SOLUSI NUMERIK HARGA OPSI DENGAN MODEL VOLATILITAS STOKASTIK
ANDI MARIANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Solusi numerik harga opsi dengan model volatilitas stokastik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, April 2015
Andi Mariani G551120181
RINGKASAN ANDI MARIANI. Solusi numerik harga opsi dengan model volatilitas stokastik. Dibimbing oleh ENDAR H NUGRAHANI dan DONNY C LESMANA. Dalam penentuan harga opsi dengan model Black-Scholes Standar, volatilitas diasumsikan diketahui dan konstan. Asumsi ini mendapatkan banyak bantahan karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada pasar sebenarnya, di mana volatilitas memiliki kecenderungan turun dan pada suatu saat akan naik lagi. Karena itu dikembangkan model untuk memperbaiki hal tersebut. Salah satu model yang dikembangkan adalah model volatilitas stokastik yang mengasumsikan bahwa proses volatilitas akan berfluktuasi dalam batasan volatilitas minimum dan volatilitas maksimum. Model volatilitas stokastik memiliki bentuk berupa persamaan diferensial taklinear yang tidak memiliki solusi analitik sehingga diperlukan suatu metode numerik untuk menentukan solusi harga opsi. Metode numerik yang digunakan adalah metode beda hingga upwind. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku dan kecepatan kekonvergenan metode beda hingga upwind dalam terapannya pada penyelesaian model harga opsi dengan volatilitas stokastik. Skema diskretisasi upwind digunakan untuk diskretisasi ruang (harga saham) dan metode implisit untuk diskretisasi waktu pada persamaan diferensial parsial taklinear dari model volatilitas stokastik. Skema diskretisasi upwind menghasilkan matriks sistem yang disebut matriks-M. Skema diskretisasi upwind terbukti monoton, konsisten dan stabil untuk penyelesaian harga opsi dengan model volatilitas stokastik. Pada simulasi numerik, orde kekonvergenan diperoleh dengan menggunakan metode iteratif. Penyelesaian numerik persamaan taklinear diperoleh dengan memilih serangkaian mesh yang dibangkitkan dengan membagi-dua parameter mesh pada iterasi sebelumnya. Hasil simulasi numerik perhitungan harga opsi dengan model volatilitas stokastik menunjukkan bahwa metode beda hingga upwind stabil untuk kasus terbaik (ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah yang maksimum) dan kasus terburuk (ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah yang minimum) pada. Orde kekonvergenan posisi sebagai pembeli opsi (long position)yang diperoleh adalah sekitar 1.6 untuk kasus terburuk dan 1.7 untuk kasus terbaik. Kata kunci : model volatiltas stokastik, harga opsi, metode beda hingga upwind, orde kekonvergenan, persamaan diferensial parsial taklinear
SUMMARY ANDI MARIANI. Numerical solution of option pricing with stochastic volatility model. Supervised by ENDAR H NUGRAHANI and DONNY C LESMANA. In the standard Black-Scholes model of option pricing, the volatility is assumed to be known and constant. This assumption is not confirmed with the market data, where the volatility has a tendency to go down and will go up again at some point, therefore several models for volatility movement have been proposed in the option pricing research. One of them is stochastic volatility model which assumes that the volatility will fluctuate within the range of minimum and maximum volatility. This model has the form of a nonlinear differential equations and does not have analytical solutions, hence we need to apply numerical method to determine the option prices. The numerical method that we used in this paper is based on upwind finite difference method. The purpose of this study is to analyze the behavior of the solution and the order of convergence from the upwind finite difference method on the option pricing with stochastic volatility model. The upwind finite difference scheme is used for the spatial discretisation (stock prices) and implicit methods is used time-stepping scheme for nonlinear partial differential equations of stochastic volatility model. This scheme results in a matrix system in the form of an M-matrix. It is proved that the method is monotone, consistent and stable. In the numerical simulations, the order of convergence is obtained by using iterative method with selecting a set of mesh which was generated by dividing the mesh from the previous iteration by half. Numerical simulation results show that the upwind finite difference method was stable for the best case (when the additional option value which is obtained is the maximum) and worst case (when the additional option value which is obtained is the minimum) of the option pricing with stochastic volatility model. The order of convergence of this scheme is about 1.6 for the worst case and about 1.7 for the best case with the position as an option buyer (long position). Keywords : stochastic volatility model, option pricing, upwind finite difference method, order of convergence, nonlinear partial differential equation equation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SOLUSI NUMERIK HARGA OPSI DENGAN MODEL VOLATILITAS STOKASTIK
ANDI MARIANI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Matematika Terapan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridho-Nya, kesempatan, dan kesehatan yang dikaruniakan-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Solusi numerik harga opsi dengan model volatilitas stokastik” ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Endar H Nugrahani, MS dan Bapak Dr Donny C Lesmana, MFinMath selaku pembimbing, atas kesediaan dan kesabaran untuk membimbing dan membagi ilmunya kepada penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan sebesarbesarnya kepada seluruh Dosen Departemen Matematika Terapan IPB yang telah mengasuh dan mendidik penulis selama di bangku kuliah hingga berhasil menyelesaikan studi, serta seluruh staf Departemen Matematika IPB atas bantuan, pelayanan, dan kerjasamanya selama ini. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tak terhingga juga penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta Andi Datu dan Daeng Niasi yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh kasih sayang demi keberhasilan penulis selama menjalani proses pendidikan, juga kakak dan adik penulis tersayang Andi Srikandi Riski, ST dan Andi Arwan, SKom serta keluarga besar penulis atas doa dan semangatnya. Terakhir tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh mahasiswa Pascasarjana Program Studi Matematika Terapan dan Rumana Sulsel IPB atas segala bantuan dan kebersamaannya selama menghadapi masa-masa terindah maupun tersulit dalam menuntut ilmu, serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tak sempat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2015
Andi Mariani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
1
1 1 2 2 2 2 2 4 5 6 6 7 8 9 9 9 10 12 17 19 25 25 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Opsi Aset yang Mendasari (Underlying Asset) Jenis Opsi Nilai Opsi Persamaan Black-Scholes Proses Harga Saham Persamaan Black-Scholes Standar Model Volatilitas Stokastik Metode Numerik Untuk Harga Opsi 3 METODE PENELITIAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Syarat Awal dan Syarat Batas Diskretisasi Kekonvergenan dari Skema Numerik Solusi dari Sistem Taklinear Simulasi Numerik 5 SIMPULAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Call Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Put Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Butterfly Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Cash or Nothing
20 22 23 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Payoff untuk opsi call dengan K = 40 pada t = T Payoff untuk opsi put dengan K = 40 pada t = T Payoff untuk opsi butterfly dengan 𝐾1 = 20, 𝐾2 = 40, 𝐾3 = 60 pada t = T Payoff untuk opsi cash or nothing dengan K = 40 dan B = 1 pada t = T Harga opsi Call Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk 6 Harga opsi Call untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0 7 Harga opsi Put Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk 8 Harga opsi Put untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0 9 Harga opsi Butterfly Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk 10 Harga opsi Butterfly untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t=0 11 Harga opsi Cash or Nothing Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk 12 Harga opsi Cash or Nothing untuk) kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0
3 3 3 3 19 20 21 21 22 23 24 24
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu aplikasi matematika di bidang keuangan adalah pada masalah investasi. Meningkatnya aktivitas dunia investasi ditunjukkan oleh banyaknya alternatif-alternatif produk investasi. Produk investasi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah opsi. Opsi merupakan suatu bentuk perjanjian berupa kontrak yang memberikan hak kepada pemegang opsi untuk membeli atau menjual aset tertentu dengan harga tertentu dan pada jangka waktu tertentu. Teori penentuan nilai opsi telah dikembangkan sejak tahun 1973 oleh Fisher Black dan Myron Scholes yang berhasil merumuskan masalah penentuan nilai opsi Eropa ke dalam bentuk persamaan diferensial parsial Black Scholes (Black & Scholes 1973). Dalam formula Black-Scholes ada beberapa asumsi yang digunakan, salah satunya adalah volatilitas (variansi harga) bersifat konstan (tetap) selama usia opsi. Asumsi ini mendapatkan banyak bantahan karena tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada pasar sebenarnya (pasar saham), di mana nilai volatilitas memiliki kecenderungan untuk turun dan pada suatu saat akan naik lagi, sehingga menyerupai bentuk smile dan disebut dengan volatility smile (Dupire 1994). Beberapa model yang diusulkan oleh beberapa peneliti untuk memodelkan perilaku volatilitas antara lain model dari Anderson dan Brotherton-Ratcliffe 1998 (Anderson & Brotherton-Ratcliffe 1998), model yang mengasumsikan bahwa volatilitas mengikuti proses acak (Heston 1993), dan model volatilitas stokastik (Hull & White. 1987; Lyons 1995; Avellaneda et al. 1995). Model volatilitas stokastik ini mengasumsikan bahwa proses volatilitas akan berfluktuasi dalam batasan volatilitas minimum dan volatilitas maksimum. Model ini memfokuskan pada penentuan harga ekstrem, atau pada batas atas dan batas bawah dari harga opsi, yang bersesuaian dengan skenario kasus terbaik dan kasus terburuk dengan posisi sebagai penjual maupun posisi pembeli opsi. Model ini berbentuk persamaan diferensial parsial taklinear yang tidak memiliki solusi analitik, sehingga diperlukan suatu metode numerik untuk menentukan solusi harga opsi. Beberapa pendekatan secara numerik dapat dilakukan untuk menentukan harga opsi, antara lain pendekatan numerik dengan metode beda hingga (finite difference method), metode beda hingga upwind (upwind finite difference method) dan metode volume hingga (finite volume method). Metode beda hingga upwind (upwind finite difference method) dan metode volume hingga (finite volume method) terbukti konsisten, stabil dan monoton (Zhang dan Wang 2009; Lesmana dan Wang 2013). Metode beda hingga (finite difference method) dengan metode diskretisasi fully implisit monoton dan konvergen ke solusi viskositas, sedangkan Crank-Nicolson hanya monoton bersyarat (Pooley et al. 2001). Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini yang ingin dikaji adalah perilaku kekonvergenan solusi numerik dengan metode beda hingga upwind, untuk model harga opsi dengan volatilitas stokastik.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku dan kecepatan kekonvergenan metode beda hingga upwind dalam terapannya pada penyelesaian model harga opsi dengan volatilitas stokastik (stochastic volatility model).
2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Opsi Opsi adalah suatu kontrak atau perjanjian antara dua pihak, di mana salah satu pihak (sebagai pembeli opsi) mempunyai hak untuk membeli atau menjual suatu aset tertentu dengan harga yang telah ditentukan, pada atau sebelum waktu yang ditentukan (Hull 2009). Pemegang opsi tidak diwajibkan untuk menggunakan haknya atau akan menggunakan haknya jika perubahan dari harga aset yang mendasarinya akan menghasilkan keuntungan, baik dengan menjual atau membeli aset yang mendasari tersebut. Aset yang Mendasari (Underlying Asset) Aset yang mendasari (underlying asset) adalah aset yang dijadikan sebagai objek atau dasar transaksi. Dalam perdagangan opsi terdapat beberapa aset yang dapat digunakan sebagai aset dasar, antara lain indeks (index), valuta asing (foreign currency), surat berjangka (future) dan saham (stock). Opsi indeks adalah suatu opsi dengan aset berbasis indeks pasar saham. Opsi valuta asing adalah suatu opsi dengan aset berbasis mata uang asing dengan kurs tertentu, opsi berjangka adalah suatu opsi dengan aset berbasis kontrak berjangka. Sedangkan opsi saham adalah suatu opsi dengan aset yang mendasarinya adalah saham. Dalam tulisan ini, underlying asset yang digunakan adalah saham. Jenis Opsi Ada dua jenis opsi yaitu opsi call dan opsi put. Opsi call memberikan hak kepada pembeli untuk membeli suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada harga eksekusi (strike price, exercise price) sampai waktu jatuh tempo. Sedangkan opsi put memberikan hak kepada pembeli untuk menjual suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada harga eksekusi sampai waktu jatuh tempo. Berdasarkan waktu eksekusinya, opsi dibedakan atas opsi tipe Eropa dan opsi tipe Amerika. Opsi Eropa (European option) adalah opsi yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual underlying asset hanya pada waktu jatuh tempo, sedangkan opsi Amerika (American option) memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual underlying asset sebelum atau pada saat jatuh tempo. Dalam (Hull 2009) disebutkan bahwa strategi trading yang melibatkan dua atau lebih opsi yang sama jenisnya, misalnya dua atau lebih call, atau dua atau lebih put disebut sebagai spread. Salah satu strategi spread adalah butterfly spread. Butterfly spread adalah strategi di mana terdapat tiga harga strike yang berbeda.
3 Strategi ini melibatkan pembelian opsi call dengan harga strike 𝐾1 , pembelian opsi call dengan harga strike 𝐾3 yang lebih tinggi dan penjualan dua opsi call dengan harga strike 𝐾2 yang merupakan nilai tengah dari 𝐾1 dan 𝐾3 . Strategi ini dipilih jika investor melihat bahwa harga saham tidak dapat diperkirakan arah kenaikan atau penurunannya. Payoff adalah keuntungan dari opsi. Payoff untuk opsi call, opsi put, opsi butterfly dan opsi cash or nothing (CoN) pada waktu jatuh tempo adalah max(𝑆 − 𝐾, 0) , untuk call max(𝐾 − 𝑆, 0) , untuk put 𝑝𝑎𝑦𝑜𝑓𝑓 = untuk butterfly max(𝑆 − 𝐾1 , 0) − 2 max(𝑆 − 𝐾2 , 0) + max(𝑆 − 𝐾3 , 0) untuk CoN {𝐵(ℋ(𝑆 − 𝐾)) dengan 𝐾, 𝐾1 , 𝐾2 dan 𝐾3 adalah harga strike dari opsi, 𝑆 harga saham, ℋ adalah fungsi heaviside dan 𝐵 adalah konstanta. Fungsi heaviside yang digunakan adalah 0, jika 𝑆 ≤ 𝐾 ℋ={ 1, jika 𝑆 > 𝐾 (Lesmana dan Wang, 2013). Diagram payoff untuk opsi call, opsi put, opsi butterfly dan opsi cash or nothing (CoN) digambarkan pada Gambar 1 – 4
Gambar 1 Payoff untuk opsi call dengan K = 40 pada t = T
Gambar 2 Payoff untuk opsi put dengan K = 40 pada t = T
Gambar 3 Payoff untuk opsi butterfly dengan 𝐾1 = 20 , 𝐾2 = 40 dan 𝐾3 = 60 pada t = T
Gambar 4 Payoff untuk opsi cash or nothing dengan K = 40 dan B = 1 pada t = T
4 Nilai Opsi Nilai opsi adalah besarnya biaya yang dikeluarkan oleh seorang investor untuk mendapatkan kontrak opsi dan pembayarannya dilakukan pada saat kontrak dibuat. Ada beberapa hal yang mempengaruhi nilai opsi, yaitu a) Harga saham (S) Harga saham memiliki pengaruh terhadap perubahan harga opsi, di mana hal tersebut bergantung pada jenis opsi. Untuk opsi call, jika harga saham naik maka harga opsi akan meningkat, sedangkan untuk opsi put, jika harga saham naik maka harga opsi akan turun. b) Harga strike (K) Harga strike merupakan harga jual atau harga beli saham yang tercantum dalam kontrak opsi dan besarnya akan tetap selama umur opsi tersebut. Jika faktor lain diasumsikan tetap, maka semakin rendah harga strike maka akan semakin tinggi harga opsi call, sedangkan untuk opsi put semakin tinggi harga strike maka akan semakin tinggi harga opsi tersebut. c) Waktu jatuh tempo (T) Semakin besar jangka waktu jatuh tempo maka akan semakin besar peluang berubahnya harga saham yang juga akan mempengaruhi perubahan harga opsi. d) Volatilitas (σ) Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga berfluktuasi dalam suatu periode (Lo 2003). Volatilitas atas underlying asset adalah suatu ukuran tingkat ketidakpastian mengenai pergerakan underlying asset tersebut di masa yang akan datang. Jika volatilitas semakin meningkat maka akan semakin meningkat juga peluang underlying asset untuk mengalami peningkatan atau penurunan. e) Tingkat suku bunga bebas risiko (r) Pada tingkat suku bunga bebas risiko yang tinggi, investor akan lebih tertarik untuk membeli opsi daripada membeli saham. Hal ini akan menyebabkan harga opsi naik. f) Dividen (q) Dividen merupakan bagian dari keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Dividen menyebabkan harga saham turun sesaat setelah pembagian dividen, sehingga mempengaruhi harga opsi. Beberapa istilah yang berhubungan dengan harga saham (S) dan harga strike (K), yaitu 1. Opsi call a) Jika 𝑆 > 𝐾, maka opsi call dikatakan dalam keadaan in the money. Pemegang opsi akan mengeksekusi opsi call, yaitu dengan membeli saham dengan harga strike (K), yang lebih kecil dari harga saham (S), kemudian menjualnya di pasar dengan harga sebesar (S), sehingga pemegang opsi tersebut akan mendapatkan imbalan sejumlah 𝑆 − 𝐾. b) Jika 𝑆 = 𝐾, maka opsi call dikatakan dalam keadaan at the money. c) Jika 𝑆 < 𝐾, maka opsi call dikatakan out of the money. 2. Opsi put a) Jika 𝑆 < 𝐾, maka opsi put dikatakan in the money. b) Jika 𝑆 = 𝐾, maka opsi put dikatakan dalam keadaan at the money. c) Jika 𝑆 > 𝐾, maka opsi put dikatakan dalam keadaan out of the money.
5 Persamaan Black-Scholes Black dan Scholes (Black & Scholes 1973) dalam merumuskan nilai suatu opsi mendasarkan pada beberapa asumsi, yaitu 1. Suku bunga bebas risiko, r, adalah konstan untuk semua waktu jatuh tempo. 2. Dimungkinkan adanya short selling terhadap aset (saham). Short selling adalah suatu strategi dalam penjualan saham, di mana investor meminjam dana untuk menjual saham dengan harga tinggi, dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pinjaman saham ke pialangnya pada saat harga saham turun. 3. Perdagangan dari aset yang mendasari bersifat kontinu. 4. Tidak terdapat peluang arbitrase atau peluang untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan harga pasar yang satu dengan pasar yang lain. 5. Tidak ada pembayaran dividen atau keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham selama opsi berlaku. 6. Harga dari aset yang mendasari mengikuti proses Wiener yang mempunyai fungsi kepekatan peluang lognormal. 7. Tidak ada biaya transaksi dalam pembelian atau penjualan aset atau opsi dan tidak ada pajak. Untuk memodelkan persamaan Black-Scholes, diperlukan beberapa definisi istilah yang disebutkan dalam (Ross 2007) dan (Hull 2009) berikut Proses Stokastik Proses stokastik 𝑊 = {𝑊(𝑡), 𝑡 ∈ 𝐻} adalah suatu koleksi (gugus, himpunan, atau kumpulan) dari peubah acak (random variables). Untuk setiap t pada himpunan indeks H, W(t) adalah suatu peubah acak dan t sering diinterpretasikan sebagai waktu (Ross 2007). Gerak Brown Proses stokastik 𝑊 = {𝑊(𝑡), 𝑡 ∈ 𝐻} disebut gerak Brown jika memenuhi persyaratan berikut 1. 𝑊 (0) = 0, 2. Untuk 0 < 𝑡1 < 𝑡2 < ⋯ < 𝑡𝑛 peubah acak ∆𝑊(𝑡𝑖 )=𝑊(𝑡𝑖 ) − 𝑊(𝑡𝑖−1 ), dimana 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑛 saling bebas, 3. Untuk setiap 𝑡 > 0, 𝑊(𝑡) berdistribusi normal dengan rataan 0 dan ragam 𝜎 2 𝑡, (Ross 2007). Proses Wiener Proses Wiener adalah gerak Brown dengan rataan 0 dan variansi 1 (Ross 2007). Proses Wiener Umum (Generalized Wiener Process) Proses Wiener Umum untuk suatu peubah acak S dapat dinyatakan sebagai berikut (1) 𝑑𝑆 = 𝑎𝑑𝑡 + 𝑏𝑑𝑊(𝑡) dengan 𝑎𝑑𝑡 disebut komponen deterministik dan 𝑏𝑑𝑊(𝑡) menyatakan komponen stokastik, serta 𝑊(𝑡) adalah proses Wiener, sedangkan 𝑎 dan 𝑏 masing-masing menyatakan rataan (drift rate) dan standar deviasi (variance rate) dari S (Hull 2009).
6 Proses Ito Proses Ito’ adalah proses Wiener umum dengan 𝑎 dan 𝑏 menyatakan suatu fungsi dari peubah acak S dan waktu t. Secara aljabar proses Ito’ dinyatakan sebagai 𝑑𝑆 = 𝑎(𝑆, 𝑡)𝑑𝑡 + 𝑏(𝑆, 𝑡)𝑑𝑊(𝑡) (2) (Hull 2009). Lemma Ito Misalkan fungsi 𝐹(𝑥, 𝑡) merupakan fungsi kontinu yang dapat diturunkan secara 𝜕𝐹 𝜕𝐹 𝜕2 𝐹
parsial terhadap x dan t, yaitu 𝜕𝑡 , 𝜕𝑥 , 𝜕𝑥 2 ada. Selanjutnya didefinisikan persamaan diferensial stokastik dari variabel x dengan drift rate 𝑎(𝑥, 𝑡) dan variance rate 𝑏 2 (𝑥, 𝑡), 𝑑𝑥 = 𝑎(𝑥, 𝑡)𝑑𝑡 + 𝑏(𝑥, 𝑡)𝑑𝑊, (3) dengan 𝑑𝑊 merupakan gerak Brown, 𝑎 dan 𝑏 adalah fungsi dari x dan t. Maka fungsi 𝐹(𝑥, 𝑡) akan mengikuti proses: 𝜕𝐹 𝜕𝐹 1 2 𝜕 2𝑉 𝜕𝐹 (4) 𝑑𝐹 = { 𝑎(𝑥, 𝑡) + + 𝑏 (𝑥, 𝑡) 2 } + 𝑏(𝑥, 𝑡) 𝑑𝑊 𝜕𝑥 𝜕𝑡 2 𝜕𝑥 𝜕𝑥 (Hull 2009). Proses Harga Saham Hull (2009) menjelaskan bahwa harga saham merupakan variabel stokastik karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dapat ditentukan secara pasti. Faktor-faktor ini dipandang sebagai komponen stokastik yang tidak dapat ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu, perubahan harga saham dapat dimodelkan menggunakan persamaan diferensial stokastik berikut (5) 𝑑𝑆(𝑡) = 𝜇𝑆(𝑡)𝑑𝑡 + 𝜎𝑆(𝑡)𝑑𝑊(𝑡) dengan 𝜇𝑆(𝑡)𝑑𝑡 adalah komponen deterministik, 𝜎𝑆(𝑡)𝑑𝑊(𝑡) adalah komponen stokastik dan 𝑊(𝑡) adalah proses Wiener. Sedangkan 𝜇 dan 𝜎 masing-masing menyatakan rataan dan volatilitas dari harga saham tersebut. Persamaan ini juga dikenal sebagai model pergerakan harga saham. Selanjutnya dari Lemma Itô, diketahui bahwa jika harga saham 𝑆(𝑡) mengikuti model saham pada persamaan (5), maka bentuk persamaan diferensial stokastik untuk sebuah fungsi V(t)= f(S(t),t) dengan 𝑡 ∈ [0, ∞) dapat dinyatakan dalam bentuk 𝜕𝑉
𝑑𝑉(𝑡) = (𝜇𝑆(𝑡) 𝜕𝑆 +
𝜕𝑉 𝜕𝑡
+
1
𝜕2 𝑉
𝜕𝑉
𝜎 2 𝑆(𝑡)2 𝜕𝑆2 ) 𝑑𝑡 + 𝜎𝑆(𝑡) 𝜕𝑆 𝑑𝑊(𝑡). 2
(6)
Solusi dari persamaan (5) adalah 𝜎2 𝑆(𝑇) = 𝑆0 exp {(𝜇 − ) 𝑇 + 𝜎𝑊(𝑇)} 2
(7)
dengan 𝑆0 , 𝑆(𝑇), 𝜇, 𝜎, dan T berturut-turut adalah harga saham pada awal kontrak, harga saham pada saat jatuh tempo, rataan harga saham, volatilitas harga saham, dan waktu jatuh tempo.
7 Persamaan Black-Scholes Standar Dalam Hull (2009) dikemukakan bahwa misalkan 𝑉(𝑆, 𝑡) merupakan nilai opsi pada harga saham S dan pada waktu t. Jika diketahui perubahan harga saham mengikuti proses (8) 𝑑𝑆 = 𝜇𝑆𝑑𝑡 + 𝜎𝑆 𝑑𝑊 maka dari Lemma Ito, proses untuk V berbentuk persamaan (6). Versi diskrit dari persamaan (8) dan (6) adalah (9) ∆𝑆 = 𝜇𝑆∆𝑡 + 𝜎𝑆 ∆𝑊 dan 𝜕𝑉 𝜕𝑉 1 2 2 𝜕 2 𝑉 𝜕𝑉 (10) ∆𝑉 = (𝜇𝑆 + + 𝜎 𝑆 ) ∆𝑡 + 𝜎𝑆 ∆𝑊, 2 𝜕𝑆 𝜕𝑡 2 𝜕𝑆 𝜕𝑆 di mana ∆𝑆 dan ∆𝑉 adalah perubahan harga saham S dan harga opsi V pada selang waktu ∆𝑡. ∆𝑊pada persamaan (9) dan (10) adalah ∆𝑊 = 𝜀√∆𝑡 karena proses Wiener pada persamaan (9) dan (10) adalah sama. Selanjutnya dipilih sebuah portofolio dari saham S dan opsi V sehingga proses Wiener ∆𝑊 dapat dihilangkan. 𝜕𝑉 Portofolio tersebut adalah -1 opsi dan + 𝜕𝑆 saham. Pemegang portofolio ini akan menjual satu opsi dan membeli saham sebanyak tersebut adalah sebesar x, dengan 𝜕𝑉 𝑥 = −𝑉 + 𝑆 𝜕𝑆
𝜕𝑉 𝜕𝑆
. Nilai dari portofolio
Perubahan nilai portfolio ∆𝑥 dalam selang waktu ∆𝑡 adalah 𝜕𝑉 ∆𝑥 = −∆𝑉 + 𝜕𝑆 ∆𝑆. Substitusi (9) dan (10) ke dalam (12), menghasilkan 𝜕𝑉
(11)
(12)
𝜕2 𝑉
1
∆𝑥 = (− 𝜕𝑆 − 2 𝜎 2 𝑆 2 𝜕𝑆2 ) ∆𝑡.
(13)
Portofolio ini dikatakan tidak berisiko karena tidak ada gerak random Brown. Gerak Brown menyebabkan terjadinya ketidakpastian perubahan harga. Portofolio ini dikatakan konstan sehingga portofolio ini mempunyai pendapatan yang sama dengan saham jangka pendek lainnya yang bebas risiko. Jika pendapatan yang diperoleh lebih tinggi dari portofolio ini, maka arbitrageur dapat memperoleh keuntungan dengan cara memilih saham bebas risiko dan menggunakan keuntungan dari saham bebas risiko ini untuk membeli portofolio. Tetapi jika pendapatan yang diperoleh lebih kecil maka arbitrageur dapat memperoleh keuntungan bebas risiko dengan cara memilih portofolio dan menggunakan keuntungan ini untuk membeli aset bebas risiko. Portofolio bebas risiko dapat dinyatakan dengan ∆𝑥 = 𝑟𝑥∆𝑡, dengan r adalah suku bunga bebas risiko. Dengan mensubstitusi x dan ∆𝑥 diperoleh 𝜕𝑉 𝜕𝑉 1 2 2 𝜕 2 𝑉 (14) (𝑟𝑉 − 𝑟𝑆) ∆𝑡 = ( + 𝜎 𝑆 ) ∆𝑡 𝜕𝑆 𝜕𝑆 2 𝜕𝑆 2 1 2
𝜎 2𝑆 2
𝜕2 𝑉 𝜕𝑆 2
+ 𝑟𝑆
𝜕𝑉 𝜕𝑆
+
𝜕𝑉 𝜕𝑡
− 𝑟𝑉 = 0.
Persamaan (15) ini dikenal sebagai persamaan Black-Scholes standar.
(15)
8 Model Volatilitas Stokastik Misalkan 𝜏 = 𝑇 − 𝑡; didefinisikan transformasi 𝑉(𝑆, 𝑡) ≅ 𝑈(𝑆, 𝜏) sehingga persamaan diferensial parsial (15) untuk harga opsi dengan volatilitas stokastik berbentuk 𝜎2 (𝛤)
𝜕2 𝑈
𝜕𝑈
𝑈𝜏 = 2 𝑆 2 𝜕𝑆2 + 𝑟𝑆 𝜕𝑆 − 𝑟𝑈 (16) di mana 𝑆 adalah harga saham, T waktu jatuh tempo, 𝜏 = 𝑇 − 𝑡 𝜖[0, 𝑇], t adalah 𝜕2 𝑈
waktu, 𝛤 = 𝜕𝑆2 adalah turunan parsial kedua U terhadap S, 𝜎(𝛤) adalah volatilitas sebagai fungsi dari 𝛤 , dan 𝑟 adalah suku bunga bebas risiko. Syarat batas untuk persamaan diferensial di atas ketika 𝑆 = 0 adalah 𝑈𝜏 = −𝑟𝑈. (17) Sedangkan pada saat 𝑆 ⟶ ∞, syarat batasnya adalah 𝑈 ≃ 𝐴(𝜏)𝑆 + 𝐵(𝜏), (18) di mana A dan B dapat dihitung dengan penalaran keuangan. Dalam praktiknya, kita menggunakan domain komputasi yang terbatas sehingga syarat (18) diterapkan pada nilai yang terbatas 𝑆𝑚𝑎𝑥 . Volatilitas diasumsikan berada pada selang 𝜎𝑚𝑖𝑛 ≤ 𝜎(𝛤) ≤ 𝜎𝑚𝑎𝑥 dengan rentang nilai volatilitas yang demikian, persamaan (16) adalah taklinear dan tidak memiliki solusi khusus. Namun, nilai kasus terbaik maupun kasus terburuk diharapkan khusus. Nilai-nilai tersebut diperoleh dengan memaksimumkan maupun meminimumkan persamaan (16) dengan cara memilih 𝜎 berdasarkan nilai dari 𝜕2 𝑉
𝛤 = 2 . Secara khusus, jika kita mempertimbangkan kasus terburuk untuk 𝜕𝑆 investor dengan posisi sebagai pembeli opsi, maka nilai 𝜎 2 (𝛤) adalah 𝜎2 jika 𝛤 ≤ 0 𝜎 2 (𝛤) = { 2𝑚𝑎𝑥 (19) 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝛤 > 0. Berdasarkan persamaan (16) dapat dilihat bahwa kasus terburuk bagi investor terjadi ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah yang terkecil. Jika 2 𝛤 ≤ 0, maka 𝜎 2 (𝛤) yang dipilih adalah 𝜎𝑚𝑎𝑥 , sehingga nilai opsi yang diperoleh 2 2 adalah yang terkecil. Jika 𝛤 > 0, maka 𝜎 (𝛤) yang dipilih adalah 𝜎𝑚𝑖𝑛 , sehingga nilai opsi yang diperoleh adalah yang terkecil. Di sisi lain, kasus terbaik untuk investor dengan posisi sebagai pembeli opsi, 𝜎2 jika 𝛤 > 0 𝜎 2 (𝛤) = { 2𝑚𝑎𝑥 (20) 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝛤 ≤ 0. Kasus terbaik bagi investor adalah ketika tambahan nilai opsi yang diperoleh adalah 2 yang terbesar. Jika 𝛤 > 0, maka 𝜎 2 (𝛤) yang dipilih adalah 𝜎𝑚𝑎𝑥 , sehingga nilai 2 opsi yang diperoleh adalah yang maksimal. Jika 𝛤 ≤ 0, maka 𝜎 (𝛤) yang dipilih 2 adalah 𝜎𝑚𝑖𝑛 , sehingga nilai opsi yang diperoleh adalah yang maksimal. Sedangkan untuk investor dengan posisi sebagai penjual opsi, kasus terbaik dan kasus terburuknya adalah kebalikan dari (19) dan (20). Metode Numerik untuk Harga Opsi Niwiga (2005) mengemukakan bahwa beberapa pendekatan secara numerik dapat dilakukan untuk menentukan harga opsi, antara lain pendekatan numerik dengan metode beda hingga (finite difference method), dan metode volume hingga
9 (finite volume method). Metode beda hingga upwind (upwind finite difference method) adalah bagian dari metode beda hingga yang juga merupakan salah satu metode numerik untuk menyelesaikan suatu persamaan diferensial dengan mengaproksimasi turunan-turunan variabel pada persamaan tersebut menjadi sistem persamaan linear atau taklinear. Untuk menerapkan metode beda hingga pada suatu permasalah persamaan diferensial parsial, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu: diskretisasi dari suatu persamaan, bentuk aproksimasi beda hingga, kondisi syarat akhir dan syarat batas, serta kestabilan dari skema beda hingga tersebut. Pooley et al (2001) mengungkapkan bahwa metode beda hingga (finite difference method) dengan metode diskretisasi fully implisit menghasilkan skema yang monoton dan konvergen ke solusi viskositas, sedangkan metode CrankNicolson hanya monoton bersyarat. Metode beda hingga upwind digunakan dalam penyelesaian persamaan diferensial untuk menghasilkan suatu matriks sistem yang disebut matriks-M (Lesmana & Wang 2013). Definisi Matriks M Matriks M merupakan matriks tridiagonal dengan invers matriks bernilai positif dimana diagonal utama bernilai positif dan elemen yang lainnya bernilai takpositif. Atau, misalkan A adalah suatu matriks taksingular berukuran 𝑛 × 𝑛, dengan 𝑎𝑖𝑗 ≤ 0 untuk setiap 𝑖 ≠ 𝑗, 1 ≤ 𝑖,𝑗 ≤ 𝑛 dan 𝑎𝑖𝑗 > 0 untuk setiap 𝑖 = 𝑗 dan 𝑎𝑖𝑖 ≥ ∑𝑛𝑗=1,𝑖≠𝑗| 𝑎𝑖𝑗 |, maka matriks A disebut matriks M (Fujimoto & Ranade 2004).
3 METODE PENELITIAN Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah 1. melakukan diskretisasi untuk model Black-Scholes taklinear menggunakan metode diskretisasi beda hingga upwind untuk diskretisasi ruang dan metode implisit untuk diskretisasi waktu, 2. menguji kekonvergenan skema numerik metode beda hingga upwind, 3. melakukan simulasi numerik untuk menunjukkan akurasi dari metode diskretisasi beda hingga upwind.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada tahap ini, akan dilakukan diskretisasi untuk model Black-Scholes taklinear dengan terlebih dahulu menentukan syarat awal dan syarat batasnya. Selanjutnya, diperiksa kekonvergenan skema diskretisasi beda hingga upwind dengan membuktikan kemonotonan, kestabilan dan kekonsistenannya. Terakhir dilakukan simulasi numerik untuk menentukan orde kekonvergenan dari metode beda hingga upwind. Syarat Awal dan Syarat Batas Persamaaan Black-Scholes taklinear mempunyai domain 𝑆 ∈ (0, ∞) , maka untuk perhitungan komputasi perlu dipotong menjadi 𝑆 ∈ (0, 𝑆𝑚𝑎𝑥 ), dengan 𝑆𝑚𝑎𝑥 merupakan nilai yang cukup besar yang menjamin akurasi dari solusi. Syarat
10 awal dan syarat batas untuk persamaaan Black-Scholes taklinear adalah sebagai berikut (21) 𝑈(𝑆, 0) = 𝑔1 (𝑆), 𝑆 ∈ (0, 𝑆𝑚𝑎𝑥 ), (22) 𝑈(0, 𝜏) = 𝑔2 (𝜏), 𝜏 ∈ (0, 𝑇], (𝜏), (23) 𝑈(𝑆𝑚𝑎𝑥 , 𝜏) = 𝑔3 𝜏 ∈ (0, 𝑇], dengan 𝑔1 , 𝑔2 , dan 𝑔3 adalah suatu fungsi yang diberikan dengan 𝑔1 (0) = 𝑔2 (0) dan 𝑔1 (𝑆𝑚𝑎𝑥 ) = 𝑔3 (0). Fungsi 𝑔1 , 𝑔2 , dan 𝑔3 dipilih berdasarkan tipe opsi, di mana dalam penelitiaan ini opsi yang akan digunakan adalah opsi Eropa yaitu opsi vanilla call, vanilla put, butterfly, dan cash or nothing (CoN) dengan syarat awal dan syarat batas sebagai berikut max(S-K,0) untuk call max(K-S,0) untuk put 𝑔1 = max(S-𝐾1 ,0)-2 max(S-𝐾2 ,0) + max(S-𝐾3 ,0) untuk butterfly {B×ℋ(S-K) untuk CoN 0 untuk 𝑐𝑎𝑙𝑙 𝐾𝑒 −𝑟𝜏 untuk 𝑝𝑢𝑡 𝑔2 = { 0 untuk 𝑏𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟𝑓𝑙𝑦 0 untuk 𝐶𝑜𝑁 𝑆𝑚𝑎𝑥 − 𝐾𝑒 −𝑟𝜏 untuk 𝑐𝑎𝑙𝑙 0 untuk 𝑝𝑢𝑡 𝑔3 = { 0 untuk 𝑏𝑢𝑡𝑡𝑒𝑟𝑓𝑙𝑦 𝐵𝑒 −𝑟𝜏 untuk 𝐶𝑜𝑁 dengan ℋ adalah fungsi heaviside, 𝐵 adalah konstanta, 𝐾, 𝐾1 , 𝐾2 , dan 𝐾3 adalah harga strike. Fungsi heaviside yang digunakan adalah 0, jika 𝑆 ≤ 𝐾 ℋ={ 1, jika 𝑆 > 𝐾 (Lesmana & Wang 2013). Diskretisasi Persamaan Black-Scholes taklinear (16) akan diaproksimasi dengan mendiskretisasi variabel harga dan waktu. Untuk diskretisasi harga, misalkan 𝐼 = (0, 𝑆𝑚𝑎𝑥 ) dibagi menjadi 𝑀 sub-interval, di mana 𝐼𝑖 = (𝑆𝑖 , 𝑆𝑖+1 ), 𝑖 = 0,1, … . , 𝑀 − 1 dengan 0 = 𝑆0 < 𝑆1 < ⋯ < 𝑆𝑀 = 𝑆𝑚𝑎𝑥 , dan untuk setiap 𝑖 = 0,1, … . , 𝑀 − 1 dimisalkan ℎ𝑖 = ℎ = 𝑆𝑖+1 − 𝑆𝑖 , . Untuk diskretisasi waktu, misalkan 𝜏 = (0, 𝑇) dibagi menjadi 𝑁 sub-interval, di mana 𝜏𝑛 = (𝜏𝑛 , 𝜏𝑛+1 ), 𝑛 = 0,1, … . , 𝑁 − 1 dengan 0 = 𝜏0 < 𝜏1 < ⋯ < 𝜏𝑛 = 𝑇 dan untuk setiap 𝑛 = 0,1, … . , 𝑁 − 1 dimisalkan ∆𝜏𝑛 = 𝜏𝑛+1 − 𝜏𝑛 . Aproksimasi turunan parsial pertama dan kedua diperoleh dari ekspansi deret Taylor. Untuk sembarang 𝑊 𝑛 = (𝑊0𝑛 , 𝑊1𝑛 , … , 𝑊𝑀𝑛 )𝑇 dan 𝑊𝑖 = (𝑊𝑖0 , 𝑊𝑖1 , … , 𝑊𝑖𝑁 )𝑇 dengan 𝑖 = 0,1, … . , 𝑀 dan 𝑛 = 0,1, … . , 𝑁 , turunan pertama dan turunan kedua mengikuti operator beda hingga berikut 𝑊𝑖𝑛+1 − 𝑊𝑖𝑛 (24) (𝛿𝜏 𝑊𝑖 )(𝑛) = ∆𝜏𝑛
11 𝑛 𝑊𝑖+1 − 𝑊𝑖𝑛
𝑛
𝑛
𝑊 −𝑊 (25) , (𝛿𝑆− 𝑊 𝑛 )(𝑖) = 𝑖 ℎ 𝑖−1 ℎ + 𝑛 − 𝑛 (𝛿𝑆 𝑊 )(𝑖) − (𝛿𝑆 𝑊 )(𝑖) (𝛿𝑆𝑆 𝑊 𝑛 )(𝑖) = 2ℎ/2 (26) 𝑛 𝑛 𝑊𝑖−1 − 2 𝑊𝑖𝑛 + 𝑊𝑖+1 = ℎ2 Dengan menggunakan persamaan (24) - (26), persamaan Black-Scholes taklinear (16) diaproksimasi mengikuti bentuk metode beda hingga upwind berikut 1 𝛿𝜏 𝑈𝑖 (𝑛) − 2 𝜎 2 ((𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖) − (27) 1+𝑠𝑖𝑔𝑛(𝑟) 1−𝑠𝑖𝑔𝑛(𝑟) (𝛿𝑆+ 𝑈 𝑛+1 )(𝑖) − ( (𝛿𝑆− 𝑈 𝑛+1 )(𝑖) + 𝑟𝑈𝑖𝑛+1 = 0. ( ) 𝑟𝑆 ) 𝑟𝑆 𝑖 𝑖 2 2 Karena nilai 𝑟 > 0, persamaan di atas menjadi: 1 𝛿𝜏 𝑈𝑖 (𝑛) − 2 𝜎 2 ((𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖) − 𝑟𝑆𝑖 (𝛿𝑆+ 𝑈 𝑛+1 )(𝑖) + (28) 𝑟𝑈𝑖𝑛+1 = 0. Selanjutnya diperoleh 1 1 1 𝑛+1 𝑈𝑖−1 (− 2ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 ) + 𝑈𝑖𝑛+1 (∆𝜏 + ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 + 𝑛 (29) 𝑈𝑖𝑛 𝑟𝑆𝑖 1 𝑟𝑆𝑖 𝑛+1 2 2 𝑛+1 + 𝑟) + 𝑈 (− 𝜎 (𝛿 𝑈 )(𝑖)𝑆 − ) = . 𝑆𝑆 𝑖+1 𝑖 ℎ 2ℎ2 ℎ ∆𝜏
(𝛿𝑆+ 𝑊 𝑛 )(𝑖) =
𝑛
Untuk penyederhanaan, persamaan (29) dapat dituliskan menjadi bentuk 1
𝑛+1 𝑛+1 𝛼𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 )𝑈𝑖−1 + 𝛽𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 )𝑈𝑖𝑛+1 + 𝛾𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) 𝑈𝑖+1 = ∆𝜏 𝑈𝑖𝑛 , 𝑛
untuk 𝑖 = 1, … . , 𝑀 − 1 dan 𝑛 = 1, … . , 𝑁 − 1, di mana 1 𝛼𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) = − 2ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 , 𝛽𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) =
1
∆𝜏𝑛
1
+ ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 +
1
𝛾𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) = − 2ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 −
𝑟𝑆𝑖
𝑟𝑆𝑖
ℎ
(30) (31)
+ 𝑟,
(32)
.
(33) Berdasarkan syarat (21) - (23), didefinisikan syarat awal dan syarat batas untuk persamaan (30) adalah sebagai berikut 𝑛 (34) 𝑈𝑖0 = 𝑔1 (𝑆𝑖 ) 𝑈0𝑛 = 𝑔2 (𝜏𝑛 ) 𝑈𝑀 = 𝑔3 (𝜏𝑛 ) untuk 𝑖 = 1, 2, … . , 𝑀 − 1 dan 𝑛 = 1, … . , 𝑁 , sehingga persamaan (30) dapat dituliskan menjadi bentuk matriks berikut
̂ 𝑛+1 = 𝐴𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) 𝑈
1
∆𝜏𝑛
ℎ
̂ 𝑛 + 𝐵 𝑛+1 , 𝑈
(35)
untuk 𝑛 = 1, … . , 𝑁 − 1, di mana
𝑘 ̂ 𝑘 = (𝑈1𝑘 , 𝑈2𝑘 , … , 𝑈𝑀−1 )𝑇 untuk 𝑘 = 𝑛, 𝑛 + 1 𝑈
𝑛+1 𝑛+1 )𝑇 𝐵 𝑛+1 = (−𝛼1𝑛+1 𝑈0𝑛+1 , 0, … ,0, −𝛾𝑀−1 𝑈𝑁 𝑛+1 𝛽𝑛+1 𝛾 0 1 1
𝛼𝑛+1 2 𝑛+1
𝐴
(𝑈
𝑛+1 )
0 ⋮
=
[
0 0 0
𝛽𝑛+1 2 𝛼𝑛+1 3 ⋮ 0 0 0
… … …
0 0 0
0 0 0
0 0 0
⋮
⋱
0 0 0
⋯ … …
⋮ 𝛽𝑛+1 𝑀−3
⋮ 𝛾𝑛+1 𝑀−3
⋮ 0
𝛾𝑛+1 2 𝛽𝑛+1 3
𝛼𝑛+1 𝑀−2
𝛽𝑛+1 𝑀−2
0
𝛼𝑛+1 𝑀−1
𝛾𝑛+1 𝑀−2
𝛽𝑛+1 𝑀−1 ]
12 Teorema 1. Matriks-M Untuk sembarang 𝑛 = 0, 1, … , 𝑁, 𝐴𝑛 = (𝐴𝑛𝑖𝑗 ) adalah suatu matriks-M untuk 𝑈 𝑛 yang diberikan. Bukti: Untuk membuktikan Teorema 1, harus ditunjukkan bahwa untuk 𝑖 = 1, , … , 𝑀 − 1 (36) 𝛼𝑖𝑛 < 0, 𝛽𝑖𝑛 > 0, 𝛾𝑖𝑛 < 0 (37) 𝛽𝑖𝑛 ≥ |𝛼𝑖𝑛 | + |𝛾𝑖𝑛 | 𝑛+1 Untuk matriks 𝐴 , dari persamaan (31) - (33) dapat dilihat bahwa syarat (36) 1 terpenuhi. Selanjutnya syarat (37), karena 𝑟 ≥ 0 dan ≥ 0 maka ∆𝜏𝑛 1 𝛽𝑖𝑛+1 ≥ |𝛼𝑖𝑛+1 | + |𝛾𝑖𝑛+1 | + 𝑟 + ∆𝜏𝑛 𝑛+1 𝑛+1 (38) ≥ |𝛼𝑖 | + |𝛾𝑖 |. 𝑛 Dari definisi 𝐴𝑛 = (𝐴𝑖𝑗 ) dan berdasarkan (38), diperoleh 𝑀−1
𝐴𝑛𝑖𝑗
≤ 0,
𝐴𝑛𝑖𝑖
𝑖 ≠ 𝑗,
> 0,
𝐴𝑛𝑖𝑖
> ∑ |𝐴𝑛𝑖𝑗 |
∎
𝑗=1
Dengan demikian, 𝐴𝑛 merupakan matriks-M karena matriks tridiagonal 𝐴𝑛 memiliki diagonal utama yang bernilai positif dan elemen di atas dan di bawah diagonal utama bernilai takpositif. Kekonvergenan dari Skema Numerik Barles (1997) telah menunjukkan bahwa metode numerik dikatakan konvergen ke solusi viskositas jika metode tersebut terbukti konsisten, stabil dan monoton. Pada bagian ini akan ditunjukkan bahwa skema diskretisasi metode beda hingga upwind yang digunakan memenuhi syarat konvergen tersebut. Untuk 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑀 − 1 dan 0 ≤ 𝑛 ≤ 𝑁 − 1 didefinisikan suatu fungsi 𝑛+1 𝐹𝑖 dengan 𝑛+1 𝑛+1 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 , 𝑈𝑖−1 , 𝑈𝑖𝑛 ) = 0 di mana 𝐹𝑖𝑛+1 = (−
𝑟𝑆𝑖 ℎ
1
𝑛+1 ) 𝑈𝑖+1 + (∆𝜏 +
𝑈𝑛
+ 𝑟) 𝑈𝑖𝑛+1 − ∆𝜏𝑖 −
ℎ 𝑛+1
𝑛 (39) 𝜎 ((Γ )(𝑖))(Γ )(𝑖). ℎ2 Berikut ini adalah pembuktian sifat kemonotonan, kestabilan dan kekonsistenan dari skema diskretisasi beda hingga upwind yang menjadi syarat skema tersebut konvergen ke solusi viskositas.
1
𝑛
𝑟𝑆𝑖
2
𝑛+1
Kemonotonan Kemonotonan skema diskretisasi (39) ditunjukkan dengan pembuktian Lemma 1. Lemma 1 Untuk sembarang 𝜀 > 0 dan 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑀 − 1, berlaku 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 + 𝜀, 𝑈𝑖−1 + 𝜀, 𝑈𝑖𝑛 + 𝜀) ≤ 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 , 𝑈𝑖−1 , 𝑈𝑖𝑛 ) dan 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 , 𝑈𝑖−1 , 𝑈𝑖𝑛 ) ≥ 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 + 𝜀, 𝑈𝑖−1 + 𝜀, 𝑈𝑖𝑛 + 𝜀).
13 Bukti: 𝑟𝑆 1 1 𝑟𝑆 Karena − ℎ 𝑖 ≤ 0, ∆𝜏 > 0 dan ∆𝜏 + ℎ 𝑖 + 𝑟 > 0, maka tiga bagian pertama pada 𝑛
𝑛
𝑛+1 , naik ruas kanan dari persamaan (39) secara berturut-turut tak naik terhadap 𝑈𝑖+1 terhadap 𝑈𝑖𝑛+1 dan turun terhadap 𝑈𝑖𝑛 . 𝑇
Misalkan 𝐸𝑘 = (0, 0, … , ⏟ 1 , 0, … , 0) adalah suatu matriks berukuran 𝑀 − 1 × 1. 𝑘
Berdasarkan definisi 𝛿𝑆𝑆 (26), diperoleh 𝑛+1 𝑛+1 (𝑈𝑖−1 + 𝜀) − (2𝑈𝑖𝑛+1 ) + (𝑈𝑖+1 + 𝜀) 𝑛+1 𝛿𝑆𝑆 (𝑈 + 𝜀𝐸𝑖−1 + 𝜀𝐸𝑖+1 )(𝑖) = 2 ℎ 𝑛+1 𝑛+1 𝑈𝑖−1 + 𝜀 − 2𝑈𝑖𝑛+1 + 𝑈𝑖+1 +𝜀 = 2 ℎ 𝜀 𝑛+1 = (𝛿𝑆𝑆 𝑈 )(𝑖) + 2 ℎ 1 = (Γ 𝑛+1 )(𝑖) ∆𝜏𝑛 dan 𝑛+1 𝑛+1 (𝑈𝑖−1 ) − 2(𝑈𝑖𝑛+1 + 𝜀) + (𝑈𝑖+1 ) 𝑛+1 (𝑈 )(𝑖) 𝛿𝑆𝑆 + 𝜀𝐸𝑖 = ℎ2 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝑈𝑖−1 − 2𝑈𝑖 − 2𝜀 + 𝑈𝑖+1 = ℎ2 2𝜀 = (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖) − 2 ℎ 2𝜀 = (Γ 𝑛+1 )(𝑖) − ℎ2. 1
Lebih lanjut diperiksa tanda pada bagian tak-linear − ℎ2 𝜎 2 ((Γ 𝑛+1 )(𝑖))(Γ 𝑛+1 )(𝑖), di mana 𝜎 2 (Γ) didefinisikan untuk kasus terbaik dan kasus terburuk dengan 𝜎2 jika 𝛤 ≤ 0 𝜎 2 (𝛤) = { 2𝑚𝑎𝑥 Kasus Terburuk 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝛤 > 0. 𝜎2 jika 𝛤 > 0 𝜎 2 (𝛤) = { 2𝑚𝑎𝑥 Kasus Terbaik 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝛤 ≤ 0. Kasus 1 dan Kasus 2 adalah kasus terburuk untuk investor dengan posisi sebagai pembeli opsi (long position). Kasus 3 dan kasus 4 adalah kasus terbaik untuk investor dengan posisi sebagai pembeli opsi (long position).
Kasus 1 : Kasus terburuk untuk pembeli opsi ketika nilai 𝛤𝑖𝑛+1 ≤ 0. 2 Untuk 𝛤𝑖𝑛+1 ≤ 0, menunjukkan bahwa 𝜎 2 (𝛤𝑖𝑛+1 )= 𝜎𝑚𝑎𝑥 > 0, sehingga 𝜎2
𝜎2
− ℎ2 (𝛤 𝑛+1 (𝑖))(𝛤 𝑛+1 (𝑖))= − 𝑚𝑎𝑥 (𝛤 𝑛+1 (𝑖)) ℎ2 𝜎 2 (𝑆, 𝛤) . 𝛤 = 𝜎 2 (𝑆, 𝑍) . 𝑍. Misalkan untuk sembarang 𝑆, 𝑍1 dan 𝑍2 , dengan 𝑍1 dan 𝑍2 ≤ 0, 1 1 2 )𝑍 2 − 2 (𝜎 2 (𝑆, 𝑍1 )𝑍1 − 𝜎 2 (𝑆, 𝑍2 )𝑍2 ) = − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) ℎ ℎ untuk 𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0, dengan 𝑍1 < 𝑍2 , maka 1 1 2 2 )𝑍 2 − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 (𝑍1 − 𝑍2 ) ℎ ℎ ≥0
14 untuk 𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0, dengan 𝑍1 > 𝑍2 , maka 1 1 2 2 )𝑍 2 − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 (𝑍1 − 𝑍2 ) ℎ ℎ ≤ 0. Atau −
1 2 )𝑍 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) ℎ2 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) ≥ 0; − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 ={ ℎ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) ≤ 0; − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 ℎ
jika 𝑍1 < 𝑍2
𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0
jika 𝑍1 > 𝑍2
𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0
Kasus 2: Kasus terburuk untuk pembeli opsi ketika nilai 𝛤𝑖𝑛+1 > 0. 2 Untuk 𝛤𝑖𝑛+1 > 0, menunjukkan bahwa 𝜎 2 (𝛤𝑖𝑛+1 )= 𝜎𝑚𝑖𝑛 > 0, sehingga 𝜎2
𝜎2
− ℎ2 (𝛤 𝑛+1 (𝑖))(𝛤 𝑛+1 (𝑖))= − 𝑚𝑖𝑛 (𝛤 𝑛+1 (𝑖)) ℎ2 𝜎 2 (𝑆, 𝛤) . 𝛤 = 𝜎 2 (𝑆, 𝑍) . 𝑍. Misalkan untuk sembarang 𝑆, 𝑍1 dan 𝑍2 , dengan 𝑍1 dan 𝑍2 > 0, 1 1 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) − 2 (𝜎 2 (𝑆, 𝑍1 )𝑍1 − 𝜎 2 (𝑆, 𝑍2 )𝑍2 ) = − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ ℎ Untuk 𝑍1 , 𝑍2 > 0, dengan 𝑍1 < 𝑍2 , maka 1 2 1 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 (𝑍1 − 𝑍2 ) − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ ℎ >0 Untuk 𝑍1 , 𝑍2 > 0, dengan 𝑍1 > 𝑍2 , maka 1 2 1 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 (𝑍1 − 𝑍2 ) − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ ℎ < 0. Atau 1 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) > 0; − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝑍1 < 𝑍2 𝑍1 , 𝑍2 > 0 ℎ ={ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) < 0; − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝑍1 > 𝑍2 𝑍1 , 𝑍2 > 0 ℎ Kasus 3: Kasus terbaik untuk pembeli opsi ketika nilai 𝛤𝑖𝑛+1 > 0. 2 Untuk 𝛤𝑖𝑛+1 > 0, menunjukkan bahwa 𝜎 2 (𝛤𝑖𝑛+1 )= 𝜎𝑚𝑎𝑥 > 0, sehingga 𝜎2
𝜎2
− ℎ2 (𝛤 𝑛+1 (𝑖))(𝛤 𝑛+1 (𝑖))= − 𝑚𝑎𝑥 (𝛤 𝑛+1 (𝑖)) ℎ2 𝜎 2 (𝑆, 𝛤) . 𝛤 = 𝜎 2 (𝑆, 𝑍) . 𝑍. Misalkan untuk sembarang 𝑆, 𝑍1 dan 𝑍2 , dengan 𝑍1 dan 𝑍2 > 0, 1 1 2 )𝑍 2 − 2 (𝜎 2 (𝑆, 𝑍1 )𝑍1 − 𝜎 2 (𝑆, 𝑍2 )𝑍2 ) = − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) ℎ ℎ untuk 𝑍1 , 𝑍2 > 0, dengan 𝑍1 < 𝑍2 , maka 1 1 2 2 )𝑍 2 − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 (𝑍1 − 𝑍2 ) > 0 ℎ ℎ
15 untuk 𝑍1 , 𝑍2 > 0, dengan 𝑍1 > 𝑍2 , maka 1 1 2 2 )𝑍 2 − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 (𝑍1 − 𝑍2 ) ℎ ℎ < 0. Atau 1 2 )𝑍 2 − 2 ((𝜎𝑚𝑎𝑥 1 − (𝜎𝑚𝑎𝑥 )𝑍2 ) ℎ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) > 0; − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 jika 𝑍1 < 𝑍2 𝑍1 , 𝑍2 > 0 ℎ ={ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) < 0; − 2 𝜎𝑚𝑎𝑥 jika 𝑍1 > 𝑍2 𝑍1 , 𝑍2 > 0 ℎ Kasus 4: Kasus terbaik untuk pembeli opsi ketika nilai 𝛤𝑖𝑛+1 ≤ 0. 2 Untuk 𝛤𝑖𝑛+1 ≤ 0, menunjukkan bahwa 𝜎 2 (𝛤𝑖𝑛+1 )= 𝜎𝑚𝑖𝑛 > 0, sehingga 𝜎2
𝜎2
− ℎ2 (𝛤 𝑛+1 (𝑖))(𝛤 𝑛+1 (𝑖))= − 𝑚𝑖𝑛 (𝛤 𝑛+1 (𝑖)) ℎ2 𝜎 2 (𝑆, 𝛤) . 𝛤 = 𝜎 2 (𝑆, 𝑍) . 𝑍. Misalkan untuk sembarang 𝑆, 𝑍1 dan 𝑍2 , dengan 𝑍1 dan 𝑍2 > 0, 1 1 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) − 2 (𝜎 2 (𝑆, 𝑍1 )𝑍1 − 𝜎 2 (𝑆, 𝑍2 )𝑍2 ) = − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ ℎ untuk 𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0, dengan 𝑍1 < 𝑍2 , maka 1 1 2 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 (𝑍1 − 𝑍2 ) − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ ℎ ≥0 untuk 𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0, dengan 𝑍1 > 𝑍2 , maka 1 1 2 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) = − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 (𝑍1 − 𝑍2 ) − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ ℎ ≤ 0. Atau 1 2 2 )𝑍1 − (𝜎𝑚𝑖𝑛 )𝑍2 ) − 2 ((𝜎𝑚𝑖𝑛 ℎ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) ≥ 0; − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝑍1 < 𝑍2 𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0 ={ ℎ 1 2 (𝑍1 − 𝑍2 ) ≤ 0; − 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 jika 𝑍1 > 𝑍2 𝑍1 , 𝑍2 ≤ 0 ℎ Sehingga untuk sembarang 𝜀 > 0 dan 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑀 − 1 diperoleh gabungan bagian linear dan bagian taklinear dari persamaan (39) sebagai berikut 𝑛+1 𝑛+1 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 + 𝜀, 𝑈𝑖−1 + 𝜀, 𝑈𝑖𝑛 + 𝜀) 𝑟𝑆𝑖 1 𝑟𝑆𝑖 1 𝑛+1 (𝑈 𝑛 + 𝜀) = (− ) ( 𝑈𝑖+1 + 𝜀) + ( + + 𝑟) 𝑈𝑖𝑛+1 − ℎ ∆𝜏𝑛 ℎ ∆𝜏𝑛 𝑖 1 𝜀 𝜀 − 2 𝑆𝑖2 [𝜎 2 (𝑢𝑖𝑛+1 + 2 )] (𝑢𝑖𝑛+1 + 2 ) ℎ ℎ ℎ 𝑛+1 𝑛+1 , 𝑈𝑖−1 , 𝑈𝑖𝑛 ) ≤ 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 dan,
16 𝑛+1 𝑛+1 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 + 𝜀, 𝑈𝑖+1 , 𝑈𝑖−1 , 𝑈𝑖𝑛 ) 1 𝑟𝑆𝑖 1 𝑟𝑆𝑖 𝑛+1 )+( (𝑈 𝑛 ) + + 𝑟) ( 𝑈𝑖𝑛+1 + 𝜀) − = (− ) ( 𝑈𝑖+1 ∆𝜏𝑛 ℎ ∆𝜏𝑛 𝑖 ℎ 2𝜀 2𝜀 1 − 2 𝑆𝑖2 [𝜎 2 (𝑢𝑖𝑛+1 − 2 )] (𝑢𝑖𝑛+1 − 2 ) ℎ ℎ ℎ 𝑛+1 𝑛+1 ≥ 𝐹𝑖𝑛+1 (𝑈𝑖𝑛+1 , 𝑈𝑖+1 ∎ , 𝑈𝑖−1 , 𝑈𝑖𝑛 ). Skema yang memenuhi Lemma 1, disebut sebagai skema yang monoton. Skema diskretisasi (30) memenuhi Lemma 1, sehingga skema diskretisasi (30) terbukti monoton.
Kestabilan Kestabilan dari skema diskretisasi (30) dibuktikan dengan Lemma 2. Lemma 2
𝑇
𝑛+1 ̂ 𝑛+1 )𝑇 , 𝑈𝑀 ̂ 𝑛+1 ) dengan 𝑈 Untuk setiap 0 ≤ 𝑛 ≤ 𝑁 − 1 , 𝑈 𝑛+1 = (𝑈0𝑛+1 , (𝑈 adalah solusi dari (35), berlaku ∥ 𝑈 𝑛+1 ∥∞ ≤ max{∥ 𝑔1 ∥∞ , ∥ 𝑔2 ∥∞ , ∥ 𝑔3 ∥∞ } (40) di mana 𝑔1 , 𝑔2 dan 𝑔3 adalah syarat awal dan syarat batas (21) – (23) dan ‖. ‖∞ adalah norm 𝑙∞ .
Bukti: Untuk sembarang 0 ≤ 𝑛 ≤ 𝑁 − 1, persamaan (30) dapat dituliskan sebagai berikut 1 𝑛 𝑛+1 𝑛+1 𝛽𝑖𝑛+1 𝑈𝑖𝑛+1 = −𝛼𝑖𝑛+1 𝑈𝑖−1 − 𝛾𝑖𝑛+1 𝑈𝑖+1 + 𝑈 ∆𝜏𝑛 𝑖 untuk tiap 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑀 − 1. Perlu diingat kembali bahwa 𝛼𝑖𝑛+1 < 0, 𝛾𝑖𝑛+1 < 0 dan 𝛽𝑖𝑛+1 > 0. Dari bentuk di atas diperoleh 1 𝑛+1 𝑛+1 |𝑈 𝑛 | 𝛽𝑖𝑛+1 |𝑈𝑖𝑛+1 | ≤ −𝛼𝑖𝑛+1 |𝑈𝑖−1 | − 𝛾𝑖𝑛+1 |𝑈𝑖+1 |+ ∆𝜏𝑛 𝑖 1 𝑛+1 𝑛+1 ‖𝑈 𝑛 ‖ ≤ −𝛼𝑖𝑛+1 ‖𝑈𝑖−1 ‖∞ − 𝛾𝑖𝑛+1 ‖𝑈𝑖+1 ‖∞ + ∆𝜏𝑛 𝑖 ∞ untuk 1 ≤ 𝑖 ≤ 𝑀 − 1. Jika ∥ 𝑈 𝑛+1 ∥∞ = |𝑈𝑘𝑛+1 | untuk 𝑘 ∈ {1,2, … , 𝑀 − 1}, maka persamaan berikut 1 𝑛+1 𝑛+1 ‖𝑈 𝑛 ‖ 𝛽𝑖𝑛+1 ‖𝑈𝑖𝑛+1 ‖∞ ≤ −𝛼𝑖𝑛+1 ‖𝑈𝑖−1 ‖∞ − 𝛾𝑖𝑛+1 ‖𝑈𝑖+1 ‖∞ + ∆𝜏𝑛 𝑖 ∞ dengan 𝑖 = 𝑘 menjadi 1 (𝛼𝑖𝑛+1 + 𝛽𝑖𝑛+1 + 𝛾𝑖𝑛+1 )‖𝑈 𝑛+1 ‖∞ ≤ ‖𝑈 𝑛 ‖∞ . ∆𝜏 𝑛
Dengan demikian, karena 𝛼𝑖𝑛+1 < 0 dan 𝛾𝑖𝑛+1 < 0 maka diperoleh bentuk pertidaksamaan berikut ini 1/∆𝜏𝑛 ‖𝑈 𝑛+1 ‖∞ ≤ 𝑛+1 ‖𝑈 𝑛 ‖∞ ≤ ‖𝑈 𝑛 ‖∞ (41) 𝑛+1 𝑛+1 (𝛼𝑖 + 𝛽𝑖 + 𝛾𝑖 ) ≤ ‖𝑈 𝑛−1 ‖∞ ≤ ⋯ ≤ ‖𝑈 0 ‖∞ ≤ ‖𝑔1 ‖∞ . 𝑛+1 |maka Selanjutnya jika ‖𝑈 𝑛+1 ‖∞ = |𝑈0𝑛+1 | atau ‖𝑈 𝑛+1 ‖∞ = |𝑈𝑀 berdasarkan persamaan (34), (22) dan (23) dapat dilihat bahwa 𝑛+1 | } (42) ∥ 𝑈 𝑛+1 ∥∞ ≤ max{|𝑈0𝑛+1 |, |𝑈𝑀 ≤ max{∥ 𝑔2 ∥∞ , ∥ 𝑔3 ∥∞ } Dengan menggabungkan (41) dan (42), diperoleh (40): 𝑛+1 |} ∥ 𝑈 𝑛+1 ∥∞ ≤ max{∥ 𝑈 𝑛 ∥∞ , |𝑈0𝑛+1 |, |𝑈𝑀 ≤ max{∥ 𝑔1 ∥∞ , ∥ 𝑔2 ∥∞ , ∥ 𝑔3 ∥∞ } ∎
17 Skema yang memenuhi Lemma 2, disebut sebagai skema yang stabil. Skema diskretisasi (30) memenuhi Lemma 2, sehingga skema diskreisasi (30) terbukti stabil. Lemma 3. Kekonsistenan Skema diskretisasi (30) konsisten. Bukti: Teorema ekuivalensi Lax menyatakan bahwa metode beda hingga konsisten untuk masalah nilai awal yang diberikan (Strikwerda 1989). ∎ Teorema 2. Kekonvergenan Skema diskretisasi (30) konvergen ke solusi (16) dengan syarat batas (21) - (23) sebagai (ℎ, ∆𝜏) → (0,0). Bukti: Barles (1997), membuktikan bahwa jika suatu diskretisasi dari persamaan diferensial parsial taklinear orde-2 adalah konsisten, stabil dan monoton, maka diskretisasi tersebut konvergen ke solusi viskositas. Karena diksretisasi (30) terbukti konsisten, stabil dan monoton, maka diskretisasi (30) konvergen. Teorema ∎ 2 merupakan akibat dari Lemma 1, 2 dan 3. Skema diskretisasi (30) terbukti konvergen dengan melihat hasil pembuktian kemonotonan, kestabilan dan kekonsistenan pada Lemma 1, 2 dan 3. Solusi dari Sistem Taklinear Pada bagian ini, disusun sebuah metode iterasi untuk menyelesaikan sistem taklinear (35) pada setiap langkah waktu. Diawali dengan menuliskan (35) yang berbentuk 1 𝑛 ̂ 𝑛+1 = ̂ + 𝐵 𝑛+1 𝐴𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 )𝑈 𝑈 ∆𝜏𝑛 1 dalam bentuk persamaan matriks 𝐹 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) dengan 𝐺 = ∆𝜏 , menjadi 𝑛 ̂ 𝑛+1 − 𝐺𝑈 ̂ 𝑛 − 𝐵 𝑛+1 = 0. 𝐹 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) = 𝐴𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 )𝑈 Misalkan 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ))𝑇 𝐹 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) = (𝑓1𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ), 𝑓2𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ), … . , 𝑓𝑀−1 . Komponen ke-i dari 𝐹 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) adalah 𝑛+1 𝑛+1 + 𝛽𝑖𝑛+1 𝑈𝑖𝑛+1 + 𝛾𝑖𝑛+1 𝑈𝑖+1 𝑓𝑖𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) = 𝛼𝑖𝑛+1 𝑈𝑖−1 −
1 ∆𝜏𝑛
𝑈𝑖𝑛 ,
𝑛+1 dengan 𝑈0𝑛+1 dan 𝑈𝑀 . Didefinisikan Matriks Jacobi dari 𝐹 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) yang dinotasikan sebagai 𝐽𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ), dengan 𝑛+1 𝐽11 𝑛+1 𝐽21 0 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) ⋮ 𝐽 = 0 0 0 [
𝑛+1 𝐽12 𝑛+1 𝐽22 𝑛+1 𝐽32 ⋮
𝑛+1 𝐽23 𝑛+1 𝐽33
0 0 0
0 0 0
0
⋮
… … … ⋱
0 0 0 ⋮
𝑛+1 ⋯ 𝐽(𝑀−3)(𝑀−3) 𝑛+1 … 𝐽(𝑀−2)(𝑀−3) … 0
0 0 0 ⋮
𝑛+1 𝐽(𝑀−3)(𝑀−2)
0 0 0 ⋮ 0
𝑛+1 𝐽(𝑀−2)(𝑀−2)
𝑛+1 𝐽(𝑀−2)(𝑀−1)
𝑛+1 𝐽(𝑀−1)(𝑀−2)
𝑛+1 𝐽(𝑀−1)(𝑀−1) ]
18 𝜕𝑓 𝑛+1
𝑛+1 di mana,𝐽𝑖𝑗 ≔ 𝜕𝑈𝑖𝑛+1 untuk semua i dan j. Dengan menggunakan persamaan (31) 𝑗
- (33), (19) dan (19), diperoleh persamaan untuk turunan berikut 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝜕𝛼𝑖 𝑛+1 𝜕𝛽𝑖 𝑛+1 𝜕𝛾𝑖 𝐽𝑖,𝑖−1 = 𝛼𝑖𝑛+1 + 𝑈𝑖−1 + 𝑈 + 𝑈 𝑖 𝑖+1 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝜕𝑈𝑖−1 𝜕𝑈𝑖−1 𝜕𝑈𝑖−1 1
𝑛+1 )+ = 𝛼𝑖𝑛+1 − (2ℎ2 𝑆𝑖2 (𝑈𝑖−1
𝛼𝑖𝑛+1
1
ℎ2
𝑆𝑖2 (𝑈𝑖𝑛+1 ) +
1
2ℎ2
𝑛+1 )) 𝑆𝑖2 (𝑈𝑖+1
𝜕𝜎2 (Γ) 𝑛+1 𝜕𝑈𝑖−1
= . Dengan cara yang serupa, diperoleh 𝑛+1 𝐽𝑖,𝑖 = 𝛽𝑖𝑛+1 , 𝑛+1 𝐽𝑖,𝑖+1 = 𝛾𝑖𝑛+1 . Menggunakan Jacobi dari 𝐹 𝑛+1 , diberikan metode Newton untuk penyelesaian persamaan (35) Algoritma 1. 0 ̂ 0 = (𝑈10 , … . , 𝑈𝑀−1 )𝑇 1. Pilih 𝜀 > 0. Misalkan 𝑛 = 0, evaluasi syarat awal 𝑈 menggunakan (34); ̂𝑛. 2. Pilih 𝑙 = 0 dan 𝑊 𝑙 = 𝑈 3. Selesaikan 𝐽𝑛+1 (𝑊 𝑙 )𝛿𝑊 = −𝐹 𝑛+1 (𝑊 𝑙 ) untuk 𝛿𝑊 dan ditentukan 𝑊 𝑙+1 = 𝑊 𝑙 + 𝛿𝑊. 4. Jika ‖𝛿𝑊‖∞ ≥ 𝜀, tentukan 𝑙 ≔ 𝑙 + 1dan kembali ke langkah 3. Jika sebaliknya, lanjutkan. ̂ 𝑛+1 = 𝑊 𝑙+1 . Jika 𝑛 < 𝑁 − 1, tentukan 𝑛 ≔ 𝑛 + 1 dan kembali ke 5. Tentukan 𝑈 langkah 2. Jika sebaliknya, berhenti.
Dengan menggunakan matriks Jacobi 𝐽𝑛+1, diperoleh Teorema 3 berikut Teorema 3 Untuk sembarang 𝑈 𝑛+1 dengan 𝑛 = 0,1, . , 𝑁, 𝐽𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) adalah suatu matriks-M. Bukti: Untuk membuktikan Teorema 3, harus ditunjukkan bahwa 𝑛+1 𝑛+1 𝐽𝑖,𝑖−1 < 0, 𝐽𝑖𝑖𝑛+1 > 0, 𝐽𝑖,𝑖+1 <0 𝑛+1 𝑛+1 𝑛+1 𝐽𝑖𝑖 ≥ |𝐽𝑖,𝑖−1 | + |𝐽𝑖,𝑖+1 | 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) Untuk matriks 𝐽 , dari persamaan (32) dapat dilihat bahwa 1 𝑛+1 𝑛+1 2 𝐽𝑖,𝑖−1 = 𝛼𝑖 = − 2ℎ2 𝜎 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 < 0 terpenuhi. Hal yang sama untuk 1 1 𝑟𝑆 𝐽𝑖𝑖𝑛+1 = 𝛽𝑖𝑛+1 = ∆𝜏 + ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 + ℎ 𝑖 + 𝑟 > 0, 𝑛+1 𝐽𝑖,𝑖+1
=
𝛾𝑖𝑛+1
𝑛
1
= − 2ℎ2 𝜎 2 (𝛿𝑆𝑆 𝑈 𝑛+1 )(𝑖)𝑆𝑖2 − 1
𝑟𝑆𝑖 ℎ
< 0.
Selanjutnya, karena 𝑟 ≥ 0 dan ∆𝜏 ≥ 0 maka 𝑛
𝑛+1 𝑛+1 𝐽𝑖𝑖𝑛+1 = |𝐽𝑖,𝑖−1 | + |𝐽𝑖,𝑖+1 |+𝑟+ 𝑛+1 𝑛+1 ≥ |𝐽𝑖,𝑖−1 | + |𝐽𝑖,𝑖+1 |.
1 ∆𝜏𝑛
19 𝑛+1 untuk sembarang 𝑖 = 1,2, … . , 𝑀 − 1 dengan ketentuan bahwa 𝐽1,0 =0= 𝑛+1 𝑛+1 (𝑈 𝑛+1 ) 𝐽𝑀−1,𝑀 .Oleh karena itu, matriks 𝐽 adalah suatu matriks-M. ∎ Sistem linear pada langkah 3 dari algoritma 1 biasanya berskala besar dan teorema di atas menjamin bahwa sistem linear tersebut memiliki solusi khusus. Solusi untuk sistem linear dengan dekomposisi LU atau metode iteratif, stabil secara numerik.
Simulasi Numerik Pada bagian ini akan disajikan hasil pendekatan numerik dari empat jenis harga opsi tipe Eropa untuk melihat perilaku dan kekonvergenan dari metode beda hingga upwind. Pada simulasi numerik ini akan ditentukan derajat kekonvergenan dari metode iteratif untuk penyelesaian persamaan taklinear dengan memilih serangkaian mesh yang dibangkitkan dengan membagi-dua parameter mesh pada iterasi sebelumnya. a) Opsi Call Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter 𝑟 = 0.1 , 𝑇 = 1 , 𝐾 = 40 , 2 2 2 𝜎𝑚𝑖𝑛 = 0.0225, 𝜎𝑚𝑎𝑥 = 0.0625, 𝑆𝑚𝑖𝑛 = 0.0225 dan 𝑆𝑚𝑎𝑥 = 80, dengan mesh seragam ℎ = 2 , 𝑀 = 41 dan 𝑁 = 21. Perbandingan harga opsi pada kasus terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position) dapat dilihat pada Gambar 5.
(a) (b) Gambar 5 Harga opsi Call Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan, (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
20
Gambar 6 Harga opsi call untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t=0 Dari Gambar 5 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode numerik yang digunakan stabil. Harga opsi call untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 6. Selanjutnya akan dihitung orde kekonvergenan metode tersebut dengan membandingkan solusi eksaknya. Dalam menghitung orde kekonverenan metode tersebut, dipilih serangkaian mesh yang dibangkitkan secara berurutan dengan membagi dua ukuran mesh sebelumnya. Karena solusi eksak tidak diketahui, maka digunakan solusi numerik dari mesh seragam dengan ℎ = 0.03125, 𝑀 = 2561 dan ∆𝜏 = 0.00078125 , 𝑁 = 1281 sebagai solusi eksak, 𝑉eksak . Selanjutnya dengan menggunakan solusi eksak tersebut, dihitung ratio dari solusi numerik dari mesh yang berurutan dengan ‖𝑉ℎ∆τ − 𝑉eksak ‖ℎ,∞ 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = ⁄2 ‖𝑉ℎ∆τ ⁄2 − 𝑉eksak ‖ ℎ,∞
di mana 𝑉ℎ∆𝜏 adalah solusi pada mesh dengan ℎ ukuran mesh saham dan ∆𝜏 ukuran mesh waktu, serta ‖𝑉ℎ∆𝜏 − 𝑉𝑒𝑘𝑠𝑎𝑘 ‖ℎ,∞ ≔ max |𝑉𝑖𝑛 − 𝑉eksak (𝑆𝑖 , 𝜏𝑛 )|. 1≤𝑖≤𝑀;1≤𝑛≤𝑁
Untuk orde kekonvergenan metode numeriknya diperoleh dari rata-rata ratio. Tabel 1 Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Call Kasus Terbaik Kasus Terburuk M N ‖. ‖ℎ,∞ ‖. ‖ Ratio Ratio ℎ,∞ 41 21 2.1583e-01 1.7887e-01 81 41 1.2705e-01 1.70 9.9884e-02 1.79 161 81 7.7695e-02 1.64 5.6592e-02 1.76 321 161 4.7794e-02 1.63 3.2573e-02 1.74 641 321 2.7615e-02 1.73 1.8008e-02 1.81 1281 641 1.2437e-02 2.22 7.9266e-03 2.27 Hasil perhitungan ratio di Tabel 1 menunjukkan orde kekonvergenan metode upwind pada opsi call dengan kasus terbaik dan kasus terburuk, secara berturut adalah sekitar 1.6 dan 1.7.
21 b) Opsi Put Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter 𝑟 = 0.1 , 𝑇 = 1 , 𝐾 = 40 , 2 2 2 = 0.0625, 𝑆𝑚𝑖𝑛 = 0.0225dan 𝑆𝑚𝑎𝑥 = 80, dengan mesh 𝜎𝑚𝑖𝑛 = 0.0225, 𝜎𝑚𝑎𝑥 seragam ℎ = 2 , 𝑀 = 41 dan 𝑁 = 21 . Perbandingan harga opsi pada kasus terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position) dapat dilihat pada Gambar 7.
(a) (b) Gambar 7 Harga opsi Put Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan, (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
Gambar 8 Harga opsi put untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t=0 Dari Gambar 7 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode numerik yang digunakan stabil. Harga opsi put untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 8. Dengan perhitungan yang serupa dengan opsi call, diperoleh hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi put di Tabel 2.
22 Tabel 2 Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Put Kasus Terbaik Kasus Terburuk M N ‖. ‖ℎ,∞ ‖. ‖ℎ,∞ Ratio Ratio 41 21 2.1534e-01 1.7838e-01 81 41 1.2693e-01 1.70 9.9764e-02 1.79 161 81 7.7666e-02 1.63 5.6563e-02 1.76 321 161 4.7787e-02 1.63 3.2565e-02 1.74 641 321 2.7613e-02 1.73 1.8006e-02 1.81 1281 641 1.2437e-02 2.22 7.9264e-03 2.27 Hasil perhitungan ratio di Tabel 2 menunjukkan orde kekonvergenan metode upwind pada opsi put dengan kasus terbaik dan kasus terburuk, secara berturut adalah sekitar 1.6 dan 1.7. c) Opsi Butterfly Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter 𝑟 = 0.1, 𝑇 = 1, 𝐾1 = 20, 𝐾2 = 2 2 2 40, 𝐾3 = 60, 𝜎𝑚𝑖𝑛 = 0.0225, 𝜎𝑚𝑎𝑥 = 0.0625, 𝑆𝑚𝑖𝑛 = 0.0225dan 𝑆𝑚𝑎𝑥 = 80, dengan mesh seragamℎ = 2, 𝑀 = 41 dan 𝑁 = 21. Perbandingan harga opsi butterfly pada kasus terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position) dapat dilihat pada Gambar 9.
(a) (b) Gambar 9 Harga opsi butterfly Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan, (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk Dari Gambar 9 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode numerik yang digunakan stabil. Harga opsi butterfly untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 10. Dengan perhitungan yang serupa dengan opsi call, diperoleh hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi butterfly di Tabel 3
23
Gambar 10 Harga opsi butterfly untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0
M 41 81 161 321 641 1281
Tabel 3 Hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi Butterfly Kasus Terbaik Kasus Terburuk N ‖. ‖ℎ,∞ ‖. ‖ℎ,∞ Ratio Ratio 21 3.6712e-01 4.4986e-01 41 2.0051e-01 1.83 2.5554e-01 1.76 81 1.1319e-01 1.77 1.5544e-01 1.64 161 6.5140e-02 1.74 9.5585e-02 1.63 321 3.6015e-02 1.81 5.5229e-02 1.73 641 1.5853e-02 2.27 2.4874e-02 2.22
Hasil perhitungan ratio di Tabel 3 menunjukkan bahwa orde kekonvergenan metode beda hingga upwind pada opsi butterfly dengan kasus terbaik dan kasus terburuk, secara berturut adalah sekitar 1.7 dan 1.6. d) Opsi Cash or Nothing Perhitungan nilai opsi menggunakan parameter 𝑟 = 0.1 , 𝐵 = 1 , 𝑇 = 1, 𝐾 = 2 2 40, 𝑆𝑚𝑎𝑥 = 80, 𝜎𝑚𝑎𝑥 = 0.0625, 𝑆𝑚𝑖𝑛 = 0.0225, dengan mesh seragam ℎ = 2, 𝑀 = 41 dan 𝑁 = 21. Perbandingan harga opsi cash or nothing pada kasus terbaik dan kasus terburuk untuk posisi sebagai pembeli opsi (long position) dapat dilihat pada Gambar 11.
24
(a) (b) Gambar 11 Harga dari opsi Cash or Nothing Eropa untuk posisi sebagai pembeli opsi dengan, (a) kasus terbaik dan (b) kasus terburuk
Gambar 12 Harga opsi cash or nothing untuk kasus terbaik dan kasus terburuk pada waktu t = 0 Dari Gambar 11 terlihat bahwa untuk kasus terbaik dan kasus terburuk, metode numerik yang digunakan stabil. Harga opsi cash or nothing untuk kasus terbaik dan terburuk pada waktu t = 0 ditunjukkan dengan Gambar 12. Dengan perhitungan yang serupa dengan opsi call, diperoleh hasil perhitungan error dan ratio untuk opsi cash or nothing di Tabel 4.
25 Tabel 4 Hasil perhitungan error dan ratio opsi untuk Cash or Nothing Kasus Terbaik Kasus Terburuk M N ‖. ‖ℎ,∞ ‖. ‖ℎ,∞ Ratio Ratio 41 21 2.7348e-01 2.0049e-01 81 41 2.0030e-01 1.37 1.5698e-01 1.28 161 81 1.5435e-01 1.30 1.1745e-01 1.34 321 161 1.2128e-01 1.27 8.6226e-02 1.36 641 321 9.1088e-02 1.33 6.6065e-02 1.31 1281 641 5.4175e-02 1.68 3.8505e-02 1.72 Hasil perhitungan ratio di Tabel 4 menunjukkan bahwa orde kekonvergenan metode upwind pada opsi cash or nothing dengan kasus terbaik dan kasus terburuk adalah sekitar 1.3.
SIMPULAN Pada penelitian ini digunakan metode beda hingga upwind untuk diskretisasi ruang dan metode implisit untuk diskretisasi waktu persamaan diferensial parsial taklinear dari model volatilitas stokastik dalam penentuan harga opsi. Skema diskretisasi ini terbukti monoton, konsisten dan stabil. Berdasarkan hasil dari simulasi numerik, terlihat bahwa orde kekonvergenan untuk metode beda hingga upwind dengan model volatilitas stokastik adalah sekitar 1.6 untuk kasus terburuk dan 1.7 untuk kasus terbaik dengan posisi sebagai pembeli opsi (long position).
DAFTAR PUSTAKA Anderson L B G & Brotherton-Ratcliffe R. 1998. The equity option volatility smile: An implicit finite-difference approach. Journal of Computational Finance 1: 5-37. Avellaneda M, Levy A, Paras A. 1995. Pricing and hedging derivative securities in markets with uncertain volatilities. Appl. Math. Finance 2: 73-88. Bermon A & Plemmons R J. 1994. Nonnegative Matrices in the Mathematical Sciences, Philadelphia: Society for Industrial and Applied Mathematics. Barles G. 1997. Convergence of numerical schemes for degenerate parabolic equations arising in finance. In L. C. G. Rogers, D. Talay (Eds). Numerical Methods in Finance. Cambridge University Press. Cambridge. Black F & Scholes M. 1973. The pricing of options and corporate liabilities. J. Political Economy 81: 637-659. Dupire B. 1994. Pricing with smile. Risk. 7: 18-20. Fujimoto T & Ranade R. 2004. Two characterizations of inverse-positive matrices: the hawkins-simon condition and the le chatelier-braun principle. Electronic Journal of Linear Algebra 11: 59–65. Heston S L. 1993. A closed-form solution for option with stochastic volatility with applications to bond and currency option. Review of Financial Studies 6: 327-343. Hull J &White A. 1987. The pricing of option on asset with stochastic volatilities. J. Finance. 42: 281-300.
26 Hull J. 2009. Option, Futures and Other Derivatives. Sixth Edition. New Jersey: Prentice – Hall. Lesmana DC & Wang S. 2013. An upwind finite difference method for a nonlinear Black-Scholes equation governing European option valuation under transaction cost. Appl. Math. Comput. 219: 8811-8828. Lo MS. 2003. Generalized Autoregressive Conditional Heterscedasticity Time Series Model [tesis]. Burnaby(CA): Simon Fraser University. Lyons TJ. 1995. Uncertain volatility and the risk free synthesis of derivatives. Appl. Math. Finance. 2: 117-133. Niwiga DB. 2005. Numerical method for valuation of financial derivatives [tesis]. South Africa (ZA): University of Western Cape. Pooley DM, Forsyth PA, Vetzal KR. 2001. Numerical convergence properties of option pricing PDEs with uncertain volatility. IMA J. Numer. Anal. 23: 241267. Ross SM. 2007. Stochastic Process. John Wiley & Son Inc. New York. Zhang K & Wang S. 2009. A computational scheme for uncertain volatility model in option pricing. Appl. Numer. Math. 59: 1754–1767.
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pengga pada tanggal 29 Desember 1988, sebagai anak kedua dari pasangan Andi Datu dan Dg. Niasi. Pendidikan sekolah menengah ditempuh di SMA Negeri 1 Benteng Program IPA, lulus pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis diterima di program studi Matematika Universitas Hasanuddin, Makassar dan menyelesaikannya pada tahun 2011. Tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Matematika Terapan. Sebuah artikel dengan judul Numerical solution for option pricing with stochastic volatility model telah diterima untuk diterbitkan di jurnal Applied Mathematical Sciences (AMS), Hikari Ltd, Bulgaria. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penelitian S-2 penulis.