DEMO : Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermark AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM KEMITRAAN USAHA WAKAF PRODUKTIF UNTUK KESEJAHTERAAN UMAT Oleh: Suhardo* Abstrak Pengembangan wakaf produktif dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan dan cara. Salah satu pendekatan dan cara yang sangat lazim dalam pengembangan ekonomi adalah membangun kemitraan usaha agar memperoleh hasil yang lebih maksimal. Tulisan ini dibuat bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana pemberdayaan wakaf secara produktif dapat dilakukan melalui pola kemitraan. Metode penulisan menggunakan analisisdeskriptif dengan menggambarkan potensi wakaf di Indonesia, urgensi dan peluang kemitraan, serta aplikasinya di lapangan. Studi ini menunjukkan bahwa untuk memberdayakan wakaf secara produktif dapat mengoptimalkan peluang kemitraan dan investasi wakaf untuk kesejahteraan masyarakat banyak. Keyword: Kemitraan usaha, wakaf produktif, dan kesejahteraan umat A. Pendahuluan Persoalan perwakafan nasional belakangan menjadi perbincangan yang sangat menarik. Berawal dari krisis moneter tahun 19971 dan berkembangnya isyu-isyu ekonomi Syariah saat itu, bangsa Indonesia mulai menyadari akan pentingnya mengembangkan lembaga sosial keagamaan, seperti zakat dan wakaf. Pada tahun 1999, terbit Undang-undang tentang pengelolaan zakat, dan disempurnakan pada tahun 2011 yang lalu. Kemudian pada tahun 2004 terbit Undang-undang tentang wakaf2, serta pada tahun 2006 terbit
* Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung Dpk STAI Laa Roiba Bogor. 1 Krisis moneter tahun 1997 disebut juga dengan krisis finansial yang terjadi di wilayah Asia. Krisis ini dimulai pada Juli 1997 di Thailand dan memengaruhi mata uang, bursa saham dan harga aset lainnya di beberapa negara Asia Timur. Korea Selatan dan Thailand adalah negara yang paling parah terkena dampak krisis ini, termasuk Hong Kong, Malaysia dan Filipina. Sedangkan Asia daratan seperti Tiongkok, Taiwan dan Singapura hampir tidak terpengaruh banyak. 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ini ditandatangani oleh presiden SBY pada tanggal 27 Oktober 2004, tujuh hari setelah SBY dilantik menjadi presiden. Jika dilihat dari masa pembahasan pengesahan di DPR RI, Undang-undang ini seharusnya ditandatangani oleh presiden Megawati Soekarnoputri, yaitu sekitar bulan Juli tahun 2004.
Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Wakaf. Khusus terhadap terbitnya peraturan perundang-undangan wakaf, dibangun atas semangat yang mulia, yaitu untuk mendorong meningkatkan kesejahteraan umat Islam dan membantu program pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika dilihat dari sejarah pengelolaan wakaf sebelum adanya regulasi, paradigma pengelolaan wakaf lebih pada pelaksanaan doktrin ibadah mahdhah semata, seperti untuk mebangun masjid, kuburan, pesantren, dan lain-lain. Namun, setelah regulasi peraturan perundang-undangan wakaf dilaksanakan, semangatnya dibangun untuk memberdayakan dan mengembangkan lembaga wakaf untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat. Perkembangan tersebut menjadi momentum penting bagi umat Islam Indonesia, bahwa lembaga sosial keagamaan, khususnya wakaf yang memiliki tradisi kuat dalam Islam, perlu terus dikembangkan. Sebagaimana diketahui, wakaf merupakan salah satu soko guru perekonomian dalam sejarah peradaban Islam masa lalu, diantaranya untuk mendukung kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan riset dalam bidang-bidang akademik dan teknologi, penerjemahan buku dan jurnah ilmiah, pengembangan
Kemitraan Usaha Wakaf ... 143
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
sarana pra-sarana sarana medis dan pelayanan kesehatan, penjaminan sosial bagi para mufti (ulama), dan lain sebagainya.3 Berdasarkan pengalaman sejarah tersebut, masyarakat Indonesia melalui ormas-ormas ormas Islam yang memiliki akses sangat luas terhadap pembinaan umatnya telah mengambil peran secara nyata. Beberapa catatan dapat diungkap di sini bahwa ormas Islam Nahdhatul Ulama (NU), aset-aset aset wakafnya lebih banyak berupa pembangunan pesantren, masjid, dan lahan-lahan lahan pertanian. Sementara di lingkungan Muhammadiyah telah dikelola dan dikembangkan secara lebih produktif melalui peran dan kontribusi lembaga amal usaha dalam bidang pendidikan, kesehatan, termasuk pemberdayaan ekonomi umat. Oleh karena itu, para pihak yang terus mengoptimalkan potensi wakaf untuk kepentingan masyarakat tersebut perlu mendapat apresiasi. Terlebih lagi, saat ini pemerintah, dhi. Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Kementerian Agama, terus menggalakkan “Gerakan Pemberdayaan Wakaf Produktif”. Tujuan yang diinginkan dari program ini adalah tumbuh kembangnya semangat para Nazhir dalam memberdayakan dan mengembangkan wakaf sehingga memiliki manfaat sebesarse besarnya untuk membangun peradaban Islam dan bangsa Indonesia. B. Peta Potensi Wakaf di Indonesia Menurut data paling mutakhir yang dimiliki oleh Direktorat Pemberdayaan Wakaf tahun 2011 berdasarkan laporan dari Kepala Bidang Haji, Zakat dan Wakaf Kantor or Wilayah Kementerian Agama 3
Dalam banyak literatur, wakaf telah berperan dalam peradaban umat Islam masa lalu. Salah satu contoh konkrit peran wakaf yang hingga saat ini dapat dirasakan adalah kontribusi kon Perguruan Tinggi Islam Internasional ALAL AZHAR, Kairo, Mesir. Selama berabad-abad, berabad perguruan tinggi tertua Islam ini menggunakan hasil pengelolaan wakaf untuk mengembangkan pendidikan melalui berbagai program, seperti program riset, penyediaan beasiswa beasi bagi mahasiswa/i muslim seluruh dunia, dan lain sebagainya.
144 Kemitraan Usaha Wakaf ...
Provinsi seluruh Indonesia, jumlah aset tanah wakaf di Indonesia seluas 2.171.041.349,74 M2, atau sekitar 2171 KM2.4 Jika disandingkan dengan luas Ibu Kota Jakarta yang hanya 661,52 KM2 dan negara tetangga, Singapura, yang hanya 679 KM2, maka jumlah aset tanah wakaf Indonesia hampir dua kali lipat luas Jakarta plus Singapura. Perbandingan ini dapat dilihat pada gambar berikut: 2500 2000 1500 1000 500 0
Series1
Jumlah aset yang sedemikian luas dan tersebar di 414.848 lokasi di seluruh nusantara tersebut menunjukkan besarnya potensi ekonomi wakaf. Jika diasumsikan dari jumlah tersebut 10 persen-nya persen memiliki potensi ekonomi tinggi yang dapat dikelola secara profesional-produktif, profesional maka aset tanah wakaf di seluruh Indonesia Indonesi menjadi kekuatan yang signifikan dalam perekonomian bangsa. Potensi inilah yang belum dipahami secara lebih baik bagi pengambil kebijakan perekonomian bangsa. Kekayaan tersebut belum menghitung potensi wakaf uang yang sedang dan akan terkumpul sebagai salah lah satu jenis wakaf likuid yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan undangan wakaf. Sebagai sebuah gambaran umum tentang potensi wakaf uang di Indonesia disimulasikan secara menarik oleh Mustafa Edwin Nasution, wakil ketua Badan Wakaf Indonesia. Mustafa afa mencontohkan, jika 10 juta umat muslim di Indonesia mewakafkan 4
Kertas Kerja Data Tanah Wakaf seluruh Indonesia, Sub Direktorat Sistem Informasi Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Tahun 2011.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
uangnya mulai dari Rp 1.000 sampai Rp. 100 ribu per-bulan, maka minimal dana wakaf uang yang akan terkumpul selama setahun dapat mencapai Rp 2,5 triliun. Bahkan, jika sekitar 20 juta umat Islam di tanah air mewakafkan hartanya sekitar Rp 1 juta per-tahun, maka potensi wakaf uang dapat mencapai Rp 20 triliun.5 Lebih fantastik lagi pendapat Direktur Tabung Wakaf Indonesia (TWI), Zaim Saidi, yang menyatakan bahwa potensi wakaf uang di Indonesia dapat mencapai sepertiga kekayaan umat muslim. Hitungan potensi itu diukur dari anjuran Rasulullah saw untuk berwakaf sebesar sepertiga harta yang dimiliki, sehingga potensinya sangat luar biasa. Potensi yang lebih bersifat intrinsik adalah kekuatan sistem ajaran ekonomi wakaf. Kekuatan ajaran terletak pada tiga aspek utama: (a) perbuatan wakaf didasarkan pada semangat kepercayaan (trust) yang sangat tinggi dari seorang wakif (pemberi wakaf) kepada Nazhir; (b) aset wakaf dimiliki oleh Allah atau umat yang tidak boleh berkurang sedikitpun, sehingga dapat memberikan manfaat abadi; (c) tujuan wakaf adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak. C. Urgensi dan Prinsip Kemitraan Wakaf Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1 menerangkan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan. Kata ‘disusun’ pada pasal dan ayat tersebut mengisyaratkan perlunya peran aktif pemerintah dalam menjabarkan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam amanat tersebut ke dalam nilai normatif-praktis yang sesuai. Termasuk dalam masalah yang berkaitan dengan kata ‘kekeluargaan’ dalam pasal dan ayat yang sama. Salah satu instrumen untuk mewujudkan asas kekeluargaan
dalam perekonomian nasional dan implementasinya di lapangan adalah melalui lemitraan usaha. Dalam hal ini pemerintah wajib mengatur dan mengawasi persoalan kemitraan ini, dengan membuat peraturan pelaksana dan sistem pengawasan yang sesuai. Kartasasmita (1996) menjelaskan bahwa kemitraan usaha, adalah merupakan hubungan antar para pelaku usaha yang didasarkan atas ikatan usaha yang saling menguntungkan, dalam hubungan kerja yang sinergis, yang hasilnya bukanlah suatu zero-sum game, tetapi merupakan positivesum game, atau win-win situation. Dengan kata lain,kemitraan usaha merupakan hubungan kerjasama antar usaha yang sejajar dilandasi dengan prinsip saling menunjang, dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan.6 Berdasarkan Undang-undang no 9 tahun 1995, kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha dengan skala besar yang disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan, oleh usaha menengah atau usaha skala besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Bank Indonesia (2007), seperti diungkapkan oleh Sayaka, et.al., (2008) telah mengembangkan Program Partnership terpadu (PPT) yang merupakan partnership (kemitraan) antara usaha besar dengan usaha kecil dengan melibatkan bank sebagai pemberi kredit dalam suatu ikatan kerjasama yang dituangkan dalam sebuah Nota Kesepakatan. Kemitraan ini bisa terjadi pada semua jenis usaha. Dari usaha pertanian, peternakan, pendidikan, hingga jasa semua bisa menggalang mitra demi pengembangan usahanya. Dalam hal wakaf produktif yang memungkinkan untuk mengembangkan semua jenis usaha,
5
6
Mustafa Edwin Nasution, Wakaf Tunai, Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Jakarta: PSKTTI UI), 2006.
Ginanjar Kartasasmita, Pembangunan untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan (Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo) 1996, 186-187.
Kemitraan Usaha Wakaf ... 145
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
konsep kemitraan sangat cocok untuk tujuan tersebut. Kemitraan tersebut terlaksana antara nazhir (pengelola wakaf) dengan mitra dari berbagai pihak, baik pemerintah, swasta ataupun masyarakat. Pihak perbankan syariah tentu saja sangat relevan dilibatkan pula dalam kerjasama ini. Jadi pada prinsipnya, kemitraan wakaf produktif adalah sebuah bentuk hubungan kerjasama yang melibatkan satu atau sekelompok orang atau badan hukum dengan satu atau sekelompok orang atau badan hukum lainnya, dimana masingmasing pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing, mendapatkan penghasilan atau keuntungan dari hasil usaha yang dilakukan secara bersama atau saling berkaitan, dengan tujuan menjamin tercapainya keseimbangan, keselarasan, dan keterpaduan yang dilandasi rasa saling menguntungkan, menguatkan, dan memerlukan, dan saling menggunakan etika bisnis. Syarat bagi keberhasilan kemitraan usaha dalam bidang apapun adalah kondisi dan hasil yang saling menguntungkan bagi kedua pihak yang adil dan dinamis. Adil disini maksudnya adalah tidak berat sebelah, tetapi sesuai dengan partisipasi masing-masing pihak. Sedangkan yang dimaksudkan dengan dinamis adalah tidak terpaku pada suatu keadaan, tetapi kemitraan usaha yang dibangun selalu berkembang secara dinamis, sehingga efektivitas, produktivitas, dan kualitas hasil usaha juga akan selalu berkembang. Ada beberapa tipe dari kemitraan usaha. Sebagai contoh dapat diambilkan dari Eaton dan Shepherd (2001) contract farming (pertanian)7 dapat dibagi dalam lima tipe: 1. Centralized Model, yaitu model terkoordinasi secara vertikal, yaitu sponsor membeli produk dari para petani, lalu memprosesnya, mengemasnya dan memasarkannya. 7
Eaton dan Shepherd, Contract Farming Partnership for Growth (UN: FAO Agricultural Service Bulletin), 2001.
146 Kemitraan Usaha Wakaf ...
2. Nucleus Estate Model, yaitu variasi dari model terpusat, yaitu sponsor juga memiliki dan mengatur lahan pertanian yang biasanya dekat dengan pabrik pengolahan. 3. Multipartite Model, yaitu dengan melibatkan badan hukum dan perusahaan swasta yang secara bersama-sama berpartisipasi dengan para petani. 4. Informal Model, yang biasa diaplikasikan kepada wiraswasta perseorangan atau perusahaan kecil dengan membuat kontrak produki informal yang mudah dengan para petani secara musiman. 5. Intermediary Model, yang biasa diaplikasikan terhadap usaha pemberdayaan masyarakat petani melalui mediasi lembaga pemerintah atau lembaga non profit lainnya dengan perusahaan mitra, memfasilitasi penyediaan dana, bimbingan dan penyuluhan, dan bisa pula dalam prakteknya membantu dalam pemasaran. Dalam wakaf produktif, model kemitraan di atas bisa saja diadaptasi. Namun yang harus diperhatikan adalah kesesuaiannya dengan prinsip Syariah8 dan harus benar-benar dipastikan memberi manfaat kepada masyarakat, bukan hanya kepada nazhir dan badan pengelola wakaf atau kepada si mitra tersebut. Yang lebih aman, adalah dengan menggunakan tipe nomor 5, yaitu Intermediary Model. Pada pokoknya, kemitraan dapat dan sangat perlu dilakukan dalam mengelola dan mengembangkan wakaf produktif, sepanjang sesuai dengan prinsip-prinsip umum kemitraan, yaitu: 8
Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, diantaranya menjalankan perintah dan tidak melanggar larangan Allah dan rasul-Nya, menjunjung tinggi keadilan, kenyamanan, keterbukaan (tidak ada unsur gharar), kejujuran, saling menghormati kedudukan, saling percaya secara moral dan di mata hukum, dan lain sebagainya.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
1. Saling memerlukan dan ketergantungan 2. Saling menguntungkan 3. Saling menghargai dan menghormati satu sama lain 4. Saling mematuhi kesepakatan bersama 5. Saling mempercayai 6. Berorientasi mencari keuntungan jangka panjang dan berkelanjutan 7. Memiliki kedudukan dan posisi yang sama. Tentunya hal ini harus sudah disepakati sejak awal dan dibuatkan Nota Kesepakatan yang memiliki kekuatan hukum. D. Fungsi dan Tujuan Kemitraan Dalam rangka membangun sinergi yang baik, lembaga-lembaga Nazhir wakaf harus menjalin kemitraan usaha dengan pihak-pihak lain yang mempunyai modal dan ketertarikan usaha sesuai dengan posisi benda wakaf yang ada, dengan nilai komersial yang cukup tinggi. Jalinan kerja sama ini dibuat untuk menggerakkan seluruh potensi ekonomi yang dimiliki oleh benda-benda wakaf tersebut. Sistem kerja sama dengan pihak ketiga tetap harus mengikuti sistem Syariah, baik dengan cara musyarakah maupun mudlarabah sebagai wujud dari pola penerapan ekonomi Syariah yang diyakini dapat menggantikan sistem kapitalis.9 1. Faktor Pembentuk Kemitraan Usaha Pentingnya kemitraan usaha bagi keberlangsungan usaha pengelolaan wakaf membuat setiap Nazhir harus berupaya keras untuk menjalinnya. Kepentingan jangka panjang menjadi pedoman dalam merajut kemitraan. Pengikat kemitraan usaha tidak selalu berupa aturan-aturan, namun juga dapat berupa konvensikonvensi informal dengan tetap berdasarkan Syariah. Mengenai proses 9
Banyak literatur tentang konsep ekonomi Islam. Salah satu buku yang secara komprehensif membahas tentang ekonomi Islam adalah buku karya adiwarman A. Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer (2001).
pembentukannya, dapat dicapai melalui berbagai interaksi antar unit usaha yang pada akhirnya menentukan konsistensi kemitraan usaha yang terbentuk. Ada tiga faktor pembentuk kemitraan usaha, yaitu : Pertama, terdapat pertukaran. Kemitraan usaha sebagai struktur sosial terbentuk karena adanya relasi-relasi sosial di antara pelaku-pelakunya yang dapat berupa perseorangan atau lembaga unit usaha. Interaksi yang terjadi dimaksudkan untuk melakukan sejumlah pertukaran, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap hal-hal yang dianggap berharga, seperti materi, informasi dan lain-lain. Kedua, terdapat "ketergantungan sumber daya". Faktor ini menegaskan bahwa terbentuknya kemitraan usaha adalah hasil upaya strategis organisasi (unit usaha) yang beroperasi dalam lingkungan usaha yang relatif tidak stabil untuk mengamankan sumber daya penting yang dikuasai oleh pihak lain. Dengan perkembangan lingkungan usaha yang semakin cepat, melalui kerja sama dengan pihak-pihak ketiga (yang dengan sendirinya telah membentuk kemitraan usaha), pemenuhan kebutuhan sumber daya dapat lebih terjamin. Begitu kemitraan usaha terbentuk, para pelaku yang terlibat di dalamnya akan berusaha menyesuaikan perilaku usaha mereka dengan mekanisme dan aturan yang berlaku. Ketiga, terdapat motif "ekonomi biaya transaksi". Sebuah usaha dapat memperoleh kebutuhannya secara efisien melalui "pasar" dan "hirarki". Pasar adalah tempat pertemuan penjual dan pembeli produk tertentu. Mekanisme pasar dianggap dapat mengatur pelaku-pelaku ekonomi untuk menghasilkan barang dan jasa secara efisien. Meskipun demikian, untuk mendapatkan produk yang dibutuhkan melalui pasar akan diperlukan biaya-biaya transaksi yang merupakan produk keterbatasan informasi, perilaku oportunistik dari pelaku-pelaku ekonomi, dan keterbatasan jumlah pelaku ekonomi. Jika kemudian biaya-biaya transaksi terlalu besar sehingga dinilai dapat merongrong
Kemitraan Usaha Wakaf ... 147
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
efisiensi usaha, beberapa perusahaan akan menggunakan "hirarki" untuk memperoleh kebutuhannya. Langkah yang akan dilakukannya adalah dengan memasukkan beberapa fungsi pasar ke dalam hirarki organisasi perusahaannya sendiri. 2. Pola Hubungan Kemitraan Usaha Ketiga faktor di atas secara sendiri atau berkombinasi (komplementer) membentuk pola hubungan yang selanjutnya membentuk kemitraan usaha. Pola-pola hubungan yang dimaksud adalah sebagai berikut: Pertama, pola hubungan vertikal, yaitu hubungan yang terjadi antara usahausaha yang memiliki kaitan ke depan (hilir) atau ke belakang (hulu). Hubungan ini terjadi –misalnya antara produsen buah segar dengan produsen manisan buah dan usaha buah kalengan. Kedua, pola hubungan horizontal, yakni hubungan yang terjadi antara usaha-usaha terkait langsung, namun tidak dalam sektor yang sama. Misalnya, hubungan antara produsen buah kalengan dan industri pengemasan. Ketiga, hubungan literal, yaitu hubungan antara usaha/institusi yang tidak terkait langsung, baik dalam sector yang sama maupun berbeda. Lembaga-lembaga pemerintah, LSM, dan kelompok-kelompok sosial adalah beberapa contoh diantaranya. Kadua hubungan yang disebutkan pertama juga dikenal sebagai jaringan antar unit usaha atau interfirm networks. Adapun pola hubungan terakhir disebut juga sebagai extrafirm networks. Pada interfirm networks, relasi yang terjadi berpusat pada kepentingan untuk memperoleh manfaat yang timbul dari spesialisasi masing-masing komponen (unit usaha) dan kerja sama yang berjangka panjang. Sementara pada extrafirm networks, hubungan yang terjadi lebih didasari oleh motif-motif yang berkaitan dengan kekuasaan atau pengaruh.
148 Kemitraan Usaha Wakaf ...
E. Peluang Pengembangan Wakaf Produktif di Indonesia Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat adalah memaksimalkan potensi kelembagaan yang telah diatur oleh ajaran Islam, seperti zakat, infak, sadaqah, hibah, wakaf dan lainlain.10 Lembaga-lembaga ekonomi yang ditawarkan oleh Islam merupakan upayaupaya strategis dalam rangka mengatasi berbagai problematika kehidupan masyarakat. Sebagai salah satu potensi yang mempunyai pranata keagamaan yang bersifat ekonomis, wakaf harusnya dikelola dan dikembangkan menjadi suatu instrumen yang mampu memberikan jawaban riil di tengah problematika kehidupan masyarakat. Namun dalam kenyataannya, wakaf kurang dikenal dan kurang mendapat perhatian yang serius dari sebagian besar kalangan, baik pemerintah, masyarakat, ulama, dan lembaga-lembaga non pemerintah (LSM).11 Di Amerika Serikat (AS) misalnya, sebuah negara sekuler terbesar di dunia, wakaf bagi warga muslim minoritas di sana, telah dikelola secara professional dan oleh lembaga keuangan Islam yang juga sangat bonafid. Di Amerika Serikat, lembaga yang mengelola wakaf tersebut adalah The Kuwait Awqaf Public Fondation (KAPF), yang bermarkas di New York, dimana Al-Manzil Islamic Financial 10
11
Beberapa ajaran Islam yang memiliki dimensi sosial selain hal di atas adalah Qurban, Dam, Diyat, Kafarat, dan Nadhar. Semua jenis ibadah tersebut jelas memiliki dimensi sosial untuk membangun jiwa seorang muslim agar lebih terbuka dan menganggap kekayaan bukan menjadi segalanya, sehingga tidak membutuhkan orang lain. Islam adalah ajaran yang sangat humanis dimana kekayaan material tidak menjadi ukuran dari kebahagiaan. Di negara-negara Timteng, urusan wakaf telah diurus oleh satu kementerian tersediri, yaitu Wizaratul Awqaf wal Hajj, dimana hal ini menunjukkan bahwa wakaf di negara-negara tersebut telah mendapatkan perhatian yang cukup baik. Sedangkan di Indonesia baru tahun 2004 memiliki Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perwakafan.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
Services sebagai advisornya. Satu hal yang perlu diketahui, berkat upaya KAFP dan Al-Mazil tersebut, kini di New York telah berdiri sebuah proyek apartemen senilai US 85 juta dolar di atas tanah yang dimiliki The Islamic Cultural Center of New York (ICCNY). Di Bangladesh, hal yang sama juga terlihat. Sosial Investment Bank Ltd. (SILB), kini telah mengembangkan operasionalisasi Pasar Modal Sosial (The Voluntary Capital Market) melalui pengembangan instrumen-instrumen keuangan Islam, seperti : Waqaf Properties Development Bond, Cash Waqf Deposit Certificate, Familiy Waqf Certificate, Mosque Properties Development Bond, Mosque Community Share, Quard–eHasana Certificate, Zakat/Ushar Payment Certificate, Hajj Saving Certificate, Non Muslim Trust Properties Development Bond, dan Municial Properties Development Bond. Bagaimana dengan Indonesia? Kekayaan wakaf di Indonesia yang begitu banyak secara umum pemanfaatannya masih bersifat konsumtif tradisional dan belum dikelola secara produktif, sehingga lembaga wakaf belum menyentuh dan terasa manfaatnya secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat. Dan sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihakpihak yang memerlukan, termasuk fakir dan miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial, khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya kurang berpengaruh dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan wakaf yang dapat dikelola secara produktif, maka kesejahteraan sosial masyarakat yang diharapkan tidak akan dapat terealisasi secara optimal. Di masa pertumbuhan ekonomi yang cukup memprihatinkan ini, sesungguhnya peranan wakaf di samping instrumeninstrumen lainnya, dapat dirasakan
manfaatnya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, khususnya di bidang ekonomi, apabila wakaf dikelola sebagaimana mestinya. Peruntukan wakaf di Indonesia yang kurang mengarah pada pemberdayaan ekonomi umat dan cenderung hanya untuk kepentingan kegiatankegiatan ibadah khusus lebih karena dipengaruhi oleh keterbatasan umat Islam akan pemahaman wakaf, baik mengenai harta yang diwakafkan, peruntukan wakaf maupun Nazhir wakaf. Pada umumnya umat Islam Indonesia memahami bahwa peruntukan wakaf hanya terbatas untuk kepentingan peribadatan dan hal-hal yang lazim dilaksanakan di Indonesia seperti untuk masjid, musholla, sekolah, makam dan lain-lain. Sehingga dapat dikatakan, potensi wakaf di Indonesia sampai saat ini belum dikelola dan diberdayakan secara maksimal dalam ruang lingkup nasional. Dari praktek pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi tertentu mengenai wakaf. Pertama, wakaf itu umumnya berujud benda tidak bergerak, khususnya tanah. Kedua, dalam kenyataan, di atas tanah itu didirikan masjid atau madrasah. Ketiga, penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wakif). Selain itu timbul penafsiran bahwa untuk menjaga kekekalannya, tanah wakaf itu tidak boleh diperjual-belikan. Akibatnya, di Indonesia, bank-bank tidak menerima tanah wakaf sebagai agunan meskipun ini akan menjadi kontroversi (bertentangan dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pasal 40). Padahal jika tanah wakaf dikelola melalui pendekatan ekonomi, maka suatu organisasi semacam NU dan Muhammadiyah atau universitas bisa mendapatkan keuntungan yang dapat diputarkan, dan menghasilkan sesuatu yang lebih besar.12 12
Pemberdayaan aset wakaf secara produktif hingga saat ini masih terbentuk juga dengan paradigma lama, bahwa harta benda wakaf itu tidak boleh disentuh oleh perubahan. Padahal menurut hadits Nabi, pemhaman wakaf adalaf:
Kemitraan Usaha Wakaf ... 149
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
Demikian pula penggunaan tanah wakaf dari wakif yang berbeda tidak bisa digabungkan, karena seolah-olah aset wakaf telah kehilangan identitas individual wakifnya. Padahal kalau beberapa harta wakaf bisa dikelola bersama, maka bisa dihimpun berbagai faktor produksi untuk suatu investasi, kalau perlu dengan “menjual” suatu aset wakaf untuk dijadikan modal finansial. Penjualan harta wakaf seperti ini konon telah diperbolehkan di negara Libya, asal dana hasil penjualan asset itu digabungkan dengan harta lain yang statusnya masih merupakan harta tetap. Sebab dengan penjualan itu, maka harta wakaf secara bersama-sama dapat menjadi asset produktif yang menghasilkan sesuatu (keuntungan, uang) yang dapat dimanfaatkan untuk umat. Jika potensi wakaf tersebut dikembangkan dengan baik dan dikelola berdasarkan asas-asas profesionalisme, maka akan membawa dampak besar dalam kehidupan masyarakat. Beban sosial yang dihadapi bangsa kita sekarang ini akan terpecahkan secara mendasar dan menyeluruh melalui sistem pengumpulan, pengelolaan dan pendayagunaan harta wakaf dalam ruang lingkup nasional. F. Membangun Kemitraan Wakaf Wakaf merupakan salah satu sumber dana yang penting dan besar sekali manfaatnya bagi kepentingan agama dan umat (khususnya Islam). Antara lain untuk pembinaan kehidupan beragama dan peningkatan kesejahteraan umat Islam, terutama bagi orang-orang yang tidak mampu, cacat mental/fisik, orang-orang yang sudah lanjut usia dan sebagainya yang sangat memerlukan bantuan dari sumber dana seperti wakaf. Penataan kehidupan masyarakat harusnya bisa dikelola secara baik dengan menjamin kualitas kehidupan yang dapat mewujudkan martabat kemanusiaan (alkaramah al-insaniyah) melalui tahan asetnya, kelola, dan salurkan hasil atau keuntungannya (ihbis ashlaha wa tashaddaq tsamrataha).
150 Kemitraan Usaha Wakaf ...
pemanfaatan harta wakaf secara maksimal. Sebagai bagian dari ajaran Islam, wakaf menandai adanya perhatian Islam yang tinggi atas masalah-masalah kemasyarakatan dari kehidupan manusia di dunia. Dalam rangka inilah, ajaran wakaf sesungguhnya terkait dengan masalah sumber daya alam yang merupakan harta kekayaan dan sumber daya manusia (SDM) sebagai subyek pemanfaatan. Di antara permasalahannya yang terpenting adalah perawatan, pengembangan, pelestarian, pengolahan, pengelolaan, pemanfaatan, pemerataan dan pengaturan yang baik dan adil untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lengkap, yang pada umumnya disebut kemakmuran, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam jangka pendek dan jangka panjang dari kehidupan manusia (dalam bahasa agama disebut fi al-dunya wa al-akhirah) untuk menjamin kepuasan, kesejahteraan lahir dan batin manusia dalam batas-batas pengendalian moral (iman dan takwa). Pelaksanaan wakaf di Indonesia, menurut data yang dimiliki oleh Departemen Agama Republik Indonesia masih didominasi pada penggunaan untuk tempat-tempat ibadah, seperti masjid, ponpes, musholla atau langgar. Sedangkan penggunaan pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan umum dalam bidang ekonomi masih sangat minim. Bentuk perwakafan di Indonesia untuk kepentingan (kesejahteraan) umum selain yang bersifat perorangan, terdapat juga wakaf gotong royong berupa masjid, madrasah, musholla, rumah sakit, jembatan dan sebagainya. Caranya adalah dengan membentuk panitia mengumpulkan dana, dan setelah dana terkumpul, anggota masyarakat sama-sama bergotong royong menyumbangkan tenaga untuk pembangunan wakaf dimaksud. Dalam pembangunan masjid atau rumah sakit, misalnya, harta yang diwakafkan terlihat pula pada sumbangan bahan atau kalau berupa uang, uang itu oleh panitia dibelikan bahan bangunan untuk membangun masjid atau rumah sakit.
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
Di Indonesia, wakaf pada umumnya berupa benda-benda konsumtif13, bukan benda-benda produktif. Ini dapat dilihat pada masjid, sekolah-sekolah, panti-panti asuhan, rumah sakit dan sebagainya. Ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah (di Jawa misalnya) tanah telah sempit, dan di daerah-daerah lain, menurut hukum adat (dahulu), hak milik perorangan atas tanah dibatasi oleh hak masyarakat hukum adat, seperti hak ulayat misalnya. Oleh karena harta yang diwakafkan itu pada umumnya adalah barang-barang konsumtif, maka terjadilah masalah biaya pemeliharaannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Imam Suhadi di Kabupaten Bantul Yogyakarta, bahwa penggunaan tanah wakaf untuk membantu kepentingan umum hanya 3 % seperti: sarana pendidikan, sarana kesehatan dll. Sedangkan yang 97% digunakan untuk tempat-tempat ibadah. Hal tersebut dapat dilihat dari data ikrar para wakif yang menyatakan bahwa wakafnya untuk masjid 65 %, untuk langgar 28 %, untuk musholla 4 %, sehingga keseluruhan untuk tempat ibadah berjumlah 97%, sedang wakaf yang memberikan kesejahteraan dan lain-lain hanya 3 %. Sedangkan penggunaan tanah wakaf di seluruh Indonesia 68% digunakan untuk tempat ibadah, 8,51 % untuk sarana pendidikan, 8,40 % untuk kuburan dan 14,60 % untuk lain-lain.14 Setelah diadakan penelitian, penggunaan tanah wakaf di Kabupaten Bantul, para wakif lebih banyak memilih mengikrarkan wakafnya untuk kepentingan ibadah mahdlah (khusus) sebagai hal yang dapat membantu kepentingan umum. Karena, masjid, musholla atau langgar 13
14
Dalam istilah lain, aset wakaf di Indonesia lebih banyak berupa tanah untuk kepentingan ibadah mahdlah, yaitu untuk mendirikan masjid, mushalla, kuburan, pesantren, madrasah, dan pembangunan fisik lainnya. Rata-rata kondisi aset wakag tersebut murni untuk satu kepentingan, dan tidak memiliki unsur produktif. Imam Suhadi, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa), Cetakan Pertama, 2002, 97-98.
biasanya sangat terasa manfaatnya bagi umat Islam yang menggunakannya. Dan memang perwakafan tanah dapat membantu kepentingan umum seperti yang dirumuskan dalam PP No. 28/1977 seperti jiwa Undang-undang Pokok Agraria agar tanah dapat membantu kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Berdasarkan penelitian terbatas di berbagai tempat yang dilakukan Imam Suhadi, baik studi literature atau penelitian lapangan terbukti bahwa penggunaan tanah wakaf di Indonesia dapat membantu kepentingan umum dalam rangka ikut menyejahterakan umat yang lebih luas, seperti : Pertama, hasil perwakafan di Jawa Timur, menurut penelitian Rakhmad Djatmiko pada tahun 1977, ternyata tanah wakaf hasilnya dapat membantu kemajuan masyarakat di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, pendidikan, dan bidang sosial lain (Rakhmad Djatmiko, 1984 : 30). Kedua, menurut observasi peneliti badan wakaf Pondok Modern Gontor Ponorogo, tanah wakaf yang dimilikinya mampu meningkatkan eksistensi Pondok Modern Gontor. Yayasan Badan Wakaf Pondok Modern Gontor memiliki tanah wakaf tersebar di Jawa Timur, seperti Ngawi, Madiun, Ponorogo, Nganjuk, Kediri, Jombang dan Trenggalek.15 Tanah wakaf tersebut sebagian besar dimanfaatkan untuk pertanian dan sebagian kecil untuk perkebunan seperti yang ada di Trenggalek seluas 2.031 Ha. Hasil produksi sawah dan perkebunan 15
Ada satu hal yang menarik sebelum wakaf dilaksankan dimana pimpinan pesantren Gontor (Nazhir), bertanya terlebih dahulu kepada calon Wakif tentang bentuk aset yang akan diwakafkan. Jika aset wakaf berupa tanah yang jauh dari pesantren Gontor, maka disarankan agar calon Wakif terlebih dahulu untuk menjual tanahnya dan hasilnya untuk membeli tanah di sekitar pesantren. Hal ini dilakukan Nazhir untuk tetap amanah dalam pengelolaan wakaf dari masyarakat. Jika tanah yang lokasinya jauh dari pesantren, maka Nazhir akan kesulitan untuk mengembangkannya karena faktor jarak (transportasi), dan pola manajemennya.
Kemitraan Usaha Wakaf ... 151
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
tersebut sebagian besar dipergunakan untuk kepentingan produktif, bukan untuk kepentingan konsumtif, dan memelihara eksistensi Pondok Modern dan pengembangan selanjutnya. Sebagai pusat kegiatan, Yayasan Wakaf tersebut terletak di desa Gontor merupakan kampus seluas 3 Ha, yang terdiri dari bangunan masjid, dua unit asrama santri, sebelas gedung untuk belajar dan sebelas gedung yang lain seperti untuk perpustakaan, koperasi santri, dapur, kafetaria, perumahan dasar dan balai kesehatan. Sebagian hasil tanah wakaf untuk pemeliharaan pendidikan yang terdiri dari: KMI (Kulliyatul Muallimin AlIslamiyah) di Gontor KMI (Kulliyatul Muallimin AlIslamiyah) khusus putri di Mantingan Ngawi IPD (Institut Pendidikan Darussalam) sebagai perguruan tinggi di Gontor PLMPM (Pusat Latihan Manajemen dan Pengembangan Masyarakat) di Mantingan Ngawi Untuk melihat seberapa jauh manfaat tanah wakaf yang dipergunakan Pondok Modern Gontor kepada masyarakat desa Gontor dan sekitarnya, tentunya tak bisa dilihat dalam tempo tahun-tahun belakangan ini saja. Untuk melihat secara obyektif, seharusnya dilihat dari kondisi desa sebelum ada Pondok dan desa Gontor sesudah adanya Pondok. Manfaat Pondok Modern tidak bisa dilihat dari satu aspek kehidupan saja, tetapi hendaknya juga dilihat dari beberapa aspek kehidupan. Salah satu sumbangan Pondok Modern ke masyarakat desa Gontor dalam pegmbangunan fisik dalam tahun terakhir ini saja sebagai berikut : Balai Desa Gontor Tanah dari keluarga KH. Ahmad Sahal (alm.) (hibah hak pakai). Bangunan balai desa dari Pondok Modern dengan pembayaran separuh harga pada tahun 1982 Listrik untuk jalan-jalan desa 152 Kemitraan Usaha Wakaf ...
Pompa air untuk sawah desa dengan mesin pembuat lubang (bor) dari Pondok Fasilitas lapangan sepak bola dan lapangan bola voly Sebagian tanah untuk kepolisian Kecamatan Mlarak Saluran air (kanal) sebelah barat Pondok Dengan uraian di atas, tanah wakaf dapat berguna untuk membantu kepentingan (kesejahteraan) umum apabila ikrar wakaf untuk kepentingan ibadah ‘ammah, bukan ibadah mahdloh. Salah satu kasus yang pernah ditemukan oleh Imam Suhadi adalah ada seorang wakif yang bernama Dr. Djojodarmo di desa Trirenggo Kabupaten Bantul, yang mewakafkan tanahnya seluas 4.218 M2, dengan ikrar wakafnya untuk digunakan memajukan masyarakat Islam, ternyata tanah wakaf tersebut sekarang dapat digunakan untuk sarana pendidikan, sarana kesehatan dan lain-lain. G. Peluang Kemitraan Investasi Wakaf produktif Investasi adalah menempatkan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut. Di samping untuk mendapatkan keuntungan, investasi juga ditujukan untuk mengurangi tekanan inflasi sehingga kekayaan yang dimiliki tidak merosot nilainya karena digerogoti oleh inflasi. Pada dasarnya investasi erat hubungannya dengan perbankan, dan pasar modal. Umumnya investasi dikategorikan pada dua jenis yaitu real assets seperti gedung, kendaraan, dan sebagainya, maupun financial assets yakni investasi yang dilakukan pada aspek keuangan, seperti deposito, obligasi, reksadana, dan pasar modal. Investasi harta wakaf dalam tatanan Islam merupakan sesuatu yang sangat unik yang berbeda dengan investasi di sektor pemerintah (public sector) maupun sektor swasta (private sector). Begitu uniknya,
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
sektor wakaf ini bahkan kadang-kadang disebut sebagai ‘sektor ketiga’ (third sector) yang berbeda dengan sektor pemeritah dan sektor swasta. Keunikan itu, tampak bahwa pengembangan harta melalui wakaf tidak didasarkan pada target pencapaian keuntungan bagi pemodal saja, baik pemerintah maupun swasta, tetapi lebih didasarkan pada unsur kebaikan dan kerja sama. Kegiatan investasi dilakukan dalam upaya mengembangkan, mendayagunakan dan memberi nilai tambah ekonomi, serta meningkatkan nilai manfaat sosial atas harta wakaf. Kegiatan investasi ditujukan pada sektor riil yang menguntungkan sesuai target market dan risk acceptance criteria. Kegiatan ini akan dijalankan dengan menggunakan dana wakaf yang dihimpun sesuai program wakaf, serta dapat juga dilakukan penghimpunan dana dengan pola kerjasama investasi yang bersifat komersil dari para investor menggunakan pola Musyarakah, Ijaroh, dan pola investasi komersil lainnya sesuai syariah. Dengan demikian, wakaf dalam syariah Islam sebenarnya mirip dengan sebuah economic corporation di mana terdapat modal untuk dikembangkan yang keuntungannya digunakan bagi kepentingan umat. Yang lebih menjamin keabadian wakaf itu adalah adanya ketentuan tidak boleh menjual atau mengubah aset itu menjadi barang tetapi tetap terus konsumtif16, menjadikannya sebagai aset produktif. Dengan kata lain, paling tidak secara teoritis, wakaf harus selalu berkembang dan bahkan bertambah menjadi wakaf-wakaf baru. Dari pelaksanaan kegiatan investasi ini diharapkan diperoleh keuntungan usaha. Bila kegiatan investasi menggunakan dana 16
Dalam pasal 40 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf bahwa harta benda wakaf tidak boleh dijual, dijaminkan, dihibahkan, diwariskan, dan lain-lain. Artinya, keutuhan benda wakaf harus dipastikan utuh meskipun dalam pengelolaannya mengalami kerugian.
penghimpunan wakaf, maka atas keuntungan bersih usaha hasil investasi ini (yaitu keuntungan usaha setelah dikurangi biaya usaha), akan dibagikan sesuai ketentuan Undang-undang Wakaf, yaitu 90% keuntungan akan diperuntukkan untuk tujuan wakaf (maukuf 'alaih), dan 10% untuk penerimaan Pengelola/Nazhir Wakaf. Sedangkan bila kegiatan investasi menggunakan dana kerjasama Investor, maka hasil usaha akan dibagi sesuai kesepakatan bagi hasil dengan Investor. Selanjutnya untuk bagi hasil porsi Pengelola/Nazhir wakaf akan dipecah menjadi dua bagian, yaitu 90% akan disalurkan kepada maukuf 'alaih, dan 10% untuk penerimaan Nazhir. 1. Investasi Wakaf Di Beberapa Negara Hasil Konferensi Negara-negara peserta OKI pada tahun 1997 di Jakarta melalhir rekomendasi pentingnya Badan wakaf di dunia Islam. Maka pada 2001 Islamic Development Bank (IDB) membentuk Badan Wakaf Dunia. Badan ini mengembangkan perwakafa produktif disektor riil dan perdagangan saham. Investasi dilakukan dibeberapa negara seperti di Qatar, Kuwait, Malaysia dan beberapa negara lainnya berupa perhotelan, perkantoran dan pertanian. Demikian juga Kuwait Public Waqf Foundation (al amanah al ’aamah li al-awqaf) menempatkan perwakafan sebagai instrumen ekonomi dan jaminan sosial. Penerima wakaf dari masyarakat dilakukan dengan cara yang mudah, di antaranya melalui Mobil banking, Short massege Service (SMS) dan kios wakaf. Pemerintah Arab Saudi, belakangan mulai menerapkan pengelolaan harta wakaf melalui sistem perusahaan atau corporation. Setelah berhasil dengan investasi harta wakaf dalam bentuk saham pada sebuah perusahaan kontraktor bangunan yang menghasilkan keuntungan, Kementerian Wakaf Arab Saudi mengembangkan pengelolaan wakaf dengan sistem perusahaan secara lebih luas. Manajemen investasi wakaf uang dapat dilakukan
Kemitraan Usaha Wakaf ... 153
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
dengan cara menginvestasikan dana wakaf ke berbagai sektor, seperti sektor ril, investasi langsung ke perusahaanperusahaan ataupun unit-unit usaha produktif, maupun sektor keuangan syari’ah, seperti deposito mudhârabah dan reksadana syari’ah. Keuntungan dari investasi wakaf uang tersebut dapat didistribusikan ke pihak-pihak yang berhak menerima dalam rangka memberdayakan ekonomi mereka. Demikian juga Wakaf di Mesir, Turki, Maroko, Yordan, Kuwait dan Qatar. Wakaf di sana bukan semata-mata wakaf konsumtif (yang butuh pembiayaan semata), tetapi sudah berkembang menjadi wakaf produktif (yang menghasilkan keuntungan barang dan uang, berupa gedung-gedung yang komersial, kebunkebun, saham-saham dan lain sebagainya). Seperti yang dilakukan di Malaysia, untuk mengembangkan harta wakaf investasi telah dilakukan melalui instrumen sukuk, dan Pasar Modal Malaysia yang diterbitkan oleh Suruhanjaya Sekuriti pada Februari 2001. Penerbitan Saham Wakaf oleh beberapa negeri seperti Johor, Melaka, dan Selangor. Hal ini dilakukan sesuai dengan keputusan Majma’ Fiqh Islamî pada 24 November 2005. Untuk menjamin pengelolaan wakaf uang di negara ini, dibentuk Pelan Takaful Wakaf oleh Syarikat Takaful Malaysia Berhad yang berdiri sejak tahun 1997. Syarikat Takaful ini dioperasikan berdasarkan prinsip mudhârabah. Keuntungan dari investasi pada portofolio keuangan syari’ah merupakan jumlah dari empat portofolio yaitu deposito perbankan syari’ah, obligasi syari’ah dan pasar modal syari’ah. Keuntungan akan digabung dengan keuntungan portofolio lainnya kemudian didistribusikan untuk rakyat miskin. Pengelolaan wakaf juga terjadi di negara sekuler Singapura. Dengan penduduk muslim minoritas (lebih kurang 453.000 orang saja) berhasil membangun harta wakaf secara inovatif. Melalui WARESS Investment Pte Ltd telah berhasil mengurus dan membangun harta wakaf
154 Kemitraan Usaha Wakaf ...
secara profesional. Di antaranya, membangun apartement 12 tingkat bernilai sekitar S$62.62 juta. WARESS juga berhasil membangun proyek perumahan mewah yang diberi nama The Chancery Residence. 2. Optimalisasi investasi Wakaf Menurut data aset wakaf di Indonesia yang dihimpun Kementerian Agama berjumlah sangat besar, sehingga untuk mengoptimalkannya diperlukan sumber daya manusia (human capital) yang sangat besar pula. Hal ini karena, Indonesia merupakan Negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Oleh karena itu, dua modal utama yang telah dimiliki bangsa Indonesia tersebut semestinya mampu memfungsikan wakaf secara maksimal, sehingga perwakafan di Indonesia menajadi wakaf produktif dan tidak lagi bersifat konsumtif. Di Indonesi, Nazhir wakaf belum banyak dilakoni secara profesional, karena kebanyakan Nazhir wakaf hanya kerja sampingan. Hasil penelitian Pusat Bahasa dan Budaya (PBB) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2006, terhadap 500 responden nazhir di 11 Propinsi, menunjukkan bahwa harta wakaf lebih banyak bersifat diam (77%) daripada yang menghasilkan atau produktif (23%). Temuan umum lainnya juga menunjukkan pemanfaatan terbesar harta wakaf adalah masjid (79%) daripada peruntukkan lainnya, dan lebih banyak berada di wilayah pedesaan (59%) dari pada perkotaan (41%). Sedangkan para nazhir pun tidak terfokus dalam mengelola, mereka mayoritas bekerja sambilan dan tidak diberi upah (84%)17, dan yang bekerja 17
Nazhir di seluruh Indonesia biasanya memiliki pekerjaan utama selain dipercaya sebagai Nazhir oleh masyarakat. Beberapa contoh pekerjaan Nazhir yang sering ditemui adalah ustadz (kyai) pesantren, guru madrasah, penghulu, pengurus sebuah yayasan keagamaan, pensiunan Kementerian Agama, atau lainnya. Rata-rata mereka kurang memiliki keterampilan terkait
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
secara penuh dan terfokus ternyata amatlah minim (16 %). Selain itu, wakaf di Indonesia lebih banyak dikelola oleh perseorangan (66%) alias tradisional, daripada organisasi professional (16%) dan berbadan hukum (18%). Data ini menjadi pijakan kita untuk meningkatkan perwakafan di Indonesia. Artinya, meningkatan pengelolaan wakaf harus dimulai dari meningkatan kualitas sumber daya manusia Nazhir yang kreatif, sehingga mampu melaksanakan tugas sesuai dengan tujuan wakaf dan memenuhi peruntukan wakaf. Menurut Monzer Kahf, Konsultan Islamic Finance USA, untuk optimalisasi fungsi wakaf perlu pembiayaan proyek-proyek wakaf dalam rangka mengoptimalkan fungsinya sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, ada dua bentuk pembiayaan proyek wakaf yakni model pembiayaan harta wakaf tradisional dan model pembiayaan harta wakaf baru secara institusional. Model pembiayaan proyek wakaf tradisional dalam wacana fiqh terdiri dari 1) Pembiayaan wakaf dengan cara menciptakan wakaf baru untuk melengkapi wakaf yang sudah ada, seperti perluasan Masjid Nabawi yang dilakukan pada masa khalifah Umar, Usman, Bani Umayyah, dan Bani Abasiyah. Setiap perluasan terjadi penambahan pada harta wakaf yang lama. 2) Pinjaman untuk biaya operasional dan biaya pemeliharaan dalam mengembalikan fungsi wakaf yang mendapat izin dari pemerintah. Wakaf akan lebih produktif jika pengelolaan ditingKekatkan melalui investasi ijârah (leasing), mudhârabah, Musyârakah, dan lain sebagainya Monzer Kahf menawarkan juga model untuk membiayai proyek-proyek wakaf dalam bentuk 1) Pembiayaan hukr (sewa jangka panjang dengan pembayaran di muka). Dalam model ini penyewa dapat membangun tanah wakaf dengan dana sendiri dan sepanjang ia membayar sewa kepada nazhir secara berkala. 2) Model
pembiayaan ijaratain (sewa dengan dua kali pembayaran), model ijaratain menghasilkan sewa jangka panjang yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama berupa pembayaran uang muka yang digunakan untuk merekontruksi harta wakaf yang bersangkutan, dan bagian kedua berupa sewa tahunan secara periodik selama masa sewa. Dalam pelaksanaannya model ijârah, menurut Monzer Kahf, dilakukan dengan cara pengelola wakaf (nazhir) memberikan izin untuk beberapa tahun kepada penyedia dana untuk mendirikan gedung di atas tanah wakaf. Kemudian, nazhir menyewakan gedung tersebut untuk jangka waktu tertentu kepada penyedia dana dan menggunakan untuk tujuan wakaf seperti perkantoran, apartemen, dan lain sebagainya. Nazhir dalam model pembiayaan ini tetap memegang kendali penuh terhadap manajemen proyek. Pada akhir kontrak penyedia dana akan memperoleh kembali modalnya dan keuntungan yang dikehendaki. Setelah itu, penyedia dana tidak dapat memasuki lagi harta wakaf. Berkaitan dengan hal ini, menarik sekali kasus investasi wakaf masjid yang dikembangkan di beberapa kota di Timur Tengah seperti Makkah, Kairo, dan Damaskus. H. Wakaf Produktif untuk Kesejahteraan Umat Sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi, pemberdayaan wakaf secara efektif dan efisien untuk kepentingan produktif adalah keniscayaan. Tentu harus ada upaya agar wakaf dapat dikelola secara produktif, seproduktif mengelola dan memberdayakan potensi kekayaan ekonomi bangsa kita. Ada beberapa langkah yang dapat ditempuh sebelum memberdayakan wakaf secara produktif18: Pertama, pemetaan potensi ekonomi. Sebelum pemberdayaan wakaf dilakukan, pemetaan potensi ekonomi harus dibuat 18
dengan manajemen pengelolaan aset wakaf secara produktif.
Liflet Subdit Penyuluhan Wakaf, Pemberdayaan Wakaf Secara Produktif, (Jakarta: Direktorat Wakaf Kemenag RI), 2009.
Kemitraan Usaha Wakaf ... 155
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
terlebih dahulu. Sejauh mana dan seberapa mungkin benda wakaf itu dapat diberdayakan dan dikembangkan secara produktif? Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemetaan potensi ekonomi adalah letak geografis benda wakaf (jika berupa tanah), seberapa besar dukungan masyarakat dan tokohnya, bagaimana peluang pasarnya, serta dukungan teknologi apa yang tersedia. Kedua, melakukan studi kelayakan usaha. Studi kelayakan usaha dibuat berdasarkan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunity and Threat), yaitu kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman. Ketiga, membuat proposal pemberdayaan. Isi proposal tersebut paling tidak memuat beberapa hal, yaitu: latar belakang, aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologis, aspek organisasi dan manajemen, aspek ekonomi dan keuangan (biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan, analisis kriteria investasi, break even point dan pay back period, proyeksi laba-rugi dan lairan kas), serta kesimpulan dan rekomendasi. Keempat, menjalin kemitraan usaha. Menjalin kemitraan usaha atau mencari investor adalah langkah strategis jika Nazhir tidak memiliki kemampuan finansial. Profil dan performance mitra usaha harus diperhatikan karena sangat menentukan bagi sukses tidaknya usaha yang akan dilakukan. Karena banyak mitra usaha yang hanya mengandalkan modal besar, tetapi tidak memiliki etika bisnis yang baik. Beberapa contoh mitra usaha yang dapat dipertimbangkan, yaitu Islamic Development Bank (IDB), perbankan Syariah dan unit usaha swasta lainnya. Kelima, menyiapkan SDM berkualitas. Menyiapkan SDM yang amanah dan professional adalah prasyarat mutlak dalam pemberdayaan wakaf produktif. Komposisi SDM yang dilibatkan harus sesuai dengan porsi usaha yang akan dilakukan dengan kualifikasi tertentu. Jika Nazhir tidak memiliki kemampuan yang
156 Kemitraan Usaha Wakaf ...
baik dalam pengelolaan wakaf secara langsung, maka Nazhir harus mempercayakan kepada SDM yang memiliki komitmen, kualitas dan moralitas tinggi. Keenam, mengelola dengan manajemen amanah dan professional. Pemberdayaan wakaf produktif harus dikelola dengan manajerial amanah, modern, transparan, dan akuntabel. Modal kepercayaan yang tinggi tanpa dibarengi kemampuan mengorganisir usaha, tidak akan memperoleh hasil yang baik. Pola pengelolaannya harus mengacu pada profesionalisme yang mengimbangi perkembangan dunia usaha masa kini, termasuk menerapkan sistem kontrol dan pengawasan yang baik, untuk menghindari terjadinya penyelewengan dan penyalahgunaan wakaf. Jika mampu menggerakkan wakaf di seluruh negeri, maka umat Islam dapat membantu upaya pemerintah dalam menumbuhkan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat banyak. Dengan demikian, umat Islam akan memperoleh kepercayaan diri yang kuat sebagai umat dan bangsa yang bermartabat, adil dan sejahtera dengan kondisi: (1) Meningkatnya ekonomi kerakyatan yang mandiri, kuat, dan tidak tergantung dengan dunia luar; (2) Meningkatnya kualitas sistem dan lembaga pendidikan umat dengan lahirnya SDM yang mumpuni dan bermoral tinggi yang siap bersaing pada level global, dengan penyediaan pendidikan murah dan bermutu, penyediaan beasiswa bagi SDM berkualitas yang tidak mampu, penyediaan lembaga riset, dan lain-lain. (3) Meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat dengan pelayanan murah; (4) Meningkatnya kualitas dakwah dan syiar Islam di seluruh pelosok nusantara di atas sendi-sendi ajaran wakaf yang diakui oleh dunia; (5) Meningkatnya kesejahteraan para pengelola wakaf, para ulama, kyai, ustadz yang terlibat dalam bidang pengembangan dakwah. (6) Meningkatnya kualitas pelayanan umum bagi masyarakat banyak
AL MASHLAHAH JURNAL HUKUM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM
lainnya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Berdasarkan uraian tersebut, wakaf tidak saja memiliki misi untuk ibadah ritual, juga memiliki dimensi sosial yang tinggi, yaitu untuk kesejahteraan masyarakat banyak. Jika selama ini aspek kesejahteraan masyarakat kurang atau bahkan tidak tertangani secara memadai oleh pemerintah, maka dana-dana yang dihasilkan dari pengelolaan wakaf dapat membantu meringankan tugas-tugas negara, minimal untuk mengatasi berbagai problem sosial ekonomi umat Islam sendiri dalam beberapa bidang, seperti bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, sarana prasarana ibadah, maupun bentuk kesejahteraan lainnya DAFTAR PUSTAKA Abd. Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Kontemporer (Jakarta: 2001). Al-Asyhar, Thobib, “Regulasi Wakaf: Menuju Profesionalisme Pengelolaan Wakaf di Indonesia”, dalam JURNAL BIMAS ISLAM, Vol. 4 No. 2, 2011. Al-Kabisi, Muhammad Abid Abdullah, Hukum Wakaf, Kajian Kontemporer Pertama dan Terlengkap tentang Fungsi dan Pengelolaan Wakaf serta Penyelesaian atas Sengketa Wakaf (Jakarta: DDR & IIman). Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Peraturan Perundangundangan Wakaf, (Jakarta: Ditjen Bimas Islam, Kemenag RI), 2010. Eaton dan Shepherd, Contract Farming Partnership for Growth (UN: FAO Agricultural Service Bulletin), 2001. Edwin Nasution, Mustafa, Wakaf Tunai, Inovasi Finansial Islam, Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat (Jakarta: PSKTTI UI), 2006. Fuad, Muhammad, Membangun Raksasa Tidur; Problematika Pengelolaan dan Pendayagunaan Wakaf di Indonesia (Jakarta: PIRAC), 2008.
Kartasasmita, Ginanjar, Pembangunan untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan (Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo) 1996. Kertas Kerja Data Tanah Wakaf seluruh Indonesia, Sub Direktorat Sistem Informasi Wakaf, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Tahun 2011. Liflet Subdit Penyuluhan Wakaf, Pemberdayaan Wakaf Secara Produktif, (Jakarta: Direktorat Wakaf Kemenag RI), 2009. Suhardi, Imam, Wakaf untuk Kesejahteraan Umat (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa), Cetakan Pertama, 2002. Tabloid Republika Dialog Jumat, Wakaf Uang Potensinya Sungguh Luar Biasa, Jumat, 9 Oktober 2009. Yusanto, Muhammad Ismail dan Wijayakusuma, Muhammad Karebet, Manggagas Bisnis Islami (Jakarta: Gema Insani), 2002.
Kemitraan Usaha Wakaf ... 157