BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diskripsi Teori 1. Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) Temu kunci (Boesenbergia pandurata) merupakan salah satu tanaman yang sering digunakan untuk bumbu dapur dan memiliki khasiat obat yang bervariasi. Rimpang temu kunci berada dalam tanah dengan panjang rimpang 5 - 30 cm. Hidup di iklim tropis dan lembab, sehingga tanah relatif subur. Tanah yang becek dan terlalu banyak air tidak baik untuk pertumbuhan temu kunci. Umumnya berdaun 2 - 7 helai, daun bagian bawah berwarna merah dan helai daunnya berwarna hijau muda. Bentuk rimpang temu kunci dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Rimpang Temu Kunci (Boesenbergia pandurata) (Sumber : www.baitulherbal.com) Nama ilmiah temu kunci adalah Boesenbergia pandurata , dan klasifikasi tumbuhan sebagai berikut : Divisi
: Magnoliophyta
6
Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Boesenbergia
Sinonim
: Gastrochilus panduratum (Roxb) Kaempferia pandurata (Roxb) Boesenbergia rotunda
Nama umum
: Temu Kunci
Nama lokal
: Temu kunci (Indonesia), koncih (Sumatera), Tamu kunci (Minangkabau), Konce (Madura), Kunci (jawa tengah), Dumu kunci (Bima), Tamu konci (Makasar), Tumu kunci (Ambon), Anipa 7phrod (Hila-Alfuru), Aruhu Konci (Haruku), Sun (Buru) Rutu kakuzi (Seram), Tamputi (Ternate)
Nama asing
: Fingerroot (Inggris), Krachai (Thailand), Chinese key (Cina).
Selain tumbuh di daerah tropis, temu kunci juga merupakan tanaman yang tumbuh liar pada daratan rendah di hutan jati. Memperbanyak temu kunci dapat dilakukan dengan memotong rimpang menjadi beberapa bagian dan di setiap bagiannya terdapat mata tunas. Kemudian ditanam dengan jarak yang tidak terlalu dekat (Plantus, 2008).
7
Rimpang temu kunci bermanfaat untuk obat batuk yang memiliki khasiat meluruhkan dahak, untuk obat kurang gizi yang memiliki khasiat menambah nafsu makan, untuk obat sakit perut yang memiliki khasiat meluruhkan kentut, untuk obat urine yang memiliki khasiat melancarkan kencing, untuk obat gatal yang memiliki khasiat mengurangi rasa gatal, untuk obat kurap yang memiliki khasiat menyembuhkan kurap (Hieronymus, 1998). Selain di Indonesia, ternyata negara lain juga banyak yang memanfaatkan temu kunci. Di Thailand, rimpang temu kunci biasa digunakan sebagai bumbu masak. Selain itu, tanaman ini juga telah digunakan sebagai obat aphrodisiac, disentri, antiinflamasi, kolik, serta untuk menjaga kesehatan tubuh. Di Malaysia, rimpang temu kunci digunakan sebagai sebagai obat sakit perut dan dekoksi pada wanita pasca melahirkan.
Gambar 2. Beberapa Struktur Senyawa Aktif pada Rimpang Temu Kunci, (1) kalkon pinosembrin, (2) kardamonin, (3) pinosembrin, (4) pinostrobin,(5) 4- hidroksi panduratin A, dan (6) panduratin A. (Kardono, dkk, 2003)
8
Aktivitas biologi temu kunci dapat diperoleh dari komponen-komponen aktif fitokimia yang terdapat dalam temukunci. Komponen-komponen kimia tanaman temu kunci ditemukan pada bagian rizoma. Menurut Kardono, dkk (2003), senyawa-senyawa aktif pada temukunci terdiri atas flavanon (pinostrobin, pinosembrin, alpinetin, dan 5,7-dimetoksiflavanon), flavon (dimetoksiflavon dan 3’,4’,5,7-tetrametoksi flavon), kalkon (2’,6’-dihidroksi-4’metoksikalkon, kardamo- nin, panduratin A, panduratin B, boesenbergin A, boesenbergin B, dan rubranin), monoterpena (geranial dan neral), dan diterpena (asam pimarat). Beberapa struktur senyawa aktif temu kunci ditunjukan pada Gambar 2.
2. Senyawa Metabolit Sekunder Di era modern ini kimia bahan alam banyak dibicarakan, terutama pada pembentukan struktur dan sifat-sifat metabolit sekunder. Hakekatnya, antara metabolit primer dan metabolit sekunder hanya memiliki sedikit perbedaan. Gula-gula yang lazim, seperti glukosa, fruktosa, manosa fungsi dan sifat kimianya telah dipelajari secara mendalam oleh biokimiawan, dan dimasukan dalam kelompok pertama (metabolit primer). Sedangkan senyawa gula yang jarang dan kaitannya masih dekat seperti khalkosa, streptosa, mikaminosa, yang diketahui sebagai konstituen antibiotik dan ditemukan oleh pakar kimia organik dikategorikan sebagai metabolit sekunder. Asam amino pokok prolin dipandang sebagai metabolit primer, tetapi asam pipekolat cincin lingkar-6 yang analog dengan prolin diklasifikasikan sebagai metabolit sekunder atau dikenal sebagai alkaloid (Hardjono, 1995).
9
Flavanoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang ada di dalam tumbuhan temu kunci (Boesenbergia pandurata). Flavanoid Merupakan suatu kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagian zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan (Achmad, 1986). Flavanoid terdapat di dalam semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, bunga, buah, dan biji, tetapi tidak ditemukan pada tumbuhan laut (alga), mikroorganisme, bakteri, jamur, dan lumut (Scheuer, 1987). Struktur dasar flavanoid ditunjukkan pada Gambar 3. Senyawa flavanoid adalah senyawa yang mengandung �15 , terdiri atas dua inti fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Cincin A memiliki karakteristik bentuk hidroksilasi resolsinol, dan cincin B biasanya 4-, 3, 4-, atau 3,4,5-terhidroksilasi.
Gambar 3. Kerangka Dasar Flavanoid (Hardjono, 1995) 3. Nanopartikel Aplikasi nanoteknologi di masa depan dapat mencakup penggunaan sistem nano atau nanopartikel untuk mendeteksi awal penyakit dan pengiriman agen terapi. Visi dari nanoteknologi adalah nanopartikel dapat mencari target yang terdapat dalam tubuh (misalnya, sebuah sel kanker) dan melakukan pengobatan. Jenis perlakuan yang dapat diterapkan oleh nanopartikel adalah melepaskan obat di area yang telah ditentukan. Hal tersebut meminimalkan potensi efek samping
10
sistemik dari terapi obat secara umum, misalnya kemoterapi. Nanopartikel dapat memberikan perbaikan signifikan dalam pencitraan sel biologis tradisional dan jaringan
dengan
menggunakan
mikroskop
fluorescence sebaik Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dari berbagai macam bagian tubuh. Komposisi kimia membedakan nanopartikel yang digunakan di kedua teknik ini. Area teknologi nanopartikel terbagi menjadi tiga, yaitu pencitraan optikal dengan menggunakan tipe nanopartikel quantum dots, MRI menggunakan tipe nanopartikel super paramagnetic iron oxid, dan pengiriman obat dan gen yang menggunakan tipe nanopartikel berbasiskan liposom dan polimer. Tipe nanopartikel yang terakhir ini yang digunakan pada aplikasi terapi kanker, dimana karakteristik signifikan yaitu pengiriman yang ditargetkan oleh fungsionalisasi permukaan. Sistem pengiriman obat berbasis polimer dapat dikategorikan polymeric drugs, polymeric-protein conjugates, polymeric-drug conjugates, dan polymeric micelles. Polymeric drugs biasanya polimer alami yang dikenal memiliki antivirus atau karakteristik antitumor. Polimer juga dapat diemulsikan ke dalam partikel-partikel
berukuran
nanometer
dimana
obat-obatan
dapat
digunakan. Polimeric-protein conjugates biasanya menggunakan Polyethylene glycol (PEG). PEG terkenal dengan daya larut air yang tinggi dan biokompatibilitas yang sangat baik. Polymeric-drug conjugates ditujukan meningkatkan kelarutan dan kekhususan dari obat-obat berat dengan molekul rendah. Polymeric micelles biasanya dibuat dengan amphipilic polymer yang
11
membentuk micelles dalam larutan dengan obat yang terdapat di dalam micelles tersebut. Dalam dunia kedokteran, sifat ini akan terpakai secara luas untuk mendeteksi sel-sel tumor dalam tubuh. Hal ini dikarenakan ukuran yang lebih kecil dibandingkan sel tubuh, sehingga nanopartikel dapat keluar masuk sel tubuh dengan mudah dan tidak mengganggu kerja sel. Sel kanker dan sel normal mempunyai susunan kimiawi yang berbeda, sehingga ketika partikel memasuki 2 sel tersebut akan mengeluarkan cahaya luminisens yang berbeda. Dengan data warna yang didapat, dokter dapat segera mendeteksi keberadaan sel kanker baik letak maupun ukuran. Selain itu dalam dunia obat, ukuran nanopartikel diaplikasikan dalam proses tablet nanopartikel dan pengkapsulan nanopartikel. Sifatnya yang mudah larut akan meningkatkan daya serap obat oleh tubuh. Nanopartikel dipandang sebagai
carrier
yang sangat
baik
untuk
meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, karena memiliki kemampuan difusi dan penetrasi yang lebih baik ke dalam lapisan mukus. Banyak sekali aplikasi nanoteknologi di bidang medis, misalnya pembuatan spinel ferrite NiFe2O4 yang dilapisi oleh PEG (Polyvinyl Ethylene Glycol) guna kepentingan biomedik seperti magnetic
resonance
imaging
sebuah
alat
untuk
membantu
mengidentifikasi penyakit dengan memanfaatkan medan magnet dan energi gelombang radio untuk menampilkan gambar stutur dan organ dalam tubuh. Kepentingan biomedik lainnya adalah drug delivery atau sistem penghantaran obat,
tissue repair atau perbaikan jaringan tubuh, dan magnetic fluid
hyperthermia atau cairan magnetik panas tinggi yang menggunakan “combustion
12
method” atau metode tabung pembakaran, dan masih banyak lagi (Alif dan Prastyo, 2011). Sifat unik yang dimiliki nanopartikel disebabkan secara langsung oleh sifat fisikokimianya. Karena itu, penentuan karakteristik nanopartikel diperlukan untuk mendapatkan pengertian mekanis dari perilaku nanopartikel. Pengertian yang mendalam dapat digunakan dalam memperkirakan kinerja secara in vivo juga diperlukan dalam merancang partikel, pengembangan formulasi, dan mengatasi masalah-masalah dalam proses pembuatan nanopartikel. Karakterisasi nanopartikel antara lain ukuran dan distribusi ukuran partikel, morfologi partikel, persen penjeratan zat aktif, profil melepaskan zat aktif secara in vitro dan in vivo untuk mengetahui tingkat avaibilitas suatu obat dalam tubuh, dan kemampuan penetrasi menembus barier fisiologis. Ukuran partikel mempengaruhi secara langsung terhadap keunikan sifat dari nanopartikel, karena itu penentuan ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel harus dilakukan. Beberapa metode dapat digunakan dalam penentuan seperti penghamburan cahaya dinamis (Dynamic Light Scattering/DLS), penghamburan cahaya statis (Static Light Scattering/SLS), ultrasonik spektroskopi, turbidimetri, NMR, Coulter counter, dan lain sebagainya. Bentuk dan keadaan permukaan nanopartikel penting untuk diketahui karena hal ini dapat memberikan informasi tentang sifat pelepasan obat. Untuk melihat
permukaan
pemindaian
nanopartikel
(Scanning
Electron
dapat
digunakan
mikroskop
elektron
Microscopy/SEM),
mikroskop
elektron
transmisi (Transmission Electron Microscopy/TEM), dan mikroskop daya atom
13
(atomic force microscopy). Perbedaan mendasar dari TEM dan SEM adalah pada cara elektron ditembakkan mengenai sampel. Pada TEM, sampel disiapkan sangat tipis sehingga elektron dapat menembusnya kemudian hasil tembusan tersebut dapat diolah menjadi gambar. Sedangkan SEM, sampel tidak ditembus oleh elektron sehingga hanya pendaran hasil dari tumbukan elektron dengan sampel yang ditangkap oleh detektor. Untuk mikroskop daya atom (atomic force microscopy) merupakan alat untuk mempelajari struktur permukaan secara atomik. Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, hingga saat ini ada beberapa metode pembuatan nanopartikel yang sering digunakan, yaitu metode presipitasi, penggilingan (milling methods), salting out, fluida superkritis, polimerisasi monomer, polimer hidrofilik, dan dispersi pembentukan polimer (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001; Mansouri, et al., 2011). Adapun penjelasan dari keenam metode tersebut adalah : a. Metode emulsifikasi menggunakan prinsip difusi antara pelarut yang larut air seperti aseton atau metanol dengan pelarut organik tidak larut air seperti kloroform dengan penambahan polimer. Difusi yang terjadi antara dua pelarut tersebut mengakibatkan emulsifikasi pada daerah diantara dua fase pelarut. Partikel yang berada diantara dua fase pelarut tersebut berukuran lebih kecil dari kedua fase pelarut itu sendiri (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001). b. Metode presipitasi adalah sebuah proses dimana bahan dilarutkan ke dalam pelarut yang cocok, lalu dimasukkan ke dalam pelarut lain yang dipengaruhi
14
pH, suhu, atau perubahan pelarut kemudian segera menghasilkan presipitasi zat aktif dengan partikel yang lebih kecil (Haskel, et al., 2009). Metode ini menggunakan agen penahan tegangan permukaan yang cukup besar untuk menahan agregasi. Kelemahan metode ini adalah nanopartikel yang terbentuk harus distabilisasi untuk mencegah timbulnya kristal berukuran mikro dan zat aktif yang hendak dibuat nanopartikelnya harus larut, setidaknya dalam salah satu jenis pelarut. Sementara diketahui bahwa banyak zat aktif memiliki kelarutan rendah baik di air maupun pelarut organik (Junghanns & Muller, 2008). c. Metode milling atau penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Besarnya pengurangan ukuran diatur oleh energi penggilingan, yang ditentukan oleh kekerasan intrinsik obat, media grinding, dan penggilingan. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme kunci yang saling mempengaruhi, yakni gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel, sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan (shear force) mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Vijaykumar, et al., 2010). d. Metode fluida superkritis menggunakan senyawa yang memiliki suhu dan tekanan di atas titik kritis. Senyawa yang termasuk dalam golongan ini antara lain karbon dioksida, air, dan gas metan. Senyawa ini digunakan sebagai
15
pengganti pelarut organik yang berbahaya bagi lingkungan (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001). e. Metode polimerisasi monomer menggunakan senyawa polialkilsianoakrilat (PACA). Metil atau etil sianoakrilat dimasukkan dalam media asam dengan penambahan surfaktan. Monomer sianoakrilat ditambahkan dalam campuran yang sedang diaduk dengan magnetic stirrer. Senyawa obat ditambahkan baik sebelum penambahan monomer maupun setelah reaksi polimerisasi. Suspensi nanopartikel yang terbentuk dimurnikan dengan ultrasentrifugasi (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001). f. Metode polimer hidrofilik tidak memerlukan surfaktan seperti metode polimerisasi monomer. Polimer yang digunakan dalam metode ini merupakan polimer larut air seperti kitosan larut air, natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel
umumnya
terbentuk
secara
spontan
ataupun
dengan
penambahan pengemulsi (Soppimath, Kulkarni, & Aminabhavi, 2001). Metode polimer hidrofilik juga biasa disebut metode gelasi ionik. Diantara metode-metode tersebut, metode gelasi ionik atau polimer hidrofilik ini dinilai sebagai metode yang paling mudah dilakukan. Metode gelasi ionik melibatkan proses sambung silang antara polielektrolit dengan adanya pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik seringkali diikuti dengan kompleksasi polielektrolit yang berlawanan. Pembentukan ikatan sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari partikel yang terbentuk (Raditya, Effionora, dan Mahdi, 2013).
16
Dari sekian banyak aplikasi nanopartikel dibidang medis, nanopartikel berguna sebagai pembawa obat dan sistem pengantar obat yang telah berkembang beberapa tahun terakhir. Ukuran nanopartikel yang kecil menyebabkan ekstrak mudah larut dan memiliki efisiensi penyerapan yang tinggi di usus (Poulain & Nakache, 1998). Selain lebih mudah mencapai target manfaat pengaplikasian nanopartikel untuk obat herbal adalah meningkatkan stabilitas obat, memungkinkan memasukkan obat lipofilik dan hidrofilik. 4. Alginat Alginat adalah polimer murni yang berasal dari asam uronat yang tersusun secara rantai linier yang panjang seperti pada Gambar 4. Berat molekul dari asam alginat bervariasi tergantung dari metode preparasi dan sumber rumput lautnya, sedangkan untuk natrium alginat memiliki berat molekul pada kisaran antara 35.000 sampai 1,5 juta (Champan & Champan, 1980). Alginat juga merupakan polisakarida asam yang tersusun dari polimer gula sederhana. Alginat membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen seperti natrium alginat dengan berat molekul yang rendah. Alginat terkandung dalam alga coklat (Phaeophyceae) seperti Sargassum sp. Alginat dalam alga coklat terdapat dalam bentuk garam dari natrium, kalium, kalsium, dan magnesium (Lembi & Waaland, 1988). Spesifikasi alginat secara komersial bervariasi tergantung pemakaiannya dalam bidang industri. Alginat yang digunakan dalam industri makanan dan farmasi harus memenuhi persyaratan bebas dari selulosa dan warnanya sudah dipucatkan sehingga berwarna putih terang. Pharmaceutical grade, biasanya juga bebas dari selulosa
17
dan dipucatkan sehingga berwarna agak putih sampai putih bersih. Di samping grade tersebut, ada pula yang disebut industrial grade yang masih diizinkan adanya beberapa bagian dari selulosa dengan warna granula bervariasi dari coklat sampai putih (McNeely & Pettitt ,1973).
Gambar 4 . Struktur Alginat
Alginat digunakan secara luas dalam industri sebagai bahan pengental, pensuspensi, penstabil, pembentuk film, pembentuk gel, disintegrating agent, dan bahan pengemulsi. Sehubungan dengan fungsi tersebut, maka alginat banyak dibutuhkan oleh berbagai industri, seperti industri farmasi (5%), tekstil (50%), makanan dan minuman (30%), kertas (6%), serta industri lainnya (9%) (Anggadiredja, dkk., 2006). Friedli dan Schlager (2005) menyatakan bahwa alginat digunakan dalam industri farmasi pada proses enkapsulasi karena sifatnya yang biokompatibel dan murah. Tepung asam alginat berwarna putih, sedangkan natrium alginat berwarna gading. Kadar abu natrium alginat jauh lebih tinggi daripada asam alginat karena
18
adanya unsur natrium. Kandungan air yang lebih tinggi dalam natrium alginat disebabkan adanya pengaruh garam yang bersifat higroskopis. Kandungan air dalam alginat bervariasi tergantung pada kelembaban lingkungannya. Semakin tinggi kelembaban lingkungan, maka semakin tinggi pula kandungan air dalam natrium alginat. Natrium, kalium, dan propilen glikol alginat (PGA) dapat dilarutkan dalam air untuk menambah kekentalan. Alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau garam natrium alginat dan kalsium alginat pada bidang farmasi dan kosmetik. Alginat dapat digunakan sebagai pengental yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampoo cair serta sebagai bahan sediaan untuk minyak rambut dan larutan pencuci rambut (Anggadiredja, dkk, 2006). Dalam indusri kosmetik, alginat digunakan sebagai bahan untuk skin lotion dan produk lainnya berupa jeli dan krim. 5. PSA (Particle size analyzer) Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran suatu partikel yaitu: a. Metode ayakan (Sieve analysis) b. Laser Diffraction (LAS) c. Metode sedimentasi d. Electronical Zone Sensing (EZS) e. Analisa gambar (mikrografi) f. Metode kromatografi g. Submicron aerosol sizing dan counting
19
Sieve analysis dalam dunia farmasi sering kali digunakan dalam bidang mikromeritik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang ilmu dan teknologi partikel kecil. Metode yang paling umum digunakan adalah analisa gambar (mikrografi). Metode ini meliputi metode mikroskopi dan metode holografi. Alat yang sering digunakan adalah SEM, TEM dan AFM. Namun seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan yang lebih mengarah ke era nanoteknologi, para peneliti mulai menggunakan Laser Diffraction (LAS). Metode ini dinilai lebih akurat untuk bila dibandingkan dengan metode analisa gambar maupun metode ayakan (sieve analysis), terutama untuk sample-sampel dalam orde nanometer maupun submikron. Contoh alat yang menggunakan metode LAS adalah Particle Size Analyzer (PSA). Alat ini menggunakan prinsip Dynamic Light Scattering (DLS). Mengukur ukuran dan distribusi ukuran nanopartikel secara lebih kuantitatif, dilakukan pengukuran menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) seri zetasizer. PSA seri zetasizer paling banyak digunakan untuk pengukuran ukuran nanopartikel, koloid, protein, zeta potensial, dan bobot molekul. Alat ini mampu mengukur ukuran partikel dan molekul yang berada dalam rentang 0,15 nm sampai 10 µm. Prinsip kerja dari alat ini adalah hamburan cahaya (DLS). Dengan teknik DLS ini, PSA dapat diaplikasikan untuk mengukur ukuran dan distribusi ukuran dari partikel dan molekul yang terdispersi atau terlarut di dalam sebuah larutan, contohnya
adalah
protein,
polimer,
misel,
karbohidrat,
dispersikoloid, emulsi, dan mikroemulsi (Malvern, 2012).
20
nanopartikel,
6. SEM (Scanning Electron Microscopy) Teknologi nanopartikel tidak lepas dengan mikroskop sebagai alat pembesar untuk melihat struktur partikel kecil tersebut. Ukuran nanometer membutuhkan mikroskop yang mempunyai ketelitian tinggi tidak dapat menggunakan mikroskop
biasa.
Nanopartikel
diperlukan
mikroskop
dengan
panjang
gelombang yang lebih pendek dari cahaya sehingga pada tahun 1932 diciptakan mikroskop elektron. Mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari panjang gelombang cahaya. Dalam pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas seperti pada mikroskop optik tetapi menggunakan lensa jenis magnet. Sifat medan magnet ini mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik (Oktavina, 2009). SEM mempunyai depth offield yang besar, yang dapat memfokus jumlah sampel yang lebih banyak pada satu waktu dan menghasilkan bayangan yang baik dari sampel tiga dimensi. SEM juga menghasilkan bayangan dengan resolusi tinggi, yang berarti mendekati bayangan yang dapat diuji dengan perbesaran tinggi. Kombinasi perbesaran yang lebih tinggi, darkfield, resolusi yang lebih besar, dan komposisi serta informasi kristallografi membuat SEM merupakan satu dari peralatan yang paling banyak digunakan dalam penelitian, R&D industry khususnya industri semikonduktor. Fungsi mikroskop elektron scanning atau SEM adalah dengan memindai terfokus balok halus elektron ke sampel. Elektron berinteraksi dengan sampel
21
komposisi molekul. Energi dari elektron menuju ke sampel secara langsung dalam proporsi jenis interaksi elektron yang dihasilkan dari sampel. Serangkaian energi elektron terukur dapat dihasilkan yang dianalisis oleh sebuah mikroprosesor yang canggih yang menciptakan gambar tiga dimensi atau spektrum elemen yang unik yang ada dalam sampel dianalisis. Ini adalah rangkaian elektron yang dibelokkan oleh tumbukan dengan elektron sampel. Sebelum menjelajahi jenis elektron dihasilkan oleh SEM khas, pemahaman dasar dari teori elemen yang dikelilingi diklasifikasikan tabel periodik perlu disebutkan. Sepanjang sejarah banyak fisikawan, matematikawan, dan ahli kimia mempelajari unsur-unsur di bumi. 7. Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi Lapis Tipis merupakan metode pemisahan yang paling popular dan banyak digunakan karena memberikan banyak keuntungan diantaranya yaitu peralatan yang dibutuhkan sederhana, murah, waktu analisis singkat dan daya pisah yang cukup baik serta sampel yang dibutuhkan sedikit (Sudjadi, 2008). Pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh fase diam dipisahkan oleh gerakan pelarut pengembang. Pemilihan eluen (fase gerak) yang tepat merupakan langkah penting dalam keberhasilan analisis menggunakan KLT. Pemilihan ini didasarkan pada prinsip “like dissolve like”. Eluen dipilih sebaiknya menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah mungkin, hal ini untuk mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut. Jika komponen-komponen yang mempunyai sifat polar tinggi (misalnya air) dalam campuran akan merubah
22
sistem menjadi sistem partisi. Campuran yang baik memberikan fasa gerak yang mempunyai kekuatan bergerak sedang, tetapi sebaiknya dihindari mencampur lebih dari dua komponen terutama karena campuran yang lebih kompleks cepat mengalami perubahan-perubahan fasa terhadap perubahan-perubahan suhu (Hardjono, 1991). Identitas noda pada plat dinyatakan dengan harga Rf (Retordation factor) merupakan rasio jarak noda terhadap titik awal dibagi jarak eluen terhadap titik awal. Secara matematis dapat dituliskan : Rf =
�
ℎ
Dengan l = jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan dan h = jarak eluen dari titik awal ke batas akhir eluen. Harga Rf berkisar 0 – 0,999. B. Penelitian yang Relevan Penelitian mengenai temu kunci (Boesenbergia pandurata) sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian berhubungan dengan kegunaan yang bervariasi dari temu kunci (Boesenbergia pandurata) seperti antiinflamasi, antioksidan, dan antikanker. Sehingga nanopartikel cocok untuk bentuk obat yang mudah dihantarkan kedalam tubuh. Yun , et al.,(2006) telah membuktikan bahwa Panduratin A yang merupakan derivat dari kalkon juga mempunyai berbagai efek biologis, seperti antiinflamasi, analgetik, dan antioksidan. Pada penelitian sebelumnya, telah dibuktikan bahwa panduratin A memiliki efek antiinflamasi pada model sel RAW 264.7. Namun, penelitian
23
lebih lanjut menunjukkan bahwa Panduratin A berpotensi sebagai antikanker dengan mekanisme aksi menginduksi apoptosis pada sel kanker kolon HT29. Pada kanker kolon, panduratin A lebih poten dari pada inhibitor selektif COX-2, misalnya Celecoxib, dan obat-obat antitumor (5-flurouracil and Cisplatin). Adapun kandungan temu kunci telah diteliti oleh Kirana, et al., (2006). Penelitian ini menjelaskan bahwa panduratin A dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MCF7 dan sel adenokarsinoma kolon HT-29 pada manusia melalui penghambatan COX-2 yang merupakan faktor penting dalam perkembangan inflamasi dan sel tumor. Panduratin A juga telah dibuktikan mempunyai aktivitas antimutagenik melalui induksi Quinon Reduktase (QR) yang merupakan enzim fase II. Enzim fase II memiliki peran penting dalam mekanisme pertahanan sel dan metabolisme, seperti detoksifikasi senyawasenyawa elektrofilik. Sel HT-29 yang diperlakukan dengan panduratin A menunjukkan
adanya
gejala
apoptosis,
misalnya
membran
yang
menggelembung, pemendekan kromatin. Karena kandungan temu kunci yang banyak, maka temu kunci cocok diteliti lebih lanjut. Penelitian mengenai pembuatan nanopatikel telah dilakukan oleh Sri Atun dan Retno Arianingrum (2015). Objek penelitian adalah Kamferia rotunda, pembuatan nanopartikel menggunakan metode gelasi ionik dengan kitosan dan Na-TPP. Hasil pengukuran nanopartikel adalah antara 172 sampai 877 nm, dengan nilai zeta potensial antara +28,06 sampai +38,03 mV. Penelitian yang berhubungan dengan nanopartikel juga telah dilakukan oleh Eriawan Rismana, dkk (2013). Namun variabel yang digunakan bukannya
24
ekstrak temu kunci melainkan ekstrak kulit buah manggis dan untuk pengikat kandungannya bukan menggunakan alginat melainkan kitosan. Penelitian yang dilakukan Raditya, Effionora, dan Mahdi (2013) mengoptimalkan metode gelasi ionik antara kitosan dan natrium tripolifosfat guna mendapatkan formulasi yang terbaik. Penelitian mengenai nanopartikel juga sudah dilakukan oleh Ronny Martien, dkk (2012) yang membahas metode nanopartikel untuk sistem penghantaran obat. Nanopartikel relatif lebih mudah menembus berbagai pembatas biologis, sehingga menjadi kurang spesifik jika digunakan dengan tujuan aplikasi khusus. C. Kerangka Berpikir Obat
kimia
marak
digunakan
dikalangan
masyarakat,
meskipun
menimbulkan efek samping. Hal ini menyebabkan obat herbal mulai banyak digunakan lagi karena terbuat dari bahan yang alami. Penggunaan bahan alami dalam obat-obatan dapat meminimalisir efek samping. Penggunaan nanopartikel pada penelitian ini dilatarbelakangi kemampuan nanopartikel sebagai carrier yang sangat baik untuk meningkatkan bioavailabilitas biomolekul, yaitu meningkatkan kemampuan penyerapan dan peredaran obat di dalam tubuh. Penelitian mengenai pembuatan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci (Boesenbergia pandurata) dengan alginat perlu ketelitian yang lebih untuk menentukan banyaknya alginat yang diperlukan sebagai pengikat kandungan temu kunci agar tidak larut dalam pelarut lain. Nanopartikel yang dibuat memiliki keunggulan dalam penghantaran obat ke reseptor. Kandungan temu kunci sangat bervariasi, sehingga baik untuk obat herbal diberbagai penyakit.
25
Pembuatan nanopartikel diawali dengan mengekstrak temu kunci menggunakan etanol. Setelah dilakukan percobaan berulang kali dari berbagai prosedur, hasil nanopartikel perlu dikarakterisasi untuk mengetahui ukuran nanopartikel yang dibuat. Karakterisasi sebagai upaya mengetahui ukuran nanopartikel yang dibuat menggunakan PSA (Particle size analyzer). Kestabilan partikel dapat diketahui dengan mengukur zeta potensialnya untuk melihat kestabilan suatu larutan koloid dengan zeta sizer. Endapan keringnya dikarakterisasi menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy) untuk melihat bentuk morfologi partikel. Serta identifikasi menggunakan KLT untuk melihat kesamaan ekstrak etanol temu kunci dan nanopartikel ekstrak etanol temu kunci.
26