SKRIPSI
HUBUNGAN KETEBALAN LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH DI LINGKUNGAN 31 KELURAHAN KOMAT KEC. MEDAN AREA TAHUN 2015
Oleh : MAHMUD ALSABAH 11 02 076
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2015
SKRIPSI
HUBUNGAN KETEBALAN LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH DI LINGKUNGAN 31 KELURAHAN KOMAT KEC. MEDAN AREA TAHUN 2015 Skripsi ini diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan
Oleh : MAHMUD ALSABAH 11 02 076
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2015
PERNYATAAN HUBUNGAN KETEBALAN LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH DI LINGKUNGAN 31 KELURAHAN KOMAT KEC. MEDAN AREA TAHUN 2015
SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya, tidak ada terdapat karya atau pendapat yang pernah tertulis dan diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis dan dicantumkan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan,
Juli 2015
(Mahmud Alsabah)
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1.
Identitas Diri Nama
: Mahmud Alsabah
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 20 Agustus 1992
2.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Belum Kawin
Anak ke
: dari bersaudara
Nama Ayah
: Wendi
Pekerjaan
: Wiraswasta
Nama Ibu
: Mastiah
Alamat
: Jl. Sutrisno Gg. Rukun 1 No.426
No. HP
: 082160692556
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. Tahun 1999 – 2005
: SD Negeri 060814 Medan Area Medan
2. Tahun 2005 – 2008
: SMP Negeri 6 Medan
3. Tahun 2008 – 2011
: SMA Swasta Kesatria Medan
4. Tahun 2011 - 2015 : S1
Keperawatan
di
Program
Studi
Ilmu
Keperawatan Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
ii
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KEPEWATAN & KEBIDANAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN Skripsi, Juli 2015 Mahmud Alsabah *Kesaktian Manurung **EdriyaniSimanjuntak *** Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat dalam Darah Pada Usia Dewasa di Lingkungan 31Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 xi+ 62 Hal + 9 Tabel + 1 Skema + 10 Gambar + 13 Lampiran
ABSTRAK Kelebihan asam urat (hiperurisemia) yang ditandai adanya nyeri pada persendian disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah adanya akumulasi asam lemak bebas yang menyebabkan hipertrigliseridemia yang dapat menyebabkan fibrosis jaringan sehingga terjadi hambatan dalam darah bersirkulasi. Data prevalensi penderita hiperurisemia di Amerika serikat yaitu 1,56 juta lakilaki dan 550.000 perempuan sedangkan Indonesia tertinggi di Bali (19,3%), Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%) dan Sumatera Utara (8,4%). Jenis penelitian ini analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia 22-50 tahun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat usia dewasa (22-50 tahun) sebanyak 94 orang dengan jumlah sampel sebanyak 76 orang. Dengan tehnik pengambilan sampel secara purposive sampling. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa mayoritas responden jenis kelamin perempuan sebanyak 71,1%, umur yaitu 41-50 tahun sebanyak 69,7% dan pendidikan SMA sebanyak 51,3%, ketebalan lemak bawah kulit responden laki-laki maupun perempuan dalam kategori tidak normal yaitu laki-laki >33,9 mm dan perempuan >44,7 mm dan kadar asam urat dalam darah pada laki-laki dalam kategori tidak normal sebanyak 20 orang sedangkan pada perempuan mayoritas dalam kategori tidak normal sebanyak 41 orang. Uji correlations menunjukkan angka 0,274 pada laki-laki dan 0,068 pada perempuan. Kesimpulannya nilai p>0,05 berarti tidak terdapat hubungan signifikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat darah baik pada laki-laki maupun perempuan. Diharapkan pada masyarakat dapat mengendalikan faktor risiko terjadinya hiperurisemia seperti minum air putih 8 gelas/hari, aktivitas (olahraga teratur 2x seminggu), hipertensi/diabetes mellitus (mengontrol makan yang belemak dan berkarbohidrat tinggi) dengan lebih memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk melakukan kontrol asam urat dan memeriksakan kesehatannya.
Kata Kunci : Ketebalan lemak bawah kulit(Skinfold), Asam urat Daftar pustaka : 37 (2002– 2013)
iii
PROGRAM OF STUDY NURSE FACULTY OF NURSING & MIDWIFERY UNIVERSITY OF SARI MUTIARA INDONESIA Scription, July 2015 The Correlations of the Thickness of Skin-fold with the Rate of Uric Acids in Blood for Adult Aged on Lingkungan 13 Kelurahan Komat Kec. Medan Area for 2015. xi + 62 Pages + 9 Tables + 1 Scheme
ABSTRACT Having over uric acids (hiperurisemia) is markedly a pain on joints due to many factors, at least seemly accumulated available free fat acid that resulting in hyper-triglyseridemia may cause fibrosis on tissues that lead to obstacle in blood circulated. Data prevalence of patient with hyperurisemia in United States found 1.56 million male and another 550,000 female while in Indonesia found highest in Bali (19.3%), Aceh (18.3%), West Java (17.5%) and Papua (15.4%) and North Sumatra provinces (8.4%). This study is an observational analytical with cross sectional approach method, aimed at determine the correlations of the thickness skin-fold with level of uric acid aged 22-50 years old. The population to this research involved 94 patients with total sample 76 people. In taking the sample was adopted a purposive sampling. This research obtained the result that majority respondents as female noted 71.1%, aged of 41-50 years noted 69.7% and with education SMA level about 51.3%, the thickness of skin-fold in male and female with abnormal category noted such as in male > 33.9 mm and female > 44.7 mm and level of uric acid in blood for male with abnormal category noted 20 people while on female is majority in abnormal category noted 41 people. This research noted correlations test, indicated that 0.274 on male and 0.068 on female. It concluded that rate p > 0.05 meaning there is no significant correlations between the thickness in skin-fold with the rate of uric acid in blood either on male or female. It is suggested to the public in whole encouraging to control the risk factor away from hyperurisemia everybody should drink water at least 8 glasses/ day, make activity (sports regularly 2x weekly), on hypertension/ diabetes mellitus, everybody should control meal with fatty and avoid highly carbohydrate, should everybody use the health facilities in order to have control over uric acids and check in general check-up.
Keywords Bibliography
: skin-fold, uric acid, thickness : 37 (2002– 2013)
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan kepada peneliti, dan atas berkat rahmat dan karuniaNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat dalam Darah Pada Usia Dewasa (20-50 tahun) di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015”. Penyelesaian skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan Tahun 2015. Selama proses penyusunan skripsi ini, begitu banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang peneliti terima demi kelancaran penulisan skripsi ini. Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Bapak Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2.
Ibu Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
3.
Bapak Ns. Janno Sinaga, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan.
4.
Ibu Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan.
5.
Bapak Kesaktian Manurung, SST, M.Biomed, selaku Dosen Ketua Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu serta pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada peneliti dalam penyusunan skripsi penelitian ini.
6.
Ibu Evarina Sembiring, M.Kes, selaku penguji I yang telah memberikan saran maupun kritikan dalam kelengkapan penulisan skripsi ini.
7.
Ibu Ns. Bunga Purba, M.Kep, selaku penguji II yang telah memberikan saran maupun kritikan dalam kelengkapan penulisan skripsi ini.
v
8.
Ibu Ns. Edriyani Simanjuntak,S.Kep, selaku Dosen Penguji III yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
9.
Para dosen dan staff di lingkungan Program Studi Ners Fakultas Keperawatan Dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia Medan.
10.
Keluarga penulis terutama kedua orang tua penulis tercinta yang telah memberikan dukungan doa, semangat, material maupun moril.
11.
Teman-teman serta semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, dengan demikian peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
Medan,
Juli 2015
Penulis
( Mahmud Alsabah )
vi
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN .............................................................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................... ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT .................................................................................................... KATA PENGANTAR ................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR SKEMA ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang.......................................................................... B. Rumusan Masalah .................................................................... C. Tujuan Penelitian ...................................................................... 1. Tujuan Umum.................................................................... 2. Tujuan Khusus ................................................................... D. Manfaat Penelitian .................................................................... 1. Manfaat Bagi Masyarakat ................................................ 2. Manfaat bagi peneliti selanjutnya ..................................... TINJAUAN TEORITIS A. Tebal Lipatan Lemak Bahwah Kulit (Skinfold) ....................... 1. Pengertian Lemak ............................................................. 2. Fungsi Lemak ................................................................... 3. Proses Metabolisme Lemak .............................................. 4. Jenis-Jenis Lemak ............................................................. 5. Dampak Kelebihan Lemak ............................................... 6. Predisposisi Penumpukan Lemak ..................................... 7. Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) ................. B. Kadar Asam Urat Darah .......................................................... 1. Pengertian ........................................................................ 2. Penyebab Asam urat ......................................................... 3. Gejala Asam Urat ............................................................. 4. Diet Asam Urat ................................................................. 5. Patofisiologi Hiperurisemia ............................................. 6. Tahapan perjalanan Klinis ............................................... 7. Faktor resiko terjadinya peningkatan asam urat ............... C. Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit dengan Kadar Asam Urat Darah ..................................................................... D. Kerangka Konsep ..................................................................... E. Hipotesis Penelitian .................................................................. vii
i ii iii iv v vii ix x xi xii
1 4 4 4 4 4 4 5
6 6 7 8 9 12 12 15 25 25 26 27 28 29 30 31 35 37 37
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ...................................................................... B. Populasi dan Sampel ................................................................ 1. Populasi ............................................................................. 2. Sampel .............................................................................. C. Lokasi Penelitian ...................................................................... D. Waktu Penelitian ..................................................................... E. Definisi Operasional ................................................................ F. Instrumen Penelitan ................................................................. G. Alat dan Prosedur Pengumpulan Data ..................................... H. Etika Penelitian ........................................................................ I. Penolahan Data dan Analisa Data ........................................... BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ...................................... B. Hasil penelitian ....................................................................... 1. Analisa Univariat ............................................................ 2. Analisa Bivariat .............................................................. C. Pembahasan 1. Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) Berdasarkan Jenis Kelamin ........................................... 2. Kadar Asam Urat dalam Darah Berdasarkan Jenis Kelamin .......................................................................... 3. Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat dalam Darah ......... 4. Keterbatasan penelitian ................................................... BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................ B. Saran ....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
38 38 38 38 39 39 39 40 40 41 42
44 44 44 46
49 52 55 30
61 61
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit ......................................... 18 Tabel 3.1 Definisi Operasional .......................................................................
41
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden ..........
45
Tabel 4.2 Distribusi Rata-rata Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit .........
45
Tabel 4.3 Distribusi Rata-rata Kadar Asam Urat dalam Darah ......................
46
Tabel 4.4 Uji normalitas Perbedaan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit Berdasarkan ....................................................................................
46
Tabel 4.5 Uji t Independent Perbedaan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................
47
Tabel 4.6 Uji normalitas Perbedaan Asam Urat dalam Darah Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................................
47
Tabel 4.7 Uji t Independent Perbedaan Asam Urat dalam Darah Berdasarkan Jenis Kelamin .............................................................
48
Tabel 4.8 Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat dalam Darah ......................................................
49
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Subskapula Skinfold ...............................................................
19
Gambar 2.2. Abdominal Skinfold ................................................................
19
Gambar 2.3. Suprailliaka Skinfold ..............................................................
20
Gambar 2.4. Iliac Crest Skinfold .................................................................
20
Gambar 2.5. Midaxillary Skinfold ...............................................................
21
Gambar 2.6. Medial Calf Skinfold...............................................................
21
Gambar 2.7. Front thigh Skinfold ...............................................................
22
Gambar 2.8. Triceps Skinfold ......................................................................
22
Gambar 2.9. Biceps Skinfold .......................................................................
23
Gambar 2.10. Chest Skinfold.......................................................................
23
x
DAFTAR SKEMA
Skema 2.1
Kerangka konsep ............................................................................ 37
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 2
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3
Lembar Observasi Penelitian
Lampiran 4
Lembar Standar Operasional Prosedur (SOP)
Lampiran 5
Master data
Lampiran 6
Hasil output spss
Lampiran 7
Surat Izin Memperoleh Data Dasar Universitas Sari Mutiara Indonesia
Lampiran 8
Surat Balasan Memperoleh Data Dasar Lingkungan 31 Kelurahan.Komat Kecamatan Medan Area
Lampiran 9
Surat Izin penelitian Universitas Sari Mutiara Indonesia
Lampiran 10 Surat telah menyelesaikan penelitian Lingkungan 31 Kelurahan.Komat Kecamatan Medan Area Lampiran 11 Lembar bimbingan skripsi Lampiran 12 Foto dokumentasi
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Prevalensi yang mengalami kelebihan berat badan di seluruh dunia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Data World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 mencatat bahwa sekitar satu milyar penduduk dunia mengalami overwight dan sekitar 300 juta menderita obesitas secara klinis. Menurut perkiraan WHO, pada tahun 2015 diproyeksikan sebanyak 2,3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta yang mengalami obesitas (Menezes et al., 2012).
Menurut Budianti (2008), seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, lipatan lemak bawah kulit (skinfold) cenderung lebih tebal dan persentase lemak di dalam tubuh semakin meningkat. Bahkan besarnya tebal lipatan lemak tersebut tidak hanya dialami oleh orang obesitas tetapi pada orang yang Indeks Massa tubuh (IMT) normal juga bisa memiliki tebal lipatan lemak yang besar. Distribusi pola penyebaran lemak berbeda antara pria dan wanita. Hal tersebut dipengaruhi oleh fungsi hormonal dimana sebanyak 52-82% pria dengan hiperurisemia mempunyai kadar trigliserida tinggi.
Menurut Agustini (2013), mengatakan mekanisme terjadinya hiperurisemia pada akumulasi lemak viseral dan Body Mass Index (BMI) disebabkan karena adanya akumulasi asam lemak bebasyang menyebabkan hipertrigliseridemia. Kelebihan trigliserida dalam tubuh dapat menyebabkan fibrosis jaringan sehingga terjadi hambatan dalam darah bersirkulasi. Dampaknya akan terjadi hipoksia jaringan yang ditandai dengan kematian sel, hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi serta penurunan ekskresi asam urat sehingga terjadi hiperurisemia.
1
2
Menurut Shetty et al (2011), kelebihan asam urat (hiperurisemia) sering disebut dengan istilah gout merupakan gangguan inflamasi akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan kristal monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam tubuh. Kejadian hiperurisemia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Data yang diterbitkan di USA secara keseluruhan diketahui bahwa prevalensi asam urat yaitu 8,4/1000 orang untuk semua umur, ras dan jenis kelamin dan diperkirakan jumlah kasus di Amerika Serikat 1,56 juta laki-laki dan 550.000 perempuan. Penelitian yang dilakukan di Minahasa diperoleh prevalensi hiperurisemia pria sebanyak 34,30% dan wanita 23,31% pada usia dewasa muda (Festy & Aris, 2010). Prevalensi hiperurisemia di indonesia tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%) sedangkan di Sumatera Utara (8,4%) (RISKESDAS, 2013).
Hiperurisemia dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dapat mengganggu proses produksi, ekskresi maupun kedua proses sehingga kadar asam urat dalam tubuh tidak bisa dikendalikan dengan baik meliputi usia, jenis kelamin, diet (tinggi alkohol, jerohan dan makanan tinggi fruktosa), obat-obatan tertentu (diuretik, aspirin dosis rendah), keturunan, gangguan kesehatan seperti sindrom metabolik, hipertensi, hipertrigliserida, obesitas sentral, maupun gagal ginjal kronik
(Weaver et al., 2010).
Menurut Doherty (2009), kadar asam urat pada laki-laki mulai meningkat setelah masa pubertas berbeda dengan wanita, karena pada masa pubertas wanita memiliki banyak hormon estrogen yang salah satu fungsinya adalah untuk mengekskresi asam urat dari dalam tubuh sedangkan pada laki-laki tidak terdapat hormon estrogen untuk itu pada usia pubertas lebih banyak laki-laki yang mengalami hiperurisemia dibanding perempuan. Hiperurisemia lebih banyak diderita
oleh laki-laki dibanding perempuan dengan
perbandingan 4:1 dibawah usia 65 tahun sedangkan usia lebih dari 65 tahun perbandingan prevalensi hiperurisemia 3:1 pada laki-laki dan perempuan.
3
Penelitian meta-analisis yang dilakukan pada tahun 2011 di Cina didapatkan hasil bahwa prevalensi penderita hiperurisemia pada laki-laki 21,6% dan pada perempuan 8,6%. Setelah wanita mengalami menopause baru terjadi peningkatan asam urat karena jumlah hormon estrogen mulai mengalami penurunan (Festy et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan Shetty et al., (2011) dengan judul Serum uric acid as obesity related indicator in young obese adults. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan positif antara kadar asam urat dengan usia yaitu pada kelompok usia 30-40 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan dan terdapat hubungan positif antara kadar asam urat dengan body massa index (BMI) pada kelompok usia 20-30 tahun dan 30-40 tahun. Penelitian Carlioglu et al.(2011) dengan judul Serum uric acid level in obese woman. The New Journal Of Medicine, jugamengatakanbahwa rata – rata penderita hiperurisemia pada perempuan yaitu usia 51 tahun.
Hal diatas didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Areapada delapan orang perempuan dengan usiaberkisar 40-50 tahun dimana merekamayoritas memiliki kadar asam urat yang tinggi mulai dari 7-10,3 mg/dl yaitu sebanyak 6 orang sedangkan sisanya kadar asama uratnya dalam batas normal . Hasil pegukurantebal lipatan lemak bawah kulitnya dengan menggunakanskinfold caliperberkisar 80-100 mm (normal 57-71 mm), ketika diwawancarai terkait dengan kebiasaan
makanan
maka
penduduk
tersebut
mengatakan
sering
mengkonsumsi makanan yang tinggi purin seperti tahu, tempe, daging ayam, jeroan, sayuran, dll padahal mereka mengetahui bahwa itu makanan yang perlu dihindari oleh penderita asam urat. Maka berdasarkan latar belakang diataspeneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan KetebalanLipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat
4
dalam Darah Pada Usia Dewasa di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015”.
B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas, didapat rumusan masalah sebagai berikut: Adakah Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 ?
C. Tujuan Penelitian 1.
Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahuiHubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold)dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa (22-50 tahun) diLingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015.
2.
Tujuan khusus a.
Mengidentifikasi Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) pada usia dewasa Berdasarkan Jenis Kelamin di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015
b.
Mengidentifikasi Kadar Asam Urat pada Usia Dewasa Berdasarkan Jenis Kelamin di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015.
c.
Mengidentifikasi Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat pada Usia Dewasa di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015
D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai pengetahuan dan wawasan ilmiah bagi masyarakat.
5
2.
Manfaat bagi peneliti selanjutnya Hasil penelitian dapat dijadikan bahan informasi untuk penelitian selanjutnya
sehingga
dapat
mengembangkan
intelektual
ketebalan lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat.
tentang
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Ketebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) 1.
Pengertian Lemak Lemak adalah sekelompok senyawa non heterogen yang meliputi asam lemak dan turunannya, lemak netral (trigliserida), fosfolipid serta sterol. Sifat umum lemak ada yang tidak larut dalam air dan ada yang larut dalam pelarut non polar. Persentase lemak cenderung bertambah pada bagian pinggul, abdomen dan paha seiring dengan bertambahnya usia (Murrayet al., 2009).
Menurut Almatsier (2010), yaitu istilah lipida meliputi senyawa-senyawa heterogen, termasuk lemak dan minyak yang umum dikenal di dalam makanan, fosfolipida, steroldan ikatan lain sejenis yang terdapat didalam makanan dan tubuh manusia. Lipida mempunyai sift yang sama, yaitu larut dalam pelarutnonpolar, seperti etanol, eter,kloroform dan benzena.
Sedangkan menurut Proverawati & Asfuah (2009), Lemakdisebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Menurut Lohman (1981) dalam Gibson (2005), lemak tubuh adalah komponen tubuh yang paling banyak dan berbeda menurut jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan. Lemak tubuh disimpan untuk dua jenis yaitu lemak esensial dan simpanan lemak. Lemak esensial terdapat pada sumsum tulang belakang, susunan syaraf pusat, kelenjar mammaedan organ lain, serta digunakan untuk fungsi fisiologis. Simpanan lemak terdapat di sekitar otot, yaitu inter dan intramuscular, mengelilingi organ, saluran pencernaandan lemak di bawah kulit.
6
7
2.
Fungsi Lemak Menurut Almatsier (2010), ada beberapa fungsi lemak, antara lain: a.
Sumber energi Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, yang menghasilkan 9 kkal untuk tap gram, yaitu 2 1/2 kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh yang paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energi : karbohidrat, lemak dan protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut : 50% dijaringan bawah kulit, 45% disekeliling organ dalam rongga perut dan 5% dijaringan intramuskular.
b.
Sumber asam lemak esensial Lemak merupakan sumber asam lemak esensial asam linoleat dan linolenat.
c.
Alat angkut vitamin larut lemak Lemak mengandung vitamin larut lemak tertentu. Lemak susu dan minyak ikan laut tertentu mengandung vitamin A dan D dalam jumlah berarti. Hampir semua minyak nabati merupakan sumber vitamin E. Minyak kelapa sawit mengandung banyak karotenoid (provitamin A). Lemak membantu transportasi dan absorbsi vitamin lemak yaitu A, D, E dan K.
d.
Menghemat protein Lemak menghemat penggunaan protein untuk sistesis protein, sehingga protein tidak digunakan sebagai sumber energi.
e.
Memberi rasa kenyang dan kelezatan Lemak memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang lebih lama. Disamping itu lemak memberi tekstur yang disukai dan memberi kelezatan khusus pada makanan.
8
f.
Sebagai pelumas Lemak merupakan pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan.
g.
Memelihara suhu tubuh Lapisan lemak dibawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara tepat, dengan demikian lemak berfungsi juga dalam memelihara suhu tubuh.
h.
Pelindung organ tubuh Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung, hatidan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap ditempat dan melindunginya terhadap benturan dan bahaya lain.
3.
Proses Metabolisme Lemak Makanan yang tidak larut dalam air di dalamnya mengandung triasilgliserol yang akan dirubah menjadi garam empedu. Enzim lipase pankreas akan merubah trigliserida menjadi asam lemak dan gliserol sehingga dapat diserap oleh mukosa usus. Kemudian di dalam mukosa usus, asam lemak dan gliserol tersebut akan disintesis kembali menjadi trigliserida. Kolesterol dari diet makanan akan digabungkan dengan triasilgliserol sehingga membentuk senyawa yang lebih kecil yaitu kilomikron yang akan ditransport ke jaringan-jaringan. Triasilgliserol diputus pada dinding pembuluh darah oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Kedua senyawa ini akan diangkut menuju ke sel target (Ganong, 2008).
Trigliserida merupakan lipida utama dalam makan. Fungsi utama adalah sebagai zat energi. Simpanan lemak dalam tubuh terutama dilakukan didalam sel lemak dalam jaringan adipos. Sel-sel adiposmempunyai enzim khusus pada permukaannya yaitu liporotein lipase (LPL) yang dapat melepaskantrigliserida dalam lipoprotein, menghidrolisisnya dan
9
meneruskan hasil kedalam sel. Di dalam sel terdapat enzim lain yang merakit kembali bahan-bahwa hasil hidrolis menjadi trigliserida untuk disimpan sebagai cadangan energi. Sel-sel adipos menyimpan lemak setelah makan bilamanakilomikron dan VLDL yang mengandung lemak melewati sel-sel tersebut. Bila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel adipos menghidrolisis simpanan trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya kedalam pembuluh darah. Di sel-sel yang membutuhkan, komponen-komponen ini kemudian dibakar dan menghasilkan energi, CO2 dan H2O. Pada tahap akhir hidrolisis setiap pecahan berasal dari lemak mengikat pecahan berasal dari glukosa sebelum akhirnya dioksidasi secara komplit menjadi CO2 dan H2O (Almatsier, 2010).
Pada sel otot, asam lemak akan dirubah menjadi energi sedangkan pada sel adiposa asam lemak akan disimpan dalam bentuk triasilgliserol. Pembentukan asam lemak menjadi triasilgliserol ini disebut dengan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika tubuh mengalami kekurangan energi maka triasilgliserol dipecah menjadi asam lemak dan gliserol untuk ditransport ke sel-sel yang kemudian dioksidasi membentuk energi. Hasil sampingan dari metabolisme trigliserida ini adalah benda keton. Oleh karena itu apabila pemecahan lemak ini meningkat maka benda keton yang dihasilkan juga akan meningkat. Proses pemecahan triasilgliserol menjadi asam lemak dan gliserol disebut lipolisis (Murray et al., 2009)
4.
Jenis-Jenis Lemak Berdasarkan hasil hidrolisisnya lemak digolongkan menjadi lemak sederhana, lemak majemuk dan sterol (Murray et al., 2009). a.
Lemak Sederhana Lemak dan minyak merupakan lipid sederhana yang terdiri atas trigliserida campuran dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Lemak tersimpan diseluruh tubuh tetapi jumlahnya paling banyak
10
terdapat pada jaringan adiposa. Secara kimiawi lemak disebut sebagai trigliserida, yaitu senyawa yang terbentuk dari gliserol dan asam lemak. b.
Lemak Majemuk Hasil hidrolisis dari lipid majemuk adalah gliserol, asam lemak dan zat lain. Lipid kompleks dikelompokkan menjadi dua, yaitu fosfolipida dan glikolipida. Fosfolipid merupakan senyawa yang akan menghasilkan gliserol, asam lemak, asam fosfat dan senyawa nitrogen apabila dihidrolisis. Sedangkan glikolipida merupakan senyawa lipid yang mengandung karbohidrat.
c.
Sterol Sterol merupakan senyawa yang dapat dipisahkan dari lemak setelah dilakukan penyabunan. Sterol yang terdapat dalam minyak terdiri dari kolesterol dan fitosterol. Kolesterol merupakan komponen utama
untuk
menyusun
batu
empedusertaberfungsi
untuk
pembentukan hormone seks steroid, vitamin D serta membantu proses absorbsi asam lemak pada usus. Kelebihan kolesterol dalam tubuh dapat berisiko menderita penyakit jantung koroner.Kolesterol dalam
tubuh
diedarkan
dalam
bentuk
partikel
lipoprotein.
Lipoprotein dibagi menjadi empat golongan yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), low densitylipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL). Kilomikron berfungsi mengangkut lemak ke jaringan yang membutuhkan. VLDL berfungsi untuk mengangkut triasilgliserol dari hati ke jaringan ekstrahepatik. LDL berperan untuk mengangkut kolesterol dari sel ke sel lain yang digunakan untuk sintesis hormone seks steroid. Sedangkan HDL berfungsi mengangkut kolesterol ke hati untuk diekskresikan melalui empedu baik dalam bentuk kolesterol ataupun asam empedu.
Lebih lanjut Djoko (2007), menjelaskan bahwa lemak dikelompokkan menjadi beberapa jenis meliputi:
11
a.
Simple Fat (lemak sederhana atau lemak bebas) Lemak bebas terdiri atas monogliserida, digliserida dan trigliserida (ester asam lemak dengan gliserol). Lebih dari 95% lemak tubuh adalah trigliserida yang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu: (1) asam lemak jenuh terdapat dalam daging sapi, biri-biri, kelapa, kelapa sawit, kuning telur dan (2) asam lemak tak jenuh terdapat dalam minyak jagung, minyak zaitun dan mente. Asam lemak tak jenuh terbagi menjadi dua, yakni asam lemak tak jenuh tunggal (ikatan atom C rangkap 1) dan asam lemak tak jenuh ganda (ikatan atom C rangkap lebih dari 2).
b.
Lemak Ganda Lemak ganda mempunyai komposisi lemak bebas ditambah dengan senyawa kimia lain. Jenis lemak ganda meliputi: (1) Phospholipid, merupakan komponen membran sel, komponen dan struktur otak, jaringan syaraf, bermanfaat untuk penggumpalan darah, lecithin termasuk phospholipid, (2) glucolipid, mempunyai ikatan dengan karbohidrat dan nitrogen, dan (3) lipoprotein, terdiri atas HDL (High Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein)dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).
c.
Derivat Lemak Kolesterol dan ergosterol adalah termasuk lemak jenis ini, terdapat pada produk binatang (otak, ginjal, hati, daging, unggas, ikan dan kuning telur; 1 butir kuning telur mengandung 275 mg kolesterol). Kolesterol sendiri memiliki beberapa manfaat, yaitu: (1) sebagai komponen penting jaringan saraf dan membran sel, (2) pemecahan kolesterol oleh hati menghasilkan garam empedu yang bermanfaat untuk pencernaan dan penyerapan lemak, (3) membentuk hormon tertentu (misalnya hormon seksualitas) dan (4) pelopor pembentukan vitamin D. Berbeda dengan karbohidrat atau protein, lemak tubuh memiliki sifat-sifat unik, yaitu mengapung pada permukaan air, tidak larut dalam air, mencair pada suhu tertentu, melarutkan vitamin A, D, E, K.
12
5.
Dampak Kelebihan Lemak Trigliserida yang berlebih di dalam tubuh dapat menyebabkan trombus dan plak dalam pembuluh darah sehingga aliran darah terhambat. Adanya plak ini terjadi karena penumpukan makrofag untuk memakan benda asing yang dirasa berbahaya bagi tubuh. Hal ini menyebabkan jantung melakukan kompensasi yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (Agustini et al., 2013).
Lemak tidak semuanya digunakan oleh tubuh sebagai energi. Ada yang sebagian disimpan dalam jaringan adiposa sebagai cadangan energi. Pembakaran lemak menjadi kalori dalam darah akan menyebabkan meningkatnya benda keton di darah (ketosis). Salah satu dampak ketosis ini menghambat pembuangan asam urat melalui urin (Ganong, 2008).
Penumpukan lemak yang berlebih dalam tubuh diasosiasikan dengan banyak permasalahan kesehatan sehingga menjadi tantangan pelayanan kesehatan di masa sekarang dan akan datang. Penanganan dini seperti screening lemak tubuh sangat diperlukan untuk mengurangi risiko penumpukan lemak berlebih terhadap kesehatan (Gibson, 2005).
6.
Predisposisi Penumpukan Lemak Berdasarkan hukum termodinamik, penumpukan lemak disebabkan adanya keseimbangan energi positif sebagai akibat ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Sebagian besar gangguan
keseimbangan
energi
ini
disebabkan
oleh
faktor
eksogen/nutrisional sedangkan faktor endogen akibat kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik sekitar 10% (Syarif dalam Pamillian, 2010).
13
Penyebab penumpukan lemak diduga sebagian besar disebabkan oleh interaksi faktor internal contohnya seperti genetik dan faktor eksternal antara lain aktivitas, sosial ekonomi dan lain-lain (Price & Wilson, 2005). a.
Faktor Internal 1) Faktor genetik Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperan besar. Bila kedua orang tua obesitas, maka 80% anaknya berpotensi menjadi obesitas, namun bila hanya salah satu orang tua yang mengalami obesitas, maka kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak obesitas kejadian obesitas menurun menjadi 14%. (Newnham et al., 2002).
Mekanisme sintesis lemak juga dipengaruhi hormon leptin yang telah terprogram secara genetik.Leptin adalah protein hormon berperan dalam mengatur berat badan, metabolisme dan fungsi reproduksi yang dihasilkan oleh sel adiposa. Merupakan hormon yang berhubungan dengan gen obesitas yang mempengaruhi kerja
hipotalamus
dan
mengatur
jumlah
lemak
tubuh,
kemampuan membakar lemak menjadi energi dan rasa kenyangsertadialirkan dalam darah menuju hipotalamus untuk mengontrol
penyimpanan
lemak
atau
bekerja
dalam
keseimbangan energi. Pada orang kegemukan atau mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam darahnya rendah sekali. Rendahnya kadar inilah yang menyebabkan seseorang lama kelamaan menjadi obes, karena tidak ada yang mengontrol nafsu makan individu tersebut (Ngili, 2013). 2) Jenis Kelamin Pola penyebaran lemak tubuh pada pria dan wanita cenderung berbeda. Wanita cenderung menimbun lemaknya di sekitar daerah pinggul, paha, lengan, punggung dan perut sedangkan laki-laki, penumpukan jaringan lemak umumnya terjadi di
14
bagian perut. Banyaknya lemak di daerah tertentu dari tubuh sangat bergantung pada jumlah dan sel-sel lemak (Sherwood, 2011).
Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan dengan pria. Jumlah timbunan lemak tubuh pada wanita normalnya sekitar 25-30% dan 18-23% pada pria (Dwianti & Widiastuti, 2011). 3) Usia Usia semakin tua semakin mengalami perubahan secara fisiologis termasuk komposisi tubuh. Pada kelompok usia tua, terjadi deposisilemak tubuh sehingga komposisi lemak tubuh semakin meningkat sementara lean body mass menurun. Hal ini berhubungan dengan penurunan kebutuhan energi basal sebesar 100 kkal/dekade. Sehingga semakin tua usia seseorang maka berat badan meningkat sejalan dengan menurunnya BMR (Lean, 2013).
b.
Faktor Eksternal 1) Aktivitas fisik Aktivitas fisik merupakan komponen utama dari energy expenditure, yaitu sekitar 20-50% dari total energy expenditure karena kegiatan otot merupakan cara terpenting dalam pengeluaran energi dalam tubuh, maka sering kali dikatakan bahwa peningkatan penumpukan lemak disebabkan karena rasio masukan makanan terhadap kegiatan jasmani terlalu tinggi (Guyton & Hall, 2008).
Selain
itu
kapasitas
penyimpanan
makronutrien
juga
menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan sebagai protein tubuh dalam jumlah terbatas dan
15
metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebihan dapat dipastikan akan dioksidasi. Karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glikogen hanya dalam jumlah kecil. Asupan dan oksidasi karbohidrat diregulasi sangat ketat dan cepat, sehingga perubahan oksidasi karbohidrat mengakibatkan perubahan asupan karbohidrat. Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan, maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan di dalam jaringan lemak bawah kulit (Almatsier, 2010). 2) Sosial ekonomi Peningkatan pendapatan yang berubah akan mempengaruhi jumlah makanan dan pemilihan makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukan bahwa beberapa tahun terakhir terlihat perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas fisik. Selain itu juga ketersediaandan harga dari makanan yang siap saji yang relatif terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas (McLaren, 2007).
7.
Ketebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi. Antropometri dapat dilakukan pada jaringan tersebut (lemak subkutan) untuk menilai status gizi dimasyarakat. Penilaian komposisi tubuh untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah dan distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa metode dari yang paling sulithingga yang paling mudah salah satunya
adalah
antropometri
(pengukuran
tebal
lipatan
lemak
menggunakan kaliper : skinfold calipers) (Proverawati & Wati, 2011).
16
Antropometri
merupakan
suatu
kumpulan
data
numerik
yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain yang dibedakan menurut umur dan tingkat gizi. Indeks antropometri dibagi dalam beberapa macam, baik tunggal (misalnya berat/umur), maupun kombinasi (triceps skinfold, berat/tinggi dan midupper-arm circumference). Pengukuran antropometri antara lain dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran indeks massa tubuh (IMT), skinfold thickness serta rasio lingkar pinggang dan pinggul (RLPP) (Indrianti, 2010).
Keunggulan metode antropometri adalah aman, prosedur sederhana, noninvasif, tidak butuh tenaga ahli, ekonomis, mudah dimengerti awam. Kelemahannya adalah pada alatnya, diatasi dengan penerapan berkala, pemeriksa (observer error) dalam pendataan dan pencatatan dan butuh umur yang tepat (Indrianti, 2010).
Tebal lipatan lemak kulit menggambarkan perkembangan jaringan lemak bawah kulit. Pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit ini bisa juga digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak (persentase lemak) yang ada di dalam tubuh serta tebal lipatan lemak bawah kulit yang digunakan sebagai parameter kegemukan maupun obesitas. Pengukuran tebal kulit ini dapat dilakukan pada empat bagian yaitu pada bagian bisep, trisep, subkapsular dan suprailiaka (Shakeryan et al., 2013).
Pada orang dewasa berat badan yang berlebih ditunjukan dengan adanya penimbunan lemak tubuh pada bagian bawah kulit. Sepertiga dan total lemak tubuh dapat didekati dengan cara pengukuran lemak tubuh (subkutan). Lemak tubuh dapat diukur dalam bentuk persentase dari berat badan total atau berupa absolut (kg) sebagai berat total lemak tubuh. Tebal lipatan lemak bawah kulit pada beberapa bagian tubuh dapat
17
diestimasi dengan menggunakan alat ukur skinfold caliper. Pada orang yang oedema, hyperemia dan asites, umumnya terjadi overestimate, sedangkan pada orang yang menderita obesitas terjadi kesulitan sehingga meningkatkan error (Gibson, 2005). a.
Pengukuran skinfold-thicnesss Pengukuran skinfold-thickness dapat dilakukan dengan berbagai cara, namun pada antropometri olahraga biasanya pengukuran dilakukan pada sisi kanan badan dengan prosedur yang telah ditetapkan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan skinfold caliper dengan satuan millimeter. Masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak dua kali sampai tiga kali, kemudian nilai yang diperoleh merupakan nilai rata-rata jika pengukuran dilakukan dua kali dan nilai median bila pengukuran dilakukan tiga kali. Pengukuran dilakukan pada subyek dalam keadaan relaksasi pada posisi berdiri tegak dengan lengan tergantung bebas di sisi kanan kiri badan. Namun tidak menutup kemungkinan dilakukannya perubahan posisi subyek untuk mempermudah pelaksanaan pengukuran (Arisman, 2004).
Pengukuran skinfold biasanya digunakan pada anak umur remaja ke atas. Umumnya jumlah lemak dibedakan menurut jenis kelamin. Cara skinfold merupakan cara pemeriksaan lemak tubuh yang cukup akurat, praktis dan dapat dilakukan hanya dengan sedikit latihan. Pengukuran dengan skinfold dapat dilakukan pada 3-10 tempat, makin
banyak
jumlah
tempat
pengukuran,
maka
hasil
pengukurannya makin baik (Indrianti, 2010).
Pengukuran lemak tubuh melalui pengkuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya : lengan atas (tricep dan bicep), lengan bawah (foream), tulang belikat (subscapular), ditengah garis ketiak (midaxillary), sisi dada
18
(pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung lutut (supapatellar),
pertengahan
tungkai
bawah
(medial
calv)
(Proverawati & Asfuah, 2009).
Menurut Dudek (2001), nilai normal bagi penduduk Indonesia belum ada sampai saat ini. Bagi orang Kaukasian (Kulit Putih), nilai normalnya 90% standar = 11,3 mm untuk laki-laki, 14,9 mm untuk wanita.Standar penilaian tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dapat dikategorikan menjadi tipis, normal dan tebal pada orang dewasa berdasarkan akumulasi pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit pada bagian medial calf skinfold, triceps skinfold, biceps skinfold. Tabel 2.1. Ketebalan Lipatan Lemak bawah Kulit (Skinfold) Kategori Tipis Normal Tebal b.
Laki-laki < 33 mm 33 -46 mm >46 mm
Perempuan < 57 mm 57-71 mm >71 mm
Standar tempat pengukuran skinfold Menurut Norton et al., dalam Indriati (2010), terdapat beberapa standar tempat pengukuran spesifik skinfold yang biasanya dilakukan yaitu: 1) Subskapula skinfold Subyek dalam posisi berdiri tegak dengan kedua lengan disamping badan. Ibu jari meraba bagian bawah angulus inferiorscapulae untuk mengetahui tepi bagian tersebut. Cubitan dilakukan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri diambil tepat di inferior angulus inferiorscapulae. Cubitan pada kulit dilakukan dengan arah cubitan miring ke lateral bawah membentuk sudut 450 terhadap garis horizontal.
19
Gambar 2.1 Subskapula Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009) 2) Abdominal skinfold Cubitan dilakukan dengan arah vertikal, kurang lebih 5 cm lateral umbilicus (setinggi umbilicus). Gambar 2.2 Abdominal Skinfold
Sumber : Donoghue, 2009) 3) Suprailiaka skinfold Cubitan dilakukan pada daerah (titik) perpotongan antara garis yang terbentang dari spina iliaca anterior superior (SIAS) ke batas anterioraxilla dan garis horisontal yang melalui tepi atas crista illiaca. Titik ini terletak sekitar 5-7 cm di atas SIAS tergantung pada ukuran subyek dewasa dan lebih kecil pada anak-anak atau sekitar 2 cm. Arah cubitan membentuk sudut 45 0 terhadap garis horisontal.
20
Gambar 2.3 Suprailliaka Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009) 4) liac crest skinfold Cubitan dilakukan di atas crista iliaca pada ilo-axilla line. Sebyek abduksi pada lengan kanan seluas 900 atau menyilang dada dengan meletakkan tangan di bahu kiri. Jari-jari tangan kiri meraba crista iliaca dan menekannya sehingga jari-jari tersebut dapat meraba seluruh permukaan crista iliaca. Posisi jari-jari tersebut kemudian digantikan dengan ibu jari tangan yang sama, kemudian jari telunjuk ditempatkan kembali tepat di superior dari ibu jari dan akhirnya cubitan dilakukan dengan jari telunjuk dan ibu jari. Lipatan dilakukan pada posisi miring ke depan dengan sudut kurang lebih 450 terhadap garis horisontal. Gambar 2.4 Iliac Crest Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009)
21
5) Midaxillary skinfold Cubitan dilakukan dengan arah vertikal setinggi
sendi
xiphosternal sepanjang garis ilio-axilla. Pengukuran dilakukan dengan posisi lengan kanan diabduksikan 900 ke samping. Gambar 2.5 Midaxillary Skinfold
Sumber : Donoghue, 2009) 6) Medial calf skinfold Subyek dalam posisi duduk di kursi dengan sendi lutut dalam keadaan fleksi 900 dan otot-otot betis dalam keadaan relaksasi. Cubitan dilakukan dengan arah vertikal pada aspek medial betis yang mempunyai lingkar paling besar. Untuk menentukan lingkar terbesar pada betis dilakukan pengamatan dari sisi depan. Gambar 2.6 Medial Calf Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009)Front thigh skinfold
22
Pengukur berdiri menghadap sisi kanan subyek. Subyek dalam posisi duduk di kursi dengan lutut fleksi 900. Cubitan dilakukan dengan arah vertikal pada garis tengah aspek anterior paha pertengahan antara lipat paha dengan tepi atas patella. Gambar 2.7 Front thigh Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009) 7) Triceps skinfold Cubitan dilakukan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri pada sisi posterior mid acromiale-radiale line. Cubitan dilakukan pada permukaan paling posterior dari lengan atas pada daerah m.triceps brachii pada penampakan dari samping. Saat pengukuran lengan dalam keadaan relaksasi dengan sendi bahu sedikit eksorotasi dan sendi siku ekstensi di samping badan. Gambar 2.8 Triceps Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009)
23
8) Biceps skinfold Cubitan dilakukan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri pada mid acromiale-radiale line sehingga arah cubitan vertikal dan paralel dengan aksis lengan atas. Subyek berdiri dengan lengan relaksasi serta sendi siku ekstensi dan sendi bahu sedikit eksorotasi. Cubitan dilakukan pada aspek paling anterior dari permukaan depan lengan atas pada penampakan dari samping. Gambar 2.9 Biceps Skinfold
(Sumber : Donoghue, 2009) 9) Chest skinfold Cubitan dilakukan sedikit miring sesuai dengan lipatan ketiak depan sepanjang linea axilliaris anterior. Gambar 2.10 Chest Skinfold
Sumber : Budiman, 2008)
24
c.
Faktor yang memengaruhi hasil pengukuran skinfold Hasil pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold), dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang menyebabkan hasil pengukuran bias (Indrianti, 2010), hal tersebut meliputi ; 1) Dehidrasi Dehidrasi adalah suatu keadaan terlalu banyaknya cairan tubuh yang hilang dan tidak dapat digantikan dengan baik. Menurut Smeltzer and Bare (2002), dehidrasi disebabkan karena meningkatnya kehilangan cairan tubuh, kurang asupan air atau karena kedua hal tersebut. Dehidrasi salah satunya ditandai dengan perubahan turgidity kulit yang dapat meningkatkan peningkatan tebal lipatan lemak bawah kulit (Indrianti, 2010). 2) Oedem Oedem
adalah
pembengkakan
yang
disebabkan
oleh
terkumpulnya cairan-cairan berlebihan yang terperangkap pada jaringan tubuh. Pembengkakan karena oedem ini biasanya terjadi di tangan, lengan, mata kaki dan kaki. Hal ini biasanya berkaitan dengan dengan sistem pembuluh darah dan sistem getah bening. Oedem sebelumnya dikenal dengan nama dropsy atau hydropsy yang biasanya muncul secara tiba-tiba, lalu berkembang secara halus, penderita mungkin merasa badannya lebih berat, atau bangun tidur dengan mata membengkak (Smeltzer & Bare, 2002). 3) Asites Asites adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan akumulasi cairan di rongga perut. Rongga perut adalah ruangan di antara jaringan yang melapisi perut dan organ-organ di dalam perut. Penyebab paling sering dari asites adalah sirosis hati. Ada dua faktor utama yang dapat menyebabkan asites yaitu rendahnya kadar albumin dalam darah dan hipertensi portal. Pertama, rendahnya kadar albumin dalam darah menyebabkan perubahan tekanan yang
25
diperlukan untuk mencegah terjadinya pertukaran cairan yang memungkinkan cairan keluar dari pembuluh darah. Kedua, asites dapat disebabkan oleh hipertensi portal, yang mengarah pada peningkatan tekanan di dalam cabang-cabang vena porta yang melalui hati. Darah yang tidak dapat mengalir melalui hati karena terjadi peningkatan tekanan akhirnya akan bocor ke rongga perut dan menyebabkan asites yang berat dapat menyebabkan peningkatan berat dan tekanan rongga perut (Price & Wilson, 2005). 4) Hyperemia Hyperemia adalah suatu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan didalam pembuluh darah atau keadaan yang disertai meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar. Keadaan tersebut dapat meningkatkan ketebalan lipatan kulit sehingga menyebabkan bias pada pengukuran (Price & Wilson, 2005).
B. Kadar Asam Urat Darah 1.
Pengertian Asam urat merupakan sebutan orang awam untuk rematik pirai (gout atritis). Selain osteoatrtis, asam urat merupakan jenis rematik artikuler terbanyak yang menyerang penduduk Indonesia. Penyakit ini merupakan gangguan metabolik karena asam urat menumpuk dalam jaringan tubuh. Asam urat adalah zat hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh yang kemudian dibuang melalui urin. Pada kondisi gout, terdapat timbunan atau defosit kristal asam urat di dalam persendian (Wijayakusuma, 2006).
Asam urat adalah salah satu penyakit artritis yang disebabkan oleh metabolisme abnormal purin yang ditandai dengan meningkatnya kadar asam urat dalam darah (Sunita 2005). Asam urat adalah produk dari metabolisme nukleotida purin. Asam urat merupakan senyawa yang memiliki sifat sangat sulit larut di dalam air. Asam urat disebut juga
26
senyawa semisolid (Murray et al., 2009).Peradangan sendi pada gout bersifat menahun dan umumnya setelah terjadi serangan gout berulang, sendi terserang bisa menjadi bengkok atau cacat dan hampir 20% penderita gout juga mengidap batu ginjal (Junadi, 2012).
Penyakit asam urat lebih sering menyerang laki-laki daripada wanita. Jika penyakit ini menyerang wanita maka pada umumnya wanita yang menderita adalah sudah menopause. Pada wanita yang belum menopause maka kadar hormon estrogen cukup tinggi, hormon ini membantu mengeluarkan asam urat memalui kencing sehingga kadar asam urat wanita yang belum menopause pada umumnya normal. Laki-laki tidak mempunyaikadar hormon estrogen yang tinggi dalam darahnya sehingga asam urat sulit dikeluarkan melalui kencing dan resikonya adalah kadar asam urat darahnya bisa menjadi tinggi. Pada laki-laki penyakit asam urat sering menyerang diusia setengah baya. Pada usia setengah baya kadar hormon androgennya mulai tinggi dan kadar asam uratnya bisa tinggi bahkan sudah bisa menimbulkan gejala penyakit asam urat akut (Junadi, 2012).
2.
Penyebab Asam urat Penyebab terjadinya gout adalah adanya penimbunanan kristal asam urat didalam persendian sehingga terjadi kerusakan lokal. Dalam keadaan normal, asam urat banyak terbuang melalui urin sehingga kadarnya dalam darah tetap rendah dengan demikian, orang yang memiliki buangan asam urat tidak baik akan menderita asam urat atau gout. Misalnya mereka yang terlalu banyak menkonsumsi bahan-bahan pembentuk asam urat atau obat-obatan yang mengakibatkan kerusakan ginjal hingga mengganggu kemampuan tubuh untuk membuang asam urat. Namun, tidak setiap orang yang kadar asam urat dalam darahnya tinggi (hiperurisemia) akan mengalami gout, kecuali jika asam urat tersebut membentuk kristal dalam sendi (Wijayakusuma, 2006).
27
Peningkatan kadar asam urat dalam darah disebabkan oleh faktor berikut ini. a.
Pembentukan zat purin Adanya produksi asam urat berlebihan karena mengkatnya pembentukan zat purin dalam tubuh. Peningkatan tersebut berasal dari asupan sumber makanan yang mengandung purin tinggi. Semakin tinggi pemasukan zat purin maka produksi asam urat juga akan meningkat.
b.
Gangguan atau kelainan pada ginjal Produk buangan termasuk asam urat dan garam garam anorganik dibuang melalui saluran ginjal dan saluran kemih (dalam bentuk urin). Kegagalan ginjal dalam proses pembuangan asam urat dalam jumlah yang cukup banyak dapat meningkatkan kadar asam urat darah. Hal tesebut juga dapat menimbulkan komplikasi lain, yaitu pengendapan asam urat dalam ginjal. Akhirnya, terjadi pembentukan batu ginjal dari kristal asam urat. Selain itu, ada beberapa kondisi lain yang memungkinkan seseorang lebih mudah terserang penyakit asam urat, seperti obesitas (kegemukan), mempunyai penyakit diabetes milletus, gangguan ginjal, tekanan darah tinggi (hipertensi), anemia sel sabit, menggunakan terapi obat-obatan dalam jangka waktu lama, kurang minum, suka mengkonsumsi minuman beralkohol. Faktor genetik diduga juga ikut berperan terhadap munculnya penyakit ini.
3.
Gejala Asam Urat Biasanya, serangan
gout
timbul
secara mendadak (kebanyakan
menyerang pada malam hari). Daerah sendi yang terserang tampak merah, mengkilat, bengkak, kulit diatasnya terasa panas disertai rasa nyeri yang hebat dan persendian sulit digerakkan. Gejala lain adalah suhu badan menjadi demam, kepala terasa sakit, nafsu makan berkurang dan jantung berdebar. Serangan pertama pada umumnya berupa serangan
28
akut yang terjadi pada pangkal ibu jari kaki. Sering kali hanya satu sendi yang diserang. Namun, gejala-gejala tersebut dapat juga terjadi pada sendi lain, seperti pada tumit, lutut, dan siku. Dalam kasus encok kronis, dapat timbul tofus (tophus), yaitu endapan seperti kapur pada kulit yang membentuk tonjolan atau benjolan yang menandai pengendapan kristal asam urat. Tofus sering timbul pada daun telinga, siku, tumit belakang dan punggung tangan yang dapat menyebabkan perubahan bentuk. Biasanya, serangan akut gout berkaitan dengan konsumsi makanan yang mengandung purin tinggi (Wijayakusuma, 2006).
4.
Diet Asam Urat Penyebab utama meningkatnya kadar asam urat dalam darah adalah karena adanya gangguan metabolisme asam urat. Salah satunya disebabkan karena mengonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi. Oleh karena itu, penderita gout dianjurkan untuk diet rendah purin untuk mengurangi pembentukan asam urat. Penderita kegemukan juga harus diet untuk menurunkan berat badan. Kadar purin dalam makan normal selama sehari bisa mencapai 600-1000mg, sedangkan diet rendah purin dibatasi hanya mengandung 120-150 mg. Diet juga harus memenuhi cukup kalori, proterin, mineraldan vitamin (Wijayakusuma, 2006).
Berikut jenis makan yang harus dihindari penderita gout karena dapat menikkan kadar asam urat darah. a.
Jeroan, seperti usus, limpa, paru, hati, jantung, dan otak
b.
Melinjo dan olahannya seperti emping
c.
Kacang-kacangan yang dikeringkan beserta olahannya, seperti kedelai, kacang tanah, kacang hijau, tauge, oncom, tempe dan tahu.
d.
Makan yang diawetkan, seperti sarden, kornet
e.
Kerang, kepiting, cumi-cumi, udang, ekstrak daging/kaldu, bebek, burung
29
f.
Minuman beralkohol, seperti bir, minuman anggur, tape, ragi, tuak, dan minuman hasil fermentasi lainnya
g.
Sayuran dan buah tertentu, seperti bayam, kangkung, daun singkong, asparagus, kacang polong, kacang buncis, kembang kol, nanas, durian, alpukat dan air kelapa
Selain itu, hindari makanan yang berlemak karena lemak cenderung menghambat pengeluaran asam uratdan perbanyak minum air dan cairan karena air dapat membantu mengeluarkan asam urat mengeluarkan purin.
5.
Patofisiologi Hiperurisemia Produksi asam urat pada keadaan normal dipengaruhi oleh faktor diet dan asam ribonukleat yang berasal dari sel. Konsumsi makanan yang mengandung purin akan dimetabolisme di dalam tubuh menjadi asam urat, juga dapat dihasilkan dari proses sintesis DNA (Deoxyribonucleic Acid ) dan RNA (Ribonucleic Acid). Purin yang telahterbentuk akan diubah
menjadi
hipoxanthin.
Dengan
bantuan
xanthinoksidase,
hipoxanthin akan dioksidasi menjadi xanthin yang kemudianterbentuklah asam urat melalui proses oksidasi. Terjadinya hiperurisemia dapat dipicu oleh banyak faktor yaitu pola makan yang kurang baik (diet tinggi purin), konsumsi alkohol, obesitas, gangguan metabolik, obat-obatan tertentu serta degradasi sel DNA yang abnormal (Ganong, 2008).
Proses selanjutnya yaitu terjadi penimbunan asam urat pada persendian akibat ketidakmampuan tubuh dalam melakukan kompensasi terhadap keadaan hiperurisemia. Asam urat yang mengendap semakin lama akan mengkristal dalam jaringan seperti pada sendi jari-jari tangan, siku, lutut dan pergelangan tangan, sehingga terjadi perubahan jaringan pada daerah yang terdapat timbunan asam urat. Terbentuknya kristal urat ini akan menstimulasi sistem pertahanan tubuh dengan cara mengaktifkan mekanisme fagositosis dari leukosit yang akan memfagosit timbunan
30
kristal urat sebagai salah satu cara untuk menurunkan kadar asam urat darah. Respon yang diakibatkan dari mekanisme fagositosis kristal tersebut adalah terjadinya peradangan dan kerusakan jaringan (Syukri, 2007).
6.
Tahapan perjalanan Klinis Gout atau yang sering disebut dengan asam urat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama yaitu tahap hiperurisemia asimptomatik. Pada tahap ini dikarakteristikkan oleh adanya peningkatan kadar asam urat darah tetapi belum muncul tanda dan gejala lain seperti nyeri ataupun pembengkakan. Kadar asam urat darah normal pada laki-laki adalah 5,1 mg/dl sedangkan pada perempuan 4,0 mg/dl. Pada keadaan ini kadar asam urat ini dapat meningkat hingga 9-10 mg/dl (Price & Wilson, 2006).
Tahapan yang kedua yaitu terjadi serangan gout akut yaitu mulai muncul tanda gejala seperti adanya pembengkakan pada daerah sendi jari-jari tangan, pergelangan tangan, lutut dan siku. Selain itu penderita juga mulai merasa nyeri yang sangat hebat. Serangan akut ini terjadi karena ada penimbunan natrium urat sehingga konsentrasi asam urat darah meningkat. Oleh karena tubuh tidak mampu mengatasi peningkatan tersebut sehingga terjadilah kristalisasi dan penimbunan asam urat darah. Timbunan kristal urat ini memicu leukosit untuk melakukan salah satu fungsinya yaitu memfagosit (memakan) zat yang dianggap asing dan mengganggu fungsi normal tubuh. Salah satu respon yang ditimbulkan dari proses ini adalah terjadinya peradangan sehingga timbul nyeri (Price & Wilson, 2006).
Tahap selanjutnya yaitu tahap interkritis. Pada tahap ini gejala-gejalanya sudah tidak muncul lagi selama kurun waktu yang lama hingga mencapai tahun (Price & Wilson, 2006). Kemudian tahap yang terakhir yaitu tahap kronik. Hiperurisemia yang semakin banyak akan menyebabkan gout kronik ini. Timbunan asam urat akan semakin banyak sehingga gejala
31
akut yang akan muncul lagi pada tahapan ini dan bahkan semakin parah hingga muncul tofi (Weaver et al., 2010).
7.
Faktor resiko terjadinya peningkatan asam urat Asam urat ini merupakan hasil dari pemecahan purin yang secara normal dikeluarkan melalui ginjal dalam bentuk urin. Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) pada ginjal dapat menyebabkan batu ginjal yang berakibat pada terjadinya nefropati urat (Weaver et al., 2010).
Hiperurisemia
bisa
terjadi
karena
produksinya
yang
berlebih
(overproduction) atau karena ekskresinya yang berkurang atau terhambat (under excretion) maupun keduanya (Sudoyo et al., 2010) a.
Peningkatan produksi asam urat Peningkatan produksi asam urat dalam tubuh disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 1) Gangguan
metabolisme
purin
merupakan
penyebab
meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh. Gangguan ini biasanya terjadi karena pengaruh gen pembawa. Gejala yang ditimbulkan tidak jelas (asimptomatis). Selain itu jugaterjadi karena
peningkatan
kerja
enzim
fosforbisol
sintetase
(Misnadiarly, 2007). 2) Konsumsi makanan yang mengandung purin seperti jeroan, kacang tanah, bayam, buncis, kembang kol, kepiting memicu terjadinya hiperurisemia. Asam urat dalam tubuh akan diproduksi lagi dari hasil metabolisme diet tersebut (Weaver et al., 2010). 3) Penyakit seperti kanker juga dapat meningkatkan kadar asam urat, karena terjadi percepatan kematian sel sehingga perlu adanya sintesis sel yang baru. Untuk itu sel yang sudah mengalami kerusakan akan degradasi membentuk sel baru dan menghasilkan produk asam urat (Murray et al., 2009).
32
b.
Penurunan Ekskresi Asam Urat 1) Gangguan metabolik Gangguan metabolik seperti diabetes mellitus berisiko terjadi hiperurisemia. Hal ini erat kaitannya dengan hormon insulin. Penelitian yang telah dilakukan sebelumya oleh Meera et al., dalam Nasrul & Sofitri (2012) menyatakan hubungan antara hiperurisemia dengan toleransi glukosa terganggu (TGT). Pada penderita diabetes mellitus terjadi resistensiinsulin sehingga dengan bantuan air dan oksigen, xanthin akan dirubah menjadi asam urat. Hiperinsulinemia yang terjadi pada pra diabetes berpengaruh pada peningkatan absorbsi asam urat pada ginjal, sehingga kadar asam urat cenderung meningkat.
2) Usia Hiperurisemia sering dijumpai pada orang dengan usia lanjut. Akan tetapi tidak semua lansia dapat mengalaminya. Hal ini disebabkan karena pada sebagian lansia masih diproduksi steroid seks dalam jumlah yang cukup. Steroid seks ini akan memproduksi androgen, estrogen dan progesteron. Adanya hormon estrogen ini yang akan membantu pengeluaran asam urat melalui urin (Ali dalam Festy & Aris, 2010).
Menurut Sustrani dalam Andry et al., (2009), lansia yang mengalami hiperurisemia disebabkan karena terjadi penurunan produksi beberapa enzim dan hormon di dalam tubuh yang berperan dalam proses ekskresi asam urat. Enzim urikinase merupakan enzim yang berfungsi untuk merubah asam urat menjadi bentuk alatonin yang akan diekskresikan melalui urin. Sehingga terganggunya produksi enzim urikinase mempengaruhi proses pengeluaran asam urat yang menimbulkan hiperurisemia.
33
Pada perempuan hormon estrogenini akan meningkat ketika berada pada usia pubertas, sehingga perempuan usia pubertas sangat jarang mengalami hiperurisemia. Hormon estrogen ini berfungsi untuk membantu ekskresi asam urat. Pada wanita menopause cenderung lebih sering mengalami hiperurisemia salah satunya disebabkan karena adanya penurunan hormon estrogen tersebut (Price & Wilson, 2006) 3) Konsumsi Alkohol Konsumsi alkohol berpengaruh pada kejadian hiperurisemia. Alkohol memicu peningkatan produksi asam urat karena kandungan etanol dan purin yang terdapat dalam alkohol (Doherty, 2009).Selain itu produk sampingan dari alkohol adalah asam laktat. Produk asam laktat ini juga akan menghambat pengeluaran asam urat melalui urin sehingga terjadi hiperurisemia (Price & Wilson, 2006).
Menurut Murray et al., (2009) dijelaskan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat menyebabkan perlemakan di dalam hati sehingga terjadi hiperlipidemia yang berdampak pada sirosis. Hati berfungsi sebagai metabolisme lipid sekaligus sebagai transport lipid ke jaringan. Terjadinya hiperlipidemia tersebut dapat menyebabkan hiperurisemia. 4) Obat-obatan Penggunaan obat-obatan tertentu juga bisa memicu peningkatan kadar asam urat atau membantu dalam mengekskresikan asam urat. Salah satu jenis obat yang membantu proses ekskresi asam urat yaitu jenis urikosturik, contoh obat tersebut adalah probenesid dan sulfinpirazon (Price & Wilson, 2006). Sebaliknya, obat jenis aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga memperparah keadaan pada hiperurisemia (Weaver et al., 2010).
34
5) Faktor Obesitas Pada orang obesitas, lemak banyak disimpan di jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Selain itu timbunan kolesterol pada orang obesitas juga banyak. Pada kadar normal, kolesterol baik bagi tubuh karena merupakan salah satu bahan untuk membentuk hormone seks steroid (estrogen, progesteron, androgen) akan tetapi jika produksinya berlebih kolesterol tersebut akan menumpuk di pembuluh darah dan terjadi plak sehingga menghalangi darah maupun senyawa lain untuk bersirkulasi. Salah satu senyawa yang terhambat adalah asam urat darah. Asam urat yang normalnya keluar melalui ginjal menjadi terhambat proses ekskresinya karena terdapat plak pada vaskuler (Agustini et al., 2013). Obesitas merupakan faktor resiko
terjadinya
hipertensi,
diabetes
mellitus
tipe
2,
hiperlipidemia, hiperglikemia serta disfungsi endokrin (Murray et al., 2009). 6) Hipertensi Gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi) akan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan aliran darah glomerulus. Hal ini memicu ekskresi renin angiotensin yang menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium. Pada prinsipnya, air selalu mengikuti gerak dari natrium tersebut sehingga pada saat terjadi reabsorbsi natrium maka air (H2O) akan mengalami peningkatan reabsorbsi pula. Berkurangnya
kadar
cairan
dalam
ginjal
inilah
yang
menghambat ekskresi asam urat (Purwaningsih, 2009). 7) Aktivitas Pada saat melakukan aktivitas fisik maka kebutuhan energi akan bertambah, karena selain untuk mempertahankan fungsi-fungsi tubuh juga digunakan untuk melakukan aktivitas tersebut. Energi ini diperoleh dari proses metabolisme aerob maupun
35
anaerob. Metabolisme anaerob digunakan ketika simpanan oksigen dalam tubuh rendah. Metabolisme anaerob ini akan menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat, sehingga semakin berat aktivitas yang dilakukan maka asam laktat akan banyak diproduksi. Penumpukan asam laktat dalam tubuh dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin.
C. Hubungan KetebalanLipatan Lemak (Skinfold)dengan Kadar Asam Urat Darah Asam urat diproduksi secara normal di dalam tubuh melalui diet (makanan yang mengandung purin) dan degradasi sel. Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) disebabkan over production, penurunan ekskresi maupun dari masukan purin. Penurunan ekskresi asam urat salah satunya disebabkan karena kelebihan lemak dalam tubuh. Lemak disimpan dalam jaringan adiposa dalam bentuk trigliserida. Semakin banyak simpanan trigliserida dalam jaringan adiposa menyebabkan lipatan lemak bawah kulit semakin tebal. Kelebihan kadar trigliserida dalam tubuh dapat menyebabkan pembentukan endapan trigliserida sehingga terjadi fibrosis jaringan (Agustini dkk, 2013). Terbentuk scar pada pembuluh darah sehingga darah dan zat lain dalam tubuh dihambat untuk bersirkulasi ke sel dan jaringan. Dampaknya akan terjadi hipoksia jaringan yang ditandai dengan adanya kelaparan sel. Kelaparan sel inilah terjadi peningkatan kadar asam urat darah yang melalui berbagai mekanisme sebagai berikut: 1.
Terjadi metabolisme anaerob; selain menghasilkan energi, metabolisme anaerob juga menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat yang akan tertimbun di otot sehingga menghambat ekskresi asam urat (Purwaningsih, 2009).
2.
Penumpukan keton pada pembuluh darah; trigliserida merupakan simpanan lemak dalam jaringan adiposa yang salah satu fungsinya adalah sebagai cadangan energi. Ketika terjadi kelaparan sel tubuh maka
36
trigliserid tersebut akan dikonversi menjadi energi dengan menghasilkan produk sampingan berupa benda keton. Keton akan beredar dalam darah sehingga pada keadaan kelaparan tersebut kadar keton dalam darah meningkat atau yang sering disebut ketosis. Penumpukan keton di dalam darah juga menghambat ekskresi asam urat darah sehingga terjadi hiperurisemia (Purwaningsih, 2009).
3.
Degradasi protein DNA dalam tubuh meningkat; adanya hipoksia jaringan dalam jangka waktu lama menyebabkan kematian sel. Akibatnya tubuh melakukan kompensasi dengan melakukan mekanisme degradasi sel DNA sehingga terbentuk sel DNA yang baru. Degradsi sel DNA ini menghasilkan asam amino. Pada siklus gama glutamil, asam amino akan dibentuk menjadi glutamin yang kemudian dirubah menjadi bentuk inosin mofosfat hingga memeroleh hasil akhir berupa asam urat (Weaver et al.,2010).
4.
Penurunan pembentukan energi (deplesi ATP); pada keadaan sel tubuh mengalami hipoksia, tubuh akan menggunakan metabolisme anaerob agar energi tubuh tetap dihasilakan. Hasil akhir dari metabolisme anaerob ini adalah adenosin monofosfat (AMP), energi dan otot menjadi rekasasi. Adenosin ini akan dirubah menjadi bentuk asam urat (Weaver et al., 2010).
Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang yang lipatan lemak bawah kulitnya tebal cenderung lebih berisiko untuk mengalami hiperurisemia karena jumlah lemak trigliseridnya banyak. Hal tersebut berdampak pada terjadinya penurunan ekskresi maupun peningkatan produksi asam urat dalam tubuh sehingga terjadi hiperurisemia.
37
D. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Skema 2.1 Kerangka konsep Variabel independent
Variabel Dependent
Ketebalanlipatan lemak dalam kulit (skinfold)
Kadar asamurat dalam darah
1. 2. 3. 4.
Usia Diabetes Mellitus Hipertensi Konsumsi alkohol
E. Hipotesis Penelitian Ha: Ada hubungan yang signifikan antara Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015.
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk peneliti melakukan pengukuran variabel bebas dan variabel terikat pada waktu yang bersamaan (Saryono, 2009).
B.
Populasi dan Sampel Penelitian 1.
Populasi Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat usia dewasa (22-50 tahun) di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area dengan jumlah 94 orang.
2.
Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian masyarakat usia dewasa (22-50 tahun) di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area dengan jumlah 76 orang. Menurut (Notoatmojo, 2005), untuk menghitung besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan penelitian ini menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan : n
=
Besarnya sampel
N =
Besarnya populasi
d
Tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)
=
38
39
Jadi, sebanyak 76 orang responden yang di Lingkungan 31 Kec. Medan Area dan di observasi berdasarkan kriteria yang telah peneliti tentukan, maka seluruh sampel yang dipertimbangkan akan menjadi responden dalam penelitian ini. Tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri (Notoatmojo, 2005). Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : (1) Menderita DM, (2) Menderita Hipertensi, (3) Saat/sedang menyelesakan kegiatan berat (olahraga), (4) Mengkonsumsi alkohol, (5) Belum menopause
C.
Lokasi Penelitian Penelitian telah dilakukan di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area
D.
Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Mei-Juni tahun 2015.
E.
Defenisi Operasional Adapun definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: N o 1
Variabel
Defenisi operasional
Cara Ukur
Ketebalan lipatan lemak bawah kulit
Tebalnya lipatan lemak bawah kulit Pada masing-masing responden yang didapat berdasarkan hasil pengukuran di medial calf skinfold, triceps skinfold, biceps skinfold.
Diukur dengan Menggunakan Skinfold caliper yaitu dengan posisi duduk tegap pada area medial calf skinfold, triceps skinfold, biceps skinfold.
Skala Ukur Rasio
Hasil ukur Normal / Area Lk : 11,3 mm Pr : 14,9 mm
40
Kadar asam urat dalam darah
F.
Hasil kadar asam urat pada masing-masing responden yang didapat pada saat diukur.
Diukur dengan Menggunakan alat Easy Touch GCU
Rasio
Normal : Lk : 5,1 mg/dl Pr : 4,0 mg/dl
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan fasilitas atau alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data (Saryono, 2009). Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah disediakan oleh peneliti. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar pengukuran, skinfold caliper dan Easy Touch GCU. Lembar pengukuran digunakan untuk mencatat data hasil pengukuran responden. Skinfold caliper digunakan untuk mengukur tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) pada responden yang dinyatakan dalam satuan millimeter (mm). Easy Touch GCU digunakan untuk mengukur kadar asam urat darah responden yang dinyatakan dalam satuan milligram per desiliter (mg/dl).
G.
Alat dan Prosedur Pengumpulan Data 1.
Alat Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi.
2.
Prosedur Pengumpulan Data Pelaksanaan pengumpulan data akan dilaksanakan setelah mendapat izin tertulis dari Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Setelah mendapat izin maka peneliti, kemudian
peneliti
melakukan
pendekatan
psikologis
dengan
masyarakat di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan Purposive Sampling, yaitu pengambilan sampel yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri. Setelah itu, peneliti membuat kontrak dengan responden. Sesuai dengan kontrak
41
yang telah disepakati, peneliti datang sesuai dengan hari dan jam yang telah ditentukan. Selanjutnya peneliti menjelaskan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan. Selanjutnya peneliti mengukur skinfold dan kadar asam urat dalam darah responden.
H.
Etika Penelitian Selama penelitian, responden dilindungi dengan memperhatika aspek – aspek self determination, privacy and anonymity, benefience, maleficience, justice (Polit & Beck, 2004). Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dengan menekankan masalah etika sebagai berikut : 1.
Self determination Prinsip self determination dijelaskan bahwa responden diberi kebebasan oleh penulis untuk menentukan keputusan sendiri, apakah bersedia ikut dalam penelitian atau tidak tanpa paksaan (sukarela). Setelah responden bersedia, maka langkah selanjutnya peneliti menjelaskan maksud dan tujuan serta manfaat penelitian, kemudian peneliti menanyakan kesediaan responden, setelah setuju, respon diminta untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi subyek penelitian atau informed consent yang disediakan.
2.
Privacy and anonymity Prinsip etik privacy dan anonymity yaitu prinsip menjaga kerahasiaan informasi responden dengan tidak mencantumkan nama, tetapi hanya menuliskan kode inisial dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
3.
Beneficience Beneficience merupakan prinsip etik yang mementingkan keuntungan, baik bagi peneliti maupun responden sendiri. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang manfaat penelitian ini untuk menambah pengetahuan.
42
4.
Maleficience Penelitian ini menggunakan prosedur yang tidak menimbulkan bahaya bagi responden dan terbebas dari rasa tidak nyaman, dalam hal ini peneliti meyakinkan responden bahwa intervensi ini tidak merugikan responden dan peneliti.
5.
Justice Justice merupakan prinsip etik yang memandang keadilan dengan memberikan keadilan bagi responden dan perlakuan atau intervensi yang sama kepada semua responden.
6.
Informed Consent Infomed consent merupakan persetujuan atau izin yang diberikan oleh responden untuk memperbolehkan dilakukannya suatu tindakan atau perlakuan.
I.
Pengolahan Data dan Analisa Data 1.
Pengolahan Data a.
Editing Setelah kuisioner terkumpul, maka peneliti selanjutnya akan melakukan cross check terkait kelengkapan data dari setiap kuisioner tersebut.
b.
Coding Memberikan kode dalam bentuk angka-angka terhadap data-data penelitian sehingga lebih mudah terbaca dalam komputer. Adapun kode yang telah dibuat oleh peneliti antara lain untuk jenis kelamin laki-laki : 1, Perempuan : 2, umur 20-35 tahun : 1, umur 36- 50 tahun : 2, pendidikan SD : 1, SMP : 2, SMA:3, PT : 4.
c.
Tabulasi/Entry data Adalah suatu kegiatan memasukkan data dari hasil penelitian ke dalam tabel/data base komputer berdasarkan kriteria yang telah ada.
43
d.
Tabulating Mengelompokkan data-data penelitian dan membuat data tersebut kedalam distribusi frekuensi untuk dianalisa dan diinterprestasi ke dalam computer dengan mengunakan sistem program SPSS.
2.
Analisa Data Data yang telah diolah kemudian dilakukan analisis dimana analisis adalah pengelompokan, membuat suatu urutan, setra menyingkatkan data sehingga mudah dibaca. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan hubungan ketebalan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat dalam darah. a.
Analisis Univariat Analisis
univariat
bertujun
untuk
menjelaskan
atau
mendiskripsikan karakteristik setap variabel penelitian. Untuk data numerik digunakan nilai rata-rata, median dan standard deviasi. Misalnya distribusi frekuensi responden berdasarkan : umur, jenis kelamin, pendidikan. b.
Analisis Bivariat Pada tahap ini diteliti hubungan antara dua variabel yang meliputi variabel bebas dan terikat, untuk membuktikan adanya hubungan antara tebal lipatan lemak (skinfold) dengan kadar asam urat darah digunakan Uji pearson yaitu uji parametrik yang digunakan untuk melihat hubungan dua variabel. Selain itu juga menggunakan uji t independent untuk melihat adanya perbedaan skinfold dan kadar asam urat antara pria dan wanita dengan tingkat kepercayaan C1 95% dan nilai α < 0,05.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Dari hasil penelitian mengenai “Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015” .Penelitian ini telah dilakukan peneliti di Lingukungan 31 Kalurahan Komat Kec.Medan Area dan berlangsung dari tanggal 25 Mei – 4 Juni 2015.Jumlah responden dari penelitian ini adalah 76 responden yang diambil dengan menggunakan Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan dengan mengukur tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan menggunakan skinfold caliperdan untuk mengetahui kadar asam urat dalam darah menggunakan Easy Touch GCU.
B. Hasil Penelitian 1. AnalisaUnivariat Analisa univariat adalah analisa yang digunakan untuk mendapatkan data mengenai
karakteristik responden meliputi
usia, jenis kelamin,
pendidikan, rata-rata tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dan Kadar Asam Urat. Hasil analisa univariat yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
44
45
a.
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden Tabel 4.1 Karakteristik Respondendi Lingkungan31Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 (n=76) No 1
Karakteristik Jenis Kelamin
2
Umur
Kategori Laki-laki Perempuan
Frekuensi 22 54 76 10 13 53 76 5 19 39 13 76
Total 20 – 30 Tahun 31 – 40 Tahun 41 – 50 Tahun
Total Pendidikan SD SMP SMA PT Total
3
Persentase % 28,9 71,1 100 13,2 17,1 69,7 100 6,6 25 51,3 17,1 100
Berdasarkan tabel 4.1, dapat dilihat bahwa dari 76 responden yang diteliti mayoritas Jenis kelamin respondenyaitu perempuan sebanyak 71,1%,
Umur
yaitu
41-50
tahun
sebanyak
69,7%
danPendidikanSMA sebanyak 51,3%.
b.
Distribusi Rata-rata Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit Tabel 4.2 Distribusi Rata-rataBerdasarkan Ketebalan LemakBawah Kulit di Lingkungan31Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 (n=76) No 1 2
Ketebalan Lemak Bawah Kulit Laki-laki Perempuan
Nilai Normal 33,9 mm 44,7 mm
Normal 0 0
Hasil Tidak normal 22 54
Jumlah 22 54
Berdasarkan tabel 4.2, dapat dilihat bahwa ketebalan lemak bawah kulit responden laki-laki maupun perempuan dalam kategori tidak normal.
46
c.
Distribusi Rata-rata Kadar Asam Urat dalam Darah Tabel 4.3 Distribusi Rata-rataBerdasarkan Kadar Asam Urat dalam Darah di Lingkungan31Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 (n=76) No 1 2
Kadar Asam Urat dalam Darah Laki-laki Perempuan
Nilai Normal 5,1 mg/dl 4,0 mg/dl
Normal 2 13
Hasil Tidak normal 20 41
Jumlah 22 54
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwamayoritas kadar asam urat dalam darahpada laki-laki dalam kategori tidak normal sebanyak 20 orang sedangkan pada perempuan mayoritas dalam kategori tidak normal sebanyak 41 orang.
2.
Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk melihat perbedaan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit dan Asam Urat dalam darah Berdasarkan Jenis Kelamin. Hasil penelitian dikatakan efektif apabila p value < 0,05. a.
Perbedaan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin 1)
Uji Normalitas Uji normalitas data dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat normalitas data dari hasil penelitian.Uji normalitas data yang digunakan adalah menggunakan uji Shapiro-wilk. Tabel 4.4 Tes Normalitas Data No
Ketebalan Lemak Bawah Kulit
1 2
Laki-laki Perempuan
Shapiro-Wilk Statistic df Sig. 0,979 22 0,892 0,969 54 0,182
Berdasarkan uji normalitas pada tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa Ketebalan
Lemak
Bawah
Kulit
pada
laki-laki
berdistribusi normal dengan nilai signifikan 0,892 (P>0,05)
47
sedangkanpada perempuanberdistribusi normal dengan nilai signifikan 0,182(P>0,05).Artinya adalah data tersebut dianggap dapat mewakili populasi.
2)
Uji t Independent Tabel 4.5 Uji T IndependentTebal Lipatan Lemak Bawah Kulit Berdasarkan Jenis Kelamin di Lingkungan31 Kelurahan KomatKec. Medan Area Tahun 2015 No 1 2
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
F
T
Df
CI 95%
0,042
-2,101 -2,112
74
0,05
Pvalue (α = 0,05) 0,039 0,041
Berdasarkan tabel 4.5.diketahui bahwa hasil analisis tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) antara laki-laki dan perempuan menggunakan uji tindependent dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) menghasilkan nilai p value untuk skinfold perempuan sebesar 0,041 sedangkan untuk skinfold laki-laki sebesar 0,039. Berarti Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) pada laki-laki dan perempuan.
b.
Perbedaan Asam Urat dalam Darah Berdasarkan Jenis Kelamin
1)
Uji Normalitas Uji normalitas data dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat normalitas data dari hasil penelitian.Uji normalitas data yang digunakan adalah menggunakan uji Shapiro-wilk. Tabel 4.6 Tes Normalitas Data No
Asam Urat
1 2
Laki-laki Perempuan
Shapiro-Wilk Statistic Df 0,957 22 0,971 54
Sig. 0,430 0,224
48
Berdasarkan uji normalitas pada tabel 4.6 diatas, dapat diketahui bahwa Ketebalan
Lemak
Bawah
Kulit
pada
laki-laki
berdistribusi normal dengan nilai signifikan 0,430 (P>0,05) sedangkanpada perempuan berdistribusi normal dengan nilai signifikan 0,224 (P>0,05).Artinya
adalah data
tersebut
dianggap dapat mewakili populasi.
2)
Uji t Independent Tabel 4.7 Uji t IndependentAsam Urat dalam DarahBerdasarkan Jenis Kelamin di Lingkungan31Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 No
Jenis Kelamin
F
T
Df
CI 95%
Pvalue (α = 0,05)
1 2
Laki-laki Perempuan
0,068
4.267 4.350
74
0,05
0,001
Berdasarkan tabel 4.7.diketahui bahwa hasil analisis tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) antara pria dan wanita menggunakan
uji t independent dengan tingkat kepercayaan
95% (α = 0,05) menghasilkan nilai p value untuk skinfold sebesar 0,001. Berarti Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) pada laki-laki dan perempuan. c.
Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat dalam Darah
Tabel 4.8 Hubungan Tebal Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold)dengan Kadar Asam Urat dalam Darah di Lingkungan31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan
n 22 54
Sig. 0,274 0,068
49
Berdasarkan hasil uji pearsonpada tabel 4.8 diatas, diperoleh hasil bahwa nilai signifikansi pada tabel correlations menunjukkan angka 0,274pada laki-laki dan 0,068pada perempuan. Artinya nilai p>0,05 berarti Ha ditolak yaitu tidak terdapat hubungan signifikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat darah baik pada laki-laki maupun perempuan di Lingkungan31Kelurahan Komat Kec. Medan Area
C. Pembahasan 1.
Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) Berdasarkan Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian dari 54 orang perempuan diperoleh data responden memiliki tebal lipatan lemak bawah kulit(skinfold)yang bervariasi. Rata-rata tebal lipatan lemak responden perempuandengan nilai Mean81,76 mm. Tebal lipatan lemak yang cukup besar tersebut dipengaruhi oleh faktor hormonal dikarenakan pada penelitian ini responden perempuan belum menopause sehingga masih dihasilkan hormon leptin dalam jumlah yang cukup. Leptin merupakan suatu hormon
peptida
yang
dihasilkan
oleh
jaringan
adiposa
yang
mempengaruhi homeostasis energi, fungsi kekebalan tubuh dan neuroendokrin (Bahathiq, 2010).
Menurut Budianti (2008), seseorang yang mengalami kelebihan berat badan, lipatan lemak bawah kulit (skinfold) cenderung lebih tebal dan persentase lemak di dalam tubuh semakin meningkat.Bahkan besarnya tebal lipatan lemak tersebut tidak hanya dialami oleh orang obesitas tetapi pada orang yang IMTnormal juga bisa memiliki tebal lipatan lemak yang besar.Distribusi pola penyebaran lemak berbeda antara lakilaki dan perempuan.Hal tersebut dipengaruhi oleh fungsi hormonal dimana sebanyak 52-82% laki-laki dengan hiperurisemia mempunyai kadartrigliserida tinggi.
50
Menurut
Agustini
(2013),
mengatakan
mekanisme
terjadinya
hiperurisemia pada akumulasi lemak viseral dan BMI disebabkan karena adanya
akumulasi
hipertrigliseridemia.
asam
lemak
Kelebihan
bebas
yang
menyebabkan
trigliserida
dalam
tubuh
dapat
menyebabkan fibrosis jaringan sehingga terjadi hambatan dalam darah bersirkulasi. Dampaknya akan terjadi hipoksia jaringan yang ditandai dengan kematian sel, hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi serta penurunan ekskresi asam urat sehingga terjadi hiperurisemia.
Data hasil wawancara pada responden diperoleh bahwa sebagian besar responden perempuan dalam penelitian ini menggunakan alatkontrasepsi hormonal meliputi suntik, pil maupun implan yang salah satu dampaknya yaitu dapat mempengaruhi peningkatan berat badan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Grueso, Rocha & Puerta (2001), bahwa pemberian progesteron kronis lebih dari 30 hari secara implan subkutan pada tikus wistar betina dapat meningkatkan berat badan. Pernyataan di atas didukung oleh Le, Rahman & Berenson (2009), bahwa penggunaan kontrasepsi depot medroxy progesterone asetat (DMPA) sebanyak 51 responden dari 195 mengalami kenaikan berat badan sebesar >5% setelah 6 bulan. Mekanisme peningkatan berat badan pada penggunaan kontrasepsi ini terjadi karena adanya peningkatan asupan makanan serta terhambatnya sintesis leptin disamping itu proses akumulasi lemak tetap terjadi. Selain itu juga terjadi peningkatan aktivitas dari hormon glukokortikoid sehingga menyebabkan gangguan pada distribusi jaringan adipose.
Selain data tebal lipatan lemak perempuan, juga dapat diketahui tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) laki-laki. Pada laki-lakirata-rata tebal lipatan lemak (skinfold) sebesar 72,91 mm. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor aktivitas. Data hasil wawancara yang dilakukan
51
kepada responden laki-laki diperoleh bahwa aktivitas yang dilakukan responden laki-laki rata- rata adalah aktivitas berat.Sebagian besar lakilaki bekerja sebagaiburuh kuli, sopir maupun dagang.Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sawello & Malonda (2012), bahwa obesitas sebagian besar dialami oleh kelompok yang memiliki aktivitas ringan sedangkan untuk kelompok yang memiliki aktivitas fisik sedang cenderung tidak mengalami obesitas. Pada teori obesitas dijelaskan bahwa kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terpakainya energi yang sedikit dan sisanya akan disimpan dalam bentuk lemak sebagai cadangan energi (Proverawati, 2010).
Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa skinfold pada perempuan lebih tebal dibandingkan laki-laki.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wicaksono, Putra & Hakim (2012), bahwa lipatan lemak bawah kulit bagian trisep dan abdomen lebih tebal pada responden perempuan dari pada laki-laki.Seperti yang sudah dijelaskan pada poin sebelumnya bahwa tebal lipatan lemak bawah kulit responden lakilakidan perempuan tersebut dipengaruhi oleh faktor hormonal dan aktivitas sehingga terdapat perbedaan diantara keduanya.
Aktivitas juga turut berkontribusi terhadap adanya perbedaan skinfold laki-laki dan perempuan.Responden perempuan mayoritas memiliki aktivitas fisik yang lebih ringan dibanding laki-laki yaitu sebagai ibu rumah tangga. Menurut Setyohadi (2013), bahwa 84% responden dalam penelitiannya adalah ibu rumah tangga, sehingga aktivitas yang dilakukan tergolong ringan seperti mencuci, memasak, bersih-bersih rumah dan menyetrika. Hasil penelitian yang dilakukan Mujur (2011), bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan berat badan. Kejadian obesitas pada orang dengan aktivitas kurang sebesar 13,36% lebih tinggi dibandingkan
orang
dengan
aktivitas
cukup.
Pekerjaan
yang
menggunakan otot atau banyak melakukan aktivitas fisik akan
52
meningkatkan pembakaran energi dalam tubuh, dengan demikian jika asupan kalori yang masuk dalam tubuh meningkat tetapi tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan menyebabkan kegemukan(Sudikno, Herdayati & Besral, 2010).
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, lipatan lemak bawah kulit (skinfold) responden perempuan cukup tebal karena dipengaruhi oleh faktor hormonal serta penggunaan kontrasepsi.Laki-laki memiliki tebal lipatan lemak yang cenderung rendah karena dipengaruhi oleh faktor aktivitas yang tinggi.
2.
Kadar Asam Urat dalam Darah Berdasarkan Jenis Kelamin Rata-rata kadar asam urat pada responden perempuan yaitu 5,544 mg/dl. Responden perempuan yang mengalami hiperurisemia sebanyak 22 orang (40,7%) dari rentang kadar asam urat 6,2-8,7mg/dl. Dari data tersebut
dapat
diketahui
bahwa
persentase
hiperurisemia
pada
perempuan cukup tinggi karena faktor kebiasaan makan yang tinggi purin. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Festy et al., (2010), bahwa dari 50 responden perempuan hanya terdapat 11 orang yang mengalami hiperurisemia. Salah satu faktor yang menyebabkan sebagian besar perempuan dalam penelitian ini memiliki kadar asam urat normal karena adanya homogenitas responden yaitu semua responden perempuan pada penelitian ini belum mengalami menopause.
Menurut Doherty (2009), kadar asam urat pada laki-laki mulai meningkat setelah masa pubertas berbeda dengan perempuan, karena pada masa pubertas perempuan memiliki banyak hormon estrogen yang salah satu fungsinya adalah untuk mengekskresi asam urat dari dalam tubuh sedangkan pada laki-laki tidak terdapat hormon estrogen untuk itu pada usia pubertas lebih banyak laki-laki yang mengalami hiperurisemia dibanding perempuan. Hiperurisemia lebih banyak diderita oleh laki-laki
53
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 dibawah usia 65 tahun sedangkan
usia
lebih
dari
65
tahun
perbandingan
prevalensi
hiperurisemia 3:1 pada laki-laki dan perempuan. Penelitian meta-analisis yang dilakukan pada tahun 2011 di Cina didapatkan hasil bahwa prevalensi penderita hiperurisemia pada laki-laki 21,6% dan pada perempuan 8,6%. Setelah perempuan mengalami menopause baru terjadi peningkatan asam urat karena jumlah hormon estrogen mulai mengalami penurunan (Festy et al., 2010).
Hak & Choi (2008), menjelaskan bahwa perempuan menopause yang menggunakan terapi hormonal memiliki kadar asam urat lebih rendah sebesar 0,44 mg/dl (CI;95%, 0.30-0.58) dibandingkan perempuan yang tidak menggunakan terapi hormonal. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa hormon estrogen sangat berpengaruh terhadap penurunan kadar asam urat. Kadar asam urat responden laki-laki dalam penelitian ini yaitu 7,227 ± 1,5088 mg/dl. Jumlah responden laki-laki yang mengalami hiperurisemia yaitu sebanyak 14 orang (63,6%) dengan kadar asam urat sebesar 7,1-10,1 mg/dl. Persentase ini cukup besar pada kejadian
hiperurisemia
pria.
Banyaknya
pria
yang
mengalami
hiperurisemia dalam penelitian ini disebabkan karena kebiasaan pola hidup yang tidak sehat pada responden pria yaitu merokok.
Hormon yang paling berpengaruh pada terjadinya hiperurisemia adalah estrogen.Hormon ini lebih banyak diproduksi pada perempuan dibandingkan
laki-laki.
Akan
tetapi
seiring
bertambahnya
usiaperempuankadar hormon estrogen juga mengalami penurunan produksi. Salah satu perbedaan kejadian gout antara laki-laki dan perempuan yaitu adanya perubahan kadar asam urat yang terjadi pada perempuan setelah menopause. Menurut McClory &Said (2009), konsentrasi asam urat pada laki-laki 1mg/dl lebih tinggi dibandingkan
54
perempuan dewasa, setelah menopause kadar asam urat perempuan mendekati atau sama dengan kadar asam urat laki-laki.
Pada usia 65 tahun ke atas perempuan sudah menopause sehingga asam urat cenderung mengalami peningkatan sedangkan pada laki-laki, kadar asam urat akan meningkat seiring bertambahnya usia, karena laki-laki tidak memiliki hormon estrogen yang membantu ekskresi asam urat. Kadar asam urat pada laki-laki juga diperparah dengan adanya kebiasaan yang tidak sehat yaitu mengkonsumsi rokok sedangkan pada perempuan tidak ada responden yang memiliki kebiasaan tersebut, sehingga kadar asam urat perempuan cenderung lebih rendah dibandingkan laki-laki. Berdasarkan penjelasan tersebut bahwa terdapat perbedaan kadar asam urat yang signifikan antara laki-laki dan perempuan yang dipengaruhi oleh faktor hormonal, pola hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi rokok(Doherty, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa mayoritas jenis kelamin responden yaitu perempuan sebanyak 71,1% dan Mayoritas pendidikan responden yaitu SMA sebanyak 51,3%. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Annemans, Spaepen, Bonnemaire et al., (2008), tentang hiperurisemia yang menunjukkan bahwa lebih dari 80% dari populasi penelitian adalah lakilaki. Penelitian meta analisis yang dilakukan pada tahun 2011 di Cina diperoleh prevalensi hiperurisemia pada laki-laki berkisar 21,6% sedangkan pada perempuan yaitu 8,6%.
Mayoritas umur responden yaitu 36-50 tahun sebanyak 80,3%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Shetty et al., (2011), bahwa usia berpengaruh terhadap kejadian hiperurisemia yaitu pada rentang usia 30 sampai 40 tahun baik pada perempuanmaupun laki-laki. Kadar asam urat akan mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia pada laki-laki
55
sedangkan pada perempuan, asam urat akan meningkat ketika usia menopause. Prevalensi asam urat pada perempuan yaitu < 5% dari semua kasus gout diderita oleh usia 30-39 tahun sedangkan 25-50% berusia > 60 tahun (Lawrence, Felson, Helmick et al., 2008).
Pada penelitian ini semua responden perempuan dibuat homogen yaitu belum mengalami menopause.Usia tertua responden perempuandalam penelitian ini yaitu 50 tahun.Data hasil skrining diperoleh bahwa perempuanusia di atas 50 tahun sudah mengalami menopause. Hal ini diperkuat oleh Bobak et al., (2005) bahwa usia menopause dimulai pada rata-rata usia 51,4 tahun.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar asam urat pada responden perempuan dalam penelitian ini dipengaruhi oleh hormon estrogen sehingga persentase terjadinya hiperurisemia rendah. Pada laki-lakipersentase hiperurisemia cukup tinggi karena dipengaruhi oleh faktor kebiasaan pola hidup yang berdampak pada peningkatan produksi maupun penurunan ekskresi asam urat.
3.
Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold)dengan Kadar Asam Urat dalam Darah Berdasarkan data hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat darah pada usia 22 sampai 50 tahun baik
pada
laki-laki
maupun
perempuan
penduduk
di
Lingkungan31Kelurahan Komat Kec. Medan Areayang ditunjukkan dengan nilai p pada responden perempuan sebesar 0,068dan pria 0,274. Dengan Demikian nilai p value > 0,05, maka Ha ditolak.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Kumalasari, Saryono & Purnawan (2009), bahwa tidak terdapat
56
hubungan antara indeks massa tubuh (IMT) dengan kadar asam urat darah. Namun demikian, menurut Shetty et al., (2011), pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara BMI, persentase lemak dengan kadar asam urat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kim, Lee, Yoo et al., (2012), yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara lemak viseral dengan kadar asam urat (β coefficient = 0,117, p<0,001). Selain itu juga diperoleh hubungan signifikan antara BMI dengan kadar asam urat (β coefficient = 0, 184, p<0,001). Mekanisme terjadinya hiperurisemia pada akumulasi lemak viseral dan BMI disebabkan karena adanya
akumulasi
asam
lemak
bebasyang
menyebabkan
hipertrigliseridemia.
Kelebihan trigliserid dalam tubuh dapat menyebabkan fibrosis jaringan sehingga terjadi hambatan dalam darah bersirkulasi (Agustin, Wahyuni & Nila, 2013). Dampaknya akan terjadi hipoksia jaringan yang ditandai dengan kematian sel, hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan produksi serta penurunan ekskresi asam urat sehingga terjadi hiperurisemia. Akan tetapi menurut Lumongga (2007), menyebutkan bahwa penurunan aliran darah ini terjadi apabila penyempitan pembuluh darah sudah terjadi >70% yang dimanifestasikan dengan keadaan hiperkolesterolemia, hipertensi maupun diabetes mellitus.Sedangkan dalam penelitian ini semua responden sudah dihomogenkan, responden tidak mengalami hipertensi maupun diabetes mellitus. Walaupun sebagian besar responden memiliki kadar asam urat normal, namun masih terdapat beberapa responden yang memiliki kadar asam urat tinggi meskipun lipatan lemaknya tidak tebal. Faktor risiko terjadinya asam urat tidak hanya dari tebal lipatan lemak (skinfold), akan tetapi banyak hal yang dapat menyebabkan peningkatan kadar asam urat meliputi nutrisi, aktivitas istirahat dan obat-obatan.
57
Menurut Emmerson (1996) Yu (1974) dalam Fam (2002), gangguan metabolisme asam urat secara signifikan dipengaruhi oleh konsumsi makanan seperti makanan yang banyak mengandung purin. Diet tinggi purin akan menyebabkan kenaikan sementara serum urat sekitar 60-120 μmol/l (1-2 mg/dl). Sebaliknya apabila seseorang mengkonsumsi makanan dengan kadar purin rendah selama 7 sampai dengan 10 hari maka dapat menurunkan serum urat sebanyak 60-120 μmol/l (1-2 mg/dl).
Hasil wawancara yang dilakukan pada lebih dari 10 responden diperoleh bahwa sebagian besar makanan yang sering dikonsumsi oleh responden tersebut yaitu sayur bayam, kangkung, kacang panjang maupun kacang tanah, jerohan, telor. Fam (2002), menjelaskan bahwa makanan dengan kadar purin yang tinggi antara lain jerohan, Seafood, kacang polong, kacang-kacangan, asparagus, bayam, jamur sedangkan makanan dan minuman kadar purin rendah yaitu susu, keju, mentega, telur, roti, pasta, kue sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan: kecuali kacang polong, kacang-kacangan, gula, permen dan gelatin, jus, minuman berkarbonasi, teh, kopi.
Hensen & Putra (2007), menjelaskan bahwa faktor risiko hiperurisemia tertinggi adalah konsumsi makanan tinggi purin dengan nilai p<0,001. Adanya konsumsi makanan yang mengandung purin menyebabkan pembentukan asam urat dalam tubuh meningkat melalui hasil metabolisme asam amino yang kemudian dioksidasi menjadi glutamin. Seterusnya glutamin akan disintesis dan terbentuk inosin yang dioksidasi menjadi xantin. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa makanan yang mengandung kadar purin rendah dapat meningkatkan kadar asam urat.
58
Berdasarkan penjelasan tersebut, nutrisi dengan kadar purin tinggi memiliki kontribusi yang besar dalam peningkatan kadar asam urat darah. Akan tetapi tidak semua makanan dengan kadar purin rendah dapat menurunkan kadar asam urat salah satunya adalah kopi, untuk itu konsumsi makanan dengan kadar purin rendah juga harus diperhatikan. Faktor lain yang juga turut mempengaruhi kadar asam urat darah yaitu aktivitas. Aktivitas yang dilakukan oleh responden dalam penelitian ini bermacam-macam, mulai dari ibu rumah tangga, pedagang, wiraswasta hingga kuli. Sebagian besar dari responden tersebut mengeluhkan rasa nyeri seperti pegal-pegal. Macedo, Lazarim, Silva et al., (2009), mengemukakan bahwa aktivitas harus dilakukan sesuai dengan kemampuan dan kondisi tubuh. Apabila tubuh dibiarkan untuk melakukan aktivitas yang terlalu ringan maka tubuh tidak akan mampu beradaptasi. Akan tetapi apabila tubuh melakukan aktivitas yang terlalu berat hingga tubuh tidak bisa mentoleransi maka akan terjadi gangguan pada proses homeostasis. Aktivitas fisik dengan dosis tinggi akan menggunakan energi dari hasil metabolisme anaerob yang dipakai untuk kontraksi otot yang juga meningkatkan produksi asam laktat baik dalam otot maupun dalam darah. Menumpuknya asam laktat ini dicirikan dengan adanya rasa nyeri. Ini disebabkan karena penumpukan asam laktat dapat mempengaruhi PH sel (penurunan PH) sehingga tingkat keasaman di dalam sel lebih besar dibanding di luar sel. Dampak dari penurunan PH dalam sel ini adalah terjadi penurunan reaksi dari enzimenzim dalam sel, sehingga metabolisme pembentukan energi tubuh juga menurun.
Weaver et al., (2010), menyebutkan bahwa adanya aktivitas yang berlebih berakibat pada terjadinya metabolisme anaerob sehingga menghasilkan energi yang sedikit dan produk sampingan asam laktat yang berdampak pada peningkatan kadar asam urat. Selain mengurangi tingginya aktivitas, pola istirahat juga harus diperhatikan agar kebutuhan
59
energi dapat tercukupi dengan baik. Hasil wawancara yang dilakukan pada responden diperoleh bahwa, terdapat beberapa responden yang pola tidurnya tidak sesuai dengan orang biasanya, karena harus bangun di tengah malam untuk memulai masak dagangan di dapur untuk dijual di pagi harinya. Menurut Cirelli & Tononi (2008), istirahat yang cukup diperlukan untuk perbaikan energi, pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak. Adanya ATP tersebut berpengaruh pada peningkatan produksi serta penurunan ekskresi asam urat darah (Weaver et al., 2010).
Berdasarkan uraian tersebut bahwa aktivitas juga ikut berperan dalam meningkatkan kadar asam urat darah baik pada laki-laki maupun perempuan. Untuk itu adanya aktivitas fisik yang tinggi harus diimbangi dengan istirahat yang cukup agar risiko hiperurisemia dapat ditekan. Selain beberapa faktor di atas, kadar asam urat juga dipengaruhi oleh penggunaan obat-obatan. Konsumsi obat dalam dosis rendah akan meretensi sedangkan pada dosis tinggi berperan sebagai urikosuik bagi asam urat. Obat asam urat dapat dibagi menjadi dua macam yaitu jenis anti radang non steroid, untuk menghilangkan rasa nyeri dan peradangan dan juga obat yang dapat menurunkan kadar asam urat darah (Adnan dalam Prihatiningsih, 2008).
Pada penelitian tersebut juga diperoleh data bahwa sebanyak 14 orang (63,6%) pada laki-laki dan 16 orang (29,6%) responden perempuan mengkonsumsi obat, rata-rata obat yang dikonsumsi adalah jenis ibuprofen. Beberapa responden yang mengkonsumsi obat tersebut masih memiliki kadar asam urat normal. Ibuprofen merupakan obat jenis NSAID, obat ini berfungsi untuk meredakan rasa nyeri akibat dari peradangan atau bersifat analgesik (Bushra & Aslam, 2010).
Zhang, Doherty, Bardin et al., (2006), menjelaskan bahwa jenis obat yang dapat menurunkan kadar asam urat adalah jenis allopurinol.
60
Allopurinol merupakan obat jangka panjang untuk menurunkan kadar asam urat yang harus dimulai dengan dosis rendah (100 mg setiap hari) dan meningkat sebesar 100 mg setiap dua sampai empat minggu jika.Obat ini memiliki mekanisme sebagai inhibitor xantin oxidase dengan menghambat
produksi
asam urat
melalui
pengurangan
katabolisme purin. Obat yang dikonsumsi responden dalam penelitian ini hanya mampu mengurangi gelaja nyeri yang dirasakan sehingga kadar asam urat darah responden tidak mengalami penurunan.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas bahwa penelitian ini tidak terdapat hubungan antara tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat karena dipengaruhi oleh berbagai variabel pengganggu dalam penelitian ini seperti pola makan dan nutrisi, aktivitas dan istirahat, serta konsumsi obat-obatan yang mempengaruhi tanda gejala hiperurisemia maupun kadar asam urat tersebut.
4.
Keterbatasan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih memiliki keterbatasan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: a.
Variabel pengganggu dalam penelitian ini tidak dikendalikan sepenuhnya, meliputi faktor nutrisi, aktivitas serta penyakit neoplasma sehingga banyak faktor yang turut mempengaruhi kadar asam urat.
b.
Penelitian
ini
menggunakan
metode
cross
sectional,
yaitu
pengukuran tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dan asam urat dilakukan dalam satu waktu. Sehingga hasil yang diperoleh berdasarkan kondisi responden pada saat dilakukan pengukuran.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan pembahasan mengenai hubungan tebal lipatan lemak bawah kulit (skinfold) dengan kadar asam urat dalam darah di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Berdasarkan karakteristik mayoritas responden, berjenis kelamin perempuan sebanyak 71,1%, umur 41-50 tahun sebanyak 69,7% dan pendidikan SMA sebanyak 51,3%.
2.
Ketebalan lemak bawah kulit responden laki-laki maupun perempuan dalam kategori tidak normal.
3.
mayoritas kadar asam urat dalam darah pada laki-laki dalam kategori tidak normal sebanyak 20 orang sedangkan pada perempuan mayoritas dalam kategori tidak normal sebanyak 41 orang.
4.
Berdasarkan hasil Uji Person yang telah dilakukan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara tebal lipatan lemak bawah kulit dengan kadar asam urat darah baik pada laki-laki maupun perempuan di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area (P>0,05).
B.
Saran 1.
Bagi Masyarakat Diharapkan masyarakat dapat menerima informasi ini secara ilmiah serta dapat mengendalikan faktor risiko terjadinya hiperurisemia seperti nutrisi, aktivitas, akumulasi lemak berlebih, hipertensi, diabetes mellitus dengan lebih memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk melakukan kontrol asam urat dan memeriksakan kesehatannya.
61
62
2.
Bagi Peneliti Selanjutnya a.
Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan cara mengendalikan variable pengganggu. Selain itu tujuan penelitian tidak hanya untuk mengetahui hubungan tebal lipatan lemak dengan kadar asam urat, akan tetapi dapat ditambahkan mengenai hubungan variabel pengganggu dengan kadar asam urat.
b.
Dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai karakteristik pria (nilai skinfold rendah) terhadap hiperurisemia. Selain itu juga dapat dilakukan penelitian serupa pada pria dan wanita yang sudah lansia untuk mengetahui risiko terjadinya hiperurisemia.
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, Z. 2013. Hubungan Asupan Lemak (Lemak Jenuh, Tak Jenuh, Kolesterol) Dan Natrium Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Di Poli Penyakit Dalam RSP Batu. Skripsi, Universitas Brawijaya. Diakses pada tanggal 05 Januari 2015 dari http://digilib.unibraw.ac.id Almatsier, S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Andry, Saryono & Upoyo, A. S. 2009. Analisis faktor – faktor yang mempengaruhi kadar asam urat pada pekerja kantor di Desa Karang Turi, Kecamatan Bumiayu,Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman. Arisman. 2004. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC. Budianti, A. 2008. Status gizi dan riwayat kesehatan sebagai determinan hiperurisemia. Skripsi. Bogor: Institute Pertanian Bogor Doherty, Michael. 2009. New insights into the epidemiology of gout, Available from: rheumatology. oxfordjournals.org Dwianti, D., & Widiastuti, R. 2011. Hubungan obesitas sentral dengan andropause di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Mandala of Health, 5. Festy, P., H., A. R., & Aris, A. 2010. Hubungan antara pola makan dengan kadar asam urat darah pada wanita postmenopause di Posyandu Lansia Wilayah Kerja Puskesmas Dr. Soetomo Surabaya. Skripsi. Surabaya: Fakultas Ilmu Kesehatan UM Surabaya. Ganong, W. F. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 22. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Gibson, R. 2005. Principles of nutritional assessment. Edisi 2. New York: Oxford University Press. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC Hazleman, et al,. 2004. Soft tissue rheumatology . Oxford University Press. Indrianti, E. 2010. Antropometri untuk kedokteran, keperawatan, gizi dan olahraga. Yogyakarta : PT Citra Aji Parama.
Lean, Michael. 2013. Ilmu pangan gizi & kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Menezes, et al. 2012. Adolescent blood pressure, body mass index and skin folds: sorting out the effects of early weight and length gains. J Epidemiol Community Health, 66, 149-154. McLaren, L. (2007). Socioeconomic status and obesity. Epidemiologic reviews. Misnadiarly. 2007. Rematik: Asam urat hiperurisemia arthritis gout .Ed 1. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Murray, et al. 2009. Biokimia harper .ed 27. Jakarta: EGC Nasrul, E., & Sofitri. 2012. Hiperurisemia pada pra diabetes. Jurnal Kesehatan Andalas. Newnham, et al. 2002. Nutrition and the early origins of adult disease. Asia Pacific J Clin Nutr, 11(Suppl), S537-S542. Ngili, Yohanis. 2013. Biokimia dasar. Bandung: Rekayasa Sains. Pamillian, N. 2010. Prevalensi dan analisis faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian obesitas di Kabupaten Banyumas. Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman. Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. 6 ed. Vol. 1. Jakarta: EGC. Proverawati, A dan Asfuah, S. 2009. Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika Proverawati, A dan wati, E. K. 2011. Ilmu Gizi. Yogyakarta: Nuha Medika Purwaningsih, T. 2009. Faktor- faktor risiko hiperurisemia. Semarang: Universitas Diponegoro. Purnamaratri, A W. 2007. Hubungan Beberapa Indikator Obesitasdengan Kadar Asam Urat. Artikel Penelitian Saryono. 2009. Metodologi penelitian kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia. Sherwood, L. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC. Shetty, et al,. 2011. Serum uric acid as obesity related indicator in young obese adults. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, 2(2), 1-6.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Vol. 2. Jakarta: EGC. Sudoyo, A. W.,et al. 2010. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Ed V. Jakarta: EGC Internal Publishing. Sunita. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Syukri, Maimun. 2007. Asam Urat dan Hiperurisemia. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol 40. Weaver, A. L., et al. 2010. The gout clinical companion:The latest evidence and patient support tools for the primary care physician. The France Foundation: an educational grant fromTakeda Pharmaceuticals North America, Inc. Wijayakusuma, P. 2006. Asam Urat dan Rematik. Cimanggis: Puspa Swara. .
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Skripsi
: Hubungan Komunikasi Interpersonal Antara Dosen dan Mahasiwa dengan Motivasi Belajar di Program Studi Ners Fakultas Keperawatan & Kebidanan Universitas Sari Mutiara Tahun 2015
Nama
: Elman Haria
Nim
: 11-02-061
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan proses belajar dalam mata kuliah riset keperawatan yang bertujuan untuk menyelesaikan tugas akhir di program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Sari Mutiara Indonesia. Partisipasi anda dalam penelitian ini bersifat suka rela. Anda mempunyai hak bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden dan jika anda tidak bersedia menjadi responden maka saya akan tetap menghargainya dan tidak akan mem pengaruhi proses penelitian ini. Peneliti akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban yang anda berikan. Jika anda mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, maka peneliti dengan senang hati akan memberikan penjelasan. Atas kesediaan anda saya ucapkan terima kasih.
Responden
(
Peneliti
)
(Elman Haria)
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Berdasarkan penjelasan dan permohonan penulis yang sudah disampaikan kepada saya bahwa akan dilakukan penelitian tentang “Hubungan Ketebalan Lipatan Lemak Bawah Kulit (Skinfold) dengan Kadar Asam Urat Pada Usia Dewasa di Lingkungan 31 Kelurahan Komat Kec. Medan Area Tahun 2015”. Demi membantu dan berpartisipasi dalam penelitian tersebut saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Peneliti
( Mahmud )
Medan,
Juli 2015
( Responden )
MASTER DATA HUBUNGAN KETEBALAN LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) DENGAN KADAR ASAM URAT PADA USIA DEWASA DI LINGKUNGAN 31 KELURAHAN KOMAT KEC.MEDAN AREA TAHUN 2015
No
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Skinfold (mm)
Asam Urat (mg/dl)
1
30
77
3.8
34
2 1
2
2
2
44
4.5
3
46
1
2
70
7.1
4
47
2
1
45
5.3
5
45
2
2
108
5.7
6
35
1
2
82
5.7
7
23
2
4
80
3.8
8
45
1
3
77
7.1
9
50
2
2
109
8.7
10
45
2
2
78
5.3
11
47
2
3
66
5.3
12
50
2
3
97
8.7
13
44
2
2
78
5.3
14
42
2
3
98
5.7
15
47
2
3
107
6.2
16
43
2
4
64
5.7
17
48
1
3
92
9.2
18
22
2
3
104
3.8
19
34
2
3
82
4.0
20
45
2
4
70
5.7
21
37
2
4
64
4.0
22
50
2
2
104
8.2
23
43
2
4
66
5.7
24
47
2
3
92
6.2
25
45
2
3
88
5.7
26
49
2
3
90
8.2
27
45
1
3
77
8.3
28
45
2
3
89
6.2
29
37
2
4
94
5.3
30
50
1
3
104
8.3
31
39
2
3
74
5.7
32
45
2
3
89
6.2
33
42
2
2
102
5.7
34
34
2
2
92
4.0
35
46
1
4
56
7.1
36
49
2
4
88
8.2
37
50
2
3
92
7.5
38
43
2
3
84
6.3
39
47
2
3
78
6.3
40
45
2
3
97
6.2
41
50
1
3
92
8.3
42
48
2
4
77
7.5
43
50
1
2
98
9.2
44
48
2
3
98
6.3
45
50
1
3
60
7.1
46
43
2
3
82
6.2
47
44
1
3
82
7.1
48
35
2
3
66
4.0
49
39
2
3
102
4.5
50
45
2
3
74
6.3
51
42
1
3
66
7.1
52
38
2
2
106
5.3
53
44
1
1
88
6.3
54
37
2
3
56
4.5
55
46
2
3
56
7.1
56
41
2
2
66
4.5
57
49
1
2
68
10.1
58
46
52
7.1
47
2 1
1
59
2
56
6.3
50
1
2
52
9.2
60 61
46
1
2
68
6.3
62
42
1
3
77
6.2
63
39
2
3
85
4.5
64
36
1
3
80
5.7
65
43
2
3
77
4.5
66
49
1
3
45
8.3
67
44
2
3
80
6.3
68
50
2
1
70
7.1
69
49
2
1
82
7.5
70
23
2
2
104
3.0
71
24
2
4
52
3.8
72
23
2
4
56
3.0
73
25
1
4
70
4.5
74
26
2
3
60
2.4
75
24
2
4
98
3.0
76
24
2
3
70
2.4
Keterangan : Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Pendidikan : 1.
SD
2.
SMP
3.
SMA
4.
PT
HASIL OUTPUT SPSS DISTRIBUSI FREKUENSI JENIS KELAMIN Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
LAKI-LAKI
22
28.9
28.9
28.9
PEREMPUAN
54
71.1
71.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
PENDIDIKAN Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
SD
5
6.6
6.6
6.6
SMP
19
25.0
25.0
31.6
SMA
39
51.3
51.3
82.9
PT
13
17.1
17.1
100.0
Total
76
100.0
100.0
UMUR Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
20-30 TAHUN
10
13.2
13.2
13.2
31-40 TAHUN
13
17.1
17.1
30.3
41-50 TAHUN
53
69.7
69.7
100.0
Total
76
100.0
100.0
DISTRIBUSI RATA-RATA Statistics
N
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
Valid
22
22
Missing
0 72.91 73.50 16.507 44 104
0 7.23 7.10 1.509 4 10
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) LAKI-LAKI Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
44
1
4.5
4.5
4.5
45
1
4.5
4.5
9.1
52
1
4.5
4.5
13.6
56
2
9.1
9.1
22.7
60
1
4.5
4.5
27.3
66
1
4.5
4.5
31.8
68
2
9.1
9.1
40.9
70
2
9.1
9.1
50.0
77
3
13.6
13.6
63.6
80
1
4.5
4.5
68.2
82
2
9.1
9.1
77.3
88
1
4.5
4.5
81.8
92
2
9.1
9.1
90.9
98
1
4.5
4.5
95.5
104
1
4.5
4.5
100.0
Total
22
100.0
100.0
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH LAKI-LAKI Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
4.5
2
9.1
9.1
9.1
5.7
2
9.1
9.1
18.2
6.2
1
4.5
4.5
22.7
6.3
3
13.6
13.6
36.4
7.1
6
27.3
27.3
63.6
8.3
4
18.2
18.2
81.8
9.2
3
13.6
13.6
95.5
10.1
1
4.5
4.5
100.0
Total
22
100.0
100.0
DISTRIBUSI RATA-RATA Statistics
N
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
Valid
54
54
Missing
0 81.76 82.00 16.715 45 109
0 5.54 5.70 1.579 2 9
Mean Median Std. Deviation Minimum Maximum
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) PEREMPUAN Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
45
1
1.9
1.9
1.9
52
2
3.7
3.7
5.6
56
3
5.6
5.6
11.1
60
1
1.9
1.9
13.0
64
2
3.7
3.7
16.7
66
4
7.4
7.4
24.1
70
3
5.6
5.6
29.6
74
2
3.7
3.7
33.3
77
3
5.6
5.6
38.9
78
3
5.6
5.6
44.4
80
2
3.7
3.7
48.1
82
3
5.6
5.6
53.7
84
1
1.9
1.9
55.6
85
1
1.9
1.9
57.4
88
2
3.7
3.7
61.1
89
2
3.7
3.7
64.8
90
1
1.9
1.9
66.7
92
3
5.6
5.6
72.2
94
1
1.9
1.9
74.1
97
2
3.7
3.7
77.8
98
3
5.6
5.6
83.3
102
2
3.7
3.7
87.0
104
3
5.6
5.6
92.6
106
1
1.9
1.9
94.4
107
1
1.9
1.9
96.3
108
1
1.9
1.9
98.1
109
1
1.9
1.9
100.0
Total
54
100.0
100.0
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH PEREMPUAN Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
2.4
2
3.7
3.7
3.7
3
3
5.6
5.6
9.3
3.8
4
7.4
7.4
16.7
4
4
7.4
7.4
24.1
4.5
5
9.3
9.3
33.3
5.3
6
11.1
11.1
44.4
5.7
8
14.8
14.8
59.3
6.2
6
11.1
11.1
70.4
6.3
5
9.3
9.3
79.6
7.1
3
5.6
5.6
85.2
7.5
3
5.6
5.6
90.7
8.2
3
5.6
5.6
96.3
8.7
2
3.7
3.7
100.0
Total
54
100.0
100.0
UJI NORMALITAS PEREMPUAN Case Processing Summary Cases JENIS KELAMIN KETEBALAN LEMAK PEREMPUA BAWAH KULIT N (SKINFOLD)
Valid
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
Descriptives JENIS KELAMIN KETEBALAN PEREMPUA LEMAK BAWAH N KULIT (SKINFOLD)
Statistic Std. Error
Mean 95% Confidence Interval for Mean
81.76 Lower Bound
77.20
Upper Bound
86.32
5% Trimmed Mean
82.09
Median
82.00
Variance
279.394
Std. Deviation
16.715
2.275
Minimum
45
Maximum
109
Range
64
Interquartile Range
28
Skewness
-.219
.325
Kurtosis
-.827
.639
Tests of Normality JENIS KELAMIN
Kolmogorov-Smirnova Statistic
KETEBALAN LEMAK PEREMPUA BAWAH KULIT N .078 (SKINFOLD) a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Shapiro-Wilk
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
54
.200*
.969
54
.182
Case Processing Summary Cases JENIS KELAMIN KADAR ASAM URAT PEREMPUA DALAM DARAH N
Valid
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
54
100.0%
0
.0%
54
100.0%
Descriptives JENIS KELAMIN KADAR ASAM URAT PEREMPUA DALAM DARAH N
Statistic Std. Error
Mean 95% Confidence Interval for Mean
5.544 Lower Bound
5.113
Upper Bound
5.975
.2149
5% Trimmed Mean
5.542
Median
5.700
Variance
2.493
Std. Deviation
1.5791
Minimum
2.4
Maximum
8.7
Range
6.3
Interquartile Range
1.9
Skewness
.016
.325
Kurtosis
-.463
.639
Tests of Normality JENIS KELAMIN KADAR ASAM URAT PEREMPUA DALAM DARAH N a. Lilliefors Significance Correction
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.112
54
.086
.971
54
.224
UJI NORMALITAS LAKI-LAKI Case Processing Summary Cases JENIS KELAMI N KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
LAKILAKI
Valid
Missing
Total
N
Percent
N
Percent
N
Percent
22
100.0%
0
.0%
22
100.0%
Descriptives JENIS KELAMIN KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
LAKILAKI
Statistic Std. Error
Mean
7.227
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
6.558
Upper Bound
7.896
.3217
5% Trimmed Mean
7.224
Median
7.100
Variance
2.276
Std. Deviation
1.5088
Minimum
4.5
Maximum
10.1
Range
5.6
Interquartile Range
2.0
Skewness
.008
.491
Kurtosis
-.500
.953
Tests of Normality JENIS KELAMI N KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
LAKILAKI
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.170
22
.098
.957
22
.430
a. Lilliefors Significance Correction Case Processing Summary Cases JENIS KELAMI N
Valid N
Percent
Missing N
Percent
Total N
Percent
Tests of Normality JENIS KELAMIN
Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.112
54
.086
.971
54
.224
0
.0%
22
100.0%
KADAR ASAM URAT PEREMPUA DALAM DARAH N KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
LAKILAKI
Shapiro-Wilk
22
100.0% Descriptives
JENIS KELAMIN KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
LAKILAKI
Statistic Std. Error
Mean
72.91
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
65.59
Upper Bound
80.23
3.519
5% Trimmed Mean
72.81
Median
73.50
Variance
272.468
Std. Deviation
16.507
Minimum
44
Maximum
104
Range
60
Interquartile Range
24
Skewness
-.026
.491
Kurtosis
-.615
.953
Tests of Normality JENIS KELAMI N
Kolmogorov-Smirnova Statistic
KETEBALAN LEMAK LAKIBAWAH KULIT LAKI .098 (SKINFOLD) a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
Shapiro-Wilk
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
22
.200*
.979
22
.892
UJI T INDEPENDENT Group Statistics
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD) KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
JENIS KELAMIN
N
Mean
LAKI-LAKI
22
72.91
16.507
3.519
PEREMPUAN
54
81.76
16.715
2.275
LAKI-LAKI
22
7.227
1.5088
.3217
PEREMPUAN
54
5.544
1.5791
.2149
Std. Deviation Std. Error Mean
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Equal KETEBALA variances N LEMAK assumed BAWAH Equal KULIT variances not (SKINFOLD) assumed KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
Equal variances assumed
.042
Sig.
t-test for Equality of Means
t
.837 -2.101
df
74
-2.112 39.481
.068
Equal variances not assumed
.796 4.267
74
4.350 40.713
Std. 95% Confidence Mean Interval of the Sig. (2Error Differe Difference tailed) Differ nce ence Lower Upper .039
-8.850 4.213 -17.244
-.456
.041
-8.850 4.190 -17.323
-.378
.000
1.6828 .3944
.8969
2.4687
.000
1.6828 .3868
.9014
2.4642
UJI PERSON Correlations
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
Pearson Correlation
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
1
.244
Sig. (2-tailed)
.274
N
22
22
Pearson Correlation
.244
1
Sig. (2-tailed)
.274
N
22
22
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
1
.250
Correlations
KETEBALAN LEMAK BAWAH KULIT (SKINFOLD)
KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.068
N
54
54
Pearson Correlation
.250
1
Sig. (2-tailed)
.068
N
54
54
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENGUKUR KETEBALAN LIPATAN LEMAK BAWAH KULIT (Skinfold)
A. Pengertian Ketebalan lipatan lemak bawah kulit adalah suatu pengukuran kandungan lemak tubuh karena sekitar separuh dari cadangan lemak tubuh total terdapat langsung dibawah kulit. Pengukuran tebal lipatan kulit merupakan salah satu metode penting untuk menentukan komposisi tubuh serta persentase lemak tubuh dan untuk menentukan status gizi secara antropometri. B. Tujuan 1.
Dapat mengetahui nilai standart Ketebal lipatan lemak bawah kulit
2.
Dapat mengetahui status gizi klien
3.
Dapat menentukan derajat obesitas dengan menggunakan rumus densitas tubuh
C. Indikasi/dilakukan pada : 1.
Pada penderita dewasa yang kekurangan gizi
2.
Pada penderita dewasa yang kelebihan gizi
3.
Pada penderita dewasa yang tidak bisa dapat diukur BB maupun TB misalnya pada keadaan koma.
D. Persiapan 1.
Persiapan Alat Skinfold calipers Pensil/pena Kertas
2.
Persiapan Pasien a.
Sapalah klien dengan ramah dan perkenalkan diri pada klien
b.
Persilahkan klien untuk duduk
c.
Beri informasi
umum
tentang
pengukuran
yang
akan
dilakukan
d.
Informasikan tentang cara melakukan, tujuan, manfaat pengukuran tebal lipatan kulit untuk klien
3.
e.
Jelaskan tentang kemungkinan hasil yang diperoleh
f.
Jaga privacy klien
Persiapan Perawat Persiapkan peralatan yang akan digunakan
E. Pengkajian Cek perencanaan keperawatan F. Prosedur 1.
Menerangkan prosedur dan tujuan pengukuran pada klien.
2.
Menentukan sepuluh tempat pengukuran Ketebal lipatan lemak bawah kulit, yaitu: Medial calf skinfold, Front thigh skinfold, Triceps skinfold, Biceps skinfold. a.
Medial calf skinfold
b.
Subyek dalam posisi duduk di kursi dengan sendi lutut dalam keadaan fleksi 900 dan otot-otot betis dalam keadaan relaksasi. Cubitan dilakukan dengan arah vertikal pada aspek medial betis yang mempunyai lingkar paling besar. Untuk menentukan lingkar terbesar pada betis dilakukan pengamatan dari sisi depan. Triceps skinfold Cubitan dilakukan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri pada sisi posterior mid acromiale-radiale line. Cubitan dilakukan pada permukaan paling posterior dari lengan atas pada daerah m.triceps brachii pada penampakan dari samping. Saat pengukuran lengan dalam keadaan relaksasi dengan sendi bahu sedikit eksorotasi dan sendi siku ekstensi di samping badan.
c.
Biceps skinfold Cubitan dilakukan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri pada mid acromiale-radiale line sehingga arah cubitan vertikal dan paralel dengan aksis lengan atas. Subyek berdiri dengan lengan relaksasi serta sendi siku ekstensi dan sendi bahu sedikit eksorotasi. Cubitan
3.
dilakukan pada aspek paling anterior dari permukaan depan lengan atas pada penampakan dari samping. Melakukan pengukuran Ketebal lipatan lemak bawah kulit pada masingmasing lokasi (semakin banyak lokasi yang diukur hasilnya semakin akurat).
4.
Mencuci tangan setelah pengukuran
5.
Klien dirapikan, peralatan dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula
6.
Mendokumentasikan prosedur
7.
Menentukan nilai Ketebal lipatan lemak bawah kulit klien dengan membandingkan hasil pengukuran dengan nilai standar yang ada pada acuan
G. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Saat melakukan Prosedur Tindakan Pengukuran-pengukuran tersebut sebaiknya jangan dilakukan segera setelah subyek melakukan latihan fisik atau perlombaan, mandi sauna, berenang atau mandi, selama latihan fisik, atau kondisi yang menyebabkan hiperemia karena dapat meningkatkan ketebalan lipatan kulit. Selain itu dehidrasi juga dapat menyebabkan peningkatan tebal lipatan kulit akibat perubahan turgidity kulit.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) MENGUKUR KADAR ASAM URAT DALAM DARAH
A. Pengertian Asam urat merupakan sebutan orang awam untuk rematik pirai (gout atritis). Selain osteoatrtis, asam urat merupakan jenis rematik artikuler terbanyak yang menyerang penduduk Indonesia. Penyakit ini merupakan gangguan metabolik karena asam urat menumpuk dalam jaringan tubuh. Asam urat adalah zat hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin. Pada kondisi gout, terdapat timbunan atau defosit kristal asam urat di dalam persendian (Wijayakusuma, 2006). B. Tujuan Dapat mengetahui nilai standart kadar asam urat dalam darah C. Persiapan 1.
Persiapan Alat Alat pengukur asam urat Pensil/pena Kertas
2.
Persiapan Pasien a.
Sapalah klien dengan ramah dan perkenalkan diri pada klien
b.
Persilahkan klien untuk duduk
c.
Beri informasi umum tentang pengukuran yang akan dilakukan
d.
Informasikan tentang cara melakukan, tujuan, manfaat pengukuran asam urat dalam dara
3.
e.
Jelaskan tentang kemungkinan hasil yang diperoleh
f.
Jaga privacy klien
Persiapan Perawat Persiapkan peralatan yang akan digunakan
D. Pengkajian Cek perencanaan keperawatan E. Prosedur 1.
Menerangkan prosedur dan tujuan pengukuran pada klien.
2.
Ujung jari dibersihkan dengan kapas alkohol
3.
Blood lancet ditempelkan keujung jari tersebut, kemudian tobol ditekan, maka pegas akan menggerakkan jarum menusuk kulit dengan cepat dimana kedalamannnya bisa diatur.
4.
Titik darah yang keluar diperbesar dengan cara menekan jari disekeliling titik darah sehingga menjadi tetesan darah yang mencukupi
5.
Tetes darah diujung jari ditempelkan kestrip tadi
6.
Tunggu sesaat, kemudian baca hasil angka pengukuran yang muncul ada panel digital alat easy touch
7.
Mencuci tangan setelah pengukuran
8.
Klien dirapikan, peralatan dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula
9.
Mendokumentasikan prosedur
10. Menentukan nilai asam urat dalam darah dengan membandingkan hasil pengukuran dengan nilai standar yang ada pada acuan