PERAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM DALAM PENYELESAIAN MASALAH GELANDANGAN (STUDI KASUS DI FORUM KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (FKPSM) KOTA SEMARANG)
SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
Oleh: Budi Wahyono 1105051
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 28 Juni 2011 Deklarator,
Budi Wahyono NIM. 051111051
iv
MOTTO
JALANI HIDUP INI DENGAN RASA SYUKUR MAKA PASTI AKAN MENEMUKAN HAKEKATNYA KEBAHAGIAN SEJATI DALAM KEHIDUPAN
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan pada agamaku, semoga dicatat sebagai ibadahku kepada Allah SWT. Kepada kedua orang tuaku, yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil serta do’a yang tiada henti-hentinya hingga terselesaikannya skripsi ini. Kedua keponakanku yang selalu memberikan senyum kehangatan setiap saat. Sahabat-sahabat Q (keluarga kedua) MGM Aspul 05+ pagupon Teman-teman seperjuangan angkatan 2005, khususnya jurusan BPI yang tak dapat saya sebutkan satu persatu. Trimakasih atas segala bantuan, dukungan dan do’a untuk penulis.
vi
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul “ PERAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM DALAM PENYELESAIAN MASALAH GELANDANGAN (STUDI KASUS DI FORUM KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (FKPSM) KOTA SEMARANG)” dengan tujuan untuk mengetahui secara mendalam tentang peran FKPSM kota Semarang dalam penyelesaian masalah gelandangan dan pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam. Gelandangan adalah mereka tuna wisma, tuna karya dalam arti tidak mempunyai pekerjaan, buruh, tukang / kuli, hidupnya mengembara tidak mempunyai tempat tinggal. Gelandangan merupakan salah satu permasalahan yang paling kompleks di masyarakat perkotaan. Hal ini disebabkan karena arus urbanisasi yang sangat deras. Masyarakat desa berbondong-bondong datang ke kota dengan tujuan untuk memperoleh pekerjaan dan memperbaiki nasibnya, mereka tidak pernah menyadari tanpa skill dan keterampilan mereka tidak akan bisa bertahan, dan untuk menyambung hidup mereka terpaksa hidup menggelandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penyelesaian masalah gelandangan FKPSM melakukan kerjasama dengan instansi-instansi atau lembaga, layanan sosial terkait permasalahn sosial, melakukan penyuluhan terkait masalah penyandang masalah kesejahteraan sosial dan potensi sumber kesejahteraan sosial, mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. Sementara bimbingan penyuluhan Islam dalam penyelesaian masalah gelandangan, memberikan motivasi untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup, menumbuhkan kesabaran dan menghilangkan rasa gelisah ,memberikan keyakinan dan sugesti, mengajarkan lebih bertawakal dan berserah diri kepada Allah SWT
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “ Peran Bimbingan Penyuluhan Islam Dalam Penyelesaian Masalah Gelandangan (Studi Kasus Di Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang)”. Dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, nabi Muhammad SAW, yang telah memberi syafaat pada umat Nya. Adalah suatu kebanggan tersendiri, jika suatu tugas dapat terselesaikan dengan sebaik - baiknya. Bagi penulis, penyusunan skripsi merupakan tugas yang tidak ringan. Kalaupun akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan, tentunya karena beberapa pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Untuk itu ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Dr. Sulthon, M.Ag selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Ibu Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd selaku Kajur BPI dan Bapak Safrudin, M.Ag selaku Sekjur BPI. 4. Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag dan Bapak Dr. H. Abu Rohmad, M.Ag selaku dosen pembimbing. 5. Ibu Hj. Mahmudah S.Ag, M.Pd selaku dosen wali studi yang dengan tulus hati dan kasih sayangnya membimbing penulis selama perkuliahan. 6. Bpk Mardzuki selaku ketua FKPSM kota Semarang 7. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta do’a yang tiada henti-hentinya hingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Keponakan(Dina dan Satria) dan seluruh keluargaku tercinta, semoga semuanya selalu dalam lindungan dan pelukan kasih sayang Allah SWT. 9. Sahabat Q (keluarga kedua) MGM Aspul 05+Pagupon I LOPE U PULLLLL... 10. Teman-temanku angkatan 2005
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBMBING ....................................................................
ii
PENGESAHAN ...............................................................................................
iii
PERNYATAAN ..............................................................................................
iv
MOTTO ...........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...........................................................................................
vi
ABSTRAKSI ...................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
Bab I. Pendahuluan……………………………………………………………
1
Latar belakang………………………………………………………………...
1
A. Rumusan masalah…………………………………………………
6
B. Tujuan dan manfaat penelitian…………………………………….
7
C. Tinjaun pustaka……………………………………………………
7
D. Metodelogi penelitian……………………………………………..
9
E. Sistematika penulisan skripsi……………………………………..
12
Bab II. Bimbingan Penyuluhan Islam Dan Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS)………………………………………………………
15
A. Gambaran Bimbingan Penyuluhan Islam………………………..
15
1. Pengertian Bimbingan Penyuluhan Islam…………………….
15
1.1.Tujuan dan Metode Bimbingan Penyuluhan Islam ………
16
1.1.1. Tujuan Bimbingan Penyuuhan Islam……………..
16
1.1.2. Metode Bimbingan Penyuluhan Islam…………….
17
B. Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS)……………..
19
1. Pengertian PMKS…………………………………………….
19
1.1. Macam-macam PMKS………………………………….
20
2. Gelndangan Sebagai Patologi Sosial…………………………
21
2.1. Pengertian Gelandangan…………………………………..
21
2.2. Faktor-Faktor Terjadinya Gelandangan…………………..
23
2.3. Gelandangan Dan Penyakit Masyarakat…………………..
26
2.4. Gelandangan Sebagai Masalah Dakwah………………….
27
Bab III. Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Islam Forum Komunikasi…..
32
Pekerja Sosial Masyarakat Kota Semarang Terhadap Penyelesaian Masalah Gelandangan A. Gambaran Umum Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat... 32 Kota Semarang 1. Sejarah Bedirinya FKPSM…………………………………… 32 2. Kedudukan, tugas, fungsi, dan sasaran FKPSM……………... 33 2.1. keduduan FKPSM………………………………………
33
2.2..tugas FKPSM…………………………………………….
34
2.3.Fungsi FKPSM…………………………………………… 34 2.4.Sasaran FKPSM…………………………………………..
35
3. Struktur Organisasi FKPSM Kota Semarang………………..... 36 B. Peran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Kota …….
37
Semarang Dalam Penyelesaian Masalah Gelandangan C. Proses Bimbingan Penyuluhan Islam Terhadap Gelandangan ….
43
Bab IV. Analisis Peran Dan Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Islam …..
51
FKPSM Kota Semarang Terhadap Penyelesaian Gelandanga A. Analisis Peran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat…. 51 Kota Semarang Dalam Penyelesaian Gelandangan B. Analisis Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Islam Terhadap…. 61 Gelandangan Bab V. A. kesimpulan……………………………………………………..
68
B. Saran……………………………………………………………
69
1. Saran FKPSM kota Semarang……………………………….
63
2. Pemerintah…………………………………………………
70
3. Perguruan Tinggi Lembaga Dakwah………………………..
70
x
Penutup Daftar Pustaka Lampiran – Lampiran
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Agama Islam dalam menyerukan atau menugaskan pada umatnya untuk menyebar dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai Rahmatan Lil Alamin, maka kemudian disebut sebagai agama dakwah. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagian dan kesejahteraan, manakala ajarannya dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsekuen (Siti Muriah, 2000:12). Dalam upaya merealisasikan tugas penyebaran dan pengembangan dakwah ini secara makro dapat dilihat bahwa eksistensi dakwah pada kenyataanya selalu bersentuhan dengan realitas sosial yang mengitarinya. Hal ini secara historis dapat dibuktikan dengan pergumulan antara dakwah Islam dengan realitas sosio-kultural. Dari situ dimungkinkan dakwah Islam mampu memberikan output berupa hasil dan pengaruh terhadap lingkungan, sehingga Islam dapat memberi dasar filosofi, arah dan perubahan masyarakat sampai terbentuknya realitas sosial yang bisa menjalani hidup bahagia dunia dan akhirat (Amrullah Ahmad, 1982:2). Namun dalam realitasnya belum semua manusia bisa menjalani kebahagian lahir batin, ini terbukti masih banyaknya penyandang masalah kesejataran sosial (PMKS). Salah satunya adalah gelandangan atau disebut juga tuna wisma, tuna karya dalam arti tidak mempunyai pekerjaan, buruh,
1
tukang / kuli, yaitu orang-orang yang hidupnya dalam keadaaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempuyai pencaharian dan tempat tinggal yang tetap serta hidup menggembara di tempat umum (Dinas Sosial Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, 2008: 18). Gelandangan hampir terdapat di semua kota besar, dengan jumlah yang relatif tinggi, hal ini diperoleh dari data Dinas Kesejahteraan Sosial pada tabel 1 berikut:
Tabel 1 Jumlah Gelandangan di Kota Semarang
No 1 2 3 4 5
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Jumlah 191 237 264 326 443
Pada umumnya masalah gelandangan disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah proses urbanisasi terlalu tinggi, di mana banyaknya masyarakat desa yang datang ke kota terlalu banyak sehingga tidak tertampung. Keinginan masyarakat desa datang ke kota untuk memperolah penghidupan yang layak ternyata tidak seperti yang diharapkan. Proses urbanisasi tersebut membawa dampak sosial baik bagi penduduk kota maupun bagi pendatang. Pekerjaan sangat sulit di dapat sehingga para pendatang tidak sedikit yang akhirnya menjadi pengangguran di kota. Desakan penghidupan
2
yang memerlukan biaya untuk kelangsungan hidup, maka di antara para pengangguran tersebut ada yang sebagian akhirnya menjadi gelandangan. Masalah-masalah sosial tersebut merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar adat istiadat masyarakat. Masalah sosial disebut juga dengan situasi sosial yang dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai pengganggu, tidak dikehendaki, berbahaya dan merugikan banyak orang (Kartini Kartono, 2005: 6). Gelandangan tidak hanya dianggap sebagai penyakit masyarakat, tetapi juga merupakan suatu masalah yang memerlukan penanganan dan pembinaan yang cukup serius. Karena merupakan salah satu penyebab terganggunya pembangunan nasional, ketertiban dan keamanan. Gangguan ketertiban dan keamanan itu yang kemudian mengganggu stabilitas kota pada khususnya, serta
kenyamanan
masyarakat
pada
umumnya,
sebagai
contohnya,
gelandangan yang meminta-minta di area lalu lintas dari pengendara sehingga mengakibatkan
ketidaknyamanan
terhadap
pengendara
dan
merusak
keindahan kota. Dan yang penting lagi, berkaitan dengan kriminalitas. Berkembangnya gelandangan membuka banyak peluang munculnya gangguan keamanan. Maka butuh penanganan yang intensif, tidak hanya penanganan diranah hukum. Dalam kerangka tersebut melalui peran bimbingan penyuluhan Islam harus dilakukan untuk bisa membantu menyelesaikan permasalahan yang ada berupa pembinaan mental, sikap dan prilaku manusia yang positif sehingga diharapkan para gelandangan bisa lebih baik dalam kehidupan sehari-hari dan
3
membangkitkan niat berusaha dan membantu mengatasi masalah sosial yang dihadapi, serta membangkitkan potensi, minat, kesedian dan tekat dalam mengatasi masalah dan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam penanganan masalah gelandangan, Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang bekerja sama dengan Dinas Sosial beserta satuan polisi Pamong Praja yaitu dengan melakukan razia, kemudian yang tertangkap dilakukan pembinaan serta pelatihan ketrampilan dan dikirim ke tempat asal mereka. (Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Masyarakat,
Deroktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, 2010:2). Di dalam Islam dalam membina perilaku seseorang berdasarkan spritualitas ajaran Islam berarti membentuk perilaku seseorang yang secara optimistis menjadikan agama sebagai pedoman dan pengendali tingkah laku, sikap dan gerak-gerik dalam kehidupanya. Apabila ajaran Islam telah masuk kedalam diri seseorang dan menjadi bagian dari perilaku ataupun mental seseorang yang terbina tersebut, maka dengan sendirinya akan menjauhi segala larangan Tuhan dan mengerjakan segala perintahnya. Bukan karena pandangan dari luar, tetapi karena hatinya merasa lega dalam mematuhi segala perintah Allah yang selanjutnya akan terlihat bahwa nilai-nilai ajaran agama akan tampak tercermin dalam perkataan, perbuatan dan sikap mentalnya (Daradjat, 1983: 68). Karena pada dasarnya bimbingan penyuluhan Islam secara garis besar tujuan akhirnya adalah membantu individu atau kelompok dalam menyelesaikan masalah dengan petunjuk
4
Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat (Aunur Rahim, 2001: 4). Dengan keyakinan bahwa ketentuan dan petunjuk Allah pasti akan membawa manusia bahagia, individu yang berbahagia tentulah individu yang mampu selaras dengan ketentuan Allah dan petunjuk Allah SWT tersebut, termasuk dalam usahanya memenuhi kebutuhan jasmaniah. Tetapi, tidak samua manusia mampu hidup dan memenuhi kebutuhan jasmaninya, baik karena faktor intern (dari dalam diri individu itu sendiri) maupun akibat dari faktor eksternal atau lingkungan sekitarnya. Seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 155-156,
Artinya: “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Depag RI, 1982: 26) Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis bermaksud untuk melaksanakan penelitian terkait dengan peran bimbingan penyuluhan Islam
5
Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang. Yang berjudul: ”PERAN
BIMBINGAN
PENYULUHAN
ISLAM
DALAM
PENYELESAIN MASALAH GELANDANGAN (STUDI KASUS FORUM KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT (FKPSM) DI KOTA SEMARANG)” B. Rumusan masalah Dari urian di atas maka permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang dalam penyelesaian masalah gelandangan? 2. Bagaimana peran bimbingan penyuluhan Islam Forum Komunikasi Pekerja
Sosial
Masyarakat
(FKPSM)
Kota
Semarang
terhadap
gelandangan? C. Tujuan dan manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan bimbingan penyuluhan Islam Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang dalam penyelesaian masalah gelandangan. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis
6
Memperkaya khazanah ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang
bimbingan penyuluhan Islam terkait gelandangan yang ada di Kota Semarang. b. Manfaat Praktis Memberi pemahaman kepada pembaca dan penulis serta FKPSM sendiri terkait bagaimana peran bimbingan penyuluhan Islam Forum Kumunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang dalam penyelesaian masalah gelandangan. D. Tinjauan Pustaka Sepanjang pengetahuan penulis, ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis ajukan, antara lain: Pertama, Islam dan Permasalahan Sosial ( Studi Analisis Terhadap Pemikiran A. Qodri A. Azizy Dalam Perspektif Dakwah ). Judul tersebut disusun oleh Muklisin yang lulus pada tahun 2005. Skripsi tersebut menerangkan tentang pemikiran Islam dan masalah sosial Kedua, Bimbingaan Agama Islam terhadap Perilaku Menyimpang Anak Jalanan, skripsi ini disusun oleh Setiyo Utomo di tahun 2008. Dalam penelitian ini membahas tentang proses bimbingan yang dilaksanakan terhadap anak jalanan, khususnya di Yayasan Rumah Singgah Tunas harapan Pedurungan Semarang. Penelitian ini terpusat pada permasalahan analisis terhadap proses bimbingan agama Islam yang dilaksanakan oleh yayasan rumah singgah anak jalanan. Obyek tempat penelitian ini adalah bimbingan
7
agama Islam bagi anak jalanan di Rumah Singgah Tunas Harapan Pedurungan Semarang. Ketiga,
Peranan
Bimbingan
dan
Penyuluhan
Islam
terhadap
Ketenangan Jiwa para Lanjut Usia di Panti Wredha Bhisma Upakara Selarang Pemalang, skripsi ini disusun oleh Kuswoyo ditahun 2007. Kajian penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan menggambarkan bagaimana pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam di panti Wredha Bhisma Upakara Selarang Pemalang dan untuk mendeskripsikan peranan bimbingan penyuluhan Islam terhadap ketenangan jiwa para lanjut usia di panti Wredha Bhisma Upakara Selarang Pemalang. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut meskipun sedikit banyaknya ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya, namun pendekatan penelitia yang disusun saat ini memiliki perbedaan. Dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan pada persoalan “ Peran Bimbingan penyuluhan Islam dalam penyelesaian gelandangan (studi kasus di forum komunikasi pekerja sosial masyarakat (FKPSM) Kota Semarang. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis dan Metode Penelitian Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan yang berbasis pada jenis penelitian lapangan kualitatif. Disebut sebagai penelitian lapangan karena data yang dikumpulkan berasal dari lapangan (hasil wawancara, dokumentasi, maupun observasi) dan bukan berasal dari literatur kepustakaan. Sedangkan maksud dari dasar kualitatif adalah bahwa
8
penelitian ini menggunakan azas-azas penelitian kualitatif di mana tidak dipergunakan kaidah-kaidah statistik yang merupakan dasar dari penelitian kuantitatif. Penelitian ini merupakan penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moleong, 2004: 3). Dengan kata lain penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengkaji data secara mendalam tentang semua kompleksitas yang ada dalam konteks penelitian tanpa menggunakan skema berpikir statistik (Danim, 2002: 153). Metode analisis yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis induktif. Metode analisis deskriptif ini bertujuan menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik bidangbidang tertentu secara faktual dan cermat dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena (Arikunto, 1993: 228). 2. Sumber dan Jenis Data Data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu : a) Data Primer Jenis dan sumber data primer, yakni data utama yang berkaitan dengan pokok masalah penelitian yang mana data tersebut diambil dari sumber data utama (Azwar, 1998: 91). Adapun dalam penelitian ini sumber data primer adalah gelandangan dan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang. Dari data ini akan
9
mengetahui bagaimana peran bimbingan penyuluhan Islam terhadap penyelesaian masalah gelandangan. b) Data Sekunder Jenis dan sumber data sekunder, yakni data yang mendukung data utama dan diambil bukan dari sumber utama (Hadi, 1998: 11). Data sekunder dalam penelitian ini adalah buku,arsip dan wawancara pengurus serta lembaga yang bekerjasama dengan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang sebagai penunjang dari data primer. 3. Metode Pengkumpulan Data Metode pengkumpulan data pada dasarnya suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk pada pengertian penelitian yang sebenarnya
yang
merupakan
prosedur
yang
sistematis
dengan
memperhatikan penggarisan yang telah ditentukan dengan tujuan untuk menghindari data yang tidak terpakai (Subagyo, 1991:38). Adapun sebagai kelengkapan dalam pengumpulan data, penulis akan menggali data-data tersebut dengan menggunakan beberapa metode antara lain: a) Observasi Yaitu
cara
pengumplan
data
yang
dilakukan
melalui
pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai fenomena-fenomena sosial (Subagyo, 1991: 62).. Dengan metode observasi penulis melakukan dengan cara melakukan pengamata dan
10
pencatatan secara sistematis tentang peran bimbingan penyuluhan Islam yang ada di Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang dan gelandangan. b) Wawancara Wawancara dalam penelitian ini adalah tehnis dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk keperluan melaksanakan proses pemecahan masalah yang sesuai dengan data. Data yang diperoleh dengan tehnis ini adalah dengan cara Tanya jawab secara lisan dan bertatap muka secara langsung antara seseorang atau beberapa orang pewawancara dengan seorang atau beberapa orang yang diwawancarai (bacthiar, 1997: 72). Metode ini dipergunakan untuk memproleh data tentang peran bimbingan penyulahan Islam Forum Komunikasi Pekerja Sosial (FKPSM) Kota Semarang dalam penyelesaikan masalah gelandangan. Wawancara dilakukan dengan pengurus (FKPSM) dan gelandangan. c) Dokumentasi Dokumentasi merupakan tehnik pengumpulan data yang berorientasi kerja pada data-data yang berbentuk manuskrip seperti buku, majalah, surat kabar, gambar, maupun foto (arikunto, 2006: 231). Dengan menggunakan metode dokumentasi maka dapat dipergunakan untuk memperkuat dalam memperoleh data-data lainnya yang diperoleh dari interviu tentang bimbingan penyuluhan Islam dengan model pendekatan Islami dalam penanganan gelandangan
11
4. Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam yaitu dengan menggabungkan tiga metode pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulangulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam hal ini Nasution mengatakan analisis telah mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Namun dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (sugiono,2008: 90) F. Sistematika Penulisan Skripsi Dalam rangka menguraikan rumusan masalah di atas, maka peneliti berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis agar pembahasan
12
lebih terarah dan mudah dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Sebelum memasuki bab pertama dan bab-bab berikutnya yang merupakan satu pokok pikiran yang utuh, maka penulisan ini diawali dengan bagian muka, yang memuat halaman judul, nota pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, pernyataan, abstraksi, kata pengantar, dan daftar isi. Bab I
: Bab ini merupakan gambaran secara global mengenai keseluruhan isi yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II
: Dalam bab ini dibagi menjadi tiga sub bab: Pertama, membahas tentang bimbingan penyuluhan Islam, yang meliputi, pengertian bimbingan penyuluhan Islam, tujuan dan metode bimbingan penyuluhan Islam. Kedua, membahas tentang Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS), yang meliputi, pengertian PMKS, macam-macam Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS). Ketiga Gelandangan sebagai patologi sosial, yang meliputi, pengertian gelandangan, factor-faktor terjadinya gelandangan,
gelandangan
dan
penyakit
masyarakat,
gelandangan sebagai masalah gelandangan. Bab III
: Dalam bab ini memuat tiga sub bab: Pertama tentang gambaran umum tentang Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) yang meliputi, profil, tujuan dan fungsi, struktur organisasi, sumber dana. Kedua, peran
13
Forum Komunikasi
Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang dalam penyelesaian
masalah
gelandangan,
ketiga,
pelaksanaan
bimbingan penyuluhan Islam terhadap gelandangan. Bab IV
: Dalam bab ini memuat dua sus bab: Pertama Analisis peran bimbingan penyuluhan Islam dalam penyelesaian masalah gelandangan.
Kedua
analisis
pelaksanaan
bimbingan
penyuluhan Islam terhadap gelandangan Bab V
:
Memuat kesimpulan, saran, dan penutup dilengkapi daftar pustaka, riwayat hidup dan lampiran-lampiran.
14
BAB II BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM DAN PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) A. Gambaran Bimbingan Penyuluhan Islam 1. Pengertian Bimbingan Penyuluhan Islam Secara istilah, bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan induvidu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya (Walgito, 2004: 4-5). Secara etimologi, bimbingan merupakan terjemahan dari guidence, dari bahasa Inggris yang dapat diartikan secara umum sebagai suatu bantuan dan tuntunan.
Sedang istilah “penyuluhan” mengandung arti
“menerangi”, "menasehati" atau "memberi kejelasan" kepada orang lain agar memahami atau mengerti tentang hal yang sedang dialaminya. Arti “penyuluhan” berasal dari kata “Counseling” yang berarti nasehat. (Arifin, 1982 : 1) Adapun pengertian Bimbingan Penyuluhan Islam yang dimaksud dalam skripsi ini adalah proses pemberian bantuan terhadap induvidu atau kelompok supaya
mampu hidup selaras dan dapat menyesuaian diri
dengan lingkungan serta agar individu yang ditolong tersebut dapat mengatasi kesulitan-kesulitan hidupnya sehingga tercapai kesejahteraan dalam hidup dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat (Faqih,2002:4).
15
Islam merupakan agama rahmatan lil alamin, yang mampu memberikan kebahagiaan kepada pemeluknya apabila dapat melaksanakan ajaran Islam secara konsekuen dan menyeluruh. Rahmatan lil alamin bukan hanya didapatkan pada orang-orang yang tidak mempunyai permasalahan secara sosial namun bagi mereka yang mempunyai masalah sosial sekalipun juga berhak mendapatkan rahmatan lil alamin. Secara umum orang yang mempunyai permasalahan sosial cenderung menjauh dari tingkat keberagamaan, untuk mengaktualisasikan hal tersebut bimbingan penyuluhan Islam sangat diperlukan (Siti Muriah, 2000:17). 1.1. Tujuan dan Metode Bimbingan Penyuluhan Islam 1.1.1. Tujuan Bimbingan Penyuluhan Islam Tujuan
dari
Bimbingan
Penyuluhan
Islam
merupakan
penjabaran tujuan umum yang dikaitkan langsung dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu (Prayitno dan Anti, 1994 : 115) Menurut Faqih bahwa tujuan Bimbingan Penyuluhan Islam itu dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Tujuan umum Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. 2. Tujuan khusus a. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah. b. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
16
c. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang lebih baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain (Faqih, 2001 : 36-37) Dengan demikian Bimbingan Penyuluhan Islam bertujuan menghilangkan
faktor-faktor
permasalahan yang dihadapi
yang
menimbulkan
permasalahan-
seseorang sehingga akan memperoleh
ketenangan hidup yang selaras dan sesuai dengan petunjuk Allah. 1.1.2. Metode Bimbingan Penyuluhan Islam Untuk dapat mencapai tujuan Bimbingan Penyuluhan Islam, maka diperlukan jalan untuk dapat meraihnya. Jalan tersebut berupa metode-metode yang akan dipakai oleh seorang pembimbing atau penyuluh dalam melaksanakan tugasnya. Di bawah ini metode-metode yang secara umum digunakan oleh pembimbing atau penyuluh yaitu: 1) Metode Interview (Wawancara) Metode wawancara adalah salah satu cara memperoleh faktafakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup kejiwaan klien pada saat tertentu yang memerlukan bantuan. 2) Metode Kelompok (Group Guidance) Dalam metode kelompok, biasanya pembimbing atau penyuluh
memilih
orang-orang
yang
persoalannya
sama,
keluhannya sama, usia atau latar belakang keluarganya sama untuk
17
dijadikan satu kelompok terapi. Pembimbing atau penyuluh bertugas merangsang anggota terapi kelompok itu untuk saling bertukar fikiran, saling mendorong dan sebagainya. Dengan terapi kelompok ini, selain masing-masing bisa belajar dari anggota kelompok lainnya, masing-masing juga menyadari bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi masalahnya. 3) Metode non-direktif Metode ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: a. Client Centered yaitu dengan cara pembimbing atau penyuluh melontarkan satu atau dua pertanyaan yang terarah, selanjutnya klien diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menceritakan segala
permasalahannya.
Kemudian
pembimbing bersikap
memperhatikan dan mendengarkan serta mencatat poin-poin penting yang dianggap rawan untuk diberi bantuan. b. Metode Edukatif yaitu dengan cara “client centered”, yang diperdalam dengan permintaan atau pertanyaan yang motivatif dan persuasif (meyakinkan) untuk mengingat-ingat
serta
mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan sampai ke akar-akarnya . c. Metode Direktif (bersifat mengarahkan) Metode ini lebih bersifat mengarahkan kepada klien untuk berusaha
mengatasi
kesulitan
(problem)
yang
dihadapi,
pengarahan yang diberikan kepada klien dengan memberikan
18
secara langsung jawaban-jawaban terhadap permasalahan yang menjadi sebab kesulitan yang dihadapi. 4) Metode Psikoanalitis (Penganalisaan Jiwa) Metode psikoanalitis yaitu menganalisa gejala tingkah laku, baik melalui mimpi ataupun melalui tingkah laku yang serba salah dengan menitik beratkan pada perhatian atas hal-hal apa sajakah perbuatan salah itu terjadi secara berulang-ulang (Arifin, 1994: 49). B. Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS) 1. Pengertian Penyandang Masalah Kesejahtaan Sosial (PMKS) Penyandang masalah adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena sesuatu hambatan, kesulitan atau gangguan yang tidak diharapkan oleh semua orang dan tidak dapat melakukan fungsi sosialnya secara wajar oleh karenanya tidak dapat menjalin hubungan yang serasi dan kreatif dengan lingkungannya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara memadai, layak dan wajar seprti pada khalayak umumnya ( pemerintah provinsi jawa tengah Dinas sosial, 2008: 6). Masalah-masalah sosial dalam hal ini adalah Penyandanag Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS) pada hakekatnya juga merupakan fungsifungsi struktural dari totalitas sistem sosial, yaitu berupa produk atau konsekuensi yang tidak diharapkan dari satu sistem sosio-kultural (kartini kartono, 2009: 4).
19
1.1. Macam-macam penyandang masalah kesejateraan sosial (PMKS) Sedangkan Penyandang masalah kesejahtraan sosial (PMKS) terdiri dari 25 jenis (pemerintah provinsi jawa tengah Dinas sosial, 2008: 7). Diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Gelandangan (GL) 2) Anak balita terlantar (ABT) 3) Anak terlantar (AT) 4) Anak yang jadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah (AKTK) 5) Anak nakal (AN) 6) Anak jalanan (AJ) 7) Anak cacat (AC) 8) Wanita yang menjadi korban tindak kekerasan atau diperlakukan salah (WKTK) 9) Lanjut usia terlantar (LUT) 10) Lanjut usia yang menjadi tindak kekerasan atau diperlakukan salah (LUKTK) 11) Penyandang cacat (PENCA) 12) Penyandang cacat bekas penderita penyakit kronis (PCBK) 13) Penyandang HIV atau AIDS 14) Tuna susila (TS) 15) Pengemis (PG) 16) Bekas narapidana (BNP)
20
17) Korban peyalahgunaan NAPZA (KPN) 18) Pekerja migran bermasalah (PM) 19) Keluarga fakir miskin (KFM) 20) Keluarga berumah tangga tak layak huni (KBTLH) 21) Keluarga yang bermasalah sosial psikologi (KBSP) 22) Keluarga rentan 23) Komunitas adat terpencil (KAT) 24) Korban bencana alam (KBA) 25) Korban bencana sosial (KBS) 2. Gelandangan Sebagai Patologi Sosial 2.1. Pengertian Gelandangan Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan Gelandangan pada pasal 1 dikatakan bahwa gelandangan adalah orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Gelandangan adalah sama dengan pelancong, pengembara, petualang artinya berkelana ke sana kemari, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan tidak mempunyai mata pencaharian tetap (R. Soesilo, 1999 : 15). Gelandangan
adalah mereka yang tidak termasuk tuna
wisma, tuna karya dalam arti tidak mempunyai pekerjaan, buruh,
21
tukang / kuli, hidupnya mengembara tidak mempunyai tempat tinggal (Naning, 1991 : 3). Gelandangan
adalah
orang-orang
baik
merupakan
perseorangan laki-laki atau perempuan remaja atau anak-anak maupun merupakan keluarga (suami, istri), yang tanpa nafkah/ kerja yang berkeliaran di kota-kota tanpa rumah atau tempat tinggal, bahkan tidak terdaftar sebagai warga penduduk (Simanjuntak, 1990 : 376). Pengertian dan istilah gelandangan itu sendiri dalam UndangUndang Dasar 1945 tidak diatur secara tegas, namun mengenai hak dan kewajiban diatur sama seperti warga negara lainnya secara tegas dalam pasal 27 (2) bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dalam uraian di atas yang dimaksud warga negara Indonesia, tidak ada pengecualian termasuk di dalamnya para gelandangan. Para gelandangan pun berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, akan tetapi sebagian besar mereka hidup tidak mau diatur, bebas, tidak mau bekerja yang berat-berat, tidur seenaknya, sehingga bekerja dengan orang lain bagi mereka dirasakan sebagai beban. Sedangkan pengemis adalah orang-orang yang mendapat penghasilan dari meminta-minta di muka umum dengan berbagai alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang (Pemerintah Propinsi jawa tengah dinas sosial, 2008: 16). Jadi yang membedakan
22
antara gelandangan dan pengemis adalah dari sisi penghasilan dan tempat tinggal. Gaya hidup para gelandangan yang serba bebas, pada umumnya tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal tidak tetap serta tidak pernah memikirkan masalah kesehatan dan prinsip mereka pada umumnya asal makan. Kebersihan dirinya tidak penting, begitu juga mengenai pakaian, biar kotor asal dapat menutupi badan. Adapun gelandangan dalam penelitian ini adalah gelandangan yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap, mereka tidur di kolong jembatan, stasiun kereta api dan tempat-tempat lain yang tidak layak huni. 2.2. Faktor Terjadinya Gelandangan Penelitian mengenai
faktor-faktor penyebab terjadinya
gelandangan dalam perspektif teoritis tidaklah berarti mencari faktor mana yang kiranya dapat merupakan faktor sebab akibat, akan tetapi dalam hal ini menerangkan mengenai faktor yang akan membawa resiko lebih besar ataupun lebih kecil dalam menyebabkan orang-orang tertentu dapat menjadi gelandangan (Kartini Kartono, 2005 : 57) Pribadi yang menyimpang karena kurangnya kontrol sosial merupakan proses terjadinya rasa inferior (rasa rendah diri). Kondisi tersebut akan menjadi parah apabila lingkungan sekitar menghina, menolak atau mengucilkan dirinya, sehingga ia bisa menjadi sosiopatik. Oleh karena itu, sekelompok individu akan tumbuh dan
23
berkembang dalam kelas sosial yang sangat memilukan, di mana kriminal, kemiskinan, pola asusila dan kebiasan mengemis, atau gelandangan menjadi cara hidup (way of life) yang melembaga dalam kelompok tersebut. Dalam situasi dan kondisi demikian, pertumbuhan sosiopsikologis dari pribadi seseorang menjadi abnormal atau menyimpang, sehingga tingkah laku individu tersebut menjadi cocok dengan pola perilaku lokal tersebut namun dianggap patologis oleh masyarakat luas (Kartini Kartono, 2005 : 58) Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gelandangan dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu : a. Faktor internal Faktor penyebab yang bersifat internal adalah faktor yang datang dan berasal dari diri gelandangan sendiri, yaitu faktor pendidikan, kepribadian dan ketaatan pada agama. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan diri seseorang, tanpa pendidikan orang tersebut tidak bisa membaca atau menulis. Kepribadian merupakan sifat yang ada pada diri seseorang, bisa berwujud baik maupun buruk. Sedangkan ketaatan pada agama merupakan suatu sikap moral yang ada pada diri seseorang untuk mematuhi agamanya dalam melakukan suatu tindakan. b. Faktor eksternal Faktor penyebab yang bersifat eksternal adalah faktor yang disebabkan karena adanya pengaruh atau berasal dari luar, yaitu pengaruh urbanisasi, lingkungan, geografis dan ekonomi. Urbanisasi
24
merupakan arus perpindahan penduduk dari desa ke kota, karena manusia berkeinginan untuk merubah nasib. Lingkungan merupakan keadaan di sekitar kita, baik tempat tinggal maupun tempat kerja. Geografis merupakan suatu keadaan alam, berupa kondisi tanah, udara, maupun cuaca. Ekonomi merupakan ukuran pokok dari tingkat kesejahteraan seseorang (Simanjuntak, 1990 : 380) Pada dasarnya banyak sekali faktor penyebab terjadinya gelandangan dalam perspektif teoritis, antara lain, faktor pendidikan. Faktor pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan sikap mental dan tingkah laku individu. Individu yang berpendidikan kemungkinan lebih tabah, lebih kritis dalam menghadapi problema hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang (individu) maka semakin kecil kemungkinan individu tersebut untuk terperosok menjadi seorang gelandangan. Selain itu faktor pengetahuan juga berpengaruh terhadap terjadinya gelandangan. Pengetahuan dalam hal ini erat sekali hubungannya dengan pendidikan, oleh karena itu pendidikan yang diperoleh seseorang akan menentukan pula derajad pengetahuan yang dimiliki serta keinginan tentang sejarah hidup yang mana akan dilaluinya. Gelandangan yang pada umumnya berpendidikan rendah, hanya mempunyai sedikit alternatif dalam memilih dan menentukan pekerjaan. Misalnya orang yang tidak sekolah tidak dapat melamar pekerjaan di suatu perusahaan, sehingga mereka mencari alternatif lain
25
misalnya menjadi pengamen, mencari barang bekas plastik atau puntung rokok, kuli bangunan atau malah menjadi pengemis atau peminta-minta. 2.3. Gelandangan dan Penyakit Masyarakat Gelandangan merupakan salah satu permasalahan
yang
paling kompleks di masyarakat perkotaan. Hal ini disebabkan karena arus urbanisasi yang sangat deras. Masyarakat desa berbondongbondong datang ke kota dengan tujuan untuk memperoleh pekerjaan dan memperbaiki nasibnya, mereka tidak pernah menyadari tanpa di bekali skill dan keterampilan mereka tidak akan bisa bertahan, dan untuk menyambung hidup mereka terpaksa hidup menggelandang Sudah menjadi kebiasaan masyarakat pedesaan, bahwa untuk mencari penghasilan yang lebih besar adalah dengan mencari rejeki di kota. Dengan adanya pengaruh seseorang, penduduk desa yang minim pendidikan berusaha ingin mencari penghidupan yang lebih baik dengan merantau ke kota. Akan tetapi setelah mereka berusaha di kota tidak pernah berhasil mendapatkan pekerjaan atau dapat meningkatkan perekonomian mereka, maka terjadilah adanya kaum gelandangan (Naning, 1991 : 3) Kehidupan yang serba bebas, kesan kumuh membuat masyarakat begitu jijik pada para gelandangan. Masyarakat begitu enggan menerima kehidupan para gelandangan yang dianggap serba
26
malas dan pengangguran, tidak berusaha untuk bekerja keras (Kartini Kartono, 2005 : 139) Pandangan masyarakat tersebut memang layak diterima, hal ini sesuai dengan kenyataan di mana masyarakat merasa para gelandangan
identik
dengan
kriminalitas.
Perasaan
was-was
masyarakat tersebut di dukung oleh berita di media massa baik televisi maupun surat kabar, adanya trik-trik pencurian yang dilakukan dengan cara menyamar sebagai gelandangan, penjambretan yang dilakukan oleh para pemuda pengangguran. Hal tersebut menjadikan opini masyarakat menganggap para gelandangan adalah suatu penyakit sosial yang harus diberantas atau ditiadakan. Oleh
karena
itu
Forum
Komunikasi
Pekerja
Sosial
Masyarakat (FKPSM) Kota Semarang berusaha melakukan tindakan pencegahan agar
gelandangan
tidak meningkat, dengan
cara
melakukan tindakan preventif maupun represif berupa melakukan razia yaitu penangkapan terhadap para gelandangan yang berkeliaran dan upaya pembinaan terhadap para gelandangan yang berada di penampungan Dinas Kesejahteraan Sosial. 3.5. Gelandangan Sebagai Masalah Dakwah Secara istilah (terminologi) meski tertulis dalam Al Qur’an, pengertian dakwah tidak ditunjuk secara eksplisit oleh Nabi Muhammad. Oleh karena itu, umat Islam mempunyai kebebasan merujuk perilaku tertentu yang intinya adalah mengajak kepada
27
kebaikan dan melaksanakan ajaran Islam sebagai kegiatan dakwah. (Sulthon, 2003: 8). Dakwah dalam pengembangan masyarakat tidak terpaku hanya pada penyampaian menyeru, mengajak kepada kebaikan dan meninggalkan
kemungkaran
melainkan
berorientasi
kepada
kesejahteraan lahir dan batin. Dakwah ini direncanakan sebagai usaha membenahi kehidupan sosial bersama masyarakat agar penindasan dan ketidakadilan tidak ada dalam kehidupan masyarakat (Ali Aziz, 2004: 94). Dakwah adalah suatu usaha dalam rangka proses islamisasi manusia agar taat dan tetap menaati ajaran Islam guna memperoleh kebahagiaan dunia dan akherat. Dakwah Islam merupakan komunikasi antara manusia dengan pesan-pesan al-Islam dengan berwujud ajakan atau seruan untuk beramar ma’ruf nahi munkar juga taghyiru munkar, selain itu dakwah mengandung upaya pembangunan manusia seutuhnya lahir dan batin (al-Islah) sehingga manusia akan memperoleh kebahagiaan hidup. Oleh karena itu maka dakwah mengandung pengertian amar ma’ruf, nahi munkar, taghyirul munkar dan al-islah. Pertama, Amar ma’ruf yaitu perintah yang meliputi anjuran dan ajakan untuk berbuat yang ma’ruf. Al-Ma’ruf adalah semua perbuatan baik (al-Khoir) yang mendorong dan meningkatkan iman seseorang adalah pencegah perbuatan yang mengakibatkan berkurang
28
atau menipisnya iman
seseorang dan menggoyahkan dengan
ketaqwaan. Al-Khoir adalah kebaikan, dimana dengan berbuat kebaikan seseorang akan mendapat petunjuk (al-Huda) dengan dibekali kebaikan dan i’tikad yang baik serta telah mendapatkan pedoman dan petunjuk, maka manausia akan mampu melaksanakan amar ma’ruf. Kedua, Amar ma’ruf dengan nahi munkar tidak dapat dipisahkan, sebab dengan amar ma’ruf saja tanpa nahi munkar akan kurang bermanfaat bahkan akan menyulitkan pelaksanaan amar ma’ruf, yang pada gilirannya akan menjadi tidak berfungsi apabila tidak diikuti dan disertai dengan nahi munkar. Demikian juga sebaliknya apabila nahi munkar tanpa didahului dan disertai amar ma’ruf maka akan tipis bahkan mustahil untuk dapat berhasil. Rangkaian amar ma’ruf nahi munkar jelas memberikan arti untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah atau melarang kemungkaran. Istilah ini mengandung pengertian memaksa berdasarkan adanya kewenangan, kekuatan ataupun kekuasaan. Memaksa melakukan kebajikan yang berupa perintah ataupun kekuasaan. Memaksa melakukan kebajikan yang berupa perintah dan atau memaksa untuk meninggalkan kemungkaran yang berupa larangan. Amar ma’ruf nahi munkar hanya dapat dilakukan oleh fihak yang memiliki kewenangan, kekuatan ataupun kekuasaan. Memaksa melakukan kebajikan yang berupa perintah atau memaksa untuk meninggalkan kemungkaran yang
29
berupa larangan.Ketiga, Adapun perintah untuk taghyirul munkar atau merubah dan melenyapkan atau mengurangi kemungkaran, demikian juga menghilangkan jalan yang menuju kemungkaran adalah mutlak untuk dilaksanakan dengan cara apapun sesuai dengan kemampuan masing-masing. Keempat, Dakwah adalah juga upaya untuk ”Islah” yaitu usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat; memperbaiki kerusakan melenyapkan kebatilan dan kemaksiatan, sehingga tercapai kesejahteraan
lahiriyah
dan
batiniyah.
Membangun
manusia
seutuhnya, membangun rohaniah manusia untuk menuju kesejahteraan hidup batiniyah dan meningkatkan kehidupan jasmaniah manusia sebagai sarana untuk memperoleh kesejahteraan duniawiyahnya. Konsep Islam mengajarkan kehidupan yang seimbang antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat (Sanwar: 3-6). Dalam penelitian ini penulis menggunakan definisi dakwah yang digunakan menurut Amrullah Ahmad yaitu mengadakan dan memberikan arah perubahan, merubah struktur masyarakat dan budaya dari kedhaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah kemajuan (kecerdasan), kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke arah kemajuan yang semuanya dalam rangka meningkatkan derajat manusia dan masyarakat ke arah puncak kemanusiaan. Dalam hal ini gelandangan adalah suatu golongan masyarakat yang bermasalah, golongan masyarakat yang tidak beruntung, bahkan
30
termasuk golongan masyarakat yang tidak memperoleh keadilan sosial. Mereka terlantar, miskin, tertindas, dan tidak berdaya, mereka sangat memerlukan dukungan moral dan material dari masyarakat luas serta pemerintah. Menurut abdullah kholaf dalam bukunya Usul Fiqih bahwa sebuah kemaslahatan itu dibagi menjadi tiga, pertama primer yaitu sangat penting, kedua sekunder, ketiga komplemen atau juga pelengkap. Dalam konteks dakwah terhadap gelandangan
bisa
dikatagorikan dakwah yang bersifat primer karena orang gelandangan sangat memperlukan pengarahan, bimbingan dan pencerahan untuk mengurangi timbulnya aspek kriminal, karena selama ini komunitas tersebut cenderung ada pembiaran tanpa ada penanganan yang serius.
31
BAB III PELAKSANAAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FORUM KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT KOTA SEMARANG TERHADAP PENYELESAIAN GELANDANGAN
A. Gambaran Umum Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Kota Semarang 1. Sejarah Berdirinya FKPSM Kehadiran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat dalam dunia kesejahteraan sosial tidak terlepas dari sejarahnya yang cukup panjang sejak setengah abad lalu. Bahkan komitmen kementerian sosial telah meletakkan posisi FKPSM mitra sejajar dengan infrastruktur lainnya. Meskipun terjadi perubahan istilah, titik tekan FKPSM tetap bertumpu pada kerelawanannya. Sejarah FKPSM mulai dari sosiawan atau sosial, pembimbing sosial, penggerak sosial, pembimbing sosial masyarakat, pembimbing sosial lampangan, tenaga kesejahteraan sosial sukarela, pekerja sosial masyarakat, kemudian sebutan mereka tergabung
dengan kelompok yang disebut
Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM). Walaupun istilah sudah berganti-ganti, pada prinsipnya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya atas kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara
32
sukarela mengabdi di bidang sosial kemanusian (Wawancara dengan bapak Mardzuki Ketua FKPSM kota Semarang tanggal 12 Mei 2011). Jadi dapat dikatakan bahwa pada awalnya mereka adalah relawanrelawan sosial dan pemuka masyarakat yang memiliki latar belakang pekerjaan dan pendidikan bervariasi dan pada umumnya terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat, pamong desa, guru, dan para relawan lainnya. Dengan kata lain Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat merupakan sebuah lembaga yang peduli, memiliki wawasan dan komitmen pengabdian di bidang sosial kemanusiaan dan merupakan salah satu komponan masyarakat yang dapat diandalkan sebagai mitra kerja pemerintah khususnya kementerian sosial dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial. Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat sendiri diresmikan oleh Wali Kota pada saat itu yaitu Sukawi Sutarip, peresmiannya di aula 8 Balai Kota Semarang, tanggal 6 November tahun 2005 yang dipelopori Harini Krisnawati yang pada saat itu sebagai kepala Dinsospora . 2. Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Sasaran FKPSM 2.1. Kedudukan FKPSM Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) berkedudukan sebagai salah satu pilar partisipan sebagai usaha penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang berada di bawah naungan Dinas Sosial yang bersama-sama pilar partisipan lain dan pemerintah.
33
2.2.Tugas FKPSM Melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial, baik yang bersifat pembinaan dan pengembangan kesejahteraan sosial maupun pelayanan kesejahteraan sosial dengan mengindahkan kebijaksanaan pemerintah di bidang kesejahteraan sosial. 2.3. Fungsi FKPSM Dalam melaksanakan aktifitasnya Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat melakukan beberapa fungsi yaitu: a) FKPSM sebagai monifator berarti: 1. FKPSM memotifasi lingkungannya, termasuk para penyandang masalah kesejahteraan sosial. 2. FKPSM menemukan potensi permasalahan kesejahteraan sosial serta sumber daya di masyarakat yang dapat digali untuk mengatasi permasalahan kesejahteraan sosial. 3. FKPSM dapat merumuskan langkah-langkah mengatasi masalah kesejahteraan sosial. b) FKPSM sebagai dinamisator berarti: Bertindak
dinamis
menggerakan
dan
mengarahkan
baik
perseorangan, kelompok maupun seluruh pilar pembangunan masyarakat lingkungannya dalam menghadapai dan mengatasi masalah kesejahteraan sosial secara berencana, terarah, konsisten dan berkesinambungan dan mendayagunakan secara swadaya
34
semua sumber dan potensi kesejahteraan sosial sebesar-besarnya untuk mencapai kesejahteraan sosial. c) FKPSM
sebagai
pelaksana
tugas-tugas
pembangunan
kesejahteraan sosial dan pembangunan pada umumnya berarti: 1. FKPSM melaksanakan kegiatan bidang usaha kesejahteraan sosial secara profesional sesuai dengan bidang dan tingkat pengabdiannya. 2. FKPSM melaksanakan kegiatan baik yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat sendiri maupun pihak manapun. 3. FKPSM melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial berdasarkan inisiatif dan swadaya FKPSM sendiri (wawancara dengan Mardzuki Ketua FKPSM kota Semarang, Tanggal 12 Mei 2011) 2.4. Sasaran FKPSM Dalam rangka tercapainya tugas yang ditetapkan, maka sasarannya adalah sebagai berikut : a. Meningkatnya kualitas kehidupan anak dari golongan ekonomi lemah. b. Meningkatnya kemampuan keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri. c. Meningkatnya kualitas kehidupan Lansia miskin. d.Terlaksananya bakat dan minat generasi muda kedalam hal-hal positif.
35
e. Meningkatnya pemahaman dan kemampuan masyarakat untuk melaksanakan usaha-usaha kesejahteraan sosial secara swadaya dan terorganisasi. f. Terlestarikan, tertanam dan teramalkan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, kejuangan dan kesetiakawanan sosial (wawancara dengan Mardzuki Ketua FKPSM kota Semarang Tanggal 12 Mei 2011) 3. Struktur Organisasi Dalam melaksanakan fungsinya sebagai suatu lembaga yang memperhatikan masalah
kesejahteraan sosial atau masalah sosial
mempuyai susunan kepengurusan guna menjalankan program kerja seharihari, saat ini susunan pengurus Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat kota Semarang adalah: Pelindung
: Wali Kota
Penanggung Jawab
: Dinsospora
Ketua
: Mardzuki, S.Pd
Wakil ketua
: Nano Suwarno, M.Pd
Sekertaris
: Joko Santoso, S.E
Wakil sekertaris
: Sundari, M.Si
Bendahara
: Dra. Nanik Wd
Wakil bendahara
: Sri Yulia Sari, S.E
36
Koordinator Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial Dra. Dahlia gomiati, M.Si Adi pratondo, S.Pd.M.Pd Koordinator Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Heru supriyono, M.Pd Tomi mahendra, S.Pd Kordinator Pembinaan dan Pendataan Agus hermawan, M.Si Edi sudaryanto, S.E Dra. Siswati B. Peran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyaarakat Kota Semarang dalam Penyelesain Masalah Gelandangan FKPSM merupakan salah satu langkah penyelesaian problematika Penyandang Masalah Kesejahteraan sosial (PMKS), banyak hal yang menjadi langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah PMKS dalam hal ini permasalahan gelandangan. Hal ini dijelaskan oleh ketua FKPSM kota Semarang bapak Mardzuki beliau mengatakan “FKPSM di Kota Semarang ini menjadi tanggung jawab besar manakala dihadapkan dengan visi Kota Semarang yaitu Semarang Setara. Gelandangan di Kota Semarang harus dibersihkan dari sekitar lampu merah dan kawasan yang sering buat mangkal para gelandangan seperti di daerah Tugu Muda, Pandanaran, dan di sudutsudut Kota Semarang,” ungkap Mardzuki, Ketua FKPSM Kota Semarang. Mardzuki juga menjelaskan jika gelandangan-gelandangan yang ditangkap
37
nantinya akan diberikan pembinaan produktif, “FKPSM di Kota Semarang diharuskan menyelesaikan gelandangan dengan cara pembinaan yang bersifat pendidik produktif bagi mereka” (wawancara dengan Mardzuki ketua FKPSM kota Semarang Tanggal 8 Juni 2011). Hal ini juga dibenarkan oleh salah satu penggurus FKPSM Dra. Nanik Wd “Kami memang di pasrai oleh pemerintahan kota Semarang karena kita selaku lembaga dibawah Dinsospora untuk menangani dibidang kesejahteraan sosial masyarakat dan seperti halnya adek tanyakan tentang gelandangan, memang kami dalam penanganan masih kerepotan,” lha gima dek, wong biasanya setelah penjaringan dijalan-jalan yang dilakukan Satpol PP setelah itu kita kebagian pembinaan dek
yang mana dalam pembinaan sendiri
dilakukan ditempat penampungan sementara dipanti sosial salah satunya di Tugu, dalam pelaksanaan pembinaan sendiri FKPSM mendatangkan narasumber dari kepolisian dan psikologi, dalam melaksanakan kegiatan kita juga sangat terbatas masalah anggaran untuk APBD setiap tahunnya utuk FKPSM sangat sedikit, sehingga kita dalam penyelesain PMKS dalam hal ini permasalahan gelandangan sangat kuwalahan, harapan kami pada pemerintah khususnya Dinsospora yang membawahi kami memberikan fasilitas agar FKPSM dalam menjalankan kinerjanaya berjalan dengan lancar (wawancara dengan Nanik Wd bendahara FKPSM kota Semarang Tanggal 9 Juni 2011). Masalah gelandangan merupakan masalah yang kompleks, karena dalam melakukan kegiatannya para gelandangan seringkali menampakkan diri di tempat-tempat umum sehingga hal ini dapat mengganggu keindahan kota.
38
Untuk mengatasi maka FKPSM kota Semrang melakukan kerja sama dengan instansi-instansi terkait. Hal ini juga dijelaskan oleh salah satu pengurus FKPSM Agus Hermawan (40th) “Untuk penanganan penanganan masalah gelandangan FKPSM bekerjasama dengan intasi-instasi atau lembaga yang terkait dalam permasalahan gelandangan seperti halnya satpol PP untuk razia gelandangan dan panti sosial untuk penampungan dan rehabilitasi sementara setelah terazia” (Wawancara tanggal 7 Juni 2011 dengan koordinator pembinaan dan pendataan
PMKS Agus Hermawan). Berikut ini adalah proses-proses
penanganan dalam penyelesaian masalah gelandangan: a. Razia Razia merupakan proses penangkapan para gelandangan serta para PMKS lainnya. Razia ini dilakukan oleh pihak FKPSM yang bekerja sama dengan satpol PP. Pelaksanaan razia gelandangan pada dasarnya dilakukan sewaktu-waktu melihat situasi dan kondisi dan dilakukan ditempat-tempat yang terdapat banyak gelandangan diantaranya yaitu di Tugu Muda, Simpang Lima, Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran. Menurut
pengakuan
beberapa dari gelandangan yang terjaring razia: Jakfar Kedadi Rt2/Rw2 Penawangan Grobogan (42 Tahun) “Pas niku kulo nembe neng bang ijo mbot gawe “ngemis” mas eh malah ono razia padahal kulo wes melayu ngaseh ketubruk-tubruk lho mas meso iseh kecekel yowes mas aku pasrah arep dikapakno nganot mawon emang wes resikone urip neng ndalan koyok ngeten di oyak-oyak ” Rizal (19) “Waktu ngamen mas karo bolo-bolo nembe enak-enak malah ono razia satpol PP aku ngamen wong papat seng ketangkap aku dewe gara-garane aku seng gowo gendang pas waktu mlayu kangelan mas yo ahiri ketangkep, wes ngono gendange diamoh-amoh sisan hawane pas
39
kuwi mas????,wes ngono kuwi mas kurang akeh sitik’e ceritane waktu aku kenak razia”. Silah (52) “kulo niku pas ngosek ten tempat sampah terus niku wonten tiang-tiang seragaman kulo njeh mboten ngertos nak ajeng digaruk?malah kulo bingung arep podo ngopo wong-wong kuwi, terus kulo niku diajak ngoten mawon, ngeh kulo nganut mawon nang”(wawancara dengan gelandangan Tanggal 2 Juni 2011).
Razia yang dilakukan oleh Satpol PP bekerja sama dengan FKPSM tersebut seringkali mengalami kesulitan, mulai dari pengejaran hingga pemberontakan yang dilakukan oleh para gelandangan yang ratarata sudah pernah kenak razia sebelumnya. Namun, meskipun demikian razia tetap berjalan lancar. Berikut ini adalah data gelandangan yang terkena razia pada tahun 2011: BULAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
Januari
41
22
Febuari
69
36
Maret
26
27
April
22
45
Mei
40
14
JUMLAH
198
144
Sumber data: diolah berdasarkan dokumentasi FKPSM b. Penampungan sementara Setelah dilakukan razia, para gelandangan ditampung di Penampungan sementara dipanti-panti sosial salah satunya adalah yang
40
berada di Jalan Walisongo Km.8 Tugu Semarang, Dalam penampungan ini mereka diidentifikasi sesuai dengan tempat asal dan usia produktif. Untuk gelandangan yang mempunyai keluarga, mereka akan
dikembalikan
dengan catatan dari pihak keluarga datang menjemput di panti membawa persyaratan KTP dan KK. Bagi gelandangan yang berasal dari luar kota, mereka dikembalikan ke kota asal mereka masing-masing. Berikut data gelandangan yang sudah tidak menggelandang No Nama
Umur Alamat
No Nama
Umur Alamat
1
Suparmono
42
Gubug
8
Yatemi
40
Grobogan
2
Muaropah
38
Gubug
9
Sarimah
40
Grobogan
3
Munir
19
Demak
10
Kona’ah
38
Puwodadi
4
Sarmo
40
Demak
11
Sumirat
42
Purwodadi
5
Nurhadi
39
Demak
12
Nasoha
37
6
Sumirat
46
Purworejo 13
Marmi
43
Gunung pati Grobogan
7
Bukari
43
Demak
Sedangkan bagi gelandangan yang sudah tidak mempunyai keluarga atau tidak ada pihak keluarga yang menjemput, mereka tetap tinggal di tempat penampungan sampai waktu yang tidak ditentukan.Hasil dari penampungan dapat diketahiui faktor penyebab timbulnya gelandangan seperti penuturan salah satu gelandangan: Surip Bugangan Sayung Demak Rt2/Rw3 (47 th) “Kulo niku urip neng ndalan asline yo pripun njeh masa lha masala’ yo omah ora nduwe sedulur yo asline nduwe mas tapi ngeh pripun njeh mas arep njaluk tulung yo isen mas masok kulo njaluk tulung terus kaleh sedulur mendeng njeh 41
kulo urip neng ndalan mawon mboten ngerepotin sedulur, yo seng penting iso urep mas tapi njeh uripe koyok nginiki...mangan sak-saka’e seng penting ora ngleh. Tapi nak kon urip neng panti kulo mboten saget mas, masala’e neng kono kuwi kakean aturan, wes poko’e ora enak kabeh urep neng penampungan kuwi mending urip neng ndalanan iso sak pena’e dewe” dia hidup menggelandang karena dia tidak punya rumah dan sudah tidak mempunyai keluarga, dia lebih senang hidup dijalanan dari pada di panti sosial karena di tempat ini mereka selalu diatur dan disuruh-suruh, dia tidak bisa melakukan sesuatu sesuka hatinya, dan itu yang membuat dia ingin keluar, “tempat ini sudah mirip penjara” begitu ujarnya (wawancara dengan gelandangan Tanggal 2 Juni 2011). Sartinah (39) Karangasem Rt1/Rw2 Demak “Nak ten panti niku njeh enak mboten enak, enak’e pon angsal mangan mboten enak’e niku mboten angsal mentu sangkeng temapat penampungan nak ngoten njeh repot kulo, soale kulo ngelandang kepepet mas ten ngeriyo mboten gadah nopo-nopo. Nak teng penampungan niku njeh wonten ngaji nangeng seng gelem ngaji terus ceramah, malah kadang seng ceramah niku kadang niku pak polisi, kulo pas seng ngomong pak polosi wedi bapak’e ngomong ngeten “Mengko nak ketangkep maneh neng nadalan tak penjara yo diiling niku njeh” seng ora wedi sopo njeh diomongi koyok ngonoten niku? Terus sekitar nak ora salah semingguan kulo dientokno awet bar niku kulo mboten wanton maleh njaluk-njaluk neng ndalan, makanne sakniki kulo njeh kerjo sak-sak’e seng penting mboten di oyak-oyak kaleh polisi,” (wawancara dengan gelandangan tanggal 13 Juni 2011). Nuriyaton (38) “ngeh enak mas ten penampungan niku kulo sak niki ngerton artine urip,soale ten mriki dikandani, diarahno kalehan petugas niku urip njeh kudu ono manfaate karo wong nak mboten njeh minimal niku kanggo awa’e kiyambak” (wawancara dengan gelandangan tanggal 2 Juni 2011) Dr.Irsyam (45 th) salah satu Dokter kejiwaan yang menangani gelandangan “Bahwa pada umumnya gelandangan yang terjaring berasal dari luar kota, motif mereka bermacam-macam ada yang memang tidak mempunyai keluarga, ada yang memang asli berprofesi sebagai pengemis, ada juga yang terpaksa menggelandang karena tuntutan hidup di kota yang sangat keras dan serba sulit. Tapi pada dasarnya para gelandangan sehat
42
secara mental, kecuali para gelandangan psykotik yang memang sudah sakit jiwa saat mereka turun dijalanan. Golongan ini adalah golongan yang paling parah yang memerlukan penanganan psikologis secara intensif” (Wawancara dengan dokter kejiwaan Tanggal 6 juni 2011). Dalam penampungan sementara dipanti sosial yang mana mempuyai tujuan diantaranya: a) Memberikan perawatan kepada gelandangan pelayanan agar mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sehari -hari. b) Memberikan pelayanan -pelayanan untuk menyembuhkan gangguangangguan yang dialami oleh gelandangan. c)
Memberikan pengetahuan dan keterampilan kerja serta membentuk sikap -sikap yang diperlukan guna penyesuaian sosial.
d) Menyalurkan gelandangan kedalam masyarakat sehingga mampu berkedudukan dan berperanan secara wajar dan layak menjadi warga masyarakat. c. Pelatihan-Pelatihan dan Bimbingan Hasil dari identifikasi yang masih produktif diberikan pelatihanpelatihan, seperti pelatihan keterampilan seprti halnya, menyulam dan menjahit, pembinaan mental, keagamaan, kesehatan serta pembinaan tentang ketertiban di jalan. Dalam
usaha-usaha
penanganan
gelandangan
yang
telah
dilaksanakan oleh forum komunikasi pekerja sosial sudah berjalan cukup
43
baik. Namun masih dirasakan adanya beberapa hambatan. Adapun hambatan-hambatan itu antara lain adalah sebagai berikut : 1. Dalam melaksanakan semua kegiatannya, masih sering terbentur pada masalah terbatasnya dana yang tersedia,
sehingga kadang-kadang
dalam usaha penanggulangan masalah gelandangan
tidak dapat
sepenuhnya berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan sebelumnya. 2. Belum adanya keterlibatan anggota masyarakat maupun pihak swasta terhadap upaya penanggulangan masalah gelandangan ini. baik itu partisipasi aktif dalam rangka mengurangi jumlah gelandangan, maupun tanggung jawab sosial untuk mengentaskan mereka dari permasalahan yang dihadapi. Misalnya perusahaan yang bersedia menampung tenaga mereka untuk bekerja sebagai kuli bangunan. 3. Kemudian hambatan yang paling dirasakan adalah mengenai sikap Sosial dari para gelandangan itu sendiri, dimana mereka (karena kebiasaan-kebiasaannya yang “serba bebas” sebelum mereka berada dalam barak penampungan) sulit untuk diatur, sulit untuk diajak melakukan kegiatan secara bersama-sama, serta kebanyakan dari mereka enggan untuk keluar dari predikat sebagai seorang gelandangan. Hal ini ditunjukkan dengan pekerjaan para gelandangan sebelum berada di barak penampungan yang sebagian besar menjadi peminta-minta (wawancara dengan Mardzuki ketua FKPSM kota Semarang Tanggal 12 Mei 2011) .
44
C. Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Islam Terhadap Gelandangan Pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang merupakan salah salah satu langkah rehabilitasi mental yang dibutuhkan bagi permasalahan gelandangan. Dalam setiap pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam mempuyai tanggung jawab untuk memberikan motivasi agar gelandangan mau merubah pola pikirnya sehingga diharapkan bisa menjalani hidup sesuai dengan norma-norma yang bisa diterima dimasyarakat Seperti halnya wawancara dengan Dra.Hj.Khomariyah,M.Pd. Cons “Perhatian untuk masalah gelandangan emang masih sangat minim sekali karena selama ini baik dari pemerintah maupun masyarkat sekitar sendiri itu kurang begitu memperhatikan terkait masalah gelandangan, mereka hanya bisa memberikan komentar tapi untuk solusi penyelesainya selama ini belum ada yang pas, karena dalam proses pembinaannya sendiri masih kurang efektif, baik dari waktu pembinaan fasilitas bahkan dari pengelola panti ataupun penanggung jawab masalah gelandangan dalam hal ini FKPSM kurang maksimal. Itu terbukti sampai sekarang masih banyak para gelandangan yang masih banyak berkeliaran”. Hal tersebut karena masyarakat masih beranggapan bahwasannya gelandangan merupakan sebuah masalah bagi mereka karena gelandangan identik dengan tindakan kriminalitas dan kesan kumuh (Wawancara dengan pembimbing tanggal 3 Juni 2011 Dra.Hj.Khomariyah). Adapun pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam sendiri sebagai berikut:
45
1. Waktu Bimbingan Penyuluhan Isalam Pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam bagi gelandangan dilakukan secara rutin setiap hari jum’at jam 09.00-11.00 WIB. Sebelum melakukan
pelayanan
bimbingan,
petugas
mendata
nama-nama
gelandangan dan berkomunikasi dengan petugas panti untuk mengetahui perkembangan kondisi umum gelandangan. Melalui komunikasi dengan petugas panti sering kali mendapatkan nama-nama gelandangan yang perlu mendapatkan perhatian dan pelayanan bimbingan secara intensif. Disamping jadwal yang telah ditetapkan, pembimbing dapat memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan gelandangan diluar jadwal yang ada. 2. Materi Bimbingan Penyuluhan Islam Materi bimbingan penyuluhan Islam pada dasarnya merupakan semua aspek kehuidupan yang dialami gelandangan. Dalam pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam, gelandangan dihadapkan pada beragam permasalahan yang berbeda sehingga materi yang diberikan bergantung pada masalah yang dihadapi gelandangan. Namun secara umum materi bimbingan penyuluhan Islam yang disampaikan pada gelandangan ditekankan pada beberapa aspek sebagai berikut: a. Pemberian pengetahuan dan pemahaman tentang hukum-hukum dan syariat Islam. b. Pemberian pengetahuan dan pemahaman terkait resiko dan bahaya ketika jadi gelandangan. c. Ihtiar dan tawakal
46
d. Kisah-kisah teladan nabi dan aulia sebagai sumber motivasi bagi mereka dalam kehidupan yang sedang dialami. Tujuan pemberian materi diatas menurut pembimbing para gelandangan Dra.Hj. Khomariah M.Pd Cons selaku pembimbing supaya gelandangan bisa termotivasi dalam menjalani hidup yang sedang mereka jalani denagn rasa kesabaran serata ketaaan bahawasanya semua yang mereka alami hanyalah cobaan yang pastiya bisa dilalui dan dibalik semuanya ada hikmah yang terkandung dan tidak merasa terkucilkan dari lingkungan dalam menjalani kehidupan sehari-hari sesuai dengan normanorma sosial dan tidak kembali lagi menjadi gelandangan (wawancara dengan pembimbing Tanggal 3 juni 2011). 3. Tehnik dan Jenis Bimbingan Penyuluhan Islam Abdullah Ghofar
selaku pembimbing “Masalah yang dihadapi
gelandangan itu berbeda-beda mas, sehingga bimbingan yang dibutuhkan juga tidak sama antara satu gelandangan dengan gelandangan yang lainnya . Gelandangan yang berbeda dari latar belakang baik pendidikan, status perkawinan, umur, dan jenis kelamin dan dari kurangnya pemaham tentang merasa dirinya terkucilkan, malu atau takut ditolak lingkungan, tidak bisa bekerja, minder dan takut tidak bisa mendapatkan suami atau istri dan lain sebagainya” (wawancara dengan pembimbing Tanggal 10 Juni 2011).
47
Sementara itu dalam pelaksanaan bimbingan penyuluhan Islam mempuyai beberapa jenis bimbingan yang telah diberikan kepada gelandangan diantara: 1) Bidang Pribadi Bidang ini antara lain menyangkut masalah keagamaan dan pengembangan kepribadian. Menurut Agus Hermawan,M.Si selalu pembimbing, bahwa gelandangan yang memiliki tingkat keagamaan yang baik akan lebih mudah menerima keadaan dirinya dari pada gelandangan yang rendah pemahaman dan pengetahuan agamanya. Yanto (38) “ urip neng ndalan tu mas enak, yo masalah’e wes klino,bebas sisan, ketimbang neng tampungan uripe ribet mas, diatur-atur mengko yo ono acara binaan mbarang, lha aku kuwi butuh’e duit kanggo nyambung urip ora butuh binaan, yo nak pas acara binaan yo aku melu mas tapi yo angger melu tongok-tngok tok oro mudeng seng di omongno kuwi opo????. lah podo wae bar dibina ora ono tindak lajute kok mas, makanne aku yo mas angger bar kenak razia terus dibina yo mbalik urip neng ndalan meneh, masalah’e urip neng ndalanan kuwi wes takdirku mas yo makanne enak ora enk yo dilakoni mengko yo nak wayae mati yo mati dewe mas”( Wawancara dengan gelandangan tanggal 4 Juni 2011). Ternyata dia sudah beberapa kali terkenak razia dan dibina tapi dia masih tetap saja menjadi gelandangan,karena menurutnya menjadi gelandangan adalah sebuah kebebasan baginya tanpa ada yang mengaturnya. Setelah ditannya ternyata latar belakang keluarga serta pendidikan keagamaan yang sejak kecil tidak pernah diperolehnya.
48
2) Bidang Sosial Bidang mengoptimalkan
sosial
ini
perannya
adalah
membantu
sebagai
mahluk
gelandangan sosial
yang
membutuhkan interaksi dan komunikasi dengan orang lain. Secara umum gelandangan memiliki masalah sosial seperti dikucilkan oleh masyarakat maupun mengucilkan diri dari orang lain, seperti penuturan salah satu gelandangan: Rumiaton Rt.4 Rw.2 Grobokan Mrisi (46) “ Isen kulo mas kulo ngerumongsoni kuloniki tiang ingkang mboten gadah noponopo, lha wong madang mawon ngenteni guwaane wong kok lha wong utowo masyarakat mestine risi weruh kulo? mulane kulo ajeng sriwungan kaleh masyarakat niku iwuh kiyambak” (wawancara dengan gelandangan Tanggal 4 Juni 2011). Disini tugas pembimbing adalah membantu gelandangan untuk bisa lagi menjalani hubungan sosial dengan lebih baik dilingkungan masyarakat, membangun lagi kepercayaan diri gelandangan untuk kembali terlibat atau mengambil kembali peran sosialnya. 3) Bidang Karir Bimbingan ini merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada gelandangan agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja,dan mengembangkan masa depannya sesuai yang diharapkan, bimbingan bidang karir ini sangat penting diberikan kepada gelandangan, yang mana diharapkan setelah keluar dari penampungan tidak kembali lagi dengan meminta-minta
49
dijalanan, tetapi bagai mana bisa bertahan hidup lewat ketrampilan yang dimilinya. 4. Model Bimbingan Penyuluhan Islam a. Model Mujahadah Model ini tepat diterapkan pada gelandangan yang memiliki keyakinan dan pandangan yang tidak tepat tentang mengapa dia menjadi gelandangan seperti menyalahkan Tuhan atas apa yang sedang dialaminya, merasa bahwa menjadi gelandangan adalah sebuah takdir dari Tuhan yang harus dijalaninya. Berbagai pandangan dan keyakinan yang demikian merupakan kesalahan yang harus diluruskan karena hal tersebut sangat merugikan gelandangan b. Model Mauizhah Hasanah Model ini secara umum selalu diberikan kepada semua gelandangan. Penerapan ini dilakukan dengan memberikan materi berupa kisah-kisah para Nabi dan sahabat yang diberikan cobaan tetapi di dalam ujian tersebut ada hikmah yang terkandung. c. Model Al Hikmah Model bimbingan ini diberikan kepada gelandangan yang belum mampu menerima keadaan dirinya yang sedang mendapat ujian dari Allah.
50
BAB IV ANALISIS PERAN DAN PELAKSANAAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FORUM KOMUNIKASI PEKERJA SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP PENYELESAIAN GELANDANGAN
A. Analisis Peran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Kota Semarang dalam Penyelesaian Masalah Gelandangan Pada hakekatnya setiap warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama setinggi-tingginya akan tetapi karena berbagai halangan baik yang timbul dari faktor-faktor individu, keluarga maupun masyarakat, maka tidak semua orang dapat memperoleh kesempatan itu. Apabila ditinjau dari segi tata hubungan antara manusia, maka kaum gelandangan dapat menimbulkan permasalahan lain misalnya, keresahan masyarakat, gangguan keamanan, ketertiban serta gangguan terhadap lingkungan hidup. Sementara ini kebijakan pemerintah kota Semarang melalui Dinsospora dalam menangani gelandangan dilakukan melalui kegiatan razia, selanjutnya hasil razia dikirim dan ditampung di panti-panti sosial salah satunya di daerah Kecamatan Tugu Semarang. Adapun usaha-usaha penanggulangan
gelandangan dilakukan
melalui usaha preventif, represif, rehabilitatif. Usaha preventif adalah usaha secara terorganisir yang meliputi penyuluhan, bimbingan, latihan dan pendidikan, pemberian bantuan, pengawasan serta pembinaan lanjut kepada
51
berbagai pihak yang ada hubungannya dengan masalah gelandangan, sehingga akan mencegah terjadinya pergelandangan oleh individu atau keluarga-keluarga yang sedang dalam keadaan sulit penghidupannya, mencegah meluasnya pengaruh dan akibat adanya pergelandangan di dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban dan kesejahteraan umum. Usaha represif adalah usaha yang terorganisir, baik melalui lembaga maupun bukan dengan maksud menghilangkan pergelandangan serta mencegah meluasnya di dalam masyarakat. Usaha rehabilitatif merupakan usaha-usaha yang terorganisis meliputi usaha penyantunan, pemberian latihan dan pendidikan, pemulihan kemampuan dan penyaluran kembali ke daerah-daerah pemukiman baru maupun ke tengah-tengah masyarakat, pengawasan serta pembinaan lanjut sehingga dengan demikian para gelandangan dan pengemis kembali memiliki kemampuan untuk hidup secara layak sesuai dengan martabat manusis sebagai warga negara Republik Indonesia (Naning, 1991 : 8) Hasil dari usaha yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang bertujuan untuk mengubah sikap mental gelandangan dari keadaan yang non produktif menjadi keadaan yang produktif, di mana dalam melaksanakan usaha tersebut para gelandangan diberikan bimbingan, pendidikan dan latihan baik fisik, mental maupun sosial serta ketrampilan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Pembinaan
52
tersebut dilakukan dengan meningkatkan kesadaran berswadaya, memelihara, memantapkan
dan
meningkatkan
kemampuan
sosial
ekonomi
dan
menumbuhkan kesadaran hidup bermasyarakat (Simanjuntak, 1990 : 20). Oleh karena itu penanganan masalah gelandangan
dilakukan
dengan cara yang ada kaitannya dengan usaha-usaha kesejahteraan sosial. Tapi pada kenyataannya masih banyak dijumpai warga desa yang mencari nafkah atau mengusahakan kesejahteraan hidupnya dengan cara keluar desa (melakukan urbanisasi), akan tetapi adakalanya mereka belum siap mental dan tidak memiliki keterampilan untuk mengatasi berbagai kesulitan di tempat yang baru, sehingga pada akhirnya jalan terakhir yang mereka tempuh adalah menggelandang, Oleh karenanya daerah yang tandus dan kering, memberikan pengaruh pada penduduk untuk mencari tambahan penghasilan, dan kotakota besar menjadi tujuan hidup mereka untuk mencari nafkah. Oleh karena itu akibat lingkungan fisik maupun keadaan geografis daerah asal menyebabkan penduduk melakukan urbanisasi ke kota, dengan harapan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Akan tetapi pendidikan serta ketrampilan yang kurang, menyebabkan para urban kalah bersaing dengan masyarakat yang berpendidikan lebih baik, akhirnya berbagai cara mereka tempuh untuk mendapatkan penghasilan guna menyambung kebutuhan hidup,
53
misalnya menjadi peminta-minta, pemulung, dan menjadi gelandangan, yang menimbulkan masalah sosial. Salah satu kota yang menjadi tujuan para urban adalah Kota Semarang. Namun mengingat sulit dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia tidak menjadikan para urban berhasil seluruhnya, terutama untuk para urban yang tidak memiliki pengetahuan, pendidikan dan keterampilan yang cukup sehingga tidak jarang untuk mempertahankan hidup, mereka akhirnya dengan terpaksa menjadi gelandangan. Kegiatan dakwah islamiyah tidak bisa lepas dari unsur-unsur dakwah yang harus berjalan serasi dan seimbang. Karena kegiatan dakwah merupakan proses interaksi antara pelaku dakwah (da’i) dan sasaran dakwah (mad’u) dengan strata sosial yang berkembang. Antara sasaran dakwah dan pelaku dakwah saling mempengaruhi, bahkan menentukan keberhasilan dakwah,dimana keduanya sama-sama menuntut porsi materi, metode dan media tertentu yang kemudian berdampak pada efek dakwah. Strategi dakwah akan berhasil apabila unsur-unsur tersebut berjalan seimbang. Ini berarti kegiatan dakwah bukan sekedar mendatangkan masa yang besar dengan mubalig yang diatas mimbar. Namun lebih dari itu, kegiatan dakwah menuntut tumbuhnya kesadaran bagi sasaran dakwah agar melakukan perubahan positif dari sisi pengamalan dan wawasan agamanya.
54
Demkian halnya dalam pelaksanaan program Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang yang mana terdapat beberapa kegiatan dakwah yang melibatkan unsur-unsur dakwah yang mempengaruhi keberhasilan. Berikut penulis memberikan analisis pada peran Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Kota Semarang. Meningkatkan
kinerja
lembaga
-lembaga
sosial
dalam
pelayanannya, agar berjalan secara efektif. Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat berperan dalam menjamin agar lembaga-lembaga sosial dapat memberikan pelayanan terhadap
masyarakat secara merata dan efektif.
Langkah ini dilakukan karena lembaga-lembaga sosial dianggap sebagai salah satu peranti untuk mencapai tujuan-tujuan kesejahtraan sosial. Peranperan yang dapat dilakukan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat antara lain, pengembang program, supervisor, koordinator ataupun konsultan. Sebagai pengembang program, mendorong atau merancang program sosial, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sebagai supervisor, meningkatkan kinerja pelayanan lembaga sosial. Sedangkan, dalam konteks koordinator, meningkatkan sistem pelayanan, dengan meningkatkan komunikasi dan koordinasi antara sumber-sumber pelayanan kemanusiaan. Menghubungkan masyarakat yang bermasalah dengan jaringan sumber yang dibutuhkan. Ibarat memancing, dalam konteks memberdayakan masyarakat, jika dulu cukup memberikan kailnya saja. Dengan memberikan
55
pelatihan skill tertentu (misalnya kewirausahaan)
kepada rakyat miskin,
mungkin sudah cukup menyelesaikan problem kemiskinan. Namun, kail saja kini rasanya tidak cukup. Sebab, bagaimana mungkin bisa memancing padahal “kolam” nya saja sudah tidak tersedia, atau klien merasa kebingungan di “kolam” mana mungkin dia akan melemparkan kailnya. Dalam hal ini Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat berperan strategis dalam advokasi sosial maupun menghubungkan klien kepada jaringan -jaringan sumber yang dibutuhkan seorang klien, untuk dapat berkembang dan mencapai tujuan kehidupannya. Meningkatkan
kapasitas
masyarakat
untuk
menyelesaikan
masalahnya, menanggulangi dan secara efektif dapat menjalankan fungsi sosialnya. Seseorang yang sedang mengalami masalah, sering kali tidak memiliki kesadaran bahwa menyelesaikan
masalah
dirinya memiliki kemampuan untuk dapat tersebut.
Pekerja
sosial
berperan
dalam
mengidentifikasi kekuatan klien dan mendorongnya untuk dapat melakukan perubahan pada kehidupannya.kesadaran tentang kekuatan yang ada pada diri klien inilah yang menimbulkan suatu nilai terkenal yang dijunjung tinggi dalam pekerjaan sosial, yakni self determination (keputusan oleh diri sendiri). FKPSM dalam konteks ini dapat berperan sebagai konselor, pendidik, penyedia layanan, atau perubah perilaku.
56
Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang berperan menumbuhkan kesadaran
pada diri
masyarakat, untuk
merubah kebiasaan buruk mereka. Karena tanpa adanya kesadaran dan kemauan dalam dirinya sendiri, maka perubahan kehidupan yang baik tidak
akan mereka dapatkan, sebab perubahan taraf kehidupan kita
juga digariskan oleh usaha kita, Allah telah menjelaskan dalam surat ArRa’d ayat 11 yang artinya :
“Bagi manusia ada malaikat -malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S. Ar Ra’d ayat : 11) . Sebagai realisasi usaha yang dilakukan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang di atas, telah melakukan
57
kegiatan-kegiatan baik yang bersifat langsung maupun yang bersifat tidak langsung yang berupa penyuluhan dan bimbingan sosial, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan sosial, sehingga dapat diharapkan para gelandangan dalam kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya, yaitu bisa hidup mandiri sesuai dengan norma-norma sosial. Upaya represif yang dilakukan berdasarkan pengamatan penulis dilakukan dengan melakukan razia di lapangan, Pelaksanaan razia gelandangan dilaksanakan oleh FKPSM bekerjasama dengan satuan pamong praja dan kepolisian secara riil yang dilakukan berupa razia di sekitar kawasan Tugu Muda, Simpang Lima, Jalan Pemuda, Jalan Pandanaran. Setelah gelandangan yang terkena razia ditampung dalam barak penampungan sementara selama kurang lebih 2 sampai 7 hari, maka sudah dapat ditentukan klasifikasi dari
msing-masing gelandangan. Klasifikasi
masing-masing gelandangan dapat terdiri dari 4 macam alternaatif sebagai berikut : 1) Dilepaskan dengan syarat Apabila setelah diadakan seleksi ternyata menunjukkan bahwa mereka itu bukan gelandangan, hanya pada waktu mengadakan razia gelandangan berada ditempat atau menunjukkan tingkah laku seperti gelandangan 2) Ditampung atau dimaksukkan dalam barak penampungan
58
Apabila yang terkena razia tersebut adalah benar-benar seorang gelandangan, maka untuk keperluan rehabilitasi selanjutnya dimasukkan dalam penampungan. 3) Dikembalikan kepada orang tua atau tempat asal Hal ini dapat dilakukan kepada gelandangan yang masih anak-anak atau remaja yang karena berbagai faktor menyebabkan mereka menjadi gelandangan, padahal orang tuanya
atau kelurganya masih tergolong
mampu. Untuk lebih jelasnya maka penulis membuat kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan pada gambar dibawah ini.
59
pendudu k
urbanisa si
Kota semarang
Kesejahteraan tidak berhasil
Kesejahtraan berhasil
1. 2. 3. 4. 5.
Hidup bahagia
Gelandangan Pengemis Anak jalanan Anak terlantar Wanita tuna susila.dll
Usaha preventif
Usaha represif
Penyuluhan dan pembinanaan Pelatihan dan pendidikan
Razia penampungan
60
rehabilitatif
B. Analisis Pelaksanaan Bimbingan Penyuluhan Islam Terhadap Gelandangan Bimbingan penyuluhan Islam akan berhasil bila menggunakan metode dan waktu yang tepat untuk melakukan bimbingan. Perlu disadari pula bahwa metode dimanapun selalu berubah mengikuti perubahan dan perkembangan zaman. Dan haruslah diinsafi bahwa metode yang tidak tepat penggunaannya tidak hanya membuang tenaga yang percuma saja tetapi juga menambah jauhnya masyarakat atau objek yang dibimbing (Bukhori, 2005: 62). Dalam
kaitan
ini,
yang
dimaksudkan
adalah
usaha-usaha
pencegahan yang dilakukan secara langsung terhadap gelandangan yang sudah berada dalam barak penampungan, dengan maksud agar tidak akan kembali menjadi gelandangan. Metode yang dilaksanakan antara lain dengan menggunakan metode langsung dan tidak langsung (Faqih, 2001: 53). Metode langsung diantaranya
dengan melakuan bimbingan
penyuluhan Islam yaitu dengan cara bimbingan penyuluhan Islam ini dilakukan secara terorganisir yang mana dalam prosesnya lebih banyak berhubungan dengan masalah perubahan dan penyelesaian diri, perubahan kondisi dan kebiasaan pada sikap pemahaman sikap lingkungan yang baru. Kegiatan pembinaan dan penyuluhan ini dilaksanakan sore hari mengingat pada pagi hari banyak gelandangan yang keluar dari barak penampungan.
61
Dari berbagai kegiatan pembinaan yang penyusun ikuti, ternyata golongan yang aktif mengikuti kegiatan pembinaan hanya sebagian orang dari seluruh jumlah gelandangan yang berada dalam barak penampungan.
Dari
pertanyaan yang diajukan kepada para gelandangan, dimana mereka menilai mengenai pembinaan itu sendiri, baik yang menyangkut materi pembinaan, waktunya maupun petugasnya maka diri sebagainya gelandangan tersebut menjawab bahwa pembinaan yang dilakukan sudah cukup baik, sedangkan hanya beberapa orang saja yang menyatakan bahwa pembinaan itu tidak atau kurang ada artinya buat mereka karena dari hari ke hari mereka tetap begitubegitu saja (membosankan bagi para gelandangan). Sedangkan metode tidak langsuang adalah usaha-usaha yang dilakukan lebih ditujukan kepada lingkungan masyarakat. Adapun upaya tidak langsung dengan mengadakan semacam pendidikan dan latihan bagi para pemuda putus sekolah di lingkungan Kota Semarang dengan berbagai macam ketrampilan praktis, yang mana nantinya diharapkan akan dapat menciptakan sendiri lapangan kerja dan sekaligus mengurangi jumlah pengangguran. Para gelandangan sebagian besar merasakan bahwa bimbingan yang telah dilakukan oleh FKPSM sangat
berperan dalam rangka memotivasi
dirinya untuk bisa lebih baik dalam menjalani hidup dalam suatu masyarakat, Pemberdayaan gelandangan bersifat kompleks, artinya bahwa sebelum
62
diadakannya
pelatihan
para
gelandangan
terlebih
dahulu
diberikan
bimbingan-bimbingan adalah sebagai berikut : a. Bimbingan mental Bimbingan mental ini dilakukan secara intensif. Bagian ini merupakan bagian yang sangat penting guna menumbuhkan rasa percaya diri serta spiritualitas para gelandangan. Karena pada dasarnya mereka memiliki semangat dan rasa percaya diri yang selama ini tersimpan jauh di dalam dirinya. Selain itu mereka juga mempunyai potensi yang cukup besar, hanya saja belum memiliki penyaluran atau sarana penghantar dalam memanfaatkan potensi-potensi tersebut. Bimbingan
mental
yang
dilakukan
oleh
FKPSM
dipenampungan sementara bersifat therapy setiap 2 minggu sekali, metode therapy yang dipakai adalah therapy individu dan therapy kelompok. Therapy ini dilakukan disebuah ruangan yang biasa mereka pakai sebagai ruang pertemuan. Therapy individu ini mencoba mengorek tentang awal mula serta motif mereka hidup bergelandang, setelah itu mereka diberikan penyadaran serta pencerahan dalam therapy kelompok. Pada saat pertama kali para gelandangan yang tercakup dalam razia, keadaan mereka sangat memprihatinkan, ada yang memasang muka memelas ada juga yang dengan santainya mengikuti semua proses dalam therapy ini, dalam therapy individu dilakukan pengecekan terhadap semua
63
gelandangan satu persatu secara psikis, ada yang kelihatan sangat ketakutan pada saat ditanyai, ada juga yang sangat berani dan bahkan membantah. Reaksi mereka bermacam-macam ada yang pasrah dan nurut, ada yang menolak karena takut dan ada juga yang acuh tak acuh terhadap proses therapy ini. satu atau dua kali therapy belum ada perubahan apapun yang terjadi pada mereka. Baru setelah beberapa kali therapy ada beberapa gelandangan yang menunjukkan perubahan menjadi lebih baik, hal ini ditunjukkan pada sikap dan tingkah laku mereka. b. Bimbingan keagamaan Bimbingan keagamaan dilakukan secara intensif, guna untuk menguatkan kembali spiritualitas para gelandangan. Kegiatan mereka antara lain adalah yasinan setiap hari kamis malam jum’at dalam pelaksanaannya sendiri dipisah antara laki-laki dan perempuan, ya walaupun dalam pelaksanaan yasinan sendri untuk gelandangan kurang begitu antusias. Dari setiap kegiatan tersebut diselingi dengan siraman rohani. c. Bimbingan kesehatan
Bimbingan kesehatan dilakukan 1 bulan sekali ,
hal ini
bertujuan untuk memberikan penyadaran kepada mereka tentang pentingnya kesehatan, baik kesehatan tubuh maupun lingkungan. Mereka
64
juga diberikan penyuluhan tentang bagaimana bahayanya menjalani hidup dijalanan. d. Bimbingan ketertiban Bimbingan ketertiban ini diisi oleh Satpol PP yang dilakukan 1 bulan sekali, dengan tujuan memberikan pengarahan tentang tata tertib lalu lintas, serta peraturan di jalan raya, sehingga para gelandangan dan pengemis tidak lagi berkeliaran dijalan raya, karena keberadaan mereka di jalanan sangat mengganggu keamanan serta ketertiban lalu lintas. Dalam proses bimbingan ketertiban ini didatangkan datangkan narasumber dari Satpol PP atau pihak kepolisian setempat. Menurut pengamatan peneliti pada saat pertama mengikuti wejangan dari pak polisi para gelandangan terlihat
sangat antusias. Mungkin
mereka takut berhadapan dengan
polisi, karena pada dasarnya para gelandangan dijalanan sangat berhati hati terhadap polisi, takut ditangkap dan kemudian dipenjarakan. Itu merupakan trauma tersendiri bagi mereka, hal ini juga di sampaikan oleh Joyo (36 th) salah satu gelandangan yang mengikuti bimbingan ketertiban. Dia selalu mengikuti bimbingan ketertiban karena dia takut dimarahi oleh polisi-polisi itu. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya bimbingan penyuluhan Islam memiliki peran sebagai berikut:
65
1. Memberikan motivasi kepada para gelandangan untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup. Peran bimbingan penyulun Islam dapat memberikan motivasi kepada gelandangan untuk lebih tegar dalam menghadapi ujian hidup. Biasanya orang yang gelandangan mentalnya down terlebih dahulu, untuk itu maka perlu memberikan dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu yang terarah kepada tujuan tertentu (Surya, 2003: 99) yakni adanya semangat baru dalam dirinya untuk mendapatkan tujuan hidup yang lebih baik. 2. Menumbuhkan kesabaran dan menghilangkan rasa gelisah pada diri gelandangan Gelandangan diberikan pengertian perlunya kesabaran untuk hidup yang dialami sekarang ini karena pada dasarnya Allah tidak akan menguji umatnya diluar kemampuan umatnya. Sesungguhnya Allah dengan sifat kasih sayang-Nya memberikan ujian supaya hamba-Nya dapat mengambil hikmah dari kejadian tersebut dan selalu ingat kepadaNya. 3. Memberikan keyakinan dan sugesti pada diri gelandangan Bimbingan
penyuluhan
Islam
memiliki
peranan
dalam
memberikan sugesti dan keyakinan bahwa keberadaan gelandangan masih dibutuhkan oleh keluarga dan masyarakat sekitarnya karena pada
66
dasarnya yang membedakan manusia di hadapan Tuhan hanyalah keimanan buakn karena status yang melekat pada diri seseorang. Di samping itu memberikan keyakinan untuk tidak mudah menyerah dan berputus asa serta selalu berusaha untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. 4. Mengajarkan gelandangan lebih bertawakal dan berserah diri kepada Allah SWT Pada saat ikhtiar sudah dilakukan oleh gelandangan untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, hendaknya gelandangan diajarkan untuk berserah diri kepada Allah. Gelandangan perlu disadarkan untuk selalu mengingat kepada-Nya karena allah tidak akan memberi cobaan pada umat diluar kemampuannya. Namun dalam pemberian bimbingan penyuluhan islam yang dilakukan Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang dirasa kurang maksimal, karena disebabkan waktu hanya satu jam pelaksanaan bimbingan, jadi dalam waktu yang relatif singkat tidaklah mungkin pembimbing menyampai semua materi, selain itu minimnya tenaga pembimbing, sehingga tidak semua gelandangan bisa mendapatkan layanan bimbingan dengan maksimal
67
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang peran bimbingan penyuluhan Islam dalam penyelesaian masalah gelandangan yang dilakukan oleh Forum Komunikasi pekerja sosial Kota Semarang yang telah penulis lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat kota semarang dalam penyelesaian masalah gelandangan antara lain: a. Kerjasama dengan instansi-instansi yang terkait permasalahan penyandang masalah kesejahtraan sosial dan petensi sumber kesejahtraan kesejahtraan sosial b. Melakukan penyuluhan terkait masalah penyandang masalah kesejahtraan sosial dan potensi sumber kesejahtraan sosial c. Layanan sosial terkait masalah penyandang masalah kesejahtraan sosial dan potensi sumber kesejahtraan sosial. e. Mendorong terciptanya keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial yang berpihak. 2. Peran Bimbingan Penyuluhan Islam Dalam Penyelesaian Masalah Gelandangan a. Memberikan motivasi kepada para gelandangan untuk lebih bersemangat dalam menjalani hidup. b. Menumbuhkan kesabaran dan menghilangkan rasa gelisah pada diri gelandangan 68
c. Memberikan keyakinan dan sugesti pada diri gelandangan d. Mengajarkan gelandangan lebih bertawakal dan berserah diri kepada Allah SWT Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Kota Semarang telah mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi masalah gelandangan dengan melalui usaha-usaha bersifat preventif, usaha yang bersifat represif dan usaha rehabilitatif. B. Saran a) Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota Semarang 1. Lebih meningkatkan lagi layanan sosial terkait permasalahan-permasalahan sosial 2. Perlu adannya kerjasama antara instansi-instansi baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah untuk bersama-sama mencegah terjadinya adanya gelandangan 3. Diharapkan bisa melakuakan program-program yang sesuai dengan tujuan dalam rangka penyelesaian kesejahtaraan sosial. Dan diimbangi dengan proses pelaksanaan yang baik yaitu dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan para gelandangan sehingga bisa menjalani kehidupan yang lebih baik . 4. Hendaknya perlu dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan profesionalisme menyangkut penanganan dan pembinaan terkait masalah gelandangan. b) Pemerintah Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus saling berkaitan dengan mengupayakan adanya kesejahteraan masyarakat, yaitu dengan adanya balai latihan kerja di tingkat desa, agar arus urbanisasi dapat ditanggulangi. Serta
69
pemberian APBD khusus terkait masalah Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS) sesuai kebutuahan. c) Perguruan Tinggi Lembaga Dakwah Lebih mengembangkan keilmuan sosial yang meliputi permasalahanpermasalan Penyandang Masalah Kesejahtraan Sosial (PMKS) yang terjadi dimasyarakat khususnya di kota semarang. Penutup Syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan taufiq, hidayah dan inayahnya kepada penulis sehingga penulis berhasil menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi tentang “peran bimbingan penyuluhan Islam dalam penyelesaian masalah gelandangan (stuudi kasusu di Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) kota semarang)”. Memang masih jauh dari kesempurnaan, meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin namun menyadari akan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, maka tidak menutup kemungkinan adanya kritik yang konstruktif, bimbingan dan pertolongan dari para cendekiawan dan pakar ilmu baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini. Sebagai akhir kata penulis berharap semoga penulisan skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca semua. Dan semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, amin ya rabbal alamin.
70
Daftar Pustaka Arikunto, Suharimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2006 Arikunto, Suharimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993 Azwar, Saifudin, Metodologi Penelitian. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998 Bachtiar, Wardi, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, Logos, Jakarta, 1997
Darajat, Zakiah, Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1983 Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Direktorat Jenderal Pemberdayan Sosial, Buku Pedoman Derektorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat, Semarang, 2010 Dirdjosisworo, Soedjono. Patologi Sosial. Alumni, Bandung, 1997 Danim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, CV Pustaka Setia, Bandung, 2002 Faqih, Ainur Rahim, Bimbingan dan Konseling Dalam Islam, UII Press, Yogyakarta, 2001 Hadi, Sutrisno, Metodologi Research Jilid I. Andi Offset, Yogyakarta, 1993 H.M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Golden Terayon, 1982 Isbandi Rukminto Adi, Psikologi, Pekerjaan Sosial
dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. (Jakarta:
PT. Raja Grafindo P, 1994)
Kartono, Kartini, Patologi Sosial. Raja Grafindo, Jakarta, 2005 Moh. Ali Aziz, Ilmu Dawah, Prenada Media Press, Cet.pertama, Jakarta, 2004 Muriah, Siti, Metodologi Dakwah Kontemporer, Jakarta: Mitra Pustaka, 2000.
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kuualitatif: PT Remaja Rosdakarya, . Bandung 2004 Naning, Ramdlon, Problem Gelandangan Dalam Tinjauan Psikologi. Bandung Armico, . 1991 Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Dinas sosial , 2008 Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1993 Simanjuntak, B. Beberapa Aspek Patologi Sosial. Bandung : Alumni, 1990 Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana : Politea, Bogor, 1999 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D Alfabeta, Bandung, 2008
1. “FKPSM di Kota Semarang ini menjadi tanggung jawab besar manakala dihadapkan dengan visi Kota Semarang yaitu Semarang Setara. Gelandangan di Kota Semarang harus dibersihkan dari sekitar lampu merah dan kawasan yang sering buat mangkal para gelandangan seperti di daerah Tugu Muda, Pandanaran, dan di sudut-sudut Kota Semarang,” ungkap Mardzuki, Ketua FKPSM Kota Semarang. Mardzuki juga menjelaskan jika gelandangan-gelandangan yang ditangkap nantinya akan diberikan pembinaan produktif, “FKPSM di Kota Semarang diharuskan menyelesaikan gelandangan dengan cara pembinaan yang bersifat pendidik produktif bagi mereka,” jelas Mardzuki. 2. Hal ini juga dibenarkan oleh salah satu pengurus FKPSM, Dra Nanik Wd, “Kami memang diberikan tanggung jawab oleh Pemkot (Pemerintah Kota) Semarang karena FKPSM selaku lembaga di bawah Dinsospora untuk menangani di bidang kesejahteraan sosial masyarakat dan seperti halnya gelandangan yang dalam penanganannya kami masih mengalami kerepotan”. Kerepotan ini dikarenakan beberapa faktor, salah satunya minimnya anggaran, “Setelah penjaringan oleh Satpol PP di jalan, kemudian FKPSM mendapat tanggung jawab untuk pembinaan selanjutnya, salah satunya di tempatkan di penampungan sementara, Panti sosial Tugu. Dalam pelaksanaan pembinaan kami juga mendatangkan narasumber dari kepolisian dan psikolog, padahal FKPSM hanya mendapat jatah sedikit anggaran dari APBD, harapan kami pemerintah, khususnya Dinsospora bisa memberikan fasilitas yang lebih memadai demi kelancaran kinerja FKPSM,” tutur Nanik Wd.
3. Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator pembinaan dan pendataan masalah PMKS, Agus Hermawan (40 th) menjelaskan ada beberapa proses yang dilakukan yaitu razia, penempatan gelandangan di penampungan sementara, dan selanjutnya pembinaan. Berikut ini adalah proses-proses yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat Kota Semarang dalam menangani gelandangan. 4. “Kulo ketangkep teng Pemuda mriko, pas niku kulo nembe ngemis teng bangjo, trus kulo dioyak kalih Satpol PP trus dibeto mriki”
5. “Kulo rak betah teng mriki mas, kulo rak nduwe omah, rak nduwe dulur, yo uripe ning ndalan-ndalan, bebas, teng mriki koyok dipenjara, diatur-atur terus” 6. “Aku ki rak tau sekolah mas, uripe yo ning ndalan, luwih kepenak, luwih bebas” 7. “Kulo niku wedi mas nak kalih tiyang, hawane kulo niku namung wong rak nduwe, gelandangan,sing penting iso nyambung urip mas” 8. “Kami berharap setelah mendapatkan pembinaan, para gelandangan bisa kembali ke kehidupan yang baik di tengah masyarakat, membangun kembali percaya diri, dan tidak kembali jadi gelandangan,” tutur salah satu pembimbing. 9. “Kulo sakniki ayem mas, mpun saget kerjo ben namung sitik, sing penting mboten dioyak-oyak petugas tur saget bermasyarakat malih, mboten urip teng ndalan kados ndek niko”
10.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Budi Wahyono
Tempat tanggal lahir : Demak, 02Agustus 1987 Pendidikan
: SDN 1 Sidorejo Sayung Demak MTS Fathul Huda Sidorejo Sayng Demak MA Sidorejo Sayung Demak
Alamat Lengkap
:Sidorejo RT 02/RW 04 Sayung Demak