Solusi Al-Qur’an untuk Kesejahteraan Umat: Infa>q Merupakan Soko Guru Perekonomian Imam Amrusi Jailani Abstract: Al-Qur’an as the main source of islamic teaching has offered a correct solution for community economic development to create the welfare of the masses. That solution is by optimizing the expenses of wealth for good deed in form of infaq or charity. Universal values which is avalibale in charity imply on the fulfilment of economic justice as well as fair and continuous distribution of wealth. In this sense, charity is perceived as an instrument for economic empowerment for muslim community at large. If this precious value can be accepted by all muslims, economic crisis will not put heavy burden on poor muslims. In fact, it can be a means of poverty alleviation as well. Cahrity also means the value of simple living, avoiding big spendings and being economical. Therefore, it is convenient to attribute charity as social pietism or religious philantropism. Still, charity should be managed in such a way that it can be spent efficiently with great benefit for all muslims. Therefore, managers of charity should be professional. Kata Kunci: Infak, ekonomi, dan kesejahteraan sosial.
A. Pendahuluan Perekonomian merupakan salah satu aspek terpenting dan vital dalam menata suatu kehidupan yang sejahtera. Untuk menjalankan perekonomian –dalam rangka menata kehidupan yang mapan– dibutuhkan suatu penguasaan terhadap ilmu ekonomi dengan segala seluk beluknya, 1 yaitu suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia
Penulis adalah dosen pada Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 1Menurut Robbins, ilmu ekonomi adalah “a science which studies human behaviour as a relationship between ends scarce means which have alternatives uses”. Lihat misalnya Robert B. Ekelund, Jr. dan Robert D. Tollison, Economic (Boston: Little Brown and Company, 1986), h. 4; Erwin R.A. Saligmen, “The Discipline of Economic”, dalam Erwin R.A. Saligmen (et. al.), Encyclopedia of The Social Sciences, vol. V (New York: The Macmillan Company, 1963), h. 344.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
341
sebagai interrelasi antara tujuan dan sasaran langkah yang memiliki kegunaan-kegunaan alternatif. Dengan demikian, dapat dikatakan juga bahwa ilmu ekonomi adalah suatu studi mengenai aktifitas-aktifitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya. 2 Islam memiliki sistem ekonomi tersendiri, dan ilmu ekonomi Islam merupakan disiplin ilmu tersendiri juga, 3 yakni ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalahmasalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Dari rumusan tersebut dapat dibedakan antara ilmu ekonomi Islam dan ilmu ekonomi umum (modern), yaitu ilmu ekonomi Islam dikendalikan oleh nilai-nilai dasar Islam, sedang ilmu ekonomi modern sangat dipengaruhi dan dikuasai oleh interes individu. Dengan menguasai ilmu ekonomi, kita dapat mengatur perputaran harta benda. Harta benda merupakan amanat yang diberikan oleh Allah kepada manusia selaku wakil-Nya di muka bumi. Harta benda pada hakekatnya adalah milik Allah secara mutlak. 4 Manusia hanya memiliki hak tas}arruf yang kepemilikannya bersifat nisbi. Selama ia dapat menjalankan amanat itu, maka selama itu pula hak tas}arruf tetap berada pada tangannya. 5 Infak merupakan salah satu tonggak penyokong perekonomian Islam. Orientasi dari infak adalah aspek pertumbuhan dan pemerataan. Begitu urgennya infak ini, 2R.
Soeharto A.K., Ensiklopedia Ekonomi (Semarang: Dahana Prize, 1986), h. 348; David L. Sills (ed.), International Encyclopedia of The Social Sciences, vol. III (New York: The Macmillan Company & The Free Press, 1968), h. 472. 3Mannan merumuskan ilmu ekonomi Islam sebagai “a social science which studies the economic problems of a people imbued with values of Islam”. Lihat: M. A. Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice (New Delhi: Iradat-i Adabiyat-i Delhi, 1977), h. 48. 4Mus}t}afa> ‘Abd al-Wah} i>d, al-Mujtama’ al-Isla>my: Ahda>fuh wa Da’imuh, Awd}a>’uh wa Khas }a>isuh (Mesir: Da>r al-Ta’li>f, 1969), h. 217; Qut}b Muh}ammad al-Qut}b, al-Isla>m wa al-Ida>ra>t wa al-Iqtis}a>d (Ttp.: tp., tt.), h. 217. 5Muh}ammad al-Bahy, al-Fikr al-Isla>mi> wa al-Mujtama’ al-Mu’a>s}ir: Mushkila>t al-H}ukm wa al-Tawji>h (Mesir: Da>r al-Qaumiya>t li al-T}aba>’ah wa alNashr, tt.), h. 306.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
342
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
sehingga pemaparan mengenai hal ini banyak dijumpai dalam al-Qur’an6. Dalam makalah ini, penulis akan membahas infak dalam diskursus al-Qur’an. Infak menjadi salah satu bentuk pilantropi Islam di samping zakat dan sedekah. Urgensi dari zakat sebagai pilantropi Islam hampir sama kapasitasnya, bahkan disejajarkan dengan shalat, ditinjau aspek pengaruhnya terhadap kehidupan sosial. Kita akan mudah menemukan indikator yang menunjukkan pada pemahaman tersebut, yakni banyaknya lafal zakat yang digandengkan, atau disebutkan setelah penyebutan lafal shalat, di dalam al-Qur'an. Misalnya, dalam QS. al-Baqarah (2): 43;
ﲔﻌﺍﻛ ﺍﻟﺮﻊﻮﺍ ﻣﻛﹶﻌﺍﺭﻛﹶﺎﺓﹶ ﻭﻮﺍ ﺍﻟﺰﺀَﺍﺗﻼﹶﺓﹶ ﻭﻮﺍ ﺍﻟﺼﻴﻤﺃﹶﻗﻭ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. Zakat, sebagai bentuk kesalehan sosial, diberikan oleh mereka yang mampu atau memiliki kelebihan dari kebutuhannya, yang selanjutnya disebut muzakky (pemberi zakat), dan diserahkan kepada mereka yang berhak, atau sering disebut mustah}iq. Para mustah}iq dalam terminologi hukum Islam biasanya dikenal dengan sebut al-as}na>f althama>n iyah (delapan kelompok). Penyebutan mereka terakumulasi dalam firman Allah, QS. al-Taubah (9): 60;
ﻢﻬ ﻗﹸﻠﹸﻮﺑﻟﱠﻔﹶﺔﻤﺆ ﺍﻟﹾﺎ ﻭﻬﻠﹶﻴ ﻋﲔﻠﺎﻣﺍﻟﹾﻌﲔﹺ ﻭﺎﻛﺴﺍﻟﹾﻤﺍﺀِ ﻭﻠﹾﻔﹸﻘﹶﺮ ﻟﻗﹶﺎﺕﺪﺎ ﺍﻟﺼﻤﺇﹺﻧ ﺍﻟﻠﱠﻪﻦﺔﹰ ﻣﺒﹺﻴﻞﹺ ﻓﹶﺮﹺﻳﻀﻦﹺ ﺍﻟﺴﺑﺍ ﻭﺒﹺﻴﻞﹺ ﺍﻟﻠﱠﻪﻲ ﺳﻓ ﻭﲔﺎﺭﹺﻣﺍﻟﹾﻐﻗﹶﺎﺏﹺ ﻭﻲ ﺍﻟﺮﻓﻭ ﻴﻢﻜ ﺣﻴﻢﻠ ﻋﺍﻟﻠﱠﻪﻭ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam 6Kata infa>q dengan segala bentuknya dijumpai dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali. Lihat: Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qy, al-Mu’jam alMufahras li Alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m (Bairut: Da>r al-Fikr, 1987), h. 715-716.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
343
perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. B.
Pengertian Infak
Kata infak diderivasi dari bahasa Arab infa>q, yang merupakan bentuk mas}dar dari anfaqa – yunfiqu – infa>qan. Lafal tersebut berakar kata dari huruf-huruf nu >n , fa>’ dan qa>f yang memiliki makna pokok terputusnya sesuatu atau hilangnya sesuatu, dan tersembunyinya sesuatu atau samarnya sesuatu. 7 Dari makna ini pula dapat ditarik pengertian munafik, yaitu seseorang yang menyembunyikan atau menyamarkan watak atau sikap aslinya terhadap orang lain. Kata tersebut juga mempunyai makna habis atau mati. 8 Kemudian, lafal anfaqa itu sendiri memiliki makna iftaqara (membutuhkan) dan hilang hartanya. 9 Dua makna ini berimplikasi kepada pengertian nafkah (nafaqah), yaitu mempergunakan atau menghabiskan harta benda untuk kebutuhan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya. Jika dikaitkan dengan kekayaan atau harta benda, maka kata tersebut bermakna mentas}arrufkan atau mendermakan. 10 Menurut Ibra>hi>m Ani>s , kata infa>q itu sendiri memiliki arti memberikan harta atau yang semacamnya kepada jalan kebaikan. 11 Kata infa>q ini sudah menjadi bagian dari khazanah kosakata bahasa Indonesia (infak) yang berarti pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya untuk
7Lihat Ibn Fa> ris Abi> al-H}u sain Ah}mad ibn Zakariyya, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lughah, juz I (Bairut: Dar al-Jail, 1991), h. 454. 8Ibn Manz}u>r Jama>l al-Di> n Muh}ammad ibn Mukarram al-Ans}a> ry, Lisa >n al-‘Arab, juz XII (Mesir: Da>r al-Mis}riyyah, tt.), h. 235-238; Ibra>hi>m Ani>s et al., Mu’jam al-Wasi>t}, juz II (Bairut: Da>r al-Fikr, tt.), h. 942; al-Ra>ghib al-As}fiha>ny, Mufrada>t Alfaz} al-Qur’a>n (Bairut: Da>r al-Shamsiyyah, 1992), h. 819. 9Majd al-Di>n Muh}ammad ibn Ya’qu>b al-Faru> zabady al-Shayra>z y, alQa>mu>s al-Muh}i>t }, juz III (Bairut: Da>r al-Fikr, 1983), h. 286; Muh}ammad ibn Abi> Bakr ibn ‘Abd al-Qa>dir al-Ra>zy, Mukhta>r al-Shih}h}a>h} (Bairut: Da>r al-Fikr, tt.), h. 674. 10Ibn Manz}u >r, Lisa>n al-‘Arab, h. 236. 11Ibra>h i>m Ani>s, Mu’jam al-Wasi>t}, h. 942.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
344
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
kebaikan. 12 Dalam kamus bahasa Inggris, ditemukan kata infak, yang dalam bahasa Inggrisnya adalah spending atau expenditure, yaitu membelanjakan uang atau harta benda. 13 Secara terminologi, infak berarti mentas}arrufkan harta benda untuk kebutuhan. 14 Dengan demikian, infak adalah mendermakan harta untuk kebaikan sebagai kewajiban yang timbul dari nurani yang tulus untuk mewujudkan suatu kehidupan yang mapan. C. Infak dalam Wacana Al-Qur’an Term infak yang terdapat dalam al-Qur’an dapat dikategorikan ke dalam beberapa kelompok bahasan. Di antaranya adalah: 1. Perumpamaan infak. Perumpamaan infak ini dapat dikategorikan ke dalam beberapa sub bahasan, antara lain: perumpamaan infak di jalan Allah, perumpamaan infak yang tidak berguna dan perumpamaan infak yang mengharapkan rida dari Allah. a. Perumpamaan infak di jalan Allah. Di antara ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang hal tersebut adalah QS. al-Baqarah (2): 261262;
ﺖﺘﺒ ﺃﹶﻧﺔﺒﺜﹶﻞﹺ ﺣﻞﹺ ﺍﷲِ ﻛﹶﻤﺒﹺﻴ ﺳﻲ ﻓﻢﺍﻟﹶﻬﻮ ﺃﹶﻣﻪﻧﻘﹸﻮﻔﻨ ﻳﻦﻳﺜﹶﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬﻣ ﺎ ُﺀﺸ ﻳﻦﻤ ﻟﻒﺎﻋﻀﺍﷲُ ﻳ ۗ ﻭﺔﺒﺎﺋﹶﺔﹸ ﺣ ﻣﻠﹶﺔﺒﻨ ﻛﹸﻞﱢ ﺳﻲﺎﺑﹺﻞﹶ ﻓﻨ ﺳﻊﺒﺳ ِﻞﹺ ﺍﷲﺒﹺﻴ ﺳﻲ ﻓﻢﺍﻟﹶﻬﻮﻥﹶ ﺃﹶﻣﻘﹸﻮﻔﻨ ﻳﻦﺬﻳ ﺍﻟﱠ ﻢﻴﻠ ﻋﻊﺍﺳﺍﷲُ ﻭۗ ﻭ
12Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 330. 13Lihat misalnya John Penrice, A Dictionary and Glossary of The Koran (New Delhi: Cosmo Publication, 1978), h. 150; Edward William Lane, An Arabic English Lexicon (Bairut: Librarie Du Liban, 1986), h. 3036. 14Al-Shari>f ‘Aly Muh}ammad al-Jurja>n y, Kita>b al-Ta’ri>fa >t (Jeddah: alH}aramain, tt.), h. 39.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
345
ﻬﹺﻢﺑ ﺭﺪﻨ ﻋﻢﻫﺮ ﺃﹶﺟﻢ ﻻﹶ ﺃﹶﺫﹰﻯﻻ ﻟﹶﻬﺎ ﻭﻨﺍ ﻣﻔﹶﻘﹸﻮﺎ ﺃﹶﻧﻥﹶ ﻣﻮﺒﹺﻌﺘ ﻻﹶ ﻳﺛﹸﻢ ﻥﹶﻮﻧﺰﺤ ﻳﻢﻻﹶ ﻫ ﻭﻬﹺﻢﻠﹶﻴ ﻋﻑﻮﻻﹶ ﺧﻭ Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui (261). Orangorang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan sipenerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (262). Ayat di atas memberikan gambaran tentang perumpamaan infak yang dikeluarkan di jalan Allah. Dalam hal ini, infak diumpamakan dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, dan tiap-tiap bulir (dari ketujuh bulir) menumbuhkan seratus biji. Menurut al-Zamakhshary, hal tersebut dapat digambarkan dengan sebutir benih yang tumbuh menjadi sebatang pohon, dan pohon (batang) tersebut memiliki tujuh cabang, dan tiap-tiap cabang itu menghasilkan seratus buah (biji). 15 Demikianlah Allah melipatgandakan pahala bagi infak yang dikeluarkan oleh seseorang di jalan Allah. Bahkan lebih dari itu, infak yang dikeluarkan tersebut akan dilipatgandakan lagi melebihi ketentuan di atas (tujuh ratus lipatan). Lafaz li man yasha>’, menurut al-Zamakhshary, bermakna bagi siapa saja yang menghendakinya. Maksudnya, bagi mereka yang mau berusaha lebih 15Penjelasan
lebih lanjut mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Abi> al-Qa>sim Ja>r Alla>h Mah}mu>d ibn ‘Umar al-Zamakhsha>ry al-Khawa>rizmy, alKashsha>f ‘an H}aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu>n al-Aqa>wi>l fi> Wuju>h al-Ta’wi>l, juz I (Bairut: Da>r al-Fikr, 1977), h. 393.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
346
keras lagi, sesuai dengan profesionalisme yang ada padanya. Jadi, tidak semua orang yang berinfak dilipatgandakan dengan sama rata, melainkan sesuai dengan tingkat profesionalisme dan ketulusan hatinya. 16 Pelipatgandaan sebagaimana dimaksud berlaku apabila infak yang dikeluarkan tidak disebutsebut (diungkit-ungkit) dan tidak menyakiti (mengenakkan) perasaan orang yang diberi infak atau lembaga (sosial, pendidikan, keagamaan, kesehatan dan sebagainya) penerima. Meninggalkan atau menjauhi kedua sifat (mengungkit-ungkit dan menyakiti perasaan) itu, menurut al-Zamakhshary, lebih baik dari infak itu sendiri. 17 b. Perumpamaan infak yang tidak berguna. Pembahasan ini dikupas dalam QS. al-Baqarah (2): 264;
ﻱ ﺍﹾﻷَﺫﹶﻯ ﻛﹶﺎﻟﱠﺬ ﻭ ﺑﹺﺎﳌﹶﻦﻜﹸﻢﻗﹶﺎﺗﺪﺍ ﺿﻠﹸﻮﻄﺒﺍ ﻻﹶ ﺗﻮﻨ ﺀَﺍﻣﻦﻳﻬﺎ ﺍﻟﱠﺬﺎﺃﹶﻳﻳ ﺻـﻠﻰ ـﺮﹺﻡﹺ ﺍﹾﻵﺧﻮﺍﻝﺀﻳ ﺑﺎﷲِ ﻭﻦﻣﺆﻻﹶ ﻳﺎﺱﹺ ﻭﻭ ﺭﹺﺋﹶﺎﺀَ ﺍﻟﻨﺎﻟﹶﻪ ﻣﻖﻔﻨﻳ ﺍﻠﹾﺪ ﺻﻛﹶﻪﺮﺑﹺﻞﹲ ﻓﹶﺘﻭ ﻭﻪﺎﺑ ﻓﹶﺄﹶﺻﺍﺏﺮ ﺗﻪﻠﹶﻴ ﻋﺍﻥﻔﹾﻮﺜﹶﻞﹺ ﺻﻭ ﻛﹶﻤﺜﹶﻠﹸﻪﻓﹶﻤ ﻡ ﺍﻟﹾﻘﹶـﻮـﺪﻱﻬﺍﷲُ ﻻﹶ ﻳﺍ ۗ ﻭﻮﺒﺎ ﻛﹶﺴﻤﺀٍ ﻣﻲﻠﹶﻰ ﺷﻥﹶ ﻋﻭﺭﻘﹾﺪﻻﹶﻳ ﻦﺮﹺﻳﺍﻟﹾﻜﹶﺎﻓ Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan
16Ibid. 17Ibid.,
h. 394.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
347
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa infak yang dikeluarkan oleh seseorang akan menjadi batal (tidak berpahala) disebabkan oleh si pemberi infak yang selalu menyebut-nyebut (mengungkit-ungkit) dan menyakiti perasaan si penerima. Hal tersebut disamakan dengan orang yang menafkahkan hartanya karena riya>’ (ingin diperhatikan dan dipuji oleh orang lain) serta tidak beriman kepada Allah dan hari kiamat. Keadaan seperti itu diumpamakan oleh Allah dengan sebongkah batu (yang licin) yang di atasnya terdapat debu (tanah). Kemudian batu tersebut diterpa oleh hujan lebat, sehingga batu tersebut bersih, tidak berdebu sama sekali. Begitulah pahala dari infak yang dikeluarkan karena riya>’, tidak akan mendapatkan pahala sama sekali. Riya>’ kepada manusia, menurut alZamakhshary, bermakna tidak mengharapkan rida dari Allah dan pahala di akhirat. 18 c. Perumpamaan infak yang mengharapkan rida dari Allah. Perumpamaan tersebut diungkapkan dalam QS. al-Baqarah (2): 265;
ـﻦﺎ ﻣﺘﺜﹾﺒﹺﻴﺗ ﺍﷲِ ﻭﺎﺕﺿﺮﺎﺀَ ﻣﻐﺘ ﺍﺑﻢﻟﹰﻬﻮﻥﹶ ﺃﹶﻣﻘﹸﻮﻔﻨ ﻳﻦﻳﺜﹶﻞﹸ ﺍﻟﱠﺬﻣﻭ ـﺎ ﺃﹸﻛﹸﻠﹶﻬﺖﺍﺑﹺﻞﹲ ﻓﹶــﺌﹶﺎﺗﺎ ﻭﻬﺎﺑ ﺃﹶﺻﺓﻮﺑ ﺑﹺﺮﻪﻨﺜﹶﻞﹺ ﺟ ﻛﹶﻤﻔﹸﺴِﻬﹺﻢﺃﹶﻧ
ﺮـﻴﺼﻥﹶ ﺑﻠﹸﻮﻤﻌﺎ ﺗﺑﹺﻞﹲ ﻓﹶﻄﹶﻞﱞ ۗ ﻭﺍﷲُ ﺑﹺﻤﺎ ﻭﻬﺒﺼ ﻳﻦﹺ ﻓﹶﺈﹺﻥﹾ ﻟﹶﻢﻔﹶﻴﻌﺿ Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat 18Ibid.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
348
tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat. Dalam ayat tersebut, infak yang dikeluarkan karena mengharapkan rida dari Allah dan keteguhan hatinya, laksana sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi, kebun tersebut diguyur oleh hujan, baik gerimis ataupun (apalagi) lebat, sehingga menghasilkan buah yang berlipat ganda. Yang dimaksud dengan keteguhan hati, menurut al-Zamakhshary, adalah didasarkan atas iman dan yakin. Pengkhususan dengan pepohonan yang berbuah, lanjut beliau, dimaksudkan karena pohon itu lebih baik dan bersih buahnya. 19 Sebagai konsekuensi dari hal-hal tersebut di atas, maka dalam menafkahkan harta (kekayaan) hendaknya diambilkan dari harta benda yang masih baik atau dari usaha yang halal (yang dibenarkan oleh syariat Islam). Maksudnya, jika berupa uang maka uangnya harus halal, dan jika berupa barang maka barang yang masih layak pakai. Janganlah sekali-kali kita mengeluarkan infak dengan barang yang kadaluarsa (usang, basi dan tidak layak pakai). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Baqarah (2): 267;
ﺎﻤﻣ ﻭﻢﺘﺒﺎ ﻛﹶﺴ ﻣﺎﺕﺒ ﻃﹶﻴﻦﺍ ﻣﻘﹸﻮﻔﺍ ﺃﹶﻧﻮﻨ ﺀَﺍﻣﻦﻳﺎ ﺍﻟﱠﺬﻬﺎﺃﹶﻳﻳ ﻥﹶ ﻭﻘﹸﻮﻔﻨ ﺗﻪﻨﺚﹶ ﻣﺒﹺﻴﺍ ﺍﻟﹾﺨﻮﻤﻤﻴﻻﹶ ﺗﺽﹺ ۗ ﻭ ﺍﹾﻷَﺭﻦ ﻣﺎ ﻟﹶﻜﹸﻢﻨﺟﺮﺃﹶﺧ ﺍ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﷲَ ﻏﹶﻨﹺﻲﻮﻠﹶﻤﺍﻋ ۚ ﻭﻪﻴﺍ ﻓﻮﻀﻤﻐ ﺇﹺﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻪﻳﺬ ﺑﹺﺌﹶﺎﺧﻢﺘﻟﹶﺴ
ﺪﻴﻤﺣ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu 19Ibid.,
h. 395.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
2.
349
kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Pengeluaran infak yang sederhana Yang dimaksud dengan pengeluaran yang sederhana adalah pengeluaran yang tidak melampaui batas, berlebih-lebihan dan boros, dan tidak pula terlalu ditahan-tahan (kikir). Dengan kata lain, sederhana itu berada di antara boros dan kikir. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Furqa>n (25): 67; ﺍ ﺎﺍﻣ ﻗﹶﻮ ﻚﻛﹶﺎﻥﹶ ﺫﹶ ﻟﺍ ﻭﻭﺮﻘﹾﺘ ﻳﻟﹶﻢﺍ ﻭﺮﹺﻓﹸﻮﺴ ﻳﺍ ﻟﹶﻢﻔﹶﻘﹸﻮ ﺇﹺﺫﹶﺍ ﺃﹶﻧﻦﻳﺍﻟﱠﺬﻭ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. Mengumentari ayat di atas, dalam sebuah riwayat, Ibn ‘Abba>s mengatakan bahwa menafkahkan seratus ribu dinar pada jalan Allah (kebaikan) tidak dikatakan isra>f (boros), dan menafkahkan satu dinar saja pada jalan yang tidak diridlai oleh Allah (kebatilan) termasuk isra>f. Begitu pula, mencegah pembelanjaan pada jalan Allah termasuk iqta>r (kikir).20 Dikatakan oleh Ibn ‘Abba>s, Muja>hid dan Ibn Zaid bahwa tidak ada kebaikan dalam isra>f dan tidak ada isra>f dalam kebaikan. Sedang ‘Amr ibn ‘Abdilla>h mengatakan bahwa isra>f adalah menafkahkan harta benda yang bukan hak kita (milik orang lain).21 Orang yang bersikap adil dalam menafkahkan hartanya, menurut riwayat Ibn Abi H}a>tim dari Ibn Shiha>b, adalah mereka yang tidak menafkahkan di jalan kebatilan dan tidak mencegah pembelanjaan dari jalan
20Abi> Ja’far Muh}ammad ibn Jari>r al-T}a bary, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A>ya>t al-Qur’a>n, jilid XI (Bairut: Da>r al-Fikr, 1988), h.37; dan Abu> ‘Abdillah Muh}ammad ibn Ah}mad al-Ans}a>ry al-Qurt}u>by, al-Ja>mi’ li Ah}ka >m al-Qur’a>n, jilid XIII (Ttp.: tp., tt.), h. 73. 21Muh}ammad ibn Yu>suf Abi> H}ayya> n al-Andalu>s y al-Gharnat} y, Bah}r alMuh}it} fi> al-Tafsi>r, jilid VIII (Bairut: Da>r al-Fikr, 1992), h. 128.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
350
kebaikan.22 Sebagian mufassiri>n yang lain memberikan penafsiran bahwa mereka yang berlaku adil dalam membelanjakan hartanya adalah mereka yang memakai pakaian bukan untuk bergaya dan bermewah-mewah, melainkan sekedar untuk menutupi auratnya dan melindunginya dari sengatan panas dan dingin. Mereka makan dan minum bukan untuk enak-enakan dan memuaskan perutnya, melainkan sekedar untuk mengusir rasa lapar dan dahaga serta menambah kekuatan dalam beribadah kepada Allah. Demikian riwayat dari Ibn Abi H}a>tim dari Yazi>d ibn Abi H}ubaib.23 Sebagian mufassiri>n, dengan tanpa melihat riwayat yang ada, memberikan suatu pengertian bahwa yang dimaksud isra>f itu adalah suatu tindakan yang melampaui batas dalam mengeluarkan harta benda. Sedangkan iqta>r sebaliknya, yaitu memperkecil atau menahan pembelanjaan yang menjadi keharusan (kebutuhan).24 Harta benda itu merupakan amanah dari Allah untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Secara operasional, harta benda diperuntukkan bagi jalan ketaatan kepada Allah. Maka, menurut al-Zuh}aily, dalam penggunaannya diusahakan seadil dan sebijaksana
22Syiha>b
al-Di>n al-Sayyid al-Alu>sy al-Baghda>dy, Ru>h al-Ma’a>ni>, jilid XI (Bairut: Da>r al-Fikr, 1984), h. 69; ‘Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, alDurr al-Manshu>r fi> Tafsi>r al-Ma’thu>r, jilid VI (Bairut: Da>r al-Fikr, 1993), h. 275; dan Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>ghy, Tafsi>r al-Mara>ghy, jilid VII (Bairut: Da>r al-Fikr, 1974), h. 38. 23‘Ala> al-Di>n ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn Ibra> hi>m al-Baghda> dy, Tafsi>r alKhazi>n: Luba >b al-Ta’wi>l fi> Ma’a>ni> al-Tanzi>l, jilid III (Bairut: Da>r al-Kutub al‘Ilmiyyah, 1995), h. 318. 24Lihat ‘Ima>d al-Di> n Abu> al-Fida>’ Isma>’i> l ibn Katsi>r al-Qurshy alDimashqy, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i >m, jilid V (Bairut: Da>r al-Fikr, 1970), h. 165; Abu> al-Faraj Jama>l al-Di>n ‘Abd al-Rah}ma>n ibn ‘Aly ibn Muh}ammad alH}auzy, Za>d al-Mas}i >r fi> ‘Ilm al-Tafsi>r, jilid V (Bairut: Da>r al-Kutub al‘Ilmiyyah, 1994), h. 25; dan al-Sayyid Muh}ammad ibn H}usayn alT}abat}aba’iy, al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n, jilid XV (Bairut: Muassasah al-‘Ilm li al-Mat}bu>’ah, 1991), h. 239.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
3.
351
mungkin.25 Penggunaan harta benda di jalan Allah tidak mengenal isra>f, demikian menurut Sa’i>d H}awwa>.26 Menurut Sayyid Qut}ub, ayat di atas mengandung aturan atau tashri>’ dan pengajaran bagi individu dan sosial dalam menegakkan sendi-sendi sosial-ekonomi secara seimbang dan adil. Harta benda tidak boleh dipergunakan secara bebas sekehendak nafsu kita, sebisa mungkin boros dan kikir harus dihindari. Tindakan boros dapat merusak tatanan kehidupan, baik secara psikologis terhadap individu dan masyarakat maupun terhadap harta itu sendiri. Begitu juga kikir. Di samping itu, tindakan tersebut menghambat pertumbuhan perekonomian umat. Oleh karena itu, harta harus dimanfaatkan untuk kepentingan bersama 27 (masyarakat). Menerapkan gaya hidup sederhana. Konsep gaya hidup sederhana dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari jika individu atau masyarakat memperhatikan rambu-rambu sebagaimana di bawah ini. a. Larangan membelanjakan harta secara boros. Larangan ini ditujukan kepada seluruh lapisan masyarakat, dari kalangan orang melarat hingga konglomerat. Bagi mereka yang berpenghasilan besar, tidak diperkenankan membelanjakan hartanya secara berlebihan, bermewah-mewah dan berfoya-foya sekedar untuk memuaskan nafsunya.28 Hendaknya disadari bahwa harta benda pada hakekatnya diperuntukkan masyarakat.29 Di sekitar kita masih
25Wahbah al-Zuh}ayly, al-Tafsi>r al-Muni>r fi > al-‘Aqi>dah wa al-Shari>’ah wa al-Manhaj, jilid X (Bairut: Da>r al-Fikr al-Mu’a>s}ir, 1991), h. 108. 26Said H}awwa>, al-Usus fi> al-Tafsi>r, jilid VII (Mesir: Da>r al-Sala>m, 1989), h. 3889. 27Sayyid Qut}b, Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n, juz V (Kairo: Da>r al-Shuru>q, 1992), h. 2578-2579. 28Abu> al-A’la> al-Maudu>dy, Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam dan Berbagai Sistem Masa Kini, terj. Abdullah Suhaili (Bandung: PT. al-Ma’arif, 1984), h. 136. 29M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Bandung: Mizan, 1992), h. 325.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
352
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ... banyak orang yang berjibaku untuk tetap survive (mempertahankan hidupnya). Bagi mereka yang penghasilannya pas-pasan, seyogyanya membelanjakan hartanya sesuai dengan kemampuan ekonominya dan harus menyesuaikan income dan pengeluaran. Jika melampaui batas kemampuan ekonominya, diri mereka akan terseret ke lembah nista, seperti terbelit oleh hutang yang berantai dan pikiran menjadi kacau. Allah mengutuk tindakan pemborosan, seperti dalam firmannya dalam QS. al-Isra>’ (17): 26-27; ﻭ
ﺬﱢﺭﺒﻻﹶ ﺗﻞﹺ ﻭﺒﹺﻴ ﺍﻟﺴﻦﺍﺑ ﻭﻦﻴﻜﺴ ﺍﻟﹾﻤ ﻭﻘﱠﻪﻰ ﺣﺑ ﺫﹶﺍ ﺍﻟﹾﻘﹸﺮﺀَﺍﺕﻭ ﻛﹶﺎﻥﹶ ۖ ﻭﻦﻴﺎﻃﻴﺍﻥﹶ ﺍﻟﺸﻮﺍ ﺇﹺﺧﻮ ﻛﹶﺎﻧﻦﺬﱢﺭﹺﻳﺒﺇﹺﻥﱠ ﺍﻟﹾﻤ
ﺍﺮﻳﺬﺒﺗ
ﺍﺭے ﻛﹶﻔﹸﻮﻪﺑﺮﻄﹶﺎﻥﹶ ﻟﻴﺍﻟﺸ
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros (26). Sesungguhnya pemborospemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya (27). QS. al-An’a>m (6): 141;
ﻦﻴﺮﹺﻓﺴ ﺍﻟﹾﻤﺐﺤ ﻻﹶﻳﻪﺍ ۚ ﺇﹺِﻧﺮﹺﻓﹸﻮﺴﻻﹶ ﺗﻭ
… dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. QS. al-Shu’ara>’ (26): 151:
ﻦﻴﺮﹺﻓﺴ ﺍﻟﹾﻤﺮﺍ ﺃﹶﻣﻮﻌﻴﻄﻻﹶ ﺗﻭ
dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas. b. Larangan berlaku kikir. Islam mengutuk dan memerangi kebakhilan. Kebakhilan akan menjadi rintangan dan menghalangi pertumbuhan moral dan spiritual. Sifat yang paling dominan pada diri orang bakhil adalah sifat egoistis. Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
353
Mereka menganggap harta yang dimilikinya akan mampu menyelamatkan dirinya, walaupun tanpa harus berinteraksi dengan sesamanya. Akibat dari kebakhilan itu akan kembali pada dirinya, dia akan terisolasi dari kehidupan. Banyak ayat al-Qur’an yang mengutuk tindakan tersebut, di antaranya QS. A>li ‘Imra>n (3): 180;
ﺍﺮﻴ ﺧﻮ ﻫﻪﻠ ﻓﹶﻀﻦ ﺍﷲُ ﻣﻢﺎﻫﺎ ﺀَﺍﺗﻥﹶ ﺑﹺﻤﻠﹸﻮﺨﺒ ﻳﻦﻳ ﺍﻟﱠﺬﻦﺒﺴﺤﻻﹶ ﻳﻭ ۗ ﺔﺎﻣﻴ ﺍﻟﹾﻘﻡﻮے ﻳﺍ ﺑﹺﻪﻠﹸﻮﺨﺎ ﺑﻥﹶ ﻣﻗﹸﻮﻄﹶﻮﻴ ۖ ﺳﻢ ﻟﹶﻬﺮ ﺷﻮﻞﹾ ﻫ ۖ ﺑﻢﻟﹶﻬ ﺮﺒﹺﻴﻥﹶ ﺧﻠﹸﻮﻤﻌﺎ ﺗﺍﷲُ ﺑﹺﻤﺽﹺ ۗ ﻭﺍﹾﻷَﻭ ﻭﺕﺎﻭﻤﺍﺙﹸ ﺍﻟﺴﺮﻴِﷲِ ﻣﻭ Artinya: (180) Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. QS. Muh}ammad (47): 38;
ۗ ﻞﹾﺨﺒ ﻳﻦ ﻣﻜﹸﻢﻨﻞﹺ ﺍﷲِ ﻓﹶﻤﺒﹺﻴ ﺳﻲﺍ ﻓﻘﹸﻮﻔﻨﺘﻥﹶ ﻟﻮﻋﺪﻻﹶﺀِ ﺗ ﻫﺆﻢﺘﻫﺌﹶﻨ ﻢﺘﺃﹶﻧ ﻭﻨﹺﻲﺍﷲُ ﺍﻟﹾﻐے ۗ ﻭﻔﹾﺴِﻪ ﻧﻦﻞﹸ ﻋﺨﺒﺎ ﻳﻤﻞﹾ ﻓﹶﺈﹺﻧﺨﺒ ﻳﻦﻣﻭ ﺍﻮﻧﻜﹸﻮ ﻻﹶ ﻳ ﺛﹸﻢﻛﹸﻢﺮﺎ ﻏﹶﻴﻣﻝﹾ ﻗﹶﻮﺪﺒﺘﺴﺍ ﻳﻟﱠﻮﻮﺘﺇﹺﻥﹾ ﺗﺍﺀُ ۗ ﻭﺍﻟﹾﻔﹸﻘﹶﺮ ﺜﹶﺎﻟﹶﻜﹸﻢﺃﹶﻣ Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orangorang yang membutuhkan (Nya). QS. al-Nisa>’ (4): 36-37;
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
354
ﻥﹶﻠﹸﻮﺨﺒ ﻳﻦﻳﺍﻟﱠﺬ
ﺍﺭﻮﺎﻻﹰ ﻓﹶﺨﺘﺨ ﻛﹶﺎﹶﻥﹶ ﻣﻦ ﻣﺐﺤﺇﹺﻥﱠ ﺍﷲَ ﻻﹶﻳ
ۗ ےﻠﻪ ﻗﹶﻀﻦ ﺍﷲُ ﻣﻢﺎﻫﺎ ﺀَﺍﺗﻥﹶ ﻣﻮﻤﻜﹾﺘﻳﻞﹺ ﻭﺨ ﺑﹺﺎﻟﹾﺒﺎﺱﻥﹶ ﺍﻟﻨﻭﺮﺄﹾﻣﻳﻭ ﺎﻨﻬﹺﻴﺎ ﻣﺬﹶﺍﺑ ﻋﻦﺮﹺﻳﻠﹾﻜﹶﺎﻓﺎ ﻟﻧﺪﺘﺃﹶﻋﻭ Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (37) (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. c. Larangan menimbun harta (kekayaan). Kekayaan dianggap bernilai tinggi apabila sudah dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Dalam hal ini, penimbunan kekayaan bertentangan dengan prinsip tersebut. Oleh karena itu, menimbun kekayaan tidak diperkenankan, apalagi pengumpulannya melalui jalan yang tidak benar. Tindakan tersebut akan menghambat perputaran kekayaan dan keseimbangan perekonomian umat. Tindakan semacam itu termasuk suatu kejahatan yang dapat merusak tatanan kehidupan barmasyarakat. Monopoli sumber daya alam oleh segelintir manusia merupakan mental kapitalis, dan sangat dibenci oleh Islam.30 Tindakan tersebut bertentangan dengan firman Allah dalam QS. al-H{ashr (59): 7;
ﻜﹸﻢﻨﺎﺀِ ﻣ ﺍﹾﻷَﻏﹾﻨﹺﻴﻦﻴﻟﹶﺔﹰ ﺑﻭﻥﹶ ﺩﻜﹸﻮ ﻻﹶ ﻳﻛﹶﻲ
... supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orangorang kaya saja di antara kamu ... QS. al-Taubah (9): 34;
ِﻞﹺ ﺍﷲﺒﹺﻴ ﺳﻲﺎ ﻓﻬﻧﻘﹸﻮﻔﻨﻻﹶ ﻳﺔﹶ ﻭﻀﺍﻟﹾﻔ ﻭﺐﻥﹶ ﺍﻟﺬﱠﻫﻭﻜﹾﻨﹺﺰ ﻳﻦﻳﺍﻟﱠﺬﻭ ﻢﹴﻴﺬﹶﺍﺏﹴ ﺃﹶﻟ ﺑﹺﻌﻢﻫﺮﺸﻓﹶﺒ 30Abu>
al-A’la> al-Maudu>dy, Dasar-dasar Ekonomi, h. 118.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
355
Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. d. Penggunaan yang berfaedah dan tidak merugikan. Penggunaan harta benda ditekankan pada penggunaan yang berfaedah di jalan Allah. Dengan demikian, semua hal yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan.31 Sinyalemen ini banyak diungkapkan dalam al-Qur’an, misalnya QS. al-Baqarah (2): 219, 261, 264, 265, 272 dan 274. Penekanan di atas memberikan kesan bahwa Islam membebankan kewajiban pada pemilik harta benda untuk menggunakannya sedemikian rupa, sehinga tidak mendatangkan kerugian bagi orang lain.32 Kerugian yang diderita oleh orang lain akibat dari penggunaan harta benda merupakan suatu pelanggaran. Hal ini senada dengan QS. al-Baqarah (2): 190;
ﺍ ۚ ﺇﹺﻥﱠ ﺍﷲَ ﻻﹶﻭﺪﺘﻌﻻﹶ ﺗ ﻭﻜﹸﻢﻧﻠﹸﻮﻳﻘﹶﺎﺗ ﻦﻳﻞﹺ ﺍﷲِ ﺍﻟﱠﺬﺒﹺﻴ ﺳﻲﺍ ﻓﻠﹸﻮﻗﹶﺎﺗﻭ ﻦﻳﺪﺘﻌ ﺍﻟﹾﻤﺐﺤﻳ
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, Karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. e. Penggunaan yang seimbang. Ketentuan yang sangat mendasar mengenai perilaku pemilik harta benda ialah harus menggunakan harta benda tersebut secara seimbang. Selain dalam QS. al-Furqa>n (25): 67, hal ini juga diisyaratkan dalam QS. al-Isra>’ (17): 29; 31M.
A. Mannan, Islamic Economic, h. 92. Mah}mu>d Abi> Sa’u>d, Garis-garis Besar Ekonomi Islam, terj. Achmad Rais (Jakarta: Gema Insani Pres, 1991), h. 52. 32Lihat
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
356
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
ﻂﺴﺎ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﺒﻄﹾﻬﺴﺒﻻﹶ ﺗ ﻭﻚﻘﻨﻟﹶﺔﹰ ﺇﹺﻟﹶﻰ ﻋﻠﹸﻮﻐ ﻣﻙﺪﻞﹾ ﻳﻌﺠﻻﹶ ﺗﻭ ﺍ ﺭﻮﺴﺤﺎ ﻣﻣﻠﹸﻮ ﻣﺪﻘﹾﻌﻓﹶﺘ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Dengan penggunaan yang seimbang, kita dapat mempertahankan kesinambungan siklus 33 perekonomian umat. Harta benda yang kita peroleh merupakan kemurahan Allah yang disediakan untuk keperluan hidup kita.34 Semua itu harus diperlihara dengan baik dan dipergunakan semanfaat mungkin, jangan sampai lalai, sehingga mendorong kita untuk boros dan kikir. Dalam pengelolaan dan pengeluaran harta benda dianjurkan untuk dianggarkan, agar tidak terjadi over lapping (tumpang tindih), mana yang harus diprioritaskan dan didahulukan, sehingga bisa dihindari pengeluaran yang percuma. Pengeluaran yang bersifat konsumtif diupayakan untuk hemat dan sederhana, tidak berlebihan dan tidak terlalu kurang. Pemborosan bukan saja merusak jiwa si pelaku, melainkan juga mengacaukan masyarakat, menimbulkan kecurigaan pihak lain, ketenteraman masyarakat menjadi goncang dan rusak, serta dengan sendirinya merusak struktur ekonomi umat.35 33Khurshid Ahmad, “Economic Development in an Islamic framework,” dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economic (United Kingdom: The Islamic Foundation, 1981), h. 180. 34M. Umar Chapra, “The Islamic Welfare State and its Role in The Economy,” dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economic (United Kingdom: The Islamic Foundation, 1981), h. 164. 35Penjelasan selanjutnya dapat dilihat dalam ‘I>sa> ‘Abduh, al-Iqtis}a>d fi> al-Qur’a>n wa al-Sunnah (Kairo: Da>r al-Ma’a>rif, 1986), h. 38-41; Sa’i>d alKhud}ary, al-Madhhab al-Iqtis}a>di> al-Isla>my (Kairo: Da>r al-Nahd}ah al‘Arabiyyah, 1986), h. 534-535; Qut}b Ibra>hi>m Muh}ammad, al-Nuz}um alMa>liyyah fi> al-Isla>m (Ttp.: tp., tt.), h. 1366; dan Zainal Abidin Ahmad, Negara Adil Makmur Menurut Ibn Siena (Jakarta: Bulan Bintang, tt.), h. 191-197.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
357
D. Menimbang Solusi Al-Qur’an Dalam perspektif al-Qur’an, infak atau zakat menempati posisi yang amat penting dalam rangkaian ibadah maupun amaliyah kita serta amat strategis bagi pemberdayaan kesejahteraannya. Indikasi ini dapat ditangkap dari banyaknya ayat al-Qur’an yang menyebutkan hal tersebut. Ditilik dari aspek ajaran maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, infak merupakan sesuatu yang mutlak harus diimplementasikan guna melahirkan kesalehan pribadi maupun publik. Kesediaan seseorang ataupun lembaga dalam mengeluarkan dan mendistribusikannya dipandang sebagai pengejawantahan dari ketundukannya terhadap ajaran Islam. Selama ini, infak atau zakat telah menjadi simbol ajaran yang kerap kali dilupakan, baik oleh perorangan maupun publik, terutama dalam aspek pengalamannya. Realitas sosial telah menunjukkan bahwa infak selama ini dimaknai secara dangkal di kalangan kita. Seakan-akan infak atau zakat cuma dipandang sebagai rutinitas ritual, yang riskannya lagi hanya bersifat tahunan, yakni dalam bentuk zakat fitrah, dan diperparah lagi dengan anggapan bahwa dirinya sudah merasa paling dermawan dengan hanya memasukkan uang receh ke baki peminta sumbangan amal di jalanan. Distorsi pemahaman semacam itu harus diluruskan. Mainstream (pola pemahaman) tentang infak harus diarahkan pada nilai-nilai empowerment (pemberdayaan) umat. Secara universal, infak mengandung nilai-nilai kesejahteraan sosial, yakni dengan mewujudkan pemerataan ekonomi dan pendistribusian secara adil dan berkesinambungan. Dalam hal ini, infak bisa pengambil peran sebagai instrumen bagi pemberdayaan ekonomi umat. Jika hal tersebut dapat disosialisasikan secara efektif, besar kemungkinan potensi umat ini mampu untuk menjawab tantangan krisis multidimensional, khususnya krisis ekonomi yang berkepanjangan. Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
358
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
Potensi umat ini akan lebih produktif lagi jika memperoleh respon positif dari pemerintah dengan jalan memanifestasikannya melalui produk-produk hukum, seperti undang-undang (UU), yang alh}amdulilah, pada saat ini sudah ada wadah tentang hal itu, yaitu Undang-undang no. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Produk hukum ini akan lebih efektif dan berdayaguna jika dikonkretkan dalam aturan pelaksaannya serta yang paling penting dari semua itu adalah sosialisasi hal tersebut mulai dari lapisan atas sampai ke tingkat bawah. Untuk mewujudkan pemberdayaan sebagaimana dimaksudkan, diperlukan beberapa langkah konkret menuju terciptanya iklim yang kondusif bagi pencerahan umat. Di antara langkah-langkah tersebut adalah: Pertama, memberikan penyuluhan atau informasi yang yang tajam dan terpercaya akan pentingnya berderma melalui investasi dana umat, baik berupa kewajiban zakat atau infaq. Informasi semacam ini dapat ditempuh secara struktural maupun fungsional melalui beberapa media, baik secara lisan maupun tulisan. Secara lisan dapat disampaikan dalam berbagai forum, sedangkan secara tulisan dapat diinformasikan melalui media cetak atau media elektronik atau audio-visual. Kesadaran yang diharapkan adalah kesadaran secara integral, dan bukan secara parsial. Kedua, pemberdayaan di bidang SDM dan menejemen amanah dalam pengelolaan aset umat. SDM yang diharapkan adalah SDM yang profesional dan amanah. Kalau aset umat dikelola oleh tangan-tangan profesional, maka besar kemungkinan aset umat ini akan bisa menyentuh dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Di samping itu, pemberdayaan di bidang SDM dan pengelolaan ini akan mampu membuka lebih banyak lagi lapangan pengerjaan dan menyedot tidak sedikit tenaga kerja, sehingga mampu mengurangi pengangguran yang sedang melilit negeri ini. Ketiga, sikap uswah h}asanah atau keteladanan dari pemerintah dan abdi negara untuk berada pada garda depan dalam pemberdayaan infaq ini, yaitu dengan cara
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
359
mewajibkan pada setiap abdi negara, baik sipil maupun Angkatan Bersenjata, tentunya yang beragama Islam, untuk mengeluarkan sebagian dari penghasilannya atau gajinya dengan cara dipotong gajinya setiap bulan. Cara ini sangat efektif untuk menghasilkan dana abadi umat yang sebesarbesarnya dan untuk dipergunakan bagi kepentingan umat. Langkah yang ketiga, dalam bentuknya yang berbeda, sebenarnya sudah pernah ditempuh oleh Yayasan Amal Bakti Pancasila, yang ternyata mampu menghasilkan aset triliun-an, dan terbukti juga mampu membangun sejumlah masjid yang tersebar di seluruk pelosok negeri ini. Jadi, tidak perlu lagi meminta-minta di jalan raya untuk pembangunan masjid. Demikian juga BAZIS DKI Jakarta, setiap tahunnya mampu mengumpulkan miliaran rupiah dan dapat memberikan bea siswa kepada ribuan pelajar dan mahasiswa seta dapat membantu sejumlah pengusaha kecil dan menengah dengan cara memberikan semacam pinjaman lunak atau pinjaman produktif bagi mereka yang membutuhkan. Kita harus yakin, seandainya semua departemen di negara kita ini mampu memberdayakan aset umat ini, apalagi didukung juga oleh sektor swasta, maka besar kemungkinan negeri ini akan mampu mengurangi angka pengangguran dan anak putus sekolah, dan tidak mustahil akan mampu memberdayakan kaum d}u ’afa>’, sehingga tidak ada lagi anakanak yang putus sekolah gara-gara kesulitan biaya. E.
Penutup
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain: 1.
Infak yang dikeluarkan di jalan Allah (untuk kebaikan) akan dibalas dan dilipatkandakan pahalanya hingga tujuh ratus lipatan, bahkan lebih dari itu. Allah akan melipatgandakan pahala bagi mereka yang mengeluarkan infak secara profesional dan betul-betul mengharapkan rida Allah. Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
360
2.
3.
4.
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ... Infak merupakan tonggak penyokong perekonomian Islam. Oleh karena itu, infak hendaknya dibudayakan dalam kehidupan kita, demi tegaknya kesejahteraan sosial yang merata. Pengeluaran infak hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga bisa terhindar dari pemborosan dan penggunaan yang tidak bermanfaat. Mengeluarkan infak merupakan suatu kewajiban, oleh karena itu kita tidak boleh kikir dalam mengeluarkannya. Semaksimal mungkin, infak itu harus dikelola secara profesional. Pengelolaan infak secara profesional akan dapat membantu memperlancar pemeratan kekayaan dan memperingan beban fakir miskin, bahkan lebih dari itu, infak akan mampu menyelesaikan masalah pengentasan kemiskinan di negeri ini.
Daftar Pustaka Robert B. Ekelund, Jr. dan Robert D. Tollison, Economic, Boston, Little Brown and Company, 1986. Erwin R.A. Saligmen, “The Discipline of Economic”, dalam Erwin R.A. Saligmen (et. al.) Encyclopedia of The Social Sciences, vol. V, New York: The Macmillan Company, 1963. R. Soeharto A.K., Ensiklopedia Ekonomi, , Dahana Prize, 1986. David L. Sills (ed.), International Encyclopedia of The Social Sciences, vol. III, New York, The Macmillan Company & The Free Press, 1968. M. A. Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice, New Delhi, Iradat-i Adabiyat-i Delhi, 1977. Mus}t}afa> ‘Abd al-Wah}i>d, al-Mujtama’ al-Isla>my: Ahda>fuh wa Da’imuh, Awd}a>’uh wa Khas}a>isuh, Mesir, Da>r al-Ta’li>f, 1969. Qut}b Muh}ammad al-Qut}b, al-Isla>m wa al-Ida>ra>t wa al-Iqtis}a>d, Ttp., tp., tt.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
361
Muh}ammad al-Bahy, al-Fikr al-Isla>mi> wa al-Mujtama’ alMu’a>s}ir: Mushkila>t al-H}u km wa al-Tawji>h, Mesir, Da>r alQaumiya>t li al-T}aba>’ah wa al-Nashr, tt. Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfa>z} al-Qur’a>n al-Kari>m, Bairut, Da>r al-Fikr, 1987. Ibn Fa>ris Abi> al-H}usain Ah}mad ibn Zakariyya, Mu’jam Maqa>yi>s al-Lughah, juz I, Bairut, Dar al-Jail, 1991. Ibn Manz}u>r Jama>l al-Di>n Muh}ammad ibn Mukarram alAns}a>ry, Lisa>n al-‘Arab, juz XII, Mesir, Da>r al-Mis}riyyah, tt. Ibra>hi>m Ani>s et al., Mu’jam al-Wasi>t}, juz II, Bairut, Da>r al-Fikr, tt. Al-Ra>ghib al-As}fiha>ny, Mufrada>t Alfaz} al-Qur’a>n, Bairut, Da>r al-Shamsiyyah, 1992. Majd al-Di>n Muh}ammad ibn Ya’qu>b al-Faru>zabady alShayra>zy, al-Qa>mu>s al-Muh}i>t}, juz III, Bairut, Da>r al-Fikr, 1983. Muh}ammad ibn Abi> Bakr ibn ‘Abd al-Qa>dir al-Ra>zy, Mukhta>r al-Shih}h}a>h}, Bairut, Da>r al-Fikr, tt. Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1989. John Penrice, A Dictionary and Glossary of The Koran, New Delhi, Cosmo Publication, 1978. Edward William Lane, An Arabic English Lexicon, Bairut, Librarie Du Liban, 1986. Al-Shari>f ‘Aly Muh}ammad al-Jurja>ny, Kita>b al-Ta’ri>fa>t, Jeddah, al-H}aramain, tt. Abi> al-Qa>sim Ja>r Alla>h Mah}mu>d ibn ‘Umar al-Zamakhsha>ry al-Khawa>rizmy, al-Kashsha>f ‘an H}aqa>iq al-Tanzi>l wa ‘Uyu >n al-Aqa>wi>l fi> Wuju >h al-Ta’wi>l, juz I, Bairut, Da>r alFikr, 1977. Abi> Ja’far Muh}ammad ibn Jari>r al-T}abary, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A>ya>t al-Qur’a>n, jilid XI, Bairut, Da>r al-Fikr, 1988. Abu> ‘Abdillah Muh}ammad ibn Ah}mad al-Ans}a>ry al-Qurt}u>by, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, jilid XIII, Ttp., tp., tt.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
362
Solusi Al Qur’an untuk Kesejahteraan Umat ...
Muh}ammad ibn Yu>s uf Abi> H}ayya>n al-Andalu>sy al-Gharnat}y, Bah}r al-Muh}it} fi> al-Tafsi>r, jilid VIII, Bairut, Da>r al-Fikr, 1992. Syiha>b al-Di>n al-Sayyid al-Alu>sy al-Baghda>dy, Ru >h al-Ma’a>ni>, jilid XI, Bairut, Da>r al-Fikr, 1984. ‘Abd al-Rah}ma>n Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}y, al-Durr al-Manshu>r fi> Tafsi>r al-Ma’thu >r, jilid VI, Bairut, Da>r al-Fikr, 1993. Ah}m ad Mus}t}afa> al-Mara>g hy, Tafsi>r al-Mara>ghy, jilid VII, Bairut, Da>r al-Fikr, 1974. ‘Ala> al-Di>n ‘Ali> ibn Muh}ammad ibn Ibra>hi>m al-Baghda>dy, Tafsi>r al-Khazi>n: Luba>b al-Ta’wi>l fi> Ma’a>ni> al-Tanzi>l, jilid III, Bairut, D>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1995. Ima>d al-Di>n Abu> al-Fida>’ Isma>’i>l ibn Katsi>r al-Qurshy alDimashqy, Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m, jilid V, Bairut, Da>r al-Fikr, 1970. Abu> al-Faraj Jama>l al-Di>n ‘Abd al-Rah}ma>n ibn ‘Aly ibn Muh}ammad al-H}auzy, Za>d al-Mas}i>r fi> ‘Ilm al-Tafsi>r, jilid V, Bairut, Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994. Al-Sayyid Muh}ammad ibn H}usayn al-T}abat}aba’iy, al-Mi>za>n fi> Tafsi>r al-Qur’a>n, jilid XV, Bairut, Muassasah al-‘Ilm li alMat}bu>’ah, 1991. Wahbah al-Zuh}ayly, al-Tafsi>r al-Muni>r fi> al-‘Aqi>dah wa alShari>’ah wa al-Manhaj, jilid X, Bairut, Da>r al-Fikr alMu’a>s }ir, 1991. Said H}awwa>, al-Usus fi> al-Tafsi>r, jilid VII, Mesir, Da>r al-Sala>m, 1989. Sayyid Qut}b, Fi> Z}ila>l al-Qur’a>n, juz V, Kairo, Da>r al-Shuru>q, 1992. Abu> al-A’la> al-Maudu>dy, Dasar-dasar Ekonomi dalam Islam dan Berbagai Sistem Masa Kini, terj. Abdullah Suhaili, Bandung, PT. al-Ma’arif, 1984. M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1992. Mah}mu>d Abi> Sa’u>d, Garis-garis Besar Ekonomi Islam, terj. Achmad Rais, Jakarta, Gema Insani Pres, 1991. Khurshid Ahmad, “Economic Development in an Islamic framework,” dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010
Imam Amrusi Jailani
363
Islamic Economic, United Kingdom, The Islamic Foundation, 1981. M. Umar Chapra, “The Islamic Welfare State and its Role in The Economy,” dalam Khurshid Ahmad (ed.), Studies in Islamic Economic, United Kingdom, The Islamic Foundation, 1981. I>sa> ‘Abduh, al-Iqtis}a>d fi> al-Qur’a>n wa al-Sunnah, Kairo, Da>r alMa’a>rif, 1986. Sa’i>d al-Khud}ary, al-Madhhab al-Iqtis}a>di> al-Isla>my, Kairo, Da>r al-Nahd}ah al-‘Arabiyyah, 1986. Qut}b Ibra>hi>m Muh}ammad, al-Nuz}u m al-Ma>liyyah fi> al-Isla>m, Ttp., tp., tt. Zainal Abidin Ahmad, Negara Adil Makmur Menurut Ibn Siena, Jakarta, Bulan Bintang, tt.
Al-Qānūn, Vol. 13, No. 2, Desember 2010