Seminar Nasional MKICS, Universitas Indonesia, 26-27 Juni 2006
Spesi Aktif Hasil Impregnasi Boron Oksida untuk Reaksi Oksidatif Dehidrogenasi Etana Setiadi Departemen Teknik Gas & Petrokimia/Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok-16424, Indonesia Telp. 021- 7863516 Fax. (021) 7863515 e-mail
[email protected] or
[email protected]
Abstract The Oxidative Dehydrogenation of ethane have been studied by using a conventional fixed-bed continuous flow reactor system. The various catalyst systems used for this reaction were YSZ (yttria-stabilized zirconia), Al2O3,and Sm2O3 as catalyst supports with addition on each support by various boron oxide catalyst loadings. This study is intended to examine their catalytic activities, to find the highest catalyst activity on each catalyst prepared (B2O3/YSZ, B2O3/Al2O3 and B2O3/Sm2O3 system) and to confirm the existence of peroxide species as an important role for mainly reaction of ethane dehydrogenation reaction. The results showed that YSZ with the content of 15 % wt boron oxide showed the highest catalytic activity for the partial oxidation of ethane with the main product is ethylene. For B2O3/Al2O3 catalyst exhibited the highest activity obtained by addition 30%wt B2O3 content. However, the catalytic activity of the various contents of boron oxide added to Sm2O3 showed that the increasing of boron oxide lead to the decreasing completely the catalyst activities for ethane oxidation reactions. The XPS studies on those catalyst systems exhibited the appearance peak at the binding energy 531 eV, which attributed to the formation of peroxide species at the interface of boron oxide and YSZ and Al2O3. In consistent to the results of catalytic reaction test is that the high intensity is by the highest active catalyst (15 % B2O3/YSZ and 30% B2O3/Al2O3.). Moreover, the nothing peak at this binding energy for all the composition of the B2O3/Sm2O3 catalysts and no activities of those catalyst for ethane dehydrogenation strongly suggested that there is a strong correlation between the results of catalyst activities and the existence of the peroxide species detected on XPS spectra. So, the peroxide species is responsible for the dehydrogenation or partial oxidation of ethane, can be accepted as a high scientific argument. Keywords: Peroxide species; B2O3/YSZ; B2O3/Al2O3; B2O3/Sm2O3; Oxidative dehydrogenation
1. PENDAHULUAN Etilena sebagai building block compounds merupakan bahan baku yang sangat penting bagi lain. Senyawa etilen dapat diperoleh dari senyawa etana baik melalui reaksi secara katalitik maupun non katalitik ( thermal cracking). System katalis B2O3/YSZ merupakan katalis yang cukup menarik dan jarang untuk dilakukan penelitian. YSZ (yttria-stabilized zirconia) merupakan padatan yang kandungan utamanya adalah zirkonia, dengan ditambahakan 8 %mol yttria. B2O3 merupakan padatan yang bersifat asam sedangkan YSZ merupakan padatan yang dapat berfungsi sebagai konduktor ion. Kinerja katalis B2O3/YSZ telah dikaji dalam reaksi oksidasi parsial metana (Setiadi, 1994). Keberadaan B2O3 ternyata dapat merubah perilaku ). Dan ternyata paduan tersebut juga sangat aktif untk oksidasi partial, terutama untuk reaksi katalitik dehidrogenasi etana menjadi etilena. Namun ketrepaduan dengan oksida logam Sm2O3 sangat jauh sekali hasilnya. Keteraduan oksida tersebut sama sekali tidak memberikan sifat sinergi katalitiknya yang positif dalam reaksi dalam reaksi oksidasi
industri petrokimia. Senyawa olefin ini dapat diolah menjadi berbagai produk-produk petrokimia hilir seperti plastik, resin, fiber dan lainkatalis dari semula berkinerja tinggi dalam reaksi oksidasi metana sempurna menjadi semakin mampu untuk menahan terjadinya reaksi oksidasi sempurna. Ternyata juga paduan oksida tersebut mempunyai sifat katalitik yang tinggi untuk reaksi oksidasi parsial etana menjadi etilena (Otsuka dkk., 1995). Didapatnya sinergi sifat katalitik keterpaduan kedua oksida tersebut untuk reaksi oksidasi sempurna dan reaksi oksidasi parsial, pengembangan selanjutnya digunakan paduan katalis B2O3 /Al2O3 dimana Al2O3 dapat bersifat asam maupun basa (Setiadi, 2005 parsial baik metana maupun etana (Setiadi, 1994). Diperkirakan kuatnya sifat basa oksida logam Sm2O3 membuat terjadinya reakai asam basa antara oksida tersebut dengan dengan boron oksida. Sehingga terbentuk senyawa garam yang mematikan sifat katalitiknya untuk reaksi oksidasi parsial.
Dari uraian diatas, maka tingginya keaktifan katalis terutama untuk reaksi oksidasi parsial, disebabkan oleh tingginya konsentrasi inti aktif katalis untuk reaksi dehidrogenasi etana menjadi etilena. Diduga kuat bahwa inti katif tersebut adalah spesi peroksida yang terbentuk pada bidang kontak antar partikel B2O3 dengan permukaan YSZ maupun Al2O3. Masing-masing komponen murninya baik B2O3, YSZ mapun Al2O3 jelas bukan merupakan inti aktif, karena kereaktifannya sangat jauh sekali dengan kereaktifan masing-masing paduannya. Oleh karenanya, paper ini akan memaparkan tentang studi strategi reaksi oksidasi parsial etana dengan membandingkan kereaktifan masing-masing paduan katalis B2O3/YSZ, B2O3/Al2O3 dan B2O3/ Sm2O3. Serta mengkaji hasil pengamatan hasil karakterisasi XRD, BET dan XPS untuk mengklarifikasi peran dan keberadaan spesi peroksida pada permukaan katalis.
Spesi peroksida
+ C2H6
+ O2
Gambar 1. Ilustrasi model keberadaan inti aktif spesi peroksida dalam reaksi dehidrogenasi etana menjadi etilen 2005). Material katalis yang digunakan adalah berupa padatan YSZ, Al2O3 dan Sm2O3. Sedang boron oksida diperoleh dari asam borat (H3BO3) sebagai precursor oksida tersebut. Preparasi katalis dilakukan dengan metode impregnasi dengan melarutkan padatan asam borat padat ke dalam air bebas mineral ( deionized water) yang dijaga pada suhu 75 oC agar padatan terlarut sempurna. Kemudian larutan digunakan untuk mengimpregnasi masing-masing padatan dengan cara membubuhkan. Pada suhu ± 80 oC, dikeringkan sampai didapatkan padatan yang merupakan campuran asam padat borat – YSZ. Padatan hasil pengeringan selanjutnya dikalsinasi pada kondisi atmosferik secara berurutan pada suhu 300 oC dan 750 oC masing-masing selama 2 jam. Padatan hasil kalsinasi tersebut sudah dapat digunakan untuk karakterisasi maupun diuji sifat katalitiknya terhadap reaksi dehidrogenasi etana.
2. FUNDAMENTAL Model inti aktif katalis yang terbentuk dari hasil interaksi antara B2O3 dengan oksida logam (YSZ, Al2O3) pada bidang antar permukaannya. Inti aktif tersebut kemungkinan besar adalah berupa spesi peroksida yang terikat pada atom B dan M (Si, Al atau Y). Lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 1. Inti aktif tersebut telah terbentuk saat katalis dikalsinasi yang merupaka hasil reaksi antara molekul O2 dengan boron yang bermuatan positif serta terbentuk boron zirkonia peroksida. Dalam penambahan B2O3 dengan jumlah yang berkelebihan (kandungan B2O3 > 30 %) maka inti aktif tersebut makin lama akan semakin terpendam oleh partikel B2O3 pada permukaan katalis, sehingga katalis mengalami penurunan aktivitas dalam reaksi dehidrogenasi etana. sesuai hasil uji aktivitas bahwa sifat katalitis katalis mengarah reaksi oksidasi total etana. Dalam perannya sebagai inti aktif katalis, spesi peroksida mengadsorp molekul etana dengan mengikat 1 atom hidrogen pada masing-masing atom C membentuk senyawa keadaan transisi pada permukaan. Pembentukan molekul etilena melalui pemutusan ikatan C – H dan terbentuk molekul H2O. Pada tahap tersebut katalis membutuhkan molekul O2 untuk membentuk kembali spesi peroksida. Dalam reaksi dehidrogenasi etana ini yang menggunakan oksigen ini juga dikenal dengan sebutan reaksi oksidehidrogenasi. Siklus reaksi berulang lagi setelah atom boron bereaksi dengan oksigen.
Pengujian kinerja katalitik Teknik reaksi yang dilakukan juga telah pernah diuraikan pada berbagai makalah sebelumnya. Reaksi dehidrogenasi etana dilaksanakan pada tekanan atmosferik menggunakan reaktor unggun tetap beraliran kontinyu, yang terbuat dari bahan quartz. Katalis dengan massa yang telah tertimbang ditata dalam reaktor tersebut dengan menggunakan quartz wool(Gambar 2). Bahan quartz merupakan bahan menyerupai kaca (transparan) dan tahan pada tinggi (900 oC). Untuk mengkondisikan suhu, reaktor dimasukkan ke dalam tungku listrik bentuk silinder dengan diupayakan posisi unggun katalis tepat pada suhu yang tertinggi dalam tungku tersebut. Suhu reaksi/suhu katalis diukur dengan menggunakan termokopel yang dimasukkan dalam pipa quatz yang dipasang sesuai kedalaman unggun katalis di dalam reaktor. Seperti terlihat pada sistem rangkaian instalasi aliran, Gas Helium yang bertindak sebagai gas carrier dan bersifat inert dialirkan terlebih dulu selama kurang lebih 30 menit untuk mengusir udara yang ada dalam perpipapaan atupun peralatan (purging).
3. METODE PENELITIAN Preparasi Material Katalis Preparasi katalis telah pernah diuraikan pada beberapa makalah sebelumnya (Setiadi, 1999; Setiadi,
53
R E A K T O R
O2 He
To Temperature Controller
Vent Sampling Box
Online GC
Gas in
Thermocouple in tube
Gambar 3. Plot Kandungan B2O3 vs laju konversi etana (B2O3/YSZ) Reaktor Quartz
Furnace
Furnace
Quartz Wool
Catalyst
Gambar 4. Plot B2O3 vs laju pembentukan produk dehidrogenasi etana (B2O3/YSZ)
Products out
Gambar 2. Sistem aliran dan Profil Reaktor Unggun Tetap Beraliran kotinyu
kedua gambar tersebut, walaupun kinerja padatan YSZ (tanpa kandungan B2O3) menunjukkan keaktifan yang sangat tinggi dalam mengkonversi senyawa etana, akan tetapi produk utamanya berupa CO dan CO2, yakni merupakan produk oksidasi total etana. Penambahan kandungan B2O3 sampai ± 5 % berat, mampu menurunkan aktivitas katalis secara tajam, baik dilihat dari laju konversi etana (Gambar 3) maupun laju pembentukan produk (Gambar 4). Penurunan ini memberikan arti bahwa adanya B2O3 dapat menekan reaksi oksidasi etana (sebagai inhibitor), yang mana pada permukaan YSZ, B2O3 menghancurkan/ melenyapkan inti aktif katalis yang berperan dalam reaksi oksidasi etana. Namun, penambahan boron oksida pada rentang kandungan 5 – 15 % B2O3 tampak bahwa adanya pengaruh yang tajam terlihat dengan meningkatnya konversi etana maupun laju pembentukan produk. Disamping itu, produk utama yang dihasilkan adalah berupa etilena, C2H4 (lihat gambar 4). Penambahan B2O3 pada rentang ini menghasilkan suatu proses reaksi dehidrogenasi etana serta titik optimal kadar B2O3 yakni sebesar 15 % berat yang merupakan katalis yang terbaik. Sebagai konsekwensinya pada penambahan kadar B2O3 diatas 15 % berat, yakni terjadi penurunan kurva seperti tampak pada gambar semua. Hal ini menandakan semua katalis yang mempunyai kandungan B2O3 mengalami penurunan
Selanjutnya suhu reaktor dinaikkan sesui dengan kondisi yang diinginkan dengan cara mengeset suhu pada kontrol yang terhubung dengan termokopel yang tercelup dalam katalis. Setelah pretreatment, dilakukan purging gas oksigen, dengan cara menutup alirannya dan membiarkan gas He tetap mengalir didalam sistem reaktor. Agar supaya tidak timbul reaksi yang bersifat eksplosive, maka diupayakan terlebih dulu etana dialirkan dulu, aliran oksigen secara perlahan-lahan diumpankan ke dalam reaktor. Gas Keluaran reaktor dihubungkan secara on line dengan gas chromatografii untuk dilakukan analisa komposisinya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh kandungan pada katalis B2O3/YSZ Pengujian sifat katalitik B2O3/YSZ untuk masingmasing kandungan B2O3 terhadap reaksi dehidrogenasi etana, hasilnya terlihat pada Gambar 3 dan 4. Kondisi reaksi dilakukan pada suhu 823 K, bertekanan atmosferik, PC2H6=PO2= 20 kPa dan total laju umpan gas 50 ml/min. Seperti tampak pada
54
aktivitasnya akibat berkelebihan.
penambahan
B2O3
yang
mirip dengan sifat katalitik B2O3/YSZ walaupun kinerja padatan Al2O3 (tanpa kandungan B2O3) menunjukkan kereakti-fannya dalam mengkonversi senyawa etana, akan tetapi produk utamanya berupa CO dan CO2 yang merupakan produk oksidasi total etana. Namun penambahan kandungan B2O3 sampai ± 15 % berat, baru mampu menurunkan menekan laju konversi etana kearah COx (gambar 5) maupun laju pembentukan produk (gambar 6). Sedang untuk YSZ, penambahan boron oksida pada kisaran 15 % berat tersebut sudah mencapai titik maksimalnya. Pada penambahan boron oksida pada rentang kandungan 15 – 40 % B2O3 tampak bahwa adanya pengaruh yang sangat signifikan dengan meningkatnya secara tajam laju konversi etana maupun laju pembentukan produk kearah etilena maupun useful chemical lainnya. Disamping produk utama yang dihasilkan adalah berupa etilena, C2H4 (gambar 6), penambahan B2O3 rentang ini menghasilkan suatu proses reaksi dehidrogenasi etana dengan laju yang optimal pada kadar B2O3 yakni sebesar 30 % berat dan merupakan komposisi paduan katalis yang terbaik untuk sistem katalis B2O3/Al2O3. Walaupun hasil ini masih dibawah kemampuan katalitik B2O3/YSZ sekitar seperseluhnya. Penambahan kadar B2O3 diatas 30 % berat terlihat jelas terjadi penurunan kurva, hal ini menandakan bahwa semua katalis yang mempunyai kandungan B2O3 yang berkelebihan justru akan menurunkan aktivitasnya. Hal yang sangat penting untuk dikaji adalah adanya pengaruh penambahan B2O3 diatas 5 % pada YSZ dan 15 % pada Al2O3 berat terhadap dugaan kemungkinan terbentuknya inti aktif baru hasil interaksi antara B2O3dengan YSZ maupun Al2O3 yang berperan untuk reaksi dehidrogenasi. Namun bila berasumsi bahwa B2O3 adalah merupakan inti aktif katalis, maka : seharusnya jumlah B2O3 yang berkelebihan diatas 15 % berat untuk YSZ ataupun diatas 30 % berat pada katalis Al2O3 akan membuat kinerja katalis B2O3/YSZ dan B2O3/ Al2O3 semakin tinggi, tetapi malahn menurun. seharusnya hasilnya tidak mungkin terjadi titik optimal pada 15 % B2O3/YSZ dan 30 % B2O3/ Al2O3. Apabila dikaitkan dengan pengaruh penambahan B2O3 terhadap luas permukaan katalis, maka semakin tidak mendukung asumsi bahwa keberadaan B2O3 sebagai inti aktif untuk reaksi dehidrogenasi etana. Karena luas permukaan justru semakin terjadi penurunan dengan menaiknya kandungan B2O3 (Setiadi, 1994). Jadi jelas bahwa tidak mungkin bahwa senyawa B2O3 merupakan inti aktif untuk reaksi dehidrogenasi etana. Untuk memperkuat dugaan bahwa terbentuknya spesi baru sebagai inti aktif katalis untuk reaksi dehidrogenasi etana, maka diuji aktivitas paduan
Pengaruh kandungan pada katalis B2O3/ Al2O3 Pengujian sifat katalitik B2O3/Al2O3 untuk masingmasing kandungan B2O3 terhadap reaksi dehidrogenasi etana, hasilnya terlihat pada Gambar 5 dan 6. Seperti tampak pada kedua gambar tersebut,
Gambar 5. Plot kandungan B2O3 vs laju konversi etana (B2O3/Al2O3)
Gambar 6. Pengaruh kandungan B2O3 vs laju pembentukan produk dehidrogenasi etana (katalis B2O3/Al2O3)
55
untuk katalis 15 % B2O3/YSZ, spesi peroksida muncul dengan kode puncak D. Intensitas puncak tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan katalis dengan kadar kandungan B2O3 lainnya. Hal serupa juga terlihat pada katalis 30 % B2O3/ Al2O3 (kode B) walaupun intensitasnya lebih kecil (Gambar 10).
Gambar 7. Plot kandungan B2O3 vs laju konversi O etana (B2O3/ Sm2O3)
Gambar 9. Spektrum XPS untuk katalis Plot kandungan 15 % B2O3/YSZ (Sumber : Setiadi, Thesis 1994)
Gambar 8. Plot kandungan B2O3 vs laju pembentukanproduk dehidrogenasi etana (B2O3/ Sm2O3) oksida B2O3/Sm2O3. Jelas terlihat pada Gambar 7 dan 8 bahwa penamba-han kandungan boron oksida sama sekali tidak memberikan efek positif dan malahan kemampuan katalitiknya semakin tinggi kandungan boron oksidanya semakin menurun. Hal ini diduga kuat bahwa paduan kedua oksida tersebut sama sekali tidak terbentuk spesi peroksida sebagai hasil interaksi kedua oksida tersebut. Karakterisasi katalis padatan dengan menggunakan XPS (X-ray photo spectroscopy), maka tipikal spesi peroksida muncul pada energi ikat 531 eV (Setiadi, 1994). Seperti terlihat pada Gambar 9
Gambar 10. Spektrum XPS untuk katalis, Plot kandungan 30 % B2O3/ Al2O3 (Sumber : Setiadi, Thesis 1994) Namun hal sebaliknya puncak-puncak pada binding energy 531 eV, sama sekali tidak terlihat pada katalis B2O3/ Sm2O3 (Gambar 11 dan 12).
56
pengaruh penambahan B2O3 pada Sm2O3 malahan mematikan kereaktifan katalis. Penambahan B2O3 diatas 5% untuk katalis B2O3/YSZ dan diatas 15 % untuk katalis B2O3/Al2O3 merubah sifat katalis menjadi sangat aktif untuk reaksi dehidrogenasi etana. Komposi terbaik untuk katalis B2O3/YSZ adalah 15 % berat B2O3 dan 30 % untuk katalis B2O3/Al2O3. Berdasar hasil karakterisasi katalis metode XPS ternyata konsisten dengan hasil kinerja katalitiknya, sehingga sangat kuat diduga bahwa inti aktif katalis untuk reaksi dehidrogenasi etana adalah spesi peroksida yang berasal dari hasil interaksi antara B2O3 dengan YSZ dan Al2O3 pada bidang kontak antar permukaan partikel kedua tersebut. Gambar 11. Spektrum XPS untuk katalis Plot kandungan 15 % B2O3/ Sm2O3 (Sumber : Setiadi, Thesis 1994)
DAFTAR PUSTAKA [1] Miguel A. Banares, (1999), "Supported metal oxide and other catalysts for ethane conversion: a review", Catalysis Today 51, hal. 319-348 [2] K. Otsuka, T. Ando, S. Setiadi, Y. Wang, K. Ebitani, L. Yamanaka, (1995), “Ethane Oxidative Dehydrogenation over boron oxides supported on yttria stabilized zirconia”, Catalysis Today 24, pp. 315-320 [3] Setiadi dan K. Otsuka, (1994),“Partial Oxidation of Methane over Boron Oxide Suported on YSZ Catalyst”, Proceedings of the third scientific Meeting, p.229-236, ATOM’94, Tokyo [4] Setiadi, (1994), “Tantai Sanka Housho shokubai ni yoru Metan to Etan no Bubun Sanka Hannou”, Master Thesis, Tokyo Institute of Technology, Tokyo, Japan [5] Setiadi, (1991206), “Methane Oxidation over Boron Oxide/YSZ Catalyst”, Proceeding of Regional Symposium on Chemical Engineering, p. 3 -16, Jakarta [6] Setiadi, (1999), “Catalytic dehydrogenation of ethane to ethylene over B2O3 supported catalyst“, Proceedings on The 1999 FTUI Seminar in Quality in Research, Depok hal.IV.63 – 69. [7] Setiadi, (1999), "Production of olefin by partial oxidation of ethane over B2O3-Al2O3 catalyst", Proceeding on Seminar Nasional of Chemical Process Technology, Jakarta.
Gambar 12. Spektrum XPS untuk katalis Plot kandungan 30 % B2O3/ Sm2O3 (Sumber: Setiadi, Thesis 1994) Sebagai perbandingan intensitas peak peroksida untuk kandungan katalis yang sama yakni anatara 15 % B2O3/YSZ (Gambar 9) dengan 15 % B2O3/ Sm2O3 (Gambar 11) , terlihat sama sekali jauh perbedaannya pada daerah binding energy seputar 531 eV. Begitu juga untuk perbandingan intensitas puncak peroksida dengan
kandungan boron oksida yang sama antara 30 % B2O3/ Al2O3 (Gambar 10) dengan 30 % B2O3/ Sm2O3 (Gambar 12). Secara umum hasil ini menunjukkan bahwa preparasi katalis B2O3/YSZ maupun B2O3/ Al2O3 dengan menggunakan impregnasi mampu membentuk spesi peroksida. Sedang kemampuan isa B2O3/ Sm2O3 sama sekali tidak ada pembentukan spesi peroksida.
5. KESIMPULAN Pengaruh kandungan B2O3 dalam sistem katalis B2O3/YSZ maupun B2O3/Al2O3 mampu menekan terbentuknya produk total oksidasi (CO &CO2) dengan penambahan kandungan B2O3 sampai 5% untuk YSZ, dan 15 % untuk Al2O3. Sedangkan
57