HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN KECEMASAN EKSISTENSIAL PADA REMAJA DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG TAHUN 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam)
SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
ERI DWIARTI 1102016
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG 2007
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (lima) bendel Hal
: Persetujuan Naskah Skripsi Kepada Yth. Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang di Semarang
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaiman mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari : Nama
: Eri Dwiarti
NIM
: 1102016
Fak/Jurusan
: Dakwah/ BPI
Judul
: Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial pada Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007 (Analisis Asaz BKI). Dengan ini telah saya setujui dan mohon segera diujikan. Demikian, atas
perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 04 November 2007 Pembimbing,
Bidang Subtansi Materi
Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Drs.H. Djasadi, M.Pd
Abdul Sattar, M.Ag
NIP. 150 057 618
NIP. 150 290 160
PENGESAHAN
SKRIPSI HUBUNGAN KESADARAN-DIRI DENGAN KECEMASAN EKSISTENSIAL PADA REMAJA DI KEC. SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG TAHUN 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam)
Disusun oleh : Eri Dwiarti 1102016 telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 06 Desember 2007 dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat Susunan Dewan Penguji Ketua Dewan Penguji
Anggota Penguji Penguji I
Drs. Ali Murtadho, M.Pd
Komarudin, M.Ag
NIP. 150274618
NIP. 150299489
Sekretaris Dewan Penguji Pembimbing I
Penguji II
Drs.H. Djasadi, M.Pd
Drs.H.Abdul Ghofier Romas
NIP. 150057618
NIP. 150070388
MOTTO
ﻰﺣﺘ ﻮ ٍﻡ ﺎ ِﺑ ﹶﻘﺮ ﻣ ﻐﻴ ﻳ ﻪ ﹶﻻ ﻣ ِﺮ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ ﻦ ﹶﺃ ﻪ ِﻣ ﻧﺤ ﹶﻔﻈﹸﻮ ﻳ ﺧ ﹾﻠ ِﻔ ِﻪ ﻦ ﻭ ِﻣ ﻳ ِﻪﺪ ﻳ ﻴ ِﻦﺑ ﻦﺕ ﻣ ﺎﻌ ﱢﻘﺒ ﻣ ﹶﻟﻪ ﺍ ٍﻝﻭِﻧ ِﻪ ﻣِﻦ ﻭﻦ ﺩﻢ ﻣﺎ ﹶﻟﻬﻭﻣ ﺩ ﹶﻟﻪ ﺮ ﻣ ﻼ ﻮﺀﹰﺍ ﹶﻓ ﹶﻮ ٍﻡ ﺳ ﻪ ِﺑ ﹶﻘ ﺩ ﺍﻟﻠﹼ ﺍﻭِﺇﺫﹶﺍ ﹶﺃﺭ ﻢ ﺴ ِﻬ ِ ﻧﻔﹸﺎ ِﺑﹶﺄﻭﹾﺍ ﻣﻴﺮﻐ ﻳ "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka & dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan tersebut sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya: dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia" (Qs. Ar-Ra,ad : 11)..
Kehebatan dan kepintaran bukanlah sekedar kecerdasan dan kekuasaan, bukan pula keturunan pelanjut generasi atau kesaktian menggulung dunia, melainkan memberi makna setiap jengkal bumi walaupun hanya sebesar pasir dalam tebaran pantai dan “Gurun Sahara”. PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 04 November 2007
Eri Dwiarti NIM : 1102016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, yang Maha Pengasih, Penyayang dan pemurah karena hanya dengan rahmat dan pertolongan-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial pada Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam). Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan baginda nabi besar Muhammad saw beserta keluarga dan sahabat-nya yang kita nantikan syafa’atnya kelak di yaumul qiyamah. Penulis menyadari, tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Drs. H.M Zain Yusuf, MM selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang dan sekaligus sebagai dosen wali yang telah memberikan pengarahan, motivasi serta bimbinga kepada penulis. 2. Drs. H. Djasadi, M.Pd selaku Pembimbing I dan bapak Abdul Sattar, M.Ag selaku Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. 3. Bapak Baidi Bukhori, S.Ag, M.Si selaku Kajur BPI dan bapak Drs. Komarudin, M.Ag selaku Sekjur BPI Fakulats Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 4. Segenap bapak/ ibu dosen, serta karyawan dan karyawati Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 5. Bapak dan ibu yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk menuntut lmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 6. Bapak Camat Semarang Utara beserta stafnya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
7. juga tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu terselesainya penyusunan tugas ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akhirnya penulis hanya bisa berdoa semoga skripsi ini dapat membawa manfaat sekaligus menambah wawasan pengetahuan kita, terutama dalam pengembangan Bimbingan Konseling Islam.
Semarang, 04 November 2007 Penulis Eri Dwiarti
ABSTRAKSI Kajian pada penelitian ini adalah untuk mendapatkan dan menggambarkan hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Penelitian ini juga ingin mengetahui metodologi pemahaman Asaz Bimbingan Konseling Islam dalam upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial dengan pemikiran reflektif yang terlepas dari keterpakuan terhadap rumusan yang ada, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lebih applicable dalam pelayanan BKI. Dua dimensi utama dalam penelitian ini adalah kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial. Kesadaran-diri di fokuskan pada empat tahapan, yaitu tahap ketidaktahuan, tahap berontak, tahap kesadaran normal akan diri dan tahap kesadaran diri yang kreatif. Sedangkan mengenai kecemasan eksistensial penulis lebih memfokuskan pada pemahaman makna, dapat dipahami bahwa hakekat kecemasan eksistensial bukanlah kecemasan yang destruktif melainkan mengarah pada kecemasan yang konstruktif, serta kerangka materi tersebut dikaitkan dengan konsep “taubat”. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja, khususnya di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Sementara itu dalam kerangka diskriptifnya terdapat upaya implementasi kerangka materi tentang kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas BKI. Subyek dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang mempunyai kriteria usia 18-21 tahun dan beragama Islam, yang berjumlah 105 orang, yang terdiri dari 60 orang laki-laki dan 45 orang perempuan dari 1.050 populasi secara random sample melalui teknik purposive sampling dalam menentukan daerah kunci yang hendak diteliti. Data diperoleh dari angket yang disebarkan kepada responden, berupa angket tertutup yang berbentuk rating scale. Juga diperoleh melalui wawancara yang diwakili oleh 6 remaja, yaitu 1 perempuan dan 5 laki-laki. Variabel kesadaran-diri dijabarkan 29 item dan variabel kecemasan eksistensial dijabarkan dalam 27 item yang terdiri dari favorable dan unfavorable. Dengan validitas koefisien item yang bergerak antara -0.11 sampai 0.793 untuk skala kesadaran-diri dan -0.028 sampai 0.666 untuk skala kecemasan eksistensial. Penelitian ini mempergunakan analisis data korelasi product moment seri person. Sedangkan dalam menganalisis metodologi pemahaman azas BKI dalam upaya implementasi kerangka materi mengenai kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial, digunakan analisis deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah (1) terdapat hubungan yang signifikan antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial dengan angka korelasi yang menunjukkan signifikansi sebesar 0.685 pada taraf signifikan 1% (0.195) dan taraf signifikan 5% (0.256). (2) ada upaya penting dalam implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial dalam metodologi pemahaman azas BKI.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i NOTA PEMBIMBING ..................................................................................... ii PENGESAHAN ................................................................................................. iii MOTTO ............................................................................................................. iv PERSEMBAHAN .............................................................................................. v PERNYATAAN ................................................................................................. vi ABSTRAKSI ...................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2.
Perumusan masalah...................................................................... 9
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10
1.4.
Telaah Pustaka ............................................................................. 11
1.5.
Sistematika Penelitian .................................................................. 14
BAB II TINJAUAN TENTANG KESADARAN-DIRI, KECEMASAN EKSISTENSIAL PADA REMAJA DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM 2.1.
2.2.
Kesadaran-Diri ............................................................................. 17 2.1.1.
Pengertian Kesadaran-Diri ............................................... 17
2.1.2.
Tahapan-Tahapan Kesadaran-Diri ................................... 21
2.1.3.
Langkah-Langkah Mempertinggi Kesadaran-Diri........... 22
2.1.4.
Manfaat Mempertinggi Kesadaran-Diri........................... 24
Kecemasan Eksistensial ............................................................... 27
2.3.
2.2.1.
Pengertian Kecemasan Eksistensial ................................. 27
2.2.2.
Struktur atau Esensi Pengalaman Manusia ...................... 32
2.2.3.
Asumsi Tentang Manusia (analisis eksistensial).............. 33
2.2.4.
Ancaman Membangkitkan Kecemasan Eksistensial........ 36
Bimbingan dan Konseling............................................................ 38 2.3.1.
Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam.................... 38
2.3.2.
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling........................... 41
2.3.3.
Hakekat Manusia Perspektif BKI..................................... 42
2.3.4.
Azaz Bimbingan Konseling Islam ................................... 45
2.4.
Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial ....... 52
2.5.
Hipotesis....................................................................................... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
Jenis Dan Metodologi Penelitian ................................................. 58
3.2.
Definisi Konseptual dan Operasional........................................... 59
3.3.
Jenis dan Sumber Data ................................................................. 65
3.4.
Populasi dan Sampel ................................................................... 66
3.5.
Metode Pengumpulan Data .......................................................... 68
3.6.
Teknik Analisis Data.................................................................... 70
BAB IV GAMBARAN UMUM KECAMATAN SEMARANG UTARA 4.1.
4.2.
4.3.
Situasi Umum Kecamatan Semarang Utara................................. 75 4.1.1.
Keadaan Geografi ............................................................ 75
4.1.2.
Kondisi Masyarakat Islam ............................................... 77
4.1.3.
Tingkat Pendidikan dan Sarana Peribadatan.................... 78
4.1.4.
Sosial Ekonomi ................................................................ 80
Keadaan Umum Masyarakat Perkotaan ....................................... 81 4.2.1.
Kelurahan Bandarharjo .................................................... 81
4.2.2.
Kelurahan Tanjung Mas................................................... 82
4.2.3.
Kelurahan Purwosari........................................................ 84
Kondisi Umum Remaja di Kec. Semarang Utara ........................ 85
4.3.1. Kesadaran-Diri pada Remaja................................................ 85 4.3.2. Kecemasan Eksistensial........................................................ 86
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Data Penelitian ................................................................. 89 5.1.1. Alat Ukur Data...................................................................... 89 5.1.2. Pengelompokan Data............................................................ 90 5.2. Pengujian Hipotesis .......................................................................... 103 5.2.1. Analisis Pendahuluan ........................................................... 103 5.2.2. Analisis Uji Hipotesis........................................................... 108 5.2.3. Pembahasan .......................................................................... 112
BAB VI PENUTUP 6.1.
Kesimpulan .................................................................................. 132
6.2.
Saran-saran................................................................................... 133
6.3.
Penutup......................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN BIODATA
PEDOMAN WAWANCARA
I.
UNTUK POLSEK SEMARANG UTARA
1. Seberapa besarkah perbandingan statistika kenakalan/ kriminalitas remaja di kecamatan Semarang seluruhnya tahun 2006? 2. Berapa macamkah kenakalan/ kriminalitas yang dilakukan remaja di kecamatan Semarang Utara? Dan apa saja bentuknya? 3. Kelurahan manakah yang paling tinggi tingkat kenakalan/ kriminalitasnya diantara sembilan kelurahan yang lain di kecamatan Semarang Utara? (tiga kelurahan) 4. Dari tahun 2006- Maret 2007, ada berapa kasuskah tindak kriminalitas remaja yang terjadi diantara tiga kelurahan tersebut?
II.
UNTUK REMAJA DI KECAMATAN SEMARANG UTARA
1. Bentuk kenakalan/ kriminalitas yang pernah dilakukan? 2. Faktor apa saja yang mendorong melakukan kenakalan/ tindak kriminalitas? 3. Apakah ada perasaan takut ataupun rasa bersalah, ketika sebelum dan sesudah melakukan kenakalan/ kriminalitas? 4. Apakah kenakalan/ kriminalitas tersebut masih dilakukan sampai sekarang atau tidak? 5. Apabila sudah tidak melakukan kenakalan ataupun kriminalitas, motivasi apa dalam rangka untuk meninggalkan perbuatan tersebut?
III.
UNTUK TOKOH AGAMAWAN
1. Bagaimanakah umumnya perilaku remaja di kecamatan Semarang Utara sekarang ini, apabila di lihat dari kaca mata agama? 2. Bagaimana kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara khususnya dalam hal beragama? 3. Kira-kira berapa prosentasekah remaja yang mempunyai kesadaran diri didalam menerapkan ajaran islam pada kehidupan sehari-hari?
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I
Spesifikasi Kesadaran-Diri
64
Tabel II
Spesifikasi Kecemasan Eksistensial
66
Tabel
III
Jumlah Penduduk di Kec. Semarang Utara Menurut Agama
71
Tabel
IV
Sarana Peribadatan di Kec. Semarang Utara
72
Tabel
V
Data Penduduk Menurut Tingkat Usia di Kec. Semarang Utara 72
Tabel VI
Data Tingkat Pedidikan di Kec. Semarang Utara
73
Tabel VII
Sarana Pendidikan Umum di Kec. Semarang Utara
74
Tabel
VIII
Sarana Pendidikan agama Islam di di Kec. Semarang Utara
74
Tabel
IX
Mata pencahariaan Penduduk di Kec. Semarang Utara
75
Tabel
X
Jumlah penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Bandarharjo) 76
Tabel
XI
Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Tanjung Mas)77
Tabel
XII
Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dipeluk (Purwosari) 79
Tabel
XIII
Diskripsi Subyek Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Tabel
XIV Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian
85
Tabel
XV
86
Tabel
XVI Nilai Angket Skala Kecemasan Eksistensial Remaja
Nilai Angket Skala Kesadaran-Diri Remaja
84
92
Tabel XVII Tabel Kerja Koefisien Skala Kesadaran-Diri dan Kecemasan Eksistensial
92
Tabel XVIII Taraf Signifikan Hasil Koefisien Korelasi
104
Tabel XIX Perhitungan Hasil Uji Hipotesis
105
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Eri Dwiarti
Tempat/ Tanggal Lahir
: Semarang, 02 Oktober 1981
Alamat
: Jl. Rorojonggrang Selatan I Rt 09 Rw VI Kel. Manyaran Kec. Semarang Barat
Agama
: Islam
Pendidikan Formal : 1. SDN Panjangan 02 Semarang
lulus tahun 1993
2. SMP Muhammadiyah 04 Semarang
lulus tahun 1996
3. SMK Muhammadiyah 01 Semarang
lulus tahun 1999
4. IAIN Walisongo
lulus tahun 2008
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Semarang, 04 November 2007
Eri Dwiarti
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah SWT sebagai khalifah yakni sebagai penggantiNya dalam hal memanage alam dan ekosistem ilahiyah yang rahmatan lil’alamin, menaburkan potensi keselarasan, kemanfaatan, musyawarah, kasih sayang ke seluruh penjuru alam, baik di bumi maupun di langit, di dunia maupun di akhirat, di alam lahir (musyahadah) maupun alam batin (ghaib) serta memiliki kemerdekaan (freedom) untuk mengembangkan diri. Allah SWT melengkapi manusia dengan sifat khauf dan sifat rajaa'. Sifat khauf adalah sifat yang diberikan Allah berupa rasa cemas, was-was, takut dan khawatir dan pesimis. Sedangkan rajaa’ adalah sifat berupa sikap penuh harapan, keyakinan, optimisme dan kekuatan. Kondisi ini merupakan eksistensial manusia yang tidak dapat dihindari, dan keduanya merupakan kekuatan yang ada pada diri manusia tetapi tidak harus berbenturan, melainkan harus sinergis dan harmonis, berkembang kearah kesatuan (Yusuf, dkk, 2005 : 137). Manusia itu unik, dalam arti bahwa dia berusaha untuk menemukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian, manusia lahir ke dunia ini dalam keadaan sendirian dan mati dalam keadaan sendirian pula. Sungguhpun pada hakekatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan
1
2
dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah makhluk yang rasional (Corey, 1988:55). Manusia juga memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berfikir dan memutuskan. Menyadari dirinya sendiri merupakan syarat utama dari pertumbuhan diri, dan tujuannya untuk memperbesar kesanggupan menghadapi kecemasankecemasan secara konstruktif. Menurut May yang dikutip oleh Koesworo dalam bukunya "psikologi Eksistensial" (1998:23) kecemasan merupakan masalah yang mendasar. Pada taraf individual, kecemasan dialami sebagai ancaman "inti" dari individu karena individu tidak lagi mengetahui peran apa yang harus dimainkan dan asas apa yang harus diikutinya untuk tindakan-tindakan yang akan diambilnya. Kecemasan itu menyakitkan individu karena menyerang dan akan mengancam menghancurkan diri. Oleh karena itu untuk memperoleh inner strength (kekuatan dalam) yang diperlukan individu agar dirinya mampu mengatasi kecemasan-kecemasan adalah dengan mempertinggi kesadaran dirinya. Sedangkan masa remaja adalah masa bergejolaknya bemacam-macam perasaan yang kadang-kadang bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Termasuk masa peralihan yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa peralihan pada kanakkanak yang penuh ketergantungan dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri (Darajdat, 1979:86). Maka remaja perlu meningkatkan kesadaran dirinya
3
sehingga mampu melihat kesalahannya untuk kemudian membuat dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab, sehingga adanya pengendalian atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan di dalam hidup. Uraian tersebut merupakan wacana kemanusiaan yang mengarah pada kesadaran masyarakat untuk menjadi da'i bagi dirinya sendiri. Salah satunya remaja yang menjadi objek penelitian ini. Selain itu esensi dakwah bukan terletak pada usaha merubah masyarakat, namun lebih berorientasi untuk mampu merubah diri dengan kesadaran dan pemahamannya terhadap masalah yang mereka hadapi (Pimay, 2005: 46). Konsep tersebut sejalan dengan pernyataan wahyu: “Allah tidak akan merubah keadaan sebuah masyarakat sampai mereka sendiri merubahnya", sebagaimana firman Allah Qs. Ar-Ra’ad:11
ﻰﺣﺘ ﻮ ٍﻡ ﺎ ِﺑ ﹶﻘﺮ ﻣ ﻐﻴ ﻳ ﻪ ﹶﻻ ﻣ ِﺮ ﺍﻟﹼﻠ ِﻪ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﹼﻠ ﻦ ﹶﺃ ﻪ ِﻣ ﻧﺤ ﹶﻔﻈﹸﻮ ﻳ ﺧ ﹾﻠ ِﻔ ِﻪ ﻦ ﻭ ِﻣ ﻳ ِﻪﺪ ﻳ ﻴ ِﻦﺑ ﻦﺕ ﻣ ﺎﻌ ﱢﻘﺒ ﻣ ﹶﻟﻪ ﺍ ٍﻝﻭِﻧ ِﻪ ﻣِﻦ ﻭﻦ ﺩﻢ ﻣﺎ ﹶﻟﻬﻭﻣ ﺩ ﹶﻟﻪ ﺮ ﻣ ﻼ ﻮﺀﹰﺍ ﹶﻓ ﹶﻮ ٍﻡ ﺳ ﻪ ِﺑ ﹶﻘ ﺩ ﺍﻟﻠﹼ ﺍﻭِﺇﺫﹶﺍ ﹶﺃﺭ ﻢ ﺴ ِﻬ ِ ﻧﻔﹸﺎ ِﺑﹶﺄﻭﹾﺍ ﻣﻴﺮﻐ ﻳ Artinya : "Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka & dibelakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan tersebut sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya: dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia" . Tugas perkembangan yang penting dihadapi remaja adalah bebas dari ketergantungan emosional seperti masa kanak-kanak mereka. Pada masa kanakkanak, anak sangat bergantung emosinya pada orang tua atau orang dewasa lain. Dalam masa remaja, individu dituntut tidak lagi mengalami perasaan bergantung
4
semacam itu. Pentingnya kebebasan emosi bagi remaja ini, didasarkan pada kenyataan bahwa remaja yang selalu bergantung secara
emosional, akan
menemui berbagai kesukaran dalam masa dewasa. Dalam masa remaja, individu yang demikian itu tidak dapat menentukan rencana sendiri terhadap langkah atau pilihan yang ditempuhnya. Hal demikian ini tentu saja akan menimbulkan kesukaran-kesukaran dalam masa dewasa dan mengakibatkan kecemasan, bila tidak dihadapi secara konstruktif akan mengarah pada kompensasi-kompensasi dalam bentuk pelarian diri kepada obat bius, seks, judi (Mapiare, 1982: 104). Permasalahan yang dihadapi oleh remaja bermacam-macam bentuknya, sehingga menimbulkan ketegangan yang mengarah pada kecemasan. Menurut Kartono (1992:121) kecemasan bisa timbul karena perasaan takut kehilangan, perasaan bersalah (berdosa). Remaja merasa cemas kalau-kalau dia akan diadili, diejek, dikutuk, ditertawakan, disisihkan, dan lain-lain. Perasaan tersebut berakar dari kesadaran diri sehingga mengarah pada kekhawatiran untuk menghadapi ancaman, mengatasi bahaya-bahaya yang mungkin menghadang. Menurut Goleman (2002:93) kekhawatiran tersebut memunculkan sesuatu yang positif, Fungsi kekhawatiran – apabila berhasil – adalah untuk melatih mengenali bahaya dan menyajikan pemecahan untuk dihadapinya. Akan tetapi permasalahan yang muncul dalam kekhawatiran ataupun rasa bersalah kadang tidak sesukses itu. Malah justru sebaliknya menghancurkan eksistensi diri dan mengarah pada kecemasan neurotis (berperilaku menyimpang) bukan mengarah pada kecemasan yang konstruktif (eksistensial). Dalam pandangannya Corey (1988:64) kecemasan
5
neurotis erat kaitannya dengan kebiasaan menggunakan mekanisme pembelaan diri dan pelarian diri, sehingga orang selalu menjadi bingung gelisah, merasa terancam, tersudut dan seterusnya. Fenomena inilah yang terjadi juga pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota semarang yang notabenenya tinggi tingkat kriminalitasnya yang mengarah pada perilaku menyimpang. Sedangkan sifat dasar manusia adalah baik dan ingin kembali kepada kebenaran sejati. Oleh karena itu remaja memerlukan bimbingan dalam upaya memperbesar kesanggupan menghadapi kecemasan-kecemasan secara konstruktif dan mampu menentukan rencana sendiri (mandiri), sebab salah satu azas bimbingan adalah azas kemandirian agar individu tidak tergantung pada orang lain dan dapat mandiri (Ancok 2001:161). Azas kemandirian merupakan tujuan akhir bimbingan dan konseling pada setiap individu ; oleh karena itu pelayanan bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk mengembangkan klien agar mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi setiap kesulitan atau permasalahan yang dihadapinya . Bimbingan menurut Prayitno dan Erman Amti adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik kanak-kanak, remaja maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno, 1999 : 99).
6
Ajaran Islam datang kepermukaan bumi juga memiliki tujuan yang sangat prinsip atau mendasar, yaitu membimbing, mengarahkan, menganjurkan kepada manusia menuju kepada jalan yang benar yaitu “Jalan Allah”. melalui jalan itulah manusia akan dapat hidup selamat dan bahagia di dunia hingga di akherat. Firman Allah SWT dalam Qs.. An-Nahl : 125
ﻚ ﺑﺭ ِﺇﻥﱠﺴﻦ ﺣ ﻲ ﹶﺃ ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫﺎ ِﺩﹾﻟﻬﻭﺟ ﻨ ِﺔﺴ ﺤ ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ ﻤ ﺍﹾﻟﻤ ِﺔ ﻭ ﺤ ﹾﻜ ِ ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ ﺑﺭ ﺳﺒِﻴ ِﻞ ﻉ ِﺇﻟِﻰ ﺩ ﺍ ﻦ ﺘﺪِﻳﻬ ﻤ ﺑِﺎﹾﻟﻋﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻭﻫ ﺳﺒِﻴِﻠ ِﻪ ﻦﺿﻞﱠ ﻋ ﻦ ِﺑﻤﻋﹶﻠﻢ ﻮ ﹶﺃ ﻫ Artinya : “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” Sedangkan pengertian bimbingan Islam adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat (Faqih, 2001:4). Secara garis besar, tujuan Bimbingan Konseling Islam yaitu “membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. Individu yang dimasudkan disini adalah orang yang dibimbing atau diberi konseling baik orang perorangan maupun kelompok. “Mewujudkan diri sebagai manusia seutuhnya” berarti mewujudkan diri sesuai dengan hakekat sebagai manusia untuk menjadi manusia yang selaras perkembangan unsur dirinya dan pelaksana fungsi atau kedudukannya sebagai makhluk Allah (makhluk religius), makhluk individu, makhluk sosial dan sebagai
7
makhluk berbudaya. Bimbingan Konseling Islam berlangsung pada citra manusia. Maksud Citra manusia yaitu manusia yang sebenar-benarnya manusia; manusia dengan aku dan kediriannya yang matang, tangguh dan dinamis; dengan kemampuan sosialnya yang luas dan bersemangat, tetapi menyejukkan; dengan kesusilaannya yang tinggi; serta dengan keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mendalam (Hasanah, 2004:62). Islam memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi) tersendiri. Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari yang lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensial rohaniahnya. Maka dalam pelayanan bimbingan konseling Islam salah satunya memuat azas kemaujudan individu (eksistensi diri). Sebagai makhluk individu, yang memiliki kekhasan masing-masing, memiliki potensi dan eksistensinya sendiri. Dengan keunikan yang dimilikinya, menjadikan setiap individu itu berbeda dengan yang lainnya, sehingga manusia dituntut untuk memikirkan keadaan dirinya. (Kibtiyah, 2005: 52). Oleh sebab itu wacana kemanusiaan sangat diperlukan untuk mengetahui akan misteri eksistensi, dengan mengetahui eksistensi manusia otomatis mengarah pada pemahaman diri. Pemahaman diri sangat menunjang dalam layanan Bimbingan Konseling Islam (BKI), karena yang dihadapi adalah klien sebagai manusia yang bereksistensi. Sebab masing-masing individu memiliki karakteristik pribadi yang unik. Dalam arti terdapat perbedaan individual diantara mereka, seperti menyangkut aspek
8
kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan penyesuaian diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan senantiasa mengalami berbagai perubahan baik dalam sikap maupun tingkah lakunya. Sesuai dengan visi konseling terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan dan pengentasan masalah agar individu berkembang secara optimal, mandiri, dan bahagia (Murtadho, 2006:02). Untuk itu diperlukan pemahaman secara filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut paut dalam pelayanan bimbingan konseling Islam, diantaranya dalam memahami keberadaan individu (klien). Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan konseling Islam, dan khususnya bagi konselor yaitu membantu memahami situasi konseling dan dalam mengambil keputusan yang tepat. Disamping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberi bantuan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik meneliti remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang, karena daerah ini termasuk kategori tinggi tingkat kriminalitasnya di bandingkan dengan Kec. Semarang yang lain. Dalam data prosentase statistika perbandingan (POLSEK, 2006) dapat diketahui bahwa prosentase ; Kec. Semarang Utara 25,63%, Kec. Semarang Timur 23,58%, Kec. Semarang Barat 21,61%, Kec. Semarang Selatan 15,56%, Kec. Semarang Tengah
9
13,62%. Diukur dari 10.727 remaja yang melakukan kenakalan dan kriminalitas di seluruh kecamatan Semarang, dengan jumlah keseluruhan remajanya 42.774 orang. Apabila merujuk data kriminalitas remaja pada tahun 2006 – maret 2007 di Polsek Kec. Semarang Utara kota Semarang, di antara tindak kriminalitasnya adalah ; pencurian, penggelapan, pengancaman/ penganiayaan, pembunuhan, percobaan pembunuhan, penipuan, perbuatan tidak menyenangkan, pengroyokan, penjambretan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menelitinya dalam skripsi dengan judul Hubungan Kesadaran-diri dengan Kecemasan Eksistensial pada Remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam).
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan judul dan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1.2.1
Adakah hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang tahun 2007 ?
1.2.2
Bagaimanakah bila ditinjau dalam prespektif Islam, khususnya analisis azas BKI ?
Bimbingan Konseling
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa: 1.3.1.1 Ada tidaknya hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang tahun 2007. 1.3.1.2 Juga ditinjau dalam prespektif
Bimbingan Konseling Islam,
khususnya analisis azas BKI.
1.3.2
Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan BKI dan secara khusus Ilmu Dakwah dalam memberikan pemahaman terhadap diri pribadi kaitannya untuk bersikap dan berperilaku menurut kadar nilai moral dan pola islam . 1.3.2.2 Manfaat praktis 1) Sebagai pedoman dan arahan bagi remaja khususnya di Kec. Semarang Utara, serta pada masyarakat luas pada umumnya dalam menyadari akan keberadaan mereka untuk mengambil sikap positif dalam kehidupan masyarakat juga dalam hal menghadapi kecemasan-kecemasan secara konstruktif.
11
2) Sebagai acuan alternatif bagi konselor dalam memahami dan mengaplikasikan azas-azas konseling dalam pelayanan bimbingan, berdasarkan kondisi dan kebutuhan klien.
1.4 Telaah Pustaka Penelitian yang secara khusus membahas hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang Tahun 2007 (Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam) belum ditemukan. Meski demikian terdapat kajian ataupun hasil penelitian terdahulu yang terkait dan ada relevansinya dengan penelitian ini, adapun hasil-hasil penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut : Penelitian yang dilakukan oleh Mariyatul Kibtyah, di PUSLIT IAIN Walisongo Semarang tahun 2005 yang berjudul Enam Dimensi Dasar Positif Teori Eksistensial Humanistik dan Kemungkinan Penerapannya dalam Konseling Islam membahas mengenai teori eksistensial Humanistik tentang enam dimensi dasar positif, dan tinjauan Islam tentang enam dimensi dasar tersebut serta kemungkinan penerapan enam dimensi dasar tersebut ke dalam konseling Islam. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan menggunakan pendekatan content analysis atau analisis isi yang positivistik kualitatif dan metode induktif. Sedangkan hasil temuannya adalah kemungkinan penerapan dan relevansi enam dimensi dasar positif dari teori eksistensial humanistik dalam konseling Islam. Bahwa pada dasarnya di dalam ajaran Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
12
Hadist sudah memuat keseluruhan isi dari enam dimensi dasar positif tersebut, namun enam dimensi dasar tersebut hanya sebagian kecil dari ajaran Islam. Sebab secara khusus tidak menjelaskan akan adanya akhirat, pahala dan dosa, surga dan neraka, keimanan, ketakwaan, apa lagi penagukuan akan keberadaan Tuhan, orientasinya masih bersifat keduniaan semata. Penelitian yang dilakukan oleh Zaenal Abidin, Fakultas Psikologi Sosial UGM tahun 2002 dalam bukunya yang berjudul Analisis Eksistensial untuk Psikologi dan Psikiatri membahas mengenai metodologi pemahaman beberapa artikel yang terdapat dalam dua buah buku klasik berjudul Existence (1961) yang dipelopori oleh Rollo May dan Existential-Phenomenological Alternatives for Psychology (1978) oleh Vale, Rollo.S dan Mark King. Menurutnya tidak mudah memahami buku-buku analisis eksistensial yang ditulis dalam bahasa asing, karena selain kendala bahasa terdapat juga kendala substansi (isi) serta banyak konsep atau istilah yang di ungkap dalam bahasa yang tidak lazim sehingga mengalami kesulitan untuk memahami isi dan artinya. Pembahasanya memuat tentang esensi dan latar belakang munculnya analisis eksistensial serta kemungkinan diperlukannya analisis eksistensial dalam terapi untuk masa kini ataupun masa datang. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan menggunakan pendekatan deskriptif analysis. Hasil temuannya adalah analisis eksistensial bisa dijadikan pendekatan alternatif untuk masa kini maupun masa depan dalam memahami dan menangani individu (pasien). Namun tidak berarti menolak pendekatan-pendekatan lain seperti behaviorisme dan psikoanalisis, juga
13
ada kesamaan yang signifikan antara eksistensialisme (filsafat yang mendasari analisis eksistensial) dengan filsafat timur, sehingga bisa dikatakan cocok dengan kondisi masyarakat Indonesia. Maka pemahaman intersubyektif atas individu dan pendekatan yang bersifat intim dengan klien, sangat membantu pemahaman dan terapi dalam masyarakat yang bersifat kolektivistik seperti Indonesia. Sebab dibalik itu semua setiap orang pasti ingin dihargai, diakui, dipahami dan diperlakukan sebagai manusia. Diantara penelitian yang lain dilakukan oleh Ina Sastrowardoyo, Fakultas Sastra Jurusan Filsafat UI Jakarta tahun 1991 dalam bukunya yang berjudul Teori Kepribadian Rollo May yaitu membahas mengenai teori kepribadiannya Rollo May yang fokusnya pada eksistensi manusia sepenuhnya, dengan segala perubahan dalam emosi. Juga polarisasi yang terjadi dalam aliran eksistensialisme dalam psikologi yang menjadi penopang besar untuk pihak yang mengandalkan peran religiositas. Fokus penelitiannya adalah library reserch dengan menggunakan pendekatan content analysis atau analisis isi yang positivistik kualitatif . Hasil temuannya bahwa individu dengan kesadaran penuh akan dirinya serta lingkungannya dapat mencapai kebebasan batin dan dapat hidup sesuai dengan integritasnya serta dapat membuat keputusan penting dengan bebas menurut tanggung jawabnya sendiri. Manusia senantiasa merupakan satu kesatuan dengan zamannya, tetapi karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang dapat mentransendensikan waktu, maka tidak perlu terbelenggu dengan keadaan zamannya. Nilai-nilai batiniah dapat mengatasi segala zaman.
14
Menurutnya pemikiran Rollo May menandakan satu punck baru dalam dunia psikologi, filsafat dan religi. Sebab pemikirannya menunjuk jalan untuk mengintregrasikan nilai-nilai lama yang selama ini diabaikan, ke dalam kehidupan masyarakat modern yang sedang dilanda krisis nilai-nilai.
1.5 Sistematika Penulisan Dalam rangka menguraikan perumusan masalah diatas, maka peneliti berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih terarah dan bisa dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sebelum memasuki bab pertama dan bab berikutnya yang merupakan satu pokok pikiran yang utuh, maka penulisan skripsi ini diawali dengan bagian muka, yang memuat Halaman Judul, Nota Pembimbing Pengesahan, Motto, Persembahan, Pernyataan, Abstraksi, Kata Pengantar dan Daftar Isi. Bab Pertama adalah Pendahuluan. Bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan. Bab Kedua adalah Kerangka Dasar Pemikiran Teoritik yang menjelaskan tentang Kesadaran Diri, Kecemasan Eksistensial, Definisi Teoritik, Hubungan Kesadaran Diri dengan Kecemasan Eksistensial dan Bimbingan Konseling Islam. Bab kedua ini dibagi menjadi tiga sub bab. Sub bab pertama menjelaskan Landasan Teori yang terdiri dari empat sub anak sub bab yaitu: Pengertian Kesadaran
Diri,
Tahapan-Tahapan
Kesadaran
Diri,
Langkah-Langkah
15
Mempertinggi Kesadaran Diri, Manfaat Mempertinggi Kesadaran Diri. Sub anak bab kedua menjelaskan tentang Definisi Kecemasan Eksistensial yang meliputi sub anak sub bab, yaitu pengertian kecemasan eksistensial, Struktur atau Esensi Pengalaman Manusia, Asumsi Tentang Manusia (yang terdapat dalam analisis eksistensial, behaviorisme, psikoanalisis), Ancaman yang Membangkitkan Kecemasan Eksistensial. Sub anak bab ketiga berisi Definisi Teoritik Bimbingan Konseling Islam, Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam, Hakekat Manusia Prespektif Bimbingan Konseling Islam, Tujuan dan Azas Bimbingan Konseling Islam. Sub bab ketiga menjelaskan tentang Definisi Teoritik Hubungan Kesadaran Diri dengan Kecemasan Eksistensial. Sub bab keempat menjelaskan tentang Hipotesis Penelitian. Bab Ketiga berisi tentang Metodologi Penelitian. Bab ketiga ini dibagi menjadi enam sub bab. Sub bab pertama berisi tentang Jenis dan Metodologi Penelitian. Sub bab kedua berisi tentang Definisi Konseptual dan Operasional Variabel. Sub bab ketiga berisi tentang Sumber dan Jenis Data. Sub bab keempat berisi tentang Populasi dan Sampel. Sub bab kelima berisi tentang Pengumpulan Data. Sub bab keenam Teknik Analisis Data. Bab Keempat memuat tentang Gambaran Garis Besar mengenai daerah penelitian/obyek penelitian yang meliputi Kondisi Geografis, Kondisi Masyarakat Islam, Pendidikan, Sosial Ekonomi dan Kondisi Umum Remaja di Kecamatan Semarang Utara.
16
Bab Kelima berisi tentang hasil penelitian dan pembahasannya. Bab kelima ini dibagi menjadi tiga sub bab, pertama yakni: Hasil Penelitian yang berisi deskripsi dan penelitian, sub bab kedua berisi tentang Pengujian Hipotesis dan sub bab ketiga berisi Pembahasan Hasil Penelitian. Bab Keenam adalah penutup. Bab ini memuat Kesimpulan, yang merupakan hasil dari penelitian Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial Remaja di Kecamatan Semarang Utara, serta ditinjau dari Bimbingan Konseling Islam. Kedua adalah Saran-Saran serta diikuti dengan uraian kata Penutup. Setalah penutup dibagian akhir dicantumkan Daftar Pustaka, LampiranLampiran dan Biodata.
BAB II TINJAUAN TENTANG KESADARAN – DIRI, KECEMASAN EKSISTENSIAL DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1 Kesadaran – Diri 2.1.1 Pengertian Kesadaran Diri Para ahli mempunyai pendapat yang beragam tentang kesadaran diri. Diantaranya menurut Mayer seorang ahli psikologi dari University of new Hampshire yang menjadi koformulator teori kecerdasan, berpendapat bahwa kesadaran-diri berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati (Goleman, 2000:64). Sementara itu, Steven dan Howard (2003:39) mendefinisikan kesadaran diri sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan dan mengapa kita merasakannya seperti itu dan pengaruh perilaku kita terhadap orang lain. Kemampuan tersebut diantaranya; kemampuan menyampaikan secara jelas pikiran dan perasaan kita, membela diri dan mempertahankan pendapat (sikap asertif), kemampuan untuk mengarahkan dan mengendalikan diri dan berdiri dengan kaki sendiri (kemandirian), kemampuan untuk mengenali kekuatan dan kelemahan kita dan menyenangi diri sendiri meskipun kita memiliki kelemahan (penghargaan diri), serta kemampuan mewujudkan potensi yang kita miliki dan merasa senang (puas) dengan potensi yang kita raih di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi (aktualisasi).
17
18
Goleman (2000:63) menjelaskan kesadaran diri yaitu perhatian terus menerus terhadap keadaan batin seseorang. Dalam keadaan refleksi diri ini, pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi. May (1953) seorang psikiater yang mempelopori pendekatan eksistensial yang dikutip oleh Koesworo menjelaskan bahwa kesadaran-diri adalah sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta kapasitas yang memungkinkan manusia mampu menempatkan diri di dalam waktu (masa kini, masa lampau, dan masa depan) (Koeswara, 1987:31). Binswanger dan Boss menggambarkan kesadaran-diri adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada manusia, yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Pendek kata dalam pandangan mereka, kesadaran-diri adalah kapasitas yang memungkinkan manusia bisa hidup sebagai pribadi yang utuh dan penuh. Mereka akan menolak istilah kepribadian apabila istilah tersebut menunjuk kepada sekumpulan trait atau sifat-sifat yang tetap pada diri manusia. Mereka mengembangkan
konsep ada-dalam-dunia
yaitu; dunia fisikal atau dunia biologis (Umlet), dunia manusia atau dunia sosial (Mitwelt), dunia diri sendiri termasuk kebutuhan manusia (Eigenwelt). Mereka percaya bahwa kepribadian setiap individu adalah unik dan dapat dibedakan dari caranya mengada di dalam atau berelasi dengan ketiga taraf dunia
itu. Yang dimaksud “dunia”
menurut pandangan Husserl,
sebenarnya bukan dunia sebagaimana dipahami atau diinterpretasikan oleh
19
teori-teori ilmiah. Dunia yang secara langsung dan tanpa perantara, dialami oleh setiap individu didalam kehidupan sehari-hari. Tidak lain adalah gejala atau fenomena murni. Inilah dunia yang dihidupi, dihayati, atau dialami oleh manusia. Sedangkan gagasan tentang perkembangan keberadaan dengan bertumpu pada konsep pemenjadian (becoming) dan konsep yang mereka kembangkan sendiri, yakni konsep ada-di-luar-dunia, berikut kebebasan dan tanggung jawab. Konsep pemenjadian menerangkan bahwa keberadaan adalah dinamis dan selalu berproses menjadi sesuatu yang lain dari sebelumnya. Artinya bahwa manusia terdapat kesanggupan untuk mentransendensikan dirinya di dalam dunia (pengalaman) baru yang di tujukan kepada realisasi kemungkinan-kemungkinan (potentialities) dari keberadaannya (Koeswara, 1987:31). Dalam pandangan Frankl kebebasan berkeinginan adalah ciri yang unik dari keberadaan dan pengalam manusia. Manusia tidak hanya sanggup mengambil sikap terhadap dunia, tetapi juga sanggup dan bebas mengambil sikap terhadap dirinya sendiri, menerima atau menolak dirinya. Dengan mengambil sikap atau mengambil jarak terhadap dirinya sendiri, manusia bisa keluar dari ruangan biologis dan psikologisnya, dan masuk ke dalam ruang noologis (dimensi spiritual) . Suatu dimensi atau ruang tempat manusia hadir sebagai fenomena yang berbeda dari makhluk lainnya. Dengan memasuki ruang noologis atau dimensi spiritual, manusia
20
meninggikan martabatnya sebagai manusia, sebagai makhluk yang hidupnya tidak semata-mata dikuasai oleh ketentuan-ketentuan biologis dan psikologisnya. Di dalam ruang noologis inilah terletak kebebasan berkeinginan dari manusia (Koeswara, 1987:38). Menurut Chaplin (2002:450) kesadaran-diri adalah kesadaran mengenai proses-proses mental sendiri atau mengenai eksistensi sebagai individu yang unik. Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kesadarandiri (self conciousness) adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada manusia, di mana manusia tersebut mempunyai kesadaran
meng-ada-
dalam-dunia (umwelt, mitwelt, eigenwelt). Juga kesadaran meng-ada-diluar-dunia (becoming = pemenjadian) yaitu kebebasan yang tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab. Umwelt dapat di pahami sebagai “dunia sekitar” (dunia natural), kalau dunia biologis disamakan dengan lingkungan (environment) yaitu berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan biologis; dorongan-dorongan, naluri-naluri. Bisa diartikan dunia hukum alam dan perputaran ilmiah, dunia tidur dan terjaga, lahir dan mati. Mitwelt artinya perhubungan manusia dengan manusia lain, pada manusia berlangsung komunikasi yang melibatkan makna, makna orang lain sebagian ditentukan oleh perhubungan dengan sesamanya, esensi dari perhubungan adalah bahwa perjumpaan (encounter) kedua pribadi diubah. Perhubungan selalu melibatkan kesadaran
21
timbal-balik, dan ini selalu terjadi dalam suatu perjumpaan. Sedangkan eigenwelt artinya kesadaran diri, yang berhubungan dengan diri sendiri dan cara khas hadir dalam diri manusia. Sebagai dasar dan diatas dasar itu kita melihat dunia nyata dalam prespektif yang sebenarnya.
2.1.2 Tahapan-Tahapan Kesadaran diri Kesadaran
diri
yang
dimiliki
remaja
dapat
mempengaruhi
perkembangan diri sendiri dan bahkan perkembangan sesamanya. Sebab manusia tampil diluar diri dan berefleksi atas keberadaannya. Oleh sebab itu kesadaran diri sangat fundamental bagi pertumbuhan remaja. Menurut Sastrowardoyo (1991:83-84) untuk mencapai kesadaran diri yang kreatif seseorang harus melalui empat tahapan yaitu : 2.1.2.1 Tahap ketidaktahuan Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut juga dengan tahap kepolosan. 2.1.2.2 Tahap berontak Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh kebebasan dalam usaha membangun “inner strength”. Pemberontakan ini adalah wajar sebagai masa transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.
22
2.1.2.3 Tahap kesadaran normal akan diri Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya untuk
kemudian
membuat
dan
mengambil
tindakan
yang
bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-pengalaman sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap kemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan dalam hidupnya. 2.1.2.4 Tahap kesadaran diri yang kreatif. Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif mampu melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius, ilmiah atau dari kegiatan-kegiatan lain diluar kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui tahapan ini seseorang mampu melihat hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjuki langkah dan tindakan yang akan diambilnya. 2.1.3 Langkah-Langkah Mempertinggi Kesadaran-Diri Kesadaran diri tidak terbentuk secara otomatis, melainkan karena adanya usaha individu. Tahapan kesadaran diri individu, ditentukan oleh
23
beberapa besar atau sejauh mana individu tersebut berusaha mempertinggi kesadaran dirinya. Ada beberapa langkah yang perlu diambil oleh remaja dalam rangka meningkatkan atau mempertinggi kesadaran dirinya. Langkah-langkah tersebut dimulai dari : 2.1.3.1 Menemukan kembali perasaan-perasaannya Agar dapat mencapai tingkatan tersebut, banyak orang harus kembali lagi pada permulaan untuk menemukan kembali apa itu perasaan. Perasaan adalah pernyataan hati nurani yang dihayati secara suka maupun tidak senang. Sebab sering seseorang tidak tahu-menahu tentang apa yang dirasakannya sendiri, yang diucapkan tentang perasaan mereka hanya ungkapan samar. “baik-baik saja”, “tidak enak badan”, mereka tidak mengalami perasaan secara langsung, hanya ide-ide yang samar mereka kemukakan sebagai apa yang dirasa penting. 2.1.3.2 Mengenal keinginan-keinginan sendiri Sadar akan perasaan kita membawa kita ke langkah berikutnya yaitu mengetahui dengan jelas apa yang diinginkannya. Seseorang yang tidak mengenali keinginan-keinginan sendiri adalah mereka yang hanya memikirkan keinginan-keinginan yang rutin atau mereka yang berkeinginan menurut orang lain. Mengetahui keinginan kita tidak berarti bahwa kita harus memaksakan dan mengutarakan keinginan
24
kita kapan dan dimana saja. Keputusan dan pertimbangan yang matang adalah sisi utama dari kesadaran diri. Mengenal keinginan sendiri maksudnya, mengenal keinginan secara spontan, yaitu membuat interaksi yang tepat dan melihat gambaran situasi menyeluruh : tahu menetapkan dirinya dan menjadikan dirinya bagian yang integral dalam hubungan dengan dunia sekitarnya. 2.1.3.3 Menentukan kembali relasi diri dengan aspek-aspek ketaksadaran. Individu-individu masyarakat modern bersikap pasif terhadap aspekaspek ketaksadaran, bahkan cenderung menyisihkannya dan lebih mengutamakan aspek-aspek kesadaran yang dipandang identik dengan rasionalitas. Maka untuk mencapai kesadaran diri, seseorang perlu
menemukan
kembali
relasi
diri
dengan
aspek-aspek
ketaksadaran melalui aspek-aspek ketaksadaran individu tidak hanya akan menemukan kembali perasaan-perasaannya, tetapi juga menemukan kembali sumber pemecahan bagi masalah-masalah yang dihadapi (Koeswara, 1987: 33 – 36). 2.1.4 Manfaat Mempertinggi Kesadaran Diri Melalui kesadaran, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih. “Manusia adalah makhluq yang bisa menyadari dan oleh karenanya, bertanggung jawab atas keberadaannya”. Seperti ungkapan Kierkegard yang dikutip oleh Billington dalam bukunya “Living Philosopy An Introduction To Moral Thought”, Bahwa:
25
“Man’s existence as a free – whiled personality, not the slave of a mechanistic universe, but capable of determining his own future, and consequently his “essence” by the decisions he made” (Billing ton, 1993: 152). Maksudnya, eksistensi manusia merupakan pribadi yang bebas berkehendak dan mampu menentukan masa depannya sendiri, serta mampu mengarahkan perkembangannya. Tidak lagi membicarakan yang konkrit tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius ini hanya di jembatani lawan iman religius. Menurut Kiergaard (Dagun, 1990:51) eksistensi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu; Eksistensi estetis menyangkut kesenian, keindahan. Di dalam eksistensi ini manusia mempunyai minat besar terhadap hal-hal di luar dirinya (bergelut terhadap hal-hal yang dapat mendatangkan kenikmatan pengalaman emosi
dan nafsu). Eksistensi etis untuk
keseimbangan hidup, manusia tidak hanya condong hal-hal yang konkrit saja tetapi lebih dari itu bahkan lebih penting yakni memperhatikan situasi batinnya. Eksistensi religius yaitu tidak lagi membicarakan yang konkrit tetapi sudah menembus inti yang paling dalam dari manusia. Perpindahan pemikiran logis manusia ke bentuk religius ini hanya di jembatani lewat iman religius. Pada hakekatnya, semakin tinggi kesadaran seseorang, maka sebagaimana dinyatakan oleh kiergaard, “semakin utuh diri seseorang”.
26
Dengan kesadaran diri, seseorang bisa menjadi sadar atas tanggung jawabnya untuk memilih (Corey, 1988:64). Menurut Rogers (Budiraharjo, 2001:139) ada lima sifat khas dari seseorang yang berpribadi penuh yaitu; pertama keterbukaan pada pengalaman yang berarti bahwa seseorang tidak bersifat
kaku
dan
defensif
melainkan
bersifat
fleksibel
terhadap
pengalaman. Kedua kehidupan eksistensial adalah kondisi orang yang tidak mudah berprasangka ataupun memanipulasi pengalaman-pengalaman melainkan dapat menyesuaikan diri karena kepribadiannya terus-menerus terbuka pada pengalaman baru. Ketiga Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri yang berarti bertingkah laku menurut apa yang dirasa benar. Keempat Perasaan bebas, artinya semakin seseorang sehat secara psikologis semakin mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak (dimungkinkan terjadinya pilihan). Kelima kreatifitas yaitu kemampuan untuk mencipta yang berarti bahwa seseorang yang kreatif bertindak bebas dan menciptakan ide-ide dan rencana hidup yang konstruktif, serta dapat mewujudkan kebutuhan dan potensinya secara kreatif dan dengan cara yang memuaskan. Dengan demikian, kesadaran diri membukakan kita pada inti keberadaan manusia diantaranya: 1. Kita adalah makhluq yang terbatas dan kita tidak selamanya mampu mengaktualkan potensi. 2. Kita memiliki potensi mengambil atau tidak mengambil tindakan.
27
3. Kita memiliki suatu ukuran pilihan tentang tindakan yang akan diambil oleh karena itu kita menciptakan sebagian dari nasib kita sendiri. 4. Kita pada dasarnya sendirian, tetapi memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain, kita menyadari bahwa kita terpisah, tetapi juga terkait dengan orang lain. 5. Dengan meningkatkan kesadaran atas keharusan memilih, maka kita mengalami peningkatan tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi tindakan memilih. 6. Kecemasan timbul dari penerimaan ketidakpastian masa depan. 7. Kita mampu mengenal kondisi-kondisi kesepian, rasa berdosa dan isolasi (Corey, 1988: 65).
2.2 Kecemasan Eksistensial 2.2.1 Pengertian Kecemasan Eksistensial Corey (1988:77) Kecemasan eksistensial (kecemasan konstruktif) yaitu fungsi dari penerimaan kita atas kesendirian dan, meskipun kita bisa menemukan hubungan yang bermakna dengan orang lain, kita pada dasarnya tetap sendirian. Kecemasan eksistensial juga muncul dari perasaan bersalah yang dialami apabila kita gagal mengaktualkan potensi-potensi kita. Menurut May kecemasan adalah perasaan akan bahaya yang tidak tampak dan tidak jelas, yang membuat manusia kehilangan kesadaran dan
28
akan realitas sehingga tidak mengetahui apa yang harus di lakukan. Dasar kecemasan adalah kita tidak tahu dengan jelas peranan apa yang harus kita pegang sebagai prinsip. Kecemasan merupakan reaksi alamiah terhadap bahaya yang menyangkut eksistensi manusia atau serangan terhadap salah satu nilai yang dirasakannya sebagai identitas eksistensinya. Eksistensi manusia tergantung dari pilihan-pilihan yang dibuatnya dan bahwa untuk sampai pada satu pilihan manusia mengalami kecemasan dan konflik batin yang dalam (Sastrowardoyo, 1991:60-87). Sartre
berpendapat
bahwa
kecemasan
berhubungan
dengan
kebebasan. Kebebasan membuat manusia cemas. Sebab dihadapkan pada berbagai kemungkinan, dan manusia tidak tahu kemungkinan tersebut akan baik
bagi
manusia
atau
justru
menghancurkan
eksistensinya
(Dagun,1990:106) Kurt Goldstain mendevinisikan kecemasan bukanlah suatu kita “punyai” melainkan yang membuat kita “ada” (Abidin, 2002:123). Menurut Heidegger, manusia tidak akan pernah lepas dari cengkraman kecemasan. Kecemasan adalah kondisi mencekam dimana manusia berhadapan dengan “ ketiadaan” ( Dagun,1990:85 ). Sedangkan Zainal Abidin (2002:123-124) dalam bukunya “Analisis Eksistensial” mendevinisikan kecemasan sebagai karakteristik ontologis manusia yang akar atau dasarnya ada pada eksistensi manusia dan pengalaman mengenai ancaman dari ketiadaan. Kecemasan bisa diartikan
29
keadaan subyektif individu yang menjadi sadar bahwa eksistensinya bisa hancur, bahwa ia bisa kehilangan diri dan dunianya, bahwa ia bisa menjadi “tidak-ada”
atau
“bukan
apa-apa”.
Kecemasan
juga
melibatkan
pertentangan batin, adanya potensi kemungkinan teraktualisasi dan mengisi eksistensinya atau malah menghancurkan eksistensinya. Jadi kecemasan adalah kondisi individu, ketika dihadapkan pada persoalan untuk kemungkinan barunya. Ketika individu menolak potensi-potensi itu, atau gagal untuk mengisi atau mewujudkannya, maka kondisinya berada pada kondisi rasa bersalah (guilt). Dengan demikian rasa bersalah merupakan karakteristik ontologis dari kecemasan eksistensial. Pandangan Boss (Abidin,2002:128) rasa bersalah ontologis, yakni rasa bersalah akibat menghilangkan potensi-potensi kita sendiri, yang berhubungan dengan model dunia eigenwelt (diri sendiri), rasa bersalah yang berhubungan dengan mitwelt (orang lain) dan rasa bersalah karena pemisahan dari umwelt (alam) secara keseluruhan. Rasa bersalah ontologis mempunyai ciri yang pertama, siapapun tanpa terkecuali berperan serta di dalam rasa bersalah itu. Kedua, rasa bersalah ontologis tidak muncul dari larangan-larangan budaya, atau dari perintah-perintah adat istiadat; melainkan berakar dalam fakta kesadarandiri (muncul dari fakta bahwa saya melihat dari saya sendiri sebagai orang yang memilih, namun gagal dalam membuat pilihan itu).
30
Rasa bersalah ontologis atau kecemasan eksistensial tersebut tidak bisa disamakan dengan kecemasan abnormal dan neurotik. Menurut Mappiare (2006:221) kecemasan abnormal selalu diliputi banyak konflikkonflik batin, miskin jiwanya serta tidak stabil. Tidak ada perhatian terhadap lingkungannya, terpisah hidupnya dari masyarakat, hidupnya selalu gelisah, jasmaninya selalu sakit-sakitan. Berbeda lagi dengan kecemasan neorotik yaitu kecemasan yang bercirikan kekacauan neural. Pensyarafan kemudian menimbulkan kecemasan seseorang dan diikuti tingkah laku yang tidak produktif digunakannya untuk menutup-nutupi masalah (Mappiare, 2006:221). Sedangkan menurut Corey (1988:17) kecemasan neorotik adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkn hukuman bagi dirinya. Rasa bersalah ontologis (kecemasan eksistensial) menimbulkan pembentukan gejala (sympton formation) tetapi mempunyai akibat konstruktif pada kepribadian. Terlebih lagi, dapat dan harus membawa pada kerendahan hati, pada kepekaan dalam hubungan dengan orang lain, dan pada kreatifitas dalam menggunakan potensi-potensi kita sendiri (Abidin, 2002:128-129). Kecemasan eksistensial muncul disebabkan adanya ancaman yang melekat pada eksistensi manusia. Sedangkan eksistensi manusia dapat dipahami sebagai; suatu proses dinamis dalam arti bahwa eksistensi tidak
31
bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan individu dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Istilah eksistensi analog dengan “kata kerja”. Kedua, pemberian makna hal ini sesuai dengan hakekat kesadaran manusia itu sendiri sebagai intensionalitas, yang selalu mengarah keluar dirinya (transendensi). Ketiga, ada-dalam dunia (Mitwelt, eigenwelt, umwelt). Keempat dapat diartikan sebagai milik pribadi maksudnya tidak ada dua individu yang identik. Eksistensi adalah milik pribadi, yang keberadaannya tidak tergantikan oleh siapapun. Kehadiran orang lain bisa mengurangi perasaan sakit atau sedih “saya”, tetapi mereka tidak bisa menggantikan posisi “saya”. Kelima, eksistensi mendahului esensi artinya nasib seseorang maupun struktur hidup manusia dan juga konsepsi tentang manusia adalah dipilih dan ditentukan oleh manusia. Keenam, otentik dan tidak-otentik artinya eksistensi manusia sebagian besar adalah tidak-otentik. Manusia lupa akan dirinya, dikuasai oleh kekuatan massa atau oleh pesona benda, mengabaikan hati nurani dan mudah terpengaruh. Padahal manusia bisa memilih dan bertindak secara otentik: sadar diri, bertindak atas kekuatan sendiri, bersedia mendengarkan hati nurani sendiri. Eksistensi manusia sebetulnya bisa menjadi eksistensi yang otentik (Abidin, 2002:1011). Amin Syukur (2003:216) berpendapat bahwa rasa cemas memiliki arti yang berbeda dengan rasa takut. Cemas (huzn) lebih menitik beratkan
32
kebelakang atau hal-hal yang telah lewat, yakni menyesali kejadian yang lewat (jawa: gelo). Sedangkan takut (khauf) lebih menitik beratkan ke masa depan, seperti takut terjadinya musibah kelaparan, takut mati dengan meninggalkan anak yang masih kecil, dsb. Jadi kecemasan eksistensial dapat disimpulkan kecemasan yang konstruktif disebabkan adanya perasaan bersalah (ontologis) ketika menolak potensi-potensi kita sendiri yang berhubungan dengan dunia (eigenwelt, mitwelt, umwelt) atau gagal untuk mengisi atau mewujudkannya, dengan kata lain menyesali kejadian yang telah lewat. 2.2.2 Struktur atau esensi Pengalaman Manusia Struktur
atau
esensi
pengalaman
manusia
menggantikan
perhubungan sebab-akibat gejala. Gejala sebagai sesuatu yang hadir pada kita. Menampakkan dirinya dengan cara yang berbeda-beda, tergantung bagaimana kita melihatnya. Gejala yang dipersepsikan analog dengan kristal mineral yang tampak mempunyai banyak ukuran dan bentuk berbeda, tergantung dari intensitas, sisi dan warna cahaya yang menyinari permukaannya hanya setelah melihat pantulan-pantulan yang berbedaberbeda tersebut dan penampakannya yang beragam pada peristiwa yang berulang-ulang, maka struktur kristal tetap, yang tidak berubah menjadi bisa dikenali (Abidin, 2002:76). Hal yang sama tampak dari gejala psikologi seperti “ rasa cemas “ (being anxious). Cemas adalah pengalaman yang mempunyai makna buat
33
kita namun, munculnya rasa cemas tidak persis sama setiap saat. Tapi bentuk perasaan cemas bisa dirasakan jelas pada beragam kasus yang berbeda. Keumuman (commonality) diantara berbagai kasus tersebut tidak lain adalah “apa” dari kecemasan yakni; merupakan struktur dari gejalagejala cemas khusus. Struktur dari sebuah gejala adalah keumuman (commonality) dari banyak penampakan yang beragam dari gejala itu. Struktur dibuat hadir oleh kita sebagai makna (Abidin, 2002:76-77). Makna pemantulan, perlu dipahami karena bersangkutan dengan pikiran atau perasaan (makna yang ada dibalik pengamalan hidup). Mungkin beberapa remaja mempunyai pengalaman yang sama, tetapi maknanya terhadap sesuatu itu berbeda bagi dirinya masing-masing (Kumpulan makalah bimbingan konseling, 2003:6). 2.2.3 Asumsi tentang manusia yang terdapat dalam pandangan analisis eksistensial. Penulis sengaja menggambarkan beberapa pandangan mengenai asumsi manusia menurut beberapa pendekatan, diantaranya behaviorisme dan psikoanalisis. Tujuannya untuk mempermudah dalam memahami secara jelas bagaimana kaum eksistensialis memposisikan kedudukan manusia.
Asumsi Tentang Manusia Hakekat Manusia
Pusat kendali/ dorongan
Tabiat manusia
Posisi manusia dalam dunia
34
perilaku Behaviorisme
Organisme/materi
Eksternal (stimulus)
Psikoanalisis
Organisme
Eksternal (Id)
Analisis Eksistensial
Tubuh yang berkesadaran
Internal (Intensionalitas)
Netral (tabula rasa) Jahat (naluri jahat) Baik (suara hati)
Tidak bebas (deterministik) Tidak bebas (deterministik) Bebas (indeterministik)
Gambar 1 Gambar di atas menjelaskan bahwa : 2.2.3.1 Hakekat manusia : 1) Menurut Behaviorisme maupun psikoanalisis adalah materi atau organisme. Hakekat manusia, dengan perkataan, adalah tubuh biologisnya beda (sesuai dengan landasan filsafatnya yakni vitalisme dan materialisme). 2) Menurut analisis eksistensial, hakekat manusia adalah kesadaran dengan segala aktivitasnya yang selalu terarah ke luar dirinya (intensionalitas). Peran penting kesadaran dengan menunjukkan bahwa peran tubuh pun dimediasi oleh kesadaran, sehingga kita menyebut tubuh bukan sebagai tubuh organisme melainkan tubuh-subjek atau tubuh berkesadaran. 2.2.3.2 Pusat kendali atau dorongan perilaku 1) Menurut behaviorisme maupun psikoanalisis adalah materi atau organisme, maka kendali atau dorongan perilaku manusia
35
bersifat eksternal. (dimana pun respon merupakan fungsi dari stimulus). 2) Analisis eksistensial meyakini bahwa pusat kendali atau sumber perilaku adalah internal, yakni dari kesadaran yang bersifat intensional. Tindakan manusia, pemaknaan manusia atas lingkungannya, berasal dari kesadaran manusia ; karakter kesadaran manusia yang bersifat intensional, menjadikan manusia sebagai inisiator bagi tindakan-tindakannya sendiri. 2.2.3.3 Tabiat manusia 1) Menurut behaviorisme mendasarkan diri pada filsafat Jhon Locke (1632-1764), yang berasumsi bahwa jiwa-jiwa manusia adalah seperti “kertas kosong”. Oleh sebab itu, baik buruknya perilaku
manusia
terutama
disebabkan
oleh
faktor
lingkungannya (eksternal) tempat ia hidup. 2) Menurut psikoanalisis berasumsi bahwa tabiat manusia adalah buruk atau jahat, karena di dorong oleh naluri-naluri hewani (misal naluri seksual, agresif, dan seterusnya). Kalaulah perilaku manusia itu baik, karena ada faktor lain seperti superego atau norma atau hokum yang bersifat memaksa. 3) Analisis eksistensial menegaskan bahwa tabiat manusia pada dasarnya adalah baik, sebagaimana tampak misalnya dari perasaan bersalah. Perasaan tersebut tanda bahwa ia pada
36
dasarnya adalah baik, memiliki kepekaan baik pada orang lain dan lingkungan sekitarnya maupun pada hati nuraninya sendiri. 2.2.3.4 Posisi manusia pada dunianya 1) Menurut
psikoanalisis
maupun
behaviorisme,
tidak
ada
kebebasan pada manusia. Perilaku manusia tidak ditentukan oleh kehendak bebas manusia, melainkan faktor-faktor eksternal, yakni stimulus eksternal (lingkungan) atau dorongan yang tidak disadari (id). Manusia sebagai variabel dependent, lingkungan dan id sebagai variabel independent. 2) Menurut analisis eksistensinya manusia pada dasarnya adalah kesadaran dan kesadaran adalah intensionalitas, maka ia adalah bebas. Perilaku manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri dan menuntut pertanggungjawaban dari si pelaku itu sendiri (Abidin, 2002 : 23-24). 2.2.4
Ancaman yang Membangkitkan Kecemasan Eksistensial Ancaman-ancaman ini melekat pada kondisi kemanusiaan kita. Menurut Frankl ancaman-ancaman yang membangkitkan kecemasan eksistensial diantaranya: 2.2.4.1 Kematian, yang berarti bahwa kita semua adalah makhluk yang tidak abadi. Kematian sewaktu-waktu akan datang menjemput kita. Kematian merupakan peristiwa yang membayang-bayangi eksistensi.
Eksistensi
manusia
terancam
berakhir
oleh
37
kematian. Menurut Koestenbaum (1968) disadari atau tidak , manusia mempunyai kesadaran akan kematian. Namun respon terhadap
kematian
bisa
mengambil
banyak
bentuk.
Diantaranya: menyibukkan diri dalam kerja, memperkaya kehidupan, ambisi mendapatkan kekuasaan, menghentikan eksistensi sendiri (bunuh diri), ikhlas dan patuh menerima keterbatasan (orang beragama), percaya kekuatan mistis. 2.2.4.2 Takdir,
maksudnya
memandang
takdir
sebagai
suatu
kesengsaraan atau malapetaka yang tidak dapat diramalkan atau dikendalikan. 2.2.4.3 Pilihan, maksudnya keharusan untuk membuat pilihan sehingga mengundang kecemasan eksistensial. Setidaknya melalui tiga cara: 1) Menjatuhkan suatu pilihan, tanpa informasi cukup 2) Ketika mengambil keputusan, seseorang condong untuk mencari bimbingan dari sumber transendental yang lebih tinggi. Namun sebaliknya, mereka menganggap bahwa “sesuatu yang lebih tinggi” itu tidak ada dan tidak memberikan bimbingannya. 3) Menjatuhkan satu pilihan berarti mengabaikan pilihan lainnya. Mengatakan “ya” pada satu pilihan yang belum tentu terwujud, berarti melepaskan kesempatan lain yang
38
belum tentu terwujud, berarti melepaskan kesempatan lain yang jumlahnya tak terhingga. Sebagian orang tidak berani menyia-nyiakan peluang itu, sehingga mereka tak kunjung menjatuhkan pilihan. Mereka “terperosok” dalam hidup, tak melakukan apapun untuk memperbaiki hidupnya. (Abidin, 2002:165)
2.3 Bimbingan dan Konseling Islam 2.3.1
Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam 2.3.1.1 Bimbingan Islam Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris yaitu “guidance” yang berasal dari kata kerja to guidance yang berarti menunjukkan pengertian bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan dengan lebih bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa datang (Arifin, 1994:1). Sedangkan bimbingan secara terminologi seperti yang dikemukakan beberapa tokoh di bawah ini, diantaranya, Sunaryo Kartodinata
(1998:3)
yang
dikutip
oleh
Yusuf,
dkk
mendefinisikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bimbingan
kepada
individu
yang
dilakukan
secara
berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami
39
dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya (yusuf, dkk, 2005:6). Walgito (1995:4) mengatakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individuindividu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar individu atau sekumpulan individuindividu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. Prayitno,
dkk,
(1999:34)
mendefinisikan
bimbingan
sebagai proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang, baik anak-anak remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu, sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku. Berdasarkan
beberapa
pengertian
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang (anak-anak, remaja dan dewasa) agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat, kemampuan yang dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-
40
persoalan). Sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa bergantung kepada orang lain. Setelah diuraikan beberapa pengertian bimbingan, maka perlu diketahui pula pengertian bimbingan Islam. Menurut Faqih (2001:4) bimbingan islam yaitu proses pemberian bantuan terhadap individu atau kelompok agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 2.3.1.2 Konseling Islam Konseling berasal dari bahasa inggris “counseling” dikaitkan dengan kata “counsel” yang artinya nasehat (to obtain counsel)” anjuran (to give counsel), pembicaraan (to take counsel).
Dengan
demikian
konseling
diartikan
sebagai
pemberian nasehat, pemberian anjuran dan pembicaraan dengan bertukar pikiran (Adz-Dzaki, 2004:179). Sebagaimana pengertian bimbingan, maka di dalam pengertian konseling secara umum dan islam juga dapat dikemukakan sebagai berikut: ASCA (American School Counselor Association) dalam bukunya Yusuf, dkk (2005: 8) mengemukakan bahwa konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor
41
kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu kliennya mengatasi masalahmasalahnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konseling adalah suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada individu yang sedang mengalami masalah agar individu dapat mengatasi permasalahan yang dihadapinya. Setelah mengetahui pengertian konseling dari sudut pandang umum maka perlu dikemukakan pengertian konseling islam. Sebagaimana dirumuskan oleh Faqih (2001: 62) bahwa konseling islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai makhluq Allah yang seharusnya dalam kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 2.3.2
Dasar-Dasar Bimbingan Konseling Islam Al-Qur'an dan sunnah rasul adalah landasan ideal dan konseptual bimbingan konseling islam. Dari kedua dasar tersebut gagasan tujuan dan konsep-konsep bimbingan konseling islam bersumber. Segala usaha atau perbuatan yang dilakukan manusia selalu membutuhkan adanya dasar sebagai pijakan untuk melangkah pada suatu tujuan, yakni agar orang
42
tersebut berjalan baik dan terarah. Begitu juga dalam melaksanakan bimbingan islam didasarkan pada petunjuk al-Qur'an dan hadist, baik yang mengenai ajaran memerintah atau memberi isyarat agar memberi bimbingan dan petunjuk. 2.3.2.1 Dasar Bimbingan Islam Dasar yang memberi isyarat pada manusia untuk memberi petunjuk atau bimbingan kepada orang lain dapat dilihat dalam surat al-Baqarah : 2 :
ﲔ ﺘ ِﻘﻯ ﱢﻟ ﹾﻠﻤﻫﺪ ﺐ ﻓِﻴ ِﻪ ﻳﺭ ﺏ ﹶﻻ ﺎﻚ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ ﹶﺫِﻟ Artinya : “Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa”. 2.3.2.2 Dasar Konseling Islam Dasar yang memberi isyarat kepada manusia untuk memberi nasehat (konseling) kepada orang lain, firman Allah QS: al-Ashr:
ﻮﺍﻣﻨ ﻦ ﺁ { ِﺇﻻﱠ ﺍﱠﻟﺬِﻳ٢} ﺴ ٍﺮ ﺎ ﹶﻥ ﹶﻟﻔِﻲ ﺧ{ ِﺇﻥﱠ ﹾﺍﻹِﻧﺴ١} ﺼ ِﺮ ﻌ ﺍﹾﻟﻭ {٣} ﺒ ِﺮﺼ ﺍ ﺑِﺎﻟﺻﻮ ﺍﺗﻮﻭ ﻖ ﺤ ﺍ ﺑِﺎﹾﻟﺻﻮ ﺍﺗﻮﻭ ﺕ ِ ﺎﺎِﻟﺤﻋ ِﻤﻠﹸﻮﺍ ﺍﻟﺼ ﻭ Artinya :
“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benarbenar berada dalam kerugian, kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran”.
43
2.3.3
Hakekat Manusia Perspektif Bimbingan Konseling Islam Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitroh untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif beragama, rasa keberagamaan, kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. Kefitrohan inilah yang membedakan manusia dari hewan dan juga yang mengangkat harkat dan martabatnya atau kemuliaannya disisi Tuhan (Yusuf dkk, 2005:135). Manusia adalah ciptaan Tuhan dan paling tinggi derajatnya. Manusia diciptakan untuk menjadi khalifah atau pemimpin di bumi, atau bahkan kiranya diseluruh semesta ciptaan Tuhan. Hakekat “paling indah” artinya rasa senang dan bahagia. Dengan demikian, predikat paling indah untuk manusia dapat diartikan bahwa tiada sesuatupun ciptaan Tuhan yang menyamai keberadaan manusia yang mampu mendatangkan kesenangan dan kebahagiaan dimanapun dan pada saat apapun, baik dalam dirinya sendiri, maupun bagi makhluk lain. Sedangkan predikat “paling tinggi” mengisyaratkan bahwa tidak ada makhluk lain yang dapat mengatasi dan mengalahkan manusia. Manusialah yang justru diberi kemungkinan untuk mengatasi ataupun
44
menguasai makhluk-makhluk lain sesuai dengan hakekat penciptaan manusia itu (Prayetno dkk,1999:9-10). Menurut Adz-Dzaky (2004:13-14) manusia adalah salah satu makhluk Allah yang paling sempurna, baik dari aspek jasmaniah lebih-lebih rohaniahnya dan mempunyai sifat dasar fitroh yang terpencar dari alam rohaninya, yaitu gemar bersahabat, ramah, lemah lembut dan sopan santun serta taat kepada Allah. Mempunyai sifat indah dan cantik dapat menimbulkan rasa senang, bahagia, dan gembira bagi siapa saja yang melihatnya. Hakekat manusia menurut Al-Qur’an dan Hadits adalah netralpasif yaitu pada masa balita karena potensi yang dimiliki individu, dalam hal ini anak belum berfungsi secara optimal, belum mandiri dan masih bergantung dengan orang tua. Sehingga orang tuanyalah yang bertanggungjawab atas perbuatan tingkah laku anaknya dan netralaktif sekaligus yaitu setelah usia akhil baligh. Karena pada masa ini, potensi yang dimiliki individu sudah berfungsi secara optimal, sudah bisa menentukan baik buruk, halal haram, sudah bisa mandiri, sehingga individu itu sendirilah yang bertanggung jawab atas perbuatan dan tingkah lakunya. Hanya dibedakan dengan rentang waktu, karena faktor usia balita dan dewasa. Secara fitroh pula manusia beragama tauhid dan penerima kebenaran, juga diberi kebebasan untuk menentukan jalan ketakwaan atau kefasikan, sudah
45
terikat oleh perjanjian untuk mengetahui Allah sebagai tuhannya, dibekali dengan potensi akal. Pendengaran, penglihatan dan hati serta petunjuk Illahiyah. Sehingga manusia bisa melaksanakan tugas-tugas keagamaan yang diberikan Allah kepada dirinya, sebagai kholifah. Sekaligus sebagai Abdullah, yaitu penyembah Allah (Maraghi dalam Kibtyah, 2005:64-65). Dari hakekat manusia tersebut, dapat kita lihat bahwa manusia sebagai makhluk sempurna, secara jasmani dan rohani, serta mempunyai sifat dasar fitroh yang terpancar dari alam rohaninya. Diberi kebebasan untuk menentukan jalannya dan telah dibekali potensi akal, penglihatan, hati serta petunjuk Illahiyah. Mengingat berbagai potensi seperti itu, maka diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran-diri remaja agar menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akherat. 2.3.4
Azas Bimbingan Konseling Islam Bimbingan konseling islam sifatnya hanya merupakan bantuan saja, sedangkan tanggung jawab dan penyelesaian masalah terletak pada diri individu (klien) yang bersangkutan. Secara garis besar, tujuan BKI dapat dirumuskan untuk membantu individu mewujudkan dirinya sendiri sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
46
Secara khusus menurut Yusuf, dkk, (2005:72) konseling Islam bertujuan agar individu memiliki kesadaran akan hakekat dirinya sebagai makhluk atau hamba Allah, memiliki kesadaran fungsi hidupnya di dunia sebagai khalifah, memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri secara sehat, memiliki kebiasaan yang sehat dan komitmen diri untuk mengamalkan ajaran agama dengan sebaikbaiknya memahami masalah dan menghadapinya secara wajar, baik yang bersifat hablumminallah ataupun hablumminannas baik yang tabah atau sabar, memahami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah atau stres, mampu mengontrol emosi dan berusaha meredamnya dengan instrospeksi diri, mampu mengubah persepsi atau minat, mampu mengambil hikmah dari musibah (masalah) yang dialami. Pelayanan
Bimbingan
Konseling
merupakan
pekerjaan
profesional. Sehingga memiliki kaidah-kaidah yang menjamin efisien dan efektifitas di dalam proses pelayanan. Kaidah-kaidah tersebut adalah azas-azas Bimbingan Konseling, yaitu suatu ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan BK. Diantaranya, yaitu: Azas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan tutwuri handayani (Prayitno, 1999 : 115120).
47
Pelayanan Bimbingan Konseling Islam berlandaskan terutama pada Al-Qur’an dan Hadist atau Sunnah Nabi, ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan keimanan. Berdasarkan landasan-landasan tersebut dijabarkan azas-azas atau prinsip-prinsip pelaksanaan dalam Konseling Islam, menurut faqih (2001 : 22-35) meliputi lima belas azas. Azas yang dimaksudkan adalah : 2.3.4.1 Azas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat Bimbingan Konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu klien, mencapai kebahagiaan hidup yang senantiasa didambakan oleh setiap muslim. Kebahagiaan hidup duniawi, bagi seorang muslim, hanya merupakan kebahagiaan yang sifatnya sementara, kebahagiaan akhiratlah yang menjadi tujuan
utama,
sebab
kebahagiaan
akhirat
merupakan
kebahagiaan abadi yang amat banyak. 2.3.4.2 Azas Fitrah Bimbingan dan Konseling Islam merupakan bantuan kepada
klien,
mengenal,
memahami
dan
menghayati
fitrahnya.sehingga segala gerak tingkah laku tindakannya sejalan dengan fitahnya tersebut. Manusia menurut Islam, dilahirkan dalam atau dengan membawa fitrah, yaitu berbagai kemampuan potensial bawaan dan kecenderungan sebagai
48
muslim atau beragama Islam. Fitrah kerap kali diartikan sebagai bakat, kemampuan, atau potensi. 2.3.4.3 Azas “Lillahi ta’ala” Bimbingan dan Konseling Islam diselenggarakan sematamata karena Allah. Konsekuensi dari azas ini berarti pembimbing melakukan tugasnya dengan penuh keikhlasan, tanpa pamrih, sementara yang di bimbing menerima atau meminta bimbingan dengan ikhlas dan rela. 2.3.4.4 Azas Bimbingan Seumur Hidup Manusia hidup betapapun tidak akan ada yang sempurna dan selalu bahagia. Dalam kehidupannya mungkin saja manusia akan menjumpai berbagai kesulitan dan kesusahan. Oleh karena itulah maka bimbingan dan konseling Islam di perlukan selama hayat masih di kandung badan. 2.3.4.5 Azas Kesatuan Jasmaniah-Rohaniah Faqih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya di dunia merupakan satu kesatuan jasmaniah – rohaniah. Bimbingan Konseling Islam memperlakukan kliennya sebagai makhluk jasmaniah-rohaniah, tidak memandang sebagai makhluk biologis semata atau makhluk rohaniah semata. 2.3.4.6 Azas Keseimbangan Rohaniah
49
Rohaniah manusia memiliki unsur daya kemampuan berpikir, merasakan atau menghayati dan kehendak atau hawa nafsu, serta juga akal. Kemampuan ini merupakan sisi lain kemampuan fundamental potensial untuk : mengetahui (=”mendengar”),
memperhatikan
atau
menganalisis
(=
“melihat”, dengan bantuan atau dukungan pikiran) dan mengamati (=”hati” atau af ‘ idah, dengan dukungan qalbu dan akal). 2.3.4.7 Azas Kemaujudan Individu (Eksistensi Diri) Bimbingan Konseling Islam memandang seseorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi tersendiri). Individu mempunyai hak, mempunyai perbedaan individu dari lainnya, dan mempunyai kemerdekaan pribadi sebagai konsekuensi dari haknya dan kemampuan fundamental potensial rohaniahnya. 2.3.4.8 Azas Sosialitas Manusia Manusia merupakan makhluk sosial. Pergaulan, cinta kasih, rasa aman, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, rasa memiliki dan dimiliki, semuanya merupakan aspekaspek yang diperhatikan di dalam bimbingan konseling Islam, karena merupakan ciri hakiki manusia.
50
2.3.4.9 Azas Kekhalifahan Manusia Faqih berpendapat manusia menurut Islam diberi kedudukan yang tinggi sekaligus tanggung jawab yang besar, yaitu sebagai pengelola alam semesta (“khalifatullah fil‘ard“ ). Dengan kata lain, manusia dipandang sebagai makhluk berbudaya yang mengelola alam sekitar sebaik-baiknya. Sebagai khalifah, manusia harus memelihara keseimbangan ekosistem, sebab problem-problem kehidupan kerap kali muncul dari ketidakseimbangan ekosistem tersebut yang diperbuat oleh manusia itu sendiri. 2.3.4.10
Azas Keselarasan dan Keadilan Islam
menghendaki
keharmonisan,
keselarasan,
keseimbangan, keserasian dalam segala segi. Manusia berlaku “adil” terhadap hak dirinya sendiri, hak orang lain, “hak” alam semesta 2.3.4.11
Azas Pembinaan Akhlaqul-Karimah Manusia, menurut pandangan Islam, memiliki sifat-sifat
yang baik (mulia), sekaligus mempunyai sifat-sifat lemah. Sifat-sifat yang baik inilah yang di kembangkan oleh bimbingan konseling Islam, yaitu membantu klien memelihara, mengembangkan, menyempurnakan sifat-sifat baik tersebut. 2.3.4.12
Azas Kasih Sayang
51
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang lain. Dengan kasih sayanglah bimbingan konseling Islam akan berhasil. Menurut penulis sikap cinta kasih merupakan unsur dasar yang sesuai dengan eksistensi manusia. 2.3.4.13
Azas Saling Menghargai dan Menghormati Dalam bimbingan dan konseling Islam kedudukan
pembimbing atau konselor dengan yang dibimbing atau klien pada dasarnya sama atau sederajat. Perbedaan terletak pada fungsinya saja. 2.3.4.14
Azas Musyawarah Konselor dan klien terjadi dialog yang baik, satu sama
lain tidak saling mendiktekan, tidak ada perasaan tertekan dan keinginan tertekan. 2.3.4.15
Azas Keahlian Bimbingan Konseling Islam dilakukan oleh orang-orang
yang memang memiliki kemampuan keahlian di bidang tersebut, baik keahlian dalam metodologi dan teknik-teknik bimbingan dan konseling, maupun dalam bidang yang menjadi permasalahan konseling.
(objek
garapan/materi)
bimbingan
dan
52
2.4
Hubungan Kesadaran-Diri dengan Kecemasan Eksistensial Hakekat manusia adalah sebagai makhluk yang sempurna, secara jasmani dan rohani, serta mempunyai sifat dasar fitrah yang terpancar dari alam rohaninya. Diberi kebebasan untuk menentukan jalannya dan telah dibekali akal, penglihatan hati serta dapat dipahami sebagai manusia yang berkesadaran dengan segala aktivitasnya yang selalu terarah keluar dirinya. Sehingga pemaknaan manusia atas lingkungannya, berasal dari kesadaran manusia; karakter kesadaran manusia yang bersifat intensional, menjadikan manusia sebagai inisiator bagi tindakan-tindakannya sendiri. Menurut Abidin (2002:26) dapat digambarkan seperti :
(R) Å------------------Æ (S) atau, Subyek (manusia) Å------------------Æ Obyek (dunia) Maksudnya bahwa subyek mempengaruhi obyek dan kemudian obyek mempengaruhi subyek.
Gambar. 2 Namun manusia diciptakan tidak hanya hidup secara horisontal seluruhnya dan vertikal seluruhnya. Pertemuan kedua tingkatan ini menjadi dasar ketegangan pada manusia yaitu ketika manusia menyadari potensi-potensinya, sehingga muncul kesempatan untuk berkreasi sesuatu yang baru. Perasaan ditantang tetapi juga rasa bersalah inilah, guna mencapai penyesuaian yang konstruktif dari semua dorongan yang ada dalam dirinya. Apabila dasar ketegangan tersebut disadari dengan baik, maka individu akan mengalami
53
kecemasan eksistensial yang hakekatnya dalam rangka mencari alternatifalternatif pemecahan masalah yang konstruktif dalam rangka untuk menjaga eksistensinya sebagai manusia. Adapun hubungan kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial bila digambarkan sebagai berikut :
54
1.
Manusia (mempunyai potensi)
Menyadari Keberadaannya (kesadaran-diri)
2.
Dihadapkan Problem/ Masalah Ketegangan Eksistensial Usaha Aktif
5.
3.
Trial and Eror (coba dan salah)
Mampu Mengisi Eksistensinya
Kecemasan
4.
Kecemasan Eksistensial
6
5. Kecemasan Neorotik Kecemasan Abnormal 7
8
Gambar 3
Putus Asa (masa bodoh) Frustasi Eksistensial
55
Keterangan gambar 3 diatas yaitu sebagai berikut: 1. Potensi akal, penglihatan, hati serta petunjuk Illahiyah dan diberi kebebasan dan tanggung jawab. 2. Menyadari keberadaan disini artinya menyadari akan ancamanancaman pada eksistensinya, serta menyadari sebagai makhluk individu, sosial, religius, berbudaya. 3. Ketegangan eksistensial merupakan usaha menemukan pemecahan masalah (problem solving). Ketegangan eksistensial pada hakekatnya adalah sumber pertumbuhan dirinya, yang akan memberikan kekuatan bagi manusia. 4.
Disinilah timbul pertentangan batin , bahwa mereka bukan hanya sebagai makhluk yang hidup secara horisontal seluruhnya , juga bukan sebagai makhluk yang hidup secara vertikal seluruhnya. Ketika individu mempunyai potensi atau kemungkinan, tetapi hanya beberapa potensi atau kemungkinan yang sanggup diaktualisasikan. Sebab bila gagal untuk mengisi/mewujudkannya, maka kondisinya berada pada rasa bersalah. Pertentangan ini mengarah pada perasaan di tantang (satu emosi yang positif dan konstruktif). Jadi dapat dipahami “kecemasan eksistensial” adalah kecemasan yang baik.
5. Usaha aktif. Maksudnya usaha untuk mencapai penyesuaian konstruktif dari semua dorongan yang ada dalam dirinya . Kesadaran
56
diri juga berperan penting, dalam usaha aktif dari individu sendiri untuk merealisasikan potensi. Maka kreatifitas individu makin jelas. 6. Kecemasan yang tidak diperkuat dengan kesadaran-diri, akan membawa kearah kecemasan yang destruktif contohnya; kecemasan neorotik dan abnormal 7.
Putus asa (masa bodoh) yaitu perasaan yang tidak berdaya yang mendalam.
8. Frustasi eksistensial menuju ke arah kompensasi-kompensasi berupa “pelarian diri”. Maksudnya menolak eksistensinya sebagai manusia yaitu menolak atau lari dari suatu tanggung jawab yang di bebaninya. Melihat acuan gambar 3 diatas dapat dipahami bahwa kesadaran diri mempunyai hubungan positif dengan kecemasan eksistensial, manakala seorang individu ada usaha aktif untuk mempertinggi kesadaran dirinya. Sebab eksistensi manusia adalah kesadaran dan dinamis (becoming). Dalam pemenjadian (becoming) manusia selalu dihadapkan dengan kecemasan. Apabila individu ada usaha aktif (kesadaran-diri) untuk mencapai penyesuaian yang konstruktif atau kecemasan eksistensia, maka akan terhindar dari keterputusasaan maupun frustasi eksistensial.
2.5 Hipotesis Menurut Suharsimi Arikunto, Hipotesis adalah kebenaran sementara yang ditentukan oleh peneliti, tetapi masih harus dibuktikan atau dites atau di uji
57
kebenarannya dan hipotesis merupakan suatu dimana penelitian kita arah pandangkan ke sana sehingga ada yang menuntut kegiatan kita (Arikunto, 2002: 64). Dengan bertitik tolak dari pokok masalah dan uraian tersebut, penulis merumuskan hipotesa sebagai berikut: bahwa kesadaran diri pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang ada hubungan yang positif dengan kecemasan eksistensial, apabila ada usaha untuk mempertinggi kesadaran dirinya. Sedangkan dalam kerangka analisis deskriptifnya mengarah pada implementasi kerangka materi dalam metodologi pemahaman azas Bimbingan Konseling Islam. Pemahaman konselor mengenai azas BKI mempunyai peranan penting dalam pelayanan bimbingan, yaitu agar nilai-nilai kemanusiaan lebih applicable.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Jenis Dan Metodologi Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif. Hal ini dikarenakan data yang diperoleh nantinya berupa angka-angka. Dari angka yang diperoleh akan dianalisis lebih lanjut. Dalam analisis data akan lebih baik disertai tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan yang lain. Selain data yang berupa angka, dalam penelitian kuantitatif juga ada data yang berupa informasi kualitatif (Arikunto, 2002: 10-11). Penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu kesadaran diri sebagai variabel independent dan kecemasan eksistensial sebagai variabel dependent. Untuk mendapatkan data yang berkaitan dengan penelitian, penelitian mempergunakan angket yang disusun berdasarkan variabel yang akan diukur. Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Kec. Semarang Utara Kota Semarang terdiri dari 9 kelurahan, yaitu: Dadapsari, Kuningan, Bandar harjo, Tanjung Mas, Panggung Kidul, Panggung Lor Plombokan, Bulu Lor, dan Purwosari. Total semua remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang sebanyak 9.627 remaja. Namun penulis hanya mengambil tiga kelurahan dalam penelitian ini, yaitu Bandarharjo, Tanjung Mas, Purwosari. Dalam pengambilan tiga kelurahan tersebut menggunakan
53
54
teknik purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri atau sifat populasi dan diambil dua-tiga daerah kunci (Key groups) (Hadi, 2001:82). Sedangkan tiga kelurahan tersebut termasuk urutan / kategori tinggi tingkat patologisnya pada remaja dibandingkan 6 kelurahan lain di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Dalam setahun (2006) kriminalitas maupun kenakalan remaja terjadi di Kelurahan Bandarharjo 30 kali kasus, Kelurahan Tanjungmas 27 kali kasus dan Kelurahan Purwosari 22 kali kasus diantara kasus-kasus tersebut adalah pencurian, penggelapan, pengancaman/ penganiayaan, pembunuhan, percobaan pembunuhan,
penipuan,
perbuatan
tidak
menyenangkan,
pengroyokan,
penjambretan, miras, judi, narkoba (Wawancara dengan Ibu Tutik, 27 mei 2007).
3.2
Definisi Konseptual dan Operasional Dalam penelitian ini mempunyai dua variabel, yaitu: Variabel Kesadaran-diri dan Variabel kecemasan eksistensial, maka akan dijelaskan masing-masing definisi konseptual dan operasional dari variabel yang akan diteliti, yaitu; 3.2.1
Definisi Konseptual a. Kesadaran-diri (self-consciousness) Kesadaran-diri adalah kesadaran akan diri sendiri terhadap hubungan sosial dimana keadaan tersebut dapat menimbulkan
55
akibat-akibat yang mempersulit dan mempermalukan diri sendiri (Soedarsono, 1993: 32). Kesadaran-diri menurut Chaplin (2002:450) adalah kesadaran mengenai proses-proses mental sendiri atau mengenai eksistensi sebagai individu yang unik. Jadi Kesadaran-diri adalah berkesadaran mengenai prosesproses mental sendiri mengenai eksistensi sebagai individu yang unik atau mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan sendiri. Sedangkan kesadaran-diri memiliki dua indikator : 1) Kesadaran meng-ada-dalam-dunia a) Meng-ada-dalam-alam (fisikal dan biologis) - Memandang alam fisikal atau biologis secara positif atau negatif. b) Meng-ada-bersama-orang lain (sosial) - Cenderung lari atau menghindar diri dari pergaulan dengan orang lain atau - Kecenderungan untuk mengantisipasi apa yang dipikirkan oleh orang lain mengenai dirinya (antisipasi semacam ini memotivasi individu untuk mengarahkan tingkah lakunya kearah yang disukai oleh orang lain dalam upaya memperoleh dampak yang menyenangkan orang lain).
56
c) Meng-ada-bagi-diri sendiri - Merefleksi, mengevaluasi, menilai, menghakimi diri sendiri. 2) Kesadaran meng-ada-di-luar-dunia (becoming) (kebebasan yang tidak dapat dipisahkan dari tanggung jawab sendiri) a) Memilih yang akan direalisasikan. b) Menentukan yang akan direalisasikan: -
Menentukan arah dari perkembangannya
-
Menentukan bentuk kehidupan sendiri.
-
Menentukan akan menjadi apa dan bagaimana
c) Memutuskan dan merealisasikan. b. Kecemasan eksistensial Kecemasan eksistensial berasal dari dua kata, yaitu kecemasan dan eksistensial. Kecemasan berasal dari kata dasar cemas yang berarti kekhawatiran yang kurang jelas atau tidak berdasar, merasa sangat gelisah (takut, khawatir) (Soedarsono, 1993:32). Eksistensial yaitu merujuk pada 1). Pengalaman langsung atas realita dan berbagai dimensi dari saat sekarang. 2). Kesadaran bahwa dia ada, dan bahwa ia adalah makhluk yang bertindak, memilih secara bertanggung jawab. 3). Pengalaman ketertiban yang sangat intim dalam kehidupan, pemenuhan dan kesulitan-kesulitannya (Rakhmat, 1995:107).
57
Sedangkan menurut Chaplin (2002:177) kecemasan eksistensial (exsistensial anxiety) yaitu kecemasan yang muncul dari keadaan menghadapi satu pilihan, termasuk hal-hal yang tidak diketahui. Jadi kecemasan eksistensial
(exsistensial anxiety) adalah
kecemasan yang muncul dan melekat pada kondisi kemanusiaan kita yang disebabkan keadaan menghadapi satu pilihan, termasuk hal-hal yang tidak diketahui. Kecemasan eksistensial memiliki dua indikator sebagai berikut: 1) Perasaan bersalah dalam konteks meng-ada-dalam-dunia, yang terdiri dari: a) Perasaan bersalah dalam konteks Meng-ada-dalam alam (umwelt), yang ditandai dengan: -
Perasaan bersalah karena gagal dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar.
-
Perasaan bersalah karena gagal dalam mengendalikan kebutuhan-kebutuhan
biologis
(dorongan-dorongan,
naluri). b) Perasaan bersalah dalam konteks Meng-ada-bersama orang lain (mitwelt), yang ditandai dengan: -
Perasaan bersalah karena gagal untuk menjalin relasi terhadap orang lain (bermakna).
58
-
Perasaan bersalah karena gagal dalam berkomunikasi dengan orang lain (bermakna).
-
Perasaan bersalah karena lari dari pergaulan dengan orang lain (bermakna).
c) Perasaan bersalah dalam konteks Meng-ada-bagi-diri sendiri (eigenwelt), yang ditandai dengan: -
Perasaan bersalah karena dosa yang di perbuat.
-
Perasaan bersalah karena gagal mempertahankan harga diri.
-
Perasaan
bersalah
karena
gagal
mempertahankan
kepercayaan pada dirinya sendiri. -
Perasaan bersalah karena gagal dalam memperbaiki diri sendiri.
2) Perasaan bersalah dalam konteks meng-ada-diluar-dunia, yang terdiri dari: a) Gagal dalam menentukan pilihan. b) Gagal dalam mengarahkan perkembangan sendiri. c) Gagal dalam menentukan kehidupan sendiri. d) Gagal untuk mewujudkan dan merealisasikannya.
3.2.2
Defenisi Operasional a. Kesadaran-diri
pada
mempunyai indikator :
remaja
di
kecamatan
Semarang
Utara
59
1) Menyadari sebagai makhluk sosial, budaya, individu dan beragama. 2) Menyadari akan tanggung jawabnya sebagai manusia. 3) Menyadari akan niat jelek (maksiat) yang dilakukan. 4) Menyadari perbuatan maksiatnya, tidak membawanya menjadi manusia yang dihargai dan dihormati. 5) Menyadari bahwa sebetulnya kenakalan yang dilakukan karena pilihannya/ keputusannya sendiri. b. Kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara memiliki indikator sebagai berikut : 1) Mempunyai perasaan khawatir/ takut kepada Allah untuk berbuat maksiat. 2) Menyesali
perbuatannya
dalam
melakukan
kenakalan/
kriminalitas. 3) Tidak mengulangi perbuatan kenakalan/ kriminalnya. 4) Mempunyai niat dan tekad untuk bertobat.
3.3
Jenis dan Sumber data Data adalah semua keterangan seseorang yang dijadikan responden maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk-bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian di maksud (Subagyo, 1991:87).
60
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif mengenai kesadaran diri terhadap kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang Utara. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari mana data diperoleh, yang terdiri dari dua sumber, yaitu: 3.3.1 Data Primer Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian obyek penelitian (Subagyo, 1991:87). Dalam hal ini penulis menggunakan angket yang disebarkan pada responden yaitu remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang. 3.3.2 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau dari sumber data yang kita butuhkan (Subagyo, 1991:180) yaitu buku-buku yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, serta data wawancara berasal dari beberapa remaja, Polsek, agamawan.
3.4
Populasi Dan Sampel 3.4.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan obyek penelitan, sedangkan sampel adalah sebagian wakil yang diteliti (Arikunto, 2002:66). Dalam hal ini, populasi yang dimaksud adalah remaja yang mempunyai rentang usia antara
18-21
tahun,
beragama
Islam,
kategori
tinggi
tingkat
kriminalitasnya di Kecamatan Semarang Utara. Adapun yang memiliki
61
kriteria tersebut terdapat di Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas, Purwosari dengan jumlah sebanyak 1.050 orang. 3.4.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2002:109). Apabila berdasarkan acuan dasar perhitungan sampel dari Suharsimi Arikunto bila jumlah populasi lebih dari 100 maka perhitungannya dapat diambil; 10% - 25%. Jadi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 105 responden remaja yang ada di tiga Kelurahan; Bandarharjo, Purwosari dan Tanjung Mas, dimana penulis hanya mengambil 10% dari 1.050 jumlah populasi yang ada . Dalam
pengambilan
sampel
penelitian
menggunakan
random
sampling, yaitu: pengambilan secara random atau tanpa memandang orangnya, artinya individu dalam populasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel (Hadi, 1993:16). Dalam penelitan ini diambil sampel dari tiga kelurahan yang diperoleh dengan cara undian. Yang diperoleh di kelurahan Bandarharjo terdiri dari 20 RW, Kelurahan Tanjung Mas terdiri dari 16 RW dan Kelurahan Purwosari terdiri dari 6 RW. Dari tiap-tiap kelurahan kemudian diambil 5 RW dan tiap-tiap RW diambil 7 orang sebagai sampel hingga terdapat sampel akhir sebanyak 105 orang. Caranya, Penulis membuat daftar nama yang berisi semua obyek yang ada dalam populasi, pada tiap-tiap subyek diberi kode-kode yang berwujud
62
angka. Kode-kode tersebut ditulis dalam satu lembar kecil, kemudian kertas tersebut digulung. Dimasukkan gulungan-gulungan kertas itu kedalam kotak, lalu kocok agar bercampur. Peneliti menutup mata dengan kain atau sapu tangan, kemudian mengambil kertas bernomor itu satupersatu sampai diperoleh jumlah yang diinginkan.
3.5
Metode Pengumpulan Data Dalam rangka pengumpulan data, penulis menggunakan pendekatan: field research (riset lapangan) yaitu kajian atau penelitian lapangan yang dilakukan penelitian di Kecamatan Semarang Utara, dalam hal ini penulis menggunakan metode-metode sebagai berikut: 3.5.1
Metode Angket Metode angket atau quesioner adalah serangkaian pertanyaanpertanyaan yang telah tersusun secara kronologis dari yang umum mengarah kepada yang khusus untuk diberikan kepada responden atau informan (Subagyo, 1991:23).
3.5.2
Metode Interview Metode ini disebut juga dengan metode wawancara, artinya metode pengumpulan data yang tata caranya dilakukan dengan tanya jawab sepihak dengan cara sistematis dan berdasarkan tujuan penelitian (Hadi, 1991:193)
63
Wawancara dilakukan dengan pihak Polsek Semarang Utara yang ditujukan untuk mengetahui gambaran umum jumlah kenakalan remajanya, wawancara juga dilakukan kepada beberapa remaja (yang pernah melakukan kriminalitas/ kenakalan) dalam rangka mengetahui seberapa jauh kecemasan eksistensialnya, wawancara tehadap tokoh masyarakat atau pemuka agama untuk mengetahui gambaran umum tentang kesadaran-diri remajanya serta hal-hal lain yang mendukung pemerolehan data. Peneliti terlebih dahulu membuat jumlah daftar pertanyaan yang disusun berdasarkan hipotesis yang telah diajukan, yaitu menyangkut kesadaran-diri
dan
kecemasan
eksistensial.
Sedangkan
dalam
pelaksanaan wawancara peneliti tidak hanya terpaku pada daftar yang telah disusun, sebab nanti dimungkinkan ada tambahan pertanyaan kepada subyek. 3.5.3
Metode Observasi Metode observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomenafenomena yang hendak diselidiki (Hadi, 1991: 136). Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang mudah diamati secara langsung yaitu situasi umum di Kecamatan Semarang Utara dan kecemasan eksistensial remaja.
64
Dalam hal ini, peneliti menyebar angket berisi 63 pertanyaan berbentuk quesioner tertutup seputar kesadaran-diri dan hubungan dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Metode ini digunakan untuk memperoleh data kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang tahun 2007.
3.6
Teknik Analisis Data Dalam hal ini penulis mempergunakan tiga tahap analisis data, yaitu analisis pendahuluan untuk memberikan skor pada masing-masing item, analisis lanjut untuk menguji hipotesis dari data yang telah diperoleh dan analisis akhir adalah upaya implementasi kerangka materi penelitian terhadap metodologi pemahaman azas bimbingan konseling Islam. 3.6.1
Analisis Pendahuluan Dalam pengujian angket, penulis menguji kepada 25 orang responden. Dari angket yang disebarkan ternyata angket kembali semua. Adapun aitem sebaran angket dapat dilihat dari tabel berikut : TABEL I SPESIFIKASI KESADARAN DIRI No 1. 2.
No. Item No. Item Favorable Unfavorable Kesadaran dalam 1,2,5,10,11,12 3,4,6,7,8,9, 13,14,17 meng-ada-dalam-dunia ,15,16,18 Kesadaran dalam 16,17,18,19,2 23,27,28,29, Aspek
Jumlah Item 18 15
65
meng-ada-diluar-dunia 0,23,24,25,26, 30 27,28,29,30 19 14 33 Jumlah Pengukuran skala ini mengikuti skala linkert atau disebut juga teknik pengukuran methode of summated rating, karena nilai peringkat setiap jawaban atau tanggapan yang diujikan sehingga mendapat nilai total. Skala ini terdiri atas sejumlah pertanyaan yang semuanya menunjukkan sikap terhadap sesuatu objek tertentu atau menampilkan cirri tertentu yang akan diukur.
Skala yang mempergunakan empat
alternatif jawaban. Sangat Setuju (a), Setuju (b), Tidak Setuju (c), dan Sangat Tidak Setuju (d). Skor jawaban mempunyai nilai antara 1 sampai dengan 4. Nilai yang diberikan pada masing-masing alternatif jawaban adalah sebagai berikut : untuk aitem favorable yaitu mendukung
kondisi
psikologis
responden,
dimana
aitem yang memiliki
kecenderungan nilai yang bergerak positif dari besar ke kecil. Jawabannya Sangat Setuju” (a) memperoleh nilai 4, “Setuju” (b) memperoleh nilai 3, “Tidak Setuju” (c) memperoleh niai 2, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 1. Sedangkan untuk jawaban aitem unfavorable yaitu aitem yang tidak mendukung kondisi psikologis responden, dimana aitem ini mempunyai kecenderungan negatif terhadap jawaban, artinya bergerak dari nilai kecil ke nilai yang besar. “Sangat Setuju” (a) memperoleh
66
nilai 1, “Setuju” (b) memperoleh nilai 2, “Tidak Setuju” (c) memperoleh nilai 3, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 4. Sementara itu untuk sebaran angket kecemasan eksistensial mempergunakan 30 aitem yang dijabarkan dari tiga indikator yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
TABEL II SPESIFIKASI KECEMASAN EKSISTENSIAL No. Item No. Item Jumlah No Aspek Favorable Unfavorable Item Perasaan bersalah dalam 11,14,15 1,2,3,4,5,6,7,8 16 1. konteks meng-ada,9,10,12,13,16 dalam-dunia Perasaan bersalah dalam 17,18,19,20, 22,23,30 14 2. konteks meng-ada- 21,24,25,26, 27,28,29 diluar-dunia 14 16 30 Jumlah Pengukuran
skala
ini
mengikuti
skala
linkert
dengan
mempergunakan empat alternatif jawaban. Sangat Setuju (a), Setuju (b), Tidak Setuju (c), dan Sangat Tidak Setuju (d). Skor jawaban mempunyai nilai antara 1 sampai dengan 4. Nilai yang diberikan pada masing-masing alternatif jawaban adlah sebagai berikut : untuk aitem favorablejawaban Sangat Setuju” (a) memperoleh nilai 4, “Setuju” (b) memperoleh nilai 3, “Tidak Setuju” (c) memperoleh niai 2, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 1.
67
Sedangkan untuk jawaban aitem unfavorable “Sangat Setuju” (a) memperoleh nilai 1, “Setuju” (b) memperoleh nilai 2, “Tidak Setuju” (c) memperoleh nilai 3, “Sangat Tidak Setuju” (d) memperoleh nilai 4. 3.6.2
Analisis Uji Hipotesis Setelah ditentukan kriteria nilai dari masing-masing aitem, langkah selanjutnya adalah perhitungan nilai dari data yang diperoleh dengan mempergunakan teknik korelasi product moment seri person (Dajan, 1984:301) dengan rumus :
rxy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
{N ∑ X
2
}{
− (∑ X ) 2 N ∑ Y 2 − (∑ Y ) 2
}
Keterangan :
rxy = Indeks angka korelasi product moment antara X dan Y X
= Nilai variabel X (kesadaran diri)
Y
= Nilai variabel Y (kecemasan eksistensial)
XY = Perkalian antara X dan Y X2
= Kuadrat nilai X
Y2
= Kuadrat nilai Y
∑XY = Jumlah perkalian antara X dan Y N
= Jumlah Responden
68
Dalam analisis lanjut ini sekaligus untuk membuat interprestasi lebih lanjut dengan membandingkan harga r tabel dengan r yang akan diteliti dengan kemungkinan : a. Jika r tabel (lavel 1 % atau 5 %) lebih rinci dari r hasil maka nilai menunjukkan signifikan . b. Jika r tabel (lavel 1 % atau 5 %) lebih besar dari r maka nilai menunjukkan non signifikan. 3.6.3
Analisis Akhir Selanjutnya dari hasil olahan data, akan dianalisis lebih lanjut dengan mempergunakan metode deskriptif analisis. Metode ini merupakan
prosedur
pemecahan
masalah
yang
diteliti
dengan
menggambarkan keadaan obyek yang sebenarnya dan sesuai dengan fakta yang nampak, melainkan data yang telah terkumpul diolah dan ditafsirkan (Nawawi, dkk,1996:73). Artinya hasil korelasi Product Moment akan dianalisis kedalam kerangka Bimbingan Konseling Islam yang fokusnya pada implementasi kerangka materi penelitian kedalam metodologi pemahaman azas BKI, hal ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih dalam muatan makna yang terkandung pada azas BKI.
BAB IV GAMBARAN UMUM KECAMATAN SEMARANG UTARA
4.1 Situasi Umum Kecamatan Semarang Utara 4.1.1
Keadaan Geografis Secara geografis, kecamatan Semarang Utara meliputi areal tanah seluas 1.135,275 ha yang terdiri dari 72,300 ha tanah kering, 34,480 ha dan tanah keperluan fasilitas umum. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut : 1. Tanah Sawah
: 0 ha
2. Tanah Kering
: 72,300 ha
a. Pekarangan/ Bangunan/ Emplasement
: 58,970 ha
b. Tegal/ Kebun
: 8,900 ha
c. Ladang/ Tanah Huma
: 4,440 ha
d. Ladang Penggembalaan/ Pangonal
: 0 ha
3. Tanah Basah
: 0 ha
4. Tanah Hutan
: 0 ha
5. Tanah Perkebunan
: 0 ha
6. Tanah Keperluan Fasilitas Umum
: 34,480 ha
a. Lapangan Olah Raga
: 5,550 ha
b. Taman Rekreasi
: 18,600 ha
c. Jalur Hijau
: 8,700 ha
d. Kuburan
: 1,660 ha
69
70
7. Lain-Lain (tanah tandus, tanah pasir)
: 0 ha
(Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006) Daerah seluas ini, terdiri dari sembilan kelurahan yaitu : Kelurahan
Dadapsari,
Kuningan
bandarharjo,
Tanjung
Mas,
Panggung Kidul, Panggung Lor dan Purwosari. Adapun wilayah kecamatan Semarang Utara merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 0 sampai 1 m diatas permukaan laut dengan suhu maksimum 32 0 C dan suhu minimum 24 0 C. Sedangkan curah hujan mencapai 76 mm/th dengan jumlah hari terbanyak 90 hari. Kecemasan Semarang Utara memiliki batas geografis sebagai berikut (peta terlampir) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Semarang Timur
Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Semarang Tengah
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Semarang Barat. (Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006). Berdasarkan data statistika (isian monografi 2006) jumlah
penduduk di kecamatan Semarang Utara berjumlah 124.987 orang, yang terdiri dari jenis laki-laki 60.575 orang dan jumlah perempuan 64.412. Sehingga terdapat 28.558 jumlah kepala keluarga yang ada.
71
4.1.2 Kondisi masyarakat Islam di Kecamatan Semarang Utara Untuk mendapatkan gambaran tentang masyarakat Islam di kecamatan Semarang Utara, ditinjau dari segi keagamaannya relatif baik, hal ini berdasarkan dari jumlah masyarakat Islam di wilayah tersebut merupakan jumlah mayoritas. Dilihat dari jumlah pemeluk agama yang ada di kecamatan Semarang Utara secara umum, dapat dilihat tabel sebagai berikut :
No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
TABEL III Jumlah Penduduk di Kecamatan Semarang Utara Menurut Agamanya Agama Jumlah Persen (%) Islam 101.038 orang 80,84 Katholik 11.199 orang 8,96 Protestan 9.997 orang 7,99 Hindu 384 orang 0,31 Budha 2.333 orang 1,87 Penganut Aliran Kepercayaan 36 orang 0,03 kepada Tuhan YME Jumlah 124.987 orang 100 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006 Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa dari semua penduduk
yang tercatat sebagai pemeluk agama Islam adalah paling banyak (mayoritas), yaitu Islam 80,84 %, Katholik 8,96 %, Protestan 7,99 %, Hindu 0,31 %, Budha 1,87 %, Aliran lain 0,03 %. Berkaitan dengan hal tersebut, tentunya dapat mendukung perkembangan umat beragama, di kecamatan Semarang Utara telah tersedia saran prasarana tempat peribadatan yang dapat disajikan dalam tabel.
72
TABEL IV Sarana Peribadatan di Kecamatan Semarang Utara No Tempat Ibadah Jumlah 1. Masjid 47 Buah 2. Surau / Musholla 96 Buah 3. Gereja 28 Buah 4. Kuil / Pura 5 Buah Jumlah 176 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006. Dengan melihat tabel di atas, maka dapat di lihat bahwa umat Islam memiliki prasarana peribadatan yang terbesar yaitu 47 buah Masjid dan 96 Musholla. Sedangkan umat Kristen dan Katholik memiliki 28 buah tempat peribadatan, Hindu dan Budha memiliki 5 buah tempat peribadatan. 4.1.3 Pendidikan Sebelum menyajikan data tentang pendidikan masyarakat Semarang Utara, lebih dulu akan disajikan data penduduk menurut tingkat usia, sebagai berikut :
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
TABEL V Data Penduduk Menurut Tingkat Usia Di Kecamatan Semarang Utara Tingkat Usia Jumlah 0 – 4 Tahun 13.329 5 – 9 Tahun 13.383 10 – 14 Tahun 13.295 15 –19 Tahun 10.447 20 – 24 Tahun 9.628 25 – 29 Tahun 9.448 30 – 34 Tahun 9.172 35 – 39 Tahun 9.448 40 – 44 Tahun 9.460 45 – 49 Tahun 8.473 50 – 54 Tahun 8.275 55 – 59 Tahun 7.571 60 – 64 Tahun 3.599 65 Keatas 1.459 Jumlah 108.407
73
Dari data diatas dapat kita lihat bahwa penduduk yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan adalah 46.753 orang. Berarti hampir mencapai 43,13 % dari seluruh jumlah penduduk yang ada.
a. Tingakat pendidikan TABEL VI Penduduk Di Kecamatan Semarang Utara Di Lihat Dari Tingkat Pendidikannya No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tingkat Pendidikan Jumlah Belum Sekolah 2.299 SD/ Sederajat 5.516 SLTP/ Sederajat 1.542 SMU/ Sederajat 2.698 Akademi/ Sederajat 0 Perguruan Tinggi (Tidak Tertera) Jumlah 12.055 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa prosentase
pendidikan di kecamatan Semarang Utara mencapai 25,78 %. Hasil ini mencerminkan bahwa kesadaran masyarakat Semarang Utara dalam upaya pendidikan putra-putrinya menunjukkan tingkat yang cukup baik. b. Sarana Pendidikan Sarana
pendidikan
ini
terbagi
menjadi dua, yaitu
pendidikan umum dan sarana pendidikan agama. Adapun sarana pendidikan umum dilihat pada tabel sebagai berikut :
74
TABEL VII Sarana Pendidikan Umum Di Kecamatan Semarang Utara. No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sarana Pendidikan Jumlah TK 40 Buah SD Negeri 18 Buah SD Swasta 9 Buah SLB 1 Buah SMP Negeri 1 Buah SMP Swasta 3 Buah SMA Negeri 1 Buah SMA Swasta 1 Buah Jumlah 74 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006. Sedangkan sarana pendidikan agama di daerah Kecamatan
Semarang Utara dapat di lihat sebagai berikut : TABEL VIII Sarana Pendidikan Agama Islam Di Kecamatan Semarang Utara No 1. 2. 3.
Sarana Pendidikan Jumlah MI 3 Buah SD Islam 7 Buah SMP Islam 3 Buah Jumlah 13 Buah Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006.
Dari data pendidikan di Kecamatan semarang Utara di atas, maka diketahui pendidikan agamanya sangat cukup. 4.1.4 Sosial Ekonomi Sosial Ekonomi diartikan sebagai kekuatan atau kemampuan manusia (masyarakat) dalam memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya. Di dalam kehidupan manusia akan selalu berupaya untuk dapat
75
memenuhi kebutuhan sesuai dengan kemampuannya (Hasanah, 2004 :87). Oleh karena itu akan disajikan data menurut pencahariannya : TABEL IX Mata Pencahariaan Penduduk Di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9 10 11
Mata Pencahariaan Jumlah Nelayan 1.871 Pengusaha Sedang/ Besar 2.072 Pengrajin Industri 18.824 Buruh Industri 8.579 Buruh Bangunan 1.879 Pedagang 4.475 Pengankutan 1.136 PNS 3.891 ABRI 317 Pensiunan 2.284 Peternak 11 - Peternak Kambing 2 - Peternak Ayam 1 Jumlah 45.342 Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kecamatan Semarang Utara 2006.
4.2 Keadaan Umum Masyarakat Perkotaan Adapun sampel yang mewakili masyarakat di Kecamatan Semarang Utara, penulis mengambil lokasi di tiga Kelurahan, antara lain : 4.2.1 Kelurahan Bandarharjo a. Letak Geografis Luas Kelurahan Bandarharjo 256 ha dan batasan wilayahnya : 1) Sebelah Utara
: Banjir Kanal
2) Sebelah Selatan
: Kelurahan Dadapsari
3) Sebelah Barat
: Kelurahan Kuningan
4) Sebelah Timur
: Kelurahan Tanjung Mas
76
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan data Statistik Kelurahan Bandarharjo pada Bulan Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Bandarharjo berjumlah 4.349 orang. Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu: 1) Jenis laki-laki 3.244 orang 2) Jenis perempuan 1.105 orang c. Jumlah Penduduk Menurut Agama Penduduk Kelurahan Bandarharjo yang berjumlah 4.349 jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 2.144 Jiwa dengan penjelasan tabel sebagai berikut : TABEL X Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk No 1. 2. 3.
Jenis Agama
Jumlah Islam 2.144 orang Katholik 1.287 orang Protestan 918 orang Sumber data : Data Statistik Isian Monografi Kelurahan Bandarharjo 2006. Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 5
Masjid dan 28 Musholla. 4.2.2 Kelurahan Tanjung Mas a. Letak Geografis Luas Kelurahan Tanjung Mas 323,782 Ha dan batasan wilayahnya:
77
1) Sebelah Utara : Perumahan PJAK 2) Sebelah Selatan : Stasiun Tawang 3) Sebelah Barat : Kelurahan Bandarharjo 4) Sebelah Timur : Gereja Blenduk b. Jumlah Penduduk Berdasarkan data Statistik Kelurahan Tanjung Mas pada Bulan Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Mas berjumlah 29.606 orang. Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu : 1) Jenis laki-laki 13.856 orang 2) Jenis perempuan 15.750 orang c. Jumlah Penduduk Menurut Agama Penduduk Kelurahan Tanjung Mas yang berjumlah 29.606 jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 27.293 Jiwa dengan penjelasan tabel sebagai berikut : TABEL XI Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Agama Jumlah Islam 27.293 orang Protestan 783 orang Katholik 986 orang Hindu 240 orang Budha 304 orang Sumber data : Data Isian Statistika Monografi Kelurahan Tanjung Mas Desember 2006
78
Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 9 Masjid dan 18 Musholla. 4.2.3 Kelurahan Purwosari a. Letak Geografis Luas Kelurahan Purwosari 48,051 Ha dan batasan wilayahnya : 1) Sebelah Utara : Kelurahan Kuningan 2) Sebelah Selatan : Kelurahan plombokan 3) Sebelah Barat : Kelurahan Panggung Kidul 4) Sebelah Timur : Kelurahan Dadapsari b. Jumlah Penduduk Berdasarkan data Statistik Kelurahan Purwosari pada Bulan Desember 2006, jumlah penduduk di Kelurahan Tanjung Mas berjumlah 8.948 orang. Dari jumlah tersebut, dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu : 1) Jenis laki-laki 4.282 orang 2) Jenis perempuan 4.665 orang c. Jumlah Penduduk Menurut Agama Penduduk Kelurahan Purwosari yang berjumlah 8.948 jiwa tersebut, yang beragama Islam sebanyak 8.380 Jiwa dengan penjelasan tabel sebagai berikut :
79
TABEL XII Jumlah Penduduk Menurut Agama Yang Dipeluk No 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Agama Jumlah Islam 8380 orang Protestan 261 orang Katholik 264 orang Hindu 3 orang Budha 41 orang Sumber data : Data Statistik Isian monografi Kelurahan Purwosari 2006. Adapun Sarana Ibadah Umat Islam yang tersedia yaitu 5
Masjid dan 7 Musholla.
4.3 Kondisi Umum Remaja di Kecamatan Semarang Utara 4.3.1
Kesadaran-Diri Remaja di Kecamatan Semarang Utara (Bandarharjo, Tanjung Mas, Purwosari) Pada umumnya, remaja di kecamatan Semarang Utara cukup rendah dalam memiliki kesadaran-diri yang positif. Hal ini terlihat dari indeks sebaran angket yang diperoleh, rata-ratanya mencapai 39,05 % saja. Juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan Bp. Nanang salah satu pengurus lembaga keagamaan di kecamatan Semarang Utara, khususnya kesadaran-diri yang dimiliki oleh remaja dalam hubungannya dengan Tuhan (secara vertikal) sangatlah kurang. Apabila diprosentasekan hanya sekitar 10% saja remaja yang mempunyai kesadaran-diri yang baik (wawancara, 02 September 2007).
80
Dengan kurangnya kesadaran-diri yang di miliki oleh remaja di kecamatan Semarang Utara, lebih memungkinkan mereka melakukan berbagai tindak penyimpangan nilai dan moral ajaran agama serta aturan yang berlaku di masyarakat. 4.3.2
Kecemasan Eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara (Bandarharjo, Tanjung Mas, Purwosari) Umumnya remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang cukup rendah dalam mengahadapi kecemasan-kecemasan secara konstruktif (kecemasan eksistensial). Hal ini terlihat dari indeks sebaran angket yang diperoleh, rata-ratanya hanya mencapai 27,62 %. Serta data di Polsek Semarang Utara mengenai tingkat kriminalitasnya yang tinggi, membuktikan bahwa rasa penyesalan (kecemasan eksistensial) untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi adalah cukup rendah. Sebab menurut ibu Tutik (Wawancara, 27 Mei 2007) remaja yang masuk dalam daftar kriminlitas kepolisian apabila remaja sudah melakukan pelanggaran hukum beberapa kali sehingga dikenai pasal-pasal kriminalitas, namun bila dilakukan pertama kali hanya sekedar di beri peringatan saja. Dapat diketahui pula dari hasil wawancara enam orang remaja hanya
seorang yang mampu
menghadapi kecemasan secara
konstruktif (kecemasan eksistensial). Seperti yang diungkapkan oleh Eni (18 th) saat mencuri tidak terpikir akan dosa, namun keadaan ekonomilah yang menuntut untuk berbuat itu semua. Ketakutan yang
81
timbul seandainya tertangkap basah. Penyesalan kadang muncul untuk tidak mengulangi lagi, tapi bila keadaan menuntut untuk melakukannya lagi, maka lupa akan penyesalannya. Berbeda lagi dengan Anto (20 th) walaupun sama-sama dalam kasus pencurian, menurutnya masih ada rasa takut dosa dan rasa takut kalau tertangkap basah. Namun apa daya tekanan dari keluarga pamannya yang lebih dominan menguasai rasa takutnya. Bila tidak mau melakukan perbuatan tersebut akan disiksa dan diusir. Setelah proses waktu yang cukup lama dan lepas dari keluarga pamannya, maka dapat meninggalkan jauh-jauh perbuatan tersebut sebagai salah satu bentuk penyesalannya. Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Andi (19 th), Hepi (21 th) dan Rino (20 th) mereka pernah ikut aksi pengroyokan. Perbuatan tersebut dilakukan karena merasa harga dirinya direndahkan. Diantara dari mereka pernah menjadi tahanan luar, harus absen setip hari karena pada saat itu statusnya masih sekolah. Menurut mereka adakalanya penyesalan hadir pada dirinya , namun hanya sebatas menyesal kalau dimarahi oleh orang tua, ditangkap anggota yang berwenang, mendapat stigma jelek dari masyarakat/ sekolahan. Sedangkan menurut mereka aksi pengroyokan adalah wajar dikalangan anak muda. Lain lagi dengan Opy (21 th) yang sudah lama ditinggal ayahnya meninggal, mempunyai hobi minum alkohol, narkoba dan
82
sering melakukan hal-hal yang tidak baik menurut agama. Munurutnya jalan itulah sebagai sebuah solusi yang membawa kearah kebebasan dan terlepas dari beban hidup. Tetapi setelah berjalannya waktu perbuatannya membawa kearah rasa rendah diri (minder) ketika berhubungan dengan orang lain maupun dihadapan Tuhan (merasa hina) serta kebebasan dan keterlepasan dari beban hidup yang diidamkan tidak tercapai, malah justru sebaliknya muncul masalahmasalah baru. Sehingga muncullah penyesalan untuk meninggalkan perbuatan
tersebut,
maka
hoby
yang
sebelumnya
negatif
disalurkannya kearah yang positif yaitu aktif didalam mengikuti kajian-kajian keagamaan juga kegiatan kemasyarakatan lainnya (wawancara, 04 September 2007).
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.Deskriptif Data Penelitian 5.1.1. Alat Ukur Data Sebelum tes disebarkan kepada responden, terlebih dahulu diajukan uji coba, dengan tujuan untuk diketahui validitas dan reliabilitas angket tersebut. Sedangkan jumlah angket seluruhnya berjumlah 105. Uji coba dilakukan kepada 25 orang responden. Dari angket yang disebarkan ternyata angket kembali semua. Adapun langkah-langkah yang dipakai untuk menentukan baik buruknya soal tersebut adalah dengan cara mengetahui validitas butir dan reliabilitas instrumen. Validitas atau kesahihan digunakan untuk mengetahui seberapa tepat suatu alat ukur mampu melakukan fungsi, sedangkan tujuan utama pengujian reliabilitas adalah untuk mengetahui konsistensi atau keteraturan hasil pengukuran suatu instrumen tersebut digunakan lagi sebagai alat ukur suatu objek atau responden. Setelah dilakukan uji validitas dan reabilitas angket tentang kesadaran diri dan kecemasan eksistensial dapat disimpulkan : 5.1.1.1 Angket tentang kesadaran diri setelah diadakan uji SPSS, maka ada 4 data yang tidak valid yaitu item no 1, 4, 5, 11. Sedangkan selebihnya adalah valid. Jadi angket tentang kesadaran diri ada 4 89
90
item yang tidak valid, yang valid adalah 29 item. Dengan demikian 29 item angket tentang kesadaran diri dinyatakan reliable karena alpha lebih besar dari r hasil. Angket kesadaran diri yang valid dan reliable maupun yang tidak valid dan tidak reliabel adalah terlampir. 5.1.1.2 Angket tentang kecemasan eksistensial setelah diadakan uji SPSS, maka ada 3 item yang tidak valid, yaitu item no 3, 21, 27. Sedangkan selebihnya adalah valid. Jadi angket tentang kecemasan eksistensial ada 3 item yang tidak valid, yang valid adalah 27 item. Dengan demikian 27 item angket tentang kecemasan eksistensial dinyatakan reliable karena alpha lebih besar dari r hasil. Angket kecemasan exsistensial yang valid dan reliabel maupun yang tidak valid dan tidak reliabel terlampir. 5.1.2
Pengelompokan Data Dari
data
yang
diperoleh,
dapat
dideskripsikan
dengan
pengelompokan data sebagai berikut :
No 1. 2. 3. 4.
TABEL XIII Deskripsi Subyek Berdasarkan Usia Dan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Usia Laki-laki Perempuan 18 13 10 19 11 11 20 20 13 21 16 11 Jumlah 60 45
91
5.1.2.1 Menurut Usia. Seluruh subyek penelitian berjumlah 105 orang. Subyek dikategorikan dalam empat kelompok, yaitu usia 18 tahun, 19 tahun, 20 tahun, 21 tahun. 5.1.2.2 Menurut Jenis Kelamin. Subyek yang berjumlah 105 orang terdiri dari 60 laki-laki dan 45 perempuan, yang diklasifikasikan dalam empat kelompok, yaitu untuk usia 18 tahun, subyek laki-laki berjumlah 13 orang dan perempuan berjumlah 10 orang. Usia 19 tahun, terdiri dari 7 laki-laki dan 11 perempuan. Usia 20 tahun terdiri dari 10 laki-laki dan 13 perempuan, sedangkan yang mempunyai usia 21 tahun terdiri dari 16 orang laki-laki dan 11 orang perempuan. TABEL XIV Hasil Analisis Deskriptif Variabel Penelitian Variabel Kasadaran Diri Kecemasan Eksistensial Catatan :
Skor Minimal Aitem Subyek 252 74 231 67
Skor Maksimal Aitem Subyek 357 95 350 90
252 merupakan skor minimal dari aitem no 25 231 merupakan skor minimal dari aitem no 9 257 merupakan skor maksimal dari aitem no. 7 350 merupakan skor maksimal dari aitem no 13 dan 25 74 merupakan skor minimal yang diperoleh responden no 75 67 merupakan skor minimal yang diperoleh responden no 15
92
95 merupakan skor maksimal yang diperoleh responden no 2 90 merupakan skor maksimal yang diperoleh responden no 1 Dari data yang diperoleh, didapatkan data tentang perolehan skor masing-masing aitem variabel. Variabel kesadaran diri mempunyai skor minimal 252, yang diperoleh dari aitem soal nomor 25, sedangkan skor minimal responden dalam variabel ini adalah 74 poin, yang diperoleh responden nomor 75. Sementara itu untuk skala kecemasan eksistensial skor minimal aitem 231 dari aitem nomor 9, sedangkan skor minimal yang diperoleh responden berjumlah 67 poin, yang diperoleh responden nomor 15. Skor maksimal dari variabel kesadaran diri menunjukkan angka 357 dari jumlah total aitem soal nomor 7. Untuk skala kecemasan eksistensial menunjukkan skor maksimal sebesar 350 dari jumlah total aitem soal nomor 13 dan 25. Skor maksimal yang diperoleh responden skala kesadaran diri menunjukkan angka 95, diperoleh responden dengan nomor 2, sedangkan skor maksimal yang diperoleh responden skala kecemasan eksistensial menunjukkan angka 90 diperoleh responden dengan nomor 1. TABEL XV Nilai Angket Skala Kesadaran Diri Remaja Di Kecamatan Semarang Utara No. Jawaban Nilai Butir soal Rsp SS S TS STS 4 3 2 Favorable 5 7 3 1 20 21 6 1. Unfavorable 2 2 5 4 2 4 15 2. Favorable 5 9 2 0 20 27 4
1 1 16 0
Jumlah 85 95
93
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
0 2 0 4 0 4 1 3 0 4 2 1 0 1 0 1 0 3 0 2 1 1 1 0 0 4 2 3 2 3 0 2 0 4 0 3 1 4 0 4 2
0 11 3 12 3 9 1 9 0 8 1 12 4 9 2 12 3 11 2 10 3 9 3 10 5 7 5 7 0 11 1 11 3 12 2 10 1 8 0 8 1
8 1 6 0 4 3 8 4 6 4 6 2 7 6 7 3 12 2 9 4 9 6 8 6 8 5 5 5 4 1 7 1 6 0 4 3 7 4 7 4 7
5 2 4 0 6 0 3 0 7 0 4 1 1 0 4 0 4 0 2 0 1 0 1 0 0 0 1 1 7 0 4 2 4 0 7 0 4 0 6 0 3
0 8 0 16 0 16 1 12 0 16 2 1 0 4 0 1 0 12 0 8 1 4 1 0 0 16 2 12 2 12 0 8 0 16 0 12 1 16 0 16 2
0 33 6 36 6 27 2 27 0 24 2 26 8 27 4 26 6 33 4 30 6 27 6 30 10 21 10 21 0 33 2 33 6 36 4 30 2 24 0 24 2
24 2 18 0 12 6 16 8 18 8 18 4 21 12 21 6 36 4 27 8 27 12 24 12 24 10 15 10 12 2 21 2 18 0 12 6 21 8 21 8 21
20 2 16 0 24 0 12 0 28 0 16 1 4 0 16 0 16 0 8 0 4 0 4 0 0 0 4 1 28 0 16 2 16 0 28 0 16 0 24 0 12
85 94 88 93 86 81 84 86 88 83 78 76 78 86 94 85 96 88 93 85
94
23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable
2 0 1 0 2 0 3 0 3 0 0 0 2 0 3 2 2 2 4 0 1 0 4 0 3 0 3 0 4 2 1 0 3 0 2 0 2 0 2 0 0
12 4 9 3 11 2 10 2 11 4 10 3 8 4 8 5 8 0 10 0 12 3 12 3 10 1 9 0 9 2 12 4 8 2 12 4 12 2 12 3 11
1 8 6 6 3 9 3 9 2 5 6 8 5 8 5 4 5 5 2 8 1 6 0 5 3 8 4 7 3 6 2 7 6 6 3 5 3 8 3 7 6
1 1 0 4 0 2 0 2 0 1 0 1 0 1 0 2 1 6 0 5 2 4 0 5 0 3 0 6 0 3 1 1 0 4 0 3 0 2 0 2 0
8 2 4 0 8 0 12 0 12 0 0 0 8 0 12 2 8 2 16 0 4 0 16 0 12 0 12 0 16 2 4 0 12 0 8 0 8 0 8 0 0
36 8 27 6 33 4 30 4 33 8 30 6 24 8 24 10 24 0 30 0 24 6 30 6 30 2 27 0 27 4 36 8 24 4 36 8 36 4 36 6 33
2 24 12 18 6 0 6 28 6 15 12 24 10 24 10 12 10 15 4 24 2 12 0 15 6 24 8 21 6 18 6 21 12 18 6 15 6 24 6 21 12
1 4 0 16 0 8 0 8 0 4 0 4 0 4 0 8 1 24 0 20 2 16 0 20 0 12 0 24 0 12 1 4 0 16 0 12 0 8 0 8 0
83 83 86 87 85 77 80 78 84 94 84 93 87 92 85 81 86 85 86 85 78
95
44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63.
Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
1 0 0 4 2 4 2 4 0 3 0 4 0 2 0 3 0 6 2 2 0 3 0 2 0 4 0 2 0 1 1 0 0 3 2 4 2 4 0 3 0
3 12 4 9 6 7 1 11 1 11 3 12 3 10 1 9 1 7 2 12 5 8 3 12 3 10 3 12 3 10 3 11 5 9 6 7 0 10 0 11 4
6 5 8 4 3 5 4 2 7 2 6 0 5 3 8 5 6 4 6 2 3 6 6 3 4 3 7 3 8 6 6 6 6 5 4 5 5 2 8 1 5
2 0 0 0 0 1 4 0 4 2 3 0 5 0 3 0 5 0 2 1 2 0 3 0 4 0 2 0 1 0 2 0 1 0 0 1 5 0 5 2 3
1 0 0 16 2 16 2 16 0 12 0 16 0 8 0 12 0 24 2 8 2 12 0 2 0 16 0 8 0 4 1 0 0 12 2 16 2 16 0 12 0
6 36 8 27 12 21 2 33 2 33 6 36 6 30 2 27 2 21 4 30 10 16 9 24 6 30 6 36 6 30 6 22 10 27 12 21 0 30 0 33 8
18 10 24 8 15 10 12 6 21 6 18 0 15 6 16 10 18 8 18 4 9 12 12 9 12 6 21 6 24 12 18 12 12 10 12 10 15 4 24 2 15
8 0 0 0 0 1 16 0 16 2 12 0 20 0 12 0 20 0 8 1 8 0 3 0 16 0 8 0 4 0 8 0 4 0 0 1 20 0 20 2 12
78 77 84 92 85 93 87 89 85 82 84 87 87 84 79 77 75 85 94 84
96
64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84.
Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable
4 0 5 1 3 0 3 0 1 0 3 0 3 0 3 0 2 0 0 0 0 1 3 2 4 2 4 0 3 0 4 0 2 0 4 0 2 0 1 0 3
12 3 10 2 10 0 8 3 12 4 11 3 10 1 11 2 12 3 12 4 11 3 9 7 7 0 10 0 8 3 13 2 10 1 8 0 12 4 12 4 11
0 5 2 7 4 6 6 6 2 7 2 6 3 8 2 9 3 8 5 8 6 6 5 2 5 5 2 8 6 6 1 5 3 8 4 7 1 8 2 7 2
0 5 0 2 0 6 0 3 1 1 2 3 0 3 0 2 0 1 0 0 0 2 0 0 1 5 0 5 0 3 0 4 0 3 0 6 1 1 1 1 2
16 0 20 1 12 0 12 0 4 0 12 0 12 0 12 0 8 0 0 0 0 1 12 2 16 2 16 0 12 0 16 0 8 0 16 0 8 0 4 0 12
36 6 30 4 30 0 27 6 36 8 33 6 30 2 33 4 36 6 36 8 33 6 27 14 21 0 30 0 24 6 39 4 30 2 24 0 36 8 36 8 33
0 15 4 21 8 18 12 18 4 21 4 18 6 24 6 27 6 24 10 24 12 18 10 6 10 15 6 24 12 18 2 15 6 24 8 21 22 24 6 21 4
0 20 0 8 0 24 0 12 1 4 2 12 0 12 0 8 0 4 0 0 0 8 0 0 1 20 0 20 0 12 0 20 0 12 0 24 1 4 1 4 2
93 88 92 84 81 85 87 88 84 78 78 74 85 94 84 92 87 93 83 81 85
97
85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100 101 102 103 104
Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
0 3 0 3 0 3 0 1 1 0 2 3 2 4 2 3 0 3 0 4 0 2 0 3 0 2 0 1 0 2 0 4 1 3 0 3 0 1 1 0 2
3 10 1 9 1 11 4 9 3 11 6 9 6 7 0 11 1 11 3 12 3 10 1 10 0 12 4 12 4 11 3 9 1 9 1 11 4 9 3 11 6
6 3 8 5 6 1 5 6 8 6 4 5 4 5 5 1 7 2 6 0 5 3 8 4 6 1 8 2 7 1 6 3 8 5 6 1 5 6 8 6 4
3 0 3 0 5 2 3 0 1 0 0 0 0 1 5 0 4 2 3 0 5 0 3 0 6 1 1 1 1 2 4 0 3 0 5 2 3 0 1 0 0
0 12 0 12 0 12 0 4 1 0 2 12 2 16 2 12 0 12 0 16 0 8 0 12 0 8 0 4 0 8 0 61 1 12 0 12 0 4 1 0 2
6 30 2 27 2 33 8 27 6 33 12 27 12 21 0 33 2 33 6 36 6 30 2 30 0 36 8 36 8 33 6 27 2 27 2 33 8 27 6 33 12
18 6 24 10 18 2 15 18 24 12 12 10 12 10 15 2 21 4 18 0 15 6 24 8 18 2 24 4 21 2 18 6 24 10 18 2 15 12 24 12 12
12 0 12 0 20 2 12 0 4 0 0 0 0 1 20 0 16 16 2 0 20 0 12 0 24 1 4 1 4 2 16 0 12 0 20 2 12 0 4 0 0
87 89 84 78 77 75 85 94 85 93 87 92 85 81 85 88 89 84 78 77
98
105
Favorable Unfavorable
9 5 0 12 27 10 0 6 4 0 2 12 12 0 TABEL XVI Nilai Angket Skala Kecemasan Eksistensial Remaja Di Kecamatan Semarang Utara
No. Rsp 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Butir soal Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable
3 2
SS 0 13 0 7 1 5 0 12 0 5 0 6 5 0 0 4 0 9 0 3 1 0 3 0 2 0 4 0 1 0 12 0 7
Jawaban Nilai S TS STS 4 3 2 1 2 2 0 0 4 6 0 8 1 0 52 24 4 0 0 3 1 0 0 9 4 15 1 0 28 45 2 0 1 0 1 1 2 0 4 14 3 0 20 42 6 0 2 0 2 0 4 0 8 7 3 1 48 21 6 1 1 3 0 0 2 9 0 14 4 0 20 42 8 0 1 2 1 0 2 6 4 9 7 1 24 27 14 1 13 5 0 20 39 10 0 3 1 0 0 6 3 1 0 3 1 0 0 9 4 12 7 0 16 36 14 0 0 3 1 0 0 9 4 9 5 0 36 27 10 0 2 2 0 0 4 6 0 16 4 0 12 48 8 0 14 8 0 4 42 16 0 3 1 0 0 6 3 0 14 5 1 12 42 10 1 0 3 1 0 0 9 4 10 11 0 8 30 22 0 1 2 1 0 2 6 4 6 13 0 16 18 26 0 2 0 2 0 4 0 8 10 11 1 4 30 22 1 2 2 0 0 4 6 0 8 3 0 48 24 6 0 2 2 0 0 4 6 0 15 1 0 28 35 2 0
75
JML 90 88 84 88 81 81 75 79 86 78 71 78 72 72 67 88 88
99
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.
Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
0 5 1 12 0 5 0 6 0 7 0 4 0 8 0 3 0 1 0 3 0 2 0 4 0 1 0 12 0 7 0 6 1 12 0 5 0 6 0 7 0
0 14 0 7 2 15 1 13 1 7 3 11 0 10 0 15 2 15 3 15 0 11 1 5 2 10 2 8 2 15 0 14 0 7 2 15 1 13 1 8 3
3 3 1 3 0 4 3 4 2 7 1 8 3 5 3 5 2 6 1 3 3 9 2 13 0 11 2 3 2 1 3 3 1 3 0 4 3 5 2 7 1
1 0 2 1 2 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 0 0 0 0 0 1 0 2 1 2 0 0 0 1 1 0
0 20 1 48 0 20 0 24 0 28 0 16 0 32 0 12 0 4 0 12 0 8 0 16 0 4 0 48 0 28 0 24 1 48 0 20 0 24 0 21 0
0 42 0 21 4 45 2 39 2 21 6 33 0 30 0 45 4 45 6 45 0 33 2 15 4 30 4 24 4 45 0 42 0 21 4 45 2 39 2 24 6
9 6 3 9 0 8 9 8 6 14 3 16 9 10 9 10 6 12 3 6 9 18 6 26 0 22 6 6 6 2 9 6 3 6 0 8 9 10 6 14 3
4 0 8 1 8 0 0 0 4 1 0 0 4 0 4 0 0 0 0 1 4 0 4 0 8 0 0 0 0 0 4 0 8 1 8 0 0 0 4 1 0
83 88 81 83 76 78 85 77 72 79 73 72 67 88 88 84 88 81 81 76
100
38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58.
Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable
4 0 7 0 3 0 1 0 3 0 2 0 4 0 2 0 12 0 1 0 6 1 12 0 5 0 6 0 7 0 4 0 8 0 3 0 1 0 3 0 2
11 0 11 0 15 2 15 3 14 0 11 1 5 2 10 2 9 2 15 0 14 0 7 2 15 1 13 1 8 3 11 0 10 0 15 2 15 3 14 0 11
8 3 5 3 5 2 7 1 5 3 9 2 13 0 10 2 2 2 1 3 3 1 3 0 4 3 5 2 7 1 8 3 5 3 5 2 7 1 5 3 9
0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 1 0 0 0 0 1 0 2 1 2 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0
16 0 28 0 20 0 4 0 12 0 8 0 16 0 8 0 48 0 28 0 24 1 48 0 20 0 24 0 28 0 16 0 32 0 12 0 4 0 12 0 8
33 0 33 0 45 4 45 6 42 0 33 2 15 4 30 4 37 4 45 0 42 0 21 4 45 2 39 2 24 6 33 0 30 0 45 4 45 6 42 0 33
16 9 15 9 10 6 21 3 10 9 18 6 26 0 20 6 4 6 2 9 6 3 6 0 8 9 10 6 14 3 16 9 10 9 10 6 14 3 10 9 18
0 4 0 4 0 0 0 0 1 4 0 4 0 8 1 0 0 0 0 4 0 8 1 8 0 0 0 4 1 0 0 4 0 4 0 0 0 0 1 4 0
78 84 77 72 78 73 72 69 89 88 84 88 81 88 76 78 85 77 72 78 73
101
59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78.
Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
0 4 0 1 0 12 0 7 0 6 1 12 0 5 0 6 0 7 0 4 0 8 0 3 0 1 0 3 0 2 0 4 0 1 0 12 0 7 0 6 1
1 5 2 10 2 9 2 15 0 14 0 7 2 15 1 13 1 8 3 11 0 10 0 15 2 15 3 14 0 11 1 5 2 10 2 9 2 15 0 14 0
2 13 0 11 2 2 2 1 3 3 1 3 0 4 3 5 2 7 1 8 3 5 3 5 2 7 1 5 3 9 2 13 0 11 2 2 2 1 3 3 1
1 0 2 1 0 0 0 0 1 0 2 1 2 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 1 0 0 0 0 1 0 2
0 16 0 4 0 48 0 28 0 21 0 48 0 20 0 24 0 28 0 16 0 32 0 12 0 4 0 12 0 8 0 16 0 4 0 48 0 28 0 24 1
2 15 4 30 4 27 4 45 0 42 0 21 4 45 2 39 2 24 6 33 0 30 0 45 4 45 6 42 0 33 2 15 4 30 4 27 4 45 0 42 0
6 26 0 22 6 4 6 2 9 6 0 6 0 8 9 10 6 14 3 16 9 10 9 10 9 6 21 3 10 9 18 6 26 0 22 6 6 2 9 6 3
4 0 8 1 0 0 0 0 4 0 8 1 8 0 0 0 4 1 0 0 4 0 4 0 0 0 0 0 4 0 4 0 8 1 0 0 0 0 4 0 8
77 67 89 88 84 88 81 81 76 78 85 77 72 78 73 72 67 89 88 84
102
79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99.
Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable
12 0 5 0 6 0 7 0 4 0 8 0 3 0 1 0 3 0 2 0 4 0 1 0 12 0 7 0 6 1 12 0 5 0 6 0 7 0 4 0 8
7 2 15 1 13 1 8 3 11 0 10 0 15 2 15 3 14 0 11 1 5 2 10 2 9 2 15 0 14 0 7 2 15 1 13 1 8 3 12 0 10
3 0 4 3 5 2 7 1 5 3 8 3 5 2 7 1 5 3 9 2 13 0 11 2 2 2 1 3 3 1 3 0 4 3 5 2 7 1 7 3 5
1 2 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 1 0 0 0 1 0 0 2 1 2 0 0 0 1 1 0 0 1 0
48 0 15 0 24 0 28 0 14 0 32 0 12 0 4 0 12 0 8 0 16 0 4 0 48 0 28 0 24 1 48 0 20 0 24 0 28 0 16 0 32
21 4 45 2 39 2 24 6 33 0 30 0 45 4 45 6 42 0 33 2 15 4 30 4 27 4 45 0 42 0 21 4 45 2 39 2 24 6 36 0 30
6 0 8 9 10 6 14 3 16 9 10 9 10 6 14 3 10 9 18 6 26 0 22 6 4 6 2 9 6 3 6 0 8 6 10 6 14 3 14 9 10
1 8 0 0 0 4 1 0 0 4 0 4 0 0 0 0 1 4 0 4 0 8 1 0 0 0 0 4 0 8 1 8 0 0 0 4 1 0 0 4 0
88 81 81 76 78 85 77 72 78 73 72 67 89 88 84 88 81 81 76 79 85
103
100. 101. 102. 103. 104. 105.
Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
0 3 0 1 0 2 0 3 0 4 0 1 0
0 15 2 15 3 15 0 10 1 5 2 10 2
3 5 2 7 1 4 3 11 2 13 0 11 2
1 0 0 0 0 1 1 0 1 0 2 1 0
0 12 0 4 0 8 0 12 0 16 0 4 0
0 45 4 45 6 45 0 30 2 15 4 30 4
9 10 6 14 3 8 9 22 6 26 0 22 6
4 0 0 0 0 1 4 0 4 0 8 1 0
77 72 77 72 73 67
5.2.Pengujian Hipotesis 5.2.1. Analisis Pendahuluan Dalam analisis
ini
langkah-langkah
yang
ditempuh
adalah
memasukkan data-data hasil angket yang diperoleh ke dalam tabel kerja yang melibatkan data-data tersebut. TABEL XVII Tabel Kerja Koefisien Skala Kesadaran Diri Dan Kecemasan Eksistensial NO RESP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
2
X
Y
X
85 95 85 94 88 93 86 81 84 86 88
90 88 84 88 81 81 75 79 86 78 71
7225 9025 7225 8836 7744 8649 7396 6561 7056 7396 7744
Y
2
8100 7744 7056 7744 6561 6561 5625 6241 7396 6084 5041
XY 7650 8360 7140 8272 7128 7533 6450 6399 7224 6708 6248
104
NO RESP 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
2
X
Y
X
83 78 76 78 86 94 85 96 88 93 85 83 83 86 87 85 77 80 78 84 94 84 93 87 92 85 81 86 85 86 85 78 78 77 84 92 85 93 87
78 72 72 67 88 88 83 88 81 83 76 78 85 77 72 79 73 72 67 88 88 84 88 81 81 76 78 84 77 72 78 73 72 69 89 88 84 88 81
6889 6084 5776 6084 7396 8836 7225 9216 7744 8649 7225 6889 6889 7396 7569 7225 5929 6400 6084 7056 8836 7056 8649 7569 8464 7225 6561 7396 7225 7396 7225 6084 6084 5929 7056 8464 7225 8649 7569
Y
2
6084 5184 5184 4489 7744 7744 6889 7744 6561 6889 5776 6084 7225 5929 5184 6241 5329 5184 4489 7744 7744 7056 7744 6561 6561 5776 6084 7056 5929 5184 6084 5329 5184 4761 7921 7744 7056 7744 6561
XY 6474 5616 5472 5226 7568 8272 7055 8448 7128 7719 6460 6474 7055 6622 6264 6715 5621 5760 5226 7392 8272 7056 8184 7047 7452 6460 6318 7224 6545 6192 6630 5694 5616 5313 7476 8096 7140 8184 7047
105
NO RESP 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89
2
X
Y
X
89 85 82 84 87 87 84 79 77 75 85 94 84 93 88 92 84 81 85 87 88 84 78 78 74 85 94 84 92 87 93 83 81 85 87 89 84 78 77
81 76 78 85 77 72 78 73 72 67 89 88 84 88 81 81 76 78 85 77 72 78 73 72 67 89 88 84 88 81 81 76 78 85 77 72 78 73 72
7921 7225 6724 7056 7569 7569 7056 6241 5929 5625 7225 8836 7056 8649 7744 8464 7056 6561 7225 7569 7744 7056 6084 6084 5476 7225 8836 7056 8464 7569 8649 6889 6561 7225 7569 7921 7056 6084 5929
Y
2
6561 5776 6084 7225 5929 5184 6084 5329 5184 4489 7921 7744 7056 7744 6561 6561 5776 6084 7225 5929 5184 6084 5329 5184 4489 7921 7744 7056 7744 6561 6561 5776 6084 7225 5929 5184 6084 5329 5184
XY 7209 6460 6396 7140 6699 6264 6552 5767 5544 5025 7565 8272 7056 8184 7128 7452 6384 6318 7225 6699 6336 6552 5694 5616 4958 7565 8272 7056 8096 7047 7533 6308 6318 7225 6699 6408 6552 5694 5544
106
NO RESP 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 Jumlah
2
X
Y
X
75 85 94 85 93 87 92 85 81 85 88 89 84 78 77 75 8938
67 89 88 84 88 81 81 76 79 85 77 72 77 72 73 67 8325
5625 7225 8836 7225 8649 7569 8464 7225 6561 7225 7744 7921 7056 6084 5929 5625 763820
Y
2
4489 7921 7744 7056 7744 6561 6561 5776 6241 7225 5929 5184 5929 5184 5329 4489 664389
XY 5025 7565 8272 7140 8184 7047 7452 6460 6399 7225 6776 6408 6468 5616 5621 5025 711120
Dari perhitungan data di atas ada beberapa hal yang perlu diketahui dan digaris bawahi, yaitu sebagai berikut : N = 105
∑ X = 8938 ∑ Y = 8325 ∑X
∑Y
2
2
= 763820
= 664389
∑ XY =
711120
Untuk mencari rata-rata (mean) variabel kesadaran diri dan sikap religius digunakan rumus sebagai berikut :
107
5.2.1.1 Kesadaran diri X=
∑X
=
N
8938 105
= 85,12 Kemudian
untuk
mengetetahui
besarnya
prosentase
menggunakan rumus : P = ____frekuensi___ X 100 Jumlah responden P = ___41__ X 100 105 P = 39,05 % Jadi kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara mempunyai rata-rata 85,12 atau 39,05 % 5.2.1.2 Kecemasan Eksistensial X= =
∑Y N
8325 105
= 79.29 Kemudian untuk mengetahui besarnya prosentase menggunakan rumus : P = ____frekuensi___ X 100 Jumlah responden
108
P = ___29__ X 100 105 P = 27,62 % Menunjukkan bahwa kecemasan eksistensial remaja di kecamatan Semarang Utara mempunyai rata-rata 79,29 bila diprosentasekan sebesar 27,62 %. Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa rata-rata variabel kesadaran diri 85,12 (sebesar 39,05 %), sedangkan rata-rata variabel kecemasan eksistensial adalah 79.29 ( sebesar 27,62 %).
5.2.2. Analisis Uji Hipotesis Dalam uji hipotesis, peneliti mempergunakan rumus korelasi produck moment dengan rumus sebagai berikut :
rxy
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
=
{N ∑ X
2
}{
− (∑ X ) 2 N ∑ Y 2 − ( ∑ Y ) 2
}
Keterangan :
rxy
= Indeks angka korelasi product moment antara X dan Y
X
= Nilai variabel X (kesadaran diri)
Y
= Nilai variabel Y (kecemasan eksistensial)
XY
= Perkalian antara X dan Y
109
X2
= Kuadrat nilai X
Y2
= Kuadrat nilai Y
∑XY
= Jumlah perkalian antara X dan Y
N
= Jumlah Responden Selanjutnya rumus tersebut diaplikasikan ke dalam data yang ada
pada tabel kerja yang telah diketahui bahwa : N = 105
∑ X = 8938 ∑ Y = 8325
∑X ∑Y
2
2
= 763820
= 664389
∑ XY =
711120
rxy
=
rxy
=
rxy
rxy =
=
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
{N ∑ X
2
}{
− (∑ X ) 2 N ∑ Y 2 − ( ∑ Y ) 2
}
105 x711120 − (8938)(8325) {105 x763820 − (8938) 2 }{150 x664389 − (8325) 2 }
74667600 − 74408850 {80201100 − 79887844}{69760845 − 69305625} 258750 313256 x 455220
110
258750
rxy =
rxy =
14,26003963 x1010
258750 377624.6765
rxy = 0.685204162 dan dibulatkan menjadi 0.685
Dari uji koefisien di atas dapat diketahui bahwa rxy (hitung) adalah 0.685.
Kemudian
dikonsultasikan
signifikansi 1% dan 5%. Jika rxy >
dengan
rt
rt
(tabel)
pada
taraf
baik pada taraf signifikansi 5%
dan 1%, maka signifikan dan diterima. Untuk mengetahui lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut : TABEL XVIII Taraf Signifikan Hasil Koefisien Korelasi ( rxy )
N 105
rxy 0.685
rt 5% 0.195
1% 0.253
Kesimpulan Signifikan
Setelah diadakan uji hipotesis melalui koefisien korelasi ( rxy ) sebagaimana di atas, maka hasil yang diperoleh dikonsultasikan dengan
rt
(r tabel) diketahui bahwa rxy hitung >
rt
. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa rxy adalah signifikan pada taraf signifikan 5% dan
111
1%. Sehingga hipotesis yang diajukan diterima. Untuk mengetahui perhitungan rxy dapat dilihat dalam tabel berikut: TABEL XIX Perhitungan Hasil Uji Hipotesis
Uji Hitung hipotesis rxy 0.685
Tabel 5% 1% 0.195 0.256
Kesimpulan Signifikan
Kesimpulan Diterima
Hipotesis yang akan diujikan kebenarannya dalam penelitian ini seperti dinyatakan pada bab II adalah “ada hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial”. Dalam rangka menguji hipotesis tersebut, maka dinyatakan hipotesis nihil
sebagai
berikut: “tidak ada hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja”. Kesadaran diri remaja di kecamatan Semarang Utara rata-rata variabel kesadaran dirinya hanya sebesar 85.12 dalam prosentase 39.05 %. Sedangkan variabel kecemasan eksistensial adalah 79.29 dalam prosentase 27.62 %. berdasarkan hasil perhitungan seperti pada lampiran di peroleh
r
hitung
= 0.685 >
r
tabel
= 0.195 untuk taraf signifikansi 5%, sedangkan
untuk taraf signifikansi 1% adalah 0.256. karena
r
hitung
>
r
tabel
, maka
dapat disimpulkan bahwa korelasi tersebut signifikan. Berdasarkan perhitungan ini, maka hipotesis nihil (Ho) yang berbunyi “tidak ada
112
hubungan yang signifikan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial” ditolak, dan hipotesis yang berbunyi “ada hubungan antara kesadaran diri dengan kecemasan eksistensial” diterima. 5.2.3. Pembahasan 5.2.3.1 Analisis
Hubungan
Kesadaran-Diri
dengan
Kecemasan
Eksistensial 1) Konsep Kesadaran-Diri dan Kecemasan Eksistensial Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. Semakin rendah kesadaran diri remaja, semakin rendah pula kecemasan eksistensialnya. Berdasarkan hasil analisis kesadarandiri remaja di Kecamatan Semarang Utara diperoleh dengan mean 85.12 atau rata-ratanya hanya mencapai 39.05%, sedangkan hasil analisis tentang kecemasan eksistensial remajanya diperoleh mean 79.29 atau rata-ratanya hanya mencapai 27.62% saja. Selain itu hasil analisis statistika korelasi product moment kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara di dapatkan rxy = 0.685. Remaja yang gagal dalam mempertinggi kesadaran dirinya dan perasaan bersalahnya memicu timbulnya perasaan tidak
113
berdaya yang “mendalam” serta keputusasaan. Akibatnya mereka lebih dikendalikan oleh keadaan yang ada di hadapannya, dari pada berusaha untuk mengendalikan suatu keadaan yang dihadapinya. Sehingga tidak mustahil ketika dihadapkan dengan keadaan yang tidak mendukung (contoh: masalah ekonomi, lingkungan keluarga), dapat menggiring mereka untuk berbuat kenakalan atau kriminalitas. Selain itu kegagalan dalam menemukan makna hidup (frustasi eksistensial) bisa mengarahkan individu-individu kepada kompensasi-kompensasi dalam bentuk pelarian diri kepada alkohol atau obat bius, seks, judi. Perasaan bersalah yang rendah disebabkan gagalnya dalam mengembangkan kemungkinan yang dimiliki eksistensinya. Namun berbeda lagi ketika individu (contoh: kasusnya Opy/ 21 th) yang memiliki kesadaran diri yang kreatif akan mampu melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan subyektifnya. Sehingga mampu melihat hidupnya dari prespektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjuki langkah dan tindakan yang akan diambilnya. Sehingga ada dorongan untuk selalu berbuat kebaikan serta mempunyai rasa
114
menyesal serta meninggalkan jauh-jauh atas perbuatan yang tercela. Kesadaran diri yang kreatif bisa dicapai oleh setiap individu. Kesadaran diri tujuannya untuk memfungsikan diri sesuai dengan fitrahnya. Menurut Kibtyah (2005:52) manusia diciptakan Allah di dunia memiliki fungsi, sebagai makhluk Allah, yang secara kodrati merupakan makhluk religius (Abdullah), sebagai makhluk individu yang memiliki kekhasan masing-masing, memiliki potensi dan eksistensi sendiri. Sebagai makhluk sosial yang memerlukan bantuan dan selalu berhubungan dengan orang lain, juga sebagai makhluk berbudaya, yaitu hidup di dalam dan mengelola alam dunia dengan akal dan pikirannya untuk menciptakan kebudayaan. Maka
dapat
dipahami
ketika
individu
menyadari
keberadaannya sebagai manusia yang diciptakan tidak hanya hidup secara horisontal seluruhnya,
juga tidak hidup secara vertikal
seluruhnya. Pertemuan kedua tingkatan ini menjadi dasar ketegangan pada manusia, maka tidak mengherankan apabila manusia tidak dapat menjadi kesatuan yang sempurna. Sehingga rasa bersalah (penyesalan) bukanlah sesuatu yang disembunyikan sebagai sikap yang memalukan. Perasaan tersebut merupakan suatu bukti akan kemampuan-kemampuan manusia yang begitu luas, serta bukti akan besarnya nasib yang dihadapkan ke depan.
115
Rasa bersalah ontologis (kecemasan eksistensial) merupakan sesuatu keadaan tegang, yang memotivasi untuk berbuat sesuatu. Kecemasan eksistensial menjadi perangsang bagi pertumbuhan, dalam arti kita akan mengalami kecemasan ketika meningkatnya kesadaran diri atas kebebasan dan atas konsekuensi-konsekuensi dari penerimaan ataupun penolakan kebebasan kita. Sebenarnya, ketika kita membuat putusan yang melibatkan rekonstruksi hidup. Kecemasanlah yang selalu menyertai dalam pembuatan putusan itu (tanda mengalami perubahan pribadi). Tanda tersebut konstruktif, sebab dapat memberi tahu bahwa tidak semua hal berjalan baik. Apabila kita dapat menangkap pesan-pesan yang terkandung dalam kecemasan, maka akan berani mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mengubah arah hidup kita (kecemasan merupakan produk sampingan perubahan). Melalui kesadaran diri individu bisa bebas dalam mengambil sikap dan respon atau tingkah laku apa yang akan diambilnya. Individu yang bebas menurut Mansyur (1983:43) adalah merdeka dan terbebas dari belenggu-belenggu yang mengikat. Kesadaran diri berkembang pada diri individu sejalan dengan usaha individu untuk
melepaskan
diri
dari
keterikatan-keterikatan,
dan
memperoleh otonomi diri. Sedangkan peningkatan kesadaran diri adalah memperbesar kesanggupan individu untuk menumbuhkan
116
diri
disamping
memperbesar
kesanggupan,
menghadapi
kecemasan-kecemasan secara konstruktif. Menurut Musa Asy’ari (2002:vi) pemahaman terhadap diri tidak hanya sebatas pada apa yang terlihat tetapi, lebih jauh lagi ada pada dataran makna yang terkandung. Whitehead (1996:150) berpendapat pula bahwa kreatifitas (untuk memperkembangkan) justru lebih penting dari sekedar melanggengkan apa yang sudah ada. Konsep kesadaran diri terdapat dalam firman Allah SWT pada Qs. Al-Baqarah:44
ﻌ ِﻘﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺗ ﻼ ﺏ ﹶﺃﹶﻓ ﹶ ﺎﺘﻠﹸﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘﺗ ﻢ ﺘﻭﺃﹶﻧ ﻢ ﺴﻜﹸ ﻮ ﹶﻥ ﺃﹶﻧﻔﹸ ﺴ ﻨﻭﺗ ﺮ ﺱ ﺑِﺎﹾﻟِﺒ ﺎﻭ ﹶﻥ ﺍﻟﻨﻣﺮ ﺗ ﹾﺄﹶﺃ Artinya : “Mengapa kamu menyeru orang lain berbuat kebaikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu
senantiasa membaca kitab, apakah kamu tidak berakal (berfikir)”. Sebagaimana diungkapkan Faqih (2001), individu yang mampu mengetahui, memahami, mengerti dan mengenal dirinya sendiri akan dengan mudah mengembangkan potensi yang dimilikinya sebagai makhluk beragama, sosial, individu dan berbudaya, sehingga akan lebih mudah mencegah timbulnya berbagai masalah, selanjutnya akan membuat individu tersebut bertawakal atau berserah diri kepada Allah.
117
Kesadaran diri yang kreatif pada individu dan mampu menghadapi kecemasan secara konstruktif, akan mengantarkan kepada pencapaian kemampuan dalam mewujudkan kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. 2) Konsep Taubat Pembahasan mengenai konsep hubungan kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai konsep tobat. Menurut Muthahhari (1995:253) kebebasan manusia merupakan
suatu
kesempurnaan,
merupakan
perantara
bukanlah
tapi tujuan.
kesempurnaan Sarana
yang
kebebasan
memungkinkan manusia untuk sampai pada kesempurnaan tertinggi atau jatuh dalam jurang kerusakan yang terdalam, artinya manusia berpotensi untuk ingkar atau taat, bisa naik keatas dan bisa turun kebawah. Ada juga nilai lain dalam Islam, yang merupakan bentuk penyesalan (rasa bersalah) manusia dari keingkaran yang ia lakukan yakni “taubat”. Dengan tobat inilah akan terealisasi
satu ism dari asma Allah, yaitu sifat Maha
Pengampun. Taubat menurut bahasa adalah kembali, sedang menurut agama (syara’) berarti kembali meninggalkan hal-hal yang dicela oleh agama serta menjalankan perkara yang di puji oleh agama (Fatah, 1995:138).
118
Taubat dalam pandangannya Amin Syukur (2001:27) merupakan amalan yang menekankan kesadaran (penuh kesadaran) untuk kembali kepada sesuatu yang positif yang merupakan fitrah dari ruh (spirit). Dalam tahapan ini seseorang tidak cukup kembali dari kejelekan menuju kebaikan, tapi dituntut kembali dari yang baik menuju yang lebih baik (inti dari inabah) dan dari yang lebih baik menuju terbaik (inti aubah). Maka dapat dipahami taubat merupakan rasa penyesalan yang mengakibatkan azam atau niat (intensionalitas). Rasa menyesal tersebut diakibatkan oleh kesadaran bahwa maksiat itu bisa menjadi penghalang antara seseorang dengan kekasih-Nya (Tuhan). Oleh sebab itu baik kesadaran maupun rasa menyesal dan azam harus terus menerus dan sempurna. Sebab menurut Ibnu alArabi (Muhammad, 2002: 49) kesempurnaan manusia (insan kamil) sangat ditentukan oleh kesadaran manusia akan eksistensi dirinya sebagai satu kesatuan dengan eksistensi Tuhan. Sehingga dapat dipahami kesadaran diri ini, lebih dititik beratkan kepada peranannya menimbulkan taubat. Penyesalan merupakan hasrat untuk memperbaiki diri. Bentuk penyesalan dengan masa lampau adalah memperbaiki apa yang telah lewat, sedang yang berhubungan dengan dengan masa sekarang atau masa yang akan datang adalah wajib menjauhi setiap
119
larangan dan melaksanakan setiap perintah-Nya yaitu kekalnya ketaatan dan kekalnya meninggalkan maksiat sampai mati. Menurut Ghazali taubat hukumnya wajib (Ghazali, 1982:14). Oleh karena itu setiap orang Islam harus bertaubat. Jangan tidak bertaubat lantaran merasa dirinya tidak mempunyai dosa. Karena betapapun sucinya seseorang, pasti dia pernah menjalankan dosa baik disengaja maupun tidak. Apalagi sebagai manusia, sedangkan Rasulullah saw yang sudah pasti sucinya beliaupun bertaubat minta ampun kepada Allah SWT. Rasulullah saw bersabda :
ﺮ ٍﺓ ﻣ ﻮ ِﻡ ِﻣﹶﺄ ﹶﺓ ﻴ ﻓِىﺎﹾﻟﻮﺏ ﻩ ﹶﻓِﺄ ِﻧّﻰ ﹶﺍﺗ ﻭ ﺮ ﻐ ِﻔ ﺘﺳ ﺍﷲ ﻭ ِ ﺍ ِﺍﻟﹶﻰ ﺍﺑﻮﻮ ﺗ ﺱ ﺎﺎ ﺍﻟﻨﻳﻬﻳﹶﺎ ()ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ Artinya : “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepada-Nya. Maka sesungguhnya aku bertaubat (membaca istighfar) dalam sehari seratus kali” (HR. Muslim). Bahkan sejarah manusia-manusia individu maupun sosial, harus dilihat sebagai rentetan “proses kelahiran terus menerus” yang bukan lagi bersifat fisikal saja, tetapi telah menyentuh aspek psikis, sosiologis, religius dan yang justru terpenting pada aspek spiritual.
Kelahiran
tersebut
berlangsung
menuju
proses
“kesadaran-diri” (self-conciousness) yang semakin matang, yang pada akhirnya mengandaikan pada identitas dan moralitas dalam
120
pencapaian sebagai manusia yang sempurna (Rachman, 2002:156). Dapat dianalisa bahwa “kelahiran kembali “ terkandung pada makna taubat. Dalam melakukan taubat perlunya menyatukan khauf dan rajaa’ serta menerapkan keduanya secara bersamaan dalam satu kondisi dan situasi. Jika posisi rajaa’ merupakan pendorong semangat melakukan amal, maka khauf mempunyai posisi yang mendorong
untuk
mempunyai
semangat
tinggi
dalam
menghindarkan diri dari perbuatan maksiat dan dosa (Hilal, 2002:78). Di dalam Islam membina perilaku seseorang berdasarkan spiritulitas ajaran Islam adalah dalam
membentuk perilaku
seseorang yang secara otomatis menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendalian tingkah laku, sikap dan gerak-gerik dalam kehidupannya. Apabila ajaran Islam telah masuk ke dalam diri seseorang dan menjadi bagian dari perilaku ataupun mental seseorang, maka dengan sendirinya akan menjauhi segala larangan Tuhan dan mengerjakan segala perintah-Nya. Bukan karena pandangan dari luar, tetapi karena hatinya merasa lega dalam mematuhi segala perintah Allah yang selanjutnya akan terlihat bahwa nilai-nilai ajaran agama akan nampak tercermin dalam perkataan, perbuatan dan sikap mentalnya. Dalam ungkapan diatas
121
berarti titik tekan yang ada pada diri seorang individu adalah dirinya (self). Sebab manusia secara potensial tahu apa yang diperbuatnya dan tahu akibat positif dan negatif dari perbuatannya serta manusia sebagai makhluk mukallaf yang tahu akan tanggung jawabnya (Murtadho, 2002:89-90).
5.2.3.2 Analisis Azas Bimbingan Konseling Islam Terhadap
Hasil
Temuan Perubahan-perubahan sosial yang serba cepat sebagai konsekuensi
modernisasi,
industrialisasi,
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak pada kehidupan masyarakat. Tidak hanya membawa keuntungan bagi dimensi kehidupan manusia, melainkan juga menimbulkan berbagai dampak negatif yang dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan. Nilai di dalam kehidupan global dan abad informasi ini menjadi persoalan-persoalan yang kritis, manakala ekspektasi kehidupan manusia yang semakin kuat dihadapkan pada ragam pilihan yang semakin terbuka dan penuh dengan ketidakpastian. Disini terjadi kompleksitas, suatu paradoks yang menimbulkan kebingungan, kecemasan dan frustasi, tetapi sekaligus sebagai wahana belajar sepanjang hayat bagi manusia untuk menampilkan
122
eksistensi dirinya dan mengembangkan potensi yang ada pada dirinya (Hasanah, 2004: 121). Sejalan dengan laju globalisasi masalah remaja merupakan salah satu persoalan yang selalu mendapat perhatian baik orang tua, pemerintah, maupun pakar yang menaruh perhatian terhadap pembinaan dan pendidikan para remaja. Sebab masa remaja sedang mengalami masa krisis dan kegoncangan batin. Meskipun masa krisis dan guncangan batin yang sedang dialami remaja tersebut bersifat sementara, namun sifat sementara justru mempunyai kesan yang amat dalam pada dirinya. Sehubungan dengan masalah tersebut, maka diperlukan suatu upaya yang dapat mengarahkan remaja kepada perkembangan hidup yang serasi dan harmonis. Salah satu upaya tersebut berupa layanan atau bimbingan, agar remaja memiliki standar-standar, pikir, sikap-perasaan dan perilaku yang dapat menuntun dan mewarnai berbagai aspek kehidupannya dalam masa dewasa dan masa selanjutnya. Dengan kata lain, remaja memerlukan perangkat nilai dan falsafah hidup. Jika remaja tidak memiliki falsafah hidup (terutama yang diterapkan dalam perbuatan) maka mereka tidak memiliki “kemudi” atau kendali dalam hidupnya, yang dapat membuatnya tidak memiliki kepastian diri. Remaja yang demikian itu akan mudah bingung, terombang-ombang oleh situasi hidup
123
yang demikian cepat berubah, yang kemudian menjadikannya manusia yang tidak berbahagia. Upaya bimbingan yang dimaksudkan adalah bimbingan konseling Islam, merupakan salah satu metode dakwah alternatif yang mengkombinasikan teori-teori bimbingan dan konseling dengan
teori
mewujudkan
psikologis. dirinya
Tujuannya
sebagai
manusia
membantu
individu
seutuhnya
sehingga
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (faqih, 2001 : 35). Sesuai dengan pendapat Totok Jumantoro (2001) tujuan kegiatan
dakwah
tidak
lain
adalah
untuk
menumbuhkan
pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan oleh aparat dakwah atau penerusnya. Sehingga tugas pendekatan
psikologis dalam dakwah adalah memberi
landasan dan pedoman kepada metodologi dakwah, karena metodologi baru dapat efektif dalam penerapannya bilamana didasarkan atas kebutuhan manusia sebagaimana ditunjukkan kemungkinan pemuasnya oleh psikologi. Pelayanan bimbingan konseling Islam adalah pekerjaan profesional sehingga harus mempunyai landasan-landasan yang menjamin efisien dan efektifitas proses dan lain-lainnya. Landasan tersebut didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau Sunnah Nabi ditambah dengan berbagai landasan filosofis dan landasan
124
keimanan.
Dalam
penyelenggaraan
pelayanan
bimbingan
konseling Islam landasan tersebut dikenal dengan
azas-azas
bimbingan konseling Islam. Apabila azas-azas itu diikuti dan terselenggara dengan baik dapat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan yang diharapkan, sebaliknya apabila azas-azas itu diabaikan atau dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana justru berlawanan dengan tujuan bimbingan konseling Islam. Bahkan akan dapat merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi bimbingan konseling Islam itu sendiri. Disinilah betapa pentingnya kedudukan Azas BKI dalam menentukan keberhasilan pada proses pelayanan (professionalitas). Maka perlu adanya kajian-kajian reflektif, tanpa terpaku terhadap rumusan-rumusan yang sudah ada. Dalam upaya optimalisasai metodologi pemahaman azas BKI, sebagai salah satu kontribusi positif terhadap keilmuan BKI. Ada beberapa azas BKI yang perlu mendapat perhatian khusus, terkait dengan fakta atau data yang diperoleh mengenai kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara, dalam upaya ke arah pengembangan dan penjelas terhadap metodologi pemahaman azas BKI.
125
Diantara hasil wawancara terhadap enam remaja di kecamatan Semarang Utara yang telah melakukan kriminalitas diperoleh fakta bahwa mereka, sebetulnya masih mempunyai rasa takut, khawatir
maupun perasaan menyesal (taubat). Perasaan
takut dan penyesalan dapat dianalisa adanya indikasi terpenuhinya beberapa azas BKI yaitu azas fitrah dan azas kebahagiaan dunia akhirat. Fitrah merupakan kesadaran primordial yang dimiliki setiap individu, dalam arti remaja akan bisa memilih dan bertindak secara otentik sadar diri, bertindak atas ketentuan sendiri, bersedia mendengarkan suara hati nurani. Sebab mendengarkan suara hati nurani akan menggiring akal pikiran, jiwa, qolbu, inderawi dan jasmani kepada kefitrahan yang cenderung berbuat ketaatan. Dorongan fitrah inilah yang akan memimpin dan membimbing remaja
dalam
melakukan
seluruh
aktivitas
hidup
dan
kehidupannya. Sehingga remaja tidak lupa akan dirinya, tidak dikuasai oleh kekuatan masa (kelompok), pesona benda, mengabaikan hati nurani dan mudah berubah. Disinilah remaja bisa menjadi eksistensi yang otentik. Apabila remaja telah melakukan sesuatu hal yang bertolak belakang dengan keadaan fitrahnya akan timbul perasaan cemas, takut dan khawatir. Jika remaja menyadari perasaan-perasaan
126
tersebut dengan konstruktif, maka akan timbul kecemasan eksistensial yaitu kearah rasa penyesalan (taubat). Dalam rasa penyesalan (taubat) inilah remaja akan mampu menumbuhkan dan menempatkan perasaan takut (khauf) dan harapan (rajaa’) hanya kepada Allah SWT didalam dirinya. Sebab perasaan takut (khauf) adalah sebuah kesadaran bahwa Allah yang menguasai wujud manusia yang paling dalam. Sedangkan harapan (rajaa’) adalah keterikatan hati dengan sesuatu yang diinginkan terjadi masa yang akan datang, yaitu ingin mendapatkan kebahagiaan di akhirat nantinya. Artinya remaja menyadari bahwa keabadian hidup akan selalu dikaitkan dengan janji Allah SWT akan balasan di akhirat sehingga mendorong untuk selalu berbuat baik dan menjalani hidup dengan optimis. Sehingga remaja akan terhindar dari hidup yang hedonistis, serta tidak memuja kenikmatan duniawi mumpung masih hidup, karena masa muda sebagai the golden years of life (masa keemasan bagi kehidupan seseorang). Namun sebaliknya jika perasaan takut dan berharap selain kepada Allah, justru akan mendominasi timbulnya “keraguan” dalam diri individu. Tidak jarang yang didapatkan hanyalah jalan kesesatan dalam jurang kenistaan (berbuat kriminal) karena tidak menempatkan khauf dan rajaa’ sesuai
127
kondisi dan tempatnya. Jadi dapat dipahami individu atau remaja yang khauf dan rajaa’ adalah mereka yang berpikiran luas dan dalam jangka panjang kedepan bukan sosok yang berpikiran sempit dan untuk kepuasan sesaat. Data lainnya yang ditemukan pada remaja di kecamatan Semarang Utara
yaitu adanya hobi minum alkohol dan
narkoba (Opy/ 21 th), adanya indikasi penyimpangan terhadap keseimbangan rohaniah dan jasmaniah
akibatnya terjadi
kebingungan terhadap keberadaannya sendiri. Remaja yang melakukan hobi tersebut hanya memenuhi kepuasan sesaat saja, namun sebetulnya kekosongan jiwalah yang mereka dapatkan, mereka gagal mempertahankan kelangsungan hidup (eksistensinya) secara bertanggung jawab. Sebab dengan minum alkohol/ narkoba remaja akan masuk ke dimensi fly (melayang) yang destruktif. Sedikit demi sedikit akan merusak organ tubuh (jasmani), efek yang lebih parah lagi akan terganggunya kontrol pengendalian atas diri. Disinilah terjadi kegagalan hakekatnya sebagai manusia yang berkesadaran dengan segala aktivitas yang selalu terarah keluar dirinya (intensionalitas). Oleh sebab itu azas kesatuan jasmaniah-rohaniah mempunyai keterkaitan erat dalam kerangka memahami kasus
128
tersebut. Maksudnya remaja, bukan hanya makhluk biologis atau makhluk rohaniah, tetapi pada hakekatnya remaja sebagai manusia kesadaran dengan segala aktivitasnya yang selalu terarah
keluar
dirinya
(Intensionalitas).
Peran
penting
kesadaran dengan menunjukkan bahwa peran tubuhpun dimediasi oleh kesadaran, sehingga kita menyebut tubuh bukan sebagai tubuh organisme, melainkan tubuh-subjek atau tubuh kesadaran, juga tubuh yang di hayati, tubuh yang bermakna dan memberi makna dunia. Melalui keseimbangan rohaniahlah remaja menjadi lebih berpegang kepada kekuatan-kekuatan batin dan pribadi sendiri, menghindari tindakan memainkan peran orang yang tak berdaya (menyalahkan orang lain) dan menerima kekuatan yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri. Seperti
yang
termaktub
dalam
azas
BKI
dibidang
keseimbangan rohaniah. Akibatnya remaja akan menyadari perannya sebagai khalifah (terpenuhinya azas kekhalifahan), akan selalu berjuang dan bertanggung jawab akan hidupnya sehingga hidupnya menjadi bermakna, serta terhindar dari kekosongan. Sebab kekosongan jiwa merupakan hasil produk dari; tidak lagi ada yang dikagumi, dirindukan, atau diperjuangkan.
129
Remaja (Opy) yang sering melakukan hal-hal yang tidak baik menurut agama membuatnya merasa rendah diri (minder) ketika berhubungan dengan orang lain maupun dihadapan Tuhan (merasa hina), juga kebebasan dan keterlepasan dari beban hidup yang diidamkan tidak tercapai. Justru sebaliknya muncul masalah-masalah baru. Sehingga mereka (kasusnya Anto juga) memutuskan untuk meninggalkan jauh-jauh perbuatan yang tidak baik tersebut. Fakta tersebut sebagai bukti adanya usaha aktif dalam memahami kondisinya sebagai manusia yang mempunyai kesanggupan untuk menyadari dirinya
sendiri, kebebasan memilih untuk menentukan
nasibnya sendiri. Serta kebebasan dan tanggung jawab maupun kecemasan sebagai suatu unsur dasar pencarian makna yang unik di dalam dunia yang tidak bermakna. Remaja yang memiliki kesadaran serta kebebasan dalam membuat pilihan–pilihan yang fundamental akan membentuk kehidupannya. Karena itulah tanpa landasan eksistensial, yaitu kesadaran, akal-budi dan imajinasi. Dalam dorongan hati nurani manusia dihadapkan pada kenyataan eksistensinya. Usaha ke arah itu, akan dilakukan manusia dengan uji: coba dan salah (trial and eror), sublimasi-identifikasi dsb. Letak eksistensi manusia ada dalam penerimaan, penghargaan dan
130
dicintai orang lain. Dari fakta tersebut terkait azas BKI di bidang kemaujudan individu (eksistensi diri) mengarah kepemenjadian (becoming) pada remaja yang selalu dihadapkan dengan kecemasan. Berdasarkan data yang lainnya, dapat dianalisa juga bahwa remaja di kecamatan Semarang Utara Kota Semarang disamping mempunyai sifat-sifat lemah sebagai manusia seperti; mencuri, pengroyokan, minum minuman keras dan narkoba. Namun juga sekaligus memiliki sifat-sifat yang baik (mulia) contohnya; mempunyai rasa khawatir, takut, menyesal (kecemasan eksistensial) dan adanya harapan untuk selalu berbuat baik. Sifat-sifat yang baik inilah sesuai dengan azas pembinaan akhlaqul-karimah dalam BKI yaitu perlu dipelihara, dikembangkan dan disempurnakan agar remaja tetap menjadi manusia ber-eksistensi yang mengantarkanya menjadi insane kamil (manusia seutuhnya). Atas dasar fakta dan paparan tersebut diperlukan adanya upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas BKI dengan pemikiran reflektif, yang terlepas dari keterpakuan terhadap rumusan yang ada. Terutama dalam memahami azas kefitrahan, kebahagiaan dunia akhirat, kesatuan jasmaniah-
131
rohaniah,
keseimbangan
rohaniah,
kemaujudan
individu
(eksistensi diri), dan pembinaan akhlaqul karimah yaitu; bukan sekedar pemahaman yang mengambang di permukaan saja, melainkan lebih mendalam pada inti yang terkandung didalamnya atas dasar data/ fakta yang diperoleh. Oleh sebab itu perlu kiranya diadakan kajian yang terarah pada aspekaspek hakekat kemanusiaanya, serta mengarah pada persoalan makna hidup. Apabila
metodologi
pemahaman
azas
bimbingan
konseling Islam dapat dilakukan secara optimal oleh konselor dalam pelayanan bimbingan, maka konselor lebih dapat memahami dan mengarahkan klien (khususnya remaja di kecamatan Semarang Utara) dalam mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kec. Semarang Utara Kota Semarang (analisis azas Bimbingan Konseling Islam) yang telah penulis lakukan, maka dapat diambil kesimpulan: 6.1.1 Hasil analisis tentang kesadaran diri remaja di Kecamatan Semarang Utara diperoleh mean yaitu 85.12 dan hasil analisis tentang kecemasan eksistensial remajanya diperoleh mean yaitu 79.29. Sedangkan hasil analisis statistika korelasi product moment kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di kecamatan Semarang Utara di dapatkan rxy adalah 0.685, kemudian hasil tersebut dikonsultasikan dengan tabel baik taraf signifikan 5% maupun 1%. Untuk jumlah responden 105, dalam taraf 5% = 0,195 dan taraf signifikan 1%= 0,256. Dari hasil analisis data tersebut menunjukkan rxy lebih besar dibandingkan dengan r tabel baik taraf signifikan. Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa ada hubungan antara kesadaran-diri dengan kecemasan eksistensial pada remaja di Kecamatan Semarang Utara Kota Semarang. 6.1.2 Untuk melihat penting tidaknya nilai-nilai kemanusiaan yang applicable bagi pelayanan BKI,
136
pada diri konselor memang
137
diperlukan adanya upaya implementasi kerangka materi kesadaran-diri dan kecemasan eksistensial terhadap metodologi pemahaman azas BKI dengan pemikiran reflektif yang terlepas dari keterpakuan terhadap rumusan yang ada. Terutama dalam memahami azas BKI, bukan sekedar pemahaman yang mengambang di permukaan saja, melainkan lebih mendalam pada inti yang terkandung didalamnya. Oleh sebab itu perlu kiranya diadakan kajian yang terarah pada aspek-aspek hakekat kemanusiaanya, serta mengarah pada persoalan makna hidup.
6.2. Saran-Saran Masa remaja merupakan tahap kehidupan yang sifatnya transisi dan tidak mantap yakni tahap peralihan dari masa anak-anak menuju
masa
dewasa. Sehingga terjadi kegoncangan-kegoncangan sebagai akibat belum siapnya menerima nilai-nilai baru, dalam rangka mencapai kedewasaan. Meskipun masa krisis dan goncangan batin yang sedang dialami remaja bersifat sementara, namun justru mempunyai kesan yang amat dalam pada dirinya. Maka ada beberapa saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut : 6.2.1 Kepada remaja diharapkan mampu mempertinggi kesadaran-dirinya (kreatif), agar dapat membantu dirinya sendiri (self-helping) dengan cara mengembangkan ketrampilan berfikir (thinking skills) dan bertindak (action skills) sehingga dapat mengatasi masalah yang
138
dialaminya sekarang, dan mampu mencegah terjadinya masalah dimasa depan. Juga ketrampilan yang terkait dengan kesadaran akan eksistensi dirinya, pemahaman perasaannya, pemahaman akan motivasi internalnya, dan kepekaan akan kecemasan dan perasaan bersalahnya. Sehingga mampu menghadapi kecemasan-kecemasan secara konstruktif. 6.2.2 Kepada konselor (dalam layanan bimbingan konseling Islam) diharapkan memahami aspek-aspek kondisi (keberadaan) pribadi klien, sebagai tuntutan yang mutlak. Sebab masing-masing individu memiliki karakteristik pribadi yang unik, dalam arti terdapat perbedaan individual diantara mereka. Seperti menyangkut aspek kecerdasan, emosi, sosiabilitas, sikap, kebiasaan, dan kemampuan menyesuaikan diri. Karena pada dasarnya layanan bimbingan konseling Islam merupakan upaya untuk memfasilitasi perkembangan pribadi klien, agar menyadari jati dirinya (sebagai khalifah dan abdullah). Sehingga mereka memiliki pencerahan diri dan mampu memperoleh kehidupan yang bermakna (kehidupan yang maslahat dan sejahtera), baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Oleh sebab itu peranan konselor sangat berpengaruh juga dalam rangka mempertinggi kesadaran-diri remaja dalam menghadapi kecemasan secara konstruktif, diantaranya pada azas “lillahi ta’la”, azas kesatuan jasmaniah-rohaniah, azas kemaujudan individu (eksistensi), azas keselarasan dan keadilan, azas
139
kasih sayang, azas saling menghargai dan menghormati, azas musyawarah dan azas keahlian.
6.3.Penutup Puji syukur Alhamdulillahirrabbil ‘aalamin dengan limpahan rahmat serta hidayah dari Allah SWT , maka penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan pembahasan skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dari segi bahasa, penulisan, penyajian, sistematika, pembahasan maupun analisisnya. Akhirnya dengan memanjatkan doa, mudah-mudahan skripsi ini membawa manfaat bagi pembaca dan diri penulis, selain itu juga mampu memberikan khazanah ilmu pengetahuan yang positif bagi keilmuan BKI.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Zaenal. 2002. Analisis Eksistensial untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung : PT Refika Aditama. Adz-dzaky, Hamdani Bakran. 2004. Konseling Dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Ancok, Djamaludin. 2001. Psikologi Islami. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2001. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Billington, Ray. 1993. Living Philosophy An Introduction to Moral Thought, Second Edition. London and New York : PJ Press Ltd. Budi, Prawira Triton. 2006. SPSS 13,0 Terapan; Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta : Andi OFFSET. Budiraharjo, Paulus. 2002. Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir. Yogyakarta : kanisius. Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Corey, Gerald. 1988. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT Eresco. Daradjat, Zakiyah. 1979. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintang. Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensial. Jakarta: Rineka Cipta. Dajan, Anto. 1984. Pengantar Metode Statistika Jilid II. Jakarta : LP3S Depag RI. 2003. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung : Diponegoro. Faqih, Ainur Rahim. 2001. Bimbingan Konseling dalam Islam. Yogyakarta : UII Press. Fatah, Abdul. 1995. Kehidupan Manusia di Tengah-Tengah Alam Materi. Jakarta : Rineka Cipta.
Goleman, Daniel. 1999. Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta: PT. Gramedia Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Jakarta: PT. Gramedia Ghazali, Imam. 1982. Ihja Ulumudin Jilid IV . terj: Nurhichkmah. Jakarta: Tirta Mas. Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Research . Yogyakarta : Andi Ofset. Hasanah, Hasyim. 2004. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Religius Remaja Di Kecamatan Banyumanik (Studi Analisis Fungsi BKI). (Tidak Di . Publikasikan. Skripsi. IAIN). Hidayat, Komaruddin. 2006. Psikologi Kematian (Mengubah Ketakutan Menjadi Optimis). Bandung : MMU. Hilal, Ibrahim. Tasawuf. 2002. Tasawuf Antara Agama dan Filsafat. Bandung : Pustaka Hidayah. Jumantoro, Totok. 2001. Psikologi Dakwah (Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yang Qur’ani). Wonosobo : AMZAH.. Kartono, Kartini. 1992. Patologi II: Kenakalan remaja. Jakarta : CV. Rajawali. Khibtyah, Maryatul. 2005. Enam Dimensi Positif Teori Eksistensial Humanistik dan Kemungkinan Penerapannya dalam Konseling Islam. Semarang : PUSLIT IAIN Walisongo. Koeswara, E. 1987. Psikologi Eksistensial Suatu Pengantar. Bandung : PT Eresco. Mansyur. 1983. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah. Al-Kuwait : Thiba’ah dzatissalasil. Mappiere, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Mappiere, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Marcel, Gabriel. 2005. Misteri Eksistensi. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Monogarafi, data. 2006. Kecamatan Semarang Utara. Jawa Tengah : Semarang. Murtadho. Ali. 2002. Bimbingan dan Konseling Islam Prespektif Sejarah. Semarang : Bagian Penerbitan LABDA Fakultas Dakwah IAIN Walisongo.
Murtadho, Ali. 2006. Standarisasi Profesi Konseling (Kumpulan Makalah Seminar dan Seresehan Nasional). Semarang : Fakultas Dakwah. Muhammad, Hasyim. 2002. Dialog Antara Tasawuf dan Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Muthahhari. Murtadho. 1995. Insone Komil. terj: Hamid Ba’abud. Yayasan Pesantren Islam. Nasution. 1995. Metode Research. Jakarta : Bumi Aksara. Nawawi, Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajahmada University Press. Musa, Asy’arie. 2002. Dialektika Agama Untuk Pembebasan Spiritual. Yogyakarta : LESFI. Panuju, Panut dan Umami, Ida. 2005. Psikologi Remaja. Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya. Pimai, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang : RaSAIL. Poduska, Bernard. 1990. Empat Teori Kepribadian (Eksistensialis, Behavioris, Psikoanalitik, Aktualisasi Diri). Jakarta : Tulus Jaya. Poedjawijaya. 1987. Manusia dengan Alamnya (Filsafat Manusia). Jakarta : PT Bina Aksara. Polsek Semarang Utara. 2006. Data Statistika Perbandingan Kriminalitas Remaja. Prayitno dan Erman Amti. 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta Rachman, Budi munawar. 2002. Manusia Modern Mendamba Allah: Renungan Tasawuf Positif, Jakarta : Hikmah.. Rakhmat, Jalaludin. 1998. Kamus Filsafat. Cetakan 1. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Ruslan, Sosady. 2003. Metode Penelitian: Public Reletions dan Komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Sastrowardoyo, Ina. 1991. Teori Kepribadian Rollo May. Jakarta : Balai pustaka. Singaribun, Masri. 1995. Metodologi Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES.
Soehartono, Irawan. 1998. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Stein, Steven J. 2003. Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung : MMU Subagyo, P . Joko. 1991. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Sudarsono, 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarata : Rineka Cipta. Syukur, Amin. 2001. Tasawuf dan Krisis. Semarang : Pustaka Pelajar. Syukur, Amin. 2003. Tasawuf Kontekstual Solusi Problem Manusia Modern. Yogyakarta : pustaka Pelajar. Wagito, Bimo. 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Yogyakarta : Andi Offset. Wawancara dengan Ibu Tutik. Tanggal 27 Mei 2007. Staf POLSEK Kecamatan Semarang Utara. Wawancara dengan Remaja. Tanggal 02 September 2007. Kecamatan Semarang Utara. Wawancara dengan Bp Nanang. Tanggal 24 September 2007. Pengurus Lembaga Keagamaan di Kecamatan Semarang Utara. Yusuf, Syamsu dan A Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.