PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU PUTIH (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe.) TERHADAP EFEK ANTIINFLAMASI ASAM MEFENAMAT PADA TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Disusun oleh :
NOORLAILA K 100 060 162
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Radang atau
inflamasi merupakan
mekanisme
pertahanan
tubuh
disebabkan karena adanya respon jaringan terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat merusak baik yang bersifat lokal maupun yang masuk ke dalam tubuh. Pengaruh-pengaruh yang dapat merusak (noksi) dapat berupa reaksi kimia, fisika, bakteri, parasit dan sebagainya. Di sekitar jaringan yang terkena radang terjadi peningkatan panas (kalor), timbul warna kemerah-merahan (rubor) dan pembengkakan (tumor). Kemungkinan disusul perubahan struktur jaringan yang dapat menimbulkan kehilanga n fungsi. (Mutschler, 1986). Kerusakan sel yang terkait dengan inflamasi berpengaruh pada selaput membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim-enzim lisosomal, asam arakidonat dan berbagai eukosanoid kemudian dilepaskan dari senyawa-senyawa terdahulu. Jalur cyclooxigenase
(COX) dari metabolisme arakidonat menghasilkan
prostaglandin yang mempunyai berbagai efek pada pembuluh darah, ujung-ujung syaraf, dan pada sel-sel yang terlibat dalam inflamasi. Cyclooxigenase-2 diinduksi selama proses inflamasi dan digunakan untuk memfasilitasi respon inflamasi (Katzung dan Trevor , 2002). Proses inflamasi dapat dikurangi dengan menggunakan obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS) (Katzung dan Trevor, 2004). Obat Antiinflamasi Non Steroid membentuk kelompok berbeda-beda secara kimia,
tetapi semua mempunyai kemampuan untuk menghambat siklooksigenase (COX) dan menghambat sintesis prostaglandin (Neal, 2006). Salah satu OAINS yang sering digunakan adalah asam mefenamat. Asam mefenamat menghambat dua enzim yaitu, cyclooxigenase (COX) dan phospholipase A2 (Katzung dan Trevor, 2004). Seiring dengan perkembangan jaman, pemanfaatan obat tradisional di Indonesia beberapa tahun belakangan ini menunjukkan perkembangan yang cukup pesat (Soedibyo, 1998). Salah satu tanaman yang sekarang mulai dikembangkan sebagai obat tradisional adalah temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.)Roscoe). Kegunaan rimpang temu putih salah satunya mengurangi rasa nyeri pada haid. Kemampuan menghilangkan nyeri tersebut kemungkinan karena temu putih mengandung senyawa kurkumin dan minyak atsiri. Berdasarkan mekanisme aksinya, kurkumin dan minyak atsiri dapat menghambat jalur siklooksigenase (COX). Selain itu, temu putih juga digunakan sebagai aromaticum, stomachicum, cholereticum, juga digunakan untuk ramuan kosmetik tradisional. Temu putih dapat digunakan sebagai obat luar untuk mematangkan bisul dan memar (perdarahan di bawah kulit) (Sudarsono dan Agus, 1996). Berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa kurkumin dan minyak atsiri mempunyai aktivitas antiinflamasi pada mencit yang diinduksi karagenin dengan menghambat produksi prostaglandin yang dapat diperantarai melalui penghambatan aktifitas enzim siklooksigenase (Sudjarwo, 2003). Masyarakat pada umumnya sering menggunakan obat sintetik dan obat tradisional secara bersamaan tanpa mengetahui interaksi yang akan ditimbulkan
dari kombinasi tersebut. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih terhadap efek antiinflamasi asam mefenamat. Karena diketahui rimpang temu putih
mengandung senyawa
kurkumin dan minyak atsiri yang diyakini juga memiliki efek antiinflamasi. Dengan demikian, diharapkan kedua kombinasi tersebut sinergisme dan dapat saling meningkatkan efek antiinflamasi.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan
yaitu: apakah ekstrak etanol rimpang temu putih dapat
meningkatkan efek antiinflamasi asam mefenamat pada tikus putih jantan yang diinduksi karagenin 1% ?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih terhadap efek antiinflamasi asam mefenamat pada tikus putih jantan yang diinduksi karagenin 1%.
D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman Rimpang Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg)Roscoe.) a. Sistematika Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe.) Sistematika tanaman ini sebagai berikut :
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Zingiberales
Suku
: Zingiberaceae
Marga
: Curcuma
Jenis
: Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.
Nama lain
: white tumeric (Inggris), kencur atau ambhalad (India), dan cedoaria (Spanyol) (Backer dan Van den Brink, 1968) .
b. Kandungan Kimia Temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Rosc oe mengandung minyak mudah menguap (1-1,5%) yang terdiri dari zingiberen (sebagai komponen utama), 1,8sineol,
D-kamfor,
D-kamfen,
D-borneol,
a-pinen,
kurkumol,
zederon,
kurkumeneol, kurkulon, furanodienon, isofuranodienon, kurkuminoid (kurkumin, desmetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin) , dan tepung (50%) (Fleming, 2000). c. Khasiat Tanaman Temu putih
termasuk
tanaman
obat
yang menyehatkan darah dan
menghilangkan sumbatan, melancarkan sirkulasi energi dan menghilangkan nyeri. Rimpang temu putih berkhasiat antikanker, antiradang, antiflogistik, melancarkan aliran darah, fibrinolitik, tonik pada saluran cerna, peluruh haid (emenagoga), dan peluruh kentut (Dalimartha, 2005).
Temu putih juga digunakan sebagai aromatikum, stomakik um, koleretikum, dan ramuan kosmetik tradisional. Sedangkan untuk obat luar temu putih digunakan untuk mematangkan bisul dan memar (perdarahan di bawah kulit) (Sudarsono dan Agus, 1996). 2. Penyarian Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Beberapa metode penyarian antara lain: maserasi, perkolasi, dan soxhletasi. Pemilihan metode yang akan digunakan harus disesuaikan dengan kepentingan dalam memperoleh hasil penyarian yang baik (Anonim, 1986). Maserasi merupakan proses penyarian yang paling sederhana dan banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia halus. (Ansel, 1989). Maserasi kecuali dinyatakan lain dilakukan sebagai berikut: 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk. Ampas diserkai, diperas, dan dicuci dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Kemudian maserat dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari dan dienapkan, kemudian maserat dipisahkan endapannya/disaring (Anonim, 1979). 3. Inflamasi Inflamasi merupakan mekanisme proteksi tubuh terhadap gangguan dari luar/infeksi. Proses inflamasi adalah suatu perlindungan tubuh untuk menetralisir
dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cidera dan untuk mempersiapkan keadaan dalam perbaikan jaringan (Kee dan Hayes, 1993). Fenomena inflamasi ini meliputi kerusakan mikrovaskuler, meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke jaringan radang (Wilmana dan Gan, 2007). Gejala -gejala reaksi peradangan meliputi: (1) Eritema (kemerahan), merupakan tahap pertama dimana darah aka n berkumpul pada daerah cidera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kinin, prostaglandin dan histamin), histamin mendilatasi arteriol. (2) Edema (pembengkakan), di mana plasma merembes ke dalam jaringan
pada
tempat cidera. Kinin mendilatasi arteriol, meningkatkan permeabilitas kapiler. (3) Kalor, bertambahnya pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen yang mengganggu pusat pengatur panas pada hipotalamus. (4) Tumor, akibat pembengkakan dan pelepasan mediator -mediator kimia. (5) Functio laesa (hilangnya fungsi) , terjadi akibat penumpukan cairan pada tempat cidera jaringan dan karena rasa nyeri, yang mengurangi mobilitas pada daerah yang terkena (Kee dan Hayes, 1993). 4. Obat AINS (Antiinflamasi Non steroid) Golongan obat AINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG (prostaglandin) terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas berbeda (Wilmana dan Gan, 2007). Obat AINS menurut struktur kimia dengan beberapa pengecualian dapat dibagi dalam delapan golongan yaitu, turunan asam salisilat: asam asetil salisilat,
diflunisal, turunan pirazolon: fenilbutazon, oksifenbutazon, se nyawa antipirin, aminopirin, turunan para-aminofenol: fenasetin, indometasin dan senyawa yang masih berhubungan: indometasin dan sulindak, turunan asam propionat: ibuprofen, naproksen, fenoprofe n, ketoprofen, flurbiprofen, turunan asam antranilat: asam flufenamat, asam mefenamat, obat anti radang yang tidak mempunyai penggolonga n tertentu: tolmetosin, piroksikam, diklofenak, etodolak, nebumeton, senyawa emas, obat pirai (gout), kolkisin, allopurinol (Insel, 1991; Reynolds, 1982). 5. Asam mefenamat Asam mefenamat digunakan sebagai analgetik, sebagai antiinflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Asam mefenamat terikat kuat pada protein plasma. Dengan demikian interaksi terhadap antikoagulan harus diperhatikan (Wilmana dan Gan, 2007). Mekanisme kerja obat ini dengan menghambat
sintesa
prostaglandin
dengan
menghambat
kerja
enzim
cyclooxygenase (COX-1 & COX-2). Asam mefenamat merupakan derivat fenamic acid yang dapat mencapai kadar puncak plasma dalam 30-60 menit dan mempunyai waktu paruh serum yang pendek yaitu 1-3 jam (Katzung dan Trevor , 2004).
E. Landasan Teori Berdasarkan penelitian, dilaporka n bahwa kurkumin yang terdapat dalam kunyit memiliki potensi sebagai antiinflamasi pada mencit yang diinduksi karagenin dengan menghambat produksi prostaglandin yang dapat diperantarai
melalui penghambatan aktifitas enzim siklooksigenase, hasilnya pada dosis 1.000 mg/kg mampu menekan udem sebesar 78,37% (Sudjarwo, 2003). Efek anti radang pada t maksimum minyak atsiri temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe) dengan dosis 450mg/kgBB sebesar 33,33% dan pada dosis 800mg/kgBB mempunyai efek antiinflamasi maksimum sebesar 50,70% setara dengan dosis kurkumin 30mg/kgBB yang menghasilkan efek antiinflamasi maksimum sebesar 52,05% (Mansjoer, 1997). Infusa rimpang temu putih pada dosis 0,625g/kgBB,
1,250g/kgBB,
2,500g/kgBB menghasilkan % daya antiinflamasi berturut-turut 44,16%; 48,70% dan 59,09% (Patimah, 2010). Menurut Kojima 1998, ß-kurkumen dan arkurkumen adalah dua senyawa yang merupakan komponen utama minyak atsiri yang bersifat antiinflamasi pada tikus percobaan. Senyawa kurkumin dan minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temu putih diketahui mempunyai efek sebagai antiinflamasi karena mempunyai kemampuan dalam menghambat produksi prostaglandin yang dapat diperantarai melalui penghambatan aktifitas enzim siklooksigenase. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang kombinasi ekstrak temu putih dan obat AINS (asam mefenamat) terhadap kemampuan sebagai antiinflamasi pada tikus putih jantan. F. Hipotesis Pemberian ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria (Berg.) Roscoe.) mempunyai pengaruh terhadap efek antiinflamasi asam mefenamat pada tikus jantan yang telah diinduksi karagenin 1%.