Studi Reaksi Oksidatif Kopling Guaiakol-Isoeugenol dengan Bantuan Katalis Cu-Montmorillonit dan Uji Aktivitasnya sebagai Antioksidan A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Katalis heterogen Cu-montmorillonit telah dapat disintesis. Untuk membuat katalis Cu-montmorillonit, diawali dengan melarutkan Na-montmorilonit dalam larutan CuCl2 0,3 M dan kemudian diaduk dengan stirrer selama 24 jam dan dilakukan pencucian endapan sampai bebas ion klorida. Endapan kemudian dikeringkan pada suhu 105oC selama 24 jam. Katalis hasil sintesis telah dikarakterisasi dengan FTIR dan XRD. Sebelumnya Na-montmorillonit disintesis dari fraksi 1 hasil fraksinasi bentonit alam yang berasal dari Jambi. Fraksi 1 bentonit alam mempunyai nilai % smetite paling besar yaitu 79,11 % dan juga mempunyai nilai % kaolinite dan % illite sebanyak 9,51 % dan 11,38 %. Katalis heterogen ini selanjutnya diaplikasikan untuk reaksi oksidatif kopling senyawa guaiakol dengan isoeugenol. Penelitian ini mempelajari tentang sintesis dimer dari reaksi oksidatif kopling suatu senyawa polifenol dan uji aktivitas dimer sebagai antioksidan. Reaksi oksidatif kopling dilakukan dengan variasi pelarut. Produk hasil reaksi dianalisis menggunakan kromatografi lapis tipis dan LC-MS. Analisis kualitatif kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa telah berhasil menghasilkan komponen komponen senyawa baru dari hasil reaksi oksidatif kopling yang dapat dilihat dari munculnya node baru pada plat kromatografi. Sedangkan kromatogram LC-MS menunjukkan telah berhasil menghasilkan senyawa dimer dari hasil reaksi oksidatif kopling guaiakol dan isoeugenol.
Abstract Heterogeneous catalyst of Cu-montmorillonite can be synthesized. To synthesize the catalyst of Cu-montmorillonite, preceded by dissolving Na-montmorillonite in 0.3 M CuCl2 solution and then stirred with a stirrer for 24 hours and do washing sediment until free of chloride ions. The precipitate was then dried at a temperature of 105oC for 24 hours. The catalyst has been characterized by a synthesis of the results of FTIR and XRD. Previous Na-montmorillonite were synthesized from the fraction 1 result fractionation of natural bentonite from Jambi. Fraction 1 from natural bentonite has the greatest value of % smetite is 79.11% and also has value of % kaolinite and % illite as much as 9.51% and 11.38%. Heterogeneous catalyst is then applied to the oxidative coupling reaction of guaiacol with compound isoeugenol. This research studies on the synthesis of dimeric oxidative coupling reaction of a compound of polyphenols and antioxidant activity assay dimer. Oxidative coupling reaction was carried out with solvent variations. The reaction products were analyzed by thin-layer chromatography and LC-MS. Qualitative analysis of thin-layer chromatography showed that it has successfully produced a new compound components of the oxidative coupling reaction results that can be seen from the emergence of a new node in the chromatography plate. While the LC-MS chromatograms show has managed to produce dimeric compounds from the oxidative coupling reaction of guaiacol and isoeugenol. Keywords
: Heterogeneous catalyst, Cu-montmorillonite, oxidative coupling, guaiacol, isoeugenol
1. PENDAHULUAN Antioksidan merupakan senyawa kimia yang menghambat terjadinya proses oksidasi sehingga dapat mencegah kerusakan sel pada makhluk hidup atau pada senyawa senyawa yang berangka karbon. Pada umumnya proses oksidasi disebabkan karena adanya spesi oksigen yang reaktif, seperti singlet oksigen, peroksi radikal dan hidroksi radikal dimana mengkasilkan produk yang menyebabkan perunan kualitas, timbulnya bau tengik dan perubahan warna maupun rasa. Pemanfaatan antioksidan sangatlah luas, umumnya berhubungan dengan kesehatan, misalnya mencegah atau mengurangi resiko penyakit kanker. Buah dan sayurran merupakan sumber antioksidan
yang alami. Akan tetapi, fungsinya menjadi berkurang ketika mengalami proses pengolahan. Namun pada saat ini, bukan hanya buah dan sayuran saja yang bisa menjadi sumber antioksidan yang alami, melainkan sumber bahan alam lainnya terutama yang menganduk senyawa fenolik, bisa juga dimanfaatkan menjadi produk antioksidan. Hal ini disebabkan struktur senyawa fenolik yang dapat berfungsi sebagai radical scavenger. Ada berbagai macam senyawa fenolik yang dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan, diantaranya adalah guaiacol dan eugenol. Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya proses dimerisasi senyawa fenolik oleh suatu katalis (enzimatik ataupun heterogen) dapat menghasilkan senyawa baru yang bisa dimanfaatkan sebagai
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
senyawa antioksidan. Dimerisasi dapat dilakukan dengan cara reaksi oksidatif kopling antar senyawa fenolik. Penelitian yang dilakukan saat ini merupakan modifikasi penelitian lanjutan yang sebelumnya telah dilakukan oleh Zastya Marisa A. Beliau melakukan penelitian mengenai “Pembentukan Dimer Eugenol dengan Katalis Enzim Lakase dan Uji Aktivitasnya sebagai Antioksidan” . Namun dalam penelitian ini, akan dilakukan pembentukan dimer dengan studi reaksi kopling oksidatif guaiakol dan isoeugenol dengan bantuan katalis heterogen. Dari penelitian yang dilakukan oleh Zastya berhasil diperoleh senyawa kimia bahan alam baru, hasil dari proses pembentukan dimer eugenol dengan bantuan katalis enzimatik. Pada penelitian ini juga akan dilakukan reaksi oksidatif kopling antara senyawa guaiakol dengan guaiakol dan reaksi oksidatif kopling antara senyawa eugenol dengan eugenol namun dengan menggunakan katalis heterogen. Hal ini dimaksudkan agar dapat dibandingkan hasil sintesis bahan alam dan dapat dilihat pengaruh dari katalis heterogen yang digunakan. Pada penelitian ini akan dilakukan sintesis bahan alam baru dari reaksi oksidatif kopling antara senyawa guaiakol dengan isoeugenol dengan bantuan katalis heterogen Cu-montmorillonit. Katalis heterogen adalah katalis yang berada dalam fasa yang berbeda dengan substratnya. Reaksi katalisis ini umumnya menggunakan katalis dalam bentuk fasa padat dengan substrat dalam fasa cair atau gas sehingga interaksi yang akan terjadi dapat berupa padat-gas atau padat-cair. Keuntungan katalis heterogen adalah mudah dipisahkan dari produk (fasa cair) , tidak beracun, tidak bersifat korosif, dan tidak mencemari lingkungan (Serio, M.D et al, 2007). Beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk mendapatkan katalis heterogen yang baik yaitu aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk meningkatkan laju reaksi agar keseimbangan dapat tercapai. Selektivitas, yaitu kemampuan katalis untuk mengkonversi reaktan menjadi produk tertentu dalam jumlah yang paling banyak daripada yang lain. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan selektivitas seperti keadaan semula. Rendement/yield, yaitu jumlah produk tertentu yang terbentuk untuk setiap satuan jumlah reaktan yang terkonsumsi (biasanya dinyatakan dalam % berat produk). Regenerasi, yaitu proses pengembalian aktivitas dan selektivitas katalis seperti semula (Khalaf, H.A et al, 2007). Pada penelitian ini akan dilihat pengaruh penggunaan jenis katalis heterogen Cumontmorillonit dalam studi reaksi oksidatif kopling antara senyawa guaiakol dengan senyawa isoeugenol, senyawa guaiakol dengan guaiakol dan senyawa isoeugenol dengan isoeugenol dengan menggunakan katalis heterogen yang sama dan melakukan uji
aktivitas biologis produk hasil reaksi oksidatif kopling sebagai antioksidan.
2. METODE PENELITIAN 2.1 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Sebanyak 50 g bentonit alam dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambahkan 1 L akuades. Campuran tersebut diaduk dengan stirrer selama 30 menit kemudian didiamkan selama 5 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan dekantasi. Endapan ini disebut sebagai fraksi satu (F1). Suspensi sisa fraksi satu didiamkan kembali selama 30 menit. Endapan yang didapat ialah fraksi dua (F2). Suspensi sisa fraksi dua didiamkan kembali selama 2 jam, Endapan yang didapat ialah fraksi tiga (F3). Suspensi sisa fraksi tiga didiamkan kembali selama ± 24 jam dan endapan yang didapat adalah fraksi 4 (F4). Endapan dari masing masing fraksi ini kemudia dikeringkan dalam oven dengan suhu 105 0C. Endapan digerus dan diayak hingga ukuran 200 mesh dan hasil ayakan dikarakterisasi dengan XRD dan FTIR. 2.2 Preparasi Na-MMT Sebanyak 30 g bentonit fraksi satu disuspensikan ke dalam 900 mL larutan NaCl 1 M. Pengadukan suspensi dengan stirrer selama 12 jam. Dekantasi campuran dan diambil endapannya. Endapan tersebut didispersikan kembali dengan 900 mL NaCl 1 M. Dilakukan pengdukan dengan stirrer kembali selama 12 jam, lalu endapan didekantasi. Endapan dicuci dengan akuabides beberapa kali. Filtrat diuji dengan menambahkan AgNO3 0,1 M beberapa mL sampai yakin tidak terbentuk endapan putih AgCl. Setelah dilakukan pencucian, endapan kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 60 0C. Endapan digerus dan Na-MMT yang diperoleh dikarakterisasi dengan FTIR. 2.3 Pembuatan Katalis Cu-MMT Cu-MMT dapat dibuat dengan cara menambahkan Na-MMT ke dalam larutan Cu (II)Klorida 0,3 M. Suspensi yang dihasilkan distirrer selama 24 jam pada suhu ruang. Padatan berwarna dipisahkan dari filtratnya dan dicuci dengan aquabides sampai bebas ion klorida. Setelah itu, dikeringkan pada suhu 105oC pada kondisi vakum kemudian dikarakterisasi dengan FT-IR. 2.4 Isolasi Produk Reaksi Sebanyak 0,1 g katalis Cu-MMT direaksikan dengan 0,8687 g guaiakol dan 1,1494 gr isoeugenol. Reaksi dilakukan dalam larutan metanol 30 %. Kemudian diaduk selama 120 menit dan selanjutnya reaksi didiamkan selama 5 menit kemudian ditambahkan larutan HCl 0,1 M.
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
Untuk mengekstraksi produk berwarna ini, dilakukan ekstraksi dengan pelarut etil asetat. Fasa organik (etil asetat) dipisahkan dari fasa air. Air yang masih tersisa dihilangkan dengan menambahkan Na2SO4 anhidrat. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara menguapkan pelarutnya menggunakan rotatory evaporator. 2.5 Uji KLT dan Pemisahan Komponen Campuran Produk Uji KLT dilakukan untuk mengetahui berapa komponen yang terdapat di dalam senyawa hasil reaksi. Uji ini dilakukan dengan menggunakan pelarut n-heksana : etil asetat dengan perbandingan yang paling optimum (4:1). Hasil uji KLT digunakan untuk mengidentifikasi secra kualitatif berapa banyak komponen dalam senyawa hasil reaksi. Untuk memisahkan komponen produk. Digunakan KLT preparatif. Plat KLT preparatif dibuat dengan menggunakan kaca bersih dan kering. Kemudian kaca itu dituangkan campuran silika gel dengan air sampai merata dan dibiarkan mengering. Plat yang telah kering, selanjutnya dipakai untuk KLT dengan perbandingan etil asetat dengan n-heksana yang optimal. Kemudian spot yang didapat dikeruk, dilarutkan dalam etil asetat dan kemudian disaring untuk memisahkan produk dari silika gel. Lalu cairan dibiarkan menguap pada suhu ruang. Kemudian hasilnya dianalisis menggunakan instrumentasi LCMS. 2.6 Uji Aktivitas sebagai Antioksidan Disiapkan larutan isoeugenol, guaiakol dan larutan isolat yang mengandung dimer isoeugenolguaiakol (dalam metanol) dengan variasi konsentrasi 50µg/mL, 75 µg/mL 100 µg/mL dan 1000 µg/mL. Masing masing larutan diambil 2 mL kemudian dicampur dengan 1 mL DPPH 0,2 mM (dalam metanol). Untuk larutan kontrol, digunakan 1 mL larutan DPPH 0,2 mM yang diencerkan dengan metanol sebanyak 2 mL. Absorbansi DPPH diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang, λ = 515 nm
Fraksinasi sedimentasi dilakukan untuk memisahkan komponen non-lempung yang terdapat dalam bentonit sehingga diperoleh fraksi dengan kandugan montmorillonit tertinggi. Pengotor yang mungkin terdapat dalam bentonit adalah kwarsa, kalsit dan lain-lain. Selain itu juga untuk dapat memisahkan bentonit yang mengandung Fe dengan mendekantasikan bentonit dan diambil filtratnya karena bentonit yang mengandung logam Fe akan lebih berat dan cepat mengendap. Semakin lama pengendapan, laju penambahan ketebalan sedimen semakin besar setelah dilakukan pengadukan dengan stirrer. Hal ini merepresentasikan bahwa bentonit yang lebih lama mengendap dapat dikarenakan interaksi yang terjadi antara lapisan silikat dengan molekul air lebih besar. Interaksi antara lapisan silikat dengan molekul air dapat bergantung pada jenis kation yang terinterkalasi. Pada penelitian ini tidak dilakukan purifikasi terhadap bentonit, karena menurut Irwansyah, perlakuan kimia yang diberikan terhadap bentonit akan mengurangi kandungan montmorilonitnya. Ketahanan suatu lapisan silikat terhadap penambahan bahan kimia berbeda-beda untuk clay yang berbeda. Selain itu, dipengaruhi juga pH dan temperatur suspensi. Untuk menentukan fraksi manakah dari proses fraksinasi bentonit yang mengandung montmorilonit paling banyak serta membuktikan struktur katalis yang telah disintesis dan membandingkannya dengan data standar diperlukan analisis XRD. Karakterisasi katalis dengan pengukuran XRD akan diperoleh data dari puncak-puncak karakteristik pada sudut difraksi 2θ dan intensitas relatif puncak-puncak tersebut. Dari pengukuran XRD dapat diketahui tingkat kristalinitas dengan melihat secara keseluruhan puncak difraktogram yang cukup tajam dan tidak lebar. Kristalinitas perlu untuk diketahui agar memberikan informasi mengenai tingkat kesempurnaan struktur kristal katalis, sehingga dengan tingkat kristal yang baik akan memberikan reaksi katalitik yang optimum. Hasil analisis XRD fraksi bentonit dapat dilihat pada Gambar.1 di bawah ini.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Bentonit alam yang digunakan berasal dari Jambi. Untuk dapat dilakukan karakterisasi dengan XRD dan proses fraksinasi, bentonit alam dikeringkan terlebih dulu dalam oven suhu 110 0C. Bentonit yang masih terdiri dari berbagai komposisi harus dipreparasi terlebih dahulu dengan cara fraksinasi sedimentasi, sehingga diharapkan bentonit fraksi halus tersebut mengandung banyak montmorilonit yang memiliki daya swelling lebih besar dibandingkan senyawaan silikat lainnya.
Gambar.1
Difraktogram bentonit
fraksinasi
sedimentasi
Dari keempat difraktogram diatas terlihat bahwa keempat hasil fraksinasi bentonit alam memiliki pola
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
difraktogram yang hampir sama. Untuk melihat fraksi manakah yang mengandung montmorillonit paling banyak, maka tiap fraksi dilakukan estimasi komposisi relatif clay dengan menerapkan metode yang digunakan oleh Biscaye (Heath Ross et all, 1979). Metode Biscaye mengestimasi komposisi relatif mineral dengan mengalikan peak area dengan faktor berat yaitu : 1x peak area smectite (001), 4x peak area illite (001), 2x peak area chlorite (002) dan 2x peak area kaolinite (001). Pada metode ini komposisi clay yang dianalisa adalah smectite/montmorillonite (S), illite (I) dan kaolinite (K). Berikut merupakan rumus persamaan untuk menghitung nilai % smectite. (1)
Tabel.1 Data hasil analisis XRD hasil fraksinasi bentonit alam No
Fraksi
1
katalis dengan mendispersikan larutan CuCl2 0,3 M ke dalam 5 gram Na-montmorillonit. Proses dilakukan dua kali dengan larutan CuCl2 0,3 M yang baru agar semua kation Na dapat tertukar dengan kation Cu dan agar campuran menjadi lebih homogen. Katalis harus bebas dari ion klorida, maka dari itu pencucian endapan dilakukan berulang kali sampai tidak ada lagi ion klorida yang tersisa setelah diuji dengan AgNO3. Endapan yang sudah bebas ion klorida dikeringkan pada suhu 105oC sampai endapan kering. Pengeringan pada suhu 105oC bertujuan untuk menghilangkan sisa air yang masih terikat dalam katalis. Katalis kering dianalisis denga menggunakan istrumentasi spektroskopi serapan atom (AAS) untuk mengetahui kadar Cu yang terkandung dalam katalis tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar logam Cu yang telah terikat sempurna dalam katalis heterogen. Berikut data hasil analisis dengan menggunakan AAS yang digambarkan pada Tabel.2 di bawah ini. Tabel.2 Data hasil analisis AAS destruksi katalis CuMMT
Nilai Smetite
Kandite
Illite
Fraksi 1
79,11 %
9,51 %
11,38 %
2
Fraksi 2
74,64 %
6,13 %
19,26 %
3
Fraksi 3
73,66 %
15,39 %
10,95 %
4
Fraksi 4
72,66 %
14,18 %
13,16%
Berdasarkan data hasil difraksi pada Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa hasil fraksinasi bentonit alam, fraksi ini mempunyai nilai % smectite paling besar dibandingkan dengan hasil fraksinasi bentonit alam lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa fraksi 1 mempunyai kandungan montmorillonit yang paling besar sehingga fraksi 1 inilah yang mengandung montmorilonit paling banyak dan dapat digunakan dalam proses pembuatan katalis Cu-montmorillonit.
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
1,5
0,0017
3
0,1642
6
0, 3997
9
0,6563
15
1,1305
3.2 Pembuatan Katalis Cu-MMT Proses pembuatan katalis awal mulanya dilakukan penyeragaman kation pada interlayer bentonit. Proses ini dimulai dengan mendispersikan 30 gram bentonit fraksi 1 ke dalam 900 mL NaCl 1 M untuk menginterkalasi kation Na ke dalam bentonit. Interkalasi dilakukan dua kali dengan NaCl yang baru agar semua kation dapat tertukar dengan Na. Bentonit harus bebas klorida, maka dari itu pencucian endapan dilakukan berulang kali sampai tidak ada lagi klorida yang bersisa setelah diuji dengan AgNO3. Proses penyeragaman kation pada interlayer bentonit ini dilakukan agar proses pertukaran kation dari ion Na+ menjadi ion Cu+ dapat dilakukan dengan mudah. Setelah dilakukan proses penyeragaman kation, barulah proses pembentukan katalis Cumontmorillonit dapat dilakukan. Proses pembuatan
Gambar.2 Grafik kurva standar logam Cu Dari grafik kurva standar diperoleh persamaan garis yaitu y = 0,0827x – 0,1001. Absorbansi sampel sebesar 0,1509. Bila data absorbansi diplot ke dalam persamaan garis akan didapat konsentrasi logam Cu yang terkandung dalam katalis heterogen adalah sebesar 3,06 ppm. Hasil menunjukkan bahwa proses pertukaran kation dari Na menjadi Cu berlangsung sempurna. Setelah itu, dilakukan karakterisasi FT-IR terhadap katalis Cu-MMT untuk melihat peak yang
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
muncul pada spektrum FT-IR katalis tersebut dan membuktikan bahwa tidak ada perubahan struktur dari montmorillonit setelah terjadi proses pertukaran kation dari Na menjadi Cu. Spektrum FT-IR katalis Cu-MMT dapat dilihat pada Gambar.3 dibawah ini.
Tabel.3 Hasil reaksi oksidatif kopling dengan katali Cu-MMT Hasil Reaksi
Produk
Isoeugenol
Warna
% Yield
Pelarut
Kuning
20,91 %
tanpa
Kuning
pelarut
pucat
Pelarut Guaiakol Gambar.3 Spektrum FTIR katalis Cu-montmorillonit Berdasarkan literatur, katalis Cu-montmorillonit mempunyai pita νOH and δOH dari H2O yang terdapat pada daerah 3446 and 1643 cm−1 dan juga terdapat pita adsorpsi pada 1040 cm−1 yang menunjukkan vibrasi ulur Si–O. Spektrum IR katalis Cumontmorillonit hasil sintesis menunjukkan vibrasi ulur Al-OH yang berada pada daerah panjang gelombang v = 3630 cm-1 yang tampak dengan jelas. Pada spektum IR ini juga ditunjukkan vibrasi Si-O yang berada pada daerah panjang gelombang v = 1642,64 cm-1 dan ikatan Al-O pada daerah panjang gelombang v = 790,81 cm-1. 3.3 Isolasi Produk Reaksi Isolasi Produk reaksi oksidatif kopling antara senyawa guaiakol dengan senyawa isoeugenol dialkukan dengan menggunakan katalis logam CuMontmorillonit. Reaksi oksidatif kopling dilakukan dalam beaker glass yang dilengkapi dengan hotplate stirrer. Larutan distirrer dan dipanaskan pada suhu 50oC. Lalu campuran larutan ditambahkan HCl 0,1 M dan dilakukan ekstraksi dengan etil asetat. Penambahan HCl bertujuan untuk mendekomposisi ion ion klorida yang tersisa selama proses reaksi oksidtaif kopling berlangsung. Kemudian larutan hasil ekstraksi dengan larutan etil asetat dan dikonsentratkan dengan rotatory evaporator dan dianalisis dengan menggunakan KLT dan LC-MS. Hasil reaksi oksidatif kopling dapat dilihat pada Tabel.3 di bawah ini. Berdasarkan massa awal isoeugenol dan guaiakol murni yang diperoleh, dapat dihitung % yield dari masing masing produk.
tanpa
pelarut Isoeugenol + Guaiakol
Pelarut tanpa
pelarut
Coklat pekat Merah Kuning keemasan Orange
18,43 % 34,01 % 30,56 % 40,52 % 35,77 %
3.4 Uji KLT dan Pemisahan Komponen Campuran Produk Analisis KLT (Kromatografi Lapis Tipis) dilakukan untuk mengetahui jumlah komponen senyawa dalam produk kasar, dimana kolom dibuat dalam bentuk lapisan tipis. Proses pemisahannya berdasarkan perbedaan distribusi masing masing komponen dalam suatu campuran, ke dalam fasa gerak dan ffasa diamnya. Komponen senyawa dalam produk kasar dapat dilihat dari munculnya node yang terdapat pada plat KLT dari masing masing hasil produk kasar. Kemudian dari masing masing node yang terbentuk, dapat dihitung nilai Rf (faktor retensi) produk tersebut. Nilai Rf dapat didefinisikan dalam bentuk sebagai berikut. (2) Analisis KLT pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan fase diam berupa plat dari silika dan fase gerak berupa campuran larutan n-heksana dengan larutan etil asetat dengan perbandingan 4 : 1. Perbandingan 4 : 1 digunakan karena dengan perbandingan inilah pemisahan komponen dari senyawa produk hasil reaksi oksidatif kopling terpisah secara sempurna berdasarkan tingkat kepolarannya (Zastya M, 2008). Dari hasil analisis KLT ini, diperoleh data bahwa isoeugenol hasil reaksi oksidatif kopling muncul 2 node spot baru pada plat silika. Kemudian dari node spot tersebut, dapat ditentukan
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
nilai Rf dari masing masing senyawa hasil reaksi oksidatif kopling. Tabel.4 di bawah ini merupakan data nilai Rf dari masing masing senyawa. Tabel.4 Nilai Rf dari berbagai produk hasil oksidatif kopling Produk Kopling
Nilai Rf
dengan metanol. Hasil reaksi antara DPPH dengan masing masing konsentrasi larutan dan larutan kontrol diukur absorbansinya pada panjang gelombang 515 nm. Berikut data persen (%) inhibisi dari senyawa isolat isoeugenol, guaiakol dan produk dimernya. Tabel.5 % Inhibisi senyawa isolat isoeugenol dan produk dimer % inhibisi
Pelarut
0,3542 dan 0,500
tanpa pelarut
0,4792 dan 0,625
Konsentrasi
Pelarut
0,4783
(ppm)
tanpa pelarut
0,4348
Isoeugenol +
Pelarut
0,4773 dan 0,5733
50
Guaiakol
tanpa pelarut
0,500 dan 0,6167
Isoeugenol
Guaiakol
Dimer
Dimer
isoeugenol
isoeugenol
(solv)
(non solv)
36,05
47,28
39,71
75
65,82
69,39
59,61
100
82,82
72,96
72,53
Isoeugenol std
3.5 Uji Aktivitas sebagai Antioksidan Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode radical scavenger yang berdasarkan pada kemampuan suatu senyawa untuk menangkap radikal dari larutan DPPH. Larutan DPPH ini menghasilkan warna ungu karena adanya radikal bebas pada atom N yang dapat membentuk diazo, dimana absorbansi maksimumnya pada 515 nm (Atyka, 2011). Larutan DPPH ini bertindak sebagai radikal bebas yang akan menerima hidrogen dari donor hidrogen (antioksidan). Reaksi yang terjadi ketika radikal DPPH bertemu antioksidan dapat dilihat pada Gambar.4 di bawah ini.
Tabel.6 % Inhibisi senyawa isolat guaiakol dan produk dimer % inhibisi Konsentrasi (ppm)
Guaiakol std
Dimer
Dimer
guaiakol
guaiakol
(solv)
(non solv)
50
42,18
42,6
40,14
75
60,71
66,84
62,16
100
80,27
67,35
65,17
Tabel.7 % Inhibisi produk dimer isoeugenol dengan guaiakol Konsentrasi
Dimer isoeu +
Dimer isoeu +
guai (solv)
guai (non solv)
50
43,28
48,72
75
80,53
69,56
100
84,61
71,85
(ppm) Gambar.4 Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan Reaksi yang terjadi antara DPPH dengan suatu senyawa antioksidan akan membentuk senyawa DPPH yang tereduksi dan akan menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan dari berwarna ungu menjadi berwarna kuning (Szwagjier, 2005). Pada penelitian ini dilakukan pengujian aktivitas antioksidan terhadap senyawa standar isoeugenol, standar guaiakol, dan dimer produk hasil reaksi. Konsentrasi yang digunakan dalam pengujian ini anatara lain 50 ppm, 75 ppm dan 100 ppm. Pada pengujian aktivitas antioksidan ini digunakan larutan kontrolnya adalah campuran antara larutan DPPH
% inhibisi
Dari uji aktivitas antioksidan yang dilakukan, senyawa produk dimer dari isoeugenol memiliki nilai IC50 yang lebih kecil dibandingkan dengan senyawa isolat isoeugenolnya yaitu sebesar 49,28 µg/mL sedangkan IC50 untuk senyawa isolatnya sebesar 62,64 µg/mL. Kemudian senyawa produk dimer dari guaiakol (tanpa pelarut) memiliki nilai IC50 yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa isolat guaiakolnya yaitu sebesar 63,38 µg/mL sedangkan
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
IC50 untuk senyawa isolatnya sebesar 60,49 µg/mL. Sementara senyawa produk dimer dari guaiakol (menggunakan pelarut) memiliki nilai IC50 yang lebih kecil yaitu sebesar 56,96 µg/mL. Sementara itu, senyawa produk dimer dari isoeugenol dengan guaiakol (menggunakan pelarut) memiliki nilai IC50 yang lebih besar dibandingkan dengan produk dimer iseugenol dengan guaiakol (tanpa pelarut) yaitu sebesar 51,44 µg/mL sedangkan IC50 untuk dengan produk dimer iseugenol dengan guaiakol (tanpa pelarut) sebesar 49,97 µg/mL. Berikut perbandingan nilai IC50 yang ditunjukkan pada Gambar.5, Gambar.6 dan Gambar.7 di bawah ini.
Gambar.5 Perbandingan nilai IC50 senyawa isoeugenol dengan produk dimernya
dihasilkan yang memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi adalah produk dimer yang disintesis dengan menggunakan pelarut. Sementara itu, produk dimer isoeugenol dengan guaiakol (menggunakan pelarut) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah dibandingkan dengan produk dimer yang tanpa pelarut. 4. KESIMPULAN Katalis heterogen Cu-montmorillonit dapat digunakan untuk reaksi oksidatif kopling antara guaiakol dan isoeugenol. Fraksi 1 dari hasil fraksinasi bentonit alam digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan katalis heterogen Cu-montmorillonit karena mempunyai nilai % smetite paling besar. Konsentrasi logam Cu yang terkandung dalam katalis heterogen Cu-montmorillonit adalah sebesar 3,06 ppm berdasarkan data analisis spektroskopi serapan atom. Penggunaan katalis heterogen Cumontmorillonit memberikan perbedaan yang signifikan dari segi warna produk yang dihasilkan. Hasil uji aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa produk dimer isoeugenol dan produk dimer guaiakol yang disintesis menggunakan pelarut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi, sedangkan produk dimer isoeugenol+guaiakol (menggunakan pelarut) memiliki aktivitas antioksidan yang lebih rendah bila dibandingkan dengan produk dimer isoeugenol + guaiakol (tanpa pelarut) DAFTAR ACUAN.
Gambar.6 Perbandingan nilai IC50 senyawa guaiakol dengan produk dimernya
Gambar.7 Perbandingan nilai IC50 produk dimer isoeugenol dengan guaiakol menggunakan pelarut dan tanpa pelarut Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa senyawa produk dimer isoeugenol (menggunakan pelarut) yang dihasilkan mengalami peningkatan aktivitas antioksidan dibandingkan senyawa isolatnya. Sedangkan senyawa produk dimer guaiakol yang
Hinedi, Z.R et al. 1993. Chemisorption of Benzene on Cu-Montmorillonitr as Characterized by FTIR and 13C MAS NMR. Clay and Clays Minerals, Vol. 41, No.1, 87-94. Florida and California, USA. Ke Li et al. 2011. Isolation, Characterization, and Antioxidant Activity of Bromophenols of the Marine Red Alga Rhodomela confervoides. J. Agric. Food Chem, No. 59, 9916-9921. Qingdao, RRC and Iowa City, USA. Khalaf, H. A., G. A. Mekhemer, A.K. Nohman & S.A. A. Mansour.2007. Phosphated Alumina Catalysts: Surface Properties and Reactivity towards 2-PrOH Decomposition. Monatshefte fur Chemie.138 (7) : 641–648 Serio, M.D., R. Tesser, L.Pengmei & E.Santacesaria.2007.Heterogeneous Catalyst for biodiesel Production. Energy and Fuels. 22 (1) : 207-217 Velioglu, Y.S et al. 1998. Antioxidant Activity and Total Phenolics in Selected Fruits, Vegetables, and Grain Products. J. Agric. Food Chem, No. 46, 4113-4117. Food Research Program, Agriculture and Agri-Food Canada, Pacific Agri-Food Research Centre, Summerland, British Columbia V0H 1Z0, Canada
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
Yurudu, C, S. Unlu C, Atici O. Ece Ö I dan Gungor N. (2005). Synthesis and Characterization of HDA/NaMMT Organoclay. Bull. Mater. Sci., Vol. 28, No. 6, October 2005, pp. 623–628. Indian Academy of Sciences. Istanbul Technical University. Turkey. Irwansyah. (2007). “Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay dengan Surfaktan Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik”. FMIPA UI. Marisa, Zastya. 2008. “Pembentukan Dimer Eugenol dengan Katalis Enzim Lakase dan Uji Aktivitasnya sebagai Antioksidan”. FMIPA UI
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013
Studi reaksi..., A. Herry Cahyana, Widajanti Wibowo dan Rakhmat Setiawan, FMIPA UI, 2013