SKRIPSI
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK KAJIAN RISIKO
Oleh
INNIKE SINTAWATIE M F24101036
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK KAJIAN RISIKO
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh INNIKE SINTAWATIE M F24101036
2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN PENGEMBANGAN DATABASE KONTAMINAN PANGAN DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK KAJIAN RISIKO
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh INNIKE SINTAWATIE M F24101036
Dilahirkan pada tanggal 28 Desember 1982 Di Ngawi, Jawa Timur Tanggal lulus : 14 Februari 2006 Menyetujui Bogor,
Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. Dosen Pembimbing I
Februari 2006
Dr. Ir. Roy A Sparringa, M. App.Sc. Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
Innike Sintawatie M. F24101036. Pengembangan Database Kontaminan Pangan Dan Bahan Tambahan Pangan Untuk Kajian Risiko. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.2006. ABSTRAK Masalah keamanan pangan berkaitan dengan kontaminan dan penggunaan BTP merupakan suatu masalah yang sangat kompleks sehingga memerlukan kegiatan monitoring untuk menjamin bahwa pangan yang dikonsumsi merupakan pangan yang aman. Badan POM RI telah melakukan monitoring keamanan pangan, akan tetapi data-data hasil monitoring yang ada selama ini umumnya masih digunakan dalam rangka identifikasi bahaya dan belum dihimpun secara sistematis yang mudah diakses. Penelitian ini bertujuan untuk (1) membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, (2) mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan menurut kategori pangan GSFA (General Standard for Food Additives), (3) mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD (The Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme), dan (4) pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk kajian risiko. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD, pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, klasifikasi data BTP dan kontaminan, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan, identifikasi masalah, dan rekomendasi. Hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di Indonesia menunjukkan bahwa dari 11 BTP yang diijinkan untuk pangan, sebanyak tiga jenis BTP yang baru dimonitor, yakni pengawet, pemanis buatan, dan pewarna. Pada sejumlah pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan yakni benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Bahkan masih ditemukan aditif ilegal yang sangat berbahaya bagi tubuh karena sifatnya yang karsinogenik, yakni boraks, formalin, rhodamin B dan metanil yellow. Sedangkan kontaminan yang dianalisis oleh PPOMN dari tahun 1999-2004 meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Pada sejumlah pangan segar dan semi olahan juga masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, yang paling menonjol adalah aflatoksin pada kacang tanah dan produk olahannya. Data konsentrasi BTP dan kontaminan pangan yang telah disusun dalam database belum dapat dimanfaatkan untuk kajian risiko dengan berbagai keterbatasan. Data-data yang ada hanya bisa diolah pada tahap identifikasi bahaya yang umumnya terbatas pada bahan tambahan ilegal, beberapa bahan pengawet, pemanis buatan serta pewarna dan masih perlu ditindaklanjuti dengan kajian paparan untuk mengetahui karakterisasi risikonya. Keterbatasan data hasil monitoring tersebut antara lain: data umumnya masih bersifat kualitatif; nilai
LOD dan LOQ tidak dicantumkan dalam laporan pengujian sehingga sulit menentukan parameter statistiknya seperti mean, median, standar deviasi, dan percentile; sampling yang belum seragam; jumlah sampel belum cukup untuk menjamin validitas data; serta penentuan obyek yang akan disurvei belum mempertimbangkan kerangka sampel. Oleh karena itu diperlukan protokol survei. Untuk database kontaminan diperlukan pengolahan dan analisis data dari stakeholder yang berwenang secara terpadu sehingga akan diperoleh database kontaminan secara nasional, serta diperlukan kesesuaian dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD.
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Ngawi pada tanggal 28 Desember 1982. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Purjanto Heri Wibowo dan Farida Setyorini. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Nawa Kartika Dawu pada tahun 1988 sampai tahun 1989. Pendidikan SD ditempuh dari tahun 1989-1995 di Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah Dawu. Penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Ngawi dan lulus pada tahun 1998. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMU Negeri 2 Ngawi dan lulus pada tahun 2001. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada Departemen Ilmu dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa IPB penulis pernah menjadi asisten pada mata kuliah Kimia Dasar I dan Kimia Dasar II. Dalam bidang organisasi penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA) dan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan HIMITEPA. Akhirnya sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melaksanakan magang di Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM RI) Jakarta. Hasil kegiatan magang telah dituangkan dalam bentuk skripsi berjudul ”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan Pangan untuk Kajian Risiko” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz MSc. dan Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.Sc.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan hanya kepada Allah SWT, pemilik ilmu, pemberi rahmat, hidayah dan kasih sayang,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
skripsi
dengan
judul
”Pengembangan Database Kontaminan Pangan dan Bahan Tambahan Pangan untuk Kajian Risiko”. Allah SWT memberikan kemudahan bagi penulis melalui bantuan, kesabaran, dukungan dan doa dari berbagai pihak yang selama ini selalu menyertai penulis dari awal sampai akhir penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibunda dan Ayahanda tercinta atas segala dukungan, doa, kasih sayang serta keikhlasan yang senantiasa mengalir sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, karya kecil ini kupersembahkan untuk Kalian, 2. Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, MSc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini, 3. Dr. Ir. Roy A. Sparringa, M.App. Sc. selaku dosen pembimbing lapang di Badan POM RI yang telah bekerja keras membimbing, mengarahkan, memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini, Saya tidak akan melupakan jasa Bapak, 4. Prof. Dr. Ir. Winiati P. Rahayu, MS, selaku Direktur Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan magang di Badan POM RI serta selaku dosen penguji, 5. Drs. Siam Subagyo, Msi, selaku Kepala Bidang Pangan PPOMN yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di PPOMN, 6. Dosen-dosen Ilmu dan Teknologi pangan yang telah memberikan ilmunya selama kuliah di IPB,
7. Adik-adikku tersayang (Ani dan Angga) serta keluarga besar di Ngawi yang telah memberikan kasih sayang dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, 8. Sahabatku (Dessy, Putri, Wulan, Ana, Meli, Eny, Armi, Manong, Yaya’, Ambang) you are my best friend that i never had before, terima kasih untuk segalanya dan semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya, 9. Teman-teman seperjuangan magang (Nur, Rini, Tami dan Ari) terima kasih atas bantuan, dukungan dan kebersamaan kita selama 4 bulan magang di Badan POM RI, 10. Mas Fahmi Fasah Angkotasan, terima kasih atas bantuan softwarenya, 11. Staf Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan (Mas Nugi, Bu Murni, Pak Nyoman, Pak Dedi, Mbak Ruki, Mbak Pipit, Mbak Vian, Mbak Yanti, Teteh Yanti dll), terima kasih atas segala bantuan dan nasihatnya, 12. Arofah’s crew (Deti, Asti, Eno, Mada, Yuni, Elis, Santo’, Mia, Titin, Wira, Asri, Ai, Wiwin dan Delvia) atas kebersamaan dan kenangan indah kita, semoga ukhuwah kita akan tetap terjaga selamanya, 13. Teman-teman satu bimbingan (Christian dan Mbak Yani) terima kasih atas dorongan semangatnya, 14. Teman-teman satu kelompok praktikum (Hans, Tantri, Armi, Dhani) dan teman-teman ITP 38, terima kasih atas kebersamaan dan suka duka kita selama ini yang tidak akan terlupakan selamanya, 15. Abi dan Mbak Ana, terima kasih telah menjadi tempat curhatku selama ini, 16. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan sampai terselesainya skripsi ini. Akhirnya penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan negara. Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Bogor,
Februari 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................... iii DAFTAR TABEL............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii DAFTAR ISTILAH ......................................................................................... viii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xiii I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1 B. TUJUAN .............................................................................................. 3 C. MANFAAT .......................................................................................... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4 A. KONSEP ANALISIS RISIKO............................................................. 4 B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU .................................. 12 C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI............................................. 16 D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA ............................................... 17 E. PROGRAM GEMS/FOOD ................................................................. 25 F. GSFA (GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVE) ................ 30 III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT .................................................................... 32 B. METODE PENELITIAN ..................................................................... 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 36 A. DATABASE KONSENTRASI BTP HASIL MONITORING BADAN POM RI................................................................................. 36 B. DATABASE KONSENTRASI KONTAMINAN PANGAN HASIL MONITORING BADAN POM RI ......................................... 58 C. DATABASE KONTAMINAN PANGAN DENGAN GUIDELINE PRIORITAS UTAMA PANGAN DAN KONTAMINAN MENURUT GEMS/FOOD.................................................................. 64
D. METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN OLEH PPOMN DALAM MENDETEKSI ADANYA KONTAMINAN DALAM PANGAN ............................................................................. 72 E. PEMANFAATAN DATABASE KONSENTRASI BTP DAN KONTAMINAN HASIL MONITORING BADAN POM RI................................................................................. 73 V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................. 74 A. KESIMPULAN .................................................................................... 74 B. SARAN ................................................................................................ 76 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 77 LAMPIRAN..................................................................................................... 83
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia.................. 7
Tabel 2.
Nilai PTWI beberapa logam berat yang umumnya dianalisis oleh Badan POM RI ....................................................................... 8
Tabel 3.
Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia ............................... 26
Tabel 4.
Kategori pangan untuk pangan segar dan semi olahan menurut GEMS/FOOD Regional Diets........................................................ 29
Tabel 5.
Kategori pangan untuk pangan olahan menurut GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia .............................. 31
Tabel 6.
BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia............ 40
Tabel 7.
Penggunaan pengawet dan pemanis dari data kuantitatif yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan ..................................... 44
Tabel 8.
Penggunaan boraks pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 ....................................................... 48
Tabel 9.
Penggunaan formalin pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 ....................................................... 50
Tabel 10. Penggunaan rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 ....................................................... 52 Tabel 11. Penggunaan metanil yellow pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 ....................................................... 54 Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM.................................................................................... 59 Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD .................................................... 65
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Kerangka analisis risiko .............................................................. 5
Gambar 2.
Kerangka kerja kajian risiko ....................................................... 5
Gambar 3.
Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan... 18
Gambar 4.
Diagram alir metode penelitian................................................... 33
Gambar 5.
Profil jumlah sampel mengandung BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM...................................... 37
Gambar 6.
Profil jumlah parameter BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM............................................................... 38
Gambar 7.
Profil persentase aditif legal yang dimonitor di Indonesia.......... 43
Gambar 8.
Profil persentase aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia ........ 46
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kategori Pangan GSFA .............................................................. 83 Lampiran 2. Database beberapa BTP pada sejumlah pangan yang dimonitor di Indonesia ................................................................................ 106 Lampiran 3. Prosedur pengolah database BTP dan kontaminan dalam pangan olahan............................................................................. 142 Lampiran 4. Pedoman penggunaan software OPAL I .................................... 147 Lampiran 5. Prioritas utama pangan dan kontaminan GEMS/FOOD............. 165
DAFTAR ISTILAH
ADI (Acceptable Daily Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah suatu bahan kimia yang dinyatakan dalam mg bahan per kg berat badan, yang meskipun dicerna/dimakan setiap hari bahkan selama hidup bersifat aman, tidak menimbulkan gangguan terhadap kesehatan, efek keracunan ataupun risiko. Analisis risiko (Risk Analysis) adalah suatu proses ilmiah yang terdiri dari tiga komponen yakni kajian risiko (risk assessment), manajemen risiko (risk management), dan komunikasi risiko (risk communication). Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan,
penyiapan,
perlakuan,
pengepakan,
pengemasan,
penyimpanan,
atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan suatu
komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut. Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan. Evidence base adalah informasi yang diperoleh secara ilmiah melalui kegiatan studi, survei, atau surveilan berkaitan dengan keamanan pangan yang dapat dijadikan sebagai landasan atau dasar dalam menetapkan suatu kebijakan. Identifikasi bahaya adalah identifikasi terhadap bahaya kimiawi serta evaluasi terhadap bahaya tersebut jika terdapat dalam pangan tertentu atau suatu kelompok pangan. Kajian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan melalui pangan atau sumber lain yang relevan.
Kajian risiko adalah kajian ilmiah terhadap kemungkinan risiko yang mungkin terjadi, terdiri dari empat tahapan: i)identifikasi bahaya; ii) karakterisasi bahaya; iii) kajian paparan; dan iv) karakterisasi risiko. Karakterisasi bahaya adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap kesehatan. Karakterisasi risiko adalah perkiraan secara kualitatif maupun kuantitatif dari kemungkinan bahaya yang berdampak kepada kesehatan yang terjadi pada populasi tertentu berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan. Kerangka sampel adalah daftar obyek/individu/unit/elemen dalam suatu populasi yang akan disurvei. Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak terkait lainnya seperti konsumen, industri, akademisi dan lainlain. Kontaminan pangan adalah suatu bahan yang secara tidak sengaja terdapat dalam pangan sebagai hasil dari proses produksi (termasuk didalamnya proses pembudidayaan tanaman dan pembudidayaan hewan ternak), pengolahan, penyiapan, penyimpanan, transportasi atau sebagai hasil kontaminasi oleh lingkungan. Definisi ini tidak termasuk potongan tubuh serangga, bulu tikus dan bahan asing lainnya. LOD (Limit of Detection) adalah konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dideteksi oleh alat. Nilai ini diperoleh pada saat melakukan verifikasi metode yang akan digunakan dalam pengujian. LOQ (Limit of Quantification) adalah konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dikuantifikasi. Nilai ini diperoleh pada saat melakukan verifikasi metode yang akan digunakan dalam pengujian.
Manajemen risiko adalah proses kajian berbagai alternatif kebijakan dalam bidang pangan sebagai hasil dari proses kajian risiko guna melindungi kesehatan konsumen dan menerapkan praktek perdagangan yang aman, dan jika diperlukan, melakukan seleksi dan implementasi pengendalian risiko yang sesuai. Maximum Level Permitted adalah batas maksimum konsentrasi yang diijinkan untuk ditambahkan dalam pangan. Mean (nilai rata-rata) adalah suatu ukuran pusat data bila data tersebut diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya dari yang terbesar sampai terkecil. Median adalah pengamatan yang tepat di tengah-tengah bila banyaknya pengamatan adalah ganjil, atau rata-rata kedua pengamatan yang di tengah bila banyaknya pengamatan genap. NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) adalah konsentrasi tertinggi dimana pengaruh buruk tidak terdeteksi pada morfologi, kapasitas fungsional, pertumbuhan, perkembangan, dan umur hidup target atau hewan percobaan. Percentile adalah nilai-nilai yang membagi sugugus pengamatan menjadi 100 bagian yang sama. Pestisida adalah suatu bahan atau campuran bahan yang digunakan untuk mencegah, membunuh, menolak atau mengendalikan berbagai hama termasuk spesies tumbuhan atau hewan yang tidak diinginkan selama produksi, penyimpanan, transportasi, distribusi dan selama proses pengolahan pangan, komoditi pertanian, atau pakan ternak. Protokol survei adalah dokumen penting sebagai pedoman bagi pelaksana survei yang berisi tentang latar belakang survei; penetapan tujuan; keluaran dan manfaat; penetapan populasi survei; identifikasi kerangka sampel; alat/tools, metode pengambilan sampel dan penentuan besarnya sampel; penanganan sampel; preparasi sampel; analisis sampel; dan manajemen survei.
PTDI (Provisional Tolerable Daily Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah kontaminan yang ditolerir untuk dikonsumsi tiap hari tanpa menimbulkan efek terhadap kesehatan. Biasanya digunakan untuk kontaminan yang tidak bersifat kumulatif, seperti arsen. PTWI (Provisional Tolerable Weekly Intake) adalah suatu perkiraan tentang jumlah kontaminan yang ditolerir untuk dikonsumsi tiap minggu tanpa menimbulkan efek terhadap kesehatan. Biasanya digunakan untuk kontaminan yang bersifat kumulatif, seperti kadmium, merkuri, timbal dll. Residu pestisida adalah suatu bahan spesifik yang terdapat dalam pangan, komoditas pertanian atau pakan ternak yang dihasilkan dari penggunaan pestisida meliputi produk turunan pestisida seperti produk hasil konversi, metabolit, produk hasil reaksi dan segala sesuatu yang dipertimbangkan sebagai bahan yang bersifat toksik. Risiko adalah kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (hazard) dalam pangan. Sistem Keamanan Pangan Terpadu adalah pendekatan dalam pelaksanaan program keamanan pangan nasional meliputi kegiatan monitoring, surveilan dan promosi keamanan pangan yang dilakukan oleh instansiinstansi terkait yang bekerja bersama-sama sebagai mitra sejajar untuk meningkatkan kualitas keamanan pangan nasional. Standar deviasi adalah akar dari ragam contoh (ukuran keragaman yang terbaik). Surveilan keamanan pangan adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data yang berhubungan dengan keamanan pangan secara sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada pihak pengguna/terkait yang membutuhkan untuk ditindaklanjuti. Theoritical Maximum Level adalah suatu estimasi konsentrasi tertinggi yang aman untuk suatu bahan tambahan pangan dalam pangan padat atau cair, dinyatakan dalam mg/kg pangan, dihitung menggunakan metode budget yang paling konservatif.
Total Diet Study (TDS) adalah studi yang memprediksi paparan bahan kimia melalui analisis kontaminan, BTP, bahan berbahaya dan atau zat gizi dalam sampel pangan yang didasarkan pada data konsumsi pangan pada suatu populasi (market basket study).
DAFTAR SINGKATAN ADI
Acceptable Daily Intake
Badan POM RI
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
BTP
Bahan Tambahan Pangan
FAO
Food and Agriculture Organization of United Nations
GEMS/FOOD
Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme
GSFA
General Standard for Food Additives
JECFA
Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives
LOD
Limit of Detection
LOQ
Limit of Quantification
NOAEL
No-Observed-Adverse-Effect Level
OPAL
Operational Programs for Analytical Laboratories
PTDI
Provisional Tolerable Daily Intake
PTWI
Provisional Tolerable Weekly Intake
UNEP
United Nations Environment Programme
WHO
World Health Organization
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik, mental, dan kecerdasan. Oleh karena itu, pangan yang dikonsumsi harus dapat memenuhi kebutuhan manusia baik dari segi jumlah maupun dari segi kualitas agar tidak menimbulkan gangguan pada kesehatan. Keamanan pangan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks mencakup mata rantai pangan dari hulu hingga hilir, dari ternak mulai dikembangbiakkan atau tanaman pangan mulai dibudidayakan hingga pangan dikonsumsi (from farm to table). Pangan merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk melangsungkan kehidupannya. Namun, pangan dapat menjadi sumber penyakit jika tidak memenuhi kriteria sebagai pangan yang layak dan aman. Berbagai kontaminan dapat mencemari bahan pangan sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Kontaminan tersebut diantaranya mikotoksin, logam berat, pestisida, dioksin, residu hormon, residu antibiotik serta bahan berbahaya lainnya. Di samping itu dalam bahan pangan sering ditambahkan bahan tambahan pangan (BTP) yang merupakan bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai pangan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas pangan tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 722/Menkes/Per/IX/1988). Masalah utama dalam penggunaan BTP adalah masih banyaknya produsen pangan yang menggunakan BTP melebihi batas konsentrasi yang diijinkan atau bahkan menggunakan aditif ilegal yang dilarang penggunaannya seperti boraks, formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
Hal ini terutama disebabkan oleh ketidaktahuan atau
bahkan ketidakpedulian produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat maupun
keamanan BTP. Karena pengaruh BTP terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan. Beberapa penyakit yang telah diketahui dirangsang oleh adanya kontaminan atau penggunaan BTP berlebih diantaranya kanker kolon, kanker hati, kanker kandung kemih, dan sebagainya (Nurrohmah et al.,1995). Oleh karena itu adanya kontaminan atau penggunaan BTP dalam pangan harus diawasi secara ketat. Pemerintah telah menetapkan peraturan tentang batas residu kontaminan maupun penggunaan BTP, seperti Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988. Badan POM RI bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengendalikan pencemaran kontaminan atau penggunaan BTP dalam produk sesuai peraturan tersebut. Badan POM RI secara berkala melakukan monitoring keamanan pangan berkaitan dengan kontaminan pangan dan BTP di Indonesia. Akan tetapi belum tersedia database yang sistematis dan mudah diakses untuk keperluan kajian risiko. Database ini akan sangat berguna untuk melakukan suatu kajian paparan (exposure assessment) yang merupakan bagian dari kajian risiko. Selama ini kajian risiko yang telah dilakukan di Indonesia umumnya sebatas pada identifikasi bahaya (hazard identification). Untuk mengetahui karakterisasi risiko (risk characterization) diperlukan kajian paparan (exposure assessment) disamping identifikasi bahaya (hazard identification) dan karakterisasi bahaya (hazard characterization).
Dalam
kajian paparan bahan kimia diperlukan data konsumsi dan data konsentrasi bahan kimia dalam pangan. Fokus penelitian ini adalah pengembangan database konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 19992004 dan database konsentrasi BTP tahun 2004 yang diperoleh dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) untuk kajian risiko. Pada kajian paparan kontaminan pangan dan BTP, tingkat risiko terhadap bahaya kontaminan pangan dan BTP dilihat dari nilai paparannya yaitu tingkat konsumsi setiap hari dikalikan konsentrasi kontaminan atau BTP per kilogram berat badan, yang dibandingkan dengan tingkat asupan yang aman setiap harinya (Health Reference) seperti ADI untuk BTP dan pestisida
dan PTWI/PTDI untuk kontaminan pangan. Semakin besar paparan maka semakin besar pula risiko terkena bahaya kesehatan akibat konsumsi kontaminan pangan dan BTP. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah sebagai landasan ilmiah mengenai tingkat risiko kontaminan pangan dan BTP di Indonesia guna menentukan kebijakan yang dapat melindungi masyarakat dari pangan yang tidak aman.
B. TUJUAN Tujuan dari kegiatan magang ini adalah: membuat database kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan database BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, mengidentifikasi dan memetakan jenis BTP yang telah dikumpulkan menurut kategori pangan GSFA, mengidentifikasi dan memetakan data kontaminan dalam pangan yang telah dikumpulkan menurut pedoman GEMS/FOOD, pengembangan database kontaminan pangan dan BTP di Indonesia untuk kajian risiko.
C. MANFAAT Manfaat dari kegiatan magang di Badan POM RI ini adalah untuk memberikan basis data konsentrasi kontaminan pangan dan BTP yang diperlukan dalam kajian risiko. Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah untuk membuat suatu kebijakan yang dapat melindungi konsumen dari pangan yang tidak aman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP ANALISIS RISIKO Penyakit yang disebabkan oleh makanan atau keracunan makanan mempunyai konsekuensi yang luas baik terhadap kesehatan maupun terhadap kehidupan sosial dan industri pangan. Oleh karena itu perlu ditetapkan sistem jaminan keamanan pangan pada rantai pangan mulai dari bahan baku sampai produk yang siap dimakan, atau dari produsen sampai ke konsumen sehingga risiko akibat terpapar bahaya dapat dikurangi pada level yang aman. Bahaya tersebut meliputi bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik. Salah satu sistem yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut adalah analisis risiko (Badan POM, 2001b). Analisis risiko merupakan ‘generasi ketiga’ dari sistem keamanan pangan setelah Good Hygienic Practices dan HACCP. Analisis risiko (Risk Analysis) adalah penetapan tatacara memperkirakan risiko yang berhubungan dengan masalah kesehatan yang terjadi saat itu dan mengendalikan risiko tersebut seefektif mungkin. Melalui analisis risiko diharapkan dapat diperoleh suatu proses yang secara sistematis dan transparan dapat mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi ilmiah maupun non ilmiah yang relevan tentang bahaya kimia, mikrobiologis maupun fisik yang mungkin terdapat dalam pangan, sebagai landasan pengambilan keputusan dalam memilih opsi terbaik untuk menangani risiko tersebut berdasarkan berbagai alternatif yang diidentifikasi (Rahayu et al., 2004). Konsep analisis risiko merupakan interaksi dari tiga hal yaitu kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko (WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Kaitan antara ketiga langkah tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 1. Kajian risiko (risk assessment) Kajian risiko merupakan kajian ilmiah yang berhubungan dengan risiko-risiko keamanan pangan sehingga pengambil keputusan (manajer risiko) dapat mengerti faktor-faktor yang mendorong risiko (WHO, 1997b; Parker dan Tompkin, 2000).
• • • •
Kajian risiko
Manajemen risiko
Identifikasi bahaya Karakterisasi bahaya Kajian paparan Karakterisasi risiko
• • • •
Evaluasi risiko Kajian opsi Implementasi keputusan Monitoring dan Review
Komunikasi risiko Pertukaran informasi dan opini secara interaktif dan terus menerus
Gambar 1. Kerangka analisis risiko (Badan POM, 2001a) Penetapan Tujuan
Identifikasi Bahaya Identifikasi bahaya mikrobiologis,fisik atau kimia yang dapat membahayakan kesehatan
Kajian Paparan Evaluasi kemungkinan tingkat paparan
Karakterisasi Bahaya Evaluasi pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap kesehatan Kajian dosis respon
Karakterisasi Risiko Integrasi kajian paparan dan karakterisasi bahaya Perkiraan risiko terhadap kesehatan termasuk keragaman dan ketidakpastian
Penulisan laporan resmi Gambar 2. Kerangka kerja kajian risiko (Rahayu et al., 2004)
Kajian risiko berdasarkan bahaya yang dikaji dibagi menjadi dua yaitu kajian risiko kimia dan kajian risiko mikrobiologi. Kajian risiko kimia menitikberatkan pada keberadaan bahan kimia, seperti bahan tambahan pangan (aditif), cemaran kimiawi maupun residu obat-obatan ternak. Sedangkan kajian risiko mikrobiologi menitikberatkan pada evaluasi kemungkinan munculnya efek terhadap kesehatan setelah terpapar dengan mikroba patogen atau dengan media yang mengandung mikroba patogen (Rahayu et al., 2004). Kajian risiko kimia merupakan tahapan dari analisis risiko yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: (1) bahaya kimia apa saja yang mungkin terjadi, (2) bagaimana peluang terjadinya bahaya kimia tersebut, dan (3) jika bahaya terjadi, apa konsekuensi yang harus dihadapi. Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan melakukan empat langkah yaitu identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, kajian paparan, dan karakterisasi risiko (WHO, 1997b; WHO, 2000a; Badan POM, 2001b; Rahayu et al., 2004). Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. a. Identifikasi bahaya (hazard identification) Identifikasi bahaya adalah identifikasi terhadap bahaya kimiawi yang dapat menyebabkan pengaruh buruk terhadap kesehatan serta evaluasi terhadap bahaya tersebut jika terdapat dalam pangan tertentu atau suatu kelompok pangan. Bahaya (hazard) dapat diartikan sebagai agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat di dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan (WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Identifikasi bahaya pada bahan kimia difokuskan pada kemungkinan bahan tambahan pangan, pestisida atau kontaminan menyebabkan pengaruh buruk terhadap kesehatan. Beberapa hal yang menentukan kegiatan identifikasi bahaya ini diantaranya adalah ketersediaan biaya, metode, pustaka,
serta
sumber
studi/survei/surveilan.
informasi
dalam
melaksanakan
b. Karakterisasi bahaya (hazard characterization) Karakterisasi bahaya adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai pengaruh bahaya yang mungkin terdapat dalam pangan terhadap kesehatan. Untuk bahaya kimia umumnya diperlukan kajian dosis respon (Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Dari kajian tersebut akan diperoleh nilai NOAEL yang merupakan dosis tertinggi dimana pengaruh buruk tidak terlihat pada hewan percobaan. Dengan mempertimbangkan faktor keamanan (safety factor) dan faktor ketidakpastian (uncertainty factor) untuk mengekstrapolasikan hasil studi dari hewan ke manusia, maka diperoleh nilai standar asupan bahan kimia yang aman dalam tubuh, seperti ADI sebagai standar asupan yang aman untuk BTP dan pestisida. Nilai ADI diperoleh dengan membagi NOAEL dengan safety factor yang umumnya mempunyai nilai 100 (EU Scientific Co-operation, 1998). Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai ADI beberapa BTP yang dimonitor di Indonesia No.
BTP
Nilai ADI (mg/kgbb)
1.
Benzoat*
5
2.
SorbatΦ
25
3.
Sakarin*
5
4.
Siklamat*
11
5.
¶
40
Aspartam
Sumber: * JECFA (2001) Φ WHO (1974) ¶ WHO (2000b) Hal yang sama pada PTWI/PTDI sebagai standar asupan yang aman untuk kontaminan pangan. Konsep PTDI ini hampir sama dengan ADI yakni dosis tanpa efek (NOAEL) dibagi 100, sehingga nilai PTWI merupakan nilai PTDI x 7. Nilai PTWI beberapa logam berat dipaparkan pada Tabel 2. Nilai standar ini bukan merupakan hal yang mutlak, sehingga nilainya bisa diubah atau diperbaiki apabila terdapat informasi yang baru mengenai toksisitasnya.
Tabel 2. Nilai PTWI beberapa logam berat yang umumnya dianalisis oleh Badan POM RI No. Kontaminan Nilai PTWI (µg/kgbb) 1.
Cadmium (Cd)Ψ
7
2.
Merkuri (Hg)Ψ
1.6
3.
Arsen(As)§
15
4.
Timbal (Pb)Ψ
25
5.
Timah (Sn)§
14000
Sumber:
Ψ §
JECFA (2004) WHO (1996)
c. Kajian paparan (exposure assessment) Kajian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai kemungkinan terjadinya paparan dan tingkat paparan melalui pangan atau sumber lain yang relevan (WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Dalam kajian paparan harus dikaji kelompok sasaran konsumen, pola konsumsi dan estimasi asupan. Kajian paparan dilakukan dengan mengkombinasikan data konsumsi dengan data konsentrasi untuk menentukan tingkat asupan bahan kimia dalam tubuh. Kajian paparan ini akan menyediakan pandangan ilmiah terhadap keberadaan bahaya dalam produk yang dikonsumsi untuk menentukan karakterisasi risikonya. d. Karakterisasi risiko (risk characterization) Karakterisasi risiko merupakan output dari kajian risiko. Karakterisasi risiko merupakan perkiraan kualitatif dan atau kuantitatif dari kemungkinan bahaya yang berdampak kepada kesehatan yang terjadi pada populasi tertentu berdasarkan kegiatan identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya, dan kajian paparan yang telah dilakukan (WHO, 1997b; WHO, 2005a) Untuk menentukan apakah konsumen pangan berada pada risiko bahaya kontaminan pangan dan BTP, maka diperlukan suatu perkiraan konsumsi yang kemudian dibandingkan dengan Health Reference seperti ADI untuk BTP dan pestisida dan PTWI/PTDI untuk kontaminan pangan.
Informasi dari kajian risiko ini akan sangat
berguna bagi para profesional di bidang keamanan pangan sebagai landasan ilmiah (evidence base) untuk penentuan strategi dalam mencegah atau mengurangi risiko yang ada pada kegiatan manajemen risiko. 2. Manajemen risiko (risk management) Manajemen risiko adalah penentuan kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi risiko dengan mempertimbangkan berbagai dampak yang mungkin ditimbulkan. Wilson dan Droby (2001) menyebutkan langkah-langkah manajemen risiko terdiri dari: (1) mengidentifikasi masalah-masalah keamanan pangan beserta faktor risikonya, (2) menyusun profil risiko, (3) menetapkan tujuan manajemen risiko dan tim manajer risiko untuk mengendalikan risiko tersebut, (4) membuat prioritas risiko yang ingin dikendalikan, (5) menerbitkan kebijakan-kebijakan pengendalian risiko dengan mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari kegiatan kajian risiko, (6) monitoring pelaksanaan kebijakan yang telah disusun, dalam hal ini dilimpahkan kepada kegiatan kajian risiko, dan (7) melakukan evaluasi berdasarkan informasi dari kegiatan kajian risiko yang dilakukan pada tahap 6. Parker dan Tompkin (2000) meringkas langkah-langkah tersebut menjadi 4 tahapan yakni: (1) evaluasi risiko, (2) kajian alternatif-alternatif manajemen risiko, (3) implementasi keputusan manajemen risiko, serta (4) monitoring dan evaluasi. Pada tahap evaluasi risiko, manajer risiko akan membahas risikorisiko yang telah ditentukan melalui kegiatan kajian risiko. Pembahasan tersebut diharapkan menghasilkan profil masing-masing risiko.
Profil
tersebut berisi lokasi dan distribusi risiko tersebut, keuntungan dan kerugian pengendalian risiko, serta informasi lain yang diperlukan. Profil risiko diperlukan untuk menentukan instansi-instansi terkait yang akan dilibatkan dalam tim manajer risiko. Instansi-instansi yang dipilih sebaiknya terdiri dari berbagai multidisiplin ilmu sehingga dapat memberikan pertimbangan kepada manajer risiko dalam berbagai sudut pandang.
Selanjutnya
pembahasan
tersebut
diharapkan
mampu
memformulasikan tujuan manajemen risiko, mengembangkan kerangka acuan, dan memberikan alternatif-alternatif untuk mengendalikan risiko yang terjadi. Langkah kedua adalah kajian alternatif pengendalian risiko. Kajian tersebut berupa diskusi dengan instansi-instansi terkait untuk menentukan alternatif pemecahan masalah yang tepat. Beberapa informasi yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan alternatif yang tepat adalah ketidakpastian yang ada pada masing-masing alternatif, besarnya risiko yang ada setelah dilakukan alternatif, biaya yang diperlukan untuk melaksanakan alternatif tersebut, dan adanya sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan alternatif tersebut. Intinya, keuntungan dan kerugian dari masing-masing alternatif perlu dikaji sebelum memilih. Biasanya kriteria yang mudah diukur dan diamati juga disusun untuk mempermudah kajian alternatif ini. Alternatif yang memenuhi kriteria akan dipilih dan diimplementasikan untuk mengendalikan risiko. Langkah ketiga adalah implementasi keputusan manajemen risiko. Implementasi keputusan tersebut dapat dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk
pejabat
pemerintah,
industri
pangan
dan
konsumen.
Implementasi ini salah satunya bisa dilakukan dengan kegiatan inspeksi rutin atau kegiatan lain disesuaikan dengan pihak terkait yang melaksanakannya. Implementasi keputusan ini memerlukan kekompakan tim manajer risiko dan perencanaan yang matang termasuk petunjuk pelaksanaan teknis, jadwal pelaksanaan dan sasaran pengendalian risiko. Langkah terakhir adalah monitoring dan evaluasi. Langkah ini sangat penting untuk memberikan umpan balik yang diperlukan demi memperbaiki pelaksanaan manajemen risiko. Oleh karena itu keputusan yang diambil dalam manajemen risiko harus selalu dipantau secara periodik melalui kegiatan monitoring untuk mengetahui seberapa besar pengaruhnya dalam mengurangi risiko yang ada. Jika selama monitoring tersebut terdapat informasi ilmiah yang baru, maka sangat dimungkinkan untuk dilakukan revisi dan pengulangan kajian risiko, pengambilan keputusan baru dan implementasi keputusan sehingga proses manajemen
risiko merupakan suatu proses yang berulang (iteratif) (Rahayu et al., 2004). Keputusan manajemen risiko perlu dikomunikasikan kepada pihakpihak yang terkait. Oleh karena itu diperlukan strategi komunikasi yang terdapat dalam konsep komunikasi risiko (risk communication). 3. Komunikasi risiko (risk communication) Komunikasi risiko merupakan pertukaran informasi dan opini secara interaktif dan terus menerus mengenai bahaya dan risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko dan persepsi risiko yang diperoleh selama proses analisis risiko antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak terkait lainnya seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan akademisi. Informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuantemuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko (WHO, 1997b; Rahayu et al., 2004; WHO, 2005a). Tujuan dari kegiatan komunikasi risiko adalah: (1) memfasilitasi pertukaran informasi tentang pengetahuan, sikap, dan persepsi berkaitan dengan topik-topik risiko antar semua pihak yang terlibat dalam proses analisis risiko, (2) meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses analisis risiko, (3) meningkatkan konsistensi dan transparansi dalam pengambilan dan penerapan keputusan yang diambil oleh manajer risiko, dan (4) memberikan kesempatan bagi semua pihak terkait untuk melakukan review serta memberikan pendapat terhadap kebijakan analisis risiko yang diambil, termasuk metode kajian risiko dan standar risiko yang digunakan serta tentang kebijakan atau program manajemen risiko (FAO, 2000; Rahayu et al., 2004). Dalam melaksanakan komunikasi risiko diperlukan beberapa strategi, diantaranya: (1) mengkoleksi dan menganalis latar belakang informasi tentang risiko keamanan pangan, persepsi pihak-pihak terkait, konteks risiko dan sebagainya, (2) mengembangkan dan diseminasi pesanpesan utama yang ditargetkan pada kelompok-kelompok tertentu, (3) mendorong dan mengajak pihak terkait untuk berdialog mengenai risiko,
serta (4) memonitor dan mengevaluasi hasil dari komunikasi risiko (Rahayu et al., 2004). Dalam menunjang suksesnya pelaksanaan proses komunikasi risiko, diperlukan komunikasi yang efektif diantara semua pihak yang berpatisipasi. Prinsip komunikasi yang efektif antara lain adalah adanya saling percaya, terbuka dalam arti tidak menutupi hasil kajian risiko atau manajemen risiko yang buruk, bersifat interaktif dengan memberdayakan dan melibatkan semua pihak. Selain itu konsultasi juga merupakan salah satu pendekatan yang sering dilakukan dalam komunikasi risiko, untuk mendapatkan masukan atau komentar dari pihak-pihak tertentu. Pelaksanaan analisis risiko, yang meliputi kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko melibatkan instansi-instansi yang terkait di sepanjang rantai pangan. Oleh karena itu pelaksanaan analisis risiko perlu direalisasikan dalam satu jaringan informasi yang memungkinkan terciptanya kerjasama dalam bentuk saling berbagi informasi dan bekerja sebagai mitra sejajar dalam rangka pelaksanaan program keamanan pangan nasional dengan pendekatan sistem keamanan pangan terpadu.
B. SISTEM KEAMANAN PANGAN TERPADU (INTEGRATED FOOD SAFETY SYSTEM) SKPT (Sistem Keamanan Pangan Terpadu) merupakan sistem komunikasi yang dirancang untuk para profesional keamanan pangan untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman di bidang keamanan pangan. SKPT ini dicanangkan pada tanggal 13 Mei 2004 oleh Prof. A. Malik Fadjar, MSc. ”Bersama-sama kita meningkatkan keamanan pangan di Indonesia” adalah lebih dari sekedar semboyan untuk SKPT nasional di Indonesia. Semboyan ini merupakan terobosan cara baru untuk bekerja secara bersama-sama. SKPT adalah program nasional yang terdiri dari semua stakeholder kunci yang terlibat dalam keamanan pangan dari lahan pertanian sampai siap dikonsumsi. SKPT merupakan sistem yang mengkombinasikan keahlian dan pengalaman dari pemerintah, industri, akademisi dan konsumen secara sinergis dalam
menghadapi tantangan-tantangan baru yang mempengaruhi keamanan pangan (Badan POM, 2004a; Badan POM, 2005b). Badan POM bersama lembaga terkait menggalang terwujudnya sistem keamanan pangan terpadu melalui beberapa jejaring. Anggota-anggota jejaring ini bekerja sebagai mitra sejajar (equal partnership) dengan cara saling membagi informasi, mendiskusikan permasalahan yang ada, dan memutuskan cara terbaik untuk meningkatkan kinerja masing-masing lembaga dalam rangka peningkatan mutu dan keamanan pangan nasional (Fardiaz, 2001). SKPT terdiri dari tiga jejaring yakni jejaring intelijen pangan, jejaring pengawasan pangan dan jejaring promosi keamanan pangan dengan tiga program unggulan yang saling mengkait antar tiga jejaring yang ada yakni sistem klasifikasi award keamanan pangan (star awards), sistem monitoring keamanan pangan terpadu (food watch), serta tim respon cepat (rapid reponse). Ketiga jejaring tersebut merupakan penerapan dari konsep analisis risiko. Jejaring intelijen pangan merupakan penerapan kajian risiko, jejaring pengawasan pangan merupakan pelaksanaan manajemen risiko, sedangkan komunikasi risiko diterapkan melalui jejaring promosi keamanan pangan. Selain itu terdapat tim teknis keamanan pangan yang merupakan gabungan dari instansi kunci untuk berkomunikasi dengan tiga jejaring untuk melaksanakan program rapid response, food star dan food watch (Sparringa, 2002). 1. Jejaring Intelijen Pangan Jejaring intelijen pangan memiliki tugas dan fungsi yang berhubungan dengan kajian risiko.
Jejaring ini mengkoordinasikan
kegiatan pengumpulan data-data mengenai keamanan pangan termasuk empat tahapan dalam kajian risiko (AGAL-BADAN POM, 2001). Surveilan merupakan kegiatan penting dalam jejaring ini.
Lembaga-
lembaga yang diharapkan terlibat dalam jejaring ini adalah lembaga yang melakukan penelitian, survei dan surveilan keamanan pangan. Lembagalembaga tersebut antara lain Badan POM, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan,
Departemen Kelautan dan Perikanan, Perguruan Tinggi, Asosiasi Perdagangan, Pengawas Pangan, Lembaga Penelitian dan Industri (Sparringa, 2002). Hasil temuan dari surveilan tersebut berupa informasi yang akan segera ditindaklanjuti dengan cepat (rapid response) oleh lembaga pada jejaring pengawasan pangan.
Informasi yang perlu diketahui oleh
produsen, konsumen, maupun aparat terkait bisa ditindaklanjuti pada jejaring promosi keamanan pangan (Sparringa, 2002). 2. Jejaring Pengawasan Pangan Jejaring pengawasan pangan merupakan kerjasama antar lembagalembaga
terkait
untuk
mengembangkan
kebijakan
pangan
dan
memantapkan sistem pengawasan keamanan pangan berdasarkan konsep manajemen risiko. Jejaring pengawasan pangan bertujuan memberikan perlindungan kepada konsumen dengan memastikan pangan yang dikonsumsi aman (AGAL-BADAN POM, 2001). Kegiatan yang dilaksanakan dalam jejaring pengawasan pangan ini antara lain kajian legislasi keamanan pangan, mengkoordinasikan upaya pengembangan profesi lembaga pengawas pangan, serta mengembangkan metode analisis untuk mendukung kegiatan kajian pangan (Sparringa, 2002). Lembaga yang terlibat dalam jejaring ini antara lain Badan POM, Departemen Pertanian,
Departemen
Kesehatan,
Departemen
Perindustrian
dan
Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Asosiasi Perdagangan, Pengawas Pangan, dan LSM (AGAL-BADAN POM, 2001). 3. Jejaring Promosi Keamanan Pangan Jejaring promosi keamanan pangan mengkoordinasikan program keamanan pangan nasional meliputi pengembangan bahan-bahan promosi dan pendidikan keamanan pangan nasional. Kegiatan tersebut diantaranya pemberian pelatihan bagi industri pangan, pelatihan untuk food inspectors, desain leaflet untuk konsumen dan leaflet untuk industri.
Lembaga-
lembaga yang diharapkan dalam jejaring ini antara lain Badan POM, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Kesehatan,
Departemen Pendidikan, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Asosiasi Perdagangan, dan perwakilan dari konsumen (AGAL-BADAN POM, 2001). 4. Tim Teknis Keamanan Pangan Nasional Tim teknis keamanan pangan jejaring keamanan pangan nasional mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga yang tergabung dalam jejaring intelijen pangan, jejaring pengawasan pangan dan jejaring promosi keamanan pangan. Program yang dilaksanakan oleh tim ini diantaranya rapid respone, food stars dan food watch. Rapid response merupakan penanganan masalah keamanan pangan yang diidentifikasi oleh jejaring intelijen pangan kepada jejaring pengawasan pangan, sehingga masalah tersebut bisa cepat diatasi. Food stars merupakan pemberian penghargaan untuk industri yang telah memenuhi standar keamanan pangan, antara lain higiene dan sanitasi pangan, cara produksi pangan yang baik dan HACCP. Food stars ini bertujuan
mengklasifikasikan
industri
pangan
berdasarkan
risiko
keamanannya. Sedangkan food watch merupakan program tindak lanjut hasil monitoring kondisi keamanan pangan.
Lembaga-lembaga yang
diharapkan dalam tim ini antara lain Badan POM, Departemen Kesehatan, Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Pemerintah Daerah, Badan Standarisasi Nasional, dan Perguruan Tinggi (AGAL-BADAN POM, 2001). Jika masing-masing pihak menemukan masalah yang berhubungan dengan keamanan pangan di sepanjang rantai pangan, maka pihak tersebut menginformasikan dan mendiskusikan dengan anggota yang lain untuk bersama-sama mencari jalan keluar pemecahan masalah tersebut. Selama ini data hasil surveilan yang ada kebanyakan masih berasal dari Badan POM RI dan belum terintegrasi dengan stakeholder lain artinya surveilan masih dilakukan sendiri-sendiri. Dukungan dan kerjasama antar stakeholder sangat diperlukan untuk memantapkan peran serta Badan POM RI sebagai leading sector dalam program keamanan pangan. Untuk itu perlu dikembangkan surveilan keamanan pangan pada rantai pangan secara optimal melalui
PKPKPN (Pusat Kewaspadaan dan Pengendalian Keamanan Pangan Nasional) untuk menangani masalah-masalah keamanan pangan secara lebih sistematis dan terstruktur sehingga di masa mendatang jika terdapat permasalahan di sepanjang rantai pangan dapat segera ditindaklanjuti. Salah satu sumber informasi surveilan yang aktif dilakukan adalah kegiatan monitoring keamanan pangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait seperti Badan POM, Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian. Data-data hasil monitoring tersebut akan berguna jika diorganisasi dengan baik (Awad dan Gotterer, 1992).
Pengorganisasian tersebut
membutuhkan database yang menyimpan data-data hasil monitoring sekaligus mengolahnya menjadi informasi yang berguna.
C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI Data merupakan fakta atau kejadian yang sesungguhnya. Data suatu penelitian merupakan hasil pengamatan atau survei terhadap sampel. Sedangkan informasi merupakan produk yang dihasilkan dari analisis atau sintesis data (Awad dan Gotterer, 1992). Informasi dan pengetahuan merupakan jantung dari masyarakat (Rowley dan Farrow, 2000). Informasi memegang peranan penting dalam pengambilan suatu keputusan oleh pihak yang berwenang karena informasi mengurangi ketidakpastian sehingga menghasilkan keputusan yang lebih baik (Awad dan Gotterer, 1992). Surveilan keamanan pangan merupakan salah satu sumber informasi yang menjadi pertimbangan manajer risiko untuk menerbitkan
kebijakan
pangan
(Bordgroff,
1997;
Sparringa,
2002).
Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan para manajer risiko diharapkan dapat melindungi masyarakat dari risiko penyakit akibat pangan. Untuk mempermudah pengkoleksian data sekaligus mengolahnya menjadi informasi yang berguna diperlukan suatu alat (tools) yang disebut database.
Keuntungan penggunaan database tersebut adalah penyimpanan
data dalam jumlah yang besar dan penggunaannya yang mudah sehingga pengguna memperoleh keuntungan (Awad dan Gotterer, 1992).
Database
dalam penelitian ini adalah database kontaminan pangan dan BTP. Hasil
olahan dari database ini dapat dimanfaatkan sebagai penyedia data konsentrasi yang diperlukan dalam kajian paparan.
D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA Paparan bahan kimia melalui pangan dapat didefinisikan sebagai total bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan kajian paparan bahan kimia merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai paparan dan tingkat paparan bahan kimia melalui pangan (WHO, 1997b; WHO, 2000a). Beberapa komponen yang diperlukan untuk mendapatkan ketelitian dan ketepatan dalam kajian paparan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan betapa kompleksnya masalah yang berkaitan dengan kajian paparan sehingga masing-masing komponen yang akan digunakan dalam kajian paparan harus didefinisikan secara jelas agar interpretasi hasil kajian paparan dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan (Badan POM, 2004b). Pelaksanaan kajian paparan harus mempunyai skala prioritas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan biaya, waktu dan tenaga sehingga hanya bahan kimia yang memerlukan informasi lebih lanjut mengenai tingkat asupan yang sebenarnya saja yang akan dikaji. Untuk kontaminan, penentuan prioritas didasarkan pada ada tidaknya informasi mengenai toksisitas, health reference seperti PTWI/PTDI serta data konsentrasi kontaminan yang akan menjadi fokus
dalam
kajian
paparan
(WHO,
2003c;
Sparringa,
personal
communication. 2006). Sedangkan untuk BTP, penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan metode budget. Metode budget ini akan memperkirakan level maksimum BTP secara teoritis pada proporsi suplai pangan dan atau minuman yang mungkin mengandung BTP sehingga nilai ADI tidak dapat dilampaui oleh populasi. Beberapa informasi yang diperlukan dalam metode budget ini antara lain: (1) informasi mengenai batas maksimum BTP yang diijinkan untuk ditambahkan dalam pangan, (2) distribusi penggunaan BTP dalam suplai pangan padat dan atau minuman, serta (3) persentase pangan padat dan atau minuman yang mengandung BTP (WHO, 2001; Sparringa et al., 2004).
Data konsentrasi bahan kimia (BTP, kontaminan) : -
Tingkat maksimum yang diijinkan Konsentrasi tertinggi yang dilaporkan Nilai rata-rata atau median Data konsentrasi BTP produk yang diuji Faktor koreksi
Target studi kajian paparan : - Fetus - Bayi - Anak-anak - Dewasa
Karakterisasi risiko : - Dosis respon akut - ADI - PTWI/PTDI - RDI
KAJIAN PAPARAN Data konsumsi pangan (termasuk air minum) - konsumsi tertinggi - rata-rata (pengkonsumsi) - rata-rata (seluruh populasi)
Faktor lain: - status gizi - pekerjaan - status kesehatan - umur - jenis kelamin - sarana pendukung lain
Waktu paparan : - seumur hidup - tahunan - bulanan - mingguan - harian - satu kali konsumsi
Gambar 3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan (Badan POM, 2004b)
Level maksimum BTP secara teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:
Untuk pangan padat
Proprorsi BTP dalam pangan padat X 40X ADI Level maksimum teoritis = Proporsi pangan padat yang mengandung BTP
Untuk minuman Proporsi BTP dalam minuman X 10 X ADI
Level maksimum teoritis = Proporsi minuman yang mengandung BTP
Persamaan tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan fisiologis terhadap energi dan cairan. Diasumsikan bahwa asupan harian untuk pangan padat dan cairan setiap individu tidak melebihi 25g/kg bb dan 100ml/kgbb. Ini didasarkan pada publikasi Hansen (1979) yang menyatakan asumsi maksimum asupan energi sebesar 50kkal/kg bb atau setara dengan 25g/kgbb untuk dewasa (nilai kalori rata-rata diasumsikan sebesar 2kkal/g untuk semua pangan padat) dan 100kkal/kgbb untuk anak-anak. Untuk yang berbentuk cairan, maksimum asupan harian adalah 100ml/kgbb. Ketika BTP digunakan baik pada pangan padat maupun minuman, tetapi proporsi masing-masing kategori tidak diketahui maka diasumsikan 50% BTP digunakan dalam pangan padat dan 50% BTP digunakan dalam minuman. Jika level maksimum BTP secara teoritis lebih rendah dari level maksimum yang diijinkan maka diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai BTP tersebut melalui proses kajian paparan. Pada dasarnya dua jenis informasi yang diperlukan dalam kajian paparan adalah data konsumsi dan data konsentrasi bahan kimia (kontaminan dan BTP) dalam pangan. Tingkat asupan bahan kimia dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi dan tingkat bahan kimia dalam pangan tersebut (Leparulo-Loftus et al., 1992; WHO, 2000a; Badan POM, 2004b; Sparringa et
al., 2004). Persamaan yang digunakan dalam kajian paparan adalah sebagai berikut: Konsumsi x Konsentrasi Paparan = Berat Badan Untuk menentukan keakuratan hasil kajian paparan, data konsumsi dan data konsentrasi harus bersifat kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif tidak dapat digunakan untuk kajian paparan (Sparringa, personal communication. 2005). 1. Data konsumsi pangan Data konsumsi yang ada selama ini biasanya digunakan untuk program gizi dan belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan kajian paparan (Sparringa, personal communication. 2006). Informasi tentang konsumsi pangan biasanya diperoleh dari kegiatan survei terhadap jenis serta kuantitas pangan dan minuman yang dikonsumsi selama periode tertentu. Kegiatan survei secara luas dikelompokkan ke dalam tiga kategori yakni survei konsumsi secara nasional, rumah tangga dan berbasis individu (WHO, 1997a; Sparringa et al., 2004). a. Berbasis nasional Data survei konsumsi pangan berskala nasional biasanya ada dalam bentuk Food Balance Sheet (FBS) yang menyediakan informasi ketersediaan komoditi per kapita suatu negara. FBS ini disiapkan oleh FAO setiap tahun dan memuat daftar produksi domestik, impor, ekspor dan penggunaan produk non pangan untuk komoditi pangan mentah setiap negara. Jumlah komoditi mentah yang tersedia untuk konsumsi dihitung dengan cara menjumlahkan produksi domestik dengan jumlah impor kemudian dikurangi dengan penjumlahan nilai ekspor dan nilai penggunaan produk non pangan. Sumber data ini biasanya digunakan dalam kajian paparan pestisida dan kontaminan yang memang pada umumnya mengevaluasi komoditi mentah dan terbatas untuk kajian asupan diet bahan tambahan pangan. Untuk banyak negara, data terbaik untuk kajian paparan bahan tambahan pangan adalah hasil survei food expenditure dengan skala rumah tangga misalnya
SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) (WHO, 1997a; WHO, 2001; Sparringa et al., 2004). b. Berbasis rumah tangga Survei konsumsi di tingkat rumah tangga akan memberikan informasi mengenai ketersediaan pangan olahan untuk dikonsumsi di tingkat rumah tangga. Beberapa metode yang digunakan diantaranya adalah metode pembelanjaan pangan berskala rumah tangga (food expenditure) dan metode penggunaan pangan. Hasil survei akan memberikan informasi secara rinci mengenai konsumsi pangan yang sesungguhnya,
walaupun
informasi
mengenai
usia
yang
spesifik/variasi inter-individu tidak dideskripsikan secara jelas. Untuk memperkirakan jumlah konsumsi, maka data konsumsi yang dihitung secara tidak langsung dari studi food expenditure di tingkat rumah tangga dihubungkan dengan harga-harga produk yang bersangkutan (WHO, 2000a; Sparringa et al., 2004). c. Berbasis individu Berbagai pendekatan telah dilakukan oleh negara yang berbeda untuk melakukan survei konsumsi pangan individu.
Metode yang
digunakan antara lain metode prospektif (buku harian konsumsi pangan (food diary method), metode porsi pangan duplikat (duplicate portion method)), metode retrospektif (metode mengingat-ingat konsumsi pangan (dietary recall method), metode perulangan konsumsi pangan (food frequency method)) atau kombinasi prospektif dan retrospektif. Pemilihan metode survei konsumsi pangan harus mempertimbangkan
berbagai
faktor
diantaranya
usia,
tingkat
pendidikan dan motivasi dari populasi target, serta biaya dan sumber daya manusia yang diperlukan (WHO,1985; WHO, 1997a; WHO, 1999; Sparringa et al, 2004). Data hasil survei biasanya bervariasi sesuai dengan tingkat detil pangan yang dikonsumsi, jumlah dan usia responden, jumlah hari dimana data tersedia dan sejumlah faktor lainnya. Kriteria seperti jenis kelamin, usia, lokasi, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan besar
keluarga biasanya digunakan untuk membedakan pola konsumsi. Keuntungan utama pendekatan yang berbasis individu adalah kemampuan untuk membedakan antara total populasi dan konsumen (Sparringa et al., 2004). 2. Data konsentrasi pangan Dalam kajian paparan sangat penting untuk memperoleh informasi konsentrasi bahan kimia dalam pangan. Pemilihan metode sampling, analisis dan prosedur pelaporan menjadi titik kritis untuk memperoleh data yang konsisten dan dapat dibandingkan (comparable) (WHO, 1985; Petersen et al.,1994). Penggunaan prosedur yang konsisten menjadi bagian yang penting pada skala internasional dimana data dari berbagai negara mungkin dibandingkan atau dikombinasikan. Beberapa prinsip umum dalam pemilihan data konsentrasi bahan kimia dalam pangan menurut WHO (2000a) adalah sebagai berikut: a). Kualitas data konsentrasi bahan kimia Salah satu kriteria penting untuk menentukan kualitas data adalah akreditas laboratorium yang melakukan analisis terhadap bahan kimia dalam pangan. Jika kriteria tersebut telah terpenuhi, kemudian diperlukan kriteria tambahan lain yakni:
data harus terbaru (up to date),
metode analisis harus divalidasi dan berada dalam level yang cukup untuk dikuantifikasi,
data yang dihasilkan berasal dari analisis sampel individu (sampel tunggal),
sampel dikumpulkan berdasarkan metode sampling secara statistik,
data harus bersifat representatif, artinya mewakili suluruh wilayah, atau jika tidak memungkinkan, hanya mewakili sebagian wilayah, dan
jumlah sampel yang dianalisis harus cukup untuk menjamin validitas data terutama jika akan digunakan untuk menentukan nilai percentile.
Jika semua kriteria telah terpenuhi, maka akan mudah mencari nilai median yang nantinya digunakan untuk memperkirakan total asupan bahan kimia dalam tubuh. Penggunaan nilai median ini mempunyai keuntungan jika dibandingkan dengan penggunaan nilai mean yakni tidak dipengaruhi oleh data dari sampel yang nilai konsentrasinya di bawah LOQ (Limit of Quantification). b). Nilai di bawah LOQ Jika proporsi data yang di bawah LOQ tinggi, terdapat beberapa cara untuk mengasumsikan nilai di bawah LOQ tersebut yakni diasumsikan sebesar LOQ, nol atau ½ LOQ. c). Target data Data yang dikumpulkan berdasarkan metode sampling bukan acak tidak dapat digunakan untuk memperkirakan rata-rata paparan bahan kimia dalam pangan. Bagaimanapun, data ini masih bisa digunakan jika tidak ada data lain yang tersedia. Namun harus dipahami bahwa penggunaan data tersebut akan menghasilkan perkiraan paparan yang berlebih. d). Nilai mean dan median Nilai median hanya digunakan jika tersedia data dari hasil pengujian sampel pangan tunggal. Jika data diperoleh dari pengujian sampel pangan campuran (aggregated) maka dianjurkan menggunakan nilai mean. Keterbatasan penggunaan nilai mean dibandingkan nilai median adalah sangat dipengaruhi proporsi hasil pengujian yang dibawah LOQ. Ketika proporsi hasil pengujian di bawah LOQ kecil, nilai mean dapat digunakan dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, begitupun sebaliknya. Terdapat beberapa sumber untuk memperoleh data konsentrasi bahan kimia dalam pangan, diantaranya adalah penggunaan asumsi maksimum level yang diijinkan, penggunaan data hasil monitoring keamanan pangan dan studi diet total (WHO, 1997a; Sparringa et al., 2004).
a. Asumsi maksimum level yang diijinkan Penggunaan asumsi maksimum level yang diijinkan boleh diaplikasikan dalam kajian paparan apabila data penggunaan bahan kimia yang sesungguhnya tidak tersedia, namun harus dipahami bahwa tidak semua orang mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan kimia
dengan
konsentrasi
tertinggi.
Data
tersebut
kemudian
digabungkan dengan data konsumsi untuk memperkirakan asupan bahan kimia dalam tubuh. Pada pendekatan ini biasanya menghasilkan perkiraan yang lebih tinggi karena diasumsikan bahwa semua pangan mengandung bahan kimia dalam jumlah maksimum (WHO, 1997a; Sparringa et al., 2004). b. Data hasil monitoring keamanan pangan Banyak tipe data monitoring yang dikumpulkan untuk berbagai tujuan.
Program monitoring tersebut meliputi kegiatan monitoring
yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk menetapkan suatu peraturan, monitoring oleh industri swasta dalam rangka pengawasan mutu, monitoring oleh suatu kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu dan survei pangan yang bersifat representatif. Monitoring tersebut biasanya dilakukan pada area pertanian, pabrik pengolahan pangan, pedagang perantara (wholesaler), pelabuhan dan supermarket. Monitoring oleh industri swasta biasanya hanya dilakukan untuk kepentingan pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh industri yang bersangkutan. Begitu juga monitoring oleh kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu sehingga data yang diperoleh belum representatif dan belum cukup akurat untuk digunakan dalam kajian paparan. Data hasil monitoring yang paling lazim digunakan adalah data hasil survei pangan secara nasional. Walaupun sulit dan membutuhkan biaya yang sangat mahal, dengan penerapan metode survei yang benar maka akan dihasilkan data yang valid dan representatif untuk menggambarkan tingkat atau level bahan kimia yang dikonsumsi oleh masyarakat suatu negara (Leparulo-Loftus et al., 1992).
c. Studi diet total Studi diet total melibatkan analisis campuran pangan atau jenis pangan tunggal yang merepresentasikan diet harian yang spesifik untuk populasi umum atau kelompok populasi terpilih. Total asupan per hari bahan kimia diperkirakan dengan mengalikan tingkat bahan kimia yang ditetapkan pada setiap kelompok pangan dengan rerata konsumsi grup tersebut dan kemudian dengan menjumlahkan asupan yang dihitung untuk semua grup. Pelaksanaan kajian paparan secara faktual di Indonesia saat ini, untuk setiap komponen dan sumber data disajikan pada Tabel 3.
E. PROGRAM GEMS/FOOD The Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme, atau lebih dikenal dengan GEMS/FOOD dibentuk pada tahun 1976. GEMS/FOOD memulai proyek kerjasama dengan FAO, UNEP dan WHO dengan WHO sebagai agen pelaksananya. Sampai akhir tahun 1994, WHO telah melaksanakan program GEMS/FOOD di lebih dari 70 negara di dunia. GEMS/FOOD memberikan informasi yang telah dikumpulkan kepada pemerintah, lembaga internasional dan lembaga antar pemerintahan seperti Codex Alimentarius Commission tentang tingkat dan kecenderungan kontaminan dalam pangan, kontribusinya terhadap paparan pada manusia serta signifikansinya terhadap kesehatan publik dan perdagangan (WHO, 1999; WHO, 2002; WHO, 2003a). Beberapa tujuan utama GEMS/FOOD antara lain : •
mengumpulkan data kontaminan dalam pangan dan mengevaluasinya serta meninjau kembali kecenderungan kontaminan dalam pangan dan memberikan ulasannya,
•
menghasilkan
suatu
perkiraan
asupan
bahan
kimia
dengan
mengkombinasikan data konsumsi pangan dengan tingkat kontaminan pada kelompok pangan tertentu, •
membuka kerjasama dengan negara-negara yang ingin memprakarsai program monitoring kontaminan pangan,
•
Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia Komponen Data konsumsi
Sumber Data Data survei konsumsi pangan berskala nasional
Kondisi di Indonesia
Data tersedia dalam bentuk Food Balance Sheet. Data ini digunakan untuk menghitung rata-rata ketersediaan energi per kapita, makronutrien dan paparan bahan kimia dalam komoditi segar dan pangan semi olahan sehingga hanya bisa diaplikasikan untuk kontaminan pangan. Data yang ada belum diaplikasikan untuk kajian paparan di Indonesia * Data survei konsumsi Data telah tersedia di Indonesia dan digunakan untuk memperkirakan rata-rata pangan berbasis rumah paparan kontaminan dalam pangan. Sumber informasi diperoleh dari data hasil tangga survei oleh HKI (Hellen Keller Indonesia), Perguruan Tinggi, Puslitbang Gizi dan Makanan, serta data hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS). Akan tetapi untuk BTP belum tersedia, salah satu peluangnya adalah melakukan analisis dari data SUSENASΨ Data survei konsumsi Masih dalam skala pilot project yakni survei konsumsi pangan individu terpadu pangan berbasis individu untuk kajian paparan dan gizi yang dilaksanakan di 10 kecamatan di kota Bogor. Survei dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut dengan menggunakan metode mengingat-ingat konsumsi pangan (24 h food dietary recall) dan buku harian konsumsi pangan (food diary methods). Hasil survei menunjukkan bahwa pengkonsumsi tinggi benzoat (95th) berdasarkan GSFA: 13.48mg/kgbb (270% JECFA ADI) dan kelompok pasta dan mie, roti dan minuman tidak beralkohol memberikan kontribusi besar terhadap paparan. Pengkonsumsi tinggi siklamat (95th) berdasarkan standar nasional max: 33 mg/kgbb (304% JECFA ADI) dan kelompok minuman tidak beralkohol memberikan kontribusi besar terhadap paparan¶
Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia (lanjutan) Komponen Data konsentrasi
Sumber:
*
Sumber Data
Kondisi di Indonesia
Asumsi maksimum Telah dilakukan pengembangan metode kajian paparan berdasarkan batas maksimum level yang diijinkan yang diijinkan. Proyek ini telah dilaksanakan pada Oktober-Desember 2002 dengan menggunakan 192 responden di 15 propinsi di Indonesia. Hasil kajian paparan menunjukkan asupan benzoat rata-rata 0.96mg/kgbb (19.2% JECFA ADI) dengan pengkonsumsi tinggi 95th: 3.08 mg/kg bb (61.6% JECFA ADI). Rata-rata asupan pengkonsumsi tinggi benzoat untuk anak-anak (2-12) hampir melebihi JECFA ADI (5mg/kgbb)§ Data hasil monitoring Database belum tersedia di Indonesia, akan dibahas dalam skripsi ini Ψ keamanan pangan Studi diet total Pilot project kajian paparan BTP pada murid SD dengan metode TDS (Desember 2002Desember 2003). Jumlah responden yang terlibat sebanyak 72 orang usia 6-12 tahun dan dipilih secara random dari 3 SD di kota Malang. Hasil kajian menunjukkan bahwa pangan siap saji mempunyai kontribusi tertinggi terhadap pangan yang dikonsumsi murid SD (70% dari berat total). Paparan siklamat rerata tertinggi berasal dari minuman dan kudapan terutama dari serealia dan kelompok lain-lain (total paparan 240% ADI), sedangkan paparan rerata benzoat dan sakarin total masih dibawah nilai ADIΦ Sparringa et al. (2004) Ψ Sparringa, personal communication. (2005) ¶ Syarifudin (2004) Φ Slamet (2004) § BADAN POM (2005b)
•
mempersiapkan perkiraan pola konsumsi pangan regional, dan
•
mendukung dan memfasilitasi penyusunan Standar Internasional untuk pangan yang dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission dengan memberikan informasi tingkat kontaminan dalam pangan. Salah satu aktivitas GEMS/FOOD adalah melakukan monitoring
keamanan
pangan
dengan
cara
mengumpulkan,
menganalisis
dan
menyebarluaskan data kontaminan dalam pangan dan total diet. Untuk membantu kegiatan monitoring tersebut, maka dikembangkan daftar prioritas pangan dan kontaminan. Daftar GEMS/FOOD tersebut digunakan dalam rangka harmonisasi untuk mendukung pelaksanaan program Total Diet Study (TDS).
Terdapat tiga daftar prioritas pangan dan kontaminan menurut
GEMS/FOOD yakni core list, intermediate list dan comprehensive list. Core list direkomendasikan untuk digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, intermediate list digunakan di negara yang industrinya sedang berkembang dan untuk negara maju atau negara yang telah berkembang direkomendasikan untuk menggunakan comprehensive list (WHO, 1999). Selain itu untuk memudahkan dalam proses pengklasifikasian data maka dikembangkan sistem kategori pangan (GEMS/FOOD Regional diets) (WHO, 2003b). Terdapat 15 kategori pangan segar dan semi olahan berdasarkan GEMS/FOOD Regional Diets. Kategori pangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Sistem dan prosedur juga telah dikembangkan untuk memungkinkan pengumpulan data elektronik dari berbagai negara yang terlibat. Bagi negaranegara yang memiliki sistem monitoring yang canggih, data-data akan ditransfer ke WHO/HQ sebagai sentral database secara otomatis (electronic reporting). Sedangkan bagi negara yang belum memiliki sistem monitoring yang canggih, untuk membantu pengumpulan data kontaminan dalam pangan ini maka dikembangkan OPAL (Operational Programs for Analytical Laboratories). OPAL adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang dikembangkan oleh WHO untuk membantu program GEMS/FOOD. Terdapat dua komponen OPAL yakni OPAL I yang digunakan untuk data kontaminan
Tabel 4. Kategori pangan untuk pangan segar dan semi olahan menurut GEMS/FOOD Regional Diets No. 1. Serealia 2. Akar-akaran dan Umbi-umbian 3. Kacang-kacangan/Pulses 4. Gula dan Madu 5. Kacang-kacangan dan Minyak Biji-bijian 6. Minyak dan Lemak Nabati 7. Stimulan 8. Spices/Rempah-rempah 9. Sayur-sayuran 10. Ikan dan Seafood 11. Telur 12. Buah-buahan 13. Susu dan Produk Susu 14. Daging dan Jerohan 15. Minyak dan Lemak Hewani Sumber: Diadaptasi dari WHO (2003b)
Komoditi
dalam pangan dan OPAL II yang digunakan untuk hasil TDS (Total Diet Study) (WHO, 1999). Data dalam bentuk database hasil olahan software OPAL tersebut akan sangat berguna untuk mengkaji risiko kontaminan pangan bagi kesehatan manusia. Database kontaminan GEMS/FOOD ini dapat diakses secara mudah melalui internet yakni di Website WHO SIGHT (http://sight.who.int). Akan tetapi untuk data yang bersifat rahasia tidak dipublikasikan tanpa seijin submitter. Untuk kasus ini WHO SIGHT hanya akan menampilkan nama negara, nama kontaminan dan jumlah data yang dimasukkan (WHO, 2003a).
F. GSFA (GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVES) GSFA merupakan standar internasional untuk BTP. Ruang lingkup GSFA meliputi kelompok BTP yang telah dievaluasi oleh JECFA, penggunaan BTP yang diijinkan dalam setiap kategori pangan serta batas maksimum penggunaan BTP dalam setiap kategori pangan. Untuk mempermudah pengalokasian BTP ke dalam kategori pangan tertentu maka dikembangkan sistem kategori pangan. Terdapat 16 kategori pangan yang ada di GSFA.
Di Indonesia kategori pangan yang digunakan mengacu pada
kategori pangan yang ada di GSFA, akan tetapi telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Terdapat 16 kategori pangan di Indonesia yang belum semuanya selesai dibahas (Tabel 5). Uraian dalam tinjauan pustaka ini sangat penting terutama karena database konsentrasi BTP dan kontaminan hasil monitoring sebagai penyedia data dalam kajian risiko belum tersedia di Indonesia. Yang menjadi bahasan utama adalah kelemahan database kontaminan dan BTP khususnya yang berkaitan dengan kualitas data, sehingga kedepannya diharapkan kelemahankelemahan tersebut bisa lebih diantisipasi. Kelemahan tersebut akan diidentifikasi dalam penelitian ini, untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk membuat suatu rekomendasi. Dengan pendekatan serupa bisa dilakukan pertukaran informasi dalam forum Jejaring Intelijen Pangan untuk berbagi pengalaman antar stakeholder.
Tabel 5. Kategori pangan untuk pangan olahan menurut GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia Kode 01.0 02.0 03.0 04.0
Kategori Pangan
Produk-Produk Susu, Kecuali yang Termasuk Kategori 02.0 Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak (tipe emulsi air dalam minyak) Edible Ices (Es yang dapat dimakan) Buah-Buahan dan Sayuran (Termasuk Jamur, Umbi, Kacang-Kacangan Termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah Buaya), Rumput Laut, Biji-Bijian 05.0 Confectionery 06.0 Serealia dan Produk-Produk Serealia yang Merupakan Produk Turunan Dari Biji Serealia, Akar-Akaran dan Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan, Polong-Polongan dan Empulur (Bagian dalam Batang Tanaman), Selain Produk-Produk Bakeri Pada Kategori Pangan 07.0 07.0 Produk Bakeri 08.0 Daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan 09.0 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, (Kerang, Bekicot atau Siput Laut), Crustacea (Kepiting dan Udang) dan Echinoderma (Teripang) 10.0 Telur dan Produk-produk Telur 11.0 Pemanis, Termasuk Madu 12.0 Garam, Rempah-Rempah, Sup, Saus, Salad, Produk-Produk Protein 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 14.0 Minuman, Tidak Termasuk Produk Susu 15.0 Makanan Ringan Siap - Santap 16.0 Pangan komposit (pangan yang tidak termasuk kategori 1-15) Sumber: Badan POM (2005d)
III. METODOLOGI A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini merupakan tugas khusus yang diberikan dalam kegiatan magang di Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM-RI) Jakarta. Kegiatan magang ini dimulai pada bulan Februari sampai Juni 2005. Kegiatan pengumpulan data kontaminan pangan dan BTP dilakukan di PPOMN (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional) Badan POM RI.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD, pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, klasifikasi data berdasarkan kategori pangan tertentu dan jenis kontaminan serta BTP tertentu menurut GEMS/FOOD untuk kontaminan pangan serta GSFA untuk BTP dan pestisida, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan, identifikasi masalah, dan rekomendasi (Gambar 4). 1. Mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD Pada tahap ini dilakukan studi pustaka mengenai elemen-elemen yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD. 2. Pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dan BTP Tahap awal yang dilakukan adalah komunikasi dengan pihak PPOMN sebagai penyedia data kontaminan pangan dan BTP di Indonesia. PPOMN
merupakan
laboratorium rujukan
bagi
26
laboratorium
pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi
Mulai
Mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMS/FOOD
Pengumpulan data kontaminan pangan
Pengumpulan data BTP
Klasifikasi data menurut
Klasifikasi data menurut GEMS/FOOD
GSFA Analisis data
Penggunaan software OPAL I
Analisis keluaran software OPAL I
Dibandingkan dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD
Analisis kesenjangan
Rekomendasi
Selesai Gambar 4. Diagram alir metode penelitian
oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan Standarisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating Center sejak 1986 dan anggota International Certification Scheme. Selanjutnya dokumen-dokumen hasil pengujian setiap sampel dikumpulkan dalam bentuk database yang sistematis. Data-data yang dimasukkan antara lain:
nama pangan,
jenis BTP dan kontaminan,
konsentrasi BTP dan kontaminan,
tempat dan tanggal sampling (jika ada),
LOD (Limit of Detection) jika ada,
LOQ (Limit of Quantification) jika ada,
tanggal pada saat dilakukan pengujian (jika ada),
negara asal sampel, jika produk yang diuji merupakan produk impor, dan
negara dimana produk yang diuji tersebut dipasarkan.
3. Klasifikasi data Kontaminan dan BTP Data yang telah terkumpul dalam bentuk database tersebut kemudian diklasifikasikan berdasarkan kategori pangan tertentu serta jenis kontaminan dan BTP tertentu. Jenis kontaminan dan residu pada pangan segar mengikuti klasifikasi GEMS/FOOD, sedangkan jenis BTP dan kontaminan pada pangan olahan mengikuti klasifikasi GSFA.
4. Pengolahan data BTP Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel. Adapun langkahlangkah pengolahan data sebagai berikut:
data dipisahkan untuk tiap kategori pangan dan BTP tertentu,
data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif dipisahkan, khusus data kuantitatif dihitung nilai rata-rata (mean) dan nilai mediannya, sedangkan data kualitatif, hasil pengujian yang ”positif” dan ”negatif” dipisahkan serta dihitung jumlah total pengujiannya.
Untuk memudahkan dalam proses pengolahan data bagi analisis selanjutnya, maka dikembangkan program access yang dilakukan oleh
Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Beberapa informasi yang diharapkan dapat diketahui melalui program access ini antara lain jenis BTP yang telah dimonitor di Indonesia, jumlah BTP yang dimonitor di tiap-tiap Balai/Balai Besar POM, Jenis BTP pada tiap-tiap kelompok pangan yang telah dimonitor di Indonesia, serta parameter statistik seperti mean, median, standar deviasi dan percentile. Prosedur penggunaan program access ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
5. Penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan Data kontaminan yang telah terkumpul dimasukkan dalam software OPAL I khususnya pada bagian individual measurement. Setelah seluruh data dimasukkan dalam individual measurement, langkah selanjutnya adalah ditransfer ke bagian aggregated data untuk mengetahui beberapa parameter statistik diantaranya mean, median, standar deviasi dan percentile. Langkah-langkah penggunaan software OPAL I dapat dilihat pada Lampiran 4.
6. Identifikasi masalah dan rekomendasi Masalah utama adalah kualitas data, baik data BTP maupun data kontaminan pangan yang sebagian besar masih belum sesuai untuk keperluan kajian risiko. Untuk kontaminan pangan dalam pangan segar, keluaran dari software OPAL I dianalisis. Adanya gap antara data yang ada dan elemen database penting yang digunakan dalam kajian paparan dianalisis untuk dijadikan sebagai rekomendasi bagi sistem pengujian yang selanjutnya. Hasil keluaran software OPAL I juga dibandingkan dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD (Lampiran 5) sehingga gap yang ada juga dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi sistem pengujian selanjutnya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DATABASE KONSENTRASI BTP HASIL MONITORING BADAN POM RI 1. Database BTP Database konsentrasi BTP telah disusun dari hasil monitoring keamanan pangan yang dilakukan oleh Balai/Balai Besar POM di seluruh Indonesia, serta terlaporkan pada Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN), Badan POM RI. Berdasarkan hasil monitoring BTP selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di seluruh Indonesia, terdapat 17,065 data dengan rincian sebanyak 14,010 data merupakan data aditif yang dilegalkan untuk pangan (BTP) dan sebanyak 3,055 data merupakan data aditif ilegal. Sebagian besar data masih berupa data kualitatif sehingga tidak dapat digunakan untuk menyediakan data konsentrasi yang penting dalam kajian paparan. Profil jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap Balai/Balai Besar POM dapat dilihat pada Gambar 5, sedangkan profil jumlah parameternya disajikan pada Gambar 6. Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah sampel yang diambil oleh setiap Balai/Balai Besar POM bervariasi, dengan kisaran jumlah terbesar 483 sampel berasal dari Banjarmasin dan jumlah terkecil 45 sampel berasal dari Padang. Sedangkan Gambar 6 menunjukkan bervariasinya jumlah parameter yang diuji di setiap Balai/Balai Besar POM, jumlah parameter terbesar berasal dari Yogyakarta (2012 parameter) dan jumlah parameter terkecil berasal dari Padang (94 parameter). Dari 26 Balai/Balai Besar POM yang ada di Indonesia, hanya 21 Balai/Balai Besar POM yang datanya tersedia. Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat penelitian ini dilakukan (Februari-Juni 2005), laporan dari 5 Balai/Balai Besar POM belum dikirimkan ke PPOMN.
gy
a S e ka r m ta ar an M g P e e da ka n nb ar Ja u Su mb r i Sa abay m a ar in P a da Po dan nt g ian Am ak b Ku o n De pan np g M a sar Ba a ta n ra Pa ja rm m lan as gk in a Ja raya ya M pu r ak a as s Ke ar P a nd lem a ri ba ng L a DK m I pu ng
Yo
Jumlah Sampel 600
500
400
300
200
100
0
Balai/Balai Besar POM
Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004
Gambar 5. Profil jumlah sampel mengandung BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM
ya k Se arta m ar an M g e Pe dan ka nb ar u Ja m S u bi ra Sa bay m a ar ind Pa a d Po ang nt ian a Am k bo Ku n p De ang np a M s ar ata Ba nja ram Pa r ma lan si gk n ar a J a ya ya p M ur a ak as s Ke ar P a n da lem ri ba ng D La KI m pu ng
Yo g
Jumlah Parameter 2500
2000
1500
1000
500
0
Balai/Balai Besar POM
Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004
Gambar 6. Profil jumlah parameter BTP yang diuji pada masing-masing Balai/Balai Besar POM
a. Jenis BTP yang dimonitor di Indonesia Dari 14,010 data hasil monitoring terhadap BTP, sebanyak 6,372 data merupakan hasil pengujian terhadap parameter pemanis buatan (45.48%), 3,442 data merupakan hasil pengujian terhadap parameter pengawet (24.57%), dan 4,196 data merupakan hasil pengujian terhadap parameter pewarna (29.95%). Masing-masing jenis parameter (pemanis buatan, pengawet, dan pewarna) yang dimonitor di Indonesia serta jumlahnya dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, dari 26 jenis pengawet yang diijinkan berdasarkan Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/1988, yang dimonitor baru jenis benzoat dan sorbat. Bahan pangan yang paling sering dimonitor adalah kecap manis kedelai, saus cabai dan saus tomat (kelompok pangan kategori 12.0) dan sirup berperisa (kelompok pangan kategori 14.0). Jumlah parameter yang diuji untuk tiap-tiap kategori pangan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Hal yang sama pada pemanis buatan. Peraturan yang masih berlaku tentang penggunaan pemanis buatan pada saat kegiatan monitoring
selama
tahun
2004
adalah
Permenkes
RI
No
722/Menkes/Per/IX/1988. Dalam peraturan tersebut terdapat empat jenis pemanis buatan yang diijinkan dalam pangan yakni sakarin, siklamat, aspartam, dan sorbitol. Sedangkan yang dimonitor di Indonesia adalah sakarin, siklamat dan aspartam. Batas maksimum penggunaan
aspartam
dalam
Permenkes
RI
No
722/Menkes/Per/IX/1988 tersebut adalah hanya dalam bentuk sediaan. Pada akhir tahun 2004, peraturan tersebut diperbaharui dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor:
HK.
00.05.5.1.4547
tentang
persyaratan
penggunaan BTP pemanis buatan dalam produk pangan.
Dalam
peraturan ini terdapat 13 jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk ditambahkan dalam produk pangan dengan batas maksimum penggunaan
untuk
tiap-tiap
jenis
pemanis
buatan
nilainya
terkuantifikasi. Hal ini menjadi tantangan bagi kegiatan monitoring
Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia No.
Jenis BTP*
1. 2. 3. 4.
Antioksidan Antikempal Pengatur Keasaman Pemanis Buatan
5. 6. 7.
Pemutih dan Pematang Tepung Pengemulsi, Pemantap, Pengental Pengawet
12 jenis antioksidan 11 jenis antikempal 53 jenis pengatur keasaman a. Alitam b. Asesulfam-K c. Aspartam d. Isomalt e. Laktitol f. Maltitol g. Manitol h. Neotam i. Sakarin j. Siklamat k. Silitol l. Sorbitol m. Sukralosa 8 jenis pemutih dan pematang tepung 88 jenis pengemulsi, pemantap, pengental a. Benzoat§ b. SorbatΦ c. Asam propionat d. Belerang dioksida e. Etil p- hidroksi benzoat f. Kalium bisulfit g. Kalium metabisulfit h. Kalium nitrat
Parameter yang diuji x x x x x √ x x x x x √ √ x x x x x √ √ x x x x x x
Jumlah parameter yang diuji 29 2,672 3,671 2,258 1,184 -
Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia (lanjutan) No.
Jenis BTP*
7.
Pengawet
8. 9.
Pengeras Pewarna
i. Kalium nitrit j. Kalium propionat k. Kalium sulfit l. Kalsium benzoat m. Kalsium propionat n. Kalsium sorbat o. Metil p- hidroksi benzoat p. Natrium bisulfit q. Natrium metabisulfit r. Natrium nitrat s. Natrium nitrit t. Natrium propionat u. Natrium sulfit v. Nisin w. Propil p-hidroksi benzoat 11 jenis pengeras Pewarna alami a. Annato b. Beta-Apo-8’-karotenat c. Etil Beta-Apo-8’-karotenoat d. Kantasantin e. Karamel,amonia sulfit f. Karamel g. Karmin h. Beta karoten
Parameter yang diuji x x x x x x x x x x x x x x x x
Jumlah parameter yang diuji -
√ x x x x x x x
1 -
Tabel 6. BTP yang diijinkan dan program monitoring di Indonesia (lanjutan) No. 9.
Jenis BTP* Pewarna
Parameter yang diuji x x x x x
Jumlah parameter yang diuji -
√ √ √ x x √ √ √ √ √ √ √ x x
540 25 91 3 483 823 4 133 591 1,502 14,010
i. Klorofil j. Klorofil tembaga kompleks k. Kurkumin l. Riboflavin m. Titanium dioksida Pewarna sintetik a. Brilliant Blue b. Brown HT c. Erytrosin d. Hijau FCF e. Hijau S f. Indigo carmin g. Carmoisin h. Sunset Yellow i. Quinolin Yellow j. Allura Red k. Ponceau 4R l. Tartrazin 10. Penyedap rasa dan aroma, penguat rasa 79 jenis penyedap rasa dan aroma, penguat rasa 11. Sekuestran 23 jenis sekuestran JUMLAH TOTAL Sumber: Diolah dan diadaptasi dari PPOMN. * Jenis BTP berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/1988, kecuali pemanis buatan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1.4547. Keterangan: √ dimonitor, x tidak dimonitor § Φ kalium benzoat, natrium benzoat, dan asam benzoat; asam sorbat dan kalium sorbat
yang didasarkan pada Keputusan
selanjutnya yakni bagaimana bisa melakukan monitoring secara lebih ketat lagi dan data-data yang dibutuhkan harus bersifat kuantitatif sehingga data-data yang ada nantinya bisa digunakan untuk kajian risiko. Sedangkan untuk pewarna, hampir semua pewarna yang diijinkan berdasarkan Permenkes RI No 722/Menkes/Per/IX/1988 telah dimonitor di Indonesia, akan tetapi data yang ada kebanyakan masih bersifat kualitatif. Jumlah parameter yang diuji untuk tiap-tiap kategori pangan dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil monitoring terhadap BTP, terdapat 184 hasil pengujian terhadap parameter BTP yang dinyatakan melebihi batas konsentrasi yang diijinkan. BTP tersebut antara lain benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Profil hasil monitoring dapat dilihat pada Gambar 7, sedangkan kelompok pangan yang mengandung BTP melebihi batas konsentrasi yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel 7.
data kuantitatif 13,03%
data kualitatif 86,97%
mengandung BTP melebihi batas yang diijinkan 1,32%
mengandung BTP dalam batas yang diijinkan 11,71%
N = 14010 Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004 Gambar 7. Profil persentase aditif legal yang dimonitor di Indonesia Berdasarkan Tabel 7, penggunaan benzoat yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan (>1000mg/kg) banyak ditemukan pada
Tabel 7. Penggunaan pengawet dan pemanis dari data kuantitatif yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan Jenis BTP
Kelompok Pangan
Benzoat
Kategori 04.0
Sorbat
Kategori 06.0 Kategori 14.0 Kategori 06.0 Kategori 07.0 Kategori 12.0
Sakarin
Kategori 14.0 Siklamat
Kategori 14.0
Nama Pangan
Buah Kering Jem atau Selai Geplak Manisan buah Kue Berbahan Dasar Beras Lainnya Sari buah markisa Kue Berbahan Dasar Beras Lainnya Keik Kecap manis kedelai Saus Tomat Sari buah markisa Minuman squash Sirup Berperisa Serbuk minuman berperisa
Σ
Kuantitatif (mg/kg) Mean
3 78 2 9 7 8 4 5 8 17 2 14 19 8
1,054.31 1,855.30 1,297.30 1,435.39 3,065.04 1,499.23 1,140.79 1,552.23 653.93 621.86 397.49 334.18 3,430.10 4,836.66
Median*
(350.69-2448.22) 727.10 (1,272.02-1,322.57) 1,273.76 2,438.31 1,279.40 1,469.61 1,537.00 184.54 544.14 (351.35-443.63) 290.01 3,167.28 1,275.90
Sumber: Diolah dari PPOMN tahun 2004 Keterangan: * Median adalah nilai tengah data, kecuali angka dalam kurung menunjukkan kisaran data terendah dan tertinggi Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbiumbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 07.0 : produk bakeri Kategori 12.0 : garam, rempah-rempah, sup, saus, salad, produk-produk protein Kategori 14.0 : minuman, tidak termasuk produk susu
bahan pangan buah kering, jem atau selai, geplak, dan manisan buah (kelompok pangan kategori 04.0); kue berbahan dasar beras lainnya (kelompok pangan kategori 06.0); dan sari buah markisa (kelompok pangan kategori 04.0). Sedangkan penggunaan sorbat yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan (>1000mg/kg) banyak ditemukan pada bahan pangan kue berbahan dasar beras lainnya (kelompok pangan kategori 06.0); dan keik (kelompok pangan kategori 07.0). Hal yang sama terjadi pada penggunaan sakarin dalam produk kecap manis kedelai, saus tomat (kelompok pangan kategori 12.0); dan sari buah markisa, minuman squash (kelompok pangan kategori 14.0) yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan (>300mg/kg). Dan terakhir adalah penggunaan siklamat pada produk sirup berperisa dan serbuk minuman berperisa (kelompok pangan kategori 14.0) yang juga melebihi batas konsentrasi yang diijinkan (>3000mg/kg). Perlu penelitian lebih lanjut apakah penyimpangan atau penyalahgunaan BTP ini disebabkan oleh ketidaktahuan atau ketidakpedulian produsen pangan mengenai keamanan BTP. Menurut Rahayu et al. (2003), penyebab utama penyimpangan dalam hal penggunaan BTP tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan produsen pangan, baik mengenai sifat-sifat maupun keamanan BTP. Karena pengaruh BTP terhadap kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen seringkali tidak menyadari bahaya penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan peraturan. Keterlibatan pemerintah dalam mengawasi penggunaan BTP dicerminkan dalam peraturan pemerintah. Akan tetapi peraturan tersebut belum didasarkan pada prinsip kajian risiko karena penetapan batas maksimum yang diijinkan belum berdasarkan data konsumsi masyarakat Indonesia. Selama ini peraturan-peraturan tersebut masih mengadopsi standar yang ada di luar negeri. Padahal konsumsi masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara lain jelas berbeda (Sparringa, personal communication. 2005).
b. Jenis aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia Aditif ilegal masih banyak digunakan pada sejumlah pangan di Indonesia. Berdasarkan hasil monitoring, terdapat 3055 data parameter uji yang diduga mengandung aditif ilegal dan sebanyak 508 data parameter uji dinyatakan positif mengandung aditif ilegal (Gambar 8). Aditif ilegal tersebut diantaranya boraks (189 sampel), formalin (88 sampel), rhodamin B (209 sampel) dan metanil yellow (22 sampel). Data-data tersebut umumnya bersifat kualitatif. diduga mengandung aditif Ilegal 17,90%
mengandung aditif ilegal 2,98%
Boraks
Tidak mengandung aditif ilegal 14,92%
Aditif legal 82,10%
N = 17065 Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004 Gambar 8. Profil persentase aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia
Boraks Hasil analisis terhadap parameter boraks menunjukkan bahwa dari 1771 sampel yang diduga mengandung boraks, sebanyak 189 sampel positif mengandung boraks. Bahan pangan yang positif mengandung boraks tersebut antara lain mie basah mentah, mie kering gandum, sohun, tepung bumbu, tahu (kelompok pangan kategori 06.0); dendeng, bakso sapi, bakso ayam (kelompok pangan kategori 08.0); bakso ikan dan empek-
empek (kelompok pangan kategori 09.0); serta keripik kentang, kerupuk tempe goreng, kerupuk beras, kerupuk puli, kerupuk kerak, kerupuk intip, kerupuk ikan dan kerupuk udang (kelompok pangan kategori 15.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 8. Boraks paling banyak digunakan pada makanan ringan siap santap seperti kerupuk. Hal ini berhubungan dengan fungsi boraks untuk memperbaiki tekstur dan kerenyahan produk tersebut. Produk kedua yang paling banyak menggunakan boraks adalah serealia dan produk-produk serealia sebagai contoh mie basah. Sedangkan daging dan produk olahannya, khususnya bakso merupakan produk ketiga yang paling banyak menggunakan boraks. Tujuan penggunaan boraks pada kedua jenis produk tersebut adalah untuk mengawetkan serta membentuk tekstur yang bagus dan kenyal. Hal ini sangat tidak dibenarkan karena boraks merupakan bahan kimia bersifat karsinogenik yang efeknya terhadap kesehatan tidak langsung dapat dirasakan setelah mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan kimia tersebut, sehingga produsen seringkali tidak menyadari bahkan tidak peduli akan bahaya penggunaan boraks (Rahayu et al., 2003; Malik, 2004; Anonimb, 2006). Produsen di Indonesia terutama produsen golongan menengah ke bawah masih banyak yang menggunakan boraks ini mengingat harganya yang relatif murah dan sangat mudah untuk mendapatkannya. Di samping itu karena pengetahuan mereka yang masih terbatas mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP.
Formalin Formalin masih sering ditemukan pada sejumlah produk pangan di Indonesia. Dari hasil analisis terhadap 500 sampel yang diduga mengandung formalin, 88 sampel diantaranya dinyatakan positif mengandung bahan kimia ini. Bahan pangan yang memberikan kontribusi besar terhadap keberadaan formalin
Tabel 8. Penggunaan boraks pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Jenis Aditif Ilegal
Boraks
Kelompok Pangan
Kategori 06.0
Kategori 08.0 Kategori 09.0 Kategori 15.0
Nama Pangan Σ
Mi basah mentah Mi kering gandum Sohun Tepung Bumbu Tahu Dendeng Bakso sapi Bakso ayam Bakso Ikan Empek-Empek Keripik kentang Keripik tempe goreng Kerupuk beras Kerupuk puli Kerupuk kerak Kerupuk intip Kerupuk Ikan Kerupuk Udang
128 86 12 34 35 2 202 13 27 70 6 11 187 27 2 3 173 168
Kualitatif Negatif
78 85 11 32 32 1 185 12 23 69 5 9 154 16 0 1 140 155
Kuantitatif (mg/kg) Mean Median
Positif
Σ
50 1 1 2 3 1 17 1 4 1 1 2 33 11 2 2 33 13
7
1,140.31
1
59.51
1
255.61
1
357.61
1,239.99
Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Data kualitatif dan kuantitatif diolah dari data pengujian yang berbeda Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbiumbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 08.0 : daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap
diantaranya adalah mie basah mentah, kuetiaw kering, mi kering gandum dan tahu (kelompok pangan kategori 06.0); serta bakso ikan, ikan asap, dan ikan asin kering (kelompok pangan kategori 09.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 9. Produk serealia seperti mie basah, merupakan produk pangan yang paling banyak menggunakan formalin. Ini didasarkan pada tujuan penggunaannya yaitu untuk mengawetkan mie basah dan mempertahankan kadar air mie sehingga mie tidak mudah kering. Hal tersebut dapat menguntungkan produsen dan pedagang karena rendemen (berat) mie tetap tinggi. Formalin juga masih banyak digunakan dalam produk ikan seperti ikan asin kering. Formalin ini digunakan karena dapat mempercepat proses pengeringan dengan rendemen ikan kering yang lebih besar. Semula para pengolah hanya memakai garam sebagai pengawet yang kemudian dijemur. Dengan proses penggaraman dan penjemuran, rendemen yang tersisa kurang dari separuh. Bila bahan bakunya seratus kilogram saat masih basah, setelah menjadi ikan asin tinggal 40 persen atau 40 kg. Kehilangan 60 kg itu sangat merugikan karena harga jual menggunakan satuan kilogram. Jika memakai formalin, rendemen bisa mencapai 75 persen. Selisih 35 persen itu yang diharapkan para pengolah (Anonima, 2005). Akan tetapi hal tersebut tidak dibenarkan (dilarang keras) karena formalin
merupakan
bahan
karsinogenik
yang
dapat
membahayakan kesehatan manusia. Efek dari penggunaan bahan kimia ini bersifat kronis (menahun) sehingga tidak serta merta menyebabkan konsumen sakit (Rahayu et al., 2003; WHO, 2005b; Maulany, 2005).
Rhodamin B dan Metanil Yellow Hasil monitoring terhadap sejumlah produk pangan yang diduga mengandung rhodamin B menunjukkan bahwa dari 433 sampel yang diuji, sebanyak 209 sampel dinyatakan positif
Tabel 9. Penggunaan formalin pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Jenis Aditif Ilegal
Formalin
Kelompok Pangan
Nama Pangan
Kategori 06.0
Mi basah mentah Kuetiaw kering Mi kering gandum Tahu Bakso ikan Ikan asap Ikan asin kering
Kategori 09.0
Σ
122 5 16 105 12 2 11
Kualitatif Negatif
64 4 11 92 7 1 6
Positif
Σ
58 1 5 13 5 1 5
1
Kuantitatif (mg/kg) Mean Median
1,742.28
Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Data kualitatif dan kuantitatif diolah dari data pengujian yang berbeda Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbiumbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma
mengandung rhodamin B. Pangan yang umumnya memberikan kontribusi terbesar adalah terasi udang (kelompok pangan kategori 09.0). Bahan pangan lain yang diketahui mengandung rhodamin B antara lain es mambo (kelompok pangan kategori 03.0); dodol/lempok buah, geplak, dan manisan buah (kelompok pangan kategori 04.0); kembang gula keras dan gulali (kelompok pangan kategori 05.0); tepung hunkwe, mie basah mentah, dodol, wajik (kelompok pangan kategori 06.0); roti dan bun kukus, bakpao, apem, bolu kukus, kue lapis, dan roti manis (kelompok pangan kategori 07.0); minuman berperisa dan sirup berperisa (kelompok pangan kategori 14.0); simping, kerupuk beras, rengginang, snack, kelanting, jipang kacang tanah, kerupuk ikan, dan kerupuk udang (kelompok pangan kategori 15.0); serta es siap saji dan cendol (kelompok pangan kategori 16.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 10. Seperti halnya rhodamin B, metanil yellow juga masih sering diaplikasikan pada sejumlah produk pangan di Indonesia. Hasil analisis terhadap parameter metanil yellow menunjukkan bahwa dari 115 sampel yang diduga mengandung metanil yellow, sebanyak 22 sampel positif mengandung metanil yellow. Bahan pangan yang terbukti mengandung metanil yellow diantaranya adalah keripik pisang (kelompok pangan kategori 04.0); kerupuk beras, rengginang, snack, kerupuk ikan, dan kerupuk udang (kelompok pangan kategori 15.0), serta pisang goreng (kelompok pangan kategori 16.0). Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 11. Rhodamin B paling banyak ditemukan pada produk ikan dan olahannya khususnya pada produk terasi udang. Sedangkan metanil yellow banyak diaplikasikan pada produk makanan ringan siap santap. Alasan utama produsen menggunakan kedua pewarna ini adalah karena menghasilkan warna yang lebih cerah dan tidak mudah pudar sehingga bisa menarik minat konsumen. Hal ini
Tabel 10. Penggunaan Rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Jenis Aditif Ilegal Rhodamin B
Kelompok Pangan Kategori 03.0 Kategori 04.0
Kategori 05.0 Kategori 06.0 Kategori 07.0
Kategori 09.0 Kategori 14.0 Kategori 15.0
Nama Pangan Es mambo* Dodol atau Lempok Buah Geplak Manisan Buah Kembang gula keras* Gulali* Tepung hunkwee Mi basah mentah Dodol Wajik Roti dan Bun Kukus Bakpao Apem Bolu Kukus Kue lapis Roti Manis Terasi Udang Sirup Berperisa Simping* Kerupuk beras* Rengginang/ekivalen* Snack* Kelanting*
Σ 1 3 7 4 4 5 2 2 1 9 7 2 5 1 7 10 108 7 1 52 5 2 6
Kualitatif Negatif 0 0 0 0 2 3 1 0 0 0 0 1 0 0 0 1 45 1 0 17 0 1 0
Positif 1 3 7 4 2 2 1 2 1 9 7 1 5 1 7 9 63 6 1 35 5 1 6
Tabel 10. Penggunaan Rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 (lanjutan) Jenis Aditif Ilegal Rhodamin B
Kelompok Pangan Kategori 15.0 Kategori 16.0
Nama Pangan Jipang kacang tanah* Kerupuk Ikan* Kerupuk Udang* Es siap saji* Cendol*
Σ 1 29 9 18 3
Kualitatif Negatif 0 24 6 0 0
Positif 1 5 3 18 3
Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: * Kelompok pangan belum dibahas oleh Direktorat Standarisasi Produk Pangan (masih dalam bentuk draft) Kategori 03.0 : es yang dapat dimakan Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Kategori 05.0 : confectionery Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur (bagian dalam batang tanaman), selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 07.0 : produk bakeri Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Kategori 14.0 : minuman, tidak termasuk produk susu Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap Kategori 16.0 : pangan komposit dan pangan yang tidak termasuk kategori 01-15
Tabel 11. Penggunaan metanil yellow pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Jenis Aditif ilegal Metanil Yellow
Kelompok Pangan Kategori 04.0 Kategori 15.0
Nama Pangan Keripik pisang Kerupuk beras* Rengginang/ekivalen* Kerupuk Ikan* Pisang goreng
Σ 1 19 2 5 1
Kualitatif negatif 0 6 0 0 0
positif 1 13 2 5 1
Kategori 16.0 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: * Kelompok pangan belum dibahas oleh Direktorat Standarisasi Produk Pangan (masih dalam bentuk draft) Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran (termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya), rumput laut, biji-bijian Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap Kategori 16.0 : pangan komposit dan pangan yang tidak termasuk kategori 01-15
mengingat warna sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi konsumen. Terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa warna menentukan kualitas suatu produk pangan dan hal ini dimanfaatkan para produsen pangan tanpa mempedulikan efeknya terhadap kesehatan (Tjahjadi, 1986). Kedua pewarna ini telah dibuktikan dapat menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan dalam pangan walaupun dalam jumlah sedikit (Rahayu et al., 2003). Harga yang relatif murah dan kemudahan untuk memperolehnya juga menjadi pertimbangan produsen untuk menggunakan pewarna ini. Badan POM RI sebagai leading sector dalam keamanan pangan bersama dengan stakeholder lainnya bertanggung jawab untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap kelompok pangan yang telah terbukti mengandung aditif ilegal. Beberapa strategi yang sedang dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM adalah peningkatan kerjasama dengan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan pengawasan keamanan pangan, peningkatan pengawasan keamanan pangan dengan tindakan preventif, peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan terhadap masyarakat, dan peningkatan tindakan hukum bagi mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan terutama mengenai keamanan pangan.
2. Kualitas Data BTP Masalah utama berkaitan dengan data BTP ini adalah kualitas data yang tersedia masih sulit untuk dianalisis dengan pendekatan kajian risiko yang diawali dengan identifikasi bahaya hingga karakterisasi risiko. Beberapa kelemahan yang teridentifikasi diantaranya adalah data-data yang ada umumnya masih bersifat kualitatif. Data yang bersifat kualitatif hanya bisa digunakan untuk pendekatan identifikasi bahaya dalam rangka pengawasan pangan untuk penegakan hukum (law enforcement),
sedangkan untuk pendekatan kajian paparan dibutuhkan data yang bersifat kuantitatif (Sparringa, personal communication. 2006). Kelemahan kedua adalah parameter analisis yang penting seperti nilai LOD dan LOQ tidak dicantumkan dalam laporan pengujian. Kedua nilai ini sangat penting untuk membuat asumsi hasil analisis yang kualitatif, misalnya hasil pengujian yang menunjukkan nilai ”tidak terdeteksi”. Hasil analisis ”tidak terdeteksi” bukan berarti dalam sampel benar-benar tidak terdapat BTP, bisa saja karena nilainya yang terlalu kecil sehingga tidak dapat dideteksi oleh alat yang digunakan dalam pengujian. Tanpa kedua nilai ini akan sulit memperkirakan rata-rata konsentrasi BTP dalam suatu produk pangan. Masalah lain berkaitan dengan kualitas data BTP yang telah terkumpul adalah masalah sampling yang masih belum seragam antar Balai/Balai Besar POM yang ada di Indonesia. Hal ini salah satunya ditunjukkan dengan tidak tercantumnya tempat dan tanggal sampling pada hasil pengujian di sebagian Balai/Balai Besar POM. Jumlah sampel yang dianalisis pada setiap bahan pangan sebagian besar masih belum cukup untuk menjamin validitas data, bahkan ada yang hanya menggunakan satu sampel saja sehingga menyulitkan dalam penentuan parameter statistik khususnya nilai percentile (WHO, 2000a). Dan yang terakhir adalah pelaksanaan survei dalam rangka monitoring terhadap BTP belum mempertimbangkan kerangka sampel. Hal ini ditunjukkan dengan masih belum seragamnya obyek yang disurvei di setiap Balai/Balai Besar POM. Tindak lanjut monitoring dapat diarahkan pada program surveilan yang akan dilakukan oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan Badan POM RI yang bekerjasama dengan unit terkait untuk mengetahui karakteristik risiko secara lebih komprehensif serta sebagai bahan pengambilan kebijakan selanjutnya dengan pendekatan analisis risiko. Badan POM saat ini mempunyai mekanisme surveilan dan tindak lanjutnya, namun belum diujicobakan. Salah satu elemen penting adalah perlu protokol survei yang memuat panduan berisi latar belakang survei; tujuan survei; keluaran dan manfaat; penetapan populasi survei; identifikasi kerangka sampel; alat/tools, metode pengambilan sampel dan
penentuan besarnya sampel; penanganan sampel; preparasi sampel; analisis sampel; serta manajemen survei, sehingga kedepannya data yang terkumpul dari seluruh Balai/Balai Besar POM dapat diintegrasikan untuk selanjutnya dianalisis. Hasil analisis akan sangat berguna untuk menentukan tindak lanjut dari permasalahan yang ada. Kegiatan tindak lanjut tersebut dapat berupa kegiatan inspeksi, public warning atau law enforcement (tindakan pengawasan dalam rangka penegakan hukum) dan kegiatan ini biasanya dilakukan oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, sedangkan Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan sendiri akan melakukan promosi keamanan pangan sebagai tidak lanjut hasil kajian risiko, sehingga program ini akan terus berkelanjutan dan ada interaksi antar kegiatan kajian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko dalam proses analisis risiko yang utuh (Badan POM, 2005c). Di Indonesia juga belum ada prioritas pangan dan BTP untuk monitoring keamanan pangan sehingga hasil pengujian selama ini masih bersifat acak dan masih terfokus pada pangan dan BTP yang sama dari tahun ke tahun tanpa diikuti intervensi yang sistematis. Padahal jika dilihat di GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia, masih banyak pangan mengandung BTP yang belum dilakukan monitoring. Pelaksanaan kegiatan monitoring harus mempunyai prioritas.
Hal ini
didasarkan atas pertimbangan biaya, waktu dan tenaga (Sparringa, 2002). Untuk menentukan prioritas tersebut maka terlebih dahulu dilakukan penyaringan atau seleksi asupan diet melalui metode budget. Dengan seleksi menggunakan metode budget ini, BTP yang dimonitor nantinya adalah BTP yang memang memerlukan informasi lebih rinci melalui kajian paparan (WHO, 2001; Sparringa, et al., 2004).
B. DATABASE
KONSENTRASI
KONTAMINAN
PANGAN
HASIL
MONITORING BADAN POM RI 1. Database Kontaminan Pangan Data konsentrasi kontaminan pangan telah dihimpun dalam bentuk database. Database tersebut belum bersifat komprehensif karena hasil pengujian dalam rangka monitoring kontaminan pangan yang ada selama ini umumnya dikumpulkan dari pihak yang ingin menguji produknya ke Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). Idealnya data hasil monitoring dikumpulkan berdasarkan kegiatan sampling dan pemilihan metode sampling akan memegang peranan penting dalam hal menentukan representasi data. Pemilihan metode sampling tentunya harus didasarkan pada tujuan monitoring yang akan dilakukan. Jika kegiatan monitoring dilakukan dalam rangka penegakan hukum (law enforcement) maka tidak perlu menggunakan metode sampling secara acak. Akan tetapi jika kegiatan monitoring tersebut ditujukan untuk keperluan kajian paparan maka data harus bersifat representatif yang artinya mewakili karakteristik populasi, dan hal ini bisa diperoleh dengan menerapkan metode sampling secara acak. Selain itu jumlah sampel yang diambil harus cukup untuk menjamin validitas data, serta parameter-parameter analisis penting seperti nilai LOD dan LOQ harus dicantumkan secara jelas dalam laporan pengujian (WHO, 2000a; Badan POM, 2005b; Badan POM, 2005c). Nampaknya Badan POM RI hanya melakukan monitoring terhadap aflatoksin, sedangkan monitoring terhadap kontaminan lainnya masih melibatkan pihak ketiga yakni perusahaan yang ingin mengujikan produknya ke PPOMN. Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter kontaminan pangan dari tahun 1999-2004, terdapat 927 data parameter kontaminan pada pangan segar dan pangan semi olahan dengan jenis kontaminan yang dianalisis meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Jenis dan jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis di Indonesia secara rinci disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM No. 1.
2.
Kelompok Pangan Serealia
Akar-akaran dan Umbi-umbian
3.
Kacang-kacangan/Pulses
4.
Gula dan Madu
5.
Kacang-kacangan dan Minyak Bijibijian
Jenis Kontaminan Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD)
Kondisi di Indonesia
√ √ √ x
√ √ √ x x x x x x x x x x x x x x x
√ x x
Jumlah Parameter Tidak Terdeteksi Terdeteksi 46 79 70 10 54 6 5 2 2 45 39 -
Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM (lanjutan) No. 6.
7.
Kelompok Pangan Minyak dan Lemak Nabati
Stimulan
8.
Spices/Rempah-rempah
9.
Sayur-sayuran
10.
Ikan dan Seafood
Jenis Kontaminan Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD)
Kondisi di Indonesia
√ √ x x x
√ √ x x x x x x x x
√ √ x x x
√ x x x x
Jumlah Parameter Tidak Terdeteksi Terdeteksi 7 2 22 20 23 4 1 66 56 16 -
Tabel 12. Jumlah kontaminan pada kelompok pangan yang dianalisis Badan POM (lanjutan) No. 11.
Kelompok Pangan Telur
Jenis Kontaminan
Kondisi di Indonesia x x x x x
Logam berat Residu Pestisida Aflatoksin Nitrit Dioksin (2,3,7,8 TCDD) √ 12. Buah-buahan Logam berat √ Residu Pestisida Aflatoksin x Nitrit x Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x √ 13. Susu dan Produk Susu Logam berat √ Residu Pestisida Aflatoksin x Nitrit x √ Dioksin (2,3,7,8 TCDD) √ 14. Daging dan Jerohan Logam berat √ Residu Pestisida Aflatoksin x √ Nitrit √ Dioksin (2,3,7,8 TCDD) 15. Minyak dan Lemak Hewani Logam berat x Residu Pestisida x Aflatoksin x Nitrit x Dioksin (2,3,7,8 TCDD) x JUMLAH TOTAL Sumber: Diolah dan diadaptasi dari PPOMN dan GEMS/FOOD Regional Diets (WHO, 2003b) Keterangan: √ Dianalisis, X Tidak dianalisis
Jumlah Parameter Tidak Terdeteksi Terdeteksi 43 3 52 122 29 3 10 3 49 21 2 1 6 6 2 684 243
Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa dari 15 kelompok pangan menurut GEMS/FOOD Regional Diets, hanya 10 kelompok pangan yang telah dianalisis terhadap parameter kontaminan. Kelompok pangan tersebut antara lain serealia, akar-akaran dan umbi-umbian, kacangkacangan dan minyak biji-bijian, minyak dan lemak nabati, stimulan, sayur-sayuran, ikan dan seafood, buah-buahan, susu dan produk susu serta daging dan jerohan. Sedangkan lima kelompok pangan yang belum dianalisis adalah kacang- kacangan/Pulses, gula dan madu, spices/rempahrempah, minyak dan lemak hewani, dan telur. Kelompok pangan yang paling banyak dianalisis adalah kelompok serealia. Hal ini mengingat konsumsi serealia masyarakat Indonesia sangat tinggi. Berdasarkan data dari Food Balance Sheet, konsumsi serealia penduduk Indonesia yang pada periode April 1999-Maret 2000 berjumlah 206.55 juta jiwa adalah 38 juta ton (FAO, 1999). Jumlah ini sangat tinggi sehingga perlu dilakukan pengawasan secara ketat untuk menjamin keamanannya.
Pengawasan
utama
misalnya
ditujukan
terhadap
kontaminan kadmium. Hal ini didasarkan pada fakta di lapangan bahwa kadmium biasanya banyak ditemukan pada serealia terutama pada komoditi beras. Di Jepang, penyakit “itai-itai” disebabkan oleh konsumsi beras berkadar kadmium lebih dari 0.4ppm. Di Indonesia terdapat kajian dosis kadmium dalam beras coklat (beras pecah kulit) 0.04-0.39ppm pada tahun 1993 (Reilly, 1980; Badan POM 2005a). Kontaminan yang paling menonjol adalah aflatoksin pada produk kacang tanah dan produk olahannya yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan
sesuai
Keputusan
Kepala
Badan
POM
RI
Nomor:
HK.00.05.1.4057 tanggal 9 September 2004, yakni sebesar 20ppb untuk aflatoksin B1 dan 35ppb untuk aflatoksin total. Hal ini bisa disebabkan oleh penanganan pasca panen yang tidak memenuhi syarat misalnya penyimpanan pada kondisi dimana Aspergillus flavus dapat tumbuh secara optimum yakni pada suhu 320-330C dan pH 6 (Syarief et al., 2003). Selain itu aflatoksin memang sangat sulit dihindari mengingat kondisi iklim tropis Indonesia yang sangat sesuai untuk pertumbuhan kapang khususnya
Aspergillus flavus yaitu jenis kapang yang dapat memproduksi berbagai jenis aflatoksin. Yang menjadi perhatian utama berkaitan dengan aflatoksin adalah penyakit kanker hati, terutama bagi penderita yang telah terinfeksi penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kajian paparan aflatoksin pada kelompok berisiko tinggi yang dihubungkan dengan konsumsi kacang tanah dan produk olahannya untuk mengetahui karakteristik risikonya. Elemen penting yang diperlukan untuk kajian paparan aflatoksin ini adalah data prevalensi penyakit hepatitis B dan hepatitis C serta data konsumsinya di daerah yang prevalensi penyakit hepatitis B dan hepatitis C tinggi (Sparringa, personal communication. 2006).
2. Kualitas Data Kontaminan Pangan Masalah utama dalam database konsentrasi kontaminan dalam pangan di Indonesia adalah kualitas data yang masih kurang memenuhi kebutuhan software OPAL I. Data-data yang ada sebagian besar masih belum mencantumkan nilai LOD, bahkan nilai LOQ tidak dicantumkan sama sekali. Kedua nilai ini menurut WHO (2004) sangat diperlukan dalam software OPAL I untuk membuat asumsi-asumsi hasil pengujian yang “tidak terdeteksi”. Dengan tidak tersedianya kedua nilai tersebut akan sangat sulit menentukan beberapa parameter statistik seperti mean, median, standar deviasi dan 90th percentile jika terdapat data yang “tidak terdeteksi”. Parameter statistik tersebut sangat diperlukan dalam proses analisis data dengan pendekatan kajian risiko. Jumlah sampel yang diuji belum cukup untuk menjamin validitas data, bahkan ada yang hanya terdiri dari satu sampel. Hal ini juga menyulitkan dalam hal penentuan parameter statistiknya. Masalah lain berkaitan dengan kualitas data kontaminan adalah data yang diperoleh bukan didasarkan atas kegiatan sampling tetapi kebanyakan menggunakan data pihak yang ingin mengujikan produknya, sehingga pada saat entry data yang dimasukkan dalam periode sampling adalah waktu pada saat sampel diterima karena diasumsikan dekat dengan
waktu sampling. Data hasil monitoring ini belum bersifat representatif karena monitoring yang melibatkan perusahaan biasanya hanya bertujuan untuk pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan hal ini belum cukup akurat untuk digunakan sebagai penyedia data dalam kajian paparan (Leparulo-Loftus, 1992). Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut mengenai hasil monitoring kontaminan pangan baik pada pangan segar maupun semi olahan yang melibatkan stakeholder terkait secara terpadu sehingga dapat dihasilkan database kontaminan pangan secara nasional. Seperti halnya pada data BTP, keterpaduan tersebut perlu didukung dengan adanya protokol survei sehingga hasil monitoring dari masing-masing stakeholder nantinya dapat diintegrasikan untuk selanjutnya dianalisis dan dihasilkan informasi yang berguna untuk kajian risiko.
C. DATABASE KONTAMINAN DENGAN GUIDELINE PRIORITAS UTAMA PANGAN DAN KONTAMINAN MENURUT GEMS/FOOD Keluaran software OPAL I juga dibandingkan dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD (Lampiran 5). Daftar GEMS/FOOD prioritas utama pangan dan kontaminan ini telah digunakan sebagai referensi bagi sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia dalam rangka harmonisasi untuk program TDS (Total Diet Study). Tetapi dalam prakteknya masih harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing negara karena tidak semua kontaminan relevan bagi negara tertentu. Misalnya kontaminan patulin pada jus apel yang tidak menjadi prioritas bagi Indonesia karena masyarakat Indonesia tidak mengkonsumsi jus apel dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu ketika akan merintis program TDS, penggunaan parameter uji harus dilakukan pengkajian ulang (Badan POM, 2004b). Tabel 13 menggambarkan kesesuaian pengujian yang ada di Indonesia selama ini dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hanya sebagian kecil data hasil pengujian yang sesuai dengan prioritas GEMS/FOOD. Penentuan prioritas ini didasarkan atas ada tidaknya informasi mengenai toksisitas, nilai
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD No.
Jenis No. Kontaminan
1.
Aldrin
2.
3.
4.
Dieldrin
DDT (p,p’dan o,p’- )
TDE (p,p’-)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bahan Pangan Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia Air Susu Ibu (ASI)
Metode Pengujian/Pustaka KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG /
KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi)
Data Badan POM X X X X
√ X X X X X
√ X X X X X
√ X X X X X
X X
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan) No.
Jenis No. Kontaminan
5.
DDE (p,p’dan p,o’-)
6.
7.
8.
Endosulfan (α, β dan sulfat)
Endrin
Heksakloro sikloheksan (α, β dan γ )
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bahan Pangan Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan* Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan* Serealia* Air Susu Ibu (ASI)
Metode Pengujian/Pustaka KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG / KG /
KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi)
Data Badan POM X X X X
√ X X X √ X
√ X X X X X
√ X X X X √ √ X
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan) No.
Jenis Kontaminan
No. Bahan Pangan
Metode Pengujian/Pustaka
9.
Heksakloro benzen
1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5.
KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-9 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) KG / KOMPES 1997, Metode 6-6 (modifikasi) AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) AOAC Official Method 983.21 (modifikasi) AOAC Official Method 983.21 (modifikasi)
10.
11.
12.
Heptaklor
Heptaklor epoksida
PCB
Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan Serealia* Air Susu Ibu (ASI) Susu Butter (mentega susu) Minyak dan lemak hewan Ikan* Serealia*
Data Badan POM X X X X
√ X X X X X
√ X X X X X
√ X X X X √ √
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)
No.
Jenis Kontaminan
No. Bahan Pangan
Metode Pengujian/Pustaka
13.
Timbal
14.
Kadmium
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1 2 3 4
15. 16.
Merkuri / Hg Aflatoksin
AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 AAS/ICPS / SNI – 19-2896-1998 (AAS/ICPS) – HVG / SNI – 19-2896-1998 (modifikasi) KCKT/ MA PPOMN KCKT/ MA PPOMN No. 06/MA/01, MA PPOMN th 2004 KCKT/ MA PPOMN No. 06/MA/01, MA PPOMN th 2004 KCKT/ MA PPOMN No. 06/MA/01, MA PPOMN th 2004 KCKT / MA PPOMN No. 06/MA/01
1. 2. 3. 4. 5.
Susu* Daging segar/ kalengan* Ginjal Serealia* Buah segar /kalengan* Jus buah* Bumbu-bumbuan Makanan bayi Air minum* Ginjal Moluska (hewan lunak) Crustacea (udang-udangan) Serealia Ikan* Susu Pati jagung Kacang tanah* Kacang-kacangan lainnya Manisan buah kering
Data Badan POM √ √ X √ √ √ X X √ X X X X √ X X √ X X
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan) No.
Jenis
No.
Bahan Pangan
Metode Pengujian / Pustaka
Data Badan
Kontaminan 17.
18.
19.
Diazinon
Fenitrotion
Malation
POM 1
Serealia*
2
Buah*
3
Sayur-sayuran
4
Air minum
1
Serealia*
2
Buah*
3
Sayur-sayuran
4
Air minum
1
Serealia*
2
Buah
3
Sayur-sayuran
4
Air minum
√
KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands. KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi). KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands. KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi) KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands. KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi)
√ X X √ √ X X √ X X X
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan) No.
Jenis
No.
Bahan Pangan
Metode Pengujian / Pustaka
Data Badan
Kontaminan 20.
21.
22.
Paration
Metil paration
Metil pirimiphos
POM 1
Serealia
2 3 4
Buah Sayur-sayuran Air minum
1
Serealia
2 3 4
Buah Sayur-sayuran Air minum
1
Serealia
2 3 4
Buah Sayur-sayuran Air minum
KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands. KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 (modifikasi) KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands. KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3 KG / General Inspectorate for Health Protection, Ministry of Public Health, Warefare Sport, The Netherlands. KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / Metode Analisis PPOMN No. 14/MA/01 ; Kompes 1997 KG / USAID-EPA-FDA (Pesticides Laboratory Training Manual), Chapter 3
Tabel 13. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam pangan menurut prioritas GEMS/FOOD (lanjutan)
X X X X X X X X X X X X
No.
Jenis Kontaminan
No.
23.
Arsen anorganik
1
Bahan Pangan Serealia*
Metode Pengujian/Pustaka
Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989. 2 Buah Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989. 3 Sayur-sayuran* Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989. 4 Air minum* Spektrofotometri / MA PPOM No 46/MA/90; MA Analisa Racun dalam Makanan 1989. Sumber: Data diolah dan diadaptasi dari PPOMN dan Badan POM (2004) Keterangan: √ Data tersedia di Badan POM X Data tidak tersedia di Badan POM * Data sesuai dengan prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD
Data Badan POM √ X √ √
health reference seperti PTWI/PTDI, serta data konsentrasi kontaminan yang akan menjadi fokus kajian (WHO, 2003c; Sparringa, personal communication. 2006).
D. METODE ANALISIS YANG DIGUNAKAN OLEH PPOMN DALAM MENDETEKSI ADANYA KONTAMINAN DALAM PANGAN Beberapa metode analisis yang digunakan oleh PPOMN untuk menguji adanya kontaminan dalam pangan adalah kromatografi gas, kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC), dan spektrofotometri. Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen-komponen organik yang bersifat volatil, dalam hal ini adalah residu pestisida termasuk PCB, dan HPLC digunakan untuk mendeteksi aflatoksin pada susu dan kacang-kacangan. Hal ini sesuai dengan kemampuan kromatografi dalam memisahkan suatu campuran kemudian mengidentifikasi sekaligus menentukan jumlahnya dalam satu operasi, dengan sedikit bahan analisa (1 mikroliter), dan dalam waktu yang tidak terlalu lama (Harjadi, 1986; Kegley dan Laura, 1998; Syarief et al., 2003). Sedangkan spektrofotometri digunakan untuk mendeteksi adanya Pb, Cd, Hg, dan As pada sejumlah pangan yang diuji dan hal ini sesuai dengan peranan spektrofotometri yang sangat penting dalam analisa unsur, terutama unsur logam (Harjadi, 1986). Beberapa parameter uji dalam prioritas utama pangan dan kontaminan GEMS/FOOD telah dilakukan oleh PPOMN, tetapi beberapa metode masih belum diverifikasi (Badan POM, 2004b). Contoh metode yang belum diverifikasi tersebut adalah metode analisis kromatogarafi gas untuk pengukuran kontaminan aldrin, dieldrin, DDT (p,p’-dan o,p’-), DDE (p,p’ dan p,o’), endrin, heksaklorobenzen, heptaklor, dan heptaklor epoksida pada susu, butter (mentega susu), minyak dan lemak hewan, ikan dan air susu ibu. Kemampuan PPOMN dalam analisis kontaminan dalam bahan pangan secara lebih rinci disajikan pada Tabel 13 di atas.
E. PEMANFAATAN
DATABASE
KONSENTRASI
BTP
DAN
KONTAMINAN HASIL MONITORING BADAN POM RI Database konsentrasi BTP dan kontaminan belum dapat diaplikasikan untuk kajian risiko khususnya dalam menyediakan data konsentrasi untuk kajian paparan. Data-data hasil monitoring tersebut umumnya hanya bisa diolah pada tahap identifikasi bahaya saja sehingga belum bisa digunakan oleh Tim Teknis Keamanan Pangan Nasional dalam mendukung program keamanan pangan nasional. Data-data tersebut masih perlu ditindaklanjuti dengan kajian paparan untuk menentukan karakterisasi risiko jika karakterisasi bahayanya ada. Rekomendasi lebih lanjut dibutuhkan untuk memperbaiki sistem monitoring yang ada di Indonesia. Rekomendasi tersebut antara lain perlu adanya protokol survei yang merupakan pedoman untuk melakukan survei yang benar berikut parameter-parameter analisis yang penting dalam kajian paparan sehingga data-data di masa mendatang lebih bisa diaplikasikan untuk kajian risiko. Dukungan dan kerjasama dari stakeholder lain juga sangat diperlukan untuk memantapkan peran serta Badan POM RI sebagai leading sector dalam bidang keamanan pangan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Database konsentrasi BTP disusun dari hasil monitoring yang telah dilakukan oleh 21 Balai/Balai Besar POM di Indonesia dan terlaporkan pada PPOMN. Sedangkan untuk database kontaminan pangan, data-data yang ada umumnya masih melibatkan pihak yang ingin mengujikan produknya di PPOMN. Berdasarkan hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21 Balai/Balai Besar POM di seluruh Indonesia, terdapat 17,065 data dengan rincian sebanyak 14,010 data merupakan data aditif yang dilegalkan untuk pangan (BTP) dan sebanyak 3,055 data merupakan data aditif ilegal. Jenis BTP yang dimonitor masih terbatas pada pemanis buatan (sakarin, siklamat dan aspartam), pengawet (sorbat dan benzoat), dan pewarna (Brilliant Blue, Brown HT, Erytrosin, Indigo carmine, Carmoisin, Sunset Yellow, Quinolin Yellow, Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazin dan Annato). Pada sejumlah pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, BTP tersebut antara lain benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Bahkan ditemukan adanya penggunaan aditif ilegal yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia yakni boraks, formalin, rhodamin B dan metanil yellow. Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter kontaminan oleh Badan POM RI dari tahun 1999-2004, terdapat 927 data parameter kontaminan. Kontaminan yang dianalisis meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin (2,3,7,8 TCDD). Pada sejumlah pangan segar dan semi olahan masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, kontaminan yang paling menonjol adalah aflatoksin pada kacang tanah dan produk olahannya. Oleh karena itu Badan POM RI sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam monitoring keamanan pangan dengan didukung oleh stakeholder lain perlu meningkatkan pengawasan terhadap pangan yang beredar dan jika diperlukan menindak tegas pihak yang terbukti melakukan pelanggaran. Untuk pemanis buatan, dengan adanya peraturan
baru tentang persyaratan penggunaannya dalam produk pangan yakni Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK. 00.05.5.1.4547 akan menjadi tantangan tersendiri bagi Badan POM RI untuk lebih memperketat pengawasan terhadap pemanis buatan dan data-data yang dibutuhkan selanjutnya harus bersifat kuantitatif. Database konsentrasi BTP dan kontaminan pangan yang telah diolah ternyata belum bisa dimanfaatkan untuk kajian risiko. Data-data tersebut umumnya hanya bisa diolah pada tahap identifikasi bahaya yang umumnya terbatas pada bahan tambahan ilegal, beberapa pengawet, pemanis buatan serta pewarna dan belum bisa dianalisis sampai tahap karakterisasi risiko. Hal tersebut disebabkan oleh kualitas data hasil monitoring yang belum sesuai untuk keperluan kajian risiko. Data-data yang ada umumnya bersifat kualitatif; parameter penting dalam analisis seperti nilai LOD dan LOQ tidak dicantumkan dalam laporan pengujian sehingga sulit untuk menentukan parameter statistiknya seperti mean, median, standar deviasi, dan percentile; sistem sampling yang masih belum seragam; jumlah sampel yang dianalisis belum cukup untuk menjamin validitas data; serta penentuan obyek yang akan disurvei belum mempertimbangkan kerangka sampel. Hal ini dimaklumi karena tujuan monitoring ditujukan untuk pengawasan pangan dalam rangka penindakan hukum (law enforcement) dan belum terintegrasinya program monitoring dan surveilan. Diperlukan data konsumsi individu secara nasional agar dapat digunakan untuk memperkirakan paparan kontaminan dan BTP dalam pangan. Diharapkan dengan penelitian ini, data-data hasil monitoring pada masa mendatang dapat diolah dan dianalisis sehingga interpretasi yang dihasilkan dapat diimplementasikan untuk kajian risiko. Hasil kajian risiko nantinya akan dapat digunakan sebagai landasan ilmiah (evidence base) bagi manajer risiko untuk menetapkan kebijakan khususnya yang berhubungan dengan masalah keamanan pangan.
B. SARAN 1. Untuk kegiatan monitoring selanjutnya, diperlukan adanya protokol survei sehingga data-data yang ada nantinya dapat diintegrasikan dan dianalisis dengan pendekatan kajian risiko. 2. Diperlukan adanya prioritas pangan dan BTP untuk monitoring di Indonesia sehingga hasil pengujian akan lebih terfokuskan. 3. Untuk monitoring kontaminan pangan diperlukan pengolahan dan analisis data dari stakeholder lain yang berwenang secara terpadu sehingga datadata antar stakeholder dapat diintegrasikan untuk selanjutnya dianalisis dengan pendekatan kajian risiko. 4. Diharapkan monitoring terhadap kontaminan disesuaikan dengan prioritas utama pangan dan kontaminan pangan menurut GEMS/FOOD. 5. Agar database kontaminan dan BTP yang nantinya akan disempurnakan lebih bermanfaat, harus diiringi dengan program survei konsumsi individu secara nasional sehingga dapat dimanfaatkan untuk kajian paparan kontaminan dan BTP.
DAFTAR PUSTAKA AGAL-BADAN POM. 2001. An Integrated Food Safety System-A Model for Indonesia. AGAL in Cooperation with National Agency of Drug and Food Control (Badan POM). Jakarta. Anonima. 2005. Bahaya di Balik Gurihnya Ikan Asin. http://www.kompas.com/kompascetak/0511/08/humaniora/2185594.htm (28 Desember 2005). Anonimb. 2006. Waspadai Pemicu Kanker di Makanan. http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=health&newsno=3453 (8 Februari 2006). Awad, E. M. dan M. H. Gotterer. 1992. Database Management. Boyd & Fraser Publishing Company. Massachussetts. Badan POM. 2001a. Prinsip-prinsip Analisis Risiko. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Badan POM. 2001b. Analisis Risiko Keamanan Mikrobiologis: Kajian Risiko Mikrobiologis. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Badan POM. 2004a. Sistem Keamanan Pangan Terpadu. http://www.pom.go.id/surv/index.asp (20 Desember 2005). Badan POM. 2004b. Final Report Review of Food Safety Risk Assessment Capacity. WHO Project INO FOS 001:EC-3/P-1. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Badan POM. 2005a. Cemaran Logam dalam Produk Pangan, Seri Monografi: Kajian Keamanan (05). Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Badan POM. 2005b. Modul Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Badan POM. 2005c. Manual Pelaksanaan Surveilan Keamanan Pangan dan Tindak Lanjut di Badan POM RI. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.
Badan POM. 2005d. Kategori Pangan Indonesia. Direktorat Standarisasi Produk Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Bordgroff, M. W. 1997. Surveillance of Foodborne Disease: What Are The Options?. Food Safety Issues. Food Safety Unit, World Health Organization. EU Scientific Co-operation, 1998. Report from the Commision on Dietary Food Additive Intake in the European Union. FAO. 1999. Special Report FAO/WFP Crop and Food Supply Assessment Mission to Indonesia. Global Information and Early Warning System on Food Agriculture. World Food Programme. http://www.fao.org/giews/english/alertes/1999/srins994.htm (30 Desember 2005). FAO. 2000. The Application of Risk Communication to Food Standards and Safety Matters. Economic and Social Department Food Agriculture Organization. http://www.fao.org/documents/show_cdr.asp?url_file=/docrep/005/x1271e /x1271e00.htm (20 Desember 2005). Fardiaz, D. 2001. Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya secara Total. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Hansen, S. C. 1979. Conditions for Use of Food Additives based on Budget Method for an Accepatable Daily Intake. Journal of Food Protection, 42, 429-434. Harjadi. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta. JECFA. 2001. Guidelines for the Preparation of Working Papers on Intake of Food Additives for the Joint FAO/WHO Expert Committe on Food Additives. Geneva. Switzerland. JECFA. 2004. Evaluation of Certain Food Additives and Contaminants: SixtyFirst Meeting of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, Geneva, WHO Technical Report series No.922. http://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/chemicals/mercury final.pdf (20 Juli 2005). Kegley, S. E. dan Laura J. Wise. 1998. Pesticides in Fruits and Vegetables. University Science Books. Sausalito, California.
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK. 00.05.5.1.4057 Tentang Batas Maksimum Aflatoksin dalam Produk Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. No. HK. 00.05.5.1.4547 Tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Leparulo-Loftus, M., Barbara, J.P. Christine, F.C., dan J.R. Tomerlin. 1992. Dietary Exposure Assessment in the Analysis of Risk from Pesticides in Foods di dalam Finley, et al., Food Safety Assessment. American Chemical Society. Washington DC. Malik, D. 2004. Zat Kimia Berbahaya dan Efeknya. http://www.dayakology.com/kr/ind/2004/107/utama.htm (9 Januari 2006). Maulany, R. 2005. Bahaya Formalin dalam Makanan. www.pom.go.id (16 Januari 2006). Nurrohmah, Adriani dan B. Setiawati. 1995. Penggunaan “Food Additive”, Seruling Pagi vol (4)2 desember. Jurusan GMSK, IPB. Bogor. Parker, T.C.B. dan R.B. Tompkin. 2000. Risk and Microbiological Criteria di dalam Lund, Barbara M. et al (eds) The Microbiological Safety and Quality of Food: Volume II. Aspen Publisher, Inc. Maryland. Peraturan Menteri Kesehatan RI. Nomor: 722/MenKes/Per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Petersen, B.J., Chaisson C.F., dan Douglass J.S. 1994. Use of Food Intake Surveys to Estimate Exposure to Nonnutrient, Am J Clin Nutr; 59 (suppl): 240S-244S. Rahayu, W.P., Halim, N., Slamet, B., dan Dahrul, S. 2003. Bahan Tambahan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Rahayu, W. P., Harsi, D. K., dan Roy A. S. 2004. Prinsip-Prinsip Analisis Risiko. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. ISBN 979-3446-34-X. Reilly, C. 1980. Metal Contamination of Food. Applied Science Publishers Ltd. London. Rowley, J. Dan J. Farrow. 2000. Organizing Knowledge: An Introduction to Managing Access to Information. Gower.
Slamet, R. 2004. Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Berbahaya pada Murid SD dengan Metode TDS. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sparringa, R. A. 2002. Pengantar Surveilan Keamanan Pangan Pangan di dalam Rahayu, et al. Surveilan Keamanan Pangan. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. Sparringa, R. A., Harsi, D. K., dan Winiati, P.R. 2004. Aplikasi Kajian Risiko Bahan Tambahan Pangan: Studi Kasus Penggunaan Pemanis Aspartam. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta. ISBN 979-3446-39-O. Sparringa, R. A. 2005. Personal Communication. Badan POM RI. Jakarta. Sparringa, R. A. 2006. Personal Communication. Badan POM RI. Jakarta. Syarief, R., La Ega, dan CC. Nurwitri. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. Diterbitkan atas kerjasama IPB Press dengan Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor. Syarifudin, A. 2004. Kajian Paparan Bahan Tambahan Pangan Berdasarkan Data Konsumsi Pangan Individu di Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tjahjadi, C. 1986. Pewarna Makanan. Dalam Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi (Food Additives). PAU Pangan dan Gizi IPB-PATPI-GAPMMI. Jakarta, 3-4 Oktober 1986. WHO. 1974. Sobic Acid and It’s Calcium, Potassium and Sodium Salts, Seventeenth Report of the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives, WHO Technical Report Series No.539. WHO. Geneva. WHO. 1985. Guidelines for the Study of Dietary Intakes of Chemical Contaminants, WHO Offset Publication No 87, WHO, Geneva. WHO. 1996. Drinking Water Guidelines and Standards. World Health Organiztion. Geneva, Switzerland. www.who.int/entity/water_sanitation_health/dwq/arsenicun5.pdf (15 Februari 2006). WHO. 1997a. Food Consumption and Exposure Assesment of Chemicals. Report of a FAO/WHO Consultations. Geneva. Switzerland.
WHO. 1997b. Guidelines for Predicting Dietary Intake of Pesticide Residues (Revised). Prepared by the Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme (GEMS/FOOD) in Collaboration with the Codex Committee on Pesticide Residues. Programme of Food Safety and Food Aid, WHO. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/pesticides/en/ (5 Desember 2005). WHO. 1999. GEMS/FOOD Total Diet Studies. Report of A Joint USFDA/WHO International Workshop on Total Diet Studies in Cooperation With the Pan American Health Organization. Food Safety Programme, Department of Protection of the Human Environment, WHO. Kansas City, Missouri, USA. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/en/tds_aug1999.pdf (28 Desember 2005). WHO. 2000a. Methodology for Exposure Assessment of Contaminants and Toxins in food. World Health Organization. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/en/exposure_june2000 .pdf (2 Desember 2005). WHO. 2000b. Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives Fifty-fifth Meeting 5-15 June 2000, Summary and Conclusions. World Health Organization. Geneva. www.who.int/entity/ipcs/food/jecfa/summaries/en/summary_55.pdf (15 Februari 2006). WHO. 2001. Guidelines for the Preparation of Working Papers on Intake of Foods Additives for the Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. WHO. Geneva. http://www.who.int/ipcs/food/jecfa/en/intake_guidelines.pdf (16 Januari 2006). WHO. 2002. GEMS/FOOD Total Diet Studies. Report of 2nd International Workshop on Total Diet Studies. Food Safety Programme, Department of Protection of the Human Environment, World Health Organization. Brisbane, Australia. http://www.euro.who.int/Document/fos/GEMS_SCrpt.pdf (3 Desember 2005). WHO. 2003a. Global Environment Monitoring System, Food Contamination Monitoring and Assessment Programme (GEMS/FOOD) “Instruction for Electronic Submission of Data on Chemical Contaminants in Food and the Diet”. Food Safety Department. World Health Organization. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/chem/en/gemsmanual.pdf (4 Juli 2005).
WHO. 2003b. GEMS/FOOD Regional Diets, Regional per Capita Consumption of Raw and Semi-processed Agricultural Commodities, Prepared by the Global Environment Monitoring System/Food Contamination Monitoring and Assessment Programme. Food Safety Department. WHO. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/chem/gems/en/index2.html (9 Desember 2005). WHO. 2003c. Methods Used for Health Risk Assessment. World Health Organization. Geneva. http://www.who.int/water_sanitation_health/wastewater/wsh0308chap4.pd f (26 Januari 2006). WHO. 2004. Operating Program for Analytical Laboratories for Contaminants in Food Commodities (OPAL I). Food Safety Programme, World Health Organization. Geneva. WHO. 2005a. Definition of risk analysis terms related to food safety. WHO. Geneva. http://www.who.int/foodsafety/publications/micro/riskanalysis_definitions /en/ (20 Desember 2005). WHO. 2005b. Formaldehyde in Drinking Water. World Health Organization Geneva. www.who.int/entity/water_sanitation_health/dwq/chemicals/formaldehyde 130605.pdf (1 Januari 2006). Wilson, C. L. dan S. Droby. 2001. Microbial Food Contamination. CRC Press. New York.
Lampiran 1. Kategori pangan GSFA KATEGORI PANGAN INDONESIA 01.0 01.1 01.1.1 01.1.1.1
01.1.1.2
01.1.2
01.2 01.2.1
01.2.1.1
01.2.1.2
01.2.2 01.3 01.3.1
01.3.2 01.3.3
01.4
Produk-Produk Susu, Kecuali yang Termasuk Kategori 02.0 Susu dan Minuman Berbasis Susu Susu dan Buttermilk Susu Susu Segar Susu Pasteurisasi Susu UHT Susu Steril Susu Skim Susu Rendah Lemak Susu Rekonstitusi Susu Rekombinasi Filled Milk (Susu Isi) Buttermilk Buttermilk (Tawar) Dadih Minuman Berbasis Susu Beraroma dan atau Difermentasi termasuk semua minuman siap minum berbasis susu dengan penambahan perisa (Contohnya Susu Coklat, Kakao, Eggnog, Minuman Yogurt, Minuman Berbasis Whey). Minuman Susu Beraroma Minuman Yogurt Berperisa Minuman Susu Fermentasi Berperisa Susu Fermentasi dan Produk Susu Hasil Hidrolisa Enzim Renin (Tawar) Susu Fermentasi (Tawar) termasuk semua produk susu fermentasi tawar, susu diasamkan (acidified milk), susu berkultur (cultured milk), yogurt yang tidak mengandung perisa atau pewarna Susu Diasamkan Susu Fermentasi Atau Susu Berkultur (Cultured Milk) Yogurt Yogurt Rendah Lemak Yogurt Tanpa Lemak Produk Susu Fermentasi (Tawar) yang Tidak Diberi Perlakuan Panas Setelah Proses Fermentasi Susu Fermentasi Tawar Tanpa Pemanasan Produk Susu Fermentasi (Tawar) yang Diberi Perlakuan Panas Setelah Proses Fermentasi Susu Fermentasi yang Dipanaskan Susu yang Digumpalkan dengan Enzim Renin (Tawar) Susu Kental dan Tiruannya Susu Kental (Tawar) Susu Evaporasi Susu Skim Evaporasi Susu Isi Evaporasi Krimer Minuman (Bukan Susu) Krimer Minuman (Bukan Susu) Susu Kental Manis (Tawar, Beraroma) dan Tiruannya Susu Kental Manis Susu Kental Manis dengan Lemak Nabati Susu Skim Kental Manis Susu Isi Kental Manis Krim Kental Manis Krim (Tawar) dan Sejenisnya, Termasuk Semua Krim Atau Krim Tiruan Berbentuk Cair, Semicair, atau Semipadat. Krim
01.4.1 01.4.2
01.4.3
01.4.4 01.5 01.5.1
01.5.2 01.5.3
01.6
01.6.1
01.6.2
01.6.2.1
01.6.2.2 01.6.2.3 01.6.3 01.6.4
01.6.4.1
01.6.4.2
01.6.5 01.6.6
Krim Pasteurisasi Krim “Whipping” atau “Whipped” atau Krim Rendah Lemak yang Disterilkan atau secara UHT Whipped Cream Krim Rendah Lemak Half and Half Krim “Whipping” (Whipping Cream ) Rendah Lemak Krim yang Digumpalkan Krim Asam Krim Asam yang Diasamkan Krim Tiruan Krim Tiruan Susu Bubuk dan Krim Bubuk dan Bubuk Tiruan (Tawar) Susu Bubuk dan Krim Bubuk (Tawar) Susu Bubuk Berlemak (Full Cream) Susu Bubuk Rendah Lemak dan Susu Bubuk Kurang Lemak Susu Bubuk Bebas Lemak atau Susu Skim Bubuk Krim Bubuk Susu dan Krim Bubuk Tiruan Campuran Susu dan Krim Bubuk Tawar dan Berperisa Campuran Susu dan Krim Bubuk Berperisa Susu Isi Bubuk Keju dan Keju Tiruan Keju Keju Tiruan Keju Tanpa Pemeraman (Keju Mentah) Keju Cottage (Cottage Cheese) : Keju Krim (Cream Cheese) Keju Mozzarella Keju Peram Keju Cheddar Keju Cheddar Rendah Sodium Keju Edam Keju Camembert: Keju Peram Total Keju Biru (Blue cheese) Keju Bata (Brick Cheese) Keju Gouda Keju Havarti Keju Brie Keju Parmesan Keju Swiss Kulit Keju Peram Bubuk Keju (Untuk Rekonstitusi Dalam Pembuatan Saus Keju) Bubuk Keju Keju Whey Keju Olahan Keju Olahan Keju Chedar Olahan Keju Olahan Tawar Keju Club Luncheon Keju Amerika (American Cheese) Keju Cold Pack Keju Olahan Berperisa Keju Neufchatel dan Sayuran Untuk Olesan Keju Pepper Jack (Keju Monterey Jack dan Potongan Lada) Keju Tiruan Keju Protein Whey
01.7
01.8
02.0 02.1 02.1.1
02.1.2
02.1.3
02.2 02.2.1 02.2.1.1
Makanan Pencuci Mulut Berbahan Dasar Susu (Misalnya Es Susu, Puding, Buah atau Yogurt Berperisa) Es Krim Yogurt Berperisa Es Susu Whey dan Produk Whey, Selain Keju Whey Whey Asam Bubuk Whey Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak (Tipe Emulsi Air Dalam Minyak) Lemak dan Minyak yang Tidak Mengandung Air Lemak Susu Anhidrat, Minyak Mentega Anhidrat, Minyak Mentega, Ghee Lemak Susu Anhidrat (AMF), Minyak Mentega Anhidrat dan Minyak Mentega Ghee Lemak dan Minyak Nabati Lemak dan Minyak Nabati Minyak Goreng (Frying oil atau frying fat) Minyak Masak atau Minyak Sayur (Cooking oil) Minyak Salad Vanaspati atau Minyak Samin (Vegetable Ghee) Minyak Inti Kelapa Sawit Mentah (CPKO) Minyak Inti Kelapa Sawit (Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil / RBDPKO) Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil / CPO) atau Pretreated Palm Oil Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Olein Sawit Mentah (Crude Palm Olein) Stearin Sawit Mentah (Crude Palm Stearin) Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Olein Refined Bleached Deodorized (RBD) Palm Stearin Minyak Kelapa Mentah atau Unrefined Coconut Oil Minyak Kelapa Jernih atau Refined Coconut Oil Minyak Kacang Tanah Minyak Jagung Minyak Kemiri Minyak Kedelai Minyak Wijen Minyak zaitun Minyak Safflower Minyak Biji Bunga Matahari Minyak Dedak atau Minyak Bekatul atau Minyak Katul Minyak Biji Kapas Minyak Kanola atau Rapeseed oil Mustardseed oil Lemak Babi, Lemak Sapi, Lemak Domba, Minyak Ikan Dan Lemak Hewani Lain Lemak Hewani Lemak Babi atau Lard Rendered Pork Fat Lemak Sapi Utama atau (Prime Beef Fat (Premier Jus atau Oleo Stock) Lemak Sapi Makan (Edible Beef Fat) Dripping atau Edible Tallow Secunda Beef Fat Suet Minyak Ikan Minyak Hati Ikan Cucut Boto Emulsi Lemak Terutama Tipe Emulsi Air Dalam Minyak Emulsi Yang Mengandung Lemak Sedikitnya 80% Mentega dan Konsentrat Mentega Mentega
02.2.1.2
02.2.2
02.3
02.4
03.0 04.0 04.1 04.1.1 04.1.1.1 04.1.1.2 04.1.1.3
04.1.2 04.1.2.1 04.1.2.2
04.1.2.3
04.1.2.4
04.1.2.5
04.1.2.6.1
04.1.2.7.1
04.1.2.8.1
Mentega Rekombinasi Margarin dan Produk Sejenis (Misalnya Campuran Mentega-Margarin) Margarin Campuran Margarin dan Mentega Emulsi yang Mengandung Lemak Kurang Dari 80% (Misalnya Minarin) Minarin (Minarine) Lemak Oles (Fat Spread) Emulsi Lemak Selain Kategori 02.2 Non-Dairy Toppings, Fillings, Frostings Non-Dairy Whipped Cream Makanan Penutup Atau Pencuci Mulut Berbasis Lemak Melorin atau Non-Dairy Ice Cream Non-Dairy Mousse Edible Ices (Es yang dapat dimakan) Buah-Buahan dan Sayuran (Termasuk Jamur, Umbi, Kacang-Kacangan Termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah Buaya), Rumput Laut, Biji-Bijian Buah-Buahan Buah-Buahan Segar Buah Segar Tanpa Perlakuan Disajikan Setelah Dipanen Buah-Buahan Utuh Segar Buah Segar Dengan Permukaan Diberi Perlakuan Buah Segar Kupas atau Potong Buah Olahan Buah Beku Buah Beku Buah Kering Buah Kering Buah Kering Campur Buah Kering Asin Kopra Kelapa Parut Kering Buah Dalam Cuka, Minyak dan Larutan Garam Buah Asin Asinan Buah Buah Dalam Kemasan (Pasteurisasi) Buah Dalam Kemasan Kolang Kaling Dalam Kemasan Koktil Buah Dalam Kemasan (Pasteurisasi) Jem, Jeli dan Marmalad Jem atau Selai Jeli Buah Marmalad Sitrus Produk Oles Berbasis Buah (Misalnya Chutney) Tidak Termasuk Produk Pada Kategori 04.1.2.5 Mango Chutney Sambal Buah-Buahan Buah Bergula Buah Bergula atau Buah Bersalut Gula atau Buah Berkristal Buah Berkristal Kulit Buah Bergula Bahan Baku Berbasis Buah-Buahan, Meliputi Bubur Buah, Puree, Topping Buah dan Santan Kelapa Bubur Buah (Fruit Pulp) Pasta Buah Saus Buah Saus Apel (Applesauce) Sirup Buah Santan
04.1.2.9
04.1.2.10
04.1.2.11 04.1.2.12
04.2 04.2.1 04.2.1.1
04.2.1.2
04.2.1.3 04.2.2 04.2.2.1
Pasta Kelapa Nata De Coco Utuh, Tidak Siap Konsumsi Makanan Penutup atau Pencuci Mulut (Dessert) Berbasis Buah Termasuk Makanan Pencuci Mulut Berbasis Air Berflavor Buah Dodol atau Lempok Buah Wajit Buah Geplak Manisan Buah Nata De Coco Dalam Kemasan Jeli Agar Sale Pisang Cincau Hijau Cincau Hitam Siwalan Produk Buah Fermentasi Pikel Plum Pikel Pear Pikel Plum dan Pear Tempoyak Produk Buah Untuk Isi Pastri Buah Yang Dimasak Keripik Pisang Keripik Sukun Keripik Nenas Keripik Nangka Keripik Salak Keripik Apel Sayuran (Termasuk Jamur, Akar, Umbi, dan Aloe Vera) Rumput Laut, Kacang-Kacangan dan Polong-Polongan Serta Biji-Bijian Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Segar Umumnya Bebas Dari Bahan Tambahan Pangan Sayuran (Termasuk Jamur, Akar Dan Umbi, Dan Aloe Vera) Rumput Laut, Kacang-Kacangan Dan Polong-Polongan Serta Biji-Bijian Segar yang Tidak Mengalami Pengolahan dan Didistribusikan Setelah Dipanen Sayuran Kacang - Kacangan Biji - Bijian Jamur Segar Baby Corn Singkong Umbi - Umbian Sagu Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji - Bijian Segar yang Permukaannya Dilapisi Glasir atau Lilin atau Diberi Perlakuan Dengan Bahan Tambahan Pangan Lain yang Dapat Berfungsi Sebagai Pelindung dan Membantu Mengawetkan Kesegaran dan Kualitas Sayuran Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Segar Yang Dikupas, Dipotong atau Dirajang (Sayuran, Kacang-Kacangan, Biji-Bijian Olah Minimal) Sayuran, Rumput Laut, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Olahan Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian Beku Sayuran Beku Buncis Beku Kacang Polong Beku Brokoli Beku Brussel Sprout Beku Bayam Beku Wortel Beku Jamur Beku
04.2.2.2
04.2.2.3
04.2.2.4
04.2.2.5
04.2.2.6
Biji Jagung Beku Jagung Bertongkol Beku Kentang Goreng Perancis Beku atau Frozen French Fries Terong Beku Ubi Beku Sayuran, Rumput Laut, Kacang-Kacangan, dan Biji-Bijian Kering Sayuran Kering Jamur Kering Sayuran Asin Kering Rumput Laut Kering Nori Kacang-Kacangan dan Polong-Polongan Kering Biji Bunga Matahari Emping Melinjo Mete Gelondong Biji Saga Biji Wijen Kentang Kering Serpih (Flakes) Tepung Tomat Tepung Bit Kuaci Sayuran dan Rumput Laut Dalam Cuka, Minyak, Larutan Garam atau Kecap Kedelai Jamur Dalam Minyak Zaitun atau Minyak Nabati Lain Sayuran Asin Jamur Asin Acar Jamur Acar Timun Mentah Acar Bawang Putih Acar Jahe Acar Cabai Acar Lobak Sayuran Dalam Kemasan, Botol atau Dalam Retort Pouch Sayuran Dalam Kemasan Tomat Dalam Kemasan Jagung Manis Dalam Kemasan Jamur Dalam Kaleng Asparagus Dalam Kaleng Wortel Dalam Kaleng Rebung Bambu Dalam Kaleng Kacang Polong (Green Peas) Dalam Kaleng Buncis Dalam Kaleng Manisan Rumput Laut Dalam Kemasan Lidah Buaya Dalam Kemasan Puree dan Produk Oles Sayuran, Kacang-Kacangan dan Biji-Bijian (Misalnya Mentega Kacang) Mentega Kacang (Peanut Butter) Bahan Baku dan Bubur (Pulp) Sayuran, Kacang-Kacangan Dan Biji-Bijian (Misalnya Makanan Penutup dan Saus Sayuran, Sayuran Bergula) Selain Produk Kategori 04.2.2.5 Pasta Tomat Bubur Tomat Puree Tomat Saus Tomat Saus Cabai Tahu Kembang Tahu
04.2.2.7
04.2.2.8
05.0 05.1 05.1.1
05.1.2 05.1.3
05.1.4
Produk Fermentasi Sayuran (Termasuk Jamur, Akar dan Umbi, KacangKacangan Dan Aloe Vera) dan Rumput Laut Pikel Sawi Asin Sauerkraut Jamur Fermentasi Pikel Mentimun Pikel Jahe Pikel Zaitun (Olives) Tauco Sayuran dan rumput laut yang dimasak Keripik Bayam Keripik Jamur Kancing Keripik Talas, Keripik Gadung, Keripik Singkong Keripik Ubi Jalar Keripik Kentang Emping Melinjo Goreng Keripik Tahu Rempeyek (Kacang Tanah, Kacang Hijau, Kedelai atau bahan lain) Sukro Kacang Atom Getuk Singkong Confectionery Produk Kakao dan Coklat Termasuk Coklat Imitasi dan Pengganti Chocolate Kakao Bubuk dan Kakao Massa/Ampas (Cake) Kakao Kakao bubuk Kakao bubuk untuk sarapan (Breakfast cocoa) Bubuk kakao dengan lemak sedang (Medium fat cocoa) Bubuk kakao rendah lemak(Lowfat cocoa) Kakao serpih (cocoa dust) Kakao bubuk super (cocoa fineness) Nib kakao Massa kakao/kakao dan cairan kental (liquor) coklat Kakao ampas (cake) Minuman kakao (drinking cocoa) Minuman coklat (drinking chocolate) Coklat instan Campuran Kakao (Sirup) Olesan Berbasis Kakao, Termasuk Isian (Filling) Lemak kakao (cocoa butter) Coklat pasta Olesan berbasis kacang-coklat (nut-chocolate based spread) Olesan coklat berbasis air (chocolate water-based spread) Lemak kakao untuk confectionery Produk Kakao dan Coklat Coklat Bonbon Truffles Coklat putih Coklat drop atau chip (Permen) coklat susu (Permen) coklat krim (Permen) coklat manis Bahan pelapis dari kakao manis dan lemak tanaman Coklat semi-manis atau coklat pahit-manis atau coklat hitam Coklat yang diisi (Filled chocolate) Coklat tawar (unsweetened chocolate)
05.1.5
05.2
05.3 05.4
06.0
06.1
Coklat pelapis (couverture chocolate) Coklat butir atau coklat vermicelli atau streusel Coklat serpih (flakes) Coklat susu flakes Coklat berflavor Coklat aerasi Coklat laminasi Coklat komposit Produk Coklat Imitasi, Pengganti Coklat Cocoa butter equivalent Pengganti lemak kakao laurat (lauric cocoa butter replacer/ substitute=cbs lauric) Pengganti lemak kakao non-laurat (nonlauric cocoa butter replacer/ substitute = cbs non-lauric) Carob coatings Coating dari lembaga gandum bebas lemak (deffated wheat germ coating) Confectionery Meliputi Permen Keras Dan Lunak, Nougats, Dll, Diluar Produk Pangan Kategori 05.1. Dan 05.4 Licorice Kembang gula keras / hard candy / boiled sweet Gulali Kembang gula lunak Permen Karamel Fudge Toffee Krokant / nugat (praline)/ brittles Butterscoth Nut Brittles atau permen enting-enting Marshmallow Nougat Enting-enting kacang gepuk Jelly pati (Starch jelly) Jelly Agar dan Gelatin Raw marzipan, Base Almond Paste Marzipan, Almond Paste Lozenges Hard gums Pastiles Gula kapas (cotton candy)/arumanis Permen Karet Kembang gula karet Dekorasi (Misalnya Untuk Bakery), Topping (Non-Buah) Dan Saus Manis Icing Frosting Saus Butterscoth Saus Coklat Serealia dan Produk-Produk Serealia yang Merupakan Produk Turunan Dari Biji Serealia, Akar-Akaran dan Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan, Polong-Polongan dan Empulur (Bagian dalam Batang Tanaman), Selain Produk-Produk Bakeri Pada Kategori Pangan 07.0 Biji-Bijian Utuh, Patahan, atau Serpihan Biji-Bijian dan Kacang-Kacangan Utuh Gabah Beras Pecah Kulit Beras Giling (Beras Sosoh) Beras Ketan Giling Beras Diperkaya Beras Pecah Kulit Pratanak
06.2 06.2.1
06.2.2
06.3
Beras Pratanak Emping Beras Serpihan Beras Pratanak Gandum Patah Gandum Hancur Jagung Pipil Oats Pearl Millet (Jewawut) Sorgum Kacang-Kacangan dan Polong-Polongan Kering Gaplek Tepung-Tepungan dan Pati-Patian Tepung Tepung Beras Tepung Beras Ketan Tepung Jagung Tepung Kacang Hijau Tanpa Kulit Tepung Kacang Hijau Utuh Tepung Kacang Merah Tepung Kedelai Tepung dan Semolina Gandum Durum Tepung dan Semolina Gandum Durum Utuh Tepung Pearl Millet (Jewawut) Tepung Sorgum Tepung Terigu Tepung Terigu Self-Raising Tepung Terigu Terklorinasi Tepung Gluten Terigu Tepung Terigu Tinggi Protein Tepung Terigu Utuh (Wholemeal Wheat Flour) Tepung Kulit Ari (Fine Bran) Tepung Singkong Tepung Umbi Lainnya (Tepung Kentang, Tepung Ubi Jalar, Tepung Garut, Tepung Ganyong dll.) Tepung Aren Pati-Patian Pati Garut Pati Jagung atau Maizena Pati Sagu Tepung Hunkwee Tapioka Dekstrin Pati Pragelatinisasi Pati Termodifikasi Serealia Untuk Sarapan, Termasuk Rolled Oats Bulgur Emping Jagung (Corn Flake) Meal Meal Lembaga Gandum (Wheat Germ Meal) Nasi Jagung Oatmeal Sereal Siap Saji Termasuk Sereal Sarapan Tiwul Whole Maize (Corn) Meal Degermed Maize (Corn) Meal Degermed Maize (Corn) Grits Gari
06.4
06.4.1
06.4.2
06.4.3
06.5
06.6
06.7
06.8
Pasta dan Mi Serta Produk Sejenisnya (Misalnya Rice Paper, Vermiseli Beras/Bihun) Pasta Produk Sejenis Pasta Pasta dan Mi Mentah Serta Produk Sejenisnya Mi Basah Mentah Kulit Pangsit Pasta dan Mie Kering Serta Produk Sejenis Bihun Kuetiaw Kering Makaroni Mi Kering Gandum Mi Kering Lainnya Produk Makaroni Diperkaya Produk Makaroni Diperkaya dengan Fortifikasi Protein Produk Makaroni Gandum Utuh Produk Makaroni Gandum dan Kedelai Produk Makaroni Susu Produk Makaroni Sayuran Produk Makaroni Sayuran yang Diperkaya Produk Makaroni Susu Tanpa Lemak Produk Makaroni Susu Tanpa Lemak Yang Diperkaya Produk Mi yang Diperkaya Produk Mi Gandum dan Kedelai Produk Mi Sayuran Produk Mi Sayuran yang Diperkaya Sohun Pasta dan Mie Pra-Masak Serta Produk Sejenis Bihun Instan Kuetiaw Instan Makaroni Instan Mi Basah Matang Mi Instan Gandum Mi Instan Lainnya Makanan Penutup Berbasis Serealia dan Pati (Misalnya Puding Nasi, Puding Tapioka) Tepung Custard Tepung Panir (Misalnya Untuk Melapisi Permukaan Ikan atau Daging Ayam) Tepung Bumbu Kue Beras (Jenis Oriental) Dodol Wajik Kue Berbahan Dasar Beras Lainnya Produk-Produk Kedelai Kecap Manis Kedelai Kecap Asin Kedelai Keju Kedelai Kembang Tahu Miso Nata De Soya Nato Tahu Tahu fermentasi Soygurt Susu Kedelai Tauco Tempe Kedelai
07.0 07.1 07.1.1
Produk Bakeri Roti dan Produk Bakeri Tawar dan Premix Roti dan Roti Kadet (Roll) Roti Roti Tawar Roti Putih Roti Susu, Roll Susu, Bun Susu Roti Meal Roti Rye Roti Pumpernickel Roti Wheat-Germ Roti Meal Utuh (whole meal) Roti Gandum Utuh (Whole Wheat) Roti Buah/Roti Kismis Roti Diperkaya Roti Kadet (Roll)
07.1.2
Krekers , Tidak Temasuk Krekers Manis Krekers Krekers Soda Produk Bakeri Tawar Lainnya (Misalnya Bagel, Pita, Muffin Inggris) Biskuit1 Bagel Roti Pita Muffin Inggris (English Muffin) Produk Serupa Roti Termasuk Roti Untuk Isi (Stuffing) dan Tepung/Panir Roti Crouton Tepung Panir Tepung Roti (Bread Crumb) Roti Untuk Stuffing Premix Untuk Stuffing Adonan Biskuit1 Roti dan Bun Kukus Roti dan Bun Kukus Mantao Bakpao Apem Kue Mangkok Bolu Kukus Premix Untuk Roti Dan Produk Bakeri Tawar Produk bakeri istimewa (manis, asin, gurih) Keik, Kukis dan Pai (Isi Buah atau Custard/Vla) Keik (cake), Kukis (cookies) dan Pai (pie) Keik (cake) Keik Mentega (Butter Cake) Keik Keju (Cheese Cake) Keik Pound (Pound Cake Atau Quatre Quarts) Pai Apel Biskuit (Manis)2 Atau Kukis Atau Sweet Crackers
Roti Soda
07.1.3
07.1.4
07.1.5
07.1.6 07.2 07.2.1
1
biskuit yang dimaksud disini adalah roti shortening yang dibuat dengan baking powder atau baking soda, bukan biskuit2 seperti dalam pengertian di Indonesia atau Inggris yang dalam kategori Codex dikelompokkan ke dalam kukis (cookies) atau krekers manis yang masuk kategori 07.2.1.
Biskuit Marie Roti Bagelen Wafer Kukis Kukis Gula Kukis Oatmeal Bika Ambon Serabi Pukis Kue Cucur Carabikang Cakue Odading/Kue Bantal Kue Ape Produk Bakeri Istimewa Lainnya (Misal Donat, Roll Manis, Scones, Dan Muffin) Donut Pastry Roti Manis Scone Muffin Amerika (American Muffin) Premiks Untuk Produk Bakeri Istimewa (Misalnya Keik, Panekuk) Premix Untuk Produk Bakeri Istimewa Daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, (Kerang, Bekicot atau Siput Laut), Crustacea (Kepiting dan Udang) dan Echinoderma (Teripang) Ikan dan Produk Perikanan Segar, Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Ikan Segar Sashimi Ikan Tuna Segar Untuk Sashimi Ikan Salmon Segar Untuk Sashimi Ikan Bawal Segar Ikan Kerapu Hidup untuk Konsumsi Moluska (Kerang, Bekicot), Crustacea (Kepiting Dan Udang), dan Echinoderma (Teripang) Segar Udang Segar Kepiting Hidup Tiram Lobster Hidup Untuk Konsumsi Ikan dan Produk Perikanan Lainnya Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Sudah Mengalami Pengolahan Ikan, Filet Ikan dan Produk Perikanan Meliputi Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Dibekukan Filet Ikan Ikan Beku Ikan Tuna Beku Cakalang Beku Ikan Layang Beku Ikan Layur Beku Stik Ikan Beku Stik Tuna Beku
07.2.2
07.2.3 08.0 09.0 09.1 09.1.1
09.1.2
09.2 09.2.1
2
biskuit disini adalah biskuit seperti dalam pengertian di Indonesia atau Inggris yang dalam kategori Codex dikelompokkan ke dalam kukis (cookies) atau krekers manis dan bukan biskuit yang dimasukkan pada kategori 7.1.3
09.2.2
09.2.3
09.2.4 09.2.4.1
09.2.4.2
09.2.4.3
Stik Meka Fillet Ikan Beku Filet Kakap Beku Filet Nila Merah Beku Filet Ikan Ekor Kuning Beku Tuna Loin Mentah Beku Blok Filet Ikan Beku Udang Beku Udang Kupas Mentah Beku Udang Kupas Rebus Beku untuk Sushi Ebi Lobster Beku Lobster Rebus Beku Cumi-Cumi Beku Daging Kerang Beku Daging Kepiting Rebus Beku Sotong Beku Gurita (Octopus sp) Utuh Beku Bekicot Beku Sirip Cucut Segar Beku Skalop Segar Beku Ikan, Filet Ikan dan Hasil Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Berlumur Tepung yang Dibekukan Stik Ikan, Bagian Ikan dan Fillet Ikan Berlapis Tepung (Breaded atau in Batter) yang Dibekukan Stik Ikan (Fish Finger) Udang Breaded Beku Nugget Ikan Nugget Udang Tempura Beku Hancuran dan Cairan atau Sari Ikan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Dibekukan Blok Hancuran Daging Ikan Beku Surimi Beku Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Dikukus atau Rebus dan atau Goreng Ikan dan Produk Perikanan Kukus atau Rebus Ikan dan Produk Perikanan Kukus atau Rebus Ikan Pindang Ikan Pindang Air Garam Ikan Pindang Garam Ikan Bandeng Presto Kamaboko Bakso Ikan Otak-Otak Fish Cake atau Kue Ikan Siomay Empek-Empek Pepes Ikan Moluska, Crustacea dan Echinoderma Rebus/Kukus Daging Rajungan Rebus Dingin Daging Kepiting Rebus Beku Lobster Rebus Beku Udang Kupas Rebus Beku untuk Sushi Ebi Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea, Echinoderma Goreng atau Panggang (Oven Atau Bara) Sambal Goreng Udang Keripik Kulit Ikan Abon Ikan
09.2.5
09.3 09.3.1
09.3.2
09.3.3
09.3.4 09.4
10.0 10.1
Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma yang Diasap, Dikeringkan, Difermentasi dengan atau Tanpa Garam Ikan Asap Ikan Kayu Ikan Asin Kering Ikan Teri Asin Kering Ikan Teri Nasi Setengah Kering Kerupuk Ikan Udang Kering Cumi-Cumi Kering Kerupuk Udang Ubur-Ubur Asin Teripang Kering Daging Kerang Abalon Kering Sirip Cucut Kering Sirip Ikan Hiu Kering Telur Ikan Terbang Kering Terasi Udang Pasta Ikan Petis Udang Bekasam Bekasang Masin Kecap Ikan Tepung Ikan Pasta Gonad Bulu Babi Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustaceans dan Echinoderma yang Semi Awet Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustaceans dan Echinoderma yang Direndam Dalam Bumbu (Marinated) dan atau Di Dalam Jelly Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustaceans dan Echinoderma yang Diolah Menjadi Pikel dan atau Direndam Dalam Larutan Garam Saus Tiram Pengganti Salmon, Caviar dan Produk Telur Ikan Lainnya Telur Ikan Caviar Red Caviar Golden Caviar Pengganti Caviar Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Crustacean dan Echinoderma Semi Awet (Contohnya Adalah Pasta Ikan) Ikan dan Produk Perikanan Awet, Meliputi Ikan dan Produk Perikanan yang Dikalengkan atau Difermentasi Ikan Kalengan Ikan Tuna Dalam Kaleng Udang Dalam Kaleng Kerang Dalam Kaleng Daging Rajungan Dalam Kaleng Tiram Dalam Kaleng Salmon Dalam Kaleng Sarden Dalam Kaleng Sarden Media Saus Tomat Bekicot Dalam Kaleng Telur dan Produk-produk Telur Telur Segar Telur Segar
10.2 10.2.1
10.2.2
10.2.3
10.3
10.4
11.0 11.1 11.1.1
11.1.2
11.1.3
11.1.3.1 11.1.3.2 11.1.4
Telur Ayam Segar Untuk Konsumsi Telur Ayam Rendah Kolesterol Telur Ayam Mengandung Omega Tiga Produk telur Produk Telur Cair Telur Cair Utuh Putih Telur Cair Kuning Telur Cair Produk Telur Beku Telur beku utuh Putih telur beku Kuning telur beku Produk-Produk Telur yang Dikeringkan dan atau Dipanaskan Hingga Terkoagulasi Tepung Telur Utuh Tepung Putih Telur Tepung Kuning Telur Telur yang Diawetkan Telur Asin Mentah Telur Asin Matang Telur Pindang Pidan atau telur hitam Halidan Dsaudan Telur Fermentasi Makanan Penutup Berbahan Dasar Telur (Misalnya Custard) Sarikaya Custard Custard Beku Tepung Custard Martabak Telur Pemanis, Termasuk Madu Gula Mentah Dan Gula Dimurnikan (Rafinasi) Gula Putih, Dekstrosa Anhidrat, Dekstrosa Monohidrat, Fruktosa Gula putih atau gula pasir (white sugar) Dekstrosa anhidrat (dextrose anhydrous) Dekstrosa monohidrat (dextrose monohydrates) Fruktosa Tepung Gula, Tepung Dekstrosa Tepung gula atau Gula Halus (icing sugar) Tepung dekstrosa atau Powdered dextrose (icing dextrose) Gula Putih Lunak (Soft White Sugar), Gula Merah Lunak (Soft Brown Sugar), Sirup Glukosa, Sirup Glukosa Kering (Dried Glucose Syrup), Gula Pasir Mentah Gula putih lunak atau Soft White Sugar Gula merah lunak atau Soft brown Sugar Sirup glukosa Glukosa Gula kristal mentah (raw sugar) Gula kristal rafinasi Sirup Glukosa Kering (Dried Glucose Syrup) Sirup Glukosa Kering (Dried glucose syrup) Sirup Glukosa Sirup Glukosa Laktosa Laktosa
11.1.5 11.2
11.3
11.4
11.5 11.6
12.0 12.1
12.2
Gula Kristal Putih (Plantation Or Mill White Sugar) Gula kristal putih (GKP/ plantation white sugar) Gula Merah, Tidak Termasuk Dalam Katagori Pangan Gula aren Gula palma Gula merah tebu Gula kelapa Gula semut Larutan Gula dan Sirup, Juga Gula Invert (Sebagian), Termasuk Treacle Dan Molases (Tetes Tebu) Sirup fruktosa (HFS) atau High Fructose Corn Syrup atau High Fructose Inulin Syrup Tetes tebu atau molases Gula invert Sirup fruktosa-glukosa atau High fructose glucose syrup Gula jagung atau corn sugar Gula dan Sirup Lainnya (Misal Xilosa, Sirup Maple, Gula Hias) Sirup tebu atau cane syrup Maple syrup Sirup shorgum atau Sorghum syrup Sirup meja atau table syrup Sirup Madu Madu Pemanis buatan Alitam Asesulfam-K Aspartam Neotam Natrium Sakarin Siklamat Sukralosa Garam, Rempah-Rempah, Sup, Saus, Salad, Produk-Produk Protein Garam Garam Garam Meja Garam Beryodium Garam Rendah Natrium Garam Diet Herba, Rempah-Rempah, Bumbu (Termasuk Pengganti Garam) dan Kondimen (Misalnya Bumbu Mi Instan) Adas Manis Adas Pedas Biji Adas Pedas Bubuk Asam jawa Allspice Asinan Jahe Basil Kering Basilla Bay Leaves Bawang Putih Bawang Merah (Shallot) Bawang Daun Serpihan Bawang Daun Biji Seledri Biji Wijen Biji Sawi/Biji Mustard Biji Sawi atau Biji Mustard Bubuk
Cabai Merah Segar Bubur Cabai Cabai Bubuk Caraway Chives Cengkeh Cengkeh Bubuk Cumin Biji Dill (Dill Seed) Dill Weed Fennel Fenugreek Fenugreek Bubuk Fuli Kering Fuli Bubuk Jahe Segar Jahe Kering Jahe Bubuk Jintan Jintan Manis Jintan Hitam Jintan Putih Jintan Bubuk Jintan Putih Bubuk Jintan Hitam Bubuk Kapulaga Biji Kapulaga Kapulaga Lokal Kapulaga (Cardamom) Amomum Biji Kapulaga (Cardamom) Amomum Kapulaga Bubuk Kapulaga (Cardamom) Amomum Bubuk Kayu Manis Kayu Manis Bubuk Kemiri Kencur Kencur Bubuk Ketumbar Daun Ketumbar Ketumbar Bubuk Kluwek Kunyit Kunyit Bubuk Lada Hitam Lada Hitam Bubuk Lada Putih Lada Putih Bubuk Lada Bubuk Campuran Lengkuas Lengkuas Bubuk Marjoram Mint Onion Oregano
12.3
12.4 12.5 12.5.1
12.5.2
12.6 12.6.1
12.6.2
12.6.3
Pala Pala Untuk Destilasi Pala Bubuk Parsley Paprika bubuk Rosemari Saga Saffron Star Anise Serpihan Seledri (Celery Flake) Temu Kunci Tarragon Thyme Rempah-rempah Bubuk Bubuk Kari Bumbu Siap Pakai Vinegar Cuka Fermentasi Cuka Makan Arak Masak (Angciu) Mustard Sup dan kaldu Sup Siap Saji dan Kaldu, Termasuk Kalengan, Botol dan Beku Sari Pati Ayam Kaldu dan Konsome Bubuk atau Campuran Untuk Sup dan Kaldu Sup Instan Sup Krim Instan Bumbu Rasa Sapi Bumbu Rasa Ayam Saus dan Produk Sejenis Saus Teremulsi (Misalnya Mayonnaise, Salad Dressing) Mayonnaise Salad Dressing French Dressing Burger Dressing Saus Non-Emulsi (Misalnya Kecap, Saus Tomat, Saus Keju, Saus Krim, Gravi Coklat) Kecap Manis Kedelai Saus Tomat Saus Cabai Saus Inggris Saus Keju (Cheese Sauce) Saus Tar Tar (Tar Tar Sauce) Saus Panggang (BBQ Sauce) Saus Worchester Saus Pizza Saus Spaghetti, Tomat Garlic Saus Lobak Saus Sate Saus Gado-gado Saus Tiram Saus Protein Nabati Terhidrolisis Saus Campuran Protein Nabati Terhidrolisis Bubuk Untuk Saus dan Gravies
12.6.4
12.7
12.8
12.9
13.0 13.1 13.1.1
13.1.2 13.2
13.3 13.3.1
13.3.2
Saus Bening (Misalnya Kecap Asin, Kecap Ikan) Kecap Kedelai Asin Kecap Ikan Minyak Wijen Produk Oles Untuk Salad (Misalnya Salad Makaroni, Salad Kentang) dan Sandwich, Tidak Mencakup Produk Oles Berbasis Coklat dan Kacang yang Termasuk Kategori Pangan 04.2.2.5 Dan 05.1.3 Kamir Dan Produk Sejenis. Ragi Roti Kering Ragi Tape Produk Protein Protein Nabati Produk Protein Kedelai Produk Protein Gandum Protein Nabati Terhidrolisis Hydrolised Vegetable Protein (HVP) Bubuk Kecap Susu Kedelai Tahu Kembang Tahu Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus Formula untuk bayi dan formula lanjutan Formula Bayi Formula Bayi Formula standar berbasis susu sapi (standard milk-based formulas) Formula Lanjutan Formula Lanjutan Makanan Bayi Dan Anak Dalam Masa Pertumbuhan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI): Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Bubuk Instan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Siap Santap Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Siap Masak Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) Biskuit Produk lain yang ada di pasar (junior food): mie, toddler Biskuit Makanan Diet Khusus Untuk Keperluan Kesehatan, Termasuk Untuk Bayi Dan Anak-Anak Makanan Diet Untuk Tujuan Medis Tertentu Bagi Orang Dewasa Makanan hipoalergenik Makanan Diet Bebas Gluten; Gluten Free Foods Makanan Diet Kurang Laktosa: Makanan Diet Rendah Laktosa Biskuit diet diabetes Makanan Diet Rendah Sodium Garam rendah sodium Makanan Diet sangat Rendah Sodium Susu bubuk diet diabetes Limun diet diabetes Sirup diet diabetes Makanan Diet Untuk Tujuan Medis Tertentu Bagi Bayi Dan Anak-Anak Formula khusus Formula kedelai (soy protein formulas Formula untuk bayi prematur Formula rendah laktosa MP-ASI bebas gluten
13.4
13.5
13.5
14.0 14.1 14.1.1 14.1.1.1
14.1.1.2
14.1.2
14.1.2.1
14.1.2.2 14.1.2.3
Formula Diet Untuk Pelangsing Dan Penurun Berat Badan Makanan formula sebagai makanan diet kontrol berat badan makanan kurang kalori Makanan rendah kalori Makanan tanpa kalori Makanan rendah lemak Makanan kurang gula Makanan bebas gula Teh pelangsing (teh diet) Makanan Diet (Suplemen Pangan Untuk Diet) Yang Tidak Termasuk Produk Kategori Pangan 13.1-13.4 Pangan untuk ibu hamil dan atau ibu menyusui Minuman ibu hamil dan atau ibu menyusui: Fromula Makanan Pengganti (Formulated Meal Replacements): Formula Makanan Pelengkap (Formulated Supplementary Foods Pangan Tambahan Untuk Olahraga (Formulated Supplementary Sports Foods): Suplemen Pangan Suplemen pangan (food supplement, dietary supplement): Suplemen herbal (herbal supplement): Minuman, Tidak Termasuk Produk Susu Minuman Ringan Tidak Beralkohol Air Minum Air Mineral Alami dan Air Sumber Air Mineral Alami Terkarbonasi Secara Alami (Naturally Carbonated Natural Mineral Water) Air Mineral Alami Terkarbonasi (Carbonated Natural Mineral Water) Air Mineral Alami yang Diperkaya Air Mineral Alami yang Didekarbonasi Penuh atau Sebagian Air Demineral Air Minum Dalam Kemasan Baik Yang Tidak Berkarbonat Maupun Berkarbonat Air Minum Dalam Botol Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Air Reverse Osmosis atau RO water atau NEWater Air Soda Air Berperisa atau Near Water Sari Buah dan Sari Sayuran Sari Buah Sari Buah Campuran Sari Sayuran Sari Buah yang Dikalengkan atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Sari Jeruk Nipis (Lime Juice) Sari Buah Apel Sari Buah Jeruk Besar (Grapefruit Juice) Sari Buah Jeruk Sari Buah Nenas Sari Buah Lemon Sari Buah Markisa Sari Buah Anggur Sari Buah Prune yang Dikalengkan (Canned Prune Juice) Sari Buah Blackcurrant Sari Sayuran Kaleng atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Sari Tomat Konsentrat Sari Buah Konsentrat Sari Buah Konsentrat Sari Buah Jeruk Konsentrat Sari Buah Apel Konsentrat Sari Buah Anggur
14.1.2.4 14.1.3 14.1.3.1
14.1.3.2 14.1.3.3 14.1.3.4 14.1.4
14.1.4.1
14.1.4.2
14.1.4.3
Konsentrat Sari Buah Anggur Manis Konsentrat Sari Buah Blackcurrant Konsentrat Sari Buah Nanas Konsentrat Sari Buah Nanas dengan Pengawet untuk Keperluan Industri Pangan Konsentrat Sari Sayuran Konsentrat Tomat Nektar Buah dan Nektar Sayuran Nektar Buah Nektar Buah yang Dikalengkan atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Nektar Buah Kecil Nektar Buah Campuran Nektar Aprikot-Peach-Pear Nektar Blackcurrant Nektar Buah Citrus Nektar Jambu Biji Nektar Sayuran Dikalengkan atau Dibotolkan (Pasteurisasi) Nektar Sayuran Konsentrat Nektar Buah Konsentrat Nektar Sayuran Minuman Berbasis Air Berperisa, Termasuk Minuman Olahraga atau Elektrolit dan Minuman Berpartikel Minuman Ringan Squash Crush Minuman Citrus Comminutes Lemonade dan ‘Fruit-Ades’ Lainnya Cordials Minuman Berkarbonat Minuman Elektrolit Minuman Isotonik Minuman Berkafein Formulasi (Formulated caffeinated Beverages) Minuman Berperisa Ginger Ale Sarsaparilla Root Beer Birch Beer Soda Krim (Cream soda) Minuman Citrus Minuman Kola Limun Minuman Tidak Berkarbonat, Termasuk Punches dan Ades Minuman Botanikal Iced Tea Minuman atau Sari Nira Minuman Konsentrat (Cair atau Padat) Minuman Squash Sirup Berperisa Iced Tea Instan Serbuk Minuman Berperisa Serbuk Minuman Rasa Jeruk Serbuk Minuman Tradisional Serbuk Jahe Serbuk Sekoteng Serbuk Bandrek Sirup Sirup Buah Minuman Dasar Elektrolit (Electrolyte Drinks Base) Konsentrat Lemonade Beku
14.1.5
14.2 14.2.1
14.2.2
14.2.3 14.2.3.1 14.2.3.2 14.2.3.3 14.2.4
14.2.5 14.2.6
14.2.7
Kopi, Kopi Substitusi, Teh, Seduhan Herbal, dan Minuman Biji-Bijian dan Sereal Panas, kecuali Cokelat Teh Hitam Teh Hijau Teh Wangi Teh Hijau Bubuk Teh Kering Dalam Kemasan Teh Hitam Celup Teh Wangi Celup Teh Hijau Celup Minuman Teh Dalam Kemasan Teh Instan Biji Kopi Kopi Bubuk Kopi Instan Kopi Campur Minuman Kopi Dalam Kemasan Minuman Beralkohol, Termasuk Minuman Serupa yang Bebas Alkohol atau Rendah Alkohol Bir dan Minuman Malt Bir Bir Hitam (Stout) Ale Malt Liqueur Cider dan Perry Cider atau Anggur Apel Perry Anggur Stillwine Anggur Sparkling dan Semi Sparkling Anggur Sparkling dan Semi Sparkling Anggur Fortifikasi dan Anggur Liqueur Anggur Fortifikasi Anggur Buah Anggur buah Anggur Beras Anggur Beras Ketan Anggur Brem Bali Anggur Sayuran (Vegetable Wine) Tuak Anggur Tonikum Kinina Mead, Anggur Madu Minuman Spirit yang Mengandung Etanol Lebih Dari 15% Minuman Spirit Brandy Brandy Buah Cognac Rum Whisky Gin Vodka Tequila Arak Genever Liqueur Minuman Beralkohol yang Diberi Aroma (Misalnya Minuman Bir, Anggur Buah, Minuman Cooler-Spirit, Penyegar Rendah Alkohol) Minuman Ringan Beralkohol
15.0 15.1
15.2
15.3
16.0
Anggur Rendah Alkohol Koktail Anggur (Wine Cocktail) Shandy Meat Wine Anggur Mengandung Temulawak Arak Anggur Mengandung Ginseng Makanan Ringan Siap- Santap Makanan Ringan – Berbahan Dasar Kentang, Serealia, Tepung Atau Pati (Dari Umbi-Umbian Dan Kacang-Kacangan) Keripik kentang Keripik Gadung Keripik singkong Keripik Ubi jalar Keripik tempe goreng Keripik tahu Keripik tales Keripik simulasi Opak Simping Slondok Pilus: Jagung berondong Jagung marning Jipang jagung Jipang ketan Kerupuk beras Kerupuk puli Kerupuk kerak Kerupuk intip Rengginang/ekivalen: Rempeyek Olahan Kacang-Kacangan, Termasuk Kacang Terlapisi Dan Campuran Kacang (Contoh: Dengan Buah Kering) Kacang garing Biji mete kupas Kacang Atom/sukro Kacang goyang Enting-enting kacang gepuk Jipang kacang tanah Makanan Ringan Berbasis Ikan Kerupuk Ikan Kerupuk Udang Pangan komposit (pangan yang tidak termasuk kategori 1-15)
Lampiran 3. Prosedur pengolah database BTP dan kontaminan dalam pangan olahan
PROSEDUR PENGOLAH DATABASE BTP DAN KONTAMINAN DALAM PANGAN OLAHAN
A. Langkah-langkah penggunaan program access untuk pengolahan database BTP:
Untuk membuka program access, pilih menu Start pada taskbar desktop Windows, klik Programs khususnya bagian Microsoft Access.
Pilih file open, cari file database BTP kemudian klik 2 kali sampai muncul tampilan menu utama seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Menu utama Menu utama terdiri dari 4 bagian yakni : -
Menu “tambah data” fungsinya untuk menambah data
-
Menu “edit data” fungsinya untuk mengubah data yang telah dimasukkan
-
Menu “report” fungsinya untuk melihat report secara keseluruhan
-
Menu “keluar” fungsinya untuk keluar dari program access
Untuk menambah data, pilih menu tambah data dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 2.
Masukkan data pada masing-masing text box dan jika terdapat informasi yang tidak tersedia maka dikosongkan. Untuk memasukkan data baru, klik pada bagian add record dan secara otomatis data yang sebelumnya dimasukkan akan tersimpan.
Gambar 2. Tampilan Form “tambah data”
Untuk mengubah data yang telah dimasukkan, pilih menu edit data dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Tampilan Form “Edit Data”
Untuk mencari data berdasarkan kategori yang diinginkan misalnya berdasarkan tempat sampling, klik pada box tempat sampling, kemudian pilih bagian find record, dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Tampilan menu “find record”
Ketik keyword pada bagian text box find what, kemudian tekan tombol find next dan akan muncul data sesuai dengan yang diinginkan.
Menggunakan Query Pada Access
Untuk mencari data berdasarkan kategori yang diinginkan, pilih queries pada tampilan Gambar 5, jika ingin melihat berdasarkan BTP, maka pilih queries “Berdasar BTP”, ketik BTP yang diinginkan kemudian klik OK dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 6.
Gambar 5. Tampilan “queries”
Gambar 6. Database pengujian BTP [Berdasar BTP: select query] B. Langkah-langkah penggunaan program access untuk database kontaminan pada pangan olahan sama dengan database BTP, hanya saja setelah Microsoft Access terbuka, pilih file open, dan cari file database kontaminan. Langkah selanjutnya sama dengan langkah-langkah penggunaan program access untuk database BTP.
Lampiran 4. Pedoman penggunaan software OPAL I
PEDOMAN PENGGUNAAN SOFTWARE OPAL I (OPERATIONAL PROGRAMS FOR ANALYTICAL LABORATORIES)
1. Pendahuluan OPAL (Operational Programs for Analytical Laboratories) adalah nama perangkat lunak (software) yang merupakan suatu sistem informasi berbasis komputer yang dikembangkan oleh WHO untuk membantu program GEMS/FOOD. Terdapat dua komponen OPAL yakni OPAL I yang digunakan untuk data kontaminan dalam pangan dan OPAL II yang digunakan untuk hasil TDS (Total Diet Study). Panduan ini hanya akan membahas petunjuk penggunaan software OPAL I. Informasi yang ditampilkan dalam OPAL tersusun secara teratur, dapat dipercaya dan relevan sehingga dapat menunjang pengambilan keputusan bagi para pengguna informasi tersebut.
2. Tujuan Buku Pedoman Penggunaan software OPAL I ini disusun dengan tujuan untuk memberi petunjuk tentang tata cara penggunaan software OPAL
yang
mencakup
instalasi
OPAL,
pengentrian
data,
dan
menampilkan laporan hasil pengolahan.
3. Rekomendasi sistem Spesifikasi
minimal
perangkat
keras
(hardware)
yang
direkomendasikan menjalankan program OPAL sebagai berikut: a. PC 486 atau 586, RAM 8 MB b. Harddisk 20 MB free disk space c. Mouse Perangkat lunak (software) yang dibutuhkan dalam untuk menjalankan program OPAL I adalah: a. Windows NT , Windows 95/98, Windows 2000
4. Instalasi OPAL I Untuk instalasi system ke dalam PC, langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Masukkan CD OPAL ke CD ROM, buka Windows Explorer dan cari file Setup.exe pada path CD ROM. Klik file Setup.exe dua kali selanjutnya akan muncul Gambar OPAL English Setup (Gambar 1).
Gambar 1. Jendela utama OPAL Setup b. Tekan tombol continue pada jendela tersebut, kemudian akan muncul kotak dialog OPAL ENGLISH Setup (Gambar 2).
Gambar 2. Kotak dialog OPAL Setup c. Tekan tombol OK, kemudian akan muncul tampilan kotak dialog OPAL ENGLISH Setup seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Kotak dialog OPAL Setup d. Klik pada bagian Typical dan tunggu beberapa saat selama proses instalasi berlangsung sampai muncul kotak pesan bahwa instalasi OPAL telah berhasil (Gambar 4).
Gambar 4. Kotak pesan OPAL Setup e. Tekan tombol OK dan software OPAL telah terinstal pada komputer anda. 5. Memulai dan menggunakan program OPAL Untuk memulai OPAL ikuti langkah-langkah berikut: a. Sebelum software dapat dipakai, akan muncul kotak pesan seperti pada Gambar 5.
Gambar 5. Kotak pesan OPAL-Locate OPAL1VxD.MDB b. Tekan tombol OK dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 6. Pilih Opal1vxd lalu tekan tombol Open. Software siap digunakan.
Gambar 6. Kotak dialog OPAL-Where is OPAL0VxE.MDB c. Untuk memulai OPAL tekan tombol Start pada taskbar desktop Windows, sorot pilihan Programs, kemudian sorot OPAL ENGLISH SOFTWARE khususnya pada bagian OPAL I. d. Bagian-bagian dari jendela utama OPAL dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Tampilan awal software OPAL I e. Menu utama yang terdapat dalam OPAL I sebagai berikut: i. Contaminants/Food List Menu Contaminants/Food List terdiri atas dua pilihan yaitu: -
Contaminant List yang berisi daftar kontaminan beserta kodenya yang telah didesain oleh WHO.
-
Food List yang berisi daftar kelompok pangan beserta kodenya yang telah disesain oleh WHO. Daftar kelompok pangan ini selalu diupdates, sehingga jika ada informasi terbaru pengguna harus menghubungi GEMS/FOOD.
ii. Data Management Menu data management terdiri dari dua tipe data kontaminan : -
Aggregated data Data yang dimasukkan menggambarkan satu kontaminan tertentu dalam satu food item di suatu negara dalam satu periode sampling. Cara menggunakan form ini adalah sebagai berikut:
Klik tombol “aggregated” dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Tampilan untuk “Aggregated data”
Klik bagian “data entry” untuk memasukkan data dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 9.
Gambar 9. Tampilan elemen data entry untuk agregated data
Komponen-komponen yang ada dalam tampilan data entry untuk aggregated data antara lain: a) serial number of the record yang merupakan kode yang telah didesain oleh GEMS/FOOD untuk monitoring kontaminan pangan di suatu negara tertentu (WHO Collaborating Centre for Food Contamination Monitoring), b) date of record creation yang merupakan waktu pada saat entry data, meliputi tanggal, bulan dan tahun, c) country providing the record yang menunjukkan negara dimana produk yang diuji tersebut dipasarkan, d) food identifier yang merupakan kode untuk pangan tertentu yang
telah
didesain
oleh
CAC
(Codex
Alimentarius
Commission), e) food origin yang merupakan negara asal produk jika produk yang diuji merupakan produk impor, f) time period of food sampling yang merupakan periode sampling, terdiri dari tanggal, bulan dan tahun sampling, g) representativeness of the samples yang menunjukkan kualitas data yang dikumpulkan, ditulis dengan kode sebagai berikut: SW untuk data yang bersifat statistik dan mewakili seluruh wilayah negara SP
untuk data yang bersifat statistik dan mewakili sebagian wilayah negara
NW untuk data yang bersifat non statistik dan sampel diambil dari seluruh wilayah negara NP untuk data yang bersifat non statistik dan sampel diambil dari sebagian wilayah negara h) number of laboratories participating samples analysis yang menunjukkan jumlah laboratorium yang terlibat dalam pengujian, i) indicator of analytical quality assurance yang menunjukkan akreditas laboratorium yang terlibat dalam analisis,
j) contaminant identifier yang menunjukkan jenis kontaminan yang ada dalam suatu kelompok pangan tertentu, k) unit of reporting for contaminant levels yang menunjukkan unit atau satuan konsentrasi kontaminan, ditulis dengan kode sebagai berikut: 1
mg/kg (miligram per kilogram)
2
µg/kg (mikrogram per kilogram)
3
ng/kg (nanogram per kilogram)
4
pg/kg (pikogram per kilogram)
R
Bq/kg (becquerel per kilogram)
l) LOD (Limit of Detection) yang menunjukkan konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dideteksi oleh alat, terdiri dari dua nilai LOD yakni LOD min dan LOD max. Keduanya digunakan jika jumlah laboratorium yang terlibat dalam pengujian lebih dari satu. Jika hanya satu laboratorium maka nilai keduanya sama, m) LOQ
(Limit
of
Quantification)
yang
menunjukkan
konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dihitung, terdiri dari dua nilai LOQ yakni LOQ min dan LOQ max.
Keduanya digunakan jika jumlah laboratorium yang
terlibat dalam pengujian lebih dari satu.
Jika hanya satu
laboratorium maka nilai keduanya sama, n) basis for the analytical values yang menunjukkan basis data, ditulis dengan kode sebagai berikut : F
fat content
D
dry weight
A
as is (raw, fresh)
C
as consumed
o) number of samples analyzed yang menunjukkan jumlah sampel yang dianalisis,
p) number of samples with concentration below limit of quantification yang menunjukkan jumlah sampel yang konsentrasinya dibawah LOQ, q) Range
of
quantified
analytical
concentrations
yang
menunjukkan selang nilai konsentrasi yang terkuantifikasi, terdiri
dari
minimum
concentration
dan
maximum
concentration, r) mean concentration yang menunjukkan nilai rata-rata konsentrasi kontaminan dari sejumlah sampel yang diuji, terdiri dari mean lower bound, mean upper bound, dan mean best estimated, s) median concentration yang menunjukkan nilai median konsentrasi kontaminan dari sejumlah sampel yang diuji. Form ini hanya akan diisi jika nilai konsentrasi yang terkuantifikasi jumlahnya lebih dari 50% dari jumlah sampel yang diuji, t) 90th percentile concentration, form ini dikosongi jika lebih dari 90% sampel yang diuji mempunyai nilai konsentrasi yang tidak terkuantifikasi, u) standard deviation, form ini dikosongi jika lebih dari 50% sampel yang diuji mempunyai nilai konsentrasi yang tidak terkuantifikasi, v) confidentially data yang menunjukkan sifat kerahasiaan data, w) remarks/reference yang merupakan catatan yang berhubungan dengan data.
Seluruh data dimasukkan satu per satu dan jika terdapat
informasi
dikosongkan.
yang
tidak
tersedia
maka
Untuk memasukkan data baru maka
dipilih “new record” dan secara otomatis data yang sebelumnya dimasukkan akan tersimpan.
-
Individual measurement Data yang dimasukkan menggambarkan adanya kontaminan dalam satu sampel pangan. Cara menggunakan form ini adalah sebagai berikut:
Klik tombol “individual measurements” dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 10
Gambar 10. Tampilan untuk “Individual measurements”
Klik bagian “data entry” untuk memasukkan data dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 11.
Gambar 11. Tampilan elemen data entry untuk individual measurement Komponen-komponen yang ada dalam tampilan data entry untuk individual measurements antara lain : a) serial number of the record yang merupakan kode yang telah didesain oleh GEMS/FOOD untuk monitoring kontaminan pangan di suatu negara tertentu (WHO Collaborating Centre for Food Contamination Monitoring), b) date of record creation meliputi tanggal, bulan dan tahun, c) country providing the record yang menunjukkan negara dimana produk yang diuji tersebut dipasarkan, d) food identifier yang merupakan kode untuk pangan tertentu yang
telah
Commission),
didesain
oleh
CAC
(Codex
Alimentarius
e)
food origin yang merupakan negara asal produk jika produk yang diuji merupakan produk impor,
f) date of food sampling yang merupakan waktu pada saat dilakukan sampling, terdiri dari tanggal, bulan dan tahun sampling, g) representativeness of the samples yang menunjukkan kualitas data yang dikumpulkan, ditulis dengan kode sebagai berikut: SW untuk data yang bersifat statistik dan mewakili seluruh wilayah negara SP
untuk data yang bersifat statistik dan mewakili sebagian wilayah negara
NW untuk data yang bersifat non statistik dan sampel diambil dari seluruh wilayah negara NP untuk data yang bersifat non statistik dan sampel diambil dari sebagian wilayah negara h) identification number of laboratory performing samples analysis yang menunjukkan jumlah laboratorium yang terlibat dalam pengujian, i) indicator of analytical quality assurance yang menunjukkan akreditas laboratorium yang terlibat dalam analisis, j) confidentially data yang menunjukkan sifat kerahasiaan data, k) remarks/reference yang merupakan catatan yang berhubungan dengan data, l) contaminant identifier yang menunjukkan jenis kontaminan yang ada dalam suatu kelompok pangan tertentu, m) unit of reporting for contaminant levels yang menunjukkan unit atau satuan konsentrasi kontaminan, ditulis dengan kode sebagai berikut: 1
mg/kg (miligram per kilogram)
2
µg/kg (mikrogram per kilogram)
3
ng/kg (nanogram per kilogram)
4
pg/kg (pikogram per kilogram)
Bq/kg (becquerel per kilogram)
R
n) LOD (Limit of Detection) yang menunjukkan konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dideteksi oleh alat, o) LOQ
(Limit
of
yang
Quantification)
menunjukkan
konsentrasi terkecil dari kontaminan yang masih dapat dihitung, p) basis for the analytical values yang menunjukkan basis data, ditulis dengan kode sebagai berikut: F
fat content
D
dry weight
A
as is (raw, fresh)
C
as consumed
q) result yang menunjukkan konsentrasi kontaminan yang ada dalam pangan tertentu yang diukur secara individual.
Seluruh data dimasukkan satu per satu dan jika terdapat
informasi
dikosongkan.
yang
tidak
tersedia
maka
Untuk memasukkan data baru maka
dipilih “new record” dan secara otomatis data yang sebelumnya dimasukkan akan tersimpan. Data-data
yang
dimasukkan
dalam
individual
measurements secara otomatis bisa ditransfer ke dalam agregated data. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
Tekan tombol contaminants/food data khususnya bagian agregate (Gambar 10). Setelah itu akan muncul tampilan seperti pada Gambar 12.
Nomor seri pertama dari data yang telah dimasukkan dalam individual measurements, basis data dan periode sampling dimasukkan ke dalam kolom masing-masing, begitu
juga
dikehendaki.
dengan
country
dan
origin
yang
Tekan tombol agregation dan secara otomatis data akan ditransfer kedalam agregated data.
Gambar 12. Tampilan agregate screen Agregate screen ini fungsinya mengkalkulasi parameter statistik seperti mean, median, standar deviasi dan percentile (WHO, 2004). Prosedur kerjanya akan sangat tergantung pada tersedianya informasi tentang nilai LOD dan LOQ. Kedua nilai ini sangat diperlukan untuk memperkirakan beberapa parameter statistik seperti mean, median, standar deviasi dan percentile dengan membuat asumsi-asumsi ketika hasil analisa menunjukkan nilai ”tidak terdeteksi”. Terdapat empat asumsi menurut WHO, 2004 yakni: (i)
jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak ≤ 50 % dari data yang tersedia, maka hasil yang kurang dari LOQ tersebut nilainya dianggap sebesar LOQ/2 (jika LOQ yang
dilaporkan >0) atau sebesar LOD/2 (jika LOQ=0 tetapi LOD>0), dalam kasus ini nilai rata-rata (best estimated) langsung dapat dikalkulasi sesuai dengan modifikasi tersebut, akan tetapi untuk mencari nilai median dan 90th percentile, nilai yang kurang dari LOQ dianggap 0, dan parameter standar deviasi dikalkulasi dari nilai yang terkuantifaksi saja tanpa memperhitungkan nilai yang kurang dari LOQ, (ii)
jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak > 50% dan <=60% dari data yang tersedia, maka asumsi sama dengan asumsi (i) hanya saja untuk parameter median dan standar deviasi tidak dikalkulasi (dikosongi),
(iii) jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak > 60% dan < 90% dari data yang tersedia, maka terdapat dua nilai rata-rata yakni mean lower bound (mean lb) dan mean upper bound (mean ub). Mean lower bound adalah nilai mean yang dikalkulasi setelah semua hasil yang kurang dari LOQ diasumsikan 0, sedangkan mean upper bound adalah nilai mean yang dikalkulasi setelah semua hasil yang kurang dari LOQ diasumsikan sebesar nilai LOQ atau sebesar LOD jika LOQ = 0, tetapi LOQ>0, dalam kasus ini nilai mean lower bound dan mean upper bound dikalkulasi berdasarkan modifikasi tersebut, untuk mencari nilai 90th percentile nilai yang kurang dari LOQ dianggap 0, sedangkan parameter median dan standar deviasi tidak dapat dikalkulasi, dan (iv) jika data yang nilainya kurang dari LOQ sebanyak ≥ 90% dari data yang tersedia, asumsi sama dengan asumsi (iii), hanya saja untuk kasus ini parameter mean (best estimated), median, 90th percentile dan standar deviasi tidak dapat dikalkulasi (data dikosongi).
Untuk melihat output (hasil olahan software) secara keseluruhan, dipilih view dan akan muncul hasilnya untuk kontaminan tertentu pada kategori pangan tertentu.
Untuk melihat outputnya, maka langkah-langkahnya sebagai berikut:
Pilih view pada Gambar 9 khususnya pada bagian current record dan akan muncul tampilan seperti pada Gambar 13.
Gambar 13. Tampilan-Enter Parameter Value
Ketik serial number pada kolom yang kosong, kemudian klik OK.
Contoh form keluaran software dapat dilihat sebagai berikut:
Contoh form keluaran software OPAL I List of Food-Contaminants _1-00-1001
19-Nov-05
Food-Id Food name
JF203 Grapefruit juice
Serial-Nr Creation date Country Food Origin Sampling period Represent. Number of Labs Analytical Quality Assurance Contaminants Dimension LOD min LOD max LOQ min LOQ max Basis No of samples No of samples below LOQ range min range max Mean (lower bound) Mean (upper bound) Mean (best est.) Median
1001001 04.12.20 Greece Grapefruit juice GRE 01/1999-12/2000 Nostat. - Part 2 majority of labs used internal quality assurance and reference standards Malathion pg/kg 0.1 0.1 0.27 0.3 C 29 2 0.3 0.56 0.39 0.39 0.39 0.39
Standard Deviation 90th Perc. Confidentiality
0.23 0.39 Yes
Remarks
6. Penutup Program ini merupakan perangkat yang digunakan untuk mengolah data kontaminan dalam pangan menjadi informasi yang berguna sehingga dapat digunakan sebagai landasan ilmiah bagi manajer risiko dalam membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan masalah keamanan pangan.
Lampiran 5. Prioritas utama pangan dan kontaminan menurut GEMS/FOOD
PRIORITAS UTAMA PANGAN DAN KONTAMINAN MENURUT GEMS/FOOD YANG DIREVISI AGUSTUS 2001
Contaminants
Foods
Aldrin, dieldrin, DDT (p,p’- dan o,p’-), TDE (p,p’-), DDE (p,p’- dan Susu, mentega susu, minyak dan lemak hewani, serealia*, p,o’), endosulfan (α, β dan sulfat), endrin, heksaklorosikloheksan (α, β ASI dan γ ), heksaklorobenzen, heptaklor, heptaklor epoksida, dan PCB Timbal (Pb) Susu, daging segar/kalengan, ginjal, serealia*, buahbuahan segar/kalengan, jus buah, bumbu-bumbuan, makanan bayi, dan air minum Kadmium (Cd) Ginjal, moluska (hewan lunak), udang-udangan, serealia* Merkuri (Hg) Ikan Aflatoksin Susu, pati jagung, kacang tanah, kacang-kacangan lainnya, buah ara kering Diazinon, fenitrotion, malation, paration, metil paration, metil pirimiphos Serealia*, buah-buahan, sayur-sayuran Arsen anorganik Air minum * atau bahan pangan pokok lainnya Sumber: WHO (2002)