PARTAGANING PEREMPUAN DALAM TRADISI GONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA: STUDI KASUS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, KECAMATAN PARANGINAN, DESA LUMBAN BARAT
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN
O L E H
RUTH DEBORA MARBUN NIM: 100707033
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
PARTAGANING PEREMPUAN DALAM TRADISI GONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA: STUDI KASUS DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN, KECAMATAN PARANGINAN, DESA LUMBAN BARAT
SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O L E H RUTH DEBORA MARBUN NIM: 100707033 Pembimbing I,
Prof. Drs. Mauly Purba M.A.,Ph.D NIP. 1961 0829 1989 031003
Pembimbing II,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D NIP. 196512211991031001
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan, untuk memenuhi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang ilmu Etnomusikologi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya< Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada Tanggal : Hari
:
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP
Panitia Ujian: 1 2. 3 4. 5.
Tanda Tangan
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196512211991031001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 2014
Ruth Debora Marbun Nim 100707033
ABSTRAKSI Skripsi ini berjudul: Partaganing Perempuan Dalam Tradisi Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba: Studi Kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat. Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui alasan partaganing perempuan memilih menjadi seorang musisi yang memainkan taganing dan menjelaskan proses belajarnya, di tengah-tengah dominasi partaganing laki-laki. Hal lainnya yaitu untuk mengetahui tanggapan masyarakat di Desa Lumban Barat mengenai partaganing perempuan tersebut. Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dibantu oleh data-data responden yang bersifat kuantitatif, yang diperoleh dari penelitian lapangan. Teori yang digunakan adalah teori perubahan oleh Merriam (1964). Hasil yang didapatkan adalah, perubahan yang terjadi dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. Yang dulunya pargonsi adalah laki-laki, namun sekarang sudah hadir pargonsi perempuan. Hal tersebut mendapat tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat. Ada yang memberikan tanggapan positif, namun ada juga yang memberi tanggapan negatif. Pembahasan skripsi ini terfokus terhadap keberadaan partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat. Partaganing perempuan yang penulis maksud bernama Hari Anita Nainggolan. Kata kunci: partaganing perempuan, tradisi margondang, pargonsi.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmat yang senantiasa diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul
PARTAGANING
PEREMPUAN
DALAM
TRADISI
MARGONDANG SABANGUNAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA: STUDI
KASUS
DI
KABUPATEN
HUMBANG
HASUNDUTAN,
KECAMATAN PARANGINAN, DESA LUMBAN BARAT. Skripsi ini merupakan hasil serta perjuangan dari ilmu yang telah penulis dapatkan selama menjalani kuliah di Departeman Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara kurang lebih lima tahun ini. Terwujudnya skripsi ini juga tidak terlepas dari doa serta dukungan dari orang-orang yang penulis kasihi, yaitu; Kepada kedua orang tua yang sangat-sangat penulis sayangi yaitu Pdt. Mangapoi Marbun M.Th dan Pdt. Lina Nainggolan. Saya mengucapkan terimakasih banyak atas doa yang senantiasa kalian panjatkan, dan untuk kesabaran serta dukungan baik moril maupun materil. Kasih kalian tiada batasnya yang membuat saya tetap sabar dalam menghadapi semua masalah yang ada. Kepada saudara saya, Pdp. Yabes Yafet Marbun M.Th dan Natanael Marbun S.Kom, saya mengucapkan banyak terimakasih buat perhatian kalian yang begitu besar selama ini yang selalu mendoakan, memberi semangat dan juga mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Kepada teman-teman yang saya sayangi, Deby, Ayu, Riska, Kezia, dan Miduk, terimakasih buat kalian. Kalian adalah teman terbaik yang selalu mendukung saya dalam penyelesaian skripsi ini. Dan begitu juga kepada yang saya sayangi dan
kasihi Ranto Sitompul Amd, yang selalu memotivasi saya hingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Saya ucapkan terimakasih atas doa, dukungan, kesabaran, motivasi kalian semua. Dan buat semua teman-teman Etnomusikologi lainnya senang rasanya mengenal kalian semua dan terima kasih teman-teman buat semangat yang selalu diberikan kepada saya untuk tetap sabar dan berjuang menyelesaikan skripsi ini. Kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum.,Ph.D dan Ibu Dra. Heristina Dewi, M. Pd, saya mengucapkan banyak terimakasih untuk perhatian dan bantuannya selama menjalani proses penulisan skripsi saya hingga selesai. Kepada Pembimbing I Bapak Prof. Mauly Purba M.A.,Ph.D, dan Pembimbing II saya Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D, saya mengucapkan banyak terimakasih atas bimbingan yang telah Bapak berikan selama proses penulisan skripsi saya ini sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan. Kepada Seluruh Dosen Departemen Etnomusikologi yaitu Bapak Drs. Torang Naiborhu M.Hum selaku Dosen akademik, Drs. Bapak Kumalo Tarigan M.A, Ibu Dra. Rita Hutajulu M.A, Bapak Drs. Bebas Sembiring M.Si, Bapak Drs. Irwansyah Harahap M.A, Bapak Drs. Fadlin M.A, Bapak Drs. Dermawan Purba M.Si, Ibu Arifni Netriroza STT, dan Ibu Dra. Frida Deliana Harahap M.Si, serta seluruh Dosen lainnya saya mengucapkan banyak trimakasih atas ilmu yang telah diberikan selama menduduki bangku perkuliahan di Departemen Etnomusikologi. Kepada staf/tata usaha di Departemen Etnomusikolgi Ibu Adri saya mengucapkan terimakasih untuk kerjasama dan bantuannya selama ini. Dan kepada informan serta narasumber saya Hari Anita Nainggolan, Alister Nainggolan, Marcius Sitohang, Tiurma Nainggolan, saya ucapkan terimakasih banyak atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada penulis. Terimakasih
juga karena bapak dan ibu selalu sabar dalam membantu saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Hormat saya,
Ruth Debora Marbun
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................. ABSTRAK ...........................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................... DAFTAR ISI ....................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................ DAFTAR TABEL .............................................................................. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................... 1.2 Pokok Permasalahan ......................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ………………………………………… 1.3.2 Manfaat Penelitian ………………………………………... 1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep ……………………………………………………. 1.4.2 Teori …………….………………………………………… 1.5 Metode Penelitian …………………………………………………... 1.5.1 Studi Kepustakaan ………………………………………… 1.5.2 Penelitian Lapangan (Observasi) ………………………… 1.5.2.1 Wawancara ……………………………………… 1.5.2.1 Perekaman Di Lapangan ……………………….. 1.5.3 Kerja Laboratorium ……………………………………….. 1.6 Lokasi Penelitian …………………………………………………....
BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT DESA LUMBAN BARAT, KECAMATAN PARANGINAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN 2.1 Lokasi Penelitian …………………………………………............. 2.2 Masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat ……………....... 2.2.1 Mata Pencaharian …………………………………....... 2.2.2 Sistem Bahasa ……………………………………........ 2.2.3 Sistem Kepercayaan ………………………………....... 2.2.4 Sistem Kekerabatan 2.2.4.1 Dalihan Na Tolu…………………………....... 2.2.4.2 Kedudukan Perempuan dalam Kebudayaan Batak Toba ………………........ 2.2.4.3 Hula-hula (Tulang/Paman)………………...... 2.2.5 Kesenian …………………………………………......... 2.2.5.1 Seni Musik ………………………………....... 2.2.5.2 Seni Sastra ………………………………....... 2.2.5.3 Seni Tari ……………………………….......… 2.2.5.4 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran ………......... 2.2.5.5 Seni Kerajinan Tangan (Ulos) ………….. BAB III TRADISI MARGONDANG SABANGUNAN 3.1 Pengertian Gondang ………………………………………………... 3.2 Margondang ………………………………………………………… 3.3 Alat Musik Dalam Ansambel Gondang Sabangunan 3.3.1 Sarune Bolon ……………………………………………..
3.3.2 Taganing …………………………………………………. 3.3.3 Gordang …………………………………………………. 3.3.4 Odap …………………………………………………….. 3.3.5 Ogung …………………………………………………… 3.3.6 Hesek ……………………………………………………. 3.4 Peran Musikal Instrumen dalam Ansambel Gondang Sabangunan ………………………………….. 3.4.1 Peran Taganing Dalam Ansambel Gondang Sabangunan ……………………….. 3.5 Reportoar …………………………………………………………. 3.6 Adat ………………………………………………………………. 3.6.1 Adat dalam Konsep Kepercayaan Masa Pra-Kristen: Hasipelebeguon ……………………. 3.6.2 Adat Batak Toba Pada Masa Sekarang ………………… 3.7 Pargonsi …………………………………………………………. 3.8 Marguru (proses belajar taganing) ……………………………….
BAB IV HARI ANITA NAINGGOLAN SEBAGAI PARTAGANING PEREMPUAN 4.1 Biografi Singkat Hari Anita Nainggolan ………………………… 4.1.1 Masa kecil ……………………………………………… 4.1.2 Pendidikan ……………………………………………… 4.1.3 Latar Belakang Keluarga ………………………………. 4.2 Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan ………. 4.2.1 Awal Perkenalan Hari Anita Nainggolan dengan Alat Musik Taganing …………………………. 4.2.2 Proses Perjalanan Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan ……………………... 4.2.3 Eksistensi Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan ……………………… 4.3 Alasan Hari Anita Nainggolan Menjadi Seorang Partaganing Perempuan ……………………………… 4.3.1 Faktor Talenta ………………………………………... 4.3.2 Faktor Keturunan ……………………………………. 4.3.3 Faktor Ekonomi ……………………………………... 4.4 Wawancara dengan Hari Anita Nainggolan ………………….. 4.4.1 Wawancara Verbatim ………………………………..
BAB V TANGGAPAN TERHADAP HADIRNYA PARTAGANING PEREMPUAN 5.1 Partaganing Perempuan ……………………………………….. 5.2 Berbagai Tanggapan Terhadap Kehadiran Partaganing Perempuan ……………………………………….. 5.2.1 Tanggapan Orang Tua ………………………………. 5.2.2 Tanggapan Suami ……………………………………
5.2.3 Tanggapan Masyarakat ……………………………… 5.2.4 Tanggapan Musisi Tradisi Batak Toba …………….. 5.3 Kuesioner …………………………………………………….. 5.3.1 Pertanyaan Kuesioner ………………………………. 5.3.2 Hasil Jawaban Kuesioner …………………………… 5.3.3 Penjelasan Kuesioner ……………………………….
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan …………………………………………………… 6.2 Saran …………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. DAFTAR INFORMAN ............................................................ LAMPIRAN ..............................................................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2
Dalihan Na Tolu Hari Anita Nainggolan 1 Hari Anita Nainggolan 2
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 3.2
Laporan Kependudukan Kecamatan Paranginan Tahun 2014 Pengertian Kata Gondang Pada Masyarakat Batak Toba Peran Musikal Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Melalui skripsi ini, penulis akan membahas tradisi margondang1 pada masyarakat Batak Toba. Tradisi margondang tersebut melibatkan permainan dan penyajian seperangkat ansambel musik yang dimainkan sesuai dengan aturan penggunaannya. Ansambel yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu ansambel gondang sabangunan dan gondang hasapi.2 Kedua ansambel ini dimainkan dalam upacara adat Batak Toba baik upacara sukacita maupun upacara dukacita. Ansambel gondang sabangunan biasanya menggunakan alat-alat musik: sarune (shawm idiophone) sebagai pembawa melodi, ogung (suspended gongs) yang terdiri dari 4 buah yaitu dari yang besar ke yang kecil adalah: oloan, ihutan, panggora, dan doal, fungsi musikalnya adalah membawa siklus metrik dan memainkan ritmik. Kemudian ada pula alat musik hesek (bisa berupa dua keping logam atau botol yang dipukul dengan logam) sebagai pembawa ketukan dasar.3 Di antara kedua ansambel yang terdapat dalam tradisi tersebut, salah satu alat musik yang menjadi fokus penelitian penulis yaitu taganing yang terdapat dalam ansambel gondang sabangunan. Taganing terdiri dari lima anak ni taganing dan ditambah satu gordang. Taganing ini berbentuk tabung melengkung (barrel) dan terkadang berbentuk 1 Margondang adalah aktifitas musikal yang digunakan dalam upacara adat dan ritual di masyarakat Batak Toba. Margondang berfungsi sebagai pembuat musik yang memainkan komposisi gondang untuk mengiringi tari-tarian (tortor) Batak Toba pada setiap upacara-upacara yang berkaitan dengan religi maupun adat yang sedang berlangsung. 2 Dalam kebudayaan etnis Batak Toba ada dua jenis perangkat musik tradisional. Perangkat musik yang pertama yaitu gondang sabangunan dan perangkat musik yang kedua yaitu gondang hasapi. Perangkat musik tradisional tersebut secara umum disebut sebagai uning-uningan. Ansambel Gondang Hasapi terdiri dari masing-masing satu buah sarune etek, sulim, garantung, dan dua buah hasapi yang disebut dengan hasapi ende (fungsi musikalnya adalah sebagai pembawa melodi) dan hasapi doal, yang fungsi musikalnya adalah membawakan fungtuasi ritme dan melodi (wawancara dengan Marsius Sitohang). 3 Wawancara dengan Marsius Sitohang. Medan, tanggal 20 Maret 2014
1
tabung lurus (cylindrical). Adapun nama dari masing-masing gendang tersebut dari yang terkecil sampai yang terbesar yaitu: ting-ting, paidua ting-ting, painonga, paidua odap, dan odap-odap. Kelima gendang tersebut disusun dan digantung pada sebuah alat penyangga. Alat musik taganing ini diklasifikasikan ke dalam alat musik single-headed braced drum (Sitohang, 2009). Alat musik ini juga menghasilkan nada, dan dihubungkan dengan melodi. Oleh karena itu, alat musik taganing4 selalu digolongkan kepada drum chimes (gendang yang menghasilkan nada dan membawa melodi).5 Sebutan untuk pemain taganing yaitu partaganing. Dalam konteks budaya Batak Toba, partaganing ini sangat
dihormati
kedudukannya. Ia disebut dengan Debata Guru Na Humumndul. Peran sosial dan budayanya sangat tinggi, sebagai “penjelmaan” dari dewa. Semua pemain musik gondang sabangunan disebut pargonci. Dalam tradisi margondang, pargonsi semuanya adalah laki-laki. Ini merupakan adat ni gondang. 6 Adat ni gondang artinya adat yang berlaku pada tradisi gondang. Purba menjelaskan bahwa adat ni gondang adalah aturan-aturan yang berhubungan dengan norma-norma tradisi memainkan gondang. Aturan-aturan tersebutlah yang mengatur permainan dan penyajian gondang.
4
Taganing mempunyai peranan ganda dalam sebuah komposisi gondang. Peranan tersebut antara lain, pada saat penyajian komposisi gondang, alat musik taganing tersebut dapat memainkan ritmis dan dapat juga memainkan melodi. Dalam setiap pertunjukan gondang sabangunan, yang memainkan melodi tidak hanya sarune saja, namun bersama-sama dengan taganing. Hal tersebut dikarenakan dalam konsep yang terdapat pada masyarakat Batak Toba, nada masing-masing gendang pada taganing mengacu pada nada yang terdapat pada sarune bolon. 5 Dalam memainkan alat musik taganing ini, proses penyajiannya adalah dengan menggunakan palupalu (stik pemukul). Jumlah pemain dalam memainkan alat musik taganing terdiri dari dua orang dan tugas dari masing-masing pemain pun berbeda-beda. Pemain pertama dipanggil dengan sebutan panggordangi5 memainkan gendang yang ukurannya terbesar yaitu gordang dan dimainkan oleh satu orang pemain. Dalam komposisi musik, gordang berperan sebagai instrumen ritmis. Sementara lima gendang lainnya yang disebut anak ni taganing berperan sebagai instrumen melodi. Lima gendang yang disebut dengan anak ni taganing tersebut dimainkan oleh satu orang 6 Purba menjelaskan bahwa adat adalah rangkaian atau tatanan norma-norma sosial dan religius yang mengatur kehidupan sosial, hubungan manusia dengan leluhurnya, hubungan vertikal kepada Pencipta, serta pelaksanaan upacara-upacara ritual keagamaan.
2
Dewasa ini, perkembangan sosial budaya di Indonesia sangat cepat pergerakannya. Adapun di antara faktor-faktor pemicunya adalah pesatnya perkembangan teknologi informasi, proses globalisasi, keterbukaan di era demokratisasi, pembentukan perekonomian yang berdasar kepada kepentingan sejumlah
negara,
perkembangan
pendidikan,
dan
aspek-aspek
lainnya.
Perkembangan yang terjadi saat ini, menimbulkan banyak dampak terhadap kehidupan dan pergaulan sosial bagi masyarakat. Dampak yang ditimbulkan ada yang bersifat positif dan juga bersifat negatif. Disadari sepenuhnya bahwa perkembangan yang terjadi merupakan pengaruh dari berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain seperti kemajuan pendidikan, komunikasi yang sudah luas, internet, dan jejaring sosial. Perkembangan tersebut juga terjadi pada kebudayaan masyarakat Batak Toba7 di Indonesia khususnya Sumatera Utara. Faktor-faktor dan dampak perkembangan kebudayaan tersebut mempengaruhi sikap dan cara berpikir masyarakat Batak Toba. Pada masa sekarang ini, pemahaman dan pelaksanaan suku Batak Toba tentang adat-istiadatnya sendiri semakin lama semakin tidak mengenal identitasnya dan pelaksanaannya pun sudah banyak yang menyimpang dari Ruhut Ni Adat.8 Kalau diperhatikan dengan seksama, pelaksanaan adat di zaman sekarang ini kelihatannya sudah beragam dan sudah jarang mengikuti aturan adat.9 Akibat dari kondisi adat yang sudah demikian, maka generasi penerus tidak mengetahui pelaksanaan adat yang sebenarnya. Selain daripada itu, generasi penerus tidak 7
Apabila kata Batak Toba muncul dalam penulisan skripsi ini, yang penulis maksud yaitu Batak Toba yang berada di Sumatera Utara, khususnya di daerah penelitian penulis yaitu di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat. 8 Ruhut Ni Adat artinya aturan adat. 9 Adat merupakan warisan dari leluhur yaitu hukum, aturan, dan tata cara yang mengatur hubungan manusia dengan manusia. Warisan tersebut kemudian dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Adat inilah yang menjadi hukum bagi setiap orang dengan memberikan pengetahuan tentang cara kehidupan untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Menurut Batak Toba, adat merupakan pemberian Mula Jadi Na Bolon yang harus dituruti makhluk ciptaannya. Apabila adat diikuti dan dilaksanakan maka orang tersebut akan mendapatkan berkah dan orang yang tidak peduli dengan adat akan mendapat bala.
3
begitu antusias lagi terhadap adat-istiadatnya sendiri karena mereka menganggap kegiatan adat istiadat pada masa sekarang ini hanya sebagai simbol dalam kebudayaannya (Siahaan, 2012:10). Perkembangan sosial budaya juga terjadi dalam kebudayaan masyarakat di daerah penelitian penulis. Alister mengatakan bahwa pada saat beliau masih pemuda sekitar tahun 1960, pekerjaan wanita pada saat itu dikenal hanyalah sebagai parorot (menjaga anak), mengurus rumah tangga, dan mengerjakan sawah. Wanita tidak diperkenankan sembarangan melakukan pekerjaan lain selain mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurusi anak-anaknya dan menjaga agar rumah tetap teratur.10 Namun, fakta yang penulis temukan di lapangan yaitu bahwa ternyata ada wanita yang memainkan taganing pada upacara adat Batak Toba. Hal tersebut tentu merupakan perubahan dalam kebudayaan. Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas, pargonsi semuanya adalah laki-laki, namun fakta di lapangan ternyata ada wanita yang bekerja sebagai partaganing perempuan. Ketika penulis melihat fakta tersebut, maka penulis tertarik ingin mengungkapkan apakah ini adalah sesuatu yang baru. Dengan rasa ketertarikan tentang hal tersebut, penulis kemudian mencari informasi-informasi yang terkait. Kemudian penulis berhubungan langsung dan menjumpai seorang musisi perempuan yang sampai sekarang ini masih aktif dalam kegiatannya sebagai pemain taganing. Musisi yang penulis maksud bernama Hari Anita Nainggolan. Hari Anita Nainggolan adalah seorang partaganing perempuan yang berkediaman di Lumban Barat yang sudah berpengalaman dibidang musik tradisional Batak Toba. Beliau semenjak kecil sudah mulai mempelajari alat musik taganing yaitu pada usia ±10 tahun. Hari Anita sudah dikenal masyarakat sebagai partaganing
10
Hasil wawancara dengan Alister Nainggolan pada 24 Maret 2014.
4
perempuan, mulai dari Dolok Sanggul sampai ke berbagai daerah, bahkan beliau sudah mencapai kariernya sampai ke luar negeri. Beliau bersama grup musiknya “Lia Gemilang” sangat dikenal oleh masyarakat karena keunikan dari grup musik tersebut. Dalam kesehariannya, Hari Anita Nainggolan juga bekerja sebagai Pangula11. Melihat kenyataan tersebut, penulis tertarik untuk melihat lebih jauh lagi bahwasanya apakah kehadiran partaganing perempuan ini merupakan sebuah pengayaan atau perlawanan terhadap tradisi12. Selain itu, penulis ingin mengungkapkan apakah seorang partaganing perempuan tersebut memiliki alasan tertentu mengapa dia memilih menjadi seorang partaganing perempuan. Hal tersebut akan penulis telusuri lebih jauh lagi untuk menjawab pertanyaanpertanyaan tersebut. Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dituturkan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi tentang keberadaan partaganing perempuan dalam tradisi gondang sabangunan dengan memperoleh data dari berbagai narasumber yang terkait. Oleh karena itu, penelitian ini akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Partaganing Perempuan dalam Tradisi Gondang Sabangunan pada Masyarakat Batak Toba: Studi Kasus di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat.
1.2 Pokok Permasalahan Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan penulis di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini adalah:
11 Pangula artinya pekerja diladang atau disawah. Hari Anita bekerja sebagai pangula yang menanam cabai di daerah Sampean Aek Bottar Dolok Sanggul. 12 Untuk mempersempit daerah penelitian, penulis memfokuskan menanyakan pertanyaan tersebut di daerah penelitian penulis yaitu di Desa Lumban Barat.
5
1. Mengapa partaganing perempuan memilih menjadi seorang musisi yang memainkan taganing dan bagaimana proses belajarnya? 2. Bagaimana tanggapan masyarakat di Desa Lumban Barat mengenai partaganing
perempuan
tersebut,
apakah
sebuah
pengayaan
atau
perlawanan terhadap tradisi?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui alasan informan memilih menjadi seorang musisi yang memainkan taganing dan menjelaskan proses belajarnya partaganing perempuan tersebut. 2. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat di Desa Lumban Barat mengenai partaganing perempuan.
1.3.2 Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi tentang keberadaan partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Sebagai salah satu bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian. 3. Sebagai perbendaharaan dan dokumentasi musik Batak Toba.
6
1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep Partaganing dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba berasal dari kata “par” dan “taganing”. Kata “par” dalam terjemahan bahasa Batak Toba artinya adalah “orang yang”. Kata “par” tersebut diletakkan pada awalan kata taganing yang menunjukkan “orang yang memainkan taganing”. Dalam tulisan ini, apabila penulis menggunakan kata “partaganing perempuan”, itu adalah untuk mengatakan bahwa taganing tersebut dimainkan oleh perempuan. Dalam pembahasan ini, partaganing perempuan adalah sesuatu yang baru dan tidak bisa hanya mengatakan partaganing saja, karena pemahaman masyarakat secara umum mengartikan bahwa partaganing merupakan orang yang memainkan taganing dan berjenis kelamin laki-laki. Namun, ketika penulis menggunakan kata “partaganing” saja, itu menunjukkan partaganing secara umum yaitu laki-laki. Ada beberapa partaganing perempuan yang penulis ketahui, tetapi yang menjadi fokus penulisan ini adalah partaganing perempuan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan yang bernama Hari Anita Nainggolan. Tradisi dalam bahasa latin disebut dengan tradition yang artinya diteruskan atau kebiasaan. Dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya nilai, norma, dan kearifan lokal yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah. (Bruno Netll dan Gerald Behague,
7
1991:4). Dalam pembahasan tulisan ini, tradisi yang dimaksudkan adalah tradisi Gondang Sabangunan pada masyarakat Batak Toba. Koentjaraningrat (2002:146-147) menjelaskan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat yang bersifat kontinu, dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakat (society dalam bahasa inggris) adalah sebagai suatu organisme, pada mana bagianbagiannya adalah bagian-bagian yang hidup di dalam kesatuan (misalnya: bahasa, kebudayaan, adat) dengan yang lainnya (Moh Koesnoe, 1979). Masyarakat Batak Toba merupakan salah satu sub-etnik Batak yang ada di Indonesia di samping Batak Simalungun, Karo, Pakpak, dan Mandailing. Masyarakat Batak Toba mempunyai sistem adat istiadat tertentu yang menjadi dasar hidup masyarakat yang strukturnya didasarkan pada Daliha Na Tolu yaitu “tungku yang berkaki tiga” disingkat “tungku nan tiga”. Tiga unsur Dalihan Na Tolu yaitu hulahula (pemberi istri), dongan sabutuha/dongan tubu (kerabat semarga), dan boru (penerima istri). Ketiganya merupakan suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam setiap kegiatan adat ataupun ritual masyarakat tersebut. Masyarakat Batak Toba menganut sistem patrilinear yang mengikuti garis keturunan laki-laki. Oleh karena itu, laki-laki pada masyarakat Batak Toba mempunyai hak mewarisi harta dari orangtuanya, sedangkan perempuan hanya bisa menerima hadiah pada waktu pernikahannya yang disebut dengan pauseang. Menurut Depdikbud (1997: 2), studi kasus adalah suatu studi atau analisa yang komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik, bahan dan alat mengenai gejala atau ciri-ciri karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang baik individu maupun kelompok. Menurut Suryabrata (2003:80), tujuan studi kasus adalah untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
8
keadaan sekarang dan interaksi lingkungan, individu, kelompok, lembaga, dan masyarakat. Konsep studi kasus dalam tulisan ini dimaksudkan untuk membuat pembahasan mengenai partaganing perempuan ini lebih terarah, karena partaganing perempuan yang penulis maksudkan berada di daerah tertentu yaitu di Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pengayaan adalah proses, cara, perbuatan mengayakan, memperkaya, memperbanyak. Kata pengayaan dalam penulisan ini akan menjelaskan apakah partaganing perempuan dalam tradisi gondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba merupakan sebuah pengayaan yaitu memperkaya khazanah kebudayaannya. Kata pengayaan ini akan dipakai untuk menjawab pokok permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini. Sementara itu, kata perlawanan yang berasal dari kata lawan mempunyai arti menentang dan menyalahi. Dalam tulisan ini, kata perlawanan dipakai untuk menjelaskan apakah kehadiran partaganing perempuan dalam upacara-upacara yang menggunakan gondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba melawan atau menentang tradisi dalam kebudayaannya.
1.4.2 Teori Alan P. Merriam (1964:303) dalam bukunya The Antropology of Music mengatakan, “Culture change begins with the processes of innovation. Type of innovation is variation, invention, tentation, dan culture borrowing.” Maksudnya adalah bahwa perubahan budaya diawali dengan proses inovasi. Jenis dari inovasi yaitu variasi, penemuan, uji coba (eksperimen), dan meminjam budaya. Lebih jauh Alan P. Merriam mengemukakan bahwa perubahan kebudayaan timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, hal itu
9
disebut dengan inovasi. Inovasi tersebut antara lain, membuat variasi dalam budaya tersebut, melakukan penemuan-penemuan baru dalam budaya, dan menciptakan budaya baru dengan memasukkan unsur-unsur dari kebudayaan lain. Inovasi tersebut timbul dari sistem ide dan pikiran manusia itu sendiri. Demikian juga pada masyarakat Batak Toba, kebudayaan pada masyarakat tersebut juga mengalami perubahan. Perubahan kebudayaan yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba timbul dari dalam (masyarakat itu sendiri) dan dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri. Kehadiran partaganing perempuan menjadi sebuah perubahan dalam kebudayaan Batak Toba, yang pada dasarnya selalu menggunakan partaganing laki-laki dalam memainkan taganing pada tradisi margondang sabangunan, namun pada masa sekarang ini sudah ada beberapa perempuan yang bergabung dalam pargonci sebagai partaganing perempuan. Oleh sebab itu, perubahan dalam kebudayaan tersebut dilakukan dan dialami oleh masyarakat Batak Toba itu sendiri. Yang dilakukannya yaitu berupa inovasi yang mengacu kepada variasi, penemuan baru, dan eksperimen dari partaganing perempuan itu sendiri. Pada dasarnya kebudayaan adalah sesuatu yang dinamis dan bukan stabil karena kalau kebudayaan itu stabil, kebudayaan tersebut akan stagnasi (terhenti). Bisa diartikan juga bahwa perubahan adalah nafas dari kebudayaan, yaitu kalau kebudayaan tidak dinamis maka kebudayaan itu akan mati. Hal itu tidak mungkin terjadi karena zaman terus berubah, kondisi ekonomi berubah, pola pikir masyarakat juga berubah. Seperti yang dikemukakan Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat.
10
Seorang etnomusikolog yang bernama David Harnish juga mengatakan bahwa ketika suatu masyarakat itu sudah mengalami perubahan, antara lain: perubahan orientasi agama, perubahan perekonomian dan juga pendidikan, maka mereka juga akan menginterpretasikan kembali keseniannya termasuk dalam hal merubah bagaimana persepsi masyarakat yang kalau dulunya tidak boleh perempuan, sekarang sudah bisa dan itu adalah bagian dari perubahan.13 Keterlibatan perempuan di dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat bukanlah masalah baru. Ada banyak masyarakat-masyarakat yang memberikan batasan-batasan kepada perempuan. Salah satunya pada masyarakat Batak Toba. Namun, gerakan feminisme memberikan pencerahan secara tidak langsung bahwa hal tersebut bisa berpengaruh kepada masyarakat yang memberikan batasanbatasan kepada perempuan. Sekitar tahun 1960-an, gerakan feminisme berkembang di negara Barat. Gerakan feminisme ini dikenal sebagai gerakan kaum suffrage (hak pilih). Ini adalah gerakan yang bertujuan untuk memajukan kaum perempuan, baik mengenai kondisi kehidupannya maupun status perannya. Teori feminisme menurut Saparinah Sadli (2010:72) mengemukakan: … bahwasanya perempuan perlu diterima dan dihargai sebagai sesama manusia yang mempunyai potensi (kemampuan) untuk berkembang; bahwasanya kaum perempuan juga mempunyai kemampuan untuk mengembangkan kondisi lingkungan hidupnya dan sangat mungkin untuk ikut memberikan arah kepada pengembangan sosial, ekonomi, politik, dan pribadi; bahwasanya kaum perempuan juga memiliki berbagai macam kualitas manusia untuk meningkatkan mutu hidup secara umum seperti yang dimiliki kaum pria; serta bahwasanya apabila pengaruh-pengaruh sosio-budaya merugikan perkembangan status dan diri perempuan, itu dapat diubah atau dihilangkan. Pemikiran yang dikemukakan Sadli sudah banyak diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Pemikiran di atas juga dapat dihubungkan terhadap 13 Lihat tulisan ini dalam Mauly Purba (2000:26) yang bertajuk “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor.”
11
munculnya partaganing perempuan pada masa sekarang ini. Kalau pada zaman dulu perempuan Batak Toba mempunyai batasan-batasan, sekarang sudah tidak berlaku lagi karena ternyata kaum perempuan mempunyai potensi yang berkualitas. Potensi yang dimiliki dalam pembahasan ini yaitu perempuan juga bisa memainkan taganing untuk mengembangkan kondisi ekonomi, kebudayaan, dan sosialnya.
1.5 Metode Penelitian Metode penelitian menggunakan metode penelitian deskriptif yang besifat kualitatif. Kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong, 1989:3). Dalam melakukan penelitian terhadap bahan tulisan ini, penulis melakukan beberapa tahapan kerja yang terdiri dari studi kepustakaan, pengumpulan data di lapangan, dan bimbingan secara formal ataupun nonformal dengan dosen pembimbing dan kerja laboratorium.
1.5.1 Studi Kepustakaan Untuk mendukung informasi yang penulis peroleh tentang partaganing perempuan, pertama-tama penulis mencari buku-buku yang relevan terhadap masalah-masalah yang dibahas. Dalam hal ini juga penulis menggunakan referensi dari internet yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu juga penulis menggunakan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan-bahan berupa teori yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada kebudayaan dan untuk mencari metode pengumpulan data di lapangan.
12
1.5.2 Penelitian Lapangan (Observasi) Penulis memulai penelitian ini pada bulan Maret 2014, dengan melakukan observasi yang meliputi peninjauan dan pengamatan lokasi penelitian serta melihat pertunjukan dari partaganing perempuan secara langsung. Penulis melakukan penelitian lapangan ke Paranginan tepatnya di Lumban Barat. Ternyata di Lumban Barat ada seorang partaganing perempuan dan beliau sudah banyak dikenal oleh masyarakat Dolok Sanggul dan sekitarnya. Partaganing perempuan tersebut bernama Hari Anita Nainggolan. Penulis juga melihat permainan taganing beliau pada sebuah upacara adat pernikahan di Jalan Simpang Sipitu Huta 3C Dolok Sanggul. Untuk menambah referensi mengenai partaganing perempuan, penulis juga menemui dan melihat pertujukan dari partaganing perempuan yang berada di Medan14. Tujuannya adalah untuk melihat lebih luas fenomena yang terjadi di tempat lainnya. Namun demikian, focus studi kasus ini adalah terhadap partaganing perempuan Hari Anita Nainggolan. Adapun dua teknik pengumpulan data yang penulis gunakan di lapangan yaitu:
1.5.2.1 Wawancara Setelah penulis melakukan observasi di lapangan, kemudian penulis menentukan narasumber yang akan menjadi objek wawancara. Terkait dengan pembahasan mengenai partaganing perempuan, penulis memilih beberapa narasumber yang akan menjadi objek wawancara yaitu Tiurma Nainggolan dan Hari Anita Nainggolan (kedua-duanya adalah partaganing perempuan), Marcius 14 Partaganing perempuan yang penulis temui bertempat tinggal di Jalan Saudara No 30, Simpang Limun, Medan, Sumatera Utara. Beliau bernama Tiurma Nainggolan.
13
Sitohang, Alister Nainggolan, dan beberapa informan lainnya termasuk masyarakat sekitar yang berada di daerah partaganing perempuan tersebut tinggal. Penulis melakukan wawancara dengan para narasumber tersebut adalah untuk memperoleh data yaitu mengenai tanggapan-tanggapan mereka terhadap munculnya partaganing perempuan dalam tradisi Batak Toba tersebut. Hasil wawancara tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Dalam melakukan wawancara, beberapa informan mempergunakan bahasa daerah Batak Toba. Namun, penulis tidak mengalami kesulitan dalam mengerti bahasa Batak Toba, karena penulis merupakan insider (orang dalam) pada kebudayaan Batak Toba.
1.5.2.2 Perekaman di Lapangan Pada pelaksanaan kegiatan penelitian ini, penulis menggunakan satu unit kamera digital Panasonic yang dipergunakan untuk pengambilan foto dan perekaman video. Pengambilan foto dan perekaman video pada saat di lapangan dilakukan untuk mendokumentasikan hal-hal yang penulis anggap penting dalam penelitian lapangan. Terutama pada saat partaganing perempuan tersebut memainkan taganing pada upacara adat yang sedang berlangsung, perekaman video merupakan hal yang sangat penting dalam pengumpulan data dalam penelitian ini. Untuk merekam wawancara, penulis menggunakan handphone Samsung GT-B5330. Wawancara yang direkam tersebut akan diolah dalam kerja laboratorium.
14
1.5.3 Kerja Laboratorium Semua data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dan hasil pengamatan kemudian diolah dalam kerja laboratorium dengan pendekatan-pendekatan etnomusikologis. Namun, sebelum diolah dalam kerja laboratorium, data-data yang sudah diperoleh oleh penulis terlebih dahulu dipisahkan satu-persatu agar tidak terjadi masalah dalam pengerjaannya.
1.6
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa
Lumban Barat, Kecamatan Paranginan. Daerah ini merupakan daerah tempat tinggal Hari Anita Nainggolan yang menjadi informan dari penulis.
15
BAB II ETNOGRAFI UMUM MASYARAKAT DESA LUMBAN BARAT, KECAMATAN PARANGINAN, KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Pada Bab II ini, saya akan menguraikan gambaran umum bagian dari wilayah objek penelitian penulis. Gambaran umum tersebut meliputi, lokasi penelitian, masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat, mata pencaharian, sistem bahasa, serta etnografi umum masyarakat Desa Lumban Barat seperti, sistem kepercayaan, sistem kekerabatan maupun sistem keseniannya. Dan yang lebih penting yaitu mengenai kedudukan perempuan dalam sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Toba secara umum karena mengingat pembahasan penulis mengenai partaganing perempuan. Dan aspek-aspek lainnya dalam tulisan ini menurut
penulis
juga penting dijelaskan,
karena pembahasan mengenai
partaganing perempuan ini juga berhubungan dengan aspek mata pencaharian, sistem kekerabatan dan sistem keseniannya. Berikut ini akan dijelaskan uraian tersebut secara umum.
2.1
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam tulisan ini berada di rumah informan penulis yaitu
Hari Anita Nainggolan yang terletak di Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Untuk menemukan daerah ini, harus melewati Bandara Udara Silangit dan memerlukan waktu ± 30 menit lagi untuk mendapatkan daerah Desa Lumban Barat.
16
Adapun letak Kabupaten Humbang Hasundutan secara geografis yaitu terletak antara 2°1’- 2° 28’ LU, 98°10 - 98°58’ BT. Dan berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas:
Sebelah Utara: Kabupaten Samosir,
Sebelah Timur: Kabupaten Tapanuli Utara,
Sebelah Selatan: Kabupaten Tapanuli Tengah, dan
Sebelah Barat: Kabupaten Pakpak Barat.
Ada 10 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Humbang Hasundutan, antara lain: Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Bakti Raja, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pollung, Kecamatan Sijama Polang,
Kecamatan Tarabintang,
Kecamatan Onan Ganjang. Dan yang menjadi lokasi penelitian penulis yaitu di Kecamatan Paranginan. Luas Kecamatan Paranginan ± 2.297,20 km2. Di sebagian daerah Desa Lumban Barat ada yang di sebut dengan Tano Raja yaitu tanah yang bukan menjadi hak milik masyarakat, tetapi boleh dipergunakan. Masyarakat desa yang bertempat tinggal di tano raja tersebut hanya mempunyai hak menempati saja dan tidak boleh menuntut hak untuk memiliki tanah tersebut. Oleh karena itu, walaupun mereka membangun rumah di tano raja tersebut, itu tidak bisa dikatakan rumahnya, itu tetap disebut tano raja.
2.2
Masyarakat Toba di Desa Lumban Barat Masyarakat yang mendiami desa Lumban Barat merupakan mayoritas suku
Batak Toba. Suku-suku lain seperti suku Nias, suku Simalungun hanya sedikit popolasinya dan mereka hanya sebagai pendatang dalam desa tersebut. Walaupun
17
ada suku-suku yang lain datang, itu tidak menjadi perbedaan di dalam masyarakat untuk melakukan segala tindak aktifitas yang ada di masyarakatnya. Menurut hasil wawancara dengan masyarakat yaitu bapak Siburian, bahwa masyarakat yang tinggal di desa Lumban Barat ini sangat memegang teguh kebersamaan dari dulu sampai sekarang seperti gotong-royong. Misalnya apabila ada masyarakat yang mengalami kemalangan, maka masyarakat yang ada di desa tersebut langsung membantu untuk pelaksaan upacara seperti membuat peti, bersama-sama memasak untuk upacara yang berlangsung, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan bagian dari tradisi seperti yang dikemukakan oleh Bruno Netll dan Gerald Behague, bahwa tradisi mempunyai sebuah nilai, norma, dan kearifan lokal. Menurut data yang penulis dapat dari Kantor Kecamatan Paranginan mengenai Laporan Kependudukan bulan Maret 2014, adapun nama-nama desa dan jumlah penduduk tiap-tiap desa adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1. Laporan Kependudukan
No.
Nama Desa
Laki-laki/L
Perempuan/P
L+P
1.
SIHONONGAN
1.162
1.187
2.349
2.
PARANGINAN SELATAN
545
643
1.188
3.
LUMBAN BARAT
969
963
1932
4.
LUMBAN SIALAMAN
309
341
650
5.
LOBUTOLONG
544
542
1.086
6.
PEARUNG
436
440
876
7.
PARANGINAN UTARA
923
927
1.850
18
8.
SIBORUTOROP
695
701
1.396
9.
LUMBAN SIANTURI
283
280
563
10.
LABUTOLONG
531
577
1.108
398
407
805
6.795
7.008
13.803
HABINSARAN
11.
PEARUNG SILALAHI JUMLAH
Sumber: Kantor Kecamatan Paranginan, 2014. Dari tabel di atas, tercatat jumlah penduduk desa Lumban Barat berjumlah 1.932 orang, laki-laki 969 orang dan perempuan 963 orang. Dalam satu tahun sekali, masyarakat yang berada di Kabupaten Humbang Hasundutan mengadakan sebuah acara bersama dengan seluruh masyarakatnya yang disebut dengan Pesta Hasundutan. Pesta tersebut dilakukan adalah untuk menjalin kekerabatan antar kecamatan dan desa. Menurut hasil wawancara dengan informan penulis yaitu Hari Anita Nainggolan bahwa, dalam kegiatan Pesta Hasundutan biasanya pemerintah Kabupaten Hasundutan mengundang partaganing perempuan beserta grupnya untuk mengisi acara pesta Hasundutan tersebut.
2.2.1
Mata Pencaharian Sebagian
besar
masyarakat
di
Lumban
Barat
dalam
memenuhi
kebutuhannya adalah dengan cara bertani, berladang, beternak dan markombat. Mereka menanam padi di sawah di sekitar desa dan tentunya mereka membuat sawahnya di dekat perairan agar airnya mengalir langsung ke persawahan. Ada juga masyarakat yang berkerja di ladang. Mereka menanam cabai, kemenyan, dan sayursayuran. Hasil dari bertani dan berladang sebagian mereka pergunakan untuk persediaan makanan di rumah mereka dan sebagian dijual pada saat maronan (pasar setiap hari kamis) di pasar. 19
Masyarakat Lumban Barat juga sebagaian menanam kopi. Penulis mengamati sebagian besar mereka menanamnya di pinggiran dekat pasar (jalan raya). Hasil panen dari tanaman kopi mentah tersebut kemudian dijual ke penampungan kopi mentah dengan harga yang cukup tinggi. Selain bertani dan berladang, sebagian masyarakat ada yang markombat. Markombat merupakan pengambilan kayu dari hutan. Kayu dari hutan yang sudah dipotong-potong oleh pekerja di hutan, itulah yang dibawa oleh masyarakat. Kayukayu tersebut dibawa dengan cara dijinjing di kepala, dipapah di punggung, ataupun dipegang dengan tangan diletakkan di dada. Kayu-kayu dari hutan tersebut dibawa ke rumah masing-masing dan tinggal menunggu toke (agen) yang akan membeli kayu-kayu mereka. Selain dari pada itu, sebagian kecil masyarakat Lumban Barat memiliki mata pencaharian tambahan seperti beternak kerbau. Dan ada juga yang bekerja sebagai pegawai negri dan tukang bangunan.
2.2.2 Sistem Bahasa Desa Lumban Barat merupakan salah satu daerah di Kabupaten Humbang Hasundutan yang penduduknya adalah mayoritas suku Batak Toba. Oleh karena itu, hampir seluruh masyarakat Batak toba menggunakan bahasa Batak Toba sebagai media komunikasi dalam percakapan formal maupun percakapan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan tidak ditutup kemungkinan juga suku-suku pendatang dalam desa tersebut mengerti dan ikut menggunakan bahasa Batak Toba. Dalam proses penelitian penulis di desa tersebut, penulis melakukan wawancara dengan para informan juga dengan menggunakan bahasa setempat. Dan terkadang sesekali penulis menggunakan bahasa Indonesia ketika menjumpai masyarakat dan pemerintah setempat yang mengerti bahasa Indonesia.
20
Pada saat wawancara dengan partaganing perempuan Hari Anita Nainggolan, beliau menggunakan bahasa Batak Toba dan juga bahasa Indonesia karena beliau mengerti kedua bahasa tersebut. Hal itu memudahkan penulis untuk berkomunikasi dengan beliau, serta apabila hasil wawancara akan dipindahkan ke dalam tulisan dalam proses kerja laboratorium, pengerjaanya akan lebih mudah.
2.2.3 Sistem Kepercayaan Sebagian besar masyarakat Lumban Barat menganut Agama Kristen. Tetapi ada juga sebagian kecil masyarakat menganut Agama Islam. Sistem kepercayaan dengan debata mula jadi na bolon15 sudah tidak ditemukan lagi pengikutnya di desa tersebut, tetapi dulu kepercayaan yang dianut masyarakat batak toba adalah kepercayaan terhadap mula jadi na bolon yang dipercayai oleh orang batak sebagai dewa tertinggi mereka yaitu pencipta tiga dunia yaitu: dunia atas (banua ginjang), dunia tengah (banua tonga), dan dunia bawah (banua toru).
2.2.4 Sistem Kekerabatan 2.2.4.1 Dalihan Na Tolu Kebudayaan pada masyarakat Batak Toba berakar pada sistem kekerabatan patrilineal16 dan mengikat anggota-anggotanya dalam hubungan triadik, yang disebut dalihan na tolu, yaitu hubungan yang berasal dari kelompok kekerabatan tertentu dalam satu clan (marga). Dalam berhubungan dengan orang lain, orang
15 Debata Mula Jadi Na Bolon dipercaya memiliki kekuasaan di atas langit yang menyangkut jiwa dan roh yaitu: tondi, sahala dan begu. Tondi adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan. Oleh karena itu tondi memberikan nyawa kepada manusia. Tondi didapat sejak seseorang di dalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka untuk itu diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon (roh jahat) yang menawannya. Sahala adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula. Begu adalah tondi orang telah meninggal yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam. 16 Patrilineal yaitu suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah.
21
Batak menempatkan dirinya dalam susunan dalihan na tolu tersebut, sehingga mereka selalu dapat mencari kemungkinan adanya hubungan kekerabatan diantara sesamanya (martutur, martarombo17). Dalam terjemahan bahasa Batak Toba, dalihan artinya tungku yang dibuat dari batu. Na artinya yang. Tolu artinya tiga. Jadi Dalihan Na Tolu artinya tungku yang tiga tiang. Dalihan dibuat dari batu yang ditata sedemikian rupa sehingga bentuknya menjadi bulat panjang. Ujungnya yang satu tumpul dan ujungnya yang lain agak bersegi empat sebagai kaki dalihan, lebih kurang 10 cm yang akan ditanam dan selebihnya yang mencuat dengan panjang lebih kurang 12 cm. Ditanamkan berdekatan sedemikian rupa, ditempatkan di dapur yang sudah disediakan terbuat dari papan empat persegi panjang, berisi tanah yang dikeraskan. Ketiga dalihan yang ditanam berdekatan tadi berfungsi sebagai tungku tempat alat masak dijerangkan. Bentuk dalihan harus dibuat sama besar dan ditanam sedemikian rupa sehingga jaraknya simetris satu sama yang lain, dengan tinggi yang sama dan harmonis.
Gambar 2.1. Dalihan Na Tolu
17
Martutur ataupun martarombo bisa diartikan sebagai interaksi antar sesama masyarakat Batak Toba yang gunanya untuk mengetahui hubungan antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga ketika sudah mengetahui hubungan kekerabatan, mereka secara langsung dapat memanggil sebutan yang sesuai dengan hubungan kekerabatan mereka. Misalnya, ito (sebutan antara laki-laki dan perempuan yang satu marga), pariban (sebutan untuk anak laki-laki dari adik perempuannya ayah), dll.
22
Demikian juga dengan keadaan kekerabatan suku Batak dan pandangan hidupnya, bahwa dongan sabutuha, hula-hula dan boru masing-masing memiliki pribadi dan harga diri, tahu akan hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tanggung jawab di kedudukannya pada suatu saat. Setiap hula-hula hendaklah elek marboru, maksudnya agar hula-hula selalu dalam sikap membujuk sayang terhadap boru, karena dalam adat Batak, boru lah sebagai penanggung jawab kegiatan. Setiap boru hendaklah somba marhula-hula, maksudnya ialah agar boru hendaklah bersikap hormat terhadap hula-hula. Suhut dengan kawan semarganya na marsabutuha hendaklah bersikap manat mardongan tubu, maksudnya agar sesama semarga hendaklah bersikap prihatin, was-was dan hati-hati. Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba secara otomatis berlaku fungsi dalihan na tolu dan selama orang Batak Toba tetap mempertahankan kesadaran bermarga, selama itupula lah fungsi dalihan na tolu tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya. Sistem kekerabatan memegang peranan penting dalam jalinan hubungan baik antara individu dengan individu atau individu dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.
2.2.4.2 Kedudukan Perempuan dalam Kebudayaan Batak Toba Peta genealogis dan sejarah orang Batak Toba hanya dapat ditelusuri melalui garis laki-laki. Anak perempuan dan istri tidak tercatat dalam peta tersebut. Dalam sistem patrilineal, laki-laki dan perempuan menyandang hak dan kewajiban yang berbeda terhadap clan (marga) mereka. Laki-laki sejak kecil sudah disadarkan
23
bahwa mereka harus memiliki pengetahuan mengenai sejarah dan kebudayaan Batak Toba, dan mereka bertanggung jawab terhadap kelangsungan clan ayahnya. Bila laki-laki sepanjang hidupnya hanya mengenal clan ayahnya, maka perempuan mengenal dua clan, yaitu clan ayahnya dan clan suaminya. Kendati demikian dalam rangka hubungannya dengan kedua clan tersebut, posisi perempuan dalam kekerabatan adalah ambigu atau tidak jelas, karena meskipun berhubungan dengan keduanya, tetapi tidak pernah menjadi anggota penuh dari kedua clan tersebut. Konsep kebudayaan Batak Toba mengenai anak mengacu hanya kepada laki-laki, dan bukan perempuan. Oleh karena itu, hanya laki-laki yang mempunyai hak waris tanah, dan perempuan tidak mempunyai hak semacam itu. Perempuan juga memang dianggap patut untuk meminta sebidang tanah kepada ayah atau saudara laki-lakinya, tetapi hal tersebut terjadi pada waktu tertentu misalnya ketika peristiwa yang sangat khusus yaitu perkawinan (pauseang18) atau meminta untuk anak laki-lakinya (indahan arian19). Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan Batak Toba merupakan orang yang mandiri dan pekerja keras. Perempuan Batak mempunyai peran ganda bahwa selain sebagai ibu rumah tangga, ia juga harus bekerja keras untuk masa depan keluarganya dan mengabdi kepada masyarakat. Oleh sebab itu, perempuan dalam kebudayaan Batak Toba juga mempunyai peran untuk mewujudkan hamoraon, hagabeon, dan hasangapon. Seperti yang dikemukakan oleh Brunette R Wolfman (1989: 36), bahwa kaum wanita tidak hanya giat melaksanakan banyak tanggung jawab dan menghayati kehidupan penuh kegiatan, tetapi juga melakukan tugastugas itu demi kepentingan masyarakat. Mereka berasal dari kalangan keluarga 18
Akses perempuan kepada tanah secara tradisional adalah melalui pauseang, yaitu pemberian atau hadiah yang diberikan kepada anak perempuan ketika ia menikah. Hadiah ini dapat diperoleh perempuan karena ia meminta kepada ayahnya atau saudara laki-lakinya, dan disahkan secara adat. Namun karena sifatnya adalah pemberian atau hadiah, maka tidak dianggap sebagai hak waris. 19 Meminta hak yang menjadi milik anak laki-lakinya sebagai cucu.
24
yang menjunjung tinggi norma keutamaan demi anak-anak. Norma dilaksanakan dengan semboyan “apa saja yang dilakukan, patut diselesaikan dengan baik”. Istilah sebutan “Boru Raja” dipakai oleh orang Batak Toba untuk meletakkan posisi seorang perempuan dalam setiap keluarga Batak lebih hormat. Sebutan “boru raja” adalah sebuah konsep “kehormatan” dan “penghormatan” untuk perempuan batak yang dimulai sejak ia lahir. “Raja” dalam filosofi Batak, berarti “yang dihormati”. Istri seorang lelaki batak sering dikatakan sebagai “boru ni raja” atau “putri si raja”. Boru Raja adalah nilai yang melekat pada diri seorang perempuan Batak, yang bila mau dijelaskan cukup satu kata saja, yakni “terhormat”.
2.2.4.3 Hula-hula (Tulang20/ Paman) Peran dan fungsi tulang pada masyarakat Batak Toba sangat penting sehingga keberadaan tulang pada ulaon (acara) adat tidak boleh diabaikan atau disepelekan yang merupakan salah satu unsur dalihan na tolu yakni hula-hula21. Namun pada masa sekarang keberadaan tulang cenderung tidak begitu dipentingkan oleh sebahagian orang terlebih setelah berumah tangga/menikah (marhasohotan) dengan perempuan yang bukan anak perempuan dari tulang (Hutasoit, 2012:23) Dalam perkumpulan marga (punguan marga) Batak Toba harus mengikutsertakan bere22 dalam perkumpulan tersebut sebab boru23 tidaklah berarti apa-apa bila tidak berketurunan. Arti penting boru terletak pada anak-anaknya sehingga apabila bere yaitu anak dari boru tidak dimasukkan ke dalam 20
Sebutan Tulang pada masyarakat Batak Toba ditujukan kepada saudara laki-laki dari ibu. Bisa juga dipakai untuk panggilan kepada laki-laki Batak yang semarga dengan ibu. 21 Hutasoit menjelaskan bahwa hula-hula terdiri dari hula-hula tulang, bona tulang, bonaniari, tulang rorobot, hula-hula namarhaha-maranggi, hula-hula na poso/parsiat, hula-hula simanjungkot. 22 Bere artinya anak dari saudara perempuan ayah. 23 Boru disebut saudara perempuan ayah.
25
perkumpulan marga, maka punguan marga tersebut menjadi tidak sesuai dengan adat. Ada beberapa peran dan fungsi tulang (hula-hula) dalam setiap tradisi dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, antara lain: 1. Paabinghon bere tu tulangna (menggendongkan bere kepada tulangnya) Ketika anak pertama lahir, maka setelah beberapa bulan kemudian orang tua si anak membawa makanan (sipanganon na tabo) ke rumah opung baonya (orangtua dari ibunya) karena baru pertama sekali si bayi tersebut datang ke rumah opung baonya. Dan setelah sampai di rumah opung baonya maka orangtua si anak memberikan bayi tersebut kepada tulangnya supaya digendong. Dan biasanya pada saat itulah tulangnya menggunting rambut berenya. Menggunting rambut (manimburi) bertujuan agar ubun-ubun si bayi menjadi kuat dan keras yang bermakna supaya si bayi sehat-sehat dan panjang umur. Dan selanjutnya, tulang memberikan ulos parompa (kain gendongan) kepada berenya. Tulang juga bisa menambahkan nama berenya. Oleh sebab itu, paabinghon bere tu tulangna merupakan salah satu tradisi Batak Toba yang menggambarkan
betapa pentingnya tulang pada masyarakat
Batak Toba. Tetapi pada masa sekarang ini, tradisi tersebut sudah jarang dilakukan terutama di daerah perkotaan padahal tradisi tersebut merupakan penghormatan paling pertama dari seorang bere kepada tulangnya.
2. Tulang paborhat lao mangoli (tulang sebagai perantara ketika menikah) Dalam tradisi ini dilakukan sebuah acara yang disebut dengan manulangi tulang. Makna dari manulangi tulang adalah meghormati tulang sekaligus meminta restu untuk melangsungkan perkawinan, baik dengan boru ni tulang (anak
26
perempuan dari tulang) maupun kepada perempuan lain. Perkawinan anak perempuan dari tulang dengan anak laki-laki dari namboru24 pada masa-masa sekarang ini sudah makin jarang, karena pengaruh dari perkembangan zaman.25
3. Tulang pasahat ulos tintin marangkup (tulang memberikan ulos tintin marangkup). Ketika seorang bere melangsungkan pesta pernikahan dan masuk kedalam acara adat, maka tulang memberikan ulos tintin marangkup kepada bere tersebut. Maknanya yaitu pemberian restu kepada bere atas pernikahan yang sedang berlangsung.
4. Tulang pasahat saput atau pasahat tujung (tulang memberikan ulos saput maupun ulos tujung). Menurut adat Batak Toba, bila bere laki-laki meninggal dunia maka tulang akan memberikan Ulos Saput, sedangkan bila istri si bere meninggal dunia maka tulang akan
memberikan Ulos Tujung. Pemberian ulos tersebut menunjukkan
bahwa tulang akan memberikan kewajiban adat terakhir kepada bere tersebut.
5. Tulang manampin saring-saring/holi (tulang menampung tulang-belulang) Peran dan fungsi tulang pada acara adat mangongkal holi/saring-saring26 pada masyarakat Batak Toba merupakan hak dan kewajiban serta keharusan hukum adat sebab tulang-belulang orangtua laki-laki diangkat tanpa dilihat oleh tulangnya, maka hal itu disebut mencuri. Karena itu kehadiran tulang untuk manampin saring24
Saudara perempuan ayah. Anak perempuan dari tulang dan anak laki-laki dari namboru disebut dengan pariban. Keduanya boleh menikah sesuai dengan adat Batak Toba. 26 Mangongkal holi/saring-saring merupakan acara adat pada masyarakat Batak Toba yaitu mengangkat tulang-belulang orangtua, leluhur selanjutnya dimasukkan ke dalam tambak atau tugu. Hal tersebut dilakukan untuk menghormati jasa-jasa orangtua. 25
27
saring/holi pada saat mangomgkal holi merupakan hukum wajib agar prosesi yang sedang berlangsung tidak disebut mencuri.
2.2.5 Kesenian Masyarakat Batak juga pecinta seni. Kesenian-kesenian tersebut meliputi seni musik, seni sastra, seni tari, seni bangunan dan seni kerajinan tangan. Berikut ini adalah kesenian-kesenian yang terdapat pada masyarakat Batak Toba.
2.2.5.1 Seni Musik Seni musik dalam masyarakat Batak Toba terdiri dari dua bagian yaitu musik vocal (ende) dan musik instrumentalia (gondang). Musik instrumen yang disebut dengan gondang terdiri dari dua ansambel musik, yaitu ansambel gondang sabangunan dan ansambel gondang hasapi. Ansambel gondang sabangunan terdiri dari lima buah gendang yang disebut dengan taganing, satu gordang, satu sarune bolon, empat buah ogung yang terdiri dari ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora, dan doal. Dan yang paling penting yaitu hesek sebagai pembawa tempo. Sedangkan ansambel gondang hasapi terdiri dari satu buah sarune etek, sulim, garantung, dan dua buah hasapi yang disebut dengan hasapi ende dan hasapi doal. Musik vokal (ende) tradisional Batak Toba pembagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Ben Pasaribu (1986:27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional Batak Toba dalam delapan bagian yaitu: 1. Ende mandideng adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak. 28
2. Ende sipaingot adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan menikah dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut. 3. Ende pargaulan adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solochorus” dan dinyanyikan oleh kaum muda mudi dalam waktu senggang biasanya malam hari. 4. Ende tumba adalah musik vokal yang khususnya dinyanyikan saat pengiring tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompatlompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan. 5. Ende sibaran adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi ditempat yang sepi. 6. Ende pasu-pasuan adalah musik vokal yang berkenan dengan pemberkatan berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya. 7. Ende hata adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara “monoton” seperti metric speech. Liriknya berupa rangkain pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipinpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orangtua. 8. Ende andung adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang telah meninggal dunia yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan
29
sehingga penyanyinya haruslah 31 penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.
2.2.5.2 Seni Sastra Sastra batak khususnya cerita rakyat dalam bahasa Toba disebut turi-turi. Seni sastra ini diungkapkan berupa umpama (pantun). Bentuk dari umpama tersebut sama dengan pantun melayu yaitu berbaris empat, mengandung sampiran dan bersajak ab-ab. Pantun batak bermacam-macam jenisnya dan dapat dibedakan menurut isinya. Ada pantun yang biasa dipergunakan pada pidato-pidato dalam upacara-upacara hukum adat dan ada pula yang mengenai percintaan antar mudamudi. Tonggo-tonggo adalah ucapan yang disusun secara puitis dan biasanya diungkapkan pada waktu mengadakan upacara-upacara ritual. Terkadang kalimatnya panjang dan isi kata-katanya penuh serta mengandung gaya bahasa yang indah. Pada umumnya jarang orang yang bisa mengucapkan hal tersebut dan hanya orang-orang tertentulah yang mampu mengucapkannya dengan indah. Teka-teki yang singkat disebut dalam bahasa batak toba disebut hulinghulingan. Kalau teka-teki itu memerlukan jawaban dan disampaikan berupa cerita, maka hal tersebut dinamakan torkan-torkan. Hal ini adalah umpama oleh para orang tua terhadap anak-anak.
2.2.5.3 Seni Tari Tor-tor merupakan tarian, namun makna yang paling dalam dari gerakangerakannya menunjukkan bahwa tor-tor sebuah media komunikasi (Mauly Purba,
30
1953:64). Tor-tor Batak Toba memiliki arti yang mendalam pada gerakannya, karena dulunya tor-tor digunakan sebagai media komunikasi bagi masyarakat Batak Toba. Seni tari (tor-tor) adalah ekspresi gerakan tubuh yang diikuti dengan gerakan tangan dan diiringi oleh gondang. Tari tor-tor ini dapat dilakukan oleh perorangan, berpasangan ataupun berkelompok. Tarian perorangan misalnya yang berhubungan dengan ritus. Tarian seperti ini antara lain tarian tunggal panaluan, dimana sang dukun menari, berdoa dan sambil memegang tongkat sihir tersebut. Tarian bersama dalam upacara-upacara adat menurut tradisinya merupakan tarian yang dilakukan bersama-sama dari masing-masing unsur dalihan natolu dan semua pelaku tor-tor ini mendukung upacaranya. Biasanya tarian yang melibatkan ketiga unsur dalihan natolu ini menunjuk seorang pemimpin tor-tor yang akan mengatur gerakan yang sesuai dan selaras dengan pola gerakan etika di dalam tortor. Di dalam pola gerakan tor-tor Batak Toba ada sebuah gerakan berputar yang berlawanan dengan jarum jam, hal ini dilakukan apabila orang-orang manortor (menari) menarikan tor-tor gondang mangaliat di upacara adat.
2.2.5.4 Seni Bangunan dan Ukir-ukiran Rumah adat tradisional Batak Toba terbuat dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Atapnya terbuat dari bahan ijuk dan bentuk atapnya adalah melengkung. Diujung atap bagian depan terdapat tanduk kerbau. Motif ornament pada rumah adat Batak biasanya diukur. Secara anatomis struktur bangunan rumah adat Batak toba dibagi menjadi tiga bagian yaitu: 1. Bagian langit-langit (lambang dunia atas) 2. Bagian dinding/lantai (lambang dunia tengah) 31
3. Bagian kolom dan tiang-tiang (lambang dunia bawah) Pada umumnya rumah-rumah adat batak selalu dihiasi dinding depan dan samping dengan berbagai macam atau ornamen, yang terdiri dari warna merah, hitam dan putih. Merah melambangkan benua tengah, hitam melambangkan benua atas dan putih melambangkan benua bawah. Berdasarkan pola (bentuk) ornamen etnik Batak dapat digolongkan atas beberapa pola ornamen yaitu : 1. Pola manusia seperti Gorga Adep (payudara susu) 2. Pola hewan seperti Gorga Boraspati (cecak hoda-hoda) 3. Pola khayati seperti Gorga Singa-singa (Ulu Paung dan Jorngom) 4. Pola tumbuh-tumbuhan: Gorga Sitompi (iran-iran dan simeol-meol) 5. Pola geometris, Gorga Dalihan na tolu (sitangan dan simataniari) 6. Pola kosmos atau alam Bintang Maratur (Ombun Marhehe dan ipon-ipon) Sekarang ini, rumah adat tradisional sudah mulai menuju kepunahan dari daerah batak. Hal itu disebabkan karena masyarakat tidak lagi menjaga kelestarian rumah adat tersebut.
2.2.5.5 Seni Kerajinan Tangan (Ulos) Ulos merupakan kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Ulos adalah salah satu seni tenun yang berasal dari sub-suku Batak yaitu Batak Toba yang merupakan salah satu bagian dari suku-suku yang ada di provinsi Sumatera Utara (Radjab,1958). Pada upacara secara umum wanita Batak menggunakan ulos sebagai penghias bahu/selendang, penutup kepala dan juga sebagai penutup dada, dan
32
dilengkapi dengan sarung suji. Ulos juga dipakai pada saat manortor27 dalam acara adat. Ulos pada mulanya identik dengan jimat, dipercaya mengandung "kekuatan" yang bersifat religius magis dan dianggap keramat serta memiliki daya istimewa untuk memberikan perlindungan. Tetapi pada masa sekarang ini ulos dipergunakan pada waktu upacara, kepercayaan dan adat istiadat serta belakangan ini bernilai ekonomis (sebagai mata pencaharian).
27
Tarian yang menjadi ciri khas orang Batak Toba adalah tari tortor dengan berbagai jenis nama tari untuk berbagai jenis kegiatan yang berbeda-beda. Tortor atau tari menari merupakan salah satu kebudayaan batak yang tertua.
33
BAB III TRADISI MARGONDANG SABANGUNAN
Pada Bab III skripsi ini, saya akan menguraikan tentang tardisi margondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba. Dalam tulisan ini, hal-hal yang penulis uraikan meliputi : adat Batak Toba, alat-alat musik yang digunakan pada tradisi margondang sabangunan, jenis reportoar yang dipakai pada upacara adat, pargonsi, dan sebagainya. Hal-hal tersebut menurut penulis penting untuk dijelaskan, karena penulisan skripsi ini terkait dengan pembahasan mengenai partaganing perempuan dan adat ni gondang yang sebenarnya.
3.1
Pengertian Gondang Pengertian gondang pada masyarakat Batak Toba ada beberapa macam
makna yang berbeda-beda. Sebagai contoh, masyarakat Batak Toba yang masih menganut sistem kepercayaan parmalim, memaknai kata gondang sebagai do’a. Masyarakat Batak Toba yang lainnya juga memaknai gondang sebagai ansambel musik, judul komposisi musik, sebuah upacara, dan nama dari instrument. Berikut ini tabel pengertian gondang pada masyarakat Batak Toba.
Tabel 3.1. Pengertian Kata Gondang Pada Masyarakat Batak Toba Kata Gondang Gondang
Dalam konteks Reportoar atau komposisi lagu Dari suatu kelompok reportoar menurut temponya
Gondang
Suatu upacara
Gondang
Suatu instrumen
34
Contoh Gondang sibunga jambu. Gondang lae-lae (lambat), Gondang didang-didang (sedang),Gondang simonang- monang cepat) Gondang Saem, Gondang mangokkal holi Taganing
Gondang
Ansambel musik
Gondang
Situasi yang sedang berlanggsung
Gondang
Penunjuk status, jabatan, kelompok kepada orang yang sedang melakukan kegiatan
Gondang hasapi dan gondang sabangunan Gondang Mangaliat dan Gondang Mangulosi Gondang Naposo, Gondang Raja, Gondang ni Hula-hula
Sumber : Sitohang, 2009
3.2
Margondang Kegiatan dalam menggunakan gondang sabangunan pada upacara adat
disebut margondang.28 Kegiatan ini dilakukan hampir meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat Batak Toba. Secara umum tujuan margondang ada dua, yaitu secara vertikal dan secara horinzontal. Secara vertikal untuk penghormatan kepada pencipta dan penguasa alam, dan secara horizontal untuk penghormatan kepada sesama manusia secara khusus penghormatan antara unsur-unsur dalihan na tolu (Simangunsong, 2006). Menurut
Panggabean (1991:59-67), kegiatan
margondang menurut tradisi asli masyarakat Batak Toba antara lain: 1. Margondang pesta, adalah seluruh upacara yang menggambarkan suasana kegembiraan hati, karena memperoleh atau mendapat sesuatu yang diinginkan dan telah lama dinantikan. Beberapa upacara yang termasuk ke dalam aktivitas ini, antara lain: Anak Tubu, Gondang Tunggal, Mangompoi Jabu, Manampe Goar, Mamestahon Huta, Partangiangan, dan Harajaon.
28
Apabila kata gondang digabungkan dengan kata awalan atau akhiran akan memberikan makna yang berbeda. Seperti kata pargondang, margondang, sagondang, dan digondangi. Untuk itu perlu dipahami bahwa kata gondang berarti sesuatu yang fleksibel, tergantung ke konteks apa digunakan.
35
2. Margondang Sibaran, adalah upacara yang mengekspresikan suasana kesedihan, misalnya upacara Margondang Angka Na Dangol, Papurpur Sapata, dan Mangondasi. 3. Margondang Mamele, adalah upacara yang mempunyai hubungan dengan kepercayaan asli, ,misalnya upacara Mamele Pangulubalang, Mamiahi Hoda, Horbo Santi, Horja Turun, Mamele Sombaon, Mangongkal Holi. Pendapat tersebut sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Hutasoit (1976:9). Dia menjelaskan: Dipamasa do gondang i siala: I.Pesta. II.Sibaran. III.Mamele. Ia na masuk tu pesta ima angka las ni roha: 1. Gondang tunggal; 2. Anak tubu; 3. Mamestahon jabu; 4. Manampe goar; 5. Mamestahon huta; 6. Partangiangan; 7. Harajaon. II.[Ian a masuk] sibaran [ima angka las ni roha] : 1. Papurpur sapata; 2. Margondang angka na dangol; 3. Namonding. III.[Ian na masuk] mamele [ima angka na porsea tu haporseaon na jolo]: 1. Mamele simangot; 2. Mangongkal holi; 3. Mamele pangulubalang; 4. Marmiak hoda; 5. Horbo santi. (Biasanya kegiatan margondang dilakukan karena: I. Pesta. II.Kesedihan. III. Menyembah roh. Kegiatan margondang yang digolongkan pesta adalah: 1. Pesta hiburan yang diadakan oleh muda-mudi pada malam hari; 2. Pesta kelahiran anak oleh keluarga yang telah lama menunggunya; 3. Pesta memasuki rumah baru; 4. Pesta pemberian nama baru kepada anak; 5. Pesta peresmian kampung yang baru dibentuk; 6. Pesta syukuran yang berkaitan dengan peningkatan taraf hidup dalam satu keluarga; 7. Pesta pengangkatan raja. II. Kegiatan margondang yang digolongkan sibaran adalah yang berkaitan dengan kesedihan hati: 1. Upacara menebus dosa; 2. Upacara yang diadakan sebagai permohonan untuk lepas dari penderitaan dan kemiskinan; 3. Kematian. III. Kegiatan margondang yang digolongkan mamele adalah upacara yang diadakan berdasarkan kepada kepercayaan dahulu [leluhur]: 1. Upacara memanggil roh leluhur; 2. Upacara penggalian tulangbelulang; 3. Upacara untuk mengelakkan bencana; 4. Upacara untuk mengambil keputusan; 5. Upacara kurban kerbau). Dari penjelasan di atas mengenai margondang dan jenis-jenis margondang, sudah jelas bahwa dalam setiap kehidupan masyarakat Batak Toba, margondang
36
tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan Batak Toba. Karena dalam setiap upacaraupacara yang berhubungan dengan adat Batak Toba, tradisi margondang terkhusus gondang sabangunan selalu disertakan di dalam pelaksanaan upacara adat.
3.3
Alat Musik Dalam Ansambel Gondang Sabangunan
3.3.1 Sarune Bolon Sarune bolon adalah jenis alat musik tiup yang berlidah ganda (doeble reed aerophone), seperti oboe dalam musik Barat. Bolon berasal dari bahasa Batak Toba yang artinya besar. Jadi, secara keseluruhan arti dari sarune bolon adalah sarune yang besar. Istilah ini dipakai untuk membedakan sarune bolon dengan sarune jenis lain, seperti sarune etek yang terdapat dalam ansambel gondang hasapi. Panjang bagian batang sarune bolon lebih kurang 46,5 cm. pada batang sarune bolon terdapat lobang-lobang jari berdiameter lebih kurang 0,5 cm. Lubang nada alat musik ini berjumlah enam buah, lima di antaranya berada di depan dan satu buah berada di belakang. Pada bagian pangkal batang sarune bolon terdapat satu bentuk hiasan yang menyerupai jengger ayam yang disebut barimbing. Sarune terbagi atas beberapa bagian-bagian lain yang terpisah yaitu, anak ni sarune atau ipit-ipit berfungsi sebagai reed; situngkoi atau tolonan (tiup kayu) untuk tempat reed pada bagian atas badan sarune; untam-untam atau ambongambong (piring kecil) berfungsi untuk penahan bibir pemain; sopsopan terbuat dari ujung tanduk kerbau atau kayu berbentuk pipa kecil yang berfungsi sebagai pembatas antara ipit-ipit dan ambong-ambong; angar-angar/sangar-sangar/daurna berfungsi memperbesar volume suara dan dapat diasingkan dari bagian batang. Teknik memainkan alat musik sarune bolon dilakukan dengan teknik marsiulak hosa atau circular breathing (nafas tak terputus). Teknik ini dilakukan
37
supaya melodi sarune tidak terputus atau berhenti sampai gondang selesai dimainkan.
3.3.2 Taganing Taganing adalah seperangkat alat musik gendang yang terdiri dari lima buah gendang. Kelima gendang tersebut berbentuk melengkung (barrel) atau tabung lurus (cylindrical), dan disusun dalam satu baris pada sebuah rak kayu, disusun mulai dari yang terkecil (kiri) sampai gendang yang terbesar (kanan). Kelima gendang tersebut memiliki nama masing-masing, yakni: ting-ting atau anak ni taganing merupakan gendang paling kecil; paidua ting-ting (gendang kedua); painonga (gendang ketiga); paidua odap (gendang keempat); dan gendang terbesar disebut odap-odap. Taganing terbuat dari kayu, dan kayu yang digunakan dapat berbeda seperti hau ni pinasa (Artocaprus integra), hau ingul (Cedrella toona), dan hau joring (Phite colobium) (Purba 1998:157). Penutup permukaan atas taganing yang dipukul ada yang terbuat dari kulit kerbau, kulit kambing, maupun kulit lembu. Sedangkan rotan digunakan sebagai pengikat taganing (piuan), pegangan (tangan) taganing, dan ikatan bagian tengah badan yang berbentuk cincin atau lingkaran. Di samping itu terdapat juga pasak kayu (solang-solang) pada posisi bawah taganing yang berfungsi untuk mengencangkan atau mengedurkan permukaan kulit taganing. Taganing dimainkan oleh satu orang pemain dengan menggunakan dua alat pemukul kayu yang disebut dengan palu-palu. Orang yang memainkan alat musik taganing ini disebut dengan partaganing. Untuk menghasilkan nada yang benar, taganing dilaras dengan mengatur hubungan bunyi dari masing-masing gendang yang disebut manganingning. Laras
38
keseluruhan gendang taganing idealnya mengacu pada nada yang terdapat pada sarune bolon. Nada gendang terkecil (ting-ting) mengacu pada nada tertinggi dari sarune bolon (nada kelima) dan gendang terbesar (odap-odap) mengacu pada nada terendah (nada pertama). Namun, terkadang untuk mendapatkan laras ideal semacam ini, kelihatannya relatif sulit karena seringkali membran/kulit taganing tidak mampu untuk mencapai nada yang lebih tinggi sesuai dengan nada-nada yang terdapat pada sarune bolon. Gendang yang paling kecil (ting-ting) merupakan dasar perhitungan interval di antara lima gendang tersebut. Oleh sebab itu, hal itu disebut marguru tu anakna do taganing yang artinya taganing berguru kepada anaknya. Ada empat teknik memukul gendang dalam permainan taganing, antara lain: a. Memukulkan stik tepat pada bagian tengah gendang b. Memukulkan stik pada pinggiran gendang c. Memukulkan stik pada tengah gendang dan menghentikannya seketika dengan cara menekan permukaan gendang dengan ujung stik, dan d. Menekan permukaan gendang dengan ujung jari tangan kiri. Keempat teknik memainkan taganing ini berkaitan dengan pola-pola permainan yang ada, diantaranya: (1) Mangarapat, dimana stik yang dipegang oleh tangan kanan dan kiri dipukulkan pada permukaan gendang secara bergantian. Teknik ini umumnya muncul pada saat permainan taganing secara keseluruhan mengikuti pola-pola melodi sarune bolon. Teknik ini dimainkan dengan tempo cepat; (2) Didang-didang, dimana stik pada tangan kiri menirukan pola siklus ogung dan stik pada tangan kanan memainkan pola-pola melodi 39
sarune bolon. Teknik ini dimainkan dengan cara teknik pukulan pada pinggiran gendang oleh stik pada tangan kiri sebagai ketukan dasar dan stik pada tangan kanan memainkan melodi; (3) Mangodap-odapi, dimana stik pada tangan kiri menirukan pola siklus ogung dan stik pada tangan kanan hanya memberikan aksentuasi ritmis di antara melodi sarune bolon. Teknik pukulan stik ini mengahasilkan bunyi kedap.
3.3.3 Gordang Gordang adalah gendang besar yang mempunyai bentuk yang sama dengan taganing, akan tetapi ukurannya lebih besar. Gordang digantung berdekatan dengan taganing yang bernada paling rendah yaitu odap-odap di sisi paling kanan. Gordang tidak dilaras seperti halnya taganing, alat musik ini tidak mengacu pada nada-nada tertentu. Proses pembuatan gordang sama dengan pembuatan taganing dan bahannya juga sama. Pada ansambel gondang sabangunan, gordang berfungsi sebagai gondang bas dan dimainkan oleh satu orang pemain. Orang yang memainkan gordang disebut panggordangi. Posisi pemain gordang bersebelahan dengan pemain taganing, tepatnya di sebelah kanan pemain taganing. Gordang dimainkan dengan menggunakan dua buah stik pemukul, sama dengan cara memainkan taganing. Alat musik ini pada umumnya dipukul pada bagian permukaan kulit yang menghadap ke pemain. Namun, kadangkala juga disertai pukulan pada pinggiran kayu dari alat musik tersebut.
40
3.3.4 Odap Odap adalah gendang berbentuk barel ataupun silinder yang terdiri dari dua muka kulit. Walaupun memiliki dua muka kulit, ketika dimainkan hanya satu muka kulit yang dipukul. Sama seperti taganing dan gordang, odap juga digantung dan diletakkan di antara gordang dan odap-odap (gendang kelima dari taganing) pada set taganing. Odap juga dimainkan dengan cara dipukul hanya pada satu sisi mukanya oleh pemain taganing. Namun, odap tidak dilaras mengacu pada nada tertentu. Pada masa sekarang ini, alat musik odap sudah tidak digunakan lagi dalam ansambel gondang sabangunan. Fungsi odap sekarang dapat digantikan dengan taganing maupun gordang. Sebenarnya alasan mengapa odap tidak dipergunakan lagi belum diketahui jelas. Namun menurut kepercayaan tradisional, odap digunakan untuk memanggil roh-roh nenek moyang. Oleh sebab itu, masyarakat Batak Toba Kristen Protestan tidak memakai alat musik odap tersebut. Kelompok yang biasa menggunakan odap dalam ansambel gondang sabangunan adalah penganut kepercayaan tradisional parmalim29 yang terdapat di Huta Tinggi, Laguboti.
3.3.5 Ogung Ogung merupakan seperangkat alat musik gong berpencu yang terdiri dari empat buah gong yaitu, ogung oloan, ogung ihutan, ogung panggora dan ogung doal. Ogung oloan dan ihutan memiliki ukuran diameter yang sama yakni: diameter permukaan luar (sisi yang berpencu) adalah 45 cm dan diameter bagian 29 Ugamo Malim atau sering disebut dengan parmalim, sebagai aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa (yang mereka sebut dengan Mula Jadi Na Bolon), terdaftar pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor I.136/F.3/N.1.1/1980 yang berpusat di Hutatinggi Laguboti, Toba Samosir.
41
belakang adalah 41 cm. Sedangkan doal dan panggora diameter permukaan luarnya 41 cm dan diameter bagian belakngnya 38 cm. Ogung dipukul dengan menggunakan pemukul kayu yang dibalut dengan bahan karet atau dibungkus dengan kain, dan masing-masing ogung dimainkan oleh satu orang. Namun, kadang-kadang ogung oloan dan ihutan dimainkan oleh satu orang. Pemain ogung oloan disebut pangoloi, pemain ogung ihutan disebut pangihuti, pemain ogung panggora disebut pamggorai, dan pemain ogung doal disebut pandoali. Dalam memainkan keempat ogung ini memiliki tiga cara yang berbeda. Ogung oloan dan ogung ihutan digantung pada satu rak kayu secara tegak, dan ketika ogung dimainkan ogung tidak dipegang untuk menghasilkan bunyi yang bergaung. Ogung panggora dapat digantung atau diletakkan di atas paha pemain, dan dalam memainkannya ogung panggora dipukul oleh satu tangan, sementara tangan lainnya memegang badan alat musik yang bertujuan untuk menghentikan gema dari gong. Sementara itu, ogung doal dimainkan dengan cara dipukul oleh satu tangan sambil dikepitkan ke dada pemain oleh tangan lainnya. Teknik ini dipakai untuk menghasilkan gaung lebih pendek dan “bulat”.
3.3.6 Hesek Hesek adalah alat pukul idiofon yang dibuat dari perunggu tetapi ada juga yang menggunakan besi atau botol bir kosong. Jika hesek yang digunakan terbuat dari perunggu atau besi biasanya pemukulnya adalah sepotong besi, tetapi jika menggunakan botol bir kosong biasanya alat pemukulnya adalah sepotong kayu atau alat dapur sendok/garpu. Alat musik hesek ini dimainkan oleh satu orang pemain, dan pemainnya disebut panghesehi.
42
3.4
Peran Musikal Instrumen Dalam Ansambel Gondang Sabangunan Dalam struktur musikalnya, melodi-melodi gondang dibagi atas dua
kategori, yaitu struktur melodi bersifat motifik artinya dibentuk oleh pola-pola melodi/motif-motif kecil dengan improvisasi atau variasi sederhana dan melodi bersifat fixed artinya melodi tetap dan baku. Melodi-melodi tersebut berasal dari bunyi beberapa alat musik yang terdapat pada ansambel gondang sabangunan. 30 Peran musikal alat musik gondang sabangunan dapat dibagi tiga bagian, yaitu pembawa melodi, pembawa ritem repetitif-konstan, dan pembawa ritem repetitif-variatif. Di bawah ini adalah tabel pembagian ‘peran musikal alat musik dalam gondang sabangunan’.
Tabel 3.2 Peran Musikal Dalam Ansambel Gondang Sabangunan Nama Alat Musik dan Peran Musikal dalam Ansambel Gondang Sabangunan Pembawa melodi
Pembawa
ritem
Pembawa
ritem
repetitif-konstan31
repetitif-variatif32
- Sarune bolon
- Gordang
- Taganing
- Taganing
- Ogung oloan
- Gordang
- Ogung ihutan
- Odap
- Ogung panggora
30
Kebanyakan lagu gondang memiliki frasa lagu pembuka dan penutup yang dimainkan oleh sarune. Frasa lagu pembuka sebenarnya selalu sama dalam setiap lagu gondang. Namun, dalam prakteknya, kadangkala pemain sarune mengurangi beberapa beat/ketukan dan frasa lagu pembuka dengan alasan waktu yang diberikan untuk memainkan satu lagu tidak cukup. Misalnya dalam pelaksanaan upacara adat, seringkali komposisi lagu gondang tidak dimainkan secara utuh untuk mempersingkat waktu penyelesaian upacara. 31 Ritem repetitif-konstan maksudnya adalah ritem yang dimainkan bersifat baku dan terus-menerus diulang-ulang. 32 Ritem repetitif-variatif maksudnya adalah ritem yang dimainkan bervariasi dan tidak baku.
43
- Ogung doal - Hesek
Pada tabel di atas dijelaskan bahwa instrumen dalam ansambel gondang sabangunan mempunyai peran musikal masing-masing,di antaranya: (1). Sarune bolon berperanan sebagai pembawa melodi, sebagai penentu gondang/lagu yang dimainkan, mengawali dan mengakhiri gondang. (2). Taganing berperanan sebagai pembawa melodi atau dapat juga berperanan sebagai pembawa ritme (bervariasi), megawali tempo lagu. (3). Gordang berperanan sebagai pembawa melodi, memberikan aksentuasi pada permainan taganing atau berfungsi sebagai “bas drum”. (4). Ogung berperanan sebagai penentu siklus metrikal lagu. (5). Hesek berperanan sebagai pemegang ketukan dasar dan tempo lagu.
3.4.1 Peran Taganing Dalam Ansambel Gondang Sabangunan Ketika upacara adat berlangsung, sebelum memulai melodi reportoar, taganing akan memainkan introduce (mangarak-araki). Begitu pula pada saat mengakhiri reportoar dalam akhir lagu, permainan taganing akan memberikan tanda bahwa reportoar tersebut akan berakhir, yaitu dengan memainkan pola ritme tertentu. Selain itu, taganing juga mempunyai peran sebagai pemberi isyarat pada saat pamitta (peminta) gondang meminta kepada pargonsi untuk memainkan gondang dan begitu pula saat mengakhiri satu umpasa (pantun/nasihat) oleh pamitta gondang. Sebagai contoh, ketika pamitta gondang meminta kepada pargonsi dengan kata-kata sebagai berikut “amang panggual pargonsi nami” yang artinya “bapak pemain musik kami”, maka setelah mengucapkan kata-kata tersebut, partaganing akan memainkan pola ritem tertentu sebagai isyarat menjawab dari
44
pargonsi.33 Selain daripada menjawab pamitta gondang yang meminta gondang. Taganing juga memainkan pola ritem tertentu untuk menjawab sebuah umpasa yang diucapkan oleh pamitta gondang. Sebagai contoh dalam umpasa berikut ini: Sahat-sahat ni solu ma Sai sahat ma tu bontean Leleng hita mangolu Sai sahat ma hu panggabean Yang artinya secara harafiah: Berlayarlah sampan Sampailah ke dermaga Semoga kita berumur panjang Hingga kita mencapai kejayaan
Setelah umpasa tersebut diucapkan, taganing akan memainkan pola ritem yang berarti memberi isyarat bahwa pargonsi menyetujui umpasa tersebut. Oleh sebab itu, peran taganing bukan hanya sekedar memainkan reportoar saja, tetapi juga sebagai penjawab umpasa yang ditanya oleh pamitta. 34 Pada masa sekarang, alat musik taganing tidak hanya digunakan untuk keperluan upacara adat Batak Toba saja, tetapi juga sudah digunakan untuk acaraacara pengesahan lembaga maupun peresmian suatu perusahaan. Sebagai contoh, pada tanggal 27 maret 2014 yang lalu, Presiden Republik Indonesia yaitu Bapak Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan Bandara Kuala Namu (KNIA). Beliau meresmikan Bandara tersebut ditandai dengan pemukulan Taganing. (Sumber: Harian Sinar Indonesia Baru, Jumat 28 Maret 2014, Medan).
33
Peran taganing dalam ansambel gondang sabangunan juga merupakan sebagai pemberi aba-aba (dirigen). Hal tersebut terlihat pada saat memulai dan mengakhiri satu reportoar, taganinglah yang pertama sekali memainkan pola ritemnya, yang kemudian diikuti oleh alat musik yang lain. 34 Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Hari Anita Nainggolan, penjelasannya mengenai saat berlangsungnya upacara, beliau juga memainkan hal yang sama yaitu menjawab pamitta ketika meminta gondang dan menjawab umpasa-umpasa. Lihat halaman ??????
45
3.5
Reportoar Simangunsong (2006:23) mengatakan bahwa, judul gondang sangat banyak
didapati dalam reportoar gondang (jumlah yang belum pasti diketahui). Di antara reportoar yang banyak itu, di daerah A dan B, misalnya, terdapat judul reportoar yang berbeda tetapi melodinya sama, atau sebaliknya, melodinya berbeda tapi judulnya sama. Dalam hal ini, sudah tentu tidak ada yang salah atau benar. Hal ini dapat terjadi karena transmisi budaya musik Batak Toba disampaikan secara oral (oral tradition).35 Ada 127 judul lagu gondang Batak Toba menurut Gultom (1990:57). Namun, dalam pelaksanaan upacara, misalnya dalam upacara adat, ada beberapa judul reportoar gondang yang biasa dimainkan pada masa sekarang ini. Judul reportoar gondang tersebut antara lain: 1. Gondang Alu-alu (doa memohon izin). Gondang Alu-alu mempunyai arti gondang untuk memberitahu, misalnya kepada Tuhan, seseorang, ataupun sekelompok orang. Oleh karena itu, Gondang Alu-alu merupakan kelompok reportoar yang terdiri dari beberapa judul gondang, misalnya: a. Gondang Alu-alu tu Amanta Debata (gondang ‘doa’ memohon kebenaran daripada Tuhan); b. Gondang Alu-alu tu Ompunta Debata na tumompa hita dohot tano on (gondang ‘doa’ memohon kebenaran daripada Tuhan yang mencipta manusia dan bumi);
7
Tradisi budaya yang hidup di setiap komunitas pada umumnya diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui media lisan dari “mulut ke telinga.” Oleh karena sifat pewarisannya, tradisi budaya seperti itu disebut juga tradisi lisan. Tradisi budaya itu mungkin dalam bentuk proses aktivitas, proses penciptaan kebudayaan atau proses berkomuniksi. Dengan demikian, tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan (nonverbal). (Robert Sibarani, 2013:277).
46
c. Gondang Alu-alu Sahala ni angka Amanta Raja (gondang memohon restu daripada ‘wibawa’ para raja); d. Gondang Alu-alu tu sude na Liat na Lolo (gondang memohon restu kepada semua yang hadir); e. Gondang Alu-alu tu Inanta Parsonduk Bolon (doa memohon restu daripada para isteri yang bijak); f. Gondang Alu-alu tu Sahala ni si Tuan na Torop (doa memohon restu daripada ‘wibawa’ semua para jemputan); g. Gondang Alu-alu tu Ompunta Mulajadi Na Bolon (gondang memberitahu kepada Pencipta Alam Semesta); h. Gondang Alu-alu tu Hasahatanna i (gondang yang bermakna memberitahu kepada Ompunta Mulajadi Na Bolon dan para leluhur). 2. Gondang Mula-mula (gondang permulaan). 3. Gondang Somba (gondang menyembah). Gondang Somba terdiri dari beberapa judul reportoar, yaitu: a. Gondang Somba tu Debata (gondang untuk menyembah kepada sang Pencipta); b. Gondang Somba tu Angka Raja Na Ro (gondang untuk menyembah raja-raja yang datang ke upacara adat); c. Gondang Somba tu Si Tuan Na Torop (gondang untuk menyembah para undangan) 4. Gondang Sampur Marmeme Sampur Marorot (doa memohon diberi anak). 5. Gondang Sibane-bane (doa memohon kedamaian). 6. Gondang Marnini Marnono (doa memohon diberi cucu-cicit). 7. Gondang Sitorop Maribur (doa memohon mempunyai banyak keturunan).
47
8. Gondang Saur Matua (doa memohon diberkati sampai tua). 9. Gondang Simonang-monang (doa memohon kemenangan). 10. Gondang Didang-didang (doa memohon sukacita). 11. Gondang Saudara (doa memohon kemakmuran). 12. Gondang Embas-embas (menunjukkan kegembiraan hati). 13. Gondang Sampe-sampe (menyampaikan berkat [antara hula-hula dan boru]). 14. Gondang Mangaliat atau Gondang Liat-liat (gondang untuk manortor berkeliling atau berputar). 15. Gondang Sitio-tio (memohon dengan yakin). 16. Gondang Hasahatan (doa pengharapan bahwa semua permohonan akan terkabul).
3.6
Adat Adat adalah rangkaian atau tatanan norma-norma sosial dan religius yang
mengatur kehidupan sosial, hubungan manusia dengan leluhurnya, hubungan vertikal kepada Pencipta, serta pelaksanaan upacara-upacara ritual keagamaan (Mauly Purba, 2000). Adat merupakan warisan dari leluhur yang harus dilanjutkan oleh generasi berikutnya, yang merupakan pedoman kepada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Di dalam adat terdapat unsur hukum, aturan, dan tata cara yang mengatur hubungan manusia dengan manusia. Menurut Batak Toba, adat merupakan pemberian Mula Jadi Na Bolon yang harus dituruti mahluk ciptaannya. Dan inilah yang menjadi hukum bagi setiap orang memberikan pengetahuan tentang tata cara kehidupan untuk membedakan yang baik dan yang buruk.
48
Adat juga merupakan kebiasaan (hasomalan) yaitu aturan-aturan yang dibiasakan mulai dari leluhur atau pencipta. Dengan kata lain yaitu kebiasaan disuatu tempat atau yang terdapat pada suatu kelompok marga yang berasal dari orang tua dan diwariskan secara turun temurun, merupakan pesan tentang aturan dan hukum yang tidak boleh dilupakan atau diabaikan. Hukum adat merupakan pemberian yang berasal dari Mula Jadi Nabolon sebagai suatu perintah yang harus dituruti. Hukum adat juga bermula dari kebiasaan adat yang dilaksanakan oleh kelompok masyarakat. Oleh karena itu tertanam suatu kepercayaan pada masyarakat Batak Toba terhadap adat. Apabila adat diikuti dan dilaksanakan maka orang tersebut akan mendapatkan berkah dan orang yang tidak peduli dengan adat akan mendapat bala.
3.6.1 Adat Dalam Konsep Kepercayaan Masa Pra-Kristen: Hasipelebeguon36 Menurut Tampubolon37, adat adalah norma atau hukum yang diturunkan oleh Mula Jadi Na Bolon yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Bagi Tampubolon, adat tidak dapat diubah, tetapi harus dipatuhi (Tampubolon 1964, dalam Schreiner 1994:114-115). Dalam kehidupan sehari-hari pada masa praKristen, adat diwujudkan dalam banyak bentuk dan praktek.38 Beberapa contoh misalnya: mamele (pemujaan roh nenek moyang), pesta bius (upacara kurban oleh 36
Kepercayaan pra-Kristen dikenal dengan sebutan Hasipeleneguan. Hasipelebeguan adalah istilah kolektif yang merangkum keseluruhan praktek dan sifat agama suku bangsa Batak Toba (Pardede 1987:238). Yang termasuk dalam hasipeleneguan adalah kepercayaan pada dewa dalam mitologi orang Batak Toba, pada roh nenek moyang dan kekuatan supranatural yang mendiami tempat-tempat sakral (Vergouwen 1986:79). Dalam praktek hasipeleneguan dikenal apa yang namanya tondi (secara harafiah berarti ‘roh’ atau ‘jiwa’) yang dimliki manusia hidup, manusia yang sudah meninggal, tumbuh-tumbuhan dan hewan (Vorgouwen 1986; Sinaga 1981:103). 37 Tampubolon adalah pemimpin organisasi spiritual Batak Toba. Organisasi tersebut dikenal dengan nama ‘Siraja Batak’ yang didirikan pada tahun 1950-an (Schreiner 1994:96-97). 38 Praktek hasipelebeguon ini adalah dalam bentuk penyembahan berhala. Berhala itu juga boleh begu, roh orang mati, arwah yang dianggap dapat bertinggal di tempat angker, gunung, lembah, sungai dan rumah. Semua kuasa-kuasa ini dibujuk, disembah, diberi makanan atau persembahan tonggo atau mantramantra (Sianipar, 1989).
49
komunitas desa)39, dan mangongkal holi (upacara penggalian tengkorak). Praktek ini diwariskan secara oral dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai bagian dari adat (Aritonang 1988:49, dalam Mauly Purba, 2000). Praktek adat seperti ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan ajaran Kristen. Oleh sebab itu para misionaris Kristen dan orang Batak Kristen menyebut hal tersebut dengan hasipelebeguan (Pardede 1987:237-239, dalam Mauly Purba, 2000). Praktek hasipelebeguan pada masyarakat Batak Toba juga berkaitan dengan tradisi penyajian gondang sabangunan dan tor-tor40. Aspek lain yang mengindikasikan bahwa tradisi gondang sabangunan dan tor-tor berkaitan erat dengan hasipelebeguan atau penyembah roh nenek moyang adalah dari status sosial yang diberikan kepada musisi gondang (pargonci), yang penempatannya disejajarkan dengan para dewa. Dalam pelaksanaan adat kepercayaan hasipelebeguon, fungsi gondang sabangunan bukan semata-mata hanya mengiringi tor-tor, tetapi juga sebagai media untuk menyampaikan permohonan kepada Mulajadi Nabolon41. Hal ini dapat dilihat dalam teknis penyajian gondang sabangunan dalam suatu upacara pemujaan seperti contoh, acara asean taon,42 mamele, mandudu. Tahap yang pertama sekali
39 Bius adalah wilayah kekuasaan dan pemerintahan yang meliputi sejumlah kampung, dan dipimpin oleh parbaringin. Parbaringin atau porbaringin merupakan sebutan kepada para pendeta tradisional penyelenggara upacara-upacara bius. Mereka terikat pada kewajiban “hidup suci” dan jadi teladan: tidak boleh berutang dan mengutangi, harus berkelakuan pantas di depan umum, menjauhi magis, tidak membaca mantra atau jampi-jampi, tidak berperan dalam pesta marga. 40 Tortor adalah tarian seromial yang disajikan dengan musik gondang. Walaupun secara fisik tortor merupakan tarian, namun makna yang lebih dari gerakan-gerakanya menunjukkan tortor adalah sebuh media komunikasi, dimana melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara. Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan (Purba 2004: 64). 41 Secara fungsional Mulajadi Nabolon terbagi tiga yang disebut tri tunggal sebagai wujud kuasa Mulajadi Nabolon, yaitu : Batara Guru, Ompu Tuan Soripada dan Ompu Tuan Mangalabulan. Batara Guru merupakan dewa yang memberikan kepintaran, tempat bertanya dan pemberi talenta. Ompu tuan soripada merupakan sebagai dewa yang memberi mata pencaharian, kekayaan, kejayaan dan kesusahan bagi manusia. Sedangkan Tuan Sori Mangaraja adalah dewa yang memberikan ilmu kedukunan, kesaktian, kekuatan dan ilmu keberanian (Tobing 1956:46-55). 42 Asean taon adalah acara sakral tahunan untuk memohon hujan datang, yang ditujukan kepada Mula Jadi Na Bolon. Hal itu dilaksanakan supaya tanam-tanaman menjadi subur dan menhasilkan panen yang baik.
50
mereka lakukan adalah manjujur gondang43 yaitu dengan memainkan serangkaian reportoar yang ditujukan kepada Mulajadi Nabolon dan dewa-dewa pada suatu upacara adat. Begitu juga halnya dengan judul komposisi gondang seperti gondang Mulajadi, gondang Batara Guru, gondang habonaran. Judul komposisi gondang tersebut merupakan reportoar-reportoar yang sering disajikan pada acara adat. Dengan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ansambel gondang sabangunan sangat erat kaitannya dengan hasipelebeguon.44
3.6.2 Adat Batak Toba Pada Masa Sekarang Sejak masuknya agama Kristen ke Tanah Batak di paruh kedua abad ke-19, kehidupan sosial dan religius masyarakat Batak Toba banyak mengalami perubahan. Ternyata misi mengKristenkan yang dilakukan oleh misionaris tersebut berdampak negatif terhadap adat pra-Kristen dan kelangsungan kebudayaan musikal orang Batak Toba. Salah satu dampak sesudah sebagian orang Batak Toba menganut agama Kristen adalah berubahnya pemahaman mereka tentang tradisi gondang sabangunan, tortor dan adat. Hingga saat ini, tradisi gondang sabangunan, tor-tor dan juga adat mengalami proses penyesuaian. Proses penyesuaiannya tersebut yaitu cara penyajian gondang sabangunan dan tor-tor dalam konteks upacara adat.
43 Manjujur gondang adalah memohonan kepada Mulajadi Na Bolon dan dewa-dewa supaya melindungi acara dan menjauhkan dari maksud jahat. 44 Setelah masyarakat Batak Toba berkembang dan penduduknya semakin bertambah, banyak raja-raja penguasa daerah Batak Toba pada tahun 1880-an membentuk organisasi agama suku yang merupakan perwujudan aliran kepercayaan purba yaitu: 1. Si Raja Batak, merupakan aliran yang meyakini leluhur orang Batak bertempat di daerah Samosir. 2. Parmalim atau aliran yang dipakai Sisingamangaraja XII meneruskan sikap hamalimon (sifat kesucian). 3. Parbaringin adalah organisasi bius yang mengatur tata kehidupan masyarakat Batak Toba dalam acara asen taon. Tujuan di bentuk organisasi agama suku ini untuk menyatukan orang Batak menentang masuknya agama wahyu seperti agama kristen yang dibawakan oleh misionaris ke Tanah Batak. Pada prinsipnya aliran kepercayaan ini juga berlandasan kepada Ompu Mulajadi Nabolon yang di akui sebagai Pencipta (Situmorang, 1993b:98-120).
51
Walaupun adat sudah mengalami proses penyesuaian45, namun adat masih tetap bertahan dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba dan sangat dihormati oleh masyarakat Batak Toba hingga saat ini. Apabila pada adat pesta perkawinan, panortor46 meminta dimainkan judul ataupun reportoar lagu rohani dan lagu rakyat, maka pargonci dengan senang hati memainkannya. Selain itu, pelaksanaan adat sudah bisa dilakukan secara efektif dan sedapat mungkin dilakukan dengan singkat.47 Itulah beberapa contoh penyesuaian yang dilakukan pada pelaksanaan adat masa kini. Sikap orang Batak Toba terhadap adat pada masa sekarang ini sudah bervariasi. Bagi sebagian orang, penyajian gondang sabangunan dan tor-tor digunakan hanya dalam konteks hiburan, misalnya pada pesta-pesta gereja Batak Protestan. Dan pada pelaksanaan upacara adat, sebagian orang Batak Toba ada yang tidak percaya lagi bahwa ada kekuatan magis pada adat tersebut; sebagian adapula yang tidak tahu pasti bagaimana adat harus dilakukan; dan sebagian ada yang sekedar ikut-ikutan. Untuk sebagian orang, adat bukanlah bersifat statis, melainkan dinamis dan berubah-ubah. Sementara itu, sebagian lain, ada yang tidak menginginkan adanya perubahan adat dan terus mengikuti adat yang lama (yang mengikuti hasipelebeguan).
3.7
Pargonsi Pemain musik dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba
disebut dengan pargonsi. Pargonsi dalam tradisi margondang tersebut mendapat 45
Proses penyesuaian yang dimaksud adalah pada pelaksanaan adat, sebagian masyarakat Batak Toba sudah tidak mempercayai adanya kekuatan-kekuatan dari nenek moyang dan leluhur Batak Toba. Pelaksanaan adat yang sekarang ini adalah untuk melestarikan kebudayaan dan tradisi Batak Toba. 46 Panortor artinya orang yang melakukan tortor (menari). 47 Walaupun pelaksanaan adat secara efektif terkadang kelihatan seperti diburu waktu, namun demikian, tujuan utama dalam tortor sudah terlaksana yaitu ’meminta dan memberi berkat/restu’ antara hulahula dan boru.
52
status dan peran yang sangat penting. Hal tersebut dikarenakan masyarakatnya menempatkan status para pemusik pada posisi yang dihormati. Pada masyarakat Batak Toba, sikap hormat selalu ditujukan kepada pargonsi ketika dalam margondang karena memiliki keahlian menyangkut keterampilan bermain musik dan mengerti ruhut-ruhut ni adat (sendi-sendi peradatan). Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba khususnya kepercayaan Pra-Kristen, saat upacara adat berlangsung, musisi gondang (pargonci) dianggap sama statusnya dengan para dewa. Menurut kepercayaan Pra-Kristen, musisi gondang dapat meneruskan permohonan partisipan upacara kepada dewa-dewa dan kekuatan supranatural melalui musik yang mereka mainkan (Simon 1993:82). Posisi yang mereka tempatkan sejajar dengan dewa antara lain, parsarune (pemain sarune) diberi sebutan Bataraguru Manguntar dan partaganing diberi sebutan Bataraguru Humundul. Sebutan tersebut terlihat pada saat berlangsungnya sebuah upacara adat. Sebelum musik gondang dimainkan, kata-kata yang biasanya diucapkan sebagai berikut: Amang panggual pargonsi nami, Bataraguru Humundul, Bataraguru Manguntar, na sinungkun botari na nialapan arian, parindahan na suksuk, parlompan na tabo, parlualuhon na tingkos, partarias na malo, ndang dope hu dok nunga iboto ho. Bahen hamu ma gondang… Maksud dari kalimat tersebut yaitu, “bapak para pemusik yang terhormat, Bataraguru Humundul, Bataraguru Manguntar, yang ditanya pada waktu sore dan yang dijemput pada waktu siang, orang yang menikmati makanan yang lezat, orang yang menikmati lauk-pauk yang nikmat, penyampai pesan yang jujur, pemikir yang cerdas, tak perlu sesuatu apa yang akan aku pinta, engkau telah mengetahui. Mainkanlah gendang.” Dari kata-kata yang disampaikan tersebut, dapat dilihat
53
penghormatan yang diberikan kepada pemusik, khususnya untuk parsarune dan partaganing. Pada pelaksanaan upacara adat, pargonsi juga mempunyai tempat khusus yang disediakan oleh pelaksana upacara. Jika pelaksana upacara (hasuhuton) di kampung masih mempunyai ruma atau sopo48, maka pargonsi diberi tempat di bonggar-bonggar ni ruma atau panca-panca ni sopo (bagian atas dari rumah tradisional Batak Toba yang nampaknya sudah dirancang khusus untuk tempat pargonsi). Namun, jika pelaksana upacara tidak mempunyai ruma atau sopo, maka pargonsi diberi tempat di pentas yang tingginya kira-kira 1 meter di halaman rumah. Pada pentas tersebutlah pargonsi menyusun alat-alat musik gondang sabangunan sesuai dengan posisi masing-masing alat-alat musiknya.49 Dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba, orang yang memainkan ansambel gondang sabangunan merupakan kaum laki-laki. Dalam setiap tradisi margondang sabangunan ini, kaum laki-lakilah yang memegang peranan sebagai pembawa musik dalam upacara-upacara adat yang menyertakan gondang sabangunan. Hal tersebut dikarenakan pada zaman dulu dipercaya bahwa pargonsi sejajar dengan para dewa. Oleh sebab itu, menurut suku Batak Toba, kaum perempuan bukan bagian dari pargonsi, melainkan hanya kaum laki-laki saja. Dari hal-hal yang sudah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pargonsi memiliki kedudukan istimewa dalam suatu acara adat Batak Toba. Hal tersebut dapat kita lihat dalam penyambutan dan pemberlakukan yang dilakukan masyarakat Batak Toba ketika mengadakan pesta yang melibatkan gondang. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari-hari pargonsi tetap akan sama seperti masyarakat 48
Rumah tradisional Batak Toba Upacara pesta adat biasanya dilaksanakan satu hari saja (ulaon sadari) tetapi ada juga tiga hari dan dahulu ada sampai tujuh hari. Jika pesta adat itu dilaksanakan selama tiga hari (biasanya untuk upacara mangongkal holi), pargonci akan datang ke tempat upacara satu hari sebelum jumpa mata ni pesta (pada hari yang sudah ditentukan untuk pelaksanaan upacara adat). 49
54
biasanya. Keistimewaan pargonsi terjadi pada saat bermain musik dalam suatu acara.
3.8
Marguru (Proses Belajar Taganing) Proses belajar taganing pada zaman dahulu atau yang disebut dengan
marguru (berguru) harus dilewati oleh seorang partaganing. Yang berpotensi dan layak menjadi guru adalah seorang pargonsi yang sudah ahli bermain musik dan paham akan segala ruhut-ruhut ni adat. Seorang guru tersebut biasanya mempunyai ilmu kesaktian. Ketika akan memulai proses latihan dan memainkan musik, biasanya dilakukan terlebih dahulu acara alamat sai matondang50 untuk para murid. Menurut P Sihotang (dalam Sitohang, 2009), selama proses marguru, murid harus tinggal di rumah sang guru. Ketika pada malam hari, barulah proses marguru dimulai karena pada siang hari murid disuruh bekerja ke sawah atau ke ladang sang guru. Seorang murid tidak bisa menolak permintaan guru selama proses marguru. Apabila guru meminta muridnya untuk memijat (mandampol) dirinya, maka pada proses memijat tersebut guru marturi-turian51 dan mengajarkan ruhut-ruhut ni adat (sendi-sendi adat) dan menceritakan pengalamannya. Ada beberapa tahap yang diajarkan oleh guru. Pertama, mengenali karakter suara taganing; kedua, memegang stick (palu-palu); ketiga, teknik memainkan; keempat, melatih kecepatan tangan kiri dan tangan kanan (marsiadui). Setelah itu murid diajarkan memainkan reportoar dasar dengan teknik menganak-anaki.
50
Alamat sari matondang adalah membuat acara dengan menyajikan sasajen berupa jenis makanan seperti ayam panggang , ikan, buah, dan jenis makanan tradisional yang didoakan kepada Mula Jadi Nabolon. Setelah itu murid disuruh mencicipi duluan dengan memilih jenis makanan. Dari hasil pilihan makanan yang dipilih murid bisa diketahui guru bagaimana nantinya proses berguru? Dan bagaimana nantinya hasil berguru oleh murid? 51 Marturi-turian adalah bercerita tentang cerita rayat
55
Apabila murid sudah bisa memainkan reportoar, sang guru pun ikut serta dengan memainkan sarune. Ketika sang guru mendapat tawaran untuk margonsi di suatu acara adat, sang guru tersebut selalu mengikutsertakan murid dalam memainkan musik. Pada saat itu murid masih memainkan instrument musik yang berperan sebagai pembawa tempo yaitu hesek dan ogung. Setelah guru merasa kemampuan muridnya sudah bisa menguasai instrument yang dimainkan, tahap berikutnya murid diberi peran memainkan gordang. Dalam proses marguru tersebut, sang murid akan bisa memainkan satu-persatu instrument dalam ansambel gondang sabangunan dengan bertahap. Walaupun sang murid sudah sering mengikuti sang guru bermain musik, tetapi proses marguru tetap berlanjut. Proses tersebut membutuhkan kurang lebih mencapai 3-5 tahun. Selanjutnya, ketika sang murid sudah bisa menguasai beberapa reportoar gondang, sesekali murid akan disuruh menggantikan partaganing tetapi masih tetap diawasi oleh sang guru. Penjelasan di atas berbeda dengan pendapat G Sitohang dan J Sitanggang (dalam Sitohang, 2009), menurut mereka tidak semua pargonsi melewati dan mengalami marguru. Ada beberapa pargonsi yang mendapat sahala dari Batara Guru yang disebut dengan talenta. Sistem yang digunakan dalam belajar martaganing adalah mata guru roha sisean52 yang artinya secara harafiah, “mata melihat, hati yang menemani,” bisa diartikan: melihat, menghapalkan dan mempraktikkan.
52
Sama halnya seperti hasil wawancara dengan Hari Anita Nainggolan dan Alister Nainggolan. Mereka mengetahui bermain taganing karena dari talenta mereka.
56
Hari Anita Nainggolan53 mengatakan bahwa beliau juga tidak pernah mengalami hal marguru. Beliau kerap sekali menonton permainan musik di pestapesta adat yang menggunakan ansambel gondang sabangunan. Niatnya pun muncul ketika beliau melihat bahwa bermain musik tradisi terutama taganing sangat menarik dan membuat hatinya semakin ingin mempelajari alat musik taganing tersebut. Akan tetapi, pada saat itu tidak ada yang mau mengajari beliau, sehingga beliau hanya melihat dan mengikuti gerakan-gerakan permainan partaganing tersebut. Sampai akhirnya, beberapa gerakan bisa beliau ikuti, walaupun masih jauh dari teknik permainan yang sesungguhnya. Walaupun beliau tidak mengikuti proses marguru, sampai sekarang beliau sudah mahir dalam bermain taganing. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa menjadi seorang pemain taganing tidaklah harus dengan berguru.
53
Beliau seorang partaganing perempuan.
57
BAB IV HARI ANITA NAINGGOLAN SEBAGAI PARTAGANING PEREMPUAN
Dalam Bab IV ini, penulis memuat tulisan yang menguraikan tentang keberadaan perempuan yang merupakan penghasil dan penanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, perempuan mengambil peran yang sebenarnya dikerjakan oleh para lelaki ataupun suami. Namun, penghasilan yang dihasilkan oleh suami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang sangat banyak. Kebutuhan-kebutuhan yang sangat banyak itu antara lain, kebutuhan pokok yaitu makanan dan minuman, kebutuhan pakaian, pembayaran uang sekolah, dan banyak lagi yang harus dipenuhi. Oleh karena banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi, maka perempuan bekerja untuk mendapat penghasilan yang dapat dipergunakan dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Hal ini terkhusus terjadi pada perempuan suku Batak Toba. Penulis melihat bahwa ada perempuan-perempuan suku Batak Toba yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Mereka bekerja sebagai pargonsi dalam upacara adat Batak Toba. Hal tersebutlah yang menjadi pembahasan dalam tulisan ini yaitu mengenai proses belajar, alasan mereka memilih sebagai pargonci yaitu partaganing perempuan, dan berbagai hal yang berkaitan dengan pembahasan tulisan ini.
58
4.1
Biografi Singkat Hari Anita Nainggolan Sebelum membicarakan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing
perempuan, penulis akan menjelaskan biografinya terlebih dahulu. Uraian ini dianggap perlu karena mengingat proses perjalanan hidup beliau tentu mempengaruhinya dalam menjadi seorang partaganing perempuan dalam tradisi Batak Toba.
4.1.1
Masa kecil Hari Anita Nainggolan lahir pada tanggal 10 Februari 1975 di Samosir
tepatnya di daerah Batuguru dari pasangan Alister Nainggolan54 dan Erlina
54 Alister Nainggolan merupakan pemain Opera Batak Serindo pimpinan almarhum Tilhang Oberlin Gultom. Beliau bergabung ke Serindo pada tahun 1965. Di Serindo, Alister pertama kali menjadi pelakon parbaringin, pendeta ritual agama Batak dalam lakon cerita Sisingamangaraja. Alister bertahan di Serindo sampai tahun 1970. Dan empat tahun kemudian beliau mendirikan grup Tiurma Opera bersama Erliana boru Silaban, sang istri yang juga pemain dan penyanyi di Serindo. Nama Tiurma Opera sendiri diadopsi dari anak ketiga mereka yang bernama Tiurma. Dengan grup itulah Alister melakukan pentas Opera Batak secara keliling dengan banyak kesulitannya. Sebagai tauke Opera Batak, Alister harus mampu memimpin dan menggaji 40-an pemainnya. Sementara izin, hasil, dan pungutan atas semua pertunjukan yang dilakukan sering tidak seimbang dengan kebutuhan utama para pemain. Akhirnya tahun 1984 Grup Tiurma Opera juga terpaksa dibubarkan, ditambah karena desakan media hiburan terbaru seperti televisi dan film. Setelah selang beberapa waktu, beliau kembali membawa musik tradisional Batak ke berbagai tempat di Tapanuli dengan nama Nainggolan Bersaudara. Di Sidikalang (Dairi) pada tahun 1994 empat orang anaknya tampil dengan masing-masing kemampuan memainkan alat musik. Tamrin, si anak sulung menjadi pemain hasapi, Lamtiar menjadi penyanyi bersama ibu, dan dua anak putri lainnya memainkan taganing dan odap. Dalam berbagai kesempatan putri-putri Alister yang bermain taganing menjadi perhatian khusus dan daya tarik penampilan Nainggolan Bersaudara. Pada tahun 1994, Alister juga diajak sebuah grup kesenian dari Medan untuk penampilan ke Seicie, Jepang. Dan mulai dari perjalanan karirnya, Alister Nainggolan masih sering di undang untuk mengisi pertunjukan di dalam negri maupun luar negeri. Beliau juga sering mengiringi upacara-upacara adat di berbagai daerah. Tahun 2002 Opera Batak mulai dibangkitkan kembali. Sosok Alister sebagai pemain Opera Batak muncul ketika pentas rekonstruksi lakon Guru Saman di dua tempat (kampus Universitas Sumatera Utara dan Taman Budaya Sumatera Utara). Alister kebetulan mendapat pelakon Jakobus, pemilik kedai tuak yang lugu dan sangat lucu. Gaya bermain musiknya juga tidak kalah menarik dari seorang pemain yang lebih dikenal oleh publik selama ini. Beliau muncul dan terlibat di beberapa episode dalam program Opera Batak Metropolitan di TVRI Medan tahun 2004, gaya bermain Alister semakin mendongkrak popularitasnya dengan nama pemeranan Fort de Kock. Nama pemeranan itu sengaja diformat Ben Pasaribu sebagai penggagas program yang inovatif dan pemuat teks-teks terbaru bersama Thompson Hs. Program di TVRI tidak berlanjut. Sehingga Alister minta dilibatkan dalam pentas Grup Opera Silindung (GOS), sebuah grup percontohan yang mengawali kebangkitan kembali Opera Batak di Tarutung atas dukungan Pemkab Taput waktu itu. Sejak pentas keliling GOS pada Januari 2005, semangat Alister bermain Opera Batak menggebu kembali. Dengan sikap terbukanya berbagai pengetahuan dan teknik permainan diberikan kepada pemain-pemain muda di GOS. Alister juga tidak sungkansungkan menawarkan istri dan anak-anaknya untuk terlibat setiap diajak pementasan. Dedikasi dan loyalitas untuk menyalurkan pengetahuannya kepada orang muda selalu ditunjukkan Alister setiap dipanggil untuk pementasan Opera Batak. Pada tahun 2007, Pusat Latihan Opera Batak (PLOt) mengajukan agar beliau menerima Tunjangan Maestro dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Indonesia. (Sumber: Google/Alister nainggolan)
59
Silaban55. Beliau merupakan anak keempat dari delapan orang bersaudara, yang terdiri dari empat orang laki-laki dan empat orang perempuan.56 Sebagian besar saudara kandung dari Hari Anita Nainggolan merupakan pemain musik tradisional juga, dan sebagian lagi ada yang tidak.57 Hari Anita Nainggolan menghabiskan masa kecilnya di Medan, karena pada waktu itu orang tua dari Hari Anita Nainggolan yang berprofesi sebagai musisi Batak Toba dan pemain opera Batak selalu berpindah-pindah tempat tinggal. Apabila pertunjukan Opera Batak pindah ke daerah lain, maka mereka wajib juga ikut ke daerah tersebut bersama dengan anggota Opera Batak lainnya. Dan pada masa itu, Opera Batak membuat pertunjukan di Medan yaitu tepat pada saat Hari Anita Nainggolan masih menginjak masa kecilnya. Hari Anita Nainggolan pada masa kecilnya adalah seorang pemalu dan tidak percaya diri. Menurut hasil wawancara dengan beliau, apabila ada tamu yang mengunjungi rumah mereka, beliau mengunci kamar dan tidak mau keluar sampai tamu tersebut pulang, itu karena beliau sangat pemalu. Tetapi seiring berjalannya waktu, beliau sedikit demi sedikit bisa menghilangkan rasa malu tersebut.
4.1.2 Pendidikan Hari Anita Nainggolan menjalani masa sekolah hanya selama lima tahun. Beliau tidak melanjutkan sekolahnya karena beliau pada saat itu tidak ingin lagi bersekolah. Pada waktu masa sekolah, beliau kerap sekali tidak masuk sekolah dan malah pergi bermain dengan teman-temannya. Sewaktu-waktu, beliau menonton suatu acara adat di pesta adat Batak Toba selagi teman-temannya bersekolah. Beliau sangat senang melihat-lihat para pemain musik tradisional Batak Toba 55
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 14. Baris 674-676 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 13. Baris 638-640 57 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 13. Baris 641-673 56
60
memainkan instrument gondang.58 Sampai-sampai beliau tidak ingin lagi bersekolah dan ingin mempelajari alat musik terkhusus taganing.59 Dahulu anak-anak tidak diijinkan bermain musik, dan harus bersekolah. Tetapi berbeda dengan Hari Anita Nainggolan, beliau mengambil keputusan untuk tidak bersekolah lagi. Beliau lebih tertarik untuk memainkan musik tradisi dan ingin lebih memperdalam permainannya. Tanpa sepengetahuan orang tuanya, beliau pun mempelajari sendiri alat musik taganing tersebut dengan melihat-lihat cara permainan partaganing yang ada di suatu pesta adat. Suatu ketika, Kepala Sekolah memberitahukan kepada orang tua, bahwa beliau jarang masuk sekolah. Kemudian beliau ditanyakan oleh orang tuanya apakah beliau masih ingin bersekolah atau memilih jalan yang lain. Beliau kemudian memberitahukan kepada orang tuanya bahwa pilihannya adalah tetap tidak ingin bersekolah dan ingin bermain musik saja mengikuti profesi kedua orang tuanya.
4.1.3 Latar Belakang Keluarga Hari Anita Nainggolan menikah pada tahun 1999 dengan Rahimmuddin Hutagalung. Mereka pertama sekali bertemu di Sibolga. Suami beliau bekerja sebagai supir pada saat itu, sedangkan Hari Anita bekerja sebagai partaganing perempuan sambil bekerja sebagai karyawan di sebuah pabrik kayu.60 Setelah Hari Anita Nainggolan menikah, beliau sempat berhenti bermain taganing selama tiga tahun, karena pada saat itu anak-anaknya masih kecil dan 58
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9/18. Baris 186-191 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9/18. Baris 174-177 60 Pada saat itu, orang tua beliau bekerja sebagai pelatih dan mengajar musik tradisi di Taman Budaya. Dan ketika mereka satu keluarga bermain musik di Taman Budaya, ada seorang pengusaha dari Sibolga menonton pertunjukan mereka. Pengusaha tersebut melihat bahwa permainan mereka bagus. Kemudian pengusaha tersebut menawarkan kepada orang tuanya untuk bekerja sebagai pengawas di Sibolga dan saudarasaudara beserta beliau juga disarankan bekerja di situ. Oleh sebab itu, mereka pindah ke Sibolga. 59
61
belum bisa dibiarkan sendiri di rumah selagi suaminya bekerja. Oleh sebab itu, beliau berhenti sebagai partaganing permepuan selama beberapa waktu. Pasangan Hari Anita Nainggolan dan Rahimmuddin Hutagalung tersebut dikaruniai empat orang anak, yang terdiri dari satu orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan. Anak yang pertama diberi nama Hotania Hutagalung, yang kedua bernama Riandi Hutagalung, yang ketiga bernama Marshanda Hutagalung, dan yang keempat bernama Sri Handayani Hutagalung.61 Keseluruhan anak dari Hari Anita Nainggolan dan Rahimmuddin Hutagalung tersebut mendukung penuh pekerjaan dari Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan. Anak pertama mereka Hotania Hutagalung mempunyai hobby menari terutama Tari Cawan. Tetapi Hari Anita berpesan, selesaikan sekolah dahulu kemudian boleh melanjutkan keinginan sebagai penari.62 Setelah anak-anak beliau sudah bersekolah dan mandiri, beliau kemudian melanjutkan pekerjaannya sebagai partaganing perempuan dan pindah ke Dolok Sanggul beserta keluarganya. Suami beliau bekerja sebagai petani di Desa Sampean Aek Bottar, Dolok Sanggul. Ketika Hari Anita Nainggolan tidak ada panggilan untuk bermain taganing, beliau membantu suaminya untuk berladang. Akan tetapi, sebelum bekerja sebagai petani, Hari Anita Nainggolan dan suaminya bekerja sebagai parkombat yaitu mengambil kayu dari hutan kemudian menjualnya kepada toke (pengusaha) kayu yang ada di Dolok Sanggul.63 Dan selang beberapa tahun, mereka beserta keluarganya pindah ke Desa Lumban Barat sampai saat ini.
4.2
Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan 61
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 15. Baris 678-685. Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 15. Baris 843-848. 63 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 4. Baris 83-89, baris 96-98, dan baris 104. 62
62
Sebagai seorang partaganing perempuan, Hari Anita Nainggolan tentunya mempunyai proses dalam mempelajari dan menggeluti hal tersebut. Prosesnya tentu melewati waktu yang cukup panjang, mulai dari proses mengenal, ketertarikan, mempelajari, melatih diri, hingga pada saat berkarya. Berikut ini penulis akan menguraikan tentang bagaimana proses-proses yang telah dilewati oleh beliau.
4.2.1 Awal Perkenalan Hari Anita Nainggolan Dengan Alat Musik Taganing Awal perkenalan Hari Anita Nainggolan dengan musik tradisional Batak Toba adalah dimulai dari sejak masa kanak-kanak. Ketika pada saat itu, Hari Anita Nainggolan berumur 10 tahun dan masih kelas lima Sekolah Dasar.64 Keinginan Hari Anita Nainggolan untuk bersekolah pada waktu itu sudah tidak ada lagi. Mulai pada saat itu, beliau sering pergi ke pesta-pesta adat bersama teman-temannya yang lain untuk melihat pesta adat yang sedang berlangsung. Di situ dia melihat bahwa orang yang bermain alat musik gondang tersebut sangat menarik kelihatannya. Disitulah awal ketertarikan Hari Anita Nainggolan terhadap alat musik taganing. Karena orang tua beliau tidak mau mengajarinya untuk bermain taganing, beliau bertekad untuk mempelajarinya sendiri, karena anak-anak pada saat itu tidak diperbolehkan bermain musik. Anak-anak berkewajiban menyelesaikan sekolah terlebih dahulu pada saat itu. Walaupun tidak ada yang mengajari Hari Anita Nainggolan untuk bermain taganing, beliau memegang prinsip “mata guru roha si sean, uhut parohaon”65, yaitu walaupun beliau belajar sendiri, asalkan giat memperhatikan dengan tekun dan mempelajarinya dengan serius pasti akan bisa. Oleh karena itu, beliau sering mencuri kesempatan untuk mempelajari alat musik taganing berdasarkan apa yang dilihatnya. Kesempatan tersebut sering ia peroleh 64
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 3. Baris 63-65. Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9/18. Baris 162-164
65
63
ketika menonton pesta adat. Beliau menirukan cara permainan partaganing tersebut dan beliau sengaja berdiri di dekat partaganing tersebut untuk melihat lebih dekat cara permainannya. Orang tua beliau sangat marah ketika mengetahui bahwa beliau jarang bersekolah. Tetapi pada akhirnya, diambil keputusan bahwa beliau berhenti sekolah. Mulai saat itu, beliaupun dibimbing oleh orang tuanya yang pada saat itu masih aktif sebagai pemain musik tradisional. Hari Anita Nainggolan kemudian di ajari bagaimana cara bermain taganing yang benar walaupun dia sudah sedikit mengetahui teknik bermain taganing dari apa yang dilihatnya selama ini.
4.2.2 Proses Perjalanan Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan Dalam perjalanan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan, beliau tidak langsung terjun bermain pada acara adat. Beliau masih mengikuti proses belajar dengan orang tuanya. Selama dua tahun Hari Anita Nainggolan beserta saudara-saudaranya dibawa oleh orang tuanya keliling kampung untuk melakukan pertujukan kecil yaitu dengan mengamen. Biasanya mereka melakukan pertunjukan tersebut pada saat ada “layar tancap.”66 Hal tersebut dilakukan oleh orang tuanya adalah untuk melatih setiap mental anak-anaknya untuk bisa siap terjun ke pesta adat sesungguhnya. Menurut wawancara dengan Hari Anita Nainggolan, sebelum beliau bermain musik dalam pesta-pesta adat yang sesungguhnya, beliau juga sering diajak oleh Alister Nainggolan (ayah) berkeliling kampung sambil membawakan
66
Dahulu belum ada yang memiliki televisi di kampung, yang ada hanyalah “layar tancap” dan masyarakat beramai-ramai untuk menonton.
64
lagu-lagu Batak. Biasanya mereka melakukan pertunjukan sederhana di lapo tuak67 di kampung yang mereka kunjungi.68 Salah satu tradisi yang masih melekat dalam kehidupan masyarakat Batak Toba adalah kebiasaan minum tuak. Dahulu di Tapanuli Utara penggunaan tuak selain digunakan untuk upacara adat, juga digunakan oleh wanita yang baru melahirkan. Tradisi minum tuak ini biasanya dilakukan oleh sebagian kaum lakilaki dewasa di lapo tuak. 69 Biasanya ketika para bapak-bapak berkumpul di lapo tuak tersebut, mereka akan bernyanyi lagu-lagu pop Batak sambil diiringi gitar. Kebiasaan yang dilakukan masyarakat Batak Toba tersebut membuat Alister Nainggolan mengambil kesempatan untuk membuat pertunjukan sederhana di lapo tuak tersebut. Sambil menghibur para pengunjung lapo tuak, disitulah Hari Anita Nainggolan mendalami cara dan teknik bermain taganing. Keberanian dan kepercayaan dirinya juga muncul dari setiap pengalaman-pengalaman yang dilewati oleh beliau.
4.2.3 Eksistensi Hari Anita Nainggolan Sebagai Partaganing Perempuan Selama menjadi partaganing perempuan, Hari Anita Nainggolan sudah melewati berbagai pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalamannya tersebut diperoleh berkat orang tuanya Alister Nainggolan yang selalu mendukung beliau. 67
Tuak adalah sejenis minuman beralkohol yang terbuat dari hasil fermentasi dari nira, beras, atau bahan minuman/buah yang mengandung gula. Sedangkan lapo dari bahasa Batak artinya kedai. Biasanya di lapo tuak, kaum bapak-bapak minum tuak sambil bermain catur ataupun kartu. 68 Wawancara pada tanggal 25 maret 2014. 69 Shigehiro (1997: 50) menyimpulkan bahwa: Istilah lapo dipakai biasanya hanya di kota-kota yang di luar Tapanuli Utara. Di kampung halaman di tapanuli utara kata lapo jarang dipakai, kata yang sering dipakai di situ adalah kata kedai dari bahasa Indonesia. Mungkin karena di kota-kota di perantauan kata lapo dari bahasa Batak Toba perlu digunakan dengan sengaja untuk menentukan kedai yang diusahakan oleh orang Batak Toba. Lapo tuak merupakan suatu tempat laki-laki berkumpul setelah menyelasaikan pekerjaannya di sore hari. Mereka yang berkumpul tidak hanya dari etnis Batak Toba, tetapi juga etnis seperti Nias, Cina, dan Minang. Ditempat ini biasanya mereka berbincang-bincang, bermain kartu, bercatur, dan menonton televisi, sambil minum tuak. Dalam keadaan hampir mabuk mereka memainkan lagu pop Batak dengan alat musik tradisional yang ada seperti gitar, suling, hasapi, dan taganing dan lainya
65
Apabila ada pekerjaan bermain musik ke luar negeri, Alister Nainggolan (Ayah) selalu mengikutsertakan beliau dalam perjalanan tersebut. Negara-negara seperti Jepang, Jerman, Cina, dan negara-negara lainnya pun sudah pernah mereka jalani. Hari Anita Nainggolan juga sempat ikut dalam Opera Batak bersama Alister Nainggolan sebagai penyanyi dan parodap70. Hari Anita Nainggolan juga kerap sekali diundang oleh sekolah-sekolah untuk mengajari para murid untuk bermain taganing. Hari Anita Nainggolan biasanya mengajarkan teknik bermain dan beberapa reportoar gondang sabangunan dalam pelajaran kesenian di sekolahsekolah.71 Dalam event-event seperti Pesta Hasundutan yang diadakan oleh pemerintah dan seluruh masyarakat, Hari Anita Nainggolan dan ayahnya selalu diundang untuk mengisi acara dalam acara besar tersebut.72 Keramah-tamahan mereka selalu dipandang baik oleh masyarakat dan pemerintah yang ada di Kecamatan Humbang Hasundutan.73 Pada saat ini, grup musik yang diikuti Hari Anita Nainggolan adalah ‘Lia Gemilang’, yang diketuai oleh Jhonson Sihite. Beliau bergabung ke dalam grup musik tersebut pada tahun 2009. Grup musik tersebut cukup banyak diminati oleh masyarakat yang ingin mengadakan pesta adat, karena mengingat bahwa yang mengiringi acara tersebut adalah orang yang telah berpengalaman seperti Hari Anita Nainggolan dan ayahnya.
70
Dalam pameran Opera Batak, parodap berfungsi sebagai pembawa ritem taganing apabila pemeran dalam opera Batak mengucapkan skenario-skenario. 71 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 2/8/15. Baris 902 72 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 2/8/15. Baris 918-922 73 Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 6/7/8/9. Baris 484-489.
66
4.3
Alasan
Hari
Anita
Nainggolan
Menjadi
Seorang
Partaganing
Perempuan Dari hasil wawancara dengan Hari Anita Nainggolan, penulis mendapat penjelasan dari beliau mengenai alasan menjadi seorang partaganing perempuan. Hasil tersebut menjelaskan ada tiga faktor yang membuat beliau masih tetap eksis dalam menjalani pekerjaan tersebut. Berikut ini adalah alasan beliau memilih menjadi seorang partaganing perempuan.
4.3.1 Faktor Talenta Menurut Hari Anita Nainggolan, dia menekuni pekerjaan sebagai partaganing perempuan adalah karena sebuah talenta yang diberikan Tuhan pada dirinya, sehingga dia mau tidak mau harus menuangkan talenta tersebut, karena talenta itu adalah anugrah dari Tuhan.74 Seperti yang sudah penulis jelaskan di atas tadi, bahwa Hari Anita Nainggolan tidak mendapat pengetahuan dari siapapun mengenai bermain taganing, walaupun setelah beberapa waktu kemudianlah baru orang tuanya membimbing dia mengenai teknik lanjutan bermain taganing. Dia mengatakan bahwa, talenta harus dikembangkan. Talenta tersebut pasti berguna untuk diri sendiri dan orang lain. Talenta beliau sebagai partaganing perempuan membuat beliau semakin percaya diri bahwa setiap manusia mempunyai kelebihan masing-masing.75
74 75
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6. Baris 117-118. Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6. Baris 117-131.
67
4.3.2 Faktor Keturunan Hari Anita Nainggolan merupakan anak dari keluarga musisi tradisional Batak Toba. Dari hubungan tersebut, Hari Anita Nainggolan sebagai anak tentu banyak belajar dari kedua orang tuanya mengenai musik tradisi Batak Toba. Apalagi ayahnya yang seorang maestro berpengalaman di dunia musik tradisi, Hari Anita Nainggolan pasti mengikuti cara hidup sebagai keluarga musisi. Saudara-saudara kandung dari Hari Anita Nainggolan juga mengikuti jejak ayah mereka sebagai seorang musisi. Ada yang sebagai parsulim, partaganing, penyanyi, bahkan salah satu saudara Hari Anita Nainggolan yang bernama Ais Nainggolan76 sudah pernah mengikuti ajang pencarian bakat KDI (Kontes Dangdut Indonesia). 77 Oleh karena itu, Hari Anita Nainggolan senang menjalani kehidupannya sebagai seorang partaganing perempuan dan mendapat dukungan dari keluarga.
4.3.3 Faktor Ekonomi Dengan pekerjaan suami yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Hari Anita Nainggolan sebagai seorang istri tidak segan-segan untuk membantu suaminya mencari nafkah. Suami beliau juga mendukung pekerjaan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga mereka. Menurut Hari Anita Nainggolan, pekerjaan yang sekarang digelutinya tersebut sangat membantu keluarga. Hal tersebut dikarenakan bukan hanya penghasilan pokok saja yang ia dapatkan, melainkan saweran-saweran yang diberikan oleh masyarakat yang merasa senang dengan pertunjukan permainan
76
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 13. Baris 659-673 Walaupun Ais Nainggolan tidak mengikuti jejak ayahnya sebagai musisi Batak Toba, namun Ais Nainggolan mahir dalam bernyanyi. Dan beliau belajar banyak dari kedua orang tuanya. 77
68
taganingnya. Hal itu membuat beliau betah untuk melakukan pekerjaan sebagai partaganing perempuan78.
4.4
Wawancara dengan Hari Anita Nainggolan Penulis melakukan wawancara dengan Hari Anita Nainggolan dalam dua
kesempatan, wawancara yang pertama dilakukan pada tanggal 25 Maret 2014 dan yang kedua pada tanggal 21 Juli 2014. Pada saat wawancara yang pertama, Hari Anita Nainggolan mengajak saya pergi ke ladang beliau yang terletak agak jauh dari belakang rumahnya untuk melakukan wawancara.79 Informan mengajak penulis ke ladangnya dengan alasan membuat suasana lebih nyaman untuk wawancara. Suami informan juga turut ikut ke ladang mendampingi kami berdua sambil memanen cabai. Namun, sebelum penulis menuju rumah informan, penulis pertama sekali mengunjungi Alister Nainggolan yang merupakan ayah kandung dari informan sendiri. Penulis ditemani oleh Alister Nainggolan dan istrinya menuju ke rumah informan yang terletak agak jauh dari rumah mereka. Setibanya di rumah Hari Anita Nainggolan, kami berbincang-bincang sejenak dan kemudian meminta diberi waktu untuk melakukan wawancara dengan informan secara pribadi. Kemudian wawancara yang kedua pada tanggal 21 Juli 2014 dilakukan di kediaman informan. 80 Wawancara ini dilakukan untuk memperjelas wawancara yang pertama. Dan pada wawancara ini, beberapa pertanyaan yang berhubungan 78
Lihat tabel “Responder 1/Verbatim 1. Kode pertanyaan: 4/6/12. Baris 270-298 Pada saat wawancara yang pertama, Hari Anita masih bertempat tinggal di Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Sampean Aek Bottar, Kecamatan Dolok Sanggul. Kemudian pada bulan Juni beliau pindah ke Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal beliau yang lama. 80 Pada bulan Juni 2014, Hari Anita Nainggolan dan keluarganya beserta kedua orangtuanya pindah ke desa Lumban Barat. Di situ penulis menjumpai informan dan melakukan wawancara yang ke dua pada bulan Juli 2014. 79
69
dengan pembahasan mengenai sepak terjang informan selama karirnya di dunia musik tradisi sebagai partaganing perempuan juga di sertakan.
Gambar 4.1 Hari Anita Nainggolan 1
Keterangan: Penulis (kiri) bersama dengan Hari Anita Nainggolan (kanan). Dokumentasi pada saat wawancara pertama tanggal 25 Maret 2014.
70
Gambar 4.2 Hari Anita Nainggolan 2
Keterangan: Rahimmuddin Hutagalung, Suami informan (kiri), Hari Anita Nainggolan (tengah), penulis (kanan).
Hasil wawancara dengan Hari Anita Nainggolan disusun dalam tabel wawancara verbatim pada lembar lampiran Responden 1 dan Verbatim 1.
4.4.1 Wawancara Verbatim Dalam Wikipedia dijelaskan bahwa, "Verbatim" is a word used either as an adverb, adjective or noun, meaning copied "word for word", yang artinya “verbatim adalah kata yang digunakan baik sebagai kata keterangan, kata sifat atau kata benda, yang berarti disalin kata demi kata. Dalam penulisan hasil wawancara ini, penulis menggunakan metode wawancara verbatim, yang mana setiap kalimat yang diucapkan oleh informan akan dipindahkan ke dalam tabel wawancara, baik kata yang tidak baku maupun yang baku. Oleh sebab itu penulis terlebih dahulu melakukan wawancara dan merekam setiap kata demi kata. 71
Tabel wawancara di bawah ini adalah hasil wawancara penulis dengan informan bernama Hari Anita Nainggolan yang merupakan seorang yang berprofesi sebagai partaganing perempuan. Wawancara berlangsung selama tiga puluh empat menit empat puluh tiga detik (34:43). Hasil wawancara mempunyai kesimpulan bahwa Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan mendapat dukungan dari berbagai kalangan masyarakat. Bukan hanya dalam masyarakat, keluarga dan anak-anaknya juga mendukung beliau terhadap profesinya sebagai partaganing perempuan. Walaupun beliau pada dasarnya tidak mendapat pengetahuan apa-apa tentang taganing, namun beliau memegang prinsip, “mata guru roha si sean, uhut parohaon”. Beliau hanya melihat permainan pemain taganing kemudian mempelajarinya.
72
BAB V TANGGAPAN TERHADAP HADIRNYA PARTAGANING PEREMPUAN
Pada Bab V ini, penulis akan menguraikan tentang tanggapan masyarakat terhadap hadirnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba. Selain daripada tanggapan masyarakat, penulis juga menyertakan tanggapan dari musisi Batak Toba, suami dan orang tua dari partaganing perempuan itu sendiri. Penulis menganggap pembahasan ini penting karena mengingat bahwa partaganing perempuan merupakan fenomena yang baru muncul dalam tradisi Batak Toba, yang dulunya hanya partaganing laki-laki yang berperan, sekarang sudah hadir partaganing perempuan dalam tradisi tersebut. Dengan adanya tanggapan tersebut, kemudian akan diketahui tanggapan apa saja yang diberikan oleh narasumber-narasumber baik tanggapan positif maupun negatif. Dalam menguraikan wawancara, penulis juga menggunakan tabel wawancara verbatim81.
5.1
Partaganing Perempuan Kehadiran partaganing perempuan merupakan fenomena baru dalam tradisi
Batak Toba. Masyarakat Batak Toba belum banyak mengetahui adanya partaganing perempuan dalam tradisi margondang. Walaupun demikian, sebagian masyarakat sudah mengetahui adanya keberadaan partaganing perempuan tersebut. Masyarakat yang sudah mengetahui kehadiran partaganing perempuan tersebut
81
Lihat pada Bab IV mengenai dialog Verbatim.
73
sebagian besar adalah masyarakat sekitar yang berada di daerah tempat partaganing perempuan tersebut tinggal, dan apabila ada yang mengetahui keberadaannya di luar daerah adalah karena partaganing perempuan tersebut pernah berkunjung dan memainkan taganing di daerah lain. Sebagian masyarakat yang lain mengetahui keberadaan partaganing perempuan tersebut adalah dari informasi masyarakat yang satu kepada masyarakat yang lainnya. Pada BAB III skripsi ini sudah dijelaskan bahwa dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba, orang yang memainkan ansambel gondang sabangunan merupakan kaum laki-laki. Tetapi setelah perkembangan zaman, tidak hanya kaum laki-laki saja yang menjadi pemusik tradisi, melainkan kaum perempuan juga sudah ada yang berperan sebagai pemusik tradisi. Pada pembahasan dalam skripsi ini, penulis menemukan beberapa partaganing perempuan yang masih aktif dalam pekerjaannya. Namun yang menjadi fokus penulis adalah partaganing perempuan yang bernama Hari Anita Nainggolan yang bertempat tinggal di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat. Oleh sebab itu, penulis akan menguraikan tentang tanggapan berbagai sumber mengenai kehadiran partaganing perempuan tersebut terutama di daerah tempat partaganing perempuan tersebut tinggal.
5.2
Berbagai Tanggapan Terhadap Kehadiran Partaganing Perempuan Fenomena yang terjadi dalam tradisi margondang sabangunan pada
masyarakat Batak Toba mendapat tanggapan-tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat. Tanggapan-tanggapan yang diberikan ada yang bersifat negatif dan ada juga yang positif. Tanggapan yang bersifat positif tentunya mendukung atas
74
kehadiran partaganing perempuan tersebut. Tanggapan positif tersebut juga memberikan pengertian bahwa fenomena tersebut merupakan sebuah pengayaan terhadap tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. Namun demikian, ada pula yang memberikan tanggapan yang negatif terhadap kehadiran partaganing perempuan tersebut. Sebagian masyarakat menganggap bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan tradisi yang sudah ada sejak zaman nenek moyang masyarakat Batak Toba. Tanggapan negatif tersebut memberikan pengertian bahwa kehadiran partaganing perempuan dalam tradisi margondang sabangunan tidak dapat dikatakan pengayaan melainkan perlawanan terhadap tradisi Batak Toba yang sudah ada sejak zaman dahulu. Berikut adalah tanggapan-tanggapan dari berbagai sumber mengenai munculnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Paranginan, Desa Lumban Barat.
5.2.1 Tanggapan Orang Tua Penulis
melakukan
wawancara
terhadap
Alister
Nainggolan
yang
merupakan ayah dari Hari Anita Nainggolan. Wawancara dengan Orang Tua dari partaganing perempuan tersebut dilakukan pada tanggal 24 Maret 2014. Wawancara dilakukan pada saat beliau sedang bekerja di suatu pesta adat marga Marbun di Jalan Simpang Sipitu Huta, Dolok Sanggul. Wawancara juga dilakukan dikediaman beliau yang terletak di desa Sampean Aek Bottar. Wawancara tersebut berisi tentang tanggapan beliau terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan. Penulis ingin menanyakan apakah beliau setuju akan hal tersebut.
75
Dari hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa orang tua dari partaganing perempuan tersebut akhirnya menyetujui akan pekerjaan yang digeluti oleh anaknya 82. Seperti yang dikutip dalam wawancara, Tapi sekarang yakkk terimakasih jugaa….menjadi bakat dia kan? Sampe boi ibana tu luar negeri binoan. Heheehe…(tertawa) Nga di allang ibana hepeng ni luar, heheggh ido attong. Hehehe….(tertawa). (Wawancara: Alister Nainggolan) [“Tapi sekarang saya mengucap syukur. Itu sudah menjadi bakat dia. Sampai bisa dia ke luar negeri dibawa. Sudah dirasakannya uang luar. Seperti itulah.]
Walaupun sejak kecil anaknya dilarang untuk memainkan taganing,83 namun setelah melihat kemampuan anaknya tersebut maka orang tua berbalik menjadi setuju akan pekerjaan anakanya sebagai partaganing perempuan. Bahkan beliau bangga terhadap anaknya tersebut karena sudah bisa mengembangkan pengalaman bermain taganing sampai ke luar negeri84. Sama halnya seperti hasil wawancara dengan Hari Anita, pada waktu Hari Anita masih kecil, orang tua sangat melarang beliau untuk mempelajari taganing. Alasannya karena perempuan dilarang mempelajari alat musik pada saat itu.85 Namun, setelah orang tua melihat kemampuan anaknya memainkan taganing, maka akhirnya orang tuapun menyetujuinya. Orang tua setuju akan kemauan Hari Anita dengan memberikan syarat yaitu agar jangan ada penyesalan dikemudian hari karena sekolah Hari Anita terputus pada saat itu.86
82
Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 2/3/6/7. Baris 12-19. Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 2. Baris 1-4 84 Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 2/3/6/7. Baris 12-19. 85 Lihat pada tabel “Responden 1/ Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5/6/9 . Baris 151-153. 86 Lihat pada tabel “Responden 1/ Verbatim 1. Kode pertanyaan: 5,6,9,18. Baris 207-2016 83
76
Menurut Alister, kemampuan anaknya bermain taganing itu merupakan faktor keturunan87. Kemampuan Alister bermain musik mengalir kepada anaknya, sehingga anaknya mampu mengembangkan talenta sampai saat ini. Dalam hasil wawancara dengan Alister, Alister juga menjelaskan tentang proses beliau menjadi seorang musisi. Pada saat beliau masih kelas 2 SMA, orang tua beliau meninggal sehingga Alister putus sekolah. Setelah itu beliau pergi merantau ke daerah lain untuk mencari pekerjaan dan pengalaman. Sampai pada suatu saat beliau menemukan kesenian Opera Batak dan kemudian bergabung menjadi anggota dalam grup kesenian tersebut. Di situlah beliau mengembangkan talenta sebagai pemain musik sekaligus mempelajari drama. Beliau mempelajari satu-persatu instrument Batak Toba mulai dari sulim, garantung, taganing, dan lainlain sebagainya. Setelah beberapa tahun kemudian, beliau mencari pengalaman ke Medan dan bergabung dengan grup kesenian di Taman budaya. Pada saat itu yang menjadi teman beliau adalah Marcius Sitohang. Mereka berdua melewati pengalaman-pengalaman dalam dunia kesenian, bahkan pengalaman mereka sampai ke luar negeri.88 Tidak jarang orang mengunjungi beliau untuk berbagi pengalamanpengalaman tentang musik tradisi Batak Toba. Menurut hasil wawancara dengan Alister, sebelum penulis menjumpai beliau, juga ada seorang yang menjumpai beliau untuk menanyakan tentang perbedaan gondang sabangunan dan gondang hasapi.89
87
Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 5/7. Baris 26-28. Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 1/6. Baris 153-281. 89 Lihat pada tabel “Responden 2/ Verbatim 2. Kode pertanyaan: 4. Baris 55-69. 88
77
Jadi, kesimpulannya adalah orang tua dari Hari Anita Nainggolan menyetujui akan pekerjaan anaknya sebagai partaganing perempuan bahkan orang tua sangat bangga akan prestasi anaknya tersebut.
5.2.2 Tanggapan Suami Penulis
menjumpai
suami90
partaganing
perempuan
tersebut
di
kediamannya yaitu di Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan, pada tanggal 21 Juli 2014. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa suami dari partaganing perempuan tersebut sangat menyetujui akan pekerjaan dari istrinya tersebut91. Seperti pada kutipan verbatim, “Ya…kalau saya sebagai suami….setuju-setuju ajanya…”. (wawancara: Rahimmuddin) Selain menambah perekonomian untuk mencukupi kebutuhan keluarga92, beliau juga berpendapat bahwa pekerjaan dari istrinya tersebut adalah memperkaya tradisi Batak Toba93, yaitu yang dulunya tidak ada partaganing perempuan, sekarang sudah berkembang menjadi ada. Beliau juga berpendapat bahwa setiap pekerjaan pasti ada tantangan yang dihadapi. Begitu juga dengan pekerjaan dari istrinya sebagai partaganing perempuan, suami istri ini kerap sekali mendapat tantangan berupa sindiransindiran masyarakat yang tidak menyetujui terhadap pekerjaan istrinya. Namun demikian, menurut beliau tidak perlu menganggapi hal negatif dari orang lain tentang pekerjaan istrinya sebagai partaganing perempuan. Yang terpenting adalah 90 91
Suami dari partaganing perempuan tersebut bernama Rahimmuddin Hutagalung.
Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 1/2. Baris 1-4. Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 1/7. Baris 9-11. 93 Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 1/8. Baris 17. 92
78
keluarganya bisa bahagia, istrinya juga dapat melanjutkan pekerjaannya dengan tenang tanpa mendengarkan sindiran dari orang lain.94 Walaupun banyak hambatan yang dilewati oleh beliau dan istrinya, beliau tetap setia mendampingi istrinya kemanapun. Apabila istrinya hendak pergi bekerja ke pesta adat, beliaupun menjemput dan mengantar istrinya tersebut walaupun alat transportasi yang mereka pergunakan tidak memadai untuk perjalanan jauh95.
5.2.3 Tanggapan Masyarakat Pengakuan dan pendapat masyarakat sangat dibutuhkan dalam pembahasan tulisan ini. Oleh sebab itu, penulis menganggap penting untuk melakukan wawancara terhadap masyarakat sekitar. Wawancara yang dilakukan adalah untuk menjawab setiap pokok permasalahan yang terdapat dalam tulisan ini. Penulis ingin memperoleh data-data mengenai pendapat masyarakat terhadap kehadiran partaganing perempuan di tengah-tengah masyarakat
dan penulis
ingin
menanyakan apakah kehadiran partaganing perempuan dalam tradisi margondang Batak Toba merupakan suatu pengayaan terhadap tradisi Batak Toba. Penulis melakukan wawancara dengan masyarakat yang berada di Dolok Sanggul. Penulis singgah di salah satu Rumah Makan yang ada di Dolok Sanggul yang bernama Rumah Makan Bengkalis 96. Biasanya masyarakat-masyarakat yang ingin meminum teh, kopi, maupun ingin makan, selalu memilih rumah makan tersebut untuk tempat mereka saling bercerita satu sama lain.
94
Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 9/10. Baris 84-86 Lihat pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 9. Baris 24-29, dan pada tabel “Responden 3/ Verbatim 3. Kode pertanyaan: 4/5. Baris 40-44. 96 Rumah Makan Bengkalis merupakan rumah makan yang sering dikunjungi oleh Alister Nainggolan dan Hari Anita Nainggolan sebelum berangkat ke suatu acara adat. Rumah makan tersebut terletak di daerah Dolok Sanggul. Tidak heran kalau masyarakat sekitar sudah sangat mengenal mereka sebagai pemain musik tradisi. Penulis mengambil kesempatan untuk melakukan wawancara dengan masyarakat yang ada di Rumah Makan tersebut. 95
79
Pada kesempatan itu, penulis mengambil waktu untuk melakukan wawancara dengan para masyarakat yang biasa duduk-duduk dan saling bercerita di situ. Wawancara dilakukan pada tanggal 23 Maret 2014. Penulis
melakukan
wawancara dengan masyarakat tersebut sambil menunggu Alister Nainggolan dan Hari Anita Nainggolan menjemput saya. Penulis berencana untuk mengikuti sebuah pesta adat yang terletak di Jalan Simpang Sipitu Huta 3c bersama dengan Alister Nainggolan dan Hari Anita Nainggolan. Penulis ingin melihat acara adat secara langsung. Ada empat kesimpulan yang penulis uraikan dari hasil wawancara dengan masyarakat.
Pertama,
bahwasanya
masyarakat
sudah
mengetahui tentang
keberadaan partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba di Dolok Sanggul. Masyarakat mengetahui keberadaan tersebut adalah karena partaganing perempuan tersebut sudah sering diundang untuk mengisi acara di pesta adat sehingga sudah tidak asing lagi bahwa di daerah mereka ada seorang partaganing perempuan97. Masyarakat tersebut mengatakan bahwa kalau Alister Nainggolan (nama orang tua dari partaganing perempuan tersebut) yang diundang sebagai pemusik dalam suatu acara adat, maka beliau menyertakan anaknya (Hari Anita Nainggolan) sebagai partaganing.98 Oleh sebab itu, masyarakat di daerah tersebut sudah mengetahui keberadaan Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan. Kemudian yang kedua, menurut masyarakat yang penulis wawancarai, setiap manusia mempunyai talenta. Jadi, apabila sudah kemauan dirinya sendiri untuk mengerjakan pekerjaan yang sesuai dengan talentaya tersebut, maka mau
97
Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 1. Baris 23-26. Dan Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 1. Baris 33-34. 98 Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 2. Baris 39-40.
80
ataupun tidak mau harus dikerjakan99. Ketiga, menurut masyarakat, partaganing perempuan tersebut dapat memposisikan dirinya dimanapun, baik itu dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan pekerjaannya sebagai partaganing. Masyarakat tersebut mengatakan, “Boi di sama on ibana,hira bawa pe boi, boruboru pe boi…”. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat menganggap bahwa partaganing perempuan tersebut bersifat profesional dalam pekerjaannya.100 Kemudian yang keempat, bahwasanya masyarakat sudah mengetahui perjalanan karir dari partaganing perempuan tersebut beserta orang tuanya. Hal tersebut dapat diperhatikan dari wawancara, masyarakat mengetahui bahwa mereka sudah sampai ke luar negeri untuk memperkenalkan kebudayaan Batak Toba.101
5.2.4 Tanggapan Musisi Tradisi Batak Toba Dengan kehadiran partaganing perempuan dalam tradisi margondang sabangunan pada masyarakat Batak Toba di Desa Lumban Barat, tentunya mendapat berbagai pendapat dari lapisan masyarakat. Begitu juga dengan pemain musik tradisi Batak Toba, musisi tradisi Batak Toba juga memberi tanggapan mengenai kehadiran partaganing perempuan tersebut. Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan skripsi ini, penulis menjumpai musisi tradisional Batak Toba. Musisi tradisional Batak Toba yang penulis temui adalah Marcius Sitohang. Beliau merupakan musisi yang sudah berpengalaman dibidang musik tradisi Batak Toba. Beliau juga seorang dosen pengajar musik tradisi di Universitas Sumatera Utara, tepatnya di Jurusan Etnomusikologi.
99
Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 4. Baris 75-84 Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 4. Baris 93-96 101 Lihat pada tabel “Responden 4/ Verbatim 4. Kode pertanyaan: 3/ 4. Baris 119-121, 125-127, 145146, 155-157. 100
81
Penulis mengambil kesempatan untuk mewawancarai Marcius Sitohang pada saat beliau mengajar mata kuliah praktek di gedung Etnomusikologi. Wawancara dilakukan pada tanggal 20 Maret 2014. Wawancara tersebut dilakukan untuk menjawab pokok permasalahan dalam skripsi ini. Penulis ingin menanyakan bagaimana tanggapan beliau terhadap kehadiran partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba dan apakah hal tersebut menyalahi dan tidak sesuai dengan tradisi margondang. Sitohang mengenal dengan jelas Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan.102. Sitohang memberikan pendapat bahwa perempuan yang memainkan taganing di pesta adat, itu tidak bisa dikatakan martaganing.103 Sebutan untuk partaganing tidak bisa ditujukan kepada pemain taganing tersebut.104 Alasannya yaitu dalam memainkan taganing, pemain tersebut tidak memainkan melodi taganing, bahkan beliau menambahkan ada atau tidak adanya taganing tersebut tidak menjadi masalah.105 Menurut beliau, taganing pada masa sekarang ini hanya sebagai pengganti drum yaitu membuat tempo.106 Sitohang juga berpendapat bahwa permainan taganing sekarang adalah sebagai pelengkap yaitu mengisi kekosongan pada musik tersebut.107 Menurut Sitohang, sejak dulu pargonsi itu adalah laki-laki, karena pada saat itu tempat yang diberikan kepada pargonsi berada di bagian atas. Jadi, tidak mungkin perempuan yang dipakai sebagai pargonsi.108 Jadi, menurut Sitohang, apabila terdapat permainan yang menyertakan perempuan, itu hanya pertunjukan.109
102
Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 1. Baris 20. Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4. Baris 70-72. 104 Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 6. Baris 79-80. 105 Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 3. Baris 81-85. 106 Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 3. Baris 175-177. 107 Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 3. Baris 194-197. 108 Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4/5. Baris 262-276. 109 Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4. Baris 284-288. 103
82
Namun menurut Sitohang, kalau memang itu sudah menjadi pekerjaannya sebagai partaganing perempuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, itu tidak menjadi masalah.110 Namun itu tetap disebut sebagai pertunjukan.111
5.3
Kuesioner Untuk mengetahui tanggapan masyarakat secara umum terhadap munculnya
partaganing perempuan dalam tradisi margondang Batak Toba, penulis membuat sistem kuesioner112 yang di dalammya terdapat sepuluh pertanyaan yang akan dijawab oleh masyarakat yang penulis pilih untuk menjawabnya.
5.3.1 Pertanyaan Kuesiner Berikut ini adalah kuesioner yang penulis ajukan kepada masyarakat untuk dijawab. 1. Apakah Anda merupakan orang yang peduli terhadap adat istiadat Batak Toba? a. Saya sangat peduli b. Tidak peduli 2. Apakah Anda mengetahui bahwa ada partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba? a. Ya, saya mengetahui b. Ya, saya mengetahui dan mengenal partaganing perempuan tersebut c. Tidak mengetahui 3. Apa tanggapan Anda mengenai munculnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada kebudayaan masyarakat Batak Toba? a. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut adalah sebuah pengayaan dalam tradisi margondang pada kebudayaan masyarakat batak Toba. b. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut tidak sesuai dalam tradisi margondang pada kebudayaan masyarakat batak Toba. 4. Pada saat upacara adat berlangsung, ternyata mengundang partaganing perempuan yang main taganing. Apakah Anda setuju? a. Ya, saya setuju 110 111
Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 5. Baris 291-298. Lihat pada tabel “Responden 5/ Verbatim 5. Kode pertanyaan: 4. Baris 284-288.
112 Kuesioner adalah instrument penelitian yang berupa daftar pertanyaan untuk memperoleh keterangan dari sejumlah responden (sumber).
83
b. Tidak setuju 5. Apakah Anda menganggap bahwa partaganing perempuan menambah suatu khazanah kebudayaan Batak Toba? a. Ya. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut sudah menambah khazanah kebudayaan Batak Toba. Dan hal tersebut merupakan hal yang unik. b. Tidak. Menurut saya, munculnya partaganing perempuan tersebut malah menyalahi tradisi yang selama ini sudah dibangun dari zaman nenek moyang Batak Toba. 6. Setujukah Anda apabila suatu saat nanti partaganing perempuan akan menyaingi kemampuan partaganing laki-laki? a. Ya, saya setuju b. Tidak setuju c. Saya tidak memihak siapapun. Itu sesuai kemampuan masing-masing. 7. Apakah Anda setuju bahwa partaganing perempuan tersebut menggeluti pekerjaan itu adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya? a. Saya setuju b. Tidak setuju 8. Apakah menurut Anda perlu dikembangkan pemain musik perempuan di dalam suatu kebudayaan khususnya di kebudayaan Batak Toba? a. Perlu b. Tidak perlu 9. Jika Anda sudah pernah melihat permainan partaganing perempuan, apakah Anda menikmati permainannya, sehingga Anda berpikir bahwa partaganing perempuan mampu menyaingi kemampuan partaganing laki-laki? a. Ya, saya menikmati permainannya tersebut dan menambah semangat b. Tidak menikmati permainannya 10. Apakah suatu saat nanti, jika Anda melaksanakan pesta adat, Anda tertarik mengundang partaganing perempuan dalam pesta adat Anda? a. Saya tertarik mengundangnya b. Tidak tertarik
Penulis membagikan lembaran kuesioner yang terdiri dari sepuluh pertanyaan di atas kepada sepuluh orang masyarakat yang berada di daerah fokus penelitian. Beberapa masyarakat membutuhkan bantuan untuk mengisi kuesioner karena beberapa alasan tertentu.
84
5.3.2 Hasil Jawaban Kuesioner Penulis mendapatkan hasil jawaban dari kuesioner sebagai berikut: Pertanyaan
Pilihan jawaban “a”
Pilihan jawaban “b”
Nomor 1
10 orang
-
Nomor 3
9 orang
1 orang
Nomor 4
9 orang
1 orang
Nomor 5
9 orang
1 orang
Nomor 7
8 orang
2 orang
Nomor 8
9 orang
1 orang
Nomor 9
9 orang
1 orang
Nomor 10
9 orang
1 orang
Pertanyaan
Pilihan
jawaban Pilihan
jawaban Pilihan
“a”
“b”
“c”
Nomor 2
2 orang
8 orang
-
Nomor 6
1 orang
1 orang
8 orang
jawaban
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa: -
Pertanyaan nomor 1 mengenai keperdulian masyarakat terhadap adat istiadat Batak Toba mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 10 orang, dan tidak ada yang menjawab pilihan jawaban “b”.
-
Pertanyaan nomor 2 mengenai apakah partaganing perempuan sudah diketahui masyarakat keberadaannya. Pertanyaan tersebut mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 2 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 8 orang, dan tidak ada yang menjawab pilihan jawaban “c”. 85
-
Pertanyaan nomor 3 mengenai tanggapan masyarakat terhadap munculnya partaganing perempuan dalam tradisi margondang mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
-
Pertanyaan nomor 4 mengenai pendapat masyarakat apabila partaganing perempuan diundang dalam sebuah upacara adat mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
-
Pertanyaan nomor 5 mengenai apa anggapan masyarakat terhadap partaganing perempuan yaitu apakah menambah khazanah kebudayaan, mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
-
Pertanyaan nomor 6 mengenai kesetujuan masyarakat apabila partaganing perempuan dapat menyaingi kemampuan partaganing laki-laki mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 1 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang, dan jawaban pilihan “c” berjumlah 8 orang
-
Pertanyaan nomor 7 mengenai tanggapan masyarakat apakah partaganing perempuan tersebut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya mendapat hasil:
jawaban pilihan “a” berjumlah 8 orang, dan jawaban pilihan “b”
berjumlah 2 orang. -
Pertanyaan
nomor
8
mengenai
tanggapan
masyarakat
apakah
perlu
dikembangkan pemain musik perempuan dalam kebudayaan Batak Toba mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, dan jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang. -
Pertanyaan nomor 9 mengenai tanggapan masyarakat terhadap permainan partaganing perempuan mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
86
-
Pertanyaan nomor 10 mengenai kebersediaan masyarakat mengundang partaganing perempuan tersebut dalam upacara adat mendapat hasil: jawaban pilihan “a” berjumlah 9 orang, jawaban pilihan “b” berjumlah 1 orang.
5.3.3 Penjelasan Kuesioner Dari hasil jawaban kuesioner di atas, dapat diketahui beberapa fakta, yaitu: 1. Faktanya, sepuluh dari sepuluh orang menjawab bahwa mereka merupakan orang peduli terhadap adat istiadat Batak Toba. 2. Delapan dari sepuluh orang mengenal dan mengetahui bahwa ada partaganing perempuan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. Selebihnya, dua dari sepuluh orang menjawab hanya mengetahui dan tidak mengenal partaganing perempuan tersebut. 3. Sembilan dari sepuluh orang berpendapat bahwa kehadiran partaganing perempuan tersebut adalah sebuah pengayaan dalam tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. Kemudian satu dari sepuluh orang menjawab hal tersebut tidak sesuai dengan tradisi margondang pada masyarakat Batak Toba. 4. Sembilan dari sepuluh orang menyetujui kalau dalam suatu pesta adat terdapat partaganing perempuan. Selebihnya, satu dari sepuluh orang tidak menyetujui hal tersebut. 5. Sembilan dari sepuluh orang menganggap bahwa kehadiran partaganing perempuan menambah khazanah kebudayaan Batak Toba. 6. Delapan dari sepuluh orang menjawab netral dan tidak memihak siapapun karena setiap orang mempunyai kemampuan masing-masing. Kemudian satu dari sepuluh menjawab setuju dan sisanya satu orang lagi menjawab
87
tidak setuju kalau suatu saat nanti partaganing perempuan akan menyaingi kemampuan partaganing laki-laki. 7. Delapan dari sepuluh orang menjawab setuju bahwa partaganing perempuan tersebut menggeluti pekerjaan tersebut adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Selebihnya, dua dari sepuluh orang menjawab tidak setuju. 8. Sembilan dari sepuluh orang menjawab perlu dikembangkan pemain musik perempuan dalam suatu kebudayaan. Kemudian satu menjawab tidak perlu. 9. Faktanya, sembilan dari sepuluh orang menikmati permainan dari partaganing perempuan tersebut. Dan satu orang lagi tidak menikmati permainan taganing tersebut. 10. Sembilan dari sepuluh orang tertarik ingin mengundang partaganing perempuan tersebut dalam pesta adat mereka.
88
BAB VI PENUTUP 6.1
Kesimpulan Berdasarkan penjelasan yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya
maka beberapa kesimpulan yang didapat oleh penulis adalah sebagai berikut. Tradisi margondang merupakan tradisi pada masyarakat Batak Toba yang melibatkan permainan dan penyajian seperangkat ansambel musik, baik itu ansambel gondang sabangunan maupun gondang hasapi. Dalam tradisi margondang tersebut terdapat aturan-aturan memainkan yang disebut dengan adat ni gondang. Adat ni gondang tersebut menyebutkan bahwa semua pemain musik (pargonsi) seharusnya adalah laki-laki. Namun, pada masa sekarang sudah terjadi perubahan dalam tradisi tersebut, yang mana sekarang pargonsi sudah tidak hanya laki-laki saja melainkan perempuan juga sudah ikut serta dalam margondang tersebut. Hari Anita Nainggolan merupakan salah satu perempuan yang menjadi seorang partaganing perempuan sampai saat ini. Hingga saat ini, beliau bergabung dalam grup musik tradisional yang bernama “Lia Gemilang” bersama dengan ayahnya, Alister Nainggolan. Grup musik “Lia Gemilang” tersebut cukup diminati oleh masyarakat yang ingin mengadakan pesta adat, karena mengingat bahwa yang mengiringi acara tersebut adalah orang yang berpengalaman seperti Hari Anita Nainggola dan Alister Nainggolan. Penulis menyimpulkan bahwa Hari Anita Nainggolan menggeluti pekerjaan tersebut karena tiga faktor. Pertama, faktor keturunan, Hari Anita Nainggolan lahir dari keluarga musisi, yang mana ayahnya adalah pemusik Batak Toba juga dulunya pemeran dalam Opera Batak dan ibunya juga anggota Opera Batak. Oleh karena 89
itu, semangat mengembangkan tradisi ada dalam dirinya. Kemudian yang kedua, faktor talenta, menurut beliau talenta tersebut diberikan Tuhan kepadanya sehingga harus dikembangkan. Ketiga, faktor ekonomi, untuk membantu keluarganya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Keempat, karena faktor perubahan budaya secara global, masyarakat Batak Toba dapat menerima kehadiran partaganing perempuan di tengah-tengah partaganing laki-laki. Dari hasil penelitian skripsi ini, penulis menyimpulkan bahwa kehadiran partaganing perempuan tersebut merupakan sebuah pengayaan dalam tradisi margondang khususnya di Desa Lumban Barat. Alasannya yaitu karena masyarakat yang ada di Desa Lumban Barat menerima keberadaan partaganing perempuan tersebut. Bentuk penerimaannya adalah dengan mau mengundang beliau beserta grup musik “Lia Gemilang” dalam pesta adat yang masyarakat adakan. Dari kesimpulan-kesimpulan di atas, penulis dapat mengatakan bahwa walaupun telah terjadi perubahan pada tradisi margondang di Desa Lumban Barat yang dulunya pargonsi adalah laki-laki dan sekarang ada perempuan, namun tradisi margondang tersebut tetap berjalan dengan semestinya. Kehadiran partaganing perempuan tidak mengganggu terhadap keberlangsungan adat di Desa tersebut.
6.2
Saran Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam membuat tulisan ini.
Untuk itu, penulis berharap bagi para peneliti selanjutnya untuk semakin menyempurnakannya. Bagi para peneliti selanjutnya, penulis juga berharap supaya mengkaji teknik permainan yang dimainkan oleh partaganing perempuan. Karena skripsi
90
yang membahas tentang hal tersebut belum pernah ada dalam skripsi Etnomusikologi. Penulis juga berharap para pelaku budaya dan para akademisi agar kiranya tetap peduli terhadap kebudayaan musik tradisional Batak Toba dengan sosialisasi yang dilakukan terhadap generasi-generasi muda. Selanjutnya sebagai masyarakat Batak Toba kiranya menghargai kebudayaan milik sendiri serta melestarikannya.
91
DAFTAR PUSTAKA Basrowi, M.Pd, Dr dan Suwandi, M.Si, Dr. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Emmi Simangunsong, M.A, Dra. 2006. Musikologi Batak. Medan: Universitas HKBP Nomensen Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak. Pusat Pendidikan dan Seni Tradisional, Universitas Pendidikan Indonesia (P4SPI UPI). Irianto, Sulistyowati. 2003. Perempuan di antara Berbagai Pilihan Hukum: Studi Mengenai Strategi Perempuan Batak Toba Untuk Mendapatkan Akses Kepada Harta Waris Melalui Proses Penyelesaian Sengketa. Jakarta : Buku Obor. Koesnoe, Moh. 1979. Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini.. Jakarta: Airlangga University Press Merriam, Alan P. 1964. The Antrhopology of Music. Chichago: Nortwestern University. Merriam, Alan P. 1995. “Beberapa Definisi tentang Musicology Comparatif dan Etnomusikologi: Sebuah Pandangan Historis-Teoritis” dalam R. Supanggah (editor) Etnomusikologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Megauli Aritonang. 2014. ‘Peranan Perempuan Dalam Gereja’, dalam Hum Gultom (peny.). Suara GKPI Sarana Komunikasi dan Pembinaan Gerejawi Edisi Juni. Hal 17-18. Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press of Glencoe. Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Purba, Mauly. 2000. “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor,” dalam Indonesian Jurnal of Social and Cultural Antropology Thn XXIV No 62. hal 25-41. Rajamarpodang G, D.J. 1992. Dalihan Na Tolu dan Prinsip Dasar Nilai Budaya Batak. Medan: CV. Armanda. Siahaan, Binsar Muller. 2012. Parrambuan Adat Batak Dalihan na Tolu/ Kondisi Adat Batak di Masa Kini. Medan: PT. Hasli Jaya. Soelaeman, M.Mumandar. 2000. Ilmu Budaya Dasar Suatu Pengantar. Bandung: PT. Refika Aditama. 92
Sadli, Saparinah. 2010. Berbeda Tetapi Setara: Pemikiran Tentang Kajian Perempuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Simangunsong, Jimmy. 2014. “Patriaki? No! Feminis? Yes!.” dalam Hum Gultom (peny). Suara GKPI Sarana Komunikasi dan Pembinaan Gerejawi Edisi Juni. Hal 19-23. Sibarani, Robert. 2013. Pendekatan Antropolinguistik dalam Menggali Kearifan Lokal Sebagai Identitas Bangsa. Medan: Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Takari Muhammad, Heristina Dewi, Fadlin, et al. 2008. Masyarakat Kesenian di Indonesia. Medan: Penerbit Studia Kultura, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Thomson Hutasoit. 2012. Solusi Adat Batak Toba. Medan. Wolfman, Brunette R. 1989. Peran Kaum Wanita. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. DAFTAR WEB (http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/artikel/opini-kita-lainlain/1321-perempuan-dan-kesetaraan-gender) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30335/5/Chapter%20I.pdf file:///C:/Users/USER/Downloads/gender%20browsing/KEDUDUKAN%20PERE MPUAN%20DI%20DALAM%20ADAT%20BATAK%20TOBA.htm
93
DAFTAR INFORMAN
1. Nama Umur Alamat Pekerjaan
2. Nama Umur Alamat Pekerjaan
3. Nama
: Hari Anita nainggolan : 39 Tahun :Desa Lumban Barat, Humbang Hasundutan : Pemain taganing dan petani
: Tiurma Nainggolan : 41 Tahun :JL. Saudara No.30. Simpang Limun. Medan : Pemain Taganing
: Marcius Sitohang
Umur
: 61 tahun
Alamat
: JL. Martoba II
Pekerjaan
: Dosen pengajar dan musisi Batak Toba
4. Nama
: Alister Nainggolan
Umur
: 72 Tahun
Alamat
:Lumban Barat, Humbang Hasundutan
PEKERJAAN
: Musisi Batak Toba
5. Nama
: Rahimmuddin Hutagalung
Umur
: 31 tahun
Alamat
: Lumban Barat, Humbang Hasundutan
94
RESPONDEN I No. Data Pribadi 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Alamat 6.
Pekerjaan
7. 8. 9. 10.
Status Asal Nama orang tua Pekerjaan orang tua
VERBATIM 1 No Data 1. Tanggal wawancara 2. Lokasi 3. Waktu wawancara 4. Judul Rekaman Audio
Keterangan Hari Anita Nainggolan 39 tahun Perempuan Islam Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Pemusik Batak Toba sebagai partaganing perempuan Menikah Samosir Alister Nainggolan Erlina Silaban
Keterangan 21 Juli 2014 Kediaman Responden 10.00-10.35 Suara 021
95
Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Pertanyaan Mmm…Apa nama grup yang menaungi…tante bekerja… sebagai partaganing? Ooo…yang nama ketuanya…yang punya “Lia Gemilang”?
Respon Oh, grupnya….“Gia Gemilang”.
Mmm…biasanya dimana aja gitu…mmm…tante memainkan taganing,,,daerahdaerahnya!
Oh, kalau daerahnya itu gak bisa kita sebut satupersatu, karena banyak…tempat-tempatnya itu… Mau di pelosokan, mau di kota.
Karena udah hampir semua yah yang undang?
Iya, hampir Humbang Hasundutan, uda hampir semua itu.
Mengenal yah…?
Mengenal tante, main musik, main taganinglah.
Mmm..Dari umur berapa
Kalau aku hari itu masih 18 tahunlah ke atas. Tapi….
Jhonson Sihiteee..pengusahanya itu Jhonson sihite lah…
96
Analisa Informan hingga saat ini bekerja dengan grup musik “Lia Gemilang” Informan bermaksud untuk memberitahukan nama pemimpin dalam grup “Lia Gemilang” yang bernama Jhonson Sihite Informan sudah banyak mengunjungi beberapa tempat untuk bermain taganing. Mulai dari kota sampai ke pelosokan desa. Ternyata sudah hampir seluruh Humbang Hasundutan pernah mengundang beliau bermain taganing.
Masyarakat sudah mengenal Hari Anita Nainggolan sebagai partaganing perempuan. Informan memulai
Refleksi
Kode 1
1
2
Penulis ingin memastikan apakah sudah hampir semua dijalani oleh informan sebagai partaganing perempuan. Namun, apakah memang benar, atau hanya sebagian ?
2
2
3
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
tante..mmm…terjun dalam dunia musik tradisi?
Tapi belajarnya dari 10- 11 tahun ya?
Trus, mmm…emang pekerjaan pokok tante ini… memang jadi pemusik kan? Sebelum ini, apakah tante pernah bertani?
Tapi sempat juga markombat itu kan?
Pas tinggal di Sampean Aek Bottar?
kalau yang uda biasa lapangan 19 ke ataslah.
pekerjaannya sebagai partaganing perempuan yaitu pada saat usianya 18 tahun, dan pada usia yang ke 19 tahun, beliau semakin lebih aktif lagi dalam pekerjaannya bersama ayahnya. Iyah, masih anak kecillah Pada waktu itu, SD lah itu. Menaungi masih beritu belajar-belajar. Sekolah Dasar, beliau mempelajari bermain alat musik taganing. Iyalah, jadi pemusiklah. Pekerjaan informan adalah sebagai pemusik tradisi Batak Toba Iyalah, bertanilah kalau gak Untuk memenuhi ada musik… waktu di kebutuhan Dolok Sanggul, ya kita keluarganya, berladanglah tanamapabila tidak ada tanaman. Tanam buah, panggilan untuk cabe. Ya kek gitulah, bermain musik, bertanilah awak bilang. beliau bekerja di ladang. Sempat. Sebelum kita Sebelum dikenal orang, waktu kita informan dikenal baru pindah ke Dolok masyarakat Sanggul, kita belum sebagai pemusik diketahui orang sebagai tradisional, pemain musik. Ya ambil informan kayu dari hutanlah. sebelumya bekerja di hutan untuk mengambil kayu untuk dijual guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Iyah, waktu di situ. Hampir Informan sudah dua tahunlah tante hampir dua tahun mengalami. bekerja 97
3
4
4
Penulis menanyakan hal tersebut karena sebagian besar masyarakat di Desa itu bekerja sebagai Parkombat
4
4
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148
Dengan uda (suami)?
Mmm… Apakah tante menekuni pekerjaan ini dari diri tante sendiri…dan kemauan sendiri?
Karena talenta gitu?
Berarti dari diri sendiri?
mengambil kayu dari hutan sebelum menjadi seorang pemain musik. Iyah. Ya dengan suamilah. Informan bersama suaminya bekerja sebagai parkombat. Ya kemauanku sendirilah. Informan memang ingin bermain musik. Kemauannya tersebut berasal dari dirinya sendiri dan tanpa paksaan. Talenta yang dikasih Tuhan Informan itu, ya kita asah dulu. berpendapat Lagipula kan itu batangan bahwa talenta untuk keluarga kita juga. yang diberikan Bisa mencukupi untuk oleh Tuhan keluarga kita. Karena kepada beliau itupun pekerjaan yang halal sangat berguna dan baik juga sama bagi keluarga masyarakat. Bisa kita dan masyarakat. bedakan yang mana yang Beliau gak bagus, yang mana yang mengatakan gak bagus. Ini karna bagus. bahwa Masyarakat-pun merasa pekerjaannya senang, kita juga senang tersebut tidak melakukan pekerjaan. bersifat negatif melainkan bersifat positif bagi keluarga dan masyarakat. Dari pekerjaannya tersebut, beliau dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Dari diri sendirilah. Dan Beliau senang diri kita sendiri duluan. menekuni Kalau memang hati kita pekerjaan ini senang, ya kita kerjakan. karena pada Kalau kita gak senang, dasarnya beliau ngapain kita kerjain. Ini menekuninya kerja kita yang paling dari diri sendiri 98
4
5
5/6
5/6
149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198
senang ya kita kerjain. Yang mengajari tante kemaren itu…waktu kecil itu, orangtua?
Sebenarnya bukan pernah diajarin. Karena dilarang waktu dulu. Perempuan gak dikasih itu. Dilarang itu.
Ooo..Berarti bukan orangtua. Apakah dari luar yang mengajari?
Dari luar pun tidak. Dari diri kita sendiri. Kita melihat, makanya ada pepatah mengatakan “mata guru roha si sean, uhut parohaon”. Karena kuperhatikan kek gitu kerja orang bapak ini. Sekolah kian aku…jadi gak ada mau sekolah. Karena ku tengok, bagus juga ya…pekerjaan ini… Jadi bapak kita sama mama, ditanya kita bagusbagus. Kau mau sekolah apa enggak. Jadi akupun gak ada otak-otak ku mau sekolah. Uda mau keseni kesenian aku. Jadi, ya, “kalo tau kau, dari mana kau bisa pake itu? Gak pernah kau pake.” Itulah dulu pertanyaan orangtua kita kan?. Bisa aku (sambil berteriak)…..kubilang. Karena gak pernah orang itu, gak pernah lihat aku main musik. Karena aku berondok-berondok di luaran sana. Ada musik di sana pesta sana, pigi aku lari kesitu sama kakakku yang di Medan. Udah gitu…dicoba bapaklah. “Coba lah dulu ini. Kalau memang betul kau main musik, gak mau lagi kau sekolah, cobakkan ini”, katanya. Ya datanglah 99
dan tanpa paksaan. Ternyata beliau tidak pernah diajari oleh ayahnya sebab perempuan tidak diijinkan bermain musik pada waktu itu. Dari penjelasan beliau tersebut, penulis menarik kesimpulan bahwa: - Informan belajar bermain musik tidak diajarin orang tuanya dan tidak diajarin siapapun. Beliau belajar secara melihat saja dari orangorang yang sedang bermain musik di upacara adat maupun pesta adat. - Orang tua informan sangat ingin informan bersekolah terlebih dahulu, tapi karena tekad beliau yang kuat untuk bermain taganing, orang tua tidak bisa memaksakan. - Setelah orang tua mengetahui bahwa informan bisa memainkan beberapa reportoar, merekapun
Orang tua informan adalah seorang musisi tradisional Batak Toba.
5/6/9
Apakah memang benar-benar tidak ada yang mengajari?
5/6/9/ 18
199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 Iyah. 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248
opungmu…dibikinnyalah gondang ini. Waktu itu masih dua yang bisa ku pake, antara dua dan tigalah itu. Ditengok orang itu aku bisa kan. “Loh, dari mana dia tahu, bukannya diajarin, kok bisa gitu, yaudah kalo gitu, gak ada lagi kau mau sekolah, udalah… Tapi janganlah ada penyesalanmu nanti belakangan hari. Kalau bagian seninya itu memang bisa itu belakangan, sekolah utamakan”. Itu kiannya pesan opungmu samaku. Tp karena bandalku….. gak ku akui aku orang baik, aku memang bangsa orang bandal, uda kawinnya aku uda tobat (tertawa). Uda tobat aku kan,,,(tertawa). Uda gitu, jadi latihan, latihan, latihan, latihan sama opung. Kalo hari itu sempat kami ngamen, menguji mental. Kan kalo bagian kesenian, mental paling utama. Kalau kuat mental kita, dimanapun kita berjalan lancar. Jadi kita diuji opung inilah di lapangan terbuka kek gitu. Marende i gitu, nyanyi sambil main musik, mental kita kuat. Uda gitu, uda bangkitbangkitlah sampe uda dewasalah. Dewasalah kita kan, sampe dipanggil gubernur si Rajaenal waktu dulu…sampe pigi ke Jakarta, sampe ke luar negri, sampe sekarang lagi, uda berumah tangga tante, uda punya anak ampat, suamipun disetujui pekerjaanku, gak ada gak 100
kemudian membimbing beliau. - Informan pernah mengamen untuk menguji mental dalam bermain musik.
Penulis menarik kesimpulan bahwa: - Mental yang kuat sangat diperlukan untuk menjalankan suatu pekerjaan - Setelah informan tekun mempelajari bermain taganing, setelah dewasa beliau sudah banyak melewati pengalaman-
2/4/8
249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298
Iyah. Trus, faktorfaktor apa saja yang membuat tante memilih menjadi partaganing perempuan? Apakah…mmm pertama kan talenta memang. Ada faktor yang lain? Misalnya untuk ekonomi gitu? Iyah, ekonomi? Sangat membantu ya? Apakah karena penghasilannya lebih atau gimana?
setuju, setuju. pengalaman Suamiku paling utama, sampai ke luar karena nikahpun aku sama negeri untuk dia, kalau memang gak membawa setuju kian, gak mungkin tradisi Batak kan panjang. Ini…karena Toba setujunya suami tante, - Beliau bangga sampe sudah sekarangpun…kutekunilah membawa pekerjaanku ini dengan tradisi Batak ikhlas, dengan hati yang Toba sampai ke senang. Senang di hatiku luar negeri. dan membanggakan diriku - Suami beliau sendiri. sangat setuju Sampe ke luar negri, bisa akan pekerjaan kita ditampilkan di sana beliau sebagai membawakan tradisi kita. partaganing Itukan uda suatu perempuan. kebanggaan…untuk kita - Informan sangat kan….?? menekuni pekerjaannya Ekonomilah. Ini sekarang Selain dari faktor sangat membantu, bukan talenta, faktor lagi membantu, SANGAT ekonomi juga (penekanan kata). membuat informan memilih menjadi seorang partaganing perempuan.
Iyah, lebih dari desa-desa. Agak lumayanlah sikit…penghasilannya dari saweran-saweran itu, tambahan. Agak mendukunglah untuk kehidupan kita seharriharri. Janganlah dulu tahunan. Sehari-harilah dulu kita pikirkan kan?. Tahun depan belum tentu tahu kita kek mana nanti. Minggu inilah dulu, hari ini dulu, kek mana kita, selamatnya kita bisa makan? Tapi kita syukuri sama Tuhan. 101
Penulis menarik kesimpulan bahwa: - Penghasilan dari beliau dapat mencukupi kebutuhan keluarganya. Dan menurut beliau, penghasilannya tersebut lebih dari penghasilan sebagaian dari masyarakat
6
Apakah penghasilan yang responden dapatkan memang melebihi penghasilan yang didapatkan oleh masyarakat lain yang tinggal didaerah tersebut. Hal tersebut
4/ 6/12
299 300 301 302 303 304 305 306 307 308 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348
Ada faktor yang lain tante? Alasan gitu, alasan menjadi seorang musisi.
Oh, berarti faktornya yang pertama karena talenta, yang kedua ekonomi. Kemudian, mmm…
Kalo faktor yang lain, apalah yang mau kubilang ya… Ya faktornya itulahhh. Itu ajalah faktornya…
Ekonomi, itulah faktornya. Karena talenta sama ekonomi kan mendukung. Dua-duanya itu saling mengisi. Waktu dulu salah.
Menurut tante itu…apakah salah dalam tradisi Batak Toba, perempuan bermain taganing?
Waktu dulu salah? Kenapa?
Iyah. Waktu dulu salah. Jadi perempuan itu tidak dibolehkan mengetahui banyak bagian tradisi. Hanya bagian orang itu dulu katanyaa “hanya nyanyi sama tarian”. Tapi kalo untuk tradisi itu main musik, gak diperbolehkan perempuan.
Sama sekali?
Sama sekali tidak diperbolehkan. Baru sekarang kita meningkatkan.
102
desa. - Informan selalu mengucap syukur kepada Tuhan Informan masih memikirkan faktor lainnya. Setelah informan berpikir lama, faktor yang dimaksud hanya yang disebutkan sebelumnya saja. Menurut informan talenta dan ekonomi saling mendukung. Pada waktu dulu, salah kalau perempuan bermain taganing.
Pada waktu dulu, perempuan hanya boleh melakukan nyanyian dan tarian dalam tradisi Batak Toba. Tetapi kalau bermain musik tidak diperbolehkan. Sama sekali tidak diperbolehkan perempuan bermain taganing. tetapi pada masa sekarang sudah meningkat dan
belum bisa dibuktikan.
6
6
6
Jawaban yang diberikan tidak spesifik. Kata “dulu” tidak mewakili jawaban. Kira-kira pada waktu kapan?
7
7
7
349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 359 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 372 373 374 375 376 377 378 379 380 381 382 383 384 385 386 387 388 389 390 391 392 393 394 395 396 397 398
Karena perkembangan zaman ya...uhmmm
Di Dolok Sanggul ini uda pada kenallah ya?
Apakah tante bangga sudah melestarikan tradisi margondang Batak Toba ini?
Untuk melestarikanlah
diperbolehkan. Iyah, zaman yang Menurut menentukan sekarang. Uda informan, pada sebagian pekerjaan lakimasa sekarang laki itu, uda bisa kita pekerjaan lakiperempuan laki sudah boleh mengerjakannya. Sebagian dikerjakan kaum itu ada yang gak perempuan. di…tunjukkan pekerjaan Tetapi ada yang itu, didiamkan. Ada juga tidak mau yang seperti tante, uda tau menujukkan semua orang, uda kenallah keahliannya samaku. tersebut. Berbeda dengan informan, beliau malah menunjukkan kemampuannya bermain taganing. Uda. Uda klen tanya pun Informan nanti, “tau rumahnya kalau mengatakan boru Nainggolan parmusik bahwa itu?”. Trus, “oh, si borneng kebanyakan na martaganing i do?”, orang sudah katanya “Oh, disan do jabu mengenal beliau ni i”. Nah begitu. sebagai Uda tau orang itu, siapapun partaganing ditanya. Lain kalo orang perempuan. tua yang uda pikun. Itu Bahkan tempat nanti bulak-balik nanti, tinggal beliau “Oh iseee?” Gitu-gitu nanti sudah banyak kan? (tertawa) yang mengetahuinya. Yaah banggallah. Kita Beliau bangga sebagai apa namanya? sudah Eehmm…suku Batak, bisa melestarikan kita bawakkan alat kita. Itu tradisi Batak kan sangat membanggakan. Toba, dan beliau Hanya belum ada berharap tradisi peningkatan kita untuk meningkat. selanjutnya... Tapi kalau Beliau mau butuh bantuan ntah mengatakan sementara, uda kita bahwa beliau diijinkan. Uda sudah diijinkan diperbolehkan. Kita untuk membantu memang belum pande, meningkatkan bukan kubilang aku pande tradisi Batak dalam tradisi. Toba ini. Cuma melestarikan aku ya. Informan juga 103
7
7
5/8
8
399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 421 422 423 424 425 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 436 437 438 439 440 441 442 443 444 445 446 447 448
ya?
Tapi kalo untuk ngajarngajarin untuk sekolah, siapa yang membutuhkan, Kepala Sekolah itu, sebagian kita kasih pengetahuan kita itu siapa yang mau manggil. “Coba dulu bu, ajarin dulu anak-anak kita di sekolah mau main taganing”, katanya. Ya kita kasih pukulannya. Ya kalo uda tamat orang itu, ya cukup. Itu kan sebagai penghargaan juga sama kita kalo kita dipanggil. Kalo gak dipanggil, ya kek ginilah, diam aja di rumah tunggu ada pesta. Iyah yah.. (tertawa) Heheheh (tertawa), itulah attong. Tunggu ada pesta, (tertawa) Mmm.. Apa tanggapan Ya apalah dibilang orang tua…ketika orangtua itu. Mau dilarang, tante memutuskan nanti takutnya ingin menekuni rittik…anaknya, jadi lari. perkerjaan ini? Setuju Kan zaman dulu memang aja gitu? tidak dibolehkan. Itu juga yang dulu yang dijaga orangtua. Tapi sekarang orangtua kita itu uda merasa bangga, karena anaknya semua bisa tampil bukan hanya di daerah dan kota, luar negri uda dijalani. Itu satu kebanggaan sama orangtua kita. Biarpun anaknya itu gak ada yang tamatan, gada yang SH, Sitaba Hau nya semua anaknya itu, hehehe, tapi bisa dipijak negara orang lain. Itu satu uda kebanggaan orangtua kita dan kita juga belum tentu…yang banyak uangnya, belum tentu bisa menjalani itu. Tapi karena dikasih Tuhan rejeki, 104
direkomendasika n untuk mengajari anakanak sekolah untuk bermain taganing. Ketika tidak ada jadwal apapun dalam kesehariaannya, beliau tinggal menunggu panggilan untuk mengisi acara pesta adat.
-
Orang tua informan sudah tidak melarang beliau lagi akan pekerjaannya. Bahkan orang tua menjadi sangat bangga karena beliau sudah sampai ke luar negeri untuk membawa tradisi. Informan juga mengatakan bahwa keramahan yang paling utama dalam dunia kesenian agar orang senang kepada kita.
8
6/7/8/ 9
449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 466 467 468 469 470 471 472 473 474 475 476 477 478 479 480 481 482 483 484 485 486 487 488 489 490 491 492 493 494 495 496 497 498
Hahahahah….(tertawa )
Trus… Apakah ada sindiran dari orang gitu? Bagaimana tante menyikapi sindiran
disembunyikan gak sekolah kita, tapi talenta kita itu ditunjukkan dan pengetahuan kita juga. Paling utama keramahan do attong. Keramahan kita itu bagaimana? Biarpun kita pandai, kalau kita ngomong sama orang sombong, belum tentu kita dipanggilnya. Tapi karena kita ditengok keluarga opungmu semua, kayak tante, tantemu yang di Medan, sama tulang(mu yang di porsea, semualah keluarga opung, bangsa ramah sama siapapun. Ngomongnya bagus, gak terlalu. Memang kuat suara kami itu seperti “petir”… Guarrr guarrrrrr guarrrrrr. Gitu kan suaranya. Tapi itu aja dari mulut, tapi di dalam, haaaaa. Siapa yang ngunjungi rumah kami, kami anggap seperti keluarga kami sendiri. Gak ada kami pikirkan, “ah jolma na lain de i”. Dang adong roha name songoni. Seperti uda kami sendiri itu. Kami hargai semua orang yang datang menghargai kita. Karena keramah-tamahan kita itulah, kita jadi dihargai pemerintahlah opungmu ini kan. Anakanaknya juga diakui. I do daba inang…
Ada juga sindiran yang positif, ada juga yang sensitif, eh negatif. Ada yang bilang, “dang maila 105
Orang Batak identik dengan suara yang keras. Namun, hati mereka berbeda. Begitu juga dengan keluarga informan, mereka menganggap orang yang berkunjung ke rumah mereka adalah keluarga sendiri. Keramahtamahan mereka membuahkan hasil, yaitu pemerintah mempercayakan mereka untuk menerima penghargaan sebagai musisi. Informan sering mendapat kritikan yang positif dan
4/5/6/ 7/8/ 10
499 500 501 502 503 504 505 506 507 508 509 510 511 512 513 514 515 516 517 518 519 520 521 522 523 524 525 526 527 528 529 530 531 532 533 534 535 536 537 538 539 540 541 542 543 544 545 546 547 548
tersebut?
Apa sebutan untuk tante ketika bermain taganing, apakah amang?, amang pargonsi?
ho?, gak malu kau kek gitu kau main musik di lapangan terbuka kek gitu, joget-joget kau, nyanyinyanyi”. Itu kalau orang yang gak tau kesenian. Tapi sebagian orangtua, ibu-ibu yang lain, kalo bapak-bapak itu merasa bangga. “Bah, sedangkan aku laki-laki gak bisa makeknya itu, masa ini perempuan…bisa dipegangnya ini. Bah, jago nai karejo on mu on da ito”. Ada juga kek gitu sama awak. Mamak-mamak pun, “akupun merasa banggalah kalo bisalah, ajarilah dulu aku bah, biar bisa aku kek kau itu, biar jangan mangula aku. Capek aku ke ramba sana. Ini stedi-stedi, cantik-cantik awak, bisa di pesta, semua orang kenal. Kalo yang di sawah ini, sama keluarga aja yang kenal. Kalo kau, uda semua orang yang kenal. Haaa itulah apanya. Sebagian ada yang bilang, “gak malu kau nanti sampe tua kau kek gitu?”. “Iyah, sampe mau putus nafasku, gak persoalanku itu. Kalo memang dikasih Tuhannya talentaku ini mau pekerjaanku, mencukupi untuk keluargaku, ngapain aku malu. Bukan mencuri aku”, kubilanglah. (tertawa) ini ada juga (tertawa). Jadi ketawa aku ingat itu (tertawa). Karena bagian lapangan ini kan, jadi bingung orang itu manggil. Kan “amang panggual pargonci”, inikan jadi aku yang menyerrrah. 106
negatif. Tetapi informan memegang prinsip bahwa pekerjaan yang dilakukannya itu adalah halal dan berguna untuk keluarganya.
Dalam pesta adat, informan tetap dipanggil dengan sebutan amang walaupun dia perempuan.
Apakah sebutan amang untuk perempuan masuk akal?
8/11
549 550 551 552 553 554 555 556 557 558 559 560 561 562 563 564 565 566 567 568 569 570 571 572 573 574 575 576 577 578 579 580 581 582 583 584 585 586 587 589 590 591 592 593 594 595 596 597 598 599
Karena tradisinya amang ya…
Harus profesional yah?
Berapa penghasilan
Jadi aku bilang aja sama orang itu,“udalah, kalo di lokasi ini, aku bapakbapak”, (tertawa) kubilang sama orang itu. Di lokasi kerjaanku ini aku bapakbapak, gak mungkin klen bilang “inang”. Itu gak bagus. Tradisinya amang. Tapi karena disini lapangan terbuka, gak usah panggil aku inang. Anggap aja aku laki-laki di tempat ini. (tertawa)
Walaupun perempuan, beliau tetap dipanggil amang untuk menghormati adat. Sering dalam pesta, informan disebut sebagai inang, tetapi beliau bersikap profesional. Beliau tetap ingin disebut sebagai amang saja.
Iyah, proposional. Cowok ajalah, kubilang kek gitu sama orang itu. Memang orang itu memanggil mau marpilitan, “di hamu amang panggual pargonci dohot hamu inang panggual pargonci”. Jadi di dabel dua-lah, gak dabel satu dia. Jadi ikut dihargai amangnya dulu, baru inang. Haaa… itu sering di lapangan kek gitu. Jadi kek manalah manggilnya kubilang. Bapak…mama…. Kubilang mama.. bapak…. Jadi aku sendiri yang kasih tau sama orang itu kan, biar jangan bertuuppurr orang itu. “Udah, bilang ajalah, kalo bagian lapangan, samakan ajalah Bapak semua panggil”, kubilang. “Amang panggual pargonci parindahan na susuk, parlopa na tabo”. Gitulah kubilang sama orang itu. “Gabe amang…gabe amang….”, gitulah aku attong bilang sama orang itu ya kan?. I do attong daba inang…. Kalo pesta memang gak Gaji pokok 107
8/11
4/10/ 11
12
590 591 592 593 594 595 596 597 598 599 600 601 602 603 604 605 606 607 608 609 610 611 612 613 614 615 616 617 618 619 620 621 622 623 624 625 626 627 628 629 630 631 632 633 634 635 636 637 638 639
yang tante dapatkan sekali tampil?
Iyah…
terlalu banyak, gak terlalu sikit. Ya kalo perharilah kita attong kerjanya, Rp.200.000 lah itu. Kalo ada saweran, mauliate. Ada juganya, lebihlah itu. Tapi gak menentu setiap hari. Kan itu rejeki juganya itu kalo saweran itu, gak menentu itu. Yang menentu yah 200lah satu hari. Kalo gak ada saweran, ya yang 200 ribu inilah kita bikin uang rokok uda mu. Karna berjaga-jaga dia satu harian penuh, mengkawankawani awak. Mengawal, satpam yang tak bergaji, kek yang dibilangnya itu, aha ma di dok na, petugas na so margaji. Ya beli rokoknya. Tapi kalo ada saweran, yang 200 ini ya cukup kita bawa ke rumah. Kita cukupcukupkan, bukan cukup namanya itu. Zaman sekarang, mana cukup 200, mau beli beras aja sekarang uda berapa ratus ribu. Lain lagi ini, lain lagi itu, lain lagi sekolah. Tapi kan, sikitpun itu kalo memang Tuhan berkati, cukup semua. Bukan karena banyak pencaharianku itu, gak aman kita. Sikitpun itu pencarian kita itu, cukup dibikin, damai keluarga. Gak ada yang ribut-ribut kan? Itu yang paling utama.
Berapa orang bersaudara keluarga
Dari keluargaku? Empat kami cewek, empat kami
Uhmm…
108
perhari yang informan dapatkan yaitu Rp.200.000.
Suami informan turut menemani informan ketika sedang bekerja di pesta. Oleh karena itu, apabila ada saweran yang didapatkan, itulah yang diberikan untuk membeli rokok suaminya. Informan mengatakan Tuhan pasti mencukupkan semua.
12
Yang terutama bagi informan adalah membahagiakan keluarganya dan berserah pada Tuhan. Ada 8 bersaudara.
12
13
640 641 642 643 644 645 646 647 648 649 650 651 652 653 654 655 656 657 658 659 660 661 662 663 664 665 666 667 668 669 670 671 672 673 674 675 676 677 678 679 680 681 682 683 684 685 686 687 688 689
tante? Semua pemusik?
Jadi tulang yang satu lagi, yang Ais nainggolan itu, bagian nyanyi?
Siapa nama ayah dan ibu?
Berapa jumlah anak tante? Paling besar?
Apa nama alamat tempat tinggal tante sekarang? Apakah ini masih
cowok. Pemain musik semuanya. Tapi yang sering dibawa ke lapangan hanya aku sama tantemu yang di Medan, sama tulangmu yang di Porsea. Dan di Sampean Aek Bottar. Tapi kalo seperti tantemu yang di Medan dan tantemu yang adekku, kalo ada acara entah membawakkan drama, barulah orang itu ikut. Ikutlah itu drama, ikutlah itu tarian, ikutlah itu nyanyi. Kalau musik, hanya kami aja. Orang uda biasa ke lapangan, pestapesta. Iyah, itu bagian nyanyi. Itu KDI. Bukan tradisi itu. Dia pedangdut itu. Dia serba bisa memang. Tapi kalo musik gak tau. Sama sekali dia nol, sama musik. Tapi kalo vocal bisa. Lagu-lagu batak dia janggal. Biasanya dia di kota sana, dangdut ajalah, pop, sama lagu bahasa inggris. Lagu-lagu kita masa-masa opera itu mana tau dia itu. Tapi ngerti dia. Bilangnya itu aja dia janggal. Nama bapakku Alister Nainggolan. Nama mamak Erliana boru Silaban. Anakku ampat. Satu lakilaki, tiga perempuan. Paling besar si Hotania Hutagalung namanya. Paling kecil Sri Handayani. Nomor dua, Riandi Hutagalung. Nomor tiga, Marshanda Hutagalung. Lumban Barat, Paranginan, Humbang Hasundutan Iyalah inikan nama 109
Semua saudara dari informan adalah pemusik. Tetapi sebagian ada yang sebagai penari dan penyanyi.
13
Adik informan yang benama Ais Nainggolan pernah menjadi kontestan KDI. Berbeda dari saudara-saudara yang lain, Ais Nainggolan tidak mengikuti jejak keluarganya. Beliau lebih memilih lagu dangdut daripada musik tradisi. Kedua orang tua beliau samasama pemeran Opera Batak. Anaknya ada 4 orang. -
13
Responden menjelaskan alamat beliau. Informan
16
14
15 15
16
690 691 692 693 694 695 696 697 698 699 700 701 702 703 704 705 706 707 708 709 710 711 712 713 714 715 716 717 718 719 720 721 722 723 724 725 726 727 728 729 730 731 732 733 734 735 736 737 738 739
daerah Dolok Sanggul?
Ada partaganing lakilaki yang tante kenal?
Mahir juga?
Berapa jumlah pola taganing yang tante ketahui?
Ikut irama aja, ohh…..
Jadi kalau misalnya lagu cepat?
Ada berapa macam yang sering tante mainkan?
kampung ini, seperti Sampean lah kan, Sampean Aek Bottar, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Ini nama kampung ini Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Itulah namanya ini. Uda pindah dia, hari itu ada kukenal. Uda di Jakarta dia sekarang.
menjelaskan alamatnya yang sekarang dengan mencontohkan alamatnya yang lama.
Ada yang dikenal Responden tetapi sudah di tidak Jakarta menjawab pertanyaan yang diajukan. Gak pala. Hanya sekedar Hanya sekedar. Batasan aja. “sekedar” tidak ada. Sebenarnya gak ada nama Menurut Apakah polanya. Ikut irama aja. responden, dia benar hanya memainkan mengikuti taganing hanya pola saja? dengan mengikuti irama. Iyah, ikut irama aja. Karena Responden Apa pola itu beda-beda. mengatakan pola perbedaanny taganing a? berbeda-beda Ya temponya cepat. Kalo Menurut lambat dia, lambat informan, temponya. Hanya sama kita pemainlah yang tempo. mengatur tempo. Kalau tempo lambat, maka memainkan tempo lambat, dan begitu sebaliknya. Sesuai dengan lagulah, apa Pola yang Maksud dari lagunya. Biasanya satu digunakan sesuai pertanyaan irama dia, tapi kalo dengan tempo pewawancar memang cepat dia satu lagu. a adalah irama. Kalo gendang ini, berapa itukan ada yang yang macam pola. paling besar, berturut-turut suaranya itu kan? Kalau memukulnya ini kita, kalau memang cepat dia, kita cepatkan iramanya. Ini kita 110
17
17
18
18
18
18
740 741 742 743 744 745 746 747 748 749 750 751 752 753 754 755 756 757 758 759 760 761 762 763 764 765 766 767 768 769 770 771 772 773 774 775 776 777 778 779 780 781 782 783 784 785 786 787 789 790
Yang paling banyak bergerak itu tangan kiri?
Anak ni taganing?
Bagaimana posisi tangan ketika bermain taganing?
Ada isitilah manggora, coba tante jelaskan!
yang atur. Kiri, sebagian kanan. Tapi kalo gondang batak, dari kiri semua. Makanya dibilang “marsiajar tu anak na”. Anak na do attong mambuan tempo, bukan sama mamaknya. Anaknya yang terus berjalan. Bukan kita yang marsiajar sama mamak kita, ini jadi anaknya yang mengajari mamaknya kalo tradisi. Kalo kita orang batak memang gondang bolon memang anaknya berjalan. Kidalpun dia itu, uda berkelebihanlah itu. Kalo yang sebenarnya dikhususkan tempo dulu dari anaknya baru ke inangnya yang bagus. Pergelangan tangan sama lengan harus jalan dia. Jadi seperti olahraga dia. Kalau hanya pergelangan tangan saja yang jalan, satu jam bermain taganing itu sudah sangat terasa capeknya. Ikuti iramalah attong. Pemukulnya itu pun bukan asal-asal kuat kali dibuat. Harus kita dengar juga, jangan salah tempo kita kan sama yang lain? Kita ikuti juga mana pembawaan lagunya, itu kita ikuti. Uda tau kita persetengahan lagunya, kita jalankan dia, biar tarik nafas attong. Manganaki goarni attong, manggora do goar ni i. Wajib itu attong. Kalo orang gak mau manggora pun bisa diam, tapi sebenarnya kalo memakai itu gak bagus diam. Jadi kalo menyahut “eee ma tutu”. Taganing pun sambil 111
Dalam gondang, tangan kiri yang sering dipergunakan.
18/19
Anak ni taganing (anak taganing) yang membawa tempo dalam permainan taganing.
18/19
Menurut informan, dalam memainkan taganing harus menggunakan pergelangan tangan dan lengan supaya tidak merasa cepat lelah. Dalam memainkannya juga harus mengikuti irama lagu.
19
Manggora atau menyahut dalam permainan taganing dilakukan dengan cara memainkan ritem taganing dengan bunyi “gu
20
791 792 793 794 795 796 797 798 799 800 801 802 803 804 805 806 807 808 809 810 811 812 813 814 815 816 817 818 819 820 821 822 823 824 825 826 827 828 829 830 831 832 833 834 835 836 837 838 839 840
berjalan juga. Jadi kalo ada yang memanggil “di hamu amang panggual pargonci”, “gu danggg danngg gu dangg dangg (bunyi taganing)”, bukan kita ngomong, taganing yang menyahut. “Alani hami na marsomba hulahula na ma hami, jai di baen hamu ma amang pargonci”, “gudanggg danngg gu dangg dangg (bunyi taganing)”, “music nami somba-somba”. Trus langsung masuklah sulim kan, gudaangg dangg gu danggg dangg. Bukan kita yang ngomong, tapi kalo uda pertengahan dia jalan musiknya itu. Tahun berapa berdiri Orang itu uda lama. Tapi grup “Lia Gemilang” ? kita datang ke sini dan baru bergabung. Duluan aku bergabung kesitu dari opungmu. Tahun 2009. Pernah juga berhenti waktu aku sakit, istirahatlah dulu. Waktu keluargaku masih di sibolga gak main musik aku hari itu. Uda pindah orang opung ke medan lagi kan, uda mu lah yang bekerja di tangkahan ikan. Mertuaku pun di sibolga. Ada niat tante untuk Ada juga niat, tapi karena mengajari anak-anak takut nanti kayak aku. tante bermain Makanya kalo orang itu taganing? tempo sekolah, mau dimintanya,”mak ikutlah aku, ikut-ikut nengok mamak”, “enggak, enggak boleh”. Nanti jadi kek akulah nanti. “usahakan sekolahmu dulu. Kalo itu nanti belakangan bisa. Kalo sudah memang ada sekolahmu, kalo memang kesitu jalurmu besok, udah mudah kau mencari 112
danggg danngg gu dangg dangg”. Arti dari bunyi taganing itu merupakan untuk menjawab perkataan dari orang yang menyuruh memainkan musik.
Informan bergabung di “Lia Gemilang tahun 2009”
1
Penulis menarik 15 beberapa kesimpulan dari keterangan informan tersebut, antara lain: - Beliau berniat untuk mengajari anak-anaknya bermain musik, tetapi setelah menyelesaikan sekolahnya masing-masing.
2/8/ 15
841 842 843 844 845 846 847 848 849 850 851 852 853 854 855 856 857 858 859 860 861 862 863 864 865 866 867 868 869 870 871 872 873 874 875 876 877 878 879 880 881 882 883 884 885 886 887 888 889 890
informasi sama mamakmu. Sekolahmu utamakan.” Tapi kalo si cewek yang paling besar, itu tarian. Itu uda hobby kali dia nari sama tari cawan itu. Uda sampe heppot opungnya dibuat. Kalo yang paling kecil itu maunya manager. Kalau anak itu, kita mauin dulu kemauannya kemana, bukannya awak larang orang itu main musik. Kalau anakku yang lakilaki nomor dua itu bawaannya pemalu, tapi bagian-bagian bengkel, bagian-bagian handphone, tv tu ibana ma suruon. Rusak tv kita, uda tau dia sikit-sikit bagusinnya. Kan kita tau bidang-bidangnya itu dimana kan? Yang nomor tiga ini bagian kantor ma inna. Bank keuangan ma inna ibana. “Sai sahat ma da Tuhan”, aku berdoa sama Tuhan. “Sanggup do au Tuhan, timbo-timbo hian do hu bege akka cita-cita ni gelengkon, pasahat ma da Tuhan, semogalah Tuhan”…. (sambil berdoa) Kek mana pun di kerjaan, sakitpun badanku, mau mampus aku, demi adekadekmu ini, ku semangatkannya badanku. Kek mana biar sekolah. Itu kubilang sama adekadekmu ini, “jangan kalian makan uang sekolah yah. Kalo bisa klen tingkatan dari mamaklah. Jangan lagi seperti mamak.” Aku gara-gara gak adanya tamatanku, makanya gak diterima di kantor bupati. Gak mungkinlah aku 113
- Dengan melihat tingginya citacita anakanaknya, beliau rela bekerja keras untuk menyekolahkan anaknya setinggi mungkin. - Dalam setiap pesta Hasundutan, beliau kerap sekali diundang untuk mengisi acara.
891 892 893 894 895 896 897 898 899 900 901 902 903 904 905 906 907 908 909 910 911 912 913 914 915 916 917 918 919 920 921 922 923 924 925 926 927 928 929 930 931 932 933 934 935 936 937 938 939 940
panyapu dibikin di situ kan? Dihargai juga awak. Karna kita sudah dihargai pemerintah, masa kita dibikin gitu manapui. Padahal aha ma ila ita di si kan? Apanya rupanya? Halalnya itu kan? Tapi orang itu dijaga etikat kita itu, dijaga orang itu juga. Nama baik kita dijaga juga. Masa orang guru, la sampe hati ma hamu poang, uda biasa ke luar kota, uda biasa ke luar negri, masa klian bawa kek gitu kerjanya. Padahal gak tau yang membilang ini, Alana panapu ibana dang nang so adong do sikkola na. hehehe… kan i do nuaeng? Jadi jangan sampe kek gitu, yauda awakpun pasrahlah kan. Kalo adapun nanti panggilan-panggilan kek gitu, kayak mau pesta Hasundutan sebentar lagi tanggal 28 juli 2014 nanti, pasti ada acara untuk kami itu nanti. Dipanggil orang tante? Iyah Acara Humbang Hasundutan? Oh, acara Hasundutan. Iyah. Biasanya dipanggil kita. Tapi gak tau lah tahun ini, karena yang kita latih itu sudah selesai. Uda siap semua, siap pake. Bukannya langsung pande orang itu. Tapi udalah satu dua kek itu bisa dijalankan. Tanggal 28 yah? Iyah 28 bulan ini. Hari apa itu? 8 hari lagi. Senin. Kerja juga kami disitu. Main musik juga kami. Minggu ini gadak Minggu ini ya hari sabtulah tante main musik? tanggal dua puluh anam. Di dolok sanggulnya itu. 114
2
Biasanya informan beserta teman-temannya diundang untuk pesta Hasundutan.
2
Pestanya tanggal 28.
2 2
Jadwal responden sangat padat.
2
941 942 943 944 945 946 947 948 949 950 951 952 953 954 955
Mau kurekam kian lagi.
Oke, terimakasih ya tante sudah mau menjelaskan pertanyaan-pertanyaan dari saya.
26, 28, 30, tanggal 1 Masi lamalah inang. Uda lewat hari itu. Yang minggu di atasnya itunya kami gak berhenti-berhenti. Dalam satu minggu itu ampat kali kami kerja. Waduh, uda mikirkan pindah lagi, mikirkan itu lagi, korseletlah aku. Iyah inang, sama-sama inang
RESPONDEN II No. Data Pribadi 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Alamat 6. 7.
Pekerjaan Status
VERBATIM 2 No Data 1. Tanggal wawancara 2. Lokasi 3. 4.
Waktu wawancara Judul Rekaman Audio
Responden bingung membagibagikan waktunya.
Mengakhiri wawancara.
Keterangan Alister Nainggolan 72 tahun Laki-laki Kristen Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Pemusik Batak Toba Menikah
Keterangan 24 Maret 2014 Pesta adat Marga Marbun di Jalan Simpang Sipitu Huta, Dolok Sanggul. 10.00 WIB. Alister 01 (mulai pada menit ke 1.13) dan Alister 02
115
2
Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Pertanyaan Yang ngajarin tante itu main taganing…opung?
Respon Gak pala, ditengok-tengok sajalah itu. Dulu kularangnya orang itu supaya jangan dipelajari.
Iyah, sudah diceritakan tante itu,, heheheheh
Tapi sekarang yakkk terimakasih jugaa….menjadi bakat dia kan? Sampe boi ibana tu luar negeri binoan. Heheehe…(tertawa) Nga di allang ibana hepeng ni luar, heheggh ido attong. Hehehe…. (tertawa)
Tu Jepang ate?
Hehehek…(tertawa) malomalo do halakkon sude. Turun karoa sian au..
Keturunan!?
Ehm …
116
Analisa Alister Nainggolan menjawab bahwa bukan beliau yang mengajari Hari Anita Nainggolan. Dahulu beliau malah melarang supaya tidak dipelajari. Setelah Alister melihat hasilnya bahwa anaknya sudah menemukan bakatnya, beliau mengucap syukur karena dia bangga bahwa anaknya sudah ke luar negeri untuk memperkenalkan tradisi Batak Toba. Menurut Alister, bakat dan talenta anaknya mengalir dari jiwa pemusiknya. Alister merupakan pemeran Opera Batak dan juga musisi Batak sampai sekarang ini. Menurut beliau, anakanaknya mengikuti jejak beliau sebagai pemusik. Ternyata memang sudah faktor keturunan.
Refleksi Kode Apakah benar 2 sama sekali tidak diajari?
2/3/6/ 7
Kalau 5/7 kepandaian anak-anaknya turun dari beliau, berarti anak-anaknya pernah diajari oleh beliau. Pendapat tersebut berbeda dari baris 1-4 di kolom respon di atas.
Lihat pada Bab IV mengenai faktor yang menjadi
5
48 49 50 51 52 53 54 55 Oooh.. 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Garantung dipake 71 nanti pung? 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97
Baru mulak dope akka par Jogja sian ni attong…. Tong imana kan, mambuat aha imana..hmm.. istilahnyaaa.. apa perbedaan gondang bolon dengan tradisi musik ringan itu. Misalnya, kuterangkan : Gondang Sabangunan itu namanya bukan sembarang dipasang. Yang memang sudah pesta tertentu, besar. Makanya dikeluarkan… Jadi, kalau pesta ringan kek gini, itulah sama garantung kulintang itu kan.. Gakk.. sehubungan……bisa juga dipake sama kecapi gini, tapi..apa, mmm… nengok daerahnya. Gak bisa digaji pemain. Jadi kita kalau nanti main sampai jam anam nanti sore, kalau digaji seratus lima puluh mana bisa lagi. Harus dua dua ratus lima puluh pun begitu kan? Biar bisa ada beli minyak, beli beras sikit ke rumah. Jadi kami korting, main tiga kami, biar agak ringan toke membayar kami. Jadi, istilahnyaa… biarpun pesta dimana, tetap pembayarannya itu tetap penuh. Rugi labanya ya toke lah itu. Memang sudah begitu komitmen. Rugi,laba, sama dialah itu. Kalau sama kami sudah tepattt.. Tepat habis forman baen teruss, seginii..segini,..seginii… Ini, apa… komitmen perusahaan ini atau musik ini…lain kubuattt dari musik 117
Sebelum penulis menjumpai Alister, ternyata dari Yogyakarta pernah menanyakan tentang tradisi Batak Toba kepada beliau.
Biasanya dalam grup musik yang diikuti oleh Alister hanya memakai tiga instrument saja, yaitu keyboard, sulim dan taganing. Hal tersebut dikarenakan pengahasilan yang didapatkan mereka hanya cukup untuk beberapa tiga pemain saja dan selebihnya utnuk bagian pengusaha.
alasan Hari Anita Nainggolan menjadi seorang partaganing perempuan. Tidak 4 diragukan lagi bahwa Alister dan Hari Anita Nainggolan sudah dikenal orang sebagai musisi tradisi.
Apakah 4/6 selalu bertiga saja? Atau pernahkah lebih dari tiga orang yang bermain dalam grup musik tersebut?
98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147
lain. Musik lain 800 ribu masih dimakan lagi. Kami gak bisaa… Kalo kibot aja, gak ikut apa-apa semua, kibot aja, kibot tunggal…sajuta pitu ratus kami. Satu tim??? Iyah, satu tim. Main tiga.. Lumayanlahh… Aaa…iyalaah… Upah yang Jadi sudah bisa gaji dua didapatkan adalah setengah satu orang kan..? Rp.250.000 setiap pemain. Iyalah… Lebihnya itu sama sama toke Yang menjadi hak sama uang beli miaknya. pemain harus Jadi, walaupun peruntungan diberikan dan ke atas, yaa….berlapis. selebihnya Istilahnya, untung dia pengusahalah yaaa..gak jadi persoalan. Tapi yang mengatur. kita tetap dibayar… Biasanya Sehubungan…peraturan pengusahalah inipun, orang yang buat. Jadi, yang menjadi ditengoknya permainan opung saluran kemana seperti ini yaa…terserah sama tujuan mereka bapaklah katanya. Pokoknya akan bermain dan ini usaha saya, saya serahkan mengatur sama bapak, katanya penyediaan alat(toke)…Sama aku diserahkan alat musik dan ini. keperluan lainnya. Mungkin karna opung Yaa iya… Jadi, kalau memang Alister uda berpengalaman opung nanti dipanggil ke mengatakan yahh… Jakarta mungkin kuambil bahwa dia sangat nanti kursi ini dulu sementara bertanggung sebelum pulang aku. Begitu.. jawab atas Jadi, ,tetap bertanggung jawab pekerjaannya. kita. Jadi…pengusaha pun Walaupun dia jadi sorrrr lh… pergi ke luar kota, Ga ditinggalkan, ditinggalkan, dia akan tetap ada pengganti, kan mengatur siapa begitu? Jadi, pemain musik pertanggungjawaban itu tetap yang akan penuh. menggantikan Humbahas nanti, pesta ulang beliau dalam grup tahun humbahas nanti, mana musik mereka. orang lain. Opungnya Dalam pesta disanaa… Akunya membuat ulang tahun SMA-SMA itu Humbahas, beliau festival…gondang kasapi, aku kerap sekali jurinya. diundang untuk Ada kawanku dua lagi marga mengisi acara dan Simanulang satu, Manalu satu. menjadi juri 118
6
6
6
148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197
Opung dapat dari mana sih ini? Atau ada yang ngajaringajari kian?
Oo… tulang Marcius, dosenku di USU nya itu…
Guru itu dua-dua, guru.. Kalo dalam seniman, masih belajar orang itu samaku. Bagaimana cara-cara seniman itu. Enggak, manaaa… memang sudah jadi talenta samaku. Jadi dulu kan…masi diperdalamlah ke USU dulu.. sama si Marcius. Itu kiannya kawanku. Haa… Marsius Sitohang. Di Martoba rumahnya kan? Martoba dekat Kodam sana. Martoba I. Itulah kawanku dulu ke Jerman…Beijing… Itulah kawanku dulu. Sesudah berpisah kami, dia tinggal, ga naik kesana, akulah sekarang. Dia dosen yang diangkat oleh apaa…mmm diangkat budaya sama USU, dosen… Kan ada sejarahnya tempo hari di apa ituu,,mmm…disurat kabarrr, “seorang dosen luar biasa yang terkenal Marcius. Yang tidak perna menginjak sekolah, tapi bisa jadi dosen luar biasa di USU”. Kan ada itu ceritanyaaa… Seorang pemain tukang becak, kan ituu… Jadi kalo opung, yaa masih ada sekolahnya dulu.. tapi ga tamat…SMA kelas 2 aku waktu itu dulu…. Trus meninggallah bapakku kan…? Jadi setoplah aku. Haa…jadii merantolah aku. Meranto-meranto kek gitulah, ke daerah-daerah orang lain kann.. Itulah ituu… Yaa jumpalah sama kesenian-kesenian. Dulu kan ada opera..si Tilhang namanya, opera Batak. Jadi, kita tonton. 119
dalam festival.
Talenta Alister adalah bermain musik.
Marcius Sitohang merupakan teman beliau. Mereka bersama-sama berangkat ke luar negeri untuk memperkenalkan tradisi Batak Toba. Responden mengatakan bahwa pada saat menginjak kelas 2 SMA, beliau putus sekolah karena ayahnya meninggal pada saat itu sehingga sekolahnyapun berhenti. Setelah itu responden merantau hingga menemukan kesenian Opera Batak. Disitulah responden mempelajari cara berdialog hingga belajar memainkan berbagai alat musik. Setelah beberapa lama kemudian, responden merantau ke Medan dan bergabung dengan
1/6
“Mata 1/4/6 Guru,Roha Sisean”, ungkapan tersebut sama seperti tulisan di BAB III tentang margondang dan sama juga seperti hasil yang wawancara dengan Hari Anita Nainggolan.
198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 Iyah, dekat sekolahku 224 duluuu… 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247
Lagipula sempat masuk opung ke sana. Masuk opung ke sanaa..memang dengan modal… Istilahnyaaa bukan modal yang sudah adaa.. Nahhhh istilahnya…, “Mata Guru , Roha Sisean”. Sambil belajar pikirku kan? Masuk aku kira-kira tiga tahunnya.. Nah…dari situlah pengetahuan itu semua dapat opung. Bisa opung menyanyi…bisa opung membawa dialog cerita… bisa opung bermain garantung, bisa main kecapi, bisa tataganing, bisa seruling, yaaa kek gitu. Nahh, itulahh. Jadiii dari itu, istilahnya sudah bisa begitu, yaa mandirilah ke Medan. Ada penerimaan-penerimaan orang seniman di Taman Budaya Jalan Perintis dalam Tembung itu kan? Haa..iyahh Taman Budaya kan begitu? Jadi, masuklah kami situ. Diangkatlah kami. Kalo ada memang pesta-pesta di wisma-wisma maupun di museum. Ada kian bapak angkat kami di situ yang bernama Marpaung. Itulah sebagai kepala kesenian dulu di Budaya. Jadi dialah yang membagi kerja kami sama si Marcius. “Besok kalian main di pesta begini-begini…sana kalian main…minta duit nanti sehabis permainan sekian ratusss..”. Jadi begitu-begitulah….. Makin diperdalam, makin diperdalam, makin kompak sama USU, dibikinlah proposal tuk ke luar negeri, kan begitu… Sesudah dikirim surat ke luar negri, proposal, mau..mmm..kesenian…mmm 120
kesenian di Taman Budaya.
Setelah menjadi seniman di Taman Budaya, karir Alister Nainggolan semakin meningkat. Beliau kerap sekali mengisi acara pesta adat di wisma maupun di museum. Dan sampai suatu ketika proposal yang mereka ajukan untuk berangkat ke luar negeri diterima. Dari situlah mereka kemudian sering berangkat ke luar negeri untuk memperkenalkan tradisi Batak
6
248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281
…dari Indonesia ke luar Toba bersama negeri memperkenalkan teman-temannya. seruling dengan tradisi ringan dari Indonesia. Yaa….datanglah surat balasan dari sana, Mmm “bolehh…, tapi kami harus survei dulu ke sana, bagaimana cara permainannya”. Datanglah orang peneliti dari luar negri kan..? ditengoknya kami main di Taman Budaya. “Oh…tahun begini kalian berangkat ke sana”. Dulu berangkat ke Jeepang dulu, begitu. Tapi…sebelum berangkat ke Jepang, harus dimainkan dulu di Jakarta. Di Jakarta kami main di Marzuki Tim, di Marzuki. Nah….yang besar itu….di situ kami main, diperagakan. Di situ memang festival waktu itu. Bapak kami juara I di situ. Jadi, memang sudah ada kian perjanjian, “barangsiapa nanti juara I, dia nanti dikirim ke Jepang”. Pas juga sama kami juara I itu. Dikirimlah kami ke Jepang. Sesudah dikirim ke Jepang, pulang dari sana, nahh, terusss mendesaklah ke luar negeri. Beijing, Amerika, begitu.. berapa Negara.
RESPONDEN III No Data Pribadi 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Alamat 6. 7. 8.
Pekerjaan Status Asal
Keterangan Rahimmuddin Hutagalung 31 tahun Laki-laki Islam Desa Lumban Barat, Kecamatan Paranginan, Kabupaten Humbang Hasundutan Petani Menikah Sibolga 121
VERBATIM 3 No Data 1. Tanggal wawancara 2. Tempat 3. Waktu wawancara 4. Judul Rekaman Audio
Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Keterangan 21 Juli 2014 Kediaman Responden 12.46-12.48 Rahimmuddin 01
Pertanyaan Mmm…Bagaimana tanggapan uda tentang….pekerjaan tante sebagai partaganing perempuan. Apakah uda setuju, gitu. Mmm..mendukung?? Uhm…itu menambah perekonomian?
Respon Ya…kalau saya sebagai suami….setuju-setuju ajanya…
Analisa Dari jawaban beliau, dapat disimpulkan bahwa beliau sangat setuju dengan pekerjaan istrinya sebagai partaganing perempuan.
Refleksi
Iyah, menambah perekonomian.. ya..itu aja…
Dengan istrinya bekerja sebagai partaganing perempuan, perekonomian mereka pun meningkat dan bisa mencukupi sebagian kebutuhan keluarga.
Tradisi juga?
Iyah, tradisi….
Menurut responden, pekerjaan tersebut selain dari menambah perekonomian mereka, juga untuk mengembangkan tradisi.
Apakah kata “ya, itu ajaa” ingin menjawab bahwa hanya menambah perekonomian ? Ternyata selain menambah perekomian, juga untuk mengembangkan tradisi.
Trus, hambatanhambatan nya ada gak uda?
Hambatannya banyak…. Lantaran di kampung-kampung kek mana mau dibilang … Pestanya di kampungkampungnya…
Maksud dari penjelasan responden yaitu hambatan yang dilewati beliau beserta istrinya banyak. Diantaranya, pesta sering diadakan di pelosok kampung, sehingga jalur perjalanan mereka sering teramat jauh. Mencapai tujuannya juga terkadang sulit mengingat bahwa mereka hanya menggunakan sepeda
122
Kode
1/2
1/7
1/8
9
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87
motor sebagai transportasi mereka. Responder (suami) yang mengantar dan menjemput istrinya ketika sedang bekerja. Dan apabila selesai di antar, beliau pulang ke rumah untuk bekerja. Kemudian setelah istrinya selesai bekerja pada malam hari, beliau pun menjemput kembali istrinya tersebut. Responden mendukung istrinya.
Jadi, uda yang temani gitu?
Iyah, sellagiii saya suaminya, aku yang antar-antar. Antar, jemput, pulang dulu.
Oh, berarti..gada apa yah. Mm..gimana? Mmm… gak setuju yah, bukan gak setuju yah..
Setuju!!!!
Alasannya?
Alasannya kan, gak mungkinlah contohnya… kalo perempuan mau,,, istilahnya. Mau bagian kesenian kan?? Suami harus…menyetujui… gitu…. Uda bertahun-tahun, udaaa… hampir 15 tahunlah.
Responden memberikan pilihan kepada istrinya dan mengijinkan kemauan istrinya.
Setelah menikah juga gitu?
Iyah,setelah menikahlah… sebelum menikah uda main juga.
Jadi intinya, uda setuju yah….? Kalau misalnyaaa… ada sindiran-sindiran gitu?
Setuju aku…
Hari Anita Nainggolan sudah menjalani pekerjaannya sebagai partaganing perempuan sebelum dan sesudah menikah. Beliau benar-benar setuju. Narasumber tidak melihat pendapat negatif dari orang lain. Yang terpenting adalah
Mmm…jadi setuju yah… Uda selama berapa tahun? Uda bertahun-tahun yah?
Yaa… anggap aja angin lalu ajalah….
123
Sudah hampir 15 tahun.
Apakah pada waktu bekerja di luar kota juga seperti itu?
4/5
Maksud dari pewawancara yaitu “apakah responder setuju akan pekerjaan istrinya tersebut?”
2/8
3/5
Maksud dari pewawancara yaitu: sudah berapa tahun istrinya menggeluti pekerjaannya tersebut?”
6
6
2 9/10
88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
keluarganya bisa bahagia, istrinya juga dapat melanjutkan pekerjaannya dengan tenang tanpa mendengarkan sindiran dari orang lain. Namanya uda pekerjaan ya?? Makasih ya uda buat waktunya.
Iyah…namanya uda pekerjaan. Iyah…
10
RESPONDEN IV No Data Responder 1. Masyarakat 1 (M1) 2. Masyarakat 2 (M2) 3. Masyarakat 3 (M3) 4. Masyarakat 4 (M4) 5. Masyarakat 5 (M5)
VERBATIM 4 No Data 1. Tanggal wawancara 2. Tempat 3. 4.
Baris 1 2 3
Waktu wawancara Judul Rekaman Audio
Pertanyaan
Keterangan 24 Maret 2014 Rumah Makan Bengkalis, Dolok Sanggul (Nama Pemilik: J.Lumbangaol/br Nainggolan) 8.00-8.10 Masyarakat 01
Respon (M1) Sian dia do hamu?
124
Analisa Responden menanyakan dari mana penulis berasal.
Refleksi
Kode
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
Sian medan do hami tulang
(M1) Naeng aha i?
Naeng jumpa siapa? Fordekot. Parmusik. Ditanda tulang doi? Marga Naiggolan…
(M1) Ise?
Sampean di arah aha do i?
(M1) Aek Bottar. Aek Bottar nama i.
Iyah, Sampean Aek Bottar. Na adong boru na aha…?
(M1) Olo, parenderende i... Parende, parende-rendei. Na dia do? Ai dua boru, tolu!
Olo, di Medan adong. Na di son i..??
(M1) Na di son adong, na tu si Hutagalung i….
Torus do dohot i martaganing?
(M1) Molo imana di jou musik na.. ba dohot ma.
(M2) Si Nainggolan? Oohh.. par Sampean de i..
Responden menanyakan tujuan penulis datang ke daerah mereka. Responden masih bingung siapa yang penulis maksudkan. Setelah penulis memberitahu bahwa yang dimaksudkan adalah marga Nainggolan, kemudian responden mengenali. Ketika penulis menanyakan daerah Sampean di arah mana, kemudian responden memberitahukan bahwa Sampean berada di Aek Bottar Responden mengenal orang yang penulis maksud adalah sebagai “penyanyi”. Kemudian responden memastikan siapa orang yang penulis maksud, karena ada tiga anak dari marga Nainggolan tersebut Responden sudah mengerti siapa yang penulis maksud, yaitu dengan menyebutkan marga dari suami Hari Anita Nainggolan. Kalau Alister dipanggil sebagai pemain musiknya, pastilah Hari Anita Nainggolan ikut. Kata ‘imana’ yang dimaksud narasumber ialah untuk menunjukkan Alister Nainggolan. Kemudian kata ‘musik na’ dalam pengertian yang dimaksudkan narasumber yaitu “pemain musiknya”.
125
1
1
1
Apakah responden (masyarakat) hanya mengenal Hari Anita Nainggolan sebagai “penyanyi”?
1
1
2
54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
I do?
(M1) Olo…
Ohh… halaki sude parmusik?
(M1) Parmusik do halaki sudeee….
Responder membenarkan Maksudnya adalah keluarga Alister Nainggolan semua pemusik
Molo menurut ni (M1) Ise? halak tulang,,,beha do pendapat ni halak tulang…molo songoni boru-boru,,, lao tu pesta… marmusik songoni…? Boru na i…
(M1) Haaa..
Martaganingg… boru ni alister nainggolan. Beha do perrasaan ni halak tulang mamereng songoni?
(M1) Saunari attong… , songon on do daba… Na tu si do kemauan ni imana, karejo. Artinaaa… ba ni terpaksa ma di ulaon dabaa.. Bah molo imana, na malo do martaganing attong. Marende pe malo do.
Oooh… dang holan martaganing berarti,, dohot parende do?
(M1) Olo…
Oh…
(M1) Boi di sama on ibana,,, hira bawa pe boiii.., boru-boru pe boi…
126
Responder menanyakan ulang siapa yang penulis maksudkan, sebab suasana di pinggir pasar yang ramai mengganggu interaksi antar penulis dan narasumber. Responder masih ingin pertanyaan yang lebih jelas. Narasumber berpendapat bahwa kalau kenyataannya hal tersebut sudah menjadi pekerjaan pokoknya sebagai partaganing perempuan, tentu harus dikerjakan. Lagipula partaganing perempuan tesebut pandai memainkan taganing dan bisa juga menyanyi. Responder berpendapat bahwa tidak hanya bermain taganing yang dilakukan oleh Hari Anita, tetapi bernyanyi juga. Masyarakat ternyata mengetahui bahwa Hari Anita Nainggolan bekerja secara propesional. Beliau bisa mengkondisikan keberadaannya di tengah masyarakat dan pekerjaannya. Kalau dalam pekerjaannya, tentunya beliau harus
Apakah memang benar keluarga Alister Nainggolan semua pemusik?
3
4
4
4
4
4
104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 Oh,, iya yah.. 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 Orang tua na akke…? 139 140 141 142 Ooooh.. 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153
bermain taganing layaknya seperti lakilaki bermain taganing, namun dalam lingkungan masyarakat dan keluarga, beliau adalah seorang perempuan, ibu, dan istri. (M2) Malo do tong Responder M2 ibana marende… mengulang informasi yang sudah dijelaskan oleh Responder 1, bahwa Hari Anita juga bisa bernyanyi. (M1) Molo masalah Hari Anita Naingolan opera na dihataon, boi juga pernah mengikuti ma i… grup Opera Batak, dan ternyata masyarakat juga sudah mengetahui hal tersebut. (M3) Memang na Responder M3 martaganing, na maloan mengulang informasi i….., marende pe jago. yang sudah dijelaskan oleh Responder M1 dan M2. Masyarakat sangat mengenal dan mengetahui bahwa Hari Anita mahir dalam memainkan taganing. (M4) Amanta i do Yang dimaksud pelatih na i sude i…. narasumber ialah Alister Nainggolan. (M3) Pelatih Jakarta pe Alister Nainggolan juga di jou do i…. pernah di panggil menjadi pelatih di Jakarta. (M1) Di Bandung. Di Bandung Alister Ido…adong do aha na Nainggolan juga pernah i…mmm..di jabu na i menjadi pelatih. dibaen. Tu Bolladda pe Kemudian, beliau juga nga lao i…. sudah ke Belanda Adong do,, bereng ma memperkenalkan tradisi annon di jabu ne i annon Batak Toba. Dirumah foto-foto na. jago do beliau banyak sekali i…. foto-foto pengalaman beliau ketika menjalankan profesi sebagai pemusik 127
4
4
4
3
3
3
154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 Oohh,, berarti 168 memang nga diakui 169 ate? 170 171 172 173 174 175 176
(M2) Nai bulan piga do nuaeng? Taon i?? Sian Australi…
(M5) Istilahnya, nga mar SK do imana,,bapa i….
(M1) Olooo… se Indonesia attong bapa nai atong… Pelatih de i… Mar SK do i… Resmi do i… Bupati maresmihon budaya na i… Nga dibaen disi palangkatna…
RESPONDEN V No Data Pribadi 1. Nama 2. Usia 3. Jenis Kelamin 4. Agama 5. Alamat 6. 7.
Pekerjaan Status
VERBATIM 5 No Data 1. Tanggal wawancara 2. Lokasi 3. 4.
Waktu wawancara Judul Rekaman Audio
tradisional. Ketika narasumber ingin menjelaskan mengenai ketika Alister baru pulang dari Autralia, narasumber tersebut sepertinya lupa. Alister Nainggolan sudah mempunyai Surat Keputusan Kerja dari pemerintah sebagai pemusik. Di depan rumah Alister sudah dibuat gelar/kedudukan alister sebagai pemusik.
Australi yang dimaksud oleh responden adalah Australia
Lihat daftar gambar yang memuat gambar pelangkat Alister Nainggolan.
Keterangan Marcius Sitohang 61 tahun Laki-laki Kristen Protestan Jalan Sisingamangaraja KM 10, Martoba Tj. Morawa Pemusik Batak Toba Menikah
Keterangan 20 Maret 2014 Kampus Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara 9.50-10.10 Tulang Marcius 01
128
3
Baris 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Pertanyaan Ada yang mau ku tanya sama tulang, gak papa ya?
Respon Gak papa, apa? Lama?
Analisa Responden setuju untuk diwawancarai.
Gak ah, cuman berapa pertanyaannya. Masih praktek tulang?
Bisanya itu. Uda kita kasih, lepaskanlah.
(tertawa kecil) Gini tulang, tentang partaganing. Kenal tulang sama boru Nainggolan partaganing itu? Pernah tulang main sama dia?
Kenal…
Responden sudah mengajari mahasiswanya sebelumnya, dan menurutnya tidak masalah kalau sebentar saja ditinggal. Responden mengenal partaganing boru Nainggolan
Opung Fordekot!?
Ya, opung Fordekot. Fordekotpun na kami yang bikin, aku.
Nama aslinya itu?
Gak…. Nama…
Panggilan?
Sesudah TVRI kubuat. Sandiwara di TVRI itu.
Sama siapa? Anaknya siapanya itu, hmmm…(berusaha mengingat)
Oh, pernah ke Nanti tengoklah jam TVRI ikut opung anam.
Penulis menanyakan apakah responden pernah bermain musik bersama partaganing yang penulis maksud. Responden berusaha mengingat yang penulis maksudkan. Menurut responden, nama Fordekot pertama sekali dibuat oleh responden sendiri. Itu bukan nama asli dari ayah partaganing perempuan tesebut. Nama Fordekot dibuat pada saat acara Opera Batak ditampilkan di TVRI. Jam 6 sore ditampilkan Opera Batak di TVRI. 129
Refleksi Pada saat penulis ingin wawancara, ketepatan saat itu responden ingin mengajar praktek musik Batak Toba di kampus Etnomusikologi USU. Oleh sebab itu, responden menanyakan apakah lama?
Kode
1
Pertanyaan belum sempat dijawab responden.
Apakah benar yang membuat nama tersebut adalah responden sendiri?
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99
itu? Ikut di situ dia?
Asal jam anam
TVRI ya…
Tapi, rekaman kami dulu, kelaporannya.
Oh, diulangi?
TVRI nya…
Siaran ulang..?
Iyah, siaran ulang.
Ooohh… Ini tulang, kan biasanya kan yang main taganing itu kan cowok ya kan? Nah, ini ka nada cewek boru Nainggolan itu, adeknya juga ada kan? Jadi, kek mana tanggapan tulang tentang kek gitu? Salah itu tulang? Parmusik? Pargondang? Jadi?
Iyah…
Ooh…
Responden mengulangi jawaban sebelumnya agar informasinya lebih jelas. Maksudnya yaitu acara yang akan ditampilkan di TVRI jam 6 sore tersebut adalah rekaman yang sudah lama TVRI berinisiatif menampilkan ulang rekaman tersebut. Responden membenarkan. Responden membenarkan dan ingin mendengar pertanyaan selanjutnya.
Kalo aku bilang, kalo di adat, itu kan bukan martaganing namanya.
Menurut responden, kalau perempuan yang memainkan taganing di pesta adat, itu tidak bisa dikatakan martaganing.
Itu dibilang bukan partaganing. Caranya martaganing bukan melodi. Bukan. Ada taganing itu, ada tak ada gak jadi masalah sebenarnya.
Itu tidak bisa disebut partaganing Responden mengatakan cara martaganing yang dimainkan oleh partaganing tersebut tidak memainkan melodi. Responden menambahkan, ada atau tidak adanya taganing tersebut tidak menjadi masalah. Biar tau. Karna itu Menurut responden, sebagai pengganti drum, permainan yang pengganti beat, dimainkan oleh pengganti tempo. partaganing tersebut Itu….kalo aku bilang. hanya pengganti tempo Karna itu bukan main saja. Partaganing taganing namanya. Itu tersebut tidak main gendang itu, bukan menyertakan melodi melodi taganing. taganing dalam 130
4
Kalau bukan martaganing, jadi apa namanya?
4
6 Kalau tidak jadi masalah, berarti boleh tidak menyertakan taganing dalam margondang?
3
3/6
100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149
Dia yang mainkan melodi taganing?
Jadi, pargondang?
Gak ada memang… Sama brass.
Keyboard, ansambel?
Itulah. Karena dia seperti ini, “tag dang ta dang dang”(sambil memperagakan). Itu aja, sampe dua jam. Bukan gini, bukan melodi, “tigi digi dugu dugu daga daga”,(sambil memperagakan yang benar). Jadi dia bukan partaganing di atas. Bukan. Misalnya partaganing itu memang partaganing namanya, tapi bukan bisa ke adat. Maksudnya, adat semua yang dibawanya itu, tapi kalo sekarang ini kan?, bukan adat lagi sekarang. Poco-poco, anak medan, bukan adat lagi kan? Nah, itulah yang diiringi. Mana ada lagi diiringi dia uninguningan. Kalo uninguningan diiringi dia, di situ sarune, di situ hasapi, di situ garantung, mana ada!!! Makanya… Diiringi dia keyboard.
permainan. Responden memperagakan permainan yang benar dan yang salah. Bukan soal lamanya permainan, tetapi teknik yang benarlah yang terpenting.
Menurut responden, adat sekarang sudah mengalami perubahan terutama pada lagu yang dipergunakan. Seharusnya partaganing tersebut mengiringi uning-uningan dan bukan lagu seperti poco-poco dan anak medan.
Keyboardlah yang diiringi oleh partaganing sekarang. Sama brass. Akupun gak Responden bingung tau bikin namanya itu membuat panggilan apa. untuk partaganing yang Nah itu…. dia maksud
Kalo masalah tempo katanya, uda adanya apa? Apa namanya? Kita lah yang berpikir. Kalo aku yang bilang “pelengkap”. Karena cinta manusia itu, dan cinta kita itu melihat taganing, dan perempuan, wahhh!!
Menurut responden, nama yang sesuai yaitu “pelengkap”. Masyarakat menganggap hal tersebut luar biasa karena masyarakat cinta akan musik tradisi Batak Toba dan jarang menemukan pemain taganing perempuan 131
4
Jadi, lagu yang seperti apa yang seharusnya digunakan?
6
Apakah memang ada panggilan khusus untuk partaganing yang mengiringi keyboard?
6
6
150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199
Ansambel, seperti ansambel ya tulang?
Berarti taganing ini sebagai rel dia? Sebagai melodi juga?
Terusmeneruslah itu yah?
Luar biasa katanya! Kalo katanya yah. Iya!! Apa kita bikin ini, perkusi!! Kalengkaleng, cik cik cik (memperagakan) Cuma itu aja. Datang botol, cik cik cik(memperagakan) Datang lagi apa, burg burg (memperagakan). Dia bukan pemain melodi, bukan dia rel. Kalau di adat itu, di pesta saur matua, yang saur matua atau pesta gereja, apa sgala macam. Dulu, dulu yah itu “melodi”. Sama sarune dengan melodi. Sarune bolon. Yang dua itu melodi, yang lainnya itu,”pong..pak pak, pongg”. Tapi, kalo gak ada itu gak bagus. Kan gitu? Jadi kalo taganing ini, kalo masa sekarang, itu sebagai pengganti drum.
Pengganti drum ya?
Aku bukan kusalahkan ya.
Tanggapan tulang aja kan?
Haa, iya. Kalo itu sama saya adalah pengganti drum. Bukan dia pemain taganing. apalah kita buat namanya itu?
Pengisi?
Mengisi kekosongan yang ada di musik itu. Pelengkap. Itulah namanya pelengkap. Bagusnya itu, bagus. Bisa kita makan kalo
Menurut beliau, taganing harus sebagai rel, yaitu pembawa melodi.
6
Dahulu, pada saat acara saur matua maupun pesta gereja, yang membawakan melodi antara lain, taganing dan sarune bolon.
2
Menurut responden, taganing dan sarune sangat penting sebagai pembawa melodi, namun alat musik lainnya juga sangat penting untuk pembawa ritem. Semua alat musik tersebut sama pentingnya. Responden tidak menyalahkan partaganing tersebut. Menurut responden, taganing yang dimainkan sekarang adalah sebagai pengganti drum, bukan pemain taganing. responden masih mencari tahu apa panggilan yang sesuai dengan yang beliau maksudkan. Responden mengatakan hal tersebut merupakan “pelengkap” yang mengisi kekosongan pada musik tersebut.
3
132
5
5/6
3
200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249
gak ada “Ajinamoto”. Tapi kalo dibikin “Ajinamoto” tambah gimana? Enak? Tanpa Ajinamotopun dulu orang makannya. Tetapi sesudah dibuat Ajinamoto, apa? Makin enak, tapi apa? Uda jadi hancurrr. Uda tinggal tradisi yang lama, karna gaya uda lain. Jadi kalo aku yang bilang, disitu gak pala terbilang kalo aku pemain. Itu sebagai pelengkap, karna kenapa? Kalo main, di uning-uningan uda ada ini “tak tung tak, tak tung tak”(memperagakan). Melodi uda, ada hasapi, uda ada sulim, uda ada sarune. Haa…itu.. Gondang Sabangunan
Responden memberi ilustrasi tentang “Ajinamoto”(penyedap rasa makanan). Dahulu, tanpa Ajinamotopun masyarakat bisa makan.
Gondang Sabangunan margondang?
Margondang
Responden mebenarkan.
Ooh.. Berarti dalam gondang sabangunan itu ada apa aja?
Sarune Bolon, gong ampat (oloan, ihutan, doal, panggora), baru hesek pemberi tempo. Nah, itu dia…
Baru taganing?
Haa.. karena dia taganing itu dua
Yang terdapat dalam gondang sabangunan yaitu sarune bolon, gong yang terdiri dari empat buah (oloan, ihutan, doal, panggora), dan hesek. Responden mengatakan pemain taganing ada dua
Enak (tertawa)
Makin enak? Iya?
Jadi, margondang itu apa sih sebenarnya tulang?
Menurut responden, kalau Ajinamoto ditambahkan ke makanan, maka rasanya enak tapi hanya sebagai pelengkap saja. Tanpa ajinamotopun, makanan sudah terasa enak. Sama halnya seperti dalam musik tradisi, sebenarnya sudah ada hasapi, sulim dan sarune sebagai pembawa melodi, namun bisa dikatakan taganing hanyalah sebagai pelengkap. Menurut responden, margondang adalah gondang sabangunan.
133
Apakah benar sekarang taganing hanyalah sebagai pelengkap?
Pewawancara sebenarnya ingin menanyakan apa arti margondang. Namun, responden menjawab pasangan dari kata margondang yaitu sabangunan. Jawaban tersebut tidak sesuai dengan isi pertanyaan pewawancara.
2
2
7
3
250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299
Ooh, pantas dia suaranya enak. Kan ada istilah kan? “dang ulaon boru-boru songoni” kan?
Hmm.. (mengangguk)
Hmm.. (mengangguk)
pemainnya. Yang main sebagai pengganti bass gordangnya (sambil peragakan bunyi). Jadi, yang di anaknya ini melodi (memperagakan bunyi). Datanglah drumnya (memperagakan). Itulah sebagai pengganti bass. Iya, betul.
orang, yang satu untuk memaminkan gordang, yang satu lagi memainkan anak ni taganing
Memang. Karna gini, dulu…”amang panggual pargonci”. Amang. Bukan dibilang “inang”. Kenapa? Kucontohkan sama kau (sambil mencontohkan). Gak mungkin perempuan naik ke atas pakek rok. Kan di atas pargonci, mana ada di bawah. Masuklah inang-inang di atas, di bawah ada penari, gak mungkinlah!!! Mana ada celana panjang dulu. Coba bayangkan. Makanya gak pernah dibikin inang-inang. Tapi kalo pertunjukan, bisalaaah
Menurut responden, sejak dulu pargonsi itu adalah laki-laki, karena pada saat itu tempat yang diberikan kepada pargonsi berada di bagian atas. Jadi, tidak mungkin perempuan yang dipakai sebagai pargonsi.
Jadi kalo aku bilang musik-musik sekarang, itu sebagai pertunjukannya itu. Itulah.. Itu dia!
Responden setuju.
Pada saat itu, belum ada pakaian celana panjang untuk perempuan. Oleh sebab itu, kalaupun perempuan yang bermain taganing, itu hanya di pertunjukan Jadi, menurut responden, apabila terdapat permainan yang menyertakan perempuan, itu hanya pertunjukan. Permainan sekarang sudah tidak asli lagi Namun, responden menjelaskan lagi, dia tidak menyalahkan hal tersebut karena hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Gak asli dia yah tulang yah? Tapi, uda jadi Memang itulah pekerjaannya itu! sekarang, uda pekerjaannyalah. Aku bukan bilang salah itu, bukan. Bagaimana dia cari hidupnya sekarang ini? Demi uang sekarang dikerjakan. Cuma itu ajanya Bukan kusalahkan yah. Responden tidak 134
Kondisi sekarang sudah berbeda. Tempat untuk pargonsi sudah tidak berada di atas . Apakah masih tidak diijinkan perempuan untuk bermain musik tradisi?
4/5
4
4
5
4
300 301 302 303 304 305 306 307 309 310 311 312 313 314 315 316 317 318 319 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 333 334 335 336 337 338 339
yang mau kutanya, apa pendapat tulang kan kalau masalah ini.
Yang di Jakarta?
Bilang bagus. Karna jarang sekarang ini perempuan bermain taganing. itu makanya dibilang orang bagus. Bisa kuhitung sekarang pemain taganing yang kukenal, boru Simamora, Hmm.. boru Tohang, boru Nainggolan, boru Silalahi. Lantaran gak kita munculkan. Tapi, bawa masing-masing gaya, bikin komposisi masing-masing. Jadi itulah istilahnya, bukan pemain gondang, “Parodap”
menyalahkan perubahan yang sudah terjadi sekarang ini. Responden membenarkan kalau partaganing perempuan sekarang ini sudah jarang dan permainannya juga bagus. Setiap partaganing perempuan yang responden kenal, masingmasing mereka mempunyai gaya dan komposisi masingmasing. Responden menyebutkan istilah “parodap” untuk setiap partaganing perempuan.
Parodap? Oh, itu Hmm..itulah parodap. namanya Itulah namanya “odap sekarang? opera”. Jadi, waktu opera dibawa seperti itu, tidak ada dimana-mana. Cuma di opera Iya. Itulah, nyanyi orang itu pertama kali (nyanyi dan yah? memperagakan sahutan dari odap). Itulah tempo itu. Oh, gitu ya. Iya. Makasih buat waktunya tulang
Responden mengatakan istilah parodap hanya dapat ditemukan dalam opera batak Odap berfungsi untuk menyahut penyanyi.
-
135
Apakah kata “parodap” yang disebutkan responden, diketahui oleh partaganing perempuan tersebut, atau hanya responden saja yang mengetahuinya? Sedangkan masyarakat mengenal pemain taganing itu adalah “partaganing” Ternyata sebutan tersebut hanya berlaku pada opera batak