferior. Lesi pada sistem saraf pusat seperti tumor thalamus dapat menyebabkan nyeri kausalgia, dan iritasi arachnoid dari berbagai penyebab seperti halnya tumor pada dura spinalis dapat mengakibatkan back pain. Lesi patologis yang memberikan kebingungan dalam hal diagnosis diantaranya neurofibroma, neurilemmoma, ependymoma dan kista dan tumor yang lain pada akar saraf. Lesi ini biasanya muncul pada lumbal atas yang kadang tidak bisa dilihat dengan pemeriksaan CT scan dan MRI potongan sagital. Riwayatnya susah dibedakan dengan penekanan akar saraf oleh karena herniasi diskus. Namun, kebanyakan pasien melaporkan adanya riawayat bangun pada malam hari dan berjalan-jalan untuk mengurangi keluhannya. Viscerogenic Back Pain Viscerogenic back pain dapat berasal dari kelainan pada ginjal atau viscera dalam pelvis, lesi dari lesser sac, dan tumor retroperitonea (Fig 2.2). Anamnesis yang teliti akan dapat menemukan gejala lain tergantung organ mana yang terlibat. Riwayat viscerogenic pain dapat dibedakan dari kelainan kolumna spinalis oleh satu gejala penting. Nyeri tidak diperparah dengan aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. Vascular Back Pain Aneurisma aorta abdominal atau peripheral vascular disease (PVD) dapat menyebabkan nyeri punggung atau gejala sciatica. Aneurisma abdominal dapat muncul sebagai nyeri lumbal yang dalam yang tidak behubungan dengan aktivitas (Fig 2.3). Insufisiensi arteri gluteal superior dapat menimbulkan buttock pain dengan karakter klaudikasio, dimana diperparah dengan berjalan dan berkurang saat diam berdiri. Nyeri dapat menjalar ke extremitas inferior. Namun, nyeri tidak
dipresipitasi oleh aktivitas yang menyebabkan stress pada spinal (bending, stooping, lifting). Klaudikasio intermiten berhubungan dengan PVD dapat menyebabkan nyeri seperti sciatica, namun riawayat nyeri yang diperparah dengan berjalan dan berkurang pada saat diam berdiri membuat klinisi mencari tanda lain dari PVD. Gejala yang berhubungan dengan PVD dapat menyerupai stenosis spinal. Pasien dengan PVD sering mengeluh nyeri dan kelemahan pada extremitas inferior, yang dicetuskan dengan berjalan dekat. Pada stenosis spinal, satu gejala yang dapat membedakan yaitu nyeri tidak berkurang dengan diam berdiri.
Anamnesis Bila melakukan anamnesis, tidak cukup hanya mengetahui pasien mengeluh back pain atau apakah mereka mengeluh nyeri pada kaki kanan atau kiri. Adalah sangat penting untuk memperoleh deskripsi nyeri secara detail. Bila deskripsi nyeri yang mengganggu kenyamanan pasien sudah didapatkan, selanjutnya perlu mengetahui personalitas dan aktivitas pasien untuk mencoba mengkorelasikan nyeri dan disabilitas yang dikeluhkannya. Kebanyakan pasien datang bukan karena nyeri, mereka datang karena disabilitas yang terjadi. Kita harus mendapatkan gambaran nyeri yang jelas. Dari sini, kita harus menilai kemungkinan penyebab nyerinya. Kita juga harus memperoleh gambaran jelas pasien yang mengeluh nyeri. Dari fakta ini, kita harus menilai kenapa nyeri menyebabkan keluhan disabilitasnya. Sebelum melangkah lebih jauh, harus diingat: ● Setelah mendengarkan keluhan pasien, sebanyak 80% kita sudah mengetahui diagnosis (dapat ditingkatkan sebanyak 10% dengan melakukan pemeriksaan fisik, dan 5% lagi dengan melakukan tes yang terbaru dan mahal. ● Bila setelah anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil tes yang dikerjakan belum dapat memastikan diagnosis, kembali ulangi melakukan anamnesis. Anamnesis yang baik selama beberapa menit dapat mengurangi pengeluaran untuk tes yang mahal. Gambaran Nyeri Lokasi nyeri Bila pasien mengeluh back pain maksudnya adalah kemungkinan dari leher sampai ke pantat. Adalah tidak baik bila kita menanyakan dimana lokasi nyerinya, mereka harus mendemontrasikannya. Bila pasien mengeluh nyeri punggung, kemungkinan mengarah pada regio interscapular, dan bila mengeluh nyeri pada small of the
back, kemungkinan mengarah pada lumbodorsal junction. Penting untuk selalu menyuruh pasien menunjukkan dimana nyeri yang dirasakan. Paresthesia Nyeri yang disebabkan oleh iritasi saraf sering bersamaan dengan sensasi paresthesia, dan lokasinya merupakan kunci terhadap lokasi anatomi dari saraf yang terlibat. Paresthesia yang mencakup sisi lateral kaki biasanya mengindikasikan lesi pada S1, dan pasien dengan lesi L5 akan mengeluh kesemutan pada dorsum kaki dan jempol kaki. Lokasi paresthesia pada area shin mengindikasikan saraf L4 yang terlibat, lokasi pada lutut mengindikasikan lesi pada L3, dan pada paha bagian lateral merepresentasikan keterlibatan saraf L2. Adanya gejala-gejala diatas membantu kita membuat diagnosis iritasi saraf dan lokasi saraf yang terlibat Perlu diingat, kondisi degenerative pada spinal dapat menyebabkan nyeri. Bila pasien mengeluh gejala yang lain, kita harus hati-hati. Kekakuan pada pagi hari merupakan gejala dari ankylosing spondylitis dan beberapa kondisi neurologic. Hal itu merupakan gejala klasik dari degenerative diskus lumbalis. Pasien dengan penyakit Parkinson pada fase awal mungkin mengeluh kekakuan pada punggung, kaki yang tidak berfungsi baik, dan sensasi nyeri yang menyebar pada pantat. Apakah gejala pada kaki didominasi oleh kelemahan atau hanya kelainan sensasi? Bila ada gangguan sensasi, kemungkinan besar kita berhadapan dengan kelainan neurologis seperti cord myelopati atau tumor kauda equine, neuropathy, atau penyakit motor neuron. Riwayat nyeri yang dominan belum menentukan diagnosis degenerative diskus atau rupture diskus. Tumor tulang dan jaringan neurologis, seperti halnya kondisi intraabdomen, dapat menyebabkan nyeri. Namun, nyeri pada kondisi tersebut adalah nonmekanikal, oleh karena itu muncul pada saat istirahat.
Pengaruh Aktivitas Pertanyaan yang spesifik harus ditanyakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri. Nyeri yang berhubungan dengan gangguan mekanik pada spinal hampir selalu diperparah dengan aktivitas umum dan spesifik dan berkurang dengan istirahat. Ada beberapa pengecualian terhadap hal tersebut, namun secara keseluruhan, hal tersebut cukup reliable. Nyeri punggung yang disebabkan oleh ulkus duodenum tidak diperparah dengan aktivitas, namun berkurang bila pasien tidur berbaring. Pasien dengan neurofibroma dengan keterlibatan akar saraf sering melaporkan terbangun pada malam hari dan berjalan-jalan untuk mengurangi nyeri, dan pasien dengan deposit sekunder pada spinal biasanya melaporkan nyeri mendadak pada punggung walaupun pasien berbaring. Beberapa pasien dengan degenerasi diskus mengalami nyeri yang diperparah dengan berbaring, namun hal ini kebanyakan tidak seperti biasanya. Pasien dengan nyeri pada saat berbaring,
mungkin akan tidur tertelungkup, pada posisi tersebut dengan mengekstensikan lumbal spinalis dapat merangsang nyeri diskogenik. Nyeri konstan pada saat tidur dapat juga terjadi pada pasien dengan gangguan emosional. Bila ingin mengetahui apakah aktivitas dapat meningkatkan nyeri, hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan hal yang spesifik berikut ini: Apakah nyeri pada saat mengangkat sesuatu?, Apakah nyeri bertambah parah pada saat membungkuk?, Bisakah anda tidur?, Dapatkah kamu menggunakan vacuum cleaner?, Apakah nyeri bertambah parah dengan berjalan atau menaiki tangga?. Nyeri diskogenik sering bertambah parah mempertahankan satu posisi selama periode tertentu: berjalan lama, duduk lama, atau berdiri lama. Riwayat nyeri menjalar ke kaki pada saat batuk atau bersin mengindikasikan adanya kompresi pada akar saraf. Hal ini berhubungan dengan valsava maneuver, dimana meningkatkan tekanan yang ditransmisikan ke cairan spinal, yang meningkatkan kompresi akar saraf.
Pemeriksaan Punggung Anamnesis dan pemeriksaan yang akurat adalah sangat penting untuk dikerjakan. Pencatatan yang baik diperlukan dalam analisis dan perbandingan kasus, dan review kasus, sebagai pegangan dalam mengkonsulkan pasien dan seiring dengan waktu untuk tujuan hukum. Pemeriksaan punggung harus dikerjakan secara berurutan dan sikap yang baik. Pemeriksaan pada pasien dilakukan tidak hanya pada tanda-tanda yang didapatkan dari anamnesis semata, namun secara serial sistem secara keseluruhan: pemeriksaan neurologis, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan vaskuler, dan lainnya. Pemeriksaan seharusnya dikerjakan secara berurutan sehingga semua kelainan yang ditemukan dapat dievaluasi. Setelah selesai memeriksa pasien, kita harus mengetahui status fisiknya. Langkah 1 Gait Perhatikan pasien saat berjalan. Apakah ada antalgik gait yang mengindikasikan adanya penyakit hip atau lutut. Apakah ada shuffling gait yang mengindikasikan kelainan neurologis rigiditas atau spastisitas. Tidak jarang, sulit untuk menentukan apakah pasien dengan back dan hip pain disebabkan oleh keadaan patologis pada punggung atau hip. Lebih sering, bila kita memperhatikan pasien berjalan akan membantu dalam membuat diagnosis, terutama pasien dengan spastic gait yang disebabkan oleh myelopathy atau antalgic limp oleh karena penyakit hip. Langkah 2 Kontur Spinal
Dengan melihat pasien dari samping dan belakang, perubahan postur yang nyata dapat dilihat. Adalah penting menentukan apakah perubahan postural terjadi pada sagital plane atau koronal atau frontal plane. Langkah 3 Range of Motion/Rhythm Selanjutnya melakukan tes untuk menentukan ROM dan ritme pergerakan spinal. Forward fleksi direkam dengan melihat seberapa jauh tangan pasien dapat menyentuh lantai. Ritme dari forward fleksi diobservasi dengan meletakan ujung jari pada prosesus spinosus dan mencatat seberapa jauh terpisah pada saat fleksi spinal. Ekstensi dicatat dengan melihat seberapa jauh pasien dapat membungkuk ke belakang. Fleksi lateral diukur dengan melihat seberapa jauh pasien dapat menggeser tangan ke bawah dari paha menuju lutut. Rotasi dapat dites dengan menyuruh pasien berdiri dengan kedua kaki melebar dan melakukan rotasi dengan tangan pada hip. Pada saat pemeriksaan, perhatikan abnormalitas spesifik yang terlihat, sebagai contoh perhatikan adanya keterbatasan yang jelas pada ROM fleksi forward tanpa pergerakan lumbal, seperti yang terjadi pada iritasi akar saraf yang disebabkan oleh herniasi diskus. Pasien biasanya memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit pada fleksi forward. Rigiditas dari seluruh spinal pada stadium lanjut adalah spesifik untuk ankilosing spondilitis. Ritme pergerakan spinal dari posisi fleksi forward kembali ke posisi berdiri tegak adalah karakteristik dari degenerasi diskus yang berhubungan dengan lesi sendi posterior. Pada saat pasien kembali berdiri dari posisi fleksi forward, mereka akan mengekstensikan spinalnya, namun pergerakan ini terasa tidak nyaman. Untuk menghindari hal ini, pasien akan memfleksikan hip dan lutut mereka untuk meletakan pelvis dibawah spinal dan mencoba berdiri dengan meluruskan kedua kaki. Dengan pasien dalam keadaan diam berdiri, kekuatan gastrocnemius ditentukan dengan melakukan tes kemampuan berdiri dengan ujung-ujung jari. Lesi yang melibatkan akar saraf S1 seperti herniasi diskus lumbosakral, akan menyebabkan kelemahan pada tiptoe raising dan hilangnya reflek ankle, yang dapat dites dengan pasien berlutut di kursi. Pemeriksa harus ingat bila pasien memiliki kelemahan pada quadrisep, kaki mereka akan cenderung buckle saat mencoba berdiri dengan ujung jari. Langkah 4 Dua pemeriksaan dilakukan pada pasien dalam kondisi duduk di pinggir meja pemeriksaan. Pertama, periksa reflek lutut dan ankle. Posisi ini biasanya nyaman untuk pasien dengan back pain dan memungkinkan pemeriksaan reflek tanpa nyeri. Pasien akan mengalami nyeri sciatica yang menyebabkan pasien tidak dapat duduk tanpa mengangkat pantatnya dari tempat tidur, yang akan menyamarkan reflek lutut. Reflek juga akan terganggu bila pasien yang melihat pemeriksaan yang dikerjakan. Hal ini dapat dicegah dengan reinforcement. Reflek selanjutnya yang dites adalah respon fleksor plantar superficial. Salah satu tanda dari respon plantar adalah reflek kontraksi dari tensor fascia femoris. Hal ini akan hilang pada lesi yang melibatkan S1.
Langkah 5 Tes Kekuatan Tes kekuatan paling baik dikerjakan pada posisi supine. Dorsofleksi dari ankle melemah pada lesi yang melibatkan akar saraf L5, seperti herniasi diskus diantara L4-L5. Kekuatan dorsofleksi sebaiknya tidak dites pada lutut yang diekstensikan, karena bila pasien memiliki nyeri sciatica yang signifikan, segala usaha pasien untuk melawan plantar fleksi ankle akan menyebabkan nyeri, dan akan didapatkan impresi kelemahan palsu. Lutut sebaiknya difleksikan, dan tekanan diberikan pada dorsum pedis untuk menilai kekuatan dorsofleksinya. Lesi pada L5 dapat menyebabkan kelemahan pada ekstensor haluci longus sebelum tampak kelemahan pada dorsofleksi ankle. Hal sama pada lesi S1, kelemahan pada fleksor halucis longus terdeteksi sebelum kelemahan pada gastrocnemius. Banyak pemeriksa menggunakan heel toe walking test untuk memeriksa kelemahan pada L5-S1. Otot quadrisep menjadi lemah bila ada lesi pada akar saraf L3-L4. Kekuatan otot quadrisep sangat baik diperiksa pada pasien berbaring dengan punggungnya, dengan sedikit fleksi pada hip dan lutut diletakan pada lengan bawah pemeriksa. Pasien kemudian berusaha mengekstensikan lututnya melawan resistensi pemeriksa. Kelemahan pada seluruh kelompok otot, terutama psoas mengindikasikan ketidakstabilan emosi dari pasien. Kelemahan fungsional atau emosional dikarakteristikan oleh relaksasi otot bagaimanapun kekuatan resistensi yang diberikan. Hasil tes kekuatan otot harus digradasi berdasarkan metode standar skala 0-5 seperti pada table 9-1.
Langkah 6 Iritasi akar saraf sering berhubungan dengan nyeri otot spesifik. Pada iritasi akar saraf sacral, otot calf menjadi nyeri. Iritasi pada akar saraf L5, otot tibialis anterior menjadi nyeri. Iritasi pada akar saraf L4, otot quadrisep menjadi nyeri. Nyeri otot yang spesifik merupakan tanda fisik yang penting dari iritasi akar saraf. Dengan pasien masih dalam posisi berbaring, tes pinprick dapat dikerjakan untuk membandingkan sensibilitas pada area yang sama pada kedua kaki. Area dermatom dilokalisasikan dengan baik. S1 mempersarafi telapak kaki dan sisi luar tungkai bawah dan kaki. L5 mempersarafi area punggung kaki dan sisi anterior dari tungkai bawah, L4 mempersarafi sisi anteromedial area shin; L3 mempersarafi area lutut, dan L2 mempersarafi sisi lateral paha. Evaluasi sensibilitas membutuhkan teknik yang baik. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, stimulus yang diberikan harus sama pada kedua extremitas. Langkah 7
Tanda-tanda tension pada akar saraf dievaluasi berikutnya. Tension pada akar saraf merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
Step 7 Signs of root tension may now be evaluated. Root tension is a term reserved to denote reproduction of extremity pain by stretching a peripheral nerve. When testing the sciatic nerve, the leg must never be raised suddenly by lifting the heel, because so much pain may be evoked by this maneuver as to make all other examinations useless. The leg should be raised slowly, with the knee maintained in the fully extended position by the examiner's hands (Fig. 9-13). It is important to record the range through which the leg must be raised before leg or buttock pain is experienced. Reproduction of back pain in this manner does not necessarily indicate root tension, of course. With any painful lesion of the back associated with hamstring spasm, straight leg raising will rotate the pelvis and irritate the lumbosacral region, giving rise to pain. However, reproduction or aggravation of sciatic pain by forced dorsiflexion of the ankle at the limit of straight leg raising is highly suggestive of root tension, and this impression is confirmed if the patient admits relief on bending the knee. If a patient still has pain after the knee has been flexed, and if the pain is increased on further flexion of the hip (bent leg raising), then the examiner should be concerned that he or she is dealing with a patient suffering from a significant emotional breakdown, or else there may be a lesion of the hip joint presenting as sciatic pain. Straight leg raising of the opposite leg, the symptom-free leg, that gives rise to an exacerbation of pain in the affected extremity is known as crossover pain and is suggestive of a disc herniation lying in the axilla or medial to the root (Fig. 9-14). The most reliable test of root tension is the bowstring sign. In this test, straight leg raising is carried out until pain is reproduced. At this level, the knee is slightly flexed until the pain abates. The examiner rests the limb on his or her shoulder and places the thumbs in the popliteal fossa over the sciatic nerve. If sudden firm pressure on the nerve gives rise to pain in the back or down the leg, the patient is almost certainly suffering from significant root tension (Fig. 9-15). An excellent audit of the value of this test is to use the hamstring (Fig. 9-15). Two sets of situations can exist: (a) pressure over the medial hamstring tendon causes no pain; pressure over the lateral hamstring tendon causes no pain; pressure over the lateral peroneal nerve causes radiating pain and (b) pressure over the medial hamstring tendon P.161 causes pain; pressure over the tibial nerve causes pain; pressure over the lateral hamstring causes pain; pressure over the lateral peroneal nerve causes pain. The patient in the first situation has an obvious organic syndrome; the patient in the second situation may be an emotional cripple. In a patient with weak abdominal muscles and disc degeneration, attempts to perform bilateral active straight leg raising are painful because the weight of the legs rotates the pelvis, causing hyperextension of the lumbar spine (Fig. 9-16). Flexion of the hip with the knee flexed should not aggravate a mechanical back pain, but patients with emotional breakdowns frequently complain bitterly during this maneuver.
With lesions involving the third and fourth lumbar roots, the patient will experience pain on stretching the femoral nerve. This test can be performed with the patient lying face downward. The hip is then extended, with the knee maintained in a slightly flexed position. This test is only of significance if the patient experiences pain radiating down the front of the symptomatic thigh (Fig. 9-17) and not down the thigh of the asymptomatic leg. Care must be taken not to confuse the femoral nerve stretch test with Ely's sign (Fig. 9-18). The test for Ely's sign was designed to demonstrate contracture or shortening of the rectus femoris. The rectus femoris spans both the hip joint and the knee joint, flexing the hip and extending the knee. When the knee is fully flexed, the rectus femoris is stretched. If there is any contracture of the muscle (i.e., due to hip disease), passive stretching in this manner will cause the hip to flex. This can be easily demonstrated by fully flexing the knee with the patient lying face downward; the resulting flexion of the hip is shown by the fact that the buttock rises off the bed. This is Ely's test. This test is frequently positive in patients of mesomorphic build. In some patients suffering from fourth lumbar root irritation, this maneuver gives rise to severe quadriceps pain. Step 8 At this stage of the examination, the full range of hip joint movements should be assessed. Osteoarthritis of the hip joint may give rise to symptoms and signs mimicking fourth lumbar root compression: pain down the front of the thigh, weakness and atrophy of the quadriceps, tenderness on palpation of the quadriceps, and pain on the femoral nerve stretch test. This confusion arises from a perfunctory examination. Always assess hip joint motion fully by: (a) watching the patient walk, (b) testing internal rotation, and (c) assessing if there is any flexion deformity (Fig. 9-19). Step 9 Next, examine the peripheral pulses for signs of impairment of arterial circulation. Hair distribution and other atrophic changes, such as in the nails, will give some indication of vascular insufficiency. Impairment of venous outflow should also be noted. With the patient still supine, the abdomen is palpated for evidence of intra-abdominal masses, and the peripheral pulses are palpated for evidence of vascular insufficiency. P.163 Step 10 The patient is then turned on his or her side. The ability to abduct the leg against resistance is tested. When this movement is performed, the glutei must contract vigorously and should tend to pull the pelvis away from the sacrum. A patient with a sacroiliac strain or any sacroiliac disease will find this movement painful. The sacroiliac joint can also be tested by applying a rotary strain. The unaffected hip joint is flexed, and the thigh is held firmly against the chest by the patient to lock the lumbar spine. The uppermost hip is now extended to its limit. When the hip is pushed beyond its limit of joint extension, a rotary strain is applied to the sacroiliac joint, which is a movement that causes pain when sacroiliac diseases are present (Fig. 9-20). If a sacroiliac joint lesion is present, lateral compression of the pelvis when the patient is lying on his or her side sometimes gives rise to pain.
Miscellaneous Steps It is frequently convenient, because the patient is already on his or her side, to carry out a rectal examination at this stage. The patient is turned face downward, and the buttocks and thighs are palpated for tumors involving the sciatic nerve. At some point during the examination leg lengths should be measured. The maximal girth of the calf is compared on the two sides, and the circumference of the thigh is measured on both sides at a fixed distance from the tibial tubercle. The patient is then asked to sit on the side of the couch so that chest expansion can be determined. A decrease in chest expansion is an early change in ankylosing spondylitis. The patient is then asked to step down from the couch and drape himself or herself over its edge, resting the abdomen on a pillow. This position is usually comfortable and brings all the spinous processes into prominence. An area not expected to be tender is tested first. Firm pressure applied to the spine may be uncomfortable. The patient must be able to differentiate between the expected discomfort of such pressure and the abnormal discomfort when the damaged segment is palpated. P.164 Each spinous process is palpated separately, with firm pressure being exerted anteriorly and in a lateral direction (Fig. 9-21). Examination of the back for tenderness is probably the most poorly administered part of the examination, mainly because the examiner fails to assess the patient for superficial tenderness and tenderness over the sacrum. Tuck this in the back of your mind because you will meet the concept again in Chapter 16. Although the specific findings on examination of patients suffering from non-organic spinal pain are discussed in detail in Chapter 16, physical signs of emotional overtones are so commonly overlooked that they cannot be overemphasized and should be separately tabulated at this point. Table 9-2 summarizes the historical and physical characteristics that suggest a nonorganic component to the patient's disability.
DEFINISI Kelainan mekanikal dari lumbosakral spinal merupakan penyebab nyeri punggung bawah yang laing sering. Nyeri punggung bawah mekanikal didefinisakan sebagai nyeri sekunder karena overuse, cedera atau deformitas dari strukturnya. Kelainan ini pada umumnya bersifat spesifik dan local dalam perjalanannya, mengenai lokasi atau hubungan anatomi yang spesifik. Penyakit sistemik tidak berperan pada nyeri punggung bawah mekanikal. Adanya keluhan sistemik harus meningkatkan perhatian klinisi kemungkinan penyebab nyeri tidak berasal dari lumbosakral. Kelainan mekanikal kadang memiliki siklus nyeri periodic diikuti oleh periode resolusi parsial. Nyeri tersebut kadang dieksaserbasi oleh aktifitas spesifik dan berkurang dengan aktifitas lainnya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat membantu melokalisir area yang spesifik pada lumbosakral spinal. Anamnesis dan pemeriksaan yang baik ditambah dengan pemeriksaan imaging dapat memformulasikan diagnosis kerja dari patologis mekanikalnya.
BACK STRAIN Terapi pasien dengan nyeri punggung bawah meliputi aktifitas fisik terkontrol, NSAID, pelemas otot dan terapi fisik. Periode bed rest yang pendek, umumnya kurang dari 2 hari seharusnya efektif untuk mengurangi nyeri. Bed rest selama 7 hari atau lebih tidak memberikan keuntungan pada pasien dengan back strain. Pada awalnya aktifitas fisik yang terbatas memungkinkan jaringan yang cedera untuk istirahat, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sembuh tanpa cedera berulang. Obat NSAID membantu membuat pasien lebih nyaman sambil menunggu cederanya sembuh. Obat dengan onset cepat direkomendasikan dan harus dilanjutkan pemberiannya sampai gejalanya hilang. Pelemas otot membantu pasien dengan spasme atau nyeri otot yang membatasi aktifitas sehari-hari atau menghambat pola tidur yang normal. Kombinasi obat NSAID, terapi pelemas otot, cukup efektif menumpulkan nyeri akut dan memberikan kesempatan mobilisasi punggung bawah pada pasien dengan back strain. Lebih jauh, modalitas terapi fisik dapat membantu mengurangi nyeri dan spasme. Segera setelah nyeri akut hilang, pasien disarankan untuk meningkatkan aktifitas fisik mereka. Injeksi anestesi local membantu mengurangi spasme otot pada pasien yang tidak berkurang dengan NSAID/protocol pelemas otot. Injeksi membantu mengurangi nyeri local, dan juga menghambat reflek spasme yang muncul pada back strain. Brace digunakan pada pasien yang harus tetap aktif selama proses penyembuhan. Brace membantu membatasi jumlah pergerakan yang mengganggu penyembuhan dan juga menambah support pada aksis tulang musculoskeletal yang mengalami kerusakan. HNP AKUT 80% pasien dengan HNP memberikan respon pada terapi non operatif. Pada kebanyakan kasus, hal ini memungkinkan pasien untuk kembali pada aktifitas sehari-hari mereka yang normal. Elemen primer untuk terapi non operatif adalah control aktifitas fisik. Beberapa hari awal, bed rest mungkin diperlukan pada HNP akut. Posisi semi Fowler, dimana hip dan lutut fleksi, meminimalkan tekanan intradiskus dan mengurangi tension pada akar saraf. Setelah nyeri akut berkurang, pasien perlahan-lahan melakukan mobilisasi. Duduk dibatasi karena hal ini menigkatkan tekanan pada akar saraf. Ambulasi ditingkatkan secara bertahap, selama latihan, dimana hal ini dapat meningkatkan kekuatan perut dan punggung. Terapi obat-obatan, termasuk pelemas otot dan NSAID dapat juga digunakan. Gejala low back pain dan radikulopati dipengaruhi oleh respon inflamasi pada HNP itu sendiri. Nyeri yang dialami pasien akan berkurang bila inflamasnya terkontrol. Terdapat sedikit rasa kesemutan pada ekstremitas yang terlibat, namun hal ini masih dapat ditoleransi oleh pasien. Bila NSAID tidak adekuat mengontrol nyeri, terapi steroid jangka pendek dapat dicoba. Pelemas otot digunakan pada pasien dengan kontraktur otot yang tidak terkontrol yang berkaitan dengan kompresi pada akar saraf. Kebanyakan obat ini memberikan efek transquilazer yang bermanfaat pada fase akut HNP.
Terapi alternative yang lain yaitu injeksi steroid epidural. Obat disuntikan secara langsung ke dalam ruang epidural, dekat dengan area kompresi akar saraf. Injeksi epidural sebesar 40% efektif mengurangi nyeri radikuler. Efek maksimal didapatkan dalam waktu 2 minggu. Injeksi ini dapat diulang satu atau dua kali bila selama evaluasi menunjukan perbaikan. Terapi operatif hanya dikerjakan pada pasien yang gagal dengan pendekatan konservatif. Pasien yang menderita nyeri persisten, gejala radikuler, dan hasil pemeriksaan fisik yang abnormal, sama halnya dengan ditemukan proses patologi pada pemeriksaan radiografi merupakan kandidat untuk diberikan intervensi operatif. Bila frekuensi dan intensitas serangan cukup parah mengganggu kemampuan pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari dan bekerja, terapi operatif mungkin diperlukan. SPINAL STENOSIS Kebanyakan pasien dengan spinal stenosis atau osteoarthritis spinal dapat diterapi tanpa operasi. Obat NSAID membantu mengontrol gejala. Korset lumbosakral membantu mengingatkan pasien untuk menghindari pergerakan spinal yang berlebihan. Terapi steroid oral jangka pendek digunakan pada pasien dengan gejala yang ekstrem yang tidak mempan dengan obat NSAID. Steroid epidural dapat diberikan yang memberikan efek langsung pada respon inflamasi pada level akar saraf. Terapi nonperatif ini dapat diulang seperlunya. Terapi fisik, termasuk pemanasan dalam, USG, dan pemijatan dapat mengurangi beberapa gejala punggung bawah yang berhubungan dengan spinal stenosis atau osteoarthritis. Walaupun, modalitas terapi ini dapat mengurangi gejala dan berefek jangka pendek, namun jarang memberikan efek jangka panjang. Sayangnya, tidak ada penyembuhan untuk osteoarthritis, dan pada kebanyakan pasien dengan spinal stenosis dapat mengalami relaps dengan episode nyeri yang rekuren. Melalui modifikasi aktivitas, dan terapi kekambuhan, kebanyakan pasien mampu menghindari terapi pembedahan. Terapi operatif memerlukan laminektomi untuk membebaskan akar saraf dan diperlukan pada pasien yang tidak mempan diterapi secara konservatif. Walaupun gejala bersifat unilateral, laminektomi bilateral komplet direkomendasikan untuk mencegah gejala kontralateral dikemudian hari. Bila operasi telah dilaksanakan, semua penekanan mekanik pada akar saraf harus dapat dieradikasi dengan prosedur tersebut. SPONDYLOLISTESIS Terapi nonoperatif pada spondylolistesis efektif pada kebanyakan pasien dengan nyeri punggung bawah. Istirahat, obat anti inflamasi, aktivitas yang terproteksi akan membantu meredakan gejala akut. Latihan penguatan otot punggung dan abdomen direkomendasikan untuk membantu menyokong area spinal yang terlibat. Terapi dengan brace juga memberikan manfaat. Bracing pada pasien muda dapat dengan cepat meredakan gejala yang dikombinasikan dengan latihan fleksi. Hal ini juga akan mengurangi tingkat lordosis lumbal dan kemungkinan terjadinya translasi. Terapi operatif dengan fusi segmen yang tidak stabil diindikasikan hanya untuk meredakan nyeri, tidak untuk mengkoreksi translokasi. Pembedahan dapat dilakukan dengan fusi
spinal pada pasien dengan gejala nyeri punggung bawah dan dekompresi pada pasien dengan gejala iritasi pada akar saraf.