TANGGUNG JAWAB PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP PENGGUNAAN MEREK DAGANG Kentucky Fried Chicken (KFC) DI KOTA KENDARI
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo
Oleh MUH. SYABAN LAKAMU H1 A1 13 100
BAGIAN HUKUM KEPERDATAAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HALUOLEO KENDARI 2017
ii
iii
ABSTRAK Muhammad Syaban Lakamu, (H1A1 13 100), “TANGGUNG JAWAB PEDAGANG KAKI LIMA TERHADAP PENGGUNAAN MEREK DAGANG Kentucky Fried Chicken (KFC) DI KOTA KENDARI”. Di bawah bimbingan bapak DR. Guswan Hakim, SH., MH. Sebagai pembimbing I dan bapak Jabal Nur, SH., MH. Sebagai pembimbing II. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang digunakan oleh pedangang kaki lima dan untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap penggunaan merek dagang KFC di Kota Kendari. Metode penelitan yang saya gunakan yaitu penelitian yang bersifat normatif. penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Hasil penelitian mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen atas merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang digunakan Oleh Pedagang Kaki Lima yaitu pemberian jaminan hukum (law guarantee) dan adanya kepastian hukum (law certanty) kepada konsumen terhadap merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang digunakan oleh pedagang kaki lima dengan cara Passing Off (pemboncengan merek) dengan ketentuan dasar yang dilanggar Pasal 41 sampai pasal 45 UndangUndang Merek 2016, bagaimana yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen megenai hak-hak konsumen yaitu Hak untuk mendapatkan keamanan, Hak untuk mendapatkan informasi, Hak untuk memilih, Hak untuk didengar dari merek yang digunakan untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama pada pokoknya atau secara keseluruhan dalam peredaran barang atau jasa yang di jelaskan dalam Pasal 92 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, sedangkan tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap pemilik merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari yaitu adanya pertanggungjawaban kepada pemilik merek atau yang diberi lisensi dengan cara menggati kerugian akibat adanya tindakan passing off (pemboncengan suatu merek), ketentuan dasar yang dilanggar yaitu Pasal 41 Pasal 45 Undang-Undang Merek dengan Pasal 77 yang berhak menggugat yaitu yang di beri lisensi secara sendiri maupun dengan bersama-sama dengan pemilik merek tersebut secara perdata di Pengadilan Niaga Negeri Kota Kendari, bagaimana terdapat dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Pemilik Merek, Merek dan Pedagang Kaki Lima
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikumWr.Wb. Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Pencipta alam semesta manusia dan kehidupan. Karena atas segalah nikmat yang telah diberikan kepada penulis, berupa nikmat iman, kesehatan, waktudan kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Shalawat sertas alam senantiasa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah berhasil merubah peradaban manusia dari peradaban jahiliyah menjadi peradaban yang mulia, yang menjadikan kita semua sebagai manusia yang beradab mulia. Dan juga kepada keluarga dan para sahabat-sahabat beliau. Penulis sangat bersyukur dapat menyelesaikan hasil ini yang berjudul TanggungJawab Pedagang Kaki Lima Terhadap Penggunan Merek Dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari”, guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. Penulis sebagai manusia biasa yang takluput dari kesalahan atau kekhilafan, begitupun dengan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan hasil ini. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahku Lakamuddin dan Ibuku Samoi yang telah mengasuh, mendidik dan membesarkan dengan sepenuh hati. Sampai kapanpun jasa kalian tidak akan mampu penulis balas dengan sesuatu apapun. Penulis hanya bias berdoa semoga Allah swt membalas jasa kalian.
v
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Guswan Hakim, SH., MH., sebagai pembimbing I dan Jabal Nur, SH., MH., sebagai pembimbing II, yang telah berbaik hati meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyusun Skripsi ini, dan juga untuk Penguji-Penguji saya
yaitu
Dr. Ruliah, SH., MH, NurIntan, SH., MH, Haris Yusuf, SH., MH, yang telah banyak memberikan masukan positif kepada Penulis. Penulis juga tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan motifasi baik secara langsung atau pun tidak langsung dalam penyusunan Skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zamrun F., S.Si., M.Si., M.Sc selaku Rektor Universitas Halu Oleo 2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Jufri, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Bapak Rizal Muchtasar, S.H., LL.M. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo 4. Bapak Herman, S.H., LL.M. selaku Wakil Dekan Bidang Umum, Perencanaan Dan Keuangan Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. 5. Bapak Jabalnur, S.H., M.H. Selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Dan Alumni, Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo 6. Ibu Heryanti, S.H., M.H, selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Universitas Halu Oleo.
vi
7. Ibu Jumiati Ukkas, S.H., M.H. Sebagai Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo Kendari. 8. Bapak Haris Yusuf, S.H., M.H. Selaku Koordinator Program Studi Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo 9. Ibu Nur Intan, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo 10. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo yang telah banyak memberikan ilmu selama kurang lebih 4 (empat) tahun dibangku kuliah. 11. Para Staf Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo yang telah bekerja dengan baik yang telah banyak membantu penulis dalam pengurusan administrasi. 12. Bapak La Lera selaku Bapak kos asrama Lenys dan Ibu kos yang selalum memberikan nasehat kepada saya agar dapat menyelesaikan studi saya di Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo. 13. Kepada kakak penulis Sabaruddin, A.Md., Abdul Karim, Safaruddin, S.ST, Abdul Rajab, S.T., Adi Putra Julianto dan Adikku yang tersayang Nur Asmawati. 14. Ucapan terima kasihku teman-teman kos Asrama Leny’s, Dodi Hartono Syahrir, Rahmat Rullah, Amir Saleh, Awal, Gamsir, Susi, Hasrida, Muna, Tendri, Asri, Dion, Dafid, Ima, Ayu, Hasrun, Kasmin, Dayat, Ekis Suzana, Ari, Alex, Ofi, Nur, Heliawati, Neli dan temanteman yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
vii
15. Ucapan terimah kasihku kepada anak bapak kos asrama lenys yaitu Jafar, Ayu, Leny, Arifin dan Fadila 16. Ucapan terimah kasihku kepada teman-teman seperjuanganku Muh. Fahzan Rianto, Samiudin, Nurhan, Muh. Yudha, Muh. Amin, Muh. Halikman, Ujang Prasetyo, Sunardin, Fajar, Vira Irna Surya Putri 17. Ucapan terimah kasihku kepada teman-teman angkatan 2013kelas B, Rudi Supriono, Nur Fadilah Nusbah, Waode Arni, Muh. Irfan, Vemy, Muh. Taufik dan teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanyalah manusia biasa yang tak mungkin dapat membalas semua jasa-jasa yang telah kalian berikan. Semoga Allah SWT dapat membalas kebaikan kalian semua.
Kendari,
Penulis
viii
Agustus 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................... iv KATA PENGANTAR............................................................................................. v DAFTAR ISI............................................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .............................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 8 BAB II TIJAUAN PUSTAKA A. Konsep Tanggung Jawab Hukum ................................................................. 9 1. Prinsip TanggungJawab Berdasarkan Unsur Kesalahan......................... 10 2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab................................. 12 3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab ...................... 13 4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak............................................................. 13 5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan......................................... 15 B. Tinjauan Umum Tentang Merek................................................................... 15 1. Pengertian Merek .................................................................................... 15 2. Pengertian Hak Atas Merek dan Pemilik Merek..................................... 16 3. Fungsidan Manfaat Merek ...................................................................... 16 4. Persyaratan Merek dan Itikad Baik ......................................................... 19 5. Pendaftaran Merek .................................................................................. 20
ix
C. Tinjauan Umum Tentang Waralaba .............................................................. 28 1. Pengertian Waralaba (franchisee) ........................................................... 28 2. Jenis Waralaba ........................................................................................ 33 3. Kelebihan dan Kelemahan Waralaba ...................................................... 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian .............................................................................................. 36 B. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 36 C. Jenisdan Sumber Bahan Hukum ................................................................... 37 D. Tehnik Pengumpulan Bahan Hukum ............................................................ 37 E. Analisis Bahan Hukum ................................................................................. 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN................................................................................... 39 1. Gamabaran Umum Kentucky Fried Chicken (KFC)............................... 39 2. Hubungan Hukum ................................................................................... 42 B, PEMBAHASAN............................................................................................. 45 1. Perlindungan hokum terhadap konsumen atas merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang digunakan oleh pedagang kaki lima............ 45 2. Tanggung jawab pedagang kaki lima kepada pemilik merek terhadap penggunaan merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari............................................................................ 53 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................................... 72 B. Saran.............................................................................................................. 73 DAFTAR PUSTAKA
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan perekonomian dunia yang berlangsung sangat cepat, arus globalisasi dan perdagangan bebas serta kemajuan teknologi, telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak transaksi barang dan atau jasa yang ditawarkan dengan lebih bervariasi, baik barang dan jasa produksi dalam negeri maupun barang impor. Oleh karena itu, barang dan jasa produksi merupakan suatu hasil kemampuan dari kreativitas manusia yang dapat menimbulkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Hak Kekayaan Inteletual (HKI) merupakan kekayaan manusia yang tidak berwujud nyata tetapi berperan besar dalam memajukan peradaban umat manusia, sehingga perlindungan HKI diberikan oleh negara untuk merangsang minat para Pencipta, Penemu, Pendesain, dan Pemula, agar mereka dapat lebih bersemangat dalam menghasilkan karya-karya intelektual yang baru demi kemajuan masyarakat.1 Pada dasarnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan suatu hak yang timbul sebagai hasil kemampuan intelektual manusia dalam berbagai bidang yang menghasilkan suatu proses atau produk yang bermanfaat bagi umat manusia. Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, ataupun invensi di bidang teknologi merupakan contoh karya cipta sebagai hasil kreativitas intelektual
1
Hariyani, Iswi, Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2010,hal.6.
1
1
manusia, melalui cipta, rasa, dan karsanya. Karya cipta tersebut menimbulkan hak milik bagi pencipta atau penemunya.2 Pengelompokkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) menurut Bambang Kesowo, menyatakan bahwa HKI pada intinya terdiri dari beberapa jenis yang secara tradisional dipilih dalam dua (2) kelompok, yaitu: Hak Cipta (Copyright), dan Hak atas Kekayaan Industri (industrial property) yang berisikan : Paten, Merek, Desain Produk Industri, Persaingan Tidak Sehat, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang.3 Dalam perkembangannya, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) telah memiliki pengaturan di Indonesia adalah :4 1. Merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang telah dicabut denganUndang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997. Tahun 2001 telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Tahun 2016 dikeluarkan UndangUndang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang mencabut ketentuan Undang-Undang Merek lama. 2. Paten diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001, kemudian dicabut dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.
2
Santoso, Budi, Pengantar HKI Dan Audit HKI Untuk Perusahaan,Semarang: Penerbit Pustaka Magister,2009, hal 4. 3 Bambang, Kesowo, Kebijakan Di Bidang Hak Milik Intelektual Dalam Hubungannya Dengan Dunia Internasional Khususnya GATT, Panel Diskusi Bidang Hukum Hak Milik Intelektual DPP Golkar, Jakarta 4 Februari 1992, hal 7. 4 Santoso, Budi, op. cit, hal 13.
2
3. Hak Cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana diubahdengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987, Undang-UndangNomor 12 Tahun 1997, dan diubah lagi dengan UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002, terakhir dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 4. Persaingan Tidak Sehat, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang LaranganPraktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. 5. Desain Industri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000. 6. Undisclosed Information/Rahasia Dagang yang diatur dalam UndangUndang Nomor 30 Tahun 2000. 7. Topography Right (Semi konduktor) (Tata Letak Sirkuit Terpadu) diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000. Latar belakang lahirnya Undang-Undang Merek antara laindidasari munculnya arus globalisasi di segenap aspek kehidupan umat manusia, khususnya di bidang perekonomian dan perdagangan. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan transportasi mendorong tumbuhnya integrasi pasar perekonomian dan perdagangan global.5 Kebutuhan, kemampuan dan kemajuan teknologi atas suatu produk sekarang ini merupakan pasar bagi produksi-produksi pengusaha pemilik merek dagang dan jasa. Semuanya ingin produk mereka memperoleh akses yang sebebas-bebasnya ke pasar, oleh karena itu perkembangan di bidang perdagangan dan industri yang sedemikian pesatnya memerlukan peningkatan perlindungan
5
Hariyani, Iswi, op, cit., hal 87.
3
terhadap teknologi yang digunakan dalam proses pembuatan, apabila kemudian produk tersebut beredar di pasar dengan menggunakan merek tertentu, maka kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Dalam hubungan ini hak-hak yang timbul dari hak kekayaan intelektual, khususnya hak atas merek suatu produk akan menjadi sangat penting yaitu dari segi perlindungan hukum, karenanya untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa dilakukan dengan susah payah, mengingat dibutuhkannya juga waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran. Salah satu
cara
untuk
memperkuat
sistem
perdagangan
yang
sehat
dalam
mengembangkan merek dari suatu produk barang atau jasa, yaitu dengan melakukan perlindungan hukum terhadap pendaftaran merek.6 Salah satu prinsip umum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah melindungi usaha intelektual yang bersifat kreatif berdasarkan pendaftaran. Secara umum, pendaftaran merupakan salah satu syarat kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. Beberapa cabang HKI yang mewajibkan seseorang untuk melakukan pendaftaran adalah Merek, Paten, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Hak Cipta, Rahasia Dagang, dan Perlindungan Varietas tanaman.7
6
Hariyani, Iswi, op, cit., hal 88. Utomo, Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu,2010, hal.13. 7
4
Hal ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyebutkan bahwa : Merek yang dilindungi terdiri atas tanda berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. Selanjutnya dalam undang-undang tersebut juga diterangkan dalam Pasal 3 dengan didaftarkannya merek, pemiliknya mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum. Dalam Pasal 3 tersebut, dinyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Kemudian Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Dengan demikian, hak atas merek memberikan hak yang khusus kepada pemiliknya untuk menggunakan, atau memanfaatkan merek terdaftarnya untuk barang atau jasa tertentu dalam jangka waktu tertentu pula. Perlindungan hukum lainnya juga diberikan sesuai dengan ketentuanketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu sebagaimana yang termuat dalam Pasal 76 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan : “bahwa pemberian hak kepada pemegang
5
merek yang dilanggar haknya dapat melakukan gugatan kepada si pelanggar hak atas merek baik secara pidana maupun perdata. Maksud dari Perlindungan merek bagi kepentingan pemilik merek yaitu agar seseorang tidak menggunakan merek tersebut sehingga peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi oleh “itikad tidak baik” dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan membonceng keterkenalan suatu merek orang lain sehingga tidak selayaknya mendapatkan perlindungan hukum bagi yang menggunakannya. Perlindungan hukum berdasarkan sistem first to file principle diberikan kepada pemegang hak merek terdaftar yang ‘beritikad baik’ bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum preventif dilakukan melalui pendaftaran merek, dan perlindungan hukum represif diberikan jika terjadi pelanggaran merek maka bisa dihukum melalui gugatan perdata maupun tuntutan pidana dengan mengurangi kemungkinan penyelesaian alternatif diluar pengadilan.8 Salah satu merek yang dilindungi adalah merek Kentucky Fried Chicken (KFC). PT Fastfood Indonesia Tbk. adalah sebuah perusahaan yang berbasis di Indonesia yang bergerak di bidang makanan dan restoran. Perusahaan ini merupakan satu-satunya pemegang hak waralaba merek Kentucky Fried Chicken (KFC) di Indonesia. Di Kota kendari, merek Kentucky Fried Chicken (KFC) banyak digunakan pada pedagang kaki lima. Berdasarkan pengamatan atau data awal penulis terdapat 8 (delapan) pedagang kaki lima yang menggunakan merek KFC dengan 8
https://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-merek-di-indonesia/ di akses tanggal 20 Februari 2017
6
menuliskan di gerobak mereka tampa memiliki surat izin lisensi atau adanya hubungan kerjasama dengan pemegang hak lisensi merek dagang KFC.
Sumber : Anduonohu – By Pass Gambar : Gerobak pedagang kaki lima yang menggunakan merek dagang KFC tampa adanya hubungan kerja sama antara pemilik merek atau yang di beri lisensi. Berdasarkan data tersebut diatas penulis tertarik untuk meneliti : Tanggung Jawab Pedagang Kaki Lima Terhadap Penggunaan Merek Dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) Di Kota Kendari
B. Rumusan Masalah Sesuai dengan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini yaitu : 1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen atas merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang digunakan oleh pedagang kaki lima ?
7
2) Bagaimanakah tanggung jawab pedagang kaki lima kepada pemilik merek terhadap penggunaan merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari ?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diidentifikasi di atas, maka penulis bertujan untuk mengetahui : 1. Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan hukum terhadap konsumen atas merek (KFC) yang digunakan oleh pedangang kaki lima. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap penggunaan merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari.
D. Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap penggunaan merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari. 2) Manfaat praktis a.
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran atau masukan kepada praktisi hukum, mahasiswa yang kuliah di Fakutas Hukum.
b.
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pedagang kaki lima atas penggunaan merek dagang khususnya merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC).
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tanggung Jawab Hukum Pertanggungjawaban hukum merupakan dasar yang menyebabkan timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal
yang
melahirkan
kewajiban
hukum
orang
lain
untuk
memberi
pertanggungjawabannya.9 Menurut Abdulkadir Muhammad dalam hukum perdata tanggungjawab hukum serta pertanggungjawaban hukum dibagi menjadi dua macam,
yaitu
kesalahan
dan
risiko.
Dengan
demikian
dikenal
pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggungjawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault). Prinsip dasar pertanggungjawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai resiko usahanya.10 Paulus Aluk Fajar Dwi Santo mengemukakan bahwa pengertian tanggung jawab dipadankan responsibility sedangkan tanggung gugat padanannya dengan liability atau dapat pula dipadankan dengan akuntabilitas (accountability) yang mengandung pengertian kesediaan untuk menggugat tanggung jawab yang sudah
9
Titik Triwulan Dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Prestasi pustaka, Jakarta, 2010, hlm 48 10 Ibid.,hlm, 49.
9
9
diberikan kepada orang yang menerima dan bersedia melaksanakan tugas tertentu.11 Sedangkan menurut Agung Ngurah Indradewi menerangkan bahwa tanggung jawab hukum dalam KUHPerdata merupakan suatu akibat lanjutan dari pelaksaan peranan, yang lahir dari sebuah hubungan hukum, baik peranan itu merupakan hak dan kewajiban ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab hukum diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu atau berprilaku menurut cara tertentu yang tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada seperti yang di atur dalam KUHPerdata.12 Pada dasarnya konsep tanggung jawab hukum dalam KUHPerdata, dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup aman berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggung jawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHPerdata, yang dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu: a. Adanya perbuatan; b. Adanya unsur kesalahan; 11
Paulus Aluk Fajar Dwi Santo, Mempertanyakan Konsepsi Tanggung Gugat,businesslaw.binus.ac.id, diunggah pada tanggal 31 Mei 2016 dan diakses pada tanggal 24 oktober 2016. Pukul 10.00 WITA. 12 Agung Ngurah Indradewi, 2012, Tanggung Jawab Hukum Dari Perspektif KUHPerdata, (Udayana University Press, Denpasar) hlm. 134
10
c. Adanya kerugian yang diderita; d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian. Kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga bertentangan dengan kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat. Secara common sense, asas tanggung jawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban. Mengenai pembagian beban pembuktiannya, asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 Herziene Indonesische Reglement (HIR) atau Pasal 283 Rechtsreglement Buitengewesten (Rbg) dan Pasal 1865 KUHPerdata, dikatakan bahwa barangsiapa yang mengakui mempunyai suatu hak, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (actorie incumbit probatio). Ketentuan di atas sesuai dengan teori umum dalam hukum acara, yaitu asas audi et alterm partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara. Perkara yang perlu diperjelas dalam prinsip ini adalah subjek pelaku kesalahan pada Pasal 1367 KUHPerdata. Dalam doktrin hukum dikenal asas vicarious liability dan corporate liability. Vicarious liability (atau disebut juga respondeat superior, let the answer), mengandung pengertian, majikan bertanggung jawab atas kerugian pihak lain yang
ditimbulkan
oleh
orang-orang/karyawan
yang
berada
dibawah
pengawasannya. Jika karyawan itu dipinjamkan ke pihak lain, maka tanggung jawabnya beralih pada si pemakai karyawan tadi. Corporate liability pada prinsipnya memiliki pengertian yang sama dengan vicarious liability. Pada
11
dasarnya, lembaga (korporasi) yang menaungi suatu kelompok pekerja mempunyai tanggung jawab terhadap tenaga-tenaga yang dipekerjakannya. Sebagai contoh, dalam hubungan hukum antara rumah sakit dan pasien, semua tanggung jawab atas pekerjaan tenaga medik dan paramedik dokter adalah menjadi beban tanggung jawab rumah sakit tempat mereka bekerja. Prinsip ini diterapkan tidak saja untuk karyawan organiknya (digaji oleh rumah sakit), tetapi untuk karyawan monorganik (misalnya dokter yang dikontrak kerja dengan pembagian hasil). Jika suatu korporasi (misalnya rumah sakit) memberi kesan kepada masyarakat (pasien), orang yang bekerja di situ (dokter, perawat, dan lainlain) adalah karyawan yang tunduk di bawah perintah/koordinasi korporasi tersebut, maka sudah cukup syarat bagi korporasi itu wajib bertanggung jawab terhadap konsumennya.13 2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat. Dasar pemikiran dari teori beban pembuktian adalah seseorang dianggap bersalah, sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya. Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak, asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada dipihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat ini
13
Ibid., hlm. 135
12
harus menghadirkan bukti-bukti dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak lalu berarti dapat dengan kehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalah si tergugat.14 3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab Prinsip
praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption
nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup tranksaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dalam penerapan prinsip ini adalah dalam hokum pengangkutan.Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang.15 4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan
force majeur. Absolute
liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Selain itu, terdapat pandangan yang agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak adanya hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan kesalahannya. Pada strict liability, hubungan itu harus ada, sementara pada absolute liability, hubungan itu tidak 14
Ibid., hlm. 147 Ibid., hlm. 149
15
13
selalu ada. Pada
absolute liability, dapat saja si tergugat yang dimintai
pertanggungjawaban itu bukan si pelaku langsung kesalahan tersebut (misalnya dalam kasus bencana alam). Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggung jawab iu dikenal sebagai Product liability. Menurut asas ini, produsen wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkan. Gugatan product liability dapat dilakukan berdasarkan tiga hal : -
Melanggar jaminan (breach of warranty), misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai dengan janji yang tertera dalam kemasan produk;
-
Ada unsur kelalaian (negligence), yaitu produsen lalai memenuhi standar pembuatan obat yang baik;
-
Menerapkan tanggung jawab mutlak (strict liability). Dalam penerapan tanggung jawab mutlak terletak pada risk liability. Dalam risk liability, kewajiban mengganti rugi dibebankan kepada pihak yang menimbulkan resiko adanya kerugian itu. Namun, penggugat (konsumen) tetap diberikan beban pembuktian, walaupun tidak sebesar si tergugat. Dalam hal ini, ia hanya perlu membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan pelaku usaha (produsen) dan kerugian yang dideritanya. Selebihnya dapat digunakan prinsip strict liability. 16
16
Ibid., hlm. 151
14
5. Prinsip Tanggung Jawab dengan Pembatasan Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Seperti dalam perjanjian cuci cetak film misalnya, ditentukan bila film yang ingin dicuci/dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.17
B. Tinjauan Umum Tentang Merek 1. Pengertian Merek Pengertian merek dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dari rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa merek: a. Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna tersebut; b. Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain yang sejenis; c. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis. 17
Ibid., hlm. 153
15
2. Pengertian Hak Atas Merek dan Pemilik Merek Hak cipta harus dapat melindungi ekspresi dari suatu ide, gagasan, konsep, salah satu cara untuk melindungi suatu hak cipta tercantum pada Pasal 3 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu dengan melakukan pendaftaran hak atas merek. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Dalam pendaftaran merek, pemiliknya mendapat hak atas merek yang dilindungi oleh hukum. Pemilik Merek merupakan pemohon yang telah disetujui permohonannya dalam melakukan pendaftaran merek secara tertulis kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, sebagaimana yang temuat dalam Pasal 1 ayat (6) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. 3. Fungsi dan Manfaat Merek Kebutuhan untuk melindungi produk yang dipasarkan dari berbagai tindakan melawan hukum pada akhirnya merupakan kebutuhan untuk melindungi merek tersebut. Merek merupakan suatu tanda yang dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang tersebut, jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap
16
sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek.18 Fungsi utama merek (terjemahan umum dalam bahasa Inggrisnya adalah trademark, brand, atau logo) adalah untuk membedakan suatu produk barang atau jasa, atau pihak pembuat/penyedianya. Merek mengisyaratkan asal-usul suatu produk (barang/jasa) sekaligus pemiliknya. Hukum menyatakan merek sebagai property atau sesuatu yang menjadi milik eksklusif pihak tertentu, dan melarang semua orang lain untuk memanfaatkannya, kecuali atas izin pemilik.19 Dengan demikian, merek berfungsi juga sebagai suatu tanda pengenal dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa yang sejenis. Pada umumnya, suatu produk barang dan jasa tersebut dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan diberi suatu tanda tertentu, yang berfungsi sebagai pembeda dengan produk barang dan jasa lainnya yang sejenis.Tanda tertentu di sini merupakan tanda pengenal bagi produk barang dan jasa yang bersangkutan, yang lazimnya disebut dengan merek. Wujudnya dapat berupa suatu gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.20 Merek juga dapat berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. Diakui oleh Commercial Advisory Foundation in Indonesia (CAFI) bahwa masalah paten dan trademark di Indonesia memegang peranan yang penting di dalam ekonomi
18
Gautama, Sudargo, Hukum Merek Indonesia, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1989,
hal. 34. 19
Munandar, Haris dan Sally Sitanggang, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta,Paten, Merek, dan seluk-beluknya, Jakarta, Erlangga,esensi , 2009, hal.50 20 Usman, Rachmadi, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi hukumnya di Indonesia, Alumni, Bandung, 2003, hal 320.
17
Indonesia, terutama berkenaan dengan berkembangnya usaha-usaha industri dalam rangka penanaman modal.21 Oleh karena itu, merek bermanfaat dalam memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan. Hal itu tersebut tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen. Selanjutnya, merek juga bermanfaat sebagai sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan. Di pasaran luar negeri, merek-merek sering kali adalah satu-satunya cara untuk menciptakan dan mempertahankan “goodwill” di mata konsumen. Merek tersebut adalah simbol dengan mana pihak pedagang memperluas pasarannya di luar negeri dan juga mempertahankan pasaran tersebut. Goodwill atas merek adalah sesuatu yang tidak ternilai dalam memperluas pasaran.22 Berdasarkan fungsi dan manfaat inilah maka diperlukan perlindungan hokum terhadap produk Hak Merek, ada 3 (tiga) hal yaitu :23 1. Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi para penemu merek, pemilik merek, atau pemegang hak merek; 2. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan atas Hak atas Merek sehingga keadilan hukum dapat diberikan kepada pihak yang berhak;
21
Putra, Ida Bagus Wyasa, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasionaldalam Transaksi BisnisInternasional, PT Refika Aditama, Bandung, 2000, hal 23 22 Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual : Sejarah, Teori dan Praktiknya di Indonesia, Bandung, Penerbit: PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal 160. 23 Hariyani, Iswi, op, cit,.hal 89.
18
3. Untuk memberi manfaat kepada masyarakat agar masyarakat lebih terdorong untuk membuat dan mengurus pendaftaran merek usaha mereka. 4. Persyaratan Merek dan Itikad Baik Suatu merek dapat disebut merek bila memenuhi syarat mutlak, yaitu berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable ofdistinguishing). Maksudnya, tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya pembeda ini, merek harus dapat memberikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.24 Didalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa Pemohon kepemilikan merekharus beritikad baik, yaitu dengan mendaftarkan mereknya secara layak danjujur tanpa apa pun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Misalnya, merek dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru sedemikian rupas ehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek dagang A tersebut.25 Hak atas merek diperoleh melalui pendaftaran pada kantor merek dengan memenuhi segala persyaratan merek sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
24
Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, op.cit, hal 156. Umbara, Citra, Undang-undang Republik Indonesia tentang Paten dan Merek 2016, Citra Umbara, Bandung, 2001, hal. 13. 25
19
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, pendaftaran juga harus mempunyai itikad baik. Adapun prosedurnya sebagai berikut :26 1. Application/ permohonan 2. Persyaratan formal/ examination on complettness 3. Pengumuman dan publikasi 4. Sanggahan dan keberatan 5. Pemeriksaan substansi 6. Penerimaan dan penolakan 7. Banding atas penolakan 5. Pendaftaran Merek a.
Persyaratan Merek yang Dapat Didaftar Merek harus merupakan suatu tanda yang dapat dicantumkan pada
barang bersangkutan atau kemasan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan, maka dianggap bukan suatu merek. Oleh karena itu, tidak semua tanda yang memenuhi daya pembeda dapat didaftar sebagai sebuah merek.27 Permohonan pendaftaran merek yang diajukan pemohon yang beritikad tidak baik juga tidak dapat didaftar. Pasal 21 Poin 3 (tiga) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Gegrafis menyatakan Permohonan ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Dengan adanya ketentuan ini, jelaslah bahwa suatu merek tidak dapat didaftar dan ditolak bila pemiliknya beritikad 26
Budi, Santoso, op cit., hal 21. Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, op. cit., hal. 156.
27
20
buruk. Selain itu, menurut Pasal 21 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis suatu merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
merupakan atau menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; atau merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.
Ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu mengatur mengenai merek yang ditolak pendaftarannya. Permohonan pendaftaran merek harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual apabila merek tersebut : a.
Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;
b.
Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis;
c.
Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal.
21
Menurut Sudargo Gautama, permohonan pendaftaran merek juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, apabila merek tersebut :28 a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang digunakan sebagai merek dan terdaftar dalam Daftar Umum Merek yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional (termasuk organisasi masyarakat ataupun organisasi social politik) maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau Lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Selain itu, memurut Adrian Sutedi, ada beberapa tanda yang tidak boleh dijadikan Merek, yakni sebagai berikut:29 a. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda, misalnya hanya sepotong garis, garis yang sangat rumit, atau garis yang kusut. b. Tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan keterriban umum, misalnya gambar porno atau gambar yang menyinggung perasaan keagamaan, 28
Gautama, Sudargo, op.cit.,hal. 34 Sutedi, Adrian, Hak atas Kekayaan Intelektual Jakarta;Sinar Grafika 2009, hal. 40.
29
22
c. Tanda berupa keterangan barang, misalnya merek kacang untuk produk kacang, d. Tanda yang telah menjadi milik umum, misalnya tanda lalu lintas, e. Kata-kata umum, misalnya kata rumah atau kota. Dengan demikian, dari ketentuan di atas, tidak semua tanda dapat didaftar sebagai merek. Hanya tanda-tanda yang memenuhi syarat dibawah ini yang dapat didaftar sebagai merek, yaitu: a. Mempunyai daya pembeda (distinctive distinguish); b. Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa yang dapat berupa gambar (lukisan), nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut; c. Tanda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; bukan tanda bersifat umum dan tidak menjadi milik umum; atau bukan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya . d. Tanda tersebut juga tidak mempunyai persamaan dengan merek lain yang terdaftar lebih dahulu, merek terkenal, atau indikasi geografis yang sudah dikenal; e. Tidak merupakan, menyerupai atau tiruan tanda lainnya yang dimiliki oleh suatu lembaga atau negara tertentu.
23
b. Permohonan Pendaftaran Merek Mengenai persyaratan dan tata cara permohonan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan mengisi formulir dan menyebutkan jenis barang dan/atau jasa serta kelas yang dimohonkan pendaftarannya. Permohonan pendaftaran merek tersebut harus ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Pemohon terdiri atas satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau badan hukum. Permohonan yang diajukan oleh pemohon yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah negara Republik Indonesia wajib diajukan melalui kuasanya di Indonesia serta menyatakan dan memilih tempat tinggal kuasa sebagai domisili hukumnya Indonesia. Pasal 10 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang
Merek
dan
Indikasi
Geografis
menentukan
permohonan
pendaftaran merek dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penerimaan permohonan pendaftaran merek yang pertama kali diterima di negara lain yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade Organization. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kepentingan
24
negara yang hanya menjadi salah satu anggota dari Paris Convention for the Protection of Industrial Property 1883 sebagaimana telah beberapa kali diubah atau anggota Persetujuan WTO atau World Trade Organization. Selain harus memenuhi ketentuan persyaratan permohonan pendaftaran merek, permohonan dengan menggunakan hak prioritas ini, wajib
dilengkapi
dengan
bukti
tentang
penerimaan
permohonan
pendaftaran merek yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas tersebut, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh penerjemah yang disumpah. Bukti hak prioritas berupa surat permohonan pendaftaran beserta tanda penerimaan permohonan tersebut yang
juga
memberikan
penegasan
tentang
tanggal
penerimaan
permohonan. Bila yang disampaikan berupa salinan atau fotokopi surat atau penerimaan, pengesahan atas salinan atau fotokopi surat atau tandapenerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual apabila permohonan diajukan untuk pertama kali. Setelah itu, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran merek yang dimohonkan
didaftar.
Bila
dalam
pemeriksaan
tersebut
terdapat
kekurangan dalam kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran merek, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual meminta agar kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk
25
memenuhi
kelengkapan
persyaratan
tersebut.
Khusus
dalam
hal
kekurangan menyangkut persyaratan permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pengajuan permohonan dengan menggunakan hak prioritas. Permohonan pendaftaran merek dianggap ditarik kembali, bila kelengkapan persyaratan yang diinginkan ternyata tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang telah ditentukan sebagaimana disebutkan di atas. Segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik kembali, walaupun pemohon atau kuasanya membatalkan rencana untuk mendaftarkan mereknya. c. Pemeriksaan Substantif Setelah
permohonan
pendaftaran
merek
memenuhi
segala
persyaratan, Direktorat Jenderal akan melakukan pemeriksaan substantif sebagaimana diatur dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 26 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pemeriksaan
Substantif
atas
permohonan
pendaftaran
merek
ini
dimaksudkan untuk menentukan dapat atau tidak dapatnya merek yang bersangkutan didaftar, yang dilakukan dalam waktu paling lama 9 (sembilan) bulan. Pemeriksaannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
26
d. Pengumuman Permohonan Pengumuman permohonan pendaftaran merek sebagaimana yang telah ditegaskan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu Menteri mengumumkan Permohonan dalam Berita Resmi Merek dalam waktu paling lama 15 (lima belas) Hari terhitung sejak Tanggal Penerimaan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. e.
Keberatan dan Sanggahan Dalam 16 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan selama jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan tersebut, setiap pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual atas permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Keberatan hanya dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan Undang-undang Merek tidak dapat didaftar atau ditolak.
Direktorat
Jenderal
Hak
Kekayaan
Intelektual
akan
menyampaikan atau mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan kepada pemohon atau kuasanya. Atas keberatan yang disampaikan pihak lain, pemohon atau kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis dalam waktu paling lama 2 (dua)
27
bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Keberatan dan atau sanggahan digunakan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sebagai bahan (tambahan) dalam pemeriksaan kembali terhadap permohonan pendaftaran merek yang telah selesai diumumkan.30
E. Tinjauan Umum Tentang Waralaba 1. Pengertian Waralaba (Franchise) Waralaba atau dalam istilah Bahasa Inggris disebut dengan Franchise merupakan suatu sistem yang berkembang dari lisensi di bidang hak milik intelektual di bidang penjualan barang-barang dan jasa. Apa yang terdapat dalam kontrak lisensi bisanya juga terdapat dalam suatu kontrak franchise, hanya suatu kontrak franchise biasanya lebih luas (comprehensif). Hal ini karena selain franchise harus memproduksi barang dan jasa yang sama dengan yang dibuat oleh franchisor atau perusahaan induknya, juga sering sekali pula harus disajikan dan harus dipasarkan sesuai dengan cara yang dilakukan dan diminta oleh franchisor. Franchise sebagai suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak bertindak sebagai franchisor dan pihak lain sebagai franchise, dimana didalamnya diatur, bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dan teknologi, memberikan haknya kepada franchise untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan merek dan teknologi tersebut.
30
http://google.co.id//www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/ permohonan pelaksanaan pendaftaran.htm.
28
Ada beberapa pendapat lain yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian atau definisi dari franchise. Dalam hal ini akandikemukakan beberapa pengertian mengenai franchise sebagaigambaran untuk mengetahui apa itu franchise. Rooseno Harjowidigno
mengemukakan definisi
franchise sebagai
berikut:31 “Franchise adalah suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis dibidang perdagangan atau jasa,berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional”. Sedangkan V. Winarto menyarankan suatu pengertian waralaba atau franchise adalah :32 “Waralaba adalah hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam bidang usaha menyediakan produk dan jasa langsung kepada konsumen”. Sebagaimana telah disebutkan di atas franchise sebenarnyatelah mendapat padanan kata dalam bahasa Indonesia, namun bagi yang telah terbiasa menggunakan kata franchise akan terasa kurang mantap bila diganti dengan katakata lokal yang belum sering dipakai. Pilihan kata untuk padanan franchise ini adalah “Waralaba” yang berarti keuntungan istimewa. Upaya menterjemahkan istilah franchise ke dalam bahasa Indonesia oleh V. Winarto ini patut kita hargai, karena akan memudahkan untuk lebih mengenal franchise.
31
Rooseno Harjowidigno, Aspek-aspek Hukum tentang Franchising, Seminar Ikadin, Surabaya, oktober, 1993, hal 17-18 32 Ibid, hal 19
29
Di dalam kamus ekonomi bisnis perbankan mengartikan bahwa franchise adalah “suatu hak tunggal yang diberikan kepada perorangan atau suatu organisasi, oleh suatu pihak lain, baik perorangan atau organisasi (perusahaan, pemerintah dan sebagainya) untuk menjalankan suatu wewenang khususnya menyangkut perbuatan dan atau penjualan di wilayah tertentu.33 Menurut Martin Mendelsohn format bisnis franchise iniadalah :34 “Pemberian sebuah lisensi (franchisor) kepada pihak lain (franchise), lisensi tersebut memberikan hak kepada franchise untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang franchisor, dan untuk menggunakan keseluruhan paket yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seseorang yang sebelumnya belum terlatih dalam menjalankan bisnis dan untuk menjalankan dengan bantuan terus menerus atas dasar-dasar yang telah ditentukan sebelumnya”. Dari sudut pandang ekonomi franchise adalah hak yang diberikan secara khusus kepada seseorang atau kelompok, untuk memproduksi atau merakit, menjual, memasarkan suatu produk atau jasa. Sedangkan dari sudut pandang hukum franchise adalah perjanjian legal antara dua pihak dalam bekerjasama memproduksi, merakit, menjual, memasarkan suatu produk jasa. Tri Raharjo dalam salamfrinchise.com, menyebutkan bahwa franchise adalah sistim pemasaran atau distribusi barang dan jasa, dimana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain (franchise) yang berskala kecil dan menengah, hak istimewa untuk melakukan suatu sistem usaha tertentu, dengan cara tertentu, waktu tertentu, dan di suatu tempat tertentu. Lebih lanjut disebutkan bahwa franchise adalah suatu hubungan
33
T. Guritno, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan, Gajah Mada University Press, Cetakan
I, 1992. 34
Martin Mendelsohn, Franchising : Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchise, Pustaka Binaman Perssindo, 1997, hal. 4.
30
berdasarkan kontrak antara franchisor dan franchisee. Franchisor berkewajiban untuk menyediakan perhatian terus-meneruspada bisnis dari franchisee melalui penyediaan
pengetahuan
danpelatihan.
Franchisee
beroperasi
dengan
menggunakan nama dagang,format, atau prosedur yang dipunyai serta dikendalikan oleh franchisor. Franchisee melakukan investasi dalam bisnis yang dimilikinya.35 Hubungan kerjasama franchise terwujud bila terdapat sebagaiberikut: 1. Ada paket usaha yang ditawarkan oleh franchisor; 2. Franchisee adalah pemilik unit usaha. 3. Ada kerjasama antara franchisee dan franchisor dalam pengelolaan unit usaha. 4. Ada kontrak tertulis yang mengatur kerjasama antara franchisor dan franchise. Setiap sistem franchise pada hakekatnya unik. Kreatifitas dari franchisor dalam mendesain paket utamanya dan sistim kerja sama merupakan hasil karya intelektual. Keunikan sistem yang didesain memerlukan perlindungan hukum. Namun walaupun setiap disain franchise adalah unik, dari berbagai pengertian yang disebutkan diatas dapat diperoleh gambaran umum sistim usaha terkait antara franchisor dan franchise : hubungan franchise adalah hubungan terkait yang erat yang mempunyai sifat antara lain : 1) Ada kepentingan bersama, 2) Bersifat hubungan jangka panjang
35
Tri Raharjo, salamfrinchise.com
31
3) Meliputi hubungan yang cukup banyak segi 4) Mempunyai interaksi hubungan yang tinggi 5) Ada sistim yang mengatur kerjasama 6) Ada keuntungan timbal balik, 7) Menuju hubungan saling tergantung atau kemitraan. Hubungan keterkaitan franchise ini sangat berbeda dengan bentuk hubungan yang didasarkan hanya pada tanggung jawab sosial. Dalam hubungan keterkaitan berdasarkan tangggung jawab sosial akan muncul hubungan ketergantungan. Si lemah menunggu uluran tangan dari sikuat. Tingkat kepentingan si kuat atas keberhasilan usaha si lemah sangat tipis karena lemahnya keterkaitan usaha. Hal ini tidak terjadi pada sistim franchise yang sehat, karena hasil dari bisnis franchisor sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dari franchisee.36 Dari segi hukum franchising melibatkan bidang-bidang hukum perjanjian, khususnya perjanjian tentang pemberian lisensi, hukum tentang nama perniagaan, merek, paten, model dan desain. Bidang-bidang hukum tersebut dapat dikelompokkan dalam bidang hukum perjanjian dan bidang hukum tentang hak milik intelektual (intellectual property right).37 Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 259 tahun1997 ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 1997. Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini yang diberikan pengertian secara umum dari berbagai kegiatan yang berhubungan
36
Ibid Juarjir Sumardi, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Trans Nasional, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1995, hal. 21-22. 37
32
dengan kegiatan usaha waralaba. Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan ini diberikan pengertian sebagai berikut : “Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa.” “Pemberi waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba.” “Penerima Waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba.” Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, pengertian waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. 2. Jenis Waralaba Dua jenis waralaba yang biasa dijalankan oleh pebisnis tanah air. Waralaba format bisnis, franchisor memberikan hak (lisensi) kepada franchise untuk menjual produk atau jasa menggunakan merek, identitas dari sistem yang dimiliki franchisor. Jenis yang terbanyak digunakan oleh pebisnis di indonesia ini menawarkan sistem yang komplit dan komprehenship tentang tata cara menjalankan bisnis. Termasuk di dalamnya pelatihan dan konsultasi usaha dalam
33
hal; pemasaran, penjualan, pengelolaan stok, akuntansi, personalia, pemeliharaan, pengembangan bisnis. Berbeda dengan waralaba format bisnis, waralaba jenis kedua yaitu waralaba produk dan merek dagang, merupakan pemberian hak izin dan pengelolaan dari franchisor kepada franchise untuk menjual produk dengan menggunakan merek dagang dalam bentuk agen, distributor atau lisensi penjualan. Pada jenis ini franchisor membantu franchise memilih lokasi dan menyediakan jasa orang untuk pengambilan keputusan. 3. Kelebihan dan Kelemahan Waralaba a. Kelebihan usaha waralaba adalah : 1. Mudah dilakukan karena tidak membutuhkan pengalaman bisnis; 2. Franchise berhak untuk menggunakan hak paten, merek dagang, hak cipta, rahasia dagang, serta formula rahasia franchisor; 3. Bentuk usaha franchise mendapat keuntungan dari program riset dan pengembangan yang dilakukan franchisor; 4. Kemungkinan terdapat jaminan territorial untuk memastikan bahwa tidak ada franchise lain dalam wilayah bisnis terlalu dekat; 5. Mendapat keuntungan dari aktivitas iklan semua jenis program promosi. b. Kelemahan usaha waralaba adalah : 1. Hanya orang yang memenuhi persyaratan financial tertentu yang bisa menjalankan usaha ini; 2. Franchise tidak bebas menetukan sendiri kebijakan perusahaannya;
34
3. Franchisor bisa saja melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan yang mungkin mempengaruhi untung rugi usaha.38
“Membeli dan Menjual Franchisee”- The Management Lecture Resume, oleh Ahmad Kurnia (http://elqoni.wordpress.com/2008/08/16/329), di akses 20 Februari 2017 38
35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif. Tipe penelitian hukum normatif merupakanpenelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan karena akan membutuhkan bahan-bahan yang bersifat sekunder pada perpustakaan. Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/komposisi, konsistensi, dan penjelasan pada tiap pasal, dan kekuatan mengikat suatu undang-undang.39
B. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang yaitu dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang diteliti. Pendekatan perundang-undangan dalam penelitian hukum normatif memiliki kegunaan baik secara praktis maupun akademis. Pendekatan undang-undang ini dengan mempelajari adakah konsistensi dan undang-undang lainnya dalam mewujudkan tanggung jawab pelaku usaha mengenai merk yang digunakan tanpa adanya lisensi yang diberikan oleh pemilik merek. 39
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009) hlm. 93
36
36
C. Jenis Dan Sumber Bahan Hukum Jenis dan Sumber bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian skripsi ini terbagi menjadi beberapa jenis sumber bahan hukum yang terdiri dari : 1. Bahan hukum primer yaitu : a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata b. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis d. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak cipta e. Peraturan Menteri Nomor 31 Tahun 2008 tentang Waralaba 2. Bahan hukum sekunder yaitu berbagai referensi yang dapat menunjang penelitian ini melalui studi kepustakaan dan mengkaji buku-buku, jurnaljurnal hukum, skripsi, tesis, desertasi hukum, majalah, artikel dan referensi-referensi yang berkaitan dengan judul yang merupakan data pendukung primer.
D. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu : Studi kepustakaan yaitu mengumpulkan bahan hukum secara langsung melalui, literatur, jurnal, serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan merek. Kemudian bahan hukum yang berhubungan dengan
37
masalah yang dibahas seterusnya dipaparkan, disistematisasi, kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan sesuai dengan hukum yang berlaku.40
E. Analisis Bahan Hukum Analisis bahan-bahan hukum yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini yakni dengan cara bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis, baik menggunakan penalaran induksi, deduksi, maupun abduksi. Dalam penelitian ini peneliti mengolah dan menganalisis bahan hukum dengan langkah berpikir sistematis, dimana bahan hukum primer dianalisis dengan langkah-langkah normatif dan dilanjutkan dengan pembahasan secara deskriftif analitik, terhadap bahan hukum sekunder dilakukan dengan penelaahan dengan mengacu terhadap pokok bahasan permasalahan. Bahan hukum tersier dilakukan penelaahan dengan mengacu kepada petunjuk yang mampu menjelaskan tentang istilah-istilah. Bahan-bahan hukum tersebut kemudian diolah dan dibahas dengan metode analisis isi (content analysis) yaitu menelaah peraturan perundang-undangan dimaksud. Adapun analisis bahan hukum yang digunakan penulis dengan cara menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis yang terbentuk atas suatu penilaian atau ukuran secara tidak langsung yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.
40
Ibid., hlm. 95
38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITAN 1. Gambaran Umum Kentucky Fried Chicken (KFC) Kentucky Fried Chicken (KFC) merupakan merek dagang warabala yang mempunyai pusat operasi pertama kali di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat oleh Kolonel Harland Sanders pada Tahun 1952. Sedangkan Pemilik tunggal waralaba KFC di Indonesia adalah PT. Fastfood Indonesia Tbk. yang didirikan oleh Gelael Group pada Tahun 1978 sebagai pihak pertama yang memperoleh waralaba KFC untuk Indonesia. PT. Fastfood Indonesia Tbk. selaku pemegang lisensi resmi gerai makanan cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) di Indonesia memiliki cabang gerai 400 outlet termasuk mobile catering yang tersebar di 78 kota di seluruh Indonesia salah satunya di Kota Kendari Sulawesi Tenggara dan juga akan terus mengembangkan bisnis dengan cara menggenjot penjualan. Hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016, suatu merek dianggap sah apabila merek itu telah didaftarkan dalam daftar merek. Pihak yang pertama mendaftarkan berhak atas merek dan secara eksklusif dapat memakai merek tersebut, sedangkan pihak lain tidak boleh memakainya, kecuali dengan izin. Tanpa pendaftaran, tidak akan ada hak atas merek. Hal ini tercantum 39
39
dalam Pasal 3 Undang-Undang Merek Nomor 20 Tahun 2016 yang menyatakan, "Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar merek umum untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek itu atau memberi izin kepada seorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya". Dari Undang-Undang tersebut perlu dijelaskan bahwa pengguna merek berbeda dengan kepemilikan merek.41 Daftar merek umum untuk jangka waktu tertentu menggunakan sendiri merek itu atau memberi izin kepada seorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk menggunakannya". Dari undang-undang tersebut perlu dijelaskan bahwa pengguna merek berbeda dengan kepemilikan merek Pemilik merek terdaftar dapat memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan hak mereknya salah satunya PT. Fastfood Indonesia Tbk. Pemberian izin inilah yang disebut lisensi. Lisensi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis Pasal 1 angka 13 adalah izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan merek terebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Kentucky Fried Chicken (KFC) kini merupakan market leader dari restoran fastfood di Indonesia. Salah satu kunci sukses KFC berasal dari strategi pemasaran dimana mereka memanfaatkan elemen musik dalam memperkuat 41
Perlindungan Hukum HaKI ...(Lathifah Hanim) 581
40
brand di mata target pasarnya. KFC cukup jeli dalam memahami perilaku target pasarnya, yang sebagian besar adalah anak muda. Anak muda sekitar usia SMU biasanya sedang senang-senangnya bermusik ataupun menikmati musik. Biasanya, mereka selalu update terhadap perkembangan terbaru di kancah musik Indonesia maupun dunia. Target pasar inilah yang berusaha dirangkul oleh KFC dengan melakukan strategi pemasaran melalui musik. KFC membentuk KFC Music Factory dimana KFC mengorbitkan artis atau band indie yang potensial untuk berbicara di kancah musik Indonesia, misalnya Juliette. Hingga kini, KFC sudah mengeluarkan 3 album kompilasi KFC Music Hitlist 1-3 yang merupakan album kompilasi dari musisi-musisi jebolan KFC Music Factory seperti antara lain BONUS, Pixel, Antique, Juliette, dan lainnya. Bahkan, KFC Music Factory juga berhasil menelurkan album solo artis yang direspon cukup bagus oleh pasar, antara lain Juliette, Antique, hingga BONUS. Untuk memperkuat loyalitas pelanggan, KFC juga membangun sebuah komunitas, yakni Music Hitter, yakni bagi mereka yang sudah membeli album KFC. Anggota yang tergabung maka bisa memperoleh berbagai benefit, antara lain FREE produk KFC Goceng, diskon CD, diskon merchandise, dan lainnya. Perusahaan Kentucky Fried Chicken (KFC) di Indonesia juga memiliki visi misi yaitu Setiap perusahaan yang berdiri dan berkembang dengan sangat pesat dan besar pasti memiliki visi dan misi yang jelas untuk dicapai, begitu juga dengan KFC. Visi yang dibuat perusahaan restoran KFC adalah menjadi restoran ayam goreng nomor satu dan selalu menjadi pemimpin dalam industri makanan
41
cepat saji, sedangkan misi perusahaan restoran KFC adalah menjadi restoran cepat saji modern yang memberikan suasana ramah dan menyenangkan melalui kepuasan pelanggan (customer). Salah satu kunci kesuksesan perusahaan restoran KFC ini adalah komitman tinggi dari pihak perusahaan perseroan untuk mempertahankan visi kepemimpinan dalam industri restoran cepat saji dengan terus memberikan kepuasan diwajah konsumen. Dukungan dari pemegang saham, keahlian manajemen yang terbina baik, dedikasi, dan loyalitas karyawan, dan yang terpenting adalah kontinuitas kunjungan konsumen, memastikan perseroan dapat mencapai visi ini. Perseroan percaya bahwa dengan menciptakan dan mengembangkan budaya yang mendalam dan kuat dimana setiap karyawan memberikan perbedaan, menghidupkan ‘Customer and Sales Mania’ di restoranrestoran KFC, memberikan perbedaan merek KFC yang sangat kompetitif, menjalin kesinambungan proses dan hubungan antar karyawan, dan meraih hasilhasil yang konsisten, akan secara pasti membangun KFC bukan saja menjadi merek yang paling digemari di Indonesia, tetapi juga sebagai perusahaan yang hebat. 2. Hubungan Hukum Pemilik Merek Kentucky Fried Chicken (KFC) dengan Francise (PT. Fastfood Indonesia Tbk.) Perjanjian waralaba Internasional antara Kentucky Fried Chicken (KFC) International holding inc! dengan PT. Fastfood Indonesia melalui beberapa tahapan. Sebelum membuat perjanjian tertulis, pemberi waralaba mengajukan prospectus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba yang memuat hal-hal mengenai waralaba yang ditawarkan. Apabila penerima waralaba tertarik
42
dengan penawaran, pemberi waralaba ini langsung menugaskan/mengirimkan utusannya untuk mengadakan survei ketempat atau lokasi dimana perusahaan waralaba tersebut akan beroperasi. Setelah meninjau lokasi dan dianggap cukup strategis dan memungkinkan untuk usaha di bidang waralaba, maka pemberi waralaba akan menawarkan atau mengajukan draft perjanjian. Selanjutnya pihak penerima waralaba akan mempelajari secara mendalam format/draft perjanjian yang diajukan oleh pihak pemberi waralaba. Akta tersebut mulai berlaku pada saat ditandatanganinya perjanjian waralaba tersebut dan dimulai pada saat itu pula mengikat para pihak. Selanjutnya Penerima waralaba mendaftarkan perjanjian tersebut beserta keterangan tertulis dan benar dari pemberi waralaba menunjukkan surat perjanjian waralaba dan prospectus penawaran waralaba kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan cq. Pejabat yang berwenang untuk persyaratan diterbitkannya Surat Tanda Pendaftaran Waralaba (STPW) yang mana STPW diterbitkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri pada tanggal 28 Agustus 2003 dengan Nomor : 494/PDN/VIII/2003 masa berlaku STPW adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Hak dari ciptaan dapat beralih pada orang lain melalui lima cara, yaitu warisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebabsebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Setiap orang yang mempergunakan ciptaan orang lain tanpa izin pencipta dapat dituduh sebagai perbuatan kejahatan dan ditindak dengan ketentuan pidana, seperti tersebut dalam Pasal 72 dan Pasal 73 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016. Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan, dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh
43
franchisor (pemberi waralaba) bagi para franchise (penerima waralaba).42 Pokokpokok isi dari Perjanjian Waralaba tersebut, yaitu : a. Pemberian Hak Franchise Franchisor dengan ini memberi Hak Eksklusif kepada Franchise, dan Franchise menerima pemberian hak tersebut, untuk dapat rnenggunakan nama Kentucky Fried Chicken (KFC) dan sistem pengelolaan milik franchisor dalam suatu lokasi, selama jangka waktu yang disepakati. b. Lokasi, Counter dan Masa Percobaan Lokasi franchise ditentukan oleh franchisee
dengan
sepengetahuan
dari
persetujuan
franchisor,
setelah
mempertimbangkan kondisi dan potensi ekonomi di sekitar lokasi franchise tersebut. c. Jangka Waktu Franchise Jangka waktu pemberian hak franchise adalah 2 (dua) tahun (jangka waktu) dan berlaku efektif sejak tanggal pembukaan counter yang pertama kali. Jangka waktu franchise dapat diperpanjang berdasarkan kesepakatan tertulis diantara para pihak. d. Biaya Franchise dan Cara Pembayaran Selama jangka waktu, franchise setuju untuk membayar biaya atas pemberian hak franchise (biaya franchise) meliputi : a. Joint Fee; b. Counter Fee; c. Advertising dan Training Fee. e. Royalti Franchise setuju dan berkewajiban untuk membayar royalti kepada franchisor setiap bulannya. Dalam konteks pemberian hak penggunaan rahasia dagang, maka rahasia dagang tersebut haruslah sesuatu yang unik dan berbeda dari bentuk-bentuk
42
Kepala Disperindagkop Kabupaten Jepara, loc.cit.
44
format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, atau sistem yang bersifat khas lainnya serta memiliki nilai jual secara komersial. Sesuatu yang tidak memiliki keunikan Tertentu yang dapat dibedakan dari barang/jasa sejenisnya atau hanya terdiri dari serangkaian proses informasi yang telah tersedia untuk umum dan dapat diselenggarakan dan dilaksanakan oleh setiap orang tanpa perlu bantuan atau bimbingan khusus jelas bukanlah rahasia dagang. Confidential information dan know how yang diberikan oleh pihak franchisor kepada franchise tidak termasuk hal-hal yang bisa diminta perlindungannya berdasarkan hak paten.43
B. PEMBAHASAN 1. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang Digunakan Oleh Pedagang Kaki Lima Merek mempunyai peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan brand imagenya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda atau daya pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas dari suatu produk, sebab merek menjadi semacam “penjual awal” bagi suatu produk kepada konsumen. Sementara itu, menurut A.B Susanto. dan Wijanarko, merek adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan menimbulkan arti psikologis atau asosiasi.44 Hal ini menunjukan bahwa produk adalah apa
43
Setiawan, Juni 1991, Segi-segi Hukum Trade Mark dan Licensing, Varia Peradilan No. 70, hlm. 152. 44 AB Susanto dan Himawan Wijanarko, 2008, disarikan dari “Power Branding: Membangun Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya” Jakara: Mizan Pustaka.
45
yang dibuat oleh pabrik. Sedangkan, apa yang sesungguhnya dibeli oleh konsumen/pelanggan adalah mereknya. Dengan demikian merek bukan hanya apa yang dibentuk oleh produk atau kemasannya, tetapi juga apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen mengasosiasikan.45 Dari hasil pernyataan atau wawancara kepada penjual yang menggunakan merek KFC bahwa mereka tidak ada hubungan kerja sama dengan pemilik merek atau yang diberi lisensi oleh pemilik merek, mereka hanya menggunakan merek tersebut untuk barang dagangannya mereka bisa laku, dalam penggunaan merek KFC, beragagapan bahwa merek KFC itu adalah merek terkenal, jadi secara otomatis mereka pedagang kaki lima dalam strategi penjualan dalam hal ini ayam goreng, menggunakan merek KFC, menurut pedagang kaki lima yang menggunakan merek KFC merasa khawatir takut barang dagangnya tidak laku, yaitu ayam goreng. Pelanggaran terhadap hak merek motivasinya adalah untuk mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan mencoba, meniru, atau memalsu merek-merek yang sudah terkenal di masyarakat. Dari tindakan tersebut maka masyarakat dirugikan, baik itu produsen maupun konsumennya, selain itu negara pun juga dirugikan. Menurut M. Djumhana dan Djubaedillah (1997), dari setiap UndangUndang yang mengatur merek ditetapkan ketentuan yang mengatur mengenai sanksi-sanksi untuk pelanggar hak merek orang lain. Ketentuan yang mengaturnya
45
Ibid 56
46
dapat bersifat pidana, perdata, maupun administrasi, bahkan bisa pula tindakan pencegahan lain yang bersifat non yuridis, seperti :46 1. Persaingan tidak jujur (unfair competition). Persaingan tidak jujur dengan sendirinya besifat melawan hukum, karena Undang-Undang dan hukum memberikan perlindungan terhadap pergaulan yang tertib dalam dunia usaha. Persaingan tidak jujur inipun digolongkan suatu tindak pidana sesuai dengan Pasal 382 bis KUHP. Perbuatan materiil diancam hukuman penjara setinggi-tingginya 1 tahun atau denda, setinggi-tingginya Rp. 900,00
ialah melakukan perbuatan yang tipu muslihat untuk
mengelabuhi masyarakat atau seorang tertentu. Pengelabuan ini dipakai oleh si pembuat sebagai upaya untuk memelihara atau menambah hasil perdagangan atau perusahaannya si pembuat atau orang lain. 2. Penanganan melalui hukum perdata. Pemakaian merek tanpa hak, dapat digugat
berdasarkan
perbuatan
melanggar
hukum
(Pasal
1365
KUHPerdata). Sebagai pihak penggugat harus membuktikan bahwa ia karena perbuatan melanggar hukum tergugat, menderita kerugian. 3. Penanganan melalui hukum pidana. Sanksi pidana terhadap tindakan yang melanggar hak seseorang dibidang merek selain diatur khusus dalam ketentuan sanksi peraturan perundang-undangan merek itu sendiri, juga terdapat dalam ketentuan KUH Pidana. Salah satu ketentuan yang terdapat dalam KUH Pidana, yaitu ketentuan Pasal 393 ayat (1) yang berbunyi: “Barang siapa yang memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan terang untuk
46
Ragam Jurnal Pengembangan Humaniora Vol. 11 No. 3, Desember 2011 179
47
dikeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu nama, firma atau mereka yang menjadi hak orang lain atau untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu dengan ditambahkan nama firma yang khayal, ataupun bahwa pada barangnya sendiri atau pada sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus rupiah”. Pasal 393 ayat (2) KUH Pidana : “Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap, karena kejahatan semacam itu juga, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama sembilan bulan”. Menurut R. Soesilo dalam bukunya “KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal”. yaitu dalam tindak pidana ini tidak perlu bahwa merek, nama atau firma yang dipasang persis serupa dengan merek, nama atau nama firma orang lain tersebut. Dengan demikian meskipun ada perbedaannya kecil, tetap masih dapat dihukum. Perbuatan tindak pidana yang berkaitan dengan pelanggaran hak indikasi geografis dan hak indikasi asal, semuanya dikualifikasikan sebagai kejahatan dengan ancaman pidana bersifat kumulatif. 4. Penanganan melalui Administrasi Negara. Bila terjadi pelanggaran terhadap hak intelektual, negara bisa juga menggunakan kekuasaannya untuk melindungi pemilik hak yang sah. Melalui kewenangan administrasi
48
negara, yaitu di antaranya melalui Pabean, Standar industri, kewenangan pengawasan
badan
penyiaran,
kewenangan
pengawasan
standar
periklanan. Pemboncengan merek dalam common law system dikenal dengan istilah passing off. Passing off memiliki pengertian bahwa perlindungan hukum diberikan terhadap suatu barang/jasa karena nilai dari produk tersebut telah mempunyai reputasi. Adanya perlindungan hukum ini mengakibatkan pesaing bisnis tidak berhak menggunakan merek, huruf-huruf dan bentuk kemasan dalam produk yang digunakannya. Passing off mencegah pihak lain untuk melakukan beberapa hal, yaitu : 1. Menyajikan barang atau jasa seolah-olah barang/jasa tersebut milik orang lain; dan, 2. Menjalankan
produk
atau
jasanya
seolah-olah
mempunyai
hubungan dengan barang atau jasa milik orang lain. Elemen yang terdapat pada tindakan passing off sebagaimana yang dinyatakan dalam elemen pertama adalah dengan adanya reputasi yang terdapat pada pelaku usaha yaitu apabila seorang pelaku usaha memiliki reputasi bisnis yang baik di mata publik dan juga usahanya tersebut cukup dikenal oleh umum. Pada elemen passing off yang kedua, adanya 180 Perlindungan Hukum pada Merek yang Terdaftar (Nur Hidayati) misrepresentasi dalam hal ini dikenalnya merek yang dimiliki oleh pelaku usaha tersebut, maka apabila ada pelaku usaha lain mendompleng merek yang sama publik akan dapat dengan mudah terkecoh (misleading) atau terjadi kebingungan (confusion) dalam memilih produk yang
49
diinginkan. Selanjutnya, elemen passing off yang ketiga yaitu terdapatnya kerugian yang timbul akibat adanya tindakan pendomplengan atau pemboncengan yang dilakukan oleh pengusaha yang dengan itikad tidak baik menggunakan merek yang mirip atau serupa dengan merek yang telah dikenal tersebut sehingga terjadi kekeliruan memilih produk oleh masyarakat (public misleading). Dalam sistem hukum common law, pemboncengan merek (passing off) ini merupakan suatu tindakan persaingan curang (unfair competition), dikarenakan tindakan ini mengakibatkan pihak lain selaku pemilik merek yang telah mendaftarkan mereknya dengan itikad baik mengalami kerugian dengan adanya pihak yang secara curang membonceng atau mendompleng merek miliknya untuk mendapatkan keuntungan finansial. Dimana hal tersebut dilandasi niat untuk mendapatkan jalan pintas agar produk atau bidang usahanya tidak perlu memerlukan usaha membangun reputasi dan image dari awal lagi. Passing off juga sangat berpotensi untuk menipu konsumen dan menyebabkan kebingungan publik (public confusion) ataupun misleading di masyarakat tentang asal-usul suatu produk. Terhadap adanya tindakan passing off ini, ketentuan dasar yang dilanggar oleh pedagang kaki lima yaitu Pasal 41 sampai Pasal 45 Undang-Undang Merek. Selain ketentuan khusus mengenai merek tersebut, terhadap tindakan passing off juga dapat dikenakan ketentuan pidana, karena tindakan passing off ini syarat dengan unsur perbuatan curang. Hal ini sebagaimana yang terdapat pada Pasal 382 bis Bab XXV KUH Pidana tentang Perbuatan curang yang berbunyi: “Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil
50
perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren-konkuren orang lain karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah”. Berdasarkan berbagai uraian tersebut, dapat diketahui bahwa apabila pedagang kaki lima menggunakan atau memanfaatkan suatu produk lain yang mirip dengan produk yang diasosiasikannya maka hal tersebut menunjukan bahwa konsumen harus mendapatkan perlindungan sebagai seorang konsumen. Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan atau kualitas barang. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik. Di Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen disebutkan Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menajamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan bagi konsumen. Selanjutnya di dalam Pasal 4 Perlindungan Konsumen berazaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Perlindungan Konsumen bertujuan menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen seingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
51
Penggunaan produk dengan merek-merek tertentu disamping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak sematamata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestise dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu “simbol” yang akan menimbulkan gaya hidup baru (life style). Adanya perbedaan persepsi didalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu berarti bahwa tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak jujur. Tindakan mempergunakan merek terkenal milik orang lain, secara keseluruhan tidak hanya merugikan pemilik atau pemegang merek itu sendiri dan juga para konsumen tetapi dampak yang lebih luas adalah merugikan perekonomian nasional dan yang lebih luas lagi juga merugikan hubungan perekonomian internasional. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Perlindungan
konsumen
diselenggarakan
sebagai
usaha
bersama
berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yaitu :
52
1). Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2). Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3). Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4). Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5). Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati
hukum
dan
memperoleh
keadilan
dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
53
Terkait dengan kelima asas ini, maka menurut Miru dan Yodo, bahwa kelima asas diatas jika dikaji substansinya maka dapat dibagi dalam tiga asas, yaitu :47 1) Asas kemanfaatan yang juga meliputi asas keamanan dan keselamatan konsumen. 2) Asas keadilan yang juga meliputi asas keseimbangan 3) Asas kepastian hukum Menrut Miru dan Yodo pengaturan mengenai penggunaan merek dapat memberikan pengaruh terkait dengan pemakaian barang tertentu yang terindikasi merupakan merek palsu. Lebih lanjut dijelaskan bahwa konsumen yang telah terbiasa menggunakan merek-merek tertentu akan mengalami kerugian karena mengkonsumsi secara keliru barang tertentu yang kualitasnya berbeda dengan biasanya.48 Bahwa juga kita harus melindungi para konsumen atas pelanggaran merek khususnya merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang dilakukan oleh pedagang kaki lima di berbagai lokasi atau titik penjualan di Kota Kendari, Fungsi merek bagi konsumen diantaranya adalah : a. Merek memainkan peran dalam kaitannya dengan komunikasi dan identifikasi. Merek dapat membimbing serta menawarkan suatu harapan kualitas dari sebuah produk. Dengan demikian, merek dapat membantu dalam mendukung keputusan pembelian konsumen.
47
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta. 48 ibid
54
b. Mengurangi resiko pembelian yang diterima oleh konsumen, yang mana pada gilirannya dapat memunculkan suatu hubungan emosional antara konsumen dan perusahaan. Hubungan ini disebut sebagai trust based relationship (hubungan yang di dasarkan oleh kepercayaan). c. Mengurangi
resiko
sosial
dan
psikologi
dengan
pemilik
dan
menggunakan “wrong” produk dengan menyediakan hadiah untuk pembelian merek sebagai lambang status dan gengsi. Dalam perlindungan konsumen sesungguhnya ada doktrin yang disebut strict product liability, yakni tanggung jawab produk yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.49 Doktrin tersebut selaras dengan doktrin perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian, mengganti kerugian tersebut.” Untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum berdasar Pasal 1365 KUHPerdata, suatu perbuatan harus memenuhi unsur-unsur, seperti adanya perbuatan melawan hukum, adanya unsur kesalahan, kerugian, dan adanya hubungan sebab-akibat yang menunjukkan adanya kerugian yang disebabkan oleh kesalahan seseorang. Unsur-unsur ini pada dasarnya bersifat alternatif. Artinya, untuk memenuhi bahwa suatu perbuatan melawan hukum, tidak harus dipenuhi semua unsure tersebut. Jika suatu perbuatan sudah memenuhi salah satu unsur saja, maka 49
Sudarga gautama, dalam Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
55
perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum. Doktrin strict product liability masih tergolong baru dalam doktrin ilmu hukum di Indonesia. Doktrin tersebut selayaknya dapat diintroduksi dalam doktrin perbuatan melawan hukum (tort) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Seorang konsumen, apabila dirugikan dalam mengonsumsi barang atau jasa, dapat menggugat pihak yang menimbulkan kerugian. Pihak di sini bisa berarti produsen/pabrik, supplier, pedagang besar, pedagang eceran/ penjual ataupun pihak yang memasarkan produk ini tergantung dari siapa yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi konsumen.50 Berdasarkan prinsip kesejajaran kedudukan antara pedagang kaki lima dan konsumen, hal itu mestinya tidak dengan sendirinya membawa konsekuensi konsumen harus membuktikan semua unsur perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, terhadap doktrin perbuatan melawan hukum dalam perkara konsumen, seyogyanya dilakukan “deregulasi” dengan menerapkan doktrin strict product liability ke dalam doktrin perbuatan melawan hukum.
2. Bentuk Tanggung Jawab Pedagang Kaki Lima Kepada Pemilik Merek Dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari Pertanggungjawaban
hukum
merupakan
dasar
yang
menyebabkan
timbulnya hak hukum bagi seorang untuk menuntut orang lain sekaligus berupa hal
yang
melahirkan
kewajiban
hukum
orang
lain
untuk
memberi
50
Sudargo Gautama dan Rizawanto Winato ,Pembaharuan Hukum Merek Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997), hal 70.
56
pertanggungjawabannya.51 Menurut Abdulkadir Muhammad dalam hukum perdata tanggung jawab hukum serta pertanggungjawaban hukum dibagi menjadi dua
macam,
yaitu
kesalahan
dan
risiko.
Dengan
demikian
dikenal
pertanggungjawaban atas dasar kesalahan (lilability without based on fault) dan pertanggung jawaban tanpa kesalahan yang dikenal (lilability without fault). Prinsip dasar pertanggung jawaban atas dasar kesalahan mengandung arti bahwa seseorang harus bertanggung jawab karena ia melakukan kesalahan karena merugikan orang lain. Sebaliknya prinsip tanggung jawab risiko adalah bahwa konsumen penggugat tidak diwajibkan lagi melainkan produsen tergugat langsung bertanggung jawab sebagai risiko usahanya.52 Hak cipta harus dapat melindungi ekspresi dari suatu ide gagasan konsep, salah satu cara untuk melindungi suatu hak cipta tercantum pada Pasal 3 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu dengan melakukan pendaftaran hak atas merek. Pemilik Merek merupakan pemohon yang telah disetujui permohonannya dalam melakukan pendaftaran merek secara tertulis kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual, sebagaimana yang temuat dalam Pasal 1 ayat (6) UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Berdasarkan fungsi dan manfaat inilah maka diperlukan perlindungan hukum terhadap produk Hak Merek, ada 3 (tiga) hal yaitu :53
51
Titik Triwulan Dan Shinta Febrian, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Prestasi pustaka, Jakarta, 2010, hlm 48 52 Ibid.,hlm, 49. 53 Hariyani, Iswi, op, cit,.hal 89.
57
1. Untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi para penemu merek, pemilik merek, atau pemegang hak merek; 2. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan atas Hak atas Merek sehingga keadilan hukum dapat diberikan kepada pihak yang berhak; 3. Untuk memberi manfaat kepada masyarakat agar masyarakat lebih terdorong untuk membuat dan mengurus pendaftaran merek usaha mereka. Suatu merek dapat disebut merek bila memenuhi syarat mutlak, yaitu berupa adanya daya pembeda yang cukup (capable ofdistinguishing). Maksudnya, tanda yang dipakai (sign) tersebut mempunyai kekuatan untuk membedakan barang atau jasa yang diproduksi sesuatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Untuk mempunyai daya pembeda ini, merek harus dapat memberikan penentuan (individualisering) pada barang atau jasa yang bersangkutan.54 Di dalam Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis menyatakan bahwa Pemohon kepemilikan merek harus beritikad baik, yaitu dengan mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa apa pun untuk membonceng, meniru atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Misalnya : merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru oleh pedagang kaki lima
54
Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, op.cit, hal 156.
58
dengan sedemikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek dagang tersebut.55 Merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) adalah merek terkenal berasal dari Amerika yang berbasis dibidang makan siap saji, merek ini yang sering di gunakan oleh seseorang atau badan hukum dalam hal ini pedagang kaki lima tampa memiliki lisensi atau adanya hubungan kerja sama dengan pemilik merek yang mengakibat kerugian terhadap pemilik merek, yang telah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yang berbunyi : Pasal 41 1. Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena : a. pewarisan; b. wasiat; c. wakaf; d. hibah; e. perjanjian; atau f. sebab lain yang dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Pengalihan Hak atas Merek terdaftar oleh Pemilik Merek yang memiliki lebih dari satu Merek terdaftar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis hanya dapat dilakukan jika semua Merek terdaftar tersebut dialihkan kepada pihak yang sama. 3. Pengalihan Hak atas Merek terdaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dimohonkan pencatatannya kepada Menteri. 4. Permohonan pengalihan Hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan dokumen pendukungnya. 5. Pengalihan Hak atas Merek terdaftar yang telah dicatatwww.peraturan.go.id2016, No.252 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan dalam Berita Resmi Merek. 6. Pengalihan Hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. 7. Pencatatan pengalihan Hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya. 8. Pengalihan Hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat proses Permohonan pendaftaran Merek. 55
Umbara, Citra, Undang-undang Republik Indonesia tentang Paten dan Merek 2016, Citra Umbara, Bandung, 2001, hal. 13.
59
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan pencatatan pengalihan Hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat 10. diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 43 “Pemilik Merek terdaftar yang telah memberikan Lisensi kepada pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk menggunakan Merek tersebut, kecuali diperjanjikan lain.” Didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi geografis Pasal 100 mengatakan :
Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pemboncengan
merek
sering
disebut
dengan
Passing
Off
atau
pemboncengan reputasi dimana perbuatan yang mencoba meraih keuntungan dengan cara membonceng reputasi (nama baik) sehingga dapat menyebabkan tipu muslihat atau penyesatan. Perbuatan passing off ini obyeknya adalah merek
60
terkenal dan biasanya tidak menggunakan merek terkenal secara keseluruhan tetapi hanya.56 Dari perbutan passing off atau membonceng merek dagang orang lain bisa di katakana perbuatan melawan hukum yang di atur dalam KUHPerdata Pasal 1365 yang berbunyi : “bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut'.” Kerugian yang di maksut dalam pasal tersebut yaitu kerugian kepada pemilik merek, yaitu :57 1. Menurunkan mutu, hal ini juga dapat terjadi apabila pelaku usaha memonopoli suatu produk. 2. Dumping, yaitu menurunkan harga jual produk sampai pada harga di bawah biaya produksi sehingga harga jual di luar negeri lebih rendah dibanding harga jual di dalam negeri. Hal ini di lakukan untuk menjatuhkan pelaku usaha lain. 3. Memalsukan produk, yang di lakukan dengan memproduksi barang dengan merek yang sudah terkenal di masyarakat dan dipasarkan seolaholah produk tersebut asli. Hal ini selain merugikan pemilik merek juga merugikan konsumen karena kualitas produk tidak sama dengan produk asli.
56
Harsono Adi sumarto, Hak Milik Intelektual Khususnya Paten dan Merek: Hak Milik Perindustrian (Industrial Property), (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1990), hal. 45. 57 Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/dininuris/konsumen-cerdas-pahamperlindungan-konsumen_552e5f7d6ea834c1578b4584
61
Dari beberapa kerugian di atas yang sering di alami oleh pemilik atas merek dagang, khususnya merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC), maka dari itu pemilik merek bisa meminta perlindugan hukum akibat kerugian di alami kepada pedagang kaki lima, atau dengan menggugat atau meminta pertanggung jawaban dengan cara perdata. Sedangkan dalam perdata tidak lepas dengan pidana pidana, pelaku tindak pidana di bidang merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang sudah mempertanggungjawabkan secara perdata, tetap dapat dituntut atau diminta pertanggungjawaban secara pidana. Adanya putusan dalam perkara perdata yang memutuskan bahwa tergugat terbukti telah menggunakan tanpa hak merek yang sama secara keseluruhan atau sama pada pokoknya dengan merek yang sudah terdaftar dan merugikan konsumen, putusan dalam perkara perdata ini dapat dipakai sebagai salah satu alat bukti dalam perkara pidana untuk menjatuhkan putusan memidana pelaku tindak pidana di bidang merek. Disisi yang lain, untuk lebih memperkuat keberhasilan gugatan perdata atas pelanggaran merek, pertanggungjawaban pidana lebih dahulu diberikan. Jika pelaku tindak pidana sudah mempertanggungjawaban pidana, yang artinya sudah dipersalahkan dan dijauhi pidana, maka penggugat sebagai pemilik merek terdaftar yang merasa di rugikan, akan lebih berhasil melakukan gugatan, yaitu meminta pembatalan merek sekaligus meminta ganti rugi kepada tergugat
62
yangsudah mempergunakan tanpa hak merek yang sama secara keseluruhan atau secara sama pada pokoknya dengan mereknya yang sudah terdaftar.58 Didalam peraturan di Indonesia Pasal 103 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yang berbunyi : ” Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 sampai dengan Pasal 102 merupakan delik aduan.” Aturan diatas telah mengubah bentuk tindak pidana, dari tindak pidana biasa menjadi tindak pidana aduan. Dengan begitu, perkara merek ini baru bisa diproses apabila sudah ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Pemilik merek dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Niaga terhadap pedagang kaki lima yang secara tanpa hak menggunakan Merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang menimbulkan perbuatan melawan hukum atau kerugian terhadap pemilik merek berupa gugatan ganti rugi. Pelanggaran merek yang diadili di pengadilan negeri. Sanksinya berupa pidana penjara dan denda. Di samping itu, pihak yang merasa dirugikan akibat penggunaan merek dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan negeri untuk mendapatkan perlindungan hak atas merek. Perlindungan hak merek dimaksudkan untuk melindungi pemilikan atas merek, investasi dan goodwill (nama baik) dalam suatu merek, dan untuk melindungi konsumen dari kebingungan menyangkut asal usul suatu barang atau jasa.59
Ahmadi Miru, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang – Undang Merek, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005 hlm 101 – 102. 59 R.M Suryodiningrat, Aneka hak milik Perindustrian,(bandung : tarsito, 1981) 58
63
Undang-Undang Merek mengatur cara perlindungan hukum bagi pemilik merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) terhadap pelanggaran atau sengketa yang terjadi. Perlindungan hukum tersebut dapat dilakukan melalui instrumen hukum yang diklasifikasikan berdasarkan instrumen perlindungan hukum yang bersifat Preventif dan Represif. 1. Perlindungan Hukum yang Bersifat Preventif Menurut Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Gegrafis, perlindungan terhadap merek terkenal didasarkan pada pertimbangan bahwa peniruan merek terkenal milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain, sehingga tidak seharusnya mendapat perlindungan hukum. Berdasarkan Undang-Undang ini, mekanisme perlindungan merek terkenal, selain melalui inisiatif pemilik merek tersebut sebagaimana telah diatur dalam Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992, dapat pula ditempuh melalui penolakan oleh Kantor Merek terhadap permintaan pendaftaran merek yang sama pada pokoknya dengan merek terkenal. Perlindungan hukum merek yang diberikan kepada merek asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek terdaftar.60 Instrumen hukum yang bersifat Preventif dapat juga dilakukan dengan cara pendaftaran merek ke Direktorat Jendaral HAKI dengan prosedur yang ditentukan dalam Undang-Undang Merek yaitu dengan membayar biaya dan oleh pemohon atau kuasanya yang isinya harus memuat tanggal, bulan, dan tahun surat 60
Suyud Margono, Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta 2002 hlm 59.
64
permohonan tersebut dibuat, nama, alamat lengkap, dan kewarganegaraan dari pemohon, pemohon dan kuasa jika permohonan diajukan melalui kuasanya. Pendaftaran tersebut juga harus dilampiri dengan keterangan warna-warna atau unsur-unsur warna yang terdapat dan melekat pada merek yang dimohonkan pendaftar, surat kuasa khusus apabila dalam pengajuan permohonan melalui kuasa dan surat pernyataan bahwa merek yang dimohonkan adalah milik pemohon, atau juga dapat melalui Lisensi yang diberikan oleh Pemegang hak merek kepada pihak lain berdasarkan perjanjian Lisensi untuk melaksanakan perbuatan menggunakan menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu. Adanya suatu kepentingan pandaftaran merek merupakan kepentingan hukum bagi pemilik maupun pemegang hak merek untuk memberikan suatu jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap merek yang dimilikinya. Hal tersebut pelanggaran hukum atas merek yang terjadi di Indonesia khusunya di Kota Kendari dengan merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC), walaupun pada prinsipnya perlindungan tersebut diberikan sejak tanggal penerimaan dan merek tersebut tidak memiliki daya pembeda, persamaan pada pokonya atau keseluruhannya dengan apa yang telah ada sebelumnya. Dengan demikian perlindungan terhadap merek secara konkrit apabila telah terdaftar pada instansi yang berwenang mengurus bidang hak kekayaan intelektual. Maka dari itu perlindungan lebih mudah dilakukan bila suatu merek terdaftar, artinya setiap
65
merek terdaftar perlu didaftarkan agar memudahkan pemberian perlindungan terhadap merek tersebut. Terdapat dua macam sistem dalam pendaftaran merek yaitu sistem pendaftaran deklaratif dan sistem konstitutif, yang dimaksud dengan sistem pendaftaran deklaratif dan konstitutif ialah :61 a. Sistem deklaratif adalah sistem yang menyatakan hak merek itu terbit dengan adanya pemakaian yang pertama. Bahwa fungsi pendaftaran itu tidaklah memberikan hak, melainkan hanya memberikan dugaan atau sangkaan menurut Undang-Undang bahwa orang yang mereknya terdaftar itu merupakan yang berhak sebenarnya sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan. b. Sistem konstitutif adalah suatu sistem yang mengatakan hak merek itu
baru terbit setelah dilakukan pendaftaran yang telah mempunyai kekuatan. Sistem konstitutif ini untuk memperoleh hak merek tergantung pendaftarannya. 2. Perlindungan Hukum yang Bersifat Represif Perlindungan hukun secara Represif yaitu, diberikan kepada seseorang apabila telah terjadi pelanggaran hak atas merek. Pemilik merek terdaftar mendapat perlindungan atas pelanggaran hak atas merek yang dimilikinya baik itu dalam bentuk gugatan ganti rugi (dan gugatan pembatalan pendaftaran merek) maupun berdasarkan tuntutan hukum pidana melalui aparat penegak hukum.62 61
M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek Di Indonesia Berdasarkan Undang – Undang No. 19 Tahun 1992, PT Citra Aditya Bakti, Bnadung 1996 62 H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (IntellectualProperty Law),Jakarta, 2004, hlm 401 – 402.
66
Pada instrumen ini dapat kita lihat pada merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) bahwa perlindungan yang dapat diberikan bagi pemegang merek tidak hanya berdasarkan pada pendaftaran saja melainkan perlindungan dalam wujud gugatan ganti rugi (dan gugatan pembatalan pendaftaran merek) maupun dalam bentuk pidana melalui aparat penegak hukumya yang telah di jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Penyelesaian hukum melalui instrumen hukum perdata dapat dilakukan melalui pengadilan (ligitasi) dengan gugatan ganti kerugian tadi dan menghentikan semua perbuatan membuat, memakai, menjual dan/atau mengedarkan barang-barang yang diberi hak merek, ataupun diluar pengadilan (non ligitasi) yang memungkinkan para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR) dengan jalan negoisasi, mediasi dan konsoliasi. Pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Merek 2016 menjelaskan bahwa merek memberikan hak kepada pemilik merek terdaftar untuk mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan mereknya. Gugatan tadi di dalam Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Merek 2016 diajukan melalui Pengadilan Niaga. Agar tuntutan ganti rugi memenuhi syarat sebagai dalil gugat, harus memenuhi tiga unsur berikut ini yaitu : a. Merek yang digunakan tergugat mempunyai persamaan pada pokoknya atau pada keseluruhan dengan merek orang lain. b. Dan merek orang lain itu, sudah terdaftar dalam DUM.
67
c. Serta penggunaan tanpa hak. Seorang pemilik merek atau penerima lisensi (licensee) atas sebuah merek dapat menuntut seseorang yang tanpa izin, telah menggunakan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek orang lain yang berhak dalam bidang perdagangan dan jasa yang sama.63 Terhadap pelanggaran yang terjadi pada merek Kentucky Fried Chicken (KFC) terdapat beberapa jalan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada selain tuntutan secara perdata dan pidana yang dikarenakan kegagalan dalam proses mencapai suatu kesepakatan. Agar terciptanya proses penyelesaian suatu sengketa yang efektif, prasyarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak harus sama-sama memperhatikan atau menjunjung tinggi hak untuk mendengar dan hak untuk di dengar. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, yaitu :64 a. Kepentingan (interest). b. Hak-Hak (rights), dan c. Status Kekuasaan (power). Cara penyelesaian sengketa melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang dikenal dengan beberapa cara penyelesaian sengketa, yaitu : a. Arbitrase; b. Konsultasi; 63
Rachmadi Usman, Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Bandung, 2003 hlm 370 Ahmadi Miru, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang – Undang Merek, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005 hlm 101 – 102. 64
68
c. Negosiasi; d. Mediasi; e. Konsiliasi; atau penilaian ahli. Di antara keenam cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan tersebut, hanya penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang menghasilkan putusan memaksa yang dijatuhkan oleh pihak ketiga, yaitu arbiter atau majelis arbiter, sedangkan cara penyelesaian sengketa, penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak, paling tidak yang memfasilitasi perundingan antara pihak. Didalam Pasal 77 Undang-Undang Merek yaitu gugatan atas pelanggaran merek dapat diajukan oleh penerima lisensi merek terdaftar baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan. Dari gambaran umum dan aturan di atas sudah jelas bahwa adanya pelanggaran merek, khususnya merek dagang Kentuncky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari yaitu adanya Passing Off yang dilakukan oleh pedagang kaki lima, secara kepustakaan hukum Indonesia belum begitu dikenal, dengan demikian maka istilahnya pun masih seluruhnya asing. Passing Off memang merupakan pranata yang dikenal dalam sistem hukum Common Law. Bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang merek dapat dilakukan secara preventif dan represif. Perlindungan hukum bagi pemegang merek dagang terkenal yang telah terdaftar, didasarkan pada pada pertimbangan bahwa peniruan merek terdaftar milik orang lain pada dasarnya dilandasi itikad tidak baik, terutama untuk mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain sehingga tidak seharusnya mendapat perlindungan hukum. Apabila penegakan hukum
69
terhadap merek terus diperketat maka hal ini akan memperbaiki citra bahwa kepastian dan penegakan hukum di Indonesia telah berjalan dengan baik. Dengan kata lain di Indonesia ada jaminan kepastian hukum yang mengatur dan sekaligus memberikan sanksi bagi para pelaku pelanggaran merek. Upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pemegang merek terhadap pelanggaran merek menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 dapat dilakukan melalui penyelesaiaan sengketa di luar pengadilan (non litigasi) dan litigasi. Non litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan diluar pengadilan disebut juga Alternatif Penyelesaian Sengketa yang meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase. Litigasi adalah penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui pengadilan dengan mengajukan gugatan perdata pada pengadilan negeri. Indonesia juga mengatur lebih detail mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada pelaku pelanggaran yaitu berupa hukuman atau pidana penjara berkisar antara 4 (empat) sampai 5 (lima) tahun dan pidana denda sebesar Rp. 800.000.000,- sampai dengan Rp. 1.000.000.000,-
70
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN
1. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang digunakan Oleh Pedagang Kaki Lima yaitu pemberian jaminan hukum (law guarantee) dan adanya kepastian hukum (law certanty) terhadap merek Kentucky Fried Chicken (KFC) yang dilakukan
oleh
pedagang
kaki
lima
dengan
cara
Passing
Off
(pemboncengan merek) yang mengakibat kekeliruan terhadap merek KFC yang dia beli. Dengan ketentuan dasar yang dilanggar Pasal 41 sampai Pasal 45 Undang-Undang Merek 2016, bagaimana yang terdapat dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen megenai hak-hak konsumen yaitu Hak untuk mendapatkan keamanan, Hak untuk mendapatkan informasi, Hak untuk memilih, Hak untuk didengar dari merek yang digunakan untuk mencegah orang lain memakai merek yang sama pada pokoknya atau secara keseluruhan dalam peredaran barang atau jasa yang di jelaskan dalam Pasal 92 UndangUndang Nomor 20 Tahun 2016 yang berbunyi : “barang siapa dengan sengaja dan tampa hak menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai merek tersebut maka dikenakan sanki pidana penjara 5 (lima) tahun dengan denda 1.000.000.000,- (satu milyar).”
2. Tanggung jawab pedagang kaki lima terhadap pemilik merek dagang Kentucky Fried Chicken (KFC) di Kota Kendari yaitu adanya
71
71
pertanggungjawaban kepada pemilik merek atau yang diberi lisensi dengan cara menggati kerugian akibat adanya tindakan passing off (pemboncengan suatu merek) ini, ketentuan dasar yang dilanggar yaitu Pasal 41 Pasal 45 Undang-Undang Merek dengan Pasal 77 yang berhak menggugat yaitu yang di beri lisensi secara sendiri maupun dengan bersama-sama dengan pemilik merek tersebut secara perdata di pengadilan niaga negeri Kota Kendari, bagaimana terdapat dalama Pasal 76 dikatakan bahwa : 1. Pemilik merek terdaftar atau pemegang lisensi dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis berupa : a. Gugatan ganti rugi, dan /atau b. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. 2. Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Pengadilan Niaga. B. SARAN 1. Perlunya konsumen dapat mengetahui siapa yang memproduksi atau memperdagangkan barang tersebut. Dengan demikian, merek merupakan tanda bagi konsumen untuk dapat mengetahui dan menilai kualitas barang atau jasa tertentu berdasarkan pengalaman menggunakan merek tersebut. Berdasarkan hal inilah maka dapat memberikan pengaruh terhadap konsumen untuk selalu menggunakan merek tersebut, sehingga pada akhirnya dapat memberikan keuntungan bagi produsen, sekaligus memberikan kenyamanan bagi konsumen dalam menggunakan merek dari suatu produk tertentu.
72
2. Perlunya dan penting bagi Direktorat Jendral HAKI untuk memiliki sistem database yang canggih dan juga sistem komputerisasi yang memudahkan akses ke berbagai belahan dunia tidak hanya di Indonesia saja melainkan luar negeri terhadap merek yang telah didaftarkan sehingga memudahkan dalam menangani kasus-kasus yang serupa yang telah diputuskan di negara lain agar tidak mengalami kekosongan dalam pendataan terhadap merek terkenal dan juga Direktorat Jendral HAKI agar tidak lagi mengalami kebobolan dalam memberikan sertifikat merek. Pemeriksaan substansif data merek dapat dilakukan secara otomatis dan tidak membuang energi dan waktu pada saat pendaftaran merek dilakukan baik ada oposisi ataupun tidak tetap akan dilakukan pemeriksaan tersebut sehingga menipiskan dan meminimalkan kemungkinan-kemungkianan yang terjadi untuk melakukan kecurangan dengan memeriksa latar belakang merek yang akan di daftarkan oleh si pemohon
73
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Agung, Ngurah Indradewi, 2012, Tanggung Jawab Hukum Dari Perspektif KUHPerdata, Denpasar : Udayana University Press. Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, 1997, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teoridan Praktiknya di Indonesia, Bandung, Penerbit : Citra Aditya Bakti. Gautama, Sudargo, 1989, Hukum Merek Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti. Guritno, T., 1992, Kamus Ekonomi Bisnis Perbankan, Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Harjowidigno, Rooseno, 1993, Aspek-aspek Hukum tentang Franchising, Surabaya : Seminar Ikadin. Iswi, Hariyani, 2010 , Prosedur Mengurus HAKI yang Benar, Yogyakarta : Pustaka Yustisia, Kesowo, Bambang, 1992, Kebijakan Di Bidang Hak Milik Intelektual Dalam Hubungannya Dengan Dunia Internasional Khususnya GATT, Jakarta : Panel Diskusi Bidang Hukum Hak Milik Intelektual DPP Golkar. Mendelsohn, Martin, 1997, Franchising : Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, Pustaka Binaman Perssindo. Marzuki, Peter Mahmud, 2009, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Munandar, Harisdan Sally Sitanggang, 2009, Mengenal HAKI, Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta, Paten, Merek, dan seluk-beluknya, Jakarta : Erlangga. Putra, Ida Bagus Wyasa, 2000, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Bandung : Refika Aditama. Rangkuti, Siti Sundari, 2000, Hukum Lingkungan Dan kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Surabaya : Airlangga University Press. Santoso, Budi, 2009, Pengantar HKI Dan Audit HKI Untuk Perusahaan, Semarang : Penerbit Pustaka Magister.
Soekotjo, Hardiwinoto. 2013, Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas hukum UNDIP Semarang, Semarang : Penerbit Universitas Diponegoro. Sumardi, Juarjir, 1995, Aspek-aspek Hukum Franchise dan Perusahaan Trans Nasional, Bandung : Citra Aditya Bhakti. Sutedi, Adrian, 2009, Hakatas Kekayaan Intelektual, Jakarta. Triwulan, Titik, dkk, 2010, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen, Jakarta : Prestasi Pustaka. Umbara, Citra, 2001, Undang-undang Republik Indonesia tentang Paten dan Merek 2016, Bandung : Citra Umbara. Usman, Rachmadi, 2003, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual: Perlindungan dan Dimensi hukumnya di Indonesia, Bandung : Alumni Utomo, Tomi Suryo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer, Yogyakarta : Graha Ilmu. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (Lembaran Negara tahun 2016 Nomor 54) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
C. SUMBER LAINNYA https://www.facebook.com/notes/kfc/press-release-kfc-presents-world-hungerrelief-program /1015782757741376/ di akses pada tanggal 25 Desember 2016 jam 07.00 Paulus AlukFajarDwi Santo, Mempertanyakan Konsepsi “Tanggung Gugat, business - law.binus.ac.id, diunggahpadatanggal 31 Mei 2016 dan diakses pada tanggal 24 oktober 2016. Pukul 10.00 WITA.
http://www.jurnalhukum.com/perbuatn-yang-dilrang-bagi-pelaku-usaha (diunggah pada tanggal 09 juni 2016 dan diakses pada tanggal 17 oktober 2016 WITA). http://google.co.id//www.educationalwriting.net/resource_center/Thesis/Writing/ permohonan pelaksanaan pendaftaran.htm. Tri Raharjo, salamfrinchise.com The Management Lecture Resume, oleh Ahmad Kurnia “Membeli dan Menjual Franchisee”- (http://elqoni.wordpress.com/2008/08/16/329), di akses 20 Februari 2017