ANALISIS KESESUAIAN KEBERADAAN SAFETY SIGN BERDASARKAN IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG PROFILLING PRISMATIC MACHINE DEPARTEMEN MACHINING DIREKTORAT PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA TAHUN 2014
SKRIPSI
OLEH: EVIANTI ANGGUN LESTARI 1110101000009
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1434 H
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi,
Juli 2014
Evianti Anggun Lestari, NIM : 1110101000009
ANALISIS
KESESUAIAN
KEBERADAAN
SAFETY
SIGN
BERDASARKAN IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG PROFILLING PRISMATIC MACHINE DEPARTEMEN MACHINING DIREKTORAT PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA TAHUN 2014 178 Halaman, 21 Tabel, 19 Gambar, 2 Bagan, 11 Lampiran
ABSTRAK Menurut OHSAS 18001:2007, implementasi Sistem Manajemen K3 di perusahaan harus menerapkan HIRARC yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Pentingnya identifikasi dan pengendalian bahaya sangat berpengaruh besar terhadap angka kecelakaan kerja dan kesehatan pekerja. Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan aplikasi yang tepat untuk mereduksi pekerja dari bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan ditempat kerja.Terdapat 5 spesifik tindakan pengendalian, yaitu dengan pendekatan eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administrasi dan alat pelindung diri. Pengendalian risiko yang dilakukan PT. Dirgantara Indonesia masih dengan pendekatan administrasi, yaitu diantaranya dengan pelatihan kerja, rotasi kerja, pemberian safety sign. Akan tetapi, berdasarkan hasil studi pendahuluan safety sign yang diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine masih belum tepat, karena belum sesuai dengan potensi bahaya, risiko dan lokasi kerjanya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yang dimaksudkan untuk melihat kesesuaian penerapan pengendalian administrasi, dalam bentuk safety sign di PT. Dirgantara Indonesia. Adapun pengambilan data dilakukan melalui wawancara mendalam (dengan informan utama, pendukung, dan kunci), observasi dan telaah dokumen. Hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko memiliki hasil yang bervariasi dari low risk hingga high risk. Sebagian besar keberadaan dan kebutuhan safety sign tidak sesuai berdasarkan hasil identifikasi bahaya yang ada.
i
Untuk meningkatkan kewaspadaan pekerja terhadap potensi bahaya di tempat kerja, maka sebaiknya PT. Dirgantara Indonesia memasang safety sign sesuai dengan bahaya. Selain itu, sebaiknya PT. Dirgantara Indonesia melakukan inspeksi risiko bahaya secara rutin keseluruh Direktorat Produksi.
Daftar bacaan : 49 (1970 – 2014)
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY SPECIALIZATION Undergraduate Thesis,
Juli 2014
Evianti Anggun Lestari, NIM : 1110101000009
ANALYSIS ON THE SUITABILITY PRESENCE OF SAFETY SIGN BASED ON HAZARD IDENTIFICATION IN PROFILLING PRISMATIC MACHINING MACHINE DEPARTMENT PRODUCTION DIRECTORATE PT. DIRGANTARA INDONESIA IN 2014 178 Pages, 21 Table, 19 Picture, 2 Chart, 11 Appendix
According to OHSAS 18001:2007, implementation of Health and Safety Works Management System in a company should applying HIRARC which consists of hazard identification, risk assesment and risk controlling. The importance of risk identification and controlling have a big impact to number of accidents and worker’s health. Therefore, a company needs right application to reduce worker’s hazard that could cause accidents at work. There are five specific controlling actions, which is elimination approach, substitution, technical control, adminstration control, and personal protective equipment. Control risk by PT. Indonesian Aerospace is the administrative approach, some of them with job training, job rotation, the provision of safety signs. However, based on the results of preliminary studies of safety sign that is applied in the field of profiling Prismatic Machine is still not right, because it is not in accordance with the potential hazards, risk and their places of work. This study is a qualitative study, in order to to look at the suitability of the application of administrative controls. Data collected through in-depth interview (with key informants, suppoters, and key), observation, and document review. Results hazard identification and risk assessment have varied results from low risk to high risk. Most of the existence and needs of safety sign is not appropriate based on the identification of hazards. To increase awareness of workers against potential hazards in the workplace, then you should PT. Indonesian Aerospace installing safety sign in accordance with danger. In addition, should the PT. Indonesian Aerospace conduct regular hazard inspections throughout the Production Directorate. Reference
: 49 (1970 – 2014) iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Evianti Anggun Lestari
Jenis Kelamis
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Surabaya, 8 Januari 1992
Kebangsaan
: Indonesia
Status
: Belum menikah
Tinggi / Berat
: 151 cm / 58 kg
Agama
: Islam
Alamat
: Jl.Wr.Supratman Gg. Bacang No.90A Rt003 / Rw 009 Ciputat Timur, Tangerang selatan.
No. Ponsel
: 085694025327 / 087771037927
Email
:
[email protected] PENDIDIKAN
1996 – 1998 : TK Islam Al-Quran 1998 - 2004 : SD Negeri Pondok Ranji 1 2004 - 2007 : SMP Negeri 3 Kota Tangerang Selatan 2007 - 2010 : SMA Negeri 1 Kota Tangerang Selatan 2010 – now
: UIN SYARIF HIDATATULLAH JAKARTA Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Department
: Kesehatan Masyarakat : Keselamatan dan Kesehatan Kerja (KKK/K3)
vi
KATA PENGANTAR Diawali dengan segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala keberkahan, kenikmatan dan kebesaran – Nya, serta sholawat dan salam selalu tercurah kepada baginda besar Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan kehidupan dari jaman jahiliyah menjadi jaman yang terang benderang seperti saat ini. Sehingga alhamdulilah laporan skripsi dengan judul “ANALISIS KESESUAIAN KEBERADAAN SAFETY SIGN BERDASARKAN IDENTIFIKASI BAHAYA DI BIDANG PROFILLING PRISMATIC MACHINE DEPARTEMEN MACHINING DIREKTORAT PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA TAHUN 2014” dapat terselesaikan dengan baik, alhamdulillah. Penyusunan laporan skripsi ini merupakan satu persyaratan kelulusan program S1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dengan pelaksanaan penelitian skripsi ini yang dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan, penulis mengalami banyak tantangan baru, sehingga penulis merasa lebih semangat lagi untuk menjalankan amanah sebagai lulusan di bidang Keselamatan dan Kesehatan kerja. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan khususnya bagi penulis sendiri. Dan dalam laporan skripsi ini penulis menyadari bahwa masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk memperbaiki laporan ini. Pada pelaksanaan dan pembuatan laporan ini banyak pihak terkait yang telah membantu penulis dalam segi apapun sehingga dapat terselesaikannya laporan skripsi yang telah memberikan banyak pelajaran bagi penulis. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : vii
1. Keluarga tercinta, Mama yang selalu memberikan nasihat – nasihat di setiap waktu, Bapa yang selalu mendukung di setiap langkahku demi penjajakan kehidupan yang lebih baik di setiap harinya, dan adikku Dian Nur Utami yang selalu membantuku di setiap hari kita bersama dan senantiasa mendukung setiap kegiatan yang dilakukan. 2. Ibu Yuli Amran., SKM, MKM. Selaku pembimbing skripsi I yang telah memberikan masukan, nasihat, dan telah membimbing dengan penuh kesabaran sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Terimakasih banyak Bu. 3. Ibu Iting Shofwati., ST, MKKK. Pembimbing skripsi II yang selalu memberikan nasihat, trik – trik dalam berusaha, memberikan semangat yang sangat power full, dan kesabaran kepada peneliti sehingga menjadikan inspirasi kepada penulis. 4. Mas Tri Anggoro Mardiutomo yang selalu ada dan mendukung penulis di setiap waktu, selalu memberikan nasihat dan semangat yang positif dan membangun, memberikan pandangan yang jauh kedepan. 5. Untuk para sahabat – sahabatku Anis Syarifah Nasution, Vivi, Harum, Dinda yang selalu memberikan dukungan di setiap waktu. 6. Untuk teman – teman Kesehatan Masyarakat 2010 dan K3 2010 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih telah mengisi di perjalanan kehidupanku di tengah – tengah bangku perkuliahan. 7. Komunitas Pelatih tari Ratoh Jaroe (Aceh) Jakarta yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam bidang seni tari.
viii
Akhir kata dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin. Ciputat,
Juli 2014
Evianti Anggun Lestari
ix
DAFTAR ISI Abstrak ...................................................................................................................i Lembar Pengesahan .............................................................................................iv Lembar Persetujuan Panitia Sidang Skripsi..........................................................v Riwayat Hidup .....................................................................................................vi Kata Pengantar ....................................................................................................vii Daftar Isi ...............................................................................................................x Daftar Tabel .......................................................................................................xiv Daftar Gambar ...................................................................................................xvi Daftar Bagan ....................................................................................................xvii Daftar Istilah .................................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................7 1.3 Pertanyaan .......................................................................................................7 1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................7 1.5 Manfaat Penelitian ..........................................................................................9 1.6 Ruang Lingkup ..............................................................................................10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................12 2.1 Bahaya............................................................................................................12 2.2 Keselamatan Kerja .........................................................................................13 2.2.1 Kecelakaan Kerja ... ................................................................................... 15 2.2.2 Incident ... .................................................................................................. 16 2.3 Manajemen Risiko ........................................................................................ 17 x
2.3.1 Identifikasi Bahaya .... ............................................................................... 19 2.3.1.1 Preliminary Hazard Analisis (PHA) ... .................................................. 23 2.3.1.2 Hazard and Operability and analysis (HAZOP) .................................... 23 2.3.1.3 Worksheet Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) ....................... 26 2.3.1.4 Job Safety Analisis (JSA)....................................................................... 27 2.3.1.5 Task Risk Assessment (TRA) ................................................................. 28 2.3.1.6 Checklist .............................................................................................. 30 2.3.1.7 Brainstorming . .......................................................................................32 2.3.2 Penilaian Risiko .........................................................................................33 2.3.2.1 Analisis Kualitatif .................................................................................. 34 2.3.2.2 Analisis Kuantitaif ................................................................................. 36 2.3.2.3 Analisis Semi Kuantitatif.........................................................................37 2.3.3 Pengendalian Risiko .................................................................................. 39 2.4 Safety Sign .................................................................................................... 43 2.4.1 Pengertian ................................................................................................. 43 2.4.2 Kategori Safety Sign ................................................................................. 47 2.4.2.1 Kategori Berdasarkan OSHA ................................................................. 47 2.4.2.2 Kategori Berdasarkan ANSI Z535 . ....................................................... 49 2.4.2.3 Kategori Safety Sign Menurut BSI 5499 ................................................ 55 2.4.3 Psikologi Warna Berdasarkan BSI 5499 ....................................................67 2.5 Kerangka Teori .......................................................... ..................... .............68 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH .........................69 3.1 Kerangka Berpikir .........................................................................................69 xi
3.2 Definisi Istilah .............................................................................................. 71 BAB IV METODELOGI PENELITIAN ............................................................73 4.1 Jenis Penelitian ..............................................................................................73 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ........................................................................ 73 4.3 Informan Penelitian .......................................................................................73 4.4 Instrumen Peneltian ............................................................... .......................75 4.5 Sumber Data ..................................................................................................76 4.6 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 76 4.7 Pengolahan Data ...........................................................................................77 4.8 Analisis Data ................................................................................................78 4.9 Triangulasi data .............................................................................................80 4.10 Penyajian Data .............................................................................................82 BAB V HASIL ................................................................................................... 83 5.1 Proses Produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine .......................... 83 5.2 Pelaksanaan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Bidang Profilling Prismatic Machine ...................................................................................... 88 5.2.1 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin DGMP dan DGAL Bidang Profilling Prismatic Machine ............................... 90 5.2.2 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin MATEC dan JOBS ............................................................................................99 5.2.3 Daftar Potensi Bahaya dan Risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine.. ............................................................................. ....................................106 5.3 Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismatic Machine ................ 109 5.3.1 Prosedur Penerapan Safety Sign di Departemen Machining . ..................116 xii
5.3.2 Standar Safety Sign yang Digunakan ......................................................117 5.3.3 Petugas yang Memasang Safety Sign ..................................................... 118 5.4 Analisa Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Hasil Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine .............................................................. 120 5.5 Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine ............................................................................................................ 135 BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................150 6.1 Keterbatasan Penelitian ...............................................................................150 6.2 Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Pengendalian Risiko .. ............................................................................. ..............................................151 6.3 Daftar Bahaya, Risiko, Penilaian Risiko dan Pengendalian Berdasarkan Hasil Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine .......................... 152 6.4 Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine ............. 155 6.5 Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Daftar Bahaya .................................. 162 6.6. Kesesuaian Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine. ...........................................................................................................................167 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 172 7.1 Kesimpulan ................................................................................................. 172 7.2 Saran ........................................................................................................... 174 DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................175 LAMPIRAN
xiii
Daftar Tabel 2.1 Informasi Identifikasi Bahaya ... .................................................................. 22 2.2 Contoh HAZOP .............................................................................................25 2.3 Contoh Worksheet Failure Modes and Effect Analysis FMEA ....................26 2.4 Contoh Job Safety Analysis Worksheet. ..................................................... 28 2.5 Contoh Analisis Risiko dengan Task Risk Assessment (TRA) .................. 30 2.6 Contoh Checklist ..........................................................................................31 2.7 Ukuran Kualitatif dari “likelyhood” Menurut standar AS/NZS 4360 ......... 34 2.8 Ukuran Kualitatif dari “consequency” MENURUT STANDAR AS/NZS 4360 ................................ .............................. .............................. ...............................35 2.9 Perkiraan Probabilitas.................................................................................... 36 2.10 Analisis Kuantitatif ......................................................................................37 2.11 Analisis Semi Kuantitatif ............................................................................38 4.1 Informan Penelitian ......................................................................................74 4.2 Karakteristik Informan ................................................................................ 74 4.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 77 4.4 Triangulasi Data ...........................................................................................81 5.1 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dengan Task Risk Assessment dan Keberadaan Safety sign di Mesin DGMP dan DGAL ........................................ 91 5.2 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin MATEC dan JOBS ............................................................................................99 5.3 Daftar Potensi Bahaya dan Risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine..............................................................................................................106 5.4 Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine ............. 109
xiv
5.5 Analisa Kebutuhan Safety sign Berdasarkan Hasil dari Manajemen Risiko dan Keberadaan Safety sign pada Mesin DGMP (A-B-C-D), SGMP-J, DGAL (E-F-GH), SGAL-I, MATEC dan JOBS........................................................................120 5.6 Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety sign berdasarkan hasil Identifikasi Bahaya dan Keberadaan Safety sign dengan Kebutuhan Safety sign di Mesin (DGMP-A,B,C,D, SGMP-J) .............................................................................135
xv
Daftar Gambar 2.1 Hirarki pengendalian .................................................................................. 45 2.2 Format safety sign yang dilengkapi signal word panel dan word message ......................................................... ................................................................... 53 2.3 Piktogram dengan STANDAR ANSI Z535...................................................54 2.4 Kategori safety sign BSI 5499. .....................................................................56 2.5 Kategori safety sign BSI 5499 ...................................................................... 67 2.6 Tanda larangan (Prohibition Sign) ................................................................58 2.7 Tanda bahaya (Danger Sign) ........................................................................59 2.8 Tanda kendaraan darurat (Emergency Response Sign) .................................61 2.9 Tanda api (Fire Fighting Sign)......................................................................63 2.10 Tanda perintah APD (mandatory sign) ...................................................... 65 2.11 Tanda perintah APD (mandatory sign).......................................................76 2.12 Psikologi warna menurut BSI .5499............................................................67 5.1 Flow chart proses produksi PT. Dirgantara Indonesia ................................. 89 5.1 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin DGMP) .........................91 5.2 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin DGMP) .........................92 5.3 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin MATEC & JOBS) ....... 93 6.1 Keberadaan Safety Sign di Mesin DGMP....................................................159 6.2 Keberadaan Safety Sign di Mesin DGAL ...................................................160 6.3 Keberadaan Safety Sign di Mesin MATEC dan JOBS .............................. 161
xvi
Daftar Bagan 2.1 Bagan Alur Kerangka Teori ..........................................................................68 3.1 Bagan Alur. Kerangka Konsep ................................................................... 70
xvii
Daftar Istilah -
Safety sign
: Tanda keselamatan, salah satu bentuk pengendalian
administratif dalam hirarki pengendalian K3 -
SIR
: Severity Injury Rate (tingkat keparahan kecelakaan kerja per-
tahun) -
FIR
: Frekuensi Injury Rate (tingkat frekuensi kepaparan kecelakaan
kerja per-tahun) -
ANSI : America National Standard Institute (Standar safety sign dari Amerika)
-
BSI
: British Standard Institute (Standar Safety Sign dari Eropa /
British) -
APD
: Alat Pelindung Diri (hirarki pengendalian bahaya yang terakhir
yaitu melindungi tubuh dari bahaya) -
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
-
OHSAS : Occupational Health and Safety Standar Assessment (standar penilaian mengenai sistem manajemen K3
-
P2K3 : Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
-
TRA : Task Risk Assessment (salah satu metode untuk mengidentifikasi bahaya)
-
HIRARC : Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risko
xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam kegiatan industri saat ini sangat pesat, salah satunya industri manufaktur produksi pesawat yang memiliki risiko tinggi terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan. Mulai dari penggunaan teknologi, material yang sangat berbahaya, prosedur kerja yang kompleks, kegiatan produksi dengan risiko tinggi, ditambah jika terjadi kecelakaan kerja ataupun bencana yang menimpa pekerja, peralatan, proses / produksi, dan lingkungan yang sangat bervariasi. PT. Dirgantara Indonesia bergerak dalam bidang industri dan jasa dimana perusahaan ini memiliki beberapa unit usaha yang mendukung perkembangan perusahaan serta merupakan suatu perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan pesawat terbang, salah satunya adalah satuan usaha (SU) Aircraft Service (ACS) yang perkembangannya meliputi proses penyediaan dan penjualan material sparepart pesawat terbang serta melakukan jasa service pesawat terbang. Pada salah satu divisi AirCraft PT. Dirgantara Indonesia mempunyai fungsi sebagai satuan produksi atau satuan yang merancang serta membuat komponen luar dari pesawat terbang, seperti : sayap, ekor, baling-baling, kepala pesawat, badan pesawat. Menurut arsip iptek (2011) industri pesawat terbang merupakan salah satu industri yang dianggap penting dan strategis bagi bangsa Indonesia. Pesawat terbang memiliki keunggulan dalam hal kecepatan dan daya capai 1
bila dibandingkan dengan sarana transportasi darat dan laut. PT. Dirgantara Indonesia adalah salah satu industri manufaktur terbesar di Indonesia, dimana menurut Heizer dan Render (2005) manufaktur adalah industri membuat dengan tangan (manual) atau dengan mesin sehingga menghasilkan sesuatu barang. Menurut data Jamsostek hingga akhir tahun 2012 telah terjadi 103.074 kasus kecelakaan kerja, dimana 91,21% korban kecelakaan kembali sembuh; 3,8% mengalami cacat fungsi; 2,61% mengalami cacat sebagian, dan sisanya meninggal dunia (2.419 kasus) dan menalami cacat total tetap (37 kasus), dengan rata-rata terjadi 282 kasus kecelakaan kerja setiap harinya (laporan Tahunan Jamsostek, 2012) dalam Press Release Prof.dra. Fatma Lestari (2014). Begitu juga menurut Cahyani (2009) data kecelakaan yang masih sering
terjadi
menunjukkan
dunia
industri
di
Indonesia
cukup
mengkhawatirkan, terlebih pada sektor manufaktur Indonesia. Setiap tahun ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja yang menimbulkan korban jiwa, kerusakan materi dan gangguan produksi. Berdasarkan hasil dari riset mengenai kecelakaan kerja menurut Syartini (2010) menyatakan bahwa bahan baku, peralatan, manusia, serta lingkungan kerja mengandung potensi bahaya yang tinggi sehingga diperlukan suatu upaya pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 yaitu dibutuhkannya upaya pemantauan dan pengukuran lingkungan kerja dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
2
Begitu juga dengan PT. Dirgantara Indonesia sebagai salah satu industri manufaktur yang cukup besar di Indonesia membutuhkan aplikasi Sistem Manajemen K3 dengan tepat, yang berguna untuk mereduksi pekerja dari hazard / bahaya dan kecelakaan kerja. Walaupun kejadian kecelakaan tidak dapat dihindari hingga zero accident, perusahaan dapat melakukan tindakan pengendalian untuk meminimalisir angka kecelakaan di tempat kerja, sehingga produk yang dihasilkan akan semakin meningkat sebagai investasi perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Menurut OHSAS 18001 (2007) di dalam klausal 4.3.1 dalam implementasi Sistem Manajemen K3 di perusahaan harus menerapkan HIRARC yaitu meliputi identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Setelah mengenali dan melakukan penilaian terhadap bahaya yang ada di perusahaan, langkah penting selanjutnya yaitu menentukan pengendalian bahaya. Berdasarkan hirarki pengendalian keselamatan dan kesehatan menurut OHSAS 18001 ada 5 spesifik tindakan pengendalian dengan pendekatan
eliminasi,
substitusi,
pengendalian
teknis,
pengendalian
administrasi, dan alat pelindung diri. Pentingnya identifikasi dan pengendalian bahaya yang dilakukan perusahaan sangat berpengaruh besar terhadap angka kecelakaan dan kesehatan para pekerja. Berdasarkan hasil studi pendahuluan saat melakukan magang bulan Februari 2014 di PT. Dirgantara Indonesia dengan metode wawancara, observasi, telaah dokumen dan identifikasi bahaya di seluruh Direktorat Produksi. Oleh karena itu, pemilihan lokasi penelitian di departemen Direktorat Produksi dipilih berdasarkan pertimbangan dari angka 3
kecelakaan, nilai SIR, nilai FIR. Data tersebut didapat dengan melakukan wawancara mendalam saat turun lapangan kepada informan utama (02). Didapat dari hasil wawancara dengan informan utama (02) dan analisa dokumen data kecelakaan 5 tahun terakhir, bahwa kecelakaan tertinggi, nilai SIR, nilai FIR terdapat di Aerostructure Divisi Detail Part Manufacurimg. Dalam pencatatan kecelakaan kerja belum berdasarkan per divisi atau per departemen di Direktorat Produksi. Akan tetapi, dari hasil pemaparan wawancara mendalam dengan informan utama (01, 02, 03) kecelakaan kerja dan potensi bahaya tertinggi terdapat di Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi. Selanjutnya, hasil wawancara mendalam yang di dapat dari informan pendukung yaitu Manajer (001) Departemen Machining memiliki beberapa bidang dalam area kerjanya. Dari 7 bidang di Departemen Machining yang saat ini masih mengalami perluasan area kerja, angka kecelakaan kerja tertinggi dan yang memiliki tingkat risiko cukup tinggi adalah di bidang Profilling Presmatic Machine. Pernyataan Informan pendukung (001) di Departemen Machining juga didukung oleh Supervisor sebagai informan pendukung (003, 004) karena memiliki banyak bahaya dibandingkan dengan departemen lainnya. Salah satu karakteristik pekerjaan di Machining yaitu pekerja dihadapkan langsung dengan bahan, mesin dan alat yang berbahaya. Terdapat alat kerja yang sangat berbahaya, lantai kerja yang sangat licin, pekerja masih banyak yang tidak menggunakan APD padahal terdapat tanda wajib pakai APD, crane yang bergerak diatap hanggar ruang produksi, kemudian bisingnya ruang produksi yang berasal dari suara mesin, debu 4
dengan bau yang menyengat dan dapat dirasakan di lingkungan kerja, jalur evakuasi yang belum jelas, terpasangnya tanda bahaya yang masih belum sesuai dengan standar berdasarkan penempatan, pemasangan, bentuk, bahan, dan warna. Selain itu, ditemukan bahwa pelaksanaan identifikasi bahaya dan pelaksanaan pengendalian belum dilaksanakan secara maksimal dan belum dilakukan secara berkesinambungan. Penerapan pengendalian teknis (engineering control) yaitu dengan pendekatan eliminasi, substitusi, isolasi serta pengendalian jarak diunkapkan oleh Ramli (2010),
yang
tidak mudah diterapkan di Direktorat
Produksi karena adanya beberapa kendala dan hambatan
yang ada di
lapangan seperti mengganggunya proses produksi. Sehingga pengendalian selanjutnya yang diterapkan oleh perusahaan yaitu dengan pengendalian administrasi. Perusahaan melengkapinya dengan pelatihan untuk Supervisor dan P2K3, pengaturan jadwal kerja, penerapan safety sign, serta lanjut dengan pengendalian Alat Pelindung Diri (APD). Pengendalian dengan program tersebut juga belum efektif dan maksimal, yang didapat dari hasil wawancara mendalam kepada informan pendukung (002) mengenai pengendalian yang dilakukan. Pekerja hanya mengenal APD sebagai pengendalian bahaya. Safety sign sebagai pengendalian administrasi yang diterapkan di Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi, berdasarkan hasil observasi, terlihat kurang tepat jika dibandingkan dengan bahaya, risiko dan proses kerjanya. Hal tersebut dapat memberikan persepsi yang berbeda terhadap potensi bahaya yang ada dan keberadaannya juga kurang lengkap, sehingga tidak dapat memberikan warning terhadap pekerja ataupun tamu 5
perusahaan bahwa di lingkungan kerja terdapat bahaya. Untuk itu, perlu dilakukan analisa kebutuhan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya yang benar, sehingga hasil kebutuhan safety sign sesuai dengan bahaya yang ada. Menurut Badan safety sign Indonesia (2009), safety sign / rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dan pengunjung yang berada di lingkungan produksi. Safety sign memang bukan pengendalian yang utama dan tidak dapat mengeliminasi atau mengurangi bahaya dan tidak dapat mencegah terjadinya kecelakaan. Akan tetapi menurut Ilmi (2012) safety sign dapat memberikan perhatian yang menarik, memberikan sikap waspada akan adanya bahaya yang tidak terlihat oleh mata atau peringatan waspada terhadap tindakan yang tidak diperbolehkan, memberikan informasi umum dan memberikan pengarahan kepada tamu perusahaan akan adanya bahaya yang dapat tertuang dengan berbagai macam bentuk dan gambar yang dapat dilihat dari jarak kejauhan maupun dekat, serta mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri, mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada, dan sebaginya. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia, yang memiliki banyak risiko bahaya baik untuk pekerja maupun pengunjung yang datang ke wilayah produksi dimana masih kurang dilakukannya pengendalian terhadap bahaya tersebut berdasarkan hirarki pengendalian. Maka pengendalian yang memungkinkan yang dapat terlihat oleh mata dan dapat memberikan himbauan bagi pekerja atau tamu 6
perusahaan untuk saat ini menurut peneliti yaitu dalam bentuk administrasi dengan penerapan safety sign adalah tepat. Hal tersebut untuk memberikan warning kepada pekerja dan tamu perusahaan karena adanya potensi bahaya dan risiko, sehingga keelakaan kerja dapat diminimalisir. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat keberadaan safety sign apakah sesuai dalam penerapannya khusus di wilayah kerja Departemen Machining Direktorat Produksi dengan judul “Identifikasi Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi Pt. Dirgantara Indonesia Tahun 2014” dengan standar yang digunakan sebagai acuan penerapan safety sign yaitu dengan ANSI Z535 dan British Standard Institute (BSI 5499) .
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu pengendalian risiko yang dilakukan PT. Dirgantara Indonesia masih dengan pendekatan administrasi, yaitu diantaranya dengan pelatihan kerja, rotasi kerja, pemberian safety sign. Akan tetapi, berdasarkan hasil studi pendahuluan safety sign yang diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine masih belum tepat, karena belum sesuai dengan potensi bahaya, risiko dan lokasi kerjanya.
1.3 Pertanyaan Berdasarkan uraian masalah sebelumnya, maka dirumuskan dalam suatu pertanyaan sebagai berikut : 7
1. Bagaimanakah proses produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ? 2. Apa sajakah bahaya yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ? 3. Bagaimanakah keberadaan safety sign yang telah ada di Departemen Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ? 4. Safety sign apa saja yang dibutuhkan berdasarkan bahaya yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 ? 5. Bagaimana kesesuaian safety sign yang sudah diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 dengan standar safety sign ANSI Z535 dan BSI 5499 ?
1.4 Tujuan 1.4.1
Tujuan Umum Tujuan umum dari skripsi ini adalah untuk menganalisis kesesuaian keberadaan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya dalam meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja maupun pengunjung di PT. Dirgantara Indonesia, tahun 2014.
8
1.4.2
Tujuan Khusus 1. Diperolehnya informasi proses produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014. 2
Diketahuinya bahaya apa saja yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014.
3
Diketahuinya keberadaan safety sign yang telah ada di Bidang Profilling
Prismatic
Machine
Direktorat
Produksi
PT.
Dirgantara Indonesia Tahun 2014. 4
Diketahuinya kebutuhan penerapan safety sign berdasarkan bahaya yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014.
5
Diketahuinya kesesuaian safety sign yang sudah diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2014 dengan standar safety sign ANSI Z535 dan BSI 5499.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Mengetahui sistem pengendalian administrasi dalam bentuk tanda keselamatan / safety sign, jalur evakuasi, tanda berbahaya, tanda penggunaan APD, tanda keadaan di lingkungan kerja yang baik dan tepat
9
sehingga dapat membantu untuk meminimalisir terjadinya potensi kecelakaan kerja di tempat kerja di PT. Dirgantara Indonesia. 2. Bagi PT. Dirgantara Indonesia (Persero) a. Memperoleh tambahan informasi dan penjelasan secara lebih rinci mengenai penerapan safety sign dengan karakterisitik lingkungan kerja di Machining Direktorat Produksi. b. Memberikan kontribusi dalam upaya penerapan safety sign bukan hanya di Machining teteapi di Departemen lainnya di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia. c. Dapat menentukan standarisasi penerapan safety sign. Bukan hanya standar yang berasal dari nasional saja tetapi juga standar internasional yang disesuaikan dengan karakteristik dan bahaya di Direktorat Produksi maupun gedung lainnya yang ada di PT. Dirgantara Indonesia.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan sasaran manajemen perusahaan Departemen K3LH, Supervisor, Team Leader dan beberapa pekerja yang bekerja di Departemen Machining Direktorat Produksi pembuatan komponen pesawat di PT. Dirgantara Indonesia Bandung, Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan April – Juni 2014. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dilakukan dengan cara melakukan identifikasi bahaya untuk mengetahui potensi bahaya apa saja yang terdapat ruang produksi 10
Bidang Profilling Prismatic Machine, melakukan wawancara terbuka dan mendalam kepada pihak manajemen K3LH, pengawas lapangan (Supervisor), dan Manajer mengenai proses, bahaya, dan pengendalian terhadap bahaya, serta penerapan safety sign. Selanjutnya melihat kebutuhan safety sign dari hasil identifikasi bahaya dan melakukan observasi kesesuaian keberadaan safety sign yang di bandingkan dengan standar ANSI Z535 dan BSI 5499 serta pengambilan dokumentasi dalam bentuk foto atau gambar tentang keberadaan safety sign sebagai tanda bukti yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia. Data sekunder dilakukan dengan telaah dokumen di bagian Departemen K3LH.
Dokumen yang digunakan yaitu prosedur penerapan
safety sign dengan No. Dok D4 S2 07.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahaya Bahaya menurut OHSAS 18001 (2007) adalah sumber, situasi atau tindakan yang menyebabkan kerugian bagi manusia, baik yang bisa menyebabkan luka-luka, gangguan kesehatan ataupun kombinasi dari keduanya (OHSAS, 2007). Potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja, diantaranya (Tarwaka, 2008) : a. Potensi bahaya dari bahan – bahan yang berbahaya b. Potensi bahaya udara bertekanan c. Potensi bahaya udara panas d. Potensi bahaya kelistrikan e. Potensi bahaya mekanik f. Potensi bahaya gravitasi g. Potensi bahaya radiasi h. Potensi bahaya mikrobiologi i. Potensi bahaya kebisingan dan getaran j. Potensi bahaya ergonomi k. Potensi bahaya lingkungan kerja l. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas dan jasa, proses produksi, properti, image publik.
12
2.2 Keselamatan Kerja Keselamatan kerja menurut Suma’mur (1981) adalah pengetahuan tentang upaya untuk pencegahan kecelakaan kerja yang berhubungan dengan penggunaan mesin, pesawat, alat, bahan, dan proses pengolahannya, lingkungan tempat kerja serta melakukan pekerjaan. Tujuan dari keselamatan itu sendiri adalah sebagai berikut (Suma'mur, 1981) : a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional. b. Menjamin keselamatn setiap orang lain yang berada di tempat kerja. c. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisien. Adapun syarat-syarat keselamatan kerja yang di atur dalam Undang-Undang keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat untuk (UUK3, 1970) : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya e. Memberi pertolongan pada kecelakaan f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
13
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya r. Menyeseuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi. Dalam implementasi bidang keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan kerja dibutuhkannya sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melindungi pekerja dari berbagai macam bahaya, kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan melaksanakan upaya K3 secara
14
efisien dan efektif. Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen merupakan suatu set elemen-elemen yang terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran untuk mencapai objektif tersebut. Menurut OHSAS 18001, manajemen risiko terbagi atas 3 bagian yaitu Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control, biasa dikenal denganHIRARC. HIRARC terdapat pada awal elemen perencanaan sistem manajemen K3 yang dijadikan sebagai pangkal dari pengelolaan K3 (Ramli,2010). Menurut OHSAS 18001 (2007), HIRARC harus dilakukan di seluruh aktivitas organisasi untuk menentukan kegiatan organisasi yang mengandung potensi bahaya dan menimbulkan dampak serius terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. 2.2.1 Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat cedera, gangguan kesehatan hingga kematian pada manusia, kerusakan properti, gangguan terhadap pekerjaan (kelancaran proses produksi) atau pencemaran (Suardi, 2005). Beberapa ahli juga mendefinisikan kecelakaan kerja, yaitu diantaranya:
Suma’mur (1981) kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan disini yaitu berarti bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
15
Tarwaka (2008) Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi didalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan denganya
Sedangkan menurut UU No.03 Tahun 1992 Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Sehingga pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang tidak diinginkan karena dapat mengakibatkan kerugian berupa cidera, kerugian atau kerusakan property, kerugian materi, gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Semuanya dapat diartikan menimbulkan kerugian baik kerugian manusia (harm to people), kerusakan material (damage to property), terhentinya proses kerja (loss to process).
2.2.2
Incident Incident yaitu suatu kejadian yang tidak diinginkan, bilamana pada saat itu sedikit saja ada perubahan maka dapat
16
mengakibatkan terjadinya accident
(Widodo Siswowardojo,
2003). Critical incident adalah setiap luka atau kecelakaan kerja yang menyebabkan : a. Masuk rumah sakit b. Kematian karyawan c. Kematian pihak ketiga dalam lingkungan perusahaan dan atau karyawan yang terlibat ketika menjalankan tugas pekerjaan. d. Permulaan penuntutan e. Persoalan perbaikan atau pengumuman larangan. Near miss adalah insiden dimana belum sempat terjadi kecelakaan atau penyakit. Sehingga menurut OHSAS 18001:2007, incident dapat berupa kecelakaan atau near miss (OHSAS, 2007).
2.3 Manajemen Risiko
Menurut Webb (1994) manajemen risiko adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi risiko yang telah diketahui melalui rencana analisa risiko atau bentuk observasi lain untuk meminimalisasi konsekuensi buruk yang mungkin muncul. Sedangkan menurut Kerzner Harold (2001) mengemukakan pengertian manajemen risiko sebagai semua rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan resiko, dimana didalamnya termasuk perencanaan (planning), penilaian (assesment) (identifikasi dan dianalisa), penanganan (handling), dan pemantauan (monitoring) risiko.
17
Sebagaimana penjelasan menurut beberapa ahli diatas bahwa manajemen risiko adalah sebagai bentuk atau upaya untuk mengelola terhadap risiko untuk meminimalisasikan konsekuensi bruuk yang mungkin terjadi, dapat dilakukan dengan cara perencanaan, identifikasi, penanganan / pengendalian, dan pemantauan risiko.
Didalam manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga mengatur manajemen risiko dengan tujuan untuk mengurangi konsekuensi buruk yang mungkin akan muncul dalam kegiatan industri. Menurut OHSAS 18001 dalam Ramli (2010). Manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausal dalam siklus manajemen K3 adalah mengenai manajemen risiko. Manajemen risiko dalam K3 yaitu HIRARC (Hazard Identification, Risk Assessment, dan Risk Control).
Menurut standar AS/NZS 4360 dalam Ramli (2010) tentang standar Manajemen Risiko, proses manajemen risiko mencakup lankah sebagai berikut :
1. Menentukan konteks 2. Identifikasi risiko 3. Penilaian risiko
Analisa risiko
Evaluasi risiko
18
4. Pengendalian risiko 5. Komunikasi dan konsultasi 6. Pemantauan dan tinjau ulang
2.3.1 Identifikasi Bahaya
Menurut Ramli (2010), identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dengan lebih
berhati-hati,
waspada
dan
melakukan
langkah-langkah
pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan. Namun demikian tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah.Bahkan untuk mencapai zero accident di lingkungan kerja adalah hal yang paling sulit, karena kemungkinan bahaya dan risiko pasti akan terus ada jika lingkungan kerja belum dikenali bahayanya serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasi bahaya tersebut dalam menekan tingkat risiko accident masih minim dilakukan. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan kreativitas pekerja safety dalam mengkaji pekerjaannya untuk menurunkan risiko kecelakaan, baik dalam engineering control maupun administrative control. Identifikasi
bahaya
merupakan
langkah
awal
dalam
mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya merupakan upaya sistematis untuk mengetahuin adanya bahaya dalam aktivitas
19
organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mumgkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik (Ramli, 2010c). Identifikasi bahaya mungkin didapat dari penggunaan berbagai macam alat, stategi, dan sumber informasi, sumber informasi itu diantaranya (Taylor, 2004) :
Material safety data sheet (MSDS)
National, kecelakaan kerja berdasarkan daerah
Pengetahuan tentang bahaya kima dan penilaian dokumen dibawah protokol OECD
Standar atau kriteria keselamatan dan kesehatan kerja Menurut Ramli (2010b. P.84) prosedur identifikasi bahaya
dan penilaian risiko harus mempertimbangkan : a.
Aktivitas rutin dan non rutin
b.
Aktivitas dari semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja termasuk kontraktor
c.
Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya
d.
Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang
dapat
menimbulkan
keselamatan manusia
efek
terhadap
yang berada
kesehatan
dan
dibawah perlindungan
organisasi di dalam tempat kerja
20
e.
Bahaya yang ditimbulkan di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada dibawah kendali organisasi
f.
Infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, apakah yang disediakan organisasi atau pihak lain
g.
Perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, kegiatannya atau material
h.
Modifikasi pada sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas Dalam teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang
dapat diklasifikasikan atas (Ramli, 2010) : 1. Teknik / metode pasif 2. Teknik / metode semiproaktif 3. Teknik / metode proaktif Menurut Peraturan Kepala BATAN untuk mengenali identifikasi bahaya pada tahapan kegiatan dan bahaya yang ditimbulkan, diperlukan beberapa informasi kunci seperti tabel berikut (BATAN, 2012) :
21
Tabel 2.1 Informasi Identifikasi Bahaya Parameter yang perlu Cara mendapatkan informasi diketahui Tempat
pekerjaan
Denah lokasi pekerjaan/lay out
dilakukan Personil
yang
Data pekerja, observasi
melakukan pekerjaan Peralatan dan bahan yang digunakan Tahanapan/urutan pekerjaan Tindakan
digunakan, MSDS, dan lain-lain Diagram alir/prosedur/instruksi kerja
kendali
yang telah ada Peraturan
Daftar alat dan bahan yang
Laporan kecelakaann dan/atau PAK
terkait
yang mengatur
Peraturan perundang-undangan, standar, dan pedoman Wawancara, inspeksi, audit dan lain-lain
Sumber : Peraturan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor : 020/Ka/I/2012
Untuk membantu pelaksanaan manajemen risiko khususunya untuk melakukan
identifikasi
bahaya,
penilaian
dan
pengendaliannya
22
diperlukan metode atau perangkat. Berikut adalah identifikasi yang lebih rinci untuk potensi bahaya dan risiko yang dilakukan berdasarkan macam, penyebab, atau akibat yaitu diantaranya : 2.3.1.1 Preliminary Hazard Analysis (PHA) Preliminary Hazard Analysis (PHA) menurut Budiono (2003) yaitu metode identifikasi yang dilaksanakan sebagai analisis awal. 2.3.1.2 Hazard and Operability Analysis (HAZOP) Hazard and Operability Analysis (HAZOP) yaitu suatu metode identifikasi bahaya yang digunakan untuk industri proses seperti industri kimia, petrokimia, dan kilang minyak (Budiono, 2003). Dalam teknik HAZOP ini analisis lebih detail pada disain dan operasi. Dengan kata lain metode ini digunakan sebagai upaya pencegahan sehingga proses yang berlangsung dalam suatu sistem dapat berjalan lancar dan aman (Juliana, 2008). Tujuan penggunaan HAZOP sendiri adalah untuk meninjau suatu proses atau operasi pada suatu sistem secara sistematis untuk menentukan apakah proses penyimpangan dapat mendorong kearah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. HAZOP secara sistematis mengidentifikasi setiap kemungkinan penyimpangan (deviation) dari kondisi operasi yang telah ditetapkan dari suatu plant, mencari berbagai faktor penyebab yang memungkinkan
23
timbulnya kondisi abnormal tersebut, dan menentukan konsekuensi yang merugikan sebagai akibat terjadinya penyimpangan serta memberikan rekomendasi atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari potensi risiko yang telah berhasil diidentifikasi (Munawir, 2010). Langkah-langkah untuk melakukan identifikasi bahaya dengan menggunakan HAZOP worksheet dan Risk Assessment adalah sebagai berikut (Nugroho,dkk. 2013) : 1. Mengetahui urutan proses yang ada pada area penelitian. 2. Mengidentifikasi bahaya yang ditemukan pada area penelitian. 3. Melengkapi kriteria yang ada pada HAZOP worksheet dengan urutan sebagai berikut: a. Mengklasifikasikan bahaya yang ditemukan (sumber bahaya dan frekuensi temuan bahaya) b. Mendeskripsikan penyimpangan yang terjadi selama proses operasi c. Mendeskripsikan penyebab terjadinya penyimpangan d. Mendeskripsikan apa yang dapat ditimbulkan dari penyimpangan tersebut (consequences). e. Menentukan tindakan sementara yang dapat dilakukan. f. Menilai risiko (risk assessment) yang timbul dengan mendefinisikan kriteria likelihood dan consequences
24
(severity). Kriteria likelihood yang digunakan adalah frekuensi dimana dalam perhitunganya secara kuantitatif berdasarkan data atau record perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kriteria consequences (severity) yang digunakan
Tabel 2.2 Contoh Worksheet Hazard and Operability Analysis (HAZOP) Node
: 1. Tangki Air
Type
: Tangki
Design Condition : Level Deviasi : More Level Risk Matrix Causes Consequences Safeguards S L RR 1. Pelampun 1. Level ditangki 1 2 2 Tidak ada g rusak naik 2. Air tumpah 3. Rumah banjir 2. Auto 1. Pompa tidak bisa 2 3 6 Tidak ada switch berhenti tidak 2. Pompa panas berfungsi 3. Air tumpah 3. Pipa 1. Air tidak keluar 2 2 4 Level penyalur dari tangki alarm dari tangki 2. Level tangki naik buntu 3. Tangki luber Sumber : Ramli (2010)
Recommendations 1. periksa pelampung berkala Periksa secara berkala
1. Periksa pipa 2. Flushing berkala
25
2.3.1.3 Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) menurut Ramli (2010) yaitu metode yang ditunjukkan untuk menilai potensi kegagalan dalam produk atau proses. FMEA merupaka kajian bahaya yang sistematis, terstruktur, dan komprehensif. FMEA adalah suatu tabulus dari sistem, peralatan pabrik, dan pola kegagalannya serta efeknya terhadap operasi, dapat dikatakan suatu uraian mengenai bagaimana suatu peralatan dapat mengalami kegagalan. Tabel 2.3 Contoh Worksheet Failure Modes and Effect Analysis FMEA Subsistem: 1. Tangki bahan bakar Type: FAILURE MODES Tangki bocor
Minyak bercampur air Pelampung rusak Pipa penyalur bocor
EFFECTS Efek minyak kosong, mesin mati Mesin mati Ketinggian BBM tidak terdeteksi Aliran BBM berkurang Pembakaran tidak sempurna Kebakaran jika kontak dengan panas BBM boros
RISK MATRIX LL S RR 4 2 T
CONTROLS Standar ketebalan lapisan Saringan
4
2
T
3
3
M
Indicator instrumen
4
3
M
Ketebalan Pipa Penyalur
RECOMMEND ATIONS Tank diperiksa berkala Periksa kualitas BBM Periksa berkala
Pemasangan pipa pada posisi yang aman terhadap benturan
Sumber : Ramli (2010)
26
STA TUS
2.3.1.4 Job Safety Analysis (JSA) Job Safety Analysis (JSA) menurut Soeripto (1997) adalah suatu cara yang digunakan untuk memerikasa metode kerja dan menentukan bahaya yang sebelumnya telah diabaikan dalam merencanakan pabrik atau gedung dan didalam rancang bangun mesin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan tempat kerja, dan proses. Pekerjaan yang memerlukan kajian JSA, antara lain : 1. Pekerjaan yang sering mengalami kecelakaan atau memiliki angka kecelakaan tinggi 2. Pekerjaan berisiiko tinggi dan dapat berakibat fatal misalnya membersihkan kaca dengan gondola 3. Pekerjaan yang jarang dilakukan sehingga belum diketahui secara persis bahaya yang ada 4. Pekerjaan yang rumit atau kompleks dimana sedikit kelalaian dapat berakibat kecelakaan atau cedera. Langkah dalam melakukan JSA , yaitu (Ramli, 2010a) : 1.
Pilih pekerjaan yang akan dianalisa
2.
Pecah pekerjaan menjadi langkah aktivitas
3.
Identifikasi potensi bahaya pada setiap langkah
4.
Tentukan langkah pengamanan untuk megendalikan bahaya
5.
Komunikasikan kepada semua pihak yang berkepentingan
27
Tabel 2.4 Contoh Job Safety Analysis Worksheet Pekerjaan : Mengganti Ban Serap Langkah 1 : Memasang dongkrak Konsekuen si
Potensi Cedera 1. Tangan terjepit 2. Dongkra k lepas
1. Luka sayat 1. Cedera 2. Mobil anjlok
3. Dst.
Risk Matrix S L R R 2 3 6 2
2
4
2
2
4
Pengendalian yang ada 1. Tidak ada 1. Pasang pengaman
saran
Tanggu ng jawab
1. Jaga posisi 1. Posisi dongkra k diperiks a
Sumber : Ramli (2010) 2.3.1.5 Task Risk Assessment (TRA) Task Risk Assessment (TRA) menurut Ramli (2010) yaitu metode identifikasi bahaya yang dilakukan untuk mengetahui apa saja dan besarnya potensi bahaya yang timbul selama kegiatan berlangsung. Pekerjaan yang memerlukan TRA yaitu : 1. Mengandung potensi bahaya yang tinggi seperti bekerja di ketinggian, pembersihan tangki, pengelasan dan lainnya 2. Pekerjaan yang sebelumnya pernah mengalami kecelakaan 3. Pekerjaan yang bersifat baru atau jarang / belum pernah dilakukan sebelumnya
28
Teknik melakukan TRA, yaitu : 1. Tentukan jenis pekerjaan yang akan dianalisa 2. Identifikasi apa saja aktivitas, material, peralatan, atau prosedur kerja yang digunakan 3. Analisa semua potensi bahaya yang dapat terjadi untuk setiap aktivitas dan konsekuensinya 4. Tentukan tingkat risiko untuk masing-masing aktivitas 5. Tentukan apa langkah pengamanan yang dperlukan 6. Tentukan sisa risiko dapat (residual risk) yang ada setelah dilakukan langkah pengamanan 7. Jika risiko dapat
diterima
(tolerable)
pekerjaan dapat
dilangsungkan, tetapi jika risiko di atas batas yang dapat diterima perlu dipertimbangkan langkah pengamanannya lainnya, seperti perubahan metoda kerja, peralatan, atau prosedur. Jika tidak memungkinkan pekerjaan dibatalkan.
\
29
Tabel 2.5 Contoh Analisis Risiko dengan Task Risk Assessment (TRA) No :
Assessed by ; ……………………
Pekerjaan
No.
1.
Hal :
ANALISA RISIKO PEKERJAAN
Activitas Fasilitas Alat
Pompa
Potensi Bahaya
Konsekuensi Bahaya
Sembur an minyak
kebakaran jika kontak dengan panas pencemara n cedera manusia
Pengama n yang ada
Peringkat Risiko L L
S
R R
Saran
Risi ko
Sisa Risiko L L
S
Katup buang
Sumber : Ramli (2010) 2.3.1.6 Checklist (Daftar Periksa) Metode daftar periksa untuk mengidentifikasi bahaya sangat mudah dan sederhana yaitu dengan membuat daftar pmeriksaan bahaya di tempat kerja (Ramli, 2010). Hal yang perlu di perhatikan dalam metode ini, yiatu : 1. Metode bersifat spesifik untuk peralatan atau tempat kerja tertentu. Daftar periksa untuk gudang berbeda dengan daftar periksa untuk bengkel atau unit proses, 2. Daftar
periksa
harus
dikembangkan
oleh
orang
yang
memahami atau mengenal tempat kerja atau peralatan. Dengan demikian daftar periksa dapat menjangkau setiap kemungkinan bahaya yang ada,
30
R R
Risiko
3. Daftar periksa harus dievaluasi secara berkala, terutama jika ditemukan ada bahaya baru, atau penambahan dan perubahan sarana produksi, sistem atau proses, dan 4. Pemeriksaan bahaya dilakukan oleh mereka yang mengenal dengan baik kondisi lingkungan kerjanya. Semakin dalam pemahamannya, semakin rinci identifikasi bahaya yang apat dilakukan. Karena itu, pengembangan daftar periksa perlu melibatkan para pekerja setempat.
Tabel 2.6 Contoh Checklist NO. PERTANYAAN
YA TIDAK
Apakah kondisi lantai dalam keadaan bersih dan tidak 1. licin? 2.
Apakah penerangan cukup dan kondisi baik
3.
Apakah jalan-jalan aman dan tidak terhalang
4.
Apakah ventilasi mencukupi dan terpelihara Apakah semua peralatan listrik dalam kondisi baik dan
5. aman? 6.
Apakah alat pemadam tersedia dan kondisi baik ?
31
Apakah semua alat kantor dalam kondisi baik dan 7. aman ?
2.3.1.7 Brainstorming Brainstorming menurut Ramli (2010) yaitu melakukan identifikasi bahaya dengan berdiskusi dalam suatu kelompok atau tim ditempat kerja, tim dapat berasal dari suau bidang atau departemen tetapi dapat juga bersifat lintas fungsi. Dalam kelompok ini, setiap pekerja dapat mengungkapkan seluruh pendapatnya mengenai bahaya yang ada dilingkungan kerja.
Berdasarkan prosedur identifikasi bahaya yang dilaksanakan PT. Dirgantara Indonesia tidak baku dalam industri penerbangan. Maka dari itu, peneliti menggunakan metode Task Risk Assessment (TRA) dalam pelaksanaan identifikasi bahaya guna mengetahui kebutuhan pengendalian administrasi tepatnya dalam penerapan safety sign. Penggunaan dengan metode TRA dalam mengidentifikasi bahaya dalam penelitian ini tepat sekali digunakan oleh peneliti. Dalam mengidentifikasi yang membutuhkan teknik TRA yaitu jika pekerjaan mengandung potensi bahaya yang tinggi seperti bekerja di ketinggian, pembersihan tangki, pengelasan dan lainnya, pekerjaan yang sebelumnya
32
pernah mengalami kecelakaan, pekerjaan yang bersifat baru atau jarang / belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal tersebut sesuai dengan karakterisitik keadaan dan pekerjaan yang terdapat di Bidang Profiling Prismatic Machine yaitu memiliki mesin yang besar dan tinggi, identifikasi bahaya jarang dilakukan, pernah terjadi kecelakan sebelumnya, serta pekerjaan di bidang tersebut memiliki risiko yang tinggi. Mengidentifikasi bahaya dengan metode TRA juga dapat dilakukan berdasarkan jenis mesin. Oleh karena itu dalam proses mengidentifikasi bahaya yang dilakukan oleh peneliti sendiri, peneliti menggunakan teknik TRA.
2.3.2
Penilaian Risiko Penilaian risiko adalah upaya untuk menghitung besarnya suatu risiko dan mentapkan apakah risiko tersebut dapat diterima atau ditolak. Mencakup dua tahapan proses yaitu menganalisa risiko (analysis risk) dan mengevaluasi risiko (evaluation risk). Analisa risiko adalah untuk menentukan besarnya suatu risiko yang merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan terjadinya dan keparahan jika risiko itu terjadi. Sedangkan evaluasi risiko adalah untuk menilai apakah risiko tersebut dapat diterima atau tidak, dengan membandingkan dengan standar yang berlaku (Ramli, 2010). Metode dalam analisa risiko, yaitu :
33
2.3.2.1 Analisis kualitatif
Dalam
penilaian
risiko
dengan
analisa
kualitatif
menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar kondisi potensial dari kemungkinan yang akan di ukur. Pada
umumnya
analisis kualitatif digunakan untuk
menentukan prioritas tingkat risiko yang lebih dahulu harus diselesaikan (AS / NZS 4360 : 2004).
Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan / likelyhood diberi rentang antara suatu risiko yang jarang terjadi sampai risiko yang dapat terjadi setiap saat.
Tabel 2.7 Ukuran Kualitatif dari “likelyhood” Menurut standar AS/NZS 4360 Peringkat
Definisi
Uraian
A
Almost Certain
Dapat terjadi setiap saat
B
Likely
Kemungkinan terjadi sering
C
Possible
Dapat terjadi sekali-kali
D
Unlikely
Kemungkinan terjadi jarang
Sumber : Australian/New Zealand Standard (2004)
34
Tabel 2.8 Ukuran Kualitatif dari “consequency” MENURUT STANDAR AS/NZS 4360 Peringkat
Definisi
Uraian Tidak terjadi cedera, kerugian
1
Insignifant finansial kecil Cidera ringan, kerugian finansial
2
Minor sedang Cidera sedang, perlu penanganan
3
Moderate medis, kerugian finansial besar Cidera berat lebih satu orang,
4
Major
kerugian besar, gangguan produksi Fatal lebih satu orang, kerugian sangat besar dan dampak luas
5
Catastrophic yang berdampak panjang, terhentinya seluruh kegiatan
Sumber : Australian/New Zealand Standard (2004)
35
Tabel 2.9 Perkiraan Probabilitas Peringkat
Uraian
Uraian > 0.1 kejadian (1 dalam 10
Sering terjadi
A
kemungkinan) Sangat mungkin terjadi
B
0,1 – 0,01
Dapat terjadi atau 0,01 – 0,001
pernah terdengar
C
kejadian serupa Jarang terjadi atau tidak 0,001 – 0,000001
pernah terdengar
D
kejadian serupa Kemungkinan sangat < 0,000001
E kecil Sumber : Australian/New Zealand Standard (2004)
2.3.2.2 Analisis kuantitatif
Dalam
penilaian
risiko
dengan
analisa
kuantitatif
menggunakan hasil perhitungan numerik untuk tiap konsekuensi dan tingkat probabilitas dengan menggunakan data variasi, seperti catatan kejadian, literatur, dan eksperimen. Dengan adanya sumber data tersebut, hasil analisis kuantitatif memiliki keakuratan lebih tinggi dibandingkan dengan analisis risiko yang lain (Kolluru, 1996).
36
Tabel 2.10 Analisis Kuantitatif
Sambaran petir
0,0000001 atau 1 dalam 10 juta kejadian
Kebakaran / ledakan dirumah
0,000001 atau 1 dalam 1 juta
Mati dalam “industri yang aman”
0,00001 atau 1 dalam 100.000
Mati dalam kecelakaan lalu lintas
0,0001 atau 1 dalam 10.000
Mati di pertambangan
0,001 atau 1 dalam 1000
Terbang dengan pesawat komersil
0,00001 atau 1 dalam 100.000
Merokok
0,05 atau 1 dalam 200
Sumber : Center for Chemical process Safety (CCPS) (2000)
Contoh teknik kuantitatif antara lain :
Fault Tree Analysis (FTA)
Analisis Lapis Proteksi (Layer of Protection Analysis – LOPA)
Analisa Risiko Kuantitatif (Quantitative Risk Analysis – QRA)
2.3.2.3 Analisis Semi Kuantitatif
Dalam penilaian risiko dengan analisa semi kuantitaif yaitu pada prinsipnya hampir sama dengan metode analisis kualitatif, perbedannya terletak pada deskripsi parameter, pada analisis semi kuantitatif dinyatakan dengan nilai atau skor tertentu. Menurut AS / NZS 4360 : 1999, analisis semi kuantitatif mempertimbangkan
37
kemungkinan untuk menggabungkan 2 elemen, yaitu probabilitas (likelihood) dan paparan (exposure) sebagai frekuensi.
Tabel 2. 11 Analisis Semi Kuantitatif Konsekuensi Kemungkinan
Tidak signifikan
Kecil
Sedang
Berat
Bencana
A
T
T
E
E
E
B C
S R
T S
T T
E E
E E
D
R
R
S
T
E
E
R
R
S
T
T
E-Risiko Ekstrim
T-Risiko Tinggi
Kegiatan tidak boleh dilaksanakan atau dilanjutkan sampai risiko telah direduksi. Jika tidak memungkinkan untuk mereduksi risiko dengan sumberdaya yang terbatas, maka pekerjaan tidak dapat dilaksanakan. Kegiatan tidak boleh dilaksanakan sampai risiko telah direduksi. Perlu dipertimbangkan sumberdaya yang akan dialokasikan untuk mereduksi risiko.
S-Risiko sedang
R-Risiko rendah
Apabila risiko terdapat dalam pelaksanaan pekerjaan yang masih berlangsung, maka tindakan harus segera dilakukan. Perlu tindakan untuk mengurangi risiko, tetapi biaya pencegahan yang diperlukan harus diperhitungkan dengan teliti dan dibatasi. Pengukuran pengurangan risiko harus diterapkan dalam jangka waktu yang ditentukan. Risiko dapat diterima. Pengendalian tambahan tidak diperlukan. Pemantauan diperlukan untuk memastikan bahwa pengendalian telah dipelihara dan diterapkan dengan baik dan benar.
Sumber : Ramli (2010b)
38
2.3.3
Pengendalian Risiko
Risiko atau bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko atau bahaya ke titik yang aman. Untuk melakukan pengendalian atau perubahan pengendalian risiko yang sudah ada perlu melakukan tindakan yaitu hirarki pengendalian risiko. menurut klausal 4.3.1 hirarki pengendalian risiko yaitu eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif/rambu keselamatan, dan alat pelindung diri. Seringkali, proses-proses pengendalian risiko pada hirarki HIRARC, berujung pada rekomendasi pemasangan tanda-tanda peringatan bahaya, tanda-tanda anjuran, ataupun tanda-tanda larangan yang kita kenal dengan safety sign (Safety Sign Indonesia, 2013). Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan hirarki yaitu : (Ramli, 2010a) 1. Eliminasi Elimininasi
adalah
teknik
pengendalian
dengan
menghilangkan sumber bahaya, misalnya lobang dijalan ditutup, ceceran minyak dilantai dibersihkan, mesin yang bising dimatikan. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan. Karena itu,
39
teknik ini menjadi pilihan utama dalam hirarki pengendalian risiko. 2. Substitusi Substitusi adalah teknik pengendalian dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman atau yang lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakam, misalnya, bahan kimia berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih aman. 3. Engineering Control / pengendalian teknis Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada dilingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya
dapat
dilakukan melalui
perbaikan pada
desain,
penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis misalnya dengan memasang dengan peredam suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja dapat diatasi dengan memasang sistem ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar pengaman atau sistem interlock. 4. Administrative Control / pengendalian administratif Pengendalian
bahaya
juga
dapat
dilakukan
secara
administratif misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi atau
40
pemeriksaan kesehatan, pemasangan tanda bahaya atau ramburambu keselamatan. Pada administrative control atau pengendalian administratif dilakukan shift kerja, rotasi kerja dan mutasi personel, prosedur kerja keselamatan, pemasangan
simbol/tanda-tanda
bahaya
termasuk
radiasi, lembar data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet:MSDS) didaerah kerja (BATAN, 2012). Contoh pengendalian risiko pada administratif control menurut BATAN (2012) terbagi menjadi 7 yaitu jadwal pemeliharaan, on the job training, standard operating procedure (SOP), rambu/amaran atau peringatan, program kepedulian, jawal pemantauan, kesiapsiagaan dan tanggap darurat. Pemasangan tanda keselamatan pada lingkungan kerja adalah suatu upaya dalam implementasi pengendalian risiko yang dapat mengantarkan paradigma pekerja untuk bekerja aman serta menekan tingkat risiko. Lingkungan yang dikelilingi radiasi khususnya wajib memasang tanda keselamatan agar pekerja maupun pengunjung di wilayah pekerja mengetahui akan bahaya radiasi di tempat tersebut ada. Dengan adanya tanda keselamatan atau rambu keselamatan pekerja
juga akan lebih awareness terhadap bahaya
dilingkungan kerja. Serta menjadikan petunjuk arah jika terjadi keadaan darurat di tempat kerja. Menurut Ramli (2010b) bahaya yang ada di tempat kerja memiliki perbedaan tergantung jenis pekerjaan dan
41
tanda keselamatan mengikuti sesuai dengan bahaya atau lay out di lingkungan kerja.
5. PPE / Alat pelindung diri Pilihan terakhir untuk pengendalian bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri. Misalnya, pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator/masker), pelindung jatuh, dan pelindung kaki. Dalam konsep K3, penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likelyhood) namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).
Gambar 2.1 Hirarki Pengendalian Sumber : Ramli (2010)
42
2.4
Safety Sign (Tanda Keselamatan) 2.4.1
Pengertian Safety sign adalah adalah tanda informasi yang bersifat himbauan, peringatan, maupun larangan. Ditujukkan secara positif untuk mengendalikan, mengatur, dan melindungi publik. (Tinarbuko, 2008). Pengertian safety sign atau tanda keselamatan menurut beberapa sumber yaitu : a. Menurut OSHA Menurut OSHA, Sign / tanda adalah peringatan bahaya, sementara atau permanen ditempelkan atau ditempatkan, di lokasi di mana terdapat bahaya. Tanda-tanda akan dihapus ketika bahaya sudah tidak ada lagi atau ditutupi selama jam ketika tidak ada bahaya bagi pekerja atau masyarakat.(Simpson, 2013). OSHA mempersempit ruang lingkup untuk menutup semua tanda-tanda keselamatan kecuali orang-orang yang dirancang untuk jalan-jalan, jalan raya, rel kereta api dan peraturan kelautan. Spesifikasi tidak berlaku untuk papan buletin tanam atau poster keselamatan. Peraturan tanda OSHA fokus pada pencegahan potensi bahaya yang dapat menyebabkan cedera pada pekerja atau masyarakat, atau kerusakan properti. (Simpson, 2013).
43
Rambu- rambu / simbol- simbol K3 adalah peralatan yang bermanfaat
untuk
membantu
melindungi
kesehatan
dan
keselamatan para karyawan dan pengunjung yang sedang berada di tempat
kerja.
Rambu-rambu
keselamatan
berguna
untuk
(Abdurrahman, 2013) : a. Menarik perhatian terhadap adanya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja. b. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat. c. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan. d. Mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri. e. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada. f. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan.
b. Menurut ANSI (American National Standard Institute) Safety Sign menurut standar ANSI yaitu tanda-tanda keselamatan yang dapat menarik perhatian dengan jelas mengingatkan
tentang potensi
bahaya.
Meskipun
banyak
organisasi dan perusahaan telah membuat pedoman sendiri untuk memproduksi tanda-tanda keselamatan yang efektif dan nyata. Standar yang ditetapkan oleh American National Standards
44
Institute (ANSI) biasanya norma yang paling diterima dalam penerapan tanda (Marquette, 2013).
c. Menurut BSI (British Standard Institute) British Standar Institute (BSI) adalah standar mengenai penerapan tanda keselamatan. BSI memberikan peningkatan representatif
teknis
dari
tanda-tanda
keselamatan
dan
memperkenalkan prinsip utama sebagai berikut (BSI, 1996) : -
Memberikan rekomendasi dengan penggunaan huruf besar dan kecil
-
Memberikan penjelasan untuk orang tuna netra
agar
membaca dan memahami seperti: peringatan, Api keluar dll. -
Semua tanda-tanda keselamatan BSI sekarang mematuhi standar dengan teknis terbaru lainnya.
Standar safety sign dengan BSI series 5499 peneliti gunakan dalam acuan penelitian mengenai kesesuaian keberadaan safety sign. Semua standar safety sign yang ada memiliki kelebihan masing-masing, akan tetapi dengan standar BSI dijelaskan secara rinci mengenai ukuran, warna, spesifikasi, jenis, bentuk, dan sebagainya secara lengkap.
45
Pembuatan Safety Sign yang baik menurut Sumbo Tinarbuko (2008), yaitu harus memenuhi 4 kriteria berikut ini : 1. Mudah dilihat Penempatan sign juga harus dipikirkan secara tepat. Dan penempatan sign yang baik yaitu ditempat yang mudah diakses orang. 2. Mudah dibaca Bentuk huruf atau tipografi yang digunakan dalam sign. Sebisa mungkin dapat terbaca. 3. Mudah dimengerti Bentuk penulisan yang tertera pada sign harus mudah untuk dipahami. Bentuk tulisan juga sebisa mungkin singkat dan padat. 4. Dapat dipercaya Kebenaran informasi yang ada dapat dipercaya tidak menyesatkan.
Menurut Sumbo Tinarbuko (2008) dalam merancang desain untuk Sign sistem harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini : 1. Memahami institusi dan lingkungannya serta mengetahui kegiatan utama institusi tersebut.
46
2. Mengidentifikasi fasilitas yang akan dipresentasikan. Serta sign harus mengidentifikasikan fasilitas apa saja yang ada di institusi itu. 3. Menentukan lokasi penempatan serta lokasi harus mudah dilihat dan mudah diakses oleh semua orang. 4. Implementasi sign sistem. Selain desain, kita juga harus memperhatikan material Dalam pembuatan sign. Sekarang ini, desain menarik dan informasi yang benar saja tidaklah cukup.
2.4.2
Kategori Safety sign
2.4.2.1 Kategori Berdasarkan OSHA Berikut adalah spesifikasi safety sign menurut OSHA dalam (Simpson, 2013) , yaitu : a. Tanda Bahaya / Danger Sign OSHA membutuhkan tanda bahaya menjadi merah untuk panel atas dengan garis hitam di perbatasan dan panel bawah putih untuk kata-kata tambahan. Tidak ada variasi yang diizinkan. OSHA mensyaratkan majikan untuk mendidik karyawan bahwa tanda-tanda bahaya dan tindakan pencegahan yang diperlukan. Gambar diterima tanda bahaya yang terkandung dalam peraturan OSHA (Simpson, 2013).
47
b. Tanda Peringatan / Warning Sign Tujuan dari tanda hati-hati adalah untuk memperingatkan potensi bahaya atau untuk mengingatkan terhadap praktik yang tidak aman. Menurut peraturan OSHA, tanda hati-hati memiliki latar belakang kuning. Hitam diperlukan untuk panel atas dengan tulisan kuning, membaca “PERHATIAN” Semakin rendah panel kuning untuk kata-kata tambahan yang harus hitam. Bahan tanda dan warna yang ditetapkan dalam Standar Nasional Amerika dan dihubungkan pada website OSHA (Simpson, 2013).
c. Tanda Exit / Keluar (Emergency Sign) OSHA membutuhkan tanda keluar berada di latar belakang putih dengan huruf merah tidak kurang dari 6 inci tinggi. Script Font harus tidak kurang dari 3/4th dari satu inci tebal. d. Tanda dan Arah Keselamatan Tanda keselamatan harus memiliki putih dengan panel atas hijau dengan tulisan putih untuk menyampaikan pesan utama. Panel bawah adalah menjadi huruf hitam pada latar belakang putih. OSHA membutuhkan tanda-tanda arah untuk penggunaan non-lalu lintas harus memiliki latar belakang putih dengan panel hitam dan simbol directional putih.
48
e. Tanda Lalu Lintas Daerah konstruksi harus memiliki tanda lalu lintas terbaca yang memperingatkan bahaya. Semua rambu lalu lintas dan perangkat yang digunakan untuk melindungi pekerja konstruksi harus sesuai dengan Bagian VI Manual Uniform Traffic Control Devices. Salinan manual ini tersedia di situs OSHA.
2.4.2.2 Kategori Berdasarkan ANSI Z535 Klasifikasi Safety Sign menurut standard ANSI Z535, yaitu : (Marquette, 2013) a. Tanda Bahaya (Danger Sign) ANSI
telah
metetapkan
kata
bahaya
untuk
menggambarkan bahaya langsung yang dapat mengakibatkan cidera parah atau kematian. Bahaya merupakan tingkat tertinggi bahaya dalam situasi tertentu. ANSI juga telah diberi warna merah untuk menunjukkan bahaya atau berhenti. b. Tanda Peringatan (Warning Sign) Peringatan menandakan tingkat tertinggi kedua dari bahaya dan situasi indicatespotentially berbahaya di mana akan memungkinkan terluka parah atau kematian. Warna oranye digunakan pada tanda peringatan untuk memberi tahu bagian dari mesin yang tidak aman dan yang peralatan energi.
49
c. Tanda Waspada (Caution Sign) Tanda hati-hati mengingatkan pada situasi yang membahayakan seperti menderita cedera kecil atau sedang, atau memperingatkan terhadap perilaku berisiko. Selain itu tanda hati-hati menurut ANSI dengan latar belakang kuning solid, garis-garis kuning dan hitam atau pola kotak-kotak kuning dan hitam.
d. Tanda Keselamatan lainnya (Others Safety Sign) Tidak terkait dengan warna, tanda-tanda pemberitahuan memberitahu tentang pedoman perusahaan yang berhubungan dengan keselamatan atau keamanan properti perusahaan. Tanda-tanda keselamatan umum memberikan petunjuk tentang langkah-langkah
keamanan
yang
tepat,
praktek-praktek
keselamatan dan di mana untuk menemukan peralatan keselamatan. Tanda-tanda ini tidak terkait dengan warna tertentu. Tanda-tanda keselamatan kebakaran mengingatkan ke lokasi alat pemadam kebakaran seperti alat pemadam kebakaran. ANSI belum diberi warna wajib untuk tanda-tanda ini.
50
e. Warna Keselamatan (Color Safety) Beberapa warna keselamatan ANSI tidak berhubungan dengan kata tertentu, tetapi mengidentifikasi peralatan dan lokasi. Hijau mengidentifikasi peralatan keselamatan, kit pertolongan
pertama
dan
pintu
keluar
darurat.
Biru
menandakan adanya informasi keselamatan pada tanda-tanda dan papan buletin. Sampai saat ini, warna ungu, abu-abu dan coklat tidak membawa makna tertentu.
f. Penempatan Sama seperti ANSI mengatur warna dan kata-kata pada tanda, juga mendikte penempatan tanda-tanda keselamatan, dan tidak harus berada dalam bahaya sebelum melihat tanda. Ini berarti bahwa semua tanda-tanda keselamatan harus digantung di lokasi yang memberikan banyak waktu untuk menghindari bahaya. Kata-kata pada tanda harus dapat dibaca dan ditempatkan di lokasi di mana tidak menjadi bahaya untuk diri sendiri. Selain itu tanda tidak dapat menggantung di pintu, jendela atau benda portabel lainnya yang pergerakan objek akan menyembunyikan tanda.
51
Menurut Standar ANSI Z535.4-2007 for Product Safety Sign and Labels, panel pesan sinyal ditandai dengan warna sign yang berbeda-beda, yaitu diantaranya : a. Danger sign / tanda bahaya background berwarna merah dengan
kata DANGER berwarna putih.
Mengindikasikan
situasi
bahaya
yang
memiliki
kemungkinan tinggi terjadinya kematian atau luka serius. b. Warning sign / tanda peringatan background berwarna oranye dengan kata
WARNING berwarna
hitam. Mengindikasikan situasi kemungkinan terjadinya kecelakaan serius atau kematian. c. Caution sign / tanda waspada background berwarna kuning
dan
kata
Mengindikasikan
CAUTION situasi
berwarna
berbahaya
hitam.
yang
bisa
menyebabkan luka ringan atau sedang. d. Notice sign / perhatian background berwarna biru dengan kata NOTICE berwarna putih. Mengindikasikan pesan
yang
disampaikan
berhubungan
dengan
keselamatan personil atau perlindungan terhadap properti perusahaan bersangkutan e. Emergency / safety first / utamakan keselamatan background berwarna hijau dan gambar atau kata berwarna putih. Memberikan Instruksi-instruksi umum
52
yang berhubungan dengan praktek kerja yang aman dan memberikan tanda jalur evakuasi.
Disain safety sign dengan ANSI dilengkapi dengan signal word seperti warning, danger, caution, notice, safety first seperti penjelasan diatas juga dilengkapi dengan symbol panel
/
piktogram serta terdapat kalimat yang memberikan pesan dari sign tersebut. Contohnya seperti gambar dibawah ini :
Gambar 2.2 Format safety sign yang dilengkapi signal word panel dan word message Sumber : ANSI Z535.4-2007 for Product Safety Sign and Labels.
53
Piktogram / simbol
yang dimilki standar Amerika
berdasarkan ANSI Z535.3-2011 Criteria for Safety Symbol yaitu dapat digambarkan sebgai berikut :
54
Gambar 2.3Piktogram dengan STANDAR ANSI Z535 Sumber : ANSI Z535.3-2011 Criteria for Safety Symbol.
2.4.2.3 Kategori Safety Sign menurut BSI 5499 Berdasarkan warna, piktogram, simbol pada standar BSI sedikit memilki perbedaan dengan standar ANSI, akan tetapi maksud dan
55
tujuanya sama. Berikut adalah kategori safety sign dengan panel simbol prohibition / tanda larangan, command yaitu tanda mengindikasikan peralatan keselamatan, danger yang mengindikasikan adanya bahaya, rescue yang memberikan info kerja secara aman, fire protection yaitu mengindikasikan adanya alat pemadam kebakaran.
Gambar 2.4 Kategori safety sign Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
56
Gambar 2.5 Kategori safety sign Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
a. Tanda Larangan (Prohibition Sign) Prohibition Sign adalah salah satu rambu larangan dalam British Standard (BS) yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional yang berpusat di Inggris juga atau negara-negara persemakmuran, seperti Australia,
57
Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Sering pula digunakan perusahaan multinasional yang berasal dari Eropa. Prohibited Sign dalam bahasa indonesia disebut rambu larangan, bertujuan untuk memberitahukan kepada orang yang melihat untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang tersebut karena dapat mengakibatkan kecelakaan fatal. Prohibited Sign ditandai dengan piktogram berwarna hitam yang dikelilingi geometri outline lingkaran dan tanda silang tunggal berwarna merah.
Gambar 2.6 Tanda Larangan Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
58
b. Tanda Bahaya (Danger Sign) Tanda
bahaya
adalah
rambu
bahaya,
yang
mengindikasikan kondisi yang sangat dekat dengan bahaya, yang jika tidak dihindari, akan menyebabkan kematian atau cedera serius. Rambu ini dibatasi penggunaannya hanya untuk kondisi yang sangat ekstrim saja. Danger Sign ditandai dengan bagian header berwarna merah ditambah geometri segitiga dengan tanda seru dan tulisan danger atau bahaya berwarna putih. Danger Sign yang sering digunakan antara lain : Bahaya listrik tegangan tinggi, Bahaya radiasi, Bahaya bahan beracun, dan lain-lain.
Gambar 2.7 Tanda Bahaya Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
59
c. Tanda Keadaan Darurat (Safety First / Emergency Sign) Safety First / Emergency Sign adalah rambu utamakan keselamatan / darurat. Walaupun pada beberapa industri di Indonesia ada yang menggunakan header Safety First (Utamakan Keselamatan) dan ada pula yang menggunakan header Emergency (Darurat), namun pada prinsipnya Safety First / Emergency Sign digunakan untuk menyampaikan instruksi umum yang berhubungan dengan praktik kerja aman, mengingatkan
prosedur
keselamatan
yang
sesuai
dan
menunjukkan lokasi peralatan keselamatan. Safety First / Emergency Sign ditandai dengan bagian header berwarna hijau dan tulisan Utamakan Keselamatan / Darurat berwarna putih.
60
Gambar 2.8 Tanda Keadaan Darurat Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
d. Tanda Api Fire Sign / tanda api adalah salah satu rambu pemadaman api yang cukup populer dalam British Standard (BS) yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional yang berpusat di Inggris atau negara-negara persemakmuran, seperti Australia, Singapura, Malaysia, dan
61
lain-lain. Sering pula digunakan perusahaan multinasional yang berasal dari Eropa. Fire Sign dalam bahasa indonesia disebut rambu pemadaman api, bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang yang melihatnya agar mengetahui dimana letak peralatan pemadaman api seperti fire extinguisher, fire hydrant, fire alarm, dan lain-lain ketika terjadi kebakaran. Fire Sign ditandai dengan piktogram berwarna putih yang dikelilingi bentuk geometri segi empat berwarna merah.
62
Gambar 2.9 Tanda Api Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
e. Tanda Kondisi Aman Safe
Condition
Sign
adalah
salah
satu
rambu
penyelamatan dalam British Standard (BS) yang sering
63
digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional yang berpusat di Inggris juga atau negara-negara persemakmuran, seperti Australia, Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Sering pula digunakan perusahaan multinasional yang berasal dari Eropa. Safe Condition Sign dalam bahasa indonesia disebut rambu darurat, bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang yang melihatnya untuk mengetahui dimana letak peralatan untuk menangani keadaan darurat. Safe Condition Sign ditandai dengan pictogram berwarna putih yang dikelilingi bentuk geometri segi empat berwarna hijau.
f. Tanda Perintah Alat Pelindung Diri (Mandatory Sign) Mandatory
Sign adalah tanda yang bertujuan untuk
memberikan perintah agar pekerja dalam kondisi aman dengan menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan bahaya yang ada di lingkungan kerja.
64
Gambar 2.10 Tanda Perintah APD (1) Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
65
Gambar 2.11 Tanda Perintah APD (2) Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
66
2.4.3
Psikologi Warna Berdasarkan BSI 5499
Gambar 2.12 Psikologi Warna Menurut BSI Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
Dimulai dari warna adalah peran penting sebagai tanda keselamatan (safety sign), diantaranya dapat menyampaikan pesan dan dapat memberikan arti keselamatan secara spesifik. Sifat dari warna tanda keselamatan, yang artinya adalah : -
Merah
: Larangan
-
Biru
: Perintah / saran
-
Kuning
: Peringatan / Perhatian
-
Hijau
: Kondisi selamat dan pertolongan pertama
67
Berdasarkan studi pendahuluan PT. Dirgantara Indonesia dalam penerapan safety sign juga menggunakan standar ANSI dan BSI (pihak ketiga perusahaan). Oleh karena itu,dalam penelitian ini standar yang lebih cocok digunakan di PT. Dirgantara Indonesia dalam menganalisa penerapan standar safety sign yaitu dengan standar ANSI dan BSI.
2.5 Kerangka Teori
Bahaya / Hazard
Penilaian Risiko
Pengendalian bahaya
Kebutuhan safety sign
2.1 Bagan Alur. Kerangka Teori
68
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk menganalisis kesesuaian keberadaan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya di Bagian Profilling Prismatic Machine Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia. Setelah diketahui bahaya dan mengetahui apa saja kebutuhan safety sign yang dibandingkan dengan konsep standar safety sign ANSI Z535 dan BSI 5499. Pengambilan data primer yaitu melakukan identifikasi bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine dengan pengelompokkan mesin dan proses kerjanya yang memiliki risiko bagi pekerja maupun tamu perusahaan yang datang ke Bidang Profilling Direktorat Produksi. Maka langkah selanjutnya yaitu dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan yang bersangkutan untuk menemukan bagaimana langkah dalam menentukan identifikasi bahaya dan menghasilkan kebijakan mengenai pengendalian bahaya yang telah dilakukan. Selanjutnya menganalisa kebutuhan dan kesesuaian safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya.
69
Kerangka Berpikir Input
1. Identifikasi bahaya dan keberadaan safety sign 2. Indikator (undang – undang , standar safety sign, SOP)
Proses
Analisa kebutuhan safety sign berdasarkan identifikasi bahaya & penilaian risiko
Output Kesesuaian keberadaan safety sign dengan potensi bahaya dan risiko dan standar ANSI Z535 dn BSI 5499
3.1 Bagan Alur. Kerangka Konsep
70
3.2 DEFINISI ISTILAH Istilah Identifikasi bahaya
Keberadaan safety sign
Definisi
Cara Ukur
Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko.
Wawancara Observasi
Penerapan safety sign yang sudah ada -
Observasi Wawancara (informan utama dan pendukung)
Alat Ukur -
-
Kebutuhan safety sign
Segala sesuatu yang dibutuhkan dalam penerapan safety sign sesuai dengan hasil identifikasi bahaya
Observasi Telaah dokumen identifikasi bahaya -
Hasil Ukur Hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko
Validitas
Tabel TRA (Task Risk Assessment) dilakukan oleh peneliti Daftar pertanyaan wawancara Kamera Alat recording Tabel TRA (Task Risk Assessment) Standar ANSI dan BSI Kamera
-
-
-
Hasil penerapan pengendalian safety sign -
Standar ANSI Z535 dan BSI 5499 Hasil observasi Hasil gambar
Tabel Kebutuhan Standar ANSI Z535 dan BSI 5499 Tabel identifikasi bahaya
-
Hasil analisis kebutuhan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan keberadaan
Observasi Standar ANSI Z355 dan BSI 5499
-
-
Transkip wawancara Hasil Observasi
71
Kesesuaian safety sign
Diperolehnya informasi terkait kualitas & kuantitas penerapan safety sign yang sudah ada, yaitu dengan cara membandingkan hasil kebutuhan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya dengan keyataan keberadaan safety sign
Perbandingan keberadaan safety sign dan kebutuhan safety sign
-
Data keberadaan safety sign Hasil kebutuhan safety sign Standar ANSI Z535 BSI 5499 Dokumen perusahaan
-
safety sign Sesuai dan tidak sesuai dengan potensi bahaya, risiko dan standar ANSI Z535 dan BSI 5499
-
-
Standar ANSI Z535 dan rekomendasi BSI 5499 Identifikasi bahaya
72
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang ditujukan untuk mendapatkan informasi tentang kesesuaian keberadaan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine Departemen Machining. 4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan April hingga Juli tahun 2014 di PT. Dirgantara Indonesia Bandung.
4.3 Informan Penelitian Pemilihan informan ini dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling, dengan teknik snowball sampling yaitu penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini dipinta untuk
memilih
teman-temannya
untuk
dijadikan
sampel,
begitu
seterusnya. Sehingga jumlah sampel semakin banyak. (Sugiyono, 2008). Informan yang akan di teliti di PT. Dirgantara Indonesia adalah sebagai berikut :
73
Tabel 4.1 Informan Penelitian
No.
Bentuk
Definisi
Informan
1. Utama
Informan
Orang yang terlibat dengan Staf Departemen K3LH pelaksanaan identifikasi bahaya di Departemen K3LH secara menyeluruh dan mengeluarkan kebijakan penerapan safety sign.
2. Kunci
Seseorang yang secara lengkap Seseorang dan
mendalam
yang
ditunjuk
mengetahui peneliti, berprofesi di bidang
informasi yang akan menjadi K3 dan ahli dalam penilaian permasalahan dalam penelitian.
identifikasi
bahaya,
rekomendasi
serta
pengendalian
dalam penerapa safety sign di lingkungan
kerja
yang
terdapat bahaya. 3. Pendukung
Orang yang dapat membantu Kepala
pekerja
dalam pelaksanaan identifikasi bidang
yang
di ada
setiap di
bahaya dan wawancara tentang Departemen Metal Forming keadaan safety sign, karena yaitu Supervisor dan Team informan pendukung memiliki Leader. tangung jawab terhadap proses kerja.
Tabel 4.2 Karakteristik Informan
No. 1.
2.
Informan Utama 1
Utama 2
Kode 01 02
Jabatan/Pekerjaan Kepala staf bidang pengendalian & pengawasan Staf bidang pengendalian & pengawasan 74
3.
Utama 3
03
Staf bidang pengendalian & pengawasan
4.
Utama 4
04
Staf bidang pengendalian & pengawasan
5.
Pendukung 1
001
Manajer
6.
Pendukung 2
002
Supervisatau Machining
7.
Pendukung 3
003
Supervisatau Machining
8.
Kunci
09
Staf ahli K3 diluar PT. Dirgantara Indonesia
4.4 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Peneliti sendiri, yang dimaksud peneliti sebagai instrumen yaitu pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan wawancara terbuka kepada inforaman. Pertanyaan yang diajukan dapat melebar berdasarkan fokus
penelitian
yang
pertanyaannya
langsung
diucapkan
atau
ditambahkan oleh peneliti sendiri. 2. Tabel identifikasi bahaya, menggunakan TRA (Task Risk Assessment) dengan standar AS/NZS 4360 3. Pedoman wawancara / indepth interview mengenai prosedur pengendalian dengan safety sign. 4. Lembar observasi untuk menganalisis keberadaan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya. 5. Pedoman standar safety sign Amerika dengan ANSI Z 535 dan Eropa dengan British Standard Institute (BSI 5499). 6. Dokumen standar operasional prosedur safety sign yang telah di tetapkan perusahaan. 7. Dokumen standar operasional prosedur CNC Operator bidang Profilling Prismatic Machine 75
8. Checklist sebagai pendukung observasi dalam membandingkan kebutuhan safety sign dengan kenyataan keberadaan safety sign diperusahaan, guna untuk mendapatkan kesesuaian. 9. Alat perekam. 10. Alat tulis. 11. Kertas catatan. 12. Kamera. 13. Laptop.
4.5 Sumber Data 4.5.1
Data Primer Data primer dari hasil wawancara mendalam / indepth interview, observasi.
4.5.2
Data Sekunder Data sekunder dengan menggunakan dokumen prosedur penerapan
safety sign dengan No. Dok D4 S2 07, tingkat kecelakaan, nilai SIR dan FIR, jumlah bidang di Departemen Machining, serta Standar Operational Prosedur CNC Operator di Bidang Profilling Prismatic Machine.
4.6 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang diambil dari penelitian ini adalah dengan observasi lapangan, wawancara mendalam / indepth interview, dan studi dokumentasi, yang dapat digambarkan kedalam matriks seperti dibawah ini : 76
Tabel 4.3 Metode Pengumpulan Data No. 1.
Metode
Keterangan
Observasi Lapangan
-
2.
Wawancara Mendalam indepeth interview
/
-
3.
Telaah Dokumen
-
Form identifikasi bahaya Keberadaaan safety sign Transkrip wawancara dalam penerapan safety sign. Matriks wawancara dalam penerapan safety sign SOP Penerapan safety sign SOP proses kerja Bidang Profilling Kebutuhan safety sign Standar ANSI Z535 dan BSI 5499
Jumlah -
Setiap mesin Proses kerja
-
Manajer Supervisor Staf Departemen K3LH
-
4.7 Pengolahan Data Pengolahan data yang dilakukan untuk menganalisis kesesuaian keberadaan safety sign berdasarkan bahaya yang terdapat di Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi, yaitu diantaranya : 1. Melakukan pengelolaan data hasil identifikasi bahaya dengan Task Risk Assessment (TRA). 2. Melakukan pengelolaan data observasi terkait keberadaan safey sign yang terpasang di Departemen Machining, hal ini berguna pada saat
77
menganalisis kesesuaian keberadaan safety sign dibandingkan dengan hasil kebutuhan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya 3. Pengelolaan data untuk mengetahui bahaya apa saja yang perlu diberi tanda keselamatan / safety sign yaitu dengan TRA, sebagai pemenuhan kebutuhan yang didapat dari hasil hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine. 4. Data yang telah dikumpul guna mendapatkan kesesuaian, disusun dalam bentuk tabel yaitu hasil observasi keberadaan safety sign, data kebutuhan safety sign dengan standar safety sign ANSI Z.535 dan BSI 5499 berdasarkan hasil identifikasi bahaya.
4.8 Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif seperti yang diungkapkan oleh Milles dan Huberman dalam Tjetjep (1992) terdiri dari : 1. Reduksi Data Pada tahap ini dilakukan pemilihan tentang relevan tidaknya antara data dengan tujuan penelitian. Data-data yang tidak penting dan tidak
berkaitan
dengan
kebutuhan
penelitian
kemudian
dihapus/dihilangkan dan tidak dilakukan analisis lebih lanjut. Sementara data-data yang penting kemudian diolah dan dianalisis lebih lanjut.
78
2. Penyajian Data Data-data pada variabel input yaitu hasil identifikasi bahaya, keberadaan safety sign, SOP, undang-undang prosedur, dokumen. Pada variabel proses yaitu analisa kebutuhan safety sign berdasarkan identifikasi bahaya). Pada variabel output yaitu kesesuaian keberadaan safety sign, berdasarkan hasil perbandingan antara penerapan/ keberadaan safety sign dengan kebutuhan safety sign yang sudah direduksi kemudian dibuat dalam bentuk tabel, interpretasi hasil tabel, hasil matriks, dan trasnkip wawancara. 3. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis isi atau content analysis. Dengan teknik analisis isi data-data dari masing-masing variabel dalam penelitian ini (variabel input, proses dan output) yang sudah direduksi dan disajikan kemudian dilihat kesesuaiannya berdasarkan perbandingan kenyataan penerapan safety sign dengan kebutuhan safety sign. Pada tahap proses yaitu analisa kebutuhan safety sign, peneliti menggunakan standar ANSI Z535 dan BSI 5499. Apakah hasil yang didapat pada kebutuhan safety sign, sesuai atau tidak dengan kenyataan dilapangan berdasarkan hasil identifikasi bahaya, risiko dan penerapan pengendalian bahaya. 4. Penarikan Kesimpulan
79
Kesimpulan dalam penelitian ini didapatkan setelah peneliti melakukan analisis data. Penarikan kesimpulan yaitu dengan mengaitkan antara hasil yang didapat dari penelitian dan dihubungkan dengan teori dan standar safety sign. 4.9 Triangulasi Data Untuk melengkapi keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi data agar data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan pada saat penarikan kesimpulan. Menurut Denzin (1994) dapat dibedakan menjadi 4 macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yaitu triangulasi metode, sumber, teori, dan penyidik. Dalam penelitian ini, uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan metode, dimana menurut Sugiono (2012) triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Sedangkan trianguasi metode adalah teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Adapun untuk mencapai kepercayaan itu, langkah yang akan dicapai adalah sebagai berikut : 1. Triangulasi Sumber Melakukan pemeriksaan terhadap hasil wawancara mendalam dengan informan utama dan pendukung. Pemeriksaan dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara mendalam dari informan utama dengan informan pendukung tentang potensi bahaya dan penerapan safety sign. Selanjutnya adanya informan kunci untuk memberikan masukan, pada
80
tahap melakukan identifikasi bahaya dan kebutuhan safety sign yang dilakukan peneliti.
2. Triangulasi Metode Metode yang digunakan selain wawancara mendalam, yaitu dengan observasi, telaah dokumen dan membandingkan dengan standar regulasi safety sign. Pada teknik observasi, dilakukan untuk mendukung hasil dari wawancara mendalam. Adapun observasi yang dilakukan yaitu dengan melakukan identifikasi bahaya dan observasi keberdadaan safety sign. Sedangkan telaah dokumen yaitu dengan Standar Operasional Prosedur Penerapan safety Sign dan Proses kerja di Bidang Profilling. Standar regulasi safety sign berdasarkan ANSI Z535 dan BSI 5499, yaitu digunakan pada tahap pemenuhan kebutuhan safety sign berdasarkan hasil potensi bahaya yang ada. Adapun tabel triangulasi data dapat dilihat sebagai berikut Tabel 4.4 Triangulasi data Triangulasi Data Variabel Penelitian
Prosedur penerapan safety sign Kondisi safety sign Standar
Triangulasi Sumber Informan Utama
Informan Pendukung
Triangulasi Metode
Informan Kunci -
-
Wawancara Mendalam
Observasi
Telaah Dokumen
Standar Safety Sign
-
-
-
81
Triangulasi Data Variabel Penelitian
Triangulasi Sumber Informan Utama
safety sign yang diterapkan Alasan mengguna kan standar tersebut Petugas pemasang safety sign
Informan Pendukung
Triangulasi Metode Observasi
Telaah Dokumen
Standar Safety Sign
-
-
-
-
-
-
-
-
Informan Kunci
Wawancara Mendalam
4.10 Penyajian Data Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk tabel hasil identifikasi bahaya, pengendalian dan keberadaan safety sign serta dilengkapi narasi dengan menyimpulkan hasil matriks wawancara yang disertai kutipan dari transkrip. Penyajian data akan didukung dengan hasil kebutuhan safety sign untuk mendapatkan kesesuaian penerapan safety sign.
82
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Proses Produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine PT Dirgantara Indonesia (Persero) merupakan salah satu perusahaan penerbangan di Asia yang berpengalaman dan berkompetensi dalam rancang bangun, pengembangan, dan menufacturing pesawat terbang. Diawali dengan membangun dasar penguasaan teknologi melalui lisensi, perusahaan industri yang berdiri pada 23 Agustus 1976 ini, memproduksi helikopter dan pesawat terbang: NBO-105, Super puma NAS-332, NC-212; dan tiga tahun kemudian mengintegrasikan teknologi, PT Dirgantara Indonesia bersama CASA merancang dan memproduksi CN-235. Selanjutnya, dengan penguasaan teknologi serta keahlian yang terus berkembang, Dirgantara Indonesia merancang bangun N250, generasi pesawat penumpang subsonic dengan daya angkut 64-68 penumpang dengan fly by wire sistem. Prototype pertamanya telah berhasil diterbangkan pertama kalinya, pada tanggal 10 Agustus 1995, dan telah menjalani sekitar 600 jam uji terbang. Kemudian diteruskan dengan mengembangkan N2130 pesawat jet transonic dengan inovasi baru, dalam tahap preliminary design. Namn, kedua program tersebut terhenti adanya kendala pendanaan. Kini, PT Dirgantara Indonesia telah berhasil sebagai industri manufaktur dan memiliki diversifikasi produknya, tidak hanya bidang pesawat terbang, tetapi juga dalam bidang lain, seperti teknologi infomasi,
83
telekomunikasi, otomotif, maritim, militer otomasi dan kontrol, minyak dan gas, turbin industri, teknologi simulasi, dan engineering services. Berikut adalah proses produksi di seluruh Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia :
Gambar 5.1 Flow Chart Proses Produksi PT. Dirgantara Indonesia Berdasarkan hasil data bagan flow chart kegiatan Produksi di PT. Dirgantara Indonesia yang berada di bawah pimpinan Direktorat Produksi, yaitu terdiri dari berbagai Departemen, diantaranya : 1. Raw Material 2. Pre-Cutting 3. Metal Forming 4. Proses Machining 5. Welding 6. Proses Surfafe Treatment 7. Proses Bonding & Composite 8. Primer & Marking 9. Proses Tahap Akhir
84
10. Proses Pengujian Akhir Pada tahap, Metal Forming, Machining dan Heat Treathment dibawah pimpinan Divisi Detail Part Manufacturing memiliki risiko yang dapat
menyebabkan
kecelakaan.
Sistem
kerja
di
bagian
tersebut
menggunakan 2 x shift kerja dan banyaknya potensi bahaya yang ditimbulkan dari mesin, lingkungan kerja dan perilaku pekerja sehingga dapat mempengaruhi pada hasil produktivitas kerja yang mengakibatkan kecelakaan kerja seperti near miss, ringan, sedang, berat hingga fatality. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan utama yaitu staf dari Departemen K3LH dan informan pendukung yaitu Manajer dan para Supervisor di PT. Dirgantara Indonesia, mengarahkan peneliti kepada salah satu bidang yang ada di Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing yaitu bidang Profilling Prismatic Machine dengan memiliki justifikasi tingkat kecelakaan yang paling tinggi dan memiliki risiko kerja yang tinggi berdasarkan karakterisitik mesin yang ada dan hasil kesimpulan wawancara dengan informan utama dan pendukung. Setelah melakukan wawancara mendalam, peneliti melakukan identifikasi bahaya menggunakan metode Task Risk Assessment (TRA) dengan standar AS/NZS 4360. Berdasarkan hasil wawancara, Bidang Profilling Prismatic Machine memiliki karakteristik mesin yang besar-besar, memiliki potensi bahaya tinggi, pernah terjadi kecelakaan. Karakteristik tersebut tepat jika melakukan identifikasi dengan teknik TRA. Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada informan 002 Bidang Profilling
85
Prismatic Machine terdapat 3 bagian pekerjaan dan dibagi berdasarkan jenis mesin, diantaranya : 1. Mesin DGMP (Double Gantry Multi Purpose) yaitu mesin untuk memotong dan melubangi material pesawat dengan kecepatan 3000 rpm mempunyai 1 meja mesin dan terdapat dua mesin gantry. Maka dari itu penamaan mesin ini double. Mesin ini dalam kegunaannya dapat melubangi, memotong dan membentuk material dari bahan apa saja seperti baja, alumunium, besi, dsb. Mesin ini terdiri sebanyak 5 buah. Hanya satu 1 mesin dinamakan SGMP (Single Gantry Multi Purpose) karena dalam 1 meja hanya terdapat 1 mesin Gantry. Standar Operasional Prosedur pada proses ini dilampirkan dilembar lampiran.
Gambar 5.2 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin DGMP)
86
2. Mesin DGAL
(Double Gantry Alumunium) yaitu mesin untuk
memotong dan melubangi material pesawat dengan kecepatan 3000 rpm, mempunyai 1 meja dan terdapat dua mesin gantry. Maka dari itu penamaan mesin ini double. Mesin ini dalam kegunaannya dapat melubangi, memotong dan membentuk material, tetapi material hanya dari bahan alumunium saja. Mesin ini terdiri sebanyak 5 buah. Hanya satu 1 mesin dinamakan SGAL (Single Gantry Alumunium) karena dalam 1 meja hanya terdapat 1 mesin gantry. Standar Operasiona Prosedur pada proses ini dilampirkan dilembar lampiran.
Gambar 5.3 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin DGAL)
3. MATEC dan JOBS yaitu mesin terbaru yang dimiliki PT. Dirgantara Indonesia dengan kecepatan tinggi yaitu > 3000 rpm. Mesin ini 87
terdapat sebanyak satu per nama mesinnya, MATEC hanya 1 mesin dan JOBS hanya 1 mesin, kegunaan dari pada mesin keduanya sama yaitu untuk melubangi, memotong dan membentuk material dari bahan apa saja seperti baja, alumunium, besi, dsb. Fungsi dan cara kerja mesin MATEC dan JOBS memiliki karakter yang sama dengan mesin DGMP, akan tetapi mesin terbaru ini sudah terlindungi disekeliling mesinnya dengan alat penutup (terisolasi dari disain pabrik) sehingga dalam proses pekerjaannya, pekerja dapat terlindungi serta dapat mengurangi tingkat risiko pekerjaan. Standar Operasiona Prosedur pada proses ini dilampirkan dilembar lampiran.
Gambar 5.3 Bidang Profilling Prismatic Machine (Area Mesin MATEC & JOBS)
5.2 Pelaksanaan Identifikasi Bahaya dan Penilaian Risiko Bidang Profilling Prismatic Machine Bidang Profilling Prismatic Machine memiliki 3 bagian
dalam
pekerjaannya berdasarkan jenis mesin yang sudah diterangkan pada sub bab sebelumnya. Dalam mengidentifikasi bahaya, bagian mesin DGMP dan 88
DGAL dibuat dalam satu tabel karena karakteristik mesin, proses kerja, kecepatan mesin dengan 3000 rpm serta pengendalian yang diterapkan memiliki kesamaan, sehingga potensi bahaya yang dihasilkan juga sama. Akan tetapi perbedaannya hanya pada material yang dikerjakan. Walaupun material yang ada di mesin DGMP dan DGAL berbeda, risiko yang dihasilkan adalah sama yaitu gangguan pernapasan dan bisa mengakibatkan paru-paru basah serta kanker paru-paru. Sedangkan mesin MATEC dan JOBS jika dibandingkan dengan mesin DGMP memiliki persamaan dalam karakteristik mesin, proses kerja dan material yang digunakan. Hanya saja mesin MATEC dan JOBS sudah memiliki pengendalian isolasi yang berasal dari pabrik pembuat mesin sehingga potensi risiko dapat berkurang.
89
5.2.1 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin DGMP dan DGAL Bidang Profilling Prismatic Machine Identifikasi bahaya dan penilaian risiko dengan metode Task Risk Assessment menggunakan standar AS/NZS 4360. Pada tahap identifikasi bahaya dikelompokkan menjadi dua yaitu 2 bagian di Bidang Profilling yang dijadikan satu pada bagian mesin DGMP dengan DGAL dan 1 bagian di mesin MATEC dan JOBS, karena 2 bagian yang terdapat di mesin DGMP dan DGAL
memiliki karakteristik mesin dan
potensi
bahaya yang sama dengan kecepatan mesin 3000 rpm. Begitu juga dengan mesin MATEC dan JOBS yang sudah memiliki pengendalian mesin yang sudah di isolasi (kerangkeng) dari awal disain mesinnya dengan kecepatan mesin > 3000 rpm. Berikut adalah hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, pegendalian yang diterapkan pada mesin DGMP dan DGAL yang hasilnya sudah disetujui dan disepakati oleh informan kunci dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini.
90
TABEL 5. 1 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dengan Task Risk Assessment dan Keberadaan Safety Sign di Mesin DGMP dan DGAL Bagian
: Mesin DGMP dan mesin DGAL
Aktivitas
: Melubangi, memotong dan membentuk material
Material
: DGMP (Baja, alumunium, besi, dsb) dan DGAL (alumunium)
Prosedur Kerja
: Standar Operating Milling Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide
Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Mesin No. 1.
Departemen : Machining
Profiling Prismatic Machine
Bidang
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda Langkah Aktivitas Start up mesin
Potensi Bahaya
Risiko
Peringkat Risiko LL RR 5 H
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Terpeleset
C 2
Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP & DGAL : ± > 3 m) Crane yang bergerak di atap Operation
Terjatuh
3
4
H
Tertimpa
4
2
Raw material (alumunium baja, besi,dsb) yang tajam
Tersayat
2
5
Pengendalian
C 2
Sisa Risiko LL 3
RR M
2
5
H
-
Lantai tidak di keramik Terdapat geng way (safety line) Sepatu safety Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x Sepatu safety Diberi tangga ke meja mesin Ada tangga dan penyanggah di mesin
H
-
Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
3
2
M
H
-
Pekerja memakai sarung tangan
2
4
H
91
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Bidang Mesin No.
Profiling Prismatic Machine Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
Material hasil coollant yang - Gangguan pernapasan berbahaya yang berwarna putih - kanker paru-paru - paru-paru basah keabu-abuan Ruang produksi di Departemen Kebakaran (risiko ruang kerja) lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine 2.
Departemen : Machining
Melakukan pemeriksaan dan pemahaman
C 3
Peringkat Risiko LL RR 4 H
4
2
H
Pengendalian
C 3
Sisa Risiko LL 3
RR H
-
medical check-up Masker
-
Tersedia APAR Jalur evakuasi (secara keseluruhan gedung) Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran Lantai tidak di keramik Terdapat geng way (safety line) Sepatu safety Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
3
2
M
2
3
M
3
2
M
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Terpeleset
2
5
H
Crane yang bergerak di atap Operation Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP & DGAL : ± > 3 m) Raw material (alumunium baja, besi,dsb) yang tajam Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan
Tertimpa
4
2
H
Jatuh dari ketinggian
3
4
H
-
Sepatu safety Diberi tangga ke meja mesin Ada tangga dan penyanggah di mesin
2
5
H
-
Tersayat Tergores
2
5
H
-
Pekerja memakai sarung tangan
2
4
H
-
Gangguan pernapasan kanker paru-paru paru-paru basah
3
4
H
-
medical check-up Masker
3
3
H
Gangguan ergonomi (low back pain)
3
4
H
-
Diberi tangga untuk memudahkan pekerja naik turun
3
2
M
Kebakaran (risiko ruang kerja)
4
2
H
-
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR
3
2
M
92
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Profiling Prismatic Machine
Bidang
Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Mesin No.
Departemen : Machining
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
C
Peringkat Risiko LL RR
bidang profiling machine 3.
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda
Melakukan set up
Pengendalian -
Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran Lantai tidak di keramik Terdapat geng way (safety line) Sepatu safety Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x Sepatu safety (APD) Sarung tangan
-
Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
C
Sisa Risiko LL
RR
2
3
M
2
3
M
3
2
M
2
3
M
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Terpeleset
2
5
H
Kondisi meja mesin dan material yang licin Crane yangbergerak di atap Operation Unsafe condition
Terpeleset
3
4
H
Tertimpa
4
2
H
Tersengat listrik Tersandung Jari terpotong Terjatuh
2
3
M
3
4
H
-
Sepatu safety Diberi tangga ke meja mesin Ada tangga dan penyanggah di mesin
2
5
H
Tertiban
2
3
M
-
sepatu safety alat diletakkan di tempat penyimpanan alat
2
2
L
Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP & DGAL : ± > 3 m)
Alat kerja yang cukup berat dan bahaya (kunci, palu, karet,
-
93
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Profiling Prismatic Machine
Bidang
Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Mesin No.
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya pin, vacum, majun, sling, eye bolt, T-Nut, hand gun, obeng dan Dial indicatatau, dll) Mesin dengan ukuran besar, pekerja dapat masuk dibawah bagian mesin yang berbahaya - Cutter pin saat pemasang di mesin - Raw material (alumunium baja, besi,dsb) yang tajam Unsafe condition
4.
Departemen : Machining
Melakukan running produksi
Risiko
-
C
Peringkat Risiko LL RR
Pengendalian
C
Sisa Risiko LL
RR
Tergencet
4
3
E
-
Trainning pada pekerja baru
4
2
H
Tersayat Jari terpotong
2
3
M
-
(APD) Sarung tangan Terdapat alat angkut berat untuk membawa raw material
2
2
L
2
3
M
2
3
M
3
2
M
3
2
M
2
3
M
Tersengat listrik Tersandung
Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine
Kebakaran (risiko ruang kerja)
4
2
H
Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang Area di dalam safety line mesin Double Gantry dengan kondisi lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Gangguan ergonomi (low back pain)
3
4
H
Terpeleset
2
5
H
-
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran Diberi tangga untuk memudahkan pekerja naik turun
- Lantai tidak di keramik - Terdapat geng way (safety line) - Sepatu safety - Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x
94
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Bidang Mesin No.
Departemen : Machining
Profiling Prismatic Machine Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
Peringkat Risiko LL RR 2 H
Crane yang bergerak di atap Operation
Tertimpa
C 4
Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP & DGAL : ± > 3 m) Raw material (alumunium baja, besi,dsb) yang tajam
Terjatuh
3
4
3
- Tersayat - Jari Tergores
Pengendalian
C 3
Sisa Risiko LL 2
RR M
-
Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
H
-
Sepatu safety Diberi tangga ke meja mesin Ada tangga dan penyanggah di mesin
2
5
H
4
H
-
(APD) sarung tangan
3
3
H
3
3
H
Proses pembentukan dan pelubangan material, hasilnya chips terbang-terbang Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang Meja kerja mesin dan lantai sekitar mesin yang licin Suara mesin yang keras (bising) Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan
Cipratan dural (baja/alumunium) yang dapat mengenai mata
3
4
H
-
(APD) kaca mata / safety googles Seragam kerja
Gangguan ergonomi (low back pain)
3
4
H
Diberi tangga untuk memudahkan pekerja naik turun
3
2
M
Terpeleset
2
5
H
(APD) sepatu safety
2
3
M
Gangguan pendengaran
4
5
E
3
4
H
Gangguan kesehatan (kanker paru-paru, paru-paru basah)
4
5
E
3
4
H
Limbah material yang tersisa
Tertusuk chips
3
4
H
- Dilakukan pengukuran jika ada permintaan - (APD) ear muff / ear plug - Dibersihkan setiap proses pembentukan material setiap hari - Diberikan kepada pihak ketiga yang menggunakan limbah material tersebut Sepatu safety
3
3
H
95
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Bidang Mesin No.
Profiling Prismatic Machine Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine 5.
Departemen : Machining
Melaksanakan handling / load – unload material
Pemasangan pengait Crane ke material material yang diangkat, tinggi melebihi di atas kepala Crane yang bergerak di atas Operation dan pekerja Kondisi meja mesin dan material yang licin Memegang material saat dibalik dengan Crane Penyemprotan material dengan angin saat didirikan oleh Crane Material yang diangkat untuk dibalik dengan bantuan Crane Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan Limbah material yang tersisa berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin
C
Peringkat Risiko LL RR
Kebakaran (risiko ruang kerja)
4
2
H
Terjepit
3
3
H
Tertiban material (berat 500 kg – 6 ton) Tertimpa benda dari atas
4
3
4
Pengendalian
C
Sisa Risiko LL
RR
-
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran Sarung tangan melakukan maintenance pada Crane
3
2
M
3
2
M
E
-
Pelatihan Sepatu safety
3
2
M
3
E
-
Pelatihan penggunaan Crane Sepatu safety
3
2
M
Lantai dan sisa limbah dibersihkan setiap hari Sepatu safety
2
3
M
-
Terpeleset
3
4
H
-
-
Tersayat
3
4
H
(APD) sarung tangan
2
3
M
Sisa material mengenai mata
4
5
E
sarung tangan
4
3
E
Terbentur material
3
3
H
Pelatihan
2
2
L
4
4
E
Masker
4
3
E
3
4
H
-
3
3
H
-
Gangguan pernapasan Gangguan kesehatan (kanker paru-paru, paru-paru basah), Tertusuk chips
Sepatu safety
96
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Profiling Prismatic Machine
Bidang
Double Gantry Multi Purpose (DGMP-A, DGMP-B, DGMP-C, DGMP-D, SGMP-J)
Mesin No.
Departemen : Machining
Double Gantry Alumunium (DGAL-E, DGAL-F, DGAL-G, DGAL-H, SGAL-I)
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Semua mesin memiliki karakteristik sama, hanya material berbeda Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang
Risiko Kebakaran (risiko ruang kerja)
Gangguan ergonomi (low back pain)
C 4
3
Peringkat Risiko LL RR 2 H
4
H
Pengendalian -
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok
-
Diberi tangga untuk memudahkan pekerja naik turun
C 3
Sisa Risiko LL 2
RR M
3
2
M
Keterangan : C
: Konsekuensi
LL
: Kemungkingkan terjadi
RR
: Penilaian Risiko = C × LL
97
Berdasarkan hasil tabel 5.1 di atas, bahwa diketahui dari 5 tahapan proses kerja di bagian mesin DGMP dan DGAL memiliki potensi bahaya dan risiko yang berbeda, tetapi potensi bahaya yang ada cenderung sama. Sehingga risiko yang muncul cenderung sama di setiap proses kerja. Hasil penilaian risiko dari perkalian konsekuensi dan kemungkinan terjadi menunjukan peringkat risiko di mesin DGMP dan DGAL mulai dari low risk sampai extreme risk, dengan ratarata tingkat
risiko high risk. Sedangkan hasil sisa risiko setelah dilakukan
pengendalian tidak mengalami perubahan yang signifikasn, karena hirarki pengendalian dengan misalnya pendekatan
eliminasi, substitusi, teknis dan
administrasi belum diterapkan secara maksimal di bagian tersebut. Pengendalian lebih mengutamakan kepada pengadaan dan penggunaan APD untuk pekerja agar terhindar dari potensi bahaya, serta melakukan pelatihan-pelatihan untuk karyawan baru dan rotasi kerja.
98
5.2.2 Hasil Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dan Pengendalian di mesin MATEC dan JOBS Berikut adalah tabel hasil identifikas bahaya, penilaian risiko dan pengendalian terhadap bahaya di bagian mesin MATEC dan JOBS yang hasilnya sudah disetujui dan disepakati oleh informan kunci. TABEL 5. 2 Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko dengan Task Risk Assessment dan Keberadaan Safety Sign di Mesin MATEC & JOBS Bagian
: Mesin Mesin MATEC dan JOBS
Aktivitas
: Membentuk dan Melubangi Dural (Raw Material Pesawat)
Material
: Baja, alumunium, besi, dsb
Prosedur Kerja
: Standar Operating Milling Operator
Karakteristik Mesin
: Mesin baru dengan kecepatan tinggi lenbih dari 3000 rpm, oleh karena itu disain mesin diberi pelindung agar material tidak mengenai pekerja Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide
Mesin MATEC
Mesin No. 1.
Departemen : Machining
Profiling Prismatic Machine
Bidang
Mesin JOBS
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Kedua mesin memiliki karakteristik dan material yang sama Langkah Aktivitas Start up mesin
Potensi Bahaya Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Risiko Terpeleset
C 2
Peringkat Risiko LL RR 5 H
Pengendalian -
Lantai tidak di keramik Terdapatt geng way (safety line) Sepatu safety Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x
C 2
Sisa Risiko LL RR 3 M
99
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Bidang Mesin No.
Profiling Prismatic Machine Mesin MATEC
Mesin JOBS
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Kedua mesin memiliki karakteristik dan material yang sama Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
Crane yang bergerak di atap operator
Tertimpa
Raw material (alumunium, besi,dsb) yang tajam Raw material (alumunium, besi,dsb)
Tersayat
2
5
Gangguan pernapasan kanker paru-paru paru-paru basah Kebakaran
3
Unsafe condition Melakukan pemeriksaan dan pemahaman
Peringkat Risiko LL RR 2 H
C 4
-
Bahan dan alat berbahaya yang memiliki risiko terbakar, terdapatt didalam satu gedung produksi bidang dan Departemen yang lain
2.
Departemen : Machining
-
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli Crane yang bergerak di atap operator Raw material (alumunium, besi,dsb) yang tajam Raw material (alumunium, besi,dsb)
Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulang-ulang Bahan dan alat berbahaya yang memiliki risiko terbakar, terdapatt didalam satu gedung produksi bidang dan Departemen yang lain
-
Pengendalian
Sisa Risiko LL RR 2 M
-
Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
C 3
H
-
Pekerja memakai sarung tangan
2
4
H
4
H
-
medical check-up Masker
3
3
H
4
2
H
-
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran
3
2
M
Tersengat listrik Tersandung Terpeleset
2
3
M
2
3
M
2
5
H
2
3
M
Tertimpa
4
2
H
- Lantai tidak di keramik - Terdapatt geng way (safety line) - Sepatu safety - Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x - Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
3
2
M
2
5
H
-
Pekerja memakai sarung tangan
2
4
H
Gangguan pernapasan kanker paru-paru paru-paru basah Gangguan ergonomi
3
4
H
-
medical check-up Masker
3
3
H
3
4
H
3
2
M
Kebakaran
4
2
H
3
2
M
Tersayat Tergores
Terdapat bangku untuk pekerja selama proses running -
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran
100
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Profiling Prismatic Machine
Bidang
Mesin MATEC
Mesin No. 3.
Mesin JOBS
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Kedua mesin memiliki karakteristik dan material yang sama Langkah Aktivitas Melakukan set up
Potensi Bahaya
Melakukan running produksi
Risiko
Peringkat Risiko LL RR 5 H
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Terpeleset
C 2
Kondisi meja mesin dan material yang licin Crane yangbergerak di atap operator
Tergelincir
3
4
H
Tertimpa
4
2
Tertiban
2
Pengendalian -
Lantai tidak di keramik Terdapatt geng way (safety line) Sepatu safety Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x Sepatu safety (APD) Sarung tangan
H
-
3
M
-
2
3
M
-
Kebakaran (risiko ruang kerja)
4
2
H
Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulang-ulang Area di dalam safety line mesin Double Gantry dengan kondisi lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Gangguan ergonomi
3
3
H
Terpeleset
2
5
H
Crane yang bergerak di atap operator
Tertimpa
4
2
H
- Jari terpotong
3
3
H
Cipratan dural
3
4
H
Alat kerja yang cukup berat dan bahaya (kunci, palu, karet, pin, vacum, majun, sling, eye bolt, T-Nut, hand gun, obeng dan Dial indicator, dll) - Cutter pin saat pemasang di mesin - Raw material (alumunium, besi,dsb) yang tajam Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine
4.
Departemen : Machining
Memahami masalah kondisi cutter pin saat mesin beroperasi Proses pembentukan dan pelubangan
-
Tersayat Jari terpotong
C 2
Sisa Risiko LL RR 3 M
2
3
M
Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
3
2
M
sepatu safety alat diletakkan di tempat penyimpanan alat
2
2
L
(APD) Sarung tangan Terdapatt alat angkut berat untuk membawa raw material - Tersedia APAR - Jalur evakuasi - Tanda alat APAR - Tanda dilarang merokok - Terdapat SOP manajemen kebakaran Terdapat bangku untuk pekerja selama proses running
2
2
L
3
2
M
3
2
M
- Lantai tidak di keramik - Terdapatt geng way (safety line) - Sepatu safety - Lantai diberihkan setiap 1 hari / 1 x - Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
2
3
M
3
2
M
3
2
M
2
2
L
Disain mesin sudah terisolasi dengan tertutup, pada
101
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Bidang Mesin No.
Profiling Prismatic Machine Mesin MATEC
Mesin JOBS
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Kedua mesin memiliki karakteristik dan material yang sama Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
material, hasilnya chips terbang-terbang
(baja/alumunium) yang dapat mengenai mata Gangguan pendengaran
Suara mesin yang keras (bising)
5.
Departemen : Machining
Melaksanakan handling / load – unload material
C
Peringkat Risiko LL RR
4
5
E
Pengendalian saat running pekerja dilarang masuk kedalam mesin - Dilakukan pengukuran jika ada permintaan - (APD) ear muff / ear plug - Dibersihkan setiap proses pembentukan material setiap hari - Diberikan kepada pihak ketiga yang menggunakan limbah material tersebut
C
Sisa Risiko LL RR
3
4
H
3
4
H
Limbah material berbentuk chips (tajam) dan proses pembentukan material pada saat diberi cooling (pendingin) menyisakan cairan berbahaya berwarna putih keabu-abuan Limbah material yang tersisa berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine
Gangguan kesehatan (kanker paru-paru, paru-paru basah)
4
5
E
Tertusuk chips
3
4
H
-
Sepatu safety
3
3
H
Kebakaran (risiko ruang kerja)
4
2
H
2
M
Terjepit
3
3
H
3
2
M
material yang diangkat, tinggi melebihi di atas kepala Crane yang bergerak di atas operator dan pekerja Kondisi meja mesin dan material yang licin
Tertiban material (berat 500 kg – 6 ton) Tertimpa benda dari atas
4
3
E
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok Terdapat SOP manajemen kebakaran Sarung tangan melakukan maintenance pada Crane Pelatihan Sepatu safety
3
Pemasangan pengait Crane ke material
-
3
2
M
4
3
E
-
Pelatihan penggunaan Crane Sepatu safety
3
2
M
Lantai dan sisa limbah dibersihkan setiap hari Sepatu safety
2
3
M
Memegang material saat dibalik dengan Crane Proses pembentukan material pada saat diberi cooling (pendingin) menyisakan
-
Tergelincir Terpeleset Terjatuh Tersayat
3
4
H
-
3
4
H
(APD) sarung tangan
2
3
M
-
Gangguan pernapasan Gangguan kesehatan (kanker
4
4
E
Masker
4
3
E
102
Project/Task Risk Assessment Fataum & Guide Profiling Prismatic Machine
Bidang
Mesin MATEC
Mesin No.
Departemen : Machining
Mesin JOBS
Nama Pekerjaan : CNS Operation
Kedua mesin memiliki karakteristik dan material yang sama Langkah Aktivitas
Potensi Bahaya
Risiko
cairan berbahaya berwarna putih keabuabuan Limbah material yang tersisa berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang profiling machine
paru-paru, paru-paru basah),
Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulang-ulang
C
Peringkat Risiko LL RR
Pengendalian
Tertusuk chips
3
4
H
-
Sepatu safety
Kebakaran (risiko ruang kerja)
4
2
H
Gangguan ergonomi
3
4
H
- Tersedia APAR - Jalur evakuasi - Tanda alat APAR - Tanda dilarang merokok - Terdapat SOP manajemen kebakaran Terdapat bangku untuk pekerja selama proses running
C
Sisa Risiko LL RR
3
3
H
3
2
M
3
2
M
Keterangan : C
: Konsekuensi
LL
: Kemungkingkan terjadi
RR
: Penilaian Risiko = C × LL
103
Berdasarkan hasil tabel 5.2 di atas, bahwa diketahui dari 5 tahapan proses kerja di bagian mesin MATEC dan JOBS memiliki potensi bahaya dan risiko yang berbeda-beda, tetapi potensi bahaya yang ada cenderung sama. Sehingga risiko yang muncul cenderung sama di setiap proses kerja. Hasil penilaian risiko dari perkalian konsekuensi dan kemungkinan terjadi menunjukan peringkat risiko di mesin tersebut tingkat
mulai dari low risk sampai extreme risk, dengan rata-rata
risiko high risk. Sedangkan hasil sisa risiko setelah dilakukan
pengendalian tidak mengalami perubahan yang signifikasn, kecuali pada proses running potensi bahaya yang muncul yaitu chips yang dapat terbang-terbang, sehingga dapat mengenai mata mendapatkan nilai sisa risiko yang berbeda jauh. Hal tersebut dikarenakan bentuk dari mesin yang sudah diberikan pengendalian isolasi dari pabrik mesin, sehingga paparan potensi bahaya yang akan mengenai pekerja dapat berkurang. Selain itu pada potensi bahaya dan risiko lainnya tidak mengalami perubahan yang siginifikan, karena
hirarki pengendalian dengan pendekatan
eliminasi, substitusi, teknis, dan administrasi belum diterapkan secara maksimal di bagian tersebut. Pengendalian lebih mengutamakan kepada pengadaan dan penggunaan APD untuk pekerja agar terhindar dari potensi bahaya, serta melakukan pelatihan-pelatihan untuk karyawan baru dan rotasi kerja. Kesimpulan dari ketiga bagian di Bidang Profilling Prismatic Machine memiliki fungsi kerja yang sama,
sehingga potensi bahaya dan risiko yang
dihasilkan sama. Sedangkan bentuk mesin, kecepatan mesin antara DGMP dan DGAL dengan MATEC dan JOBS berbeda, sehingga sisa risiko yang dihasilkan juga akan berbeda. Misalnya, pada potensi bahaya chips terbang-terbang peringkat 104
risiko yang dihasilkan dengan high risk. Akan tetapi, karena mesin MATEC dan JOBS sudah ada pengendalian isolasi / mesin dikerangkeng dari disain pabrik, maka sisa risiko yang dihasilkan menjadi low risk. Berbeda dengan mesin DGMP dan DGAL yang tidak penerapan pengenndalian dengan pendeketan teknik, hanya mengandalkan sarung tangan saja, oleh karena itu sisa risikonya sama dengan peringkat risikonya yaitu high risk. Penilaian risiko tersebut terdapat dalam tabel 5.1 dan 5.2 identifikasi di ketiga bagian di Bidang Profilling Prismatic Machine.
105
5.2.3 Daftar Potensi Bahaya dan Risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine Berdasarkan potensi bahaya yang terdapat di Bidang Profilling Prismatic Machine pada ketiga bagian mesin , bahwa memiliki risiko yang berbeda-beda, akan tetapi pada beberapa proses kerja memiliki risiko bahaya yang sama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan daftar potensi bahaya dan risiko mesin DGMP dan DGAL dengan kecepatan memotong 3000 rpm dan bagian mesin MATEC dan JOBS dengan kecepatan memotong > 3000 rpm, dijelaskan seperti tabel dibawah ini. TABEL 5.3 Daftar Potensi Bahaya dan Risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
1.
Keterangan Bahaya Tahapan pada Proses
Terdapat pada mesin DGMP dan DGAL
Terdapat pada mesin MATEC dan JOBS
1, 2, 3
Area di dalam safety line mesin Double Gantry dengan kondisi lantai licin disebabkan oleh collant dan oli
Terpeleset
Kondisi meja mesin dan material yang licin
4
3, 4, 5
2.
Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP dan DGAL : ± > 3 m)
Terjatuh
1,2, 3, 4, 5
3.
Crane yang bergerak di atap operator
Tertimpa
1, 2, 3, 4, 5
4.
-
Tersayat Tergores
1, 2, 3, 4, 5
5.
Memahami kondisi cutter pin saat mesin beroperasi
Jari terpotong
4
6.
Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan
7.
Unsafe condition
8.
Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang
Cutter pin saat pemasang di mesin Raw material (alumunium, besi baja, ,dsb) yang tajam
-
Gangguan pernapasan kanker paru-paru paru-paru basah Tersengat listrik Tersandung Gangguan ergonomi (low back pain)
--
1,2 , 5
2, 3
2, 3, 4, 5
--
106
No.
Potensi Bahaya
Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulangulang Alat kerja yang cukup berat dan bahaya (kunci, palu, karet, pin, vacum, majun, sling, eye bolt, TNut, hand gun, obeng dan Dial indicator, dll) Mesin dengan ukuran besar, pekerja dapat masuk dibawah bagian mesin yang berbahaya
Risiko
Keterangan Bahaya Tahapan pada Proses
Terdapat pada mesin DGMP dan DGAL
Terdapat pada mesin MATEC dan JOBS
Gangguan ergonomi (low back pain)
2,3,5
Tertiban
3
Tergencet
3
--
11.
Proses pembentukan dan pelubangan material, hasilnya chips terbangterbang
Cipratan dural (baja/alumunium) yang dapat mengenai mata
4
--
12.
Suara mesin yang keras (bising)
Gangguan pendengaran
4
13.
Limbah material yang tersisa berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin
14.
Pemasangan pengait Crane ke material
Terjepit
5
15.
material yang diangkat, tinggi melebihi di atas kepala
Tertiban material (berat 500 kg – 6 ton) Terbentur material
5
16.
Penyemprotan material dengan angin saat didirikan oleh Crane
Sisa material mengenai mata
5
17.
Ruang produksi di departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang Profiling Prismatic Machine
Kebakaran (risiko ruang kerja)
1, 2, 3, 4, 5
9.
10.
Tertusuk chips
--
4, 5
Keterangan : -
Proses 1
: Start up mesin
-
Proses 2
: Melakukan pemeriksaan dan pemahaman
-
Proses 3
: Melakukan set-up
-
Proses 4
: Melakukan running produksi
-
Proses 5
: Melaksanakan handling / load – unload material
Berdasarkan hasil tabel 5.3 di atas, bahwa pada mesin DGMP dan DGAL, terdapat 19 daftar potensi bahaya dan 22 risiko yang dirangkum menjadi 17 bagian di tabel tersebut, karena terdapat lebih dari satu risiko di satu kolom tabel 107
potensi bahaya dan terdapat lebih dari satu potensi bahaya dalam satu risiko. Sedangkan pada mesin MATEC dan JOBS, terdapat 17 daftar potensi bahaya dan 18 risiko yang dirangkum menjadi 14 bagian di tabel tersebut, karena terdapat lebih dari satu risiko di satu kolom tabel potensi bahaya dan terdapat lebih dari satu potensi bahaya dalam satu risiko. Berdasarkan daftar potensi bahaya dan risiko di mesin DGMP dan DGAL bahwa dapat disimpulkan risiko yang muncul yaitu terpeleset, tertimpa, gangguan pernapasan, tersayat, jari terpotong, tersengat listrik, tersandung, gangguan ergonomi, tertiban, tergencet,
cipratan dural yang mengenai mata, gangguan
pendengaran, tertusuk chips, terjepit, tertiban material seberat 500 kg – 6 ton, sisa material mengenai mata, serta risiko terjadinya kebakaran. Sedangkan risiko yang muncul
di mesin MATEC dan JOBS yaitu terpeleset, tertimpa, gangguan
pernapasan, tersayat, tergores, jari terpotong, tersengat listrik, tersandung, gangguan ergonomi, tertiban, tergencet, gangguan pendengaran, tertusuk chips, tertiban material seberat 500 kg – 6 ton, serta risiko terjadinya kebakaran.
108
5.3 Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismatic Machine Berdasarkan hasil observasi keberadan safety sign yang disesuaikan dengan daftar potensi bahaya dan risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine yang dibagi berdasarkan 3 bagian mesin yaitu DGMP, DGAL, MATEC dan JOB S seperti tabel 5.4 di bawah ini. TABEL 5.4 Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
1.
Area di dalam safety line mesin Double Gantry dengan kondisi lantai licin disebabkan oleh collant dan oli
Kondisi meja mesin dan material yang licin
Terpeleset
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGMP
Keterangan
Tidak menunjukkan tanda peringatan bahwa adanya risiko terpeleset hanya dibatasi dengan safety line (geng way). Hanya saja pengendalian dengan menggunakan sepatu safety terdapat 2 tanda mandatory penggunaan sepatu safety di samping meja mesin DGMP-C dan di ujung jalan ditempelkan di tembok dengan jarak 20 m dari mesin
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGAL
Keterangan
-
-
Terdapatt safety line Terdapatt 1 tanda bahaya terpeleset yang gantungkan dengan diberi tiang didepan mesin DGAL-F Terdapatt 1 tanda sepatu safety di gantungkan disamping mesin DGAL-H
Keberadaan Safety Sign Di Mesin MATE & JOBS
-
Keterangan
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko terpeleset
109
No.
2.
3.
Potensi Bahaya
Bekerja diketinggian lebih 3 dari 1 m (meja . mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP dan DGAL : ± > 3 m)
Terjatuh
4 Crane yang . bergerak di atap Operation
Tertimpa
4.
5.
Risiko
5 .-
Cutter pin saat pemasang di mesin Raw material (alumunium, besi,dsb) yang tajam
7 Memahami kondisi . cutter pin saat mesin beroperasi
Tersayat Tergores
Jari terpotong
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGMP
Keterangan Tidak ada menunjukkan tanda peringatan bahwa adanya risiko terjatuh. Hanya saja pengendalian dengan menggunakan sepatu safety dan terdapat 2 tanda mandatatau sepatu safety di samping mesin DGMP-C dan di ujung jalan ditempelkan di tembok dengan jarak 20 m dari mesin Tidak ada yang menunjukkan risiko jika ada Crane yang bergerak untuk melakukan operasi di mesin yang lain.
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGAL
Keterangan
Keberadaan Safety Sign Di Mesin MATE & JOBS
Tidak ada tanda bahaya terjatuh. Hanya ada 1 tanda mandatory sepatu safety
Keterangan
----
-
Tidak ada tanda bahaya aktivitas Crane
-
Tidak ada tanda risiko tersayat atau tergores serta juga tidak ada tanda mandatory penggunaan APD sarung tangan.
-
Tidak ada tanda risiko tersayat dan tidak ada tanda mandatory penggunaan sarung tangan
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko tersayat, hanya ada tanda prohibition gunting di dinding pentutup mesin
-
Tidak ada indikasi adanya potensi tersayat dan juga tidak ada tanda mandatory penggunaan APD sarung tangan
-
Tidak ada tanda bahaya cuuter dan risiko jari terpotong
Tidak ada tanda bahaya cutter pin yang berisiko jari terpotong
-
-
Tidak ada tanda bahaya aktivitas Crane
110
No.
6.
7.
8.
Potensi Bahaya
Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan
8 . Unsafe condition
Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan 9 dilakukan secara . berulang-ulang Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulang-ulang
Risiko
Gangguan pernapasan - kanker paru-paru paru-paru basah
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGMP
-
-
Tersengat listrik Tersandung
-
-
Gangguan ergonomi (low back pain)
Keterangan
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGAL
Potensi pada saat coollant, chips yang berserakan dilantai dan sekitar meja mesin, ram material yang diletakkan di samping mesin. Tidak ada tanda infataumasi bahwa pekerja harus menggunakan masker dan bahan berbahaya. Tidak terdapat tanda indikasi adanya sengatan listrik hanya pengendalian dengan disediakannya APAR. Tidak ada tanda bahaya gangguan ergonomi ada pekerja
---
Keterangan
-
Tidak ada tanda risiko pada gangguan kesehatan
-
Tidak ada tanda bahaya tersengat listrik dan tanda tersandung
-
Tidak ada tanda bahaya dengan risiko gangguan ergonomi pada pekerja
Keberadaan Safety Sign Di Mesin MATE & JOBS
Keterangan
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko gangguan pernapasan
-
Tidak ada tanda bahaya aliran listrik dan risiko tersandung
-
----
-
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko gangguan ergonomi pada pekerja
111
No.
9.
10.
11.
12.
Potensi Bahaya
Alat kerja yang cukup berat dan bahaya (kunci, 1 palu, karet, pin, 0 vacum, majun, . sling, eye bolt, TNut, hand gun, obeng dan Dial indicatatau, dll)
Risiko
Tergencet
Proses 1 pembentukan dan 3 pelubangan . material, hasilnya chips terbangterbang
Cipratan dural (baja/alumuni um) yang dapat mengenai mata
Keterangan
-
Gangguan pendengaran
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGAL
Tidak terdapat tanda bahaya tertiban . hanya terdapat tanda mandatory penggunaan sepatu safety
Tertiban
Mesin dengan 1 ukuran besar, 2 pekerja dapat . masuk dibawah bagian mesin yang berbahaya
1 4 Suara mesin yang . keras (bising)
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGMP
Keterangan
Tidak ada tanda risiko tertiban benda kerja atau alat kerja, tidak ada mandatory penggunaan Helm, hanya ada 1 tanda penggunaan sepatu safety
Keberadaan Safety Sign Di Mesin MATE & JOBS
Keterangan
-
Tidak ada tanda potemsi bahaya dengan risiko tertiban dengan alat kerja dan juga tidak ada mandatory penggunaan sepatu safety
Tidak terdapat tanda bahaya tergencet
Terdapat satu tanda mandatory penggunaan kaca mata, akan tetapi letaknya ± 20 m dari area kerja mesin DGMP Mandatory safety sign penggunaan Ear muff hanya satu di area mesin DGMP yaitu terletak ± 20 m dari mesin DGMP(A,B,C,D,E)
Tidak terdapatt tanda bahaya tergencet
-
----
Tidak ada tanda bahaya dari risiko cipatran dural, hanya ada satu tanda mandatory pengunaan kaca mata
Terdapat tanda prohibition dilarang masuk
Tidak ada himbauan besaran hasil desibel kebisingan di area kerja mesin DGAL dan tidak ada himbauan adanya penggunaan ear muff
Tidak ada tanda informasi tentang besar kebisingan di area kerja dan tidak ada tanda mandatory penggunaan safety sign
-
112
No.
13.
14.
15.
16.
Potensi Bahaya
Limbah material yang tersisa 1 berbentuk chips 5 (kecil & tajam) . yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin
Risiko
Terjepit
1 material yang 7 diangkat, tinggi . melebihi di atas kepala
Tertiban material (berat 500 kg – 6 ton) Terbentur material
Sisa material mengenai mata
Keterangan
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGAL
Tidak ada tanda bahaya tertusuk chips, hanya terdapat tanda penggunaan sepatu safety di samping mesin DGMP-C dan di ujung jalan sejauh ± 20 m
Tertusuk chips
1 Pemasangan 6 pengait Crane ke . material
1 Penyemprotan 8 material dengan . angin saat didirikan oleh Crane
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGMP
-
Tidak ada tanda bahaya risiko terjepit oleh mesin atau dural.
Keterangan
Keberadaan Safety Sign Di Mesin MATE & JOBS
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko tertusuk chips, hanya ada 1 tanda mandatory penggunaan sepatu safety
Keterangan
----
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko terjepit
-
Tidak ada tanda potensi bahaya limbah materiah dan risiko tertusuk chips
Tidak ada tanda bahaya tertiban material, hanya terdapat tanda penggunaan sepatu safety di samping mesin DGMP-C dan di ujung jalan sejauh ± 20 m
Tidak ada tanda potensi bahaya material dengan risiko tertiban dan terbentur material.hanya ada 1 tanda sepatu safety
-
Tidak ada tanda potensi bahaya dengan risiko tertiban material
Hanya ada 1 tanda mandatory kaca mata, tidak ada tanda mandatory menggunakan masker dan sarung tangan
Tidak ada tanda bahaya material yang dapat mengenai mata dan mandatory penggunaan masker & sarung tangan. Hanya ada 1 tanda mandatory penggunaan kaca mata
-
----
113
No.
17.
Potensi Bahaya
Ruang produksi di Departemen lain 1 yang memiliki 9 potensi kebakaran, . satu gedung dengan bidang p Profiling Prismatic Machine
Risiko
Kebakaran (risiko ruang kerja)
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGMP
Keterangan
Terdapat 3 buah APAR yang masih dapat digunakan dan tanda merah segitiga alat pemadam kebakaran. Letak APAR kehalangan oleh mesin yang besar dan terdapat tanda dilarang merokok di letakkan di sentral seluruh mesin DGMP.
Keberadaan Safety Sign Di Mesin DGAL
Keterangan
Terdapatt 1 APAR dan 1 tanda segitiga merah yang mengindikasikan adanya alat pemadam di samping meja operator
Keberadaan Safety Sign Di Mesin MATE & JOBS
Keterangan
-
Tidak ada tanda segitiga pemadam api dan APAR dan jalur evakuasi yang tepat
114
Berdasarkan tabel 5.4 di atas, bahwa safety sign yang terpasang berdasarkan
hasil observasi di lingkungan kerja Bidang Profilling Prismatic
Machine berdasarkan bagian mesin DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS belum memenuhi semua standar potensi bahaya sesuai dengan proses kerjanya. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya dengan disimpulkan daftar potensi bahaya dan risiko di mesin DGMP dan DGAL bahwa safety sign yang terdapat di area kerja tersebut hanya berupa mandatory sign saja seperti sepatu safety, kaca mata safety. Berdasarkan hasil penilaian risiko pada tabel 5.1 risiko rata-rata dari proses kerja di mesin DGMP dan DGAL dengan skor risiko tinggi. Begitu juga di bagian mesin MATEC dan JOBS, belum memenuhi semua standar potensi bahaya dan risiko sesuai dengan proses kerjanya. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya dengan disimpulkan daftar potensi bahaya dan risiko di mesin MATEC dan JOBS bahwa safety sign yang terdapat di area kerja tersebut hanya berupa safety sign yang berasal dari pabrik pembuat mesin. Sign tersebut hanya mengindikasikan adanya potensi bahaya yang muncul di mesin jika beroperasi. Safety sign di mesin MATEC dan JOBS juga belum dibuat sama sekali oleh pihak Departemen K3LH maupun manajerial dari Bidang Profilling Prismatic Machine. Berdasarkan hasil penilaian risiko pada tabel 5.1 nilai risiko rata-rata dari proses kerja di mesin MATEC dan JOBS dengan skor risiko tinggi. Pengendalian dengan teknik dan administrasi juga belum maksimal dilaksanakan di Bidang Profilling Prismatc Machine. Seharusnya jika safety sign di area kerja diterapkan secara optimal sesuai potensi bahaya dan risiko akan memberikan peringatan atau tanda hati-hati kepada pekerja, agar pekerja merasa aman dan selamat dalam bekerja. 115
5.3.1 Prosedur Penerapan Safety Sign di Departemen Machining Safety sign adalah tanda keselamatan yang diterapkan di perusahaan untuk mengindikasikan adanya potensi bahaya, perintah untuk menggunakan APD atau pekerjaan lain, jalur evakuasi, dsb. Kesimpulan dari hasil matriks wawancara mendalam informan utama yaitu berdasarkan potensi bahaya dari hasil identifikasi bahaya, audit, rekomendasi investigasi jika terjadi kecelakaan, serta sampai tahap mendisain dan mencetak warning sign. Sedangkan kesimpulan hasil matriks informan pendukung prosedur penerapan safety sign di departemen machining yaitu dilakukan oleh tim K3LH produksi dan pengadaan safety sign dari Departemen K3LH. Sebelumnya, penempatan safety sign disesuaikan dengan bahaya dan penggunaan APD yang bekerja sama dengan pihak produksi/bengkel. Kesimpulan tersebut dapat dibuktikan dari pernyataan informan utama dan pendukung dengan kutipan sebagai berikut : Informan 01 : “Nah, di HIRAC itu kan ada yak, kemudian didalam sub itu tadi diakhirnya kan ada administratif. Disitulah kita lakukan, oh ini harus safety sign dipasang, apa. Nah, itu apa ya yang juga udah cetak banyak. Jadi kita himbau safety sign yang sudah labur, sudah rusak dll. Diganti. Yang lain, ada proses baru, dimana ada potensi bahayanya yang apa, perintahnya apa, tinggal pinta kesini.“ Informan 03 : “....., dari langkah awal yah, dari mendisain, di fungsi kita kan ada, fungsi saya itu ada pengadaan warning sign, diantaranya kita membuat merencanakan kebutuhan dibengkel itu seperti apa, ..... kebanyakan harus memakai safety atau sepatu safety atau harus apa kalau digudang harus pakai masker dan lain2.”
116
Informan 04 “..... berdasarkan satu inspeksi dilapangan yaa kalau sekarang itu lebih cenderung audit. Yaa untuk selanjutnya yaa, kemudian biasanya kalau ada investigasi kecelakaan dimana ada kekurangan safety sign itu bisa juga..”
5.3.2 Standar Safety Sign yang Digunakan Standar safety sign yang digunakan berdasarkan kesimpulan hasil matriks wawancara dengan informan utama yaitu mengikuti kebijakan terdahulu, menggunakan beberapa referensi sumber internet serta lebih menganut ke standar Amerika yaitu ANSI. Kesimpulan tersebut dapat didukung oleh pernyataan informan utama dengan kutipan sebagai berikut : Informan 01 “........... dari kita sudah menggunakan manual kebijakan K3LH aja, nomor berapa, cuman kan disitu terakhir ada referensinya.” “.......... referensi dari vendatau.” “Nah kita pakai semua, semua kita pakai. Makanya tadi kan, dari audit dari ANSI dari standar Amerika, nah kita pakai standar Amerika. Supaya sama gitu, sudut pandang persepsinya, dengan fataumat yang sama.”
Informan 02 “gak tau, ini pak ya*** tuh, pak ya*** (informan03) itu yang pengukurannya. Saya juga engga tau dari mana. Sebenarnya gini, dalam manual itu dibelakangnya ada yah.” “Jadi kita engga spesifik ke BSI.. saya engga terlalu ini yah.. jadi referensinya ya kalau menurut saya si searching darimana mana.. jadi manual kabeh aya diditu terus di ditu aya, jadi kesemua, tidak mengacu 117
kemana-mana. Tapi kalau disini kan diliyat dari kepantasan yang ada di lingkungan. ” Informan 03 “Kayanya kita ngambil dari referensi mana2 yah, .....” Informan 04 “safety sign itu kita ngadopnya itu... (diam) kita itu OHSAS biasanya karena kemarin itu kan kaya semacam hanya menjelaskan ini yah, warning sign sistem ini kan yang wajib biru, tapi kalau menurut ini wajibnya kuning.. nah ANSI ya kalau warna kuning itu. Nah itu yang wajib dikita itu kuning.”
5.3.3 Petugas yang Memasang Safety Sign Pemasangan safety sign berdasarkan kesimpulan hasil matriks wawancara mendalam dengan informan utama yaitu pengadaan terpusat di Departemen K3LH, yang memasang bisa dari Supervisor yang meminta ke Departemen K3LH, kataupatauasi K3LH produksi maupun pihak P2K3 sebagai
jembatan antara produksi dan K3LH.
Sedangkan
kesimpulan hasil matriks wawancara mendalam dengan informan pendukung yaitu Kerjasama antara atauang dari machining, K3LH produksi dan Departemen K3LH. Kesimpulan dari informan utama dan pendukung memiliki jawaban yang sama bahwa pemasangan safety sign dilakukan oleh kerjasama anatara Departemen K3LH, pihak kataupatauasi K3LH, Supervisor sebagai pihak dari bengkel, dan P2K3 sebagai jembatan antara keduanya. Kesimpulan itu dapat dibuktikan dari pernyataan informan utama dan pendukung dengan kutipan sebagai berikut :
118
Informan 02 : “yaa kita, tapi sebenernya kalau ada yang minta kita kasih, gituu..” Informan 04 : “kalau sekarang itu karena sudah di desentralisasi, jadi warning sign yang sekarang yang pasang itu oleh Organisasi yang terkait. Jadi kalau disana misalkan disana teh ada K3LH nya, kadang2 orang K3LH nya minta berapa puluh untuk di anu di anu.. kemudian mereka di distribusikan lagi.. kalau P2K3 itu hanya untuk penjebatannya aja, kalau praktek dilapangan itu harus dengan riset sebenarnya. Kaya kita bikin risk assessment, nah risk assessment itu kan perlu diketahui unit Organisasinya, yg tanda tangan itu P2K3nya itu..” Informan 002 : “kadang itu orang dari K3LH produksi yah, tapi pernah kita juga yang memasang seperti tanda terjatuh itu..” Informan 003 : “itu kerjasama antara orang K3LH dan bengkel.”
Hasil kutipan di atas sudah memiliki tanggapan yang sama dan jawaban sudah jenuh, pemasangan safety sign adalah kerja sama antara pihak Departemen K3H dan Departemen Machining.
119
5.4 Analisa Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Hasil Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine Dari hasil identifikasi bahaya dengan karakteristik mesin dan proses pekerjaan, analisa kebutuhan safety sign terhadap bahaya, risiko dan pengendaliannya pada proses kerja di bagian mesin DGMP dan DGAL yaitu dijelaskan pada tabel berikut : TABEL 5.5 Analisa Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Hasil dari Manajemen Risiko dan Keberadaan Safety Sign pada Mesin DGMP (A-B-C-D), SGMPJ, DGAL (E-F-G-H), SGAL-I, MATEC dan JOBS No. 1.
Potensi Bahaya Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Area di dalam safety line mesin Double Gantry dengan kondisi lantai licin disebabkan oleh collant dan oli
Risiko Terpeleset
Pengendalian -
Lantai tidak di keramik Terdapat geng way (safety line) - Sepatu safety - Lantai dibersihkan setiap 1 hari / 1 x
Kebutuhan Safety Sign
Caution - Risiko terpeleset
ANSI Standard
Notice – APD (sepatu safety)
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Ditempatkan disamping meja mesin dekat operator atau pekerja. S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
ANSI Standard
120
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kondisi meja mesin dan material yang licin
Kebutuhan Safety Sign
CAUTION – lintasan forklift
ANSI Standard 2.
3.
Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP dan DGAL : ± > 3 m)
Crane yang bergerak di atap Operation
Terjatuh
Tertimpa
-
Sepatu safety Seragam kerja Diberi tangga ke meja mesin Ada tangga dan penyanggah di mesin
Crane di sertifikasi 1 tahun /1X
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Diletakkan di samping area safety line memasuki area kerja mesin DGMP S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
Caution – Risiko terjatuh
ANSI Standard Meja mesin dan mesin gantry diberi tangga
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
--
WARNING S = Small (20 x 30) cm2 M = Medium (40 x 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous BSI Standard
121
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
NOTICE – Gunakan Helm S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous ANSI + BSI Standard 4.
-
Cutter pin saat pemasang di mesin Raw material (alumunium, besi, baja, dsb) yang tajam
Tersayat Tergores
Pekerja memakai sarung tangan
WARNING – bahaya benda tajam
ANSI standard
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
NOTICE – APD (sarung tangan) S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous ANSI + BSI Standard 5.
Memahami kondisi cutter pin saat mesin beroperasi
Jari terpotong
WARNING – bahaya benda tajam
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
122
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
WARNING – bahaya cutter
ANSI Standard
NOTICE – APD (sarung tangan) S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous ANSI + BSI Standard 6.
Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan
-
Gangguan pernapasan kanker paru-paru paru-paru basah
-
medical check-up Masker
Label Sign – Karsinogenik
Ditempel dialat angkut raw material Dengan ukuran : small (10 x 10) cm2
Respiratatauy sensitization, categatauy 1 Germ cell mutagenicity, categatauies 1A, 1B, 2 Carcinogenicity, categatauies 1A, 1B, 2 Reproductive toxicity, categatauies 1A, 1B, 2 Specific target ataugan toxicity following single exposure, categatauies 1, 2
123
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Specific target ataugan toxicity following repeated exposure, categatauies 1, 2 Aspiration hazard, categatauies 1, 2 S = Small (10 x 10) cm2 M = Medium (30 x 30) cm2 L = Large (60 x 60) cm2
NOTICE - APD (masker) S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous ANSI Standard 7.
Unsafe condition
-
Tersengat listrik Tersandung
WARNING – bahaya tegangan
ATAU
ANSI Standard
Ditempel di dekat mesin
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
124
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
CAUTION – Bahaya Tersandung
ANSI Standard
8.
Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang
Gangguan ergonomi
Diberi tangga untuk memudahkan pekerja naik turun
CAUTION – Lakukan kerjaan Per tahap
BSI Standard Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulang-ulang
Terdapat bangku untuk pekerja selama proses running
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Dapat dipajang / diempel di samping tumpukan raw material atau didalam geng way S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous Ditempatkan disamping tangga meja mesin dan mesin gantry S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
--
Hati-hati
--
BSI Standard
125
No. 9.
Potensi Bahaya Alat kerja yang cukup berat dan bahaya (kunci, palu, karet, pin, vacum, majun, sling, eye bolt, T-Nut, hand gun, obeng dan Dial indicatatau, dll)
Risiko Tertiban
-
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Sepatu safety Alat diletakkan ditempat penyimpanan alat
Notice – APD (sepatu safety)
Keterangan
ANSI Standard
Tergencet
Trainning pada pekerja baru
Ditempatkan di dekat penyimpanan alatalat S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
ANSI standard Mesin dengan ukuran besar, pekerja dapat masuk dibawah bagian mesin yang berbahaya
Untuk Mesin MATEC & JOBS
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
WARNING – manual handling yang benar untuk pekerja
10.
Untuk Mesin DGMP & DGAL
WARNING untuk pekerja – Bahaya Terjepit / tergencet Ditempelkan / dipajang di mesin Gantry S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
--
ANSI Standard 11.
Proses pembentukan dan pelubangan material, hasilnya
Cipratan dural (baja/alumunium) yang
-
(APD) kaca mata / safety googles
Label Sign – Karsinogenik
Ditempel dialat angkut raw material Dengan ukuran : small (10 x 10) cm2
126
No.
Potensi Bahaya chips terbang-terbang
Risiko dapat mengenai mata
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Sepatu safety Seragam kerja
Untuk mesin MATEC dan JOBS, disain mesin sudah terisolasi dengan tertutup, maka pada saat mesin running pekerja dilarang masuk kadalam mesin
-
-
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Respiratatauy sensitization, categatauy 1 Germ cell mutagenicity, categatauies 1A, 1B, 2 Carcinogenicity, categatauies 1A, 1B, 2 Reproductive toxicity, categatauies 1A, 1B, 2 Specific target ataugan toxicity following single exposure, categatauies 1, 2 Specific target ataugan toxicity following repeated exposure, categatauies 1, 2 Aspiration hazard, categatauies 1, 2 S = Small (10 x 10) cm2 M = Medium (30 x 30) cm2 L = Large (60 x 60) cm2 Ditempelkan di tabung penyimpanan limbah chips dengan ukuran small (10 x 10) cm
LIMBAH B3 – Berbahaya terhadap lingkungan
Material : Vinyl Reflective Sticker (Cutting Sticker) Vinyl Sticker (Printing)
Ukuran Simbol yang dipasang pada kemasan minimal berukuran 10 cm x 10 cm
127
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut limbah B3 dan tempat penyimpanan limbah B3 minimal 25 cm x 25 cm.
NOTICE – APD (mata)
ANSI Standard NOTICE – seragam kerja
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
BSI Standard DANGER – Prohibition Dilarang masuk -ANSI Standard 12.
Suara mesin yang keras (bising)
Gangguan pendengaran
- Dilakukan pengukuran jika ada permintaan - (APD) ear muff / ear plug
NOTICE - APD Ear Muff
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic
128
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Lum = Luminous
ANSI Standard 13.
Limbah material yang tersisa berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin
Tertusuk chips
Sepatu safety NOTICE – APD (sepatu safety) S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous ANSI Standard
14.
Pemasangan pengait Crane ke material
Terjepit
-
Sarung tanganmelakukan maintenance pada Crane
WARNING untuk pekerja – Bahaya Terjepit
ANSI Standard 15.
Material yang diangkat, tinggi melebihi di atas kepala
Tertiban material (berat 500 kg – 6 ton) Terbentur material
-
Pelatihan Sepatu safety
WARNING – manual handling yang benar untuk pekerja
ANSI Standard
Ditempelkan / dipajang di mesin Gantry S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous Ditempatkan di dekat penyimpanan alatalat S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
129
No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian
Kebutuhan Safety Sign
WARNING – Terbentur benda
ANSI Standard
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
Ditempel di dekat meja mesin / di samping mesin Operation S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
APD – sepatu safety S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous ANSI Standard 16.
Penyemprotan material dengan angin saat didirikan oleh Crane
Sisa material mengenai mata
(APD) - sarung tangan - Masker - Kaca mata
APD
S = Small (20 x 40) cm2 M = Medium (30 X 60) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
--
ANSI Standard
130
No. 17.
Potensi Bahaya Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang Profiling Prismatic Machine
Risiko Kebakaran (risiko ruang kerja)
Pengendalian - Tersedia APAR - Jalur evakuasi - Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok
Kebutuhan Safety Sign
Keterangan
Untuk Mesin DGMP & DGAL
Untuk Mesin MATEC & JOBS
DANGER – Petunjuk APAR
DANGER – Bahaya Kebakaran
ANSI Standard DANGER – Dilarang Merokok
ANSI Standard
Sign Description • Sign Reads: Alat Pemadam Api • Colataus: White - Red • Signs are available in: Sticker Only, Aluminum 1,2mm, Aluminum 2mm, Acrilyc 2mm S = Small (25 x 20) cm2 M = Medium (35 x 30) cm2 Al. = Aluminium Ac. = Acrylic Lum = Luminous
BSI Standard Safe Condition
ANSI Standard
131
Berdasarkan hasil tabel 5.5 di atas, bahwa safety sign di bagian mesin DGMP dan DGAL yang memiliki karakteristik, fungsi kerja yang sama, maka kebutuhan yang dihasilkan juga memiliki kesamaan.
Sementara pada mesin
MATEC dan JOBS memiliki fungsi mesin yang sama dengan meisn DGMP. Tetapi, ada beberapa potensi bahaya yang berbeda, sehingga menimbulkan risiko yang berbeda juga. Berdasarkan hasil potensi bahaya, risikonya dan pengendalian yang diterapkan, didapatkan hasil kebutuhan berupa caution sign, warning sign, danger sign, prohibition sign dan notice sign. Kebutuhan dengan caution sign di mesin DGMP dan DGAL untuk mengingatkan agar pekerja lebih waspada terhadap risiko bahaya berdasarkan potensi bahayanya, risikonya, dan pengendaliannya yaitu seperti : a. Risiko bahaya terpeleset dengan standar safety sign ANSI Z535 b. Lintasan forklift dengan standar safety sign ANSI Z535 c. Risiko bahaya terjatuh dengan standar safety sign ANSI Z535 d. Bahaya adanya aktivitas crane dengan standar BSI 5499 e. Risiko bahaya tersandung dengan standar safety sign ANSI Z535 f. Risiko bahaya tertiban alat kerja dengan standar safety sign ANSI Z535 Sedangkan kebutuhan caution sign pada mesin MATEC dan JOBS sama seperti urutan diatas, teapi ada yang berbeda dengan kebutuhan safey sign mesin DGMP dan DGAL, karena bentuk mesin yang berbeda. Diantaranya tidak ada risiko bahaya terjatuh untuk mesin MATEC dan JOBS. Hal tersebut karena mesin
132
MATEC dan JOBS mempunyai ukuran yang sedang, tidak tinggi dengan disain mesin sudah terisolasi. Selain caution sign, kebutuhan safety sign sesuai dengan potensi bahaya dan risiko di mesin DGMP dan DGAL pada warning sign yaitu seperti : a. Adanya bahaya benda yang tajam yang dapat berisiko tersayat dan tergores dengan standar safety sign ANSI Z535, b. Adanya bahaya benda tajam yang dapat berisiko jari terpotong dengan standar safety sign ANSI Z535 c. Adanya potensi bahaya unsafe condition yang dapat berisiko tengangan listrik dan tersandung dengan standar safety sign ANSI Z535 d. Adanya potensi bahaya mesin yang besar yang dapat berisiko terjepit atau tergencet dengan standar safety sign ANSI Z535 e. Adanya tanda bahaya dari aktivitas handling yang dapat berisiko terbentur mengenai kepala Sama seperti caution sign, kebutuhan warning sign pada mesin MATEC dan JOBS juga terdapat perbedaan yaitu dengan warning sign potensi bahaya mesin yang besar yang dapat berisiko terjepit atau tergencet. Hal tersebut karena bentuk mesin MATEC dan JOBS dengan ukuran tidak besar seperti mesin DGMP dn DGAL. Kebutuhan safety sign sesuai dengan potensi bahaya dan risiko di mesin DGMP dan DGAL dengan mesin MATEC dan JOBS pada notice sign yang mengindikasikan informasi untuk mandatory penggunaan alat pelindung diri memiliki kesamaan, karena potensi dan risikonya sama yaitu seperti : 133
a. Sepatu safety dengan standar safety sign ANSI Z535 b. Helm dengan standar safety sign ANSI Z535 c. Gloves / sarung tangan dengan standar safety sign ANSI Z535 d.
Masker dengan standar safety sign ANSI Z535
e. Kacamata safety dengan standar safety sign ANSI Z535 f. Earmuff dengan standar safety sign ANSI Z535 Kebutuhan safety sign sesuai dengan potensi bahaya dan risiko di mesin DGMP dan DGAL pada prohibition sign seperti tanda dilarang merokok yang dapat menyebabkan kebakaran. Sedangkan kebutuhan safety sign sesuai dengan potensi bahaya dan risiko di mesin MATEC dan JOBS pada prohibition sign selain tanda dilarang merokok, terdapat juga dan dibutuhkan tanda dilarang masuk kedalam mesin jika sedang beroperasi Selain itu kebetuhan safety sign di seluruh bagian Bidang Profilling Prismatic Machine dengan indikasi adanya alat fire fighting dilengkapi dengan lambang segitiga Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Kebutuhan safety sign lainnya pada tanda jalur evakuasi (safe condition) dilengkapi dengan tanda “EXIT”. Selain itu kebutuhan safety sign untuk kesehatan pekerja dilengkapi dengan pelabelan karsinogenik yang ditempatkan pada box raw material dan bahaya limbah pada tabung pengangkut chips yang mengindikasikan bahan berbahaya pada limbah.
134
5.5 Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine Analisis kesesuaian penerapan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan keberadaan safety sign (tabel 5.4) dibandingkan dengan kebutuhan safety sign (tabel 5.5). Kebutuhan safety sign dilampirkan dengan standar ANSI Z535 dan BSI 5499. Sedangkan dalam penerapan keberadaannya dilihat berdasarkan hasil observasi dan standar operasional prosedur tentang kebijakan safety sign. TABEL 5.6 Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety Sign berdasarkan hasil Identifikasi Bahaya dan Keberadaan Safety Sign dengan Kebutuhan Safety Sign di Mesin (DGMP-A,B,C,D, SGMP-J)
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
1.
Terpeleset
Kebutuhan Safety Sign
Caution - Risiko terpeleset
Lantai licin disebabkan oleh cairan material dan oli
Lantai tidak di keramik - Terdapat geng way (safety line) - Sepatu safety Lantai dibersihkan setiap
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
ANSI Standard
135
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
1 hari / 1 x Notice – APD (sepatu safety) Area di dalam safety line mesin Double Gantry dengan kondisi lantai licin disebabkan oleh collant dan oli
ANSI Standard
CAUTION – lintasan forklift
Kondisi meja mesin dan material yang licin
ANSI Standard Caution – Risiko terjatuh
2.
Bekerja diketinggian lebih dari 1 m (meja mesin : ±1 m) dan (mesin DGMP dan DGAL : ± > 3 m)
Terjatuh
-
Sepatu safety Seragam kerja Diberi tangga ke meja mesin Ada tangga dan penyanggah di mesin
ANSI Standard
136
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
Meja mesin dan mesin gantry diberi tangga
BSI Standard Crane yang bergerak di atap Operation
3.
Tertimpa
Crane di sertifikasi 1 tahun / 1 X
-
-
-
NOTICE – Gunakan Helm
ANSI Standard 4.
-
Cutter pin saat pemasang di mesin Raw material (alumunium, besi,dsb) yang
-
Tersayat Tergores
-
(APD) Sarung tangan Terdapat alat angkut berat untuk membawa raw material
WARNING – bahaya benda tajam -
-
137
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
tajam
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
ANSI Standard
NOTICE – APD (sarung tangan)
ANSI + BSI Standard WARNING – bahaya cutter
5.
Memahami kondisi cutter pin saat mesin beroperasi
ANSI Standard Jari terpotong
-
-
NOTICE – APD (sarung tangan)
ANSI + BSI Standad
138
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
Label Sign – Karsinogenik
6.
Material hasil coollant yang berbahaya yang berwarna putih keabu-abuan
-
Gangguan pernapasan kanker paruparu paru-paru basah
-
medical check-up Masker
-
-
-
NOTICE - APD (masker)
ANSI Standard WARNING – bahaya tegangan
7.
Unsafe condition
-
Tersengat listrik Tersandung
-
-
-
-
ATAU
ANSI Standard CAUTION – Bahaya Tersandung
139
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
ANSI Standard CAUTION – Lakukan kerjaan Per tahap
Posisi pekerja naik turun keatas meja mesin, posisi jongkok dan dilakukan secara berulang-ulang 8. Posisi pekerja jongkok, berdiri, dan duduk dilakukan secara berulang-ulang
Diberi tangga untuk memudahkan pekerja naik turun
-
-
BSI Standard
Gangguan ergonomi (low back pain)
Terdapat bangku untuk pekerja selama proses running
Hati-hati
---
BSI Standard
9.
Alat kerja yang cukup berat dan bahaya (kunci, palu, karet, pin, vacum, majun, sling, eye bolt, T-Nut, hand gun, obeng dan Dial indicatatau, dll)
Notice – APD (sepatu safety) Tertiban
-
Sepatu safety Alat diletakkan ditempat penyimpanan alat
-
ANSI Standard
140
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
CAUTION – manual handling yang benar untuk pekerja
ANSI standard WARNING untuk pekerja – Bahaya Terjepit / tergencet
10.
Mesin dengan ukuran besar, pekerja dapat masuk dibawah bagian mesin yang berbahaya
Tergencet
Trainning pada pekerja baru
-
-
-
ANSI Standard Label Sign – Karsinogenik
11.
Proses pembentukan dan pelubangan material, hasilnya chips terbangterbang
Cipratan dural (baja/alumuniu m) yang dapat mengenai mata
-
(APD) kaca mata / safety googles Sepatu safety Seragam kerja
-
141
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
LIMBAH B3 – Berbahaya terhadap lingkungan
NOTICE – APD (mata)
ANSI Standard APD – seragam
BSI Standard Untuk mesin MATEC dan JOBS, disain mesin sudah terisolasi dengan tertutup, maka pada saat mesin running pekerja dilarang masuk kadalam mesin
DANGER – Prohibition Dilarang masuk
ANSI Standard
142
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
NOTICE - APD Ear Muff
12.
Suara mesin yang keras (bising)
Gangguan pendengaran
- Dilakukan pengukuran jika ada permintaan - (APD) ear muff / ear plug
-
-
-
ANSI Standard
13.
Limbah material yang tersisa berbentuk chips (kecil & tajam) yang jatuh di meja mesin dan sekitar mesin
NOTICE – APD (sepatu safety) Tertusuk chips
Sepatu safety
ANSI Standard
WARNING untuk pekerja – Bahaya Terjepit 14.
Pemasangan pengait Crane ke material
Terjepit
Sarung tanganmelakukan maintenance pada Crane
-
-
-
ANSI Standard
143
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
CAUTION – manual handling yang benar untuk pekerja
ANSI Standard
15.
material yang diangkat, tinggi melebihi di atas kepala
Tertiban material (berat 500 kg – 6 ton) Terbentur material
WARNING – Terbentur benda -
Pelatihan Sepatu safety
-
ANSI Standard APD – sepatu safety
ANSI Standard
16.
Penyemprotan material dengan angin saat didirikan oleh Crane
Sisa material mengenai mata
(APD) - sarung tangan - Masker - Kaca mata
APD (masker) -
144
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
APD (mata)
APD (sarung tangan)
ANSI Standard
DANGER – Petunjuk APAR
17.
Ruang produksi di Departemen lain yang memiliki potensi kebakaran, satu gedung dengan bidang p Profiling Prismatic Machine
Kebakaran (risiko ruang kerja)
-
Tersedia APAR Jalur evakuasi Tanda alat APAR Tanda dilarang merokok
-
DANGER – Dilarang Merokok
ANSI Standard
145
Keberadaan Safety Sign Bidang Profilling Prismtic Machine No.
Potensi Bahaya
Risiko
Pengendalian Mesin DGMP
Mesin DGAL
Mesin MATEC dan JOBS
Kebutuhan Safety Sign
Kesesuaian keberadaan safety sign Ya Tidak
BSI Standard DANGER – Bahaya Kebakaran
ANSI Standard
Emergency Route
ANSI Standard
146
Berdasarkan tabel 5.6 tentang kesesuaian keberadaan safety sign dari hasil keberadaan safety sign atau kenyataan dilapangan, jika dibandingkan dengan kebutuhan safety sign yang dibuat sesuai dengan hasil identifikasi bahaya, risiko dan pengendaliannya menggunakan standar ANSI Z535 dan BSI 5499. Semua gambaran kesesuaian keberadaan safety sign di bagian mesin DGMP , DGAL, MATEC dan JOBS Bidang profilling Prismatic Machine menunjukkan ketidaksesuaian. Walaupun terdapat tanda mandatory penggunaan APD seperti septu safety, kacamata safety, earmuff, tidak mendukung jika dibandingkan dengan kebutuhan safety sign yang ada. Hal tersebut dikarenakan safety sign yang terpasang belum di update kembali, kondisinya sudah mulai luntur, tidak sesuai dengan standar ANSI pada tahun 2014 dengan piktogram yang berbeda dan tidak menampilan word message pada safety sign yang diterpakan, penempatan safety sign juga tidak terlihat karena terhalang oleh mesin yang besar dan diletakkan jauh dari mesin ± sejauh 20 m. Hasil tersebut telah didukung berdasarkan wawancara mendalam dengan informan. Kondisi safety sign yang ada di Departemen Machining menurut kesimpulan dari matriks dengan informan utama yaitu cukup baik, akan tetapi belum di update, sudah mengelotok, warnanya luntur, serta keberadaannya belum sesuai dengan tempat kerja karena masih adanya struktural Organisasi yang berubah sehingga lokasi produksi juga berubah yang mempengaruhi safety sign yang sudah ada. Kesimpulan tersebut telah didukung oleh penyataan wawancara kepada informan utama dan pendukung, seperti kutipan dibawah ini :
147
Informan 02 “.... udah pada luntur. Belum di up date lah.” Informan 03 “alahamdulillah ada,...... terus juga sekarang lebih bagus lagii aaa K3LH yang disana katanya dalam bentuk plat. Karena kan kalau dari kita itu kan cepet ngelotok yah,, ehhm cukup lah...” Informan 04 “kondisinya kalau menurut saya itu, 90 % tu udah bagus gitu.. 90 % masih bagus, ya 10% nya masih ada kekurangan untuk tempat2 tertentu karena sekarang itu masih terjadi movible. Karena masih ada perubahan, karena asih ada perubahan struktural itu maka otomatis terjadi perubahan tempat kerja, yang tadinya safety sign harusnya nya ini ini itu, sekarang itu laen, jadi kita monitatau terus..” Berdasarkan hasil kesimpulan informan utama kondisi safety sign yang ada cukup bagus, bahkan informan 04 menyatakan bahwa “..., 90 % tu udah bagus .... 10% nya masih ada kekurangan untuk tempat2 tertentu...” Sedangkan kesimpulan hasil dari matriks informan pendukung yaitu kualitas masih kurang, karena sign yang ada sudah buram, letaknya sudah tidak sesuai, kotatau, dan bahkan banyak yang tidak ada sign nya. Kesimpulan berdasarkan informan pendukung sedikit berbeda dengan jawaban yang diberikan. Pernyataan informan pendukung 002 sebagai Supervisor Bidang Profilling Machine juga memberikan jawaban yang sama, bahwa safety sign yang ada cukup lengkap, akan tetapi kualitas sudah buram, kotatau, hilang, hanya tanda mandatatauy / penggunaan APD saja, tidak di maintenance. . Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut : Informan 002 : “Ya cukup lengkap sebenarnya, Cuma penerapan safety sign yang disaya tuh yang Cuma mandatatory apa gitu. Nah itu tuh yang mungkin karena 148
penerapan safety sign jauh lama dari lama, semenjak awal kita baru bangun bengkel ini. Nah mungkin kualitasnya udah belel, udah kotatau, atau udah ditiup angin, .... atau udah ada yang ngambil buat alas duduk, kan gitu.. nah itu tidak ada yang memaintenance.”
Berdasarkan kesimpulan matriks dan transkrip wawancara dengan hasil observasi menunjukkan bahwa
terdapat kesamaan yaitu adanya
ketidaksesuaian antara keberadaan safety sign dilapangan dengan kebutuhan safety sign. hanya saja terdapat satu safety sign yang sesuai yaitu pada prohibition sign dilarang merokok.
149
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu dipaparkan sebagai berikut. 1. Informan kunci tidak hadir saat melakukan identifikasi bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine. Hal itu disebabkan karena adanya keterbatasan ijin dari pihak PT. Dirgantara Indonesia dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh informan kunci sebagai staf ahli K3 di suatu perusahaan. Oleh karena itu, informan kunci dalam
memberikan masukan
terhadap
identifikasi
bahaya,
penilaian risiko dan analisa kebutuhan safety sign yang telah dibuat oleh peneliti untuk diliat keakuratannya. Hanya saja dalam memahami gambaran proses kerja pada mesin di Bidang Profilling kepada informan
kunci,
didukung oleh rekaman video yang
dibuat peneliti saat melakukan identifikasi bahaya. 2. Kualitas gambar safety sign yang diambil dalam rangka menunjukkan keberadaan safety sign yaitu dengan jarak yang jauh karena kondisi yang tidak memungkinkan. Sehingga berpengaruh pada kualitas gambar yang diambil.
150
6.2 Prosedur Identifikasi Bahaya, Penilaian Risiko, dan Pengendalian Risiko Berdasarkan prosedur risk assessment No. Dokumen D4 G0 03 dengan
judul “petunjuk penilaian dan pengendalian risiko (risk
assessment)”, bahwa penilaian
risiko menggunakan teknik semi
kuantitatif dan mengklasifikasikan bahaya berdasarkan mesin yang ada di proses tersebut. Menurut PP No.50 tahun 2012 sebagaimana pengusaha paling sedikit harus melakukan identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Maka PT. Dirgantara Indonesia telah sesuai untuk melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan pemerintah dengan melakukan identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko. Prosedur
manajemen risiko yang dimiliki PT. Dirgantara
Indonesia berdasarkan hasil wawancara kepada kepala staf pengendalian dan pengukuran Departemen K3LH bahwa manual kebijakan dalam melakukan manajemen risiko tidak mutlak dengan indutri penerbangan. Oleh karena itu peneliti melakukan observasi dengan mengidentifikasi potensi bahaya dan penilaian risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine dengan metode Task Risk Assessment dalam AS/NZS 4360:2004.
151
6.3 Daftar Bahaya, Risiko, Penilaian Risiko dan Pengendalian Berdasarkan Hasil Identifikasi Bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine Menurut Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 yang menyatakan bahwa identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko sebagai rencana strategi K3 yang dilakukan oleh petugas yang berkompeten. Hal tersebut sebagaimana telah disampaikan menurut Redja (2003), risiko dapat diartikan sebagai kejadian yang tidak tentu dan dapat mengakibatkan suatu kerugian. Pada tahap ini peneliti menggunakan informan kunci sebagai staf ahli K3 yang membantu dalam proses identifikasi dan penilaian risiko, bahwa terdapat potensi bahaya yang bersumber dari berbagai faktor yaitu faktor teknis, faktor lingkungan, dan faktor manusia. Hal tersebut sebagaimana telah diungkapkan oleh Tarwaka (2008) yang menyatakan potensi bahaya dilingkungan kerja bersumber dari berbagai faktor yaitu faktor teknis, lingkungan dan manusia. Menurut Risk Assessment and Management Handbook risiko terbagi menjadi 5 macam, yaitu diantaranya risiko keselamatan kerja (Safety Risk), risiko kesehatan (Health Risk), risiko lingkungan dan ekologi,
risiko
kesejahteraan
masyarakat,
dan
risiko
keuangan.
Berdasarkan Risk assessment and Management Handbook, di Bidang Profilling Prismatic Machine juga memiliki macam-macam risiko, yaitu
152
diantaranya risiko keselamatan kerja, risiko kesehatan, risiko lingkungan dan ekologi yang didapat dari hasil identifikasi bahaya. Sebagaimana macam-macam risiko yang sudah dijelaskan, risiko yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine yang dapat mengakibatkan kecelakaan, diantaranya yaitu terpeleset, terjatuh, tertimpa, tersayat, tergores, jari terpotong, gangguan pernapasan, tersengat listrik, tersandung, tertiban, tergencet, cipratan dural (kontak dengan bahaya), terjepit, gangguan pendengaran, tertusuk, sisa material mengenai mata, dan kebakaran. Risiko yang ada di area mesin DGMP, DGAL, MATEC, dan JOBS berdasarkan klasifikasi menurut jenis kecelakaan sebagaimana telah diungkapkan menurut ILO (1962) yaitu seperti terjatuh, tertimpa benda jatuh, terkena benda-benda, terjepit oleh benda, gerakan melebihi kemampuan, pengaruh suhu tinggi, terkena arus listrik, serta kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi, jika dibiarkan akan mengakibatkan kecelakaan kerja dan akan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, harus dilakukan strategi terhadap pengendalian risiko bahaya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan SMK3 yang dibahas pada bab 2.1 rencana strategi K3. Selanjutnya klasifikasi penilaian risiko terhadap potensi bahaya menurut Tarwaka (2008), yaitu dibedakan berdasarkan tingkat bahaya sangat tinggi, serius, sedang, dan kecil. Hal tersebut telah sesuai dengan hasil penilaian risiko yang telah dilakukan dan diklasifikasikan
153
berdasarkan tingkat risiko extrime, high, medium, low. Dari hasil identifikasi penilaian risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine sebagian besar adalah high risk. Menurut Tarwaka (2008) apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah di identifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku. Sedangkan Menurut AS/NZS 4360:2004 risiko adalah peluang munculnya suatu kejadian yang dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek. Oleh karena itu, sesuai dengan pengendalian yang dilakukan di Direktorat Produksi dalam prosesnya produksinya
untuk
mencegah terjadinya risiko kecelakaan dilakukan pengendalian di Bidang Profilling Prismatic Machine. Menurut OHSAS 18001, terdapat 5 hirarki pengendalian risiko yaitu dengan eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, pengendalian administratif, dan penggunaan APD (Alat Pelindung Diri). Pengendalian yang diterapkan di bidang Profilling Prismatic Machine masih dengan pendekatan administratif dan penggunaan APD, yaitu dengan pelatihan, pengaturan jadwal kerja, penerapan safety sign, penggunaan APD yang disesuaikan dengan potensi bahaya dengan tujuan untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan. Oleh karena itu, Bidang Profilling Prismatic Machine sebaiknya lebih meningkatkan pengendalian dengan hirarki yang lain. Seperti misalnya dengan pengendalian teknis, bentuk lain dari pengendalian administratif.
154
Hirarki pengendalian dengan pendekatan administratif yaitu salah satunya dengan tindakan pemasangan safety sign di Bidang Profilling Prismatic Machine berdasarkan No. Dokumen D4 S2 07 tentang Standar Rambu Keselamatan Kerja telah sesuai dengan UU No.01 Tahun 1970 bahwa telah memenuhi syarat keselamatan kerja untuk mencegah dan mengurangi kecelakaan. Pada UU No.01 Tahun 1970 Pasal 14b yang menyatakan memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. Akan tetapi, keberadaan safety sign di Bidang Profilling Prismatic Machine belum sesuai jika disesuaikan dengan hasil identifikasi bahaya. Analisa kesesuaian tersebut dapat terlihat pada tabel 5.6. Hal tersebut dikarenakan masih minimnya safety sign yang terpasang di area kerja Bidang Profilling Prismatic Machine yang disesuaikan dengan potensi bahaya maupun risiko pekerjaan.
6.4 Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine Berdasarkan daftar bahaya di mesin DGMP dan DGAL yang memilki karakteristik mesin yang sama dari hasil identifikasi bahaya. Menurut Tarwaka (2008) terdapat potensi bahaya dari proses produksi, yaitu potensi bahaya yang ditimbulkan oleh berbagai kegiatan yang
155
dilakukan dalam proses produksi, yang sangat tergantung dari bahan, dan peralatan yang dipakai, serta jenis kegiatan yang dilakukan. Potensi bahaya mekanik dari proses produksi tersebut di mesin DGMP dan DGAL mengakibatkan risiko terpeleset, terjatuh, tertimpa, tersayat, tergores, jari terpotong, tertusuk chips, tertiban, tergencet, terjepit. Selanjutnya, pengendalian yang diterapkan terhadap potensi bahaya mekanik dan risiko di mesin tersebut yaitu dengan penggunaan APD, seperti sepatu safety agar pekerja tidak terpeleset, tertiban, tertusuk chips, penggunaan
sarung
tangan agar tidak tersayat, helm agar tidak tertimpa. Diberi tangga agar pekerja tidak jatuh. Diberi pelatihan agar pekerja tidak tergencet dan risiko jari terpotong. Selain potensi bahaya mekanik dari proses produksi di mesin DGMP dan DGAL juga terdapat potensi bahaya fisik, kimia, fisiologis dan ergonomi. Hal tersebut sebagaimana telah diungkapkan oleh Tarwaka (2008),
potensi bahaya fisik di area mesin DGMP dan DGAL dapat
mengakibatkan gangguan pendengaran, karena bahaya dari suara mesin. Potensi bahaya kimia dapat mengakibatkan risiko paparan toksisitas dari material, risiko gangguan kesehatan berasal dari cairan hasil collant yang dapat membahayakan kesehatan. Sedangkan potensi bahaya fisiologis dalam bentuk posisi kerja naik turun mesin, jongkok, berdiri dan duduk yang dilakukan secara berulang-ulang, dapat mengakibatkan gangguan ergonomi pada pekerja / operator mesin. Semua potensi bahaya dan risiko
156
dijelaskan pada tabel 5.1 dan 5.2 yaitu identifikasi dan penilaian risiko pada mesin DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS. Jika ditempat kerja memiliki potensi bahaya maka harus dilakukan pengendalian, yang dapat mereduksi paparan bahaya kepada pekerja. Menurut Tarwaka (2008), terdapat 2 metode yaitu sarana pengendalian permanen (jangka panjang) dan pengendalian sementara (jangka pendek). Untuk menentukan sarana dengan pengendalian permanen atau sementara harus dilakukan prioritas pengendalian terlebih dahulu. Sebagaimana yang yang diungkapkan oleh Ramli (2010a) terdapat strategi pengendalian risiko yaitu menekan likelihood / kemungkinan terjadinya suatu kejadian, menekan kosekuensi / paparan yang diterima, dan pengendalian risiko. Sebagaimana pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik menurut
OHSAS
yaitu
dengan
pendekatan
eliminasi,
substitusi,
pengendalian teknis, pengendalian administratif, dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Sebagaimana berdasarkan beberapa teori yang telah diungkapkan bahwa hirarki pengendalian tentu saja harus dibuat prioritas untuk menekan kemungkinan terjadinya kejadian. Berdasarkan prinsip pengendalian permanen menurut Tarwaka (2008), pengendalian teknis seperti eliminasi (menghilangkan sumber bahaya) adalah yang utama, selanjutnya diikuti oleh pengendalian lainnya. Di Bidang Profilling Prismatic Machine itu sendiri berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi belum pernah meningkatkan dengan pengendalian teknis. Manajemen meningkatkan dengan pengendalian administratif dalam
157
bentuk pelatihan, shift kerja, penerapan safety sign. Akan tetapi dalam pelaksanaan pengendalaian administratif dengan penerapan safety sign masih belum maksimal. Oleh karena itu, sebaiknya pengendalian administratif dalam bentuk safety sign dibuat sesuai dengan potensi bahaya, risiko dan pengendaliannya agar pekerja dan tamu perusahaan mengetahui potensi dan risiko bahaya yang mungkin terjadi. Menurut standar ANSI pemasangan safety sign harus berdasarkan potensi bahaya yang ada di tempat kerja dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No.50 tahun 2012 pada bab keamanan bekerja berdasarkan SMK3 tentang sub bab area terbatas,
bahwa rambu-rambu mengenai keselamatan dan tanda pintu
darurat harus dipasang sesuai dengan standar dan pedoman teknis. Jika dibandingkan dengan kenyataan, tidak ada satupun keberadaan safety sign yang mengindikasikan risiko dan potensi bahaya dari proses produksi secara tepat. Sementara, pengaruh dari potensi bahaya dan risiko tersebut dapat mengganggu kesehatan secara fisik dimana dapat menyebabkan gangguan-gangguan atau kerusakan pada tubuh (Tarwaka, 2008). Di bagian mesin DGMP dan DGAL hanya terdapat tanda berupa mandatory penggunaan sepatu safety, kacamata safety, ear muff, dan safety line. Letak 1 tanda sepatu safety juga terhalang oleh mesin besar dari DGMP sehingga tidak terlihat dan tidak dapat memberikan pesan kepada pekerja maupun pengunjung yang datang ke area kerja. Safety sign lainnya di are mesin DGMP juga terletak jauh dari area mesin yaitu sejauh ± 20 m.
158
Warna sign juga sudah pudar dan ukurannya juga kecil Karena belum di update.
Gambar 6.1 Keberadaan Safety Sign di Mesin DGMP
Gambar 6.2 Keberadaan Safety Sign di Mesin DGAL
Keberadaan Safety Sign di mesin DGMP dan DGAL menurut standar safety sign ANSI Z535.4-2007 berdasarkan situasi bahaya yang menginstruksikan pesan keselamatan untuk melindungi pekerja maupun properti dari risiko kerugian belum sesuai dengan risiko bahaya yang ada ditempat kerja. Oleh karena itu, harus dilakukan evaluasi terhadap penerapan safety sign sebagai bentuk pengendalian bahaya yang sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang sistem manajemen keselamatan. Menurut Sumbo Tinarbuko (2008), pembuatan safety sign yang baik adalah yang memenuhi 4 kriteria seperti : mudah dilihat, mudah dibaca, mudah dimengerti, dan dapat mudah dipercaya. Safety sign di
159
mesin DGAL memiliki kelebihan dibandingkan dengan mesin DGMP, yaitu dengan adanya caution sign (terpeleset). Letak 1 tanda sepatu safety juga terhalang oleh mesin besar dari DGAL sehingga tidak terlihat dan tidak dapat memberikan pesan kepada pekerja maupun pengunjung yang datang ke area kerja. Warna sign juga sudah pudar dan ukurannya juga kecil karena penerapan safety sign yang belum di update. Sedangkan tanda-tanda tersebut bertujuan menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif.
Menurut Sumbo Tinarbuko (2008), keberadaan
safety sign mampu menggantikan sesuatu yang lain, dapat dipikirkan, atau dibayangkan. Berdasarkan teori tersebut bahwa keberadaan safety sign di mesin DGMP dan DGAL sepenuhnya belum lengkap dan belum berfungsi dengan baik. Hal tersebut dapat dibuktikan pada tabel 5.4 yaitu keberadaan safety sign berdasarkan potensi bahaya dan risiko. Begitu juga keberadaan safety sign yang ada di mesin MATEC dan JOBS yang memilki
potensi bahaya dan
risiko sama dengan mesin
DGMP, seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya. Tetapi, terdapat sedikit perbedaan potensi bahaya yang dihasilkan yaitu risiko terjatuh, tergencet karena mesin MATEC dan JOBS tidak tinggi dan besar. Risiko terpapar cipratan dural, karena bentuk dari mesin MATEC dan JOBS yang sudah terisolasi. Di mesin MATEC dan JOBS tidak ada sama sekali indikasi penerapan safety sign untuk pekerja, hanya terdapat tanda prohibition di kerangkeng mesin, itupun juga berasal dari pabrik mesin.
160
Gambar 6.3 Keberadaan Safety Sign di Mesin MATEC dan JOBS
Keberadaan Safety Sign di mesin MATEC dan JOBS menurut standar safety sign ANSI Z535.4-2007 berdasarkan situasi bahaya yang menginstruksikan pesan keselamatan untuk melindungi pekerja maupun properti dari risiko kerugian belum sesuai dengan risiko bahaya yang ada ditempat kerja. Hal tersebut karena tidak ada safety sign sama sekali yang terpajang di mesin MATEC dan JOBS, yang mengindikasikan adanya tanda risiko bahaya sesuai dengan hasil identifikasi yang dilakukan. Menurut Kusrianto (2009), bahwa manusia mampu memberikan makna dan menginternalisasikan makna terhadap suatu objek, tempat, maupun suasana dari orang-rang yang berada dalam lingkungan simbolik. Hal tersebut menunjukkan bahwa di mesin MATEC dan JOBS
tidak
terdapat makna untuk mengindikasikan suasana bahaya yang dapat terjadi kapan saja untuk pekerja dan tamu perusahaan, karena tidak adanya satupun safety sign yang terpasang. Menurut Gustosign (2013) sebagai ahli konsultan dan pembuat safety sign, keberadaan safety sign memiliki tujuan untuk mencegah kecelakaan ditempat kerja. Safety sign berisi pesan-pesan mengenai bahaya serta penempatan informasi lain yang berhubungan dengan
161
keamanan kerja. Begitu juga di Bidang Profilling Prismatic Machine, penempatan safety sign yang masih kurang tepat serta tidak adanya safety sign yang mengindikasikan adanya potensi bahaya atau pemberitahuan akan memberikan makna sikap yang normal saja untuk pekerja. Akan tetapi, jika disetiap mesin atau proses kerja yang memiliki sign¸ akan memberikan rasa tanggung jawab untuk menjaga dirinya agar lebih berhati-hati untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Sehingga risiko yang dapat muncul, bisa diminalisir dengan memunculkan safety sign tersebut. Sebaiknya, PT. Dirgantara Indonesia dalam manajemen K3LH, pada penerapan safety sign, menggunakan standar yang berlaku dan memilih perusahaan pembuat safety sign yang terbaik agar penerapan safety sign dapat tepat sesuai dengan standar dan komposisi. Selain itu, keberadaan safety sign sebaiknya dilakukan berdasarkan hasil identifikasi bahaya, agar penerapannya dapat berguna untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.
6.5 Kebutuhan Safety Sign Berdasarkan Daftar Bahaya Kebutuhan safety sign berdasarkan hasil identifikasi bahaya yang telah didiskusikan oleh key informan, yaitu dengan memberikan rekomendasi safety sign di mesin DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS berdasarkan situasi bahaya dan risiko pekerjaan. Safety sign dalam bentuk mandatory yang sudah ada juga dibuat kebutuhan berdasarkan referensi
162
standar ANSI Z535 dan BSI 5499 dengan pictogram, symbol panel, signal word, dan word message yang terbaru. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan penilaian risiko, di dapat daftar potensi bahaya yang ada di mesin DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS adalah berupa potensi bahaya mekanik, fisik, kimia, fisiologis, ergonomis. Kebutuhan safety sign berdasarkan risiko bahaya dan pengendalian yang diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine. Oleh karena itu, analisa kebutuhan safety sign sudah sesuai
dengan
pedoman Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem keselamatan dan kesehatan kerja pada bab area terbatas yang menyatakan bahwa rambu-rambu K3 harus dipasang sesuai dengan standar dan pedomen teknis. Standar yang digunakan yaitu dengan ANSI Z535 dan BSI 5499 yang dibuat berdasarkan hasil identifikasi bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine. Berdasarkan daftar potensi bahaya, risiko dan pengendalian kebutuhan safety sign sudah disesuaikan dengan klasifikasi tanda bahaya sesuai dengan standar ANSI Z535 dan BSI 5499. Diantaranya warning sign, caution sign, danger sign, notice sign, dan prohibition sign. Potensi bahaya yang memilki risiko tinggi sangat diutamakan untuk diberikan informasi, karena akan mengakibatkan bahaya mekanik seperti terpeleset, terjatuh, tertimpa, tertusuk chips, tersayat, terpotong, tertiban, dan terjepit.
163
Menurut standar safety sign ANSI Z535.4-2007 yang menyatakan bahwa safety symbol dipilih berdasarkan representasi grafis dengan jelas untuk menyampaikan pesan keselamatan secara spesifik, dan juga memberikan signal word (DANGER : merah, WARNING : oranye. CAUTION : kuning, NOTICE : biru). Safety sign menurut ANSI Z535.42007 juga harus dilengkap dengan symbol panel (pictogram), dan pesan yang disampaikan. Hal tersebut membuktikan keberadaan safety sign belum sesuai dengan standar ANSI Z535 yang juga diterapkan di Bidang Profilling Prismatic Machine. Untuk memberikan perbandingan kesesuaian terhadap keberadaan safety sign dilapangan, kebutuhan penggunaan safety sign berdasarkan potensi bahaya, risiko dan perintah penggunaan APD. Menurut ANSI Z535.4 2007 dan Gustosign (2013) dapat dijelaskan dengan pesan yang disampaikan seperti : a. Warning sign Warning sign dengan background berwarna oranye dan kata WARNING berwarna hitam. Hal tersebut mengindikasikan situasi kemungkinan terjadinya kecelakaan serius atau kematian. Sementara di Bidang Profilling Prismatic Machine memiliki risiko bahaya tersayat, tergores, jari terpotong, tertusuk chips, tersengat listrik, terjepit mesin, serta tertiban benda berat. Oleh karena itu, di Bidang Profilling Prismatic Machine dibutuhkan warning sign. Tetapi,
164
khusus di mesin MATEC dan JOBS karena karakteristik bentuk mesin yang tidak besar maka tidak dibutuhkan warning sign dengan risiko bahaya terjepit. b. Caution sign Caution sign dengan background berwarna kuning dan kata CAUTION berwarna hitam, mengindikasikan situasi berbahaya yang dapat menyebabkan luka ringan atau sedang. Oleh karena itu, himbauan atau waspada akan adanya risiko bahaya di Bidang Profilling Prismatic Machine
dibutuhkan tanda caution sign,
diantaranya karena adanya potensi bahaya dan risiko terpeleset, lintasan forklift, bahaya terjatuh (hanya mesin DGMP dan DGAL), tersandung, serta tertiban alat kerja yang berat. c. Danger sign Danger sign dengan background berwarna merah dan kata DANGER berwarna putih, mengindikasikan situasi bahaya yang memiliki kemungkinan tinggi terjadinya kematian atau luka serius. Sementara di Bidang Profilling Prismatic Machine memiliki risiko bahaya kebakaran karena satu ruang dengan ruang produksi yang memiliki risik terbakar. Oleh karena itu, dibutuhkan tanda bahaya terbakar, mengindikasikan adanya alat APAR sebagai fire fighting sign dan dilarang merokok.
165
d. Notice Sign Notice sign dengan background
berwarna biru dan kata
NOTICE berwarna putih, yang menyampaikan pesan keselamatan personil
atau
perlindungan
terhadap
properti
perusahaan
bersangkutan. Notice sign biasa dipakai unuk membeikan mandatory sign. Di Bidang Profilling Prismatic Machine membutuhkan Notice sign dalam bentuk himbauan pemakaian / mandatory penggunaan alat pelindung diri seperti : sepatu safety, helm, sarung tangan, masker, seragam kerja, earmuff, dan kacamata safety. e. Safe Condition Sign / safety first background berwarna hijau dan gambar atau kata berwarna putih, yang
memberikan Instruksi-
instruksi umum yang berhubungan dengan praktek kerja yang aman, serta memberikan tanda jalur evakuasi. Oleh karena itu, berdasarkan potensi
bahaya
di
Bidang
Profilling
Prismatic
Machine
dibutuhkannya tanda jalur evakuasi. f. Selain tanda diatas kebutuhan safety sign juga ditambah dengan adanya prohibition sign di mesin MATEC dan JOBS yaitu tanda dilarang masuk saat mesin beroperasi. Selain itu, untuk semua mesin di Bidang Profilling dibutuhkan tanda bahaya dari limbah material dan risiko gangguan kesehatan pada pekerja efek dari collant dan material yang dibentuk oleh mesin.
166
Material yang digunakan berdasarkan standar BSI 5499 yaitu diantaranya adalah poliester, plastik kaku, alumunium dan polypropylene juga sudah sesuai secara keseluruhan, karena material safety sign yang digunakan di Bidang Profilling Prismatic Machine terbuat dari bahan alumunium, plastik kaku dan stainless. Walaupun sifat dari pengendalian dalam bentuk safety sign hanya berupa tanda peringatan, pemberitahuan / informasi akan lebih baik jika safety sign diterapkan secara optimal berdasarkan potensi bahaya dengan memberikan tanda warning, caution, danger, notice, serta indikasi adanya alat-alat pemadam kebakaran. 6.6 Kesesuaian Keberadaan Safety Sign di Bidang Profilling Prismatic Machine Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 bahwa ramburambu mengenai keselamatan dan tanda pintu darurat harus dipasang sesuai dengan standar dan pedoman.
Berdasarkan hasil identifikasi bahaya,
terdapat risiko bahaya terpeleset, tertimpa, terjatuh, tersayat, tergores, tertiban, kebisingan, gangguan ergonomi, yang diklasifikasikan secara potensi bahaya fisik menurut Tarwaka (2008) dapat menyebabkan gangguan pendengaran, kerusakan pada otot, dapat menyebabkan kelelahan kerja, bahkan potensi terjadinya kebakaran. Tetapi, keberadaan safety sign tidak ada yang sesuai dengan analisa kebutuhan safety sign berdasarkan potensi bahaya yang ada.
167
Berdasarkan hasil kebutuhan safety sign yang dibandingkan dengan keberadaan safety sign di mesin DGMP dan DGAL dengan tanda perintah (mandatory sign) yaitu penggunaan sepatu safety, ear muff, safety googles tidak memiliki kesesuaian. Hanya terdapat 2 kesesuaian yaitu indikasi potensi bahaya dengan tanda segitiga mengindikasikan alat APAR dan tanda dilarang merokok. Selebihnya safety sign berdasarkan potensi bahaya dan risiko di mesin DGMP tidak memiliki kesesuaian. Walaupun terdapat tanda sepatu safety, peggunaan earmuff, kaca mata safety di masing-masing mesin, safety sign yang terpasang sudah tidak sesuai dengan standar regulasi ANSI Z535 yang berlaku. Menurut ANSI Z535 safety sign harus dilengkapi dengan kata sinyal, simbol peringatan keselamatan, dan pesan dari kata sinyal. Begitu juga dengan analisa kesesuaian keberadaan safety sign di mesin MATEC dan JOBS berdasarkan potensi bahaya dan risiko di mesin tersebut tidak memiliki kesesuaian berdasarkan keberadaan dan kebutuhan safety sign, karena safety sign yang terdapat di mesin MATEC dan JOBS hanya berdasarkan sign yang sudah teridentifikasi dari pabrik pembuatan mesin tersebut mesin, bukan berdasarkan pekerjaan yang berhubungan dengan mesin tersebut yang seharusnya di buat kebijakan yang baru oleh pihak Departemen K3LH atau Bidang Profilling Prismatic Machine. Potensi bahaya yang terdapat di mesin MATEC dan JOBS memiliki kesamaan dengan mesin DGMP, akan tetapi terdapat beberapa perbedaan seperti terjatuh dan tergencet karena bentuk mesin MATEC dan
168
JOBS tidak besar. Oleh karena itu berdasarkan kebutuhan safety sign tidak ada. Menurut Undang-undang Tahun 1970 tentang keselamatan kerja pasal 9,12 dan 14 penggunaan APD di tempat kerja merupakan suatu keharusan. Oleh karena itu berdasarkan APD yang sesuai dengan risiko bahaya yang teridentifikasi juga harus didukung oleh tanda perintah (mandatory sign) penggunaan APD di lingkungan kerja. Hal tersebut adalah untuk mendukung perilaku pekerja agar menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya di tempat kerja agar terhindar dari kejadian atau kecelakaan kerja. Di Bidang Profilling Prismatic Machine sendiri, tanda mandatory tidak mendukung dari setiap potensi bahaya yang ada. Selain tidak terpasang, safety sign dengan sinyal pemberitahuan penempatannya tidak sesuai yaitu jauh dari pekerja dan kondisinya sudah kurang baik. Sebagaimana disampaikan oleh Tinarbuko (2008),
bahwa
terdapat 4
kriteria penerapan safety sign yang baik yaitu mudah dilihat, mudah dibaca, mudah dimengerti, dan dapat dipercaya. Jika tanda penggunaan APD pada mandatory sign tidak dirubah sesuai dengan tempatnya, maka yang akan terjadi adalah tidak dapat dilihat dan dimengerti karena tidak dapat memberikan pesan kepada pekerja atau tamu perusahaan, bahwa di area tersebut menyimpan bahaya dan harus melindungi diri dengan APD. Akibatnya dapat menimbulkan risiko bahaya seperti terpeleset, terjatuh, tersayat, jari terpotong, dsb.
169
Selain tanda indikasi perintah, pada potensi bahaya biologis terhadap gangguan pernapasan juga tidak disertai dengan simbol dan tanda berbahaya di sekitar mesin DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS. Hal tersebut menunjukkan ketidaksesuaian terhadap potensi bahaya biologis yang mengakibatkan gangguan pernapasan. Oleh akrena itu, upaya pengendalian yang dilakukan dalam bentuk safety sign perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi berdasarkan
ketidaksesuaian tersebut diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 pada bab keamanan bekerja berdasarkan SMK3 yang menyatakan upaya pengendalian risiko di evaluasi secara berkala apabila terjadi ketidaksesuaian atau perubahan pada proses kerja. Menurut Health and Safety Executive (2009) yang mengikuti ketentuan dari BSI bahwa safety sign terbagi menjadi 5 yaitu prohibition sign (tanda larangan), warning sign (tanda peringatan), mandatory sign (tanda perintah, safe condition sign (tanda kondisi aman), dan fire fighting (tanda peralatan kebaran). Sedangkan dengan standar ANSI Z535 memiliki kesamaan dengan standar BSI akan tetapi terdapat perbedaan yaitu terdapat caution sign dan notice sign pada standar ANSI. Warna simbol warning sign juga berwarna oranye, jika di BSI berwarna kuning warna kuning dengan standar BSI adalah indikasi adanya warning sign. Oleh karena itu PT. Dirgantara Indonesia dalam penerapan safety sign dapat menggunakan salah satu standar atau kedua-duanya sesuai dengan potensi bahaya di tempat kerja.
170
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang didapat berdasarkan hasil dari tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Proses produksi di Bidang Profilling Prismatic Machine memiliki 3 bagian berdasarkan karakteristik dan jenis kerja mesin diantaranya mesin DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS. fungsi dari ketiga bagian mesin yaitu melubangi dan membentuk material yang berasa dari alumunium, besi, baja, dsb. 2. a) Potensi bahaya yang terdapat di Bidang Profilling Prismatic Machine yang terbagi berdasarkan 3 bagian mesin yaitu DGMP, DGAL, MATEC dan JOBS, memiliki potensi bahaya yang berasal dari proses produksi. Terdapat bahaya mekanik, fisik, kimia, fisiologis dan ergonomi. yang dijelaskan pada tabel 5.3 b) Sebagian besar tingkat risiko di Bidang Profilling Prismatic Machine dari hasil penilaian risiko yaitu high risk. Diantaranya dibedakan berdasarkan tingkat bahaya sangat ekstrim, tinggi, serius, sedang, dan kecil. Risiko yang ada di Bidang Profilling Prismatic Machine yaitu bahaya mekanik (terpeleset, terjatuh, tertimpa, tersayat, tergores,
jari
terpotong,
gangguan
pernapasan,
gangguan
pendengaran, tersengat listrik, tersandung, tertiban, serta tergencet).
171
Bahaya fisik (cipratan dural, sisa material/chips). Selanjutnya risiko gangguan ergonomi dan kimia (limbah hasil material). 3. Keberadaan safety sign yang mengindikasikan risiko dan potensi bahaya dari proses produksi masih kurang tepat, karena belum sesuai dengan potensi bahaya dan risiko ditempat kerja. 4. Analisa kebutuhan safety sign dilakukan sesuai
dengan
pedoman
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012, standar ANSI Z535 dan BSI 5499 di Bidang Profilling Prismatic Machine yaitu dibutuhkannya caution sign, warning sign, notice sign, dnger sign, prohibition sign, serta safe conition sign yang telah disesuaikan dengan hasil identifikasi bahaya. 5. Hasil analisa kesesuaian keberadaan safety sign di Bidang Profilling Prismatic Machine menunjukkan tidak sesuai. Ketidaksesuaian berdasarkan aspek keberadaan, penempatan, kondisi, analisa kebutuhan, dan hasil wawancara mendalam, bahwa jika dibandingkan dengan standar dan potensi bahaya tidak cocok. Hal tersebut telah didukung dari hasil perbandingan antara kebutuhan dengan keberadaan safety sign di 3 bagian Bidang Profilling, berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan risiko bahaya.
172
7.2 Saran Adapun saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebaiknya dilakukan kegiatan identifikasi bahaya ulang dan inspeksi bahaya rutin di seluruh Direktorat Produksi. Inspeksi dilakukan dengan tujuan untuk melihat kemunculan potensi bahaya yang tidak terlihat saat melakukan identifikasi bahaya. 2. Walaupun safety sign bukan pengendalian yang utama, tapi dapat memberikan
gambaran
bahaya
di
area
kerja
serta
dapat
meminimalisasikan kecelakaan ditempat kerja. Oleh karena itu, akan lebih baik jika safety sign diterapkan secara optimal berdasarkan potensi bahaya dengan memberikan tanda warning, caution, danger, notice,safe condition serta indikasi adanya alat-alat pemadam kebakaran sesuai dengan standar yang berlaku.
173
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, S. 2013. Modul Kesehatan dan Keselamatan Kerja (pp. 26). ANSI Standard. 2007. ANSI Z535.4-2007 for Product Safety Sign and Labels. Rosslyn : National Electrical Manufactures Association. ANSI Standard. 2011. ANSI Z535.3-2011 Criteria for Safety Symbol. National Electrical Manufactures Association (NEMA) Alijoyo, Antonius. 2005. Enterprise Risk Management, Pendekatan Praktis. Ray Indonesia. Australia Standars/New Zaeland. 2004. Risk Management 4360. Standard Association of Australia, Strathfield. B. Miles, Matthew & Huberman, A. Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi, Jakarta : UI Press. British Standar Institute. 1996. Safety Sign Regulations. British. Brady Budiono, sugeng A.M. 2003. Manajemen Risiko dalam Hiperkes dan Keselamatan Kerja Bunga Rampai Hiperkes dan KK Edisi kedua Semarang : Universitas Diponegoro. Badan Safety Sign Indonesia. 2009. Diakses di http://safetysign.co.id/ pada 12 Maret 2014 – 3 Juli 2014 Cahyani, P. 2009. Pemetaan Sistem Organisasi Sebagai Refleksi Budaya Keselamatan Kerja (Safety Culture) Industri Manufaktur Indonesia. Institut Teknologi Bandung, Bandung.
174
Center for Cheemical Process Safety (CCPS). 2000. Guidelines for Chemical Process Quantitative Risk Analysis, 2 edition, American Institute of Chemical Engineers (AIChE). New York. Gustosign. 2013. Safety sign atau rambu keselamatan/rambu K3 merupakan kelompok sign yang berfungsi untuk mejaga keselamatan kerja. Bandung. Diakses di http://gustosign.com/web/safety-sign/ pada 1 Juli 2014. Harold, Kerzner. 2001. Project Management: a. System to Planning, Scheduling and Controlling. Harold, Kerzner. 2001. Project Management: a. System to Planning, Scheduling and Controlling. Health and Safety Executive. 2009. The Health and Safety (Safety Signs and Signals) Regulation 1996. United Kingdom. Herdiansyah, Haris. 2011. Metodologi Penelitian Kulitatif. Jakarta: Salemba Humanika. Ilmi, Toyibatul. 2012. Rambu-Rambu Kesehatan & Keselamatan Kerja. Engineering Articles. Juliana, Anda Ivana 2008. Implementasi Metode Hazops dalam Proses Identifikasi Bahaya dan Analisa Risiko Pada Feedwater System di Unit Pembangkitan Paiton PT. PJB. Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
175
Jay Heizer dan Barry Render. 2005. Operation Management, 7th edition. Jakarta : Salemba Empat Kolloru, Rao V et all. 1996. Risk Assessment and Management handbok for environmental health and safety professionals. Newyork : Mc Graw Hill. Kusrianto, Adi. 2009. Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: ANDI. Lestari, Fatma. 2014. Strategi Peningkatan Keselamatan Kerja & Keselamatan Publik di Indonesia melalui Pendekatan Sistematik Pencegahan Munawir, A. 2010. HAZOP, HAZID, VS JSA. Migas Indonesia Marquette, K. 2013. ANSI Standars for Safety Signs. eHow NFPA 1600. Standar on Disaster / Emergency Management and Business Continuity
Program 2007 Edition, NFPA, Batterymarch Park, Quincy
Norman K Denzin, Yvona Lincoln. 1994. Hand Book of Qualitative Research, California : SAGE Publications OHSAS 18001. 2007 Occupational Health and Safety Assessment Series, OH&S Safety Management System Requirements. PT.
Dirgantara
Indonesia.
2011.
Arsipiptek.
Diakses
di
http://arsipiptek.blogspot.com/2011/01/pt-dirgantara-indonesia-peluangdan.html) pada 12 November 2013 pukul 11.25 PM Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. oleh : Presiden RI Redja, George E. 2003. Principles of Risk Management and Insurance. Eight Edition : Person Education. 176
Render, B. J. Heizer. 2005. Operations Management. Penerbit Salemba Empat. Pearson Education Asia. Ramli, S. 2010. Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: Dian Rakyat. Ramli, S. 2010b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001 (Vol. 01). Jakarta: Dian Rakyat. Safety Line Institute. 2005. Identify Hazard and Assess OHS Risk. Australia. Safety Line Institute. 2005. Risk Management Process. Australia. Suma’mur, Dr. P.K. Msc. 1981. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. PT. Toko Gunung Agung. Simpson, Mary Anne. 2013. OSHA Sign Standards. eHow. Standard Nasional Indonesia (SNI). 2006. Manajemen Tanggap Darurat untuk Keadaan Darurat di kegiatan Usaha Pertambangan Siswowardojo, Widodo. 2003. Norma Perlindungan Ketenaga Kerjaan, Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta Syartini, Titi. 2010. Penerapan SMK3 dalam Upaya Pencegahan Kecelakaan Keja di PT. Indofood CBP Sukses Makmur Divisi Noodle Cabang Semarang. Surakarta : Laporan Khusus Program Diploma III Hiperkes Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Soeripto, IR. Vol. XXXI : No. 1 Oktober-Desember. 1997. Job Safety Analysis. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja.
177
Tarwaka. 2008. Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surkarta : Harapan Press. Tinarbuko, Sumbo 2008. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta : Jalasutra Taylor, G., dkk. 2004. Enhancing Occupational Safety and Health. India: Great Britain.
UNSW Health and Safety. 200). Risk Management Program. Canberra: University
of
New
South
Wales.
Diakses
http://www.ohs.unsw.edu.au/ohs-riskmanagement/index.html.
di
pada
2
Mei 2014) Undang-undang No. 03 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Oleh : Presiden RI. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. oleh : Presiden RI Webb, A. 1994. Risk Analysis for Business Decisions. Engineering Management Journal.
178
LAMPIRAN
Kepada Yth : Calon Informan Penelitian Di PT. Dirgantara Indonesia
Dengan Hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini Mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Nama : Evianti Anggun Lestari NIM : 1110101000009 Akan mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Berdasarkan Bahaya yang terdapat di Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia, Tahun 2014”. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana Strata 1 di Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan safety sign berdasarkan hasil dari identifikasi bahaya dalam kegiatan proses indutsri bidang manufaktur PT. Dirgantara Indonesia. Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi informan dan kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga, serta hanya digunakan dalam kepentingan penelitian. Atas perhatian dan kesediaan Bapak/Ibu yang bersedi menjadi informan saya ucapkan terima kasih. Peneliti,
Evianti Anggun Lestari
Pedoman Wawancara “ANALISIS KESESUAIAN KEBERADAAN SAFETY SIGN BERDASARKAN BAHAYA YANG TERDAPAT DI DEPARTEMEN METAL FORMING DIREKTORAT PRODUKSI PT. DIRGANTARA INDONESIA, TAHUN 2014”
Panduan Wawancara Informan Utama (Staf Departemen K3LH) Kode Informan
:
Tanggal Informan
:
Pewawancara
:
Identitas Informan
:
a. Nama / Inisial Informan : b. Jabatan / Jenis Pekerjaan : c. Jenis kelamin
:
d. Usia
:
Tertanda Bersedia Menjadi Informan : Signature Informan,
(.......................................)
Topik : Informasi Mengenai Tempat Penelitian di Direktorat Produksi Panduan Wawancara 1. Bagaimana angka kecelakaan di Direktorat Produksi ? 2. Terdapat di Departemen apa kecelakaan tertinggi di Direktorat Produksi ? 3. Berapa angka SIR dan FIR di Departemen yang memiliki angka kecelakaan tertinggi selama kurun waktu 5 tahun sebelumnya ?
Topik : Informasi Mengenai Pelaksanaan Manajemen Risiko Panduan Wawancara 1. Bagaimanakah pelaksanaan proses produksi di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia ? 2. Bahaya apa saja yang terdapat di Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia ? 3. Bagaimana cara melakukan identifikasi bahaya di Direktorat Produksi oleh Departemen K3LH PT. Dirgantara Indonesia ? 4. Bagaimana cara menilai bahaya atau risiko yang dilaksanakan Departemen K3LH di PT. Dirgantara Indonesia ? 5. Bagaimana cara pengendalian bahaya yang dilakukan Departemen K3LH PT. Dirgantara Indonesia berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian risiko / bahaya ? 6. Siapa saja orang yang terlibat dalam penentuan kebijakan dalam mengatur manajemen risiko di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia ? 7. Apakah form yang dipakai dalam mengidentifikasi bahaya, penilaian serta pengendalian bahaya yang digunakan adalah prosedur yang mutlak dalam manajemen risiko di industri penerbangan seperti PT. Dirgantara Indonesia ? 8. Bagaimana penerapan pengendalian teknis / engineering control yang sudah dilaksanakan oleh Departemen K3LH ? 9. Bagaimana penerapan pengendalian administrasi / administrasi control yang sudah dilaksanakan oleh Departemen K3LH ? 10. Bagaimana cara pengendalian bahaya yang dilakukan Departemen K3LH berdasarkan penggunaan APD yang harus dipakai pekerja ?
Topik
: Informasi Penerapan Safety Sign Panduan Wawancara
1. Bagaimana kebijakan terhadap penerapan safety sign sebagai bentuk pengendalian adinistrasi di Direkorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia ? 2. Bagaimana kondisi safety sign saat ini yang sudah diterapkan ? 3. Standar safety sign apa yang digunakan di Direktorat Produksi
PT.
Dirgantara Indonesia ? 4. Apa alasan menggunakan standar safety sign tersebut ? 5. Siapakah yang ditugaskan untuk memasang safety Sign di Direktorat Produksi ?
Panduan Wawancara Informan Pendukung (Manajer / Supervisor / Team Leader) Kode Informan
:
Tanggal Wawancara
:
Pewawancara
:
Identitas Informan
:
a. Nama / Inisial Informan
:
b. Jabatan / Jenis Pekerjaan : c. Jenis kelamin
:
d. Usia
:
Tertanda Bersedia Menjadi Informan: Signature Informan,
(.......................................)
Panduan Wawancara Nara Sumber Pendukung (Manajer / Supervisor / Team Leader) Kode Nara Sumber
:
Tanggal Wawancara
:
Pewawancara
:
Identitas Nara Sumber
:
a. Nama / Inisial Nara Sumber : b. Jabatan / Jenis Pekerjaan : c. Jenis kelamin
:
d. Usia
:
Tertanda Bersedia Menjadi Nara Sumber : Signature Informan,
(.......................................)
Panduan Wawancara (Manajer) 1. Terdapat berapa bidang tahapan di Departemen Machining ? 2. Bagaimana tingkat incident / kejadian di Departemen Machining ? 3. Bagaimana tingkat kecelakaan di Departemen Machining ? 4. Pada tahap bidang apa tingkat kecelakaan tertinggi di Departemen Machining ? 5. Bagaimana tahapan proses produksi di bidang tersebut ? 6. Berapa jumlah mesin yang terdapat di bidang tersebut ? 7. Bahaya apa saja yang terdapat di bidang tesebut ? 8. Bagaimana catatan P3K di bidang tersebut ? 9. Bagaimana pelaksanaan manajemen risiko (identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko) di Departemen Machining dan di bidang yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi ? 10. Bagaimana penerapan pengendalian bahaya yang sudah dilakukan di Departemen Machining dan di bidang yang
memiliki tigkat kecelakaan
tertinggi ? 11. Bagaimana penerapan pengendalian teknis (engineering control) yang sudah diterapkan di Departemen Machining ? 12. Bagaimana penerapan pengendalian administrasi (administrasi control) yang sudah dilakukan ? 13. Bagaimana prosedur penerapan safety sign di Departemen Machining ? 14. Bagaimana keadaan safety sign di Departemen Machining ? 15. Apakah penempatan safety sign yang sudah ada sesuai dengan bahaya dan proses kerja di Departemen Machining ? 16. Siapakah yang bertugas memasang Safety Sign di Departemen Machining ?
17. Bagaimana pendapat Bapak/ibu tentang pentingnya penerapan safety sign di Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia ?
Panduan Wawancara (Supervisor) 1. Terdapat berapa bidang tahapan di Bidang ini ? 2. Bagaimana tingkat incident / kejadian di Departemen Machining ? 3. Bagaimana tingkat kecelakaan di Departemen Machining ? 4. Pada tahap bidang apa tingkat kecelakaan tertinggi di Departemen Machining ? 5. Bagaimana tahapan proses produksi di bidang tersebut ? 6. Berapa jumlah mesin yang terdapat di bidang tersebut ? 7. Bahaya apa saja yang terdapat di bidang tesebut ? 8. Bagaimana catatan P3K di bidang tersebut ? 9. Bagaimana pelaksanaan manajemen risiko (identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian risiko) di Departemen Machining dan di bidang yang memiliki tingkat kecelakaan tertinggi ? 10. Bagaimana penerapan pengendalian bahaya yang sudah dilakukan di Departemen Machining dan di bidang yang
memiliki tigkat kecelakaan
tertinggi ? 11. Bagaimana penerapan pengendalian teknis (engineering control) yang sudah diterapkan di Departemen Machining ? 12. Bagaimana penerapan pengendalian administrasi (administrasi control) yang sudah dilakukan ? 13. Bagaimana prosedur penerapan safety sign di Departemen Machining khususnya dibidang tersebut ? 14. Bagaimana keadaan safety sign di Departemen Machining khususnya di bidang tersebut ?
15. Apakah penempatan safety sign yang sudah ada sesuai dengan bahaya dan proses kerja di Departemen Machining khususnya di bidang tersebut ? 16. Siapakah yang bertugas memasang Safety Sign di Departemen Machining ? 17. Bagaimana pendapat Bapak/ibu tentang pentingnya penerapan safety sign di Departemen Machining Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia ?
Lampiran
Matriks Hasil Wawancara – Penerapan Safety Sign Informan Utama
Topik Pembahasan
Penerapan Safety Sign
Kriteria
Prosedur penerapan safety sign
Informan 1 (01) Penanggung Jawab Staf Bidang Pengendalian & Pengukuran Departemen K3LH Sesuai dengan potensi bahaya hasil identifikasi, hasil audit, jika sudah labur, rusak, ada proses baru dll. Diganti dan tinggal meminta ke Departemen K3LH.
Informan 2 (02)
Informan 3 (03)
Informan 4 (04)
Staf Bidang Pengendalian & Pengukuran Departemen K3LH
Staf Bidang Manajemen Departemen K3LH
Staf Bidang Pengendalian & Pengukuran Departemen K3LH
Kesimpulan
Berdasarkan inspeksi lapangan, audit, rekomendasi pengendalian setelah investigasi kecelakaan kerja, untuk di awal berdasarkan identifikasi bahaya.
Berdasarkan potensi bahaya yang didapat dari proses hasil identifikasi bahaya, audit, rekomendasi investigasi jika terjadi kecelakaan, serta sampai tahap mendesain dan mencetak warning
Melihat potensi bahaya.
Pengadaan dari, K3LH. Dimulai dari mendisain, merencakan sesuai dengan kebutuhan di proses produksi.
Kondisi safety sign Bagus, jika barang sudah habis, sudah diantisipasi dengan mencetak yang baru, selalu ter-update.
Standar safety sign yang diterapkan
Alasan menggunakan
Referensi dari mana saja, dengan kebijakan manual K3LH, standar SMK3 refernsinya dari vendor. Semua dipakai dari audit, ANSI, standar amerika. Dominan pakai standar Amerika. Memenuhi requirement
Belum di update lagi, sudah luntur.
Ada, cepat mengelotok, sekarang dalam bentuk plat yang dibuat oleh K3LH produksi.
90% bagus, 10% masih kurang karena masih terjadi perubahan struktural lokasi prosuksi perbagian.
Searching dari mana saja, menggunakan sumber dari mana saja.
Referensi dari mana saja.
Warnanya kuningkuning, ANSI
Tidak tahu alasannya.
Menggunakan kebijakan dari yang
Menganut ke Amerika
sign. Cukup baik, akan tetapi belum di update, sudah mengelotok, warnanya luntur, belum sesuai dengan tempat kerja karena masih adanya struktural organisasi yang berubah sehingga lokasi produksi juga berubah yang mempengaruhi safety sign yang sudah ada. Berdasarkan kebijakan terdahulu, menggunakan beberapa referensi sumber internet serta lebih menganut ke standar Amerika yaitu ANSI.
Sebagai pemenuhan requirement customer.
standar tersebut
customer.
Petugas pemasang safety sign
Jika ada yang meminta ke Departemen K3LH diberikan.
terdahulu, dan mengadop dari perusahaan besar. Staf departemen Pengadaan dari K3LH, akan tetapi K3LH, jadi jika di dari jika ada yang meminta direktorat produksi diberikan. ingin memakai tinggal menggunakan saja.
Organisasi terkait, petugas K3LH produksi dan sebagai jembatan adalah P2K3
Pengadaan ada di departemen K3LH, yang memasang bisa dari Supervisor yang meminta ke Departemen K3LH, tim K3LH produksi maupun pihak P2K3 sebagai jembatan antara produksi dan K3LH.
Lampiran
Topik Pembahasan
Penerapan safety ign
Matriks Hasil Wawancara – Penerapan Safety Sign Informan Pendukung
Kriteria
Bagian/bidang yang ada di Departemen Machining
Prosedur penerapan safety sign
Informan 1 (001) Manajer Departemen Machining
Informan 2 (002) Supervisor di Departemen Machining
Bagian adalah organisasi, mempunyai 7 Supervisor dengan struktur bidang yang baru. Dibedakan berdasarkan gru dri teknologi. Dilakukan identifikasi bahaya oleh tim dari Machining dan tim dari Departemen K3LH dan K3LH produksi. Pengadaan dari Departemen K3LH, pelaksanaan oleh
Saat ini masih ada 4 bidang yaitu profilling, medium, small, dan late. 7 bidang adalah rencana organisasi selanjutnya dan sedang berproses. Dalam penerapan safety sign pihak Machining tidak dilibatkan, yang menerapkan adalah K3LH di produksi yang meminta sign ke Departemen K3LH. Akan tetapi dalam penempatannya masih
Informan 3 (003) Supervisor di Departemen Machining Saat ini ada 4 bidang, Saya berwewenang di Bidang 3 Axis Prismatic Machine.
Telah disesuaikan dengan bahaya dan APD yang digunakan di tempat kerja.
Kesimpulan
Saat ini masih ada 4 bidang, dan akan adanya perluasan struktur organisasi yang akan datang menjadi 7 bidang.
Pelaksanaan dilakukan oleh tim K3LH produksi, dan pengadaan safety sign dari Departemen K3LH. Sebelum penempatan safety sign disesuaikan dengan bahaya dan penggunaan
K3LH produksi.
Kondisi safety sign
Kondisinya tidak memuaskan.
Ada yang sudah sesuai ada yang belum karena belum pick pemindahan rotasi kerja dan belum di revisi termasuk safety sign yang ada. Pentingnya sebesar Alasan menggunakan 10% karena fungsinya standar tersebut hanya untuk mengingatkan saja, sedangkan operator maupun pekerja lainnya sudah tahu risiko yang ada di lingkungan kerja. Petugas pemasang safety Semua dari K3LH. sign Standar safety sign yang diterapkan
kurang tepat, sehingga sign yang ada tidak memberikan makna. Safety sign lengkap, tetapi kualitas sudah buram, kotor, hilang, hanya tanda mandatory/penggunaan APD, tidak di maintenance.
Masih kurang dan harus dipasang lagi, karena adanya perubahan tata letak lokasi produksi.
Sudah sesuai dengan mandatory, akan tetapi hanya letaknya saja yang belum tepat.
Belum sesuai dengan potensi bahaya karena masih terjadi perpindahan lokasi kerja.
Secara manajemen itu penting, tapi secara moral belum mencapai efektivitas kepada pekerja.
Sangat penting karena yang utama dan dapat mengindikasikan adanya potensi bahaya maupun tanda peringatan agar terhindar dari kecelakan. Kerjasama antara tim K3LH dan bengkel.
Sudah ada dari di bangunnya ruang produksi.
APD yang bekerja sama dengan pihak produksi/bengkel. Kualitas masih kurang, karena sudah buram, letaknya sudah tidak sesuai, kotor, dan bahkan banyak yang tidak ada sign nya. Ada yang sudah sesuai dan ada yang belum sesuai karena masih adanya perpindahan lokasi kerja.
Di pandang penting karena dapat memberikan pengaruh kepada pekerja untuk mengindikasikan adanya potensi bahaya dan mandatory yang ada di tempat kerja. Kerjasama antara orang dari machining, K3LH produksi dan
Departemen K3LH.
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Utama
Topik Penerapan Safety sign
Kode Informan
: 01
Inisial
: SY
Tanggal Wawancara
: 13 Mei 2014
Peneliti “ok pak, karena saya disini fokus kepada safety sign yaitu salah satu tindakan bentuk pengendalian administrasi, itu tahapan prosedur penerapan safety sign yang ada disini seperti apa pak?” “Berarti yang melakukan identifikasi itu siapa pak?”
Informan (Kepala Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “Nah, di HIRAC itu kan ada yak, kemudian didalam sub itu tadi diakhirnya kan ada administratif. Disitulah kita lakukan, oh ini harus safety sign dipasang, apa. Nah, itu apa ya yang juga udah cetak banyak. Jadi kita himbau safety sign yang sudah labur, sudah rusak dll. Diganti. Yang lain, ada proses baru, dimana ada potensi bahayanya yang apa, perintahnya apa, tinggal pinta kesini. “
“iya, kita libatkan antisipasi mereka, kenapa, karena ketika semuanya dipandu dari sini, dia merasa tidak dilibati, enggak merasa berkepentingan. Padahal kan safety itu kepentingan semua orang, sehingga smua orang harus peduli. Ketika kepedulian itu datang dari diri sendiri itu bagus, peduli apa, ya peduli mengingatkan. Pedulikan kondisi lingkungan aman tadi kan. Misalnya warning sign, kadang2 banyak yang lupa untuk ngingetin. Katanya, gak ada warning sign nya sih, mana. Itu terbukti diaudit ada kompinen tadi. “ok pak berarti yang pertama dai “heem, baguss baguss..jadi kita asudah antisipasi ketika barang ini habis, kita sudah cetak. hasil identifikasi ya pak, lalu yang Kemudian, poster juga pernah kita lombakan, untuk membuat hal yang baru lah maksudnya. kedua berdasarkan hasil audit. Jadi itu kita update terus yah. Disamping fasilitasnya di update, itu juga disesuaikan juga Lalu bagaimana kondisi safety dengan fasilitasnya. ” sign saat ini yang ada pak, baik materialnya, penempatannya,
serta baik keberadaannya?” “itu apakah sesuai dengan bahayanya pak, dalam pemasangan safety sign.lalu bagaimana keadaan safety sign saat ini, misalkan ada bagian yang tdk boleh di pegang, disitu ada tandanya, tanda harus menggunakan face shield ada tandanya. Nah, di PT. DI sendiri ini apakah sudah sesuai ? “itu di seluruh karyawan di Direkorat Produksi pak, itu membuat warning, tanda slogan atau poter dan lain sebainya ?” “Lalu pak, standar yang di tetapkan, menurut prosedur yang ada di Departemen K3LH, mengenai safety sign sendiri itu menggunakan standar apa pak?” “tapi mohon maaf pak, setelah saya mencari referensi standar dari K3LH maupun SMK3 belum mengeluarkan standar safety sign pak?” “Nah pak, vendornya itu terdapat dari bagian negara apa pak, karena kan standar yang saya pelajari itu ada dari amerika, eropa, dan OHSAS itu juga. Nah PT. Di sendiri vendornya dari cassa ya pak, cassa itu kan airbus
“Ahh, tentang warning sign disamping kita juga memberikan peluang mereka untuk berkreasi. Mungkin slogan, rambu-rambu, warning sign yang kita buat sudah standar. tapi mereka kita juga berikan kebesan berkreasi, yang penting slogan it bermanfaat dan sesuai dengan potensi berbahaya yang ada di tempat kerjanya. Itu banyak itu, dan itu kita juga apresiasi tinggi dan punya nilai yang tinggi. Karena dia bisa berinisiatif sendiri dan ternyata dari segi estetika dll itu bagus. Kita bisa mengadop dari mereka2. Cuman umumnya di PT. Di maunya terima jadi. Ahhh, kalau udah mau terima jadi, yaudah yang standar, kita kasih aja yang ada, buat itu yang standar. karena dari bentuk dan ukuran dan lain-lain itu kan seolah kaku yah, gak ada nyeni nya lah gitu. Nah, kita berikan kebebsan juga disitu, yang penting ada potensi bahaya tinggi tidak terjadi kecelakaan. “ “yaaah, eehh, artinya kami memberikan peluang ya untuk mereka berkarya, Cuma ya sedikit. Biasanya ya ketika mau ikut lomba 5 R, nah pesertanya itu yan punya mental juara, dia berkreasi sendiri, karena itu dapet point tinggi. Gak hanya mainn terima jadilah gitu, dari sini tempel2 kan gitu..” “Ada, referensi boleh dicari dimana saja, tapi dari kita sudah menggunakan manual kebijakan K3LH aja, no berapa, cuman kan disitu terakhir ada referensinya.”
“iya, ahh SMK3 yah, emang belum ada. Tapi referensi dari vendor.”
(sambil menjawab betul, betul...) “Nah kita pakai semua, semua kita pakai. Makanya tadi kan, dari audit dari ANSI dari standar amerika, nah kita pakai standar amerika. Supaya sama gitu, sudut pandang persepsinya, dengan format yang sama.”
ya pak, nah itu dari Eropa. Apakah PT.DI menggunakan standar dari British dengan nama BSI (British Standar Institute, kalau yang dari Amerika namanya ANSI..? “oh berarti keduanya di padukan gitu pak?” “nah di setiap standarnya kan juga punya kelebihan dan kekurangan dari segi pictogramnya, tergantung selera ya pak. Kebetulan saya bawa regulasi standar BSI pak (sambil menunjukkan file BSI). Ini kan kebetulan proposal skripsi saya menggunakan standar dari BSI , karena saya pikir BSI ini sering banyak dipakai di berbagai perusahaan, khususnya di Asia, lalu PT. DI sendiri kan bekerja sama dengan cassa yang lekat dengan Eropa makanya saya bawa standar ini pak. Mengenai tandanya ANSI dan BSI maksud dan tujuannya sama, Cuma warna dan bentuknya aja yang berbeda pak.. “
“iyah, iyah....” “nahh, iya kalau hanya unsur selera, cirilah ciri, artinya kita itu gak terlalu kekeh lah. Jadi kita ikutin itu ketika ada audit, nah eropa juga kan sekaran uni eropa, spanyol itu, engga itu khusus pesawat terbang itu airbus. Itu uni eropa kita, gak ada spanyol lagi, gak ada. Jadi airbus, kita ikutin airbus, makanya standarnya kita pakai. Kan PT. DI itu industri pesawat terbang bertara internasional. Kita bisa terima semua order dari mana saja, kita harus menyesuaikan persyaratan yang diminta. Soalnya apa, termasuk tentang K3LH juga begitu. Mencaku K3LH juga harus dipenuhi. Makanya kalau mencakup warna2 disini emang banyak warna2. Ahh, gitu, kaya misalnya helmt ada warna kuning ada biru, kita juga punyaa.... dulu kalau misalkan mau lewat sini ada warna2, tapi skrg engga. Kalau dulu di bengkel kerja juga ada warna hijau karna dulu jerman kita. Trs kan skrg uni eropa, apakah skrg memperhatikan warna2 itu, engga terlalu penting juga sih, tapi kan dalam rangka menyenangkan costumer kita, menyenangkan vendor kita, kita ikutin, hanya sekedar warna apa susahnya sih? Iya kan, beli misalkan helmt disana misalkan standarnya harus kuning, apa susah nya kita beli yang warna kuning,kan gitu.. nah, itu bukan substansinya sebenarnya, jadi substansi yang sebenarnya ya itu pakai helmt nya untuk lebih menyenangkan lagi. Kalau perlu untuk helmt2 yang ada warna warni suoaya bisa menyesuaikan permintaan dia, ya kita warnain kuning y engga masalah, kan gitu.. dan anda harus tahu, ketika kita produk N250 itu referensinya dari mana2 itu udh gak kita pakai, tapi pakai standar nusantara. Nahh,, semacam SNI nya lah skrg. udah, termasuk skrg tadi ISO itu dll nya pakai SMK3 , kita kedepankan standar produk kita. Dan kita yakinkan apa yang mereka mau, sudah mencakup di SMK3, tinggal kita terjemahkan kita polakan apa yang mereka inginkan, kan masing2 negara juga punya. Nah kalau standar kita bisa kuat, bisa diakui oleh mereka, bahkan standar kita bisa diikuti oleh mereka. Nah berhubung, kita masih belum kuat, yang kuat dikatakan amerika tadi, ya dia duluan ya enak aja dia bisa menguasai dunia pakai standar ini, ibaratnya yang metal itu ISO
“lalu kenapa alasan PT. DI menggunakan berbagai standar safety sign yang tadi bapak bilang itu standar indonesia, ANSI, BSI dicampur seperti itu pak?” “pak, mohon maaf setelah saya tanyakan ke pembimbing saya apakah Indonesia sudah mempunyai standar safety sign itu rasanya belum meluncurkan atau mengeluarkan standar sendiri pak. Nah, kalau untuk memadukan prosedur disini bisa jadi, tapi kalau dari SMK3 sendiri belum ada, kecuali OHSAS secara umum itu sudah ada...”
lah, yang bisa diterima di semua pihak. Padahal masukannya kan ISO juga dimasukan berdasarkan standar2 didalam negara yang maju duluan, gitu.. “ “yah, memenuhi requirement customer gitu.. misalnya airbus aja, kita harus mengacu kesana. Kalau yang dipesan. Kalau engga ya kita pakai standar nasional. Misalnya untuk K3LH nya kita pakai aja SMK3. “ “iyah. Nah dulu kita itu ada fungsi yang menangani standarisasi yang berbau keperawatan yah, itu ada dan kreati f yah, apalagi diluar itu ada haki haki kan. Cuma untuk standar2 saya belum pernah liyat. Apalagi yang berhubungan dengan safety sign tadi yah. Jadi kalau belum ada kita gunakan saja standar2 yang sudah paten sudah terkenal. Tapi untuk tingkat manajemennya kita pakai SMK3. Singkat aja yang akan kita kedepankan. Nah, umumnya ketika SMK3 kita itu bagus di setiap divisi2 yang diaudit oleh luar itu, bagus SMK3LH nya dia juga bagus diaudit dari model mana aja, gitu..”
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Utama
Topik Penerapan safety sign
Kode Informan
: 02
Inisial
: TD
Tanggal Wawancara
: 13 Mei 2014
Peneliti “Ok pak, karena saya fokus dengan penerapan safety sign yang ada disini, nah safety sin kan juga saah satu bentuk dari pengendalian administrasi yah, lalu bagaimana kebijakan penerapan safety sign yang ada disini seperti apa pak?” “lalu bagaimana sih pak kondisi safety sign saat ini yang ada di lapangan seperti apa pak?” “lalu standar safety sign yang digunakan itu berdasarkan apa pak khususnya di Machining, kan ada standar dari amerika, eropa, juga ohsas ?” Jadi yang digunakan itu berdasarkan apa pak, ini kan saya bawa regulasi dari BSI karena waktu proposal saya fikir karena ini perusahaan yang
Informan (Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “Kan udah diliyat, lupa lah tuh hihihi.. nah dilihat dari identifikasi bahaya dulu,mulai dari situ kita bisa lihat potensi bahaya yang ada itu apa, misalnya kebisingan itu misalnya diberi tanda.kondisinya berubah-ubah, kalau abis pengukuran desibelnya berubah ya tandanya diganti“
“eee, inih, udah pada luntur. Belum di up date lah.” “gak tau, ini pakk yayan tuh, pak yayan itu yang pengukurannya. Saya juga engga tau dari mana. Sebenarnya gini, dalam manual itu dibelakangnya ada yah.”
“jadi gini eehh, apah pemilihan safety sign yang ada di machining misalnya kita bikinnya yang kecil kan engga mungkin, ukurannya berapa kali berapa.. jadi disana tuh sesuai dengan lokasinya justru.” (menanyakan ke pak yayan salah satu staf dengan campuran bhs sunda) “pak yayan ari safety sign emang itu masuk kamana pak yayan? Mengacu kamana bikin
bekerja sama dengan eropa makanya mengarah ke BSI, tapi bagaimana pak kalau kondisi dilapangannya?”
duluna?nya aturan, tapi aturanna terlalu banyak. Jawab pak yayan : “Jadi kita secara garis besarnya aja yah.. semua ada yah yang tadi disebut.“ Informan 2 langsung menjawab: “Jadi kita engga spesifik ke BSI.. saya engga terlalu ini yah.. jadi referensinya ya kalau menurut saya si searching darimana mana.. jadi manual kabeh aya diditu terus di ditu aya, jadi kesemua, tidak mengacu kemana-mana. Tapi kalau disini kan diliyat dari kepantasan yang ada di lingkungan. ” “Ya karena...itu tadi.. gak tau alasannya apa, karena engga tahu, sesuai itu aja..
“Terus kenapa pak menggunakan beberapa referensi?” “lalu siapa yang bertugas memasang “yaa kita, tapi sebenernya kalau ada yang minta kita kasih, gituu..” safety sign?” “Ok pak, mungkin itu saja yang saya tanyakan , terimakasih pak ..”
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Utama
Topik Penerapan Safety Sign
Kode Informan
: 03
Inisial
: YS
Tanggal Wawancara
: 19 Mei 2014
Peneliti “Ok pak, karena fokus penelitian saya ke safety sign yaitu salah satu tindakan hail dari pengendalian dengan pendekatan administratif. Kebijakan dalam penerapan safety sign disini seperti apa pak untuk di direktorat produksi?” “Kalau untuk mengklasifikasikan safety sign nya sendiri itu per proses atau per mesin pak?” “Ok pak, baik kalau gitu bagaimana si pak kondisi safety sign yang ada saat ini yang sudah diterapkan menurut bapa?”
Informan (Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “aaaah, seperti safety sign, dari langkah awal yah, dari mendisain, di fungsi kita kan ada, fungsi saya itu ada pengadaan warning sign, diantaranya kita membuat merencanakan kebutuhan dibengkel itu seperti apa, jadi kita juga seperti di bengkel A misalnya kebanyakan harus memakai safety atau sepatu safety atau harus apa kalau digudang harus pakai masker dan lain2.” “enggak, itu per area. Tapi untuk permesin itu ada seperti kata2 gini yah, aaaa hanya boleh dijalankan oleh yang berwenang, karena dia kan permesin. Biasanya ada warning sign gitu yah, seperti cuci tangan, apah cuci tangan setelah operasi, yang gitu2 ada, banyak sebenernya.” “alahamdulillah ada, tapii seee,, biasanya selalu ada, terus juga sekarang lebih bagus lagii aaa K3LH yang disana katanya dalam bentuk plat. Karena kan kalau dari kita itu kan cepet ngelotok yah,, ehhm cukup lah...”
“Lalu pak, standar yang digunakan dalam penerapan safety sign ini menggunakan apa pak, standar safety sign ini sendiri kan juga ada dari eropa yaitu BSI, amerika yaitu ANSI dan juga OHSAS. Nah, kalau PT. DI sendiri dalam penerapannya mengikuti standar apa pak?” “Kalau secara lebih spesifik lagi mengadop atau menggunakan referensi dari mana pak?” “Lalu alasan PT.DI menggunakan beberapa referensi itu kenapa pak?”
“Kayanya kita ngambil dari referensi mana2 yah, kayanyaaa yah.... Karena saya kan juga warisan dari yang dulu yah, mungkin yang dulu2 ngambilnya dari mana saya juga kurang tahu. Tapi di kita dicoba di manual kan ada yah, di khusus manual , mungkin seperti itu. Nah mungkin dibelakang ada referensi dari mana, bisa aja dari situ dijadikan menjadi referensi.”
“Aduh, saya juga kurang, kurang tahu yahh...”
“Kita mengambil yang sudah berjalan di tempat lain, terus dari perusahaan besar juga, ya itu kan nyari di google kan banyak. Kalau dari dulu2 mungkin ya dari pemerintah kan juga ada yah. Tapi dibuku itu gak ada yah? “ “Jadi ini saya bawa regulasi dari BSI pak “tapi ada yang sama kan yah dengan kita?” eehhhmmm, eehhmmm..” (sambil membuka seperti ini, karena kebetulan proposal selembaran hand out standar safety sign BSI 5499) saya menggunakan referensi dari BSI” “dari beberapa mungkin ada yang saa nih, tapi mungkin dari warna kan kita juga kuning (sambil memberikan hand out tersebut) yah? Iya kayanya kita ngambil dari..” “itu dalam pemasangannya mereka di “iyah, karena yang pengadaannya kita. Jadi kalau mereka butuh kita inii kasihhh.. roduksi meminta ke departemen K3LH kadang kan kalau kita audit, kelihatan sudah kusam. Kadang2 kita yang kasih, kalau pak?” misalkan seperti ini di area yang jauh seperti di Tasik, kan kasian jauh. Pas ada orang yang mau kesana ada kepentingan nahh minta tolong titip. Jadi macem2 gitu, terus kemarin yang ke surabaya juga sama. Nanti dititip, tp nanti dipesan tolong pemasangannya diperhatikan ketinggiannya seberapa, harus dimana, gitu..” “tapi bapak apakah punya standar “kalau yang seperti ini saya gak punya. Pokonya yang dijadikan acuan itu yang ada regulasi manual khusus yang seperti dimanual itu lah pokonya intinya. Walau pada kenyataannya kan berkembang yang gak regulasi yang saya bawa ini misalnya?” selalu seperti itu.” “Ok baik pak terimakasih atas waktu Bapak, semoga informasi dari bapa bisa bermanfaat”
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Utama Kode Informan
: 04
Inisial
: ES
Tanggal Wawancara
: 20 Mei 2014
Topik Peneliti Pembahasan Penerapan “lalu pak bagaimana kebijakan safety sign penerapan safety sign yang sudah diterapkan disana?” “itu dilakukan identifikasi bahaya dulu tidak pak sebelumnya?”
Informan (Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “hhmm sebentar, sebentar... hhmmm kebijakannya itu, sebenarnya kita itu berdasarkan satu inspeksi dilapangan yaa kalau sekarang itu lebih cenderung audit. Yaa untuk selanjutnya yaa, kemudian biasanya kalau ada investigasi kecelakaan dimana ada kekurangan safety sign itu bisa juga..” “ aaah iya kalau itu mah.. kalau inii kan untuk penerapan selanjutnya. Nah kalau penerapan awalnya itu dilihat dari potensi bahaya yang ada dilingkungan kerja, ya kemudian kita itu kan masih sentralisasi, lalu kita bagi-bagi, malah dulu mah kita masang sendiri, warning sign nya kita pasangpasang warning sign nya. Kemudian poster-posternya kita pasang sendiri. Nah kemudian kalau sekarang, karena sudah di sentralisasi kaya APD mah dulu di sentralisasi jadi penerapanny aitu paling juga berdasarkan audit, kemudian dari temuan itu mereka suka minta, nih temuannya warning sign kurang, ini ini.. yah mereka yang aware datang kekita. Nah kemudian di audit kan di kasih rating nah dengan dikasih audit itu mereka merespon, kok kita rting saya kecil, seperti ini.. kemudian dari kebijakan di manual pun ada kalau utnuk safety sign itu. Kalau gak salah ada rambu2
“Lalu pak menurut bapak bagaimana kondisi safety sign yang ada pada saat ini pak?” “Ok pak standar safety sign yang digunakan itu berdasarkan apa pak? Kan ada ANSI, OHSAS, BSI..” “tapi yang saya lihat ANSI yang ada itu yang sudah lama, karena mungkin dipengaruhi perpindahan tempat ya pak. Lalu yang saya observasi itu yang d tempat penyimpanan limbah ada yang mebggunakan BSI yang warnanya biru-biru pak..” “lalu kenapa pak menggunakan standar tersebut pak?” “lalu pak yang bertugas untuk memasang safety sign siapa pak?”
“pak tadi itu kan bapak menyebutkan kalau kondisi yang ada 90% baik, nah itu terdapat di departemen apa pak?”
keselamatan kerja. itu uga meruopakan aplikasi dilingkungan kerja?” “kondisinya kalau menurut saya itu, 90 % tu udah bagus gitu.. 90 % masih bagus, ya 10% nya masih ada kekurangan untuk tempat2 tertentu karena sekarang itu masih terjadi movible. Karena masih ada perubahan, karena asih ada perubahan struktural itu maka otomatis terjadi perubahan tempat kerja, yang tadinya safety sign harusnya nya ini ini itu, sekarang itu laen, jadi kita monitor terus..” “safety sign itu kita ngadopnya itu... (diam) kita itu ohsas biasanya karena kemarin itu kan kaya semacam hanya menjelaskan ini yah, warning sign sistem ini kan yang wajib biru, tapi kalau menurut ini wajibnya kuning.. nah ANSI ya kalau warna kuning itu. Nah itu yang wajib dikita itu kuning.” “yaa itu bedaa, kalau di limbah itu itu warning sign nya logam biaya. Sebenarnya itu waktu audit tahun lalu di jadikan temuan sama kita. Sekarang kan masa, kita PT. DI tapi warningnya sign tu berbeda, yang lainnya itu warna kuning kok ini biru. Ya mungkin karena kemarin itu karena apa, karena mesin press nya udh berjalan makanya belum di tindak lanjuti. “
(diam) “hhhhmm kalau alasannya yah, hhmm kalau itu kan saya tidak berkopeten yah, kita staf jadi itu kadang-kadang hirarki nya itu kan dari atasan. Ya kalau misalkan mau ngambil ini ini.. nah itu juga cenderung ke amerika.. itu kebijakan manajer lama kalau yang sekarang mah kan belum..” “kalau sekarang itu karena sudah di desentralisasi, jadi warning sign yang sekarang yang pasang itu oleh organisasi yang terkait. Jadi kalau disana misalkan disana teh ada K3LH nya, kadang2 orang K3LH nya minta berapa puluh untuk di anu di anu.. kemudian mereka di distribusikan lagi.. kalau P2K3 itu hanya untuk penjebatannya aja, kalau praktek dilapangan itu harus dengan riset sebenarnya. Kaya kita bikin risk assessment, nah risk assessment itu kan perlu diketahui unit organisasinya, yg tanda tangan itu P2K3nya itu.. “ini kalau ini saya ini berbicara keseluruhan bukan melihat per departemen, karena kalau disini itu melihat kondisi buram atau enggaknya, dan tadi itu apakah sudah memenuhi, bukan memenuhi yah.. apakah sudah terpasangi, karena kan sekarang itu kan kita masih melihat-melihat dulu nih, kira bagaimana yang pindah kesini pindah kesini.. nah jangan sampai warning sign itu dipasang aja.. oh sekarang idlarang merokok diatas meja disitu karena kan yang namanya safety sign itu mahal satu nya 80rb. Kemudian ini ada bahan kimia berbahaya, korosif, tempel aja disitu dimeja dikantor.
Padahal gak ada sangkut pautnya, nah setelah kita tanya-tanya itu ruangan tertentu yang fungsinya sekarang dudah berubah. Nah mereka main ambil aja dan gatau kalau itu tuh mahal, main tempel aja kan mungkin menarik bagus tempel aja. Nah pada saat itu audt kita menemukan seperti itu, pak ini bukan pada tempatnya harganya mahal gini gini gini.. jadi biar aplikatif dilapangan itu harus pada tempatnya..” “Ok pak, mungkin cukup sampai segitu aja wawancara dari saya, terimakasih pak..”
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Pendukung
Topik Pembahasan Penerapan safety sign
Kode Informan
: 001
Inisial
: TN
Tanggal Wawancara
: 14 Mei 2014
Peneliti “Ok pak, kebetulan penelitian saya ini mengenai kesesuaian penerapan safety sign, safety sign sendiri kan adalah bentuk rekomendasi dari pengendalian administrasi ya pak. Nah di machining sendiri bagaimana prosedur penerapan safety sign ?” “nah pak untuk menerapkan safety sign sendiri apakah dilakukan identifikasi bahaya dulu sebelumnya?” “oh gitu ya pak, lalu bagaimana pak keadaan safety sign di machining ini pak?”
Manajer Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi “gini, jadi kalau safety sign itu kan bukan prosedur yah, kalau prosedur sih ada, bahwa harus dipasang safety sign. dibawah itu kita sudah pasang bahwa ada tanda dilarang merokok, dan tergantung di daerahnya. Dan kalau di daeerah mana harus pakai sepatu kita pasang itu. Nah, itu yang ngadain semuanya dari K3LH.”
“Iya yang melakukan identifikasi itu artinya dari machining dan tim K3LH sehingga waktu machining dan K3LH, itu waktu kita manajemen risiko kita kan ada manajemen risiko di tiap ini risikonya apa baru kita ada safety sign disitu. Karena ada juga yah, kalau safety sign terlalu banyak dan tidak sesuai dengan tempatnya itu juga engga efektif sih.. “ “Tadi saya pertanyakan saya belum puas dengan K3LH ini, tidak puas karena kondisinya tidak seperti yang saya bayangkan. Contohnya aja, anda liyat lantai bengkel itu yah, ingin saya engga seperti itu, Cuma petugas pembersih lantai kan dari luar. Barusan saya udah telfon fungsi dari cleaning service saya minta engga mau seninharus bersih. Nah, lantai aja menjaganya susah, karena tiap pagi, setiapjam oli nyebrot ke
“Lalu menurut bapa safety sign yang ada sekarang ini sudah tepat dengan bahaya yang ada di Machining sendiri belum pak?”
“Ok kalau menurut bapa sendiri seberapa besar sih pak pentingnya safety sign sebagai pengendalian bahaya?”
lantai. Tapi pagi yang bersihin setelah itu gak muncul besok lagi, begitu siang kan kotor kan. Saya inginnya tiap jam dibersihin gitu. Jadi artinya mengurus K3LH disini adalah tanggung jawab saya, tetapi yang melaksanakan dari fungsi luar bukan tanggung jawab saya, itu satu kendala. Contohlah , saya perlu sepatu, saya butuh sepatu, tapi orang yang beli sepatu adalah orang lain.gak bisa saya, yoo kamu beli sepatu saya gak bisa seperti itu.. terus banyak listrik masih berserakan dilantai, pipa2 dilantai, untuk supaya itu gak dilantai saya punya keinginan, saya gak mau di lantai kotor. Tapi untuk menggali fungsi fasilitasnya harus pindah di tempat lain lagi gitu. Jadi mekanisme itu gak bisa kalau saya bilang hari ini minggu depan itu ada. Mungkin tahun depan adanya gitu loh.. tapi walaupun demikian, saya punya plan yang transision plan itu. Tahun 2013 saya punya 32 item tansision plan, ya artinya meyangkut K3LH harus dibenahi. Nah dari 32 item itu sekarang 2014 baru 16 yang selesai yang lainnya belum selesai. Yaa, karena menyangkut uag dsb nya kan ada diluar. Nah, karena saking besarnya PT. DI.” “Gini, safety sign itu dipasang 2013 yang terakhir yah. Cuma pada 2013 pertengahan, machining di rotasi, pindah-pindah tempat. Bisa jadi safety sign yang ada sekarang itu karena belum pick pemindahannya, belum direvisi. Ada yang masih sesuai tapi mungkin ada yang belum ada dan ada yang belum sesuai. Contohnya daerah sana ada dipasang safet sign, tetapi mesinnya udah dipindah semua. Harusnya udah engga ada tapi ditempat baru belum dipasang lagi kan, karena pemindahannya belum selesai, nanti kalau udah selesai semuanya saya petakan, pasangkan lagi yang baru. Karena 2013 2014 saya punya program yang namanya pembenahan bengkel, termasuk itu fitter. Kalau anda tahu dulu itu fitter di tengah2 itu, untuk fitter itu kalau saya mau mindahin ke suatu tempat. Kalau fitter itu kan debu, masalahnya ditempatkan di tengah debunya itu kan kemana2. Nah untuk memindahkannya kesini saya perlu waktu 1 tahun itu. Karena apa, perlu benahin listrik benahin keuangan, mindahin mesin dsb, itu baru satu tahapan sehingga debu tidak menyebar disana. Belum lagi muncul masalah barum ruangannya ini belum bagus penyedot udaranya, sehingga operator saat ini tidak menghisap debu kan, nah itu kan saya punya plan bagaimana debu menyedot itu. Itu juga perlu perencanaan dan prosesnya lama, perlu dana, perlu disain dsb.“ “Persenannya apa? Gimana maksudanya?”
“Gini pak menurut bapak pentingnya safety sign?”
“Kalau safety sign itu penting hanya untuk mengingatkan aja yah, tapi tanpa safety sign pun operator tuh udah dikasih tau udah diajarin bahwa apa aja yang harus dilakukan disitu. Sign hanya untuk mengingatkan saja. ya tapi pentingnya menurut saya ya 10 %. Ya artinya karena kalau tidak ada safety sign pun orang sudah sadar, kan dia udah tahu kalau kaya di cincinati, operatornya tuh udah dikasih tau risikonya disitu ada kepleset, kejepit, kan gitu, sama percikan. Sehingga kalau kamu mau gak kepleset kamu harus menggunakan sepatu safety yang kualitasnya seperti ini, supaya gak kejepit, kamu alat handlingnya harus seperti ini, itu ada. Sudah disiapin alat handlingnya. Supaya biar gak kejepit operatornya cranenya harus di training, kan sudah di training kan gitu.. tidak ada safety sign pun juga kalau dia menjalankan kan gak masalah begitu loh .. kalau dia sadar, supaya dia engga kena percikan misalnya dia harus pakai pelindung mesin dsb. Cuma safety sign bahwa disitu saya sudah ingatkan kalau disitu risiko kecelakaannya ada.” “Tapi pekerjanya sendiri sudah tahu pak “kalau tamu saya gak tahu yah, tapi kalau operator machining harusnya udah tahu, kalau disitu ada bahaya, baik pekerja baru karena kan ada satu materi pelajaran waktu dia sebelum jadi operator salah satunya maupun lama, ataupun tamu perusahaan.” kan tentang K3LH itu” “Ok baik pak terimakasaih atas waktu yang telah diberikan, semoga informasi yang diberikasn dapat bermanfaat”
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Pendukung Kode Informan
: 002
Inisial
: RI
Tanggal Wawancara
: 14 Mei 2014
Topik Pembahasan Penerapan safety sign
Peneliti “Ok pak kebetulan tema penelitian saya ini kan tentang penerapan safety sign, nah bagaiman pak prosedur safety sign yang ada di Machining khususnya di bidang profilling? “Itu biasanya permasalahannya dalam penempatan safety sign nya seperti apa aja pak?” “nah menurut bapa sendiri keadaan safety sign yang sudah ada seperti apa pak di profilling sendiri khususnya?” “Pak kalau menurut bapa
Informan (Supervisor Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi) “Nah safety sign dikita itu kan itungannya engga dilibatkan, nah itulah tadi yang dalam departemen machinng, bahkan site produksi itu ada petugas bidang masalah K3LH. Mereka lah yang menerapkan nah itu kadang2 itu tidak tepat. Yaa kurang tepat itu istilahnya ya karena sign nya kurang dilihat, like nya kaya gimana. Daerah orang yang sering melewati disana, kalau orang sekali kali lewat sana dipasang safety sign yah apa artinya kan gitu.. nah tapi dia mengingatkan misalnya yang lain gak ada celah kan gitu, gak ada tempat, ya begitu lah .. “iyaa nah, gitu lah permasalahannya karena gak ada tempat, kadang2 kan disana gelap,nah contohnya kan gitu..” “Ya cukup lengkap sebenarnya, Cuma penerapan safety sign yang disaya tuh yang Cuma mandatory apa gitu. Nah itu tuh yang mungkin karena penerapan safety sign jauh lama dari lama, semenjak awal kita baru bangun bengkel ini. Nah mungkin kualitasnya udah belel, udah kotor, atau udah ditiup angin, hiihihihi kan gitu.. atau udah ada yang ngambil buat alas duduk, kan gitu.. nah itu tidak ada yang memaintenance.” “Secara ilmu safety itu udah jelas itu himbauan, terus kembali kalau menurut
bagaimana efektivitas penerapan safety signyang sudah ada itu seberapa pentingnya menurut bapa?”
saya kalau bangsa kita itu khususnya kembali ke atitute. Atitute dalam arti pada dasarnya makin banyak safety sign itu disiplinnya masih banyak dibawah standar, kan gitu.. nah sekarang penyakit kita safety sign safety sign gua gua gua gua, kan gitu. Nah efektivitasnya kalau boleh dikatakan itu tuh secara moral belum terlalu mengena. Tapi kalau secara manajemen istilahnya itu tuh kita persyaratan safety sign nya udah terpenuhi kan mungkin udah, kan gitu.. nah karena gini, penyakit orang kita itu kan kaya 5 R misalnya. 5 R itu kalau kita ringkas resik rapih rawat rajin. 1 2 3 ini itu aktivitas, ini moral kalau menurut saya, nah rawat rajin kita kalau presiden mau datang kesini, kita bersih, bisa semua, kan gitu.. bahkan kan yang kepake juga kadang hilang. Baru aja presdien keluar pagar, nanti di kasih snack, snacknya udah kemana mana itu hahaha.. itu istilah saya, jadi pengaruhnya masih kurang,” “Udah, udah sesuai karena kan itu ada setiap shop itu ada mandatory, karena kalau dia disini yang mandatory safety sign nya seperti safety shoes, kan gitu.. mungkin permasalahannya hanya letaknya saja ya..”
“Pak, lalu menurut bapa penempatan safety sign yang sudah ada itu sesuai tidak dengan bahaya yang ada di tempat kerja? “Lalu siapa orang yang bertugas “kadang itu orang dari K3LH produksi yah, tapi pernah kita juga yang memasang safety sign pak?” memasang seperti tanda terjatuh itu..” “Ok pak kalau gitu terimakasih banyak ya pak atas waktunya..”
Lampiran Transkip Hasil Penerapan Safety Sign – Informan Pendukung
Topik Pembahasan Penerapan safety sign
Kode Informan
: 003
Inisial
: ST
Tanggal Wawancara
: 19 Mei 2014
Peneliti “Ok pak, nah penelitian saya ini kan mengenai penerapan safety sign ya pak yang ada disini. Nah kalau prosedur penerapan sampai adanya safety sign ditempat kerja itu seperti apa pak?”
“lalu kalau menurut bapa sendiri safety sign yang ada disini sesuai dengan bahaya dan proses kerjanya tidak pak?” “lalu siapa pak orang yang berwewenang memasang safety sign ?” “lalu menurut bapa seberapa pentingnya sih adanya penerapan safety sign sebagai tanda bahaya di tempat kerja?”
Informan (Supervisor Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi) “Kalau penerapannya ya emang kebutuhannya kita harus pakai safety, harus dianjurkan berdasarkan K3LH tadi. Jadi udah ada aturannya gitu. Ya biasanya kita pertama itu pelatihan, kalau safety sign itu kita gambar2 aja, kalau yang masang itu dari K3LH, jadi kalau perusahaan yang pasang itu berarti sudah standar. jadi itu tergantung dari potensinya, misalkan potensinya karena potensi suara, terus harus pakai ear plug, dan itu harus ada tanda ear plug. Terus disitu kalau ada harus pakai sepatu, berarti harus ada tanda sepatu safety. Disini sih hampir semua area ada tanda itu, terus ada area misalnya ada tanda kimia misalnya kalau ditempat lain, itu ada tanda api misalnya itu gak boleh disitu. Itu biasanya sudah disesuaikan dengan lokasi kerjanya. Gitu..” “kelihatannya kalau sekarang kurang karena tempatnya kan baru, ada perpindahan tempat, atau perubahan atau transisi plan, dari satu tempat ketempat lain. Jadi istilahnya ada perubahan tata letak. Jadi tanda2 itu kelihatannya perlu ditambah lagi. Yang dulu pernah ada tapi dicopot, jadi perlu ditambah.” “itu kerjasama antara orang K3LH dan bengkel.” “kalau memang namanya suatu bahaya itu kan penting yah, harusnya diadakan. Jadi tanda2 itu yang menunjukkan kalau orang itu harus hati2. Jadi ya emang mau gak mau harus dipasang, kan gitu. “
“nah pak kalau di 3 axis prismatic itu sendiri bagaimana keadaan safety sign nya pak?” “kalau menurut bapa kebutuhan akan safety sign di 3 axis prismatic ini ada yang kurang atau sesuai tidak pak?begitu juga dengan jalur evakuasi sebenarnya dibutuhkan tidak menurut bapa?” “kalau menurut bapa sendiri seberapa besar pentingnya dilakukan penerapan safety sign itu pak??”
“kalau keadaan yang itu tadi saya bilang karena adanya perubahan tata letak, sehingga tanda2 itu ada yang hilang gitu. Jadi memang harus dipasang lagi” “ada yang kurang, dan jalur evakuasi ya dibutuhkan. Itu kan harusnya artinya harus digambarkan, sekarang kan ga ada karena tadi kan ada perubahan tata letak itu yang dulunya ada sekarang tidak ada, jadi harus dibuat lagi.”
“Ya sangat penting karena yang utama. Iya karena kalau ini terjadi, kebetulan karena disini belum banyak yah, mereka juga care terhadap kecelakaan mau gak mau mereka juga sudah menjiwai apa2 yan ada di areanya. Kalau menurut saya itu tetep menjadi yang utama. Iya, datang harus selamat pulang juga harus selamat, kan gitu.. jadi gitu, kalau prinsipnya orang berangkat selamet pulang gak selamet berarti itu bermaslah didalamnya, kan berarti ada sesuatu yang dibenahi. kalau untuk seberapa persen ya karena memang kecelakaannya kalau dilihat dari angkanya yaitu baru sedikit, ya sedikit sekali gitu yah. “ “ok pak baik terimakasih atas waktunya pak..“
Lampiran Matriks Hasil Wawancara- Studi Pendahuluan Informan Utama
Topik Pembahasan
Pemilihan Lokasi Penelitian di Direktorat Produksi
Kriteria
Tingkat kecelakaan di Direktorat Produksi
Tingkat
Informan 1 (01) Penanggung Jawab Staf Bidang Pengendalian & Pengukuran Departemen K3LH Sebanyak2nya ada satu dua, incident tidak semua dilaporkan. Tertinggi ada di Machining dan Metal Forming.
Informan 2 (02)
Informan 3 (03)
Informan 4 (04)
Staf Bidang Pengendalian & Pengukuran Departemen K3LH
Staf Bidang Manajemen Departemen K3LH
Staf Bidang Pengendalian & Pengukuran Departemen K3LH
Kesimpulan
Incident masih minus, tapi kalau accident ada didata dan pecatatannya tidak per departemen tapi sePT.DI.
Informan mengikuti data yang ada di informan 02.
Berdasarkan jumlah kejadian mengalami peningkatan 2 tahun belakang dalam perhitungan kuantitasnya.
Informan mengikuti
Departemen
Tingkat kecelakaan di Direktorat Produksi mengalami peningkatan 2 tahun terakhir, pencatatan hanya dilihat jika ada accident dan pencatatan di seluruh PT. Dirgantara Indonesia. Di Divisi Detail Part
Divisi Detail Part
Di Aerostructure di
kecelakaan di Divisi dan Departemen
Penyebab Kecelakaan
Manufacturing Departemen Machining. Kalau di Metal Forming & heat treathment memiliki potensi yg tinggi. Unsafe action
manufacturing. Berdasarkan pelaporan paling sering di departemen machining karena bahaya yang tinggi.
data yang ada di informan 02.
Masih muda,kurang pembinaan senior, setelah pelatihan diawal kurang diawasi lagi, kelelehan kerja. (Tercatat dari data yang terdapat di komputer informan)
Karyawan baru, tidak pakai APD, keteledoran, dan kelelahan kerja.
Nilai SIR dan SIR di Departemen yang memiliki angka kecelakaan
Datanya ada di Pak Te** (informan 2)
Informan mengikuti data yang ada di informan 02.
Pemilihan Divisi tempat penelitian di Direktorat Produksi
Divisi Detail Part Manufacturing. Ada di Machining
Manufacturing Informan kurang departemen machining mengetahui.
Pelaksanaan
Receiving, storage,
Idem dengan informan Merekomendasikan
Machining
Manufacturing Departemen Machining.
Karyawan baru. kurang pengawasan, kelelahan kerja, unsafe action. Data berdasarkan Informan 2.
Departemen Machining bagian milling konvensional, mesin „cincinati‟ Pekerjaan
Data SIR dan FIR dari tahun 2009 sampai 2013. Pencatatan berdasarkan seluruh PT. Dirgantara Indonesia dan tingkat kejadian yang paling besar ada di Aerostructure Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Departemen Machining. Mulai dari
proses produksi di pre cutting,Sheet Metal : bengkel Direktorat komposit Produksi &machining.
Bahaya yang terdapat di Departemen yang memiliki potensi bahaya tinggi
Pelaksanaan Cara melakukan manajemen identifikasi risiko bahaya
Cara menilai bahaya
01
informan 01 yang lebih mengerti.
(Dept. Machining) Putaran mesin.
Hasilnya ada didokumen manual yang ada.
Dari mesin, kecelakaan mesin.
Penanggung jawab Departemen K3LH, serta bekerja sama dengan ahli di direktorat produksi dan membuat kebijakan juga bersama. Berdasarkan manual kebijakan dan yang melibatkan kebijakan ada SOP administrasi prosedur, tingkat internal, dan bertingkat
Sesuai dengan UUD, dari hasil pelatihanpelatihan.
Dari hasil pengamatan / observasi, dari adanya kecelakaan kerja.
Berdasarkan hasil analisis dengan kategori high middle, medium, low.
Sesuai HIRAC yang ada di buku manual
berdasarkan acc dari tahap sebelumnya dan sesuai dengan permintaan gambar, ukuran, tebal. Bahaya tergantung pada mesin. Potensi terlilit, tersayat, gangguan ergonomi dan terjepit, pekerjaan di Dep. Machining. Berdasarkan mesin, spesial proses dan alatnya. Pihak Dept. K3LH dan produksi.
Menanyakan kepada pihak lapangan dan yang memberi masukan tentang bahayanya apa saja. menjelaskan proses/mesin yang
receiving,storage, lalu masuk ke aktivitas manufacturing dan lanjut ke perakitan pesawat (assembly). Sumber bahaya dari mesin dan material.
Melakukan observasi berdasarkan mesin, dan proses kerja. Departemen K3LH bekerja sama dengan karyawan yang ahli / Supervisor dilapangan. Berdasarkan prosedur penilaian bahaya yang disesuaikan dengan bahaya yang ada dilapangan.
Pengendalian bahaya yang dilakukan
Orang yang terlibat penentu kebijakan manajemen risiko
Form yang dipakai dalam HIRARC mutlak atau tidak pada industri penerbangan (pembuatan pesawat) Bagaimana pengendalian teknis (engineering
berbahaya Melakukan perbaikan Jika terjadi masalah mesin yang rusak serta dan gangguan pada pegendalian terhadap alat yang dihasikan. pencahayaan.
Setelah adanya investigasi kecelakaan kerja dengan menambah & membuat pengaman, melakukan HIRAC lagi dan safety briefing, dengan APD. Departemen K3LH dan pihak yang ahli dibidang produksi.
Pelatihan karyawan kembali.
Departemen K3LH, jika di lapangan ada K3LH produksi.
Departemen K3LH
Departemen K3LH
Form sesuai standar.
Bukan berdasarkan industri penerbangan, berdasarkan identifikasi mesin yang ada. Identifikasi belum ter-update.
Awal mengadopnya dari penerbangan.
Dibuat berdasarkan hasil identifikasi bahaya dan dibuatkan risk assessment yang sudah ada.
Temuan-temuan dari audit di tindak lanjuti, houskeeping kontest secara rutin.
Memperbaiki pijakan kaki, eliminasi, substitusi.
Kurang mengetahui.
- Di pompa surface treathment : mereduksi kebisingan
Setelah adanya kecelakaan , mesin yang rusak dilakukan rekomendasi pengendalian dan diadakan pelatihan untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Departemen K3LH, K3LH produksi dan pihak yang ahli di direktorat produksi seperti Manajer dan Supervisor. Prosedur dari kebijakan terdahulu sebagai industri penerbangan dan mengalami perluasan sumber mengikuti kemajuan teknologi. Melakukan pengendalian dengan pendekatan eliminasi, substitusi, isolasi,
control)
Dengan mengisolasi selang pipa yang bocor. Merubah material, merubah disain, merubah proses kerja.
Bagaimana pengendalian administratif (administratif control)
Check up, rotasi / shift kerja, membatasi jam lembur, safety briefing, rapat LIN manufaktur di meja panel mengenai SQCDP tingkat manajer, Supervisor, dan Direktorat Disesuaikan dengan bahaya, seperti sarung tangan woll, sepatu, masker.
Bagaimana pengendalian dengan APD
Pelatihan, safety briefing.
Mengadakan pelatihan, pengadaan warning sign.
Safety shoes, seragam kerja.
Sesuai dengan potensi bahaya yang ada.
dengan memberikan air pada exhaust di - Di shot pining : mereduksi debu dibuat cerobong asap Training Manajer, Supervisor, Karyawan. Penerapan warning sign
merubah material, merubah proses kerja dan merubah disain.
Sesuai potensi bahaya di tempat kerja. dibuatkan petunjuk penggunaan APD.
Disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja, seperti pengadaan safety shoes, sarung tangan, masker, seragam kerja.
Mengadakan pelatihan, medical check up, membatasi jam lebur kerja, safety briefing, warning sign , shift kerja, dan rapat LIN manufacture.
Lampiran Matriks Hasil Wawancara – Studi Pendahuluan Informan Pendukung
Topik Pembahasan
Kriteria
Bagian/bidang yang ada di Departemen Machining
Tingkat kecelakaan
Tingkat Incident di Departemen Machining
Potensi accident di Departemen Machining
Informan 1 (001) Manajer Departemen Machining
Informan 2 (002) Supervisor di Departemen Machining
Bagian adalah organisasi, mempunyai 7 Supervisor dengan struktur bidang yang baru. Dibedakan berdasarkan gru dri teknologi. Masih diambang batas, pernah ada accident di tahun 2013.
Saat ini masih ada 4 bidang yaitu profilling, medium, small, dan late. 7 bidang adalah rencana organisasi selanjutnya dan sedang berproses.
Berdasarkan keparahannya cacat, tangannya putus, jarinya putus. Frekuensinya 1 tahun 1
Record kejadian terpusat di Departemen K3LH karena setiap bidang tidak menyimpan datanya, diklasifikasikan mulai dari kecelakaan tingkat berat, ringan dan sedang. Jari terjepit karena material yang besar dan tidak seiramanya/kekompakan antara operator dengan pekerja.
Informan 3 (003) Supervisor di Departemen Machining Saat ini ada 4 bidang, Saya berwewenang di Bidang 3 Axis Prismatic Machine.
Kesimpulan
Saat ini masih ada 4 bidang, dan akan adanya perluasan struktur organisasi yang akan datang menjadi 7 bidang.
Tidak ada, karena tidak ada alat safety.
Tidak adanya pelaporan dan data yang jelas tentang incident.
Jarang terjadi.
Jarang terjadi, hanya dulu pernah ada kejadian jari terputus, terjepit, mengalami cacat.
Pemilihan lokasi penelitian di bidang yang ada di Departemen Machining
Bidang yang memiliki risiko dan tingkat kecelakaan tertinggi Tahapan proses di bidang tersebut
x. Bidang Profiling Prismatic Machine dan bidang Lathe & Milling Machine (Bidang Profiling Prismatic Machine) Memotong, pelubangan, membentuk material. Di Machining ada pre operasi, main operasi, post operasi yang tersebar dalam 7 bidang.
Tercatat di Departemen K3LH dan tingkat korporet K3LH produksi. (Bidang Profiling Prismatic Machine) Raw material detail part sesuai yang diinginkan dengan cara prepare raw material, proses, mengangkat airbot dengan crane, operasikan mesin, memotong material kasar menjadi material.
Tingkat kecelakaan paling sering di bidang Milling konvensional. (3 axis prismatic machine) Ada 2 tahap yaitu pre operation mengerjakan lubang dan main operation: yaitu di 3 axis.
Jumlah mesin yang ada di bidang tersebut
Seluruhnya di Machining ada 165 mesin.
Seluruhnya ada 10 mesin. Terdapat 2 bagian, yang pertama 5 mesin jenis multi purpose, yang kedua 5 mesin jenis alumunium.
Ada 14 mesin.
Catatan P3K di bidang tersebut
Terdapat 25 kotak di seluruh Machining, akan tetapi penyediaan isi dari P3K belum dilaksanakan dengan
Terletak dekat dengan pekerja, pengadaan sudah sesuai dengan kebutuhan, akan tetapi kontinyuitas control nya yang masih
Kurang dalam mendukung dalam pengadaan isi dai kotak P3K. Tidak ada pencatatan
Tercatat di Departemen K3LH terdapat di Bidang Profilling Prismatic Machine dan Milling. Di Departemen Machining terdapat tahapan tahapan pre operasi, main operasi, post operasi. Di bidang profilling prismatjc machine yaitu membentuk, memotong, melubangi dural. Di bidang 3 axis prismatic machine hanya 2 tahap yaitu pre operasi dan main operasi. Mesin diseluruh Departemen Machining terdapat 165 mesin. Di bidang profilling prosmatic machine terdapat 10 mesin mesin, di bidang axis prismatic machine terdapat 14 mesin. Dalam penggunaan alat P3K tidak dicatat. Kotak P3K terdapat diseluruh lingkungan Machining dengan total 25 kotak
Manajemen Risiko
konsisten dan kontinyuitas. Serta belum ada karyawan sebagai penanggung jawab P3K yang tetap. (Bidang Profiling Prismatic Machine) Terjepit, terpleset, tersayat.
lemah.
Pelaksanaan manajemen risiko di Machining
APD disesuaikan dengan bahaya di tempat kerja. jika pekerja tidak memiliki APD yang layak maka dilarang untuk bekerja.
Identifikasi secara visual, pengendalian dengan teori dalam K3LH, setelah pelaksanaan audit dilakukan perbaikan-perbaikan.
Penerapan pengendalian di Departemen Machining
Training pada operator, Pengendalian moral yaitu membuat grup K3LH selalu mengingatkan pekerja untuk melaporkan dan satu sama lain. mengawasi.
Risiko bahaya yang terdapat di bidang tersebut
Tidak menerapkan Pengendalian teknis / engineering control yang engineering control. diterapkan
penggunaan kotak P3K tapi sering digunakan.
Manual handling, chips Licin, tergelincir, yang terbang, hasil dari tersayat, terpotong, coollant, ergonomi karena terjepit. operator yang bekerja diatas meja mesin, bahan material yang menyebabkan tergores.
Engineering control dengan visual dan pengendalian engineering dari hasil rekomendasi audit.
Penggunaan APD berdasarkan hasil identifikasi disesuaikan dengan pekerjaan dan bahaya.
Ada tanda-tanda bahaya ditempel, mengingatkan penggunaan APD, membersihkan lantai yang licin. -
P3K. Akan tetapi, kontinyuitas dalam pengadaan isi dari P3K masih lemah. Terpeleset, tergelincir, terjepit, tersayat, terpotong, gangguan ergonomi, chips yang ada dilantai dan meja mesin, hasil dari coollant. Identifikasi dilakukan secara visual dan pengendalian dilakukan setelah program audit dengan mengutamakan penggunaan APD pada pekerja disesuaikan berdasarkan bahaya yang ada ditempat kerja. Melakukan training pekerja, memberikan pengawasan dan saling mengingatkan, memberikan tanda bahaya dan penggunaan APD. Tidak menerapkan pengendalian teknis.
Penerapan safety sign
Pengendalian administrasi yang diterapkan
Persyaratan dari Machining dikasih ke K3LH untuk disiapkan, lalu membuat program Training, pertemuan LIN manufacturing melalui jalur manajerial.
P2K3 membuat rapat plan Training pekerja on tindakan apa saja yang harus the spot. dilakukan untuk aspek K3LH.
Melakukan training, pertemuan LIN manufacturing.
Prosedur penerapan safety sign
Dilakukan identifikasi bahaya oleh tim dari Machining dan tim dari Departemen K3LH dan K3LH produksi. Pengadaan dari Departemen K3LH, pelaksanaan oleh K3LH produksi.
Telah disesuaikan dengan bahaya dan APD yang digunakan di tempat kerja.
Kondisi dan keadaan safety sign
Kondisinya tidak memuaskan.
Dalam penerapan safety sign pihak Machining tidak dilibatkan, yang menerapkan adalah K3LH di produksi yang meminta sign ke Departemen K3LH. Akan tetapi dalam penempatannya masih kurang tepat, sehingga sign yang ada tidak memberikan makna. Safety sign lengkap, tetapi kualitas sudah buram, kotor, hilang, hanya tanda mandatory/penggunaan APD, tidak di maintenance.
Penerapan Safety sign sesuai dengan bahaya
Ada yang sudah sesuai ada yang belum karena belum pick pemindahan rotasi kerja dan belum di revisi termasuk safety
Sudah sesuai dengan mandatory, akan tetapi hanya letaknya saja yang belum tepat.
Belum sesuai dengan potensi bahaya karena masih terjadi perpindahan lokasi kerja.
Pelaksanaan dilakukan oleh tim K3LH produksi, dan pengadaan safety sign dari Departemen K3LH. Sebelum penempatan safety sign disesuaikan dengan bahaya dan penggunaan APD yang bekerja sama dengan pihak produksi/bengkel. Kualitas masih kurang, karena sudah buram, letaknya sudah tidak sesuai, kotor, dan bahkan banyak yang tidak ada sign nya. Ada yang sudah sesuai dan ada yang belum sesuai karena masih adanya perpindahan lokasi kerja.
Masih kurang dan harus dipasang lagi, karena adanya perubahan tata letak lokasi produksi.
Bagaimana pentingnya penerapan safety sign di Departemen Machining
Orang yang bertugas memasang safety sign di Departemen Machining
sign yang ada. Pentingnya sebesar 10% karena fungsinya hanya untuk mengingatkan saja, sedangkan operator maupun pekerja lainnya sudah tahu risiko yang ada di lingkungan kerja. Semua dari K3LH.
Secara manajemen itu penting, tapi secara moral belum mencapai efektivitas kepada pekerja.
Sudah ada dari di bangunnya ruang produksi.
Sangat penting karena yang utama dan dapat mengindikasikan adanya potensi bahaya maupun tanda peringatan agar terhindar dari kecelakan. Kerjasama antara tim K3LH dan bengkel.
Di pandang penting karena dapat memberikan pengaruh kepada pekerja untuk mengindikasikan adanya potensi bahaya dan mandatory yang ada di tempat kerja. Kerjasama antara orang dari machining, K3LH produksi dan Departemen K3LH.
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Utama Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 01
Inisial
: SY
Topik
: Tempat penelitian, manajemen risiko, dan penerapan safety sign
Topik Pemilihan Lokasi Penelitian di Direktorat Produksi
Peneliti “Jadi gini pak, saya ingin menentukan di Departemen apa saya meneliti yang ada di Direktorat produksi. Tingkat kecelakaan tertinggi yang terdapat di Direktorat Produksi terdapat di Departemen apa pak ?khususnya dari incident sampai tingkat accident ?” “kalau diantara Departemen Machining sama Metal Forming tingkat kecelakaan tertinggi ada
Informan (Kepala Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “Hehe ,ya sebanyak- banyaknya satu dua, tapi sayang kalau tingkat incident tidak semua dilaporkan datanya, tapi kalau kita lihat sepintas di bengkel tingkat kecelakaan tertinggi ya ada di surface treathment, heat treathment. “ (sambil mengambil data Departemen yang ada di Direktorat Produksi) “Nah, ini yang paling tinggi ada di Divisi Detail Part Manufacturing, itu kan ada Machining, nah di Machining dan high speed machining juga di metal forming. “
“yaa, kalau dari hasil kecelakaan ya, bukan dari incident. Karena kalau dari incident itu tidak dilaporkan. Jadi kita hanya melihat data berdasarkan laporan hasil analisa ituuu... tapi kalau dari data kecelakaan terakhir di machining ada, kemudian perawatan fasilitas produksi,
dimana pak?”
Tingkat kecelakaan
“nah, kalau kecelakaan 5 tahun belakangan ini itu ada di Departemen apa pak ? “ “Jadi DPM itu terdiri dari apa aja pak? “
“lalu pak, incident yang sering terjadi di machining itu karena apa pak ? “ “Ok pak, berarti saya tahu key word kecelakaan terbesar menurut bapa kan di Machining pak. Nah, lalu angka nilai SIR dan FIR di Departemen Machining dalam 5 tahun kebelakang berapa pak?” “Tapi kalau ada datanya berarti ada dong pak di Departemen Machining berapa datanya?”
inipun bukan karyawan tetap. Jadi kalau Divisi yaa di Divisi Detail Part Manufacturing dan kalau departemen Departemen Machining. Terus di metal forming dan heat treathment punya potensi tertinggi, tapi tidak ada kecelakaan. Berarti, K3 nya berjalan bagus. Nah, kalau metal forming sama heat treathment lebih tinggi heat treathment karena banyak terdapat bahan kimianya yah... kemudian, Surface treathment juga tinggi potensinya karena terdapat bahan kimiajuga yaa.. karena incidentnya tidak dilaporkan jadi kita gak punya data , kecuali kita menyaksikan langsung.. ” “Kalau incident itu yaa ada disini niii,, Divisi Detail Part Manufacturing (DPM) yaa Departemennya Machining. ” “Jadi DPM itu, terdiri dari ahh, Manajer namanya disini DM 1000 itu perencanaan pengendalian produksi, kemudian laen manufactur, kemudian machining sendiri, kemudian high speed machining. Nah, karena machining itu sekarang banyak, maka kit a kelompokkan menjadi dua yaitu yang low speed dibawah 3000 RPM , kemudian yang high speed itu diatas 3000 RPM karena putarannya tinggi. Nah, karena putaran tinggi makanya mesinnya di kerangkeng, jadi bahayanya lebih tinggi itu..” “Biasanya itu karena pekerjanya, pekerja yaitu unsafe action namanya, tindakan perilaku tidak aman” “Nah, kalau per Departemen kita gak ada sih yah, itu datanya ada di pak Tedy. Tapi mungkin kalau di hitung bisa kali yah. Kita hanya buat itu sa-PT DI. Bisa-bisa itu tidak ada, apakah pertahun ada kecelakaan atau gak ada”
“nah iya itu kalau ditelusuri kemungkinan bisa saja, karena kita buat datanya se-PT.DI kalau misalnya ada satu ya berarti itulah kebetulan satu adanya di machining”
Manajemen Risiko
“Ok pak, bagaimana sih pak pengendalian yang sudah dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang ada Departemen Machining atau di Direktorat Produksi?
“Nah itu kan masuk kepada identifikasi bahaya, penilaian risiko dan pengendalian ya pak. Nah, pegendaian yang dilakukan itu seperti apa pak? “jadi pengendalian yang sudah dilakukan apa pak?” “lalu pak, pengendalian teknis / engineering control yang sudah dilakukan baik sebelum terjadi kecelakaan maupun setelah terjadinya kecelakaan ?”
“iya kan, nah, dari hasil investigasi kan kita tahu penyebabnya. Pada umumnya itu perilaku tidak aman kan. Nah itu kalau perilakunya kita kasih disitu contohnya (sambil mengeluarkan berkas investigasi kecelakaan dengan metode domino) tuuhh, terakgi tanggal 7 April di Machining produksi. Kemudian, di 2 april maintenance di daerah machining, tapi ini karyawan kontrak. Nih misalnya satu ini penyebabnya tindakan tidak aman, karena kurang jam terbang, karyawan baru, karena meletakkan tangan bukan pada tempatnya, lalu jarinya terpotong, lalu saya masukin kekulkas itu jarinya, tapi sudah saya kubur (sambil membacakan kejadian di salah satu dokumen investigasi kecelakaan) . lalu korban lupa kalau tangannya ada dilintasan jalan mesin, dan pas diangkat tangannya sudah lepas aja segini, kemudian kondisi fisiknya baik. Tidakan perbaikannya yaitu mengidentifikasi potensi bahaya di tempat kerja, lalu kita menyarankan untuk dibuatkan pengaman, kemudian diberikan safety breafing seperti yang kalian lakukan itu ya, jadi sebelum bekerja karyawan diberikan pengarahan terlebih dahulu tentang cara-cara mengoperasikan mesin, kemudian mencegah bagaimana cara terjadinya kecelakaan, itu salah satunya sudah termasuk kedalam pencegahan.“ “nah, yang jelas membuat dalam investigasi penyebabnya 2 aja tidak bercabang unsafe action dan unsafe condition. Namun diluar itu ini kan untuk pengendalian langsung kepada pengendalian utama. Walaupun ada sebab akibat, itu juga kita lakukan. Dalam investigasi ini kita hanya mencari route cause yang utama” “nah, karena penyebab nya sudah diketahui, yaitu pertama pengendalian yang dilakukan membuat dan menambah alat pengaman. Lalu melakukan HIRAC lagi dan safety briefing. Lalu dengan APD. Walaupun APD terakhir, ya tidak masalah yang penting cari route cause nya. “ “yak, dengan membuat program K3LH secara kontinyus, yaitu salah satu program pengendalian yang ada yah, audit itu dengan luasnya area, dengan banyaknya struktur organisasi. Kita lihat aja programnya aja ya, programnya itu sekarang sudah masuk bulan april – juli itu kita ada audit setalah juli ini ada monitoring ada yang terjadwal nah itu konsisten. Nah ini temuan-temuan yang ada di tindak lanjuti, kemudian houskeeping kontes itu
secara rutin supaya bisa membudidayakan K3LH nya. Terus monitoring itu ada yang terjadwal ada yang on the spot nah itu secara konsisten. Nah tadi ada temuan salah satu selang solar ada yang bocor. Nah, itu punya potensibahaya tinggi,kalau ada putung rokok aja bisa, maka langsung ditindak lanjuti. Nah konsiten kita untuk menjadikan temuan-temuan yang memiliki potensi tinggi, lalu dilakukan pengendalian karena disitu ada potensi bahaya yang tinggi. “nah yak, ehm, ketika ada tata pelaksanaan mereka harus memperbaiki, kita fleksibel. Kalau memang bisa, dari sejak awal kasusnya dari awal bisa di engineering ya dilakukan.Nsh, kalau tidak bisa ya dengan APD kan gapapa dilakukan.”
“Nah lalu ketika ada bahaya tindakan pengendalian teknis seperti eliminasi, substitusi, menghilangkan bahaya itu, lalu isolasi yang tadi bapak bilang ketika terdapat kecelakaan mesin nya dilindungi, itu yang saya tanyakan sudah dilakukan selain itu apa saja pak? “ “Lalu engineering yang dilakukan “ya bisa saja merubah material kah, merubah desain, merubah proses kerjanya.” dalam bentuk apa pak? “ “yang sering dilakukan dalam “ya kalau dilakukan ya dilihat dulu dalam bentuk kecelakaan apa, disitu kan ada . nah ini kan bentuk apa pak?” cerita ilmu pengetahuannya tadi. Tapi real nya saya tidak hafal. Misalnya tahun kemarin ada kecelakaan apa saya tidak hafal, misalnya juga tindakannya. Artinya kita tidak kita kaku, ketika ada kejadian, kita langsung berikan solusinya. Nah kan ada 5 aspek juga bisa kan, semakin banyak barier yang di berikan jika gugur satu masih ada 4, kan begitu. Jadi ketika dilapangan kita informasikan kemungkinan yang bisa dilakukan tahap pertahapnya, ya dilakukan. Jadi umumnya yang menyangkut biaya itu akan terkendala, kan gitu. Tapi kalau menyangkut biaya tapi itu sampai fatal ya itu sampai korban jiwa ya itu rekomendasinya cepet juga. Ya itu misalnya tadi bocoran, seperti bocor pipa. Maka harus diganti kan pipanya. Nah untuk pengendaliannya kan ditutupi plastik dulu, karena masalah biaya dan lainnya. Untuk tindakan permanennya di tindak lanjuti. “Terus pak pengendalian secara “nah itu tadi, kalau tergores itu kan incident yah. Nah, kalau kita gak dikasih tahu kita gak
teknis khusus di machining apa pak yang sudah dilakukan?’ “Nah, pak kan kalau APD bukan teknisnya pak, kalau teknisnya gimana pak? nanti kalau APD ada lagi pak.”
“Nah, pas kan pak, penelitian saya kan dengan tema safety sign, nah, kalau pekerja sendiri aja gak tahu yang harus pakai filter dimana harus menggunakan sarung tangan dimana, tanpa adanya tanda, makanya saya ingin melanjuti seperti itu pada akhirnya nanti, kebutuhan safety sign ........ “ “baik pak, mungkin cukup untuk penjelasan pengendalian teknisnya. Lalu bagaimana pak pengendalian administrasi yang sudah dilakukan seperti yang bapak bilang safety breafing, pelatihan, lalu safety sign
tahu. Paling kalau pas lagi audit aja dia cerita, oh iya ni ni ni.. kita sampaikan disitu, solusinya. Yaaa, paling ya itu tadi APD nya. “yah, eee misalnya contohnya yang tergores yah. Dia tergores umumnya sarung tangannya tidak tepat. Jadi kita sarankan jangan model yang woll, apalagi yang gerinda. Nah kalau pakai woll kan bisa ketarik kan, padahal sarung tangan macem2. Jadi umumnya gitu aja, ehhmm itu aja ada ketidak pahaman juga dalam pembelian. Orang pembelian itu tidak tahu baik sepatu, sarung tangan, masker, itu kan macem2 kan dari sisi K3 tergantung bahayanya apa debu, partikel atau hanya sekedar cipratan aja, air, kotoran, itu kan macam2. Nah kalau sudah bicara masker, orang kalau gak paham di beli aja, asal masker asal murah kuat. Nah, padahal di K3LH idak bicara harganya dulu. Kita malah gak lihat itu harganya berapa, tapi fungsinya yah.ketika partikel2 debu itu kita harus rapet, filternya didalem, diganti dalem filternya ajaa...” “saya sih kalau kecenderungan karyawan itu tau.tapi kan yang belinya gak tahu. Jadi pertimbangannya mungkin belum training K3 kali yah, ya memang si stafing tidak prioritas, ya bukan prioritas kan menurut dia, tapi kalau menurut K3 kan seluruhnya wajib mengikuti training. Jadi tetep harus walau bukan prioritas tapi wajib dong. Nah kalau yang prioritas orang produksi berarti orang stafing yang selanjutnya dong. Nah itu makanya kesalahan pembelian itu. Ini bukan spesifikasinya, mereka tahu. Ya tapi dari pada gak ada mau gimana... nah, gitu kan bisa di cek kan..dari pada gak ada ya pakai yang ada..”
“yaa, yaa, yaa.. yah, check up. Kemudian itu diberi pengertian, bekerja itu kan juga ada waktunya. Bekerja itu kan sehari 8 jam, kalau lembur maksimal juga 3 jam. Itu juga kadang2 karena kebutuhan, memaksakan diri. Kalau karyawan ditanya itu sehat-sehat aja, bisa2 aja lembur full ternyata setelah itu sakit, nah itu diberikan kesadaran bahwa kemampuan fisik manusia itu terbatas. Dengan cara diperketat, dengan lembur dibatasi. Misalnya lembur per orang maksimal 2 jam. Nah, kadang2 ketika ada peraturan kecuali lembur khusus, rekomendasi pimpinan, itu juga adaa.. manusia kan kadang2 kalau dikejar kan materi, nah
termasuk didalamnya ?” “Nah, pak kalau pelatihan itu sasarannya kesiapa aja pak?”
“Lalu pak safety briefing dilaksanakan secara rutin juga pak?”
ketika ada lembur khusus ini yasudah....” “pelatihan K3 itu kan ada macam2 ya, contoh safety cuture itu untuk seluruh karyawan , itu diberikan pada saat karyawan baru masuk. Satu tahun satu kali idealnya kan gitu. Jangankan yang umum yang khususkrtika satu tahun sekali mau refreshing yah juga kesibukan, program K3 mah kita adakan. Ada p3k3 untuk siapa? Untuk pengurus P3k3. Berarti pengurus P2K3 itu, ya karyawan dan perwakilan manajemen. Nah, bukan juga yang bukan pengurus P2K3 gak boleh ngurus itu, yah boleh, kan pengurus itu juga berotasi, jadi gak ada si A ada si B. Jadi gak mutlak trainingnya itu P2K3. Nah ketika ada P2K3 ada persyaratan berikutnya harus mengikuti training. Perkara yang ikut, ada orang yang bukan P2K3, gak masalah karena itu juga akan bermanfaat. Kemudian ada training 5 R untuk seluruh karyawan dari top manajemen sampai level karyawan. Nah kemudian ada trainning K3 sendiri, K3 sendiri itu suda spesifik, k3 di bengkel machining ya K3 machining, k3 dibonding ya bonding, sheet metal sheet metal, k3 welding ya welding. Nah materinya itu ada spesifik, manual handling ya gitu.. terus operator untuk crane ya crane K3 nya. Untuk forklift ya forklift. Itu K3 spesifik. Nah, terus materi2 HIRAC nya sendiri, untuk para supervisor, nah, selebihnya banyak. “ “ya Cuma tidak dalam bentuk namanya safety briefing , ya sebelum kerja dilakukan penjelasan mengenai keselamatan kerja lah. Itu juga sekarang ada lin manufaktur kan, anda bisa lihat disitu di meja panel ada SQCDP. S nya itu safety jadi kita kalau kontrol, tinggal lihat S nya saja, ada warna merah atau hijau. Kalau warna merah itu ada persoalan dari sisi safety nya, kita lihat persoalannya apa solusinya apa. Kita lihat sudah siklus belum, kalau belum kita lihat apa pesoalannya. Cuma belum ada pernah kalau ada persoalan safety kami diundang. Itu sekedar sharing sampaikan solusi. Nah, safety briefing yang anda lakukan itu juga baik, ternyata di respon positif kan, jadi medianya bisa menggunakan lin manufacturing. Paling lama 15 menit untuk berbagai tingkatan, tingkatan pertama itu flur, paa anggota dipimpin oleh leader, dia membahas persoalan2 yang terjadi di bengkelnya masing2. Persoalan apa, ya masalah SQCDP itu, nah, masalah safety ada gak, quality ada gak, control ada gak, delivery ada gak, personal ada gak gitu.. oh ternyata bisa diselesaikan di level pertama, oh yaudah clear. Nah kalau di level pertama dipimpin leader gak selesai naik kelevel kedua, itu jam seperempat berikutnya berarti jam 8.15 WIB. Itu rutin yah dan harus konsisten,
dipimpin oleh supervisor. Begitu tidak selesai, naik kelevel ketiga dipimpin oleh manajer. Level 4 dipimpin oleh divisi, level 5 dimpimpin oleh direksi,itu jam 2 biasanya siang. itu ada sampai tingkat direktur juga yang harus memutuskan biasanya yang menyangkut biaya besar, mobilitas tinggi, itu yang melibakan kebijakan2 perusahaan, itu ada. Tempat “ok pak, mungkin pertanyaan “yaa soalnya kalau bicara soal proses produksi itu tergantung tingkat levelnya yah. Kalau Penelitian di tentang safety sign sudah cukup, anda secara umum udh plan tour kan yah. Jadi yang gambaran umum proses produksi, mulai Direktorat selanjutnya mengenai manajemen dari receiving, ya disitu peran K3LH dia harus mengecek material2 yang datang sesuai Produksi dan risiko pak. Lalu pak yang pertama dengan spesifikasi. Apalagi yang bahan kimia itu msds nya harus ada. Kemudian masuk ke pelaksanaan bagaimana pak proses produksi storage/gudang. Ya itu, standar K3LH nya standar penyimpanannya, apalagi kan itu barang manajemen risiko yang ada di Departemen kimia, gaboleh dicampur ini itu dari sisi K3 nya itu juga kita peduli di gudang. Setalah itu, di Machining ?” pre cutting, itu pemotongan awal ya kotak2 lah sebelum, panjang lebar itu kan di pre cutting. Setelah di pre cutting masuk ke proses produksi itu ada yang melalui sheet metal ada yang di bengkel komposit ada yang machining. Nah kalau yang sheet metal berarti raw materialnya dalam bentuk sheet / lembar. Yang dinamakan sheet itu 3 milli ke bawah, diatas itu menjadi plat tebel, berarti masuk proses machining karena di kerok2 menjadi keping. Kalau sheet metal di bentuk di press di ini itu dari yang sheet. Kemudian yang non metal itu dibonding.” “lalu pak di Machining sendiri “ya sekarang katakan saja di machining, skrg di machining kan dibagi dua, jadi machining ada berapa bagian pak dalam yang konvensional itu dengan putaran kecepatan mesinnya, dibawah 3000 itu masuk pengerjaannya?” machining. Padahal machining itu ada konvensional ada TNC , CNC. Yang konvensional itu diputar pakai tangan, yang TNC sudah pakai touch di machining jadi tinggal mencet. Nah ada CNC yang sudah komputerise, ada programnya jadi operator tinggal mengawasin, kan dia tinggal masukin programnya saja.” Manajemen “lalu pak ada data per bagian di “nah, itu kan organisasi di tingkat Departemen yah, kalau se departemen nya saya tidak tahu Risiko machining tidak pak karena saya karena itu kan perubahannya lebih cepat. Jadi bisa saja disini anda datang, untuk mengetahui untuk melakukan identifikasi apa saja bagiannya. Tapi secara pintas seperti tadi yang saya jelaskan. Nah secara garis bahaya harus mengelompokkan besar penempatannya dibuat blok blok ada 2 bagian yaitu machining dan high speed berdasarkan bagiannya pak?” machining, jadi itu yang putaran2 tinggi. Nah ini dari machining nya sendiri dibagi menjadi beberapa supervisor lagi itu. Machining ini isinya mesin yang putarannya dibawah 3000, mesin apa saja, milling, grinding, borring. Nah terus yang high speed mesin, itu yang
“ok pak, lalu untuk melakukan identifikasi bahaya itu apakah dilakukan oleh pihak Supervisor atau dari departemennya atau bareng2 yg seperti bapak bilang tadi?” “lalu pak yang dimaskud dengan ahli ini itu adalah supervisor pak?” “Ok pak, lalu mengenai form identifikasi itu mutlak atau tidak mutlak pak digunakan seperti di industri penerbangan/pembuatan pesawat?” “lalu pak langkah menilai risiko setelah melakukan identifikasi itu bagaimana pak dalam pelaksanaannya?”
kecepatannya tinggi. Jadi mesinnya macem2 lah pokoknya, pengaturannya penempatannya suka2 orang sana.” “ya itu tadi, HIRAC itu kan dilakukan bertanggung jawab ini ya K3LH dan pimpinan di departemen machining. Pimpinan disana ya konotasinya orang yang tahu, jadi sebagai penanggung jawab kita tapi yang membuat itu kan kita sebagai penanggung jawab belum tentu ahlinya. Kalau memang ahli tetap menggunakan user yang lebih tahu. Kalau kita disini tapi kan yang disana lebih tahu ya mereka ahlinya. Jadi yang menanggung jawab kita dan user2 mengapprove juga. Menentukan kebijakan juga sama2 bareng2.” “ya sebenarnya yang dinamakan pimpinan seharusnya tahu apa yang kita buat itu bener, gitu loh.. jadi kan bisa dikonotasikan yang ahli yang kompeten yang lebih tahu, yang lebih bertanggung jawab, yang buat bs siapa saja kan.” “formnya ya sudah standar.”
“Ya dituangkan dalam kebijakan yang harus menjadi panduan bagi siapa saja yang bekerja di tempat itu, jadi kita tuangkan dalam bentuk petunjuk, itu bertingkat ada petunjuk internal , bisa internel bengkel, divisi, direktorat. Kalau yang melibatkan antar kebijakan ada yang namanya OP , PA, ada yg namanya SOP, ada yang namanya SOP administrasi prosedur, ada yang tingkat internal, itu bertingkat.” “itu pak cara menilainya itu “Jadi semuanya sudah ada di manual kebijakan kita. Referensinya dari apa ya betul, jadi kita menggunakan apa bagaimana pak pandulah, namun petunjuk ini juga kan harus up to date mengikuti jaman, bisa berubah. Nah, apa berdasarkan tingkat high, siapa yang merubah boleh datang dari mana saja, intinya kan yang lebih inisiatif kan si user medium.... (terpotong)” karena dia kan yang lebih taulah karena kita kan Cuma diatas meja saja. “ “lalu pak di daerah machining itu “di machining itu kan pada umumnya putaran mesin, nah putaran mesin ini kan memiliki terdapat bahaya apa saja pak?” tinggi bahaya, nah itu kan berarti potensi bahaya. Nah umumnya itu diberi pelindung isolasi tadi yang suka engga dipasang kalau mesin lama. misalnya gerindra, padahal beli barunya itu lengkaploh termasuk kaca pelindung. Nihh kadang2 kaca pelindungnya dilepas, baik sengaja
maupun tidak sengaja. “nah kalau di machining itu kan APD yang disarankan itu sepatu, sepatu juga ada yang frekuensinya 3 bulan sekali, setahun sekali, tergantung itu potensi bahayanya. Kalau yang di machining itu tinggi potensi bahayanya, dia mesti menginjak itu coolen atau pelumas, ini gak tahan lama kalau itu kan merusak dia kan, jadi itu 3 bulan udah mengangak sepatunya. Kalau di machining ini sepatu utama disamping jelas sparepaknya, lalu sarung angan ear muff ear plug, tergantung mesinnya seperti apa, kalau mesin yang menghasilkan suara tinggi. Kalau mesin yang mengandung cipratan tinggi, seperti cipratan api, bisa bentuk partikel ya macam2.” “Ok pak baik mungkin cukup sekian wawancara dari saya terimakasih atas waktunya pak.....” “terus pak pengendalian terhadap bahaya yang sudah dilakukan berarti isolasi itu ya pak, lalu pengendalian lainnya yang dilakukan seperti APD yang disarankan pak?”
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Utama Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 02
Inisial
: TN
Tujuan
: Informasi Mengenai Tempat Penelitian di Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi
Topik Pemilihan Lokasi Penelitian di Direktorat Produksi
Peneliti “Ok pak Tedy langsung saja. pak, bagaimana tingkat kecelakaan yang ada di Direktorat Produksi?” “Terdapat di Departemen apa kecelakaan yang tertinggi di Direktorat produksi pak?” “ok pak, kalau begitu nilai SIR dan FIR yang memiliki angka kecelakaan tertinggi selama kurun waktu 5 tahun berapa aja pak?”
Informan (Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “Nah, kalau incident di kita mah ya minus, tapi kalau tingkat accident nya ini ada datanya” (sambil cari file yang ada di komputer)
“Nah, kebetulan pencatatannya tidak per departemen sih ya. Tapi ini nih ada yang paling tinggi itu setau saya di Aerostructure, ya itu di manufacturing. Kalau dari pelaporan ya itu paling sering di Machining karena bahayanya juga tinggi yah disana..” (sambil menunjukkan data angka kecelakaan kerja, SIR dan FIR di komputer) “kalau di PT. Di mah pencatatannya ya se PT.DI jadi engga per divisi, jadi kalau per divisi atau per departemen kita gak punya datanya. Jadi pelaporan jika terjadi kecelakaan aja gitu baru dicatat per direktoratnya. Nah itu paling besar ada di Aerostructure yah... kalau departemennya di Machining.” “itu penyebab kecelakaan yang terjadi “yang pertama itu masih muda, yang kedua pembinaan dari senior, pembinaan yang
disana biasanya disebabkan oleh apa pak?”
dilapangan itu ke junior nya juga kurang mempuni. Jadi hasilnya Cuma seadanya dari hasil pelatihan pertama kali masuk kerja, kalau masuk kan pelatihan dulu disini. Jadi pas udah dilapangan jarang yang diawasi. Itu yang pertama, yang kedua lembur, kadang kelelahan juga bisa mempengaruh insiden itu. “ Manajemen “Nah, kalau sudah terjadi kecelakaan “tadi pak Dar**** (informan utama 1) gimana? Udah kan? Sama lah jawabannya, idem lah.. risiko tadi menurut pak (informan utama 1) “ itu dilakukan identifikasi bahaya, nah “ok, sebelumnya kita sudah punya manual nya kan soal identifikasi itu, disana misalnya kan cara melakukan identifikasi risiko di mesin x disitu” departemen machining gimana pak? “ “Nah, manual nya itu sebagai form “kita yang ada disini, kita yang ada disini.. manual mesin yang ada disini, bukan identifikasi mutlak di pakai di industri berdasarkan industri penerbangan. Jadi mesin2 yang ada disini, semuanya kita identifikasi penerbangan atau tidak pak?” bahayanya seperti apa, kita sudah punya sebenarnya, sudah ada. Tinggal orang2 yang ada disana pengawasannya seperti apa.terus pekerja2 disana supervisornya, leader2nya harusnya punya SOP nya lah.. ya seperti itu.. “ “Terus cara melakukannya mengikuti “iya seharusnya seperti itu, hehehehehe ..” manual yang ada gitu pak?” “Nah, yang melakukannya siapa “seharusnya kan pas pelatihan itu disitu liyat, cuman pas pelakasanaannya ya itu tadi, ada pak?” kelelahan juga terus dia mengabaikan SOP nya itu.. jadi, kalau manual sih sudah ada tapi pelaksanaannya kurang dari orang itu..” “kalau orang yang terlibat dalam “Sebenarnya kan kita, departemen K3LH. Cuman kan kalau misalkan dilapangan, ada K3LH pembuatan kebijakan identifikasi yang di produksi, tapi kita sih yang buat kebijakan sebenarnya..” bahaya itu siapa pak?” “pak kalau form identifikasi bahaya “form apa nih? Ohh form identifikasi kan udah ada, kita form yang ada disini sesuai dengan yang diugnakan itu mutlak dan harus UUD kalau gak salah sama apalah, lupa gitu, yang udah didapat sama pelatihan-pelatihan digunakan oleh industri penerbangan gitu kan.. dan engga mutlak berarti yah.. hehehe kan udah liyat kan?“ di PT. DI atau tidak pak?” “Ok pak, lalu setelah melakukan “Kan disitu sudah ada, di form nya sudah ada. Itu ada high, middle, terus apa.. dari medium, identifikasi kan menilai bahaya, kalau low, disitu kan ada. Segala macemnya kan sudah ada penilaian. Nah kalau misalkan, disitu cara assessment terhadap penilaian kan udah ada kok, nilainya tergantung dari hasil analisis itu. “
bahayanya disini gimana pak?” “Nah, setelah dilakukan semuanya kan dilakukan rekomendasi pengendalian ya pak, itu pengendalian yang sudah dilakukan bagaimana pak?” “selain pelatihan apa lagi pak?” “iya, jadi yang pertama itu kan eliminasi, substitusi, engineering control, administrasi control, lalu APD pak. “ “Pak, bahaya yang ada di Machining yang sudah diidentifikasi itu terdapat bahaya apa saja sih pak?” “terus pengendalian yang berdasarkan penggunaan APD itu apa aja pak di Machining?” “identifikasi bahaya yang dilakukan itu di update tidak pak dalam pelaksanaannya?” “lalu pak bagaimana penerapan engineering control atau pengendalian teknis yang sudah dilakukan ?” “hehe pak pelatihan kan tadi udah termasuk kedalam administrasi
“eeeeeeee, yang sudah dilakukan yang sudah banyak dilakukan itu pelatihan kembali.”
“eee itu modifikasi ya, apa itu namanya .. disini itu kan ada tempat mesin apa tempat pijakan kaki yah, itu kan ergonominya yah, kalau misalkan itu harus diperbaiki itunya, substitusi. Apa dah, ada 5 yah? “iya iya nanti aja itu ada diujian itu..”
“kalau saya sih belum kesana yah.. yang sudah ada dimanual aja di machining tuh, tapi yang jelas kan di machining itu sudah berbentuk yang diidentifikasi berdasarkan manual yang ada. Hasil2 nya juga sudah ada di manual. Jadi kalaupun mau liyat disana kan bisa diliyat disana dan juga ada nilai2 nya kok. “Di machining ya, kalau disitu kan ya yg standar2 aja, kaya safety shoes, kemudian baju kerja, sebenernya pekerja itu bukan APD sih..tapi kalau baju sih ini yah, engga mutlak.” “Yaa, sebenarnya kata kita gak ada mesin yang baru dan identifikasinya juga baru kemarin ya jadi belum di up date lah.. haha. Karena sudah ada disana, dari nilainya sekian sampai sekian..” “ya yang pertama mungkin itu tadi, pelatihan itu“
“eh udah ya, itu dimana tadi? Pengendalian teknis ya, jadi bingung saya, liyat kamu jadi bingung saya.. itu pak Dar apa? Samain aja lah ya samain aja...”
control” “kalau sama seperti apa pak contohnya?” “lalu kalau administrasi control yang sudah dilaksanakan apa saja pak?” “kalau regulasinya seperti apa pak?” “kalau pemasangan proteksi aktif pasif seperti alarm disini ada tidak pak, itu kan juga temasuk administratif control” “kalau dengan pengaturan jarak dari bahaya itu apa pak yang sudah dilakukan?”
“itu eliminasi ada gak? Artinya gini, kalaupun tarolah mesinnya nah kadang bukan mesinnya tapi tool nya seperti untuk pengamanan dari pada tool tersebut. Jadi, kalau misalkan si tool tool yang tajam itu kan bisa dilindungi, ini kadang kan kita bisa terpeleset.” “hhmm, gak tahu apa.. hehehehehmmmhmhm...” “Bukan regulasi yah, tapi mungkin kalau disana mah ada yah kaya misalkan sebelum kerja karyawan sama leadernya semacam safety briefing yah” “itu hubungannya apa dengan pengendalian? Kalau pengendalian bahaya dari machiningnya kebakaran apa? Kalau menurut saya ya misalkan dipasang hhmm bisa juga lah karena kabel kabel kan.. hehe yah boleh lah bolehh.. karena kemarin sudah ada kejadian kebakaran itu, tapi kebakarannya bukan dari situnya, dari sumber yang lain, ” “uuu kalau itu gak ada yah..”
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Utama Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 03
Inisial
: YS
Tanggal Wawancara : 19 Mei 2014 Tujuan
Topik Pemilihan Lokasi Penelitian di Direktorat Produksi
: Informasi Mengenai Tempat Penelitian di Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi
Peneliti “Bagaimana sih pak proses pelaksanaan produksi di Direktorat produksi di PT.DI yang bapa tahu di manufacturing?”
“jadi gini pak, ini kan hanya gambaran sebelum saya menentukan tempat
Informan (Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “oo, ehhhmm, ini sih saya agak kurang ini sih.. hhmm udah dapet masalah di direktorat produksi? Kalau dari pak Dar? Yang lebih memenuhi kan pak dar suka memberikan training tentang masalah itu, mungkin lebih tau dia.Karena dia itu kan asal dari trainer, jadi semua permasalahan yang ada hubungannya dengan produksi dia trainer gitu. Mungkin, mungkin lebih itu lagi, atau kalau ke tempat yang direktorat produksinya sudah bertanya masalah ini?” “Tingkat kecelakaan produksii... datanya ada di Pak Te** (informan 02) yah? Kalau untuk masalah kecelakaan kerja datanya ada di pak Tedy. Itu lebih itu, karena kan saya
penelitian saya di direktorat produksi dimana, makanya saya ingin memilih tempat di departemen apa gitu pak, tapi saya arus memiiki justifikasi yang kuat untuk memilih tempat tersebut, ok kalau gitu nanti saya tanyakan ke pak dar, kebetulan saya sudah wawancara beliau. Ok pak, kalau gitu, bagaimana sih pak tingkat kecelakaan yang ada di direktorat produksi?” “Ok pak,nah menurut bapak, terdapat di departemen apa pak kecelakaan tertinggi di direktorat produksi?” “lalu nilai SIR dan FIR gimana pak?” Manajemen “Karena kemarin saya dapet informasi Risiko dari informan sebelumnya kecelakaan tertinggi di Machining, nah menurut bapa penyebab nya karena apa pak kecelakaan bisa terjadi di departemen Machining ?” “ok pak, lalu bagaimana si pak cara melakukan identifikasi bahaya di Direktorat Produksi PT. Dirgantara Indonesia?” “Lalu selanjutnya langkah untuk menilai risiko seperti apa pelaksanaannya dan pakai standar apa pak?” “Lalu pak, bagaimana cara pengendalian bahaya yang dilakukan PT.DI berdasarkan hasil identifikasi dan
manajemen.”
“waduh,, saya kurang tahu dulu datanya ada di pak Tedy kayanya..” “ehem, juga di pak Tedy” “di machining? Ya bahaya2 nya ya mungkin dari mesinnya, itu dari kecelakaan mesin, dari apa, biasanya dari mungkin anak baru yah, kurang mengetahui begitu, jadi akhirnya mereka...mungkin tidak pakai APD yah bisa.. terus selain itu mungkin keteledoran bisa, mungkin karena kecapean, tingkat ini.. mungkin bisa saja. “ “kan ininya ada di kita, identifikasi ada. Dengan pengamatan bisa, kaya misalnya pak edy kan asalnya dari bengkel. Jadi pengamatan, ya dari pengamatan, dari observasi, terus dari seringnya terjadinya kecelakaan juga bisa diliyat juga yah..” “mungkin ini dari HIRAC ya neng yah, yang pernah dibawa itu kan yah, ehem , iya seperti itu..” “Untuk mengendalikan bahaya itu, ya mungkin dengan perbaikan diarea mesin yang rusaknya, misalnya atau antisipasi pendukungnya seperti pencahayaan.”
penilaian risiko pak?” “Kalau untuk pencahayaannya dilakukan pengukuran terlebih dahulu gak pak?” “lalu selain pengukuran pencahayaan apa ada lagi pak?” “Terus pak, form yang dipakai dalam mengidentifikasi bahaya itu yang digunakan apakah prosedur yang mutlak digunakan di industri penerbangan seperti PT. DI atau tidak pak?” “Ok pak, lalu bagaimana sih pak penerapan engineering control / pengendalian teknis yang sudah dilaksanakan di departemen machining itu?” “Lalu pak setelah pengendalian teknis, kalau dengan pendekatan pengendalian administrasi misalnya dalam bentuk slogan, 5 R itu gimana ak?” “Lalu bagaimana pak pengendalian dalam bentuk APD ?”
“kalo, dari kita K3 misalnya ada permintaan pengukuran, tapi kita kan kalau audit juga kan seperti pencahayaan, dari secara kasat mata kan kelihatan yah, oh ini gelap. Aahh, tapi kalau ingin memperjelas untuk ada bukti kita juga ada kok datanya. “hoo, pencahayaan ya kan seperti udara mah kan diluar yah, iklim kerja yah paling, cahaya , udara nah apa air yah, banyak kayanya. Ohh, eneng fokusnya untuk diruangan itu yah” “Mungkin, mungkin awalnya dari penerbangan kayanya yah, ngadopnya, mungkin dulu dari boeing atau apa. Saya juga kurang, kurang mengerti. “
“Kurang, kurang mengetahui. Karena kan itu eehh data dari mereka yah”
“ehhm, oh iya itu ada kalau yang itu. Pelatihan2 ada, terutama untuk karyawan baru, terus itu juga ada tentang penerapan warning sign. kebetulan kan untuk mengadakannya di K3LH, jadi untuk yang butuh biasanya mereka kesini, gitu.. terus pak waktu audit kita juga kasih tau, di tempat kita sudah tersedia, karena ini potensinya ini ini ini, tinggal ambil aja, nanti ngambil kekita.” “Membelikan APD tapi sesuai dengan kebutuhan mereka, disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada. Tidak semua dibelikan. “
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Utama Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 04
Inisial
: ES
Tanggal Wawancara : 20 Mei 2014 Tujuan Topik Pembahasan Pemilihan Lokasi Penelitian di Direktorat Produksi
: Informasi Mengenai Tempat Penelitian di Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi Peneliti
“ok pak, langsung saja, bagaimana pak tingkat kecelakaan di Direktorat Produksi jika dlihat dari segi incident dan accident nya pak?” “Ok pak kalau begitu menurut Bapak terdapat di Departemen
Informan (Staf Bidang Pengawasan dan Pengukuran Departemen K3LH) “Nah itu mungkin dengan adanya pertambahan karyawan, tadinya hanya 3000 sekrang udah 4000, dan notabennya di bengkel itu banyak. Apalagi kalau sekarang itu... yah yah, kalau dilihat dari persentasi sih gak begitu banyak yaa, tapi kalau dilihat dari jumlah kejadian itu meningkat. Kalau datanya kan itu terpusat, ada di pak Te** (informan 02). Kalau tahun2 sebelumnya, itu ada berapalah gitu..itu kan kalau sekarang itu ada peningkatan, tapi itu kan dalam arti dalam kuantitasnya, bukan dari perhitungan apa teh zero accidentnya. Kan harus di hitung per 1000.000 pekerja, itu kan ada hitungannya..” “itu teh, kalau gak salah mungkin dalam arti bukan tertinggi yah, agak2 paling banyak yah.. kalau gak salah itu tuh di Departemen Machining. “
Manajemen Risiko
apa pak angka kecelakaan tertinggi di Direktorat Produksi?” “itu biasanya kejadian apa pak yang terjadi?” “Ok pak tapi ketika ada pekerja yang tersayat itu ada catatannya tidak pak?” “ok pak untuk catatan SIR dan FIR itu sudah di pak Tedy yah?” “Ok pak lalu bagaimana sih pak proses di direktorat Porduksi di Direktorat Produksi?”
“Lalu pak bahaya apa saja sih pak yang tedapat di Direktorat Produksi itu pak?”
“Itu biasanya luka karena tersayat biasanya.. “ “hhmm jadi gini yah, kalau mereka melaporkan kekita itu artinya tersayat itu yang dimaksudkan itu seandainya kalau 1 hari tidak masuk kerja yang mengakibatkan kehilangan hari kerja gitu yah.. tapi kalau masih mampu bekerja ya di anggap incident, gitu.. “ “iyaa bener sudah di pak Ted** (informan 02) ” “oh di direktorat produksi yah, karena di direktorat produksi segalanya sudah tersedia itu gambarnya sudah ada, biasanya itu ada proses cat, cat itu misalnya diawali dengan pengadaan gambarnya, kemudian proses yang dimintanya itu apa, kemudian dari situ ke planner sudah di acc kemudian proses turun ke bengkel. Nah itu material disitu yang dimintanya berapa kekerasannya beberpaa tebelnya berapa. apakah itu untuk proses machining, apakah itu untuk proses sheet metal. Nah apakah itu yang diminta yang metal atau non metal, logam atau non logam, gitu yaa.. mah kemudian disitu ada yang proses pre cutting nah disitu ada yang untuk proses machining ada yang sheet metal. Nah kemudian mereka meminta ukuran di gambar dan di proes. Karena yang diminta itu ukurannya jelas, lebar sekian, tebal sekian, itu acc per drawing itu biasanya mereka itu. “ “di machining itu kalau di lihat bahaya itu tergantung dari pada mesinnya, nah sekarang itu kan sudah datang mesin yang relatif cukup aman dari segi keselamatan kerja, kalau yang konvensional yaitu masih kompleks dari bahayanya. Itu dilihat dari mesin konvensional, itu biasanya di milling machine tuhh, maupun borring lah gitu, maupun bubut.lalu yang kedua itu ada bahaya terjepit pada saat setting material benda kerja dengan tool picture dengan meja mesinnya. Ya mereka itu kan kadang2 terjepit, kemudian dari segi ergonominya juga seperti pada saat setting keatas harus naik ke mesinnya seperti termasuk cincinati itu mereka disana kemudian terpleset pun ada karena memang bukan kotor, memang seperti itu keadaannya. Licin oleh coollant atau oli. Kalau di coolent itu kan ada basednya oli. Kemudian terbentur juga karena naik turun nya kerja yang mempengaruhi ergonominya. Itu bisa, kemudian dari ergonomi juga berpengaruh, yang dari percikan chips ataupun dari percikan coollant nya sendiri. Mungkin pada saat di mesin konvensional itu tuh yang di
“itu kalau apakah termasuk penyakit akibat kerja pak dan sudah pernah ada medical check up yang dilakukan pak?” “Lalu pak bagaimana proses dalam melakukan identifikasi bahaya pak khususna di Departemen Machining pak?”
“lalu pak langkah selanjutnya, bagaimana cara menilai bahayanya dari identifikasi tersebut?”
cincinati, nah itu kan ada proses pendinginan atau coolling antara pemotong dengan benda kerjanya. Nah disitu kan terjadilah akumulasi kabut fium dari putaran mesin, kemudian memutarkan coollant nya sendiri. Nah itu kan akhirnya terbang kemana, nah akhirnya kecium oleh karyawan yang ada disitu. “ “iyaa iyaa, itu kan karena bisa menimbulkan paru-paru basah yah. Nah kalau di check itu belum, tapi kalau check apa tuh namanya yang ditiup teh, tapi hanya di beberapa bagian yang cenderung potensi dari vium atau apa namanya tuh, itu pernah. Apa namanya , ahh test paru-paru. Itu pernah dilakukan di seluruh PT. Di yang memiliki potensi bahaya tinggi dengan aspek kimia yaitu termasuk mungkin disitu.” “kalau di machining itu kalau di kita kan identifikasi lapangan, kemudian kita lengkapkan isian blangko kosong dari kita mengenai identifikasi, jadi dari disitu dijelaskan nomor satu, dari proses mesin, atau alatnya itu apa, karena kita berbicara identifikasi tuh bukan perproses atau bukan per bagian, karena kalau sewaktu-waktu ada bagian tertentu berubah organisasi nanti berubah lagi, jadi kita tuh diisini per mesin, per spesial proses dan per alat.” Yaa itu, kita identifikasinya itu kesatu mengenal mesinnya seperti apa,kedua kita kita konversikan semacam angket, hhmm bukanyaa ngket yah, yah semacam isian identitas lah kepada supervisor masing2 dilapangan, diseluruh PT. DI. Jadi waktu itu bukan DP yah, waktu itu kan masih aerostructure, nah misalkan di daerah aerostructure sekarang programnya ini kita kasihkan misalkan di daerah machining, ini tolong diisi potensi bahayanya apa aja. Nah sambil kita berikan data based di machining itu misalkan yang ini nih untuk potensi bahayanya yang muncul apa, kalau ada kekurangan dan kelebihannya tolong dikoreksi.nah kita nunggu dari mereka, nah seandainya kita nunggu tapi mereka karena kesibukan atau apalah, kemudian mereka engga mengirim. Yaa apa boleh buat, kita sendiri yang membuat identifikasi bahaya. “ “ya kita dari identifikasi potensi bahaya nantikan itu dari satu mesin ada proses. Dalam satu mesin misalkan di mesin cincinati misalkan, ya kita kelompokkan hanya di milling machine. Di milling machine itu yang satu itu handling duu, dalam arti itu kalau identifikasi sebelumnya handling itu dipisah. Itu handling anggap buang sajalah.. nah satu itu hhhhmmmmmm,, apa namanya.. loading unloading kalau ga salah.loading itu dalam arti disitu persiapan lah. Itu identifikasinya dulu ya persiapan lah, nah itu dari situ persiapan potensi bahayanya apa. Ya persiapaan dalam arti misalkan
ini material, belum ada, belum ada handlingnya. Kemudian beri apa beri apa..kemudian yang pertama itu setting tool picture pada meja kerja. nah tool picture yang dibutuhkan beda-beda kan. Nah dari situ kan potensi bahaya ada yang terpentur, terjatuh terpeslest kan.. tapi kalau ada pekerja yang kasih masukan ini pak ada potensi bahaya disini pak disini, ya kita msukan,, kita pertimbangkan betul gak ada kejadian, kalau ada kita masukan ada bahayanya. Kemudian setelah setting itu barulah ada proses mesinnya,nah pada saat proses itulah seperti mesin konvensional seperti percikan coollantnya, percikan chips nya, panas, kemudian pada saat rapping ada kebisingan ya kebisingan tinggi. Kalau di profilling itu gak besar, nah kalau yang di mesin cincinati yang besar.. “ “nah kebetulan saya sudah “nah kalau profilling itu kan istilahnya,oohh kalau pak renaldi itu di large prismatic machine ketempat profilling dan itu bukannya. Naahh kalau memang bgtu yang mesinnya ada DGAL , DGMP itu kita masukkan dalam mesinnya cincinati pak. Kebetulan pengelompkkan mesin milling konvensional. Nah itu petugasnya pada saat pengerjaan tadi itu kan, saya sudah ketemu dengan pak kemudian kalau misalkan disitu ada penerangan kurang, nah kalau di situ kan ada limbahnya. re***** pak sebagai Kemudian setelah selesai itu kan kebisingan itu muncul pada saat proses rapping nya muncul supervisornya.. ” kebisingan, pada saat pemakaian pertama. Nah kalau yang proses akhir mah engga karena kan prosesnya beda yah.. nah pada saat rapping itu kan proses pemakanan pertama, jadi memerlukan tenaga besar kan nah selanjutnya ganti cutter kan , tambah lagi kecepatannya. Nah setelah itu masuk lagi ke proses coolling tadi. Nah selanjutnya itu pembongkaran setelah kerja itu potensi bahayanya sama dengan loading. Kemudian pada saat pembongkaran benda kerja itu potensinya sama. “ “ohh begitu ya pak, lalu siapa pak “oo kalau di direktorat produksi itu.. kalauu,, sebenarnya apa yang kita buat kemaren, untuk yang mengatur kebijakan dalam manajemen risiko untuk mengenai itu kita buatkan berdasarkan identifikasi aspek K3LH yang telah manajemen risiko?” kita buat, dengan kita bikinkan RMS nya, tinggal kta buat risk assessmentnya.” “pak, lalu kedudukan divisi DPM “aaahh, iya kalau DPM itu bagian dari direktorat produksi, kan dibawahnya DP itu ada Divisi2 apa itu bagian dari direktorat saja dibawahnya itu.. DPM itu membawahi machining, departemen machining, meal forming, produksi kan pak?” surface treathment, aaaa aaaa... nah itu setelah kita buatkan risk assessment, setelah kita buatkan risk assessment kemudian kita itu disini di evaluasi bersama. Kami sebagai pembuatnya misalkan sebagai penyusun, kemudian menajar kita juga di semprong istilahnya itu pake auto fokus, kemudian ada temen-temen para supervisor misalkan gitu taah, mereka saling mengoreksi kira-kira ini ada kelebihan ada kekurangan, kita kira2 bisa gak temen2 itu mempersentasikan. Kalau menurut ini nih
“lalu pak pengendalian yang sudah dilakukan berdasarkan pendekatan engineering control, lalu administrasi control, serta APD seperti apa pak di DPM dan di direktorat produksi?”
“Kalau dengan penerapan atau
begini gini tapi ah sebenarnya aya seperti ini ini. Sebenarnya kan risk assessment kan lebih pada kekerapan kejadian, nah kekerapan kejadian disitu kan kaya apa..” “aaaa kalau dari produksi atau dari manaa, oo kalau dari K3LH pusat dari engineering control biasanya begini, kan itu mesin kan sudah ada apa namanya tuh sudah di setting semua disitu, nah seandainya sewaktu waktu terjadi masalah, dan kemudian bukan melibatkan kita yah, itu mah kewajiban kita yaah untuk mengendalikan dan mengukur lingkungan kerjanya seperti apa, dan kemudian kalau ada yang berbahaya seperti apa misalkan kebisingannya tinggi, dan kemudian engineering control kita itu merubah kira2 seperti apa nih, satu contoh kita dulu ada kebisingan di pompa apaa namanya yah itu namanya di pompa surface treathment, itu terjadi suatu kebisingan pada pompa saat menekan dan mengempes, itu kebisingannya sampai merambat jauh ke gedung ditek, kemudian mereka itu komplain kekita. Kita ukur, kemudian kita ukur sampai sejauh mana nih kebisingannya , lalu kebisingan disana itu sampai 50 kebisingan sampai 50 itu memang kita kalau untuk standar misalkan standar perkantoran teh harusnya 40 lah tapi kalau misalkan ada mesin pick manual kan itu bisa 60 dB. Tapi mereka tetep komplain karena merasa konsentrasi keganggu, dari pengendalian teknisnya kan itu kan ke pak Do**. Itu exhausnya itu dibuat sedemikian rupa, kemudian exhaustnya itu dimasukan kedalam air... akhirnya kebisingannya itu kan bisa direndem, jadi sekarang itu kan bisa sekalipun spontan mesin itu berjalan, karena kan otomatis gak bising lagi. Dikasih air di exhausntnya jadi suara itu gak langsung keluar merambat melalui keudara tapi terendam dulu sama air. Kemudian, exhaust yang di shot pining juga itu dulu bermasalah karena pada saat terjadi proses shot pining di blower itu kelur debu, masuk keruangan kerja. selain tidak membuat kenyamanan terhadap karyawan, juga bisa mengotori komponen-komponen yang sudah jadi. Kemudian itu dari aspek teknis nya, seperti apa dibuatkan cerobong sedemikian rupa, sehingga terbuang secara bebas, itu teknisnya... kalau pengendalian administrasinya itukita kadang-kadang kan satu itu mengadakan training, apakah tingkat manajer, apakah level supervisor, apakah karyawan. Kemudian dari training itu dicoba di kasikan oleh suatu percobaan apa namanya tuh, perbandingan, studi kasus lapangan, nah seperti ini mkisalkan dikasihnya seperti apa.. risk assessmentnya apa, pak Bam**** seperti apa. Kemudian kita tuh seperti menguji karyawan ware ke tempat lingkungannya..” “aaaa iyaa iyaa itu termasuk, barusan tu juga saya mau sampaikan, itu juga termasuk itu warning
dengan rekomendasi safety sign tanda keselamatannya itu kan termasuk dengan pengendalian administrasi..” “lalu pengendalian APD nya seperti apa pak?”
sign, nah warning sign itu kan ada yang berupa poster, ada yang berupa warning sign, dalam warning sign itu kan dalam bentuk misalkan seperti harus pakai APD ini ini ini, kalau poster kan harus tertera ini ini ini. Kalau bila kan bekerja selamat keluarga menanti dirumah, nahh itu kan salah satu bentuknya. “ “yaa kalau pengendalian APD itu kita dilihat dulu potensi bahayanya seperti apa, bahaya yang ada di bengkel atau di tempat kerja yang bersangkutan, karena kan tidak semua tempat kerja harus dikasih ear muff, tidak semua tempat pekerja harus dikasih sarung tangan karet ya kan.. nah patokannya kita itu ke risk assessment, dari risk asssessment kan muncul bahayanya itu apa, nah memang mengendalikan supaya yang tadinya major menjadi minor itu harus seperti apa. Kalau kita inikan itu potensi bahayanya secara risk assessment itu ini major nih masuknya major atau mungkin dari karakteristiknya termasuk bahayanya tinggi atau nanti apa tuh, ya kan nanti disitu pengendaliannya itu bisa tadi dari engineering, administrasi itu diadakan training, kemudian dari dikasih dokumen pentingnya itu. Untuk lingkungan kerja ini seperti apa, kemudian dari potensi bahaya yang muncul, kita aplikasikan APD yang kita kasih, ini apa aja yang ada. Dipetunjuk itu kan juga dijelaskan misalkan petunjuk yang di Maching itu kan di machining kan dikasih sarung tangan. Itu kan di petunjuk dijelaskan, khusus digunakan sarung tangan pada saat men setting, dilarang menggunakan sarung tangan pada saat berhadapan dengan benda yang berputar. Kecuali dengan yang berpress silahkan kalau yang sepeerti itu mah silahkan, takut terlilit, seperti itu. Kalau APD itu tuh kita sesuaikan dari risk assessment tadi.”
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Pendukung Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 001
Inisial
: TN
Tanggal Wawancara : 14 Mei 2014
Topik Pembahasan
Tingkat kecelakaan
Peneliti (menjelaskan maksud dan tujuan penelitian penelitian serta memilih Departemen Machining karena dari hasil wawancara dan dokumen kecelakaan kerja, nilai SIR dan FIR) “Ok langsung saja pak, di Machining sendiri tuh terdapat berapa bagian pak dalam proses tahapannya?” // “iya, seperti di Departemen Metal Forming
Manajer Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi
“Organisasinya yah maksudnya?”// “Enggak, bedakan proses produksi dengan organisasi, karena bagian itu organisasi. Kalau organisasi saya bilang Machining itu punya 7 Supervisor” (sambil mengambil kertas, dan memberikan kepada peneliti struktur organisasi di Machining)
yang memiliki profile press forming, sheet metal forming, nah kalau di Machining ini sendiri seperti apa pak berdasarkan proses produksinya?”
“Ok pak, untuk pertanyaan selanjutnya, bagaimana tingkat kecelakaan Incident atau kejadian di Departemen Machining ?”
“Ok kalau tingkat kecelakaan di departemen Machining sendiri itu seperti apa pak?” Pemilihan lokasi “Nah, kalau diantara 7 bidang yang ada penelitian di disini itu pada bidang apa pak tingkat bidang yang ada di kecelakaan tertinggi?”
“Nih, Kalau organisasi ya punya supervisor Tapi, Supervisor bukan menunjukkan tahapan operasi, mungkin kalau di tempat lain bisa iya, tapi kalau di Machining itu dia lebih banyak ke grup tekhnologi, jadi grup tekhnologi, kaya misalnya ini grup dua misalnya yah, tekhnologi yang profiler aja, tekhnologi yang bermain. Jadi, ada 7 bidang, bisa jadi pro mekanisme kerja setiap bidang itu sama. Cuma, digarapannya teknlogi berbeda gitu.. Tapi kalau tahapan kerja beda kalau di Machining itu tahapan kerjanya itu, dari sini bisa jadi masuk kesini bisa jadi masuk kesini” (sambil menunjuk strutur organisasi bidang yang tadi diberikan). “Karena tergantung teknologinya tadi. Satu contoh, ada suatu kelompok part, dia harus masuk di bidang ini dulu misalnya, setelah itu dia masuk kesini, ada bagian dia harus masuk kesini. Dari sini dia bisa jadi masuk lagi kesini, bisa jadi dari sini kesini, jadi organisasinya tidak by proses. Organisasinya berdasarkan gru teknologi, jadi grup teknologi patok besar itu satu bidang sendiri, grup teknologi 5 eksis part satu bidang sendiri. Perencanaan produksi ada disini, gitu.. “ (menunjuk bidang Machining Production Planning) “Kita tuh punya target yah, satu per sejuta yah. Jadi istilahnya satu kali accident per sejuta man hours. Itu targetnya nol, tapi ee artinya targetnya itu nol. Tetapi kalau kita satu per sejuta masih masuk artinya masih di bawah ambang batas minimum, tapi tergetnya kan nol itu. Tapi safety itu harus nol, gak boleh targetnya satu dua tiga, gak boleh. Target safety harus nol.tapi kita kejadian di 2013 itu kejadiannya adalah satu kali. Tapi anda bisa hitung man hours di Machining, man hours di machining 300 orang x 8 jam x 1 tahun lebih dari satu juta itu. Jadi artinya masih diambang batas gitu kan.” “Bentuknya atau frekuensinya? Kalau frekuensinya saya bilang, keparahannya itu sampai cacat yah, yang paling parah kita cacat aja, ada yang patah, tangannya putus, itu yang paling parah. Jarinya putus, karena kejepit benda kerja, ya itu kecelakaannya. Tapi frekuensinya ya itu tadi satu tahun ya paling satu kali. 2012 nol, 2013 terjadi satu kali. 2014 terjadi 1 kali. Padahal kita baru 5 bulan yah. ” “Yang terjadi disini nih, disini sama disini” (sambil menunjuk struktur bidang Profiling Prismatic Machine dan bidang Lathe & Milling Machine) “Itu yang memiliki tingkat risiko tertinggi, karena ini plat2 besar kemudian disini part2 nya agak rumit dan
Departemen Machining “Terus jumlah mesin yang ada disini ada berapa banyak pak?” “Kalau tahapan produksi di bagian profiling prismatic machine secara garis besarnya itu seperti apa pak?”
Manajemen risiko
“lalu pak bahaya apa saja sih pak yang terdapat di bidang yang memiliki kecelakaan tertinggi” (sambil menunjuk bidang profiling machine) “ok pak lalu bagaimana pak catatan P3K yang ada di machining ini?”
alat2nya konvensional, kalau ditempat lain alat2nya udah canggih. Disini tingkat risikonya gede. Anda kepeleset aja bisa keseleo. Anda salah angkat beda kerja kan tajam anda tidak pakai sarung tangan nanti tangan anda tergores. Kalau part kecil Cuma menekan yah, tapi kalau besar kan bisa kejepit itu. “ “saya perbagiannya jumlahnya enggak hapal, tapi kalau di totalkan ada 165 mesin, kalau ditotalkan keseluruhan” “Ya tahapannya adalah ini kan dia hanya memotong aja, dia memasang kemudian memotong ya disetiap mesin itu. Istilahnya kita ada 3 kelompok yah itu ada pre operasi, main operasi, post operasi. Nah, pre operasi itu di siapkan benda itu supaya bisa dipotong, bagaimana dia mengklaimnya, dia harus disiapin, dia harus disiapin di fishing dulu, kemudian dibikin lubang dulu. Kemudian main operasi dn i ngebentuk sesuai dengan desain yang diminta. Nah, post operasi dia ada menghaluskan menghilangkan yang tajam, membuat lubang yang presisi, yaitu di post operasi. Nah tahapannya sampai kesitu. Cuman di pre operasi main operasi post operasi tidak berurutan disetiap bidang. Pre operasi paling banyak bidang disini” (menunjuk bidang Lathe & Milling) “Nah main operasi ada disini semuanya” (menunjuk 5 bidang diantara 7 bidang) “Nah post operasi ada disini” (Bidang Fitter drill & dorring machine) “Nah disini juga terdapat main operasi gitu, karena kita organisasnya bukan berdasarkan proses. Berdasarkan teknologi.” “Yang banyak itu yah, yang pertama kejepit, kepleset, tersayat itu yang paling banyak. Yang paling banyak itu tersayat, terpeleset, terjepit. “ “Nih gini, P3K di bengkel itu banyak, satu lokasi ini lebih jumlahnya ada dua. Dan itu ada orangnya yang di pernah di training P3K. Cuman permaslaahannya program P3K ini dari pusatnya kurang lancar, banyak orang yang sudah keluar belum ada penggantinya belum di training lagi. Terus kalau kotak P3K nya sudah disiapin dari setiap tempatnya itu ada beberapa lebih dari 25 diseluruhnya ini, cuman konsistensi pengisian didalamnya itu yang tidak lancar. Kan seharusnya betadine kosong terus
“Lalu pak, bagaimana pelaksanaan manajemen risiko seperti identifikasi bahaya, penilaian risiko serta pengendaliannya di departemen machining dan di bidang yang memiliki risiko tinggi pak seperti prismatic ini?”
“Lalu pak bagaimana si pak tindakan pengendalian di machining dan di tempat yang memiliki risiko tinggi dan tingkat kecelakaan yang tinggi ?”
ganti, kan gitu. Ini enggak konsisten, begitu kita minta stoknya kosong habis hiehiehie kan gitu.. jadi itu aja konsistennya aja yang belum baik, kontinyuitasnya.” “aa untuk risiko ini sebenarnya udah didefinisikan tadi yah disetiap tempat itu ada risikonya, nah risikonya itu kita buat APD apa yang cocok disini yang dikelompokkan tadi, grup2 ini adalah yang paling banyak adalah satu kepleset, sama terjepit, makanya aturan dimesin itu anda boleh tidak kerja, kalau sepatu anda rusak itu karena disitu mutlak. Nah itu boleh enggak kerja kalau sepatu anda rusak. Anda boleh tidak bekerja kalau sarung tangan habis. Itu saya intruksikan itu memang. Karena saya gak mau denger, mereka celaka karena sepatunya rusak gitu loh.. Jadi sudah saya antisipasi duu, saya gak mau denger dia celaka gara2 sepatunya rusak. Makanya saya bilang, kamu ga boleh kerja kalau kamu gak punya sepatu, jadi gak ada alasan, kamu gak boleh kerja kalau kamu gak pakai sarung tangan. Jadi saya gak mau denger, oh syaa kejepit karena saya gak dikasih sarung tangan. Kan saya udah instruksikan kamu gak boleh bekerja, kan gitu.. nah terus disini itu ada risikonya terjepit sama terciprat logam. Nah kalau disana itu di mesin, kalau kamu mau bekerja, kamu harus pakai kaca mata, kan gitu.. kamu boleh berenti bekerja kalau kacamata kamu gak ada, kan gitu.. nah cuman kan kadang-kadang dilemanya kan begitu ketika kaca matanya rusak begitu kita minta ganti kan belum siap, kan begitu..harusnya dari K3LH membuat stok kan, karena saya tidak boleh yang membuat stok. Yang membuat stok di K3LH seharusnya ketika habis, rusak dituker kan gitu.. Tapi tetep say aakan meiliah berhenti.” “Ya itu tadi, yang pertama yah didalam standar operasi SOP operator itu sebelum jadi operator juga di training, itu sudah cukup dijelaskan kalau kamu bekerja apa saja yang harus kamu siapin. Terus yang kedua adalah tadi, saya membuat grup2 K3LH. Itu grup2 K3LH fungsinya bukan cuma hanya melaporkan tetapi juga harus mengawasi temennya. Nah, mengawasi temennya dari aspke K3LH itu. Cuman memang kendalanya adalah, ini bukan cuma di PT.DI aja yah tapi diseluruh Indonesia juga. Disiplin itu emang paling masalah, contohnya aja yah, tidak boleh merokok di bengkel. Orang itu kalau liyat saya turun terus di merokok terus diumpetin sampe ada yang kebakar tangannya. Tapi gak sadar, dia harusnya gak merokok itu kan bahaya. Disitu ada oli dan sebagainya yah,
“Lalu penerapan pengendalian dengan pendekatan engineering control / secara teknis terhadap bahaya seperti apa saja pak yang dilakukan? “Kalau dengan pendekatan administrasi controlnya misalnya pelatihan, briefing sebelum kerja, lalu alarm kebakaran, lalu safety sign gimana pak?”
nah kesadarannya itu yang susah sehingga dia merokok setanem gitu. Tapi kan akhirnya ketahuan, karena dia buang puntung sembarangan, padahal ada tempat puntungnya kan gitu.. Ditegur saat itu nurut, tapi besok lusa ngelakuin kaya gitu lagi gitu. Itu yang memang agak beratnya disiplin seperti itu.” “Kalau engineering saya, saya gak ada. Gak nerapin seperti itu”
“aahh kalau itu, mengenai kelengkapan safety itu, machining itu punya persyaratan yah nah persyaratannya itu, dikasihkan ke K3LH nanti K3LH yang nyiapin, dia yang membuat program training, dia yang membuat kelengkapan bengkel, dan apa yang dimintakan. Seperti tadi yang dibilang saya sebagai eksekutor hanya mengontrol apakah perlengkapan di machining sudah terpenuhi atau belum, kalau belum balik lapor kamu belum dilengkapi. Nah terus yang kedua saya mengontrol operator itu sudah menjalankan atau belum, nah program2 yang belum dinyatakan apa yang sudah apa yang belum itu yang sebatas saya membuat laporan dan wewenang saya membuat usulan. Usulan itu yang dituangkan, satu bisa lewat P2K3 yang ada pertemuan tiap bulan atau bisa lewat jalur yang manajerial, yang seperti setiap hari itu jam 8 jam 2. Itu pertemuan SQCDP namanya. Pertemuan LIN manufacturing. Jadi ada pertemuan LIN ada pertemuan LIN di direktorat produksi itu, dan pertemuan itu seragam diseluruh direktorat produksi. Nah, pertemuan itu ada level 1,2,3,4,5. Level 1 itu pertemuan diantara operator, tapi itu biasanya engga sistematis, jadi itu biasanya melaporkan tiap paginya itu ada masalah apa. Jam 8 itu di level supervisor2. Nah di level supervisor disampaikan ada masalah apa, nah itu yang masalahnya itu harus SQCDP. Nah itu masalah safety, quality, delivery, maslah cost. Nah itu harus dilaporkan. Safety itu K3LH maksudnya. Nah jam 8.30 itu di level manajer, jadi setiap masalah naik keatas terus dalam hari ini. Jam 2 di level kepala divisi. Nah dalam seminggu sekali dilevel direktur. Jadi ada yang salah jika disuatu masalah tidak sampai ke direktur.”
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Pendukung Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 002
Inisial
: RI
Tanggal Wawancara : 14 Mei 2014
Topik Pembahasan
Tingkat kecelakaan
Peneliti
Informan (Supervisor Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi)
(menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta memilih Departemen Machining karena dari hasil wawancara dan dokumen kecelakaan kerja, nilai SIR dan FIR) “Terdapat berapa bagian pak di “Oh itu mungkin yang kedepan, organisasi kedepan rencananya mau 7, tapi Departemen Machining ini? sebelumnya itu ada 4, itu sebenernya belum resmi yang 7 ini. Ini sebenernya Kebetulan saya sudah dapat dari sistemnya masih 4, yang itu saya bilang tadi, 4 yang profilling, medium, small,
Pak didin itu menurut beliau ada 7 bidang ya pak?” “oh gtu pak, ok kalau gitu bagaimana sih pak tingkat insident atau kejadian yang ada di Departemen Machining?”
“tapi kalau tingkat keparahan yang ada yang pernah terejadi itu seperti apa pak?”
Pemilihan lokasi penelitian di bidang yang ada di Departemen Machining
“lalu pak terdapat di bidang apa pak kecelakaan yang paling sering di Departemen Machining ini pak?” “jadi tidak ada datanya ya pak, ok kalau gitu bagaimana tahapan proses produksi yang bapa pegang itu pak di bidang profilling?”
sama late. Nah itu pengembangannya tapi yang sampai level 3 tingkat supervisor ini sebenernya belum. “ “kalau kejadian sebenernya tingkat record dengan aturan kita sebenernya wajib lapor, tapi itu dikoleksinya di departemen itu enggak mengoleksi sebenarnya. Walaupun setiap bidang itu pengawasan secara safety secara kualiti hasil produk secara perfomance manusianya itu tanggung jawab supervisor, kan gitu.. nah kalau untuk recordnya itu mungkin bisa dilihat di bidangnya di K3LH. Nah kalau dari kita sendiri itu sebenarnya data kecelakaannya itu tidak ke record boleh dikatakan. Karena kalaupun ada kejadian itupun recordnya langsung ke K3LH. Nah itu kalau kecelakaan yang ada itu tingkat berat ringan, kalau boleh dikatakan itu tidak ada.“ “kalau tingkat keparahan yang terjadi, itu seperti terjepit, karena materialnya besar-besar. Nah waktu dia download raw material tadi, karena mungkin dia bekerja lebih dari orang satu, ya mungkin itu irama mungkin kesepakatan dia kapan mau turun kapan mau melepas rem itu tidk seirama ya mungkin dia belum siap ya mungkin dia terjepit itu biasanya, jari. “ “nah itu dia karena saya tidak megang data, mungkin itu datanya bisa di kolek di departemen K3LH itu. Kalau produksi itu kalau gak salah pak sudarman kalau gaksalah kalau dulu. Sekarang mungkin pak apa, pak junaedi. Nah kita kan di produksi nah itu setiap tingkat korporet K3LH nya juga ada, itu pak suparman itu kalau gak salah.” “itu kita intinya membuat bahan baku, barang yang awalnya dari raw material padat gitu yah, nah itu di proses menjadi detail part sesuai yang diinginkan. Nah lalu prosesnya itu kalau dilihat tahapan2 itu kita mungkin satu prepare dari raw material kan, dari proses tadi kan bagaimana dia mengangkat yaitu crane yaitu di sana juga ada airbot yaitu sling yaitu diangkat. Nah pada suatu dia ingin memindahkan dari suatu tempat ke material tadi dari meja mesin, nah tahapan selanjutnya itu mendownload benda kerja hasilnya kan, hasil tahapan itu dia disimpan itu ada tahapan itu aman dia memasang bendanya tadi di mesin entah
“lalu pak mesin yang ada di profilling ini ada berapa pak?”
Manajemen risiko
“lalu pak bahaya apa saja sih pak yang terdapat di bisang profilling ini? “nah itu sudah pernah terjadi pak kejadian seperi itu?”
“ok pak selanjutnya, bagaimana catatan P3K di profilling ini pak?”
dia pakai apa dia pakai baut misalnya entah pakai alat misalnya neumatik gan pokonya dia mulai mengoperasikan mesin, nah di operasi mesin tadi dia proses situ itu ada programing dia menggunakan program, terus dia menggunakan cutting tool sama mesin. Jadi operator tadi mengendalikan mesin dari program sama cutting tool, memotong material kasar tadi menjadi material jadi. Nah disana risikonya ada, istilahnya chips atau pemotongan, terbang gitu kan, itu risikonya. Aahh risiko kedua itu muncrad itu dari pendingin tadi, nah risiko ketiga itu cutting tool tadi. Kalau cutter itu patah mungkin dia bisa jadi mental gtu. “ “ada 10, itu dibagi menjadi 2 jenis. Jenis pertama dia punya 5 multi purpose itu kita sebut bagian. Nah yang kedua khusus alumunium, itu dia hanya bisa memotong yang dari alumunium. Tapi yang multi purpose dia juga bisa memotong hard metal, bisa juga memotong alumunium” “ya itu tadi risiko yang saya bilang tadi kan, ya pada saat memindahkan mengangkat raw material, yang kedua terus pada saat dia mengoperasikan saat produksi risiko itu chips terbang, nah risiko coollant, nah terus risiko pada saat bekerja. Operator tadi bekerja di atas meja mesin. Pada saat dia download unload, aahh clean up itu dia naik keatas meja mesin, ahh itu risiko terpeleset.” “yaaaa aahh belum sih, tapi risikonya itu.nah itu makanya kita pakai safety shoes yang oil resistennya bagus.nah safety shoes pas menginjak gramnya itu tajam kalau keinjak. Nah itu ada di meja mesin. Makanya kita melakukan penelitian yang besar di mesin profilling ini, safety shoes paling lama umurnya 2 bulan. Butuh biaya hahaha..” “P3K itu kita ada lokasi, ada posisi2nya. Jadi disusun daerah misalnya barat utara, itu mewakili dengan yang terdekat dengan pekerja. Yaa itu kita udah siapin aja denahnya. Di setiap machining juga ada sebenarnya. Nahh, P2K3 itu kadang2 kelemahannya kalau kita pengadaannya itu udah disesuaikan dengan kebutuhannya hanya saja itu kontinyuitas kontrol barangnya tidak tersedia. Itu tuh kita di support sama departemen yang lain. Nah itu departemen yang lain
kita punya kap itu tadi kalau menurut saya resposibelnya kalau kata saya itu kita hanya melaporkan. Kotak P3K tadi kosong kadang2 stoknya enggak punya disana. Karena saking seringnya digunakan,mereka misalnya tergores kan gitu, ya betadine misalnya terus handiplas.” “itu kejadian seperti itu sering “yaa iya sering, ya biasalah gores2..ah kalau operator udah gak aneh, kalau terjadi pak?” bahasa sundanya kan disini jauh keneh tinah peujit hahaha.” “lalu pak kalau pelaksanaan “Ya pengendalian itu kan kita bisa secara teori, misalnya teori dalam K3LH itu identifikasi risiko, penilaian risiko udah ada. Nah identifikasi tadi kita secara visual kebanyakan, jadi bakal bahaya dan pengendalian risiko yang ada di udah bahaya, misalnya liyat lantai atau liyat apa aliran listrik. Nah itu tuh kita Departemen Machining seperti apa udah luput sama yang namanya audit tadi. Pada saat audit tadi kita bisa pak?” memperbaikinya.” “lalu pengendalian yang sudah “kita istilahnya dalam arti jangan bosen kita gingetin pekerja, kan gitu..itu diterapkan seperti apa saja pak?” pengendalian moral namanya, kita ingetin, kan gitu.” “Ok pak, saya spesifik lagi “kalau yang engineering control kita plan nya tadi hanya yang dari visualnya pengendalian dengan pendekatan aja. Visual, terus nanti ada data audit. Audit misalnya taun lalu nanti ada engineering control pak.” referensi, nanti kontrolnya kesana.” “Ok pak lalu bagaimana dengan “heem, ya sebenarnya itu yang kita lakukan manajemen K3LH itu ada yang pengendalian dengan pendekatan namanya P2K3, nah P2K3 lah istilahnya yang menularkan ke bagian2 yang lain. administrasi pak? Seperti rotasi Karena saya tadinya di P2K3 cara saya ya itu kalau ada kita menularkan ada kerja, pelatihan kerja, alarm program di P2K3 pada saat rapat, kita mau apa, nah itu kita bikin plan. Itu aja kebakaran, tanda bahaya, dsb.” yang dilaksanakan.” “nah plan yang biasa dilaksanakan “ya plan nya ya biasanya kita, kalau diruangan saya misalnya di profilling, saya itu seperti apa pak?” butuh membenahi safety line misalnya kan, itu yah, safety line, safety sign. nah itu nanti apa aja, nah terus siapa responsiblenya, karena pengadaannya kan begitu aja.”
Lampiran Transkip Wawancara Studi Pendahuluan Lembar Transkip Wawancara Informan Pendukung Analisa Kesesuaian Keberadaan Safety Sign Di PT. Dirgantara Indonesia
Kode Informan
: 003
Inisial
: ST
Tanggal Wawancara : 19 Mei 2014
Topik Pembahasan
Tingkat
Peneliti (menjelaskan maksud dan tujuan penelitian penelitian serta memilih Departemen Machining karena dari hasil wawancara dan dokumen kecelakaan kerja, nilai SIR dan FIR) “Ok pak, ada berapa tahapan pak di
Informan (Supervisor Departemen Machining Divisi Detail Part Manufacturing Direktorat Produksi)
“Kalau Departemen Machining, kebetulan kan saya hanya menangani LIN , kalau mau
Kecelakaan
Departemen Machining ini?” “Mohon maaf sebelumnya Bapa sebagai Supervisor di bidang apa?” “Ok pak kalau begitu, lalu menurut bapa bagaimana tingkat incident di Bidang 3 Axis Prismatic Machine?” “pak bagaimana pak kalau tingkat kecelakaan di bidang 3 axis prismatic ?” “ok pak, lalu menurut bapa tingkat pada bagian apa pak tingkat kecelakaan tertinggi di Machining ?” “Kalau begitu bagaimana pak tahapan produksi di 2 axis prismatic ini pak?” “kalau jumlah mesin yang ada di 3 Axis prismatic ada berpaa pak?” “lalu pak, menurut bapak bahaya apa saja pak yang terdapat di bidang 3 axis prismatic ini?” “terus kejadian seperti itu sudah pernah terjadi pak?” “lalu pak, bagaimana pak catatan P3K di 3 axis prismatic ini?” “kalau penggunaan P3K sendiri itu gimana
tanya tentang Machining harusnya ke Pak Didin. Harusnya Pak Didin karena dia Departemennya. Kalau untuk menanyakan bagian saya bisa menjawab, tapi bukan ini saya gitu..” “oo kalau sekarang itu ada 4 bidang, tapi kalau ada yang baru hhmmm berarti saya ada di Bidang 3 Axis Prismatic Machine” “kalau apa nih? Kalau tingkat keseringan itu karena memang tidak ada alat safety nya. Yaitu karena alat safety nya belum dipenuhi. Jadi mungkin dulu ada, tapi tiba2 kalau diminta stok nya gak ada. Ya seperti sarung tangan, ya seperti APD, kebanyakan APD. “Itu jarang yah, jarang terjadilah. “ “di 3 Axis itu nama mesinnya HAAS. Kalau tingkat kecelakaan paling sering ya Milling yah. Karena kan manual yah. Ya itu di milling” “ada 2 tahap, yang pertama ada pre operation, pre operation itu mengerjakan lubang, lubang untuk dikerjakan di mesin main operasi. Nah main operasi itu 3 axis tadi. Setelah dari tool itu dikerjakan lalu ke HAAS ini. Setelah dikerjakan di HAAS baru dikerjakan di fitter finishing. “ “ada 14 mesin” “Kalau bahaya itu banyak, potensi bahaya itu banyak. Ya seperti tergelincir, ya artinya licin ya tergelincir, tersayat, terpotong, terus satu lagi adalah terjepit. “ “yaa kebetulan kalau disini, potensi yang selain tersayat belum ada. Kalau yang ditempat lain itu mungkin ada. Kalau terjepit itu misalnya, dibagian Cincinati itu di Profilling, itu pernah terjadi tapi tahun2 belakangan kesana. Saya kurang tahu tahun berpanya.” “kalau P3K keliatannya kurang memang, kurang supportnya lah, kadang2 terlambat stok nya gak ada, kadang kosong” “kalau penggunaannya sendiri ya sering. Kalau artinya sering itu kan karena kalau
pak?” Manajemen Risiko “Lalu pak, bagaimana pelaksanaan manajemen risiko, seperti identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan pengendalian risiko yang ada di 3 axis prismatic ini?” “Lalu pak sebelum dilakukan pengendalian itu adanya identifikasi bahaya ya pak, bagaimana identifikasi bahaya yang telah dilakukan pak?”
tersayat sendiri itu kan gak di catat yah, kalau yang luka2 sedikit itu biasanya gak di catat. Ya kan itu gak tercatat di LIN lah yah maksudnya. Kalau misalkan ada yang tersayat dan perlu jahitan itu baru dicatat, dan pernah terjadi tahun 2014. “ “Kita hanya ada satu , ada gambar ada tanda2 bahaya, potensi2 bahaya itu biasanya di tempel, lalu kita selalu mengingatkan bahwa kita selalu menggunakan APD”
“kalau identifikasi bahaya itu udah lama, sudah ada. Kaya sarung tangan kan sebenarnya itu kan udah difeinisikan. Terus sepatu safety itu uda didefinisikan, harus pakai pakaian kerja itu didefinisikan. Terus pakai kaca mata atau masker atau tutup telinga ear plug, itu udah didefinisikan. Cuma pada saat sekarang itu untuk pemenuhan ini, itu biasanya stoknya kadang2 sudah kurang, gitu.. itu masalahnya stok, kalau penggunaan sebenarnya kalau orang kasih pasti dipakai,” “Lalu pak, pengendalian bahayanya sendiri “Kalau pengendalian yang ada itu kan sebenarnya sudah ada. Itu kaya lantai licin itu yang sudah dilakukan itu dalam bentuk apa dibersihkan, ya artinya ada cleaning service. Itu di pel lantainya. Kalau lantainya kena pak?” oli itu dibersihkan. Kalaupun misalnya ada himbauan bekerja itu artinya bentuknya kontrol berarti kan. “ “ok pak itu kan salah satu bentuk “ada pelatihan itu kaya on the spot gitu yah, kaya misalnya di tempat kerja, dan itu kita pengendalian administratif ya pak, lalu kasih tau bahwa itu trainingnya langsung disitu gitu. “ selain pemberian tanda apa lagi pak?”
Lampiran Triangulasi Sumber
Triangulasi Data Variabel
Triangulasi Sumber
Penelitian Informan Utama
Prosedur penerapan safety sign Berdasarkan potensi bahaya yang didapat dari proses hasil identifikasi bahaya, audit, rekomendasi investigasi jika terjadi kecelakaan, serta sampai tahap mendesain dan mencetak warning sign.
Kondisi safety sign
Standar safety sign yang diterapkan
Cukup baik, akan tetapi belum di update, sudah mengelotok, warnanya luntur, belum sesuai dengan tempat kerja karena masih adanya struktural organisasi yang berubah sehingga lokasi produksi juga berubah yang mempengaruhi safety sign yang sudah ada. Berdasarkan kebijakan terdahulu, menggunakan beberapa referensi sumber internet serta lebih menganut ke standar Amerika yaitu ANSI.
Alasan menggunaka n standar Sebagai pemenuhan tersebut requirement customer
Informan Pendukung
Informan Kunci
Pelaksanaan dilakukan oleh tim K3LH produksi, dan pengadaan safety sign dari Departemen K3LH. Sebelum penempatan safety sign disesuaikan dengan bahaya dan penggunaan APD yang bekerja sama dengan pihak produksi/bengkel.
Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign
Kualitas masih kurang, karena sudah buram, letaknya sudah tidak sesuai, kotor, dan bahkan banyak yang tidak ada sign nya.
Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign
Ada yang sudah sesuai dan ada yang belum sesuai karena masih adanya perpindahan lokasi kerja.
Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign
Di pandang penting karena dapat memberikan pengaruh kepada pekerja untuk mengindikasikan adanya potensi bahaya dan mandatory yang
Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan safety sign
ada di tempat kerja. Petugas pemasang safety sign
Pengadaan ada di departemen K3LH, yang memasang bisa dari Supervisor yang meminta ke Departemen K3LH, tim K3LH produksi maupun pihak P2K3 sebagai jembatan antara produksi dan K3LH.
Kerjasama antara orang dari machining, K3LH Pada hasil identifikasi bahaya, penilaian risiko, dan kebutuhan produksi dan safety sign Departemen K3LH.
Lampiran Triangulasi Metode
Triangulasi Metode Variabel Penelitian Wawancara Mendalam Prosedur penerapan safety sign
Informan Utama dan Pendukung
Kondisi safety sign
Standar safety sign yang diterapkan Alasan menggunakan standar tersebut Petugas pemasang safety sign
Informan Utama dan Pendukung Informan Utama dan Pendukung Informan Utama dan Pendukung Informan Utama dan Pendukung
Telaah Dokumen
Observasi
Standar Safety Sign
-
- prosedur risk assessme nt No. Dokume n D4 G0 03 - No. ANSI Z535 Dokume dan BSI n D4 S2 5499 07 tentang Standar Rambu Keselam atan Kerja
Keberadaan safety sign pada tabel 5.4
-
-
ANSI dan BSI
Berbagai referensi
ANSI Z535
-
-
-
-
-
-