SKRIPSI
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG
Oleh : Arie Norman Riandi F24103091
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Betty Sri Laksmi Jenie1) dan Arie Norman Riandi2) 1) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2) Sarjana Teknologi Pertanian IPB Abstrak Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci dilaporkan memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya selama penyimpanan dianalisis lebih lanjut secara objektif meliputi analisis mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan tekstur). Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Selama penyimpanan mi basah matang mengalami penurunan nilai pH, kekerasan dan kelengketan serta kecerahan warna. Penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Secara organoleptik, mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % berbeda dengan mi kontrol. Kata kunci : mi basah matang, ekstrak temu kunci, mutu simpan
SKRIPSI
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: Arie Norman Riandi F24103091
2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Arie Norman Riandi F24103091 Dilahirkan pada tanggal 28 November 1984 di Jakarta Tanggal lulus : 19 September 2007 Menyetujui, Bogor,
September 2007
Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
Arie Norman Riandi. F24103091. Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci (Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) terhadap Umur Simpan Mi Basah Matang. Di bawah Bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS (2007) RINGKASAN Sifat antimikroba dari rempah-rempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah terutama sebagai bumbu dan untuk mengawetkan makanan karena komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut juga mampu menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan. Penggunaan rempah-rempah sebagai bahan antimikroba yang digunakan untuk mengawetkan pangan ini memiliki keunggulan karena relatif aman bagi kesehatan. Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit seperti sariawan, masuk angin dan panas dalam. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci dilakukan dengan menambahkan ekstrak temu kunci sebesar 1, 3, 5, dan 7 % (b/v) dari total air yang digunakan ke dalam adonan mi dan melakukan pengamatan secara subjektif terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan mi basah matang, yang meliputi aroma, kelengketan/lendir dan munculnya kapang. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1, 3, 5, dan 7 % memiliki lama penyimpanan masing-masing selama 54, 54, 66 dan 66 jam. Sedangkan mi kontrol rusak pada jam ke-42. Penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl) dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi, yaitu sebesar 3, 4, dan 5 % (b/b) dari berat tepung ke dalam adonan mi serta melakukan pengamatan secara subjektif terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan mi basah matang, yang meliputi aroma, kelengketan/lendir dan munculnya kapang. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa umur simpan mi dengan penambahan NaCl sebesar 3, 4, dan 5 % masing-masing selama 48, 54, dan 60 jam. Tahap berikutnya adalah mengamati pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya lebih lanjut secara objektif selama penyimpanan terhadap mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci terpilih, yaitu sebesar 1 % dan NaCl terpilih, sebesar 4 %, yang meliputi analisis
mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan tekstur). Penurunan pH mi kontrol dan mi dengan ekstrak temu kunci 1 % lebih besar daripada mi NaCl 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %. Penambahan NaCl sebesar 4 % maupun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aw mi keempat sampel yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (nilai oHue) mi basah matang. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Selama penyimpanan, terjadi penurunan nilai L pada mi kontrol dan mi NaCl 4 %. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikan nilai L selama penyimpanan dan mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan. Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Sedangkan penambahan ekstrak temu kunci 1 % menunjukkan perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mi dan kenaikkan nilai kelengketan mi. Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Ekstrak temu kunci 1 % dan garam dapur (NaCl) 4 % pada mi mampu menghambat pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % Penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis akan warna mi. Aroma dan tekstur mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci lebihdisukai daripada mi dngan ekstrak temu kunci 1 %. Rasa mi NaCl 4 % lebih disukai daripada mi lainnya. Mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci secara overall lebih disukai daripada mi dengan ekstrak temu kunci 1 %. Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa mi yang direkomendasikan untuk diaplikasikan selanjutnya adalah mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl sebesar 4 %. Hal ini dikarenakan mi dengan dengan formula tersebut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba yang lebih baik daripada mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Selain itu, mi ini memiliki rasa yang dapat lebih diterima daripada mi dengan hanya penambahan ekstrak temu kunci.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 November 1984. Penulis adalah anak ke-2 dari pasangan Djuned (Alm.) dan Inde Rochmah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1997 di SDN Gedong 10 Jakarta kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 102 Jakarta hingga tahun 2000. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 39 Jakarta pada tahun 2003. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2003. Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi pengurus Forum Bina Islami Fateta dan Himitepa pada tahun 2005 dan berbagai kepanitiaan lainnya seperti masa perkenalan kampus mahasiswa baru (MPKMB) 2004, kepanitiaan lepas landas sarjana tahun 2005, BAUR 2005 dan lomba cepat tepat ilmu pangan (LCTIP) XIII 2005. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah pendidikan agama Islam TPB, asisten praktikum kimia TPB dan asisten praktikum mikrobiologi pangan. Sebagai tugas akhir, penulis mengambil penelitian
dengan
judul
Pengaruh
Penambahan
Ekstrak
Temu
Kunci
(Boesenbergia Pandurata (Roxb.) Schlect.) dan Garam Dapur (NaCl) terhadap Mutu Simpan Mi Basah Matang di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Betty Sri Laksmi Jenie, MS.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... viii
I
PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG .....................................................................
1
B TUJUAN ..........................................................................................
3
II TINJAUAN PUSTAKA A TEMU KUNCI .................................................................................
4
1. Botani ...........................................................................................
4
2. Komposisi Temu Kunci ...............................................................
5
3. Kegunaan Temu kunci .................................................................
5
4. Sifat Antimikroba Temu Kunci....................................................
5
B GARAM DAPUR (NaCl).................................................................
7
C MI BASAH DAN PROSES PENGOLAHANNYA ........................
8
1. Jenis Mi ........................................................................................
8
2. Proses Pengolahan Mi Basah........................................................
9
3. Kerusakan Mi Basah..................................................................... 12
III BAHAN DAN METODE A BAHAN DAN ALAT ......................................................................
14
B METODE PENELITIAN .................................................................
14
1. Ekstraksi Rimpang Temu Kunci................................................... 16 2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci................................ 16 3. Penentuan Konsentrasi Garam Dapur (NaCl)................................ 17 4. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Temu Kunci dan Garam Dapur (NaCl)
Terhadap Mutu Mi Selama Penyimpanan................................... 17 5. Prosedur Analisis.......................................................................... 18 a. Analisis Total Mikroba........................................................... 18 b. Analisis Total Kapang............................................................. 18 c. Analisis Fisik......................................................................... 19 1. Tekstur ............................................................................
19
2. Warna .............................................................................
20
d. Analisis Kimia........................................................................ 20 1. Aktivitas Air (aw) ............................................................
20
2. pH ....................................................................................
21
e. Uji Organoleptik..................................................................... 21
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A EKSTRAK TEMU KUNCI .............................................................
22
B PENENTUAN KONSENTRASI EKSTRAK TEMU KUNCI ............................................................................................
23
C PENENTUAN KONSENTRASI NaCl ...........................................
25
D PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK TEMU KUNCI DAN NaCl TERHADAP MUTU MI SELAMA PENYIMPANAN ..................
27
1 Derajat Keasaman (pH) .............................................................
27
2 Aktivitas Air (aw) .......................................................................
29
3 Warna.........................................................................................
30
4 Tekstur .......................................................................................
33
5 Total Mikroba ............................................................................
35
6 Total Kapang..............................................................................
39
7 Organoleptik............................................................................... 40
V KESIMPULAN DAN SARAN A Kesimpulan ......................................................................................
48
B Saran ...............................................................................................
49
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
50
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Syarat mutu mi basah (SNI-01-2987-1992) .................................
9
Tabel 2. Rendemen ekstrak temu kunci ......................................................
22
Tabel 3. Hasil pengamatan organoleptik mi dengan penambahan ekstrak............................................................................................ 23 Tabel 4. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap umur simpan mi......................................................................................
25
Tabel 5. Pengaruh penambahan garam dapur (NaCl) terhadap rasa mi basah matang...........................................................................................
27
Tabel 6. Pengaruh penambahan konsentrasi garam dapur (NaCl) terhadap mutu organoleptik selama penyimpanan ......................................
28
Tabel 7. Pengaruh penambahan ekstrak dan NaCl terhadap nilai aw mi.....
31
Tabel 8. Perbandingan Umur Simpan Mi Basah Matang Hasil Pengamatan Secara Subyektif dan Mikrobiologi ........................
39
DAFTAR GAMBAR Halaman. Gambar 1.
Temu kunci (Bosenbergia pandurata).................................
4
Gambar 2.
Diagram alir proses pembuatan mi basah ...........................
10
Gambar 3.
Tahapan penelitian ..............................................................
15
Gambar 4.
Diagram Alir Ekstraksi Temu Kunci ..................................
16
Gambar 5.
Cara memperoleh nilai kekerasan dan kelengketan mi basah
19
Gambar 6.
Ekstrak temu kunci .............................................................
22
Gambar 7.
Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap warna mi basah matang .......................................................................
Gambar 8.
Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pH selama penyimpanan......................................................
Gambar 9.
24 30
Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan nilai L selama penyimpanan .............................
32
Gambar 10. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan oHue mi selama penyimpanan............................
33
Gambar 11. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan kekerasan mi selama penyimpanan ...................
34
Gambar 12. Pengaruh penambahan ekstrak dan NaCl terhadap perubahan kelengketan mi selama penyimpanan ................
37
Gambar 13. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pertumbuhan total mikroba pada mi basah matang selama penyimpanan di suhu ruang .................................................
38
Gambar 14. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pertumbuhan Kapang Selama Penyimpanan Mi Basah ......
40
Gambar 15. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna mi basah matang
42
Gambar 16. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mi basah matang
43
Gambar 17. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mi basah matang ..
44
Gambar 18. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mi basah matang
45
Gambar 19. Tingkat kesukaan panelis terhadap overall mi basah matang
46
DAFTAR LAMPIRAN Hal. Lampiran 1.
Perhitungan Rendemen Ekstrak Temu Kunci .....................
53
Lampiran 2a. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 1 % dan NaCl 1 % ....................................................................
54
Lampiran 2b. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 1 % dan NaCl 4 % ....................................................................
54
Lampiran 2c. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 0 % dan NaCl 1 % ....................................................................
54
Lampiran 2d. Analisis pH Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 0 % dan NaCl 4 % ....................................................................
54
Lampiran 3.
Hasil Uji Statistik Perbedaan Nilai pH ................................
55
Lampiran 4.
Hasil Uji Statistik Beda Nilai aw..........................................
56
Lampiran 5.
Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci 0 % dan NaCl 1 % ..........................
Lampiran 6.
Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci 0 % dan NaCl 4 %
Lampiran 7.
.........................
61
Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci 1 % dan NaCl 4 % ..........................
Lampiran 9.
59
Pengamatan Analisis Warna Mi dengan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci 1 % dan NaCl 1 % ..........................
Lampiran 8.
57
63
Hasil Uji Statistik Beda Nilai Kecerahan (L) Warna Mi Basah Matang ................................................................
65
Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Nilai Beda oHue Mi basah Matang .......
66
Lampiran 11. Hasil Analisis Tekstur Mi Kontrol NaCl 1 % ..................
67
Lampiran 12. Hasil Analisis Tekstur Mi Kontrol NaCl 4 %
.................
68
Lampiran 13. Hasil Analisis Mi Ekstrak 1 % + NaCl 1 %. .....................
69
Lampiran 14. Hasil Analisis Tekstur Mi Ekstrak 1 % + NaCl 4 %. ........
70
Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Beda Nilai Kekerasan Mi basah Matang .................................................................
71
Lampiran 16. Hasil Uji Statistik Beda Nilai Kelengketan Mi basah Matang .................................................................
72
Lampiran 17. Jumlah Total Mikroba Mi Basah Matang tanpa Penambahan Ekstrak Temu Kunci dan NaCl 1% (Kontrol) .....................................................
73
Lampiran 18. Jumlah Total Mikroba Mi Basah Matang tanpa Penambahan Ekstrak Temu Kunci dan NaCl 4%........................................................................
74
Lampiran 19. Pengamatan Analisis Total Mikroba (PCA) Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 1 % dan NaCl 1 %...................
75
Lampiran 20. Pengamatan Analisis Total Mikroba Mi dengan Konsentrasi Ekstrak 1 % + NaCl 4 % .....................
76
Lampiran 21. Jumlah Total Kapang Mi Basah Matang Tanpa Penambahan Ekstrak Temu Kunci dan NaCl 1% (Kontrol) .............................................................................
77
Lampiran 22. Jumlah Total Kapang Mi Basah Matang Tanpa Penambahan Ekstrak Temu Kunci dan NaCl 4 % ............
78
Lampiran 23. Jumlah total kapang mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 1% ...........
79
Lampiran 24. Jumlah Total Kapang Mi Basah Matang dengan Penambahan Ekstrak Temu Kunci 1 % dan NaCl 4 % ......
80
Lampiran 25. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Kontrol NaCl 1% .............
81
Lampiran 26. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Kontrol NaCl 4% ..............
82
Lampiran 27. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Ekstrak 1 % + NaCl 1% ....
83
Lampiran 28. Hasil Uji Hedonik terhadap Mi Ekstrak 1 % + NaCl 4% ....
84
Lampiran 29. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Warna .......................
85
Lampiran 30. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Aroma .......................
86
Lampiran 31. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Rasa ..........................
87
Lampiran 32. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Tekstur .....................
88
Lampiran 33. Hasil Uji Statistik Hedonik terhadap Overall......................
89
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini, pangan lokal dituntut untuk dapat memenuhi standar mutu dan keamanan pangan yang baik agar mampu bersaing dengan pangan impor. Selain itu umur simpan yang cukup juga dibutuhkan agar pangan tersebut tidak mengalami banyak perubahan selama didistribusikan, meski harus melewati berbagai daerah selama beberapa hari. Mi basah merupakan salah satu makanan yang cukup populer dan umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), data produksi mi basah di Indonesia tahun 2002 sebesar 92.492.696 kg, sedangkan data konsumsi mi basah rata-rata dalam seminggu penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 0.003 kg atau sebesar 3 g (Gracecia, 2005). Kadar air yang tinggi pada mi basah menyebabkan mi basah mudah rusak. Astawan (1999), menyebutkan bahwa mi basah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan selama 40 jam. Umur simpan mi basah yang cukup singkat menyebabkan banyak usaha untuk memperpanjang umur simpannya seperti dengan menambahkan bahan pengawet. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), teknik pembuatan mi basah yang berhasil dan cukup awet adalah menggunakan CMC atau bahan pengembang mi seperti natrium alginat, natrium kaseinat, gum guar, dan gum cayana serta zat pengawet kalsium propionat sebanyak 0.38 %. Namun fakta di lapangan memperlihatkan masih ada saja para produsen maupun pedagang yang menambahkan bahan pengawet yang dilarang seperti formalin untuk mengawetkan mi basah. Menurut Priyatna (2005), mi mentah yang beredar di pasar tradisional rata-rata mengandung formalin sebesar 106.00 mg/kg bahan, di pedagang produk olahan mi sebesar 72.93 mg/kg bahan, dan mi mentah yang beredar di supermarket sebesar 113.45 mg/kg bahan. Survei yang dilakukan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2005) menginformasikan bahwa kandungan formalin yang terdapat pada mi basah matang sebesar 2914.36 mg/kg untuk pasar tradisional, 3423.51 mg/kg untuk produk olahan mi basah, dan 29141.82 mg/kg untuk mi basah yang terdapat di supermarket.
Formalin merupakan bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam bahan pangan. Penggunaan formalin maupun bahan berbahaya lainnya telah diatur dalam berbagai peraturan seperti undang-undang no.7 tahun 1996 tentang pangan, PP no.28 tahun 2004 tentang gizi, mutu, dan keamanan pangan, dan juga SNI karena sifatnya yang toksik terhadap tubuh manusia. Formalin dapat mengakibatkan iritasi lambung, alergi, dan juga kanker jika terakumulasi dalam tubuh manusia. Bahan alami seperti rempah-rempah berpotensi untuk dijadikan sebagai alternatif bahan pengawet karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan bahan pengawet sintetik, yaitu relatif tidak bersifat toksik dan aman bagi kesehatan. Sifat antimikroba dari rempah-rempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah hanya sebagai bumbu, namun tanpa disadari komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut telah menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan. Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umum digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat yang berkhasiat menyembuhkan sariawan, masuk angin, batuk, gangguan pencernaan, sakit perut pada bayi, rematik, sakit pada otot, sebagai campuran obat penguat sebelum proses kelahiran dan juga memperbanyak air susu ibu serta penyegar tubuh ibu setelah melahirkan (Munir, 2001). Saat ini, temu kunci telah diteliti dan dilaporkan memiliki daya antibakteri. Wong (1996) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari temu kunci menunjukkan daya antibakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% b/v. Thongson et.al (2005) juga melaporkan bahwa konsentrasi 5 % minyak esensial temu kunci menunjukkan efek bakterisidal paling baik terhadap S. enteridis selama 4 jam, dan memiliki sedikit efek antibakteri terhadap L. monocytogenes. Tanaman temu kunci merupakan tanaman yang cukup banyak dan mudah ditemui di Indonesia. Kemudahan memperoleh dan banyaknya komponen aktif yang terkandung di dalamnya, terutama komponen antimikroba, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan pangan dan
memberikan alternatif sebagai pengganti bahan pengawet sintetik, terutama bahan pengawet yang dilarang seperti formalin.
B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEMU KUNCI 1. Botani Tanaman temu kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) memiliki sinonim Gastrochilus panduratum (Roxb.) Rild dan Kaempferia pandurata Roxb. Tanaman ini termasuk ke dalam divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,
bangsa zingiberales,
dan suku zingiberaceae (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Tanaman temu kunci termasuk jenis tanaman menahun, memiliki tinggi 30-80 cm, daun pada pucuk tiga-lima berdiri tegak dan tiga tidak berhelai daun, tersebar, bergerigi danda, sangat harum jika dimemarkan, jorong-lanset melebar 12-50 cm x 5-17 cm, hijau tua, tidak berambut. Pertulangan daun sejajar dan ada bintik-bintik putih padat di bagian bawah. Pelepah kemerah-merahan, tidak berdiri tegak, panjang 919 cm yang bersama-sama membentuk batang semu pendek. Batang semu membentuk rimpang, kuning keputih-putihan. akar serabut, putih kekuning-kuningan, berumbi dan berdaging 5-30 cm x 0.5-2 cm, warna dan aromanya sama dengan rimpang (Munir, 2001).
Gambar 1. Temu kunci (Bosenbergia pandurata) Temu kunci adalah tanaman asli Jawa dan Sumatera, tumbuh liar pada hutan jati di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tanaman ini banyak dibudidayakan di India, Sri Lanka, Asia Tenggara (khususnya Indonesia,
Malaysia, dan Thailand) dan Cina bagian Selatan. Tanaman ini banyak juga ditemukan pada hutan campuran antara hutan yang hijau sepanjang tahun, di sepanjang bukit kapur, pada ketinggian 1200 mdpl. Pertumbuhannya sangat baik pada daerah panas, beriklim tropik basah, serta pada tanah yang relatif subur dengan drainase dan aerasi yang baik (Munir, 2001). 2. Komposisi Temu Kunci Setiap 100 g rimpang yang dapat dimakan kira-kira mengandung air 12 g, protein 20 g, nitrogen 3.2 gram, gula 12 g, zat larut 80% etanol 52 g, zat larut air 21 gram, abu 6 g. Unsur pokok rimpang dan akar temu kunci mengandung flavon dan flavonon (pinostrobin, alpinetin dan pinosembrin), monoterpenoid (geranedial dan neral) dan calkone (kardamonin). Kandungan minyak atsiri rimpang dan akarnya berkisar dari 1-3 % bobot kering, 0.2-0.5% bobot segar. Kandungan minyak atsiri terdiri atas senyawa utama 1,8-sineol (18-41%), kamfor (13%), d-borneol (9.2%), d-pinena (4.1%), zingiberena (2.7%), kurkumin (0.9%) dan zeodarina (0.7%) (Munir, 2001). 3. Kegunaan Temu Kunci Tanaman
temu
kunci
biasa
digunakan
sebagai
bumbu
dapur/rempah dan obat. Di Indonesia, Malaysia, Indo-Cina dan India akar dan rimpangnya digunakan sebagai pengharum makanan dan dibuat asinan. Sebagai obat tradisional, temu kunci berkhasiat menyembuhkan sariawan, masuk angin, batuk, gangguan pencernaan, sakit perut pada bayi, rematik, sakit pada otot, sebagai campuran obat penguat sebelum proses kelahiran dan juga memperbanyak air susu ibu serta penyegar tubuh ibu setelah melahirkan (Munir, 2001). 4. Sifat Antimikroba Temu Kunci Efek
penghambatan
ataupun
perangsangan
pertumbuhan
mikroba oleh suatu jenis rempah-rempah bersifat khas. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kandungan dan jenis senyawa antimikroba pada setiap
jenis rempah-rempah. Menurut Fardiaz et. al.(1988), aktivitas antimikroba suatu senyawa kimia tidak dapat ditentukan secara absolut, karena tidak saja dipengaruhi oleh sifat-sifat dan mekanismenya, tetapi juga ditentukan oleh konsentrasinya. Mekanisme kerja suatu antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas berbagai kelompok seperti : 1) Merusak dinding sel, 2) Mengganggu permeabilitas sel, 3) Merusak molekul protein dan asam nukleat, 4) Menghambat aktivitas enzim, 5) Sebagai antimetabolit, dan 6) Menghambat sintesa asam nukleat (Fardiaz et. al. 1988). Temu Kunci (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect) memiliki komponen bioaktif yang berasal dari minyak atsiri ataupun ekstraknya, yang kini sudah mulai banyak diteliti dan terbukti cukup efektif
sebagai
antibakteri,
antifungal,
antioksidan,
maupun
antimutagenik. Anonim (2005) menyebutkan bahwa minyak atsiri temu kunci
memiliki
efek
terhadap
pertumbuhan
Entamoeba
coli,
Staphyllococus aureus dan Candida albicans. Wong (1996) melakukan penelitian perbedaan daya antibakteri ekstrak air dan etanol temu kunci terhadap Staphylococcus aureus. Berdasarkan penelitiannya tersebut diketahui adanya perbedaan daya antibakteri, dimana ekstrak etanol dari temu kunci menunjukkan daya antibakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% b/v sedangkan ekstrak air temu kunci tidak menunjukkan daya anti bakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi yang sama. Thongson et.al (2005) telah meneliti efek antimikroba rempahrempah khas Thailand, khususnya yang berasal dari rimpang dan minyak esensial dari jahe (Zingiber officinale), temu kunci (Boesenbergia pandurata), dan kunyit (Curcuma longa) terhadap Listeria monocytogenes strain 101 dan Salmonella. enteritidis strain DMST 8536 dalam daging dada ayam. Berdasarkan minyak esensial yang diuji, dilaporkan bahwa konsentrasi 5 % temu kunci menunjukkan efek bakterisidal paling baik terhadap S. enteritidis selama 4 jam, dan memiliki sedikit efek antibakteri terhadap L. monocytogenes.
Temu kunci juga diketahui memiliki daya antifungi. Jantan et.al (2003) melaporkan bahwa
minyak esensial temu
kunci efektif
menghambat Mucor sp, Aspergillus niger dan A. fumigatus. Mothana dan Lindequist (2005) juga melaporkan bahwa ekstrak kloroform dari Alpinia galanga (L.) Willd. (Zingiberaceae) dan temu kunci (Boesenbergia pandurata (Robx.) Schltr.) memiliki aktivitas antifungi terhadap Cryptococcus
neoformans
dan
Microsporum
gypseum,
tetapi
menunjukkan aktivitas yang lemah terhadap Candida albicans). B. GARAM DAPUR (NaCl) Pengawetan menggunakan garam dapur (NaCl) merupakan cara pengawetan tradisional dan sudah dikenal sejak jaman prasejarah. Cara pengawetan ini biasa juga digabungkan dengan proses pengeringan seperti pada pembuatan ikan asin. NaCl memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dan aktifitasnya dalam konsentrasi 10% atau lebih dan konsentrasi yang lebih rendah untuk menghambat mikroba secara selektif, misalnya pada waktu pembuatan produk-produk hasil fermentasi asam laktat (Rani, 1989). Menurut Purnomo dan Adiono (1987), penambahan NaCl sebesar 6 % pada makanan mampu menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan mikroba pembentuk spora, sedangkan mikroba patogen (Clostridium botulinum ) dapat dihambat pertumbuhannya oleh penambahan kadar NaCl 10-12 %. Kemampuan NaCl untuk menghambat pertumbuhan mikroba ini disebabkan karena NaCl mampu mengikat air sehingga menyebabkan dehidrasi makanan (penurunan aw) dan dehidrasi sel mikroorganisme. NaCl juga mampu meningkatan tekanan osmotik sehingga sel mengalami plasmolisa dan dehidrasi dimana air dan komponen-komponen sel lainnya akan keluar dari sel. Selain itu, NaCl juga mampu mengurangi kelarutan oksigen di dalam larutan, sehingga mikroorganisme yang ada di dalamnya menjadi kekurangan oksigen dan tidak dapat hidup secara normal. Mekanisme penghambatan lainnya adalah NaCl dapat terionisasi menghasilkan ion Clyang bersifat racun bagi mikroba, NaCl menyebabkan sel menjadi sensitif terhadap karbondioksida, dan NaCl mampu menggangu stabilitas protein,
terutama enzim, sehingga aktifitas enzim-enzim mikroorganisme terganggu (Fardiaz et. al., 1988).
C. MI BASAH DAN PROSES PENGOLAHANNYA 1. Jenis Mi Mi pertama kali dibuat dan berkembang di negara Cina yang sampai saat ini masih dikenal sebagai oriental noodle. Mi pada umumnya dibuat dari tepung gandum durum (keras). Sedangkan di Jepang mi dibuat dari gandum medium hard, yaitu campuran hard dan soft wheat atau dari soft wheat saja (Winarno dan Rahayu, 1994). Mi banyak dikonsumsi oleh masyarakat sebagai makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi. Berdasarkan ukuran diameter produk, mi dibedakan menjadi tiga yaitu spagheti (0.11-0.27 inci), mi (0.07-0.125 inci), dan vermicelli (<0.04 inci) (Pagani,1985). Berdasarkan bahan bakunya, mi dapat dibedakan menjadi mi yang berbahan baku tepung terigu dan mi transparan yang bahan bakunya berasal dari pati seperti soun dan bihun. Astawan (1999) membagi mi menjadi 4 jenis, yaitu mi mentah atau mi segar, mi basah, mi kering dan mi instan. Mi mentah atau mi segar merupakan mi yang tidak mengalami proses tambahan setelah pemotongan. Mi mentah atau mi segar ini memiliki kandungan air sebesar 35 % dan biasa digunakan untuk mi ayam. Mi basah adalah mi mentah yang telah mengalami proses pemasakan,
baik
melalui
perebusan
ataupun
pengukusan,
serta
penambahan minyak sawit sebelum dipasarkan sehingga kadar airnya meningkat sampai dengan 52% (Astawan, 1999). Mi kering adalah mi mentah yang langsung dikeringkan sehingga memiliki kadar air 8-10 %. Sedangkan mi instan adalah mi mentah yang telah mengalami pengukusan dan dikeringkan (mi instan kering) atau digoreng (mi instan goreng) serta diberi tambahan bahan makanan lainnya sehingga siap dihidangkan dengan cepat (± 4 menit).
Badan Standarisasi Nasional (1992) mendefinisikan mi basah sebagai produk pangan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mi yang tidak dikeringkan. Kualitas mi basah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu mi basah (SNI-01-2987-1992) No. 1.
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8.
Kriteria Uji Keadaan : 1.1 Bau 1.2 Rasa 1.3 Warna Kadar air Kadar abu (dihitung atas dasar bahan kering) Kadar protein (N x 6.25) dihitung atas dasar bahan kering Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna 5.3 Formalin
Satuan -
Persyaratan Normal
% b/b % b/b
20-35 Maks. 3
% b/b
Min. 3
-
Tidak boleh ada Sesuai SNI-0222-M dan peraturan MenKes. No. 722/Men.Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada
Cemaran logam : 6.1 Timbal (pb) 6.2 Tembaga (Cu) 6.3 Seng (Zn) 6.4 Raksa (Hg) Arsen (As) Cemaran Mikroba ; 8.1 Angka Lempeng total 8.2 E.coli 8.3 Kapang
mg/kg
mg/kg
Maks.1.0 Maks.10.0 Maks.40.0 Maks.0.05 Maks.0.05
Koloni/g Maks. 1.0 x 106 APM/g Maks. 10 Koloni/g Maks.1.0 x104
2. Proses Pengolahan Mi Basah Bahan-bahan yang digunakan pada proses pembuatan mi basah matang antara lain adalah tepung terigu, garam dapur (NaCl), air dan garam alkali. Terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan mi. NaCl berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur, membantu reaksi gluten dengan karbohidrat, sebagai pengikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mi (Astawan, 1999). Garam alkali yang dapat
berupa kalium karbonat (K2CO3), natrium karbonat (Na2CO3) atau kalium polifosfat (KH2PO4) yang berfungsi untuk meningkatkan pH, memberikan warna sedikit kuning dengan flavor yang lebih baik. Natrium karbonat secara lebih spesifik berperan untuk kehalusan tekstur mi sedangkan kalium karbonat berfungsi untuk meningkatkan kekenyalan. Air berfungsi untuk melarutkan garam dapur dan garam karbonat serta membantu pada pembentukan gluten (Winarno dan Rahayu, 1994). Proses pembuatan mi basah matang terdiri dari proses pencampuran, pengadukan, pembentukan lembaran, pengistirahatan, penipisan,
pemotongan,
perebusan/pengukusan,
pendinginan,
dan
pemberian minyak sawit (Gambar 2). Terigu, NaCl, air, dan Na2CO3
Pencampuran bahan Pengadukan Pembentukan lembaran Penipisan lembaran Pemotongan Perebusan (2 menit) Pendinginan Pemberian minyak sawit mi basah
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan mi basah Tahap pencampuran bertujuan menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam proses pencampuran diantaranya adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Air yang ditambahkan sekitar 34-40 % dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari 34%, adonan menjadi keras, rapuh, dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Sedangkan jika air yang ditambahkan lebih dari 40%, maka adonan menjadi basah dan lengket (Badrudin, 1994). Suhu adonan yang terbaik adalah 25o-40oC. Apabila suhu adonan kurang dari 25oC, adonan menjadi keras dan rapuh, sedangkan bila suhunya lebih dari 40oC adonan menjadi lengket dan kurang elastis (Badrudin, 1994). Pengadukan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pengadukan dengan kecepatan lambat selama satu
menit. Sedangkan
pengadukan kedua dilakukan dengan kecepatan sedang selama empat menit. Pengadukan ini berfungsi untuk mendistribusikan air secara merata pada tepung (Bogasari, 2005). Setelah
pengadukan,
dilakukan
pembentukan
lembaran
(sheeting). Proses pembentukan lembaran ini bertujuan menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran (Badrudin, 1994). Pembentukan lembaran ini dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pembentukkan lembaran dari adonan dengan jarak roll 3 mm. Tahap kedua, lembaran yang telah terbentuk dilipat menjadi tiga bagian dan dilewatkan kembali pada roll yang berjarak 3 mm sebanyak dua kali. Sedangkan tahap selanjutnya, tahap ketiga, lembaran tersebut dilipat menjadi dua bagian dan dilewatkan kembali di antara dua roll yang berjarak 3 mm. Selanjutnya lembaran digulung dan diistirahatkan selama 15 menit untuk menyempurnakan pembentukan gluten (Bogasari, 2005). Setelah diistirahatkan, lembaran ditipiskan sampai terbentuk lembaran dengan 1.5 mm. Lembaran inilah yang siap untuk dipotong menjadi untaian benang-benang mi. Setelah tahap pemotongan lebaran didapatkan produk berupa mi basah mentah. Mi basah mentah ini selanjutnya direbus ataupun dikukus untuk memperoleh mi basah matang. Proses perebusan dilakukan selama dua menit. Sedangkan proses pengukusan memakan waktu yang lebih lama, yaitu selama 13 menit.
Tahap terakhir dalam pembuatan mi basah matang ini adalah pemberian minyak sawit. Pelumuran minyak sawit ini dilakukan agar mi tidak lengket satu sama lain serta untuk memberikan citarasa agar mi tampak mengkilap (Bogasari, 2005). 3. Kerusakan Mi Basah Mi basah merupakan jenis pangan yang mudah rusak dan tidak tahan lama. Hal ini dikarenakan kandungan airnya yang besar (52%) sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroba. Kerusakan mi basah matang terjadi setelah 40 jam, dengan parameter bau asam, pada penyimpanan suhu kamar (Astawan, 1999). Hasil penelitian Yohana (2007), Sihombing (2007), dan Puspasari (2007) melaporkan bahwa mi basah matang dengan lama penyimpanan 44 jam telah dinyatakan rusak, yang ditandai oleh munculnya bau asam dan berlendir. Kerusakan pada mi basah mentah ditandai oleh perubahan warna yang menjadi lebih gelap. Selain itu juga adalah tumbuhnya kapang, aroma
asam
disertai
pembentukan
lendir.
Pembentukan
lendir
menandakan adanya pertumbuhan bakteri sedangkan pertumbuhan kapang ditandai dengan adanya miselium kapang yang berwarna putih atau hitam (Hoseney, 1998). Mikroba yang terdapat pada mi yang menyebabkan kerusakan mi ini kemungkinan berasal dari bahan baku tepung terigu. Mikroba yang terdapat pada tepung antara lain adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa terdapat pada tepung antara lain adalah Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus, dan Achromobacterium. Sedangkan kapang yang biasa tumbuh berasal dari genus Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium, dan Penicillium (Christensen, 1974). Meskipun mi basah ini hanya mampu bertahan kurang dari dua hari (40 jam), tetapi fakta di lapangan berdasarkan survei yang dilakukan Gracecia (2005) dan Priyatna (2005) terhadap pedagang pasar tradisional dan pedagang produk olahan mi di daerah Jabotabek, menunjukkan bahwa umur simpan mi basah mentah bisa mencapai 4 hari, sementara umur mi basah matang bisa mencapai 14 hari. Hal ini mengindikasikan bahwa mi
basah tersebut telah ditambah bahan pengawet untuk memperpanjang umur simpannya. Seringkali bahan pengawet yang ditambahkan tersebut bukan bahan pengawet yang ditujukan untuk makanan, melainkan bahanbahan terlarang seperti formalin. Sebenarnya banyak bahan pengawet yang dapat digunakan dan masih diperbolehkan untuk menambah umur simpan mi basah. Bahan pengawet seperti monolaurin, metil paraben, natrium asetat dan kalsium propionat dapat digunakan untuk menambah umur simpan mi basah. Pahrudin (2006) melakukan kombinasi kelima bahan pengawet tersebut dengan komposisi monolaurin 0.25 % + metil paraben 0.025 % + kalsium propionat 0.075 % + natrium asetat 2.5 % pada mi basah matang. Hasilnya mi basah mampu tahan sampai dengan 56 jam, dengan parameter bau asam. Chamdani (2005) menggunakan kombinasi kalsium propionat 0.075 % + paraben 0.025 % + natrium asetat 2.5 % pada mi basah mentah. Dengan menggunakan parameter bau asam, mi basah tersebut dinyatakan rusak setelah 76 jam penyimpanan. Penerapan sanitasi di usaha kecil dan menengah (UKM) mi basah menunjukkan bahwa mi basah mentah yang diproduksi masih memenuhi standar SNI dan belum dinyatakan rusak setelah 48 jam.
III. METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan dan alat untuk ekstraksi temu kunci, pembuatan mi basah matang, dan analisis. Bahan untuk ekstraksi temu kunci adalah temu kunci kering yang berasal dari BALITRO dan pelarut etil asetat. Bahan untuk pembuatan mi adalah tepung terigu merk Cakra Kembar, air, garam dapur (NaCl), soda abu (Na2CO3), minyak sawit, dan plastik LDPE sebagai bahan pengemas mi. Bahan untuk analisis antara lain adalah buffer pH 7 dan 10, NaCl jenuh, aquades, alkohol 70%, spirtus, larutan pengencer steril NaCl 0.85%, media Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), dan asam tartarat. Peralatan yang digunakan dalam ekstraksi temu kunci adalah blender, erlenmeyer, shaker, kertas saring Whatmann no.1, pompa vakum, vaccum rotavapor, dan sudip. Untuk pembuatan mi, alat-alat yang digunakan antara lain adalah timbangan, gelas ukur, gelas piala, baskom plastik, mesin pencetak mi, kompor dan panci. Untuk analisis fisik, kimia dan mikrobiologi digunakan alat-alat seperti texture analyzer, aw-meter, chromameter, pHmeter, stomacher, cawan petri steril, tabung reaksi, mikropipet, tip, gelas pengaduk, sudip, inkubator, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate, dan labu takar. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang (Gambar 3).
Bubuk temu kunci Ekstraksi
Ekstrak temu kunci
Penambahan garam dapur (NaCl) pada formula mi basah matang
Penambahan pada formula mi basah matang (1%, 3%, 5% dan 7 %)
Penyimpanan suhu kamar
Analisis setiap 6 jam (warna, aroma, dan tekstur)
1). Konsentrasi ekstrak temu kunci terpilih 2). Konsentrasi NaCl terpilih Aplikasi pada pembuatan mi basah
Penyimpanan suhu kamar
Analisis TPC, total kapang, pH, aw, warna, tekstur, dan organoleptik Gambar 3. Tahapan penelitian
1. Ekstraksi Temu kunci a. Persiapan Ekstraksi Temu kunci yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor, yaitu dalam bentuk temu kunci kering (simplisia), digiling menggunakan blender hingga menjadi bubuk untuk memudahkan proses ekstraksi. b. Ekstraksi Bubuk temu kunci kemudian diekstraksi dengan metode maserasi (ekstraksi dingin), menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan 100 gram bubuk temu kunci dan 400 ml etil asetat selama 24 jam. Selanjutnya disaring dan diuapkan menggunakan rotovapor. Bubuk Temu kunci Ekstrak dengan etil asetat (1:4)
Shaker (24 jam)
Saring
Rotovapor (60oC, 30 menit)
Ekstrak temu kunci Gambar 4. Diagram Alir Ekstraksi Temu Kunci 2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci Penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi ekstrak temu kunci, yaitu sebesar 1, 3, 5 dan 7 % (b/v) total air yang ditambahkan ke dalam adonan mi. Mi yang telah jadi kemudian dimasak dalam air mendidih selama dua menit, setelah itu mi ditiriskan dan diaduk menggunakan minyak goreng. Jumlah minyak
goreng yang digunakan sebanyak 10% (b/b) mi mentah. Mi didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik LDPE dan disimpan di suhu kamar. Kemudian sampel diamati parameter organoleptiknya seperti aroma, bau asam, ada/tidaknya lendir setiap 6 jam selama 3 hari atau sampai mi dinyatakan rusak. Sampel dari konsentrasi ekstrak temu kunci yang memiliki umur keawetannya lebih lama digunakan untuk penelitian selanjutnya. 3. Penentuan Konsentrasi Garam Dapur (NaCl) Penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl) dilakukan dengan menambahkan garam dapur (NaCl) pada konsentrasi 3 %, 4 %, dan 5 % (b/b) dari total bobot tepung terigu yang digunakan ke dalam adonan mi. Mi kemudian dimasak dalam air mendidih selama dua menit, setelah itu mi ditiriskan dan diaduk menggunakan minyak goreng. Jumlah minyak goreng yang digunakan sebanyak 10% (b/b) mi mentah. Mi didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik dan disimpan di suhu kamar. Selanjutnya sampel diamati secara organoleptik terhadap aroma, bau asam, ada/tidaknya lendir setiap 6 jam selama 3 hari atau sampai mi dinyatakan rusak. Sampel mi dari konsentrasi NaCl yang memiliki lama penyimpanan lebih lama digunakan untuk penelitian selanjutnya. 4. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Temu Kunci dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Mi Selama Penyimpanan Percobaan dilakukan dengan mengkombinasikan konsentrasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terpilih dari penelitian sebelumnya pada adonan mi. Selanjutnya mi dikemas dalam plastik dan disimpan pada suhu kamar. Analisis fisik, kimia, dan mikrobiologi dilakukan setiap 12 jam, yaitu pada jam ke-0, 12, 24, 36, 48, dan 60 atau hingga rusak. Khusus untuk uji penerimaan secara organoleptik hanya dilakukan pada sampel sebelum disimpan.
5. Prosedur Analisis a. Analisis Total Mikroba (Maturin dan Peeler, 2001) Metode yang digunakan adalah metode TPC (Total Plate Count). Sebanyak 10 g sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan alat stomacher selama 120 detik sehingga dihasilkan sampel mi basah mentah dengan pengenceran 1:10. Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril dan diperoleh pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama, dilakukan pengenceran 103
, 10-4, dan seterusnya. Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi
sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan PCA (Plate Count Agar) steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 37oC selama 2 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC). Penghitungan jumlah koloni/g sampel dilakukan dengan rumus sebagai berikut: ∑N cawan cfu/g = Keterangan:
[(n1 x 1)+(n2 x 0.1)] x D
N = jumlah koloni yang berada dalam kisaran hitung (25-250) n = jumlah cawan yang koloninya dapat dihitung D = tingkat pengenceran terendah b. Analisis Total Kapang (Fardiaz, 1989) Metode pengambilan sampel untuk analisis total kapang sama seperti analisis total mikroba. Media yang digunakan adalah APDA (Acidified Potato Dextrose Agar), yaitu PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah ditambahkan asam tartarat 10 % (16 ml asam tartarat untuk 1 liter PDA).
Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan APDA steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu kamar (25oC) selama 5 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC), dengan jumlah kapang yang masuk dalam perhitungan adalah kapang dengan jumlah koloni 10-150. Koloni kapang biasanya buram dan berbulu. c. Analisis Fisik (1). Tekstur (Texture Analyzer) Pengukuran
tekstur
dilakukan
terhadap
kekerasan
(firmness) dan kelengketan (adhesiveness) dengan menggunakan alat texture analyzer dengan probe P/35. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan, kemudian diukur kekerasan dan kelengketannya. Satuan kekerasan dan kelengketan adalah gram force. Nilai kekerasan mi diperoleh dari titik puncak grafik (a) dan nilai kelengketan mi dihitung dari luas di bawah kurva grafik (b) (Gambar 5). a
b
Gambar 5. Cara memperoleh nilai kekerasan dan kelengketan mi basah
(2). Warna (chromameter Minolta tipe CR 200) Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran nilai 0 sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai -100 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi nilai L, maka semakin tinggi tingkat kecerahan warnanya. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus : o
Hue = tan-1 b a
Tabel 2. Perhitungan nilai oHue Hasil Warna Perhitungan 18o-54o Merah 54o-90o Merah - Kuning o o 90 -126 Kuning 126o-162o Kuning- Hijau 162o-198o Hijau o o 198 -234 Hijau - Biru 234o-270o Biru 270o-306o Biru - Ungu o o 306 -342 Ungu 342o-18o Ungu - Merah d. Analisis Kimia (1). Pengukuran Aktivitas Air (aw) Menggunakan aw meter Shibaura WA-360 Sampel diletakkan di dalam cawan sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan completed. Sebelum digunakan
untuk mengukur sampel, alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl jenuh. (2). Pengukuran pH (Apriyantono et. al., 1989) Sebelum digunakan pH-meter dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda kemudian dibilas dengan air destilata dan dikeringkan dengan kertas tissue. Setelah itu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan buffer pH 7 dan pH 4. Elektroda dicelupkan ke dalam buffer pH 7 sampai diperoleh angka yang sesuai dengan pH buffer. Setelah itu dilakukan langkah yang sama dengan mengunakan buffer pH 4. Sampel yang akan diukur pH-nya ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam 45 ml aquades kemudian dihancurkan dengan stomacher sampai larut merata. Selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan tissue lalu dicelupkan ke dalam sampel yang akan diukur nilai pH-nya. e. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) (1). Uji Penerimaan Hedonik Penilaian penerimaan mi basah yang menggunakan ekstrak temu kunci dilakukan dengan metode penerimaan hedonik terhadap 30 panelis. Atribut sensori yang dianalisa adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur. Uji dilakukan terhadap sampel yang masih segar. Tingkat persepsi panelis digambarkan berdasarkan skor sebagai berikut : (5) sangat suka, (4) suka, (3) netral, (2) tidak suka dan (1) sangat tidak suka Atribut sensori yang diuji adalah aroma, warna, tekstur, rasa, dan keseluruhan (overall). Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan memakai program SPSS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK TEMU KUNCI Pada penelitian ini, temu kunci diekstrak menggunakan pelarut etil asetat. Diharapkan komponen antimikroba yang bersifat polar dan non polar pada temu kunci akan terekstrak oleh etil asetat yang bersifat semi polar. Sebelum diekstrak, temu kunci yang telah dikeringkan digiling hingga menjadi bubuk kering temu kunci. Menurut Pursgelove et.al. (1981), persiapan bahan baku yang mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi temu kunci.
Gambar 6. Ekstrak temu kunci Ekstraksi temu kunci menggunakan pelarut etil asetat menghasilkan ekstrak temu kunci yang berwarna kuning tua, hampir kecoklatan, kental dan lengket serta beraroma khas temu kunci (gambar 6). Menurut Farrel (1990), ekstraksi
pada
rempah-rempah
dengan
menggunakan
pelarut
akan
menghasilkan oleoresin dan soluble spices. Rendemen ekstrak temu kunci yang diperoleh sebesar 10.75 % (Tabel 2). Perhitungan rendemen dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 2. Rendemen ekstrak temu kunci Ulangan
Bobot bubuk temu kunci kering (gram) 1 81.09 2 80.08 Rata-rata
Bobot ekstrak temu kunci (gram) 8.62 8.71
Rendemen (%) 10.63 10.88 10.75
Warna kuning dari ekstrak temu kunci ini berasal dari pigmen kurkuminoid yang terdapat dalam temu kunci. Menurut Munir (2001), minyak atsiri rimpang temu kunci mengandung pigmen kurkuminoid sebesar 0.9 %. Warna kuning tua yang hampir kecoklatan ini kemungkinan juga disebabkan oleh kandungan fenolik dari temu kunci yang rentan teroksidasi oleh enzim polifenoloksidase. Oksidasi terhadap senyawa fenolik ini akan membentuk quinon yang akan mengalami polimerisasi menjadi melanoidin dan menghasilkan warna coklat (Kidmose et. al., 2002). Aroma khas temu kunci ini kemungkinan berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci. Menurut Harbone (1996), minyak atsiri dapat memberikan aroma harum, atau bau yang khas karena adanya komponen terpenoid di dalamnya. B. PENENTUAN KONSENTRASI EKSTRAK TEMU KUNCI Sebelum disimpan, mi yang telah ditambah ekstrak temu kunci diamati secara organoleptik terhadap atribut warna, rasa dan aroma mi (Tabel 3). Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptik Mi dengan Penambahan Ekstrak temu kunci Penambahan Pengamatan Organoleptik Ekstrak temu kunci Warna Aroma Rasa (%) Agak sedikit pahit Kuning cerah Temu kunci (+) 1 (+ +) lemah (+) Sedikit pahit Kuning Temu kunci agak (+ +) 3 (+ + +) kuat (+ +) Kuning Temu kunci kuat Pahit 5 (+ + +) (+ + +) (+ + +) Sangat pahit Temu kunci Kuning tua, agak (+ + + +) sangat kuat 7 kecoklatan (+ + + +) (+ + + + +) Berdasarkan pengamatan organoleptik, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan ke dalam adonan mi menyebabkan warna mi menjadi semakin kuning dan bahkan hampir
kecoklatan (pada mi dengan ekstrak temu kunci 7 %) (gambar 7). Warna kuning pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci disebabkan oleh pigmen kurkuminoid yang terdapat dalam temu kunci.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
Gambar 7. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap warna mi basah matang (a = tanpa ekstrak temu kunci, b = ekstrak temu kunci 1 %, c = ekstrak temu kunci 3 %, d = ekstrak temu kunci 5 %, e = ekstrak temu kunci 7 %) Aroma mi yang ditambah ekstrak temu kunci memiliki aroma khas temu kunci yang intensitasnya semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Aroma khas temu kunci ini berasal dari komponen terpenoid seperti monoterpenoid (geranedial dan neral), yang berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci. Menurut Harbone (1996), minyak atsiri memberikan aroma harum atau bau yang khas karena adanya komponen terpenoid di dalamnya. Rasa mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci menjadi agak sedikit pahit dan rasa pahit ini intensitasnya semakin meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Rasa pahit ini disebabkan oleh komponen fenolik, terpenoid dan flavonon yang terkandung di dalam temu kunci.
Menurut Maga (1990) dan Shallenberger (1993),
komponen yang menyebabkan rasa pahit diantaranya adalah komponen terpenoid, flavonon dan komponen aromatik seperti fenol.
Tabel 4. Pengaruh Penambahan Ekstrak Temu Kunci terhadap Umur Simpan Mi. Jam pengamatan
0
24
36
42
48
54
60
Konsentrasi ekstrak temu kunci(%) 0
Pengamatan organoleptik Warna
Aroma
Tekstur
Kuning pucat
Kenyal
1
Kuning cerah
3
Kuning
5
Kuning
7
Kuning tua
0
Kuning pucat
1
Kuning cerah
3
Kuning
5
Kuning
7
Kuning tua
0
Kuning pucat
1
Kuning cerah
3
Kuning
5
Kuning
7
Kuning tua
0
Putih pucat
1
Kuning cerah
3
Kuning
5 7 0
Kuning Kuning tua Putih pucat
1
Kuning cerah
3
Kuning
5
Kuning
7 0 1 3
Kuning tua Putih pucat Kuning cerah Kuning
5
Kuning
7 0 1 3
Kuning tua Putih pucat Kuning cerah Kuning
5
Kuning
7
Kuning tua
Tepung terigu Temu kunci lemah Temu kunci agak kuat Temu kunci kuat Temu kunci sangat kuat Tepung terigu Temu kunci lemah Temu kunci agak kuat Temu kunci kuat Temu kunci sangat kuat Tepung terigu Temu kunci lemah Temu kunci agak kuat Temu kunci kuat Temu kunci sangat kuat Tepung terigu Temu kunci lemah Temu kunci agak kuat Temu kunci kuat Temu kunci kuat Asam Temu kunci lemah Temu kunci lemah Temu kunci lemah Temu kunci kuat Asam Sedikit asam Sedikit asam Temu kunci agak kuat Temu kunci kuat Asam Asam Asam Temu kunci agak kuat Temu kunci kuat
Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Lengket Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Lengket Kenyal Kenyal Kenyal Kenyal Lengket Sedikit lengket Lengket Kenyal Kenyal Lengket Lengket Lengket Kenyal Kenyal
Lanjutan tabel 4. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci terhadap umur simpan mi 0 Putih pucat Asam Lengket 1 Kuning cerah Asam Lengket 3 Kuning Asam Lengket 66 Temu kunci agak 5 Kuning Lengket kuat 7 Kuning tua Temu kunci kuat Sedikit lengket 0 Putih pucat Asam Lengket 1 Tidak dilakukan pengamatan 3 Kuning Asam Lengket 72 Temu kunci agak 5 Kuning Lengket kuat 7 Kuning tua Temu kunci kuat Lengket
Berdasarkan hasil pengamatan secara subyektif terhadap umur simpan mi (Tabel 4), diketahui bahwa mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 dan 3 % mengalami kerusakan pada jam ke-54, yang ditandai mulai munculnya aroma asam, tekstur mi menjadi agak basah dan mulai sedikit lengket serta berlendir. Untuk mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci 5 dan 7 % baru mengalami kerusakan pada jam ke-66, yang ditandai dengan mi menjadi basah, lengket dan berlendir. Bau asam pada mi dengan ekstrak temu kunci 5 dan 7 % tidak tercium sampai jam ke-72. Hal ini disebabkan aroma temu kunci yang terlalu kuat sehingga menutupi bau asam yang timbul akibat mikroba perusak mi. Mi kontrol (tanpa penambahan ekstrak temu kunci) sendiri sudah mengalami kerusakan pada jam ke-42, yang ditandai munculnya aroma asam. Hasil ini sesuai Astawan (1999), yang menyatakan bahwa kerusakan mi basah matang, dengan parameter bau asam, terjadi setelah 40 jam pada penyimpanan suhu kamar. Berdasarkan
hasil
pengamatan,
diketahui
bahwa
mi
dengan
penambahan ekstrak temu kunci mampu menambah lama penyimpanan mi 12 - 24 jam tergantung konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan semakin lama waktu penyimpanannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan antimikroba yang terdapat pada ekstrak temu kunci yang telah menghambat pertumbuhan mikroba perusak mi. Komponen-komponen fenolik, terpenoid, dan minyak atsiri yang terkandung dalam temu kunci merupakan senyawasenyawa yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian yang telah
dilakukan pada rimpang lengkuas (A. galanga) melaporkan bahwa komponen senyawa fenolik, flavonoid, minyak atsiri, terpena, asam organik tanaman, asam lemak, ester asam lemak tertentu dan alkaloid tanaman mempunyai aktivitas antimikroba (Haraguchi et.al., 1998). Lama penyimpanan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sampai mi dinyatakan rusak, paling lama ditunjukkan oleh mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sebesar 7 % dengan lama penyimpanan selama 66 jam. Namun rasanya yang pahit membuat mi ini tidak dapat diterima. Berdasarkan pertimbangan ini, maka untuk penelitian selanjutnya digunakan konsentrasi ekstrak temu kunci sebesar 1 % yang memiliki lama penyimpanan 54 jam. C. PENENTUAN KONSENTRASI GARAM DAPUR (NaCl) Penambahan garam dapur (NaCl) pada adonan mi basah matang menyebabkan rasa mi menjadi asin, yang intensitas asinnya ini semakin meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi NaCl yang ditambahkan (tabel 5). Tabel 5. Pengaruh penambahan garam dapur (NaCl) terhadap rasa mi basah matang Konsentrasi NaCl Rasa mi (%) 3 Agak asin 4 Asin 5 Sangat asin Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lama penyimpanan mi secara subyektif (Tabel 6), diketahui bahwa mi dengan penambahan NaCl sebesar 3 % dinyatakan rusak pada jam ke-48, yang ditandai dengan munculnya aroma asam. Mi dengan penambahan NaCl sebesar 4 % dinyatakan rusak pada jam ke-54, yang ditandai dengan munculnya aroma asam. Mi dengan penambahan NaCl 5 % dinyatakan rusak pada jam ke-60, yang ditandai dengan munculnya aroma asam dan timbul lendir pada mi.
Tabel 6. Pengaruh penambahan konsentrasi garam dapur (NaCl) terhadap mutu organoleptik mi basah matang selama penyimpanan Pengamatan organoleptik Jam Konsentrasi Tekstur* pengamatan NaCl (%) Warna Aroma*) ) 0 24 36 48 54 60 *) keterangan : aroma normal mi tekstur normal mi Berdasarkan
3 4 5 3 4 5 3 4 5 3 4 5 3 4 5 3 4 5
Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Kuning Asam Normal Kuning Normal Normal Kuning Normal Normal Tidak dilakukan pengamatan Kuning Asam Lengket Kuning Normal Normal Tidak dilakukan pengamatan Tidak dilakukan pengamatan Kuning Asam Lengket
: aroma tepung terigu : kenyal hasil
pengamatan,
diketahui
bahwa
mi
dengan
penambahan garam dapur (NaCl) mampu menambah lama penyimpanan mi basah matang 6 - 18 jam, tergantung konsentrasi NaCl yang ditambahkan, dibandingkan mi kontrol. Kemampuan NaCl untuk menghambat pertumbuhan mikroba ini disebabkan karena NaCl mampu mengikat air sehingga menyebabkan dehidrasi makanan (penurunan aw) dan dehidrasi sel mikroorganisme. NaCl juga mampu meyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga sel mengalami plasmolisa dan dehidrasi dimana air dan komponen-komponen sel lainnya akan keluar dari sel (Frazier, 1978). Penambahan NaCl sebesar 5 % diketahui memiliki lama penyimpanan mi paling lama, yaitu sampai dengan 60 jam. Namun rasanya yang sangat asin menyebabkan mi tidak dapat lagi diterima. Oleh karena itu, dipilih konsentrasi
NaCl sebesar 4 % untuk penelitian selanjutnya yang memiliki lama penyimpanan 54 jam, karena rasa asinnya yang masih dapat diterima. D. PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK TEMU KUNCI DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU MI SELAMA PENYIMPANAN Pada tahap ini, konsentrasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terpilih, yaitu
ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, maupun
kombinasi keduanya dicampurkan dalam adonan mi. Selanjutnya diamati mutu mi basah matang secara kimia, fisik, mikrobiologi, dan organoleptik. Mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl ini juga dibandingkan dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (mi kontrol). 1. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran
pH
dilakukan
untuk
mengetahui
pengaruh
penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terhadap nilai pH awal mi basah matang maupun perubahan pH mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Akibat penambahan garam alkali (Na2CO3), kisaran pH mi basah menjadi sangat tinggi, yaitu 9.00 - 11.00 (Miskelly, 1996). Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan memiliki nilai pH awal yang berbeda nyata dengan mi kontrol (Lampiran 3), dimana nilai pH awal untuk mi kontrol (pH 9.25) lebih tinggi daripada mi dengan NaCl 4 % (pH 9.05). Penambahan ekstrak temu kunci 1 % pada adonan mi juga menunjukkan nilai pH awal mi yang berbeda nyata dengan mi kontrol. Umumnya pH mi basah selama penyimpanan akan turun karena pertumbuhan mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 8), diketahui terjadi penurunan pH pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu kamar. Data perubahan nilai pH mi selama penyimpanan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2a - 2d.
10 9
pH
8 7 6 5 4 0
12
24
36
48
60
jam ekstrak 1% kontrol
ekstrak 1%+ NaCl 4% NaCl 4%
Gambar 8. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pH selama penyimpanan Nilai pH mi kontrol mengalami penurunan paling besar, yaitu dari pH 9.25 pada jam ke-0, menjadi pH 5.93 pada jam ke-60. Hasil ini tidak berbeda jauh dari hasil penelitian Pahrudin (2006), yaitu pH mi pada jam ke-0 sebesar 9.10 dan jam ke-48 sebesar 6.99. Untuk mi dengan NaCl 4 % mengalami penurunan pH dari 9.05 pada jam ke-0 menjadi 7.19 pada jam ke-60. Nilai pH mi dengan ekstrak temu kunci 1 % pada jam ke-0 sebesar 9.47 dan mengalami penurunan hingga mencapai pH sebesar 6.73 pada jam ke-60. Nilai pH mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % pada jam ke-0 sebesar 9.40 dan turun menjadi 7.45 pada jam ke-60. Penurunan pH mi basah umumnya disebabkan oleh adanya asam yang terbentuk dari hasil pembusukan oleh mikroba. Menurut Ray (2001), mikroorganisme yang tumbuh pada makanan kaya akan karbohidrat dan protein seperti mi basah akan memanfaatkan karbohidrat terlebih dahulu dan menghasilkan asam yang akan menurunkan pH. 2. Aktivitas Air (aw) Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas dalam bahan yang tersedia untuk aktivitas mikroorganisme (Winarno, 1992). Mi basah
matang memiliki aw yang cukup tinggi (± 0.90) sehingga mudah rusak karena rentan serangan mikroorganisme baik kapang, maupun bakteri. Secara umum nilai aw minimum untuk pertumbuhan kapang adalah 0.80, bakteri gram negatif 0.90 dan bakteri gram positif 0.93 (Ray,2001). Hasil pengukuran nilai aw (Tabel 7) menunjukkan nilai aw yang sama pada mi dengan ekstrak temu kunci 1% maupun mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1% dan NaCl 4% yaitu sebesar 0.94. Sedangkan mi kontrol menunjukkan nilai aw yang tidak berbeda jauh dengan mi NaCl 4 %. Hasil uji statistik dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai aw untuk keempat sampel tidak berbeda nyata (Lampiran 4). Hal ini berarti bahwa penambahan garam dapur (NaCl) maupun ekstrak temu kunci pada adonan mi tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai aw mi. Tabel 7. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terhadap nilai aw mi Mi basah matang Nilai aw Kontrol 0.97 NaCl 4 % 0.95 Ekstrak temu kunci 1 % 0.94 Ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % 0.94
3. Warna Warna merupakan salah satu faktor penentu dalam mutu mi basah matang. Pada umumnya, mi basah matang berwana putih kekuningan. Timbulnya warna kuning tersebut disebabkan oleh naiknya pH adonan mi akibat penambahan garam alkali sehingga pH adonan menjadi 9-11.5, sehingga pigmen flavonoid yang terdapat dalam terigu akan terlepas dari pati dan menghasilkan warna kuning (Kruger et.al., 1996). Warna dan kecerahan mi basah matang diukur menggunakan chromameter yang dinyatakan dengan nilai oHue dan L. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terhadap mi basah matang serta mengetahui perubahan warna dan kecerahan mi selama penyimpanan. Perubahan
o
Hue
menunjukkan perubahan warna mi, sedangkan perubahan nilai L menunjukkan perubahan kecerahan warna mi. Penambahan ekstrak temu kunci berpengaruh terhadap kecerahan (nilai L) mi basah matang. Hal ini terlihat dari Gambar 9 yang menunjukkan bahwa nilai L untuk mi basah matang yang ditambah ekstrak temu kunci memiliki nilai L yang lebih rendah dibandingkan mi basah matang yang tanpa diberikan penambahan ekstrak temu kunci (mi kontrol dan mi NaCl 4 %). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 9) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak temu kunci ini menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan (p<0.05) terhadap kecerahan (nilai L) mi basah matang. Penambahan garam dapur (NaCl) pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci juga menyebabkan kecerahan (nilai L) berbeda nyata (p<0.05), dimana nilai L untuk mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % lebih tinggi dibandingkan nilai L untuk mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 %. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tanpa ekstrak temu kunci (mi kontrol maupun mi NaCl 4 %) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan (p>0.05) terhadap kecerahan (nilai L) mi.
80.00
nilai L
75.00 70.00 65.00 60.00 55.00 0
12
24
36
48
60
jam kontrol ekstrak 1%
NaCl 4% ekstrk 1% + NaCl 4%
Gambar 9. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan nilai L selama penyimpanan Mi kontrol mengalami penurunan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 76.12 pada jam ke-0 menjadi sebesar 72.08 pada jam ke-60.
Mi dengan NaCl 4 % juga mengalami penurunan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 75.07 pada jam ke-0 menjadi sebesar 71.69 pada jam ke-60. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikkan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 63.70 pada jam ke-0 menjadi sebesar 67.99 pada jam ke-60. Untuk mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 68.20 pada jam ke-0 menjadi sebesar 69.09 pada jam ke-60. Data perubahan warna (nilai oHue) dan kecerahan (nilai L) mi basah selama penyimpanan dapat dilihat selengkapnya pada lampiran 5-8. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (oHue) mi basah matang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 10) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai oHue antara mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p<0.05), dimana nilai oHue untuk mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % lebih tinggi daripada mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %. Penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Hal ini terlihat dari hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa mi kontrol dan mi dengan
o
Hue
NaCl 4 % tidak berbeda nyata (p>0.05). 90.00 88.00 86.00 84.00 82.00 80.00 78.00 76.00 74.00 0
12
24
36
48
60
jam kontrol ekstrak 1%
NaCl 4% ekstrak 1% + NaCl 4%
Gambar 10. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan nilai oHue selama penyimpanan
Mi kontrol mengalami penurunan nilai oHue selama penyimpanan, yaitu sebesar 83.17 pada jam ke-0 menjadi sebesar 81.94 pada jam ke-60 (Gambar 10). Mi dengan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai oHue selama penyimpanan, yaitu sebesar 82.69 pada jam ke-0 menjadi sebesar 83.06 pada jam ke-60. Mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami penurunan nilai oHue yang paling tajam selama penyimpanan, yaitu sebesar 87.39 pada jam ke-0 menjadi sebesar 78.62 pada jam ke-60. Mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % mengalami penurunan nilai oHue selama penyimpanan, yaitu sebesar 84.20 pada jam ke-0 menjadi sebesar 79.72 pada jam ke-60. Meskipun terdapat perubahan nilai oHue, namun nilai oHue masingmasing sampel masih berada dalam satu kisaran warna, yaitu warna kuning. 4. Tekstur Tekstur juga merupakan salah satu indikator mi basah matang. Tekstur mi yang diharapkan adalah tekstur mi yang halus, lembut dan tidak lengket. Pada penelitian ini, pengujian tekstur mi basah dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Parameter yang diuji adalah kekerasan (hardness) dan kelengketan (adhesiveness). Hasil pengukuran
kekerasan (gf)
kekerasan dapat dilihat pada Gambar 11. 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 0
12
24
36
48
60
jam kontrol ekstrak 1 %
NaCl 4% ekstrak 1 % + NaCl 4 %
Gambar 11. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan kekerasan mi selama penyimpanan
Berdasarkan hasil pengukuran nilai kekerasan pada keempat sampel, terlihat bahwa penambahan garam dapur (NaCl) baik pada mi dengan ekstrak temu kunci maupun tanpa penambahan ekstrak temu kunci menunjukkan nilai kekerasan awal mi yang tidak terlalu berbeda jauh. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 15), yang tidak berbeda nyata antara mi kontrol dengan mi NaCl 4 % dan juga mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p>0.05). Penambahan ekstrak temu kunci pada mi dengan ekstrak temu kunci 1 % maupun mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % memiliki nilai kekerasan mi yang berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05). Akan tetapi, kekerasan mi ekstrak temu kunci 1 % ternyata tidak berbeda nyata dengan mi NaCl 4 % (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan NaCl 4 % memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kekerasan mi ekstrak temu kunci 1 %. Hasil pengukuran kekerasan dengan menggunakan texture analyzer selama penyimpanan menunjukkan nilai kekerasan mi basah matang yang cenderung naik sampai jam ke-36 dan kemudian semakin menurun sampai jam ke-60 (Gambar 11). Mi NaCl 4 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 2795.1 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 1902.5 gf pada jam ke-60. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 2851.5 gf pada jam ke0 menjadi sebesar 2481.1 pada jam ke-60. Mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 3020.5 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2082.1 pada jam ke-60. Sedangkan mi kontrol cenderung tidak mengalami penurunan nilai kekerasan, yaitu dari sebesar 2621.8 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2689.9 pada jam ke-60. Data perubahan tekstur (kekerasan dan kelengketan) mi selama penyimpanan dapat dilihat pada lampiran 11-14. Kenaikan nilai kekerasan mi kemungkinan disebabkan oleh air yang menguap selama penyimpanan. Sedangkan penurunan kekerasan mi disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme yang telah
mendekomposisi nutrisi, terutama protein yang terdapat di dalam mi basah matang tersebut sehingga berpengaruh terhadap kekerasan mi basah matang.
Menurut Fardiaz (1989), semua bakteri yang tumbuh pada
makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya.
Dalam
metabolismenya,
bakteri
heterotropik
menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Pembentukan tekstur mi dipengaruhi oleh protein yang ada dalam mi, yaitu gluten, sehingga apabila ada mikroba yang memecah protein maka kualitas tekstur mi akan menurun. Kelengketan (adhesiveness) menunjukkan kecenderungan suatu bahan untuk menempel pada bahan lain. Nilai kelengketan ini bernilai negatif karena berada di bawah absis. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi nilai kelengkatan awal mi basah matang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 16) menunjukkan bahwa kelengketan awal mi dengan penambahan ekstrak temu kunci berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05), dimana mi dengan ekstrak temu kunci memiliki nilai kelengketan yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ekstrak temu kunci yang ditambahkan berupa ekstrak cair yang kental dan lengket. Akan tetapi penambahan NaCl ternyata tidak berpengaruh terhadap nilai kelengketan mi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antara penambahan NaCl 4 % baik pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Hasil analisis kelengketan terhadap mi basah matang selama penyimpanan menunjukkan mi basah matang semakin lengket hingga jam ke-36, namun kelengketannya semakin menurun pada jam selanjutnya (Gambar 12).
kelengketan (gs)
0 -200
0
12
24
36
48
60
-400 -600 -800 -1000 -1200 jam
kontrol ekstrak 1%
NaCl 4% ekstrak 1% + NaCl 4%
Gambar 12. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap perubahan kelengketan mi selama penyimpanan Adanya peningkatan nilai kelengketan mi basah ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme seperti pembentukan lendir oleh bakteri yang menyebabkan mi menjadi berlendir dan lebih lengket. Menurut Fardiaz (1989), bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh pada makanan dapat menyebabkan makanan berlendir. 5. Total Mikroba Mi basah matang merupakan mi basah mentah yang telah mengalami
proses
pemasakan,
baik
melalui
perebusan
maupun
pengukusan (Astawan, 1999). Karena itulah, syarat mutu mikrobiologi untuk total mikroba mi basah matang mengikuti standar SNI untuk makanan siap santap yang juga telah melalui proses pemasakan, seperti ikan pindang, bandeng presto dan kripik tempe goreng, dimana jumlah total mikroba yang disyaratkan tidak boleh lebih dari 105 CFU/g atau 5 log CFU/g. Berdasarkan hasil penelitian, seperti terlihat pada Gambar 13, diketahui bahwa jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % hampir mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-12, dengan jumlah total mikroba masing-masing untuk mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % sebesar 3.7 log CFU/g dan 4.3 log CFU/g. Mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki waktu yang lebih lama untuk mencapai jumlah total mikroba sebesar 5 log CFU/g dibandingkan mi kontrol. Jumlah total mikroba mi
basah dengan ekstrak temu kunci 1 % dan mi dengan NaCl 4 % hampir mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-24, dengan jumlah total mikroba masing-masing sebesar 4.72 dan 4.91 log CFU/g. Data hasil pengamatan
log cfu/g
total mikroba dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 17 – 20. 10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0
12
24
36
48
60
jam
kontrol ekstrak 1%
NaCl 4% ekstrak 1% + NaCl 4%
Gambar 13. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi terhadap pertumbuhan total mikroba selama penyimpanan Terdapat perbedaaan antara hasil pengamatan secara subyektif dan mikrobiologi pada kerusakan mi basah matang. Berdasarkan hasil pengamatan secara subyektif, yaitu dengan parameter bau asam, mi kontrol baru dinyatakan rusak dan tidak dapat diterima lagi pada jam ke42, padahal secara mikrobiologi mi tersebut telah dinyatakan rusak pada jam ke-24 karena telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap dengan jumlah total mikroba sebesar 2.2 x 106 CFU/g (Tabel 8). Tabel 8. Perbandingan umur simpan mi basah matang hasil pengamatan secara subyektif dan mikrobiologi Sampel mi Kontrol NaCl 4 % Ekstrak temu kunci 1 % Ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %
Lama penyimpanan sampai dinyatakan rusak Mikrobiologi Subyektif (jumlah total (bau asam) mikroba > 105) 42 jam 24 jam 54 jam 24 jam 54 jam 36 jam 54 jam 36 jam
Kecenderungan yang sama terjadi juga pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl. Mi dengan NaCl 4 % secara subyektif baru dinyatakan rusak pada jam ke 54. Namun, secara mikrobiologi mi tersebut telah dinyatakan rusak pada jam ke-24 karena jumlah total mikrobanya telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap, yaitu sebesar 2.1 x 106 CFU/g. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 % dan mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % baru dinyatakan rusak secara subyektif pada jam ke-54. Namun jumlah total mikrobanya telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36, yaitu masingmasing sebesar 1.05 x 106 CFU/g dan 2.09 x 106 CFU/g. Adanya perbedaan antara hasil analisis secara subyektif dan mikrobiologi ini disebabkan karena pada saat jumlah total mikroba telah tidak dapat diterima sesuai SNI untuk makanan siap santap (1 x 105 CFU/g), hasil analisis secara subyektif belum menunjukkan tanda-tanda kerusakan seperti munculnya bau asam atau pun berlendir sehingga lama penyimpanan mi dinyatakan lebih lama. Menurut Ray (2001), untuk dapat menghasilkan perubahan yang terdeteksi secara subyektif seperti munculnya bau asam dan lendir, mikroorganisme (terutama bakteri dan khamir) harus tumbuh sampai mencapai level tertentu yang disebut dengan level deteksi kerusakan. Umumnya level deteksi kerusakan ini bervariasi dari 106 sampai 108 CFU/g, CFU/ml, dan CFU/cm2 tergantung dari jenis bahan pangan, tipe kerusakan dan jenis mikrobanya (Ray, 2001). 6. Total Kapang Menurut SNI, jumlah total kapang maksimum yang boleh ada pada mi basah mentah adalah sebesar 1 x 104 CFU/g. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan mi pada suhu kamar menunjukkan bahwa jumlah total kapang mi basah matang kontrol telah melebihi batas SNI pada jam ke-60, yaitu sebesar 1.1 x 104 CFU/g (Gambar 14). Sedangkan jumlah total kapang pada mi dengan NaCl 4 %
belum mencapai 1 x 104 CFU/g (masih berjumlah 1.8 x 103 CFU/g) sampai jam ke-60. 5.00
log cfu/g
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00
12.00
24.00
36.00
48.00
60.00
jam kontrol ekstrak 1%
NaCl 4% ekstrak 1% + NaCl 4%
Gambar 14. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan Pertumbuhan kapang pada mi basah matang dapat dihambat oleh penambahan ekstrak temu kunci. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % (Gambar 14). Hal serupa juga terjadi pada mi dengan penambahan kombinasi 1 % ekstrak temu kunci dan NaCl 4 %. Data hasil pengamatan pertumbuhan kapang pada mi dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 21-24. 7. Organoleptik Mi dengan penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) diuji secara organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang. Mutu organoleptik mi basah matang dinilai menggunakan uji hedonik atau uji kesukaan. Pada uji ini, sebanyak 30 orang panelis secara spontan menyatakan kesukaan atau ketidaksukaannya terhadap sampel mi basah matang yang diuji, yang dinyatakan dalam bentuk skala hedonik, yaitu skala 1 sampai 5, dimana skala 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka),
3 (netral), 4 (suka), 5 (sangat suka). Skor hasil uji hedonik dapat dilihat pada Lampiran 25 - 28. 1. Warna Penambahan ekstrak temu kunci pada mi basah matang tidak menyebabkan kesukaan panelis terhadap warna mi berbeda terlalu jauh (Gambar 15). Berdasarkan hasil skor rata-rata penilaian oleh panelis, warna mi basah matang yang disukai oleh panelis berturutturut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi dengan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, mi kontrol, dan mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 %, dengan skor masing-masing sebesar 3.90, 3.88, 3.80, dan 3.79. 4.00
3.90
3.80
3.79
3.88
skor rata-rata
3.50
3.00
2.50
2.00 kontrol
NaCl 4 %
ekstrak 1 %
ekstrak 1 % + NaCl 4 %
mi basah matang
Gambar 15. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna mi basah matang Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa keempat sampel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05) (Lampiran 29). Hal ini berarti penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan akan warna mi. Meskipun ekstrak temu kunci mengandung pigmen kurkuminoid, namun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % pada mi ternyata tidak menghasilkan mi yang warnanya berbeda dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci.
Hasil ini berbeda dengan hasil pengukuran dengan menggunakan chromameter, dimana mi dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki warna yang lebih tajam dan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci memiliki warna yang lebih cerah. Adanya perbedaan ini disebabkan sensitivitas alat chromameter yang lebih tinggi daripada mata manusia. 2. Aroma Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang pada Gambar 16, menunjukkan bahwa aroma mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 %, dengan skor masing-masing sebesar 3.37, 3.13, 2.27, dan.2.00. 4.00 3.37 3.13 skor rata-rata
3.00 2.27 2.00 2.00
1.00
0.00 kontrol
NaCl 4 % ekstrak 1 % sampel mi basah
eksrak 1 % + NaCl 4 %
Gambar 16. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma mi basah matang Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 30)
menunjukkan
bahwa
penambahan
ekstrak
temu
kunci
menyebabkan aroma mi berbeda nyata dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (p<0.05), dimana mi tanpa penambahn eksrak temu kunci lebih disukai. Sedangkan penambahan NaCl tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan mi kontrol tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi
NaCl 4 %, begitu pula dengan mi ekstrak temu kunci 1 % yang juga tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %. Adanya perbedaan ini disebabkan karena terdapat aroma temu kunci yang khas pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci. Aroma khas temu kunci ini kemungkinan berasal dari komponen terpenoid seperti monoterpenoid (geranedial dan neral) yang berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci. Aroma khas temu kunci pada mi ini membuat mi kurang dapat diterima. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya skor (± 2.00) yang diberikan oleh panelis karena aroma mi menjadi seperti aroma jamu yang umumnya kurang disukai. 3. Rasa Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang pada Gambar 17, menunjukkan bahwa rasa mi basah matang yang disukai berturut-turut oleh panelis adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 3.77, 3.00, 2.31, dan 2.00. 3.77
4.00
skor rata-rata
3.50
3.00
3.00 2.31
2.50
2.00
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 kontrol
NaCl 4 %
ekstrak 1 %
sampel mi basah matang
eksrak 1 % + NaCl 4 %
Gambar 17. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa mi basah matang Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran
31)
menunjukkan
bahwa
penambahan
ekstrak
menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap rasa mi
basah matang. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan bahwa mi tanpa penambahan ekstrak yang berbeda nyata dengan mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci (p<0.05). Cukup rendahnya rata-rata skor untuk rasa terhadap mi dengan penambahan ekstrak temu kunci (± 2.00) menunjukkan bahwa mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki rasa yang kurang disukai oleh para panelis. Hal ini disebabkan karena mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci memeiliki rasa yang sedikit pahit. Rasa pahit ini timbul akibat komponen-komponen
flavonon,
terpenoid
dan
fenolik
yang
terkandung dalam temu kunci. Penambahan NaCl pada mi dengan ekstrak temu kunci ternyata tidak berbeda nyata antara mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p>0.05). Sedangkan penambahan NaCl pada mi tanpa penambahan ekstrak berbeda nyata antara mi kontrol dengan mi NaCl 4 %, dimana mi NaCl 4 % lebih disukai oleh panelis karena lebih gurih. 4. Tekstur Hasil uji hedonik terhadap tekstur mi basah matang pada Gambar 18, menunjukkan bahwa tekstur mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 4.03,
skor rata-rata
3.53, 3.42, dan 3.04. 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
4.03 3.53 3.04
kontrol
NaCl 4 %
ekstrak 1 %
3.42
eksrak 1 % + NaCl 4 %
sampel mi basah matang
Gambar 18. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur mi basah matang
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan (Lampiran 32) menunjukkan bahwa penambahan NaCl sebesar 4 % pada mi menunjukkan hasil kesukaan terhadap tekstur yang berbeda nyata (p<0.05) baik pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa ekstrak temu kunci. Penambahan ekstrak temu kunci sendiri juga memberikan hasil kesukaan terhadap tekstur yang berbeda nyata dengan mi tanpa ekstrak temu kunci (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan NaCl sebesar 4 % dan ekstrak temu kunci sebesar 1 % memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap tekstur mi. Namun, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi NaCl 1 %. Overall Hasil uji hedonik terhadap overall mi basah matang pada Gambar 19, menunjukkan bahwa secara overall mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 3.63, 3.33, 2.62, dan 2.29. 4 3.5
3.63 3.33
3 skor rata-rata
e.
2.62 2.29
2.5 2 1.5 1 0.5 0 kontrol
NaCl 4 %
ekstrak 1 %
eksrak 1 % + NaCl 4 %
sampel mi basah matang
Gambar 19. Tingkat kesukaan panelis terhadap overall mi basah matang
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan (Lampiran 33) menunjukkan bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci berbeda nyata dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (p<0.05). Namun, penambahan NaCl baik pada mi dengan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini berarti bahwa penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % pada mi menunjukkan hasil kesukaan secara overall yang berbeda dari mi tanpa penambahan ekstrak. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan ekstrak temu kunci menyebabkan perubahan aroma dan rasa pada mi basah matang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan ke dalam adonan mi menyebabkan warna mi menjadi semakin kuning. Aroma mi memiliki aroma khas temu kunci dan rasa yang menjadi agak sedikit pahit, yang intensitasnya semakin meningkat seiring penambahan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi garam dapur (NaCl) yang ditambahkan ke dalam adonan mi menyebabkan rasa mi menjadi semakin asin. Penurunan pH mi kontrol dan mi dengan ekstrak temu kunci 1 % lebih besar daripada mi NaCl 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %. Penambahan NaCl sebesar 4 % maupun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aw mi keempat sampel yang tidak berbeda nyata. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (nilai oHue) mi basah matang. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Selama penyimpanan, terjadi penurunan nilai L pada mi kontrol dan mi NaCl 4 %. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikan nilai L selama penyimpanan dan mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan. Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Sedangkan penambahan ekstrak temu kunci 1 % menunjukkan perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mi dan kenaikkan nilai kelengketan mi. Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam.
Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Ekstrak temu kunci 1 % dan garam dapur (NaCl) 4 % pada mi mampu menghambat pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % Penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis akan warna mi. Aroma dan tekstur mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci lebihdisukai daripada mi dngan ekstrak temu kunci 1 %. Rasa mi NaCl 4 % lebih disukai daripada mi lainnya. Mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci secara overall lebih disukai daripada mi dengan ekstrak temu kunci 1 %. Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa mi yang direkomendasikan untuk diaplikasikan selanjutnya adalah mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl sebesar 4 %. Hal ini dikarenakan mi dengan dengan formula tersebut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba yang lebih baik daripada mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Selain itu, mi ini memiliki rasa yang dapat lebih diterima daripada mi dengan hanya penambahan ekstrak temu kunci 1 %. B. Saran Rasa yang sedikit pahit pada mi basah dan aroma yang cukup tajam akibat penambahan ekstrak temu kunci perlu dikurangi atau dihilangkan dengan mencoba cara penambahan ekstrak temu kunci yang lain agar mi dapat lebih disukai oleh konsumen. Cara lain yang dapat dicoba antara lain seperti penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) pada air untuk merebus mi atau dapat juga dicoba diaplikasikan pada pembuatan edible coating mi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2005. Tanaman Obat Indonesia:Temu Kunci. httpp://www.Iptek.net.com [9 Oktober 2006] Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Syarat Mutu Mi Basah. SNI-01 2987-1992. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badrudin, C. 1994. Modifikasi Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta Cranzt) sebagai Bahan Pembuat Mie Kering. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Bogasari, 2005. Manual Produksi Mie. Departemen Research and Development Bogasari, Jakarta. Chamdani. 2005. Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Christensen, C.M. 1974. Storage of Cereal Grains and Their Products. Minnesota : American Association of Cereal Chemist. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. . Analisis Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Fardiaz, D., Apriyantono, A., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S., Suliantari, dan Dewanti, R. 1988. Senyawa Antimikroba. Laboratorium Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Farrel, K. T. 1990. Spice, Condiments, and Seasoning 2nd. Van Nostrand Reinhold (ed.). New York. Frazier, W.C. dan Westhofft, D.C., 1978. Food Microbiology. Mc. Graw-Hill Co, New York. Gracecia, D. 2005. Profil Mie Basah yang Diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Haraguchi, H., Kuwata, Y., Inada, K., Miyahara, M., Nagao, dan Yagi, A. 1998. Antifungal Activity from A. galanga and the Competition for Incorporation of Unscihirated Fatty Acid in Cell Growth. Plant Med. 62 (4) : 308. Harbone, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Patmawinata, K. dan Sudiro, I. (penerjemah). Penerbit ITB, Bandung Hoseney, R.C. 1998. Principles Cereal Science and Technology second edition. American Associate of Cereal Chemist. St Paul Minnesota, USA. Jantan, I., Yassin, M.S.M., Chin, B., Chen, L.L., Sim, N.L. 2003. Antifungal Activity of the Essential Oils of Nine Zingiberaceae Species. Pharmaceutical Biology, Volume 41, Issue 5 August 2003 , pages 392 397 http://www.informaworld.com/smpp/content~content=a714019986~db=al l [3 Agustus 2007] Kidmose, U., Edenleboss, M., Norbeek, R. dan Christensen, L.P. 2002. Colour Stability of Vegetables. Di dalam: Colour in Food : Improving Quality. Mac. Dougall, D.B. (ed.). CRC Press, Washington. Kruger, J. E., Matsuo, R. B., dan Dick, J. W. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc, St. Paul, Minnesota. Maga, J.A. 1990. Compound Structure Versus Bitter Taste. Di dalam : Biterness in Foods and Beverages. Rouseff, R.L. (ed.). Elsevier, New York. Maturin, L., dan Peeler, J. T. 2001. Bacteriological Analytical Manual. http://usfda_cfsan.com/bacteriolocical_analytical_manual/apl.htm. [13 November 2006] Miskelly, D.M. 1996. The Use of Alkali for Noodle Processing. Di dalam : Pasta and Noodle Technology. Kruger, Et.Al.(Eds.). American Association of Cereal Chemist. Minnesota, USA. Munir, A. 2001. Fakta Jenis Tanaman Rempah : Temu Kunci. Di dalam: Sutarno, H. Dan S. Atmowidjojo (eds.). Tantangan Pengembangan dan Fakta Jenis Tanaman Rempah. Yayasan Prosea, Bogor. Mothana, R.A. dan Lindequist, V. 2005. Antifungal Activity of Thailand Spices. Di dalam : Abad, M. J. Ansuategui, M., dan Bermejo, P. (eds.) Active antifungal substances from natural sources. Journal ARKIVOC 2007 (vii) 116-145. Pahrudin. 2006. Aplikasi Bahan Pengawet untuk Memperpanjang Umur Simpan Mie Basah Matang. Skripsi. Fakultas Teknologi. IPB, Bogor.
Priyatna, N. 2005. Profil Mie Basah yang diperdagangkan di Tanggerang dan Bekasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Purnomo, H. dan Adiono. 1978. Ilmu Pangan. UI-Press, Jakarta. Pursgelove, S.W., Brown, E.G., Green, C.L. dan Robbins, S.R.L. 1981. Spices 2. Longman Inc. New york. Puspasari, K. 2007. Aplikasi Teknologi dan Bahan Tambahan Pangan pada Mi Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology Second Edition. CRC Press, USA. Rani, H. 1989. Jenis dan mekanisme Kerja bahan pengawet pangan. Polytechnic Education Development Centre for Agriculturae (PEDCA), Fateta, IPB, Bogor. Shallenberger. 1993. Taste Chemistry. Chapman and Hill, USA. Sihombing, P.A. 2007. Aplikasi Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) sebagai Pengawet Mi Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Sukmawati, M. 2007. Aplikasi Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp) dan Lengkuas (Alpina galanga (L.) Swartz) Sebagai Pengawet Mi Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik, Bharata Karya Aksara, Jakarta Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea, J.R. 1991. Inventarisasi Tanaman Obat Indonesia (1) : Temu Kunci. Departemen Kesehatan RI: Balitbang Kesehatan. Jakarta. Thongson, C., Mahakarnchanakul, W., dan Wanchaitanawong, P. (2005) Antimicrobial Activity of Thai Rhizomatous Spices against Listeria monocytogenes and Salmonella Enteritidis Associated with Chicken Breast Meat. Journal of Food Protection, Vol. 68, Sup. A – pp. 66–192. http://www.foodprotection.org/meetingsEducation/documents/IAFP%202 005%20Poster%20Abstracts.pdf [13 November 2006] Wong, S. 1996. Pembedaan daya antibakteri ekstrak temu kunci air dan ekstrak temu kunci etanol rimpang temukunci terhadap Staphylococcus aureus. Ringkasan Skripsi. Fakultas Farmasi UNIKA Widman. Di dalam : Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia X. 2000. Balitbang Kesehatan, Pusat Penelitian Farmasi, DEPKES RI. Jakarta. http://ftp.ui.edu/bebas/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes_2/buku10.pdf [13 November 2006]
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka. Jakarta Winarno, F.G. dan Rahayu, T.S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Yohana, E. 2007. Aplikasi ekstrak bawang putih (Allium sativum Linn.) sebagai pengawet mi basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
Lampiran 1. Perhitungan rendemen ekstrak temu kunci Ulangan 1 2
Bobot bubuk temu kunci kering (gram) 81.09 80.08 Rata-rata
Bobot ekstrak (gram) 8.62 8.71
Rendemen (%)
Contoh perhitungan : Rendemen ekstrak = Bobot ekstrak temu kunci x 100 % Bobot bubuk temu kunci = 8.62 g x 100 % = 10.63 % 81.09 g
10.63 10.88 10.75
Lampiran 2a. Perubahan pH mi dengan ekstrak temu kunci 1 % selama penyimpanan Ulangan Jam Rata-rata 1 2 0 9.43 9.51 9.47 12 9.32 9.27 9.30 24 8.93 9.24 9.09 36 8.19 7.97 8.08 48 7.01 7.28 7.15 60 6.98 6.56 6.73 Lampiran 2b. Perubahan pH mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % selama penyimpanan Ulangan jam Rata-rata 1 2 0 9.35 9.44 9.40 12 9.21 9.02 9.11 24 9.22 9.23 9.23 36 8.96 8.93 8.95 48 8.06 8.15 8.11 60 7.44 7.46 7.45 Lampiran 2c. Perubahan pH mi kontrol selama penyimpanan Jam 0 12 24 36 48 60
Ulangan 1 9.30 9.25 8.54 6.78 6.04 5.85
Rata-rata 2 9.19 9.11 9.09 7.58 6.68 6.01
9.25 9.18 8.82 7.18 6.36 5.93
Lampiran 2d. Perubahan pH mi dengan NaCl 4 % selama penyimpanan Ulangan Jam Rata-rata 1 2 0 8.98 9.11 9.05 12 8.96 9.02 8.99 24 8.77 8.58 8.68 36 8.28 8.11 8.20 48 7.91 7.77 7.84 60 7.14 7.23 7.19 Lampiran 3. Hasil uji statistik perbedaan nilai pH awal
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: PH Type III Mean Source Sum of df F Square Squares Model 691.397 5 138.279 133818.677 ULANGAN .013 2 .013 12.387 SAMPEL .207 4 .069 66.935 Error .003 3 .001 Total 691.400 8 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Sig. .000 .039 .003
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets PH Duncan SAMPEL
N
1 9.0450
Subset 2
3 NaCl 4% 2 Kontrol 2 9.2700 Ekstrak 1% + 2 9.3950 NaCl 4% Ekstrak 1% 2 9.4700 Sig. 1.000 1.000 .102 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .001. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Lampiran 4. Hasil uji statistik beda nilai aw.
Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label ULANGAN
N
1
4
2 SAMPEL
4
1
kontrol
2
2
NaCl 4%
2
3
Ekstrak 1% Ekstrak 1% + NaCl 4%
2
4
2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: AW Source Model
Type III Sum of Squares 7.187(a)
df 5
Mean Square 1.437
F 18708.124
Sig. .000
ULANGAN
.000
2
.000
1.464
.313
SAMPEL
.001
4
.000
4.705
.118
Error
.000
3
7.683E-05
Total
7.187
8
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Lampiran 5. Perubahan warna mi kontrol Jam Ulangan L L ratarata 78.04 77.88 77.82 1 78.32 78.16 0 76.12 74.91 74.50 2 72.57 73.89 75.09 72.76 72.78 72.8 1 72.86 72.88 12 71.13 70.08 70.11 2 69.69 68.01 69.31 73.29 72.94 73.5 1 73.35 73.23 24 72.39 71.32 71.72 2 71.43 71.40 71.72 74.47 74.46 74.45 1 74.53 74.51 36 73.10 71.55 71.78 2 72.44 71.49 71.32
a
b
3.15 3.16 3.17 3.15 3.24 3.35 3.29 3.18 3.34 3.39 2.77 2.78 2.79 2.77 2.77 2.63 2.68 2.65 2.53 2.52 2.88 2.87 2.94 2.90 2.89 2.63 2.68 2.65 2.53 2.52 3.25 3.24 3.24 3.16 3.18 2.07 2.09 2.28 2.12 2.21
26.52 26.48 26.48 26.50 25.95 27.75 27.65 27.74 27.74 27.92 25.57 25.57 25.51 25.56 25.57 26.18 26.11 25.91 25.36 25.71 21.79 21.98 21.25 22.02 22.16 24.77 22.11 24.28 24.43 24.42 21.65 21.67 21.69 21.59 21.59 23.87 23.06 20.82 23.93 23.83
o
Hue
83.23 83.19 83.17 83.22 82.88 83.12 83.21 83.46 83.13 83.08 83.82 83.80 83.76 83.81 83.82 84.26 84.14 84.16 84.30 84.40 82.47 82.56 82.12 82.50 82.57 83.94 83.09 83.77 84.09 84.11 81.46 81.50 81.50 81.67 81.62 85.04 84.82 83.75 84.94 84.70
o
Hue rata-rata
83.17 (Kuning)
84.03 (Kuning)
83.12 (Kuning)
83.10 (Kuning)
Lanjutan Lampiran 5. Perubahan warna mi kontrol 72.83 2.58 71.9 2.54 72.33 2.65 1 72.37 2.62 72.24 2.57 48 71.18 69.76 2.75 70.20 2.84 2 70.31 2.82 70.17 2.90 69.71 2.86 72.47 2.41 72.91 2.36 72.98 2.36 1 72.95 2.36 72.8 2.35 60 72.08 71.28 2.92 70.88 2.82 2 71.67 2.86 71.01 2.85 71.83 2.84
22.08 22.02 21.97 22.22 22.02 24.42 25.00 24.89 25.06 24.68 17.19 17.38 17.42 17.36 17.34 19.31 19.34 19.64 19.44 19.80
83.34 83.42 83.12 83.28 83.34 83.57 83.52 83.54 83.40 83.39 82.02 82.27 82.28 82.26 82.28 81.40 81.70 81.71 81.66 81.84
83.39 (Kuning)
81.94 (Kuning)
Lampiran 6. Pengamatan perubahan warna mi dengan NaCl 4 % o Hue Jam Ulangan L L rataa b rata 78.41 3.72 25.91 81.83 1 0 75.28 3.45 25.15 82.19 75.63 3.39 24.49 82.12 75.51 3.35 25.10 82.40 76.08 3.37 24.74 82.24 75.07 72.16 3.16 25.89 83.04 2 72.75 3.10 25.98 83.20 74.13 3.01 26.61 83.55 75.02 3.07 26.32 83.35 75.72 3.25 26.36 82.97 71.65 3.08 25.34 83.07 1 12 71.30 3.09 25.23 83.02 72.15 3.18 25.58 82.91 72.10 3.19 25.37 82.83 71.73 3.19 25.41 82.84 71.59 71.25 2.99 25.62 83.34 2 71.99 3.09 25.73 83.15 71.67 3.15 26.20 83.14 70.63 3.09 25.51 83.09 71.44 2.99 25.68 83.36 73.63 2.71 23.42 83.40 1 24 73.42 2.66 23.31 83.49 74.20 2.60 23.28 83.63 73.90 2.77 23.57 83.30 73.67 2.74 22.96 83.19 72.52 71.09 2.60 23.29 83.63 2 71.39 2.56 24.18 83.96 71.28 2.56 23.86 83.88 71.52 2.51 24.03 84.04 71.10 2.47 23.86 84.09 73.22 2.47 23.22 83.93 1 36 73.42 2.42 23.26 84.06 74.20 2.47 23.34 83.96 73.90 2.44 23.23 84.00 73.67 2.45 23.25 83.98 72.96 72.33 2.17 24.50 84.94 2 72.21 2.21 24.61 84.87 72.27 2.19 24.32 84.85 72.19 2.18 24.50 84.92 72.17 2.18 24.44 84.90
o
Hue ratarata
82.69 (Kuning)
83.08 (Kuning)
83.66 (Kuning)
84.44 (Kuning)
Lanjutan Lampiran 6.
1 48 2
1 60 2
Pengamatan perubahan warna mi dengan NaCl 4 % 72.14 2.93 21.96 82.40 72.14 2.82 22.18 82.75 71.79 2.80 22.27 82.83 72.65 2.74 21.89 82.87 83.80 72.04 2.72 21.99 82.95 71.26 (Kuning) 70.06 2.36 24.91 84.59 70.54 2.21 25.35 85.02 70.50 2.36 25.46 84.70 70.24 2.31 25.41 84.81 70.53 2.19 25.42 85.08 72.23 2.90 19.75 81.65 71.64 2.85 19.67 81.76 71.96 2.84 19.94 81.89 71.82 2.86 19.90 81.82 83.06 72.29 2.84 20.09 81.95 71.69 (Kuning) 71.34 2.21 21.94 84.25 71.28 2.19 21.97 84.31 71.85 2.21 22.15 84.30 71.26 2.16 22.06 84.41 71.21 2.21 21.91 84.24
Lampiran 7. Pengamatan perubahan warna mi dengan ekstrak Temu kunci 1 % o Hue oHue rataJam Ulangan L L rataa b rata rata 63.69 0.97 24.42 87.73 64.10 0.96 21.53 87.45 63.96 0.93 21.56 87.53 1 63.96 0.98 21.61 87.40 64.15 0.98 21.68 87.41 87.39 0 63.70 63.37 1.00 21.25 87.31 (Kuning) 63.43 1.03 21.34 87.24 2 63.43 1.06 21.46 87.17 63.32 0.99 21.32 87.34 63.59 1.02 21.54 87.29 66.96 3.07 26.79 83.46 67.01 3.07 26.88 83.48 67.09 3.08 26.71 83.42 1 67.13 3.10 26.93 83.43 66.95 3.12 26.84 83.37 83.24 12 67.18 67.66 3.41 28.28 83.12 (Kuning) 67.15 3.45 28.22 83.03 2 67.17 3.47 28.21 82.99 67.37 3.43 28.17 83.06 67.30 3.44 28.13 83.03 66.47 4.04 26.79 81.42 66.88 4.02 26.82 81.48 67.92 3.89 26.82 81.75 1 67.55 3.88 26.56 81.69 66.92 4.02 26.66 81.43 82.30 24 66.49 65.27 3.41 28.28 83.12 (Kuning) 66.08 3.45 28.22 83.03 2 65.94 3.47 28.21 82.99 65.89 3.43 28.17 83.06 65.96 3.44 28.13 83.03 68.99 3.53 24.02 81.64 68.58 3.57 23.83 81.48 67.81 3.59 23.84 81.44 1 68.63 3.62 24.08 81.45 68.05 3.57 23.80 81.47 81.48 36 67.84 67.61 3.59 24.40 81.63 (Kuning) 67.23 3.63 24.50 81.57 2 67.36 3.71 24.58 81.42 66.98 3.75 24.60 81.33 67.19 3.73 24.52 81.35
Lanjutan Lampiran 7.
1 48 2
1 60 2
Pengamatan perubahan warna mi dengan ekstrak temu kunci 1 % 4.36 22.69 79.12 68.20 4.38 22.75 79.10 68.16 4.40 22.80 79.08 68.02 68.33 4.51 22.85 78.83 68.42 4.48 23.06 79.01 80.24 67.97 3.52 22.67 81.17 (Kuning) 67.83 3.53 23.80 81.56 67.81 67.48 3.50 23.62 81.57 67.71 3.57 23.92 81.51 67.73 3.57 23.79 81.47 67.77 4.55 22.75 78.69 67.98 4.62 22.97 78.63 67.81 4.67 23.17 78.60 67.23 4.64 22.96 78.57 66.87 4.66 23.06 78.58 78.62 67.99 68.73 4.45 21.96 78.54 (Kuning) 68.49 4.34 21.87 78.78 68.59 4.35 21.91 78.77 67.82 4.23 20.72 78.46 68.56 4.40 21.82 78.60
Lampiran 8. Pengamatan perubahan warna mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % o o Hue Hue Jam Ulangan L L rataa b rata-rata rata 68.75 2.55 27.57 84.72 68.76 2.59 27.61 84.64 68.88 2.65 27.69 84.53 1 68.83 2.63 27.69 84.57 68.68 2.60 27.59 84.62 84.20 0 68.20 (Kuning) 67.45 3.12 28.55 83.76 67.88 3.13 28.80 83.80 2 67.51 3.08 28.67 83.87 67.56 3.14 28.55 83.72 67.68 3.12 28.72 83.80 68.62 2.97 26.19 83.53 68.46 3.03 26.12 83.38 68.20 3.01 26.02 83.40 1 68.19 3.01 26.08 83.42 83.14 68.41 3.03 26.06 83.37 12 68.01 (Kuning) 67.65 3.37 27.01 82.89 67.73 3.34 26.90 82.92 2 67.78 3.38 26.88 82.83 67.43 3.36 26.79 82.85 67.61 3.39 27.04 82.85 68.26 3.06 25.67 83.20 68.71 3.07 25.12 83.03 68.91 3.10 25.38 83.04 1 68.89 3.12 24.52 82.75 83.05 68.94 3.09 25.83 83.18 24 68.84 (Merah68.11 3.26 26.60 83.01 Kuning) 68.70 3.19 25.98 83.00 2 69.48 3.20 26.46 83.10 69.49 3.18 26.35 83.12 68.92 3.16 25.97 83.06 69.10 3.02 25.90 83.35 69.36 3.02 25.22 83.17 69.04 3.12 25.53 83.03 1 69.12 3.2 25.74 82.91 82.73 68.83 3.29 25.75 82.72 36 68.79 79.72 68.25 3.38 25.90 82.56 (Kuning) 68.38 3.40 26.03 82.56 2 68.44 3.55 26.42 82.35 68.54 3.58 26.47 82.30 68.87 3.52 26.35 82.39
Lanjutan Lampiran 8.
1 48 2
1 60 2
Perubahan warna mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % 68.71 3.67 23.86 81.26 68.96 3.74 24.15 81.20 68.67 3.70 24.17 81.30 68.85 3.71 24.27 81.31 68.80 3.75 24.32 81.23 80.81 68.27 (Kuning) 68.11 4.25 23.94 79.93 67.38 4.15 24.82 80.51 67.74 4.18 24.60 80.36 67.70 4.24 25.50 80.56 67.76 4.26 25.20 80.40 69.88 4.12 23.11 79.89 69.30 4.13 23.09 79.86 69.35 4.05 22.37 79.74 69.88 4.16 23.55 79.98 69.58 4.08 23.39 80.11 79.72 69.09 (Kuning) 68.84 4.40 25.29 80.13 68.44 4.41 24.13 79.64 68.87 4.48 24.04 79.44 68.41 4.51 23.79 79.27 68.35 4.50 23.55 79.18
Lampiran 9. Hasil uji statistik beda kecerahan warna (nilai L) mi basah matang
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: L Source Model
Type III Sum of Squares 40283.403(a)
5
Mean Square 8056.681
F 7679.276
Sig. .000
7.547
2
7.547
7.193
.075
207.298
4
69.099
65.862
.003
3.147
3
1.049
ULANGAN SAMPEL Error
df
Total 40286.550 8 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets Nilai L Duncan Subset SAMPEL Ekstrak 1% Ekstrak 1% + NaCl 4%
N
1 2 2
NaCl 4%
2
Kontrol
2
Sig.
2
3
63.7000 68.2000 75.0700 76.1150 1.000
1.000
.383
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1.049. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Lampiran 10. Hasil uji statistik nilai beda oHue mi basah matang
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: HUE Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
56963.605(a)
5
ULANGAN
F
11392.721
Sig.
100391.137
.000
.594
2
.594
5.235
.106
26.759
4
8.920
78.600
.002
Error
.340
3
.113
Total
56963.945
8
SAMPEL
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets HUE Duncan Subset SAMPEL NaCl 4% Kontrol Ekstrak 1% + NaCl 4% Ekstrak 1% Sig.
N
1 2
82.6900
2
83.1700
2 2
2
3
83.1700 84.2050 87.3850
.249 .054 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .113. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Lampiran 11. Hasil perubahan tekstur mi kontrol Kekerasan Jam Ulangan Force (g) X Force (g) 1 0 2
1 12 2
1 24 2
1 36 2
1 48 2
1 60 2
2748.9 2704.0 2486.0 2407.5 2991.9 2392.3 2798.8 2946.2 2836.0 2917.2 2936.5 2724.0 3103.9 3370.1 3605.0 3522.5 3315.7 3337.6 3725.6 3824.5 3349.2 3659.6 3824.5 3272.0 2844.8 2518.9 2898.9 3078.1 2944.5 3263.2 2881.8 2889.3 2821.6 2563.9 2513.6 2469.3
2621.8
2859.8
3375.8
3609.2
2924.7
2689.9
Kelengketan Negatif area X Negatif area (gs) (gs) -524.6 -538.4 -429.3 -493.1 -522.5 -532.1 -411.8 -561.8 -546.3 -438.2 -492.5 -585.6 -400.7 -422.5 -720.4 -785.8 -814.3 -758.1 -759.7 -764.7 -703.9 -879.9 -898.2 -781.8 -850.3 -833.2 -781.4 -927.0 -497.4 -392.9 -479.8 -459.3 -493.8 -486.9 -405.0 -582.8 -504.3 -453.9 -435.0 -414.6 -351.1 -303.4
Lampiran 12. Hasil perubahan tekstur mi dengan NaCl 4 % Kekerasan Jam
Ulangan 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 1 48 2 1 60 2
Force (g) 2620.6 2859.7 3194.2 2570.7 2772.9 2752.7 3058.3 2978.0 3035.5 3071.9 2838.4 3380.6 4189.0 3921.1 4043.4 4032.3 4047.4 3616.0 3700.7 4054.4 3752.7 3271.5 3990.7 3550.9 2806.3 3016.9 2775.8 2833.8 2902.4 3106.0 1957.8 1996.5 1866.9 1918.0 1801.1 1874.8
X Force (g)
2795.1
3109.5
3974.9
3720.2
2906.9
1902.5
Kelengketan Negatif area X Negatif area (gs) (gs) -443.2 -560.5 -555.2 -549.3 -636.4 -562.0 -538.6 -466.7 -350.7 -347.2 -453.4 -418.1 -426.9 -479.9 -804.7 -712.9 -758.8 -766.9 -883.9 -719.8 -721.3 -727.0 -737.3 -755.8 -771.8 -817.2 -851.6 -741.8 -392.3 -378.1 -476.8 -499.9 -578.0 -537.9 -636.0 -199.6 -171.8 -215.9 -198.9 -169.6 -213.4 -223.2
Lampiran 13. Hasil perubahan tekstur mi dengan ekstrak temu kunci 1 % Kekerasan Jam
Ulangan 1
0 2
1 12 2
1 24 2
1 36 2
1 48 2
1 60 2
Force (g) 2769.91 2887.44 2962.30 2959.03 2762.41 2767.64 3065.76 3402.26 3331.15 2530.85 2955.32 3246.99 3093.52 3385.49 3137.52 3140.26 3194.00 3194.00 3145.75 3924.52 4012.69 3709.02 3676.08 3703.33 2163.29 2311.60 2264.31 2199.58 2212.64 2337.56 2666.27 2623.28 2440.89 2179.22 2372.21 2226.46
X Force (g)
2851.5
3088.7
3190.8
3695.2
2248.2
2418.1
Kelengketan Negatif area X Negatif area (gs) (gs) -736.12 -758.40 -791.32 -736.0 -751.64 -689.94 -688.33 -807.51 -796.45 -908.43 -734.6 -515.07 -654.77 -725.17 -596.14 -770.23 -748.12 -691.7 -706.91 -663.39 -665.13 -1063.31 -996.86 -1179.57 -986.8 -860.81 -1004.74 -815.63 -292.46 -327.65 -311.63 -295.9 -293.01 -249.19 -301.75 -380.93 -349.74 -376.64 -326.9 -296.88 -274.61 -282.37
Lampiran 14. Hasil perubahan tekstur mi dengan kombinasi ekstrak 1 % + NaCl 4 % Kekerasan Kelengketan Jam Ulangan Negatif area X Negatif area Force (g) X Force (g) (gs) (gs) 3073.295 -908.587 2805.374 -875.201 1 2930.064 -717.654 0 3020.5 -832.4 3287.216 -787.864 2 3103.194 -841.44 2923.559 -863.764 3082.012 -1084.073 3251.568 -897.06 1 3095.367 -815.566 12 3146.9 -826.4 2948.883 -684.316 2 3228.03 -718.902 3275.703 -758.767 3413.193 -1068.797 3446.242 -953.867 1 3365.863 -1005.234 24 3106.0 -801.6 2876.007 -475.636 2 2678.309 -695.735 2856.097 -610.446 3619.526 -1056.471 4022.436 -1256.115 1 3753.214 -1209.214 36 3779.4 -1024.3 3085.315 -844.244 2 4033.571 -897.405 4162.296 -882.065 2043.718 -267.2 2038.298 -292.657 1 2030.241 -300.771 48 2073.7 -287.3 2034.554 -293.511 2 2251.722 -289.768 2043.9 -280.109 2245.391 -295.901 2051.644 -293.16 1 2038.739 -247.327 60 2082.1 -264.8 2128.048 -256.602 2 2034.312 -217.656 1994.334 -278.045
Lampiran 15. Hasil uji statistik beda nilai kekerasan mi basah matang
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: HARDNESS Source Model ULANGAN SAMPEL Error
Type III Sum of Squares 63906385.585( a) 25741.805
df
Mean Square
F
5
12781277.117
Sig.
4180.306
.000
2
25741.805
8.419
.062
162141.060
4
54047.020
17.677
.021
9172.495
3
3057.498
Total
63915558.080 8 a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets HARDNESS Duncan SAMPEL
Subset
N
kontrol
2
1 2621.7500
NaCl 4 %
2
2795.1500
Ekstrak 1 %
2
Ekstrak 1 % + NaCl 4 % Sig.
2
2
3
2795.1500 2851.4500
2851.4500 3020.4500
.052 .384 .055 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 3057.498. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Lampiran 16. Hasil uji statistik beda nilai kelengketan mi basah matang
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: LENGKET Source Model ULANGAN SAMPEL Error
Type III Sum of Squares 3558780.886(a ) .361
df
Mean Square 5
F
711756.177
Sig.
677.535
.000
2
.361
.000
.986
150772.744
4
50257.581
47.841
.005
3151.524
3
1050.508
Total
3561932.410 8 a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets LENGKET Duncan Subset SAMPEL Ekstrak 1% + NaCl 4 %
N
1
2
2
-832.4000
Ekstrak 1%
2
-735.9500
NaCl 4%
2
Kontrol
2
Sig.
-549.3000 -493.1000 .059
.181
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 1050.508. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000. b Alpha = .05.
Lampiran 17. Jumlah total mikroba mi basah matang kontrol Jam ke-
Ul 1
0 2 Jam
Ulangan 1
12 2 1 24 2 1 36 2 48
1 2 1
60 2
-1
10 6 5 2 5
-2
10 0 0 1 0 26 4 47 64
-3
10 0 0 0 0 1 2 26 4 tbud tbud tbud tbud
Jumlah mikroba 10-4 10-5
Cfu / g -6
10
-7
10
Rata-rata
Log Cfu/g
4.9 x 101
1.7
-8
10
5.5 x 101 1
4.3 x 10 0Jumlah mikroba 0 1 0 132 17 147 27 124 36 151 53 tbud 146 tbud 156 tbud 182 tbud 178 tbud tbud tbud tbud
Cfu / g 2.6 x 103 3
Rata-rata
Log
4.6 x 103
3.7
2.2 x 106
6.3
1.7 x 107
7.2
1.1 x 108
8.0
1.4 x 109
9.1
6.5 x 10
2.7 x 106 6
1.7 x 10 19 21 22 21 92 119 130 96 tbud tbud tbud tbud
1.5 x 107 7
1.8 x 10 1 2 1 12 178 122 132 101
1.1 x 108 8
1.1 x 10 39 21 17 5
1.6 x 109 9
1.2 x 10
Lampiran 18. Jumlah total mikroba mi basah matang dengan NaCl 4 %
ke1 0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 48
1 2 1
60 2
10-1
10-2
10-3
5 8 8 9
2 1 2 5 105 102 99 87
2 0 0 0 44 30 32 29 tbud tbud tbud tbud
10-4
10-5
10-6
10-7
Cfu/g
10-8 6.5 x 101 1
7.5 x 101
1.9
1.9 x 104
4.3
2.1 x 106
6.3
7.4 x 106
6.9
5.9 x 107
7.8
1.2 x 109
9.1
8.5 x 10 10 11 4 2 165 204 161 175 136 142 tbud tbud
2.6 x 104 4
1.1 x 10 36 67 66 68 44 48 116 128 119 116 tbud tbud
2.1 x 106 6
2.1 x 10 8 7 25 17 1 8 105 81 tbud tbud tbud tbud
1.7 x 106 7
1.3 x 10 0 2 14 4 107 83 141 123
Lampiran 19. Pengamatan jumlah total mikroba mi dengan kombinasi ekstrak 1 %
2.4 x 107 7
9.3 x 10 11 3 26 19
9.5 x 108 9
1.4 x 10
Jam Ulangan ke0
1 2
24
1 2
36
1 2
48
1 2
60
10-2
Jumlah mikroba 10-4 10-5
10-3 0
10-6
10-7
Cfu / g
10-8
<2.5x102 (8 x 101)
0
1 2
12
10-1 10
1 2
6 2 1
0 0 0 89 98 94 87
0 1 0 16 16 16 17 54 47 61 49
<2.5x102 (1.99 x 101) 9.35 x 103
2 3 2 2 7 4 6 8 94 102 120 103
Rata-rata cfu/g
Log Cfu/g
<2.5x102 (4.99 x 101)
1.70
9.20 x 103
3.96
5.28 x 104
4.72
1.05 x 106
6.02
1.05 x 108
8.02
1.71 x 108
8.23
9.05 x 103 1 0 2 0 7 9 10 11 tbud tbud tbud tbud
5.05 x 104 5.50 x 104 0 1 2 0 102 98 107 113 142 170 204 129
9.80 x 105 1.12 x 106 16 15 17 21 25 27 29 26
Lampiran 20. Pengamatan jumlah total mikroba mi dengan kombinasi ekstrak 1 % dan NaCl 4 %
1.00 x 108 1.10 x 108 0 1 5 6
1.65 x 108 1.76 x 108
Jam
Ulangan 0
1 2
12
1 2
24
1 2
36
1 2
48
1 2
60
1 2
1 1 4 1 1
2 0 6 0 1 6 8 11 17
3 0 1 0 0 0 1 6 11 76 69 88 92
Jumlah koloni 4 5
0 0 3 0 8 6 11 21 125 177 152 151
4 0 4 2 81 80 78 77 221 238 209 241
cfu/g 6
7
8 <2.5 x 102 (5.69 x 101) <2.5 x 102 (1.43x101) <2.5X103 (7.14 x 102) <2.5X103 (2.17 x 103) 7.25 x 104
rata-rata cfu/g <2.5 x 102 (3.56 x 101)
log cfu/g 1.55
<2.5X103 (1.44x103)
3.16
8.13 x 104
4.91
2.09 x 106
6.32
2.38 x 107
7.38
1.39 x 108
8.14
9.00 x 104 2 4 6 7 36 39 28 32 99 102 109 126
2.10 x 106 2.08 x 106 11 5 8 12 37 49 47 44
2.43 x 107 2.32 x 107 1 2 1 6
1.30 x 108 1.48 x 108
Lampiran 21. Jumlah total kapang mi basah matang kontrol Jam ke-
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 48
1 2 1
60 2
10-1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 4 1 72 60 63 46 tbud tbud tbud tbud
Jumlah kapang 10-2 10-3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 6 0 3 2 3 0 75 5 79 5 175 16 134 10
10-4
Cfu / g
Rata-rata
Log Cfu/g
0
0
<1 x 102 (0.5 x 101
0.70
0
0
<1 x 102 (2.25 x 101)
1.35
6.1 x 102
2.8
1.1 x 104
4.0
0 0 <1 x 102 (1 x 101) 0 0 0 <1 x 102 (2 x 101) 2
<1 x 10 (2.5 x 101) 6.6 x 102 2
5.5 x 10
7.7 x 103 4
1.4 x 10
Lampiran 22. Jumlah total kapang mi basah matang dengan NaCl 4 % Jam ke-
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 48
1 2 1
60 2
10-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 44 37 71 20 67 72 112 97
Jumlah kapang 10-2 10-3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 10 1 5 0 17 1 11 0
10-4
Cfu / g
Rata-rata
Log Cfu/g
0
0
0
0
0
0
<1 x 102 (0.5 x 101)
0.70
4.3 x 102
2.6
1.8 x 103
3.3
0 0 0 0 0 0 0 2
<1 x 10 (1 x 101) 4.1 x 102 2
4.6 x 10
7.1 x 102 3
1.1 x 10
Lampiran 23. Jumlah total kapang mi basah matang dengan ekstrak temu kunci 1 % Jam ke-
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 48
1 2 1
60 2
10-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 3 0 0 1 1 0 1 1 8 3 1
Jumlah kapang 10-2 10-3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10-4
Cfu / g
Rata-rata
Log Cfu/g
0
0
0
0
0
0
<1 x 102 (1.4 x 101)
1.15
<1 x 102 (1.5 x 101)
1.18
<1 x 102 (3.25 x 101)
1.51
0 0 0 0 0 0 <1 x 102 (2.8 x 101) 0 <1 x 102 (1.9 x 101) <1 x 102 (1 x 101) <1 x 102 (4.5 x 101) <1 x 102 (2 x 101)
Lampiran 24. Jumlah total kapang mi basah matang dengan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % Jam ke-
Ul 1
0 2 1 12 2 1 24 2 1 36 2 48
1 2 1
60 2
10-1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1
Jumlah kapang 10-2 10-3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0
10-4
Cfu / g
Rata-rata
Log Cfu/g
0
0
0
0
0
0
<1 x 102 (5 x 101)
1.70
<1 x 102 (5.5 x 101)
1.74
<1 x 102 (5.5 x 101)
1.74
0 0 0 0 0 0 <1 x 102 (1 x 102) 0 <1 x 102 (1 x 101) <1 x 102 (1 x 102) <1 x 102 (1 x 102) <1 x 102 (1 x 101)
Lampiran 25. Hasil uji hedonik terhadap mi kontrol Parameter Warna Aroma Tekstur Rasa Overall Nama Nanang 4 3 4 3 4 Hans 3 3 3 1 3 Rosliana 5 4 4 3 4 Prima 4 2 4 2 2 Mita 4 4 4 3 3 Apriliana 4 4 4 3 4 Lutfi 4 4 3 3 3 Andriansyah 4 4 3 4 4 Gilang 3 2 3 2 3 Sucen 4 2 4 3 3 Iqbal 4 2 2 3 2 Dhea 4 4 2 4 3 Yunita 2 3 4 3 3 Sabinazan 4 3 5 3 3 Noor 5 4 3 4 4 Risma 3 2 2 1 2 Tuti 4 3 4 3 3 Kaninta 3 2 4 4 4 Asih 5 4 5 4 5 Rhais 2 3 3 2 2 Sindhu 3 3 4 2 3 Martin 4 3 4 4 4 Rina 4 4 3 3 4 Angelia 4 2 4 4 4 Riani 4 4 3 3 3 Andreas 4 4 4 4 4 Angga 4 3 4 3 4 Sinung 4 4 3 3 4 Rucitra 4 4 3 3 4 Anisa 4 1 4 3 2 Rata-rata 3.8 3.13 3.53 3.00 3.33
Lampiran 26. Hasil uji hedonik terhadap mi dengan NaCl 4% Warna Nama Nanang 4 Hans 3 Rosliana 5 Prima 4 Mita 4 Apriliana 4 Lutfi 4 Andriansyah 4 Gilang 3 Sucen 4 Iqbal 5 Dhea 4 Yunita 4 Sabinazan 3 Noor 5 Risma 3 Tuti 3 Kaninta 3 Asih 4 Rhais 4 Sindhu 5 Martin 4 Rina 4 Angelia 4 Riani 4 Andreas 4 Angga 4 Sinung 3 Rucitra 4 Anisa 4 Rata-rata 3.90
Aroma 5 4 4 2 4 4 4 4 2 3 4 4 4 3 4 2 2 2 4 3 3 2 4 2 4 4 4 4 4 2 3.37
Parameter Tekstur 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 5 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4.03
Rasa 5 5 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4 3 3.77
Overall 4 4 4 2 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 2 3 4 4 3 4 3 3.63
Lampiran 27. Hasil uji hedonik terhadap mi ekstrak 1 % No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Panelis Nanang Hans Rosliana Prima Mita Apriliana Lutfi Andriyansyah Gilang Sucen Iqbal Dhea Yunita Sabinazan Noor Risma Tuti Kaninta Asih Rhais Sindhu Martin Rina Angelia Riani Andreas Angga Sinung Rucitra Anisa Rata-rata
Warna 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 3 4 3 3 4 5 4 3 3 4 3 3 4 3.79
Aroma 3 3 2 1 4 1 1 2 2 2 2 2 1 3 1 1 2 2 2 3 3 2 2 2 2 1 2 3 2 3 2.00
Rasa 3 1 2 2 3 2 1 2 3 2 2 2 1 3 1 1 1 2 4 1 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2.00
Tekstur 3 2 3 4 4 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 4 4 3 2 3 4 3 4 3.04
Overall 4 2 3 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 4 2 1 1 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2 3 2 3 2.29
Lampiran 28. Hasil uji hedonik terhadap mi ekstrak 1 % + NaCl 4% no 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Panelis Nanang Hans Rosliana Prima Mita Apriliana Lutfi Andriyansyah Gilang Sucen Iqbal Dhea Yunita Sabinazan Noor Risma Tuti Kaninta Asih Rhais Sindhu Martin Rina Angelia Riani Andreas Angga Sinung Rucitra Anisa Rata-rata
Warna 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 2 3 3 4 4 5 4 3 4 4 4 3 4 3.88
Aroma 2 1 3 2 4 2 2 3 2 1 2 2 1 4 2 1 2 2 2 3 1 2 2 2 3 2 3 4 1 3 2.27
Rasa 5 3 3 2 3 2 3 3 3 1 2 2 1 5 1 4 1 2 3 1 1 2 1 2 2 2 4 4 2 2 2.31
Tekstur Overall 3 3 3 3 4 4 4 2 4 4 2 2 4 3 3 3 4 3 3 1 3 2 4 2 4 3 4 4 2 2 4 3 3 2 3 2 4 3 3 2 2 1 4 3 4 2 4 2 3 3 2 2 4 4 4 4 3 2 3 3 3.42 2.62
Lampiran 29. Hasil uji statistik hedonik terhadap warna
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1792.175(a)
33
54.308
190.325
.000
PANELIS
20.742
30
.715
2.507
.001
SAMPEL
.425
4
.142
.496
.686
Error
24.825
87
.285
Total
1817.000
120
a R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .981)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR WARNA Duncan SAMPEL
N
Subset 1
Ekstrak 1 %
30
3.77
kontrol
30
3.80
NaCl 4 %
30
3.90
Ekstrak 1% + NaCl 4 %
30
3.90
Sig.
.386
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .285. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lampiran 30. Hasil uji statistik hedonik terhadap aroma
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
947.742(a)
33
28.719
PANELIS
39.842
30
SAMPEL
38.492
4
Error
49.258
87
.566
Total
997.000
120
F
Sig.
50.724
.000
1.374
2.426
.001
12.831
22.661
.000
a R Squared = .951 (Adjusted R Squared = .932)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR AROMA Duncan SAMPEL
N
Subset 1
2
Ekstrak 1%
30
2.07
Ekstrak 1 % + NaCl 4 %
30
2.20
Kontrol
30
3.13
NaCl 4%
30
3.37
Sig.
.494 .233 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .566. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lampiran 31. Hasil uji statistik hedonik terhadap rasa
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
1017.475(a)
33
30.833
PANELIS
29.042
30
SAMPEL
53.225
4
Error
61.525
87
.707
Total
1079.000
120
Sig.
43.599
.000
1.001
1.416
.110
17.742
25.088
.000
a R Squared = .943 (Adjusted R Squared = .921)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR RASA Duncan SAMPEL
N
Subset 1
2
Ekstrak 1 %
30
2.00
Ekstrak 1 % + NaCl 4 %
30
2.40
Kontrol
30
NaCl 4 %
30
Sig.
3
3.00 3.77
.069 1.000 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .707. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lampiran 32. Hasil uji statistik hedonik terhadap tekstur
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Type III Sum df Mean of Squares Square Model 1490.067 33 45.154 PANELIS 17.467 30 .602 SAMPEL 16.567 4 5.522 Error 35.933 87 .413 Total 1526.000 120 a R Squared = .976 (Adjusted R Squared = .968)
F 109.323 1.458 13.370
Sig. .000 .092 .000
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR TEKSTUR
Duncan SAMPEL
N
1
Subset 2
3 ekstrak 1% + 30 3.00 NaCl 1% ekstrak 1% + 30 3.37 NaCl 4% NaCl 1% 30 3.53 NaCl 4% 30 4.03 Sig. 1.000 .318 1.000 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .413. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Lampiran 33. Hasil uji statistik hedonik terhadap overall
Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
1126.700(a)
33
34.142
PANELIS
25.967
30
SAMPEL
32.700
4
Error
43.300
87
.498
Total
1170.000
120
Sig.
68.600
.000
.895
1.799
.019
10.900
21.901
.000
a R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .949)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR OVERALL Duncan Subset SAMPEL Ekstrak 1 % + NaCl 1 % Ekstrak 1 % + NaCl 4 % NaCl 1 % (kontrol) NaCl 4% Sig.
N
1
2
30
2.33
30
2.63
30
3.33
30
3.63 .103
.103
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .498. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. b Alpha = .05.
Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Betty Sri Laksmi Jenie1) dan Arie Norman Riandi2) 1) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB 2) Sarjana Teknologi Pertanian IPB Abstrak Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umumnya digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat tradisional. Minyak atsiri dari rimpang temu kunci dilaporkan memiliki banyak komponen aktif yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungal, antioksidan dan antimutagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang. Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl maupun kombinasi keduanya selama penyimpanan dianalisis lebih lanjut secara objektif meliputi analisis mikroba (TPC dan total kapang), kimia (aw dan pH), serta fisik (warna dan tekstur). Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Selama penyimpanan mi basah matang mengalami penurunan nilai pH, kekerasan dan kelengketan serta kecerahan warna. Penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Secara organoleptik, mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % berbeda dengan mi kontrol. Kata kunci : mi basah matang, ekstrak temu kunci, mutu simpan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini, pangan lokal dituntut untuk dapat memenuhi standar mutu dan keamanan pangan yang baik agar mampu bersaing dengan pangan impor. Selain itu umur simpan yang cukup juga dibutuhkan agar pangan tersebut tidak mengalami banyak perubahan selama didistribusikan, meski harus melewati berbagai daerah selama beberapa hari. Mi basah merupakan salah satu makanan yang cukup populer dan umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), data produksi mi basah di Indonesia tahun 2002 sebesar 92.492.696 kg,
sedangkan data konsumsi mi basah rata-rata dalam seminggu penduduk Indonesia pada tahun 2004 adalah 0.003 kg atau sebesar 3 g (Gracecia, 2005). Kadar air yang tinggi pada mi basah menyebabkan mi basah mudah rusak. Astawan (1999), menyebutkan bahwa mi basah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan selama 40 jam. Umur simpan mi basah yang cukup singkat menyebabkan banyak usaha untuk memperpanjang umur simpannya seperti dengan menambahkan bahan pengawet. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), teknik pembuatan mi basah yang berhasil dan cukup awet adalah menggunakan CMC atau bahan pengembang mi seperti natrium
alginat, natrium kaseinat, gum guar, dan gum cayana serta zat pengawet kalsium propionat sebanyak 0.38 %. Namun fakta di lapangan memperlihatkan masih ada saja para produsen maupun pedagang yang menambahkan bahan pengawet yang dilarang seperti formalin untuk mengawetkan mi basah. Menurut Priyatna (2005), mi mentah yang beredar di pasar tradisional rata-rata mengandung formalin sebesar 106.00 mg/kg bahan, di pedagang produk olahan mi sebesar 72.93 mg/kg bahan, dan mi mentah yang beredar di supermarket sebesar 113.45 mg/kg bahan. Survei yang dilakukan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (2005) menginformasikan bahwa kandungan formalin yang terdapat pada mi basah matang sebesar 2914.36 mg/kg untuk pasar tradisional, 3423.51 mg/kg untuk produk olahan mi basah, dan 29141.82 mg/kg untuk mi basah yang terdapat di supermarket. Formalin merupakan bahan berbahaya yang dilarang penggunaannya dalam bahan pangan. Penggunaan formalin maupun bahan berbahaya lainnya telah diatur dalam berbagai peraturan seperti undang-undang no.7 tahun 1996 tentang pangan, PP no.28 tahun 2004 tentang gizi, mutu, dan keamanan pangan, dan juga SNI karena sifatnya yang toksik terhadap tubuh manusia. Formalin dapat mengakibatkan iritasi lambung, alergi, dan juga kanker jika terakumulasi dalam tubuh manusia. Bahan alami seperti rempah-rempah berpotensi untuk dijadikan sebagai alternatif bahan pengawet karena memiliki keunggulan dibandingkan dengan bahan pengawet sintetik, yaitu relatif tidak bersifat toksik dan aman bagi kesehatan. Sifat antimikroba dari rempahrempah secara tidak langsung telah dimanfaatkan dalam mengawetkan makanan. Pada umumnya masyarakat menggunakan rempah-rempah hanya sebagai bumbu, namun tanpa disadari komponen-komponen aktif dari rempah-rempah tersebut telah menghambat pertumbuhan mikroba sehingga dapat menambah umur simpan pangan. Temu kunci merupakan tanaman rempah yang umum digunakan sebagai penyedap masakan dan banyak digunakan juga sebagai obat yang berkhasiat menyembuhkan sariawan, masuk angin, batuk, gangguan pencernaan, sakit perut pada bayi, rematik, sakit pada otot, sebagai campuran obat penguat sebelum proses kelahiran dan juga memperbanyak air susu ibu serta penyegar tubuh ibu setelah melahirkan (Munir, 2001). Saat ini, temu kunci telah diteliti dan dilaporkan memiliki daya antibakteri. Wong
(1996) melaporkan bahwa ekstrak etanol dari temu kunci menunjukkan daya antibakteri terhadap S. aureus pada konsentrasi 10%, 20% dan 30% b/v. Thongson et.al (2005) juga melaporkan bahwa konsentrasi 5 % minyak esensial temu kunci menunjukkan efek bakterisidal paling baik terhadap S. enteridis selama 4 jam, dan memiliki sedikit efek antibakteri terhadap L. monocytogenes. Tanaman temu kunci merupakan tanaman yang cukup banyak dan mudah ditemui di Indonesia. Kemudahan memperoleh dan banyaknya komponen aktif yang terkandung di dalamnya, terutama komponen antimikroba, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan pangan dan memberikan alternatif sebagai pengganti bahan pengawet sintetik, terutama bahan pengawet yang dilarang seperti formalin. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengawetkan mi basah matang dengan mengunakan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) maupun kombinasinya sehingga diketahui konsentrasi optimum yang efektif menambah lama penyimpanan mi pada suhu ruang. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bagian, yaitu bahan dan alat untuk ekstraksi temu kunci, pembuatan mi basah matang, dan analisis. Bahan untuk ekstraksi temu kunci adalah temu kunci kering yang berasal dari BALITRO dan pelarut etil asetat. Bahan untuk pembuatan mi adalah tepung terigu merk Cakra Kembar, air, garam dapur (NaCl), soda abu (Na2CO3), minyak sawit, dan plastik LDPE sebagai bahan pengemas mi. Bahan untuk analisis antara lain adalah buffer pH 7 dan 10, NaCl jenuh, aquades, alkohol 70%, spirtus, larutan pengencer steril NaCl 0.85%, media Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), dan asam tartarat. Peralatan yang digunakan dalam ekstraksi temu kunci adalah blender, erlenmeyer, shaker, kertas saring Whatmann no.1, pompa vakum, vaccum rotavapor, dan sudip. Untuk pembuatan mi, alat-alat yang
digunakan antara lain adalah timbangan, gelas ukur, gelas piala, baskom plastik, mesin pencetak mi, kompor dan panci. Untuk analisis fisik, kimia dan mikrobiologi digunakan alatalat seperti texture analyzer, aw-meter, chromameter, pH-meter, stomacher, cawan petri steril, tabung reaksi, mikropipet, tip, gelas pengaduk, sudip, inkubator, bunsen, erlenmeyer, gelas ukur, otoklaf, hot plate, dan labu takar.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, meliputi tahap pembuatan ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci, penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl), dan pengaruh kombinasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. 1. Ekstraksi Temu kunci a. Persiapan Ekstraksi Temu kunci yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor, yaitu dalam bentuk temu kunci kering (simplisia), digiling menggunakan blender hingga menjadi bubuk untuk memudahkan proses ekstraksi.
atau sampai mi dinyatakan rusak. Sampel dari konsentrasi ekstrak temu kunci yang memiliki umur keawetannya lebih lama digunakan untuk penelitian selanjutnya. 3. Penentuan Konsentrasi Garam Dapur (NaCl) Penentuan konsentrasi garam dapur (NaCl) dilakukan dengan menambahkan garam dapur (NaCl) pada konsentrasi 3 %, 4 %, dan 5 % (b/b) dari total bobot tepung terigu yang digunakan ke dalam adonan mi. Mi kemudian dimasak dalam air mendidih selama dua menit, setelah itu mi ditiriskan dan diaduk menggunakan minyak goreng. Jumlah minyak goreng yang digunakan sebanyak 10% (b/b) mi mentah. Mi didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik dan disimpan di suhu kamar. Selanjutnya sampel diamati secara organoleptik terhadap aroma, bau asam, ada/tidaknya lendir setiap 6 jam selama 3 hari atau sampai mi dinyatakan rusak. Sampel mi dari konsentrasi NaCl yang memiliki lama penyimpanan lebih lama digunakan untuk penelitian selanjutnya. 4. Pengaruh Kombinasi Ekstrak Temu Kunci dan Garam Dapur (NaCl) Terhadap Mutu Mi Selama Penyimpanan
b. Ekstraksi Bubuk temu kunci kemudian diekstraksi dengan metode maserasi (ekstraksi dingin), menggunakan pelarut etil asetat dengan perbandingan 100 gram bubuk temu kunci dan 400 ml etil asetat selama 24 jam. Selanjutnya disaring dan diuapkan menggunakan rotovapor. 2. Penentuan Konsentrasi Ekstrak Temu Kunci Penentuan konsentrasi ekstrak temu kunci dilakukan dengan menggunakan beberapa konsentrasi ekstrak temu kunci, yaitu sebesar 1, 3, 5 dan 7 % (b/v) total air yang ditambahkan ke dalam adonan mi. Mi yang telah jadi kemudian dimasak dalam air mendidih selama dua menit, setelah itu mi ditiriskan dan diaduk menggunakan minyak goreng. Jumlah minyak goreng yang digunakan sebanyak 10% (b/b) mi mentah. Mi didinginkan dan dikemas dalam kantung plastik LDPE dan disimpan di suhu kamar. Kemudian sampel diamati parameter organoleptiknya seperti aroma, bau asam, ada/tidaknya lendir setiap 6 jam selama 3 hari
Percobaan dilakukan dengan mengkombinasikan konsentrasi ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terpilih dari penelitian sebelumnya pada adonan mi. Selanjutnya mi dikemas dalam plastik dan disimpan pada suhu kamar. Analisis fisik, kimia, dan mikrobiologi dilakukan setiap 12 jam, yaitu pada jam ke-0, 12, 24, 36, 48, dan 60 atau hingga rusak. Khusus untuk uji penerimaan secara organoleptik hanya dilakukan pada sampel sebelum disimpan. 5. Prosedur Analisis a. Analisis Total Mikroba (Maturin dan Peeler, 2001) Metode yang digunakan adalah metode TPC (Total Plate Count). Sebanyak 10 g sampel dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril yang berisi 90 ml larutan pengencer steril. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan alat stomacher selama 120 detik sehingga dihasilkan sampel mi basah mentah dengan pengenceran 1:10.
Campuran dikocok, diambil 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan pengencer steril dan diperoleh pengenceran 10-2. Dengan cara yang sama, 10-4, dan dilakukan pengenceran 10-3, seterusnya. Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan PCA (Plate Count Agar) steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada inkubator dengan suhu 37oC selama 2 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC). c. Analisis Total Kapang (Fardiaz, 1989) Metode pengambilan sampel untuk analisis total kapang sama seperti analisis total mikroba. Media yang digunakan adalah APDA (Acidified Potato Dextrose Agar), yaitu PDA (Potato Dextrose Agar) yang telah ditambahkan asam tartarat 10 % (16 ml asam tartarat untuk 1 liter(1). PDA). Dari masing-masing pengenceran diambil 1 ml suspensi sampel secara aseptis dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril dan ditambahkan APDA steril (duplo). Setelah media membeku, cawan petri diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu kamar (25oC) selama 5 hari. Penghitungan total mikroba dilakukan menggunakan metode Standard Plate Count (SPC), dengan jumlah kapang yang masuk dalam perhitungan adalah kapang dengan jumlah koloni 10-150. Koloni kapang biasanya buram dan berbulu. d. Analisis Fisik (1). Tekstur (Texture Analyzer) Pengukuran tekstur dilakukan terhadap kekerasan (firmness) dan kelengketan (adhesiveness) dengan menggunakan alat texture analyzer dengan probe P/35. Sampel diletakkan pada tempat yang telah disediakan, kemudian diukur kekerasan dan kelengketannya. Satuan kekerasan dan kelengketan adalah gram force. Nilai kekerasan mi diperoleh dari titik puncak grafik (a) dan nilai kelengketan mi dihitung dari luas di bawah kurva grafik (b) (2). Warna (chromameter Minolta tipe CR 200)
Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian ditekan tombol start dan akan diperoleh nilai L, a, dan b dari sampel dengan kisaran nilai 0 sampai 100 (putih). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0 sampai 100 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik campuran birukuning dengan nilai +b (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai – b (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi nilai L, maka semakin tinggi tingkat kecerahan warnanya. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung o Hue dengan rumus : o Hue = tan-1 b
a
e. Analisis Kimia Pengukuran Aktivitas Air (aw) Menggunakan aw meter Shibaura WA360 Sampel diletakkan di dalam cawan sensor. Kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor aw-meter dan ditekan tombol start untuk memulai pengukuran. Nilai aw dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan completed. Sebelum digunakan untuk mengukur sampel, alat dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan NaCl jenuh. (2). Pengukuran pH (Apriyantono et. al., 1989) Sebelum digunakan pH-meter dinyalakan terlebih dahulu selama 15-30 menit. Elektroda kemudian dibilas dengan air destilata dan dikeringkan dengan kertas tissue. Setelah itu dilakukan kalibrasi dengan menggunakan buffer pH 7 dan pH 4. Elektroda dicelupkan ke dalam buffer pH 7 sampai diperoleh angka yang sesuai dengan pH buffer. Setelah itu dilakukan langkah yang sama dengan mengunakan buffer pH 4. Sampel yang akan diukur pH-nya ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam 45 ml aquades kemudian dihancurkan dengan stomacher sampai larut merata. Selanjutnya elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan
tissue lalu dicelupkan ke dalam sampel yang akan diukur nilai pH-nya. f. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) (1). Uji Penerimaan Hedonik Penilaian penerimaan mi basah yang menggunakan ekstrak temu kunci dilakukan dengan metode penerimaan hedonik terhadap 30 panelis. Atribut sensori yang dianalisa adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur. Uji dilakukan terhadap sampel yang masih segar. Tingkat persepsi panelis digambarkan berdasarkan skor sebagai berikut : (5) sangat suka, (4) suka, (3) netral, (2) tidak suka dan (1) sangat tidak suka Atribut sensori yang diuji adalah aroma, warna, tekstur, rasa, dan keseluruhan (overall). Data hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan ANOVA dengan uji lanjut Duncan memakai program SPSS. HASIL DAN PEMBAHASAN A. EKSTRAK TEMU KUNCI Pada penelitian ini, temu kunci diekstrak menggunakan pelarut etil asetat. Diharapkan komponen antimikroba yang bersifat polar dan non polar pada temu kunci akan terekstrak oleh etil asetat yang bersifat semi polar. Sebelum diekstrak, temu kunci yang telah dikeringkan digiling hingga menjadi bubuk kering temu kunci. Menurut Pursgelove et.al. (1981), persiapan bahan baku yang mencakup pengeringan bahan sampai kadar air tertentu dan penggilingan bertujuan untuk mempermudah proses ekstraksi temu kunci. Ekstraksi temu kunci menggunakan pelarut etil asetat menghasilkan ekstrak temu kunci yang berwarna kuning tua, hampir kecoklatan, kental dan lengket serta beraroma khas temu kunci. Rendemen ekstrak temu kunci yang diperoleh sebesar 10.75 % Warna kuning dari ekstrak temu kunci ini berasal dari pigmen kurkuminoid yang terdapat dalam temu kunci. Menurut Munir (2001), minyak atsiri rimpang temu kunci mengandung pigmen kurkuminoid sebesar 0.9 %. Warna kuning tua yang hampir kecoklatan ini kemungkinan juga disebabkan oleh kandungan fenolik dari temu kunci yang rentan teroksidasi oleh enzim polifenoloksidase. Oksidasi terhadap senyawa fenolik ini akan membentuk quinon yang akan mengalami polimerisasi menjadi melanoidin dan menghasilkan warna coklat (Kidmose et. al., 2002).
Aroma khas temu kunci ini kemungkinan berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci. Menurut Harbone (1996), minyak atsiri dapat memberikan aroma harum, atau bau yang khas karena adanya komponen terpenoid di dalamnya. B. PENENTUAN KONSENTRASI EKSTRAK TEMU KUNCI Sebelum disimpan, mi yang telah ditambah ekstrak temu kunci diamati secara organoleptik terhadap atribut warna, rasa dan aroma mi. Berdasarkan pengamatan organoleptik, diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan ke dalam adonan mi menyebabkan warna mi menjadi semakin kuning dan bahkan hampir kecoklatan (pada mi dengan ekstrak temu kunci 7 %). Warna kuning pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci disebabkan oleh pigmen kurkuminoid yang terdapat dalam temu kunci. Aroma mi yang ditambah ekstrak temu kunci memiliki aroma khas temu kunci yang intensitasnya semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Aroma khas temu kunci ini berasal dari komponen terpenoid seperti monoterpenoid (geranedial dan neral), yang berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci. Rasa mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci menjadi agak sedikit pahit dan rasa pahit ini intensitasnya semakin meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Rasa pahit ini disebabkan oleh komponen fenolik, terpenoid dan flavonon yang terkandung di dalam temu kunci. Menurut Maga (1990) dan Shallenberger (1993), komponen yang menyebabkan rasa pahit diantaranya adalah komponen terpenoid, flavonon dan komponen aromatik seperti fenol. Berdasarkan hasil pengamatan secara subyektif terhadap umur simpan mi, diketahui bahwa mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 dan 3 % mengalami kerusakan pada jam ke-54, yang ditandai mulai munculnya aroma asam, tekstur mi menjadi agak basah dan mulai sedikit lengket serta berlendir. Untuk mi basah matang dengan penambahan ekstrak
temu kunci 5 dan 7 % baru mengalami kerusakan pada jam ke-66, yang ditandai dengan mi menjadi basah, lengket dan berlendir. Bau asam pada mi dengan ekstrak temu kunci 5 dan 7 % tidak tercium sampai jam ke72. Hal ini disebabkan aroma temu kunci yang terlalu kuat sehingga menutupi bau asam yang timbul akibat mikroba perusak mi. Mi kontrol (tanpa penambahan ekstrak temu kunci) sendiri sudah mengalami kerusakan pada jam ke-42, yang ditandai munculnya aroma asam. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci mampu menambah lama penyimpanan mi 12 - 24 jam tergantung konsentrasi ekstrak yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan semakin lama waktu penyimpanannya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan antimikroba yang terdapat pada ekstrak temu kunci yang telah menghambat pertumbuhan mikroba perusak mi. Komponen-komponen fenolik, terpenoid, dan minyak atsiri yang terkandung dalam temu kunci merupakan senyawa-senyawa yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian yang telah dilakukan pada rimpang lengkuas (A. galanga) melaporkan bahwa komponen senyawa fenolik, flavonoid, minyak atsiri, terpena, asam organik tanaman, asam lemak, ester asam lemak tertentu dan alkaloid tanaman mempunyai aktivitas antimikroba (Haraguchi et.al., 1998). Lama penyimpanan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sampai mi dinyatakan rusak, paling lama ditunjukkan oleh mi dengan penambahan ekstrak temu kunci sebesar 7 % dengan lama penyimpanan selama 66 jam. Namun rasanya yang pahit membuat mi ini tidak dapat diterima. Berdasarkan pertimbangan ini, maka untuk penelitian selanjutnya digunakan konsentrasi ekstrak temu kunci sebesar 1 % yang memiliki lama penyimpanan 54 jam. C. PENENTUAN KONSENTRASI GARAM DAPUR (NaCl) Penambahan garam dapur (NaCl) pada adonan mi basah matang menyebabkan rasa mi menjadi asin, yang intensitas asinnya ini semakin meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi NaCl yang ditambahkan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lama penyimpanan mi secara subyektif, diketahui bahwa mi dengan penambahan NaCl sebesar 3 % dinyatakan rusak pada jam ke-48, yang ditandai dengan munculnya aroma asam. Mi dengan penambahan NaCl sebesar 4 %
dinyatakan rusak pada jam ke-54, yang ditandai dengan munculnya aroma asam. Mi dengan penambahan NaCl 5 % dinyatakan rusak pada jam ke-60, yang ditandai dengan munculnya aroma asam dan timbul lendir pada mi. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa mi dengan penambahan garam dapur (NaCl) mampu menambah lama penyimpanan mi basah matang 6 - 18 jam, tergantung konsentrasi NaCl yang ditambahkan, dibandingkan mi kontrol. Kemampuan NaCl untuk menghambat pertumbuhan mikroba ini disebabkan karena NaCl mampu mengikat air sehingga menyebabkan dehidrasi makanan (penurunan aw) dan dehidrasi sel mikroorganisme. NaCl juga mampu meyebabkan peningkatan tekanan osmotik sehingga sel mengalami plasmolisa dan dehidrasi dimana air dan komponenkomponen sel lainnya akan keluar dari sel (Frazier, 1978). Penambahan NaCl sebesar 5 % diketahui memiliki lama penyimpanan mi paling lama, yaitu sampai dengan 60 jam. Namun rasanya yang sangat asin menyebabkan mi tidak dapat lagi diterima. Oleh karena itu, dipilih konsentrasi NaCl sebesar 4 % untuk penelitian selanjutnya yang memiliki lama penyimpanan 54 jam, karena rasa asinnya yang masih dapat diterima. D. PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK TEMU KUNCI DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU MI SELAMA PENYIMPANAN a. Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terhadap nilai pH awal mi basah matang maupun perubahan pH mi basah matang selama penyimpanan pada suhu ruang. Akibat penambahan garam alkali (Na2CO3), kisaran pH mi basah menjadi sangat tinggi, yaitu 9.00 - 11.00 (Miskelly, 1996). Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi menyebabkan mi yang dihasilkan memiliki nilai pH awal yang berbeda nyata dengan mi kontrol, dimana nilai pH awal untuk mi kontrol (pH 9.25) lebih tinggi daripada mi dengan NaCl 4 % (pH 9.05). Penambahan ekstrak temu kunci
mikroorganisme. Berdasarkan hasil pengamatan (Gambar 1), diketahui terjadi penurunan pH pada mi basah matang selama penyimpanan pada suhu kamar.
1 % pada adonan mi juga menunjukkan nilai pH awal mi yang berbeda nyata dengan mi kontrol. Umumnya pH mi basah selama penyimpanan akan turun karena pertumbuhan
10 9 pH
8 7 6 5 4 0
12
24
36
48
60
jam ekstrak 1% kontrol
Gambar 1.
ekstrak 1%+ NaCl 4% NaCl 4%
Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl terhadap pH selama penyimpanan
Nilai pH mi kontrol mengalami penurunan paling besar, yaitu dari pH 9.25 pada jam ke-0, menjadi pH 5.93 pada jam ke-60. Untuk mi dengan NaCl 4 % mengalami penurunan pH dari 9.05 pada jam ke-0 menjadi 7.19 pada jam ke-60. Nilai pH mi dengan ekstrak temu kunci 1 % pada jam ke-0 sebesar 9.47 dan mengalami penurunan hingga mencapai pH sebesar 6.73 pada jam ke-60. Nilai pH mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % pada jam ke-0 sebesar 9.40 dan turun menjadi 7.45 pada jam ke-60. Penurunan pH mi basah umumnya disebabkan oleh adanya asam yang terbentuk dari hasil pembusukan oleh mikroba. Menurut Ray (2001), mikroorganisme yang tumbuh pada makanan kaya akan karbohidrat dan protein seperti mi basah akan memanfaatkan karbohidrat terlebih dahulu dan menghasilkan asam yang akan menurunkan pH.
rentan serangan mikroorganisme baik kapang, maupun bakteri. Secara umum nilai aw minimum untuk pertumbuhan kapang adalah 0.80, bakteri gram negatif 0.90 dan bakteri gram positif 0.93 (Ray,2001). Hasil pengukuran nilai aw menunjukkan nilai aw yang sama pada mi dengan ekstrak temu kunci 1% maupun mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1% dan NaCl 4% yaitu sebesar 0.94. Sedangkan mi kontrol menunjukkan nilai aw (0.97) yang tidak berbeda jauh dengan mi NaCl 4 % (0.95). Hasil uji statistik dengan menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai aw untuk keempat sampel tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa penambahan garam dapur (NaCl) maupun ekstrak temu kunci pada adonan mi tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan nilai aw mi. 3. Warna
Aktivitas air (aw) adalah jumlah air bebas dalam bahan yang tersedia untuk aktivitas mikroorganisme (Winarno, 1992). Mi basah matang memiliki aw yang cukup tinggi (± 0.90) sehingga mudah rusak karena
Warna merupakan salah satu faktor penentu dalam mutu mi basah matang. Pada umumnya, mi basah matang berwana putih kekuningan. Timbulnya warna kuning tersebut disebabkan oleh naiknya pH adonan mi akibat penambahan garam alkali sehingga pH adonan menjadi 9-11.5, sehingga pigmen flavonoid yang terdapat dalam
terigu akan terlepas dari pati dan menghasilkan warna kuning (Kruger et.al., 1996).
Warna dan kecerahan mi basah matang diukur menggunakan chromameter yang dinyatakan dengan nilai oHue dan L.
2. Aktivitas Air (aw)
Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) terhadap mi basah matang serta mengetahui perubahan warna dan kecerahan mi selama penyimpanan. Perubahan oHue menunjukkan perubahan warna mi, sedangkan perubahan nilai L menunjukkan perubahan kecerahan warna mi. Penambahan ekstrak temu kunci berpengaruh terhadap kecerahan (nilai L) mi basah matang. Hal ini terlihat dari nilai L untuk mi basah matang yang ditambah ekstrak temu kunci memiliki nilai L yang lebih rendah dibandingkan mi basah matang yang tanpa diberikan penambahan ekstrak temu kunci (mi kontrol dan mi NaCl 4 %). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak temu kunci ini menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan (p<0.05) terhadap kecerahan (nilai L) mi basah matang. Penambahan garam dapur (NaCl) pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci juga menyebabkan kecerahan (nilai L) berbeda nyata (p<0.05), dimana nilai L untuk mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % lebih tinggi dibandingkan nilai L untuk mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 %. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tanpa ekstrak temu kunci (mi kontrol maupun mi NaCl 4 %) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang cukup signifikan (p>0.05) terhadap kecerahan (nilai L) mi. Mi kontrol mengalami penurunan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 76.12 pada jam ke-0 menjadi sebesar 72.08 pada jam ke-60. Mi dengan NaCl 4 % juga mengalami penurunan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 75.07 pada jam ke-0 menjadi sebesar 71.69 pada jam ke-60. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikkan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 63.70 pada jam ke-0 menjadi sebesar 67.99 pada jam ke-60. Untuk mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan, yaitu sebesar 68.20 pada jam ke-0 menjadi sebesar 69.09 pada jam ke-60. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (oHue) mi basah matang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
nilai oHue antara mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p<0.05), dimana nilai o Hue untuk mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % lebih tinggi daripada mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %. Penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Hal ini terlihat dari hasil uji statistik yang menunjukkan bahwa mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % tidak berbeda nyata (p>0.05). Mi kontrol mengalami penurunan nilai o Hue selama penyimpanan, yaitu sebesar 83.17 pada jam ke-0 menjadi sebesar 81.94 pada jam ke-60. Mi dengan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai o Hue selama penyimpanan, yaitu sebesar 82.69 pada jam ke-0 menjadi sebesar 83.06 pada jam ke-60. Mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami penurunan nilai oHue yang paling tajam selama penyimpanan, yaitu sebesar 87.39 pada jam ke-0 menjadi sebesar 78.62 pada jam ke-60. Mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % mengalami penurunan nilai oHue selama penyimpanan, yaitu sebesar 84.20 pada jam ke-0 menjadi sebesar 79.72 pada jam ke-60. Meskipun terdapat perubahan nilai oHue, namun nilai o Hue masing-masing sampel masih berada dalam satu kisaran warna, yaitu warna kuning. 4. Tekstur Tekstur juga merupakan salah satu indikator mi basah matang. Tekstur mi yang diharapkan adalah tekstur mi yang halus, lembut dan tidak lengket. Pada penelitian ini, pengujian tekstur mi basah dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Parameter yang diuji adalah kekerasan (hardness) dan kelengketan (adhesiveness). Berdasarkan hasil pengukuran nilai kekerasan pada keempat sampel, terlihat bahwa penambahan garam dapur (NaCl) baik pada mi dengan ekstrak temu kunci maupun tanpa penambahan ekstrak temu kunci menunjukkan nilai kekerasan awal mi yang tidak terlalu berbeda jauh. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan, yang tidak berbeda nyata antara mi kontrol dengan mi NaCl 4 % dan juga mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p>0.05).
Penambahan ekstrak temu kunci pada mi dengan ekstrak temu kunci 1 % maupun mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % memiliki nilai kekerasan mi yang berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05). Akan tetapi, kekerasan mi ekstrak temu kunci 1 % ternyata tidak berbeda nyata dengan mi NaCl 4 % (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan NaCl 4 % memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kekerasan mi ekstrak temu kunci 1 %. Hasil pengukuran kekerasan dengan menggunakan texture analyzer selama penyimpanan menunjukkan nilai kekerasan mi basah matang yang cenderung naik sampai jam ke-36 dan kemudian semakin menurun sampai jam ke-60. Mi NaCl 4 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 2795.1 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 1902.5 gf pada jam ke-60. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 2851.5 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2481.1 pada jam ke-60. Mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % mengalami penurunan nilai kekerasan dari sebesar 3020.5 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2082.1 pada jam ke-60. Sedangkan mi kontrol cenderung tidak mengalami penurunan nilai kekerasan, yaitu dari sebesar 2621.8 gf pada jam ke-0 menjadi sebesar 2689.9 pada jam ke-60. Data perubahan tekstur (kekerasan dan kelengketan) mi selama penyimpanan dapat dilihat pada lampiran 11-14. Kenaikan nilai kekerasan mi kemungkinan disebabkan oleh air yang menguap selama penyimpanan. Sedangkan penurunan kekerasan mi disebabkan oleh adanya pertumbuhan mikroorganisme yang telah mendekomposisi nutrisi, terutama protein yang terdapat di dalam mi basah matang tersebut sehingga berpengaruh terhadap kekerasan mi basah matang. Menurut Fardiaz (1989), semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya, bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya. Pembentukan tekstur mi dipengaruhi oleh protein yang ada dalam mi, yaitu gluten, sehingga apabila ada mikroba yang memecah protein maka kualitas tekstur mi akan menurun.
Kelengketan (adhesiveness) menunjukkan kecenderungan suatu bahan untuk menempel pada bahan lain. Nilai kelengketan ini bernilai negatif karena berada di bawah absis. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi nilai kelengkatan awal mi basah matang. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa kelengketan awal mi dengan penambahan ekstrak temu kunci berbeda nyata dengan mi kontrol (p<0.05), dimana mi dengan ekstrak temu kunci memiliki nilai kelengketan yang lebih tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena ekstrak temu kunci yang ditambahkan berupa ekstrak cair yang kental dan lengket. Akan tetapi penambahan NaCl ternyata tidak berpengaruh terhadap nilai kelengketan mi. Hal ini ditunjukkan oleh hasil uji statistik yang tidak berbeda nyata (p>0.05) antara penambahan NaCl 4 % baik pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Hasil analisis kelengketan terhadap mi basah matang selama penyimpanan menunjukkan mi basah matang semakin lengket hingga jam ke-36, namun kelengketannya semakin menurun pada jam selanjutnya. Adanya peningkatan nilai kelengketan mi basah ini kemungkinan disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme seperti pembentukan lendir oleh bakteri yang menyebabkan mi menjadi berlendir dan lebih lengket. Menurut Fardiaz (1989), bakteri pembentuk kapsul yang tumbuh pada makanan dapat menyebabkan makanan berlendir. 5. Total Mikroba Mi basah matang merupakan mi basah mentah yang telah mengalami proses pemasakan, baik melalui perebusan maupun pengukusan (Astawan, 1999). Karena itulah, syarat mutu mikrobiologi untuk total mikroba mi basah matang mengikuti standar SNI untuk makanan siap santap yang juga telah melalui proses pemasakan, seperti ikan pindang, bandeng presto dan kripik tempe goreng, dimana jumlah total mikroba yang disyaratkan tidak boleh lebih dari 105 CFU/g atau 5 log CFU/g. Berdasarkan hasil penelitian, seperti terlihat pada Gambar 13, diketahui bahwa jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % hampir mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-12, dengan jumlah total
Terdapat perbedaaan antara hasil pengamatan secara subyektif dan mikrobiologi pada kerusakan mi basah matang. Berdasarkan hasil pengamatan secara subyektif, yaitu dengan parameter bau asam, mi kontrol baru dinyatakan rusak dan tidak dapat diterima lagi pada jam ke42, padahal secara mikrobiologi mi tersebut telah dinyatakan rusak pada jam ke-24 karena telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap dengan jumlah total mikroba sebesar 2.2 x 106 CFU/g (Tabel 1).
log cfu/g
mikroba masing-masing untuk mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % sebesar 3.7 log CFU/g dan 4.3 log CFU/g. Mi basah matang dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki waktu yang lebih lama untuk mencapai jumlah total mikroba sebesar 5 log CFU/g dibandingkan mi kontrol. Jumlah total mikroba mi basah dengan ekstrak temu kunci 1 % dan mi dengan NaCl 4 % hampir mencapai 5 log CFU/g pada jam ke-24, dengan jumlah total mikroba masing-masing sebesar 4.72 dan 4.91 log CFU/g.
10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 0
12
24
36
48
60
jam
kontrol ekstrak 1%
Gambar 2.
Tabel 1.
NaCl 4% ekstrak 1% + NaCl 4%
Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi terhadap pertumbuhan total mikroba selama penyimpanan
Perbandingan umur simpan mi basah matang hasil pengamatan secara subyektif dan mikrobiologi Lama penyimpanan sampai dinyatakan rusak Sampel mi Mikrobiologi Subyektif (bau (jumlah total asam) mikroba > 105) Kontrol 42 jam 24 jam NaCl 4 % 54 jam 24 jam Ekstrak temu kunci 1 % 54 jam 36 jam Ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % 54 jam 36 jam
Kecenderungan yang sama terjadi juga pada mi dengan penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl. Mi dengan NaCl 4 % secara subyektif baru dinyatakan rusak pada jam ke 54. Namun, secara mikrobiologi mi tersebut telah dinyatakan rusak pada jam ke-24 karena jumlah total mikrobanya telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap, yaitu sebesar 2.1 x 106 CFU/g. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 % dan mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % baru dinyatakan rusak secara subyektif pada jam ke-54. Namun jumlah total mikrobanya telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36, yaitu
masing-masing sebesar 1.05 x 106 CFU/g dan 2.09 x 106 CFU/g. Adanya perbedaan antara hasil analisis secara subyektif dan mikrobiologi ini disebabkan karena pada saat jumlah total mikroba telah tidak dapat diterima sesuai SNI untuk makanan siap santap (1 x 105 CFU/g), hasil analisis secara subyektif belum menunjukkan tanda-tanda kerusakan seperti munculnya bau asam atau pun berlendir sehingga lama penyimpanan mi dinyatakan lebih lama. Menurut Ray (2001), untuk dapat menghasilkan perubahan yang terdeteksi secara subyektif seperti munculnya bau asam dan lendir, mikroorganisme (terutama
mentah adalah sebesar 1 x 104 CFU/g. Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan mi pada suhu kamar menunjukkan bahwa jumlah total kapang mi basah matang kontrol telah melebihi batas SNI pada jam ke-60, yaitu sebesar 1.1 x 104 CFU/g (Gambar 14). Sedangkan jumlah total kapang pada mi dengan NaCl 4 % belum mencapai 1 x 104 CFU/g (masih berjumlah 1.8 x 103 CFU/g) sampai jam ke60.
bakteri dan khamir) harus tumbuh sampai mencapai level tertentu yang disebut dengan level deteksi kerusakan. Umumnya level deteksi kerusakan ini bervariasi dari 106 sampai 108 CFU/g, CFU/ml, dan CFU/cm2 tergantung dari jenis bahan pangan, tipe kerusakan dan jenis mikrobanya (Ray, 2001). 6. Total Kapang Menurut SNI, jumlah total kapang maksimum yang boleh ada pada mi basah 5.00 log cfu/g
4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 0.00
12.00
24.00
kontrol ekstrak 1%
Gambar 2.
36.00 jam
48.00
60.00
NaCl 4% ekstrak 1% + NaCl 4%
Pengaruh penambahan ekstrak temu kunci dan NaCl pada mi terhadap pertumbuhan kapang selama penyimpanan
Pertumbuhan kapang pada mi basah matang dapat dihambat oleh penambahan ekstrak temu kunci. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % (Gambar 2). Hal serupa juga terjadi pada mi dengan penambahan kombinasi 1 % ekstrak temu kunci dan NaCl 4 %. 7. Organoleptik a. Warna Penambahan ekstrak temu kunci pada mi basah matang tidak menyebabkan kesukaan panelis terhadap warna mi berbeda terlalu jauh. Berdasarkan hasil skor rata-rata penilaian oleh panelis, warna mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi dengan ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, mi kontrol, dan mi dengan kombinasi ekstrak temu kunci 1 %, dengan skor masing-masing sebesar 3.90, 3.88, 3.80, dan 3.79. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa keempat sampel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Hal ini berarti penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan akan warna mi.
b. Aroma Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang pada, menunjukkan bahwa aroma mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 %, dengan skor masing-masing sebesar 3.37, 3.13, 2.27, dan.2.00. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak temu kunci menyebabkan aroma mi berbeda nyata dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (p<0.05), dimana mi tanpa penambahn eksrak temu kunci lebih disukai. Sedangkan penambahan NaCl tidak menyebabkan perbedaan yang signifikan. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan mi kontrol tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi NaCl 4 %, begitu pula dengan mi ekstrak temu kunci 1 % yang juga tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %. Adanya perbedaan ini disebabkan karena terdapat aroma temu kunci yang khas pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci. Aroma khas temu kunci ini kemungkinan berasal dari komponen terpenoid seperti monoterpenoid (geranedial
dan neral) yang berasal dari minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak temu kunci. Aroma khas temu kunci pada mi ini membuat mi kurang dapat diterima. Hal ini ditunjukkan oleh kecilnya skor (± 2.00) yang diberikan oleh panelis karena aroma mi menjadi seperti aroma jamu yang umumnya kurang disukai. c. Rasa
(p<0.05) baik pada mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa ekstrak temu kunci. Penambahan ekstrak temu kunci sendiri juga memberikan hasil kesukaan terhadap tekstur yang berbeda nyata dengan mi tanpa ekstrak temu kunci (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan NaCl sebesar 4 % dan ekstrak temu kunci sebesar 1 % memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap tekstur mi. Namun, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan mi NaCl 1 %.
Hasil uji hedonik terhadap rasa mi basah matang pada Gambar 17, menunjukkan bahwa rasa mi basah matang yang disukai berturutturut oleh panelis adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 3.77, 3.00, 2.31, dan 2.00. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa penambahan ekstrak menyebabkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap rasa mi basah matang. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan bahwa mi tanpa penambahan ekstrak yang berbeda nyata dengan mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci (p<0.05). Cukup rendahnya rata-rata skor untuk rasa terhadap mi dengan penambahan ekstrak temu kunci (± 2.00) menunjukkan bahwa mi basah dengan penambahan ekstrak temu kunci memiliki rasa yang kurang disukai oleh para panelis. Hal ini disebabkan karena mi yang ditambahkan ekstrak temu kunci memiliki rasa yang sedikit pahit. Penambahan NaCl pada mi dengan ekstrak temu kunci ternyata tidak berbeda nyata antara mi ekstrak temu kunci 1 % dengan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % (p>0.05). Sedangkan penambahan NaCl pada mi tanpa penambahan ekstrak berbeda nyata antara mi kontrol dengan mi NaCl 4 %, dimana mi NaCl 4 % lebih disukai oleh panelis karena lebih gurih.
Hasil uji hedonik terhadap overall mi basah matang pada, menunjukkan bahwa secara overall mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 3.63, 3.33, 2.62, dan 2.29. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mi dengan penambahan ekstrak temu kunci berbeda nyata dengan mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci (p<0.05). Namun, penambahan NaCl baik pada mi dengan ekstrak temu kunci maupun mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini berarti bahwa penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % pada mi menunjukkan hasil kesukaan secara overall yang berbeda dari mi tanpa penambahan ekstrak. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan ekstrak temu kunci menyebabkan perubahan aroma dan rasa pada mi basah matang.
d. Tekstur
KESIMPULAN DAN SARAN
Hasil uji hedonik terhadap tekstur mi basah matang pada Gambar 18, menunjukkan bahwa tekstur mi basah matang yang disukai oleh panelis berturut-turut adalah mi dengan NaCl 4 %, mi kontrol, mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 %, dan mi ekstrak temu kunci 1 % dengan skor masing-masing sebesar 4.03, 3.53, 3.42, dan 3.04. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Duncan menunjukkan bahwa penambahan NaCl sebesar 4 % pada mi menunjukkan hasil kesukaan terhadap tekstur yang berbeda nyata
A. Kesimpulan
e. Overall
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan ke dalam adonan mi menyebabkan warna mi menjadi semakin kuning. Aroma mi memiliki aroma khas temu kunci dan rasa yang menjadi agak sedikit pahit, yang intensitasnya semakin meningkat seiring penambahan konsentrasi ekstrak temu kunci yang ditambahkan. Semakin tinggi konsentrasi garam dapur (NaCl) yang ditambahkan ke
dalam adonan mi menyebabkan rasa mi menjadi semakin asin. Penurunan pH mi kontrol dan mi dengan ekstrak temu kunci 1 % lebih besar daripada mi NaCl 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 %. Penambahan NaCl sebesar 4 % maupun penambahan ekstrak temu kunci sebesar 1 % tidak berpengaruh terhadap nilai aw. Hal ini ditunjukkan oleh nilai aw mi keempat sampel yang tidak berbeda nyata. Penambahan ekstrak temu kunci mempengaruhi warna (nilai oHue) mi basah matang. Sedangkan penambahan NaCl pada mi tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan terhadap nilai oHue. Selama penyimpanan, terjadi penurunan nilai L pada mi kontrol dan mi NaCl 4 %. Sedangkan mi dengan penambahan ekstrak temu kunci 1 % mengalami kenaikan nilai L selama penyimpanan dan mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl 4 % cenderung tidak mengalami perubahan nilai L selama penyimpanan. Penambahan NaCl sebesar 4 % pada adonan mi tidak menunjukkan perbedaan terhadap nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Sedangkan penambahan ekstrak temu kunci 1 % menunjukkan perbedaan nilai kekerasan dan kelengketan awal mi dengan mi kontrol. Selama penyimpanan terjadi penurunan nilai kekerasan mi dan kenaikkan nilai kelengketan mi. Secara subyektif, dengan parameter bau asam, mi kontrol rusak setelah lama penyimpanan 42 jam. Mi dengan ekstrak temu kunci 1 %, mi dengan garam dapur (NaCl) 4 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % secara subyektif telah rusak setelah lama penyimpanan 54 jam. Namun jumlah total mikroba mi kontrol dan mi dengan NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap (105 log CFU/g) pada jam ke-24. Sedangkan jumlah total mikroba mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % telah melewati batas SNI untuk makanan siap santap pada jam ke-36. Ekstrak temu kunci 1 % dan garam dapur (NaCl) 4 % pada mi mampu menghambat pertumbuhan kapang selama penyimpanan. Hal ini terlihat dari tidak adanya pertumbuhan kapang sampai jam ke-24 dan pertumbuhan kapang yang masih kurang dari 1 x 102 sampai dengan jam ke-60 pada mi ekstrak temu kunci 1 % dan mi kombinasi ekstrak temu kunci 1 % + NaCl 4 % Penambahan ekstrak temu kunci tidak berpengaruh terhadap kesukaan panelis akan warna mi. Aroma dan tekstur mi tanpa
penambahan ekstrak temu kunci lebihdisukai daripada mi dngan ekstrak temu kunci 1 %. Rasa mi NaCl 4 % lebih disukai daripada mi lainnya. Mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci secara overall lebih disukai daripada mi dengan ekstrak temu kunci 1 %. Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa mi yang direkomendasikan untuk diaplikasikan selanjutnya adalah mi dengan penambahan kombinasi ekstrak temu kunci 1 % dan NaCl sebesar 4 %. Hal ini dikarenakan mi dengan dengan formula tersebut memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroba yang lebih baik daripada mi tanpa penambahan ekstrak temu kunci. Selain itu, mi ini memiliki rasa yang dapat lebih diterima daripada mi dengan hanya penambahan ekstrak temu kunci 1 %. B. Saran Rasa yang sedikit pahit pada mi basah dan aroma yang cukup tajam akibat penambahan ekstrak temu kunci perlu dikurangi atau dihilangkan dengan mencoba cara penambahan ekstrak temu kunci yang lain agar mi dapat lebih disukai oleh konsumen. Cara lain yang dapat dicoba antara lain seperti penambahan ekstrak temu kunci dan garam dapur (NaCl) pada air untuk merebus mi atau dapat juga dicoba diaplikasikan pada pembuatan edible coating mi. DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, dan Budiyanto, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. Astawan, M. 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya, Jakarta. Bogasari, 2005. Manual Produksi Mie. Departemen Research and Development Bogasari, Jakarta. Chamdani. 2005. Pemilihan Bahan Pengawet yang Sesuai pada Produk Mie Basah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor. . Analisis Mikrobiologi Pangan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.
Fardiaz, D., Apriyantono, A., Puspitasari, N.L., Sedarnawati, Budiyanto, S. 1989. Analisis Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S., Suliantari, dan Dewanti, R. 1988. Senyawa Antimikroba. Laboratorium Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Frazier, W.C. dan Westhofft, D.C., 1978. Food Microbiology. Mc. Graw-Hill Co, New York. Gracecia, D. 2005. Profil Mie Basah yang Diperdagangkan di Bogor dan Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Haraguchi, H., Kuwata, Y., Inada, K., Miyahara, M., Nagao, dan Yagi, A. 1998. Antifungal Activity from A. galanga and the Competition for Incorporation of Unscihirated Fatty Acid in Cell Growth. Plant Med. 62 (4) : 308. Harbone, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Patmawinata, K. dan Sudiro, I. (penerjemah). Penerbit ITB, Bandung Hoseney, R.C. 1998. Principles Cereal Science and Technology second edition. American Associate of Cereal Chemist. St Paul Minnesota, USA. Kidmose, U., Edenleboss, M., Norbeek, R. dan Christensen, L.P. 2002. Colour Stability of Vegetables. Di dalam: Colour in Food : Improving Quality. Mac. Dougall, D.B. (ed.). CRC Press, Washington. Kruger, J. E., Matsuo, R. B., dan Dick, J. W. 1996. Pasta and Noodle Technology. American Association of Cereal Chemists, Inc, St. Paul, Minnesota. Maga, J.A. 1990. Compound Structure Versus Bitter Taste. Di dalam : Biterness in Foods and Beverages. Rouseff, R.L. (ed.). Elsevier, New York. Maturin, L., dan Peeler, J. T. 2001. Bacteriological Analytical Manual. http://usfda_cfsan.com/bacteriolocical_an alytical_manual/apl.htm. [13 November 2006] Miskelly, D.M. 1996. The Use of Alkali for Noodle Processing. Di dalam : Pasta and Noodle Technology. Kruger, Et.Al.(Eds.). American Association of Cereal Chemist. Minnesota, USA. Munir, A. 2001. Fakta Jenis Tanaman Rempah : Temu Kunci. Di dalam: Sutarno, H. Dan S. Atmowidjojo (eds.). Tantangan Pengembangan dan Fakta Jenis Tanaman Rempah. Yayasan Prosea, Bogor.
Mothana, R.A. dan Lindequist, V. 2005. Antifungal Activity of Thailand Spices. Di dalam : Abad, M. J. Ansuategui, M., dan Bermejo, P. (eds.) Active antifungal substances from natural sources. Journal ARKIVOC 2007 (vii) 116-145. Priyatna, N. 2005. Profil Mie Basah yang diperdagangkan di Tanggerang dan Bekasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Pursgelove, S.W., Brown, E.G., Green, C.L. dan Robbins, S.R.L. 1981. Spices 2. Longman Inc. New york. Ray, B. 2001. Fundamental Food Microbiology Second Edition. CRC Press, USA. Shallenberger. 1993. Taste Chemistry. Chapman and Hill, USA. Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik, Bharata Karya Aksara, Jakarta Thongson, C., Mahakarnchanakul, W., dan Wanchaitanawong, P. (2005) Antimicrobial Activity of Thai Rhizomatous Spices against Listeria monocytogenes and Salmonella Enteritidis Associated with Chicken Breast Meat. Journal of Food Protection, Vol. 68, Sup. A – pp. 66–192. http://www.foodprotection.org/me etingsEducation/documents/IAFP %202005%20Poster%20Abstracts. pdf [13 November 2006] Wong, S. 1996. Pembedaan daya antibakteri ekstrak temu kunci air dan ekstrak temu kunci etanol rimpang temukunci terhadap Staphylococcus aureus. Ringkasan Skripsi. Fakultas Farmasi UNIKA Widman. Di dalam : Penelitian Tanaman Obat di Berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia X. 2000. Balitbang Kesehatan, Pusat Penelitian Farmasi, DEPKES RI. Jakarta. http://ftp.ui.edu/bebas/v12/artikel/t tg_tanaman_obat/depkes_2/buku1 0.pdf [13 November 2006] Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka. Jakarta Winarno, F.G. dan Rahayu, T.S. 1994. Bahan Tambahan untuk Pangan dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.